Februari 2014
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA Regional Chief Economist Wil. Medan Telp: 0811-604094 Prof. Dr. Didik Susetyo, SE, Msi Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7840422 Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof. Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999
Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi TAPERING OFF KEMBALI TERJADI DI AS, RISIKO DEFLASI MEMBAYANGI EROPA Bank sentral AS, The Fed melalui Federal Open Market Committee (FOMC) 29-30 Januari 2014, memutuskan untuk memangkas kembali stimulus bulanan. Pengurangan stimulus (tapering off) sebesar US$10 miliar per bulan dari US$75 miliar menjadi US$65 miliar, dengan rincian US$35 miliar untuk pembelian obligasi pemerintah dan US$30 miliar untuk mortage backed securities (MBS) yang akan berlaku mulai bulan Februari ini. Pengurangan stimulus bulanan ini adalah yang kedua secara beruntun dalam FOMC, setelah pada pertengahan Desember lalu The Fed juga memangkas stimulus bulanan dari US$85 miliar menjadi US$75 miliar. The Fed nampaknya tidak akan mengubah pendiriannya dalam mempertahankan suku bunga rendah mendekati nol persen hingga beberapa lama sampai tingkat pengangguran turun di bawah 6,5%, dan target inflasi masih di bawah proyeksi (2%). Tingkat inflasi yang terus menerus di bawah 2% dapat menimbulkan risiko terhadap kinerja perekonomian. Gubernur The Fed, Ben S. Bernanke, yang akan segera digantikan oleh Janet Yallen, berpendapat bahwa jika terdapat perkembangan dalam hal inflasi dan peningkatan lapangan kerja baru, maka pengurangan stimulus mungkin dilakukan dalam tiap pertemuan (FOMC). Awal tahun ini nampaknya program Quantitative Easing (QE) yang dilaku-
kan oleh bank sentral AS dengan membeli obligasi pemerintah melalui penciptaan uang tersebut di atas mulai menampakkan hasil. Di lain kontinen yaitu di kawasan Uni Eropa, bank sentral (ECB) masih menggunakan cara-cara yang ortodoks untuk memulihkan perekonomiannya dengan cara menerapkan suku bunga rendah serta menyediakan dana yang tidak terbatas kepada bank-bank dalam jangka panjang, namun ternyata lebih lambat pulih. Oleh karena itu, banyak ekonom yang mulai menyarankan agar ECB dapat meniru The Fed menerapkan langkah yang lebih modern. Hal itu perlu dilakukan karena kawasan Uni Eropa mengalami tekanan deflasi yang berarti akan merugikan sektor riil (produksi) yang berarti akan kehilangan kesempatan untuk menuai laba karena inflasi cenderung melemah dimana pada November lalu ECB kembali menurunkan suku bunga acuan menjadi 0,25% dari sebelumnya 0,50%. ECB sendiri memprediksi inflasi tahun 2014 masih akan menurun menjadi 1,1% dari 1,4% tahun 2013. Tingkat inflasi tahunan zona Euro (18 negara) pada bulan Desember 2013 melambat menjadi sebesar 0,8% dari sebelumnya 0,9%, serta jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan satu tahun sebelumnya (Desember 2012) sebesar 2,2%. Sedangkan untuk Uni Eropa (28 negara) tingkat inflasi tahunan pada Desember 2013 sebesar 1%, stabil dari bulan sebelumnya, namun jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2012 sebesar 2,3%. ECB ingin menjaga tingkat inflasi pada level ≤ 2% dalam jangka menengah, berharap inflasi berada pada level rendah, namun di sisi lain juga melihat dapat munculnya risiko deflasi. Penurunan tingkat inflasi terkait
Februari 2014
dengan penyesuaian ekonomi secara keseluruhan dan memulihkan daya saing negara-negara pinggiran selatan Eropa, di mana pertumbuhan runtuh selama krisis dan memicu dorongan penghematan besar-besaran. Saat ini negara-negara yang paling parah terkena krisis seperti Yunani, Portugal, Spanyol, dan Italia boleh dikatakan telah terdeteksi dengan jelas masalah dan solusinya, serta sudah menunjukkan gejala akan pulih dari krisis, namun di sisi lain Perancis justru dianggap sedang menghadapi resesi selanjutnya. Tingkat pertumbuhan ekonomi Perancis yang pada tahun 2013 lalu diperkirakan sebesar 0,2% selalu berada di bawah Jerman yang 0,5%. Sementara itu, tingkat pengangguran Perancis sekitar 11%, sedangkan Jerman hanya sekitar 7%. Keadaan ini semakin menyulitkan pemulihan Uni Eropa yang biasanya mengandalkan kekuatan dua negara ini. Berita cukup menggembirakan datang dari negara paling parah terkena krisis Euro yaitu Yunani. Defisit negara ini mulai menyusut dan menuju surplus anggaran primer (sebelum termasuk untuk pembayaran bunga utang). Yield obligasi tenor 10 tahun telah menurun pada level sekitar 8%, jauh lebih kecil dibanding pada level tertingginya sekitar 40 persenan saat puncak krisis beberapa tahun lalu. Sektor pariwisata yang biasanya sebagai bumper juga mulai membaik, sehingga tahun ini perekonomian Yunani diperkirakan akan mulai tumbuh. Di bagian dunia lainnya, Cina yang masih dinilai menarik untuk investasi, perekonomiannya pada tahun 2013 lalu hanya tumbuh di bawah 8% (7,7%), sehingga membuat perusahaan-perusahaan asing mengalami
kesulitan untuk melakukan ekspansi usaha di tengah makin tingginya biaya produksi akibat naiknya upah dan makin langkanya tenaga kerja muda yang berbakat. Di samping itu, pemerintah Cina juga telah mengeluarkan kebijakan untuk membatasi akses pasar bagi bank-bank asing dan perusahaan-perusahaan perantara/ brokerage, guna melindungi perusahaan-perusahaan lokal. Pada pekan ketiga Januari ini Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda, menyatakan keberhasilannya melawan deflasi melalui kebijakan-kebijakan moneter agresif. Dengan membaiknya kondisi perekonomian Jepang, dewan gubernur BOJ memutuskan untuk tidak mengeluarkan stimulus baru. BOJ baru akan menambah program pembelian asetnya pada bulan-bulan ke depan, terutama untuk mengatasi dampak setelah kenaikan pajak penjualan pada April 2014. BOJ akan tetap menjalankan rencana kebijakan yang ada, dan yakin target inflasi akan tercapai tahun depan, meskipun muncul keraguan dari analis, dengan perkiraan memundurkan target inflasi sekitar satu tahun dengan alasan BOJ akan menambah stimulus untuk mengatasi proyeksi perlambatan ke depan. BOJ juga sedikit menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 1,4% dari sebelumnya 1,5% untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2015. (*) Tapering off yang kembali terjadi di AS diperkirakan akan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara signifikan. Kondisi tersebut terkait dengan terus tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Namun demikian, tekanan terhadap rupiah diperkirakan tidak akan terlalu parah seperti sebelumnya
mengingat pasar sudah lebih siap menerimanya.
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN AKAN MASIH MEMBANYANGI DALAM 2-3 TAHUN KE DEPAN Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Benny Wachyudi memerkirakan defisit transaksi berjalan (DTB), khususnya terkait dengan impor barang modal masih akan berlangsung antara 2-3 tahun ke depan. Apalagi, jika kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengusaha tambang mineral untuk membangun smelter berjalan lancar. Sesuai program pembangunan smelter, diperkirakan 2 -3 tahun ke depan Indonesia masih akan melakukan impor barang modal. Jika investasi di bidang smelter makin membesar, maka mau tidak mau, masih akan banyak mengimpor mesin peralatan. Diakui, salah satu kelemahan industrialisasi di Indonesia yakni soal masih belum kuatnya industri baja nasional. Tapi dengan adanya PT Krakatau-Posco untuk memperkuat pasokan bahan baku permesinan, otomotif, dan konstruksi, maka impor bahan baku ini bisa ditekan. Dengan masih tingginya investasi, maka banyak pula bahan baku masuk (impor), sehingga terjadi defisit neraca pembayaran. Beberapa waktu lalu, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia termasuk salah satu dari negara berkembang di
2
Februari 2014
dunia yang mempunyai masalah dengan DTB. Tingginya DTB di Indonesia disebabkan karena impor barang modal yang masuk ke dalam negeri untuk kepentingan investasi cukup besar, namun penerimaan negara dari kinerja ekspor terus melemah. Jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, rasio DTB Indonesia masih manageable, pada kuartal II 2013 lalu, rasio berada pada level 4,4%. Sementara DTB Turki berada pada level 8,1%, Afrika Selatan 6,7% dan Filipina 5,3%. Secara keseluruhan, rasio DTB tidak membuat perekonomian Indonesia menjadi anjlok. Hal tersebut terlihat dari posisi fiskal yang masih stabil dan kuat. Sebenarnya ada cara mudah untuk mengurangi DTB, yaitu menurunkan laju pertumbuhan ekonomi dengan cara menurunkan volume impor barang modal yang masuk ke Indonesia setiap tahunnya, dengan begitu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 3-4%. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3-4%, maka secara tidak langsung membuat DTB mengecil, bahkan kemungkinan besar surplus karena pertumbuhan ekonomi sudah “dikorbankan”. Namun, pemerintah tidak mau menerapkan konsep tersebut karena dengan perekonomian tumbuh sebesar 3-4%, maka angka kemiskinan akan meningkat, angka pengangguran akan naik dan penyerapan tenaga kerja semakin sedikit. Perekonomian Indonesia seperti tiga mata rantai yang saling berkaitan, dimana tingginya impor barang modal dibutuhkan untuk iklim investasi, iklim investasi tumbuh karena permintaan domestik di Indonesia cukup kuat dan hampir sebagian besar masyarakat Indonesia
adalah kelas menengah dan konsumtif. Asalkan rasio DTB bisa dikendalikan dengan baik, maka tidak akan membuat perekonomian menjadi collapse. Perbaikan impor bahan baku dan bahan penolong juga memperbaiki inflasi karena unsur imported inflation dapat diturunkan. Alhasil, persepsi investor akan membaik terhadap mata uang rupiah sehingga peluang untuk menguat dan bergerak stabil mendekati kisatan Rp 11.000-Rp 11.500 per dolar AS sesuai fundamental ekonominya.(*)
Pojok Regional Parulian Simanjuntak RCE Wilayah Medan ERUPSI GUNUNG SINABUNG MENYEBABKAN EKSPOR SAYUR SUMATERA UTARA TURUN TAJAM Erupsi Gunung Sinabung yang telah berlangsung selama 4 bulan ini semakin membuat menipisnya persediaan hortikultura di Sumatera Utara (Sumut). Lahan pertanian Karo yang rusak akibat erupsi Sinabung semakin meluas, sehingga pasokan hortikultura untuk pasaran lokal Sumut dan ekspor semakin menipis, sehingga kebutuhan lokal harus dipasok dari Jawa dan Padang membuat harga kian mahal. Namun yang paling dirugikan adalah eksportir hortikultura karena tidak bisa lagi memasok produk tersebut dari Tanah Karo. Sekretaris Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut, Sofyan Subang, mengatakan, selama ini, eksportir Sumut memasok kol, kentang dan wortel dari Karo. Ketiga produk ini memang yang paling banyak diekspor dan 100% pasokannya
disuplai dari Karo. Oleh karena itu, sejak pasokan berhenti karena erupsi Sinabung, langsung mempengaruhi ekspor hortikultura Sumut. Meski ada beberapa eksportir yang memasok ketiga produk tersebut dari Dairi, namun jumlahnya sangat sedikit hingga tidak bisa memenuhi kebutuhan ekspor. Ekspor hortikultura Sumut memasuki bulan November 2013, terus turun yakni dari 4.739 ton menjadi 4.594 ton atau turun sekitar 3,05%. Namun di penghujung tahun 2013 atau di saat intensitas erupsi Gunung Sinabung meningkat, ekspor sayur mayur Sumut tersebut anjlok lagi hingga 25,31% yakni dari 4.594 ton menjadi hanya 3.431 ton. Erupsi Gunung Sinabung yang masih terus terjadi hingga kini, kian merugikan semua eksportir hortikultura karena tidak bisa memenuhi kontrak. Eksportir hanya berharap kondisi tersebut akan membaik supaya dampaknya tidak terlalu besar. Negara tujuan ekspor hortikultura Sumut adalah Jepang, Malaysia, China, Singapura, Jerman dan Pakistan.(*)
Didik Susetyo RCE Wilayah Palembang DAMPAK PEMBERLAKUKAN UU MINERBA PADA EKONOMI WILAYAH BNI PALEMBANG Perekonomian Wilayah Palembang tampaknya tidak dapat dipisahkan dari peranan sektor pertambangan dan penggalian. Dari struktur ekonominya terlihat bahwa sektor tersebut memberikan kontribusi relatif besar untuk beberapa provinsi yang menjadi coverage area BNI Wilayah Palembang yaitu Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi
3
Februari 2014
dan Bengkulu. Terkait dengan fenomena tersebut, berlakunya undang-undang pelarangan ekspor minerba akan berdampak bagi ekonomi wilayah. Di satu sisi akan berdampak berkurangnya aktivitas produksi dan ekspor hasil-hasil minerba yang berasal dari daerah tersebut, namun di sisi lain diharapkan akan berdampak positif pada program hilirisasi industri pengolahan di Wilayah Palembang. Pelarangan ekspor mineral mentah akan sedikit memaksa pabrikan untuk mengolah bahan mineral dan tambang yang telah dieksplorasi, sehingga para industri tambang dan mineral akan berupaya untuk menggandeng atau membuka industri hilir sebagai pendukung dalam pengolahan produknya. Untuk mengolah bahan mentah tersebut, tentu dibutuhkan tenaga kerja. Dengan kata lain proses hilirisasi akan mendorong tumbuhnya industri pengolahan dan pemurnian hasil tambang, serta memperluas lapangan kerja dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Disamping itu, pengolahan barang tambang ini juga akan berdampak pada pemberian nilai tambah devisa pada produk yang diekspor. Hal ini secara tidak langsung akan mendorong pendapatan perusahaan. Bagi perbankan, aktivitas produksi dan pemurnian hasil minerba akan mendorong pelipatgandaan aktivitas bisnis dan ekonomi daerah, sehingga terdapat peluang untuk pembiayaan pendirian pabrik pengolahan dan pemurnian maupun potensi dana dari hasil ekspor minerba. Dampak negatif juga membayangi hilirisasi ini yaitu mengancam perusahaan yang tidak mampu mengolah bahan mentah minerba. Penutupan perusahaan menyebabkan ribuan
pekerja tambang Wilayah Palembang akan kehilangan pekerjaannya.(*)
usaha sektor aneka usaha dan skala usaha mikro, terlihat jumlah UKM di DIY relatif tumbuh.
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang PERKEMBANGAN UKM DI YOGYAKARTA
Tabel 1.2
Sektor Usaha kecil dan menengah (UKM) banyak memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sektor ini banyak menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Pengusaha UKM perlu mendapatkan dukungan modal dan fasilitasi agar pertumbuhan ekonomi DIY bisa meningkat. Jika diperhatikan perkembangan selama 5 (lima) tahun terakhir, perkembangan jumlah unit usaha UKM mengalami perkembangan positif. Hal tersebut dapat dilihat adanya peningkatan dari jumlah unit usaha berdasarkan sektor usaha secara detail bisa diperhatikan melalui tabel di bawah ini : Jenis Usaha Industri Pertanian
Industri Non Pertanian
Jumlah
44.905
42.585
34.080
152.340
48.292
46.017
36.529
164.847
39.036
52.420
49.554
41.222
182.232
2011
43.471
57.858
54.991
45.655
201.975
2012
43.976
58.363
55.496
46.160
203.995
2013
44.326
58.564
55.733
46.356
204.979
Tahun
Aneka PerdaUsaha gangan
2008
30.770
2009
34.009
2010
Sedangkan bila dilihat secara skala usaha, perkembangan jumlah unit usaha UKM secara detail bisa diperhatikan melalui tabel 1.2. Berdasarkan data tabel tersebut terlihat perkembangan hingga tahun 2013 mencapai 0,48% dengan jumlah peningkatan tertinggi pada jenis
Skala Usaha Tahun
Usaha
Usaha
Mikro
Kecil
Usaha Menen-
Usaha Besar
Jumlah
gah 2008
83.787
38.085
22.851
7.617
152.340
2009
90.666
41.212
24.727
8.242
164.847
2010
100.227
45.558
27.335
9.112
182.232
2011
111.086
50.494
30.296
10.099 201.975
2012
111.591
50.999
30.801
10.604 203.995
2013
111.847
51.371
31.047
10.714 204.979
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) DIY hanya Rp46 triliun dengan jumlah penduduk 3,4 juta orang. Artinya, pendapatan per kapita penduduk hanya Rp15 juta per tahun. Meskipun kecil, namun indeks harapan hidup di DIY justru lebih tinggi dibanding nasional. Bahkan jumlah pengangguran yang ada juga relatif sangat kecil. Oleh karena itu pemerintah DIY dan kabupaten kota di DIY berupaya untuk membuat kebijakan yang mendukung sektor UMKM ini, terutama untuk sektor industri pengolahan, industri kreatif, dan perdagangan.(*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar BUMD BANTAENG DAN SEMEN BOSOWA KERJASAMA MEMBANGUN INFRASTRUKTUR DI BANTAENG Manajemen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan melakukan kerjasama dengan PT Semen Bosowa untuk suplai kebutuhan semen di Bantaeng guna meningkatkan pembangunan infrastruktur khususnya di Ban-
4
Februari 2014
taeng. Pada kesempatan tersebut, PT Semen Bosowa menyerahkan bantuan dua unit dari lima unit kendaraan pengangkut semen curah kepada BUMD Bantaeng serta ribuan sak semen untuk pembangunan sarana kebutuhan sosial masyarakat. Kerjasama dimaksudkan untuk memberi kontribusi signifikan agar kabupaten Bantaeng lebih agresif dalam melakukan pembangunan hingga daerah ini semakin menjadi salah satu daerah primadona investasi di Sulsel.
Dana bukan pinjaman tersebut dimaksudkan untuk membantu pembangunan jalan, transportasi dan Bandara. Hal ini merupakan peluang yang harus segera disikapi dibanding berharap dari APBN yang selalu defisit. Untuk menyiasati APBD Bantaeng yang sangat minim, hanya Rp233 miliar dengan belanja pegawai yang mendominasi mencapai 72%, Pemda merapatkan barisan dan membuat perencanaan sesuai kebutuhan, bukan sesuai kepentingan.
Sebagai perusahaan nasional milik pengusaha putra daerah, PT. Semen Bosowa yang sudah memproduksi semen 4,2 juta ton per tahun ditambah 1,2 juta ton per tahun di Batam, telah siap memberikan pelayanan penyediaan semen, untuk masyarakat indonesia dan Sulsel khususnya. Untuk memastikan pasokan semen tersebut, PT Semen Bosowa terus mengembangkan sayap hingga ke Banyuwangi dan Cilegon untuk kawasan Pulau Jawa, sedang untuk Sulawesi dibangun di Sulawesi Utara serta di Sorong, Provinsi Papua, sehingga jika pembangunan pabrik di berbagai daerah itu rampung, Bosowa akan memiliki produksi 12 juta ton per tahun.
Melalui kerjasama ini, Bupati berharap semakin mempercepat pembangunan infrastruktur, termasuk pembangunan jalan strategi nasional yang sudah selesai. Jalan yang akan memperpendek jarak dari batas Kabupaten Jeneponto ke Kota Bantaeng tersebut akan memudahkan pergerakan kegiatan produksi dan industri antar daerah tetangga kabupaten Bantaeng, sehingga daerah ini akan menjadi salah satu ikon daerah industri baru di Sulsel.
Bupati Bantaeng berharap, kerjasama ini dapat meyakinkan swasta Jepang, bahwa dukungan semen untuk kegiatan infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia (KTI) tidak akan menjadi masalah seperti selama ini. Produksi yang terus berkembang tersebut siap mensuplai kebutuhan di Bantaeng yang akan tumbuh pesat berkat pembangunan sejumlah industri. Menurut bupati, tahun ini Jepang membuka peluang relokasi sejumlah industrinya dan menyiapkan dana bantuan 300 miliar dolar AS untuk negara-negara Asia seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar dan Thailand.
PAJAK SULSEL, SULBAR DAN SULTRA TERUS MENINGKAT Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Regional VI Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Sultanbatara), menargetkan penerimaan pajak selama 2014 sebesar Rp10,3 triliun. Salah satu cara untuk mencapai target itu, Kanwil Ditjen Pajak Regional VI Sultanbatara menggelar Gerakan Peduli Pajak. Dalam kegiatan Gerakan Peduli Pajak (GPP), yang dihadiri Gubernur Sulsel dan bebrapa pejabat tinggi dan tokok masyarakat Sulsel, pihaknya berharap masyarakat mau membayar pajak guna mendukung pembangunan di Sulsel. Menurutnya, kegiatan ini merupakan bentuk komitmen kerja Kanwil DJP Regional VI Sultanbatara
kepada seluruh pemangku kepentingan di Sulsel guna bersama mengamankan penerimaan pajak sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional dan daerah. Kepedulian masyarakat Sultanbatara terhadap kewajiban perpajakan adalah mesin penyemangat bagi Kanwil DJP Regional VI Sultabatara untuk mengamankan penerimaan pajak bagi negara. Secara nasional, tahun 2014 Dirjen Pajak dibebankan penerimaan pajak sebesar Rp 1.110,2 trliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014. Angka ini naik dibandingkan target pajak di APBN-P tahun 2013 sebesar Rp 999,2 triliun, Dalam APBN, penerima pajak memberikan porsi besar sekitar 66,6 persen dari total penerimaan negara yakni Rp2.667,1 triliun. Khusus dalam kaitannya dengan wilayah Sultanbatara, tahun 2013 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp8,1 triliun atau 92,3 persen dari yang ditargetkan Rp9,2 triliun. Tahun 2013 lalu, penunggak pajak didominasi WP perseorangan dan bukan perusahaan. Dengan kegiatan ini diharapkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dapat ditingkatkan lagi. Gubernur Sulsel mengatakan, sumbangan pajak di Sulawesi Selatan melalui Kanwil DJP Sulselbar semakin meningkat setiap tahun. Sekarang ini Rp37 triliun, tahun lalu Rp34 triliun, tahun sebelumnya kurang lebih Rp28 triliun, berarti semakin banyak uang yang masyarakat berikan kewajibannya kepada negara. Hal ini dimungkinkan Salahsatunya karena pertumbuhan ekonomi Sulsel diatas delapan persen atau diatas rata-rata nasional. Pada kegitan GPP tersebut, selain penandatangan MoU peduli pajak,
5
Februari 2014
pihak Kanwil DJP Sulselbar juga memberikan penghargaan kepada tokoh peduli pajak. Penghargaan pada tokoh peduli pajak diberikan kepada Wakil Gubernur Sulsel, Walikota Makassar, Bupati Maros, Bupati Gowa, dan beberapa tokoh masyarakat Sulsel.(*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar PENGEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN BADUNG-BALI Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung yang merupakan kabupaten terbesar di Bali dari sisi pendapatan pada tahun 2014 ditargetkan sebesar Rp2,19 triliun yang bersumber dari sektor pariwisata. Jumlah itu setara dengan 78,37% dari keseluruhan APBD Kabupaten Badung yang mencapai Rp 3,2 triliun pada tahun yang bersangkutan. Dengan tema pembangunan “Peningkatan Sinergitas Pengelolaan Potensi Daerah Untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Serta Daya Saing Daerah”, kabupaten Badung pada tahun ini memfokuskan prioritas pembangunan pada sembilan bidang. Salah satunya adalah pengembangan ekonomi kreatif pada usaha mikro, kecil dan menengah. Guna mengimplementasikan prioritas pembangunan tersebut dan meningkatkan akses pasar bagi pelaku UMKM di Badung, pemerintah daerah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan setiap pembangunan hotel baru di kawasan atau wilayah kabupaten Badung pada setiap kamarnya menggunakan pajangan kerajinan patung khas Badung yang diproduksi oleh msyarakat lokal yang berasal dari desa Jagapati, desa Angantaka dan desa Sedang (kawasan industri JAS).
Melalui cara ini pendapatan pengrajin di ketiga desa tersebut mulai meningkat, walaupun desanya bukan merupakan desa tujuan wisata.
OJK BALI MEMINTA PERLUNYA PENGATURAN LPD Otoritas Jasa Keungan (OJK) Provinsi Bali sedang mengusulkan Peraturan Pemerintah (PP) agar dapat mengawasi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang jumlahnya secara keseluruhan mencapai 1.418 buah di wilayah provinsi Bali. Walaupun Undang-Undang (UU) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) No 1 Tahun 2013 telah mengecualikan LPD sebagai LKM dan menyatakan LPD diatur melalui aturan khusus sesuai adat setempat, OJK memandang perlu untuk mengawasi LPD terutama yang beraset besar dan beroperasi sampai ke luar desa adatnya masing-masing. Tujuan dari pengaturan oleh OJK Bali tersebut adalah untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan kegagalan manajemen LPD dalam mengelola dana masyarakat umum. Sampai dengan akhir tahun 2013 aset yang dikelola oleh seluruh LPD di Bali mencapai Rp10,5 triliun. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa peran LPD bagi masyarakat pedesaan sangat signifikan, baik sebagai tempat menyimpan dana maupun sebagai tempat meminjam.(*)
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin IKLIM INVESTASI KALIMANTAN BARAT Iklim investasi yang kondusif membuat penanaman modal baik asing maupun dalam negeri di Kalimantan Barat (Kalbar) terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada akhir 2013, secara kumulatif realisasi inves-
tasi penanaman modal dalam negeri mencapai Rp17 triliun lebih atau naik 31,03% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara untuk penanaman modal asing, realisasinya sebesar USD2,6 miliar atau naik 30,5% dibandingkan tahun 2012. Peningkatan investasi riil tersebut membuktikan iklim Kalbar yang kondusif sehingga memperkuat daya saing dengan daerah lainnya. Investasi yang paling diminati di Kalimantan Barat yaitu komoditi kelapa sawit yang juga didukung kondisi alam kondusif dan bisa diterima oleh masyarakat. Hal ini terbukti dalam waktu sekitar tiga tahun, sudah 700 ribu hektar lahan di Kalimantan Barat ditanami sawit. Perusahaan sawit yang masuk ke Kalimantan Barat sangat signifikan setiap tahunnya. Jumlah perusahaan sawit yang ada saat ini telah mencapai sekitar 124 perusahaan. Sesuai peraturan pemerintah luas lahan untuk sektor perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat seluas 1,5 juta hektar. Pada tahun 2010, lahan yang ditanami sawit baru sekitar 375 ribu hektar, sedangkan pada akhir 2013 sudah sekitar 700 ribu hektar lahan yang telah ditanami kelapa sawit baik oleh masyarakat secara perorangan maupun perusahaan. Banyaknya investor yang telah mendapatkan izin untuk berinvestasi pada sektor kelapa sawit di Kalimantan Barat menyebabkan pemerintah daerah menutup izin bagi investor baru. Meskipun luas lahan yang ditanami baru sekitar 700 ribu hektar, ternyaya masih banyak lahan yang belum ditanami karena berbagai sebab seperti status lahan sehingga diharapkan pengusaha sawit betulbetul ontime bekerja dan perlu diberi reward oleh pemerintah provinsi.
6
Februari 2014
Sementara itu, untuk investasi pertambangan akan bersifat stagnan dengan adanya UU Minerba dan akan membaik setelah terbangunnya smelter-smelter oleh perusahaan besar. Pengusaha tambang di Kalimantan Barat mulai menghentikan kegiatannya pasca Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang larangan mineral dan batu bara (Minerba) mentah diberlakukan sejak 12 Januari 2014. Sementara beberapa perusahaan tambang yang masih berjalan di awal tahun, aktivitasnya akan stop setelah perayaan Imlek akhir januari 2014 ini. Dengan demikian kegiatan di lapangan diperkirakan akan terhenti sejak Februari 2014 sehingga dikhawatirkan akan berdampak besar terhadap perekonomian, khususnya ekonomi Kalbar. Dikhawatirkan dalam jangka pendek terjadi PHK (Putus Hubungan Kerja) besarbesaran, serta ekspor juga akan turun. Bagi perbankan hal ini akan memicu timbulnya potensi peningkatan kredit bermasalah, tidak saja pada industri tambang namun juga sektor lain yang berhubungan dengan pertambangan misalnya industri alat berat, pengangkutan, serta sektor konsumsi. (*)
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado BANJIR MANADO DAN DAMPAKNYA BAGI EKONOMI SULAWESI UTARA Banjir bandang yang melanda Manado beberapa minggu lalu merupakan banjir bandang terluas cakupan selama ini serta memakan korban jiwa dan harta benda yang terbesar. Tahun lalu juga terjadi banjir serupa namun dalam skala lebih kecil. Sebagai catatan, banjir bandang dengan skala seperti tahun 2013 terjadi pada
14 tahun lalu, yaitu tahun 2000. Ini mengindikasikan bahwa adanya peningkatan intensitas banjir di Kota Manado. Kondisi serupa terjadi di banyak tempat di Indonesia, termasuk beberapa provinsi di daerah kerja BNI Wilayah Manado. Banjir yang terjadi membawa dampak terhadap perekonomian, baik kegiatan usaha yang terkena musibah, maupun dalam melakukan perencanaan mengenai lokasi bisnis maupun perencanaan usaha di masa depan. Ini akan menggiring pengusaha di daerah yang sering dilanda banjir untuk tidak melakukan secara penuh usahanya atau melakukan relokasi bisnis. Di sisi lain, harga tanah dan rumah di tempat yang tidak mengalami banjir saat ini akan mengalami kenaikan signifikan. Namun tidak menutup kemungkinan daerah-daerah tersebut akan mengalami musibah yang sama jika penataan lingkungan dan dukungan infrastruktur ke depannnya tidak diperhatikan dengan baik. Terganggunya perekonomian yang disebabkan oleh banjir yang berulang menyebabkan biaya usaha di Indonesia menjadi tinggi terkait meningkatnya risiko yang dihadapi. Gangguan pada sektor riil tersebut juga akan membawa akibat bagi perbankan yang selama ini menyalurkan kredit bagi masyarakat dan dunia usaha. Pihak perbankan akan menghadapi risiko kredit macet yang semakin tinggi. Oleh sebab itu, di masa mendatang, perbankan perlu meninjau kembali besaran kredit macet yang dicadangkan. Selain itu, penurunan daya beli masyarakat dapat menggerus Dana Pihak Ketiga (DPK) yang ada di bank.
masyarakat dalam menaati aturan tata ruang dan wilayah. Banyak kawasan hutan telah beralih fungsi menjadi pemukiman dan kawasan bisnis. Demikian juga, rawa dan daerah penampung air telah ditimbun dan difungsikan untuk bangunan. Ini mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air sehingga air masuk ke wilayah -wilayah yang sebelum tidak terkena banjir. Kedua, kurangnya kemauan dan tindakan pemerintah untuk melakukan pengerukan dan normalisasi sungai hingga ke delta sungai untuk memperbesar daya tampungnya. Sepertinya halnya yang terjadi di Manado, pasca banjir tahun 2013 tidak ada kegiatan pengerukan dan normalisasi yang dilakukan pemerintah baik daerah maupun pusat terhadap sungai-sungai di Manado atau sungai-sungai di dataran yang lebih tinggi, yaitu Minahasa dan Tomohon, termasuk tidak adanya usaha serius untuk mengeruk danau Tondano yang selama ini menampung hujan di Minahasa dan menjadi sumber banjir di Manado. Ini mengakibatkan banjir awal 2014 ini meluas dan pada beberapa tempat mencapai ketinggian di atas 6 meter. Dalam konteks ini dibutuhkan kesadaran pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk melakukan kegiatan dengan memperhatikan dampak lingkungan. Di samping itu, pembenahan infrastuktur terutama sungai dan danau tidak lagi menjadi kegiatan sampingan sehingga apa yang dihasilkan oleh pembangunan ekonomi tidak menjadi sesuatu yang sia-sia. (*)
Peningkatan intensitas banjir di Indonesia, terutama disebabkan oleh dua faktor. Pertama, rendahnya disiplin pemerintah, pengusaha, dan
7
Februari 2014
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN 01 - 31 Januari 2013 Sepanjang bulan Januari ini indeks saham baik di kawasan global kompak bergerak membentuk pola downtrend. Sementara indeks saham di kawasan regional bergerak beragam dengan beberapa indeks saham regional bergerak melemah dan selebihnya masih mampu membentuk pola uptrend.
INDEKS SAHAM GLOBAL Pergerakan indeks saham di kawasan
global bergerak melemah sepanjang Januari ini. Dow Jones yang sempat meraih titik tertinggi sepanjang sejarah pada Desember lalu beranjak meninggalkan rekor tersebut. Investor segera merealisasikan keuntungan investasinya setelah berita The Fed akan memangkas dana stimulusnya kembali. Spekulasi yang mulai berhembus pada minggu ketiga Januari ini menjadi kenyataan setelah Kepala Bank Sentral Amerika, Bernanke, memutuskan untuk mengurangi pembelian
surat hutang pemerintahnya dari USD75 juta menjadi USD65 juta atau kembali memangkas sebesar USD10 juta mendekati penutupan bulan Januari 2014. Bernanke menilai ekonomi Amerika sudah mulai menunjukkan perbaikan. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, Bank Sentral Amerika akan secara gradual memotong dana stimulus apabila ekonomi Amerika membaik oleh karenanya memberikan dasar bagi The Fed untuk melakukan tapering off. Data ekonomi Amerika yang tampak
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
8
Februari 2014
menunjukkan perbaikan yakni ketenaga kerjaan yang membaik dengan tingkat pengangguran yang turun menjadi 6,7% dari 7,1%. Selain itu, tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika per kwartal III tahun lalu mencapai 4,1% yang merupakan pertumbuhan tertinggi selama dua tahun ini. Meski demikian pandangan The Fed ini berseberangan dengan pendapat para investor karena investor melihat data terkini masih belum menunjukkan perbaikan ekonomi yang meyakinkan. Permohonan tunjangan pen-
gangguran masih bertahan pada 326.000 dari minggu sebelumnya. Data inflasi masih belum menunjukkan kenaikan dimana pada kenaikan harga di luar makanan dan energi naik hanya 0,1% di bulan Desember dari 0,2% di bulan November. Investor melihat langkah The Fed ini berisiko dan oleh karenanya investor merasa perlu untuk mengambil langkah pengamanan. Investor segera melepas investasinya di saham dan mengalihkan pada aset yang dinilai lebih aman seperti surat hutang negara dan dana tunai.
INDEKS SAHAM DI REGIONAL Beberapa indeks saham wilayah regional bergerak mengikuti pola pergerakan indeks di global. Seperti yang dialami oleh Indeks Strait Times Singapura dan Hang Seng Hong Kong. Namun untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia dan indeks saham di Thailand masih
Indeks Dow Jones dan S&P meluncur
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Strait Times
ke titik terendah pada penghujung bulan meninggalkan rekor tertinggi yang pernah terbentuk dan downtrend ini juga terjadi pada indeks saham di Eropa dan Jepang.
Thailand
Hang Seng
9
Februari 2014
pada bulan Januari ini bukanlah titik yang terendah melainkan pada titik 4.201 yang terbentuk pada hari minggu pertama. IHSG kemudian merangkak naik menuju titik tertingginya pada minggu ketiga di 4.496. IHSG sempat terkoreksi pada hari terakhir
mampu membentuk pola uptrend. IHSG memulai perjalanannya di bulan pertama tahun ini dari titik 4.327 dan menutupnya pada titik 4.406. Dengan demikian IHSG mengalami kenaikan secara bulanan sebesar 1,8%. Titik awal pergerakan IHSG
perdagangan minggu ini namun masih berhasil menutup bulan ini pada level yang lebih tinggi daripada awal pergerakannya. Pada awal tahun ini, pemerintah mengumumkan beberapa data ekonomi yang cukup mengembirakan
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan Bank
Closing Price
IHSG / JCI BNI
Mandiri
BRI
BCA
Niaga
Danamon
BTN
2-Jan-2014
3,950
8,100
7,300
9,800
920
3,825
900
4,327
3-Jan-2014
3,850
7,800
7,250
9,500
920
3,750
890
4,258
6-Jan-2014
3,680
7,650
7,025
9,350
910
3,715
845
4,203
7-Jan-2014
3,675
7,625
7,075
9,375
905
3,715
855
4,176
8-Jan-2014
3,725
7,825
7,175
9,325
905
3,625
870
4,201
9-Jan-2014
3,820
7,800
7,325
9,400
910
3,600
860
4,201
10-Jan-2014
3,930
8,250
7,600
9,400
910
3,720
865
4,255
13-Jan-2014
4,225
8,800
8,375
9,800
900
4,000
915
4,391
15-Jan-2014
4,375
8,800
8,475
9,950
900
4,100
930
4,442
16-Jan-2014
4,305
8,625
8,100
10,000
905
4,065
930
4,412
17-Jan-2014
4,275
8,750
8,325
9,900
905
4,125
935
4,412
20-Jan-2014
4,235
8,750
8,200
9,825
910
4,250
950
4,432
21-Jan-2014
4,265
8,775
8,325
9,850
920
4,550
965
4,452
22-Jan-2014
4,230
8,950
8,400
9,900
915
4,485
940
4,477
23-Jan-2014
4,275
8,875
8,700
10,200
900
4,490
930
4,496
24-Jan-2014
4,300
8,675
8,400
10,175
900
4,220
925
4,437
27-Jan-2014
4,220
8,300
8,250
9,800
880
4,245
900
4,323
28-Jan-2014
4,330
8,275
8,175
10,000
890
4,300
900
4,342
29-Jan-2014
4,370
8,700
8,300
10,000
890
4,375
910
4,417
30-Jan-2014
4,330
8,600
8,300
9,925
890
4,315
905
4,406
Growth
9.6%
6.2%
13.7%
1.3%
-3.3%
12.8%
0.6%
1.8%
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
20,185
28,266
40,006
16,923
1,157
5,582
10,161
18,484
>> Value [Rp Million]
83,017
239,267
322,596
166,019
1,047
22,969
9,292
50,622
Valuation Ratio
>> PER
9.3
11.8
9.7
17.7
5.2
10.3
6.8
19.5
>> PBV
1.8
2.5
2.8
4.0
0.9
1.4
0.9
2.4
10
Februari 2014
seperti data perdagangan Indonesia di bulan November yang positif atau lebih banyak mengekspor daripada mengimpor sebesar USD777 juta. Selain itu inflasi sepanjang 2013 yang lebih rendah atau sebesar 8,13% daripada yang diperkirakan 8,5% sebelumnya. Data yang lebih baik dari ekspektasi ini mendorong investor, terutama investor asing, untuk kembali mengumpulkan emitten Indonesia. Nilai total pembelian investor asing secara akumulatif di sepanjang Januari ini mencapai Rp2,3 triliun. PERBANKAN Sebagai sektor yang cukup sensitif terhadap kondisi makro dan dengan membaiknya kondisi data makro per Januari lalu membawa saham sektor ini rebound. Meski tidak semua saham perbankan menikmati kenaikan ini secara umum saham perbankan meningkat dengan kenaikan yang berarti. Kenaikan tertinggi dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dengan kenaikan sebesar 13,7% diikuti oleh Bank Danamon (BDMN), Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Tabungan Negara (BBTN) untuk kenaikan sebesar 12,8%, 9,6%, 6,2%, 1,3% dan 0,6%. Sedangkan saham perbankan yang belum dapat ditutup pada harga yang lebih tinggi dalam minggu ini dialami oleh Bank CIMB Niaga (BNGA) dengan koreksi sebesar Rp30 atau -3,3%. Selain terbantu dengan data ekonomi yang positif, hasil pantauan Bank Indonesia menyatakan secara rata-rata laba bersih perbankan Indonesia di tahun 2013 cukup baik. Seperti halnya BBRI yang pada bulan
ini BBRI merilis laporan keuangannya untuk tahun buku 2013. Pada tahun 2013 BBRI membukukan laba bersih senilai Rp21,2 triliun atau naik 14% dari laba bersih tahun lalu. Laporan keuangan yang baik ini menjadi dasar bagi investor untuk kembali berinvestasi pada BBRI. INFRASTRUKTUR Sejalan dengan pergerakan IHSG yang merangkak naik, saham sektor ini turut menutup bulan Januari ini pada teritori positif. Kenaikan tertinggi dialami oleh PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dengan ditutup sebesar 4,6% diikuti oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) dengan kenaikan 3,7%. Saham PT Indosat turut ditutup lebih tinggi daripada harga pembukaan bulan sebesar 1,6%. Sentimen positif pada lantai bursa saham Indonesia berhembus hingga sektor infrastruktur. Posisi mata uang Rupiah yang pada tahun 2013 telah melemah daripada tahun sebelumnya diproyeksikan mempunyai ruang yang terbatas untuk melanjutkan perlemahannya, terbantu dengan data perdagangan yang membaik. Sektor infrastruktur memiliki eksposur pada hutang dalam denominasi dalam mata uang asing. Dengan potensi mata uang yang stabil maka memberikan peluang yang tipis untuk mengulang kerugian dari selisih mata uang asing di tahun ini. KONSTRUKSI Sektor konstruksi merupakan salah satu sektor yang mengalami kenaikan yang signifikan di bulan ini. Masingmasing perusahaan konstruksi men-
catat kenaikan harga dua digit. PT Waskita Karya (WSKT) mencatat kenaikan harga bulanan tertinggi atau sebesar 29% dan diikuti oleh PT Wijaya Karya (WIKA), PT Adhi Karya dan PT Pembangunan Perumahan (PTPP) dengan ditutup menguat 17,5%, 15,6% dan 13,4%. Pada pembukaan tahun 2014, BI mensyaratkan inflasi akan berada pada 4,5±1% yang mana tingkat inflasi Indonesia akan lebih rendah daripada suku bunga acuan yang sekarang berada pada 7,5%. Hal ini mengindikasi BI rate dapat diturunkan. Sebagai sektor yang capital intense dimana untuk pendanaannya banyak dibantu dari perbankan. Dengan potensi penurunan suku bunga acuan yang nantinya akan terefleksi pada suku bunga pinjaman dari perbankan, maka sektor ini akan menerima beban pendanaan yang lebih ringan daripada di tahun 2013. Sehingga laba bersih sektor ini dapat bertumbuh dengan skala yang baik. Dengan proyeksi tersebut investor berlomba-lomba mengumpulkan saham sektor ini. PERTAMBANGAN Hal yang berlainan dengan tren pergerakan harga saham nasional, harga saham sektor pertambangan masih terkoreksi cukup dalam. Penurunan yang terdalam dialami oleh PT Timah (TINS) yang ditutup melemah -19% diikuti oleh PT Bukit Asam (PTBA) dan PT Aneka Tambang (ANTM) dengan koreksi -11,1% dan -4,6%. Koreksi yang dalam pada TINS berkaitan dengan penurunan harga komoditas nikel di pasar global dari rata -rata bulan lalu USD22.700 per metrik
11
Februari 2014
ton menjadi USD22.000 per metrik ton serta larangan untuk menjual ke luar negeri produk tambang dalam bentuk mentah. Maka sentimen negatif tidak hanya dari harga jual namun juga pada sisi volume penjualan. Hal tersebut tentunya menekan nilai penjualan TINS cukup dalam. Harga batu bara yang melemah dari USD84,25 per metrik ton pada awal bulan lalu menjadi USD80,40 per
metrik ton memberikan alasan untuk melepas saham PTBA hingga terkoreksi 11,1%. Penurunan yang relatif terbatas pada saham ANTM dikarenakan harga rata-rata nikel di pasar London Metal Exchange masih sempat menguat pada Januari daripada Desember. Pada bulan Januari, harga nikel di pasaran secara rata-rata diperdagangkan pada USD14.185 per metrik ton dari USD13.983 per metrik ton bulan sebelumnya. Sentimen
negatif dari dalam negeri mengenai larangan untuk menjual bahan tambang mentah menjadi katalis pelemahan ANTM.
Pergerakan Harga Saham BUMN Berbagai Sektor INFRASTRUCTURE
CONSTRUCTION
MINING
Closing Price TLKM
ISAT
PGAS
WIKA
ADHI
PTPP
WSKT
PTBA
TINS
ANTM
2-Jan-2014
2,175
4,175
4,600
1,660
1,540
1,190
420
10,400
1,580
1,080
3-Jan-2014
2,125
4,125
4,550
1,660
1,500
1,170
415
10,000
1,530
1,040
6-Jan-2014
2,085
4,060
4,400
1,625
1,470
1,140
408
9,300
1,425
1,005
7-Jan-2014
2,070
4,045
4,270
1,580
1,430
1,125
405
9,125
1,370
1,005
8-Jan-2014
2,100
3,950
4,250
1,645
1,475
1,145
409
9,375
1,360
1,010
9-Jan-2014
2,085
3,925
4,280
1,655
1,470
1,150
413
9,200
1,385
1,005
10-Jan-2014
2,145
3,925
4,435
1,780
1,555
1,225
438
9,175
1,345
980
13-Jan-2014
2,220
4,000
4,420
1,940
1,670
1,315
510
9,150
1,365
990
15-Jan-2014
2,205
4,295
4,370
1,940
1,680
1,300
510
9,250
1,385
990
16-Jan-2014
2,230
4,100
4,260
1,930
1,685
1,320
510
9,150
1,425
1,020
17-Jan-2014
2,225
4,095
4,385
1,955
1,745
1,340
555
9,475
1,425
1,005
20-Jan-2014
2,250
4,120
4,695
1,935
1,765
1,345
560
9,625
1,430
1,030
21-Jan-2014
2,255
4,230
4,700
1,905
1,820
1,340
565
9,700
1,425
1,080
22-Jan-2014
2,230
4,135
4,725
1,845
1,790
1,305
550
9,950
1,420
1,070
23-Jan-2014
2,225
4,120
4,685
1,915
1,805
1,310
550
9,750
1,385
1,045
24-Jan-2014
2,210
4,115
4,700
1,920
1,775
1,295
540
9,600
1,370
1,040
27-Jan-2014
2,150
4,000
4,560
1,835
1,695
1,260
505
9,300
1,320
1,010
28-Jan-2014
2,150
4,055
4,600
1,860
1,715
1,285
515
9,300
1,295
1,005
29-Jan-2014
2,230
4,150
4,760
1,930
1,780
1,315
540
9,450
1,300
1,010
30-Jan-2014
2,275
4,240
4,770
1,950
1,780
1,350
540
9,250
1,280
1,030
29%
Growth
-11.1%
-19.0%
89,044
4.6%
2,357
36,387
24,320
27,790
15,661
44,376
5,823
3,865
35,475
194,004
9,620
163,204
45,191
46,954
20,031
22,093
54,970
5,429
36,458
(9.8)
13.5
23.0
13.4
22.5
33
12.2
34.3
21.2
1.4
4.3
4.2
2.4
3.8
2.47
3.1
1.4
0.8
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
Valuation Ratio
>> PER
14.8
>> PBV
3.9
>> Value [Rp Million]
1.6%
3.7%
17.5%
15.6%
13.4%
-4.6%
12