4/21/11
EKOBIOLOGI DAN POTENSI PENGEMBANAGN PERIKANAN RAJUNGAN INDONESIA Sulistiono, T Nugroho, M Zahid
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN 2009
Rajungan merupakan komoditas perikanan yang bernilai ekonomis penting dan merupakan komoditas ekspor yang permintaannya dari tahun ke tahun semakin meningkat.
1
4/21/11
Informasi sumberdaya perikanan –terkait dengan pemetaan atau sebaran dan tingkat ekploitasi-‐ sangat diperlukan oleh para perencana pembangunan perikanan khususnya bagi pembangunan perikanan tangkap.
Pada perikanan tangkap yang telah berkembang pesat upaya pengendalian sangat diperlukan, sehingga pembangunan berkelanjutan dan kelestarian sumberdaya perikanan dapat dijamin keberadaannya
2
4/21/11
BIOEKOLOGI RAJUNGAN Rajungan (Portunus pelagicus) • Tergolong hewan dasar laut/benthos. • Berenang ke dekat permukaan laut pada malam hari untuk mencari makan, biasa disebut Swimming Crab. • Pemakan daging. • Satu suku dan famili dengan kepiting (Scylla serrata) • Sudah bisa dibudidayakan. • Telur rajungan bisa ditetaskan dan larvanya dapat dibesarkan menjadi rajungan dewasa di laboratorium.
RAJUNGAN BETINA ¡
Punggungnya berwarna batik juga tapi hijau kotor.
¡
Abdomennya lebar dan ujungnya membulat agar dapat menampung telur
RAJUNGAN JANTAN ¡
Punggungnya berwarna batik indah, putih di atas dasar biru kecoklat‑coklatan.
¡
Abdomennya sempit, memanjang dan ujungnya runcing
3
4/21/11
A
a
b
B a
b
C
Note: A : dorsal view B : ventral view C : female with eggs embrio a : male b : female
4
4/21/11
Male
Female
Frequency (%)
30 25 20 n = 305
n = 251
15 10 5 0
64.5 75.5 86.5 97.5 108 119 130 141 152 163
64.5 75.5 86.5 97.5 108 119 130 141 152 163
Carapace width (mm)
Ukuran panjang yang tertangkap berkisar antara 65 sampai 164 mm (lebar karapas) baik jantan maupun betina
Fig. 8. Frequency distribution of blue swimming crab (P. pelagicus) collected in Mayangan water, West Java
Carapace width-body weight relationship Male 350 300 250 200
Body weight (g)
Male, molting and non molting b > 3, positive allometric
W = 0,000009 L3.4139 R2 = 0.9447 n = 246
150 100
Female, molting b < 3, negative allometric
W = 0,000002 L3.6908 R2 = 0.8887 n=5
50 0
Female, non molting b > 3, positive allometric
Female 350 300 250 200 150 100 50 0
W = 0,00002 L3.2619 R2 = 0.9257 n = 296 W = 0.0028 L2.0607 R2 = 0.8113 n=9 50
70
90
110
130
150
170
Carapace width (mm) Fig. 4. Carapace width-body weight relationship of blue swimming crab (Portunus pelagicus) collected in Mayangan water, West Java. Note: non molting (♦); molting (▲)
5
4/21/11
Condition factor
1.4
Male
1.1
Condition factor: • Male : 0,94-1,14 • Female : 0,75-0,90
Female
0.8
0.5 F
M A
M
J
J
A
S
O
N
F
D
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Month
Sex ratio: • Total 1 : 1,2
2.5
Sex ratio (M/F)
2 1.5 1 0.5 0 F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Month Fig. Sex ration of swimming blue crab (P. pelagicus)collected in Mayangan water, West Java.
Male 100%
80%
6
20
22
34
33
30
28
10
28
19
21
Male
Male : Increase in February and April Decrease in September and June
60%
40%
20%
Gonad maturity
0%
Female 10
33
28
25
51
41
34
32
100%
27
13
11
80% immature
60% premature
Female : Increase in February and August decrease in June, October, November and December
maturing
40%
mature
20% spent
0% F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Month Fig. 10. Gonad maturity stage of blue swimming crab (P. pelagicus) collected in Mayangan Water, West Java
6
4/21/11
1600000
Fecundity
1200000 800000
Egg number in abdomen 80.998-1.343.850
400000 0 80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
Carapace width (mm) Fig. Number of eggs in abdomen – carapace width relationship of blue swimming crab (P. pelagicus) collected in Mayangan water, west Java.
Male 10
Gonad somatic index (%)
8 6 4 2 0
Male : 0,57-5,59% Female : 0,35-5,63%
Female 10 8
February-October was found immature-mature gonad Peak in June
6 4 2 0 F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Month Fig.
Gonad somatic index of blue swimming crab (P. pelagicus) collected in Mayangan water, wast Java
7
4/21/11
Male 10 8
Male : 0,57-5,59% Female : 0,35-5,63%
6 4
Gonad somatic index (%)
2
February-October was found immature-mature gonad Peak in June
0
Female 10 8 6 4 2 0 F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Month Fig. Gonad somatic index of blue swimming crab (P. pelagicus) collected in Mayangan water, wast Java
Male 100%
6
20
22
34
33
30
28
10
28
19
21
Male : Increase in February and April Decrease in September and June
Male 80%
60%
40%
Gonad maturity
20%
Female : Increase in February and August decrease in June, October, November and December
0%
Female 10
33
28
25
51
41
34
32
100%
27
13
11
80% immature
60% premature maturing
40%
mature
20% spent
0% F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Month Fig. Gonad maturity stage of blue swimming crab (P. pelagicus) collected in Mayangan Water, West Java
8
4/21/11
Male 100%
2
9
24
45
64
59
34
8
6
1
* First mature gonad interval 81-92 mm
80%
60%
* Spearman-Karber: Male : 101,51 mm Female : 122,21 mm
Gonad maturity (%)
40%
20%
0%
Female 3
12
33
58
80
66
28
15
8
2
100%
80%
60%
immature premature
40%
maturing mature
20%
spent 0%
64.5
75.5
86.5
97.5
108.5
119.5
130.5
141.5
152.5
163.5
Carapace width (mm) Fig. Gonad maturity of blue swimming crab (P. pelagicus) collected in Mayangan water, West Java
G T
TKG I , 10 x 20
TKG II, 10 x 20
D
TKG III, 10 x 10
S
Note: G : spermatogonium T : Spermatosit D : Spermatid S : Spermatozoa
TKG IV, 10 x 10
9
4/21/11
Pl
N
Pl Ov
N Ov
TKG I, 10 x 40
TKG II, 10 x 40 PL
Ov N
TKG III, 10 x 10
35 30
M
Ov
Note: Ov : Ovum M : oil yolk Pl : cytoplasma N : Nucleus
Pl
TKG IV, 10 x 10
Eggs diameter 0,09-048 mm
maturing
25 20
Spawning pattern : Total spawner
15 10
Frequency (%)
5 0
35 30
mature
25 20 15 10 5 0 0.104 0.132 0.160 0.188 0.216 0.244 0.272 0.300 0.328 0.356 0.384 0.412 0.440 0.468
Eggs Diameter (mm) Fig. Egg diameter distribution of blue swimming crab ( P. Pelagicus) collected in Mayangan water, West Java.
10
4/21/11
11
4/21/11
Penyebaran rajungan (Portunus pelagicus) sangat luas. Biasanya rajungan hidup di dasar perairan, tetapi sesekali dapat juga terlihat berada dekat permukaan atau kolom perairan pada malam hari saat mencari makanan ataupun berenang dengan sengaja mengikuti arus
Banyak yang terdapat di perairan Indonesia sampai perairan kepulauan Pasifik serta terdapat di sepanjang Negara-‐negara Indo Pasifik Barat, Samudera Hindia, Asia Timur dan Tenggara (Singapura, Filipina, Jepang, Korea, Cina, Teluk Bengala) Turki, Lebanon, Sisilia, Syiria, Siprus, dan sekitar Australia. Sementara itu informasi dari panti benih rajungan milik swasta menyebutkan bahwa tempat penangkapan rajungan terdapat di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan Barat.
12
4/21/11
Distribusi rajungan di dunia
Distribusi rajungan di Indonesia
13
4/21/11
Distribusi rajungan di Selat Malaka dan Laut China Selatan
Distribusi rajungan di Laut Jawa
Distribusi rajungan di NTT
14
4/21/11
Distribusi rajungan di Papua
POTENSI PRODUKSI RAJUNGAN Total potensi rajungan diperkirakan sebesar 7,2 juta ton/ tahun, dan yang dimanfaatkan sekitar 40% atau 2,7 juta ton/ tahun.
Produksi perikanan rajungan memiliki trend meningkat sebesar 0,21%. Demikian pula nilai produksi perikanan rajungan, memiliki trend meningkat sebesar 18,09 % dari tahun 2001- 2005.
15
4/21/11
Produksi dan nilai produksi perikanan rajungan
TAHUN
PRODUKSI (TON)
NILAI PRODUKSI (RP 1000)
2001
22.040
194.674.305
2002
19.988
324.270.931
2003
30.530
372.364.936
2004
21.854
284.720.028
2005
18.760
325.955.709
0,21
18,09
Kenaikan rata-rata (%) 2001-2005
Pada tahun 2001-‐2005, produksi rajungan dibandingkan dengan total produksi perikanan jenis krustasea rata-‐rata 8,05%. Adapun dinilai produksi rajungan dibandingkan dengan total nilai produksi perikanan jenis krustasea rata-‐rata 5,08%.
Sedangkan produksi kepiting dibandingkan dengan total produksi perikanan jenis krustasea rata-‐rata 5,55%. Adapun dinilai produksi kepiting dibandingkan dengan total nilai produksi perikanan jenis krustasea rata-‐rata 3,14% .
16
4/21/11
PRODUKSI (TON) KRUSTASEA Udang dogol Udang putih Udang krosok Udang ratu/raja Udang windu
2001
2002
2003
2004
2005
36.358
33.570
34.178
38.438
31.506
65.269
69.508
66.501
68.699
61.950
-
-
-
2.763
6.456
-
-
-
134
126
43.759
38.088
34.190
34.533
30.380
Udang barong
4.490
4.758
5.348
5.439
6.648
Udang lainnya
113.161
95.561
100.221
95.907
71.473
Kepiting
11752
11240
14802
20129
19098
Rajungan
22040
19988
30530
21854
18760
Penyu
350
122
140
163
178
Lainnya
633
799
3.234
3.606
2.986
297812
273634
289144
291665
249561
Total
17
4/21/11
Jenis Udang dogol
NILAI PRODUKSI ( RP 1000) 2001
2002
2003
2004
2005
619.325.594
631.191.513
611.918.987
683.886.910
552.662.352
1.688.705.550
1.812.160.747
1.703.368.608
1.546.036.813
1.612.625.974
Udang krosok
-
-
-
25.799.236
68.068.665
Udang ratu/ raja
-
-
-
1.886.947
1.580.355
2.502.407.356
2.055.284.615
1.499.533.385
179.8951.160
1.780.841.774
U d a n g barong
21.0831.273
360.652.938
272.786.157
26.7954.208
388.758.146
U d a n g lainnya
764.473.882
846.072.386
979.447.826
1.044.789.187
838.481.231
Kepiting
83888899
106946051
159533252
291158389
286800666
Rajungan
194674305
324270931
372364936
284720028
325955709
Penyu
3.654.513
2.161.025
1.703.900
1.123.396
804.489
Lainnya
4.320.580
7.025.522
23.104.432
37.269.460
31.683.090
6072281952
6145765728
5623761483
5983575734
5888262451
Udang putih
Udang windu
Total
Produksi perikanan rajungan dari kegiatan budidaya masih sangat terbatas. Produksi perikanan jenis krustasea dari kegiatan budidaya yang dominan adalah jenis udang. Rata-‐rata produksi perikanan budidaya rajungan dari tahun 2001-‐2006 sebesar 909,83 ton. Produksi perikanan budidaya rajungan dibandingkan dengan total produksi perikanan budidaya jenis krustasea rata-‐rata hanya 0,49%
18
4/21/11
Produksi perikanan budidaya laut menurut jenis krustasea Krustasea
2001
2002
2003
2004
Udang windu (Giant tiger prawn)
103603
112840
133836
131399
2005
2006
134682
147867
Udang putih (Banana prawn)
25862
24708
35249
33797
27088
36187
Udang api-api (Metapenaeus shrimp)
19093
21634
22881
19928
13731
-
-
-
-
53217
103874
141649
610
415
700
226
164
-
Rajungan (Swim crab)
1508
1279
1685
774
204
9
Rumput laut (Seaweed)
-
-
-
12606
44253
33321
3879
9039
3172
2241
4379
5516
154555
169915
197523
254188
328375
364550
Udang Vaname (Metapenaeus vannamei) Rebon (Mysids)
Kepiting (Mud crab) Total
Permintaan rajungan dan kepiting dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat mencapai 450 ton setiap bulan.
Negara yang menjadi tujuan ekspor kepiting dan rajungan bukan hanya Amerika tetapi juga Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa
19
4/21/11
Rajungan diekspor dalam bentuk segar/hidup, beku maupun dalam kaleng. Di luar negeri, rajungan merupakan menu restoran yang cukup bergengsi
Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulit rajungan pun mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kulit rajungan dapat diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain
20
4/21/11
TINGKAT PEMANFAATAN
Dengan informasi pasar rajungan yang semakin luas maka komoditas ini telah memberikan nilai ekonomis, peningkatan pendapatan petani dan telah membuka peluang bisnis rajungan.
21
4/21/11
Penangkapan rajungan dilakukan dengan berbagai alat tangkap seperti jaring insang dasar dan bubu. Tingkat optimasi pemanfaatan sumberdaya kepiting rajungan di perairan ini adalah sebesar 43,10%, sedangkan tingkat penangkapan optimal yang telah dilakukan telah melampaui batas sekitar 113,68%.
Wilayah Perairan2)
1. Selat Malaka
Luas Daerah Penyebaran3 ) (km2)
Produksi4) (Ton)
51.000
1789
2. Laut Cina Selatan
337.000
937
3. Laut Jawa
392.000
4482
4. Selat Makassar, Laut Flores
86.000
2563
5. Laut Banda
45.000
44
6. Laut Seram, Laut Halmahera, Teluk Tomini
39.000
52
7. Laut Sulawesi, Samudera Pasifik
49.000
27
119.000
115
95.000
875
8. Laut Arafuru 9. Samudera Hindia
22
4/21/11
Secara nasional data mengenai parameter biologi populasi rajungan belum tersedia. Namun demikian sudah ada penelitian-‐penelitian mengenai parameter biologi populasi yang secara terbatas dapat menggambarkan kondisi populasi rajungan di tanah air. Berdasarkan studi tahun 1998, menunjukkan bahwa kondisi pemanfaatan sumberdaya rajungan di hampir semua wilayah perairan Indonesia sudah pada tingkat berlebih. Peluang pemanfaatan sumberdaya rajungan masih terbuka hanya di perairan laut antara lain Propinsi Riau, Kalimantan Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua.
Wilayah Pengelola an Perikana n Selat Malaka
Laut Cina Selatan
Propinsi
100
Riau
80
Riau
20
Jambi
100
Sumatera Utara
Kalimantan Barat Sumatera Selatan Lampung
Kalimantan Tengah
100
100 40
100
Kalimantan Selatan
Laut Seram Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik Laut Arafura
100 60 40
100
Sulawesi Tenggara
100
100
Sulawesi Tengah Maluku Sulawesi Utara Papua Papua
Maluku
Pemanfa atan
100 10 100 20 80 90
100
Sumatera Barat
100
Bengkulu Lampung Samudera Indonesia
%
Aceh
Sumatera Utara
100
Kalimantan Timur Sulawesi Selatan
Laut Banda
60
Jawa Tengah Kalimantan Selatan
Propinsi
100 100
Jawa Barat
Wilayah Pengelolaan Perikanan
100
DKI
Jawa Timur
Selat Makasar dan Laut Flores
Pemanfa atan
Aceh
Kalimantan Tengah
Laut Jawa
%
Jawa Barat
Jawa Tengah Jawa Timur
100 100 100 100 100 100
Yogyakarta
100
NTB
100
Bali
NTT
100 100
23
4/21/11
¡
Indikasi dari menurunnya stok sumberdaya rajungan juga dapat dilihat berdasarkan statistik penangkapan rajungan yang didaratkan di beberapa wilayah perairan pantai di Indonesia.
¡
Pada rentang tahun 1990-‐1995 total pertumbuhan hasil tangkapan sumberdaya rajungan yang mendarat di pesisir pantai Indonesia sangat tinggi yaitu 103%.
¡
Namun pada rentang tahun 1995-‐2000 pertumbuhan hasil tangkapan sumberdaya rajungan yang mendarat menurun drastic menjadi 29%, kemudian naik kembali yakni 90% pada tahun 2000-‐2006.
¡
Secara nasional, pertumbuhan hasil tangkapan sumberdaya rajungan yang mendarat rata-‐rata pertahun relative rendah yaitu 14% (Tabel 6).
PERTUMBUHAN SUMBERDAYA RAJUNGAN Total Pertumbuhan (%) Wilayah Pendaratan di Pesisir Pantai
1990-1 995
1995-2 000
2000-2 006
1990-2 006
Rata-rata Pertumb uhan per tahun (%)
Barat Sumatera
19
243
181
1048
19
Timur Sumatera
40
111
355
1241
30
Selat Malaka
265
70
-28
345
16
Selatan Jawa
7700
0
-77
1650
115
Utara Jawa
138
8
55
299
21
Bali-Nusa Tenggara
266
-66
187
260
156
59
4
799
1390
45
Timur Kalimantan
-99
3800
2718
1493
363
Selatan Sulawesi
Selatan/Barat Kalimantan
41
22
17
101
15
Utara Sulawesi
5
-30
13
-18
246
Maluku-Papua
32
66
39
205
18
103
29
90
399
14
Total
24
4/21/11
TREND VOLUME HASIL TANGKAPAN
25
4/21/11
Volume rajungan yang mendarat disetiap wilayah pesisir mempunyai pola yang berubah-ubah setiap tahunnya. Selama awal tahun 90an volume rajungan yang mendarat di pesisir Utara Jawa, Selatan Sulawesi dan Selat Malaka relative dominan dibandingkan dengan diwilayah pesisir lainnya. Demikian pula selama pertengahan tahun 90an sampai 2000, volume rajungan yang mendarat di pesisir Selat Malaka dan Timur Sumatera meningkat, sementara volume rajungan yang mendarat di pesisir Utara Jawa tetap stabil. Sejak tahun 2000, volume rajungan yang mendarat di pesisir Timur Sumatera sangat besar, sementara volume rajungan yang mendarat di Selat Malaka relative menurun. Adapun di pesisir Barat Sumatera, Maluku-Papua, Selatan/ Barat dan Timur Kalimantan, volume rajungan yang mendarat relative besar
DISTRIBUSI VOLUME HASIL TANGKAPAN
26
4/21/11
PRINSIP PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN Pertama kelestarian sumberdaya Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan rajungan diharapkan tidak menyebabkan rusaknya spawning ground dan nursery ground. Kedua, kelestarian budaya Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan seyogyanya memperhatikan kearifan/pengetahuan lokal, hukum adat dan aspek kelembagaan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya rajungan Ketiga, prinsip ekonomi Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan hendaknya mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga mampu mewujudkan kemandirian dan keadilan ekonomi
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
Kelestarian sumberdaya. Kelestarian budaya Prinsip ekonomi Prinsip partisipatif Akuntabilitas dan transparansi
27
4/21/11
Keempat, prinsip partisipatif Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan akan dapat berjalan dengan baik jika melibatkan partisipasi semua pihak yang terkait. Kelima, akuntabilitas dan transparansi
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya rajungan harus memperhatikan aspek akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaannya
28
4/21/11
ALTERNATIF PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN Permintaan ikan yang meningkat tentunya memiliki makna positif bagi pengembagan perikanan, baik penangkapan maupun pengembangan budidaya. Tuntutan pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya tersebut akan diikuti dengan tekanan eksploitasi sumberdaya perikanan yang semakin intensif. Jika tidak dilakukan pengelolaan secara bijaksana sangat dikhawtirkan pemanfaatan sumberdaya secara intensif akan mendorong usaha perikanan ke jurang kehancuran dan terjadinya konflik kepentingan tehadap sumberdaya perikanan tersebut Proses penipisan populasi sumberdaya ikan di beberapa wilayah perairan Indonesia merupakan konsekuensi alamiah dari penangkapan Selama proses penipisan stok berlangsung, suatu pengurangan dalam populasi ikan sering dibarengi dengan kombinasi lima komponen Penurunan produktivitas perikanan, Penurunan hasil tangkapan total yang didaratkan, Penurunan bobot rata-rata ikan, Perubahan struktur umur populasi ikan, Perubahan komposisi spesies ikan.
TUJUAN PENGELOLAAN ¡ ¡ ¡
Melindungi sumberdaya perikanan rajungan dengan pembangunan dan atau perluasan daerah konservasi. Melakukan studi status sumberdaya perikanan rajungan. Memanfatkan sumberdaya perikanan rajungan secara optimal dan berkelanjutan.
29
4/21/11
Untuk menghadapi penipisan sumberdaya perikanan dan untuk merumuskan program perikanan dibutuhkan beberapa informasi: Pertama, proses biologi dan ekonomi dari setiap perikanan Kedua, penyusunan kerangka teori, dalam hal ini sampai pada tingkat mana penipisan yang dikehendaki dari suatu penangkapan Ketiga, diperlukan kerangka institusional atau kelembagaan dan harus diimplematasikan dan diberdayakan untuk mengisi kesenjangan yang terjadi.
Pengelolaan sumberdaya rajungan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi biologi dan ekologi dari sumberdaya tersebut.
30
4/21/11
Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pengelolaan sumberdaya perikanan rajungan yaitu:
Melindungi sumberdaya perikanan rajungan melalui pembangunan dan atau perluasan daerah konservasi
Melakukan studi status sumberdaya perikanan rajungan dengan melakukan survey, mengembangkan inventarisasi sumberdaya perikanan rajungan dan menyimpan atau menyebarkan informasi yang diperoleh melalui pusat data nasional
Memanfatkan sumberdaya perikanan rajungan secara optimal dan berkelanjutan baik melalui kegiatan penangkapan maupun budidaya sehingga dapat memberikan manfaat bagi manusia pada generasi sekarang maupun yang akan datang, tanpa kehilangan fungsi ekologisnya
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas perlu strategi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan rajungan meliputi:
Kebijakan penyelamatan, empat kebijakan yang ditempuh untuk penyelamatan: Penetapan daerah konservasi laut; Pengelolaan dampak; Prioritas daerah konservasi; Pendidikan dan partisipasi masyarakat. Kebijakan pengkajian, meliputi kegiatan: Inventarisasi sumberdaya rajungan Data dan informasi rajungan Kebijakan pemanfaatan, meliputi: Penangkapan dan Budidaya
31
4/21/11
Untuk memperoleh data yang lebih akurat mengenai kondisi populasi sumberdaya rajungan di alam, perlu upaya konkret yakni melakukan studi stock assessment sumberdaya rajungan secara berkala. Studi stock assessment difokuskan antara lain menyangkut siklus hidup, kondisi lingkungan dan perkembangbiakan, serta teknologi alat yang potensial mendukung upaya perbaikan kegiatan penangkapan dan budidaya rajungan. Estimasi kepadatan stok/populasi sumberdaya rajungan yang diperoleh dari studi stock assessment menjadi dasar melakukan evaluasi tingkat pemanfaatan/penangkapan sumberdaya rajungan.
Propinsi
Wilayah/Kabupaten/Kecamatan/Desa
NAD
Pantai timur Aceh Pante Raja, Batee, Laweung (Kab. Pidie) Kec. Banda Sakti (Kec. Lhok Seumawe Krueng Mane (Aceh Utara) sepanjang pantai barat (Aceh Selatan) Tapak Tuan
Sumatera Utara
Sibolga, Nias, Tanjung Balai, Belawan pantai timur
Sumatera Barat
Pesisir selatan, Bungus, Pasaman Barat
Riau
Bengkalis, Bagan Siapi-api, Rokan Ilir, Dumai Indragiri Hilir
Kepulauan Riau
P. Natuna, Karimata Tanah Merah (Kec. Teluk Bintan), Galang Batang (Kec. Gunung Kijang), Ds Pengudang, Ds Berakit, Kp Sumpat (Kec.Teluk Sebung)
Sumatera Selatan
Delta/Kuala Upang, Tanjung Carat, Muara Sunagi Banyuasin
Lampung
Labuhan Maringgi (Lampung Timur), Ketapang, Teluk lampung, Bandar Lampung
32
4/21/11
Banten
Serang, Tangerang
DKI
Kep. Seribu, Tanjung Karwang
Jawa Barat
Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon
Jawa Tengah
Pemalang, Tegal, Pekalongan, Brebes, Kendal, Semarang, Jepara, Pati
DIY
Bantul, Kulon Progo
Jawa Timur
Brondong (Lamongan), Lekok (Pasuruan) Prigi (Trenggalek), Popoh (Tulungagung),
Kalimantan Selatan
Kotabaru, Sebuku, Pagatan, Mara Batuan, Kintap, Asam-asam, Jorong, Tokisung
Kalimantan Barat
Ketapang, Kendawangan, Sungai Tengar, Pesaguan, Sukadana, P. Bawal
Propinsi
Wilayah/Kabupaten/Kecamatan/Desa
Kalimantan Tengah
Ujung Pandaran, Kalap, Kuala Pambuang Teluk Bagam, Sungai Pinang, Kuala Jelai Tanjung Putting
Sulawesi Utara
Teluk Likupang, pantai selatan Minahasa, perbantasan Gorontalo Ds Poopo, Tanah Wangko (Minahasa)
Gorontalo
pantai utara Gorontalo
Sulawesi Tengah
Teluk Tomini, pantai Kec. Banawa, Ds Bonege (Donggala), sepanjang pesisir Kab Parigi-Moutong Pesisir Teluk Tolo (Kec. Bungku Selatan), pesisir Kabu. Banggai bagian selatan
Sulawesi Selatan
sepanjang pantai Sul sel, Pangkep, desa desa di kepulauan, Takalar, Barru, Pare-pare, Pinrang, Bone, Sinjai
Sulawesi Tenggara
Teluk Lasongko (Buton), hamper dijumpai di seluruh pesisir
33
4/21/11
Bali
Giliamanuk, Pracak, Nagara, Benoa
NTB
Waworada (Kab. Bima), Teluk Cempi (Kab. Dompu)
Maluku
Seram bagian barat, Dusun Kaki Air (P. Buru) Maluku Tengah
Maluku Utara
Kepulauan Halmahera
Papua Barat
Sorong, Fakfak, Raja Ampat, Kaimana
Papua
pantai Agats, Distrik Pantai Kasuari (Kab Asmat) pantai Distrik Nambioman Bapai (Kab. Mappi) pantai Kimaam, Okuba, Merauke (Kab. Merauke) Distrik Demta, Distrik Depare (Kab. Jayapura) pantai Distrik Nambioman Bapai (Kab. Mappi) Pantai Sarmi, Arbais, Bonggo (Kab. Sarmi)
34