Juli 2014
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA Regional Chief Economist Wil. Medan Telp: 0811-604094 Prof. Dr. Bernadette Robiani, MSc Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7121223 Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof. Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999 Dr. Sidik Budiono, ME Regional Chief Economist Wil. Papua Telp: 0812-25784968
Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi ERA SUKU BUNGA NEGATIF ZONA EURO, PERTUMBUHAN EKONOMI JEPANG MENGEJUTKAN Keputusan bank sentral Eropa (ECB) untuk memangkas suku bunga ke level terendah pada awal Juni lalu, telah menggiring zona Euro pada era suku bunga negatif. Pemangkasan tersebut ditempuh dalam rangka mengurangi risiko deflasi. Suku bunga refinancing dipangkas menjadi 0,15 persen dari sebelumnya 0,25 persen, dan suku bunga simpanan perbankan di bank sentral menjadi -0,1 persen dari sebelumnya 0 (nol) persen. Kebijakan ini ditempuh agar dana perbankan mengalir dalam bentuk pinjaman kepada usaha kecil dan menengah. Salah satu perhatian ECB saat ini yakni bahwa bank-bank di wilayah pinggiran zona Euro masih kurang dalam menyalurkan pinjaman kepada perusahaan dan rumah tangga, serta suku bunga pada tingkat yang lebih tinggi. Ini artinya, rekor suku bunga rendah yang ditetapkan ECB belum mencakup secara merata sampai ke ekonomi riil di seluruh zona Euro. Sementara itu, data terbaru tingkat inflasi zona Euro untuk bulan Mei 2014 mencapai 0,5 persen (year on year), yang menunjukkan penurunan dibanding bulan sebelumnya 0,7 persen. Gubernur ECB, Mario Draghi, diperkirakan akan mengambil langkah -langkah yang lebih berani untuk mencegah ancaman deflasi. Keputusan ECB dengan membawa suku bunga ke arah negatif, diperkirakan
akan diikuti langkah lainnya yakni dengan pembelian asset-backed securities (ABS) dalam setahun ke depan. Namun, hingga saat ini ECB belum mempertimbangkan waktu yang tepat untuk memulai langkah radikal semacam quantitative easing (QE) berbasis luas tersebut. Sedangkan untuk bulan Juni, berdasarkan estimasi Eurostat inflasi tahunan akan tetap pada level 0,5 persen. Secara keseluruhan, inflasi zona Euro masih jauh di bawah target ECB (2 persen), dan telah memasuki “zona bahaya” di bawah 1 persen selama sembilan bulan berturut. ECB khawatir prospek pertumbuhan ekonomi zona Euro akan tergganggu jika tingkat inflasi tetap berada level rendah untuk jangka waktu yang terlalu lama. Pada Federal Open Market Committee (FOMC) pertengahan Juni lalu, pejabat bank sentral AS (The Fed) merilis forecast perihal suku bunga yang mulai tahun depan akan meningkat dari level nol persen. Gubernur The Fed, Janet Yellen, menepis kekhawatiran tentang percepatan laju inflasi, dan melemahnya pasar tenaga kerja, serta bubble harga aset, sekaligus menegaskan bahwa suku bunga akan tetap rendah. Para pejabat The Fed memproyeksi suku bunga acuan akan menyentuh level 1,2 persen pada akhir 2015 dan 2,5 persen pada akhir 2016. Selain itu, The Fed juga mengurangi laju pembelian obligasi bulanan, untuk menjaga biaya pinjaman jangka panjang yang rendah. Pengurangan stimulus bulanan kembali dilakukan sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 35 miliar dalam lima kali FOMC secara berturut. Sementara itu, perekonomian AS
Juli 2014
pada kuartal pertama 2014 terkontraksi sebesar 2,9 persen dibandingkan kuartal sebelumnya, lebih buruk dibanding proyeksi dimana kontraksi pertumbuhan diperkirakan hanya sebesar 1 persen. Perekonomian AS terpukul oleh cuaca ekstrem musim dingin pada akhir 2013 dan awal 2014. Namun, AS diperkirakan tidak mengalami resesi karena data-data pada kuartal kedua 2014 menunjukkan kebangkitan perekonomian AS. Bulan Juni lalu World Bank merevisi target pertumbuhan AS menjadi 2,1 persen dari sebelumnya 2,8 persen. Sedangkan IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini menjadi 2 persen, turun dari estimasi April lalu sebesar 2,8 persen. Pemangkasan proyeksi tersebut diakibatkan karena AS kehilangan momentum akibat cuaca ekstrim yang diikuti rentetan penurunan terhadap cadangan, pasar properti, dan permintaan domestik. Dari zona Asia, pertumbuhan ekonomi Jepang sepanjang kuartal pertama tahun ini melebihi ekspektasi. Hal ini tak lepas dari adanya lonjakan belanja modal, sehingga memberi angin segar bagi perekonomian Jepang ke arah yang lebih baik. Perekonomian Jepang tumbuh 6,7 persen dibanding kuartal sebelumnya, lebih tinggi daripada estimasi sebelumnya 5,9 persen, dan jauh di atas perkiraan pasar 5,6 persen. Kondisi yang positif ini membuat bank sentral Jepang (BOJ), memandang bahwa perekonomian akan pulih secara moderat. Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, pada akhir Juni lalu meluncurkan paket kebijakan ekonomi, dengan adanya update dari panah ketiga kebijakan Abenomic. Panah yang per-
tama yakni mengenai pelonggaran moneter dan panah kedua mengenai pengeluaran/stimulus fiskal untuk memacu permintaan. Sedangkan update panah ketiga yakni mengenai reformasi yakni terkait dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Jepang untuk jangka panjang, dari pemangkasan pajak perusahaan/ korporasi secara bertahap hingga memberi peran yang lebih besar bagi perempuan dan pekerja asing di Jepang. Pemangkasan pajak korporasi hingga level di bawah 30 persen akan dilakukan secara bertahap mulai tahun depan. Saat ini besaran pajak korporasi di Jepang sebesar 35,64 persen. Beberapa ekonom memperkirakan strategi pertumbuhan tersebut dapat meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi Jepang pada level 0,2 persen-1,5 persen. Dari Cina, Perdana Menteri Li Keqiang, menyatakan bahwa perekonomian Cina tidak akan mengalami hard landing. Perekonomian Cina diperkirakan akan tetap tumbuh pada laju yang tinggi (di atas 7 persen) dalam jangka panjang tanpa stimulus yang kuat. Li Keqiang juga menegaskan bahwa Cina tidak akan menggunakan stimulus yang kuat untuk memenuhi target pertumbuhan, tetapi akan bergantung pada langkahlangkah yang cerdas dan tepat sasaran. Langkah-langkah tersebut untuk memastikan bahwa indikator ekonomi utama, termasuk target pertumbuhan ekonomi 7,5 persen, tetap dan berkelanjutan di masa yang akan datang.
untuk bulan Juni sebesar 50,7, lebih tinggi dibanding 49,4 bulan sebelumnya (PMI > 50 menunjukkan ekspansi). Membaiknya sektor manufaktur ini didukung peningkatan permintaan domestik dan eksternal (ekspor). Sektor manufaktur Cina berada pada momentum yang bagus dan menunjukkan tanda-tanda baru bahwa pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan stabil, berkat upaya pemerintah untuk menopang pertumbuhan. Perekonomian Cina terus menunjukkan tanda-tanda recovery yang lebih baik, dan momentum ini kemungkinan akan terus berlanjut selama beberapa bulan ke depan, yang didukung pula oleh investasi infrastruktur yang lebih kuat. Namun, di sisi lain masih ada risiko penurunan dari perlambatan di pasar properti, yang akan terus memberikan tekanan pada pertumbuhan semester kedua tahun ini. (*)
“Prospek pertumbuhan ekonomi terutama di AS dan Cina yang terus membaik akan membawa harapan baru bagi kembali stabilnya perekonomian dunia, yang berarti juga akan memberikan iklim yanglebih baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan”
Sementara itu, sektor manufaktur Cina menunjukkan perbaikan pada bulan Juni lalu. Purchasing Manager’s Index (PMI) sektor manufaktur Cina
2
Juli 2014
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist PEMERINTAH SUKSES MERENEGOSIASIKAN HARGA GAS TANGGUH Upaya pemerintah merenegosiasi harga gas Tangguh ke Tiongkok membawa hasil. Negara Tirai Bambu itu setuju menaikkan harga beli gas mereka dari ladang gas Tangguh di Papua Barat, dari 3,3 dolar AS menjadi 8 dolar AS. Itulah pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik (30/6/2014), seusai rapat terbatas bidang ekonomi yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Seperti diketahui, kontrak gas Tangguh ke Provinsi Fujian ditandatangani pada masa Presiden Megawati tahun 2002. Saat itu Indonesia berkomitmen memasok gas mulai 2009 sebesar 2,6 juta ton per tahun, selama 20 tahun. Harga jual gas yang disepakati saat itu sangat rendah, yaitu 2,4 dolar AS per kubik feet, atau jika menggunakan harga minyak di Jepang sekitar 2,7 juta dolar AS per MMBTU. Di tahun 2008, Wakil Presiden Jusuf Kalla menemui Presiden Cina Hu Jintau dan Wapres China Xi Jinping untuk mengevaluasi proyek tersebut. Jero Wacik menjelaskan, pada tahun 2002 harga Gas Tangguh dipatok sebesar 5,5% x Japan Crude Cocktail (JCC) atau berdasarkan harga minyak di Jepang. Itulah yang membuat harga gas Indonesia sangat rendah. Pada waktu itu harganya hanya 2,7 dolar AS MMBTU. Berlakunya patokan harga ini berlangsung lama. Karena itu,
pemerintah melalui Kementerian ESDM, kembali melakukan renegosiasi, dan pekan lalu negosiasi penjualan gas alam dari Tangguh ke perusahaan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), perusahaan migas terbesar ketiga di Tiongkok yang 70% sahamnya dimiliki pemerintah Tiongkok, berhasil dirampungkan. Dengan harga awal 2,7 dolar AS, pemerintah hanya mendapat pemasukan per tahun rata-rata Rp3,1 triliun, hingga 20 tahun mendatang (2034). Dengan disepakatinya harga baru yang bersifat progresif, maka pemasukan negara meningkat signifikan menjadi rata-rata Rp12,5 triliun per tahun hingga berakhirnya masa kontrak. Lebih menggembirakan lagi, harga gas Tangguh kini bersifat progresif, mengikuti fluktuasi harga minyak mentah dunia. Jika harga minyak bergejolak, negara bisa mendapat pemasukan lebih besar lagi dari ekspor gas Tangguh. Dalam pengantarnya ketika membuka rapat kabinet, Presiden SBY menegaskan bahwa renegosiasi ini penting demi keadilan negara. Keberhasilan memperbarui kontrak harga gas Tangguh dengan CNOOC termasuk salah satu sukses yang dicapai pemerintahan sekarang. Bahkan, bisa dibilang, inilah salah satu ‘kado’ terindah yang dipersembahkan pemerintahan ini kepada bangsa Indonesia, menjelang berakhirnya masa pengabdian pemerintahan sekarang ini pada Oktober mendatang. Peningkatan harga gas Tangguh memberikan banyak nilai positif bagi pemerintah. Satu hal yang perlu digarisbawahi, keberhasilan merenegosiasi harga gas Tangguh
adalah bukti bahwa pemerintah punya posisi tawar (bargaining position) yang kuat untuk menegosiasikan berbagai hal yang menguntungkan bangsa dan negara. Syaratnya, pemerintah harus piawai berunding. Sukses renegosiasi gas Tangguh seyogianya memberikan kepercayaan diri yang tinggi kepada pemerintah bahwa Indonesia tak bisa dianggap remeh di bidang diplomasi, termasuk oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Di lain pihak, tak ada salahnya jika pemerintah mulai mengkaji kemungkinan menjadikan gas sebagai komoditas untuk mendongkrak daya saing produk domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, bukan sebagai sumber devisa. Sudah bertahun-tahun industri di dalam negeri kekurangan gas, bahkan sejumlah industri pupuk dan keramik sering menghentikan kegiatan produksi karena tak mendapat pasokan gas yang memadai. Jika gas terus dijadikan sumber devisa karena diekspor secara masif, dikhawatirkan dalam jangka menengah panjang akan mengganggu industri nasional karena kekurangan pasokan gas. (*)
Pojok Regional Parulian Simanjuntak RCE Wilayah Medan PERTUMBUHAN EKSPOR SANGAT DIHARAPKAN Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, kelihatannya akan terus membaik atau meningkat yang ditandai dengan naiknya posisi ekspor Sumatera Utara yang dicatat melalui
3
Juli 2014
Terminal Peti Kemas BICT Pelabuhan Belawan. Pertumbuhan ekspor sangat diharapkan oleh perekonomian Sumatera Utara yang hingga saat ini masih melambat yang disebabkan masih banyaknya pelaku-pelaku usaha yang menunggu kondisi politik yang ada di Indonesia pasca Pilpres pada bulan Juli ini. Didominasi komoditas karet, sabun, palm oil, minyak goreng, kertas pulp, pinang dan stearic acid, aktivitas ekspor Sumatera Utara (Sumut) selama Januari-Mei 2014 melalui terminal peti kemas Belawan International Container Terminal (BICT) naik tipis. Lima bulan pertama 2014 aktivitas ekspor Sumut melalui terminal peti kemas BICT tercatat sebanyak 1.681.750 ton. Jumlah ini naik tipis yakni sekitar 2,85% dibandingkan periode serupa 2013 yang berjumlah 1.635.130 ton. Berbeda dengan aktivitas ekspor melalui terminal peti kemas BICT, aktivitas ekspor melalui Pelabuhan Belawan selama JanuariMei 2014 justru mengalami penurunan. Hingga Mei 2014, aktivitas ekspor melalui Pelabuhan Belawan sebanyak 1.374.357 ton. Jumlah ini turun sekitar 12% dibandingkan periode serupa 2013 yang berjumlah 1.562.290 ton. Adapun komoditas yang mendominasi ekspor lewat Pelabuhan Belawan adalah CPO, bungkil, hasil hutan, minyak kelapa dan karet. Akan tetapi, nilai ekspor Sumatera Utara hingga Mei 2014 masih m e le m a h a t a u t u r u n 4 , 6 2 % dibandingkan periode yang sama 2013 atau tinggal US$3,873 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu, nilai ekspor sudah US$4,06 miliar, sementara tahun ini tinggal US$3,873 miliar. Penurunan devisa karena harga jual barang ekspor khususnya
untuk produk CPO dan karet yang masih tren melemah. Secara volume, ekspor hingga Mei ini juga turun dari 3.769.666 ton menjadi 3.598.257 ton. Nilai impor Sumut juga turun 2,12% dibanding tahun 2013 yang mencapai US$2,173 miliar. Dengan menurunnya nilai impor, maka neraca perdagangan masih surplus US$1,745 miliar. Walaupun beberapa ekspor komoditi mengalami peningkatan, akan tetapi ekspor beberapa komoditi juga mengalami penurunan. Penurunan ekspor tersebut masih disebabkan belum bergairahnya perekonomian Eropa dan tekanan yang besar terhadap nilai tukar rupiah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut mencatat selama periode Januari hingga Mei 2014, tujuh produk komoditas pertanian dan pertambangan unggulan Sumut mengalami penurunan nilai ekspor. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut mencatat selama periode Januari hingga Mei 2014, tujuh produk komoditas pertanian dan pertambangan unggulan Sumut mengalami penurunan nilai ekspor. Untuk karet, tercatat turun sekitar 29,6% atau senilai US$ 203 juta. Tujuh komoditas yang nilai realisasi ekspornya tidak menggembirakan yaitu biji coklat yang turun 53,73% atau hanya mencapai US$16 juta. Kemudian komoditas hortikultura meliputi cabai kering, kacang tanah, asam jawa, bibit tanaman yang turun 43,3% atau hanya tercapai US$7 juta. Komoditas kopi jenis arabica juga mengalami penurunan 3,32% atau realisasi nilainya hanya US$124 juta. Dan kopi jenis robusta turun 69,6% atau senilai US$642 ribu. Komoditas pertanian dan pertambangan lainnya yang men-
galami penurunan yaitu karet (SIR 20, 10, 3CV, 5, latex) turun sekitar 29,6% atau senilai US$203 juta, lalu hasil laut (ikan, ikan hias, ikan nila) turun 5,84% atau senilai US$31 juta dan paha kodok turun 21,27% atau senilai Us$774 ribu. Adapun negara tujuan utama ekspor dari ketujuh komoditas hasil pertanian dan pertambangan Sumut yang mengalami penurunan pada periode Mei 2014 tersebut, di antaranya ada yang ke Malaysia, Amerika, Spanyol, Netherland, China, Jepang, Pakistan, Bangladesh, Kanada, Jerman, Belgia, Georgia, India, Vietnam, China, Italia, Korea dan Thailand. Surplusnya neraca perdagangan akan mempengaruhi penerimaan atau devisa hasil ekspor(DHE). Besaran DHE akan mempengaruhi nilai tukar mata uang rupiah. Semakin tinggi ekspor yang dilakukan, maka akan semakin banyak aliran mata uang asing ke Sumatera Utara sehingga akan memperkuat nilai tukar rupiah di perekonomian. Berdasarkan laporan BI Kantor Wilayah IX Sumut dan Aceh, Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumatera Utara (Sumut) sejak tahun 2012 hingga posisi April 2014 yang masuk ke bank lokal sebesar US$ 25 miliar dari total profit ekspor sebesar US$ 28 miliar. Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Wilayah IX Sumut dan Aceh, Difi A Johansyah mengatakan, secara umum pelaksanaan DHE sudah bisa diikuti dengan baik oleh eksportir di Sumut. Terbukti sejak diberlakukan kebijakan itu, sudah ada US$ 25 miliar yang masuk ke bank devisa lokal. Perolehan ini penting untuk menarik uang agar tidak hanya terparkir di bank luar negeri. Sekarang eksportir sudah mulai menempatkan uangnya
4
Juli 2014
ke bank lokal. penerimaan DHE tertinggi berasal dari komoditas kelapa sawit, karet, berbagai produk kimia, kopi dan hewan. Dan berdasarkan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), KPPBC Belawan yang paling tinggi melaporkan pemberitahuan ekspor barang (PEB) yaitu sebesar 71,64% sedangkan KPPBC Medan/Polonia hanya 0,12%. Apakah uang itu akan ditempatkan sebentar atau lama tidak ma salah , yang penting kesadaran untuk memindahkan dana dari selama di bank asing ke bank devisa lokal sudah terbentuk. Seperti diketahui, sejak akhir 2012, BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/25/2012 tentang penerimaan devisa hasil ekspor dan penarikan devisa utang luar negeri. PBI itu diterbitkan untuk meningkatkan likuiditas valuta asing (valas) dalam negeri mengingat Indonesia hingga kini masih menjadi nett demand terhadap valas. Di lain pihak, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh, nilai ekspor dari Aceh pada bulan Mei 2014 mengalami penurunan hingga mencapai 49%. Hal itu disebabkan ekspor migas berkurang dan bijih besi tidak diperbolehkan untuk diekspor. Pada Mei 2014 nilai ekspor Aceh sebesar US$ 50.-200.705, jumlah ini mengalami penurunan sebesar 49% jika dibandingkan bulan April 2014 yang sebesar US$ 98.424.445. Bahkan jika dibandingkan dengan nilai ekspor pada Mei 2013 tetap menunjukkan penurunan sebesar 33,12%, di mana nilai ekspornya US$ 75.065.133. Sementara untuk nilai impor Aceh pada bulan Mei 2014 tercatat US$ 3.357.896, mengalami peningkatan sebesar 393,41% bila dibandingkan
dengan bulan April 2014 sebanyak US$ 680.545. Neraca perdangan Aceh pada Mei 2014 mengalami surplus sebanyak US$ 46.842.809. Jika diban dingkan dengan bulan sebelumnya, neraca perdagangan mengalami penurunan sebesar 52,08%. Sementara neraca perdagangan secara year on year mengalami penurunan sebesar 36,79%. (*)
Bernadette Robiani RCE Wilayah Palembang INFLASI DAN KEBUTUHAN UANG TUNAI MEMASUKI RAMADHAN 1435 H DI REGIONAL SUMATERA BAGIAN SELATAN Memasuki bulan Ramadhan 1435 H dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, pemerintah daerah Sumsel, Jambi, Lampung, Bengkulu dan Babel, berupaya untuk menekan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Tingkat inflasi di Palembang di bulan Juni mencapai 0,54% dengan penyumbang terbesar dari bahan makanan diantaranya daging ayam ras, telur ayam dan bawang. Tingkat inflasi di Sumsel pada Triwulan I 2014 sebesar 5,10% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di Triwulan IV 2013 sebesar 7,04% (yoy). Penurunan inflasi ini lebih disebabkan oleh stabilnya harga pangan. Di provinsi Jambi, harga – harga kebutuhan pokok mulai naik sejak minggu pertama bulan Juni seperti daging ayam kampung dan cabai rawit yang dipicu oleh kebiasaan penduduk Jambi untuk melakukan sedekah menjelang bulan Ramadhan. Tingkat inflasi di Jambi pada Triwulan I 2014 sebesar 7,51% (yoy) lebih tinggi dari inflasi nasional yang sebesar 7,32%
(yoy). Sumber utama inflasi di Jambi adalah administered price sebesar 19,13%, inflasi inti sebesar 4,18% dan volatile foods sebesar 3,86%. BPS provinsi Lampung memperkirakan akan terjadi inflasi selama bulan JuniJuli yang disebabkan oleh tiga faktor yaitu Ramadhan, Idul Fitri dan Awal Sekolah. Memasuki bulan Ramadhan, harga beras, cabai, ayam,daging sapi dan telur di Lampung mulai merangkak naik. Tingkat Inflasi di Lampung pada Triwulan I 2014 sebesar 5,22% (yoy) lebih rendah dari inflasi Triwulan IV sebesar 7,56%. Di provinsi Bengkulu, harga-harga kebutuhan pokok telah naik sebesar 20-50% memasuki bulan Ramadhan. U nt uk memi nim a lkan d am pa k kenaikan harga, Dinas perindustrian dan perdagangan Bengkulu menggelar pasar murah menjelang puasa dan menjelang hari Idul Fitri dan melakukan pengawasan terhadap penimbunan dan penjualan sembako. Tingkat inflasi di Bengkulu di Triwulan 1 2014 sebesar 8,35% (yoy) lebih rendah dari Triwulan IV yang sebsar 8,94%. Di provinsi bangka Belitung, memasuki Ramadhan 1435 H, harga kebutuhan bahan pokok mulai naik dengan kisaran Rp 500 – Rp 3000 per satuan/Kg. Inflasi Kota Pangkalpinang pada Juni 2014 sebesar 0,24 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 110,83 pada Mei 2014 menjadi 111,10 pada Juni 2014. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan indeks pada enam kelompok pengeluaran yaitu bahan makanan sebesar 0,01%, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,49 persen, kelompok sandang 1,45 persen dan kelompok kesehatan 0,53 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
5
Juli 2014
0,12 persen, kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,13 persen, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami deflasi sebesar 0,02 persen. Kenaikan harga dan tingkat inflasi ini akan menurunkan daya beli masyarakat jika tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatannya. Penurunan daya beli masyarakat akan berdampak negatif kepada sektor investasi yang artinya akan terjadi penurunan nilai tambah dan multipler effect. Kelebihan permintaan juga akan membuka peluang impor yang akan berdampak negatif kepada produsen dalam negeri. Kenaikan harga/inflasi yang menyebabkan pe n urun an pe n dapatan riil masyarakat, tidak menguntungkan bag i Pe rba nka n k arena ak an menghambat upaya untuk meningkatkan DPK dan dapat menyebabkan penarikan DPK dengan semakin meningkatnya kebutuhan. Kenaikan harga /inflasi dapat menguntungkan Perbankan jika dikaitkan dengan keinginan m a sy a r a k a t u n t u k m e m e n u h i kebutuhan dengan menggunakan dana kredit perbankan Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang tunai selama Ramadhan dan Idul Fitri 1435 H, Perbankan akan meningkatkan persediaan uang tunai. Bank Indonesia memprediksi kebutuhan uang tunai untuk kebutuhan bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri pada tahun 2014 ini mencapai Rp 118,5 triliun. Angka kebutuhan ini meningkat 14,9 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 103,2 triliun. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
provinsi Jambi, menyiapkan uang tunai selama Ramadhan 1435 H sebesar 20 miliar yang dihitung berdasarkan kebutuhan uang tunai di tahun 2013. Bank Indonesia Lampung menyiapkan uang tunai sebesar Rp 2,2 triliun. Ada peningka tan kebutuhan uang tunai dari tahun 2013 yang sebesar Rp 1,8 triliun. Bank I n d o n e s i a p r ov i n s i B e n g k u lu menyiapkan uang tunai sebesar Rp 700 miliar yang dihitung berdasarkan kebutuhan tahun 2013 dalam bentuk pecahan uang kertas Rp 1.000 sampai Rp 100 ribu. Upaya pemerintah untuk menyediakan uang tunai sesuai dengan kebutuhan masyarakat, akan memudahkan masyarakat untuk m e la ku ka n t r a n sa ksi . Na m u n demikian, perlu diimbangi dengan ketersediaan barang sehingga tidak men dor on g ma syar a ka t un tu k m em be li pr odu k im por a t au melakukan transaksi/ berbelanja di luar negeri . Untuk meminimalkan dampak kenaikan harga, selain melakukan operasi pasar dan memberikan subsidi ke pa da m a sy ar aka t den gan melaksanakan Pasar Murah atau Bazaar, Pemerintah perlu mencermati dan menentukan langkah/strategi untuk mengatasi faktor – faktor yang mempengaruhi sisi penawaran seperti karakteristik produk, khususnya p r odu k per ta ni an y an g y an g mempunyai masa panen yang tidak sama dengan masa konsumsi dan mempunyai umur produk yang singkat sehingga tidak bisa di stock. Untuk itu pe rlu dipe rtim bangkan bagi pemerintah daerah untuk menyediakan “gudang” sebagai buffer stock dan juga menyediakan “lahan usaha” pengolahan produk tidak tahan lama. Faktor lain adalah
terkait dengan saluran distribusi yang untuk wilayah Sumbagsel dipengaruhi ole h ku a n t i t a s da n k u a li t a s infrastruktur, sebagai contoh kualitas jalan yang menghubungkan provinsi lampung dan Sumsel atau Jambi relatif tidak memadai atau banyak yang rusak, sehingga mempengaruhi waktu tempuh dan kualitas produk pada saat tiba di tempat serta menimbulkan tambahan biaya. Untuk itu perlu “perjuangan keras” dari pemerintah provinsi di Sumbagsel untuk merealisasikan pembangunan Jalan Tol Sumatera dan mendapatkan alokasi anggaran untuk perbaikan jalan-jalan provinsi untuk kelancaran arus lalu lintas manusia dan barang. Pemerintah daerah dapat melakukan kemitraan dengan pihak Perbankan daerah untuk membenahi sisi penawaran dalam jangka panjang. (*)
Rina Indiastuti RCE Wilayah Bandung EKSPEKTASI INFLASI DAN PROSPEK BISNIS INDUSTRI MAKANAN MINUMAN Selama semester satu tahun 2014 tingkat inflasi di berbagai daerah di Jawa Barat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2013, walaupun sejak bulan April 2014 bergerak naik. Memasuki hari raya Idul Fitri bulan Juli 2014 seperti biasa menghadapi siklus kenaikan inflasi namun kali ini ditambah peristiwa kenaikan harga tarif dasar listrik (TDL) untuk industri non terbuka dan rumah tangga. Inflasi daerah-daerah d i J a w a ba r a t t a h u n 2 0 1 4 diperkirakan lebih rendah dibandingkan 2013 namun lebih tinggi dibandingkan 2012 dan 2011.
6
Juli 2014
Tingkat inflasi tahunan Jawa Barat pada bulan juni 2014 sebesar 6,08%. Menurut BPS, selama dua belas bulan terakhir, dari tujuh kelompok pengeluaran, yang mengalami inflasi lebih tinggi dari rata-rata adalah kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan sebesar 9,90 persen diikuti kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau sebesar 6,81 persen. Sedangkan kelompok yang memberikan andil terbesar terhadap pembentukan inflasi adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,73 persen diikuti kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau sebesar 0,47 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,40 persen. Artinya, inflasi kelompok makanan jadi dan minuman akan terus terjadi Angka inflasi hingga akhir tahun 2014 diperkirakan meningkat dengan faktor kenaikan TDL untuk industri golongan I-3 dan I-4 yang sudah lebih dahulu per-1 Mei 2014 dan kenaikan TDL terhadap 6 golongan yang diberlakukan per-1 Juli 2014. Keenam golongan industri dan rumah tangga adalah pelanggan industri nonperusahaan terbuka dikenakan kenaikan 11,57% per-dua bulan, rumah tangga R-2 dengan kapasitas daya terpasang 3500-5500 volt ampere naik rata-rata 5,7% per-dua bulan, rumah tangga R-1 dengan daya 2200 volt ampere naik 10,42% per-dua bulan, golongan rumah tangga R1 pelanggan tarif 1300 volt ampere naik 11,36% per-dua bulan, golongan pemerintah P-2 pelanggan tarif diatas 200 KVA naik rata-rata 5,36% setiap dua bulan dan penerangan jalan umum naik 10,69% per-dua bulan. Jadi praktis pelaku sektor riil akan menaggung kenaikan biaya produksi
dan konsumen mengalami pengurangan alokasi dana untuk konsumsi.
akan mengalami penurunan daya saing di pasar lokal menghadapi barang impor.
Inflasi bawaan dan kenaikan TDL mempengaruhi ekspektasi inflasi pada Semester II tahun 2014 yang diperkirakan akan meningkat lebih tinggi untuk kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau. Pelaku usaha yang memproduksi makanan d a n mi numa n a kan ter paksa menaikan harga jual sebagai efek dari biaya konsumsi listrik dan ketergantungan impor bahan baku. Prospek bisnis industri makanan dan minuman yang merupakan salah satu industri unggulan wilayah Bandung hingga akhir tahun 2014 menghadapi tantangan, yaitu:
Menu rut asosia si pen gu saha produsen makanan dan minuman, 810% biaya produksi disumbang oleh biaya energi termasuk listrik. Kenaikan biaya produksi juga diakibatkan oleh kenaikan harga pemasok/vendor kemasan dan bahan baku. Dengan demikian, prospek bisnis industri makanan minuman selain menghadapi kenaikan biaya produksi yang mengancam realisasi target penjualan juga menghadapi ancaman karena daya tarik produk makanan jadi impor yang lebih murah di pasar domestik. Yang merugikan bagi perekonomian nasional dan daerah di dalam jangka menengah dan panjang adalah alih fungsi dari produsen menjadi pedagang.
1. Kenaikan TDL industri dihadapi sebagai kenaikan biaya produksi, 2. F lu kt u a si n i la i t u kar y a ng cenderung terdepresiasi. Pelemahan nilai tukar menjadi beban karena perusahaan masih mengandalkan impor bahan baku seperti gandum, gula, susu, keledai, dan lainnya, 3. Kenaikan UMP/UMR setiap tahunnya memaksa pengusaha melakukan penyesuaian untuk mengendalikan kenaikan biaya produksi, 4. Neraca ekspor impor produk industri makanan dan minuman masih defisit walaupun ekspor dan impor terus meningkat. K e n a i ka n h a r g a j u a l a ka n menurunkan daya saing baik di pasar global maupun domestik. Konsumen di pasar lokal dan domestik juga mengalami penurunan daya beli akibat inflasi dan kenaikan harga TDL akan mencari barang impor yang lebih murah harganya. Dampak lain adalah kelompok UKM yang memproduksi barang makanan dan minuman juga
Kalkulasi terhadap tantangan bisnis industri makanan dan minuman di atas, prospek bisnis industri makanan dan minuman terbilang masih besar karena populasi Indonesia yang sangat besar yang tetap membutuhkan makanan dan minuman. Masa sulit tahun ini adalah ke sulitan merealisasikan terget laba akibat menanggung kenaikan biaya produksi. Sebagai penutup, dibalik pembentuk kenaikan inflasi kelompok makanan jadi dan minuman: 1. Sektor riil Indonesia mengalami tantangan akibat produsen industri makanan dan minuman mengalami penurunan daya saing baik di pasar global dan domestik akibat kenaikan biaya listrik dan biaya bahan baku impor sekaligus menghadapi pasar domestik yang telah menjual barang makanan dan minuman impor dengan harga lebih
7
Juli 2014
murah. 2. Pelaku usaha industri mempunyai peluang beralih menjadi pedagang makanan minuman impor. Akibatnya keunggulan subsektor perdagangan besar dan eceran tetap prospektif namun mengurangi prospek bisnis industri makanan minuman hingga akhir tahun 2014 ini. 3. Prospek industri makanan dan minuman yang merupakan salah satu industri unggulan di wilayah Bandung sebenarnya tetap tinggi untuk pengusaha yang menggunakan bahan baku substitusi dari pasokan lokal termasuk pemanfaatan hasil agro. (*)
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang UPAYA MEMBANGUN DAYA SAING UNTUK MENUMBUHKANKEMBANGKAN IKLIM INVESTASI DI JAWA TENGAH Secara geografis, letak Provinsi Jawa Tengah diuntungkan karena menjadi penghubung antara Jawa Barat, Banten, dan Jakarta, dengan Jawa Timur (Madura) dan Bali. Keuntungan geografis ini seharusnya secara ekonomis juga dapat dimanfaatkan oleh seluruh stakeholders di Jawa Tengah. Karena itu, pilihan Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Pusat dalam Proyek MP3EI yang mengedepankan pembangunan infrastruktur sudah sangat tepat dalam konteks konektivitas antar daerah. Hal ini disebabkan jika sarana dan prasarana ini tersedia dengan baik, maka akan berdampak pada meningkatnya daya saing wilayah Jawa Tengah yang saat ini berada di peringkat ke enam, dibawah Kepulauan Riau,
Kaltim, Jabar, Jatim, dan peringkat pertama DKI. Berdasarkan hasil survey daya saing yang dilakukan oleh BPMD Provinsi Jawa Tengah, Bappeda Provinsi Jawa Tengah, Bank Indonesia Cabang Semarang, Budi Santoso Foundations (BSF), dan GIZRED, daerah di Jawa Tengah dengan peringkat daya saing paling tinggi dilihat dari kinerja ekonomi adalah Kota Magelang, Surakarta, Grobogan, Sragen, dan Kota Semarang. Sedangkan bila dilihat dari variabel infrastruktur, maka daerah yang menduduki posisi lima besar adalah Temanggung, Kota Magelang, Kota Tegal, Rembang dan Banyumas. Sementara itu, bila dilihat berdasarkan keseluruhan variabel yang digunakan, maka peringkat daya saing daerah di provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 di posisi paling atas adalah daerah Kabupaten Pekalongan, disusul oleh Kota Magelang, Banyumas, Sragen dan Wonosobo. Namun demikian, secara umum daya saing Jawa Tengah masih relatif rendah, karena berdasarkan skor penilaian dengan rentang 1 s.d 10, nilai yang dicapai secara total untuk tiap-tiap kabupaten/kota masih di bawah lima. Walaupun demikian, rerata skor ini sudah mengalami kenaikan dibandingkan hasil survey tahun sebelumnya. Bersarkan survey, penyumbang terbesar rendahnya daya saing ditenggarai sebagai kinerja pemerintah (dalam hal ini rendahnya alokasi investasi, kualitas informasi, regulasi pro-investasi, faktor kelembagaan lain yang dapat memicu daya saing) dan kinerja infrastruktur. Lebih lanjut, beberapa kajian eko-
nomi, daya saing, kajian wilayah, dan pemerataan pembangunan lainnya juga telah diidentifikasi berbagai permasalahan terkait pembangunan di Provinsi Jawa Tengah, antara lain yaitu: 1. Terdapat kesenjangan pendapatan asli daerah dan PDRB yang tinggi antar daerah, 2. Terdapat kesenjangan kesejahteraan antar kabupaten, sampai dengan pedesaan; 3. Infrastruktur dasar belum memadai di banyak wilayah, bahkan di beberapa wilayah sangat kurang termasuk konektivitas antar daerah, maupun moda transportasi yang dapat digunakan; 4. Beberapa rantai nilai industri tidak tumbuh dengan baik, baik antar sektor maupun antar sub-sektor. Kemajuan sektor manufaktur tidak diikuti kemajuan sektor-sektor yang lain; 5. Pertumbuhan investasi yang relatif rendah baik dalam negeri maupun asing di wilayah Jawa Tengah; 6. Masih adanya kesenjangan di beberapa wilayah perbatasan antar provinsi yang menyangkut ketersediaan infrastruktur, perekonomian, maupun ketersediaan sumberdaya manusia terampil dan terdidik. Jadi, berdasarkan informasi di atas, kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Gubernur Ganjar Pranowo untuk tahun ini yang fokus pada infrastruktur, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, melakukan berbagai kajian/perbaikan aturan (regulasi) pemerintahan daerah termasuk RTRW KabupatenKota, serta aparat pemerintahan yang bebas korupsi, dianggap men-
8
Juli 2014
jadi pilihan yang sudah sangat tepat, karena telah sesuai dengan berbagai tantangan yang dihadapi di Jawa Tengah. Selain itu, mengembangkan model-model kemitraan yang saling menguntungkan antara pemerintah (sebagai fasilitator, motivator, bahkan koordinator pembangunan dan pertumbuhan ekonomi) dengan Pengusaha Besar, UMKM, dan lembaga-lembaga penggerak pertumbuhan lainnya seperti lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga keuangan dan lembaga pemberdayaan masyarakat dengan porsi tugas yang proporsional menjadi sangat perlu dan penting untuk dikembangkan, agar wilayah di Jawa tengah ini dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat dari sekarang dan sejajar dengan provinsi di Jawa lainnya. (*)
Rudi Purwono RCE Wilayah Surabaya PENGUATAN PERAN JAWA TIMUR UPAYA MENDORONG INDONESIA KELUAR DARI MIT Agar lolos dari Middle Income Trap (MIT), menurut Rodrigo Chaves (World Bank Country Director for Indonesia) saat launching Development Policy Review 2014 di Jakarta bahwa Indonesia harus mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi yaitu sekitar 9 persen per tahun. Beberapa tahun terakhir, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 5-6 persen. Suatu angka yang memang cukup tinggi, namun belum cukup. Chaves mengungkapkan, perekonomian Indonesia yang sempat tumbuh lebih dari 7 persen, lalu sekarang stagnan di 5-6 persen, merupakan “satu indikasi” risiko MIT. Selama ini pertumbuhan tinggi Indonesia ditopang lonjakan
harga komoditas pada tahun 20032011 serta suku bunga global yang rendah sejak tahun 2009. Saat ini kondisi perekonomian global sudah berubah dimana harga komoditas sedang tertekan dan suku bunga global mulai merangkak naik seiring pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Satu catatan dengan tinta emas, meskipun tertekan ternyata Indonesia masih bisa mempertahankan kinerja ekonomi dengan cukup baik. Chaves mengungkapkan bahwa Dunia sedang menunggu kedatangan Indonesia sebagai pemimpin di area global, apakah bisa? MIT merupakan istilah untuk negara dengan masyarakat berpendapatan menengah yang sulit naik kelas menjadi negara maju. Brasil merupakan salah satu contoh negara yang dianggap tengah berkubang pada MIT. Kategori negara maju adalah yang masyarakatnya berpenghasilan per kapita rata-rata lebih dari USD 12.000 per tahun, sedangkan rata-rata pendapatan per kapita Indonesia saat ini baru sekitar USD 3.500 per tahun. Banyak pihak yang memproyeksikan Indonesia bisa menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2030 karena Indonesia mempunyai potensi besar terutama karena faktor bonus demografi dengan besarnya jumlah penduduk usia produktif. Namun, potensi ini harus didukung dengan kemampuan peningkatan daya saing dan peningkatan infrastruktur. Jawa Timur sebagai provinsi penggerak di Indonesia dengan kontribusi PDRB Jawa Timur terhadap PDB Nasional pada tahun 2013 sebesar 15,02 persen (kedua setelah DKI Jakarta sebesar 16,57 persen). Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dalam 5 tahun terakhir selalu di atas nasional
bahkan pada tahun 2011 mencapai 7,22 persen dan tahun 2013 mencapai 7,27 persen. Dari tahun 2009 sampai tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur meningkat sebesar 1,54 persen. PDRB Jawa Timur tahun 2013 sebesar Rp 1.136,33 triliun (ADHB). Infrastruktur utama untuk menggerakkan perekonomian adalah energi/listrik, jalan/kereta api dan pelabuhan. Dengan kapasitas pembangkit seperti PLTU Gresik 1.900 MW, PLTGU Grati 750 MW, PLTU Paiton (4.900 MW, 660 MW, 660 MW), PLTU Pacitan 630 MW, PLTU Tj. Awar-Awar 630 MW, dan pembangkit yang lain lebih kurang 300 MW. Dari pembangkit yang terpasang di Jawa Timur sebesar 8.670 MW, kemudian didistribusikan ke Jawa Timur dengan beban puncak tertinggi sebesar 2.516 MW, ke Madura 130 MW, ke Jawa TengahJawa Barat-DKI lebih kurang 1000 MW, dan ke Bali lebih kurang 169 MW sehingga Jawa Timur masih surplus listrik sebesar 2.516 MW. Pembangunan infrastruktur jalan (tol dan jalan raya) dan rel kereta api untuk menghubungkan antar kabupaten (sentra produksi) dan kabupaten (sentra produksi) dengan kabupaten/ kota (pasar). Dengan adanya East Java Supply Chain ini mampu meningkatkan daya saing dan kemerataan aktivitas ekonomi di 38 kabupaten/ kota di Jawa Timur sehingga disparitas antar wilayah (Pantai Utara, Kawasan Industri, Pantai Selatan, Mataraman, Tapal Kuda dan Madura) dan ketimpangan kelompok pendapatan (indeks Gini) tidak terjadi secara mendalam. Selanjutnya, Jawa Timur mempunyai international hub port (Pelabuhan Tanjung Perak) yang menghubungkan Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia serta
9
Juli 2014
penguatan 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD) Jawa Timur maka akan memperkokoh National Supply Chain. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) didorong untuk penguatan “Inovasi Produk”. Regional Chief Economist Bank BNI WSY (Provinsi Jawa Timur) melalui Rapat Koordinasi Perencanaan MP3EI Jawa Timur Tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Timur pada 24 Juni 2014 memberikan dorongan untuk sinergi ABG (Academic, Business and Government) untuk menghasilkan inovasi produk. Dengan inovasi produk diharapkan Jawa Timur dan Indonesia mempunyai Export Diversification yang semakin meningkat. Kata kunci untuk keluar dari MIT adalah sinergi pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk secara konsisten membangun infrastruktur dan peningkatan kualitas SDM. Selain membangun infrastruktur untuk perkotaan dan penggerak industri dan jasa maka perhatian diberikan juga pada pembangunan infrastruktur pedesaan (waduk air, irigasi pertanian, pasar desa, jalan desa, listrik desa, puskesmas, sekolah dll) serta peningkatan peran kelembagaan desa sehingga upaya mencapai kemandirian pangan dan pakan nasional serta peningkatan kualitas SDM secara merata di tanah air bisa terwujud. (*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar SULSEL MELAKUKAN KERJASAMA DAGANG DAN INVESTASI DENGAN PEMERINTAH DAN PENGUSAHA MALAYSIA Beberapa waktu lalu gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) didampingi sejumlah pimpinan SKPD dan beberapa pengusaha Sulsel berkunjung ke Malaysia, untuk melakukan misi dan kerjasama dagang dan investasi dengan pejabat dan beberapa pengusaha Malaysia. Ditandai dengan pertemuan antara Gubernur Sulsel dengan Perdana Menteri Malaysia untuk memutuskan kebijakan kerjasama dagang tentang ekspor beras. Beras yang ditawarkan Sulsel adalah jenis premium dengan tiga varietas, yakni Pulu Mandoti asal Enrekang, Toraja, beras mandi dari Barru dari Pangkep, serta varietas Sarawak di Wajo. Sebelumnya, beras premium ini belum dilirik negara Asia Tenggara lainnya. Selama ini, Malaysia mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Kedua negara itu menyaingi Indonesia dalam ekspor beras biasa karena harganya jauh lebih murah. Sulsel saat ini surplus 2,1 juta ton beras. Jika rencana ekspor berjalan lancar, pada tahap pertama, Sulsel akan mengekspor 40 ribu ton. Sebagai tindak lanjut rencana itu, Gubernur Sulsel mengundang sejumlah pengusaha Malaysia untuk datang ke Makassar pertengahan Juli 2014. Rencana itu akan dituangkan melalui nota kesepahaman (MoU). Selanjutnya Gubernur Sulsel menggelar pertemuan informal dengan cofounder and chairman MCT Consortium Berhard di Hotel Grand Mille-
nium dalam rangka pertemuan pendahuluan untuk ekspor beras dan kerja sama lainnya. Khususnya potensi pengelolaan marmer Sulsel. Pihak pengusaha tersebut mengaku tertarik dengan beberapa potensi sumberdaya yang dimiliki Sulsel sehingga berjanji akan datang ke Makassar untuk mencari informasi lebih detail tentang potensi kerja sama yang dapat dibangun dan dikembangkan. Selain ingin mengimpor beras dan marmer, pengusaha Malaysia tersebut juga tertarik melakukan investasi nenas. Perwakilan Lembaga Pemasaran Pertanian Persekutuan (FAMA) Kementerian Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia mengatakan bahwa beberapa pengusaha butuh lahan 10 ribu hektar dalam kawasan hutan untuk dikelola. Gubernur Sulsel merespon rencana itu dan akan menyiapkan lahan tersebut sebagai percontohan. Sebelum pulang ke Makassar, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dibawah pimpinan Gubernur Sulsel bersama rombongan, menggelar pertemuan dengan sejumlah investor di kawasan Port Klang yang terletak di distrik Klang di negara bagian Selangor. Pelabuhan ini melayani Lembah Klang, termasuk ibu kota federal Kuala Lumpur dan ibu kota administratif federal Putrajaya. Pada kesempatan itu rombongan mengunjungi pabrik cokelat bernama Barry Callebaut dan melihat langsung pembuatan aneka jenis cokelat. Gubernur berharap agar Barry Callebout bisa meningkatkan fungsi pabrik cokelat yang ada di Makassar. Sebab, selama ini pabrik yang ada di Salodong hanya menyuplai pabrik pemrosesan akhir di Bandung.
10
Juli 2014
Untuk itu Gubernur berjanji menjamin Barry Callebout tidak akan kekurangan bahan baku. Setiap tahun, selama ini Sulsel memproduksi 330 ton kakao. Pihak perusahan menanggapi permintaan Gubernur Sulsel, dengan mengatakan bahwa pihaknya saat ini terus melakukan pengembangan pabrik, termasuk merencanakan pendirian pabrik pemrosesan akhir di Makassar. Oleh karena itu pihaknya terus melakukan kajian mendalam sebelum merealisasikan pembangunan pabrik baru terutama dalam kaitannya dengan keberlanjutan ketersediaan bahan baku dan kualitas kakao yang sesuai standar. (*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar NILAI TUKAR RUPIAH KEMBALI DIUJI Mata uang rupiah kembali bergerak melemah, bahkan sempat mencapai angka pskologis Rp12 ribu lebih per dolar AS pada minggu lalu. Beberapa ekonom memprediksi mata uang rupiah masih rentan pelemahan pada awal semester pertama tahun ini, dan mungkin akan tetap fluktuatif di kisaran Rp12 ribu hingga pertengahan Juli. Kondisi ini di samping dipengaruhi kondisi global, juga disebabkan kondisi ekonomi nasional, berupa meningkatnya permintaan dollar untuk membayar utang-utang luar negeri swasta yang jatuh tempo, inflasi bulan Juli yang umumnya meningkat karena hari raya dan tahun ajaran baru. Sebab lainnya adalah banyaknya kebutuhan impor, tidak hanya dalam bentuk barang modal, tetapi juga barang-barang konsumsi. Bagi perekonomian nasional, melemahnya nilai tukar rupiah tentu men-
jadi perhatian serius pihak-pihak terkait, karena nilai tukar mata uang, merupakan salah satu indikator penting bagi perekonomian suatu negara. Sejarah panjang nilai tukar rupiah, terutama terhadap dolar AS, selalu mengingatkan kita pada situasi ketika menjelang era reformasi di Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula ada dikisaran Rp2,1 ribu per dolar AS pada waktu itu, dalam hitungan hari berubah menjadi Rp2,5 ribu, kemudian dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama melonjak hingga mencapai Rp16 ribu. Memang, situasi ekstrim seperti yang pernah terjadi waktu itu tidaklah mungkin akan terjadi saat ini. Negara memiliki fundamental ekonomi yang masih relatif kokoh. Cadangan devisa kita, walaupun tidak setinggi Cina, masih cukup untuk dipergunakan sebagai alat intervensi pasar, kalau memang betul-betul diperlukan. Di samping itu, kini sejak tahun 2011 kita memiliki UndangUndang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang intinya mewajibkan rupiah dipergunakan dalam setiap transaksi pembayaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Bagi perekonomian daerah Bali yang mengandalkan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah yang tidak terlalu ekstrim kali ini, memang tidak berdampak negatif. Apalagi sub sektor perdagangan di daerah yang disebut Pulau Dewata ini, juga didominasi oleh perdagangan luar negeri (ekspor) dalam jumlah yang cukup signifikan. Perekonomian Bali di satu sisi malah diuntungkan oleh menguatnya dolar AS. Wisatawan mancanegara biasanya lebih panjang masa tinggalnya. Juga mereka akan
membelanjakan uangnya lebih banyak lagi, baik untuk restoran maupun cindera mata. Kondisi yang demikian, bila berlangsung lama, tidak hanya dinikmati oleh sektor PHR saja, tetapi mungkin juga akan berdampak ganda bagi sektor-sektor lainnya. Sektor bangunan, listrik dan air, juga jasa-jasa, termasuk jasa keuangan akan menjadi semakin meningkat pertumbuhannya karena memperoleh multiplier effect dari penguatan sektor PHR. Investasi akan semakin meningkat di daerah ini, terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Namun demikian, sebagai bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia, Bali tidak boleh melakukan pembiaran terhadap kondisi ini. Dunia perbankan di daerah ini harus terdepan dalam upaya menguatkan rupiah. (*)
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin SEKTOR PERTANIAN TULANG PUNGGUNG PEMBANGUNAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT Komposisi penduduk Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) yang 60 persen menggantungkan hidupnya dari aktivitas pertanian khususnya sub -sektor Tanaman Pangan menjadikan sektor Pertanian secara umum masih menjadi tulang punggung pembangunan perekonomian di Provinsi Kalbar. Sedangkan di dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sektor Pertanian memberi kontribusi sekitar 25 persen sehingga memberi peran yang dominan dibandingkan 8 sektor ekonomi lainnya. Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi lahan pertanian yang cukup
11
Juli 2014
besar untuk tanaman pangan, yaitu sekitar lebih dari 1,2 Juta Ha. Baru sekitar 546.594 Ha yang fungsional jika bisa ditanami padi 2 kali setahun akan diperoleh luas tanam/panen sekitar 1.000.000 Ha. Apabila mengacu pada tingkat produktivitas rata-rata nasional 5 Ton/Ha Gabah Kering Giling (GKG), maka akan diperoleh produksi GKG sekitar 5 Juta Ton/Tahun yang setara dengan produksi beras sebanyak 3.100.000 Ton/Th. Dengan populasi Kalbar sekitar 4,6 Juta (2014) dan konsumsi beras rata-rata nasional 139 kg/ kapita/tahun, maka kebutuhan beras rakyat Kalimantan Barat perkapita sekitar 612.150,02 Ton , yang berarti akan terdapat surplus sebesar 2.487.850 Ton beras. Terkait hal itu, Pemprov Kalbar tetap memberikan prioritas kebijakan dalam pembangunan pertanian agar modern, berbudaya industri, berbasis pedesaan, namun berdaya saing. Provinsi Kalimantan Barat terus memacu peningkatan produksi bahan pangan khususnya padi (beras) guna mewujudkan target menjadi salah satu gudang pangan nasional. Langkah besar ke arah itu telah dimulai sejak 2011, antara lain dengan merintis pengembangan usaha tani modern berbasis agribisnis (food estate) di 13 kabupaten. Pengembangan food estate dilakukan melalui dua program, yakni pencetakan sawah baru dan optimalisasi lahan. Konsep dan arah pembangunan food estate tidak hanya ditujukan untuk pengembangan pertanian skala luas berbasis satu komoditas saja. Komoditas Padi menjadi sasaran utama karena perannya sebagai pangan utama. Berbagai komoditas juga dapat
dikembangkan secara terintegrasi/ bersamaan sesuai potensi lahan yang ada. Di antara komoditas yang dapat bersinergi dalam mendukung produksi pangan adalah : padi, jagung, dan kedelai. Sinergi dari komoditas hortikultura, ternak, dan perikanan juga akan semakin meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan food estate. Di antara komoditas hortikultura yang mungkin bisa disinergikan adalah sayuran, dan tanaman buah. Namun, saat ini banyak lahan pertanian yang sudah berubah fungsi untuk aktivitas non pertanian. Ini menjadi ancaman tersendiri, khususnya pertanian pangan. Kemudian, pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun telah mendorong terjadinya peralihan lahan pertanian produktif menjadi areal perumahan dan bangunan. Ketersediaan lahan pertanian produktif menurun dan terus mengancam terjadinya penurunan produksi pangan. Secara nasional, pemerintah telah menetapkan target pencapaian surplus beras nasional sebesar 10 juta ton pada tahun 2014. Kalbar mendapat target untuk mencapai surplus beras sampai tahun 2014 sebesar 350 ribu ton. Di sisi lain, angka konsumsi beras rata-rata rakyat Indonesia adalah sebanyak 139,15 kilogram. Angka tersebut jauh tinggi dibanding Singapura, Malaysia dan India. Sementara sasaran konsumsi beras yang akan dicapai pemerintah adalah sebesar 116,97 kilogram per kapita per tahun. Diharapkan angka tersebut dapat tercapai sehingga kita tidak tergantung dengan beras. Pada Triwulan I 2014, sektor Pertanian Kalimantan Barat tumbuh sebesar 4,30% (yoy), atau melambat
dibandingkan Triwulan IV 2013 yang tumbuh mencapai 7,76% (yoy). Kinerja sektor Pertanian di Kalimantan Barat didominasi oleh Tanaman Bahan Makanan (Tabama), khususnya padi, dan Tanaman Perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet. Kinerja Tabama menunjukkan pertumbuhan sebesar 3,90% (yoy), atau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut antara lain diindikasikan oleh luas panen padi tercatat sebesar 225,04 ribu Ha, atau mengalami kontraksi sebesar 8,41% (yoy). Perlambatan kinerja Tabama juga dipengaruhi oleh rendahnya produktivitas sayuran di Kalimantan Barat akibat kualitas air payau yang berdampak pada kerusakan tanaman. Sementara itu, kinerja subsektor Tanaman Perkebunan menunjukkan akselerasi yang tumbuh 5,93% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,53% (yoy). Akselerasi tersebut didorong oleh kinerja subsektor perkebunan kelapa sawit, dimana produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit mencapai 961,84 ribu ton, atau tumbuh 18,72% (yoy). Dari sisi harga, pergerakan harga TBS menunjukkan peningkatan. Harga TBS rata-rata yaitu Rp1.724/kg, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya Rp1.507/kg. Di sisi lain, produktivitas tanaman karet relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan produksi karet dipengaruhi oleh periode gugur daun tanaman karet. Harga internasional karet juga masih menunjukkan tren penurunan yaitu 243,78 USD cent/kg, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 267,17 USD cent/kg.
12
Juli 2014
Kinerja perkebunan karet masih dibayangi perlambatan perekonomian Tiongkok serta kondisi lahan tanaman karet di Kalimantan Barat yang membutuhkan peremajaan. (*)
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado KESIAPAN SULAWESI UTARA MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 sangat menentukan gerak langkah Indonesia, baik secara ekonomi, politik, dan sosial. Keberadaan MEA dapat memberi manfaat sekaligus permasalahan serta tantangan yang besar. Dengan adanya MEA diharapkan akan memperkuat ekonomi kawasan lewat peningkatan mobilisasi barang dan jasa serta sumber daya manusia (SDM) antar negara di kawasan ASEAN yang pada gilirannya akan mendorong kesejahteraan bersama. Di sisi lain, MEA juga dapat membawa dampak yang merugikan bagi negara-negara di kawasan ASEAN yang tidak mampu mengimbangi mitranya. Walaupun tujuannya demi kebaikan bersama, namun masalahnya terdapat kesenjangan yang lebar dalam kondisi infrastruktur, kesiapan industri, sumber daya alam (SDA), SDM, kondisi politik dan keamanan, serta karakter masyarakat antar negara anggota. Negara anggota yang memiliki keunggulan relatif dalam prasyarat dasar di atas akan menikmati manfaat yang besar dari MEA. Sebaliknya, negara yang lemah akan menikmati manfaat yang jauh lebih kecil atau bahkan dieksploitasi oleh negara anggota lainnya. Suatu negara anggota yang mengalami kondisi tidak menguntung-
kan dari pakta ini atau mengalami krisis, sulit membuat kebijakan demi kepentingan negaranya karena terbelenggu oleh perjanjian yang mengikat. Contohnya Yunani, Spanyol, dan Portugal sulit membuat kebijakan saat krisis karena terikat dalam Masyarakat Uni Eropa. Dalam konteks di atas, Indonesia memiliki beberapa kelemahan mendasar, di antaranya sebagai berikut. 1. Laporan Asia Development Bank (ADB) 2010 memperlihatkan beberapa kelemahan dalam bidang infrastruktur Indonesia. Kelemahan tersebut mencakup panjang jalan yang belum memadai, kinerja dan jumlah pelabuhan laut yang masih terbatas, penggunaan single track yang tidak efisien dalam perkeretapian, rendahnya kuantitas dan kualitas layanan bandara serta tingkat elektrifikasi. 2. Kurangnya kesiapan industri Indonesia yang disebabkan kurangnya keinginan pemerintah dan dunia usaha mendorong hilirisasi secara sistimatik. Di pihak lain, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Singapura sangat gencar melakukan hilirisasi industri pada beberapa tahun terakhir. 3. Indonesia merupakan negara yang paling kaya sumber daya alam di kawasan ASEAN namun sumber daya Indonesia terutama bahan tambang dan hasil hutan, pertanian serta perikanan tidak terkelola dengan baik. 4. Meskipun Indonesia memiliki jumlah penduduk terbanyak di ASEAN, namun masih banyak yang berpendidikan dan berketrampilan rendah. Di samping itu, sistem dan kurikulum pendidikan di Indonesia kebanyakan belum mendukung kebutuhan pasar
sehingga keunggulan jumlah penduduk menjadi kurang bermanfaat. 5. Keamanan secara umum terkendali, namun meningkatnya demonstrasi yang berakhir anarkis menciptakan ancaman baru terhadap keamanan. Di samping itu, stabilitas politik mulai terancam dengan adanya pembelokan politik dari kepentingan rakyat menjadi kepentingan partai politik, kelompok, dan pribadi. Hal ini disertai dengan lemahnya penegakan hukum. 6. Karakter bangsa mengalami degradasi yang luar biasa. Terjadi peningkatan intoleransi yang signifikan serta menurunnya sikap penghargaan terhadap hak milik pribadi dan banyak persoalan yang terjadi diselesaikan melalui kekerasan Sebagai salah satu provinsi yang berbatasan langsung dengan Filipina, yang merupakan salah satu negara ASEAN, Sulawesi Utara (Sulut) akan memperoleh peluang maupun menghadapi tantangan dari adanya MEA. Untuk merespons kondisi ini perlu dilihat kesiapan Sulut dalam menyambut MEA, namun bila mengkaji kondisi Sulut terkini, maka MEA lebih banyak membawa tantangan ketimbang manfaat. Dari sisi ekspor, nilai ekspor Sulut ke negara-negara ASEAN masih sangat terbatas. Pada tahun 2013 ekspor ke negara ASEAN yaitu Thailand dan Vietnam sebesar US$ 21,21 juta atau 2,4% dari total ekspor. Dari jenis komoditas atau produk yang diekspor, tidak berbeda dengan Filipina, bahkan jumlah produk turunan Sulut masih jauh di bawah negara tersebut. Umumnya, ekspor Sulut berasal dari sub sektor perikanan terutama ikan beku, ikan kayu, dan ikan kaleng, sedangkan dari
13
Juli 2014
sub sektor perkebunan terutama crude coconut oil (CCO) atau minyak kelapa kasar dan bungkil kopra Dari aspek SDM, pada dasarnya SDM Sulut cukup baik, dimana Sulut menduduki ranking 2 pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. Namun demikian Sulut masih mengalami permasalahan dalam ketrampilan dan etos kerja. Permasalahan ini membuat SDM di Sulut menghadapi ancaman migrasi SDM Filipina yang umumnya memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang baik. Kondisi ini nantinya bisa berimplikasi terhadap perbankan di Sulut dimana dapat menurunkan laju pertumbuhan dana perbankan. Apabila semakin banyak tenaga kerja asing di Sulut, maka penghasilan yang mereka peroleh di Sulut akan dikirim ke negara asal sehingga mengurangi dana perbankan di daerah ini, sedangkan tenaga kerja domestik yang menjadi sasaran dana perbankan akan mengalami ancaman pengangguran. Untuk menutup kelemahan Sulut dalam menghadapi MEA 2015, dibutuhkan beberapa tindakan strategis. Pertama, pembangunan SDM di Sulut perlu menitikberatkan pada peningkatan ketrampilan dan etos kerja yang menjadi masalah krusial saat ini. Kedua, melakukan hilirisasi industri yang didukung oleh ketersediaan energi listrik yang memadai. Ketiga, mengurangi birokrasi dalam perizinan. Keempat, penegakan hukum berkaitan dengan illegal fishing yang selama ini mengganggu kinerja perikanan yang merupakan unggulan Sulut. (*)
Sidik Budiono RCE Wilayah Papua MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN PAPUA 2018 Target perekonomian makro yang hendak dicapai di masa datang (2018) dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk mencapai target tersebut, maka pemerintah daerah melakukan prioritas utama pembangunan berkelanjutan, yaitu: Pertama, mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat, berprestasi dan berakhlak mulia. Meningkatnya kualitas SDM yang berdaya saing dan ber-etika dengan mengembangkan sistem nilai yang positif sesuai kearifan lokal budaya asli masyarakat Papua. Sebaliknya, kebiasaan masyarakat yang tidak baik perlu untuk terus diminimalisir. Sumberdaya manusia merupakan kekuatan yang bersumber dari manusia dan dapat disebut sebagai man power. Membangun manusia berkualitas berarti membentuk manusia yang utuh dan bernilai positif dengan indikatorindikator kualitas antara lain: sehat, sehingga mampu bekerja keras, tangguh dan ulet dalam menghadapi persoalan, cerdas berpikir dan bertindak, terampil dan memiliki
kompetensi, mandiri, memiliki tanggung jawab, produktif, kreatif, inovatif, beorientasi ke masa depan, disiplin dan berbudi. Pengembangan SDM yang juga merupakan subjek dan sekaligus obyek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak kandungan hingga akhir hidup. Pembangunan SDM dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu kualitas, kuantitas dan persebaran penduduk. Kedua, pengembangan dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat yang berbasis potensi lokal. Membangun struktur perekonomian yang kokoh dan berkelanjutan berbasis ekonomi lokal yang ditandai dengan terwujudnya iklim investasi yang kondusif, tercapainya stabilitas makro ekonomi, meningkatnya kapasitas dan produktivitas industri kecil & menengah, serta terwujudnya pengelolaan SDA secara lestari yang mendukung peningkatan pekenomian masyarakat. Sektor riil daerah dapat bergerak hanya apabila investasi dapat masuk ke daerah yang tentunya didukung oleh iklim investasi yang kondusif. Hal ini mengingat potensi sumberdaya alam Papua yang besar berupa pertanian dan perkebunan, kelautan dan perikanan serta
Tabel 1. Indikator Makro Pembangunan Papua No
Indikator
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kondisi Awal (2011) Target Tahun 2018 65,36
70.00
2. Persentase penduduk miskin
31,98%
25%
3 Laju pertumbuhan ekonomi riil
9,27%
> 7%
24,54 Jt
>30 Jt
-
Meningkat
4 PDRB Perkapita 5 Tingkat Konektivitas Antar Daerah
14
Juli 2014
pariwisata. Perekonomian masyarakat dapat tangguh dan mencapai tingkat kesejahteraan yang merata berawal dari optimalisasi potensi unggulan yang berdaya saing serta didukung oleh sarana prasarana perekonomian yang memadai, baik berupa jaringan irigasi, jaringan jalan, jembatan dan lapangan terbang. Slogan “Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera” menuntut pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, berkelanjutan, mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, serta berdaya saing tinggi didukung oleh pengusahaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengembangkan sumber daya pembangunan. Pembangunan struktur perekonomian harus diperkuat dengan mendudukkan sektor industri berbasis potensi masyarakat adat sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan, serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik, agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Ketiga, percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar kawasan dan antar daerah dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan. Ketersediaan infrastruktur dan konektivitas antar wilayah dalam mendukung pengembangan wilayah diwujudkan dengan meningkatkan jangkauan pelayanan sistem komunikasi dan informasi antar wilayah, meningkatkan ketersediaan perumahan rakyat yang layak huni,
meningkatkan ketersediaan air bersih, meningkatnya ketersediaan energi listrik yang ramah lingkungan. Selain itu, terwujudnya pembangunan berkelanjutan dengan implementasi Rencana Tata Ruang secara konsisten. Sebagai penutup, kondisi makro ekonomi terkini dan prioritas pembangunan Papua memiliki implikasi antara lain: 1. Kualitas SDM dikatakan membaik atau menuju target akan ditandai dengan meningkatnya status kesehatan dan taraf pendidikan masyarakat dengan ukuran penilaian berupa Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 2. Untuk mencapai ketahanan ekonomi yang tangguh membutuhkan dukungan elemen masyarakat dimulai dari tingkatan paling bawah, sehingga dengan demikian faktor peningkatan pelayanan dasar pembangunan masyarakat harus menjadi faktor penting dan prioritas dalam rangka percepatan pembangunan. 3. Percepatan pertumbuhan ekonomi jelas membutuhkan tambahan kuantitas dan perbaikan kualitas infrastruktur. Pengembangan ekonomi tidak mungkin berhasil tanpa infrastruktur yang memadai, mengingat biaya pemasaran makin dominan dalam struktur biaya akhir suatu komoditas. 4. Walaupun pengeluaran dalam bidang infrastruktur telah ditingkatkan di Papua maupun Papua Barat, namun kesenjangan infrastruktur masih terasa, baik di wilayah ibukota kabupaten dan kota maupun di perkampungan. Oleh karenanya, pembangunan infrastruktur dasar yang merata harus menjadi prioritas karena menjadi
faktor pendorong utama untuk pencapaian target-target perekonomian. 5. Perbankan dan dunia usaha harus mendukung program dan arah pembangunan ini, karena tersedianya infrastruktur dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang baik akan mendukung iklim investasi (perekonomian) dan perbankan. Target perekonomian yang dapat dicapai akan meningkatkan investasi dan selanjutnya peran intermediasi perbankan akan meningkat di kawasan tersebut. 6. Namun demikian, seringnya perang suku di wilayah-wilayah Papua dan Papua Barat cukup berdampak negatif pada iklim investasi dan kondisi perekonomian. Terjadinya penembakan oleh orang tak dikenal di wilayah-wilayah tertentu membuat pelaku usaha cukup kawatir. Namun demikian kepolisian telah berupaya menyelesaikan masalahmasalah ini dengan baik. Di lain pihak, penangkapan berbagai pelaku korupsi oleh pejabat kabupaten/kota dan oknum (curang) penyelenggara Pemilu daerah Papua akan berdampak positif bagi perbaikan ekonomi. (*)
15
Juli 2014
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN 1 Juni – 30 Juni 2014 Pergerakan indeks saham di bulan Juni ini cukup variatif. Tidak ada kekompakan pergerakan atara sesama rekan sekawasan. Seperti indeks saham kawasan global yang mayoritas membentuk pola uptrend namun indeks saham FTSE Eropa bergerak sebaliknya atau downtrend. Demikian juga pergerakan indeks saham di kawasan regional, meski mayoritas membentuk pola downtrend atau melemah namun indeks saham di Thailand mampu membentuk pola penguatan atau uptrend.
INDEKS SAHAM GLOBAL Indeks saham di Amerika Serikat bergerak membentuk pola uptrend dengan ruang gerak yang terbatas. Hal ini seiring dengan data ekonomi Amerika yang belum memberikan sinyal pemulihan yang meyakinkan. Beberapa data yang dirilis oleh pemerintah Amerika di bulan Juni antara lain inflasi tahunan sebesar 2,1% yang lebih tinggi daripada bulan sebelumnya 2,0%. Meski inflasi Amerika lebih tinggi namun Bank Sentral Amerika (The Fed) masih menahan suku bunga acuan mendekati 0%
atau sebesar 0,25% saja. Tampaknya The Fed masih melihat laju pertumbuhan Amerika masih membutuhkan bantuan untuk lebih melesat. Karena tingkat pengangguran yang terlihat dari data pemohon tunjangan pengangguran masih bertahan sebesar 312.000 dan tingkat pengangguran Amerika masih belum beranjak dari 6,3%. Pergerakan indeks saham di Amerika berpengaruh dengan pergerakan indeks saham di Jepang. Terlebih tidak ada data ekonomi Jepang yang dapat mengubah presepsi investor
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
16
Juli 2014
setempat. Inflasi Jepang pada bulan Juni sudah mencapai 3,4%, lebih tinggi daripada bulan sebelumnya 3,1%. Namun angka inflasi di Jepang lebih rendah dari yang diperkirakan oleh para analis yakni sebesar 3,7%. Data perdagangan Jepang juga membaik menjadi surplus JPY 909 milyar dari JPY 809 milyar di bulan sebelumnya. Angka pengangguran Jepang membaik tipis menjadi 3,5% dari 3,6%.
Juni. Indeks saham Eropa meninggalkan titik tertinggi yang terbentuk pada awal bulan menuju titik terendahnya menjelang penutupan bulan setelah indeks keyakinan berbisnis di Eropa jatuh ke titik terendah dalam setahun. Selain itu tensi konflik di Ukraina dan Irak yang naik membuat investor memilih untuk mundur dari lantai bursa saham setempat.
Pergerakan yang berlawanan dengan rekan dalam satu kawasan terjadi di Eropa dimana indeks FTSE London pada bulan Juni ditutup lebih rendah daripada pergerakaan awal bulan
Indeks kawasan regional mayoritas bergerak dengan membentuk pola melemah (downtrend) dengan pengecualian indeks saham di Thailand. Melemahnya indeks saham di
INDEKS SAHAM DI REGIONAL
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Strait Times
kawasan regional paralel dengan melemahnya nilai tukar mata uang di kawasan regional dengan menguatnya mata uang USD. Investor berlombalomba mengalihkan aset mereka pada USD setelah ketegangan di Iraq meningkat dan adanya kabar akan dinaikkannya suku bunga acuan di Amerika Serikat. Meski mata uang di kawasan regional melemah, pelemahan tersebut tidak begitu tampak pada mata uang Thailand Baht. Indeks saham Thailand juga tidak terlalu berpengaruh dengan kekhawatiran di Timur Tengah dan kenaikan suku bunga acuan Amerika. Investor masih asik men-
Thailand
Hang Seng
17
Juli 2014
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memulai pergerakan bulan Juni dari titik 4.912 dan menutupnya pada titik 4.879 atau secara bulanan melemah -0,7%. IHSG sempat menyentuh 4.972 sebagai titik tertingginya yang terbentuk pada perten-
gumpulkan saham Thailand yang telah terdiskon cukup dalam karena pergolakan politik dalam negeri Thailand. Setelah polemik politik dalam negeri mereda, investor kembali melirik saham Thailand.
gahan minggu kedua bulan Juni dan pada titik 4.839 sebagai titik terendahnya yang terbentuk pada pertengahan minggu terakhir bulan Juni. Titik terendah terbentuk karena konflik di Irak meningkat dan desas desus kenaikan suku bunga acuan di
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan Bank
Closing Price
IHSG / JCI BNI
Mandiri
BRI
BCA
Niaga
Danamon
BTN
2-Jun-2014
4,780
10,200
10,300
11,150
1,020
4,190
1,050
4,912
3-Jun-2014
4,905
10,200
10,350
11,250
1,035
4,310
1,055
4,942
4-Jun-2014
4,900
10,150
10,275
11,050
1,040
4,305
1,035
4,933
5-Jun-2014
4,870
10,200
10,150
11,050
1,040
4,400
1,025
4,936
6-Jun-2014
4,830
10,075
10,075
11,050
1,035
4,310
1,010
4,937
9-Jun-2014
4,750
9,800
9,875
11,075
1,040
4,215
990
4,885
10-Jun-2014
4,865
9,975
10,225
11,250
1,035
4,250
1,015
4,946
11-Jun-2014
4,880
9,950
10,275
11,250
1,035
4,325
1,050
4,972
12-Jun-2014
4,810
9,925
10,150
11,200
1,030
4,300
1,040
4,934
13-Jun-2014
4,830
9,925
10,175
11,075
1,035
4,320
1,010
4,927
16-Jun-2014
4,825
9,850
10,150
11,025
1,015
4,275
1,020
4,885
17-Jun-2014
4,900
9,900
10,175
11,075
1,030
4,325
1,030
4,910
18-Jun-2014
4,900
9,875
10,100
11,025
1,010
4,200
1,065
4,888
19-Jun-2014
4,835
9,800
10,050
11,050
1,005
4,190
1,030
4,864
20-Jun-2014
4,820
9,800
10,000
10,900
1,005
4,240
1,035
4,848
23-Jun-2014
4,780
9,750
9,925
11,000
1,005
4,230
1,020
4,842
24-Jun-2014
4,780
9,775
10,000
10,950
1,020
4,220
1,030
4,862
25-Jun-2014
4,785
9,750
10,075
10,700
1,045
4,155
1,030
4,839
26-Jun-2014
4,790
9,850
10,050
11,000
1,005
4,195
1,035
4,872
27-Jun-2014
4,770
9,650
10,100
10,825
1,025
4,145
1,020
4,845
30-Jun-2014
4,765
9,725
10,325
11,000
1,015
4,145
1,040
4,879
Growth
-0.3%
-4.7%
0.2%
-1.3%
-0.5%
-1.1%
-1.0%
-0.7%
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
17,746
24,470
27,406
10,455
77.700
2,043
24,439
12,803
>> Value [Rp Million]
85,593
242,384
277,400
115,278
79.014
8,691
25,216
49,579
Valuation Ratio
>> PER
9.8
12.5
11.9
19.0
6.0
9.8
7.0
21.5
>> PBV
1.7
2.6
3.2
4.0
0.9
1.2
1.0
2.5
18
Juli 2014
Amerika. Kenaikan IHSG yang membawa pada titik tertinggi dalam bulan Juni ini terdorong oleh sentimen positif dari luar negeri. Pergerakan indeks saham di Amerika pada hari sebelumnya juga menguat. Perbankan Dapat dikatakan saham sektor ini menutup bulan Juni dalam zona merah. Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang ditutup menguat 0,2% dapat dikatakan tidak berarti karena hanya ditutup Rp 25 lebih tinggi daripada harga awal bulannya. Sentimen negatif pada sektor perbankan ini kondisi Indonesia yang sangat fragile dengan naiknya harga minyak bumi terlebih lagi dengan sinyalir akan dinaikkannya Fed Rate dimana mata uang Rupiah akan terdepresiasi. Melemahnya Rupiah dengan kenaikan harga minyak bumi ini dikarenakan Indonesia sudah menjadi net importer minyak bumi. Dengan tingkat konsumsi dan belanja minyak bumi sementara komoditas ekspor Indonesia masih belum mampu dijual keluar negeri sehubungan masih melemahnya ekonomi partner perdagangan Indonesia, menjadikan catatan perdagangan Indonesia lebih berat pada pembelian (impor) daripada ekspor. Selain itu dengan rumor kenaikan suku bunga acuan di Amerika yang dikhawatirkan akan menyerap likuiditas dunia kembali ke Amerika juga turut melemahkan Rupiah. Kondisi melemahnya Rupiah dipercaya akan diatasi dengan kenaikan suku bunga BI atau BI Rate. Kenaikan BI rate sendiri berpotensi bagi memburuknya debitur perbankan Indonesia. Oleh karenanya investor mencoba menghindari saham perbankan.
Saham perbankan yang terkoreksi terdalam dialami oleh Bank Mandiri (BMRI) sedalam -4,7% diikuti oleh Bank Central Asia (BBCA), Bank Danamon (BDMN), Bank Tabungan Negara (BBTN), Bank CIMB Niaga (BNGA) dan Bank Negara Indonesia (BBNI) sedalam –1,3%, -1,1%, -1,0%, -0,5%, dan -0,3%. Infrastruktur Saham sektor infrastruktur dalam bidang telekomunikasi ditutup variatif dimana saham bidang telekomunikasi ditutup dalam teritori negatif namun untuk bidang distribusi gas dengan emiten PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) berhasil menutup pertengahan tahun ini menguat 6,2% lebih tinggi dari awal bulannya. Berita kenaikan penjualan gas PGAS pada beberapa perusahaan multinasional di Sumatera dan penjualan gas pada PLN memberikan sentimen yang positif pada perusahaan dan juga harga saham PGAS. Untuk perusahaan telekomunikasi yang melantai di bursa saham seperti PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dan PT Indosat (ISAT) belum berhasil menutup bulan Juni ini dengan harga yang lebih tinggi. Perlemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika memberikan potensi kerugian selisih nilai tukar mata uang bagi perusahaan. Kedua emiten telekomunikasi ini mempunyai eksposur yang besar pada mata uang asing sehingga dengan penguatan mata uang asing akan memberikan potensi kerugian nilai mata uang asing yang pada akhirnya mengurangi pertumbuhan laba bersih yang akan dibukukan pada kwartal II tahun ini. TLKM ditutup melemah 2,2% sementara ISAT ditutup dengan 7,9%.
Konstruksi Seiring dengan perlemahan IHSG saham sektor konstruksi kompak menutup bulan Juni dalam zona negatif. Koreksi terdalam dialami oleh PT Adhi Karya (ADHI) sebesar -9,1%. Saham PT Wijaya Karya (WIKA), PT Waskita Karya (WSKT) dan PT Pembangunan Perumahan (PTPP) mengikuti dengan penurunan harga saham sebesar -3,9%, -2,2% dan -0,3%. Emiten ini merupakan sektor yang memerlukan modal yang besar dimana sebagian dari modal tersebut diperoleh dari pemberian hutang dari perbankan. Dengan kekhawatiran akan kenaikan Fed Rate yang dapat berimbas dengan kenaikan suku bunga pinjaman perbankan Indonesia, kenaikan biaya hutang ini akan berdampak kenaikan pembayaran bunga hutang yang akan dicatatkan pada laporan rugi laba perusahaan dan mengurangi pertumbuhan laba bersih perusahaan maka para investor memilih untuk melepas saham sektor konstruksi terlebih dahulu. Pertambangan Harga saham sektor pertambangan menutup pekan ini dengan kompak dalam zona merah. Larangan ekspor bijih besi dan berkurangnya konsumsi batubara dunia menjadi katalis pelepasan saham pertambangan oleh investor. Peraturan pelarangan ekspor bijih besi diyakini akan menurunkan pendapatan perusahaan pertambangan bijih besi seperti PT Timah (TINS) dan PT Aneka Tambang (ANTM). Oleh sebab itu kedua saham pertambangan bijih besi ini terkoreksi -11,0% dan 7,2%. Demikian juga untuk batu bara, den-
19
Juli 2014
gan konsumsi batubara dunia yang berkurang akan melemahkan harga batubara. Harga batubara yang diperdagangkan di Newcastle Australia pada minggu terakhir bulan Juni menyentuh titik terendah dalam setahun senilai USD 71,45 per metrik ton membawa saham PT Bukit Asam (PTBA) lebih rendah -2,7% dari awal bulan Juni ini. Industri Dasar Semen Harga saham sektor dasar semen menutup pekan ini dengan variatif. Saham PT Semen Indonesia (SMGR) berhasil menutup bulan Juni menguat 1,5%. Sebaliknya, untuk emiten se-
industri lainnya ditutup melemah 8,7% untuk saham PT Semen Baturaja (SMBR) dan PT Wika Beton (WTON) melemah -2,0%.
cim yang mempunyai area penjualan yang sama. Ditutupnya saham SMGR dan WTON dengan penguatan dan penurunan ini berkaitan dengan rebound dan koreksi teknikal bagi masing-masing saham. Saham SMGR yang telah menyentuh harga batas bawah Rp 14.850Rp 14.925 pada awal bulan minggu ketiga kembali dikoleksi pada akhir bulan. Demikian juga dengan harga WTON yang sudah mulai rebound pada minggu ketiga namun masih belum mencapai harga batas atas yang terjadi ada awal bulan Juni. (*)
Koreksi yang terdalam bagi saham SMBR dikaitkan dengan performa perusahaan yang terpukul dengan kenaikan tarif listrik industri pada bulan Mei lalu. Kenaikan tarif listrik memperbesar biaya produksi dan untuk menutupi kenaikan biaya tersebut, SMBR hanya mempunyai pilihan menaikkan harga jualnya. Namun demikian kanaikan harga jual akan berdampak turunnya volume penjualan karena SMBR akan terbentur dengan pemain semen lain atau Hol-
Pergerakan Beberapa Harga Saham BUMN Berbagai Sektor INFRASTRUCTURE
CONSTRUCTION
MINING
CEMENT
Closing Price TLKM
ISAT
PGAS
WIKA
ADHI
PTPP
WSKT
PTBA
TINS
ANTM
SMGR
SMBR
WTON
2-Jun-2014
2,520
4,000
5,250
2,305
3,065
1,855
695
11,025
1,415
1,175
14,850
425
765
3-Jun-2014
2,550
4,000
5,225
2,310
3,055
1,840
685
11,275
1,430
1,200
15,050
420
765
4-Jun-2014
2,520
4,000
5,225
2,330
3,010
1,840
680
11,150
1,415
1,190
15,100
422
760
5-Jun-2014
2,520
3,980
5,325
2,315
3,010
1,810
670
11,400
1,420
1,195
15,200
418
760
6-Jun-2014
2,530
3,985
5,400
2,275
2,975
1,770
670
11,400
1,390
1,180
15,325
418
760
9-Jun-2014
2,470
3,920
5,425
2,205
2,860
1,720
650
11,050
1,360
1,145
15,000
410
755
10-Jun-2014
2,525
3,970
5,475
2,220
2,890
1,750
670
11,125
1,360
1,150
15,250
411
765
11-Jun-2014
2,480
3,950
5,500
2,300
3,025
1,810
700
11,250
1,395
1,165
15,350
413
765
12-Jun-2014
2,405
3,950
5,500
2,300
3,025
1,815
695
11,000
1,385
1,135
15,400
412
765
13-Jun-2014
2,440
3,935
5,425
2,270
2,990
1,815
695
10,900
1,370
1,140
15,425
411
750
16-Jun-2014
2,410
3,900
5,300
2,275
2,950
1,840
680
10,475
1,365
1,140
15,375
409
740
17-Jun-2014
2,420
3,845
5,450
2,260
2,905
1,825
685
10,825
1,385
1,155
15,425
408
760
18-Jun-2014
2,420
3,795
5,500
2,225
2,815
1,780
675
10,525
1,350
1,155
15,200
403
750
19-Jun-2014
2,410
3,790
5,500
2,180
2,735
1,780
665
10,800
1,325
1,140
15,000
398
735
20-Jun-2014
2,410
3,710
5,450
2,180
2,740
1,775
660
10,600
1,280
1,125
14,925
396
730
23-Jun-2014
2,455
3,800
5,450
2,160
2,650
1,775
655
10,725
1,310
1,120
15,000
383
730
24-Jun-2014
2,465
3,880
5,400
2,220
2,800
1,815
670
10,425
1,280
1,115
15,000
377
740
25-Jun-2014
2,450
3,880
5,400
2,160
2,700
1,795
670
10,300
1,255
1,080
15,000
374
725
26-Jun-2014
2,465
3,765
5,500
2,180
2,725
1,805
675
10,550
1,265
1,090
15,100
385
750
27-Jun-2014
2,425
3,725
5,450
2,175
2,735
1,780
670
10,625
1,230
1,070
14,975
383
750
30-Jun-2014
2,465
3,685
5,575
2,215
2,785
1,850
680
10,725
1,260
1,090
15,075
388
750
-8.7%
-1.3%
Growth
-2.2%
-7.9%
6.2%
-3.9%
-9.1%
-0.3%
-2%
-2.7%
-11.0%
-7.2%
1.5%
Average Transaction
>> Volume [Thousand]
102,009
1,112
15,787
13,599
14,841
9,597
33,596
3,145
10,655
13,345
3,145
10,655
13,345
>> Value [Rp Million]
251,126
4,278
85,244
30,614
42,732
17,263
22,818
34,228
14,448
15,378
34,228
14,448
15,378
Valuation Ratio
>> PER
16.7
(7.2)
13.4
23.8
12.4
21.3
18
13.0
12.3
25.3
68.52
12.5
N/A
>> PBV
3.7
1.2
4.4
4.4
3.5
4.4
2.9
3.3
1.3
0.8
4.5
1.8
N/A
20