EFISIENSI JUMLAH ARMADA BUS PATAS AC ANTAR BEBERAPA PERUSAHAAN BERDASARKAN METODE PERTUKARAN TRAYEK DI DKI JAKARTA
TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung
Oleh
MARDIAH NIM : 250 02 067 Bidang Pengutamaan Rekayasa Transportasi Program Studi Teknik Sipil
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2005
ABSTRAK EFISIENSI JUMLAH ARMADA BUS PATAS AC ANTAR BEBERAPA PERUSAHAAN BERDASARKAN METODE PERTUKARAN TRAYEK DI DKI JAKARTA Oleh MARDIAH NIM : 250 02 067 Ketidakseimbangan antara demand dan jumlah armada pada setiap trayek, yaitu demand yang tinggi dan jumlah armada yang sedikit atau sebaliknya menyebabkan tingkat efisiensi penggunaan armada menjadi rendah. Hal ini terjadi pada Bus Patas AC yang ada di DKI Jakarta berasal dari beberapa perusahaan (operator). Pertukaran trayek dengan metode break even merupakan salah satu cara dalam menentukan efisiensi jumlah armada sesuai dengan demand dan load factor setiap trayek sehingga diperoleh jumlah armada optimum. Dalam penelitian ini, mengkaji 31 trayek yang terdiri dari 15 trayek dari operator PT. Perum PPD, 13 trayek dari operator PT. Mayasari Bhakti dan 3 trayek dari operator PT. Bianglala. Pertukaran trayek dapat dilakukan sepanjang periode (permanen) atau pada periode waktu tertentu (sementara) yaitu pagi, slang atau sore pada trayek-trayek yang kekurangan armada dengan yang kelebihan armada pada terminal asal yang sama. Tahap pertama : pertukaran trayek dilakukan sesama operator dan didahulukan pertukaran trayek permanen dilanjutkan pertukaran trayek sementara. Tahap kedua : pertukaran trayek dilakukan antar operator didahulukan pertukaran trayek permanen dilanjutkan pertukaran trayek sementara. Parameter yang digunakan dalam penentuan hasil optimasi pertukaran trayek adalah Load Factor Break Even (LFBE) rata-rata terbesar. Dari 12 terminal asal yang dikaji, hanya 6 terminal asal yang bisa dilakukan pertukaran trayek, yaitu Kampung Rambutan, Pulogadung, Kota, Blok M, Senen dan Kalideres. Selain itu, terdapat 6 trayek yang tidak mungkin dilakukan pertukaran trayek karena tidak ada trayek lain yang mempunyai terminal asal yang sama. Setelah dilakukan pertukaran trayek, apabila ditinjau total (seluruh periode) dari ketiga operator pada kondisi armada A-T terjadi penurunan kebutuhan tambahan armada dari 167 armada menjadi 149 armada atau 11 %, sedangkan apabila ditinjau total (seluruh periode) pada kondisi armada A-T & T-A terjadi penurunan kebutuhan tambahan armada dari 244 menjadi 240 armada atau 2 %. Perbedaan penurunan tersebut menggambarkan bahwa penurunan kebutuhan tambahan armada pada A-T, belum tentu menyebabkan penurunan kebutuhan tambahan armada pada T-A. Dengan terjadinya pertukaran trayek menyebabkan perubahan Load Factor Break Even (LF BE) pada masing-masing trayek maupun LFBE rata-rata. Selain itu, akibat pertukaran trayek terjadi penurunan headway pada trayek yang menerima tambahan armada karena dengan anggapan bahwa penambahan 1 armada akan menambah 1 rit. Namun armada terakhir pada setiap trayek masih bisa tiba di terminal asal sebelum waktu periodenya habis. Sedangkan pada trayek yang terjadi pengurangan armada, tidak terjadi perubahan headway karena pengurangan armada tidak mengurangi jumlah armada pada trayek tsb. Jumlah armada yang hams disediakan oleh setiap operator berdasarkan kondisi armada A-T adalah PT. Perum PPD 61 armada, PT. Mayasari Bhakti 48 armada dan PT. Bianglala 39 armada. Sedangkan berdasarkan kondisi armada A-T & T-A adalah PT. Perum PPD 107 armada, PT. Mayasari Bhakti 78 armada dan PT. Bianglala 55 armada. Kata kunci : Pertukaran trayek, operator, demand, faktor muatan, break even
ABSTRACK THE EFFICIENCY OF THE VEHICLES NUMBER OF BUS PATAS AC INTER-OPERATORS BASED ON THE ROUTE EXCHANGE METHOD IN DKI JAKARTA By MARDIAH NIM : 250 02 067 The Imbalance of demand and vehicles number of Bus PATAS AC on each route which is the demand is higher than the number of the buses, or the other way, make the efficiency rate of the vehicle use is lower. It occurs to some of the bus operators in DKI Jakarta. The bus route exchange by using the break even is one of the way in determining vehicles number efficiency to cope with demand and load factor of each bus route so that optimal vehicles number could be obtained. In this survey, there were 31 bus routes of 3 bus operators to be observed comprising 15 routes of PT. PPD, 13 bus routes of PT. Mayasari Bhakti and 3 other routes of PT. Bianglala. The route exchange were done at the whole period permanently or just at certain period temporarily (for example : in the morning, afternoon or evening time) on the route lacking vehicles number to be exchanged by the route with excessive of vehicles number on the same bus terminal origin. At the first stage, the permanently route exchange was done in prior of the temporarily route exchange of one bus operator. On the second stage, the route exchange was conducted between bus operators applying the permanently route exchange in prior of the temporarily route exchange. The parameter used in determination of the optimal result of route exchange was the largest average of Load Factor Break Even (LFBE). From the tweleve origin bus terminals which were analyzed, there were only six terminals which were possible to be applied route exchange that is Kampung Rambutan, Pulogadung, Kota, Blok M, Senen and Kalideres. Besides, there were six bus route which were impossible to do the route exchange due to no other bus route having the same origin terminal. After having the route exchange, it is evaluated that the whole period of the three operators in total at the vehicles condition of A-T showed the decrease of vehicle addition requirement from 167 number of vehicle to 149 vehicle or 11 % decrease, meanwhile the evaluation of the whole period in total at the vehicles condition of A-T & T-A showed the decrease of vehicle addition requirement from 244 number of vehicle to 240 vehicle or 2 % reduction. Difference of the decrease pointed that the decrease of vehicle addition requirement on A-T condition did not certainly cause the decrease of vehicle addition requirement on T-A. The route exchange made the change either of Load Factor Break Even (LFBF) on each route or the largest average of LFBE. Besides, the route exchange affected to decrease of headway on the route receiving vehicles addition. It can occur with the assumption that addition of one vehicle will add one trip. However, the last vehicle on each route still could arrive at the origin terminal before its period time is ended, While the route having the vehicles reduced did not occur decrease of the headway because the vehicle reduction will not lessen the vehicle number on the mentioned route. The vehicle number should be provided by each operator based on A-T vehicle condition are 61 units by PT. Perum PPD, 48 units by PT. Mayasari Bhakti, 39 units by PT. Bianglala. On the other hand, based on A-T & T-A vehicle condition, there are 107 units should be provided by PT. Perum PPD, 78 units by PT. Mayasari Bhakti and 55 units PT. Bianglala. Key word : route exchange, operator, demand, load factor, break even