TAMAN CERDAS SEBAGAI SIMBOLISASI KOTA LAYAK ANAK DI SURAKARTA (Studi Kasus di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta)
JURNAL
Oleh : RINA UTAMI K8410047
PENDIDIKAN SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA JUNI 2014
PERSETUJUAN
Jurnal ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji SkripsiFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta,
Juni 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Slamet Subagya, M.Pd
Siany Indria L, S.Ant, M.Hum
NIP. 19521126 198103 1 002
NIP. 19800905 200501 2 002
ABSTRACT Rina Utami. K8410047. TAMAN CERDAS (SMART PARK) AS THE SYMBOLIZATION OF CHILD FRIENDLY CITY IN SURAKARTA (A CASE STUDY ON KELURAHAN KADIPIRO OF BANJARSARI SUBDISTRICT OF SURAKARTA CITY). Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, June 2014. The objective of research was to find out (1) the perception of Kelurahan Kadipiro people on the existence of Taman Cerdas, (2) the function of Taman Cerdas in the attempt of fulfilling the child’s needs, (3) whether or not the Taman Cerdas became the solution to the children problems in Kelurahan Kadipiro. This study employed a descriptive qualitative method with a case study strategy. The sampling techniques employed were purposive sampling and snowball sampling. Meanwhile, techniques of collecting data employed were indepth interview, direct observation, and document collection. The data validation test was carried out using source/data and method triangulations. Technique of analyzing data used was an interactive analysis encompassing data collection, data display, and conclusion. The results of research obtained were as follows. 1) majority people did not care about the existence of Taman Cerdas because the did not known the actual function of Taman Cerdas. 2) Smart Part did not function optimally to meet the children’s needs because of less coordination in its management mechanism. 3) The Taman Cerdas in fact did not give solution to the children’s problems in Kelurahan Kadipiro. The conclusion of research obtained from this study in line with hyperrealism concept formulated by Jean Baudrillard that the existence of Taman Cerdas used only as the symbol/sign communicating to the public that Surakarta had become the Child Friendly City. However this sign was not a reflection of reality meaning, because in fact the Taman Cerdas could not function optimally in meeting the children’s needs. Thus the Smart Park only functioned as a symbol of Surakarta as Child Friendly City. Keywords: Taman Cerdas (Smart Park), Child Friendly City, hyperreality, symbolization
1
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) persepsi masyarakat Kelurahan Kadipiro dengan keberadaan Taman Cerdas, (2) fungsi Taman Cerdas dalam upaya pemenuhan kebutuhan anak, (3) apakah Taman Cerdas menjadi solusi bagi persoalan anak di Kelurahan Kadipiro. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling dan snowball sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan wawancara mendalam, observasi langsung, dan pengumpulan dokumen. Uji validitas data yang digunakan yaitu triangulasi sumber/data dan metode. Teknik analisis data menggunakan analisis interaktif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data, dan kesimpulan. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu : 1) mayoritas masyarakat bersikap tidak peduli dengan keberadaan Taman Cerdas karena tidak mengetahui fungsi dari Taman Cerdas yang sebenarnya. 2) Taman Cerdas tidak berfungsi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan anak karena kurangnya koordinasi dalam mekanisme pengelolaannya. 3) Keberadaan Taman Cerdas ternyata tidak dapat memberikan solusi bagi persoalan-persoalan anak di Kelurahan Kadipiro. Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan konsep hiperrealitas yang dirumuskan oleh Jean Baudrilard bahwa keberadaan Taman Cerdas hanya digunakan sebagai simbol/penanda yang mengkomunikasikan kepada publik bahwa Surakarta telah menjadi Kota Layak Anak. Akan tetapi penanda ini bukanlah cerminan dari makna realitas, karena pada kenyataannya Taman Cerdas tidak dapat berfungsi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan anak. Dengan demikian Taman Cerdas hanya difungsikan sebagai simbolisasi Surakarta sebagai Kota Layak Anak. Kata Kunci : Taman Cerdas, Kota Layak Anak (KLA), hiperrealitas, simbolisasi
2
3
2006,
PENDAHULUAN Kota Surakarta atau sering kita
KLA
diujicobakan
di
5
kabupaten/kota yaitu Jambi, Surakarta,
kenal dengan Kota Solo memiliki berbagai
Sidoarjo,
nama
oleh
Gorontalo (Niken Irmawati : 2009). Kota
masyarakat. Masyarakat tentu sudah akrab
Surakarta merupakan salah satu kota yang
dengan julukan Surakarta sebagai kota
terpilih
budaya, kota kuliner, kota seni, dan kota
pengembangan model KLA pada tahun
batik. Akan tetapi masyarakat juga perlu
2006 melalui Keputusan Menteri Negara
mengetahui bahwa kini Surakarta mulai
Pemberdayaan Perempuan RI No. SK-
memperkenalkan dirinya sebagai Kota
49/MEN.PP/IV/2007.
Layak Anak (KLA).
kemudian
julukan
Kota
yang
Layak
dikenal
Anak
Kutai
Kartanegara,
menjadi
dan
pilot
Kota
didorong
projek
Surakarta
untuk
mampu
(KLA)
berkembang menjadi Kota Layak Anak
merupakan sebuah upaya yang dilakukan
berdasarkan 31 indikator KLA yang telah
pemerintah
disebutkan dalam Permen No 11 tahun
untuk
mewujudkan
perlindungan terhadap hak anak yang mengacu
pada
Konvensi
(KHA).
Negara
Hak
Indonesia
2011 .
Anak mulai
Pemerintah mewujudkan
KLA
Kota
Surakarta
dengan
menyusun
mengimplementasikan KHA pada tahun
program unggulan yang meliputi 4 bidang
2002
Undang-Undang
yaitu bidang kesehatan, bidang pendidikan,
Perlindungan Anak (UUPA) yaitu UU No
bidang perlindungan anak dan bidang
23 tahun 2002.
partisipasi.
melalui
Kemudian Pemerintah Indonesia
Bidang
kesehatan
diimplementasikan dengan Rumah Sakit
mewujudkan upaya perlindungan anak
Ramah
dengan membuat kebijakan tentang KLA
(POKASI),
melalui PERMEN RI No 2 th 2009 dan
Perbaikan gizi, dll. Bidang pendidikan
mengembangkan kebijakan KLA melalui
meliputi Pendidikan
PERMEN No 11 tahun 2011 tentang
Sekolah Ramah Anak, Pendidikan Anak
indikator KLA. Diharapkan keberadaan
Usia Dini (PAUD), Zona Selamat Sekolah,
KLA dapat menjawab persoalan-persoalan
Jam Wajib Belajar, Taman Anak Cerdas,
anak di Indonesia.
Mobil Cerdas, dll. Bidang perlindungan
KLA pertama
kali
mulai oleh
diperkenalkan Kementrian
anak
Anak, Asi
mendukung
Pondok
Kasih
Eksklusif,
Posyandu,
Wajar
anak
Ibu
9
tahun,
bebas
dari
permasalahan sosial, seperti penghapusan
Pemberdayaan Perempuan RI (KPP RI)
ESKA,
perlindungan
anak
jalanan,
tahun 2005. Yang selanjutnya pada tahun
penghapusan pekerja anak, dll. Sedangkan
4
dalam bidang partisipasi Kota Surakarta
tempat
membuat Forum Anak Surakarta (FAS).
beradaptasi
Salah
satu
program
kerja
rekreasi
Layak
Anak
adalah
dengan
tempat
dengan
untuk
lingkungannya
(Laporan Pemkot Surakarta : 2012).
Pemerintah Surakarta dalam mewujudkan Kota
dan
Pengelolaan Taman Cerdas di Surakarta telah diatur di dalam Perwali
membangun Taman Cerdas. Pada awal
No.
tahun 2014 Kota Surakarta sudah memiliki
Pelaksanaan Pengelolaan Taman Cerdas.
6 Taman Cerdas yang tersebar di berbagai
Petugas Pengelola Taman Cerdas terdiri
kelurahan, antara lain yaitu Taman Cerdas
dari
Sumber, Kadipiro, Mojosongo, Gandekan,
Petugas Pengelola Perpustakaan, serta
Joyotakan
Petugas
dan
Pajang.
Tahun
2008
6
th.
2008
tentang
Petunjuk
: Petugas Pengelola Komputer ,
Pengelola
keamanan.
Taman Cerdas di Surakarta. Ada 3 Taman
stimulan
Cerdas yang diresmikan secara bersamaan,
diberikan setiap bulan yang dialokasikan
diantaranya yaitu Taman Cerdas Kadipiro
melalui anggaran di SKPD Kelurahan
(Banjarsari),
dan
sesuai dengan standart UMR atau sesuai
Jambon (Serengan). Sedangkan 3 Taman
dengan kesepakatan dalam musyawarah
Cerdas lainnya diresmikan pada tahun
kelurahan.
2009.
Surakarta:2012)
(Banjarsari)
Pembangunan Taman Cerdas di Surakarta
mempunyai
tujuan
untuk
oleh
pengelola
dan
merupakan tahun pertama diresmikannya
Sumber
Petugas
kebersihan
Pemkot
diberi
Surakarta
(Laporan
yg
Pemkot
Penempatan pembangunan Taman Cerdas ini juga diatur berdasarkan kondisi
memberikan fasilitas umum bagi kegiatan
lingkungan
bermain, berinteraksi dan belajar untuk
lingkungan yang marginal dan di tempat-
anak-anak, serta untuk memanfaatkan aset
tempat strategis untuk anak-anak (dekat
tanah pemerintah yang belum terolah.
pasar, dekat terminal, dekat stasiun, dll).
Sedangkan sasaran Taman Cerdas itu
Serta berdasarkan tersedianya lahan milik
sendiri adalah untuk masyarakat yang
pemerintah, Taman Cerdas akan didirikan
tidak mampu di sekitar lokasi Taman
di atas tanah Pemerintah atau Yayayasan
Cerdas khususnya untuk anak-anak yang
dan perorangan yang telah dihibahkan
termaginalkan dan membutuhkan tempat
untuk kepentingan masyarakat.
untuk
mendapatkan
yaitu
diutamakan
di
pengetahuan,
Kelurahan Kadipiro merupakan
ketrampilan,
salah satu kelurahan yang dipilih sebagai
membaca, ruang kreasi seni, pengenalan
tempat pembangunan Taman Cerdas pada
teknologi
tahun 2007. Kelurahan Kadipiro memiliki
pengembangan
bakat,
informasi,
tempat
bermain,
5
luas wilayah 508,80 Ha, dengan jumlah
hanya dilakukan pada satu sasaran yang
penduduk 48. 467 jiwa, dimana angka
terfokus pada satu lokasi di Surakarta dan
tersebut
tertinggi
pada satu kasus yaitu Taman Cerdas
diantara kelurahan yang lain di Banjarsari.
sebagai simbolisasi Kota Layak Anak di
Jumlah penduduk dengan usia anak-anak
Surakarta.
merupakan
(usia 0-14 tahun)
angka
sebanyak 10.196 dan
Penelitian dilakukan dalam waktu
sisanya adalah usia dewasa yaitu 38.271
5 (lima) bulan dari bulan Januari hingga
(Kecamatan dalam Angka Surakarta :
Mei 2014. Jenis data yang digunakan
2012). Pada tahun 2012 angka rata-rata
adalah data primer melalui wawancara dan
putus sekolah di Kecamatan Banjarsari
data sekunder melalui observasi. Data
adalah 5%, sedangkan angka rata-rata
wawancara digunakan untuk mengetahui
putus sekolah di Kelurahan Kadipiro
persepsi masyarakat dengan keberadaan
adalah mencapai angka 7% . Keberadaan
Taman Cerdas, fungsi Taman Cerdas
Taman Cerdas diharapkan dapat mengatasi
dalam pemenuhan hak anak serta apakah
persoalan anak serta memenuhi hak anak-
Taman Cerdas dapat menjadi solusi bagi
anak Kadipiro yang berjumlah 10.196 anak
persoalan anak. Sedangkan data observasi
dan tersebar seluas 508,80 Ha tersebut.
digunakan untuk mengecek kembali data yang diperoleh dari wawancara.
METODE menggunakan
Sumber data dalam penelitian ini
metode deskriptif kualitatif dengan strategi
antara lain adalah informan, aktivitas dan
penelitian studi kasus. Penelitian kualitatif
dokumentasi. Informan meliputi Kepala
bermaksud untuk memahami fenomena
Bapermas bagian Perlindungan Anak,
keberadaan Taman Cerdas yang akan
masyarakat Kelurahan Kadipiro, pengurus
diteliti dengan cara deskriptif secara
dan pengelola Taman Cerdas Gambirsari,
holistik dan dengan konteks yang alamiah.
ketua pokja KLA Kelurahan Kadipiro,
Studi kasus digunakan untuk mempelajari,
anak-anak pengunjung Taman Cerdas dan
menerangkan
menginterpretasikan
FAS (Forum Anak Surakarta). Aktivitas
suatu kasus (case) dalam konteksnya
yang diamati meliputi kegiatan yang
Penelitian
atau
ini
secara natural, tanpa adanya intervensi dari
berlangsung di Taman Cerdas setiap hari, bagaimana
pihak luar.
pengelolaannya,
serta
digunakan
bagaimana partisipasi masyarakat dalam
dalam penelitian ini adalah studi kasus
kegiatan di Taman Cerdas. Sedangkan
terpancang tunggal, artinya penelitian ini
dokumen
Studi
kasus
yang
berupa
Peraturan
walikota
6
Surakarta
dan
Surat
Keputusan
pembangunan Taman Cerdas di Kadipiro.
narasi, dan disimpulkan (H.B Sutopo, 2001:96).
Teknik sampling yang digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
yaitu purposive sampling dan snowball
Hasil
penelitian
menunjukkan
sampling. Purposive sampling adalah cara
bahwa masyarakat Kadipiro memiliki 2
memilih
dianggap
pemahaman tentang Taman Cerdas yaitu
mengetahui permasalahan yang diteliti
mengetahui fungsi Taman Cerdas dan
secara mendalam dan dapat dipercaya
tidak
untuk menjadi sumber data yang baik.
mengetahui fungsi Taman Cerdas dan
Sedangkan Snowball Sampling merupakan
menganggap
teknik pengambilan sampel sumber data,
diperuntukkan
informan
yang
yang pada awalnya jumlahnya sedikit,
mengetahui.
Masyarakat
yang
bahwa
Taman
Cerdas
bagi
anak
adalah
masyarakat di sekitar Taman Cerdas,
lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2009
sedangkan masyarakat yang tinggal di RT
: 219). Sedangkan teknik pengumpulan
yang berbeda sudah tidak mengetahui hal
data
dengan
tersebut. Masyarakat kemudian bersikap
wawancara mendalam, observasi langsung,
tidak peduli karena tidak paham dan tidak
dan pengumpulan dokumen.
merasa memiliki Taman Cerdas. Hanya
yang
digunakan
yaitu
Uji validitas data yang digunakan
beberapa masyarakat di sekitar Taman
yaitu triangulasi sumber/data dan metode.
Cerdas saja yang peduli akan pentingnya
Triangulasi sumber/data digunakan untuk
keberadaan Taman Cerdas bagi anak,
menguji kredibilitas data tentang Taman
sedangkan
Cerdas sebagai simbolisasi Kota Layak
dominan untuk bersikap tidak peduli.
Anak
dengan
memperoleh data
dari
masyarakat
Tujuan
dari
umum
program
lebih
Taman
informan kunci dan informan pendukung.
Cerdas ialah untuk memberikan fasilitas
Sedangkan triangulasi metode digunakan
umum bagi kegiatan bermain, berinteraksi
untuk
dan belajar untuk anak-anak. Keberadaan
membandingkan
antara
data
wawancara dengan data observasi. Teknik
analisis
data
Taman dalam
penelitian ini menggunakan model analisis interaktif
yang
dimulai
dengan
Cerdas
diharapkan
dapat
membantu perkembangan anak secara mental, moral dan sosial, karena dengan bermain
bersama
anak
akan
belajar
pengumpulan data melalui wawancara,
berinteraksi dan bertoleransi dengan teman
observasi dan dokumentasi, kemudian data
lainnya. Landasan Taman Cerdas juga
direduksi, data disajikan dalam bentuk
menggunakan prinsip non diskriminasi,
7
siapapun diperbolehkan untuk mengakses
anak.
Anak-anak
Taman Cerdas, tanpa terkecuali. Bahkan
persoalan putus sekolah dan kekurangan
sasaran dari Taman Cerdas ini adalah
fasilitas buku tidak dapat mengakses
untuk membantu memfasilitasi anak-anak
Taman Cerdas secara maksimal karena
yang termarginalkan seperti anak jalanan,
jarangnya perpustakaan Taman Cerdas
anak pengamen, anak keluarga miskin,
dibuka. Selain itu ada persepsi seakan-
defable dan sebagainya (Laporan Pemkot
akan
Surakarta : 2012).
diperuntukkan bagi anak yang sekolah,
Taman
yang
mengalami
Cerdas
ini
hanya
Akan tetapi fakta yang ditemukan
sehingga anak yang putus sekolah dan
di lapangan menunjukkan bahwa fungsi
anak yang termarginalkan yang lainnya
Taman
merasa
Cerdas
sebagai
upaya
untuk
tidak
menjadi
memiliki
masih belum tercapai. Masih banyak
Gambirsari juga tidak memiliki lahan
keinginan
belum
untuk bermain, tetapi keberadaan Taman
terakomodir seperti keinginan anak untuk
Cerdas juga tidak dapat memberikan solusi
mengadakan
menggambar,
atas masalah tersebut. Pintu gerbang
mewarnai, menari dan olahraga yang
Taman Cerdas hanya dibuka ketika ada
belum
Cerdas.
petugas yang jaga sehingga anak-anak
Kebutuhan rekreasi pun sering kali tidak
tetap bermain di jalan gang-gang sekitar
terpenuhi karena jam buka Taman Cerdas
rumah mereka ketika mereka memiliki
yang sangat minim yaitu 3 jam sehari,
waktu luang untuk bermain.
anak
kegiatan
diwadahi
yang
Taman
bahkan tidak jarang ditemukan Taman
Tidak
Cerdas.
yang
memenuhi hak kreasi dan rekreasi anak
kreatif
Taman
bagian
Anak-anak
berfungsinyan
Taman
Cerdas tidak buka di hari kerja. Selain itu
Cerdas ini terjadi karena 4 (empat) faktor,
sasaran Taman Cerdas yang diutamakan
antara lain yaitu :
untuk anak-anak yang termarginalkan juga
Pertama
kurangnya
belum tercapai. Selama ini Taman Cerdas
sosialisasi
hanya diakses oleh anak-anak sekolah saja,
mengakibatkan persepsi yang tidak sama,
sedangkan
sosialisasi tentang keberadaan Taman
anak
yang
termarginalkan
terhadap
karena
Cerdas
fasilitas dan terlibat dalam kegiatan di
kelurahan,
Taman
disampaikan dalam rapat RW selanjutnya
misalnya
anak-anak
pengamen dan penyandang difabel. Keberadaan Taman Cerdas tidak dapat memberikan solusi bagi persoalan
pada
kemudian
saat
yang
belum ditemukan mereka menggunakan
Cerdas,
dilakukan
masyarakat
rapat
menyambung
disampaikan lagi di PKK tingkat RT. Sosialisasi
dengan
cara
ini
ternyata
mengakibatkan pengetahuan masyarakat
8
tentang Taman Cerdas menjadi berbeda-
juga masih belum memahami betul tujuan
beda. Masyarakat di sekitar Taman Cerdas
dari Taman Cerdas, sehingga pengelolaan
mengetahui bahwa pembangunan Taman
Taman Cerdas tidak didesain secara
Cerdas
kreatif, melainkan hanya melayani ketika
diperuntukkan
bagi
anak,
sedangkan masyarakat yang tinggal jauh
ada masyarakat yang datang.
dari Taman Cerdas mereka hanya tahu
Ketiga tidak adanya pembinaan
bahwa di Kadipiro terdapat Taman Cerdas
dan
tetapi digunakan sebagai gedung serba
perpihak pada hak anak, Bapermas sebagai
guna.
yang
pembina Taman Cerdas tingkat kota tidak
mengetahui tujuan Taman Cerdas juga
memberikan pembinaan kepada pengelola
terbagi menjadi dua, yaitu masyarakat
dan masyarakat agar mereka mengetahui
dengan perspektif yang berpihak terhadap
hakikat fungsi dari Taman Cerdas dalam
hak anak dan masyarakat yang tidak
pemenuhan hak anak. Akibatnya pengelola
memiliki perspektif tentang hak anak.
dan masyarakat tidak memahami betul
Sedangkan
Kedua
masyarakat
koordinasi
pembangunan
perspektif
yang
antara
tentang hak kreasi dan rekreasi yang
Bapermas dan pengelola yang kurang
seharusnya diperoleh anak di Taman
optimal, kurangnya koordinasi ini terjadi
Cerdas.
pada semua level kepengurusan, baik
keempat tidak adanya monitoring
jajaran atas maupun tingkat kelurahan.
dari Bapermas yang berakibat tidak adanya
Peran Bapermas sebagai pembina tingkat
program
kota tidak memberikan pendampingan dan
pengelola untuk mengembangakan potensi
masih belum mempersiapkan kecakapan
anak, serta adanya lalai akan tanggung
pengelola untuk terjun langsung di Taman
jawab yang diberikan kepada pengelola,
Cerdas, pemantauan kinerja pengelola dan
seperti sering kali Taman Cerdas tidak
kegiatan dalam Taman Cerdas juga tidak
buka di jam-jam buka dan hari kerja.
stabil, monitoring hanya dilakukan saat
kegiatan
yang
diupayakan
PEMBAHASAN
lomba Taman Cerdas setiap satu tahun sekali. Pembina tingkat kecamatan juga belum memiliki andil dalam melakukan pembinaan di Taman Cerdas. Tingkat kecamatan hanya ikut hadir ketika ada ivent-ivent tertentu, tidak mendampingi dan
membina
sebagaimana
mestinya.
Sedangkan pengelola tingkat kelurahan
Hiperrealitas Taman Cerdas dalam Program Kota Layak Anak Kota
yang
dikembangakan
menjadi KLA idealnya dapat memenuhi 31 indikator yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (Permen) tentang indikator KLA yaitu Permen no 12 tahun
9
2011 yamg dikeluarkan oleh Menteri
harus mencapai nilai 500-600. Untuk
Pemberdayaan
dan
Madya nilainya 600-700, Nindya nilainya
Perlindungan Anak. Begitu juga dengan
700-800, dan Utama 800-900. Tingkatan
Kota Surakarta, pembangunan kota harus
Kota Layak Anak (KLA) sebagai gelar
dibuat seperti apa yang telah digambarkan
tertinggi bisa didapatkan dengan nilai 900-
dalam indikator KLA. Hal ini senada
1.000. Penilaian tersebut dilakukan oleh
dengan
Tim verifikasi dan evaluasi Kementrian PP
Perempuan
apa
yang
dikatakan
oleh
Baudrilard bahwa objek konsumsi sebagai
dan PA.
sesuatu yang diorganisir oleh tatanan
Pengelompokkan tingkatan KLA
produksi. Atau dalam arti lain, bahwa
ini sama seperti yang dikatakan oleh
kebutuhan dan konsumi adalah perluasan
Baudrilard
dari
telah
mengkonsumsi suatu tanda maka disitulah
diorganisir (Baudrilard dalam Ritzer, 2003
kita sedang mendefinisikan siapa diri kita.
:137). Kebutuhan dari suatu kota yang
Melalui objek, setiap individu dan setiap
menuju
dan
kelompok menemukan tempat masing-
yang
masing pada sebuah tatanan, semuanya
kekuatan
KLA
produktif
telah
ditentukan
oleh
dirumuskan
dalam
yang
diorganisir
pemerintah
indikator-indikator
berusaha
bahwa
ketika
mendorong
kita
tatanan
ini
KLA. Untuk dapat disebut sebagai KLA,
berdasarkan garis pribadi. Melalui suatu
suatu kota harus memenuhi syarat yang
objek,
telah ditentukan dalam Permen yaitu
setiap orang terus pada tempat tertentu
dengan mengkonsumsi fasilitas-fasilitas
(Baudrilard dalam Ritzer, 2003:138).
masyarakat
yang telah disebutkan dalam indikator KLA. Dalam evaluasi KLA, penilaian
terstratifikasi,
agar
Pemerintah menciptakan sebuah rekayasa
dengan
tingkatan
KLA
membuat yang
peraturan
diukur
dari
dilakukan berdasarkan 31 indikator yang
banyaknya konsumsi indikator yang telah
mana masing-masing indikator memiliki
dilakukan oleh suatu kota, semakin banyak
bobot
kota
tertentu,
sehingga
nilai
yang
tersebut
melakukan
tindakan
dijumlahkan menghasilkan angka-angka
konsumsi indikator maka semakin tinggi
yang digunakan untuk mengelompokkan
pula
tingkatan
Anak
mendekati gelar KLA. Misalnya saja
dikelompokkan dalam 5 tingkatan kelas,
seperti Kota Surakarta pada tahun 2013
yaitu pratama, madya, nindya, utama dan
telah menduduki gelar Nindya, sebagai
Kota
tingkatan tertinggi yang pernah dicapai
KLA.
Layak
Kota
Anak.
Layak
Untuk
dapat
menyandang gelar Pratama, suatu kota
tingkatan
kota-kota
kota
tersebut
pengembangan
KLA
untuk
di
10
Indonesia bersama 3 kota lainnya yaitu
Precession of Simulacra, sebagai simulasi
Surabaya, Bandung, Denpasar.
realitas. Pada dasarnya simulasi realitas ini
Dalam masyarakat
tulisannya
tentang
konsumsi
Baudrilard
merupakan sebuah tindakan yang memiliki tujuan
membentuk
persepsi
yang
mengatakan kita tidak membeli apa yang
cenderung palsu (seolah-olah mewakili
kita butuhkan, tetapi membeli apa yang
kenyataan). Ruang pemaknaan di mana
kode sampaikan pada kita tentang apa
tanda-tanda saling terkait dianggap tidak
yang seharusnya dibeli. Lebih jauh lagi,
harus memiliki tautan logis.
kebutuhan diri sendiri ditentukan oleh
Realitasnya
kegiatan
yang
kode, jadi kita menentukan “kebutuhan”
berlangsung di Taman Cerdas setiap hari
atas apa yang disampaikan kode pada kita
antara lain hanya melayani anak-anak
tentang apa yang dibutuhkan, “yang ada
untuk menggunakan fasilitas komputer,
hanya
kebutuhan
karena
sistem
buku di perpustakaan dan tempat bermain
(Baudrilard
dalam
anak-anak. Sedangkan kegiatan yang rutin
yang
dilaksanakan adalah les gratis dari Solo
dikonsumsi bukan berdasarkan kebutuhan
Mengajar setiap hari selasa dan rabu jam
akan tetapi berdasarkan apa yang sistem
19.00-20.00 WIB. Kegiatan ini dilakukan
butuhkan
untuk kita konsumsi. Begitu
oleh sukarelawan solo mengajar yang
juga dengan Kota Layak Anak, mereka
bisasanya terdiri dari para mahasiswa.
membangun
berdasarkan
Adapun kegiatan tahunan yaitu lomba
kebutuhan dari kota itu sendiri, melainkan
mewarnai, membaca puisi, dan lainnya,
berdasarkan apa yang didisebutkan dalam
tetapi hanya dilakukan pada ivent-ivent
indikator.
tertentu. Kegiatan tersebut pun dilakukan
memerlukannya” Ritzer,
2003:139).
kota,
Selin
Sesuatu
bukan
dalam
dengan dana yang minim dan dilakukan
mengembangan KLA juga sering terjebak
dengan sederhana karena dukungan dana
untuk membuat rekayasa realitas. Pada
dari kelurahan juga sulit didapatkan.
saat
Kota
Dengan begitu aktivitas dalam Taman
Surakarta, Taman Cerdas didesain seramah
Cerdas menjadi terkesan kosong, hal ini
mungkin
anak-anak,
menimbulkan keinginan masyarakat untuk
fasilitas dirawat dengan baik, anak-anak
memanfaatkan tempat kosong tersebut
didatangkan untuk mengikuti kegiatan, dan
untuk
lain sebagainya. Upaya pencitraan ini
dilakukan oleh orang dewasa.
ada
itu
Kota
kunjungan dari
untuk
kegiatan
luar
mengarah pada apa yang disebut Jean Baudrillard
dalam
tulisannya
The
kegiatan
Adapun mereka
yang
mungkin
kegiatan
jadwalkan antara
yang
bisa
telah
lain setiap
11
minggu pagi digunakan untuk senam
yang menciptakan citraan dan realitas
bapak-bapak dan ibu-ibu, setiap tanggal 21
semu.
untuk rapat RW, setiap selasa kedua untuk posyandu, kegiatan
dan
lainnya.
untuk
anak
yaitu
Kota juga telah terjebak oleh
Sedangkan
khayalan untuk menjadi Kota Layak Anak
kegiatan
yang sempurna sehingga selalu tidak puas
bermain dan belajar selama 3 jam dalam
terhadap
apa
yang
satu hari saat Taman Cerdas dibuka, les
Pemerintah kota akan membangun Taman
gratis dari Solo Mengajar setiap satu
Cerdas
minggu 2x, dan lomba atau kegiatan lain
keberfungsian Taman Cerdas itu tidak
yang dilakukan pada ivent-ivent tertentu.
begitu dirasakan oleh anak-anak.
lagi
dan
telah
lagi
dimiliki.
meskipun
Kegiatan untuk orang dewasa dan untuk
anak-anak
dibandingkan terlihat
tersebut
apabila
bahwa
kegiatan
PENUTUP Simpulan yang diperoleh dari
untuk orang dewasa lebih mendominasi
penelitian
penggunaan Taman Cerdas. Artinya bahwa
hiperrealitas yang dirumuskan oleh Jean
Taman
Baudrilard
Cerdas
diperuntukkan
yang
bagi
seharusnya
pemenuhan
hak
Cerdas
ini
sesuai
bahwa hanya
dengan
keberadaan digunakan
konsep
Taman sebagai
pendidikan, kreasi dan rekreasi anak-anak
simbol/penanda yang mengkomunikasikan
telah beralih fungsi menjadi tempat yang
kepada publik bahwa Surakarta telah
dipinjamkan untuk kegiatan masyarakat
menjadi Kota Layak Anak. Akan tetapi
umum.
penanda ini bukanlah cerminan dari makna Dari hasil penelitian di atas dapat
realitas, karena pada kenyataannya Taman
disimpulkan bahwa Kota Surakarta telah
Cerdas
terjebak
Hiperrealitas
optimal untuk memenuhi kebutuhan dan
dimana ia menjadi subjek konsumsi yang
hak anak, terutama anak-anak dimana
telah diorganisir untuk mengkonsumsi
terdapat lokasi Taman Cerdas.
dalam
keadaan
tidak
dapat
berfungsi
secara
tanda-tanda yang telah disebutkan dalam indikator KLA. Kota Surakarta memiliki
DAFTAR PUSTAKA
simbol Taman Cerdas yang menandakan ia telah menjadi KLA akan tetapi simbol tersebut tidak difungsikan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan dan hak anak, sehingga yang terjadi adalah Taman Cerdas hanya berfungsi sebagai simbol
Agus Salim. (2001). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya. Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. (2012). Kecamatan Banjarsari
12
Dalam Angka 2012. Surakarta : Badan Pusat Statistik Surakarta. Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. (2013). Surakarta Dalam Angka 2013. Surakarta :` Badan Pusat Statistik Surakarta.
Moleong, Lexy J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Burhan Bungin. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Niken Irmawati. (2009). Responsivitas Pemerintah Kota Surakarta Terhadap Perlindungan Anak Menuju Solo Kota Layak Anak (KLA). Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Eva Agustinawati, Diffah Hanim, & Siany Indria L. (2008). Kajian Kota Layak Anak (KLA) Kota Surakarta Bidang Pendidikan dan Kesehatan Tahun 2008. Laporan Penelitian Tidak Dipublikasikan, LPPM UNS Surakarta.
Nistiarisa Angelina. (2013). Pemenuhan Kebutuhan Hak Pendidikan Formal Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Sebagai Upaya Mewujudkan Kota Layak Anak Di Surakarta. Skripsi Tidak Dipublikasikan.
H.B
Ritzer, George. (2009). Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta : Kreasi Wacana
Sutopo.
(2002).
Metodologi
Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press. Hadi Supeno. (2010). Kriminalisasi Anak. Jakarta : PT Gramedia. Henry purwoko. (2010). Efektivitas Kemitraan Antar Stakeholder Dalam Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) Di Surakarta Tahun 2016. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Uneversitas Sebelas Maret, Surakarta. Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Komnasham. (2013). Laporan Penelitian Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita dan Anak Pria Tangerang. (Versi elektronik). Diperoleh 20 Januari 2014 dari http://www.komnasham.go.id.
Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi (Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Scott, John. (2011). Sosiologi :The key Concepts; Tim Penerjemah Lapsos FISIP UNSOED Ed. 1. Jakarta : Rajawali Pers. Video BAPERMAS, PP, PA & BK. 2012. VCD Solo Kota Layak Anak. Yasraf Amir Piliang. (2011). Dunia yang Dilipat (Tamasya Melampaui BatasBatas Kebudayaan). Bandung : Matahari Gun Gun Heryanto. (2010). Komunikasi Politik di era Industri Citra. Jakarta: Lasswell Visitama.