EFEKTIVITAS PAMERAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PEMASARAN DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH KOTA BOGOR
AMARIS ORWIN YAHYA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efektivitas Pameran Sebagai Media Komunikasi Pemasaran Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagaian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Amaris Orwin Yahya NIM I34110123
ABSTRAK AMARIS ORWIN YAHYA. Efektivitas Pameran Sebagai Media Komunikasi Pemasaran Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Bogor. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS. Peningkatan jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sebanyak 2.41 persen dari tahun 2012 ke 2013 merupakan landasan bagi pemerintah untuk memperhatikan jenis usaha yang memberikan kontribusi pada sektor perdagangan untuk pertumbuhan ekonomi negara ini. Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah untuk melangsungkan kegiatan komunikasi pemasaran produk kerajinan UMKM dari setiap daerah. Pameran merupakan alat promosi andalan yang dilakukan oleh Dekranasda mengingat karakteristik produk yang dijual dan target pembeli yang akan dicapai. Metode pemilihan responden menggunakan teknik accidental sampling sejumlah 90 responden. Penelitian yang dilakukan di Mal Botani Square Bogor ini dilakukan dengan metode kuantitatif didukung pendekatan kualitatif. Komponen efektivitas yang digunakan adalah daya tarik (attraction), pemahaman (comprehension), penerimaan (acceptability), dan dorongan bertindak (persuation) dan diukur dengan karakteristik pengunjung. Keempat komponen dapat dikatakan sudah cukup baik, akan tetapi perlu dilakukan beberapa perbaikan agar pelaksanaan pameran dapat berlangsung lebih efektif. Kata Kunci: pameran Dekranasda, promosi, UMKM ABSTRACT AMARIS ORWIN YAHYA. Effectiveness of Exhibition As A Marketing Communications Media Institute of SMEs Bogor's Craft. Supervised by DJUARA P LUBIS. An increasing of Small Micro Enterprises and Medium (SMEs) in Indonesia as much as 2, 41 percent from 2012 to 2013 is a benchmark for the government to pay attention to the type of business that contributes to the commercial sector for economic growth in this country. National Craft Council (Dekranasda) is one of concern for the government to establish a handicraft product's marketing communication activities of SMEs from each region. The exhibition is a promotion tool Dekranasda mainstay performed by considering the characteristics of the products sold and the buyer targets to be achieved. The method of respondent selection is accidental sampling technique a number of 90 respondents. This research at Botani Square Bogor Mal by using quantitative method and supported by qualitative approach. The component of effectiveness is attraction, comprehension, acceptability, and persuation. That components are good enough, but need to get an improvement to make the exhibition more effective. Keywords: Dekranasda exhibition, promotion, SME’s
EFEKTIVITAS PAMERAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PEMASARAN DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH KOTA BOGOR
AMARIS ORWIN YAHYA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi
:
Nama Mahasiswa NIM
: :
Efektivitas Pameran Sebagai Media Komunikasi Pemasaran Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Bogor Amaris Orwin Yahya I34110123
Disetujui oleh
Dr Djuara P Lubis MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:__________________
PRAKATA
Terima kasih selalu saya ucapkan kepada Zat Maha Pencipta yang selalu membantu proses kehidupan saya Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul ‘Efektivitas Pameran Sebagai Media Komunikasi Pemasaran Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Bogor’ sebagai syarat untuk dapat melakukan penulisan lapang pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Segala dukungan serta kendala menjadi motivasi lebih dalam menyelesaikan skripsi ini. Rangkaian ucapan terima kasih penulis berikan kepada Dr Ir Djuara P Lubis, MS sebagai dosen pembimbing karena telah membuat penulis dapat berpikir secara rasional, memberikan alternatif pemecahan masalah, dan meluangkan waktu untuk berkonsultasi. Kasih sayang serta doa dari Nuraman Yahya dan Nunung Kartini menjadi motivasi penulis agar dapat menjadi anak kebanggaan mereka. Terima kasih yang dalam diberikan kepada Cynda Adissa Lianita karena telah menyayangi dan menemani penulis hingga skripsi ini selesai. Ucapan terima kasih juga diberikan pada Putri Pertiwi Yahya dan Arti Kartika Yahya sebagai kakak-kakak yang selalu memberikan semangat tersirat dan dukungan finansial untuk penulis. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Aqilla Shaela Putri yang selalu membuat saya semangat untuk menyelesaikan studi ini. Dan yang terakhir saya ucapkan kepada sahabat-sahabat terbaik saya di SKPM 48 yaitu Shofwan, Bima, Habib, Faisal, Hernaldi, Maul, Ridwan, Feby, Vani, Fitri, Upa, Etha, Febri, Tomi, Andika, Dio, Kidil, Tidi, Ulan, dan Ira yang telah menemani dan menghibur penulis selama proses perkuliahan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2015
Amaris Orwin Yahya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Komunikasi Komunikasi Pemasaran Bauran Promosi Pameran Penilaian Pameran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Karakteristik Pengunjung Kerangka Pemikiran Hipotesis Penulisan Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penulisan Lokasi dan Waktu Teknik Pemilihan Responden Populasi Sampel Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM Profil Dekranasda Kota Bogor Profil Pelaksanaan Pameran Dekranasda di Mal Botani Square Deskripsi Karakteristik Pengunjung Pameran PENILAIAN TERHADAP PAMERAN Daya Tarik (Attraction) Pemahaman (Comprehension) Penerimaan (Acceptability) Dorongan Bertindak (Persuation) HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENGUNJUNG DENGAN PENILAIAN TERHADAP PAMERAN Hubungan Daya Tarik dengan Karakteristik Pengunjung
x xi xi 1 1 2 2 2 3 3 3 4 7 10 12 14 14 16 16 17 19 19 19 19 19 20 20 21 21 22 26 31 32 34 35 37 39 39
iiviii
Hubungan Pemahaman dengan Karakteristik Pengunjung Hubungan Penerimaan dengan Karakteristik Pengunjung Hubungan Dorongan Bertindak dengan Karakteristik Pengunjung PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
44 47 51 55 55 56 57 59 79
ix
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis teknik bauran promosi Kotler (2000) Bauran promosi Kotler dan Keller (2009) Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik responden pameran Dekranasda Kota Bogor di Mal Botani Square tahun 2015 Jumlah dan persentase pesponden berdasarkan penilaian terhadap pameran Dekranasda di Mal Botani Square tahun 2015 Jumlah responden pada setiap pertanyaan dalam indikator komponen daya tarik (attraction) Jumlah responden pada setiap pertanyaan dalam indikator komponen pemahaman (comprehension) Jumlah responden pada setiap pertanyaan dalam indikator komponen penerimaan (acceptability) Jumlah responden pada setiap pertanyaan dalam indikator komponen dorongan bertindak (persuation) Hasil nilai signifikansi attraction, comprehension, acceptability, dan persuatin dengan karakteristik pengunjung
8 8
27 31 33 34 36 37 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Model Komunikasi Rogers dan Shoemaker Kerangka Pemikiran Logo Dekranasda Kota Bogor Contoh Produk Pameran Dekranasda Kota Bogor
3 16 21 23
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sketsa lokasi Mal Botani Square Bogor Jadwal pelaksanaan penulisan Daftar responden Catatan Tematik Panduan pertanyaan wawancara informan Hasil uji statistik Chi-Square Hasil uji statistik Rank Spearman Dokumentasi penulisan
61 61 62 64 67 67 70 75
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang didukung oleh berbagai sektor dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu sektor yang mendukung perkembangan ini adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pada tahun 2013, Badan Pusat Statistik Indonesia menyatakan bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang digabungkan dalam sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi terbesar ke-4 yakni memberikan 5.93 persen kenaikan dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Salah satu kegiatan yang terdapat dalam sektor perdagangan adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang berisi ”UMKM sebagai usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 000 000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 000 000 (tiga ratus juta rupiah)”. Definisi tersebut memberikan batasan kriteria pemilik usaha mikro dan menengah dalam hubungannya dengan pendapatan yang diperoleh. Menurut Data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, pada tahun 2012 terdapat 56 534 592 unit usaha di Indonesia dan meningkat 1 328 247 unit dari jumlah sebelumnya pada tahun 2011 dengan presentase peningkatan 2.41 persen. Peningkatan jumlah UMKM ini juga terjadi di Kota Bogor, jumlah UMKM di Kota Bogor tercatat pada tahun 2013 terjadi pertambahan 33 unit sehingga jumlah UMKM mencapai 33 907 unit menurut website resmi Pemerintah Kota Bogor. Meningkatnya jumlah usaha yang telah terbukti selama lebih dari lima tahun terakhir memberikan kontribusi kepada laju pertumbuhan ekonomi negara, tentunya perlu didukung dengan adanya kebijakan oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah dalam mendukung UMKM adalah dengan membuat Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda). Dekranasda merupakan stakeholder pemerintah dalam skala nasional namun memiliki kepengurusan tersendiri pada setiap daerah. Fungsi dan peran dari lembaga ini adalah sebagai pusat informasi dan promosi seluruh produk kerajinan dan kegiatan pengrajin Kota Bogor dalam upaya mengembangkan usaha kerajinan di Kota Bogor. Kepedulian pemerintah khususnya pemerintah daerah timbul karena sadar akan pasar yang dimiliki UMKM tidak luas. Fungsi lain dari Dekranasda adalah membantu para pengrajin dalam memperkenalkan produk kerajinan dan mempromosikannya ke arah pasar yang lebih luas sehingga produk kerajinan unggulan yang dihasilkan oleh para pengrajin di wilayah Kota Bogor dapat dikenal baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Pada fungsi dan peran yang dipaparkan berikut terdapat salah satu satu kuncinya adalah promosi. Kusumastuti (2009) menyatakan terdapat lima jenis teknik bauran promosi yaitu iklan (advertising), penjualan tatap muka (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan publisitas (public relation and publicity), dan pemasaran langsung (direct selling). Bauran promosi merupakan
2
alat dalam melakukan komunikasi pemasaran. Kotler (2000) seperti dikutip Kusumastuti (2009) mengartikan komunikasi pemasaran sebagai usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik, terutama konsumen sasaran, mengenai keberadaan suatu produk di pasar. Penulisan sebelumnya oleh Winistuti (2011) menemukan bahwa produk Honey Madoe (salah satu produk hasil UMKM) belum dapat melakukan promosi penjualan karena membutuhkan modal finansial yang cukup tinggi. Agustina (2013) menyatakan bahwa diidentifikasi adanya promosi penjualan pada Serambi Botani yang dalam studi literatur penulis sebelumnya dinyatakan efektif diukur dari aspek kognitif, afektif, dan konatif pengunjung. Promosi penjualan merupakan salah satu bauran promosi seperti yang disampaikan oleh Kotler dan Keller (2000) seperti dikutip Kusumastuti (2009). Salah satu jenis kegiatan dari promosi penjualan adalah melalui pameran. Pameran dipercaya akan memberikan insentif menarik terutama mengenai harga produk sehingga mampu menarik para pengunjung untuk datang. Dekranasda merupakan salah satu lembaga atau pelaku usaha yang telah melakukan pemasaran melalui pameran dari skala lokal hingga skala internasional. Pameran menjadi kegiatan promosi andalan yang dilakukan oleh Dekranasda dalam memasarkan produk yang merupakan hasil kerajinan UMKM yang ada di Kota Bogor. Oleh karena itu, peneliti menganalisis efektivitas pameran sebagai media komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Dekranasda Kota Bogor di Mal Botani Square Kota Bogor.
Masalah Penelitian Efektivitas komunikasi pemasaran dalam penulisan ini diukur menggunakan penilaian terhadap pameran. Sehingga, masalah penulisan yang ditemukan adalah: 1. Bagaimana penilaian pameran oleh pengunjung dilihat dari komponen daya tarik, penerimaan, pemahaman, dan dorongan bertindak? 2. Bagaimana hubungan antara karakteristik pengunjung dengan penilaian terhadap pameran? Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penulisan yang diuraikan, maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis penilaian pameran oleh pengunjung pada komponen daya tarik, penerimaan, pemahaman, dan dorongan bertindak. 2. Menganalisis hubungan antara karakteristik pengunjung dengan penilaian terhadap pameran. Kegunaan Penelitian Penulisan ini akan berguna bagi berbagai pihak, yakni: 1. Bagi akademisi, sebagai literatur untuk proses pembelajaran mengenai sistem saluran komunikasi pemasaran khususnya UMKM 2. Bagi pemerintah, sebagai sumber informasi mengenai perkembangan Dekranasda dalam menfasilitasi promosi UMKM kerajinan di Kota Bogor 3. Bagi instansi terkait, sebagai sarana evaluasi saluran komunikasi pemasaran yang telah digunakan serta masukan yang ditinjau dari segi akademis.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka Komunikasi Akar kata komunikasi adalah communication, dari dasar kata communis, yang berarti kesamaan dalam suatu hal (Mugniesyah et al. 2010). Komunikasi dilakukan oleh manusia setiap hari sebagai cara untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain. Mugniesyah et al. (2010) menyatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi adalah sebagai berikut. a) Sumber, yaitu orang atau sekelompok orang yang sengaja bertujuan untuk berkomunikasi. Sumber inilah yang berinisiatif untuk berkomunikasi. Beberapa model komunikasi, menyamakan sumber ini dengan encoder, pengirim, sumber informasi, atau komunikator. b) Penerima, yaitu orang atau sekelompok orang pada sisi lain proses komunikasi. Ia atau mereka adalah „sasaran‟ komunikasi. Penerima mendengar ketika sumber berbicara, atau membaca apa yang ditulis oleh sumber. c) Pesan: Sumber harus mempunyai sesuatu yang dikirimkan pada penerima. Pesan tersebut dapat berupa ide atau tujuan, yang dikemukakan dalam bentuk kode atau kumpulan simbol yang tersusun secara sistematis. d) Saluran: Menurut Berlo, banyak salah paham tentang saluran komunikasi. Saluran komunikasi mencakup tiga pengertian yaitu moda membuat koda (enconding) dan menerjemahkan koda (decoding) dari pesan, kendaraan pesan (message vechile) dan pembawa pesan (message carrier). e) Akibat adalah hasil komunikasi atau respons penerima terhadap pesan yang disampaikan oleh sumber. Respon ini kadang-kadang cocok dengan yang diharapkan sumber, namun kadang-kadang tidak cocok. f) Umpan balik, yaitu respons penerima yang diterima oleh sumber. Umpan balik dapat berupa isyarat non-verbal, dapat pula verbal. Unsur-unsur tersebut seirama dengan model komunikasi yang disampaikan oleh Rogers dan Shoemaker seperti dikutip dalam Mugniesyah et al. (2010). Elemen dalam Model SMCRE
Source (Sumber)
Message (Pesan)
Channel (Saluran)
Receiver (Penerima)
Effects (Pengaruh)
Gambar 1 Model komunikasi Rogers dan Shoemaker Pada praktiknya, tidak semua proses komunikasi berlangsung dengan baik. Terkadang tidak tercapai kesamaan makna antara pemberi pesan (sumber) dengan penerima pesan. Selain itu, komunikasi juga harus mempunyai tujuan yang jelas
4
agar mempermudah penerima pesan untuk memberikan respon dari informasi yang diberikan. David K Berlo seperti dikutip dalam Mugniesyah et al. (2010) menyatakan ada tiga tujuan komunikasi. 1. Memberitahu; artinya kita berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu hal (gagasan, pemikiran, perasaan, dan sejenisnya). Agar komunikasi untuk memberitahu efektif, informasi yang disampaikan adalah faktual dan objektif. 2. Membujuk; artinya komunikasi dipergunakan untuk mengubah perasaan, dari tidak suka menjadi suka. Dalam hal ini, komunikasi tidak hanya dipengaruhi pikiran, tetapi juga mengubah emosi seseorang. 3. Menghibur; artinya komunikasi dipergunakan untuk menghibur atau menyenangkan seseorang. Studi ini menekankan pada komunikasi pemasaran yang merupakan salah satu jenis komunikasi. Merujuk pada unsur komunikasi yang telah dipaparkan sebelumnya, pemberi pesan dalam studi ini adalah Dekranasda dan penerima pesan adalah pengunjung pameran yang diselenggarakan. Pesan yang disampaikan merupakan informasi seputar produk dan harga. Saluran yang digunakan adalah melalui tulisan pada kertas di sekitar produk dan juga melalui gelombang suara. Efek yang diharapkan dari proses komunikasi tersebut adalah timbulnya keinginan pengunjung untuk membeli produk. Melihat pada pesan yang disampaikan dan efek yang diharapkan maka tujuan dari komunikasi yang dilakukan adalah menginformasikan dan membujuk. Menginformasikan mengenai produk serta membujuk pengunjung untuk membeli produk yang ditawarkan.
Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran adalah aplikasi komunikasi yang bertujuan untuk membantu kegiatan pemasaran sebuah perusahaan (Kusumastuti 2009). Don E.Schultz, Stanley Tannenbaumdan Robert Lauterborn seperti dikutip dalam Kusumastuti (2009) dalam buku mereka “Integrated Marketing Communication‟ (1994) memandang komunikasi pemasaran sebagai kontinum dari mulai tahap perencanaan (design) produk, distribusi, sampai ke kegiatan promosi (melalui iklan, pemasaran langsung dan tahap pembelian dan penggunaan di kalangan konsumen). Pernyataan tersebut lebih dikenal dengan istilah bauran pemasaran. Setiap perusahaan atau pelaku usaha yang melakukan kegiatan komunikasi pemasaran, perlu melakukan perencanaan dengan matang mengingat efektivitas dan efisiensi yang haru dilakukan setiap perusahaan. Kotler dalam Kennedy dan Soemanegara dalam Kusumastuti (2009) mendefinisikan pemasaran sebagai: “ A Societal process by which individual and group obtains what tthey need and want throught value with other”. Konsep inti pemasaran adalah pertukaran. Dalam kajian pemasaran kita mengenal istilah bauran pemasaran terdiri dari product, price, promotion, dan place, atau yang biasa dikenal orang dengan istilah four P’s. Jika digabung dengan aplikasi pemasaran atau disebut dengan Four of Cs, maka product berkaitan dengan costumer solution, price berkaitan dengan costumer cost, place berkaitan dengan
5
convience, promotion berkaitan dengan communication. Dari keempat aspek yang terdapat dalam Four P’s, yang akan menjadi fokus adalah saluran komunikasi pemasaran yang digunakan sehingga sangat erat kaitannya dengan bauran promosi (Promotional Mix). Kusumastuti (2009) menyatakan bahwa terdapat delapan langkah dalam mengembangkan program komunikasi pemasaran secara efektif, masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi audiens yang dituju Audiens dapat diartikan sebagai calon pembeli produk perusahaan, pemakai saat ini, penentu keputusan, atau pihak yang mempengaruhi. Audiens itu dapat terdiri dari individu, kelompok masyarakat tertentu atau masyarakat umum. 2. Menentukan tujuan komunikasi tersebut Setelah pasar sasaran dan karakteristiknya diidentifikasi, komunikator pemasaran harus memutuskan tanggapan yang diharapkan dari audiens. Tanggapan terakhir yang diharapkan dari audiens adalah pembelian, kepuasan yang tinggi dan cerita dari mulut ke mulut. 3. Merancang pesan Setelah menentukan tanggapan yang diinginkan dari audiens komunikator selanjutnya mengembangkan pesan yang efektif. Idealnya, pesan itu harus pesan yang efektif. Idealnya, pesan itu harus menarik perhatian (attention), mempertahankan ketertarikan (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menggerakan tindakan (action). 4. Memilih saluran komunikasi Saluran komunikasi terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Saluran komunikasi personal: Mencakup dua orang atau lebih yang berkomunikasi secara langsung satu sama lain. b. Saluran komunikasi non personal: Menyampaikan pesan tanpa melalui kontak atau interaksi pribadi, tetapi dilakukan melalui media, atmosfer, dan acara. 5. Menentukan total anggaran promosi Bagaimana perusahaan menentukan anggaran promosinya? Ada empat prinsip utama dalam menyusun anggaran promosi. Tentu saja: a. Sesuai kemampuan, b. Presentasi penjualan, c. Keseimbangan persaingan, d. Tujuan dan tugas 6. Membuat keputusan atas bauran promosi (Marketing Mix). Perusahaan harus mendistribusikan total anggaran promosi untuk lima alat promosi, yaitu: a. Iklan, merupakan model komunikasi yang dapat menjangkau publik secara luas. Iklan dapat digunakan untuk membangun image jangka panjang dan juga mempercepat quick sales. Selain itu, iklan juga bersifat baku dan dapat ditayangkan berulang-ulang serta dapat memperoleh efek dramatisasi dari iklan yang telah ditayangkan tersebut. Namun, iklan hanya dapat membawa pesan secara monolog (komunikasi satu arah) b. Promosi penjualan. Alat promosi ini mempunyai tiga manfaat yaitu pertama, komunikasi, dimana merupakan saran untuk menarik perhatian dan memberikan informasi yang akhirnya mengarahkan konsumen
6
kepada produk. Hal tersebut memberikan kontribusi nilai tambah kepada konsumen dan juga dapat secara aktif mengajak konsumen membeli produk yang ditawarkan. c. Public Relations dan Publisitas. Alat promosi ini dapat menarik perhatian khalayak ramai jika memiliki kredibilitas yang tinggi dan tidak memasukan unsure penjualan, jadi hanya sebagai pemberi informasi, Public Relation dan publisitas juga dapat memperoleh efek dramatisasi seperti yang terjadi pada iklan. d. Personal selling, merupakan alat promosi yang paling efektif pada siklus terakhir dari proses pembelian. Hal ini terjadi karena personal selling dapat membuat hubungan interaktif secara dekat, sehingga dapat mengenal konsumen secara lebih dalam dan lebih baik, sehingga dapat memberikan respon yang tepat. Keandalan personal selling adalah mendekatkan pelanggan dengan penjualan lewat penggunaan jalur – jalur distribusi produk melalui pendeketan personal. e. Direct Marketing. Alat promosi ini hanya dapat menjangkau konsumen yang spesifik. Namun, pesan yang disampaikan melalui direct marketing dapat disesuaikan dengan karakter dan respon konsumen yang dituju serta dapat diperbaharui secara cepat pula. Pada umumnya perusahaan selalu mencari cara untuk memperoleh efisiensi dengan menyubtitusi suatuu alat promosi dengan lainnya. 7. Mengukur hasil promosi tersebut Setelah menerapkan rencana promosi, komunikator harus mengukur dampaknya pada audiens sasaran. Hal ini mencakup menanyakan audiens sasaran apakah mereka mengenali atau mengingat pesan yang telah disampaikan., beberapa kali mereka melihatnya, hal-hal apa saja yang mereka ingat, bagaimana perasaan mereka tentang pesan tersebut, sikap mereka sebelumnya, tentang produk dan perusahaan itu. 8. Mengelola dan mengkoordinasikan proses komunikasi pemasaran terintegrasi Banyak perusahaan masih sangat mengandalkan satu atau dua alat komunikasi untuk mencapai tujuan komunikasinya. Praktik ini terus berlangsung, meski sekarang ini sering terjadi disintegrasi dari pasar massal ke banyak pasar kecil, masing-masing memerlukan pendekatan komunikasi tersendiri; berkembangnya berbagai jenis media baru dan semakin canggihnya konsumen. Alat komunikasi, pesan, dan audiens yang sangat lebih modern. Melihat dari delapan langkah dalam mencapai komunikasi pemasaran yang efektif oleh Kusumastuti (2009), pada poin 6 dimana dipaparkan mengenai membuat keputusan atas bauran promosi (Marketing Mix). Langkah ini menjadi penentu dari mulai tingkat pengetahuan konsumen sampai ke tindakan konsumen dalam membeli produk tersebut. Selain termasuk dalam salah satu langkah untuk mencapai efektivitas komunikasi pemasaran, promosi juga merupakan salah satu aspek yang disebutkan dalam teori Four P’s. Hal tersebut menandakan bahwa betapa pentingnya promosi dilakukan dalam memasarkan suatu produk.
7
Bauran Promosi Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Betapapun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah membelinya (Hurriyati 2010). Hurriyati (2010) juga memaparkan mengenai tujuan utama dari promosi yakni menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Secara rinci ketiga tujuan promosi tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Menginformasikan (informing), dapat berupa: menginformasikan pasar mengenai keberadaan suatu produk baru, memperkenalkan cara pemakaian yang baru dari suatu produk, menyampaikan perubahan harga kepada pasar, menjelaskan cara kerja suatu produk, menginformasikan jasa-jasa yang disediakan oleh perusahaan, meluruskan kesan yang keliru, mengurangi ketakutan atau kekhawatiran pembeli, dan membangun citra perusahaan. b. Membujuk pelanggan sasaran (persuading) untuk: membentuk pilihan merek, mengalihkan pilihan ke merek tertentu, mengubah persepsi pelanggan terhadap atribut produk, mendorong pembeli untuk belanja saat itu juga, dan mendorong pembeli untuk menerima kunjungan wiraniaga c. Mengingatkan (reminding), dapat terdiri atas: mengingatkan pembeli bahwa produk yang bersangkutan dibutuhkan dalam waktu dekat, mengingatkan kembali pembeli akan tempat-tempat yang menjual produk perusahaan, membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada kampanye iklan, dan menjaga agar ingatan pertama pembeli jatuh pada produk perusahaan. Dikaitkan dengan efektivitas saluran komunikasi pemasaran pada ranah kognitif, afektif, dan konatif maka ketiga tujuan promosi tersebut secara tersirat menyampaikan bahwa ketiga aspek tersebut memang harus dicapai oleh bauran promosi. Melalui promosi pelaku berharap agar dapat menginformasikan produk yang mereka tawarkan kepada konsumen dan mencapai aspek kognitif konsumen berupa pengetahuan dan informasi mengenai keberadaan dan keunggulan produk. Membujuk pelanggan sasaran merupakan tujuan yang erat kaitannya dengan aspek afektif karena melibatkan kondisi emosional di dalamnya. Tujuan promosi yang terakhir adalah mengingatkan yang berlanjut kepada tindakan konsumen akan kembali lagi ke toko ketika membutuhkan produk yang diatawarkan toko sebagai efek promosi yang erat kaitannya dengan aspek konatif. Kegiatan promosi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa teknik promosi yang dapat dilakukan. Kotler (2000) dalam Kusumastuti (2009) mengatakan bahwa terdapat lima jenis teknik yang dimaksud bauran promosi, yaitu iklan (advertising), penjualan tatap muka (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan publisitas (public relation and publicity) dan pemasaran langsung (direct selling).
8
Tabel 1 Jenis Tenik Bauran Promosi Kotler tahun 2000 Promosi Penjualan
Periklanan Iklan di media cetak dan elektronik Gambar bergerak Brosur, buklet Poster, leaflet Direktori Billboard Display Material Audiovisual Logo dan simbol Videotape
Kontes permainan Undian Hadiah Pameran Eksibisi Demonstrasi Kupon Rabat Pembiayaan Bunga rendah Hiburan
PR dan Publisitas Press kits Pidato Seminar Laporan tahunan Donasi Amal Sponsorship Courtessy call Majalah Perusahan
Penjualan Tatap Muka Presentasi penjualan Pertemuan penjualan Program insentif Pameran perdagangan
Pemasaran Langsung Katalog Surat Telemarketing Electronic Shopping TV Shooping Fax Mail E-mail Voice Mail
Namun seiring perkembangannya, komunikasi pemasaran tidak hanya digolongkan kedalam lima teknik jenis bauran promosi. Sembilan tahun berselang Kotler dan Keller (2009) dalam Anjani (2014) menyatakan bauran komunikasi pemasaran terdiri dari delapan model / elemen komunikasi, seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Bauran Promosi Kotler and Keller (2009) Iklan
Iklan cetak dan tayangan Kemasan luar Sisipan kemasan Film Brosur dan buklet Poster dan selebaran Direktori Cetak ulang iklan Tanda pajangan Pajangan Titik pembelian Bahan audiovisual Simbol&logo Video
Promosi Penjualan Kontes Permainan Undian Lotere Premi dan hadiah Sampel Bazaar dan pameran dagang Pameran demonstrasi Kupon Rabat Pembiayaan berbunga rendah Hiburan Tunjangan Pertukaran barang bekas Program kontinuitas Tie-in
Event dan Hubungan Pemasaran PemasaranPenjualan PengalamanMasyarakat langsung dari mulutpersonal dan Publisitas dan ke mulut pemasaran interakftif Olahraga Peralatan Katalog Orang Presentasi Hiburan media Surat ke orang penjualan Festival Pidato Telemarke- Chat Rapat Seni Seminar ting room penjualan Acara Laporan Belanja Blog Program amal tahunan elektronik insentif Tur Donasi Belanja tv Sampel pabrik amal Surat taks Bazaar Museum Publikasi E-mail dan perusahaa Hubungan Surat suara pameran Kegiatan komunitas Blog dagang jalanan Lobi Situs web Media identitas Majalah perusahaan
9
Tabel 2 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Iklan Semua bentuk terbayar dari presentasi nonpersonal dan promosi ide, barang, atau jasa melalui sponsor yang jelas. 2. Promosi penjualan Berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong percobaan atau pembelian produk atau jasa. 3. Event dan pengalaman Kegiatan dan program yang disponsori perusahaan yang dirancang untuk menciptakan interaksi harian atau interaksi yang berhubungan dengan merek tertentu 4. Hubungan masyarakat dan publisitas Beragam program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau produk individunya. 5. Pemasaran langsung Penggunaan surat, telepon, facsimile, e-mail, atau internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan meminta respons atau dialog dari pelanggan dan prospek tertentu. 6. Pemasaran interaktif Kegiatan dan program online yang dirancang untuk melibatkan pelanggan atau prospek dan secara langsung atau tidak langsung meningkatkan kesadaran, memperbaiki citra, atau menciptakan penjualan produk dan jasa. 7. Pemasaran dari mulut ke mulut Komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik antar masyarakat yang berubungan dengan keunggulan atau pengalaman membeli atau menggunakan produk atau jasa. 8. Penjualan personal Interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif untuk tujuan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan pengadaan pesanan. Merujuk pada konsep Kotler (2000) maka terdapat lima jenis teknik bauran promosi. Sedangkan pada tahun 2009, Kotler dan Keller menyatakan terdapat delapan elemen bauran promosi. Namun dalam kedua konsep tersebut, pameran selalu masuk ke dalam elemen promosi penjualan.
Pameran Pameran dagang atau pameran pada umumnya terbuka untuk umum merupakan suatu media iklan, karena tujuan pameran adalah memperkenalkan suatu produk kepada masyarakat agar mereka tertarik, kemudian membelinya (Evelina 2005). Pameran menurut Evelina (2005) terdiri dari 8 kategori yang diklasifikasikan berdasarkan target pengunjung, berdasarkan jenis, berdasarkan sifat, berdasarkan frekuensi, berdasarkan lingkup geografis, berdasarkan skal, berdasarkan lokasi, dan berdasarkan waktu. Terdapat banyak sekali jenis pameran sehingga harus diketahui terlebih dahulu melalui perspektif mana kita melihat pameran tersebut. Jika melihat yang telah disampaikan oleh Evelina (2005) dalam bukunya yang berjudul „Event Organizer Pameran’ maka dapat dikatakan bahwa
10
pameran ini merupakan media yang digunakan oleh suatu perusahaan dalam memperkenalkan produk atau jasa yang mereka perdagangkan dengan tujuan menjangkau masyarakat yang berpotensi untuk membeli produk atau menggunakan jasa yang ditawarkan. Pameran dalam pelaksanaannya mempunyai beberapa manfaat, terutama sebagai alat bantu promosi perusahaan. Namun ternyata studi mengenai pameran sebelumnya menyatakan bahwa pameran tersebut tidak hanya bermanfaat bagi penjual atau produsen saja, melainkan juga bermanfaat bagi pengunjung atau konsumen. Manfaat pameran ditinjau dari segi produsen/ penjual menurut Evelina (2005) yaitu: 1. Sebagai tempat alternatif untuk menjual, 2. Memperbaiki dan mempertahankan citra produk/jasa/perusahaan, 3. Memperkenalkan produk atau jasa yang baru, 4. Memberi contoh dan dialog langsung dengan calon pembeli, 5. Sebagai marketing intelligent system, 6. Informasi bagi pembeli, 7. Saling menjajaki aktivitas pesaing, 8. Saling menjajaki antara produsen – penyalur - calon pembeli, 9. Mempelajari metode penjualan dan promosi dari perusahaan lain, dan 10.Mempelajari partner usaha, menggandeng investor, lembaga keuangan, pemasok, para distributot, dan mitra kerja lainnya. Sedangkan manfaat pameran ditinjau dari segi pengunjung, yaitu: 1. Dari promosi yang dilakukan penyelenggara pameran, Anda (pengunjung) sudah mengetahui siapa saja yang menjadi peserta pameran sehingga anda tahu bahwa di tempat pameran tersebut anda akan mendapatkan informasi atau kebutuhan yang anda inginkan, 2. Di tempat pameran pengunjung akan mendapatkan hiburan atau menjadi saran rekreasi, 3. Untuk pameran yang bersifat tematik, yang merupakan pameran bersama dari produk atau jasa yang berada dalam ruang lingkup yang sama, pengunjung mendapatkan kemudahan karena pengunjung dapat membandingkan harga, mutu, tanpa perlu mengunjungi berbagai toko atau perusahaan yang lokasinya berjauhan. pengunjung akan menghemat waktu, 4. Biasanya di pameran, para peserta pameran memberikan penawaran istimewa berupa potongan harga, hadiah, sample, voucher, dan ini merupakan kesempatan berhaga bagi pengunjung. serta 5. Mendapat informasi produk yang sejelas-jelasnya, langsung dengan orang yang berkompeten terhadap hal tersebut. Evelina (2005) menyatakan bahwa efektivitas sebuah pameran adalah dapat menjangkau masyarakat umum terutama calon pembeli potensial dan dapat berdialog langsung dengan masyarakat, di sini peserta pameran dapat memberikan informasi sejelas-jelasnya mengenai produk mereka dan dapat memberikan sanggahan terhadap keluhan atas produk mereka secara langsung. Definisi tersebut menandakan bahwa dalam suatu pameran membutuhkan peran aktifi dari pekerja lapang pameran baik humas dari perusahaan maupun sales khusus yang dibayar oleh perusahaan. Tjiptono (2008) mengategorikan alternatif media kedalam media cetak, media elektronik, media luar ruang, dan media lini bawah.
11
Salah satu alternative media yang disebutkan adalah media lini bawah. Tjiptono (2008) mendefinisikan media lini bawah adalah media-media minor yang digunakan untuk mengiklankan produk. Khasali (1992) merujuk pada Tjiptono (2008) menyatakan bahwa umumnya terdapat lima macam media yang digunakan dalam media lini bawah, yaitu: pameran, direct mail, point of purchase, merchandising schemes, dan kalender. Fokus penulisan ini adalah mengenai pameran. Tjiptono (2008) menyatakan bahwa pameran umumnya terdiri atas dua jenis, yaitu pameran sambil berdagang dan pameran tanpa berdagang serta terdiri atas empat bentuk, yaitu: a. General fairs (horizontal fairs), yaitu pameran yang mencakup berbagai macam komoditas, seperti komoditi pertanian, industry, kerajinan, mesinmesin industry kimia, peralatan rumah tangga, dan sebagainya, b. Spezialized show (vertical fairs), yaitu pameran yang khusus menampilkan hasil produksi suatu industry tertentu, c. Consumer fair, yaitu pameran yang biasanya menampilkan barang-barang kebutuhan rumah tangga, dan d. Solo exhibition, yaitu pameran yang diselenggarakan atas inisiatif seseorang pengusaha atau produsen, kelompok usaha, pemerintah, untuk memamerkan hasil produk kepada golongan masyarakat yang berminat. Evelina (2005) mendefinisikan pameran adalah bagian dari kegiatan praktik humas yang intinya melakukan promosi di bidang produk dan jasa secara langsung kepada masyarakat umum. Dari kedua definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa pameran merupakan media promosi yang menfasilitasi pertemuan langsung antara produsen dan konsumen. Kotler dan Keller (2000) seperti dikutip dalam Kusumastuti (2009) menggolongkan pameran kedalam elemen bauran promosi penjualan. Kotler dan Armstrong (2008) menyebutkan bahwa kriteria dari promosi penjualan adalah sebagai berikut: a. Besar / ukuran insentif yang ditawarkan menarik, b. Insentif yang ditawarkan bervariasi, c. Syarat untuk mendapatkan insentif yang ditawarkan jelas, dan d. Waktu pelaksanaan insentif yang dilakukan tepat. Promosi penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan produk atau jasa. Tujuan promosi dagang antara lain mendorong pengecer menjual barang baru dan menyediakan lebih banyak persediaan, membeli lebih awal, atau mengiklankan produk perusahaan dan memberikan ruang rak yang lebih banyak (Kotler dan Armstrong 2008). Tjiptono (2008) memaparkan bahwa melalui promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerja sama yang lebih erat dengan pengecer. Seluruh kriteria dari promosi penjualan dan definisinya seharusnya ada pada kegiatan pameran karena pameran merupakan bagian dari promosi penjualan.
12
Penilaian Terhadap Pameran Salah satu tujuan diadakannya pameran adalah agara produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan semakin dikenal masyarakat. Dalam mencapai tujuan tersebut dan tujuan khusus lainnya, maka penting untuk diketahui bagaimana efektivitas pameran jika dilihat melalui pandangan masyarakat sebagai pembeli potensial suatu produk atau jasa yang ditawarkan. Pengukuran terhadap pameran dapat menggunakan pengukuran terhadap media karena pameran merupakan media lini bawah seperti disampaikan Tjiptono (2008). Menurut Bertrand (1978) terdapat lima komponen dari efektivitas, yaitu: a. Daya tarik (attraction) Materi yang disampaikan haruslah menarik atau memikat perhatian target konsumen. Perhatian konsumen harus dipertahankan sampai tujuan promosi tercapai. Pada pameran, yang mampu membuat menarik perhatian adalah desain tempat pameran dan produk yang ditonjolkan atau bagaimana cara agar dapat lebih menarik perhatian. Dilihat dari apakah pengunjung menyukai media tersebut dilihat apabila telah dilakukan berbagai saluran pesan digunakan. b. Pemahaman (comprehension) Materi harus secara jelas dipahami oleh pengunjung dengan mempertimbangkan beberapa alternative terbaik agar pesan lebih dimengerti pengunjung. c. Penerimaan (acceptability) Konten pesan dan penyampaian pesan harus dapat diterima oleh masyarakat setempat. Artinya isi pesan dan cara penyampaian tidaklah boleh bersifat menyerang atau menyinggung kondisi sosial yang ada di sekitar tempat terjadinya penyampain atau penyebaran pesan. d. Kesesuaian sasaran/ rasa terlibat (Self involvement) Sasaran harus merasa bahwa mereka adalah memang orang yang tepat untuk penjualan produk/ jasa tersebut. Dalam penyampaiannya, kata-kata yang digunakan merupakan kata-kata yang mereka gunakan sehari-hari. Tujuannya agar sasaran tidak akan merasa bahwa pesan tersebut bukanlah untuk mereka. e. Dorongan untuk bertindak(persuation) Materi yang disampaikan haruslah jelas mencakup apa yang diharapkan dari sasaran. Materi tersebut harus mampu meyakinkan sasaran untuk menyetujui perilaku yang diinginkan. Penulisan ini akan melihat penilaian konsumen terhadap pameran melalui empat komponen dari lima komponen yang ada karena komponen kesesuaian sasaran atau rasa terlibat (self involvement) tidak terlalu sesuai dan mempertimbangkan bahwa responden merupakan pengunjung pameran sehingga dapat dikatakan bahwa yang mengunjungi pameran sudah merasa bahwa pesan yang disampaikan baik oleh wiraniaga maupun oleh papan informasi ditujukan kepada mereka. Sehingga alat ukur efektivitas yang akan digunakan adalah menarik (attraction), pemahaman (comprehension), penerimaan (acceptability), dan dorongan untuk bertindak (persuation). Merujuk pada Evelina (2005) yang berhubungan dengan aspek attraction yang dikemukakan oleh Bertrand (1978) yaitu mengenai beberapa cara agar
13
membuat pameran tersebut menarik. Cara-cara yang disampaikan berupa cara agar menarik pengunjung untuk mengunjungi gerai pameran dan juga cara untuk menumbuhkan perhatian publik dalam ruang pameran. Konsep yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah menumbuhkan perhatian di dalam ruang pameran atau dengan kata lain jangan sampai pameran hanya diperhatikan sekilas saja. Beberapa cara yang dapat dilakukan, adalah: 1. Pengaturan yang harmonis Pengaturan tata letak stand pameran diatur sedemikian rupa, sehingga semua stand mendapat bagian dikunjungi. Seringkali bentuk stand tidak sama besarnya, terlihat tidak rapi sehingga pengunjung hanya singgah di standstand tertentu saja 2. Lalu lintas lancar Lalu lintas dalam ruangan pameran harus berlangsung dengan lancar. Sewaktu sudah berada di pintu masuk, publik harus diberi gambaran bahwa mereka dapat keluar kembali dengan mudah. Jalan untuk lalu lintas arus cukup lebar sehingga orang yang berjalan tidak terganggu oleh mereka, paling tidak lebih dari satu meter. 3. Petugas lapang yang attractive Pengunjung akan merasa senang bila disambut oleh petugas yang ramah dan komunikatif dengan memberikan penjelasan dan informasi tentang pameran bila diperlukan pengunjung. 4. Ilustrasi auditif (suara) Ilustrasi berupa suara ini untuk menyemarakan pameran dengan memperdengarkan music melalui pengeras suara. Lagu-lagunya dipilih dan disesuaikan dengan kegemaran publik pada umumnya, bukan berdasarakan kesenangan penyelenggara atau petugas pameran. Musik dari CD atau kaset itu hanya ilustrasi saja, jangan terlalu keras, karena akan mengganggu publik yang sedang berbincang-bincang dengan penjaga stand pameran. Jangan lupa, bahwa diantara sekian banyak pengunjung pameran tidak sedikit yang serius yang merasa tidak cukup dengan hanya melihat-lihat yang dipamerkan tetapi perlu mengajukan berbagai pertanyaan tentang sesuatu yang ditawarkan pada pameran tersebut. 5. Informasi tentang pameran Pada pameran berskala besar biasanya menyediakan katalog pameran yang berisi daftar seluruh peserta pameran dan para sponsor pameran. Informasi ini ada yang dijual namun seharusnya dibagikan secara gratis. Penggunaan konsep ini berdasarkan pertimbangan bahwa calon responden merupakan pengunjung yang telah memasuki gerai pameran. Pertimbangan lainnya adalah karena pameran merupakan jalan satu-satunya untuk masuk ke dalam mal dari arah parkir mobil sehingga sulit diketahui motivasi pengunjung mendatangi gerai pameran.
14
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Modal yang kecil, pekerja sedikit, risiko yang sedikit tinggi tetapi pengembalian tinggi, biasanya digerakkan dari rumah tangga, dan membawa kewirausahaan bagi pemiliknya merupakan ciri-ciri UMKM menurut Isnaini (2010). Salah satu sektor UMKM adalah UMKM Kerajinan. UMKM Kerajinan merupakan UMKM yang memproduksi suatu barang hasil kerajinan. Menurut Sulistyastuti (2004), yang menjadi karakteristik UMKM adalah pemakaian bahan baku lokal. Penggunaan bahan baku lokal jauh lebih murah sehingga ada korelasi dengan ciri-ciri yang sebelumnya diungkapkan bahwa UMKM bermodal kecil. Namun dalam menggunakan bahan baku lokal tidak berarti bahwa kualitas produk rendah, akan tetapi terdapat nilai lain yang dapat dikembangkan seperti kearifan lokal dan pemberdayaan masyarakat setempat. BPS (2006) seperti dikutip Tambunan (2009) diketahui bahwa sebagian besar pengusaha UMKM mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Berlatar belakang kebutuhan ekonomi maka salah satu motivasi mereka adalah dapat menjual produknya agar dapat segera mendapatkan uang. Namun, menjual produk (terutama produk kesenian) bukanlah perkara yang mudah. Butuh bantuan untuk UMKM menemukan pasar yang lebih luas agar potensi terjualnya produk semakin tinggi. Dekranasda Kota Bogor bertujuan membantu UMKM Kota Bogor yang memproduksi barang kerajinan melalui promosi yang dilakukan melalui pameran.
Karakteristik Pengunjung Studi mengenai komunikasi pemasaran, tentunya kita harus mengetahui kepada siapa produk atau jasa itu kita jual. Sasaran pasar dalam pameran yang dilakukan oleh Dekranasda merupakan pada pengunjung Mal Botani Square. Pengunjung merupakan konsumen potensial dari pameran yang diadakan. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik sosiodemografi dari konsumen, diantaranya dijelaskan sebagai berikut: Usia Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera terhadap kesukaan dan terhadap merek. Dari sisi pemasaran, semua penduduk, berapapun usianya adalah konsumen. Namun pemasar perlu mengetahui dengan pasti apakah usia dijadikan dasar untuk segmentasi produknya. Jika ya, maka pemasar perlu mengetahui pasar potensial dari produk yang dipasarkannya. Artinya ia perlu mengetahui komposisi dan distribusi usia penduduk suatu wilayah atau daerah yang dijadikan target pasarnya. Pemasar mungkin tidak bisa memasarkan produknya kepada semua kelompok umur. Karena itu pemasar harus memilih kelompok umur konsumen yang menjadi target pasarnya.
15
Pendidikan dan Pekerjaan Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh konsumen. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Dari sisi pemasaran, semua konsumen dengan tingkat pendidikan berbeda adalah konsumen potensial bagi semua produk dan jasa. Pemasar harus memahami kebutuhaan konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda, dan produk apa saja yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Selanjutnya, pemasar menentukan target konsumen yang akan dilayaninya Lokasi Geografik Dimana seorang tinggal, akan mempengaruhi pola konsumsinya. Para pemasar harus memahami dimana konsumen tinggal, agar ia bisa menfokuskan kemana produknya akan dijual. Sebagai contoh, orang yang tinggal di desa akan memiliki akses terbatas kepada berbagai produk dan jas. Orang desa harus meninggalkan desanya untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi, ia harus ke kota lain, bahkan harus ke provinsi lain. Sebaliknya, konsumen yang tinggal di kotakota besar lebih mudah memperoleh semua barang dan jasa yang dibutuhkannya. Pengeluaran Pengeluaran merupakan indikator pendapatan rumah tangga (Sumarwan 2011). Dengan melihat pengeluaran kita juga dapat melihat daya beli seseorang. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarga. Karena alasan inilah, maka para pemasar perlu mengetahui pendapatan konsumen yang menjadi sasaran pasarnya, karena pendapatan konsumen akan menjadi indikator penting besarnya jumlah produk yang bisa dibeli konsumen. Pencatatan pendapatan dari semua anggota keluaga menjadi penting ketika diketahui bahwa rumah tangga tersebut memiliki lebih dari satu orang yang bekerja. Dari ringkasan mengenai karakteristik demografi konsumen menurut Sumarwan (2011) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pentingnya mengenai karakteristik demografi konsumen adalah untuk menentukan kelompok pasar yang akan menjadi target. Jika dikaitkan dengan komunikasi pemasaran, maka target pasar yang telah ditentukan berdasarkan karakteristik demografi tersebut perlu diberikan stimulus berupa bauran promosi. Dalam studi ini jenis kegiatan promosi yang digunakan merupakan pameran sehingga akan dianalisis hubungan antara karakteristik pengunjung dengan penilaian yang dilakukan terhadap pameran.
16
Kerangka Pemikiran Penilaian terhadap pameran tentu akan berbeda-beda setiap individu. Oleh karena itu, alangkah lebih baik apabila kita mengetahui karakteristik konsumen seperti apa yang memberikan penilaian terhadap pameran. Penilaian Media (Y1)
Karakteristik Pengunjung: (X1) a. b. c. d. e. f.
Usia (x1.1) Jenis Kelamin (x1.2) Pendidikan (x1.3) Pekerjaan (x1.4) Lokasi Demografik (x.1.5) Pengeluaran (x1.6)
- Daya Tarik (Attraction) (Y1.1) - Pemahaman (Comprehension) (Y1.2) - Penerimaan (Acceptability) (Y1.3) - Dorongan Bertindak (Persuation) (Y1.4)
Keterangan: : Berhubungan Gambar 2 Kerangka pemikiran
Hipotesis Penulisan Berdasarkan kerangka analisis di atas, maka hipotesis penulisannya adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara daya tarik dengan karakteristik pengunjung; 2. Terdapat hubungan antara penerimaan dengan karakteristik pengunjung; 3. Terdapat hubungan antara pemahaman dengan karakteristik pengunjung; dan 4. Terdapat hubungan antara dorongan bertindak dengan karakteristik pengunjung.
Definisi Operasional dan Pengukuran I. Karakteristik Pengunjung a) Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan aspek biologis yang dimiliki laki-laki dan perempuan yang bersifat kodrati. Jenis kelamin terdiri atas laki-laki dan perempuan, diukur menggunakan data nominal. b) Usia Usia merupakan lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Penulisan ini mengukur usia adalah lama waktu hidup responden dari lahir hingga pengisian kuesioner berlangsung berdasarkan hitungan tahun. Diukur menggunakan data interval. c) Pekerjaan Pekerjaan merupakan kegiatan utama yang dilakukan responden utuk mencari nafkah/ pendapatan/ menjalani kehidupan sehari-hari. Data yang digunakan adalah data nominal, dengan pembagian sebagai berikut.
17
- Pegawai Negeri Sipil - Pegawai Swasta - Wiraswasta - Tidak Bekerja - Lainnya d) Pendidikan Pendidikan diartikan sebagai jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh responden sampai waktu penulisan berlangsung. Tingkat pendidikan akan diukur menggunakan data ordinal. - SMP/Mts/Sederajat : diberi skor 1 - SMA/SMK/Sederajat : diberi skor 2 - Diploma/Sarjana/Master : diberi skor 3 e) Lokasi geografik Lokasi geografik merupakan tempat tinggal seorang konsumen. Menurut Sumarwan (2002) tempat tinggal akan mempengaruhi pola konsumsi. Diukur menggunakan data ordinal sebagai berikut. - Bogor : diberi skor 1 - Jadetabek (Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi) : diberi skor 2 - Luar Jadetabek : diberi skor 3 f) Pengeluaran Pengeluaran merupakan jumlah pengeluaran uang yang dilakukan oleh responden setiap bulannya. Pada variabel ini akan menyesuaikan dengan kondisi di lapang lalu akan diukur menggunakan data ordinal dengan pembagian sebagai berikut. - Tingkat pengeluaran kurang dari rata-rata tingkat pengeluaran responden di lapang : diberi skor 1 - Tingkat pendapatan sama dengan rata-rata tingkat pendapatan responden di lapang : diberi skor 2 - Tingkat pendapatan lebih dari rata-rata tingkat pendapatan responden di lapang : diberi skor 3
II. Penilaian terhadap pameran a) Daya Tarik (Attraction) Komponen yang menyatakan ketertarikan akan desain atau dekor tampilan pameran. Jumlah pernyataan dalam variabel ini 12 pernyataan. Pernyataan ada pada nomor 1-12. Diukur menggunakan skala ordinal dengan menggunakan skor: - Rendah : Skor 12-24 - Sedang : Skor 25-36 - Tinggi : Skor 37-48 b) Pemahaman (Comprehension) Komponen yang menyatakan pemahaman secara merinci dari pengunjung dari informasi yang diberikan. Jumlah pernyataan dalam variabel ini 12 pernyataan. Pernyataan ada pada nomor 28-39 Diukur menggunakan skala ordinal dengan menggunakan skor: - Rendah : Skor 12-16
18
- Sedang : Skor 17-21 - Tinggi : Skor 22-24 c) Penerimaan (Acceptability) Komponen yang menyatakan penerimaan pesan oleh pengunjung dengan baik dalam konteks tidak bertentangan dengan norma setempat. Jumlah pernyataan dalam variabel ini enam pernyataan. Pernyataan pada variabel ini ada pada nomor 13-18. Diukur dengan skala ordinal dengan menggunakan skor: - Rendah : Skor 6-11 - Sedang : Skor 12-18 - Tinggi : Skor 19-24 d) Dorongan Bertindak (Persuation) Komponen yang menyatakan dorongan untuk bertindak. Biasanya ditunjukan dengan pernyataan individu akan melakukan tindakan tertentu. Jumlah pernyataan dalam variabel ini sembilan pernyataan. Pernyataan ada pada nomor 19-27. Diukur menggunakan skala ordinal dengan menggunakan skor: - Rendah : Skor 9-18 - Sedang : Skor 19-27 - Tinggi : Skor 28-36
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penulisan Penulisan mengenai efektivitas komunikasi pemasaran ini menggunakan metode kuantitatif dengan dukungan data kualitatif. Pendekatan dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner kepada responden. Data kualitatif didapatkan melalui obervasi (pengamatan langsung) dan wawancara mendalam dilakukan kepada responden, wiraniaga, pengelola Dekranasda, serta UMKM yang menyetor barangnya pada pameran. Lokasi dan Waktu Lokasi penulisan ditentukan secara sengaja (purposive) oleh penulis, dengan pertimbangan: (1) mempunyai tugas utama untuk mempromosikan produk hasil kerajinan UMKM yang ada di Kota Bogor (2) menjalankan tugas utama dengan baik dilihat dari kegiatan pameran sudah berlangsung sampai skala internasional (3) merupakan pusat dari UMKM yang ada di Kota Bogor baik dalam penjual produk maupun kegiatan produksi. Penulisan ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Mei 2015. Kegiatan dalam penulisan ini meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi (Lampiran 2).
Teknik Pemilihan Responden dan Informan Penulisan mengenai analisis efektivitas komunikasi pemasaran ini merupakan penulisan kuantitatif namun didukung oleh data kualitatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner karena metode yang digunakan adalah metode survey. Data kualitatif akan diperoleh melalui hasil wawancara terstuktur dengan pihak Dekranasda baik manager pemasaran maupun pegawai. Populasi Sifat populasi dalam penulisan ini dapat dikatakan unknown (tidak diketahui) karena tidak ada pihak yang mempunyai data lengkap pengunjung mal. Oleh karena itu metode pengambilan sample menggunakan teknik accidental sampling. Gambaran populasi responden adalah setiap pengunjung yang mendatangi Mal Botani Square Bogor. Penentuan populasi berdasarkan letak pameran yang berada di dalam Mal Botani Square sehingga setiap orang yang memasuki mempunyai potensi untuk menjadi responden.
20
Sampel Responden penulisan ini adalah semua pengunjung yang mendatangi gerai sehingga variabel dalam penulisan ini menjadi relevan untuk diteliti. Responden pameran dapat bersifat eksperimental karena merupakan pengunjung yang sudah benar-benar memasuki pameran. Unit analisis dalam penulisan ini adalah individu. Responden dalam penulisan ini berjumlah 90 orang berdasarkan perhitungan triple time, yaitu penyebaran kuesioner yang telah dilakukan pada: - Hari : Senin, Rabu, dan Sabtu - Waktu : 11.00, 14.00, 18.00 Penulisan ini berlangsung selama dua minggu. Dalam satu waktu telah diambil lima responden. Maka perhitungannya menjadi 5 (dalam satu waktu) x 3 (dalam satu hari) x 3 (dalam satu minggu) x 2(minggu) = 90 responden.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah seluruh data terkumpul secara kuantitatif maka akan dilakukan pengkodean yang akan berlanjut pada tahap perhitungan presentase jawaban dengan menggunakan sistem tabulasi silang. Data tersebut akan diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 16.0. Pengolahan dan analisis data konsumen menggunakan Rank Spearman untuk data ordinal dan Chi-Square untuk data nominal.Ukuran variabel menggunakan pernyataan-pernyataan yang didorong dengan pilihan sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Variabel yang akan di uji korelasi adalah antara karakteristik konsumen dengan penilaian terhadap pameran.
21
GAMBARAN UMUM
Profil Dekranasda Kota Bogor Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) merupakan stakeholder pemerintah yang bergerak pada bidang promosi kerajinan dari tingkat nasional, provinsi, hingga kota/kabupaten. Dekranasda Kota Bogor diresmikan pada tanggal 26 Februari 2008 oleh Walikota Bogor dan saat ini diketuai oleh Ibu YAA selaku istri dari Walikota Bogor. Hal tersebut juga berlaku hingga tingkat nasional dimana kepengurusan dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Berikut merupakan lambang dari Dekranasda Kota Bogor.
Gambar 3 Logo Dekranasda Kota Bogor Jabatan tertinggi kepengurusan Dekranasda diduduki oleh para pejabat pemerintahan, namun dalam pelaksanaannya pemerintah memerlukan bantuan pihak lain. Dekranasda Kota Bogor bekerjasama dengan Koperasi Daerah dan pengusaha atau pihak swasta yang mempunyai dua tempat untuk menjual hasil kerajinan, yaitu di Jl. Bina Marga No. 1B Kelurahan Baranang Siang, Kecamatan Bogor Timur, yang berupa galeri dan di lantai P2 Mal Botani Square Bogor, berupa pameran yang sudah berlangsung sejak Januari 2015. Dekranasda Kota Bogor menampung segala hasil kerajinan yang dibuat oleh pelaku UMKM Kota Bogor. Sistem yang digunakan adalah sistem konsinyasi dimana pelaku UMKM dapat menitipkan barangnya pada Dekranasda Kota Bogor namun, jika dalam rentan waktu yang ditentukan barang tidak terjual maka akan dikembalikan kepada pelaku UMKM dan kemudian dilakukan evaluasi bersama. Persyaratan utama untuk dapat menitipkan barang pada Dekranasda tidak lah sulit, hanya menunjukkan identitas yang menunjukkan pelaku berasal dari Kota Bogor. Setelah menunjukkan identitas, maka akan dilakukan survei produk yang akan dijual. Produk kerajinan yang akan dijual, dinilai oleh para pengelola Dekranasda Kota Bogor dari pihak swasta yaitu Bapak SPD, Ibu TN, dan Bapak AVN Saat ini terdapat 120 pengrajin yang mendaftarkan UMKMnya ke Dekranasda Kota Bogor. Tidak heran apabila terus terjadi peningkatan jumlah pengrajin yang mendaftar, karena tidak ada kerugian berarti yang akan dialami oleh pengrajin. Diahnisa (2015) menyatakan bahwa dilihat dari aset dan tingkat penjualan mayoritas UMKM yang menjadi anggota Dekranasda berada pada klasifikasi
22
mikro. Tugas utama dari Dekranasda Kota Bogor adalah sebagai sumber informasi dan media promosi bagi para pengrajin yang mendaftar. Alat promosi yang digunakan berupa pameran dari mulai tingkat lokal, nasional, hingga internasional. Produk yang dipromosikan melalui lembaga ini sudah sampa ke kota/negara Abu Dhabi, Dubai, Malaysia, dan Filipina. Sedangkan di tingkat nasional, pengrajin diuntungkan dengan adanya International Handicraft Trade Fair (INACRAFT), yang merupakan pameran tingkat nasional yang rutin diselenggarakan setiap tahun. Keuntungan tersebut berkorelasi dengan kewajiban pengrajin kepada Dekranasda. Pengrajin memberikan hasil keuntungannya sebesar 10% kepada pengelola Dekranasda Kota Bogor. Biaya kompensasi tersebut digunakan untuk membayar pajak, biaya perawatan, dan utilitas (air, listrik, biaya sewa tukang angkat). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, beliau menyatakan bahwa tidak terdapat keuntungan yang berarti dalam mengelola Dekranasda Kota Bogor, akan tetapi jika sudah mencintai produk kerajinan lokal maka uang tidak ada artinya. Pengelola juga menyatakan bahwa pameran di Mal Botani Square jauh lebih efektif dibandingkan galeri utama dilihat dari banyaknya jumlah pembeli dalam sebulan. Dekranasda Kota Bogor selain berfungsi sebagai pusat informasi dan promosi, juga dirancang untuk menjadi pusat seluruh kegiatan pengrajin dalam melakukan aktivitas sebagai usaha mengembangkan kerajinan di Kota Bogor. Dengan rancangan tersebut dipercaya bahwa pengrajin Kota Bogor akan terus berkembang tidak hanya dalam meningkatkan kualitas produk, akan tetapi terus meningkatkan kreativitas yang berbasis kerajinan Kota Bogor.
Profil Pelaksanaan Pameran Dekranasda di Mal Botani Squre Pameran merupakan alat promosi andalan yang digunakan oleh Dekranasda Kota Bogor dalam mempromosikan produk kerajinan yang mereka tamping dari UMKM yang ada di Kota Bogor. Pameran di Mal Botani Square berlangsung dari Januari hingga Desember 2015 sesuai dengan kontrak yang disepakati dengan pihak pengelola mal. Tempat diselenggarakan pameran ini berada di lantai bawah mal/ P2 yang merupakan satu-satunya jalan menuju lantai atas jika pengunjung mal parkir di lantai bawah. Pelaksanaan pameran dilakukan setiap hari dengan mengikuti jam operasional mal yaitu buka pada pukul 10.00 dan tutup pada pukul 21.00 malam. Terdapat setidaknya satu orang yang menjaga kasir untuk melakukan transaksi pembelian dan pembukuan serta satu orang wiraniaga yang bertugas untuk melayani pengunjung pameran. Variasi jenis produk kerajinan yang dipamerkan berupa kain batik, lukisan, pakaian, pajangan, vas bunga, bingkai, gantungan kunci, peralatan memasak, aksesoris wanita, alat tulis, meja makan, wayang, hingga bantal tidur. Produk yang dijual rata-rata memiliki ciri khas yang menunjukkan asal produk yaitu Kota Bogor seperti pajangan berbentuk tugu kujang lalu kaos yang bertuliskan kalimat sunda atau pemandangan yang ada di
23
Kota Bogor. Contoh gambar jenis-jenis barang yang ditawarkan pada pameran Dekransda Kota Bogor di Mal Botani Square.
Gambar 4 Contoh produk pada pameran Dekranasda Kota Bogor Data yang diperoleh dalam tiga bulan terakhir, jenis barang yang banyak dibeli adalah kaos, pin, dan aksesoris. Hal ini terjadi mungkin karena harga jenis barang tersebut tidak terlalu mahal sehingga tidak diperlukan pertimbangan yang terlalu matang dalam membeli produk tersebut. Lain halnya dengan menjual satu set meja makan yang mencapai harga jutaan rupiah yang tentunya memerlukan pertimbangan yang sangat matang. Kisaran harga yang dijual pada pameran dari Rp2 500 hingga Rp7 500 000. Jika pada hari-hari tertentu pihak pengelola memberikan diskon, seperti pada saat ulang tahun mal atau saat ulang tahun Kota Bogor. Kepengurusan Dekranasda yang diduduki oleh para pejabat pemerintah membawa keuntungan bagi pihak pengelola pameran. Salah satu contohnya adalah tidak ada biaya pokok yang diminta oleh pihak pengelola mal kepada pihak pengelola, padahal untuk membuka usaha di dalam mal membutuhkan biaya yang cukup banyak. Namun, hal tersebut menyebabkan pihak pengelola pameran sungkan dalam melakukan negosiasi dengan pihak pengelola mal yang berkaitan dengan efektivitas pameran. Hal tersebut dikemukakan oleh pengelola karena menyadari bahwa lagu dan pencahayaan merupakan elemen penting dalam menarik minat pengunjung. Pihak pengelola mengakui bahwa terjadi peningkatan pembelian setelah diadakan pameran tersebut berada di Mal Botani Square. Pernyataan tersebut didukung dengan data yang diberikan oleh pihak pengelola yaitu omzet pada bulan Januari – Februari 2015 yang mencapai Rp28 509 914 sedangkan pada galeri utama di Bina Marga hanya mencapai Rp 6 000 000. Namun beberapa pelaku UMKM tidak sependapat pihak pengelola, pasalnya berdasarkan hasil
24
wawancara dengan salah seorang pelaku UMKM, beliau justru sama sekali tidak merasa diuntungkan dengan adanya pameran Dekranasda di mal karena sudah tiga bulan tidak satupun produk beliau laku terjual. Perbedaan pendapat antara pihak pengelola dengan pelaku UMKM bisa dikarenakan jenis barang yang dijual. Hasil pembukuan dari pihak pengelola menunjukkan bahwa produk yang banyak dibeli adalah gantungan kunci, kaos khas bogor, serta aksesoris wanita. Produk yang dijual oleh pelaku UMKM adalah sarung bantal, taplak meja, dan sebagainya. Pelaku usaha UMKM justru lebih diuntungkan dengan adanya International Handicraft Trade Fair (INACRAFT), bahkan mengatakan bahwa perbandingan keuntungan dengan pameran di mal adalah 90:10. Pelaku UMKM juga mengatakan bahwa pameran yang diadakan kurang menarik dilihat dari kurangnya variasi produk dan tempatnya yang tidak terlalu strategis. Maka tidak heran apabila pelaku mengatakan bahwa pameran tersebut tidak efektif karena membandingkannya dengan acara pada tingkat nasional, sedangkan pihak mengelola mengatakan efektif karena membandingkan dengan galeri pameran pada tingkat daerah. Observasi penulis mengenai tempat pameran Dekranasda di Mal Botani Square adalah letaknya kurang strategis, karena hanya dapat menjangkau pengunjung mal yang membawa motor dan sebagian pengunjung mal yang membawa mobil. Meskipun berada pada jalan utama yang harus dilalui pengunjung dari lantai bawah, namun pameran ini tidak mampu menjangkau pengunjung mal yang masuk dari pintu-pintu utama mal yang letaknya berada tepat satu lantai diatas lantai pameran. Kemungkinan pengunjung mal yang melalui pintu utama untuk mampir ke pameran sangatlah minim, karena pada lantai bawah tempat diadakan pameran hanya terdapat pameran tersebut dan parkiran. Selain itu, pengunjung mal yang membawa motor pun tidak semuanya tertarik dengan pameran, karena berdasarkan pengamatan penulis terdapat beberapa pengunjung mal yang hanya melewati pameran tanpa melihat produk atau dekorasi pameran. Maka dapat dikatakan bahwa pihak pengelola kurang tepat dalam memperhitungkan posisi pameran dan pasar yang menjadi target. Pernyataan tersebut ternyata tidak sependapat dengan pihak pengelola sekaligus wiraniaga yang ada pada pameran. Mereka mengatakan bahwa pameran tersebut sudah strategis karena merupakan jalan utama bagi para pengendara mobil dan motor yang memparkirkan kendaraannya di lantai terbawah. Wiraniaga menyampaikan dengan yakin karena sering mendapati pengunjung yang langsung membeli produk. Namun setelah diwawancara lebih lanjut, wiraniaga mengakui bahwa daya beli mayoritas pengunjung pameran dapat dikatakan rendah, karena sangat jarang produk seperti sofa set, lemari kaca, dan produk lainnya yang harganya lebih dari Rp500 000 dibeli oleh pengunjung. Merujuk pada Evelina (2005) yang berhubungan dengan komponen daya tarik adalah warna dekorasi pameran yang harusnya merupakan warna yang cerah. Akan tetapi observasi penulis menyatakan bahwa warna dekorasi memang bukan merupakan warna yang cerah karena warna yang mendominasi adalah warna coklat tua dan coklat muda keemasan. Wiraniaga menyampaikan bahwa pameran ramai pada akhir minggu dan sangat sepi pada awal minggu. Hal tersebut sangat sesuai dengan pengamatan penulis setidaknya dalam mencari responden. Pada awal minggu, penulis dapat
25
menghabiskan waktu sepanjang hari untuk mendapatkan responden, sedangkan pada akhir minggu penulis hanya membutuhkan waktu 60 menit untuk mendapatkan lima responden dalam satu waktu sesuai dengan teknik pengambilan responden yang telah ditentukan. Dari segi pengelolaan, keramaian pengunjung pada akhir minggu merupakan suatu keuntungan yang cukup merepotkan. Keuntungannya adalah kesempatan produk terjual menjadi lebih besar, namun merepotkan karena jumlah wiraniaga yang bekerja hingga saat ini hanyalah satu orang. Maka tidak jarang pada akhir minggu pihak pengelola yang semestinya hanya bertugas sebagai kasir justru membantu wiraniaga untuk melayani pelanggan yang bertanya-tanya. Situasi seperti ini memang sudah dikhawatirkan pihak pengelola sebelumnya, mereka mengakui bahwa sedang mencari wiraniaga tambahan setidaknya satu orang untuk mendampingi wiraniaga yang ada. Namun, hingga sekarang belum menemukan karakter yang sesuai dengan yang diharapkan. Wiraniaga merupakan elemen penting dalam efektivitas pameran, karena merupakan salah satu elemen yang diukur untuk melihat penilaian terhadap pameran. Wiraniaga semestinya mempunyai sifat yang santun dan sopan dalam betutur kata serta memiliki kemampuan dalam berinteraksi karena berhubungan langsung dengan calon pembeli. Penampilan yang menarik dapat menjadi nilai lebih bagi seorang wiraniaga. Berdasarkan pengamatan penulis, wiraniaga yang ada sudah dapat dikatakan sopan dan santun, serta interaktif dengan calon pembeli. Selain itu, wiraniaga juga sudah menguasai materi yang ada karena mampu menjawab semua pertanyaan pembeli tanpa harus bertanya pada pihak pengelola. Materi tersebut antara lain mengenai harga, jenis lain produk, serta kepengurusan. Pameran merupakan salah satu komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Dekranasda Kota Bogor. Salah satu bentuk komunikasi yang penting dan mudah untuk dimengerti adalah komunikasi verbal. Dalam hal ini, pihak yang melakukan komunikasi verbal dan bertatap muka langsung dengan pengunjung pameran adalah wiraniaga. Oleh karena itu, tidak menjadi masalah apabila pihak pengelola sedikit selektif dalam memilih wiraniaga karena mempunyai peranan penting dalam komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Dekranasda Kota Bogor. Seperti yang disampaikan oleh Jefkins (1994) yang menyatakan bahwa kepercayaan, kredibilitas, dan nama baik suatu perusahaan bisa dikokohkan dengan bertatap muka secara langsung dengan para pengunjung pameran baik itu pengunjung biasa maupun pengunjung bisnis seperti para distributor yang notabene merupakan calon pelanggan. Uraian di atas tidak hanya berhubungan dengan komponen daya tarik saja, komponen penerimaan dari suatu pameran salah satunya diukur dari bagaimana wiraniaga berpakaian dan bertutur kata. Mengenai komponen penerimaan, karena merupakan pameran yang diselenggarakan dengan tema Kota Bogor sudah seharusnya konsep yang dibangun adalah nuansa khas Sunda. Berdasarkan pengamatan penulis, dekorasi pada pameran sudah sesuai dengan adat Sunda karena menggunakan bambu-bambu. Akan tetapi pada produk yang ditawarkan, masih terdapat kerajinan yang bukan berasal dari Sunda seperti pajangan dari kayu, ukiran-ukiran dari kayu yang identik dengan kerajinan Jawa Tengah. Hal serupa diakui oleh salah seorang pelaku UMKM yang memproduksi kerajinan pajangan tugu kujang. Beliau menyebutkan bahwa setidaknya barang khas Bogor
26
seharusnya diletakkan ditempat yang paling strategis karena ini merupakan dewan kerajinan daerah. Pernyataan tersebut diakui oleh pihak pengelola, mereka menyatakan bahwa kerajinan khas Bogor itu terlalu sempit dan sedikit sehingga hanya akan membatasi kreativitas dari pengrajin. Oleh karena itu, pihak pengelola hanya menetapkan syarat yakni pengrajin harus mempunyai kartu tanda penduduk (KTP) Bogor, sedangkan produknya boleh diproduksi dimana saja dan tidak harus berupa kerajinan khas Bogor. Selain berkaitan dengan komponen penerimaan, sumber daya manusia berupa wiraniaga juga sangat dibutuhkan pada komponen pemahaman. Pasalnya, informasi melalui poster atau media lain sangat minim sekali pada pameran. Informasi yang didapatkan oleh pengunjung pameran hanya berupa harga dan itupun tidak semua produk ditempeli label harga. Informasi yang berguna bagi pengunjung setidaknya mampu meningkatkan keinginan pengujung dalam membeli produk.
Deskripsi Karakteristik Pengunjung Pameran Responden dalam penulisan ini adalah pengunjung mal yang melewati gerai pameran Dekranasda Kota Bogor di Mal Botani Square. Artinya, responden merupakan pengunjung yang memang sudah memasuki pameran dan bersedia untuk diwawancarai sehingga dapat dikatakan ini merupakan penelitian eksperimental. Beberapa pengunjung pameran yang telah memenuhi kriteria sebagai responden tidak bersedia untuk diwawancarai, hal tersebut yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini. Pemilihan responden berdasarkan pendekatan lapang yang dilakukan yaitu pada awal minggu, tengah minggu, dan akhir minggu. Dalam satu hari diambil 15 reponden yang merupakan akumulasi dari tiga waktu yang ditentukan yaitu pukul 11.00; 14.00; 18.00 dimana setiap waktu diambil lima responden. Pengambilan data dilakukan dari tanggal 4-16 Maret 2015. Karakteristik pengunjung pameran Dekranasda dalam rentan waktu tersebut dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan sifat biologis yang menetap pada pengunjung pameran sesuai dengan yang tertulis dalam kartu identitas mereka. Berdasarkan Tabel 4, mayoritas pengunjung pameran adalah perempuan dengan jumlah 54 pengunjung (60%), sedangkan laki-laki berjumlah 36 pengunjung (40%). Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya barang yang ditawarkan pada pameran adalah aksesoris, perhiasan, pajangan rumah, serta kain-kain yang erat kaitannya dengan perempuan. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil pengamatan penulis yang menemuka bahwa pengunjung wanita yang lebih sering melihat-lihat produk meskipun pengunjung mal laki-laki yang melewati pameran tidak kalah jumlah. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola yang bertugas
27
sebagai kasirpun membenarkan bahwa lebih sering melakukan transaksi dengan perempuan dibandingkan laki-laki
Tabel 3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik responden pameran Dekranasda Kota Bogor di Mal Botani Square tahun 2015 Karakteristik pengunjung Kategori Laki- laki Jenis Kelamin Perempuan
Usia
Pekerjaan
Pendidikan
Pengeluaran
Lokasi Demografik Total
36 54
Persentase Rata(%) rata 40.0 60.0
Rendah (16-19) Sedang (20-27)
21 52
23.3 57.7
Tinggi (>27) PNS
17 1
19.0 1.1
Pegawai Swasta
17
18.9
Wiraswasta
9
10.0
Tidak Bekerja Publik
63
70.0
Rendah (SMP)
14
15.6
Sedang (SMA) Tinggi (Diploma/S1/S2) Rendah (< 880 ribu) Sedang (880 ribu – 2.6 juta)
55 21 22 56
61.1 23.3 24.4 62.2
Tinggi (2.6 juta) Bogor
12 84
13.4 93.3
Jabodetabek Luar Jabodetabek
2 4
2.2 4.5
90
100
Jumlah
24
1 743 889
Usia Usia merupakan lama hidup pengunjung sejak dilahirkan hingga menjadi responden dalam hitungan tahun. Usia pengunjung pameran berada pada kisaran 16 tahun hingga 52 tahun. Terlihat dalam tabel bahwa mayoritas pengunjung berada pada usia 20-27 tahun mencapai 57.7% dari total 90 responden. Sedangkan pada kategori rendah (<20 tahun) terdapat 21 responden, dan pada kategori tinggi (>27 tahun) terdapat 17 responden. Pembagian umur responden tersebut berdasarakan data emik yaitu disesuaikan dengan kondisi lapang. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Jika merujuk kepada data responden berdasarkan karakteristik usia, maka dapat dinyatakan
28
bahwa yang lebih menyukai produk kerajinan Kota Bogor adalah pengunjung pada kisaran umur 20-27 tahun karena sudah mempunyai keinginan untuk melihat-lihat produk meskipun belum dapat diketahui apakah berakhir pada pembelian produk atau tidak. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan merupakan profesi atau aktivitas sehari-hari yang sedang dilakukan oleh responden. Jenis pekerjaan dibagi menjadi empat kategori yaitu 1) Pegawai Negeri Sipil (PNS), 2) Pegawai Swasta, 3) Wiraswasta, dan 4) Tidak bekerja publik dimana ibu rumah tangga dan pelajar masuk kedalam kategori tidak bekerja. Jumlah responden terbanyak terdapat pada kategori tidak bekerja sebanyak 63 reponden atau 70% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit berada pada kategori PNS yakni hanya terdapat satu orang responden. Hal ini mungkin disebabkan karena empat dari enam hari proses pengambilan data merupakan hari kerja dimana memungkinkan hanya yang tidak bekerja untuk mengunjungi mal tempat diadakannya pameran. Ditelaah lebih lanjut, mayoritas dari pengisi kategori tidak bekerja merupakan pelajar/ mahasiswa. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan letak geografis mal yang berada pada pusat kota dan berada pada sekitar sekolah/ kampus. Dalam pendekatan lapang, syarat untuk menjadi responden adalah pengunjung mal yang memperhatikan gerai pameran. Sehingga apabila terdapat segerombol mahasiswa maka setiap mahasiswa yang ada berhak untuk menjadi responden. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh responden. Dari total keseluruhan responden, pada karakteristik tingkat pendidikan mayoritas pada Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mencapai persentase sampai 61.1%. Pengelompokan dijadikan tiga kategori yaitu Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan satu kategori termasuk Diploma/Sarjana/ dan Pasca Sarjana berdasarkan pertimbangan jumlah responden pada kategori ini hanya sedikit yaitu 21 responden. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan, juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pernyataan tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan menentukan bagaimana orang menentukan sikap akan sesuatu yang dalam studi ini berkaitan dengan bagaimana tingkat pendidikan menentukan penilaian responden terhadap pameran.
Tingkat Pengeluaran Karakteristik pengunjung selanjutnya adalah tingkat pengeluaran. Karakteristik ini merupakan salah satu aspek dengan sensitivitas tinggi karena berkaitan dengan keadaan ekonomi seseorang yang dalam studi ini merupakan
29
responden penulisan. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa konsumen merasa tidak nyaman jika harus mengungkapkan pendapatan yang diterimanya, dan sebagian merasa bahwa pendapatan adala suatu hal yang bersifat pribadi sehingga sangat sensitif jika diberitahukan kepada orang lain, sehingga konsumen tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. Saat melakukan pengambilan data, banyak responden yang bertanya ulang apakah pertanyaan yang diberikan oleh penulis harus dijawab atau tidak. Artinya, terdapat keraguan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Meskipun mayoritas responden hanya memberikan spekulasi jumlah pengeluarannya dalam sebulan, namun data telah didapatkan dan dibagi menjadi tiga kateori berdasarkan perhitungan data emik, yang hasilnya 22 responden berada pada kategori rendah (< Rp880 000), 56 responden berada pada kategori sedang (Rp880 000 - Rp2 600 000), dan 12 responden berada pada kategori tinggi (>Rp2 600 000). Data yang didapatkan tidak seperti perkiraan penulis yang akan sangat tinggi dengan pertimbangan responden merupakan pengunjung mal. Namun,karena mayoritas jumlah responden tidak bekerja dan waktu dilaksanakannya pengambilan data, hal tersebut mempengaruhi tingkat pengeluaran yang dimiliki oleh responden.
Lokasi Geografik Lokasi geografik merupakan letak tempat tinggal responden setidaknya dalam satu bulan terakhir dengan ukuran kota. Berdasarkan pertimbangan penulis mengenai letak diselenggarakannya pameran, maka pembagian kategori mengenai lokasi geografik adalah Bogor, Jabodetabek, dan Luar Jabodetabek dimana semakin jauh lokasi geografik responden tersebut maka akan mendapatkan nilai lebih tinggi. Mayoritas responden bertempat tinggal di Bogor baik kota maupun kabupaten dan mencapai angka 84 responden alias 93.3%. Namun,terjadi ketidakbiasaan, yaitu responden dari luar Jabodetabek terdapat empat responden (4.5%) yakni dua kali lipat lebih banyak dari dalam Jabodetabek yang hanya dua responden (2.2%) meskipun dalam satuan yang kecil. Pengumpulan data terkumpul pada kategori rendah, yaitu responden yang berasal dari Bogor bukan merupakan sesuatu yang tidak lazim. Pasalnya mal bukan merupakan tempat wisata yang unik yang dapat membuat seseorang rela untuk berpergian jauh hingga ke luar kota hanya untuk datang ke mal. Jika terdapat beberapa responden yang berasal dari luar Jabodetabek, tidak berarti bahwa ia datang hanya untuk melihat pameran Dekranasda atau hanya untuk mampir ke mal itu saja, seperti yang dipaparkan oleh salah satu responden berikut. Pernyataan salah satu responden tersebut menggambarkan bahwa motivasi untuk mendatangi pameran dapat dikatakan rendah melihat tingkat pengetahuan responden mengenai pameran yang minim. Namun, dari pernyataan yang sama dan beberapa data kualitatif lainnya dapat disimpulkan bahwa gerai pameran cukup menarik untuk dapat membuat pengunjung mal mendatangi pameran. Daya tarik merupakan salah satu variabel lain yang diukur dan akan dijelaskan lebih rinci pada variabel penilaian terhadap pameran.
30
PENILAIAN TERHADAP PAMERAN
Jefkins (1997) menyatakan bahwa pameran merupakan satu-satunya media periklanan yang menyentuh semua panca indera: mata, telinga, lidah, hidung, dan kulit. Oleh karena itu, dalam menyelenggarakan suatu pameran perlu ketelitian dalam memperhatikan setiap aspek yang ada dalam pameran karena erat kaitannya dengan penilaian pengunjung. Jika merujuk pada Jefkins (1997), pameran yang diselenggarakan oleh Dekranasda mendekati jenis pameran tertutup dalam ruangan karena dilaksanakan karena satu sponsor saja yang dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Bogor. Pameran yang masuk ke dalam jenis media lini bawah merujuk pada Tjiptono (2008), dapat dinilai mengenai efektivitasnya dengan komponen efektivitas media yang disampaikan oleh Bertrand (1978), yaitu: Attraction, Comprehension, Acceptability, Self-involvement, dan Persuation. Komponen efektivitas ini merupakan tolak ukur bagi sebuah media, sehingga sesuai apabila diterapkan pada pameran karena pameran juga merupakan jenis media lini bawah menurut Tjiptono (2008). Saat melakukan penilaian terhadap pameran tentunya pengunjung akan lebih kritis karena telah melihat secara langsung bagaimana setiap sudut pameran tersebut. Pengunjung juga telah difasilitasi untuk dapat bertanya apapun mengenai pameran kepada wiraniaga yang ada, sebelum diberikan pertanyaan melalui kuesioner oleh penulis. Setelah mendapatkan 90 responden, dan mengategorikan sesuai dengan rancangan yang telah dibuat, maka hasil dari penilaian keseluruhan responden mengenai pameran dijelaskan dalam Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan persentase pesponden berdasarkan penilaian terhadap pameran Dekranasda di Mal Botani Square tahun 2015 Penilaian Pameran Daya Tarik (Attraction) Pemahaman (Comprehension) Penerimaan (Acceptability)
Dorongan Bertindak (Persuation) Total
Kategori
Jumlah
Rendah
0
Persentase (%) 0
Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah
48 42 17 72 1 1
53.3 46.7 18.9 80.0 1.1 1.1
Sedang
45
50
Tinggi
44
48.9
Rendah
1
1.1
Sedang Tinggi
65 24
72.2 26.7 100
90
32
Daya Tarik (Attraction) Daya tarik atau attraction merupakan komponen pertama dalam menilai efektivitas media pameran. Secara garis besar pameran harus mampu menarik perhatian setiap orang yang menjadi target pasar diselengarakannya pameran tersebut. Pernyataan itu didukung oleh Jefkins (1997) yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik pameran adalah mudah menarik perhatian. Penjelasan karakteristik tersebut dalam buku yang berjudul „Periklanan‟ ini, yaitu kelebihan utama pameran terletak dalam kemampuannya membangkitkan dan mengarahkan perhatian khalayak/ konsumen kepada subjek yang dipamerkan, sehingga dengan demikian menarik minat banyak orang, dan tidak jarang para pengunjung pameran tersebut sengaja datang dari tempat yang amat jauh. Pameran Dekranasda Kota Bogor tentunya harus mampu menarik perhatian sebagai salah satu strategi awal untuk meningkatkan jumlah pembeli produk kerajinan. Pihak pengelola harus memperhatikan mengenai penataan produk, lalu lintas pameran, bagaimana wiraniaga berinteraksi dengan pengunjung, lagu yang dimainkan, warna dasar pada pameran, pencahayaan, serta hiasan guna memperindah dekorasi pameran. Elemen tersebut berasal dari beberapa rujukan yang menyatakan bahwa dalam meningkatkan daya tarik pameran harus memperhatikan hal-hal tersebut. Mayoritas responden telah memberikan penilaiannya bahwa pameran sudah menarik. Pernyataan tersebut juga didukung dengan hasil olah data sebelumnya yang menunjukkan bahwa skor responden berada pada kategori tinggi 46.7% dan kategori sedang 53.3% pada komponen daya tarik. Namun terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki dilihat dari jumlah responden yang memberikan penilaian tidak setuju atau bahkan sangat tidak setuju. Pihak pengelola pameran perlu memperhatikan mengenai warna dekorasi pada pameran. Terdapat 27 responden yang menyatakan bahwa warna dekorasi pada pameran bukan merupakan warna yang cerah dan 3 responden. Konsep pameran yang mengangkat budaya Sunda menyebabkan dekorasi pameran yang menggunakan bambu-bambu untuk menjadi tempat dijualnya produk sehingga pihak pengelola tidak merubah warna asli dari bambu tersebut yang memang bukan merupakan warna yang cerah. Begitupun juga dengan warna yang kontras pada pameran, terdapat 22 responden yang tidak setuju bahwa terdapat warna yang kontras dengan warna dekorasi pameran. Hal tersebut benar adanya karena pada pameran hanya terdapat warna bambu, yaitu cokelat keemasan dan warna tali pengikatnya yaitu cokelat tua. Warna tersebut hanya didukung dengan warna produk yang bervariasi. Selain itu, terdapat 20 responden tidak mendapatkan informasi berada pada sekitar produk terutama mengenai UMKM yang membuat dan harga produk. Akibatnya, pengunjung harus melakukan aktivitas tambahan yang salah satunya adalah bertanya kepada wiraniaga. Mengingat jumlah wiraniaga yang sangat terbatas, tentu hal ini akan menjadi kendala bagi pihak pengelola. Hal tersebut juga dapat menjadi pertimbangan pihak pengelola untuk menjadikan syarat bagi UMKM agar memberikan merek bagi setiap produk yang akan diproduksinya. Pernyataan – pernyataan tersebut sesuai dengan hasil kuantitatif yang dapat dilihat pada Tabel 5.
33
Tabel 5
Jumlah responden pada setiap pertanyaan dalam indikator komponen daya tarik (attraction)
Indikator Komponen Attraction Pernyataan
Jumlah Responden Pada Setiap Penyataan SS
S
TS
STS
Produk pada pameran tertata rapih
38
49
3
0
Saya dapat berjalan dengan baik tanpa harus berdesakan dengan pengunjung lain
51
36
2
1
Wiraniaga ramah kepada pengunjung
18
57
12
3
Wiraniaga dapat berinteraksi dengan baik
16
55
15
4
Lagu yang ada pada pameran enak didengar karena volumenya tidak terlalu keras
25
51
9
0
Informasi mengenai produk berada pada sekitar produk
10
57
20
3
Saya dapat dengan mudah memusatkan perhatian pada pameran
15
59
14
2
Terdapat warna yang mendominasi pameran
16
56
18
0
Warna yang terdapat pada pameran merupakan warna yang cerah
16
44
27
3
Warna lain pada dekorasi kontras dengan warna dominan
8
58
22
2
Pencahayaan pada pameran sudah baik
13
64
13
0
Terdapat hiasan-hiasan yang memperindah dekorasi pameran
17
58
14
1
Tabel 5 menunjukkan bahwa pihak pengelola pameran perlu mempertahankan kerapihan dalam menata produk serta lalu lintas yang lancar pada pameran. Kedua elemen tersebut merupakan elemen dengan jumlah responden tertinggi sehingga perlu bagi pihak pengelola menjaga kondisi tersebut tetap baik. Produk pada pameran sudah tertata dengan baik karena pihak pengelola tidak perlu menata ulang produk setiap harinya. Wiraniaga hanya perlu mengontrol apabila ada produk yang jatuh atau sedikit bergeser saat pameran belum dibuka. Lalu lintas pada pameran selama dilakukan penelitian tidak pernah mengalami kepadatan karena ruang pameran yang cukup luas. Namun, terdapat suatu hal yang tidak sesuai dengan pengamatan penulis, yakni mengenai pencahayaan pada pameran. Penulis melihat bahwa masih terdapat sudut-sudut yang kurang diperhatikan pencahayaannya, akan tetapi hanya terdapat 13 responden berpendapat serupa atau dengan kata lain menyatakan bahwa pencahayaan pada pameran belum baik.
34
Pemahaman (Comprehension) Komponen pemahaman (comprehension) merupakan komponen yang erat kaitannya dengan aspek kognitif seseorang. Komponen ini menekankan tingkat pengetahuan pengunjung mengenai keseluruhan pameran. Bertrand (1978) memberikan penjelasan mengenai komponen ini dengan melontarkan sebuah pertanyaan, apakah pesan yang disampaikan sudah benar-benar dimengerti? Apakah ada alternatif lain untuk membuat pesan itu semakin dimengerti? Hasil dari pernyataan pada komponen pemahaman ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6
Jumlah responden pada setiap pertanyaan dalam indikator komponen pemahaman (comprehension)
Indikator Komponen Comprehension Pernyataan
Jumlah Responden Pada Setiap Penyataan Benar
Salah
Pameran Dekranasda hanya menjual produk kerajinan
18
72
Terdapat produk kerajinan bahan Batik Bogor pada pameran
87
3
Hanya terdapat satu jenis gantungan kunci yang ada di pameran
62
28
Bingkai yang terdapat pada pameran hanya berfungsi sebagai dekorasi pameran
45
45
Produk kerajinan yang ditawarkan berasal dari UMKM Kota dan Kabupaten Bogor
7
83
Harga yang tertera pada produk sudah termasuk pajak
73
17
Terdapat kerajinan gelang dan aksesoris wanita pada pameran
81
9
Terdapat merek dari setiap UMKM pada semua produk pameran
18
72
Pameran Dekranasda hanya berlangsung selama satu minggu
47
32
Pameran dibatasi oleh papan petunjuk nama „Dekranasda Kota Bogor‟
26
64
Salah satu ciri khas kerajinan Bogor adalah Tugu Kujang
81
9
Dekranasda merupakan perusahaan independent yang menampung produk kerajinan UMKM
13
77
35
Tabel 6 menunjukan jumlah responden pada setiap indikator penentu kategori skor responden dalam memberikan penilaian terhadap pameran. Khusus pada komponen ini, responden akan diberikan dua pilihan yaitu benar atau salah. Pernyataan yang ada pada komponen ini tidak semuanya benar dan tidak semuanya salah. Penulis memberikan urutan pernyataan acak agar data yang diperoleh benar-benar menggambarkan bagaimana tingkat pengetahuan responden akan setiap elemen pada pameran ini. Jika melihat pada hasil pengkategoriannya, terdapat 18.9% responden pada kategori rendah, 72.2% reponden pada kategori sedang, dan hanya 1.1% pada kategori tinggi. Data jumlah responden pada setiap pertanyaan seperti ditunjukkan pada Tabel 6 menyatakan sejumlah 83 responden tidak mengetahui dengan pasti darimana produk yang ada pada pameran tersebut berasal. Penulis memberikan rangsangan dengan pernyataan bahwa produk pada pameran berasal dari Kota dan Kabupaten Bogor. Pernyataan tersebut jelas salah, karena telah terpampang pada bagian depan pameran logo yang bertuliskan Dekranasda Kota Bogor, yang artinya produk hanya berasal dari Kota Bogor saja. Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya jumlah responden yang mengetahui hal tersebut, salah satunya adalah logo Dekranasda Kota Bogor yang diletakkan tidak terlalu strategis, sehingga tidak semua pengunjung pamerann dapat melihat logo tersebut. Pernyataan lain yang mendapatkan nilai rendah, yakni 77 responden menjawab tidak sesuai adalah mengenai pihak pengelola Dekranasda Kota Bogor. Jumlah responden tersebut membenarkan bahwa Dekranada meerupakan perusahaan independen yang menampung produk kerajinan, sedangkan kenyataannya adalah terdapat keterikatan antara Dekranasda Kota Bogor dengan Pemerintah Kota Bogor. Pameran Dekranasda Kota Bogor juga tidak hanya menjual produk kerajinan, untuk menambah variasinya pihak pengelola menambahkan sedikit produk makanan walaupun tidak mendominasi. Hal tersebut juga merupakan hal yang kurang disadari oleh pihak pengelola. Dengan pemaparan tersebut maka tidak heran apabila data yang tersebar dari hasil skor pada komponen ini tersebar pada kategori sedang dan rendah. Penerimaan (Acceptability) Komponen penerimaan merupakan komponen yang menunjukkan bahwa terselenggaranya pameran dapat diterima oleh karakteristik pengunjung. Pernyataan yang menunjukkan aspek penerimaan mengenai norma, kesesuaian pakaian, tutur kata wiraniaga, serta kesopanan wiraniaga. Komponen penerimaan merupakan komponen dengan pernyataan dengan jumlah terendah. Dengan enam pernyataan ini diharapkan sudah dapat mewakilkan bagaimana penilaian responden dalam menerima elemen yang ada pada pameran sesuai norma yang ada setempat. Hasilnya tidak terlalu mengejutkan, mayoritas responden memberikan penilaian yang tinggi. Hasil dari penilaian terhadap komponen ini dapat dilihat pada Tabel 7.
36
Tabel 7
Jumlah responden pada setiap pernyataan dalam indikator komponen penerimaan (acceptability)
Indikator Komponen Acceptability
Jumlah Responden Pada Setiap Penyataan
Pernyataan
SS
S
TS
STS
Produk yang ditawarkan pada pameran tidak menentang ajaran agama
34
50
5
1
Tidak terdapat gambar yang controversial pada pameran
30
58
2
Pakaian wiraniaga sesuai dengan norma yang berlaku pada adat Sunda
26
48
13
3
Wiraniaga memberikan informasi dengan sopan santun
16
63
10
1
Lagu yang diputar pada pameran sesuai dengan adat Sunda sebagai cerminan Kota Bogor
22
38
24
6
Produk yang ditawarkan hanya berasal dari budaya Sunda
21
54
13
2
Komponen penerimaan merupakan komponen dengan pernyataan dengan jumlah terendah. Dengan enam pernyataan ini diharapkan sudah dapat mewakilkan bagaimana penilaian responden dalam menerima elemen yang ada pada pameran sesuai norma yang ada setempat. Hasilnya tidak terlalu mengejutkan, mayoritas responden memberikan penilaian yang tinggi. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pihak pengelola berdasarkan Tabel 7, yakni mengenai lagu yang diputar pada pameran. Melihat pada produk yang ditawarkan, konsep yang diangkat pada pameran, dan latar belakang pihak pengelola, sudah seharusnya bahwa pameran ini menggunakan lagu Sunda sebagai cerminan Kota Bogor. Akan tetapi pada kenyataannya, lagu yang diputar pada pameran tidak selalu lagu ataupun instrumental yang bernuansa Sunda. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan penulis dan 30 jumlah responden yang memberikan pernyataan demikian. Pihak pengelola mengakui hal tersebut diluar kekuasaan mereka, karena pihak pengelola Mal yang mengatur mengenai lagu tersebut. Pihak pengelola menyatakan bahwa hari Rabu merupakan hari yang seharusnya diputarkan lagu Sunda sepanjang hari, sesuai kesepakatan awal dengan pihak pengelola. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian karena lagu bernuansa Sunda terkadang hanya dipasang saat malam hari saja, atau pada sore hari saja. Hal tersebut merupakan indikator dengan nilai terendah pada komponen penerimaan. Pihak pengelola harus mempertahankan tingginya penilaian pada komponen ini dengan tidak menambahkan gambar yang kontroversial dan tidak menawarkan produk yang menentang ajaran agama setempat. Hal tersebut karena kedua indikator itu mendapatkan jumlah responden terbanyak pada pernyataan setuju
37
dan sangat setuju. Semua pernyataan yang telah dibahas pada komponen ini menghasilkan 1.1% responden pada kategori rendah, 50% pada kategori sedang, dan 48.9% pada kategori tinggi. Dorongan Bertindak (Persuation) Dorongan bertindak (persuation) merupakan komponen yang mengukur keinginan responden untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pameran. Aspek yang diukur dalam komponen ini merupakan keinginan membeli, menyebarkan informasi, kembali lagi ke pameran, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan. Bertrand (1978) menyatakan bahwa dalam menggunakan media, harus yakin membuat pesan yang ingin disampaikan merubah hasrat audiens dalam bertindak. Hasil dari komponen dorongan bertindak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8
Jumlah responden pada setiap pernyataan dalam indikator komponen dorongan bertindak (persuation) Indikator Komponen Persuation Jumlah Responden Pada Setiap Penyataan Pernyataan
SS
S
TS
STS
Saya ingin membeli produk kerajinan pada gerai pameran Dekranasda
10
62
17
1
Saya akan menginformasikan pada kerabat mengenai kualitas produk kerajinan Dekranasda
16
59
14
1
Saya akan mendatangi pameran lain waktu jika sedang mencari produk kerajinan
15
61
13
1
Saya akan memperbaharui informasi Dekranasda jika mencari produk kerajinan
mengenai
8
60
21
1
Saya akan membeli produk karena harganya yang terjangkau
12
59
19
Saya akan mengunjungi toko Dekranasda yang terletak di Bina Marga
12
51
26
1
Saya akan membeli produk karena puas dengan pelayanan wiraniaga
15
55
18
2
Saya akan mendatangi kembali pameran karena menyediakan banyak pilihan produk kerajinan
14
57
18
1
Saya akan membeli produk kerajinan di pameran 19 46 17 8 karena tempatnya strategis Melihat kepada pengertian dari setiap komponen, dapat dikatakan bahwa komponen ini merupakan komponen terpenting bagi pengelola. Komponen dorongan bertindak menujukkan bagaimana responden akan membeli produk atau melakukan tindakan yang berhubungan dengan produk. Komponen ini juga sangat
38
erat kaitannya dengan peningkatan jumlah penjualan yang artinya peningkatan jumlah keuntungan. Merujuk pada indikator yang berada pada setiap pernyataan, dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki keinginan yang baik mengenai bertindak akan produk. Jumlah pilihan responden terbanyak pada pernyataan setuju dan sangat setuju terdapat pada keinginan responden untuk mendatangi kembali pameran jika sedang mencari produk kerajinan. Terdapat 76 responden yang menyatakan hal tersebut sehingga pihak pengelola sudah melakukan keputusan dengan baik yakni dengan mengadakan pameran di tempat yang sama dalam waktu yang relatif lama yakni satu tahun. Hal tersebut sudah sesuai dengan hasil pengkategorian responden yakni 1.1% pada kategori rendah, 72.2% pada kategori sedang, serta 26.7% pada kategori tinggi. Kekurangan yang ada pada komponen ini adalah keinginan responden yang rendah pada indikator mengunjungi pameran utama yang berada di Bina Marga. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah letak galeri utama yang kurang strategis dibandingkan pameran di dalam mal. Jika pameran tetap berada di dalam mal maka pengunjung dapat melakukan beberapa aktivitas sekaligus dengan hanya memusatkan pada satu tempat karena dalam mal juga terdapat tempat makan, toko buku, arena bermain, bioskop, toko baju, dan lain-lain. Sedangkan pada galeri utam tidak terdapat terlalu banyak pilihan karena letaknya yang hanya bersebelahan dengan rumah makan sederhana dengan lapangan parkir yang sangat terbatas. Menjadi perhatian penulis mengenai indikator akan melakukan pembelian karena tempatnya yang strategis. Penulis mengamati bahwa meskipun berada di dalam mal, tempat dilaksanakannya pameran tidak terlalu strategis karena bukan berada pada pusat mal, bahkan terpisah dengan pameran lainnya. Letak pameran berada pada lantai paling bawah, sedangkan informasi pada mal mengenai adanya pameran hanya berupa poster berukuran A4 yang ditempel pada pilar yang ada di mal. Sejumlah 25 responden berpendapat sama dengan pengamatan penulis yakni posisi pameran yang tidak strategis. Hal tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan pengelola agar komunikasi pemasaran melalui pameran ini dapat berjalan lebih efektif.
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENGUNJUNG DENGAN PENILAIAN TERHADAP PAMERAN Penilaian terhadap pameran merupakan salah satu indikator pengukuran efektivitas sebuah pameran. Melalui persepsi orang, maka akan dilihat bagaimana sebuah pameran efektif terutama dalam pelaksanaannya. Setiap orang tentunya mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, salah satunya adalah persepsi yang dalam studi ini ditemukan pada penilaian terhadap pameran. Komponen yang diukur pada penilaian terhadap pameran yakni daya tarik (attraction), pemahaman (comprehension), penerimaan (acceptability), dan dorongan bertindak (persuation). Melalui uji korelasi Rank Spearman dan Chi-Square akan dilihat bagaimana hubungan antara karakteristik pengunjung dengan penilaian terhadap pameran pada setiap variabel dan komponen yang ada di dalamnya. Hasil nilai signifikansi setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
Hasil nilai signifikansi attraction, comprehension, acceptability, dan persuation dengan karakteristik pengunjung Attraction Comprehension Acceptability Persuation 0.605 0.209 0.464 0.673 Jenis Kelamin -0.348 0.053 -0.267 -0.098 Usia 0.541 0.973 0.164 0.670 Jenis Pekerjaan Tingkat -0.294 0.056 -0.264 -0.149 Pendidikan Tingkat -0.145 0.050 -0.250 -0.199 Pengeluaran Lokasi -0.033 -0.015 -0.133 -0.138 Demografik
Hubungan Daya Tarik (Attraction) dengan Karakteristik Pengunjung Hubungan Daya Tarik dengan Jenis Kelamin Pameran yang diselenggarakan di pusat keramaian merupakan pameran yang tidak bisa ditentukan konsumen potensialnya terutama dari karakteristik jenis kelamin. Jenis kelamin pengunjung yang mendatangi pameran dapat apa saja karena tidak ada larangan terhadap jenis kelamin tertentu. Begitupun dengan jenis produk yang ditawarkan pada pameran, tidak ada spesialisasi kepada jenis kelamin apa produk tersebut dijual. Tabel hasil uji korelasi menunjukkan nilai Chi-Square hitung antara daya tarik dengan karakteristik jenis pekerjaan adalah 0.605. Nilai tersebut lebih besar dari 0.05 yang merupakan nilai signifikansi. Artinya, tidak terdapat perbedaan penilaian responden yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dalam memberikan penilaian terhadap daya tarik pameran. Meskipun jika kita melihat bahwa jumlah pengunjung perempuan lebih banyak daripada pengunjung lakilaki, namun hasil uji non-parametik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak
40
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan komponen daya tarik. Hal tersebut diperkuat melalui hasil wawancara dengan responden sebagai berikut. “…barangnya lucu-lucu, kaya khas gitu kan jadinya ya orang-orang pengen liat aja...”, (CA, perempuan, 20 tahun). “…bagus ya ada pameran kaya gini, jadi nunjukin kalau Bogor juga punya kerajinan...”, (WN, laki-laki, 41 tahun). Kedua responden tersebut menunjukan ketertarikannya akan pameran. Meskipun terdapat perbedaan jenis kelamin, ternyata tidak menentukan perbedaan persepsi mengenai pameran tersebut meskipun jumlah responden perempuan dengan laki-laki berbeda hingga 20%. Hal tersebut sesuai pula dengan pengamatan penulis, meskipun produk yang ditawarkan lebih menjurus kepada perempuan akan tetapi banyak laki-laki juga yang tertarik ketika melihat produk yang unisex, atau bisa digunakan oleh berbagai jenis kelamin seperti pajangan, lukisan, gantungan kunci, dan sebagainya. Dengan tidak adanya kecenderungan dalam memberikan penilaian terhadap pameran pada komponen daya tarik berdasarkan jenis kelamin, maka dapat dikatakan bahwa terjadi kesesuaian antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Hubungan Daya Tarik dengan Karakteritik Usia Perbedaan usia seseorang akan menentukan bagaimana seseorang tersebut dalam melihat sesuatu termasuk melakukan penilaian. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa para pemasar harus memahami apa kebutuhan dari konsumen dengan berbagai usia tersebut, kemudian membuat beragam produk yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Dekranasda Kota Bogor dapat dikatakan telah menjual produk yang dapat menyentuh hampir semua kalangan usia. Berdasarkan pengamatan penulis, telah terdapat produk bahan batik bogor dan baju muslim panjang yang identik dengan minat perempuan dewasa. Lalu terdapat kemeja batik bermotif yang dapat diminati oleh laki-laki dewasa maupun remaja. Sedangkan produk yang ditawarkan untuk remaja dan anak-anak adalah gantungan kunci, peralatan tulis, serta boneka. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa korelasi signifikan pada level 0.01 yang artinya tingkat kepercayaan 99%. Akan tetapi hubungan antara kedua variabel tersebut negatif. Berdasarkan hipotesis bahwa semakin tinggi usia maka semakin tertarik seseorang mendatangi pameran, hal tersebut tidak demikian pada kenyataanya. Pada pameran Dekranasda Kota Bogor ternyata menunjukkan bahwa semakin rendah usia maka semakin menarik pameran menurut persepsi mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, penulis memperkirakan bahwa hal tersebut dapat disebabkan oleh kemampuan kategori usia tinggi yang lebih kritis dalam menilai, seperti pernyataan berikut. “…bagus-bagus aja ka, terus pas tempat orang jalan kaki mau ke mal, jadi banyak orang lewat kan…”, (ASM, 18 tahun).
41
“…kalau menurut saya sih produknya masih kurang banyak, terus lampu nih ga merata, dan tempatnya pun kurang strategis dek kan orang yang masuk dari pintu depan belum tentu tau ada pameran ini dibawah…”, (MYD, 52 tahun). Kedua pernyataan responden diatas dapat dinyatakan bahwa dalam menilai pameran usia tinggi cenderung lebih memperhatikan hal yang kecil dan berpikir lebih luas dibandingkan kategori usia sedang dan rendah. Hasil pengamatan penulis bahwa mayoritas responden kategori usia rendah dan sedang cenderung mengatakan bahwa pameran sudah cukup menarik namun tidak memberi penjelasan mendetail seperti yang kebanyakan dilakukan oleh kategori usia tinggi.
Hubungan Daya Tarik dengan Karakteristik Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan dalam penelitian ini digolongkan kepada empat jenis, yaitu PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta, dan Tidak Bekerja. Dengan perbedaan latar belakang pekerjaan tersebut responden diberikan instrumen yang sama mengenai penilaian mereka akan daya tarik dari pameran yang diselenggarakan Dekranasda. Mayoritas responden berlatar belakang tidak bekerja, dimana termasuk ibu rumah tangga dan pelajar. Meskipun banyak responden berlatar belakang tidak bekerja, namun penting untuk diketahui bagaimana hubungan antara kedua variabel ini. Hasil uji non-parametik Chi-Square menunjukkan nilai korelasi hitung antara daya tarik dengan karakteristik jenis pekerjaan adalah 0.541. Nilai tersebut lebih besar dari 0.50 yang merupakan nilai signifikansi. Artinya, tidak terdapat perbedaan responden yang bekerja sebagai PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta, maupun yang tidak bekerja, dalam memberikan penilaian terhadap daya tarik pameran. Hasil uji korelasi tersebut didukung dengan pernyataan responden sebagai berikut. “…bagus ko ini, dan cukup menarik juga…” (GNJ, pegawai swasta, 33 tahun). “…lucu-lucu ya produk kerajinan gitu, terus tadi sempet liat talenan tapi ada gambarnya gitu, kan kreatif…” (VNS, tidak bekerja, 21 tahun). Hasil pendekatan lapang penulis menunjukkan tidak semua responden dengan latar belakang pekerjaan yang berbeda berhasil dimintai keterangan secara kualitatif, setidaknya salah satu responden mampu menggambarkan bagaiman mayoritas latar belakang jenis pekerjaan tidak bekerja publik menilai dilihat pada pernyataan responden VNS. Begitupun dengan pegawai swasta, yaitu GNJ yang menyatakan bahwa pameran tersebut juga menarik. Sehingga benar apabila tidak terjadi kecenderungan dalam menilai daya tarik pameran berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan responden.
42
Hubungan Daya Tarik dengan Karakteristik Tingkat Pendidikan Pada tinjauan pustaka telah disampaikan bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh dengan tingkat responsif seseorang akan informasi. Wiraniaga yang merupakan salah satu strategi pengelola untuk menarik pengunjung pameran diharapkan dapat memberikan informasi yang diharapkan oleh pengunjung pameran sehingga tingkat ketertarikan mereka akan membeli produk pada pameran tinggi. Hasil uji korelasi ditemukan bahwa terdapat hubungan antara daya tarik dengan karakteristik tingkat pendidikan karena berada pada angka -0.294. Akan tetapi hubungan yang terjalin negatif yang berarti hipotesis ditolak. Tabel 18 menandakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan justru semakin tertarik dengan pameran. Pernyataan tersebut diperkuat dengan data kualitatif yang didapat dari responden sebagai berikut. “…saya tidak mudah memusatkan perhatian pada pameran, warna dekorasinya bukan warna yang cerah…”, (AG, S2, 30 tahun). “…warnanya udah cerah ko warna bambu-bambu gitu udah suasana kerajinan banget…”, (EM, SMA, 46 tahun). Kedua pernyataan tersebut merupakan gambaran tentang bagaimana perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan cara menilai daya tarik sebuah pameran. Meskipun usianya lebih tua, responden berinisial EM menyatakan bahwa warna pada pameran sudah menarik, berbeda dengan AG yang menyatakan bahwa warna yang digunakan dekorasi bukan merupakan warna yang baik untuk digunakan. Terlepas dari persepsi subjektif, data menyebutkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan justru semakin menarik pameran tesebut bagi mereka.
Hubungan Daya Tarik dengan Tingkat Pengeluaran Tingkat pengeluaran seseorang tentunya ditentukan oleh jenis pekerjaan mereka. Namun dalam studi ini kita tidak melihat korelasi tersebut, akan tetapi kita melihat korelasi antara tingkat pengeluaran dengan penilaian mereka terhadap daya tarik pameran. Hipotesis menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran maka semakin tinggi penilaian terhadap daya tarik pameran. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengeluaran dengan penilaian daya tarik pameran yang artinya hipotesis ditolak. Tidak terdapatnya hubungan antara kedua variabel ini bukan merupakan sesuatu hal yang buruk. Kemungkinan yang menyebabkan hal ini adalah kesetaraan dalam menilai pameran dari segi daya tariknya tidak ditentukan dengan berapa pengeluaran yang mereka hasilkan. Pernyataan berdasarkan uji korelasi tersebut diperkuat dengan data kualitatif yang penulis dapatkan sebagai berikut. “…saya kebetulan memang lagi nyari sandal, niatnya sih ga kesini, tapi unik pas saya liat-liat jadi mampir...”, (DW, 37 tahun).
43
“…ya bagus aja mas keliatannya kaya produk kerajinan gitu, menarik lah cukup…”, (AG, 30 tahun). Kedua responden tersebut berada pada kategori tingkat pengeluaran tinggi dan rendah. Namun keduanya berpendapat bahwa pameran sudah cukup menarik, hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan di atas dan skor kedua responden yang tinggi pada komponen kognitif. Artinya, benar tidak terdapat kecenderungan dalam memberikan penilaian pada komponen daya tarik berdasarkan tingkat pengeluaran responden. Hubungan Daya Tarik dengan Lokasi Demografik Sumarwan (2011) menyatakan bahwa orang yang tinggal di desa akan memiliki akses terbatas kepada berbagai produk dan jasa. Pernyataan tersebut hampir serupa dengan studi ini, hanya saja perbedaan lokasi demografik bukan terletak pada desa dan kota, melainkan perbedaan daerah. Produk kerajinan yang berada pada pameran merupakan produk khas Kota Bogor yang mungkin sulit ditemukan selain di Kota Bogor itu sendiri, sehingga salah satu alternatif orang luar Kota Bogor untuk membeli/melihat-lihat produk adalah dengan data langsung ke kota hujan ini. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara komponen daya tarik dengan karakteristik lokasi demografik pengunjung pameran karena angka korelasi koefisien adalah -0.033 yang masuk pada kategori hubungan kurang berarti menurut Sarwono (2009). Artinya terjadi kesetaraan dalam menilai tanpa menilai latar belakang tempat tinggal responden tersebut berada. Pernyataan tersebut didukung oleh data kualitatif yang didapatkan oleh kedua responden yang berbeda lokasi demografik sebagai berikut. “…bagus mas tempatnya bikin kita pengen liat-liat dulu karena unik gitu…”, (DTA, 20 tahun). “…iya tadi cuman lewat aja tapi pas liat ko ini apa ya lucu-lucu gini, yaudah sekalian aja liat-liat bentar...”,(RI, 39 tahun). Kedua responden tersebut berasal dari kedua lokasi demografik yang berbeda, yaitu berasal dari luar Jabodetabek dan berasal dari Bogor, akan tetapi memiliki penilaian atau persepsi yang sama mengenai daya tarik pameran. Kesamaan tersebut dilihat dari pernyataan mereka yang sama-sama tertarik karena keunikan produk yang dipamerkan sehingga meningkatkan minat mereka untuk melihat-lihat produk.
44
Hubungan Pemahaman (Comprehension) dengan Karakteristik Pengunjung Hubungan Pemahaman dengan Karakteristik Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik pengunjung yang diuji menggunakan uji korelasi Chi-Square. Salah satu komponen yang akan diuji hubungannya dengan perbedaan jenis kelamin adalah pemahaman. Berikut akan dijelaskan bagaimana hasil uji non-parametik Chi-Square antara pemahaman dengan karakteristik jenis kelamin responden. Hasil uji non parametik Chi-Square hitung antara komponen pemahaman dengan karakteristik jenis kelamin adalah 0.208. Nilai tersebut lebih besar dari 0.50 yang merupakan nilai signifikansi agar dua variabel tersebut dapat dikatakan berhubungan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan komponen pemahaman. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki kecenderungan dalam memahami informasi mengenai pameran. Pernyataan tersebut didukung oleh data kualitatif sebagai berikut. “…aku ga tau ka, abisnya ga sempet ngobrol sama yang jaga kak, abisnya tadi waktu aku mau nanya lagi ada yang nanya terus pas udah ga ada yang nanya aku udah liat barang yang lain...”, (NE, perempuan, 20 tahun). “…wah kalau itu gatau soalnya ga ada yang ngasihtau juga...”, (AG, laki-laki, 30 tahun). Kedua responden tersebut sama-sama tidak memiliki kesempatan berinteraksi dengan wiraniaga. Perbedaan jenis kelamin yang melatarbelakangi kedua responden ini ternyata tidak berhubungan dengan tingkat pemahaman mereka akan pameran. Artinya, terdapat kesesuaian antara data kuantitatif dengan data kualitatif yang penulis dapatkan. Hubungan Pemahaman dengan Karakteristik Usia Tingkat pemahaman seseorang sangat erat kaitannya dengan komponen kognitif jika dilihat pada aspek psikologis. Rentan usia yang relatif jauh pada responden dalam penelitian ini tentunya menjadi data mengenai tingkat pemahaman beragam. Dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman akan diketahui apakah terjadi hubungan antara komponen pemahaman dengan karakteristik usia responden. Hasil tersebut menunjukan bahwa angka korelasi koefisien terletak pada 0.053. Angka tersebut tidak memenuhi syarat agar kedua komponen dapat dikatakan saling berhubungan kuat yaitu 0.50 berdasarkan pernyataan Sarwono (2009). Artinya, tidak terdapat kecendurungan pada kategori usia rendah, sedang, maupun tinggi dalam memberikan penilaian terhadap pameran pada komponen pemahaman. Data kualitatif yang didapatkan penulis sebagai berikut.
45
“… aku ga tau ka, abisnya ga sempet ngobrol sama yang jaga kak, abisnya tadi waktu aku mau nanya lagi ada yang nanya terus pas udah ga ada yang nanya aku udah liat barang yang lain...”, (NE, 16 tahun). “…wah kalau itu saya gatau mas, wong pengen liat-liat aja ga mau terlalu banyak nanya…”; (MYD, 52 tahun). Responden berinisial NE merupakan responden yang berada pada kategori rendah, sedangkan MYD berada pada kategori tinggi. Keduanya memberikan pernyataan mengenai ketidaktahuan mereka akan pertanyaan yang diberikan oleh penulis saat sedang mengambil data lapang. Responden berinisial MYD bahkan menyatakan dirinya enggan untuk bertanya dan hanya ingin berlihat-lihat saja, artinya dapat menjadi pertimbangan apakah diperlukan media lain dalam memberikan informasi kepada calon pembeli dan tidak hanya melalui wiraniaga. Penjabaran di atas menandakan bahwa terdapat kesesuaian antara data kualitatif dan data kuantitatif.
Hubungan Pemahaman dengan Jenis Pekerjaan Komponen pemahaman ini selanjutnya akan diuji menggunakan uji korelasi Chi-Square dengan karakteristik jenis pekerjaan. Pada umumnya, berdasarkan latar belakang pekerjaan akan membedakan bagaimana seseorang akan menyerap sebuah informasi. Uji korelasi tersebut dapat dilihat menggunakan Chi-Square. Hasil uji korelasi Chi Square menunjukkan nilai hitung antara komponen pemahaman dengan karakteristik jenis pekerjaan adalah 0.973. Nilai tersebut lebih besar dari 0.05 yang merupakan nilai signifikansi agar dua variabel tersebut dapat dikatakan berhubungan. Artinya tidak terdapat perbedaan dalam komponen pemahaman baik responden yang berlatar belakang pekerjaan sebagai PNS, pegawai swasta, wiraswasta, maupun tidak bekerja publik. Penulis tidak mendapatkan data kualitatif yang cukup mengenai komponen pemahaman yang berhubungan dengan jenis pekerjaan. Hal tersebut dikarenakan interaksi penulis yang lebih banyak dengan responden berlatar tidak bekerja publik, sedangkan jika mendapat responden dengan latar belakang jenis pekerjaan yang lain kebanyakan dari mereka terburu-buru dan engga untuk diwawancara terlalu lama.
Hubungan Pemahaman dengan Karakteristik Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan tolak ukur seseorang dalam mendapatkan pekerjaan. Seperti yang disampaikan Sumarwan (2011) bahwa pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan seorang konsumen. Dalam studi ini kita tidak melihat hubungan antara dua karakteristik tersebut, melainkan melihat hubungan antara komponen pemahaman dengan karakteristik tingkat pendidikan. Hasil uji korealasi menggunakan Rank Spearman menunjukkan angka korelasi koefisien yaitu 0.056 yang artinya hubungan kurang berarti merujuk pada Sawono (2009). Artinya, tidak terdapat kecenderungan untuk menilai pemeran
46
pada komponen pemahaman baik responden yang tingkat pendidikan SMP, SMA, Diploma, S1, maupun S2. Data kualitatif yang berhasil penulis dapatkan adalah sebagai berikut. “…wah kalau itu gatau soalnya ga ada yang ngasihtau juga...”, (AG, S2, 30 tahun). “…ya gue jawabnya ngira-ngira aja ya, kalau salah gak apa-apa kan?...”, (AR, Diploma, 25 tahun). “…aku ga tau ka, abisnya ga sempet ngobrol sama yang jaga kak, abisnya tadi waktu aku mau nanya lagi ada yang nanya terus pas udah ga ada yang nanya aku udah liat barang yang lain...”, (NE, SMP, 16 tahun). Ketiga responden merupakan responden yang berada pada kategori tingkat pendidikan tinggi, sedang, dan rendah. Jika ditelaah lebih dalam, hasil penilaian mereka pada komponen pemahaman ternyata ketiganya masuk dalam kategori sedang. Sehingga pada penelitian ini dapat dikatakan tidak terjadi hubungan penilaian terhadap pameran pada komponen pemahaman berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan responden. Hubungan Pemahaman dengan Karakteristik Tingkat Pengeluaran Karakteristik pengunjung selanjutnya yang diduga memiliki hubungan dengan komponen pemahaman adalah tingkat pengeluaran. Secara tidak langsung, tingkat pengeluaran ini berhubungan dengan daya beli seseorang. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan angka korelasi koefisien pada 0.050 yang artinya tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan berhubungan. Tingkat pengeluaran yang digolongkan kedalam 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi ternyata tidak memiliki hubungan dengan bagaimana responden menilai pameran dalam komponen pemahaman. Penulis tidak mempunyai data kualitatif yang cukup untuk memberikan penggambaran bagaimana penilaian responden terhadap pameran pada komponen pemahaman. Namun, berdasarkan hasil pengamatan penulis pada data, pengumpulan data berada pada kategori sedang dan tidak terdapat kecenderungan responden dengan karakteristik tertentu yang mendominasi pada kategori apapun sehingga hasil uji korelasi dapat dikatakan valid.
Hubungan Pemahaman dengan Karakteristik Lokasi Demografik Lokasi demografik responden penelitian ini mayoritas berada pada kategori rendah yaitu berdomisili di Bogor. Merujuk pada pernyataan Sumarwan (2011) yang menyatakan bahwa dimana seorang konsumen tinggal, akan mempengaruhi pola konsumsinya, menjadikan karakteristik lokasi demografik akan diuji hubungan kepada setiap komponen yang ada pada penilaian terhadap pameran.
47
Berikut merupakan hasil uji korelasi Rank Spearman antara komponen pemahaman dengan karakteristik lokasi demografik. Hasil yang ditunjukkan dari uji korelasi adalah angka korelasi koefisien terletak pada -0.015 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara lokasi demografik responden dengan komponen pemahaman. Pernyataan tersebut berdasarkan syarat uji korelasi dapat dikatakan berhubungan yaitu 0.50. Artinya, baik responden yang berdomisili di Bogor, Jadetabek, maupun luar Jadetabek tidak memiliki kecenderungan dalam memberikan penilaian pada komponen pemahaman. Korelasi menggunakan data kualitatif ini didukung dengan data kualitatif sebagai berikut. “…owalah gatau saya, saya memang suka dengan produk disini, tapi ga terlalu detail seperti itulah saya perhatikan…”‟ (SME, 40 tahun). “…aku ga tau ka, abisnya ga sempet ngobrol sama yang jaga kak, abisnya tadi waktu aku mau nanya lagi ada yang nanya terus pas udah ga ada yang nanya aku udah liat barang yang lain...”, (NE, 16 tahun). Kedua responden ini berasal dari lokasi demografik yang berbeda. Responden berinisial NE berasal dari Bogor, sedangkan responden berinisial SME berasal dari Medan. Jika dikategorikan, NE berada pada lokasi demografik rendah dan SME pada kategori tinggi. Data kualitatif di atas menunjukkan bagaimana kedua responden kurang memahami apa yang penulis tanyakan. Kekurangan informasi tersebut memang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Akan tetapi, tidak terdapat kecenderungan bagaimana responden dari lokasi demografik tertentu mempunyai pemahaman mengenai pameran. Sehingga terjadi kesesuaian antara data kualitatif dengan data kuantitatif.
Hubungan Penerimaan (Acceptability) dengan Karakteristik Pengunjung Hubungan Penerimaan dengan Karakteristik Jenis Kelamin Komponen penerimaan merupakan komponen yang berhubungan dengan normadan adat setempat. Komponen ini akan diuji dengan semua varibel yang ada pada karakteristik pengunjung yang salah satunya adalah jenis kelamin. Hasil uji korelasi Chi-Square antara komponen penerimaan dengan karakteristik jenis kelamin menunjukkan nilai Chi-Square hitung antara pemahaman dengan karakteristik jenis kelamin adalah 0.464. Nilai tersebut lebih besar dari 0.05 yang merupakan nilai signifikansi agar dua variabel tersebut dapat dikatakan berhubungan. Artinya, tidak terdapat perbedaan dalam penilaian pameran pada variabel penerimaan yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Data kualitatif yang mendukung hasil uji korelasi tersebut adalah sebagai berikut. “…iya baju wiraniaganya kurang ya, udah bagus sih batik, tapi masih gimana gitu...” (RM, perempuan, 36 tahun).
48
“… lagunya sama sekali ga Bogor ya, ini lagu jazz gitu bukan?...”, (AG, laki-laki, 30 tahun). Kedua responden berbeda jenis kelamin ini sama-sama memberikan komentar mengenai bagaimana elemen dari pameran terutama pada komponen penerimaan ini seharusnya. Kedua komentar berdasarkan perbedaan jenis kelamin tersebut menandakan bahwa kecenderungan memberikan penilaian itu tidak terjadi pada variabel ini. Hubungan Penerimaan dengan Karakteristik Usia Komponen penerimaan yang erat kaitannya dengan aspek afektif seseorang ini kemudian akan diukur dengan karakteristik usia. Dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman akan dilihat apakah terjadi hubungan antara komponen penerimaan dengan karakterisrik usia responden. Hasil uji tersebut menunjukkan angka korelasi koefisien -0.0267 yang masuk dalam kategori hubungan lemah menurut Sarwono (2009). Tingkat kepercayaan pada hubungan ini adalah 95%. Hubungan antara komponen penerimaan dengan karakteristik usia ini negatif, artinya semakin tua usia responden makan semakin rendah penilaian terhadap pameran pada komponen penerimaan. Pernyataan tersebut diperkuat dengan data kualitatif yang didapatkan pada saat pengambilan data penelitian sebagai berikut. “…setuju-setuju aja mas, kan disini semuanya udah kerajinan gitu. Ga ada benda yang aneh-aneh ko…”, (EK, 21 tahun) “…baju wiraniaganya kurang Bogor gitu ya, batik kan cerminan Indonesia, terus lagunya juga bukan sunda banget ya...” (JK, 36 tahun) Data kualitatif tersebut menandakan perbedaan persepsi antara kedua responden yang berbeda tingkat kategori usia ini menunjukkan bahwa kategori usia tinggi lebih memperhatikan setiap elemen yang ditanyakan pada kuesioner dibandingkan kategori usia sedang. Hasil pengamatan penulis bahwa benar apa yang dikatakan oleh responden berinisial JK, karena lagu yang diputar pada pameran tidak konsisten. Lagu yang diputar pada pameran terkadang adalah instrumental lagu khas sunda, namun terkadang lagu modern yang sama sekali tidak sesuai dengan pameran. Begitupun dengan pakaian yang digunakan oleh wiraniaga, tidak ada seragam khusus yang diberikan oleh pihak pengelola kepada wiraniaga sehingga pakaian wiraniaga cenderung bersifat subjektif sehingga kurang mempertimbangkan kesesuaian dengan pameran yang sedang diselenggarakan. Pakaian yang digunakan oleh wiraniaga adalah batik yang bukan merupakan batik bogor dipasangkan dengan celana jeans dan sepatu. Memang tidak terdapat kostum wiraniaga yang ideal dalam sebuah pameran, namun dilihat dari kesesuaian tema pameran maka seharusnya wiraniaga lebih dapat menyesuaikan.
49
Hubungan Penerimaan dengan Karakteristik Jenis Pekerjaan Latar belakang pekerjaan responden bermacam-macam . perlu diuji apakah terjadi perbedaan mereka dalam melakukan penilaian terhadap pameran pada komponen penerimaan. Hasil uji korelasi Chi-Square nilai Chi-Square hitung antara penerimaan dengan karakteristik jenis pekerjaan adalah 0.164. Nilai tersebut lebih besar dari 0.05 yang merupakan nilai signifikansi agar dua variabel tersebut dapat dikatakan berhubungan. Artinya, tidak terdapat hubungan antara penilaian pameran pada variabel pemahaman dengan karakteristik jenis pekerjaan. Berikut merupakan responden yang berbeda jenis pekerjaan memberikan pernyataan yang berhubungan dengan komponen penerimaan. “…iya baju wiraniaganya kurang ya, udah bagus sih batik, tapi masih gimana gitu...” (RM, 36 tahun) “...saya sih kurang suka sama patung ini ya mas abisnya serem...”, (ED, 42 tahun) Responden berinisial RM merupakan responden yang tidak bekerja publik, sedangkan ED merupakan seorang wiraswasta. Penggalan kalimat di atas hanya berupa gambaran kecil dari hasil wawancara penulis dengan responden. Setelah ditelaah lebih lanjut keduanya sama-sama berada pada kategori sedang pada komponen penerimaan, sehingga dapat dikatakan bahwa benar tidak terjadi hubungan antara komponen penerimaan dengan karakteristik jenis pekerjaan responden. Hubungan Penerimaan dengan Karakteristik Tingkat Pendidikan Komponen penerimaan selanjutnya akan diukur dengan karakteristik tingkat pendidikan. Meskipun terjadi pengumpulan data pada responden dengan latar belakang pendidikan SMA, namun uji korelasi menggunakan Rank Spearman ini dilakukan karena merupakan salah satu variabel yang harus diukur. Data hasil korelasi menunjukkan bahwa angka korelasi koefisien adalah -0.264 sehingga dapat dikatakan kedua variabel ini berhubungan dengan tingkat kepercayaan 95%. Artinya, pada kategori tingkat pendidikan rendah cenderung lebih dapat menerima tentang unsur-unsur yang ada pada pameran, Sedangkan kategori usia tinggi justru lebih rendah dalam memberikan penilaian. Pernyataan tersebut didukung oleh data kualitatif yang didapatkan penulis sebagai berikut. “… wiraniaganya santun, gambar controversial sih ga ada ya tapi paling patung ini kayanya kurang sesuai...”, (AG, S2, 30 tahun). “…ga sempet ngobrol sih tapi keliatannya santun, semua produk bagus ko ka...”, (LH, SMP, 16 tahun). Data kualitatif di atas menunjukan bahwa responden berinisial AGG cenderung lebih kritis dalam memberikan peniliaian sedangan LH cenderung menilai wiraniaga santun meskipun belum berinteraksi langsung. LH juga
50
cenderung menilai bahwa semua produk itu sudah bagus sedangkan AGG dapat melihat bahwa patung tidak sesuai dengan kondisi setempat. Pada komponen penerimaan ini penekanannya kepada norma setempat. Karena pameran Dekranasda ini menjual produk kerajinan khas Bogor, maka unsur-unsur yang terdapat pada pameran seharusnya sesuai dengan norma yang ada di Bogor, setidaknya seperti adat Sunda sebagai adat Kota Bogor. Hubungan Penerimaan dengan Karakteristik Tingkat Pengeluaran Komponen penerimaan selanjutnya diukur dengan karakteristik tingkat pengeluaran responden. Tingkat pengeluaran yang diukur sesuai data emik ini hampir memiliki pengumpulan data pada kategori rendah. Meskipun demikian, hasil dari uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa angka korelasi koefisien adal -0.250 sehingga dapat dikatakan kekuatan hubungan adalah hubungan lemah merujuk pada Sarwono (2009). Tingkat kepercayaan pada korelasi ini adalah 95%. Korelasi yang terjadi antara komponen penerimaan dengan karakteristik tingkat pengeluaran responden menunjukkan tanda negatif yang artinya hipotesis ditolak. Artinya, semakin tinggi tingkat pengeluaran justru semakin rendah dalam memberikan penilaian terhadap komponen penerimaan pameran. Pernyataan responden yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. “… mestinya dikasih seragam ya wiraniaganya biar keliatan lebih elok...”, (DWI, 37 tahun). Pernyataan responden di atas digunakan karena merupakan salah satu responden dengan perhasilan tertinggi. Meskipun tidak memberikan pernyataan langsung mengenai tingkat pengeluarannya, akan tetapi dalam memberikan penilaian, responden pada kategori tingkat pengeluaran tinggi ini cenderung dapat melihat lebih luas tidak hanya pada pameran yang sedang dilaksanakan, melainkan memikirkan alasan dari terjadinya hal tersebut seperti bagaimana pengelola membuat sistem bagi pameran. Hal tersebut kurang seirama dengan pernyataan responden sebagai berikut. “…ga sempet ngobrol sih tapi keliatannya santun, semua produk bagus ko ka...”, (LH, 16 tahun, SMP). Responden ini memiliki tingkat pengeluaran pada kategori rendah, beliau cenderung memberikan penilaian yang baik pada pameran terutama pada komponen penerimaan. Oleh karena itu benar adanya apabila hubungan antara karakteristik tingkat pengeluaran dengan komponen penerimaan negatif dan menunjukan angka korelasi 95%. Hubungan Penerimaan dengan Karakteristik Lokasi Demografik Komponen penerimaan selanjutnya diukur dengan karakteristik lokasi demografik. Seperti kita ketahui, setiap daerah memiliki norma masing-masing yang berlaku pada daerahnya. Oleh karena itu, uji korelasi Ranks Spearman akan
51
dilakukan antara komponen pemahaman dengan karakteristik lokasi demografik untuk dapat melihat apakah terjadi hubungan antar kedua variabel tersebut. Hasilnya menunjukan bahwa angka korelasi koefisien ada pada -0.133. Angka tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan berhubungan yakni 0.05. Artinya, tidak terdapat kecenderungan antara responden yang berdomisili di Bogor, Jadetabek, maupun luar Jadebatek dalam memberikan penilaian pameran pada komponen penerimaan. Penulis tidak berhasil mendapatkan data kualitatif mengenai hubungan lokasi demografik dengan komponen penerimaan. Akan tetapi, hasil olah dat menunjukan bahwa mayoritas yang berdomisili di luar Bogor, yang artinya masuk kategori redah dan sedang memberikan penilaian pada komponen penerimaan berada pada kategori sedang pula. Meskipun kemungkinan bahwa salah satu faktor yang menyebabkannya adalah mayoritas responden yang berasal dari Bogor, akan tetapi persebaran data berdasarkan lokasi demografik sangat merata dan tidak terdapat kecenderungan.
Hubungan Dorongan Bertindak (Persuation) dengan Karakteristik Pengunjung Hubungan Dorongan Bertindak dengan Karakteristik Jenis Kelamin Komponen dorongan bertindak memerlukan keinginan yang mutlak berupa pernyataan baik dalam membeli produk maupun kembali mendatangi pameran. Namun merupakan sebuah pertanyaan apakah jenis kelamin berhubungan dengan bagaiman tingkat keinginan responden untuk melakukan halhal tersebut. Hasil uji korelasi kedua variabel tersebut menggunkan uji nonparametik Chi-Square menunjukkan nilai Chi-Square hitung antara dorongan bertindak dengan karakteristik jenis kelamin adalah 0.673. Nilai tersebut lebih besar dari 0.05 yang merupakan nilai signifikansi agar dua variabel tersebut dapat dikatakan berhubungan. Artinya, tidak terdapat hubungan antara komponen dorongan bertindak dengan karakteristik jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin tidak memiliki kecendurungan dalam memberikan penilaian terhadap pameran pada komponen dorongan bertindak. Data kualitatif yang berhasil didapatkan adalah sebagai berikut. “…kalau pengen beli sih pengen mas, tapi ya tergantung kebutuhan juga...”, (HK, laki-laki, 21 tahun). “...iya udah beli dan insyaAllah nanti kesini lagi kalau pengen beli produk kerajinan...” (YP, perempuan, 22 tahun) Kedua responden ini berada pada situasi yang berbeda. Responden berinisial MFM hanya sedang melihat-lihat produk pada pameran, sedangkan YP tepat setelah melakukan transaksi pembelian dengan kasir. Meskipun berlatar belakang jenis kelamin dan situasi yang berbeda, keduanya sama-sama menyatakan ingin membeli/ membeli kembali produk pada pameran. Hal tersebut sesuai dengan data yang didapatkan oleh kedua responden tersebut yakni pada kategori tinggi.
52
Hubungan Dorongan Bertindak dengan Karakteristik Usia Karakteristik usia responden penelitian ini sangat beragam. Salah satu komponen penting adalah adanya keinginan responden untuk bertindak terutama untuk membeli produk. Dengan karakteristik usia yang beragam, akan dilihat apakah data tersebut berhubungan dengan komponen dorongan bertindak yang dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari efektivitas pameran. Hasil uji korelasi Rank spearman menunjukkan bahwa angka korelasi koefisien adalah -0.098 sehingga dapat dikatakan belum terdapat hubungan antara dua variabel tersebut. Artinya, tidak terdapat kecenderungan baik kategori usia rendah, sedang, maupun tinggi dalam memberikan penilaian terhadap pameran pada komponen dorongan bertindak. Perbedaan usia ternyata tidak menentukan bagaimana responden akan bertindak, sesuai dengan data kualitatif yang didapatkan sebagai berikut. “...iya udah beli dan insyaAllah nanti kesini lagi kalau pengen beli produk kerajinan...” (YP, 22 tahun) “…hmm ga sih kayanya, saya seneng ngeliatnya aja...” (MJA, 22 tahun) Kedua responden tersebut memang berada pada usia yang sama yang secara tidak langsung berada pada kategori yang sama pula. Akan tetapi dorongan mereka untuk bertindak sama sekali bertolak belakang. Artinya, usia tidak menentukan kecenderungan responden dalam bertindak. Responden berinisial YP berada pada kategori tinggi komponen dorongan bertindak, sedangkan MJA yang memiliki usia yang sama berada pada kategori sedang.
Hubungan Dorongan Bertindak dengan Karakteristik Jenis Pekerjaan Komponen dorongan bertindak merupakan komponen dengan tujuan target dari media tersebut dapat memenuhi harapan dari pembuat pesan. Dalam penelitian ini komponen dorongan bertindak diukur dengan semua karakteristik pengunjung termasuk jenis pekerjaan. Hasil uji korelasi Chi-Square dari kedua variabel menunjukkan nilai Chi-Square hitung antara dorongan bertindak dengan karakteristik jenis pekerjaan adalah 0.670. Nilai tersebut lebih besar dari 0.50 yang merupakan nilai signifikansi agar dua variabel tersebut dapat dikatakan berhubungan. Artinya, perbedaan latar belakang pekerjaan responden tidak menentukan bagaimana responden melakukan penilaian terhadap pameran pada komponen dorongan bertindak. Terdapat data kualitatif responden berbeda jenis pekerjaan dalam dorongan bertindak sebagai berikut. “…iya nanti bisa ke sini kalau pengen beli kerajinan ya…”, (AA, Pegawai swasta, 19 tahun). “…ya mungkin nanti saya akan kasihtau kerabat, atau ajak keluarga…”, (WN,Wiraswasta, 41 tahun).
53
“…kayanya ga ke sini aja mas, tapi boleh jadi salah satu referensi…”, (MYD, PNS, 52 tahun) Responden di atas berasal dari latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda. Dengan ketiga pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa tidak ada responden dengan latar belakang pendidikan tertentu yang mendominasi kategori tertentu pada komponen dorongan bertindak. Artinya, jenis pekerjaan tidak menentukan bagaimana dorongan bertindak suatu responden. Hubungan Dorongan Bertindak dengan Karakteristik Tingkat Pendidikan Disampaikan sebelumnya bahwa tingkat pendidikan responden mengumpul pada kategori sedang. Pada komponen dorongan bertindak, karakteristik tingkat pendidikan akan diuji menggunakan Rank spearman untuk dapat melihat hubungan antara kedua komponen tersebut. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa angka korelasi koefisien adalah -0.149 sehingga dapat dikatakan belum terdapat hubungan antara dua variabel tersebut. Syarat untuk dapat dikatakan berhubungan adalah pada angka 0.50. Artinya, tidak terdapat kecenderungan tingkat pendidikan pada kategori rendah, sedang, maupun tinggi dalam memberikan penilaian terhadap pameran pada komponen dorongan bertindak. Penulis tidak berhasil menemukan data kualitatif yang berhubungan dengan karkateristik tingkat pendidikan, akan tetapi jika dilihat pada data yang diperoleh, persebaran data sangat merata karena pada semua kategori terdapat jenis pekerjaan yang sudah dikategorikan sebelumnya.
Hubungan Dorongan Bertindak dengan Karakteristik Tingkat Pengeluaran Salah satu faktor yang menentukan daya beli seseorang adalah tingkat pengeluaran. Dengan latar belakang tingkat pengeluaran, seseorang akan menentukan jenis barang/jasa apa yang akan mereka beli atau gunakan. Pernyataan tersebut menunjukan bagaimana keterkaitan antara tingkat pengeluaran dengan komponen dorongan bertindak. Dalam penelitian ini, semua diuji menggunakan uji korelasi. Kedua variabel ini diuji menggunakan uji korelasi Rank Spearman yang hasilnya menunjukkan bahwa angka korelasi koefisien adalah -0.199. Angka tersebut tidak memenuhi syarat agar kedua variabel dapat dikatakan berhubungan yakni 0.50. Artinya, dalam penelitian ini, tingkat pengeluaran tidak berhubungan dengan dorongan bertindak responden. Tidak terdapat kecenderungan antara kategori tingkat pengeluaran rendah, sedang, dan tinggi dalam memberikan penilaian terhadap pameran pada komponen dorongan bertindak. Pada komponen ini tidak terdapat data kualitatif yang berhubungan sehingga data kuantitatif menjadi alasan pokok yang mengatakan bahwa tidak terjadi hubungan antara komponen ini. Tingkat pengeluaran yang tidak berhubungan dengan dorongan bertindak ini mungkin disebabkan oleh pernyataan pada kuesioner yang hanya berupa keinginan untuk bertindak sehingga tidak dapat ditunjukan secara nyata apakah benar transaksi pembelian tersebut dilakukan. Hal tersebut menyebabkan bahwa persebaran data hanya pada kategori sedang dan
54
tinggi saja, serta satu responden pada komponen rendah. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap orang berhak untuk menginginkan sesuatu akan tetapi belum tentu yang diinginkan akan selalu dilakukan. Hubungan Dorongan Bertindak dengan Karakteristik Lokasi Demografik Komponen dorongan bertindak merupakan komponen yang penting jika dilihat dari mengapa efektivitas itu diperlukan. Salah satu karakteristik yang akan diukur dengan komponen dorongan bertindak adalah lokasi demografik. Hasil uji korelasi Rank spearman menunjukkan angka korelasi pada -0.138. Angka tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan berhubungan yakni 0.05. Artinya, tidak terdapat kecenderungan baik responden yang berdomisili di Bogor, Jadetabek, dan luar Jadetabek dalam komponen dorongan bertindak yang merupakan salah satu aspek penilaian terhadap pameran. Terdapat data kualitatif yang mampu mempekuat pernyataan tersebut, sebagai berikut. “…saya rasa harus pikir dua kali untuk kembali ke sini, mungkin kalau buka di Medan saya datang tiap hari…”, (SME, 40 tahun) “…hmm ga sih kayanya, saya seneng ngeliatnya aja….” (MJA, 22 tahun) Responden berinisial SME merupakan responden pada kategori lokkasi demografik tinggi, sedangkan MJA berada pada kategori rendah. Meskipun berdasarkan dua faktor berbeda, yakni SME memikirkan mengenai jarak dari tempat tinggalnya menuju pameran sedangkan MJA karena hanya senang melihat, keduanya sama-sama tidak terlalu memiliki hasrat untuk membeli atau datang kembali ke pameran. Artinya, lokasi demografik responden tidak menentukan dorongan bertindak terhadap pameran.
PENUTUP
Simpulan Berdasarkan hasil penulisan yang telah dilakukan, dapat dibuat beberapa kesimpulan seperti berikut: 1. Penilaian responden terhadap pameran menunjukkan bahwa pameran sudah menarik sehingga memenuhi komponen attraction, pameran sudah dapat diterima oleh pengunjung sehingga memenuhi komponen acceptability, dan sudah dapat membuat dorongan bertindak untuk pengunjung sehingga memenuhi komponen persuation, namun masih belum maksimal dalam memberikan pemahaman kepada pengunjung yang berkaitan dengan komponen comprehension. 2. Terdapat beberapa variabel yang berhubungan yakni pada komponen daya tarik (attraction) dan penerimaan (acceptability) yang akan dijelaskan sebagai berikut. a. Komponen daya tarik (attraction) berhubungan dengan karakteristik usia dan tingkat pendidikan akhir pengunjung pameran. Kedua variabel yang berhubungan tersebut memiliki tingkat kepercayaan 99% jika dihubungkan dengan komponen daya tarik. b. Komponen penerimaan (acceptability) berhubungan dengan karakteristik usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pengeluaran pengunjung pameran. Ketiga variabel tersebut memiliki tingkat kepercayaan 95% jika dihubungkan dengan komponen penerimaan.
56
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, berikut beberapa saran yang diberikan oleh penulis: 1. Pihak pengelola pameran Dekranasda Kota Bogor perlu memikirkan ulang mengenai warna dekorasi pada pameran karena mendapatkan penilaian rendah berkaitan dengan komponen daya tarik (attraction) dan memikirkan alternatif untuk memberikan informasi kepada pengunjung yang juga berkaitan dengan komponen pemahaman (comprehension). 2. Pihak pengelola pameran Dekranasda Kota Bogor sebaiknya menambah karyawan yang bertugas sebagai wiraniaga agar mempermudah pengunjung dalam memberikan informasi yang diinginkan berkaitan dengan komponen pemahaman (comprehension) 3. Pihak pengelola pameran Dekranasda Kota Bogor sebaiknya melakukan negosiasi ulang dengan pihak pengelola Mal Botani Square mengenai lagu yang diputar. Lagu yang diputar mendapatkan penilaian yang rendah pada komponen penerimaan (acceptability). Oleh karena itu pihak pengelola pameran perlu memikirkan alternatif untuk memperbaiki penilaian tersebut. 4. Wiraniaga pada pameran sebaiknya mempertahankan sikap ramah dan santun, dan untuk mempertajam daya tarik alangkah lebih baik pihak pengelola memberikan seragam bagi para wiraniaga kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina L. 2013. Efektivitas komunikasi pemasaran produk olahan pertanian Institut Pertanian Bogor di Serambi Botani, Mal Gandaria City. [skripsi]. [Internet]. [diunduh 2014 November 18]. Tersedia pada: repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63150 Anjani S. 2014. Pengaruh bauran komunikasi pemasaran terhadap ekuitas merek produk UKM. [Skripsi]. Bogor (ID). Insitut Pertanian Bogor. Bertrand J. 1978. Communication Pretesting: The University of Chicago. 144 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. [Internet]. Tersedia pada: http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php Diahnisa T. 2015. Hubungan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM kerajinan di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Evelina L. 2005. Event Organizer Pameran. Jakarta (ID): Indeks. 193 hal. Flores TG, Bueno PB, Lapastora RD. 1983. Handbook for Extension Work: College, Laguna, Philiphine. 133 hal. Hurriyati R. 2010. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung (ID): Alfabeta. Isnaini S. 2010. Implementasi komunikasi pemasaran terpadu sebagai penyampai pesan promosi usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia. J Masyarakat Kebudayaan dan Politik [Internet]. [diunduh tanggal 19 Februari 2014]. 4: 324-332. Dapat diunduh dari: http://journal.unair.ac.id Jefkins F. 1995. Periklanan: Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. 416 hal. [KKU] Kementrian Koprasi dan UKM. 2013. [Internet]. Tersedia pada: http://www.depkop.go.id/phocadownload/regulasi/pp/pp_2013_17_tentang_ pelaksanaan_uu_nomor_20_tahun_2008_tentang_umkm.pdf [KKU] Kementrian Koprasi dan UKM. 2013. [Internet]. Tersedia pada: http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=se ctions&Itemid=93 Kusumastuti YI. 2009. Komunikasi Bisnis. Bogor (ID): IPB Pr. 201 hal. Kotler, Arsmstrong G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Ed ke-12. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Mugniesyah. 2010. Model Komunikasi. Di dalam: Dasar-Dasar Komunikasi. Hubeis HVS, editor. Bogor (ID): IPB Pr. 392 hal. [PKB] Pemerintah Kota Bogor. 2013. [Internet]. Tersedia pada: kotabogor.go.id Sarwono J. 2009. Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta (ID): ANDI. Sulistyastuti, Dyah R. 2004. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Analisis konsentrasi regional UKM di Indonesia 1999-2001. J.Ekonomi Pembangunan. [Internet]. [Diunduh 2014 November 18] 9(2): 143-164. Tersedia pada: http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/617/54 Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. 468 hal. Tambunan TTH. 2009. UMKM di Indonesia. Bogor (ID): Ghalian Indonesia. 282 hal.
76 58
Tjiptono F. 2008. Strategi Pemasaran. Ed ke-3. Yogyakarta (ID). ANDI Yogyakarta. 587 hal. Winistuti DR. 2011. Efektivitas komunikasi pemasaran Honey Madoe di lingkungan Kampus IPB Dramaga. [skripsi]. [Internet]. [Diunduh 2014 November 18]. Tersedia pada: repository.ipb.ac.id/handle/123456789/52926
LAMPIRAN
61
Lampiran 1 Sketsa Lokasi Mal Botani Square Bogor
Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penulisan Kegiatan Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi Pengambila n Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi
Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
62
Lampiran 3 Daftar responden No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Inisial Nama UNY RB LDW AA SD MT SA RN ASB ND VNS SA CA HM HK SME WN MT DW EM GN AY AR MFM YP AR HR MYD HDA HRN EK VK RT LT AY RN AR IW ED
No. Handphone 08121262xxxx 08577966xxxx 08139898xxxx 08950583xxxx 0812720xxxx 08777085xxxx 08777063xxxx 08129008xxxx 0856724xxxx 08571709xxxx 08571410xxxx 08389822xxxx 08121374xxxx 08121332xxxx 0812656xxxx 08199737xxxx 0878036xxxx 0855100xxxx 08131702xxxx 08528999xxxx 0813100xxxx 08191007xxxx 0856870xxxx 08213777xxxx 08569749xxxx 0897684xxxxx 0857234xxxx 0812841xxxx 085695xxxx 0857812xxxx 08129081xxxx 0812198xxxx 0856820xxxx 08211473xxxx 0812330xxxx 08777083xxxx 08571722xxxx 0812198xxxx
Alamat Kedung Halang, Bogor Taman Cimanggu, Bogor Pajajaran Karawang Cikampek, Jawa Barat Kota Jambi Ciapus, Bogor Cimanggu, Bogor Babakan Sari Raya, Bogor Kedung Badak, Bogor Gunung Batu, Bogor BNR, Bogor Klender, Jakarta Timur Taman Yasmin, Bogor Perum Unitex, Bogor Medan Ciomas, Bogor Pondok Rumput, Bogor Laladon, Bogor Abesin, Bogor Taman Sari, Bogor BNR, Bogor Ciomas, Bogor Ciluar, Bogor Dramaga, Bogor Bogor Cimanggu, Bogor Bantarjati, Bogor Bantarjati, Bogor Ciomas, Bogor Cimanggu, Bogor Cimanggu Bogor Cibubur, Jakarta Taman Cimanggu, Bogor Bogor Yasmin, Bogor Bukit Kayu Manis, Bogor Ciomas Permai, Bogor Pandu raya, Bogor
63
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
MH RFI BA LH AG JK RM MA AZ ASM WKS DTA DM AL AW AI JN SL RH IU IM RDJ AG AP YSN TA RN NN FAP ASM RRH DEM DF EWR LF MJA TY SMR AO AM KV FAI
08569588xxxx 0899375xxxx 08221330xxxx 08222184xxxx 0858115xxxx 0813808xxxx 0815141xxxx 08157456xxxx 08999252xxxx 08129383xxxx 0898845xxxx 08534315xxxx 0897003xxxx 0898122xxxx 08962585xxxx 08571643xxxx 08791xxxx 08967467xxxx 0857730xxxx 0812905xxxx 0878732xxxx 089866xxxx 0857733xxxx 08963538xxxx 0878438xxxx 0812234xxxx 08571635xxxx 08963820xxxx 0856922xxxx 0856929xxxx 0812969xxxx 081317xxxx 081219xxxx 0857813xxxx 08777010xxxx 08577841xxxx
Kp. Caringin, Bogor Bogor Jalan Ardio, Bogor Ciwaringin, Bogor Cimahpar, Bogor Pakuan, Bogor Pakuan, Bogor Salabenda, Bogor Taman Yasmin, Bogor Cikaret, Gg. Basyir, Bogor Cibinong, Bogor Ciomas, Bogor Mulyaharja, Bogor Kp. Jawa, Bogor Perum Bogor Baru, Bogor Gunung Batu, Bogor Ciomas, Bogor Tajur, Bogor Loji, Bogor Ciawi, Bogor Bogor Bogor Bogor Cileungsi, Bogor Bogor Pemda, Bogor Malabar, Bogor Cisarua, Bogor Cibinong, Bogor Medan Kedung Halang, Bogor Tajur, Bogor Menteng Asri, Bogor Loji, Bogor Kebon Pedes, Bogor Gg. Kelor, Bogor Bogor Bogor Raya Permai Cimahpar, Bogor Bukit Bogor Raya Bogor Cimanggu, Bogor
64
82 83 84 85 86 87 88 89 90
RY RBL NE RD GA PF LM WT TT
0857148xxxx 0812124xxxx 08121243xxxx 08228000xxxx 08228000xxxx 08571415xxxx
Ciomas, Bogor Bogor Baru, Bogor Bogor Baru, Bogor Cicadas, Bogor Cisarua, Bogor Cimanggu, Bogor Bogor 0896254xxxx Blok Wetan, Bogor 0856932xxxx Perum VIP, Bogor
Lampiran 4 Catatan Tematik Profil Dekranasda Pihak pengelola pameran Dekranasda di Botani Square menyatakan bahwa usaha di bidang kerajinan bukan merupakan usaha yang menguntungkan karena produk yang dijual merupakan produk yang sangat subjektif. Pengelola hanya mengambil keuntungan 10% untuk biaya utilitas. Meskipun begitu pengelola merasa bahwa pameran di Botani jauh lebih efektif karena terjadi peningkatan penjualan.
Pelaksanaan Pameran di Botani Square Pihak pengelola menyatakan bahwa pameran dimulai dari Januari dan berakhir pada Desember jika sesuai dengan kontrak dengan pihak pegelola mal. Keuntungan yang didapat dari diadakannya pameran ini diakui karena bertambahnya jumlah pembeli dibandingkan pada galeri. Pihak pengelola juga hanya menetapkan syarat yang mudah yaitu bagi UMKM: mempunyai KTP Bogor saja kemudian akan dilihat produknya berdasarkan pertimbangan kualitas dan kuantitas produk, sehingga originalitas kerajinan Kota Bogor tidak menjadi pertimbangan. Pelaku UMKM ternyata tidak sependapat dengan pihak pengelola, mereka menyatakan bahwa tidak terjadi peningkatan mengenai penjualan produk. Hal ini sudah dilakukan kepada tiga pelaku UMKM. Mereka lebih mengunggulkan INACRAFT yang dapat menjual produk kalian dengan banyak. Dua dari tiga pelaku UMKM yang diwawancara menyatakan bahwa pameran kurang menarik karena posisinya yang tidak terlalu strategis. Menurut wiraniaga letak pameran sudah strategis karena tidak sedikit pengunjung yang langsung membeli saat pameran. Produk yang sering dibeli adalah: baju, kaos, pin, dan aksesoris. Pernyataan tersebut sudah sesuai dengan pembukuan yang dilakukan oleh kasir. Wiraniaga juga menyatakan bahwa pameran ramai pada akhir minggu dan sangat ramai pada awal minggu.
65
Data Kualitatif Responden “…saya ga mudah memusatkan perhatian pada pameran, warna dekorasinya bukan warna yang cerah, tapi kalau menarik cukup lah ya karena produk kerajinan gitu,kalau lagunya sama sekali ga Bogor kan ya? Ini jazz gitu ‘kan?. Kalau wiraniaga udah cukup santun, kalau gambar controversial sih ga ada ya tapi paling patung ini kayanya kurang sesuai. Wah kalau yg gitu-gitu saya gatau”, (AG, S2, 30 tahun). “…owalah gatau saya, saya memang suka dengan produk disini, tapi ga terlalu detail seperti itulah saya perhatikan, kalau kembali lagi, saya rasa harus pikir dua kali untuk kembali kesini, mungkin kalau buka di Medan saya datang tiap hari …”‟ (SME, 40 tahun). “…kalau menurut saya sih produknya masih kurang banyak, terus lampu nih ga merata, dan tempatnya pun kurang strategis dek kan orang yang masuk dari pintu depan belum tentu tau ada pameran ini dibawah, (mengenai pemahaman) wah kalau itu saya gatau mas, wong pengen liat-liat aja ga mau terlalu banyak nanya, (mengenai datang kembali ke pameran) kayanya ga kesini aja mas, tapi boleh jadi salah satu referensi”, (MYD, 52 tahun). “…bagus ya ada pameran kaya gini, jadi nunjukin kalau Bogor juga punya kerajinan (mengenai datang kembali ke pameran) ya mungkin nanti saya akan kasihtau kerabat, atau ajak keluarga...”, (WN, laki-laki, 41 tahun). “… aku ga tau ka, abisnya ga sempet ngobrol sama yang jaga kak, abisnya tadi waktu aku mau nanya lagi ada yang nanya terus pas udah ga ada yang nanya aku udah liat barang yang lain..”, (NE, SMP, 16 tahun). “…barangnya lucu-lucu, kaya khas gitu kan jadinya ya orang-orang pengen liat aja..”, (CA, perempuan, 20 tahun). “…bagus-bagus aja ka, terus pas tempat orang jalan kaki mau ke mal, jadi banyak orang lewat kan…”, (ASM, 18 tahun). “…bagus ko ini, dan cukup menarik juga…” (GNJ, pegawai swasta, 33 tahun). “…lucu-lucu ya produk kerajinan gitu, terus tadi sempet liat talenan tapi ada gambarnya gitu, kan kreatif…” (VNS, tidak bekerja, 21 tahun).
66
“…warnanya udah cerah ko warna bambu-bambu gitu udah suasana kerajinan banget”, (EM, SMA, 46 tahun). “…saya kebetulan memang lagi nyari sandal, niatnya sih ga kesini, tapi unik pas saya liat-liat jadi mampir..”, (DW, 37 tahun). “…bagus mas tempatnya bikin kita pengen liat-liat dulu karena unik gitu…”, (DTA, 20 tahun). “…iya tadi cuman lewat aja tapi pas liat ko ini apa ya lucu-lucu gini, yaudah sekalian aja liat-liat bentar..”,(RI, 39 tahun). “…ya gue jawabnya ngira-ngira aja ya, kalau salah gak apa-apa kan?..”, (AR, Diploma, 25 tahun). “…iya baju wiraniaganya kurang ya, udah bagus sih batik, tapi masih gimana gitu...” (RM, perempuan, 36 tahun). “…setuju-setuju aja mas, kan disini semuanya udah kerajinan gitu. Ga ada benda yang aneh-aneh ko…”, (EK, 21 tahun) “…baju wiraniaganya kurang Bogor gitu ya, batik kan cerminan Indonesia, terus lagunya juga bukan sunda banget ya...” (JK, 36 tahun) “..saya sih kurang suka sama patung ini ya mas abisnya serem...”, (ED, 42 tahun) “…ga sempet ngobrol sih tapi keliatannya santun, semua produk bagus ko ka..” (LH, SMP, 16 tahun). “… mestinya dikasih seragam ya wiraniaganya biar keliatan lebih elok..”, (DWI, 37 tahun). “..kalau pengen beli sih pengen mas, tapi ya tergantung kebutuhan juga..”, (HK, laki-laki, 21 tahun). “..iya udah beli dan insyaAllah nanti kesini lagi kalau pengen beli produk kerajinan..” (YP, perempuan, 22 tahun) “…hmm ga sih kayanya, saya seneng ngeliatnya aja..” (MJA, 22 tahun) “…iya nanti bisa kesini kalau pengen beli kerajinan ya…”, (AA, Pegawai swasta, 19 tahun).
67
Lampiran 5 Panduan pertanyaan wawancara informan 1. 2. 3. 4.
Apa yang merupakan latar belakang terbentuknya Dekranasda Kota Bogor? Apa tujuan utama dari Dekranasda Kota Bogor? Bagaimana sistem pengelolaan pameran yang ada di Botani Square? Bagaimana sistem perekrutan UMKM untuk mendaftarkan produknya di Dekranasda? 5. Apakah pameran di Botani Square sudah cukup efektif? 6. Sistem seperti apa yang digunakan pada produk UMKM? 7. Berapa jumlah UMKM yang sudah mendaftarkan produknya? 8. Kegiatan apa saja selain pameran yang rutin dilakukan? 9. Bagaimana peran pemerintah dalam pelaksanaan pameran di Botani Square ini? 10. Apakah produk yang dijual pada pameran lebih banyak terjual dibandingkan pada galeri Dekranasda?
Lampiran 6 Hasil uji statistic Chi-Square Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.268a
1
.605
.091
1
.763
.268
1
.605
Fisher's Exact Test
.669
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.265
b
1
.607
90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.80. b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
2.155a
3
.541
Likelihood Ratio
2.553
3
.466
Linear-by-Linear Association
1.269
1
.260
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
90
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .47.
.381
68
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square
df a
2
.208
3.450
2
.178
.696
1
.404
3.140
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
sided)
N of Valid Cases
90
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40. Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
df
sided)
1.269a
6
.973
1.772
6
.939
.064
1
.801
N of Valid Cases
90
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .01. Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
df
sided)
1.534a
2
.464
1.867
2
.393
.243
1
.622
N of Valid Cases
90
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40. Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
6
.164
Likelihood Ratio
8.729
6
.189
Linear-by-Linear Association
3.707
1
.054
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
9.179
90
69
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.541
Likelihood Ratio
2.553
3
.466
Linear-by-Linear Association
1.269
1
.260
Pearson Chi-Square
2.155
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .01.
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Pearson Chi-Square
.793a
2
.673
Likelihood Ratio
1.148
2
.563
.009
1
.926
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
90
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40.
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
sided)
12.081a
6
.060
8.008
6
.237
.375
1
.540
90
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .01.
70
Lampiran 7 Hasil uji statistik Rank-Spearman Variabel Usia – Penilaian Terhadap Pameran
Correlations Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient
Attraction
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
-.348
.
.001
90
90
**
1.000
.001
.
90
90
N Attraction
**
1.000
-.348
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient
1.000
.053
Sig. (2-tailed)
.
.619
90
90
Correlation Coefficient
.053
1.000
Sig. (2-tailed)
.619
.
90
90
N Comprehension
Comprehension
N Correlations Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient
1.000
-.267*
Sig. (2-tailed)
.
.011
90
90
*
-.267
1.000
.011
.
90
90
N Acceptability
Correlation Coefficient
Acceptability
Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlations Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persuation
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
Persuation
1.000
-.098
.
.357
90
90
-.098
1.000
.357
.
90
90
71
Variabel Pendidikan – Penilaian Terhadap Pameran Correlations Pendidikan_tera khir Spearman's rho
Pendidikan_terakhir
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N Attraction
Correlation Coefficient N
**
-.294
.
.005
90
90
**
1.000
.005
.
90
90
-.294
Sig. (2-tailed)
Attraction
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations Pendidikan_tera khir Comprehension Spearman's rho
Pendidikan_terakhir
Correlation Coefficient
1.000
.056
.
.600
90
90
Correlation Coefficient
.056
1.000
Sig. (2-tailed)
.600
.
90
90
Sig. (2-tailed) N Comprehension
N Correlations
Pendidikan_tera khir Spearman's rho
Pendidikan_terakhir
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Acceptability
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Acceptability
1.000
-.264*
.
.012
90
90
*
-.264
1.000
.012
.
90
90
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlations Pendidikan_tera khir Spearman's rho
Pendidikan_terakhir
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persuation
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Persuation 1.000
-.149
.
.162
90
90
-.149
1.000
.162
.
72
Correlations Pendidikan_tera khir Spearman's rho
Pendidikan_terakhir
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
**
-.294
.
.005
90
90
**
1.000
.005
.
N
90
90
N
90
N Attraction
Attraction
1.000
Correlation Coefficient
-.294
Sig. (2-tailed)
90
Variabel Pengeluaran – Penilaian Terhadap Pameran Correlations Pengeluaran Spearman's rho
Pengeluaran
Correlation Coefficient
Attraction
1.000
-.145
.
.172
90
90
-.145
1.000
.172
.
90
90
Sig. (2-tailed) N Attraction
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlations
Pengeluaran Spearman's rho
Pengeluaran
Correlation Coefficient
Comprehension
1.000
.050
.
.637
90
90
Correlation Coefficient
.050
1.000
Sig. (2-tailed)
.637
.
90
90
Sig. (2-tailed) N Comprehension
N Correlations
Pengeluaran Spearman's rho
Pengeluaran
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Acceptability
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Acceptability
1.000
-.250
*
.
.018
90
90
*
1.000
.018
.
90
90
-.250
73
Correlations Pengeluaran Spearman's rho
Pengeluaran
Correlation Coefficient
1.000
-.199
Sig. (2-tailed)
.
.060
90
90
-.199
1.000
.060
.
90
90
N Persuation
Persuation
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Variabel Domisili – Penilaian Terhadap Pameran Correlations Domisili Spearman's rho
Domisili
Correlation Coefficient
Attraction
1.000
-.033
.
.754
90
90
-.033
1.000
.754
.
90
90
Sig. (2-tailed) N Attraction
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlations
Domisili Spearman's rho
Domisili
Correlation Coefficient
Comprehension
1.000
-.015
.
.890
90
90
-.015
1.000
.890
.
90
90
Sig. (2-tailed) N Comprehension
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations Domisili Spearman's rho
Domisili
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Acceptability
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Acceptability
1.000
-.133
.
.212
90
90
-.133
1.000
.212
.
90
90
74
Correlations Domisili Spearman's rho
Domisili
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persuation
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persuation
1.000
-.138
.
.194
90
90
-.138
1.000
.194
.
90
90
75
Lampiran 7. Dokumentasi Penulisan
Dokumentasi Pengambilan Data
Dokumentasi Wiraniaga Melayani Pengunjung
76
Dokumentasi Papan Dekranasda Kota Bogor
Dokumentasi Ruang Pameran Dekranasda Kota Bogor
77
Dokumentasi Produk Kerajinan Pada Gerai Pameran Dekranasda Kota Bogor
RIWAYAT HIDUP Amaris Orwin Yahya lahir di Bogor pada tanggal 17 Oktober 1993 merupakan anak terakhir dari Nuraman Yahya dan Nunung Kartini. Penulis mempunyai 2 kakak perempuan. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan formal dari TK Ikkawati tahun 1999, SDN Panaragan II tahun 2005, SMP Negeri 3 Bogor tahun 2008, dan sampai terakhir di SMA Taruna Andigha pada tahun 2011. Dalam tahun yang sama selesai sekolah menengah atas, penulis masuk jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selain aktif dalam kegiatan akademik, penulis juga aktif dalam kegiatan non akademik seperti kepanitiaan dalam kampus maupun luar kampus dan juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa. Penulis pernah menjadi Ketua Pelaksana Communication Day 2013, Koordinator Fema Appreciation Night Show, Kepala Divisi Acara Connection 2014, dan Ketua Pelaksana Open House IPB 2015. Penulis juga memegang jabatan sebagai Ketua Hubungan Masyarakat UKM Bola Basket IPB periode 2012-2013. Tidak lupa juga penulis masih aktif sebagai Koordinator Duta Promosi IPB periode 2014-2015. Kegiatan di luar kampus yang diikuti penulis untuk mencari pengalaman lebih seperti menjadi anggota Belajar Keliling, La Belle Wedding Organizer, menjadi Public Relation dari RADIX Creative And Event Organizer, dan melatih ekstrakulikuler bola basket pada SMA dan SMP Taruna Andigha periode 20122014 sebagai wadah penulis untuk berbagi ilmu olahraga basket setelah mengikuti PORDA Jawa Barat pada tahun 2010. Selain itu, dukungan finansial dan wawasan juga penulis dapatkan dari Beasiswa BUMN periode 2013-2014 dan Beasiswa Karya Salemba Empat periode 2014-2015.