EDISI 2 / TAHUN 2015
Mengelola Risiko Ekonomi Global
EDISI 2 / TAHUN 2015
Mengelola Risiko ekonoMi global
multirisques.net
Penanggung jawab: Brahmantio Isdijoso Freddy R. Saragih Riko Amir Redaktur: Heri Setiawan, Fajar Hasri Ramadhana, Tony Prianto, Ivan Yulianto, Novijan Janis Penyunting/Editor: Syahrir Ika, Hendro Ratnanto Joni, Farid Arif Wibowo, Hadi Setiawan, Rahadian Zulfadin, Eko Nur Surachman, Riza Azmi Desain Grafis dan Layout: Tim Grafis PNM Sekretariat: Indra Setiawan, Hapsari Widowati, Rahmat Mulyono, Moh. Kharis Syukron Penerbit: Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara – Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Percetakan: PT Prima Najah Mandiri Alamat: Gedung Frans Seda lantai 1, Jl. Dr. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710. Telp. 021-3505052 ext. 2112 Fax. 021-3846786 Email:
[email protected]
Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Tulisan dan artikel ditulis dalam huruf arial 11, spasi 1,5, maksimal 10 halaman A4. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Pandangan, gagasan, atau ide yang termuat dalam buku ini bukanlah representasi dari pikiran atau kebijakan yang keluar dari Dit. PRKN, DJPPR, Kementerian Keuangan, melainkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Daftar Isi
Dok. IRF
UTAMA: l Krisis dan Paket Kebijakan Ekonomi...................................................................... 4 Oleh: Rahadian Zulfadin l Kenaikan PTKP dalam Merespon Perlambatan Ekonomi Indonesia................... 8 Oleh: Hadi Setiawan dan Hidayat Amir l Paket Kebijakan Pemerintah sebagai Upaya Mengatasi Permasalahan Struktural Neraca Pembayaran Indonesia............................................................ 12 Oleh: Abdul Aziz dan Ferry Irawan l Paket Kebijakan Ekonomi untuk Mendorong Ekspor dan Mencegah PHK .....16 Oleh: Ivan Yulianto Mitigasi risiko: l Risiko pada Sukuk Global Indonesia.....................................................................23 Oleh: Eri Hariyanto l Mitigasi Risiko Perlambatan Ekonomi Melalui KUR........................................... 29 Oleh: Mohamad Nasir l Risiko Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak terhadap APBN....................32 Oleh: Oleh: M. Jamaluddin wawancara: l Wawancara Redaksi Buletin Info Risiko Fiskal (IRF) dengan Prof. Suahasil Nazara, Ph.D. Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan . .. 36 Oleh: Tony.P, Hadi. S, Roki GW, Hani.W opini: l Asuransi Pertanian sebagai Tiang Ketahanan Pangan Nasional....................... 41 Oleh: Indria Wardhani l Penyediaan Infrastruktur yang Merata untuk Membangun Ekonomi Negeri yang Berkualitas dan Berdaya Dukung.............................................................. 44 Oleh: Eko Nur Surachman l Strategi Perluasan Kepesertaan Program SJSN melalui Model Lembaga Pengacara Buruh dan Jaminan Sosial Jepang “sharoushi” di Indonesia.......... 51 Oleh: Roki G.W l Permasalahan Struktural Penyediaan Air Minum di Indonesia........................ 54 Oleh: Sofia Arie Damayanty l Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia – Studi Kasus PT Freeport Indonesia................................................................................................................. 61 Oleh: Novijan Janis l Asuransi Pengangguran, perlukah di Indonesia?............................................... 73 Oleh: Hani Widyastuti edukasi fiskal: l Belajar dari Jepang Mengembangkan Proyek Panas Bumi............................... 56 Oleh: Rodlwan Irwandaru exposure..................................................................................................................... 78
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Editorial
H
Mengelola Risiko Ekonomi Global
ampir semua negara di dunia mempunyai pengalaman menghadapi krisis ekonomi. Perbedaan diantara satu negara dengan negara lain adalah pada ukuran magnitude krisisnya, ada yg besar, ada yg sedang, dan ada yang kecil. Krisis ekonomi disebut global crisis bila magnitudenya besar dan menjalar ke negara lain. Tahun 2008, AS mengalami krisis property yg lebih dikenal dengan subprime mortgage crisis. Banyak investment banking yang melakukan transaksi derivative mengalami collaps karena para subprime tidak mampu membayar kewajiban kredit perumahan. Indeks NYSE ambruk yang berimplikasi hampir semua bursa saham di dunia mengalami koreksi yang tajam. Pada tahun 2009, satu tahun setelah krisis, hanya 3 negara yang pertumbuhan ekonominya positif, yaitu China (9%), India (7%), dan Indonesia (4%). Negara-negara lain mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Mengapa demikian? karena ketiga negara tersebut memiliki ketahanan ekonomi domestik yg kuat dan memiliki transaksi perdagangan/keuangan global yang relatif rendah. Risiko terkait dengan ketidakpastian. Indonesia tidak pernah menyangka bahwa surganya ekonomi komoditi yang telah membesarkan ekonomi Indonesia ternyata kini bermasalah. Dahulu kita bangun negeri ini dari minyak mentah, CPO, karet, dan hasil-hasil tambang seperti nikel, alumina, emas, tembaga, dan batubara. Kini akibat perubahan ekonomi global, permintaan dunia terhadap komoditi asal Indonesia menurun, banyak mitra dagang yang menyetop order mereka. Apa yang terjadi, banyak timbunan stok di Indonesia, kalau terpaksa dijual, harganya terdiskon cukup besar, alias jual rugi. Ketika China terganggu ekonominya, mereka mengerem pertumbuhan dan mendevaluasikan Yuan-nya, Indonesia terpukul, ekspor Indonesia menurun drastis karena mereka mengurangi pesanan batubara, nikel, dsb. Kita kemudian mengoreksi strategi ekspor, dari komoditas ke processing product yang bernilai tambah tinggi. Tapi start kita terlambat, ketika kita baru mulai, mereka sudah ditahap mature. Pertanyaannya, apakah kita harus merubah strategi kita? bila ya, kita harus merombak struktur industri kita yang implikasinya meluas. Memaksa semua perusahaan tambang harus baINFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
ngun smelter, itu tidak mudah, selain persyaratan modal juga penyediaan infrastruktur listrik, pelabuhan, dll. Dalam proses normal saja, butuh waktu 2 s.d 3 tahun untuk membangun smelter. Belum lagi menjual hasil produksinya, kemana? Produksi tanpa menguasai pasar, itu sama saja dengan menambah stok yang kemudian jadi beban. Tapi, bagaimanapun kita harus punya pilihan agar tidak terus menerus bergantung pada ekonomi global, apapun risikonya. Kita harus kurangi ketergantungan fiskal dari negara atau Lembaga Keuangan Internasional. Ketika suatu negara memiliki ketergantungan fiskal (utang, impor barang modal atau bahan baku, bahkan ekspor) yang besar pada negara lain atau lembaga keuangan global, maka semakin rentan negara tersebut terhadap risiko ekonomi global. Keberlangsungan fiskal bisa terganggu kalau negara tersebut memiliki total utang yang besar melebihi kapasitas ekonominya (GDP) dan/ atau defisit budget-nya cukup besar akibat ada tekanan pada penerimaan perpajakan. Biasanya pemerintah membuat threshold pada indikator-indikator ekonomi makronya seperti Debt to GDP, Budget Deficits to GDP. Negara-negara tersebut juga membangun Early Warning Cricis, Banking Presure Index (BPI) untuk memproteksi perbankan mereka, bahkan mengembangkan financial inclusion untuk menjaga kelangsungan hidup usaha kecil, mikro dan menengah, baik dengan memberikan insentif mapun menjamin risiko pinjaman. Negara tersebut juga membuat regulasi untuk melindungi ekonomi mereka dari krisis. Indonesia misalnya sedang merancang undang undang JPSK, agar ada koordinasi antar otoritas (fiskal dan moneter) untuk membuat langkah-langkah pencegahan krisis dan membuat mekanisme pengambilan keputusan ketika terjadi krisis. Semua itu memang “necessary”, tetapi “not sufficient”. Pengelolaan risiko ekonomi global yang paling tepat adalah bagaimana kemampuan kita dalam memperkuat ekonomi domestik, meningkatkan kemandirian ekonomi dan menjaga kedaulatan ekonomi negara. Itu saja juga belum cukup, perlu strong leaderhip untuk mengawal semua kebijakan bisa berjalan secara efektif dan konsisten. Demikian editorial.
Syahrir Ika
cdn.playbuzz.com
U T A M A
Krisis dan Paket Kebijakan Ekonomi Oleh: Rahadian Zulfadin
Kepala Subbidang Kebijakan Pembangunan Ekonomi Global, PKPPIM, BKF. Email:
[email protected]
K
onferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Antalya barubaru ini menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang termuat dalam Leaders’s Communique yang terutama bertujuan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi global yang kuat dan lebih inklusif melalui aksi bersama negara-negara yang tergabung dalam Forum G20. KTT tersebut dilaksankan dengan latar belakang kinerja perekonomian global yang berada di bawah ekspektasi. Pertumbuhan ekonomi masih tidak berimbang, dimana negaranegara maju mulai menunjukkan pemulihan sedangkan negara-negara berkembang justru mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kinerja ekonomi global yang belum menggembirakan tersebut masih ditambah dengan ekonomi global
yang masih rentan terutama karena potensi risiko yang berasal dari sektor keuangan, melemahnya harga komoditas global yang merugikan negara-negara eksportir komoditas, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh ketidakjelasan normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat serta kondisi geopolitik di berbagai belahan dunia yang berpotensi mengancam pemulihan ekonomi global.. Kinerja yang masih lemah ditambah masih rentannya ekonomi global menimbulkan dampak negatif di hampir seluruh negara-negara di dunia, dan dalam setahun terakhir terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Paruh kedua tahun 2015 ditandai dengan tekanan yang semakin berat pada perekonomian nasional sebagai dampak dari tiga faktor penting bagi Indonesia yang
terjadi dalam perekonomian global. Pertama, perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia mengakibatkan tekanan pada sektor eksternal yang pada gilirannya mengurangi prospek pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua, tren penurunan harga komoditas global memberikan dampak negatif pada negara seperti Indonesia yang memiliki ketergantungan besar pada ekspor komoditas. Ketiga, masih tingginya ketidakpastian atas rencana normalisasi kebijakan suku bunga di Amerika serikat yang memberikan tekanan pada nilai mata uang negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kondisi perekonomian global yang melemah turut memiliki andil pada melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 yang ditunjukkan dengan
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
pertumbuhan ekonomi kuartal dua yang mencapai 4,7% (YoY), lebih rendah dari asumsi APBNP 2015 sebesar 5,7%. Data terakhir dari otoritas fiskal dan moneter menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 tidak akan mencapai angka 5%. Untuk memitigasi prospek perlambatan ekonomi nasional, sepanjang September hingga November 2015 Pemerintah telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi yang dalam jangka pendek ditujukan untuk mengatasi dampak negatif perlambatan pertumbuhan ekonomi dan dalam jangka panjang untuk memperkuat fundamental perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan yang lebih berkesinambungan. Beberapa pihak menganggap paket-paket kebijakan ekonomi tersebut merupakan sesuatu yang di luar kewajaran dan menunjukkan kondisi perekonomian yang sangat mengkhawatirkan. Padahal, dalam sejarah perekonomian nasional selama 40 tahun terakhir, paketpaket kebijakan seperti tersebut di atas merupakan hal yang biasa dilakukan Pemerintah untuk menghadapi kondisi perlambatan ekonomi nasional. Krisiskrisis yang terjadi di awal tahun 80an, awal 90an dan krisis besar Asia tahun 1997-1998 menuntut Pemerintah mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi untuk mengurangi dampak negatif krisis terhadap ekonomi nasional dan masyarakat luas. Pada pertengahan tahun 70an hingga awal tahun 80an, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai ratarata 7,6% yang terutama didorong oleh belanja negara yang didanai oleh oil-boom, terms of trade yang menguntungkan serta produksi beras nasional yang melimpah. Sektor-sektor yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut adalah sektor transportasi dan jasa yang mendapatkan manfaat tidak langsung dari oil-boom. Melimpahnya INFO RISIKO FISKAL
produksi beras berperan menjaga inflasi tetap rendah di saat pertumbuhan ekonomi tinggi mengingat porsi beras yang cukup besar dalam keranjang inflasi. Namun demikian, anjloknya harga minyak dunia di akhir tahun 70an, tingkat suku bunga global yang cenderung tinggi serta turunnya produksi beras nasional pada pertengahan tahun 80an membuka kerentanan perekonomian nasional atas berbagai shocks dari dalam dan luar negeri. Menghadapi hal tersebut, pada saat itu Pemerintah mengeluarkan beberapa paket kebijakan yang tujuan utamanya adalah untuk mengurangi peran pemerintah dalam perekonomian dan memberikan peran yang lebih besar pada mekanisme pasar. Sebagai contoh, di bulan Maret 1983 dan September 1986 Pemerintah men-devaluasi nilai tukar Rupiah masing-masing sebesar 28% dan 31%. Selain itu, di bulan Juni 1983 juga dikeluarkan paket deregulasi di sektor perbankan, antara lain melalui penghapusan batas atas untuk kredit dan tingkat bunga yang dapat dikenakan oleh bank-bank negara untuk membuka persaingan dengan bank-bank swasta. Selain itu, di bulan Oktober 1988 Pemerintah membuka sektor perbankan dengan secara drastis mempermudah syarat pendirian bank di Indonesia untuk meningkatkan persaingan di sektor perbankan. Sepanjang tahun 80an Pemerintah juga mengeluarkan berbagai paket kebijakan untuk mendorong ekspor non-migas dalam bentuk pengurangan tarif ekspor serta penghapusan kontrol atas kuantitas impor. Berbagai macam kebijakan tersebut mampu membawa perekonomian nasional melepaskan diri dari krisis dan dari ketergantungan terhadap sektor migas pada pertengahan tahun 80an. Terjadi perubahan struktur ekonomi Indonesia dimana ekspor non-migas dan konsumsi dalam negeri menjadi
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
faktor yang semakin penting dalam perekonomian nasional. Indonesia memasuki tahapan pertumbuhan ekonomi tinggi di akhir 80an dan awal 90an dengan beberapa karakteristik antara lain: (i) pertumbuhan ekspor non-migas dan penerimaan non-migas dalam APBN yang lebih tinggi dari sektor migas, (ii) terus tumbuhnya sektor konsumsi dan investasi, (iii) pergeseran peran dari Pemerintah yang awalnya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berperan menciptakan iklim usaha yang lebih baik bagi berkembangnya sektor swasta, (iv) turunnya angka kemiskinan. Namun demikian, beberapa karakteristik negatif juga muncul dalam perekonomian nasional. Pertama, ketidakmampuan sektor infrastruktur mendukung pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tekanan inflasi yang tinggi. Kedua, naiknya tekanan pada neraca pembayaran akibat tingginya utang luar negeri sektor swasta seiring dengan semakin besarnya peran sektor swasta dalam perekonomian. Ketiga, deregulasi di sektor keuangan yang berjalan lebih cepat daripada deregulasi di sektor riil mengakibatkan distorsi alokasi sumber daya yang berpotensi memunculkan bubble ekonomi. Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi dan tekanan inflasi yang tinggi ditambah melonjaknya utang luar negeri sektor swasta membawa perekonomian nasional menuju jurang krisis di pertengahan tahun 90an. Perekonomian Indonesia memasuki krisis besar sejak pertengahan tahun 1997. Di awal tahun 1998 Rupiah terdepresiasi hampir 80% dan pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 13% di tahun 1998. Tingkat inflasi melonjak hingga 60% yang mendorong tingkat bunga dalam negeri mencapai 70% pada kuartal ketiga tahun 1998. Tingkat kemiskinan yang sebelumnya berkisar 11% melonjak
U T A M A
U T A M A
pada kisaran 14%-20% di tahun 1998. Ditambah dengan krisis politik dan sosial yang semakin tidak menentu, periode tahun 1997-1999 dapat dikatakan sebagai periode terkelam dalam sejarah modern perekonomian Indonesia. Besarnya skala dan dimensi krisis di tahun 1997 tidak meruntuhkan fakta sejarah perekonomian bahwa suatu perekonomian yang menghadapi krisis akan pulih. Pada tahun 2000an Indonesia secara perlahan berhasil keluar dari jurang krisis dan mulai tumbuh dengan struktur ekonomi yang berbeda dan dengan fundamental lebih kuat, terbukti dari keberhasilan Indonesia melewati krisis global di tahun 2008 dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Hal yang sama saat ini dilakukan oleh pemerintah untuk memitigasi dampak negatif perlambatan ekonomi global dan memperbaiki potensi ekonomi nasional dalam jangka menengah dan jangka panjang. Berbagai paket kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah dalam empat bulan terakhir menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memperbaiki masalahmasalah struktural dalam perekonomian nasional. Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) Tahap I yang diluncurkan pada tanggal 9 September 2015 memiliki fokus kebijakan yang diarahkan untuk menyederhanakan prosedur investasi melalui deregulasi dan debirokratisasi untuk menjadikan perekonomian nasional lebih ramah-bisnis, memulihkan dan meningkatkan utilisasi kapasitas industri nasional dan menghilangkan distorsi yang menimbulkan beban pada konsumen. Selain itu, PKE Tahap I juga ditujukan untuk mempercepat peningkatan daya saing industry nasional dan menciptakan insentif-insentif baru sehingga industry nasional dapat melakukan ekspansi ke pasar ekspor. Deregulasi dicapai melalui rasionalisasi dan harmonisasi regulasi untuk semaksimal mungkin mewujudkan regulasi
yang konsisten yang dapat memberikan kepastian usaha. Debirokratisasi dicapai terutama melalui simplifikasi, memperjelas mekanisme, peningkatan pengawasan internal dan manajemen risiko yang lebih baik serta elektronifikasi dalam proses perizinan usaha. Selain itu, usaha-usaha penegakan hukum juga terus dilakukan dengan memperjelas saluran penyelesaian masalah regulasi dan birokrasi, pemberantasan pemerasan dan pungli serta pemberian sanksi yang tegas dalam setiap pelanggaran. PKE Tahap II yang diluncurkan pada tanggal 29 September 2015 memiliki fokus utama pada upaya meningkatkan investasi baik yang bersumber dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Terobosan penting dalam PKE Tahap II adalah pemangkasan waktu yang diperlukan untuk izin investasi, yang di dalamnya termasuk izin konstruksi, menjadi 3 jam di kawasan industri. Kemudahan investasi juga diberikan dalam bentuk pemberian insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday bagi yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan. PKE Tahap III yang diluncurkan pada tanggal 7 Oktober 2015 memiliki tujuan utama untuk memberikan kemudahan pada kalangan dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menghadapi kondisi sulit akibat perlambatan ekonomi nasional. Dalam paket kebijakan ini, pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas serta tarif listrik untuk industri, memperluas penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), menurunkan tingkat bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 22% menjadi 12% serta menyederhanakan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal. Kebijakan terkait KUR penting untuk meningkatkan inklusifitas pertumbuhan ekonomi dengan memperluas akses kredit untuk usa-
ha produktif bagi keluarga dengan penghasilan tetap dan mendorong bank-bank yang menyalurkan KUR untuk pro-aktif menawarkan kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkan kredit. Penyederhanaan izin pertanahan terutama dilakukan melalui pemotongan waktu yang diperlukan untuk memastikan legalitas penggunaan lahan untuk usaha. Sebagai dukungan lebih lanjut bagi penguatan ekonomi masyarakat, pada tanggal 15 Oktober pemerintah mengeluarkan PKE Tahap IV. Dua fokus utama dalam paket ini adalah kebijakan pengupahan yang lebih adil, sederhana dan terproteksi serta melanjutkan kebijakan KUR yang menjangkau lebih banyak lapisan masyarkat dengan tingkat bunga yang lebih murah. Kebijakan pengupahan yang baru diarahkan untuk memberikan kepastian bagi pengusaha dan pekerja mengingat kedua belah pihak memiliki kepentingan dan sudut pandang yang berbeda yang seringkali mengakibatkan penyelesaian masalah upah menjadi berlarut-larut dan menghambat bergeraknya perekonomian. Kebijakan perluasan akses terhadap KUR terutama bertujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia yang masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara setara di Asia Tenggara. Dalam paket kebijakan kali ini pemerintah juga memberikan dukungan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terutama padat karya, yang berorientasi ekspor atau terlibat dalam proses produksi untuk ekspor dengan memberikan fasilitas kredit modal kerja dengan tingkat bunga murah. PKE Tahap V yang diluncurkan pada tanggal 22 Oktober 2015 merupakan kebijakan deregulasi terkait revaluasi asset, penghilangan pajak berganda serta deregulasi di bidang perbankan syariah. Deregulasi terkait revaluasi asset dengan tarif PPh reva-
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
luasi yang lebih rendah dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dunia usaha dalam melakukan ekspansi usaha. Kebijakan penghilangan pajak berganda ditujukan untuk meningkatkan investasi di pasar keuangan domestik terutama di bidang properti, infrastruktur dan jasa konstruksi. Sedangkan deregulasi di bidang perbankan syariah ditujukan untuk mendorong industry keuangan syariah melalui penyederhaan peraturan dan perizinan bagi produkproduk perbankan syariah termasuk pembukaan kantor-kantor cabang perbankan syariah. Paket kebijakan terbaru yang diluncurkan pemerintah, PKE Tahap VI, pada tanggal 5 November 2015 juga merupakan kebijakan deregulasi yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran, memperbaiki penyediaan air untuk masyarakat serta mempercepat proses perizinan impor bahan baku obat. Perekonomian di wilayah pinggiran akan ditingkatkan dengan mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang saat ini belum memenuhi harapan akibat belum ditetapkannya insentif dan kemudahan investasi di KEK. Pemberian insentif di KEK akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur bentuk dan besaran insentif fiskal serta kemudahan-kemudahan usaha di bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan dan perizinan. Perbaikan penyediaan air untuk masyarakat merupakan dampak tidak langsung dari keputusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan bahwa UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Saat ini pemerintah sedang menyusun PP Pengusahaan Sumber Daya Air dan PP Sistem Penyediaan Air Minum untuk memberikan kepastian hukum bagi pengusahaan sumber daya air dan penyediaan air minum di Indonesia. INFO RISIKO FISKAL
Melalui PP tersebut, perbaikan pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui penguatan tata kelola perizinan penggunaan air dengan memperhatikan poin-poin keputusan Mahkamah Konstitusi yang terutama memberikan jaminan hak rakyat atas air, kelestarian lingkungan serta prioritas pengelolaan sumber daya air pada BUMN/BUMD. Deregulasi terakhir dalam PKE Tahap VI yaitu percepatan proses impor bahan baku obat terutama ditujukan untuk menjamin stabilitas harga obat di dalam negeri. Paket kebijakan terakhir yang diluncurkan pemerintah dalam empat bulan terakhir, PKE VII, diluncurkan pada tanggal 4 Desember 2015 dan terutama ditujukan untuk menggairahkan aktivitas ekonomi masyarat luas melalui keringanan pajak penghasilan, fasilitas pengurangan pajak untuk penanaman modal dan kemudahan sertifikasi tanah. Keringan pajak penghasilan ditujukan untuk pekerja pada industri padat karya dengan tenaga kerja minimal 5000, memiliki gaji di bawah Rp 50 juta pertahun dan bekerja pada perusahaan yang 50% atau lebih hasil produksinya diekspor. Fasilitas ini berlaku selama 2
Rentetan paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam tiga bulan terakhir merupakan upaya pemerintah untuk dalam jangka pendek mengurangi perlambatan ekonomi.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
tahun dan dapat diperpanjang. Fasilitas pajak untuk penanaman modal antara lain melalui pengurangan pajak dividen, percepatan depresiasi dan pengurangan penghasilan bersih sebesar 5% selama 6 tahun. Pemberian fasilitas ini dilakukan setelah adanya revisi terhadap Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Fasilitas tambahan diberikan oleh BKPM dengan menambah jumlah perizinan yang dapat diselesaikan investor dalam 3 jam dari yang sebelumnya 3 menjadi 8 jenis perizinan. Secara umum, rentetan paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam empat bulan terakhir merupakan upaya pemerintah untuk dalam jangka pendek mengurangi perlambatan ekonomi domestik dan meminimalkan dampak perlambatan ekonomi terutama bagi masyarakt miskin serta dalam jangka menengah dan jangka panjang meningkatkan kapasitas dan ketahanan ekonomi nasional. Berbagai paket kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan realisasi investasi dari dalam dan luar negeri serta meningkatkan daya saing industry dalam negeri, terutama industri yang bersifat padat karya. Pesan utama dari tulisan ringan ini adalah bahwa perlambatan ekonomi merupakan dinamika yang wajar dari perjalanan panjang perekonomian suatu negara. Pemerintah, dan dalam kapasitas yang sama otoritas moneter dan sektor keuangan, dituntut untuk mampu memitigasi dan mengantisipasinya dengan berbagai macam paket kebijakan yang diperlukan sesuai dengan otoritas masing-masing. Kesemuanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat luas. n
U T A M A
Kenaikan PTKP dalam Merespon Perlambatan Ekonomi Indonesia Oleh: Hadi Setiawan1 dan Hidayat Amir2 1. Peneliti pada Badan Kebijakan Fiskal. Email:
[email protected] 2. Peneliti pada Badan Kebijakan Fiskal. Email:
[email protected]
Pendahuluan
U T A M A
Perlambatan ekonomi Indonesia sudah mulai terasa sejak tahun 2014 dimana ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,02% melambat dibandingkan tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,58%. Dilihat dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan tahun 2014 merupakan pertumbuhan yang paling kecil (gambar 1). Hal ini ternyata berlanjut di tahun 2015 dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami perlambatan dalam 2 kuartal pertama tahun 2015. Perlambatan ekonomi ini lebih banyak disebabkan oleh faktor global, dimana hampir semua negara maju mengalami permasalahan di bidang ekonomi. Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang paling berpengaruh di bidang ekonomi mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi dan mengalami masalah di beberapa indikator-indikator ekonomi lainnya, misalnya kesenjangan ekonomi dan beban fiskal dalam jangka menengah dari sistem jaminan kesehatan. Uni Eropa juga mengalami hal yang sama khususnya di negara-negara seperti Yunani yang bahkan hampir dikatakan bangkrut, demikian juga dengan Spanyol, Italia dan beberapa negara Eropa lainnya yang juga mengalami masalah ekonomi. Dua negara besar yang dalam beberapa tahun terakhir ini menunjang pertumbuhan ekonomi dunia juga mengalami hal yang sama. Yang pertama Tiongkok, jika dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonominya mencapai 2 digit, maka dalam tahun 2014 ini hanya berada di kisaran 7%. Demikian juga dengan India yang
Gambar 1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010-2015
Sumber: BPS
mengalami perlambatan pertumbuhan walaupun tidak sebesar Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Tiongkok. Akibat hal-hal tersebut, perekonomian dunia pun terimbas, hampir semua Negara di dunia khususnya emerging market mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Negara-negara Brasil, Rusia, Argentina, Swiss, Kroasia, Ukraina bahkan mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif (Deil, 2015). Faktor global lainnya yang memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah turunnya harga komoditas yang merupakan andalan ekspor Indonesia. Efeknya kinerja sektor pertambangan dan perkebunan menurun tajam. Selain itu pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang jauh menurun membuat nilai ekspor ke Tiongkok juga mengalami penurunan tajam padahal Tiongkok merupakan salah satu negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Faktor penting lain yang mempengaruhi ekonomi global adalah rencana kenaikan suku bunga the Fed yang membuat nilai Dolar Amerika naik tajam terhadap hampir semua mata uang di dunia termasuk Rupiah. Efeknya sektor konsumsi yang merupakan sektor penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar pun mengalami penurunan sebagai akibat turunnya daya beli masyarakat. Faktor global ini juga memberikan andil yang sangat besar
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Tabel 1: Perbandingan Nilai PTKP dari Tahun 2000-2013 Dasar Hukum
UU 7/2000
Tahun berlaku
2001
564/ KMK.03/2004
137/ PMK.03/2006
2004
2006
UU 36/2008
162/PMK. 011/2012
2009
2013
Diri WP Orang Pribadi
2.880.000
12.000.000
13.200.000
15.840.000
24.300.000
Tambahan WP kawin Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung suami Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda paling banyak untuk 3 orang
1.440.000
1.200.000
1.200.000
1.320.000
2.025.000
2.880.000
12.000.000
13.200.000
15.840.000
24.300.000
1.440.000
1.200.000
1.200.000
1.320.000
2.025.000
terhadap penurunan investasi dan ekspor Indonesia. Selain faktor eksternal, terdapat juga faktor internal yang turut berperan memperlambat pertumbuhan ekonomi, antara lain realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah yang belum optimal. Lambatnya realisasi belanja terutama disebabkan oleh adanya perubahan nomenklatur Kementerian dan Lembaga (K/L) di awal pemerintahan Jokowi-JK yang menyebabkan lamanya proses pencairan belanja di K/L tersebut. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan konsumsi rumah tangga, yang merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi yang biasanya tumbuh pada kisaran 5,5 persen, pada quartal kedua 2015 hanya tumbuh 4,9 persen. Kedua, pengeluaran pemerintah dari 8-9 persen turun menjadi 7,9 persen. Ketiga, konsumsi lembaga nonprofit bahkan turun hingga minus 7,91 persen. Keempat, investasi, di samping porsinya menurun, tumbuhnya juga hanya 3,55 persen. Kelima, ekspor juga tumbuh minus 0,13 persen. Dan keenam, impor bahan baku yang turun cukup besar,
yaitu minus 6,85 persen (Hartati, 2015).
Kenaikan PTKP sebagai Respon Pemerintah Dari keseluruhan faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi yang turun tersebut, sektor konsumsi lah yang berkontribusi paling besar membuat perlambatan ekonomi. Hal ini disebabkan sektor konsumsi yang memang merupakan penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah melihat bahwa diperlukan suatu kebijakan yang bisa mendorong tingkat konsumsi atau meningkatkan purchasing power masyarakat khususnya masyarakat golongan bawah. Salah satu instrumen yang dapat dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah melalui kebijakan fiskal, misalnya dengan memberikan stimulus pajak (tax cut) yaitu dengan menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi (OP) untuk menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan.
Dengan menaikkan PTKP, diharapkan tingkat konsumsi masyarakat akan meningkat karena nilai penghasilan yang dipotong pajak juga semakin kecil. Efeknya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Kenaikan PTKP terbukti telah beberapa kali dilakukan oleh Pemerintah untuk memitigasi dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi, antara lain pada tahun 2009 dan 2013. Secara detail perbandingan nilai PTKP sejak tahun 2000 dapat dilihat pada tabel 1.
Dampak Kenaikan PTKP terhadap Perekonomian Kenaikan PTKP pasti akan membawa dampak secara langsung terhadap penerimaan pajak, dimana jumlah penerimaan pajak khususnya dari penerimaan PPh OP dan PPh Pasal 21 akan berkurang. Ilustrasi perhitungan dampak langsung kenaikan PTKP terhadap penghitungan PPh OP adalah sebagaimana tertera dalam Tabel 2. Sementara itu, data nilai PTKP dan penerimaan PPh OP selama tahun 2005 sampai dengan 2014 dapat dilihat dalam Grafik 1.
Tabel 2. Ilustrasi Perhitungan Dampak kenaikan PTKP terhadap Pembayaran PPh OP(dalam ribuan rupiah) Penghasilan 25.000 50.000 75.000 100.000 275.000 530.000
PTKP 19.800 19.800 19.800 19.800 19.800 19.800
2012 Ph. Kena Pajak 5.200 30.200 55.200 80.200 255.200 510.200
Pajak Terutang 260 1.510 3.280 7.030 33.800 98.060
PTKP 30.750 30.750 30.750 30.750 30.750 30.750
2013 Ph. Kena Pajak 19.250 44.250 69.250 244.250 499.250
Pajak Terutang 963 2.213 5.388 31.638 94.813
Penghematan Pajak 260 548 1.068 1.643 2.163 3.248
Asumsi: Satu keluarga mempunyai 3 orang tanggungan (status K/2)
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
U T A M A
Grafik 1. Nilai PTKP dan Penerimaan PPh OP
U T A M A
Sumber: Hidayat Amir, 2015
Grafik 1 memperlihatkan bahwa walaupun terjadi kenaikan PTKP, ternyata penerimaan PPh OP masih mengalami kenaikan walaupun kenaikannya tidak sebesar ketika PTKP tetap, kecuali pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009 tidak terdapat kenaikan besaran PPh OP sebagai imbas kenaikan PTKP dan juga krisis ekonomi pada tahun 2008-2009. Selanjutnya pada tahun 2013 besaran penerimaan kenaikan PPh OP juga tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya dimana tidak ada perubahan PTKP. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan besaran PTKP pada tahun 2015 untuk memitigasi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Perubahan tersebut diatur dalam Pearturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tanggal 29 Juni 2015. Adapun besaran perubahan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3. Atas perubahan besaran PTKP ini, Amir (2015) menghitung dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan analisis Model 10
CGE Indofiscal. Analisis dilakukan dengan menghitung dampak kenaikan PTKP ini antara lain terhadap indikator-indikator makro ekonomi, terhadap APBN, dan tingkat kemiskinan serta ketimpangan. Tabel 4 memperlihatkan bahwa perubahan PTKP dari Rp24.300.000 menjadi Rp36.000.000 akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kenaikan tingkat konsumsi masyarakat. Kenaikan tingkat konsumsi ini pada gilirannya akan menaikkan tingkat inflasi yang efeknya menurunkan tingkat competitiveness untuk produk ekspor. Selain itu peningkatan konsumsi dalam negeri juga meningkatkan volume impor. Efek lainnya adalah peningkatan pertumbuhan
ekonomi ini juga juga berpotensi untuk membuka lapangan kerja baru. Sedangkan dampak kenaikan PTKP ke APBN bisa dilihat pada Tabel 5. Penerimaan PPh yang dibayar oleh OP akan berkurang, walaupun sebagian dikompensasi dengan kenaikan penerimaan pajak (PPN, tarif impor, PPh Badan) sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kemudian pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh inflasi juga akan meningkatkan belanja pemerintah. Perubahan PTKP ini juga membawa dampak terhadap tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan mengalami penurunan, walaupun secara persentasi cukup kecil tetapi bila dilihat secara nominal jumlah penduduk dam-
Tabel 3. Besaran PTKP mulai Tahun 2015 Dasar Hukum Diri WP Orang Pribadi Tambahan WP kawin Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung suami Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda paling banyak untuk 3 orang
INFO RISIKO FISKAL
122/PMK.01/2015 36.000.000 3.000.000 36.000.000 3.000.000
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Tabel 4. Dampak Perubahan PTKP terhadap Indikator Makro Dampak terhadap Indikator Makro Riil PDB Riil Konsumsi Riil Investasi Riil Pengeluaran Pemerintah Riil Ekspor Riil Impor Consumer Price Index Agregate employment
Hasil Simulasi (perubahan dalam %) 0.039 0.252 0.000 0.033 -0.202 0.044 0.175 0.058
Referensi
Sumber: Hidayat Amir, 2015
paknya cukup besar . Tetapi kebijakan penyesuaian besaran PTKP bisa dikatakan tidak terlalu mempengaruhi tingkat ketimpangan. Hal ini dikarenakan kebijakan ini memangkas beban pajak dari seluruh golongan rumah tangga pembayar pajak. Secara lengkap efek perubahan PTKP terhadap tingkat kemiskinan dan ketimpangan dapat dilihat di Tabel 6.
Penutup Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan terutama oleh turunnya konsumsi harus direspon oleh Pemerintah dengan membuat kebijakan yang mampu meningkatkan daya beli masyarakat (purchasing power) khususnya bagi masyarakat golongan bawah. Salah satu instrumen untuk melakukan hal tersebut adalah dengan menaikkan PTKP. Syarat agar kenaikan PTKP ini benar-benar dapat mendorong tingkat konsumsi adalah dengan yang menaikkannya diatas UMP atau UMK tertinggi di seluruh Indonesia. Dengan begitu seluruh masyarakat golongan bawah dapat menikmatinya. Berdasarkan perhitungan/simulasi dalam Hidayat Amir (2015) dengan analisis Model CGE Indofiscal, kebijakan penyesuaian besaran PTKP akan meningkatkan aggregate welfare dalam perekonomian sebagaimana diindikasikan oleh kenaikan pertumbuhan
. 1% tingkat kemiskinan setara 2,4 juta penduduk INFO RISIKO FISKAL
kebijakan menaikkan PTKP ini diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan yang efektif dalam membantu mengurangi efek dari perlambatan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, kebijakan ini tidak mungkin berdiri sendiri, melainkan harus turut dibantu dengan kebijakan-kebijakan lainnya baik fiskal maupun non fiskal.
ekonomi dan tingkat konsumsi. Selain itu, kebijakan ini juga akan membuka kesempatan kerja baru dan menurunkan tingkat kemiskinan. Potensi dampak negatif kenaikan PTKP adalah kenaikan tingkat inflasi (demand pull inflation) yang membawa beberapa konsekuensi diantaranya hilangnya daya saing komoditas yang berorientasi ekspor yang akan berakibat pada penurunan volume produksi. Sedangkan dampaknya terhadap APBN, kebijakan ini akan mengurangi penerimaan PPh dalam APBN, namun akan ada offset tambahan penerimaan dari jenis pajak yang lain (PPN, tarif impor dan PPh Badan) walaupun secara keseluruhan masih relatif lebih kecil. Berdasarkan hal tersebut dan mengingat pengalaman sebelumnya,
1.
2.
3.
Amir, Hidayat. 2015. Dampak Perubahan PTKP 2015: Analisis Model CGE Indofiscal. Dipresentasikan dalam FGD di BKF, Kementerian Keuangan. Deil, Siska Amelia F. 2015. 10 Negara dengan Pertumbuhan Ekonomi Terparah di 2015. Diambil dari http://bisnis.liputan6.com/ read/2267750/10-negara-denganpertumbuhan-ekonomi-terparah-di-2015?p=1 pada tanggal 25 Oktober 2015. Hartati, Enny Sri. 2015. Enam Biang Kerok Perlambatan Ekonomi. Diambil dari http://news. detik.com/kolom/3008726/enambiang-kerok-perlambatan-ekonomi pada tanggal 26 Oktober 2015.
Tabel 5. Dampak Perubahan PTKP terhadap APBN Dampak terhadap APBN Pajak Tidak Langsung Impor PPh OP PPh Badan Belanja Pemerintah Subsidi Transfer ke/daerah institusi lain Defisit
Hasil Simulasi (dalam Rp miliar) Pendapatan Pengeluaran 1.280 68 -22.396 1.907 4.275 624 872 -24.905
Asumsi: penurunan penerimaan dari PPh karena peningkatan PTKP tidak dikompensasi dengan penurunan belanja (defisit menjadi lebih besar)Sumber: Hidayat Amir, 2015
Tabel 6. Dampak Perubahan PTKP terhadap Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Area Pedesaan Perkotaan Pedesaan + Perkotaan
Tingkat Kemiskinan -0.016 -0.007 -0.014
Ketimpangan 0.0003 0.0000 -0.0050
Sumber: Hidayat Amir, 2015
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
11
U T A M A
Paket Kebijakan Pemerintah sebagai Upaya Mengatasi Permasalahan Struktural Neraca Pembayaran Indonesia Oleh: Abdul Aziz1 dan Ferry Irawan2 U T A M A
1. P eneliti pada Badan Kebijakan Fiskal. Email:
[email protected] 2. K epala Bidang Analisis Moneter dan Neraca Pembayaran, PKEM, BKF. Email:
[email protected]
Perlambatan ekonomi global Penurunan pertumbuhan ekonomi saat ini terjadi di sebagian besar negara maju dan emerging markets. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan pelemahan terjadi di berbagai Negara dengan transmisi dan pemicu yang memiliki kedekatan karakter. Sebagai salah satu mesin pertumbuhan dunia, Amerika Serikat juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Meskipun proyeksi IMF dalam World Economic Outlook yang dirilis 6 Oktober 2015 menunjukkan adanya koreksi peningkatan pada perkiraan pertumbuhan ekonomi AS, namun belum dapat mendorong pemulihan ekonomi secara global (lihat Tabel 1). Kondisi yang berlangsung sejak beberapa tahun terakhir ini masih dibayangi oleh beberapa tantangan, antara lain ketidakstabilan harga komoditas dengan kecenderungan yang menurun, ketidakpastian kebijakan di negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa, dan devaluasi yuan oleh Bank 12
Sentral Tiongkok, serta faktor risiko geopolitik. Indonesia sebagai salah satu emerging market dan turut dalam perdagangan terbuka, juga terkena dampak dari penurunan ekonomi global. Secara umum, perlambatan ekonomi dunia dapat bertransmisi ke perekonomian Indonesia melalui dua jalur yaitu pasar keuangan yang berpengaruh terhadap pergerakan harga saham dan nilai tukar, dan sektor riil yang berpengaruh terhadap investasi dan neraca pembayaran. Berdasarkan indikator-indikator
utama perekonomian, Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup baik. Investasi masih mengalami pertumbuhan, baik investasi asing maupun domestik dengan total pertumbuhan hingga kuartal 2 tahun 2015 mencapai sebesar 16,3%, inflasi sampai dengan bulan September mencapai sebesar 2,24%, dan konsumsi rumah tangga tumbuh sekitar 5%. Sementara nilai tukar, meskipun terkena dampak dari ketidakpastian kebijakan negara maju dan devaluasi Yuan, telah kembali menunjukkan kecenderungan apresiasi dan keseimbangan baru.
Tabel 1. P erkembangan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Volume Perdagangan WEO IMF
GDP
Vol. Perdagangan.
April’15
2015 Jul’15
Okt’15
Dunia
3.5
3.3
3.1
AS Eropa China India ASEAN-5 Dunia
3.1 1.5 6.8 7.5 5.2 3.7
2.5 1.5 6.8 7.5 4.7 4.1
2.6 1.5 6.8 7.3 4.6 3.2
Sumber: WEO, IMF
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Transmisi: Neraca Pembayaran Tekanan pelemahan perekonomian global yang ada, pada akhirnya akan tercermin di dalam kondisi Neraca Pembayaran Indonesia, baik pada transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial. Penurunan permintaan global yang disertai dengan penurunan harga komoditas global telah berakibat pada pertumbuhan ekspor yang terkontraksi dan memengaruhi kinerja transaksi berjalan, yang telah mengalami defisit sejak triwulan IV-2011. Dua faktor utama yang mempengaruhi defisit transaksi berjalan sampai dengan saat ini adalah dominannya komposisi komoditas sumber daya alam dalam struktur ekspor Indonesia (sekitar 60 persen), yang sangat dipengaruhi oleh harga komoditas internasional, serta dampak dari semakin tingginya impor komoditas energi dan bahan baku lainnya sebagai input produksi industri domestik. Selanjutnya hal ini akan berdampak pada kapasitas industri domestik dalam memenuhi permintaan yang semakin terbatas. Peningkatan impor juga dipengaruhi oleh permasalahan struktural terkait produksi minyak domestik yang terus menurun, baik yang bersumber dari hasil ekplorasi sumur minyak maupun dari kilang produksi. Permasalahan peningkatan impor ini semakin bertambah sejalan dengan semakin meningkatnya komposisi kelompok kelas menengah dengan kebutuhan yang semakin kompleks. Tekanan pada transaksi berjalan juga dipengaruhi neraca jasa dan neraca pendapatan yang masih terus mencatat defisit. Keterbatasan jasa transportasi domestik untuk keperlu. B. Ford, L. Alfirman and F. Irawan, 2015. “Shared Learnings: Indonesia’s and Australia’s Current Account Balances. Economic Roundup Issue 1, pages 18–35. Australian Government the Treasury.
INFO RISIKO FISKAL
an perdagangan antar Negara menjadi permasalahan struktural pada komponen ini. Sampai dengan triwulan ke-dua, defisit transaksi berjalan tercatat melebar menjadi 2,1 persen dari PDB atau Rp 4,5 miliar, dari 1,9 persen pada triwulan sebelumnya, yang disebabkan oleh masih tingginya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan, meskipun telah ada sedikit peningkatan pada surplus neraca perdagangan. Surplus neraca perdagangan tercatat meningkat menjadi
Permasalahan peningkatan impor ini semakin bertambah sejalan dengan semakin meningkatnya komposisi kelompok kelas menengah dengan kebutuhan yang semakin kompleks.
USD 4,1 miliar dari USD3,1 miliar, yang didorong oleh peningkatan surplus neraca perdagangan non-minyak dan gas, sebesar USD 6,2 miliar, sementara defisit neraca perdagangan minyak dan gas sebesar ke USD 2,1 miliar. Peningkatan neraca perdagangan non-minyak dan gas berasal dari hampir seluruh komoditas termasuk kenaikan beberapa komoditas utama seperti kelapa sawit, karet dan mineral (meskipun di tengah masih rendahnya harga komoditas) dan ekspor manufaktur. Ekspor mineral tercatat meningkat 65 persen dari triwulan sebelumnya, setelah perpanjangan izin ekspor Freeport diberikan pada bulan Januari telah membuka kembali pengiriman tembaga di bulan Mei 2015. Depresiasi rupiah juga telah mendorong peningkatan ekspor manufaktur sebesar 6,1 persen, dibandingkan triwulan sebelumnya, atau sebesar USD 28,5 miliar. Sementara itu, kinerja impor juga meningkat dari USD 34,8 miliar menjadi USD 35,6 miliar, terutama disebabkan oleh barang konsumsi dan bahan baku (terutama minyak). Di sisi lain, impor barang modal impor, di sisi lain, mengalami penurunan dari
Sumber: Bank Indonesia, Perhitungan sendiri.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
13
U T A M A
U T A M A
USD 6,5 miliar menjadi USD 6,2 miliar, yang mengindikasikan bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan investasi. Sementara pada Transaksi Modal dan Finansial, menghadapi permasalahan struktural berupa semakin dominannya investasi portofolio dibandingkan investasi langsung sejak akhir 2014 sampai dengan triwulan II-2015. Hal ini mengindikasikan rentannya pasar keuangan dan neraca modal, sehingga sangat terpengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. Selain itu, Neraca Dasar/Basic Balance yang menunjukkan kemampuan investasi langsung untuk menutup defisit transaksi berjalan masih berada di area minus, meskipun mulai membaik. Pada sisi Transaksi Modal dan Finansial, menunjukkan penurunan yang signifikan hingga ke level terendah sejak triwulan pertama 2013. Tercatat surplus Transaksi Modal dan Finansial turun menjadi USD 2,48 miliar dari USD 6,3 miliar di triwulan sebelumnya yang disebabkan penyempitan surplus investasi portofolio dan pelebaran defisit investasi lainnya, meskipun surplus investasi langsung mengalami peningkatan. Peningkatan surplus investasi langsung ini didorong oleh arus masuk yang lebih tinggi dan arus keluar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Respon Kebijakan Dengan ketidakpastian dan tantangan ekonomi global yang diperkirakan berdampak luas terutama kepada daya beli masyarakat dan sektor riil, Pemerintah telah memberikan respon kebijakan yang kuat dan komprehensif, dalam rangka menjaga ketahanan daya beli masyarakat, terkendalinya inflasi serta terciptanya pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang nyata adalan dengan terus menjalankan reformasi struktural dan 14
Peningkatan surplus investasi langsung ini didorong oleh arus masuk yang lebih tinggi dan arus keluar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. kebijakan subsidi yang tepat sasaran. Perekonomian Indonesia yang masih bergantung kepada sektor komoditas, khususnya sumber daya alam, pada beberapa tahun terakhir, seiring dengan fluktuasi harga komoditas yang cenderung turun telah berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melalukan langkah antisipasi guna mengelola risiko dari ketergantungan ini dengan mendukung sebuah upaya Resource-Based Manufacturing. Upaya ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah secara optimal melalui penataan ulang dan pengembangan industri pengolahan sumber daya alam. Hal ini dilakukan agar sumber daya alam mempunyai nilai lebih sehingga dapat berkontribusi optimal terhadap kinerja neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini, Pemerintah telah dan sedang melakukan reformasi kebijakan fiskal termasuk di dalamnya reformasi struktur anggaran. Dari sisi penerimaan, pemerintah sedang menata kembali sistem perpajakan, dalam rangka perluasan cakupan pajak, peningkatan kepatuhan pajak dan pencegahan kebocoran. Selain itu, penataan kembali kelembagaan perpajakan juga sedang berlangsung
guna optimalisasi dari potensi penerimaan perpajakan. Reformasi subsidi yang dimulai sejak awal Pemerintahan Presiden terpilih, merupakan salah satu upaya yang paling fundamental dari sisi belanja negara, yaitu dengan penghapusan subsidi untuk premium, pemberlakuan subsidi tetap untuk solar sebesar Rp1,000 per liter, penataan kembali subsidi untuk elpiji dan listrik, dan subsidi untuk sektor non energi, misalnya benih dan pupuk untuk pertanian. Reformasi ini bertujuan untuk pengalokasian belanja Negara yang lebih efektif dengan menyalurkannya kepada pos belanja pemerintah yang lebih produktif, antara lain pembangunan infrastruktur dan peningkatan daya beli masyarakat melalui program kesejahteraan sosial. Kebijakan re-alokasi anggaran ini tercermin dalam APBN-P 2015, dengan anggaran untuk infrastruktur jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran subsidi energi. Pada APBNP 2015 juga, anggaran transfer ke daerah mengalami peningkatan guna menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Dengan adanya kebijakan anggaran, baik di sisi penerimaan maupun di sisi belanja, Pemerintah dihadapkan pada amanat untuk pengelolaan defisit anggaran yang terkendali. Sehingga dengan kebutuhan belanja yang besar, defisit anggaran merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari dan perlu upaya untuk menjaga tingkat defisit yang aman. Oleh karena itu, pemerintah juga terus melakukan langkah-langkah untuk memperoleh sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan, baik dari mitra internasional maupun sumber domestik. Terkait dengan respon atas perkembangan ekonomi global, tekanan apresiasi mata uang dollar AS, kebijakan devaluasi China, perlambatan ekonomi China dan Eropa
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
serta kecenderungan harga komoditas yang menurun, pemerintah juga telah menyiapkan beberapa paket kebijakan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, dan membuat lintasan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan. Melalui paket kebijakan 9 September 2015, Pemerintah melakukan beberapa upaya fundamental, yaitu, akselerasi belanja anggaran, menjaga dan meningkatkan daya beli, pemberian instentif dunia usaha dan penguatan daya saing potensi lainnya serta menstimulus perkembangan potensi baru. Percepatan realisasi belanja anggaran dengan merevisi peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah serta membentuk tim koordinasi lintas kementerian (TEPRA). Pada sisi lain, pemerintah juga terus mendorong pelaksanaan good governance sehingga proses pembangunan infrastruktur menjadi lebih bersih, transparan dan bertanggung jawab. Dana desa yang telah dianggarkan oleh Pemerintah juga menjadi salah satu instrumen dari sisi anggaran guna mempercepat pembangunan infrastruktur sesuai kebutuhan masyarakat dan turut menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa. Dalam kerangka kebijakan fiscal yang mendukung perekonomian, Pemerintah juga memberikan insentif PPN bagi angkutan dan alat angkut. Selain itu, melalui kebijakan penugasan khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia guna mendorong ekspor terutama untuk sektor yang kurang diminati, atau yang dinamakan dengan National Interest Account. Selanjutnya dalam rangka mendorong kinerja ekspor impor, investasi dan proyek strategis, Pemerintah juga telah melakukan deregulasi dan debirokratisasi atas peraturan yang INFO RISIKO FISKAL
tumpang tindah dan tidak relevan. Selain itu, Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemangkasan biaya pengurusan hak atas tanah dan penerapan layanan online guna menekan kecurangan. Dalam menjaga daya beli dan tingkat konsumsi rumah tangga, Pemerintah memberikan tambahan alokasi beras miskin selama 2 bulan pada akhir tahun untuk mengantisipasi perlambatan waktu panen. Pada sisi yang lain, untuk menjaga kestabilan harga pangan, Pemerintah membuka kran impor sapi dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan produksi daging domestik, dan juga memberikan bibit murah untuk petani. Dari sisi moneter, Pemerintah bersama otoritas moneter mengambil langkah kebijakan dalam penguatan stabilitas Rupiah, pengelolaan likuiditas Rupiah, pengendalian inflasi, serta pengelolaan supply dan demand valuta asing. Pada akhir bulan September 2015, Pemerintah kembali mengeluarkan paket kebijakan yang lebih focus. Untuk mendorong investasi, proses pengurusan izin investasi dipangkas dari delapan hari menjadi tiga jam, dengan syarat nilai investasi Rp100 miliar dan mampu menyerap 1000 tenaga kerja. Selain itu, diberikan juga
Dalam kerangka kebijakan fiscal yang mendukung perekonomian, Pemerintah juga memberikan insentif PPN bagi angkutan dan alat angkut.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
tax allowance atau insentif pajak bagi investor setelah pengajuan aplikasi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dan untuk menarik devisa hasil ekspor, Pemerintah akan melakukan pemangkasan pajak bunga deposito hingga 0%, dengan merevisi Peraturan Pemerintah terkait pajak atas bunga simpanan atau deposito. Pada awal Oktober 2015, Pemerintah kembali merilis paket kebijakan di sektor energi dengan penurunan harga bahan bakar, seperti avtur, elpiji, pertamax, pertalite dan solar. Selain itu, untuk mendorong sektor industri, tarif dasar listrik pelanggan industry golongan I3 dan I4 turun Rp12-13 per KWH, dan penundaan pembayaran hingga 40% tagihan listrik 6-10 bulan pertama. Untuk menggerakkan sektor riil dan UMKM, pemerintah memberikan kemudahan dan perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan memangkas bunga KUR menjadi 12% per tahun, dan memperlonggar syarat pengambilan kredit. Pada saat yang sama, Otoritas Jasa Keuangan juga memberikan dukungan melalui pembentukan konsorsium berbasis ekspor dan ekonomi kreatif serta UMKM. Pada paket kebijakan ke-empat yang dirilis pada tanggal 15 Oktober 2015, dalam rangka memperkuat ekonomi rakyat, selain melalui penetapan kebijakan pengupahan yang adil, sederhana dan terproyeksi, serta perluasan dan kemudahan akses terhadap KUR, juga menambahkan dukungan pemerintah melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) guna mendukung UKM yang berorientasi ekspor atau yang terlibat dalam produksi untuk produk ekspor melalui fasilitas pinjaman atau kredit modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas ini terutama diberikan kepada perusahaan padat karya dan rawan PHK. n 15
U T A M A
Paket Kebijakan Ekonomi untuk Mendorong Ekspor dan Mencegah PHK Oleh: Ivan Yulianto
Kepala Seksi Risiko Lembaga Keuangan I, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected]
DAMPAK PELEMAHAN EKONOMI GLOBAL PADA NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
U T A M A
Perekonomian Indonesia dalam beberapa bulan terakhir mengalami tekanan terutama yang berasal dari faktor eksternal. Tekanan eksternal tersebut antara lain pelemahan perdagangan global, rendahnya harga komoditas, melambatnya pertumbuhan investasi tetap, konsumsi domestik,dan ketidakpastian pasar keuangan internasional. Ketidakastian global telah membuat manajemen ekonomi makro di Indonesia semakin sulit dan risiko perlambatan pada proyeksi jangka pendek semakin besar. Proyeksi pertumbuhan Indonesia akan terpengaruh beberapa risiko, termasuk rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve menaikkan fed fund rate pada Desember 2015, melemahkan nilai mata uang Renmimbi Tiongkok, dan melemahnya sektor korporasi akibat depresiasi mata uang dan turunnya marjin keuntungan. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, menjelaskan kondisi perekonomian di AS, Eropa, dan Asia terus membayangi perekonomian global. Bahkan, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) 16
merevisi pertumbuhan global pada tahun ini dari 3,1 persen menjadi 2,9 seiring perlambatan ekonomi dunia. Kendati demikian, di tengah kondisi perlambatan perekonomian global, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif. Tercatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III2015 sebesar 4,73 persen, lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal I maupun II-2015. Indikator lainnya juga, inflasi yang rendah dan surplusnya neraca perdagangan.1 Menurut Rodrigo Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Indonesia menghadapi kendala sama dengan negara tetangga, akibat upaya Tiongkok menuju economic rebalancing dan persiapan normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat. Tapi pertumbuhan di Indonesia tetap lebih baik dibandingkan negara pengekspor komoditas yang lain, dan tanggapan kebijakan pemerintah proaktif. Implementasi yang baik upaya reformasi ini bisa memperkuat kepercayaan investor.Permintaan domestik melambat dan impor yang lemah telah mengurangi defisit transaksi berjalan hingga setengahnya dibanding tahun lalu. Pada saat yang sama, neraca transaksi keuangan turun secara signifikan akibat mengetatnya kondisi keuangan untuk semua pasar negara berkembang sejak Juni 2015.2 Dampak pelemahan ekonomi glo-
bal memberikan pengaruh yang signifikan pada ekspor Indonesia disebabkan karena tingkat ketergantungan Indonesia pada pasar komoditas internasional dan pasar keuangan dunia yang cukup tinggi. Selain itu ekspor Indonesia masih didominasi oleh sektor sumber daya alam dan sektor padat karya.
Ekspor Indonesia 2015 Turun Berdasarkan Berita Resmi Statistik tanggal 16 November 20153, Kepala BPS Suyatmin menyampaikan bahwa nilai ekspor Indonesia Oktober 2015 mencapai US$12,08 miliar atau menurun 4,00 persen dibanding ekspor September 2015. Demikian juga dibanding Oktober 2014 menurun 20,98 persen. Namun demikian volume ekspor naik 4,38 persen. Ekspor nonmigas Oktober 2015 mencapai US$10,71 miliar, turun 3,86 persen dibanding September 2015, demikian juga dibanding ekspor Oktober 2014 turun 16,88 persen. Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2015 mencapai US$127,22 miliar atau menurun 14,04 persen dibanding periode yang sama tahun 2014, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$111,46 miliar atau menurun 8,77 persen.Penurunan terbesar ekspor nonmigas Oktober 2015 terhadap September 2015 terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
sebesar US$319,4 juta (84,95 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/ nabati sebesar US$121,8 juta (8,46 persen).Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat Oktober 2015 mencapai angka terbesar yaitu US$1,22 miliar, disusul Tiongkok US$1,09 miliar dan Jepang US$1,01 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 31,05 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,23 miliar. Dari potret 15 negara tujuan ekspor utama yaitu USA, China, Jepang, India, Singapura, Malaysia, Thailand, Korsel, Philippines, Viet nam, Netherlands, Taiwan, Australia, Jerman, dan KSA, tercatat nilai ekspor Indonesia bulan Oktober 2015 mengalami penurunan antara 1,4 - 30 persen dibanding nilai ekspor bulan Oktober tahun 2014, kecuali ekspor ke Viet nam yang mengalami kenaikan sebesar 12 persen.Dalam rangka peningkatan ekspor Indonesia perlu kiranya dijajagi pasar non tradisional yang belum tergarap dengan baik.
Impor Indonesia 2015 Turun Lebih jauh Suyatmin menyampaikan bahwa nilai impor Indonesia Oktober 2015 mencapai US$11,07 miliar atau turun 4,27 persen apabila diban-
dingkan September 2015dan volume impor turun 6,32 persen.Demikian pula jika dibandingkan Oktober 2014 turun 27,81 persen.Impor nonmigas Oktober 2015 mencapai US$9,31 miliar atau turun 3,50 persen jika dibandingkan September 2015 dan turun 20,78 persen jika dibandingkan Oktober 2014. Impor migas Oktober 2015 mencapai US$1,76 miliar atau turun 8,12 persen jika dibandingkan September 2015. Demikian pula apabila dibandingkan Oktober 2014 turun 50,89 persen. Secara kumulatif nilai impor Januari–Oktober 2015 mencapai US$119,05 miliar atau turun 20,47 persen dibanding periode yang sama tahun 2014. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor migas US$21,17 miliar (turun 42,16 persen) dan nonmigas US$97,89 miliar (turun 13,46 persen). Peningkatan impor nonmigas terbesar Oktober 2015 adalah golongan kapal laut dan bangunan terapung US$61,5 juta (143,69 persen), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan mekanik US$114,6 miliar (5,96 persen). Tiga negara asal barang impor nonmigas terbesar Januari–Oktober 2015 adalah Tiongkok dengan nilai US$23,82 miliar (24,34 persen), Jepang US$11,31 miliar (11,55 persen), dan Si-
ngapura US$7,31 miliar (7,47 persen). Impor nonmigas dari ASEAN mencapai pangsa pasar 21,89 persen, sementara dari Uni Eropa 9,51 persen. Nilai impor golongan barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal selama Januari–Oktober 2015 mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 16,14 persen; 21,48 persen; dan 17,68 persen. Dari sisi nilai impor menurut golongan penggunaan barang periode Januari-Oktober 2015 pada barang konsumsi tercatat USD8,800.3juta atau terjadi penurunan pada barang konsumsi sebesar 16,17 persen dibandingkan periode Januari-Oktober 2014 yang sebesar USD10,497.9juta. Sedangkan impor bahan baku/penolong pada periode yang sama turun 21,53 persen dari USD114,378.7juta pada tahun 2014 menjadi USD89,747.3juta pada tahun 2015. Untuk impor barang modal periode Januari-Oktober 2015 tercatat USD20,420.7juta atau turun 17,74 persen dibanding Januari-Oktober 2014, yang tercatat sebesar USD24,826.1juta.
Neraca Perdagangan 2015 Surplus Dalam kurun waktu empat tahun terakhir berdasarkan data bulanan
Grafik 1.1 Neraca Perdagangan Indonesia Bulanan 2012-2015
Sumber: BPS, 2015, diolah INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
17
U T A M A
U T A M A
dari BPS Neraca perdagangan Indonesia mengalami fluktuasi yang tajam, dari Januari 2012 hingga Desember 2014 mayoritas mengalami defisit berkelanjutan. Kondisi defisit terparah bulanan terjadi pada bulan Juli 2013 dengan defisit sebesar USD2,329miliartahun 2013 dan secara akumulasi defisit neraca perdagangan tahun 2013 mencapai USD4,077miliar. Nilai neraca perdagangan Indonesia Oktober 2015 mengalami surplus USD1,01miliar. Walaupun surplus nilainya lebih rendah dibandingkan neraca perdagangan pada September 2015 sebesar USD1,02miliar. Setelah tiga tahun mengalami defisit neraca perdagangan Indonesia periode JanuariOktober 2015 mengalami rebound dengan surplus sebesar USD8,16 miliar. Hal ini dikarenakan ekspor mencapai USD127, 22 miliar dan impor sebesar USD119,05 miliar. Posisi ini jauh lebih baik dibanding periode Januari-Oktober 2014 dimana terjadi defisit sebesar USD1,648 miliar. Apakah kita boleh berbangga hati menyikapi surplus 2015 ini? Secara sekilas benar karena surplus neraca perdagangan berkonotasi masuknya devisa hasil ekspor yang lebih besar, akan tetapi apabila kita cermati lebih lanjut posisi surplus ini belum tentu menggambarkan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Data
total ekspor periode Januari-Oktober 2015 adalah sebesar USD127,22miliar, lebih rendah dibandingkan data ekspor periode yang sama tahun 20122014. Periode ekspor Januari-Oktober 2012 tercatat sebesar USD158,321miliar; periode yang sama tahun 2013 tercatat total ekspor sebesar USD149,646miliar, sedangkan periode yang sama tahun 2014 tercatat USD148,001miliar. Penurunan ekspor periode Januari - Oktober 2015 tercatat sebesar 15 persen dibandingkan periode Januari - Oktober 2014 sedangkan penurunan impor pada periode yang sama turun sebesar 20,53 persen, sehingga wajar jika neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus, akan tetapi kondisi ini rapuh mengingat ketergantungan produk Indonesia terhadap bahan baku/penolong dan barang modal cukup tinggi. Kondisi penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal yang signifikan dikhawatirkan akan berpengaruh negatif pada nilai dan volume ekspor Indonesia di masa yang akan datang, atau bisa dikatakan sebagai Export Surplus Trap.
HAMBATAN EKSPOR INDONESIA Beberapa hal yang menjadi hambatan ekspor Indonesia, antara lain: Pertama, struktur ekonomi Indonesia sangat bergantung pada sektor pri-
mer, sementara pertumbuhan manufaktur relatif masih belum tinggi, akibatnya pertumbuhan ekonomi akan diiringi impor penghasil bahan baku, barang penolong dan barang modal. Kedua, daya saing produk relatif masih rendah, disebabkan oleh rendahnya teknologi (low end technology), dan umumnya tidak disertai oleh ekspor jasa, sehingga pertambahan volume ekspor tidak serta merta memberikan value added ekspor yang tinggi. Ketiga, kondisi infrastruktur dan adanya ekonomi biaya tinggi menjadi kendala arus logistik. Keempat, seringnya terjadi peraturan dan kebijakan iklim investasi serta izin usaha menjadikan investasi pada produkproduk ekspor kurang diminati. Kelima, produk ekspor Indonesia rentan terhadap krisis ekonomi global, hal ini disebabkan tingginya tingkat ketergantungan pada pasar komoditas dan keuangan dunia, serta konsentrasi pasar ekspor masih dominan pada negara AS, Jepang, China, Eropa dan Asia (traditional), sehingga gejolak di negara-negara traditional akan berdampak langsung pada ekspor Indonesia. Keenam, kurangnya kontribusi ekspor oleh UKM Nasional yang disebabkan karena rendahnya ketrampilan, kurangnya dukungan pemasaran, rendahnya akses pembiayaan ekspor,
Grafik 1.2 Neraca Perdagangan Januari - Oktober (2012 s.d. 2015)
Sumber: BPS, 2015
18
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
dan tingginya suku bunga kredit. Ketujuh, rakyat Indonesia dikenal konsumtif sehingga menjadi lahan yang subur untuk masuknya produkproduk asing, dan setiap kali ekonomi Indonesia tumbuh tinggi, neraca transaksi cenderung menjadi defisit. Selain hambatan-hambatan ekspor diatas. Saat ini para eksportir banyak yang mengalami penurunan produksi dan pemasaran, yang diakibatkan oleh pelemahan ekonomi dunia seperti fluktuasi nilai tukar Rupiah, turunnya permintaan global, penurunan harga komoditas dunia, dan semakin sulitnya sumber pembiayaan yang kompetitif. Kondisi ini dikhawatirkan akan berimbas pada pengurangan tenaga kerja (PHK).
Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Mendorong Ekspor Dan Mencegah Phk Pemerintah memahami perlunya meningkatkan tingkat kepercayaan dunia usaha serta iklim investasi untuk meningkatkan pertumbuhan dan telah mengambil beberapa langkah penting. Pada bulan September dan Oktober 2015, Pemerintah mengumumkan serangkaian paket yang difokuskan pada mengurangi beban regulasi dan menurunkan biaya usaha. Dalam rangka meningkatkan mengurangi hambatan ekspor nasional dan meningkatkan kinerja eksporimpor, Pemerintah akan memangkas sejumlah kewajiban bagi eksportir dan importir sebagai bagian dari upaya deregulasi yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi tahap pertama Presiden Joko Widodo. Regulasi yang dipangkas antara lain hambatan pemeriksaan bahan baku fisik dalam proses ekspor-impor. Pemerintah nantinya akan mengeluarkan 17 peraturan pemerintah, 11 peraturan presiden, 2 instruksi presiden, 96 peraturan menteri, dan 8 peraturan lainnya, terutama dari Badan Pengawas Obat dan Makanan INFO RISIKO FISKAL
serta Badan Koordinasi Penanaman Modal. Deregulasi peraturan di sektor ekspor dan impor ini antara lain mencakup pemberlakukan nomor tunggal identitas eksportir dan importir yang berlaku di semua instansi terkait. Terkait dukungan pada UKM eksportir yang mengalami dampak pelemahan ekonomi global, melalui Paket Kebijakan IV Oktober 2015 Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ketahanan Usaha dan Perluasan Kesempatan Kerja melalui Penugasan Khusus Ekspor yang bertujuan untukmendorong ekspor untuk mencegah PHK. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa Pemerintah melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ingin memberikan dukungan kepada usaha kecil menengah yang berorientasi ekspor maupun terlibat pada kegiatan yang mendukung ekspor. Untuk itu Pemerintah akan menyalurkanpembiayaan ekspor berupa kredit modal kerja, kredit ekspor, penjaminan bagi eksportir atas pembayaran dari importir, atau asuransi gagal bayar kepada UKM dengan imbalan yang lebih rendah daripada tingkat bunga komersial, dan diutamakan untuk perusahan padat karya yang rawan PHK tetapi mempunyai kegiatan ekspor atau terlibat dalam kegiatan ekspor. UKM tersebut mungkin tidak melakukan ekspor langsung, tapi merupakan supplier dari input atau bahan yang kemudian dipakai oleh produsen berikutnya dalam melakukan ekspor.
Paket Kebijakan Pemerintah Untuk Meningkatkan Ketahanan Usaha dan Kesempatan Kerja Melalui Penugasan Khusus Pembiayaan Ekspor (PKPE) Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi global yang masih
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
diselimuti ketidakpastian, Pemerintah Indonesia perlu untuk memfokuskan strategi pertumbuhannya kepada sumber-sumber pertumbuhan domestik. Sejauh ini, konsumsi masyarakat merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan nasional. Untuk itu, strategi jangka pendek perlu difokuskan pada kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong tingkat konsumsi publik, antara lain insentif pajak, transfer tunai dan kemudahan kredit untuk proyek/industri padat karya agar perusahaan tetap bertahan dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja. Pada tanggal 14 Juli 2015 Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/20015 tentang Penugasan Khusus Kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Regulasi ini hadir pada momentum yang tepat ketika perekonomian Indonesia mengalami gonjangan akibat pelemahan ekonomi global. Salah satu poin penting dari regulasi ini adalah pembiayaan ekspor untuk transaksi/proyek yang secara komersil sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri, antara lain peningkatan produktifitas dan penyerapan tenaga kerja. Secara garis besar kebijakan penugasan khusus ekspor untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah langkah mengatasi kegagalan pasar melalui dua skema, yaitu: Pertama, Dukungan diversifikasi pasar non tradisional, diberikan kepada industri berbasis ekspor yang mengalami pengurangan produksi/volume ekspor sebagai akibat dari berkurangnya permintaan dari pembeli dari luar negeri khususnya dari pasar tradisional seperti Amerika, Tiongkok, Jepang dll. Melalui PKPE ini diharapkan eksportir berani melakukan ekspansi ke pasar non tradisional dengan risiko ditang19
U T A M A
pembeli barang b dan/ /atau jasa dii luar negerii, serta asuraansi gagal baayar. Gu una memberikan panduaan bagi K/L L Pengusul Penugasan Khusus Pak ket Kebijakan n, perlu gung oleh LPEI agar dapat memper-
paket kebijakan untuk mendorong
UKM) yang memenuhi syarat antara
melakukan pengurangan tenaga
konkrit dari kebijakan tersebut adalah
ya, kandungan lokal dominan, dan
Kedua, dukungan pada modal
melaksanakan Penugasan Khusus
yang berdampak pada pengurangan
diatur mekanisme m tahankan volume usulan am ekspor p paket kebijaakan sebagai berikut: ekspor, Keementerian ( ekspor progr tanpa harus perekonomian Indonesia. Bentuk lain,i berorientasi padat kar- (sebagai Pengusul)kerja. paikan secara tertulis usulan prograam eksporadanya attas potensi sektor-se ektorproduksi ekonom mi yang menyamp Pemerintah menugaskan LPEI untuk penurunan ntuk mendapatkan fasillitas Pembiayaan Penugaasan Khusu us Eksportenaga Paaket Kebijak kan, disertaai kajian layak un kerja yang murah/kompetitif dan Ekspor pada perusahan/ kerja. memperpendek trade cycle, melalui unit usaha berorientasi ekspor, yang Fasilitas yang ditawarkan dari aspek ek konomi. Seteelah menerim ma berkas K Kajian Aspek k Ekonomi y yg diminta, Komite PK KE akan
PKPE ini diharapkan perusahaan/eksmengalami tekanan akibat pelemahPenugasan Khusus Paket Kebijakan portir dapat memperoleh modal kerja an ekonomi global. ini Paket Kebijakan ini menggunakan akan meelakukan peembahasan atas usulan n program ekspor e pake et kebijakan n dari Kemeenterian yang murah dengan cara pembayaran Adapun tujuan dari Penugasan instrumen Pembiayaan/kredit ekspor, setiapan kali baranglainn sampai di Khusus Paket Kebijakan ini adalah Penjaminan ekspor, dan Asuransi Pengusul tagihan bersama nggota nya. sarana pengangkut tanpa harus meuntuk memberikan dukungan pada ekspor. Sedangkan produk kebijakan nunggu jatuh tempo, sehingga dapat sektor yg mengalami pelemahan eksyang ditawarkan adalah: Kredit Modal dipandan cukup, KE bertahan, menyam mpaikan reekomendasi Program Jikaa menekan Komite PK biayang produksi yang akhirpor agar dapat dan pada Kerja (Kredit Ekspor) dengan bunga Ekspor akhir ini mengalami kenaikan akibat saat yang sama, sektor yang potensial kompetitif, Diskonto Wesel Ekspor/ Ketahanaandepresiasi Usaha ke epada Ment teri Keuang gan untuk k emudian diikeluarkan Keputusan K M Menkeu Rupiah. Dikhawatirkan jika dapat membuka pasar baru untuk peL/C, Account Receivable Financing, hal ini dibiarkan maka perusahaan masaran produk. Selain itu Penugasan dan Refinancing bagi Bank/Lembaga tentang Penugasan Khusus Program Eksp por Paket Kebijakan. K K Keputusan Menteri Keeuangan akan mengambil langkah pengurangKhusus ini bertujuan untuk menjaga Pembiayaan Nasional yang menyaluran karyawan untuk menekan biaya likuiditas keuangan perusahaan pelaKredit Ekspor bagi nasabah yang S ekono omi, Komod ditas dan kan nomor tersebut berisi rincian tentang, Sektor HS, Neegara tujuan ekspor, produksi. ku ekspor yang mengalami dampak memenuhi kriteria penerima manfaat U rangka menjaga ketapelemahan ekonomi global yg berpokebijakan. Di kredit ekspor, penugaT p Dalam pelaku eksp or; Bentuk f fasilitas pem mbiayaan eksspor; Alokas si dana penu ugasan khussus, dan Kriteria hanan usaha dan kesempatan kerja, tensi menurunkan produktifitas dan san ini juga mengeluarkan produk A memandang perlu untuk penjaminan bagi pelaku ekspor Jangka waktu w Pemerintah penaw waran progra am. kuantitas tenaga kerja. M mengimplementasikan PMK Nomor Penugasan Khusus Paket Kebiatas pembayaran yang diterima dari A 134/PMK.08/20015 tentang Penugasan jakan ini diperuntukkan bagi pelapembeli barang dan/atau jasa di luar Khusus kepada LPEI sebagai salah satu ku ekspor (perusahaan besar atau negeri, serta asuransi gagal bayar. Skema 1.1 Ta ata Cara Pen ngusulan Pro ogram Eksp por dan Tran nsaksi Penugasan Khussus
Skema 1.1 Tata Cara Pengusulan Program Ekspor dan Transaksi Penugasan Khusus
Sumber: PRKN-DJPPR, Kemenkeu, 2015
20
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Guna memberikan panduan bagi K/L Pengusul Penugasan Khusus Paket Kebijakan, perlu diatur mekanisme usulan program ekspor paket kebijakan sebagai berikut: Kementerian (sebagai Pengusul) menyampaikan secara tertulis usulan program ekspor atas sektor-sektor ekonomi yang layak untuk mendapatkan fasilitas Penugasan Khusus Ekspor Paket Kebijakan, disertai kajian aspek ekonomi. Setelah menerima berkas Kajian Aspek Ekonomi yg diminta, Komite PKE akan akan melakukan pembahasan atas usulan program ekspor paket kebijakan dari Kementerian Pengusul bersama anggota lainnya. Jika dipandang cukup, Komite PKE menyampaikan rekomendasi Program Ekspor Ketahanan Usaha kepada Menteri Keuangan untuk kemudian dikeluarkan Keputusan Menkeu tentang Penugasan Khusus Program Ekspor Paket Kebijakan. Keputusan Menteri Keuangan tersebut berisi rincian tentang, Sektor ekonomi, Komoditas dan nomor HS, Negara tujuan ekspor, Kriteria pelaku ekspor; Bentuk fasilitas pembiayaan ekspor; Alokasi dana penugasan khusus, dan Jangka waktu penawaran program. Setelah Penugasan Khusus Ekspor disahkan melalui Keputusan Menteri Keuangan, langkah selanjutnya untuk mengeksekusi Paket Kebijakan, LPEI akan melakukan screening atas usulan transaksi yang disampaikan oleh eksportir penerima dampak, mengikuti tahap-tahap sebagai berikut: Eksportir berdampak mengusulkan kepada LPEI untuk mendapatkan fasilitas Penugasan Khusus Ekspor Paket Kebijakan dengan melampirkan syarat berikut: omzet setahun maksimal Rp500 miliar; mempunyai tenaga kerja minimal 50 orang; selama 12 (duabelas) bulan terakhir mengalami penurunan nilai dan/atau volume ekspor sebagai akibat dari pelemahan ekonomi global. Selanjutnya LPEI bertugas meINFO RISIKO FISKAL
lakukan identifikasi perusahaan eksportir baik nasabah atau bukan yang mengalami dampak pelemahan ekonomi global berupa potensi penurunan ekspor dan produksi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja. Perusahaan yang berpotensi mengalami penurunan ekspor dan produksi sebagai akibat selain dampak pelemahan ekonomi global (mis. faktor manajemen, wan prestasi kepada rekanan, fraud dll) dikecualikan dari kebijakan ekonomi ini. Perusahaan yang bersangkutan diwajibkan menyampaikan rencana kerja atas kebutuhan dana dari LPEI yang menggunakan skema penugasan khusus kebijakan ekonomi ini. Atas penyaluran fasilitas Penugasan Khusus ini LPEI berkewajiban melakukan monitoring dan evaluasi yang dilaporkan kepada Komite PKE setiap triwulan. Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sedang dalam proses menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penugasan Khusus Kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Untuk Mendukung Paket Kebijakan Pemerintah Tahun 2015. Adapun komoditas yang akan mendapatkan penugasan adalah Olahan Ikan, Alas kaki, tekstil dan produk tekstil, serta furnitur. Target implementasi Penugasan Khusus Paket Kebijakan adalah Desember 2015.
Strategi Pengembangan Ekspor Nasional Semua negara mengakui kekuatan ekonomi Tiongkok sangat besar pengaruhnya bagi perekonomian dunia, barang-barang Tiongkok mampu menguasai pasar Amerika, Eropa, dan Asia termasuk di dalamnya pasar Indonesia. Bahkan keperkasaan ekonomi Tiongkok dibuktikan dengan masuknya mata uang Renminbi Tiongkok (RMB) sebagai mata uang kelima dalam Special Drawing Right (SDR).
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Pada Pada Jumat 13 November 2015, Managing Director IMF, Ms. Christine Lagarde, menyampaikan pernyataan resmi bahwa Renminbi Tiongkok (RMB) telah memenuhi kriteria untuk dapat dimasukkan ke dalam Special Drawing Right (SDR) IMF. Saat ini SDR mencakup lima mata uang acuan, yaitu poundsterling, euro, yen Jepang, dollar AS, dan Renminbi Tiongkok. Keberhasilan ini tidak terlepas dari strategi bisnis Tiongkok dalam perdagangan internasional yaitu: Pertama, keputusan pemerintah Tiongkok untuk menerapkan ”socialist planned commodity economy”, yaitu gabungan sentralisasi perencanaan dengan mekanisme pasar. Kedua, menerapkan pendekatan politik peradaban di dunia internasional, dan menggunakan soft power, serta menghargai kedaulatan negara lain. Ketiga, menerapkan reciprocal strategy yang bersifat ”take and give”, ketika berhubungan dengan negara lain, sehingga pertumbuhan perdagangannya tidak terganggu, dan perolehan bahan baku dan bahan bakar minyak yang diperlukan di dalam negeri tetap lancar.4 Selain Tiongkok, kita juga bisa belajar dari strategi bisnis internasional Jepang. Setelah Perang Dunia II, pada era Meiji, sekitar tahun 1910, dikenal zaibatsuyaitu atau diversifikasi usaha keluarga dengan struktur piramida dengan sejumlah kecil pemilik keluarga yang memperoleh kontrol atas segmen dalam perekonomian di Jepang. Saat ini sistem penguasaan ekonomi tersebut dikenal sebagai keiretsu, yaitu suatu kelompok perusahaan dengan hubungan bisnis dan kepemilikan saham yang saling terkait. Keiretsu dibagi dua yaitu yoko (horizontal) dan tate (ta-tay, untuk vertikal). Keiretsu horizontal adalah sekelompok perusahaan sangat besar dengan menajalin suatu hubungan demi tercapainya sebuah bank yang kuat, 21
U T A M A
Skema1.2 1.2 Strategi StrategiEkspor Ekspor Yang Skema YangTerintegrasi Terintegrasi
K/L K/L K/L
KMK
program Ekspor
Pembiayaan Ekspor
-Kebijakan K/L -Sektoral/sendiri2 -Belum terintegrasi
U T A M A
BI
-Kredit Ekspor -Penjaminan -Asuransi
KEMENDAG
Pengembangan Ekspor
Global Market
-Promosi -Pengemb Pasar -Sistem Informasi
Sumber: Yulianto, Ivan (2014)
melalui kepemilikan saham bersama, hubungan dagang, dan sebagainya . Sedangkan, keiretsu vertikal adalah kelompok yang terbentuk dari satu perusahaan yang sangat besar dan ratusan atau ribuan perusahaan kecil yang mengikuti perusahaan besar tersebut, contohnya yaitu Toyota. Vertikal keiretsu dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu sangyo keiretsu (keiretsu produksi), ryutsu keiretsu (keiretsu distribusi), dan shihon keiretsu (keiretsu modal).5 Dengan model keiretsu ini perusahaan-perusahaan Jepang dapat melakukan strategi pengembangan bisnis dan perdagangan internasional dengan kuat. Dalam suatu kontrak/ proyek keterlibatan perusahaan-perusahaan Jepang sejak dari lembaga keuangan, barang modal, bahan baku/penolong, sundry good, jasa transportasi, tenaga kerja, asuransi, akomodasi dan lain-lain akan dikuasai oleh anggota keiretsu. Kalaupun dominasi ekspor Jepang akhir-akhir mengalami kelesuan, hal itu terutama disebabkan oleh kelangkaan faktor produksi seperti 22
bahan baku/penolong, penurunan populasi, dan faktor eksternal berupa penguatan peran Negara serumpun yaitu Tiongkok dan Korea Selatan. Sebagai negara yang mempunyai sumber daya melimpah dan tenaga kerja yang besar, sampai saat ini Indonesia belum mempunyai startegi pengembangan ekspor yang terarah dan terencana untuk jangka panjang. Sekalipun ada sifatnya masih sektoral, sehingga kebijakannya masih belum terintegrasi antar berbagai pihak terkait. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, disebutkan bahwa Pengembangan Ekspor Nasional merupakan integrasi antara Kebijakan investasi untuk mendorong
ekspor, Kebijakan peningkatan daya Sumber: Yulianto, Ivan (2014) saing perekonomian nasional, Kebijakan fiskal terkait fasilitas pembiayaan ekspor nasional, serta Kebijakan pengembangan sektor riil. Adanya paket kebijakan berupa Penugasan Khusus Pembiayaan Ekspor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2015 tentang Penugasan Khusus Ekspor kepada LPEI menjadi miniatur pola koordinasi dalam rangka mengintegrasikan keempat kebijakan pengembangan ekspor diatas. Pada akhirnya, diharapkan terbangun pola-pola strategi ekspor yang akan dijadikan pijakan bagi kementerian pembina sektor dalam rangka menyusun kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. n
Catatan Akhir 1. 2. 3. 4. 5.
Outlook Ekonomi & Pasar Modal 2016 di Hotel JW Marriot, Jakarta, Kamis (19/11/2015) http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/news Konferensi pers, Berita Resmi Statistik BPS Jakarta, Senin (16/11/2015) Herijanto, Hendy, Strategi Bisnis China Di Dunia Internasional, 2012 Wikipedia INFO RISIKO FISKAL
ͳͷ
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Risiko pada Sukuk Global Indonesia Oleh: Eri Hariyanto
Kepala Seksi Analis Keuangan dan Fiskal, Dit. PS, DJPPR Email:
[email protected]
K
euangan syariah di Indonesia saat ini tengah mengalami pertumbuhan gradual yang cukup mengesankan. Beberapa ahli ekonomi syariah memprediksikan bahwa Indonesia dapat menjadi hub keuangan syariah di kawasan Asia bahkan dunia apabila dapat menjaga pertumbuhannya dengan baik. Data dari Otoritas Jasa Keuangan per Juni 2015 menunjukkan bahwa saat ini di Indonesia telah ada 12 Bank Umum Syariah dengan 22 Unit Usaha Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sejumlah 161 buah. Selain itu di Indonesia memiliki lebih dari 2500 Baitul Maal wa Tanwil (BMT) yang menjadi tulang punggung pemberdayaan ekonomi mikro. Menurut Professor Mehmet Assutay dari
Durham University), salah satu model evolusi keuangan syariah menjadi industri keuangan syariah yang memberikan dampak terhadap masyarakat luas ada di Indonesia. Model tersebut didukung oleh perkembangan lembaga perbankan syariah dan lembaga non-bank seperti BMT. Dari model tersebut, diharapakan tujuan (maqoshid) ekonomi syariah dapat terwujud (Republika, 21 September 2015). Pemerintah memandang bahwa perkembangan keuangan syariah ini merupakan peluang untuk menghubungkan masyarakat luas dengan lembaga keuangan formal (financial inclusion). Akses terhadap lembaga keuangan dan jasa-jasa keuangan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas keuangan masyarakat sehingga
meningkat kesejahteraannya. Selain itu, perkembangan keuangan syariah merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk menyediakan instrumeninstrumen keuangan yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan syariah domestik maupun internasional agar dapat mengembangkan investasinya. Di sisi lain dana yang dimiliki oleh lembaga keuangan syariah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari pengelolaan pembiayaan APBN. Sehingga penerbitan instrumen investasi berbasis syariah tersebut menjadi simbiosis mutualisme yang memberikan keuntungan bagi pemilik dana maupun pemerintah. Sebagai respon atas perkembangan tersebut, pada bulan Oktober tahun 2008 pemerintah untuk perta-
diamita.files.wordpress.com INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
23
m i t i g a s i r i s i k o
Gambar 1. Realisasi Penerbitan SBSN 2008 s.d. Agustus 2015
Sumber: Direktorat Pembiayaan Syariah, DJPPR
m i t i g a s i r i s i k o
ma kalinya menerbitkan instrumen investasi berbasis syariah yaitu Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara. Sukuk sebenarnya merupakan instrumen keuangan yang telah lama dikenal oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan, dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersil lainnya (Huda dan Nasution, 2007:122). Kebangkitan penggunaan sukuk seiring dengan tumbuhnya industri keuangan syariah dalam dua dekade terakhir. Sukuk menjadi solusi keuangan inovatif bagi para pihak yang membutuhkan pembiayaan dan investasi. Organisasi Akuntansi dan Auditing untuk Institusi Keuangan Islam (AAOIFI) mendefisinikan sukuk sebagai sertifikat dengan nilai sama yang mewakili kepemilikan terhadap asset yang berwujud, manfaat dan jasa atau kepemilikan asset dari suatu proyek atau aktivitas investasi khusus (AAOIFI Standards Nomor 17, 2004). Sedangkan Sukuk Negara dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara didefinisikan sebagai surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 24
Meskipun diterbitkan berdasarkan prinsi-prinsip syariah, namun lembaga keuangan maupun investor konven-
sional dapat berinvestasi pada Sukuk Negara. Sebagaimana diamanahkan Undang-Undang SBSN, tujuan pener-
Gambar 2. Total Penerbitan Sovereign Sukuk Di Dunia per Oktober 2015
Sumber: Direktorat Pembiayaan Syariah, DJPPR
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
bitan SBSN adalah untuk pembiayaan umum APBN dan pembiayaan proyekproyek milik pemerintah. Seiring dengan meningkatnya peran Sukuk Negara dalam membiayai sebagian defisit APBN, pemerintah dituntut untuk terus melakukan pengembangan Sukuk Negara. Peningkatan peran Sukuk Negara dalam pembiayaan defisit APBN ditunjukkan dalam gambar 2. Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu tujuh tahun penerbitan Sukuk Negara telah meningkat sebesar 22 kali lipat sejak pertama kali diterbitkan (total penerbitan tahun 2008 sebesar Rp4,7 triliun dan target penerbitan tahun 2015 Rp104,4 triliun). Melihat kebijakan pemerintah ke depan, diperkirakan target penerbitan Sukuk Negara akan semakin meningkat. Agar target penerbitan dapat terpenuhi, pemerintah dituntut untuk melakukan berbagai inovasi untuk mengembangankan pasar Sukuk Negara diantaranya dengan jalan melakukan diversifikasi basis investor, jenis underlying asset, sebaran investor dan jenis-jenis Sukuk Negara yang diterbitkan. Sukuk Negara didesain tidak hanya untuk investor korporasi dari industri keuangan seperti perbankan, dana pensiun dan asuransi, tetapi juga didesain untuk investor individu atau perorangan. Selain itu Sukuk Negara juga didesain untuk dapat diterbitkan secara domestik dan internasional. Dengan beragamnya jenis dan wilayah investor, maka potensi penerbitan Sukuk Negara dapat diperbesar sehingga dapat menyerap target penerbitan sesuai dengan program pembiayaan APBN. Pemerintah saat ini tidak hanya aktif dalam mengembangkan keuangan syariah domestik, namun juga turut mendukukung pengembangan keuangan syariah global. Peran pemerintah tersebut ditunjukkan dengan INFO RISIKO FISKAL
mengembangkan instrumen investasi bagi institusi keuangan syariah global yang disebut Sukuk Negara Indonesia (SNI) atau Sukuk Global Indonesia. Instrumen ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2009 dan selanjutnya sejak tahun 2011 pemerintah secara rutin menerbitkan Sukuk Global secara annually. Konsistensi pengembangan pasar Sukuk Negara mulai membuahkan hasil. Di pasar keuangan syariah internasional, Indonesia telah diakui sebagai issuer sukuk yang terpercaya. Berdasarkan data dari Direktorat Pembiayaan Syariah DJPPR, pada bulan Juni 2015 Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia dalam jumlah penerbitan Global Sukuk. Posisi Indonesia berada di atas Malaysia dan di bawah Uni Arab Emirate sebagai penerbit Sukuk terbesar. Jika dihitung berdasarkan outstanding (sukuk yang belum jatuh tempo), maka Indonesia adalah penerbit Global Sukuk terbesar di dunia, di atas Malaysia dan Uni Arab Emirate. Kepercayaan dunia internasional kepada Sukuk Negara tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah yang sangat berhati-hati (prudent) dalam
Sebagai bagian dari perekonomian global, keuangan syariah tidak dapat berdiri sendiri tanpa berinteraksi dengan kondisi keuangan global yang didominasi oleh sistem keuangan konvensional.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
mengelola utang serta kebijakan fiskal dan ekonomi makro. Prestasi penerbitan Sukuk Negara dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Risiko-Risiko pada Sukuk Global Indonesia Sebagai bagian dari perekonomian global, keuangan syariah tidak dapat berdiri sendiri tanpa berinteraksi dengan kondisi keuangan global yang didominasi oleh sistem keuangan konvensional. Menurut Sugema (2012), mekipun keuangan syariah telah dipraktikkan dengan memegang teguh governance dari keuangan syariah, tetapi tidak dapat terlepas dari dinamika dan risiko keuangan konvensional. Ada dua alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi: pertama, secara teori, sumber utama krisis keuangan adalah akibat kelebihan pembiayaan oleh perbankan yang dilakukan secara tidak hati-hati. Kasus gagal bayar Dubai World akibat ekspansi berlebihan menerbitkan sukuk kiranya dapat dijadikan pelajaran akan hal ini. Institusi keuangan termasuk institusi keuangan syariah dapat terjebak dalam kondisi ini karena ingin memaksimalkan keuntungan. Kedua, keterkaitan erat keuangan syariah dengan sektor riil bukan berarti keuangan syariah bebas risiko karena sektor riil juga dapat mengalami fluktuasi. Guncangan di sektor riil dapat terjadi kapanpun sehingga kinerja keuangan syariah pada akhirnya akan terkena dampaknya pula. Belum lagi risiko-risiko lain seperti penurunan perdagangan, risiko suku bunga dan nilai tukar. Beberapa studi empiris menunjukkan bahwa akibat krisis global, keuangan syariah terkena dampak dari penurunan kinerja sektor riil akibat depresiasi asset (terutama asset properti), penurunan pembiayaan perdagangan (trade finance) akibat penurunan perdagangan dunia, dan penerbitan Sukuk Global. 25
m i t i g a s i r i s i k o
m i t i g a s i r i s i k o
Sebagai bagian dari instrumen keuangan syariah, Sukuk Global juga tidak terlepas dari dinamika dan risiko keuangan global yang dapat berdampak buruk terhadap pengelolaan Sukuk Negara. Menurut Darmawi (2000), risiko merupakan kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan. Tidak ada metode apapun yang bisa menjamin seratus persen bahwa akibat buruk itu setiap kali dapat dihindarkan, kecuali jika kegiatan yang mengandung risiko tidak dilakukan. Sedangkan definisi risiko yang dikemukakan oleh Vaughan (1978) yaitu risk is the chance of loss (risiko adalah peluang terjadinya kerugian). Risiko dengan pengertian tersebut, biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu peluang terhadap kerugian atau suatu kemungkinan terjadinya kerugian. Mengingat posisinya yang sangat strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan, Direktorat Pembiayaan Syariah sangat concern terhadap berbagai risiko yang mungkin timbul dalam pengelolaan Sukuk Negara khususnya Sukuk Global yang sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi makroekonomi dunia. Pengelolaan risiko dalam penerbitan Sukuk Global berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan. Direktorat Pembiayaan Syariah selaku unit pengelola Sukuk Global menjadikan peraturan tersebut sebagai acuan dalam mengambil kebijakan yang bersifat antisipatif untuk memprediksi kemungkinan terjadinya risiko dan menentukan langkah-langkah untuk mengantisipasi terjadinya risiko. Penerbitan Sukuk Global di satu sisi memberikan keuntungan bagi pemerintah berupa efisiensi dalam memperoleh pembiayaan karena 26
Pemerintah perlu mewaspadai beberapa risiko yang akan muncul sekaligus menyiapkan langkah-langkah antisipatif (mitigasi) apabila terjadi risiko. permintaan yield (imbalan) di pasar internasional biasanya lebih rendah dibandingkan pasar domestik. Namun, pemerintah perlu mewaspadai beberapa risiko yang akan muncul sekaligus menyiapkan langkah-langkah antisipatif (mitigasi) apabila terjadi risiko. Berikut ini diuraikan beberapa risiko sekaligus mitigasi terhadap beberapa risiko yang mungkin timbul dalam penerbitan Sukuk Global:
1. Risiko Fiskal (Fiscal Risk) Risiko pertama yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengelolaan Sukuk Global adalah risiko fiskal. Brixi dan Schick (2002) menerangkan bahwa risiko fiskal adalah sumber tekanan finansial yang dapat dihadapi oleh pemerintah di waktu yang akan datang. Pendapat lainnya datang dari Cebotari et. al. dalam Ramadyanto (2013), yang mendefinisikan risiko fiskal sebagai kemungkinan penyimpangan atas variabel-variabel fiskal dari apa yang sebelumnya diperkirakan pada saat penyusunan anggaran maupun pada waktu penyusunan perkiraan lainnya. Sedangkan dalam Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia Tahun 2014, di mana risiko fiskal dianggap sebagai segala
sesuatu yang di masa mendatang dapat menimbulkan tekanan fiskal terhadap APBN. Target pembiayaan APBN dari Sukuk Negara khususnya Sukuk Global berkaitan langsung dengan risiko fiskal. Apabila target penerbitan tidak tercapai, akan menimbulkan tekanan fiskal pada APBN. Mengingat target penerbitan Sukuk Global makin meningkat, maka dampak tekanan terhadap APBN akan semakin meningkat apabila target penerbitan tidak tercapai. Risiko fiskal dalam penerbitan Sukuk Global dapat disebabkan oleh: a. Perubahan kebijakan pemerintah untuk membatalkan penerbitan Sukuk Global. Kebijakan ini berkaitan erat dengan kondisi perekonomian dan pasar modal internasional. Perekonomian yang memburuk, biasanya berdampak terhadap kondisi pasar modal berupa meningkatnya permintaan yield (imbalan). Apabila permintaan yield sangat tinggi, pemerintah dapat membatalkan penerbitan Global Sukuk karena memandang yield yang diminta investor akan menjadi beban berat bagi APBN di masa depan. Selain itu, pemenuhan permintaan yield yang sangat tinggi dari investor akan memberikan reputasi negatif terhadap pemerintah. Untuk mengurangi tekanan terhadap APBN sebagai akibat dari tidak tercapainya target penerbitan Sukuk Global, sebagai langkah mitigasi pemerintah dapat menggunakan sumber-sumber pembiayaan lain seperti penerbitan Surat Berharga Negara di dalam negeri dan pinjaman pemerintah kepada pihak lain dengan tetap mempertimbangkan efsiensi dalam pembiayaan. b. Investor gagal menyelesaikan transaksi (settlement). Kondisi ini disebabkan oleh investor global sukuk yang tidak mampu
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
menyerahkan sejumlah dana yang akan diinvestasikan pada saat jatuh tempo settlement. Apabila hal ini terjadi, akan berdampak terhadap pemenuhan target penerbitan global Sukuk. Berkurangnya realisasi penerbitan sukuk global akan menjadi tekanan fiskal disebabkan target pembiayaan tidak tercapai. Sebagai langkah mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya hal tersebut, pemerintah dapat memberikan mandat kepada pada Agen Penjual Sukuk Global (Joint Lead Managers/ JLMs) untuk memilih investor-investor terpercaya sebagai calon pembeli Sukuk Global. Selain itu, pemerintah dapat membuat kesepakatan dengan para JLMs agar JLMs bertindak selaku standby buyers apabila ada investor yang mengalami gagal settle.
2. Risiko Pasar (Market Risk) Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi oleh suatu sekuritas (surat berharga) yang disebabkan oleh faktor-faktor pasar seperti faktor ekonomi, politik, dan sebagainya (Tandellin, 2001). Dalam sistem ekonomi terbuka saat ini, kondisi perekonomian global saling berkaitan yang menimbulkan berbagai dinamika. Kekuatan negara-negara adi daya seperti: China dan Amerika Serikat sangat mempengaruhi kondisi perekonomian global. Berbagai kebijakan atau ekspektasi kondisi perekonomian yang terjadi di negara-negara tersebut dapat berdampak terhadap instabilitas perekonomian negara-negara di dunia dan menuntut adanya penyesuaian agar terjadi keseimbangan. Sebagai contoh: kondisi perekonomian Amerika Serikat yang mulai membaik dan ditandai dengan meningkatnya inflasi, menimbulkan ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika (the Fed rate) untuk mengurangi laju inflasi. Ekspektasi tersebut INFO RISIKO FISKAL
biasanya menimbulkan instabilitas perekonomian dunia. Kenaikan suku bunga acuan akan mempengaruhi permintaan yield obligasi atau imbalan sukuk yang akan diterbitkan di pasar perdana dan harga obligasi/sukuk di pasar sekunder. Sebagai mana disampaikan Rudiyanto (2012), bahwa apabila yield obligasi diekspektasikan akan naik, maka harga obligasi akan turun, dan sebaliknya apabila yield obligasi diekspektasikan akan turun, maka harga obligasi akan naik. Sukuk Global tidak terlepas dari risiko pasar yang terjadi. Kondisi perekonomian yang sedang memburuk akan meningkatkan risiko berinvestasi sehingga investor meminta yield yang lebih tinggi pada saat penerbitan Sukuk Global di pasar perdana, sebagai kosekuensi dari risiko berinvestasi. Dalam kondisi ini pemerintah dihadapkan pilihan untuk tetap menerbitkan Sukuk Global dengan imbalan sangat tinggi yang akan membebani APBN atau membatalkan penerbitan sukuk yang berakibat tidak terpenuhinya target pembiayaan APBN melalui SBSN. Risiko lain yang dihadapi oleh pemerintah yaitu turunnya harga Sukuk Global di pasar sekunder. Penurunan harga Sukuk Global di pasar sekunder
Rendahnya kepemilikan asing ini akan mengurangi guncangan di pasar sekunder apabila investor melakukan capital outflow dengan menjual sukuk di pasar sekunder.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
ini menuntut pemerintah untuk melakukan penetrasi pasar agar harga sukuk tidak semakin turun. Apabila harga dibiarkan semakin turun, maka akan semakin banyak investor yang menjual sukuk. Hal ini akan menjatuhkan kredibilitas dan menyulitkan pemerintah untuk melakukan penerbitan selanjutnya. Sebagai antisipasi apabila kondisi pasar keuangan memburuk, pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah strategis diantaranya adalah mencadangkan sejumlah dana untuk melakukan pembelian kembali SBN di pasar sekunder (buy back). Pembelian kembali di pasar sekunder bertujuan untuk meredam penurunan harga SBN di pasar sekunder. Selain itu, dalam kondisi yang lebih buruk, pemerintah telah menyiapkan suatu kerangka stabilisasi pasar SBN (Bonds Stabilization Framework) dimana pemerintah dapat meminta kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk ikut menstabilkan harga SBSN di pasar sekunder dengan cara ikut membeli SBN di pasar sekunder. Menurut Suminto (dalam Republika, 2 September 2015) Sukuk Global lebih tahan terhadap guncangan ekonomi global. Hal ini disebabkan karena investor asing yang memiliki Sukuk Global saat ini masih rendah yaitu sekitar 5,18% dari total investor. Rendahnya kepemilikan asing ini akan mengurangi guncangan di pasar sekunder apabila investor melakukan capital outflow dengan menjual sukuk di pasar sekunder.
3. Risiko Nilai Tukar (Currency Risk) Dengan rezim nilai tukar mengambang dan integrasi perekonomian dunia, maka penerbitan Sukuk Global menjadi rentan terhadap risiko mata uang yaitu risiko penurunan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang yang lain. Risiko ini 27
m i t i g a s i r i s i k o
m i t i g a s i r i s i k o
terjadi ketika Sukuk Global jatuh tempo dengan kondisi nilai tukar rupiah sedang mengalami penurunan (depresiasi) dibandingkan mata uang US Dollar yang digunakan sebagai mata uang penerbitan Sukuk Global. Sebagai contoh, tanggal 23 April 2009 pemerintah untuk pertama kali menerbitkan Sukuk Global senilai 650 juta USD atau senilai Rp6,765 triliun. Nilai tukar rupiah terhadap USD pada saat penerbitan Sukuk Global adalah Rp10.408,- per 1 USD. Sukuk Global tersebut jatuh tempo pada tanggal 23 April 2014. Pada saat jatuh tempo, nilai tukar Rupiah terhadap USD yang ditetapkan senilai Rp11.600,-. Dengan begitu, ketika jatuh tempo untuk membeli kembali Sukuk Global yang telah jatuh tempo pemerintah harus membayar senilai Rp7,540,- triliun. Bila dibandingkan dengan nilai pada saat penerbitan, maka terdapat selisih senilai Rp775,- miliar. Nilai tersebut merupakan risiko yang harus dibayar oleh pemerintah karena penurunan nilai tukar Rupiah pada saat Sukuk Global jatuh tempo. Semakin tinggi nilai kewajiban utang dalam bentuk mata uang asing, maka akan semakin besar risiko terhadap nilai tukar. Krugman (2000) menyebutkan, depresiasi nilai tukar yang tajam membuat utang luar negeri perusahaan menjadi berlipat-lipat (dalam mata rupiah) dalam waktu singkat dan memperburuk neraca keuangan dari perusahaan di dalam negeri. Rothig, Semmler, dan Flascher (2005) berargumen bahwa pengaruh negatif nilai tukar terhadap neraca keuangan dapat dihilangkan dengan praktik manajemen risiko perusahaan. Manajemen risiko terhadap fluktuasi nilai tukar ini dilakukan dengan hedging. Hedging adalah aktivitas memanfaatkan instrumen derivatif (misalnya forward, option, atau Nondeliverable forward/NDF) dengan tujuan memperkecil risiko. Misalnya, 28
untuk mengurangi risiko terhadap pelemahan rupiah, suatu perusahaan dapat membeli transaksi forward rupiah/dollar. Di dalam transaksi tersebut perusahaan terikat kontrak untuk membeli dollar dengan jumlah dan nilai tukar tertentu pada waktu yang ditentukan. Dengan demikian, perusahaan tadi akan terbebas dari risiko pelemahan rupiah yang terlalu signifikan. Untuk mengatasi risiko nilai tukar, pemerintah saat ini sedang melakukan kajian kemungkinan penerapan hedging dalam instrumen keuangan syariah termasuk Sukuk Global.
4. Risiko Kesesuaian Syariah (Syariah Compliance Risk) Risiko ini merupakan risiko khusus yang hanya terdapat pada penerbitan Sukuk Global atau instrumen keuangan syariah lainnya yang diterbitkan secara lintas kawasan. Seperti diketahui bahwa hukum-hukum Islam dalam ibadah dan muamalah dipengaruhi oleh mazhab yang dibangun melalui pemikiran dan penelitian empat ulama yaitu: Imam Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), Imam Malik (Mazhab Maliki), Imam Syafi’i (Mazhab Syafi’i) dan Imam Ahmad bin Hambal (Mazhab Hambali). Ke empat mazhab tersebut mempunyai sebaran geografi yang berbeda satu dengan lainnya. Sebagai contoh: Mazhab Hambali banyak digunakan oleh Muslimin di kawasan semenanjung Arab (Arab Saudi), Mazhab Hanafi di kawasan Asia Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah dan sebagian Eropa. Mazhab Maliki di kawasan Afrika Barat dan Utara. Sedangkan Mazhab Syafi’i banyak digunakan di kawasan Asia Tenggara dan sebagian Timur Tengah. Perbedaan penggunaan mazhab tersebut berpeluang menimbulkan perbedaan status transaksi yang terdapat dalam struktur akad Sukuk
Global. Dalam kasus tertentu, suatu transaksi dihalalkan oleh satu mazhab dan diharamkan oleh mazhab yang lain. Kondisi ini menyebabkan struktur akad yang digunakan dalam Sukuk Global hanya dapat diperdagangkan di kawasan tertentu dan ditolak di kawasan lainnya. Akibatnya sebaran investor tidak seluas yang diharapkan dan dapat mengurangi target penerbitan Sukuk Global. Keunikan dalam membuat struktur akad Sukuk Global yang dapat diterima oleh seluruh mazhab merupakan suatu tantangan tertentu yang harus dapat ditangani oleh pemerintah, ulama Indonesia, maupun pelaku keuangan syariah global. Langkah mitigasi yang dapat ditempuh agar Sukuk Global dapat diterima di pasar keuangan internasional diantaranya dengan melakukan koordinasi dengan syariah scholars dan pelaku pasar keuangan global. Adanya koordinasi dengan syariah scholars dan pelaku pasar keuangan global akan diperoleh informasi mengenai struktur akad sukuk yang selama ini digunakan untuk penerbitan sukuk di pasar internasional. Dengan demikian, Pemerintah dapat mendesain struktur Sukuk Global yang diterima baik oleh syariah scholars maupun investor global. Kesuksesan penerbitan Sukuk Global pada tahun 2015 dengan menggunakan akad Wakalah merupakan salah satu contoh pentingnya koordinasi dengan para syariah scholars dari berbagai kawasan seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab dan Eropa. Dengan koordinasi yang baik, penerbitan Sukuk Global dengan menggunakan akad baru dapat terlaksana dan diterima oleh para syariah scholar dari berbagai kawasan. n *) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
agroindonesia.co.id
Mitigasi Risiko Perlambatan Ekonomi Melalui KUR Oleh: Mohamad Nasir
Peneliti Pada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Email:
[email protected]
S
etelah beberapa tahun menikmati pertumbuhan ekonomi yang positip, bayangan krisis keuangan dan ekonomi nampaknya masih tetap menghantui. Sebelumnya, Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997/1998, kemudian terimbas perlambatan ekonomi global tahun 2008/2009, kini perekonomian nasional menghadapi tantangan krisis kembali. Beberapa indikator mengindikasikan hal tersebut, ada sesuatu yang salah pada perekonomian nasional Indonesia. Penurunan kinerja current account hingga defisit, depresiasi rupiah terhadap dolar amerika yang tajam, dan penurunan signifikan indeks harga saham gabungan (IHSG) pasar modal Indonesia. INFO RISIKO FISKAL
Sebagai tindak pencegahan terjadinya krisis, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa paket kebi-
jakan ekonomi, dari paket kebijakan 1 sampai paket kebijakan 5 yang terakhir hingga saat ini. Dari keseluruh-
Tabel : Perbandingan Indikator Ekonomi Makro Indikator Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Cadangan Devisa (USD Miliar Kurs Rp/USD Depresiasi IHSG NPL Gross Suku Bunga Acuan BI Rasio Utang Pemerintah Thd PDB Total Utang LN (USD Miliar) Rasio Utang LN Thd Cadangan Devisa
1998 -13,10% 82,40% 17,4 16.650 197% 256 30% 60% 100% 150,8 8,6 X
2008 4,12% 12,14% 50,2 12.650 34,86% 1.111 3,8% 9,5% 27,4% 155,08 3,1 X
2015* 4,67% 7,26% 107,6 14.123 14,03% 4.237 2,6% 7,5% 24,7% 304,3 2,8 X
Sumber : BEI dalam Hanum Kusuma Dewi. 2015. Ket : * perkiraan
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
29
m i t i g a s i r i s i k o
an paket kebijakan, perkembangan sektor riil dan perlindungan usaha ekonomi lemah menjadi salah satu perhatian Pemerintah. Dinyatakan di dalamnya, program kredit usaha rakyat (KUR) kembali menjadi intrumen pencegahan perlambatan ekonomi nasional. Tentunya hal ini memunculkan pertanyaan seberapa efektifkah KUR mampu mencegah perlambatan ekonomi nasional.
REKAM JEJAK KINERJA KUR
m i t i g a s i r i s i k o
Program KUR bukanlah program yang baru, telah mulai dijalankan sejak tahun 2007 dengan mendasarkan diri pada Keppres No. 6 Tahun 2007. Target calon debitur adalah debitur yang layak secara keuangan (feasible), tapi tidak bankable dari sisi barang jaminan. Selanjutnya, untuk operasionalisasi program, Keppres ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah dengan beberapa bank penyalur dan perusahaan penjamin KUR (PPK), dalam hal ini Perum Jamkrindo dan PT Askrindo (Persero), SOP pelaksanaan KUR, PMK, dan peraturan lainnya. Dalam perjalanannya, beberapa ketentuan seperti MoU, PMK dan SOP tersebut mengalami perubahan. Selama periode 2007 s.d 2014, program ini telah berhasil menyalurkan total kredit secara akumulasi mencapai Rp159,2 triliun, tersalurkan
30
kepada 12.145.201 debitur dengan rincian 11.326.246 debitur mikro dan sisanya 818.955 debitur retail (Kemenko Perekonomian. 2015). Plafon kredit untuk debitur mikro mencapai Rp.95,0 triliun atau Rp.8,4 juta per debitur dan Rp.64,2 triliun untuk debitur retail atau Rp.78,4 juta per debitur. Menariknya, berdasarkan laporan Kemenko Perekonomian (2015), NPL program relatif kecil yaitu sekitar 3,2% per 30 November 2014. Pencapaian penyaluran KUR sebagaimana tergambarkan dalam grafik di atas tidak dapat terlepas dari kebijakan relaksasi yang dilakukan oleh Pemerintah. Sehingga di dalam lima tahun terakhir, yaitu periode 2010 s.d. 2014, terjadi pencapaian realisasi rata-rata di atas target yaitu Rp.20 triliun per tahun. Beberapa perubahan relaksasi yang dilakukan antara lain 1) status debitur dalam sedang atau belum menerima kredit, 2) besaran plafon kredit, 3) perpanjangan, suplesi, dan restrukturisasi, 4) suku bunga kredit, 5) cakupan penjaminan, dan 6) barang jaminan. Namun demikian, relaksasi ini menyisakan sebuah pertanyaan apakah relaksasi ini masih selaras dengan target debitur yang feasible but non bankable.
KUR SEBAGAI MITIGASI KRISIS Melihat dari kinerja KUR yang baik selama periode 2007 s.d. 2014,
pengaktifan kembali KUR (yang sempat stagnan di awal 2015) di tengah ancaman krisis sangat masuk akal. KUR dinilai mampu meningkatkan kapasitas produksi produk dalam negeri dan penyerapan tenaga kerja di level usaha mikro dan kecil (UMK), baik menciptakan produk baru maupun mengembangkan produk yang sudah ada. Peningkatan kapasitas ini dapat mendorong kemandirian ekonomi nasional, tidak tergantung pada impor dari negara lain. Saat ini adalah waktu yang tepat bagi produk dalam negeri untuk menggantikan atau mensubstitusi barang-barang impor. Di mana, di tengah-tengah depresiasi rupiah, secara teoritis barang-barang impor menjadi mahal di pasaran Indonesia, dan tentunya merupakan suatu kesempatan bagi produk dalam negeri untuk bersaing dalam harga karena menjadi lebih murah. KUR sebagai mitigasi krisis mengalami perubahan dari periode sebelumnya atau rezim 2007-2014, sebagaimana diatur dalam Permenko Bidang Perekonomian No. 6 tahun 2015 tanggal 5 Agustus 2015. Perubahan pertama adalah suku bunga kredit menjadi maksimal 12% efektif baik untuk KUR mikro Retail, dan TKI, serta dapat diberikan subsidi oleh Pemerintah kepada Bank Pelaksana. Berdasarkan PMK No. 146/PMK.05/2015, besaran subsidi sendiri ditetapkan sebesar 7% untuk KUR mikro, 3% untuk KUR Retail, dan 12% untuk KUR TKI. Kedua, pembayaran subsidi imbalan jasa penjaminan (IJP) secara langsung dari Pemerintah kepada perusahaan penjamin ditiadakan, dirubah menjadi mekanisme business to business antara bank pelaksana dengan perusahaan penjamin, tidak terpisahkan dari subsidi bunga, dan tergantung pada bank pelaksana. Perubahan ketiga adalah adanya sistem infromasi kredit program, di mana calon debitur KUR harus terdata dan
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
merupakan bagian dari database sistem informasi kredit program (SIKP). Perubahan keempat adalah adanya mekanisme penjaringan calon debitur KUR secara eksplisit oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah, Perusahaan Penjaminan, serta adanya pembinaan teknis oleh Kementerian Teknis dan Pemerintah Daerah. Perubahan-perubahan di atas dapat dilihat sebagai bagian dari upaya penyempurnaam KUR sebelumnya. Namun demikian, pemerintah perlu memperhatikan konsekuensi dari penerapan relaksasi tersebut agar tujuan utama KUR dapat tercapai. Konsekuensi tersebut berasal dari kebijakan relaksasi penurunan suku bunga yang harus diterima oleh Pemerintah. Kebijakan ini mengakibatkan peningkatan beban Pemerintah, khususnya untuk KUR mikro dan KUR TKI. Terdapat tambahan yang sebelumnya dibayar oleh debitur KUR mikro dan TKI, menjadi dibayar oleh Pemerintah. Sebagai contoh, sebelumnya, KUR mikro dibebani bunga maksimal 22% efektif, dan Pemerintah menanggung 3,25% dari 70% kredit yang disalurkan sebagai subsidi IJP. Sekarang, Pemerintah dibebani subsidi bunga sebesar 7% dari kredit yang disalurkan. Selain itu, mekanisme b to b dalam penjaminan, di satu sisi akan menciptakan fleksibilitas bank pelaksana dalam penyaluran, namun di sisi lain, akan melemahkan fungsi check and balance dalam penetapan target debitur yang feasible but not bankable.
sahabatpr.com
grey area yang perlu diperbaiki atau disempurnakan. Pertama adalah masalah definisi dan target debitur yang layak secara keuangan tapi tidak bankable secara barang jaminan. Definisi ini masih relatif, tergantung pada perspektif masing-masing stakeholders KUR. Apalagi arah kebijakan KUR yang mengarah pada subsidi bunga, mekanisme kebutuhan penjaminan diserahkan kepada bank pelaksana, dan persyaratan agunan untuk KUR ritel yang mengambang. Karena itu, perlu kejelasan yang tegas dan tidak
DAFTAR PUSTAKA 1.
PENUTUP Secara teoritis, KUR dapat mendorong peningkatan produksi usaha mikro dan kecil. Hal ini dikarenakan aspek permodalan sebagai salah satu faktor produksi dapat diakses dengan mudah sehingga penambahan modal dapat dilakukan, dan pada akhirnya akan meningkatkan output produksi. Namun demikian, masih terdapat INFO RISIKO FISKAL
mengambang tentang kedua hal tersebut. Di samping itu, hal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah pengawasan. Merupakan suatu keharusan bahwa suatu program kredit yang melibatkan pengeluaran APBN harus dapat dipertanggungjawabkan, dan terukur output serta outcome-nya. Karena itu, diperlukan suatu mekanisme bahwa Pemerintah sebagai pemilik program dapat meyakini bahwa KUR disalurkan oleh bank pelaksana sesuai dengan target yang ditetapkan. n
2.
3. 4.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Hanum Kusuma Dewi. 2015. Kondisi Ekonomi 2015 Vs 1998 & 2008, Mana Lebih Parah?. Diakses 27 Oktober 2015. http://www.bareksa. com/id/text/2015/08/27/kondisi-ekonomi-2015-vs-1998-2008-manalebih-parah/11292/news Kemenko Perekonomian. 2015. Sebaran Penyaluran KUR Periode 2007 – November 2014. http://komite-kur.com/article-103-sebaran-penyaluran-kredit-usaha-rakyat-periode-november-2007-november-2014.asp Kemenko Perekonomian. 2015. Permenko Bidang Perekonomian No. 6 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. Kementerian Keuangan. 2015. PMK No. 146/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga Untuk Kredit Usaha Rakyat
31
m i t i g a s i r i s i k o
Risiko Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak terhadap APBN Oleh: M. Jamaluddin
Plt. Kepala Seksi Peraturan Mitigasi Risiko, Dit. PRKN, DJPPR Email:
[email protected]
Pemilu sebagai Perwujudan Kedaulatan Rakyat
m i t i g a s i r i s i k o
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, sebab rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu Negara selama jangka waktu tertentu. Selain itu, kualitas penyelenggaraan pemilu di suatu Negara dapat digunakan untuk mengukur tingkat demokrasi Negara tersebut. Terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, Guru Besar Ilmu Politik FISIP UI Prof. Miriam Budiardjo menyebutkan syarat yang harus dipenuhi yaitu i) perlindungan konstitusional, ii) badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, iii) pemilihan umum yang bebas, iv) kebebasan untuk menyatakan pendapat, v) kebebasan untuk berserikat /berorganisasi dan beroposisi; dan vi) pendidikan kewarganegaraan. Dengan demikian Pemilu memegang peranan yang penting dan tidak ada demokrasi tanpa terselenggaranya pemilu yang jujur dan demokratis. Berdasarkan syarat pemerintahan yang demokratis di atas, Pemerintah 32
telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait dengan Pemilu yaitu, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pemilihan umum anggota DPR, DPRD dan DPD, Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Berdasarkan definisi pemilu yang diatur oleh beberapa undang-undang tersebut pada dasarnya didefinisikan bahwa pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih wakilnya baik sebagai perwakilan anggota DPR, DPD dan DPRPD, Gubernur, Walikota atau Bupati serta Presiden maupun Wakil presiden. Tulisan ini hanya akan membahas mengenai Pilkada secara serentak,
bagaimana mekanisme dan tahapannya, pendanaannya, serta risikonya terhadap APBN.
Mekanisme, Tahapan dan Pendanaan Pilkada Serentak Berdasarkan data yang dirilis oleh KPU perihal daftar akhir masa jabatan (AMJ) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Gelombang I (2015), Gelombang II (2017) dan Gelombang III (2018), terdapat 9 Provinsi serta 260 Kabupaten /Kota yang akan melaksanakan Pilkada pada 2016, kemudian 8 Provinsi dan 94 Kabupaten /Kota yang akan melaksanakan Pilkada pada 2017, serta 17 Provinsi dan 154 Kabupaten /kota yang akan melaksanakan Pilkada pada 2018 (lihat Tabel 1). Pilkada serentak diatur berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015 mengenai Perubahan atas Undang-undang No-
Tabel 1. Jadwal Pilkada No
Jadwal PILKADA
1
09 Desember 2015
2 3 4 5 6 7
Feb 2017 Juni 2018 Desember 2020 Februari 2022 Juni 2023 2027
Tujuan Pilkada Pemilihan Kepala Daerah yang akhir masa jabatannya (AMJ) pada 2015 s.d Semester I 2016 Pemilihan Kepala Daerah yang akhir masa jabatannya (AMJ) pada semester II 2016 s.d 2017 Pemilihan Kepala Daerah yang akhir masa jabatannya (AMJ) pada2018 s.d 2019 Pemilihan Kepala Daerah hasil pemilihan 2015 Pemilihan Kepala Daerah hasil pemilihan 2017 Pemilihan Kepala Daerah hasil pemilihan 2018 Pemilihan Kepala Daerah serentak secara nasional
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
metrosulawesi.com
mor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang. Berdasarkan Undang-undang tersebut, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten /kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015, Pemilihan terdiri dari 2 tahapan yakni tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan. Adapun Tahapan persiapan pemilihan meliputi kegiatan: 1. perencanaan program dan anggaran; 2. penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan; 3. perencanaan penyelenggaraan INFO RISIKO FISKAL
yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan; 4. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS; 5. pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS; 6. pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan; 7. penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih; dan 8. pemutakhiran dan penyusunan daftar Pemilih Kemudian untuk tahapan penyelenggaraan Pemilihan meliputi: 1. pengumuman pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota; 2. pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
3. penelitian persyaratan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota; 4. penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota; 5. pelaksanaan Kampanye; 6. pelaksanaan pemungutan suara; 7. penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara; 8. penetapan calon terpilih; 9. penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan 10. pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih Berdasarkan kedua tahapan penyelenggaraan Pemilihan di atas, hal-hal yang perlu menjadi perhatian khusus adalah mengenai perencanaan program dan penganggaran, penyusunan peraturan penyelenggaraan pemilihan, pemutakhiran dan pe33
m i t i g a s i r i s i k o
m i t i g a s i r i s i k o
nyusunan daftar pemilih, penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, penetapan calon terpilih serta penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil pemilihan. Berdasarkan pasal 166 UU No 8 Tahun 2015, pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan dapat didukung oleh APBN sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Berdasarkan hal di atas, maka setiap daerah harus menganggarkan dana Pemilu kepala daerahnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pengelolaan dana Kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Belanja Hibah kegiatan Pemilihan adalah belanja yang dianggarkan dalam APBD untuk diberikan kepada KPU Provinsi /Kabupaten /Kota dan Bawaslu Provinsi /Panwaslu Kebupaten /kota dalam rangka pendanaan kegiatan pemilihan yang dituangkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.
Risiko Pilkada Serentak Terhadap APBN dan Mitigasinya Dengan adanya mandatory bagi setiap daerah untuk menganggarkan Anggaran Pilkada daerahnya dalam APBD telah mengurangi ruang fiskal dari APBD suatu daerah. Hal ini tentunya dapat mengurangi dan menyebabkan daerah harus mengurangi belanja publiknya, seperti pembangunan infrastruktur untuk membiayai pilkada. Bahwa berdasarkan penjelasan umum dari UU Nomor 8 Tahun 2015, penyelenggaraan pilkada serentak dilakukan untuk efisiensi anggaran dan efisiensi waktu yang tidak terlalu 34
panjang dalam penyelenggaraan tanpa harus mengorbankan asas pemilihan yang demokratis, namun berdasarkan informasi yang diterima penyelenggaraan Pilkada membengkak dari Rp. 5 triliun pada periode sebelumnya menjadi Rp. 6,7 triliun pada pilkada serentak ini. Terkait hal ini KPU menjelaskan bahwa pembengkakan dana tak dapat dihindari karena mengikuti laju inflasi. Dalam hal ini masih butuh waktu untuk menjawab landasan filosofis dari semangat dibuatnya UU Nomor 8 Tahun 2015 perihal pilkada serentak untuk melakukan efisiensi anggaran. Terkait dengan dukungan APBN terhadap pelaksanaan Pilkada serentak ini, Pemerintah akan menanggung anggaran pengamanan pelaksanaan Pilkada serentak. Hal ini menindaklanjuti ketentuan pasal 166 UU No 8 Tahun 2015, dimana pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada APBD dan dapat didukung oleh APBN sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Namun terkait dukungan APBN terhadap pelaksanaan Pilkada ini belum jelas pengaturannya mengenai bentuk-bentuk kegiatan yang akan dianggarkan melalui APBN, termasuk mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawabannya, sehingga perlu diperjelas melalui peraturan pemerintah (PP) sebagaimana mandat dari pasal 166 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2015. Hingga tulisan ini dibuat pemerintah belum menerbitkan PP tersebut. Meskipun belum terdapat PP yang mengatur mengenai dukungan APBN tehadap pelaksanaan Pilkada serentak, perlu dilakukan mitigasi terkait dengan kebijakan pemerintah yang akan menanggung anggaran pengamanan pelaksanaan Pilkada serentak. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, kegiatan pilkada serentak terdiri dari dua tahapan yakni tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan, pada tahap penyelenggaraan inilah perlu dan wajib untuk dilaku-
kan pengamanan oleh Polri. Selanjutnya dalam UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial dinyatakan konflik dapat bersumber dari permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi dan sosial budaya sehingga jajaran polri wajib untuk mencegah dan mengatasi konflisk sosial pada setiap tahapan penyelenggaraan pilkada yang bertujuan untuk mewujudkan suasana tenteram, tertib, aman, dan damai selama penyelenggaraan pilkada. Sumber konflik yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan penyelanggaraan pilkada antara lain: 1. sengketa pendaftaran bakal calon Kepala Daerah; 2. sengketa pendaftaran calon Kepala Daerah; 3. sengketa penelitian persyaratan calon Kepala Daerah; 4. sengketa penetapan calon Kepala Daerah; 5. sengketa dalam pelaksanaan kampanye 6. sengketa perhitungan suara dan rekapitulasi hasil perhitungan suara; 7. sengketa penetapan calon Kepala daerah terpilih; 8. penyelesaian pelnaggaran dan sengketa hasil pilkada; dan 9. sengketa pengusulan pengesahan pengangkatan calon Kepala Daerah terpilih; Terkait dengan sumber konflik yang mungkin menjadi penyebab sengketa di atas, sengketa pendaftaran bakal calon, serta penetapan calon Kepala Daerah merupakan tahapan paling krusial dalam Pilkada, bukan saja tahapan ini menjadi pintu masuk yang menentukan apakah pasangan calon (paslon) bisa berkompetisi atau tidak melainkan juga sepanjang perjalanan Pilkada, tahapan inilah yang paling banyak membuahkan sengketa, sengketa yang kadang tidak cukup hanya berakhir di tingkat pengawas
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
namun juga berujung sampai ke perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemlihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sengketa pemilihan meliputi sengketa antara peserta pemilihan dan sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan. Sebagai informasi saat ini masih terdapat parpol yang bersengketa terkait dengan kepengurusannya, hal ini tentu berimplikasi terhadap bakal calon yang akan diusung oleh parpolparpol bermasalah tersebut untuk menjadi calon Kepala Daerah. Hal ini berpotensi untuk mengganggu serta menjadi konflik diantara para pendukung dari calon-calon yang akan maju menjadi Kepala Daerah tersebut. Walaupun dalam pasal 36 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan /atau Walikota dan Wakil Walikota menyatakan tidak dapat menerima pendaftaran Pasangan calon dari partai politik yang bermasalah kepengurusannya sampai dengan ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap, hal ini tetap berpotensi untuk menjadi konflik karena hingga tulisan ini dibuat permasalahan terhadap kepengurusan partai politik yang sedang bersengketa masih belum selesai proses hukumnya. Sumber konflik lainnya yang perlu untuk dimitigasi adalah mengenai potensi konflik yang terjadi akibat penetapan kepala daerah terpilih. Tidak mudah untuk meyakinkan masingmasing pendukung calon mengenai hasil pemilihan, karena pada dasarnya setiap paslon telah melakukan usaha serta mengeluarkan biaya yang banyak untuk memenangkan pemilihan. Dalam rangka memitigasi risiko terjadinya konflik akibat pentapan kepaINFO RISIKO FISKAL
Hal lain yang perlu dimitigasi selain penanganan pengamanan pilkada serentak akibat dilaksanakannya Pilkada terhadap APBN adalah mengenai risiko batalnya kegiatan Pilkada. la daerah terpilh serta menciptakan pemilihan yang demokratis melalui upaya hukum penyelesaian sengketa yang dapat melindungi hak konstitusional peserta pemilihan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemlihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota agar menciptakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Hal lain yang perlu dimitigasi selain penanganan pengamanan pilkada serentak akibat dilaksanakannya Pilkada terhadap APBN adalah mengenai risiko batalnya kegiatan Pilkada. Batalnya kegiatan pilkada akan berimbas kepada anggaran penyelenggaraan Pilkada selanjutnya yang semakin tinggi karena dana sudah terlanjur dikeluarkan. Konsekuensinya jika diberhentikan kegiatannya, atau tetap dijalankan dengan tanggal yang lebih ke belakang. Selain itu Kepala Daerah yang sudah waktunya berakhir juga tentunya harus digantikan dengan pimpinan yang baru. Oleh karena itu pemerintah harus meminimalisir serta memitigasi kemungkinan batalnya
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
kegiatan pilkada seretak ini. Hal-hal yang dapat membatalkan pelaksanaan Pilkada serentak antara lain karena penundaan dan juga karena masalah calon tunggal. Terkait dengan penundaan ini dapat terjadi karena ketidaksiapan para pihak untuk menyelenggarakan Pilkada serentak baik seperti persiapan anggaran maupun terkait dengan data pemilihan. Terkait dengan hal ini KPU telah mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2015 tentang pemutakhiran data dan daftar pemilih dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil bupati, dan atau walikota dan atau wakil walikota. Terkait dengan masalah calon tunggal KPU harus menyiapkan aturan khusus mengenai pemilihan dalam kondisi keadaan calon tunggal pasca putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 September yang menganulir pasal 49 ayat (8) dan (9) , Pasal 50 ayat (8) dan (9) serta pasal 51 ayat (2) dan pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015.
Penutup Kesimpulan dari tulisan ini adalah walaupun Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 menyatakan pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada APBD, namun tetap membutuhkan dukungan APBN sebagaimana kebijakan pemerintah yang akan menanggung biaya pengamanan pilkada serentak ini menggunakan APBN, sehingga akan menimbulkan mandatory fiskal kepada APBN untuk menganggarkan pengamanan pilkada dan mengurangi ruang fiskal terhadap anggaran lainnya seperti pembangunan infrastruktur misalnya. Oleh karena itu harus dibuat batasan yang jelas mengenai bentuk dukungan APBN dalam pelaksanaan Pilkada serentak ini yang sebaiknya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah sebagai bentuk mitigasi risiko akibat dilaksanakannya Pilkada langsung serentak. n 35
m i t i g a s i r i s i k o
w a w a n c a r a
Wawancara Redaksi Buletin Info Risiko Fiskal (IRF)
Prof. Suahasil Nazara, Ph.D.
(Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan) Oleh: Tony.P1, Hadi. S2, Roki GW3, Hani.W4
1. Kepala Subdirektorat Mitigasi Risiko BUMN, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected] 2. Peneliti pada Badan Kebijakan Fiskal. Email:
[email protected] 3. Kepala Seksi Risiko Jaminan Sosial, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected] 4. Kepala Seksi Pengungkapan Risiko Keuangan Negara, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected]
Di tengah kondisi ekonomi global yang saat ini sedang mengalami turbulensi, Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi langsung terkena dampaknya. Memasuki kuartal II dan kuartal III tahun anggaran 2015, pertumbuhan PDB hanya mencapai 4.7%, pelemahan nilai tukar rupiah, menurunnya harga komoditas, dan besarnya arus modal asing keluar, menggambarkan perlambatan ekonomi Indonesia. Untuk itu, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan dalam upaya mengurangi dampak atas perlambatan ekonomi tersebut.
U
ntuk menggali lebih dalam dari sudut pandang kebijakan fiskal terkait dampak perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia dan kebijakan-kebijakan yang telah diterbitkan Pemerintah guna 36
mengatasi atau memperkecil dampak tersebut, redaksi IRF memandang perlu untuk melakukan wawancara dengan Prof. Suahasil Nazara, Ph.D., Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa, 27 Ok-
tober 2015 bertempat di ruang kerja Kepala BKF. Secara fundamental, bagaimana kondisi perekonomian Indonesia saat ini? Sejauh mana pengaruh perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia?
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Seperti yang telah beberapa kali disampaikan Menteri Keuangan, berbagai macam risiko global itu memang harus kita waspadai. Kondisi emerging market, kondisi moneter di negara maju, perbaikan di negara maju yang belum terjadi dan juga terakhir Tiongkok, menjadi faktor penting yang langsung mempengaruhi perekonomian. Itu semua adalah risiko ekonomi global. Dalam konteks risiko global, hampir semua perekonomian mengalami penurunan pertumbuhan. Bahkan Rusia dan Brazil sudah sampai ke economic sinking (pertumbuhan negative). Adapun di berbagai tempat lain di dunia, pertumbuhannya masih ada tapi melambat dibandingkan 2-3 tahun sebelumnya. Indonesia sendiri terkena imbas akibat penurunan harga komoditas di tingkat global. Penjualannya masih ada namun penerimaan dari hasil penjualan sumber daya alam mengecil, sehingga pemasukan Pemerintah juga menurun. Pemasukan dari perusahaan, masyarakat, royalti, PNBP yang diterima oleh Pemerintah, PPh Pajak Migas juga menurun, dan hal ini akhirnya akan berdampak ke Pemerintah. Dalam konteks itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2 kuartal terakhir tahun 2015 sebesar 4,7%, masih relatif baik jika dibandingkan dengan negara lain. Kita masih tumbuh meskipun memang lambat. Harus kita bayangkan bahwa ada perekonomian seperti Tiongkok yang biasanya tumbuh di atas 10% sekarang hanya sebesar 7%. Kita biasanya mengalami pertumbuhan sebesar 5-6% lalu sekarang menjadi 4,7%, menurut saya hal ini masih sangat baik. Kebijakan apa yang telah dilakukan Pemerintah dari sisi fiskal, untuk menghadapi kondisi ekonomi saat ini? Sejak Pemerintahan yang baru, kita melakukan perubahan kebijakan yang sangat mendasar di dalam kebijakan perekonomian. Kita berani melakukan reform dalam kebijakan INFO RISIKO FISKAL
APBN. Reform utamanya ada tiga yaitu, yang pertama mengubah struktur pendapatan negara dari yang sebelumnya mengandalkan sumber daya alam, menjadi mengandalkan pajak. Jadi kalau mau mengandalkan pajak berarti kegiatan ekonominya yang harus ditumbuhkan, terutama kegiatan ekonomi yang kita kenakan pajak. Yang kedua adalah di sisi belanja. Kita mengubah belanja yang sifatnya kurang produktif seperti subsidi BBM, menjadi kebijakan belanja yang produktif, misalnya untuk membangun infrastruktur, perlindungan sosial, dan penanggulangan kemiskinan. Dengan begitu APBN kita menjadi lebih pro rakyat dan pro pertumbuhan. Yang ketiga adalah dari sisi financing, yang semula hanya mengandalkan pada pasar, menjadi kebijakan financing yang juga mengkombinasikan financing yang berasal dari bilateral maupun non-bilateral. Itu tiga reform besar yang mulai kita lakukan di APBN-P 2015, dan ini akan terus dilanjutkan pada APBN 2016. Tahun depan tiga logika itu kita pakai lagi dengan berbagai macam rinciannya. Sebagai contoh, kalau kemarin di APBN-P 2015 kita menghapus subsidi premium, di APBN 2016 ada pengurangan subsidi listrik sehingga anggarannya dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur. Seperti halnya penghapusan subsidi premium, pasti banyak masyarakat menjerit jika subsidi listrik dikurangi. Bagaimana langkah Pemerintah dalam mengantisipasi dampak kebijakan pengurangan subsidi listrik? Kalau menurut data, kita seharusnya tidak (menjerit - red). Karena penerima subsidi listrik saat ini ada 44,6 juta rumah tangga pelanggan, padahal rumah tangga di republik kita ini paling banyak adalah 62,5 juta, sehingga berarti penerima subsidi listrik mencapai 2/3 jumlah rumah tangga. Kita tahu persis bahwa yang miskin itu tidak 2/3, jauh di bawah itu. Tingkat kemiskinan
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
hanya sekitar 11%, namun mengapa yang menerima subsidi listrik itu sampai 60%? Pasti ada yang salah dengan cara kita memberikan subsidi listrik. Kita harus menjadikan subsidi listrik lebih tepat sasaran, lalu penghematannya kita alihkan untuk infrastruktur. Itu kita lakukan. Nanti tahun berikutnya kita cari lagi bentuk reformasi yang lain. Jadi dengan reform di dalam budget, kita berada dalam situasi yang lebih baik dalam menghadapi kelemahan global. Dapat dibayangkan kalau kita masuk lingkungan global tapi kita masih bakar uang untuk subsidi BBM sebesar Rp. 400 triliun, kita tidak akan bisa membangun infrastruktur. Dengan perubahan itu, memang dalam jangka pendek masyarakat mungkin ada yang merasa bahwa ia harus bayar BBM lebih mahal. Tetapi bagi APBN dan perekonomian secara keseluruhan, hal ini akan menjadi lebih sehat, karena dapat dialokasikan dana untuk membangun infrastruktur sehingga lebih bermanfaat bagi semua masyarakat. Terkait reform struktur pendapatan, bagaimana Pemerintah menyikapi shortfall pajak? Bagaimana mitigasinya? Kalau menurut saya, kita bukan hanya membicarakan shortfall pajak, shortfall pajak ini terlalu dibesarbesarkan. Sebenarnya yang lebih penting adalah kita bicara mengenai shortfall dalam penerimaan negara, dalam konteks pengelolaan APBN. Jadi bukan hanya soal pajak, tetapi juga soal PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak –red) dan bea cukai (penerimaan kepabeanan dan cukai). Di dalam tata kelola APBN ada satu hal yang tidak boleh kita langgar, yaitu defisit tidak boleh lebih dari 3% GDP. Untuk itu, bagaimanapun besarnya shortfall, penerimaan APBN harus kita jaga sedemikian rupa agar tetap aman, sehingga defisitnya tidak melebihi 3% dari GDP. Caranya dengan mengkombinasikan sisi sebelah kanan 37
w a w a n c a r a
w a w a n c a r a
pengeluaran dengan pembiayaan. Jadi jangan khawatir mengenai shortfall di dalam penerimaan. Tapi saya tahu bahwa media senang menanyakan hal itu, bagaimana kalau penerimaan pajak tidak tercapai. Jangan khawatir, APBN-nya aman karena kita mengatur di belanja dan financing. Bagaimana posisi Pemerintah ketika terjadi pelebaran defisit? Bagaimana mengatur belanja dan financing? Kita punya keleluasaan untuk melebarkan defisit sampai dengan 3%, tidak boleh lebih. Dalam menyusun perencanaan maksimal kita memakai 2.7%, tidak pernah push sampai ke 3%. Pembiayaannya nanti mengkombinasikan obligasi dengan pinjaman bilateral dan multilateral. Hal Ini terkait dengan reformasi ketiga tadi yaitu pembiayaan yang lebih smart, bukan hanya pergi ke pasar tetapi juga melihat kesempatan potensi dari bilateral dan multilateral. Karena hal tersebut tidak menggangu pasar dan biasanya bunganya lebih murah. Itu yang kita sebut smarter financing strategy. Selanjutnya belanja yang mesti kita sesuaikan. Setiap tahun belanja Pemerintah tidak pernah terserap 100%. Jadi secara alamiah, penyerapan belanja Pemerintah tidak akan tercapai penuh, sehingga tidak perlu sampai potong anggaran, karena natural rate of shortfall itu sudah pasti ada, apalagi dengan birokrasi kementerian dan lain-lain, sehingga tidak pernah mencapai 100%. Pertanyaan berikutnya, apakah bila tidak terserap berarti proyek tidak jalan dan perekonomian tidak tumbuh? Ya, di tahun 2015 ini mungkin arah pertumbuhan Indonesia adalah 4,9%, paling top mungkin 5,0%. Hal tersebut merupakan refleksi dari belanja berkurang, harga komoditas dunia melemah, penerimaan berkurang, pertumbuhan juga berkurang. Jadi semuanya ini sebenarnya klop. Memang tidak 100% semua targettarget pemerintah dipenuhi, tapi kalau 38
pertanyaan survive atau tidak, jawabannya adalah survive. Rusia dan Brazil pertumbuhannya negatif, kita masih positif. Memang positif kita itu turun terus sejak 3-4 tahun yang lalu, sampai dengan kuartal I 2015 kemudian kuartal II 4,7%. Kita berharap kuartal II inilah titik terbawahnya, setelah itu kita pick up. Kuartal IV kita harapkan kemungkinan bisa 5% atau lebih. Jika tren sedang negatif, mencari titik belok itu yang susah. Karena tren negatif itu selalu gerakannya adalah terus turun. Ini yang harus kita belokan. Untuk membelokkan membutuhkan kegiatan ekonomi, perlu confidence, butuh masyarakat, tidak bisa Pemerintah sendiri. Hanya confidence-nya tidak akan ada kalau kita menyerah dari awal. Tahun lalu tetap bakar subsidi BBM karena tidak ada confidence itu. Tetapi dengan kita berani mengambil kebijakan itu masyarakat dan pasar akan melihat, ini lebih berani bikin reform. Lalu confidence itu akan muncul dan itulah yang menjadi harapan kita menjadi titik balik. Terkait dengan risiko ekonomi global, belakangan ini pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Apakah itu salah satu trigger untuk membelokan perekonomian Indonesia? Bagaimana peranan Kementerian Keuangan terkait paket kebijakan ekonomi tersebut, serta bagaimana sinerginya dengan institusi lain? Kita tahu anggaran tidak cukup. Sementara itu, yang menciptakan kesejahteraan itu adalah masyarakat bidang usaha, bukan Pemerintah sendiri. APBN setahun katakanlah 2.000 triliun. Sementara PDB hampir 12.000 triliun, paling 1/6 atau 16%. Ditambah Pemerintah daerah 8%, katakanlah 20%. Sisa 80%-nya melalui masyarakat, konsumsi, serta dunia usaha dalam bentuk investasi, ekspor, impor. Jadi reform di dalam anggaran itu penting tetapi tidak cukup. Harus ada reformreform lain yang memberikan insentif
kepada masyarakat dan dunia usaha. Itulah paket-paket kebijakan. Dalam paket kebijakan itu ada tiga, satu adalah kebijakan-kebijakan yang bisa mempercepat penyaluran/penyerapan anggaran. Ini juga salah satu pertanyaan favorit wartawan ke saya, stimulus fiskal apa lagi yang mau diberikan untuk mendorong perekonomian, ini sudah banyak paket kebijakan. Saya bilang stimulus yang paling pertama adalah laksanakan APBN, anggaran di kementerian/lembaga (K/L) diserap, DIPA-nya diurus, lelangnya dikerjakan, pengadaannya diselesaikan, uangnya dibayarkan. Tidak usah mencari-cari yang lain, kerjakan saja yang hampir 2000 triliun itu. Itu sudah stimulus yang disediakan oleh anggaran. Kita tahu di dalam penyerapan anggaran banyak tantangannya, seperti realisasi yang sekarang baru sekitar 65% dan baru meluncur ke 70%. Kadang membingungkan, orang sibuk menanyakan stimulus, tetapi DIPA yang sudah disiapkan tidak diserap. Itu stimulus yang pertama. Stimulus kedua adalah tingkatkan purchasing power. Kementerian Keuangan sudah meningkatkan PTKP (penghasilan tidak kena pajak – red), sekitar bulan Juni yang lalu. Pertimbangannya, akan bagus jika kita bisa meningkatkan daya beli masyarakat. Perekonomian sedang turun, pertumbuhan sedang swing down, masyarakat perlu ditingkatkan daya belinya. Stimulus selanjutnya adalah hapuskan PPnBM untuk barang-barang yang sekarang sudah tidak termasuk kategori barang mewah lagi seperti komputer, mebel, alat-alat olahraga, dll. Dengan menghapuskan PPnBM harga bisa cepat turun. Jika ditambah dengan kenaikan PTKP, daya beli masyarakat meningkat, maka konsumsi akan meningkat sehingga kegiatan ekonomi bisa berjalan, diharapkan pengusaha bisa menjual barang lebih banyak, untungnya lebih banyak, sehingga kita dapat penerimaan pa-
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
jak lebih besar. Tidak perlu khawatir dengan penurunan PPh orang pribadi (akibat peningkatan PTKP) karena dari kegiatan ekonomi tersebut yang akan dikenakan pajak adalah kegiatan ekonominya. Hal ini juga terkait dengan reform nomor satu diatas, yaitu perubahan struktur pendapatan yang semula berasal dari royalti sumber daya alam beralih ke penerimaan pajak, artinya kegiatan ekonominya mesti ada baru kita kenakan pajak, itu yang kedua. Yang ketiga adalah insentif untuk dunia usaha. Itulah paket stimulus itu. Disitulah berbagai macam PPN yang dihapuskan atau tidak dipungut, berbagai macam pusat logistik berikat yang akan keluar, devisa hasil ekspor yang kita berikan insentif, upah minimum yang diatur, itu semua adalah untuk yang nomor tiga. Jadi inti yang penting ada beberapa hal yaitu reform didalam budget kita lanjutkan, tiga logika tadi pendapatannya kita re-fokus-kan, pengeluarannya kita refokus-kan, pembiayaan kita buat lebih smart, sambil anggarannya dibenahi, insentif fiskalnya juga diberikan, serap anggaran lebih cepat, tingkatkan daya beli masyarakat dan berikan insentif untuk dunia usaha. Ini kerangka pikir yang kita yakini sekarang dan ini bukan hanya urusan untuk 2-3 bulan kedepan, tetapi ini tahun-tahun kedepan akan kita lakukan. Terkait dengan percepatan penyerapan yang sebetulnya adalah masalah klasik setiap tahun, padahal itu adalah stimulus kita dalam kondisi seperti ini, menurut pendapat Bapak apa yang harus dilakukan? Pertama, sebenarnya tidak ada alasan kenapa anggaran tidak dikucurkan di awal tahun. Untuk tahun 2015 penjelasannya adalah karena ini pemerintahan baru, pengisian eselon satunya harus dengan lelang sehingga menjadi agak mundur sedikit, serta nomenklaturnya berubah sehingga diubah semua dokumennya. Tetapi INFO RISIKO FISKAL
sesudah itu sebenarnya tidak ada lagi masalah. Jadi sebenarnya ini bagian dari kita, harus kembali ke pekerjaan kita masing-masing kalau memang sudah tugasnya, anggaran sudah disetujui, langsung saja dikerjakan. Walaupun kadang-kadang dapat dikatakan blessing in disguise, realisasi belanja tidak tercapai penerimaan pajak juga tidak mencapai target, dalam planning bukan itu yang kita harapkan. Dalam konteks perencanaan yang kita cari adalah tetapkan target pendapatannya kemudian tetapkan target belanjanya. Di dalam kita membuat planning, kita tidak bisa mengatakan buat saja 100 tapi nanti kita laksanakan 80. Bahwa nanti terjadinya 80 itu adalah bagian dari pelaksanaan. Terkait dengan reform financing dari multilateral dan bilateral dalam rangka pembiayaan percepatan proyek infrastruktur untuk menggerakan ekonomi, terdapat beberapa inovasi seperti direct lending. Disatu sisi, ada trade off-nya ketika BUMN kita support dengan direct lending, Pemerintah harus memberikan jaminan. Bagaimana menurut pandangan Bapak, dengan adanya jaminan-jaminan Pemerintah yang bisa dikatakan sekarang cukup masif untuk mendukung BUMN-BUMN dalam rangka melaksanakan infrastruktur? Menurut saya jaminan itu adalah yang paling simple, bukan berarti jaminan itu diberikan tanpa perhitungan. Ya itu kerjakan, hitung yang benar lalu kasih jaminan. Lebih susah lagi menggadaikan aset dibandingkan jaminan, jaminan kan bukan gadai. Pemberian jaminan menimbulkan konsekuensi bahwa Pemerintah mengalokasikan dana kontinjennya di APBN sebagai mitigasi risiko gagal bayar. Bagaimana pendapat Bapak terkait meningkatnya risiko Pemerintah dengan semakin banyaknya jaminan yang diterbitkan Pemerintah?
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Risiko itu selalu ada dan risiko itu diminimalkan dalam konteks perencanaan. Sekarang prospektif besarnya kan begini, Indonesia dalam lima tahun kedepan itu butuh antara 5.000 sampai 6.000 triliun rupiah untuk pembangunan infrastruktur. Yang disediakan oleh APBN paling 1.600-1.700 triliun, maksimal mungkin 2.000 triliun. Kerjasama dengan Pemerintah dengan pihak swasta (yang selama ini dikelola DJPPR – red) adalah ketika Pemerintah ikut serta memberikan penyertaan atau penjaminan dengan berbagai macam skema. Tetapi juga ada logika dimana pemerintah bisa memberikan insentif dalam bentuk lain, swasta membangun infrastruktur sementara Pemerintah memberi insentif pajak, itu menurut saya juga bisa dibangun. Dalam situasi anggaran yang terbatas itulah infrastruktur yang akan dibiayai murni dari APBN harus benar-benar selektif, misalnya infrastruktur yang swasta belum mau masuk, infrastruktur yang sifatnya dasar, itu yang dipilih. Kemudian yang kira-kira ada nilai komersialnya kerjasamakan dengan swasta atau swasta murni masuk. Jadi kalau misalnya pembangkit listrik punya target 35.000 MW, PLN diberi tugas 10.000 MW dan 25.000 dengan skema IPP dimana ada peranan dari swasta. Itu karena ada nilai komersilnya jadi tidak perlu semuanya 35.000 MW dari uangnya pemerintah, mungkin 10.000 MW lewat PLN. PLN pun masih dapat menggunakan cara lain misalnya dengan pinjaman ke bank, dengan cara kerja sama dan sebagainya, tidak perlu menunggu APBN untuk pembangkit tenaga listrik. Logika yang seperti ini yang perlu diteruskan. Kemudian untuk subsidi listrik, opsi mana yang lebih tepat, apakah lebih baik subsidi langsung ke pelanggan yang berhak atau tetap masih skema subsidi ke PLN untuk kedepannya? Kalau menurut saya kedua opsi itu boleh saja. Tetapi yang penting 39
w a w a n c a r a
w a w a n c a r a
subsidi diberikan kepada yang berhak. Caranya apakah diberikan kepada PLN, PLN lalu mengenakan tarif yang lebih murah untuk keluarga yang berhak, untuk pelanggan yang berhak. Atau semua bayar sesuai tarif keekonomian, lalu keluarga atau pelanggan yang berhak dikirimi voucher atau uang. Sekarang ini situasinya masih berada jauh dari bentuk kedua opsi ideal itu. Kita punya pelanggan PLN bersubsidi yang sedemikian banyak dan mereka semuanya mendapatkan subsidi dalam bentuk harga yang lebih murah. Pemerintah memberikan uangnya kepada PLN. Jadi kalau dalam jangka pendek, langkah yang sebaiknya diambil adalah PLN akan memperbaiki pelanggannya. Pelanggannya akan dilihat mana pelanggan yang benar-benar berhak sambungan dengan harga yang bersubsidi dan mana pelanggan yang tidak pindah tariff. Kalau bicara mengenai subsidi dan bantuan sosial, secara holistic bagaimana bentuk jaring pengaman sosial itu kedepan? Bagaimana bentuk ini tidak hanya sekedar memberi bantuan tetapi bisa memberikan insentif untuk berusaha atau investasi kecil-kecilan, sehingga bisa menuntaskan kemiskinan? Ada kelompok masyarakat yang memang miskin dan sudah seharusnya kewajiban negara untuk memberikan bantuan sosial. Namanya saja bantuan sosial, bantuan yang diberikan kepada orang-orang yang memang tidak bisa membantu dirinya sendiri. Tetapi ada juga bentuk perlindungan sosial yang sifatnya adalah asuransi sosial, ini sudah agak teknis. Bantuan itu memang yang paling bawah. Musti dibantu. Ibaratnya orang, ada di dalam lubang, dibantu dulu keluar dari lubang. Jangan dari dalam lubang itu dia disuruh langsung kerja. Tidak ada yang dikerjain di dalam lubang itu. Bantu dia dulu 40
keluar dari lubang itu begitu sudah di atas baru suruh kerja. Bantuan sosial itu adalah mengeluarkan dia dari lubang yang dalam. Baru kemudian kita minta bekerja. Dan kita juga yakin bahwa yang namanya penanggulangan kemiskinan itu hanya bisa sustain dengan bekerja. Tidak bisa dia sustain hanya dengan bantuan. Jadi bukan bantuannya tidak perlu. Saya juga kadang-kadang dengar Pemerintah jangan hanya memberikan charity. Charity itu perlu untuk mengangkat dia dari lubang itu dulu. Itu konsepnya. Kedua adalah perlindungan sosial. Perlindungan sosial itu bisa berupa asuransi. BPJS itu asuransi, jadi kelompok miskin dan rentan menjadi anggota BPJS yang iurannya dibayari oleh negara. Dia tidak terima uangnya. Berbeda dengan kalau dia mendapatkan Raskin. Dia terima berasnya yang sebenarnya dia terima itu adalah uang dalam bentuk beras saja. Dia terima bantuannya. Tapi kalau seperti PBI (Penerima Bantuan Iuran), dia tidak terima uangnya tetapi dia terima coverege atas risiko sakit. Nah itu adalah bentuk asuransi sosial, atau kemudian ada dalam bentuk perlindungan sosial yang lain. Yang ada di BPJS ketenagakerjaan jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, itu adalah perlindungan sosial. Perlindungan sosial itu bukan untuk menanggulangi kemiskinan, dalam pengertian membantu keluar dari lubang tadi, perlindungan sosial itu kewajiban negara untuk semua rakyat. Terakhir, terkait dengan pengelolaan risiko fiskal, bagaimana kebijakan pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan saat ini dan kedepannya menurut Bapak? Kalau kita lihat yang sedang berjalan sekarang tentu banyak halhal yang sudah sangat baik dilakukan oleh teman-teman di DJPPR. Namun
risiko fiskal tidak pernah mati, dia berkembang terus. Semakin banyak inovasi kita, semakin banyak variasi dari risiko fiskal yang mesti kita kelola. Sebagai contoh, dulu pada jaman orde baru, kita tidak pernah punya obligasi Pemerintah, tapi kemudian ketika kita memulai mengeluarkan surat utang negara, obligasi Pemerintah, kita mulai meminjam ke pasar, tentu itu harus kita manage. Tetapi kemudian di dalam pelaksanaan APBN ada risiko-risiko lain yang sekarang ada di DJPPR misalnya PPP (Public Private Partnership/Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha – red) yang memiliki penjaminan pemerintah atau penyertaan. Tapi banyak sekali dimensinya, dan saya rasa satu persatu pasti memiliki risikonya. Menjalankan APBN saja lalu pajaknya tidak muncul itu bagian dari risiko fiskal, atau penerimaan yang tidak mencukupi itu juga bagian dari risiko fiskal. Kedepan tentu berbagai macam risiko fiskal variasinya akan makin banyak karena risiko fiskal itu bisa muncul dari berbagai macam sumber. Mengelolanya tentu di bagian masing-masing, ada mekanismenya meskipun bukannya tanpa sebab kenapa yang namanya Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko lalu dijadikan coordinator di Komite ALM. Karena at the end of the day, financing itu salah satu mekanisme yang dipakai untuk menyeimbangkan, berapa pun shortfall penerimaannya nanti ujungnya adalah belanja dan financing. Tetapi dalam konteks itu sebenarnya kalau bicara mengenai risiko fiskal dalam pengertian yang sangat luas, mengatur belanja pun juga bagian dari mengatur risiko fiskal, memastikan penerimaan pajak pun juga bagian dari risiko fiskal dalam arti yang sangat luas, lalu ketika ada bagian APBN yang akan dipakai untuk penjaminan itu juga bagian dari risiko fiskal. n
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Asuransi Pertanian sebagai Tiang Ketahanan Pangan Nasional Oleh: Indria Wardhani
Kepala Seksi Risiko Pelaksanaan PSO pada BUMN II, Dit. PRKN, DJPPR Email:
[email protected]
Pendahuluan Pemerintah telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi untuk memperkuat stabilitas ekonomi di tengah kelesuan perekonomian dunia yang berimbas ke Indonesia. Sampai dengan bulan Oktober 2015, Pemerintah telah mengeluarkan lima paket kebijakan, dimana setiap paket kebijakan memiliki sasaran yang berbeda-beda. Asuransi pertanian merupakan salah satu sasaran paket kebijakan jilid III, yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN dan BUMN asuransi sedang menyusun skema asuransi pertanian yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Pelaksanaan asuransi pertanian juga diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Dalam pasal 37 secara jelas disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban melindungi Usaha Tani yang dilakukan oleh Petani dalam bentuk asuransi pertanian. Asuransi pertanian tersebut dilakukan untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dampak perubahan iklim dan/atau jenis risiko lain yang diatur dengan INFO RISIKO FISKAL
O P I N I
farmbiz.co.za
Peraturan Menteri. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya juga berkewajiban untuk memfasilitasi setiap petani menjadi peserta asuransi pertanian. Dalam industri asuransi di Indonesia, asuransi pertanian merupakan produk baru mengingat belum adanya perusahaan asuransi yang bergerak di sektor pertanian. Namun asuransi pertanian sudah lama dilaksanakan di negara lain, salah satunya adalah negara Jepang. Pelaksanaan asuransi pertanian di Jepang dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini terlihat dari banyaknya peserta asuransi pertanian serta adanya pembagian risiko antara Pemerintah Jepang, perusahaan asuransi (NOSAI) dan perusahaan
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
reasuransi (NOSAI Perfecture) dalam pelaksanaan asuransi pertanian.
Terwujudnya Ketahanan Pangan Melalui Asuransi Pertanian Menurut Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tahun tentang pangan, ketahanan pangan dapat diartikan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sedangkan ketahanan pangan secara nasional dapat dipahami sebagai kemampuan suatu negara untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 41
O P I N I
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, berbagai cara telah ditempuh oleh Pemerintah, baik dari sisi penyediaan bibit, penyediaan permodalan/pembiayaan, serta adanya intervensi harga untuk produk pangan tertentu. Pemerintah juga telah banyak mengeluarkan dana dari APBN untuk mewujudkan ketahanan pangan. Namun ketahanan pangan nasional seolah-olah bagai api jauh dari sekam. Bahkan APBN masih harus memikul risiko secara langsung ketika terjadi bencana alam yang menyebabkan gagal panen. Asuransi pertanian merupakan salah satu program yang ditawarkan untuk membantu mewujudkan ketahanan pangan nasional. Melalui asuransi pertanian, petani dapat terus melakukan usaha tani, yaitu menanam kembali setelah mengalami gagal panen akibat bencana alam (banjir, kekeringan, Organisasi Pengganggu Tanaman). Sehingga pasokan bahan pangan tetap terjaga meskipun terjadi bencana alam. Selain
itu petani juga memiliki posisi tawar yang lebih untuk meminjam dana di lembaga keuangan mengingat risiko gagal panen sudah dicover oleh perusahaan asuransi.
2.
3.
Mengelola Risiko Keuangan Negara Melalui Asuransi Pertanian Asuransi pertanian merupakan salah satu cara untuk melindungi APBN terpapar secara langsung dari risiko gagal panen akibat bencana alam. Hal ini dikarenakan adanya BUMN asuransi yang akan meng-cover risiko tersebut. Selain itu, dengan adanya asuransi pertanian maka terdapat kepastian alokasi dana di APBN, yaitu sebesar bantuan biaya premi asuransi. Hal akan mengurangi alokasi dana ad hoc untuk bencana alam. Asuransi pertanian juga sangat bermanfaat secara langsung bagi petani. Manfaat asuransi pertanian bagi petani antara lain: 1. Melindungi petani dari sisi finan-
4.
5.
sial terhadap kerugian akibat gagal panen; Menaikkan posisi petani dimata lembaga pembiayaan untuk mendapatkan kredit; Menstabilkan pendapatan petani karena adanya tanggungan kerugian dari perusahaan asuransi ketika terjadi kerugian akibat gagal panen; Meningkatkan produksi dan produktivitas sektor pertanian dengan mengikuti tata cara bercocok tanam yang baik sebagai prasyarat mengikuti asuransi pertanian; Asuransi merupakan salah satu cara untuk mengedukasi petani untuk bercocok tanam secara baik.
Pelaksanaan Asuransi Pertanian di Jepang Negara Jepang telah mengenal asuransi pertanian sejak tahun 1947 dan terus mengalami perbaikan dari tahun ketahun. Pelaksanaan asuransi
4.bp.blogspot.com
42
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
pertanian di negara Jepang dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini terlihat dari tiga hal. Pertama, skema asuransi pertanian Jepang mempertimbangkan kesinambungan program dalam jangka panjang serta kesinambungan dan kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi yang diberi penugasan oleh Pemerintah untuk melaksanakan asuransi pertanian. Kedua, adanya penyebaran risiko di beberapa pihak, diantaranya di perusahaan asuransi (NOSAI), perusahaan reasuransi (NOSAI prefectural) dan Pemerintah Jepang sendiri. Ketiga, penggunaan teknologi (remote sensing) untuk membantu dalam proses lost assessment yang bertujuan untuk mengurangi biaya admisnistrasi dan tenaga kerja Pelaksanaan asuransi pertanian di Jepang berdasarkan yield based index, dimana perusahaan asuransi (NOSAI) akan membayar biaya pertanggungan ketika hasil panen nilainya dibawah index. Luasan lahan pertanian yang diasuransikan minimal seluas 10 are (0,1 hektar) per petani dan 30 are (0,3 hektar) per petani khusus untuk wilayah Hokkaido. Sedangkan jangka waktu asuransi menyesuaikan dengan musim tanam padi, yaitu antara bulan Mei sampai dengan Oktober setiap tahunnya. Dalam pelaksanaan asuransi pertanian, Pemerintah Jepang memberikan bantuan/subsidi kepada petani, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Pemerintah Jepang memberikan subsidi bantuan premi kepada petani sebesar 50% dari total premi. Sedangkan untuk menjaga kesehatan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, Pemerintah Jepang memberikan subsidi dalam bentuk bantuan sebagian beban operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi (NOSAI) dan perusahaan reasuransi (NOSAI perfectur). Untuk menjaga kesinambungan finansial program, INFO RISIKO FISKAL
Petani akan memperoleh ganti rugi/klaim ketika terjadi kerusakan tanaman sebesar 75% dari luas area lahan sawah. Pembayaran klaim akan dilakukan setelah 14 hari persetujuan jumlah kerugian. Pemerintah Jepang membentuk akun khusus untuk menampung kedua subsidi tersebut.
Uji Coba Asuransi Pertanian Di Indonesia. Kementerian Pertanian bekerja sama dengan BUMN pupuk, BUMN asuransi (PT Jasindo) dan Japan International Cooperation and Agency (JICA) telah melaksanakan uji coba Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) sejak tahun 2012. Uji coba dilaksanakan ditiga lokasi, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Asuransi pertanian bertujuan untuk melindungi petani yang mengalami gagal panen akibat banjir, kekeringan dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Jangka waktu asuransi pertanian selama satu musim tanam padi (4 bulan) dimulai sejak tanam hingga panen. Yang menjadi pihak tertanggung adalah petani (pemilik, penggarap) yang melakukan kegiatan usaha tani padi dengan luas lahan kurang dari dua hektar. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 19 tahun 2013 pasal 12 ayat 2. Sedangkan harga pertanggungan sebesar Rp6
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
juta/hektar, dimana luas lahan kurang dari 1 hektar diperhitungkan secara proposional. Lebih lanjut, Premi asuransi ditetapkan sebesar 3% dari harga pertanggungan atau Rp180.000,-/hektar per musim tanam. Terhadap besaran premi asuransi tersebut, petani menanggung beban sebesar 20% atau Rp36.000,-/hektar. Sedangkan sisanya sebesar Rp144.000,-/ha ditanggung oleh BUMN pupuk/JICA pada uji coba tahun 2012 s.d 2014. Sementara itu, dalam uji coba tahun 2015, bantuan pembayaran premi sebesar Rp144.000,-/hektar ditanggung oleh Pemerintah melalui DIPA Kementan. Petani akan memperoleh ganti rugi/klaim ketika terjadi kerusakan tanaman sebesar 75% dari luas area lahan sawah. Pembayaran klaim akan dilakukan setelah 14 hari persetujuan jumlah kerugian dan akan dibayarkan ke rekening petani.
Kesimpulan Pelaksanaan asuransi pertanian sudah diamanatkan dalam UndangUndang nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Selain itu, asuransi pertanian merupakan salah satu program yang ditawarkan untuk membantu Pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang sedang mengalami perlambatan, maka keuangan negara perlu dikelola secara baik untuk meminimalisir dampak perlambatan ekonomi tersebut. Asuransi pertanian merupakan salah satu cara untuk mengelola keuangan negara khususnya di sektor pertanian akibat gagal panen. Dalam pelaksanaan asuransi pertanian, mengingat asuransi pertanian merupakan hal baru di industri asuransi, maka Pemerintah Indonesia dapat belajar dari negara lain yang telah berhasil melaksanakan asuransi pertanian. n 43
O P I N I
Penyediaan Infrastruktur yang Merata untuk Membangun Ekonomi Negeri yang Berkualitas dan Berdaya Dukung Oleh: Eko Nur Surachman
Kepala Seksi Dukungan Pemerintah Proyek Sektor I, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected]
O P I N I
P
ertengahan tahun ini, perekonomian dunia memasuki fase baru dalam siklusnya, dimana salah satu negara yang menjadi motor penggeraknya yaitu Tiongkok mengalihkan mesin pertumbuhan ekonominya yang semula berorientasi ekpansif ke luar negeri menjadi fokus kepada pertumbuhan konsumsi di dalam negeri1. Situasi ini memperumit masalah perekonomian dunia, karena motor penggerak lainnya yaitu Amerika Serikat juga masih gamang dalam menentukan arah kebijakan moneternya guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dalam negerinya yang masih volatile karena krisis ekonomi yang mereka alami pada dasawarsa pertama era millenium. Fase baru dalam siklus ekonomi dunia tentu pengaruhnya lebih besar dirasakan oleh negara-negara lainnya, terutama yang bermitra utama dengan dua negara mesin penggerak ekonomi dunia tersebut, tak terkecuali Indonesia. Pengaruh ini tampak pada tren nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing yang melemah, nilai indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia yang juga dalam tren bearish, tren permintaan energi listrik untuk sektor industri yang juga menurun, sampai dengan turunnya 44
omset penjualan di pasar retail, dimana kesemuanya pada akhirnya akan terakumulasi pada pelemahan angka pertumbuhan ekonomi yang dapat diukur dari awal tahun berjalan (year to date) ataupun dari periode sama pada tahun yang lalu (year to year). Tentunya pemerintah, tidak tinggal diam menghadapi situasi ini, berbagai aksi dan kebijakan telah diambil dan sedang berjalan guna mengembalikan pertumbuhan ekonomi indonesia pada track yang seharusnya. Usaha-usaha pemerintah tersebut mempunyai dimensi yang sangat luas, dari pergantian menteri yang menjadi nahkoda perekonomian di kabinet, sampai dengan aksi riil dengan meluncurkan paket kebijakan berjilid-jilid, yang diharapkan akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun demikian, sesungguhnya penopang struktur perekonomian yang kuat tidak bisa dibuat dan diharapkan bekerja secara instan. Berkaca dari strategi penyelematan ekonomi Tiongkok dengan mengalihkan fokus pertumbuhan ekonominya ke dalam negeri, tentu mereka telah mempersiapkan strategi tersebut jauh-jauh hari pada waktu mereka masih sangat menikmati kebijakan ekspansif mereka ke luar negeri.
Kunci dari tersedianya pilihan strategi pertumbuhan tersebut salah satunya adalah ketersediaan dan kesiapan infrastruktur sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi itu sendiri yang merata baik secara geografis maupun standar pelayanannya. Studi dari Queiroz dan Gautam (2014)2 mengatakan bahwa infrastruktur menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi, dimana ketersediaan infrastruktur akan memperlancar arus barang modal maupun jasa, selain pergerakan sumber daya manusia sebagai aktor utama dalam pertumbuhan. Kelancaran pergerakan arus barang dan sumber daya manusia ini akan memberikan nilai tambah kepada produksi, selain tentunya akan membuat ongkos produksi menjadi lebih efisien dan kemudian pada gilirannya akan membuat harga pokok produksi menjadi lebih murah. Dengan demikian, komoditas baik barang maupun jasa akan kompetitif di pasar persaingan yang kian ketat. Studi lain dari Demurger3 (2000), juga menyimpulkan peran infrastruktur yang dominan dalam mendukung pembangunan ekonomi, dimana secara spesifik di dalam studi tersebut disebutkan bahwa pembangunan transportasi yang terorganisasi diantara 24 provinsi di Tiongkok adalah
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Tibet12 Qinghai ekonomi Average Gambar 1. Pertumbuhan Tiongkok Per Provinsi 2014. Ningxia Guangdong
mestik regional bruto yang membentuk struktur pertumbuhan ekonomi, dengan mengambil sampel angka Guangdong Zhejiang 10 Hainan Jiangsu statistik tahun 2014, dapat dilihat 4 Xinjiang Henan 82 Gansu Shandong pada gambar 2, bahwa angka produk Shanxi Hebei 60 Guizhou Zhejiang domestik bruto Tiongkok yang sebeYunnan Liaoning 4 Xinjiang Jilin Henan sar 684.267,45 miliar Yuan tersebut Sichuan 2 Chongqing Hubei Shanxi Hebei juga terdiri dari produk regional per 0 Heilongjiang Hunan provinsi yang relatif seimbang yaitu Yunnan Liaoning Guangxi Fujian Jiangxi Shanghai berkisar antara 15.000-30.000 miliar Jilin Sichuan Tianjin Beijing Shaanxi Anhui Yuan dengan persentase 2,5%-4%. InnerMongolia Chongqing Hubei Catatan khusus memang patut dibeHeilongjiang Hunan Comment [FAW2]: Inigambarbukantablekan Gambar1.PertumbuhanekonomiTiongkokPerProvinsi2014. rikan kepada daerah-daerah tertentu ya?- Guangxi Fujian Sumber:NationalBeaureuStatisticofChina(datadiolah) Sebaiknyasumbergambar,atausumberdatanya Jiangxi Shanghai yang angka PDRB nya sangat menondicantumkantepatdibawahgambar. Tianjin Beijing Shaanxi Anhui HalinimembuatpertumbuhanekonomiTiongkokmenjadisalahsatuyangpalingcepatdankuatdi jol seperti Jiangsu, Guangdong dan InnerMongolia dunia.Halyangmenarikadalah,pertumbuhaniniditopanghampirmerataolehsemuaprovinsinya. Shandong, karena di provinsi-provinsi Hal ini dapat dilihat pada gambar 1, dimana pada tahunof2014, Sumber : National Beaureu Statistic Chinapertumbuhan (data diolah) ekonomi Tiongkok inilah daerah industri danInigambarbukantablekan manufaktur Comment [FAW2]: Gambar1.PertumbuhanekonomiTiongkokPerProvinsi2014. mencapat 7.4%, dimana angka pertumbuhan tersebut jika dibagi berdasarkan pertumbuhan per ya?- provinsidapatterlihatbahwahampirsemuaprovinsitumbuhdalamkisaran7Ͳ8%. sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Sumber:NationalBeaureuStatisticofChina(datadiolah) Sebaiknyasumbergambar,atausumberdatanya dicantumkantepatdibawahgambar. diklusterisasi oleh Pemerintah Tiong Gambar 2. PDRB Tiongkok Per Provinsi 2014 dan Persentasenya PDBNominalChinaPerProvinsi2014danBobotProsentase HalinimembuatpertumbuhanekonomiTiongkokmenjadisalahsatuyangpalingcepatdankuatdi kok. Di sisi lain, provinsi seperti Tibet 80,000.00 12.00% dunia.Halyangmenarikadalah,pertumbuhaniniditopanghampirmerataolehsemuaprovinsinya. dan Qinghai memang jauh dari rata70,000.00 10.00% Tiongkok Hal ini dapat dilihat pada gambar 1, dimana pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi rata PDRB provinsi lain di Tiongkok, 60,000.00 8.00% mencapat50,000.00 7.4%, dimana angka pertumbuhan tersebut jika dibagi berdasarkan pertumbuhan per karena memang daerahnya secara provinsidapatterlihatbahwahampirsemuaprovinsitumbuhdalamkisaran7Ͳ8%. 40,000.00 6.00% geografis berada di wilayah paling de30,000.00 4.00% pan dari Tiongkok dan masih dilanda 20,000.00 10,000.00 PDBNominalChinaPerProvinsi2014danBobotProsentase2.00% konflik sosial, politik dan keamanan, 0.00 0.00% 80,000.00 12.00% sehingga menjadi faktor penghambat 70,000.00 pembangunan. 10.00% 60,000.00 Menjadi menarik, ketika mem8.00% 50,000.00 bandingkan angka statistik tersebut PDB2014 Percentage 40,000.00 6.00% dengan Indonesia, dimana akan dida 30,000.00 4.00% Sumber : National Beaureu Statistic of China (data diolah) patkan studi perbandingan sebagai 20,000.00 2.00% berikut, Lihat gambar 3. 10,000.00 dengan melibatkan swasta untuk ber- 0.00% Sesuai dengan angka statistik 0.00faktor utama yang menentukan pesatnya laju pertumbuhan ekonomi investasi di sektor infrastruktur7. yang dikeluarkan oleh Badan Pusat negara tersebut dalam kurun waktu Hal ini membuat pertumbuhan Statistik, pertumbuhan ekonomi Insewindu terakhir. ekonomi Tiongkok menjadi salah satu donesia pada tahun 2013 mencapai Tiongkok telah mempersiapkan yang paling cepat dan kuat di dunia. angka 5,74%. Pertumbuhan ekonomi dan membangun infrastruktur PDB2014 di daHal Percentage yang menarik adalah, pertumnasional tersebut bisa dirinci per pro lam negerinya dengan merata sudah buhan ini ditopang hampir merata vinsi sebagaimana digambarkan pada sejak lama4, bahkan baru-baru ini oleh semua provinsinya. Hal ini dapat gambar 3. Dari gambar tersebut juga Pemerintah Tiongkok semakin gencar dilihat pada gambar 1, dimana pada dapat dilihat bahwa sebaran pertummembangun infrastuktur dengan metahun 2014, pertumbuhan ekonomi buhan ekonomi per propinsi menyengeluarkan kebijakan pembangunan Tiongkok mencapat 7.4%, dimana bar dari kisaran 1% sampai dengan 8%. Hal ini memberikan gambaran 300 infrastruktur dengan nilai 1.1 Miangka pertumbuhan tersebut jika diawal bahwa pertumbuhan ekonomi liar USD5. Pembiayaan pembangunan bagi berdasarkan pertumbuhan per di Indonesia tidak merata, dengan infrastruktur itu dilakukan dengan provinsi dapat terlihat bahwa hampir varians yang signifikan dari rata-rata berbagai cara, mulai dari metode semua provinsi tumbuh dalam kisaran nasional. Faktor yang mempengarukonvensional dengan menerbitkan 7-8%. Lihat gambar 2. hi pertumbuhan ini bisa jadi bersifat obligasi senilai 1 Miliar Yuan6 sampai Dilihat dari sisi faktor produk doJiangsu Shandong Average
Beijing Tianjin Hebei Shanxi InnerMongolia Liaoning Jilin Heilongjiang Shanghai Jiangsu Zhejiang Anhui Fujian Jiangxi Shandong Henan Hubei Hunan Guangdong Guangxi Hainan Chongqing Sichuan Guizhou Yunnan Tibet Shaanxi Gansu Qinghai Ningxia Xinjiang
Beijing Tianjin Hebei Shanxi InnerMongolia Liaoning Jilin Heilongjiang Shanghai Jiangsu Zhejiang Anhui Fujian Jiangxi Shandong Henan Hubei Hunan Guangdong Guangxi Hainan Chongqing Sichuan Guizhou Yunnan Tibet Shaanxi Gansu Qinghai Ningxia Xinjiang
10 Hainan 8 Gansu QinghaiTibet12 6 Ningxia Guizhou
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
45
O P I N I
darirataͲrataPDRBprovinsilaindiTiongkok,karenamemangdaerahnyasecarageografisberadadi wilayahpalingdepandariTiongkokdanmasihdilandakonfliksosial,politikdankeamanan,sehingga menjadifaktorpenghambatpembangunan.
ACEH SUMATERAUTARA SUMATERABARAT RIAU JAMBI SUMATERASELATAN BENGKULU LAMPUNG KEP,BANGKA… KEP,RIAU DKIJAKARTA JAWABARAT JAWATENGAH DIYOGYAKARTA JAWATIMUR BANTEN BALI NUSATENGGARA… NUSATENGGARA… KALIMANTANBARAT KALIMANTANTENGAH KALIMANTANSELATAN KALIMANTANTIMUR SULAWESIUTARA SULAWESITENGAH SULAWESISELATAN SULAWESITENGGARA GORONTALO SULAWESIBARAT MALUKU MALUKUUTARA PAPUABARAT PAPUA
O P I N I
Menjadi menarik, ketika membandingkan angka statistik tersebut dengan Indonesia, dimana akan didapatkanstudiperbandingansebagaiberikut, Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Per Provinsi di Indonesia 2013 beberapa tahun ke belakang, tren ini tidak berubah banyak, atau dengan ACEH RATAͲRATA10 SUMATERAUTARA kata lain pertumbuhan ekonomi InPAPUA SUMATERABARAT PAPUABARAT RIAU donesia sangat didominasi kegiatan 8 MALUKUUTARA JAMBI ekonomi di Pulau Jawa, dan belum MALUKU SUMATERASELATAN 6 merata ke seluruh wilayah Indonesia. SULAWESIBARAT BENGKULU 4 Bisa diperkirakan, apabila daerah lain GORONTALO LAMPUNG di luar Pulau Jawa bisa tumbuh setara 2 SULAWESITENGGARA KEP,BANGKABELITUNG dengan provinsi di Pulau Jawa, maka 0 SULAWESISELATAN KEP,RIAU Indonesia akan masuk dalam jajaran negara dengan pertumbuhan ekonoSULAWESITENGAH DKIJAKARTA mi yang pesat di dunia. SULAWESIUTARA JAWABARAT Pertanyaan berikutnya adalah KALIMANTANTIMUR JAWATENGAH dengan 8%. Hal ini memberikan gambaran awal bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak kenapa pertumbuhan ekonomi IndoKALIMANTANSELATAN DIYOGYAKARTA merata, dengan varians yang signifikan dari rataͲrata nasional. Faktor yang mempengaruhi KALIMANTANTENGAH JAWATIMUR nesia hanya terkonsentrasi di Pulau BANTEN pertumbuhan iniKALIMANTANBARAT bisa jadi bersifat multidimensional,BALI mulai dari faktor sosial politik kedaerahan NUSATENGGARATIMUR Jawa saja, padahal jika dibandingkan NUSATENGGARABARAT sampai dengan ketersediaan sarana fisik dan infrastruktur yang menjadi tulang punggung dengan daerah lain di Indonesia, Pupertumbuhan.Namuncluedaripermasalahaninidapatdijelaskandengangambar4dibawah,yang Sumber : Badan Pusat Statistik (Data Diolah) menunjukkankecenderunganpertumbuhanekonomiyangterkonsentrasidibeberapaprovinsidalam lau Jawa termasuk daerah yang relatif Comment [FAW4]: Inigambarbukantablekan Gambar3.PertumbuhanEkonomiPerProvinsidiIndonesia2013. pulautertentusaja. ya?- tidak memiliki sumber daya alam dan Sumber:BadanPusatStatistik(DataDiolah) Sebaiknyasumbergambar,atausumberdatanya Gambar 4. Produk Domestik Regional Bruto Per Provinsi di dicantumkantepatdibawahgambar. kekayaan alam lain yang menjadi anIndonesia danoleh Persentasenya 2013 pertumbuhan ekonomi PDRBIndonesiaPerProvinsi2013danPersentasenya Sesuai dengan angka statistik yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, dalan perekonomian Indonesia. Salah 18.0% bisa 1,400,000.00 Indonesia pada tahun 2013 mencapai angka 5,74%. Pertumbuhan ekonomi nasional tersebut satu jawabannya dapat dilihat pada 16.0% dirinci per 1,200,000.00 provinsi sebagaimana digambarkan pada gambar 3 diatas. Dari gambar tersebut 14.0% juga 1,000,000.00 gambar 5. 12.0% dapatdilihatbahwasebaranpertumbuhanekonomiperpropinsimenyebardarikisaran1%sampai 800,000.00 10.0% Dari gambaran tersebut, hampir 8.0% 600,000.00 6.0% 400,000.00 sepertiga panjang jalan berada di 4.0% 200,000.00 2.0% Pulau Jawa, 80% dari kapasitas listrik 0.0% Ͳ nasional juga berada di sistem Jamali (Jawa Madura Bali), Sambungan telepon dan air bersih pun setengahnya berada di Pulau Jawa dan Bali, sehingga tidak mengherankan PDB IndonePDRB2013 Persentase sia hampir 60% berasal dari kawasan Sumber : Badan Pusat Statistik (Data Diolah) ini, meskipun luas wilayahnya hanya Comment [FAW5]: Idem Gambar4.ProdukDomestikRegionalBrutoPerProvinsidiIndonesiadanPersentasenya2013 setara 7% dari total luas wilayah IndoSumber:BadanPusatStatistik(DataDiolah) nesia (Pamungkas, 2009). Sebagaimanadapatdilihatpadagambar4diatas,denganmenggunakansampeltahun2013,Produk multidimensional, faktor hanya DKIterbentuk Jakarta, Jabar, Jatim dan Jateng, Lebih lanjut dalam studinya, Domestik Bruto Indonesia,mulai hampir dari sebagianbesar dariprovinsi DKI Jakarta, Jabar, sosial politik yang kedaerahan sampai deyang berada Utara, di regional Pamungkas (2009)8, mengungkapJatimdanJateng, kesemuanyaberadadi regional Jawa.kesemuanya Sementaraitu,Sumatera Riau, sertaSumateraSelatanmenjadipenyumbangpertumbuhandariPulauSumatera,sedangkanKaltim ngan ketersediaan sarana fisik dan Jawa. Sementara itu, Sumatera Utara, kan bahwa PDRB per provinsi yang dari zona Kalimantan dan Sulsel dari kawasan Sulawesi menjadi sentra pertumbuhan ekonomi di infrastruktur yang menjadi tulang Riau, serta Sumatera Selatan menjadihitung berdasarkan regresi dimana regionalnya masingͲmasing, itupun dengan catatan pertumbuhan daerahͲdaerah tersebut masih punggung pertumbuhan. Namun clue di penyumbang pertumbuhan dari PDRB yang dinyatakan dalam unit dalambesaranyangcukuptimpangjikadibandingkandenganpertumbuhandidaerahdiPulauJawa. dari permasalahan ini dapat dijelaskan Pulau Sumatera, sedangkan Kaltim Total Factor Productivity ditetapkan Denganmenarikdataseribeberapatahunkebelakang,treninitidakberubahbanyak,ataudengan kata lain pertumbuhanekonomiIndonesiasangat kegiatanekonomidiPulauJawa, dengan gambar 4, yang menunjukkan didominasi dari zona Kalimantan dan Sulseldan dari sebagai variabel dependen, sedangbelummeratakeseluruhwilayahIndonesia.Bisadiperkirakan,apabiladaerahlaindiluarPulauJawa kecenderungan pertumbuhan ekonokawasan Sulawesi menjadi sentra kan sektor-sektor infrastruktur ditebisatumbuhsetaradenganprovinsidiPulauJawa,makaIndonesiaakanmasukdalamjajarannegara mi yang terkonsentrasi di beberapa pertumbuhan ekonomi di regionaltapkan sebagai variabel independen, denganpertumbuhanekonomiyangpesatdidunia. menghasilkan angka statistik dapat provinsi dalam pulau tertentu saja. . nya masing-masing, itupun dengan Pertanyaan berikutnya adalah kenapa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya terkonsentrasi di dilihat pada Tabel 1. Sebagaimana dapat dilihat pada catatan pertumbuhan daerah-daerah Pulau Jawa saja, padahal jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, Pulau Jawa termasuk Provinsi DKI Jakarta memiliki gambar 4, dengan menggunakan tersebut masih dalam besaran yang TFP terbesar, menunjukkan bahwa sampel tahun 2013, Produk Domestik cukup timpang jika dibandingkan Produk Domestik Regional Bruto Bruto Indonesia, hampir sebagian dengan pertumbuhan di daerah di (PDRB) Jakarta merupakan yang besar hanya terbentuk dari provinsi Pulau Jawa. Dengan menarik data seri 46
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
daerahyangrelatiftidakmemilikisumberdayaalamdankekayaanalamlainyangmenjadiandalan perekonomianIndonesia.Salahsatujawabannyadapatdilihatpadagambarberikut:
Gambar 5. Kondisi Infrastruktur di Indonesia 2014
Tabel 1 . Konstanta Total Factor Productivity sebagai representasi PDRB Provinsi di Indonesia
Sumber : Seminar Peran Infrastruktur untuk Mendorong Indonesia Menjadi Negara Maju, Comment [FAW6]: Mungkinpenomorannya Gambar5.KondisiInfrastrukturdiIndonesia2014 O Kementerian PUPERA, 2014. lanjutdarigambarsebelumnya.Ataukalaumau Sumber : Seminar Peran Infrastruktur untuk Mendorong Indonesia Menjadi Negara Maju, P dibedainyangdiatasituadalahgrafikyangdisini KementerianPUPERA,2014. gambar(?).Yangjelassepertinyakalauyangdiatas terbesar di Indonesia yang dihasilkan Dengan memperhatikan uraian I dibilangtableituagakkurangpas.- dari kelengkapan sarana infrastruktur diatas, cukup menjadi alasan bagi N Dari gambaran tersebut, hampir sepertiga panjang jalan berada di Pulau Jawa, 80% dari kapasitas Sumbernyakalaubisalangsungdibawahgambar yang berada di wilayah DKI Jakarta. pemerintah untuk memprioritaskan listriknasional jugaberada disistemJamali (Jawa Madura Bali), Sambungantelepondanairbersih I Sedangkan NTT, merupakan provinsi pembangunan infrastruktur ke luar Sumber : Tesis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi, punsetengahnyaberadadiPulauJawadanBali,sehinggatidakmengherankanPDBIndonesiahampir Sosial dan Administrasi/Institusi Terhadap yang memiliki PDRB terkecil di IndoPulau Jawa, terutama di Kawasan Ti- Tabel1.KonstantaTotalFactorProductivitysebag Pertumbuhan Propinsi-Propinsi di Indonesia, Bagus 60% berasal dari kawasan ini, meskipun luas wilayahnya hanya setara 7% dari totalTeguh luas Pamungkas, wilayah FE UI, 2009 nesia, karena keterbatasan sarana mur Indonesia sehingga akan menjadi Sumber : Tesis Pengaruh Infrastruktur Ekon Indonesia(Pamungkas,2009).
infrastruktur di daerah tersebut guna katalis dalam pertumbuhan ekonomi PertumbuhanPropinsiͲPropinsidiIndonesia,Bagu bangunan infrastruktur di Indonesia 9 mendukung proses aktivitas ekonomi bersama-sama dengan Kawasan Basesungguhnya yang telah ditetapkan di Lebih lanjut dalam studinya, Pamungkas (2009) , mengungkapkan bahwa PDRB per provinsi yang akan menghasilkan PDRB. rat Indonesia. Strategi desain pemdalam dokumen cetakmemiliki biru MP3EI Provinsi DKI Jakarta TFP terbesar, men dihitung berdasarkan regresi dimana PDRB yang dinyatakan dalam unit Total Factor Productivity
ditetapkan sebagai variabel dependen, sedangkan sektorͲsektor infrastruktur ditetapkan sebagai (PDRB) Jakarta Gambar 6. Konsep Pembangunan Kawasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan yang terbesar di In variabelindependen,menghasilkanangkastatistiksebagaiberikut: infrastrukturyangberadadiwilayahDKIJakarta.
PDRB terkecil di Indonesia, karena keterbatasa mendukungprosesaktivitasekonomiyangakanm
Dengan memperhatikan uraian diatas, cuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur k 9 Pamungkas,BagusTeguh:PengaruhInfrastrukturEkonomi,SosialdanAdministrasi/InstitusiTerhadap PertumbuhanPropinsiͲPropinsidiIndonesia,UniversitasIndonesia,2009 Indonesia sehingga akan menjadi katalis dalam Kawasan Barat Indonesia. Strategi desain pemb telah ditetapkan di dalam dokumen cetak bir Pembangunan Ekonomi Indonesia), dimana I berdasarkanprodukunggulandaerahsetempat(g
Sumber Data : Dokumen MP3EI. Kementerian Koordianator Bidang Perekonomian. 2014
Gambar6.KonsepPembangunanKawasanEkonomiIndonesia(MP3EI). E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5 47 SumberData:DokumenMP3EI.KementerianKoordianatorBidangPerekonomian.2014 Pembangunan infrastruktur dapat dilakukan dengan dasar dokumen perencanaan pembangunan tersebut. Dalam hal dipandang perlu dilakukan penyesuaianͲpenyesuaian karena perkembangan
INFO RISIKO FISKAL
Gambar 7. Daftar Infrastruktur di dalam RPJMN 2014-2019 (1)
O P I N I
Sumber : RPJMN 2015-2019. Bappenas. 2015
Gambaar7.DaftarIn nfrastrukturdidalamRPJM MN2014Ͳ2019 9(1) Gambaar7.DaftarIn nfrastrukturdidalamRPJM MN2014Ͳ2019 9(1) Sumbe er:RPJMN20 015Ͳ2019.Bap ppenas.2015 Sumbe er:RPJMN20 015Ͳ2019.Bap Gambar 8. Daftar ppenas.2015 Infrastruktur di dalam RPJMN 2014-2019 (2)
Sumber : RPJMN 2015-2019. Bappenas. 2015
Gambaar8.DaftarIn nfrastrukturdidalamRPJM MN2014Ͳ2019 9(2) Gamba ar8.DaftarIn nfrastrukturdidalamRPJM MN2014Ͳ2019 I N F O9(2) RISIKO 48 Sumbe er:RPJMN20 015Ͳ2019.Bap ppenas.2015 Sumbe er:RPJMN20 015Ͳ2019.Bap ppenas.2015
FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
(Masterplan Percepatan dan Perluasan substansi perencanaan pembangunan pembangunan infrastruktur akan Pembangunan Ekonomi Indonesia), infrastruktur telah mengacu kepada dilakukan merata di seluruh wilayah dimana Indonesia dibagi menjadi dokumen cetak biru MP3EI diatas deIndonesia. 6 Kawasan Ekonomi berdasarkan ngan penyesuaian yang dianggap diTentunya pembiayaan penyediaproduk unggulan daerah setempat perlukan. Sebagaimana dapat dilihat an infrastruktur ini akan membutuh(gambar 6) pada gambar 7 dan 8, perencanaan kan jumlah pendanaan yang massive. Pembangunan infrastruktur daBerdasarkan kajian awal dari Bappepat dilakukan dengan dasar dokumen nas, diperlukan pembiayaan sebesar perencanaan pembangunan tersebut. Rp 236 Trilyun, padahal pembiayaan Dalam hal dipandang perlu dilakukan APBN hanya mampu memberikan penyesuaian-penyesuaian karena pendanaan sebesar Rp 151 Trilyun, perkembangan situasi dan kondisi atau terdapat celah pembiayaan sedi lapangan, tentunya perencanaan besar Rp 85 Trilyun pada APBN 2015, ini bersifat dinamis dan fleksibel atau jika dihitung selama 5 tahun untuk dilakukan perbaikan, namun pemerintahan Jokowi-JK berkiTentun nya pembiayyaan penyed diaan infrasstruktur inimasa akan memb butuhkan ju umlah pendaa sebaiknya perencanaan ini menjadi sar Rp 425 Trilyun. yangm massive.Berda asarkankajian nawaldariBaappenas,dipeerlukanpemb biayaansebes ri dasar yang cukup untuk melakukan Hal ini menuntut pemerintahsarRp236Tr pembangunan infrastruktur harus berpikir “out of the box”, guna padahal pembiayaa anyang APBN han nya mampu memberikan n pendanaan sebesar Rp 151 Trilyun, merata dan terkoordinasi di wilayah mencari dan mengisi celah pembiapatcelahpem mbiayaansebe esarRp85TrrilyunpadaAP PBN2015,ata aujikadihitu t terdap Indonesia. yaan pembangunan infastrukturngselama5t O Denganpemerintahan mengacu kepada dokumasap nJokowiͲJKb berkisarRp42 25Trilyun. tersebut dalam rangka mewujudkan P men RPJMN Pemerintahan 2015-2019, pembangunan infrastruktur yang
Tentunya pembiayaan penyediaan infrastruktur ini akan membutuhkan jumlah pendanaan yang massive.
I N I
Gambar 9. Pembiayaan APBN untuk Pembangunan Infrastruktur 2015
Sumber : Bappenas. 2015
Gambaar9.PembiayyaanAPBNun ntukPembanggunanInfrastruktur2015 INFO RISIKO FISKAL E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5 49 Sumbe er:Bappenas..2015 m pemerintah haarus berpikir “out of thee box”, gunaa mencari dan d mengisi c Hal ini menuntut
beritadaerah.co.d
O P I N I
merata dan berdaya dukung bagi perekonomian nasional. Sehubungan dengan kepentingan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang dikhususkan untuk mengisi celah pembiayaan infrastruktur, antara lain dengan mengundang peran swasta, baik dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur, dengan tetap memposisikan pemerintah sebagai regulator dalam skema penyediaan pembangunan infrastruktur tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kebijakan yang terkait dengan dukungan dan penjaminan pemerintah untuk proyek infrastruktur yang dikerjasamakan dengan pihak swasta untuk penyediaannya (Public Private Partnership), penjaminan pinjaman langsung (direct lending) dari lembaga pembiayaan multilateral kepada BUMN yang akan membangun infrastruktur, serta yang terbaru adalah kebijakan tentang pembayaran ketersediaan layanan infrastruktur (availability payment), yang memberikan kepastian kepada pihak swasta dalam pengembalian investasinya, sepanjang dapat menjaga layanan yang diberikan. Kesemuanya ini, baik APBN, 50
BUMN, maupun Swasta, diharapkan secara simultan, dapat berkolaborasi dan berkontribusi dalam upaya pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan perencanaan (cetak biru) yang telah dibuat, sehingga pada akhirnya akan memberikan daya dukung optimal
bagi pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Jika keadilan dan pemerataan ini dapat tercapai, bukan tidak mungkin, potensi Indonesia yang memang digadang-gadang menjadi kekuatan ekonomi baru di masa mendatang akan segera terwujud.
Catatan Akhir 1
2 3
4 5
6 7 8
A radical change in China’s economic policy strategy would be needed for there to be a steep depreciation of the Chinese RMB, Economic Research, 20 August 2015-No.642, Natixis Queiroz and Gautham, Road Infrastructure and Economic Development : Some Diagnostic Indicators, World Bank, 1992 Demurger, Sylvie. (2001). Infrastructure Development and Economic Growth: An Explanation for Regional Disparities in China Journal of Comparative Economics 29, 95-117 http://fortune.com/2013/05/23/chinas-new-infrastructure/ http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-01-05/china-said-toaccelerate-1-trillion-in-projects-to-spur-growth, retrieved on 22th October 2015 http://www.ft.com/cms/s/0/3e4e309a-3b22-11e5-bbd1-b37bc06f590c. html http://www.reuters.com/article/2015/05/25/us-china-economy-infrastructure-idUSKBN0OA07R20150525 Pamungkas, Bagus Teguh: Pengaruh Infrastruktur Ekonomi, Sosial dan Administrasi/Institusi Terhadap Pertumbuhan Propinsi-Propinsi di Indonesia, Universitas Indonesia, 2009
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Strategi Perluasan Kepesertaan Program SJSN melalui Model Lembaga Pengacara Buruh dan Jaminan Sosial Jepang “sharoushi” di Indonesia Oleh: Roki G.W
Kepala Seksi Mitigasi Risiko Jaminan Sosial, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected]
D
engan kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini sedang mengalami perlambatan, keberadaan perlindungan sosial dalam bentuk program jaminan sosial bagi tenaga kerja di Indonesia sangatlah penting. Jika melihat salah satu fungsi Negara untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya, melalui Undang-Undang Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Negara hadir memberikan jaminan
sosial kesehatan dan ketenagakerjaan bagi penduduk Indonesia. Program jaminan sosial nasional sendiri telah efektif mulai 1 Januari 2014 untuk program jaminan kesehatan nasional dan 1 Juli 2015 untuk program jaminan ketenagakerjaan. Selama kurang lebih satu tahun implementasi, kepesertaan dari program SJSN dinilai masih sangat besar potensinya untuk ditingkatkan khususnya program ketenagakerjaan. Kepesertaan aktif program ketenagakerjaan
berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan tahun 2014, baru mencapai sekitar ±16 juta tenaga kerja dan hanya ±216 ribu perusahaan yang terdaftar atau baru mencapai 34.04% dari populasi tenaga kerja penerima upah (formal) dan sekitar 0.97% dari pekerja bukan penerima upah (informal). Data BPS menunjukkan secara nasional, jumlah industri baik perusahaan besar, sedang, mikro, dan kecil pada tahun 2014 sebanyak 3.5 juta perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebesar 114
kabarburuh.com INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
51
O P I N I
O P I N I
juta. Proporsi tenaga kerja tersebut Belajar dari Negara yang telah suk menyampaikan dokumen 40%-nya pekerja sektor formal dan berhasil memperluas kepesertaan hukum yang dibutuhkan kepada 60%-nya pekerja sektor informal. Dari program jaminan sosialnya, Jepang kementerian. data tersebut diketahui masih banyak dapat dijadikan sebagai salah satu 2. Memberikan konsultasi untuk tenaga kerja yang belum terlindungi referensi. Jepang membentuk lemindustri dengan cara (i) membejaminan sosial ketenagakerjaan. baga pengacara buruh dan jaminan rikan konsultasi untuk menjaga Permasalahan perusahaan dan sosial “sharoushi” untuk memperluas kondisi kerja yang layak bagi tenaga kerja belum ikut serta dalam kepesertaan perusahaan dan tenaga klien perusahaan yang kurang program jaminan sosial ketenagakerja dalam program jaminan sosial memahami bagaimana memekerjaan SJSN bukan hanya berdasar nya. Model Sharoushi Jepang saat ini nuhi Standar Perburuhan dengan pertimbangan beban atas iuran. dijadikan wacana oleh Kementerian pasti, (ii) membuat kebijakan Dalam beberapa kesempatan dipeTenaga Kerja dan BPJS Ketenagakeratau peraturan kerja perusahaan, roleh informasi, bahwa kurangnya jaan untuk diterapkan di Indonesia. (iii) menghasilkan aturan tertulis pemahaman perusahaan dan tenaga perusahaan, dan (iv) menghadiri kerja terkait administrasi pendaftaran Apa itu Sharoushi inspeksi pemerintah ke klien beserta hak dan kewajibannya juga Berasal dari singkatan bahasa perusahaan dan melakukan admenjadi salah satu penyebab. MeskiJepang “Shakai Hoken Roumushi” vokasi atas nama klien, serta (v) pun telah terbit Peraturan Pemerintah (Sharoushi) yang berarti Pengacara memberikan dukungan bagi matentang program jaminan sosial keteBuruh dan Jaminan Sosial (Labor and najemen sumber daya manusia masa alah penggaj jian, pelatih han pegawa ai, membang gun kebijak an SDMperusahaan dan juga mem mberi nagakerjaan SJSN yang mengatur tata Social Security Attorney). Didirikan klien seperti masalah cara pendaftaran, hak dan kewajiban pada tahun 1968 oleh Kementerian penggajian, pelatihan pegawai, nasih hatuntukmeenanganikonflikperburuhanantaraaperusahaan ndanpegaw wai. perusahaan dan tenaga kerja, dalam Buruh, Kesehatan dan Kesejahteraan membangun kebijakan SDM dan tataran masih banyak ativedispute berdasarkaneresolution, kondisi ketenagakerjaan juga memberi nasihat untuk me3. Resooperasional lusiperselisi ihan(alterna ,ADR),yaitu umewakilike eduabelahp pihak perusahaan dan tenaga kerja yang dan kebutuhan masyarakat Jepang nangani konflik perburuhan an(Peru usahaan &Selain Pegawai) alam Resolusi P memiliki Alternatif (ADR)dan hubu ungan belum memahaminya. itu, ter-da padaproses masa s itu. SharoushiPerselisihan tara perusahaan pegawai. kait ketenagakerjaan di Indonesia, pembinaan industri, memelihara 3. Resolusi perselisihan (alternative perbu uruhan, mediator dalam mmisi berbagai proses meediasi, seperrti Biro Perb buruhan, Ko omite ada peraturan perundangan tersenkesejahteraan pekerja, dan memasdispute resolution, ADR), yaitu diri Perbu yang uruhan mengatur ata hak kewa- Mediasi tikan kondisi yang layak para proses kedua belah pihak Prrivat, audanSistem dan bagi memiliki p mewakili ADR R sendiri untuk u (Perjiban antara pengusaha dan pekerja. pekerja di Jepang. usahaan & Pegawai) dalam proses menyyelesaikanka asusperburuhanindivid Banyaknya peraturan membutuhkan Dalam du. menjalankan misinya, Resolusi Perselisihan Alternatif pihak yang berperan sebagai mediasharoushi menangani beberapa hal (ADR) hubungan perburuhan, rtaanprogra PeranSh haroushidala ammemper rluaskepese amjaminan sosialdiJep tor untuk memperkecil kesenjangan sebagai berikut (lihat Gambar 1): mediator pangsecara dalam berbagaitidak proses pengetahuan tenaga kerja dan per1. Administrasi hukum terkait promediasi, seperti Biro Perburuhan, langsungg dapat dilih hat dari peeningkatan kepesertaan k n program jaminan sossial tenaga kerja usahaan dalam memenuhi hak dan sedur administratif dan konsultasi Komite Perburuhan atau Sistem kewajibannya. mengenai jaminan sosial termaMediasi Privat, dan memiliki proselama3 30tahun(Tabel1).
Tabel 1. Perkembangan KepesertaanamProgramA Usaha dalamAsuransiSosi Program Asuransi Sosial di Jepang Tabel1.P Perkembanga anKepesertaaanUsahadala aldiJepang
Sumber: paparan pelatihan JICA Jepang
Sumber:p paparanpelattihanJICAJep pang 52
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Pendekattan yang ditempuh Sharoushi adalah meengajak peerusahaanͲperusahaan atau pengusah ha agar menghormati m i hakͲhak pekerja ataau buruh. Selain itu, Sharoushi juga
Gambar 1. Skema kontribusi Sharoushi
Gambar1.SkemakontribusiSharoushi
Pemerintah
Kantorusahameminta SharoushiagarSharoushi membuatdokumenͲ dokumenyangterkait denganhubungankerjadan asuransisosial,serta mengajukannyakepada aparatnegara.
Pengguna ż Melakukankonsultasi mengenaimanajemen sumberdayamanusia. ż Melakukanpekerjaan perhitungangajisebagai pengganti.
Comment [K1]: M diperjelas.
ż Sharoushimemikulperananpenatadiinstansi koordinasiperselisihanterkaitpemeirntah. ż Darisudutpandangkeahliandanpraktik, Sharoushibertindaksebagaiberbagaimacam anggotadariinstansipenasehatpemerintah.
ż WarganegaramemintaSharoushi agarSharoushimenangani prosedurAsuransiTenagaKerja danAsuransiSosialdalamtingkat ż Sharoushi ż Sharoushimenerima perorangan,sepertipermohonan mendorongkantor konsultasimengenai pembayaranmanfaatJP. usaha agarmereka JaminanPensiun, mengikutiAsuransi denganditugaskan TenagaKerjadan olehaparatnegara. AsuransiSosial.
Pekerjadll.
ż Membuatberbagaijenisperjanjian kerja,termasukperaturankerjadll. ż Membuatperjanjiankerjaantara pemberikerjadanserikatpekerja. ż Memberinasihatmengenai negosiasimanajemenpekerja. ż Mewakilikonsiliasisetiapkasus perselisihanhubungankerja.
ż Mengadakantrainingterhadap pekerja. ż Menerimakonsultasiyangterkait denganhubungankerjadanjaminan sosial.
Sumber: paparan pelatihan JICA Jepang
Sumber:paparanpelatihanJICAJepang
sendiri untuk menyelesai- sendiri sebenarnya terdapat otoritas ditunjuk oleh Undang-Undang. Meses ADR kan kasus perburuhan individu. yang memiliki tugas relatif sama. Di nurut penulis, mekanisme dan pendeSharoushiIndonesia Peran Sharoushi dalam memperKementerian Tenaga Kerja terdapat katan yang dilakukan oleh sharoushi luas kepesertaan program jaminan Dirjen Pembinaan Hubungan Indusdapat dijadikan oleh Kemenaker dan Jika melihat tugas dan peran Sharoushi di Jepang, di Indonesia sendiri sebenarnya terdapat sosial di Jepang secara tidak langsung trial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BPJS Ketenagakerjaan untuk medapat dilihat dari peningkatan kepeyang tugasnya antara menyusun Tenaga ningkatkan Peran dari otoritas yang memiliki tugas relatif sama. Di lain Kementerian Kerjakepesertaan. terdapat Dirjen sertaan program jaminan sosial tenakebijakan di bidang pembinaan kedua institusi ini terutama BPJS KePembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang tugasnya antara lain ga kerja selama 30 tahun (Tabel 1). persyaratan kerja, kelembagaan dan tenagakerjaan sangat penting untuk menyusun kebijakanSha-di pemasyarakatan bidang pembinaan kerja, kelembagaan dan Pendekatan yang ditempuh hubunganpersyaratan industrial, mengakselerasi perluasan kepesertaan roushi adalah mengajak perusahaanpengupahan, dan jaminan sosial teprogram jaminan sosial ketenagakerpemasyarakatan hubungan industrial, pengupahan, dan jaminan sosial tenaga kerja serta perusahaan atau pengusaha agar naga kerja serta penyelesaian perselijaan. Memang penerapan sharoushi penyelesaian hubungan industrial, dan memberikan dan tamenghormati hak-hak perselisihan pekerja atau hubungan sihan hubungan hubungan industrial, tidak semudahbimbingan membalik telapak buruh. Selain itu, Sharoushi juga medan memberikan bimbingan dan evangan, perbedaan kebudayaan dan keevaluasi. BPJS Ketenagakerjaan, sesuai UndangͲUndang BPJS selain mengelola dana juga nyadarkan buruh atau pekerja agar luasi. BPJS Ketenagakerjaan, sesuai sadaran hukum dalam masyarakatnya melakukan atau menerima pendaftaran peserta, memberikan informasi mengenai mentaatibertugas hukum dan pemberi kerja Undang-Undang BPJS selain mengemenjadikan tantangan tersendiri di atau pihak perusahaan. Selain penlola dana juga bertugas melakukan Indonesia. Namun demikian, wacana penyelenggaraanprogramjaminansosialkepadapesertadanmasyarakat. dekatan aktif, Sharoushi juga menyeatau menerima pendaftaran peserta, Kementerian Tenaga Kerja dan BPJS diakan layanan konsultasi tatap muka memberikan informasi mengenai peKetenagakerjaan untuk mendalami yang memudahkan stakeholders’ unnyelenggaraan program jaminan sosipenerapan model sharoushi di Indotuk mendapatkan pemahaman yang al kepada peserta dan masyarakat. nesia patut didukung. Pemerintah dan utuh. Oleh karena itu, apabila ada BPJS Ketenagakerjaan perlu duduk wacana untuk membentuk lembaga bersama untuk mendiskusikan hal ini Sharoushi Indonesia sejenis sharoushi di Indonesia saat ini dan merencanakan secara bertahap Jika melihat tugas dan peran bukan pilihan yang tepat karena supenerapan cara kerja sharoushi di Sharoushi di Jepang, di Indonesia dah ada institusi yang berwenang dan Indonesia. n INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
53
O P I N I
Permasalahan Struktural Penyediaan Air Minum di Indonesia Oleh: Sofia Arie Damayanty
Peneliti Badan Kebijakan Fiskal. Email:
[email protected]
“Thousands have lived without love, not one without water” − W.H. Auden
O P I N I
Kondisi Penyediaan Air Minum di Indonesia Air merupakan sumber kehidupan. Semakin pesatnya pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk di dunia menyebabkan krisis air bersih menjadi ancaman yang ada di depan mata. Walaupun sebagian besar permukaan bumi (sekitar 72%) ditutupi oleh air, namun hanya sekitar 2,5% yang merupakan air tawar, sedang-
kan sisanya merupakan air laut yang tidak baik untuk dikonsumsi. Berdasarkan data PBB, saat ini sekitar 780 juta orang di dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih. Jika krisis air terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2050 dua pertiga penduduk bumi akan kekurangan air bersih. Laporan Joint Monitoring Program yang dilakukan oleh UNICEF dan WHO tahun 2015 menyatakan bahwa 147 negara termasuk Indonesia telah mencapai target MDGs dalam hal pemenuhan akses terhadap air minum (UNICEF and WHO 2015).
Namun demikian, bagaimanakah pemenuhan akses air minum yang terjadi di Indonesia? Data menunjukkan bahwa kebutuhan air minum rumah tangga Indonesia sebagian besar masih dipenuhi secara swadaya, baik melalui sumber-sumber yang higinis (sumur terlindung 21,08%, air dalam kemasan 29,77%) maupun sumber yang diragukan higinitasnya. Hanya sebesar 10,2% rumah tangga yang kebutuhan air minumnya diperoleh dari air pengolahan, yang dilakukan pengusahaannya oleh PDAM ataupun beberapa perusahaan air minum
Gambar 1. Pencapaian Target Millenium Development Goals Bidang Air Minum
Sumber: UNICEF-WHO, 2015
54
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
ebesar 10,2% rum mah tangga a yang kebu utuhan air minumnya m d diperoleh dari air peng golahan,
ang dilakukan pe engusahaannya oleh PDAM ata aupun bebe erapa perusahaan airr minum
wasta.. Berdasarkkan data Pe ersatuan Pe engusaha Air A Minum S Seluruh Indonesia (Perpamsi),
ada ta ahun 2014 terdapat 422 perusah haan air minum di Ind donesia, ya ang terdiri d dari 391
Gambar 2. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi DAM dan d 31 peru usahaan sw wasta. dan Sumber Air Minum (Persen) 1.86 3.46
2.31
yang memiliki kapasitas sambungan di atas 50.000. Dengan kondisi seperti ini, target pencapaian 100% akses air minum untuk Indonesia pada tahun 2019 menjadi tantangan yang sangat berat bagi pemerintah. Pemerintah telah meluncurkan berbagai program sebagai upaya percepatan penyediaan air minum bagi masyarakat. Berbagai program pemberdayaan masyarakat serta kerjasama lembaga internasional juga telah diinisiasi sebagai upaya alternatif selain upaya penyehatan dan pemberdayaan PDAM. Beberapa bentuk insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk memperkuat PDAM antara lain:
0 0.12 Leding
10.2
Pompa 9.98
masan AirDalamKem 15.62
5.59
SumurTerlindu ung SumurTakterllindung MataAirTerlin ndung MataAirTakteerlindung AirSungai
21.08 29.77
AirHujan Lainnya
Sumber: BPS, 2014
Sum mber: BPS, 201 14
a. Jaminan Utang dan Subsidi BuO Gambar 2. swasta. Berdasarkan data Persatuan didelegasikan melalui pemerintah nga. P Persentase Rumah Ta angga Menu urut Provins si dan Sumb ber Air Minum (Persen) Pengusaha Air Minum Seluruh Indodaerah. Sebagaimana terlihat pada Untuk mendukung program I nesia (Perpamsi), pada tahun 2014 Gambar 3, jumlah PDAM yang termapercepatan 1 juta sambungan yang N Fakta bahw wa kehadira an pemerin tah dalam menyediak an kebutuh hansehat air minu terdapat 422 perusahaan air minum di suk dalam kategori belum (baikum bagi dicanangkan Pemerintah, diberikan I Indonesia, yangre terdiri dari 391 PDAM sisi keuangan maupunmasih pelayanan, fasilitas berupa penjaminan utang dan masyarrakat masih h sangat endah tern nyata masih hdari diperburu uk dengan ren ndahnya dan 31 perusahaan swasta. teknis operasional dan manajemen) subsidi bunga atas kredit perbankan nerja PDAM yan ng merupakan kepanjjangan tangan dari kewenangan n pemerinta ah yang Fakta bahwa kehadiran pemerinmasih cukup banyak, yaitu sebanyak bagi PDAM yang memenuhi syarat. Commen nt [FAW3]: ….kinerjaPDAMyang delegasikan tah mellalui pemer rintah daera ah. Sebaga aimana terl lihat pada Gambar 3, , jumlah dalam menyediakan kebutuhan air 174 PDAM atau sekitar 50% dari total Program yang dimulai tahun 2009 merupakankepanjangantaangandarikewen nangan minum bagidala masyarakat masih sangat se PDAM(baik yang ada. besar PDAMmaupun berdasarkanpemerinta Peraturan Presidensikan… NoDAM yang term dariSebagian sisi kkeuangan masuk m kategori i belum ehat ahyangdidelegas rendah ternyataalmasih de- masih berskala antara yaitu elayan operasiona nan, teknis dandiperburuk man najemen) m masihcukup p banyak, y10.000-50.000 sebanyyak mor 174 29 Tahun 2009 ini telah berakhir ngan masih rendahnya kinerja PDAM SR (sebanyak 160 PDAM) dan bahpada 31 Desember 2014, dan sedang DAM atau sekitar 50% dari total PDAM M yang ada a. Sebagian n besar PDA AM masih b berskala yang merupakan kepanjangan tangan kan di bawah 10.000 SR (155 PDAM). dalam tahap kajian untuk dipertimntara 10.000-50. SR (se ebanyak 16 60 PDAM) dan bahka di sebanyak bawah 10.000 S SR (155 dari000 kewenangan pemerintah yang Hanya 10%an atau 35 PDAM bangkan kelanjutannya.
DAM). Hanya 10 0% atau seb banyak 35 PDAM yan ng memiliki kapasitas ssambungan n di atas Gambar 3. Kinerja PDAM dan Jumlah Sambungan Rumah (SR) Tahun 2013 0.000.. Dengan kondisi seperti ini, ta arget penccapaian 10 00% akses air minum m untuk
ndones sia pada tah hun 2019 menjadi m tanta angan yang g sangat be erat bagi pem merintah.
Pagge2of10
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Gambar Gambar3.3.
55
Kinerja Kinerja PDAM PDAM dan dan Jumlah JumlahSambungan SambunganRumah Rumah(SR) (SR)Tahun Tahun2013 2013
Pemerintah Pemerintah telah telah meluncurkan meluncurkan berbagai berbagai program program sebagai sebagai upaya upaya percepatan percepatan
O P I N I
b. Restrukturisasi Utang PDAM tuan ini dinyatakan dalam Peraturan meliputi (a) permasalahan institusioProgram ini bertujuan untuk Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015. nal, (b) manajemen korporasi, dan (c) mendukung peningkatan kualitas Selain melalui insentif fiskal, dusumber daya air. pelayanan air minum melalui pekungan pemerintah juga dilakukan Permasalahan struktural pertama nyehatan PDAM dengan melakukan melalui bantuan teknis dan manayang krusial dihadapi oleh PDAM adapenyelesaian dip piutang negara pada jemen melalui lah terkaituntuk permasalahan institusional eruntukan bagi perce epatan jum mlahkementerian sambu unganteknis, baru terutama massyarakat PDAM. Fasilitas ini diatur dalam antara lain dalam bentuk audit kese. Beberapa aspek terkait struktur orberrpenghasila an rendah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor hatan PDAM, Bantuan Program untuk ganisasi pengaturan penyediaan air 120/PMK.05/2008, dan diubah terakhir optimalisasi Sistem Penyediaan Air Miminum di Indonesia yang masih perlu d. PPN dibebaskkan untuk pe elayanan air bersih dengan PMK Nomor 114/PMK.05/2012 num, serta Bantuan Manajemen untuk dibenahi, antara lain: untukdaya pe Pem merintah mNegara kan membebask pengen naan PPNsumber enyerahan air bersih karena tentang Penyelesaian Piutang pembinaan kompetensi yang Bersumber dari Penerusan Pin- dmanusia. Namun demikian, berbagai a. Pengaturan industri air minum me erupakan ke ebutuhan asar masya arakat. Pen negasan ke etentuan ini dinyatakan n dalam jaman Luar Negeri, Rekening Dana fasilitas ini belum optimal pemanfaatWalaupun sudah secara eksplisit Perraturan Pem merintah No omor 40 Tahun 2015. Investasi, dan Rekening Pembangunannya dan sehingga belum memberidinyatakan dalam UUD 1945 Pasal 33 an Daerah pada Perusahaan Daerah kan kontribusi yang signifikan dalam ayat 3, bahwa bumi, air, dan kekayaan ga dilakuka Selain mel alui insentif f fiskal, duk kungan pem merintah ju an terkandung melalui bantuan Air Minum. peningkatan layanan air minum. alam yang di bawahnya dikuasai oleh negara, dan digunakan teknis dan d manajemen melalu ui kementerrian teknis, antara a lain dalam benttuk audit kesehatan c. Hibah Permasalahan sebesar-besarnya untuk kemakmurPDAM, Bantuan Program P untuk optimalisasi Sistem m Penyedia aan Air Min num, serta B Bantuan Pemberian hibah yang dilakukan Struktural Penyediaan an rakyat, Undang-Undang Nomor 7 Manaje emen untukk Pemda pembina aan kompe etensi sum ber daya manusia. Namun emikian, oleh Pemerintah Pusat kepada Air Minum oleh PDAM Tahun 2004 tentangde Sumber Daya Air baik yangberbaga bersumber dari APBN Ketikape berbagai insentif dans memungkinkan dilakukannya ai fasilitas ini atau belum optimal emanfaatan nnya dan sehingga b belum mem mberikan komerhibah luar negeri ang- dala upaya teknis lainnya telah kontribu usiselama yang tahun sig gnifikan am peningk katan layana andilakukan air minum m. sialisasi air oleh pihak swasta, dengan garan 2010-2014, yang diperuntukan tetapi masih belum mampu secara persyaratan tertentu. Hal tersebut bagi percepatan jumlah sambungan signifikan mendorong kinerja PDAM, menjadi salah alasan Mahkamah Perma asalahan S Struktural Penyedia Air Min num baru terutama untuk masyarakat maka perluaan dilakukan kajianoleh lebih PDAM Konstitusi melalui putusan Nomor 85/ berpenghasilan rendah. mendalam untuk mengetahui perPUU-XI/2013 menyatakan bahwa UU Ketika berb bagai insentmasalahan tif dan upay ya teknis yang lainnya telah dilakukan tetapi bertentangan masih belumdengan struktural dihadapi Nomor 7/2004 d. PPN dibebaskan untuk pelayanan PDAM.kinerja Kajian yang dilakukan UUDdilak 1945, sehingga dinyatakan PDA mampu u secara siignifikan moleh endorong AM, maka perlu kukan kajia an lebih tidak air bersih oleh Peneliti Pusat Pengelolaan Rimemiliki kekuatan hukum mengikat. mendalam untuk mengetahu ui permasalahan strukktural yang dihadapi o oleh PDAM. Kajian Pemerintah membebaskan pesiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal Risiko Fisskal,b. Badan d dilakukan oleh Penelit ti Pusat Pe engelolaan n Kebijakan n Fiskal ngenaanyang PPN untuk penyerahan air Kementerian Keuangan menemukan Kewenangan Lembaga bersih karena merupakan kebutuhan bahwa secara umum permasalahan PDAM Perusahaan Kement terian Keua angan men nemukan ba ahwa seca ra umum p permasalah han adalah struktur ral yang Daedasar masyarakat. Penegasan ketenstruktural yang dihadapi oleh PDAM rah, dan hingga saat ini diatur oleh
dihadap pi oleh PDA AM meliputi (a) permassalahan ins stitusional, ((b) manajem men korporrasi, dan (c) sum mber daya air.
Gambar 4. Permasalahan Struktural PDAM
Pe ermasalahaan StrukturalPDA AM
Institutio onal Problem
Ind dustri
Kewenangan Lembaga
WaterR Resources Problem
CorporateManagem ment Problem
Agency m Problem
Penggelolaan
Potensi
Perlindungaan
Sumber: Kajiankeu, Peneliti PPRF, BKF Kemenkeu, 2014 Sumber: Hasil Kajian Peneliti P PPRF, , BKFHasil Kemenk 2014
Gambar 4. 56
INFO Permasala ahan Struktural PDAM
RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Pagge4of10
UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang bertanggung jawab atas penyediaan Selain itu, belum efisiennya kiPerusahaan Daerah1. Pembentukan air, seperti Cina (Ministry of Water nerja PDAM juga disebabkan karena PDAM oleh Pemerintah Daerah Resources) dan India (Ministry of tidak terpenuhinya skala ekonomis diamanatkan melalui UU Nomor 32 Drinking Water and Sanitation). yang memungkinkan PDAM beropetahun 2004 tentang Pemerintah DaePermasalahan struktural kedua rasi secara efisien, disamping juga rah dan UU Nomor 33 tentang Perimyang dihadapi oleh PDAM adalah rendahnya kemampuan manajemen. perusahaan daerah, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 bangan Keuangan antara Pemerintah inefisiensi pengelolaan perusahaan, Sebagaimana terlihat pada Gambar tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, PDAM diangkat Pusat dan Pemerintah Daerah, yang baik yang dipicu oleh faktorDireksi eksternal, 3, pada tahun 2013 hanya 35oleh PDAM Kepala menyatakan bahwa Pemda bertangyaitu intervensi dari luar PDAM, mauyang memiliki economic of scale dari Daerah/DPRD. Hal ini menyebabkan sangat politisasi dan intervensi. gung jawab penuh atas pelayanan dapun faktor internal, yaiturentannya kemampuan sisi jumlah pelanggan (SR > 50.000), Terjadi sar di daerahnya, termasuk pelayanan manajemen PDAM itu sendiri. Sebagai sebagian besar masih dibawah ecoagency problem, dimana fungsi profesionalisme direksi sebagai agent menjadi tumpul air minum dan sanitasi. Adanya keperusahaan daerah, berdasarkan Pernomic of scale; bahkan 44% memiliki wenangan membuat setiap Pemda kepentingan aturan Menteri Dalam NegeriDaerah Nomor skala ekonomi principal. yang sangat kecil. apabila tidakinisejalan dengan Kepala sebagai Sering terjadi dapat membuat PDAM di daerahnya, 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Sebagian besar PDAM di Indodengan tanpa mempertimbangkan Kepegawaian PDAM, Direksi PDAM nesia seringkali (238 PDAM) memiliki tingkat juga moral hazard terkait nilai ekonomi PDAM, dimana PDAM menjadi sapi perah 2 efisiensi dan skala ekonomi. diangkat oleh Kepala Daerah/DPRD. NRW cukup tinggi (antara 20-40%) sehinggaTidak mengesampingkan kepada masyarakat. adanya koordinasi dalamfungsi Hal inilayanan menyebabkan sangat rentanatau bahkan 80 PDAM memiliki tingpelayanan air minum antar daerah nya politisasi dan intervensi. Terjadi kat NRW yang sangat tinggi (>40%) menyebabkan banyak PDAM beragency problem, dimana fungsi probahkan untuk PDAM yang termasuk Selain efisiennya PDAM disebabkan karena tidakO operasi denganitu, tidak belum efisien, tidak fesionalisme kinerja direksi sebagai agent juga kategori sehat. Sebagai perbandingan, didukung sumber air baku yang memenjadi tumpul apabila tidak sejalan NRW perusahaan air minum di BelanP terpenuhinya skalapada ekonomis yangkepentingan memungkinkan beroperasi secara madai, yang berujung buruknya dengan Kepala DaerahPDAM da rata-rata hanya sebesar kurang dari efisien, I kinerja dan pelayanan. Ditambah lagi sebagai principal. Sering terjadi juga 6% (terendah di dunia). Walaupun N disamping juga rendahnya kemampuan manajemen. Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, Indonesia tidak memiliki satu kemenmoral hazard terkait nilai ekonomi demikian, terdapat 32 PDAM yang I terian khusus yang bertanggung jaPDAM, dimana PDAM seringkali memiliki NRW yang rendah pada tahun 2013 hanya 35 PDAM yang memiliki economic of scale dari(<20%) sisi jumlah wab penuh atas pelayanan air minum. menjadi sapi perah sehingga mengesehingga bisa dijadikan role model. Sementara beberapa negara besar sampingkan fungsi layanan kepada Penyebab rendahnya pelanggan (SR > 50.000), sebagian besar masih dibawah economic of scale;efisiensi bahkan 44% memiliki kementerian yang khusus masyarakat. PDAM selain karena masalah teknis,
memiliki skala ekonomi yang sangat kecil.
Gambar 5. Kinerja PDAM dan Tingkat Non Revenue Water (NRW)
Sumber: BPPSPAM, 2013
Sumber: BPPSPAM, 2013 E D I S I 2 / TA H U N
INFO RISIKO FISKAL
57
2015
Gambar 5. Kinerja PDAM dan Tingkat Non Revenue Water (NRW)
dari ku ualitas SDM M serta pengawasan n yang sebagian besar belum cukup memadai. Remunerasi yang rigid (diaturr oleh Perm mendagri) da an jenjang kkarir yang kkurang men njanjikan pada sebagian be esar PDAM M tidak cuku up mampu menarik p para pencarri kerja berrkualitas sumber daya air yang belum merata,
dan (ii) perlindungan sumber daya air untuk menjadi m kary yawan PDA AM. Sudah menjadi ha al yang dim maklumi bah hwa pada sebagian yang masih buruk.
dan PDAM jajaran ma anajemen diisi d oleh orang-orang titipan dari pimpinan n partai politik curah Sebagai negara dengan hujan yang cukup serta sumber air yang melimpah, Indonesia memiliki potensi sumber daya air yang cukup Permasalah han ketiga yang dihad dapi oleh PDAM P adala ah terkait teknis rsediaan besar, yaitu sekitarketer 3,9 triliun m3/tahun. Dari total potensi yang ada, sekiNom air baku u. Sebagaimana diam manatkan da alam Peratu uran Pemerintah mor 16 Tahu un 2005 tar 75% masih belum termanfaatkan. Pemanfaatan terbesarpem adalah untuk tentang g Pengemba angan Siste em Penyediaan Air Min num, adalah tanggung g jawab merintah kebutuhan pertanian (sekitar 80%), (dalam hal ini pem merintah pu usat dan pe emerintah daerah) d untu uk menjam ketersed diaan air sedangkaninsisanya dipergunakan untuk kepentingan rumah tangga baku, baik b dalam hal kuantittas maupun n kualitasnyya. Permas salahan kete ersediaan a air baku pdamcilacap.co.id dan domestik. Dengan rasio potensi juga tak lepas dari kualitas SDM ketiga yang dihasumber daya peryan kapita sebesar oleh g belum yang dialami PDAM adal lahserta terkait (i)Permasalahan pemanfaa atan potens si sumber dayaairair pengawasan yang sebagian besar dapi oleh PDAM adalah terkait teknis sekitar 16,600 m3/kapita/tahun, maka merata,, dan sumber day (ii)cukup perlindungan ya air yang masih buru uk. pemenuhan kebutuhan air baku sebelum memadai. Remunerasi ketersediaan air baku. Sebagaimana yang rigid (diatur oleh Permendagri) diamanatkan dalam Peraturan Pemeharusnya bukan merupakan kendala dan jenjang karir yang kurang menrintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang bagi Indonesia. O egara deng gan curahPengembangan h hujan yangSistem cukup serta sumber a air demikian, yang me elimpah, Sebagai ne janjikan pada sebagian besar PDAM Penyediaan Namun sayangnya P tidak cukup mampu menarik para Air Minum, adalah tanggung jawab sebaran sumber air di Indonesia tidak IIndones sia memilikki potensi sumber s daya air yang cukup b besar, yaitu sekitar 3,9 triliun pencari kerja berkualitas untuk menpemerintah (dalam hal ini pemerintah mengikuti pola penyebaran penduduk. N 3 karyawan PDAM.poten Sudah menjadi dan pemerintah Sebagaimana pada faatkan. Gambar 6, un.jadiDari total nsi yangpusat a ada, sekita ar daerah) 75%untuk m masih belu um terlihat terman Im /tahu hal yang dimaklumi bahwa pada menjamin ketersediaan air baku, baik potensi sumber air terbesar justru bersisanya Pemanffaatan terbe esarjajaran adalah h untuk keb butuhan perrtanian (sekkitar ada 80%), ssedangkan sebagian PDAM manajemen dalam hal kuantitas maupun kualitasdi Kalimantan dan Papua, dimana diisi oleh orang-orang titipan dari nya. Permasalahan ketersediaan air jumlah penduduknya sangat sedikit. dipergu unakan untu uk kepenting gan rumah tangga dan n domestik. Dengan rasio potensi sumber pimpinan partai politik dan penguasa baku yang dialami oleh PDAM adaSebaliknya, Jawa dengan jumlah pendaerah setempat. lah00 terkait (i) pemanfaatan terbanyak memiliki uhan poair daya air per kapita a sebesar sekitar 16,60 m3/kapita a/tahun,potensi ma aka duduk pemenu uhan justru kebut
pengua asa daerah setempat. s
baku se eharusnya bukan b meru upakan kend bagi In ndonesia. Gambar 6.dala Potensi Sumber Daya Air Indonesia
Sumber: Lubis, et.al, 2014
Sumber: Lubiis, et.al, 2014 58
Gambar 6.
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Pagge7of10
tensi sumber daya air yang relatif kecil sehingga memiliki rasio potensi sumber daya air per kapita terendah. Fakta ini menunjukkan pentingnya koordinasi nasional dalam hal pemenuhan sumber air baku bagi kepentingan penyediaan air minum masyarakat, khususnya yang dilakukan oleh PDAM. Masalah selanjutnya adalah terkait upaya perlindungan kualitas sumber daya air itu sendiri. Pemerintah telah mengeluarkan perangkat peraturan bagi perlindungan sumber daya air, antara lain air tanah dan air sungai. Namun karena lemahnya law enforcement, peraturan-peraturan tersebut tidak mampu melindungi kelestarian sumber daya air yang ada. Kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta saat ini sudah memasuki zona kritis hingga rusakterlihat akibat pada eksploi-Gambar 7. Namun demikian rencana kerja yang disusun masih sebagaimana tasi air mencapai 40%, (seharusnya difokuskan pada pembenahan kinerja stakeholders dalam rantai pengelolaan dan maksimum 20%) agar tidak terjadi intrusi air laut keair daratan. Sulitnya penyediaan minum, tanpa menyentuh pembenahan struktur yang mendasar secara
portalkbr.com
institusional.
Gambar 7. Road Map BPPSPAM dan Pelayanan Air Minum 2015-2019
Sumber: Kementerian PU, 2014
Sumber: Kementerian PU, 2014
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Gambar 7.
59
Road Map BPPSPAM dan Pelayanan Air Minum 2015-2019
Dengan sistem desentralisasi pelayanan air minum seperti saat ini, dikhawatirkan
O P I Commen “terpusat” N I
O P I N I
pengawasan eksploitasi air tanah di beberapa daerah yang kualitas air tanahnya bagus menyebabkan PDAM setempat mengalami kerugian, seperti yang terjadi di Semarang. Demikian pula halnya dengan kondisi sungai yang memprihatinkan. Sungai Citarum merupakan salah satu tempat paling tercemar di dunia berdasarkan laporan Blacksmith Institute tahun 2013 karena aktivitas industri dan domestik di sekitar sungai (Koran Tempo 2013). Kandungan polutan timah, aluminium, mangan, dan konsentrat besi di sungai tersebut beberapa kali lebih tinggi dari angka rerata dunia. Akibatnya lebih dari 500 ribu orang terkena dampak langsung pencemaran, sementara lebih dari 5 juta orang terkena dampak tak langsung akibat polutan kimia yang dibuang ke sungai dan terbawa aliran air. Sangat disayangkan bahwa Pemerintah belum mampu kualitas sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat (mencapai lebih dari 300 km) sebagai salah satu sumber utama air baku di Pulau Jawa.
sumber air baku. Saat ini Pemerintah Pusat telah mengerahkan berbagai upaya penyehatan PDAM baik secara teknis maupun finansial, pemberdayaan masyarakat, serta menginisiasi kerjasama dengan lembaga donor maupun perusahaan multinasional dalam rangka peningkatan kapasitas teknis dan sumber daya PDAM. Namun sudah saatnya pemerintah berpikir ulang untuk mereformasi tatanan institusional penyediaan air minum di Indonesia. Negara tetangga juga telah melakukan reformasi atas
Referensi 1.
2. 3.
4.
Tantangan ke Depan Pemerintah telah menargetkan pencapaian layanan 100% akses air minum pada tahun 2019. Target pencapaian serta rencana kerja tiap tahun sudah tergambar secara sistematis sebagaimana terlihat pada Gambar 7. Namun demikian rencana kerja yang disusun masih difokuskan pada pembenahan kinerja stakeholders dalam rantai pengelolaan dan penyediaan air minum, tanpa menyentuh pembenahan struktur yang mendasar secara institusional. Dengan sistem desentralisasi pelayanan air minum seperti saat ini, dikhawatirkan penyediaan air minum oleh PDAM masih dilakukan secara parsial oleh masing-masing daerah, tanpa mempertimbangkan efisiensi kapasitas produksi dan integrasi 60
pengelolaan air minum di negaranya. Malaysia telah melakukannya pada tahun 2005, sedangkan Thailand sedang dalam proses untuk melakukannya. Walaupun kewajiban penyediaan air minum merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah, namun Pemerintah Pusat juga harus mampu memastikan bahwa tanggung jawab itu terlaksana dengan baik. Karena air merupakan kebutuhan dasar manusia. Pemenuhannya secara sehat dan sustainable mutlak memerlukan kehadiran negara. n
5.
6.
BPPSPAM. 2010. http://www.bppspam.com/index.php?option=com_ content&view=article&id=224:warga-gunakan-air-tanah-pdam-semarang-merugi&catid=34:bam (diakses 4 1, 2014). Kementerian ESDM. http://www.esdm.go.id/berita/42-geologi/2749cekungan-air-tanah-jakarta-kritis (diakses 4 1, 2014). Koran Tempo. “Citarum, Sungai Paling Tercemar di Bumi.” 7 November 2013: http://nasional.tempo.co/read/news/2013/11/07/173527891/ citarum-sungai-paling-tercemar-di-bumi. Lubis, Rachmat Fajar, dan Robert Delinom. “Ketahanan dan Keamanan Air Nasional, Usulan Konsep Penelitian di Masa Mendatang.” FGD Ketahanan Pangan, Air dan Energi, Himpunan Peneliti Indonesia. Jakarta, 2 September 2014. Sugiarto, Anto Tri. “Ketahanan Air Nasional, Tantangan dan Solusi.” FGD Ketahanan Pangan, Air dan Energi, Himpunan Peneliti Indonesia. Jakarta, 2 September 2014. UNICEF and WHO. Progress on Sanitation and Drinking Water, 2015 Update and MDG Assessment. Geneva: WHO Press, 2015.
Catatan Akhir 1
2
Karena dianggap sudah tidak memadai, UU No 5/1962 tentang Perusahaan Daerah sudah diusulkan untuk diubah, dan usulannya sudah masuk Prolegnas sejak tahun 2005. Non Revenue Water (NRW) adalah adalah air yang tidak berekening; yaitu selisih jumlah air yang masuk ke sistem (suplai) dengan air yang tercetak di rekening. Non-Revenue Water, terbagi menjadi dua: (i) kehilangan air fisik dikarenakan kebocoran pipa transmisi, distribusi, dan pipa dinas sampai meter pelanggan, serta kebocoran atau luapan air pada reservoir, dan (ii) kehilangan air komersial dikarenakan konsumsi air tidak resmi (ilegal), ketidakakuratan meter, ketidakakuratan pembacaan meter, serta kesalahan pengolahan data.
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Dok. IRF
Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia – Studi Kasus PT Freeport Indonesia Oleh: Novijan Janis
Kepala Seksi Analisis Struktur Aset dan Kewajiban Negara, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected]
K
eberadaan Indonesia pada garis khatulistiwa memberikan keuntungan berupa sebuah area yang memperoleh sinar matahari dan air hujan yang cukup sehingga tanahnya subur untuk bercocok tanam. Selain itu, tanah Indonesia juga menyimpan mineral tambang yang beragam jenisnya. Namun demikian, kekayaan alam yang berlimpah itu tidak dengan serta merta meningkatkan kesejahteraan INFO RISIKO FISKAL
masyarakatnya, karena hal dimaksud sangat bergantung dengan kemampuan masyarakat dalam mengolah dan mengelola kekayaan alam tersebut. Bahkan bisa jadi ketidakmampuan mengelola kekayaan alam dimaksud dapat mendatangkan bencana. Dengan pertimbangan atas risiko kegagalan atas pengelolaan kekayaan alam, maka Pemerintah mengatur mekanisme pengelolaannya dan hal ini berlaku secara umum di banyak negara.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Berdasarkan pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang telah diamandemen, Pemerintah Indonesia memiliki wewenang untuk mengatur mekanisme pengelolaan kekayaan atau sumber daya alam yang ada di Indonesia. Namun dalam implementasi dari pasal dimaksud sering muncul polemik atau pro-dan-kontra tentang pengelolaan sumber daya alam khususnya dalam hal Pemerintah memberikan izin pengelolaannya ke61
O P I N I
O P I N I
pada pihak asing. Hal ini pun terjadi di beberapa negara yang menggunakan sistem ekonomi terbuka dimana pihak asing diperkenankan untuk turut terlibat dalam aktivitas ekonomi sebuah negara. Secara umum keberadaan investor asing mendatangkan dilema antara kebutuhan akan modal dan teknologi untuk mengelola sumber daya alam dengan permintaan masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar atas sumber daya alam yang ada di wilayah mereka tinggal. Terkait dengan pengelolaan keuangan negara khususnya pada negara-negara yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang berlimpah seperti Uni Emirat Arab, Kanada, Australia, Selandia Baru dan lain sebagainya, mereka sudah menjadikan SDA sebagai salah satu aset negara dalam Neraca Negara. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Keuangan sedang menyusun konsep dari Neraca Negara dalam rangka pengelolaan risiko keuangan Negara dimana salah satu akunnya (unsurnya) adalah Sumber Daya Alam atau Kekayaan Alam. Pada dasarnya konsep ini digunakan untuk memastikan bahwa SDA yang ada dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat luas bahkan dalam beberapa kasus didedikasikan untuk pendanaan sosial pada generasi yang akan datang.
Dalam konsep Neraca Risiko Ekonomi Pemerintah, Sumber Daya Alam atau Kekayaan Alam dikategorikan sebagai salah satu dari aset negara. Hal ini sejalan dengan amanat dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 nesia. Diantara hasil dari kerjasama dimaksud adalah terbentuknya konsep dasar dari neraca konsolidasi dari Neraca Pemerintah dan Neraca Bank Indonesia khususnya untuk aset dan kewajiban keuangan. Neraca konsolidasi dimaksud dapat disebut sebagai Neraca Negara dalam implementasi pengelolaan Keuangan Negara.
Dalam pengembangan Neraca Negara khususnya yang terkait dengan pengelolaan Risiko Keuangan Negara, Kementerian Keuangan (dhi. Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko) pada saat ini sedang dalam proses menyusun konsep dasar dari sebuah Neraca Risiko-Ekonomi Pemerintah. Secara umum, neraca risiko ekonomi dimaksud mengacu kepada konsep yang dibangun oleh Robert C. Merton yang dipresentasikan dalam Pertemuan Tahunan IMF tentang Sovereign Asset and Reserve Managers dengan paper yang berjudul Observations on Sovereign Wealth Fund, Reserve and Debt Management: A Country Risk Management Perspective (2007). Neraca risiko ekonomi dimaksud adalah sebagaimana terlihat dalam gambar 1. Dalam konsep Neraca Risiko Ekonomi Pemerintah, Sumber Daya Alam atau Kekayaan Alam dikategorikan sebagai salah satu dari aset negara. Hal ini sejalan dengan amanat dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “Bumi, Air dan seluruh Kekayaan Alam yang terkandung di
Gambar 1. Neraca Risiko Ekonomi Pemerintah
Neraca Risiko Ekonomi dan Sumber Daya Alam Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan Keuangan Negara secara luas, maka pada tahun 2009 Pemerintah Indonesia (dhi. Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia telah bekerja sama dengan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia) untuk menyusun konsep dasar dari pengelolaan aset dan kewajiban keuangan dari Neraca Pemerintah dan Neraca Bank Indo62
Sumber : Robert C. Merton (2007)
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam hal ini penetapan kekayaan alam sebagai asset Negara masih sangat sederhana. Namun demikian, pada negaranegara yang memiliki Sumber Daya Alam yang berlimpah pengelolaannya sudah lebih maju, diantaranya dengan membentuk Natural Resources Funds yang umumnya berupa Sovereign Wealth Fund (SWF). Contoh dari Natural Resource - Sovereign Wealth Funds (SWF) adalah: Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), Kuwait Investment Authority (KIA) dan Norway’s Government Pension Fund – Global (GPFG). Walaupun dalam masa yang akan datang, kekayaan alam akan diperhitungan dalam pengelolaan keuangan negara, namun Pemerintah tidak harus selalu melakukan eksplorasi kekayaan alam baik secara langsung maupun melalui BUMN yang bergerak di bidang pertambangan. Mengingat keterbatasan modal dan kapasitas serta efektivitas pengelolaan sumber daya alam atau kekayaan alam maka pelaku usaha atau sektor swasta diharapkan dapat berperan aktif dalam pengelolaan kekayaan alam dimaksud dengan pengawasan dari Pemerintah.
Investor Asing Dan Eksplorasi Kekayaan Alam Dalam banyak literatur ilmu ekonomi makro, sistem perekonomian secara umum dibedakan menjadi sistem perekonomian tertutup dan sistem perekonomian terbuka. Hal yang membedakan diantara kedua sistem perekonomian dimaksud adalah pelaku ekonomi yang terlibat didalamnya. Dalam sistem perekonomian terbuka, pelaku ekonomi adalah Rumah Tangga, Perusahaan, Pemerintah, dan Penanam Modal Asing. Keberadaan Penanam Modal INFO RISIKO FISKAL
Asing inilah yang menyebabkan sebuah system perekonomian dikatakan terbuka. Penanam Modal Asing dimaksud dapat melakukan investasi pada suatu negara baik melalui portofolio surat berharga maupun melalui investasi secara langsung (foreign direct investment). Dalam hal Penanam Modal Asing memilih bentuk investasi berupa pembelian surat berharga maka kendali manajemen perusahaan tetap dilakukan oleh perusahaan lokal sedangkan pada bentuk investasi foreign direct investment (FDI) maka kendali atas manajemen perusahaan akan dilakukan oleh Penanam Modal. Dengan demikian model investasi FDI akan mendatangkan perubahan pola manajemen pada perusahaan nasional. Berkenaan dengan model investasi oleh Penanam Modal Asing, Theodore Panayotou dalam Investments of Change: Motivating and Financing Sustainable Development (1998), menjelaskan bahwa model investasi berupa FDI lebih disukai dengan pertimbangan adanya unsur transfer of
Pada dasarnya Pemerintah Indonesia menguasai seluruh sumber daya alam yang ada di area wilayah Republik Indonesia dan akan menggunakan sumber daya alam dimaksud untuk kemakmuran masyarakat.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
technology dan management skill. Hal ini dapat terjadi karena Penanam Modal Asing akan memegang langsung atas kendali manajemen dan produksi dari perusahaan. Hal ini akan menyebabkan adanya perubahan pada teknologi dari proses produksi, sistem organisasi, dan jalur pemasaran yang baru bagi perusahaan. Namun demikian ada yang berpendapat bahwa FDI dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat diantaranya pendapat bahwa FDI lebih menguntungkan negara dari Penanam Modal Asing daripada negara penerima investasi (negara tujuan investasi), FDI menyebabkan tenaga kerja lokal diganti dengan tenaga kerja asing, dan lain sebagainya. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Pada dasarnya Pemerintah Indonesia menguasai seluruh sumber daya alam yang ada di area wilayah Republik Indonesia dan akan menggunakan sumber daya alam dimaksud untuk kemakmuran masyarakat. Namun demikian, dalam hal melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam, Pemerintah memiliki keterbatasan-keterbatasan diantaranya dalam hal tenaga ahli dan teknologi. Di sisi lain, pihak swasta baik dalam negeri maupun luar negeri memiliki tenaga ahli dan teknologi yang memadai untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam. Terkait dengan pengelolaan dan penggunaan sumber daya alam, dengan mempertimbangkan keterbatasan pemerintah dan kapasitas pihak swasta, Pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak swasta. Praktek yang pernah ada dalam hal kerjasama pengelolaan sumber daya alam antara Pemerintah Indonesia dengan Swasta, khususnya pada bidang pengelolaan pertambangan selain minyak dan gas, terdapat dua model kerjasama yaitu dalam bentuk 63
O P I N I
O P I N I
konsensi dan bentuk kontrak karya. Secara umum konsesi adalah sebuah pemberian hak dari Pemerintah kepada suatu entitas ekonomi untuk mengelola suatu area pertambangan dalam suatu periode tertentu. Model konsesi ada pada masa penjajahan Belanda. Namun dengan berlakunya Undang-Undang no. 11 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pengusahaan Pertambangan maka model konsesi ditiadakan dan sebagai gantinya adalah model kontrak karya. Dalam kontrak karya, pihak swasta yang melakukan investasi pada suatu area pertambangan bertindak sebagai kontraktor dan Pemerintah sebagai principal. Namun demikian, kontraktor menguasai area pertambangan secara keseluruhan. Dari kedua model kerjasama dimaksud terdapat kewajiban bagi pihak swasta atau investor untuk membayar royalti. Dengan demikian, kontribusi keuangan yang diberikan oleh pengusaha sumber daya alam kepada Pemerintah berupa pajak dan royalti. Namun demikian, kepada seluruh perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, dibebankan kewajiban atas Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana disebutkan dalam pasal 74 ayat 1 dan 2 dari Undang-Undang no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan pasal 108 - 109 dari Undang-Undang no. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Secara umum konsep Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dilaksanakan dalam bentuk program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dalam hal ini, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, untuk memastikan bahwa konsep dimaksud dapat berjalan dengan 64
baik. Dengan demikian, kontribusi perusahaan pengelola sumber daya alam kepada Pemerintah dapat dikategorikan menjadi penerimaan langsung Negara dan penerimaan tidak langsung Negara.
Studi Kasus pada PT Freeport Indonesia Atas Pengelolaan Tambang di Timika - Papua PT. Freeport Indonesia (PT FI) adalah sebuah perusahaan pertambangan yang sahamnya dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (perusahaan berbadan hukum di Amerika Serikat) dengan saham sejumlah 81,28%, Pemerintah Indonesia dengan saham sejumlah 9,36% dan PT. Indocopper Investama (perusahaan dengan badan hukum Indonesia) dengan jumlah saham sebesar 9,36%. PT Freeport Indonesia melakukan kegiatan bisnisnya di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun 1967 dengan mengacu kepada Undang-Undang no. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Kontrak Karya PT Freeport Indonesia diperpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali dimana setiap perpanjangan adalah 10 tahun. Dengan demikian Kontrak Karya PT Freeport Indonesia akan berakhir di tahun 2021.
Pokok Pertambangan. Masa berlaku Kontrak Karya dimaksud adalah 30 tahun, namun sebelum habis masa berlakunya yaitu pada tahun 1991, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia diperpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali dimana setiap perpanjangan adalah 10 tahun. Dengan demikian Kontrak Karya PT Freeport Indonesia akan berakhir di tahun 2021. Secara umum produksi tambang yang dihasilkan adalah tembaga, emas, dan perak (jenis molybdenum dan rhenium) dengan kualitas yang baik. Dalam melakukan pengelolaan tambang, PT Freeport Indonesia menggunakan tenaga ahli dan teknologi yang dipilih dan atau digunakan oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Hal ini dilakukan mengingat pengalaman Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.dalam mengelola tambang mineral dengan skala besar di beberapa Negara diantaranya adalah di Amerika Utara (tambang Morenci dan Safford di Arizona), di Amerika Selatan (wilayah Verde Cerro - Peru dan El Abra - Chili) dan di Afrika (wilayah Katanga – Republik Demokratik Kongo). Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka PT Freeport Indonesia menggunakan teknologi modern yang ada di dunia tambang bawah tanah baik dalam hal penggunaan alat-alat produksi maupun dalam hal pemakaian peralatan penunjang produksi. Peralatan produksi yang digunakan diantaranya adalah 1) jenis loader caterpillar yang dioperasikan secara manual dan yang menggunakan remote control jarak terbatas, sampai yang dijalankan secara otomatis dari jarak jauh (technology minegem/minestar); 2) truk tambang bawah tanah jenis Elphinstone yang dioperasikan secara manual namun dapat dimundurkan secara automatis dengan akurat di lokasi tertentu; 3) mesin drill yang dilengkapi
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
dengan sistem komputer sehingga meningkatkan akurasi lubang bor; 4) mesin drill pendukung produksi (Comando drill) yang dapat dioperasikan dari jarak jauh. Saat ini PT Freeport Indonesia telah selesai mempersiapkan tambang bawah tanah DMLZ yang mengimplementasikan sistim kendali jarak jauh untuk loader, rock breaker, chute dan sebagainya. Peralatan penunjang yang digunakan oleh PT Freeport Indonesia menggunakan 1) sistem monitoring geoteknikal yang terhubung dengan komputer dan dapat dimonitor dari kantor tambang; 2) sistem komunikasi dalam tambang bawah tanah yang menggunakan fiber optic; 3) personel tracking system (Minesite Technology) yang dapat mengetahui lokasi karyawan di dalam tambang bawah tanah; 4) sistem pengaturan lalulintas tambang dengan menggunakan traffic route system (Midroc) yang dimonitor dan dikelola secara otomatis dan jarak jauh; 5) implementasi Train Control System untuk teknologi kereta tambang bawah tanah tanpa operator; 6) teknologi refuge chamber terbaru dari MineArc untuk stasiun pengungsian dalam kejadian darurat di tambang bawah tanah; 7) sistim pengelolaan ventilasi terpadu yang dapat melakukan monitoring dan pengelolaan kipas tambang jarak jauh yang disesuaikan dengan kondisi tambang. Dalam pengelolaan sumber daya alam dimaksud, PT Freeport Indonesia memperoleh keuntungan keuangan yang sangat besar. Dengan demikian, muncul kewajiban membayar pajak bagi PT Freeport Indonesia. Adapun terhadap Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia maka muncul kewajiban membayar royalti bagi PT Freeport Indonesia. Selain itu sebagai sebuah perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, maka PT Freeport Indonesia memiliki INFO RISIKO FISKAL
Tabel 1. Penerimaan Langsung Negara Dari PT Freeport Indonesia Tahun 2013-2014 (Dalam USD juta) Tahun 2013 2014
Royalti 101 118
PPh Badan 149 173
Pajak Lain 234 248
Dividen ---
Total 484 539
Sumber: PT Freeport Indonesia (Laporan Tahunan)
kewajiban atas Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan berupa program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Kontribusi PT Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia terhadap pengelolaan sumber daya alam yang dikategorikan dalam kontribusi langsung Negara dan kontribusi tidak langsung Negara adalah sebagai berikut 1. Kontribusi Langsung Negara Mengingat Pemerintah memiliki saham pada PT Freeport Indonesia maka kontribusi langsung negara mencakup tiga unsur penerimaan negara yaitu perpajakan, royalti dan dividen. Berdasarkan data keuangan PT Freeport tahun 2013 dan 2014 maka penerimaan langsung Negara adalah sebagaimana tersebut dalam tabel 1. Besaran royalti yang akan dibayarkan adalah hasil negosiasi antara Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia. Dengan demikian, besaran royalti dimaksud dapat mengalami perubahan, diantaranya terjadi
Tabel 2. Prosentase Royalti Mineral - PT Freeport Indonesia Tahun 2013 2014
Tembaga (%) 3,5% 4%
Emas (%) 1% 3,75%
Perak (%) 1% 3,25%
Sumber : Kementerian Keuangan
pada tahun 2014. Besaran royalti PT Freeport Indonesia pada tahun 2013 dan tahun 2014 adalah sebagaimana dalam table 2. Berkenaan dengan pembayaran pajak, sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Karya maka PT Freeport Indonesia akan membayar Pajak PPh Badan kepada Pemerintah Indonesia sebesar 35% dimana dalam UndangUndang no. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Perubahannya disebutkan bahwa tariff PPh Badan adalah 25% (10% lebih tinggi dari PPh Nasional). Adapun tarif perpajakan lainnya tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tariff perpajakan lainnya mencakup juga PPN, PBB, PPnBM, Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai dan lain sebagainya. Kontribusi Langsung Negara dari PT Freeport Indonesia didominasi oleh penerimaan dari PPh Badan dan Royalti. Bila dibandingkan dengan penerimaan total PPh Badan Nasional maka kontribusi PT Freeport Indonesia dari PPh Badan adalah antara 1% sd 2% untuk tahun 2013 dan tahun 2014, lihat tabel 3. Adapun kontribusi penerimaan royalty dari PT Freeport Indonesia adalah sebesar antara 6% sampai 8% dibandingkan dengan penerimaan royalty nasional dari pertambangan mineral dan batubara untuk tahun 2013 dan tahun 2014, lihat Tabel 4.
Tabel 3. Kontribusi PPh Badan PT Freeport Indonesia Tahun 20132014 (Dalam Rp triliun) Tahun 2013 2014
PPh Badan Nasional 154 148
PPh Badan PT Freeport Indonesia 1,79 2,08
% 1,2 1,4
Sumber: Nota Keuangan RAPBN 2016 dan PT Freeport Indonesia
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
65
O P I N I
Tabel 4. Kontribusi Royalti PT Freeport Indonesia Tahun 2013-2014 (Dalam Rp triliun) Tahun 2013 2014
Royalti Pertambangan Mineral-Batubara Nasional 17,81 18,49
Royalti Pertambangan MineralBatubara PT Freeport Indonesia 1,21 1,41
% 6,8 7,6
Sumber: Nota Keuangan RAPBN 2016 dan PT Freeport Indonesia
O P I N I
2. Kontribusi Tidak Langsung Negara Amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen pada Pemerintah adalah berusaha memakmurkan masyarakat, dengan demikian hal yang dapat memakmurkan masyarakat dapat dikatakan sebagai manfaat bagi Pemerintah juga. Keberadaan perusahaan pengelola sumber daya alam termasuk PT Freeport Indonesia yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat pada dasarnya akan mendatangkan kemakmuran pada masyarakat dimaksud. Oleh karena itu, kontribusi tidak langsung negara dari PT Freeport mencakup kontribusi pada produk domestik bruto, kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, pembangunan infrastruktur, penggunaan barang hasil produksi nasional dalam pengelolaan perusahaan. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Manajemen Universitas Indonesia (LPEM UI) pada tahun 2013 dengan tema Dampak Ekonomi PT Freeport Indonesia, diperoleh data bahwa kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto Nasional dan Domestik pada tahun 2013 adalah : • 0,8% PDB Indonesia • 37,5% PDRB Provinsi Papua • 91,0% PDRB Kabupaten Mimika. Berkenaan dengan peluang kerja bagi masyarakat maka PT Freeport Indonesia telah mempekerjakan warga Negara Indonesia baik dalam skala nasional maupun dalam skala domestic. Penyerapan tenaga kerja PT Freeport Indonesia pada tahun 2014 menyerap 66
sebanyak 30.004 tenaga kerja, dimana 97% merupakan karyawan nasional, 26% merupakan orang asli Papua. Adapun data terkait peluang kerja dimaksud secara detil dapat dilihat
Pengelolaan sumber daya alam perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah sehingga dapat benar-benar mendatangkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Tabel 5. Pekerja PT Freeport Indonesia Tahun 2014 Jumlah Pekerja PT Freeport Indonesia
%
WNI - Non Papua
21,462
72%
WNI - Papua
7,772
26%
WNA
770
3%
Total
30,004
100%
Sumber : PT Freeport Indonesia
pada tabel 5. Selain daripada itu, kontribusi tidak langsung PT Freeport Indonesia kepada Negara untuk tahun 2013 dan tahun 2014 adalah sebagaimana dalam table 6.
Kesimpulan Pengelolaan sumber daya alam perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah sehingga dapat benar-benar mendatangkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Terlebih lagi setelah beberapa Negara yang memiliki sumber daya alam berlimpah telah melakukan pengelolaan yang lebih maju diantaranya dengan membentuk Natural Resources Funds yang berupa Sovereign Wealth Fund. Berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh investor asing maka perlu dipertimbangkan kontribusi langsung maupun tidak langsung kepada Negara. Dalam hal pengelolaan sumber daya alam Papua oleh PT Freeport Indonesia yang dimiliki secara dominan oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. dapat disampaikan bahwa prosentase dasar perhitungan PPh Badan lebih tinggi daripada prosetanse perhitungan PPh Badan untuk perusahaan lainnya. Adapun prosentase perhitungan royalty oleh PT Freeport Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2014. Selain itu dari sisi kontribusi tidak langsung, PT Freeport Indonesia telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada tingkat provinsi dan tingkat kabupaten asal sumber daya alam dimaksud. n
Tabel 6. Kontribusi Tidak Langsung PT Freeport Indonesia kepada Negara Tahun 2013-2014 (Dalam USD juta) Tahun 2013 2014
Upah dan Pembelian Barang Gaji Domestik $ 408 $ 2.099 $ 383 $ 2.167
Pembangunan Daerah $ 90 $ 92
Reinvestasi
Total
$ 739 $ 770
$ 3.336 $ 3.412
Sumber: PT Freeport Indonesia (Laporan Tahunan 2013 dan Tahun 2014)
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Asuransi Pengangguran, perlukah di Indonesia? Oleh: Hani Widyastuti
Kepala Seksi Pengungkapan Risiko Keuangan Negara, Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected]
Pendahuluan
cover kewajiban membayar utangnya kan terimbas perlambatan ekonomi Perekonomian diberbagai negara kepada kreditor. Teori yang kedua, global tersebut. Hal ini dikarenakan saat ini sedang mengalami ketidakmenjelaskan efek deflasi bahwa konpenurunan permintaan komoditas pastian akibat perbaikan ekonomi sekuensi logis dari adanya deflasi, perdari negara-negara tujuan ekspor dan global yang berlangsung tidak sesuai usahaan akan cenderung melakukan penurunan harga-harga komoditas ekspektasi. Hal ini menyebabkan berpenghematan, antara lain pemutusan global yang berdampak terhadap bagai implikasi, antara lain lemahnya hubungan kerja (Tony Prasetiantono). penurunan pendapatan. pertumbuhan ekonomi dan tingginya Pertanyaan selanjutnya apakah hal ini Berdasarkan data dari Badan risiko deflasi. Mengapa penulis berpensudah benar-benar terjadi di Indonesia Pusat Statistik (BPS), secara kumulatif dapat bahwaatas saat ini terdapat potensi atau baru sekedar potensi?sangat dirasak nilai dari bulan JaDampak menur runnya kegiatan ekspor r - impor kanekspor oleh Indonesia se ektor riil teru utama risiko deflasi? Dalam teori yang dikeUntuk menganalisis apakah nuari hingga Agustus 2015 mencapai pada industri-industrri yang meng gandalkan permintaan p e eksternal dan n bahan bakku impor (se eperti: mukakan oleh Gregory Mankiw (MaIndonesia terdampak perlambatan US$102.55 miliar atau menurun 12.68 industri farmasi, f Worth Publishers, ma anufaktur, ertanian dan pertamba nurunnya egiatan prod duksi, croeconomics, New pe ekonomi global, salah satuangan). variable- Men % dibanding ke periode yang sama taYork, edisi 2003) menyebutkan dua nya adalah dengan melihat pergehun 2014. Penurunan kinerja ekspor menyeba abkan bany yak perusah han mengallami kesulittan finansia al dan terpa aksa melakkukan teori terkait deflasi yaitu teori pertama, rakan kegiatan ekspor - impor yang tersebut merupakan dampak penupenghem matan bahka anmenyatatidak sedikit perusaha aan yangeffect gu ulung tikar.runan Dampak dari dari kondisi-ko debt-deflation theory yang memberikan multiplier dalam permintaan negaraondisi tujuan kan bahwa penurunan harga akan meperekonomian. Indonesia, sebagai ekspor terbesar Indonesia (seperti: tersebut adalah terja adinya gelom mbang pemutusan hubun ngan kerja (P PHK). Berda asarkan data a dari nyebabkan para pengusaha kesulitan emerging market, dimana salah satu Amerika, Jepang, Tiongkok) dan diKemente erian Ketena agakerjaan, jumlahincome-nya PH HK sebagai dampak perlambatan g global membayar utangnya karena revenue sumber berasal dari eksperburuk denganekonomi adanya penurunan dari hasil se usaha tidak dapat adalah ebagai berik kut: meng- por komoditas, sudah dapat dipasti- harga komoditas global. Sedangkan
Gambar 1. Data PHK Akibat Perlambatan (Januari –ari September 2015) 2015) Ga ambar 1. Da ata PHK Aki bat Perlam batan Ekonomi Ekon nomi (Janua – Septem mber
DataaPHKAkibattPerlambattanEkonomii (JanuariͲ September2015) 12000 10000
1072 21
8000 6000
7294
7779
2000 0
6347
56 630
4000 3 3370
1546 PROV.DKI JAKARTA
PROV. BANTEN
PRO OV.JAWA PROV V.JAWA PROV..JAWA PRO OV. V. PROV. PROV B BARAT TENGAH TIM MUR KALIMA ANTAN SUMATEERA KEPULAUA AN TIMU UR UTARA A RIAU
Sumber: Kementeria an Ketenagakerjaan, datta diolah INFO RISIKO FISKAL
398
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Bagaima ana Nasib Para P Pekerja a setelah PH HK?
Sumber: Kementerian Ketenagakerjaan, data diolah
67
PHK me erupakan keputusan k d dilematis ba agi perusah haan, tentunya bagi pengusaha p PHK merupakkan pilihan te erburuk dan terakhir yan ng harus dia ambil ketika menghadap m i kesulitan dalam d
O P I N I
O P I N I
di sisi kinerja impor, secara kumulatif nilai impor dari bulan Januari hingga Agustus 2015 mencapai US$96.43 miliar atau turun 18.85% dibanding periode yang sama tahun 2014. Sebagian besar impor Indonesia adalah untuk memenuhi bahan baku dan bahan penolong industri nasional yang mencapai sekitar 75.54%, sedangkan sisanya adalah impor barang modal mencapai 17.02% dan impor barang konsumsi 7.44%. Dampak atas menurunnya kegiatan ekspor - impor sangat dirasakan oleh sektor riil terutama pada industri-industri yang mengandalkan permintaan eksternal dan bahan baku impor (seperti: industri farmasi, manufaktur, pertanian dan pertambangan). Menurunnya kegiatan produksi, menyebabkan banyak perusahan mengalami kesulitan finansial dan terpaksa melakukan penghematan bahkan tidak sedikit perusahaan yang gulung tikar. Dampak dari kondisi-kondisi tersebut adalah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah PHK sebagai dampak perlambatan ekonomi global dapat dilihat pada gambar 1.
Bagaimana Nasib Para Pekerja setelah PHK? PHK merupakan keputusan dilematis bagi perusahaan, tentunya bagi pengusaha PHK merupakan pilihan terburuk dan terakhir yang harus diambil ketika menghadapi kesulitan dalam keuangan perusahaan. Bagi pekerja, PHK merupakan momok, dimana pada kondisi ekonomi yang sulit dan kebutuhan biaya hidup yang meningkat, dihadapkan pada situasi harus menerima kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Bagaimana aturan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan? Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), menyebutkan bahwa PHK merupakan pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Bagi pekerja dan orang awam, seringkali PHK diartikan hanya sebatas PHK secara sepihak oleh perusahaan. Namun, dalam UU Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa terdapat beberapa alasan terjadinya PHK antara lain pengunduran diri tanpa paksaan dan tekanan karena habisnya masa kontrak, tidak lulus masa percobaan, memasuki usia pensiun dan meninggal dunia serta PHK yang disebabkan karena adanya pelanggaran, baik yang dilakukan buruh maupun pengusaha/perusahaan. Dalam UU Ketenagakerjaan, Pemerintah mengatur terkait kewajiban pengusaha sebagai pemberi kerja untuk memberikan hak-hak pekerja yang telah di PHK sesuai dengan alasan dilakukannya PHK. Dalam konteks ini, Pemerintah bukan hanya melindungi hak pekerja, namun juga melindungi pengusaha dari tuntutan pekerja diluar batas kewajaran.
Tabel 1. Kompensasi yang Harus Dibayarkan Kepada Pekerja Sesuai UU Ketenagakerjaan Alasan PHK
Kompensasi
Mengundurkan diri tanpa tekanan Tidak lulus masa percobaan Selesainya PKWT Pekerja melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau Peraturan Perusahaan Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan) PHK Massal karena perusahaan rugi atau force majeure PHK Massal karena Perusahaan melakukan efisiensi. Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pengusaha tidak mau melanjutkan hubungan kerja Perusahaan pailit Pekerja meninggal dunia Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut Pekerja sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah 12 bulan) Pekerja memasuki usia pensiun Pekerja ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan (setelah 6 bulan) Pekerja ditahan dan diputuskan bersalah
Berhak atas UPH Tidak berhak kompensasi Tidak Berhak atas Kompensasi 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Pengaturan di UU Ketenagakerjaan Pasal 162 Ayat (1) Pasal 154 Pasal 154 huruf b Pasal 161 Ayat (3)
2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Pasal 169 Ayat (1) Pasal 153 Pasal 164 (1) Pasal 164 (3) Pasal 163 Ayat (1)
2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
Pasal 163 Ayat (2)
1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH UPH dan Uang pisah
Pasal 165 Pasal 166 Pasal 168 Ayat (1)
2 kali UP, 2 kali UPMK, dan UPH
Pasal 172
opsional 1 kali UPMK dan UPH
Sesuai Pasal 167 Pasal 160 Ayat (7)
1 kali UPMK dan UPH
Pasal 160 Ayat (7)
Sumber: Hukum Online.comKeterangan: UP = Uang Pesangon; UPMK = Uang Penghargaan Masa Kerja; UPH = Uang Penggantian Hak
68
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Untuk memberikan pembayaran kompensasi uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada pekerja, selain memperhatikan tabel 1, perhitungan pembayaran kompensasi juga harus memperhatikan masa kerja sebagaimana yang di atur dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Pertanyaan selanjutnya, apakah peraturan ini dinilai cukup adil bagi pekerja penerima kompensasi PHK maupun bagi perusahaan? Di satu sisi, dalam kondisi perusahaan mengalami kesulitan finansial, tentunya sangat berat untuk dapat memenuhi kewajibannya kepada pekerja sesuai yang telah disebutkan di atas. Namun di sisi lain, pekerja pasti menuntut hak-haknya, terutama untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya pasca kehilangan pekerjaan sampai mendapatkan pekerjaan baru. Permasalahan pemberian kompensasi PHK terhadap pekerja seharusnya bukan menjadi hal yang memberatkan bagi perusahaan/pengusaha, jika dari awal perusahaan menyisihkan hak pekerja setiap bulannya untuk diakumulasikan dan dikelola, sehingga pada waktu terjadinya PHK (karena kondisi ekonomi atau force majeur) atau pada saat pekerja memasuki masa pensiun, sudah dicadangkan dalam keuangan perusahaan untuk membayar uang pesangon dan uang penghargaan yang menjadi hak pekerja. Namun, seringkali hal ini tidak menjadi concern bagi perusahaan sehingga pada saat terjadi PHK, seolah menjadi beban tambahan bagi keuangan perusahaan.
Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bagaimana dengan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan SJSN? Apakah kewajiban perusahaan memberikan uang pesangon dan uang INFO RISIKO FISKAL
Tabel 2. Perhitungan Uang Pesangon Sesuai Pasal 156 ayat (2) dan (3) Masa Kerja MK< 1 thn
Pesangon 1X
Masa Kerja 3 thn <= MK < 6 thn
Penghargaan 2X
1 thn <=MK < 2 thn
2X
6 thn <= MK <9 thn
3X
2 thn <=MK < 3 thn 3 thn <=MK < 4 thn 4 thn <=MK < 5 thn 5 thn <=MK < 6 thn 6 thn <=MK < 7 thn 7 thn <=MK < 8 thn MK > 8 thn
3X 4X 5X 6X 7X 8X 9X
9 thn <= MK < 12 thn 12 thn <= MK < 15 thn 15 thn <= MK < 18 thn 18 thn <= MK < 21 thn 21 thn <= MK < 24 thn MK => 24 thn
4X 5X 6X 7X 8X 10X
Sumber: Judika Malau
penghargaan bagi pekerja menjadi gugur dengan kepesertaan pekerja dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan? Jawabannya, tentu saja tidak. Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan SJSN terdiri dari empat program, yaitu Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiun. Concern keempat program tersebut lebih mengarah kepada perlindungan pekerja ketika terjadi kecelakaan kerja, kematian maupun memasuki usia pensiun. Walaupun untuk saat ini kebijakan Jaminan Hari Tua bisa dicairkan saat pekerja di PHK,
Permasalahan pemberian kompensasi PHK terhadap pekerja seharusnya bukan menjadi hal yang memberatkan bagi perusahaan/ pengusaha, jika dari awal perusahaan menyisihkan hak pekerja setiap bulannya.
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
tetap tidak menggugurkan kewajiban perusahaan untuk memberikan uang pesangon dan uang penghargaan kepada pekerja saat terjadinya PHK. Bagaimana program ketenagakerjaan SJSN memberikan manfaat dan nilai tambah kepada pesertanya? 1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dengan iuran sebesar 0,24% 1,74% dari upah tiap bulannya, pekerja menerima manfaat perlindungan berupa biaya pengobatan dan perawatan ketika terjadi kecelakaan kerja sampai pekerja dinyatakan sembuh termasuk biaya angkutan darat, laut dan udara. Selain itu diberikan juga santunan tunai berupa biaya pemakaman serta pemberian beasiswa pendidikan bagi peserta yang meninggal dunia atau cacat total tetap karena kecelakaan kerja. 2. Jaminan Kematian (JK), dengan iuran sebesar 0,3 % dari upah setiap bulannya, ahli waris pekerja menerima manfaat berupa santunan sekaligus, santunan berkala dan biaya pemakaman ketika pekerja meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja dan pemberian beasiswa bagi anak pekerja yang ditinggalkan bagi peserta yang sudah memasuki masa iur 5 tahun. 3. Jaminan Pensiun (JP), dengan iuran yang ditetapkan sebesar 3% (1 % pekerja dan 2 % pengusaha) dan 69
O P I N I
O P I N I
merdeka.com
masa iur 15 tahun, pekerja menerima manfaat berupa penghasilan bulanan pada saat memasuki usia pensiun (56 tahun) atau mengalami cacat total permanen dan meninggal dunia. Selain peserta, manfaat pensiun juga dapat diterima oleh ahli waris (janda/duda, anak dan atau orang tua) dari peserta yang meninggal dunia. 4. Jaminan Hari Tua (JHT), merupakan sistem tabungan hari tua yang besarnya merupakan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. JHT dapat dicairkan saat pekerja mencapai usia 56 tahun atau meninggal dunia atau cacat total tetap. Manfaat JHT juga dapat diambil saat kepesertaan mencapai 10 tahun dengan besaran 10 % untuk persiapan hari tua atau 30 % untuk pembiayaan perumahan. Pencairan manfaat pada kepesertaan 10 tahun tersebut hanya dapat dipilih salah satu, baik untuk persiapan hari tua 70
atau pembiayaan perumahan. Namun, terdapat pengecualian bagi peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau berhenti bekerja, dapat langsung mencairkan dana hari tua mereka dengan masa tunggu selama 1 bulan tanpa menunggu masa kepesertaan 10 tahun. Menghadapi persoalan PHK, tentu saja tidak hanya sebatas pembayaran kewajiban pengusaha kepada pekerja, walaupun hal ini seringkali menjadi sorotan publik ketika terjadi PHK besar-besaran oleh sebuah perusahaan karena menyangkut kesejahteraan pekerja yang di PHK. Namun,
hal yang tak kalah pentingnya dan sering kali terlupa adalah bagaimana ribuan pekerja yang di PHK tersebut mendapat pekerjaan kembali. Sedikit belajar dari penerapan asuransi tenaga kerja (employment insurance) di Jepang, yang salah satu manfaatnya memberikan tunjangan pengangguran kepada pekerja yang telah kehilangan pekerjaan sekaligus memberikan pelatihan kerja sehingga mudah mendapatkan pekerjaan kembali.
Perlukah Mengadopsi Asuransi Pengangguran Jepang di Indonesia? Pada prinsipnya, Program Asuransi Tenaga Kerja di Jepang terdiri
Tabel 3. Prosentase Pembayaran Premi Asuransi Pengangguran (dikalikan Gaji Pekerja) General
Agro Forestry
Construction
Perusahaan
Premi Asuransi
0.50%
0.60%
0.60%
Pekerja
0.85%
0.95%
1.05%
Sumber: www.ipss.go.jp
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
3. Layanan untuk mengembangkan sumber daya manusia, memberikan keterampilan kepada pekerja yang di PHK sehingga mudah mendapatkan pekerjaan kembali. Gambar 2. Skema Asuransi Pengangguran di Jepang Gambar 2. Skema Asuransi Pengangguran di Jepang
Basicallowance
SkillAcquirement Allowance General Employees LodgingAllowance
InjuryandSickness Allowance JobApplicants Benefit Employment PromotionBenefit Unemployment Benefits Education& TrainingBenefit
OldͲage Employees
OldͲageJob ApplicantBenefit
ShortͲTermSpecial Employees
SpecialOneͲTime allowance
DailyLabor
DayͲLaborJob ApplicantBenefit
Continuous Employment Benefit
Unemployment Insurance
Servicesfor Employment Stabilization RelatedServices Servicesfor Developing HumanResources
Sumber: Ministry of Health, Labour and Welfare Japan, Bahan Knowledge Co-Creation Program di Jepang (23 Agustus - 5 September 2015)
Sumber: Ministry of Health, Labour and Welfare Japan, Bahan Knowledge Co-Creation Program dari dua program yaitu asuransi pengangguran 2. Layanan untuk stabilisasi kerja, di Jepang (23 Asuransi Agustus - 5 September 2015) ala Jepang. Kompensasi Kecelakaan Pekerja dan Peserta asuransi pengangguran melindungi pekerja dari pemeAsuransi Pengangguran. Iuran asurandi Jepang adalah pekerja yang setiap catan tanpa alasan oleh perusaKetika terjadi PHK baik karena pengunduran diri atau diberhentikan oleh si kompensasi kecelakaan pekerja dan minggunya bekerja 20 jam atau lebih haan.perusahaan, pekerja iuran asuransi pengangguran dilunasi telah bekerjatunjangan selama 31 hari, baik 3. Layanan untuk memperoleh pembayaran manfaatdan tunai berupa pengangguran sebesar 50mengembangkan – 80% dari sekaligus sebagai iuran asuransi tenapekerja umum dan khusus/short-term sumber daya manusia, memgaji rata-rata enam bulan terakhirmaupun sebelum menjadi pengangguran, dengan durasi pembayaran ga kerja, namun terdapat pembagian pekerja tetap (s.d usia 65 taberikan keterampilan kepada pembebanan premi kepada Premi asuransi dibayarkan oleh pekerja di antara PHK sehingga manfaat sampai denganpekerja pekerja hun). mendapatkan pekerjaan kembali atau palingyang lama 90 dimana pekerja hanya menanggung pekerja dan pengusaha yang pembemudah mendapatkan pekerjaan hari sampai dengan 330 hari (bervariasi sesuai alasan kehilangan pekerjaan dan usia penerima). sebagian dari premi asuransi pengbanannya dapat dilihat pada tabel 3. kembali. angguran sedangkan pengusaha Manfaat yang diterima pekerja Ketika terjadi PHK baik karena menanggung sebagian premi asuransi dengan menjadi peserta asuransi pengunduran diri atau diberhentikan pengangguran dan seluruh premi kepengangguran ada tiga, yaitu: oleh perusahaan, pekerja memperoleh celakaan kerja. Karena Jaminan Sosial 1. Tunjangan Pengangguran, yang pembayaran manfaat tunai berupa Ketenagakerjaan di Indonesia telah diberikan pada saat pekerja ketunjangan pengangguran sebesar 50 menerapkan program Jaminan Kehilangan pekerjaan (baik karena – 80% dari gaji rata-rata enam bulan celakaan Kerja, maka artikel ini akan mengundurkan diri maupun di terakhir sebelum menjadi penganglebih difokuskan untuk membahas berhentikan). guran, dengan durasi pembayaran INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
71
O P I N I
Tabel 4. Durasi Basic Allowance untuk Pekerja yang Diberhentikan oleh Perusahaan Lama Menjadi Pekerja / Peserta Asuransi Usia Pekerja
< 1 Tahun 1 - 5 Tahun 5 - 10 Tahun 10 - 20 Tahun
< 30 Tahun
90 hari
30 - 34 Tahun
120 hari
> 20 Tahun
180 hari
-
210 hari
-
240 hari
270 hari
90 hari
180 hari
45 - 60 Tahun
180 hari
240 hari
270 hari
330 hari
60 - 64 Tahun
150 hari
180 hari
210 hari
240 hari
35 - 44 Tahun
90 hari
Tabel 5. Durasi Basic Allowance untuk Pekerja yang Kehilangan Pekerjaan karena Selain Diberhentikan oleh Perusahaan Lama Menjadi Pekerja / Peserta Asuransi Usia Pekerja
O P I N I
All
< 1 Tahun
1 - 5 Tahun 5 - 10 Tahun 10 - 20 Tahun
90 hari
120 hari
> 20 Tahun 150 hari
Tabel 6. Durasi Basic Allowance untuk Pekerja yang Sulit Mendapatkan Pekerjaan Kembali Lama Menjadi Pekerja / Peserta Asuransi Usia Pekerja < 45 Tahun 45 - 64 Tahun
< 1 Thn
1 - 5 Thn
5 - 10 Thn
> 20 Thn
300 hari
150 hari
manfaat sampai dengan pekerja mendapatkan pekerjaan kembali atau paling lama antara 90 hari sampai dengan 330 hari (bervariasi sesuai alasan kehilangan pekerjaan dan usia penerima). Bagi pekerja khusus/short term, pembayaran tunjangan pengangguran dibayarkan satu kali senilai 30-40 hari basic allowance.
10 - 20 Thn
360 hari
memudahkan pekerja mendapatkan pekerjaan kembali. Penerapan asuransi pengangguran di Indonesia mungkin bisa menjawab permasalahan terkait kewajiban pengusaha untuk membe-
rikan uang pesangon dan uang penghargaan kepada pekerja pada saat terjadi PHK (sesuai UU No. 13 tahun 2003). Dengan penerapan asuransi pengangguran, perusahaan dituntut lebih patuh untuk menyisihkan beban kewajiban kepada pekerja melalui pembayaran premi setiap bulan sehingga tidak membebani keuangan perusahaan di satu periode tertentu. Di sisi pekerja, dengan penerapan asuransi pengangguran, akan lebih terjamin kesejahteraan hidupnya pasca kehilangan pekerjaan dengan adanya tunjangan pengangguran dan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan kembali dengan tambahan bekal ketrampilan. Untuk itu, kiranya dapat dikaji lebih dalam, apakah asuransi pengangguran Jepang perlu diterapkan di Indonesia, baik melalui penambahan program dan manfaat dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan maupun dengan membentuk badan baru. Namun, yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi penerapan asuransi pengangguran ala Jepang sangat memerlukan peran aktif Pemerintah, terutama dimulai dari perubahan regulasi yang telah ada, kesiapan data base pekerja, dan kesiapan kementerian teknis terkait, untuk menyedikan sarana pemberian keterampilan bagi pekerja yang di PHK serta menyediakan akses bagi pekerja yang menganggur untuk mendapatkan lapangan kerja baru. n
Referensi 1.
Penutup Program asuransi pengangguran di Jepang sangat menarik karena secara komprehensif memperhatikan kepentingan pekerja, bukan hanya pemberian tunjangan ketika terjadi pemutusan kerja, tetapi juga memikirkan keberlanjutan hidup pekerja dengan membekali keterampilan untuk 72
Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diambil dari Hukum Online.com 2. Tony Prasetiantono. 2012. Dunia Terancam Deflasi? Diambil dari www. unisosdem.org/article_detail.php 3. Judika Malau, 2013. Menghitung Uang Pesangon dan Uang Penghargaan. Diambil dari http://www.putra-putri-indonesia.com/uangpesangon.html 4. National Institute of Population and Social Security Research. 2014. Social Security in Japan 2014. Diambil dari www.ipss.go.jp
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
Belajar dari Jepang Mengembangkan Proyek Panas Bumi Oleh: Rodlwan Irwandaru
Pelaksana pada Dit. PRKN, DJPPR. Email:
[email protected]
J
epang merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman bahan baku energi penghasil listrik. Bahkan, dengan teknologi yang dimilikinya, Jepang termasuk salah satu negara yang mampu memproduksi listrik dari energi nuklir. Namun demikian, listrik di Jepang masih didominasi dari energi fosil atau minyak dan batu bara. Dari data Ministry Economy, Trade and Industry (METI) tahun 2013, Rasio penggunaan energi fosil dibandingkan dengan energi lainnya sebesar 42,7%. Kemudian disusul produksi listrik dari bahan baku batu bara dengan prosentase 25,1%. Total untuk kedua bahan baku produksi listrik yang “tidak ramah lingkungan” tersebut mencapai 67,8%. Prosentase bauran energi ini menunjukan, masih besarnya pemanfaatan energi fosil untuk memproduksi listrik. Jepang telah mengupayakan agar energi listrik diproduksi dari energi yang lebih ramah lingkungan. Gas alam merupakan salah satu contoh yang telah digunakan untuk memproduksi listrik dengan skala yang cukup besar. Rasio penggunaan bahan baku gas alam untuk produksi listrik mencapai 24,2%. Selain gas alam, Jepang juga mempunyai pembangkit listrik dari tenaga air (hydro) dengan prosentase 3,2%, Nuklir (0,4%), geothermal/ panas bumi (0,1%) dan energi
lainnya sebesar 2,1%. Panas Bumi, merupakan salah satu sumber energi yang ramah lingkungan dibandingkan dengan energi fosil. Selain ramah lingkungan, sumber daya akan panas bumi di dunia sangatlah besar. Berdasarkan kajian dari Ministry Economy, Trade and Industry (METI) of Japan, sumber daya panas bumi di dunia mencapai 96 GW.
Besarnya sumber daya panas bumi tersebut bertolak belakang dengan pemanfaatannya, hal ini dikarenakan pemanfaatan energi dari panas bumi memiliki biaya yang besar. Di Jepang, pemanfaatan panas bumi sebagai pembangkit listrik masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan rasio pemanfaatan panas bumi diangka 0,1% dibandingkan dengan energi
Rasio Prosentase Produksi Listrik di Jepang 0.1%
3.2%
2.1%
0.4%
42.7% 24.2%
25.1%
Minyak
BatuBara
GasAlam
Nuklir
Geothermal
Air
Lainnya
Gambar 1 sumber: Ministry Economy, Trade and Industry (METI) of Japan & Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC) Gambar 1 sumber: Ministry Economy, Trade and Industry (METI) of Japan &Japan Oil, Gas and Metals . National Corporation (JOGMEC)
Dukungan Pemerintah Jepang dalam Proyek Bumi di Jepang Dukungan Pemerintah Jepang dalam Panas Proyek Panas Bumi
di Jepang
Potensi Panas Bumi
Bentuk Dukungan
Gambar.2 sumber : Diolah dari berbagai sumber¹ Gambar.2 sumber : Diolah dari berbagai sumber¹ 1. Pencarian Data
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
73 Pemerintah Jepang memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan listrik dari energi baru terbarukan. Sejak tahun 1960, Pemerintah Jepang telah berusaha mencari sumber-sumber energi baru terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan pembangkit listrik. Melalui badan yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang, pada tahun
m e i d t u i k g a a s s i i f r i i s s k i a k l o
m e i d t u i k g a a s s i i f r i i s s k i a k l o
beritadaerah.co.id
lainnya. Namun demikian, pemerintah Jepang sebetulnya telah berupaya untuk meningkatkan pemanfaatan panas bumi, yaitu dengan memberikan dukungan berupa subsidi, equity capital, liability guarantee, dan penerapan feed in tariff. Diharapkan dengan dukungan dari Pemerintah tersebut, target pada tahun 2030 nanti rasio pemanfaatan panas bumi dapat ditingkatkan dari 0.1% menjadi 1-1,1% 1.
Pencarian Data Pemerintah Jepang memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan listrik dari energi baru terbarukan. Sejak tahun 1960, Pemerintah Jepang telah berusaha mencari sumber-sumber energi baru terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan pembangkit listrik. Melalui badan yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang, pada tahun 1960an Metallic Mining Agency of Japan (MMAJ) dan Japan National Oil Corporation (JNOC) telah melakukan 74
pengeboran di beberapa lokasi untuk mencari data potensi panas bumi. Hasil dari pengeboran yang dilakukan oleh 2 badan ini adalah berupa data informasi yang dapat digunakan untuk melakukan pengeboran sumur (eksploration drilling) pada tahap selanjutnya. Data-data informasi yang diperoleh dikelola oleh Pemerintah Jepang untuk pengembangan panas bumi. Pada tahun 2004, Pemerintah Jepang membentuk Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC) yang menggantikan fungsi dari JNOC dan MMAJ sebelumnya. Selain itu, JOGMEC juga melakukan fungsi untuk mengelola data-data informasi hasil pengeboran yang telah dilakukan oleh JNOC dan MMAJ. Data informasi hasil pengeboran tersebut dapat diakses oleh semua pihak tanpa dipungut biaya melalui website resmi JOGMEC. Hal ini dilakukan guna memfasilitasi para pengembang yang ingin mengajukan penawaran kepada pemerintah Jepang yang akan mela-
kukan investasi untuk membangun PLTP. Di Indonesia, pencarian data dengan melakukan pengeboran yang dilakukan oleh Pemerintah pernah dilakukan oleh PT Pertamina, yaitu tahun 80-90’an. Namun, tidak banyak lokasi yang dilakukan pengeboran. Selain itu, data-datanya pun saat ini menjadi aset dari Pertamina sehingga data tersebut tidak dipublikasikan untuk umum. Saat ini, Kementerian ESDM telah melakukan pengeboran (slim hole drilling) di beberapa lokasi. Dengan kedalaman sumur antara 200800 meter. Meskipun tidak seperti Jepang yang mencapai 1000 meter, namun hal ini patut diapresiasi untuk pengembangan panas bumi kedepan di Indonesia. 2. Survey Pendahuluan Survey pendahuluan adalah tahap dimana pencarian data informasi lebih lanjut, guna memperkirakan atau menentukan titik pengeboran sebelum kegiatan eksplorasi berlang-
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
sung. Kegiatan survey pendahuluan meliputi pengumpulan data, analisis data, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia. Survey pendahuluan dilakukan untuk wilayah yang belum pernah dilakukan pengeboran pada tahun 1960an. Selain itu, ada juga beberapa lokasi yang dahulunya pernah dilakukan pengeboran, dilakukan survey pendahuluan lagi, guna meningkatkan keakuratan titik lokasi pengeboran eksplorasi. Pemerintah Jepang sangat mendukung kegiatan pengusahaan Panas Bumi, hal ini dibuktikan dengan adanya bantuan dari Pemerintah Jepang berupa subsidi bagi pengembang yang ingin mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dalam tahap Survey Pendahuluan. Untuk pengembang yang telah terpilih untuk melakukan survey pendahuluan, Pemerintah Jepang melalui badan yang dibentuknya, Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC) menyalurkan subsidi sebesar 50%-100% dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan survey pendahuluan. Subsidi tersebut berasal dari anggaran Pemerintah Jepang yang disalurkan kepada JOGMEC. Besarnya subsidi yang diberikan Pemerintah Jepang membuktikan keseriusan Pemerintah Jepang untuk mengembangkan PLTP dan menurunkan kadar emisi dari energi yang lebih ramah lingkungan. Di Indonesia sendiri, pemberian dukungan berupa subsidi pada tahap survey pendahuluan belum ada. Hanya beberapa lokasi yang dilakukan survey pendahuluan oleh Pemerintah, yaitu yang akan dilakukan pengeboran slim hole drilling. Selain itu saat ini ada beberapa penawaran bantuan dari lembaga internasional untuk mendanai survey pendahuluan. Hal ini jelas akan bermanfaat bagi PemeINFO RISIKO FISKAL
rintah untuk dapat memetakan letak sumber panas bumi yang selanjutnya bisa digunakan sebagai acuan melakukan pengeboran eksplorasi. 3. Eksplorasi Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan panas bumi. Kegiatan eksplorasi merupakan kegiatan yang memiliki tingkat risiko terbesar dalam pengembangan panas bumi. Lanjut atau tidaknya, cukup atau tidaknya uap yang dapat menghasilkan listrik didapatkan dari hasil kegiatan eksplorasi. Dari pengalaman melakukan pengeboran eksplorasi di Indonesia, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengeboran 1 buah sumur adalah USD 30 juta. Padahal 1 wilayah (well pad) rata-rata minimal dilakukan pengeboran sebanyak 3 sumur. Berarti, 1 well pad membutuhkan dana setidaknya sebesar USD 90 juta, dan tidak semua well pad hanya membutuhkan 3 sumur untuk mendapatkan uap yang cukup (proven) untuk menggerakan turbin dan menghasilkan listrik. Dukungan dari Pemerintah Jepang berupa Investment /equity capital yang disalurkan melalui JOGMEC sebesar < 50% dari total biaya pengeboran. Dalam hal ini, JOGMEC tidak diperbolehkan melakukan investment/ equity capital lebih dari 50%, karena akan menjadi pemegang terbesar. Pemegang terbesar tetap harus dari pengembang. Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang melakukan kajian guna mengurangi risiko eksplorasi dengan cara skema pembagian risiko (sharing risk). Skema ini nantinya dapat membagi risiko yang dihadapi pengembang, se-
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
hingga momok risiko eksplorasi tidak semenakutkan sebelumnya. Apabila pengembang dalam hal melakukan pengeboran eksplorasi tidak menemukan uap yang memadai untuk membangkitkan listrik, Pemerintah akan menanggung setengah dari biaya yang telah dikeluarkan. Jelas ini akan menjadikan angina segar bagi pengembang apabila skema ini berhasil diberlakukan di Indonesia. 4. Eksploitasi Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada Wilayah Kerja tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan penunjangnya, serta operasi produksi panas bumi. Risiko pada tahap eksploitasi relatif rendah, dikarenakan telah dapat diketahui ataupun diukur besarnya uap yang nantinya akan digunakan untuk menggerakkan turbin. Namun, walaupun dari sisi risiko dapat dikatakan rendah, biaya untuk melakukan kegiatan eksploitasi cukup besar, karena pada tahap ini dilakukan pembangunan sarana pendukung PLTP. Selain peralatan ataupun mesin, juga dibangun sarana pendukung lainnya, seperti contoh sumur injeksi yang digunakan untuk membuang air hasil proses uap panas yang telah didinginkan, dan lain-lain. Pemerintah Jepang melalui JOGMEC memberikan jaminan pinjaman yang dilakukan oleh pengembang dari lembaga keuangan sebesar < 80% untuk tahap Eskploitasi. Besarnya jaminan yang diberikan, merupakan komitmen Jepang untuk mendorong pemanfaatan panas bumi sebagai alternatif pembangkit listrik. Untuk tahap eksploitasi, Pemerintah Indonesia tidak memberikan dukungan seperti di Jepang, hal ini dikarenakan risiko pada tahap ini sudah rendah. Selain itu, kapasitas uap juga sudah terdeteksi, sehingga 75
m e i d t u i k g a a s s i i f r i i s s k i a k l o
Tabel : 1 Sumber: Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) of Japan Solar PV
Wind Power
Geothermal
Kategori ≥ 10 KW
Tariff
< 10 KW ≥ 20 KW < 20 KW ≥ 15 MW < 15 MW
< 200 KW
¥48
¥23.1
¥57.75
¥27.3
¥42
¥25.2
¥30.45
¥35.7
Exclude Tax
¥40
¥42
¥22
¥55
¥26
¥40
¥24
¥29
¥34
20
10
20
20
15
15
5. Masa Operasi Masa operasi merupakan masa dimana PLTP telah menghasilkan listrik. Pemerintah jepang menerapkan feed in tariff sebagai dasar pembelian listrik dari pengembang kepada otoritas perusahaan listrik. Dengan adanya feed in tariff ini, maka pengembang diberikan rasa aman dan kepastian harga. Pada dasarnya feed in tariff merupakan bentuk kebijakan subsidi agar investasi menjadi lebih menarik dan lebih menguntungkan bagi para investor. Subyek yang disubsidi disini adalah unit usaha pembangkit listrik (pengembang). Jepang tidak hanya memberikan kebijakan feed in tariff untuk proyek panas bumi saja, melainkan semua proyek energi baru terbarukan lainnya. Sejak 1 July 2012, Pemerintah Jepang menerbitkan Peraturan dimana mewajibkan kepada perusahaan electric utilities untuk membeli listrik dari sumberdaya energi terbarukan pada harga yang telah ditentukan dan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Berikut daftar penetapan feed in tariff yang diberlakukan oleh Pemerintah Jepang dalam satuan mata uang Yen (¥). Lihat tabel 1. Saat ini, dasar pembelian listrik ke pengembang untuk panas bumi di 76
200 KW ≥ 1 MW
¥42
pembangunan infrastruktur dan sarana lainnya merupakan biaya yang sepenuhnya dibebankan ke pengembang.
f r i i s s k i a k l o
1 MW ≥ 3 MW
Include Tax
Durasi Tahun
m e i d t u i k g a a s s i i
Small and Medium Hydraulic Power
Indonesia dengan skema ceiling price. Namun, Pemerintah melalui Kementerian ESDM sedang melakukan kajian untuk merubah kebijakan dasar pembelian listrik diubah menjadi feed in tariff seperti hal nya di Jepang.
Ikut Andilnya Sektor Swasta Untuk Mendukung Pemanfaatan Panas Bumi Ikut andilnya perusahaan-perusahaan swasta dalam memproduksi peralatan untuk pemanfaatan panas bumi sebagai pembangkit listrik, jelas memberikan keuntungan tersendiri bagi Jepang. Hal tersebut menjadikan Jepang lebih mudah mendapatkan pilihan-pilihan peralatan yang dibutuhkan. Dengan kualitas mumpuni, perusahaan-perusahaan swasta terus berinovasi untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Berikut beberapa contoh perusahaan-perusahaan yang ikut andil dalam pengembangan PLTP: a. Perusahaan Peralatan Penelitian 1) Kyoto Valve MFG Merupakan pabrik pembuat valve. Pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1951 ini merupakan pabrik pembuat valve yang telah bersertifikasi 6A/6D berstandar Amerika. Untuk pangsa pasar di Jepang sendiri, mayoritas valve merupakan buatan Kyoto Valve MFG. Di Indonesia pun untuk PLTP, valve masih di dominasi produk dari Kyoto Valve MFG. De-
20
ngan keunggulan design valve yang dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi sumur, merupakan keunggulan tersendiri yang dimiliki oleh pabrik ini. Selain memproduksi valve, pabrik ini juga menerima jasa perbaikan valve yang telah rusak dari berbagai merk. 2) YBM, Co.Ltd Japan Merupakan pabrik pembuat mesin pengeboran dan juga peralatan pengeboran lainnya. Pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1946 ini telah mendapatkan lisensi API Spec-7 dimana standar dari American Petroleum Institute. Pabrik ini menghasilkan peralatan dan juga mesin bor mulai dari yang ukuran kecil dan ukuran besar. Mulai dari untuk pengeboran sumur dengan kedalaman 250 meter, hingga 1200 meter. Untuk Indonesia sendiri, beberapa PLTP menggunakan bor buatan YBM, Co.Ltd. 3) Shimadzu Shimadzu merupakan pabrik yang menghasilkan peralatan untuk penelitian geologi. Alat-alat yang diproduksi, digunakan untuk meneliti kandungan dan jenis dari batuan yang didapatkan pada saat survey pendahuluan maupun pada saat pengeboran eksplorasi. Pabrik ini didirikan sejak tahun 1875. Salah satu keunggulan dari peralatan dari Shimadzu adalah lebih hemat energi serta memiliki resolusi yang lebih ting-
INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
gi dibandingkan dari produk sejenis lainnya.
PLTP Darajat unit 1,2,3 dengan total kapasitas produksi 386.3 MW.
b. Perusahaan Turbin Jepang memiliki pabrik-pabrik penghasil turbin dengan kualitas terbaik. Setidaknya ada 3 perusahaan Jepang yang secara keseluruhan mampu mengusai 1/3 pasar turbin geothermal di dunia dimana hal ini mampu mengalahkan perusahaanperusahaan Amerika Serikat. Berikut perusahaan-perusahaan penghasil turbin tersebut:
3) Toshiba Toshiba merupakan pabrik penyuplai terbesar dunia, supply Toshiba mencapai 28% secara keseluruhan, dengan total output kapasitas 3.551 MW. Untuk di Indonesia ada 5 unit yang menggunakan produk dari Toshiba, yaitu PLTP Patuha, PLTP Sarulla dan PLTP Lumut Balai dengan total kapasitas 288 MW. Jepang dengan teknologi yang dimilikinya serta dukungan dari Pemerintah untuk mengembangkan panas bumi sebagai energi alternatif dari fosil, tidaklah tidak mungkin kedepan akan mampu meningkatkan produksi listrik dari tenaga panas bumi. Walaupun saat ini kapasitas terpasang PLTP di Jepang baru mencapai 500an MW. Namun, Jepang sendiri juga memiliki hambatan untuk mengembangkan PLTP. Ada dua hambatan besar yang dimiliki oleh Jepang yaitu: 1) Banyak lokasi potensi Panas Bumi di Jepang yang terdapat di kawasan taman nasional, hal ini jelas bertentangan dengan peraturan yang melarang pembangunan PLTP di taman nasional. 2) Banyak lokasi potensi panas bumi yang tidak jauh dari pemandian air panas, masyarakat Jepang terkenal dengan budaya berendam di pemandian air panas. Hal ini mengakibatkan, banyak larangan dari pengusaha pemandian air panas yang melarang untuk dibangunnya PLTP di sekitar pemandian air panas. Karena menurut mereka hal ini dapat mengancam sumber-sumber mata air panas yang digunakan sebagai pemandian air panas. Dahulunya Indonesia memiliki permasalahan yang sama seperti di Jepang yaitu masalah untuk kawasan hutan lindung. Namun, setelah diterbitkannya Undang-undang panas bumi yang baru pada tahun 2014,
1) Fuji Electric Fuji Electric, pabrik pembuat turbin ini telah berdiri sejak 1923. Salah satu unit bisnisnya adalah memproduksi turbin untuk pembangkit listrik panas bumi (geothermal). Di dunia, total ada 72 unit proyek geothermal yang menggunakan turbin buatan Fuji Electric, dengan total kapasitas terpasang hingga mencapai 2.829 MW atau 22%, terbesar ke-3 di dunia. Untuk di Indonesia sendiri, turbin buatan Fuji Electric digunakan PLTP di Lahendong unit II,III,IV,V,VI; PLTP Ulubelu unit I,II,III,IV; PLTP Wayang Windu unit I & II dan PLTP Kamojang unit IV & V dengan total kapasitas produksi 820 MW. 2) Mitsubishi Mitsubishi, salah satu perusahaan raksasa Jepang yang juga memproduksi turbin ini merupakan penyuplai turbin terbesar dunia no.2. Supply turbin dari Mitsubishi secara global mencapai 25% atau setara 3.171 MW. Selain menghasilkan turbin panas bumi, Mitsubishi juga memproduksi turbin untuk mesin kapal, turbin pembangkit listrik tenaga nuklir, turbin pembankit listrik tenaga angi, turbin untuk PLTG dan turbin untuk PLTA. Untuk turbin PLTP, di Indonesia sendiri ada 6 unit yang menggunakan produk Mitsubishi, yaitu PLTP Kamojang unit 1,2,3 dan INFO RISIKO FISKAL
E D I S I 2 / TA H U N 2 0 1 5
untuk isu kawasan hutan lindung tidak lagi menjadi permasalahan lagi. Untuk menggunakan hutan lindung pengembang perlu mendapatkan ijin pakai hutan lindung dari Menteri Kehutanan. Untuk masalah isu sosial, saat ini masih diperlukannya sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat sekitar akan manfaat panas bumi untuk pembangkit listrik. Selain itu isu akan bahaya yang ditimbulkan dari pengeboran dan ataupun pembangkit, juga perlu diberikan pemahaman bahwa PLTP itu aman, sehingga isu sosial bisa ditekan. Dalam hal pemberian dukungan, pemerintah Jepang sedikit lebih di depan dibandingkan Indonesia. Mereka telah melakukan pengeboran (slim hole drilling) untuk mencari data-data potensi panas bumi sejak puluhan tahun lalu hampir di seluruh wilayah Jepang. Selain itu, Pemerintah Jepang juga memberikan dukungan dalam bentuk subsidi pada tahap survey pendahuluan, Investment equity capital pada tahap eksplorasi, dan liability guarantee pada tahap eksploitasi. Tentu dukungan dari Pemerintah Jepang tersebut tidak serta merta bisa dijadikan benchmark bagi Indonesia dengan berbagai perbedaan peraturan dan latar belakang yang dimiliki. Namun, setidaknya Indonesia bisa mengambil point penting pelajaran dari pengembangan panas bumi di Jepang dimana mereka menghadapi risiko terbesar yaitu risiko eksplorasi. Dengan saat ini tengah disusunnya skema risk sharing dan diharapkan segera bisa diterapkan dapat mengatasi permasalahan pengembangan panas bumi di Indonesia. Selain itu apabila kajian peraturan mengenai penerapan feed in tariff yang saat ini sedang disusun oleh Kementerian ESDM nantinya dapat diberlakukan, maka hal ini akan memberikan nilai positif dari sisi pengembang guna mendapatkan harga yang sesuai. n 77
m e i d t u i k g a a s s i i f r i i s s k i a k l o
Penandatanganan Naskah Rancangan Undang-Undang Tentang Penjaminan antara Pemerintah dengan Badan Legislasi DPR RI, Gedung Nusantara I DPR RI, 14 Desember 2015.
e x p o s u r e
Diseminasi Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur. Malang, 8 s.d. 9 Oktober 2015.
Seminar Penugasan Khusus Pembiayaan Ekspor dalam rangka Implementasi Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I September 2015. Batam, 29 September 2015.
Investor Gathering 2015 dengan tema : Bersama Membangun Indonesia, Ballroom Dhanapala, 8 Desember 2015.
Focus Group Discussion “Strategi Pengelolaan Pembiayaan Dan Penjaminan Pemerintah Dalam Rangka Mendukung Pembangunan”. Universitas Brawijaya Malang, 10 Juni 2015.
Kunjungan Kerja Tim PRKN dalam rangka Elaborasi atas Potensi Penerimaan Negara dari Sumber Daya Alam oleh PT Freeport Indonesia. Jayapura, 12-15 Agustus 2015.
e x p o s u r e