AKTIVITAS DAN MEKANISME KERJA ANTIBAKTERI EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) ABSTRAK Kecombrang merupakan tanaman rempah yang sudah lama digunakan masyarakat, terutama bagian bunganya sebagai rempah-rempah yang dapat memberi citarasa pada masakan seperti urab, pecal, sambal dan berbagai makanan lain. Batang kecombrang juga telah digunakan sebagai pemberi citarasa pada masakan daging. Review ini akan menjelaskan tentang aktivitas dan mekanisme kerja antibakteri ekstrak bunga kecombrang terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. Aktivitas antibakteri ekstrak secara difusi pada nutrien agar menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan etanol dapat menghambat 7 bakteri uji, yaitu : Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenus, Bacillus cereus, Salmonella Typhimurium, Escherichia coli, Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas aeruginosa. Ekstrak heksana tidak memberikan penghambatan pada semua bakteri uji. Ekstrak etil asetat memberikan penghambatan lebih tinggi (9,4 – 27,3 mm) dibanding ekstrak etanol (11,0 – 15,4 mm). Nilai MIC ekstrak etil asetat dan etanol dengan metode kontak dalam nutrien Broth terhadap 7 bakteri uji berkisar antara 3 – 13 mg/ml. Ekstrak etil asetat bunga kecombrang pada konsentrasi 1 dan 2 MIC yang dikontakkan dengan sel bakteri uji menyebabkan terjadinya kebocoran komponen sel. Pengujian kebocoran komponen sel dilakukan terhadap Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, Salmonella Typhimurium, Escherichia coli, Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas aeruginosa. Kebocoran ditunjukkan dengan nilai absorbansi berkisar antara (0,117-1,156) untuk protein dan (0,003-1,177) untuk asam nukleat. Pengamatan kerusakan sel dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukkan sel B. cereus, S. aureus dan P. aeruginosa mengalami perubahan bentuk dengan konsentrasi 2 MIC ekstrak etil asetat bunga kecombrang.
2
PENDAHULUAN Reaksi antara senyawa antibakteri dan minyak atsiri dengan protein atau enzim-enzim dalam membran sel akan menyebabkan terjadinya disfungsi enzim. Perubahan tersebut akan menyebabkan rusaknya permeabilitas membran dan menyebabkan kebocoran komponen intraseluler seperti natrium glutamat, natrium hidrogen fosfat, nukleotida, glutamat, potasium dan fosfat organik (Nychas & Tassou 2000), ion-ion ATP, asam nukleat dan asam-asam amino (Helander et al. 1998) serta disfungsi membran yang berhubungan dengan transport elektron, penyerapan nutrien, sintesis asam nukleat dan aktivitas ATPase (Nychas & Tassou 2000). Kebocoran komponen intraseluler dapat diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 dan 280 nm (Gilbert 1984; Park et al. 2003). Senyawa yang dapat diserap pada panjang gelombang 260 nm adalah RNA dan turunan RNA yaitu nukleotida dan pada panjang gelombang 280 nm diidentifikasi sebagai protein. Peningkatan
absorbansi memperlihatkan peningkatan jumlah
senyawa yang dikeluarkan oleh sel. Meningkatnya jumlah kandungan sel yang ditemukan pada permukaan luar sel menunjukkan terjadi kerusakan membran sel atau terjadi perubahan permeabilitas membran sel.
Keluarnya cairan dari sel
menandakan sel telah mengalami kebocoran. Kerusakan dinding sel bakteri akibat interaksi dengan senyawa antibakteri dapat dipelajari dengan SEM (scanning electron microscope) (Lambert et al. 2001; Burt & Reinders 2003). Potensi bunga kecombrang sebagai antibakteri telah diteliti dengan mengekstrak bunga kecombrang secara bertingkat dengan berbagai pelarut dan ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri paling tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja dari ekstrak etil asetat bunga kecombrang dengan mempelajari kebocoran sel bakteri dan mengamati kerusakan sel bakteri dengan SEM.
3
METODOLOGI Kultur Bakteri Bakteri uji meliputi B. cereus (FNCC 057), Salmonella Typhimurium (FNCC 0734), Staphylococcus aureus (FNCC 047), L. monocytogenes (FNCC 0156) dan P. aeruginosa (FNCC 063) yang diperoleh dari Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, UGM, E. coli (ATCC 25922) dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan SEAFAST (Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology) Center, IPB, serta A. hydrophila
yang diperoleh dari Fakultas
Kedokteran Hewan, IPB. Persiapan bahan untuk ekstraksi Bahan bunga kecombrang diseleksi dan diambil helaian bunganya. Bahan hasil seleksi dibersihkan dengan air, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC hingga kadar air 8-10% (selama 20 jam). Selanjutnya helaian kering digiling sampai diperoleh bubuk yang homogen. Ekstraksi dengan pelarut organik Ekstraksi bertingkat dilakukan dengan metode maserasi (Houghton & Raman 1998), bubuk bunga kecombrang diekstrak dua kali dengan heksana (1:4 b/v). Residunya diekstrak dua kali dengan etil asetat (1:4 b/v) selanjutnya residu etil asetat diekstraksi dua kali dengan etanol (1:4 b/v). Proses ekstraksi dilakukan secara maserasi pada suhu 37°C, dengan kecepatan rotasi 150 rpm selama 24 jam pada setiap tingkat.
Tiap-tiap filtrat dipisahkan dari pelarut dengan cara
penguapan dalam rotavapor sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi. Pelarut pertama diuapkan pada suhu 40oC, pelarut kedua dan ketiga diuapkan pada suhu 50oC. Sisa pelarut dihilangkan dengan gas nitrogen. Ekstrak yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk analisis dan pengujian antibakteri. Analisis kebocoran sel (Bunduki et al. 1995) Pengaruh ekstrak kecombrang terhadap kebocoran sel dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 dan 260 nm. Panjang gelombang 280 nm digunakan untuk menentukan nitrogen dari protein sel, sedangkan panjang gelombang 260 nm digunakan untuk menentukan nitrogen dari asam nukleat sel.
4
Suspensi bakteri dari kultur murni yang telah ditumbuhkan selama 24 jam, diambil 10 ml dan disentrifus dengan kecepatan 3.500 rpm selama 20 menit. Filtrat dibuang dan ditambahkan bufer fosfat ke dalam endapan sel pada tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan ekstrak bunga kecombrang dengan konsentrasi 0, 1 dan 2 MIC, dishaker selama 24 jam. Suspensi disentrifus dengan kecepatan 3.500 rpm selama 20 menit, kemudian disaring untuk memisahkan supernatan dari sel. Cairan supernatan dianalisis optical density dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Analisis Kerusakan Sel dengan SEM (Scanning Electron Microscope) Pengamatan dengan SEM adalah untuk mempelajari pola perubahan morfologi dan struktur sel bakteri pengaruh ekstrak teraktif dari bunga kecombrang. Perubahan yang dapat diamati adalah pola kerusakan morfologi dan struktur bakteri, yaitu penampakan secara umum, ukuran sel, kerusakan dinding dan membran sitoplasma. Metode yang digunakan dalam persiapan sampel untuk pengamatan SEM adalah metode Bozzolla dan Russel (1999). Suspensi sel murni bakteri usia 24 jam yang telah diberi perlakuan 0, 1, 2 MIC disentrifus pada 3500 rpm selama 15 menit. Spesimen dicuci dengan larutan bufer fosfat dan dipisahkan cairannya dengan sentrifus, perlakuan ini diulang 2 kali. Filtrat dibuang dan ditambahkan 2,5 % glutaraldehid (pH 7,3) dan didiamkan selama 2 jam. Selanjutnya difiksasi dengan osmium tetraoksida 1% di dalam buffer cocodilat 0,05%, pH 7,2 selama 2 jam, lalu dicuci dengan akuabides (DDH2O) 3 kali, masing-masing 2 menit. Spesimen dicuci dengan larutan bufer fosfat sebanyak 2 kali, cairan dibuang dan ditambahkan etanol bertingkat (25%; 50%; 75% dan 100%) masing-masing 3 kali selama 10 menit. Selanjutnya sampel direkatkan pada aluminium stubs kemudian dilapisi emas melalui proses vakum (6-7 Pa) selama 20 menit dan diamati sampel tersebut menggunakan SEM JEOL 5310. Nilai MIC untuk ekstrak etil asetat bunga kecombrang pada bakteri uji Nilai 1 MIC untuk B. cereus (6 mg/ml), Salmonella Typhimurium (4 mg/ml), Staphylococcus aureus (10 mg/ml), L. monocytogenes (5 mg/ml) dan P. aeruginosa (3 mg/ml), E. coli (4 mg/ml) dan A. hydrophila (4 mg/ml).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebocoran protein dan asam nukleat Gambar 1 dan 2 menunjukkan terjadinya peningkatan absorbansi dari supernatan sel, yang menandakan terjadinya peningkatan bahan-bahan yang dapat diserap pada panjang gelombang 260 dan 280 nm yang dikeluarkan oleh sel bakteri
absorbansi 260 nm
1.5
B.cereus L.monocytogenes
1
S.aureus S.Typhi P.aeruginosa
0.5
E.coli A.hydrophila
0 0
1
2
konsentrasi (MIC)
Gambar 1 Pengaruh ekstrak bunga kecombrang terhadap kebocoran sel bakteri yang diamati pada panjang gelombang 260 nm
absorbansi 280 nm
1.5 B.cereus L.monocytogenes
1
S.aureus S.Typhi P.aeruginosa
0.5
E.coli A.hydrophila 0 0
1
2
konsentrasi (MIC)
Gambar 2 Pengaruh ekstrak bunga kecombrang terhadap kebocoran sel bakteri yang diamati pada panjang gelombang 280 nm
6
Peningkatan absorbansi menunjukkan meningkatnya jumlah senyawa yang dikeluarkan oleh sel.
Senyawa-senyawa yang dapat diserap pada panjang
gelombang 260 nm adalah RNA dan turunan RNA yaitu nukleotida, sedangkan yang terdeteksi pada panjang gelombang 280 nm adalah protein (Gilbert, 1984). Park et al. (2003) menunjukkan bahwa spektrofotometer pada 260 nm dapat mendeteksi purin, pirimidin dan ribonukleotida, sedangkan pada 280 nm dapat mendeteksi tirosin dan triptofan. Keluarnya asam nukleat dan protein menandakan sel mengalami kebocoran akibat rusaknya membran sel atau terjadinya perubahan pada permeabilitas membran sel.
Peningkatan absorbansi pada panjang
gelombang 280 nm lebih besar dibandingkan pada 260 nm, berarti sel bakteri mengalami kebocoran senyawa protein intraseluler (dalam sitoplasma atau periplasma). Hasil ini sesuai dengan penelitian Davidson dan Branen (1980), bahwa kebocoran sel bakteri Pseudomonas spp. yang diperlakukan dengan butylated hydroxyanisole (BHA) terdeteksi lebih banyak pada panjang gelombang 280 nm dibanding pada 260 nm. Aeromonas hydrophila mengalami kebocoran sel paling besar, sedangkan S. aureus mengalami kebocoran sel paling kecil dibanding bakteri uji lainnya. Pada percobaan sebelumnya (Gambar 4.4) telah dibuktikan bahwa A. hydrophila paling sensitif terhadap ekstrak etil asetat bunga kecombrang (nilai MIC 4 mg/ml) disbanding dengan S. aureus (nilai MIC 10 mg/ml).
Analisis Kerusakan Sel dengan SEM (Scanning electron microscope) Analisis kerusakan sel dengan SEM dilakukan terhadap Bacillus cereus yang mewakili bakteri Gram positif berbentuk batang, sekaligus bakteri pembentuk spora. Staphylococcus aureus yang mewakili bakteri Gram positif berbentuk bulat dan Pseudomonas aeruginosa
yang mewakili bakteri Gram
negatif. Sel B. cereus berbentuk batang dengan ukuran diameter 1,0 – 1,2 m dan panjang 3,0 – 5,0 m (Granum 2001). Pengaruh konsentrasi ekstrak etil asetat (0, 1 dan 2 MIC) dapat dilihat pada Gambar 6.3. Ukuran sel pada konsentrasi 0 MIC (kontrol) adalah diameter
0,7 – 1,1 m
dan panjang 2,6 – 3,1 m. Pada
7
konsentrasi 1 MIC belum ditemukan perubahan morfologi sel dibanding dengan kontrol. Ukuran sel pada konsentrasi 1 MIC memiliki diameter 0,7 – 0,9 m dan panjang 2,1 – 2,9 m. Pada konsentrasi 2 MIC ditemukan sel yang membengkak pada bagian tengah sel dengan ujung yang agak membulat, terlihat sekat, kemungkinan sel mengalami penghambatan proses pembelahan. Ukuran selnya memiliki diameter 0,8 – 1,0 m dan panjang 2,1 – 2,8 m. Hal ini berarti sel memiliki ukuran sel lebih pendek dibanding dengan sel normal. Terganggunya proses pembelahan sel terjadi karena ekstrak bunga kecombrang mengakibatkan kebocoran asam nukleat (DNA dan RNA) dari sel B. cereus, yang ditunjukkan dengan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 260 nm sebesar 0,366 (Gambar 1). Akibat dari gangguan terhadap asam nukleat, akan menginaktifkan atau merusak materi genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel (Kim et al. 1995).
Gambar 3a Bentuk sel normal B. cereus (15.000 x)
8
Gambar 3b Pengaruh ekstrak kecombrang dengan konsentrasi 1 MIC terhadap morfologi sel B. cereus (15.000 x)
Gambar 3c Pengaruh ekstrak kecombrang dengan konsentrasi 2 MIC terhadap morfologi sel B. cereus (15.000 x) Tanda panah menunjukkan adanya sekat karena terganggunya proses pembelahan
9
Sel normal S. aureus berbentuk bulat dengan ukuran diameter 0,5 – 2,0 m (Lynn & Bohach 2001).
Pengaruh penambahan ekstrak etil asetat dengan
konsentrasi 0, 1 dan 2 MIC terhadap sel S. aureus dapat dilihat pada Gambar 4. Sel normal berbentuk bulat, permukaan licin, ukuran sel 2,0 m (Gambar 4a). Pada konsentrasi 1 MIC ditemukan tonjolan kecil (blebs) pada permukaan sel (Gambar 4b, yang ditunjukkan dengan tanda panah). Ukuran diameter sel 2,1 m, lebih besar dari sel normal, kemungkinan karena adanya tonjolan pada dinding sel. S. aureus merupakan bakteri gram positif, yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Menurut Gilbert (1984) terbentuknya tonjolan kecil pada permukaan sel S. aureus karena peptidoglikan menahan tekanan intraseluler yang tinggi. Tonjolan ini merupakan tanda terganggunya proses biosintesis dinding sel akibat aktivitas antimikroba pada konsentrasi rendah.
Kerusakan akibat kontak sel
dengan ekstrak etil asetat pada konsentrasi 1 MIC hanya menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Hal ini berarti bahwa S. aureus merupakan bakteri yang tahan terhadap ekstrak etil asetat bunga kecombrang. Pada konsentrasi yang semakin tinggi (2 MIC) sel telah mengalami kerusakan pada dinding sel. Hal ini didukung dengan adanya senyawa asam nukleat dan protein yang terlepas dari sel S. aureus yang dapat diabsorbsi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm (Gambar 1 dan 2). Terjadinya pengeluaran senyawa dalam sitoplasma karena dinding sel telah rusak.
10
Gambar 4a Bentuk sel normal S. aureus (15.000 x)
Gambar 4b Pengaruh ekstrak kecombrang dengan konsentrasi 1 MIC terhadap morfologi sel S. aureus (15.000 x). Tanda panah menunjukkan adanya tonjolan pada membran luar.
11
Gambar 4c Pengaruh ekstrak kecombrang dengan konsentrasi 2 MIC terhadap morfologi sel S. aureus (15.000 x). Tanda panah menunjukkan adanya kerusakan dinding sel. Sel P. aeruginosa berbentuk batang agak bulat dengan ukuran 0,5-0,8 x 1,5-8 m (Cousin 2000). Pengaruh penambahan ekstrak etil asetat pada konsentrasi (0, 1 dan 2 MIC) terhadap sel P. aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 5 a, b dan c. Pada konsentrasi 1 MIC, ditemukan lekukan (Gambar 5b, yang ditunjukkan dengan tanda panah). Adanya lekukan diperkirakan septa yang belum membelah. Terganggunya proses pembelahan sel terjadi karena dari kebocoran asam nukleat, sehingga akan menginaktifkan atau merusak materi genetik dan mengganggu proses pembelahan sel. Lekukan ini pada sel normal tidak ditemukan, karena proses pembelahan telah selesai (Gambar 5a). Pada konsentrasi 2 MIC, semakin banyak lekukan ditemukan pada permukaan sel yaitu terjadinya perubahan bentuk sel (Gambar 5c, yang ditunjukkan dengan tanda panah). Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan sel P. aeruginosa semakin parah, karena senyawa intraseluler mengalami kebocoran. Hal ini
sangat berkaitan dengan hasil pengukuran absorbansi, dimana P.
aeruginosa mengalami kebocoran asam nukleat dan protein (Gambar 1 dan 2). Pengaruh ekstrak etil asetat 2 MIC terhadap sel P. aeruginosa menunjukkan
12
kerusakan yang parah, hal ini disebabkan P. aeruginosa merupakan bakteri yang sensitif terhadap ekstrak etil asetat bunga kecombrang Menurut Davidson dan Branen (1980), senyawa antimikroba dapat bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran sel P. aeruginosa yang dapat mengakibatkan lisis pada sel. Dinding sel yang lisis dapat menyebabkan dinding sel terlepas semua atau sebagian, pada bakteri Gram negatif disebut dengan sferoplas.
Gambar 5a Bentuk sel normal P. aeruginosa (10.000 x)
13
Gambar 5b Pengaruh ekstrak kecombrang dengan konsentrasi 1MIC terhadap morfologi sel P. aeruginosa (15.000 x). Tanda panah menunjukkan adanya kerusakan dinding sel.
Gambar 5c Pengaruh ekstrak kecombrang dengan konsentrasi 2 MIC terhadap morfologi sel P. aeruginosa (15.000 x). Tanda panah menunjukkan adanya kerusakan dinding sel.
14
KESIMPULAN Mekanisme kerja antibakteri ekstrak bunga kecombrang tergantung konsentrasi ekstrak dan jenis bakteri.
Konsentrasi ekstrak kecombrang
mempengaruhi kebocoran asam nukleat dan protein dalam sel bakteri, yaitu pada konsentrasi 2 MIC terjadi kebocoran asam nukleat dan protein berkisar antara 0,301-1,177,
yang lebih parah daripada konsentrasi 1 MIC (0,003-0,814).
Mekanisme kerja ekstrak etil asetat pada B. cereus adalah mengganggu fungsi materi genetik. Mekanisme kerja ekstrak etil asetat pada S. aureus adalah merusak dinding sel.
Mekanisme kerja ekstrak etil asetat pada P. aeruginosa adalah
merusak membran sel dan mengganggu fungsi materi genetik.
DAFTAR PUSTAKA Bozzola JJ, Russel LD. 1999. Electron microscopy. Principles and Techniques for Biologist. 2nd edition. Jones and Bartleet Publisher. Boston. Bunduki MMC, Flanders KJ, Donelly CW. 1995. Metabolic and structural sites of demage in heat and sanitizer-injured populations of Listeria monocytogenes. J Food Protect 58:410-415. Burt SA, Reinders RD. 2003. Antibacterial activity of selected plant essential oils against Escherichia coli O157:H7. Letters in Appl Micobiol 78:609-615. Cousin MA. 2000. Pseudomonas. Di dalam Robinson RK, Batt, CA dan Patel PD, editor. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press, New York. Davidson PM, Branen AL. 1980. Antimicrobial mechanisms of BHA against two Pseudomonas species. J Food Sci 45:1607-1613. Gilbert P. 1984. The revival of microorganisms sublethally injured by chemical inhibitors. Di dalam Andrew MHE, Russell AD, editor. The revival of injured microbes. Academic Press, London. Granum PE. 2001. Bacillus cereus. Di dalam Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ, editor. Food microbiology: Fundamental and frontiers. Washington DC: ASM Press. Helender et al. 1998. Characterization of action of selected essential oil components on gram negative bacteria. J. Agric Food Chem 46:3590-3595
15
Houghton PJ, Raman. 1998. Laboratory Handbook for The Fractonation of Natural Extract. Chapman & Hall. London. Kim JM et al. 1995. Antibacterial activity of carvacrol, citral and geraniol against Salmonella Typhimurium in culture medium and fish cubes/ J Food Sci 60(6): 1365-1368. Lambert, RJW, Skandamis PN, Coote P, Nychas GJE. 2001. A study of minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano essential oil, thymol and carvacrol. J Appl Microbiol 91:453-462. Lynn MJ, Bohach GA. 2001. Staphylococcus aureus. Di dalam Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ, editor. Food microbiology: Fundamental and frontiers. Washington DC: ASM Press. Nychas GJE, Tassou CC. 2000. Traditional preservatives-Oils and Spices. Di dalam Robinson, R.K., C.A. Batt, P.D. Patel. Ed. Encyclopedia of food Park SJ, Park HW, Park J. 2003. Inactivation kinetics of food poisoning microorganisms by carbon dioxide and high hydrostatic pressure. J Food Sci 68(3): 976-981.