AKTIVITAS ANTIMIKROBA FORMULA KULIT BUAH KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PANGAN ANTIMICROBIAL ACTIVITY OF FRUIT PEEL KECOMBRANG FORMULA (Nicolaia speciosa HORAN) AS NATURAL PRESERVATIVE Rifda Naufalin Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Jenderal Soedirman, Jl dr Soeparno Karangwangkal Purwokerto, Email :
[email protected]
ABSTRAK
Kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) merupakan tanaman golongan zingiberaceae yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum sebagai pemberi cita rasa dan memiliki potensi sebagai antimikroba. Komponen kimia yang berpotensi sebagai antimikroba yang terdapat dalam kecombrang adalah alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin dan minyak atsiri. Penelitian ini menggunakan filtrat kulit buah dan bahan pengisi (gelatin dan siklodekstrin) untuk membuat formula pengawet alami pangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari kulit buah kecombrang dengan berbagai proporsi dan konsentrasi bahan pengisi. Metode penelitian ini dilakukan dengan membuat bubuk kulit buah kecombrang, mengekstrak bubuk kecombrang, membuat suspensi dengan bahan pengisi dan membuat pengawet alami dalam bentuk bubuk dan menganalisis aktivitas antimikroba pada bakteri, kapang dan khamir yang menyebabkan kerusakan pangan. Penelitian dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan faktor yang diuji terdiri dari 2 faktor, yaitu proporsi bahan pengisi gelatin:siklodekstrin (b/b) 1:1 (P1), 1:2 (P2), 1:3 (P3); konsentrasi bahan pengisi (b/v) 5% (K1), 10% (K2), dan 15% (K3). Perlakuan tersebut dibuat rancangan perlakuan factorial dengan tiga kali ulangan, sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F dan dilanjutkan dengan DMRT.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa formula kulit buah kecombrang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan Bacillus subtilis, kapang Botytris 1
cinerea, dan khamir Saccharomyces cerevisiae. Aktivitas antimikroba formula kulit buah kecombrang pada bakteri sebesar 14,610-28,077 mm, pada kapang Botytris cinerea sebesar 22,910-32,433 mm, dan pada khamir Saccharomyces cerevisiae sebesar 21,710-32,357 mm.
Kata kunci: Formula kulit buah kecombrang, antimikroba
ABSTRACT
Kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) is a class of Zingiberaceae plants that have been known and used by the general public as a flavor and has potential as an antimicrobial. Chemical-component antimicrobial contained in kecombrang are alkaloids, flavonoids, polyphenols, steroids, saponins and essential oils. This research uses the fruit peel filtrate and excipients (gelatin and cyclodextrins) to create a natural food preservative formula. The purpose of this study was to determine the antimicrobial activity of fruit peel kecombrang in all proportion and filler concentration. Research method is done by making kecombrang peel powder, extract powder kecombrang, making suspension with fillers and create a natural preservative in the form of powders and analyze the antimicrobial activity in bacteria, fungi and yeasts that cause food decay. Studies with randomized block design (RBD) and the factors that were tested consisted of two factors, namely the proportion of gelatin filler: cyclodextrin (w / w) 1:1 (P1), 1:2 (P2), 1:3 (P3); filler concentration (w / v) 5% (K1), 10% (K2), and 15% (K3). The treatment used factorial design with three replications, in order to obtain 27 experimental units. Data were analyzed using the F test and followed by DMRT. Results showed that the fruit peel kecombrang formula could inhibit the growth of bacteria Escherichia coli and Bacillus subtilis, Botytris cinerea mold, and yeast Saccharomyces cerevisiae. Antimicrobial activity of fruit peel kecombrang formula in bacteria is 14.610 to 28.077 mm, the Botytris cinerea mold is 22.910 to 32.433 mm, and the yeast Saccharomyces cerevisiae is 21.710 to 32.357 mm.
2
Key words: fruit peel kecombrang formula, antimicrobial I.
PENDAHULUAN
Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Adanya bahan tambahan pangan menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan mutu bahan pangan, nilai gizi, cita rasa, penampilan dan dapat mengurangi pencemaran pangan terutama terhadap kerusakan oleh mikroba. Salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan dalam mengurangi kerusakan bahan pangan adalah zat pengawet. Zat pengawet secara umum digolongkan menjadi dua, yaitu pengawet sintetik dan pengawet alami (Cahyadi, 2006). Penggunaan zat pengawet alami saat ini menjadi hal yang menarik di kalangan masyarakat maupun industri pangan, karena penggunaan zat pengawet sintetik yang berlebihan maupun dikonsumsi secara terus-menerus memberikan efek negatif bagi kesehatan tubuh (Afrianti, 2010). Banyak penelitian mengenai aktivitas antibakteri dari tanaman, baik dalam bentuk ekstrak maupun minyak atsirinya menunjukkan bahwa banyak tanaman mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri, kapang, dan mikroba penyebab kerusakan pangan (Rahayu, 2000). Kecombrang
(Nicolaia
speciosa
Horan),
merupakan
tanaman
golongan
zingiberaceae yang telah lama dikenal sebagai salah satu sayuran dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan yang berkhasiat untuk mengawetkan makanan karena zat aktif yang terdapat di dalamnya, seperti saponin, flavanoid, dan polifenol. Hampir semua bagian tanaman kecombrang tersebut mengandung polifenol yang memiliki aktivitas antimikroba. Kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang dan daun kecombrang, hasil penelitian Naufalin (2005) diantaranya senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berperan aktif sebagai antioksidan. Adanya komponen bioaktif yang terdapat pada buah kecombrang diharapkan mampu memberikan penghambatan terhadap aktivitas antimikroba pada produk pangan. Penelitian buah kecombrang yang telah dilakukan oleh Setiyani (2010) menunjukkan bahwa buah kecombrang berwarna merah muda bagian kulit dengan konsentrasi 50% memiliki aktivitas antibakteri lebih tinggi dibanding bagian biji buah, baik terhadap Bacillus cereus maupun Eschericia coli.
3
Komponen kimia yang terdapat dalam kecombrang menurut Naufalin dan Herastuti (2012) adalah alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin dan minyak atsiri. Penggunaan minyak atsiri sebagai antibakteri memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah hilangnya komponen volatil dalam proses pengolahan dengan suhu tinggi, mudah teroksidasi, tidak mudah terdispersi dalam bahan kering, bentuknya sangat pekat sehingga sulit untuk ditangani (Koswara, 2007). Oleh karena itu dalam pembuatan formulasi tanaman kecombrang diperlukan bahan-bahan pengisi untuk melindungi komponen aktif dari pengaruh lingkungan dan bahan penstabil untuk menstabilkan suspensi formula. Pemilihan bahan pengisi sangat penting karena masing-masing bahan pengisi mempunyai sifat membentuk emulsi dan pembentukan film yang berbeda yang akan mempengaruhi kemampuannya sebagai bahan penyalut (Kim et al, 1996). Stabilitas formula pengawet alami dapat dioptimasi dengan pemilihan bahan pengisi, teknik, dan perbandingan ekstrak dengan pengisi (Naufalin dan Herastuti, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) proporsi bahan pengisi (gelatin:siklodekstrin) yang menghasilkan aktivitas antimikroba formula tertinggi, 2) konsentrasi bahan pengisi yang memberikan aktivitas antimikroba formula tertinggi, 3) interaksi antara jenis bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi terhadap aktivitas antimikroba kulit buah kecombrang. II. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Laboratorium Pangan dan Gizi, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, dan Laboraturium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto mulai Oktober 2012 sampai dengan Maret 2013. Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blender (Panasonic), timbangan analitik (AND GR-2000, Japan 2001), timbangan ohaus “Adventure Pro”, alat–alat gelas (Pyrex, Germany), spatula dan kain saring (500 mesh, Monly, Zwitzerland). Alat untuk pembuatan formula kecombrang
yaitu tabung reaksi ulir
“Pyrex”, disperching machine (“Tokeby”, Japan), magnetic stearrer “Health”, dan spatula. Alat untuk uji aktivitas mikroba terdiri atas oktoklaf ( All American ), cawan Petri, Vortex Stirrer, pipet mikro (Gilson), jarum ose, lampu spirtus, dan incubator 37 oC (Memmert, Japan), refrigerator (LG) dan peralatan laboraturium lain untuk analisis. Alat pendukung lainnya seperti alumunium foil “Klin Pak”, plastik wrap, kertas Koran, kertas label, plastik ukuran 1 dan 2 kg “Joyo Boyo”, dan tisu “Nice”.
4
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buah kecombrang yang diperoleh dati Tasikmalaya, Jawa Barat. Bahan pengisi untuk pembuatan formula yaitu siklodekstrin, gelatin dari Bogor; CMC (Carboxy Methyl Cellulose) dari Toko Intisari; Akuades diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Bahan untuk analisis aktivitas mikroba berupa Nutrient Agar (NA) “Merck” (Germany), Nutrient Broth (NB) “Merck” (Germany), Potato Dextrose Agar (PDA) “Merck” (Germany), NaCl 0,85% (E-Merck, Germany), kultur mikroba murni yaitu Escherichia coli, Bacillus subtillis diperoleh dari Laboratorium Pangan dan Gizi, Botrytis cinerea diperoleh dari Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman dan Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari Laboraturium Mikrobiologi PAU Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor yang dicoba terdiri atas 2 faktor, yaitu perbandingan bahan pengisi (Gelatin:Siklodekstrin) (b/b) (P1=1:1, P2=1:2, P3=1:3); konsentrasi bahan pengisi terhadap filtrat buah kecombrang (b/v) (K1=5%, K2=10%, K3=15%). Perlakuan tersebut dibuat rancangan perlakuan faktorial, sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi aktivitas antimikroba formula buah kecombrang terhadap bakteri Gram positif (B.subtilis) dan bakteri Gram negatif (E.coli) dengan metode difusi sumur (Carson dan Riley, 1995), serta pengujian antikapang dan antikhamir dengan metode paper disc plate (Yang dan Ray, 1994). Pengukuran dilakukan pada zona bening yang terbentuk di sekitar sumur menggunakan jangka sorong (mm). Aktivitas antimikroba ditunjukkan dengan luas zona bening yang tidak ditumbuhi mikroba. Data hasil pengujian aktivitas antibakteri, aktivitas antikapang dan antikhamir dianalisis menggunakan uji sidik ragam (uji F) pada taraf 5 persen, apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan DMRT.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Variabel Mikrobiologi Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur terhadap bakteri Gram negatif (Eschericia coli) dan bakteri Gram positif (Bacillus cereus). Pengujian aktivitas antikapang dan antikhamir dilakukan dengan metode Paper Disc Plate terhadap kapang Botrytis cinerea dan khamir Sacharomyces cerevisiae. Matriks 5
hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap aktivitas antibakteri, antikapang dan antikhamir dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Matriks hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap aktivitas antibakteri, antikapang dan antikhamir Zona hambat E. coli (mm)
Data
Zona hambat B. subtilis (mm)
Zona hambat Botrytis cinerea (mm) 1,85
Zona hambat S. cereviviae (mm)
F hit E
2,60
0,62
2,70
F tab 5%
3,63
3,63
3,63
P1
26,877
17,101
30,142
28,492
P2
25,801
15,837
26,942
27,322
P3
24,103
17,256
23,498
25,407
F hit K
2,57
5,36*
0,28
11,85**
F tab 5%
3,63
3,63
3,63
3,63
K1
26,720
19,089 a
25,674
25,296 b
K2
26,022
16,582 ab
28,231
25,084 b
K3
24,039
14,522 b
26,677
30,841 a
Fhit P x K
0,54
0,19
0,24
1,48
F tab 5%
3,01
3,01
3,01
3,01
P1 K1
28,077
18,547
27,473
27,300
P1K2
28,043
17,200
30,510
25,820
P1K3
24,510
15,557
32,443
32,357
P2K1
26,437
18,410
26,330
26,877
P2K2
26,867
15,700
29,820
23,557
P2K3
24,100
13,400
24,677
31,533
P3K1
25,647
20,310
23,220
21,710
P3K2
23,157
16,847
24,363
25,877
P3K3
23,507
14,610
22,910
28,633
3,63
Keterangan: P: proporsi bahan pengisi (gelatin:siklodekstrin); K: konsentrasi bahan pengisi; PxK interaksi proporsi bahan pengisi dengan konsentrasi bahan pengisi; **: berpengaruh sangat nyata; tn: tidak berpengaruh nyata Pengawetan pangan merupakan suatu perlakuan yang diberikan pada bahan pangan agar mempunyai masa simpan yang lebih panjang. Pengawetan pangan tersebut biasanya berkaitan dengan keamanan pangan karena menentukan kelayakan dari bahan pangan untuk dikonsumsi. Zat pengawet yang biasanya digunakan terdiri dari dua macam, yaitu zat pengawet alami dan sintetik. Penggunaan pengawet sintetik sebenarnya masih dalam kontroversi karena efek samping yang dapat ditimbulkan dari zat pengawet tersebut. Zat pengawet sintetik dapat menimbulkan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi secara berlebihan maupun dalam jangka waktu yang terlalu lama. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah 6
dengan penggunaan bahan pengawet alami yang berasal dari tanaman, seperti kecombrang. Senyawa aktif yang terdapat pada tanaman kecombrang diharapkan mampu menghambat pertumbuhan mikroba pada bahan pangan. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa formula kulit buah kecombrang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan Bacillus subtilis, kapang Botytris, serta khamir Saccharomyces cerevisiae. Kemampuan antimikroba formula kulit buah kecombrang lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang Botytris dan khamir Saccharomyces cerevisiae, dibandingkan pada bakteri.
1. Pengaruh proporsi bahan pengisi terhadap zona hambat mikroba uji Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi bahan pengisi yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap aktivitas antibakteri, antikapang dan antikhamir. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi bahan pengisi gelatin-siklodekstrin memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas antimikroba, yaitu berkisar antara 24,103-26,877 mm terhadap bakteri Eschericia coli dan 15,837-17,526 mm terhadap bakteri Bacillus subtilis, 23,496-30,142 mm pada kapang Botrytis cinerea
Diameter zona hambat (mm)
dan 25,407-28,492 mm pada khamir Saccharomyces cerevisiae (Gambar 1). 35 30 25 20 15 10 5 0
E.coli B.subtilis Botrytis Saccharomyces P1
P2
Proporsi bahan pengisi
P3
P1 : gelatin:siklodekstrin (1:1) P2= gelatin:siklodekstrin (1:2) P3= gelatin:siklodekstrin (1:3)
Gambar 1. Nilai rata-rata diameter zona hambat bakteri Eschericia coli, bakteri Bacillus subtilis, kapang Botytis cinerea dan khamir Saccharomyces cerevisiae pada berbagai jenis bahan pengisi. Hasil analisis antimikroba pada Eschericia coli, kapang Botytis cinerea dan khamir Saccharomyces menunjukkan bahwa semakin banyak gelatin yang digunakan akan semakin menurunkan aktivitas senyawa antimikroba meskipun penurunan aktivitasnya tidak berbeda nyata. Gelatin merupakan bahan tinggi protein yang dapat dijadikan sumber energi dan media pertumbuhan bagi mikroba, selain itu juga dapat 7
melindungi mikroba dari pengaruh senyawa antimikroba (Dwijoseputro, 1982). Aktivitas antibakteri pada Bacillus subtilis mengalami penurunan pada perlakuan P2 (gelatin:siklodekstrin) (1:2), namun meningkat kembali pada perlakuan P3 (gelatin:siklodekstrin) (1:3). Meskipun terdapat penurunan aktivitas antimikroba pada perlakuan proporsi bahan pengisi, namun hasil analisis tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan uji statistik. Semua proporsi bahan pengisi (gelatin:siklodekstrin) mampu melindungi komponen bioaktif sehingga formula kulit buah kecombrang dapat bertugas sebagai antimikroba.
2. Pengaruh konsentrasi bahan pengisi terhadap zona hambat mikroba uji Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi bahan pengisi dalam formula buah kecombrang berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas antibakteri dan antikhamir dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (Bacillus subtilis) dan Saccharomyces cerevisiae. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa antara konsentrasi bahan pengisi 5% dan konsentrasi 15% pada aktivitas antibakteri memberikan perbedaan. Konsentrasi 15% menghasilkan aktivitas antibakteri yang lebih rendah yaitu 14,522 mm dibandingkan dengan konsentrasi 5% yaitu 19,089 mm. Konsentrasi bahan pengisi yang semakin tinggi dapat menurunkan aktivitas antimikroba dari formula kulit buah kecombrang. Gelatin merupakan bahan tinggi protein yang dapat dijadikan sumber energi dan media pertumbuhan bagi mikroba, selain itu juga dapat melindungi mikroba dari pengaruh senyawa antimikroba (Dwijoseputro, 1982). Aktivitas antikhamir pada Saccharomyces menunjukkan bahwa konsentrasi 5% dan 10% memiliki aktivitas yang sama dalam menghambat pertumbuhan Saccahromyces, sedangkan pada konsentrasi 15% menunjukkan aktivitas yang berbeda. Pada konsentrasi 5% dan 10% menghasilkan aktivitas antikhamir lebih rendah (25,084-25,296) mm dibandingkan dengan konsentrasi 15% yang menghasilkan aktivitas antikhamir sebesar 30,841 mm.
Diameter zona hambat (mm)
40 30 20
a
a a
a
a
a
a
a
a
ab
b E coli
b
B subtilis
10
Borytis
0 5
10
15
Konsentrasi bahan pengisi (%)
8
Saccharomyces
Gambar 2. Nilai rata-rata diameter zona hambat bakteri Eschericia coli, bakteri Bacillus subtilis, kapang Botytis cinerea dan khamir Saccharomyces cerevisiae pada beberapa konsentrasi bahan pengisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri pada Bacillus subtilis semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi bahan pengisi. Aktivitas antibakteri pada konsentrasi paling tinggi (15%) menghasilkan zona hambat paling rendah yaitu 14,522 mm. Pada konsentrasi bahan pengisi paling tinggi (15%) juga menghasilkan zona hambat paling rendah pada Eschericia coli meskipun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi yang lainnya, yaitu sebesar 24,039 mm. Penurunan aktivitas antibakteri ini diduga karena semakin tinggi konsentrasi bahan pengisi akan semakin memerangkap zat aktif yang terdapat di dalam senyawa antimikroba. Hal tersebut karena komponen bahan pengisi akan saling berikatan kuat dan melindungi formula kulit buah kecombrang. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengisi yang digunakan menunjukkan bahwa semakin banyak gelatin maupun siklodekstrin yang dicampur ke dalam formula kulit kecombrang. Kemampuan komponen aktif untuk berdifusi keluar dari larutan suspensi berhubungan dengan bobot molekul dari bahan pengisi yang digunakan untuk memerangkap ekstrak kulit kecombrang. Semakin besar molekul dari cairan koloid dengan berat yang sama atau semakin berat molekul dari cairan koloid dengan bentuk yang sama cenderung bergerak lebih lambat akibat tarikan yang diberikan pada cairan, dan juga mempunyai konstanta difusi yang lebih kecil (Samsi et al., 2009). Gelatin merupakan polipeptida dengan bobot molekul tinggi, antara 20,000 g/mol sampai 250,000 g/mol (Krenan, 1994 dalam Sulistyawati, 2009). Hal tersebut memungkinkan sebagian besar komponen zat aktif sulit untuk berdifusi keluar dan menghambat bakteri. Hasil berbeda ditunjukkan pada aktivitas antikapang dan antikhamir. Aktivitas antikhamir pada Saccharomyces cerevisiae menujukkan bahwa konsentrasi bahan pengisi berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas antikhamir. Konsentrasi bahan pengisi tertinggi (15%) memilki aktivitas antikhamir tertinggi, yaitu 30,841 mm, sedangkan pada konsentrasi 5 % dan 10% memiliki aktivitas yang sama yaitu antara 25,084 – 25,296 mm. Konsentrasi bahan pengisi yang semakin tinggi akan meningkatkan aktivitas antikhamir. Hal tersebut diduga karena khamir mampu memecah senyawa seperti karbohidrat (siklodekstrin) dan protein (gelatin) menjadi molekul yang lebih sederhana. Pada saat komponen bahan pengisi tersebut dipecah oleh khamir, maka ikatan antar keduanya akan terlepas dan menyebabkan keluarnya komponen zat aktif yang terdapat dalam ikatan bahan pengisi. Hal itulah yang 9
menyebabkan semakin tinggi bahan pengisi akan semakin banyak komponen yang terperangkap dalam matrix, dan pada saat ikatan bahan pengisi pecah maka akan semakin banyak komponen aktif yang keluar dan menghambat pertumbuhan khamir Saccharomyces cerevisiae. Konsentrasi bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antikapang Botytris. Pada konsentrasi 5%, 10%, dan 15% mempunyai aktivitas antikapang yang sama, yaitu antara 25,674-28,231 mm. Menurut Stout (1971) dalam Priyatmoko (2008), kekuatan antimikroba dengan daerah hambatan 5-10 mm berarti sedang dan daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat. Aktivitas antikapang pada formula kulit buah kecombrang lebih dari 20 mm sehingga termasuk sangat kuat. 3. Pengaruh interaksi antar perlakuan terhadap zona hambat mikroba uji Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antar faktor (proporsi bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas antimikroba. Berdasarkan data pengamatan zona hambat terhadap bakteri, interaksi antar faktor memberikan aktivitas antibakteri sebesar 23,157-28,077 mm pada E.coli dan 13,40-20,31 mm pada Bacillus subtilis. Formula kulit buah kecobrang lebih efektif dalam menghambat kapang Botytris dan khamir Saccharomyces cerevisiae, karena mempunyai aktivitas antikapang dan antikhamir yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan besar zona hambat pada kapang Botytris yang berkisar antara 22,910-32,433 mm dan pada khamir Saccharomyces
Diameter zona hambat (mm)
antara 21,710-32,357 mm (Gambar 3). 35 30 25 20 15 10 5 0
Interaksi antar faktor
Eschericia coli
Bacillus subtilis
Botrytis cinerea
Saccharomyces cerevisiae
Gambar 3. Nilai rata-rata diameter zona hambat Eschericia coli, Bacillus subtilis, Botrytis cinerea dan Sacharomyces cerevisiae pada interaksi antar faktor dalam formula buah kecombrang. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada masing-masing perlakuan, interaksi antara proporsi bahan pengisi dengan konsentrasi bahan pengisi menujukkan 10
aktivitas yang sama karena tidak berbeda nyata berdasarkan uji statistik. Sehingga interaksi perlakuan P1xK1 yaitu proporsi bahan pengisi (1:1), dan konsentrasi bahan pengisi 5% merupakan perlakuan terbaik karena lebih efisien dari segi ekonomis dan sudah cukup efektif untuk memberikan daya hambat terhadap pertumbuhan mikroba. Aktivitas antibakteri pada Eschericia coli cenderung lebih besar dibandingkan pada Bacillus subtilis. Hal tersebut berkaitan dengan perbedaan komponen penyusun pada stuktur sel nya (Gambar 4). Bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam terikoat dan asam teikuronat yang bermuatan negatif. Pada bakteri Gram negatif, terdapat lapisan di luar dinding sel yang mengandung 5-20 % peptidoglikan. Lapisan ini merupakan lapisan lipid kedua yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS). Lapisan ini tersusun dari fosofolipid, polisakarida, dan protein (Madigan et al., 2000).
Gambar 4. Struktur sel bakteri Gram positif dan Gram negatif Mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat dilakukan dengan cara: 1) merusak senyawa penyusun dinding sel; 2) peningkatan kelenturan selaput sel (membran sitoplasma) yang menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel; 3) menonaktifkan enzim yang penting dalam metabolism sel; 4) merusak fungsi bahan genetika atau DNA (Hadioetomo et al., 1998). Kemampuan penghambatan senyawa antibakteri juga berkaitan dengan pelarut yang digunakan dalam melakukan ekstraksi. Kulit buah kecombrang yang akan diuji, sebelumnya diekstraksi terlebih dahulu dengan aquades, sehingga formula yang terbentuk lebih bersifat hidrofilik. Molekulmolekul yang bersifat hidrofilik lebih mudah melewati lipopolisakarida debandingkan dengan yang hidrofobik (Naufalin dan Herastuti, 2012). Molekul senyawa antimikroba pada kulit buah kecombrang diduga dapat merusak komponen peptidoglikan yang terdapat pada bakteri Eschericia coli dan Bacillus subtilis. Jumlah peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri Gram positif seperti Bacillus subtilis lebih banyak dibandingkan dengan bakteri Gram negatif seperti pada Eschericia coli. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan pada bakteri Eschericia coli lebih banyak
11
dihambat dibandingkan pada Bacillus subtilis karena senyawa antimikroba lebih cepat masuk ke dalam sel bakteri Eschericia coli tersebut. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan besarnya zona hambat yang terdapat pada kapang dan khamir lebih besar dibandingkan pada bakteri. Besarnya zona penghambatan pada kapang Botytris yaitu antara 22,91-30.51 mm, Saccharomyces cerevisiae yaitu antara 21,71-32,36 mm, sedangkan pada bakteri yaitu antara 13,40-28,07 mm. Menurut Stout (1971) dalam Priyatmoko (2008), kekuatan antimikroba dengan daerah hambatan 5-10 mm berarti sedang dan daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan kapang dan khamir dalam memecah molekul karbohidrat dan protein pada bahan pengisi. Secara biokimia, kapang bersifat aktif terutama merupakan organisme saprofitik. Organisme ini dapat memecah bahanbahan organik kompleks menjadi yang lebih sederhana termasuk pembusukan daun-daun dan bahan lain dalam tanah (Buckle et al., 2010). Khamir (Saccharomyces cerevisiae) merupakan bagian dari kelompok kapang dan dibedakan dari hampir semua jamur yang lain oleh sifatnya yaitu bersel tunggal dan membelah diri secara bertunas. Klasifikasi pada tingkat ini didasarkan atas kemampuannya membentuk spora, pembentukan pseudomiselium dan berbagai ragam uji biokimia dan fisiologis seperti fermentasi gula dan asimilasi serta penggunaan nitrogen (Buckle et al., 2010).
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Formula kulit buah kecombrang dengan bahan pengisi gelatin-siklodekstrin memiliki aktivitas antimikroba pada bakteri sebesar 15,837-26,877 mm, pada kapang Botytris cinerea sebesar 23,498-30,142 mm dan pada khamir Saccharomyces cerevisiae sebesar 25,407-28,492 mm. Proporsi bahan pengisi (gelatin:siklodekstrin) (1:1), (1:2), dan (1:3) relatif sama baik. 2. Formula kulit buah kecombrang dengan konsentrasi bahan pengisi berbeda (5%, 10%, 15%) memilki aktivitas antibakteri sebesar 14,522-26,720 mm, pada kapang Botytris cinerea sebesar 25,674-28,231 mm, dan pada khamir Saccharomyces cerevisiae sebesar 25,084-30,841 mm. Konsentrasi bahan pengisi 5% dianggap optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan kapang Botytris. 3. Konsentrasi 5% pada Bacillus subtilis memilki aktivitas yang paling tinggi dibandingkan pada konsentrasi 10% dan 15% yaitu sebesar 19,089 mm, sedangkan 12
pada Saccharomyces konsentrasi bahan pengisi 15% memiliki aktivitas antikhamir paling tinggi yaitu sebesar 30,841 mm. 4. Interaksi antar faktor dalam formula kulit buah kecombrang (proporsi bahan pengisi dan konsentrasi bahan pengisi) memiliki aktivitas antimikroba pada bakteri sebesar 14,610-28,077 mm, pada kapang Botytris cinerea sebesar 22,910-32,433 mm, dan pada khamir Saccharomyces cerevisiae sebesar 21,710-32,357 mm. Interaksi P1 (1:1) dan K1 (5%) merupakan perlakuan terbaik karena lebih efisien dari segi ekonomis dan sudah cukup efektif untuk memberikan daya hambat terhadap pertumbuhan mikroba. B. Saran Perlu dikaji lebih lanjut mengenai sifat fisikokimia dari formula kulit buah kecombrang dan masa simpan dari formula terbaik sehingga dapat diketahui keefektifan formula tersebut agar dapat diaplikasikan dalam masyarakat sebagai bahan pengawet alami. DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L.H. 2010. Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. Bandung: Alfabeta. Buckle K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press. Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Carson, C.F. and T.V., Riley. 1995. Antimicrobial activity of the major components of the essential oil of Melaleuca alternifolia. J. of Applied Bacteriology 78:264269. Dwijoseputro. 1982. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan, Jakarta. 205 hal. Hadioetomo, R.S., T.I.S.S. Tjitrosomo, dan S.L. Agka. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Terjemahan. UI Press, Jakarta. 234 hal. Kim, Y.D., C.V. Moor, and T.W. Schenz. 1996. Microencapsulation properties of gum arabic and several food proteins: liquid orange oil emulsion particles. J. Agric. Food Chem. 44:1314-1320. Koswara, S. 2007. Teknologi Enkapsulasi Flavor Rempah-Rempah (On-line) http://www. ebookpangan.com Diakses 15 April 2013. Madigan MT, J.M. Martinko, and J. Parker. 2000. Biology of Microorganisms. Ninth Edition. Southern Illinois University Carbondale. Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). 181 hal. Naufalin, R dan S.R, Herastuti. 2012. Pengawet Alami pada Produk Pangan. UPT Percetakan dan Penerbitan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 131 hal.
13
Priyatmoko, W. 2008. Aktivitas Antibakteri Karang Lunak Hasil Transplantasi (Sinularia sp) pada Dua Kedalaman Berbeda di Perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor (On-line). http://www.reporsitory.ipb.ac.id. Diakses 15 Januari 2013. Rahayu, W. P. 2000. Aktivitas antimikrobia bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri patogen dan perusak. Bul. Tekn. dan Industri Pangan IX(2) : 25 – 28. Samsi, K. M. K., P. Evelyn, dan J. Y. Steve. 2009. Hubungan Berat Molekul dengan Ukuran Molekul Koloid yang Lazim Digunakan dalam Resusitasi Sindrom Syok Dengue. Jurnal. On line. http://idia.or.id/saripediatri/pdf file/10-6-6.pdf. Diakses 10 April 2013. Setiyani, T. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan): Pengaruh Jenis, Bagian Buah dan Konsentrasi Ekstrak Buah Kecombrang. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (Tidak dipublikasikan). 83 hal. Sulistyawati, F. 2009. Kekuatan Gel Gelatin Tipe B dalam Formulasi Granul terhadap Kemampuan Mukoadhesif. Jurnal. On line. http://journal.ui.ac .id/ index.php / health/ article/download/321/317. Diakses 17 April 2013. Yang, R. and B. Ray. 1994. Factor Influencing production of bacteriocin by lactic acid bacteria. J. of Food Microbiology 11:281-291.
14