Ekspedisi Widya Nusantara 2015 Kontribusi Indonesia untuk Ekspedisi Internasional Samudra Hindia
Oleh: A’an J. Wahyudi, M. Reza Cordova, Oksto R. Sianturi, Hanny Meirinawati, Nur F. Afianti, Ismiliana Wirawati
Editor: Intan Suci Nurhati
Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2016
2
Ekspedisi Widya Nusantara 2015 – Kontribusi Indonesia untuk Ekspedisi Internasional Samudra Hindia. Penulis : Wahyudi, A'an J.; M.R. Cordova; O.R. Sianturi; H. Meirinawati; N.F. Afianti; I. Wirawati. Editor : Intan. S. Nurhati Layout : A'an J. Wahyudi, dkk Desain sampul : A'an J. Wahyudi Foto sampul : Indra B. Vimono Jumlah halaman : i-ix & 1-39 halaman
3 Buku ini dipersembahkan untuk kemajuan ilmu kelautan bangsa Indonesia sekaligus memperingati 10 tahun Ekspedisi Widya Nusantara oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
4
5
Ucapan Terima Kasih Terima Kasih kami ucapkan kepada nama-nama berikut ini atas kontribusinya yang berharga untuk menyukseskan Ekspedisi Widya Nusantara (E-WIN) 2015: 1. Dr. A'an J. Wahyudi (Koordinator & Chief Scientist)
2. Hanny Meirinawati, S.Si 3. Drs. Helfinalis, M.Sc 4. Nur Fitriah Afianti, M.Si 5. Yeti Darmayati, M.Sc 6. M. Riza Iskandar, S.Si 7. M. Reza Cordova, S.Pi. M.Si 8. Oksto Ridho Sianturi, S.Kel 9. Indra Bayu Vimono, M.App.Sc 10. Ismiliana Wirawati, M.Si 11. Salim Picalouhata 12. Sumijo H. Riyono 13. Singgih Prasetyo A. Wibowo, Amd 14. Praditya Avianto, A.Md 15. Muhadjirin, A.Md 16. Nur Admodjo, A.Md 17. Djatmiko Irianto 18. Deni Yogaswara, A.Md 19. M. Taufik Kaisuppy 20. Sugestiningsih 21. Riyana Subandi 22. Arief Hartanto, S.Ds 23. Muhammad Yudhi Rezaldi, M.Ds 24. dr. Sandra Wijaya Hakim 25. Kru RV. Baruna Jaya VIII Penyusunan buku ini sangat terbantu dengan materi Laporan Akhir Kegiatan E-WIN 2015 oleh Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
6
Tim E-WIN 2015 (Foto oleh Vimono, 2015)
7
Pengantar Ekspedisi Widya Nusantara (E-WIN) merupakan kegiatan ekspedisi eksplorasi yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Nama ekspedisi ini berasal dari bahasa sansekerta “widya” yang berarti ilmu pengetahuan dan “nusantara” yang berarti kepulauan Indonesia. E-WIN pertama kali digagas pada tahun 2006 dan pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007, sehingga saat ini telah hampir 10 tahun menjadi kegiatan flagship LIPI. Dalam rangka meluncurkan program diseminasi E-WIN 2016 sekaligus memperingati 10 tahun E-WIN, Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI mempersembahkan buku ini. Bahasan dalam buku ini dikhususkan untuk E-WIN cruise chapter atau ekspedisi kelautan. EWIN sendiri merupakan tonggak sejarah baru perkembangan ilmu kelautan di Indonesia. E-WIN pertama pada 2007 menandai perpindahan periode keilmuan kelautan di Indonesia dari periode kelima menjadi periode keenam. Sebagai bagian dari luaran program E-WIN 2015, buku ini dipersembahkan untuk diseminasi hasil ekspedisi. Buku ini sekaligus diluncurkan dengan menggunakan momen bersejarah berupa peluncuran program ekspedisi internasional Samudra Hindia (Second International Indian Ocean Expedition/ IIOE-2) pada akhir 2015 lalu. EWIN 2015 sendiri merupakan kontribusi saintifik ilmuwan Indonesia untuk program IIOE-2. Buku ini disajikan dengan pertama kali menampilkan perkembangan ilmu kelautan di Indonesia. Selanjutnya diikuti dengan pemaparan permasalahan laut Indonesia. Kilas balik sejarah E-WIN dari pertama kali diluncurkan sampai tahun 2014 disampaikan secara ringkas dengan menampilkan hasil-hasil signifikan. IIOE-2 kemudian dipaparkan sebagai salah satu latar belakang diadakannya E-WIN 2015 di Samudra Hindia. Pada akhirnya, hasil E-WIN 2015 disajikan secara lebih mendetail dengan beberapa paparan tentang manfaat dan rekomendasi potensi wilayah, dua hal yang akan bermanfaat bagi kepentingan daerah dan nasional.
8
Pada akhirnya, tiada kesempurnaan mutlak selain kesempurnaan Sang Maha Kuasa. Oleh karena itu, kami mengundang segenap pembaca untuk memberikan masukan dan kritik konstruktif bagi buku ini. Semoga sisi baik dari informasi yang tersaji dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Juni 2016
9
Daftar Isi Ucapan Terima Kasih...................................................................................5 Tim E-WIN 2015 (Foto oleh Vimono, 2015).................................................6 Pengantar....................................................................................................7 Daftar Isi......................................................................................................9 Lautan Indonesia: Perkembangan Keilmuan dan Permasalahan.................1 Perkembangan keilmuan kelautan Indonesia.....................................1 Permasalahan umum laut Indonesia..................................................8 Sejarah Ekspedisi Widya Nusantara (E-WIN)............................................13 The Second International Indian Ocean Expedition...................................18 E-WIN 2015: kontribusi Indonesia dalam IIOE-2...............................22 Tidak hanya E-WIN 2015..................................................................23 Ekspedisi Widya Nusantara 2015..............................................................26 Hasil signifikan E-WIN 2015.............................................................31 Sintesis dan Rekomendasi...............................................................36 E-WIN 2015 dalam angka..........................................................................39
1
Lautan Indonesia: Perkembangan Keilmuan dan Permasalahan Perkembangan keilmuan kelautan Indonesia Laut memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia sebagai penghubung antar pulau mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelago). Nenek moyang bangsa Indonesia telah dikenal sebagai bangsa pelaut dengan semboyannya “Jales Veva Jaya Mahe” (Di Laut Kita Jaya). Sejak abad ke-6 Masehi, bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari telah melakukan penjelajahan laut. Salah satu suku yang terkenal dan hingga kini hidup di laut adalah masyarakat Bajau yang sering dijuluki sebagai gipsi laut. Mereka adalah penjelajah laut pertama Indonesia yang mengembara sampai di luar kawasan wawasan nusantara dengan menggunakan kapal Pinisi. Saat ini, semboyan Jales Veva Jaya Mahe sebagai cerminan kejayaan bangsa Indonesia di laut diadopsi sebagai motto Tentara Angkatan Laut Republik Indonesia. Perkembangan pengetahuan kelautan pada umumnya berjalan seiring dengan perkembangan teknologi pemanfaatan sumberdaya laut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa bukti prasejarah tentang pemanfaatan sumberdaya laut dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Pada masa prasejarah telah ada masyarakat yang hidup di rumah-rumah tonggak di pesisir pantai seperti masyarakat pantai di daerah Sumatera timur yang memanfaatkan kerang dan siput sebagai makanan utama. Biota-biota laut di daerah lain seperti Sulawesi, Timor, Roti dan Irian Jaya, ternyata tidak sekedar dijadikan bahan pangan tetapi juga untuk perhiasan dan berbagai jenis peralatan yang dibuat dengan teknologi yang sederhana. Teknologi pemanfaatan sumber daya laut juga dikembangkan oleh masyarakat bahari Indonesia melalui modifikasi lingkungan pantai sejak beberapa abad yang lampau. Pada zaman Hindu di abad ke-13, buku Kutaramenawa mencatat undang-undang tentang siwakan (pengelolaan air) yang diduga merupakan awal dimulainya pertambakan pantai di Jawa Timur. Pada abad ke-14 di pantai-pantai
2
Jawa dan juga beberapa daerah lainnya, telah pula dikenal pembuatan ladang garam dengan menguapkan air laut pada rataan tepi pantai 1. Temuan situs-situs prasejarah maupun sejarah telah mencatat kejayaan bahari bangsa Indonesia yang lahir sebelum kemerdekaan melalui aspek budaya, ekonomi dan politik. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan nenek moyang bangsa Indonesia sebagai bangsa pelaut. Selain itu, adanya kesamaan bendabenda sejarah antara suku Aborigin di Australia dengan suku di Jawa menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang tangguh dalam berlayar. Catatan kejayaan bahari bangsa Indonesia juga terpahat di Candi Borobudur sebagai peninggalan peradaban Buddha terbesar di dunia. Kerajaan Mataram kuno di Jawa Tengah bersama kerajaan lainnya seperti Kerajaan Tarumanegara membangun Candi Borobudur yang pada relief dindingnya dapat terlihat gambar perahu layar dengan tiang-tiang layar yang kokoh dan telah menggunakan layar segi empat yang lebar. Sejarah juga telah mencatat Kerajaan Sriwijaya (683-1030 M) yang memiliki armada laut yang menguasai jalur perdagangan laut dan memungut cukai atas penggunaan laut. Pengaruhnya meliputi kawasan Asia Tenggara yang tercatat dalam sejarah dengan adanya hubungan yang erat dengan Kerajaan Campa yang terletak di antara Kamboja dan Laos. Selain itu juga terdapat beberapa kerajaan bahari nusantara seperti BugisMakassar dan peletak dasar kebaharian Ammana Gappa di Sulawesi Selatan.
1
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. (Cetakan ketiga). Djambangan, Jakarta. 367 hal.
3
Relief kapal di Candi Borobudur (Sumber: Kompas 20142)
Kompas. 2014. Candi Borobudur, Jejak Maritim Dinasti Sailendrahttp://travel.kompas.com/read/2014/01/11/1550031/Candi.Borobudur.Jejak.M aritim.Dinasti.Sailendra dan https://hurahura.wordpress.com/2014/01/11/candiborobudur-jejak-maritim-dinasti-sailendra/ 2
4
SUKU BUGIS & MAKASAR Bagi masyarakat nelayan suku bangsa Bugis dan Makassar, mencari ikan adalah mata pencaharian yang amat penting dengan menggunakan perahu-perahu layar sampai jauh di laut. Sebagai suku bangsa pelaut sejak beberapa abad yang lampau, mereka telah menciptakan teknologi pelayaran yang sesuai dengan alam laut. Ciptaan perahu layar yang terkenal seperti tipe ‘Pinisi’ dan ‘Lambo’ telah teruji kemampuannya mengarungi laut bahkan sampai ke Sri Langka dan Philipina. Teknologi pelayaran yang mumpuni tersebut juga telah mendorong terciptanya hukum niaga dalam pelayaran seperti “Ade Alloppiloping Bicaranna Pabbalue” yang tertulis pada lontarak oleh Amanna Gappa” dalam abad ke-17. Dari tulisan tersebut, terungkap jelas, bahwa masyarakat nelayan suku BugisMakassar telah mengembangkan kemampuannya menjadi masyarakat nelayan yang tertata pada suatu sistem sosial kemasyarakatan dengan orientasi kebudayaan kepada laut sebagai sarana dalam rangka aktivitas kehidupan mereka maupun dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan, teknologi pelayaran, usaha perdagangan dan aturanaturan hukum dibidang perdagangan. Kejayaan bahari Indonesia di masa lampau bahkan menjadi kunci penting dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan adidaya pada masa itu. Kerajaan Singosari di bawah kepemimpinan Raja Kertanegara telah memiliki armada kapal dagang yang mampu mengadakan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lintas laut. Perkembangan Kerajaan Singosari kemudian dipandang sebagai ancaman bagi Kerajaan Tiongkok dimana saat itu berkuasa Kaisar Khu Bilai Khan. Keinginan untuk menaklukkan Kerajaan Singosari dilakukan Khu Bilai Khan dengan mengirimkan kekuatan armadanya hingga mendarat di Pulau Jawa. Di saat Kertanegara harus berhadapan dengan kekuatan armada Khu Bilai Khan, Raden Wijaya memanfaatkan momentum ini untuk membelot melawan Kertanegara dan mendirikan Kerajaan
5
Majapahit. Kerajaan Majapahit (1293-1478 M) selanjutnya berkembang menjadi kerajaan maritim besar yang memiliki pengaruh dan kekuasaan yang luas meliputi wilayah Nusantara. Dengan kekuatan armada lautnya, Patih Gajah Mada mampu berperang untuk memperluas wilayah kekuasaan sekaligus menanamkan pengaruh kebudayaan serta melakukan hubungan dagang dan interaksi budaya. Namun, sejarah juga telah mencatat bahwa kejayaan bahari bangsa Indonesia mengalami kemunduran dalam perjalanannya. Setidaknya ada dua sebab terjadinya hal ini, yaitu praktek kebaharian kolonial Belanda pada masa penjajahan dan kebijakan pembangunan pada masa rezim Orde Baru. Pada masa kolonial Belanda atau sekitar abad ke-18, larangan berdagang selain dengan pihak Belanda mengurangi rasa keterikatan bangsa Indonesia terhadap laut. Pengikisan semangat bahari oleh Belanda juga dilakukan dengan menggenjot masyarakat indonesia dalam melakukan aktivitas agraris untuk kepentingan kolonial dalam perdagangan rempah-rempah ke Eropa. Kondisi menurunnya semangat bahari ini semakin memburuk dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun Indonesia dalam konteks bangsa bahari. Karena itu tidak mengherankan apabila di masa era kebangkitan Asia-Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing dikarenakan minimnya investasi. Mengembalikan semangat bahari ini tidaklah mudah, dan diperlukan upaya yang serius dari semua elemen bangsa. Salah satu catatan penting dalam melangkah ke depan adalah agar tidak hanya memandang laut sebagai media transportasi, tetapi juga melihat laut Indonesia beserta isinya dari kacamata ilmiah yang sangat penting bagi kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat dunia. Naik-turunnya perkembangan kelautan dapat dikategorikan menurut masanya. Nontji (2002)3 merangkum perkembangan kelautan di Indonesia dalam empat periode yaitu: Periode I (1600-1850), Periode II (1850-1905), Periode III (1905-1960) dan Periode IV (setelah 1960). Perkembangan teknologi dan penelitian kelautan semakin
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. (Cetakan ketiga). Djambangan, Jakarta. 367 hal.
3
6
meningkat setelah tahun 1960. Sehingga periode perkembangan penelitian kelautan dapat dikembangkan menjadi: 1. Periode I, yaitu : antara ± 1600 hingga ±1850 2. Periode II, yaitu : antara ± 1850 hingga ± 1905 3. Periode III, yaitu : antara 1905 hingga 1960 4. Periode IV, yaitu : antara 1960 hingga 1990 5. Periode V, yaitu : antara 1990 hingga 2006 6. Periode VI, yaitu: 2007-sekarang
Mengembalikan semangat bahari ini tidaklah mudah, dan diperlukan upaya yang serius dari semua elemen bangsa. Salah satu catatan penting dalam melangkah ke depan adalah agar tidak hanya memandang laut sebagai media transportasi, tetapi juga melihat laut Indonesia beserta isinya dari kacamata ilmiah yang sangat penting bagi kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat dunia.
Periode I (1600 –1850) Periode ini adalah periode eksplorasi flora dan fauna di Indonesia. Di masa ini, Georgius Everhardus Rumphius membuat deskripsi mengenai flora Ambon dan sekitarnya. Karya yang dihasilkan adalah D’amboinsche Rariteitkamer (1705) dan Herbarium Amboinense (1741–1750). Periode II (1850 -1905) ● Pieter Bleeker (1850), peneliti ikan di Indonesia, menghasilkan karya besarnya berjudul Atlas Ichthyologique. Bleeker juga merupakan perintis majalah ilmiah pertama di Indonesia yang berjudul Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indie. ● Ekspedisi Challenger (1872-1876) mengarungi perairan Indonesia. ● Ekspedisi Belanda dengan kapal Siboga (1899-1900) meneliti biologi laut di Indonesia timur.
7
Periode III (1905 -1960) ● Tahun 1904, Dr. J.C. Koningsberger (direktur Kebun Raya, Bogor) memprakarsai pendirian Visscherij Station (Stasiun Perikanan) pertama di Indonesia yang bertempat di Pasar Ikan, Jakarta. ● Pada tahun 1919, Stasiun Perikanan berubah menjadi Laboratorium voor het onderzoek der zee (Laboratorium Penelitian Laut). Kegiatan laboratorium ini meneliti tentang biologi kelautan. Tempat ini melahirkan Delsman (ahli telur dan larva ikan), Verwey (ahli ekologi terumbu karang dan ekologi kepiting bakau) dan Herdenberg (ahli biologi perikanan). ● Salah satu tonggak penelitian botani laut terutama untuk bidang alga laut oleh Weber van Bosse. ● Ekspedisi Snellius (1929-1930) untuk penelitian di Indonesia bagian timur. ● Ekspedisi Galathea dari Denmark bertujuan untuk mempelajari biologi laut. Dalam ekspedisi ini berhasil dikoleksi biota laut dalam sampai kedalaman 10000 meter. ● Prof. Kusnoto mendirikan Akademi Biologi di Ciawi yang mempunyai jurusan penelitian laut pada akhir tahun 1950-an. Periode IV (antara 1960 hingga 1990) ● Pada tahun 1960-an berdiri Lembaga Penelitian Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Laut, dan Dinas Hidrografi Angkatan Laut (sekarang Pusat Hidrooseanografi Angkatan Laut). ● Operasi Baruna I (1964) sebagai ekspedisi ilmiah kelautan pertama yang dikoordinasikan secara nasional. ● Beberapa ekspedisi internasional dilakukan di Indonesia seperti International Indian Ocean Expedition dan Cooperative Study of the Kuroshio and Adjacent Regions. ● Penelitian dengan bekerjasama dengan negara lain yaitu Operasi Armindo (Indonesia-AS), Ekpedisi Rumphius I-III (Indonesia-Belanda) dan Ekspedisi Corindon (IndonesiaPrancis). ● Pada tahun 1984 melalui project Marine Science Education Project (MSEP), Departemen Pendidikan mengembangkan ilmu kelautan dengan mendirikan program studi di beberapa perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor, Universitas Riau,
8
Universitas Diponegoro, Universitas Hassanudin, Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Pattimura. Periode V (1990-2006) ● Ekspedisi Wallacea I (2004) dan Ekspedisi Wallacea II (2005) dilakukan di daerah sekitar garis Wallacea. ● International Nusantara Stratification and Transport Program (INSTANT) dilakukan pada tahun 2004-2005 di jalur Indonesian Throughflow / Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). ● Ekspedisi laut dengan bekerjasama dengan Jepang (2004). Periode VI (Setelah 2007) ● Ekspedisi yang dilakukan oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan RI dan juga oleh Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dimulai dari Ekspedisi Widya Nusantara (E-WIN) tahun 2007 di Perairan Raja Ampat.
Permasalahan umum laut Indonesia Sebagai sumber daya terbesar untuk kehidupan di bumi, laut memberikan banyak manfaat bagi kehidupan, namun di sisi lain peran laut kurang diperhatikan, sehingga banyak anggota masyarakat yang menganggap laut hanya sebagai “tempat sampah”. Secara umum terdapat beberapa permasalahan utama laut di Indonesia yakni batas wilayah laut, tata ruang pengelolaan, pengelolaan SDA kelautan (illegal fishing, over exploitation, mariculture), kelembagaan dan sinergi yang mempengaruhi efektifitas regulasi dan kebijakan, ketimpangan agraria dan infrastruktur, serta ketimpangan IPTEK. Ditinjau dari batas wilayah laut, secara geo-politik dan geostrategis, Indonesia terletak di antara dua benua Asia dan Australia dan dua samudera Hindia dan Pasifik yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia secara ekonomi dan politik. Posisi strategis tersebut menempatkan Indonesia memiliki keunggulan sekaligus ketergantungan yang tinggi terhadap bidang kelautan, sehingga sangat logis jika ekonomi kelautan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam menjaga wilayah kedaulatan dan kepentingan sebagai negara kepulauan, Indonesia harus mampu menyelesaikan batas wilayahnya dengan 10 negara tetangga yaitu
9
India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste.
Sebagai sumber daya terbesar untuk kehidupan di bumi, laut memberikan banyak manfaat bagi kehidupan, namun di sisi lain peran laut kurang diperhatikan, sehingga banyak anggota masyarakat yang menganggap laut hanya sebagai “tempat sampah”. Sebagai sektor yang menjadi prioritas, kelautan hanya bisa diwujudkan jika tata ruang pengelolaan laut sudah terbentuk. Oleh karena itu, pemerintah Republik Indonesia tengah fokus melakukan pemetaan wilayah laut nasional sebagai salah satu kebijakan pembangunan. Sebagai sektor yang menjadi prioritas, kelautan hanya bisa diwujudkan jika tata ruang laut sudah terbentuk. Diharapkan ada kesepahaman dari semua instansi dan dengan menanggalkan ego sektoral masing-masing lembaga. Sehingga ke depan, tata ruang laut ini menjadi rujukan bagi semua pengelolaan laut termasuk reklamasi. Kebijakan penataan ruang (ruang darat, ruang laut dan ruang udara) harus dilakukan secara serasi, selaras dan seimbang; agar tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan sebesar-besarnya dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan tanpa kecuali. BAPPENAS menyatakan masih banyak pemerintah daerah yang belum memiliki rencana tata ruang laut. Selain itu, tidak terdapat integrasi data spasial untuk penggunaan ruang laut. Hingga 2015, tercatat baru lima provinsi yang telah menyusun peraturan daerah (perda) tata ruang laut dan 23 provinsi dalam proses penyusunan. Sebanyak 15 kabupaten/kota telah menyusun perda tata ruang laut dan 104 kabupaten/kota masih dalam proses penyusunan. Pengelolaan SDA kelautan Indonesia perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Food and Agricultural Organization (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa memprediksi peningkatan konsumsi produk perikanan sebesar 45% setiap tahun, dari 133 juta ton
10
(1999-2001) menjadi meningkat menjadi 183 juta ton pada tahun 2015 4. Sehingga terjadi peningkatan permintaan makanan ikan dari 16.1 kg per kapita (1999-2001) menjadi 19.1 kg per kapita (2015). Ditilik dari aspek produksi, Indonesia berada dalam peringkat 4 dalam produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya, namun Indonesia tidak masuk dalam 10 besar negara pengeskpor produk perikanan (FAO, 2014)5. Market share produk perikanan Indonesia hanya 3.57 % (KepmenKP No.7 2013)6. Hal tersebut diduga adanya Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing. Laporan FAO (2014) menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi kehilangan ikan dari IUU Fishing sebesar Rp. 30 triliun setiap tahunnya. Pada 2012, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)7 memperkirakan kerugian Indonesia dari IUU Fishing sebesar Rp 300 Triliun. Wagey et al. (2009)8 menambahkan potensi kerugian akibat IUU Fishing di Laut Arafura saja, pada tahun 1991-2005 sebesar 11-17 Trilyun per tahun. Kawasan perikanan yang berpotensi terjadi IUU Fishing adalah sekitar kawasan Laut Arafura, Laut Sulawesi dan ZEE Indonesia di Samudera Pasifik, yang disebut dengan Golden Fishing Ground (Pusat Data dan Statistik KKP, 2015)9. Tingginya potensi IUU Fishing dikawasan perairan Indonesia bagian timur terjadi salah satunya karena secara demografis nelayan di Indonesia timur barat relatif lebih sedikit. Aspek kelembagaan dan sinergi juga mendapat perhatian karena dalam pengelolaan kelautan nasional, terdapat beberapa kementerian atau lembaga yang memiliki wewenang. Disharmoni, kurangnya koordinasi, serta terjadi tumpang tindih dalam sektor yang diatur oleh institusi yang terpisah sehingga menimbulkan “ego sektoral” antar institusi, masih menjadi masalah klasik. Akibatnya, perencanaan untuk
4
Periode I sampai V merujuk Nontji, 2002. topics. Fisheries statistics and information. Topics Fact Sheets. In: FAO Fisheries and Aquaculture Department [online]. Rome. Updated 22 December 2015. [Cited 30 May 2016].
FAO. 2014. FAO yearbook : Fishery and aquaculture statistics. ISBN 9789250082936. ISSN 2070-6057. 2012/FAO annuaire 6 Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 7/KepmenKp/2013 Tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan Dan Perikanan 7 BPK. 2015. http://simwaskan.djpsdkp.kkp.go.id/berita/baca/68/at 8 Wagey GA, Nurhakim S, Nikijuluw VPH, Badrudin dan Pitcher TJ. 2009. A study of illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing in the Arafura Sea, Indonesia. Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Jakarta, Indonesia. 9 Pusat Data dan Statistik KKP. 2015. Statistik Perikanan Indonesia 5
11
pembangunan terkait ekonomi dan keberlanjutan daya dukung lingkungan akan sulit terlaksana dan diimplementasikan. Tantangan lainnya, paradigma pembangunan Indonesia lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan dan pertanian, sedangkan sektor pesisir dan kelautan kurang diperhatikan. Sudah saatnya memang paradigma tersebut dirubah dengan memberikan perhatian yang sama terhadap masyarakat pesisir dan laut yang juga warga negara Indonesia. Sebagai konsekuensinya, masyarakat pesisir perlu mendapatkan perhatian khusus karena ketertinggalan mereka akibat paradigma masa lampau. Kurangnya data saintifik yang akurat mengenai kelautan nasional seperti teknologi budidaya perairan, stok perikanan tangkap, penyakit ikan, pencemaran lingkungan, energi potensial dari kelautan dan transportasi laut – juga menjadi permasalahan umum laut Indonesia saat ini. Indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih tergolong rendah (UNDP 2015) 10 dimana Indonesia menempati urutan 110 dari 188 negara di dunia. Sementara di kawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan 6 dari 10 negara ASEAN. Posisi ini di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Rendahnya tingkat HDI Indonesia terbukti dari tidak kompetitifnya pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri, termasuk dari sektor kelautan. Selain kualitas sumberdaya manusia yang perlu terus menerus ditingkatkan, perlu juga dilakukan koordinasi yang baik antara peneliti yang tersebar di lembaga penelitian seperti LIPI, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perikanan dan Kelautan, BPPT dan perguruan tinggi. Dengan adanya koordinasi tersebut akan menurunkan duplikasi riset dan meningkatkan kualitas riset yang bermanfaat bagi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Di luar permasalahan umum yang telah dijabarkan, solusi masih diperlukan untuk permasalahan lainnya yang terkait dengan IPTEK agar dapat meningkatkan sumber daya untuk eksplorasi laut Indonesia, menata database kelautan nasional, mengembangkan teknologi
UNDP (United Nations Development Programme). 2015. Human Development Report 2015. Work for human development. Briefing note for countries on the 2015 Human Development Report. Indonesia. hdr.undp.org/sites/all/themes/hdr_theme/country-notes/IDN.pdf 10
12
budidaya perairan dan menangulangi dampak aktivitas anthropogenik seperti polusi sampah dan kimia, pemanasan global dan pengasaman laut yang menghadirkan gangguan terhadap sistem rantai makanan (food webs) di lingkungan pesisir dan laut.
13
Sejarah Ekspedisi Widya Nusantara (E-WIN) Ekspedisi Widya Nusantara (E-WIN) merupakan salah satu program flagship tahunan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ekspedisi ini diinisiasi di tahun 2007 dalam rangka ulang tahun LIPI yang ke-40 yang jatuh di tanggal 23 Agustus. Secara harfiah, Ekpedisi Widya Nusantara terdiri dari kata ‘Widya’ yang artinya ‘ilmu’ dan ‘Nusantara’ yang berarti ‘perairan Indonesia’. Sehingga, ekspedisi Widya Nusantara didesain untuk menggali data dan informasi ilmiah kelautan tentang sumber daya hayati di perairan Indonesia yang terdiri dari sebaran, kelimpahan, status ekosistem dan kualitas perairan untuk pengelolaan dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Selain itu, E-WIN juga dilaksanakan untuk menguak potensi strategis dari pantai dan pulau-pulau yang selama ini belum atau sangat sedikit diketahui, baik dari aspek organisme, metode, proses, alat maupun informasi sosial budaya. Pencanangan E-WIN pada tahun 2007 merupakan tonggak sejarah baru dalam perkembangan ilmu kelautan Indonesia 11. Secara umum, E-WIN merupakan sarana untuk menjawab tantangan permasalahan kelautan di Indonesia, terutama dalam hal keterbatasan data dan informasi kelautan, serta kurangnya eksplorasi laut Indonesia. E-WIN juga menjadi sarana bagi seluruh peneliti Indonesia untuk berkolaborasi di bidang kelautan nusantara. Ekspedisi ini menjadi kekuatan pengungkit, magnet pendorong untuk menggulirkan program ilmu pengetahuan di masa yang akan datang dalam skala yang lebih luas dan berkesinambungan. E-WIN I (2007) dilaksanakan di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Ekspedisi ini merupakan kolaborasi tiga kedeputian LIPI yang diwakili oleh Pusat Penelitian Oseanografi, Pusat Penelitian Geoteknologi, Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya
E-WIN pertama di tahun 2007 merupakan awal periode keenam perkembangan kelautan Indonesia, dimana pada momen ini Indonesia telah mampu menggunakan segala sumber daya secara mandiri untuk program ekspedisi kelautan. 11
14
Bali, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi Malang dan UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas. Selain itu, ekspedisi ini juga melibatkan peneliti asing yang berasal dari institusi luar negeri. Dalam bidang oseanografi, hasil dari ekspedisi ini mencatat temuan: 1. Adanya dua aliran massa air laut dari Pasifik di Pulau Waigeo bagian selatan, yaitu fenomena pembalikan aliran (counter current) dan penaikkan massa air ke atas sill. 2. Biodiversitas di perairan sekitar Pulau Waigeo terdiri dari beberapa taksa flora dan fauna laut yang meliputi lamun, rumput laut, crustacea, echinodermata, moluska, sponge, ikan, meiofauna, dan burung pantai. E-WIN II (2008) dilaksanakan pada bulan November di Teluk Mayalibit yang terletak di Pulau Waigeo di Kepulauan Raja Ampat. Teluk Mayalibit dipilih sebagai target lokus eksplorasi dan penelitian karena merupakan kawasan teluk yang tertutup dengan mulut yang relatif sempit (kurang dari 350 m), sehingga pergantian massa air di dalam teluk tidak dapat berlangsung secara menyeluruh. Hal ini menarik secara saintifik terutama dalam melihat dinamika lingkungan dan kerentanannya terhadap aktivitas antropogenik. Ekspedisi ini berhasil mengungkap: 1. Pengaruh dari daratan oleh aktivitas antropogenik lebih dominan daripada pengaruh yang berasal dari perairan Samudera Pasifik. 2. Berdasarkan kelimpahan plankton disimpulkan bahwa perairan tersebut memiliki persediaan nutrisi yang melimpah. 3. Kandungan poli aromatik hidrokarbon (PAH) di Teluk Mayalibit berada di bawah batas ambang baku mutu kualitas perairan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. E-WIN III (2009) berlayar di Kepulauan Sangihe Talaud, Sulawesi Utara. Kepulauan ini termasuk pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan Filipina. Ekspedisi ini menghasilkan beberapa informasi, yaitu12:Arus air di Kepulauan Sangihe berasal dari hasil pembelokan arus Mindanao di Laut Sulawesi.
12
Laporan tahunan Puslit Oseanografi LIPI 2009
15
1. Perairan Sangihe masih relatif baik dan dapat mendukung kehidupan biota laut ditinjau dari segi nutrisi dan kondisi mikrobiologis. 2. Kelimpahan plankton menandakan ketersediaan nutrisi yang cukup, namun perlu diwaspadai adanya potensi ledakan populasi mikroalga yang berbahaya atau harmful algal bloom (HAB). 3. Kondisi hutan mangrove di Kepulauan Sangihe tergolong baik karena adanya peran warga setempat dalam menjaganya. Daerah perbatasan tetap menjadi lokasi tujuan E-WIN dimana EWIN IV (2010) dilaksanakan tepatnya di Kepulauan Leti, Maluku yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Kepulauan Leti terdiri dari Pulau Leti, Pulau Moa, dan Pulau Lakor. Ekspedisi yang dilaksanakan pada bulan April-Mei ini mengungkap: 1. Arus di perairan Leti merupakan kombinasi dari arus oleh musim, angin, morfologi pantai dan Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). 2. Kondisi distribusi nutrien menunjukkan kondisi yang baik untuk kehidupan biota laut. 3. Laut Jawa berperan sebagai pelepas CO 2 yang cukup kuat, sedangkan perairan di perbatasan Laut Jawa dan Laut Bali sebagai penyerap CO2. 4. Berdasarkan kondisi mikrobiologi, perairan Leti merupakan perairan yang subur dan bersih, serta memiliki keragaman mikroorganisme laut, seperti bakteri hidrokarbonoplastik, bakteri penghasil enzim protease dan aktinomiset. 5. Berdasarkan hasil citra Landsat 7 ETM, Kepulauan Leti bagian utara merupakan perairan dangkal yang jernih dan substrat yang stabil sehingga mendukung pertumbuhan karang batu dan cocok dijadikan tempat penyelaman. 6. Perairan Leti merupakan tempat distribusi beberapa spesies sidat laut yang berpeluang sebagai daerah pemijahan beberapa Leptocephalus ordo Anguilliformes. 7. Berdasarkan hasil citra Landsat 7 ETM, Kepulauan Leti bagian utara merupakan perairan dangkal yang jernih dan substrat yang stabil sehingga mendukung pertumbuhan karang batu dan cocok dijadikan tempat penyelaman. 8. Perairan ini memiliki 11 marga rumput laut yang berpotensi ekonomis penting.
16
9. Perairan pantai di Kepulauan Leti relatif masih terjaga kelestariannya dan belum banyak dipengaruhi aktivitas antropogenik. 10. Laut Jawa berperan sebagai pelepas CO 2 yang cukup kuat, sedangkan perairan di perbatasan Laut Jawa dan Laut Bali sebagai penyerap CO2. E-WIN V (2011) dilaksanakan pada bulan April 2011 di Perairan Kepulauan Natuna. Hasil-hasil dari ekspedisi ini adalah: 1. Pola arus yang dominan di perairan bagian selatan Natuna menuju ke arah barat daya, barat laut dan utara selama survey. 2. Karang di Kepulauan Natuna rentan terhadap perubahan lingkungan dan kematian secara alami. 3. Keanekaragaman biota laut masih cukup tinggi dan kondisi lingkungannya tergolong baik bagi kehidupan biota. 4. Kualitas air Laut Natuna sangat baik dan kaya akan sumber daya perikanan dan merupakan tempat penyebaran 6 famili larva ikan dari ordo Anguilliformes. 5. Kondisi Laut Natuna belum tercemar yang dibuktikan oleh konsentrasi logam berat dan kandungan bakteri coliform di bawah baku mutu serta kandungan bakteri patogen yang rendah. E-WIN VI (2013) dilaksanakan di Selat Makasar pada bulan Juni. Kondisi perairan di lokasi ini merupakan salah satu pintu masuk massa air dari Samudra Pasifik ke Samudera Hindia, yang dikenal sebagai ARLINDO13. Ekspedisi in mengungkap sumber daya hayati bentos dan pelagic, serta biogeokimia di sepanjang Selat Makasar, seperti:Distribusi nutrien secara vertikal menunjukkan konsentrasi rendah di permukaan dan peningkatan konsentrasi di kedalaman. 1. Fitoplankton yang hidup di dasar laut menunjukkan kondisi sedimen laut dalam yang masih tergolong baik. 2. Kepadatan zooplankton di daerah selatan Selat Makasar lebih tinggi daripada di daerah tengah dan utara. 3. Biodiversitas larva ikan coral terdiri dari 10 famili dan 16 spesies. 4. Gastropoda yang hidup di Selat Makasar terdiri dari 46 spesies, 35 genus, dan 25 famili dari keseluruhan 416 spesimen yang didapatkan.
13
Laporan tahunan Puslit Oseanografi LIPI 2013
17
5. Kelima kelas anggota filum Echinodermata berhasil ditemukan di Selat Makasar. Hal tersebut terdiri dari 29 spesies anggota kelas Ophiuroidea, 5 spesies anggota kelas Asteroidea, 2 spesies anggota kelas Echinoidea, 8 spesies anggota kelas Crinoidea, dan 1 spesies anggota kelas Holothuroidea. E-WIN VII (2014) merupakan kelanjutan dari E-WIN sebelumnya yang dilakukan di Selat Makasar. Pada EWIN 2014, kegiatan ekspedisi dilaksanakan di Laut Sulawesi pada bulan November dan Desember 2014. Ekspedisi ini merupakan ekspedisi internasional yang melibatkan peneliti dari berbagai instansi baik dari dalam dan luar negeri, diantaranya Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Pusat Penelitian Biologi LIPI, UPT Bitung LIPI, Institut Pertanian Bogor dan Korea Institute of Science and Technology (KIOST) dalam rangka The Spirit of ASEAN Community 2015 memperingati Hari Nusantara. Dari ekspedisi ini, dapat dikonfirmasi bahwa: 1. Laut Sulawesi merupakan pintu masuk utama ARLINDO. 2. Secara mikrobiologis, Laut Sulawesi memiliki kualitas air yang baik untuk kepentingan budidaya biota laut dan wisata bahari. 3. Lapisan sedimen laut berasal dari abu vulkanik dari letusan gunung api. 4. Perairan di Laut Sulawesi memiliki penetrasi cahaya yang kuat dan turbiditas kolom air yang rendah.
Titik sampling pada pelayaran menggunakan Baruna Jaya I dan VIII, dimana pelayaran E-WIN 2007-2015 termasuk didalamnya (Courtesy Praditya Avianto, 2016)
18
The 2nd International Indian Ocean Expedition Ekspedisi Internasional Samudra Hindia atau International Indian Ocean Expedition (IIOE) merupakan program saintifik berupa ekspedisi kelautan yang diselenggarakan pada periode 1962-1965 14. Program ini merupakan salah satu ekspedisi penelitian oseanografi internasional terbesar dan bersifat interdisipliner dalam mengeksplorasi Samudera Hindia. IIOE diikuti oleh 40 kapal penelitian oseanografi milik 13 negara, termasuk Indonesia dengan menggunakan KRI Jalanidhi.
KRI. Jalanidhi, kapal Indonesia yang berpartisipasi dalam IIOE pertama (1962-1965)
Saat ini setelah 50 tahun berlalu, masyarakat saintifik internasional melihat bahwa masih banyak aspek dan sisi dari Samudra Hindia yang belum diketahui. Hal ini memberikan dorongan kepada Scientific Committee on Ocean Research (SCOR) untuk kembali menginisiasi program ekspedisi internasional tersebut dengan mengambil nama Second International Indian Ocean Expedition (IIOE2). Misi IIOE-2 adalah memperdalam pemahaman mengenai Samudra Hindia dan perannya dalam sistem Bumi dalam mendukung kebijakan yang mendukung pembangunan yang berkesinambungan dan kesejahteraaan umat manusia. IIOE-2 telah diluncurkan pada 4 Desember 2015 lalu dan akan berakhir pada tahun 2020. Sebagai acuan global untuk riset dan
14
http://www.incois.gov.in/portal/iioe/aboutus.jsp
19
implementasi IIOE-2, saat ini telah diluncurkan juga dua dokumen utama yaitu IIOE-2 Science Plan (Hood et al., 2015)15 yang merupakan kerangka kerja IIOE-2 serta the IOC Interim Planning Committee (Group of Experts) Strategic Framework untuk implementasi IIOE-2 (IPC, 2015)16.
Jalur pelayaran IIOE pertama. Gambar merujuk pada (Hood et al, 2015) 17
Hood, RR., Bange HW., Beal, L.,Beckley, E., Burkill, P., Cowie GL., D’Adamo, N., Ganssen, G., Hendon, H., Hermes, J., Honda, M., McPhaden, M., Roberts, M., Singh, S. Urban, E., Yu, W. (2015) Second International Indian Ocean Expedition (IIOE-2) A Basin-Wide Research Program - Science Plan 2015-2020. Scientific Committee on Oceanic Research, Delaware, USA.101pp. 16 Interim Planning Committee (2015) Implementation Strategy for the Second International Indian Ocean Expedition 2015-2020 (Ed. D’Adamo) UNESCO IOC IIOE-2 IPC, Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) Paris, France.36pp. 17 Hood, RR., Bange HW., Beal, L.,Beckley, E., Burkill, P., Cowie GL., D’Adamo, N., Ganssen, G., Hendon, H., Hermes, J., Honda, M., McPhaden, M., Roberts, M., Singh, S. Urban, E., Yu, W. (2015) Second International Indian Ocean Expedition (IIOE-2) A Basin-Wide Research Program - Science Plan 2015-2020. Scientific Committee on Oceanic Research, Delaware, USA.101pp. 15
20
IIOE-2 Science Plan dimotivasi untuk memperdalam pemahaman tentang proses dan interaksi antara geologi, laut dan atmosfer di kawasan Samudra Hindia, dan menentukan bagaimana dinamika tersebut mempengaruhi iklim, siklus biogeokimia laut, ekosistem dan perikanan di kawasan Samudera Hindia dan global. Pemahaman ini diperlukan untuk memprediksi dampak dari perubahan iklim, polusi, peningkatan daya tangkap ikan di Samudra Hindia, serta memahami pengaruh Samudra Hindia dan komponen lainnya terhadap sistem Bumi. Pemahaman baru tersebut juga penting bagi pembuat kebijakan dalam mengembangkan stategi manajemen di kawasan Samudra Hindia yang berkelanjutan. Tujuan lain IIOE-2 yaitu membantu pembangunan kapasitas penelitian dan peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas data oseanografi dari wilayah Samudra Hindia. Semua ini membutuhkan kolaborasi dan integrasi multi-disiplin ilmu yang terdiri dari tim peneliti yang beroperasi seluruhnya di Samudra Hindia. IIOE-2 Science Plan memiliki 6 tema ilmiah yang masing-masing mencakup serangkaian pertanyaan yang perlu dijawab untuk meningkatkan pemahaman kita akan faktor-faktor pendorong dalam variasi siklus biogeokimia laut, ekosistem dan perikanan di Samudra Hindia dan mengembangkan kapasitas untuk memprediksi bagaimana variasi tersebut akan mempengaruhi populasi manusia di masa depan. Serangkaian pertanyaan tersebut juga memiliki relevansi pada laut terbuka, pesisir dan lautan semi-tertutup. Tema-tema tersebut dapat diringkas sebagai berikut (Hood et al., 2015): Tema 1: Dampak Manusia Bagaimana ocean stressor oleh aktivitas manusia mempengaruhi biogeokimia dan ekologi di Samudra Hindia? Dan apakah dampakdampak tersebut berpengaruh pada populasi manusia? Tema 2: Dinamika boundary currents, variabilitas upwelling dan dampaknya pada ekosistem Bagaimana pengaruh boundary currents, eddy dan upwelling terhadap siklus biogeokimia laut, proses-proses dalam ekosistem dan perikanan di Samudra Hindia? Bagaimana pengaruh interaksi antara dinamika lokal dan remote mempengaruhi arus-arus tersebut dan variabilitas upwelling di Samudra Hindia? Bagaimana proses tersebut dan
21
pengaruhnya terhadap cuaca lokal dan iklim berubah di masa lampau dan bagaimana perubahannya di masa depan? Tema 3: Variabilitas monsun dan respon ekosistem Faktor apa yang mengontrol variabilitas monsoon pada masa sekarang, masa lampau dan masa depan? Bagaimana variabilitas tersebut berdampak pada fisika, kimia, biogeokimia laut di Samudra Hindia? Apa pengaruhnya terhadap ekosistem, perikanan dan populasi manusia? Tema 4: Sirkulasi, Variabilitas dan Perubahan Iklim Bagaimana perubahan sirkulasi atmosfer dan laut di Samudra Hindia di masa lampau dan masa depan? Bagaimana hubungan perubahan tersebut dengan topografi dan konektivitas di Samudra Pasifik, Atlantik dan Lautan Selatan? Apa dampaknya terhadap produktivitas biologi dan perikanan? Tema 5: Fenomena ekstrim dan pengaruhnya terhadap ekosistem dan populasi manusia Bagaimana fenomena ekstrim di Samudra Hindia berpengaruh terhadap ekosistem pesisir dan laut terbuka? Bagaimana perubahan iklim akan mempengaruhi frekuensi dan intensitas fenomena cuaca dan laut ekstrim seperti siklon tropis dan tsunami di Samudra Hindia? Ancaman apa yang ditimbulkan oleh cuaca ekstrim, erupsi volkanik, tsunami, yang disertai dengan kenaikan permukaan laut terhadap populasi manusia di zona pesisir dan negara kepulauan kecil di kawasan Samudra Hindia? Tema 6: Keadaan geologi, fisik, biogeokimia dan ekologi yang unik di Samudra Hindia Proses apa yang mengontrol dinamika karbon dan oksigen masa sekarang, masa lampau, dan masa depan di Samudra Hindia dan bagaimana dampaknya terhadap siklus biogeokimia dan dinamika ekosistem? Bagaimana karakteristik fisik dari sistem gyre di Samudra Hindia bagian selatan mempengaruhi biogeokimia dan ekologi di Samudra Hindia? Bagaimana proses tektonik dan geologi, topografi di Samudra Hindia mempengaruhi sirkulasi, mixing dan kimia, dan kemudian proses biogeokimia dan ekologi?
22
Logo E-WIN 2015 (Cruise Chapter)
E-WIN 2015: kontribusi Indonesia dalam IIOE-2 Keberadaan Indonesia diakui sebagai bagian kunci dari IIOE-2 karena posisi geografis Indonesia yang strategis di sisi Samudra Hindia bagian timur (eastern Indian Ocean). Peran peneliti Indonesia khususnya dalam IIOE-2 pertama kali diinisiasi oleh Dr. Zainal Arifin (LIPI) yang tercatat sebagai salah satu kontributor IIOE-2 Science Plan. Sebuah artikel singkat juga ditulis oleh Dr. Zainal Arifin untuk mengkomunikasikan kepada komunitas ilmiah internasional bahwa EWIN akan berkontribusi untuk IIOE-2 18. Selanjutnya, pada pertemuan Bay of Bengal - Large Marine Ecosystem (BOBLME) pada bulan Maret 2015 di Bangkok Thailand, tiga orang peneliti Indonesia yaitu Dr. A’an Johan Wahyudi (LIPI), Dr. Anastasia Kuswardan (KKP) dan Prof. Indrajaya (IPB) kembali menyuarakan kepada delegasi Scientific Committee on Oceanic Research (SCOR) bahwa Indonesia akan berkontribusi untuk IIOE-2, salah satunya melalui E-WIN. Selanjutnya, sebuah artikel singkat ditulis dalam Second Indian Ocean Bubble tentang E-WIN 201519. Publikasi ini mencatat kontribusi peneliti
18
Arifin, Z. 2014. EWIN 2015: Exploring Marine Resources along the Western Part of Sumatra Island. The Indian Ocean Bubble 2, 2:5-6. 19 Wahyudi, A.J., M. R. Iskandar, A. Rachman, H. Meirinawati, Y. Darmayati. 2015. Exploring Eastern Indian Ocean through E-WIN: A contribution to IIOE-2. The Indian
23
oseanografi Indonesia melalui E-WIN 2015 sebagai salah satu program dan kontribusi saintifik pertama yang direalisasikan oleh Indonesia untuk IIOE-2. E-WIN 2015 tercatat juga sebagai salah satu program initiative dalam IIOE-2. Kontribusi Indonesia dalam IIOE-2 kembali dikomunikasikan dalam presentasi mengenai rencana nasional untuk ekspedisi (termasuk E-WIN) yang berjudul "Dynamics of the Indian Ocean; Perspective and Retrospective” dalam acara International Symposium on the Indian Ocean di Goa, India, yang diselenggarakan pada tanggal 30 November - 4 Desember 201520.
Pertemuan BOBLME-IIOE-2 di Bangkok, Thailand
Tidak hanya E-WIN 2015 Ekspedisi internasional kedua untuk Samudra Hindia (IIOE-2) memang didedikasikan untuk mengulang keberhasilan ekspedisi pertama yang merupakan ekspedisi pelayaran di laut lepas. Namun, ekspedisi kedua ini tidak terbatas pada kegiatan pelayaran laut lepas, melainkan juga semua kegiatan penelitian di pesisir yang berhadapan dengan Samudra Hindia. Terkait hal ini, maka kontribusi Indonesia dalam IIOE-2 tidak hanya dari E-WIN 2015, namun juga beberapa kegiatan penelitian di pesisir barat Sumatera, pesisir selatan Jawa, Bali
Ocean Bubble 2, 3:11-12. 20 Sumber: http://www.iioe-2.incois.gov.in/IIOE-2/Indonesia.jsp
24
dan Nusa Tenggara. Selain itu, kegiatan E-WIN 2016 dan 2017 juga direncanakan sebagai kontribusi Indonesia pada IIOE-2. E-WIN 2016 direncanakan diadakan di perairan Sumba, Nusa Tenggara Timur, dan E-WIN 2017 akan dilaksanakan di perairan barat Sumatera (perairan sepanjang pulau-pulau dari Siberut, Nias, Simeulue sampai Sabang).
Rencana E-WIN 2016 di perairan Sumba, Nusa Tenggara Timur. Titik bernomor menunjukkan lokasi stasiun sampling. Peta dibuat oleh Praditya Avianto (2016)
E-WIN 2016 bertujuan untuk mengungkap proses oseanografi dan potensi sumber daya laut di kawasan perairan Sumba. Secara khusus, kegiatan ini mencakup empat topik kajian, yaitu: 1. Karakterisasi proses oseanografi di kawasan perairan Sumba. 2. Dinamika plankton, nutrien, dan produktivitas primer di kawasan Sumba dalam kaitannya dengan percampuran massa air (tidal mixing). 3. Eksplorasi biodiversitas laut serta konektivitas ekologi antara kawasan di luar dan di dalam taman nasional laut perairan Sumba, Taman Nasional Laut (TNL) Sawu 1 dan 2. 4. Kajian korelasi antara proses oseanografi dengan proses biologi (biodiversitas dan konektivitas ekologi) di kawasan tersebut.
25
Logo E-WIN 2016
Selain E-WIN, beberapa penelitian yang dapat menjadi kontribusi untuk IIOE-2 adalah eksplorasi biodiversitas pantai yang berjudul ‘Keanekaragaman dan Adaptasi Biota Laut di Perairan Berenergi Gelombang Tinggi’. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tahun 2016 dan 2017 di pesisir selatan Jawa dan perairan Pulau Weh, Sabang. Beberapa peneliti Indonesia dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga akan terlibat dalam Eastern Indian Ocean Upwelling Research Initiative (EIOURI) yang merupakan salah satu program inti IIOE-221.
Dokumen terkait IIOE-2 dan EIOURI dapat diunduh pada laman http://www.iioe2.incois.gov.in/IIOE-2/Reports.jsp 21
26
Ekspedisi Widya Nusantara 2015 E-WIN 2015 dilaksanakan di Samudera Hindia Timur bagian selatan yang meliputi perairan bagian barat Sumatera sampai ke selatan Jawa. E-WIN 2015 hadir untuk mengungkap profil oseanografi dan potensi Samudera Hindia Timur untuk menjawab permasalah umum kelautan Indoneia sekaligus merupakan kontribusi peneliti Indonesia terhadap program IIOE-2. Sumber daya laut Indonesia yang besar sebagai salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia yang terletak titik strategis Indo-Pasifik, belum maksimal dimanfaatkan. Hal ini kembali kepada permasalahan umum kelautan Indonesia yang meliputi masih perlunya tata kelola ruang, infrakstruktur, kelembagaan, sinergitas, regulasi dan kebijakan yang lebih optimal dalam mengelola sumber daya kelautan tersebut. Dalam konteks permasalah umum kelautan Indonesia tersebut, E-WIN hadir sebagai agen dalam membantu program tata ruang laut pemerintah melalui eksplorasi untuk menggali data dan informasi ilmiah kelautan tentang sumber daya hayati di perairan Indonesia yang terdiri dari kualitas perairan, sebaran, kelimpahan dan status ekosistem serta pemahaman akan dinamika fisik untuk pengelolaan dan pemanfaatan yang berkelanjutan.
E-WIN 2015 dilaksanakan di Samudera Hindia Timur bagian selatan yang meliputi daerah selatan Jawa sampai ke perairan bagian barat Sumatera. E-WIN 2015 hadir untuk mengungkap profil oseanografi dan potensi Samudera Hindia Timur sekaligus merupakan kontribusi peneliti Indonesia terhadap program Second International Indian Ocean Expedition (IIOE-2).
1
Peluncuran E-WIN 2015 di Muara Baru, Jakarta. Dari kiri ke kanan: Kepala LIPI (Iskandar Zulkarnain), Kemenko Maritim (Indroyono Soesilo), Deputi Bidang Ilmu Pengtahuan Kebumian LIPI (Zainal Arifin) dan Kapten RV Baruna Jaya VIII (Affandi Juluhun).
EWIN 2015 mengungkap profil oseanografi dan potensi Samudra Hindia Timur dengan segala keunikannya. Samudra Hindia merupakan samudera yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan Samudra Pasifik dan Atlantik. Hal ini disebabkan oleh pola iklim monsun yang berpengaruh pada pola arus laut, dimana monsun menyebabkan fenomena pergerakan air dari dasar laut ke permukaan (upwelling) atau sebaliknya (downwelling)22,23 di perairan selatan Indonesia. Proses pergerakan massa air secara vertikal tersebut mempengaruhi produktivitas primer laut yang sangat berperan terhadap sektor perikanan. Dinamika nutrien dan produktivitas primer di kawasan Samudra Hindia timur atau perairan selatan Indonesia ini juga
22
Hood, R. R., S. W. A. Naqvi, J. D. Wiggert, M. R. Landry, T. Rixen, L. E. Beckley, C. Goyet, G. L. Cowie, & L. M. Maddison. 2011. Sustained Indian Ocean Biogeochemistry and Ecosystem Research (SIBER): A Basin wide ecosystem program – Science Plan and Implementation Strategy. SIBER International Program Office (IPO), Indian National Center for Ocean Information Services (INCOIS). India. 111 pp. 23
Susanto, R.D., A.L. Gordon, and Q. Zheng, 2001. Upwelling along the coasts of Java and Sumatra and its relation to ENSO. Geophysical Research Letters, 28(8):15991602.
2
dipengaruhi oleh arus laut horizontal seperti South Equatorial Current (SEC) dan Equatorial Counter Current (ECC)242526. Kompleksitas dinamika oseanografi di kawasan ini juga diwarnai oleh beberapa arus laut lainnya seperti North Equatorial Current (NEC), South Equatorial Counter Current (SECC) dan South Java Current (SJC). Dan pada skala lokal juga terdapat Sumateran Current (SC) di perairan barat Sumatera. Dapat dikatakan bahwa SC adalah skala kecil dari SJC yang melewati pesisir barat Sumatera. Selain itu, lautan internal Indonesia juga mempengaruhi produktivitas primer laut di Samudera Hindia melalui Arus Lintas Indonesia atau Indonesian Throughflow (ITF) yang membawa massa air dari Samudera Pasifik. Pada intinya, arus-arus laut tersebut berpengaruh besar pada profil oseanografi dan biogeokimia perairan di luar landas kontinen Sumatera. Mengingat kondisi unik oseanografi di jalur pelayaran Samudra Hindia timur (Eastern Indian Ocean/EIO) secara khusus dipengaruhi secara langsung oleh South Equatorial Current (SEC) dan Equatorial Counter Current (ECC)27. Keberadaan arus yang spesifik tersebut sangat berpengaruh pada dinamika plankton, produktivitas primer, nutrien dan zat organik perairan. Secara lebih khusus lagi, perairan barat Sumatera pada EIO sangat dipengaruhi oleh beberapa arus utama diantaranya adalah North Equatorial Current (NEC), South Equatorial Counter Current (SECC) dan South Java Current (SJC). Pada skala lokal, perairan barat Sumatera dipengaruhi oleh Sumateran Current (SC). Pada skala global, arus Sumatera (SC) pengaruhnya tertutupi oleh SJC dan SECC. Kedua arus ini berpengaruh besar pada profil oseanografi dan biogeokimia perairan di luar landas kontinen Sumatera. SJC memiliki pola dan arah yang sama dengan SC, yaitu mengikuti perubahan musim, sehingga bisa dikatakan bahwa SC adalah skala kecil dari SJC yang melewati pesisir barat Sumatera.
Quadfasel, D., A. Frische, and G. Cresswell, 1996. The circulation in the source area of the South Equatorial Current in the eastern Indian Ocean. Journal of Geophysical Research: Oceans. 101(C5): 12483-12488. 25 Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian waters. Scripps Institution of Oceanography. UC San Diego: Scripps Institution of Oceanography. Retrieved from: https://escholarship.org/uc/item/49n9x3t4 26 Wyrtki K. 1973. An Equatorial Jet in the Indian Ocean. Science 181: 262-4 27 Quadfasel, D., A. Frische, and G. Cresswell, 1996. The circulation in the source area of the South Equatorial Current in the eastern Indian Ocean. Journal of Geophysical Research: Oceans. 101(C5): 12483-12488. 24
3
EWIN 2015 memiliki tujuan untuk mengungkap profil oseanografi dan potensi Samudra Hindia Timur. EWIN 2015, ekspedisi ini bertujuan untuk: 1. Menentukan profil oseanografi dan variabilitas spasial pembentukan South Java Current. 2. Mengetahui struktur dan dinamika plankton perairan barat Sumatera yang dipengaruhi oleh ITF dan Arus Sumatera. 3. Menjelaskan distribusi dari produktivitas primer, distribusi particulate organic matter (POM) dan total suspended solid (TSS). 4. Melakukan perbandingan profil nutrien perairan barat Sumatera. 5. Melihat peran bakteri pada proses biogeokimia dan biological pump. 6. Melihat struktur komunitas organisme bentik dan pelagic-benthic coupling. 7. Menentukan profil sedimen ditinjau secara geologi, kimiawi dan potensi pencemaran Ketujuh aspek penelitian ini juga berhubungan erat dengan tema saintifik program IIOE-2 yaitu tema nomor 2 dan 6 (lihat Bab sebelumnya). Ekspedisi ini didukung oleh kapal riset Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Baruna Jaya VIII. Kapal ini didesain untuk long term cruises yang dapat mengakomodir laboratorium kerja serta akomodasi untuk 30 peneliti dan 23 kru kapal. RV Baruna Jaya VIII dalam ekspedisi ini menggunakan peralatan yang terdiri dari CTD System and Rossete Sampler, Aqustic Doppler Current Propile (ADCP), Depth Sonar SD 570 with colour scope, Current meter Aanderaa DCS, Echosounder EA 500 (10000 m), Coring equipment (Gravity Core), Box Core, dan Plankton Net. E-WIN 2015 melibatkan 10 peneliti, 9 teknisi, 2 operator, 1 dokter dan 3 personil media. Pelayaran diawali pada tanggal 7 Mei 2015 dari Jakarta (Pelabuhan Nizam Zachman - Muara Baru) dan diakhiri pada 18 Mei 2015 di Pelabuhan Bungus (Padang). Rute E-WIN 2015 dimulai dari Jakarta, Selat Sunda, perairan Barat Daya Jawa Barat, perairan samudra Hindia Timur, perairan Pulau Enggano, perairan sebelah timur Pulau Pagai Selatan, kemudian berlabuh di Padang.
4
Aktivitas pengambilan sampel sedimen pada E-WIN 2015.
5
Aktivitas pengambilan sampel air dan plankton pada E-WIN 2015.
Hasil signifikan E-WIN 2015 Oseanografi Fisik Perairan barat Sumatera sangat dipengaruhi oleh beberapa arus diantaranya yaitu North Equatorial Current (NEC), South Equatorial Counter Current (SECC) dan South Java Current (SJC). Pada skala lokal, perairan barat Sumatera dipengaruhi oleh Sumateran Current (SC). Arus Sumatera ini teramati memiliki kecepatan sebesar 0.21 m/s pada Mei 2015. Pola sirkulasi permukaaan di Selat Sunda cenderung
6
mengarah keluar menuju Samudera Hindia, arus ini kemudian bertemu dengan arus dari pesisir barat Sumatera di ujung mulut Selat Sunda yang kemudian mengarah menuju pesisir selatan Jawa dan menjadi arus selatan Jawa (South Java Current, SJC). Massa air dari Laut Jawa dibawa keluar oleh arus di Selat Sunda ini menuju Samudera Hindia. Arus yang yang teramati di Selat Sunda rata-rata memiliki kecepatan 0.36 m/s pada kedalaman yang terukur. Yang pertlu diwaspadai bagi pelayaran dan penyeberangan domestik adalah adanya arus balik di sebelah utara Enggano pada periode Juli-Oktober, dimana Arus Sumatera bertemu dengan Southwest Monsoon Current (NEC yang berbalik arah). Pertemuan kedua arus ini menyebabkan pembalikan arus ke arah barat pada bulan-bulan tersebut. Nutrien Secara umum konsentrasi klorofil-a di perairan barat Sumatera pada bulan Mei 2015 berada pada kisaran konsentrasi sangat bervariasi yaitu berkisar antara 0.03-1.51 mg/m 3 dari lapisan pemukaan sampai kedalaman 200 m. Hasil di atas menunjukkan bahwa secara umum perairan barat Sumatera termasuk perairan yang cukup subur (mesotrofik) terutama dari lapisan permukaan sampai kedalaman 100 m. Kondisi POM pada area yang terpengaruh oleh Selat Sunda dan South Java Current (SJC), memiliki nilai particulate organic carbon (POC) dan nitrogen (PON) yang relatif sebanding dengan daerah yang terpengaruh langsung oleh arus Sumatera (SC). Profil isotop karbon stabil 13C menunjukkan bahwa komponen utama POM (terutama POC) adalah organisme planktonik. Nilai 13C rata-rata adalah -23.94 ‰. Nilai ini sama dengan profil/signature POM pada umumnya. Berdasarkan profil produktivitas primer dan POM, perairan ini memiliki potensi besar untuk perikanan tangkap.
7
Aktivitas laboratorium di RV. Baruna Jaya VIII selama E-WIN 2015.
Nilai sebaran suspensi tertinggi ditemukan di sebelah utara dari Pulau Enggano. Nilai sebaran suspensi yang diperoleh umumnya tinggi di perairan sebelah barat Bengkulu, besar kemungkinan akibat erosi pantai yang sedang berlangsung saat itu. Hasil ini berkorelasi positif dengan sebaran plankton serta POC dan produktivitas primer. Plankton, Mikro dan Makro Organisme Keberadaan plankton dalam ekosistem perairan merupakan cerminan tingkat produktivitas perairan. Komposisi jenis yang menyusun populasi fitoplankton di perairan Enggano tercatat sebanyak 31 marga yang terdiri dari 19 marga diatom dan 12 marga dinoflagellata, sedang populasi zooplankton terdiri dari 43 kelompok. Jenis-jenis fitoplankton yang predominan (kelimpahan diatas 10%) adalah Chaetoceros (31%), Rhizosolenia (20%) dan Thalassiotrix (19%). Jenis yang predominan tersebut merupakan kelompok yang memegang peranan penting dan dapat dipakai sebagai indikator biologis perairan ini. Untuk kelompok zooplankton di dominasi oleh kelompok copepoda jenis Calanoida (dengan kelimpahan relatif 50%)
8
dan Cyclopoida (30%). Berdasarkan nilai indeks H’ yang berada di antara kisaran 1
9
Beberapa spesies dari kelas Ophiuroidea
Beberapa spesies dari ordo Stomatopoda (A & B) dan kelas Echinoidea (C)
Kualitas Sedimen & Indikator Polusi Laut Komposisi sedimen dasar perairan Samudera Hindia di sebelah barat Pulau Sumatera terdiri dari kelompok mineral, fragmen batuan dan material organik. Mineral yang umum ditemukan adalah kalsit. Fragmen batuan terdiri dari batuan beku yang masih dapat diidentifikasi seperti andesit. Material organik yang dominan dijumpai adalah foraminifera planktonik dan pecahan cangkang foraminfera dan moluska.
10
Konsentrasi rata-rata logam berat di sedimen masih berada dibawah pedoman mutu ANZECC/ARMCANZ (2000) dari Australia dan Selandia Baru. Namun bila dibandingkan dengan CCME (2001), konsentrasi logam Cd dan Cu dalam sedimen pada beberapa stasiun baik yang berasal dari box core maupun dari gravity core menunjukan nilai yang sedikit melewati ISQG (interim sediment quality guidelines). Berdasarkan perbandingan dengan pedoman mutu sedimen tersebut, logam Cu dan Cd kemungkinan dapat beresiko bagi kualitas lingkungan disekitar sistem akuatik. Namun hal ini harus diwaspadai dikarenakan sifat logam berat yang dapat berakumulasi, maka harus terus di amati karena dapat menurunkan kualitas lingkungan di sekitarnya. Selain itu, kadar total PAH yang didapatkan lebih rendah bila dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas yang aman untuk biota laut yakni 4.5 ppm (Simpson et al., 2005) dan 1.684 ppm (Burton et al., 2002). Dengan demikian belum berbahaya bagi kehidupan biota laut. Akan tetapi ditemukannya mikroplastik pada sedimen di perairan barat Sumatera (hingga kedalaman lebih dari 2000 m) menandakan plastik telah menginvasi kawasan laut termasuk kawasan yang masih bersih.
Sintesis dan Rekomendasi Sesuai dengan pola arus di timur Samudera Hindia dari data jangka panjang OSCAR tahun 2004-2014, kami memproyeksikannya pada gambar pola arus tahunan dibawah ini. Perairan barat Sumatera sangat dipengaruhi oleh arus massa air dari selatan Jawa (South Java Current) dan dari ekuator (South Equatorial Counter Current dan South Monsoon Current). Arus massa air ini berpengaruh pada profil biogeokimia perairan, ditunjukkan dengan adanya korelasi positif kelimpahan plankton, bakteri pendegradasi makromolekul, dan produktivitas primer pada area pertemuan arus di sebelah utara Pulau Enggano. Profil nutrien dan sekaligus didukung oleh profil spasial POM dan sebaran komunitas bakteri, berkorelasi positf dengan kelimpahan komunitas bentik pada sedimen laut. Umumnya substrat dasar perairan barat Sumatera adalah substrat lumpur, pasir berlumpur, dan lumpur berpasir yang banyak ditemukan pada area yang dekat dengan daratan. Pada substrat tersebut ditemukan spesimen organisme paling banyak dibandingkan dengan substrat pasir dan koral. Kami menduga bahwa terdapat produksi signifikan untuk nutrien dan materi organik di kolom
11
perairan di kawasan ini yang kemudian menjadi penentu kelimpahan organisme bentik di kawasan ini. Dengan kata lain, pelagic-benthic coupling berjalan dengan dukungan organic matter biological pump. Turner (2015)28 menyebutkan bahwa komponen utama dari biological pump adalah fitodetritus (detritus plankton), fecal pellet dari zooplankton dan organisme nekton, transparent exopolymer particles (TEP), dan POM. Respon komunitas bentik ditentukan oleh masukan materi organik dari permukaan. Respon ini dapat berupa peningkatan konsumsi oksigen, penyesuaian waktu reproduksi, peningkatan aktivitas mikrobia dan pola siklus hidup hewan bentik, dimana respon ini sangat terkait dengan pengayaan sedimentasi materi organik dari permukaan 29.
Pola arus tahunan Samudra Hindia Timur. Arus Sumatera pada perairan Pulau Enggano (perairan sebelah barat daya Sumatera) dipengaruhi oleh South Java Current dan South Equatorial Counter Current. Arus Sumatera ini berbalik arah secara periodik sesuai dengan Muson.
28
Turner, J.T. 2015. Zooplankton fecal pellets, marine snow, phytodetritus and the ocean's biological pump. Progress in Oceanography, 130:205-248. 29 Turner, J.T. 2015. Zooplankton fecal pellets, marine snow, phytodetritus and the ocean's biological pump. Progress in Oceanography, 130:205-248.
12
Berdasarakan rilis Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) tahun 2015 oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), perairan barat Sumatera memiliki tiga zona potensi penangkapan ikan. Salah satu zona tersebut merupakan zona pertemuan arus yang dibahas sebelumnya. Hal ini menguatkan hasil E-WIN 2015 bahwa perairan barat Sumatera, tepatnya pada perairan utara Pulau Enggano merupakan daerah potensial untuk perikanan tangkap. Area perairan ini merupakan perairan yang tergolong pada tingkat kesuburan sedang. Namun demikian, perhatian yang lebih, perlu juga diarahkan pada potensi pencemaran di kawasan barat Sumatera ini. Sedimen dasar perairan terindikasi mengalami akumulasi logam berat pada tingkat ringan menuju sedang. Konsentrasi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam sedimen pada beberapa titik pengambilan sampel (stasiun) baik yang berasal dari box core maupun dari gravity core menunjukan nilai yang sedikit melewati ISQG (interim sediment quality guidelines). Selain itu, keberadaan plastik hingga pada kedalaman 2000 m juga mengindikasikan ekspansi zat pencemar yang cukup signifikan. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama terutama dalam hal monitoring kesehatan ekosistem perairan. Hal lain yang dapat direkomendasikan dari hasil ekspedisi ini adalah terkait keberadaan zona pertemuan arus pada perairan sebelah barat Bengkulu (utara Pulau Enggano). Pertemuan South Java Current dan South Monsoon Current yang terjadi pada periode Juli sampai dengan Oktober perlu diwaspadai dalam hal keselamatan pelayaran dan penyeberangan domestik. Pada bulan-bulan lainnya (NovemberJuni), perlu juga diperhatikan adanya arus balik North Equatorial Current (NEC) dan South Equatorial Counter Current (SECC).
13
E-WIN 2015 dalam angka Berikut ini secara ringkas beberapa data angka terkait program E-WIN 2015: 1,9 Milliar Rupiah 1 Kapal Riset (RV. Baruna Jaya VIII) 10 Peneliti 9 Teknisi 2 Operator 23 ABK Baruna Jaya VIII 1 Dokter 3 Personel Media 2 Isu Saintifik IIOE-2 7 Aspek Penelitian 7 Presentasi pada Forum Ilmiah 2 Publikasi KTI Internasional (in progress) 5 Publikasi KTI Nasional (in progress) 1 Publikasi Populer Global 9 Publikasi Media Massa 2 Poin data potensi untuk Kepentingan Nasional dan Daerah 1 Buku diterbitkan Penerbit Nasional 1 Film dokumenter (https://www.youtube.com/watch?v=JfS0oMdJHEA)