EKOLOGI TERNATE
EDITOR Ibnu Maryanto Hari Sutrisno
PUSAT PENELITIAN BIOLOGI-LIPI 2011 i
© 2011 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi*
Katalog dalam Terbitan
Ekologi Ternate/Ibnu Maryanto dan Hari Sutrisno (Editor). – Jakarta: LIPI Press, 2011. xiii + 371 hlm.; 14,8 x 21 cm ISBN 978-979-799-609-3 1. Ekologi
2. Ternate
577
Editor Bahasa Penata Letak Penata Sampul Penerbit
: Risma Wahyu Hartiningsih : Ibnu Maryanto : Fahmi : LIPI Press
*Pusat Penelitian Biologi-LIPI Gedung Widyasatwaloka, Cibinong Science Center Jln. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 169111 Telp.: 021-8765056, 8765057
ii
DAFTAR ISI
Ucapan Terimakasih Kata Sambutan Kata Pengantar DAFTAR ISI
iii v vii xi
GEOLOGI DAN IKLIM Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara: Dinamika Erupsi dan Potensi Ancaman Bahayanya Indyo Pratomo, Cecep Sulaeman, Estu Kriswati & Yasa Suparman Karakteristik Erupsi G Kie Besi dan Potensi Ancaman Bencananya Terhadap Lingkungan Kota Ternate: (Representasi dari karakter gunungapi aktif di Busur Gunungapi Halmahera) Estu Kriswati & Indyo Pratomo Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut-Atmosfer Periode Januari - Agustus 2010 di Provinsi Maluku Utara Dodo Gunawan
1
15
27
FAUNA Kelimpahan dan Keragaman Kelelawar (Chiroptera) dan Mamalia Kecil di Pulau Ternate Sigit Wiantoro & Anang S Achmadi Keanekaragaman Mamalia Kecil di Pulau Moti Anang Setiawan Achmadi & Sigit Wiantoro Kajian Ekologi Burung di Hutan Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara Wahyu Widodo
43
55
69
Komunitas Burung Pulau Moti Ternate Maluku Utara Eko Sulistyadi
83
Keanekaragaman Herpetofauna di Pulau Ternate dan Moti, Maluku Utara Mumpuni
105
xi
Komunitas Keong Darat di Pulau Moti, Maluku Utara Heryanto Kajian keanekaragaman Ngengat (Insekta: Lepidoptera) di Gunung Gamalama, Ternate Hari Sutrisno Tinjauan Keanekaragaman dan Sebaran Kupu Ternate Djunijanti Peggie
121
133
145
Efektifitas Trap Warna Terhadap Keberadaan Serangga Pada Pertanaman Budidaya Cabai di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan P Ternate Ternate Abdu Mas’ud
159
Eksplorasi Keragaman Serangga Coleoptera dan Lepidoptera di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Warsito Tantowijoyo & Giyanto
167
FLORA Analisis Tutupan Lahan Kawasan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Hetty IP Utaminingrum & Roemantyo
187
Hutan mangrove di Pulau Moti Suhardjono & Ujang Hapid
199
Keanekaragaman Anggrek di G Gamalama, Ternate Izu Andry Fijridiyanto & Sri Hartini
219
Vegetasi Hutan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Edi Mirmanto
227
Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan Sekunder Pulau Moti, TernateMaluku Utara Razali Yusuf
237
Keanekaragaman Tumbuhan Berkhasiat Obat di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Siti Sunarti
251
Eksplorasi Tumbuhan di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Deden Girmansyah & Siti Sunarti xii
267
MIKROBIOLOGI Drug Discovery Antibiotik Berbasis Biodiversitas Aktinomisetes Lokal Asal Ternate Arif Nurkanto
283
Isolasi dan Identifikasi Kapang-Kapang Kontaminan Dari Biji Kenari Kering (Canarium ovatum) Nurhasanah &Sundari
295
Mikroba Laut Penghidrolisis Senyawa Nitril di Sekitar Pulau Moti, Ternate Nunik Sulistinah & Rini Riffiani
301
Isolasi dan Penapisan Bakteri Pendegradasi Dibenzothiophene, Phenanthrene dan Fluoranthene Asal Perairan Laut Sekitar Pulau MotiTernate Rini Riffiani & Nunik Sulistinah Penapisan dan Isolasi Bacillus Penghasil Amilase Dari Limbah Sagu (Metroxylon sagu Rottb) Deasy Liestianty1, Nurhasanah2
309
317
SOSIAL BUDAYA Membangun Ternate Bermodal Kekayaan Sosio-Historis Dhurorudin Mashad Analisis Struktural Terhadap Mitos “Tujuh Putri” Pada Kebudayaan Ternate, Maluku Utara Safrudin Amin
329
343
xiii
Ekologi Ternate 27-41 (2011)
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut-Atmosfer Periode Januari - Agustus 2010 di Provinsi Maluku Utara Dodo Gunawan Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta, Email :
[email protected] ABSTRACT Rainfall estimated from TRMM satellite has been used to analise heavy rainfall during period of January – May 2010 over North Maluku province region. During these period the rainfall amount were above their average (positive anomaly). The negative anomaly is only occur in February and March on most part of the province. At the four islands (Tidore,Ternate,Makian and Moti), the rainfall pattern has the similarity as well as the anomaly pattern for the yaer 2010. Several parameters of the ocean and atmosphere which determine the circulation and hence causing rainfall variability in Indonesia region has been analyze to explain the anomaly. The ENSO condition since April/May shows the La Nina pattern; where the Sea Surface Temperature (SST) Anomaly in Indonesia region is positive indicate the convection is potentially high. The Outgoing Longwave Radiation (OLR) is negative over most of Indonesia region show high coverage of clouds. The Indian Ocean Dipole Mode (IODM) index as an indicator of circulation in the west part of Indonesia is positive which is amplified the rainfall intensity. The Southern Oscillation Index (SOI) during the period of April – August 2010 has positive values indicate the circulation in the Pacific Ocean is westward to Indonesia region. The entire of these factors are favorable condition on high rainfall event and they are persistence during analyzed period. Key words: North Maluku, Ternate,Tidore,Makian,Moti islands,Dipole Mode, SOI,
PENDAHULUAN Curah hujan atau secara umum musim di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari faktor atmofer maupun laut yang mengelilingi wilayah Indonesia. Faktor-faktor tersebut bila dilihat dari skala waktu maupun ruang terbagi menjadi beberapa jenis. Faktor yang berskala besar dengan waktu sirkulasi antar tahunan (interannual) adalah sirkulasi yang terjadi di Samudera Pasific yang dikenal dengan
ENSO. Dampak dari sirkulasi yang berskala global ini terhadap kondisi musim di Indonesia adalah saat peristiwa El Nino terjadi anomali curah hujan dibawah rata-ratanya sedangkan peritiwa sebaliknya yaitu La Nina, mengakibatkan curah hujan di wilayah Indonesia lebih tinggi dari rata-ratanya (anomali positif). Indikator El Nino dapat diamati dari penyimpangan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Wilayah pemantauan ini dikenal dengan daerah Nino yang terbagi menjadi 27
Dodo Gunawan.
daerah Nino 1+2 (0 – 10oLS;90o BB-80o BB), daerah Nino 3 (5oLS-5oLU;150oBB -90oBB), daerah Nino 3.4 (5oLS-5oLU; 170 oBB-150 oBB) dan daerah Nino 4 (5 oLS-5 oLU;160 oBT-150 o BB), (Bell et.al. 2010). Peristiwa ENSO adalah interaksi antar atmosfer dan laut sehingga unsur atmosfer yang digunakan untuk memonitor perkembangan ENSO selain anomali suhu permukaan laut di daerah Nino seperti tersebut di atas adalah juga perbedaan tekanan di belahan bumi selatan antara Tahiti di bagian timur dan Darwin di bagian barat Samudera Pasifik. Perbedaan tersebut disusun dalam indeks yang dikenal dengan Southern Oscillation Indexs (SOI). Terdapat beberapa indeks yang menunjukkan nilai osilasi selatan seperti Multivariate ENSO Index/MEI (Wolter &Timlin 1993;1998). Namun yang lebih banyak digunakan dalam monitor ENSO dan sudah digunakan lebih awal adalah SOI yang dibuat pertama kali oleh Troup (Troup 1965) Selain sirkulasi yang terjadi di Samudera Pasifik, kondisi musim di Indonesia juga dipengaruhi oleh keadaan yang terjadi di Samudera Hindia. Diwilayah barat Indonesia ini terjadi sirkulasi global yang dikenal dengan Indian Ocean Dipole Mode (IODM). IODM adalah anomali pendinginan suhu permukaan laut Samudera Hindia di bagian tenggara dengan anomali pemanasan suhu permukaan laut di bagian barat samudera hindia. Bersamaan dengan perubahan pola pamanasan suhu permukaan laut tersebut maka terjadi perubahan proses konveksi di atmosfer. 28
Dampak anomalli IODM terhadap wilayah Indonesia sama seperti dampak dari peristiwa ENSO di Pasifik yaitu meningkatkan atau mengurangi curah hujan. Pada saat IODM bernilai negatif, uap air yang berada di Samudera Hindia bergerak kerah timur memasuki wilayah Indonesia bagian barat menyebabkan curah hujan tinggi. Kondisi sebaliknya yaitu saat nilai IODM positif, uap air yang ada di bagian timur Samudera Hindia (bagian barat wilayah Indonnesia) tertarik ke arah barat (mendekat Afrika) menyebabkan curah hujan berkurang. Ilustrasi proses Dipole Mode ini dapat dilihat pada Gambar 1. Indeks IODM (Dipole Mode Index [DMI]) adalah anomali gradien suhu permukaan laut pada samudera Hindia ekuator (10oLS10oLU; 50o BT- 70o BT) dengan bagian tenggara dari Samudera Hindia di sekitar ekuator (10oLS-0o;90oBT– 110oBT), (Saji & Yamagata 2003; Asok et.al.2003). Faktor yang berskala regional sebagai akibat posisi geografi Indonesia yang terletak antara benua Asia dan Australia adalah monsoon yang sesuai posisinya dikenal dengan monsoon AsiaAustralia. Sebagian besar daerah monsoon memiliki dua pola musim yaitu hujan dan kemarau. Monsoon Australia secara umum berlangsung dari Mei sampai September dan di wilayah Indonesia berlangsung musim kemarau, sedangkan monsoon Asia berlangsung pada bulan Oktober – April yang bersamaan dengan berlangsungnya musim hujan. Wilayah Indonesia yang memiliki pola hujan monsoon sebagian besar adalah bagian selatan ekuator yaitu
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut
pulau Jawa sampai Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan. Faktor yang berskala lokal mengakibatkan musim di Indonesia memiliki pola hujan diluar dari pola hujan monsoon seperti tersebut. Pola ini berkaitan dengan posisi wilayah Indonesia yang sebelah menyebelah dengan garis ekuator dimana garis edar matahari melalui wilayah tersebut dua kali dalam setahun sehingga menghasilkan pola hujan dengan dua puncak, yaitu pada bulan April dan Oktober. Masih akibat pengaruh faktor lokal, wilayah Indonesia disekitar Maluku, sebelah timur Sulawesi Tengah dan bagian barat Sulawesi Selatan menghasilkan pola hujan dengan pola yang mirip monsoon hanya waktu terjadinya puncak hujan terlawan dengan pola monsoon (Gambar 1). Jumlah curah hujan sepanjang tahun dari ketiga pola hujan tersebut bervariasi dan ditentukan oleh letak geografi setempat dilihat dari aspek kondisi lokal seperti pegunungan atau daerah dekat pantai, sehingga pengaruh posisi tersebut
menghasilkan variasi pola hujan seperti pengaruh sirkulasi angin darat-laut untuk daerah yang berdekatan dengan pantai, atau pengaruh dimana suatu daerah apakah berada pada posisi hadap angin atau belakang angin. Beberapa daerah yang terpengaruh oleh sirkulasi angin darat dan laut sekaligus daerah terpengaruh hadap angin adalah Bogor sehingga curah hujan tinggi sepanjang tahun atau sebaliknya daerah Palu yang terpengaruh sikulasi angin darat laut dan sekaligus sebagai daerah belakang angin (Gunawan 2006). Musim sepanjang tahun 2010 ini mengalami anomali (penyimpangan) yang cukup besar yang ditunjukkan dengan terjadinya hujan yang lebih banyak dari kondisi rata-ratanya. Penyimpangan terjadi terutama pada musim peralihan dari hujan ke kemarau dan pada saat musim kemaraunya itu sendiri. Dampak terhadap sektor pertanian tidak separah dampak kekeringan akibat musim kemarau panjang, namun untuk komoditas yang
Gambar 1. Pola Hujan di Indonesia (Bayong 1999)
29
Dodo Gunawan.
biasanya ditanam dan panen pada musim yang memerlukan kondisi kering seperti tembakau, dengan kemarau yang lebih basah ini menghasilkan kualitas yang lebih rendah. Dari indeks yang digunakan untuk pemantauan kondisi musim secara global yaitu suhu permukaan laut di Pasifik dan indeks osilasi selatan, menunjukan bahwa tahun ini merupakan tahun La Nina yang menyebabkan kondisi curah hujan di wilayah Indonesia lebih tinggi dari rata-ratanya. Pada tulisan ini akan dianalisa unsur curah hujan bulanan dan dikaitkan dengan parameter atmosfer yang menyebabkan terjadinya penyimpangan curah hujan sepanjang tahun 2010 khususnya anomai curah hujan tinggi pada musim kemarau 2010.
dan tersedia secara online pada http:// www.bom.gov.au/climate/current/ soi2.shtml. Untuk mendapatkan data penyimpangan/anomali dari setiap unsur, digunakan metode pengurangan data dari bulan yang dianalisa (Januari – Agustus 2010) oleh rata-rata dari setiap bulan tersebut. Untuk rata-rata dari setiap parameter periodenya tergantung pada panjang pencatatan yang tersedia, dan berbeda untuk setiap unsur. Nilai indeks diperoleh sama seperti menghitung nilai anomali (penyimpangan) dan membaginya dengan standardisasi/ normalisasi dari unsur tersebut. Seluruh gambar yang disajikan pada karya tulis ini dibuat menggunakan software open source Grid Analysis and Display System (GrADS).
BAHAN DAN CARA KERJA HASIL Data yang digunakan untuk analisa curah hujan adalah data estimasi curah hujan menggunakan satelit TRMM (Tropical Rain Measurement Mission) yang tersedia pada web site http:// disc2.nascom.nasa.gov/Giovanni/tovas. Parameter laut berupa suhu permukaan laut dan penyimpangannya diperoleh dari Extended Reconstruction Sea Surface Temperature/ ERSST.v3b (Smith & Reynolds, 2003; Smith & Reynolds, 2004; Smith, et.al, 2008) dan dapat di download pada http://lwf.ncdc.gov/oa/climate/ research/sst/ersstv3.php). Data indeks IODM diperoleh dari h t t p : / / w w w. j a m s t e c . g o . j p / f r c g c / research/d1/iod/ sedangkan data indkes osilasi selatan (SOI) diperoleh dari Bureau of Meteorology Australia (BoM) 30
Curah hujan rata-rata bulanan Gambar 2 menunjukkan rata-rata curah hujan (1998–2008) curah hujan bulanan di wilayah provinsi Maluku Utara. Pada bulan Januari rata-rata curah hujan berkisar 120 – 320 mm, pada bulan Februari berkisar 100 – 240 mm, pada bulan Maret berkisar 110 – 220 mm, pada bulan April berkisar 120 – 260 mm, pada bulan Mei berkisar 140 – 280 mm, pada bulan Juni berkisar 160 – 340 mm, pada bulan Juli berkisar 80 - 240 mm dan pada bulan Agustus berkisar antara 60 – 220 mm. Dari kisaran nilai rata-rata tersebut tampak bahwa di wilayah provinsi Maluku Utara curah hujan tertiggi adalah terjadi pada bulan
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut
Juni sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Agustus. Distribusi hujan pada bulan April Mei dan Juni memperlihatkan bahwa curah hujan di laut lebih tinggi dibandingkan dengan di darat. Secara keseluruhan dari Januari – Agustus, kisaran curah hujan di darat adalah antara 50 – 300 mm. Analisa Curah Hujan Bulanan tahun 2010 Gambar 3 adalah curah hujan bulanan di wilayah provinsi Maluku Utara untuk periode Januari – Agustus 2010. Curah hujan di wilayah Maluku Utara pada bulan Januari 2010 berkisar antara
90 -300 mm. Curah hujan diatas 200 mm terjadi di bagian barat laut. Di bagian utara dan selatan kepulauan curah hujan kurang dari 150 mm, sedangkan di bagian tengah berkisar antara 200 – 250 mm. Pada bulan February curah hujan berkisar antara 60 – 170 mm. Curah hujan tinggi terdapat di laut yang mengelilingi prov Maluku Utara sebelah barat, selatan dan timur laut. Sedangkan di daratannya terutama di pulau Halmahera curah hujan berkisar antara 60 – 90 mm. Pada bulan Maret, curah hujan berkisar antara 30 – 270 mm. Kisaran ini lebih besar variasinya dibanding bulan
Gambar 2. Rata-rata (1998 – 2008) curah hujan bulanan di wilayah provinsi Maluku Utara.
31
Dodo Gunawan.
Februari. Variasi yang besar terutama terjadi di laut sedangkan bagian daratnya yaitu pulau Halmahera curah hujan berkisar 60 – 270 mm. Pada bulan April, di provinsi Maluku Utara hujan mulai meningkat. Sesuai Pola Hujan seperti pada Gambar 1 di wilayah ini adalah pola hujan ekuatorial, mimana terdapat dua puncak dengan curah hujan tinggi yaitu bulan April dan Oktober. Curah hujan pada bulan April 2010 ini berkisar antara 150 – 450 mm. Curah hujan yang tinggi terjadi pada bagian tengah dari kepulauan dan bagian barat di wilayah lautnya.
Namun disaat mulai naiknya curah hujan di bulan April yang menandakan musim hujannya di wilayah tersebut, untuk bulan Mei terdapat penurunan dibanding bulan April. Pada bulan Mei ini curah hujan berkisar antara 150 - 360 mm. Wilayah yang memiliki curah hujan tinggi bergeser ke arah utara, sedangkan di wilayah lautnya curah hujan terdapat di bagian timur dan utara. Pada bulan Juni curah hujan kembali meningkat dengan kisaran antara 100 – 500 mm. Di wilayah daratan curah hujan rendah terdapat di bagian tengah pulau Halmahera dan pulau-ulau kecil dibagian barat. Sementara di wilayah laut, curah
Gambar 3. Curah hujan bulanan di wilayah provinsi Maluku Utara untuk periode Januari – Agustus 2010
32
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut
hujan tinnggi terdapat di bagian timur dan tenggara provinsi. Sampai dengan bulan Agustus 2010, bulan Juli merupakan puncak musim hujan tahun 2010 untuk wilayah provinsi Maluku Utara. Curah hujan pada bulan Juli ini berkisar antara 150 – 550 mm. Curah hujan tinggi terjadi di bagian timur laut sedangkan curah hujan rendah di bagian barat daya. Kisaran curah hujan pada bulan Agustus adalah antara 150 – 450 mm yang sama dengan kisaran pada bulan April. Variasi di laut lebih tinggi dibandingkan dengan variasi di darat.
Curah hujan tinggi terjadi di bagian tenggara dari provinsi. Perbandingan dengan rerata Bila curah hujan sepanjang tahun 2010 (Januari – Agustus) dibandingkan dengan kondis rata-ratanya, tampak bahwa di wilayah provinsi Maluku Utara walaupun pola musim hujan dan kemaraunya berlawanan dengan pola monsun, curah hujan sepanjang periode tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi rata-ratanya. Gambar 4 menunjukkan perbandingan curah hujan bulanan antara tahun
Gambar 4. Perbandingan curah hujantahunana 2010 rata-rata 1998-2008
33
Dodo Gunawan.
2010 dengan dengan curah hujan bulanan rata-rata dari tahun 1998 – 2008. Pada bulan Januari, penyimpangan atau anomali curah hujan adalah -30% - 80%, pada bulan Februari anomali berkisar 70% - 40%, bulan Maret anomali berkisar -80% – 40%, bulan April berkisar -40% - 180%,bulan Mei berkisar -20% - 80%, bulan Juni berkisar -40% - 70%, bulan Juli berkisar 0%-270% dan bulan Agustus berkisar 50% - 400%. Pada bulan Feburari dan Maret anomali positif hanya mencapai 40%, sedangkan anomali tertinggi terjadi pada bulan Juli dan Agustus. 350
Untuk memperlihatkan variasi curah hujan tahun 2010 pada kondisi yang lebih lokal, beberapa lokasi pada grid data TRMM ditampilkan dalam bentuk seri data bulanan sebagaimana dicantumkan pada Gambar 5. Pola hujan tersebut adalah untuk pulau Ternate, pulau Tidore, Pulau Moti dan pulau Makian. Pola hujan untuk keempat pulau tersebut secara umum adalah sama. Penyimpangan curah hujan tahun 2010 tercantum pada gambar tersebut sebagai grafik garis, menunjukkan pola anomali yang sama. Variasi curah hujan dari pulau-pulau tersebut yaitu pada bulan Januari anomali
350
P Ternate
300
300
250
250
200
200
150
150
100
100
50
50
0
P Tidore
0 1
2
3
4
350
5
6
7
8
9
10
11
12
8
9
10
11
12
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
P Moti
300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
350
5
6
7
P Makian
300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
Gambar 5. Pola hujan untuk pulau Ternate, pulau Tidore, Pulau Moti dan pulau Makian Provinsi Maluku Utara.Grafik balok adalah rata-rata periode 1998-2008, grafik garis adalah curah hujan bulanan tahun 2010.
34
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut
positif, kemudian menurun (anomali negatif) pada bulan Februari dan Maret dan setelah itu (April – Agustus) curah hujan lebih tinggi (anomali positif) dari rata-ratanya. PEMBAHASAN Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas curah hujan Faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas curah hujan di Indonesia adalah sirkulasi regional berupa monsoon, kondisi suhu perairan di sekitar wilayah Indonesia, dan sirkulasi yang bersifat global. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan curah hujan sepanjang tahun 2010 ini, maka faktorfaktor tersebut dapat dianalisa berdasarkan parameter atmosfer dan laut yang menunjang terjadinya sirkulasi atmosfer yang pada akhirnya terjadi hujan. Suhu permukaan laut Sejalan dengan kondisi curah hujan di wilayah Indonesia, penyimpangan suhu permukaan laut dari Januari sampai dengan Juli 2010 menunjukkan anomali positif dengan nilai antara 0.5o C – 2.0oC. Pada bulan Januari pola SST di samudera Pasifik tengah dan timur menunjukkan kondisi El Nino dengan anomali positif 1.5o C. Pada saat yang sama di perairan wilayah Indonesia kondisi anomali SST juga positif sehingga memberikan kontribusi terhadap curah hujan yang lebih tinggi (anomali positif). Keadaan seperti ini terus berlangsung hingga bulan April.
Pada bulan Mei pola penyimpangan SST di Pasifik timur dan tengah mulai berubah menjadi pola La Nina yaitu anomali SST negatif demikian juga dengan wilayah Indonesia makin menunjukkan pola La Nina yang semakin jelas dengan anomali SST yang semakin positif. Keadaan tersebut terus berlangsung hingga bulan Agustus 2010. Untuk memberikan gambaran yang lebih terperinci mengenai perkembangan SST di wilayah perairan Indonesia, pada Gambar 6 dicantumkan perkembangannya sejak bulan Januari sampai Agustus 2010. Pada bulan Januari, Suhu Permukaan Laut di perairan wilayah Indonesia dalam kondisi anomali positif dengan besarnya anomali antara 0.4o C – 1.0o C. Wilayah yang mengalami anomali adalah sebelah barat yaitu samudera Hindia. Keadaan tersebut terus berlangsung hingga bulan April dengan perkembangan anomali semakin besar dan wilayah semakin meluas ke arah timur. Pada bulan Mei, saat wilayah Indonesia memasuki monsoon Australia dan mulai mengalami musim kemarau, kondisi anomali SST semakin meningkat positif dan merata diseluruh perairan wilayah Indonesia. Kondisi ini terus bertahan sampai dengan bulan Agustus. Inilah salah satu penyebab kondisi curah hujan saat musim kemarau 2010 berada di atas rata-ratanya. Outgoing Longwave Radiation (OLR) OLR adalah gambaran proses konveksi terbentuknya awan dan hujan. 35
Dodo Gunawan.
Radiasi balik belombang panjang dari permukaan bumi ke ruang angkasa dipengaruhi oleh keberadaan awan di atmosfer. Bila tutupan awan sedikit maka jumlah radiasi balik ke angkasa semakin banyak dan demikian sebaliknya bila terdapat banyak tutupan awan, maka hanya sedikit radiasi yang lepas ke angkasa. Bila keadaan setiap saat dibandingkan dengan kondisi rataratanya, maka akan terlihat penyimpangannya yang dapat dijadikan indikasi banyak tidaknya tutupan awan di atmosfer. Bila anomali negatif, maka keadaan radiasi balik saat tersebut lebih kecil dibadingkan keadaan rata-ratanya, yang artinya lebih banyak awan yang menutupi atmosfer, dan dengan demikian indikasi banyak hujan di wilayah tersebut. Demikian sebaliknya, bila anomali OLR bernilai positif, artinya banyak radiasi balik yang menuju ruang angkasa karena atmosfernya tidak banyak diselimuti awan yang menunjukkan tidak terdapat banyak curah hujan. Dengan indeks seperti itu, maka dapat ditunjukan perkembangan anomali OLR sepanjang tahun 2010 untuk wilayah Indonesia sebagaimana terlihat pada Gambar 7. Dari gambar tersebut tampak bahwa pada bulan Mei terjadi perubahan anomali OLR dari positif ke negatif di sebagian besar wilayah Indonesia. Bila wilayah Indonesia dibagi dalam tiga bagian melintang yaitu bagian utara (Gambar 7 atas) bagian tengah/ekuator (Gambar 7 tengah) dan bagian selatan (Gambar 7 bawah) maka tampak bahwa anomali OLR negatif lebih banyak di bagian selatan ekuator. Kondisi OLR ini sejalan dengan perkembangan anomali 36
SST dan turut memperkuat sifat curah hujan di atas rata-rata pada periode musim kemarau 2010 yang lebih banyak terjadi di belahan selatan ekuator dari wilayah Indonesia (Gambar 6). Indeks Osilasi Selatan Nilai Indeks Osilasi Selatan (SOI) dapat dilihat pada Gambar 8. Sampai dengan bulan Maret 2010 nilai SOI negatif, sedangkan mulai dari April sampai dengan Agustus nilai SOI positif. Nilai ini menunjukkan bahwa sejak bulan April kondisi iklim berada pada episode La Nina. Pada keadaan Lanina kondisi musim di Indonesia selalu lebih basah dari normalnya. Di Maluku Utara keadaan curah hujan tinggi ini sangat sejalan dengan perkembangan SOI yang menganjak ke episode La Nina yaitu dimulai pada bulan April. Dipole Mode Samudera Hindia Dari hasil pemantauan tentang Indeks Dipole Mode (Gambar 9), tampak bahwa sepanjang tahun 2010 indeks IODM (DMI) berada pada nilai positif dari Januari sampai April setelah itu dari Mei sampai Agustus nilai indeks negatif. Pola ini sangat sejalan dan memperkuat kondisi saat wilayah Indonesia memasuki musim kemarau, (Mei – Agustus) namun curah hujan masih tinggi karena dengan DMI negatif menunjukkan pola sirkulasi dan transfer uap air di Samudera Hindia menuju ke wilayah Indonesia khususnya di bagian barat.
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut
Gambar 6. Penyimpangan suhu permukaan laut dari Januari sampai dengan Agustus 2010
37
Dodo Gunawan.
Gambar 7. Perkembangan anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR) sepanjang tahun 2010 untuk wilayah Indonesia. Panel atas pada posisi 5o LU, panel tengah pada ekuator (0o) dan panel bawah pada posisi 5o LS.
38
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut
Gambar 8. Nilai Indeks Osilasi Selatan (SOI) dari Januari 2005 – Agustus 2010
Gambar 9. Nilai Dipole Mole Indeks (DMI) Januari – Agustus 2010 dan DMI sejak 1990
39
Dodo Gunawan.
KESIMPULAN Anomali curah hujan di wilayah provinsi Maluku Utara sepanjang periode 2010 (Januari – Agustus), menunjukkan curah hujan yang tinggi (anomali positif). Dari prosentasenya terhadap rata-rata, curah hujan bulan Juli dan Agustus mencapai jauh di atas rata-ratanya. Pola hujan di wilayah Maluku utara adalah pola ekuator dengan dua puncak musim hujan. Pola ini dapat digambarkan dengan baik oleh data yang diperoleh melalui pengamatan satelit TRMM. Faktor-faktor dinamika atmosfer yang mempengaruhi variabiliatas curah hujan di Indonesia sangat mendukung kondisi yang menimbulkan curah hujan tinggi. Episode seperti ini adalah kondisi La Nina. Di bagian barat wilayah Indonesia, walaupun pengaruhnya ke provinsi Maluku (Indonesia bagian timur) masih harus diteliti lebih lanjut, namun kedua samudera yang membatasi wilayah Indonesia barat dan timur (samudera Pasifik dan Hindia) kondisi atmosfer dan permukaan lautnya telah menimbulkan dorongan yang kuat untuk terjadinya curah hujan tinggi di seluruh wilayah Indonesia termasuk Maluku Utara.
DAFTAR PUSTAKA Ashok, K., Z. Guan, Saji, NH. Yamagata, T, 2003: The Influence of the Indian Ocean Dipole on the Indian Summer Monsoon Rainfall: A Detailed Study. J. Climate. 17. 3141-3155
40
Bell,GD.,Shi Wei, Michelle L’Heureux, Michael Halpert. 2010. Climate Diagnostics Bulletin (CDB).Climate Prediction Center, NOAA/NWS/ NCEP. Gunawan, D. 2006: Atmospheric Variability in Sulawesi, Indonesia – Regional Atmospheric Model Results and Observations. PhD Dissertation. Goettingen University, Germany Saji NH, & T. Yamagata, 2003, Possible Impact of Indian Dipole Mode events on Global Climate, J. Clim. Res. 25. 151 – 169. Saji, NH & T. Yamagata, 2003 : Possible Impact of Indian Dipole Mode events on Global Climate. J. Clim. Res. 25. 151 – 169 Smith, TM & RW. Reynolds, 2003: Extended Reconstruction of Global Sea Surface Temperatures Based on COADS Data (1854-1997). J. Climate. 16: 1495-1510. Smith, TM, RW. Reynolds 2004. Improved Extended Reconstruction of SST (1854-1997). J.Clim.17: 2466-2477. Smith, TM., RW. Reynolds, TC. Peterson, & J.Lawrimore, 2008: Improvements to NOAA’s Historical Merged Land-Ocean Surface Temperature Analysis (1880-2006). J. Clim. 21. 2283-2296. Troup, AJ.1965: The Southern Oscillation. Quarterly Journel of Royal Meteorology Society. 91, 490-506. Wolter,K.& MS.Timlin, 1993: Monitoring ENSO in COADS with a seasonally adjusted principal component index. Proc.of the 17th Climate Diagnos-
Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut
tic Workshop,Norman, OK,NOAA/ NMC/CAC, NSSL, Oklahoma Clim. Survey,CIMMS and the Schoolof Meteor., Univ.of Oklahoma. 52 – 57. Wolter,K. & MS.Timlin, 1998:Measuring the strength of ENSO events – how does 1997/1998 rank? Weather. 53. 315-324.
41