EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 (Penelitian Deskriptif Kualitatif Tentang Efektivitas Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) Di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi
Disusun Oleh : PEDRO HARMOKO NIM : D1107522
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pembimbing,
Drs. Suharsono, M.S NIP. 195107011979031001
ii
PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari
: Kamis
Tanggal
: 11 Februari 2010
Tim Penguji Skripsi : 1. Drs. Sudarmo, M.A. Ph.D NIP. 196311011990031002
:
___________________ Ketua
2. Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si NIP. 197505052008011033
:
___________________ Sekretaris
3. Drs. Suharsono, M.S NIP. 195107011979031001
:
___________________ Penguji
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN., S.U. NIP. 195301281981031001
iii
MOTTO
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna (Einstein)
Hidup itu sebuah pilihan, take it or leave it... (Penulis)
PERSEMBAHAN Karya kecil ini saya persembahkan kepada : v Allah SWT yang senantiasa memberi petunjuk dan melindungiku v Bapak dan Mamah tercinta yang selalu memberiku motivasi, serta doa yang tak pernah berakhir v Rizal dan Aji, saudaraku tersayang, yang sangat berarti dalam hidupku v Kekasih dan sahabatku yang selalu memberiku semangat untuk berjuang dalam hidup
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009”. Pada kesempatan ini, dalam suka cita penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan bimbingan dan bantuan, sehingga pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu terima kasih banyak saya haturkan kepada : 1. Bapak Drs. Suharsono, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu dan kesabarannya untuk membimbing dan memberikan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Sudarmo, M.A. P.hD dan Bapak Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan yang berharga dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang berguna kepada penulis, sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga ilmu tersebut dapat kami amalkan dalam kehidupan masa depan penulis. 4. Seluruh Pegawai dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS yang telah banyak membantu kelancaran administrasi kepada penulis.
v
5. Bapak H. Achmad Arief selaku Kepala Perum BULOG Subdivre III Surakarta dan Bapak Pajar Yuwono, S.H selaku Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta membantu memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi dan menyediakan segala macam bahan yang penulis butuhkan di sela-sela kesibukan, atas pengertian, kesabaran, dan keramah-tamahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh satgas Raskin dan pegawai kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta atas bantuan dan keramah-tamahannya. 7. Ibu Herminawati selaku Kepala Bidang Statistik Sosial dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta atas waktu dan kerjasamanya. 8. Teman-teman AN Non Reg ’07 yang telah turut memberi motivasi, sehingga menumbuhkan semangat penulis. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah turut serta memberikan bantuan dan dukungan sehingga dapat terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat menambah kesempurnaan dari tulisan ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta,
Februari 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv KATA PENGANTAR.....................................................................................
v
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii DAFTAR BAGAN...........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii ABSTRAK ....................................................................................................... xiii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 13 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 13 D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 13 E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 14 1. Efektivitas ............................................................................. 14 2. Evaluasi Kebijakan................................................................ 16 3. Evaluasi Pelaksanaan Program ............................................. 24 4. Program Raskin ..................................................................... 34
vii
5. Efektivitas Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta............................................................................... 38 F. Kerangka Pemikiran.................................................................... 43 G. Metode Penelitian........................................................................ 48 BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi Umum Kecamatan Banjarsari ..................................... 57 1. Kondisi Demografis ................................................................ 57 2. Sumber Daya Alam ................................................................. 62 3. Sumber Daya Manusia ............................................................ 62 4. Perekonomian Daerah ............................................................. 62 B. Deskripsi Program Raskin........................................................... 63 C. Tim Koordinasi Raskin Di Kecamatan Banjarsari...................... 68 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ........ 70 1. Tahap Perencanaan ............................................................... 70 a. Sosialisasi Program........................................................... 70 b. Penetapan Kuota Dan Seleksi Penerima Raskin .............. 79 2. Tahap Pelaksanaan ............................................................... 96 a. Penyaluran Bantuan Beras ................................................ 97 b. Pemanfaatan Bantuan Beras ............................................. 110 c. Pelaporan .......................................................................... 112 B. Efektivitas Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari ............... 114 1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi................................ 115 2. Transparansi Dan Akuntabilitas ........................................... 124
viii
3. Sumber Daya Yang Memadai .............................................. 127 4. Sikap Positif Pelaksana......................................................... 135 5. Dukungan Dan Partisipasi Kelompok Sasaran..................... 140 C. Hambatan-hambatan Dan Usaha Yang Dilakukan Dalam Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari ................................ 144 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................. 148 B. Saran............................................................................................ 152 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR BAGAN
1. Bagan 1.1 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle ............... 26 2. Bagan 1.2 : Model Proses Implementasi Kebijaksanaan Menurut Van Meter dan Van Horn ............................................................. 29 3. Bagan 1.3 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier ................................................................................. 32
x
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1
: Kerangka Pemikiran ......................................................... 48
2. Gambar 1.2
: Model Analisis Interaktif.................................................. 55
3. Gambar 3.1
: Mekanisme Perencanaan Kuota Raskin dan Penetapan Penerima Manfaat ............................................................ 82
xi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 : Jumlah Keluarga Miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran Di Wilayah Kota Surakarta ...................................................
8
2. Tabel 1.2 : Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009............................................................................ 11 3. Tabel 2.1 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009.................... 58 4. Tabel 2.2 : Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 .......................................................... 59 5. Tabel 2.3 : Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan Banjarsari............................................................ 60 6. Tabel 3.1 : Rumah Tangga Sasaran Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009 ........................................................... 83 7. Tabel 3.2 : Jumlah Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009............................................................................ 93 8. Tabel 3.3 : Perbandingan Alokasi Beras Raskin Tahun 2008 dan 2009 Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ............................. 129
xii
ABSTRAK
Pedro Harmoko, D1107522, Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010, 153 Halaman. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, dengan melihat pada proses implementasinya yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan distribusi beras Raskin, serta hambatan-hambatan yang muncul selama pelaksanaan program. Untuk melihat efektivitas pelaksanaan program ini digunakan lima indikator yang digunakan untuk menentukan keberhasilan program yaitu Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi, Transparansi dan Akuntabilitas, Sumber Daya Yang Memadai, Sikap Positif Pelaksana, serta Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber datanya meliputi data primer yang dilakukan melalui wawancara kepada sumber data yang dicari dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Selain data primer juga didukung dengan data sekunder yang diperoleh dari dokumendokumen, buku dan catatan-catatan yang berkaitan dengan tema penelitian. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi Program Raskin telah dilaksanakan secara tuntas dengan indikasi jatah alokasi dari pemerintah sebanyak 107.220 kg beras telah disalurkan seluruhnya kepada masyarakat miskin. Faktor yang mendukung adalah sumber daya, meliputi pelaksana distribusi, dana APBN dan beras subsidi yang tersedia pada saat pelaksanaan program. Selain itu Program Raskin di Kecamatan Banjarsari dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun terdapat beberapa hambatan dalam Program Raskin di Kecamatan Banjarsari. Hal tersebut dapat diketahui dari komunikasi yang terjalin kurang baik karena dilaksanakan secara cepat dan kurangnya waktu bagi pelaksana untuk melakukan sosialisasi program. Hambatan lain yang terjadi adalah terbatasnya jumlah alokasi beras bantuan, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap program, keterlambatan pengiriman beras dan waktu pelaksanaan program yang bersamaan dengan pelaksanaan program lain. Namun sikap pelaksana yang positif untuk mendukung keberhasilan program ini mampu mengatasi permasalahan yang ada, meskipun masih ada kelemahan dalam penanganannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009 berjalan kurang efektif, karena masih banyak hal-hal yang perlu ditingkatkan, diantaranya dari segi pengetahuan tentang program, ketepatan waktu dan kuota alokasi raskin kepada rumah tangga miskin.
xiii
ABSTRACT
Pedro Harmoko, D1107522, The Effectiveness of Program Raskin (Subsidized Rice Program for Poor Family) at Banjarsari Sub-district in Surakarta City Year 2009, Thesis, Public Administration Department, Faculty of Social and Politics, Sebelas Maret University of Surakarta, 2010, 153 pages. The purpose of this research is to measure the effectiveness of Program Raskin at Banjarsari Sub-district, Surakarta, by looking at the implementation process includes planning and execution of subsidized rice distribution, and also resistances which emerge during program implementation. There are five indicators used to determine the program effectiveness such as; 1) The Accuracy of Communication and Coordination, 2) Transparancy and Accountability, 3) Sufficiency of Resources, 4) Positive Attitude of Executor, 5) Support and Participation of Target Group. Research method used is descriptive qualitative. The data source includes the primary data conducted through interview toward data source which is searched by using technique of Purposive Sampling. Besides, it is also supported by the secondary data obtained from documents, books and notes related to research title. Techniques of data collecting are interview, observation and documentation. Data triangulation is used for the data validity. Technique of data analyzing used is interactive analysis. Based on the research, the program implementation had been implemented entirely by fulfilling requirements at about 107.220 kilograms of subsidized rice. The rice had been distributed to the poor family. The supportive factors in the program among others; the availability of human resources, national budget, and subsidized rice. But there are some obstacles happen in Program Raskin implementation at Banjarsari Sub-district. It can be seen from the lack of communication caused by the instantly-applied communication and limited time for executors to socialize the program. The other obstacles are; the limited amount of subsidized rice, the lack of people’s understanding toward the program, the delay of rice distribution, and time of program execution is at the same time with the other programs execution. But the positive attitude of executors to support the program is able to overcome the obstacles, although there is still a weakness in handling it. In conclusion, implementation of Program Raskin at Banjarsari Subdistrict, Surakarta City in 2009 is considered less effective because there are still many things required to be improved, such as the knowledge about program, the aspect of time accuracy and the quota of subsidized rice allocation to poor family.
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki dan harus dipenuhi. Bahkan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Begitu pentingnya sehingga dapat dikatakan bahwa pangan merupakan tonggak kehidupan dalam suatu wilayah, begitupun di suatu negara. Pemenuhan kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah. Khususnya di Indonesia, yang memiliki wilayah luas dan jumlah penduduk yang besar, sangat rawan terjadinya krisis pangan. Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Pemerintah perlu menyediakan persediaan beras yang mencukupi untuk konsumsi sehari-hari rakyatnya dengan kualitas yang baik dan sesuai dengan daya beli masyarakat. Namun masih ada permasalahan yang harus diselesaikan oleh pemerintah, karena ternyata jumlah masyarakat Indonesia yang mampu membeli beras dengan harga pasar normal masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan masih terdapat banyak masyarakat yang berpenghasilan rendah sehingga berpengaruh pada daya beli mereka terhadap kebutuhan pangan. Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Masalah kemiskinan ini seakan tidak pernah berhenti dibahas dan diperhatikan banyak cendekiawan, politisi, bahkan pemuka agama. Kemiskinan manusia tidak
xv
hanya dilihat dari tingkat pendapatan yang rendah, juga harus dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan kesehatan, atau hidup dalam lingkungan yang tidak aman sehingga berkurangnya kesempatan untuk memperluas kemampuan dan potensinya. Adapun dasar kriteria atau indikator penentuan penduduk miskin antara lain adalah; 1) luas lantai kurang dari 8 meter persegi per orang, 2) jenis lantai tanah/bambu/kayu murahan, 3) dinding rumah bambu atau kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, 4) tidak memiliki fasilitas MCK, 5) penerangan bukan listrik, 6) sumber air minum bukan PDAM/tidak terlindung sungai dan air hujan, 7) tidak memiliki kompor atau menggunakan arang/kayu bakar, 8) membeli daging maksimal 1 kali sepekan, 9) 1 tahun membeli 1 stel pakaian baru, 10) frekuensi makan satu/dua kali sehari, 11) tidak mampu berobat ke Puskesmas/poliklinik, 12) lapangan pekerjaan buruh tani, buruh bangunan dan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600 Ribu per bulan, 13) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/tidak tamat sekolah, 14) tidak memiliki tabungan, barang yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp 500 Ribu, (Sumber: Data BPS). Ke-14 indikator diatas mengukur kemiskinan menggunakan pendekatan pendapatan atau konsumsi dan fisik. Seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatan atau konsumsinya berada di bawah tingkat minimum atau garis kemiskinan/ poverty line. Berbagai aspek kemiskinan dibahas dan berbagai cara mengentaskan kemiskinan dicarikan strateginya, namun kemiskinan terus saja hidup. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Penerapan pemberdayaan paling banyak digunakan dalam upaya
xvi
penanggulangan kemiskinan. Sebagai bagian dari pembangunan manusia itu sendiri, maka program pemberdayaan tidak dapat dipisahkan dari usaha pengentasan kemiskinan yang abadi. Dalam jangka pendek/menengah amat diperlukan sejumlah upaya untuk mengatasi kerawanan pangan di rumah tangga miskin. Program transfer pangan menjadi program komplementer penting. Upaya tersebut telah dicantumkan menjadi salah satu program prioritas dalam Rencana Kerja
Pemerintah
(RKP)
tahun
2009
yaitu
peningkatan
efektivitas
penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan, yang menjelaskan bahwa dalam rangka stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan petani, peningkatan ketahanan pangan, dan pengembangan ekonomi pedesaan, dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan perberasan nasional. Berdasarkan hal tersebut, Presiden menginstruksikan Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi nasional. Dan, Pemerintah secara khusus menginstruksikan Perum BULOG untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan, yang penyediaannya mengutamakan pengadaan beras dari gabah petani dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin ini terkait dengan sistem ketahanan pangan nasional. Pentingnya sistem ketahanan pangan (food security system) tidak diragukan lagi. Bank Dunia mendefinisikan ketahanan pangan sebagai "akses terhadap kecukupan pangan bagi semua orang pada setiap
xvii
saat untuk memperoleh tubuh yang sehat dan kehidupan yang aktif". Kedaulatan negara sangat ditentukan oleh kedaulatan pangan. Tanpa kecukupan pangan, suatu negara tidak bisa beradab dan bermartabat. Maka dari itu, sebagai salah satu program pemerintah dalam menciptakan ketahanan pangan nasional, Program Raskin dilaksanakan dengan prinsip pengelolaan berupa nilai-nilai dasar yang menjadi landasan atau acuan setiap pengambilan keputusan dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan, yang diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan Program Raskin. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain; keberpihakan kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin, transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas. Untuk mengefektifkan Program Raskin Tahun 2009, maka dibentuk Tim Koordinasi Raskin mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota hingga tingkat pemerintahan yang paling kecil yaitu Desa/Kelurahan. Tim Koordinasi Raskin ini merupakan bagian dari Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang melaksanakan program perlindungan dan bantuan sosial seperti Jamkesmas, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga harapan (PKH), Bantuan Operasional Siswa (BOS) dan Program Raskin itu sendiri. Hal ini terkait dengan Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, yang menjelaskan bahwa dalam rangka peningkatan penanggulangan kemiskinan diperlukan koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan adalah forum lintas sektor sebagai wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan. Tim Koordinasi ini dipimpin oleh
xviii
Menteri Negara Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tim Koordinasi Raskin menyelenggarakan fungsi koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan Program Raskin. Guna memadukan penyusunan dan pelaksanaan Program Raskin di daerah, Pemerintah Daerah membentuk Tim Koordinasi Raskin di tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota, bahkan hingga di tingkat Kecamatan. Di Kota Surakarta ini, Tim Koordinasi Raskin Kota adalah sebagai pelaksana Program Raskin yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Dan, Walikota merupakan penanggung jawab pelaksanaan Program Raskin di tingkat Kota. Tugas Tim Koordinasi Raskin ini adalah merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, evaluasi dan melaporkan pelaksanaan Program Raskin di wilayah Kota Surakarta. Program Raskin merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi keluarga miskin yang menyediakan 15 kg beras per rumah tangga miskin dengan harga Rp. 1.600,- per kg. Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam program penanggulangan kemiskinan. Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan Program Raskin ini antara lain; UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan peraturan pendukung lainnya. Dalam pasal 45 UU No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan, dijelaskan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Dalam
rangka
mewujudkan
xix
ketahanan
pangan,
pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Terkait dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, maka salah satu langkah yang diambil pemerintah yaitu dengan melaksanakan Program Raskin. Program Raskin ini merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin melalui penyediaan beras bersubsidi yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin dan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokoknya sebagai salah satu hak dasar masyarakat. Dalam Program Raskin, keluarga miskin tersebut selanjutnya dikenal dengan istilah “Rumah Tangga Sasaran” atau disingkat “RTS”. Sasaran Program Raskin adalah berkurangnya beban pengeluaran 18,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTS/bulan selama 12 bulan dengan harga tebus Rp. 1.600,- per kg. Pada tahap implementasi Program Raskin di wilayah Surakarta agar sesuai dengan perencanaannya dan berjalan dengan efektif, diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, baik itu Pemerintah Kota, Perum BULOG, Badan Pusat Statistik, Tim Koordinasi Raskin Kota, Tim Koordinasi di tingkat bawah seperti Tim Satuan Kerja Kecamatan hingga tingkat Kelurahan, masyarakat itu sendiri, dan pihak terkait lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder tersebut sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. Dalam hal ini diperlukan adanya keterlibatan
xx
semua pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah Kota, Tim Satuan Kerja Kecamatan hingga tingkat Kelurahan, masyarakat, Perum BULOG, Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara masyarakat dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan dilaksanakan. Hal ini diperlukan untuk menghindari adanya permasalahan dalam pelaksanaan Program
Raskin.
Pada tahun
sebelumnya
pernah
terjadi
permasalahan dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima, dan jenis permasalahannya relatif sama dari tahun ke tahun. Selain itu masyarakat masih meragukan mengenai sosialisasi dan transparansi program; sasaran penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras; biaya pengelolaan program; pelaksanaan monitoring dan evaluasi; dan fungsinya mekanisme pengaduan. Di Kota Surakarta masih banyak terdapat masyarakat yang sulit memenuhi kebutuhan hidup mereka, terutama kebutuhan pangan pokok berupa beras. Sehingga masih banyak rumah tangga miskin di wilayah ini yang membutuhkan program beras bersubsidi. Banyaknya masyarakat seperti ini dikarenakan tingkat pendapatan yang rendah, dan harga barang-barang kebutuhan yang semakin mahal, salah satunya adalah kebutuhan pangan. Jumlah keluarga miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran di wilayah Kota Surakarta dapat dilihat berdasarkan tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Jumlah Keluarga Miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran Di Wilayah Kota Surakarta
xxi
No
Kecamatan
Jumlah Keluarga
Jumlah Keluarga Miskin
Presentase (%)
1
Laweyan
25,814
3,211
12.4
2
Serengan
13,595
2,145
15.8
3
Pasar Kliwon
28,709
4,784
16.7
4
Jebres
32,408
5,441
16.8
5
Banjarsari
40,245
7,148
17.8
Total
140,771
22,729
16.1
Sumber : Data BAPERMAS, PP, PA dan KB dan Badan Pusat Statistik Tahun 2009
Data di atas merupakan statistik jumlah keluarga miskin yang termasuk dalam daftar Rumah Tangga Sasaran yang ada di wilayah Kota Surakarta. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, yang kemudian data tersebut digunakan oleh Pemerintah Kota Surakarta sebagai dasar penetapan jumlah penerima manfaat program Bantuan dan Perlindungan Sosial, misalnya program pengentasan kemiskinan, salah satunya adalah Program Raskin. Dalam Program Raskin, penerima manfaat beras bersubsidi tersebut disebut sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS). Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada saat ini jumlah Rumah Tangga Sasaran di Surakarta masih cukup banyak, sehingga perlu adanya program pengentasan kemiskinan seperti Program Raskin ini guna meningkatkan taraf hidup masyarakat dan terbebas dari kemiskinan. Dari data yang disebutkan dalam tabel diatas, diketahui bahwa dari 5 Kecamatan yang ada di Kota Surakarta, Kecamatan Banjarsari merupakan Kecamatan dengan presentase terbesar dalam jumlah keluarga miskin, yaitu hampir mencapai 18%.
xxii
Dari data yang diperoleh, Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu kecamatan yang memiliki jumlah rumah tangga miskin terbesar di wilayah Surakarta. Hal ini dikarenakan kondisi sosial-ekonomi beberapa masyarakat di daerah tersebut yang masih kekurangan. Kecamatan Banjarsari merupakan daerah urban serta tidak memiliki sumber daya alam sehingga potensi pertanian menjadi kecil kontribusinya, akibatnya kebutuhan bahan pangan sangat tergantung dari pasokan dari daerah sekitarnya. Selain itu, saat ini masih banyak masyarakat di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta terutama dari Rumah Tangga Sasaran yang mengandalkan Program Raskin didasarkan pada fakta bahwa harga beras Raskin yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan harga beras di pasaran yang terbilang mahal. Hal ini secara signifikan mampu mengurangi beban pengeluaran hidup mereka. Sehingga dalam hal ini, perlu adanya koordinasi yang terpadu antara pemerintah setempat dengan pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan ini. Dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar, diasumsikan bahwa Kecamatan Banjarsari rawan akan konflik atau permasalahan terkait dengan pendistribusian beras Raskin. Untuk itu, diharapkan distribusi beras untuk keluarga miskin ini dapat menjangkau jumlah keseluruhan rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari. Maka penulis memilih judul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009” karena penulis sangat tertarik dengan masalah program bantuan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah di lingkup Kecamatan Banjarsari wilayah Kota Surakarta. Dengan banyaknya jumlah keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari, tentunya perlu dilakukan pendataan keluarga miskin yang layak menerima manfaat dari Program Raskin ini secara
xxiii
baik dan benar agar program beras berubsidi ini dapat tepat sasaran. Pendataan keluarga miskin sebagai RTS dilakukan dalam rangka validasi data calon sasaran penerima Program Raskin Tahun 2009 dengan menggunakan data sesuai kebijakan yang disusun Badan Pusat Statistik dengan indikator : 1) luas lantai kurang dari 8 meter persegi per orang, 2) jenis lantai tanah/bambu/kayu murahan, 3) dinding rumah bambu atau kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, 4) tidak memiliki fasilitas MCK, 5) penerangan bukan listrik, 6) sumber air minum bukan PDAM/tidak terlindung sungai dan air hujan, 7) tidak memiliki kompor atau menggunakan arang/kayu bakar, 8) membeli daging maksimal 1 kali sepekan, 9) 1 tahun membeli 1 stel pakaian baru, 10) frekuensi makan satu/dua kali sehari, 11) tidak mampu berobat ke Puskesmas/poliklinik, 12) lapangan pekerjaan buruh tani, buruh bangunan dan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600 Ribu per bulan, 13) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/tidak tamat sekolah, 14) tidak memiliki tabungan, barang yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp 500 Ribu, (Sumber: Data BPS). Keluarga miskin yang menjadi sasaran Program Raskin akan mendapat Kartu Raskin. Kartu Raskin ini ditandatangani oleh petugas pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan dengan masa berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang selama pemilik kartu masih termasuk sasaran Program Raskin. Pendataan keluarga miskin yang dilakukan di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta menghasilkan jumlah Rumah Tangga Sasaran ada 7,148 Kepala Keluarga dari jumlah Kepala Keluarga sebanyak 40,245 atau 17,8% penduduk Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Masing-masing Kepala Keluarga yang tercantum dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat Raskin) yang ditetapkan oleh Badan Pusat
xxiv
Statistik akan mendapatkan jatah beras Raskin sebanyak 15 kg per bulan selama 12 bulan. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarsari beserta kuantum beras Raskin yang diperoleh terinci pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 No.
Kelurahan
Jumlah KK
Kuantum beras Raskin
1 Kadipiro
1,896
28,440
2 Nusukan
1,295
19,425
3 Gilingan
1,148
17,220
4 Banyuanyar
322
4,830
5 Sumber
605
9,075
6 Manahan
419
6,285
7 Mangkubumen
432
6,480
8 Timuran
127
1,905
9 Ketelan
235
3,525
10 Punggawan
148
2,220
11 Kestalan
112
1,680
12 Setabelan
224
3,360
13 Keprabon
185
2,775
Jumlah
7,148
107,220
Sumber: Data Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2009 Program Raskin telah mengalami beberapa kali penyesuaian, namun efektivitasnya masih diperdebatkan. Meskipun demikian, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Program Raskin merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada Rumah
xxv
Tangga Sasaran. Dengan banyaknya jumlah Rumah Tangga Sasaran di Kecamatan Banjarsari, tentunya tidak lepas dari hambatan dalam program penyaluran beras bersubsidi. Penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji efektivitas Program Raskin dan memetik pelajaran dalam rangka perbaikan program ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pendistribusian beras Raskin di wilayah Kecamatan tersebut, terkait dengan tujuannya untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok berupa beras. Diharapkan dengan Program Raskin yang efektif, maka kebutuhan pangan masyarakat miskin dapat terpenuhi dengan baik.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ? 2. Hambatan-hambatan apa yang terjadi dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan bagaimana upaya penyelesaiannya ?
C. Tujuan Penelitian
xxvi
1. Untuk mengkaji efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan upaya penyelesaiannya.
D. Manfaat Penelitian 1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Tim Koordinasi Program Raskin dalam melaksanakan Program Raskin sebagai tim yang dibentuk oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya beras bersubsidi bagi keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 2. Dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak yang mempunyai perhatian terhadap terwujudnya pelaksanaan Program Raskin yang efektif di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 3. Bagi peneliti, digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Mengenai pengertian efektivitas ini, pada kenyataannya para ahli belum memperoleh kesepakatan dalam hal perumusannya. Masing-masing ahli cenderung melihat dari sudut pandangnya sendiri-sendiri, tetapi yang
xxvii
perlu diperhatikan disini bahwasanya secara umum efektivitas selalu terkait dengan adanya suatu pencapaian tujuan atau hasil. Pengertian efektivitas biasanya diartikan sebagai keberhasilan yang dicapai dalam usahanya mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Richard M. Steers efektivitas memiliki arti sejauh mana organisasi melakukan seluruh tugas pokoknya untuk mencapai semua sasarannya. Kemudian ditegaskan lagi bahwa efektivitas paling mudah dipakai bila dipandang dari sudut pencapaian tujuan optimum yakni efektivitas organisasi dapat dipandang sebagai batas kemampuan organisasi mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan operasi dan operasionalnya (1985 : 17). Menurut Emil Salim (1996 : 94) Efektivitas juga memiliki pengertian sebagai suatu ketepatan dari suatu program tindakan atau kesempurnaan (jaminan) hasil suatu pekerjaan itu sendiri. Kemudian menurut Yutchman dan Seashore (dalam Alo Liliweri, 1997 : 121) bahwa efektivitas organisasi sangat tergantung antara lain oleh bagaimana organisasi secara relatif mengeksploitasi lingkungan dari sumber daya yang langka dan sumber-sumber lain yang bernilai untuk mencapai tujuan organisasi. Dari beberapa penjelasan diatas bahwa efektivitas merupakan tolak ukur dalam pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh sebuah organisasi. Hal ini sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Handayaningrat (1986 : 6) yaitu pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
xxviii
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas selalu berorientasi pada pencapaian tujuan suatu program atau kebijakan dari organisasi. Organisasi dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama, yang tujuan itu tidak mungkin dapat dicapai sendiri-sendiri. Jadi dengan organisasi sebagai alat itulah, orang atau orang-orang ingin mencapai tujuan. Dengan demikian, efektivitas merupakan keberhasilan organisasi dalam menjalankan program atau kebijakannya melalui berbagai sarana dan cara serta upaya memanfaatkan segala sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Serta dalam mencapai ukuran efektivitas program atau kebijakan sebuah organisasi dapat menggunakan kriteria – kriteria diatas. 2. Evaluasi Kebijakan Perkembangan saat ini menunjukkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi pemerintah sebagai lembaga penyelenggara negara. Permasalahan yang semakin kompleks tersebut bukanlah terjadi secara alami atau terjadi dengan sendirinya, tanpa campur tangan yang secara sengaja oleh pihak lain. Tetapi permasalahan tersebut, baik sebagian maupun keseluruhan merupakan hasil campur tangan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Interaksi antara lingkungan dengan kebijakan tidak berjalan satu arah, melainkan berjalan dua arah sehingga membentuk proses timbal balik. Interaksi antara lingkungan dengan kebijakan diwujudkan melalui implementasi kebijakan. Mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak kedalam realitas merupakan proses yang terjadi dalam
xxix
implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan tahapan terpenting dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan belum bisa dinilai baik atau buruk, efisien atau tidak, efektif atau tidak, jika belum menimbulkan dampak tertentu dalam masyarakat. Untuk menimbulkan dampak tersebut suatu kebijakan harus diimplementasikan terlebih dahulu. (“Notwithstanding the validity of the criticism that social scientists tend to see everything as a “problem” that must be “solved,” as though life itself were merely a mathematical exercise, certainly many circumstances do exist that should not. We should be capable of improving—and in some cases, even of eliminating—a number of these circumstances. It should be clear to all that public policy has a key role to play; in fact, most thoughtful observers recognize that its role is the key. Recent economic developments make that role even more difficult to ignore. Sound information is required, however, before deciding upon which public policies to adopt, and before crafting and implementing those policies. Much of the necessary information no doubt already exists, often in studies around the world that receive little or no attention, but certainly more information also needs to be developed and widely disseminated”). (“Meskipun kebenaran dari kritikan bahwa para ahli ilmu sosial cenderung berpandangan bahwa segala sesuatu merupakan suatu permasalahan yang harus dipecahkan, seolah-olah kehidupan itu sendiri hanya seperti suatu penggunaan ilmu pasti atau matematis, tentunya banyak hal atau keadaan yang demikian yang seharusnya tidak ada. Kita seharusnya mampu memperbaikinya dan dalam beberapa hal, bahkan
xxx
dalam melenyapkan berbagai keadaaan ini. Seharusnya jelas bahwa semua kebijakan publik memainkan peranan penting. Faktanya, sebagian besar pengamat yang bijaksana mengakui bahwa peranan kebijakan publik adalah yang utama. Kemajuan di bidang ekonomi belakangan ini bahkan membuat peranannya lebih sulit untuk dielakkan. Bagaimanapun juga, diperlukan bermacam bentuk informasi yang tepat, sebelum memutuskan untuk mengadopsi beberapa alternatif kebijakan publik, dan sebelum merumuskan serta mengimplementasikannya. Tidak diragukan lagi bahwa telah ada banyak sekali informasi yang penting dan diperlukan, yang seringkali terdapat di dalam berbagai studi di seluruh dunia yang mendapatkan sedikit perhatian atau bahkan tidak ada perhatian sama sekali. Namun yang pasti, informasi juga perlu dikembangkan dan disebarluaskan." (Max J. Skidmore, 2009 : 1)). Hal itu terkait dengan pengumpulan data dan informasi yang diperlukan sebelum suatu kebijakan diimplementasikan, sehingga dengan memperoleh data dan informasi yang tepat dan memadai, kebijakan tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan apa yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan bertumpu pada pendapat-pendapat tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa implementasi program atau kebijakan adalah rangkaian usaha yang terpola yang memerlukan berbagai macam sumber daya dan informasi untuk merealisasikan kebijakan sehingga menimbulkan dampak
nyata
pada
masyarakat.
Dalam
kenyataan,
keberhasilan
implementasi suatu program atau kebijakan dapat diukur dari hasil akhir
xxxi
yang dicapainya. Asumsinya adalah bahwa kebijakan itu dibuat untuk mendapatkan hasil yang diukur dan diamati. Dalam rangka mencapai tujuan nasionalnya, pemerintah Indonesia telah
banyak
pembangunan,
menghasilkan baik
dan
program
mengimplementasikan
pembangunan
teknologi
program maupun
pembangunan sosial. Namun demikian, dari sekian banyak kebijakan yang diterapkan, dalam kenyataan banyak yang tidak mencapai sasaran, terjadi penyelewengan dan sebagainya sehingga tidak mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain semakin menuntut kita untuk menguji keefektifan program-program tersebut. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang menguji kembali proses kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pengukuran hasil kebijakan. Dengan demikian dapat digunakan oleh para pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan untuk digunakan di tingkat politik sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan apakah kebijakan itu dapat diteruskan, diperluas, dipersempit atau diubah sama sekali. Selain itu juga untuk mengetahui penyebab kegagalan dari suatu program agar hal yang sama tidak terulang kembali di masa depan. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan adanya evaluasi kebijakan. Untuk mengetahui apa itu evaluasi kebijakan, sebelumnya perlu diketahui arti kebijakan itu sendiri. James E. Anderson dalam buku Solichin Abdul Wahab menjelaskan makna kebijakan adalah: “langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.” (Solichin A. Wahab, 2005 : 3)
xxxii
Dari pengertian ini mendalilkan bahwa perhatian kita dalam mempelajari kebijakan ini seyogyanya diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan. Disamping itu konsep tersebut juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dan keputusan (decision), yang mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia. Carl J. Friedrick (dalam Solichin Abdul Wahab, 2005 : 3) merumuskan kebijakan sebagai berikut : “…serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu...” Sedangkan menurut pandangan Prof. Heinz Eulau dan Kenneth Prewith (dalam Solichin Abdul Wahab, 2005 : 3) kebijakan dinyatakan sebagai berikut : “a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abide by it”. (keputusan tetap yang bercirikan dengan konsistensi dan pengulangan dari pihak yang membuatnya dan yang mematuhinya). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan (policy) adalah serangkaian tindakan yang dipatuhi dan dilaksanakan untuk memecahkan masalah dalam suatu bidang tertentu dan mencapai tujuan tertentu setelah adanya pemilihan dari berbagai alternatif yang tersedia.
xxxiii
Setelah mengetahui arti kebijakan, maka perlu diketahui juga definisi evaluasi kebijakan, Lester dan Stewart (dalam Budi Winarno, 2008 : 226) memberikan definisi sebagai berikut : “evaluasi kebijakan adalah suatu usaha untuk melihat apakah suatu kebijakan mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan atau tidak, dan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”. Subarsono (2005:119) juga memberikan definisi evaluasi kebijakan menurut pengertiannya sebagai berikut : “evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup lama.” Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur (1984:16) memberikan pengertian yang hampir sama mengenai evaluasi, yakni : “Yang dapat dilakukan oleh evaluasi adalah memberikan data untuk mengurangi ketidakpastian dan menjelaskan perolehanperolehan dan kerugian-kerugian yang menyertai setiap keputusan. Dalam hal ini evaluasi memungkinkan pembuat keputusan menerapkan nilai-nilai dan preferensinya secara lebih tepat, dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai alternative-alternatif yang akan diputuskan.” Sedangkan
Suchman
(dalam
Moh.
Nazir,
1988:108)
mendefinisikan evaluasi adalah : “penentuan (apakah berdasarkan opini, catatan, data subjektif atau objektif) hasil (apakah baik atau tidak baik, sementara atau permanent, segera atau ditunda) yang diperoleh dengan beberapa kegiatan (suatu program, sebagian dari program dan sebagainya) yang dibuat untuk memperoleh suatu tujuan mengenai nilai atau performance.” Secara
rinci
Ripley (dalam
Samodra
Wibawa,
1994:8-9)
mengemukakan beberapa persoalan yang harus dijawab oleh suatu kegiatan evaluasi sebagai berikut :
xxxiv
1. Kelompok dan kepentingan mana yang memiliki akses di dalam pembuatan kebijakan ? 2. Apakah proses pembuatannya cukup rinci, terbuka, dan memenuhi prosedur ? 3. Apakah program didesain secara logis ? 4. Apakah sumber daya yang menjadi input program telah cukup memadai untuk mencapai tujuan ? 5. Apa standar implementasi yang baik menurut kebijakan tersebut ? 6. Apakah program dilaksanakan sesuai standar efisiensi dan ekonomi ? 7. Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan dan barang seperti yang didesain dalam program ? 8. Apakah program memberikan dampak kepada kelompok non sasaran ? Apa jenis dampaknya ? 9. Apa dampaknya, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, terhadap masyarakat ? 10. Kapan tindakan program dilakukan dan dampaknya diterima oleh masyarakat ? 11. Apakah tindakan dan dampak tersebut sesuai dengan yang diharapkan ? Sementara Leslie A. Pal (1987:52) membagi evaluasi kebijakan dalam empat kategori : 1. Planning and needs evaluations
xxxv
Mencakup penilaian terhadap target populasi, kebutuhan sekarang dan yang akan datang serta sumber daya yang ada. 2. Process evaluations Evaluasi terhadap tindakan pelaksana, media pelaksanaan program dan system informasi. 3. Impact evaluations Evaluasi dampak kebijakan baik yang diharapkan serta perluasan hasil program. 4. Efficiency evaluations Evaluasi efisiensi kebijakan yang dapat dilihat dari perbandingan keuntungan biaya. Dalam penelitian ini penulis tidak mengevaluasi keseluruhan tahap kebijakan, melainkan memilih salah satu tahap kebijakan, yaitu implementasinya (evaluasi implementasi) dengan latar belakang bahwa implementasi merupakan hal yang penting dalam keseluruhan tahap kebijakan. Seperti yang diungkapkan oleh Chief. J O. Udoji (dalam Solichin A. Wahab, 2005:59) : “the execution of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented.” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan) Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Solichin A. Wahab, 2005:65) implementasi adalah sebagai berikut : “those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy
xxxvi
decisions.” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individuindividu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakannya). Pariatra Westra (1989:32) memberikan definisi implementasi atau pelaksanaan yaitu : “usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan, dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya, kapan waktu dimulai dan berakhirnya serta cara yang harus dilaksanakan.” Evaluasi implementasi dirumuskan oleh Ripley (dalam Samodra W, 1994:10-11) sebagai berikut : 1. Evaluasi ditujukan untuk melaksanakan evaluasi proses. 2. Dilaksanakan dengan menambah pertanyaan yang harus dijawab pada perspektif apa yang terjadi selain pada perspektif kepatuhan. 3. Dilakukan untuk melaksanakan evaluasi aspek-aspek dampak kebijakan yang terjadi jangka pendek.
3. Evaluasi Pelaksanaan Program Suatu keputusan kebijakan akan dapat diimplementasikan jika telah diinterprestasikan ke dalam program-program aksi yang lebih operasional. Definisi program menurut Pariatra Westra (1989:41) adalah perumusan yang memuat gambaran pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berikut petunjuk mengenai cara pelaksanaannya. Biasanya dalam program ini dikemukakan pula fasilitas-fasilitas yang diperlukan,
xxxvii
seperti waktu penggunaan alat-alat perlengkapan, ketentuan wewenang serta tanggung jawab pelaksanaan program. Menurut Pariatra Westra (1989:42), dalam suatu program terkandung komponen kebijakan yang lain yaitu siapa pelaksananya, berapa besar dan darimana dana diperoleh, siapa kelompok sasaran, bagaimana program dilaksanakan serta bagaimana kinerja keberhasilan program diukur. Selanjutnya agar lebih operasional lagi, program dirumuskan sebagai proyek, yang dengannya pelaksana di tingkat lapangan dapat bertindak. Proyek adalah suatu bagian dari program yang relatif lebih terpisah dan mempunyai batas-batas yang tegas yang direncanakan dan dilaksanakan tersendiri. Jadi evaluasi pelaksanaan program adalah penilaian terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, kebutuhan yang diperlukan, sikap pelaksana, waktu pelaksana, dan cara pelaksanaan serta dampak yang terjadi jangka pendek. Grindle berpendapat bahwa pengukuran keberhasilan implementasi program dilaksanakan pada program aksi dan hasil kebijakan. Program aksi meliputi isi kebijakan dan konteks implementasi sedangkan hasil kebijakan terdiri dari dampak dan perubahan pada masyarakat. Selengkapnya seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :
xxxviii
Bagan 1.1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle
Keterangan : a. Isi Kebijakan : 1. Kepentingan yang dipengaruhi Kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan
lebih
sulit
diimplementasikan
dibanding
yang
menyangkut sedikit kepentingan. 2. Tipe manfaat Suatu kebijakan yang memberikan manfaat yang aktual dan langsung dapat dirasakan oleh sasaran bukan hanya formal, ritual dan simbolis akan lebih mudah diimplementasikan.
xxxix
3. Derajat perubahan yang diharapkan Kebijakan cenderung lebih mudah diimplementasikan jika dampak yang diharapkan dapat memberikan hasil yang pemanfaatannya jelas dibanding
yang bertujuan terjadi
perubahan sikap dan perilaku penerima kebijakan. 4. Letak pengambilan keputusan Kedudukan
pembuat
kebijakan
akan
mempengaruhi
implementasi selanjutnya. Pembuat kebijakan yang mempunyai wewenang dan otoritas yang tinggi akan lebih mudah dan mempunyai wewenang dalam pengkoordinasian organisasi dibawahnya. 5. Pelaksana program Keputusan
mengenai
siapa
yang
ditugasi
untuk
mengimplementasikan program yang ada dapat mempengaruhi proses implementasi dan hasil akhir yang diperoleh. Dalam hal ini tingkat kemampuan, keaktifan, keahlian, dan dedikasi yang tinggi akan berpengaruh pada proses. 6. Sumber daya yang dilibatkan Sumber daya yang digunakan dalam program, bentuk, besar dan asal sumber daya akan menentukan pelaksanaan dan keberhasilan kebijakan atau elit politik dan penguasa setempat akan mempengaruhi pelaksanaan program. b. Konteks implementasi, meliputi :
xl
1. Strategi yang digunakan dalam proses, kekuasaan dari badan pelaksana. 2. Kondisi dan keberadaan badan pelaksana yang didukung otoritas penguasa akan sangat berpengaruh dalam proses. 3. Kepatuhan dan daya tanggap Kepatuhan dapat berupa dukungan dari elit politik, kesediaan agen
atau
instansi
pelaksana
birokrat
yang
ditugasi
melaksanakan program dari elit politik, juga kepatuhan penerima manfaat atau sasaran program. Sedangkan daya tanggap merupakan kepekaan lembaga publik seperti birokrasi terhadap kebutuhan atau permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan. Menurut Leslie A. Pal (1987:52) bahwa dalam evaluasi proses terdapat beberapa hal yang perlu ditinjau yaitu : 1. Program guidelines (program panduan) 2. The organization of field offices (badan-badan pelaksana) 3. Staff training (pelatihan staf) 4. Communication system (sistem komunikasi) 5. Even staff morale to improve organizational performance (moral dari staf terhadap peningkatan kerja organisasi) Van Meter dan Van Horn, merumuskan sebuah model yang memperlihatkan hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja kebijakan. Bagan 1.2 Model Proses Implementasi Kebijakan
xli
Komunikasi antar organisasi dan pengukuhan aktivitas Standar dan sasaran kebijakan
Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi
Sikap pelaksana
Kinerja kebijakan
Sumber daya Kondisi sosial, ekonomi dan politik (Sumber : Samodra Wibawa, 1994:21) Menurut model ini, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran. Oleh karena dijadikan sebagai kriteria evaluasi dan pedoman konkret bagi pelaksana maka standar dan sasaran ini harus dirumuskan secara spesifik dan konkret. Kebijakan juga menuntut adanya sumber daya, baik berupa dana maupun insentif lain. Kinerja kebijakan akan rendah jika dana yang dibutuhkan tidak disediakan secara memadai. Kejelasan standar dan sasaran tidak menjamin implementasi kebijakan yang efektif jika tidak ada komunikasi antar organisasi dan aktivitas pengukuhan, terlebih bila pelaksanaan kebijakan merupakan kerjasama dari beberapa organisasi. Dengan komunikasi maka pelaksana dapat memahami apa yang diidealkan oleh suatu kebijakan yang menjadi tanggung jawab mereka. Variabel di atas berkaitan erat dengan karakteristik yang dimiliki, organisasi atasan ataupun koordinator program dapat mengkondisikan
xlii
pelaksanaan agar bertindak sesuai dengan yang diidealkan oleh kebijakan. Menurut Meter dan Horn, organisasi pelaksana mempunyai enam variabel yang harus dicermati, yaitu kompetensi dan jumlah staf, rentang dan derajat pengendalian, dukungan politik yang dimiliki, kekuatan organisasi, derajat keterbukaan dan kebebasan komunikasi serta keterkaitan dengan organisasi lain. Kondisi ekonomi, sosial, politik juga berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan baik kondisi sosial ekonomi sasaran maupun dukungan opini publik dan elit politik. Sikap pelaksana dibentuk oleh kelima variabel diatas. Kognisi, netralitas, dan objektivitas pelaksana sangat mempengaruhi bentuk respon pelaksana. Kejelasan tujuan dan karakteristik pelaksana sangat mempengaruhi sikap dan loyalitas pelaksana terhadap organisasi (Samodra Wibawa, 1994:21) Mazmanian
dan
Sabatier
merumuskan
model
mengenai
implementasi kebijakan yang merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu: (1) karakteristik masalah, (2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, dan (3) faktor-faktor di luar peraturan. Kerangka berpikir mereka pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan model Meter dan Horn ataupun model Grindle, dalam hal perhatiannya terhadap dua persoalan mendasar yakni kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran Sabatier dan Mazmanian ini terkesan menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan
xliii
oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan/teknis). Oleh karena itulah model ini disebut sebagai model top-down. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi proses implementasi suatu kebijakan adalah: kondisi sosial ekonomi, perhatian pers terhadap masalah kebijakan, dukungan publik, sikap dan sumber daya kelompok sasaran, dan dukungan kewenangan. Sedangkan daya dukung peraturan yang mempengaruhi proses implementasui adalah: teori kausal yang memadai, sumber kejelasan/konsistensi tujuan, kewenangan yang mencukupi, integrasi organisasi pelaksana, diskresi pelaksana, rekruitmen dari pejabat pelaksana, dan akses formal pelaksana ke organisasi.
Bagan 1.3 Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier Karakteristik Masalah 1. 2. 3. 4.
Ketersediaan teknologi dan teori teknis Keragaman perilaku kelompok sasaran Sifat populasi Derajat perubahan perilaku yang diharapkan
Daya Dukung Peraturan 1. Kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran 2. Teori kausal yang memadai
xliv
Variabel Non Peraturan 1. Kondisi sosio ekonomi dan teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah
(Sumber : Samodra Wibawa, 1994:26)
Adang Setiana (2009:5) menyebutkan mengenai nilai-nilai dasar yang menjadi landasan atau acuan setiap pengambilan keputusan dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan, yang diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan Program Raskin. Adapun prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut : a. Keberpihakan kepada Rumah Tangga Sasaran. Ini bermakna bahwa program atau kebijakan ini mengusahakan agar kelompok sasaran
xlv
dapat memperoleh pelayanan yang baik, yakni memperoleh beras kualitas baik, cukup sesuai alokasi dan terjangkau. b. Transparansi. Ini bermakna membuka akses informasi kepada pemangku kepentingan Program Raskin, terutama Rumah Tangga Sasaran, yang harus mengetahui dan memahami adanya kegiatan Program Raskin serta dapat melakukan pengawasan secara mandiri. c. Partisipatif. Ini bermakna mendorong masyarakat terutama Rumah Tangga Sasaran untuk berperan secara aktif dalam setiap tahapan pelaksanaan Program
Raskin, mulai dari
tahap
perencanaan,
sosialisasi, pelaksanaan dan pengendalian. d. Akuntabilitas. Ini bermakna bahwa setiap pengelolaan kegiatan Program
Raskin
masyarakat
harus
setempat
dapat maupun
dipertanggungjawabkan kepada
semua
pihak
kepada yang
berkepentingan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang telah disepakati.
4. Program Raskin Program Raskin merupakan salah satu program pemerintah dari 3 kluster upaya penanggulangan kemiskinan, yaitu Kluster I (Bantuan dan Perlindungan Sosial), Kluster II (PNPM Mandiri), dan Kluster III (Kredit Usaha Rakyat). Program Raskin masuk di dalam Kluster I bersama program perlindungan dan bantuan sosial lainnya seperti Jamkesmas, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Operasional Siswa (BOS). Sepuluh tahun lebih Program Raskin
xlvi
telah dilaksanakan pemerintah untuk membantu pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dan telah dirasakan manfaatnya untuk membantu meringankan beban pengeluaran masyarakat. Karena itu pemerintah tetap mengalokasikan anggaran untuk Program Raskin. Namun sebelum mengetahui lebih jelas mengenai Program Beras untuk Keluarga Miskin ini, maka kita perlu mengetahui pengertian kemiskinan terlebih dahulu. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan nonmakanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2002). Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang/rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun non-makanan.
Seseorang/rumah
tangga
dikatakan
miskin
bila
kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan
dasarnya.
Batas
kebutuhan
dasar
minimal
dinyatakan melalui ukuran garis kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan (BPS dalam (www.kompensasi-bbm.com), 2005). (“There is no doubt that achieving economic development in developing countries can only advance reduction of poverty. The crucial
xlvii
role of technological and industrial development for economic expansion and alleviating poverty in developing states is widely recognized.”) (“Tidak ada keraguan bahwa untuk mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi di negara berkembang hanya dapat dilakukan dengan membantu pengurangan jumlah kemiskinan. Peranan yang krusial dari perkembangan industri dan teknologi, dan pengurangan kemiskinan di negara-negara berkembang diakui secara luas.” (Klaus Bosselmann, 2006:21)). Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kemiskinan merupakan masalah serius yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu negara yang berkembang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dan mencapai keberhasilan pembangunan dengan mengurangi angka kemiskinan yang ada di negara tersebut. Kemiskinan tersebut dapat ditentukan dengan beberapa kriteria, sehingga mempermudah pemerintah di negara yang bersangkutan dalam mencapai target sasaran yang diharapkan dapat mengurangi jumlah kemiskinan di negara tersebut. Menurut Riant Nugroho Dwidjowijoto, kriteria kemiskinan yang menggunakan pendekatan gabungan antara konsep kebutuhan dasar dan rumah tangga menghasilkan empat asumsi dasar, yaitu (1) unit masyarakat paling kecil adalah keluarga sehingga status kemiskinan seseorang/individu sangat terkait dengan status kemiskinan keluarga/rumah tangga; (2) setiap rumah tangga miskin selalu beranggotakan individu miskin sehingga keberhasilan menentukan sebuah rumah tangga miskin berarti menunjukkan keberhasilan menentukan individu-individu miskin dalam sebuah rumah tangga; (3) kebutuhan dasar
xlviii
lebih mudah diformulasikan dalam unit rumah tangga dibandingkan dalam unit individu; (4) tidak setiap individu miskin mampu mempunyai pekerjaan dan penghasilan, dan tidak setiap individu miskin yang mempunyai/memiliki pekerjaan dan penghasilan itu mampu memenuhi standar minimal konsumsi untuk dirinya sendiri (Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2007 : 152). Perlu disadari bahwa kemiskinan bukan hanya sederetan angka, tetapi menyangkut nyawa jutaan rakyat miskin, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan, kawasan pesisir, dan kawasan tertinggal. Sehingga masalah kemiskinan menyentuh langsung nilai-nilai kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan. Masalah kemiskinan ini berkaitan erat dengan tidak
terpenuhinya
hak-hak
dasar
masyarakat
miskin
dalam
mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya secara bermartabat. Untuk bisa bermartabat dalam kehidupannya, masyarakat perlu ditopang oleh kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Banyak hal yang mempengaruhi seseorang dikatakan miskin bila keadaannya memang tidak mampu berdiri sederajat dengan lingkungan masyarakat secara memadai (Aep Rusmana, 08 Februari 2006). Kemiskinan tersebut dapat membuat seseorang tidak mempunyai kemampuan untuk mengakses kebutuhan pokok bagi keberlangsungan hidupnya. Dan, salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap harinya adalah kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan pokok yang dimaksud adalah beras.
xlix
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan pokok berupa beras, khususnya untuk rumah tangga miskin, maka Pemerintah melaksanakan Program Raskin untuk memberikan akses kepada mereka dalam memenuhi kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau. Program Raskin merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi keluarga miskin yang menyediakan 15 kg beras per rumah tangga miskin dengan harga Rp.1.600 per kg. Program ini adalah program nasional yang bertujuan membantu akses rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Melalui Program Raskin, rumah tangga miskin diringankan beban pengeluarannya sehingga dapat mengalokasikan sisa pendapatannya untuk kebutuhan lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Efektivitas Program Raskin adalah merupakan tingkat keberhasilan yang menunjukkan tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam rancangan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah untuk membantu Rumah Tangga Miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. 5. Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Menurut Handayaningrat (1986:18) Efektivitas adalah pengukuran dalam arti pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut The Liang Gie (1981:36) Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian terjadinya suatu efek
l
atau akibat yang dikehendaki. Dalam pengertian ini penekannya adalah pada sasaran yang akan dicapai, yang sebelumnya telah ditetapkan bersama. Intinya efektif atau tidaknya suatu kegiatan sangat tergantung kepada bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan apakah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan atau tidak. Untuk mengetahui efektivitas Program Raskin penulis melakukan evaluasi Program Raskin dengan mengacu pada proses pelaksanaan dan hasil pencapaian tujuan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
Sedangkan
sasaran
Program
Raskin
Tahun
2009
adalah
berkurangnya beban pengeluaran 18,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTM/bulan selama 12 bulan dengan harga tebus Rp 1.600,- per kg netto di tempat penyerahan atau titik distribusi yang disepakati. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dapat dilakukan dengan menilai dari segi efektivitasnya, yaitu mengetahui sejauh mana pelaksanaan kebijakan tersebut telah mencapai tujuan yang diharapkan dengan diukur berdasarkan indikator keberhasilan dari kebijakan tersebut. Tentu saja untuk mengetahui efektivitas kebijakan tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Indikator-indikator yang menjadi dasar penilaian dalam penelitian ini adalah :
li
1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi Program atau kebijakan akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja program atau kebijakan. Dengan begitu, sangat penting untuk memberi perhatian yang besar kepada kejelasan ukuranukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, ketepatan komunikasinya dengan para pelaksana, dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi. Komunikasi dan koordinasi di dalam dan antara organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit. Dalam meneruskan pesan-pesan ke bawah dalam suatu organisasi atau dari suatu organisai ke organisasi lainnya, para komunikator dapat menyimpangkannya atau menyebarluaskannya, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Oleh karena itu, menurut van Meter dan Van Horn (dalam Budi Winarno, 2008 : 159) kebijakan yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuranukuran dan tujuan tersebut. Komunikasi adalah sesuatu yang mutlak harus ada dalam pelaksanaan program koordinasi dan implementasi pada umumnya. Koordinasi juga merupakan faktor penunjang keberhasilan program terutama pada program yang melibatkan banyak instansi juga untuk menyamakan pemahaman pelaksana dengan apa yang dikehendaki oleh kebijakan. Komunikasi tersebut juga membuka akses informasi kepada kelompok sasaran program, yang harus
lii
mengetahui dan memahami adanya kegiatan program serta dapat melakukan pengawasan secara mandiri. Adapun komunikasi dan koordinasi yang dilaksanakan dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini dilakukan secara intensif dan transparan. Komunikasi dan koordinasi terjadi dalam pelaksanaan Program Raskin, baik komunikasi antar pelaksana, maupun antara pelaksana dengan kelompok sasaran. Agar dapat mencapai tujuan yang diidealkan komunikasi dan koordinasi yang terjalin diantara kedua belah pihak haruslah berjalan lancar. Dengan melakukan komunikasi dan koordinasi diharapkan dapat menggali permasalahan yang dialami oleh sasaran dan sekaligus membantu mencari penyelesaian yang tepat. Melalui komunikasi dan koordinasi yang dijalankan Tim Koordinasi Raskin, akan dapat diketahui apakah Tim Koordinasi Raskin ini mampu menyampaikan tujuan yang diemban oleh pemerintah sehingga kelompok sasaran menjadi sadar dan ikhlas dalam mentaati dan melaksanakan setiap tahap pelaksanaan program, serta dapat melakukan pengawasan demi keberhasilan program. 2. Transparansi dan Akuntabilitas Transparansi dalam Program Raskin bermakna membuka akses informasi kepada pemangku kepentingan Program Raskin, terutama Rumah Tangga Sasaran, yang harus mengetahui dan memahami adanya kegiatan Program Raskin serta dapat melakukan pengawasan secara
mandiri.
pengelolaan
Dan,
kegiatan
Akuntabilitas Program
liii
bermakna
bahwa
setiap
Raskin
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat setempat maupun kepada semua pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang telah disepakati. 3. Sumber Daya Yang Memadai Tersedianya sumber daya yang memadai akan mendukung dalam pelaksanaan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber daya tersebut dapat berupa materi/bahan pokok, sumber dana/anggaran, perlengkapan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan maupun sumber daya manusia. Dalam Program Raskin ini, sumber daya yang digunakan yaitu beras Raskin, dana dari APBN untuk pengadaan beras bersubsidi, dan tenaga pelaksana program baik dari pemerintah maupun non pemerintah. 4. Sikap Positif Pelaksana Sikap positif pelaksana timbul sejalan dengan pemahaman terhadap tujuan program, yang didukung ketersediaan sumber daya dan lancarnya komunikasi. Kreativitas dalam pelaksanaan program akan muncul dari sikap pelaksana yang mendukung program. Sikap ini ditentukan oleh tingkat pemahaman pelaksanaan terhadap tujuan program yang terlihat dalam sikap penerimaan aparat pelaksana guna mensukseskan program dan kepatuhan aparat pelaksana dalam memenuhi prosedur/ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dalam implementasi program Raskin baik dari tahap sosialisasi, penentuan kuota dan seleksi penerima hingga pelaksanaan penyaluran dan pendistribusian beras. Misalnya; sosialisasi yang menyeluruh dan
liv
tepat waktu, komunikasi secara rutin, penentuan Rumah Tangga Sasaran yang benar-benar layak menerima beras Raskin secara benar dan adil, pendistribusian beras sesuai dengan jadwal penyalurannya dan tidak ada beras yang tersisa, dan sebagainya. 5. Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran Daya dukung kelompok sasaran bisa meliputi kepatuhan dan partisipasi kelompok sasaran dalam pelaksanaan program. Untuk keberhasilan program, mutlak diperlukan sikap patuh dan daya dukung dari kelompok sasaran sebagai bentuk partisipasi yang mendukung setiap kegiatan program. Dalam kaitannya dengan implementasi Program Raskin, daya dukung kelompok sasaran dapat dilihat dari kesediaan kelompok sasaran menerima program ini yang salah satu contohnya adalah dengan datangnya masyarakat penerima program ke kelurahan atau tempat penyerahan beras Raskin untuk mengambil beras dan membayarnya. Selain itu, partisipasi kelompok sasaran dalam program dapat diketahui dari adanya peran serta kelompok sasaran dalam setiap tahapan program, baik dalam tahap sosialisasi dan seleksi penerima program, maupun pelaksanaan program. Komponen-komponen mendukung
pelaksanaan
diatas
program
merupakan dan
juga
komponen untuk
yang
menentukan
keberhasilan suatu program yang dalam hal ini adalah Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari.
F. Kerangka Pemikiran
lv
Berbagai kebijakan, termasuk Program Raskin yang dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Namun demikian, kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut belum tentu sepenuhnya dapat mengenai sasaran sesuai yang diharapkan, dengan kata lain belum efektif. Sehingga untuk mengetahui efektivitas suatu program atau kebijakan, diperlukan indikator-indikator yang menjadi ukuran efektivitas kebijakan tersebut sehingga dapat diketahui seberapa jauh keefektifan dari kebijakan tersebut. Setiap organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah, proses atau pelaksanaan manajemen sangat diperlukan agar segala pelaksanaan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Untuk itu, perlu adanya koordinasi yang baik antara semua unsur yang mendukung tercapainya sasaran tersebut. Dalam hal ini kaitannya dengan kebijakan yang berorientasi pelayanan kepada publik, khususnya dalam memberikan kemudahan akses terhadap masyarakat miskin untuk mendapatkan kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau, maka pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal untuk memastikan bahwa program pemerintah ini berjalan dengan efektif, misalnya dalam pelaksanaan distribusi, proses monitoring dan sebagainya. Sehingga dengan adanya manajemen yang baik, pelaksanaan Program Raskin sebagai program subsidi pangan dari pemerintah kepada masyarakat miskin dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Proses manajemen yang dimaksud adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan proses pengawasan. Dari ketiga proses tersebut memang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Perencanaan tanpa adanya pelaksanaan dan pengawasan tidak
lvi
akan tercapai apa yang menjadi tujuan dari organisasi tersebut, begitu juga sebaliknya. Salah satu proses manajemen yang penting dalam kegiatan organisasi adalah pelaksanaan. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan bantuan pangan ini, maka perlu adanya dukungan dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang bersangkutan beserta unsur pelaksana lainnya. Sehingga dalam proses distribusinya dapat tepat kepada sasaran yang dituju, yaitu keluarga miskin berhak menerima manfaat beras Raskin tersebut. Efektivitas suatu program kegiatan merupakan hal yang mutlak diperlukan, tetapi seberapa jauh keefektifan kegiatan tersebut dapat terlaksana, merupakan hal yang masih menjadi pertanyaan. Untuk mengetahui hal itulah maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, mengingat bahwa Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan dengan jumlah keluarga miskin terbanyak di Kota Surakarta. Sehingga penulis ingin mengetahui lebih jauh apakah Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini sudah berjalan dengan baik, dalam arti Program Raskin yang dilaksanakan mampu mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai salah satu kebijakan yang dibuat untuk memberikan subsidi pangan terhadap Rumah Tangga Miskin yang layak menerimanya, tentu saja Program Raskin memiliki tujuan tertentu. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dapat dilakukan dengan menilai dari segi efektivitasnya, yaitu mengetahui sejauh mana pelaksanaan kebijakan tersebut telah mencapai tujuan yang diharapkan
lvii
dengan diukur berdasarkan indikator keberhasilan dari kebijakan tersebut. Tentu saja untuk mengetahui efektivitas kebijakan juga tidak terlepas dari faktor-faktor
yang
mempengaruhinya.
Efektivitas
Program
Raskin
menyangkut pertama, ketepatan komunikasi dan koordinasi yang merupakan salah satu penentu kebijakan yang efektif melalui kejelasan ukuran dan tujuan kebjakan
yang
dinyatakan
oleh
ketepatan
dan
konsistensi
dalam
mengkomunikasikan ukuran dan tujuan kebijakan tersebut. Pelaksanaan kebijakan memerlukan persepsi dan pemahaman yang sama dalam pengalokasian tugas dan sumber daya. Selain itu komunikasi dan koordinasi akan mendukung pelaksanaan sosialisasi kebijakan, kejelasan aparat pelaksana dalam memberikan informasi akan mempermudah kelompok sasaran untuk mengetahui isi, tujuan, manfaat dan ketentuan dari kebijakan tersebut. Oleh karena itu, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta sebagai pemegang kebijakan pelaksanaan Raskin di tingkat Kecamatan harus mampu menjalin koordinasi dan komunikasi yang baik dengan para stakeholder dan kelompok sasaran. Kedua, Transparansi dan Akuntabilitas, yakni dalam Program Raskin dibukakan akses informasi kepada pemangku kepentingan Program Raskin, terutama Rumah Tangga Sasaran, yang harus mengetahui dan memahami adanya kegiatan Program Raskin serta dapat melakukan pengawasan secara mandiri. Selain itu, setiap pengelolaan kegiatan Program Raskin harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat setempat maupun kepada semua pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang telah disepakati. Ketiga, Sumber Daya yang Memadai yang merupakan faktor penunjang pelaksanaan
lviii
kebijakan, baik berupa sumber daya manusia maupun sumber daya material. Ketersediaan sumber daya yang memadai secara tidak langsung akan memperlancar pelaksanaan kebijakan. Keempat, sikap positif pelaksana akan timbul seiring adanya sumber daya yang memadai dan ketepatan komunikasi. Keduanya akan mendorong terbentuknya dukungan sikap pelaksana dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Terakhir adalah dukungan dan partisipasi kelompok sasaran, faktor ini ditentukan oleh adanya sumber daya yang memadai,
ketepatan
komunikasi
dan
koordinasi,
transparansi
dan
akuntabilitas, dan sikap positif pelaksana. Sumber daya yang memadai, komunikasi yang baik dan sikap pelaksana yang mendukung kebijakan serta adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan akan mendorong kepatuhan dan daya dukung kelompok sasaran. Keseluruhan faktor-faktor tersebut satu sama lain saling berpengaruh terhadap efektivitas Program Raskin. Sehingga dengan mengetahui efektivitas program atau kebijakan tersebut dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, setidaknya penelitian ini dapat memberikan rekomendasi tentang kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam menangani permasalahan pangan di masa yang akan datang. Kerangka pikir efektivitas Program Raskin dapat ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut:
lix
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Program Pemerintah (Beras untuk Keluarga Miskin)
Pedoman Pelaksanaan Program Raskin
¨ ¨ ¨ ¨ ¨
Efektivitas Program diukur dengan : Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi Transparansi dan Akuntabilitas Sumber Daya yang Memadai Sikap Positif Pelaksana Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran
Keberhasilan Program Raskin
G. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di beberapa kelurahan yang terdapat di wilayah Kecamatan Banjarsari. Kantor Kecamatan Banjarsari beralamat di Jl. Adi Sumarmo No.136, Surakarta. Adapun pemilihan lokasi di wilayah Kecamatan Banjarsari tersebut berdasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
lx
1. Adanya permasalahan yang cukup menarik peneliti, bahwa berdasarkan
data
BPS,
Kecamatan
Banjarsari
merupakan
kecamatan dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Kota Surakarta, yakni dengan jumlah 7.148 kepala keluarga serta mendapat alokasi beras bersubsidi yang paling besar di wilayah Kota Surakarta, yakni sebanyak 107.220 kilogram. Sehingga terkait dengan pelaksanaan Program Raskin ini, penulis ingin mengetahui apakah seluruh keluarga miskin yang ada di Kecamatan Banjarsari tersebut sudah mempunyai akses untuk memperoleh beras bersubsidi dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka secara adil dan merata. 2. Dalam pelaksanaan program pemerintah seperti Program Raskin ini tentunya rawan akan permasalahan baik dalam pelaksanaan pendataan Rumah Tangga Sasaran maupun proses distribusi beras Raskin. Penulis ingin mengetahui tentang hambatan dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari. 3. Pelaksanaan distribusi Program Raskin sebagai salah satu bentuk pelayanan para aparat pemerintah Kecamatan Banjarsari kepada para warga penduduk Kecamatan Banjarsari, terutama untuk mendukung program pengentasan kemiskinan yang terdapat di wilayah kecamatan tersebut. 4. Belum pernah dilakukan penelitian tentang efektivitas Program Raskin bagi terbukanya akses bagi keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan beras bersubsidi secara adil
lxi
dan merata, dimana peneliti sangat tertarik untuk mengungkap permasalahan yang terdapat di dalamnya dan peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari 5. Tersedianya data sekunder berupa dokumen tertulis, surat-surat dan arsip instansi terkait baik dari Pemerintah Kota Surakarta, BULOG, BPS, maupun Kecamatan Banjarsari yang mendukung penelitian. 2. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada penelitian di lapangan (field research), melalui penelitian di lapangan ini diharapkan dapat lebih mengetahui permasalahan dan mendapatkan informasiinformasi serta data yang ada di lokasi penelitian. Sehubungan dengan permasalahan yang telah dikemukakan dalam penelitian ini sangat bervariasi seperti data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka serta berdasarkan karakteristik populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Kecamatan Banjarsari maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif sehingga dapat menggambarkan atau menjelaskan obyek penelitian yaitu efektivitas dalam pelaksanaan Program Raskin dalam kaitannya dengan kegiatan distribusinya melalui fakta-fakta yang ada.
3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
lxii
a. Data Primer Sumber data primer dalam penelitian meliputi sumber data yang diperoleh secara langsung dari para informan melalui wawancara dengan pihak yang berkompeten. Adapun sumber data primer penelitian ini adalah: 1. Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari. 2. Lurah di wilayah Kecamatan Banjarsari 3. Petugas pelaksana distribusi Raskin di wilayah Kecamatan Banjarsari. 4. Petugas Raskin dari Perum BULOG. 5. Kasie Statistik Sosial dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. 6. Ketua RT/RW di kelurahan lingkup wilayah Kecamatan Banjarsari. 7. Kasub bid. KS – UE BAPERMAS, PP, PA & KB Pemkot Surakarta 8. Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin di wilayah Kecamatan Banjarsari. b. Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi sumber data yang secara tidak langsung memberi keterangan maupun data yang ikut mendukung data primer. Data sekunder tersebut merupakan data yang sahih (valid) dan handal (reliable) Data sekunder tersebut terdiri dari : 1) Dokumen, arsip-arsip dan laporan kegiatan resmi yang ada di Kantor Kecamatan Banjarsari, Perum BULOG, Badan Pusat Statistik, Pemerintah Kota Surakarta maupun kelurahan-kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari. 2) Artikel dan informasi dari jurnal dan internet.
lxiii
3) Peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Pangan dan Penanggulangan Kemiskinan, serta buku Pedoman Pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009. Sumber data sekunder ini berfungsi untuk melengkapi dan sekaligus mempermudah dalam menganalisa variabel penelitian serta untuk memperkuat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian. 4. Teknik Penarikan Sampel Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. (H.B. Sutopo, 2002:56). Dalam tahap pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Namun demikian, informan yang dipilih tersebut dapat menunjuk informan lain yang dianggap lebih tahu sehingga informasi dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan penelitian dalam memperoleh data (snowball sampling). Snowball sampling adalah penarikan sampel bertahap yang semakin lama jumlah informan semakin besar (H.B. Sutopo, 2002:57).
5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara (Interview) Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan wawancara, yang dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam
lxiv
bentuk
wawancara
mendalam
(in-depth
interview)
dengan
cara
mengajukan pertanyaan langsung kepada informan. Disini peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai kegiatan bertanya lebih terarah. b. Pengamatan (Observation) Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara intensif terhadap obyek penelitian dalam hal ini difokuskan pada pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari yang meliputi proses distribusi dan sebagainya. c. Dokumentasi (Documentation ) Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mencari mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yang relevan dengan penelitian berupa arsip, laporan, peraturan, dokumen, dan literatur lainnya. 6. Validitas Data Dalam menentukan keabsahan data atau validitas data, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan yang lain untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada
4
macam
trianggulasi
sebagai
teknik
pemeriksaan
yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. (H.B. Sutopo, 2002:78) Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
lxv
metode kualitatif. Hal ini menurut Lexy J. Moleong (2002:178) dapat dicapai dengan langkah : a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan. e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Berdasarkan langkah diatas maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dari berbagai sumber yang berbeda yang tersedia. Dengan demikian data yang satu akan dikontrol oleh data yang lain dari sumber yang berbeda.
7. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif dengan menggunakan model analisis interaktif. Dimana analisa data disajikan berdasarkan konsep tertentu dalam kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya. Data yang diperoleh dalam obyek penelitian ini ditemukan, diolah dan dikonfirmasikan dengan opini dari
lxvi
responden yang berkompeten yang sedang diamati. Berdasarkan paparan tersebut kemudian ditarik kesimpulan dan saran. Selain itu juga bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang telah disebutkan dalam rumusan masalah. Dengan demikian dalam penelitian ini terdapat model analisa yang meliputi : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 1.2 : Model Analisis Interaktif
Pengumpulan Data
Reduksi Data
a. Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan/verifikasi Merupakan
bagian
dari
Sumber : (H.B. Sutopo, 2002 : 96) proses
analisis
yang
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan penelitian dapat dilakukan. b. Penyajian Data
lxvii
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Dari awal pengumpulan data, peneliti harus sudah memahami apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturanperaturan dan pola-pola, pernyataan-pernyataan dan konfigurasi yang mungkin, arahan, sebab-akibat dan berbagai proporsi, kesimpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertahankan.
lxviii
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Deskripsi Umum Kecamatan Banjarsari 1. Kondisi Demografis Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Surakarta selain Kecamatan Jebres, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Serengan. Daerah Kecamatan Banjarsari memiliki luas wilayah yang paling besar di Kota Surakarta jika dibandingkan dengan keempat kecamatan yang lainnya yaitu sebesar 1.481,1 ha. Secara administrasi wilayah Kecamatan Banjarsari meliputi 13 kelurahan, mencakup 169 RW dan 851 RT, dengan penduduk sebanyak 161.247 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata 10.888 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu wilayah dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Berdasarkan data tahun 2009, jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari sebanyak 162.565 orang, terdiri dari laki-laki sebanyak 80.397 orang atau sekitar 49,5% dan perempuan sebanyak 82.168 orang atau sekitar 50,5%, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 40.245 KK. Jumlah penduduk kecamatan yang didasarkan pada kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin
lxix
Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 Kelompok umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0-4
12,824
12,236
25,060
5-9
8,135
7,756
15,891
10 - 14
8,599
8,879
17,478
15 - 19
8,950
8,772
17,722
20 - 24
8,118
9,264
17,382
25 - 29
8,905
8,990
17,895
30 - 39
8,851
8,912
17,763
40 - 49
6,959
8,332
15,291
50 - 59
5,757
5,053
10,810
60+
3,299
3,974
7,273
Jumlah
80,397
82,168
162,565
Sumber: Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa golongan usia penduduk yang paling banyak berada pada kelompok umur 0 - 4 tahun, yaitu sebanyak 25.060 orang, kemudian menyusul kelompok umur 25 - 29 tahun sebanyak 17.895 orang. Apabila digolongkan lagi menjadi penduduk usia produktif dan non produktif, maka penduduk usia produktif jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Banjarsari pada umumnya produktif untuk bekerja dan berkarya untuk mengembangkan usaha yang dimiliki. Penduduk Kecamatan Banjarsari memiliki beraneka ragam mata pencaharian yang disesuaikan dengan keadaan geografis yang ada. Mata pencaharian penduduk tersebut antara lain ada yang sebagai petani, buruh, pedagang, pengusaha, pegawai negeri, pengrajin, ABRI, dan lain-lain.
lxx
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Banjarsari dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No 1 2 3 4 5 6
Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase
Petani Sendiri
337
0.3%
Buruh Tani
397
0.3%
1
0.1%
Pengusaha
2,808
2.3%
Buruh Industri
21,698
17.7%
Buruh Bangunan
21,600
17.6%
Nelayan
Pedagang 11,058 9% 2009 Sumber: Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarsari Tahun 7 Pengangkutan 6,218 5.1% 8D PNS / ABRI 9,600 7.9% 9 a Pensiunan 7,692 6.3% 10 r Lain-lain 40,785 33.4% 11 Jumlah 122,194 100% i tabel diatas dapat diketahui bahwa profesi lain-lain memiliki jumlah terbanyak sekitar 33,4%. Setelah profesi lain-lain, penduduk Kecamatan
lxxi
Banjarsari mempunyai mata pencaharian sebagai buruh industri, yaitu mencapai 17,7%. Kemudian berturut-turut bekerja sebagai buruh bangunan yaitu 17,6% dan bekerja sebagai PNS / ABRI yaitu 7,9%. Hal ini bisa diasumsikan bahwa tingkat pendapatan masyarakat di Kecamatan Banjarsari relatif rendah, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi energi dan protein juga rendah. Hal ini merupakan fenomena yang menjadi prioritas Program Raskin. Selain itu rendahnya tingkat pendidikan penduduk juga bisa disebabkan oleh karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Banjarsari. Hal ini bisa dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan Banjarsari No. 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat Pendidikan Jumlah % Tidak Sekolah 6,839 5 Belum Tamat SD 23,996 17.4 Tidak Tamat SD 11,046 8 Tamat SD 27,932 20.2 Tamat SLTP 27,474 19.8 Tamat SLTA 30,270 21.9 Tamat Akademi/PT 10,628 7.7 Jumlah 138,185 100 Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa penduduk Kecamatan Sumber : Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarsari Tahun Banjarsari yang berpendidikan sampai dengan SD sebesar 69.813 jiwa atau 50,6%. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berpendidikan SLTP keatas yaitu sebesar 68.372 jiwa atau 49,4%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan
Banjarsari
relatif
rendah.
lxxii
Dengan
rendahnya
tingkat
pendidikan rata-rata masyarakat, maka diasumsikan mereka mempunyai profesi yang rendah pula dan berpenghasilan rendah. Sehingga dengan penghasilan rendah itu mengakibatkan kemampuan atau daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dapat dikatakan masih rendah. Oleh karena itu Kecamatan Banjarsari layak untuk menjadi daerah sasaran Program Raskin. Dengan adanya Program Raskin di Kecamatan tersebut diharapkan akan mampu mengurangi beban pengeluaran bagi mereka yang tergolong sebagai keluarga miskin yang berpenghasilan rendah, atau biasa disebut dengan Rumah Tangga Sasaran (RTS). Hal ini dikarenakan adanya pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Penyaluran beras bersubsidi ini dapat membantu sebagian besar masyarakat miskin sehingga beban pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan dapat dikurangi. Selain itu, Program Raskin diharapkan akan mampu mencegah penurunan konsumsi energi dan protein bagi penduduk miskin dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
2. Sumber Daya Alam Kecamatan Banjarsari merupakan daerah urban serta tidak memiliki sumber daya alam sehingga potensi pertanian menjadi kecil kontribusinya, akibatnya kebutuhan bahan pangan sangat tergantung dari pasokan dari daerah sekitarnya. Potensi pertambangan relatif kecil/ tidak ada kecuali galian C yang meliputi pasir dan kerikil.
lxxiii
3. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai pengolah sumber daya alam dan sumber daya buatan sehingga mencapai tingkat produktivitas yang optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan penduduk Banjarsari pada tahun 2007 0,48% dengan tingkat kepadatan penduduk 10.888 jiwa/km2. Jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari tahun 2007 adalah 161.492 terdiri dari 79.843 laki-laki dan 81.649 perempuan. 4. Perekonomian Daerah Inflasi pada tahun 2008 bisa terkendali dalam angka satu digit sebesar 3,28 persen, lebih rendah 2,9 persen dibanding tahun 2007 sebesar 6,18
persen.
PDRB
menurut
harga
berlaku
tercatat
sebesar
Rp.6.884.188.000.000,- atau meningkat dari tahun 2007 sebesar Rp.6.394.202.990.000,Berdasarkan harga konstan tahun 2000, nilai PDRB tahun 2008 adalah
sebesar
Rp.4.308.617.530.000,-
kondisi
PDRB
tersebut
mencerminkan kinerja ekonomi tahun 2008. Dari indikator pendapatan per kapita tahun 2008 sebesar Rp.13.452.747,- lebih tinggi dari tahun 2007 sebesar Rp.12.466.812,- ini menggambarkan bahwa kemampuan daya beli masyarakat semakin meningkat. Namun demikian, masih ada kendala dalam meningkatkan perekonomian daerah di Kecamatan Banjarsari. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah pengangguran dan kemiskinan. Dua faktor ini saling berkaitan satu dengan yang lain dalam mempengaruhi kehidupan beberapa
lxxiv
penduduk di Kecamatan Banjarsari, terutama mereka yang tergolong sebagai Rumah Tangga Miskin. Maka dari itu, perlu adanya program penanggulangan kemiskinan yang bertujuan untuk menekan angka kemiskinan di wilayah Banjarsari sehingga perekonomian daerah yang meningkat dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, karena terdapat kemerataan kesejahteraan. Hal ini sudah diperhatikan oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan berbagai macam program perlindungan sosial sebagai hasil kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan. Salah satu program penanggulangan kemiskinan tersebut adalah Program Raskin (Program Beras untuk Keluarga Miskin).
B. Deskripsi Program Raskin Dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan yang menjadi hak setiap warga negara, sejak tahun 1998 pemerintah menetapkan kebijakan penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin. Penyaluran beras bersubsidi ini telah membantu sebagian besar masyarakat miskin sehingga beban pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan dapat dikurangi. Program Raskin merupakan salah satu program pemerintah pusat yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin yang terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Sedangkan sasarannya adalah berkurangnya beban pengeluaran 18,5
lxxv
juta Rumah Tangga Sasaran berdasarkan data BPS, melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg untuk setiap Rumah Tangga Sasaran per bulan selama 12 bulan dengan harga tebus Rp. 1.600,- per kg. Dengan adanya tujuan dan sasaran tersebut, maka keberhasilan Program Raskin merupakan tanggung jawab bersama, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh masyarakat. Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada masingmasing pemerintah daerah di seluruh Indonesia agar melaksanakan Program Raskin ini demi memenuhi kebutuhan pangan seluruh keluarga miskin yang terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran. Pada tahun ini, pelaksanaannya selama dua belas bulan mulai dari Bulan Januari sampai dengan Bulan Desember tahun 2009. 1. Sosialisasi dan Sasaran Sosialisasi Program Raskin adalah kegiatan penunjang program untuk memberikan informasi yang lengkap sekaligus pemahaman yang sama dan benar kepada seluruh pemangku kepentingan terutama kepada pelaksana, masyarakat umum, dan khususnya kepada Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat. Informasi dan pemahaman yang sama dan benar dimaksud meliputi latar
belakang,
kebijakan
pemerintah,
tujuan,
sasaran,
pengelolaan,
pengorganisasian, pengawasan, dan pelaporan serta hak-hak kewajibannya masing-masing. Sosialisasi program di Kecamatan Banjarsari dilakukan berkoordinasi dengan pihak kelurahan, RT dan RW. Pada rapat RT atau RW yang diadakan setiap bulan diberitahukan bahwa keluarga miskin yang terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran berdasarkan data BPS akan mendapatkan bantuan
lxxvi
beras bersubsidi. Kemudian dalam musyawarah kelurahan dan tokoh masyarakat juga disinggung mengenai program ini. Adapun sasarannya adalah keluarga miskin yang terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS) berdasarkan 14 kriteria Rumah Tangga Miskin yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang biasanya digunakan dalam program penanggulangan kemiskinan. Di Kecamatan Banjarsari pendataannya dilakukan oleh petugas Badan Pusat Statistik (BPS), aparat kelurahan dan mitra kerja yang terdiri dari beberapa anggota masyarakat yang telah diberikan pelatihan untuk menjadi tim pendata. Kemudian hasil dari pendataan Rumah Tangga Miskin oleh Badan Pusat Statistik tersebut diserahkan kepada tiap-tiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari dalam bentuk buku yang berisi daftar Rumah Tangga Sasaran yang ditetapkan sebagai penerima manfaat Raskin. Sementara untuk Kecamatan Banjarsari jumlah kelompok sasarannya adalah 7.148 KK yang terbagi dalam 13 kelurahan dan tiap kelurahan jumlah sasarannya juga berbeda.
2. Bentuk Bantuan Program Raskin ini memberikan bantuan kepada Rumah Tangga Sasaran berupa penjualan beras murah yang disubsidi oleh pemerintah. Pihak kelurahan setiap awal bulan akan menerima kiriman beras dari Perum BULOG Subdivre III Surakarta. Jumlah kiriman beras adalah sesuai dengan kuota alokasi yang telah ditentukan untuk tiap kelurahan. Beras bersubsidi tersebut dikirim dalam bentuk karungan, dan setiap karung beratnya adalah 15 kg. Beras tersebut akan dijual kepada kelompok sasaran, yaitu keluarga miskin
lxxvii
yang termasuk dalam kriteria Rumah Tangga Sasaran yang tercatat dalam Daftar Penerima Manfaat Beras Raskin yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Beras bersubsidi tersebut dijual dengan harga Rp 1.600,- setiap kilonya, jadi harga tiap karung beras adalah Rp.24.000,-. 3. Penyaluran Beras Penyaluran/penjualan beras dilakukan tiap bulan kepada Rumah Tangga Sasaran di kelurahan. Petugas teknis penyaluran beras Raskin di kelurahan adalah pegawai kelurahan dengan dibantu oleh petugas dari BULOG. Sebelumnya Rumah Tangga Sasaran ini akan menerima Kartu Raskin untuk pembelian beras Raskin oleh pihak kelurahan ataupun RT/RW. Dalam Kartu Raskin tersebut terdapat daftar isian untuk diisi nama Kepala Keluarga penerima manfaat Raskin beserta tanggal pembelian beras. Jangka waktu yang diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran untuk membeli beras Raskin adalah selama enam hingga sepuluh hari. Hal ini juga disesuaikan dengan keadaan Rumah Tangga Miskin yang membutuhkan waktu untuk mempersiapkan uang pembelian beras tersebut. 4. Penyetoran Dana Setelah pelaksana distribusi di kelurahan menyelesaikan penjualan beras bersubsidi, pelaksana distribusi tersebut wajib menyetorkan uang hasil penjualan beras ke petugas kecamatan. Petugas yang berhak menerima dana pembayaran beras Raskin di kecamatan adalah Sekretaris Camat atau pegawai kecamatan yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan. Setelah itu petugas penerima dana tersebut harus menyetorkan uang hasil
lxxviii
penjualan beras Raskin dari tiap kelurahan ke rekening BULOG di bank yang telah ditunjuk yaitu BRI. 5. Pelaporan Pelaporan hasil pelaksanaan program dilakukan setiap bulan oleh pihak BULOG Subdivre Surakarta dan Kecamatan Banjarsari. Untuk pelaksana di Kecamatan Banjarsari, laporan tertulis tersebut diserahkan ke Pemerintah Kota Surakarta dimana yang berwenang menerima adalah Bapermas, PP, PA dan KB Pemkot Surakarta. Laporan tersebut sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari. Dengan dilaksanakannya Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, penulis bermaksud menguraikan bagaimana efektivitas pelaksanaan program beras bersubsidi untuk keluarga miskin tersebut di Kecamatan Banjarsari dalam upaya pengentasan kemiskinan sesuai dengan program pemerintah yang Pro Rakyat. C. Tim Koordinasi Raskin di Kecamatan Banjarsari Dalam Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini dibentuk Tim Koordinasi Raskin yang terdiri dari aparat kecamatan, kelurahan, dan institusi kemasyarakatan setempat termasuk TP-PKK yang ditunjuk oleh Lurah. Lurah dan Perangkat Wilayah dibantu Lembaga Kemasyarakatan dan anggota masyarakat lain termasuk Rumah Tangga Sasaran bertanggungjawab dan bertugas menyampaikan Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan ini merupakan pelaksana Program Raskin di kecamatan, yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
lxxix
kepada Camat. Tim ini mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, evaluasi, dan melaporkan pelaksanaan Program Raskin oleh kelurahan-kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari. Hal ini dilakukan untuk mempermudah koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan distribusi Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di wilayah Kecamatan Banjarsari dan untuk memastikan bahwa pelaksanaan program Raskin di wilayah ini berjalan dengan lancar, tertib, tepat waktu dan terencana sesuai ketentuan yang ditetapkan.
lxxx
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam rangka membantu masyarakat miskin dari dampak krisis global yang
mengakibatkan
menurunnya
daya
beli
masyarakat,
pemerintah
mengeluarkan suatu program yang diberi nama “Program Perlindungan dan Bantuan Sosial” yang salah satunya adalah di bidang pangan. Program ini diberi nama Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin). Sasaran Program Raskin Tahun 2009 adalah Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin dan Hampir Miskin hasil pendataan ulang BPS pada tahun 2008 yang selanjutnya disebut “Rumah Tangga Sasaran” (RTS).
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional yang menetapkan kebijakan penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan rawan pangan, maka diharapkan pelaksanaan Program Raskin dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan Program Raskin dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia dengan berdasarkan kuota alokasi beras Raskin yang telah ditetapkan pemerintah. Kuota tersebut diberlakukan selama satu tahun bergulirnya Program Raskin. Salah satu kecamatan yang mendapatkan jatah beras Raskin di wilayah Kota Surakarta adalah Kecamatan Banjarsari.
lxxxi
Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dilaksanakan di seluruh kelurahan yang terdapat di wilayah kecamatan ini. Peneliti memilih Kecamatan Banjarsari karena di kecamatan ini terdapat keluarga miskin dengan jumlah terbanyak diantara kecamatan lainnya di Kota Surakarta. Pembahasan mengenai efektivitas Program Raskin dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pertama, pembahasan mengenai implementasi yang terdiri dari tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Bagian kedua, pembahasan mengenai indikator-indikator penentu efektivitas Program Raskin. Bagian ketiga, dibahas mengenai hambatanhambatan yang muncul dalam pelaksanaan program tersebut beserta upaya pemecahannya.
Secara lebih jelas pembahasan tentang efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tersebut dapat dilihat pada pembahasan berikut ini :
A.
PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA
Dalam implementasi Program Raskin ini, secara garis besar prosesnya terbagi dalam dua tahapan yang meliputi :
1. Tahap Perencanaan a. Sosialisasi Program
Sebagai langkah awal ketika akan dilaksanakan suatu program tentunya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu. Dalam tahap ini masyarakat diberi informasi tentang Program Raskin tersebut. Proses
lxxxii
sosialisasi
merupakan
salah
satu
proses
yang
penting
dalam
implementasi program, karena melalui sosialisasi ini masyarakat akan mengetahui secara jelas apa makna dan tujuan program tersebut, serta bagaimana pelaksanaannya. Keberhasilan sosialisasi akan bergantung pada kemampuan aparat pelaksana baik dari lingkungan Pemda, kecamatan
maupun
kelurahan
beserta
bawahannya
dalam
menyampaikannya kepada masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan Program Raskin, agar dapat berjalan dengan lancar, mantap serta sekaligus untuk lebih menyamakan persepsi baik bagi para pelaksana program maupun pada kelompok sasaran, maka diadakan sosialisasi atau penyampaian program dimana kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat sampai dengan kelompok sasaran. Proses sosialisasi akan berkisar pada apa yang ada dalam petunjuk teknis program. Dalam sosialisasi dijelaskan mengenai latar belakang, sasaran, tujuan dan jumlah alokasi beras yang diterima. Untuk Kecamatan Banjarsari pada tahun 2009 ini menerima bantuan 107.220 kg beras tiap bulannya selama dua belas bulan. Beras tersebut kemudian didistribusikan kepada 13 kelurahan di wilayah kecamatan tersebut.
Di Kota Surakarta, Program Raskin telah dilaksanakan sejak tahun 1998 dan telah menjadi program pemerintah pusat yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya, sehingga sosialisasi program pada tahun 2009 dilakukan melalui pemberitahuan SK Walikota mengenai
lxxxiii
pelaksanaan Program Raskin kepada masing-masing camat untuk selanjutnya mengadakan koordinasi dengan semua lurah di masingmasing kecamatan. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari berikut ini:
“…Program Raskin ini sendiri sudah berjalan lama sejak tahun 1998, jadi masyarakat sudah banyak yang tahu keberadaan program ini sebagai program dari pemerintah pusat yang rutin diadakan tiap tahunnya. Jadi untuk tahun 2009 ini Walikota hanya melakukan sosialisasi melalui SK yang ditujukan kepada camat yang selanjutnya diteruskan ke masing-masing kelurahan. Walikota tidak melakukan sosialisasi secara khusus di seluruh wilayah Kota Surakarta karena dana APBD yang ada jumlahnya terbatas. Lagipula program ini telah lama berjalan dari tahun ke tahun, sehingga Walikota menganggap bahwa para pelaksana di tingkat kecamatan dan kelurahan sudah memahami Program Raskin ini...” (Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Dalam proses sosialisasi Program Raskin ini, pihak pemerintah pusat telah mengadakan pemberitahuan kepada masyarakat lewat iklan di media cetak maupun elektronik. Karena program ini merupakan program yang sudah berlangsung cukup lama dan rutin dari tahun ke tahun, maka untuk selanjutnya sosialisasi di tingkat bawah telah diserahkan kepada daerah masing-masing.
Penanganan Kecamatan
sosialisasi
Banjarsari
lebih
program diserahkan
kepada kepada
masyarakat
di
masing-masing
kelurahan. Sosialisasi bisa dengan menggunakan cara yang dianggap efektif yang sesuai dengan kebijakan masing-masing kelurahan tersebut. Jalur yang ditempuh pada umumnya adalah dengan rapat koordinasi
lxxxiv
antara lurah, pelaksana distribusi dengan ketua RT/RW, kemudian dapat diteruskan melalui pertemuan RT/RW dan lain-lain. Jalur ini dirasa cukup efektif karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari berikut ini :
“…tiap tahunnya untuk sosialisasi program Raskin ini diserahkan kepada masing-masing lurah dan pelaksana distribusi di kelurahan, baik dengan mengadakan rapat koordinasi secara formal maupun sosialisasi secara informal. Biasanya rapat koordinasi diadakan sebelum program Raskin berjalan, dan kemudian diumumkan kepada warga melalui RT/RW…” (Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Hal tersebut juga ditegaskan oleh lurah dari Kelurahan Timuran berikut ini :
“…kalau untuk sosialisasi kepada warga di wilayah Kecamatan Banjarsari sini, camat menyerahkan semuanya kepada lurah dan petugas pelaksana distribusi Raskin di masing-masing kelurahan. Tapi sebelumnya dilakukan rapat koordinasi terlebih dahulu antara pihak kelurahan dengan RT/RW, kemudian baru dilakukan sosialisasi kepada warga…” (Wawancara dengan Bp. Marnoto, 16/07/2009)
Dari
dua
pernyataan
tersebut
dapat
diketahui
bahwa
penyampaian informasi program kepada masyarakat lebih diserahkan kepada para lurah untuk kemudian diteruskan kepada bawahannya. Pada kenyataannya
di
masing-masing
kelurahan
dalam
mengadakan
sosialisasi, tidak mengikutkan aparat kelurahan secara langsung. Mereka lebih melimpahkan tugas tersebut kepada bawahannya seperti ketua
lxxxv
RT/RW. Hal ini sesuai dengan penuturan pelaksana distribusi di Kelurahan Sumber berikut ini :
“…sosialisasi kepada warga di sini biasanya dilakukan oleh ketua RT/RW. Lurah dan satgas Raskin (pelaksana distribusi) Kelurahan hanya menyampaikan informasi tentang jadwal pelaksanaan distribusi Raskin dan daftar penerima manfaat Raskin…” (Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Jatmi, 22/04/2009)
Dari keterangan tersebut dapat dikatakan bahwa sosialisasi ini lebih ditujukan kepada perangkat RT/RW, kemudian baru diteruskan kepada masyarakat. Seperti juga diungkapkan oleh salah seorang pelaksana distribusi di Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…untuk lebih memudahkan komunikasi, maka sosialisasi mengenai distribusi beras Raskin kepada warga di Kelurahan Setabelan kami serahkan kepada ketua RT RW…” (Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Hal senada juga diutarakan oleh lurah dari Kelurahan Manahan berikut ini :
“…sosialisasi Program Raskin kepada warga langsung dilakukan oleh ketua RT/RW setelah diadakan rapat koordinasi dengan lurah dan satgas (pelaksana distribusi) Raskin kelurahan…” (Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
Sosialisasi Program Raskin kepada warga di wilayah Kecamatan Banjarsari memang tidak dilakukan secara langsung oleh pihak kelurahan. Mereka lebih memanfaatkan pertemuan RT/RW yang
lxxxvi
diadakan tiap bulan sebagai jalur untuk menyampaikan informasi tersebut. Sementara penyampaian informasi dari lurah kepada ketua RT/RW bersifat singkat dan cepat. Maka informasi yang didapat pihak RT/RW juga terbatas. Seperti pernyataan ketua RT.01 RW.05 di Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…di kelurahan ini, petugas kelurahannya tidak langsung turun tangan ke lapangan untuk sosialisasi, tapi melalui pihak RT/RW, ya biar lebih mudah dan cepat mas. Waktu itu saya diberi surat edaran dari lurah yang menjelaskan tentang Program Raskin dan memberi perintah untuk melakukan sosialisasi kepada warga…” (Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Hal itu didukung pula oleh pernyataan lurah dari Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…memang kita tidak melakukan sosialisasi langsung pada warga. Ketika kita rapat koordinasi di kelurahan, disitulah kita memberitahukan bahwa ada Program Raskin. Sehingga pada waktu rapat koordinasi itu kita menginstruksikan ketua RT/RW untuk menginformasikan hal tersebut...” (Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
Dapat diketahui bahwa sosialisasi ini lebih ditujukan kepada perangkat RT/RW kemudian baru diteruskan kepada masyarakat. Mereka lebih memanfaatkan pertemuan RT/RW yang diadakan tiap bulan sebagai jalur untuk menyampaikan informasi tersebut. Sementara penyampaian informasi dari lurah kepada ketua RT/RW bersifat singkat dan cepat. Maka informasi yang didapat pihak RT/RW juga terbatas. Dengan terbatasnya pengetahuan aparat RT/RW tentang Program Raskin
lxxxvii
akan berakibat juga pada masyarakat. Mereka juga menangkap informasi sebatas yang disampaikan ketua RT/RW tersebut. Apalagi sosialisasi yang diadakan tidak secara khusus membahas program tersebut, sehingga pengetahuan yang diperoleh juga terbatas. Hal ini bisa diketahui dari wawancara dengan seorang warga penerima manfaat Raskin di RT.04 RW.01 Kelurahan Sumber berikut ini :
“…saya nggak begitu ngerti tentang Program Raskin ini, karena di pertemuan RT dulu hanya diberi tahu kalau disini diadakan program beras bersubsidi dari pemerintah, ngambilnya di kelurahan...” (Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Dari keterangan tersebut terlihat bahwa pemahaman masyarakat akan program masih kurang. Jalur sosialisasi lewat pertemuan RT/RW sebenarnya efektif, karena langsung berhubungan dengan masyarakat. Namun karena keterbatasan pengetahuan aparat RT/RW sebagai penyampai informasi perihal Raskin ini, maka masyarakat menjadi kurang paham akan makna program tersebut secara keseluruhan.
Kondisi seperti ini dibenarkan oleh aparat kelurahan. Hal ini terjadi karena biasanya informasi tentang program lama yang berjangka panjang hanya mereka peroleh secara cepat dan lebih bersifat top down dari atasan, sehingga pelaksana di tingkat bawah tinggal menjalankan saja. Seperti ditegaskan lurah dari Kelurahan Manahan berikut ini :
“…program semacam ini kan merupakan program tahunan dari pemerintah pusat, dan kami yang ada di tingkat kelurahan ini sebagai pelaksana tinggal menunggu instruksi dari atasan untuk
lxxxviii
menjalankan program ini sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan melalui petunjuk pelaksanaan program...” (Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
Hal itu didukung oleh pernyataan pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Sumber berikut ini :
“…kami selaku petugas pelaksana distribusi di kelurahan hanya tinggal melaksanakan instruksi dari camat maupun Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan. Sebenarnya informasi yang diberikan cukup jelas tapi karena banyaknya program baru, maka Program Raskin yang cukup lama berjalan ini hanya disampaikan garis besarnya saja kepada aparat dan RT/RW...” (Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Djatmi, 22/04/2009)
Pengetahuan aparat kelurahan sendiri sebagai salah satu komponen pelaksana program masih perlu ditingkatkan. Kadang informasi tentang program lama kurang begitu diperhatikan dan hanya sepotong-sepotong
yang
mereka
terima.
Kondisi
ini
juga
dilatarbelakangi dengan banyaknya tugas aparat kelurahan yang cukup banyak menyita sebagian besar waktu yang ada. Sehingga hal tersebut mengakibatkan kurangnya waktu untuk melakukan sosialisasi Program Raskin.
Pelaksanaan Program Raskin bersifat top down. Mazmanian dan Sabatier menjelaskan bahwa model top down menganggap suatu implementasi akan efektif bila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan atau petunjuk teknis. Pelaksanaan Raskin yang bersifat top down dapat diketahui dengan adanya SK yang
lxxxix
bertahap mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat paling bawah yaitu kelurahan. Meskipun program ini telah berjalan rutin, namun sifat pelaksanaan yang top down membuat pelaksana di tingkat kelurahan hanya bisa melaksanakan program setelah memperoleh informasi dari tingkat atas mengenai kuota alokasi beras Raskin yang akan diperoleh dan informasi untuk melaksanakan sosialisasi.
Apabila perintah dan informasi yang diberikan dari pihak atas terlambat, maka pihak bawah seperti kelurahan hanya diberi waktu terbatas untuk melakukan sosialisasi dan seleksi penerima program untuk segera disampaikan kembali ke pihak atas. Jadi pelaksanaan program yang bersifat top down seperti Program Raskin ini sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan yang dimulai dari tingkat atas.
Kenyataan di lapangan menunjukkan beberapa hambatan yang muncul pada tahapan sosialisasi program. Hambatan tersebut meliputi; pengetahuan aparat kelurahan, RT/RW dan kelompok sasaran mengenai Program Raskin yang masih terbatas, serta proses sosialisasi yang singkat dan cepat. Hal ini terjadi karena adanya waktu yang terbatas dari pemerintah untuk melaksanakan sosialisasi yang baru diberikan pada pertengahan
Desember
2008.
Padahal
Program
Raskin
akan
dilaksanakan pada Januari 2009. Penyampaian program dilakukan secara singkat dan cepat sehingga informasi yang diperoleh oleh pihak kelurahan dan kelompok sasaran hanya sepotong-sepotong.
b. Penetapan Kuota dan Seleksi Penerima Raskin
xc
Selain sosialisasi, dalam kegiatan perencanaan juga terdapat penetapan Kuota Raskin (jatah alokasi beras Raskin). Penetapan Kuota Raskin ini berskala nasional sampai dengan tingkat kelurahan berdasarkan data Rumah Tangga Sasaran (RTS) dari BPS. Penetapan RTS
penerima
manfaat
Raskin
berdasarkan
kesepakatan
hasil
musyawarah kelurahan dan rencana pendistribusian Raskin.
Untuk penetapan RTS di kelurahan menggunakan data BPS yang terdiri dari Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin dan Hampir Miskin. Data tersebut merupakan sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan secara nasional, termasuk Program Raskin. Oleh karena itu daftar RTS di setiap kelurahan dibuat berdasarkan nama-nama Rumah Tangga Sasaran hasil pendataan BPS tahun 2008. Apabila terdapat nama-nama RTS data BPS yang sudah tidak sesuai dengan data riil di kelurahan, maka dilakukan musyawarah kelurahan sebagai media verifikasi dengan tanpa mengubah jumlah RTS setiap kelurahan. Musyawarah kelurahan dipimpin oleh Lurah dan melibatkan aparat kelurahan (termasuk Kepala Lingkungan, RW, RT), dewan kelurahan, tokoh-tokoh masyarakat (agama, adat, dll.) serta perwakilan dari RTS. Kriteria RTS yang dinyatakan tidak sesuai meliputi :
1) RTS pindah tempat atau ke luar kelurahan. 2) RTS yang sudah tidak layak sebagai penerima manfaat (meningkat menjadi rumah tangga mampu).
xci
Terhadap kedua kelompok RTS tersebut dapat digantikan dengan rumah tangga lain yang menurut musyawarah kelurahan dianggap layak menerima Raskin. Terhadap nama kepala RTS yang telah meninggal dunia dan masih dianggap layak menerima Raskin maka digantikan oleh anggota rumah tangganya sesuai data RTS BPS.
Kesepakatan hasil verifikasi musyawarah kelurahan ditetapkan sebagai RTS dan dicantumkan dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat) yang ditandatangani oleh lurah dan disahkan oleh camat. RTS yang telah terdaftar dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat) diberi Kartu Raskin sebagai kartu identitas keluarga miskin yang berhak menerima Raskin. Data RTS di kelurahan direkap di tingkat kecamatan dilaporkan kepada Tim Koordinasi Raskin Kota sebagai dasar penerbitan SPA (Surat Permintaan Alokasi) untuk mendistribusikan beras Raskin kepada RTS.
Alokasi beras Raskin untuk RTS telah diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Raskin yaitu :
1.
Berdasarkan data dari BPS, Tim Koordinasi Raskin Pusat menetapkan jatah alokasi Raskin (Kuota Raskin) tahun 2009 per Provinsi yang meliputi jumlah KK dan kuantum beras.
2.
Atas dasar jatah per Propinsi, Tim Koordinasi Raskin Provinsi menetapkan jatah tahunan meliputi jumlah KK dan kuantum beras per Kabupaten/Kota yang ditetapkan dalam surat/SK Gubernur.
3.
Atas dasar jatah tahunan per Kabupaten/Kota yang ditetapkan Tim Koordinasi Raskin Provinsi, Tim Koordinasi Raskin Kab/Kota
xcii
menetapkan jatah bulanan, jumlah KK dan kuantum beras per titik distribusi yang ditetapkan dalam surat/SK Bupati/Walikota.
Untuk lebih jelas dari langkah-langkah tersebut diatas dapat dilihat mekanisme perencanaan Kuota Raskin dan penetapan penerima manfaat Raskin pada gambar berikut :
Gambar 3.1
Mekanisme Perencanaan Kuota Raskin Dan Penetapan Penerima Manfaat
TIM KOORDINASI RASKIN PUSAT DATA RTS BPS KUOTA PROVINSI TIM KOORDINASI RASKIN PROVINSI DATA RTS BPS KUOTA KAB/KOTA
xciii
TIM KOORDINASI RASKIN KAB/KOTA DATA RTS BPS KUOTA KEC/ DESA/KELURAHAN KEC/KADES/LURAH MUSYAWARAH KEL./ DESA Berbasis Data RTS BPS PENERIMA MANFAAT Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan Raskin (2009)
Langkah awal yang dilakukan dalam seleksi penerima yaitu dengan melakukan pendataan terhadap penduduk miskin di Kecamatan Banjarsari yang dipilih berdasarkan 14 Kriteria Rumah Tangga Miskin oleh BPS. Data Rumah Tangga Sasaran ini berdasarkan pendataan tahun 2008 yang dilakukan oleh BPS dan merupakan data baru yang selalu dibuat setiap tahunnya. Data tersebut diperlukan untuk menyusun sistem rangking dari keluarga miskin tersebut. Dari data yang dibuat oleh BPS, akan diketahui keluarga miskin yang layak mendapatkan beras Raskin. Jumlah Rumah Tangga Sasaran di Kecamatan Banjarsari yang diperoleh dari BPS Kota Surakarta seperti ditunjukkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.1 Rumah Tangga Sasaran Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009
xciv
No.
Kategori RTS
14 Kriteria Miskin BPS
Jumlah Tahap I
Tahap II
1
Hampir Miskin
Memenuhi 9-10 Kriteria
3,788
3,811
2
Miskin
Memenuhi 11-13 Kriteria
2,170
2,274
3
Sangat Miskin
Memenuhi 14 Kriteria
973
1,063
6,931
7,148
Jumlah Sumber : Data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta
Dari tabel di atas, pendataan RTS pada tahap pertama menghasilkan sejumlah 6,931 RTS yang berhak mendapatkan Raskin, tetapi setelah dilakukan peninjauan ulang, terdapat penambahan kuota pada Tahap II sehingga menghasilkan sejumlah 7,148 RTS sebagai penerima Raskin. Dalam tabel tersebut terdapat 3 (tiga) kategori Rumah Tangga Sasaran, yaitu Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin dan Hampir Miskin. Ketiganya merupakan kelompok sasaran selaku penerima Raskin yang memenuhi sejumlah persyaratan dari 14 Kriteria Rumah Tangga Miskin yang ditetapkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Pendataan BPS dibuat sistem ranking dengan melihat keadaan warga di lapangan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang akurat mengenai kondisi keluarga miskin dan mengklasifikasikannya sesuai dengan pemenuhan standar yang ditetapkan. Seperti penuturan salah satu petugas pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…kalau mengenai pendataan warga miskin yang layak menjadi penerima manfaat beras Raskin itu dilakukan oleh BPS dengan
xcv
dibantu ketua RT/RW. Survey dilakukan dari rumah ke rumah. Kemudian setelah itu data dikirim ke pusat sebagai dasar penentuan jatah alokasi raskin masing-masing daerah, dan hasil data yang berisi daftar penerima manfaat Raskin tersebut dikirim ke pemerintah provinsi, kemudian ke tingkat kota hingga diedarkan ke kecamatan dan kelurahan…” (Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Hal senada juga diutarakan oleh ketua RT.01 RW.05 di Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…untuk menentukan keluarga miskin yang layak menerima beras Raskin, di kelurahan ini dilakukan pendataan oleh petugas BPS setelah meminta ijin kepada kelurahan dan RT/RW. Pendataan ini dilakukan pada bulan September…” (Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Kegiatan pendataan yang dilakukan oleh petugas BPS melibatkan mitra kerja baik itu dari pihak kelurahan, RT/RW ataupun Karang Taruna. Petugas
BPS sebagai penyedia data keluarga miskin
bekerjasama dengan mitra kerja untuk mendata keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari. Seperti diutarakan oleh Kasie Statistik Sosial dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta berikut ini :
“…terkait dengan Program Raskin, BPS ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai penyedia data Rumah Tangga Sasaran sebagai penerima manfaat beras bersubsidi ini. Data tersebut adalah hasil pendataan BPS dengan didampingi mitra kerja baik dari kelurahan maupun RT/RW pada bulan September tahun 2008…” (Wawancara dengan Ibu Herminawati, 26/07/2009)
xcvi
Pada kenyataannya, data tersebut berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh petugas BPS di lapangan dengan didampingi oleh ketua RT untuk menentukan warga miskin yang layak mendapatkan Raskin. Setelah hasil survey tersebut diolah di BPS Pusat, kemudian disusun dalam bentuk buku. Buku tersebut berisi daftar nama penerima manfaat beras Raskin. Setelah menerima dari BPS Pusat, kemudian BPS Kota Surakarta memberikan data RTS tersebut kepada pihak pemerintah kota melalui Bapermas, PP, PA, dan KB (badan pemerintah kota yang mengurusi Program Raskin) untuk selanjutnya ditindaklanjuti dan diedarkan ke kecamatan dan kelurahan. Setelah mengetahui jatah alokasi Raskin yang diterima, melalui SK Walikota kepada camat yang diteruskan ke lurah, data tersebut kemudian dimusyawarahkan dalam musyawarah kelurahan untuk mengumumkan keluarga miskin yang berhak menerima beras Raskin.
Dalam pengamatan penulis, diketahui bahwa pihak kelurahan dan para ketua RT tidak membuat sistem rangking untuk menentukan warga yang layak sebagai RTS. Sistem rangking ini diserahkan kepada BPS. Mereka hanya menunjukkan kepada petugas BPS mengenai warga miskin yang dianggap lebih membutuhkan sesuai dengan kondisi keluarga miskin yang ada. Untuk upaya pendekatan di lingkungan kelurahan se-wilayah Kecamatan Banjarsari, oleh lurah telah diserahkan langsung kepada RT/RW setempat. Hal ini dilakukan karena RT/RW dianggap paling mengetahui secara langsung kondisi sosial ekonomi yang riil dari warganya.
xcvii
Jadi dalam pendekatan ini tidak semua warga di data satu per satu, namun hanya dilakukan kepada keluarga miskin berdasarkan informasi dari kelurahan dan RT/RW. Kemudian dari data tersebut dilakukan seleksi penerima yang lebih berhak untuk menerima bantuan beras bersubsidi berdasarkan penilaian petugas BPS yang dibantu mitra kerja dari keadaannya di lapangan. Penilaian yang dilakukan oleh petugas BPS juga dibantu dengan informasi dari tokoh masyarakat atau perangkat RT/RW yang berdomisili di kelurahan se-wilayah Kecamatan Banjarsari. Koordinasi ini dilakukan oleh BPS karena perangkat RT/RW dan tokoh masyarakat setempat adalah yang paling dekat dengan lingkungan warga masyarakat di wilayah tersebut dan dianggap paling memahami kondisi warga masyarakat mereka sehingga pengetahuan terhadap kondisi keluarga miskin dapat diperoleh secara mendalam. Penilaian terhadap seleksi penerima juga tidak mengikutsertakan warga di masing-masing RT karena warga hanya memiliki pengetahuan yang terbatas terhadap Program Raskin sehingga mereka cenderung bersikap pasif terhadap seleksi penerima program tersebut. Hal itu diutarakan oleh seorang warga miskin penerima beras Raskin di Kelurahan Sumber berikut ini :
“…dulu itu pernah dilakukan pendataan warga oleh petugas Statistik (BPS) mas, mereka dibantu oleh Pak RT. Setau saya tidak ada warga RT/RW sini yang ikut mendata karena kebanyakan sibuk dengan pekerjaannya dan juga kurang mengerti seluk beluk program pemerintah. Lagipula tugas pendataan itu kan memang pekerjaan petugas Statistik dengan kelurahan dan RT/RW, sedangkan warga hanya sebagai orang yang dimintai data saja...”
xcviii
(Wawancara dengan Bp. Kusno, 28/05/2009)
Hal itu menunjukkan bahwa kelompok sasaran program cenderung kurang memahami seleksi yang dilakukan oleh BPS. Mereka hanya mengharapkan agar mendapat bantuan dari pemerintah tanpa harus berperan serta dalam seleksi penerima.
Setelah pendataan selesai, Petugas BPS menyerahkan daftar nama penerima Raskin tersebut ke Kantor BPS Pusat untuk diolah dan hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Departemen Dalam Negeri untuk ditindaklanjuti dengan membuat dan menetapkan Kuota Raskin. Setelah data tersebut selesai ditindaklanjuti, maka daftar nama RTS diserahkan secara prosedural melalui pemerintah provinsi, kemudian diedarkan ke kabupaten/kota, kecamatan, hingga kelurahan. Seperti dikemukakan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin di Kecamatan Banjarsari berikut ini :
“…jadi setelah melakukan pendataan, petugas BPS menyerahkan hasil pendataan tersebut kepada Pusat untuk diverifikasi dan diolah untuk menentukan jatah alokasi Raskin. Setelah data selesai diolah kemudian ditetapkan jatah alokasi Raskin, maka berdasarkan alokasi Raskin Per Kota, Walikota kemudian membuat SPA (Surat Permintaan Alokasi) Raskin yang ditujukan kepada BULOG sebagai penyalur beras Raskin…” (Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 14/04/2009)
Kemudian pihak kelurahan mengadakan rapat atau musyawarah di kantor kelurahan dengan melibatkan lurah, pelaksana distribusi,
xcix
perangkat RT/RW, tokoh masyarakat, serta perwakilan dari kelompok sasaran. Rapat tersebut untuk memberitahukan kepada warga mengenai daftar penerima manfaat Program Raskin, yaitu keluarga miskin yang layak mendapatkannya atau disebut Rumah Tangga Sasaran (RTS).
Dari pengamatan penulis di lapangan, ada warga miskin di beberapa kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari yang tidak mendapatkan beras Raskin, maka kemudian itu diserahkan kepada lurah masing-masing untuk mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan bersama dengan ketua RT dan warga. Apabila ada upaya untuk pemerataan dalam pembagian Raskin sesuai dengan kondisi yang ada, maka diawali dengan musyawarah bersama dengan berita acara resmi oleh aparat kelurahan, setelah itu diserahkan kepada kesepakatan antara warga penerima Raskin dengan warga yang tidak menerima Raskin tapi layak untuk mendapatkannya.
Data RTS dari BPS dibahas dalam musyawarah kelurahan. Setelah melalui proses musyawarah, kemudian setiap KK yang namanya tercantum secara sah sebagai RTS dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat) diberikan kupon atau Kartu Raskin. Kartu Raskin tersebut digunakan sebagai bukti pengambilan beras. Sedangkan untuk KK penerima lainnya yang namanya tidak tercantum dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat) akan tetap dicatat oleh masing-masing kelurahan dalam catatan kelurahan. Setelah musyawarah selesai, kemudian
c
dibuatkan Berita Acara dan disahkan oleh lurah. Seperti yang diungkapkan ketua RT.01 RW.05 Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…kalau untuk daftar nama RTS sendiri sudah ditetapkan oleh BPS melalui survey yang mereka lakukan pada bulan September tahun lalu. Dan apabila ada keluarga miskin yang telah ditentukan oleh BPS namun meninggal dunia atau pindah, maka jatah beras akan diberikan kepada KK pengganti yang berhak menerimanya, dan dalam Daftar Penerima Manfaat tetap menggunakan nama KK yang lama tersebut, sedangkan KK pengganti dicatat dalam buku administrasi di kelurahan. Tentu saja itu dilakukan melalui musyawarah kelurahan...” (Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Hal itu didukung oleh pernyataan seorang warga penerima Raskin berikut ini :
“…dulu pernah terjadi di RT sini ada warga yang tercatat sebagai penerima beras Raskin oleh BPS, namun ketika pendistribusian beras, ternyata warga itu telah pindah rumah. Sehingga jatah berasnya dialihkan kepada warga lain yang layak menerimanya. Meskipun warga yang mengganti tersebut belum tercatat dalam daftar di Pusat, tapi dicatat di kelurahan...” (Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
Nampak bahwa dalam proses penetapan jumlah penerima beras Raskin melalui mekanisme dan ketentuan yang jelas. Demikian pula proses seleksi dilakukan oleh pelaksana program di Kecamatan Banjarsari. Pada dasarnya pelaksanaannya tidak banyak mengalami kesulitan, namun dalam proses seleksi tersebut tidak ada keterlibatan dari kelompok sasaran. Hal ini dikarenakan pihak pelaksana baik dari BPS maupun mitra kerja dari kelurahan dan RT/RW dituntut cepat dalam melakukan pendataan warga miskin dan proses seleksinya agar
ci
hasil pendataan yang ada cepat diterima oleh pemerintah tingkat atas untuk segera dapat dilaksanakan Program Raskin. Hal ini sesuai dengan pernyataan lurah dari Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…kalau untuk proses pendataan warga miskin ini tergolong singkat mas, karena BPS hanya diberikan waktu sekitar dua bulan untuk menyelesaikan pekerjaannya dan segera melaporkan kepada BPS Pusat untuk diajukan kepada pemerintah pusat berapa jumlah warga miskin yang ada di tiap-tiap wilayah…” (Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
Meskipun Program Raskin telah berjalan lama, namun bantuan yang diberikan setiap tahunnya belum tentu sama, apalagi setiap tahun setidaknya ada perubahan kondisi sosial ekonomi di wilayah Kecamatan Banjarsari. Selain itu, waktu yang terbatas membuat RT kesulitan untuk melakukan pertemuan dengan kelompok sasaran. Hal ini terjadi karena kesulitan mempertemukan waktu yang tepat dan cepat antara aparat dan warganya. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang ketua RT berikut ini :
“…sosialisasi Program Raskin ini tergolong singkat mas, karena termasuk program tahunan dari pemerintah pusat. Jadi, warga dianggap sudah mengerti. Apalagi untuk mengumpulkan warga dalam rangka sosialisasi itu memang agak sulit karena mereka lebih memilih mencari nafkah daripada mendapatkan pengarahan dari kelurahan. Apalagi warga sini juga banyak yang pendidikannya tergolong rendah, jadi ya mereka enggan menyempatkan waktu mengikuti kegiatan itu…” (Wawancara dengan Bp. Saptono, 11/06/2009)
Hal senada diungkapkan oleh salah seorang warga penerima Raskin berikut ini :
cii
“…karena saya sibuk jualan, jadi ya nggak bisa ikut sosialisasi dari kelurahan mas. Sosialisasinya itu setau saya hanya lewat pemberitahuan dari RT kalau beras Raskin dibagikan lagi tahun ini. Apalagi kalau seperti saya ini kan pendidikannya rendah, jadi ya tidak bisa banyak membantu tho mas…” (Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Dari wawancara yang dilakukan penulis terhadap beberapa warga yang termasuk Rumah Tangga Sasaran (RTS) memungkinkan bahwa ketidakhadiran mereka dalam musyawarah kelurahan dikarenakan kesibukan untuk mencari nafkah dan juga karena rendahnya tingkat pendidikan mereka, sehingga mereka enggan terlibat dalam tahapan Program Raskin. Meskipun demikian, mereka tetap antusias terhadap Program Raskin ini pada saat beras didistribusikan di daerah mereka. Hal ini ditunjukkan dengan habisnya persediaan beras Raskin di kelurahan se-wilayah Kecamatan Banjarsari dalam waktu sekitar lima sampai tujuh hari setelah beras diturunkan di kelurahan karena sudah dibeli oleh warga yang menjadi RTS.
Berdasarkan kebijakan Walikota, Kecamatan Banjarsari telah menerima alokasi beras Raskin sebanyak 107.220 kg dibagi untuk 7.148 KK yang menjadi RTS dengan jatah beras 15 kilogram per KK setiap bulannya. Dari 7.148 KK tersebut telah dibagi sesuai dengan alokasi per RT/RW. Di bawah ini dapat dilihat tabel jatah beras untuk keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari :
ciii
Tabel 3.2 Jumlah Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
No
Kelurahan
Jumlah Kk
Kuantum Beras Raskin
1
Kadipiro
1,896
28,440
2
Nusukan
1,295
19,425
3
Gilingan
1,148
17,220
4
Banyuanyar
322
4,830
5
Sumber
605
9,075
6
Manahan
419
6,285
7
Mangkubumen
432
6,480
8
Timuran
127
1,905
9
Ketelan
235
3,525
10
Punggawan
148
2,220
11
Kestalan
112
1,680
12
Setabelan
224
3,360
13
Keprabon
185
2,775
7,148
107,220
JUMLAH
Sumber : Data Bapermas, PP, PA dan KB Pemerintah Kota Surakarta
Dari tabel diatas nampak bahwa ada 7.148 KK yang menerima jatah beras Raskin. Mereka adalah keluarga miskin yang dalam penilaian
civ
sistem rangking berada pada tingkat terbawah keluarga miskin yang paling membutuhkan bantuan program tersebut. Namun, bagi keluarga miskin yang berada pada tingkat teratas dalam sistem rangking ini tidak mendapatkan jatah beras Raskin. Mereka adalah keluarga yang dianggap potensial sebagai keluarga yang cukup mampu karena tidak memenuhi jumlah minimum kriteria yang ditetapkan BPS sebagai RTS. Hal itu menimbulkan rasa kecewa dari warga yang tidak menerima beras Raskin tersebut. Seperti yang diungkapkan salah seorang warga yang tidak menerima beras Raskin berikut ini :
“…terus terang ya mas, saya itu kecewa karena ternyata saya nggak dapat jatah beras Raskin dari pemerintah. Lha mau gimana lagi, soalnya data juga sudah ditetapkan dan tidak bisa diganggu gugat. kalau dipikir-pikir saya ini juga termasuk keluarga miskin mas, tapi tahun ini saya tidak dapat jatah beras Raskin dari pemerintah. Saya sebenarnya sudah berusaha matur sama bu Lurah tapi data yang telah ditetapkan oleh BPS tidak dapat diganti hingga program Raskin tahun ini selesai karena data yang telah ditetapkan itu digunakan selama satu tahun …” (Wawancara dengan Ibu Meni Budiyanti, 28/05/2009)
Hal senada diungkapkan oleh warga lainnya yang juga tidak menerima beras Raskin berikut ini :
“…sebenarnya saya merasa kecewa karena tidak terdaftar sebagai penerima beras Raskin. Tetapi saya juga ndak bisa berbuat apa-apa mas, karena mungkin jatah Raskinnya sudah mulai berkurang untuk tahun ini…” (Wawancara dengan Ibu Asih Retno Palupi, 30/05/2009)
Berdasarkan pengamatan penulis diketahui bahwa masih terdapat persoalan dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari
cv
karena data RTS penerima Raskin dari BPS mengakibatkan rasa iri dan kecewa dari warga yang tidak mendapat Raskin. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa keluarga yang tidak mendapat jatah beras Raskin masih bisa memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari meskipun berpenghasilan rendah. Misalnya keluarga miskin yang memiliki saudara yang cukup mampu sehingga dalam keadaan kesulitan pangan dapat memperoleh bantuan dari saudaranya, dan keluarga miskin yang memiliki anak-anak yang sudah bekerja, dan sebagainya. Sehingga, meskipun mereka itu tergolong keluarga miskin, tapi secara umum mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan pokok sehari-hari dari pada keluarga miskin lain yang lebih diprioritaskan mendapat bantuan beras Raskin ini. Aparat kelurahan hanya memberikan solusi dengan adanya “sistem bagi roto” atau disingkat “Bagito”, yakni pembagian beras Raskin secara merata dengan berdasarkan kesepakatan warga. Selain itu, kemungkinan bagi keluarga miskin yang tidak mendapat Raskin dapat dialihkan sebagai penerima bantuan program pemerintah lainnya, misalnya BLT (Bantuan Langsung Tunai), apabila memenuhi sejumlah variabel kemiskinan yang ditetapkan BPS.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa dalam proses distribusi beras Raskin di tiap titik distribusi di wilayah Kecamatan Banjarsari timbul persoalan karena kuota bantuan beras Raskin yang diterima pada tahun ini jumlahnya berkurang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Apalagi ada sejumlah warga di wilayah Kecamatan Banjarsari yang merasa dirinya miskin tapi tidak mendapatkan jatah
cvi
Raskin. Sehingga muncul rasa kecewa dan iri setiap kali distribusi beras dilaksanakan di Kecamatan Banjarsari. Untuk penanganan masalah tersebut biasanya diserahkan kepada pihak kelurahan atau RT/RW, yaitu melalui sistem “Bagito” (Pembagian Rata). Artinya bahwa RTS penerima Raskin dapat memberikan sebagian dari beras yang didapat kepada warga yang layak mendapatkannya tapi tidak tercatat sebagai RTS penerima Raskin. Dan untuk pembayarannya ditanggung oleh masing-masing warga sesuai dengan kuantum beras yang diterima. Jadi semua itu tergantung kesepakatan dari warga, baik dari warga yang terdaftar sebagai RTS penerima program, maupun warga yang tidak mendapatkan. Seperti yang diungkapkan pelaksana distribusi di Kelurahan Gilingan berikut ini:
“…di Kelurahan Gilingan ini sebenarnya ada sejumlah warga yang tidak mendapat jatah Raskin mas. Pemecahannya ya dengan sistem “Bagito” (Pembagian Rata) berdasarkan kesepakatan warga…” (Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa yang menjadi penerima tetap adalah keluarga miskin yang benar-benar tidak mampu atau bisa disebut sebagai keluarga miskin yang paling tidak mampu atau Rumah Tangga Sangat Miskin. Sedangkan keluarga miskin yang menjadi penerima tidak tetap adalah keluarga miskin yang tingkat kemiskinannya tidak terlalu rendah.
2. Tahap Pelaksanaan
cvii
Dalam tahap pelaksanaan program ini meliputi beberapa kegiatan yang dilakukan, diantaranya penyaluran/distribusi bantuan beras dan proses pembayaran atau administrasi.
a. Penyaluran Bantuan Beras
Bentuk bantuan yang diterima oleh RTS penerima manfaat Program Raskin yaitu dalam bentuk pembelian beras murah sebanyak 15 kg untuk setiap keluarga dengan harga Rp. 1.600,- per kilonya yang diambil tiap bulan. Bantuan beras bersubsidi ini harus diterima secara utuh oleh RTS, dan tidak diperkenankan melakukan potongan atau pungutan biaya oleh pihak manapun. Mekanisme distribusi beras dari kota ke kelurahan adalah sebagai berikut :
1. Dari jumlah Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat (RTS-PM) digunakan oleh Walikota untuk mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) Beras Raskin kepada Kepala Perum BULOG Subdivre Surakarta dengan dilampiri jadwal rencana distribusi dan jumlah RTS per kelurahan. 2. Berdasarkan data tersebut, Kepala Perum BULOG Subdivre Surakarta menerbitkan Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) atau Delivery Order (DO) beras Raskin per kelurahan kepada petugas Raskin BULOG sesuai jumlah dan jadwal permintaan alokasi yang diajukan oleh Walikota.
cviii
3. Atas dasar SPPB tersebut, kepala gudang BULOG melayani distribusi beras dengan menugaskan petugas Raskin BULOG sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. 4. Petugas Raskin BULOG mengangkut dan menyerahkan beras Raskin ke titik distribusi. 5. Pelaksanaan pendistribusian beras Raskin dari titik distribusi (tempat penyerahan beras Raskin) kepada RTS merupakan tanggung jawab pegawai kelurahan yang ditunjuk sebagai pelaksana distribusi Raskin di kelurahan.
Pada pelaksanaan Program Raskin ini, Kecamatan Banjarsari mendapatkan kuota terbanyak menempati urutan pertama dalam pendistribusian beras di Kota Surakarta. Di Kecamatan Banjarsari, penyaluran beras Raskin ini diawali dengan didistribusikannya beras dari BULOG Subdivre Surakarta ke wilayah Kecamatan Banjarsari sesuai dengan jumlah alokasi yang telah ditentukan. Penyaluran beras dari BULOG tidak melewati pihak kecamatan karena untuk memperpendek jalur distribusi dan menghemat pengeluaran transportasi. Lagipula yang digunakan sebagai tempat distribusi adalah di kantor kelurahan.
Distribusi beras Raskin di Kecamatan Banjarsari pada pertama kalinya dilakukan pada pertengahan bulan Maret 2009. Distribusi Raskin pertama pada tahun 2009 seharusnya dikirim pada awal bulan Januari dan dilanjutkan dengan pengiriman untuk bulan Februari. Namun pengiriman jatah Raskin pada dua bulan awal tahun 2009 tersebut belum
cix
dilakukan. Padahal masyarakat sudah mengharapkan agar beras Raskin segera dikirim dan dibagikan, karena mereka sangat membutuhkannya untuk menopang kebutuhan pangan mereka. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengiriman Raskin ini mengalami penundaan atau keterlambatan. Dengan adanya keterlambatan tersebut, maka Tim Koordinasi Raskin Kota membuat kebijakan dengan mengirim jatah Raskin selama dua kali dalam satu bulan untuk mengejar ketertinggalan, sehingga untuk bulan selanjutnya pengiriman Raskin dapat berjalan normal kembali, yaitu pengiriman dilakukan sekali tiap bulannya.
Dari pengamatan yang dilakukan, di Kecamatan Banjarsari ada pengiriman jatah Raskin sebanyak dua kali dalam satu bulan, yaitu pada bulan Maret dan Mei. Ini dilakukan sebagai ganti keterlambatan pengiriman pada bulan Januari dan Februari, sehingga untuk bulan berikutnya pengiriman sudah dapat berjalan stabil kembali hingga program ini selesai pada akhir tahun. Tentunya jadwal pendistribusian untuk bulan berikutnya tersebut disesuaikan dengan jadwal yang ada dalam juklak Program Raskin yang menyebutkan bahwa pelaksanaan penyaluran beras dari tanggal 1 – 15 setiap bulannya.
Untuk mengantisipasi keterlambatan distribusi beras pada bulan berikutnya, pengiriman dilakukan lebih awal. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Setabelan berikut ini :
cx
“…saya biasanya mendapat informasi kedatangan beras, jadi pihak kelurahan tidak kerepotan dan keterlambatan distribusi bisa dihindari apabila pengiriman Raskin itu dilakukan lebih awal…” (Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Berdasarkan jadwal yang sudah ada dan informasi pengiriman beras, Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan menyampaikan ke lurah yang diteruskan ke RT/RW untuk disampaikan kepada RTS untuk memberitahu hari kedatangan beras sehingga RTS dapat mempersiapkan uang pembayaran sebelum beras datang.
Sebelum
kedatangan
beras
tersebut,
perwakilan
RT/RW
mendatangi RTS untuk meminta pembayaran atas jatah beras Raskin yang akan mereka terima, atau RTS membayar langsung ke ketua RT/RW. Namun, ada juga RTS yang langsung membayar ke pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan dan melakukan pengambilan beras sendiri dikarenakan jarak rumahnya dekat dengan kelurahan. Seperti yang diungkapkan pelaksana distribusi di Kelurahan Sumber berikut ini :
“…kalau untuk pembayarannya biasanya dari petugas yang ditunjuk RT/RW mendatangi RTS untuk minta pembayaran atas beras Raskin yang akan diambil. Kemudian perwakilan RT/RW membayarkannya ke kelurahan sekalian mengambil jatah beras warga. Tapi ada juga warga yang mengambil beras sendiri dan melakukan pembayaran langsung di kelurahan…” (Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Jatmi , 22/04/2009)
Hal ini didukung oleh pernyataan lurah Kelurahan Setabelan berikut ini :
cxi
“…di kelurahan Setabelan ini memang ada beberapa warga yang menitipkan pembayaran beras Raskin kepada perwakilan RT, dan untuk mengambilkan jatah beras mereka. Itu dikarenakan warga yang rumahnya cukup jauh dari kantor kelurahan. Tapi ada juga warga yang mengambil beras sendiri dan melunasi pembayarannya ke satgas (pelaksana distribusi) kelurahan…” (Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
Jadi pembayaran yang dilakukan RTS dapat langsung ke pihak kelurahan ataupun dititipkan melalui perwakilan RT/RW untuk disetorkan ke kelurahan. Setelah uang pembayaran Raskin terkumpul seluruhnya di kelurahan, kemudian oleh pelaksana distribusi diserahkan kepada Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan untuk ditransfer ke rekening BULOG di Bank BRI yang ditunjuk. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari sebagai berikut ini :
“…Biasanya penyetoran uang pembayaran Raskin oleh RTS dapat dibayar langsung ke kelurahan atau dititipkan pada perwakilan RT untuk dibayarkan ke kelurahan. Setelah itu, uang HPB (Hasil Penjualan Beras) diserahkan ke kecamatan untuk ditransfer ke Rekening BULOG lewat Bank BRI…“ (Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Pembayaran beras oleh RTS rata-rata dapat diselesaikan dengan lancar. Tidak ada warga yang terlambat membayar, karena setelah beras datang di kelurahan, para keluarga miskin pasti mengambil jatahnya sambil membayar uang beras tersebut. Semua keluarga miskin pasti dapat melunasi uang beras walaupun mereka harus bersusah payah mendapatkan uang meskipun dengan cara berhutang sana-sini. Seperti
cxii
yang dikatakan pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Mangkubumen berikut ini :
“…di kelurahan ini tidak ada keterlambatan pembayaran beras dari warga, karena mereka sangat antusias dengan pembagian beras murah ini. Jadi setiap ada pemberitahuan beras sudah datang, mereka langsung bergegas untuk membayar beras baik melalui perwakilan RT atau langsung ke kelurahan…” (Wawancara dengan Bp. Lukito, 23/03/2009)
Selanjutnya, pada hari kedatangan beras, RTS dapat mengambil langsung jatah beras yang akan diterima, baik melalui perwakilan RT/RW maupun diambil sendiri. Menurut ketentuan, ketika beras telah sampai di kantor kelurahan, sopir truk dan beberapa orang kuli (tenaga panggul) menurunkan beras dari truk. Kemudian pelaksana distribusi bersama dengan petugas Raskin BULOG, dan RTS melakukan pengecekan antara jumlah beras yang datang dengan jumlah yang tertulis di Berita Acara Serah Terima (BAST) beras Raskin. Apabila jumlahnya sesuai maka pelaksana distribusi kelurahan menyetorkan uang pembelian beras langsung kepada petugas BULOG. Kemudian surat terima Raskin ditandatangani oleh Petugas BULOG, Lurah dan pelaksana distribusi. Setelah itu, pelaksana distribusi menerima biaya operasional sebesar Rp. 30.000,- serta menandatangani kwitansi biaya operasional tersebut. Biaya operasional tersebut diberikan secara merata untuk pelaksana distribusi di tingkat kelurahan. Kemudian uang tersebut menjadi hak milik petugas kelurahan sebagai ganti operasional yang meliputi biaya transportasi dan makan.
cxiii
Namun dalam pengamatan penulis, pada waktu pendistribusian beras di kantor kelurahan, seringkali tidak didampingi oleh petugas Raskin BULOG. Hal ini dikarenakan BULOG sudah mempercayakan pelaksanaan pendistribusian beras Raskin kepada aparat kelurahan. Dan, Berita Acara Serah Terima (BAST) beras Raskin dititipkan melalui Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan untuk diserahkan kepada pihak kelurahan untuk ditandatangani. Dalam pelaksanaannya, tidak ada penyelewengan beras yang dilakukan oleh para pelaksana di kelurahan karena tidak ada satu aparatpun yang menerima jatah beras Raskin.
Setelah pelaksanaan distribusi beras di kelurahan selesai, selanjutnya beras dapat dibawa pulang ke tempat masing-masing baik oleh RTS yang mengambil langsung jatah berasnya maupun perwakilan RT/RW yang dititipi pembayaran beras Raskin oleh RTS. Pengambilan beras Raskin melalui perwakilan RT/RW tersebut dilakukan untuk mempermudah RTS dalam mengambil jatah beras, terutama mereka yang tempat tinggalnya terletak cukup jauh dari kelurahan. Sehingga mereka tidak perlu bersusah payah pergi ke kantor kelurahan. Seperti yang diutarakan oleh lurah Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…ada juga perwakilan RT/RW yang membawakan beras dari kelurahan ke RT masing-masing untuk mempermudah RTS dalam pengambilan beras Raskin. Sehingga dapat lebih menghemat waktu, biaya dan tenaga mereka…” (Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
cxiv
Hal senada juga diungkapkan oleh pelaksana distribusi di Kelurahan Sumber:
“…biasanya ada perwakilan RT mengambil beras Raskin di kelurahan. Ada yang menggunakan gerobak dan becak, sehingga warga tidak perlu repot-repot ke kantor kelurahan…” (Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Jatmi , 22/04/2009)
Dengan adanya perwakilan RT yang mengambilkan beras Raskin di kelurahan, maka memberikan kemudahan bagi RTS yang tempat tinggalnya terletak jauh dari kelurahan untuk mengambil jatah beras mereka. Untuk biaya angkutnya sendiri sesuai dengan kesepakatan antara warga dengan perwakilan RT yang mengambilkan beras, dan bahkan banyak juga perwakilan RT yang secara sukarela mengambilkan beras Raskin untuk RTS di daerahnya tanpa ada pungutan biaya.
Setelah beras tiba di kelurahan, RTS yang namanya tercantum dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat) beras Raskin yang sah dapat mengambil beras dengan menggunakan kupon atau Kartu Raskin sebagai bukti pengambilan beras. Kupon ini digunakan untuk mengambil beras setiap bulannya dan kupon ini berlaku untuk satu tahun saja. Setiap mengambil beras Raskin, RTS harus menandatangani laporan serah terima yang dipegang oleh aparat kelurahan, sedangkan aparat kelurahan menandatangani kupon atau Kartu Raskin yang dibawa RTS. Sesuai dengan kebijakan yang telah berlaku, beras yang diperoleh RTS adalah 15 kg beras dengan harga Rp.24.000,-. Dalam pengambilan beras ini, RTS mengambil jatahnya setelah melakukan pembayaran.
cxv
Dari pengamatan penulis, pernah terjadi kekurangan kuantitas beras sehingga RTS mengadukan kepada RT yang diteruskan ke kepala kelurahan atau langsung ke kepala kelurahan. Kemudian kepala kelurahan mengirim surat pengaduan ke BULOG Subdivre Surakarta agar untuk bulan berikutnya timbangannya diperiksa kembali. Seperti yang diungkapkan pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…bulan kemarin saya pernah mengadukan soal timbangan yang tidak pas lalu saya usul kepada Bu Lurah supaya menyampaikan keluhan ini pada petugas dari BULOG dan usulan saya sudah disampaikan sehingga sampai sekarang beras yang diperoleh warga sudah pas 15 kilo…” (Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Sehingga kasus kekurangan timbangan hanya terjadi sekali di tahun 2009 karena pihak pelaksana baik di kelurahan maupun di BULOG Subdivre Surakarta berusaha untuk menyelesaikan setiap persoalan dan mencoba untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sedangkan beras yang diperoleh kualitasnya cukup baik, hal ini dibuktikan dengan pengakuan seorang penerima program:
“…saya mbayarnya Rp.24.000,- di kantor kelurahan, lalu tiap bulannya mendapat beras 15 kg. Saya tidak tau jenis berasnya, tapi berasnya layak untuk dikonsumsi, jadi saya merasa cukup senang dengan adanya beras Raskin ini…” (Wawancara dengan Bp. Kusno, 13/05/2009)
Hal ini ditegaskan pula oleh pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Sumber berikut ini :
cxvi
“…meskipun beras ini harganya murah hanya Rp.24.000,- per 15 kg tapi kualitasnya ya cukup bagus mas, dan rasanya pun seperti beras yang dimasak pada umumnya...” (Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Djatmi, 22/04/2009)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa selama pelaksanaan Program Raskin kualitas beras yang didistribusikan selalu baik. Selain itu, tidak diketemukan keluhan dari RTS mengenai kualitas beras yang diterima sehingga hal itu membuktikan bahwa beras Raskin layak untuk dimakan sehari-hari oleh RTS. Sementara itu, pihak BULOG Subdivre Surakarta juga memberi penjelasan bahwa kualitas beras Raskin selalu terkontrol. Pengiriman beras yang diperoleh dari para kontraktor selalu di cek oleh pihak petugas pemeriksa kualitas dari BULOG di masing-masing gudang. Seperti yang diungkapkan Koordinator Raskin dari BULOG Subdivre Surakarta berikut ini :
“…beras dari kontraktor yang masuk ke Gudang BULOG pasti di cek kualitasnya sesuai dengan standar beras ideal yang layak untuk dikonsumsi. Kebanyakan yang distok di Gudang sini beras jenis IR, karena dapat disimpan cukup lama di Gudang. Jadi untuk Raskin, beras yang dikirim jenisnya IR... “. (Wawancara dengan Bp. Liliek Washie Irawanto, 24/06/2009)
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa kriteria beras yang baik adalah sebagai berikut ini :
-
Derajat soso (lapisan lembaga yang terasa pada butiran beras) atau katul sebanyak 5%.
-
Kadar air maksimal 14%.
cxvii
-
Butir patah-patah maksimal 20%.
-
Menir maksimal 62%.
-
Butir utuh minimal 35%.
-
Butir kuning rusak maksimal 3%.
-
Kapur 3%.
-
Benda-benda lain 0,05%.
Hal itu dilakukan pada 100 gram dari bagian beras yang dikirim. Beras yang diterima kurang lebih harus sesuai standar, sehingga akan diperoleh beras yang kualitasnya baik dan layak untuk dikonsumsi penerima Raskin.
Sedangkan keluarga miskin yang tidak menerima Raskin merasa kecewa karena tidak mendapatkan bantuan beras sehingga apabila mereka kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, mereka harus mengusahakan sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang keluarga miskin berikut ini :
“…saya kecewa mas karena tidak memperoleh Raskin. Kadang kalau saya kesulitan beli beras ya saya terpaksa cari pinjaman sana-sini, selain bekerja jadi linmas di kelurahan ini…” (Wawancara dengan Ibu Meni, 28/05/2009)
Namun diantara rasa kecewa warga yang tidak menerima beras Raskin ada sedikit kesadaran bahwa kesalahan bukan pada petugas BPS dan aparat kelurahan tapi karena berkurangnya jumlah alokasi bantuan
cxviii
dari pemerintah pusat sehingga mereka tidak kebagian jatah. Seperti yang diungkapkan salah seorang keluarga miskin berikut ini :
“…meskipun saya tidak mendapat beras Raskin, tapi saya menyadari kalau mereka yang menerima Raskin itu kondisi ekonominya memang lebih miskin dari saya. Dan kelihatannya bantuan beras dari pusat untuk tahun ini jumlahnya berkurang, jadi saya ya harus nrimo mas …” (Wawancara dengan Ibu Asih Retno Palupi, 30/05/2009)
Jadi meskipun pengetahuan mereka tentang program terbatas dan rasa kecewa mereka tidak bisa ditutupi tapi perasaan “ nrimo” yang dimiliki oleh warga yang tidak menerima beras Raskin membuat mereka tetap berusaha untuk memenuhi pangannya sendiri tanpa harus mengeluh karena tidak mendapatkan beras Raskin.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada saat penyaluran beras Raskin timbul persoalan ketika ada keterlambatan pengiriman beras untuk jatah bulan Januari dan Februari. Hal tersebut karena pengiriman jatah beras Raskin yang pertama justru dilakukan pada awal bulan Maret. Namun untuk mengganti keterlambatan pengiriman tersebut, dalam bulan Maret dan Mei dikirim beras Raskin sebanyak dua kali, sehingga untuk bulan berikutnya pengiriman beras sudah berjalan stabil. Hambatan lain yang muncul yaitu adanya pengiriman sopirnya saja tanpa disertai petugas dari BULOG Subdivre Surakarta dan adanya kekurangan kuantitas beras dari yang semestinya yaitu 15 kg per KK sehingga pihak kelurahan perlu mengirim surat pengaduan untuk
cxix
menghindari terjadinya penyimpangan dan agar timbangan pada bulan berikutnya tidak terjadi kekurangan.
Dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini tidak ada LSM yang mengawasi, sehingga tidak ada pengawasan yang dilakukan pada saat distribusi beras di kantor kelurahan. Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan penulis, tidak terdapat adanya penyelewengan dari petugas kelurahan, karena mereka mengemban amanat untuk melayani kepentingan masyarakat banyak dan mereka menyadari betapa pentingnya arti beras Raskin itu bagi masyarakat yang membutuhkan. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pelaksana distribusi berikut ini :
“…melayani masyarakat sudah menjadi tugas kami mas, dan kami tidak punya niat untuk menyelewengkan dana Raskin atau apapun yang terkait dengan bantuan Raskin kepada warga miskin ini, karena kami bekerja dengan hati nurani. Apalagi pemerintah juga memberikan dana operasional bagi para pelaksana untuk kegiatan ini, jadi itu bisa menjadi semangat kami untuk memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat…” (Wawancara dengan Ibu Endang, 22/04/2009)
Hal ini didukung pula dengan pernyataan salah seorang lurah berikut ini :
“…sebagai lurah, saya mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mendukung kelancaran Program Raskin ini. Selama saya menjadi Lurah di Kelurahan Manahan, tidak ada satupun dari aparat kelurahan di sini yang melakukan penyalahgunaan terhadap bantuan pemerintah untuk warga miskin. Ketika tahun kemarin, beras Raskin kualitasnya jelek pun saya langsung memprotes BULOG untuk mendapatkan penggantian segera…”
cxx
(Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
b. Pemanfaatan Bantuan Beras
Sesuai dengan ketentuan yang ada bahwa bantuan beras Raskin dimanfaatkan untuk membantu Rumah Tangga Sasaran (RTS) terhindar dari kerawanan atau kekurangan akan kebutuhan bahan pangan pokok (beras). Untuk Kecamatan Banjarsari bantuan beras tersebut telah diberikan kepada keluarga miskin yang membutuhkan, yang dalam program ini disebut dengan RTS (Rumah Tangga Sasaran). Beras yang didapatkan RTS di Kecamatan Banjarsari dimanfaatkan untuk dimakan sehari-hari oleh RTS tersebut guna memenuhi kebutuhan pangan mereka. Hal ini seperti penuturan salah seorang penerima beras Raskin di Kelurahan Sumber berikut ini :
“…beras ini saya gunakan untuk makan sehari-hari sekeluarga. Saya bersyukur sekali dengan adanya bantuan pemerintah berupa beras murah ini…” (Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Ditambah pula pernyataan oleh penerima beras Raskin lainnya di Kelurahan Sumber :
“…saya cuma buruh, dan anak kami hanya satu, jadi beras ini bisa dimakan sekeluarga. Nggak perlu dijual untuk dibelikan beras yang lebih enak, karena ya sudah layak konsumsi…”. (Wawancara dengan Bp. Kusno, 13/05/2009)
cxxi
Selain kedua orang penerima beras Raskin diatas, beberapa RTS lainnya yang ditemui oleh penulis menyatakan bahwa beras yang diterima selalu digunakan untuk makan sehari-hari. Hal ini dibenarkan oleh ketua RT.01 RW.05 Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…ya memang sudah menjadi aturan kalau beras bantuan ini tidak boleh dijual. Kalau ada yang sampai ketahuan menjual Raskin, maka nantinya dia tidak akan mendapatkan bantuan beras lagi. Tapi yang saya tahu, warga sini membeli beras Raskin untuk dikonsumsi…” (Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Pemanfaatan beras berdasarkan pengamatan tidak menunjukkan adanya penyalahgunaan baik dari pihak kelurahan sebagai pelaksana distribusi maupun RTS sebagai penerima program. Tidak ada pihak aparat kelurahan yang memanfaatkan beras untuk kepentingan pribadi dan RTS penerima program telah memanfaatkan beras untuk kebutuhan makan sehari-hari. Kualitas beras yang diperoleh juga cukup baik karena pihak BULOG Subdivre Surakarta telah menentukan kriteria dalam menerima beras dari kontraktor sehingga memenuhi standar untuk dimakan sehari-hari.
c. Pelaporan
Sebagaimana diketahui bahwa tingkat keberhasilan dan kemajuan suatu kegiatan atau program dapat diukur dan diketahui melalui laporan yang tepat waktu. Pelaporan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari dilakukan menurut model Bottom up. Proses pelaporan
cxxii
dengan cara ini dilakukan oleh petugas di tingkat bawah untuk diberikan kepada petugas yang berada di atasnya.
Prosedur pelaporan dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Camat sebagai penanggungjawab di Kecamatan dan Tim Koordinasi Kota secara periodik. Kemudian, Tim Koordinasi Raskin Kota melaporkan pelaksanaan Program Raskin secara periodik kepada Walikota sebagai penanggungjawab pelaksana Program Raskin di Kota. Kemudian Walikota melakukan pelaporan kepada Gubernur sebagai penanggung jawab Program Raskin di Provinsi, dan Ketua Tim Koordinasi Raskin Pusat secara periodik. Dan pada tahap selanjutnya, Tim Koordinasi Raskin Pusat melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian secara periodik. Pada akhir tahun, Tim Koordinasi Raskin Pusat, Provinsi, dan Kota membuat Laporan Akhir Pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009.
Selama pelaksanaan Program Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin) di Kecamatan Banjarsari, dibuatkan Berita Acara Serah Terima (BAST) beras Raskin yang ditandatangani antara lain oleh; Petugas Raskin BULOG yang mengawal pengiriman beras, lurah dan pelaksana distribusi di kelurahan yang menerima beras. Berdasarkan BAST di tingkat
titik
distribusi,
BULOG
Subdivre
Surakarta
membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kecamatan yang
cxxiii
ditandatangani pejabat BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat Kecamatan.
Kemudian
BULOG
Subdivre
Surakarta
membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kota
yang
ditandatangani oleh kepala BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat Pemkot Kota Surakarta disertai dengan nama terang dan stempel instansi.
Kerutinan dalam memberikan laporan tersebut menunjukkan komitmen dari para pelaksana untuk mentaati peraturan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Di samping itu, pelaporan rutin tersebut juga digunakan sebagai kegiatan yang efektif untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan program, sehingga akan mendukung kelancaran pelaksanaan Program Raskin (Program Beras untuk Keluarga Miskin) di Kecamatan Banjarsari.
Pelaporan hanya dilakukan oleh pihak BULOG Subdivre Surakarta saja sehingga dalam tahapan ini tidak muncul hambatan karena laporan telah dibuat secara rutin setiap bulannya. Sedangkan pihak Pemkot hanya menerima laporan mengenai pembayaran beras sehingga apabila ada kelurahan yeng menunggak pembayaran beras, maka Pemkot dapat segera memberi peringatan. Namun untuk kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari, pembayaran selalu dapat diselesaikan tepat waktu.
cxxiv
B.
EFEKTIVITAS
PROGRAM
RASKIN
DI
KECAMATAN
BANJARSARI
Program Raskin di Kecamatan Banjarsari yang dilaksanakan mulai dari tahap sosialisasi/ penyampaian program hingga tahap pelaksanaan program telah memberikan manfaat nyata bagi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai penerima program sehingga dapat mengurangi kondisi kerawanan atau kekurangan akan kebutuhan bahan pangan pokok khususnya beras. Keberhasilan pelaksanaan Program Raskin ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini, efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari dapat diketahui dengan menggunakan 5 kriteria yang diambil dari pendapat para ahli yaitu : ketepatan komunikasi dan koordinasi, sumber daya yang memadai, sikap positif pelaksana, serta dukungan dan partisipasi kelompok sasaran. Penjelasan dari lima indikator penentu efektivitas dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari adalah sebagai berikut :
1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi
Faktor penting yang dapat mendukung adanya pelaksanaan program yang efektif adalah dengan adanya komunikasi dan koordinasi yang baik. Keberhasilan kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Untuk itu, perlu dilakukan komunikasi dan koordinasi yang intensif baik di antara pelaksana kebijakan maupun antara pelaksana kebijakan dengan kelompok sasaran. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran (target group)
cxxv
dengan tepat sehingga mereka mengetahui tujuan dan sasaran kebijakan tersebut secara jelas. Pola komunikasi dalam pelaksanaan Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Kecamatan Banjarsari dilakukan yaitu dengan komunikasi yang dialogis, baik melalui forum resmi maupun tidak resmi. Komunikasi yang dialogis ini terjadi dalam pelaksanaan Program Raskin, baik komunikasi antar pelaksana, maupun antara pelaksana dengan kelompok sasaran. Agar dapat mencapai tujuan yang diidealkan komunikasi dan koordinasi yang terjalin diantara kedua belah pihak haruslah berjalan lancar. Dengan melakukan komunikasi dan koordinasi diharapkan dapat menggali permasalahan yang dialami oleh sasaran dan sekaligus membantu mencari penyelesaian yang tepat. Komunikasi dan koordinasi juga harus selalu dilakukan secara rutin untuk lebih menjamin kelancaran pelaksanaan kebijakan atau program.
Melalui komunikasi dan koordinasi yang dijalankan oleh Tim Koordinasi Raskin, akan dapat diketahui apakah Tim Koordinasi Raskin ini mampu menyampaikan tujuan yang diemban oleh pemerintah sehingga kelompok sasaran menjadi sadar dan ikhlas dalam mentaati dan melaksanakan setiap tahap pelaksanaan program, serta dapat melakukan pengawasan demi keberhasilan program. Komunikasi ini terjadi ketika Pemerintah Kota Surakarta melalui Bapermas, PP, PA dan KB memberikan informasi mengenai pelaksanaan Program Raskin kepada Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari. Demikian juga ketika Tim Koordinasi Raskin Kecamatan memberi informasi mengenai prosedur maupun petunjuk pelaksanaan Program Raskin kepada para pelaksana di tingkat kelurahan.
cxxvi
Selain itu komunikasi juga terjadi pada saat aparat kelurahan menyampaikan informasi tentang program kepada ketua RT/RW. Komunikasi ini juga terjadi pada saat ketua RT/RW menyampaikan informasi program kepada RTS. Pelaksanaan kegiatan ini diselenggarakan dengan memanfaatkan pertemuan RT/RW yang diadakan. Bentuk penyampaian informasi yang dilaksanakan adalah pemberian pengarahan dan pemahaman seputar Program Raskin.
Upaya komunikasi secara transparan yang dilakukan oleh para pelaksana tersebut antara lain dengan mengadakan pertemuan atau rapat koordinasi antara para pelaksana yang ada di setiap tingkatan, baik yang melibatkan pelaksana Program Raskin tingkat kota, kecamatan maupun kelurahan. Di Kecamatan Banjarsari, tidak ada pertemuan rutin tiap bulannya, namun ada rapat evaluasi pada pertengahan tahun untuk membahas kelancaran pelaksanaan Program Raskin di kecamatan ini. Halhal yang dibicarakan adalah mengenai pelaksanaan program dan kendala yang dihadapi serta mengambil langkah operasional lebih lanjut, memberikan usul, saran, dan pendapat secara langsung memecahkan persoalan yang ada. Seperti yang diutarakan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari berikut ini :
“…jadi rapat evaluasi di kecamatan ini hanya dilakukan pada pertengahan tahun dan akhir tahun saja dik Pedro. Ini dilakukan untuk menilai pelaksanaan Program Raskin apakah sudah berjalan dengan lancar atau belum, serta menerima masukan dari pihakpihak terkait untuk kelancaran program ini…“ (Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
cxxvii
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa evaluasi adalah menilai pelaksanaan Raskin di setiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari. Sedangkan kendala yang dihadapi serta usul, saran, pendapat yang diberikan dapat digambarkan pada contoh kasus berikut ini :
Kasus 1 :
“…kedatangan beras ke kelurahan pernah dikirim tidak tepat waktu. Maka saya mengajukan usul kepada Pak Pajar selaku Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari untuk mengirim surat pengaduan kepada BULOG Subdivre Surakarta agar pengiriman pada bulan berikutnya tidak mengalami keterlambatan…” (Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
Kasus 2 :
“…pernah terjadi pengiriman beras Raskin ternyata kuantitasnya tidak sesuai dengan ketentuan, maka kami melakukan pengaduan ke BULOG untuk mengirim beras dengan kuantitas yang sesuai dengan ketentuan pemerintah, yaitu 15 kilogram per karung… ” (Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H., 23/04/2009)
Dari kasus di atas, kita bisa mengetahui bahwa para pelaksana di Kecamatan Banjarsari berusaha untuk mengatasi berbagai kendala yang ada. Namun para pelaksana di tingkat kelurahan tidak melakukan pertemuan rutin yang membahas Program Raskin sehingga komunikasi antar pelaksana kurang intensif. Meskipun setiap minggu ada pertemuan di kantor kelurahan tetapi pertemuan itu tidak membahas Program Raskin saja. Hal ini dikarenakan program ini telah berjalan lama sehingga pelaksana di kelurahan cenderung mengabaikan pertemuan formal untuk
cxxviii
membahas program ini, ditambah lagi dengan pelaksanaan program pemerintah lainnya.
Selain itu, kenyataan di lapangan menunjukkan beberapa hambatan yang muncul pada tahapan sosialisasi program. Hambatan tersebut meliputi; pengetahuan aparat kelurahan, RT/RW dan kelompok sasaran mengenai Program Raskin yang masih terbatas, serta proses sosialisasi yang singkat dan cepat. Hal ini terjadi karena adanya waktu yang terbatas dari pemerintah untuk melaksanakan sosialisasi yang baru diberikan pada pertengahan Desember 2008. Padahal Program Raskin akan dilaksanakan pada Januari 2009. Penyampaian program dilakukan secara singkat dan cepat sehingga informasi yang diperoleh oleh pihak kelurahan dan kelompok sasaran hanya sepotong-sepotong.
Meskipun pertemuan secara formal jarang dilakukan, tetapi bila RTS dan masyarakat di kelurahan memiliki gagasan, pendapat, atau saran tersebut dapat disampaikan secara langsung kepada aparat kelurahan. Saran dan usul yang ditindaklanjuti tentunya saran atau usul yang tidak menyalahi aturan atau prosedur. Contoh kasus yang menyatakan saran atau usul yang langsung disampaikan kepada lurah adalah sebagai berikut :
“…bulan kemarin saya pernah mengadukan soal timbangan yang tidak pas lalu saya mengajukan usul kepada Bu Lurah supaya menyampaikan keluhan ini pada petugas dari BULOG dan usulan saya sudah disampaikan sehingga sampai sekarang beras yang diperoleh warga sudah pas 15 kilo…” (Wawancara dengan Bp.Maridjo, 28/05/2009)
cxxix
Contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa pelaksana di Kecamatan Banjarsari selalu berusaha menyelesaikan setiap kasus yang disampaikan oleh masyarakat meskipun saran tersebut hanya disampaikan secara langsung melalui pembicaraan yang tidak formal. Sehingga hal itu menunjukkan adanya kepedulian pelaksana di kelurahan terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan distribusi beras Raskin.
Ketepatan komunikasi
dan
koordinasi
juga terjadi
antara
Pemerintah Kota Surakarta dengan BULOG SubDivre Surakarta dalam melakukan koordinasi untuk menentukan jadwal pendistribusian beras Raskin dan pelunasan pembayaran beras Raskin serta pelaporan rutin tiap bulannya. Selain itu, ketepatan komunikasi juga terjadi ketika ketua RT dengan petugas BPS bersama-sama mendata warganya, mana yang lebih pantas untuk diberi bantuan beras tersebut. Karena program telah berjalan sejak tahun 1998 maka nampak adanya pembagian tugas yang jelas diantara para pelaksana, antara lain : ¨ Pemerintah Kota Surakarta melalui Bapermas, PP, PA dan KB menerbitkan SPA (Surat Permintaan Alokasi) untuk dilakukan pendistribusian beras oleh BULOG. ¨ BULOG sebagai penyalur beras bertugas mengangkut beras dan mengirim beras ke titik distribusi (tempat penyerahan beras). ¨ Petugas BPS dibantu oleh RT/RW bertugas mendata dan menyeleksi keluarga miskin yang akan menjadi RTS (Rumah Tangga Sasaran) penerima manfaat Raskin.
cxxx
¨ Aparat kelurahan sebagai pelaksana distribusi bertugas mengelola uang pembayaran beras.
Mengenai pembagian tugas dan tanggung jawab lainnya dalam pelaksanaan
Program
Raskin,
diadakan
rapat
koordinasi
untuk
menentukan tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi pelaksana. Koordinasi untuk pembagian tugas hanya dilakukan sekali melalui pertemuan formal karena masing-masing pelaksana telah dianggap mengerti tugas dan tanggung jawab masing-masing karena program ini telah berjalan lama.
Sementara itu salah seorang pelaksana distribusi di kelurahan mengungkapkan bahwa masyarakat cenderung menerima begitu saja suatu program, baik itu program lama atau baru, apalagi yang menguntungkan baginya. Sehingga dalam rapat/pertemuan tidak banyak yang bertanya lebih jauh tentang program tersebut. Dia juga menambahkan bahwa masyarakat biasanya memberikan informasi dari mulut ke mulut antara warga yang satu dengan warga yang lain. Seperti yang diungkapkannya berikut ini :
“…saat rapat pada Desember tahun lalu ketika menginformasikan Program Raskin tahun 2009 tidak banyak yang bertanya. Pokoknya mereka itu senang menerima bantuan dari pemerintah tersebut. Selanjutnya informasi tersebut disebarkan dari mulut ke mulut kepada warga yang lain…” (Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
cxxxi
Adapun
penyampaian
informasi
antar
masyarakat
tersebut
menunjukkan komunikasi horisontal. Sementara pada kegiatan seleksi penerima yang lebih dominan adalah komunikasi secara horisontal. Komunikasi ini terjadi ketika petugas BPS dengan mitra kerja dari kelurahan ataupun RT/RW mendata warganya yang lebih pantas untuk diberi bantuan tersebut dan komunikasi antar aparat kelurahan dan petugas BPS dalam menentukan RTS di tiap kelurahan berdasarkan usulan dari masing-masing ketua RT.
Pada saat penyaluran beras, yang dominan adalah komunikasi secara vertikal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya informasi pengiriman beras dari pihak pemerintah kota ke kecamatan yang diteruskan ke kelurahan yang diteruskan ke masyarakat penerima. Selain itu komunikasi vertikal juga terjalin saat aparat kelurahan menyampaikan kupon pengambilan beras (Kartu Raskin) kepada ketua RT/RW yang diteruskan kepada Rumah Tangga Sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini juga telah menunjukkan komunikasi vertikal antara aparat pelaksana dan kelompok sasaran.
Komunikasi horisontal pada saat penyaluran beras tercermin pada saat pelaksana distribusi di kelurahan menyelesaikan pelaksanaan penyaluran beras Raskin kepada RTS yang bersamaan dengan pelaksanaan program yang lain. Adanya komunikasi dan koordinasi antar aparat kelurahan ini cukup membantu kelancaran pendistribusian beras pada Rumah Tangga Sasaran sebagai kelompok sasaran. Dengan adanya usul
cxxxii
atau saran dalam memecahkan masalah antar aparat pelaksana di kelurahan, sehingga di dapat pemecahan yang dianggap baik dan tidak merugikan pihak lain.
Dalam pelaporan, komunikasi yang terjalin hanya secara vertikal. Pelaporan dilakukan oleh Petugas Raskin BULOG, yang akan diserahkan kepada manajemen BULOG Subdivre Surakarta dengan memuat Rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan setiap bulannya. Lembar laporan tersebut harus disertai foto copy bukti penyetoran uang Hasil Penjualan Beras (HPB) di Kecamatan Banjarsari. Komunikasi ini terjalin dengan baik karena pelaporan dapat diselesaikan tepat waktu.
Menurut teori George C. Edward III (1980:43) komunikasi merupakan
penyampaian/
pengiriman
pesan
dari
pemerintah
(komunikator) kepada publik sehingga diperoleh kejelasan atau mengerti maksud dari pesan itu melalui berbagai tingkatan atau perantara yang berakibat kepahaman dan dengan ditunjukkan pada reaksinya terhadap tujuan dari pesan itu.
Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari masih perlu ditingkatkan. Penyampaian pesan dari pemerintah mengenai Program Raskin kepada tingkatan dibawahnya hanya melalui surat. Pertemuan formal hanya diadakan di kecamatan dan kelurahan. Itupun dilakukan secara singkat dan cepat sehingga informasi yang diperoleh terbatas. Hal
cxxxiii
itu berdampak pada informasi yang diperoleh kelompok sasaran yang minim sehingga tujuan dan sasaran program kurang dimengerti.
Sedangkan komunikasi pada saat pendistribusian beras cukup baik karena kedatangan beras selalu diinformasikan bahkan keterlambatan dan kedatangan lebih awal juga selalu diinformasikan baik antar pelaksana maupun kepada penerima program. Selain itu, komunikasi pada pelaporan juga cukup efektif. Laporan BULOG Subdivre Surakarta selalu diberikan tiap bulan sekali sehingga komunikasi dapat terus berjalan.
Dari uraian diatas komunikasi secara transparan diantara para pelaksana program di Kecamatan Banjarsari terjalin cukup baik. Hal ini dikarenakan
adanya
monitoring
dari
pihak
kecamatan
terhadap
pelaksanaan di kelurahan-kelurahan, baik dari distribusi maupun pembayarannya. Dengan adanya komunikasi antara petugas pelaksana sampai tingkat kota dan antara petugas pelaksana dengan masyarakat telah membantu kelancaran pelaksanaan program tersebut, sehingga selesai tepat pada waktunya.
2. Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi dalam Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini bermakna membuka akses informasi kepada pemangku kepentingan Program Raskin, terutama Rumah Tangga Sasaran, yang harus mengetahui dan memahami adanya kegiatan Program Raskin serta dapat melakukan pengawasan secara mandiri. Sedangkan Akuntabilitas dalam pelaksanaan
cxxxiv
Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini bermakna bahwa setiap pengelolaan kegiatan Program Raskin harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat setempat maupun kepada semua pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang telah disepakati. Transparansi dan akuntabilitas Program Raskin dapat dilihat dari beberapa
tahapan
pelaksanaannya,
baik
dari
sosialisasi
maupun
pelaksanaannya. Transparansi dalam Program Raskin tersebut diterapkan dalam hubungan antar pelaksana program, meliputi; Pemerintah Kota Surakarta, Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, BULOG Subdivre Surakarta, aparat Kecamatan Banjarsari dan tingkat kelurahan di lingkup wilayahnya.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas Program Raskin juga ditunjukkan kepada kelompok sasaran, diantaranya dengan adanya rekap Berita Acara pelaksanaan Serah Terima Beras Raskin yang dibuat oleh para pelaksana di tingkat kelurahan. Selain itu, pengelolaan Program Raskin ini juga dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya laporan rutin dari BULOG dan Pemerintah Kota Surakarta mengenai laporan pelunasan pembayaran beras (HPB) dan rapat koordinasi maupun evaluasi Tim Koordinasi Raskin.
Pelaporan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari dilakukan menurut model Bottom up. Proses pelaporan dengan cara ini dilakukan oleh petugas di tingkat bawah untuk diberikan kepada petugas
cxxxv
yang berada di atasnya. Prosedur pelaporan dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Camat sebagai penanggungjawab di Kecamatan dan Tim Koordinasi Kota secara periodik. Kemudian, Tim Koordinasi Raskin Kota melaporkan pelaksanaan Program Raskin secara periodik kepada Walikota sebagai penanggungjawab pelaksana Program Raskin di Kota. Kemudian Walikota melakukan pelaporan kepada Gubernur sebagai penanggung jawab Program Raskin di Provinsi, dan Ketua Tim Koordinasi Raskin Pusat secara periodik. Dan pada tahap selanjutnya, Tim Koordinasi Raskin Pusat melaporkan pelaksanaan Program Raskin kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian secara periodik. Pada akhir tahun, Tim Koordinasi Raskin Pusat, Provinsi, dan Kota membuat Laporan Akhir Pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009.
Selama pelaksanaan Program Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin) di Kecamatan Banjarsari, dibuatkan Berita Acara Serah Terima (BAST) beras Raskin yang ditandatangani antara lain oleh; Petugas Raskin BULOG yang mengawal pengiriman beras, lurah dan pelaksana distribusi di kelurahan yang menerima beras. Berdasarkan BAST di tingkat
titik
distribusi,
BULOG
Subdivre
Surakarta
membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kecamatan yang ditandatangani pejabat BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat Kecamatan.
Kemudian
BULOG
Subdivre
Surakarta
membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kota
cxxxvi
yang
ditandatangani oleh kepala BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat Pemkot Kota Surakarta disertai dengan nama terang dan stempel instansi.
Kerutinan dalam memberikan laporan tersebut menunjukkan komitmen dari para pelaksana untuk mentaati peraturan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Di samping itu, pelaporan rutin tersebut juga digunakan sebagai kegiatan yang efektif untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan program, sehingga akan mendukung kelancaran pelaksanaan Program Raskin (Program Beras untuk Keluarga Miskin) di Kecamatan Banjarsari.
Pelaporan hanya dilakukan oleh pihak BULOG Subdivre Surakarta saja sehingga dalam tahapan ini tidak muncul hambatan karena laporan telah dibuat secara rutin setiap bulannya. Sedangkan pihak Pemkot hanya menerima laporan mengenai pembayaran beras sehingga apabila ada kelurahan yeng menunggak pembayaran beras, maka Pemkot dapat segera memberi peringatan. Namun untuk kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari, pembayaran selalu dapat diselesaikan tepat waktu.
3. Sumber Daya yang Memadai
Sumber daya merupakan faktor penting demi terselenggaranya implementasi yang efektif. Faustinus Cardoso Gomez (1997:1) mengatakan bahwa secara umum sumber daya yang terdapat dalam suatu organisasi
cxxxvii
dikelompokkan atas dua macam yaitu sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya non-manusia yang meliputi modal, bahan-bahan (material), mesin dan lain-lain. Ketersediaan sumber daya manusia dan sumber daya non manusia akan mendukung keberhasilan implementasi program. Terkait dengan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari, maka dukungan sumber daya yang dimaksud meliputi kemampuan sumber daya manusia dari para pelaksana Program Raskin dan sumber daya non manusia yang meliputi bantuan beras bersubsidi, dana APBN dan APBD, serta alat transportasi pengiriman beras.
Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam pelaksanaan Program Raskin ini, sumber daya non-manusia lah yang paling penting dan sangat menentukan. Sumber daya tersebut yaitu berupa beras bersubsidi atau beras Raskin. Hal ini dikarenakan beras Raskin merupakan produk utama dari Program Raskin itu sendiri untuk mencapai tujuan dan sasarannya. Tentu saja SDM juga diperlukan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program, karena semua potensi SDM juga sangat berpengaruh terhadap upaya suatu organisasi, dalam hal ini adalah Tim Koordinasi Raskin, dalam pencapaian tujuan. Bagaimanapun bagusnya perumusan tujuan/rencana, akan sia-sia belaka jika unsur-unsur SDM tidak diperhatikan.
Setelah dilakukan pengamatan, dari sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan Program Raskin terdapat beberapa hambatan, terutama dari sumber daya non-manusia yaitu beras Raskin. Hal ini diketahui dari jumlah bantuan beras Raskin yang diberikan. Ternyata beras Raskin yang
cxxxviii
didistribusikan pada tahun ini jumlahnya berkurang, sehingga ada warga miskin yang tidak terdaftar sebagai RTS penerima beras Raskin. Maka Program Raskin belum sepenuhnya mampu mencapai tujuannya yaitu menghindarkan
keluarga
miskin
dari
kondisi
kerawanan
pangan.
Berkurangnya alokasi beras Raskin pada tahun 2009 apabila dibandingkan dengan alokasi pada tahun 2008 dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 3.3 Perbandingan Alokasi Beras Raskin Tahun 2008 Dan 2009 Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Alokasi Beras Raskin No.
Tahun 2008
Kelurahan
Tahun 2009
Jumlah
Kuantum
Nilai (Rp)
Jumlah
Kuantum
Nilai (Rp)
RTS
(Kg)
(Rp.1.600/Kg)
RTS
(Kg)
(Rp.1.600/Kg)
1
Kadipiro
1,779
26,685
42,696,000
1,896
28,440
45,504,000
2
Nusukan
1,161
17,415
27,864,000
1,295
19,425
31,080,000
3
Gilingan
1,071
16,065
25,704,000
1,148
17,220
27,552,000
4
Kestalan
244
3,660
5,856,000
112
1,680
2,688,000
5
Setabelan
278
4,170
6,672,000
224
3,360
5,376,000
6
Keprabon
505
7,575
12,120,000
185
2,775
4,440,000
7
Timuran
228
3,420
5,472,000
127
1,905
3,048,000
8
Ketelan
263
3,945
6,312,000
235
3,525
5,640,000
9
Punggawan
269
4,035
6,456,000
148
2,220
3,552,000
10
Mangkubumen
534
8,010
12,816,000
432
6,480
10,368,000
11
Manahan
545
8,175
13,080,000
419
6,285
10,056,000
12
Sumber
800
12,000
19,200,000
605
9,075
14,520,000
13
Banyuanyar
423
6,345
10,152,000
322
4,830
7,728,000
8,100
121,500
194,400,000
7,148
107,220
171,552,000
Sumber : Data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta
cxxxix
Dilihat dari tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah beras Raskin
yang
didistribusikan
pada
tahun
2009
berkurang
apabila
dibandingkan dengan tahun 2008. Hal ini dikarenakan meningkatnya kehidupan masyarakat yang semula miskin menjadi masyarakat yang cukup mampu, sehingga mereka yang pada tahun sebelumnya terdaftar sebagai penerima program Raskin dicoret dari daftar penerima manfaat Raskin pada tahun ini yang secara langsung mengurangi jumlah RTS dan jumlah beras yang didistribusikan.
Sedangkan dalam hal SDM, terdapat kendala dalam pelaksanaan Program Raskin ini. Hal ini diketahui dari pengetahuan para pelaksana mengenai Program Raskin. Para pelaksana memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai program dan bahkan ada sebagian pelaksana distribusi di kelurahan yang hanya memiliki pendidikan maksimal setara SMU yang mengakibatkan rendahnya profesionalisme dalam bertugas sehingga pelaksanaan distribusi beras kurang efektif karena mereka cenderung hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan dari atasan dan menganggap apabila bantuan telah sampai ke penerima maka pelaksanaan program dianggap selesai. Hal ini membuat SDM dari aparat pelaksana tidak berkembang. Sedangkan pada kegiatan pelaporan, SDM yang ada di BULOG Subdivre Surakarta cukup memadai yaitu tersedianya SDM yang berpendidikan tinggi sehingga memiliki kemampuan yang mendukung dalam pembuatan laporan secara cepat sehingga setiap bulannya dapat disampaikan ke tingkat atas tepat pada waktunya.
cxl
Pada tahapan perencanaan, yaitu pada saat dilakukan sosialisasi, sumber daya manusia terlihat dari adanya petugas pelaksana yang melakukan sosialisasi kepada kelompok sasaran yaitu aparat kelurahan ataupun ketua RT/RW. Selain itu, juga adanya petugas yang melakukan pendataan yaitu petugas BPS beserta mitra kerja. Sementara dalam seleksi kelompok sasaran, sumber daya yang terlibat adalah BPS, lurah, perangkat RT/RW, dan tokoh masyarakat di Kecamatan Banjarsari dalam menentukan siapa yang berhak menerima bantuan.
Sementara pada tahapan pelaksanaan Program Raskin, penyediaan beras di Kecamatan Banjarsari berasal dari BULOG Subdivre Surakarta yang diambil dari salah satu gudang BULOG di Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo. Di Kecamatan Banjarsari terdapat 7,148 KK sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS). Sumber daya yang terlibat dalam pelaksanaan program ini yang lebih dominan adalah petugas pelaksana distribusi di tingkat kelurahan. Pada saat penyaluran beras, sumber daya manusianya adalah aparat kelurahan yang melaksanakan penyaluran kepada Rumah Tangga Sasaran.
Pelaksanaan Program Raskin tidak memerlukan fasilitas khusus. Untuk keperluan pengangkutan dan pengiriman beras ke titik distribusi atau kelurahan, disediakan truk pengirim beras dari BULOG. Sedangkan untuk pengangkutan beras oleh warga dari kelurahan ke tempat tinggal mereka biasanya menggunakan gerobak, becak, mobil pick-up, dan lain-lain. Biasanya perwakilan RT/RW mengangkut beras ke rumah ketua RT/RW
cxli
yang akan mendistribusikan beras ke warga miskin sehingga para penerima dapat menghemat waktu, biaya, dan tenaga karena tidak perlu datang jauhjauh ke kantor kelurahan.
Demikian pula dalam hal ketersediaan waktu untuk melaksanakan program, para pelaksana tidak melakukan penjadwalan khusus dalam satu tahun anggaran program, misalnya pengaturan waktu untuk melaksanakan setiap tahapan dari program disesuaikan dengan kedatangan surat pemberitahuan dari kota. Ketika ada surat pemberitahuan untuk mendata masyarakat miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima Raskin, petugas BPS dengan dibantu oleh mitra kerja segera melakukan pendataan dan seleksi. Ketika ada pemberitahuan tentang distribusi beras, pihak kelurahan segera melakukan pemberitahuan ke Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan pihak BULOG Subdivre Surakarta akan membuat laporan berupa Berita Acara Serah Terima (BAST) setelah berasnya diterima pihak kelurahan. Sehingga dalam pelaksanaan Program Raskin, pihak kelurahan tidak menetapkan suatu pengaturan waktu yang ketat, ini disebabkan pemberitahuan
dari
Pemkot
tidak
dapat
ditentukan
secara
pasti
kedatangannya.
Untuk melaksanakan setiap tahapan dari pelaksanaan program, para pelaksana tidak menyediakan waktu khusus untuk menyelesaikan tugasnya. Jika beras secara keseluruhan telah didistribusikan ke Rumah Tangga Sasaran (RTS) maka tugas para pelaksana telah dianggap selesai.
cxlii
Dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, biaya operasionalnya diberikan melalui BULOG Subdivre Surakarta kepada masing-masing pelaksana meliputi; Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan sebanyak Rp.75.000,-, dan pelaksana distribusi
di
Kelurahan
sebanyak
Rp.30.000,-
untuk
kegiatan
operasionalnya. Biaya tersebut digunakan untuk kegiatan operasional terkait dengan proses distribusi Raskin baik untuk uang makan, biaya transportasi ataupun untuk kegiatan pelayanan kepada RTS. Uang tersebut tidak disalahgunakan oleh pelaksana Program Raskin baik di tingkat kecamatan maupun aparat kelurahan karena mereka sudah mendapatkan honor sesuai dengan pekerjaannya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Lurah Kelurahan Setabelan berikut ini :
“Memang ada biaya operasional Raskin yang diberikan oleh BULOG kepada aparat kelurahan selaku satgas (Pelaksana Distribusi) Raskin, yaitu sebesar Rp.30.000,-. Ini biasanya digunakan untuk keperluan dalam pelaksanaan tugas, misalnya untuk uang makan dan transport “. (Wawancara dengan Ibu Dra.Islamtini, 30/04/2009)
Hal itu didukung pula oleh pernyataan pelaksana distribusi Raskin berikut ini :
“…saya biasanya mendapatkan honor Rp.30.000,- mas, ya sebagai uang lelah dalam menjalankan tugas sebagai satgas (pelaksana distribusi) Raskin di kelurahan ini…” (Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
cxliii
Pada kenyataannya, biaya operasional tersebut memang digunakan untuk kegiatan operasional Raskin, misalnya; biaya transportasi aparat kelurahan untuk monitoring ke RT/RW. Uang tersebut dijadikan hak milik masing-masing aparat yang mendapatkannya. Hal ini sesuai penuturan Lurah Kelurahan Timuran berikut ini :
“…kalau biaya operasional itu sebenarnya untuk pendukung kelancaran pelaksanaan Raskin saja mas, misalnya untuk monitoring maupun evaluasi. Kalau untuk transport truk yang mengirim beras semuanya sudah ditanggung oleh BULOG…” (Wawancara dengan Bp. Marnoto, 16/07/2009)
Dari pengamatan yang dilakukan penulis, terdapat beberapa sumber daya dalam implementasi Program Raskin yang kurang memadai. Hal ini ditunjukkan terutama dari sumber daya non-manusia, yaitu beras Raskin. Jumlah beras Raskin tidak sesuai dengan jumlah warga miskin di Kecamatan Banjarsari dikarenakan adanya pengurangan Kuota Raskin pada tahun 2009. Hal itu menyebabkan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan
Banjarsari
mengalami
kendala.
Meskipun
tidak
ada
penyimpangan dari pihak pelaksana, namun karena terbatasnya jumlah bantuan beras bersubsidi dan terbatasnya pengetahuan pelaksana mengenai program ini menjadikan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dapat dikatakan kurang berhasil. Meskipun demikian, pelaksanaan program tetap dapat selesai tepat pada waktunya.
4. Sikap Positif Pelaksana
cxliv
Implementasi program juga membutuhkan dukungan dan sikap positif dari para pelaksana, karena merekalah yang langsung berhubungan dengan kelompok sasaran. Sikap pelaksana meliputi kemampuan dan kemauan para pelaksana dalam menjalankan tugas-tugas tertentu untuk mencapai tujuan program. Sikap pelaksana yang mendukung program akan menumbuhkan kreativitas diri para pelaksana itu sendiri sehingga pelaksanaan program akan efektif. Diterapkannya Program Raskin di Kecamatan Banjarsari memperoleh tanggapan yang positif dari para pelaksananya. Beberapa pelaksana yang ditemui penulis berkaitan dengan tanggapan pelaksana terhadap tujuan program menunjukkan bahwa para pelaksana memandang baik serta mendukung terhadap tujuan yang telah ditetapkan program ini. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang pelaksana distribusi Raskin berikut ini :
“…kalau menurut saya program ini sangat membantu warga miskin mas. Apalagi program Raskin ini penggunaannya bisa tepat sasaran, mengena pada warga yang benar-benar membutuhkan. Daripada uang rakyat dialokasikan untuk kepentingan para pejabat, kan lebih bermanfaat kalau diberikan rakyatnya yang miskin...” (Wawancara dengan Bp. Widodo Rahardjo, 13/07/2009)
Tanggapan pelaksana terhadap Program Raskin dapat terwujud melalui sikap dan kesediaan pelaksana dalam melaksanakan setiap tahapan program. Dukungan pelaksana terhadap program merupakan penunjang keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuannya.
Namun pada kenyataannya dalam tahapan sosialisasi Program Raskin, kemauan pelaksana belum sepenuhnya muncul. Pada sosialisasi
cxlv
terkesan adanya pelemparan tugas dari aparat kecamatan kepada aparat kelurahan dan pihak kelurahan lebih melimpahkan tugas kepada RT/RW. Juga dengan adanya penyampaian informasi yang kurang jelas. Hal ini menyebabkan masyarakat mengetahui program dalam pemahaman yang terbatas. Pada saat seleksi kelompok sasaran, pelaksana yaitu petugas BPS cenderung yang menentukan keputusan. Pendataan kelompok sasaran tidak mengikutsertakan masyarakat dalam mengusulkan warga yang akan menerima bantuan, karena petugas BPS hanya meminta pertimbangan kelurahan dan RT. Sementara pada saat pemberitahuan penerima program, pelaksana kelurahan yang bermusyawarah lebih dominan dalam menentukan keputusan. Masyarakat juga kurang partisipatif dalam seleksi penerima program di Kecamatan Banjarsari.
Pada tahapan
pelaksanaan
program
sikap
pelaksana dalam
pelaksanaan penyaluran beras terlihat sangat mendukung, karena tidak ada penyelewengan dari Tim Koordinasi Raskin baik aparat kecamatan maupun kelurahan terhadap dana operasional yang diberikan, dan pemberian beras 15 kg per KK telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yaitu SK Walikota nomor 511.1/532/2009 tentang Alokasi Beras Raskin tahun 2009 agar pembagian beras dapat tepat jumlahnya. Sikap pelaksana juga menunjukkan kepedulian terhadap keluarga miskin lain yang tidak menerima Raskin. Terlihat dari adanya pemecahan persoalan atas keluarga miskin yang tidak menerima bantuan Raskin tersebut yaitu dengan adanya sistem “Bagi Roto” atau “Bagito” (pembagian beras secara merata) atas dasar kesepakatan warga. Selain itu, mereka yang tidak mendapatkan Raskin dapat diusulkan
cxlvi
sebagai penerima program lain (BLT) apabila memenuhi beberapa variabel kemiskinan BPS.
Sementara sikap pelaksana yang mendukung program terlihat pada saat distribusi beras di kantor kelurahan, dimana pelaksana distribusi Raskin menunjukkan sikap yang mau bekerja dan sopan dalam melayani RTS penerima beras Raskin. Ini menunjukkan sikap yang mendukung keberhasilan dan kelancaran jalannya program tersebut. Selain itu, sikap pelaksana yang menunjang keberhasilan program ditunjukkan dengan penyelesaian Hasil Penjualan Beras (HPB) tepat pada waktunya. Sehingga setelah beras datang dan dibagikan kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS), uang tersebut dapat segera disetorkan kepada Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan untuk ditransfer ke Rekening BULOG melalui Bank BRI yang ditunjuk, yaitu sebesar Rp 171.552.000,- setiap bulannya tanpa pernah ada kekurangan seperti yang diungkapkan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari berikut ini :
“Setelah setoran HPB dari tiap-tiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari terkumpul dan diserahkan kepada saya, maka dapat segera saya transfer ke Rekening BULOG melalui Bank BRI.” (Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Hal itu didukung pula oleh pernyataan salah satu Petugas Raskin dari BULOG:
“…gini mas Pedro, jadi pembayaran beras Raskin itu selalu dilakukan RTS pada saat mereka memperoleh beras Raskin. Setelah itu baru pelaksana distribusi di kelurahan menyerahkan setoran pembayaran RTS tersebut kepada petugas kecamatan untuk
cxlvii
ditransfer ke rekening BULOG. Sehingga dengan pembayarannya berjalan lancar karena tepat waktu…”
begitu
(Wawancara dengan Bp. Suyadi Harjono, 02/07/2009)
Hal itu menunjukkan kemauan pelaksana yang mau ikut melancarkan pelaksanaan program. Selain itu sikap pelaksana BULOG Subdivre Surakarta juga cukup positif dimana pelaporan dilaksanakan segera setelah pelaksanaan distribusi beras dan penyetoran hasil penjualan beras diterima.
Wibawa (1994:21) mengatakan bahwa sikap pelaksana merupakan kognisi, netralitas, dan obyektivitas para individu pelaksana dalam memberikan respon terhadap yang mereka implementasikan. Sikap pelaksana yang dapat memahami kondisi dan menerima sasaran agar mau melaksanakan aturan-aturan yang telah disepakati akan memberikan dukungan positif terhadap keberhasilan implementasi.
Sikap pelaksana dalam Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari telah menunjukkan tanggapan yang positif terhadap tujuan dan sasaran program. Sikap pelaksana dalam distribusi beras telah menunjukkan sikap mau bekerja dan sopan dalam melayani RTS penerima beras. Petugas BULOG Subdivre Surakarta juga segera melakukan pelaporan setelah penyaluran beras dan penyetoran Hasil Penjualan Beras (HPB) diterima.
Jadi dapat diartikan bahwa sikap pelaksana yang ditunjukkan dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari ini mendukung kelancaran program. Hal ini ditunjukkan dengan kesungguhan dan keseriusan mereka dalam menghadapi persoalan yang terjadi ketika
cxlviii
Program Raskin ini berlangsung. Namun demikian, ada beberapa kekurangan dari pelaksana yang menyebabkan kurang efektifnya Program Raskin di Kecamatan Banjarsari. Hal ini dapat diketahui dari kurang sigapnya mereka dalam menghadapi permasalahan yang ada. Selain itu, pengetahuan mereka yang terbatas juga merupakan salah satu kendala yang dapat mengurangi kelancaran Program Raskin ini. Namun secara keseluruhan, pelaksanaan program ini dapat selesai tepat waktu sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan segala persoalan dapat diselesaikan dengan cukup baik meskipun masih menyisakan permasalahan yang perlu dicari solusinya untuk kelancaran pelaksanaan Program Raskin di tahun berikutnya, yakni mengenai alokasi beras Raskin yang jumlahnya sesuai dengan jumlah RTS yang layak menerimanya. Jadi kesimpulannya, sikap pelaksana dalam tahap ini cukup positif, namun kemauan dari pelaksana belum sepenuhnya muncul dalam melaksanakan kegiatan.
5. Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran
Dukungan kelompok sasaran adalah suatu sikap mendukung yang dimiliki oleh satu kesatuan unit manusia yang menjadi obyek dari suatu tujuan tertentu. Dukungan kelompok sasaran berupa peran serta atau partisipasi. Faktor dukungan dan partisipasi kelompok sasaran perlu diperhitungkan dalam pelaksanaan program. Dukungan dan partisipasi kelompok sasaran dalam suatu program ini dikarenakan terpenuhinya kebutuhan mereka. Dukungan kelompok sasaran meliputi peran serta mereka dalam setiap kegiatan program. Tanpa adanya peran serta atau
cxlix
partisipasi kelompok sasaran, tujuan program tidak akan tercapai secara efektif. Dalam pelaksanaan Program Raskin ini, dukungan dan partisipasi kelompok sasaran sangat berpengaruh kepada proses pencapaian hasil yang maksimal.
Dari pengamatan penulis, dukungan dan partisipasi kelompok sasaran pada pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari masih kurang terlihat. Hal ini ditunjukkan pada tahap sosialisasi, terlihat pada kurangnya kesediaan mereka untuk datang pada pertemuan RT/RW yang diselenggarakan bulan Desember tahun 2008. Selain itu, warga juga kurang partisipatif dalam proses seleksi penerima Program Raskin. Dukungan masyarakat pada tahap pendaftaran kelompok sasaran kurang terlihat. Hal ini disebabkan hanya pelaksana sendiri yang melakukan pendataan, tanpa membutuhkan datangnya usulan dari masyarakat karena data berasal dari data yang sudah ada di kelurahan dan petugas BPS hanya melakukan sistem rangking berdasarkan pendataan yang dilakukan dari rumah ke rumah dan mempertimbangkan saran dari ketua RT. Pada tahap pendaftaran dan seleksi penerima program, ketua RT merekomendasikan nama sejumlah warga miskin kepada petugas BPS dalam melakukan sistem rangking untuk menyeleksi penerima Program Raskin.
Begitu juga pada saat penentuan penerima program juga sedikit mengikutkan
kelompok
sasaran
di
dalamnya.
Pelaksanalah
yang
menentukan keputusan keluarga miskin yang berhak menerima Program Raskin. Keluarga miskin cenderung hanya menerima keputusan dari aparat
cl
pelaksana saja. Mereka tidak berpartisipasi dalam penentuan penerima program
di
daerahnya.
Mereka
lebih
cenderung
menerima
dan
melaksanakan keputusan dari pembuat kebijakan.
Sedangkan dalam tahapan pelaksanaan Program Raskin dukungan kelompok sasaran penerima program cukup positif, sebab mereka merasakan manfaat yang sangat besar dengan adanya pemberian bantuan beras murah dari Program Raskin ini. Manfaat bantuan beras Raskin dirasakan cukup efektif untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dengan harga yang terjangkau. Mereka merasa senang dan beruntung sekali telah menerima bantuan beras tersebut. Respon yang positif tersebut banyak ditunjukkan oleh warga diantaranya banyak dari RTS penerima program yang datang ke kantor kelurahan setelah diberitahukan bahwa pada hari itu ada pengiriman beras di kelurahan dan mereka bersedia menunggu kedatangan beras serta mengantri untuk mengambil jatah beras mereka dan melunasi pembayaran beras tersebut tepat waktu. Seperti yang diungkapkan salah seorang penerima program berikut ini :
“…saya merasa sangat beruntung bisa mendapat bantuan beras murah ini. Karena harganya murah saya kadang-kadang menunggu dan mengantri di kantor kelurahan untuk mengambil jatah beras saya dan langsung membayarnya …” (Wawancara dengan Bp. Kusno, 13/05/2009)
Dukungan juga ditunjukkan oleh RTS penerima Raskin lainnya melalui kesediaan mereka untuk selalu melakukan pembayaran tepat pada waktunya yaitu sebelum beras datang. Bahkan ada juga warga yang bersedia
cli
berhutang dulu untuk mendapatkan beras itu. Seperti yang diutarakan penerima Raskin berikut ini :
“…saya tetap berusaha tepat waktu meskipun saya harus utang untuk membayar beras Raskin ini. Sebab bantuan ini sangat meringankan beban saya…” (Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Sementara dalam hal pelaporan, masyarakat tidak diikutkan secara langsung, karena hal itu menjadi tugas dan tanggung jawab para pelaksana program, dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Surakarta melalui Bapermas, PP, PA dan KB, pelaksana di kecamatan dan kelurahan, serta BULOG Subdivre Surakarta yang melaksanakan pelaporan secara rutin tiap bulannya.
Dalam pelaksanaan Raskin ini, kelompok sasaran hanya bersikap pasif terhadap salah satu tahapan program, yaitu pada tahap perencanaan. RTS sebagai kelompok sasaran cenderung menerima keputusan yang ada. Mereka menerima hasil pendataan RTS penerima manfaat Raskin dari BPS serta menerima keadaan beras Raskin yang mereka terima. Mereka hanya mendatangi kantor kelurahan atau tempat pengambilan beras yang disepakati sebagai titik distribusi ketika beras Raskin yang dikirim dari BULOG Subdivre Surakarta sudah tiba di kelurahan atau titik distribusi. Sementara dalam pelaksanaan penyaluran atau pendistribusian beras, RTS berperan aktif dalam melakukan pelunasan pembayaran beras tepat waktu meskipun berhutang dulu.
clii
Jadi dapat diketahui bahwa dari segi dukungan kelompok sasaran, maka pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari dapat dikatakan kurang efektif. Hal ini dikarenakan dukungan yang masih minim dari Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai penerima Raskin, terutama pada tahap perencanaan baik pada saat sosialisasi maupun proses seleksi penerima program. Hal ini ditunjukkan dengan antusiasme dan partisipasi yang masih kurang terlihat dalam mengikuti kegiatan sosialisasi, baik melalui musyawarah kelurahan maupun pertemuan RT/RW. Selain itu, kenyataan menunjukkan pelaksanaan program yang kurang efektif karena masih ada beberapa keluarga miskin yang tidak menerima jatah beras Raskin yang mengakibatkan rasa kecewa dan iri terhadap para RTS penerima program, meskipun ada beberapa yang mau mengerti akan keterbatasan jumlah bantuan yang ada. Sedangkan dukungan RTS dalam kesediaan membeli beras sudah cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan sering habisnya stok beras di kelurahan atau titik distribusi dalam waktu yang relatif singkat, dikarenakan pembelian beras oleh RTS sejak satu hingga tiga hari setelah diumumkannya kedatangan beras di kelurahan atau titik distribusi.
C.
HAMBATAN-HAMBATAN DAN USAHA YANG DILAKUKAN DALAM PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN BANJARSARI
Di setiap pelaksanaan suatu program tentunya tidak dapat terlepas dari berbagai hambatan yang menyertainya, meskipun hal itu sedapat
cliii
mungkin telah diminimalisir dan diupayakan pemecahannya. Begitu juga dengan pelaksanaan Program Raskin ini. Berdasarkan penelitian selama program ini berjalan, muncul permasalahan yang menjadi hambatan baik dalam tahap seleksi penerima program, sosialisasi maupun pelaksanaannya di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hambatan yang dihadapi oleh para petugas pelaksana di Kecamatan Banjarsari dalam pelaksanaan Program Raskin
(Program
Beras
untuk
Keluarga
Miskin)
beserta
upaya
pemecahannya adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap Program Raskin yang masih rendah, sehingga mereka kurang memahami maksud dan tujuan setiap tahapan kegiatan dalam Program Raskin yang dilaksanakan di Kecamatan Banjarsari. Sehingga upaya pemecahan dari pihak pelaksana yaitu dengan melakukan sosialisasi Program kepada masyarakat dengan menjelaskan makna, tujuan dan proses pelaksanaan Program Raskin. 2. Pernah terjadi ada sejumlah warga di wilayah Kecamatan Banjarsari yang tidak terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran dan tidak mendapatkan beras Raskin. Padahal mereka dipandang layak untuk mendapatkannya. Sehingga upaya pemecahan dari pihak pelaksana yaitu dengan membuat kesepakatan antara warga yang terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS) dengan warga yang tidak mendapatkan beras Raskin tersebut, untuk kemudian menggunakan Sistem Pembagian Rata yang dikenal dengan istilah “Sistem Bagito” atau “Sistem Bagi Roto”. Sistem ini diterapkan dengan cara membagi rata jumlah beras yang diperoleh antara warga penerima beras Raskin dengan warga yang
cliv
tidak menerima beras Raskin tapi layak untuk mendapatkannya. Untuk pembayarannya disesuaikan dengan jumlah beras yang diterima masingmasing warga. 3. Pengiriman beras ke titik distribusi yaitu kantor kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari tidak disertai dengan petugas BULOG Subdivre Surakarta. Sehingga apabila ada permasalahan di lapangan, pelaksana distribusi di kelurahan tidak dapat segera menyelesaikannya. Misalnya; kuantitas beras yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan ketentuan, maka masyarakat sulit untuk langsung mengadukan dan minta penggantian. Agar tidak terulang pada pengiriman bulan berikutnya, maka lurah mengirim surat aduan ke kantor BULOG Subdivre Surakarta supaya pada bulan berikutnya disertakan petugas Raskin dari BULOG Subdivre Surakarta untuk mengawal dan memantau pendistribusian beras tersebut. 4. Pengiriman beras Raskin pada bulan Januari dan Februari yang mengalami keterlambatan karena baru dikirim pada bulan Maret. Padahal masyarakat miskin yang terdaftar sebagai RTS telah menunggu kedatangan beras Raskin untuk segera dibagikan kepada mereka pada awal tahun, sesuai dengan ketentuan yakni pengiriman dilakukan tiap bulan sekali. Karena pada bulan Januari dan Februari tidak ada pengiriman beras Raskin, maka upaya pemecahan dari para pelaksana agar pengiriman berjalan stabil kembali, yakni pada bulan Maret dan Mei masing-masing dilakukan dua kali pengiriman jatah beras Raskin untuk mengganti pengiriman jatah beras Raskin yang tidak dilakukan di
clv
bulan Januari dan Februari. Sehingga untuk bulan berikutnya, pengiriman beras dapat berjalan normal kembali, yaitu sekali pengiriman dalam satu bulan. 5. Ada beberapa keluhan dari keluarga miskin mengenai kuantitas beras yang kurang dari yang semestinya. Maka petugas pelaksana distribusi di kelurahan mengirim surat aduan ke kantor BULOG Subdivre Surakarta agar pengiriman berikutnya timbangan di cek kembali. Sehingga pada bulan berikutnya jumlah beras yang diterima sesuai dengan jatah yang seharusnya diterima yaitu 15 kg per RTS.
Semua permasalahan yang berkembang di lapangan telah diupayakan pemecahannya di masing-masing kelurahan di Kecamatan Banjarsari selama pelaksanaan program. Hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Kecamatan Banjarsari lebih banyak dipengaruhi oleh aktor eksternal kelurahan. Para pelaksana di Kecamatan Banjarsari memiliki beban moral sehingga mereka selalu berusaha menyelesaikan setiap hambatan dalam pelaksanaan Program Raskin ini. Meskipun tidak sepenuhnya bisa mengatasi hambatan tersebut, tetapi solusi yang diberikan oleh para pelaksana telah dapat membuat pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari berjalan cukup lancar dan dapat selesai sesuai waktunya.
clvi
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini seperti yang tertulis di Bab I, yaitu untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi selama program tersebut berlangsung. Dalam penelitian yang penulis lakukan berjudul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009”, setelah diadakan reduksi, penyajian dan analisa data, maka penulis dapat menarik kesimpulan dan juga mencoba memberikan sedikit saran.
A. Kesimpulan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dilaksanakan di 13 kelurahan, dan perinciannya dapat dilihat pada tabel 1.2. Pada program ini telah diberikan bantuan beras bersubsidi kepada 7.148 Rumah Tangga Sasaran di Kecamatan Banjarsari. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data sebelumnya, secara umum pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta berjalan cukup baik dan lancar, namun masih ada beberapa hambatan yang menyebabkan program ini kurang efektif. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari lima indikator yang mempengaruhi keberhasilan program baik dari tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaannya. Kelima indikator tersebut antara lain sebagai berikut:
clvii
1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi Komunikasi dan koordinasi antara pihak pelaksana kelurahan di Kecamatan Banjarsari dengan pihak BULOG SubDivre Surakarta sering mengalami kendala. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ikutnya petugas Raskin BULOG dalam pendistibusian beras di kelurahan, sehingga apabila terjadi permasalahan di titik distribusi, pihak kelurahan tidak dapat berkoordinasi secara langsung dengan BULOG untuk segera melakukan tindakan penyelesaian. Selain itu, komunikasi dan koordinasi yang kurang terjalin dengan baik pada saat sosialisasi Program dan seleksi penerima manfaat Program. Meskipun demikian, komunikasi antara pihak pelaksana dengan Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat terjalin dengan baik, terlihat pada saat pemberian Kartu Raskin dan pada waktu pengambilan beras, komunikasi dan koordinasi antara aparat pelaksana juga bisa terjalin dengan baik terbukti dengan adanya penanganan masalah yang timbul pada saat distribusi beras. Komunikasi dan koordinasi antara aparat pelaksana terjalin secara top down, yaitu terbukti dengan penyampaian informasi secara cepat dan singkat dari atasan ke bawahan. Selain itu komunikasi juga bersifat bottom up seperti terlihat pada saat penyelesaian setoran Hasil Penjualan Beras (HPB) dan Pelaporan.
2. Transparansi dan Akuntabilitas Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ditunjukkan pada tahap pelaporan, yang mana
clviii
BULOG dan Pemerintah Kota Surakarta selalu memberikan laporan rutin tiap bulannya mengenai pelunasan pembayaran beras Raskin dan kegiatan monitoring. 3. Sumber Daya Yang Memadai Sumber daya dalam Program Raskin ini meliputi; sumber daya manusia berupa pelaksana program dan sumber daya non-manusia berupa beras Raskin, APBN serta alat transportasi. Sumber daya yang berupa sumber daya manusia (SDM) dalam Program Raskin, dalam hal ini adalah para pelaksana, jumlahnya sudah cukup memadai namun belum dapat memberikan informasi secara detail/menyeluruh kepada masyarakat tentang program pada saat sosialisasi. Hal ini disebabkan tugas-tugas rutin para pelaksana, baik petugas/aparat pemerintah kota, kecamatan maupun kelurahan yang banyak menyebabkan mereka tidak bisa terjun langsung untuk melakukan sosialisasi di lapangan. Sumber daya lain yang berupa jatah beras Raskin telah didistribusikan kepada kelompok sasaran dengan baik.
Namun,
dengan
berkurangnya
jumlah
bantuan
beras
ini
menimbulkan persoalan dalam distribusinya, karena terdapat sejumlah warga yang tidak terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran, padahal layak untuk menerima beras Raskin.
4. Sikap Positif Pelaksana Sikap positif pelaksana terlihat dari kemauan mereka melakukan sosialisasi
program,
meskipun
pelaksana
tersebut
lebih
banyak
melimpahkan tugas ke bawahan. Namun demikian, pelaksana masih
clix
menunjukkan sikap bahwa merekalah yang menentukan keputusan tanpa meminta partisipasi masyarakat. Terlihat dari pendataan kelompok sasaran yang hanya dilakukan oleh BPS dan mitra kerja dari kelurahan atau RT. Namun demikian setiap keluhan, usul dan saran dari warga pada saat musyawarah kelurahan atau pertemuan RT/RW selalu diterima dengan baik sebagai masukan untuk memecahkan persoalan yang ada. 5. Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran Dukungan kelompok sasaran terlihat dari antusiasme mereka dalam membeli beras Raskin. Dukungan Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai kelompok sasaran terlihat cukup besar, terlihat pada saat kemauannya membeli beras tersebut dan membayarnya dengan tepat waktu meskipun harus mengupayakan pencarian uangnya dahulu. Namun mereka kurang berpartisipasi dalam tahap perencanaan program baik itu dari proses sosialisasi maupun seleksi penerima program.
Hambatan atau kendala yang dihadapi dalam Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ini antara lain: kuantitas beras yang pernah kurang dari ketentuan, terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap program, waktu perencanaan yang sempit, dan keterlambatan pengiriman jatah beras Raskin. Selain itu, pernah terjadi ada sejumlah warga di wilayah Kecamatan Banjarsari yang tidak terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran dan tidak mendapatkan
beras
Raskin.
Padahal
mendapatkannya.
clx
mereka
dipandang
layak
untuk
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, tepatnya pada semester I, yakni sejak bulan Januari hingga Juni tahun 2009 berjalan kurang efektif. Namun meskipun dalam pelaksanaannya disertai dengan berbagai hambatan, tetapi hambatan tersebut telah diusahakan solusinya. Program tersebut telah dapat memberikan manfaat yang cukup besar bagi Rumah Tangga Sasaran (RTS) dalam membantu memenuhi kebutuhan pokok mereka.
B. Saran Guna lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari dapat dilakukan berbagai upaya perbaikan. Menurut penulis upaya tersebut dapat dilakukan melalui : 1. Penulis menyarankan bahwa Program Raskin masih tetap diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan mengatasi masalah kekurangan gizi pada masyarakat terutama masyarakat miskin. 2. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap Program Raskin maka sosialisasi, monitoring dan evaluasi terhadap Program Raskin secara terus menerus perlu dilakukan. 3. Karena masih ditemukan adanya warga miskin yang tidak mendapatkan jatah beras Raskin, penulis menyarankan agar ada penambahan Kuota Raskin. Tambahan Kuota Raskin ini dapat disediakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tingkat Pusat maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tingkat Daerah.
clxi
4. Ada reward untuk pemerintah daerah yang berhasil mengentaskan kemiskinan dengan cara menambah jatah beras Raskin untuk Program Raskin tahun berikutnya dan ada punishment untuk pemerintah daerah yang tidak berhasil mengentaskan kemiskinan dengan cara menurunkan Kuota Raskin untuk program Raskin tahun berikutnya. 5. Perlunya pendataan ulang keluarga sasaran dengan metode yang lebih realistis dengan penentuan kriteria yang rasional. Pendataan RTS yang dilakukan oleh BPS harus selalu up to date. 6. Perlunya peraturan yang jelas dan ketegasan dalam penentuan jadwal pelaksanaan antara satu program dengan program yang lain, sehingga pelaksanaan antar program tidak saling tumpang tindih. Mengingat hal itu akan berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan program itu sendiri.
clxii
DAFTAR PUSTAKA
Adang Setiana, 2009. Pedoman Umum Raskin Tahun 2009. Jakarta : Departemen Dalam Negeri. Alo Liliweri, 1997. Sosiologi Organisasi. Bandung : Citra Aditya Bakti. Abu Ahmadi, 1990. Kamus Lengkap Sosiologi. Solo, C.V Aneka Nakamura Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur Waseso. 1984. Penelitian Untuk Mengevaluasi Efektivitas Program Kemasyarakatan. Surabaya, Usaha Nasional. Budi Winarno, 2008. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta : MedPress. Carol H. Weiss, 1984. Penelitian Untuk Mengevaluasi Efektivitas Program Kemasyarakatan, Terjemahan Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur. Surabaya : Usaha Nasional. Emil Salim. Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996. Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. SA. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher. Faustinus Cardoso Gomes. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta, Andi offset Handayaningrat, S. 1986. Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta : Gunung Agung. H.B. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta, Sebelas Maret University Press. Kasni Hariwoeryanto. 1987. Kebijaksanaan Sosial dan Evaluasi Program Kesejahteraan Sosial. Bandung. PT. Karya Nusantara. Leslie A. Pal, 1987. Public Policy Analysis in Introduction. University of Calgary: Department of Political Science. Lexy J. Moleong, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Mohammad Nazir, 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
clxiii
Pariatra Westra, 1989. Ensiklopedia Administrasi. Jakarta : Haji Masagung. Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2007. Manajemen Pemberdayaan. Jakarta, Gramedia. Richard M. Steers, 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta, Erlangga. Samodra Wibawa dkk, 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta, Rajawali Grafindo Persada Solichin Abdul Wahab. 2005. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta, Bumi Aksara. Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. The Liang Gie, 1981. Efisiensi Kerja Bagi Pembangunan Negara. Yogyakarta : UGM Press.
Sumber-sumber lain : ¨ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ¨ Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan ¨ Klaus Bosselmann, 2006. Poverty Alleviation and Environmental Sustainability Through Improved Regimes of Technology Transfer. New Zealand : University of Auckland http://www.lead-journal.org/content/06019.pdf ¨ Max J. Skidmore, 2009. Poverty in the Twenty-First Century : Explaining the Need for the New Journal and Decribing Its Goals. Kansas City : University of Missouri. http://www.bepress.com/pso_poverty/vol1/iss1/art1 ¨ Aep Rusmana. Kajian Indeks BPS Tentang Kemiskinan, 08 Februari 2006. http://ditppk.depsos.go.id/html/modules.php?name=News&file=article&si d=21
clxiv
clxv