Jurnal Magister Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
13 Pages
ISSN 2302-0172 pp. 1- 13
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH Fajri Hadi1), Abubakar Hamzah2), Mohd Nursyechalad MS3) Magister Ilmu EkonomiPascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No.7, Darussalam Banda Aceh 23111, email:
[email protected] 1,2)
Abstract: Inequality is a development problem that cannot be eliminated, especially in developing countries.This study was to analyze the growth economic and inequalities between districts or cities in Aceh province. To see this inequality Aceh GDP data was used to the model Williamson Index.The results showed that the rate coefficient of inequality of growth economic in the province of Aceh has improved. This is indicated by the high coefficient of inequality from 2000 to 2012. Government spending and the number of people positive and significant effect in increasing the index of inequality across districts or city cities in Aceh province. 51.09 percent of the variation of the index of income inequality can be explained by government spending and population, while the remaining 48.91 percent is explained by other factors outside the model. Williamson index analysis results showed in the district or city having a very high inequality in 2000 and continues to grow so that in the year 2012 fell limp below average although still at the level of inequality of growth with a high index, but were able to show better development, for example Aceh Barat Daya district in 2001 had a very high inequality with coeficien index at 0,862 and further declined in 2012 with the index of inequality for 0,761 coeficien index(IW) is below the average. To reduce the level of inequality between regions in the province of Aceh in the future, the Government of Aceh need to increase spending on capital expenditures for the Central Region and the South West and the creation of employment for encourage the growth of regional economic. Keywords: development economic, inequality, government expenditure. Abstrak: Ketimpangan merupakan masalah pembangunan yang belum dapat dihapuskan terutama pada negara sedang berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembangunan ekonomi dan ketimpangannya di Provinsi Aceh. Untuk melihat pembangunan dan ketimpangan ini digunakan data PDRB Aceh dengan menggunakan model Indeks Williamson dan Tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka koefisien ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Aceh berfluktuasi dan koefisiennya masih tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya koefisien ketimpangan pendapatan perkapita dari tahun 2000 sampai dengan 2012. Pengeluaran pemerintahdan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan dalam meningkatkan indek ketimpangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 51,09 persen variasi dari indek ketimpangan pendapatan dapat diterangkan oleh pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk, sedangkan 48,91 persen lagi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model ini. Hasil analisis indeks williamson menunjukkan di Kabupaten/kota mengalami ketimpangan yang sangat tinggi pada tahun 2000 dan terus tumbuh sehingga pada tahun 2012 ketimpangannya turun dibawah rata-rata meskipun masih berada di tingkat yang tinggi namun mampu menunjukkan pembangunan yang lebih baik, misalnya Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2000 mengalami ketimpangan yang sangat tinggi dengan koefisien ketimpangan 0,862 dan selanjutnya menurun pada tahun 2012 dengan indeks ketimpangan (IW) dibawah rata-rata dengan koefisien ketimpangan 0,761. Untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar wilayah di Provinsi Aceh di masa yang akan datang, pemerintah Aceh perlu meningkatkan pengeluarannya untuk kabupaten yang berada di wilayah Tengah dan Barat Selatan dan penciptaan lapangan kerja untuk mendorong pembangunan ekonomi didaerah ini.
Kata kunci : Pembangunan ekonomi, ketimpangan, pengeluaran pemerintah.
1-
Volume 2, No. 2, Mei 2014
Jurnal Magister Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala memperoleh pendapatan yang layak.
PENDAHULUAN Pembangunan
daerah
merupakan
Pertumbuhan
ekonomi
sangat
sebuah proses dalam mencapai kemajuan yang
diperlukan untuk meningkatkan kekayaan suatu
lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dalam
negara atau wilayah. Pertumbuhan ekonomi
konteks ini, pembangunan ekonomi menjadi
yang tinggi menjadi salah satu tujuan utama
prioritas utama dan khusus pembangunan
dari pembangunan suatu negara atau wilayah.
regionalnya.
ketimpangan
Pertumbuhan ekonomi selain meningkatkan
pembangunan ekonomi selalu menjadi topik
kekayaan suatau negara juga berpotensi untuk
yang
Masalah
menarik
pembangunan
dalam ekonomi
melihat
kondisi
menurunkan
daerahnya.
Belum
permasalahan-permasalahan
adanya kesepakatan diantara para peneliti mengenai
sumber-sumber
pembangunan
ekonomi
peluang
dan
mengatasi
sosial
lainnya
( Soubbotina, 2000: 7-8).
ketimpangan
membuka
kemiskinan
Tambunan pembangunan
berpendapat
ekonomi
bahwa
dipandang
sebagai
untuk terus dilakukannya penelitian dan studi
suatu proses multidimensional yang mencakup
yang lebih mendalam. Ini ditunjukkan dari
segala
banyaknya
penelitian-penelitian
koprehensif
pembangunan
ekonomi. Akan tetapi adalah yang lebih penting
tentang
publikasi ketimpangan
dan
aspek
dan
baik
kebijaksanaan
ekonomi
maupun
dalam
sampai saat ini. Demikian pula halnya studi
karena kebijaksanaan ekonomi yang telah
tentang ketimpangan pembangunan ekonomi di
berhasil akan banyak mempengaruhi kebijakan
Provinsi Aceh.
non-ekonomi dan dapat dikatakan baik fisik
pembangunan
dasarnya
tujuan
akhir
di
daerah
adalah
setiap
maupun
sasaran
non-
pertumbuhan ekonomi yang telah dilakukan
Pada
menentukan
yang
keadaan
pikiran
memperoleh
yang layak. Tingkat kesejahteraan dan mutu
(Tambunan, 2001: 32)
masyarakat
di
suatu
yang
dimiliki
masyarakat yang mencakup usaha-usaha untuk
peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan
kehidupan
pembangunan,
daerah
kehidupan
Menurut
yang
lebih
baik
Sumodiningrat,pembangunan
tercermin dari beragam, jumlah dan mutu
adalah proses natural mewujudkan cita-cita
barang
bernegara,
dan
memperoleh
jasa
yang
yaitu
terwujudnya
masyarakat
makmur sejahtera secara adil dan merata.
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Barang
Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran
dan jasa yang diperlukan seseorang hanya dapat
yaitu
dikonsumsinya jika mempunyai pendapatan
meningkatnya
yang
mengungkapkan bahwa, pembangunan adalah
Oleh
dan
guna
kemudahan
cukup.
kenyamanan
dikonsumsi
karena
itu,
upaya
meningkatnya
konsumsi
disebabkan
pendapatan.
Todaro
pembangunan dimanapun pada dasarnya adalah
proses
multidimensional
yang
melibatkan
penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha
perubahan-perubahan mendasar dalam struktur
yang seluas-luasnya agar setiap orang dapat
sosial, perilaku sosial, dan institusi nasional, Volume 2, No. 2, Mei 2014
-2
Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi,
antargolongan penduduk, antar sektor, maupun
pengurangan
antar daerah. Ketiga masalah tersebut saling
ketidakmerataan,
dan
pemberatasan kemiskinan (Rezeki, 2007:1)
berkaitan. Pelaku pembangunan yang tidak
Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan
sebagai
yang
akses dalam pembangunan akan menganggur,
pendapatan
karena menganggur maka tidak memiliki
perkapita penduduk sesuatu masyarakat dalam
pendapatan yang pada akhirnya menyebabkan
jangka
kemiskinan.
menyebabkan
suatu
proses
memiliki sumber daya dan tidak mempunyai
meningkatnya
panjang.
kesejahteraan
Untuk
meningkatkan
masyarakat
peningkatan
pertumbuhan
diperlukan ekonomi
dan
Kemiskinan
adalah
kondisi
kesenjangan yang paling buruk dan menjadi indikasi dari pada pembangunan daerah.
distribusi pendapatan yang merata.
Provinsi Aceh sebagai salah satu
Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu
provinsi yang terintegrasi di dalam negara
daerah tergantung kepada banyak faktor seperti
Republik Indonesia, Pertumbuhan ekonomi
salah satunya adalah kebijakan pemerintah itu
Aceh tanpa minyak dan gas (migas) selama
sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi
semester I tahun 2010 mencapai 5,40 persen.
secara tepat supaya faktor tersebut dapat
Sedangkan
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.
ekonomi relatif kecil, hanya 2,44 persen.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat
Sementara, struktur ekonomi Aceh masih
diukur
laju
didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan,
pertumbuhannya atas dasar harga konstan.
hotel, dan restoran dengan kontribusi kedua
Pertumbuhan
akan
sektor tersebut mencapai angka hampir 45 persen dalam arti Pertumbuhan ekonomi Aceh
dengan
berdampak distribusi
melihat
ekonomi
PDRB
yang
dan
cepat
terhadap
ketimpangan
dalam
pendapatan.
Apalagi
dengan
peranan
dominan
dalam
pemerintah
daerah
menentukan
sangat
kebijakan
migas,
pertumbuhan
tanpa migas.
diberlakukannya UU RI No 32 dan 33 tahun 2004,
dengan
Akan tetapi, dengan tingginya angkaangka
tersebut
terjadinya
tidaklah
kemajuan
menjamin
telah
merata
antar
yang
didaerahnya sehingga memungkinkan terjadi
kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Beberapa
ketimpangan regional terjadi.
kabupaten/kota menunjukkan perkembangan
Peningkatan pendapatan sebagai hasil
pembangunan yang sangat cepat, sementara
dari proses pembangunan dalam pengamatan
yang
empiris di berbagai negara berkembang hanya
perkembangan
dinikmati oleh sebagian penduduk. Keadaan ini
ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi
disebut
dalam
dan sosial seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,
utama
tingkat pengangguran, kemiskinan dan tingkat
pembangunan ekonomi adalah pengangguran,
pendidikan penduduk. Perbedaan tersebut lebih
kemiskinan, dan kesenjangan, baik kesenjangan
disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan
sebagai
pembangunan.
3-
adanya Tiga
masalah masalah
Volume 2, No. 2, Mei 2014
lainnya
sebaliknya yang
lambat.
menunjukkan Hal
ini
Jurnal Magister Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala sumberdaya dan letak geografis dari wilayah.
mengalami
Pertumbuhan
Lhokseumawe. Adapun tingkat pertumbuhan
ekonomi
dilihat
berdasarkan
penurunan
ekonomi
bervariasi dimana pada tahun 2004 tingkat
Kabupaten/Kota
pertumbuhan Kabupaten/Kota yang tertinggi
penurunan sebesar 10,1 persen yaitu dari
adalah kabupaten Aceh Barat dengan tingkat
40.374 menjadi 36.288 milliar (pasca bencana
pertumbuhan
tsunami).
8,35
persen
dan
Provinsi
Pada
tahun
tahun
Aceh
Kota
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh juga sangat
mencapai
di
adalah
terhadap
2005
2006
23
mengalami
mengalami
Kabupaten/Kota yang tingkat pertumbuhannya
peningkatan sebesar 2,7 persen yaitu dari
paling rendah adalah kabupaten Aceh Tengah
36.288 menjadi 36.854. pada tahu 2007
sebesar -38,85 persen. Pada tahun 2005 tingkat
pertumbuhan
pertumbuhan Kabupaten/Kota yang tertinggi
kembali mengalami penurunan sebesar -2.36
adalah Aceh Timur dengan tingkat pertumbuhan
persen yaitu dari 36.854 menjadi 35.983 milliar.
ekonominya mencapai 54,01 persen (termasuk
Pada
miyak bumi dan Gas) dan kabupaten atau/Kota
kembali mengalami penurunan sebesar -5.27
yang tingkat pertumbuhan ekonominya yang
yaitu dari 35.983 menjadi 34.085 milliar, dan
paling rendah yaitu Kabupaten Aceh Barat
pada tahun 2009 petumbuhan ekonomi juga
sebesar -13,14 persen.
mengalami penurunan sebesar -547 persen yaitu
tahun
ekonomi
2008
di
Provinsi
pertumbuhan
Aceh
ekonomi
Pada tahun 2006 tingkat pertumbuhan
dari 34.085 menjadi 32.221 milliar, dan
ekonomi yang paling tinggi adalah Kota Sabang
selanjutnya pada tahun mengalami peningkatan
dan Aceh tenggara mencapai 33,83 persen dan
sebesar 2,64 persen dari Jadi 32.221 menjadi
33,5 persen dan kabupaten/kota yang tingkat
33.071. Pertumbuhan ekonomi rata-rata di
pertumbuhanya paling rendah atau mengalami
Provinsi Aceh selama 5 tahun terakhir sebesar -
penurunan adalah kabupaten Aceh Tamiang dan
1,78 persen.
Aceh Singkil sebesar -39,32 persen dan -38,99
Namun apabila pertumbuhan ekonomi
persen. Pada tahun 2007 tingkat pertumbuhan
di Provinsi Aceh terhadap 23 Kabupaten/Kota
ekonomi yang paling tinggi adalah Kabupaten
tidak memasukkan hasil minyak bumi dan Gas
Aceh
dan
pertumbuhan selama lima tahun ini tumbuh
pertumbuhan
secara positif. Ini mungkin karena menurunnya
Barat
mencapai
kabupaten
yang
ekonominya
yang
6,10
tingkat paling
persen
rendah
adalah
pendapatan dari hasil minyak bumi dan Gas.
Kabupaten Aceh Utara (termasuk minyak bumi
Adapun tingkat pertumbuhan ekonomi pada
dan Gas) turun sebesar -11,83 persen.
tahun 2005 mencapai 1,2 persen yaitu dari
Sementara pada tahun 2008 tingkat
22.261 menjadi 22.532 milliar. Pada tahun 2006
pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi
terus mengalami peningkatan mencapai 7,7
adalah Kabupaten aceh timur mencapai 10,47
persen yaitu dari 22.532 menjadi 24.268 milliar.
persen (termasuk minyak bumi dan Gas) dan
Pada
pertumbuhan
kembali mengalami peningkatan sebesar 7,22
yang
paling
rendah
atau
tahun
2007
pertumbuhan
Volume 2, No. 2, Mei 2014
ekonomi
-4
Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala persen yaitu dari 24.268 menjadi 26.022 milliar.
yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif deskriptif.
Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sedikit
Analisis
meningkat sebesar 1,8 persen yaitu dari 26.022
menggunakan
menjadi 26.511 milliar. Pada tahun 2009
(Sjafrizal,2008:108):
pertumbuhan ekonomi terus meningkat sebesar
dilakukan
indeks
1
di mana : Vw
=
dengan
Williamson,
πΆππ€ = πΜ
ββππΌ=1(π¦1 β π¦)2
4,01 persen yaitu dari 26.511 menjadi 27.576 milliar, dan terus meningkat pada tahun 2010
kuantitatif
Indeks
ππ π
yaitu
(3.1)
Ketimpangan
Williamson
sebesar 5,3 persen yaitu dari 27.576 menjadi 29.042. Jadi tingkat pertumbuhan ekonomi rata-
y1
= PDRB perkapita daerah i
rata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
y
= PDRB perkapita rata-rata seluruh daerah
selama lima tahun terakhir mencapai 5,228 persen (Tidak termasuk minyak bumi dan Gas).
pi
= jumlah penduduk daerah i
Akan tetapi, dengan tingginya angka-
p
= jumlah penduduk seluruh
angka
tersebut
terjadinya
tidaklah
kemajuan
menjamin
telah
merata
antar
yang
kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Beberapa
daerah
Hasil
yang
lainnya
perkembangan
sebaliknya yang
Hal
berkurang
Williamson
dengan
meningkatnya
perekonomian nasional.
ini
ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi
Jeffrey
1. Ketimpangan pendapatan antar daerah akan
menunjukkan
lambat.
penelitian
menunjukkan bahwa :
kabupaten/kota menunjukkan perkembangan pembangunan yang sangat cepat, sementara
dari
2.
Dispasritas antar daerah di nagara yang
dan sosial seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,
sedang
berkembang
lebih
tinggi
tingkat pengangguran, kemiskinan dan tingkat
dispsritas antar daerah di naegara maju
dari
pendidikan penduduk. Perbedaan tersebut lebih
Kelebihan indeks Williamson adalah
disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan
mudah dan praktis dalam melihat ketimpangan.
sumberdaya dan letak geografis dari wilayah.
Sedangkan
kelemahannya
adalah
Indeks
Williamson bersifat agregat sehingga tidak diketahui daerah mana saja yang memberikan METODE PENELITIAN
kontribusi terhadap ketimpangan (Achjar, 2004:
Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data seri waktu (time series) selama periode 20012010, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten/Kota dan Provinsi Aceh, Bappeda, dan instansi lain yang terkait. Di
dalam
penelitian
ini
analisis
dilakukan dengan menggunakan dua model, 5-
Volume 2, No. 2, Mei 2014
86). Seperti halnya Gini Koefisien, Indeks Williamson mempunyai nilai 0 dan 1. Indeks Williamson
0
pemerataan
sempurna
dan
ketimpangan
sempurna.
Sedangkan
pola
Williamson
dan
hubungan
berarti
natara
Indeks
terjadi
distribusi 1
berarti
Jurnal Magister Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pertumbuhan ekonomi cenderung sama seperti
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
yaitu terjadi trade-off dimana pada saat
Profil Provinsi Aceh
pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan
Provinsi Aceh merupakan daerah yang
(Indeks Williamson/CVw) juga tinggi. Ini
terletak di kawasan paling ujung sebelah Utara
artinya pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi
Pulau Sumatera sekaligus ujung paling Barat
hanya terjadi pada wilayah tertentu saja tidak
wilayah Indonesia. Daerah dengan Ibukota
terdistribusi secara merata wilayah lainnya
Banda Aceh ini, secara geografis terletak antara
(Kuncoro, 2012: 256).
2Β°-6Β° Lintang Utara dan 95Β°-98Β° Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter
Persamaan Regresi Linier Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
ketimpangan
pembangunan
Kabupaten/kota di Provinsi Aceh maka akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda
(Multiple
Regressions).
Persamaan regresi linier berganda menurut π =β +π½1 π1 + π½2 π2 + π½3 π3+ + ππ
luas pulau Sumatera), dan sekaligus terletak pada posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan dan kebudayaan yang menghubungkan belahan dunia timur dan barat.
gunung, 73 sungai besar, 2 buah danau dan sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan
Dimana:
hutan yang terdiri dari hutan lindung 26.440,81
Y
= Dependent Variable
Ξ±
= Intercept
Ξ²
= Koefisien Regresi
X
= Independent Variable
Ei
= Faktor Pengganggu.
Kemudian kedalam
Km2 dan hutan budi daya 30.924,76 Km2. Aceh mempunyai beragam kekayaan sumber daya
model model
tersebut penelitian
alam antara lain minyak dan gas bumi, pertanian, industri, perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa, cengkeh, kakao, kopi, tembakau), perikanan darat dan laut, pertambangan umum (logam, batu bara, emas, dan mineral lainnya).
sebagai berikut: πΌπ = π(ππ·π
π΅, ππ·π, ππ·π΄)
Secara
administratif
Provinsi
Aceh
dibagi menjadi 18 kabupaten dan 5 kota, 289
Sehingga: πΌπ = π + π1 ππ·π
π΅ + π2 ππ·π + π3 ππ·π΄ + ππ
kecamatan, 778 mukim dan 6.493 desa serta 112 kelurahan. Satu-satunya akses hubungan darat
Dimana: Ik
Aceh adalah 56.770,81 Km2 (12,26 Persen dari
Daerah ini terdiri dari 119 pulau, 35
Gujarati (2002) sebagai berikut:
diformulasikan
di atas permukaan laut. Luas wilayah Provinsi
= Indeks Ketimpangan
a = intercept b1b2b3
= Koefisien regresi
PDRB
= Pendapatan Regional
SDM
= Sumber Daya Manusia
SDA
=Sumber Daya Alam
hanyalah melalui Provinsi Sumatera Utara sehingga menyebabkan ketergantungan yang cukup tinggi pada provinsi tersebut. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, batas-batas
wilayah
Provinsi
Aceh yaitu,
Volume 2, No. 2, Mei 2014
-6
Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan
terletak di wilayah tengah dari Provinsi Aceh
Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan
dengan jumlah penduduknya 136.241 jiwa pada
dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah
tahun 2000 memiliki PDRB per kapita dibawah
Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.
rata-rata dan juga paling rendah yaitu 1.880 juta
Karakteristik lahan di Provinsi Aceh
yang terus meningkat menjadi 4.379 juta pada
sebagian besar didominasi oleh hutan, dengan
tahun 2007. Tahun 2008 menurun dengan
luas
3.292.420
Ha
atau
68,50
persen.
jumlah 3.753 juta dankembali meningkat pada
kedua
adalah
tahun 2009 dan 2010 menjadi 3.941 juta dan
mencapai
4.115, dengan meningkatnya PDRB per kapita
573.052,53 Ha atau 9,99 persen dari luas total
disetiap tahunnya dapat memberikan pengaruh
wilayah Aceh. Luas lahan pertanian sawah dan
terhadap Kabupaten Aceh Tenggara menjadi
pertanian tanah kering semusim mencapai
lebih baik. Keadaan ini membawa Kabupaten
431.571,80 Ha atau 7,2 persen, dan selebihnya
Aceh
lahan pertambangan, industri, perkampungan
dibandingkan dengan Kabupaten Simeulue
perairan darat, tanah terbuka dan lahan suaka
yang
alam lainnya di bawah 7 persen.
menjadikan
Penggunaan
lahan
terluas
perkebunan
besar
dan
kecil
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB Per kapita merupakan Produk Domestik Regional Bruto dan Pendapatan Regional dibagi dengan jumlah penduduk tahun.
Pertumbuhan
pembangunan
ekonomi
ekonomi
suatu
daerah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka otomatis akan dapat meningkatkan pendapatan regional. Peningkatan pendapatan regional sering juga digunakan untuk mengukur kemakmuran penduduk suatu daerah yaitu dengan menghitung pendapatan per kapita penduduk.
Untuk
dapat
meningkatkan
pendapatan per kepita, maka laju pertumbuhan ekonomi harus jauh lebih besar dari pada laju pertumbuhan penduduk. Kabupaten Aceh Tenggara merupakan daerah yang luas wilayahnya 4.189 km2 7-
tahun
2004
kabupaten
lebih
dan
baik
seterusnya
tersebut
sebagai
kabupaten dengan pendapatan per kapita paling
walaupun terus meningkat ditahun selanjutnya namun tidak memberi pengaruh terhadap Kabupaten Simeulue sebagai kabupaten dengan pendapatan per kapita terendah. Terdapat sebelas kabupaten lain yang
sering kali dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan
pada
menjadi
rendah di Provinsi Aceh yaitu 2.305 juta,
per kapita Kabupaten/Kota
pertengahan
Tenggara
Volume 2, No. 2, Mei 2014
PDRB per kapita dibawah rata-rata, diantaranya adalah Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Pidie, Aceh Timur, Gayo Lues, Simeulue, Aceh Tamiang, Aceh singkil
dan
Kota
Subulussalam
dengan
pendapatan per kapitanya berturut-turut 3.230, 3.366, 3.168, 4.327, 2.835, 3.449, 3.656, 1.880, 3.489, 3.895 dan 3,938 juta, dan juga terdapat sebelas kabupaten yang mempunyai pendapatan per kapita diatas rata-rata yaitu Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Bireuen, Aceh Utara, Bener Meriah, Kota Banda Aceah, Sabang, Langsa dan Kota
Jurnal Magister Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Lhokseumawe sebagai kota yang memiliki
kondisi indeks ketimpangannya membaik.
pendapatan per kapita paling tinggi yaitu 8.539 juta pada tahun 2000.
untuk tahun 2000, angka koefisien ketimpangan sebesar 0,275 sedikit meningkat
Pendapatan per kapita kabupaten/kota
menjadi 0,277 pada tahun 2001 dan kembali
terus mengalami peningkatan disetiap tahunnya
meningkat pada tahun 2002 menjadi 0,304.
sampai
15
Pada tahun 2003 kembali menurun menjadi
kabupaten/kota yang memiliki pendapatan per
0,254 dan meningkat lagi di tahun 2004
kapita
diantaranya
menjadi 0,294, selanjutnya pada tahun 2005
Kabupaten simeulue, Aceh Singkil, Aceh
kembali mengalami peningkatan menjadi 0,362
Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh
dan terus meningkat pada tahun 2006 menjadi
Tengah, Pidie, Aceh Utara, Aceh Barat Daya,
0,360, pada tahun 2007 meningkat menjadi
Gayo Lues, Aceh Tamiang, Aceh Jaya, Pidie
0,402 dan terus meningkat menjadi 0,417 pada
Jaya,
Langsa.
tahun 2008 dan pada tahun 2009 menurun
terjadi
menjadi 0,416 dan terus membaik pada tahun
perubahan dimana Kabupaten Aceh Utara
2010 indek ketimpangannya menurun menjadi
mengalami penurunan dan sebagai kabupaten
0.413. Kondisi ini memperlihatkan bahwa
dengan
rendah
kebijakan selama ini semakin memperparah
pendapatan per kapita dimiliki oleh Kabupaten
ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi
Simeulue.
antar kabupaten/kota di daerah ini. Dengan kata
tahun
2010
dibawah
Kota
Diperiode
dimana
rata-rata,
Subulussalam tahun
2010
kabupaten
yang
terdapat
dan tersebut
paling
lain, daerah perkotaan mengalami peningkatan
Ketimpangan Ekonomi Ketimpangan
pertumbuhan
sektor
ekonomi mempunyai implikasi yang sangat serius bila tidak ditangani secara dini. Banyak persoalan
sosial
timbul
akibat
Untuk
itu
kajian
cukup
signifikan
sedangkan
daerah
pedesaan mengalami peningkatan yang relatif rendah.
adanya
ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi antar-daerah.
yang
tentang
ketimpangan ini sangat diperlukan sebagai dasar pengambilan kebijakan di masa yang akan
Tabel Indeks Williamson Terhadap PDRB per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Periode Tahun 2000 β 2012. Tahun
datang.
Indeks Williamson
Hasil perhitungan diperoleh bahwa
2000
0,275
angka koefisien ketimpangan atau PDRB terus
2001
0,277
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
2002
0,304
Hal ini dibuktikan oleh tingginya koefisien
2003
0,254
ketimpangan dari tahun 2000 hingga 2012
2004
0,294
meskipun di periode tahun 2001 hingga 2004
2005
0,362
sempat menurun namun di tahun selanjutnya
2006
0,360
Volume 2, No. 2, Mei 2014
-8
Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2007
0,406
Aceh Besar,Aceh Singkil, Aceh Selatan, Pidie,
2008
0,417
dan Gayo Lues
2009
0,416
ketimpangan
2010
0,432
0,862, 0,818, 0,810, 0,745, 0,655, 0,654, dan
2011
0,437
0,633, keadaan ini membawa kabupaten/kota
2012
0,440
tersebut berata pada tingkat ketimpangan yang
dengan angka indeks
masing-masing
berturut-turut
Sumber: BPS (diolah)
tinggi. Terdapat empat belas kabupaten/kota
untuk tahun 2000, angka koefisien
lainnya
yang
mengalami
ketimpangan
ketimpangan sebesar 0,275 sedikit meningkat
pendapatan yang tinggi, antara lain yaitu
menjadi 0,277 pada tahun 2001 dan kembali
Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh
meningkat pada tahun 2002 menjadi 0,304.
Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh
Pada tahun 2003 kembali menurun menjadi
Utara, Bener Meriah, Bireuen, Pidie Jaya,
0,254 dan meningkat lagi di tahun 2004
Simeulue,
menjadi 0,294, selanjutnya pada tahun 2005
Lhokseumawe dan Subulussalam, dan ada dua
kembali mengalami peningkatan menjadi 0,362
kabupaten/kota dengan tingkat ketimpangan
dan terus meningkat pada tahun 2006 menjadi
pendapatan yang rendah yaitu Kabupaten Aceh
0,360, pada tahun 2007 meningkat menjadi
Tamiang dan Kota Sabang yang berada pada
0,402 dan terus meningkat menjadi 0,417 pada
tingkat ketimpangan yang sedang.
tahun 2008 dan pada tahun 2009 menurun menjadi 0,416 dan terus membaik pada tahun
Banda
Aceh,
Kota
Langsa,
Bila dibandingkan indeks ketimpangan tahun 2003 dengan 2012 maka dapat dilihat
2010 indek ketimpangannya menurun menjadi
bahwa terjadi perkembangan yang cukup
0.413. Kondisi ini memperlihatkan bahwa
signifikan pada Kabupaten Nagan Raya dimana
kebijakan selama ini semakin memperparah
pada tahun 2003 menjadikan kabupaten tersebut
ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi
sebagai wilayah dengan tingkat ketimpangan
antar kabupaten/kota di daerah ini. Dengan kata
yang tinggi, sedangkan pada tahun 2010
lain, daerah perkotaan mengalami peningkatan
membaik dengan tingkat ketimpangan dibawah
yang
daerah
rata-rata walaupun masih berada pada tingkat
pedesaan mengalami peningkatan yang relatif
yang tinggi, dan terdapat tujuh kabupaten/kota
cukup
signifikan
sedangkan
rendah.
yang terjadi pemeretaan yang lebih baik tingkat ketimpangan pendapatan yang
dibandingkan tahun 2003, kabupaten/kota yang
terjadi antar kabupaten/kota pada tahun 2003
dimaksud adalah Kabupaten Aceh Jaya, Pidie,
sangat tinggi dengan tujuh kabupaten/kota yang mengalami ketimpangan yang sangat tinggi yaitu Kabupaten Aceh Barat Daya, Nagan Raya,
9-
Volume 2, No. 2, Mei 2014
Aceh Tenggara, Aceh Utara, Bireuen, Gayo Lues, Nagan Raya dan Kota Lhokseumawe.
Jurnal Magister Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
IW 2
16
3
2
7 56 4 1
3
15 10 11
12 13
14
18
21
1
11
7
23
17 9
Tinnggi
6
9
4 19
0,4
10
13 12 14
15
20 0,3
5
8
23 18 16 19 21 17 20
Sedang
8
22
Rendah
22 0
2003
Tahun
2012
Keterangan: IW = Indeks Williamson 12 = Kabupaten Aceh Utara 1 = Kabupaten Aceh Barat 13 = Kabupaten Bener Meriah Grafik Perbandingan indeks Williamson Kabupaten/Kota Tahun 2003 dan 2012 2 = Kabupaten Aceh Barat Daya 14 = Kabupaten Bireuen 3 = Kabupaten Aceh Besar 15 = Kabupaten Gayo Lues 4 = Kabupaten Aceh Jaya 16 = Kabupaten Nagan Raya 5 = Kabupaten Pidie 17 = Kabupaten Pidie Jaya 6 = Kabupaten Aceh Selatan 18 = Kabupaten Simeulue 7 = Kabupaten Aceh Singkil 19 = Kota Banda Aceh 8 = Kabupaten Aceh Tamiang 20 = Kota Langsa 9 = Kabupaten Aceh Tengah 21 = Kota Lhokseumawe 10 = Kabupaten Aceh Tenggara 22 = Kota Sabang 11 = Kabupaten Aceh Timur 23 = Kota Subulussalam
Keadaan ini terus membaik disetiap tahunnya sampai tahun 2012 hanya terdapat sembilan kabupaten/kota yang, dan terdapat empat belas kabupaten/kota dengan indeks ketimpangan dibawah rata-rata, diantaranya
Ketimpangan Pengeluaran Pemerintah Daerah (APBD) per kapita Kabupaten/Kota Periode Tahun 20052012 Indeks Tahun Williamson
indeks
2005
0,384
satu
2006
0,397
kabupaten/kota pada tingkat sedang dan tiga
2007
0,441
kabupaten pada tingkat yang rendah.
2008
0,416
2009
0,423
2010
0.430
2011
0,425
2012
0,412
sepuluh
kabupaten/kota
ketimpangan
pada
dengan
tingkat
tinggi,
Sumber: BPS (diolah)
Pada pengeluaran pemerintah (APBD) pada
pariode
tahun
2005-2012
Volume 2, No. 2, Mei 2014
tingkat - 10
Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala ketimpangan yang terjadi pada Anggaran
Untuk variabel angkatan kerja (SDM)
Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) dengan
hasil output memberikan unstandardized beta
tingkat indeks ketimpangan yang tinggi. Pada
Sumber daya manusia (usia angkatan kerja)
tahun 2005 indeks ketimpangannya bernilai
selama 13 tahun sebesar 0,064 dan secara
0,384
parsial mempunyai dampak negatif dan tidak
berarti
bahwa
terjadi
ketimpangan
ekonomi wilayah sedang atau tidak merata dan
signifikan
terus meningkat menjadi 0,397 pada tahun 2006,
pembangunan ekonomi dengan unstadardized
selanjutnya
pada
betanya 0,064.
ketimpangan
yang terjadi semakin tinggi
tahun
2007
tingkat
dengan nilai indeks ketimpangan 0,0441.
terhadap
indeks
ketimpangan
Begitu juga dengan variabel sektor pertanian
(SDA)
secara
parsial
juga
mempunyai dampak negatif dan tidak signifikan terhadap indeks ketimpangan pembangunan Hasil Regresi Hasil unstandardized
dengan unstadardized betanya adalah 0,014 output beta
memberikan
Pendapatan
dan pada tingkat signifikan 0,698. Hal ini
(PDRB)
disebabkan oleh meratanya peranan variabel-
selama 13tahun sebesar -0,045 dan signifikan
variabel dalam analisis ini yang mendorong
pada 0,025 yang berarti bahwa Pendapatan
pertumbuhan
perkapita (PDRB) Provinsi Aceh mempunyai
terkecuali pada variabel pendapatan perkapita
dampak yang positif dan signifikan terhadap
(PDRB) yang berpengaruh negative terhadap
Indeks Ketimpangan ekonomi (Ik).
terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi
ekonomi
di
Provinsi
Aceh
di Provinsi Aceh. Coefficientsa
Model 1
(Constant) Pendapatan Angkatan Kerja Pertani an
Uns tandardi zed Coefficients B Std. Error .517 .343 -.045 .017 .064 .053 .014 .034
Standardi zed Coefficients Beta -.778 .219 .130
t 1.508 -2.684 1.201 .400
Sig. .166 .025 .261 .698
a. Dependent Variable: Indeks Ketim pangan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan. Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
analisis disparas pendapatan yang dilakukan dantar wilyah di
11 -
Volume 2, No. 2, Mei 2014
Jurnal Magister Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Provinsi Aceh maka dapat disimpulkan
mempunyai pendapatan per kapita diatas
sebagai berikut.
rata-rata yaitu Kabupaten Aceh Selatan,
1. Selama kurun waktu 2000 β 2010, terjadi
Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar,
ketimpangan
atau
ketimpangan
Bireuen, Aceh Utara, Bener Meriah, Kota
pembangunan regional antar kabupaten/kota
Banda Aceah, Sabang, Langsa dan Kota
di Provinsi Aceh, hal ini dapat dilihat dengan
Lhokseumawe sebagai kota yang memiliki
mengunakan indikator PDRB sebagai alat
pendapatan per kapita paling tinggi yaitu
ukur
8.539 juta pada tahun 2000.
dalam
menganalisis
ketimpangan
yang
kabupaten/kota
terjadi
tersebut.
indeks antar
Berdasarkan
3. Selama kurun waktu tahun 2000-2010, hasil perhitungan
diperoleh
bahwa
angka
ketimpangan
atau
PDRB
indikator Produk Domestik Regional Bruto
koefisien
(PDRB) Per Kapita dapat di lihat bahwa
berfluktuasi setiap tahun namun secara
masih banyak kabupaten/kota yang memiliki
umum menunjukkan tren yang semakin
pendapatan per kapita dibawah rata-rata
meningkat. Koefisien ketimpangan terting
antar kabupaten/kota di provinsi aceh,
didominasi oleh kabupaten/kota di wilayah
dimana menunjukkan perbedaan yang cukup
pantai barat-selatan.
tinggi dengan perbandingan kabupaten/kota yang
memiliki
pendapatan
per
kapita
4. Indikator lain dapat digunakan adalah pengeluaran
pemerintah
yaitu
melalui
dibawah rata-rata dengan kabupaten/kota
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
yang berpendapatan per kapita diatas rata-
(APBD). Dengan indikator tersebut dapat
rata.
disimpulkan
2. PDRB
Per
kapita
merupakan
Produk
bahwa
mempengaruhi
APBD
terjadinya
ketimpangan
Domestik Regional Bruto dan Pendapatan
pembangunan
Regional dibagi dengan jumlah penduduk
provinsi Aceh. Hal ini dapat dilihat bahwa
pertengahan
indeks williamson APBD menunjukkan
tahun.
Terdapat
sebelas
kabupaten lain yang PDRB per kapita dibawah
rata-rata,
diantaranya
adalah
Gayo Lues, Simeulue, Aceh Tamiang, Aceh singkil dan Kota Subulussalam dengan pendapatan per kapitanya berturut-turut 3.230, 3.366, 3.168, 4.327, 2.835, 3.449, 3.656, 1.880, 3.489, 3.895 dan 3,938 juta, dan juga terdapat sebelas kabupaten yang
kabupaten/kota
di
tingkat indeks ketimpangan yang tinggi. Saran
Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Pidie, Aceh Timur,
antar
dapat
Berdasarkan penelitian
serta
analisis
dari
hasil
kesimpulan
yang
telah
dirumuskan diatas, peranan pemerintah daerah selaku
pengambil
kebijakan
pembangunan
dapat disarankan agar: 1. Mengambil kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik
dengan
kebijakan
Volume 2, No. 2, Mei 2014
dibidang - 12
Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala kependudukan, serta menciptakan lapangan kerja di daerah masih tertinggal dalam mengimbangi peningkatan jumlah tenaga kerja
sehingga
terjadinya
mobilitas
penduduk ke daerah tersebut. 2. Melaluli anggaran pembangunannya selain
DAFTAR PUSTAKA BPS.
2009. PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh.
_______. 2011. PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh.
dapat membuka lapangan kerja yang baru, pemerintah
juga
dapat
meningkatkan
pengeluarannya untuk investasi sehingga dengan
sendirinya
lapangan
kerja
akan dan
terciptanya meningkatnya
pertumbuhan ekonomi di daerah yang
_______, 2013. PROVINSI ACEH DALAM ANGKA. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. Kuncoro, M. 2000. Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah dan Kebijakan), Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
pendapatan perkapitanya masih rendah. 3. Melalui
investasi
dari
pengeluaran
pemerintah juga dapat menyediakan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai di daerah tertinggal yang penduduknya relitif kurang, sehinga akan memancing penduduk pindah dari daerah yang relatif padat akan pindah ke daerah yang relatif jarang. 4. Pada
bidang
pendidikan
diharapkan
pemerintah agar dapat berupaya untuk meningkatkan
kualitas
sumberdaya
manusia (penduduk) di daerah yang masih tertinggal bertujuan untuk menggali potensi
_______, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta.. _______,
2012. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030?, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Nugraha, R.A. 2007. Evaluasi Pembangunan Ekonomi di Provinsi Bali Pasca Tragedi Bom, multiplycontent.com. Rezeki, R. 2007. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Teknik: Ketimpangan Sub Wilayah (Kasus Perkembangan Antar Kecamatan di Kabupaten Tanah Datar), Undip, 2007.
sektor-sektor ekonomi yang potensial. Tambunan, T.T.H. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris, Ghalia Indonesia, Jakarta.
13 -
Volume 2, No. 2, Mei 2014