Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
EKSPLORASI RUMPUT KUMPAI (Hymenachine amplexicaulis (Rudge) Nees) SEBAGAI PAKAN TERNAK DI PROPINSI JAMBI ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, Jl. Samarinda No. 6 Paal Lima, Kota Baru, Jambi
ABSTRAK Rumput kumpai (Hymenachine amplexicaulis (Rudge) Nees) merupakan rumput alam yang habitat aslinya banyak tumbuh di lahan rawa di Propinsi Jambi. Rumput lokal kumpai perlu dikembangkan sebagai hijauan pakan ternak karena memiliki nilai biologis yang tinggi dengan kandungan protein kasar 14,11% di habitat aslinya (rawa) dan memiliki daya cerna lebih baik dari pada rumput gajah. Rumput lokal kumpai sudah cukup adaptif pada kondisi darat/tidak tergenang pada tanah podzolik merah kuning yang banyak terdapat di Propinsi Jambi dengan pembudidayaannya yang tidak sulit. Batasan optimal penggunaan rumput lokal kumpai dalam pakan ternak yang telah diujicobakan adalah 40% dari 70% hijauan konvensional dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 72,86 g/ekor/hari dengan performance yang lebih baik. Adapun tujuan yang akan dicapai adalah mendapatkan kultur teknis pengelolaan rumput lokal kumpai yang diarahkan untuk pembudidayaannya terutama di lahan darat/tanah podzolik merah kuning untuk memperluas penganekaragaman hijauan pakan ternak unggul dari rumput lokal serta batasan penggunaannya dalam pakan ternak. Kata Kunci: Rumput lokal kumpai, hijauan, pakan dan ternak
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput kumpai (Hymenachine amplexicaulis (Rudge) Nees) merupakan kekayaan sumber daya alam Propinsi Jambi yang memiliki nilai biologis yang tinggi, juga merupakan salah satu jenis rumput rawa yang mempunyai potensi sebagai hijauan pakan dan turut menunjang upaya penganekaragaman pakan untuk menjamin ketersediaan sumber pakan yang bermutu dan tidak bersaing dengan manusia. Rumput kumpai sudah dimanfaatkan oleh peternak sebagai pakan ternak ruminansia besar yang digembalakan pada lahan-lahan yang banyak ditumbuhi rumput kumpai. Tetapi sampai saat ini informasi dasar mengenai segi teknis dan pembudidayaannya untuk meningkatkan daya gunanya sebagai pakan ternak belum ada. Upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak seringkali dihadapkan pada kendala mutu genetik ternak yang kurang baik, tatalaksana zooteknis yang kurang memadai dan pemberian pakan yang belum memenuhi kebutuhan ternak baik kualitas, kuantitas maupun kontinyunitasnya. Diantara tiga
178
kendala tersebut pakan merupakan faktor yang paling besar peranannya. Hal ini disebabkan karena pakan merupakan bagian penting dalam sistem produksi peternakan. Penganekaragaman hijauan unggul dan perbaikan mutu pakan akan sangat membantu meningkatkan efisiensi usahatani. Hijauan pakan dengan kualitas yang baik akan mendukung tercapainya produksi ternak yang tinggi. Justifikasi Nilai biologis rumput kumpai yang tinggi dengan kandungan protein kasar 14,11% di habitat aslinya (rawa) menjadikan rumput ini termasuk ke dalam kelas hijauan berkualitas tinggi jika dibandingkan protein kasar rumput gajah yang hanya 9% dan melebihi kandungan protein jagung kuning yang berkisar antara 10– 11% (HARTADI, 1986). Dengan kandungan protein kasar yang cukup tinggi, rumput kumpai diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan protein kasar ternak ruminansia yang berkisar 18%. Nilai biologis rumput kumpai juga ditentukan oleh tinginya daya cerna rumput kumpai. NASUTION et al., (1991), menyatakan bahwa rumput lokal kumpai memiliki daya cerna (yang dilihat dari bahan
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
kering, bahan organik, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen) yang lebih tinggi dari pada rumput gajah. Selain dari itu rumput kumpai juga mengandung lemak kasar 2,17%, abu 13,19%, Ca dan P masing-masing 0,25% dan 6,30%. Oleh karena itu untuk memperluas penganekaragaman hijauan unggul perlu dilakukan upaya eksploratif terhadap hijauan lokal/asli yang sudah ada di Jambi.
panjang 3 – 5 mm. Rumput kumpai tumbuh pada daerah dengan ketinggian mencapai 100 m dari permukaan laut. Selanjutnya SOERJANI et al., (1987), menyatakan bahwa habitat rumput ini adalah daerah rawa/payo yang cerah, terbuka serta tumbuh lebih baik di tempat tergenang dengan kedalaman air mencapai 1 – 2 m. Budidaya rumput lokal kumpai
Tujuan dan sasaran Pengolahan tanah dan pemupukan dasar Adapun tujuan yang akan dicapai adalah mendapatkan kultur teknis pengelolaan rumput lokal kumpai yang diarahkan untuk pembudidayaannya terutama di lahan darat/tanah podzolik merah kuning untuk memperluas penganekaragaman hijauan pakan ternak unggul dari rumput lokal. Sedangkan sasaran yang diharapkan adalah optimalisasi pemanfaatan rumput lokal kumpai yang berprotein kasar tinggi terhadap penggunaannya dalam pakan ternak guna mencapai bobot badan ternak yang optimal. POKOK BAHASAN Deskripsi rumput lokal kumpai Rumput lokal kumpai merupakan tanaman menahun, cepat berbiak, membentuk rumpunrumpun besar dengan tinggi 0,5 – 1 m. Helai daun lebih panjang serta lebih lebar dibanding rumput Brachiaria mutica tetapi kaku dan kasar dengan panjang daun antara 10 – 30 cm dan lebar mencapai 2,5 cm. Daun bawah membulat lebar dengan ujung lancip, kuncup daun muda melipat kedalam daun. Rumput ini tumbuh menjulur dengan batang berbukubuku. Pada tiap buku ditumbuhi bulu-bulu akar serta didalam batang ada lapisan gabus (HEYNE, 1987; SOERJANI et al, 1987). Hasil penelitian SETIANA dan ABDULLAH (1993), menunjukkan bahwa rumput kumpai bertipe bunga majemuk berupa malai tegak dengan panjang 15 – 25 cm dan mempunyai bulir sekitar 20 buah. Menurut BACKER dan BRENK (1968) dan HEYNE (1987), panjang bunga dapat mencapai 10 - 40 cm, sangat tipis dan lebat, sering berupa bulir, yang hanya bercabang dibagian bawah, berwarna hijau muda, bergagang pendek serta lancip dengan
Sebelum pengolahan tanah dilakukan pembersihan lahan dari tumbuhan liar. Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul dan dilakukan penggemburan. Propinsi Jambi didominasi tanah jenis Podsolik merah kuning. Tanah tersebut merupakan tanah yang rendah unsur hara, miskin kandungan bahan organik pada lapisan atas dan tingginya kadar kwarsa dan konkresi besi yang menyebabkan tanah sulit diolah sehingga dapat mengganggu perakaran tanaman (FOTH, 1991 dan SYARIEF, 1986). Oleh karena itu perlu ditambahkan pupuk dasar organik berupa pupuk kandang dengan dosis 1 ton/ha dengan tujuan memperbaiki sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas, struktur tanah daya menahan air dan kation-kation tanah (HARDJOWIGENO, 1992). Untuk mendapatkan reaksi pupuk kandang pada tanah olahan dapat dibiarkan selama 2 minggu dan dilanjutkan pemupukan dasar anorganik 1 minggu sebelum masa tanam untuk mencukupi unsur hara bagi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan pupuk TSP (P2O5), KCL (K2O) dan urea (CO(NH2)2) dengan dosis masing-masing 150 kg/ha. Untuk meningkatkan pH tanah diberi Kapur (CaCO3). Semua jenis pupuk dasar organik dan anorganik diberikan dengan cara disebar kemudian diratakan dengan garu (SYAFRIA et al., 1999). Penanaman dan pemeliharaan Sebelum ditanam bahan tanam berupa sobekan rumpun dipotong pada bagian daunnya sehingga panjangnya tinggal 30 cm. Kedalaman tanam kurang lebih 10 cm dengan jarak tanam 50 x 50 cm (SYAFRIA et al., 1999). Untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih seragam dapat dilakukan pemangkasan ringan.
179
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Untuk mencapai produksi optimum (bobot bahan kering akar, panjang tanaman, jumlah anakan, produksi kumulatif bahan kering, protein kasar dan gross energi) dari pembudidayaan rumput lokal kumpai ini melalui pemupukan nitrogen pada tingkat 150 kg/ha dengan interval pemotongan 45 hari (H. SYAFRIA et al., 1998) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Aplikasi rumput lokal kumpai pada ternak Bahan pakan ternak kambing yang utama adalah hijauan berupa rumput-rumputan dan daun-daunan. Hijauan alami ini pada umumnya mengandung keterbatasan dalam kandungan protein, seperti yang dinyatakan oleh MARTAWIJAYA (1990), rumput alam sangat terbatas kandungan proteinnya yaitu berkisar 4% dengan kandungan serat kasar yang cukup tingi. Kebutuhan pakan ternak kambing dalam bahan kering yaitu 2–3% dari bobot badan tetapi untuk daerah tropis kebutuhan biasanya sampai mencapai 5% dengan tingkat pemberian protein 14% dari pakan (WILLIAMSON dan PAYNE, 1984). Bahan pakan ternak kambing adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dicerna ternak baik sebagian maupun secara keseluruhan dengan tidak mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (LUBIS, 1963). Selanjutnya ANGGORODI (1984), pakan harus mengandung zat makanan yang cukup memenuhi kebutuhan
ternak serta bahan makanannya tersedia setiap saat. Telah diujicobakan penggunaan rumput lokal kumpai dalam pakan ternak (dalam hal ini ternak kambing Peranakan Etawah) dengan taraf pemberian 40% dari 70% kebutuhan hijauan (hijauan konvensional yaitu hijauan dari berbagai rumput alam), dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 72,86 g/ekor/hari. Sedangkan dengan taraf pemberian 60% dari 70% hijauan konvensional diduga dapat menurunkan tingkat konsumsi (palatabilitas) ternak (LINDAWATI et al., 1999). Pertambahan bobot badan ternak kambing PE selama 3 bulan penelitian dengan frekuensi penimbangan 2 minggu sekali dapat dilihat pada Gambar 1. Selanjutnya pemberian rumput lokal kumpai 40% dari 70% hijauan konvensional dengan penambahan konsentrat 30% dapat menaikkan bobot badan selama 3 bulan penelitian sebesar 22,33 kg. Kemudian LINDAWATI et al., (2000), menyimpulkan bahwa ternak kambing PE yang diberi pakan introduksi rumput lokal kumpai memperlihatkan performance yang lebih baik daripada ternak yang diberi pakan menurut kebiasaan petani. Penilaian secara fisik dilakukan terhadap penampilan tubuh ternak dan tingkat kesehatan ternak yaitu pertumbuhan dan kekompakan anggota badan dengan otot-otot yang tumbuh lebih sempurna, selain itu juga dilakukan pengamatan kelincahan ternak dan kecerahan mata yang lebih baik.
Tabel 1. Rataan jumlah anakan, produksi kumulatif bahan kering, protein kasar, NDF dan gross energi rumput lokal kumpai pada berbagai interval pemotongan. No
Peubah yang diamati
Interval pemotongan (hari)
Tingkat pemupukan nitrogen (kg N/ha)
30
45
0
150
26,80
28,30
26,80
28,60
1.
Jumlah anakan per rumpun
2.
Produksi kumulatif bahan kering (ton/ha)
2,75
3,95
2,51
4,30
3.
Protein kasar (%)
21,37
18,28
16,15
21,51
4.
NDF (%)
5.
Gross energi (kal/g) Sumber: H. SYAFRIA et al., (1998)
180
74,12
77,20
75,47
75,25
3675,78
3527,66
3586,25
3649,83
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Gambar 1. Pertambahan bobot badan ternak kambing PE selama 3 bulan penelitian
KESIMPULAN
HARDJOWIGENO, S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Bogor.
Rumput lokal kumpai perlu dibudidayakan sebagai hijauan pakan mengingat kandungan protein kasar yang cukup tinggi dan sudah cukup adaptif pada kondisi darat/tidak tergenang pada tanah podzolik merah kuning dengan pembudidayaannya yang tidak sulit. Nilai biologis rumput lokal kumpai cukup tinggi ditandai dengan memiliki protein kasar dan daya cerna (yang dilihat dari bahan kering, bahan organik, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen) lebih tinggi dari pada rumput gajah. Batasan optimal penggunaan rumput lokal kumpai dalam pakan ternak yang telah diujicobakan adalah 40% dari 70% hijauan konvensional dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 72,86 g/ekor/hari dan performance yang lebih baik.
HARTADI, H. S., REKSOHADIPROJO dan A. D. TILLMAN. 1986. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI. 1987. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. BACKER, C. A and R.C.B.V.D. BRENK. 1968. Flora of Java. Volume III. Noordhaff N.V. Groningen. The Netherlands. FOTH, H. D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Ed.7. Gajah Mada University Press.
HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I (terjemahan) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Jakarta, Jakarta. H.
SYAFRIA, AFZALANI, SURYONO, JALIUS, LINDAWATI dan SYAFRIAL. 1998. Pengaruh Berbagai Tingkat Pemupukan Nitrogen dan Interval Pemotongan Terhadap Pertumbuhan Produksi dan Kualitas Rumput Lokal Kumpai (Hymenachine amplexicaulis (Rudge) Nees) Di Tanah Podzolik Merah Kuning Jambi. Laporan Hasil Penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
H. SYAFRIA , RAHMAN A., Y. ALWI, N. IZHAR dan LINDAWATI. 1999. Pengaruh Pupuk Kotoran Ayam terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Pakan Ternak Rumput Lokal Kumpai (Hymenachine amplexicaulis (Rudge) Nees). Laporan Hasil Penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. MARTAWIJAYA, M. A., WILSON dan B. SUDARYANTO. 1990. Suplementasi Gaplek dalam Ransum yang Menggunakan Rumpu Gajah dan Biji Kapuk untuk Domba. Wartazoa, Volume 4 no 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
181
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
NASUTION, A. M. RIDWAN, R. ANWAR dan A. LATIEF. 1991. Pengamatan Deskriptif Rumput Kumpai di Kecamatan Kumpai dan Kotamadya Jambi. Berita Ilmu Pertanian. Hevea no 1 tahun vii hal 23-26. LINDAWATI, ZUBIR, N. IZHAR, AFZALANI dan MASNIARI. 1999. Uji Adaptasi Pengembangan Pakan Ternak Kambing. Laporan Hasil Penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. LINDAWATI, E. PRIMAWATI, E. SUSILAWATI dan ZUBIR. 2000. Uji Adaptasi Rumput Lokal Kumpai pada Ternak Kambing. Laporan Hasil Penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
182
LUBIS, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Pembangunan, Jakarta. SETIANA, M. A dan L. ABDULLAH. 1993. Studi Potensi Tumbuhan Alam sebagai Sumber Hijauan Pakan Di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan IPB, Bogor. SOERJANI, M., A.J.G.H. KOSTERMANS dan G. TJITROSOEPOMO. 1987. Weed of Rice in Indonesia. Balai Pustaka Jakarta, Jakarta. SYARIEF, E. S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. WILLIAMSON and W.J.A PAYNE. 1984. An Introduction Animal Husbandry in Tropics. Longmans Inc New York.