Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
Pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif Silmi Kaffah, Agus Dwi Susanto Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUP Persahabatan, Jakarta
Abstrak
Obstructive sleep apnea syndrome (OSA) merupakan sleep related disorder yang dapat mengancam jiwa, ditandai episode berulang yang menimbulkan obstruksi aliran udara dan hipoksia intermiten. Prevalensi terlihat meningkat pada obesitas. Atensi, memori, kecepatan psikomotorik, waktu reaksi, kemampuan visuospasial, kemampuan konstruksional, executive function dan kemampuan bahasa adalah bentuk gangguan fungsi kognitif pada pasien OSA. Mekanisme penurunan fungsi kognitif pada OSA masih belum jelas. Beberapa penelitian sleep fragmentation, daytime sleepiness dan hipoksemia nokturnal dapat menyebabkan kelainan fungsi kognitif pada pasien OSA. (J Respir Indo. 2015; 35: 247-59) Kata kunci: Kognitif, daytime sleepiness, hipoksia, obstructive sleep apnea
Effect of Obstructive Sleep Apnea (OSA) to Cognitive Function Abstract
The Obstructive sleep apnea (OSA) is a potentially life-threatening sleep related breathing disorder characterized by repetitive episodes of airflow cessation resulting in brief arousals and intermittent hypoxia. The prevalence appears to be increasing with trends towards higher rates of obesity. Attention, memory, psychomotor speed, reaction time, visuospatialabilities, constructional abilities, executive functions and language abilities are among the most impaired cognitive domains in OSA patients. The mechanism of cognitive deficits in OSA is still unclear. Several studies suggest that sleep fragmentation, daytime sleepiness and nocturnal hypoxemia may induce an impaired cognitive function in OSA patients. (J Respir Indo. 2015; 35: 247-59) Keywords: Cognition, daytime sleepiness, hypoxia,obstructive sleep apnea.
Korespondensi: Silmi Kaffah Email:
[email protected]; Hp: 08128701222
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
247
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
PENDAHULUAN
tepat terhadap risiko gangguan fungsi kognitif pada
Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, dengan prevalensi yang tinggi akan meningkatkan morbiditas, mortalitas, biaya kesehatan serta risiko keselamatan.1 Obstructive sleep apnea mempengaruhi sekitar 5% di penduduk negara bagian barat, akan tetapi 80% kasus tidak terdiagnosis. Prevalensi OSA meningkat sejalan dengan usia dan puncaknya terjadi pada usia 60 tahun. Meskipun 1 dari 5 orang dewasa memiliki OSA derajat ringan, hanya 1 dari 15 orang dewasa yang memiliki OSA derajat sedang sampai berat. Obesitas merupakan faktor risiko signifikan dari OSA. Peningkatan berat badan 10% saja akan meningkatkan risiko OSA sebesar enam kali. Dilaporkan insidens OSA meningkat di Amerika yang diakibatkan oleh obesitas.2 Penelitian yang dilakukan Wiadnyana dkk pada pengemudi taksi X di Jakarta dengan indeks massa tubuh > 25, riwayat mendengkur dalam keluarga, lingkar leher >40 cm, usia >36 tahun serta jadwal kerja yang padat sebanyak 25% memiliki kecenderungan untuk mengalami OSA.3 Obstructive sleep
apnea
merupakan
salah
satu
bentuk
sleepdisordered breathing (SDB). Sekitar 40 juta orang di Amerika menderita OSA dengan prevalensi 3%-7% pada laki-laki dan 2%-5% pada perempuan.4 Penderita OSA yang tidak ditangani dapat terjadi berbagai kondisi antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner (termasuk infark miokard), diabetes melitus, gagal jantung, stroke dan gangguan fungsi kognitif.2 Meskipun penurunan fungsi kognitif pada OSA belum dapat dipahami seutuhnya, akan tetapi beberapa penelitian menyebutkan terdapat penurunan fungsi kognitif pada penderita OSA. Fungsi kognitif antara lain meliputi fungsi intelektual, memori, perhatian, executive function.1,5 Sebuah penelitian prospektif observasional pada 49 pasien consecutive, didapatkan hasil 1 dari 4 pasien OSA mempunyai gangguan fungsi kognitif. Penderita OSA mempunyai dampak terhadap fungsi psikomotor serta kognitif seperti perhatian,memori dan executive function. Obstructive sleep apnea seringkali dikaitkan dengan gangguan kognitif ringan. Penatalaksaan
248
penderita OSA diharapkan dapat ditangani dengan lebih dini.6 Beberapa penelitian menyebutkan salah satu penyebab penurunan fungsi kognitif pada OSA diantaranya adalah efek sleep fragmentationdan atau hipoksia intermiten.7 Tinjauan pustaka ini akan membahas lebih lanjut tentang pengaruh OSA terhadap fungsi kognitif. OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA Obstructive sleep apnea menurut American Academy of Sleep Medicine (AASM) ditandai oleh episode berulang obstruksi saluran napas atas yang bersifat komplit (apnea) atau
parsial (hipopnea)
saluran napas atas selama tidur. Kondisi ini disertai dengan desaturasi oksigen dan terbangun dari tidur (arrousal). Prevalensi OSA diperkirakan 4% pada laki-laki dan 2% pada perempuan. Pada orang dewasa didapatkan perbandingan laki-laki dengan perempuan yakni 2:1.8,9 Apnea didefinisikan sebagai penghentian komplit saluran napas minimal 10 detik. Hipopnea didefinisikan sebagai pengurangan dalam aliran udara (30%-50%) yang diikuti oleh episode bangun dari tidur (arrousal)atau penurunan saturasi oksigen (3%-4%). Derajat keparahan sleep apnea dinilai dengan menggunakan apnoea-hypopnea index (AHI) yaitu jumlah apnea/hipopnea yang terjadi per jam selama tidur. Berdasarkan AASM, OSA didefinisikan apabila nilai AHI >5. Klasifikasi OSA dibagi atas OSA ringan apabila AHI 5-15, OSA sedang apabila nilai AHI 15-30 dan OSA berat apabila nilai AHI >30.8 PATOFISIOLOGI OSA Patofisiologi OSA sangat kompleks dan bervariasi masing-masing individu. Saat tidur, refleks otot faringeal memegang peranan dalam mengurangi atau hilangnya kompensasi neuromoskular sehingga terjadi penyempitan faring dan kolapsnya faring secara komplit yang bersifat intermiten. Terjadinya kolaps faring pada penderita OSA umumnya pada posterior dari lidah, uvula dan palatum mole atau kombinasi dari struktur tersebut. Bagian dari
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
saluran napas faringeal (dari nasal septum posterior
tulang, tonsil dan adenoid pada anak-anak. Selama
sampai epiglotis) bergantung pada aktivitas otot
kondisi terjaga menyebabkan peningkatan resistensi
untuk mempertahankan patensinya karena hanya
aliran udara serta peningkatan tekanan negatif intra
mengandung sedikit komponen tulang sehingga
faringeal selama inspirasi. Gambar 1 menunjukan
kurang kekakuannya. Kelainan primer pada pasien
keadaan obstruksi parsial (hipopnea) dan komplit
OSA yaitu anatomis saluran napas faringeal yang
(apnea) pada saluran napas atas.10
kecil karena obesitas, struktur jaringan lunak dan
Gambar 1. Obstruksi parsial (hipopnea) dan komplit (apnea) saluran napas atas Dikutip dari (10) Tabel 1. Gejala klinis OSA Gejala klinis OSA Kebiasaan mendengkur keras Witnessed apneas Terbangun pada malam hari Napas tersengal atau tercekik selama tidur Nokturia Unrefreshing sleep, sakit kepala pagi hari Excessive daytime sleepiness Kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan akibat kerja Iritabilitas, hilang memori, perubahan kepribadian Penuruan libido Impotensi Dikutip dari (12)
tersering rasa mengantuk berat di siang hari.11 Penderita OSA mengeluhkan gejala antara lain terbangun pada malam hari karena terdapat episode apnea, saat tidur napas tersengal atau tercekik, disfungsi seksual seperti menurunnya libido serta impotensi, sakit kepala pada pagi hari, mendengkur, penurunan memori serta perubahan kepribadian. Obstructive sleep apnea menifestasi nyata pada penurunan fungsi kognitif. Menurunnya konsentrasi dan memori mempengaruhi kemampuan individu adaptasi di lingkungan kerjanya. Tabel 1 dibawah ini menunjukan gejala klinis yang timbul pada OSA.12
GEJALA KLINIS OSA Gejala yang dialami oleh penderita OSA ber variasi berdasarkan tingkat keparahannya. Manifestasi klinis dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok dominan neuropsikiatri dan perilaku dan kelompok dominan kardiorespirasi. Manifestasi klinis tersering adalah neuropsikiatri dan perilaku dengan keluhan J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
DIAGNOSIS OSA Diagnosis OSA membutuhkan penggabungan penilaian relevan secara klinis dan pengamatan objektif dari gangguan pernapasan yang terjadi selama tidur. Obstructive sleep apnea merupakan faktor risiko independen
terjadinya
penyakit
kardiovaskuler, 249
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung
membedakan antara kemampuan yang menggam
kongestif dan stroke. Excessive daytime sleepiness
barkan cara berpikir alamiah yang kompleks dan
merupakan gangguan utama yang mempengaruhi
memproses suatu informasi. Fungsi kognitif awal
kualitas hidup, fungsi kognitif dan fungsi sosial.
mulanya menunjukan fungsi tunggal intelektual, tetapi
Penilaianexcessive sleepiness menggunakan mul
beberapa penelitian neurofisiologi tidak menemukan
tiple sleep latency test (MSLT) dengan rata-rata di
kognitif secara umum atau fungsi intelektual.
bawah 10 menit atau dapat di bawah 5 menit (normal
Kemampuan kognitif merupakan penerimaan infor
10-20 menit). Berdasarkan AASM, kriteria diagnosis
masi, memproses ekspresi dan executive function.
OSA berikut ini:8
Memori, kemampuan verbal, kemampuan spasial
1. Penderita mempunyai keluhan rasa kantuk
dan kecepatan proses merupakan jenis kemampuan
8
berlebihan atau insomnia, terkadang penderita tidak menyadarinya. 2. Episode sering akibat obstruksi pernapasan selama tidur. 3. Beberapa kondisi :
4.
yang mempengaruhi kognitif.13 Suatu metaanalisis sebanyak 25 penelitian melaporkan tidak ada gangguan signifikan ter hadap fungsi intelektual pada penderita OSA. Satu penelitian melaporkan bahwa penderita OSA
-
Mendengkur keras
yang memiliki fungsi intelektual yang tinggi dapat
-
Sakit kepala pagi hari
mencegah menurunnya kemampuan kognitif pada
-
Mulut kering saat bangun
penderita OSA. Pengamatan pada penderita OSA
-
Retraksi dada selama tidur pada anak-anak
didapatkan terjadi peningkatan risiko kecelakaan
Pemantauan polisomnografi didapatkan :
kendaraan bermotor yang berhubungan dengan
-
Lebih dari 5 kali kondisi obstructive apneas,
waktu reaksi dan perhatian.5,9 Penelitian potong
durasi >10 detik, per jam siklus tidur dan 1
lintang yang dilakukan Addison-Brown dkk yang
atau lebih dari kriteria berikut :
menilai hubungan faktor risiko OSA terhadap
o Frekuensi terbangun dari tidur yang
fungsi kognitif dan kualitas hidup pada berbagai
berhubungan dengan apnea. o Braditakikardi.
o Desaturasi oksigen arteri yang ber hubungan dengan episode apnea. -
usia dihubungkan dengan faktor demografi dan komorbid (diabetes melitus dan dislipidemi). Hasil penelitian tersebut adalahpada OSA dengan faktor risiko tinggi terdapat penurunan fungsi kognitif serta
Multiple sleep latency test (MSLT) menun
penurunan kualitas hidup. Perbedaan fungsi kognitif
jukan atau tidak menunjukan rata-rata sleep
dan kualitas hidup pada OSA dengan risiko tinggi
latency <10 menit.
dan rendah, terjadi pada usia pertengahan dan
5. Gejala dapat berhubungan dengan penyakit medis lainnya (pembesaran tonsil)
menurun pada usia >70 tahun.14 Beberapa penelitian menyatakan bahwa OSA memiliki dampak negatif
6. Penyakit gangguan tidur lainnya dapat muncul
terhadap fungsi kognitif secara luas. Perhatian,
(periodic limb movement disorder atau narcolepsy)
kecepatan psikomotorik, kemampuan visuospasial,
PENGARUH OSA TERHADAP FUNGSI KOGNITIF Kemampuan kognitif merujuk kepada pro
kemampuan konstruksional, executive function dan kemampuan
bahasa
mempengaruhi
kognitif pada penderita OSA.
15
gangguan
Tabel 2 menunjukan
ses mental internal seperti memori dan berpikir.
gangguan fungsi kognitif pada OSA yang tidak
Penting halnya untuk mengidentifikasi, mengukur dan
diobati.2
250
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
Tabel 2. Gangguan fungsi kognitif pada OSA yang tidak diobati Gangguan fungsi kognitif pada OSA yang tidak diobati Kesulitan dalam mempertahankan perhatian dan motivasi Tidak dapat berorganisasi Emosi yang labil Tidak dapat mengambil keputusan Perencanaan yang buruk dan haphazard execution of plans Masalah mental/manipulasi informasi Pemikiran yang kaku Dikutip dari (2)
dan tertunda. Memori jangka panjang yang segera (verbal, visual dan visuospasial) yang menunjukan kebutuhan individu untuk recall informasi secara cepat (misalnya setelah durasi >30 detik). Memori jangka panjang yang tertunda (verbal, visual, visuospasial) merupakan kebutuhan individu recall informasi setelah beberapa waktu sudah berlalu (misal setelah durasi 20 menit).7 Penderita OSA dilaporkan mempunyai gang
Perhatian Perhatian merupakan kemampuan individu untuk peka, menerima dan konsentrasi pada seba gian stimulus. Kewaspadaan menunjukan suatu kemampuan untuk mempertahankan kesiagaan setiap waktu.7 Pada penderita OSA ditemukan gang guan kemampuan perhatian, menurunnya rasa kewaspadaan dan bentuk perhatian yang kompleks. Penelitian menyebutkan bahwa penderita dengan OSA derajat berat dibandingkan dengan kontrol, memiliki hasil tes yang buruk dalammenilai perhatian dan kewaspadaan. Berbeda halnya sebuah penelitian pada penderita OSA derajat ringan sampai berat, tidak menjelaskan terdapatnya penurunan signifikan perhatian. Penelitian lain juga tidak menemukan penurunan signifikan perhatian pada OSA derajat ringan-sedang dibandingkan dengan kontrol. Dari beberapa penelitian terlihat bahwa hubungan antara OSA dan kemampuan perhatian masih belum jelas.15 Working memory Working memory selalu dikaitkan dengan tipe spesifik executive function dan melibatkan secara aktif menerima informasi dalam pikiran seseorang, sementara secara dinamik memanipulasi informasi ini disisi lain. Salah satu bentuk working memory
guan serius dengan memori dan kemampuan belajar seperti memori yang bersifat episodik, memori jangka pendek, memori verbal jangka panjang dan kemampuan belajar verbal serta visual. Penderita OSA derajat berat memiliki hasil yang buruk dalam hal tes memori verbal jangka pendek, belajar jangka panjang dan tes memori seperti halnya bekerja, visual dan tes memori spasial. Namun tidak semua penelitian pada penderita OSA derajat berat memiliki gangguan memori dan pembelajaran. Berbeda dengan penelitian diatas, sebuah penelitian pada penderita OSA derajat berat didapatkan hasil yang baik dalam hal memori jangka pendek, memori jangka panjang episodik, prosedural dan memori bekerja. Hanya saja ditemukan penurunan dalam hal immediate recall. Sejalan dengan penelitian ini, penelitian lain menyatakan tidak ada penurunan memori pada penderita OSA derajat berat. Penderita OSA derajat sedang dan berat memiliki hasil yang buruk pada verbal immediate, delayed recall dan fungsi working memory. Skor rendah dilaporkan terdapat pada memori jangka pendek dan tes memori spasial jangka pendek pada penderita OSA derajat sedang-berat. Namun kemampuan memori verbal jangka panjang ditemukan tidak ada penurunan.15
adalah digit span backwards. Cara kerja digit span
Visuospasial dan kemampuan kontruksional motorik
backwards yaitu harus mengulang secara terbalik
Kemampuan visuospasial/konstruksional ada
urutan angka. Memori jangka pendek menunjukan kemampuan recall sejumlah kecil informasi dalam waktu 30 detik. Memori jangka panjang menunjukan penerimaan dan penambahan informasi baru dalam hal ini pembelajaran. Memori jangka panjang dibagi atas memori jangka panjang yang segera J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
lah kapasitas untuk merekonstruksi gambar atau objek dari sumber aslinya.7 Beberapa penelitian melaporkan hasil yang buruk pada visuospasial dan kemampuan konstruksional motorik pada penderita OSA sejak dekade terakhir. Penderita OSA derajat berat ditemukan gangguan pada visuospasial dan 251
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
konstruksional serta OSA derajat sedang dan berat
Kemampuan bahasa
pada penelitian lain didapatkan skor yang rendah dalam tes mengukur vusiospasial dan kemampuan konstruksional motorik. Dapat disimpulkan bahwa OSA mempunyai dampak negatif pada visuospasial dan konstruksional motorik.15
lainnya seperti memori dan perhatian, responsible for volition, perencanaan, tujuan tindakan dan pemantauan tampilan.7 Penurunan executive func tions meliputi kemampuan rendah dalam hal phonemic verbal fluency dan letter-number sequencing yang diamati pada penderita OSA derajat berat. Penderita OSA derajat sedang dan berat ditemukan hasil tes yang buruk dalam menilai executive functions. Sebaliknya beberapa penelitian lain disebutkan bahwa pada penderita OSA derajat sedang dan dilaporkan
simbolik untuk komunikasi.7 Penelitian pada penderita OSA derajat berat didapatkan kemampuan bahasa semantic domain of languange. Disisi lainnya ada
Executive functions mengatur proses kognitif
tidak
rima, memahami dan menghasilkan sistem kompleks
merupakan masalah utama pada verbal tasks terutama
Executive functions
berat
Bahasa menunjukan kemampuan untuk mene
mempunyai
gangguan
sebuah penelitian yang gagal menemukan penurunan signifikan kemampuan bahasa terutama mengenai semantic domain sedangkan penelitian yang sama menemukan gangguan serius pada phonemic domain of languange pada penderita OSA derajat berat. Penelitian lain menemukan pada penderita OSA derajat sedang didapatkan kemampuan bahasanya normal dalam rata-rata. Penelitian pada penderita remaja OSA derajat ringan dan sedang menunjukan skor yang rendah secara signifikan pada semantic dan phonemic languange tasks.15 Kecepatan psikomotorik
executive functions. Penderita OSA derajat ringan sampai berat didapatkan memiliki gangguan yang signifikan dalam hal mental shift serta perencanaan dan terjadi penurunan phnemic fluency. Terdapat penurunan working memory yang berhubungan dengan complex memory tasks dan level yang tinggi dari memory scanning.15 Gangguan executive function dapat terjadi permanen pada OSA yang tidak segera diobati. Tabel 3 di bawah ini merupakan executive dysfunction pada OSA yang tidak diobati serta bentuk tes untuk menilai executive function.2 Tabel 3. Executive dysfunction pada OSA yang tidak diobati Bentuk executive dysfunction Hambatan perilaku
Set shifting
Self regulation of affect dan arousal Analisis/ sintesis
Memori kontekstual Dikutip dari (2)
252
Jenis tes Membaca kata berwarna merah yang di cetak dengan tinta biru. Mengembangkan strategi pemecahan masalah berdasarkan umpan balik dengan pengalihan skenario Mempertahankan perhatian selama tugas monoton Recall kata dengan cepat yang dimulai dengan memberikan surat Waktu mengingat, situasi, mempelajari informasi
Fungsi psikomotorik menunjukan hubungan antara kemampuan kognitif dan fungsi fisis.7 Bebe rapa
penelitian
melaporkan
terjadi
penurunan
pada psikomotorik pada penderita OSA. Sebuah penelitian yang membandingkan data normatif dengan keadaan umum penderita OSA derajat berat dite mukan
penurunan
kecepatan
psikomotorik.
Didapatkan pula bukti penurunan kecepatan psiko motorik pada penderita OSA derajat sedang dan berat. Penurunan psikomotorik pada penderita OSA derajat ringan sampai berat tidak dilaporkan. Sama halnya dengan sebuah penelitian pada penderita OSA derajat ringan-sedang dibandingkan dengan kontrol, tidak menunjukan penurunan psikomotorik. Hasil penelitian tersebut adalah hubungan OSA dengan kecepatan psikomotori kurang jelas.15 Waktu reaksi Gangguan kognitif pada OSA terjadi akibat sleep fragmentation dan hipoksia yang terjadi saat tidur. Hal ini menyebabkan excessive daytime sleepiness, kecenderungan tertidur/microsleep, penurunan kesia gaan dan kewaspadaan, penurunan psikomotorik
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
dan terjadi perlambatan waktu reaksi.16 Beberapa penelitian telah menyebutkan waktu reaksi pada subjek OSA lebih lambat (memanjang) dibandingkan dengan subjek tanpa OSA. Penelitian yang dilakukan oleh Mazza dkk tahun 2005 pada 20 subjek OSA dan 40 subjek sebagai kontrol yang menjalani tes Osler, continuous performance test (CPT) dan driving simulator test pada 3 waktu yang berbeda. Pada driving simulator testmenunjukan rata-rata waktu reaksi pada subjek OSA lebih lambat (memanjang) yaitu 3,0+1,9 detik dibandingkan subjek tanpa OSA yaitu 1,9+1,0 detik dengan nilai p<0,001. 17 Tampilan yang buruk pada subjek OSA berhubungan
dengan
kombinasi
antara
rasa
mengan tuk dan buruknya koordinasi antara mata dengan tangan.18 Penelitian oleh Mazza dkk tahun 2006 terhadap 20 subjek OSA dan 20 subjek sebagai kontrol dengan salah satu parameter yang dinilai adalah waktu reaksi. Hasil penelitian menunjukan peman jangan waktu reaksi dibandingkan dengan kontrol. Waktu reaksi pada subjek OSA (380,09+ 49,11 milidetik) lebih lambat dibandingkan dengan tanpa OSA (367,35+57,39 milidetik) namun secara statistik tidak bermakna. Pada subjek dengan OSA didapatkan waktu reaksi 0,5 kali detik lebih rendah dibandingkan dengan subjek tanpa OSA.19 Hasil penelitian yang sama juga oleh Gelir dkk menunjukan waktu reaksi OSA lebih lambat (memanjang) dibanding tanpa OSA dan secara statistik tidak bermakna.20 Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Susanto dkk tahun 2011-2012dalam menilai waktu reaksi dan kelelahan serta hubungannya dengan OSA pada 103 pengemudi taksi dengan berat badan lebih atau obsesitas. Didapatkan 54 (52,4%) pengemudi dengan OSA dan 49 (47,6%) bukan OSA. Waktu reaksi pada subjek dengan OSA (waktu reaksi sebelum kerja dan setelah pulang kerja) lebih lambat dibanding subjek tanpa OSA tetapi tidak bermakna secara statistik. Kelelahan lebih banyak pada pengemudi taksi berat badan berlebih atau obesitas dengan OSA dibandingkan bukan OSA. Pemanjangan waktu reaksi mungkin berhungan dengan kelelahan yang terjadi selama kerja.21
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
Kecelakaan kendaraan bermotor Obstructive sleep apnea berhubungan dengan excessive daytime sleepiness dan gangguan kognitif yang menyebabkan hipoksemia nokturnal dan sleep fragmentation. Bentuk disfungsi serebral yang dapat terjadi antara lain berkurangnya konsentrasi dan kecelakaan lalu lintas. Faktor kelelahan dan mengantuk memegang peranan dalam kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan 20% kasus kecelakaan disebabkan oleh penurunan perhatian pengemudi dan mengantuk saat sedang mengemudi. Excessive sleepiness kronik dan sleep disordered breathing merupakan penyebab kecelakaan lalu lintas di Australia. Sekitar 60% pengemudi memliki OSA dan 16% pengemudi memiliki OSA dengan excessive daytime sleepiness. Kecelakaan terkait tidur berkisar 16%-23% dari semua kecelakaan kendaraan bermotor.22 Penelitian yang dilakukan di Turki terhadap 241 pengemudi jarak jauh memiliki gejala OSA. Pengemudi dengan OSA yang menjalani pol somnografi,
ditemukan
56%
mendengkur
dan
26,6% dengan daytime sleepiness. Prevalensi OSA ditemukan sebesar 14,1%. Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian kecelakaan lalu lintas pada pengemudi profesional per tahunnya dengan AHI, saturasi rendah, indeks desaturasi dan indeksarousal.22 Penelitian lain melaporkan bahwa di antara keadaan gangguan tidur, OSA merupakan faktor risiko terbesar untuk mengantuk dan terjadinya kecelakaan. Obstruksi total atau parsial saluran napas atas berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnia, sleep fragmentation
yang disebabkan oleh OSA.
Beberapa faktor lain penyebab kecelakaan lalu lintas adalah gangguan tidur, alkohol, penyalahgunaan obat-obatan,faktor kelelahan dan IMT yang berlebih.23 Penelitian oleh Susantomelaporkan rata-rata kecelakan pengemudi taksi dengan OSA selama 1 tahun lebih tinggi dan berbeda bermakna dibanding tanpa OSA(p=0,027). Subjek OSA mengalami ratarata kecelakaan selama tahun 2011 sebanyak 5,43 kali sedangkan subjek tanpa OSA adalah 4,18 kali. Rata-rata kecelakaan tahun 2011 subjek OSA adalah 1,29 kali dari subjek tanpa OSA. Hasil ini sesuai
253
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
dengan berbagai penelitian yang menyatakan bahwa
ngan yang signifikan antara waktu yang dibutuhkan
pengemudi dengan OSA mempunyai risiko lebih tinggi
saturasi oksigen <90% dengan defisit pada phonemic
terjadi kecelakaan dibanding pengemudi tanpa OSA.24
fluency pada penderita OSA derajat berat. Hasil yang dilaporkan bahwa working memory dan defisit high-
PATOFISIOLOGI PENURUNAN FUNGSI
speedmemory scanning, faktor yang terkait executive
KOGNITIF PADA OSA
functions berhubungan dengan derajat beratnya
Sebuah penelitian besar epidemiologi menga nalisis memori dan kognitif serta fungsi psikomotorik menemukan bahwa derajat keparahan OSA dikait kan dengan AHI yang secara signifikan terkait menurunnya fungsi psikomotorik. Penelitian kohort serupa oleh Danish Monica dkk menunjukan bahwa AHI >5 berhubungan dengan masalah konsentrasi self-assessed tetapi tidak dengan gangguan memori. Hubungan antara sleep fragmentation dan hipoksemia nokturnal merupakan faktor kunci utama yang mempengaruhi fungsi kognitif pada OSA. Penelitian menunjukan terdapat hubungan signifikan antara
hipoksemia. Desaturasi oksigen meningkatkan hema tokrit dan menyebabkan angiogenesis melalui produksi vascular growth factors. Hipoksemia, inflamasi dan stres oksidatif memulai proses disfungsi endotelial yang mempunyai peran pada vascular tone dan pertumbuhan seluler. Dampak negatif yang tejadi adalah penurunan signifikan perfusi serebral pada lobus kiri tengah, superior frontal, superior kanan frontal dan lobus parietal kiri serta regio subkortikal yang berhubungan dengan perhatian, memori verbal, executive functionsdan kecepatan psikomotorik. Beberapa regio otak seperti hipokampus, ganglia basalis, serebelum, korteks oksipital dan beberapa regio lainnya lebih rentan
gangguan kognitif dan daytime sleepiness terkait
terhadapkekurangan oksigen dibandingkan dengan
sleep defragmentation menghasilkan frequent apnea.
daerah lain. Penelitian dengan menilai melalui magnetic
Penurunan fungsi kognitif seperti gangguan memori
resonance image (MRI) didapatkan gray matter loss
dan perhatian, motorik dan bahasa disebabkan oleh
dan atrofi serebri seperti pada korteks, hipokampus
karena hipoksemia. Hipoksemia memiliki hubungan
dan striatum menunjukan bahwa daerah tersebut
dengan gangguan kecepatan psikomotorik.
terjadi hipoksemia kronik yang mengakibatkan pada
15,25
Penurunan saturasi oksigen yang sangat
kerusakan neuron dan berakhir pada gangguan fungsi
rendah berkaitan dengan buruknya tampilan motorik
kognitif. Gambar 2 di bawah ini menunjukan mekanisme
dan rendahnya processing speed. Didapatkan hubu
OSA mempengaruhi fungsi kognitif.15
Gambar 2. Mekanisme yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif pada OSA
254
Dikutip dari (15)
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
Gambar 3. Mekanisme gangguan kognitif pada OSA Dikutip dari (5)
Beberapa mekanisme berhubungan antara
kerusakan multi sistem. Sebagai contoh OSA dapat
OSA dengan fungsi kognitif antara lain daytime
menyebabkan hipertensi, hipoksemia nokturnal
somnolence, usia, hipoksemia intermiten, status
serta hiperkapnia. Keadaan ini bila tidak ditangani
apolopoprotein e4 allel (APOE4), circadian disruption,
segera akan menyebabkan peningkatan aktivitas
penyakit kardiovaskuler, sleep fragmentation serta
platelet dan menyebabkan insufisiensi pasokan
obesitas. Daytime somnolence merupakan salah satu
darah ke serebral. Hal yang dapat ditimbulkan dari
penyebab penurunan fungsi kognitif pada OSA terutama
OSA adalah inflamasi dan respons imun dengan
pada attention/perhatian dan executive function.
peningkatan aktivasi sel endotel, granulosit dan
Terdapatnya daytime sleepiness meningkatkan risiko
platelet. Semua sel aktif ini akan menyebabkan
untuk gangguan kognitif. Prevalensi OSA lebih tinggi
kerusakan dan disfungsi endotel dengan menimbulkan
pada pasien dengan demensia di populasi umum.
penyakit
Beberapa peneliti berhipotesis bahwa OSA memiliki
fungsi autoregulasi serebrovaskuler telah merubah
kontribusi pada perkembangan terjadinya demensia.
struktur dan fungsi berkaitan dengan usia, termasuk
Penderita OSA dengan demensia merupakan faktor
penumpukan β amiloid pada matriks dari arteri kortikal,
risiko terdapatnya APOE4. Hal ini merupakan faktor
neurovascular uncoupling, disfungsi retraksi astrosit,
risiko pada penyakit alzheimer dan menyebabkan
merusak aliran darah, menyebabkan degenerasi
gangguan kognitif pada OSA. Gambar 3 di bawah ini
neural hipoksia dan iskemia. Disaat yang bersamaan
merupakan beberapa mekanisme gangguan kognitif
penumpukan β amiloid menyebabkan menurunnya
pada OSA.
aliran darah yang menyebabkan kerusakan otak dan
5
Penelitian yang dilakukan oleh Li dkk menilai
serebrovaskuler.
Bagaimanapun
juga
gangguan fungsi kognitif.26
fungsi kognitif pada pasien diabetes melitus tipe
Pada OSA derajat berat mengakibatkan hipok
(DM) 2 yang menderita OSA. Hasil yang didapatkan
sia yang menyebabkan kerusakan otak yang ber
adalah peningkatan prevalensi DM tipe 2 yang
manifestasi pada disfungsi kognitif. Kondisi hipoksemia
disertai dengan OSA berhubungan dengan kontrol
mengaktifkan aktivasi kemorefleks yang menyebabkan
glukosa darah yang buruk sehingga gangguan
aktivasi saraf simpatis berupa vasokontriksi pembuluh
fungsi kognitif dapat mudah terjadi. Obstructive sleep
darah perifer dan merubah struktur dan fungsi pem
apnea merupakan faktor risiko independen pada
buluh darah perifer. Hipoksemia juga dapat menga
50% pasien serebrovaskuler karena menyebabkan
kibatkan
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
peningkatan
produksi
endotelin
pada 255
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
pembuluh darah endotelium dan menyebabkan efek hipertensi pada penderita OSA yang tidak diobati. Vasokonstriksi yang lama pada pasien OSA yang tidak diobati menyebabkan kelainan permanen pembuluh darah. Nitric oxide diproduksi oleh sel endotelial dan mempunyai efek vasodilator, melindungi pembuluh darah
dari
efek
vasokontriksi.
Hipoksia,
sleep
fragmentation, dan excessive sleepiness memegang kontribusi penurunan kognitif pada OSA seperti yang ditunjukan pada gambar 4 di bawah ini.27 Faktor risiko gangguan kognitif pada OSA antara lain meningkatnya usia, jenis kelamin (lakilaki), terdapatnya apolopoprotein e4 allel (APOE4), merokok, obesitas, hipertensi, diabetes melitus, sindrom
down,
hipotiroid,
konsumsi
alkohol,
stroke dan penyalahgunaan obat psikoaktif. Pada tingkat seluler OSA menyebabkan kelainan kognitif disebabkan hipoksia intermiten, ketidakseimbangan hormonal, inflamasi sistemik menyebabkan disfungsi endotel. Excessive daytime sleepiness merupakan salah satu penurunan fungsi kognitif pada OSA.6,27 Gambar 5 menunjukan patofisiologi penurunan fungsi kognitif pada OSA.6
TATALAKSANA OSA DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan pilihan pengobatan pada penderita OSA derajat sedang dan berat tetapi bukan pengobatan kuratif. Continuous positive airway pressure memberikan tekanan pada saluran napas melalui respirasi untuk mencegah kolapsnya saluran napas. Kepatuhan menggunakan CPAP ini menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman disebabkan efek sampingnya antara lain sleep disruption, mulut dan hidung menjadi kering, nyeri tenggorokan, mimisan serta lecet pada wajah. Penggunaan CPAP menyebabkan penurunan molekul adhesi serta radikal bebas dan peningkatan kadar nitric oxyde (NO), menyebabkan menurunnya aterosklerosis dan stroke iskemik.Pada fungsi kognitif, terdapat penurunan executive function pada kasus yang permanen pada pemakaian CPAP selama 4-6 minggu. Walaupun tertundanya terapi CPAP selama 6 bulan pada penderita OSA derajat berat, didapatkan peningkatan signifikan kualitas hidup pada kelompok tersebut.2 Penelitian yang dilakukan Saunamaki dkk menyatakan bahwaCPAP dapat meningkatkan waktu performance, cognitive flexibility dan perencanaan.9
Gambar 4. Peranan hipoksia, sleep fragmentation dan excessive sleepiness terhadap gangguan kognitif pada OSA Dikutip dari(27)
256
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
Gambar 5. Patofisiologi penurunan fungsi kognitif pada OSA
Dikutip dari(6)
Peneltian yang dilakukan Aaronson dkk (TOROS
menggunakan neuropsychological battery. Tampilan
study) yang meneliti pasien OSA dibandingkan
pasien meningkat secara signifikan setelah terapi
dengan pasien stroke tanpa OSA yang dikaitkan
CPAP dalam hal pembelajaran, verbal memori
dengan fungsi kognitif dan fungsional yang menjalani
jangka pendek dan visual memori jangka panjang.
program rehabilitasi, diterapi dengan CPAP selama
Executive
4 minggu. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi
peningkatan tower london function, misalnya dalam
efek penggunaan CPAP pada peningkatan program
hal kemampuan memecahkan masalah, kecepatan
rehabilitasi pasien stroke. Hasil yang didapatkan tidak
motorik, perencanaan atau impulsivitas. Kesimpulan
ada pedoman dan skrining pasien OSA di program
dari penelitian ini adalah OSA terkait kemampuan
rehabilitasi stroke. Terapi CPAP pada pasien OSA
kognitif setelah terapi CPAP seperti perhatian,
yang tidak menderita stroke hanya memiliki efek yang
working memory, verbal learning dan memori jangka
terbatas pada fungsi kogitif. Penelitian sebelumnya
pendek serta visual memori jangka panjang. Hasil
menyatakan bahwa CPAP meningkatkan status
penelitian ini secara klinis didapatkan keuntungan
fungsional, akan tetapi pengaruh CPAP terhadap
yang signifikan pada OSA terkait semua kemampuan
pasien stroke dengan OSA masih belum jelas.
kognitif pada dewasa tua.29
28
Penelitian Iglesias dkk yang menilai efektifitas
function
Penelitian
yang
didapatkan
dilakukan
hasil
Karimi
hanya
dkk,
CPAP untuk memperbaiki OSA terkait penurunan
OSA yang tidak diobati akan meningkatkan risiko
fungsi kognitif pada pasien dewasa tua dengan
kecelakaan kendaraan bermotor dan kondisi ini
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
257
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
dipengaruhi oleh daytime sleepiness yang berat.
4. Punjabi NM. The epidemiology of adult obstructive
Kejadian apnea tidak dapat memprediksi risiko
sleep apnea. Proc Am Thorac Soc. 2008;5:136-43.
kecelakaan kendaraan bermotor. Penilaian dengan
5. Kielb SA, Israel SA, Rebok GW, Spira AP.
menggunakan AHI sebagai derajat keparahan
Cognition in obstructive sleep apnea-hypopnea
sleep apnea dinilai gagal dalam menilai faktor
syndrome (OSAS) : current clinical knowledge
risiko kecelakaan kendaraan bermotor.Kesimpulan
and the impact of treatment. Neuromolecular Med.
penelitian ini adalah penggunaan CPAP>4 jam/
2012;14(3):1-18.
malam berhubungan dengan penurunan risiko kecelakaan kendaraan bermotor.
6. Lal C, Strange C, Bachman D. Neurocognitive impairment in obstructive sleep apnea. Chest.
30
2012;141(6):1601-10.
KESIMPULAN
7. Bucks RS, Olaithe M, Eastwood P. Neurocognitive
Obstructive sleep apnea merupakan salah satu bentuk sleep-disordered breathing (SDB)
function in obstructive sleep apnoea : A metareview. Respirology. 2013;18:61-70.
yang sangat kompleks. Penderita obstructive sleep
8. Thorpy MJ, Broughton RJ, Cohn MA, Czeisler CA,
apneadengan faktor risiko tinggi terdapat penurunan
Dement WC, Ferber R, et al. Obstructive Sleep
fungsi kognitif serta penurunan kualitas hidup. Fungsi
Apnea Syndrome. In: International classification
kognitif antara lain meliputi fungsi intelektual, memori,
of sleep disorders, editors. Diagnostic and coding
perhatian, waktu reaksi dan executive function. Salah
manual. Westchester: American Academy of
satu penyebab penurunan fungsi kognitif pada
Sleep Medicine;2001.p.52-61.
obstructive sleep apnea diantaranya adalah sleep fragmentation dan hipoksia intermiten. Beberapa penelitian menyebutkan terdapat
9. Saunamaki T, Jehkonen M. A review of executive functions in obstructive sleep apnea syndrome. Acta Neurol Scand. 2007;115:1-11.
keuntungan yang signifikan dengan penggunaan
10. Somers VK, White DP, Amin R, Abraham WT, Costa
continuous positive airway pressure pada obstructive
F, Culebras A, et al. Sleep apnea and cardiovascular
sleep apnea terhadap fungsi kognitif. Penatalaksaan
disease. JACC. 2008;52(8):686-717.
yang tepat pada penderita obstructive sleep apnea,
11. Omidvari K. Sleep disorders. In: Ali J, Summer WR,
risiko gangguan fungsi kognitif diharapkan dapat
Levitzky MG, editors. Pulmonary Pathophysiology.
ditangani dengan lebih dini.
New York: McGraw-Hill;2000.p.283-90. 12. Patel NP, Schwab RJ. Sleep and sleep disorders. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA,
DAFTAR PUSTAKA 1. Quan SF, Wright R, Baldwin CM, Kaemingk KL, Goodwin JL, Kuo TF, et al. Obstructive sleep
apnea–hypopnea
and
neurocognitive
functioning in the sleep heart health study. Sleep Medicine.2006;7:498-507. 2. Felmet KA, Petersen M. Obstructive sleep apnea and cognitive dysfunction. JAAPA. 2006;11:16-20. 3. Wiadnyana IPGP, Susanto AD, Amri Z, Antariksa B. Prevalensi kemungkinan obstructive sleep apnea dan faktor-faktor yang berhubungan pada pengemudi taksi X di Jakarta. J Respir Ind. 2010;30(1):1-13.
258
Senior RM, Pack AI, editors. Fishman’s pulmonary diseases and disorders fourth ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2008.p.1697-726. 13. Hjelm C. Cognitive function in elderly patients with
chronic
heart
failure.
Dissertations
Departemen of Medical and Health Sciences Linkoping University.Sweden;2013. 14. Addison-Brown KJ, Letter AJ, Yaggi K, Mcclure LA, Unverzagt FW, Howard VJ, et al. Age differences in the association of obstructive sleep apnea risk with cognition and quality of life. J Sleep Res. 2014;23:69-76. 15. Andreou G, Vlachos F, Makanikas K. Effects
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
Silmi Kaffah: Pengaruh Obstuctive Sleep Apnea (OSA) Terhadap Fungsi Kognitif
of chronic obstructive pulmonary disease and
cause of motor vehicle collision. Int J Prev Med.
obstructive sleep apnea on cognitive functions:
2013;4:246-57.
evidence
for
a
common
nature.
Hindawi
Publishing Corporation. 2014;10:1-18. 16. Durmer
JS,
Dinges
DF.
24. Susanto AD. Peran penyiapan kerja pengemudi taksi dengan obstructive sleep apnea dan tanpa
Neurocognitive
obstructive sleep apnea terhadap waktu reaksi
consequences of sleep deprivation. Semin
dan risiko kecelakaan. Disertasi Program Doktor
Neurol. 2005;25:117-29.
Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Universitas
17. Mazza S, Pepin J-L, Naegele B, Plante J, Deschaux C, Levy P, et al. Most obstructive sleep apnoea patients exhibit vigilance and attention deficits on an extended battery of tests. Eur Respir J. 2005;25:75-80.
Gajah Mada.Yogyakarta;2014. 25. Sforza E, Roche F. Sleep apnea syndrome and cognition. Frontiers. 2012;3(87):1-7. 26. Li H, Gong Q, Shao J, Liu X, Zhao Y. Cognitive dysfunction
18. Stradling J. Driving and obstructive sleep apnoea. Thorax 2008;63:481–3.
in
type
2
diabetes
patients
accompanied with obstructive sleep apnea syndrome. Pak J Med Sci. 2014;30(6):1388-92.
19. Mazza S, Pepin J-L, Naegele B, Rauch E,
27. Knoepke C, Aloia M. Proposed mechanisms
Deschaux C, Ficheux P, et al. Driving ability in
of cognitive dysfunction in obstructive sleep
sleep apnoea patients before and after CPAP
apnea. Primary Psychiatry. 2009;16(10):51-6.
treatment:evaluation on a road safety platform. Eur Respir J. 2006;28:1020–8.
28. Aaronson JA, Bennekom CA, Hofman WF, Bezeij TV, Aardweg JG, Groet E, et al. The effect of obstructive
20. Gelir E, Basaran C, Bayrak S, Yagcıoglu S,
sleep apnea and treatment with continuous positive
Budak MT, Fırat H, et al. Electrophysiological
airway pressure on stroke rehabilitation: rationale,
assessment of the effects of obstructive sleep
design and methods of the TOROS study. BMC
apnea on cognition. Plos One. 2014;9:1-6.
Neurology. 2014;14(36):2-7.
21. Susanto AD, Hisyam B, Maurits LS, Yunus F.
29. Iglesiasa BG, Escarcellerb CJ, Roblesc IB, Masipd
Obstructive sleep apnea, waktu reaksi dan
RC, Santo TOR, Pujadas NF, et al. Effectiveness
kelelahan pada pengemudi taksi dengan berat
of 6-months continuous positive airway pressure
badan lebih dan obesitas. J Indon Med Assoc.
treatment in OSAS-related cognitive deficit in older
2014;64:122-8.
adults. Behavioural Neurology. 2013;26:191-4.
22. Lourdes MD, Guimaraes R, Hermont AP. Sleep apnea
and
occupational
accidents:are
oral
appliances the solution. IJOEM. 2014;18(2):39-47. 23. Mello MTD, Narciso FV, Tufik S, Paiva T, Spence DW, Bahammam AS, et al. Sleep disorders as a
J Respir Indo Vol. 35 No. 4 Oktober 2015
30. Karimi M, Hedner J, Habel H, Nerman O, Grote L. Sleep apnea related risk of motor vehicle accidents is reduced by continuous
positive
airway pressure:swedish traffic accident registry data. Sleep. 2015;38(3):341-9.
259