perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTIVASI PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD SURAKARTA TAHUN 2009 DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA
Oleh : TRI ANINGGAR NIM. K 6405035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTIVASI PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD SURAKARTA TAHUN 2009 DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA 2010/2011
Oleh : TRI ANINGGAR NIM. K 6405035
SKRIPSI
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK TRI ANINGGAR. MOTIVASI PEMILIH DALAM PEMIIHAN UMUM ANGGOTA DPRD SURAKARTA TAHUN 2009 DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA TAHUN DIKLAT 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan. Berdasarkan masalah dan tujuan, penelitian ini digunakan bentuk penelitian kualitatif. Metode penelitian adalah metode penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Jebres Kota Surakarta yang telah memiliki hak sebagai pemilih serta menggunakan haknya tersebut dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009, sebesar 93.151 orang. Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan adalah purposive sampling dan sampel penelitian sebesar 26 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan analisis dokumen. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data. Setelah penelitian dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :(1) Pemilih dengan usia 17tahun-25tahun dan usia 26tahun-45tahun termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih dengan usia 46tahun-lanjut termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi.(2) Pemilih dengan jenis kelamin laki-laki memiliki motivasi yang membuatnya termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih perempuan sebagian besar termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi.(3) Pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas sebagian besar termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah termasuk tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi.(4) Pemilih dengan tingkat pendidikan yang tinggi termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving, sedangkan pemilih dengan tingkat pendidikan lebih rendah termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi. Namun tidak semua pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi termasuk dalam tipe rasional dengan orientasi policy-problem-solving. Begitu pula sebaliknya pada pemilih dengan tingkat pendidikan lebih rendah tidak semua termasuk dalam tipe tradisional dengan orientasi ideologi. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu orang tersebut lebih kritis dalam mengahadapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka pendek, terkhusus pada hasil pelaksanaan pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
TRI ANINGGAR. MOTIVATION OF VOTERS IN GENERAL MEMBER PARLIAMENT SURAKARTA OF 2009 IN CITY SURAKARTA ,JEBRES. SUB IN TRAINING 2010/2011. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, Surakarta, February 2011.
Based on the problems and goals, this study used a qualitative research. The research method is descriptive research method. The study population was all people who reside in District Jebres, Surakarta who already have the right to exercise its right to vote and those in the general election of DPRD members Surakarta in 2009, amounting to 93,151 people. The sampling technique used was purposive sampling and sample study of 26 people. Techniques of data collection using interviews and document analysis. Validation of data on these research is data trianggulation. Having done research results are obtained as follows: (1) Voters with 17years old-25years old,26years old-45years old included in this type of rational voters with policy-oriented problem-solving, while voters with age up to 46years old including the type of traditional voters with orientation traditional. (2) Voters with male gender has a motivation that makes it rational voters included in the type of policy-oriented problemsolving, while the majority of women voters, including the type of traditional voters with ideological orientation. (3) Voters with economic status mostly middle to upper including the type of rational voters with policy-oriented problem-solving, while voters with middle to lower economic statust, including type of traditional voters with ideological orientation. (4) Voters with high levels of education including the type of voter rational orientation policy-problem-solving, while voters with lower education levels, including the type of traditional voters with ideological orientation. But not all voters with higher education levelQs included in this type of rational policy-oriented problem-solving. Similarly, contrary to the voters with lower education levels are not all included in the traditional type with ideological orientation. Those the higher one's education level is not necessarily the person is more critical in the deal with everything and take into account long-term impact than short-term impact, in particular on the results of the election of members of parliament in Surakarta city.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Kejernihan hati yang keluar dari setiap manusia tergantung dari apa yang dituangkan dan akan dijadikan apa bejana hatinya ( Mario Teguh)
Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya. (Matius 21:22)
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib. (Mazmur 139:14)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada : Ayah (Alm) dan Ibu tercinta Mas Hendra, Mbak Ema, Mbak Santi, dan Mas Indra tersayang Rekan-rekan PPkn’05 Almamater
KATA PENGANTAR
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul :”Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Surakarta Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi sebagian persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta, yang telah memberikan surat keputusan ijin penyusunan skripsi ini. 2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Sri Haryati, M.Pd, Ketua Program Pendidikan kewarganegaraan, yang telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini serta sebagai Pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Triyanto, SH, M.Hum, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti sehingga memperlancar penyusunan skripsi ini 5. Basuki Anggoro Heksa, SE, Camat Kecamatan Jebres yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di wilayah Kecamatan Jebres. 6. Segenap pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semoga amal baik tersebut mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Seperti pepatah “Tak ada gading yang tak retak” yang artinya segala sesuatu tak ada yang sempurna. Demikianlah pula dengan skripsi ini, sehingga segala kritik dan saran demi lebih baiknya skripsi ini sangat diharapkan.
Surakarta,
Februari 2011
Peneliti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. ..........
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ..........
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ..........
iv
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................. ..........
v
HALAMAN MOTTO .................................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... ..........
viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ........
ix
DAFTAR ISI
...........................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ..........
xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................
xv
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................................
1
B. Perumusan Masalah.............................................................................
5
C. Tujuan Penelitian.................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian...............................................................................
6
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka .................................................................................
8
1. Tinjauan Tentang Motivasi .........................................................
8
a. Pengertian Motivasi................................................................
8
b. Fungsi Motivasi
..................................................................
11
c. Indikator Motivasi ..................................................................
11
d. Definisi Konseptual Motivasi.................................................
13
e. Definisi Operasiona Motivasi.................................................
13
2. Tinjauan Tentang Pemilih..............................................................
13
a. Pengertian Pemilih...................................................................
13
b. Tipe-Tipe Pemilih....................................................................
17
1) Rasional .................................................................... .......
17
2) Tradisional (Emosional) ........................................... .......
18
Orientasi Pemilih ............................................................. .............
19
1) Orientasi Policy –commit Problemto–user Solving ........................ ......
19
c.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Orientasy Ideologi ............................................................
20
d. Definisi Konseptual Motivasi Pemilih ....................................
21
e. Definisi Operasional Motivasi Pemilih ...................................
21
3. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum .............................................
21
a. Pengertian Pemilihan Umum...................................................
21
b. Azas Pemilihan Umum ...........................................................
22
c. Pemilihan Umum Anggota DPRD ..........................................
23
d. Definisi Konseptual Pemilihan Umum....................................
24
e. Definisi Operasional Pemilihan Umum...................................
25
4. Tinjauan Tentang Perilaku Politik .................................................
25
B. Penelitian Yang Relevan ...................................................................
27
C. Kerangka Berpikir...............................................................................
28
BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................
31
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................................
32
C. Sumber Data ........................................................................................
33
D. Populasi Dan Teknik Sampling (Cuplikan).........................................
34
E. Teknik Pengumpulan data ...................................................................
39
F. Validitas Data ......................................................................................
40
G. Analisis Data .......................................................................................
42
H. Prosedur Penelitian..............................................................................
44
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................................
46
1. Tinjauan Geografis ........................................................................
46
2. Tinjauan Demografi ......................................................................
48
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .......................................................
57
1. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Usia ....................................
59
2. Motivasi Pemiih Menurut Klasifikasi Jenis Kelamin......................
62
3. Motivasi Pemilih Nmenurut Status Ekonomi ..................................
66
4. Motivasi Pemiih Menurut Tingkat Pendidikan................................
70
C. Temuan Studi.............................................................................. ...........
74
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ...........................................................................................
81
B. Implikasi ...............................................................................................
83
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran ..................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. LAMPIRAN..................................................................................................................
commit to user
86 89 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jadual Kegiatan Penelitian ................................................................
31
Tabel 2. Daftar Informan Kunci .......................................................................
38
Tabel 3. DaftarNama Kepala Kelurahan di Kecamatan Jebres Tahun 2008.....
43
Tabel 4. Luas wilayah Tiap Kelurahan di Kecamatan Jebres...........................
48
Tabel 5. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Tiap Kelurahan Tahun 2008................................................
50
Tabel 6. Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tiap KelurahanTahun 2008 ............................. .............
54
Tabel 7. Banyaknya Penduduk Menurut Agama Yang Dianut Di Tiap Kelurahan Tahun 2008 ..................................................................... .
55
Tabel 8. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenisnya Di Tiap Kelurahan Tahun 2008 ........................................................................................
56
Tabel 9. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kelurahan Tahun 2008 ......................................................................................... 57 Tabel 10 Tabulasi Data ................................................................................... .. 59 Tabel 11. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Usia .................................. 76 Tabel 12. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Jenis Kelamin ................. 77 Tabel 13. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Status Ekonomi .............. 79 Tabel 14. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Pendidikan.......... 80
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Pemilih ................................................... ........ 15 Gambar 2. Piramida Lapisan Masyarakat ................................................................ 16 Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir ...................................................................... 30 Gambar 4 Macam-macam Teknik Sampling............................................................ 36 Gambar 5. Model Analisi Interaktif ......................................................................... 44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Daftar Pertanyaan Wawancara Informal ...............................
91
Lampiran 2.
Lembar Jawaban Wawancara Informal .................................
92
Lampiran 3.
Daftar Pertanyaan Wawancara Formal......................... ......... .
97
Lampiran 4.
Lembar Jawaban Wawancara Formal.....................................
98
Lampiran 5 .
Triangguasi Data I................................................................... 133
Lampiran 6.
Triangguasi Data II................................................................. 134
Lampiran 7.
Triangguasi Data III...............................................................
135
Lampiran 8.
Triangguasi Data IV...............................................................
136
Lampiran 9.
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Kepatihan Kulon Kota Surakarta ....................
Lampiran 10
137
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Kepatihan Wetan Kota Surakarta....................
Lampiran 11.
138
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres Kota Surakarta .......................................................................
Lampiran 12
139
Rekapitulasi Jumlah Pemilih Tetap Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pileg 2009 Kelurahan Gandekan..............................................................
Lampiran 13
140
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Sewu Kecamatan Jebres Kota Surakarta .......................................................................
Lampiran 14
141
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta ....................................................................... commit to user
142
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 15
digilib.uns.ac.id
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Jagalan Kota Surakarta....................................
Lampiran 16
143
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Purwodiningratan Kecamatan Jebres Kota Surakarta .......................................................................
Lampiran 17
144
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Tegal Harjo Kecamatan Jebres Kota Surakarta .......................................................................
Lampiran 18
145
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008 Di Kelurahan Jebres Kota Surakarta......................................
Lampiran 19
146
Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pada Masing-masing TPS Pemilu Legislatif 2009 .........................
147
Lampiran 20
Peta Kecamatan Jebres ........................................................... 149
Lampiran 21.
Foto Aktifitas Pemilih di Kecamatan Jebres..........................
Lampiran 22.
Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi kepada Dekan FKIP Universitas Sebelas Maret...... ..........................
Lampiran 23
150
151
Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Nomor 706 tentang izin menyusun skripsi...............................................
Lampiran 24.
152
Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Camat Kecamatan Jebres Surakarta................................................... 153
Lampiran 25.
Surat Keterangan telah melakukan penelitian di Kecamatan Jebres ...........................................
commit to user
154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, negara Indonesia membutuhkan tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani. Kondisi negara Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan globalisasi membutuhkan masyarakat yang memiliki kemandirian dan kebebasan menentukan wacana politik di tingkat publik. Dalam mewujudkan masyarakat madani maka demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik saja tetapi demokrasi juga merupakan pandangan hidup. Salah
satu
penyelenggaraan
perwujudan
pemilu
yang
demokrasi
di
diselenggarakan
Indonesia secara
adalah
melalui
periodik.
Pemilu
merupakan salah satu mekanisme politik untuk memilih pemimpin yang baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pemilu seharusnya menjadi sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya serta menjadi sarana bagi rakyat untuk memanifestasikan kekuasaan. Oleh karena itu, kualitas pemilihan umum yang mencerminkan besarnya akses politik masyarakat menjadi suatu tolok ukur yang penting untuk melihat demokrasi. Namun sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum,rakyat harus mengetahui mengenai demokrasi dan pemilihan umum terlebih dahulu. Pengetahuan mengenai demokrasi dan pemilihan umum dapat ditempuh dengan adanya pendidikan politik. Pendidikan politik di Indonesia adalah pendidikan yang diarahkan untuk mewujudkan kesadaran politik yang tinggi bagi warga negara, sehingga mereka sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan politik bertujuan untuk membangun kesadaran dan partisipasi politik rakyat dalam pemberian suara pada saat pemilu dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Daam rangka membangun kesadaran politik masyarakat, pendidikan politik diberikan kepada semua elemen masyarakat, baik yang masih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
terbelakang pengetahuan politiknya maupun yang sudah mengerti politik, serta pendidikan politik harus dilaksanakan secara sistematis dan itensif. Untuk itu mata pelajaran pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan Imu Pengetahuan Sosial merupakan kelompok mata pelajaran yang memiliki misi seperti itu. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan setiap Warga Negara Indonesia diharapkan mampu, ”memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945. (Tim,2002:7) Tidak berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, kota Surakarta juga ikut mengalami salah satu momentum politik yang dilaksanakan secara periodik lima tahun sekali ini. Segala persiapan pun dilakukan demi kelancaran pemilihan umum. Pemilihan umum 2009 ini terbagi menjadi 5 tahap, yakni pendaftaran pemilih, pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil. Poin penting dari pendaftaran pemilih adalah proses update para pemilih yang harus dilakukan minimal setahun sekali. Sulastomo (2001:5) mengemukakan bahwa: Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya. Pada hakekatnya setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hak dan kewajiban warga negara terdapat diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 27 ayat (1) menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 27 ayat (1) ini mengandung pengertian bahwa kedudukan dalam pemerintahan termasuk hak politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Selain itu pada Pasal 28 menyatakan bahwa, “kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dalam Undang-Undang”. Dengan demikian pada pasal 28 mengandung arti bahwa setiap warga negara dijamin oleh negara untuk berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. jadi hak-hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang 1945 antara lain hak membentuk dan memasuki organisasi politik ataupun organisasi masyarakat yang dalam waktu tertentu melibatkan diri kedapa aktifitas politik, hak untuk berkumpul yang berkaitan dengan politik, hak untuk menyatakan pandangan atau pemkiran tentang politik, hak untuk menduduki jabatan itu dan pemerintahan serta hak memilih dalam pemilu. Dengan demikian hak politik warga negara ini dapat diwujudkan dengan memberikan kebebasan setiap warga negara untuk aktif dalam memberikan partisipasi politiknya. Dimana Ramlan Surbakti (1992:120) mendefinisikan bahwa, “Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan”. Hal tersebut senada dengan definisi partisipasi politik yang dikemukakan oleh Mirriam Budiardjo dalam bukunya Drs. Sudijono Sastroatmojo (1995:68) yaitu bahwa, ”Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.” Berdasarkan beberapa defenisi partisipasi politik diatas, dapat diketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan, yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut. Oleh karena itu pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung merupakan fenomena politik baru. Reaksi publik atas fenomena itu layak untuk dikaji dan disikapi secara bijak, karena pemilihan umum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
dalam beberapa hal mampu menghasilkan perubahan. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada sistem aturan pelaksanaannya, tetapi juga hal-hal yang bersangkutan dengan motivasi pemilih dalam memberikan partisipasi politiknya. Begitu pula pada pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009. Motivasi pemilih dalam pemilihan umum sering diidentikkan dengan alasan atau tujuan apa yang melatarbelakangi pemilih dalam memberikan partisipasi politiknya dalam pemilihan umum. Namun sebelum mengetahui motivasi pemilih dalam pemilihan umum, alangkah lebih baik jika mengetahui apa yang menjadi orientasi pemilih. Menurut Newcomb (1978) & Byrne (1971) yang dikutip Firmanzah (2007:114) menyatakan bahwa, ”Salah satu model psikologis yang bisa digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya adalah model kesamaan (similarity) dan daya tarik (attraction)”. Hal ini dilengkapi oleh Downs (1957) yang dikutip pula oleh Firmanzah (2007:115) mengemukakan bahwa, ”Dalam dunia politik, ketertarikan pemilih terhadap kontestan dapat dijelaskan dengan menggunakan model kedekatan (proximity) atau model ’spatial’.” Dalam model-model tersebut, alasan pemilih memberikan suaranya adalah karena adanya rasa kesamaan dan kedekatan sistem nilai dan keyakinan dengan diri pemilih sendiri. Namun kenyataan yang ada adalah tidak hanya model-model tersebut di atas yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan suaranya. Masih banyak orientasi-orientasi lain yang muncul dalam diri pemilih sehingga akhirnya menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum. Motivasi pemilih yang bisa kita temui dalam kehidupan politik di negara kita misalnya adalah motivasi yang ditimbulkan karena ingin mendapatkan imbalan/keuntungan bagi diri sendiri. Selain itu, motivasi untuk mendapatkan suatu jabatan tertentu serta mendapatkan ’kesejahteraan’ bagi dirinya/golongan. Motivasi seperti itulah yang juga ditemui di sebagian besar kehidupan politik masyarakat di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Salah satu contohnya yang terjadi di kampung Mertoudan kelurahan Mojosongo, sebagian besar pemilih memilih calon anggota DPRD yang memberikan bantuan dalam perbaikan fasilitas umum di kampung tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
Demikian pula yang terjadi di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres, yaitu adanya tim sukses calon anggota DPRD yang melakukan kampanyenya dengan memberikan sejumlah uang bagi siapa yang memilih calon anggota DPRD yang didukungnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi yang dimiliki oleh sebagian besar pemilih ini tidak mencerminkan sikap pemilih yang cerdas dan kritis. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penyuluhan dan bimbingan untuk menjadikan pemilih menjadi pemilih yang kritis dan cerdas. Seperti yang dikemukakan Ardan Sirodjuddin(http://ardansirodjuddin.wordpress.com/jadilahpemilih-cerdas/) bahwa, ”Untuk menjadi pemilih yang cerdas, hendaknya pemilih tidak memberikan suaranya dalam pemilihan umum kepada: Caleg yang mempunyai kesan kurang baik, Caleg yang memberikan uang, Caleg yang tidak dikenal”. Hal ini diharapkan dapat berlaku juga pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Motivasi pemilih pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 ini merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Selain itu, fenomena tersebut sangat berkaitan dengan peran aktif atau partisipasi warganegara. Dimana partisipasi dalam permasalahan ini adalah mengenai partisipasi politik warganegara yang dituangkan dalam pelaksanaan pemilihan umum. Sehingga atas dasar fenomena di atas penulis tertarik meneliti masalah tersebut dengan mengambil judul: “ Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”.
B.
Perumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penilitian ini adalah sebagai berikut : Apa yang menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan ?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu agar penelitian menjadi terarah. Adapun tujuan yang ingin saya capai dari penelitian ini sebagai berikut : Untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
D.
Manfaat Penelitian
Setiap peneliti yang akan melakukan penelitian tentu berharap kegiatannya membawa manfaat bagi diri sendiri maupun pihak lain. Demikian pula dengan penelitian ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah wawasan mengenai demokrasi dan pemilihan umum di tingkat daerah, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009. b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan tersebut. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat 1) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat akan pentingnya motivasi yang benar di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 2) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat untuk bersikap kritis terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. 3) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat dalam pengimplementasian hak dan kewajibannya, khususnya di bidang politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
b. Bagi peneliti Dapat berguna untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Sebelas Maret.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
BAB II LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA Dalam suatu penelitian ilmiah, konsep teori merupakan langkah awal dalam usaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi karena disinilah diperoleh informasi atau keterangan abstrak yang bersangkutan dengan variabel permasalahan yang diteliti. Dengan berpedoman pada konsep teori yang informatif, seorang peneliti dapat mencari data lapangan yang tepat dan berdaya guna, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik. Dapat dikatakan bahwa tinjauan pustaka dari variabel yang hendak dicapai oleh peneliti mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kesimpulan akhir yang hendak dicapainya. Oleh karena itu kerangka berpikir dasar teori suatu naskah penelitian ilmiah harus disusun dan direncanakan sesuai dengan arah dan sasaran yang diinginkan. Dengan memandang pentingnya tinjauan pustaka bagi kegiatan penelitian maka pada bab ini akan diuraikan beberapa keterangan nilai yang berkaitan dengan masalah yang peneliti lakukan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengadakan tugas kepustakaan guna mencari bahan teori yang memuat tentang keterangan abstrak dari variabel yang relevan dengan masalah yang peneliti lakukan. Adapun landasan teori yang melandasi kerangka berpikir adalah: 1. Tinjauan tentang motivasi 2. Tinjauan tentang pemilih 3. Tinjauan tentang pemilihan umum 4. Tinjauan tentang perilaku politik
1. Tinjauan Tentang Motivasi a. Pengertian Motivasi Di masa sekarang ini, hampir dipastikan bahwa tak seorang pun mampu melepaskan diri dari dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Dorongan ini sering disebut dengan istilah motif. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Dan setiap tindakan manusia selalu didorong oleh adanya motivasi (niat). Menurut Mitchell (Winardi, 2002:18) bahwa, “Motivasi mewakili
proses-proses
psikologikal,
yang
menyebabkan
timbulnya,
diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu”. Sedangkan Morgan dalam Wasty Soemanto (1987:20) mengemukakan bahwa: Motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior). Pendapat tersebut senada dengan pengertian motivasi yang terdapat dalam http: //en.wikipedia.org/wiki/Motivation, bahwa : Motivation is the activation or energization of goal-oriented behavior. Motivation may be internal or external. The term is generally used for humans but, theoretically, it can also be used to describe the causes for animal behavior as well. According to various theories, motivation may be rooted in the basic need to minimize physical pain and maximize pleasure, or it may include specific needs such as eating and resting, or a desired object, hobby, goal, state of being, ideal, or it may be attributed to lessapparent reasons such as altruism, morality, or avoiding mortality. Yang artinya bahwa motivasi adalah kegiatan atau tenaga dalam orientasitujuan bertingkah laku. Motivasi dibagi menjadi dalam dan luar. Batasnya adalah kegunaan umum manusia tapi, teorinya, itu juga dapat digunakan untuk menguraikan dengan baik sebab-sebab tingkah laku hewan. Berdasarkan bermacam-macam teori, motivasi mungkin adalah akar dari kebutuhan utama dalam memperkecil kerusakan alam dan memperbesar kesenangan, atau itu mungkin termasuk kebutuhan istimewa selain makan dan istirahat, atau keinginan pada suatu benda, kebiasaan, tujuan, keadaan, ideal, yang mungkin disimbolkan dengan lebih kecilnya pendapat yang dikeluarkan kecuali orang yang hanya mementingkan orang lain, adat sopan santun atau bahkan menghindari adat sopan santun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Pengertian motivasi di atas lebih menekankan pada dorongan manusia dalam bertingkah laku yang membedakannya dengan tingkah laku hewan. Karena dalam setiap tingkah laku manusia selalu memilki tujuan yang dapat dijadikan orientasi dalam hidupnya. Selain itu manusia memiliki kemampuan untuk mewujudkan dorongan yang timbul baik dari dirinya maupun dari luar dirinya. Sedangkan menurut Galon A. Melendy dalam jurnalnya yang terdapat di http://www.asian-efl-journal.com/ menyebutkan bahwa : It is difficult to find a standardized definition for motivation. However, the word's Latin root “movere,” which means “to move,” suggests that motivation can be defined as a process that starts with a need that activates behavior which in turn moves someone towards achieving a goal. Yang artinya sulit untuk menemukan definisi standar untuk motivasi. Namun, kata akar bahasa Latin "movere", yang berarti "untuk bergerak," menunjukkan bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dimulai dengan kebutuhan yang mengaktifkan perilaku yang pada gilirannya menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuan. Pengertian di atas arti kata motivasi lebih menekankan bahwa suatu perilaku manusia muncul dikarenakan adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Karena dorongan itu membuat seseorang untuk bergerak demi dapat mencapai tujuannya. Sebaliknya jika seseorang tidak memiliki dorongan di dalam dirinya maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan pengertian motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah: 1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. 2) Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan perbuatanya. ( Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P dan K, 1990:593 ).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Berdasarkan pengertian motivasi dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai untuk mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut. . b. Fungsi Motivasi Motivasi merupakan daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatanatau pekerjaan jadi motivasi berkaitan dengan suatu tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada 3 (tiga) fungsi motivasi, yaitu: 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Dalam hal ini motivasi sebagai motor atau penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai dengan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
c. Indikator Motivasi Motivasi merupakan salah satu komponen pembentuk sikap. Selain itu motivasi juga dapat diartikan sebagai faktor yang mendorong seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu serta merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia. Sedangkan yang melatar belakangi timbulnya motif seseorang adalah karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan , sebagaimana yang dinyatakan oleh Walter Langer dalam Onong U Effendy (1983:57-58) bahwa kebutuhan manusia itu ada tiga macam, yaitu: “ Kebutuhan fisik ( phisical needs), kebutuhan sosial (social needs) dan kebutuhan egoistis ( egoistic needs)”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
1) Kebutuhan fisik (physical needs) Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kenyamanan tubuh, seperti makan, minum dan pakaian. Selain contoh tersebut yang menjadi kebutuhan lainnya adalah tempat tinggal. Dengan kata lain kebutuhan fisik ini dapat disebut juga dengan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dianggap terpenuhi apabila tubuh kita sudah merasa nyaman. 2) Kebutuhan sosial (social needs) Merupakan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain secara akrab. Kebutuhan sosial memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dengan berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya. 3) Kebutuhan egoistis (egoistic needs) Merupakan kebutuhan yang tujuannya bukan semata-mata untuk berhubungan dengan orang lain, akan tetapi lebih dari itu, yaitu kebutuhan mengenai keinginan untuk mendapat pengakuan keistimewaan dari orang lain akan dirinya. Kebutuhan ini tidak dapat diperoleh hanya dengan usaha dari dirinya sendiri melainkan dengan keterlibatan orang lain agar bersedia mengakui keberadaannya. Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat simpulkan indikator-indikator motivasi. Berikut adalah indikator-indikator motivasi dalam penelitian ini meliputi : 1) Adanya dorongan yang dididominasi dari dalam diri sendiri dan didukung sebagian kecil dorongan dari luar dirinya 2) Untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009 3) Adanya aktivitas politik yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009 4) Adanya kegiatan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
d. Definisi Konseptual Motivasi Motivasi merupakan suatu tenaga penggerak yang menggerakkan manusia dalam bertindak dan bertingkah laku yang mana dalam tindakan dan tingkah lakunya tersebut memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai, yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar sehingga membuat seseorang atau bahkan sekelompok orang tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya demi mendapat kepuasan dari tindakannya tersebut.
e. Definisi Operasional Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat berasal dari diri sendiri maupun dari luar dirinya serta dari lingkungan disekitarnya yang membuat seseorang atau sekelompok orang mengambil suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan demi mencapai tujuan tertentu.
2. Tinjauan Tentang Pemilih a. Pengertian Pemilih Pemilih adalah warga negara yang berhak memilih dalam pemilihan umum. Menurut pasal 15 PP RI No.6 Tahun 2005 yang dimaksud pemilih yaitu Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara, pemilih sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak pilih. Dari pasal ini terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu bahwa warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai penduduk (memiliki kartu tanda penduduk) di daerah yang bersangkutan. Dan kemungkinan yang kedua adalah warga negara Indonesia yang telah berdomisili di daerah bersangkutan dalam jangka waktu tertentu. Untuk dapat menggunakan hak pilih, seorang warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat didaftar sebagai pemilih adalah: 1) Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatan 2) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
3) Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk Selain itu menurut Eep Saefulloh Fatah (http//www.kompas.com/2007), “Perbedaan mencolok antara pemilih (voters) dan supporters. Setelah pemilihan dilaksanakan tugas pemilih justru baru dimulai.” Sebaliknya, tugas supporters telah selesai setelah hasil pemilihan umum diumumkan. Supporters sering kali lebih emosional, tidak punya agenda dan hanya bisa marah, dan hal ini akan berhenti dengan sendirinya jika mereka telah menerima imbalan. Sedangkan voters
cenderung
akan
terus
melawan,
menagih
janji
dan
menuntut
pertanggungjawaban serta mengontrol jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah baru pemenang pemilihan umum. Sementara itu, Brenan dan Lomasky (1977) serta Fiorina (1976) yang dikutip Firmanzah (2007:105) menyatakan bahwa: Keputusan memilih selama pemilu adalah perilaku ekspresif. Perilaku ini tidak jauh berbeda dengan perilaku supporter yang memberikan dukungan pada sebuah tim sepakbola. Menurut mereka, perilaku memilih sangat dipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk memberikan dukungan dan suaranya tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi terhadap partai politik jagoannya atau memilih cenderung memilih ideologi yang sama dengan yang mereka anut dan menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih masih kurang rasional karena hanya memiliki orientasi sesaat tidak memikirkan ke depan dan beraksi untuk mencapai tujuan atau masih dikategorikan sebagai pemilih tradisional. Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi sangat tinggi dan terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai suatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional dalam hal ini masih menekankan sudut pandang hubungan emosional daripada hubungan rasional. Hubungan emosional ini timbul disebabkan oleh adanya faktor kekerabatan dan faktor good looking. Sedangkan hubungan rasional lebih menekankan dari sudut pandang misi-visi dan program yang menjadi tujuan dari kepemimpinannya. Selain itu salah satu karakter mendasar dari jenis pemilih ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
adalah karena tingkat pendidikan rendah dan sangat teguh memegang nilai serta faham yang dianut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para calon wakil rakyat untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan dikemudian hari dapat memberikan suaranya kepada calon wakil rakyat peserta pemilihan umum. Pemilih dalam hal ini dapat berupa masyarakat pada umumnya maupun para calon wakil rakyat itu sendiri. Dimana yang disebut calon wakil rakyat adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik. Sedangkan kelompok masyarakat adalah para pendukung suatu partai politik di lingkungan internal atau peserta pemilihan umum dan pendukung pesaing-pesaing di lingkungan eksternal. Untuk lebih jelasnya di bawah ini terdapat bagan tentang pembagian jenis pemilih yang dikemukakan leh Firmanzah( 2007:103).
Internal
Eksternal Non Partisan
Calon Wakil Rakyat
Pemilih Calon Wakil Rakyat Dari Partai Lain
Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Pemilih
Selain kelompok masyarakat di atas, Soerjono Soekanto (2002:220) menggolongkan masyarakat yang digambarkan melalui piramida lapisan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Gambar 2. Piramida Lapisan Masyarakat
Gambar piramida yang mengerucut ke atas tersebut menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang berada pada lapisan atas jumlahnya sedikit, hal ini terjadi karena untuk mencapai lapisan tersebut perlu sejumlah syarat dan persaingan yang ketat. Ada tahapan yang di bawahnya ialah lapisan menengah yang jumlahnya relatif lebih banyak daripada lapisan atas. Sedangkan pada lapisan bawah jumlahnya paling banyak bila dibandingkan lapisan atas dan lapisan menengah. Untuk
mengetahui
kriteria
atau
ukuran
yang
digunakan
untuk
menggolongkan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan di atas, maka Soerjono Soekanto (2002:237-238) mengemukakan beberapa kriteria atau ukuran yang dapat dipakai, yaitu : “Ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan, ukuran ilmu pengetahuan.” a) Ukuran Kekayaan Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadi, cara-cara mengenakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya. Berkaitan dengan ukuran kekayaan, Soerjono Soekanto (2002:245) juga mengemukakan pendapatnya mengenai kategori status ekonomi dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut : “Status ekonomi dapat dikategorikan menjadi: (1) Status ekonomi menengah ke bawah yaitu dengan penghasilan di bawah Rp1.000.000; per bulan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
(2) Status ekonomi menengah yaitu dengan penghasilan Rp1.000.000; sampai dengan Rp2.500.000; per bulan (3) Status ekonomi menengah ke atas yaitu dengan penghasilan di atas Rp2.500.000;per bulan.” b) Ukuran Kekuasaan Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar maka akan menempati lapisan atas. c) Ukuran Kehormatan Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati menempati lapisan atas. d) Ukuran Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang menjadi ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar tersebut walau tidak halal. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan pendapat yang disampaikan oleh Darji Darmodiharjo (1981:14), bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan.” Sehingga apabila memperoleh ilmu pengetahuan hanya untuk mendapatkan gelar, maka hal itu akan sia-sia. Karena dalam pendidikan antara kepribadian dan kemampuan untuk dapat menangkap ilmu pengetahuan harus seimbang. Dengan demikian hasilnya pun pasti lebih memuaskan.
b. Tipe-Tipe Pemilih Pemilih pada pemilihan umum yang memiliki orientasi yang berbeda seperti telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa pemilih dapat dibedakan menjadi beberapa tipe. Seperti yang dikemukakan oleh Firmanzah (2007:135-137) yaitu bahwa tipe-tipe tersebut terbagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut : 1) Pemilih Rasional Pemilih rasional (rational voter) merupakan pemilih yang lebih mengutamakan kemampuan calon wakil rakyat dalam program kerjanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
(platform). Namun pemilih tipe ini tidak hanya melihat program kerja (platform) yang berorientasi ke depan, tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan oleh calon wakil rakyat tersebut di masa sebelumnya. Kinerja calon wakil rakyat biasanya termanifestasikan pada reputasi atau citra yang berkembang di masyarakat. Pemilih tipe ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai atau seorang calon wakil rakyat. Pemilih tipe ini inginmelepaskan hal-hal yang bersifat dogmatis, tradisional dan ikatan lokasi dalam kehidupan politiknya. Pertimbangan logis sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan. Hal terpenting bagi pemilih tipe ini adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan calon wakil rakyat, bukan faham dan nilai dari calon wakil rakyat tersebut. Oleh karena itu jika seorang calon wakil rakyat ingin menarik perhatian dari pemilih tipe ini, mereka harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan luar negeri, dan lain-lain. Karena pemilih tipe ini tidak akan segan-segan untuk berpindah kelain hati jika mereka menganggap bahwa calon wakil rakyat tidak mampu menyelesaikan permasalahan nasional. 2) Pemilih Tradisional (Emosional) Menurut Rohrscheneider yang dikutip oleh Firmanzah (2007:137) bahwa, “Pemilih tradisional merupakan pemilih yang bisa dimobilisasi selama masa kampanye”. Pemilih tipe ini sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, faham dan agama sebagai ukuran dalam pengambilan keputusan. Pemilih tipe ini juga tidak terlalu memperhatikan tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan oleh calon wakil rakyat yang mereka dukung. Salah satu karakteristik mendasar tipe pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut. Salah satu ciri khas dari pemilih tipe ini adalah loyalitas tinggi. Karena apa saja yang dikatakan oleh seorang yang didukungnya merupakan sebuah kebenaran yang sulit untuk dibantah. Ideologi dianggap sebagai suatu landasan dalam membuat suatu keputusan serta bertindak, dan terkadang terkadang kebenarannya tidak bisa diganggu gugat. Oleh karena itu apa saa yang dikatakan oleh seorang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
yang didukungnya dianggap sebagai petunjuk dalam bersikap dan bertindak. Meskipun dalam hal ini ideologi sangat sulit untuk berubah, tapi bukan berarti tidak bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu.
c. Tinjauan Tentang Orientasi Pemilih Mencoba memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi mengapa dan bagaimana pemilih menyuarakan pendapatnya adalah sesuatu yang penting, baik dalam teori maupun praktik. Untuk mengetahuinya, maka perlu diketahui pula apa yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan pendapatnya pada pemilu. Dalam hal ini orientasi pemilih dapat dibagi menjadi 2 seperti yang terdapat dalam Firmanzah (2007:116-122), yaitu : 1) Orientasi Policy - Problem – Solving Pada orientasi Policy – Problem – solving ini pemilih menaruh perhatian yang sangat tinggi atas cara calon wakil rakyat atau partai politk dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Karena semakin efektif seorang / calon wakil rakyat dalam menawarkan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan, maka semakin tinggi pula probabilitas untuk dipilih oleh para pemilih. Para pemilih yang mempunyai orientasi ini mempunyai kecenderungan untuk tidak memilih calon wakil rakyat yang kurang mampu menawarkan program kerja dan hanya mengandalkan spekulasi serta jargon-jargon politik. Program kerja dan solusi atas suatu permasalahan harus jelas, detail dan logis. Firmanzah (2007:116) mengutip pendapat dari Bartels (1988) bahwa “ ketidakpastian (uncertainly) atas program kerja partai atau calon wakil rakyat memiliki efek negatif terhadap persepsi pemilih”. Pemilih tidak memilih ketertarikan pada program-program kerja yang sama sekali tidak menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, jika wakil rakyat dinilai gagal untuk memperjuangkan kepentingan rakyat akan berakibat pemberian hukuman (punishment) bagi wakil rakyat yang bersangkutan. Hukuman tersebut direalisasikan dengan tidak dipilihnya kembali wakil rakyat yang bersangkutan pada pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Sebaliknya jika wakil rakyat dinilai berhasil dalam memperjuangkan nasib rakyat, maka wakil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
rakyat tersebut akan diberikan penghargaan (reward). Penghargaan ini dapat berupa dipilihnya wakil rakyat tersebut dalam pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Penilaian tentang policy – problem – solving dapat dilakukan secara ‘expost’ dan ‘ex-ante’. Penilaian ex-post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan sebuah partai ataupun wakil rakyat yang berkuasa untuk memperbaiki kondisi yang ada. Sementara ex–ante dilakukan dengan mengukur dan menilai kemungkinan program kerja dan solusi yang ditawarkan seorang wakil rakyat ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan. 2) Orientasi Ideologi Dalam banyak hal ideologi sering diartikan sebagai lawan kata dari kebenaran, ilmu pengetahuan, jalan pikiran atau logika. Firmanzah (2007:120) juga mengutip pendapat dari Loewenstein (1983) bahwa “ Ideology is a consistent intregrated pattern of thought and beliefs explaining man’s attitude toward life and his existency in society, and advocating a conduct and action pattern responsive to and commensurate with such thought and beliefs”. Yang artinya adalah bahwa ideologi adalah suatu pola integrasi konsisten dari pikiran dan kepercayaan yang menjelaskan sikap seseorang tentang kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial dan mempertahankan suatu sikap dan pola perbuatan untuk menjawab dan menyeimbangkan antara pikiran dan kepercayaan. Ini berarti bahwa ideologi merupakan keseimbangan antara pikiran dan kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala permaslahan yang timbul di kalangan masyarakat pada umumnya. Ideologi bukanlah sesuatu yang baku, karena ideologi dianggap sebagai faktor utama bagi pemilih dalam menentukan siapakah yang akan dipilih dan sekaligus bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu. Dalam hal ini terdapat dialetika antara ideologi pemilih dengan ideologi partai atau ideologi calon wakil rakyat peserta pemilihan umum. Di satu sisi, peran partai politik dan seorang calon wakil rakyat mungkin saja mencoba menyakinkan pemilih dari kalangan yang seluas mungkin. Sehingga para pemilih merasa bahwa ideologi calon wakil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
rakyat sama dengan ideologi mereka. Di sisi lain, pemilih memiliki sistem nilai dan kenyakinan, ex-ante, yang menjadi petunjuk untuk menilai partai politik atau calon wakil rakyat mana yang memiliki kesamaan dengan ideologi mereka.
d. Definisi Konseptual Motivasi Pemilih Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang/ pemilih untuk melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai untuk mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut.
e. Definisi Operasional Motivasi Pemilih Motivasi pemilih dapat timbul dari dorongan diri sendiri maupun dari luar diri sendiri yang kemudian membuat pemilih memiliki orientasi yang berbeda, yaitu orientasi policy problem solving dan orientasi ideologi. Orientasi policy problem solving disini lebih menitik beratkan pada cara calon wakil rakyat atau partai politik dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Sedangkan orientasi ideologi lebih menitik beratkan pada keseimbangan antara pikiran dan kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat pada umumnya.
3. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum a. Pengertian Tentang Pemilihan Umum Pada masa sekarang ini, negara-negara di dunia hampir seluruhnya menggunakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Hal ini berarti kekuasaan rakyat diwakili oleh Badan Perwakilan Rakyat. Di negara kita, salah satu cara untuk memilih wakil rakyat adalah melalui pemilihan umum (Pemilu). Karena pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hal ini dipertegas dalam UU No.32 tahun 2008 yaitu bahwa pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui pemilihan umum yang demokratis, pergantian pemerintahan dapat dilaksanakan secara damai, dan melalui pemilihan umum ruang politik publik terbuka luas. Pemilihan umum adalah salah satu sarana untuk menilai kualitas demokrasi, selain kebebasan (kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi, kebebasan beragama), persamaan di depan hukum dan distribusi pendapatan yang adil. Sulastomo (2001:5)mengemukakan bahwa: Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya. Oleh karena itu guna melancarkan penyelenggaraan pemilihan umum dibutuhkan berbagai persiapan-persiapan yang terdiri dari 5 tahap, yakni pendaftaran pemilih, pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil. Selain pengertian pemilihan umum di atas, pemilihan umum juga merupakan suatu proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu, seperti presiden, anggota DPR, DPD (parlemen), DPRD, gubernur, bupati/walikota dan kepala desa.
b. Azas Pemilihan Umum Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dengan demikian berdasarkan Undang-undang tersebut Pemilu menggunakan azas sebagai berikut : 1) Jujur Yang berarti bahwa penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Adil Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 3) Langsung Yaitu rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 4) Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih. 5) Bebas Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. 6) Rahasia Yang berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.
c. Pengertian Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemilihan umum anggota DPRD tertuang di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
1) Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota adalah pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD kota berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
d. Definisi Konseptual Pemilihan Umum Pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative goverment). Pemilihan umum juga disebut dengan ‘political market’, artinya pemilihan umum adalah dasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum dengan pemilih yng memiliki hak pilih setelah terebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media massa cetak, audio dan visual, serta media lainnya guna menyakinkan pemilih sehingga pada saat pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif ataupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
eksekutif. Selain itu pemilihan umum juga merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil demi mewujudkan demokrasi dengan menjunjung tinggi kebebasan, persamaan di depan hukum dan distribusi pendapatan yang adil sehingga tercipta kesejahteraan bersama.
e. Definisi Operasional Pemilihan Umum Pemilihan umum merupakan suatu sarana bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan suaranya guna memilih wakil rakyat, serta merupakan bukti adanya upaya untuk mewujudkan demokrasi.
4. Tinjauan Tentang Perilaku Politik Perilaku politik merupakan interaksi antara aktor-aktor politik, baik masyarakat, pemerintah atau lembaga dalam proses politik. Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik pada umumnya ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari individu tersebut misalnya seperti idealisme, tingkat kecerdasan, dan kehendak hati, sedangkan faktor eksternal (kondisi lingkungan) misalnya seperti kehidupan beragama, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya yang mengelilinginya. Menurut Jack C. Plano dkk yang dikutip Moh. Ridwan (1997:25), bahwa : Perilaku politik adalah pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal (pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobbying, kaukus, kampanye dan demonstrasi). Dari pendapat di atas jelas bahwa perilaku politik bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri tetapi mengandung keterkaitan dengan hal yang lain. Salah satu hal tersebut adalah sikap politik. Sikap dan perilaku memang sangat erat hubungannya, namun keduanya dapat dibedakan. Karena sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu, sehingga belum merupakan tindakan tetapi masih berupa suatu kecenderungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Kecenderungan inilah yang kemudian mendorong munculnya perilaku memilih (voting behavior). Perilaku memilih merupakan perilaku politik warga negara yang sering dikaitkan dengan kegiatan mereka memilih wakilnya dalam pemilihan umum. Dimana dalam perilaku memilih ini terdapat beberapa pendekatan seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti (1992:145-246) yang mengklasifikasikan pendekatan dalam perilaku memilih menjadi lima, yaitu “pendekatan struktural, pendekatan sosiologis, pendekatan ekologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional”. a
Pendekatan struktural adalah pendekatan yang melihat kegiatan memilih sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh setiap partai.
b Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan dan agama. c
Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerahpemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdaarkan unit territorial, seperti desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
d Pendekatan psikologi sosial merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu. e
Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan tetapi juga melihat alternatif lain yang menguntungkan. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua pendekatan,
yaitu : pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis. Dimana pendekatan sosiologis pada penelitian ini dapat dilihat dari pengklasifikasian motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Sedangkan penggunaan pendekatan psikologis dalam penelitian ini dapat dilihat pada pengklasifikasian motivasi pemilih berdasarkan orientasi yang dimilikinya dalam memberikan suara dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres. Dengan mengetahui orientasi yang dimiliki pemilih berdasarkan klasifikasi motivasi pemilih tersebut, maka pemilih dapat dikelompokkan lagi menjadi dua tipe yaitu tipe pemilih rasional dan tipe pemilih tradisional
A. PENELITIAN YANG RELEVAN Selama pencarian yang telah peneliti lakukan, peneliti belum menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti ambil. Peneliti baru bisa menemukan penelitian seperti yang tertera di bawah ini: 1. Pipien
Ariestaningsih.
2008.
Partisispasi
Politik
Masyarakat
Dalam
Pencalonan Kepala Desa Di Desa Blimbing Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo (Studi Kasus Calon Kepala Desa Melawan Kotak Kosong). Pada penelitian ini dijelaskan bahwa dalam pencalonan kepala desa hanya terdapat satu calon kepala desa yaitu mantan kepala desa itu sendiri. Karena bagi masyarakat yang sebenarnya memiliki minat untuk mencalonkan diri menjadi kepala desa mempunyai beberapa kendala perihal dana pencalonan serta merasa kalah pamor dibanding mantan kepala desa yang mencalonkan diri menjadi kepala desa kembali. Hal inilah yang membuat masyarakat mengurungkan niat mencalonkan diri sebagai kepala desa karena mereka takut tidak ada yang memilih mereka. 2. Barni. 2007. Partisipasi Politik Ditinjau Dari Pendidikan Dan Status Sosial Di Desa Pekandangan Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara. Pada penelitian kedua ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang ikut menentukan tingkat partisipasi politik seseorang itu pula. Demikian pula dengan status sosial, karena semakin tinggi status sosial seseorang di mata masyarakat, menunjukkan besarnya motivasi seseorang dalam kegiatan politik bangsa. Dari pokok permasalahan kedua penelitian di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa: status ekonomi, tingkat pendidikan serta status sosial sangat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
dipengaruhi oleh motivasi politik seseorang. Jika dikaitkan dengan penelitian yang peneliti ambil, maka kedua penelitian tersebut memiliki hubungan yang positif. Karena peneliti mengambil penelitian mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta. Yang dimaksud pemilih disini adalah masyarakat yang sudah berhak untuk memilih. Sehingga dalam memberikan pemilih tentu memiliki motivasi atau dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Dimana motivasi pemilih satu dengan pemilih lainnya pasti berbeda. Sehingga untuk mengetahui perbedaan tersebut peneliti juga mengklasifikasikan pemilih menjadi empat, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
B. KERANGKA BERFIKIR Suatu kenyataan bahwa dalam pelaksanaan pemilihan umum motivasi pemilih ikut menentukan berhasil dan tidaknya pemilihan umum tersebut. Pemilih adalah seorang atau kelompok orang yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum yang dapat dilatarbelakangi oleh motivasi yang berbeda-beda. Motivasi pemilih merupakan suatu dorongan yang bisa berasal dari diri pemilih maupun dari luar diri pemilih dengan tujuan tertentu yang dicapai oleh pemilih tersebut. Sehingga motivasi pemilih dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan. Pada klasifikasi pertama yaitu pemilih yang dibedakan berdasarkan usia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu usia 17 tahun – 25 tahun, usia 26 tahun – 45 tahun, dan usia 46 tahun – lanjut. Kemudian pada klasifikasi kedua yaitu pemilih yang dibedakan menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Klasifikasi ketiga dibedakan menurut status ekonomi. Pada klasifikasi ini peneliti membaginya menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok status ekonomi menengah ke atas yaitu pemilih yang memiliki penghasilan di atas Rp2.500.000;- setiap bulannya dan kelompok status ekonomi menengah ke bawah yaitu pemilih yang memiliki penghasilan di bawah Rp2.500.000;- setiap bulannya. Kemudian pada klasifikasi keempat ini pemilih dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu tingkat pendidikan tamat SMP-SMA dan sedang/tamat Perguruan Tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Melalui klasifikasi di atas peneliti berharap hasil yang dicapai dapat maksimal. Karena melalui pengklasifikasian tersebut kita dapat mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih dalam mengikuti pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surakarta tahun 2009 sebelum mengambil keputusan kepada siapa pemilih akan memberikan suaranya. Hal ini semakin menarik ketika melalui pengklasifikasian tersebut peneliti dapat mengetahui motivasi-motivasi yang ada dalam diri pemilih. Kemudian dengan mengetahui motivasi pemilih tersebut, maka dapat diketahui pula orientasi yang dimiliki setiap pemilih yaitu orientasi policy-problem-solving dan orientasi ideologi.. Dengan demikian pemilih dapat dikelompokkan kedalam dua tipe pemilih, yaitu tipe pemilih rasional dan tipe tradisional. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir yang telah peneliti uraikan di atas dapat digambarkan seperti di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Pemilihan Umum
Presiden & Wakil Presiden
Anggota DPR
Anggota DPD
Anggota DPRD
Motivasi Pemilih
PolicyProblemSolving
Usia
Jenis Kelamin
Status Ekonomi
Pengambilan Keputusan
Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir
commit to user
Ideologi
Tingkat Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memilih tempat penelitian di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Peneliti memilih lokasi penelitian di tempat tersebut, dengan beberapa pertimbangan antara lain: a. Peneliti tertarik terhadap motivasi pemilih di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009. b. Pada lokasi penelitian tersebut terdapat data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian yang peneliti lakukan. c. Lokasi penelitian tersebut dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga akan memudahkan peneliti dalam melakukan observasi maupun penelitian. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian sampai dengan penyusunan laporan penelitian adalah 20 bulan yang dimulai pada bulan Juni 2009 sampai dengan Februari 2011. Berikut ini gambar alokasi waktu kegiatan penelitian yang peneliti lakukan: Tabel 1. Jadual Kegiatan Penelitian
No
Kegiatan
Tahun 2009 J J A S O N D J u u g e k o e a n l t p t v s n
1.
Pengajuan Judul
2.
Penyusunan Proposal
3.
Ijin Penelitian
4.
Pengumpulan Data
5.
Analisis Data
6.
Penyusunan Laporan
Tahun 2010 F M A M J J A S O N D e a p e u u g e k o e b r r i n l t p t v s
commit to user 31
Tahun 2011 Jan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
B. Bentuk Dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Dalam penelitian ini bentuk yang digunakan adalah bentuk penelitian kualitatif. Karena data-data yang akan dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat pencatatan dokumen maupun arsip yang memiliki arti yang sangat lebih dari sekedar angka atau frekuensi. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, karena penelitian ini bermaksud untuk melakukan penyelidikan dengan menggambarkan dan memaparkan keadaan obyek dan subyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagai mana mestinya. Menurut Lexy J Moeleong (2007:3) yang mengutip dari pendapat Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: “Metodologi kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati”. Penelitian kualitatif diperoleh dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek dari studi, penggunaan metode penelitian secara mendalam agar sesuai dengan metode tersebut yaitu menggunakan metode deskriptif. Menurut Sugiyono (1999:11), “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan variabel lain”. Tujuan utama dari penelitian deskriptif adalah menggambarkan kenyataan kehidupan sosial yang kompleks. Sedangkan menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin dalam Djunaidi Ghony (1997: 11) yang menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah “Penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran)”. 2. Strategi Penelitian Dalam penelitian deskriptif menurut HB Sutopo (2002:78) ada 4 macam strategi penelitian yang dapat digunakan dalam menyusun penelitian, yaitu : a. Tunggal Terpancang Studi yang memusatkan pada variabel yang telah ditentukan terlebih dahulu atau dengan istilah Embeded Case Study yang dilakukan hanya dalam satu lokasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
penelitian. b. Ganda Terpancang Sedangkan pada ganda terpancang yang membedakan dengan tunggal terpancang adalah pada lokasi penelitian, jika pada tunggal terpancang penelitian hanya dalam satu lokasi, maka pada ganda terpancang penelitian ada dua lokasi yang digunakan. c. Tunggal Holistik Studi yang mengarahkan pada subyeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspek atau dengan istilah Atnografi Grounded d. Ganda Holistik Studi yang mengarahkan pada dua obyeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspek atau dengan istilah Atnografi Grounded Strategi penelitian yang digunakan adalah strategi penelitian tunggal terpancang. Mengenai hal ini HB. Soetopo (2002:112) bahwa: “Bentuk penelitian terpancang (embeded reaserch) yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan tujuan dan minat penelitiannya sebelum peneliti ke lapangan studinya.” Pada penelitian ini peneliti lebih memfokuskan penelitiannya pada motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009. Sehingga peneliti tidak akan melakukan penelitian pada masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Untuk itu maksud dari strategi tunggal terpancang dalam penelitian ini, dapat mengandung pengertian sebagai berikut: tunggal yang artinya hanya dalam satu lokasi yaitu Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Sedangkan terpancang artinya hanya pada satu tujuan untuk mengetahui motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. C. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan peneliti terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
1. Sumber Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbersumber terkait. Pengumpulan data dilakukan dengan jalan mengadakan wawancara langsung dengan responden. Responden adalah manusia sebagai sumber data yang perlu dipahami, bahwa mereka terdiri dari beragam individu dan memiliki beragam posisi. Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah masyarakat Kecamatan Jebres yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih, memberikan suaranya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009 serta termasuk dalam klasifikasi yang telah ditentukan dalam penelitian ini. 2. Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, dan bersifat mendukung data-data primer. Data sekunder diperoleh dengan jalan mempelajari, membaca dan mencatat buku, dokumen, serta peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penelitian. Buku yang banyak mendukung penelitian ini adalah buku dari Firmanzah yang berjudul Marketing Politik. Sedangkan dokumen sebagai pelengkap data adalah data tentang keadaan geografis dan demografi Kota Surakarta yang berasal dari Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Dan landasan yuridis yang berkaitan dengan permasalahan pada penelitian ini adalah peraturan yang mengatur mengenai pemilih dan pemilihan umum yaitu UU No 32 tahun 2008 dan pasal 15 PP RI No.6 Tahun 2005 D. Populasi dan Teknik Sampling (cuplikan) 1. Populasi Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2002:108) adalah: “Keseluruhan subjek penelitian.” Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka peneliti harus meneliti populasi. Namun dalam penelitian besar peneliti tidak mungkin meneliti seluruh populasi yang ada. Selain itu hal ini pasti merepotkan, membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang besar pula. Untuk mengantisipasi hambatan tersebut maka peneliti hanya meneliti sebagaian dari populasi saja. Penelitian ini disebut penelitian sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Dalam penelitian kualitatif sampel akan ditunjukkan oleh peneliti dengan mempertimbangkan sampel itu mengenai masalah yang diteliti, jujur, dapat dipercaya dan datanya bersifat obyektif. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui fungsi dari sampel yaitu: a. Untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber b. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang akan muncul Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa:populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Jebres Kota Surakarta yang telah memiliki hak sebagai pemilih serta menggunakan haknya tersebut dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009. Dimana jumlah populasi pada penelitian ini adalah 93.151 orang yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih. 2. Teknik Sampling Sampel yang diambil dalam penelitian ini disesuaikan dengan pemilih yang menggunakan haknya berdasarkan pada klasifikasi yang telah ditentukan oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif sampel ditunjukkan oleh peneliti dengan mempertimbangkan bahwa sampel itu mengenai masalah yang diteliti, jujur, dapat dipercaya dan datanya bersifat obyektif. Dengan demikian data yang diperoleh lebih akurat. Suharsimi Arikunto (2002:109) mengatakan bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.” Sedangkan Kartini Kartono (1990:129) menyatakan bahwa, “ Sampel adalah contoh, monster, representan, atau wakil dari satu populasi yang cukup besar jumlahnya, yaitu satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representatif sifat dari keseluruhannya.” Meski jumlah sampel bukan prioritas utama dalam teknik sampling penelitian ini, namun peneliti tetap mempertimbangkan keakuratan data dengan memilih sampel yang dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum DPRD Kota Surakarta di Kecamatan Jebres, maka sampel yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
diambil juga merupakan masyarakat Kecamatan Jebres yang sudah sah menjadi pemilih. Dalam melakukan penelitian terdapat beberapa macam teknik sampling. Secara skematis, Prof.Dr.Sugiyono (2008:81) mengklasifikasikan macammacam teknik sampling yang ditunjukkan pada gambar berikut :
Teknik Sampling
Non Probability sampling
Probability sampling
1. Simple Random Sampling 2. Proportionate stratified random sampling 3. Disproportionate stratified random sampling 4. Area (cluster) sampling (sampling menurut daerah)
1. Sampling sistematis 2. Sampling kuota 3. Sampling incidental 4. Purposive sampling 5. Sampling jenuh 6. Snowball sampling
Sumber : Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D Gambar 4. Macam-macam Teknik Sampling
Dari gambar 3 terlihat bahwa, teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan mejadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Nonprobability Sampling dengan teknik Purposive Sampling. Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, dan snowball.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Teknik purposive sampling (sampel bertujuan) adalah sampel yang telah ditentukan dan dimantapkan sebagai sampel. Sumber data digunakan di sini tidak sebagai
yang
mewakili
populasinya,
tetapi
lebih
cenderung
mewakili
informasinya. Selain itu teknik cuplikan yang digunakan merupakan teknik cuplikan yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang digunakan dan keingintahuan pribadi peneliti. Oleh karena pengambilan sampling didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu, maka teknik sampling ini lebih dikenal dengan purposive sampling, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.. Menurut Goetz & Le Compte dalam H. B. Sutopo (2002:56): “Purposive Sampling yaitu teknik mendapatkan sampel dengan memilih individu-individu yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data.” Jadi dalam metode ini beberapa objek penelitian dipilih, kemudian dari yang tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan membantu dalam mengungkap permasalahan yang telah dirumuskan. Dengan kata lain metode pengambilan sampel yang digunakan dengan teknik informan kunci (key informant) yaitu peneliti mengambil orang-orang kunci untuk dijadikan sebagai sumber data. Sehingga dalam penetapan responden (informan), peneliti tidak mempermasalahkan apakah sumber data yang diambil representatif atau tidak terhadap populasi, namun lebih menitikberatkan pada bagaimanakah peneliti dapat memperoleh data lengkap dan informasi yang sesuai untuk menjawab permasalahan penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Berikut adalah daftar informan dalam penelitian ini. Tabel 2. Daftar Informan KELURAHAN
NAMA
ALAMAT
KEPATIHAN KULON
1.
Nurliana
Kepatihan Kulon Rt 002, Rw 001
KEPATIHAN WETAN
1.
Suwandi
o
2.
Mirriam Agustina K
1.
Heri
2.
Mulyanto
3.
Wiji
Jl. Sutan syahrir No 13, Rt 008, Rw 002 Jl. Jend.Urip Sumoharjo, Rt 009, Rw 002 Purbowadayan, Rt 001, Rw 002 Tegal Harjo, Rt 005, Rw 001 Tegal Harjo, Rt 005, Rw 001
1.
Idha Nuryanthi
o
Mertokusuman Rt 02/Rw VII
2.
Agung
o
Gandekan Rt 01/ Rw 06
1.
Sriati
Kampung Sewu, Rt 001/Rw 07
2.
Yemima Wahyuningtyas
1.
Waluyo
o
Kampung Sewu, Rt 001/Rw 07 Pucang Sawit Rt 002 / Rw XII
2.
Dyah
o
Pucang Sawit Rt 002 / Rw XII
1.
Bambang H
Jagalan Rt 002/ Rw 014
2.
Putra Christiawan Sutanto
Kalisindang, Rt 03/Rw 03
3.
Cuk Sutanto
Kalisindang , Rt 03/Rw 03
1.
Awang
o
2.
Heri Kurniawan
1.
Abiam Rudi
2.
Timan
1
Setyo Purnama
o
Purwodiningratan, Rt 04/Rw 09 Purwodiningratan, Rt 04/Rw 09 Jl. Semeru No 8, Rt 004/ Rw 001 Jl. Semeru No 10, Rt 004/ Rw 001 Kandang Sapi Rt 001 / Rw 034
2
Dwi Handayanto
o
Kandang Sapi Rt 033 / Rw 33
3
Amos Handoyo
o
Kandang Sapi Rt 033 / Rw 33
1.
Suratno, SPd
o
2.
Mbah Mul
Mertoudan Rt 006 / Rw 009, Mojosongo Mertoudan Rt 006 / Rw 009 Mojosongo Mertoudan Rt 006 / Rw 009 Mojosongo
SUDIROPRAJAN
GANDEKAN
SEWU
PUCANG SAWIT
JAGALAN
PURWODININGRATAN
TEGAL HARJO
JEBRES
MOJOSONGO
o
o
o o
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Interview atau Wawancara Wawancara (interview) dilakukan dengan masyarakat yang termasuk dalam klasifikasi pada permasalahan dan berada dalam posisi sebagai sampel penelitian. Cholid Narbuko dan Abu Achmadi(2001:83) menagatakan bahwa, “Tujuan wawancara ialah untuk mengumpulkan informasi dan bukannya untuk merubah ataupun mempengaruhi pendapat responden.” Dalam melakukan wawancara,
peneliti
mengunakan
gabungan
antara
wawancara
dengan
pembicaraan informal maupun pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Menurut pendapat Paton yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2007:135136)macam-macam wawancara dibagi menjadi menjadi tiga, yaitu:“ Wawancara pembicaraan informal, pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, wawancara baku terbuka.” Macam-macam wawancara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Wawancara Pembicaraan Informal Wawancara yang dilaksanakan dalam suasana biasa, menggunakan bahasa sehari-hari serta sangat tergantung pada spontanitas yang melakukan wawancara. Dengan teknik ini informan tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai dan akan mendapatkan data yang sebenarnya. Pokok-pokok pertanyaan secara garis besar terdapat pada lampiran 1. sedangkan jawaban dari hasil wawancara tersebut terdapat pada lampiran 2. b. Pendekatan Menggunakan Petunjuk Umum Wawancara Jenis wawancara ini menggunakan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan, namun pokok-pokok yang dirumuskan itu tidak perlu ditanyakan secara berurutan. c. Wawancara Baku Terbuka (Formal) Jenis wawancara ini pewawancara menggunakan perangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya dan cara penyajiannya harus sama untuk semua informan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Pokok-pokok pertanyaan yang diberikan kepada responden terdapat pada lampiran 3. Sedangkan jawaban dari hasil wawancara tersebut terdapat pada lampiran 4. 2. Analisis Dokumen Analisis dokumen merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat dokumen yang telah terkumpul,mempelajari kemudian menganalisanya. Dokumen sebagai sumber data yang berbentuk tulisan atau gambar yang bisa merupakan keterangan tentang keadaan masa sekarang maupun pada masa lampau yang sewaktu-waktu dapat dilihat kembali. Hal ini sesuai dengan pendapat HB Sutopo (2002:54) yaitu, “ Analisa dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang bergelayutan dengan peristiwa tertentu, ia bisa berupa bahan tertulis atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu.” Data-data yang dikumpulkan melalui teknik dokumentasi ini berupa keadaan geografis, keadaan demografi dan data pemilih yang dapat dijadikan sebagai sumber acuan dalam penelitian.
F. Validitas Data 1. Trianggulasi Setiap data yang dikemukakan perlu dibuktikan validitasnya, yaitu untuk meyakinkan kebenaran data tersebut. Untuk membuktikan kebenaran suatu data maka digunakan cara triangulasi data dengan maksud untuk memeriksa keabsahan data dengan memanfaatkan sumber lain yang diperlukan untuk dibandingkan dengan data yang diperoleh. Menurut Paton yang dikutip oleh HB Sutopo (2002:78-82) mengatakan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi yaitu “ Trianggulasi data ( data trianggulation), trianggulasi metode (infestifator trianggulation), trianggulasi peneliti
(methodoligical
trianggulation),
dan
trianggulasi
teori
(theory
trianggulation).” Teknik trianggulasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Trianggulasi Data (Data Trianggulation) Jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama sehingga akan saling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
mengontrol dari sumber yang berbeda. b. Trianggulasi Metode (Investifator Trianggulation) Jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. c. Trianggulasi Peneliti ( Methodological Trianggulation) Hasil penelitian baik data atau simulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. d. Trianggulasi Teori (Theoritical Trianggulation) Trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Adapun teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data triangulation dan methods trianggulation. Dimana pada trianggulasi data, peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama sehingga akan saling mengontrol dari data dengan sumber yang berbeda. Sumber-sumber tersebut antara lain dapat berupa dokumen yang diperoleh dari Kecamatan Jebres, data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan, data yang diperoleh dari buku dan sumber dari internet serta keadaan geografis. Hal ini difokuskan pada motivasi pemilih dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Anggota DPRD Surakarta Kecamatan Jebres. Dalam penelitian ini, yang dijadikan sebagai informan adalah masyarakat Kecamatan Jebres yang dianggap telah memenuhi syarat sebagai pemilih serta telah memenuhi klasifikasi yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Untuk keabsahan (validasi) data dilakukan dengan mengcross check masing-masing hasil wawancara, sehingga diperoleh suatu kesimpulan penelitian berdasarkan sumbersumber yang dianggap berkompeten dalam penelitian. Sedangkan trianggulasi metode yang peneliti terapkan bahwa pengumpulan data dilakukan melalui berbagai metode atau teknik pengumpulan data yang dipakai. Hal ini berarti bahwa pada satu kesempatan peneliti menggunakan teknik wawancara, pada saat yang lain menggunakan teknik dokumentasi, dan seterusnya. Penerapan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda ini sedapat mungkin untuk menutupi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
kelemahan atau kekurangan dari satu teknik tertentu sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat 2. Informant Review Pengertian informant review adalah : “ Merupakan upaya pengembangan validitas data yang dilakukan dengan cara mengkomunikasikan unit-unit laporan yang telah disusun kepada informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan kunci (key informant).(HB. Sutopo,2002:83). Adapun yang menjadi informan kunci pada penelitian ini dibedakan menjadi empat kelompok sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan. Informan untuk klasifikasi usia adalah Bapak Rudi, Ibu Lilies, Ibu Nur, Bapak Suwandi, Bapak Temu, Sdri. Yemima, Sdri.Mirriam, Sdr.Awang. Untuk klasifikasi jenis kelamin yaitu Bapak Waluyo, Bapak Heri, Sdr. Dwi, Ibu Ida, Ibu Dyah, Sdri. Dewi. Sedangkan untuk klasifikasi status ekonomi yaitu Bapak Setyo P., Bapak Bambang, Bapak Wiyono, Bapak Mulyanto,. Dan informan untuk klasifikasi tingkat pendidikan adalah Bapak Suratno, Sdri. Mirriam Agustina dan Sdr. Agung.
G. Analisis Data Data yang telah masuk kemudian dianalisa untuk mengetahui hasilnya. Hal ini didasarkan hasil wawancara, pengamatan, atau observasi serta analisis dokumen dan laporan-laporan yang ada. Dalam analisa data, teknik yang digunakan yaitu metode analisa kualitatif dengan bentuk penyajiannya secara deskriptif, yaitu menggambarkan secara singkat atau jelas mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta berdasarkan data-data atau fakta yang diperoleh atau yang ada. Dari sini kemudian disimpulkan guna menentukan hasilnya. Teknik yang digunakan adalah teknik analisa interaktif. Adapun langkah-langkah analisa interaktif ini sebagai berikut: 1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, serta peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah-masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
yang diteliti. 2. Reduksi Data Reduksi data merupakan seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data kasar yang dilaksanakan selama berlangsungnya proses penelitian. Reduksi ini merupakan bagian analisa data yang mempertajam fokus dan membuang hal yang tidak penting serta mengatur data sedemikian hingga kesimpulan akhir dapat dilaksanakan. 3. Sajian Data Sajian data adalah rangkaian informasi yang mendukung kesimpulan dalam sebuah penelitian. sajian data meliputi berbagai jenis matrik, gambar atau skema, jaringan kerja kegiatan dan tabel. Semua dirakit secara teratur guna mempermudah pemahaman informasi. 4. Penarikan kesimpulan Kesimpulan akhir yang diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verivikasi yang berupa pengulangan dengan melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan. Dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil salah satu komponen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Untuk lebih jelasnya, proses analisis data dengan menggunakan model interaktif dapat digambarkan dalam bentuk skema berikut ini:
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Sumber: Miles and Huberman (1992: 20) Gambar 5. Model Analisis Interaktif
H. Prosedur Penelitian Kegiatan penelitian ini direncanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: “(1)Persiapan, (2) Pengumpulan data, (3) Analisis data, (4) Penyusunan laporan Penelitian” (H. B. Sutopo, 2002:187-190) Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut: 1. Persiapan a. Mengurus perijinan penelitian ke Pembantu Dekan III Universitas Sebelas Maret dan Camat Kecamatan Jebres Kota Surakarta b. Menyusun protokol penelitian yang ditujukan kepada Camat Kecamatan Jebres
yang
kemudian
diteruskan
kepada
Kepala
Sub
Bagian
Pemerintahan Kecamatan Jebres Kota Surakarta, pengembangan pedoman, pengumpulan data dan menyusun jadwal kegiatan penelitian. 2. Pengumpulan Data a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, mencatat, dan menganalisa dokumen. b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
c. Memilah dan mengatur data yang sesuai. 3. Analisis Data a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian. b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian dicross check dengan temuan di lapangan. c. Setelah memperoleh data yang sesuai dengan intensitas kebutuhan maka dilakukan proses verifikasi dan pengayaan d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Penyusunan Laporan Penelitian a. Penyusunan laporan awal. b. Review laporan c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil diskusi. d. Penyusunan laporan akhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Tinjauan Geografis
a. Letak Dan Batas Wilayah Letak geografis suatu wilayah adalah letak suatu wilayah dilihat dari kenyataannya di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya Kota Surakarta terletak diantara dua kota besar di wilayah propinsi Jawa Tengah yaitu Kota Semarang yang merupakan ibukota Jawa Tengah dan Kota Yogyakarta yang merupakan Daerah Istimewa. Keadaan ini membuat Kota Surakarta menjadi kota dengan letak yang sangat strategis. Karena secara tidak langsung Kota Surakarta akan terpengaruh dengan mobilitas di kedua kota besar tersebut. Namun meski sedikit terpengaruh oleh kedua kota besar tersebut tidak membuat Kota Surakarta kehilangan ciri khas aslinya. Wilayah Kota Surakarta secara umum keadaannya datar, hanya bagian timur agak bergelombang.dengan ketinggian 80-130 meter di atas permukaan laut dan kemiringan tanah 0-40 . Jenis tanah di wilayah Kota Surakarta sebagian besar adalah tanah liat berpasir termasuk regosol kelabu dan alluvial, di wilayah bagian utara jenis tanahnya adalah tanah grumosol serta wilayah bagian timur laut adalah tanah litosol mediteran. Jika di atas telah di uraikan letak geografis dari kota Surakarta secara umum, maka selanjutnya peneliti akan memaparkan letak geografis Kecamatan Jebres yang merupakan lokasi penelitian ini. Kecamatan Jebres merupakan salah satu kecamatan yang masih merupakan wilayah dari Kota Surakarta. Letak dari Kecamatan Jebres ini adalah terletak diantara 110 LS-111 LS dan 7,6 BT-8 LS. Untuk lebih jelasnya, peta Kecamatan Jebres dapat dilihat pada lampiran 9. Selain itu Kecamatan Jebres juga mempunyai batas-batas dengan wilayah tertentu, karena setiap wilayah pasti berbatasan dengan wilayah yang lain. Batas-batas tersebut adalah sebagai berikut : 1) Utara
: Kabupaten Karanganyar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
2) Selatan
: Kecamatan Pasar Kliwon dan Kabupaten Sukoharjo
3) Barat
: Kecamatan Banjarsari
4) Timur
: Kabupaten Karanganyar
Selain letak geografis Kecamatan Jebres, selanjutnya peneliti paparkan ketinggian dari daerah yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Jebres yaitu 80m-130m di atas permukaan lain.
b. Luas Daerah Kecamatan Jebres yang dikepalai oleh Drs. Sumarno ini terbagi menjadi 11 kelurahan. Dimana setiap kelurahan juga dikepalai oleh seorang Lurah. Berikut tabel Kepala Kelurahan atau Lurah dari masing masing kelurahan, yaitu sebagai berikut : Tabel 3. Daftar Nama Kepala Kelurahan Di Kecamatan Jebres Tahun 2008 No.
Kelurahan
Nama
NIP
1.
Kepatihan Kulon
Yuwestri.H, SE
500082395
2.
Kepatihan Wetan
Dra. Sri Wirasti, MM
500098223
3.
Sudiroprajan
Sigit Prakosa, S.Sos
500073775
4.
Gandekan
Suroso, SH
010078877
5.
Sewu
Sunarman Budi.H, S.sos
500050818
6.
Pucangsawit
Bambang Edy, S.Sos
500086612
7.
Jagalan
Urip Jatmiko, SH
500102557
8.
Purwodiningratan
Drs. Sri Wahyono,M.Si
500056567
9.
Tegal Harjo
Nanang Heri, S.Sos
010227892
10.
Jebres
Drs. Tamso
380050583
11.
Mojosongo
Ir. Heru Sunardi, MM
010247291
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2008 Setelah mengetahui jumlah kelurahan yang terdapat di Kecamatan Jebres beserta Kepala Kelurahan atau Lurah masing-masing kelurahan, selanjutnya peneliti akan memaparkan mengenai luas wilayah Kecamatan Jebres secara keseluruhan. Berikut peneliti uraikan secara detail mengenai luas Kecamatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Jebres yang terbagi menjadi 11 kelurahan seperti yang telah disebutkan di atas dalam sebuah tabel. Tabel 4. Luas Wilayah Tiap Kelurahan Di Kecamatan Jebres No.
Kelurahan
Luas (Ha)
1.
Kepatihan Kulon
17,50
2.
Kepatihan Wetan
22,50
3.
Sudiroprajan
23,00
4.
Gandekan
35,00
5.
Sewu
48,50
6.
Pucangsawit
127,00
7.
Jagalan
65,00
8.
Purwodiningratan
37,30
9.
Tegal Harjo
32,50
10.
Jebres
317,00
11.
Mojosongo
532,88
Jumlah
1.258,18
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2008 Dari tabel di atas diketahui bahwa luas Kecamatan Jebres adalah 1.258,18 ha, dan dari tabel di atas pula dapat diketahui bahwa Kecamatan Mojosongo mempunyai wilayah yang paling luas dibandingkan dengan luas kecamatankecamatan lain yang ada di Kota Surakarta. Hal ini dapat dilihat ada gambar peta Kecamatan Jebres yang terdapat pada lampiran 3.
2. Tinjauan Demografi Demografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kependudukan. Gambaran mengenai jumlah penduduk dan data kependudukan dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu registrasi penduduk, sensus penduduk, dan survey penduduk. Registrasi penduduk merupakan pencatatan terjadinya peristiwaperistiwa kelahiran, kematian, dan segala kejadian penting yang dapat mengubah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
status seseorang dari lahir sampai mati. Sensus penduduk adalah keseluruhan proses mengumpulkan, menghimpun, menyusun, serta menerbitkan data demografi, ekonomi, sosial yang menyangkut semua orang pada waktu tertentu dan wilayah tertentu. Sedangkan survey penduduk ini dapat berfungsi sebagai pelengkap sensus penduduk. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa demografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kependudukan, yang dalam penelitian ini adalah penduduk yang bertempat tinggal di Kecamatan Jebres yang juga merupakan obyek dalam penelitian yang peneliti lakukan. Untuk lebih jelasnya akan peneliti uraikan sebagai berikut: a. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Pada data di atas telah disebutkan mengenai jumlah penduduk Kecamatan Jebres ialah sebesar 142.292 jiwa dengan luas wilayah 1.258,18 ha. Selanjutnya yang perlu diketahui mengenai jumlah penduduk Kecamatan Jebres apabila dikaitkan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah mengenai jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin. Data tersebut merupakan jumlah penduduk tahun 2008. Data tersebut juga digunakan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk menentukan berapa besar jumlah penduduk yang telah memenuhi syarat untuk menjadi pemilih pada pelaksanaan pemilihan umum, khususnya pada pemilihan umum anggota DPR, DPRD dan DPD pada bulan April tahun 2009. Pada penelitian ini peneliti juga mengklasifikasikan pemilih berdasarkan jenis kelamin. Dimana jenis kelamin ada 2, yaitu laki-laki dan perempuan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah perbedaan jenis kelamin (gender) ini juga berarti bahwa motivasi pemilih dalam pelaksanaan pemilihan anggota DPRD Surakarta tahun 2009 tersebut juga ada perbedaan. Berikut data keadaan penduduk Kecamatan Jebres menurut kelompok usia dan menurut jenis kelamin tiap kelurahan tahun 2008.
commit to user
Laki (2) 74 228 315 1.075 314 1.332 651 437 176 1.060 4.732 10.394 13.770
(1)
Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucangsawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo
Jumlah 2007 2006
Kelurahan
commit to user 10.505 13.698
96 192 323 1.150 537 1.079 640 452 187 971 4.878
0-4 Perempuan (3)
20.899 27.468
170 420 638 2.225 851 2.411 1.291 889 363 2.254 1.990
Jumlah (4)
7.267 6.688
70 162 162 294 312 683 701 305 334 2.254 1.990
Laki (5)
7.733 7.169
164 300 338 665 634 1.385 1.451 609 688 4.629 2.137
5-9 Perempuan (6)
15.000 13.865
126 197 321 443 298 708 746 248 387 1.697 1.809
Jumlah (7)
6.980 6.437
140 162 248 511 350 685 803 256 257 1.862 1.871
Laki (8)
7.145 6.686
140 162 248 511 350 685 803 256 257 1.862 1.871
10 - 14 Perempuan (9)
Tabel 5. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Tiap Kelurahan Tahun 2008
14.125
266 359 569 954 648 1.393 1.549 504 644 3.559 3.680
Jumlah (10)
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Laki (2) 132 171 311 409 458 687 741 294 331 1.928 1.837 7.299 6.836
(1)
Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucangsawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo
Jumlah 2007 2006
Kelurahan
Lanjutan Tabel 5.
commit to user 7.692 7.036
15 - 19 Perempuan (3) . 142 166 380 521 419 737 728 321 322 2.013 1.943 14.991 14.124
274 337 691 930 877 1.424 1.469 615 653 3.941 3.780
Jumlah (4)
7.681 7.161
138 172 274 460 480 771 799 248 318 2.256 1.765
Laki (5)
8.334 7.902
151 142 280 510 488 829 754 329 345 2.374 2.132
20 - 24 Perempuan (6)
16.015 15.103
151 142 554 970 968 1.600 1.553 577 663 4.630 2.338
Jumlah (7)
7.753 7.247
132 157 274 330 348 817 629 218 344 2.166 2.338
Laki (8)
7.552 7.122
144 115 269 291 293 735 743 292 302 2.071 2.297
25 – 29 Perempuan (9)
15.305 14.363
278 272 543 621 641 1.552 1.372 510 646 4.237 3.635
Jumlah (10)
51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Laki (2) 182 123 203 303 471 726 629 187 281 1.760 2.434 7.299 2.434
(1)
Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucangsawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo
Jumlah 2007 2006
Kelurahan
Lanjutan Tabel 5.
commit to user 7.076 6.897
30 - 39 Perempuan (3) . 182 235 188 298 417 689 717 5 345 1.561 2.439 14.375 13.666
364 358 391 601 888 1.415 1.346 192 626 3.321 4.873
Jumlah (4)
6.296 5.692
200 178 289 254 448 686 421 238 276 1.563 1.743
Laki (5)
6.296 5.692
210 178 289 254 448 686 421 238 276 1.563 1.743
40 - 49 Perempuan (6)
6.470 6.105
210 165 307 275 417 586 553 241 316 1.534 1.866
Jumlah (7)
12.766 11.797
410 343 596 529 865 1.272 974 479 592 3.097 3.609
Laki (8)
5.368 4.913
174 139 272 396 431 444 421 201 332 887 1.671
50 - 59 Perempuan (9)
5.368 4.913
210 134 304 355 357 421 396 221 368 1.298 1.518
Jumlah (10)
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user Jumlah 2007 2006
Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucangsawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo
(1)
Kelurahan
Lanjutan Tabel 5
4.122 5.152
162 47 65 776 381 361 190 150 229 380 1.381
Laki (5)
3.407 4.527
171 57 53 491 287 346 208 148 292 451 903
60+ Perempuan (6)
7.529 9.679
333 104 118 1.267 668 707 398 298 521 831 2.284
Jumlah (7)
70.466 70.659
1.390 1.574 2.486 4.740 3.941 7.215 5.928 2.533 3.008 15.951 21.700
Laki (8)
71.826 72.630
1.540 1.506 2.528 4.773 3.887 6.869 6.292 2.839 3.088 15.510 21.994
Jumlah Penduduk Perempuan (9)
142.292 143.289
2.93 3.080 5.014 9.513 7.828 14.084 12.220 5.372 6.096 32.461 43.694
Jumlah (10)
53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
b. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan Jebres dengan jumlah penduduk 142.292 jiwa, untuk mengetahui tingkat pendidikan peneliti susun kedalam tabel sebagai berikut : Tabel 6. Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tiap Kelurahan Tahun 2008 Kelurahan
Tamat
Tamat
Tamat
Tamat SD
Akademi/PT
SLTA
SLTP
Kepatihan Kulon
368
776
463
167
Kepatihan Wetan
137
342
567
532
Sudiroprajan
105
783
1.142
110
Gandekan
439
1.133
1.502
2.105
Sewu
151
1.144
2.994
624
Pucangsawit
260
2.200
1.900
2.900
Jagalan
187
1.305
3.086
3.552
Purwodiningratan
59
590
991
1.414
Tegalharjo
116
815
535
927
Jebres
1.484
4.719
4.297
4.659
Mojosongo
2.450
4.648
5.618
5.209
Jumlah
5.756
18.455
23.095
22.199
2007
5.740
18.623
23.405
21.518
2006 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2008 Berdasarkan data di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Jebres adalah tingkat pendidikan SLTP dengan jumlah sebanyak 23.095 orang . Meskipun jumlah ini telah berkurang dari data tahun 2007 yang menyebutkan sebanyak 23.405 orang dengan tingkat pendidikan SLTP, namun hal ini perlu mendapat perhatian lebih agar masyarakat Surakarta, khususnya di Kecamatan Jebres lebih maju.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
c. Keadaan Penduduk Menurut Agama Kebebasan memeluk agama merupakan hak asasi dari masing-masing individu yang harus di junjung tinggi oleh umat manusia. Kebebasan itu diatur dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2. Oleh karena itu dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya saling menghormati dan menghargai satu sama lain serta memegang teguh sikap toleransi beragama. Untuk mengetahui keadaan penduduk di kecamatan Jebres secara umum dapat dilihat dari tabel sebagai berikut. Tabel 7. Banyaknya Penduduk Menurut Agama Yang Dianut Tiap Kelurahan Tahun 2008 Kelurahan
Islam
Katolik
Protestan
Budha
Hindu
Jumlah
Kepatihan Kulon Kepatihan Wetan Sudiroprajan Gandekan Sewu Pucangsawit Jagalan Purwodiningratan Tegalharjo Jebres Mojosongo
2.142 1.797 2.846 6.270 6.568 9.768 8.940 2.808 3.523 23.300 27.334
263 595 1.101 914 575 2.290 1.825 1.056 1.016 4.624 7.543
481 561 867 2.013 626 1.752 1.257 1.320 1.033 4.231 8.377
40 67 195 316 30 170 144 39 223 148 432
4 60 5 29 104 54 149 301 158 8
2.930 3.080 5.014 9.513 7.828 14.084 12.220 5.372 6.096 32.461 43.6941
872 857
142.292 143.289
95.296 21.802 22.518 1.804 Jumlah 96.342 21.767 22.473 1.850 2007 2006 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2008
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penduduk Kecamatan Jebres mayoritas memeluk agama Islam dengan jumlah penduduk sebnyak 95.296 orang dari jumlah penduduk Kecamatan Jebres keseluruhan adalah sebanyak 142.292 orang. Kehidupan beragama tidak lepas dari adanya sarana peribadatan. Dengan sarana peribadatan yang ada, maka dapat menggambarkan komposisi-komposisi mayoritas. Adapun sarana peribadatan yang terdapat di wilayah Kecamatan Jebres dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Tabel 8. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenisnya Di Tiap Kelurahan Tahun 2008 Kelurahan
Masjid
Surau/
Gereja
Mushola
Vihara/
Pura
Kuil/ Klenteng
Kepatihan Kulon
-
3
1
1
-
Kepatihan Wetan
2
1
-
-
-
Sudiroprajan
2
-
2
1
-
Gandekan
4
4
7
-
-
Sewu
5
3
2
-
-
Pucangsawit
9
5
5
1
-
Jagalan
6
1
7
-
-
Purwodiningratan
2
1
3
1
-
Tegalharjo
4
1
2
-
-
Jebres
42
13
18
1
1
Mojosongo
48
16
13
-
-
Jumlah
124
48
60
5
1
2007
124
48
60
5
1
2006 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2008
d. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk di setiap wilayah pastilah mempunyai mata pencaharian untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Begitu pula dengan penduduk di Kecamatan Jebres. Ada berbagai macam mata pencaharian yang dilakukan penduduk di Kecamatan Jebres. Mata pencaharian ini tersebar ke dalam berbagai sektor atau bidang. Berikut ini jumlah penduduk menurut mata pencaharian tiap kelurahan di Kecamatan Jebres.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Tabel 9. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kelurahan Tahun 2008 Kelurahan
Petani
Buruh
Pemilik
Buruh
Buruh
Peda-
Angku-
PNS/
Pensiun
Lain-
Sendiri
Tani
Usaha
industri
bangunan
gang
tan
TNI/
-an
lain
46
1668
POL
Kepatihan Kulon
-
-
42
347
65
202
114
112
Kepatihan Wetan
-
-
25
482
462
572
182
192
2
443
Sudiroprajan
-
-
83
93
16
34
-
23
24
3765
Gandekan
-
-
127
1614
1642
923
114
388
291
1524
Sewu
-
-
22
3159
820
255
73
65
70
1879
Pucang Sawit
-
-
350
1051
733
550
301
455
342
6564
Jagalan
-
-
66
528
242
136
38
213
96
8159
Purwodiningratan
-
-
31
433
273
430
56
132
67
2452
Tegalharjo
-
-
10
299
171
131
292
139
149
3854
Jebres
-
-
41
4859
4684
635
134
981
6.506
7961
81
-
322
4788
7426
610
323
4467
1044
10886
Mojosongo
Jumlah
81
1119
17653
16534
4478
1627
7167
8637
49155
2007
78
1102
17614
16458
4393
1511
7115
2839
51150
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2008 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk di Kecamatan Jebres memiliki mata pencaharian sebagai buruh industri yaitu sebanyak 17.653 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Jebres memiliki status ekonomi menengah kebawah.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian Dalam penelitian yang berjudul “Motivasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun 2009” ini bertujuan untuk mengetahui motivasi-motivasi yang dimiliki oleh pemilih dalam mengikuti pemilihan umum, khususnya pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta yang dilaksanakan pada 9 April 2009 yang lalu. Motivasi pemilih ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan pelaksanaan pemilihan umum yang mana tujuan dari pemilihan umum ini sendiri adalah untuk kepentingan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
rakyat. Oleh karena itu dalam penelitian ini, pemilih diklasifikasikan menjadi empat, yaitu 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Status ekonomi 4. Tingkat pendidikan Tetapi meskipun sudah di klasifikasikan, pada masing-masing klasifikasi akan lebih dipersempit dengan membaginya menjadi beberapa sub bagian. Pada klasifikasi yang pertama yaitu berdasarkan usia dibagi menjadi tiga, yaitu : pemilih dengan usia 17 tahun–25 tahun, 26 tahun–45 tahun, dan 46 tahun–lanjut. Kemudian pada klasifikasi yang kedua, klasifikasi berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi menjadi dua, yaitu : laki-laki dan perempuan. Sedangkan klasifikasi berdasarkan status ekonomi dibagi menjadi dua yaitu : pemilih dengan status ekonomi menengah keatas dan status ekonomi menengah kebawah. Dan klasifikasi yang terakhir berdasarkan tingkat pendidikan dibagi menjadi 2, yaitu : pemilih dengan tingkat pendidikan tamat SMP-tamat SMA dan Perguruan Tinggi. Data-data diperoleh dari hasil observasi di Kecamatan Jebres selama satu hari dan melakukan wawancara langsung dengan responden, dalam hal ini adalah masyarakat Kecamatan Jebres yang telah memenuhi syarat menjadi pemilih dalam pemilihan umum, menggunakan hak suaranya dalam pemilhan umum serta termasuk dalam klasifikasi-klasifikasi yang telah ditentukan di atas. Beberapa contoh fotonya dapat dilhat pada lampiran 10. Selain itu untuk memperjelas informan dalam penelitian ini, maka dibawah ini akan disajikan tabulasi data dari masing-masing klasifikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Tabel 10. Tabulasi Data N
Klasifikasi
Indikator
o. 1.
2.
Jumlah Informan
Usia
Jenis Kelamin
17tahun-25 tahun
2
•
26tahun-45 tahun
2
•
46tahun-lanjut
2
•
Laki-laki
6
o
Perempuan 3.
4.
Nama Informan
Ekonomi Status Ekonomi Status Menengah Ke atas Status Ekonomi Menengah Ke bawah Tamat SMP-SMA Tingkat Pendidikan
Perguruan Tinggi
o 6
• •
6
o o
Sdri. Yemima dan Sdr. Putra C.S Bpk. Abiam Rudi dan Ibu Nurliana Bpk. Suwandi dan Mbah Mul Sdr.Dwi H., Bpk Heri, dan Bpk. Waluyo Ibu Idha N., Ibu Dyah, Ibu Sriati Bpk. Setyo P., Bpk. Bambang H., dan Bpk. Cuk Sutanto Bpk. Mulyanto, Bpk Timan, Bpk. Wiji S. Sdr. Awang, Sdr. Heri K., Bpk. Wiji P. Bpk. Amos H., Sdr. Agung, dan Sdri. Mirriam A
1. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Usia Pemilihan umum merupakan salah satu tempat rakyat untuk menyalurkan aspirasi. Pemilihan umum juga merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pemilihan umum, terkhusus pemilihan umum anggota DPR, DPRD, DPD yang diadakan pada tanggal 9 April tahun 2009 telah mencerminkan adanya kedaulatan rakyat di negara Republik Indonesia. Karena rakyat telah mengerti betapa pentingnya suara mereka dalam pemilihan umum itu sendiri. Namun di balik itu setiap individu yang telah memiliki hak untuk memilih pastilah mempunyai motivasi yang berbeda-beda. Motivasi ini bisa saja timbul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
dalam diri seseorang tanpa memperhatikan apakah orang tersebut mempunyai pengalaman sebelumnya atau orang tersebut baru dalam bidang tertentu. Hal ini senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Bapak Rudi (37 tahun)bahwa, “ Motivasi pemilih itu keluar dari diri seseorang (pemilih) sesuai dengan apa yang dia lihat dan rasakan mengenai proses pemilihan umum tanpa dipaksa oleh orang lain,untuk itu motivasi saya adalah untuk mengekspresikan partisipasi saya sebagai warga yang baik.” (15 Maret 2010)., Pada dasarnya motivasi itu dapat timbul di dalam diri siapa saja dan terhadap apa saja. Hal tersebut berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mbah Mul (70 tahun), bahwa “ motivasi saya dalam mengikuti pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta adalah untuk memberikan suara saya karena pemilu tidak selalu ada setiap tahun.” (20 Maret 2010). Berdasarkan pendapat dari beberapa responden di atas memang tidak dapat dipungkiri bahwa hal demikian sering dijumpai dalam masyarakat pada umumnya. Bahkan perbedaaan pendapat mengenai keikutsertaan mereka dalam pemilihan umum ini juga tidak dapat dihindari. Motivasi yang timbul dari diri seseorang dapat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Seperti pendapat yang disampaikan oleh Yemima (18tahun) bahwa,” Keadaan dan orang-orang yang berada di sekitar kita pasti mempunyai pengaruh tersendiri dalam kita melakukan suatu tindakan, termasuk dalam hal mengikuti pemilihan umum.” (9 Februari 2010). Hal ini sepaham dengan apa yang dikemukakan Morgan dalam bukunya Wasty Soemanto(1987:20) bahwa: Motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states ), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior ), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut ( goals or ends of such behavior ). Selain pendapat di atas, Putra Christiawan S (19 tahun) yang pada saat juga baru pertama kali mengikuti pemilihan umum menyampaikan motivasinya dalam mengikuti pemilihan umum, yaitu bahwa: ”Karena pada saat itu rasa ingin tahu saya tentang menjadi seorang pemilih sangat besar, sehingga saya tidak mau melewatkannya begitu saja meskipun saya sendiri tidak terlalu paham dengan politik.” (5 April 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Keadaan pada saat itu mendorong seseorang yang merupakan pemilih untuk menentukan sikap, apakah dia akan memilih atau tidak. Dan apakah dia dalam melakukan hal itu atas dasar kemauan dari dirinya sendiri atau ada pengaruh-pengaruh lain yang bukan berasal dari dirinya sendiri. Seperti yang terjadi pada Bapak Suwandi (55 tahun) yang mengatakan bahwa alasan dia memilih karena adanya iming-iming yang ditawarkan oleh tim sukses dari calon anggota DPRD yang ikut mencalonkan diri dalam pemilihan umum anggota DPRD (20 Maret 2010), meskipun dia sendiri tidak begitu mengenal calon yang dia pilih. Hal tersebut sebenarnya sudah banyak ditemui pada pemilihan umumpemilihan umum sebelumnya. Dimana kontrol dan pengawasan masih sangat kurang. Selain itu hal tersebut sepertinya memang sudah menjadi budaya bangsa Indonesia bahwa penggunaan money politik baik berupa iming-iming ataupun pemberian sejumlah uang oleh sekelompok orang dalam usaha mencapai tujuannya. Oleh karena itu setiap pemiih harus memiliki kesadaran politik yang tinggi agar dapat bertanggung jawab dalam setiap tindakan politiknya sehingga dapat terhindar dari money politik itu sendiri. Selain itu ada pula pemilih yang memilih seorang calon anggota DPRD dikarenakan kharisma yang ada pada diri salah seorang calon tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang responden yang bernama Ibu Nur (43 tahun) yaitu bahwa,” Saya merasa cocok dengan salah satu calon yang berasal dari partai Demokrat karena saya lihat dari sikapnya yang santun dan berwibawa pada saat mengadakan lawatan ke daerah kami.” ( 17 Maret 2010). Pendapat-pendapat yang serupa mungkin banyak ditemui dalam pelaksanaan pemilihan anggota DPRD. Sikap seperti demikian dapat diklasifikasikan kedalam tipe-tipe pemilih. Perlu diketahui, tipe pemilih sendiri terbagi menjadi 2, yaitu pemilih rasional dan pemilih emosional/tradisional. Berdasarkan tipenya, pendapat yang disampaikan oleh bapak Suwandi dan ibu Nur menunjukkan bahwa dia termasuk kedalam tipe pemilh tradisional. Seseorang termasuk dalam tipe pemilih tradisional karena pemilih tersebut lebih mengutamakan figur dan kepribadian dari calon yang dipilihnya itu. Selain itu, pemilih yang termasuk dalam tipe ini memiliki loyalitas yang tinggi terhadap calon yang mereka pilih dalam pemilihan umum, meskipun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
mobilitas untuk pemilih tipe ini hanya terjadi pada saat kampanye. Sedangkan empat informan lainnya termasuk dalam tipe pemilih rasional. Setiap pemilih pastilah memiliki motivasi yang berbeda-beda,hal tersebut terlihat dari beberapa pendapat di atas baik pendapat dari pemilih pemula sampai usia lanjut. Dimana pada klasifikasi ini peneliti mewawancarai 6 orang informan yaitu 2 termasuk pemilih pemula yaitu sdri. Yemima dan sdr. Putra C.S., 2 pemilih produktif yaitu bpk. Abiam Rudi dan Ibu Nurliana dan 2 pemilih usia lanjut yaitu bpk. Suwandi dan Mbah Mul. Seperti diketahui bahwa pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD kota Surakarta dilaksanakan untuk menentukan siapa yang terpilih menjadi anggota DPRD dan pemilihan tersebut juga tidak membedakan usia dari setiap pemilih. Meskipun motivasi yang mereka miliki berbeda satu dengan yang lain, namun ternyata pendapat mereka mengenai wakil rakyat yang ideal tidak berbeda jauh. Wakil rakyat yang ideal menurut mereka diantaranya adalah menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran, membela rakyat, mempunyai kharisma dan kualitas sebagai wakil rakyat, dan mengerti kebutuhan rakyatnya serta tepat dalam mengambil segala keputusan yang berhubungan dengan kehidupan bersama. Sehingga jika diprosentasekan tipe tradisional pada klasifikasi ini sebanyak 33,33% sedangkan untuk tipe rasional sebanyak 66,67%.
2. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Jenis Kelamin Perbedaan gender seringkali masih menjadi perdebatan dalam kancah perpolitikan Indonesia. Banyak anggapan bahwa kaum wanita tidak mempunyai kemampuan yang dapat disejajarkan dengan kaum laki-laki dalam berbagai aspek. Di lain pihak banyak pula yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum laki-laki dapat juga dilakukan oleh kaum wanita. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya kaum wanita yang menjadi pemimpin baik di perusahaan-perusahaan, organisasi-organisasi, maupun di institusi-institusi dan departemen. Dalam pemilihan umum hak untuk dipilh atau pun memilih merupakan hak semua warga negara Indonesia. Bahkan untuk mendukung emansipasi wanita, pemerintah mengeluarkan aturan bahwa dalam pemilihan umum anggota DPR,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
DPRD dan DPD harus memenuhi 30 % calon dari kaum wanita. Hal tersebut tentulah menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, bahkan oleh sebagian dari kaum wanita itu sendiri. Misalnya seperti pendapat yang disampaikan oleh ibu Ida (23 tahun) yaitu bahwa, ” saya kurang setuju dengan banyaknya pemimpin wanita, karena menurut saya kaum laki-laki lebih baik daripada kaum wanita.” kemudian penulis menanyakan mengenai sosok pemimpin ideal atau dalam hal ini calon anggota DPRD kota Surakarta yang ideal dan dia menjawab bahwa, ” seorang pemimpin haruslah mempunyai sikap yang jujur, amanah dan konsisten dengan visi dan misi yang diusungnya.” Pendapat di atas memang sedikit berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh bapak Waluyo yang menyatakan bahwa, ” saya setuju adanya calon anggota DPRD wanita, karena setiap warga negara Indnesia berhak memimpin asalkan dia mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.” ( 21 Maret 2010). Perbedaan pendapat antara kaum laki-laki dan kaum wanita ini bukanlah sesuatu hal baru. Begitu pula perbedaan mengenai motivasi dari masing-masing individu dalam mengikuti pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Motivasi pemilih dalam pemilihan umum memang berbeda-beda, seperti motivasi yang dimiliki oleh bapak Heri yang menyatakan bahwa, Motivasi saya memberikan suara saya dalam pemilihan umum adalah karena saya memandang calon yang saya pilih sangat pantas menjadi anggota DPRD baik karena pengalamannya yang cukup lama dalam bidang politik, latar belakang pendidikan yang tinggi dan prestasinya selama ini dalam kemasyarakatan.(1 Maret 2010) Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh sdr.Dwi yang menyatakan bahwa, Motivasi saya memilih selain karena hal tersebut hak setiap warga negara Indonesia,juga karena saya melihat apa yang telah dilakukan oleh calon anggota DPRD tersebut dalam bidang kemasyarakatan sehingga dengan latar belakang yang baik serta program-program yang berpihak kepada kehidupan rakyat banyak membuat saya terdorong untuk memilihnya. (22 Maret 2010) Motivasi kedua responden di atas mengarah ada orientasi policy-problem-solving yang penilaiannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara ex-post dan ex-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
ante. Penilaian ex-post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan oleh calon anggota sebelum mencalonkan diri sebagai anggota DPRD yang berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Sedangkan penilaian ex-ante berarti penilaian yang dilakukan dengan mengukur dan menilai kemungkinan kerja dan solusi yang ditawarkan ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan dalam masyarakat. Reputasi di masa lalu juga merupakan petunjuk atau signal bagi pemilih untuk mengidentifikasi para calon anggota DPRD kota Surakarta. Selain berorientasi pada policy-problem-solving kedua motivasi pemilih diatas juga menjelaskan bahwa kedua responden tersebut termasuk dalam tipe pemilih rasional. Pemilih tipe ini mempunyai ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada seorang calon anggota DPRD/ peserta pemilihan umum anggota DPRD kota Surakarta. Karena hal terpenting bagi pemilih tipe ini adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh seorang calon anggota DPRD/ peserta pemilihan umum, daripada faham dan nilai para peserta itu sendiri. Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Ibu Sriati yaitu bahwa, ”Motivasi saya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta adalah karena ikut serta dalam memberikan suara di pemilu merupakan suatu kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia, selain itu saya juga merasa simpatik terhadap satu peserta pemilihan umum karena sosoknya yang berwibawa dan memiliki kharisma tersendiri di mata saya.” ( 21 Februari 2010) Selain Ibu Sri, pendapat lain juga dikemukakan oleh Ibu Dyah yaitu bahwa, ”Motivasi saya memilih adalah karena ingin perubahan terjadi dalam masyarakat, selain itu saya terdorong untuk memilih karena saya mengenal peserta pemilihan umum tersebut bahkan peserta pemilihan tersebut masih kerabat saya.”( 11 Maret 2010). Hal ini memang tidak asing lagi dalam kehidupan politik di negara kita. Bahwa sistem kekerabatan dan figur atau sosok peserta pemilihan umum merupakan beberapa faktor yang mendorong pemilih dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum. Berbeda dengan motivasi informan laki-laki sebelumnya, motivasi yang dimiliki oleh kedua informan perempuan ini memiliki orientasi ideologi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Meskipun tidak semua perempuan di Kecamatan Jebres mempunyai pendapat yang sama dengan kedua informan perempuan pada penelitian ini, namun hal ini bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Orientasi ini muncul ketika seorang pemilih mempunyai kesamaan ideologi, sistem nilai maupun keyakinan yang sama dengan seorang peserta pemilihan umum. Selain itu faktor kedekatan dan kekerabatan antara pemilih dan peserta pemilihan umum juga merupakan hal yang menjadi pertimbangan tersendiri bagi pemilih dengan orientasi ideologi. Pemilih yang memiliki orientasi ideologi seperti Ibu Sriati dan Ibu Dyah ini kemudian menjelaskan bahwa mereka termasuk tipe pemilih tradisional atau emosional. Karena tipe pemilih ini cenderung memiliki orientasi ideologi yang tinggi terhadap seorang peserta pemilihan umum dan tidak melihat kebijakan maupun program dari peserta pemilihan umum menjadi sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tipe ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian, mitos dan nilai historis peserta pemilihan umum. Salah satu ciri khas dari pemilih tipe ini ialah loyalitas yang tinggi terhadap seorang peserta pemilihan umum. Terkadang bagi pemilih tipe ini ideologi dianggap sebagai suatu landasan yang tidak bisa diganggu gugat karena apa yang diutarakan oleh peserta tersebut dianggap sebagai landasan untuk bertindak. Disamping itu, pemilih pada klasifikasi ini yang telah terbagi menjadi dua kelompok pemilih yaitu tipe pemilih rasional dan pemilih tradisional (emosional) mengemukakan pendapat mereka mengenai kriteria wakil rakyat ideal, diantaranya bahwa seorang wakil rakyat yang ikut dalam pemilihan harus bersikap jujur, berani membela kepentingan rakyat di atas kepentingannya sendiri ataupun kelompoknya, dan mempunyai jiwa pemimpin sehingga dapat menjadi teladan bagi rakyat yang dipimpinnya. Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui jumlah pemilih pada klasifikasi ini ada 6 informan, yaitu 3 informan perempuan dan 3 informan lakilaki. Dimana informan perempuan tersebut adalah ibu Ida, ibu Sriati dan ibu Dyah. Sedangkan informan laki-laki adalah bapak Waluyo, bapak Heri dan sdr. Dwi. Dimana prosentase pemilih dengan tipe tradisional dan tipe rasional seimbang yaitu 50%-50%, karena 3 informan laki-laki termasuk tipe rasional dan 3 informan perempuan termasuk tipe tradisional..
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
3. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Status Ekonomi Status yang berasal dari bahasa latin ”stare” yang artinya adalah di atas tanah memang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Status ini juga dapat diartikan sebagai kedudukan. Perbedaan kedudukan seseorang dari yang berkedudukan tinggi sampai rendah seolah-olah mempunyai lapisan yang bersapsap dari atas ke bawah. Jika diamati secara mendalam maka pada setiap masyarakat atau kelompok terdapat beberapa orang yang lebih dihormati daripada orang lain dalam masyarakat atau kelompok tersebut. Dalam kehidupan masyarakat terdapat tiga lapisan yang jika digambarkan berbentuk piramida yang mengerucut ke atas, yang menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang berada pada lapisan atas jumlahnya sedikit. Hal ini terjadi karena untuk mencapai lapisan tersebut perlu sejumlah syarat dan persaingan yang ketat. Pada tahapan yang di bawahnya ialah lapisan menengah yang jumlahnya relatif lebih banyak daripada lapisan atas. Sedangkan pada lapisan bawah jumlahnya paling banyak bila dibandingkan lapisan atas dan lapisan menengah. Membahas kedudukan di dalam lapisan mayarakat memang tidak bisa lepas dari status seseorang berdasarkan tingkat kemampuan ekonominya. Ekonomi merupakan pokok permasalahan yang sangat pelik dan sangat rumit. Terlebih lagi ekonomi merupakan salah satu aspek yang berdampak langsung terhadap kehidupan rakyat. Status ekonomi ini dapat dipengaruhi, antara lain oleh pekerjaan, penghasilan, tingkat kesejahteraan, pola konsumsi keluarga, kondisi rumah, kepemilikan barang-barang dan luas lahan yang dimiliki. Oleh karena itu ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan rakyat. Demikian halnya apabila ekonomi dikaitkan dengan motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Sehingga untuk mengetahui motivasi pemilih menurut klasifikasi status ekonomi maka pemilih dibagi menjadi dua, yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah keatas dengan penghasilan diatas Rp 2.500.000 dan pemilih dengan status ekonomi menengah kebawah dengan penghasilan dibawah Rp 2.500.000. Melalui wawancara yang dilakukan dengan pemilih status ekonomi ke atas mengenai motivasi apa yang timbul di dalam diri mereka dalam mengikuti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
pemungutan suara dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Bapak Setyo P mengemukakan motivasi apa yang dia miliki dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta yaitu bahwa, ”Dengan mengikuti pemungutan suara pada pemilihan ini berarti saya juga ikut mendukung perubahan ke arah yang lebih baik, karena melalui pemilihan umum ini akan menentukan juga siapa yang pantas menjadi anggota DPRD sekaligus menjadi wakil rakyat.” Dari pendapat tersebut diketahui bahwa motivasi yang dimiliki oleh Bapak Setyo P adalah dorongan untuk terciptanya kehidupan yang lebih baik khususnya melalui pemilihan ini. Selain Bapak Setyo P motivasi yang hampir sama juga dikemukakan oleh Bapak Bambang H yaitu bahwa, Motivasi saya mengikuti pemungutan suara karena saya ingin melihat perubahan terjadi di negara kita, terutama di Kota Surakarta, karena saya melihat hampir semua wakil rakyat sekarang lebih mementingkan kepentingan kelompok dan partainya daripada memenuhi janji pada rakyat melalui visi misinya sebelum terpilih menjadi wakil rakyat. Karena yang kami butuhkan bukan sekedar janji tapi bukti. Kedua motivasi di atas memang hampir sama karena kedua motivasi tersebut menyebutkan adanya keinginan untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik. Dan perubahan yang dimaksud dapat dimulai dari pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD karena pemilihan ini paling dekat dengan rakyat, khususnya di kota Surakarta. Di samping motivasi di atas ada juga motivasi yang berbeda dari kelompok pemilih yang berasal dari status ekonomi menengah ke atas. Karena tidak semua informan pada kelompok ini memiliki motivasi untuk mewujudkan perubahan kearah lebih baik. Kemudian Bapak Timan seorang satpam juga berpendapat bahwa, ”Motivasi saya dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta ini adalah karena saya sadar dengan tanggung jawab saya sebagai warga Indonesia sehingga saya memilih salah satu peserta pemilu yang sesuai dengan hati saya dan Insya Allah pilihan saya tidak salah.” ( 6 April 2011) Apabila dilihat dari tiga motivasi di atas memang terlihat ada sedikit perbedaan, namun dibalik itu semua ada persamaan tujuan yaitu bahwa ketiga informan di atas termasuk dalam tipe pemilih rasional. Dimana motivasi dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
ketiga informan di atas menginginkan suatu perubahan setelah terselenggaranya pemilihan umum, selainnya menginginkan erubahan bagi kota Surakarta ternyata juga keinginan untuk melaksanakan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang baik. Dengan demikian ketiga informan diatas lebih mementingkan kinerja dan visi misi yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum anggota DPRD dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi masyarakat daripada persamaan ideologi mereka dengan peserta pemilihan umum anggota DPRD tertentu. Selain termasuk tipe pemilih rasional, ketiga informan yang merupakan pemilih dengan status ekonomi menengah keatas cenderung mempunyai orientasi policy-problem-solving. Dimana pemilh lebih mementingkan program yang ditawarkan peserta pemilihan umum DPRD. Meski tidak semua pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas mempunyai pendapat yang sama dengan adanya pemilihan umum tersebut. Pendapat lain juga disampaikan oleh pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas yaitu Bapak Cuk Sutanto bahwa, ” Saya mengikuti pemilihan umum, karena salah satu kerabat saya ikut mendaftar menjadi salah satu peserta dan apabila kerabat saya itu berhasil menjadi anggota DPRD maka saya pun mendapatkan keuntungan baik dalam kehidupan sosial saya maupun dalam usaha yang saya jalankan.” (7 Maret 2010) Selain Bapak Cuk Sutanto, ada pula pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah yang berpendapat senada yaitu pendapat yang disampaikan oleh Bapak Mulyanto yaitu, bahwa : Saya menjadi lebih termotivasi untuk memberikan suara saya dalam pemilu anggota DPRD yang lalu karena saya mengetahui kalau saudara saya ada yang ikut mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Kota Solo, meskipun bukan saya yang menjadi anggota DPRD tapi saya tetap merasa bangga bila dia yang terpilih.”( 20 Februari 2010) Hal tersebut memang sering dijumpai di Indonesia bahwa ikatan kekerabatan masih sangat dijunjung tinggi dalam budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Seperti halnya dalam pelaksanaan pemilihan umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Pemilih seperti ini hanya dimobilisasi dalam masa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
kampanye karena mereka cenderung melihat figur, kepribadian dan kedekatan sosial-budaya, asal usul, faham serta agama dari peserta pemilihan umum tersebut daripada melihat visi misinya. Hal ini kemudian membuat mereka berpikir untuk apa memilih calon lain jika ada calon yang sudah mereka kenal. Pola pikir seperti ini terus berkembang dan tumbuh di masyarakat Indonesia. Bapak Wiji menambahkan, ”Kenapa kita harus repot-repot mengenal peserta lain jika ada saudara kita sendiri yang turut serta dalam pemilihan itu. Bukankah lebih baik jika kita mendukung orang yang masih termasuk kerabat kita atau bahkan saudara kita sendiri.” ( 5 Maret 2010). Pemikiran seperti itu tidaklah dengan mudah dapat dihilangkan dari pola pikir masyarakat Indonesia karena hal tersebut telah tertanam sejak dari nenek moyang bangsa Indonesia yang beregang teguh pada keyakinan dan tradisi.. Fenomena di atas bukanlah sesuatu yang baru di dalam pelaksanaan pemilihan umum di negara Indonesia. Bahkan pemilih seperti ini merupakan mayoritas di Indonesia. Hal ini ditegaskan lagi oleh Bapak Bambang bahwa Perbandingan jumlah pemilih yang lebih memperhatikan kedekatan emosional lebih banyak daripada pemilih yang menggunakan pemikiran rasionalnya. Hal ini disebabkan adanya budaya yang mendukung hal tersebut terus berlanjut hingga sekarang atau bahkan sampai masa yang akan datang bila tidak decegah pertumbuhannya. (13 maret 2010) Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa pemilih pada pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta berdasarkan status ekonomi terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pemilih tradisional dan kelompok pemilih rasional baik pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas maupun pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah. Meski memiliki status ekonomi yang berbeda ternyata tidak menutup kemungkinan bahwa mereka atau sebagian dari mereka memiliki motivasi yang sama yang tentu memiliki orientasi yang sama pula. Bagi pemilih rasional yaitu pemilih yang lebih memperhatikan visi dan misi dari peserta pemilihan umum cenderung berorientasi pada misi dan visi serta solusi yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh masyarakat. Sedangkan pemilih tradisional lebih berorientasi pada figur dari peserta pemilihan umum serta hubungan kekerabatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
yang masih dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Meskipun demikian para pemilih dari kedua tipe pemilih di atas memiliki kriteria yang hampir sama mengenai wakil rakyat ideal. Hampir semua informan pada klasifikasi ini menyebutkan bahwa wakil rakyat yang ideal adalah wakil rakyat yang jujur, mau membela kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok yang mengusungnya menjadi wakil rakyat serta di atas kepentingan pribadinya, dan layak menjadi seorang wakil rakyat yang harus menjadi teladan bagi masyarakat banyak. Jumlah informan pada klasifikasi ini adalah 6 orang, 3 informan termasuk dalam pemilih dengan status eknomi menengah ke atas yaitu bapak Setyo P, bapak Bambang H, bapak Cuk Sutanto dan 3 informan dengan status ekonomi menengah ke bawah yaitu bapak Muyanto, bapak Wiji dan bapak Timan. Dimana dari hasil wawancara bila diprosentasekan tipe pemilih tradisional sebanyak 66,67% dan pemilih tipe rasional juga sebanyak 33,33%.
4. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan satu hal yang mutlak menjadi kebutuhan masyarakat. Karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup manusia serta merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu sudah sewajarnya bila secara implisit telah mengandung masalah penilaian terhadap hasil usaha. Untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan, maka dibutuhkan suatu wadah yang digunakan sebagai tempat untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan. Wadah atau tempat yang dimaksud dapat melalui jalur pendidikan formal yaitu sekolah atau jalur informal(diluar sekolah). Meskipun terdapat dua jalur pendidikan, namun di dalam penelitian ini penulis hanya mewawancarai informan yang menempuh jalur pendidikan formal saja, mulai dari tingkat SD-SMP, SMA dan perguruan tinggi. Melalui wawancara dengan pemilih berdasarkan tingkat pendidikan yang telah atau sedang ditempuh, maka penulis dapat mengetahui pula motivasimotivasi yang ada dalam diri mereka dalam pelaksanaan pemilihan umum DPRD Kota Surakarta yang lalu. Motivasi yang mereka miliki tidak jauh berbeda dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
informan lainnya yang termasuk dalam klasifikasi sebelumnya. Namun untuk lebih jelas mengenai motivasi apa saja yang terdapat dalam klasifikasi ini maka penulis membagi tiga kelompok informan, yaitu informan dengan tingkat pendidikan SD-SMP, informan dengan tingkat pendidikan SMA, dan informan dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar penulis dapat mengetahui bagaimana motivasi di tiap tingkat pendidikan tersebut, adakah perbedaan motivasi diantara para informan seperti yang terjadi pada klasifikasi sebelumnya. Motivasi pemilih dalam pemilihan umum, khususnya pada pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta memang sangat beragam. Keberagaman dan perbedaan motivasi pemilih dapat dilihat pula pada klasifikasi ini. Seperti pada klasifikasi sebelumnya, pada klasifikasi ini juga terdapat beberapa informan yang menyampaikan pendapatnya mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD kota Surakarta. Pendapat pertama disampaikan oleh Bapak Wiji P. yaitu bahwa, ” Motivasi saya dalam pemilihan umum adalah untuk membantu negara dalam mewujudkan demokrasi, meskipun saya hanya lulusan SMP tapi saya yakin suara saya juga ikut menentukan.” (5 Maret 2010). Begitu juga dengan Sdr. Heri K., seorang dengan lulusan SMA yang berpendapat bahwa ”Saya tidak ingin melihat negara Indonesia lebih buruk dan menurut saya melalui pemilihan umum pemilih dapat menggunakan suaranya secara tepat sasaran sehingga daat membantu mewujudkan negara yang lebih demokratis lagi.” (1 Maret 2010). Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki motivasi yang hampir sama yaitu mewujudkan demokrasi dan Indonesia yang lebih baik. Namun saat pemilih mewawancari lebih lanjut mengenai peserta pemilihan umum yang mereka pilih, keduanya menjawab hal yang sama yaitu mereka hanya mengenal peserta pemilihan umum melalui visi misi yang tertulis pada poster-poster tanpa mngetahui bagaimana figur sebenarnya dari peserta pemilihan umum tersebut bahkan ada pula yang hanya berdasar pada feeling saja. Hal tersebut memang banyak ditemui di setiap pelaksanaan pemilihan umum. Misal pendapat yang disampaikan oleh Sdr.Awang yaitu bahwa, ” Saya memang memberikan suara saya dalam pemilu DPRD tapi saya tidak mengenal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
mereka karena terlalu banyaknya peserta yang ikut sehingga terlalu banyak nama yang dicantumkan, sehingga akhinya saya memilihnya berdasarkan feeling saja.”( 6 Maret 2010). Meskipun dia tidak mengetahui peserta pemilihan umum anggota DPRD tapi sebagai pemilih dia tetap mempunyai motivasi tertentu dalam menentukan pilihannya, dia mengatakan bahwa ”Negara Indonesia membutuhkan kesadaran setiap warganya untuk membantu negara dalam menyelenggarakan demokrasi demi kemajuan bersama karena untuk itulah setiap warga negara mempunyai peran sebagai pemilih.” (6 Maret 2010) Melihat beberapa pendapat di atas, Bapak Wiyono menjelaskan bahwa ”Situasi seperti demikian memang banyak terjadi pada pelaksanaan pemilihan umum, tidak hanya tidak mengetahui peserta pemilihan umum tapi banyak juga yang hanya ikut-ikutan saja dengan pilihan orang lain.” (7Maret 2010). Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kedekatan antara pemilih satu dengan pemilih yang lain. Hal ini biasanya terjadi di daerah yang masih memiliki hubungan kekerabatan yang erat. Dengan demikian beberapa pemilih di atas dapat dikatakan termasuk dalam tipe pemilih tradisional karena mereka tidak memusingkan diri pada kebijakan apa yang telah dilakukan dan kebijakan apa yang akan dilakukan oleh peserta pemilihan umum yang mereka pilih. Pemilih tipe ini juga lebih cenderung memiliki orientasi yang menekankan keyakinan pemilih terhadap peserta pemilihan umum dan bukan pada prestasi atau pun program kerja yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum tersebut. Dari pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi belum tentu membuat seseorang dapat berpikir lebih kritis dan rasional Selain pendapat di atas terdapat beberapa informan yang memiliki pendapat berbeda. Di antaranya adalah Sdr. Agung yang mengatakan bahwa, ”Motivasi saya pada pemilihan umum anggota DPRD adalah kesadaran saya untuk ikut mensukseskan program pemerintah demi kemajuan bangsa Indonesia. Selain itu saya tidak mau suara saya hilang dengan percuma.” (11 Maret 2010). Kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya untuk ikut mendukung kelancaran pemilihan umum memang sangat penting. Tanpa adanya kesadaran masyarakat maka pemilihan umum tidak dapat terlaksana dengan maksimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Selain itu perannya sebagai seorang pendidik, juga mendorongnya untuk memberikan contoh dan teladan bagi setiap peserta didik bahwa partisipasi setiap warga negara sangat dibutuhkan demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini sama dengan pendapat yang dikemukakan bapak Amos H yaitu bahwa, ”Motivasi merupakan niat yang berasal dari diri sendiri, begitu pula dengan motivasi dalam pemilu. Motivasi itu harus didasari oleh niat dari diri sendiri karena dengan niat yang baik niscaya hasilnya pun pasti baik.” (22 Februari 2010). Dengan niat tersebut maka timbullah kesadaran pada diri pemilih untuk memberikan suaranya. Sehingga pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD pun dapat berjalan lancar. Bapak Amos H juga menambahkan bahwa motivasinya dalam pemilihan umum anggota DPRD adalah wujud dari kesadarannya dalam berpolitik, serta kesadaran akan perannya sebagai seseorang yang pernah belajar mengenai ilmu hukum maka ia mengetahui benar apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Kemudian sdri. Mirriam A juga berpendapat bahwa dia memberikan suaranya dalam pemilihan umum anggota DPRD karena dia memiliki hak pilih. (28 Februari 2010). Motivasi ini mencerminkan bahwa kesadaran pemilih mengenai hak pilihnya dalam pemilihan umum DPRD sangat dibutuhkan. Oleh karena itu motivasi yang benar sangat penting demi mewujudkan demokrasi dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Berdasarkan tiga pendapat di atas maka sdr. Agung, sdr. Heri K., sdri. Mirriam A dan bapak Amos H dan bapak Wiji P. termasuk tipe pemilih rasional yang memiliki orientasi policy-problem-solving. Seperti pada klasifikasi sebelumnya setiap pemilih yang termasuk dalam tipe ini lebih mengutamakan rasionalitasnya daripada emosionalitasnya. Karena pemilih ini cenderung menggunakan logikanya dalam menentukan pilihannya atau mengambil keputusan mengenai siapa yang mereka pilih menjadi wakil rakyat. Meskipun demikian hampir semua informan pada klasifikaasi ini berpendapat bahwa wakil rakyat yang ideal adalah wakil rakyat yang jujur, mempunyai sosok sebagai pemimpin dan setiap kebijakan yang dibuatnya senantiasa demi kepentingan rakyat. Sedangkan sdr. Awang termasuk tipe pemilih tradisional. Dimana jumlah informan dalam klasifikasi ini adalah 6 orang, yaitu 3 informan dengan lulusan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
SMP-SMA yaitu sdr. Heri, bapak Wiji P. dan sdr. Awang dan 3 informan lulusan atau sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi yaitu sdr.Agung, bapak Amos H, sdri. Mirriam A. Dari jumlah informan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa 16,67% merupakan pemilih dengan tipe tradisional dan 83,33% merupakan tipe pemilih rasional.
C. Temuan Studi Pada sub bab ini peneliti memaparkan hasil yang berhasil dikumpulkan peneliti pada saat penelitian. Kegiatan analisis ini mengacu pada rumusan masalah yang telah dibuat dan ingin dijawab serta menggunakan acuan landasan teori yang relevan dan telah di paparkan. Penelitian ini meneliti mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta di Kecamatan Jebres. Dari hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menemukan beberapa temuan studi. Temuan studi tersebut bermula dari terpenuhinya fungsi motivasi yang menyebutkan bahwa motivasi dalam diri seorang pemilih berfungsi untuk mendorong seseorang untuk berbuat yang dalam hal ini adalah mendorong pemilih untuk ikut memilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Kemudian fungsi motivasi untuk menentukan arah perbuatan, yaitu mengarahkan pemilih untuk memilih peserta pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta yang pantas menjadi menjadi wakil rakyat. Dan yang terakhir memenuhi fungsi motivasi untuk menyeleksi perbuatan yaitu perbuatan atau tindakan apa yang harus dan perlu dilakukan pemilih sebelum mengambil keputusan untuk memilih salah satu peserta pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Berdasarkan fungsi motivasi di atas, menegaskan bahwa pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta berusaha memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, yaitu kebutuhan fisik yang terlihat pada sebagian pemilih yang berusaha mendapatkan keuntungan selama pemilihan umum ini berlangsung, kebutuhan sosial yang ditunjukkan adanya loyalitas pemilih terhadap salah satu peserta pemilihan umum dan kebutuhan egoistik pemilih. Dengan demikian indikator-indikator pada penelitian ini bisa dikatakan telah terpenuhi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
Sehingga tepat sekali pendapat yang dikemukakan oleh Brenan dan Lomasky (1977) serta Fiorina (1976) yang dikutip Firmanzah (2007:105) menyatakan bahwa: Keputusan memilih selama pemilu adalah perilaku ekspresif. Perilaku ini tidak jauh berbeda dengan perilaku supporter yang memberikan dukngan pada sebuah tim sepakbola. Menurut mereka, perilaku memilih sangat dipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk memberikan dukungan dan suaranya tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi terhadap partai politik jagoannya atau memilih cenderung memilih ideologi yang sama dengan yang mereka anut dan menjauhkan diri dari ideologi yang bersebrangan dengan mereka. Pendapat di atas sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang mayoritas merupakan tipe pemilih tradisional yang memiliki orientasi ideologi. Meskipun setiap klasifikasi pemilih dalam penelitian ini terbagi menjadi dua tipe pemilih yaitu tipe tradisional dan tipe rasional dimana masing-masing tipe memiliki orientasi yang berbeda-beda yaitu orientasi ideologi dan policy-problemsolving. Jika tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi telah diuraikan di atas, maka pemilih yang termasuk tipe pemilih rasional dengan orientasi policyproblem solving dalam penelitian ini melakukan penilaian secara ex-post dan exante. Penilaian ex-post ini dilakukan pemilih tradisional yaitu dengan menilai apa saja yang telah dilakukan sebuah partai ataupun wakil rakyat yang berkuasa untuk memperbaiki kondisi yang ada. Sementara ex–ante dilakukan dengan mengukur dan menilai kemungkinan program kerja dan solusi yang ditawarkan seorang wakil rakyat ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan. Pada klasifkasi yang pertama yaitu klasifikasi berdasarkan usia, dimana pada klasifikasi ini dibagi menjadi tiga kelompok usia ini mnyebutkan bahwa pemilih dengan usia pemula dan produktif termasuk dalam tipe pemilih rasional, meskipun tidak semua pemilih di usia produktif pada penelitian ini tidak demikian. Sedangkan sebagian dari pemilih dengan usia lanjut termasuk dalam tipe pemilih tradisional. Untuk lebih jelasnya, berikut peneliti uraikan dalam bentuk tabel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
Tabel 11. Motivasi pemilih Berdasarkan Klasifikasi Usia Klasifikasi Usia Pemilih
Motivasi Yang Dimiliki
17 th - 25 th
Rasa ingin tahu untuk merasakan bagaimana memilih secara langsung dalam pemilihan umum Terdorong lingkungan disekitarnya untuk memilih meskipun pada saat memilih tetap berdasarkan keyakinannya sendiri Terdorong oleh kesadaran diri sendiri terhadap hak sekaligus kewajiban sebagai warga negara yang baik dalam pelaksanaan pemilihan umum Terdorong oleh keinginan untuk memilih wakil rakyat yang dianggap bisa memimpin rakyat dengan memperhatikan prestasi apa saja yang telah dicapai dan kebijakan yang telah dibuatnya serta program apa yang ditawarkan Terdorong oleh harapan tentang kehidupan dan keseahteraan yang lebih baik di masa yang akan datang melalui pemilihan umum Terdorong oleh kesadaran diri mengenai hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam mengikuti pemilihan umum (sama dengan motivasi pemilih pemula) Terdorong oleh pengalaman mengenal sosok salah satu peserta pemilihan umum melalui lawatan yang pernah dilakukan oleh peserta tersebut Adanya iming-iming atau imbalan yang ditawarkan oleh tim sukses dari calon anggota DPRD yang ikut mencalonkan diri dalam pemilihan umum anggota DPRD. Keikutsertaan pemilihan umum terdorong oleh faktor penyelenggaraan pemilihan yang hanya diadakan 4 tahun sekali Terdorong oleh harapan tentang kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik di masa yang akan datang melalui pelaksanaan pemilihan umum ini (sama dengan motivasi pemilih usia produktif).
26 th – 45 th
46 th - lanjut
Kemudian pada klasifikasi kedua yaitu klasifikasi pemilih menurut jenis kelamin, menyebutkan bahwa sebagian besar pemilih perempuan berpandangan bahwa seorang perempuan tidak pantas menjadi pemimpin meskipun hanya sebatas wakil rakyat di DPRD. Hal ini kemudian membuat perempuan termasuk dalam tipe pemilih tradisional. Karena meskipun mereka memilih namun mereka lebih cenderung memperhatikan figur dan wibawa dari peserta pemilihan umum daripada visi misi ataupun program kerja yang ditawarkan. Sebaliknya sebagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
besar laki-laki yang menjadi informan dalam penelitian ini cenderung lebih memperhatikan visi misi serta program kerja yang ditawarkan masing-masing peserta pemilihan umu tersebut. Hal inilah yang membuat sebagian besar informan laki-laki termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policyproblem-solving. Untuk lebih jelas akan dijelaskan dalam tabel di bawah ini, yaitu Tabel 12. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Jenis Kelamin Klasifikasi Jenis Kelamin
Motivasi Yang Dimiliki
Laki-laki
Terdorong dengan memperhatikan segi kepantasan peserta pemilihan umum menjadi pemimin dengan mempertimbangkan pengalaman di bidang plitik, latar belakang pendidikan dan prestasi yang telah dicapai Terdorong oleh kesadaran diri pemilih yang mempunyai hak dalam mengikuti pemilihan umum dan prestasi yang telah dicapai di bidang kemasyarakatan serta programprogram yang berpihak kepada rakyat.
Perempuan
Terdorong oleh rasa simpatik terhadap salah satu peserta pemilihan umum yang dinilai berwibawa dan memiliki kharisma Terdorong karena adanya hubungan kekerabatan antara pemilih dengan salah satu peserta pemilihan umum.
Namun hal ini berbeda dengan klasfikasi ketiga yaitu pemilih menurut status ekonomi. Status disini dapat diartikan sebagai kedudukan, Soerjono Soekanto (2002:239) mengatakan bahwa: “Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial.” Sehingga dapat dikatakan bahwa status ekonomi pemilih dalam penelitian ini dapat menentukan pula kedudukannya dalam suatu kelompok sosial. Kriteria yang digunakan untuk menggolongkan pemilih ini juga dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (2002:237-238), yaitu: “Ukuran kekayaan, ukuran kehormatan, ukuran ilmu pengetahuan.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
a. Ukuran Kekayaan Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadi, cara-cara mengenakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasan berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya. b. Ukuran Kekuasaan Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar maka akan menempati lapisan atas. c. Ukuran Kehormatan Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati menempati lapisan teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan orang tua atau mereka yang pernah berjasa. d. Ukuran Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang menjadi ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar tersebut walau tidak halal. Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan maka diketahui bahwa kedudukan seseorang tidak bisa lepas dari kedudukan berdasarkan jumlah penghasilannya. Jika dalam penelitian ini pemilih hanya dibagi dalam dua lapisan yaitu lapisan menengah ke atas yaitu dengan penghasilan lebih dari Rp 2.500.000 per bulan dan lapisan menengah ke bawah yaitu dengan penghasilan di bawah Rp 2.500.000 per bulan. Maka pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (2002:245) yaitu: Status ekonomi dapat dikategorikan menjadi : a. Status ekonomi menengah kebawah Rp.1.000.000; per bulan.
commit to user
yaitu
dengan
penghasilan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
b. Status ekonomi menengah yaitu dengan penghasilan Rp 1.000.000; sampai dengan Rp 2.500.000; per bulan. c. Status ekonomi menengah ke atas yaitu dengan penghasilan di atas Rp 2.500.000; per bulan. Dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tidak semua informan dengan status ekonomi menengah ke atas merupakan tipe pemilih rasional, tapi ada pula yang menjadi tipe pemilih tradisional karena sebagian dari mereka masih memperhatikan hubungan kekerabatan dengan peserta pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini. Berikut ini akan dipaparkan motivasi yang dimiliki oleh pemilih yang termasuk dalam klasifikasi ini, yaitu sebagai berikut : Tabel 13. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Status Ekonomi Klasifikasi Status Ekonomi Status ekonomi menengah ke atas
Status menengah ke bawah
Motivasi Yang Dimiliki Termotivasi untuk ikut menentukan siapa yang pantas menjadi wakil rakyat melalui pemilihan umum ini Termotivasi oleh perubahan yang akan terjadi melalui pemilihan umum Terdorong untuk ikut mewujudkan demokrasi melalui pemerintahan yang adil dan bersahaja serta masyarakat yang sejahtera Termotivasi karena ada kerabat yang ikut menjadi peserta pemilhan umum (sama dengan motivasi masyarakat menengah ke bawah) Termotivasi karena ada kerabat yang ikut menjadi peserta pemilhan umum Terdorong karena rasa bangga serta keuntungan yang didapat apabila kerabatnya menjadi anggota DPRD Terdorong oleh rasa loyalitas terhadap salah satu peserta peilihan umum
Kemudian pada klasifikasi terakhir yaitu klasifikasi menurut tingkat pendidikan diperoleh data bahwa semakin tinggi seseorang menempuh pendidikan belum tentu orang tersebut lebih kritis dan lebih memanfaatkan logikanya dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
mengambil keputusan dibanding dengan pemilih yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah, khususnya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta. Untuk lebih jelasnya berikut motivasi yang dimiliki oleh pemilih dalam penelitian ini di tiap tingkat pendidikan. Tabel 14. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Pendidikan Klasifikasi
Motivasi Yang Dimiliki
Pendidikan SD SMP SMA PT
Terdorong oleh keinginan untuk melihat bangsa Indonesia lebih baik untuk membantu negara dalam Termotivasi mewujudkan demokrasi Termotivasi untuk menggunakan suara secara tepat sasaran yaitu melalui pemilihan umum Terdorong oleh partai yang membawa peserta pemilu dalam pemilihan umum Kesadaran dalam mewujudkan demokrasi bersama dengan pemerintah melalui pemilihan umum
Selain motivasi pemilih dari beberapa klasifikasi di atas, peneiti juga menemukan suatu temuan bahwa berdasarkan dari sampel yang telah diwawancarai yaitu 24 informan, 54,16% diantaranya merupakan pemilih dengan tipe rasional atau sebanyak 13 informan, sedangkan 45,83% merupakan pemilih tipe tradisional atau sebanyak 11 informan. Demikianlah temuan studi yang diperoleh peneliti pada saat menganalisis data dalam rangka menyusun hasil laporan penelitian yang berjudul “Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Surakarta Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data maka dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada klasifikasi usia motivasi yang dimiliki pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD berbeda-beda, semakin matang seseorang ternyata ikut menentukan bagaimana motivasi yang dimiliki. Matang disini tidak berarti bahwa semakin besar angka usianya akan semakin kritis. Sebaliknya di usiausia awal menjadi pemilih ternyata menimbulkan keingintahuan yang besar khususnya mengenai pemilihan umum anggota DPRD ini. Pemilih pemula (17th-25th) cenderung lebih kritis daripada pemilih yang sudah pernah mengalami pemilihan umum berulang-ulang. Oleh karena itu pemilih pemula dan pemilih dengan usia produktif (26th-45th) termasuk dalam tipe pemilih rasional karena lebih berorientasi pada policy-problem-solving yang cenderung memperhatikan visi misi dan program yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum anggota DPRD yang diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada di masyarakat. Sebaliknya pada pemilih usia lanjut (46th-lanjut) termasuk pada tipe pemilih tradisional karena sebagian besar lebih memperhatikan hubungan kekerabatan, persamaan sosial budaya dengan peserta pemilihan umum daripada program kerja yang ditawarkan. Hal itu menjelaskan bahwa tipe pemilih ini memiliki orientasi ideologi, dimana salah satu karakteristik yang menonjol pada pemilih ini adalah loyalitas tinggi pada salah satu peserta pemilihan umum yang didukungnya. Meskipun tidak semua informan pada usia lanjut termasuk pada tipe tradisional dengan orientasi ideologi. 2. Pada klasifikasi jenis kelamin ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Dari hasil analisis data menyebutkan bahwa sebagian besar informan laki-laki termasuk tipe pemilih rasional karena mereka lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
mengutamakan realita yang ada serta program-program kerja yang ditawarkan oleh para peserta pemilihan anggota DPRD, sehingga motivasi yang mereka miliki cenderung berorientasi pada policy-problem-solving. Sedangkan informan perempuan termasuk tipe tradisional karena sebagian besar masih mengutamakan persamaan ideologi dengan peserta pemilihan umum DPRD Kota Surakarta, maka jelaslah bahwa pemilih tipe ini memiliki motivasi yang cenderung berorientasi ideologi yaitu dimana pemilih tidak terlalu memperhatikan visi dan misi maupun kebijakan apa yang telah dan akan diambil oleh peserta pemilihan umum tersebut. Selain itu kelompok kedua ini juga masih memegang teguh satu keyakinan, bahwa tempat perempuan adalah di belakang laki-laki, sehingga tidak pantas bila mencalonkan diri pada pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta meski dihadapan hukum tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. 3. Pada klasifikasi status ekonomi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok status ekonomi menengah ke atas dan kelompok status ekonomi menengah ke bawah. Motivasi yang dimiliki oleh pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas sebagian besar mengarah pada tipe pemilih rasional karena mereka lebih berpikir rasional yaitu sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta lalu, mereka melihat dan memperhatikan visi dan misi serta prestasi apa yang telah dicapai oleh sebagian besar peserta pemilihan umum tersebut. Pemilih kelompok ini juga mempunyai harapan bahwa melalui pemilihan umum ini keadaan kota Surakarta menjadi lebih baik dan maju. Oleh karena itu tipe pemilih ini juga memiliki oreintasi policy-problem-solving yaitu bahwa mereka tidak terlalu mementingkan hubungan kekerabatan ataupun persamaan ideologi dengan peserta pemilih namun mereka lebih mementingkan apa yang telah dicapai dan apa yang akan berusaha dicapai apabila terpilih menjadi anggota DPRD Kota Surakarta. Sebaliknya pada pemilih kelompok kedua yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah lebih cenderung berorientasi ideologi dimana pemilih ini masih memperhatikan hubungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
kekerabatan, persamaan ideologis dan persamaan sosial budaya dengan peserta pemilihan umum tertentu. Meskipun ada pula pemilih dari status ekonomi menengah ke atas yang juga mempunyai pendapat yang sama dengan pemilih tipe ini. Dengan orientasi ini maka pemilih dengan status ekonomi ke bawah termasuk tipe pemilih tradisional karena masih mementingkan ikatan emosional dengan peserta pemilihan umum daripada rasionalitasnya. 4. Pada klasifikasi yang terakhir yaitu klasifikasi tingkat pendidikan dapat dketahui bahwa pemilih dengan tingkat pendidikan rendah sebagian besar motivasinya cenderung memiliki orientasi ideologi dengan peserta pemilihan umum. Mereka lebih memperhatikan sosok peserta pemilihan umum berdasarkan cara pandang masing-masing pemilih tanpa mengedepankan rasionalitas mereka. Mereka beranggapan bahwa, asalkan peserta pemilih memiliki nilai dan keyakinan yang sama dengan diri pemilih maka mereka pasti memilihnya. Sehingga berdasarkan kriteria-kriteria di atas maka pemilih ini termasuk tipe pemilih tradisional. Sebaliknya untuk pemilih dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi termasuk tipe pemilih rasional yang mana motivasinya berorientasi pada policy-problem-solving karena tipe pemilih ini lebih mengutamakan logikanya dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum, meski tidak semua yang berpendapat sama. Dengan demikian hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu orang tersebut akan lebih kritis dalam menanggapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka pendek dari hasil pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini pada khususnya.
B. Implikasi Dilihat dari hasil penelitian mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta di Kecamatan Jebres, maka implikasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat bermacam-macam motivasi dalam diri pemilih di masing-masing klasifikasi yang menyebabkan terbaginya pemilih menjadi dua tipe yaitu tipe pemilih rasional dan pemilih tradisional (emosional) yang mana masing-masing tipe berorientasi pada policy-problem-solving dan ideologi. a. Pada klasifikasi pertama yaitu berdasarkan usia, diketahui bahwa pemilih pemula dan pemilih produktif pada penelitian ini lebih kritis dan motivasi yang dimilikinya pun berbeda jika dibandingkan dengan pemilih usia lanjut. Hal ini menyebabkan pemilih pemula dan pemilih usia produktif termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving. Sebaliknya pemilih usia lanjut termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi. b. Pada klasifikasi kedua yaitu berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa motivasi antara pemilih perempuan berbeda dengan motivasi pemilih laki-laki. Dimana motivasi pemilih perempuan masih dilatarbelakangi oleh adanya sistem kekerabatan dan budaya lokal yang menilai bahwa seorang perempuan tidak pantas menjadi seorang pemimpin. Hal inilah yang menyebabkan pemilih perempuan termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi. Sebaliknya pemilih laki-laki termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi policy-problem-solving. c. Pada klasifikasi ketiga yaitu berdasarkan status ekonomi, dimana pemilih digolongkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok menengah ke atas dan kelompok menengah kebawah. Pada klasifikasi ini, pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas termasuk dalam tipe rasional dengan orientasi policy-problem-solving. Hal ini disebabkan karena pemilih pada kelompok ini lebih memperhatikan visi misi serta program kerja yang ditawarkan peserta pemilihan umum daripada hubungan kekerabatan ataupun hubungan emosional dengan peserta pemilihan umum. Sebaliknya bagi pemilih dengan status ekonmi menengah ke bawah termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
orientasi
ideologi.
Hal
ini
disebabkan
selain
karena
lebih
memperhatikan hubungan kekerabatan, mereka juga lebih tertarik pada imbalan yang akan diterimanya jika memilih salah satu peserta pemilihan umum. d. Pada klasifikasi terakhir ini yaitu berdasarkan tingkat pendidikan, diperoleh data bahwa tingkat pendidikan seorang pemilih tidak dapat menjamin pemilih tersebut memiliki motivasi yang bisa membuatnya termasuk dalam tipe pemilih rasional ataupun tradisional dengan orientasi policy-problem-solving atau ideologi. Meskipun sebagian besar pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi pada penelitian ini memang termasuk dalam tipe rasional dengan orientasi policyproblem-solving. Sedangkan pemilih yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah sebagian besar termasuk dalam tipe tradisional dengan orientasi ideologi Sehingga berdasarkan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pemilih belum tentu orang tersebut akan lebih kritis dalam menanggapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka pendek dari hasil pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini pada khususnya. Sehingga dengan adanya penelitian ini menunjukkan bahwa pengenalan tentang pemilihan umum memang sangat dibutuhkan, terlebih pengenalan mengenai masing-masing peserta pemilihan umum yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di Surakarta. Karena hal tersebut mempengaruhi motivasi pemilih dalam memberikan suaranya pada pemilihan umum ini. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan yang baru demi kemajuan bersama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian tersebut di atas, maka berikut ini disampaikan saran-saran. Saran-saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi usia Dengan perkembangan jaman sekarang ini, maka sebaiknya setiap pemilih dapat berpikir lebih kritis. Terkhusus bagi pemilih dengan usia lanjut, hendaknya jangan hanya terpaku pada kebiasaan lama yang hanya berpikir bahwa apabila anggota kerabat menjadi wakil rakyat maka akan menjadi keuntungan pula bagi kerabatnya yang lain. Tapi hendaknya setiap pemilih lebih bisa mengikuti perkembangan jaman sekarang. Sehingga pemilih tradisional sedikit demi sedikit dapat berkurang, meski tidak akan mungkin hilang dalam pelaksanaan pemilihan umum. b. Bagi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Jenis kelamin Dengan diketahuinya motivasi pemilih dengan berdasarkan jenis kelamin ini, terkhusus bagi pemilih dengan jenis kelamin perempuan yang masih dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa seorang perempuan tidak pantas menjadi seorang pemimpin maka sebaiknya pemilih ini bisa lebih melihat ke dunia luar bahwa antara kaum laki-laki dan perempuan sudah tidak bisa dibedakan. Karena tidak sedikit kaum perempuan yang bisa menyamai kedudukan kaum laki-laki karena kemampuan yang dimilikinya. Meski secara kodrat kaum laki-laki memang lebih tinggi daripada kaum perempuan. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa kaum perempuan tidak pantas menjadi pemimpin. Oleh karena itu bagi pemilih perempuan jangan membatasi diri dengan beranggapan bahwa kaum perempuan hanya mempunyai tempat di belakang kaum laki-laki. Tapi tanamkan pikiran bahwa kaum perempuan pun dapat juga melakukan apa yang dilakukan oleh kaum lak-laki, terkhusus dalam hal ini adalah dalam memilih dalam pemilihan umum. Dengan demikian budaya lokal yang sering mengikuti pemikiran kaum perempuan ini dapat berkurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
c. Bagi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Status Ekonomi Dalam klasifikasi ini pemilih dibagi menjadi dua yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas dan pemilih dengan status menengah ke bawah. Dengan pengelompokan pemilih ini maka jelaslah bahwa terdapat perbedaan motivasi. Terkhusus bagi pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah hendaknya lebih memperhatikan kenyataan yang ada. Maksudnya pemilih ini jangan hanya meperhatikan kepentingan sendiri. Karena pemilih ini termasuk kelompok pemilih tradisional maka pemilih ini seharusnya mau berusaha berubah. Karena pemilih tradisional dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum lebih cenderung memilih karena hubungan kekerabatan dan imbalan yang diberikan kepadanya. Padahal hal tersebut sangat merugikan negara. Karena pemerintah mengadakan pemilihan umum ini bertujuan untuk mewujudkan demokrasi. Oleh karena itu hendaknya setiap pemilih dalam pemilihan umum ini lebih mengutamakan kepentingan demi kemajuan bersama dan bukan kepentingan sendiri. d. Bagi Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dalam klasifikasi ini pemilih terbagi menjadi beberapa tingkat pendidikan. Karena pada klasifikasi ini yang termasuk pemilih tradisional adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah maka hendaknya pemilih ini bisa lebih aktif dalam mencari informasi mengenai pemilihan umum. Sehingga dalam menentukan pilihannya setiap pemilih mampu menentukannya sesuai hati nurani dengan memperhatikan bagaimana wakil rakyat yang akan dipilihnya. Hal ini tidak hanya ditujukan untuk pemilih dengan tingkat pendidikan rendah saja yang masih beranggapan bahwa sistem kekerabatan itu penting namun juga untuk pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi yang mempunyai anggapan yang sama. Dengan demikian tujuan pemerintah mewujudkan demokrasi bersama rakyat dapat tercapai sepenuhnya.
commit to user