EKOLOGI TERNATE
EDITOR Ibnu Maryanto Hari Sutrisno
PUSAT PENELITIAN BIOLOGI-LIPI 2011 i
© 2011 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi*
Katalog dalam Terbitan
Ekologi Ternate/Ibnu Maryanto dan Hari Sutrisno (Editor). – Jakarta: LIPI Press, 2011. xiii + 371 hlm.; 14,8 x 21 cm ISBN 978-979-799-609-3 1. Ekologi
2. Ternate
577
Editor Bahasa Penata Letak Penata Sampul Penerbit
: Risma Wahyu Hartiningsih : Ibnu Maryanto : Fahmi : LIPI Press
*Pusat Penelitian Biologi-LIPI Gedung Widyasatwaloka, Cibinong Science Center Jln. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 169111 Telp.: 021-8765056, 8765057
ii
DAFTAR ISI
Ucapan Terimakasih Kata Sambutan Kata Pengantar DAFTAR ISI
iii v vii xi
GEOLOGI DAN IKLIM Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara: Dinamika Erupsi dan Potensi Ancaman Bahayanya Indyo Pratomo, Cecep Sulaeman, Estu Kriswati & Yasa Suparman Karakteristik Erupsi G Kie Besi dan Potensi Ancaman Bencananya Terhadap Lingkungan Kota Ternate: (Representasi dari karakter gunungapi aktif di Busur Gunungapi Halmahera) Estu Kriswati & Indyo Pratomo Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut-Atmosfer Periode Januari - Agustus 2010 di Provinsi Maluku Utara Dodo Gunawan
1
15
27
FAUNA Kelimpahan dan Keragaman Kelelawar (Chiroptera) dan Mamalia Kecil di Pulau Ternate Sigit Wiantoro & Anang S Achmadi Keanekaragaman Mamalia Kecil di Pulau Moti Anang Setiawan Achmadi & Sigit Wiantoro Kajian Ekologi Burung di Hutan Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara Wahyu Widodo
43
55
69
Komunitas Burung Pulau Moti Ternate Maluku Utara Eko Sulistyadi
83
Keanekaragaman Herpetofauna di Pulau Ternate dan Moti, Maluku Utara Mumpuni
105
xi
Komunitas Keong Darat di Pulau Moti, Maluku Utara Heryanto Kajian keanekaragaman Ngengat (Insekta: Lepidoptera) di Gunung Gamalama, Ternate Hari Sutrisno Tinjauan Keanekaragaman dan Sebaran Kupu Ternate Djunijanti Peggie
121
133
145
Efektifitas Trap Warna Terhadap Keberadaan Serangga Pada Pertanaman Budidaya Cabai di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan P Ternate Ternate Abdu Mas’ud
159
Eksplorasi Keragaman Serangga Coleoptera dan Lepidoptera di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Warsito Tantowijoyo & Giyanto
167
FLORA Analisis Tutupan Lahan Kawasan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Hetty IP Utaminingrum & Roemantyo
187
Hutan mangrove di Pulau Moti Suhardjono & Ujang Hapid
199
Keanekaragaman Anggrek di G Gamalama, Ternate Izu Andry Fijridiyanto & Sri Hartini
219
Vegetasi Hutan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Edi Mirmanto
227
Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan Sekunder Pulau Moti, TernateMaluku Utara Razali Yusuf
237
Keanekaragaman Tumbuhan Berkhasiat Obat di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Siti Sunarti
251
Eksplorasi Tumbuhan di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara Deden Girmansyah & Siti Sunarti xii
267
MIKROBIOLOGI Drug Discovery Antibiotik Berbasis Biodiversitas Aktinomisetes Lokal Asal Ternate Arif Nurkanto
283
Isolasi dan Identifikasi Kapang-Kapang Kontaminan Dari Biji Kenari Kering (Canarium ovatum) Nurhasanah &Sundari
295
Mikroba Laut Penghidrolisis Senyawa Nitril di Sekitar Pulau Moti, Ternate Nunik Sulistinah & Rini Riffiani
301
Isolasi dan Penapisan Bakteri Pendegradasi Dibenzothiophene, Phenanthrene dan Fluoranthene Asal Perairan Laut Sekitar Pulau MotiTernate Rini Riffiani & Nunik Sulistinah Penapisan dan Isolasi Bacillus Penghasil Amilase Dari Limbah Sagu (Metroxylon sagu Rottb) Deasy Liestianty1, Nurhasanah2
309
317
SOSIAL BUDAYA Membangun Ternate Bermodal Kekayaan Sosio-Historis Dhurorudin Mashad Analisis Struktural Terhadap Mitos “Tujuh Putri” Pada Kebudayaan Ternate, Maluku Utara Safrudin Amin
329
343
xiii
Ekologi Ternate 301-308 (2011)
Mikroba Laut Penghidrolisis Senyawa Nitril di Sekitar Pulau Moti, Ternate Nunik Sulistinah & Rini Riffiani Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi Cibinong Science Center Jl. Raya Jakarta –Bogor Km 46, Cibinong, E-mail :
[email protected] ABSTRACT Nitrile compounds are distributed widely in the environment as a result of anthropogenic activity or industrial synthesis. Nitrile-hydrolyzing microorganisms play an important role to degrade the compound. Microorganisms usually convert nitriles through two hydrolytic pathway. The potensial biotechnological application of the nitrile-hydrolysing enzymes are becoming commonplace in the synthesis of commodity chemical, pharmaceuticals, and also useful for bioremediation application. In this experiment 33 isolates of marine bacteria were isolated from sponge in Ternate Island. All isolates were tested for their ability to utilize acetamide (aliphatic amide) and bezamide (aromatic amide) as sole source of carbon and nitrogen. Screening of nitrile-hydrolysing bacteria was done using microplate titter with added Iodonitrotetrazolium. Based on their growth pattern, eleven isolates able to utilize acetamide (100 mM) as the source of carbon and nitrogen, and only six isolates able to grow on benzamide (25 mM). One of them is Lysobacter sp showed the highest growth on the acetamide. Resting cell of Lysobacter sp capable of hydrolyzing acetonitrile. Acetic acid and ammonia as the end product of hydrolysis. Key words: Nitrile-hydrolysing, enzyme, Ternate
PENDAHULUAN Nitril dengan rumus molekul RCN merupakan salah satu senyawa toksik yang sulit untuk didegradasi. Sebagian besar senyawa nitril dilaporkan mutagenik dan karsinogenik. Meskipun demikian senyawa ini mempunyai nilai komersial yang tinggi, misalnya nitril sintetik banyak diproduksi dan digunakan secara ektensif di industri-industri sebagai pelarut, pengekstrak, farmaka, dan pestisida (dichlobenil, bromoxynil). Industri kimia juga menggunakan sebagian besar senyawa nitril sebagai
polimer dan sintesa senyawa-senyawa kimia, seperti misalnya akrilonitril dan adiponitril diperlukan untuk produksi poliakrilamida dan polimer nilon 66 (Banerjee et al. 2002). Penggunaan senyawa nitril yang sangat luas akan berdampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian detoksifikasi senyawa nitril di lingkungan perlu mendapat perhatian. Detoksifikasi senyawa nitril dapat dilakukan secara kimia dan biologis. Hidrolisis nitril secara kimiawi dinilai tidak menguntungkan karena memerlukan kondisi yang ekstrim dan produk hidrolisis yang dihasilkan tidak ramah 301
Sulistinah & Riffiani
lingkungan. Sedangkan hidrolisis senyawa nitril secara mikrobiologis dinilai merupakan cara yang efisien dan aman. Degradasi senyawa nitril secara biologi pada umumnya melibatkan enzim pedegradasi/penghidrolisis nitril (Nitril hidratase, Amidase, dan/atau Nitrilase) yang bisa disintesis oleh mikroba baik bakteri, jamur, maupun yeast (Kobayashi 1991). Pendegra-dasi senyawa nitril melalui 2 alur reaksi, alur rekasi pertama nitril diubah menjadi senyawa amida dengan melibatkan enzim nitril hidratase, selanjutnya amida yang terbentuk oleh enzim amidase diubah menjadi asam karboksilat dan ammo-nium. Sedangkan alur reaksi kedua senyawa nitril akan diubah langsung menjadi asam karboksilat dan ammonium (Kobayashi 1991; Kobayashi & Shimizu 2000; Podar et al. 2006). Sebagian besar senyawa nitril aromatik melalui alur reaksi 2 (Nawaz et al. 1992) yaitu hanya melibatkan nitrilase saja. Mengingat pentingnya dan aplikasi yang begitu luas dari enzim yang disintesis mikroba tersebut maka pencarian mikroba potensial sebagai pendegradasi nitril terus dilakukan dan mendapatkan perhatian karena enzim penghidrolisis nitril yang diproduksi oleh mikroba banyak diaplikasikan sebagai biokatalis untuk sintesa senyawa-senyawa organik ataupun sebagai agent bioremediasi lingkungan tercemar nitril/sianida (Banerjee et al. 2002; Hakansson et al. 2005; Manolov et al. 2005; Kohjama et al. 2006). Sampai saat ini penelitian tentang biodegradasi/biotransformasi nitril dan pengungkapan potensi mikroba laut dan 302
terestrial penghasil enzim pendegradasi/ penghidrolisis nitril di Indonesia belum banyak dilakukan. Peluang untuk mendapatkan mikroba tersebut sangat besar karena Indonesia merupakan negara tropis dan sebagian besar kawasannya adalah perairan. Untuk memperoleh mikroba potensial tersebut harus diawali dengan kegiatan eksplorasi mikroba pendegradasi kemudian mengisolasi, seleksi/penapisan, dan selanjutnya mengkarakterisasi mikroba dan enzim yang terlibat dalam proses hidrolisisnya. BAHAN DAN CARA KERJA Mikroba Penghidrolisis Nitril (RCN) Isolasi mikroba dilakukan melalui beberapa cara, salah satu diantaranya melalui pengenceran bertingkat yaitu ± 1,0 gram sampel diinokulasikan ke dalam 9 ml larutan NaCl 0,85%, dihomogenkan dan kemudian ±50 μl sampel diinokulasikan ke dalam media Marine Agar dan diinkubasi selama 24-48 jam. Koloni yang tumbuh diisolasi, dimurnikan dan disimpan dalam media agar miring (slant agar) untuk pengujian lebih lanjut. Seleksi mikroba untuk memperoleh isolat yang berpotensi sebagai penghidrolisis senyawa nitril (asetonitril) dilakukan dengan menumbuhkan isolat ke dalam microtitter plate steril yang berisi media mineral yang mengandung senyawa nitril. Selanjutnya diinkubasi di atas mesin pengocok pada suhu ruang (28 oC) selama 72 jam. Pertumbuhan mikroba diamati dengan adanya kekeruhan pada media tumbuh, untuk memperkuat dugaan tersebut dilakukan uji larutan Iodonitrotetrazolium (INT) sebagai indikator.
Mikroba Laut Penghidrolisis Senyawa Nitril
Aktivitas mikroba ditentukan dengan metode Nessler (Oliver et al. 1989).
Identifikasi dilakukan secara molekuler dengan 16S rDNA.
Kultivasi, Medium Isolasi dan Medium Seleksi. Media isolasi dan kultivasi mikroba laut digunakan Marine Agar (Difco), sedangkan media seleksi mikroba penghidrolisis digunakan media mineral (Sunarko et al. 2007)
HASIL 60 isolat bakteri telah diisolasi dari material sponge yang diperoleh dari perairan laut Ternate, 33 isolat diantaranya telah diuji kemampuan tumbuhnya pada senyawa amida (asetamida dan benzamida). Dari hasil pengujian pertumbuhan terhadap ke 33 isolat tersebut pada asetamida dan benzamida dengan teknik microplate titter dan penambahan indikator INT serta pengujian aktivitas dengan metode Nessler menunjukkan bahwa 30 % isolat dapat tumbuh pada asetamida, sedangkan pada benzamida hanya ± 20 %. Dari 30% isolat yang tumbuh tidak semuanya memberikan aktivitas yang baik, demikian juga yang terjadi pada benzamida
Analisis produk degradasi nitril. Penentuan produk degradasi pada umumnya ditentukan dengan menggunakan GC-Shimadzu 14 B , detektor FID, kolom Porapax Q , suhu kolom 225oC, suhu injektor dan detektor 240 o C (Sunarko et al. 2000) atau dengan menggunakan HPLC. Penentuan ammonium dilakukan dengan metode Nessler
60
P ro sen tase iso lat (% )
50
40
30
20
10
h bu tu
m
am Ti
da
k
nz Be
As
et
am
i da
id a
0
Gambar 1. Prosentase isolate yang tumbuh pada asetamida dan benzamida
303
Sulistinah & Riffiani
(Gambar 1). Prosentase isolat yang tidak tumbuh lebih besar dibandingkan isolat yang tumbuh pada senyawa amida uji. Identifikasi secara molekuler dilakukan terhadap 6 isolat yang mempuyai kemampuan menghidrolisis senyawa amida. Isolat-isolat tersebut adalah Micrococcus luteus, Lysobacter sp., Enterobacteriaceae bacterium, Sphingomonas sp, Sponge bacterium. Lysobacter sp dan E. bacterium tumbuh cukup baik pada 100 mM asetamida (Gambar 2A dan 2B). Tampak pada Gambar 2A dan 2B tersebut Lysobacter sp menunjukkan kemampuan tumbuh dan mempunyai aktivitas yang lebih baik dibandingkan E. bacterium. Hal ini diperkuat dengan hasil degradasi asetonitril oleh isolat tersebut. Sel Lysobacter sp yang ditumbuhkan pada 100 mM asetamida mampu menghidrolisis asetonitril 190 mM dengan
asetat dan ammonium sebagai produk metabolitnya (Gambar 3) PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian pertumbuhan menggunakan teknik mikroplate tiiter dengan penambahan larutan indilakor INT menunjukkan ternyata hanya sedikit isolat yang mampu tumbuh dengan baik pada kedua senyawa amida tersebut. Isolat yang tumbuh pada asetamida lebih banyak dibandingkan benzamida. Hal ini terlihat pada saat penambahan indikator Iodonitrotetrazolium chloride (INT) pada kultur cair tampak perubahan warna menjadi pink. Warna yang timbul merupakan indikasi adantya pertumbuhan mikroba, semakin pekat warna yang terbentuk pertumbuhan semakin baik (Sunarko et al. 2008) Dilaporkan beberapa mikroba sulit tumbuh pada benzamida dan /atau
1,8
0,06
Lysobacter sp
.E, bacterium Kontrol
Kontrol
P e rtu m b u h a n (O D 4 3 6 n m )
P e r tu m b u h a n (O D 4 3 6 n m )
1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0,2 0
0 24
48
Waktu (jam)
72
24
48
72
Waktu (jam)
Gambar 2. Pertumbuhan Lysobacter sp (A) dan Enterobacteriaceae bacterium (B) pada asetamida 100 mM
304
Sulistinah & Riffiani
K onsentrasi asetonitril, asetat, dan am m onium (m M )
60 AsCN Asetat
50
Amonium
40
30
20
10
0 15
60
90
120
180
Waktu (menit)
Gambar 3. Degradasi asetonitril oleh Lysobacter sp. dan produk hidrolisisnya
mempunyai kelarutan yang rendah. Sedangkan asetonitril dan/atau asetamida merupakan senyawa alifatik nitril yang paling sederhana, mudah larut sehingga banyak mikroba yang mampu menggunakan senyawa ini sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk substrat tumbuhnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh 1 isolat yaitu Lysobacter sp menunjukkan pertumbuhan paling baik pada asetamida 100 mM, sedangkan pada benzamida Lysobacter sp tidak mampu untuk tumbuh. Dengan demikian Lysobacter sp. merupakan isolat penghidrolisis asetonitril yang diisolasi dari lingkungan laut. Pengujian degradasi asetonitril dengan menggunakan sel Lysobacter sp yang ditumbuhkan pada asetamida menunjukkan bahwa isolat tersebut ternyata mampu menghidrolisis asetonitril 190 mM dengan produk hidrolisis berupa asam asetat dan ammonium. Degradasi asetonitril dengan menggunakan sel utuh (whole cell) tampaknya melalui 2 alur 306
reaksi yang melibatkan enzim nitril hidratase dan amidase. Kemampuan enzim penghidrolisis asetonitril dari Lysobacter sp relatif rendah bila dibandingkan dengan isolatisolat hasil penelitian yang telah dilakukan, seperti misalnya Rhodococcus erythropolis BL1 yang diisolasi dari sedimen laut mampu tumbuh dan menghidrolisis asetonitril 1M ( Langdahl & Ingvorsen, 1996). Rendahnya aktivitas enzim mungkin disebabkan karena belum dilakukan optimasi terhadap kinerja enzim yang dihasilkan oleh Lysobacter sp., sehingga enzim belum bekerja pada kondisi yang optimal. Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah mikroba yang diisolasi dari sponge yang berpotensi sebagai penghidrolisis senyawa nitril sangat rendah. Rendahnya isolat berpotensi yang diperoleh dan kemampuan tumbuh isolat mungkin juga disebabkan karena teknik isolasi yang digunakan kurang
Mikroba Laut Penghidrolisis Senyawa Nitril
tepat. Pada umumnya untuk memperoleh atau mengisolasi mikroba target (pendegradasi senyawa toksik) tertentu idealnya dilakukan teknik aklimatisasi yaitu sampel yang diperoleh ditumbuhkan pada media yang mengandung substrat toksik tersebut dan diinkubasi dalam waktu yang relatif panjang kemudian dilakukan isolasi (Matsuda et.al. 2007). Berdasarkan teknik aklimatisasi ini biasanya diperoleh mikroba target yang diinginkan dengan aktivitas yang relatif cukup tinggi untuk mendegradasi senyawa target. KESIMPULAN 33 isolat bakteri diisolasi dari sponge yang dikoleksi dari Ternate. 30% dari keseluruhan isolat tersebut mampu tumbuh pada asetamida dan hanya 20% isolat tumbuh pada benzamida. 6 isolat diantaranya telah teridentifikasi sebagai Arthrobacter sp. WPCB190, Enterobacteriaceae bacterium B12, Lysobacter sp , Micrococcus luteus strain G36-08 , Sphingomonas sp, dan Sponge bacterium IS8. Lysobacter sp menunjukkan kemampuan menghidrolisis asetonitril 190 mM. Asam asetat dan ammonium merupakan produk hidrolisisnya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapakan terima kasih kepada Dr. Ibnu Maryanto selaku koordinator Projek IPTEKDA Khusus 2009 yang telah mendanai kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Banerjee, A., R. Sharma, UC. Banerjee. 2002. The nitrile degrading enzymes: current status and future prospect. Appl. Microbiol. Biotechnol., 60 : 33-34 Hakansson, K., U. Welander & B. Mattiason. 2005. Degradation of acetonitrile through a sequence of microbial reactors. Water Res. 39 : 648-654 Kobayashi, M. 1991. Studies on Enzymes Involved in Nitrile Metabolism in Rhodococcus rhodochrous. PhD Thesis. Kobayashi & Shimizu. 2000. Nitrile hydrolases. Curr. Opin Chem. Biol. 4 : 95-102 Kohyama, L, A. Yoshimura, D. Aoshima, T. Yoshido, H. Kawamoto & Nagasawa. 2006. Convenion treatment of acetonitrile-containing wastes using the tandem combination of nitrile hydratase and amidase producing microorganisms. Appl. Microbiol. Biotechnology 92: 600-606. Langdahl, BR., P. Bisp & K. Ingvorsen. 1996. Nitrile hydrolysis by Rhodococcus erythropolis BL1, an acetonitrile-tolerant strain isolated from a marine sediment. Microbiology Letter. 142: 145-154 Manolov, T., K. Hakansson & G. Benoit. 2005. Continuous acetonitrile degradation in packed bedreactor. Appl. Microbiol. Biotechnol. 66 : 567-574 Masuda, M. Y. Yamasaki, S. Ueno & A. Inone. 2007. Isolation of gisphenol 307
Sulistinah & Riffiani
a tolerant/degrading Pseudomanas monteilii strain N-402. Extremophiles 11 (2): 355-362 Nawaz, MS., TM. Heinze & CA. Cerniglia. 1992. Metabolism of benzonitrile and butyronitrile by Klebsiella pneumoniae. Appl. Environ. Microbiol., 38 : 27-31 Oliver, MH., NK. Harison, JE. Bishop, PJ. Cole & GJ. Lauren. 1989. A rapid and convenient assay for counting cells cultured in microwell plates : Application for assessment of growth factors. Journal of Cell Science, 92: 513-518. Podar, M., JR. Eads & TH. Richardson. 2006. Evolution of a microbial
308
nitrilase gene family: a comparative and environmental genomic study. BMC Evol. Biol. 5 : 42 Sunarko, B., Adityarini, USF. Tambunan & N. Sulistinah. 2000. Isolasi, seleksi dan karakterisasi mikroba pendegradasi asetonitril. Berita Biologi 5(2) : 177-185. Sunarko, B., TU. Harwati, AT. Utari, D. Setianingrum & L. Nurhayani. 2007. Penapisan mikroba potensial untuk biokatalis produksi senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (AINS). Laporan Teknik Kegiatan Pusat Penelitian Bioteknologi DIPA tahun 2006.