Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Anizar Juliza Hidayati
EKSPRESI PROTEIN S‐100 DI JARINGAN PALATUM EMBRIO MENCIT (Mus musculus L.) Salomo Hutahaean Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Abstrak Dalam penelitian ini dikaji pola ekspresi calcium binding protein S-100 di jaringan paltum embrio mencit sepanjang masa palatogenesis. Delapan ekor mencit (Mus musculus, L) bunting dipelihara pada kondisi eksperimental dan dikorbankan berturut-turut sejak hari ke-12 hingga hari ke-15 kebuntingan, kemudian diproses struktur craniofacial-nya melalui metode paraffin dan dibuat irisan penampang palatum (coronal section) setebal 6μ. Irisan-irisan yang diperoleh diproses secara imunohistokimia dan selanjutnya diamati dengan mikroskop cahaya untuk memperoleh gambaran pola eksperi protein S-100 secara spatiotemporal. Hasil menunjukkan bahwa, ekspresi protein S-100 terdapat di jaringan palatum embrio mencit selama proses palatogenesis berlangsung. Pada awal palatogenesis eksperi cenderung berderajat sedang dan terdistribusi merata di seluruh bagian palatum, ekspresi meningkat pada saat pertumbuhan horizontal bilah terutama di jaringan mesenkim dan cenderung tetap tinggi hingga pasca fusi dengan pola distribusi memusat di mesenkim sepanjang poros bilah. Pola spesifik ekspresi S-100 di palatum embrio mengindikasikan keterlibatannya dalam migrasi dan konsolidasi sel-sel mesenkim selama palatogenesis, kemungkinan melalui peran regulasinya terhadap ekspresi proteinprotein mikrotubula dan protein kontraktil, yang sangat perlu untuk proses pertumbuhan horizontal bilah dan akhirnya proses penutupan langit-langit mulut. Protein S-100 kemungkinan memainkan peran penting dalam kejadian cacat bawaan langit-langit mulut bercelah (cleft palate), mengingat sebagian besar agensia penginduksi cleft palate yang telah dikenal memiliki aktivitas neurofarmaka yang melalui efek osilasi kalsium di jaringan dapat mengganggu keberadaan protein S-100 di palatum selama perkembangannya. Kata kunci: Cacat celah langit-langit mulut, Calcium binding protein, S-100, Palatogenesis
A. PENDAHULUAN Cacat celah langit-langit mulut (cleft palate/CP) adalah jenis cacat bawaan yang sangat sering dijumpai dalam masyarakat, angka insidensinya – umumnya dihitung bersama-sama dengan bibir sumbing (cleft lip and palate)—tergolong yang tertinggi di dunia dari antara seluruh jenis cacat bawaan yang dikenal, yakni sekitar 1 per 700 kelahiran (Kerrigan, dkk., 2000). Di Indonesia CP termasuk salah satu dari 5 jenis cacat bawaan yang paling sering dijumpai (Kadri dkk., 1995). Dari berbagai penelitian menggunakan hewan mamalia, telah dikenali sejumlah agensia toksik penginduksi CP, yaitu feniton dan diazepam (obat-obatan antikonfulsi), alkohol, glukokortikod, retinol, hadacidin, dioksin, nikotin, dan pelarut-pelarut organik yang biasa digunakan untuk industri (Wyzynski dan Beaty, 1996). Masingmasing agensia bekerja dengan mekanisme berbeda mengganggu salah satu dari 4 tahap proses palatogenensis embrio
81
mamalia, yaitu: pertumbuhan awal bilah palatum berupa tonjolan bilateral dari kanan dan kiri sisi dalam dinding maksila (initial palatal shelves growth), pertumbuhan seperti mendaki yang menempatkan kedua bilah palatum di atas punggung lidah yang sedang berkembang (shelves elevation), pertumbuhan memanjang yang membuat kedua ujung bilah saling mendekat dari kedua arah hingga terjadi kontak antara kedua ujungnya (horizontal shelves growth), dan penyatuan kedua ujung bilah menjadi satu kesatuan struktur yang sinambung membentuk langit-langit mulut yang memisahkan daerah nasofaring dengan daerah orofaring (palatal fusion) (Ferguson, 1988). Beragamnya faktor penginduksi CP mengakibatkan pengembangan upaya pencegahan menjadi sangat kompleks karena menuntut dikembangkannya bermacam-macam upaya yang spesifik terhadap setiap faktor penginduksi. Oleh karena itu salah satu strategi yang akan besar manfaatnya bagi pengembangan upaya pencegahan CP di masa mendatang
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Salomo Hutahaean
adalah mencari kemungkinan adanya kesamaan dalam mekanisme kerja di antara seluruh atau sebagian besar faktor penginduksi sehingga kompleksitas permasalahan dapat disederhanakan. Dalam kaitan itu salah satu faktor yang menarik untuk dikaji adalah laporan Zimmerman dan Wee (1984) yang menyatakan bahwa hampir seluruh agensia penginduksi CP memiliki aktivitas neurofarmaka. Organ sasaran kerja senyawa-senyawa dengan aktivitas neurofarmaka adalah sistem saraf. Akan tetapi hipotesis induksi CP oleh berbagai agensia dijembatani gangguan langsung di jaringan saraf tidak didukung data, karena pada percobaan kultur jaringan palatum yang bebas dari jaringan saraf ternyata CP masih dapat diinduksi. Dengan demikian induksi CP tidak mensyaratkan keterlibatan sistem saraf pusat dan itu berarti kemungkinan terdapat sel-sel khusus nonsaraf di jaringan palatum sendiri yang memiliki kemampuan merespons senyawasenyawa neurofarmaka penginduksi CP. Dalam penelitian ini dikaji keberadaan ekspresi protein S-100 di palatum embrio mencit, yaitu salah satu CaBP yang diperkirakan berperan ganda, pertama sebagai molekul penentu respons jaringan palatum terhadap senyawa-senyawa beraktivitas neurofarmakologi, dan kedua, oleh kerjanya sebagai peregulasi ekspresi protein-protein kontraktif (Ikura, dkk, 2002), diperkirakan sebagai penentu keberhasilan tumbuh dan gerak jaringan dalam palatogenesis. Diduga terdapat sel atau kelompokan sel di palatum yang mengekpresikan protein S-100 selama palatogenesis.
B. BAHAN METODA Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus). Mencit bunting diperoleh dengan cara menempatkan 3 ekor mencit betina dara estrus dalam satu kandang dengan seekor mencit jantan fertile semalaman. Apabila pada keesokan harinya dijumpai sumbat vagina maka hari itu ditetapkan sebagai hari ke-0 kebuntingan. Delapan ekor hewan bunting yang diperoleh dengan cara tersebut dipelihara di dalam kandang pemeliharaan dan diberikan pakan dan air minum secara ad libitum. Penentuan ekspresi protein S-100 dilakukan dengan teknik imunohistokimia. Pekerjaan dilakukan mengikuti petunjuk pada kit dari perusahaan (SIGMA). Dua slide (irisan jaringan) palatum dari masingmasing embrio sampel dihilangkan parafinnya dengan xilol, dihidrasi di dalam larutan-larutan alkohol dengan konsentrasi menurun (100, 95, 80, 70, 50, 30%, dan akuades). Setelah itu peroksidase endogenous jaringan diinaktivasi dengan H202 3%, selanjutnya slide dicuci dan direndam 15 menit di dalam larutan bovine serum albumin 5% (blocking agent). Jaringan selanjutnya ditetesi dengan antibodi terhadap protein S-100 (antibodi primer) (SIGMA) dan diinkubasi semalaman, lalu dicuci, kemudian diinkubasikan dengan antibodi sekunder berbiotin. Setelah dicuci, jaringan diinkubasi dengan substrat perosidase dan akhirnya ditetesi larutan senyawa kromogenik 3amino-9- ethylcarbazole (AEV). Untuk pewarna imbangan digunakan hematoksilin meyer. Jaringan diamati di bawah mikroskop, penilaian tingkat ekspresi ditentukan secara semikuantitatif melalui perbedaan intensitas warna yang timbul. Pola ekspresi S-100 diamati secara spatiotemporal di daerah mesenkim dan di daerah epitel wilayah oral, medial, dan nasal palatum.
Tabel 1. Pola Ekspresi Spatiotemporal Protein S-100 di Jaringan Palatum Embrio Mencit (Mus musculus L.) Wilayah anatomis palatum yang diamati Epitel palatum
Aspek nasal Aspek medial Aspek oral
Tingkat perkembangan embrio (kebuntingan hari ke-) 12 13 14 15 ++ + ++ + Fusi Fusi ++ + + +
82
Salomo Hutahaean
Mesenkim palatum
Keterangan:
Sisi luas aspek nasal Sisi luar aspek oral Poros Ujung bilah Pangkal aspek nasal Pangkal aspek oral (-) : tidak dijumpai ekspresi; (++) : ekspresi sedang;
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil imunohistokimia menunjukkan bahwa, terdapat ekspresi protein S100 di jaringan palatum embrio mencit selama proses palatogenesis berlangsung. Data semikuantitatif pola ekspresi yang diamati di sejumlah wilayah anatomis palatum pada 4 tingkat perkembangan yang berbeda dirangkumkan di dalam Tabel 1. Pada palaltum embrio tingkat perkembangan hari ke-12 kebuntingan, ekspresi protein S-100 telah dijumpai merata di seluruh bagian palatum dengan derajat kepositifan sedang (++). Posisi kedua bilah palatum pada tingkat perkembangan ini telah melampaui proses tumbuh menaik (shelves elevation) dan mulai tumbuh horizontal. Ekspresi protein S-100 berderajat sedang yang dijumpai di
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ +++ ++ + (+) : ekspresi rendah (+++) : ekspresi tinggi.
++ + +++ Fusi +++ +
++ + +++ Fusi +++ +
palatum sejak masa awal perkembangannya bersesuaian dengan asal-usul jaringan palatum sebagai turunan sel-sel krista neuralis yang bermigrasi pada tahap dini perkembangan embrio (D’Amico-Martel dkk dalam Zimmerman dan Wee, 1984). Peran khusus protein S-100 yang bersifat keruangan tidak teramati pada tingkat perkembangan ini karena ekspresi terdistribusi secara merata di seluruh bagian palatum. Pada palatum embrio tingkat perkembangan hari ke-13 kebuntingan, dijumpai perubahan pola ekspresi. Ekspresi di jaringan epitel, yang diamati di aspek oral, media, dan nasal palatum, cenderung berkurang (+) sedangkan di jaringan mesenkim tetap pada tingkat sedang hingga tinggi (++ hingga +++). Ekspresi yang tinggi terutama dijumpai di bagian pangkal bilah aspek nasal. Pada tingkat perkembangan ini bilah palatum telah menyelesaikan sebagian besar proses pertumbuhan horizontalnya sehingga kedua ujung bilah sudah berada dalam posisi berdekatan untuk berfusi.
Gambar 1: Pola Ekspresi Protein S-100 di Jaringan Palatum pada Tingkat Perkembangan Hari Ke-13 (GD-13) dan Hari Ke-14 (GD-14) Kebuntingan. Lokasi Ekspresi (Warna Merah) Spesifik di Bilah Palatum (bp). Pada GD-14 Terlihat Ekspresi Memusat di mesenkim Membentuk Garis Tebal Sepanjang Poros Palatum (Tanda Panah). L= Lidah; nf= Rongga Nasofaring; Of= Rongga Orofaring; +++= Ekspresi yang Tinggi di Mesenkim Pangkal Palatum Aspek Nasal
83
Salomo Hutahaean
Dari pola ekspresi seperti ini diperkirakan bahwa, baik sel-sel yang mengekspresikan maupun sel-sel sasaran kerja utama protein S-100 di palatum adalah komponen jaringan mesenkim. Tumbuh horizontal bilah palatum adalah salah satu proses genting palatogenesis yang harus berlangsung dengan laju tumbuh tertentu agar dicapai ukuran panjang yang cukup untuk mempertemukan kedua ujung bilah pada saat masa untuk berfusi tiba. Proses tumbuh ini membutuhkan sinkronisasi profilerasi dan migrasi sel, sintesis senyawa matriks ekstrasel, dan pengaturan arah tumbuh (Ferguson, 1988). Dalam hal ini kerja protein S-100 diperkirakan berkaitan dengan perannya sebagai faktor mitogenik dan sebagai faktor peregulasi ekspresi protein-protein kontraktil seperti tubulin, tropomyosin, myosin, vimentin, dan sitokeratin (Ikura, dkk, 2002). Khusus untuk ekspresi tinggi yang ditemukan di pangkal bilah aspek nasal, diperkirakan berkaitan dengan kontrol arah tumbuh bilah melalui kerja protein-protein kontraktil. Kontrol arah tumbuh bilah ini sangat perlu mengingat kedua bilah palatum tumbuh menjulur di dalam rongga dengan ujung-ujung bebas dan hanya ditopang oleh struktur bagian pangkalnya. Pengamatan histologis menunjukkan sel-sel mesenkim di daerah pangkal bilah aspek nasal tersusun rapi dengan arah sejajar dengan sumbuh bilah. Pada palatum embrio tingkat perkembangan hari ke-14 kebuntingan, perubahan pola ekspresi terus berlanjut. Di jaringan epitel ekspresi yang rendah (+) masih terlihat di epitel bilah aspek oral, sedangkan di aspek nasal tandatanda adanya ekspresi sudah tidak dijumpai sama sekali. Sementara itu epitel medial (Mid Edge Epithelium/MEE) tidak dapat lagi diamati karena bilah-bilah telah
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
berfusi. Sementara itu, perubahan pola ekspresi yang lebih tegas terlihat di jaringan mesenkim. Ada kecendrungan peningkatan (+++) dan pemusatan ekspresi di mesenkim yang membangun tubuh bilah palatum, sehingga terlihat sebagai garis tebal horizontal di sepanjang poros bilah yang sudah berfusi. Sebaliknya, tingkat ekspresi di mesenkim sisi luar bilah aspek oral cenderung menurun (+). Pola ekspresi yang dijumpai pada embrio tingkat perkembangan hari ke-14 kebuntingan ini terlihat tidak berubah lagi pada embrio tingkat perkembangan hari ke-15 kebuntingan. Pada perkembangan hari ke-14 dan hari ke-15 kebuntingan fusi telah berlangsung, kedua ujung bilah telah menyatu dan lapisan epitel medial sebagian mengalami kematian (Kerrigan, dkk, 2000) dan sebagian lagi telah bertransdiferensiasi menjadi mesenkim (Kaartinen, dkk, 1997) sehingga padanya tidak mungkin lagi dilakukan pengamatan adanya ekspresi. Meskipun ujung-ujung bilah palaltum telah berfusi masih tetap diperlukan kondisi spesifik untuk mempertahankan fusi agar tetap sinambung dan tidak terlepas kembali akibat tenaga regangan yang timbul ketika struktur-struktur kepala tumbuh membesar. Diperkirakan kondisi seperti ini memerlukan kerja protein-protein kontraktif, mikrotubula, protein-protein tautan sel seperti desmin yang dibangun oleh regulasi protein S-100 pasca fusi yang ditunjukkan oleh pola khas ekspresinya yang cenderung meningkat dan memusat di sepanjang poros palatum. Ekspresi protein S-100 yang dijumpai spesifik di jaringan palatum dan berfluktuasi secara spatiotemporal mengisyaratkan bahwa, pada hewan mencit protein S-100 turut berperan dalam proses palatogenesis yang bermuara pada keberhasilan penutupan langit-langit mulut embrio. Dengan demikian segala macam faktor yang dapat mengubah pola ekspresi tersebut dapat mengganggu keberhasilan palatogenesis dan berpotensi menginduksi cleft palate.
84
Salomo Hutahaean
Dalam katian itulah penjelasan tentang faktor penentu apa yang berada di balik kenyataan bahwa sebagian besar agensia penginduksi cleft palate tergolong senyawa aktif neurofarmakologis dapat diberikan. Respons sel terhadap senyawa neurofarmakologik adalah terutama berupa osilasi kadar ion kalsium di dalam sel yang (Ca2+) mempengaruhi sekresi neurotransmitter (Thayer, dkk., 2002). Tetapi pada sisi lain, osilasi Ca2+ pada selsel tertentu dapat mengaktifkan Calcium-Binding Protein (CaBP). CaBP teraktivasi, dalam bentuk kompleks senyawa dengan ion Ca2+ memiliki kemampuan meregulasi mitosis dan mempengaruhi ekspresi sejumlah gen (Swanson, dkk., 1997); Tamascovic, 2003). Pada palatogenesis normal, terdapat pola ekspresi protein S-100 dengan derajat dan sebaran yang berfluktuasi bersesuaian dengan perkembangan palatum. Gangguan terhadap pola ekspresi ini dapat mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan bilah palatum dan akhirnya mempengaruhi keberhasilan penutupan langit-langit mulut. Berbagai macam senyawa aktif neurofarmakologis yang mekanisme kerjanya berlangsung melalui osilasi kalsium, diperkirakan dapat mengubah derajat dan pola ekspresi protein CaBP S-100 di palatum, kemungkinan melalui pengalihan sebagian daripadanya untuk fungsi eksositosis neurotransmitter sehingga mengganggu fungsi regulasi ekspresi gen (Swanson, dkk., 1997). Jika pengaruh senyawa-senyawa tersebut memasuki palatum pada saat-saaat genting dari perkembangannya maka indusksi cleft palate dapat terjadi. D. KESIMPULAN 1. Protein S-100 telah diekspresikan di jaringan palatum mencit (Mus musculus, L) pada masa awal
85
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 palatogenesis dengan kecendrungan ekspresi berderajat sedang dan terdistribusi merata di seluruh bagian palatum, ekspresi meningkat pada saat pertumbuhan horizontal bilah terutama di jaringan mesenkim dan cenderung tetap tinggi hingga pasca fusi dengan pola distribusi memusat di mesenkim sepanjang poros bilah. 2. Pola spesifik ekspresi S-100 di palatum embrio mengindikasikan keterlibatannya dalam proses penutupan langit-langit mulut. 3. Senyawa-senyawa aktif neurofarmakologis yang kerjanya melalaui mobilisasi Calcium Binding Protein (CaBP) untuk fungsi eksositosis neurotransmitter dapat mengganggu ketersediaan protein CaBP S-100 untuk fungsi regulasi ekspresi protein. Mekanisme tersebut menjelaskan kenyataan bahwa kebanyakan agensia penginduksi cleft palate adalah senyawa aktif neurofarmakologis. E. DAFTAR PUSTAKA Drury, R.A.B., E.A. Wallington, 1976, Charleton’s Histological Techniquee Oxford Univ. Press. Ferguson, M.W.J., 1988, Palate Development. Development 103 (Suppl): 41 – 60. Ikura, M., M. Osawa, J.B. Ames, 2002, The Role of Calcium Binding Protein in The Control of Transcription: Structure To Function. Bioessays 24 (7): 625 – 636. Kaartinen, V., Xiao-Mei Cui, N. Heisterkamp, J. Goffen, dan C.F. Shuler, 1997, Transforming Growth Factor-β3 Regulates Transdifferentiation of Medial Edge Epihelium during Palatal Fusion and Associated Degradation of the Basement Membrane, Development Dynamics 2009: 255 – 260. Kadri, N., S. Ismael, N. raid, A. Surjono, A. Harianto, I. Mustajab, 1995, Congenital Malformations and Deformations in Provincial Hospitals
Salomo Hutahaean
in Indonesia Cong-Anom. 35: 411 – 423. Kerrigan, J.J., J.P. Mansell, A. Sengupta, N, Brown, J./R. Sandy, 2000, Palatogenesis and Potential Mechanism for Clefting, J.R. Coll. Surg. Edind., 45 : 351 – 358. Swanson, A.G., A.P. Arkin, J. Ross, 1997, An Endogenous Calcium Oscillator May Control Early Embryonic Division. PNAS USA 94: 1194 – 1199. Tamascovic, R. S.J. Bischel, H. Rogniaryx, M.R. Stegert, B.A. Hemmings, 2003, Mechanism of Ca2+-Mediated Regulation of
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 NDR Protein Kinase Through Autophosphorilation and Phosphorilation by an Upstream Kinase, J. Biol Chem 278 (9): 6710 – 6718. Thayer, S.A., Y.M. Usachev, W.J. Pottorf, 2002, Modulation Ca2+ Clearance from neurons, Front Biosci 7: d1255 – 1279. Zimmerman, E.F., E.L. Wee, 1984, Role of neurotransmitter in palate development, In: Current topics in development biology, vol. 19, ed. By: Zimmerman, E. F. Academic press, Orlando Florida, Pp. 37 – 63.
86