Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
DAMPAK SISTEM NILAI TUKAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Hidayatullah Syamsuyar1*, Ikhsan2 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, e-mail:
[email protected] 2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, e-mail:
[email protected]
Abstract This study aims to analyze the impact of exchange rate and exchange rate regime alteration on economic growth in Indonesia. The time series data is used over period 1978-2015 which collected from Federal Reserve Economic Data (FRED) and World Development Indicator (WDI). By applying Ordinary Least Square (OLS) reveal that rupiah exchange rate against the dollar (Rp/Dollar) has a positive and significant effect on Indonesia economic growth while shifting manage floating to free floating exchange rate reveal the negative and significant effect on economic growth (represented by dummy variable). Moreover, exchange rate (KURS) depend on exchange rate regime (DUMMY) has a positive but insignificant effect on economic growth. Therefore, the government should consider reusing manage floating regime to encourage economic growth. This policy will be successful if the government provides enough foreign exchange by promoting export and increase import substitution. Keywords : Kurs, Exchange Rate Regime, Economic Growth, OLS. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dampak yang ditimbulkan dari nilai tukar dan perubahan sistem nilai tukar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1978 sampai tahun 2015 yang diperoleh dari Federal Reserve Economic Data (FRED) dan World Development Indicator (WDI). Metode analisis data yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar (Rp/Dollar) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan perubahan sistem nilai tukar mengambang terkendali ke sistem nilai tukar mengambang bebas menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang digambarkan dari variabel dummy. Sementara variabel nilai tukar (KURS) yang bergantung pada periode sistem nilai tukar (DUMMY) memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan temuan ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah untuk kembali menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali agar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dapat dicapai. Kebijakan ini dapat berjalan dengan baik jika pemerintah mampu menyediakan cadangan devisa yang cukup dengan memperkuat ekspor dan mendorong substitusi impor. Kata kunci: Nilai Tukar, Sistem Nilai Tukar, Pertumbuhan Ekonomi, OLS.
414
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
PENDAHULUAN Nilai tukar merupakan variabel penting dalam perekonomian suatu negara. Naik turunnya nilai tukar akan berdampak pada lalu lintas perdagangan dunia. Depresiasi nilai tukar akan merugikan negara importir karena harga barang-barang luar negeri menjadi lebih mahal, namun sebaliknya bagi negara eksportir kondisi ini akan sangat menguntungkan bagi negara tersebut karena barang-barang hasil produksi mereka lebih murah sehingga lebih diminati di pasar internasional. Perdebatan mengenai sistem nilai tukar menjadi bahasan yang menarik setelah krisis Asia 1997-1998 melanda perekonomian beberapa negara khususnya negara-negara berkembang. Di satu sisi nilai tukar tetap dianggap memiliki dampak yang buruk bagi perekonomian karena berpotensi terjadinya spekulasi capital inflow, moral hazard, dan over investment. Di sisi lain nilai tukar tetap dianggap menguntungkan perekonomian suatu negara karena dengan menjaga nilai tukar pada tingkat tertentu (stabil) akan mendorong biaya transaksi yang lebih rendah dalam perdagangan domestik maupun internasional (Nasution, 2009).
Sumber: Federal Reserve Economic Data (2016)
Gambar 1. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar Tahun 1978-2015 Dari Gambar 1 terlihat bahwa nilai tukar rupiah pada tahun 1978 sampai tahun 1997 terlihat lebih stabil. Hal ini dikarenakan Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating). Sementara pada periode selanjutnya (free floating) yakni tahun 1997 sampai 2015 nilai tukar rupiah terdepresiasi jauh dibandingkan periode sebelumnya dan lebih berfluktuatif. Negara-negara berkembang sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar. Fluktuasi nilai tukar tersebut akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi karena mempengaruhi neraca keuangan bank dan perusahaan-perusahaan yang memiliki hutang asing yang didenominasi dalam mata uang asing. Depresiasi nilai tukar yang tajam akan menaikkan hutang asing dalam nilai tukar domestik yang kemudian meningkatkan kemungkinan gagal bayar dan krisis (Eichengreen dan Hausmann, 1999). Sistem nilai tukar yang stabil merupakan komponen penting untuk pertumbuhan ekonomi yang stabil dan makmur. Stabilitas adalah keuntungan utama dari nilai tukar tetap, karena nilai tukar antara mata uang tidak berubah berdasarkan kondisi pasar. Oleh karena itu, dapat 415
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
menciptakan iklim bisnis yang stabil yang menguntungkan bagi perdagangan dan investasi. Di sisi lain, nilai tukar mengambang memungkinkan bank sentral untuk melakukan kebijakan moneter yang lebih independen, yang sangat penting untuk mengendalikan perekonomian (Jakob, 2016).
Pertumbuhan PDB Sumber: World Development Indicator (2016)
Gambar 2. Persentase Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 1978-2015 PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia terus tumbuh setiap tahunnya, akan tetapi persentase tingkat pertumbuhannya mengalami penurunan. Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada tahun 1978 sampai 1997 dengan nilai tukar mengambang terkendali (manage floating), pertumbuhan ekonomi secara rata-rata terlihat lebih tinggi dibandingkan periode 1997 sampai 2015 yang menerapkan nilai tukar mengambang bebas (free floating). Pada saat rezim manage floating diterapkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar tujuh persen bahkan ada yang mencapai sembilan persen. Sementara pada periode free floating rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar empat persen. Volatilitas nilai tukar berpengaruh terhadap sektor riil dan pertumbuhan ekonomi. Depresiasi nilai tukar riil rupiah juga akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Hal ini bisa dimengerti mengingat depresiasi nilai tukar riil menyebabkan makin mahalnya impor barang-barang modal dan faktor produksi lainnya yang diperlukan bagi investasi. Peningkatan net export akibat terdepresiasinya mata uang rupiah tersebut diperkirakan lebih kecil daripada penurunan investasi sehingga net effect-nya bagi pertumbuhan ekonomi adalah negatif. Negara-negara berkembang yang menganut rezim nilai tukar yang kurang fleksibel, berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat serta volatilitas output yang lebih besar. Sementara untuk negara-negara industri (maju), tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik menggunakan rezim nilai tukar fixed maupun rezim nilai tukar floating (Yeyati, 2003). Namun dalam penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan rezim nilai tukar fixed dan intermediate menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang menggunakan rezim nilai tukar floating (Ghosh, 2002 dalam Suselo, 2008). Sementara Flood (1995) mengatakan bahwa perbedaan rezim nilai tukar baik fixed maupun floating tidak mengubah volatilitas output dan harga secara signifikan. Jakob (2016) mengamati data dari 74 negara untuk tahun 2012, menemukan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara rezim nilai tukar tetap dan pertumbuhan ekonomi, dengan menggunakan tingkat inflasi dan pembentukan modal bruto sebagai persentase dari PDB 416
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
sebagai variabel kontrol. Salah satu asumsi yang dapat dibuat untuk menjelaskan hubungan ini adalah karena faktor stabilitas yang ditawarkan di bawah rezim nilai tukar tetap. Semakin stabil mata uang, semakin percaya diri investor dan pedagang dalam melakukan bisnis di negara tersebut. Oleh karena itu, output ekonomi yang lebih tinggi dapat dihasilkan. Dilema mengenai sistem nilai tukar menjadi bahasan yang menarik untuk dikaji. Hal ini dikarenakan literatur empiris yang menyatakan bahwa sistem nilai tukar berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak sistem nilai tukar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA
Nilai Tukar Nilai tukar merupakan perbandingan nilai atau harga antara mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Perbandingan ini sering disebut juga dengan kurs atau exchange rate (Amalia, 2007). Sedangkan Ekananda (2015:168) mendefinisikan nilai tukar (foreign exchange rate) sebagai harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangan dua mata uang ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan. Salvatore (1997) mendefinisikan nilai tukar adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri. Misalnya untuk membeli satu pound dibutuhkan dua rupiah, maka nilai tukar pound dan rupiah dapat dinyatakan sebagai £1=Rp2. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nilai tukar merupakan jumlah uang domestik yang diperlukan untuk di tukarkan dengan mata uang asing. Secara umum sistem nilai tukar dibedakan menjadi dua, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed exchnge rate) dan sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate). Pembagian ini berdasarkan pada besarnya cadangan devisa dan intervensi bank sentral yang diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar pada sistem tersebut. Sistem nilai tukar tetap membutuhkan cadangan devisa yang sangat besar selain itu bank sentral juga harus berulang kali mengintervensi pasar agar nilai tukar tetap berada pada posisi yang dikehendaki (Ekananda, 2015:314). Berbeda halnya dengan sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang tidak memerlukan intervensi bank sentral hal ini dikarenakan nilai tukar mengambang ditentukan oleh mekanisme pasar sesuai dengan permintaan dan penawaran valuta asing (Amalia, 2007). Berikut perkembangan sistem nilai tukar yang pernah diterapkan di Indonesia: (Bank Indonesia, Kebijakan Moneter 2012 dalam Fitriani, 2013) a. Sistem nilai tukar tetap (Fixed Exchange Rate) tahun 1964-1978. b. Sistem nilai tukar mengambang terkendali (Managed Floating Rate) tahun 1978-1997. c. Sistem nilai tukar mengambang bebas (Floating Exchange Rate) tahun 1997-sekarang. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran efektivitas perekonomian suatu negara terkait dengan kebijakan yang diterapkan untuk meningkatkan kapasitas produksi suatu negara dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. Indikator utama dalam mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan menggunakan PDB (Produk Domestik Bruto). Secara umum, PDB didefinisikan nilai barang dan jasa akhir dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara. Produk Domestik Bruto yang dihitung pada suatu negara merupakan jumlah nilai tambah yang diwujudkan melalui kegiatankegiatan ekonomi berbagai sektor (lapangan usaha) dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2006:19-21). 417
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
Perhitungan PDB dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu melalui pendekatan pengeluaran, pendekatan pendapatan, dan pendekatan produksi. Perhitungan PDB melalui pendekatan pengeluaran (expenditure approach) ada beberapa komponen yang dilihat, diantaranya yaitu, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor. Berbeda dengan pendekatan pengeluaran, pendekatan pendapatan mengukur PDB dengan cara menjumlahkan pendapatan dari berbagai faktor produksi yang menyumbang terhadap proses produksi. Sementara pendekatan produksi menghitung PDB dengan menjumlah hasil dari perkalian antara kuantitas atau jumlah masing-masing barang dan jasa dengan harga dari masing-masing barang dan jasa tersebut (Nanga, 2005). Menurut Todaro (2000), ada tiga faktor utama yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Faktor-faktor yang dimaksud yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi. METODE PENELITIAN Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk runtun waktu (time series) yang berbentuk data tahunan yaitu nilai tukar (1978-2015), PDB (1978-2015). Semua data diperoleh dari laporan terbitan Federal Reserve Economic Data dan WDI (World Development Indicator). Model dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program Eviews 9. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS). Model ini digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent. Model umum OLS adalah sebagai berikut (Gujarati dan Porter, 2009): Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + ui.........................................................................................(1) Model tersebut ditransformasikan menjadi: PDB = β0 + β1KURS + β2DUMMY + β3KURS*DUMMY +ui....................................(2) Penelitian ini menggunakan Model Semi Log dengan Model Log-Log: LOGPDB = β0 + β1LOGKURS + β2DUMMY + β3 LOGKURS*DUMMY +ui.............(3) Dimana: PDB KURS DUMMY β0, β1,β2, β3, ui,
= Produk Domestik Bruto = Nilai Tukar = Variabel Dummy = Konstanta = Koefesien regresi = Error term
Definisi Operasional Variabel Variabel adalah subjek penelitian. Variabel dalam penelitian ini meliputi: 1) PDB merupakan proxy dari pertumbuhan ekonomi yang merupakan jumlah pendapatan nasional dalam suatu periode yang diukur dalam juta USD (konstan 2010). 2) Kurs adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (Rp/USD). 3) Variabel Dummy adalah variabel yang digunakan untuk memisahkan periode nilai tukar mengambang terkendali dan nilai tukar mengambang bebas. Dummy bernilai 0 (D=0) 418
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
menggambarkan periode nilai tukar mengambang terkendali, sementara dummy bernilai 1 (D=1) menggambarkan periode nilai tukar mengambang bebas. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik Normalitas Uji Normalitas untuk menguji apakah nilai residual pada model regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menguji normalitas, diantaranya yaitu, histogram of residuals, normal probability plot (NPP) dan Jarque–Bera test. Tabel 1. Uji Normalitas Jarque-Berra 0,497
P-Value 0,779
Sumber: Hasil pengolahan data, Eviews 9 (2017)
Tabel 1 menunjukkan hasil uji Jarque Berra, berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,77, nilai ini lebih besar dari nilai alpha 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa residual terdistribusi secara normal. Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara residual pada satu pengamatan (t) dengan pengamatan sebelumnya (t-1). Uji autokorelasi dilihat dari Durbin-Watson dengan hasil pengujiannya yaitu sebesar 0.693297 lebih kecil dari nilai dU sebesar 1,6563 menunjukkan autokorelasi positif sehingga tidak terjadi BLUE tapi LUE namun regresi ini masih layak digunakan karena autokorelasi murni hubungan antar waktu. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik yaitu homoskedastisitas. Heteroskedastisitas yaitu adanya varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Tabel 2. Uji Heteroskedastisitas Heteroscedasticity Test Breusch-Pagan-Godfrey
P-value 0,1667
Sumber: Hasil pengolahan data, Eviews 9 (2017)
Berdasarkan Tabel 2 dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value 0,1667 (16,67 persen) lebih besar dari 0,05 maka, H0 diterima dan Ha ditolak. Hasil Regresi Untuk mengetahui pengaruh variabel nilai tukar (KURS), sistem nilai tukar (DUMMY), dan interaksi antar dua variabel tersebut (KURS*DUMMY) terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) Indonesia dari tahun 1978-2015, maka digunakan alat analisis Ordinary Least Square yang di proses menggunakan Eviews 9. Berdasarkan model analisis tersebut, maka diperoleh hasil perhitungan seperti Tabel 3 berikut:
419
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
Tabel 3. Hasil Estimasi Pengaruh Nilai Tukar, Sistem Nilai Tukar, dan Nilai Tukar pada masing-masing Sistem terhadap Pertumbuhan Ekonomi Variabel
Koefesien
t-Statistik
Prob.
Konstanta LOG(KURS) DUMMY LOGKURS*DUMMY
21.41271 0.677204 -6.618839 0.672203
40.03741 9.119046 -2.042166 1.886365
0.0000 0.0000 0.0490 0.0678
0.906753 110.2073
Adj. R2 Prob(F-statistic)
0.898525 0.000000
R2 F-statistic Sumber: Hasil Data Output Eviews (2017)
Adapun persamaan linear hasil regresi di atas adalah: LOGPDB = 21,41 + 0,67LOGKURS – 6,61 DUMMY + 0,67LOGKURS*DUMMY Berdasarkan nilai koefisien regresi di atas, maka pengaruh variabel nilai tukar, sistem nilai tukar, dan nilai tukar yang bergantung pada masing-masing sistem adalah sebagai berikut: 1. Adjusted R square (Adj. R2) sebesar 0.898525 artinya 89,85 persen pertumbuhan PDB dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel nilai tukar, sistem nilai tukar, dan nilai yang bergantung pada masing-masing sistem. Sedangkan 10,15 persen lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. 2. Koefesien (β1) bernilai positif artinya pada saat nilai kurs rupiah terhadap dollar meningkat (rupiah terdepresiasi) maka persentase pertumbuhan ekonomi (LOGPDB) juga akan mengalami peningkatan. Begitu pula pada saat kurs rupiah terhadap dollar mengalami penurunan (rupiah terapresiasi) maka pertumbuhan PDB juga ikut turun. Pertumbuhan kurs rupiah terhadap dollar sebesar satu persen akan meningkatkan persentase PDB sebesar 0,67 persen dan sebaliknya, penurunan kurs rupiah terhadap dollar sebesar satu persen akan menurunkan persentase PDB sebesar 0,67 persen. Pengaruh nilai tukar terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari sisi perdagangan. Perdagangan yang dimaksud adalah perdagangan internasional suatu negara atau ekspor dan impor. Secara umum, pelemahan nilai tukar (depresiasi) akan merangsang ekspor dan membuat impor lebih mahal, sehingga mengurangi defisit perdagangan suatu negara yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apresiasi nilai tukar dapat mengurangi daya saing ekspor dan membuat impor lebih murah, sehingga menyebabkan defisit perdagangan yang akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. 3. Koefesien (β2) menunjukkan nilai negatif artinya variabel dummy yang menggambarkan perubahan sistem nilai tukar akan menurunkan persentase pertumbuhan ekonomi (PDB). Jadi, perubahan sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar mengambang terkendali yang berganti ke sistem nilai tukar mengambang bebas akan menurunkan pertumbuhan PDB sebesar 6,61 persen. Karena nilai tukar mengambang terkendali memiliki level nilai tukar yang selalu diintervensi agar berada pada nilai tertentu, sehingga akan memudahkan pelaku ekonomi dalam menjalankan kegiatan ekonominya. Nilai tukar mengambang terkendali memberikan kepastian bagi para eksportir dan importir terkait dengan besaran nilai kurs yang berlaku sehingga hal ini akan memudahkan importir untuk mengimpor bahan baku untuk kegiatan industri. Dengan demikian, produk yang dihasilkan oleh industri tersebut juga dapat diekspor sehingga hal ini berkontribusi terhadap PDB. 420
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422
ISSN.2549-836302
4. Koefisien (β3) menunjukkan nilai positif tetapi tidak signifikan. Jadi, variabel LOGKURS*DUMMY yang menggambarkan pengaruh Nilai Tukar (LOGKURS) terhadap besarnya PDB (LOGPDB) yang tergantung pada periode sistem nilai tukar (DUMMY) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PDB pada tingkat keyakinan 95 persen. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai tukar (KURS) berpengaruh positif dan signifikan tehadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tingkat signifikan 0,05 dengan nilai koefisien yang ditunjuk sebesar 0,67. Semakin meningkat nilai tukar rupiah (depresiasi) maka akan mendorong peningkatan pada pertumbuhan ekonomi. 2. Sistem nilai tukar (Dummy) menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tingkat signifikan 0,05 dengan nilai koefisien yang ditunjukkan sebesar minus 6,61. Perubahan sistem nilai tukar mengambang terkendali ke sistem nilai tukar mengambang bebas akan mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,61 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa sistem nilai tukar mengambang terkendali lebih baik dibandingkan sistem nilai tukar mengambang bebas karena pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali. 3. Nilai tukar yang bergantung pada periode sistem nilai tukar (KURS*DUMMY) berpengaruh positif namun tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran dari penulis adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pergantian sistem nilai tukar mengambang terkendali ke sistem nilai tukar mengambang bebas telah memberi dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, pemerintah dan institusi terkait perlu mempertimbangkan untuk kembali menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali agar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dapat dicapai. Kebijakan ini dapat berjalan dengan baik jika pemerintah mampu menyediakan cadangan devisa yang cukup dengan memperkuat ekspor dan mendorong substitusi impor. 2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh sistem nilai tukar terhadap variabel makro lainnya seperti inflasi. DAFTAR PUSTAKA Amalia, L. (2007). Ekonomi Internasional. Jakarta: Graha Ilmu. Eichengreen, B., & Hausmann, R. (1999). Exchange Rates and Financial Fragility. National Bureau of Economic Research. Ekananda, M. (2015). Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga. 421
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.3 Agustus 2017: 414-422 Federal Reserve Economic Data. (2016). Dipetik https://fred.stlouisfed.org/series/CCUSSP02IDM650N
ISSN.2549-836302
12
28,
2016,
dari
Fitriyani. (2013). Mekenisme Transmisi Kebijakan Moneter Terhadap Variabel Makro. Darussalam-Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Flood, Robert; Rose, Andrew K. (1995). Fixing Exchange Rates: A Virtual Quest for Fundamentals. Journal of Monetary Economics, 3-37. Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics. New York, NY, 10020.: McGrawHill/Irwin. Jakob, B. (2016). Impact of Exchange Rate Regimes on Economic. Undergraduate Economic Review, 12. Mankiw, G. N. (2006). Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Nanga, M. (2005). Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa. Nasution, A. (2009). Volatilitas Nilai Tukar Riil, Instabilitas Ekspor Dan Pertumbuhan Output Indonesia Dalam Rezim Nilai Tukar Mengambang. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Salvatore, D. (1997). Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga. Suselo, S. L., Sihaloho, H. D., & Tarsidin. (2008). Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. World
Development Indicator. (2016). Dipetik 12 20, 2016, dari http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?source=world-development-indicators
Yeyati, E. L., & Sturzenegger, F. (2003). To Float or to Fix: Evidence on the Impact of Exchange Rate. The American Economic Review, 1173-1193.
422