Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 9, No. 2 Agustus 2010: 183–189
Efisiensi Produksi Kentang di Provinsi Aceh Suyanti Kasimin Email: Suyanti
[email protected] Fakultas pertanian Universitas Syiah Kuala
Abstract––The objection of this research is to analize potatoes production efficiency in Aceh Province at production center in West Aceh and Bener Meriah Regencus. Analysis tool used is Coob Douglas Production function. The result shows that the use of production function in pottatoes farm operation in Aceh is not efficien yet, because less of production seed means, fertilizer and technology, and also excess use of pesticide and labor. Production efficiency will be reached if the addition of seed and fertilizer conduct and reduction of using pescicide and labor. Keywords: production efficiency and development of potatoes agribussinis
Kentang (Solanum tuberosum L) prospektif untuk dikembangkan karena permin taannya terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, sebagai bahan pangan bergizi tinggi, sebagai bahan baku industri pengolahan pangan, sebagai komoditas ekspor non migas, dan sebagai sumber pendapatan petani. Kentang menjadi tanaman kedua setelah jagung yang ditanam di banyak negara. Pengembangan usahatani kentang di Provinsi Aceh berjalan lambat dengan tingkat produktivitas rendah, kekurangan sarana produksi, ketidaksesuaian budidaya, harga jual rendah, dan fluktuasi harga yang tinggi di tingkat petani. Padahal Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam hal iklim yang kondusif sepanjang tahun dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia bisa menyediakan kentang sepanjang tahun, sehingga kepastian suplai yang merupakan salah satu faktor penting akan terjamin dalam agribisnis kentang dunia (Adiyoga dkk., 1999). Dengan keunggulan komparatif yang baik dan adanya keterbatasan modal petani, menyebabkan perlunya produks usahatani kentang dilakukan secara efisien, hingga perlu di teliti
berapa tingkat efisien produksi kentang di Aceh. Efisiensi usahatani merupakan suatu ukuran untuk mengukur keberhasilan proses produksi (Mubyarto, 1977; Doll dan Orazem, 1984:61; Soekartawi, 1995:98). Suatu usahatani akan memilih proses penggunaan input paling sedikit untuk menghasilkan output dengan biaya paling rendah agar berjalan efisien. Efisiensi produksi sulit dicapai karena jumlah pemakaian sarana produksi tidak tepat, teknologi tidak memadai, dan harga saprodi yang terlalu mahal. Untuk itu perlu dilihat apakah pemakaian sarana produksi dalam usahatani kentang di Aceh sudah efisien. Metodelogi Penelitian Lokasi Penelitian dilakukan di Kabupaten sentra produksi kentang di Privinsi Aceh yaitu di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Objek penelitian adalah pelaku pengembangan usahatani kentang meliputi: petani, pedagang input, pedagang output, transportasi, dan sumber informasi lainnya. Dengan asumsi karakteristik petani homogen (Widi, 2007), maka tiap kabupaten diambil sampel dengan jumlah yang
184 sama yaitu 50 orang petani dari 2
Efisiensi teknis mengukur penggunaan
kecamatan terpilih, dan tiap kecamatan diambil 25 orang petani dari 2 desa
input secara fisik, efisiensi harga mengukur penggunaan input dalam ukuran biaya,
terpilih. Jumlah kecamatan dalam penelitian ini 4 kecamatan dan 8 desa.
sedangkan efisiensi ekonomi merupakan perkalian antara efisiensi teknis dan efisiensi harga ekonomi. Karena efisiensi ekonomi telah mencakup efisiensi teknis
Metode Penelitian Model fungsi produksi ditransformasikan dalam persamaan logaritma (Soekartawi, 1990) sebagai berikut :
LogY Loga0 a1 LogX 1 a 2 LogX 2 a3 LogX 3 a 4 LogX 4 a5 LogX 5 a 6 Log X6 di mana: Y adalah Jumlah produksi kentang ; X 4 adalah Jumlah penggunaan pestisida X 1 adalah Luas lahan; X 5 adalah Jumlah penggunaan tenaga kerja X 2 adalah
X 6 adalah Tingkat pemakaian teknologi, X 3 adalah Jumlah penggunaan pupuk; e adalah Kesalahan penggangu Loga0 adalah Konstanta; a1 , a2 , a3 , a4 , a5 , a6 adalah Jumlah penggunaan bibit;
Koefisien regresi. Dengan menjumlahkan nilai elastisitas
dan efisiensi harga, maka penelitian ini akan mengukur efisiensi ekonomi dalam proses produksi usahatani kentang di Provinsi Aceh. Efisiensi ekonomi diukur dengan uji t dengan formula sebagai berikut : bY Y i MP ; X i
Py Pxi
Xi
xMPxi 1 , adalah terpenuhinya syarat
efisiensi, ditulis menjadi : Py b Y 1, i Px
Xi
adalah keadaan yang efisien. Kalau dimisalkan bahwa: Py b Y Q maka : Pxi
Py Pxi
bi
i
Xi
i
maka : Pxi dan Py
Y Qi Xi
produksi Cobb Douglas, diketahui skala kenaikan hasil, sebagai berikut: (i) Jika
adalah rata-rata harga input produksi dan harga output, sedangkan Y dan Xi adalah rata-rata ukur output dan input produksi dari data lapangan (sampel penelitian).
bi 1 , dapat dikatakan skala
ttabel pada tingkat
(nilai koefisien regresi a ) pada fungsi
jumlah
Apabila t stat
kenaikan hasil yang tetap; (ii) Jika jumlah
kepercayaan tertentu maka Ho diterima,
bi 1, dikatakan skala kenaikan hasil yang
berarti Qi adalah1 atau penggunaan faktor produksinya sudah efisien (optimal).
semakin bertambah; dan (iii) Jika jumlah
Sebaliknya apabila tstat ttabel , maka H0
bi 1, dikatakan skala kenaikan hasil yang semakin berkurang. Kondisi optimal akan tercapai jika penggunaan sarana produksi dilakukan efisien secara ekonomi. Pengukuruan efisiensi bertujuan mengukur keberhasilan proses produksi (Mubyarto, 1977). Ada 3 bentuk pengukuran efisiensi, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi.
ditolak
dan
H1
diterima,
berarti
Qi 1 atau penggunaan faktor produksi belum efisien atau tidak efisien lagi. Terdapat dua keadaan apabila terjadi kriteria Qi ≠ 1, yaitu sebagai berikut : (i)
Qi 1, berarti P.MP harga input, hasil t stat akan
signifikan positif (belum efisien);
Suyanti Kasimin
185 (ii) Qi 1, berarti P.MP harga input, hasil
tingkat produksi kentang di Provinsi Aceh,
t stat signifikan negatif (tidak efisien lagi).
yaitu: (i) Tingkat produksi kentang sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit kentang
Untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara bersama-sama digunakan uji-F, dan secara parsial digunakan uji-t. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh koefisien variabel pengaruh fungsi produksi kentang di Provinsi Aceh seperti tertera pada Tabel1. Berdasarkan Tabel 1 di atas terlihat bahwa secara bersama-sama ke-11 faktor produksi mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada jumlah produksi kentang di Provinsi Aceh sebesar 98,6 persen dan sisanya sebesar 1,4 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar ke-11 faktor produksi yang diteliti. Dari hasil penjumlahan koefisien regressi diperoleh koefisien elastisitas sebesar 0,957 dan lebih kecil dari 1 yang berarti terjadi penurunan skala produksi kentang di Provinsi Aceh akibat dari penggunaan ke-11 faktor produksi tersebut secara bersama-sama. Dari 11 faktor produksi 10 faktor bertanda positif, yaitu: jumlah bibit, ke 6 jenis pupuk, insektisida, tenaga kerja dan teknologi, yang berarti peningkatan penggunaan sarana produksi tersebut akan meningkatkan produksi kentang di Provinsi Aceh, dan sebaliknya 1 faktor produksi bertanda negatif, yaitu : pemakaian fungisida. Artinya setiap penambahan fungisida akan mengurangi tingkat produksi kentang di Provinsi Aceh. Ada beberapa penyebab mengapa luas tanam dan fungisida tidak berpengaruh secara signifikan dan berhubungan negatif dengan
yang dipakai, dan karena keterbatasan penyedian bibit, maka setiap penambahan luas lahan, akan menurunkan tingkat produktivitas tanaman kentang, (ii) Diketahui bahwa tanaman kentang adalah tanaman yang sangat sensitif terhadap kecukupan unsur hara dalam proses pertumbuhan dan pembuahannya, di sisi lain penambahan luas lahan akan memperbesar kebutuhan akan pupuk, dan karena keterbatasan kemampuan petani menyediakan pupuk sesuai dengan anjuran, maka penambahan luas lahan akan mengurangi penyerapan hara/tanaman, sehingga akan menurunkan tingkat produktivitas tanaman kentang, (iii) kepercayaan diri petani yang tinggi terhadap pemakaian pestisida yang berlebihan, menyebabkan tanaman penganggu di beberapa daerah menjadi resisten terhadap pestisida temasuk di Provinsi Aceh, sehingga setiap penambahan luas tanam, akan meningkat jumlah pemakaian pestisida, dan karena tingkat keresistenan hama yang tinggi, maka penambahan pemakaian fungisida secara tidak langsung justru menurunkan tingkat produktivitas tanaman kentang di Provinsi Aceh. Secara keseluruhan dimana nilai F hitung (546.701) lebih besar dari F -tabel (3,81), terlihat bahwa ke-11 variabel fungsi produksi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi kentang di Provinsi Aceh. Secara parsial ada 9 faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi kentang di Provinsi Aceh, yaitu: jumlah bibit, jumlah pupuk, penggunaan tenaga kerja dan tingkat penerapan teknologi, Suyanti Kasimin
186 selanjutnya tiga faktor produksi lainnya,
karena kesulitan menyediakan dan
yaitu: luas lahan, insektisida dan fungisida tidak berpengaruh secara signifikan, seperti
mendapatkan bibit kentang kualitas baik,
yang telah diuraikan di atas. Hasil sejalan di dapat Dasipah (2002) yang menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi dari produktivitas tomat di Jawa Barat adalah
tenaga kerja dan kekurangan pembinaan
pengunaan sarana produksi terutama kultivar unggul, faktor sosial ekonomi petani dan keadaan sarana dan prasarana
logaritmik di sajikan di Tabel 1. Koefisien regresi dari faktor produksi
pendukung. Van den Zag (1990) dan Rosco (1994) mengatakan bahwa bibit merupakan komponen biaya terbesar dalam menghasilkan kentang dalam agribisnis kentang di Asia Tenggara, selanjutnya keterbatasan uang tunai, modal serta fasilitas penyimpanan, membatasi kemampuan petani membeli bibit berkualitas (Raman, 2004), sehingga petani kentang terpaksa meminjam untuk membiayai usahatani mereka dengan jaminan kecil serta tingkat bunga tinggi dari berbagai sumber informal seperti koperasi, pedagang, pemasok input, kawan atau tetangga (Rahmanto, 2004). Keterbatasan petani menyediakan modal dan mendapatkan kredit oleh Karmana (2005) disebut sebagai kelemahan struktural dan kultural petani sehingga mereka sulit mengembangkan usahataninya.
tingginya harga pupuk, mahalnya biaya teknologi budidaya dari Dinas Pertanian Kabupaten. Fungsi produksi kentang di Provinsi Aceh dalam bentuk persamaan
bibit adalah sebesar 0,250, artinya setiap penambahan bibit sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi kentang sebesar 0,25 persen dan sebaliknya (ceteris paribus), sedangkan koefisien regresi dari faktor produksi pupuk Urea, TSP, KCL, ZA, NPK, dan Gandasil, masing-masing adalah : 0,114; 0,071; 0,091; 0,021; 0,116, dan 0,118; yang berarti setiap penambahan 1 persen dari masing-masing jenis pupuk di atas akan meningkatkan produksi masingmasing sebesar 0,11 persen dari Urea, 0,07 persen dari TSP, 0,09 persen dari KCL, 0,02 persen dari ZA, 0,12 persen dari NPK dan Gandasil, dan sebaliknya (cateris paribus). Koefisien regresi dari faktor produksi insektisida, tenaga kerja dan penerapan teknologi, masing-masing adalah sebesar 0,002; 0,082 dan 0,100. Artinya adalah
intensif terhadap penggunaan sarana
setiap penambahan 1 persen dari masingmasing faktor produksi akan menambah produksi kentang sebesar 0,002 persen dari insektisida; 0,08 persen dari tenaga kerja dan 0,10 persen dari teknologi dan sebalikya (cateris paribus). Koefisien regresi fungisida adalah -0,008, artinya setiap penambahan fungisida sebesar 1 persen
produksi bibit, pupuk, tenaga kerja, dan kesesuaian penerapan teknologi budidaya.
akan mengurangi produksi sebesar 0,008 persen dan sebalikya (ceteris paribus).
Petani kentang di Provinsi Aceh kesulitan mengembangkan usahatani kentang ini
Efisiensi dari masing-masing faktor produksi dalam usahatani kentang digunakan analisis
Faktor produksi jumlah bibit, jumlah pupuk, tenaga kerja dan penerapan teknologi signifikan terhadap fungsi produksi kentang di Provinsi Aceh, menunjukkan tanaman kentang merupakan tanaman yang sangat
Suyanti Kasimin
187 efisiensi ekonomi, terlihat pada Tabel 2
bibit, pupuk dan teknologi, serta penurunan
berikut ini. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa
pestisida dan tenaga kerja.
penggunaan lahan, pestisida dan tenaga kerja pada usahatani kentang di Provinsi Aceh memiliki nilai efisiensi lebih kecil dari 1 dan angka t-stat yang tidak signifikan,
Referensi
berarti bahwa penggunaan lahan, pestisida dan tenaga kerja tidak efisien dan sudah berlebih, sehingga penggunaannya perlu dikurangi disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Jika bibit kentang yang tersedia sedikit maka luas penanaman kentang juga kecil, dan jika kondisi tanaman tidak memerlukan penyemprotan hama dan penyakit, maka sebaiknya tidak dilakukan untuk menghemat biaya. Faktor produksi bibit dan pupuk memiliki nilai efisiensi lebih besar dari 1 dan angka t-stat yang signifikan berarti penggunaan bibit dan pupuk pada usahatani kentang di Provinsi Aceh agar efisien perlu ditambah. Kesimpulan dan Saran Produktivitas dan tingkat pendapatan tanaman kentang di Provinsi Aceh adalah relatif rendah (yaitu 12,59 ton/ha dan Rp 9.689.095,-/ha) dibandingkan dengan produktivitas potensil (40 ton/ha) dan pendapatan potensil (Rp 25.000.000,-/ha). Faktor yang mempengaruhi tingkat produksi kentang di Provinsi Aceh yaitu: jumlah bibit, jumlah pupuk, penggunaan tenaga kerja dan tingkat penerapan teknologi, dimana pemakaian faktor produksi tersebut belum efisien. Efisiensi produksi tercapai jika dilakukan penambahan saprodi bibit dan pupuk, serta penyesuaian pemakaian lahan, pestisida dan tenaga kerja. Bagi petani untuk peningkatan efisiensi produksi dapat dilakukan peningkatan pemakaian
Adiyoga, W. Suherman, Asgar dan Irfansyah.1999. The Potato Sistem in West Java, Indonesia: Production, Marketing, Processing, and Consumer Preferentes for Potato Products. Research Institute for Vegetable. Lembang Indonesia. Dasipah, Euis. 2002. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Usahatani Tomat Dataran Rendah di Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat. 2005. Peta Kawasan Sayuran Profil Komoditas Kentang di Jawa Barat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat. Bandung. Doll, John P., dan Frank Orazem. 1984. Production Economics. Theory with Applications. John Wiley & Sons Inc. CaAceha. Karmana, Maman H. 2005. “Peranan Organisasi Petani Dalam Menunjang Revitalisasi Pertanian”. Simposium Model Implementasi Kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 48 Universitas Padjadjaran. Bandung. Mubyarto. 1977. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. LP3ES. Rahmanto, Bambang. 2004. Studi Agribisnis Kubis di Sumatera Barat. Working Paper. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dapartemen Pertanian.
Suyanti Kasimin
188 Raman, K. 2004. Potato- Indonesia. Laporan Project-Country Intersection. Kerjasama Agriculture Biotechnology Support Project II (ABSP) dan USAID untuk kawasan South Asia.
Syatems and Its Implications in Blangladesh in Ra’shid, MM, MA Siddique and MM. Husein (editor). Bangla des h - N et her la nd S eed Multiplication Project. 90 – 99.
Rosco, E.I. 1994. Coordinator Report. Juli 1993-Juni 1994. SAPPRAD. September.
Widi Idha Arsanti, Michael H Bohme dan Hans E Jahnke. 2007. Resource Use Efficiency and Competitiveness of Vegetable Farming Systems in Upland Areas of Indonesia . Conference on International Agricultural Research for Development. University of Kassel-Witzenhausen dan University of Gottingen. Germany.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi, dengan Pokok Bahasan Analisis Produksi Cobb Douglas. CV Rajawali. Jakarta. Van der Zag, D.E. 1990. Research and Developments in Seed Potato Production
Tabel 1. Hasil Regresi Fungsi Produksi Kentang di Provinsi ACEH, 2006. No. Variable
Koefisien regresi (bi)
Nilai t hitung
Sigifikan
1. Jumlah Bibit (LnX22)
0,250
9,580***
0,000
2. Pupuk Urea (LnX231)
0,114
6,645***
0,000
3. Pupuk TSP (LnX232)
0,071
3,527***
0,001
4. Pupuk KCL (LnX233)
0,091
8,461***
0,000
5. Pupuk ZA (LnX234)
0,021
4,029***
0,000
6. Pupuk NPK (LnX235)
0,116
6,335***
0,000
7. Gandasil (LnX236)
0,118
13,603***
0,000
8. Insektisida (LnX241)
0,002
0,234
0,816
9. Fungisida (LnX242)
-0,008
(1,805)
0,075
10. Tenaga Kerja (LnX25)
0,082
3,883***
0,000
11. Teknologi (LnX26)
0,100
3,433***
0,001
12. Konstanta
4,635
45,250
0,000
R2 adalah 0,986 Fhit adalah 546.701 Keterangan * adalah nyata pada : 0,1 (tabel 1,282) ** adalah nyata pada : 0,05 (tabel 1,645) *** adalah nyata pada : 0,025 (tabel 1,960)
Suyanti Kasimin
189 Tabel 2: Nilai Produk Marginal (PMXi), Nilai Efisiensi Ekonomi (Qi) t-statistik Efisiensi (t-Stat) dan Kaidah keputusan (posisi Qi Pada Faktor Produksi Kentang di Provinsi ACEH, tahun 2006 Produk Nilai No.Faktor Produksi Marginal Efisiensi t-Stat (Xi) (PMXi) (Qi) 1.Lahan
(288,490)
(0,403)
Posisi Q
(6,945)ns
Q<1
2. Bibit
3,287
1,219
3,815*
Q>1
3. Urea
6,602
6,902
4,463*
Q>1
4. TSP
5,058
3,877
19,465**
Q>1
5. KCL
8,129
6,560
59,529***
Q>1
6. ZA
3,535
3,535
39,060***
Q>1
7. NPK
5,637
3,812
27,248**
Q>1
110,090
11,251
116,621***
Q>1
9. Insektisida
0,935
0,048
(19,833)ns
Q<1
10. Fungisida
(6,81)
0,313
(25,433)ns
Q<1
11. Tenaga Kerja
9,61
0,798
(2,982)ns
Q<1
8. Gandasil
* adalah nyata pada : 0,1 (tabel 1,282) ** adalah nyata pada : 0,05 (tabel 1,645) *** adalah nyata pada : 0,025 (tabel 1,960)
Suyanti Kasimin