Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
EFISIENSI PENGGUNAAN PROTEIN RANSUM YANG MENGANDUNG LIMBAH DESTILASI MINUMAN BERALKOHOL (LDMB) OLEH BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) JANTAN Protein Efficiency of Diet Containing Alcoholic Beverage Distillery by product in Male Quail (Coturnix coturnix Japonica) L.D. MAHFUDZ, T.A. SARJANA dan W. SARENGAT Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Sudarto SH, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT The risearch was aimed to known the protein eficiency used in teh diet contain Alcohol distillery byproduct (ADBP) by male quail. Tree weeks old 120 male quail was used as reesearch materials with average body weight 35.94 ± 2.4 g. The experimental diet was iso calory and protein, formulated from yellow corn, rice mill, soybean cake, coconut mill, fish mill top mix and ADBP, with metabolizable energy 2.800 kcal/kg, and 24% protein. Five floors colony housing was used in this experiment devided into 20 pen (40×34×26 cm3), for 6 birds per pen. Experimental design was completly randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. The treatments were T0 = diet without ADBP, T1= Diet with 0.5% ADBP, T2= Diet with 1% ADBP, T3= Diet with 1,5% ADBP and T4 = Diet with 2% ADBP. The parameters were protein consumption, protein efficiency ratio (PER) and nitrogen retention. The results were protein consumption for T0, T1, T2, T3 and T4 are 2,288 ± 0,21; 2,180 ± 0,19; 2,250 ± 0,22; 2,116 ± 0,20 and 3,589 ± 0,33 g/bird respectively. PER are 0,841 ± 0,072; 0,836 ± 0,081; 0,865 ± 0,084; 0,807 ± 0,079 and 0,807 ± 0,079. Conclusion of this experiment ADBP can be used until 2% in the diet without negative effect. Key Word: Quail, ADBP, Protein Efficiency ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan protein ransum yang mengandung Limbah Destilasi Minuman Berakohol (LDMB) oleh burung puyuh jantan. Materi yang digunakan dalam Penelitian ini adalah 120 ekor burung puyuh jantan umur 3 minggu dengan bobot hidup rata-rata 35,94 + 2,4 gram. Ransum yang digunakan disusun iso energi dan iso protein, terdiri dari jagung giling, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, top mix, dan LDMB dengan energi metabolisme 2.800 kkal/kg, protein 24%. Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang ”koloni” bersusun lima, terbagi menjadi 20 unit dengan ukuran 40×34×26 cm3 per unit untuk 6 ekor puyuh. Rancangan percobaan yang dipergunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah T0= ransum tanpa LDMB; T1= ransum mengandung 0,5% LDMB; T2= ransum mengandung 1% LDMB; T3= ransum mengandung 1,5%; T4= ransum mengandung 2% LDMB. Parameter yang diamati adalah konsunsi protein, Rasio Efisiensi Protein (REP) dan retensi nitrogen.Hasil rata-rata yang diperoleh T0, T1, T2, T3 dan T4 berturut-turut untuk konsumsi protein (g/ekor) adalah 2,288 ± 0,21; 2,180 ± 0,19; 2,250 ± 0,22; 2,116 ± 0,20 and 3,589 ± 0,33. REP adalah 0,841; 0,836; 0,865; 0,807 dan 0,806 dan retensi nitrogen (g/ekor/hari) adalah 0,612; 0,549; 0,780; 0,593 dan 0,644. Simpulan dari penelitian ini, penggunaan LDMB dalam ransum sampai tingkat 2% tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap efisiensi penggunaan protein burung puyuh jantan. Kata Kunci: Burung Puyuh, LDMB, Efisiensi Penggunaan Protein
887
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENDAHULUAN Burung puyuh jantan berpotensi untuk dikembangkan karena mudah dipelihara, biaya pemeliharaan tidak terlalu besar serta dapat diusahakan pada lahan yang tidak terlalu luas. Salah satu faktor penting penunjang pemeliharaan puyuh adalah pakan. Permasalahan yang dihadapi adalah langka dan mahalnya harga pakan yang berkualitas dan ketersedian dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu dicari bahan pakan alternatif yang murah dan masih mempunyai nilai gizi cukup tinggi yaitu limbah destilasi minuman beralkohol (LDMB). Limbah destilasi minuman beralkohol (LDMB) merupakan hasil samping industri minuman alkohol yang belum banyak dimanfaatkan. LDMB mempunyai kandungan nutrisi yang baik untuk dijadikan bahan pakan ternak. Nutrisi yang terkandung dalam LDMB adalah PK 8,64%, kadar air 8,09%, SK 18,07%, lemak kasar 17,51%, KH 60,152% dan abu 2,08%. LDMB merupakan bahan limbah fermentasi, sehingga mudah dicerna. Disamping itu, protein mikroba pada proses fermentasi merupakan sumber protein sel tunggal (BUCKLE, 1985). Penggunaan LDMB diharapkan dapat meningkatkan effisiensi penggunaan protein oleh puyuh. Hipotesis penelitian ini adalah pemberian LDMB dalam ransum penelitian sampai taraf 2% diharapkan dapat meningkatkan effisiensi penggunaan protein pada burung puyuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui effisiensi penggunaan protein burung puyuh akibat pemberian limbah destilasi minuman
beralkohol (LDMB). Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang level pengunaan limbah destilasi minuman beralkohol (LDMB) dalam ransum burung puyuh. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober – 22 Desember 2006 di kandang digesti, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 120 ekor burung puyuh jantan berbulu hitam pada umur 3 minggu dengan bobot hidup rata-rata 35,94 ± 2,4 g. Bibit puyuh yang digunakan berasal dari pembibitan puyuh milik Bapak Sugiyono, Demak. Ransum penelitian disusun dari jagung giling, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, top mix, dan LDMB dengan kandungan energi metabolisme 2.800 kkal/kg dan protein 24%. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum penelitian berturutturut dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Pada pengamatan retensi nitrogen digunakan indikator Cr2O3 (0,3% dari ransum) dan HCl 2 N sebanyak 2 liter. Kandang yang digunakan adalah kandang koloni bersusun lima dan terbagi dalam 20 unit, masing-masing unit berukuran 40 × 34 × 26 cm3 dengan kapasitas per unit 6 ekor. Kandang terbuat dari kawat ram, sebagai penampung ekskreta digunakan tripleks yang dilapisi plastik.
Tabel 1. Komposisi ransum penelitian Bahan pakan
Perlakuan T0
T1
T2
T3
T4
--------------------------------- % --------------------------------Jagung
44,00
43,50
43,50
43,00
43,50
Dedak halus
12,00
12,00
12,00
12,50
11,50
Bungkil kelapa
7,00
7,00
6,00
6,00
5,50
Bungkil kedelai
26,00
26,00
26,50
26,00
26,50
Tepung ikan
10,00
10,00
10,00
10,00
10,00
Topmix
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
LDMB
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
Jumlah
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
888
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian*) Perlakuan
Bahan pakan
T0
T1
T2
T3
T4
--------------------------------- % --------------------------------Protein kasar
23,965
23,965
24,039
23,882
23,882
Lemak kasar
4,835
4,835
4,845
4,966
4,917
Serat kasar
3,488
3,488
3,480
3,570
3,577
Kalsium
1,067
1,067
1,069
1,067
1,066
Phospor
0,623
0,623
0,626
0,627
0,621
2800,079
2800,079
2802,113
2803,507
2800,040
**)
EM (kkal/kg)
*) Berdasarkan perhitungan dari hasil analisis bahan pakan **) Nilai Energi Metabolis (EM) dihitung berdasarkan rumus Carpenter dan Clegg (ANGGORODI, 1985)
BETN : 100 – (% air + % abu + % PK + % LK + % SK) EM : 40,81 (0,87 (PK + 2,25 LK + BETN) + 2,5)
Analisis bahan pakan penyusun ransum penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Nutrisi, Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dan Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang brooder untuk pemeliharaan puyuh umur 1 − 15 hari, tempat pakan, tempat minum, lampu penerangan, timbangan elektrik, timbangan pakan, peralatan sanitasi kandang, dan termometer basah kering, peralatan digunakan untuk pengambilan data retensi nitrogen adalah nampan plastik, sprayer, pinset, timbangan analitik, dan botol plastik. Nampan plastik digunakan untuk menampung ekskreta pada saat ransum diberi indikator Cr2O3 dan pada saat puyuh dipuasakan, masing-masing selama 3 hari selama. Sprayer digunakan untuk menyemprotkan HCl ke ekskreta yang ditampung, pinset untuk memisahkan bulu dari ekskreta, timbangan analitis untuk menimbang ekskreta, dan botol plastik untuk tempat sampel ekskreta yang akan diujikan.
Limbah Destilasi Minuman Bertingkat (LDMB) diperoleh dari CV Tirto Waluyo Semarang. Proses pembuatan minuman beralkohol dan terbentuknya LDMB di CV. Tirto Waluyo Semarang dapat dilihat pada Gambar 1. Perlakuan penggunaan LDMB pada burung puyuh adalah sebagai berikut: T0: Ransum tanpa Limbah Destilasi Minuman Berakohol (LDMB). T1: Ransum dengan 0,5% Limbah Destilasi Minuman Berakohol (LDMB). T2: Ransum dengan 1% Limbah Destilasi Minuman Berakohol (LDMB). T3: Ransum dengan 1,5% Limbah Destilasi Minuman Berakohol (LDMB). T4: Ransum dengan 2% Limbah Destilasi Minuman Berakohol (LDMB). Parameter yang diukur untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Konsumsi protein, diperoleh dengan cara menghitung konsumsi ransum yang diberikan dikalikan dengan kandungan protein ransum. Konsumsi protein (g) = Konsumsi Ransum (g) × kandungan protein ransum (%)
889
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Beras dan jagung kuning Dicuci dan direndam Dikukus Didinginkan Khamir Sacharomyces cereviciae ¬
Diangin-anginkan (2 hari) Digiling LDMB berbentuk “crumble” LDMB
Gambar 1.
Nasi 1/2 matang
Kapang alkohol + Air
Dicampur Difermentasi 3 minggu Penyaringan secara destilasi
«
Proses Pembuatan Minuman Beralkohol dan Terbentuknya Limbah Destilasi Minuman Beralkohol (LDMB) di CV TIRTO WALUYO SEMARANG (2007)
2. Rasio Efisiensi Protein (REP), diperoleh dengan cara menghitung Pertambahan Bobot Hidup (PBH) dibagi dengan konsumsi protein (ANGGORODI, 1994). REP = REP
Minuman beralkohol
PBH (g) Konsumsi protein (g)
3. Retensi Nitrogen (RN), diperoleh dengan cara mengurangkan nitrogen dalam ransum dengan nitrogen dalam ekskreta yang telah dikalikan dengan rasio indikator ransum dan ekskreta, oleh SCOTT (1982) RN dirumuskan sebagai berikut: RN = N ransum – { N ekskreta-N endogenous } × I ransum I ekskreta N = Nitrogen, I = Indikator (Cr2O3)
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 6 ekor puyuh. Model matematis dari rancangan acak kelompok (RAL) menurut STEEL dan TORRIE (1993) adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + εij Yij = hasil pengamatan (respon) akibat pengaruh perlakuan ke-i dalam ulangan ke-j. i = perlakuan ransum ke-i (1, 2, 3, 4, dan 5) j = ulangan ke-j (1, 2, 3, dan 4) μ = nilai tengah umum (rata-rata populasi). αi = pengaruh dari faktor perlakuan ransum ke-i.
εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
890
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Hipotesis yang digunakan adalah: Tabel 3. Rerata konsumsi protein, puyuh jantan periode pertumbuhan Parameter
Perlakuan T0
T1
T2
T3
T4
Konsumsi ransum (g/ekor)
2,288 ± 0,21
2,180 ± 0,19
2,250 ± 0,22
2,116 ± 0,20
3,589 ± 0,33
Rasio efisiensi protein
0,841 ± 0,072
0,836 ± 0,081
0,865 ± 0,084
0,807 ± 0,079
0,806 ± 0,080
0,612 ± 0,060
0,549 ± 0,055
0,780 ± 0,077
0,593 ± 0,060
0,644 ± 0,063
Retensi nitrogen (g/ekor/hari)
Nilai rata-rata konsumsi protein tidak berbeda nyata (P > 0,05)
H0 ´ μ = 0, tidak terdapat pengaruh perlakuan penggunaan LDMB terhadap parameter pengamatan. H1 ´ μ ≠ 0, terdapat pengaruh perlakuan penggunaan LDMB terhadap parameter pengamatan. Analisis statistik Analisis data yang digunakan adalah analisis ragam dengan uji F pada tingkat ketelitian 5%. Apabila terdapat pengaruh perlakuan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Wilayah Ganda Duncan pada taraf 5% STEEL dan TORRIE (1993). Kriteria pengujiannya yaitu: F hit < F tab →tidak terdapat pengaruh perlakuan terhadap parameter pengamatan (P > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. F hit ≥ F tab →terdapat pengaruh perlakuan terhadap parameter pengamatan (P < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein Pengaruh perlakuan terhadap rata-rata konsumsi protein puyuh jantan periode pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis ragam terhadap konsumsi protein tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Tidak adanya perbedaan pada konsumsi protein karena dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang juga tidak berbeda nyata.
Konsumsi ransum rata-rata sebesar 10,372 g/ekor/hari, hasil perhitungan analisis statistik konsumsi ransum menunjukkan bahwa penggunaan LDMB tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi ransum (Lampiran 7), sehingga juga tidak berpengaruh terhadap konsumsi protein. Besarnya konsumsi ransum puyuh tersebut bersesuaian dengan penelitian ELFAWATI (2006), bahwa konsumsi ransum rata-rata harian puyuh periode pertumbuhan berkisar antara 10,35 – 11,66 g/ekor/hari. Besar kecilnya konsumsi ransum akan mempengaruhi konsumsi protein, pada penelitian ini sebesar 2,216 g/ekor/hari. Hasil konsumsi protein pada penelitian ini jauh lebih rendah dari hasil penelitian HIKMAWATI (2001) yaitu sebesar 7,96 – 8,64 g/ekor/hari. Puyuh akan mengkonsumsi ransum sampai kebutuhan energinya terpenuhi. Bertambahnya konsumsi ransum akan meningkatkan konsumsi protein. Merujuk pendapat PARAKKASI (1990) bahwa unggas akan mengkonsumsi protein seiring kuantitas ransum yang dikonsumsi. LDMB mengandung serat kasar tinggi dari dinding sel mikroba. Hasil konsumsi protein yang tidak signifikan juga disebabkan karena tingkat energi dan protein pada kelima ransum perlakuan relatif sama. Hasil perhitungan ratarata nilai imbangan energi dan protein (IEP) pada kelima ransum perlakuan adalah 117.005, hal ini didukung oleh pendapat MAHFUDZ et al. (1996) bahwa imbangan energi dan protein yang optimal untuk puyuh periode pertumbuhan antara 96 – 128. PeKondisi mikro dan makro klimat pada kandang penelitian tidak berada pada comfort
891
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
zone untuk puyuh yaitu berkisar 26 – 35°C. Hasil penelitian ini diperkuat oleh pendapat ANGGORODI (1995) bahwa konsumsi ransum yang secara langsung mempengaruhi konsumsi protein antara lain ditentukan oleh faktor bobot hidup dan umur ternak disamping faktor temperatur lingkungan, fase hidup atau status fisiologis, kandungan energi dan protein ransum, serta kesehatan ternak. Penggunaan LDMB sampai 2% dalam ransum belum mengubah komposisi nutrisi ransum penelitian (Tabel 2). Hal tersebut menyebabkan konsumsi protein tidak berbeda nyata karena konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein dalam ransum, imbangan energi-protein serta zat-zat lain dalam ransum. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat TILLMAN (1991) bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi metabolis dan protein ransum. Pengaruh perlakuan terhadap rasio efisiensi protein (REP) Pengaruh perlakuan terhadap rata-rata Rasio Efisiensi Protein (REP) puyuh jantan umur 3 – 8 minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil perhitungan statistik REP menunjukkan bahwa penggunaan LDMB tidak memberikan pengaruh terhadap REP. REP dipengaruhi oleh dua hal yaitu Pertambahan Bobot Hidup (PBH) dan konsumsi protein. Rata-rata PBB adalah 64,453 g/ekor/hari, sedangkan rata-rata Pertambahan Bobot Hidup Harian (PBHH) 1,535 g/ekor/hari. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh penggunaan LDMB terhadap PBB dan PBBH, hal ini disebabkan karena konsumsi ransum dan protein dari keempat perlakuan tersebut tidak berbeda nyata yaitu dengan rata-rata konsumsi protein 2,216 gram/ekor/hari. Sesuai dengan pendapat RIZAL et al. (2003), bahwa jumlah konsumsi protein berpengaruh terhadap pertambahan bobot hidup, ini disebabkan karena pertambahan bobot hidup berasal dari sintesis protein tubuh yang berasal dari protein ransum yang dikonsumsi. Penggunaan LDMB dalam ransum sampai dengan 2% belum mengubah komposisi nutrisi ransum, sehingga kandungan protein sama yang berakibat pada PBB yang sama pula.
892
Sesuai dengan pendapat WAHJU (1997) bahwa protein ransum menentukan kualitas ransum untuk sintesis jaringan, pertumbuhan bulu dan produksi, apabila kualitas ransum baik menghasilkan PBB yang tinggi begitu sebaliknya kualitas ransum kurang baik menghasilkan PBB yang rendah. Hasil tersebut dapat pula diartikan bahwa peranan PST dari LDMB kurang optimal, hal ini dapat disebabkan karena nilai nutritif hasil fermentasi berkurang selama proses pembuatan LDMB sampai berbentuk crumble, selain itu adanya komponen bioaktif yang dapat menurunkan produksi ternak (PBB). Nilai rata-rata REP yang didapat pada penelitian ini sebesar 0,831. Nilai REP ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian HARYANI (2006) dimana nilai REP yang dihasilkan sebesar 0,63 dengan tingkat energi 2800 kkal/kg dan protein 24%. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan kualitas bahan pakan yang digunakan dalam penelitian HARYANI lebih rendah, dalam hal ini protein berkualitas rendah sehingga dimungkinkan kandungan asam aminonya tidak seimbang. Semakin tinggi nilai REP, maka semakin efisien ternak dalam memanfaatkan protein yang dikonsumsi. Artinya walaupun penggunaan LDMB dalam ransum belum mampu meningkatkan REP tetapi dibandingkan dengan penelitian HARYANI (2006) penggunaan protein dalam ransum penelitian ini lebih efisien. Pengaruh perlakuan terhadap retensi nitrogen Pengaruh perlakuan terhadap rata-rata retensi nitrogen puyuh jantan umur 3 – 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil perhitungan statistik retensi nitrogen menunjukkan bahwa penggunaan LDMB tidak memberikan pengaruh terhadap retensi nitrogen. Retensi nitrogen yang tidak berbeda nyata disebabkan karena konsumsi protein dari kelima perlakuan sama atau tidak berbeda nyata, selain itu kelima ransum perlakuan mempunyai tingkat energi dan protein yang sama. Sesuai dengan pendapat WAHJU (1997) bahwa faktor yang mempengaruhi retensi nitrogen adalah konsumsi protein, kualitas protein, dan energi metabolis.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Penggunaan LDMB dalam ransum sampai dengan 2% belum mengubah komposisi nutrisi atau dengan kata lain kualitas ransum kontrol dan perlakuan relatif sama, sehingga menyebabkan retensi nitrogen atau nitrogen yang dapat diserap sama. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya retensi nitrogen adalah konsumsi nitrogen, kualitas protein, tingkat energi dalam ransum dan keadaan ternak. Konsumsi protein dan retensi nitrogen berbanding lurus (PARAKKASI, 1990), dengan meningkatnya konsumsi protein maka nitrogen yang teretensi atau yang tertinggal dalam tubuh juga akan meningkat karena 16% dari protein adalah nitrogen (MURRAY, 2003). Pada penelitian ini kualitas protein dengan penggunaan LDMB dalam ransum cukup tinggi, meskipun hasil retensi nitrogen tidak berbeda secara nyata. Hasil rata-rata retensi nitrogen dari kelima perlakuan adalah 0,636, hasil tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian HARYANI (2006) dimana nilai retensi nitrogen yang dihasilkan sebesar 0,41 dengan tingkat energi 2800 kkal/kg dan protein 24%. Menurut WAHJU (1997) nilai retensi nitrogen yang lebih tinggi berarti nitrogen yang tertinggal di dalam tubuh lebih banyak sehingga nitrogen yang terbuang bersama dengan ekskreta semakin sedikit. KESIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Limbah Destilasi Minuman Beralkohol (LDMB) pada tingkat 0,5 – 2% dalam ransum puyuh periode pertumbuhan belum berpengaruh terhadap konsumsi protein, Rasio Efisiensi Protein (REP) dan retensi nitrogen. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah penggunaan Limbah Destilasi Minuman Beralkohol (LDMB) dapat diaplikasikan dalam pemeliharaan puyuh, sampai tingkat 2% dalam ransum puyuh periode pertumbuhan, akan tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tingkat penggunaan LDMB yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ARITONANG, D. dan M. SILALAHI. 1990. Evaluasi penggunaan ampas bir dalam ransum babi. Dalam: Media Majalah Pengembangan Ilmu Peternakan dan Perikanan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Edisi Khusus Seminar Nasional Agribisnis Peternakan dan Perikanan pada Pelita VI. hlm. 380 – 385. BOORMAN, K.N. 1980. Dietary Constrain on Nitrogen Retention. In: P.J. BUTTERY and LINDSAY (Eds). Protein Deposition in Animal. Academic Press, London. hlm. 147 – 164. ELFAWATI. 2006. Pengaruh pemakaian tepung umbi talas (Xanthosoma sagitifolium) dan penambahan metionin dalam ransum puyuh periode pertumbuhan. Peternakan. 3(1): 10 – 17. ENSMINGER, M.E., J.E. OLDFIELD dan W.W. HEINEMANN. 1990. Feeds and Nutrition. 2nd Ed. The Ensminger Publishing Company. Illinois California, USA. GARNIDA. 2001. Pengaruh imbangan energi protein ransum dan tingkat kepadatan kandang terhadap performans reproduksi puyuh (Coturnix coturnix japonica). J. Ilmu Ternak. 1(2): 91 – 96. HARYANI, I.K. 2006. Pengaruh Level Protein Ransum terhadap Konsumsi Protein, Rasio Efisiensi Protein (REP), dan Retensi Nitrogen Puyuh Betina Periode Pertumbuhan. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. HIKMAWATI, N, L. A. RATIB dan P. SUHENDRA. 2001. Pertumbuhan puyuh (Coturnix coturnix japonica) fase grower dengan menggunakan duckweed dalam ransum iso protein dan iso energi. Bul. Nutrisi dan Makanan Ternak. 2(2): 33 – 45. MAHFUDZ, L.D. K. HAYASHI, A. OHTSUKA and Y. TOMITA. 1996. Effective Used of Shochu Distillery By-product as Broiler Feed. Japanese Poult. sci. 33(1): 6 – 11 MAHFUDZ, L.D. K. HAYASHI, A. OHTSUKA and Y. TOMITA. 1997. Separation of growth promoting factor from shochu distillery byproduct. V
893
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
NUGROHO dan I.G.K MAYUN. 1990. Beternak Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang. RIZAL, Y., D. TAMI, E. SURYANTI dan I. HAYATI. 2003. Kecernaan serat kasar, retensi nitrogen dan rasio efisiensi protein ayam broiler yang diberi ransum mengandung daun ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger. J. Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. IX(I): 60 – 69. SANTOSO, U. 1986. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. Bharata Karya Angkasa, Jakarta.
894
STEEL, R. G. D. dan J. H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Cetakan IV. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Diterjemahkan oleh: SUMANTRI. B. ZUPRIZAL, A. ISMAIL, M. KAMAL dan SUPADMO. 2001. Evaluasi nilai nutritif protein bahan pakan untuk ternak unggas. Bull. Peternakan. 25(1): 17 – 24.