ANTIOKSIDAN ALAMI SEBAGAI BAHAN PENGAWET RANSUM KOMERSIL AYAM BROILER Yuli Retnani Abstract Antioxidants in general can be defined generally compounds that can delay, retard or prevent the oxidation of fat. Antioxidants inhibit free radical formation function that can initiate and accelerate the oxidation of fat (Buck, 1991). The use of feed additives such as antioxidants for a prolonged period will result in some residue in the product. Types of antioxidants are divided into two groups, namely synthetic antioxidants and natural antioxidants. Synthetic antioxidants are widely used in feed industry are materials that have a phenol group such as butylated hidroxyanisole (BHA) and butyl hidroksitoluena (BHT), while natural antioxidants that can be used as an alternative to replace synthetic antioxidants are garlic, cumin, basil leaf, betel leaf and honey as an alternative to antioxidants as preservatives commercial broiler ration. Key Words: antioxidant, garlic, cumin, feed and broiler
Penyediaan bahan pakan yang berkualitas baik dalam jumlah yang banyak, murah, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia merupakan salah satu target utama dalam suatu usaha peternakan untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan yang optimal (Retnani et al., 2009). Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara mengganti atau melakukan substitusi penggunaan salah satu bahan baku pakan. Salah satu komponen bahan pakan yang biasa digunakan di industri pakan adalah Crude Palm Oil (CPO) untuk menggantikan bahan baku minyak kelapa sawit yang harganya lebih mahal dua kali lipat dibandingkan dengan CPO. Penggunaan CPO dalam pakan mempunyai kelemahan dibandingkan penggunaan bahan baku minyak kelapa sawit yaitu mudah mengalami ketengikan, terutama pada saat pakan mengalami proses penyimpanan yang cukup lama di gudang pabrik atau pada saat mengalami transportasi dari gudang sampai ke konsumen. Kerusakan ini dapat berupa ketengikan (rancidity) yang dapat diartikan sebagai perubahan bau dan aroma dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Ketengikan diakibatkan oleh adanya prooksidan yang dapat mempercepat proses oksidasi, sehingga diperlukan oksidan yang dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi. Reaksi oksidasi ini akan dipercepat lagi jika bahan makanan tersebut terkena cahaya dan panas (Kaced et al., 1984). Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda atau memperkecil laju reaksi oksidasi pada bahan yang mudah teroksidasi terutama pada bahan pangan berlemak dan mengandung asam lemak dengan ketidak jenuhan yang tinggi (Nawar, 1985). Antioksidan berfungsi merintangi pembentukan radikal bebas yang dapat mengawali dan mempercepat oksidasi lemak (Buck, 1991).
Yuli Retnani Antioksidan Alami sebagai Bahan Pengawet Ransum Komersil Ayam Broiler
Jenis-Jenis Antioksidan Jenis antioksidan dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 1. Penggunaan Antioksidan Sintetik Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah yang mempunyai gugus fenol seperti butylated hidroxyanisole (BHA) dan butyl hidroksitoluena (BHT) (Winarno, 1997). Penggunaan antioksidan sintetik seperti butyl hidroksitoluena (BHT) banyak digunakan di pabrik makanan ternak karena cukup efektif tetapi ada kemungkinan menimbulkan efek samping yang merugikan diantaranya bersifat toksik. Barlow (1990) melaporkan, bahwa penggunaan BHT dengan dosis 7500 ppm pada ransum tikus betina selama 16 bulan, ternyata menunjukkan adanya pertumbuhan tumor paru-paru dan perut hewan tersebut. Hati dan paru-paru diduga merupakan sasaran utama dari efek toksik BHT (Cahyono, 2003). 2. Penggunaan Antioksidan Alami Antioksidan alami memiliki struktur kimia berbentuk cincin segi enam aromatic dengan satu atau lebih gugus hidroksil (Dugan, 1985). Antioksidan alami mempunyai kelebihan dari antioksidan sintetik sebab pada umumnya lebih aman untuk manusia, mampu menekan laju oksidasi lemak sehingga kerusakan lemak ransum selama penyimpanan akan lebih kecil. Menurut Gordon dan Charles (2002), menyatakan bahwa beberapa antioksidan alami dapat hidup dalam kondisi lingkungan dengan oksigen yang banyak. Mekanisme ini menjelaskan sistem antioksidan bekerja dalam melindungi sel dari aksi radikal bebas. Sistem tersebut berupa beberapa antioksidan yaitu: 1. antioksidan alami yang dapat larut dalam lemak (vitamin A, E, Carotenoids, ubiquinones); 2. antioksidan yang larut dalam air (ascorbic acid, uric acid); 3. enzim antioksidan (Glutathione Peroxidase (GSH-Px), Catalase (CAT) dan Superoxide Dismutase (SOD)); 4. system Thiol Redox yang terdiri dari : Sistem Glutathione dan Sistem Thioredoxin. Menurut Winarno (1995), antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol dan asam askorbat. Senyawa-senyawa ini umumnya dari kelompok fenolik atau polifenolik dari sumber tanaman. Akhir-akhir ini penelitian yang menggali sumber alami sebagai antioksidan sudah mulai berkembang, sehingga telah diketahui bahwa beberapa bahan-bahan alami seperti rempah-rempah, kemangi, rosemary, jinten, jahe, bawang putih, madu dan daun sirih.
59
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 1, April 2011
A.
Bawang putih (Allium sativum L) Bawang putih (Allium sativum L) adalah salah satu jenis tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Poeloengan, 2001) serta mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Wiryawan et al., 2005). Menurut Sahidi dan Wanasundara (1992) bawang putih mempunyai potensi aktivitas antioksidan dalam lemak. Sumardi (1992) bawang ptuih mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup besar yaitu faktor protektif : 3,89. Hal ini diduga karena pengaruh kandungan asam lemak tidak jenuh dari bawang putih yang cukup tinggi sehingga bawang putih membentuk suatu substansi untuk melindungi asam lemak tidak jenuh. Menurut Sahidi dan Wanasundara (1992) bahwa bawang putih mempunyai potensi aktivitas antioksidan dalam lemak. Berdasarkan penelitian di Laboratorium Industri Pakan Ternak, Fakultas Peternakan IPB (2002) penggunaan antioksidan bawang putih dan BHT berpengaruh sangat nyata menurunkan asam lemak bebas dan berpengaruh nyata mengurangi terjadinya penurunan kadar lemak. Penggunaan antioksidan tidak berpengaruh terhadap kadar air. Penggunaan antioksidan terbaik dalam penelitian ini ditunjukkan oleh penggunaan antioksidan bawang putih dengan taraf 0,6% dengan rata-rata asam lemak bebas paling rendah sebesar 43,84% dan rataan tertinggi kadar lemak sebesar 9,82%. Penggunaan antioksidan bawang putih dengan taraf 0.6% lebih baik jika dibandingkan BHT 0,02%. Nilai rataan kadar asam lemak bebas dengan penggunaan BHT dengan taraf 0,02% sebesar 44,27% dan kadar lemak sebesar 9,70%. Lamanya penyimpanan berpengaruh sangat nyata meningkatkan kadar air, asam lemak bebas dan menurunkan kadar lemak. Berdasarkan data pengamatan selama penyimpanan 4 minggu bahwa ransum penelitian sampai penyimpanan 2 minggu masih bisa digunakan, akan tetapi telah terjadi kerusakan ransum setelah minggu ke 2 yang ditandai dengan rataan kadar asam lemak bebas yang melebihi 50% yaitu sebesar 57,14% dan selain itu juga memiliki rataan kadar air yang tinggi sebesar 10,75% dan rataan terendah kadar lemak sebesar 9,57% (Yusawisana, 2002). B. Jinten (Cuminum cyminum Linn) Jinten adalah biji dari pohon Cuminum cyminum Linn., yang termasuk dalam famili Umbelliferae. Jinten merupakan tanaman tahunan yang berbentuk ramping dan indah, dengan tinggi satu kaki atau kurang dan berdaun halus. Biji jinten matang kering berbau aromatik, berbentuk oval memanjang dengan ukuran panjang 5-6 mm dan berwarna sawo muda. Baunya sangat kuat, agak pahit dan kurang disukai. Jinten memiliki nilai faktor protektif yang cukup tinggi yaitu 5,99 dan termasuk dalam lima besar jenis tanaman rempah-rempah dengan aktivitas antioksidan tinggi (Puspitasari et al., 1992). Penelitian di Laboratorium Industri Pakan Ternak, Fakultas Peternakan IPB (2002) menunjukkan bahwa taraf pemberian antioksidan
60
Yuli Retnani Antioksidan Alami sebagai Bahan Pengawet Ransum Komersil Ayam Broiler
jinten 0,4% sangat nyata mempengaruhi penurunan kadar air dan kandungan asam lemak bebas ransum sehingga dapat mengurangi kadar air dan kandungan asam lemak bebas ransum sehingga dapat mengurangi kerusakan lemak, bila dibandingkan dengan penggunaan butyl hidroksitoluena (BHT) 0,02% maka pemberian antioksidan jinten 0,4% lebih baik. Lama penyimpanan sangat nyata meningkatkan kadar air dan kadar asam lemak bebas ransum tetapi menurunkan kadar lemak ransum. Berdasarkan data pengamatan selama periode penyimpanan 4 minggu, maka setelah minggu ke 2 telah terjadi kerusakan ransum yang ditandai dengan peningkatan kadar air dan kadar asam lemak bebas serta penurunan kadar lemak, sehingga ransum tersebut masih dapat digunakan sampai dengan minggu ke 2. Hubungan kadar air dan asam lemak bebas cenderung memberikan korelasi positif, dengan keeratan hubungan sebesar 71%. Semakin besar kadar air maka kadar asam lemak bebas akan mengalami kenaikan (Kurniawan, 2002). C.
Kemangi (Ocimun basillicum) Kemangi (Ocimun basillicum) merupakan tanaman perdu yang tumbuh baik di daerah tropis. Kemangi mengandung senyawa lain seperti anetol, apigenin, asam kafeat, eskuletin, eskulin, estragol, faenesol, hystidin, magnesium, rutin, tannin dan β–sitoserol (Agusta, 2002). Hasil penelitian Javanmardi et al. (2003), menyatakan bahwa aktivitas antioksidan dalam tanaman herbal kemangi tidak terbatas pada senyawa phenolic. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 71% aktivitas antioksidan dari kemangi berasal dari bahan-bahan phenolic dan 29% lainnya berasal dari volatile oils, carotenoids, dan vitamin. Aktivitas antioksidan dari phenolic mempunyai fungsi dasar sebagai reaksi yang menghalangi donor hydrogen dan oksigen. Hasil penelitian Budiastuti (2007), menyatakan bahwa penggunaan tepung kemangi taraf 1, 2 dan 3% tidak menunjukkan adanya penurunan bobot hidup, persentase karkas, peningkatan persentase lemak abdomen serta gangguan pada fungsi hati, rempela, jantung dan limpa. Menurut Hidayatun (2007), produksi gas NH3 ekskreta ayam broiler terendah (0,38 ppm) ditunjukkan pada perlakuan pemberian tepung kemangi 3%. Akan tetapi dari hasil penelitian ini seluruh perlakuan menghasilkan gas NH3 ekskreta ayam broiler yang masih berada pada batas aman bagi ayam (0,270,54 ppm). Kada air ekskreta ayam broiler tiap perlakuan hamper sama yaitu berkisar antara 81,36-81,86%. Pemberian tepung kemangi dalam pakan tidak menurunkan bobot badan akhir ayam broiler. D. Daun Sirih (Piper betle Linn) Sirih (Piper betle Linn) mengandung minyak atsiri, senyawa yang terkandung dalam minyak atsirinya adalah kavikol, estragol, karvakrol, eugenol, metileugenol, tannin (Rostiana et al., 1991), allikatekol 2,7-4,6%, 61
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 1, April 2011
kadinen 6,7-9,1%, karvakrol 2,2-4,8%, karofilen 6,2-11,9%, kavibetol 0,011,2%, kavikol 5,1-8,2%, sineol 3,6-6,2%, estragol 7-14,6%, eugenol 26,8-42,5% dan eugenolmetileter 8,2-15,8% juga mengandung pirokatekin (Rosman dan Suhirman, 2006). Syamsuhidayat dan Putapea (1991) menambahkan bahwa sirih mengandung saponin, flavonoida dan polifenol. Salim (2006) melaporkan bahwa analisis fitokimia yang meliputi uji kualitatif terhadap tannin, alkaloid dan flavonoid pada air rebusan daun sirih menunjukkan hasil positif. Hal ini berarti bahwa air rebusan daun sirih mengandung alkaloid, flavonoid dan tanin. Sedangkan uji saponin, tripernoid dan steroid menunjukkan hasil negatif. Pembuatan air rebusan daun sirih dilakukan dengan cara merebus 200 g daun sirih ke dalam 1 liter air mendidih sampai volumenya menjadi 100 ml. Menurut Hanafiah (2009) level pemberian air rebusan daun sirih yang efisien adalah pada level 7,5% yang ditunjukkan dengan penurunan kadar kolesterol serum darah ayam petelur sebesar 57,56%; trigliserida sebesar 31,49%; dan LDL serum sebesar 89,18% bila dibandingkan dengan kontrol, walaupun nilai HDL menunjukkan nilai yang lebih rendah sebesar 14,28% dibandingkan kontrol. Menurut (Yulrahmen, 2008) penambahan air rebusan daun sirih ke dalam air minum ayam petelur tidak mempengaruhi performa ayam petelur strain Hisex brown selama penelitian. Level penambahan 5; 7,5; 10 dan 12,5 ml/ekor/hari ke dalam 100 ml air minum ayam petelur belum bisa meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, produksi telur hen day, berat telur dan konversi ransum ayam petelur strain Hisex brown umur 21-27 minggu. E. Madu Madu adalah bahan pangan manis dan kental yang berwarna emas sampai gelap dengan kandungan karbohidrat yang tinggi. Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan jalan inverse enzimatis nektar bunga atau cairan manis hasil sekresi cairan floem bagian tanaman lain selain bunga (Winarno, 1982). Madu dihasilkan terutama dari nektar bunga, nambur madu (honeydew) dan ekstrafloral (Sihombing, 1997). Cardetti (2002) melaporkan, bahwa di dalam madu terdapat beberapa senyawa fenolik yang bersifat antioksidan yaitu quercetin, kaempherol, chrysin dan galangin. Penelitian Dawson dan Mathew (1998) membuktikan tentang kemampuan madu sebagai antioksidan. Penambahan madu 15% (b/b) berpengaruh nyata terhadap penghambatan laju oksidasi lemak contoh daging kalkun yang ditunjukkan dengan menghambat peningkatan nilai TBA selama penyimpanan. Menurut Cahyono (2003) madu sebanyak 20% memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang sama dengan BHT sebanyak 200 mg/kg dalam contoh daging kukus selama 21 hari pada suhu 40C. Nilai TBA terus naik walaupun kadar air cenderung tetap (66%) dan nilai TBA pada kondisi aktivitas air 0,8 lebih tinggi dibandingkan pada kondisi aktivitas air 0,9 selama penyimpanan. 62
Yuli Retnani Antioksidan Alami sebagai Bahan Pengawet Ransum Komersil Ayam Broiler
Daftar Pustaka Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Barlow, S. M. 1990. Toxicological aspects of antioxidants used as food additives. In: Hudson. (Ed.). Food Antioxidant. Elsevier Applied Science, London. Buck, D. F. 1991. Antioxidants. In: Smith, J. (Ed.). Food Additive User’s Hand Book. Blackie Academic and Professional, London. Budiastuti, T. 2007. Pemberian level tepung kemangi (Ocinum basilicum) pada ransum ayam broiler terhadap bobot hidup, persentase karkas, giblet dan lemak abdomen. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Cahyono, H. 2003. Kemampuan madu sebagai antioksidan alami dibandingkan dengan antioksidan sintetik dalam daging sapi kukus selama 21 hari pada suhu 40C. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Cardetti, M. M. 2002. Scientific health research as aplatform for a marketing strategi. National Honey Board. Longmoth, Colorado. http://www.Nhb.org. [Agustus 2002]. Dugan, L. R. 1985. Natural Antioksidants. In: Smic and Karel (Eds.). Autoxidation In Food and Biological System. Plennum Press, New York dan London. Dwason and Mathew. 1998. Antioxidative properties of honey in poultry meat. National Honey Board. Longmoth. http://www.Nhb.org. [Juni 2001]. Gordon, S. H. and D. R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Products: Their Technology and Scientific Principles. Nottingham University Press, Definitions: III-X, UK. Hanafiah, T. H. 2009. Kadar kolesterol serum darah ayam petelur yang diberi air rebusan daun sirih. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hidayatun, R. 2007. Produksi ammonia dan hidrogen sulfide ekskreta ayam broiler yang diberi tepung kemangi (Ocinum basilicum) dalam pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Javanmardi, J., C. Stushnoff, E. Locke, and J. M. Vivanco. 2003. Antioxidant activity and total phenolic content of Iranian Ocinum accessions. Food Chemistry 83: 547-550. 63
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 8 No. 1, April 2011
Kaced, R. C., Hoseney and E. Varriano-Marston. 1984. Factors affecting rancidity in ground pearl millet (pennisetum americanum L. Leeke). Cereal Chem. 61 (2) : 187-192. Kurniawan, D. 2002. Penggunaan jinten (Cuminum cyminum L.) sebagai antioksidan alami dalam ransum ayam broiler yang menggunakan CPO (Crude Palm Oil) selama periode penyimpanan 4 minggu. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mayasari, I. 2002. Madu sebagai antioksidan alami untuk mencegah ketengikan daging sapi masak selama penyimpanan pada suhu 40C.Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nawar, W. W. 1985. Lipids. In: Fennema (Ed.). Food Chemistry. Marcel Dekker Inc, New York. Poeloengan, M. 2001. Pengaruh bawang putih (Allium sativum) terhadap pertumbuhan s entritidis, s typosa dan s aureus. Media Peternakan. 24 (3): 42-44. Puspitasari, N. L., D. Fardiaz, and M. Sumardi. 1992. Selection of Natural antioxidant from spices. In: Liang, O. B., A. Buchanan, and D. Fardiaz (Ed.). Development of Food Science and Technology in Southeast Asia. IPB Press. Bogor. Retnani, Y., Nursita, R. G. Pratas, M. N. Rofik. 2009a. Physical properties and palatability of cassava peel wafer complete ration for sheep. Prosiding: The 1st International Seminar on Animal: 371-375. Rosman, R. dan S. Suhirman. 2006. Sirih tanaman obat yang perlu mendapat sentuhan teknologi budaya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 12 (1): 13-15. Rostiana, O., Rosita., dan D. Sitepu. 1991. Keanekaragaman genotype sirih asal dan penyebaran. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1 (1): 16-18. Sahidi, F. dan P. K. J. P. D. Wanasundara. 1992. Phenolic Antioxidants. Crit. Rev. Fd. Sci. Nut. 32: 67-103. Salim, A. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai senyawa antihiperglikemia pada tikus putih galur Sparaque-dawley. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sumardi, M. 1992. Aktivitas antioksidan alami dari berbagai jenis rempah-rempah khas Indonesia. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64
Yuli Retnani Antioksidan Alami sebagai Bahan Pengawet Ransum Komersil Ayam Broiler
Syamsuhidayat, S. dan Putapea, J. R. 1991. Inventaris Tanaan Obat Indonesia (1). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Jakarta. Winarno, F. G. 1982. Madu: Teknologi, Khasiat dan Analisa. Ghalia Indonesia, Jakarta. Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Ketujuh. Gramedia, Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Wiryawan, K. G., S. Suharti dan M. Bintang. 2005. Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging. Media Peternakan. 28 (2): 52-62. Yusawisana, S. 2002. Uji kerusakan lemak ransum ayam broiler yang menggunakan CPO (Crude Palm Oil) dengan penambahan antioksidan alami bawang putih (Alium Sativum) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
65