EFEKTIVITAS MODEL PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN SEKTOR PERTANIAN
Editor : Mahmud Thoha dan Yeni Saptia
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2009
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd 1
6/22/2010 6:18:24 PM
©2009 Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI) KATALOG DALAM TERBITAN PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI Efektivitas Model Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sektor Pertanian/editor Mahmud Thoha. - [Jakarta] : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2009. i-viii + 274 hlm: 15 cm x 21 cm 338 ISBN : 978-602-8659-19-2
Penerbit:
LIPI Press, anggota Ikapi Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widya Graha Lt. 4 - 5 Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710 Telp: 021-5207120 Fax: 021-5262139
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd 2
6/22/2010 6:18:28 PM
KATA PENGANTAR Pembiayaan syariah dalam mengembangkan sektor pertanian merupakan salah satu kegiatan dan atau penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Ekonomi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang tergabung dalam“ Sinergi penelitian Bidang Iptek Dikti-LIPI Tahun Anggaran 2009. Penyusunan laporan penelitian Dikti ini dapat berjalan dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak, baik instansi pemerintah, lembaga keuangan bank/non bank dan masyarakat petani di dua daerah penelitian yaitu Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat serta Kabupaten Sleman dan sekitarnya, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berkenaan dengan itu kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan berupa data dan informasi yang berkaitan dengan pembiayaan syariah di sektor pertanian di dua daerah penelitian tersebut. Laporan penelitian Dikti ini telah diuji berbagai tahapan proses penelitian yang panjang mulai dari pembuatan riset disain sampai menjadi laporan akhir yang telah didiskusikan dan diseminarkan oleh tim peneliti P2E-LIPI. Dengan demikian laporan hasil penelitian ini secara akademik dapat dipertanggungjawabkan dan diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengembangkan kebijakan pembiayaan syariah dalam sektor pertanian.
i
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:i
6/22/2010 6:18:28 PM
Harapan kami semoga laporan penelitian ini mampu memberikan sumbangsih perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pengambilan keputusan atau kepentingan praktis lainnya.
Jakarta, Februari 2010 Kepala Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI
Drs. Darwin, M.Sc NIP. 19551121198303 1 003
ii
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:ii
6/22/2010 6:18:28 PM
ABSTRAK Saat ini alokasi kredit pada sektor pertanian masih minim karena masih terdapat anggapan bahwa usaha pertanian beresiko tinggi. Padahal, secara empirik sektor pertanian adalah sektor yang mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif di saat kondisi krisis ekonomi melanda perekonomian nasional beberapa tahun lalu. Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat dipecahkan, maka diperlukan adanya alternatif pembiayaan di sektor pertanian dengan mengembangkan pola pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil. Penelitian ini bertujuan untuk (1)mengkaji proses penyaluran pembiayaan terhadap sektor pertanian dengan menggunakan skim syariah; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyaluran pembiayaan syariah pada sektor pertanian, (3) menganalisis efektivitas pembiayaan syariah dalam meningkatkan usaha/pendapatan petani; (4) mengkaji bagaimana prospek pembiayaan syariah dalam mengembangkan sektor pertanian; (5) menganalisis kebijakan pemerintah dalam mengembangkan pembiayaan syariah pada sektor pertanian. Untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang isu-isu tersebut, maka penelitian ini dilakukan pada kelima sub-sektor pertanian yaitu : subsektor tanaman pangan, hortikultura,
iii
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:iii
6/22/2010 6:18:28 PM
perikanan, peternakan dan perkebunan di daerah penelitian Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Sleman serta Kabupaten Kulomprogo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembiayaan syariah cukup efektif dalam meningkatkan produktivitas sektor pertanian, meskipun masih dijumpai beberapa kendala yang dihadapi terutama jumlah pembiayaan masih sangat terbatas dan beberapa kendala operasional lainnya. Kata Kunci : Pertanian, Pembiayaan, Skim Syariah, Bagi Hasil
iv
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:iv
6/22/2010 6:18:28 PM
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................... i ABSTRAK ..................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................... v DAFTAR TABEL .......................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................... x BAB 1
PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN: PENDEKATAN STUDI ............. 1 Oleh : Tim Peneliti 1.1 Pendahuluan ............................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian...................................................... 5 1.4 Hasil yang Diharapkan ............................................. 6 1.5 Aspek Strategis ........................................................ 7 1.6 Ruang Lingkup Kegiatan .......................................... 7 1.7 Metodologi Penelitian ............................................... 8
BAB 2
SKIM KREDIT/PEMBIAYAAN DI SEKTOR PERTANIAN .................................................................23 Oleh : Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha 2.1 Pendahuluan ..........................................................23 2.2 Program Kredit Hortikultura Mandiri .......................25 2.3 Konsep Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) ................................................37
v
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:v
6/22/2010 6:18:28 PM
2.4 2.5 2.6 2.7
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) ......47 Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3) .....51 Kredit Usaha Rakyat (KUR) ...................................54 Kesimpulan ............................................................63 Daftar Pustaka .......................................................65
BAB 3 EFEKTIVITAS MODEL KREDIT DAN SKIM PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN ............................67 Oleh : Yeni Saptia 3.1 Pendahuluan ..........................................................67 3.2 Gambaran Umum Pertanian Tanaman Pangan di Daerah Penelitian ...............................................71 3.3 Pelaksanaan Kredit Program Pemerintah di Daerah Penelitian ...............................................75 3.4 Pola Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor Tanaman Pangan ...................................................86 3.5 Prospek Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor Tanaman Pangan ...................................................94 3.6 Kesimpulan ..........................................................100 Daftar Pustaka .....................................................102 BAB 4 EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR HORTIKULTURA 105 Oleh : Firmansyah 4.1 Pendahuluan ........................................................105 4.2 Potensi Tanaman Hortikultura di Daerah Penelitian .............................................................109 4.3 Pembiayaan Sub-sektor Hortikultura.................... 119
vi
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:vi
6/22/2010 6:18:29 PM
4.4 Pembiayaan Hortikultura dengan Pola Syariah ...125 4.5 Efektivitas Model Pembiayaan Syariah Pada Sub-sektor Hortikultura ........................................137 4.6 Kesimpulan dan Rekomendasi.............................139 Daftar Pustaka .....................................................141 BAB 5 PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PENGEMBANGAN SUB-SUB-SEKTOR PERIKANAN..............................143 Oleh : Masyhuri 5.1 Pendahuluan ........................................................143 5.2 Investasi dan Dualisme Ekonomi Perikanan .......145 5.3 Berbagai Faktor Empiris Dari Usaha Perikanan ...152 5.4 Inti - Plasma: Prototype Pembiayaan Syariah Usaha Perikanan? ................................................163 5.5 Kesimpulan ..........................................................170 Daftar Pustaka .....................................................173 BAB 6
EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR PETERNAKAN ...........................................................175 Oleh : Mochammad Nadjib 6.1 Pendahuluan ........................................................175 6.2 Gambaran Sub-sektor Peternakan di Daerah Penelitian .............................................................177 6.3 Tradisi Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan ...180 6.4 Model Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan yang Diterapkan Pemerintah ................................184 6.5 Kendala dan Prospek Model Pembiayaan Sub-sektor Peternakan ........................................194
vii
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:vii
6/22/2010 6:18:29 PM
6.6. Gaduhan: Embrio Model Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor Peternakan................................202 6.7 Kesimpulan ..........................................................208 Daftar Pustaka ............................................................. 211 BAB 7
EFEKTIVITAS MODEL KREDIT PROGRAM DAN SKIM PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR PERKEBUNAN ..213 Oleh : Mahmud Thoha 7.1 Pendahuluan ........................................................213 7.2 Gambaran Umum Sub-Sektor Perkebunan di Daerah Penelitian .............................................215 7.3 Model Pembiayaan di Sub-Sektor Perkebunan yang Diterapkan Pemerintah ................................221 7.4 Proses Penyaluran Pembiayaan Sub-sektor Perkebunan ..........................................................225 7.5 Pembiayaan Syariah untuk Sub-sektor Perkebunan ..........................................................230 7.6 Kendala dalam Penyaluran Pembiayaan .............232 7.7 Peran Pemerintah, Bank Syariah dan BMT dalam Pengembangan Pembiayaan Syariah .......234 7.8 Efektivitas Pembiayaan Syariah dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan.............241 7.9 Prospek Pembiayaan Syariah ..............................243 7.10 Kesimpulan ..........................................................244 Daftar Pustaka .............................................................248
viii
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:viii
6/22/2010 6:18:29 PM
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penyaluran Kredit Perbankan Nasional pada Beberapa Sektor (%) .............................................
3
Tabel 2.1 Perkembangan KUR sampai dengan Desember 2008 .....................................................
58
Tabel 2.2 Posisi KUR Menurut Sektor Ekonomi Desember 2008 .....................................................
59
Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Kab Sukabumi dan Kab. Sleman Tahun 2007 .......................................
73
Tabel 3.2 Realisasi Penguatan Modal pada Sektor Pertanian................................................................
76
Tabel 3.3 Klasifikasi Plafon Pembiayaan bagi Petani atau Kelompok Tani................................................
88
Tabel 4.1 Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2007.............. 109 Tabel 4.2 Produksi lima Komoditas Buah-buahan Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2008.............. 111 Tabel 4.3 Produksi lima Jenis Tanaman Hias Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ......................... 113 Tabel 4.4 Produksi lima Jenis Tanaman Obat-obatan Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ......................... 114 Tabel 4.5 Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................. 115
ix
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:ix
6/22/2010 6:18:29 PM
Tabel 4.6 Produksi lima Komoditas Buah-buahan Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................. 117 Tabel 4.7 Produksi lima Komoditas Tanaman Hias Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................. 118 Tabel 4.8 Produksi lima Komoditas Tanaman Obat-obatan Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008 ................. 119 Tabel 6.1 Perkembangan Ternak di Sukabumi dan Kulon Progo Tahun 2005-2007......................................... 178 Tabel 7.1 Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman Tahun 2005 – 2008 (dalam hektar) ........................................................ 217 Tabel 7.2 Jumlah Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman 2005 – 2008 (dalam ton) ......... 218 Tabel 7.3 Perkembangan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman 2005 – 2008 (dalam ton/hektar) .................................................. 219 Tabel 7.4 Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Komoditi dan Status Perusahaan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 ....................... 219 Tabel 7.5 Produktivitas Tanaman Teh dan Karet di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 (dalam ton/ha) . 220 Tabel 7.6 Rasio Kesehatan BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................................... 242 Tabel 7.7 Kolektibilitas BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................................... 243
x
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:x
6/22/2010 6:18:29 PM
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Alur Pikir Penelitian .............................................
18
Gambar 2.1 Diagram Pembinaan dan Pengendalian PUAP ...
45
Gambar 2.2 Prosedur Penyaluran KKP-E ...............................
50
Gambar 2.3 Pola KUR secara Langsung (Direct)...................
56
Gambar 2.4 Pola KUR secara Linkage Program...................
57
Gambar 3.1 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Pusat ...
77
Gambar 3.2 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Daerah .
79
Gambar 3.3 Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) ...
87
xi
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:xi
6/22/2010 6:18:29 PM
xii
FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:xii
6/22/2010 6:18:29 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
BAB 1 PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN: PENDEKATAN STUDI Tim Peneliti 1.1
Pendahuluan
Sektor pertanian memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dicirikan oleh berbagai hal. Pertama, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja paling banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Statitik (2006) terdapat kurang lebih 41,8 juta dari total penduduk bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan). Kedua, besarnya luas lahan yang digunakan. Data BPS (2006) menunjukkan bahwa 71,33% dari seluruh lahan yang ada di Indonesia digunakan untuk usaha pertanian. Besarnya penyerapan tenaga kerja dan luasnya lahan yang digunakan untuk usaha pertanian, merupakan dua faktor penting yang mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor strategis dan harus mendapat prioritas pertama dalam pembangunan nasional. Disamping itu, sektor pertanian juga mempunyai efek pengganda ke depan dan ke belakang yang besar, melalui keterkaitan “inputoutput-outcome” antar industri, konsumsi dan investasi. Hal ini terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan komparatif sebagian besar wilayah Indonesia adalah di sektor pertanian.1 Meskipun sektor pertanian menyerap jumlah tenaga kerja paling banyak dan menggunakan sebagian besar lahan yang ada, namun sumbangan sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto 1
www.deptan.go.id/pembiayaan/direktorat_pembiayaan.htm (Renstra) Pusat Pembiayaan Pertanian Tahun 2005-2009
tentang
Rencana
Startegis
1
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 1
6/22/2010 6:19:06 PM
Tim Peneliti
(PDB) Indonesia tidak sebesar kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan penggunaan lahan. Pada tahun 2005, jumlah PDB Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp.1749,5 Trilyun (BPS,2006). Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan memberikan kontribusi sebesar Rp.254,9 Trilyun (13,4% dari total PDB). Sedangkan sektor yang paling besar kontribusinya terhadap PDB pada tahun 2005 adalah sektor industri non-migas, yaitu sebesar 23%. Besarnya peran sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja mengimplikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian di Indonesia. Namun besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang tidak didukung oleh besarnya sumbangan sektor pertanian terhadap PDB, mengindikasikan adanya masalah dan kendala di sektor pertanian. Masalah dan kendala yang paling banyak dihadapi oleh pertanian rakyat dalam skala usaha yang kecil adalah pembiayaan dan akses pasar atau pemasaran. Padahal pembiayaan pertanian sangat dibutuhkan para pelaku usaha sebagai sumber modal kerja dan investasi. Dalam sejarah pembangunan pertanian di Indonesia, kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan pertanian yang disediakan oleh pemerintah dan lembaga keuangan sebagai bagian dari paket pembangunan pertanian. Kredit memberikan manfaat kepada pelaku usaha pertanian berskala kecil karena kredit merupakan modal kerja bagi pelaku usaha pertanian yang memiliki keterbatasan modal sendiri. Disamping itu, kredit dapat menjadi pendorong bagi pelaku usaha pertanian dan dapat melepaskan belenggu para tengkulak yang merugikan pelaku usaha pertanian. Namun demikian, ketersediaan untuk pembiayaan pertanian masih sangat minim dan terbatas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel.1.1, bahwa jumlah alokasi pembiayaan kredit pertanian selama kurun waktu 2001 sampai awal 2007 dari pihak perbankan nasional
2
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 2
6/22/2010 6:19:11 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
dirasa masih sangat minim jika dilihat dari penyaluran kredit pada sektor lain. Salah satu faktor masih minimnya alokasi kredit (pembiayaan) pada sektor pertanian disebabkan oleh masih terdapatnya anggapan sebagian besar bankir yang melihat bahwa usaha di sektor pertanian merupakan usaha yang beresiko tinggi. Padahal, secara empirik sektor pertanian adalah sektor yang mempu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif di saat kondisi krisis ekonomi melanda perekonomian nasional beberapa tahun lalu. Pada tahun saat krisis, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari 4,7% pada tahun 1997 menjadi -12% pada tahun 1998/1999. Akan tetapi, pada saat itu sektor pertanian tetap memiliki pertumbuhan yang positif, yaitu 0,38% (BPS,1999). Tabel 1.1 Penyaluran Kredit Perbankan Nasional pada Beberapa Sektor (%) Penyaluran Kredit Sektor 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007**
Pertanian
7.92
6.11
5.55
5.85
5.32
5.72
5.40
Pertambangan
2.82
1.67
1.16
1.040
1.14
1.77
1.94
Perindustrian
44.23
33.12
28.11
25.94
25.60
23.18
22.93
Perdagangan
18.39
18.06
19.24
20.06
19.45
20.63
20.93
Jasa-jasa
1.86
16.69
20.35
19.48
19.57
20.03
11.56
24.77
24.35
25.59
27.27
29.93
28.68
37.21
100
100
100
100
100
100
100
Lain-lain TOTAL*
236.434 365.410 427.942 553.549 689.670 787.136 800.373
*dalam milyar rupiah **Per maret 2007 Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia 2001-2007
3
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 3
6/22/2010 6:19:11 PM
Tim Peneliti
Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat dipecahkan, maka diperlukan adanya alternatif kebijakan pembiayaan. Salah satu alternatif pembiayaan di sektor pertanian yang dapat dikembangkan adalah pola pembiayaan dengan sistem syariah. Pembiayaan dengan pola syariah sebenarnya tidak terlalu asing bagi masyarakat terutama di pedesaan, karena sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil adalah suatu kerja sama antara dua pihak dalam menjalankan usaha. Pihak pertama yaitu pemodal (shahibul maal) yang memiliki andil dalam mendanai usaha. Sedangkan pihak kedua yaitu pelaku usaha (mudharib) yang memberikan andil dalam keahlian, sarana dan waktu untuk mengelola usaha tersebut. Aktivitas bagi hasil di sektor pertanian secara tradisional sudah berlangsung turun-temurun, misalnya sistem maro (1/2), mertelu (1/3) dalam tanaman pangan, sistem gaduh atau babon dalam peternakan, dan sistem bagi hasil dalam perikanan tangkap.2 Pola pembiyaan dengan prinsip syariah mulai berkembang sejak berdirinya Bank Muamalat tahun 1992, dan kemudian diterbitkannya Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah di Indonesia. 1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat ditinjau bahwa pada kenyataannya saat ini alokasi kredit pada sektor pertanian masih minim karena masih terdapat anggapan bahwa usaha pertanian 2
Toha, Mahmud. 2005. Aktivitas Berbasis Bagi Hasil: Dalam Sektor Primer. P2E-LIPI
4
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 4
6/22/2010 6:19:11 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
beresiko tinggi. Padahal, secara empirik sektor pertanian adalah sektor yang mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif di saat kondisi krisis ekonomi melanda perekonomian nasional beberapa tahun lalu. Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat dipecahkan, maka diperlukan adanya alternatif pembiayaan di sektor pertanian dengan mengembangkan pola pembiayaan dengan sistem syariah dengan prinsip bagi hasil karena pada dasarnya prinsip bagi hasil di sektor pertanian secara tradisional sudah berlangsung secara turun-temurun. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tentang efektivitas pembiayaan syariah yang diimplementasikan pada sektor pertanian. Secara khusus pertanyaan yang menjadi titik tolak dalam penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana proses penyaluran pembiayaan terhadap sektor pertanian dengan menggunakan skim syariah? 2.
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi proses penyaluran pembiayaan syariah pada sektor pertanian?
3.
Sejauhmana efektivitas pembiayaan meningkatan usaha/pendapatan petani?
4.
Bagaimana prospek pembiayaan mengembangkan sektor pertanian?
5.
Bagaimana peran pemerintah dalam mengembangkan pembiayaan syariah pada sektor pertanian?
syariah syariah
dalam dalam
5
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 5
6/22/2010 6:19:11 PM
Tim Peneliti
1.3
Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang telah dikemukakan dapat dikemukakan beberapa tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Mengkaji proses penyaluran pembiayaan syariah terhadap sektor pertanian dengan menggunakan skim syariah. 2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyaluran pembiayaan syariah pada sektor pertanian.
3.
Menganalisis efektivitas pembiayaan meningkatkan usaha/pendapatan petani.
4.
Mengkaji bagaimana prospek pembiayaan syariah dalam mengembangkan sektor pertanian.
5.
Menganalisis kebijakan pemerintah dalam mengembangkan pembiayaan syariah pada sektor pertanian.
1.4
Hasil yang Diharapkan
syariah
dalam
Hasil yang diharapkan dari peneilitian ini adalah menganalisis kristis sejauhmana efektivitas pembiayaan syariah pada sektor pertanian, sehingga hasil penelitian yang berupa evaluasi pembiayaan syariah pada sektor pertanian tersebut akan dapat memberikan masukan (dalam bentuk policy paper) kepada para stakeholders, seperti petani, masyarakat, lembaga keuangan syariah yang memiliki fungsi intermediasi dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat, dan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengevaluasi efektivitas pembiayaan syariah pada sektor pertanian
6
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 6
6/22/2010 6:19:11 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
oleh lembaga keuangan syariah yang disesuaikan dengan kriteria nasabah sehingga dapat memberikan manfaat di kedua belah pihak. 1.5
Aspek Strategis
Penelitian ini diharapkan memiliki aspek strategis bagi pengambil keputusan, seperti: 1.
Bagi petani sebagai pelaku usaha di sektor pertanian, dapat mengakses modal dengan mudah, cepat melalui pembiayaan yang sesuai dengan syariah. Adanya kemudahan akses permodalan tersebut akan dapat mendorong tingkat produktivitas petani dalam mengembangkan usahanya.
2.
Bagi masyarakat, pembiayaan syariah dapat dijadikan alternatif pembiayaan yang bebas riba/bunga.
3.
Bagi pemerintah, pengembangan pembiayaan syariah pada sektor pertanian dapat dijadikan kebijakan alternatif untuk mengembangkan sektor pertanian agar tidak terbentur pada masalah terbatasnya akses permodalan.
1.6
Ruang Lingkup Kegiatan
Mengingat banyaknya jenis skim produk pembiayaan syariah yang ditawarkan lembaga keuangan syariah, maka penelitian ini hanya membatasi pada produk pembiayaan pada sektor pertanian
7
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 7
6/22/2010 6:19:11 PM
Tim Peneliti
dengan prinsip bagi hasil seperti mudharabah, musyarakah, murabahah dan salam. Sedangkan lembaga keuangan syariah dibatasi pada lembaga keuangan mikro syariah seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Mal Wattamwil (BMT), dan Koperasi Syariah. Kemudian untuk sektor pertanian, penelitian ini akan dibatasi pada lima (5) sub-sektor antara lain tanaman pangan,hortikultura, perikanan, peternakan dan perkebunan. Penelitian ini akan dilakukan selama satu tahun (2009). Pada penelitian ini akan memfokuskan pada analisis efektivitas pembiayaan syariah di Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang rencananya dilakukan studi lapangan di daerah penelitian yang sentra produksi pertanian tanaman pangan yaitu Propinsi Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakart. 1.7
Metodologi Penelitian
1.7.1 Kerangka Konseptual A.
Pengertian Efektivitas
Menurut Richard M Steers (1985), efektivitas biasa dilakukan untuk mengukur sejauhmana kelompok atau organisasi efektif mencapai tujuan. Selanjutnya, Katzell (1975) mengatakan bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan seterusnya. Sedangkan Campbell (1973), David (1968) mendefinisikan efektivitas organisasi maupun kelompok adalah sesuatu kehidupan organisasi atau kelompok untuk melakukan tugas-tugas, didalam terdapat usaha untuk mencapai tujuan
8
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 8
6/22/2010 6:19:12 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
dengan kepuasan dan persahabatan antara individu di dalam kelompok atau organisasi. Lebih lanjut, Margono Slamet (1978) mengatakan bahwa efektivitas kelompok adalah produktivitas, moral dan kepuasan anggota. Produktivitas adalah keberhasilan mencapai tujuan kelompok. Moral adalah semangat dan sikap para anggotanya. Kepuasan adalah kesenangan produktivitas adalah kuantitas atau volume produk atau jasa pokok yang dihasilkan oleh organisasi. Kepuasan diukur dengan tingkat kesenangan seseorang atas peran atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu adalah bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka bekerja. B.
Pembiayaan Syariah
Bantuan permodalan berupa pembiayaan pada dasarnya harus merupakan daya rangsang bagi kedua belah pihak, yaitu pihak yang mendapatkan pembiayaan harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi demi kemajuan usahanya dan bagi pihak yang memberikan pembiayaan secara material mendapatkan rentabilitas berdasarkan keuntungan perhitungan yang wajar dan secara spiritual harus merasa bangga dapat membantu suatu perusahaan untuk mencapai kemajuan ekonomis demi kepentingan negara dan rakyat. Suatu pembiayaan dapat dikatakan berhasil apabila secara sosial ekonomi membawa pengaruh terhadap keadaan penerima, pemberi, negara dan rakyat (Tjiptoadinugroho, 1994).
9
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 9
6/22/2010 6:19:12 PM
Tim Peneliti
Shiddiqi (1984) menyebutkan bahwa pembiayaan mempunyai tujuan untuk keadilan, pemerataan, persamaan dan kemajuan yang hendak digapai. Oleh karenanya dengan pembiayaan tercipta daya beli oleh masyarakat sehingga roda perekonomian berputar. Lebih lanjut, menurut Muslehuddin (1990) bahwa karena susunan ekonomi dalam masyarakat sudah berdasarkan pinjaman maka tanpa pinjaman mustahil kemajuan dapat tercapai. Pinjaman adalah nyawa untuk menghidupi dunia perdagangan dan industri, karenanya pembiayaan dapat dikatakan sebagai penggerak roda perekonomian. Terdapat lima C prinsip dalam perkreditan konvensional yaitu : (Dahlan Siamat, 1999). a.
Character: Penilaian karakter nasabah perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana iktikad baik dan kejujuran calon debitu dalam membayar kredit yang telah diterima. Penilaian ini meliputi aspek moral, sifat-sifat, kehidupan pribadi, perilaku, serta tanggung jawab.
b.
Capacity: Penilaian kapasitas calon debitur dilakukan guna mengetahui kemampuan debitur dalam mengembalikan pokok pinjaman beserta bunganya. Penilaian ini berkaitan dengan kegiatan usaha dan kemampuan pengelolaan atas usaha yang dibiayai oleh kredit.
c.
Capital: Dalam melakukan penilaian atas jumlah modal yang dimiliki debitur perlu dilihat pakah debitur memiliki modal sendiri yang memadai dalam menjalankan usahanya. Semakin besar modal sendiri dalam usaha yang dibiayai semakin menunjukkan keseriusan debitur dalam menjalankan
10
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 10
6/22/2010 6:19:12 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
usahanya. Idealnya jumlah kredit yang diberikan tidak lebih besar daripada modal sendiri seorang debitur. d.
Collateral (Jaminan): Penilaian terhadap jaminan digunakan untuk mengetahui sejauhmana resiko kegagalan pengembalian kewajiban-kewajiban debitur. Jaminan dapat berupa Letter of Guarantee, jaminan probadi, rekomendasi, avalist letter of comfort.
e.
Condition: Peniaian terhadap kondisi ekonomi seperti politik, sosial ekonomi pada saat dan dalam kurun waktu pemberian kredit yang dimungkinkan dapat mempengaruhi usaha debitur. Termasuk pola kebijakan pemerintah.
Dalam menyalurkan pembiayaan, lembaga keuangan syariah harus memperhatikan faktor-faktor penilaian kredit/pembiayaan menyangkut kagiatan calon mudharib sebagai upaya untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian yaitu : (Dahlan, Siamat, 1999) 1.
Aspek Pemasaran: Penilaian ini menyangkut kemampuan daya beli maysrakat (purchasing power), kompetisi, pangsa pasar, kualitas produksi dan sebagainya. Analisis pemasaran ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana prospek usaha di masa yang akan datang.
2.
Aspek Teknis. Penilaian ini meliputi aspek kelancaran produksi, kapasitas produksi, mesin-mesin dan peralatan, ketersediaan bahan baku dan kaulitas tenaga kerja.
3.
Aspek Manajemen: Dalam penilaian aspek manajemen, halhal yang perlu diperhatikan adalah struktur organisasi dan kemampuan anggota yang terlibat dalam manajemen. 11
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 11
6/22/2010 6:19:12 PM
Tim Peneliti
4.
Aspek Yuridis: Penilaian aspek yuridis meliputi status hukum badan usaha, legalitas usaha, legalitas barang jaminan.
5.
Aspek sosial ekonomi: Penilaian pada aspek ini pada dasarnya untuk mengetahui apakah usaha yang dibiayai oleh bank tersebut mempunyai dampak yang positif dan diterima oleh lingkungan masyarakat.
6.
Aspek Finansial: Penilaian aspek keuangan meliputi keadaan keuangan perusahaan yang akan dibiayai. Hal-hal yang diperlukan guna melakukan penilaian keuangan adalah laporan keuangan, arus dana, produksi, realisasi produksi, pembelian dan penjualan.
Adapun resiko yang harus dipertimbangkan dalam setiap pembiayaan adalah: 1.
resiko dari sifat usaha
2.
resiko geografis
3.
resiko politik
4.
resiko inflasi
5.
resiko persaingan
Dalam penyaluran pembiayaan bank syariah dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan bank secara internal baik yang bersifat finansial maupun non finansial yakni kebutuhan terhadap asset dan asset lainnya, Rasio Kecukupan Modal, Komposisi maturitas, biaya dan jumlah sumber dana, Kompetensi pejabat dibidang pembiayaan.
12
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 12
6/22/2010 6:19:12 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
Kebijakan pembiayaan disusun dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: pertama, menentukan market area, yakni menentukan tempat beserta pangsa pasar yang dibidik untuk penyaluran pembiayaan. Kedua, menentukan jenis pembiayaan yang akan disalurkan berdasarkan data dari market dan pangsa pasar, ketiga melakukan langkah sosialisasi kepada seluruh unit kerja yang terkait dan melakukan langkah-langkah penyesuaian bila terdapat perubahan-perubahan yang terjadi. Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu: (Karim, Adiwarman, 2004) 1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli 2. Pembiayaan dengan prinsip sewa 3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil 4. Pembiayaan dengan akad pelengkap a.
Prinsip Jual Beli
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut: 1.
Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut
13
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 13
6/22/2010 6:19:12 PM
Tim Peneliti
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari penasok ditambah keuntungan (margin). Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga dicantumkan dalam akad jualbeli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan. 2.
Pembiayaan Salam Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secra tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau cicilan. Harga jual yang telah ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasa disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati
14
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 14
6/22/2010 6:19:12 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan. 3.
Pembiayaan Istishna Produk istishna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Ketentuan umum pembiayaan istishna adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari criteria pesana dan terjadi perubahan harga setelah akade ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
b.
Prinsip Sewa (ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah 15
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 15
6/22/2010 6:19:12 PM
Tim Peneliti
objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikikan).harga sewa dan harga jual disepakatai pada awal perjanjian. c.
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Produk pembayaran syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut.
1.
Pembiayaan Musyarakah Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersamasama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneur ship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit-worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum
16
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 16
6/22/2010 6:19:12 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel. 2.
Pembiayaan Mudharabah Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al maal dan keahlian dari mudharib. Transakasi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal. Perbedaan antara musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantaranya. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
17
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 17
6/22/2010 6:19:12 PM
Tim Peneliti
d.
Akad Pelengkap Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempErmudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
1.7.2 Kerangka Pemikiran
Gambar. 1.1 Alur Pikir Penelitian
18
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 18
6/22/2010 6:19:12 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
Berdasarkan Gambar.1.1, maka alur pikir penelitian dapat dijelaskan dengan beberapa tahapan sebagai berikut: Tahap 1 : Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani, serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam mengajukan pembiayaan syariah Tahap 2 : Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Lembaga Keuangan Mikro Syariah, serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam menawarkan produk pembiayaan syariah kepada petani. Tahap 3 : Karena dijumpai kesenjangan (gap) antara kemampuan (ability to pay) dan kesediaan (willingness to pay) dalam pengembalian pembiayaan oleh petani terhadap lembaga keuangan mikro syariah, maka pada tahap ini akan menganalisis bagaimana efektivitas pembiayaan syariah dalam meningkatkan produktivitas usaha petani. Tahap 4 : Model pembiayaan alternatif dengan sistem syariah agar tercipta kemudahan aksesibilitas pembiayaan bagi para petani, sehingga diharapkan produktivitas usaha tani mengalami peningkatan. 1.7.3 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran produk secara kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ekonomi secara kuantitatif bertujuan untuk menganalisis model pembiayaan syariah yang ditawarkan lembaga keuangan mikro. Dengan demikian, 19
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 19
6/22/2010 6:19:13 PM
Tim Peneliti
melalui pendekatan ini diharapkan menghasilkan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lembaga keuangan mikro dalam menawarkan produk pembiayaannya. Selanjutnya, untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi petani dan lembaga keuangan mikro maka digunakan pendekatan kualitatif. Instrumen yang digunakan dalam pendekatan ini dapat melalui wawancara yang mendalam dengan narasumber. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif, yang menilai dan menganalisis efektivitas pembiayaan pertanian di subsektor tanaman pangan dengan skim syariah. 1.7.4 Unit Analisis Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaga keuangan mikro dengan sistem syariah, dan petani. Variabel yang akan dianalisis dari lembaga keuangan mikro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi lembaga keuangan mikro syariah dalam menawarkan produk pembiayaan baik dari internal maupun eksternal. Sementara variabel yang akan dikaji dari petani adalah pemahaman dan kesesuaian petani dalam memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan mikro. Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian tersebut maka perlu dilakukan wawancara mendalam dan pembagian kuesioner. 1.7.5 Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam akan dilakukan dengan beberapa nara sumber di tingkat 20
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 20
6/22/2010 6:19:13 PM
Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi
manajerial lembaga keuangan mikro syariah, kantor dinas terkait di daerah penelitian dan para petani. Disamping data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang dapat diperoleh dari hasil publikasi, baik dari masing-masing lembaga keuangan mikro syariah, BPS, Bank Indonesia, buku, jurnal, situs internet dinas-dinas terkait di daerah penelitian. Jenis data sekunder yang dibutuhkan adalah data jumlah pembiayaan, jumlah petani nasabah pembiayaan, luas lahan yang digarap.
21
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 21
6/22/2010 6:19:13 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
BAB 2 SKIM KREDIT/PEMBIAYAAN DI SEKTOR PERTANIAN Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
2.1
Pendahuluan
Salah satu ciri pertanian rakyat di Indonesia adalah manajemen dan permodalan yang terbatas. Keterbatasan permodalan yang dialami petani akan mempengaruhi ruang gerak aktifitas produksi usahatani dari petani. Salah satu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada umumnya dan pertanian pada khususnya adalah melalui kredit atau pembiayaan. Kredit atau pembiayaan bertujuan sebagai salah satu syarat pelancar dalam pembangunan pertanian berfungsi untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan pertanian, karena tanpa adanya kredit, pertumbuhan ekonomi dalam bidang pertanian akan berjalan lambat. Untuk produksi yang lebih baik, petani harus lebih banyak mengeluarkan uang sarana produksi. Petani dengan uang banyak akan mampu untuk membeli sarana produksi yang produktif sehingga akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi (Mosher, 1985). Ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus 23
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 23
6/22/2010 6:19:13 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba (Mubyarto, 1989). Penciptaan modal untuk petani dapat dilakukan dengan menyisihkan kekayaan (menabung), akan tetapi pada umumnya petani jarang memiliki kapital tinggi. Hal ini mengakibatkan investasi untuk usahatani selanjutnya sangatlah kecil karena akumulasi modal sangatlah sulit untuk dilakukan. Atas dasar inilah, pemerintah meluncurkan berbagai macam kebijakan perkreditan untuk membantu petani kecil mendapatkan modal sekaligus untuk mengembangkan usahanya. Kebijakan pemerintah mengenai program kredit usahatani, khususnya usahatani padi dan palawija, telah mengalami berbagai perubahan dalam pelaksanaannya. Sejarah kredit pertanian diawali dengan adanya kredit program untuk Padi Sentra pada tahun 1963 dan dilanjutkan dengan Program Bimbingan Massal (Bimas) pada tahun 1966 dan 1969 menjadi Bimas Gotong Royong. Pada tahun 1970 Bimas Gotong Royong diubah menjadi Bimas yang Disempurnakan sampai dengan tahun 1985. Pada tahun 1985 kredit Bimas diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT), kredit program sektor pertanian tersebut digulirkan dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan program intensifikasi pertanian. Sejak dikeluarkannya UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak lagi mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk pendanaan kredit program (termasuk KUT), sehingga semua kredit program yang bersumber dari KLBI dihapuskan mulai tahun 2000. Sebagai pengganti skim pembiayaan pertanian maka diluncurkan
24
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 24
6/22/2010 6:19:13 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
berbagai macam skim kredit antara lain: Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Hortikultura Mandiri (KHM), Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sektor pertanian. 2.2
Program Kredit Hortikultura Mandiri
Usaha agribisnis hortikultura adalah usaha sektor pertanian yang difokuskan pada komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan obat-obatan, baik yang berjangka pendek maupun tahunan. Khusus untuk KHM difokuskan kepada tanaman hortikultura semusim. Dalam melaksanakan usaha hortikultura dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu sistem agribisnis mulai dari aspek pra produksi, produksi, penanganan pengolahan pasca panen (processing) dan pemasaran hasil. A.
Tujuan KHM
1.
Mendorong tumbuhnya portfolio kredit untuk mendukung program pembangunan sentra agribisnis komoditas hortikultura sesuai dengan agro ekosistem wilayah.
2.
Memberikan fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi bagi para pelaku agribisnis hortikultura secara terintegrasi antara petani produsen dan perusahaan inti.
3.
Memberikan fasilitas kredit bagi pelaku agribisnis hortikultura yang melaksanakan upaya/proses nilai tambah, maupun fasilitas kredit untuk ekspansi pasar dan membangun pola keterjaminan pasar produk hortikultura.
25
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 25
6/22/2010 6:19:13 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
4.
Meningkatkan kemampuan akses petani kepada sumber pembiayaan dan pemanfaatan kredit yang bertanggung jawab.
B.
Target dan Sasaran KHM
Untuk mendorong pengembangan usaha agribisnis hortikultura nasional yang menjadi program utama dari Pemerintah Indonesia c/q Departemen Pertanian serta menciptakan pertumbuhan debitur dari Bank Mandiri maka target dan sasaran yang hendak dicapai dengan adanya fasilitasi pelayanan pembiayaan (kredit) KHM ini adalah 1
KHM diprioritaskan bagi pengembangan komoditas hortikultura dengan maksimum waktu berproduksi 1 (satu) tahun dan mempunyai pangsa pasar yang jelas dan cenderung ke arah captive market
2
KHM diberikan kepada petani melalui kelompok tani hortikultura dalam kerangka fasilitas Kredit Modal Kerja.
3
KHM untuk Perusahaan Inti Hortikultura merupakan fasilitas pembiayaan dalam kerangka Kredit Investasi dan Modal Kerja.
4
KHM untuk pedagang pengumpul (Koperasi) komoditas hortikultura dalam kerangka Kredit Modal Kerja pedagang pengumpul untuk pemasaran produksi hortikultura
C.
Ruang Lingkup Fasilitasi KHM
Dalam upaya mendorong pengembangan agribisnis hortikultura melalui optimalisasi fungsi–fungsi antara lain: sumber
26
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 26
6/22/2010 6:19:13 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
daya alam (komoditas yang diproduksi sesuai agroklimat), potensi pasar dalam dan luar negeri, kelembagaan petani dalam berproduksi serta keberadaan pengusaha hortikultura maka Departemen Pertanian bersama Bank Mandiri menyediakan dukungan fasilitas pembiayaan dengan pola LINKAGES sehingga diharapkan dapat memadukan fungsi-fungsi tersebut diatas. Target dan ruang lingkup fasilitasi pembiayaan KHM adalah sebagai berikut : 1.
Petani dan Kelompok Tani Hortikultura.
Fasilitasi pembiayaan bagi petani dan kelompok tani akan diberikan oleh Bank Mandiri dalam kerangka Kredit Modal Kerja apabila memenuhi persyaratan antara lain : petani melakukan kegiatan usaha taninya secara berkelompok dan melakukan pemasaran hasil/penjualan hasil melalui perusahaan inti yang melakukan pengolahan hasil, kelompok tani menjual hasil melalui pedagang pengumpul dengan perjanjian yang terjadwal dan atau petani menjual melalui koperasi hortikultura yang dibentuk oleh gabungan kelompok-kelompok tani. 2.
Perusahaan Inti Hortikultura.
Fasilitasi pembiayaan bagi perusahaan hortikultura akan diberikan oleh Bank Mandiri dalam kerangka Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja kepada perusahaan hortikultura yang sudah melakukan usaha pengolahan (processing) komoditas hortikultura sampai pada pemasaran hasil baik untuk target pasar dalam negeri maupun luar negeri. Perusahaan hortikultura tersebut sudah menjalin ketergantungan pasokan dari kelompok tani di sekitar lokasi perusahaan atau di luar lokasi melalui kerjasama yang saling menguntungkan.
27
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 27
6/22/2010 6:19:13 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
3.
Pedagang Pengumpul Hortikultura.
Fasilitasi pembiayaan bagi pedagang pengumpul hortikultura akan diberikan oleh Bank Mandiri dalam kerangka Kredit Modal Kerja kepada pedagang pengumpul yang sudah berbadan hukum dan secara teknis sudah terikat kerjasama dengan kelompok tani atau koperasi hortikultura yang dibentuk oleh gabungan kelompokkelompok tani. D.
Kelompok Komoditas Hortikultura – KHM
Secara geografis Indonesia merupakan negara tropis sangat luas yang memiliki agro-ekosistem yang memungkinkan untuk mengembangkan beraneka ragam komoditas hortikultura. Kondisi yang demikian telah memberikan nilai keunggulan komparatif (comparative advantage) terhadap berbagai produk komoditas yang tidak dimiliki oleh negara lainnya, terutama negara sub-tropis. Untuk membangun keunggulan kompetitif (competitive advantage) dari komoditas hortikultura maka fasilitas Kredit Hortikultura Mandiri akan terfokus pada komoditas hortikultura yang mempunyai karakteristik sudah menghasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, atau dengan kata lain jangka waktu maksimum pengunaan kredit modal kerja 1 (satu) tahun. Kelompok komoditas agribisnis hortikultura KHM antara lain kelompok komoditas sayuran, buah-buahan berumur pendek, hias dan obat-obatan, yang diusahakan secara terintegrasi sejalan dengan target dan ruang lingkup pembiayaan KHM.
28
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 28
6/22/2010 6:19:13 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
E.
Pola LINKAGES - KHM
Skim pembiayaan agribisnis Kredit Hortikultura Mandiri (KHM) adalah merupakan skim pembiayaan yang dibangun bersama– sama antara Bank Mandiri dengan Departemen Pertanian dengan menggunakan pola LINKAGES. Dalam pelaksanaan fasilitasi KHM dilakukan melalui kerjasama berbagai pihak terkait (stakeholders) antara lain dengan Departemen Pertanian melalui sinergi sumber dana pembinaan yang terfokus pada area pengembangan KHM, adanya perusahaan inti yang bekerjasama dengan kelompok tani, terdapatnya Koperasi/Pedagang Pengumpul komoditas hortikultura serta fasilitas sumber pembiayaan KHM dari Bank Mandiri Untuk mendapatkan fasilitas KHM tersebut terdapat beberapa model usaha agribisnis hortikultura yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain : 1.
Model Usaha Kemitraan Petani-Pengusaha
Model kemitraan industri pengolahan hasil, eksportir atau pedagang hasil hortikultura yang melakukan kemitraan dengan petani produsen dan membuat kesepakatan harga pembelian produk hortikultura. Model kemitraan ini dapat menjamin pasar dan kepastian harga produk yang dihasilkan petani. 2.
Koperasi Produksi Hortikultura
Koperasi Produk Hortikultura yang sudah dibentuk petani dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha dan pemasaran. Koperasi mencari pasar atau membeli produk hortikultura bagi petani anggotanya, dengan penawaran harga jual yang lebih menguntungkan pihak petani.
29
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 29
6/22/2010 6:19:13 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
3.
Kelompok Pemasaran Hortikultura Bersama (Whole Sale Market)
Produk hortikultura yang dihasilkan petani dijual dalam jumlah besar melalui penawaran bersama, atau melalui pasar lelang (pembiayaan resi gudang), kekuatan daya tawar petani produsen lebih tinggi. F.
Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan KHM
Sesuai dengan tujuan kredit KHM adalah untuk mendorong pengembangan usaha agribisnis hortikultura nasional melalui fasilitasi pembiayaan (kredit) agribisnis hortikultura Mandiri, maka fasilitas pelayanan pembiayaan (kredit) KHM dengan persyaratan dan pola penyaluran sebagai berikut : a.
Persyaratan Kredit.
Penyaluran Kredit Hortikultura Mandiri (KHM) akan difasilitasi dan dilaksanakan malalui cabang-cabang Bank Mandiri dengan persyaratan sebagai berikut : a.1. Kredit Petani dan Kelompok Tani. Kredit Modal Kerja (KMK) diperuntukan bagi petani dan kelompok tani agribisnis hortikultura anggota/kelompok binaan yang terikat kerjasama produksi dengan perusahaan inti dengan persyaratan sebagai berikut : 1.
Warga Negara Indonesia dan telah menjadi penduduk setempat Warga dengan melampirkan KTP dan KK lokasi setempat serta memiliki usaha agribisnis hortikultura baik perorangan maupun milik keluarga.
30
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 30
6/22/2010 6:19:13 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
2.
Usia antara 17-55 tahun dan atau sudah menikah.
3.
Penggunaan kredit adalah untuk modal kerja usaha produktif sub-sektor hortikultura.
4.
Petani penggarap dan atau petani pemilik dengan luas garapan maksimal 5 (lima) Ha. . Apabila petani menggarap lahan orang lain maka diperlukan surat kuasa dari pemilik lahan.
5.
Melengkapi dokumen kepemilikan atau perjanjian sewa lahan budidaya.
6.
Bersedia mengikuti petunjuk/pembinaan dari Perusahaan Inti dan Pembina serta mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai plasma.
7.
Belum pernah memperoleh fasilitas kredit atau pernah/tela memperoleh fasilitas kredit dengan kriteria LANCAR atau tidak dalam kondisi kredit bermasalah.
8.
Bagi Petani dan Kelompok Tani yang telah mendapat persetujuan KHM diwajibkan membuka rekening tabungan Bank Mandiri.
9.
Petani tergabung dalam Kelompok Tani (Paguyuban) yang mempunyai pengurus aktif, minimal Ketua, Sekretaris dan Bendahara
10.
Kelompok Tani memiliki jumlah anggota kelompok minimal 10 (sepuluh) orang dalam satu hamparan lokasi, dan memiliki kapasitas melaksanakan budidaya hortikultura.
11.
Kelompok Tani memiliki aturan kelompok yang disepakati oleh seluruh anggota. 31
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 31
6/22/2010 6:19:13 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
a.2. Kredit Perusahaan Hortikultura KHM Perusahaan Hortikultura berupa Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) yang disesuaikan dengan kebutuhan calon debitur (perusahaan inti) yang berfungsi sebagai penghela petani plasma. Penggunaan KI adalah untuk pengadaan dan modernisasi alat dan mesin pertanian yang dapat memberikan nilai tambah, sehingga komoditas hortikultura yang dihasilkan oleh petani dapat memenuhi standar mutu (kualitas) yang dipersyaratkan dan diminta oleh pasar. Sedangkan KMK digunakan untuk memperluas usaha dengan persyaratan kredit sebagai berikut : 1.
Perusahaan sudah terdaftar, mempunyai NPWP dan ijin yang berlaku.
2.
Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan induk yang mempunyai bisnis di luar sub sektor hortikultura.
3.
Mempunyai rencana bisnis terkait dengan proyeksi dan ekspansi pasar produk hortikultura.
4.
Penggunaan kredit adalah untuk Investasi dan Modal Kerja usaha.
5.
Perusahaan hortikultra sudah dan sedang berjalan serta memiliki prospek untuk dikembangkan.
6.
Pemilik dan atau pemimpin perusahaan memiliki integritas yang baik.
7.
Membuat dan menyerahkan proposal pengajuan kredit yang memuat antara lain :
32
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 32
6/22/2010 6:19:13 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
• • • •
Keterangan jenis usaha hortikultura yang akan dibiayai Rencana kebutuhan pendanaan (investasi dan atau modal kerja) Proyeksi usaha dan keuangan Rencana pembayaran/pengembalian kredit
8.
Mempunyai agunan untuk diserahkan kepada Bank Mandiri sesuai dengan kondisi kredit KHM.
9.
Membayar biaya materai, administrasi sesuai dengan ketentuan Bank Mandiri.
10.
Membuka rekening di cabang Bank Mandiri terdekat.
dan provisi kredit
a.3. Kredit Pedagang Pengumpul Hortikultura KHM bagi Pedagang Pengumpul hortikultura adalah berupa fasilitas Kredit Modal Kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan calon debitur yang berbadan hukum yang berfungsi membantu pemasaran komoditas hortikultura yang dihasilkan oleh petani sesuai dengan standar /mutu (kualitas) yang dipersyaratkan dan diminta oleh pasar dengan persyaratan sebagai berikut : 1.
Pedagang pengumpul sudah terdaftar, mempunyai NPWP dan ijin yang berlaku.
2.
Mempunyai rencana bisnis terkait dengan proyeksi dan ekspansi pasar produk hortikultura.
3.
Penggunaan kredit adalah untuk Modal Kerja usaha.
4.
Usaha Pedagang pengumpul hortikultura sudah dan sedang berjalan serta memiliki prospek untuk dikembangkan.
5.
Pedagang pengumpul memiliki integritas yang baik.
33
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 33
6/22/2010 6:19:13 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
6.
Membuat dan menyerahkan proposal pengajuan kredit yang memuat antara lain: • Keterangan jenis usaha hortikultura yang akan dibiayai. • Rencana kebutuhan pendanaan (modal kerja). • Proyeksi usaha dan keuangan. • Rencana pembayaran/pengembalian kredit
7.
Mempunyai agunan untuk diserahkan kepada Bank Mandiri sesuai dengan kondisi kredit KHM.
8.
Membayar biaya materai, administrasi dan provisi kredit sesuai dengan ketentuan Bank Mandiri.
9.
Membuka rekening di cabang Bank Mandiri terdekat
b.
Tata Cara Permohonan KHM:
Kredit disalurkan langsung kepada calon debitur (Executing) baik kredit modal kerja maupun kredit investasi dengan tata cara permohonan sebagai berikut : b.1. Kredit Petani dan Kelompok Tani. 1.
Petani melalui Kelompok tani mengajukan permohonan kredit kepada Kantor Cabang Bank Mandiri setempat dengan membawa proposal/RDKK yang sudah dikoordinasikan dengan perusahaan inti.
2.
Mengisi Pengajuan Fasilitas KHM yang antara lain memuat nama, alamat, No. telepon, komoditas yang diusahakan, tujuan penggunaan kredit, jenis agunan dan jumlah kredit yang diminta.
34
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 34
6/22/2010 6:19:14 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
3.
Bila disetujui permohonan pinjamannya, dilanjutkan penandatanganan akad kredit antara petani dengan Bank Mandiri.
4.
Mengisi formulir surat perjanjian pengembalian pinjaman KHM yang sudah dikoordinasikan dengan perusahaan inti.
5.
Setelah proses pembuatan Perjanjian Kredit (PK) selesai, selanjutnya menuju proses pencairan kredit melalui rekening tabungan Mandiri.
b.2. Kredit Perusahaan Hortikultura 1.
Perusahaan hortikultura mengajukan proposal permohonan kredit kepada kantor cabang Bank Mandiri setempat dengan melampirkan : • Rencana bisnis dan atau ekspansi bisnis • Cash flow dan laporan keuangan perusahaan. • Rencana kebutuhan pendanaan usaha
2.
Mengisi formulir permohonan kredit yang memuat nama, alamat, nomor telepon, bidang usaha, tujuan penggunaan kredit, jenis agunan, jumlah kredit yang diminta, serta jadwal pengembalian.
3.
Wawancara teknis akan dilaksanakan di lapangan atau kantor cabang Bank Mandiri sesuai dengan ketentuan Bank.
4.
Pembahasan besaran kredit KI sekaligus dengan KMK akan dilakukan setelah kunjungan lapangan. Pada pembahasan tersebut telah di indikasikan jenis agunan yang diusulkan oleh perusahaan inti.
35
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 35
6/22/2010 6:19:14 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
5.
Bila permohonan pinjamannya disetujui, dilanjutkan penandatanganan akad kredit antara Perusahaan Inti dengan Bank Mandiri.
6.
Atas dasar persetujuan kredit, pinjaman tersebut diproses untuk dibuatkan Perjanjian Kredit.
7.
Perusahaan inti diwajibkan membuat laporan perkembangan usaha secara periodik.
b.3. Kredit Pedagang Pengumpul Hortikultura 1.
Pedagang pengumpul hortikultura mengajukan proposal permohonan kredit kepada kantor cabang Bank Mandiri setempat dengan melampirkan : • Rencana bisnis dan atau ekspansi bisnis • Cash flow dan laporan keuangan perusahaan. • Rencana kebutuhan pendanaan usaha • Kontrak pembelian.
2.
Mengisi formulir permohonan kredit yang memuat nama, alamat, nomor telepon, bidang usaha, tujuan penggunaan kredit, jenis agunan, jumlah kredit yang diminta, serta jadwal pengembalian.
3.
Wawancara teknis akan dilaksanakan di lapangan atau kantor cabang Bank Mandiri sesuai dengan ketentuan Bank.
4.
Pembahasan besaran kredit KMK akan dilakukan setelah kunjungan lapangan. Pada pembahasan tersebut telah di indikasikan jenis agunan yang diusulkan oleh pedagang pengumpul hortikultura.
36
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 36
6/22/2010 6:19:14 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
5.
Bila permohonan pinjamannya disetujui, dilanjutkan penandatanganan akad kredit antara Pedagang pengumpul hortikultura dengan Bank Mandiri.
6.
Atas dasar persetujuan kredit, pinjaman tersebut diproses untukdibuatkan Perjanjian Kredit.
7.
Pedagang pengumpul hortikultura diwajibkan membuat laporan perkembangan usaha secara periodik.
2.3
Konsep Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha yang diberikan pemerintah untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Untuk menyalurkan bantuan modal usaha tersebut, dibentuk kelembagaan tani pelaksana PUAP yang disebut dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan PUAP ini diharapkan akan dapat menjadi lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani sendiri. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, maka organisasi Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani yaitu individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang direkrut oleh Departemen Pertanian untuk melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola Gapoktan dalam pengembangan PUAP.
37
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 37
6/22/2010 6:19:14 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
Arah Program PUAP Pembangunan sektor pertanian mempunyai hambatan dan permasalahan yang cukup kompleks, diantaranya adalah ketersediaan sumber pembiayaan yang murah dan mudah diakses petani di pedesaan dengan tepat waktu. Sebelum terjadinya krisis ekonomi, sumber pembiayaan yang banyak mendukung sektor pertanian berasal dari kredit program terutama dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Sejak adanya Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan ditandatanganinya Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF), kredit program dengan dana murah sangat terbatas. Bahkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sejak saat itu telah dihentikan. Semenjak semakin kecilnya fasilitas pembiayaan yang berasal dari kredit program, selanjutnya pembiayaan diarahkan pada sumber komersial yang berasal dari perbankan dan non perbankan dengan pola executing, dimana resiko sepenuhnya ditanggung oleh perbankan. Dengan demikian peran pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator, regulator, motivator dan promotor, termasuk penyediaan insentif dan subsidi. Dengan demikian perumusan kebijakan telah berubah dari pola top-down policy dan sentralistik menjadi bottom-up policy dan sifatnya desentralistik. Dalam kerangka permasalahan mendasar yang dihadapi petani itulah selanjutnya Departemen Pertanian pada tahun 2008 menginisiasikan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Secara konseptual arah program PUAP bertujuan untuk:
38
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 38
6/22/2010 6:19:14 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
a.
Mengembangkan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan.
b.
Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;
c.
Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.
d.
Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka mendapatkan akses ke permodalan.
Diharapkan dengan adanya konseptualisasi dari arah program PUAP ini akan dapat dicapai suatu sasaran yang mampu meningkatkan usaha agribisnis di perdesaan. Diantara sasaran yang dicanangkan pemerintah melalui program PUAP ini adalah: a.
Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin dan tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa;
b.
Berkembangnya 10.000 gapoktan/poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani;
c.
Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani miskin, petani-peternak, petani pemilik dan atau penggarap skala kecil,serta buruh tani;
d.
Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman
39
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 39
6/22/2010 6:19:14 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
Sasaran tersebut dianggap berhasil jikalau telah dapat dicapai pemenuhan indikator-indikator yang menunjukkan keberhasilan program. Untuk itu Pemerintah menetapkan indikator keberhasilan dari segi output dan outcome. Indikator keberhasilan yang dinilai berdasarkan output dapat dicapai bilamana program PUAP tersebut dapat memenuhi kriteria yang meliputi: a.
Tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian;
b.
Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
Berdasarkan output yang dicapai dari program PUAP tersebut, maka akan dapat dinilai suatu outcome dari kegiatan tersebut. Indikator keberhasilan berdasarkan outcome kegiatan dapat dinilai berhasil, bilamana kegiatan PUAP tersebut mampu menghasilkan peningkatan-peningkatan dalam bidang: a.
Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani angota yang meliputi petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani;
b.
Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha;
c.
Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis di perdesaan dapat meningkatkan pendapatan petani (pemilik dan atau
40
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 40
6/22/2010 6:19:14 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha di sektor pertanian sesuai dengan potensi daerah; Dari penetapan indikator output dan outcome tersebut diharapkan dapat dicapai suatu benefit dari kegiatan tersebut. Benefit tersebut sekaligus merupakan impact dari kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang telah dicanangkan Pemerintah. Dalam hal ini dapat disebut sebagai suatu keuntungan (benefit) bilamana di lokasi program PUAP tersebut telah dapat dikembangkan usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani. Usaha tersebut dapat berkembang dalam suatu struktur kelembagaan pertanian lokal yang disebut dengan istilah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai suatu lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani setempat. Dengan berkembang dan berputarnya sistem perekonomian perdesaan yang berbasiskan pertanian maka semakin berkurang pula jumlah petani miskin dan pengangguran yang ada di perdesaan. Berkurangnya jumlah penduduk miskin di perdesaan, secara prinsip akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani pedesaan. Strategi Pelaksanaan PUAP Pola dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM-PUAP) kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam mengembangkan usaha produktif petani skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin.
41
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 41
6/22/2010 6:19:14 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
Ada 4 komponen utama dari pola dasar dalam pengembangan kegiatan PUAP. Keempat kompoten tersebut adalah 1) keberadaan Gapoktan; 2) keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani ; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan, dan 4) Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani. Dalam menentukan konsep strategi pelaksanaan PUAP ini, ditentukan strategi dasar dan strategi operasionalnya. Strategi dasar merupakan komponen yang harus ada dalam melaksanakan program PUAP. Sedangkan strategi operasional merupakan komponen tindakan yang harus dijalankan dalam kerangka keberhasilan program PUAP. Strategi dasar dalam Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP; optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan desa tertinggal; akses terhadap penguatan permodalan kepada petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin serta pelaksanaan pendampingan bagi Gapoktan. Selanjutnya setelah penentuan strategi dasar, maka dilaksanakan operasionalisasi kegiatan dalam kerangkan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) meliputi: 1)
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP yang dilaksanakan melalui: a)
pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP;
42
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 42
6/22/2010 6:19:14 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
2)
3)
4)
b)
rekrutmen dan pelatihan bagi Penyelia Mitra Tani (PMT);
c)
pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan
d)
pendampingan bagi petani oleh penyuluh pendamping.
Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal dilaksanakan melalui: a)
identifikasi potensi desa;
b)
penentuan usaha agribisnis (budidaya dan sektor hilir) yang menjadi unggulan;
c)
penyusunan dan pelaksanaan Rencana Usaha Bersama (RUB) berdasarkan usaha agribisnis unggulan.
Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan yang dilaksanakan melalui: a)
penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLMPUAP) kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan;
b)
fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya.
Pandampingan Gapoktan dilaksanakan melalui: a)
penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap Gapoktan;
b)
penempatan dan penugasan Penyelia Mitra Tani (PMT) di setiap kabupaten/kota.
43
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 43
6/22/2010 6:19:14 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
Kelembagaan Pembinaan dan Pengendalian PUAP Dalam rangka menjaga kesinambungan dan keberhasilan pelaksanaan PUAP, Tim Pusat melakukan pembinaan terhadap sumberdaya manusia di tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota dalam bentuk memberikan pelatihan. Disamping itu, Tim Pusat berkoordinasi dengan Tim PNPM-Mandiri melakukan sosialisasi program dan supervisi pelaksanaan PUAP di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Pembina Provinsi kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota difokuskan kepada: 1) Peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM PUAP ditingkat Kabupaten/Kota 2)
Koordinasi dan Pengendalian; dan
3)
Mengembangkan sistem pelaporan PUAP.
Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Teknis Kabupaten/ Kota kepada Tim Teknis Kecamatan dilakukan dalam bentuk pelatihan/apresiasi peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP. Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP, Departemen Pertanian mengembangkan operation room sebagai Pusat Pengendali PUAP berbasis elektronik yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin). Pusdatin sebagai pengelola operation room bertanggungjawab mengembangkan dan mengelola data base PUAP yang mencakup data base Gapoktan, Penyuluh Pendamping, Penyelia Mitra Tani (PMT) dan usaha agribisnis Gapoktan. Disamping itu, Pusdatin bertugas pula mempersiapkan bahan laporan perkembangan pelaksanaan PUAP. 44
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 44
6/22/2010 6:19:14 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
Secara rinci alur pembinaan dan pengendalian PUAP dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Diagram Pembinaan dan Pengendalian PUAP
Tim Pusat melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP di daerah sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian, disamping menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan. Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat provinsi, Gubernur diharapkan dapat membentuk operation room yang dikelola oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). BPTP sebagai sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi dapat memanfaatkan data base PUAP yang dikembangkan Departemen Pertanian sebagai bahan dalam penyusunan laporan Tim Pembina
45
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 45
6/22/2010 6:19:14 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
Provinsi kepada Gubernur dan Menteri Pertanian. Tim Pembina Provinsi melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kabupaten/ kota dan kecamatan untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Gubernur serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan. Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan. Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat Kabupaten/ kota, Bupati/Walikota diharapkan dapat membentuk operation room yang dikelola oleh Sekretariat PUAP Kabupaten/kota dengan memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer yang disiapkan oleh Departemen Pertanian. Tim Teknis Kabupaten/Kota dapat menugaskan Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk menyiapkan bahan laporan. Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/ Walikota. Tim Teknis PUAP Kecamatan melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke desa dan Gapoktan untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/ Walikota.
46
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 46
6/22/2010 6:19:14 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
2.4
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP – E) merupakan salah satu model pembiayaan pertanian khusus untuk subsektor tanaman pangan dan energi. KKPE adalah jenis kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani/peternak melalui kelompok tani atau koperasi. Pola penyaluran kredit yang digunakan KKP – E adalah executing dengan sumber pendanaan 100% berasal dari bank sehingga resikonya ditanggung oleh perbankan.Adapun tujuan dan sasaran KKP-E adalah sebagai berikut: Tujuan: •
Meningkatkan ketahanan pangan nasional
•
Membantu petani/peternak di bidang permodalan sehingga produktivitas dan pendapatan petani menjadi lebih baik.
Sasaran : •
Petani tanaman pangan : padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan sorgum
•
Petani hortikultura : bawang merah, cabai, kentang, jahe dan pisang
•
Petani perkebunan : budidaya tebu
•
Peternak sapi potong, sapi perah, pembibitan sapi, ayam ras, ayam buras, itik, dan burung puyuh
•
Koperasi pengadaan pangan gabah, jagung dan kedelai.
Pemerintah menetapkan skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.05/2007 dalam rangka penyediaan, penyaluran, dan
47
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 47
6/22/2010 6:19:14 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
pertanggungjawaban pendanaan upaya peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional. PMK yang berlaku mulai 17 Juli 2007 menyatakan bahwa KKP-E bertujuan untuk mendukung pendanaan pelaksanaan Program Ketahanan Pangan, dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati. Bentuk kgiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E bisa dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan mitra usaha, antara lain meliputi: i) Pengembangan padi, jagung, kedelai, ubi jalar, tebu, ubi kayu, kacang tanah, dan sorgum; ii) Pengembangan tanaman holtikultura antara lain berupa: cabe, bawang merah, dan kentang; dan iii) Pengadaan pangan berupa: gabah, jagung, dan kedelai. Selain itu, pendanaan KKP-E yang berasal dari Bank Pelaksana dapat diberikan kepada Peserta KKP-E melalui kelompok Tani dan/atau Koperasi. Tingkat bunga KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan, yaitu: i) untuk KKP-E pengembangan tebu paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh lembaga Penjamin simpanan ditambah 5 persen; dan ii) untuk KKP-E lainnya paling tingi sebesar suku bunga penjamin simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 6%. Tingkat bunga KKP-E ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Pelaksana dengan mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga KKP-E diberikan Pemerintah setelah Bank Pelaksana mengajukan permintaan kepada Menkeu u.p Dirjen Perbendaharaan dengan dilampiri: i)
48
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 48
6/22/2010 6:19:15 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
rincian perhitungan tagihan Subsidi Bunga KKP-E; ii) rincian mutasi rekening pinjaman masing-masing penerima KKP-E; dan iii) tanda terima pembayaran Subsidi Bunga KKP-E yang ditandatangani Direksi Bank Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan. Risiko KKP-E ditanggung oleh Bank Pelaksana, tetapi sebagian risiko KKP-E tertentu yang ditetapkan Pemerintah dapat dijaminkan oleh Bank Pelaksana dengan membayar premi kepada lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah. Bank Pelaksana KKP-E meliputi 20 Bank yaitu 9 (sembilan) Bank Umum : Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, Niaga, Agroniaga, BCA, BII dan Danamon serta 11 (sebelas) Bank Pembangunan Daerah (BPD) yaitu : BPD Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Papua. Sementara untuk pengelolaan KKP-E sub sektor hortikultura tidak termasuk Bank BCA dan Bank Danamon Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus tanam atau siklus usaha, paling lama lima tahun. Bank Pelaksana KKP-E tidak mengenakan provisi kredit dan biaya komitmen kepada Peserta KKP-E. Suku bunga sebesar suku bunga komersial dikurangi subsidi yang dibayar pemerintah. Besarnya suku bunga untuk petani tebu 8% per tahun dan petani tanaman pangan, peternakan, hortikultura dan pengadaan pangan 7% per tahun. Besaran kredit merupakan plafond kredit maksimum per debitur (petani/peternak) Rp.25 juta. Sementara persyaratan dalam mengajukan kredit antara lain: 1.
Petani pemilik dat atau penggarap dengan luas garapan maksimal 4 ha
2.
Usia minimal 21 tahun / sudah menikah
49
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 49
6/22/2010 6:19:15 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
3.
Menjadi anggota kelompok tani
4.
Bersedia mengikuti petunjuk PPL/dinas terkait setempat.
Gambar.2.2 Prosedur Penyaluran KKP-E Keterangan : 1.
Kel. Tani menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dibantu PPL/dinas terkait
2.
RDKK disahkan oleh dinas teknis/PPL
3.
RDKK diajukan langsung kepada bank
4.
Bank meneliti dokumen RDKK dan bila layak akad kredit dengan kel. Tani
5.
Kel. Tani meneruskan KKP - E kepada petani
6.
Petani mengembalikan kredit kepada kel. Tani
7.
Kel. Tani mengembalikan KKP – E langsung kepada bank sesuai jadwal
Peran Stakeholders: 1.
Melakukan upaya intermediasi akses permodalan kepada bank
2.
Identifikasi petani yang layak dibiayai KKP – E
3.
Membantu mencarikan penjamin pasar atau penjamin kredit (avalis)
50
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 50
6/22/2010 6:19:15 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
4.
Melakukan bimbingan dan pengawasan agar kredit dimanfaatkan secara optimal dan tepat sasaran
2.5
Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3)
Pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Pembangunan ekonomi seperti ini penting mengingat persentasi penduduk miskin Indonesia berjumlah cukup besar, yang menurut data BPS tahun 2007 mencapai 37, 2 % dari seluruh penduduk yang ada. Sekitar 63, 4 % dari jumlah tersebut berada di pedesaan dengan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Sektor pertanian dengan demikian menjadi aspek penting dalam usaha pengentasan kemiskinan. Semakin maju ekonomi pertanian suatu masyarakat, semakin meningkat kemampuannya dibidang ekonomi, dan yang lebih lanjut semakin meningkat pula kesejahteraan mereka. Salah satu masalah mendasar yang dihadapi pentani dewasa ini adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melaksanakan berbagai program pengembangan sektor pertanian, termasuk diantaranya adalah program yang bertujuan untuk membuka atau menyediakan akses bagi para petani kepada lembaga permodalan. Sehubungan dengan ini, institusi perkreditan atau pembiayaan pertanian yang sesuai perlu dibentuk, institusi perkreditan yang bersifat luwes, dan mampu menjangkau dan melayani kelompok-kelompok tani yang tidak mempunyai modal usaha yang cukup.
51
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 51
6/22/2010 6:19:15 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
Dengan latar belakang kesadaran terhadap masih adanya kelompok-kelompok petani yang kesulitan mendapatkan akses kepada perbankan, maka Departemen Pertanian bersama dengan beberapa bank komersial dan bank syariah kemudian dibentuk apa yang kemudian disebut dengan SP-3 atau Pelayanan Pembiayaan Pertanian. Diharapkan, SP-3 merupakan salah satu dari institusiinstitusi perkreditan usaha tani yang tepat yang dapat mempermudah petani untuk memperoleh akses kepada bank. Singkatnya, skim SP-3 merupakan institusi perkreditan yang berperan memberikan dukungan pembiayaan atau kredit, dan mudah diakses oleh para petani untuk pengembangan usaha pertanian mereka. Sasaran skim SP-3 adalah peningkatan kinerja usaha pertanian skala mikro dan kecil. Kredit Pelayanan Pembiayaan Pertanian diberikan tidak saja kepada usaha-usaha skala mikro dan kecil sektor hulu, tetapi juga diberikan kepada usaha budidaya, dan sektor hilir dari usaha pertanian. SP-3 juga diberikan kepada usaha peternakan. Dalam pekaksanaan pelayaan SP-3, bank pelaksana bertindak sebagai executing bank, dalam pengertian bank akan menyalurkan dananya sendiri yang berasal dari dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan. Secara prinsip, bank akan memberikan kredit atau pembiayaan kepada petani yang menurut pihak bank mempunyai usaha yang layak. Kredit atau modal diberikan kepada petani atau peternah yang tidak memiliki agunan, tetapi yang memiliki usaha yang layak, atas jasa jaminan Departemen Pertanian atau premi dan bagi resiko. Dana atau kredit diberikan kepada perorangan, kelompok, dan gabungan kelompok, khusus
52
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 52
6/22/2010 6:19:15 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
untuk investasi (KI) dan kredit modal kerja (KMK), dengan besaran sampai dengan Rp. 50 juta untuk usaha skala mikro, diatas Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 250 juta untuk usaha kecil golongan I, dan sampai sebesar Rp. 500 juta untuk usaha kecil golongan II. Pinjaman atau kredit disalurkan berdasarkan sistem bungan. Kerangka dasar yang digunakan cukup bersaing, yakni sebesar 2 % sampai 3 % dibawah suku bunga komersial yang berlaku di bank pelaksana. Artinya, apabila bunga bank pelaksana mematok bunga sebesar 4 % untuk kredit komersial yang dikucurkan, maka bunga skim SP-3 lebih kecil sebesar 3 % dari besaran suku bunga komersial. Bank-bank pelaksana skim SP-3 adalah Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Pembangunan Daerah. SP-3 bukanlah satu-satunya skim pembiayaan yang diluncurkan oleh pemerintah untuk usaha pertanian skala mikro, kecil dan menengah. Berbeda dengan skim-skim yang lain, seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan atau disingkat dengan PUAP misalnya, organisasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan SP-3 tidak dibangun secara hirarkhis dari pusat sampai tingkat daerah. Dalam pelaksanaan PUAP, pemerintah lebih banyak terlibat secara langsung dibandingkan dengan keterlibatnya dalam pelaksanaan skim SP-3. Flowchat mekanisme pelaksanaan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP misalnya terbentang dari pemerintahan pusat sampai tingkat masyarakat (Gapoktan), yang meliputi antara lain tim pembinaan pusat, tim pembinaan propinsi, tim teknis kabupaten/kota. Demikian keterlibatan langsung
53
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 53
6/22/2010 6:19:15 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
tersebut tampak pula pada struktur Penyelia Mitra Tani ataupun Penyuluh Pendamping. Semua ini merupakan kelengkapan institusional yang menopang pelaksanaan skim PUAP. Pelaksanaan SP-3 tidak serinci sebagaimana PUAP, sehingga dengan demikian, realisasi skim SP-3 hampir-hampir sepenuhnya tergantung pada bank pelaksana. Apabila bank pelaksana di suatu daerah tertentu melihat sektor-sektor usaha yang ditentukan untuk skim SP-3 yang ada di daerah operasionalnya cukup menjanjikan dalam kalkulasi bisnis perbankan, kemungkinan besar skim SP-3 tersebut dapat berjalan dengan baik, dan demikian sebaliknya. Akibatnya adalah pelaksanaan SP-3 dilaksanakan tidak secara merata. Realitas empiris yang ada di dua daerah kasus penelitian memperkuat argumentasi ini. Secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan skim pembiayaan SP-3 masih cukup terbatas. Secara sektoral, skim SP-3 belum dilaksanakan di sektor usaha penangkapan ikan. Yang menarik dari pelaksanaan skim ini adalah pelaksanaan SP-3 oleh bank syariah, yang melaksanakan SP-3 dengan sistem bunga atau sistem bagi hasil tergantung pada keinginan atau permintaan masyarakat. Di Bantul misalnya, SP-3 untuk desa tertentu dilaksanakan dengan sistem syariah, di desadesa yang lain dalam kecamatan yang sama dilaksanakan dengan sistem bunga. 2.6
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
KUR adalah kredit modal kerja dan kredit investasi dengan plafon kredit sampai dengan Rp 500 juta. Kredit ini diberikan
54
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 54
6/22/2010 6:19:15 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
kepada usaha mikro, kecil dan koperasi (UMK dan K) yang memiliki usaha produktif. Kredit ini juga akan mendapat penjaminan dari Perusahaan Penjamin. Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi yang dapat dibiayai dengan KUR merupakan usaha produktif yang layak (feasible), namun belum bankable, dengan agunanan pokok proyek yang dibiayai. Selain itu UMK dan Koperasi tersebut harus layak atau hasil usahanya mampu untuk membayar pokok pinjaman dan bunga sampai lunas. UMK tersebut juga dicover dengan program penjaminan dengan coverage penjaminan maksimal 70% dari plafon kredit. Suatu hal yang perlu diketahui adalah bahwa dana KUR 100% bersumber dari dana komersial Bank, meskipun KUR merupakan kredit program pemerintah. Jadi peran pemerintah dalam hal ini adalah sebagai penjamin (melalui perusahaan penjamin) terhadap 70% dari plafond kredit yang akan dikucurkan oleh pihak perbankan komersial. Awal peluncuran Kredit bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi dengan Pola Penjaminan berupa Kredit Usaha Rakyat dilakukan oleh Presiden RI pada tanggal 5 November 2007 di lantai 21 Gedung Kantor Pusat BRI. Ada 2 pola penyaluran KUR kepada nasabah yaitu pola langsung (direct) dan pola keterkaitan (linkage program). Pola KUR direct adalah sebagai berikut: • Komite Kebijakan
- 100 % dana komersial bank
55
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 55
6/22/2010 6:19:15 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
• Departemen Teknis: - Plafond kredit maksimal Rp Pertanian Koperasi & 500 jt/debitur UMKM, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan, Perindustrian, Perdagangan. • Usaha UMKK Produktif, - Bunga kredit feasible tapi belum bankable. • Individu atau kelompok > Rp 5 juta maksimal 16% binaan Departemen Teknis efektif atau perbankan • Debitur baru. < Rp 5 juta, maksimal 1,125% flate/bulan. • Jaminan adalah usaha BRI, Mandiri, BNI, BTN yang dibiayai, tidak wajib Bukopin, BSM jaminan tambahan
Gambar 2.3 Pola KUR secara Langsung (Direct)
56
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 56
6/22/2010 6:19:15 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
Adapun pola KUR-Linkage Program adalah sebagai berikut: • Komite Kebijakan/Satuan Bunga kredit: - Efektif 14% Pelaksanaan - Dana Bank 100% • Pembinaan Usaha Mikro - Maksimal kredit Rp. 500 Juta - Usaha Simpan Pinjam • Penyertaan Modal kepada Lembaga Penjamin
• Subsidi Premi/Imbal Jasa Penjamin (IJP)
Lembaga Penjamin: - Jamkrindo & Askrindo - 70% coverage penjaminan - Otomatis cover bersyarat - Usaha Simpan Pinjam - Maksimal kredit Rp. 5 juta
• Kebijakan • Monitoring & Evaluasi
Gambar 2.4 Pola KUR secara Linkage Program
57
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 57
6/22/2010 6:19:15 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
Program-Program Percepatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Dalam upaya mempercepat penyaluran KUR kepada masyarakat khususnya dalam upaya untuk mengantisipasi imbas dari krisis ekonomi, maka BRI telah melakukan pembukaan jaringan kerja serta merencanakan pembukaan jaringan kerja lanjutan pada tahun 2009 agar jangkauan pelayanan KUR kepada masyarakat dapat dilakukan lebih luas lagi. Adapun perkembangan KUR sampai dengan Desember 2008 dapat dijelaskan sebagai berikut: Sampai dengan akhir Desember 2008 penyaluran KUR telah mencapai Rp. 12,62 triliun atau 82,85% dari target yang dicanangkan Pemerintah dengan rata-rata kredit per debitur sebesar Rp 7,55 juta. Jumlah debitur KUR mencapai 1.600.893 orang atau 80,04% dari target tahun 2008 sebesar 2.000.000 orang. Tabel 2.1 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perkembangan KUR sampai dengan Desember 2008
Nama Bank Total Kredit (Rp juta) Total Debitur Bank KUR 2,908,283 25,934 Bank BRI KUR Mikro 6,293,674 1,590,039 Bank BNI 1,163,861 8,998 Bank Mandiri 1,142,681 37,010 Bank BTN 166,044 1,036 Bank Bukopin 623,205 2,944 Bank BSM 326,436 5,707 Total 12,624,185 1,671,668
Rata-Rata Kredit 112,14 3,96 129,35 30,87 160,27 211,69 57,20 7,55
Sumber: Kantor Menko Perekonomian, diolah.
58
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 58
6/22/2010 6:19:15 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
Tabel 2.2
Posisi KUR Menurut Sektor Ekonomi Desember 2008 Total
No.
Sektor Ekonomi
Total Kredit (Rp Juta)
Total Debitur
%
2.769.301
247.417
21,94
1.
Pertanian
2.
Pertambangan
181.932
46.703
1,44
3.
Industri Pengolahan
247.032
1.787
1,96
4.
Listrik, Gas & Air
8.056
1.866
0,06
5.
Konstruksi
6.
Perdagangan, Restoran & Hotel
7.
Perumahan
-
-
0,00
8.
Pengangkutan, Pergudangan & Komunikasi
62.019
414
0,49
9.
Jasa-jasa dunia usaha
369.414
22.552
2,93
10. Jasa-jasa sosial/masyarakat
886.029
189.427
7,02
221.634
946
1,76
7.388.022
976.815
58,52
11. Lain-lain
490.746
3.741
3,89
Total
12.624.185
1.671.668
100,00
Sumber: Kantor Menko Perekonomian, diolah.
Sektor perdagangan merupakan sektor yang paling banyak menyerap KUR, yaitu sekitar 58,52% dari total penyaluran KUR, kemudian disusul sektor pertanian (21,94%) dari sektor jasa-jasa sosial atau masyarakat (7,02%). Ringkasan hasil riset tentang KUR: Dampak dan Potensi Pertumbuhan di Masa Mendatang yang dilakukan oleh BRI dengan UKM Center FE-UI adalah sebagai berikut: Profil Nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR): •
Berada pada rentang usia sangat produktif.
•
Kalangan suami, yang menandakan kegiatan usaha UMKM lebih banyak dijadikan mata pencaharian utama keluarga. 59
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 59
6/22/2010 6:19:15 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
•
Berpendidikan SLTP – SMA.
•
Menggunakan rumah sebagai lokasi usaha.
•
Umumnya bergerak di sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah berhasil memperbaiki kinerja UMKM, yang terindikasi pada peningkatan omset usaha, laba bersih dan peningkatan aset usaha. Secara keseluruhan, omset usaha, laba bersih dan aset usaha mengalami peningkatan per bulan per debitur untuk ketiga aspek tersebut masing-masing adalah sebesar Rp 3,2 juta, Rp 662 ribu dan Rp 1,2 juta. Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Tenaga Kerja: •
Sepanjang menerima KUR, UMKM mengalami peningkatan rata-rata pengeluaran upah sebesar Rp 277 ribu per bulan;
•
Sepanjang menerima KUR, UMKM hanya mengalami peningkatan rata-rata tenaga kerja yang sangat kecil, yaitu sebesar 0,11 orang per UMKM, bahkan pada UMKM penerima KUR Mikro hampir tidak terjadi peningkatan tenaga kerja (0,05 orang);
•
Hal ini terjadi mengingat sebelum menerima KUR, UMKM ini beroperasi pada level sub optimal, sehingga tenaga kerjanya pun under-utilized. Ketika menerima KUR, UMKM beroperasi pada level yang lebih tinggi, dan tenaga kerja keluarga bekerja secara lebih full capacity. Oleh karenanya secara
60
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 60
6/22/2010 6:19:15 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
kuantitatif tidak terjadi penambahan tenaga kerja, akan tetapi secara intensitas terjadi peningkatan utilisasi tenaga kerja. Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Kesejahteraan Keluarga: •
Aset rumah tangga penerima KUR secara rata-rata meningkat selama waktu pelaksanaan KUR yaitu sebesar Rp 12,8 juta. Sedangkan pengeluaran rumah tangga total dan pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan oleh responden KUR juga mengalami peningkatan, namun belum dapat diambil indikasi bahwa peningkatan pengeluaran tersebut disebabkan oleh pembiayaan KUR.
•
Terdapat manfaat KUR yang bersifat edukasi, yaitu mendorong debitur agar lebih mampu mengakses ke lembaga pembiayaan bank secara komersial yaitu dengan penambahan jumlah debitur atas kepemilikan beberapa jenis dokumen yang menjadi persyaratan pinjaman komersial bank. Persepsi Debitur terhadap Manfaat KUR:
•
Sebagian besar dari debitur KUR mengatakan bahwa KUR bermanfaat (agak besar hingga sangat besar sekali) dalam meningkatkan usaha, aset produktif, keuntungan usaha, jangkauan pemasaran dan nilai tambah bisnis UMKM.
•
UMKM penerima KUR belum mengalami penambahan yang signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Penyebabnya diindikasikan sebagai berikut: (1) Usia skim KUR masih pendek, (2) Alokasi kredit didominasi oleh modal kerja,
61
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 61
6/22/2010 6:19:16 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
sehingga skala usaha UMKM belum berubah dan kebutuhan tenaga kerja pun belum bertambah, (3) Tenaga kerja UMKM umumnya diisi oleh tenaga kerja dalam keluarga, (4) Yang terjadi bukan peningkatan jumlah karyawan melainkan peningkatan utilisasi jam kerja. •
Aksesibilitas UMKM Terhadap KUR. Disamping kemudahan dalam memperoleh informasi tentang Program KUR, mayoritas debitur KUR menyatakan bahwa proses pengajuan untuk mendapatkan KUR juga mudah. Dampak KUR Terhadap Nilai Tambah Ekonomi:
•
Besaran kredit berpengaruh positif signifikan terhadap nilai tambah ekonomi. Setiap juta rupiah besaran kredit secara murni berkontribusi meningkatkan value added sebesar Rp 600 ribu per bulan.
•
Persentase penggunaan kredit untuk modal kerja berpengaruh positif terhadap value added. Setiap persen peningkatan penggunaan kredit untuk modal kerja, akan meningkatkan value added sebesar Rp 430 ribu per bulan.
•
Tenaga kerja berpengaruh positif signifikan terhadap value added. Setiap penambahan 1 orang pekerja pada UMKM akan meningkatkan value added usaha Rp 1,58 juta per bulan.
•
Faktor lama menerima kredit berpengaruh positif tidak signifikan. Lama menerima kredit bertambah satu bulan akan meningkatkan value added. Debitur KUR Ritel meraih value added Rp 6,65 juta lebih tinggi dari pada KUR Mikro.
62
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 62
6/22/2010 6:19:16 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
2.7
Kesimpulan
Pemerintah telah meluncurkan berbagai macam skim kredit atau pembiayaan untuk pengembangan sektor pertanian sejak orde baru. Skim kredit pertanian tersebut mengalami perubahan dan penyempurnaan. Selama periode 1970-1985 kredit pertanian tersebut terkenal dengan nama Bimas atau Bimbingan Massal, tapi sejak 1985 kredit Bimas diganti menjadi Kredit Usaha Tani atau KUT dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan program intensifikasi pertanian. Sejak tahun 2000, KUT yang merupakan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) tersebut dihapuskan dan diganti serta disempurnakan menjadi: Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Hortikultura Mandiri (KHM), Pengembangan Agribisnis Perdesaan (PUAP), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Seluruh skim kredit tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai subsektor pertanian dan kesejahteraan petani. KHM difokuskan pada usaha agribisnis hortikultura semusim seperti komoditi sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan obat-obatan. PUAP difokuskan pada pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan dalam bentuk fasilitas bantuan modal usaha yang diberikan pemerintah untuk petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Sementara itu KKP-E merupakan jenis kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh bank pelaksana kepada petani/peternak melalui kelompok tani atau koperasi. Sasaran program ini adalah petani tanaman pangan, petani hortikultura, petani perkebunan dan peternak sapi, ayam dan burung puyuh. Sedangkan sasaran SP-3 adalah peningkatan 63
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 63
6/22/2010 6:19:16 PM
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha
kinerja usaha pertanian skala mikro dan kecil baik hulu, usaha budidaya maupun sektor hilir dari usaha pertanian, termasuk juga sektor peternakan. Sementara itu KUR adalah kredit modal kerja dan kredit investasi yang diberikan kepada usaha mikro, kecil dan koperasi (UMKK) yang memiliki usaha produktif dengan plafon kredit sampai dengan Rp.500 juta. Kredit ini mendapat penjaminan dari perusahaan penjamin. UMKK yang dapat dibiayai dengan KUR merupakan usaha produktif yang layak (feasible), namun belum bankable, dengan agunan proyek yang dibiayai. Selain itu UMKK tersebut hasil usahanya harus mampu untuk membayar pokok pinjaman dan bunga sampai lunas. Kelima jenis skim kredit untuk sektor pertanian tersebut pada dasarnya tidak dirancang dengan pola syariah. Namun demikian bila bank pelaksananya adalah bank syariah maka skim kredit tersebut dapat disesuaikan atau dirubah menjadi pembiayaan syariah seperti PUAP, SP-3 dan KUR.
64
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 64
6/22/2010 6:19:16 PM
Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian
DAFTAR PUSTAKA
Mosher.A.T. 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: CV. Yasaguna Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Mubyarto.1979. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES Sukartawi.1987. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian:Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
65
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 65
6/22/2010 6:19:16 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
BAB 3 EFEKTIVITAS MODEL KREDIT DAN SKIM PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN Yeni Saptia 3.1
Pendahuluan
Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional. Pertama, pertanian Indonesia memiliki keunggulan komparatif terutama dalam hal sumber daya alamnya yang potensial dan berlimpah. Kedua, sektor pertanian merupakan tumpuan hidup yang hasilnya merupakan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pertanian pada subsektor tanaman pangan. Subsektor tanaman pangan merupakan salah satu subsektor pada sektor pertanian yang mencakup tanaman padi, jagung, kedelai dan umbi-umbian yang berperan besar dalam rangka penyediaan pangan nasional untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Meskipun memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup masyarakat, subsektor tanaman pangan seringkali dihadapkan pada banyak permasalahan, terutama dalam hal keterbatasan modal. Padahal modal merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan produksi dan taraf hidup masyarakat petani tanaman pangan. Petani Tanaman Pangan rata-rata adalah petani 67
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 67
6/22/2010 6:19:16 PM
Yeni Saptia
gurem dengan tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pola penerimaan, pendapatan dan pengeluaran dalam kehidupan petani. Pendapatan dari hasil produksi hanya diterima petani setiap musim panen sementara pengeluaran yang harus diadakan setiap hari, bahkan terkadang dalam waktu yang sangat mendesak misalnya untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan anak-anaknya. Disamping itu, penguasaan lahan yang tergolong sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam, sebagian besar petani tidak dapat memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke musim lainnya. Dalam upaya mengatasi keterbatasan modal untuk meningkatkan hasil produksi, keberadaan kredit atau pembiayaan sangat dibutuhkan oleh petani. Kredit sudah menjadi bagian hidup dan ekonomi usahatani karena apabila kredit tidak tersedia maka tingkat produksi dan pendapatan usahatani akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Mears, L.A. (1961) bahwa kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani padi Indonesia untuk beberapa tujuan, yaitu biaya hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk pertemuan-pertemuan sosial yang sudah menjadi kebiasaan. Mengingat peran kredit sangat penting dalam pembangunan pertanian, maka pemerintah menjadikan kredit sebagai salah satu instrumen kebijakan. Pemerintah telah memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) atau dana bergulir, maupun berupa subsidi bunga. Disamping itu, pemerintah juga telah meluncurkan berbagai kebijakan kredit program seperti
68
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 68
6/22/2010 6:19:16 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Tani (KUT) dan sebagainya, sebagai upaya membantu petani gurem dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Meskipun pemerintah telah mengimplementasikan berbagai macam kredit program untuk subsektor tanaman pangan, namun dampaknya dalam mendorong penguatan modal petani masih belum optimal. Hal ini disebabkan adanya ”gap” antara penyaluran dengan penerimaan kredit. Di satu sisi, petani gurem sangat membutuhkan kredit program yang disalurkan melalui beberapa lembaga keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah. Sementara di sisi lain, banyak lembaga keuangan yang menawarkan berbagai skim kreditnya ke petani, justru hanya dapat diakses oleh kelompok masyarakat tertentu. Karakteristik usaha pertanian subsektor tanaman pangan yang mengandung banyak resiko menyebabkan minat lembaga keuangan untuk mendanai usaha sektor ini relatif rendah. Untuk meminimalkan resiko, lembaga keuangan yang bersedia mengucurkan kredit di subsektor tanaman pangan biasanya telah mengantisipasi dengan menetapkan suku bunga yang cukup tinggi. Padahal pertanian pada subsektor tanaman pangan memiliki resiko kegagalan yang tinggi baik dalam produksi maupun fluktuasi harga. Hal ini menimbulkan adanya ketidakadilan bagi para petani tanaman pangan. Mengapa demikian? sebab apabila petani mengalami kegagalan dalam usahataninya, baik karena gagal panen maupun rendahnya harga pasar, petani tidak akan mampu membayar pinjaman sehingga dapat terjerat hutang yang semakin besar karena adanya prinsip bunga berbunga.
69
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 69
6/22/2010 6:19:16 PM
Yeni Saptia
Untuk lebih menjamin rasa keadilan bagi para petani, maka diperlukan adanya model pembiayaan alternatif yang sesuai dengan karakteristik usaha di sektor pertanian, yaitu model dengan skim syariah yang tidak berbasis suku bunga melainkan dengan sistem bagi hasil. Sebagaimana diketahui bahwa prinsip bagi hasil sebenarnya sudah berlaku secara turun-temurun di masyarakat pedesaan dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan di sektor pertanian, misalnya sistem maro, mertelu, dan sebagainya (Laporan P2E-LIPI, 2005). Sistem bagi hasil pada dasarnya adalah pola kerjasama antara pemilik modal dengan pelaku usaha, dimana keuntungan (profit sharing) dibagi sesuai dengan proporsi dan kerugian (risk sharing) ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Saat ini pemerintah telah memberikan tanggapan yang positif mengenai pembiayaan syariah di sektor pertanian, salah satunya dengan membentuk bidang pembiayaan syariah pada Departemen Pertanian. Bidang Pembiayaan Syariah ini mempunyai tugas melaksanakan kelembagaan kelompok usaha petani dan mendorong pembiayaan perbankan syariah kepada sektor pertanian. Salah satu program pembiayaan syariah pada sektor pertanian adalah program fasilitasi Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3). SP3 merupakan skim program untuk meningkatkan akses petani pada fasilitas pembiayaan dari bank pelaksana melalui mekanisme bagi resiko (risk sharing) antara bank pelaksana dengan pemerintah. SP3 ini bertujuan membantu kemudahan akses petani pada layanan perbankan melalui jasa
70
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 70
6/22/2010 6:19:16 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
penjaminan bagi petani/kelompok tani skala usaha mikro, kecil dan menengah yang tidak mempunyai agunan yang cukup. Pada SP3 ini terdapat lima bank pelaksana yang ikut berpartisipasi antara lain Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim dan Bank NTB. Namun dengan adanya program penjaminan kredit pemerintah dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), maka pada akhir tahun 2008, SP3 diintegrasikan dan dileburkan ke dalam KUR. Dengan demikian, tulisan ini bertujuan melakukan tinjauan kembali pelaksanaan kredit program dan skim pembiayaan syariah pada subsektor tanaman pangan. Secara lebih rinci, tulisan ini akan memaparkan beberapa hal diantaranya (a) gambaran umum kondisi pertanian tanaman pangan di daerah penelitian, (b) identifikasi sumber kredit program yang diakses oleh petani pada subsektor tanaman pangan di daerah penelitian serta permasalahan yang dihadapi, (c) identifikasi skim pembiyaan syariah yang diakses petani di daerah penelitian, serta kendala dan prospek skim pembiayaan syariah sebagai alternatif pembiayaan pada subsektor tanaman pangan. 3.2
Gambaran Umum Pertanian Tanaman Pangan di Daerah Penelitian
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa subsektor tanaman pangan memiliki peranan yang strategis dalam hal penyediaan pangan nasional terutama pada komoditas padi, karena komoditas tersebut merupakan salah satu bahan makanan
71
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 71
6/22/2010 6:19:16 PM
Yeni Saptia
pokok bagi masyarakat Indonesia. Pada Tabel.1 dapat dilihat bahwa produksi padi di tingkat nasional pada tahun 2007 sebesar 57.157.435 atau 61% dari total produksi tanaman pangan. Selain padi, komoditas ubi kayu juga memiliki tingkat produksi yang cukup besar dibandingkan dengan komoditas jagung, yaitu sebesar 19.988.058 Kwintal atau 21% dari total produksi tanaman pangan. Sedangkan komoditas jagung hanya mampu memproduksi sebesar 13.287.527 Kwintal atau sekitar 14% dari total tanaman pangan. Tingginya jumlah produk dan produktivitas ubi kayu dikarenakan ubi kayu mempunyai peluang untuk dijadikan sumber energi elternatif yaitu bioetanol. Ubi kayu potensial dikembangkan sebagai bakan baku bioetanol karena dapat diproduksi dalam jumlah yang besar pada berbagai agroekosistem. Komoditas unggulan tanaman pangan di tingkat nasional yang terdiri dari padi, jagung dan ubi kayu juga merupakan komoditas unggulan di tingkat propinsi Jawa Barat dan Propinsi DIY. Kecenderungan ini dapat ditinjau dari tingkat produksi ketiga komoditas tanaman pangan ini memiliki proporsi nilai paling banyak di kedua propinsi tersebut. Menurut data BPS, Kabupaten Sukabumi memiliki lahan seluas 420.000 hektar yang didominasi areal pegunungan dan dataran tinggi yang subur, sehingga tidak mengherankan jika Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten yang banyak menghasilkan komoditas pertanian tanaman pangan. Pada tahun 2007 saja, Kabupaten Sukabumi telah mampu memproduksi padi dengan jumlah 736.941 Kwintal. Selain sebagai sentra produksi padi, kabupaten sukabumi juga banyak memproduksi ubi
72
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 72
6/22/2010 6:19:16 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
kayu. . Menurut keterangan narasumber, komoditas ubi kayu sudah mulai dikembangkan di Kabupaten Sukabumi oleh para petani yang tergabung dalam kelompok tani. Komoditas tersebut merupakan salah satu komoditas unggulan selain padi, jagung dan kedelai. Komoditas ubi kayu yang dikembangkan tersebut berjenis varietas yang bernama Daarul Hidayah. Daarul Hidayah merupakan salah satu pondok pesantren di Lampung yang berhasil menemukan jenis varietas ubi kayu unggulan. Dengan 60 kg ubi kayu dapat menghasilkan 1 liter bioetanol dengan kadar alkohol 60%.3 Tabel 3.1
Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Kab Sukabumi dan Kab. Sleman Tahun 2007 Keterangan Luas Panen (Ha)
Padi
Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Kw) Luas Panen (Ha)
Jagung Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Kw) Luas Panen (Ha) Kedelai Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Kw) Luas Panen (Ha) Kacang Produktivitas (Kw/Ha) Tanah Produksi (Kw)
3
Nasional
Propinsi Kab. Propinsi Kab. Jawa Barat Sukabumi DIY Sleman
12.147.637
1.829.085
132.415
133.369
43.857
47,05
54,20
55,65
53,18
85,44
57.157.435
9.914.019
736.941
3.630.324
13.373
7.508
70.216
4.727
36,60
50,94
54,74
36,77
43,60
13.287.527
577.513
41.099
258.187
20.610
459.116
12.429
1.041
27.628
568
12,91
14,03
14,18
10,75
13,96
592.534
17.438
1.476
29.692
793
660.480
63.922
8.384
66.527
5.100
11,95
14,30
14,88
8,52
10,86
189.089
91.439
12.475
56.667
5.536
709.294 244.791
Hasil Wawancara dengan Staf Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sukabumi
73
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 73
6/22/2010 6:19:16 PM
Yeni Saptia
Luas Panen (Ha) Kacang Produktivitas (Kw/Ha) Hijau Produksi (Kw) Luas Panen (Ha) Ubi Kayu
Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Kw) Luas Panen (Ha)
Ubi Jalar
Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Kw)
306.207
11.094
290
874
17
10,53
10,87
11,23
6,53
5,90
322.487
12.061
326
571
10
1.201.481
105.508
7.532
61.237
1.144
166,36
182,25
193,66
159,48
178,25
19.988.058
1.922.840
145.865
976.610
20.385
176.932
28.096
1.486
515
377
106,64
133,73
153,71
106,72
146,32
1.886.852
375.714
22.841
5.496
5.515
Sumber: BPS, 2007
Sementara itu, Kabupaten Sleman memiliki lahan seluas 57.482 Hektar atau sekitar Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 Km2 atau sekitar 14% dari luas Kabupaten Sukabumi. Namun demikian, hampir setengah dari luas wilayah di kabupaten tersebut merupakan tanah pertanian yang subur serta didukung irigasi teknis peninggalan kolonial Belanda. Berdasarkan table…. diatas, dapat dilihat berdasarkan tingkat produksinya, komoditas tanaman pangan unggulan di Kabupaten Seman adalah padi, jagung dan ubi kayu. Jika dibandingkan dengan Kabupaten Sukabumi ketiga komoditas unggulan tersebut nilai produksinya lebih kecil. Disamping karena luas wilayah di kabupaten Sleman yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan luas daerah Kabupaten Sukabumi, juga disebabkan adanya permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani di Kabupaten Sleman. Permasalahanpermasalahan tersebut antara lain;
74
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 74
6/22/2010 6:19:16 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
1.
Penanganan pasca panen belum memadai padahal produk tanaman pangan pada umumnya bersifat mudah rusak.
2.
Meskipun sudah ditumbuhkan asosiasi-asosiasi petani untuk komoditas tertentu, namun kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan dalam membantu memasarkan produk pertanian yang dihasilkan petani.
3.
Luas penguasaan/penggarapan lahan oleh petani masih relatif sempit/kecil, kurang memenuhi kelayakan skala ekonomi sebagai akibat sistem warisan.
4.
Belum seluruh petani tergabung dalam kelompok tani sehingga pembinaan petani belum efektif.
5.
Pola tanam di sentra produksi padi belum optimal sehingga sering muncul gangguan OPT, dan penanganan OPT belum terpadu sehingga hasilnyapun kurang memuaskan
6.
Penggunaan pupuk kurang berimbang dan kurangnya kandungan bahan organik tanah menyebabkan produktifitas di beberapa kecamatan mengalami penurunan.
7.
Petani yang belum masuk anggota kelompok tani sulit mendapatkan pupuk karena sistem distribusi pupuk yang diharuskan melalui RDKK (Rencana Divinitif Kebutuhan Kelompok) sehingga alokasi pupuk tidak mencukupi.
3.3
Pelaksanaan Kredit Program Pemerintah di Daerah Penelitian
Secara umum, program bantuan modal untuk subsektor tanaman pangan di daerah penelitian berasal dari dua sumber,
75
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 75
6/22/2010 6:19:17 PM
Yeni Saptia
yaitu: (1) Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), dan lain-lain; (2) Dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah baik di tingkat Propinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota. Kaitannya dengan program bantuan modal yang berasal dari dana APBD, masing-masing daerah penelitian memiliki program khusus salah satu contoh di daerah Sukabumi terdapat Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM). Berdasarkan Tabel.2 dapat dijelaskan bahwa realisasi penguatan modal untuk sektor pertanian di Kabupaten Sukabumi nilainya lebih besar dibandingkan di Kabupaten Sleman. Proporsi penguatan modal dari dana APBN di Kabupaten Sukabumi lebih besar dibandingkan proporsi dana dari APBD. Sebaliknya, proporsi penguatan modal dari dana APBN di Kabupaten Sleman lebih kecil dibandingkan dengan proporsi dana dari APBD. Tabel 3.2
Realisasi Penguatan Modal pada Sektor Pertanian
Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sleman
Dana APBN 15.163.365.000 2.418.000.000
Dana APBD 11.896.442.976 5.810.500.000
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Sleman, 2007
Untuk kredit program yang berasal dari dana APBN disalurkan ke petani melalui bank pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah pusat. Kemudian dari bank pelaksana, kredit tersebut ada yang langsung disalurkan ke kelompok petani dan ada pula yang disalurkan secara tidak langsung melalui lembaga keuangan mikro sperti Koperasi atau Bank Perkreditan Rakyat. Hal ini dilakukan dengan alasan pertimbangan jarak tempuh yang
76
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 76
6/22/2010 6:19:17 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
jauh antara bank pelaksana dengan para petani yang berada di pelosok desa, sehingga bank pelaksana sulit menjangkau para petani yang berada di pedesaan. Disamping itu, keberadaan unit bank pelaksana hanya ada di tingkat Kabupaten/Kota, sementara di tingkat kecamatan maupun desa tidak ada unit bank pelaksana. Selanjutnya, lembaga keuangan mikro yang ditunjuk bank pelaksana dapat menyalurkan kredit program kepada kelompok tani maupun petani perorangan (Lihat Gambar 3.1). Dana Program Pemerintah Pusat (APBN)
(1) (2a)
Perbankan (Bank Pelaksana)
Gabungan Kelompok Tani (3a) (Gapoktan)Æbergulir
(2b) Lembaga Keuangan Mikro (BPR/Koperasi)
(3b)
Petani Individu (perorangan)
Gambar 3.1 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Pusat Keterangan: (1)
Pemerintah pelaksana.
Pusat
menyalurkan
kredit
program
melalui
bank
(2a) Bank Pelaksana menyalurkan kreditnya secara langsung kepada kelompok petani dengan jaminan/agunan seperti sertifikat tanah/ BPKB (2b) Bank Pelaksana menyalurkan kreditnya secara tidak langsung kepada petani dengan melalui lembaga keuangan mikro
77
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 77
6/22/2010 6:19:17 PM
Yeni Saptia
(3)
Lembaga Keuangan Mikro kemudian menyalurkan kredit program kepada kelompok tani maupun petani perorangan.
Salah satu contoh kredit program untuk tanaman pangan yang berhasil dijumpai di daerah penelitian adalah Kredit Ketahanan Pangan dan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program KKP dibiayai oleh pemerintah untuk mendorong program intensifikasi tanaman padi. Skim kredit tersebut menggunakan tingkat suku bunga yang rendah serta prosedur yang mudah dengan agunan sertifikat tanah yang cukup berasal dari pengurus kelompok tani. Di kabupaten sukabumi sudah ada bantuan permodalan untuk petani berupa BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dengan melalui sistem Gapoktan. BLM tersebut digunakan untuk penyediaan saprodi, pembelian gabah serta untuk membantu permodalan keuangan mikro dan peralatan kantor. Dana untuk bantuan permodalan dan peralatan kantor sistem pengembaliannya tidak dipertanggungjawabkan karena dana tersebut sifatnya hibah. Sementara bantuan dana yang digunakan untuk penyediaan saprodi dan pembelian gabah ada pertanggungjawabannya, karena diberikan dalam satu kelompok yang besar dan itu ada pengelolanya. Jadi pada saat musim panen, gabah petani dalam kelompok tersebut dibeli oleh dinas karena di dinas pertanian setempat telah memiliki investasi dalam hal kesediaan lahan pertanian, gudang yang kesemuanya dikelola oleh UPTD, dimana UPTD juga bekerjasama dengan para kelompok tani. Kemudian gabah tersebut diolah menjadi beras yang kemudian beras tersebut di jual, lalu hasil penjualannya dikembalikan lagi ke kelompok tersebut. Timbulnya sistem tersebut karena ada masalah dimana saat
78
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 78
6/22/2010 6:19:17 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
panen raya petani menjual gabahnya dengan harga yang sangat murah atau dibawah harga dasar gabah, sementara harga jual gabah di pasar cukup tinggi. Sementara untuk kredit program yang berasal dari dana APBD disalurkan ke petani melalui bank pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah daerah maupun ke dinas pertanian setempat. Kemudian dari bank pelaksana, kredit tersebut ada yang langsung disalurkan ke kelompok petani dan ada pula yang disalurkan secara tidak langsung melalui lembaga keuangan mikro seperti Koperasi atau Bank Perkreditan Rakyat. Selanjutnya, lembaga keuangan mikro yang ditunjuk bank pelaksana dapat menyalurkan kredit program kepada kelompok tani maupun petani perorangan. Disamping itu, dana kredit program yang berasal dari APBD juga ada yang disalurkan melalui dinas pertanian setempat. Kemudian dinas pertanian setempat menyalurkan dana tersebut dengan cara digulirkan dimasing-masing kelompok tani (Lihat Gambar.3.2) Dana Program Pemerintah Daerah (APBD)
(1a)
Perbankan
(2a)
Lembaga Keuangan
(3a) (3b)
Mikro
(2b)
Inti (Pengusaha)
Kelompok Tani Petani (perorangan) (4) Plasma (Kelompok
(1b)
Dinas Pertanian
(5)
Kelompok TaniÆ bergulir
Tani)
Gambar 3.2 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Daerah
79
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 79
6/22/2010 6:19:17 PM
Yeni Saptia
Keterangan: (1a)
Pemerintah daerah menyalurkan dana program untuk peningkatan sektor pertanian melalui bank pelaksana yang ditunjuk oleh Pemda setempat
(1b)
Pertanian daerah menyalurkan dana program untuk peningkatan sektor pertanian melalui dinas pertanian
(2a/2b)
Perbankan menyalurkannya kembali ke masyarakat petani melalui Lembaga keuangan mikro maupun inti (pengusaha)
(3a/3b/4/5) Dana dari Lembaga Keuangan Mikro maupaun Dinas Pertanian langsung ke kelompok tani atau Plasma maupun ke petani individu
Pola penyaluran kredit program di tingkat pemerintah daerah ini juga memberikan kewenangan perbankan untuk memberikan kredit/pembiayaan dengan model inti plasma. Pola ini bertujuan agar inti (pengusaha) dapat berfungsi sebagai avalis atau penjamin bagi para petani yang tidak bisa tertib dalam membayar angsuran tiap bulannya ke bank. Disamping itu, pemberdayaan usaha kecil pertanian melalui kemitraan inti plasmaini bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha tani kecil menjadi usaha tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. Selama ini kendala yang dihadapi usaha petani kecil adalah aspek dana, manajemen, alih teknologi, sumber daya manusia dan pemasaran hasil produksi. Dengan menggunakan perjanjian kemitraan inti plasma, pengusaha besar berperan sebagai penyedia, penjamin modal, transfer teknologi, dan desain pasar menampung distribusi, serta memasarkan atau membentuk pasar, atau juga sebagai pihak inti plus dengan kesediaan untuk mengikatkan diri dengan pihak plasma (usaha kecil) dalam membesarkan usah akecil.
80
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 80
6/22/2010 6:19:17 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
Sebagai inti, perusahaan besar memerankan diri sebagai perusahaan yang berkewajiban dalam memberikan totalitas keterlibatan untuk memberdayakan usaha tani kecil. Pemberdayaan tersebut dapat berupa kewajiban pihak inti untuk melakukan penyediaan dan penyiapan lahan serta sarana produksi antara lain bibit, bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, maupun pembiayaan dan bantuan lain yang dibutuhkan untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Perjanjian kemitraan inti-plasma memiliki beberapa keunggulan. Pertama, pengusaha besar telah membagi peluang bisnis dengan para petani kecil. Kedua, sebagai upaya pemberdayaan petani kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan sehingga dapat lebih terjamin dalam jumlah kualitas dan standar yang diperlukan. Ketiga, dapat mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasar nasional, regional, maupun internasional. Pola semacam ini telah dipraktekkan antara perusahaan pakan ternak Charon Pokphan dengan para petani jagung di wilayah Sukabumi. Namun demikian, seperti halnya perjanjian kemitraan pada umumnya kerja sama antara petani dengan pengusaha tersebut menghadapi masalah. Masalah yang dihadapi dalam praktek bisnis ini antara lain, selain pihak plasma (petani) belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik, sebaliknya pihak inti juga belum sepenuhnya memberikan perhatian dan kewajibannya seperti yang diharapkan. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan bagi petani plasma.
81
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 81
6/22/2010 6:19:17 PM
Yeni Saptia
Salah satu contoh dana program pemerintah daerah yang ditemui di daerah penelitian Sukabumi adalah Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM). Menurut narasumber, pada tahun 2008 dana PPK-IPM disalurkan ke kelompok petani melalui bank pelaksana dimana 1 kelompok diberi dana sebesar 40 juta. Pola penyaluran dana PPK-IPM sebenarnya mirip dengan pola Cash Collateral Finance (CCF) yaitu jaminan yang diberikan pemerintah secara tunai atas pembiayaan yang diberikan oleh bank. Misalnya, jaminan pemerintah 3 Milyar, maka bank juga akan menyalurkannya sebesar 3 Milyar. Berdasarkan aturannya yang tercantum di dalam MOU PPK-IPM, pemerintah daerah mengharapkan margin dibatasi hanya 6% per tahun atau 0,5% per bulan.4 Disamping itu, dijumpai pula dana program pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi yang disalurkan melalui dinas pertanian setempat kepada para kelompok tani yang tergabung dalam PESAT (Pelayanan Sarana Agribisnis Terpadu). PESAT merupakan salah satu program dinas pertanian Kabupaten Sukabumi dalam memberdayakan masyarakat petani mulai dari penyediaan saprodi, benih, dan sebagainya. PESAT terdiri dari 3 komoditas yaitu PESAT padi, PESAT Ubi kayu, dan PESAT Hortikultura yang nantinya diharapkan menjadi cikal bakal terbentuknya lembaga keuangan mikro. Pada tahun 2008, PESAT membawahi Gapoktan yang berjumlah 12 kelompok tani atau kurang lebih 230 petani yang tersebar di 6 kecamatan untuk menggarap lahan 4
Hasil wawancara dengan Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri Sukabumi, 2009
82
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 82
6/22/2010 6:19:17 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
dinas seluas 120 hektar. Sampai dengan bulan Juni 2009, dana APBD telah disalurkan melalui PESAT sudah mencapai 450 juta. Dana APBD tersebut bersifat hibah, sehingga tidak ada kewajiban pengembalian keuangan ke Pemerintah Daerah. Namun dalam pengelolaannya di kelompok tani, dana tersebut tidak bersifat hibah melainkan bersifat pinjaman bergulir (Revolving Loan). Bergulir mengandung makna dana tersebut harus selalu berputar (tidak berhenti) dalam aktivitas kelompok yang memanfaatkan melalui kegiatan yang bersifat produktif. Alasannya, bantuan dana tersebut diharapkan dapat memotivasi para petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Apabila tidak demikian, dikhawatirkan dana tersebut akan habis begitu saja di kelompok, tanpa ada peningkatan usaha.5 Namun kenyataan di lapangan dana tersebut tidak dapat bergulir sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan masyarakat beranggapan bahwa dana yang berasal dari pemerintah tersebut sifatnya subsidi atau hibah jadi tidak perlu dikembalikan lagi. Apabila masyarakat mengetahui dana tersebut berasal dari nonpemerintah kemungkinan masyarakat akan mengelolanya dengan baik. Faktor lain adalah birokrasi pemerintahan yang masih rumit dan kaku. Misalnya pembagian benih yang seharusnya bulan Juni sudah dibagikan ke kelompok untuk ditanam pada waktu musim hujan, tapi kenyataannya baru dibagikan pada bulan Desember karena proposalnya belum ditandatangani.6 Menurut Tampubolon (2002), kredit dianggap mampu memutuskan ”lingkaran setan” kemiskinan di sektor pertanian Dengan 5 Hasil wawancara dengan Staff Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, 2009 6 Hasil wawancara dengan staff koperasi MAJ
83
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 83
6/22/2010 6:19:17 PM
Yeni Saptia
pasokan kredit diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani dalam membeli sarana produksi (saprodi) sehingga diharapkan produktivitas panen meningkat. Namun kenyataannya di kabupaten sukabumi, pelaksanaan kredit belum dapat memutuskan lingkaran setan. Hal ini disebabkan beberapa faktor kendala yang dijumpai baik dari pihak lembaga keuangan maupun pihak petani. Dari pihak lembaga keuangan, permasalahannya adalah pihak bank menginginkan petani setor per bulan padahal petani hanya mampu setor pada musim panen. Besarnya resiko komoditas tanaman pangan (misalnya gagal panen, hama, resiko fluktuasi kebijakan harga) juga menjadi salah satu faktor penyebab enggannya pihak perbankan untuk memberikan kredit/pembiayaan di sektor pertanian. Sementara, dari sisi petani dihadapkan kendala dengan tidak adanya akte kepemilikan lahan, dan petani kesulitan dalam melegalisasi kepemilikan lahannya. Kemudian rata-rata petani di kabupaten Sukabumi hanya sebagai petani penggarap lahan yang dimiliki oleh lahan dinas atau para pengusaha yang memiliki lahan sawah. Komoditas tanaman pangan merupakan komoditas massal untuk ketahanan pangan dimana harus ada keterlibatan dari pemerintah dengan adanya program-program subsidi di sektor tanaman pangan.7 Berdasarkan sifatnya, kredit program pertanian sangat tergantung kepada ”kebijakan” pemerintah baik pusat maupun daerah, terutama dalam pengalokasian dana pembangunan APBN atau APBD di sektor pertanian. Menurut Hermanto (1992), dalam 7
Hasil Wawancara Staff Koperasi MAJ (Masyarakat Agribisnis Jagung)
84
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 84
6/22/2010 6:19:17 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
pelaksanaan kebijakan kredit program sebenarnya pemerintah telah memberikan subsidi pada beberapa hal, diantaranya (1) subsidi terhadap tingkat suku bunga, (2) subsidi terhadap biaya resiko kegagalan kredit, (3) subsidi kepada biaya administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit. Disamping itu, jika ditelaah secra lebih dalam kredit yang umumnya diwujudkan dalam bentuk saprodi, impor pupuk, benih, dan obat-obatan merupakan subsidi secara tidak langsung begi kredit program. Secara umum, kredit untuk sektor pertanian (terutama kredit program) menetapkan tingkat suku bunga lebih rendah dibandingkan sektor nonpertanian. Hal ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan sektor pertanian, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan. Namun fakta menunjukkan serapan kredit untuk pertanian relatif lambat dibandingkan serapan sektor non pertanian. Menurut Saleh et al (1989) salah satu penyebabnya adalah rendahnya rentabilitas penanaman modal di sektor pertanian. Meskipun pemerintah telah melaksanakan berbagai macam kredit program untuk sektor pertanian, namun dampaknya dalam mendorong penguatan modal petani di daerah penelitian belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Pada kenyataannya, kemampuan sebagian besar petani dalam permodalan masih relatif rendah. Namun disisi lain, seiring dengan beban anggaran pembangunan yang makin berat memyebabkan makin terbatasnya kemampuan finansial pemerintah dalam mendanai kredit pertanian. Dengan keterbatasan anggaran pemerintah tersebut diperlukan
85
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 85
6/22/2010 6:19:17 PM
Yeni Saptia
upaya agar anggaran yang dialokasikan untuk bantuan modal/ kredit program dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pembangunan pertanian. Oleh karena itu, perlu dirumuskan kembali alternatif kebijakan permodalan bagi sektor pertanian sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal. 3.4
Pola Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor Tanaman Pangan
Salah satu contoh pola pembiayaan pertanian yang dijumpai di daerah penelitian adalah Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) dan PUAP. SP3 merupakan skim program untuk meningkatkan akses petani pada fasilitas pembiayaan dari bank pelaksana melalui mekanisme bagi resiko (risk sharing) antara bank pelaksana dengan pemerintah. SP3 ini bertujuan membantu kemudahan akses petani pada layanan perbankan melalui jasa penjaminan bagi petani/kelompok tani skala usaha mikro, kecil dan menengah yang tidak mempunyai agunan yang cukup. SP3 diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan bagi lembaga keuangan mikro agribisnis yang berasal dari kelembagaan tani yang sudah ada. Pada SP3 ini terdapat lima bank pelaksana yang ikut berpartisipasi antara lain Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim dan Bank NTB. Namun dengan adanya program penjaminan kredit pemerintah dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat, maka pada akhir tahun 2008, SP3 diintegrasikan dan dileburkan ke dalam KUR tersebut. Dalam pelaksanaannya, bank pelaksana berkoordinasi dengan tim teknis di tingkat pusat maupun kabupaten/kota (Lihat Gambar.3.3)
86
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 86
6/22/2010 6:19:18 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
PETANI
(1)
TimTeknis Kab/Kota
Analisa Tim Teknis & Pendampingan Program
(1)
Bank Pelaksana
(2)
Tim Teknis Pusat
(3)
Analisa Pembiayaan (4)
Gambar 3.3 Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) Sumber : Deptan, 2006 Ket: (1) (2) (3) (4)
: Koordinasi : Alur Permodalan Pengajuan Pembiayaan Usulan Penjaminan SK Penetapan Calon Terjamin Pembiayaan
Pada Tabel.3.3 dapat ditinjau bahwa petani yang diusulkan menerima penjaminan diklasifikasi menjadi dua kelompok. Kelompok A adalah petani/Kelompok Tani dengan plafon pembiayaan s/d Rp. 5 juta. Kelompok B adalah petani/Kelompok Tani dengan plafon pembiayaan Rp. 100 juta s/d Rp. 500 juta.Dalam program SP3 ini sebagian agunan di jamin pemerintah atau sebagai risk sharing, jaminan kredit sebagai agunan pemerintah sebesar 10% untuk pinjaman hingga Rp. 50 juta, 30% untuk pinjaman sebesar Rp 100 juta hingga Rp. 250 juta sedangkan untuk pinjaman Rp. 250 juta hingga Rp. 500 juta sebesar 40%. Misalnya apabila ada petani pinjam sampai Rp. 500 juta pemerintah menjamin 40% sebagai risk sharing. Sisanya petani harus menyiapkan 60% dari agunan yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk pinjaman ke bank tersebut.
87
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 87
6/22/2010 6:19:18 PM
Yeni Saptia
Tabel 3.3 Klasifikasi A
B
Klasifikasi Plafon Pembiayaan bagi Petani atau Kelompok Tani Peruntukkan
Plfon Pembiayaan
Petani/Kel tani s/d 5 juta dengan pengajuan s/d Rp. 100 juta >5 juta s/d 100 juta
Agunan
Alokasi
0%-10%
40%
> 10%
20%
Petani/kel tani dengan > 100 juta s/d 250 juta >30 % pengajuan >100 juta s/d 500 juta >250 juta s/d 500juta >40%
20%
20%
Sumber :Deptan, 2006
Dalam prakteknya di Propinsi DIY, dana SP3 disalurkan melalui Bank Syariah Mandiri (BSM) Kantor Cabang Propinsi DIY. Bank Syariah Mandiri Pusat telah menentukan bahwa Sektor Pertanian dalam arti luas merupakan salah satu sektor yang memiliki kategori ”Sangat Menarik”. Dana SP3 ini oleh BSM kemudian disalurkan ke para petani atau kelompok tani melalui Baitul Mal Wattamwil (BMT). Beberapa contoh BMT di Propinsi DIY yang bermitra dengan Bank Syariah Mandiri antara lain BMT Bina Ummah dan BMT Agawe Makmur. Dana program SP3 yang disalurkan BSM sebesar 350 juta untuk digulirkan kepada petani dan kelompok tani.dimulai sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang. BMT Bani Ummah berdiri sejak tahun 1995 dengan jumlah staff atau pegawai sebanyak 35 orang. Pada awalnya BMT Bina Ummah dengan BSM sepakat bahwa dalam menyalurkan dana SP3 diperuntukkan bagi sektor pertanian di bagian hulu (on farm) dan hilir (off farm). Oleh karena itu dana program SP3 oleh BMT
88
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 88
6/22/2010 6:19:18 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
Bina Ummah dibagi menjadi dua macam yaitu: (1) Dana pertanian bagian hulu (onfarm) dengan proporsi pembiayaan sebesar 25%; (2) Dana pertanian bagian hilir (off farm) dengan proporsi pembiayaan sebesar 75%. Kecilnya proporsi pembiayaan pada nasabah petani tanaman pangan onfarm adalah karena dijumpainya kendala baik dari pihak petani maupun dari pihak lembaga keuangan mikro. Adapun kendala yang dihadapi petani tanaman pangan antara lain: (1) produk pertanian tanaman pangan tergantung dengan musim; (2) rata-rata produk pertanian dihasilkan di pedesaan (sehingga harus tersedia infarstruktur yang memadai), (3) produksi pertanian tanaman pangan biasanya dalam jumlah besar dan mudah busuk, (4) rata-rata petani tanaman pangan hanya sebagai petani penggarap lahan yang dimiliki oleh lahan dinas atau para pengusaha yang memiliki lahan sawah, (5) rata-rata para petani tidak memiliki sertifikat tanah sebagai jaminan dalam mengajukan pembiayaan ke lembaga perbankan, (6) pola pikir petani yang menganggap bahwa program pembiayaan pertanian sifatnya subsidi dan hibah, sehingga mereka belum memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembalikan dana pinjaman tesebut. Sementara kendala yang dihadapi pihak lembaga keuangan mikro adalah akses kelembagaan keuangan mikro sektor pertanian di tingkat pedesaan juga masih jarang ditemukan sehingga akses petani ke kelembagaan keuangan tersebut sangat terbatas. Disamping itu, terkait dengan aturan perbankan, dimana BMT harus mengembalikan dana pokok pinjaman ke BSM tiap bulannya, sehingga angsuran petani tidak dapat
89
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 89
6/22/2010 6:19:18 PM
Yeni Saptia
dilakukan pada setiap masa panen. Sedangkan petani tanaman pangan onfarm dalam pengembalian pokok pinjaman ke BMT tidak bisa tiap bulannya karena petani on farm tidak tiap bulan panen, melainkan kemampuan pengembaliannya secara periodik beberapa bulan sekali tergantung masa panen. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan dalam pembayaran pengembalian pinjaman oleh petani onfarm dan agar kondisi cash flow keuangan tetap berjalan dengan baik, maka BMT memberikan jumlah proporsi pembiayaan bagi petani off farm lebih besar sekitar 75% dibandingkan petani on farm yang hanya sebesar 25% Sebab selama ini proses pengembalian pinjaman oleh petani off farm tidak menjadi masalah, dimana petani off farm mampu mengembalikan pinjaman pokoknya secara tertib setiap bulannya. Besarnya jumlah proporsi pembiayaan petani off farm sebesar 75% dibandingkan petani on farm yang hanya sebesar 25% sebagai langkah BMT Bani Ummah agar kondisi cash flow keuangan tetap berjalan sehingga pembayaran pengembalian dana pinjaman ke BSM tidak mengalami kemacetan. Sebab proses pengembalian pinjaman oleh petani off farm tidak menjadi masalah, dimana petani off farm mampu mengembalikan pinajaman pokoknya secara tertib setiap bulannya. Untuk menghindari terjadinya ‘kredit macet’ pihak BMT mengantisipasinya dengan meminta jaminan berupa sertifikat kepada petani atau kelompok tani. Tujuannya untuk memotivasi petani agar membayar kewajibannya dengan tertib dan lancar. Apabila tidak ada jaminan dikhwatirkan petani tidak membayar angsurannya dengan baik karena petani menganggap dana
90
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 90
6/22/2010 6:19:18 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
tersebut sifatnya hibah sehingga tidak perlu dikembalikan. Oleh sebab itu BMT Bani Ummah juga memberikan persyaratan kepada para petani on farm yang mengajukan pembiayaannya dengan status lahan milik sendiri atau lahan sewa. Terkait dengan peraturan dari BSM, petani on farm mengajukan pembiayaan murabaha kepada BMT sebesar 1- 3,5 juta untuk pembelian bibit/pupuk (saprodi) dengan margin 2 % per bulan, dengan ketentuan lahan milik sendiri. Sementara bagi hasil BMT dengan BSM sebesar: 0,9-1% per bulan. Alasan mengapa petani on farm cenderung mengajukan pembiayaan murabaha dibanding mudharaba maupun musyarakah karena nasabah petani inginnya lebih praktis dan cepat. Kalau pada pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang sistemnya bagi hasil petani diwajibkan harus membuat laporan keuangan hasil usaha taninya yang menurut mereka hal itu cukup merepotkan. Untuk mengakomodir masalah yang dihadapi petani on farm dalam hal kemampuan pengembaliannya secara periodik, alangkah baiknya apabila pemerintah atau lembaga-lembaga tertentu yang focus pada pembangunan pertanian dalam menyalurkan pembiayaan pertanian tidak dengan melalui lembaga keuangan perbankan. Sebab lembaga keuangan perbankan yang “profit oriented” tersebut menuntut pola pengembalian pinjaman setiap bulannya agar cash flow nya tetap berputar. Tentu saja pola ini tidak sesuai dengan petani yang kemampuan pengembaliannya tidak per bulan melainkan beberapa bulan tergantung masa panennya. Apabila dana tersebut disalurkan melalui lembaga keuangan mikro/
91
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 91
6/22/2010 6:19:18 PM
Yeni Saptia
BMT pola pengembaliannya harus menyesuaikan dengan pola usaha petani. Selain BMT Bani Ummah, BMT lainnya yang berhasil dijumpai di daerah penelitian Yogyakarta terkait dengan penyaluran dana SP3 adalah BMT Agawe Makmur. BMT ini berdiri sejak tahun 1995 dari Yayasan Dompet Dhuafa dengan jumlah staff atau pegawai sebanyak 12 orang. Modal akhir yang dimiliki oleh BMT ini sebesar 151 juta dengan jumlah asset terakhir sebanyak 8 Milyar. Dana program SP3 yang disalurkan oleh BSM melalui BMT ini sebesar 248 juta. Dengan persentase pembiayaan paling banyak untuk murabaha. Hal ini disebabkan adanya kendala kesulitaan dalam administrasi keuangan serta memprediksi keuangan yang harus detail pada pembiayaan selain murabaha. Adapun margin bagi hasil antara petani dengan BMT sebesar 12% per tahun. Sementara bagi hasil antara BMT dengan BSM sebesar 10% per tahun. Jadi total margin yang diperoleh BMT tersebut sebesar 2% per tahun. Mekanisme penyaluran dana tersebut berupa “Siklus Double Chenneling” dimana pola tersebut mereplikasi pola Grameen Bank “Tanggung Renteng”, dimana adanya ikatan antar anggota dalam suatu kelompok tersebut. Disamping dana program SP3, pola pembiayaan syariah untuk tanaman pangan juga diterapkan di wilayah Kabupaten Sukabumi melalui mekanisme skim PUAP pada akhir 2008, yang pelaksanaannya secara efektif mulai bulan Januari 2009. Proses pemberian pembiayaan petani melalui PUAP pertama kali dengan cara melakukan identifikasi terlebih dahulu desa mana yang
92
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 92
6/22/2010 6:19:18 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
termasuk kategori miskin. Setelah itu melalui SK Bupati, desa yang memiliki kategori miskin tersebut diidentifikasi potensi-potensi desa yang ada yang kemudian dibuat gabungan kelompok tani (Gapoktan). Pertama kali ditentukan 34 desa, kemudian setelah ada revisi anggaran ditambah 14 desa sehingga menjadi 48 desa. Berdasarkan identifikasi potensi desa, proporsi pemberian dana PUAP paling bnayak di sub sektor tanaman pangan sebesar 70%, sementara sisanya 30% diperuntukkan bagi pertanian off farm dan peternakan. Setiap desa diberi dana PUAP sebesar 100 juta dengan sistem bagi hasil sesuai berdasarkan kesepakatan 70:30 atau 80:20 antara petani dengan gapoktan. Adanya linkages program dalam penyaluran dana SP3 oleh BMT, cukup memberikan manfaat bagi para petani baik dari pertanian hulu (on farm) maupun pertanian hilir (off farm). Dalam pelaksanaannya, petani peminjam rata-rata mampu mengembalikan pinjamannya, meskipun pernah mengalami penunggakan dalam membayar angsuran pinjaman. Namun, penunggakan tersebut tidak sampai menimbulkan ”pembiayaan macet” pada BMT, karena dari pihak BMT tersebut telah memiliki strategi untuk mengantisipasinya. Untuk menghindari terjadinya ‘pembiayaan macet’ pihak BMT mengantisipasinya dengan meminta jaminan berupa sertifikat kepada petani atau kelompok tani. Tujuannya untuk memotivasi petani agar membayar kewajibannya dengan tertib dan lancar. Apabila tidak ada jaminan dikhwatirkan petani tidak membayar angsurannya dengan baik karena petani menganggap dana tersebut sifatnya hibah sehingga tidak perlu dikembalikan.
93
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 93
6/22/2010 6:19:18 PM
Yeni Saptia
3.5
Prospek Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor Tanaman Pangan
Syukur, dkk. (1990) menerangkan bahwa dalam menyusun skim kredit untuk petani kecil, lembaga pembuat kebijakan harus mempertimbangkan karakteristik petani kecil sebagai pengguna seperti masih rendahnya dalam dukungan asset, produktivitas, keterampilan fisik, pendapatan, pendidikan dan luas penguasaan lahan. Karena keterbatasan tersebut, karakteristik skim kredit yang ditawarkan harus berada dalam batas-batas kemampuannya seperti penetapan jenis agunan, bentuk kredit, periode kredit, cara pengembalian dan tingkat suku bunga kredit. Selama ini petani kecil lebih banyak akses ke lembaga informal yang menyediakan suku bunga tinggi. Sebaliknya petani kaya dan para pelaku usaha besar lain seperti penggilingan padi, pedagang saprotan dan pedagang hasil tani justru dapat mengakses ke lembaga kredit formal yang menetapkan suku bungan rendah. Padahal apabila skim kredit pertanian berbasis pada tingkat suku bunga yang harus dikembalikan pada jatuh tempo, akan menjadi tidak efektif. Masalahnya petani memiliki resiko kegagalan yang tinggi baik dalam produksi maupun fluktuasi harga sehingga mereka tidak akan mampu membayar pinjaman sehingga dapat terjerat hutang yang semakin bertambah banyak. Ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam ’ruang usaha’ antara peminjam dalam hal ini petani dengan pemberi pinjaman yaitu lembaga keuangan.
94
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 94
6/22/2010 6:19:18 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
Untuk mengatasi adanya kesenjangan (gap) tersebut, perlu adanya model alternatif pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik usaha di sektor pertanian, salah satunya adalah model pembiayaan pertanian dengan skim syariah. Skim pembiayaan syariah pada sektor pertanian memiliki prospek yang cukup bagus. Hal ini disebabkan karakteristik pembiayaan syariah sangat sesuai dengan karakteristik usaha pertanian karena untung dan rugi akan dibagi bersama-sama sesuai dengan kesepakatan. Maksudnya petani dan pemilik modal akan bersama-sama bertanggung jawab terhadap jalannya usaha. Ini yang membedakannya dengan kredit konvensional, dimana petani yang justru bertanggung jawab penuh dalam menanggung resiko usaha. Selanjutnya usaha di sektor pertanian tanaman pangan mencakup beberapa subsistem yang sangat luas, mulai dari subsistem pengadaan saprodi, budidaya, panen, pasca panen, pengolahan hingga pemasaran. Pada semua subsistem ini memungkinkan untuk menggunakan skim pembiayaan syariah. Selain itu, usaha di sektor pertanian tanaman pangan merupakan bisnis riil. Hal ini sesuai dengan prinsip pembiayaan syariah yang menitikberatkan pembiayaan pada sektor riil dan melarang pembiayaan pada sektor yang spekulatif. Tiga penciri dari pembiayaan berbasis syariah adalah: (1) bebas bunga; (2) berprinsip bagi hasil dan resiko, dan (3) perhitungan bagi hasil dilakukan setelah periode transaksi berakhir. Namun untuk mendukung pembiayaan syariah di sektor pertanian, diperlukan adanya keberpihakan dari pemerintah
95
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 95
6/22/2010 6:19:18 PM
Yeni Saptia
sebagai policy maker melalui peraturan atau fasilitasi informasi tentang usaha pertanian yang prospektif dimitrakan dengan model pembiayaan syariah. Keberpihakan lainnya dapat diwujudkan dengan memberikan alokasi pembiayaan yang cukup besar untuk sektor pertanian. Pembiayaan dengan skim syariah memerlukan analisa mendalam terhadap kebutuhan petani, keadaan dan prospek usaha, serta yang utama adalah penerapan akad syariah yang sesuai sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, baik petani maupun pihak perbankan. Berjalannya pola pembiayaan syariah, secara baik adalah modal utama berkembangnya usaha pertanian dan sekaligus pihak perbankan syariah sehingga lembaga keuangan syariah ini menjadi alternative utama pilihan petani. Usaha subsektor tanaman pangan mencakup beberapa subsistem yang sangat luas, mulai dari subsistem hulu sampai hilir yaitu pengadaan saprodi, budidaya, panen, pasca panen, pengolahan hingga pemasaran. Pada semua subsistem ini memungkinkan untuk menggunakan skim pembiayaan syariah. Pada subsistem hulu, petani tanaman pangan lebih banyak membutuhkan kebutuhan saprodi, misalnya sewa lahan maupun kebutuhan benih, pupuk dan obat hama tanaman. Petani tanaman pangan yang pada umumnya tinggal di daerah pedesaan biasanya memilih menyewa lahan untuk memperluas skala usahanya karena rata-rata lahan sendiri yang dimiliki belum cukup luas untuk mencapai hasil optimal. Sehingga salah satu alternatif yang
96
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 96
6/22/2010 6:19:18 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
dijalankan adalah menyewa kepada petani lain yang memiliki lahan yang lebih luas. Lembaga keuangan syariah dapat menjadi solusi untuk membantu petani dengan menawarkan skim syariah Ijarah (prinsip sewa). Ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentuDalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Pemilik lahan pertanian yang akan menyewa lahannya wajib memberitahukan kondisi tanah sesungguhnya kepada pihak lembaga keuangan dan selanjutnya pihak lembaga keuangan meneruskan informasi kepada penyewa dan wajib mengelola tanah tersebut menurut syarat-syarat akad atau kelaziman pengelolaan lahan selama masa yang telah disepakati. Sedangkan untuk penyediaan pupuk, benih dan obat-obatan pertanian, Lembaga Keuangan Syariah dapat menggunakan akad Murabaha. Karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga barang dan mrenyatakan jumlah keuntungan yang ditambah pada biaya tersebut. Demikian pula untuk kasusu pembelian pupuk, biji maupun obat maka dapat dilakukan pihak Lembaga Keuangan Syariah sebagai pihak penjual dan para petanibertindak sebagai pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, Lembaga Keuangan Syariah melakukan pembelian barang setelah ada pesanan petani, dan dapat bersifat mengikat atasu tidak mengikat petani untuk membeli barang yang dipesannya (Lembaga Keuangan Syariah dapat
97
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 97
6/22/2010 6:19:18 PM
Yeni Saptia
meminta uang muka pembelian kepada petani). Untuk kasus-kasus tertentu, Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan potongan apabila petani: (a) Mempercepat pembayaran cicilan atau; (b) Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo. Pada proses hilir yang meliputi masa panen dan pasca panen, aktivitas pemasaran hasil panen sangat memungkinkan terjadi beberapa akad syariah antara lain; Murabaha dan Pembiayaan Salam. Pada akad Murabaha, Lembaga Keuangan Syariah menjual hasil pertanian tanaman pangan petani ke pihak lain/nasabah dengan harga jual sebesar harga pokok ditambah margin. Pembayaran dapat dilakukan secara angsuran maupun tangguh waktu. Sementara pembiayaan Salam dapat dilakukan ketika transaksi panen jagung oleh pihak Lembaga Keuangan Syariah. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara tunai. Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai pembeli hasil petani, petani sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek Lembaga Keuangan Syariah, ketika barang telah diserahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah, maka Lembaga Keuangan Syariah akan menjualnya kepada rekanan nasabah itu secara tunai atau secara angsuran/cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah harga beli Lembaga Keuangan Syariah dari nasabah ditambah keuntungan. Apabila Lembaga Keuangan Syariah menjualnya secara tunai
98
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 98
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan jika Lembaga Keuangan Syariah menjualnya secara cicilan, kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh Lembaga Keuangan Syariah untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau angsuran. Ketentuan umum pembayaan salam adalah sbagai berikut: 1)
Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 kg jagung dngan kualitas A dengan harga Rp. 1000/kg, akan diserahkan pada panen tiap bulan mendatang.
2)
Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka nasabah (petani) harus bertanggung jawb dengan cara menghembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yng sesuai dengan pesanan.
3)
Mengingat Lembaga Keuangan Syariah tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi Lembaga Keuangan Syariah untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar induk atau rekanan.
99
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 99
6/22/2010 6:19:19 PM
Yeni Saptia
3.6
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan di daerah penelitian, hingga kini skim pembiayaan syariah disektor pertanian khususnya tanaman pangan masih jarang ditemukan. Kalaupun ada pembiayaan pertanian tanaman pangan yang sistemnya syariah hanya terbatas pada risk sharing antara pemerintah dengan perbankan yang diwujudkan dalam program SP3 dan PUAP. Mekanisme program SP3 bank pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkannya ke para petani bekerjasama dengan lembaga keuangan mikro syariah yaitu BMT di daerah setempat yang sistemnya menggunakan bagi hasil. Bantuan permodalan bagi subsektor tanaman pangan lebih banyak diwujudkan dalam kredit program pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah yang bekerjasama dengan bank pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkannya kepada petani atau kelompok tani. Beberapa contoh kredit program dari pemerintah pusat untuk pertanian tanaman pangan adalah berupa Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Sementara contoh kredit program dari pemerintah daerah adalah program PPKIPM yang dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi. Namun berdasarkan pengamatan, kebijakan kredit program pemerintah yang berhasil dijumpai di lapangan saat ini masih menunjukkan banyak kelemahan sehingga kurang efektif. Kelemahan ini meliputi hampir semua aspek baik mekanisme penyaluran, penggunaan dan pengembalian. Disamping itu, petani tanaman pangan juga dihadapkan pada beberapa masalah, antara lain:
100
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 100
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
(1)
produk pertanian tanaman pangan tergantung dengan musim;
(2)
rata-rata produk pertanian dihasilkan di pedesaan (sehingga harus tersedia infrstruktur yang memadai),
(3)
produksi pertanian tanaman pangan biasanya dalam jumlah besar dan mudah busuk,
(4)
rata-rata para petani tidak memiliki sertifikat tanah sebagai jaminan dalam mengajukan pembiayaan ke lembaga perbankan,
(5)
kelembagaan keuangan sektor pertanian di tingkat pedesaan juga masih jarang ditemukan sehingga akses petani ke kelembagaan keuangan sangat terbatas.
Perkembangan lembaga pembiayaan syariah yang cukup pesat serta komitmen yang kuat untuk membiayai sektor riil merupakan prospek yang bagus bagi pembangunan pertanian. Peluang tersebut harus direspon dengan berbagai kebijakan pemerintah yang kondusif sehingga terdapat sinergi antara perkembangan sistem pembiayaan pertanian dengan usaha di sektor pertanian.
101
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 101
6/22/2010 6:19:19 PM
Yeni Saptia
DAFTAR PUSTAKA
Hermanto. 1992. Keragaan Penyaluran Kredit Pertanian. Suatu Analisis Data Makro. Dalam Perkembangan Perkreditan di Indonesia. Andin H. Taryoto, Abunawan M., Soentoro, dan Hermanto (eds.) Monograph Series No.3 Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Mears, L.A. 1961. Rice Marketing in the Republic of Indonesia. The Institute for Economic and Social Research. Djakarta School of Economics, University of Indonesia. Special Edition for Bulog. P.T. Pembangunan, Djakarta. 477 pp. Saleh, C, B. Winarso dan A. Iswariadi. 1989. Kelembagaan dan Rekayasa Sosial Ekonomi Pedesaan di Jawa dan Luar Jawa. Keragaan Kelembagaan PElayanan Kredit di Pedesaan. Pusat Penelitian Agro Ekonomi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Syukur, M. 2005.Perspektif Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian. Mimeo (Tidak dipublikasikan) Tampubolon, S.M.H. 2002. Kredit untuk Petani. Hal 116-119. Dalam Suara dari Bogor
102
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 102
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sub-Sektor Tanaman Pangan
Sistem dan Usaha Agribisnis: Kacamata sang Peikir. Harianto, R. Pambudy, Tungkot S, dan Burhanudin (Eds). Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation. Thohari, Endang. 2006. Pembiayaan Pengembangan Lembaga
Pertanian
melalui
Keuangan Mikro Agribisnis LKMA dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani. Pusat Pembiayaan Pertanian Departemen Pertanian.
103
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 103
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
BAB 4 EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR HORTIKULTURA Firmansyah
4.1
Pendahuluan
Struktur perekonomian Indonesia telah mengalami pergeseran yang sangat berarti semenjak berlangsungnya proses industrialisasi yang begitu cepat selama 40 tahun terakhir. Hal ini terlihat dari perubahan peranan sektor pertanian kepada sektor industri di dalam Produk Domestik Bruto. Pada awal pembangunan, sumbangan sektor pertanian mencapai 34 % dan sektor industri hanya 12 %, tetapi pada tahun 2007 angka menunjukkan bahwa pangsa setor pertanian menjadi 14 %, sedangkan peran sektor industri telah mencapai 27 %. Namun demikian, Indonesia sebagai negara agraris, perekonomian akan tetap bertumpu pada sektor pertanian mengingat 25 juta rumah tangga di Indonesia mendapatkan sebagian pendapatan mereka dari bertani dan hampir 40 juta tenaga kerja terserap disektor pertanian pada tahun 2006. Selain itu berbagai kegiatan pembangunan yang berhubungan dengan pertumbuhan, pemerataan, stabilisasi banyak diarahkan dan dihubungkan dengan kegiatan pertanian. Dengan demikian, cukup
105
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 105
6/22/2010 6:19:19 PM
Firmansyah
masuk akal salah satu agenda pembangunan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 20042009 adalah Revitalisasi Pertanian, yaitu suatu kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting pertanian secara proporsional dan kontektual (Krisnamurti, 2006). Salah satu prestasi Indonesia dalam pembangun sektor pertanian yang telah mendapat pengakuan internasional adalah terjadinya peningkatan produksi di sub-sektor tanaman pangan, sehingga dicapainya swasembada beras pada tahun 1984. Dengan peningkatan produksi tersebut telah mendorong pula peningkatan daya beli masyarakat perdesaan terhadap produk industri dan terjadinya efect multiflier pada berbagai sektor ekonomi yang berdampak terhadap penciptakan lapangan kerja dan menurangi kemiskinan dan penganguran. Berbeda dengan sub-sektor tanaman pangan, sub-sektor hortikultura8 baik dari segi penawaran (produksi) maupun dari segi permintaan dapat dikatakan masih tertinggal dibanding dengan komoditas tanaman pangan khususnya padi. Bahkan berbagai produk hortikultura yang berasal dari impor terlihat membanjiri pasar dalam negeri belakangan ini. Padahal sub-sektor ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan merupakan salah satu kegiatan ekonomi produktif yang dapat diharapkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Data menunjukkan bahwa sekitar 6 juta rumah tangga pertanian di 8
Sub-sektor hortikultura meliputi tanaman suyur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias,dan tanaman obat-obatan (biofarmaka).
106
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 106
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
Indonesia terlibat dalam usaha pertanian sub-sektor (BPS, 2006).Sementara sumbangan sub-sektor terhadap PDB Indonesia telah mencapai Rp.69 triliun 2006 dan nilai ekspornya mencapai U$ 425 juta pada (www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/2009).
hortikultura hortikultura pada tahun tahun 2008
Diakui atau tidak diakui, selama ini berbagai pihak tampaknya masih belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya pengembangan sub-sektor hortikultura. Hal ini disebabkan karena sisi pandang terhadap komoditas hortikultura tidak dilihat dalam posisi seimbang. Artinya, sub-sektor hortikultura hanya di pandang dari segi resikonya saja tanpa melihat dari prospek yang sangat menjanjikan bila sektor tersebut dikembangkan secara serius. Kenyataan menunjukkan bahwa Thailand dengan kondisi dan luas tanahnya dibandingkan dengan Indonesia yang tidak lebih baik, telah mencapai kemajuan yang pesat dalam bidang hortikultura karena pihak kerajaan Thailand secara langsung yang menanganinya. Sehingga kita tidak asing lagi menyebut nama komoditas hortikultura yang berasal dari Tailand seperti pepaya bangkok, durian bangkok, jambu bangkok, jeruk bangkok dan lain sebagainya. Usaha pengambangan hortikultura memang tidak bisa terhindar dari sejumlah faktor yang yang memang sulit dikendalikan seperti iklim dan bencana alam. Disisi lain, usaha ini juga memerlukan lahan dan modal yang cukup besar bila dikembangkan dalam skala ekonomi, belum lagi harga pasar dari produk yang berfluktuasi serta tidak tahan lama atau cepat rusak. Faktor
107
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 107
6/22/2010 6:19:19 PM
Firmansyah
resiko inilah yang sering membuat orang lebih memilih lapangan usaha lain yang dianggap cepat mendatangkan hasil seperti usaha perdagangan, meskipun kadang-kadang tanpa pertimbangan yang matang. Bila diperhatikan sisi lain dari usaha pengembangan hortikultura secara jernih, maka kegiatan usaha ini memiliki prospek yang tidak kalah dibandingkan dengan kegiatan usaha produktif lainnya. Berbagai faktor yang menunjang adalah: sebagian besar mengunakan komponen lokal seperti bibit, pupuk, tenaga kerja dan peralatan pertaniannya serta teknologi yang cukup tersedia. Dari segi hasil, usaha hortikultura merupakan salah satu sumber devisa dan untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang semakin meningkat akibat kesadaran masyarakat dalam upaya perbaikan gizi dan kesehatan. Pada sisi lain, Vernerj dan Coronel (Haryadi, 1992) mengatakan bahwa kebiasaan dan pengetahuan petani di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) khususnya dalam teknik budidaya buah-buahan sudah cukup luas. Namun petani masih kurang bergairah untuk menanamnya karena kendala utama adalah dari sisi pembiayaan dan lamanya tanaman baru berbuah. Berdasarkan uraian di atas, tulisan dalam bab ini akan membahas masalah hortikultura dari sisi pembiayaan secara umum dan khususnya model pembiayaan syariah dengan menyajikan kasus-kasus yang dijumpai di dua daerah penelitian yaitu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian akan dibahas pula tentang efektifitas model pembiayaan syariah di sub-sektor hortikultura dan diakhiri dengan
108
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 108
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
kesimpulan dan saran. Sebelum pembahasan dilakukan terlebih dahulu akan disajikan mengenai potensi hortikultura di kedua daerah penelitian. 4.2
Potensi Tanaman Hortikultura di Daerah Penelitian
Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas dari semua kabupaten yang ada di Pulau Jawa dan Bali dengan luas 412.799 hektar. Kabupaten ini memiliki potensi yang cukup besar dalam sub-sektor hortikultura, mengingat agroklimat daerah ini cukup sesuai untuk tumbuhnya berbagai tanaman hortikultura, yaitu tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman biofarmaka (obat-obatan). Tanaman sayur dan buah di Kabupaten Sukabumi terdiri dari tanaman semusim maupun tahunan ( Tabel 4.1 dan Tabel 4.2). Tabel 4.1
Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2007
No Jenis Sayur 1. 2. 3. 4. 5.
Cabe Besar Cabe Rawit Petsai/Sawi Tomat Kacang Pjg Jumlah 6. Lainnya* Total
LuasPanen Produksi Nilai Produksi (Ha) (Ton) (Juta Rp.) 958 8.292 93.095 456 3.721 38.634 2.060 28.407 37.156 747 17.426 23.438 242 10.281 21.641 4.463 68.126 213.964 4.652 47.634 68.671 9.115 115.760 282.635.
(%) 32,9 13,7 13,2 8,3 7,6 75,7 24,3 100,0
Sumber : Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Sukabumi 2007. * : Jenis sayur lainya terdiri dari 20 jenis.
109
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 109
6/22/2010 6:19:19 PM
Firmansyah
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa lima jenis produksi sayuran utama di Kabupaten Sukabumi memberikan sumbangan sebesar 75,7 % dari total nilai produksi tahun 2007. Tanaman sayuran tersebut merupakan tanaman tradisionil yang sudah biasa ditanam oleh petani dengan berbagai resiko yang mereka hadapi, terutama dalam fluktuasi harga. Sementara sumbangan dari 20 jenis sayuran lainnya hanya memberikan andil sebesar 24,3 %.terhadap total nilai produksi Namun tidak terlihat diantara jenis tanaman sayuran lainnya yang merupakan sayuran non-tradisionil yang bernilai tinggi (High Value Crop) seperti brokoli, selada, bayem jepang, radishes dan berbagai sayaran premium lainnya. Hal ini merupakan tantangan bagi petani untuk mengusahakan tanaman sayur mayur yang bernilai ekonomi tinggi, mengingat pesatnya perkembangan supermarket dan pusat-pusat perbelanjaan moderen sejak tahun 1990 yang menjual sayuran non-tradisional. Permintaan pasar cukup besar karena produk jenis ini banyak diminati oleh kalangan menengah-atas yang menyadari pentingnya gizi dan menemukan cita rasa kosmopolitan, banyaknya restoran yang menyajikan menu masakan spesial dari bahan sayuran tertentu dan permintaan dari hotel-hotel berbintang. Mengenai jenis buah-buahan yang menjadi unggulan Kabupaten Sukabumi didoninasi oleh lima jenis komoditas utama yang andilnya terhadap total nilai produksi buah pada tahun 2008 mencapai 95,7 % atau senilai Rp.492,9 miliar (Tabel 4.2).
110
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 110
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
Tabel 4.2
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produksi lima Komoditas Buah-buahan Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2008
Jenis Buah Pisang Pepaya Durian Mangga Rambutan Jumlah Lainnya* Total
LuasPanen Produksi Nilai Produksi (Phn/Rpn) (Ton) ( Juta Rp.) 9.073.886 127.244 186.540 883.026 129.193 135.527 147.297 23.103 92.969 151.308 22.497 43.621 115.568 17.785 34.217 10.371.085 319.822 492.874 583.087 22.413 22.056 10.954.172 342.235 514.930
(%) 36,2 26,3 18,1 8,5 6,6 95,7 4,3 100,0
Sumber : Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Sukabumi 2008 *: Jenis buah lainya terdiri dari 20 jenis.
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa jenis buah yang paling besar sumbangannya adalah pisang sebesar 36 % dan kemudian pepaya diposisi kedua dengan andil 26 %. Namun produksi buahbuahan di daearah ini belum berasal dari usaha perkebunan buah tetapi hampir seluruh produksi berasal dari tanaman pekarangan penduduk.Sehingga tingkat produktivitas tanaman masih rendah bila dibandingkan dengan produktivitas usaha perkebunan buah dalam skala besar. Verheij dan Corronel (Haryadi, 1999) mengungkapkan bahwa daya produksi untuk berbagai sitem produksi dan kaitannya dengan sistem perbanyakan akan berbeda seperti terlihat pada konsep ” Tree Husbandary” berikut: Pekarangan 1. Buah-buahan pada umumnya 2. Pepaya, Jeruk, Jambu Biji, Rambutan 3. Nanas, Pisang
Kebun Buah
Perkebunan
3 – 10 ton/ha >>>>>>>>>> 10 – 25 ton/ha >>>>>>>>>>> 50 ton/ha >>>>>>>>
111
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 111
6/22/2010 6:19:19 PM
Firmansyah
Dengan demikian, untuk meningkatkan produksi yang mampu memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat dengan standar kualitas tinggi serta meningkatkan efisiensi usaha dalam perbuahan ini, sudah selayak berbagai pihak terkait memberikan perhatian yang serius agar terwujudnya buah-buahan tropis di Indonesia menjadi ”tuan rumah di negeri sendiri” Berbicara mengenai tanaman hias, permintaan tanaman hias di pasar dunia cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun demikian juga permintaan akan produk tanaman hias tropis cenderung terus meningkat. Produsen tanaman hias tropis jumlahnya masih relatif terbatas, dan Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki keungulan sumberdaya alam, cukup dipandang mampu melakukan penetrasi pasar internasional tanaman tropis. Produksi tanaman hias Indonesia tumbuh secara mengesankan dalam beberapa tahun terakhir dan telah memberikan kontribusi pada PDB yang juga meningkat tiap tahun. Pada tahun 2000 kontribusi pada PDB mencapai Rp 2,8 triliun dan menjadi Rp 7,7 triliun pada tahun 2008 dengan laju pertumbuhan sebesar 13,6% per tahun.Salah satu jenis tanaman hias yaitu Polyscias fruticosa telah diekspor terutama ke Korea Selatan sejak tahun 1960an, namun jumlahnya masih terbatas.Mengingat hal itu, Polyscias mulai dibudidayakan secara intensif dengan fasilitasi Ditjen Hortikurtura dan Pemda Sukabumi seluas 45 hektar. Saat ini di Sukabumi juga telah berkembang beberapa perusahaan tanaman hias baik milik penduduk lokal maupun milik asing yang bekerjasama dengan penduduk setempat. Sehingga ekspor ke Korea Selatan cenderung meningkat, pada tahun 2004 hanya 10 container dan pada tahun 2008 telah mencapai 30 container dan
112
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 112
6/22/2010 6:19:19 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
target ekspor pada tahun 2009 sebanyak 50 container. Demikian juga dengan Leather leaf atau pakis telah diusahaakan oleh pihak swata di Kabupaten Sukabumi seluas 10 hektar, pasar yang dituju adalah Jepang dengan total permintaan untuk Indonesia sekitar 150 juta tangkai per tahun. (www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/09). Disamping tanaman hias di atas, terdapat pula 12 jenis tanaman hias lainnya yang diusahakan penduduk di daerah Sukabumi seperti tampak pada tabel 4.3. Tabel 4.3
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produksi lima Jenis Tanaman Hias Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2006
Jenis Tanaman Dracena Krisan Gladiol Anggrek Gerbera Jumlah Lainnya* Total
Luas Panen (Ha) 1,8 14,0 3,7 0,3 1,2 22,6 5,4 28,0
Produksi Nilai Pro % (Tangkai) (Rp.Juta) 279.870 891 29,3 1.493.100 360 11,8 181.400 182 6,0 27.050 118 3,9 77.250 77 2,6 2.171.070 1.628 53,6 189.836 1.410 46,6 2.360.906 3.038 100,0
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2008. *: Tanaman hias lainnya terdiri dari 7 jenis.
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa bunga dracena memberi sumbangan ter besar terhadap total nilai produksi tanaman hias di Kabupaten Sukabumi (29,3 %) tahun 2006. Sedangkan sumbangan terbesar kedua adalah dari bunga krisan (11,8 %) pada tahun yang sama. Dengan semakin banyaknya para pencinta tanaman hias maka pasar tanaman ini semakin marak, bahkan pada waktu diadakannya pameran akan dijumpai harga dari tamanan hias
113
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 113
6/22/2010 6:19:20 PM
Firmansyah
yang memang dipelihara dengan baik bisa mencapai ratusan juta rupiah. Selanjutnya, tabel 4.4 menunjukkan bahwa total luas panen tanaman obat-obatan di Sukabumi hanya mencapai 70 hektar pada tahun 2006 dengan total nilai produksi sebesar Rp 5,6 miliar. Sumbangannya terbesar terhadap nilai produksi adalah dari tanaman kencur dengan nilai mencapai Rp.2,7 miliar atau (48,4 %. Kemudian tanaman jahe dengan produksi 849 ton mampu menghsilkan nilai produksi sebesar Rp1,1 miliar dengan sumbangan sebesar 20 %. Tanaman obat-obatan telah lama dikenal oleh penduduk sebagai tanaman yang berkhasiat untuk kesehatan. Sekarang ini kebutuhan akan produksi semakin meningkat karena perusahaan, terutama perusahaan jamu telah mampu menghasilkan produk dari bahan tanaman tersebut yang berkualitas tinggi dan produknya banyak dijual di pasar tradisional, supermarket, dan bahkan dipasar ekspor. Tabel. 4.4
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produksi lima Jenis Tanaman Obat-obatan Sukabumi Tahun 2006
Jenis Tanaman Kencur Jahe Kunyit Kapulaga Laos Jumlah Lainnya Total
Luas Panen Produksi (Ha) (Ton) 32,6 1.429 14,1 849 12,3 648 2,2 99 4,0 177 65,4 3.250 4,9 184 70,3 3.434
Utama Kabupaten
Nilai Pro % (Rp.Juta) 2.712 48,4 1,122 20,0 774 13,8 526 9,4 189 3,4 5.323 95,0 278 5,0 5.601 100,0
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2008. *: Tanaman obat-obatan lainnya terdiri dari 7 jenis.
114
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 114
6/22/2010 6:19:20 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
Kabupaten Sleman merupakan kabupaten terkecil kedua sesudah DKI Jakarta. Namun untuk tingkat propinsi Daerah Sleman cocok untuk tanaman hortikultura sehingga Sleman dianggap sebagai sentra hortikultura di DIY. Jenis suyuran yang paling menonjol produksinya adalah cabe besar yang mencapai 48 % dari total nilai produksi sayuran DIY dan kemudian disusul oleh cabe rawit dengan andil mencapai 12 %. Yang cukup memiliki prospek baik adalah tanaman jamur kerena dengan luas lahan hanya 4 ha mampu menempati posisi ketiga terbesar sebagai penyumbang nilai produksi sayuran daerah Sleman yaitu sebesar Rp 4 miliar ( Tabel 4.5). Tabel 4.5 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008 Jenis LuasPanen Produksi NilaiProduksi Sayur (Ha) (Ton) ( Juta Rp.) Cabe Besar 351 2.841 31.895 Cabe Rawit 211 817 8.479 Jamur 4 613 4.285 Petsai/Sawi 243 2.331 3.107 Bawang Daun 49 497 1.489 Jumlah 858 7.081 49.255 Lainnya* 1.017 9.912 17.036 Total 1.875 16.993 66.291
(%) 48,1 12,7 6,5 4,7 2,3 74,3 25,7 100,0
Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008. * : Jenis sayur lainya terdiri dari 20 jenis.
Selanjutnya, Yogyakarta tidak hanya terkenal sebagai kota budaya tetapi juga terkenal dengan buahnya yaitu salak pondoh sehingga buah ini juga merupakan icon daerah tersebut. Sentra produksi salak di Yogyakarta adalah di Kabupaten Sleman tepatnya di Kecamatan Turi. Hampir semua penduduk di daerah ini mimiliki 115
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 115
6/22/2010 6:19:20 PM
Firmansyah
kebun salak baik yang terdapat dipekarangan rumah maupun khusus di perkebunan tersendiri dengan luas yan bervariasi. Dari tabel 4.6 terlihat bahwa salak merupakan penyumbang terbesar (51%) terhadap nilai produksi buah daerah Yoyakarta dan daerah pemasarannya tidak hanya lokal tetapi sudah mencapai propinsi lainnya di Indonesia. Bahkan, dua tahun belakangan ini telah dilakukan registrasi kebun salak disentra-produksi salak seperti Kabupaten Sleman, Magelang dan Banjarnegara karena adanya permintaan salak untuk ekspor yang cukup tinggi. Untuk memenuhi permintaan ekspor diperlukan sistem jaminan mutu dan terjamiannya rantai pasokan Oleh sebab itu, program registrasi kebun salak ini merupakan salah satu target dalam pengembangan kawasan sentra salak percontohan nasional Distribusi pasokan merupakan hal yang krusial dalam pengelolaan pasokan salak dari kebun diregistrasi. Pihak eksportir sangat tertarik dengan salak yang dihasilkan dari kebun-kebun yang diregistsrasi sehingga penataan pasokannya diperlukan agar dapat dilakukan perencanaan produksi dan distribusi yang tepat. untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Kebun-kebun salak di daerah lain seperti Kabupaten Magelang, Kabupaten Banjarnegara yang baru diregistrasi berpotensi untuk turut memenuhi kebutuhan ekspor yang hingga kini belum dapat terpenuhi. (www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/2009).
116
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 116
6/22/2010 6:19:20 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
Tabel 4.6 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produksi lima Komoditas Buah-buahan Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008
Jenis Buah Salak Rambutan Mangga Pisang Durian Jumlah Lainnya* Total
LuasPanen Produksi NilaiProduksi (Phn/Rpn) (Ton) ( Juta Rp.) 4.616.543 58.177 135.540 208.873 20.706 39.840 185.273 13.788 26.736 213.061 12.264 17.984 50.512 3.707 14.895 5.274.262 108.642 234.995 355.211 25.497 29.860 5.629.473 134.139 264.855
(%) 51,2 15,0 10,1 6,8 5,6 88,7 11,3 100,0
Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008. * : Jenis buah lainya terdiri dari 20 jenis.
Di samping tanaman sayur dan buah, daerah Sleman juga menghasilkan tamaman hias yang saat ini juga mengalami kenaikan permintaan baik ditngkat lokal maupun untuk pasar ekspor. Misalnya, bunga melati diekspor ke Malaysia, Singapura, India dan Birma dalam bentuk rangkaian atau bunga tabur.Untuk kebutuhan dalam negeri melati banyak digunakan oleh perusahan teh sebagai bahan pewangi pada teh seperti pada teh botol yang banyak dijumpai di pasar. Kerena tingginya permintaan terhadap bunga melati ini maka banyak petani di daerah Sleman yang beminat mengusahakannya untuk dijadikan sebagai sumber tambahan penghasilan.Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sleman telah menerapkan Standard Operasional Procedure (SOP) berbasis Good Agriculture P (GAP) untuk memenuhi standar ISO 9000. Demikian juga dengan tanaman hias anggrek cukup diminati oleh petani baik dalam skala kecil maupun dalam skala sedang untuk memenuhi permintaan ekspor. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa jenis tanaman hias yang paling besar sumbangannya terhadap total nilai produksi daerah Sleman adalah melati (49%) dan anggrek (25%) diposisi ke dua.
117
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 117
6/22/2010 6:19:20 PM
Firmansyah
Tabel 4.7
No 1. 2. 3. 4. 5.
Produksi lima Komoditas Tanaman Hias Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008
Jenis Tanaman
Melati Anggrek Anthurium Bunga Mawar Gerbera(Hebras) Jumlah 6. Lainnya* Total
LuasPanen (M2) 5.268 9.552 5.093 1.959 1.400 23.272 24.517 47.789
Produksi Nilai Produksi (%) (tangkai) ( Juta Rp.) 50.034(kg) 944 49,3 117.725 486 25,4 88.204 149 7,8 46.607 113 5,9 58.300 58 3,0 1.750 91,4 165 8,6 1.915 100,0
Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008. * : Jenis tanaman hias lainya terdiri dari 19 jenis .
Produksi tanaman obat-obatan biasanya digunakan untuk campuran bumbu masakan. Namun dengan berkembangnya teknik pengobatan yang mengunakan bahan tanaman atau yang dikenal dengan teknik pengobatan herbal, maka banyak perusahaan telah menghasil produk yang berbahan tanaman ini baik dalam bentuk bubuk, capsul, maupun dalam bentuk cairan. Disamping itu, saat ini, jenis tanaman obat-obatan ini juga banyak digunakan oleh industri kosmetik Di Daerah Sleman produksi tanaman obat-obatan yang paling menonjol adalah tanaman jahe (26%) dan kunyit (13%) seperti tampak pada tabel 4.8.
118
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 118
6/22/2010 6:19:20 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
Tabel 4.8
Produksi lima Komoditas Tanaman Obat-obatan Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008
No Jenis Tanaman LuasPanen Produksi Nilai Produksi (%) (M2) (Ton) ( Juta Rp.) 1. Jahe 13.076 73 97 26,9 2. Kunyit 10.337 40 48 13,3 3. Mengkudu 3.431 53 44 12,3 4. Kencur 4.845 18 34 9,5 5. Temulawak 9.118 24 31 8,6 Jumlah 40.807 208 254 70,6 6. Lainnya* 40.820 77 106 29,4 Total 81.627 285 360 100,0 Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008. * : Jenis tanaman obat lainya terdiri dari 10 jenis
4.3
Pembiayaan Sub-sektor Hortikultura
Pembangunan hortikultura pada berbagai sentra dan kawasan telah difasilitasi pemerintah melalui berbagai program dan kegiatan baik dengan dana dari pusat (APBN) maupun daerah (APBD), serta dukungan dari masyarakat (petani dan swasta). Pembangunan hortikultura bertujuan untuk mendorong berkembangnya agribisnis hortikultura yang mampu menghasilkan produk hortikultura yang berdayasaing, mampu menyerap tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani dan produsen, pengembangan ekonomi wilayah serta mendukung pertumbuhan pendapatan nasional. Salah satu persoalan yang mendasar yang dihadapi dalam pengembangan sub-sektor hortikultura adalah kurangnya akses petani kepada sumber permodalan. Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut ada tiga pilar yang utama yang harus bertanggungjawab yaitu, pemerintah, pihak perbankan, dan masyarakat (dunia usaha) dengan pola kemitraan usaha seperti PIR (perusahaan inti- plasma).
119
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 119
6/22/2010 6:19:20 PM
Firmansyah
4.3.1 Pemerintah Darisisipemerintahpusat,berbagaiprogramtelahdilaksanakan dengan angaran APBN: Pertama, program yang ditujukan untuk bantuan modal usaha dalam rangka mengembangkan UMKM termasuk UMKM di sub-sektor hortikultura. Program yang saat ini sedang dilaksanakan yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dalam penylurannya bekerjasama dengan pihak perbankan. Kedua, program pemerintah yang secara khusus ditujukan untuk pengembangan agribisnis hortikultura yaitu Kredit Hortikultura Mandiri (KHM) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian dan bekerjasama dengan Bank Mandiri. Ketiga, Program pembiayaan melalui Sistem Pembiayaan Pertanian Perdesaan (SP3) yang digagas oleh Departemen Pertanian yang penyalurannya melalui salahsatu bank yaitu Bank Syariah Mandiri. Program ini dimulai pada tahun 2007 dan telah berakhir saat ini. Keempat, program bantuan yang langsung diarahkan untuk pengembangan agribisnis ( budidaya hortikultura) seperti program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008. Pelaksanaan program ini dilakukan secara terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga lain dibawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Program ini merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha bagi petani/peternak anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Sitem penyaluran bantuan ini langsung kepada kelompok tani kemudian disalurkan pada petani anggota tanpa melibatkan pihak perbankkan bahkan dinas pertanian setempatpun hanya sebagai koordinasi. 120
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 120
6/22/2010 6:19:20 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
Demikian juga halnya dengan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya seperti disebut dalam Undangundang Otonomi Daerah tentang tangung jawab pemerintah dalam pengembangan sektor prtanian, maka pemerintah daerah mengambil kebijakan dalam rangka membantu memperkuat modal usaha di sub-sektor hortikultura melalui APBD Program ini dikenal dengan nama program Penunjang Penguatan Modal Pertanian dan Kehutanan (PPMPK). Bantuan modal ini langsung diserahkan kepada kelompok tani yang sudah disyahkan oleh pejabat yang berwenang. Disamping itu, Dinas Pertanian dalam hal ini Bidang Hortikultura juga mendapat dana dalam rangka pelaksanaan anggaran dekonsentrasi melalui Direktoral Jenderal Hortikultura. Bantuan ini lebih diutamakan untuk membangun dan menyediakan infrastruktur baik fisik maupun kelembagaan petani. Dari gambaran di atas dapat dicatat bahwa pembiayaan sub-sektor hortikultura melalui angaran pemerintah pusat maupun daerah memiliki tiga karakteristik, yaitu: Pertama bantuan pembiayaan hortikultura langsung diterima oleh kelompok tani seperti program PUAP dan PPMPK dalam pengelolaannya diserahkan pada kelompok tani .Dari program ini diharapkan akan terjadi perguliran dana (revolving fun ) diantara anggota kelompok tani. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya bersifat monitoring dan evaluasi program. Kedua, bantuan modal bagi usaha hortikultura dari program pemerintah pusat dilaksanakan melalui kerjasama pihak perbankan. Dalam hal ini bank bukan hanya berfungsi sebagai intermediasi( Chanelling) tetapi sebagai pelaksana ( executing ) dan pemerintah menjamin keamanan dananya seperti 121
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 121
6/22/2010 6:19:20 PM
Firmansyah
pada program KUR9dan SP3. Segala persyaratan teknis perbankan akan diberlakukan pada penerima kredit sebagaimana persyaratan perkeriditan suatu perbankan. Usaha yang dibiayai akan ditentukan oleh kelayakan usaha menurut penilaian bank. Ketiga, program bantuan modal usaha tani yang berasal dari APBD juga langsung diserahkan pada kelompok tani dan petani akan mengembalikan pinjaman pada Badan Pengelolaan Kekayaan Daerah ( BPKD). Ansuran pokok tidak dikembalikan sebagai penerimaan APBD tetapi tetap berada pada badan pengelola atau BKPD, sedangkan fee modal yang dibebankan pada peminjam akan dikembalikan pada daerah sebagai penerimaan PAD ( pendapatan Asli Daerah) sebesar 6 % per tahun. 4.3.2 Perbankan Secara umum, pihak perbankan menempatkan sektor pertanian (hortikultura) dalam katagori kurang menarik untuk dibiayaai kecuali untuk pembiayaan perusahan hortikultura yang berskala besar. Sementara usaha hortikulkura yang ada di Indonesia termasuk di daerah penelitian hampir semuanya merupakan usaha yang dilakukan oleh rumah tangga petani yang berskala mikrokecil dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar. Kurang menariknya pembiayaan di sektor hortikultura ini oleh pihak perbankan karena ada pandangan bahwa: 1. Usaha Hortikultura tidak memiliki persyaratan yang memadai. 9
Sebelum Program KUR, Departemen Pertanian telah melaksanakan Program SP3 tahun 2007 dengan salah satu bank pelaksananya adalah Bank Mandiri Syariah. Saat ini program tersebut telah dihentikan dan digantikan oleh Program KUR.
122
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 122
6/22/2010 6:19:20 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
2. 3. 4.
Petani tidak memiliki agunan yang mem. Biaya transaksi yang mahal. Lokasi usaha tidak berada dalam jangkauan kantor cabang.
Pandangan ini mungkin dapat diterima mengingat usaha perbankan, dalam operasi usahanya tetap berpegang pada prinsip mencari keuntungan yang maksimal (profit motif). Usaha hortikultura dianggap kurang memberikan keuntungan yang maksimal bahkan dianggap memiliki resiko yang cukup tinggi, sehingga pihak perbankan akan ektra hati-hati dalam menyalurkan kredit pada usaha tersebut. Sebagai gambaran dapat dikemukakan selama 7 tahun terakhir (2001-2007), alokasi kredit perbankan nasional untuk setor pertanian ( termasuk hotikultura) pada tahun 2001 tidak mencapai 8 %, bahkan ada kecendrungan menurun pada tahun 2007 hingga menjadi kurang dari 5,5 %. Tidak berbeda halnya dengan perbankan secara umum seperti yang dikemukakan di atas, institusi perbankan syariah yang telah berkembang dengan pesat dan menunjukan kinerja yang cukup baik dalam hal pembiayaan selama ini, namun dalam pembiayaan pada sektor pertanian (hortikultura) masih kecil. Pada tahun 2006 pembiayaan yang disalaurkan perbankan syariah mencapai Rp 20,4 triliun, tetapi pembiayaan yang dialokasikan untuk sektor pertanian hanya 3,43 % dan terjadi penurunan angka menjadi 3,0 % per April 2007 ( Bank Indonesia, 2007). Seyogianya pembiayaan sektor pertanian (hortikultura) merupakan hal yang memberikan tantangan dan peluang yang
123
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 123
6/22/2010 6:19:20 PM
Firmansyah
menarik bagi perbankan syariah. Beberapa indikasi menunjukkan: Pertama, permintaan terhadap produk tanaman hortikultura baik untuk pasar lokal maupun pasar dunia terus meningkat sedangkan produksi masih terbatas: Kedua, nilai produk tanaman hortikultura bernilai ekonomi tinggi sehingga Nilai Tukar Petani (NTP) hortikultura saat ini adalah tertinggi diantara setor pertanian umumnya; Ketiga, berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengingkatkan produksi, kualitas, dan upaya mengurangi resiko usaha dengan menerapkan Good Agriculture Perfomance(GAP) dan menerapkan Standard Operasional Prosedur (SOP) untuk memenuhi standar ISO 9000; Keempat, telah adanya pengembangan kawasan komoditas hortikultura secara terpadu. Disamping itu, pembiayaan syariah ini bukan merupakan suatu yang asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Masyarakat sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil dalam usaha pertanian seperti sistem maro dalam usaha tanaman pangan dan hortikultura. 4.3.3 Pihak Dunia Usaha dan Masyarakat Sumber pembiayaan laian dalam pngembangan pertanian (hortikultura) adalah berasal dari pihak pelaku perusahan hortikultura. Dalam hal ini para kelompok tani harus menciptakan kemitraan usaha dengan perusahaan yang saling menguntungkan. Hubungan antara kelompok tani dengan perusahan hortikultura dapat dalam bentuk pola Inti-Plasma. Peran perusahan inti disini tidak saja dalam bentuk pembinaan teknik produksi sesuai dengan standar hasil yang diharapkan, tetapi juga dapat dalam bentuk
124
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 124
6/22/2010 6:19:20 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
pembiayaan modal usaha dengan sistem syariah baik dalam bentuk Murabaha, Mudarobah maupun dalam bentuk pembiayaan syariah lainnya. Bila perusahaan inti tidak mampu secara langsung memberikan modal pada petani, pihak perusahaan inti dapat bertindak sebagai avalis (penjamin) bagi pihak perbankkan syariah dalam memberikan pembiayaan pada petani binaan dari perusahaan inti. Pola kemitraan seperti ini telah mulai dilaksanakan, karena pihak perusahaan pertanian hortikultura mendapat kesulitan dalam penyediaan lahan untuk kebun akibat ”kakunya” pasar tanah atau sulitnya pemindahan hak atas tanah di suatu masyarakat. Sehingga perusahan inti dalam memenuhi permintaan konsumen harus melakukan kerjasama kemitraan dengan petani yang memiliki tanah dan hasilnya dijual pada perusahaan inti. Saat ini juga berkembang di masyarakat pola pembiayaan syariah (sistem bagi hasil) dalam pengembangan hortikultura yang hanya didasarkan atas kepercayaan antara para pemilik modal perorangan dengan kalangan sanri pondok pesantren. Dengan demikian para santri dapat hidup lebih layak dari penghasilan usaha hortikultura ini. 4.4
Pembiayaan Hortikultura dengan Pola Syariah
4.4.1 Kasus Sukabumi Seperti yang telah dikemukan pada bagian awal bahwa Kabupaten Sukabumi merupakan daerah yang cocok untuk tanaman hotikultura.Tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa pihak perbankan syariah terutama Bank Syariah Mandiri memiliki
125
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 125
6/22/2010 6:19:20 PM
Firmansyah
pandangan bahwa usaha pertanian hortikultura yang ada di daerah ini hanya berskala kecil, maka pembiayaan yang langsung pada petani hortikultura secara perorangan hampir tidak pernah terjadi. Disamping itu, masih jarang ditemui kelompok tani hortikultura yang telah melakukan pola kemitraan usaha dengan perusahaan hortikultura seperti Inti-Plasma. Sehingga perbankkan syariah di daerah ini tidak memberikan prioritas. pembiayaan pada tanaman hotikultura. Namun, ada satu kasus yang akan dikemukakan disini dimana pihak Bank Syariah Mandiri Sukabumi membiayai sebuah perusahaan hortikultura yang memiliki skala cukup besar, yaitu CV. Bung Indah yang bergerak di bidang tanaman hias dengan tujuan produksi untuk ekspor ke Korea Selatan. Menurut pihak perbankan bahwa usaha hortikultura dapat saja dibiayai dengan syarat tertentu: 1. Usaha yang dibiayai minimal telah beroperasi 2 tahun 2. Usaha memiliki legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan 3. Pasokan sudah terjamin 4. Pemasaran sudah stabil Pada awalnya, informasi tentang usaha tanaman hias ini (CV.Bunga Indah) diketahui oleh pihak perbankan melalui internet yang menyatakan bahwa perusahan tersebut telah mendapat award dari PT. Sampurna atas prestasi yang telah diraihnya selama ini. Tertarik dengan informasi tersebut pihak Bank Syariah Mandiri menawarkan jasa pembiayaan untuk mengembangankan
126
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 126
6/22/2010 6:19:20 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
usaha lebih besar. Tawaran pihak perbankan sebenarnya sangat diharapkan oleh perusahan mengingat permintaan konsumen luar negeri semakin meningkat sementara produksi masih terbatas. Pembiayaan yang ditawarkan adalah pembiayaan dari program pemerintah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dalam pelaksanaan KUR ini, jaminan yang diperlukan dari pihak nasabah hanya 30 % sedangkan yang 70 % lagi dijamin pihak pemerintah berupa pembayaran premi asuransinya, sehingga bank dalam hal ini menggunakan dana pihak ketiga yang keamanan dananya sudah dijamin oleh pemerintah. Seperti persyaratan kredit yang dibutuhkan oleh sebuah bank, CV. Bunga Indah menyerahkan jaminan yang bernilai sebesar Rp.2 miliar.Sedangkan pembiayaan yang diperoleh terdiri dari dua macam, yaitu Rp.500 juta digunakan oleh perusahaan inti untuk tambahan modal kerja dan Rp.970 juta diberikan pada dua kelompok tani binaan yang bejumlah 23 orang anggota dengan luas lahan yang dilola 19 hektar. Pembiayaan digunakan untuk modal kerja seperti pembelian sarana produksi dan biaya pengolahan kebun. Jadi disini CV. Bunga Indah bertindak sebagai penjamin (avalis) atas pembiayaan yang diberikan bank kepada petani binaannya yang nantinya produksi kebun mereka akan dibeli oleh perusahaan. Mengapa perusahaan besedia menjadi penjamin? karena untuk mendapatkan pasokan tanaman hias yang terjamin dalam rangka memenuhi permintaan luar negeri yang semakin meningkat. Sebenarnya, saat ini, produksi perusahaan inti baru mampu memenuhi 50 % dari permintaan konsumen dan sisanya berasal dari produksi kebun petani yang ada di Sukabumi dan juga 127
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 127
6/22/2010 6:19:21 PM
Firmansyah
ada dari petani Lampung. Kendala yang dihadapi oleh perusahaan bila hanya mengandalkan produksi dari petani yang bukan binaannya, yaitu: Pertama, lokasi kebun yang terpencar-pencar; Kedua, sistem budidaya tanaman mereka belum sepenuhnya memenuhi standar yang diharapkan perusahaan. Ketiga, karena pembiayaan usaha mereka berasal dari dana APBD maka hasil produksi petani tersebut tidak harus dijual pada perusahaan. Yang menarik dalam hal pembiayaan yang dilakukan bank syariah ini adalah dalam sistem pengembalian pinjaman.Biasanya sistem pembayaran ansuran cicilan pinjaman dari seorang nasabah yaitu berupa pengembalian pokok pinjaman ditambah bunga pada sitem perbankan konvensiaonal atau bagi hasil/margin dalam perbankan syariah dan dibayar secara periodik/bulanan. Tetapi dalam kenyataannya pihak perbankan syariah menerapkan pembayaran ansuran secara periodik/bulanan hanya untuk pembayaran bagi hasilnya saja. Sedangkan pembayaran pokok pinjaman dapat dilakukan sekaligus setelah panen. Masa panen dari tanaman hias ini memakan waktu cukup lama yaitu 1,5 tahun sampai 2 tahun. Sistem pembiayaan syariah ini menerapkan sistem bagi keuntungan berdasarkan analisa kelayakan yang dilakukan pihak perbankan. Sayangnya berapa rasio bagi hasil yang disepakati tidak diperoleh keterangan. Hingga penelitian ini dilakukan kegiatan usaha belum mencapai masa panen karena pembiayaan baru dimulai pada tahun. Kasus lain yang cukup mernarik dalam pola pembiayaan syariah adalah, masyarakat pemilik modal perseorangan membiayai
128
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 128
6/22/2010 6:19:21 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
usaha tanaman hortikultura yaitu buah melon. Usaha ini berawal dari suatu pengamatan oleh seorang pengurus sebuah yayasan pondok pesantren Salafiah terhadap para santri yang sering berpuasa walaupun diluar hari puasa yang disunatkan.Ternyata alasan melakukan puasa karena ketidakmampuan mereka secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan biaya makan sehari-hari seperti layaknya orang lain. Dari sini muncullah ide bagaimana supaya para santri ini berdaya secara ekonomi. Upaya yang ditempuh adalah menggalakkan tanaman melon yang produksinya untuk ekspor. Mula-mula penggagas mencari sebidang tanah untuk disewa dan kemudian melatih beberapa orang santri senior melalui suatu pusat pelatihan OISCA yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang yang telah lama berada didaerah tersebut. Santri mengelola lahan seluas 1.000 m2 dan ternyata hasilnya cukup menggembirakan karena para santri sangat ulet dan rajin bekerja dan memiliki etos kerja yang tinggi. Hasil dari usaha tersebut dapat dinikmati oleh parta santri yang pada gilirannya telah banyak merubah status ekonomi mereka. Dari keberhasilan tersebut telah mengundang beberapa orang pemilik modal perseorangan yang ingin ikut dalam usaha tersebut.. Mereka tidak hanya berasal dari penduduk setempat tetapi juga ada yang berasal dari Jakarta bahkan pemilik modal juga ada yang non-muslim. Saat ini luas kebun yang dikelola sudah mencapai 1,5 hektar sementara banyak peminat yang masih dalam antrian. Hal ini disebabkan karena para santri yang senior terbatas
129
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 129
6/22/2010 6:19:21 PM
Firmansyah
jumlahnya. Paket yang ditawarkan untuk luas lahan 1.000 m2 sebesar Rp. 6,5 juta yang digunakan untuk sewa lahan dan biaya produksi. Sistem bagi hasil (syariah) yang diterapkan adalah untuk pelaksana/santri mendapat bagian sebesar 60 % dan pemilik modal 30 % serta untuk pesanteren 10 % dari keuntungan bersih. Dilihat dari segi perhitungan usaha tani maka usaha ini termasuk yang menguntungkan. Dengan pembiayaan sebesar Rp 6,5 juta mampu menghasilkan produksi senilai Rp. 12 juta dalam jangka waktu panen selama 75 hari. Berarti keuntungan untuk satu kali panen sebesar Rp.5,5juta. Dengan pola bagi hasil di atas maka pihak santri akan mendapat hasil sebesar 60 % x Rp.5,5 juta= Rp.3,3 juta setiap panen, sedangkan untuk pemilik modal mendapat hasil sebesar 30 % x Rp.5,5 juta =Rp.1,65 juta (75 hari) atau Rp.1,1 juta per bulan dan equivalen dengan 16,9 % dari modal yang diinvestasikan per bulan. Bila dibandingkan dengan pendapatan yang akan diperoleh seseorang dengan menyimpan uangnya di bank yang saat ini tidak lebih dari 7,5 % per tahun belum dipotong pajak 15 %, maka usaha hortikultura dengan pola pembiayaan syariah model ini sangat menguntungkan bagi pemilik modal perorangan. Dengan dasar kepercayaan dan kerjasama saling menguntungkan dalam pembiayaan hortikultura semacam ini, hingga saat ini belum ada keluhan yang berarti antra pemilik modal dengan pelaksananya. Bahkan yang terjadi adalah terjalinnya hubungan kekeluargaan yang mesra antara kedua pihak.Bagi pemilik modal kegiatan ini tidak hanya untuk tujuan mencari untung tetapi
130
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 130
6/22/2010 6:19:21 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
sekaligus dalam rangka menikmati wisata agro. Sementara para santri yang keadaan ekonomi mereka sebelum melakukan usaha ini sangat memprihatinkan, kini dapat hidup layak sebagaimana mestinya dan bahkan telah mampu membantu orang tua mereka. 4.4.2 Kasus Kabupaten Sleman Walaupun Daerah Kabupaten Sleman tidak begitu luas tenyata produksi tanaman hortikultura cukup menggembirakan. Namun pembiayaan usaha hortikultura dari pihak perbankan syariah yang secara langsung kepada petani dengan menggunakan dana murni pihak tetiga tidak ditemukan. Alasan yang dikemukakan oleh pihak perbankan syariah: Pertama, bahwa kibijakan perbankkan dalam pembiayaan tidak diarahkan pada sektor pertanian termasuk pada sub-sektor hortikultura; Kedua, usaha sub-sektor hortikultura pada umumnya berskala mikro dan lokasinya cukup jauh di perdesaan serta terpencar-pencar sehingga akan memakan biaya yang tinggi; Ketiga, tidak tersedianya sumberdaya manusia yang akan melaksanakannya; Keempat, alasan yang sangat klasik adalah bila ada sektor lain yang lebih menguntungkan untuk dibiayai mengapa memilih sektor yang kurang menguntungkan.Oleh karena itu, sejak tahun 2006 belum ada pembiayaan yang disalurkan pada sektor pertanian (hortikultura). Walaupun pihak bank syariah tidak menyalurkan pembiayaan langsung pada sektor pertanian, tetapi dalam bentuk pembiayaan secara tidak langsung masih ada., yaitu ikut andil dalam menyalurkan program pembiayaan pertanian pemerintah. Cara yang
131
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 131
6/22/2010 6:19:21 PM
Firmansyah
ditempuh adalah melalui Linkage Program antara bank syariah dengan beberapa lembaga keuangan mikro syariah non-bank yaitu Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), yang tumbuh subur di Kabupaten Sleman sejak beberapa tahun belakangan ini. Pihak BMT bekerja sama dengan pihak Bank Syariah Mandiri dalam rangka menyalurkan program pembiayaan SP3 ( Sistem Pembiayaan Pertanian Pedesaan) dari Departemen Pertanian. Program ini tidak semata-mata ditujukan untuk pembiayaan pertanian budidaya tetapi mencakup pembiayaan dalam konsep agribisnis. Artinya pembiayaan dapat dilakukan untuk kegiatan pertanian ditingkat hulu, budidaya hingga sektor pertanian ditingkat hilir.Pelaksanakan program ini dimulai pada tahun 2007, namun saat ini program tersebut telah berakhir. Kasus pertama tentang Lingkage Program yang akan diangkat disini adalah kerjasama antara Bank Syariah Mandiri Yogyakarta dengan BMT Darul Ummah Desa Gobokan, Kabupaten Sleman. Sebelum dilakukan kerjasama atau penandatangan MOU antara kedua pihak, pihak BMT terlebih dahulu telah mengadakan pendekatan pada Bank Syariah Mandiri. Atas kesepakatan lisan ini pihak BMT mengajukan proposal dengan mencantumkan sektor nomintif yang akan dibiayai. Setelah mendapat persetujuan dari pihak perbankan maka diteruskan dengan penadatangan MOU. Salah satu isi dari nota kesepakatan tersebut adalah bahwa lama kontrak belaku selama 3 tahun dari tahun 2007 hinga 2010, dengan ketentuan pengembalian ansuran (pokok pinjaman ditambah margin) dibayar secara periodik atau bulanan.Menurut pandangan
132
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 132
6/22/2010 6:19:21 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
BMT pembayaran cicilan yang dilakukan secara periodik dalam pembiayaan pertanian budidaya akan cukup sulit karena usaha tersebut baru menghasilkan setelah panen. Namun semua ketentuan dalam soal pembayaran ansuran tersebut tetap diterima oleh pihak BMT. Pada tahun 2007 BMT mendapat kucuran dana dari Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 300 juta. Adapun sektor yang dibiayai cukup bervariasi dan sebagian berasar adalah di sektor off farm sedangkan pembiayaan di sektor on farm ( budidaya) termasuk sub-setor hortikultura hanya sekitar 30 % dari total dana yang diperoleh dari program SP3. Rata-rata pembiayaan yang diperoleh anggota BMT untuk sektor budidaya hortikultura ini sekitar Rp. 3,5 juta, khususnya untuk usaha tanaman sayuran semusin ( umur pendek sekitar 3 bulan). Beberapa hal yang menarik dalam penyaluran pembiayaan program SP3 yang dilakukan oleh BMT ini adalah: Walaupun program pembiayaan SP3 ini merupakan pembiayaan yang dijamin pemerintah, namun pihak BMT tetap memintakan jaminan pada onggota BMT yang meminjam, baik berupa sertifikat maupun berupa Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Jaminan tersebut merupakan jaminan dibawah tangan, artinya, tidak melalui perjanjian didepan notaris. Kesepakatan pembayaran ansuran dari peminjam kepada BMT tetap dilakukan secara periodik/bulanan dengan membayar pinjaman pokok ditambah margin, walaupun usaha yang dibiayai tidak menghasilkan tiap bulan.Tetapi bila ternyata ada anggota
133
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 133
6/22/2010 6:19:21 PM
Firmansyah
peminjam pada bulan tertentu memang tidak memiliki uang tunai untuk membayar ansuran, maka pihak BMT memberi toleransi untuk melunasinya setelah panen. Margin yang diambil dari pembiayaan ini sebesar 2 % per bulan dan pihak Bank Syariah Mandiri mendapat 1 % perbulan. Dari catatan di atas, pertanyaan yang timbul adalah: Pertama, Mengapa BMT masih menerapkan adanya jaminan atas pembiayaan program SP3 tersebut? Kedua, Mengapa BMT tetap memberlakukan pembayan ansuran secara bulanan? Ketiga Megapa BMT bersedia memberi toleransi dalam hal pembayaran ansuran pada anggotanya yang menunggak hingga dibayar pada waktu selesai panen?. Jawaban dari pertanyaan pertama adalah: BMT tetap berpandangan bahwa dalam pembiayaan sektor pertanian khususnya usaha budidaya hortikultura mengandung resiko yang cukup tinggi. Sehingga untuk meninmalkan resiko pihak BMT masih meminta jaminan pada peminjam walaupun dari segi karakter anggota dinilai cukup baik karena telah lama dikenal sebagai anggota BMT itu sendiri.Jawaban untuk pertanyaan kedua adalah BMT berasumsi bahwa penghasilan peminjam tidak hanya berasal dari hasil usaha yang akan dibiayai, tetapi sipeminjam mempunyai penghasilan lain yang dapat digunakan untuk pembayaran ansuran bulanan sementara menunggu panen selesai. Jawaban untuk pertanyaan ketiga adalah BMT masih mampu untuk menalangi pembayaran yang tertunggak dari peminjam dengan subsidi silang dari pendapatan usaha lain, sepanjang Cash Flow BMT tidak terganggu.Hal ini masuk akal karena pembiayaan yang disalurkan
134
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 134
6/22/2010 6:19:21 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
pada sektor pertanian (budidaya hortikultura) tersebut porsinya sangat kecil dibandingkan dengan total seluruh pembiayaan BMT, dperkirakan tidak mencapai 2 %. Dengan demikian kalaupun terjadi penunggakan ansuran dari angggota yang meminjam untuk usaha tersebut belum akan mengganggu Cash Flow BMT. Mengenai kasus kedua adalah kerjasama Bank Syariah Mandiri dengan pihak BMT Makmur. Dilihat dari pola kerjasama yang dilakukan Bank Syariah Mandiri dengan BMT Makmur tidak berbeda dengan pola kerjasama yang dikemukakan terdahulu. BMT mendapat dana pembiayaan dari Bank Syriah Mandiri sebesar Rp 248 juta pada tahun 2007. Penyaluran pembiayaan dari BMT ini sebagian besar pada usaha perdagangan mengingat usaha ini banyak terdapat di daerah operasi BMT. Sedangkan untuk usaha tamanan hotikultura, pembiayaan diberikan pada petani salak yang kebetulan lokasi BMT berada pada sentra perkebunan salak. Pembiayaan digunakan untuk membeli sarana produksi dalam rangka pengembangan luas area perkebunan. Sistem pembayaaran ansuran juga berlaku secara periodik/bulan dan ternyata para petani tidak mengalami kesulitan dalam pembayaran ansuran dengan pola periodik tersebut. Hal ini disebabkan karena para petani bukanlah petani pemula tetapi mereka adalah pemilik kebun salak yang setiap saat dapat dipanen. Jadi dengan penghasilan kebun salak yang telah ada itu mereka mampu membayar ansuran bulanannya.Dari sisi jumlah pinjaman, ternyata petani salak mendapat pembiayaan dalam jumlah agak lebih besar dibandingkan dengan petani sayur pada kasus pertama, yaitu mencapai Rp 8 juta.
135
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 135
6/22/2010 6:19:21 PM
Firmansyah
Dari paparan kedua kasus di daerah Sleman di atas, para peminjam cukup merasakan manfaat dari program pembiayaan SP3 ini baik para pedagang maupun sebagian dari petani. Sayangnya program ini tidak berlanjut dan digantikankan dengan program baru yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sifat pembiayaannya lebih umum, namun dana yang akan diperoleh bisa dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan program SP3 yang maximum pembiayaan hanya Rp.10 juta. Sayangnya, hingga saat ini, belum diperoleh informasi tentang kemungkinan KUR bisa dilakukan semacam Linkage Program seperti pada penyaluran pembiayaan program SP3. Menurut pihak BMT, bila ada program pemerintah yang ditujukan untuk pembiayaan setor pertanian selayaknya BMT diberi peran dalam pelaksanaannya terutama untuk pembiayaan pertanian skala kecil. Hal ini mengingat daya jangkau BMT cukup efetif kepada petani karena keberadaannya ditengah masyarakat petani perdesaan, sehingga biaya operasionalnya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pihak perbankan yang harus melaksanakan. Hal yang penting adalah adanya jaminan dari pemerintah terhadap keamanan dana yang akan disalurkan. Jadi segmen pasar dari BMT ini masih cukup besar mengingat banyak petani gurem yang tidak mungkin mendapat akses pembiayaan dari perbankkan karena pihak perbankan lebih memberikan prioritas pembiayaan pada usaha yang besifat korparasi. Dengan posisi dan peran BMT seperti ini akan sangat membantu masyarakat dari cengkraman rentenir yang selama ini dianggapnya sebagai ”dewa penolong”.
136
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 136
6/22/2010 6:19:21 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
4.5
Efektivitas Model Pembiayaan Syariah Pada Sub-sektor Hortikultura
Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa peran perbankan syariah dalam pembiayaan pertanian termasuk sub-sektor hortikultura hanya akan efektif bila usaha yang akan dibiayai adalah bersifat korporasi atau pertanian dengan pola kemitraan dengan perusahaan pertanian. Berbagai kendala yang akan dihadapi oleh pihak perbankan bila harus menyalurkan pembiayaan secara langsung pada usaha pertanian hortikultura yang berskala mikro atau ”gurem”antara lain: lokasi usaha berada jauh dari kator cabang, yang pada umumnya berada dipusat kota atau kabupaten; tidak tersedianya sumberdaya manusia yang khusus dapat melayani sekian banyak nasabah petani; meningkatnya biaya operasional sehingga kinerja perbankan akan menurun dari segi perolehan keuntungan dan lain sebagainya. Oleh karena itu segmen pembiayaan untuk asaha pertanian (hortikultura) yang umumnya bersekala kecil dan berada diperdesaan adalah lebih efektif dilakukan oleh lembaga keuangan mikro syariah non-bank(BMT) yang memang keberadaannya ditengah masyarakat petani itu sendiri.Dalam hal penilaian karakter para peminjam, pihak BMT tidak begitu mengalami kesulitan mengingat para peminjam tersebut adalah anggota BMT yang telah lama dikenal oleh pengurusnya. Sehingga persyaratan dalam bentuk jaminanpun tidak harus ada, tetapi cukup dengan jaminan moral obligation saja. Namun efektif tidaknya pola pembiayaan syariah dalam sektor hortikultura ini juga tergantung pada beberapa hal berikut:
137
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 137
6/22/2010 6:19:21 PM
Firmansyah
Program pembiayaan pertanian (hortikultura) yang dikakukan pemerintah selama ini dengan sistem subsidi bunga bahkan hibah telah menciptakan karakter petani yang kurang baik. Artinya, pembiayaan pertanian hotikultura terutama dalam penguatan modal usaha tani dianggap tanggung jawab pemerintah sehingga petani belum terbiasa dengan pembiayaan yang sifatnya komersial. Oleh karena itu program pembiayaan yang dlaksanakan pemerintah harus mengacu pada sitem komersial. Sebab pembiayaan syariah juga menerapkan prinsip komersial yang berkeadilan. Sejauhmana kemampuan Lembaga Keuangan Mikro Syariah non-bank (BMT) meningkatkan keprofesionalannya dalam melayani anggota dan melihat bahwa hotikultura itu adalah penting dalam menunjang pembangunan ekonomi rakyat dengan menerapkan prinsip pembiayaan, yaitu tepat waktu, tepat sasaran, tepat kebutuhan. Sejauhmana kebijakan dan regulasi pemerintah mampu mendorong tumbuh suburnya lembaga pembiayaan syariah khususnya dalam pengembangan sektor pertanian hortikultura. Sejauhmana pengetahuan dan pemahaman petani tentang pola pembiayaan pertanian hortikultura dengan model syariah. Sejuahmana resiko usaha pertanian hortikultura mampu diminimalisasi dengan penerapan GAP dan SOP, sehingga mampu merubah paradigma bahwa pembiayaan hortikultura tidak beresiko tinggi. Sejauhmana hubungan kemitraan petani dan perusahaan hortikultura bisa dikembang dengan pola syariah.
138
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 138
6/22/2010 6:19:21 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
4.6
Kesimpulan dan Rekomendasi
Walaupun pola pembiayaan pertanian hotikultura model syariah secara tradisional masih berlangsung dimasyarakat hingga saat ini, namun secara kelembagaan masih berada dalam tahap pembelajaran. Hal ini disebabkan karena institusi pembiayaan syariah baru muncul beberapa tahun belakangan ini. Sementara masyarakat petani selama ini telah di ”nina bobokkan” oleh kredit program pertanian yang kurang mendidik, misalnya, kredit bersubsidi bunga atau pola hibah. Sehingga untuk merubah kesadaran petani kepada pola pertanian syariah yang juga komersial berjalan dengan lambat. Disamping itu paradigma pihak institusi pembiayaan syariah terhadap pertanian masih belum bergeser dari angggapan bahwa pertanian hortikultura mengandung resiko tinggi. Banyak hal yang masih perlu dibenahi agar pola pembiayaan pertanian dengan model syariah dapat efektif dilaksanakan dimasyarakat.Pertama, perlu peningkatan pemahaman petani tentang pimbiayaan syariah. Kedua, perlu adanya lembaga penghubung agar terciptanya pola kemitraan petani dengan pungusaha hortikultura yang menerapkan pola syariah. Ketiga, Perlu adanya regulasi yang mengatur bahwa segmen pasar lembaga keuangan perbankan syariah hanya menangani pembiayaan pertanian yang bersifat korporasi sementara untuk perbiayaan pertanian mikro deserahkan pada lembaga keuangan mikro syariah non-bank yang beroperasi ditengah masyarakat petani. Keempat, perlu adanya pengembangan sistem jaringan perbankan syariah
139
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 139
6/22/2010 6:19:21 PM
Firmansyah
dengan LKMS non-bank dalam penyaluran pembiayaan program pertanian dari pemerintah ( lingkage program). Kelima, kredit program pertanian pemerintah harus diserahkan pada mekanisme pasar dalam rangka menghadapi globalisasi pertanian sesuai persetujuan WTO.
140
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 140
6/22/2010 6:19:22 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia, Statitik Ekonomi Keuangan Indonesia, Vol: XI No.1 Januari 2009. BPS, Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2008. Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Sukabumi 2008. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman 2008, Profil Tanaman Pangan dan : Hortikultura Tahun 20007. Firmansyah, 2002. Pengembangan Usaha Agribisnis Di Bidang Tanaman Hotikultura, dalam Iklim dan Peluang Usaha Agribisnis Di Indonesia (Firmansyah editor), Laporan Penelitian P2E-LIPI. -----------, 2008. Pemberdayaan UKM di Sektor Pertanian, dalam Pengurangan Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pemberdayaan UKM di Sektor Pertanian ( Tjitroresmi editor), Laporan Penelitian P2E-LIPI. Harjadi, Setyati, Peranan Ilmu Hortikultura Bagi Pembangunan Negara Dan Budaya Bangsa, Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Hortikultura, IPB, Bogor 5 juli 1997. Krinamurthi, B. 2006. Revitalisasi Pertanian : Sebuah Kosekkuensi Sejarah dan Tuntutan Masa Depan, dalam Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban, Kompas, Jakarta.
141
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 141
6/22/2010 6:19:22 PM
Firmansyah
Pemerintah Kabupaten Sleman 2008, Laporan Tahunan dan Statistik Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman. The World Bank 2006. Pemasokan Tanaman Bernilai Tinggi Di Kabupaten Malang: Kecendrungan dan Dampak Bagi Petani Kecil. www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/2009.
142
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 142
6/22/2010 6:19:22 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
BAB 5 PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PENGEMBANGAN SUB-SUB-SEKTOR PERIKANAN Masyhuri 5.1
Pendahuluan
Usaha perikanan, baik yang berupa perikanan tangkap maupun budidaya merupakan salah satu dari sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja. Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor ini dan usaha-usaha ikutannya, seperti industri rumah tangga pengolahan hasil perikanan, tersebar tidak saja di daerahdaerah sepanjang pantai di Indonesia, tetapi juga di aliran-aliran sungai maupun danau-danau di daerah-daerah pedalaman. Bisa jadi, sub-sektor perikanan memang merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pentingnya sub-sektor tersebut tidak saja terlihat pada perannya sebagai sumber protein penduduk Indonesia, atau sebagai sumber pendapatan masyarakat (Furnivall, 1933–1936), tetapi juga sebagai salah satu faktor penggerak perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Peran seperti ini sepenuhnya disadari oleh pemerintah Indonesia, dan sangat beralasan mengingat kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki pantai terpanjang di dunia, dan dua pertiga dari sekitar 2 juta kilometer persegi wilayan Indonesia berupa lautan.
143
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 143
6/22/2010 6:19:22 PM
Firmansyah
Di masa lampau, sub-sektor perikanan, khususnya perikanan laut, pernah menjadi salah satu dari dua sektor primer terpenting di luar sektor pertanian (Boomgaard, 1989). Hanya sayang, peran seperti ini tidak dapat berlanjut sampai sekarang, akibat terjadinya de-industrialisasi sub-sektor perikanan (Masyhuri, 1996). Usahausaha untuk mengembangkan sub-sektor perikanan tersebut terus diusahakan, meskipun usaha-usaha tersebut belum berhasil secara maksimal. Terlihat misalnya sejak reformasi bergulir, departemen baru dibentuk, yang mempunyai fungsi khusus untuk menangani masalah-masalah kelautan dan perikanan. Pemerintah dalam hal ini berpendapat bahwa sub-sektor perikanan merupakan salah satu sektor unggulan yang dapat berperan besar dalam pengembangan perekonomian Indonesia di masa-masa mendatang. Meskipun demikian, sub-sektor perikanan tampaknya belum mendapat prioritas utama dalam proses pembangunan yang terjadi. Ini terlihat misalya pada dana pembangunan yang dialokasikan untuk sektor tersebut. Kucuran kredit perbankan pada sektor ini demikian juga, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada, sangat terbatas jumlahnya. Bank-bank pada umumnya belum mau atau kurang tertarik untuk menyalurkan kreditnya pada sub-sektor perikanan, lebih-lebih kepada nelayan. Alasan utamanya adalah tidak adanya jaminan keteraturan angsuran pengembalian kredit yang disalurkannya. Sementara itu, lembaga keuangan khusus untuk sub-sektor perikanan juga belum ada. Menurut data Bank Indonesia, alokasi kredit nelayan tahun 2009 hanya sebesar Rp. 2,08 triliyun, atau 0,002 % dari total alokasi kredit usaha mikro kecil dan menengah (Kompas, 1 Sept. 2009) 144
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 144
6/22/2010 6:19:22 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
Pertanyaannya adalah apakah sub-sektor perikanan kurang menguntungkan untuk lembaga-lembaga keuangan yang ada? Kalau tidak, apakah sistem perbankan yang berkembang saat ini tidak sesuai dengan usaha perikanan? Apakah ada faktorfaktor khusus tertentu yang menyebabkan usaha penangkapan ikan rakyat kurang terjangkau oleh perbankan? Pertanyaan lebih lanjut, apakah ada medel perkreditan lain yang sesuai dengan karakteristik dari usaha perikanan? Berbagai pertanyaan tersebut pada dasarnya mengerucut pada permasalahan pencarian model pembiayaan yang tepat untuk usaha penangkapan ikan. Artikel ini mencoba untuk mengungkap masalah tersebut berdasarkan studi kasus daerah Yogyakarta dan Jawa Barat, dengan asumsi bahwa pembiayaan syariah mungkin mampu menawarkan model yang dimaksud. 5.2
Investasi dan Dualisme Ekonomi Perikanan
Sebenarnyalah, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk mendorong perkembangan sub-sektor perikanan bisa dikatakan dilakukan cukup intensif. Hanya saja persoalannya barangkali, usaha tersebut belum atau kurang berhasil. Modernisasi sub-sektor perikanan Indonesia misalnya telah dilaksanakan. Tidak hanya dilakukan pada masa Indonesia merdeka, hal tersebut juga telah dilakukan sejak masa penjajahan. Meskipun demikian, sejauh ini sub-sektor perikanan Indonesia masih didominasi oleh sektor tradisional. Ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia, setidak-tidaknya sejak awal abad ke-20, perhatian pemerintahan dalam pembangunan sub-sektor perikanan menguat dibandingkan
145
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 145
6/22/2010 6:19:22 PM
Firmansyah
dengan hal tersebut pada masa-masa sebelumnya. Departemen khusus untuk sektor ini dibentuk, dan sejak dasawarsa ke-2 abad ke-20, berbagai usaha dilakukannya untuk mendorong perkembangan sub-sektor perikanan. Visschery Station dibentuk. Berbagai penelitian dan uji coba penangkapan ikan dilakukan. Ini bisa dikatakan sebagai tahap-tahap awal modernisasi sub-sektor perikanan di Indonesia. Malahan di tahun 1930-an, teknologi modern di lingkungan nelayan Indonesia telah dikenalkan dan dikembangkan, khususnya dalam penggunaan mesin bermotor. Sejumlah nelayan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Maluku mulai menggunakan motor pendorong perahu sebagai ganti tenaga manusia atau layar (Masyhuri, 1996). Walaupun demikian, perkembangan penggunaan teknologi maju disub-sektor perikanan tersebut sangat lambat, bahkan sampai akhir kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda masih pada tahap-tahap awal. Karena itu, sampai tahun 1960-an, usaha penangkapan ikan di Indonesia umumnya masih berskala kecil, bercorak subsisten, dan sekitar 70% armada nelayan Indonesia masih menggunakan perahu layar (Bailey, 1988). Usaha yang sama dilakukan pula untuk usaha perikanan tambak, khususnya di daerah-daerah yang secara tradisi telah berkembang usaha budidaya ikan, seperti budidaya ikan bandeng. Pantai utara Jawa bisa dikatakan sebagai pusat usaha budaya ikan ini. Di daerah-daerah lainnya, budidaya ikan tambak kurang berkembang, kecuali di pantai-pantai di daerah Sulawesi Selatan. Seperti yang terjadi di pantai utara Jawa, usaha pertambakan di daerah ini juga telah difasilitasi oleh pemeriantah kolonial dengan berbagai bantuan, termasuk permodalannya. Pada masa itu, kredit 146
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 146
6/22/2010 6:19:22 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
perikanan tambak diberikan melalui Volkscredietwezen kepada organisasi-organisasi dikalangan nelayan, khususnya koperasikoperasi yang mengoperasikan pusat-pusat pelelangan ikan. Organisasi-organisai ini bertanggung jawab terhadap penyaluran kredit kepada anggota, dan juga bertanggung jawab terhadap kelancaran pengembalian kredit yang diterimanya (Masyhuri, 1996). Akan tetapi, setelah berjalan beberapa tahun, skim kredit ini kemudian dihentikan, dan tidak pernal lagi dilaksanakan sampai Indonesia merdeka. Kurang jelas mengapa kredit tersebut dihentikan. Karena itu, bisa dikatakan bahwa usaha budidaya ikan tersebut seolah-olah mengalami stagnan sampai masa terjadinya apa yang disebut dengan blue revolution, yakni modernisasi dibidang budidaya ikan tambak yang dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Baru di tahun 1980-an (Hannig, 1988). Dalam periode tahun 1960-an, sub-sektor perikanan di Indonesia mulai menunjukkan perkembangannya, meskipun secara perlahan-lahan, akibat pembangunan yang terus menerus yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Antara tahun 1951 sampai tahun 1967 misalnya, produksi ikan, jumlah perahu dan nelayan meningkat cukup signifikan. Dalam kurun waktu 15 tahun tersebut, produksi ikan Indonesia meningkat dari 324.000 ton menjadi 638.000 ton atau meningkat 4,3% per-tahun. Jumlah nelayan dan perahu nelayan juga bertambah, yang masing-masing bertambah dari 315.000 orang menjadi 836.000 orang (6,3% per-tahun), dan dari 80.400 buah perahu menjadi 245.200 perahu (7,3% pertahun). Hanya saja kurang diketahui secara pasti jenis dan ukuran perahu yang dominan dari keseluruhan perahu yang ada. Diduga,
147
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 147
6/22/2010 6:19:22 PM
Firmansyah
sebagian besar dari jumlah tersebut adalah perahu berukurang kecil, kurang dari satu gross ton (Cominiti and Hardjolukito, 1973). Jumlah konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia pun mengalami peningkatan, yakni dari 8,4 kg per-tahun per-orang pada awal tahun 1950-an menjadi 11,4 kg pada pertengahan tahun 1960-an (Cominiti and Hardjolukito, 1973; Atmadja, 1993). Peningkatan jumlah konsumsi ikan perkapita ini makin digalakkan oleh pemerintah pada masa-masa belakangan ini. Meningkatnya jumlah produksi ikan, jumlah perahu penangkap ikan dan sekali gus jumlah nelayan berarti juga semakin meningkatnya eksploitasi penangkapan ikan. Kerawanan bisa saja terjadi sebagai akibat negatif dari eksploitasi yang tidak terkontrol. Sejauh tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan masih berada di bawah tingkat surplus produksi setiap tahunnya (Maximum Sustainable Yield), maka meningkatnya eksploitasi sumber perikanan tidak akan berakibat negatif terhadap stok ikan perairan Indonesia. Yang demikian ini jelas diperlukan kebijakan yang tepat. Berbeda dengan sektor tradisional, sektor modern dari usaha perikanan mengalami perkembangan yang mencolok, terutama sejak tahun 1980-an. Bidang budidaya ikan mengalami lonjakan perkembangan dengan blue revolution nya sebagaimana disebutkan di atas. Produksi usaha budidaya tambah meningkat dengan tajamnya, terutama produksi udang. Pada masa ini, bibitbibit udang unggul dikenalkan secara luas. Lonjakan perkembangan juga terjadi pada perikanan tangkap, khusunya penangkapan ikan laut. Sebagaimana juga usaha
148
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 148
6/22/2010 6:19:22 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
tradisional dibidang penangkapan ikan, pengembangan usaha penangkapan ikan skala besar dengan teknologi modern dengan giatnya digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Perusahaanperusahaan penangkapan ikan, terutama yang bermitra dengan perusahaan asing atau joint venture, semakin dipromosikan. Investasi asing dan joint venture diberi kesempatan luas untuk masuk di sub-sektor perikanan. Usaha-usaha ini membuahkan hasil. Sampai tahun 1986, telah terdapat 51 perusahaan joint venture penangkapan ikan yang aktif di Indonesia. Jumlah ini tampaknya terus bertambah pada masa-masa sesudahnya. Perusahaanperusahaan tersebut beroperasi terutama di perairan ZEE di perairan Laut Arafura, Samudra Pasifik, Samudra Indonesia, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi dan Selat Malaka (Atmadja, 1993). Kebijakan pengembangan usaha penangkapan ikan berskala besar tersebut terus berlanjut, yang sampai tahun 1996, jumlah kapal-kapal perusahaan penangkapan ikan yang beroperasi telah mencapai 4.396 unit. Jumlah ini merupakan peningkatan sebesar 134 % bila dibandingkan dengan jumlah kapal yang ada pada tahun 1992, yang pada tahun ini jumlahnya baru 1.878 unit (Direktur Jenderal Perikanan, 1997). Akibat kebijakan pembangunan subsektor perikanan yang menekankan pada peningkatan produksi melalui pengembangan teknologi baru yang padat modal dengan asistensi agen-agen pembangunan eksternal antara lain adalah terbentuknya struktur industri sub-sektor perikanan yang dualistik (Bailey, 1988:26). Sektor penangkapan ikan modern dengan kemampuan eksploitasi yang besar terus mengalami perkembangan, di lain pihak sektor penangkapan ikan tradisional
149
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 149
6/22/2010 6:19:22 PM
Firmansyah
yang serba terbatas kemampuan teknologinya mengalami kemandekan. Perkembangan terjadi terutama pada sektor modern dari usaha penangkapan ikan skala besar. Jurang antara sektor tradisional dan sektor modern dari usaha ini menganga cukup lebar. Akibat dari adanya jurang pemisaha tersebut, sektor penangkapan ikan modern kurang mendorong terjadinya perkembangan pada usaha perikanan tradisional. Perkembangan penangkapan ikan skala besar sebagaimana dikemukakan diatas kurang atau tidak banyak menyentuh perekonomian nelayan kecil pada umumnya. Dengan kata lain, perkembangan sub-sektor perikanan modern tersebut tidak banyak mendorong terajadinya perubahan pada masyarakat nelayan tradisional Indonesia pada umumnya, baik dari aspek teknologi ataupun aspek ekonomi. Problem kemiskinan dikalangan mereka tetap merupakan masalah yang belum teratasi. Mayoritas masyarakat nelayan Indonesia, sebagaimana diuraikan di atas, umumnya masih dikelompokkan sebagai masyarakat berekonomi lemah, dan usaha yang mereka kembangkan di subsektor perikanan masih berdaya saing rendah. Karenanya, hingga tahun 2008, 90 % dari nelayan di Indonesia yang berjumlah 2, 78 juta orang dengan total armada sebanyak 590.380 unit merupakan nelayan kecil dengan ukuran perahu dibawah 30 GT (Kompas, 1 Spt. 2009). Keadaan seperti ini dapat menjadi lebih buruk apabila dampak negatif dari globalisasi tidak teratasi dengan baik. Seperti yang menjadi perdebatan umum, globalisasi dapat berakibat
150
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 150
6/22/2010 6:19:22 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura
ganda, sebagai bencana atau berkah. Di satu sisi globalisasi dapat membawa kebaikan ekonomi, terutama kepada negara yang efisien dan cukup kompetitif dalam pasar internasional. Tetapi di sisi lain, dengan dominasi fundamentalisme pasar (market fundamentalism) globalisasi dapat sangat beresiko, yang berupa ketidakadilan ekonomi, marginalisasi, dan eksploitasi sosial. Realitas yang ada memang menunjukkan bahwa sebagian kecil negara di dunia mengalami kemakmuran yang berlebih, sementara sejumlah besar negara lainnya merupakan negara-negara yang miskin. Laporan UNDP tahun 1999 misalnya menunjukkan bahwa lima negara terkaya di dunia menikmati 82 % dari peningkatan ekspor dan 68 % dari arus modal global (Media Indonesia, 27 Januari 2003). Ketimpangan seperti ini tampaknya belum banyak mengalami perubahan sampai saat-saat sekarang ini. Dalam ketimpangan seperti ini, negara-negara miskin akan lebih banyak merasakan dampak negatif dari globalisasi dibandingkan dengan dampak positifnya (Masyhuri, 2008). Indonesia jelas termasuk kedalam kelompok yang demikian, mengingat ketergantungan ekonomi Indonesia yang begitu besar kepada negara asing. Dalam konteks seperti ini, jelas kurang menguntungkan bagi usaha penangkapan ikan skala kecil. Persaingan yang terjadi jelas tidak seimbang, dan sektor penangkapan ikan modern akan menggulung sektor penangkapan ikan tradisional. Struktur ekonomi yang dualistik disektor penangkapan ikan jelas tidak menguntungkan nelayan kecil pada umumnya. Apapun yang terjadi, mereka akan terpinggirkan dalam persaingan yang ada. Terbatasnya teknologi yang dikuasainya,
151
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 151
6/22/2010 6:19:22 PM
Firmansyah
dan kurang efektifnya usaha yang mereka lakukan menyebabkan lemahnya daya saing yang mereka miliki. Bila demikian, kebijakan pemerintah yang mempromosikan pengembangan usaha perikanan padat modal dan berskala besar jelas merupakan faktor penting penyebab terjadinya marjinalisasi usaha tradisional penangkapan ikan yang berskala kecil. Marjinalisasi sub-sektor perikanan tradisional sebagaimana yang dimaksud sedikit banyak tercermin pada sub-sektor perikanan di dua daerah kasus studi sebagaiman uraian berikut. 5.3
Berbagai Faktor Empiris Dari Usaha Perikanan
5.3.1 Perikanan Subsisten. Sesuatu yang perlu mendapat perhatian berkenaan dengan sektor tradisional usaha prikanan di Sukabumi(Jawa Barat), di Kulon Progo, dan di Bantul (Yogyakarta) adalah masalah keterbatasa modal usaha. Sementara kemiskinan merupakan menomena yang menonjol dari masyarakat nelayan di daerah-daerah ini. Gambaran dari nelayan di ke dua daerah penelitian tersebut seolah-olah membenarkan anggapan yang ada selama ini bahwa nelayan di Indonesia itu miskin. Usaha perikanan yang cukup berkembang di kabupaten Sukabumi adalah usaha perikanan tangkap di Pelabuhan Ratu. Dilihat dari ukuran perahunya, sebagian besar adalah perahuperahu berukuran kecil, yang dioperasikan oleh 3 orang nelayan. Sejumlah perahu yang berukuran cukup besar yang ada umumnya perahu-perahu yang datang dari daerah lain, yang menjadikan
152
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 152
6/22/2010 6:19:22 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
Pelabuhan Ratu sebagai homebased dalam aktivitas andun nya.10 Bahkan di Kulon Progo dan Bantul, seperti halnya penangkapan ikan di Congot dan di Krokot, tidak diketemukan perahu nelayan yang berukurang besar. Hampir semua perahu yang ada di ke dua daerah tersebut berukuran kecil, yang dioperasikan oleh 2 orang nelayan. Sebenarnya, kabupaten Bantul mempunyai dua perahu nelayan yang berukuran cukup besar, namun keduanya ditempatkan di Kabupaten Gunung Kidul. Ini berarti bahwa usaha penangkapan ikan yang ada di Sukabumi dan Yogyakarta merupakan usaha penangkapan ikan dekat pantai. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Bantul, usaha penangkapan ikan yang ada di daerah mereka adalah usaha perikanan yang melakukan penangkapan ikan di perairan jalur satu, yakni penangkapan ikan di perairan sejauh sekitar 2-3 mil laut. Penangkapan ikan seperti ini merupakan one day fishing, yang pendapatannya umumnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nelayan. Pantai selatan Pulau Jawa adalah pantai laut dalam dari Samodra Indonesia. Ombaknya cukup besar dan berbahaya. Usaha penangkapan ikan di perairan seperti ini memerlukan perahu yang cukup besar, terutama untuk penangkapan ikan lepas pantai. Tanpa perahu nelayan yang berukuran memadai, penangkapan 10
Andun adalah tradisi pindah tempat dari tempat asal ke tempat lain untuk melakukan penangkapan ikan. Apabila di daerah asalnya tidak memungkinkan melakukan penangkapan ikan akibat cuaca yang buruk, sejumlah nelayan pindah ke tempat yang memungkinkan mereka dapat melakukan penangkapan ikan. Mereka untuk sementara tinggal di tempat tersebut sebagai nelayan andun sampai saatnya kembali ke daerah asal.
153
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 153
6/22/2010 6:19:22 PM
Masyhuri
ikan di perairan seperti ini hanya mungkin dilakukan di perairanperairan dekat pantai. Penangkapan ikan lepas pantai di Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) sebagai perbandingan dilakukan dengan menggunakan kapal longeline, dan di Perigi (Jawa Timur), penangkapan ikan lepas pantai di lakukan dengan perahu slerek atau purse seine. Usaha penangkapan ikan di kabupaten Kulon Progo dan Bantul bahkan lebih tertinggal dibandingkan dengan usaha penangkapan ikan di kabupaten Sukabumi. Penangkapan ikan di ke dua kabupaten ini tidak saja penangkapan ikan dengan sistem one day fishing, dilakukan dengan perahu-perahu yang berukuran kecil, tetapi juga dilakukan oleh nelayan sampingan. Artinya, nelayan yang ada di ke dua daerah ini adalah nelayan yang mata pencaharian utamanya bukan penangkapan ikan. Umumnya mereka petani, dan usaha penangkapan ikan hanya dilakukan pada saat-saat senggang tidak melakukan kegiatan usaha pertanian. Karena itu, apa yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan biasanya cukup sekedar untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, baik dikonsumsi secara langsung ataupun dijual untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Tidak jauh berbeda dengan gambaran di atas adalah budidaya perikanan yang ada. Usaha perikanan jenis ini dilakukan di persawahan dalam skala kecil. Budidaya ikan dalam skala yang lebih besar, seperti misalnya usaha tambak bandeng yang ada di daerah-daerah pantai utara Jawa, tidak atau belum berkembang di daerah-daerah ini. Problem utamanya adalah ketersediaan
154
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 154
6/22/2010 6:19:23 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
lahan yang luas yang cukup memadai untuk budidaya ikan, dan ketiadaan air secara mencukupi untuk mengembangkan budidaya ikan. Daerah kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Bantul merupakan dua daerah yang terkenal sebagai daerah kurang air. Sebagian besar tanah pertanian adalah pertanian tadah hujan. Sementara irigasi yang tersedia terbatas untuk usaha pertanian. Daerah kabupaten Sukabumi relatif memiliki pengairan yang lebih baik dibandingkan dengan Kulon Progo dan Bantul. Namun karena pemilikan lahan di Sukabumi rata-rata berukuran kecil, yang menurut informasi dari dinas terkait setempat sekitar ¼ hektar, pengembangan budidaya ikan dalam skala besar sulit diwujudkan. Budidaya ikan di daerah ini umumnya dilakukan di persawahan atau di empang-empang yang berukuran kecil. Sebagaimana usaha perikanan tangkap yang ada, usaha budidaya ikan di daerahdaerah penelitian merupakan usaha budidaya ikan yang bersifat subsisten. Singkat kata, sub-sektor perikanan di daerah-daerah penelitian secara ekonomi kurang menjanjikan, dan karenanya bisa dipahami apabila lembaga-lembaga keuangan yang ada, juga bankbank konvensional dan syariah, kurang tertarik untuk mengucurkan kredit pada sub-sektor perikanan. Padahal, seperti yang telah kita ketahui, usaha penangkapan ikan merupakan usaha padat modal. Masalahnya, dari mana para nelayan mendapatkan modal? Melihat tingkat pekonomiannya, usaha perikanan di Yogyakarta dan di Sukabumi jelas bisa dikatakan sebagai sektor tradisional dari usaha perikanan. Sektor modern dari usaha tersebut sama sekali belum berkembang. Sementara
155
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 155
6/22/2010 6:19:23 PM
Masyhuri
perekonomian nelayan yang ada bisa jadi merupakan gambaran dari perekonomian nelayan Indonesia pada umumnya, sebagai kelompok masyarakat yang miskin, (Semedi, 2003; Butcher, 2004), atau bahkan dianggap sebagai yang identik dengan kemiskinan (Mubyarto, 1994: Sawit, 1988). Disamping kondisi lingkungan yang kurang mendukung, struktur sosial-ekonomi dan kultur masyarakat nelayan merupakan faktor-faktor penting pula dari keterbelakangan masyarakat nelayan tersebut (Soemardjan, 1980; Soedjadmoko, 1980; Masyhuri, 1999). Masalahnya, kalau mereka memang miskin adalah bagaimana mungkin mereka dapat mengembangkan usaha mereka disubsektor perikanan yang padat modal? Padahal telah jelas bahwa selain merupakan usaha padat modal, usaha perikanan juga memerlukan SDM dan teknologi yang maju. Bagaimana mereka mengatasi tantangan-tantangan seperti ini? Bagaimana nelayan dapat mengatasi masalah ini? Teknologi perikanan, sebagaimana teknologi pada umumnya mencakup empat komponen penting, yakni technoware, humanware, infoware, dan orgaware. Technoware merupakan bagian dari fasilitas fisik, sarana dan prasaranan penangkapan ikan, seperti mesin serta peralatan yang dapat mempermudah para nelayan dalam berproduksi. Humanware mencakup kemampuan manusia itu sendiri, misalnya keterampilan, keahlian, kearifan lokal, dan kreativitas yang memperlihatkan nilai dari sumberdaya manusia yang tersedia. Infoware merupakan fakta dan informasi yang tercatat, semacam cetak biru yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan informasi. Sedangkan orgaware merupakan metode, jaringan kerja sama (networking) 156
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 156
6/22/2010 6:19:23 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
serta berbagai praktek yang berfungsi untuk mengoordinasikan kegiatan untuk mencapai hal yang diinginkan (Gumbira-Said, 2004). Ini semua jelas merupakan masalah-masalah yang tidak dengan mudah dapat dipecahkan, dan juga memerlukan modal yang tidak sedikit. Tanpa mengatasi dan pemecahan yang baik terhadap masalah-masalah ini, keinginan untuk mengembangkan sub-sektor perikanan di Indonesia tampaknya akan berhenti pada keinginan dan angan-angan belaka. 5.3.2
Keterbatasan Modal Usaha
Sebagaimana diuraikan di atas, usaha perikanan merupakan sektor usaha padat modal. Artinya, tanpa modal yang memadai, usaha ini sulit untuk berkembang. Sebuah perahu gardan berukuran sekitar 15 GT untuk penangkapan ikan dasar (demersal) misalnya yang dioperasikan oleh 12 nelayan di pantai utara Jawa Tengan dan Jawa Timur mencapai sekitar 350 sampai 400 juta rupiah.11 Sebuah perahu cantrang di pantai utara Jawa Barat yang mempunyai ukuran kurang lebih sama untuk penangkapan ikan permukaan (palagis) berharga sekitar 400 juta rupiah pula. Kedua jenis perahu tersebut digunakan untuk penangkapan ikan lepas pantai. Perahu-perahu nelayan yang berukurang lebih kecil yang dioperasikan oleh 2 sampai 4 nelayan untuk penangkapan ikan dekat pantai berharga sekitar 50 juta rupiah (Thoha, 2005). Ini merupakan bebarapa contoh bahwa usaha penangkapan ikan merupakan usaha yang padat modal. Sehingga karena itu, aspek 11
Sebuah perahu baru (gardan) untuk penangkapan ikan demersal yang ukurannya sekitar 12 GT di daerah Brondong dan Paciran, pantai utara Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, saat ini berharga sekitar Rp 350 juta. Sementara harga perahu bekas dari jenis yang sama masih mencapai Rp 200 juta.
157
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 157
6/22/2010 6:19:23 PM
Masyhuri
permodalan merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam usaha mendorong perkembangan sub-sektor perikanan. Anehnya, sekali lagi, lembaga keuangan yang ada tidak tertarik atau tidak mau mengucurkan kredit, khususnya untuk sektor tradisional usaha perikanan. Tidak saja terjadi pada masa sekarang, tetapi hal tersebut sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda. Alasan utamanya adalah anggapan bahwa nelayan tidak akan dapat mengangsur hutangnya secara teratur, akibat pendapatan mereka yang memang tidak teratur. Penyaluran kredit untuk usaha perikanan juga beresiko tinggi. Selain pendapatannya tidak teratur, perahu nelayan setiap saat dapat tenggelam, hanyut dan hilang. Nelayan juga sulit dikontrol, yang nakal dapat mendaratkan dan menjual hasil tangkapannya di mana saja yang memungkinkan untuk itu, termasuk juga menjual perahunya. Pernah di awal tahun 1930-an, pemerintah Hindia Belanda meluncurkan program kridit untuk pengembangan usaha perikanan rakyat, tetapi hanya berlangsung dalam beberapa tahun. Sejak itu tidak pernah ada kridit yang disalurkan kepada nelayan hingga Bimas untuk nelayan dilaksanakan di tahun 1980. Pada waktu itu, Pemerintah Orde Baru meluncurkan program Bimas untuk sektor pertanian. Program Bimas ini mencakup skim pendanaan untuk nelayan, yang kemudian dikenal sebagai Bimas nelayan. Namun, seperti program perkreditan yang diluncurkan oleh pemerintah kolonial sebelumnya, program perkreditan untuk nelayan ini juga tidak dapat berlanjut, dianggap gagal total, dan tahun
158
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 158
6/22/2010 6:19:23 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
berikutnya dihentikan sama sekali. Sejak itu, dan berlangsung terus sampai saat ini, pemerintah dan bank masih belum tertarik untuk mengucurkan kredit kepada para nelayan.12 Bisa dimengerti apabila sebagian besar nelayan Indonesia berstatus sebagai buruh nelayan (ABK).13 Karena itu, sampai saat ini belum ada sebuah institusi permodalan yang menyalurkan kredit untuk usaha tradisional penangkapan ikan. Para nelayan dari kelompok ini belum terjangkau oleh sistem perbankan yang ada. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Pusat Penelitian EkonomiLIPI terhadap nelayan dipantai utara Jawa Barat membuktikan bahwa masyarakat nelayan memang sulit memperoleh kredit dari bank. Dari seluruh responden yang diteliti, 95,8 % mengembangkan usaha penangkapan ikan dengan modal sendiri. Sisanya, sebedar 4,2 % menerima kredit dari bank (Thoha, 2005: 56-58). Nelayan yang berhasil mendapatkan kredit dari bank adalah mereka yang berstatus pula sebagai petani, dan mendapatkan kredit dari bank dengan agunan lahan pertaniannya. Berbeda dengan ini adalah usaha perikanan tambak. Para nelayan budidaya ikan tambak dengan relatif lebih mudah memperoleh kredit dari bank. Bank-bank mau menyalurkan kredit 12
13
Ada beberapa faktor kegagalan program Bimas nelayan tahun 1980. Diantaranya yang menonjol adalah kesiapan organisasi pelaksana dari sistem perkreditan Bimas belum tertata secara rapi. Sosialisasi belum dilakukan dengan baik, sehingga sebagian besar nelayan penerima kridit beranggapan bahwa modal yang diterimanya merupakan bantuan dari pemerintah. Sementara sebagian kecil nelayan yang ingin mengembalikannya tidak tahu harus kemana angsuran tersebut dibayarkan. Menurut data yang dikemukakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dalam konsultasi di Bali baru-baru ini, kredit Bimas tahun 1980 yang berhasil dikembalikan oleh nelayan mencapai sekitar 20 % dari total. www.pikiran-rakyat.com dalam Mahmud Thoha, Nurlia Listiani, Yeni Septia, 2005: 55.
159
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 159
6/22/2010 6:19:23 PM
Masyhuri
usaha perikanan untuk nelayan tambak dengan agunan tanah tambak yang dimiliki mereka. Selain itu, pendapatan nelayan tambak relatif teratur. Kapan nelayan tambak akan panen ikan dengan mudah dapat dipantau, sehingga bila perlu petugas perbankan dapat mendatangi dan menarik kembali kredit yang dikucurkan pada saat-saat penen ikan. Lembaga-lembaga bank adalah perusahaan finansial yang bergerak dibidang permodalah, yang jelas provid oriented, demikian tegas direktur Bank Syariah Mandiri Yogyakarta. Sektorsektor usaha yang kurang menjanjikan sulit mendapat pembiayaan dari pihak bank, lebih-lebih bila tanpa adanya agunan. Perahu nelayan, meskipun mahal harganya, tidak bisa digunakan sebagai agunan. Faktor utama dari hal ini, menurut Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sukabumi dan Kulon Progo, adalah tidak adanya standarisasi harga dan ukuran dari perahu-perahu nelayan. Juga, yang lebih penting dari itu adalah kepemilikan perahu setiap saat dapat dialihkan kepada pihak lain dengan mudah. Surat BPKB atau STNK, sebagaimana dalam kepemilikan kendaraan bermotor, atau surat lain sejenis itu, belum ada untuk kepemilikan perahu. Sementara surat-surat kepemilikan perahu yang ada sangat terbatas waktu berlakunya, dan setiap saat dapat dialihkan atau diganti dengan surat kepemilikan yang lain. Pihak bank karenanya tidak mau menerima perahu sebagai agunan pinjaman. Sebenarnyalah terdapat beberapa faktor mendasar yang menyebabkan sulitnya bank-bank konvensional menyalurkan kredit untuk sub-sektor perikanan rakyat. Pertama, kredit selalu berbasis pada bungan tetap (fix interest). Apapun bentuknya skim kredit
160
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 160
6/22/2010 6:19:23 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
yang diluncurkan, sistem bunga merupakan sistem yang diterapkan untuk memperoleh keuntungan, tanpa memperhitungkan faktor kegagalan usaha yang terjadi. Kedua, sebagai akibat lagis dari penerapan sistem bunga tetap, terdapat kesenjangan dalam ”ruang usaha” antara peminjam dan pemberi pinjaman. Pihak peminjam murni bergerak di sektor riil, sementara kreditor hanya bergerak di sektor moneter. Konsekuensinya adalah resiko kegagalan usaha hanya akan dibebankan kepada peminjam, sementara pemberi pinjaman tetap mendapat keuntungan bunga yang telah ditetapkan sebelumnya, meskipun terjadi kegagalan usaha. Ketiga, pengembalian kredit dan bunga dilakukan secara berkala setiap bulan. Faktor-faktor seperti inilah, sekali lagi, merupakan sebab tidak atau kurang sesuainya pola kerja perkreditan konvensional dengan karakteristik usaha tradisional penangkapan ikan. Kredit perbankan memang disalurkan pula pada sektor tradisional penangkapan ikan, khususnya kredit atau pembiayaan syariah yang dananya bersumber dari dana program pembangunan pemerintah, namun masih dalam jumlah yang sangat terbatas. Sementara pembiayaan serupa dari dana non-program, yakni dana dari bank sendiri, hampir-hampir tidak ada. Bank Syariah Mandiri baik yang ada di Sukabumi maupun Yogyakarta misalnya mengaku hanya menyalurkan kreditnya kepada usaha-usaha non-sub-sektor perikanan, khususnya yang telah mapan, yakni mapan secara kelembagaan, produknya, dan pasar produk yang dihasilkannya. Seperti yang telah diuraikan di atas, program-program pendanaan untuk pengembangan sub-sektor perikanan modern berskala besar, baik dari pemerintah, dari bank, maupun modal
161
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 161
6/22/2010 6:19:23 PM
Masyhuri
kerja sama dengan pihak ketiga, meningkat dengan tajam. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat, perusahaan perikanan dan jumlah kapal penangkap ikan meningkat dalam jumlah yang signifikan. Sementara dipihak lain, UKM yang bergerak dibidang penangkapan ikan hampir-hampir tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan kredit dari lembaga perbankan. Ketiadaan institusai permodalah yang jelas untuk usaha padat modal sebagaimana usaha penangkapan ikan jelas merupakan faktor stagnan penting usaha perikanan skala kecil. Permodalan memang merupakan faktor penting dalam usaha mengembangakan sektor penangkapan ikan. Pejabatpejabat teras dari Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sukabumi, misalnya, menyadari sepenuhnya hal tersebut. Subsektor perikanan di daerah ini merupakan salah satu dari sektor unggulan penting. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Peraturan Daerah Jabupaten Sukabumi No 1 tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sukabumi tahun 2006 – 2010, bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki potensi sumber daya pesisir yang potensial dengan panjang pantai yang mencapai sekitar 117 km. Potensi perikanan di perairan daerah ini sebenarnya sangat menjanjikan, baik untuk perikanan dekat pantai maupun lepas pantai. Namun demikain, persoalan permodalan untuk pengembangannya bagi pemerintah daerah merupakan persoalan yang tidak mudah diatasi. Sehingga karenanya sektor yang memiliki prospek yang menjanjikan tersebut belum tergarap dengan optimal.
162
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 162
6/22/2010 6:19:23 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
5.4
Inti - Plasma: Prototype Pembiayaan Syariah Usaha Perikanan?
Apabila bank-bank konvensional kurang menaruh minat untuk menyalurkan kredit kepada sektor tradisional penangkapan ikan, apakah perbankan syariah dapat mengisi kekosongan tersebut? Apakah karakteristik dari usaha tradisional penangkapan ikan merupakan lahan yang cocok untuk perbankan syariah? Sebagai institusi keuangan yang lebih mengutamakan usahausaha di sektor riil, sistem perkreditan yang dikembangkan oleh perbankan syariah tentunya akan mampu mengembangkan sistem yang sesuai dengan usaha riil sektor penangkapan ikan. Fenomena menarik dari perbankan syariah adalah kenyataan bahwa perbankan syariah mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup mencolok, meskipun masih rendah bila dibandingkan dengan perbankan konvensional. Bank-bank syariah semakin banyak diminati, terlihat terutama sejak terjadinya krisis. Ketika bank-bank konvensional berjatuhan akibat krisis keuangan di tahun 1997 misalnya, perbankan syariah tetap tegar, dan tegak dengan kokohnya, hampir-hampir tidak terpengaruh oleh krisis yang terjadi. Selain itu, kecenderungan tesebut terlihat juga pada semakin banyaknya bank-bank dengan sistem syariah, juga semakin banyaknya bank-bank konvensional yang membuka devisi syariah. Sebagai contoh, tiga bank konvensional yang belakangan ini membuka devisi syariah adalah bank BCA, bank Panin, dan bank Victoria. (Republika, 22 Mei 2009: 20). Bahkan baru-baru ini BRI memisahkan unit syariaahnya menjadi bank syari’ah umum yang berdiri sendiri.
163
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 163
6/22/2010 6:19:23 PM
Masyhuri
Pada saat perekonomian melambat akibat imbas krisis finansial global sebagai contoh yang lain, aset penbankan syariah Indonesia justru mengalami pertumbuhan, meningkat dari Rp 49,5 triliun pada akhir Desember 2008, menjadi Rp 51,6 triliun pada triwulan pertama tahun 2009. Pertumbuhan ini cukup memberi harapan, meskipun sumbangan perbankan syariah pada total aset perbankan nasional baru mencapai sekitar 2,2 persen (Republika, 22 Mei 2009: 20). Dengan dua kasus tersebut, kekebalan perbankan syariah terhadap krisis ekonomi sudah cukup teruji. Faktor penting dari kekebalan tersebut barangkali adalah perbankan syariah lebih banyak bergerak disektor riil dibandingkan dengan sektor moneter, sehingga tidak atau kurang tersentuh oleh pengaruh buruk dari perilaku spekulasi yang terjadi disektor moneter. Total pembiayaan perbankan syariah hingga triwulan 1 tahun 2009, menurut data bank Indonesia, sebanyak 70,9 persen disalurkan pada usaha kecil dan menengah (Republika, 22 Mei 2009: 20). Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan bahwa sampai bulan Mei yang lalu terdapat 5 bank umum syariah, 27 unit usaha syariah, dan 131 unit pembiayaan rakyat syariah. Sementara jaringan kontor bank syariah mencapai 953 kantor dan 1.470 layanan syariah (Republika, 22 Mei 2009: 20). Bila demikian halnya, apakah perbankan syariah dapat memperluas usahanya dengan melakukan ekspansi pembiayaan syariah yang mereka kelola ke sub-sektor perikanan tradisional yang selama ini hampir-hampir tidak terjangkau oleh sistem perbankan konvensional? Dalam sejarah pembangunan di
164
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 164
6/22/2010 6:19:23 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
Indonesia, kredit perbangkan merupakan sumber pembiayaan utama untuk usaha-usaha skala kecil, baik kredit non-program atau dari bank sendiri ataupun kredit yang dananya bersumber dari program pembangunan pemerintah. Kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah memberikan manfaat kepada pelaku berskala kecil sebagai modal kerja bagi pelaku usaha. Disamping itu, kredit dapat menjadi pendorong bagi pelaku usaha dan dapat melepaskan mereka dari belenggu para tengkulak dengan praktek-praktek yang merugikan. Dari hasil observasi lapangan di daerah Yogyakarta dan Jawa Barat, kredit atau pembiayaan syariah untuk sektor tradisional dari usaha perikanan ternyata belum banyak dilakukan, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk usaha budidaya rumput di salah satu pantai di daerah Sukabumi. Pihak perbankan syariah sendiri mengakui adanya kendala teknis dalam menyalurkan kredit untuk usaha perikanan. Sebagaimana pengakuan direktur BPD Syariah Yogyakarta dan direktur Bank Syariah Mandiri Sukabumi, pelayanan perbankan terhadap sektor riil skala kecil khususnya usaha perikanan rakyat memerlukan pengawasan yang lebih ketat, dan tenaga kerja yang tidak sedikit. Selain memerlukan dana yang cukup besar, hambatan seperti ini sampai saat ini masih susah diatasi oleh bank-bank syariah, dan ini merupakan faktor utama mengapa bank-bank syariah kurang menyalurkan kreditnya kepada usaha-usaha sebagaimana tersebut. Pembiayaan syariah yang ada, menurut mereka, disalurkan kepada pelaku usaha melalui perantara lembaga atau institusi tertentu. Selain mudah penanganan dan kontrolnya, pihak bank dapat menghemat biaya operasionalnya.
165
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 165
6/22/2010 6:19:23 PM
Masyhuri
Maka yang diperlukan adalah sistem perkreditan yang mampu memunculkan institusi-instusi penjamin. Bila demikian, pembiayaan syariah dapat dujadikan pilihan pertama. Mengapa? Secara teoretis, ada tiga hal yang menjadi ciri pembiayaan syariah, yang memungkinkannya sebagai pilihan, yakni 1) bebas bunga 2) berprinsip bagi hasil dan bagi resiko, 3) perhitungan bagi hasil dilakukan pada saat transaksi berakhir. Hal ini berarti pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan atau kerugian riil, bukan berdasar patokan yang pasti bahwa keuntungan usaha yang akan diperoleh akan lebih besar dari bunga kredit yang ditetapkan. Sistem bagi hasil sebagai institusi pemerataan resiko telah mentradisi dalam kehidupan masyarakat nelayan. Selain itu, ada beberapa hal yang memungkin pembiayaan syariah lebih cocok untuk sub-sektor perikanan. Pertama adalah kararkeristik pembiayaan syariah sesuai dengan tradisi bagi hasil pada usaha perikanan. Prinsip pembiayaan syariah antara lain didasarkan atas prinsip syirkah (kemitraan usaha) atas dasar profit and lost sharing. Sistem bagi hasil yang melembaga dalam kehidupan masyarakat nelayan mirip denga prinsip syirkah (kemitraan usaha) berdasarkan sistem profit and lost sharing ini. Pada dasarnya, dalam sistem syirkah atau profit and lost sharing, peminjam dan pemilik modal akan bersama-sama bertanggung jawab atas jalannya usaha. Faktor pembinaan atau pendampingan tercakup didalamnya, sehingga minimalisasi resiko dapat dilakukan. Dengan praktek-praktek seperti ini, kemungkian makin berkembangnya sektor riil menjadi semakin besar. Singkatnya, skim pembiayaan syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh
166
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 166
6/22/2010 6:19:23 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
nelayan Indonesia. Sistem upah hampir-hampir tidak dikenal dalam praktek usaha perikanan rakyat. Seperti yang telah dikatakan di depan, sistem bagi hasil telah mentradisi dalam kehidupan masyarakat nelayan. Sistem ini terbentuk sebagai hasil dari proses adaptasi nelayan terhadap usaha penangkapan ikan yang memberikan hasil yang tidak tetap. Sub-sektor perikanan, khususnya penangkapan ikan laut, kadangkadang memberikan hasil melimpah, tetapi kadang-kadang dalam waktu yang cukup lama tidak memberikan hasil apa-apa. Dengan pola pendapatan seperti ini, sistem bagi hasil dianggap sebagai sistem yang paling cocok. Selain dapat memeratakan resiko, para pelaku usaha, apakah mereka pemilik perahu ataupun anak buah perahu, merasa dipenuhi haknya secara adil. Bila hasil tangkapan sedang baik (along), mereka akan mendapat bagian banyak, dan demikian sebaliknya, mereka akan mendapat bagian sedikit atau tidak sama sekali apabila gagal dalam penangkapan ikan. Proporsi bagi hasil di kalangan nelayan cukup bervariasi, tidak saja bervariasi karena perbedaan tradisi karena perbedaan daerah, tetapi juga bervariasi karena perbedaan sarana penangkapan ikan yang digunakan. Tampaknya, selama pola pendapatan usaha perikanan tidak menentu, selama itu pula sistem bagi hasil akan bertahan dan hidup terus secara berkelanjutan. Dalam tataran praktis, pembiayaan syariah yang dilakukan melalui chanelling, seperti dengan Baitul Mal Wat Tanwil (BMT), dengan pengusaha eksportir-importir, atau dengan institusi lainnya, cukup menonjol di daerah Yogyakarta dan daerah Sukabumi.
167
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 167
6/22/2010 6:19:23 PM
Masyhuri
Institusi-institusi seperti ini berperan sebagai institusi inti. BMT memang merupakan institusi perkreditan mikro yang menerapkan sistem keuangan syariah. Keterlibatan BMT sebagai chanelling penyaluran pembiayaan syariah dengan Bank Syariah Mandiri dan dengan BPD Syariah yang ada di kedua daerah tersebut terutama dalam penyaluran dana dari program-program pembangunan pemerintah. Selain sebagai lembaga chanelling pembiayaan syariah, lembaga-lembaga ini juga berperan sebagai pendamping dan pembinaan institusi penerima dana. Dengan pembinaan dan pendampingan tersebut, perusahaan-perusahaan yang didanai diharapkan akan dapat semakin berkembang. Kasus sebuah perusahaan eksportir di Sukabumi yang bergerak dibidang usaha tanaman hias dan BMT Amratani di Yogyakarta merupakan kasus-kasus menarik dari lembaga chanelling yang dimaksud. Perusahaan yang bergerak dibidang ekspor tanaman hias yang dimaksud merupakan salah satu dari 4 perusahaan ekspor tanaman hias yang ada di Sukabumi. Dipimpin oleh seorang bekas TKI yang pernah bekerja di Korea, perusahaan ini mengekspor beberapa jenis tanaman hias tertentu produksi dari para petani ke negara tersebut. Perusahaan dalam hal ini berperan sebagai institusi inti, semementara para petani berperan sebagai institusi plasma. Sebagai institusi inti perusahaan menangani aspek penjualannya, sementara institusi plasma berperan sebagai produser tanaman hias. Kredit untuk para petani tanaman hias disalurkan melalui institusi inti, dan institusi ini kepada petani plasma, dan sekaligus sebagai lembaga penjamin, yang bertanggung jawab pengembalian kredit yang diterimanya. 168
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 168
6/22/2010 6:19:24 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
BMT Amratani juga demikian. BMT ini merupakan koperasi primer yang beranggotakan sebanyak 19 buah BMT sebagai koperasi sekunder. Kredit untuk usaha mikro dan kecil disalurkan melalui BMT Amratani sebagai institusi inti, yang kemudian dinyalurkannya ke BMT anggota sebagai institusi plasmanya. Melalui BMT Amratani inilah kredit sampai pada pengusaha mikro dan kecil anggota salah satu dari BMT sekunder anggota BMT Amratani. Sebagaimana perusahaan eksportir tanaman hias, BMT Amratani berperan sebagai institusi penjamin dan bertanggung jawab atas kelancaran pengembalian kredit yang dikucurkan oleh pihak bank. Berdasarkan hasil observasi lapangan, kredit yang disalurkan dengan sistem syariah melalui perusahaan eksportir bunga hias dan BMT Amratani berjalan dengan lancar. Tidak saja atas pengakuan pihak-pihak pemilik atau pengurus institusi inti yang bersangkutan, hal tersebut diakui pula oleh direktur Bank Syari’ah Mandiri yang menyalurkan kredit, dan juga ditegaskan oleh pelaku usaha mikro dan kecil penerima kredit. Masalahnya adalah apakah pola inti-plasma ini merupakan prototype yang bisa diadopsi untuk pembiayaan syariah sub-sektor perikanan? Medel kerjasa inti – plasma yang ternyata dapat berperan baik dalam penyaluran kredit mikro untuk sektor-sektor yang beresiko tinggi baik yang ada di Sukabumi maupu Yogyakarta mungkin merupakan prototype yang bisa diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut untuk sektor tradisional penangkapan ikan. Wallahu a’lam.
169
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 169
6/22/2010 6:19:24 PM
Masyhuri
5.5
Kesimpulan
Sebuah kenyataan empiris yang menonjol adalah bahwa kredit atau pembiayaan untuk sektor usaha tradisional penangkapan ikan di Sukabumi dan di Yogyakarta belum banyak dilakukan, baik oleh perbankan syariah perbankan konvensional. Banyak faktor tentunya yang berperan sebagai sebabnya. Tetapi yang jelas, usaha perikanan di kedua daerah tersebut kurang berkembang. Hal ini sedikit banyak ikut menentukan prospektif atau tidaknya sektor usaha tersebut bagi usaha perbankan. Namun demikian, ada hal-hal yang lebih mendasar. Sistem perbankan konvensional tampaknya kurang sesuai dengan karakteristik usaha tradisional dari penangkapan ikan. Ketidaksesuaian sistem tersebut antara lain adalah pertama kredit perbenkan konvensional selalu berbasis pada bunga tetap (fix interest). Apapun bentuknya skim kredit yang diluncurkan, sistem bunga merupakan sistem yang diterapkan untuk memperoleh keuntungan, tanpa memperhitungkan faktor kegagalan usaha yang terjadi. Kedua, konsekuensi resiko kegagalan usaha, sebagai akibat lagis dari penerapan sistem bunga tetap, hanya dibebankan kepada peminjam, sementara pemberi pinjaman tetap mendapat keuntungan bunga yang telah ditetapkan sebelumnya, meskipun terjadi kegagalan usaha. Ketiga, pengembalian kredit dan bunga dilakukan secara berkala setiap bulan. Sistem ini tampaknya kurang sesuai dengan karakteristik usaha tradisional sektor penangkapan ikan yang pola pendapatannya tidak teratur, serta
170
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 170
6/22/2010 6:19:24 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
tradisi pemerataan resiko yang telah mentradisi dengan kuatnya dalam kehidupan nelayan. Sistem perbankan syariah secara konseptual lebih dekat dengan karekter yang dimaksud, sehingga sistem pembiayaan syariah menjadi sangat mungkin sebagai altrnatif pilihan. Ada tiga hal yang menjadi ciri penting dari pembiayaan atau perbankan syariah, yakni 1) bebas bunga 2) berprinsip bagi hasil dan bagi resiko, 3) perhitungan bagi hasil dilakukan pada saat transaksi berakhir. Atas dasar prinsip-prinsip ini, dikembankanlah antara lain sistem syirkah (kemitraan usaha) sebagai produk jasa yang dikembangkan oleh perbankan syariah. Sistem syirkah ini dilaksanakan berdasarkan perhitungan profit and lost sharing. Sistem bagi hasil yang melembaga dalam kehidupan masyarakat nelayan jelas selaras dengan prinsip syirkah dengan profit and lost sharing nya. Pada dasarnya, dalam sistem syirkah atau profit and lost sharing, peminjam dan pemilik modal akan bersama-sama bertanggung jawab atas jalannya usaha. Faktor pembinaan atau pendampingan tercakup didalamnya, sehingga minimalisasi resiko dapat dilakukan. Dengan praktekpraktek seperti ini, kemungkian makin berkembangnya sektor riil yang dibiayai menjadi semakin besar. Singkatnya, semangat dari pembiayaan syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh nelayan Indonesia. Beberapa pembiayaan syariah yang diluncurkan di Sukabumi dan Yogyakarta dilaksanakan melalui lembaga penjamin. Salah
171
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 171
6/22/2010 6:19:24 PM
Masyhuri
satu bentuk kerja yang diketemukan di kedua daerah tersebut, kredit disalurkan masing-masing melalui perusahaan eksportir bunga hias dan BMT Amratani. Perusahaan eksportir dan BMT tersebut dalam hal in berperan sebagai institusi inti. Lembaga ini bertanggung jawab atas penyaluran kredit kepada institusi plasma, sekaligus pertangung jawab terhadap kelancaran angsuran dari lembaga plasma anggotanya kepada pihak bank. Sistem pemberian kredit seperti ini, sebagaimana pengakuan dari berbagai pihak, dapat berjalan dengan baik, dan telah teruji efektivitasnya. Sejauh realitas yang ada di daerah Sukabumi dan Yogyakarta, model pembiayaan syariah inti – plasma mungkin merupakan prototype yang bisa diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut untuk sektor tradisional penangkapan ikan. Wallaahu a’lam.
172
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 172
6/22/2010 6:19:24 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
DAFTAR PUSTAKA
Boomgaard, P, 1989, Children of the Colonial State; Population Growth and Economic Development in Java, Amsterdam, Free University Press. Butcher, J. G, 2004, The Closing of the Frontier; A History of the Marine Fisheries of Southeast Asia c. 1850 – 2000, Singapore, Institute of Southesat Asia Studies. Furnivall, J. S, 1933-1936, Studies in the Economic and Social Development of the Netherlands Eest Indies; IVd: Fisheries in Netherlands Indies, Rangoon, Burma Book Club. Gumbira-Said, E. 2004, “Paradikma Peningkatan Pemanfaatan Teknologi Menuju Pembangunan Pertanian Indonesia yang Berkelanjutan”, dalam Siswono Yudo Husodo, et.al, Pertanian Madiri; Pandangan Strategis Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia, Jakarta, Penebar. Hannig, W, 1988, Towards a Blue Revolution: Socio-Economic Aspect of Brackish Water Pond Cultivation in Java, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Masyhuri, 1999, “Ekonomi Nelayan dan Kemiskinan Struktural”, dalam Masyhuri (ed), Pemberdayaan Nelayan Tertinggal Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi; Telaahan Terhadap Sebuah Pendekatan, Jakarta, PEP-LIPI. -----------, 2008, “Kemiskinan dan Pemiskinan Global: Tinjauan Teoretis”, dalam Sukarna Wiranta (ed), Kemiskinan dan Pemiskinan global, Jakarta, Pusat Penelitian Ekonomi (P2E)-LIPI.
173
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 173
6/22/2010 6:19:24 PM
Masyhuri
Ma’turidi, Didin Hafidhuddin dan Mat Syukur, 2008, Pembiayaan Syariah Dalam Pembangunan Pertanian, Jakarta, Pusat Pembiayaan Pertanian, Sekretariat Jendral Departemen Pertanian. Nadjib, Mochammad, 2007, Pengembangan Potensi Ekonomi Perikanan Tangkap, Jakarta, Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI. “Pengaplingan Laut Perlukan?”, Kompas 1 September 2009. Sawit, Husain, M. 1988, “Nelayan Tradisional Pantai Utara Jawa : Dilema Milik Bersama”, Masyarakat Indonesia, 15. Semedi, Pujo, 2003, Close to the Stone, Far from the Throne; The Story of a Javanese Fishing Community, 1820s – 1990s, Yogyakarta, Benang Merah. Soedjatmoko, 1980, “Dimensi-Dimensi Struktural Kemiskinan”, dalam Alfian (ed), Kemiskinan Struktural; Suatu Bunga Rampai, Jakarta, YIIS. Soemardjan, S, 1980, Kemiskinan Struktural dan Pembangunan”, dalam Alfian(ed), Kemiskinan Struktural: Suatu Bungan Rampai, Jakarta, YIIS. Thoha, Mahmud; Nurlia Listiani; Yeni Saptia, 2005, ”Aktivitgas Ekonomi Berbasis Bagi-Hasil Dalam Sub Setor Perikanan”, dalam Mahmud Thoha (penyunting), Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil: Dalam Sektor Primer (Buku 2), Jakarta, Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI.
174
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 174
6/22/2010 6:19:24 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
BAB 6 EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR PETERNAKAN Mochammad Nadjib 6.1
Pendahuluan
Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan nasional, karena sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja paling banyak. Data Biro Pusat Statistik (2006) menunjukkan bahwa kurang lebih 41,8 juta dari total penduduk bekerja di sektor pertanian dan 71,33% dari seluruh lahan yang ada di Indonesia digunakan untuk usaha pertanian. Namun demikian, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tidak sebesar kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan penggunaan lahan. Hal ini disebabkan sektor pertanian masih dihadapkan pada berbagai masalah dan kendala, salah satunya adalah minimnya akses permodalan. Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat dipecahkan, maka diperlukan adanya alternatif kebijakan pembiayaan. Pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah kemungkinan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembiayaan sektor pertanian. Hal ini dikarenakan tradisi sektor pertanian umumnya pada masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa telah mengenal model pembiayaan yang berdasarkan sistem bagi 175
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 175
6/22/2010 6:19:24 PM
Masyhuri
hasil antara pemilik modal dengan pekerja. Sebagaimana diketahui bahwa pola pembiayaan syariah menetapkan skim bagi hasil antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pekerja (mudharib). Hal yang sama terjadi pula pada sub sektor peternakan, utamanya untuk ternak ruminansia (seperti domba, kambing, sapi, dan kerbau), telah dikenal model pembiayaan yang berdasarkan sistem bagi hasil atau umum menyebutnya dengan sistem gaduhan. Secara tradisional sistem gaduhan menerapkan pola bagi hasil antara pemilik modal dengan pekerja dimana dalam jangka waktu tertentu penerima gaduhan ternak diwajibkan untuk membagi ternak keturunannya sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Adapun indukannya tetap menjadi pemilik modal (pemilik ternak) yang menggaduhkan ternaknya kepada peternak. Pola gaduhan ini telah biasa dilakukan dan menjadi tradisi bagi peternakpeternak di perdesaan seluruh pulau Jawa. Tradisi pembiayaan sub sektor peternakan yang telah mengenal pola bagi hasil tersebut, apakah dapat diimplementasikan di sektor formal dengan mengacu pada skim-skim yang telah dikenal secara tradisional? Tulisan ini berupaya mengungkap realita lapangan terhadap pola-pola pembiayaan pada sub sektor peternakan, baik yang secara tradisi telah dilakukan oleh masyarakat maupun secara program dijalankan oleh pemerintah melalui Dinas Peternakan setempat atau non program yang dilakukan oleh lembaga perbankan, baik perbankan konvensional maupun syariah. Adapun daerah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah kabupaten Sukabumi (Jawa Barat) dan Kabupaten Kulon Progo (Daerah
176
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 176
6/22/2010 6:19:24 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
Istimewa Yogyakarta). Selain daripada itu untuk memperluas dan mendalami kajian, tidak hanya kedua daerah tersebut yang dikunjungi tetapi tim juga melakukan kunjungan lapangan ke Kabupaten Bandung dan Kota Sukabumi (Jawa Barat) serta Kabupaten Bantul dan Sleman (Daerah IstimewaYogyakarta). 6.2
Gambaran Sub-sektor Peternakan di Daerah Penelitian
Perkembangan sub sektor peternakan di suatu daerah sangat ditentukan oleh potensinya atas keberadaan sumber pakan, agroklimat yang mempengaruhi tumbuh kembangnya ternak dan jarak wilayah tersebut dengan pasar. Perbedaan potensi ini nampak sekali terlihat di daerah penelitian Sukabumi (Jawa Barat) dan Kulon Progo (DIY). Sukabumi yang secara keseluruhan memiliki iklim sejuk dan intensitas curah hujan cukup tinggi disamping lokasinya yang dekat dengan pasar, memungkinkan sub sektor peternakan lebih berkembang dibandingkan dengan Kulon Progo. Curah hujan yang cukup memungkinkan hijauan sebagai sumber utama pakan ternak jenis ruminansia dapat tumbuh secara subur. Selain daripada itu dekatnya jarak dengan pasar potensial utama yaitu Jakarta yang mempunyai kemampuan menyerap banyak suplai daging dan telur, memungkinkan jenis unggas banyak diternakkan di Sukabumi. Membandingkan data perkembangan ternak di dua daerah penelitian tersebut (Tabel 1), menunjukkan perkembangan jumlah ternak yang ada di Sukabumi memiliki potensi yang lebih baik dibandingkan Kulon Progo.
177
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 177
6/22/2010 6:19:24 PM
Masyhuri
Tabel 6.1. No
Perkembangan Ternak di Sukabumi dan Kulon Progo Tahun 20052007 Jenis Ternak
Ternak Ruminansia 1 Domba
2
Kambing
3
Sapi Potong
4.
Sapi Perah
5.
Kerbau
Ternak Unggas 6. Ayam Kampung (Buras)
7.
Ayam Ras Petelur
8.
Ayam Ras Pedaging
9.
Itik
Tahun
Daerah Penelitian Sukabumi Kulon Progo
2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007
354.119 391.561 450.297 56.364 55.045 63.299 13.444 14.001 14.900 3.796 4.198 4.547 12.443 11.829 12.099
23.389 23.698 23.619 73.580 74.612 74.954 44.478 45.318 46.544 27 24 16 437 408 244
2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007
1.659.843 1.599.241 1.631.222 1.872.946 1.706.864 1.741.000 5.875.644 5.572.466 5.683.849 98.842 97.386 99.336
931.270 813.765 670.788 344.150 405.825 441.760 786.300 961.600 1.229.037 87.550 98.445 98.916
Sumber: 1).Sukabumi dalam Angka 2008, BPS 2). Bidang Peternakan, Dinas Pertanian Prov. DIY, 2008.
178
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 178
6/22/2010 6:19:24 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
Secara khusus, jenis unggas nampak lebih berkembang di Sukabumi dibandingkan dengan Kulon Progo. Hanya itik yang menunjukkan perkembangan relatif sama di kedua daerah tersebut. Agroklimat Sukabumi yang relatif sejuk memungkinkan ayam dapat diternakkan secara lebih baik dan relatif sehat, disamping kedekatannya dengan Jakarta sebagai pasar potensial utama. Faktor jarak yang dekat dengan pasar potensial, disamping agroklimat yang cocok menjadikan pemodal banyak yang tertarik untuk menanamkan modalnya di sub sektor peternakan ayam. Untuk ternak jenis ruminansia, nampaknya potensi kedua daerah ini saling melengkapi. Sebagaimana diketahui jenis ternak ruminansia ini mempunyai beberapa keunggulan diantaranya mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim seperti suhu udara dan ketersediaan pakan. Kulon Progo lebih unggul dengan sapi potong, sedangkan Sukabumi lebih potensial dengan sapi perah. Hal ini dikarenakan agroklimat ternak sapi perah, sangat membutuhkan suhu udara yang sejuk sampai dingin untuk mendapatkan kuantitas susu perah yang banyak. Di daerah dingin seekor sapi perah jenis frisian holstein (FH) mampu menghasilkan susu antara 25-30 liter/ hari, tetapi di Cibinong Bogor untuk sapi dengan jenis dan kualitas yang sama hanya mampu menghasilkan maksimal 15 liter/hari14. Dengan demikian sangat logis bilamana jumlah sapi perah lebih banyak diternakkan di Sukabumi yang memiliki udara lebih sejuk daripada Kulon Progo. Untuk jenis ruminansia kecil, Sukabumi 14
Wawancara dengan pengelola sapi perah Program Iptekda-LIPI di Cibinong.
179
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 179
6/22/2010 6:19:24 PM
Masyhuri
lebih potensial terhadap ternak domba, akan tetapi kambing lebih banyak dipelihara di Kulon Progo. Kebiasaan masyarakat akan pola makan (food habits) nampaknya sangat mempengaruhi adanya perbedaan terhadap jenis hewan yang diternakkan. Masyarakat etnis Jawa menganggap daging kambing lebih enak dan tidak berbau dibandingkan daging domba. Sebaliknya etnis Sunda menganggap bahwa daging domba itu lebih enak dan tidak berbau dibandingkan daging kambing. Perbedaan pola makan daging ini sangat mempengaruhi jenis ternak yang dipelihara masyarakat. 6.3
Tradisi Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan
Secara tradisi, kerjasama dalam pemeliharaan ternak sudah sangat dikenal oleh masyarakat, baik di Jawa Barat maupun Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang paling umum dilakukan kerjasama pemeliharaan adalah ternak jenis ruminansia, utamanya adalah domba-kambing, sapi dan kerbau. Adapun untuk jenis ternak unggas (seperti ayam dan itik), jarang yang melakukan kerjasama dalam pemeliharaan. Ada kemungkinan jenis unggas yang dipelihara oleh masyarakat masih dalam skala rumah tangga, utamanya adalah jenis ayam buras dan itik yang tidak membutuhkan biaya besar, selain jenis ini tidak memerlukan perlakuan khusus yang rumit. Berbeda dengan jenis ayam ras petelur dan pedaging yang lebih menguntungkan jikalau dipelihara dalam skala komersial, karena jenis ini memerlukan perlakuan khusus dan lebih padat modal. Pada jenis ternak ruminansia, di perdesaan sudah umum dilakukan pola pemeliharaan dengan sistem bagi hasil. Pemilik modal
180
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 180
6/22/2010 6:19:24 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
biasanya menitipkan beberapa ekor domba/kambing baik betina maupun jantan untuk dipelihara oleh petani peternak. Sebagian peternak mengkandangkan domba-kambingnya, untuk itu pakan disediakan oleh petani-peternak dengan mencarikan hijauan di sekitar lahan-lahan pertanian dan tempat-tempat umum yang ditumbuhi oleh rumput alam atau dedaunan yang menjadi pakan ternak. Akan tetapi sebagian lainnya menggembalakan dombakambingnya pada tanah lapang yang ditumbuhi rumput, dan menjaganya agar tidak masuk ke lahan pertanian karena dapat merusak tanaman. Ternak hanya dikandangkan pada malam hari. Hijauan sebagai pakan ternak relatif cukup tersedia di daerah penelitian untuk memenuhi kebutuhan domba-kambing. Mudahnya diperoleh hijauan sebagai pakan ternak, karena kemampuan ternak kambing untuk memakan berbagai jenis hijauan termasuk rumput kering, semak-semak atau tanaman perdu, dan daun-daun yang berasal dari tanaman tahunan seperti daun nangka, lamtoro, turi dan sebagainya. Anakan yang dihasilkan dari hubungan kerjasama pemeliharaan, akan dibagi dua antara pemodal yang menyediakan ternak dengan petani peternak yang memelihara. Pembagian biasanya dilakukan setelah 3 bulan sejak masa kelahiran, yaitu saat anakan tersebut sudah lepas sapih. Karena sebelum lepas sapih anakan masih tergantung pada susu indukannya, dan belum mampu makan dari jenis pakan hijauan. Pembagian dilakukan dengan membagi dua anakan (bila lahir kembar) atau dinilai dengan harga jualnya (bila lahir tunggal). Apabila selama masa belum lepas sapih (tiga bulan pertama) tersebut terjadi kematian pada anakan, maka
181
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 181
6/22/2010 6:19:25 PM
Masyhuri
tanggungjawab dipikul berdua antara pemilik dengan pekerja. Pola semacam ini umum dan sudah memasyarakat baik di pedesaan Sukabumi mapun pedesaan Kulon Progo, dengan sistem ini dapat dilakukan kerjasama untuk mendapatkan tambahan populasi domba-kambing yang dimiliki peternak. Dalam perkembangannya, pemerintah Belanda menerapkan sistem bagi hasil (gaduhan) dengan pola sumba kontrak. Sumba kontrak awalnya adalah penempatan dan penyebaran sapi bibit ongole di pulau Sumba yang dilaksanakan dalam bentuk meminjamkan 12 induk dan satu pejantan ongole kepada seorang peternak. Pengembalian pinjaman dilakukan dengan menyerahkan ternak keturunan dalam jumlah, umur dan komposisi kelamin yang sama dengan jumlah ternak yang dipinjam, ditambah dengan satu ekor keturunan (jantan atau betina) untuk setiap tahun selama peternak belum melunasi pinjamannya. Untuk akad pinjaman ini, peternak menandatangani suatu kontrak dengan pemerintah, yang kemudian dikenal dengan istilah sumba kontrak. Jumlah ternak awal disebut koppel, sehingga kemudian hari muncul juga istilah sapi koppel. Sistem sumba kontrak ini dikembangkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1912 (Ditjen Peternakan, 2009). Pola ini menuntut kewajiban bagi peternak dan pemilik modal untuk membuat perjanjian (kontrak) di awal, mengenai jangka waktu lamanya pemeliharaan dan jumlah pengembaliannya yang sudah ditentukan. Dengan demikian setelah kewajiban penggaduh dilunasi, maka seluruh ternak yang ada menjadi milik peternak (Paturachman, 2001). Upaya penyebaran sapi ongole tersebut
182
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 182
6/22/2010 6:19:25 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
dapat berhasil dengan baik dan pada akhirnya sistem sumba kotrak lebih diminati oleh peternak daripada sistem bagi hasil. Demikian pula sistem ini kemudian ditiru dan dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengembangkan berbagai jenis ternak ruminansia lainnya seperti kerbau, domba-kambing dan juga babi dengan jumlah ternak yang tidak sama untuk satu koppel. Pola gaduhan yang mengadopsi sistem sumba kontrak ini selanjutnya mengurangi minat pemilik modal dalam menginvestasikan dana atau ternaknya untuk digaduhkan kepada orang lain. Karena keuntungan yang didapat pemilik modal menjadi tidak menarik lagi. Meskipun demikian di daerah penelitian, pola bagi hasil dengan sistem tradisional masih banyak ditemukan utamanya untuk bagi hasil jenis ternak ruminansia kecil, yaitu dombakambing. Untuk pemeliharaan dengan sistem gaduhan pada ternak ruminansia besar seperti sapi atau kerbau jarang masyarakat umum yang melakukannya. Hal ini dikarenakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan model gaduhan (bagi hasil) pada ternak ruminansia besar dibutuhkan biaya yang relatif banyak. Masyarakat umumnya lebih menyukai memelihara sendiri ternak sapi atau kerbau dengan mengupah tenaga kerja untuk perawatan ternaknya. Meskipun demikian pola gaduhan pada ternak sapi biasanya terjadi dalam jangka pendek yaitu menjelang Idul Adha. Hal ini dikarenakan adanya banyak kebutuhan masyarakat yang beragama Islam untuk melaksanakan ibadah menyembelih hewan kurban (seperti sapi, kerbau atau domba-kambing) yang menyebabkan harga jual ternak pada saat itu sangat tinggi dan relatif menguntungkan. Seorang informan di Yogyakarta menjelaskan,
183
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 183
6/22/2010 6:19:25 PM
Masyhuri
bahwa untuk menarik pemodal guna menginvestasikan dananya menjelang Idul Adha, dia sampai mengiklankan ke situs internet. Salah satu situs internet yang berasal dari Yogyakarta telah menawarkan kerjasama penggemukan sapi sebagai hewan kurban yang akan dijual pada hari raya Idul Adha dengan sistem bagi hasil dalam jangka pendek yaitu kisaran waktu kerjasama adalah 4 bulan. Dijelaskan dalam situs tersebut adanya kesepakatan kerjasama yang relatif fleksibel antara peternak dengan pemodal. Kesepakatan kerjasama yang dilakukan adalah : 1.
Pemodal memberikan uang seharga sapi yang akan dipelihara.
2.
Peternak akan memelihara sapi tersebut untuk jangka waktu sekitar 4 bulan.
3.
Semua biaya pemeliharaan ditanggung oleh peternak.
4.
Pembagian keuntungan dapat dinegosiasi, tetapi umumnya ditawarkan sebagai bagian pemodal adalah sebesar 33% dan peternak mendapatkan 67% dari keuntungan. Peternak mendapat bagian lebih besar, karena harus menanggung biaya pemeliharaan yang rata-rata besarnya adalah 34% dari keuntungan.
6.4
Model Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan yang Diterapkan Pemerintah
Salah satu upaya untuk mempercepat proses pembangunan pada sub sektor peternakan adalah melalui program penyebaran dan pengembangan ternak kepada para peternak, dengan sistem yang dianut masyarakat secara tradisi yaitu melalui pola gaduhan
184
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 184
6/22/2010 6:19:25 PM
Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan
yang diarahkan kepada pemilikan ternak. Melalui kebijakan ini, populasi dan produksi hasil ternak diharapkan dapat bertambah dan akhirnya mampu meningkatkan pendapatan peternak dan masyarakat perdesaan umumnya. Sistem gaduhan yang dikembangkan pemerintah tidak mengadopsi sistem gaduhan tradisional yang dianut kebanyakan peternak, akan tetapi lebih memilih mengadopsi sistem sumba kontrak. Hal ini dituangkan melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan No.50/HK.050/KPST/2/93 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Pemerintah. Pola ini menuntut kewajiban bagi peternak dan pemilik modal untuk membuat perjanjian (kontrak) di awal, mengenai jangka waktu lamanya pemeliharaan dan jumlah pengembaliannya yang sudah ditentukan. Dengan demikian setelah kewajiban penggaduh dilunasi, maka seluruh ternak yang ada menjadi milik peternak (Paturachman, 2001). Beberapa pengertian di dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Pemerintah (SK Direktorat Jenderal Peternakan No.50/HK.050/KPST/2/93 Tahun 1993), yang dimaksud dengan sistem gaduhan adalah sistem penyebaran ternak dari pemerintah kepada peternak, dalam kurun waktu tertentu peternak harus mengembalikan ternak pengganti hasil keturunan dari ternak yang pernah diberikan kepadanya dan tidak dinilai dengan uang. Semi gaduhan adalah sistem penyebaran ternak dari pemerintah kepada petani peternak, dimana ternak yang digaduhkan pemerintah kepada petani peternak pengembaliannya
185
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 185
6/22/2010 6:19:25 PM
Masyhuri
berupa ternak yang dinilai dengan uang. Penggaduh adalah peternak yang berdasarkan suatu perjanjian tertentu memelihara ternak gaduhan. Ternak pokok adalah ternak bibit yang diserahkan kepada penggaduh untuk dikembangbiakkan. Ternak setoran adalah ternak keturunan hasil pengembangan ternak dari pemerintah yang diserahkan oleh penggaduh sebagai kewajiban pengembalian gaduhan sesuai dengan peraturan. Dalam pola gaduhan ini petani peternak berkewajiban dalam jangka waktu tertentu mengembalikan keturunannya sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pengertian kredit menurut FAO (1981), tujuan sistem gaduhan ternak pada dasarnya identik dengan kredit produksi, keduanya dibangun atas kesepakatan kedua belah fihak antara peminjam (penggaduh) dengan pemilik modal. Penggaduh memperoleh kewenangan untuk menggunakan aset pada saat sekarang dengan perjanjian kelak pada saat tertentu akan dikembalikan. Perbedaannya terletak pada cara dan bentuk pengembalian pinjaman. Pada sistem gaduhan setoran berbentuk natura (ternak setoran), sedangkan dalam sistem kredit produksi pengembalian berupa innatura atau kalaupun dibayar secara natura, tetap didasarkan atas ukuran uang. Pola gaduhan yang diberikan kepada petani peternak umumnya jenis ruminansia yaitu dapat berupa sapi, kambing-domba dan kerbau. Berbagai daerah juga memiliki program pembiayaan pada sub sektor peternakan yang bersumber dari dana daerah setempat. Diantara Pemerintah Daerah yang melakukannya, salah satunya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No339/KPTS/1993 tentang Pedoman Pengelolaan Ternak Bantuan Pemerintah Daerah
186
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 186
6/22/2010 6:19:25 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, maka pengelolaannya harus didasarkan pada sistem gaduhan. Peternak yang mendapatkan bantuan ternak dengan sistem gaduhan memiliki kriteria yang telah ditentukan, diantaranya adalah petani peternak kecil atau petani peternak miskin, memiliki semangat untuk memelihara dan memiliki lahan untuk kandang. Adapun paket gaduhan yang diberikan kepada petani peternak, dibagi dalam dua paket, yaitu: A.
Paket Ternak Betina yang Dikembangkan:
a.
Seekor sapi. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2 ekor dengan umur antara 1,5 tahun – 2 tahun yaitu pada tahun ke 3 dan ke 4 atau ke 5
b.
Seekor kambing. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 18 dan ke 24.
c.
Seekor domba. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 18 dan ke 24.
B.
Paket Ternak Pejantan
a.
Seekor sapi. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 ekor umur antara 1,5 tahun – 2 tahun yaitu pada tahun ke 5.
187
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 187
6/22/2010 6:19:25 PM
Mochammad Nadjib
b.
Seekor kambing. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 2.
c.
Seekor domba. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 2.
Ternak-ternak yang disetorkan dari hasil gaduhan tersebut harus dikembangkan lagi kepada petani peternak yang lain (revolving) untuk selanjutnya dipelihara dengan menggunakan sistem gaduhan pula. Adapun ternak setoran dari petani peternak penggaduh yang tidak layak dijadikan bibit, menurut SK Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No339/KPTS/1993, dapat dijual dengan aturan: a.
Sebanyak 75% hasilnya dapat dibelikan ternak lagi untuk pengembangan ternak di DIY.
b.
Sebanyak 10% dapat digunakan untuk biaya pembinaan dan operasional petugas di tingkat Provinsi DIY
c.
Sebanyak 15% dapat digunakan untuk biaya pembinaan dan operasional petugas di tingkat kabupaten Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dan Kulon Progo (DIY) menerapkan pula model gaduhan untuk sapi maupun domba-kambing. Dalam pola gaduhan semacam ini pemerintah daerah setempat membentuk kelompok peternak. Di Kabupaten Kulon Progo DIY setiap kelompok berjumlah 20 orang dengan
188
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 188
6/22/2010 6:19:25 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
persyaratan memiliki semangat beternak dan memiliki lahan untuk kandang. Meskipun dibentuk kelompok, akan tetapi tanggungjawab pemeliharaan dan pengembalian tetap ada pada masing-masing peternak. Model yang diterapkan oleh Dinas Peternakan Sukabumi dilakukan melalui pola kerjasama penggemukan (fattening) dan pola anak beranak (breeding). Dalam contoh pola kerjasama penggemukan, sapi pejantan yang dimiliki oleh Dinas Peternakan setempat diserahkan kepada peternak untuk dipelihara dengan perjanjian jangka waktu kapan akan dijual. Biasanya penjualan dilakukan dalam menghadapi hari raya Idul Adha, dimana harga ternak jantan akan mengalami puncak harga tertinggi kalau dipasarkan. Sapi yang akan diserahkan pemeliharaannya kepada peternak sebelumnya ditimbang terlebih dahulu bobotnya, berat sapi di awal pemeliharaan itu sebagai patokan untuk menghitung pertambahan bobot saat menjualnya nanti. Sapi tersebut selanjutnya diserahkan kepada peternak untuk dipelihara dengan menyerahkan sepenuhnya pemberian pakan kepada peternak. Meskipun demikian Dinas Peternakan setempat tetap memonitor dan memberikan saran bagaimana pola pemeliharaan ternak yang dianggap baik, termasuk dalam pemberian pakan dan menjaga kesehatannya. Oleh karena itu bagi hasil yang diterapkan adalah 70% untuk pemelihara dan 30% pemilik sapi (Dinas Peternakan). Setelah sampai waktu penjualannya, sapi tersebut ditimbang ulang dan yang dibagi adalah selisih antara bobot akhir dikurangi dengan bobot saat pertama kali diserahkan kepada peternak. Selisih bobot tersebut dikalikan dengan harga per kilogram sapi hidup. Hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan awal yaitu 70% kepada peternak
189
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 189
6/22/2010 6:19:25 PM
Mochammad Nadjib
dan 30% kepada pemilik. Adapun nilai bobot sebelum diserahkan kepada peternak tetap menjadi hak pemilik. Pola bagi hasil ini sebetulnya lebih mirip pola syariah, tetapi peternak tidak pernah menyatakan pola bagi hasil tersebut sebagai pola syariah. Mereka lebih mengenalnya sebagai pola gaduhan. Hal yang relatif sama juga diterapkan oleh Pemerintah Daerah Kulon Progo (DIY). Kebijakan Pemerintah Daerah setempat, program pemeliharaan ternak kambing dan sapi dengan pola bagi hasil melalui sistem gaduhan penggemukan mulai dilakukan pada tahun 2005. Dalam sistem bagi hasil ini peternak mendapatkan bagian sebesar 70% sedangkan Pemerintah Daerah 30%. Sistem bagi hasil semacam ini dianggap memiliki kelemahan, disamping kritik dari para pemilik modal yang secara tradisi telah menerapkan bagi hasil gaduhan sebesar setengah-setengah. Pola bagi hasil Pemerintah yang berbeda dengan tradisi masyarakat, menyebabkan pemerintah dianggap sebagai pesaing masyarakat karena menerapkan pola yang berbeda dengan tradisi, dan dianggap lebih merugikan masyarakat pemilik modal. Selanjutnya melalui evaluasi pemerintah daerah setempat disimpulkan, bahwa dengan pola bagi hasil setengah-setengah tersebut menjadikan kelompok yang telah dibentuk saat dimulainya program tidak mendapatkan manfaat dari adanya sistem bagi hasil. Hal ini menyebabkan kelompok peternak yang telah dibentuk tidak berfungsi sama sekali. Oleh karena adanya kelemahan tersebut maka pada tahun 2006, pola bagi hasil diubah menjadi sistem maro, yaitu bagi hasil setengah-setengah. Meskipun demikian 50% yang menjadi hak pemerintah daerah dipotong
190
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 190
6/22/2010 6:19:25 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
sebesar 10% untuk pemupukan modal kelompok dan 10% sebagai biaya operasional kelompok peternak. Pola bagi hasil ini secara riil telah mengurangi pendapatan peternak yang secara langsung memelihara, untuk dialihkan kepada organisasi kelompok peternak Meskipun demikian peternak penerima gaduhan tidak merasa keberatan, karena tradisi yang berkembang di daerah disekitar juga menerapkan bagi hasil setengah-setengah. Bahkan dengan pola gaduhan yang diterapkan pemerintah tersebut, ada bagian yang dialihkan untuk operasional dan pemupukan modal kelompok. Dengan demikian kelompok peternak yang telah dibentuk menjadi lebih berfungsi dan memiliki kegiatan untuk dapat meningkatkan nilai tambah hasil ternak serta memperbesar operasional kelompok. Adapun pemerintah daerah tetap mendapatkan 30% dari bagi hasil yang selanjutnya disetor menjadi Pendapatan Asli Daerah melalui Bank Pembangunan Daerah setempat. Dari tambahan pemupukan modal untuk kelompok itulah, dapat dilakukan keberlanjutan (sustainability) kegiatan, peningkatan kualitas beternak dan berdampak pada akumulasi pertambahan jumlah ternak di daerah Kulon Progo. Berdasarkan informasi, hingga saat ini banyak usaha peternakan di kedua daerah penelitian yang belum dilakukan secara komersial, dan masih merupakan komponen dari sistem usaha tani. Inilah yang menyebabkan lambannya pengembangan usaha ternak di kedua daerah penelitian. Pengembangan usaha yang lambat, dikarenakan saat ini usaha peternakan masih bersifat sebagai usaha sampingan. Sebagian besar peternakan masih dikelola
191
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 191
6/22/2010 6:19:25 PM
Mochammad Nadjib
oleh petani peternak dengan jumlah kepemilikan ternak yang relatif sedikit dan kurang efisien. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi demikian, antara lain: ketersediaan sumberdaya manusia, sumber pakan, kemampuan finansial petani peternak yang masih rendah, serta akses permodalan yang lemah. Secara konsepsional sistem agribisnis peternakan dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari pengadaan atau penyaluran sarana produksi, budidaya ternak, sampai kepada pengolahan hasil serta pemasaran produk usaha ternak. Suatu sistem dapat berjalan dengan baik apabila ada dukungan dari berbagai kelembagaan yang difungsikan sesuai dengan peranannya. Dengan demikian, sistem agribisnis peternakan merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai sub sistem, yaitu sub sistem sarana produksi, produksi dan budidaya, pengolahan dan pasca panen produk, pemasaran serta kelembagaan pendukung (Karo-karo, 2004). Untuk meningkatkan produktivitas peternakan saat ini tidaklah mudah karena permasalahan yang ada di dalamnya demikian kompleks. Salah satu kendala dalam pengembangan peternakan ruminansia di Indonesia adalah kurangnya populasi dan fluktuasi ketersediaan ternak disamping kualitas dan kuantitas pakan yang masih rendah (Astuti, 2009). Kendala-kendala tersebut menyebabkan sampai saat ini Indonesia masih belum dapat mewujudkan swasembada daging, sehingga setiap tahun harus mengimpor baik berupa daging beku maupun sapi bakalan. Sapi potong merupakan penyumbang daging paling besar dibandingkan hewan ternak lainnya yaitu sekitar 24% dari total konsumsi daging
192
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 192
6/22/2010 6:19:25 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
nasional (Suhendar, 2007). Inilah yang menyebabkan program swasembada daging yang dicanangkan Pemerintah Republik Indonesia diundurkan dari swasembada tahun 2010 menjadi tahun 2014 (Sinar Harapan, 21 Agustus 2009). Data Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian (Prima, 2008) menyebutkan bahwa produksi daging sapi nasional pada tahun 2008 diperkirakan hanya memenuhi 64,9% dari proyeksi konsumsi daging sepanjang tahun. Indonesia masih kekurangan 135.110 ton (35,1%) dari total kebutuhan daging. Jika dengan jumlah populasi sapi 11,26 juta ekor, maka dapat diperkirakan produksi daging sapi nasional mencapai 249.925 ton, sedangkan kebutuhan konsumsi daging diperkirakan sebanyak 385.035 ton.. Oleh karena itu progam pemerintah cukup banyak dalam mengembangkan agribisnis peternakan di wilayah perdesaan seperti membangun sentra produksi dan berbagai jenis bantuan modal dan teknologi. Diharapkan adanya program tersebut dapat mengarahkan usaha peternakan dari yang bersifat tradisional menjadi industri. Bantuan pemerintah melalui sistem gaduhan pada usaha peternakan cukup memberikan peluang dalam pengembangan usaha peternakan lebih meluas di masyarakat dan program ini dianggap lebih efektif. Untuk itu kontrol dan manajemen pengelolaan perlu dilakukan dengan baik. Evaluasi secara berkala sangat penting untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan melalui pengukuran tingkat perkembangan usaha. Karena seringkali program seperti ini mengalami kegagalan dalam pencapaian tujuan.
193
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 193
6/22/2010 6:19:25 PM
Mochammad Nadjib
6.5
Kendala dan Prospek Model Pembiayaan Sub-sektor Peternakan
6.5.1 Kendala Model Pembiayaan Berbagai kendala banyak ditemukan dalam model pembiayaan yang selama ini berkembang di masyarakat peternak, baik yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat melalui sistem bagi hasil maupun program yang dilakukan pemerintah melalui sistem gaduhan. Meskipun demikian model semacam ini tidak dapat dipungkiri juga telah memberi keuntungan bagi masyarakat peternak. Adapun kendala dan kelemahan yang sering terjadi dalam pola bagi hasil dan gaduhan, meliputi: a.
Kendala Tradisi Bagi Hasil
Pola bagi hasil sebenarnya sudah lama berkembang dan telah menjadi tradisi masyarakat yang sudah mengakar. Pola bagi hasil merupakan suatu bentuk kerja sama antara pemilik modal atau pemilik ternak dengan petani penggaduh. Biasanya pola bagi hasil diperuntukkan bagi ternak ruminansia besar dan kecil yang meliputi sapi perah, sapi potong, kerbau, domba dan kambing. Istilah maro (Jawa Tengah-DIY) atau maparon (Jawa Barat) merupakan nama lain dari bagi hasil yang dikenal masyarakat pedesaan di seluruh daerah Jawa Barat maupun Daerah Istimewa Yogyakarta. Pola bagi hasil yang selama ini berkembang di kalangan peternak, secara tradisi menerapkan skim pembagian 50% dari hasil atau anak keturunannya menjadi bagian peternak dan 50% sisanya menjadi bagian pemilik modal. Pola bagi hasil pada
194
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 194
6/22/2010 6:19:25 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
penggemukan sapi potong agak sedikit berbeda yaitu antara 60%70% dari tambahan kenaikan berat badan untuk peternak dan 30%-40% untuk pemilik. Akhir-akhir ini pola semacam ini sudah jarang yang berminat melakukannya, khususnya bagi peternak. Ada anggapan dari fihak peternak bahwa pola bagi hasil hanya akan menguntungkan pemilik ternak saja. Rendahnya respon peternak terhadap pola bagi hasil ini, karena jika dibandingkan dengan berbagai pola gaduhan yang lain, pembagian setengahsetengah yang mereka alami lebih merugikan. Ada keragu-raguan di kalangan peternak mengenai pola bagi hasil ini, khususnya pada sistem pemeliharaan pembibitan (breeding). Kewajiban peternak kepada pemilik tidak terbatas, peternak diharuskan menyetorkan separo dari hasil ternaknya/keturunannya selama ternak tersebut dipelihara dan induknya masih menjadi milik pemodal. Pada pola gaduhan dengan sistim sumba kontrak, kewajiban peternak dalam hal lamanya dan jumlah pengembaliannya sudah ditentukan di awal, sehingga setelah kewajiban penggaduh dilunasi, maka seluruh ternak yang ada menjadi milik peternak. Sistem sumba kontrak (Paturachman, 2001) telah dirintis dan dikembangkan oleh pemerintah Belanda dalam upaya meningkatkan populasi ternak sapi Ongole dan keturunannya di Pulau Sumba. Upaya tersebut dapat berhasil dengan baik dan pada akhirnya sistem sumba kotrak ini ditiru dan dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk berbagai jenis ternak ruminansia lainnya seperti kerbau dan domba-kambing.
195
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 195
6/22/2010 6:19:26 PM
Mochammad Nadjib
b.
Kendala Sistem Gaduhan
Penyebaran ternak pemerintah kepada peternak melalui pola gaduhan telah lama dilaksanakan di Jawa Barat dan DIY, khususnya untuk ternak sapi potong, domba dan kambing. Dalam pola gaduhan ini peternak penggaduh memperoleh ternak dari pemerintah untuk selanjutnya ternak keturunannya disebarkan kembali (revolving) ke peternak lain. Pola pengembalian untuk satu ekor indukan domba kambing betina, peternak penggaduh harus mengembalikan sebanyak dua ekor ternak keturunannya dalam waktu dua tahun atau kalau ditulis dalam sebuah rumus menjadi 1:2:2. Secara teoritis rumus tersebut sangat mudah untuk difahami, akan tetapi dalam prakteknya banyak hambatan yang dialami peternak, beberapa diantaranya yaitu: kematian ternak pokok, realisasi pengembalian, intensitas dan kualitas pembinaan serta monitoring dari pemerintah. Permasalahan yang dihadapi petani peternak dalam kerjasama pemeliharaaan dengan sistem gaduhan adalah: 1.
Kualitas Bibit
Prioritas utama perbaikan sistem gaduhan adalah perbaikan kualitas ternak pokok (indukan) yang sesuai dengan standar bibit yang layak. Disinyalir banyak peternak di daerah penelitian yang mengeluh bahwa ternak yang mereka terima belum dewasa kelamin sehingga perlu waktu yang lebih lama untuk beranak. Masalah lain yang timbul adalah tingginya tingkat kematian ternak dan ternak betina yang majir (tidak subur).
196
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 196
6/22/2010 6:19:26 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
2.
Pengembalian Ternak
Pengembalian ternak domba sebanyak dua ekor dari satu ekor bibit yang mereka terima dinilai terlalu berat. Peternak menginginkan pengembalian itu hanya satu ekor untuk setiap ekor bantuan ternak yang mereka terima. Penilaian ini muncul karena adanya pembanding berupa bantuan ternak yang berasal dari instansi lain seperti Dinas Sosial maupun program Corporate Social Responsibility (CSR) suatu perusahaan yang bersifat hibah atau dengan persyaratan yang lebih ringan. 3.
Penggantian Jenis Ternak Gaduhan
Peternak yang menerima ternak gaduhan sapi dan kerbau menilai bahwa mereka tidak dapat merasakan keberhasilan yang cepat seperti halnya peternak domba, karena kemampuan reproduksi sapi dan kerbau lebih lambat. Ternak sapi dan kerbau pertama kali beranak umur 2 tahun, sedangkan domba-kambing umur 1,5 tahun. Meskipun demikian dilihat dari sisi pendapatan secara lebih luas sebenarnya peternak sapi dan kerbau itu memperoleh pendapatan sampingan yang tidak diterima peternak domba, diantaranya adalah jika ia menyewakan sapi dan kerbaunya untuk membajak sawah atau kegiatan komersial lainnya. 4.
Intensitas dan Kualitas Pembinaan
Peternak umumnya memerlukan pembinaan yang intensif, sehingga jika ada permasalahan yang dihadapi dapat segera diatasi. Selain itu, melalui pembinaan tersebut memberi kesan adanya kesungguhan petugas untuk mengembangkan ternak pemerintah
197
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 197
6/22/2010 6:19:26 PM
Mochammad Nadjib
dan secara psikis memotivasi peternak untuk memelihara ternak lebih baik. Sikap petugas dalam melaksanakan peraturan sistem gaduhan menjadi salah satu kunci keberhasilan program bantuan pemerintah. 5.
Jumlah Paket Gaduhan Ternak Tujuan dari pengembangan peternakan adalah untuk meningkatkan pendapatan peternak ke tingkat yang lebih baik. Selama ini paket ternak gaduhan yang diberikan pemerintah kepada peternak masih di bawah standar keekonomian. Untuk mencapai standar keekonomian, seorang peternak paling tidak harus memelihara sebanyak 15 ekor domba kambing atau 7 ekor sapi atau kerbau. Untuk itu jumlah satuan paket ternak gaduhan domba kambing atau sapi dan kerbau diharapkan untuk diperbesar jumlahnya, karena pendapatan yang diperoleh dari satu ekor induk sangat kecil, apalagi jika bibitnya kurang baik. Untuk itu perlu dikaji lebih jauh, apakah dengan memperbesar paket gaduhan kinerja peternak akan menjadi lebih baik atau tidak. Selain daripada itu harus dilihat pula carying capacity lahan yang dapat ditanami sebagai sumber pakan dari ternak yang dipelihara. Menurut seorang responden, rata-rata peternak di Sukabumi sulit mendapatkan tambahan jumlah paket gaduhan ternak, karena tidak memiliki lahan yang cukup untuk ditanami hijauan dan mereka masih mengandalkan jenis rumput liar maupun hijauan lainnya yang tidak dirancang sebagai pakan ternaknya. Oleh karena itu idealnya jumlah paket pemberian bantuan ternak gaduhan
198
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 198
6/22/2010 6:19:26 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
tidak harus sama untuk setiap peternak, tetapi harus dilihat sesuai dengan kemampuan masing-masing peternak. 6.5.2 Prospek Model Pembiayaan Model gaduhan yang diterapkan pemerintah dengan pola sumba kontrak diharapkan akan menjadikan perkembangan jumlah ternak dapat lebih cepat tersebar di kalangan peternak. Hal ini dikarenakan pola sumba kontrak mewajibkan peternak yang menerima bantuan ternak menyetorkan ternak hasil keturunannya dalam kurun waktu, usia dan jumlah tertentu, sedangkan ternak pokok tetap menjadi milik peternak. Dengan demikian ternak hasil pengembalian yang telah diterima pemerintah diharapkan dapat disebarkan kembali (redistribusi) kepada peternak lainnya yang belum menerima bantuan. Jika dapat berjalan dengan lancar, pola pengembangan ternak seperti ini sangat ideal, karena merupakan proses penyebaran yang terus menerus atau bahkan memungkinkan dapat kembali lagi kepada peternak yang pernah menerima gaduhan sebelumnya (never ending process). Agar dapat dicapai sistem pengguliran yang berlangsung secara terus menerus guna mengembangkan jumlah ternak di suatu daerah, maka diperlukan beberapa alternatif perbaikan sistem pengguliran melalui prioritas perbaikan sebagai berikut: a.
Adanya Kesepakatan Bersama
Seringkali antara peternak yang akan menerima gaduhan dengan pemilik modal (pemerintah) yang menggaduhkan ternaknya sulit tercapai kata sepakat terhadap ternak yang akan digaduhkan.
199
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 199
6/22/2010 6:19:26 PM
Mochammad Nadjib
Apa yang menurut pemodal baik, belum tentu baik menurut peternak demikian pula sebaliknya. Untuk itu sebelum dicapai kesepakatan dalam kerjasama pemeliharaan, sebaiknya dilakukan pembicaraan terlebih dahulu untuk dicapai kata mufakat mengenai segala sesuatunya yang memungkinkan terjadinya konflik di tengah atau di akhir masa pemeliharaan, seperti jenis ternak yang akan digaduhkan, kualitas ternak, proporsi bagi hasil dan sebagainya. Tidak dianjurkan peternak menerima uang tunai untuk dibelikan sendiri ternak pokok (koppel), karena ada kekhawatiran uang tidak dibelikan ternak sesuai standar yang ditentukan bahkan dalam beberapa kasus sebagian uang dibelikan barang lain yang bukan menjadi pokok kerjasama. Hal yang terbaik adalah pemilihan dan seleksi ternak pokok dilakukan secara bersama-sama antara peternak dengan pemodal, sehingga masing-masing pihak dapat mencapai kata sepakat tentang kualitas dan harga ternak yang akan dipelihara. Untuk itu diperlukan keterbukaan dan kejujuran masingmasing pihak dalam kerjasama pemeliharaan, karena kejujuran dan keterbukaan merupakan modal dasar dari aktivitas bisnis dan menjadi patokan yang diharuskan dalam sistem ekonomi syariah. b.
Pembinaan Sistem Gaduhan
Sangat ideal bilamana peternak terkonsentrasi dalam suatu kawasan dan terhimpun dalam suatu kelompok dengan peternak sejenis. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan suatu pembinaan lebih intensif dan mudah mengenai manajemen pemeliharaan, perawatan dan pengobatan ternak yang baik. Selain daripada itu juga dapat diintensifkan fungsi kelompok peternak yang sama-sama menerima gaduhan, sehingga memungkinkan organisasi kelompok dapat berjalan dengan baik. 200
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 200
6/22/2010 6:19:26 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
Peran kelompok tidak hanya pasif dalam berhadapan dengan instansi pemerintah yang mengelola gaduhan, akan tetapi dapat berfungsi sebagai organisasi yang mandiri. Dengan demikian peternak dapat menyusun aturan rumah tangganya sendiri yang harus dipatuhi dengan segala sangsi dan resikonya oleh anggota. Diharapkan dengan adanya organisasi kelompok peternak yang mapan, maka akan dapat dicapai sikap solidaritas yang tinggi diantara anggota kelompok dan mereka mempunyai rasa memiliki dan dapat bertanggungjawab terhadap kelompoknya. Model pengorganisasian semacam ini ditemukan di Melikan, Bantul (DIY). Model yang berlaku di daerah itu adalah kerjasama antara seseorang yang memiliki modal uang atau dalam bentuk ternak kambing dengan penggaduh yang terdiri dari kelompok peternak. Pada awalnya ternak kambing dibantu permodalannya oleh LSM Forum Warga, dimana pemeliharaannya dilakukan oleh kelompok secara bersama-sama. Dalam perkembangannya warga menggaduhkan kambing milik pribadi untuk dikelola oleh kelompok. Model semacam ini ternyata cukup efektif untuk membesarkan aset kelompok, bahkan dapat mencegah terjadinya penyimpangan dalam kerjasama pemeliharaan ternak. Selama ini di Sukabumi dan Kulon Progo meskipun sudah dibentuk kelompok, akan tetapi secara umum dalam masalah beternak tanggungjawab ada pada masing-masing peternak termasuk dalam pengembalian hasil. Idealnya kelompok peternak juga memiliki peran dan tanggungjawab dalam pemeliharaan ataupun dalam berhubungan dengan pemerintah. Sekiranya ada satu orang peternak yang lalai tidak menepati kesepakatan dengan
201
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 201
6/22/2010 6:19:26 PM
Mochammad Nadjib
pemberi gaduhan, maka menjadi tanggungjawab kelompok untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini dapat dilakukan suatu bentuk pertanggungjawaban secara tanggung renteng dari masing-masing anggota terhadap masalah kelalaian seorang peternak anggota. Dari sisi pemerintah sebagai pemberi gaduhan, maka dengan adanya pengelompokan lokasi maupun organisasi yang baik dapat ditingkatkan intensitas pembinaan serta efektivitas pengawasan. 6.6
Gaduhan: Embrio Model Pembiayaan Syariah pada Subsektor Peternakan
Gaduhan, adalah model pembiayaan untuk pemeliharaan sub sektor peternakan yang menerapkan pola bagi hasil antara peternak dengan pemberi modal. Sistem ini secara tradisi sudah dilakukan sejak lama oleh para peternak di daerah penelitian, dengan menerapkan pembagian sejumlah anakan yang dilahirkan dari ternak peliharaan yang digaduhkan. Sistem gaduhan tersebut pada prinsipnya merupakan kerjasama usaha yang dibangun berdasarkan kesepakatan antara pemilik modal dengan peternak sebagai mitra usahanya untuk saling berbagi hasil dari suatu kegiatan peternakan. Kesepakatan bagi hasil peternakan dilakukan baik saat mengalami keuntungan maupun kerugian. Model bagi hasil secara gaduhan tersebut bilamana dilakukan dengan menjunjung nilai kejujuran, keadilan dan keterbukaan merupakan prinsip yang diterapkan dalam ekonomi syari’ah. Ekonomi syari’ah yang menerapkan sistem bagi hasil, secara prinsip menempatkan keadilan, kejujuran dan keterbukaan di atas segalanya. Kesepakatan untuk melakukan usaha bersama dalam sistem gaduhan tersebut dilakukan secara
202
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 202
6/22/2010 6:19:26 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
adil dan transparan. Dalam hal ini disebut adil bilamana mitra usaha mendapatkan pembagian hasil sesuai dengan kontribusi yang diberikannya, baik yang berbentuk modal, keterampilan maupun tenaga. Adapun transparan dapat diartikan bilamana pemilik modal dengan mitra usaha saling mengetahui perkembangan dari usaha yang dijalankannya serta seberapa besar bagi hasil yang diperolehnya tersebut. Aktivitas bagi hasil ini sangat dianjurkan dalam perekonomian yang Islami, karena kegiatan usaha ini tidak dibiayai dari pinjaman yang mengandung bunga dan riba. Disyariatkan dalam Islam bahwa pada awal perjanjian, terlebih dahulu harus ditetapkan nisbah (rasio) bagi hasilnya. Adapun nilai nominal dari bagi hasil baru dapat diketahui dari besarnya keuntungan atas kegiatan usaha yang jumlahnya belum diketahui pada saat perjanjian tersebut dibuat. Perhitungan jumlah riil hasil yang dapat diperoleh masing-masing pihak hanya dapat dilakukan setelah kegiatan usaha tersebut selesai atau setidaknya berdasarkan periode waktu perhitungan. Bila penentuan untung dilakukan di muka, maka kemungkinan besar salah satu pihak akan mendapatkan kerugian. Sebaliknya Islam menghendaki dilakukannya perhitungan bagi hasil secara adil yang melibatkan penyedia dana maupun mitra usaha. Tentu saja nisbah bagi hasil untuk sistem penggemukan (fattening) sangat berbeda dengan sistem anak beranak (breeding). Untuk sistem penggemukan biasanya ditentukan kurun waktu usahanya, setelah itu dihitung selisih bobot sewaktu ternak itu akan dijual dikurangi dengan bobot pertama kali digemukkan. Penentuan nisbah bagi hasilnya disepakati di depan, biasanya bagian pemodal berkisar 30-40% dan selebihnya sebagai bagian penggaduh.
203
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 203
6/22/2010 6:19:26 PM
Mochammad Nadjib
Kasus kerja sama pemeliharaan di masyarakat yang didasarkan pada sistem syariah, dapat ditemukan di Melikan, Bantul (DIY). Kalau secara umum model gaduhan dilakukan antara pemilik modal dengan seorang peternak yang menjadi penggaduh, tetapi model yang berlaku di daerah itu adalah antara seseorang yang memiliki modal uang atau ternak kambing dengan penggaduh yang terdiri dari kelompok peternak. Dalam dokumen perjanjian gaduhan kambing yang ditanda tangani pada hari Sabtu, 29 September 2007 menunjukkan, bahwa akad perjanjian diawali dengan kalimat “Basmallah” serta mengutip Q.S. Al-Maidah:1 yang berbunyi :“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akadakad perjanjian itu...” dan Q.S. Asy-Syu’araa:181 yang berbunyi: “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orangorang yang merugikan” Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa pihak pertama menyerahkan dua ekor kambing kepada pihak kedua yang terdiri kelompok peternak dengan taksiran harga kambing disepakati masing-masing seharga Rp 475.000,- dan Rp 650.000,-. Pihak kedua berkewajiban memelihara kambing gaduhan dengan penuh kasih sayang. Bila kurang baik cara memeliharanya, maka pihak pertama berhak mengambil kembali kambing gaduhannya. Adapun nisbah (rasio) bagi hasilnya adalah pihak kedua selaku pemelihara berhak mendapatkan dua pertiga dari keuntungan. Ditekankan pula dalam perjanjian tersebut, bahwa dasar perjanjian ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, sehingga jika terjadi permasalahan antara kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat. Model semacam ini ternyata mampu meningkatkan aset kelompok dan menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pemeliharaan ternak.
204
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 204
6/22/2010 6:19:26 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
Adapun sistem breeding yang secara tradisi umum dilakukan di Jawa Barat dan Yogyakarta adalah anakan dari setiap indukan hasilnya dibagi dua. Dalam prakteknya kalau anaknya kembar, maka antara pemodal dengan penggaduh masing-masing mendapatkan seekor. Tetapi kalau anakannya hanya lahir satu maka anak yang lahir pertama diberikan kepada penggaduh dan kelahiran berikutnya anakannya baru diberikan kepada pemodal. Sejak diperkenalkannya sistem sumba kontrak oleh pemerintah, maka sistem ini dianggap lebih menguntungkan bagi peternak. Ini dikarenakan penggaduh hanya berkewajiban mengembalikan anakannya semata, sedangkan indukannya menjadi hak penggaduh setelah kewajibannya dipenuhi. Dalam hal ini pola pengembalian untuk satu ekor indukan domba kambing betina dalam sistem sumba kontrak, maka peternak penggaduh harus mengembalikan sebanyak dua ekor ternak keturunannya dalam waktu dua tahun dan indukannya tetap menjadi hak penggaduh Kerjasama ekonomi peternakan dengan sistem gaduhan, dalam konteks syar’i lebih dapat dikategorikan sebagai bentuk mudharabah. Pola mudharabah ini merupakan pola kerjasama usaha dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan modal dan bertindak sebagai mitra pasif sedangkan pihak lainnya (mudharib) menyediakan keahlian dan manajemen untuk mengelola usaha peternakan. Dalam hal ini mudharib diberi amanah untuk menjalankan usaha peternakan, sehingga diperlukan sikap kehatihatian dan menjaga kepercayaan serta bertanggungjawab atas amanah tersebut. Melalui pola kerjasama mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, akan tetapi melakukan bagi hasil berdasarkan proporsi yang disepakati (Choudhury, 1986; Mannan, 1997; Chapra, 2000). Akan tetapi
205
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 205
6/22/2010 6:19:26 PM
Mochammad Nadjib
bilamana masing-masing pihak memberi kontribusi dana dengan proporsi perbandingan yang sama atau tidak sama serta bersepakat atas rasio keuntungan maupun kerugian ditetapkan berdasarkan proporsi penyertaan modal atau kesepakatan bersama, maka kerjasama ekonomi peternakan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk musyarakah. Secara umum disepakati bahwa perbedaan pokok antara mudharabah dan musyarakah terletak pada apakah semua partner dalam kemitraan itu memberi kontribusi kepada manajemen dan keuangan atau hanya salah satunya saja. Dalam kerjasama mudharabah maupun musyarakah, yang sangat dipentingkan adalah kontrak kepercayaan (‘uqud al-amanah) yaitu kewajiban absolut untuk bertindak adil dan kejujuran diantara mitra usaha. Setiap upaya melakukan penipuan atau mendapatkan bagian yang tidak adil dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap ajaran Islam. Karena dalam ajaran Al Quran sangat menuntut dipenuhinya persyaratan untuk bertindak dan berlaku jujur dalam setiap kontrak, baik itu kontrak tertulis maupun secara lisan. Model kerjasama pembiayaan dengan sistem mudharabah dan musyarakah, merupakan skim pembiayaan untuk keseluruhan proses produksi budidaya peternakan jenis ruminansia. Model pembiayaan syariah juga dapat dilakukan secara parsial, diantaranya dengan skim sewa (ijarah), jual beli (murabahah), dan beli secara angsuran (ishtishna). Dalam panduan pembiayaan Syariah yang diterbitkan oleh Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian (2006), prinsip ijarah dapat diterapkan untuk menyewa tanah ataupun kandang dari pemilik lain. Dalam akad ijarah ini tidak ada perubahan kepemilikan,
206
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 206
6/22/2010 6:19:26 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
yang berganti adalah perpindahan hak guna pemanfaatan dari yang menyewakan kepada penyewa. Prinsip murabahah dapat diterapkan dalam hal penyediaan bibit atau bakalan ternak. Dalam hal ini shohibul maal menyediakan bibit atau bakalan ternak untuk dijual kepada peternak selaku mudharib dengan harga pokok pembelian ditambah dengan margin keuntungan. Karakteristik murabahah adalah pihak penjual harus memberitahukan kepada pembeli berapa harga pembeliannya, selanjutnya menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai ataupun dengan angsuran (murabahah muajjal) sesuai kesepakatan. Adapun prinsip pembiayaan istishna merupakan transaksi jual beli secara angsuran, dimana calon pembeli mengangsur terlebih dahulu barang yang dibelinya sedangkan barangnya baru diserahkan pada akhir periode pembiayaan. Perbedaan antara pembiayaan ishtishna dengan murabahah muajjal adalah saat penyerahan barang. Kalau sistem pembiayaan ishtishna barang diserahkan pada akhir pembiayaan, karena biasanya barang yang dibelinya belum dibuat pada saat transaksi sebaliknya murabahah muajjal barangnya diserahkan di depan. Oleh karena itu sistem pembiayaan istishna biasanya tidak pada komoditas ternak secara langsung, akan tetapi pada komoditas yang mendukung pemeliharaan ternak diantaranya adalah peralatan kandang seperti tempat pakan, tempat minum, sekop, sabit dan keranjang rumput. Dalam prakteknya pola pembiayaan dengan sistem syariah ini mampu mengatasi keterbatasan pendanaan dari sejumlah investor konvensional dan mengurangi keberpihakan kepada pemodal, karena pola ini membuka peluang yang sama antara pemodal dengan peternak yang merupakan mitra usahanya.
207
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 207
6/22/2010 6:19:26 PM
Mochammad Nadjib
Pola kerjasama semacam ini juga lebih meminimalkan resiko, karena resiko yang ditanggung masing-masing pihak akan lebih kecil dibandingkan dengan usaha yang tidak dilakukan dengan bagi hasil. Modal yang diperlukan juga relatif lebih sedikit, karena modal ditanggung bersama. Dimana tanggungan pemodal adalah menyediakan sejumlah dana atau ternak yang sudah disepakati sedangkan peternak menyediakan tenaga untuk merawat ternak dan menyediakan pakannya. Oleh karena itu setiap transaksi yang didasarkan pada pola bagi hasil disyaratkan harus transparan, dilakukan dengan menjunjung norma-norma keadilan, kejujuran dan menghindari unsur riba. 6.7
Kesimpulan
Secara tradisi kerjasama dalam pemeliharaan ternak sudah sangat dikenal oleh masyarakat, baik di Jawa Barat maupun Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang paling umum dilakukan kerjasama pemeliharaan adalah untuk ternak jenis ruminansia, utamanya adalah domba-kambing, sapi dan kerbau. Pada jenis ternak ruminansia, di perdesaan sudah umum dilakukan pola pemeliharaan dengan sistem bagi hasil, atau dikenal dengan istilah gaduhan. Pemilik modal biasanya menitipkan satu atau beberapa ekor ternak untuk dipelihara oleh petani peternak. Pakan disediakan oleh petani-peternak dengan mencarikan hijauan di sekitar lahan-lahan pertanian dan tempat-tempat umum yang ditumbuhi oleh rumput alam atau dedaunan untuk pakan ternak. Adapun anakan yang dihasilkannya dibagi dua antara pemodal yang menyediakan ternak dengan petani peternak yang memelihara.
208
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 208
6/22/2010 6:19:27 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
Di lain pihak kebijakan pemerintah dalam upaya untuk mempercepat proses pembangunan pada sub sektor peternakan, melakukan program penyebaran dan pengembangan ternak dengan mengadopsi sistem yang dianut masyarakat secara tradisional melalui pola gaduhan yang diarahkan kepada pemilikan ternak. Melalui kebijakan ini, populasi dan produksi hasil ternak diharapkan dapat bertambah dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan peternak dan masyarakat perdesaan umumnya. Hanya saja sistem gaduhan yang dikembangkan pemerintah tidak mengadopsi sistem gaduhan tradisional yang dianut kebanyakan peternak, akan tetapi lebih memilih mengadopsi sistem sumba kontrak. Dalam sistem ini telah dibicarakan di depan tentang kewajiban penggaduh dalam hal jumlah ternak yang harus dikembalikan dan lamanya jangka waktu pengembalian, sehingga setelah kewajiban penggaduh dilunasi, maka seluruh ternak yang ada menjadi milik penggaduh. Dalam konteks syariah, kerjasama ekonomi peternakan dengan sistem gaduhan, merupakan embrio yang dapat diadopsi sebagai pembiayaan syariah. Sistem gaduhan yang selama ini diterapkan secara syar’i dapat dikategorikan sebagai bentuk pembiayaan mudharabah. Pola mudharabah ini merupakan pola kerjasama usaha dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan modal dan bertindak sebagai mitra pasif sedangkan pihak lainnya (mudharib) menyediakan keahlian dan manajemen untuk mengelola usaha peternakan. Melalui pola kerjasama mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, akan tetapi melakukan bagi hasil berdasarkan proporsi yang disepakati. Model bagi hasil secara gaduhan tersebut bilamana dilakukan dengan menjunjung nilai kejujuran, keadilan
209
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 209
6/22/2010 6:19:27 PM
Mochammad Nadjib
dan keterbukaan merupakan prinsip yang diterapkan dalam ekonomi syariah.
210
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 210
6/22/2010 6:19:27 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Retno. 2009. ”Performa Sapi Peranakan Ongole dengan Pemberian Pakan Aditive Lerak (sapindus rarak De Candole) pada Ransum berbasis Jerami Padi. Skripsi Sarjana. Bogor, Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Chapra, Umer, 2000. Sistem Moneter Islam. Jakarta, Gema Insani. Choudhury, Masudul Alam, 1986. Contributions to Islamic Economic Theory. A Study in Social Economics. New York, St. Martin’s Press. Departemen Pertanian, 2006. Pola Pembiayaan Syariah untuk Komoditas Domba. Jakarta, Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. _________, 2006.Pola Pembiayaan Syariah untuk komoditas Unggas (Ayam Petelur). Jakarta, Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Ditjen Peternakan, 2009. ”Sekelumit Sejarah Usaha Peternakan di Indonesia” dalam http//www.ditjennak.go.id/publikasi/sejarah usaha peternakan (31 Agustus 2009). Karo-karo, S. 2004. ”Kontribusi Usaha Peternakan Kambing dalam Pembangunan Pertanian.”. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Mannan, M.Abdul, 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
211
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 211
6/22/2010 6:19:27 PM
Mochammad Nadjib
Paturachman, Maman. 2001. Studi Perbandingan Sistem Kredit Ternak Domba dan Kerbau di Kabupaten Sumedang dan Tasikmalaya. Bandung, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Prima, Iwan Berry. 2008. ”Kebijakan Impor Daging Sapi dan Ketahanan Pangan” dalam http://www.detik.com (8 Mei 2008). Sasongko WR dan Farida Sukmawati, 2007. Pola Gaduhan dalam Mendukung Agribisnis Ternak Kambing di Lombok Timur. Mataram, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Suhendar, Y.2007. ”Harus Terus Impor Susu dan Daging? Agrina, 11 Desember 2007.
212
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 212
6/22/2010 6:19:27 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
BAB 7 EFEKTIVITAS MODEL KREDIT PROGRAM DAN SKIM PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR PERKEBUNAN Mahmud Thoha
7.1
Pendahuluan
Setelah melalui proses pembiayaan sejak Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945 hingga sekarang sektor pertanian ternyata masih tetap mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian nasional baik dalam hal kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto, penyerapan tenaga kerja maupun sebagai pemasok berbagai jenis kebutuhan pokok masyarakat. Salah satu sub-sektor yang cukup penting dari sektor pertanian tersebut adalah subsektor perkebunan yang menghasilkan berbagai jenis komoditi seperti tebu, teh, kopi, kelapa sawit, kelapa, cengkeh, kakao, pala, panili, lada dan lainlain. Perkebunan di Indonesia pada umumnya dikelola melalui tiga pola yaitu perkebunan besar swasta, perkebunan besar negara dan perkebunan rakyat. Diantara ketiga pola perkebunan tersebut, perkebunan swasta dan perkebunan negara diperkirakan relatif tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam hal aksesibilitas terhadap kredit atau pembiayaan baik dari bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Salah satu alasan terpenting adalah karena skala usaha perkebunan swasta maupun perkebunan
213
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 213
6/22/2010 6:19:27 PM
Mochammad Nadjib
negara relatif luas dan bersifat komersial. Tidak demikian halnya dengan perkebunan rakyat yang pada umumnya berskala kecil atau mikro dengan luas lahan yang relatif sempit pula. Sedemikian sempitnya luas areal perkebunan yang dikelola secara individual oleh para petani perkebunan rakyat seperti kemiri, panili, aren, pinang dan lain-lain sehingga banyak komoditi yang diusahakan tidak bankable. Ditambah lagi dengan tidak adanya sertifikat tanah, aksesibilitas para petani perkebunan rakyat ini terhadap kredit atau pembiayaan terhadap bank dan lembaga-lembaga keuangan formal lainnya menjadi semakin terbatas. Kendala atau permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh perkebunan rakyat adalah sepert Usaha Mikro dan Kecil (UMK) lainnya, diantaranya adalah: •
Rendahnya kredibilitas UMK dari sudut analisis perbankan;
•
Banyak UKM yang feasible tetapi tidak bankable;
•
Informasi yang kurang merata (asimetri) tentang layanan perbankan dan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh UMK, serta;
•
Keterbatasan jangkauan pelayanan dari lembaga keuangan, khususnya perbankan.
Akses terhadap pembiayaan tersebut dapat diperluas bank melalui kredit program yang berbagi bunga maupun pembiayaan syariah yang berbasis bagi hasil. Atas dasar permasalahan tersebut pada bab ini akan disajikan hasil penelitian tentang efektivitas model kredit program dan skim pembiayaan syariah dalam pengembangan sub-sektor perkebunan di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah 214
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 214
6/22/2010 6:19:27 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
Istimewa Yogyakarta, dengan beberapa aspek kajian sebagai berikut: 1.
Gambaran Umum Sub-Sektor Perkebunan di Daerah Penelitian
2.
Model Pembiayaan di Diterapkan Pemerintah
3.
Proses Penyaluran Pembiayaan Perkebunan
4.
Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Perkebunan
5.
Kendala Dalam Penyaluran Pembiayaan
6.
Peran Pemerintah, Bank Syariah Pengembangan Pembiayaan Syariah
7.
Efektivitas Pembiayaan Syariah dalam Pengembangan SubSektor Perkebunan
8.
Prospek Pembiayaan Syariah
9.
Penutup.
7.2
Gambaran Umum Sub-Sektor Perkebunan di Daerah Penelitian
Sub-Sektor
Perkebunan
dan
BMT
Yang
dalam
Jenis tanaman perkebunan di Kabupaten Sleman dapat dikelompokkan kedalam dua jenis yakni tanaman tahunan dan tanaman semusim. Beberapa tanaman tahunan yang utama di daerah ini adalah kelapa, kopi, cengkeh, jambu mete, kakao, kapuk randu dan lada. Sedangkan tanaman perkebunan semusim adalah tembakau, tebu, mendong dan nilam. Dari segi luas areal tanaman perkebunan, komoditi yang terpenting adalah kelapa,
215
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 215
6/22/2010 6:19:27 PM
Mochammad Nadjib
kopi, cengkeh, jambu mete, tembakau, tebu dan mendong. Hampir seluruh komoditi perkebunan tersebut mengalami penurunan luas panen dari tahun ke tahun (2005-2008) kecuali tebu. Hal itu merupakan salah satu indikasi bahwa tebu adalah jenis tanaman perkebunan yang relatif paling menguntungkan dibandingkan dengan komoditi lainnya (lihat Tabel 7.1). Baik produksi maupun produktivitas komoditi tanaman perkebunan selama 4 tahun terakhir (2005-2008) pada umumnya dapat dikatakan mengalami peningkatan terutama tebu, kopi kate, tembakau virginia, mendong dan nilam. Beberapa komoditi yang produktivitasnya relatif stagnan atau bahkan mengalami penurunan diantaranya adalah jambu mete, cengkeh, lada, teh dan kapuk randu (lihat Tabel 7.2 dan Tabel 7.3). Mengenai jenis komoditi perkebunan yang banyak diusahakan oleh para pelaku ekonomi di Kabupaten Sukabumi, jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan Kabupaten Sleman. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena wilayah Kabupaten Sukabumi jauh lebih luas bila dibandingkan dengan Kabupaten Sleman. Dari 25 jenis komoditi perkebunan di Kabupaten Sukabumi, sebagian besar (18 jenis) merupakan perkebunan rakyat (PR). Sedangkan yang diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar Negara (PBN) masing-masing ada 12 dan 7 jenis. Ada 2 jenis komoditi yang diusahakan baik oleh perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta maupun perkebunan besar negara yaitu teh dan karet (lihat Tabel 7.4). Dari segi produktivitas teh maupun karet, tampak bahwa PBN menempati urutan teratas,
216
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 216
6/22/2010 6:19:27 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
bahkan produktivitasnya sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan PR dan PBS (lihat Tabel 7.5). Yang agak di luar perkiraan adalah bahwa produktivitas teh maupun karet yang dikelola PBS adalah relatif rendah atau kurang lebih sama dengan yang dikelola oleh PR. Padahal secara teoritis produktivitas teh dan atau karet yang dikelola oleh PBS diperkirakan mempunyai peringkat tertinggi dibandingkan dengan PBN, apalagi dibandingkan dengan PR. Hal ini membantah argumentasi umum bahwa perusahaan yang dikelola oleh pihak swasta adalah selalu lebih profesional dibandingkan dengan pihak pemerintah sehingga produktivitas dan kinerja ekonomi dan finansial lainnya diharapkan mengikuti logika itu. Bukti empirik dari perkebunan teh dan karet di Kabupaten Sukabumi tidak mendukung logika tersebut. Jenis komoditi perkebunan lainnya yang cukup penting ditinjau dari luas areal adalah kelapa hibrida, cengkeh dan kakao. Kedua jenis komoditi tersebut diusahakan oleh PR maupun PBS. Sedangkan komoditi lainnya yang banyak diusahakan oleh PR adalah pala, panili, aren, kemiri dan kopi serta kumis kucing (lihat Tabel 7.4). Tabel 7.1
Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman Tahun 2005 – 2008 (dalam hektar)
No. Komoditi A. Tahunan 1. Kelapa 2. Kopi Arabika Kopi Robusta Kopi Kate 3. Cengkeh 4. Jambu Mete 5. Kakao 6. Kenanga
2005
2006
2007
2008
5.059,50 134,00 182,60 0,00 116,70 57,00 11,75 0,50
5.007,00 134,00 137,60 3,00 48,10 44,50 10,50 0,50
4.944,43 102,00 135,55 3,00 48,20 46,50 13,50 0,50
4.977.61 102,00 125,45 3,00 47,70 48,50 13,45 0,50
217
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 217
6/22/2010 6:19:27 PM
Mochammad Nadjib
7. 8. 9. 10. B. 1.
2. 3. 4.
Panili Lada Kapuk Randu Teh Semusim Tembakau (R) Tembakau Virginia Tembakau Vrostenland Tebu Mendong Nilam
0,00 6,95 14,00 1,00
2,10 6,95 14,00 1,00
3,50 6,25 14,00 1,00
3,50 6,70 16,00 1,00
2.032,50 220,59 28,66 1.164,25 158,50 2,50
1.270,80 113,00 10,00 1.295,35 150,00 6,00
1.001,00 103,70 10,00 1.314,93 150,00 2,15
1.064,50 100,00 5,00 1.352,54 150,00 2,45
Sumber: Kabupaten Sleman dalam Angka, Berbagai Tahun.
Tabel 7.2
Jumlah Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman 2005 – 2008 (dalam ton)
No. Komoditas A. Tahunan 1. Kelapa 2. Kopi Arabika Kopi Robusta Kopi Kate 3. Cengkeh 4. Jambu Mete 5. Kakao 6. Kenanga 7. Panili 8. Lada 9. Kapuk Randu 10. Teh B. Semusim 1. Tembakau (R) Tembakau Virginia Tembakau Vrostenland 2. Tebu 3. Mendong 4. Nilam
2005
2006
2007
2008
84.578,31 351,00 550,80 0,00 265,00 234,40 254,55 18,80 0,00 21,15 22,85 9,00
84.766,65 370,65 462,20 6,50 94,19 120,35 265,65 18,35 2,15 18,95 19,45 8,75
83.427,20 351,25 525,70 6,50 94,79 55,00 300,15 18,85 14,60 15,75 18,60 8,75
83.648,05 377,45 468,15 15,70 93,29 58,50 305,50 18,85 13,15 19,65 25,85 8,75
12.349,40 4.083,74 766,50 45.258,94 30.236,00 24,00
7.732,40 2.054,22 237,85 49.203,36 28.622,00 53,35
6.255,45 1.997,00 235,65 54.224,69 28.476,00 32,05
6.830,30 2.253,55 122,30 53.907,54 30.325,00 60,20
Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka, Berbagai Tahun.
218
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 218
6/22/2010 6:19:27 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
Tabel 7.3
Perkembangan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman 2005 – 2008 (dalam ton/hektar)
No. Komoditas A. Tahunan 1. Kelapa 2. Kopi Arabika Kopi Robusta Kopi Kate 3. Cengkeh 4. Jambu Mete 5. Kakao 6. Kenanga 7. Panili 8. Lada 9. Kapuk Randu 10. Teh B. Semusim 1. Tembakau (R) Tembakau Virginia Tembakau Vrostenland 2. Tebu 3. Mendong 4. Nilam
2005
2006
2007
2008
16,72 2,62 3,02 0,00 2,27 4,11 21,67 37,60 0,00 3,04 1,63 9,00
16,93 2,77 3,36 2,17 1,96 2,70 25,30 36,70 1,02 2,73 1,39 8,75
16,87 3,44 3,88 2,17 1,97 1,18 22,23 37,70 4,17 5,25 1,33 8,75
16,81 3,70 3,73 5,23 1,96 1,21 22,71 37,70 3,76 2,93 1,62 8,75
6,08 18,51 26,74 38,87 190,76 9,60
6,08 18,18 23,79 37,98 190,81 8,89
6,25 19,26 23,79 41,24 189,84 14,91
6,42 22,54 24,46 51,8 202,17 24,57
Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka, Berbagai Tahun.
Tabel 7.4
No.
1. 2. 3.
Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Komoditi dan Status Perusahaan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008
Jenis Komoditi
(1) Teh Karet Kelapa Dalam
Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Perkebunan Besar (PR) Swasta (PBS) Negara (PBN) Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Areal (Ton) Areal (Ton) Areal (Ton) (Ha) (Ha) (Ha) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 10.684,00 7.550,47 4.617,91 3.430,89 2.418,51 3.580,94 4.066,45 2.234,61 9.137,73 4.280,22 7.432,08 6.910,07 10.773,60 9.312,28 458,50 141,85 -
219
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 219
6/22/2010 6:19:27 PM
Mochammad Nadjib
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Kelapa Hibrida Cengkeh Kakao Pala Panili Guttapercha Kemiri Kapuk Pinang Pandan Aren Jambu Mete Lada Kopi Kumis Kucing Albasia Sereh Wangi Nilam Kina Mindi Murbai Sawit
3.308,00
3.136,81 2.368,13
551,57
818,16
-
7.920,70 305,20 1.728,00 895,55 252,00 102,75 169,00 30,00 1.078,00 27,00 179,50 969,50 253,00
1.801,51 924,18 15,09 1.010,50 312,85 122,55 183,98 88,09 75,32 2,09 288,13 12,35 12,18 218,85 304,42 820,74 -
267,39 418,70 474,53 -
417,04 -
1,57 -
-
-
433,30 45,48
- 1.417,15 10,13 -
-
104,00 -
171,05 -
5,00 300,00 78,00
610,21 420,04 - 2.662,54
126,45 468,93
Sumber: Kabupaten Sukabumi Dalam Angka, Tahun 2008.
Tabel 7.5
Produktivitas Tanaman Teh dan Karet di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 (dalam ton/ha) Pengelola
Produktivitas Teh
Karet
1. Perkebunan Rakyat (PR)
70,67
54,95
2. Perkebunan Besar Swasta (PBR)
74,30
46,84
3. Perkebunan Besar Negara (PBN)
148,06
92,98
Sumber: Diolah dari Tabel 7.3 dan Tabel 7.4
220
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 220
6/22/2010 6:19:28 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
7.3
Model Pembiayaan di Sub-Sektor Perkebunan yang Diterapkan Pemerintah
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa jenis tanaman perkebunan di Kabupaten Sukabumi meliputi: karet, kakao, teh, kelapa dan cengkeh, sedangkan kelapa sawit dalam bentuk potensi saja. Meskipun demikian, pembiayaan syariah baik program maupun non-program untuk perkebunan belum ada padahal komoditi perkebunan tersebut cukup aman dan menguntungkan. Inisiatif pembiayaan syariah mestinya berasal dari pihak perbankan. Adapun program dari pemerintah pusat untuk perkebunan antara lain: (1) Kredit Revitalisasi Perkebunan, (2) GEMAR atau Gerakan Multi Argribisnis. Kredit Revitalisasi Perkebunan berupa kegiatan perluasan tanaman karet berdasarkan SK. Direktorat Jenderal Perkebunan Nomor: 135/Kpts/RC.110/10/2008, tanggal 14 Oktober 2008 adalah sebagai berikut: Tahun ke 1 (P – 0)
Jumlah Kredit (Rp) 11.997.000
2 (P – 1)
4.146.000
3 (P – 2)
4.120.000
4 (P – 3)
4.364.300
5 (P – 4)
4.227.000
6 (P – 5)
5.140.000
Peruntukan HOK, bahan dan alat, sertifikat HOK, bahan dan alat HOK, bahan dan alat HOK, bahan dan alat HOK, bahan dan alat HOK, bahan dan alat
HOK = Hari, Orang, Kerja (Upah Kerja).
221
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 221
6/22/2010 6:19:28 PM
Mochammad Nadjib
Dengan demikian besarnya kredit revitalisasi tanaman karet di Kabupaten Sukabumi adalah Rp 33.995.800,- per hektar, yang dikucurkan selama 6 tahun dengan peruntukan HOK, bahan dan alat serta sertifikasi lahan. Kredit Revitalisasi di daerah Kabupaten Sukabumi diberi plafon 700 hektar pada tahun pertama dan 300 hektar pada tahun kedua. Adapun mekanisme pengalokasian kredit revitalisasi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Dinas Perkebunan mendata para petani dan membantu sertifikasi lahan.
2.
Dana dari BRI disetor ke para petani di bawah koordinasi Kelompok Tani (Pok-Tan) sebesar Rp 33 Juta/hektar.
3.
Bunga plus pokok pinjaman dibayar setelah panen.
4.
Pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar 5% pertahun dari tahun 0 hingga tahun kelima (tahun pertama bunga 10%, tahun kedua dan seterusnya berlaku suku bunga komersial).
Selain program revitalisasi, Departemen Pertanian juga mempunyai program Gerakan Multi Agribisnis atau GEMAR. Program ini dimaksudkan untuk membantu peningkatan pendapatan petani tanaman pangan, perkebunan dan perikanan dalam bentuk kredit untuk kegiatan usaha tambahan atau pelengkap berupa ternak, budidaya jamur kayu, ikan, lebah madu dan lainlain. Paket program GEMAR ini diberikan kepada petani melalui koordinasi dengan kelompok-kelompok tani yang sudah ada. Program pemerintah lainnya adalah SP3 yaitu sistem pembiayaan Pertanian Perdesaan (skala mikro dan kecil). Kredit ini diberikan kepada petani dengan jaminan pemerintah. Selain itu pemerintah 222
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 222
6/22/2010 6:19:28 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
juga memberikan subsidi bunga sebesar 3-5%. Karena nilai kredit ini juga relatif kecil, pihak bank pelaksana juga tidak mudah untuk menggulirkan kredit SP3 ini. Program ini juga terkendala bukti pemilikan tanah sehingga tahun 2007 sampai tahun 2008 belum juga terlaksana. Ada beberapa masalah teknis dalam pengelolaan perkebunan, antara lain: (a)
Kredit untuk perkebunan besar, tidak seluruhnya disalurkan sesuai dengan akad kredit sehingga banyak perkebunan yang rusak, kredit macet, banyak utang;
(b)
Perkebunan karet kalau disewakan berbahaya, bisa rusak karena disadap setiap hari;
(c)
Untuk tanaman karet, pemasaran bersifat sangat terbuka sehingga harus banyak pengawasan;
(d)
Tanaman cengkeh banyak yang di ijon atau diperdagangkan sebelum panen.
Menurut pejabat Dinas Perkebunan dan Kehutanan, pembiayaan syariah untuk sektor perkebunan di Kabupaten Sukabumi belum ada padahal pembiayaan syariah sebenarnya aman dan fleksibel, tapi inisiatif seharusnya datang dari pihak perbankan sendiri. Beberapa komoditi perkebunan yang cukup aman untuk dibiayai dengan pembiayaan syariah adalah karet dan tembakau. Tetapi kelapa sawit, tebu, kelapa dan cengkeh juga relatif aman.
223
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 223
6/22/2010 6:19:28 PM
Mochammad Nadjib
Sementara itu, jenis tanaman perkebunan yang banyak diusahakan oleh para petani di Kabupaten Sleman antara lain: tembakau, kopi, mendong, mete (jambu mede), lada dan panili. Adapun program pemberdayaan petani dilakukan dengan cara penguatan modal dengan sistem kepercayaan atau tanpa agunan. Sumber dana dari APBD dengan nilai pinjaman sebesar Rp 10 juta, Rp 20 juta dan Rp 30 juta per petani. Pinjaman diberikan kepada petani yang telah memiliki kelompok tani yang telah dikukuhkan yang terdiri dari 20 hingga 25 orang. Syaratnya mereka tidak punya utang ke bank juga tidak punya utang ke Provinsi. Jasa pinjaman sebesar 6% per tahun. Pengembalian pokok pinjaman plus jasa disetor ke sub-sektor Perkebunan, kemudian dilanjutkan ke Dinas dan selanjutnya ke Bank Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman. Mekanisme pengajuan pinjaman dilakukan dengan cara: Kelompok tani mengajukan proposal (kepada BPD/Dinas Perkebunan). Bila layak maka pinjaman modal diberikan. Adapun lamanya pinjaman tergantung pada jenis komoditi yang dibiayai. Misalnya: kopi selama 1 tahun, mendong 6 bulan dan lain-lain dengan tingkat kemacetan pinjaman sekitar 5%. Ada juga program PMUK atau Penguatan Modal Usaha Kelompok yang dibiayai dengan APBN. Disini tugas Dinas hanya membina KelompokKelompok Usaha Bersama (KUB) dari petani mendong, tembakau, kopi dan lain-lain. KUB tersebut diharapkan nantinya menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berbadan hukum.
224
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 224
6/22/2010 6:19:28 PM
Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan
Salah satu rahasia sukses program pemberdayaan petani yang dibiayai dari dana APBD di Kabupaten Sleman adalah karena adanya forum komunikasi kelompok yang dilakukan tiap 3 bulan. Forum ini dibentuk supaya terjalin hubungan yang akrab dan saling berbagi pengalaman antar individu dan kelompok sehingga terjadi rasa sungkan bila kelompoknya kurang berhasil, apalagi kalau sampai ada yang gagal mengembalikan pinjaman. 7.4
Proses Penyaluran Pembiayaan Sub-sektor Perkebunan
Dalam rangka pengembangan agribisnis pertanian khususnya pada sub-sektor perkebunan Kabupaten Sleman ditempuh dengan berbagai upaya kegiatan antara lain peningkatan SDM, pengembangan dan pertumbuhan kelembagaan kelompok, peningkatan sarana prasarana, penerapan teknologi tepat guna, pengendalian penyakit dan penguatan modal perkebunan. Salah satu permasalahan yang ikut berperan dalam menghambat laju pengembangan usaha perkebunan ditingkat petani perkebunan adalah masalah keterbatasan permodalan, sehingga simulasi dana pinjaman penguatan modal sangat dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan dan peningkatan perekonomian masyarakat dengan basis usaha pertanian. Program penguatan modal perkebunan ikut mendorong dan memacu tumbuhnya semangat dan motivasi usaha perkebunan secara terpadu baik dalam aspek ekonomi, sosial, kelembagaan masyarakat, kesehatan lingkungan maupun aspek keamanan dan ketertiban masyarakat. 225
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 225
6/22/2010 6:19:28 PM
Mochammad Nadjib
Alokasi penguatan modal perkebunan yang telah berjalan belum dapat merata diseluruh kelompok atau anggota tani perkebunan yang ada di Kabupaten Sleman sehingga program penguatan modal tersebut pada tahun 2007 ini terus dilaksanakan dengan semakin disempurnakan sistem dan mekanisme pelaksanaannya agar lebih efektif dan efisien sesuai dengan tujuan dan sasaran program penguatan modal. 7.4.1 Sasaran dan Tujuan Program Sasaran program ini adalah kelompok tani perkebunan yang aktif dinamis, tertib dan bertanggungjawab. Tujuannya adalah: 1.
Membantu masyarakat pelaku perkebunan untuk meningkatkan usahanya;
2.
Pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan perekonomian masyarakat melalui kelembagaan masyarakat;
3.
Efisiensi pemanfaatan anggaran pembangunan pemerintah dalam rangka pengembangan perekonomian masyarakat;
4.
Meningkatkan pendapatan petani perkebunan.
7.4.2 Manfaat Program 1.
Meningkatkan rasa tanggungjawab masyarakat dalam mengelola dana pinjaman dengan baik;
2.
Tumbuhnya pemberdayaan perekonomian masyarakat.
226
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 226
6/22/2010 6:19:28 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
7.4.3 Mekanisme Program 1.
Prosedur pengajuan pinjaman direkomendasikan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) , Petugas Teknis dan diketahui oleh Kepala Desa dan Camat;
2.
Pelaku usaha mengajukan pinjaman sesuai dengan kegiatan usahanya;
3.
Ada perbedaan dengan program dari lembaga keuangan, karena kuncinya disini adalah tingkat komunikasi yang tinggi dan pelayanan yang prima serta kontrol yang dilakukan secara rutin;
4.
Tim Dinas Kabupaten melakukan penilaian/seleksi dengan kriteria yang telah ditentukan;
5.
Penetapan kelompok tani perkebunan dan anggota penerima pinjaman dana penguatan modal;
6.
Proses penyelesaian administrasi perjanjian dan administrasi lainnya;
7.
Kelompok yang telah menyelesaikan administrasi segera akan menerima penyerahan dana pinjaman secara utuh melalui rekening masing-masing kelompok di BPC-DIY Cabang Sleman atau unit terdekat;
8.
Pengembalian dana pinjaman harus dilakukan secara tertib dan bertanggungjawab sesuai jadwal angsuran pinjaman melalui Pembantu Bendahara Penerima di Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman atau melalui Rekening Dinas Pertanian dan
227
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 227
6/22/2010 6:19:28 PM
Mahmud Thoha
Kehutanan dan selanjutnya segera menyerahkan foto copy slip setoran ke Pembantu Bendahara Penerima. 7.4.4 Syarat Calon Penerimaan Pinjaman Penguatan Modal a.
b.
Syarat Umum •
Kelompok sudah tumbuh dan berkembang secara alami sesuai kebutuhan kelompok;
•
Kelompok tani perkebunan aktif dan dinamis ditandai dengan adanya pertemuan kelompok secara rutin setiap bulan/selapan;
•
Dinamika kelompok berjalan dengan baik ditandai dengan komunikasi kelompok berjalan lancar, mengedepankan musyawarah untuk mufakat, terbuka, jujur, disiplin/tertib dan bertanggungjawab;
•
Administrasi kelompok dilaksanakan dengan tertib dan lengkap;
•
Mampu mengelola keuangan kelompok dengan tertib dan tanggungjawab baik dana intern kelompok maupun dari luar kelompok;
•
Memiliki pengalaman berkebun dan mempunyai kelayakan usaha sesuai kegiatannya.
Persyaratan teknis dan administrasi calon penerima pinjaman dana penguatan modal. Syarat teknis: •
Untuk kegiatan perkebunan harus dikelola dalam kelompok;
228
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 228
6/22/2010 6:19:28 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
•
Memiliki perkebunan, dan tersedia perkebunan yang cukup memadai;
•
Memanfaatkan dana pinjaman sesuai peruntukkannya. Syarat administrasi:
•
Kelompok menyerahkan foto copy KTP ketua dan anggota penerima;
•
Menyerahkan meterai Rp 6.000,-
•
Ketua kelompok dan anggota penerima menandatangani surat perjanjian yang telah disepakati dan mengembalikan surat perjanjian sesuai waktu yang ditentukan;
•
Anggota calon penerima pinjaman harus mendapat persetujuan dari pihak keluarga, istri/anak sebagai ahli waris yang tertuang pada surat keterangan dalam perjanjian;
•
Menyerahkan foto copy nomor rekening kelompok yang dibuka di BPD-DIY Cabang Sleman atau unit terdekat.
7.4.5 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 1.
Sosialisasi program kepada petugas;
2.
Sosialisasi program kepada kelompok oleh petugas;
3.
Penerimaan permohonan pengajuan dari kelompok;
4.
Seleksi kelompok;
5.
Penetapan kelompok dan anggota calon penerima;
6.
Penyelesaian administrasi pinjaman penguatan modal;
229
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 229
6/22/2010 6:19:28 PM
Mahmud Thoha
7.
Transfer dana dikelompok sesuai alokasi dana yang telah ditentukan melalui BPD Cabang Sleman atau unit terdekat;
8.
Monitoring, pemantauan dan evaluasi pengadaan perkebunan dan pembinaan;
9.
Pengembalian dana pinjaman dan sebelumnya diberitahukan untuk diingatkan tentang jatuh tempo angsuran.
7.5
Pembiayaan Syariah untuk Sub-sektor Perkebunan
pelaksanaan
Dari perspektif bisnis, sub-sektor perkebunan merupakan salah satu sektor usaha yang menarik bagi pihak perbankan untuk menyalurkan dananya. Hal ini berlaku untuk perbankan konvensional maupun perbankan syariah. Perkebunan tebu dan kelapa sawit adalah beberapa contoh komoditi perkebunan yang cukup menjanjikan keuntungan. Perbankan konvensional sudah lama berkolaborasi dengan para petani tebu dengan skim konvensional pula yakni melalui pinjaman berbasis bunga dengan agunan sertifikat atau girik tanah serta penjaminan dari pemerintah. Sedangkan perbankan syariah seperti Bank Syariah Mandiri telah menyalurkan pembiayaan syariah kepada para petani kelapa sawit di daerah Lampung dengan skim bagi hasil atau pola syariah. Namun demikian secara keseluruhan sektor pertanian pada umumnya kurang menarik bagi sektor perbankan dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan dan industri. Dari sisi pemerintah, berbagai program untuk sektor perkebunan khususnya dan sektor pertanian umumnya telah
230
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 230
6/22/2010 6:19:28 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
diluncurkan seperti KKPE, SP3 (Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian); KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan lain-lain. Diantara skim-skim tersebut yang menggunakan pola syariah adalah PUAP (Pembiayaan Usaha Agribisnis Pertanian). Sementara KUR tidak dirancang khusus untuk pola syariah tetapi bila KUR ini bermitra dengan bank syariah maka otomatis akan dirubah menjadi pola syariah sebagaimana dilaksanakan oleh Bank Syariah Mandiri. Dalam melaksanakan program PUAP, Departemen Pertanian menggandeng BKPP (Badan Koordinasi Pembangunan Pertanian). PUAP ini baru diluncurkan tahun 2008 dan efektif dilaksanakan tahun 2009. Program pembiayaan syariah ini ditujukan kepada seluruh sub-sektor pertanian seperti tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan peternakan, tetapi tidak termasuk subsektor perikanan. Pelaksanaan program PUAP ini juga melibatkan penyelia yang direkrut dari orang-orang yang telah berpengalaman dalam pengelolaan usaha mikro seperti Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Mereka disewa oleh BKPP sebagai implementor program PUAP berbasis syariah. Dalam hal ini penyelia ditugasi untuk membentuk devisi unit usaha otonom atau Lembaga Keuangan Mikro untuk petani. Lembaga ini nantinya diharapkan dapat dikelola oleh masyarakat setempat. Untuk itu, penyelia merekrut beberapa pemuda desa untuk mengelola lembaga keuangan mikro tersebut. Mereka digaji dari perolehan bagi hasil dengan petani dengan pola 70 untuk petani dan 30 untuk lembaga keuangan mikro. Akad-akad syariah yang banyak digunakan adalah murabahah dan mudharabah. Akad murabahah atau jual beli dengan margin
231
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 231
6/22/2010 6:19:28 PM
Mahmud Thoha
biasanya dipakai untuk pembelian bibit dan pupuk bagi para petani yang punya lahan, sedangkan akad mudharabah biasanya dipakai untuk modal usaha bagi petani yang tidak punya lahan, misalnya untuk menggarap tanah orang lain. Modal pembiayaan dari program PUAP tersebut dikembalikan kalau panen atau dibayar setelah panen (”yarnen”) dengan pola 70 : 30 atau 80 : 20. Pembiayaan melalui PUAP ini biasanya berjangka pendek. Untuk sub-sektor kehutanan misalnya, pembiayaan bisa digunakan untuk pembibitan pohon jati (6 bulan). Sedangkan untuk sub-sektor peternakan bisa digunakan untuk pembelian pakan atau penggemukan sapi dan kambing serta peternakan kelinci. Hal ini dimaksudkan agar dana PUAP bisa bergulir lebih cepat. Selain untuk membiayai kegiatan yang bersifat on-farm seperti hortikultura, PUAP juga membantu kegiatan petani non-budidaya (off-farm) seperti usaha kerupuk udang, emping melinjo, pisang goreng, bakul sayuran dan lain-lain. 7.6
Kendala dalam Penyaluran Pembiayaan
Meskipun pemerintah telah mencanangkan kredit program tetapi ada beberapa kendala dalam proses penyalurannya kepada petani perkebunan, misalnya kendala dalam revitalisasi di Kabupaten Sukabumi terutama adalah sertifikasi lahan karena kebanyakan petani tidak mempunyai riwayat tanah seperti warisan, hibah, akte jual-beli dan lain-lain. Padahal itu merupakan persyaratan bagi Badan Pertanahan Nasional untuk terbitkan sertifikat tanah. Selain itu, bukti kepemilikkan lahan ini juga
232
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 232
6/22/2010 6:19:28 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengajukan kredit dari perbankan, Kendala lainnya adalah faktor modal untuk keperluan pengaduan bibit karet unggul yang relatif mahal yakni sekitar Rp 7.000,- hingga Rp 8.000,- per pohon atau sekitar Rp 4 juta per hektar. Ini belum termasuk kebutuhan untuk pemupukan, tenaga kerja dan lain-lain. Adapun beberapa kendala operasional di lapangan dalam pelaksanaan program PUAP berbasis syariah di Kabupaten Sukabumi diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, adalah terlalu luasnya lingkup wilayah penyelia yakni 30 desa untuk setiap penyelia, sehingga frekuensi tatap muka dengan kelompok tani kurang intensif. Idealnya 1 penyelia untuk 10 desa. Kedua, sumberdaya manusia dari desa setempat sebagai pengelola lembaga keuangan mikro yang direkrut oleh penyelia biasanya bukan yang terbaik, melainkan yang sisa-sisa saja karena yang terbaik sudah bekerja di perkotaan. Adapun kendala operasional pembiayaan syariah untuk subsektor perkebunan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya dan di Kabupaten Sleman pada khususnya adalah sebagai berikut: Pertama, sub-sektor perkebunan rakyat yang banyak diusahakan oleh para petani kopi, tembakau, mendong, teh dan lain-lain kurang menarik bagi bank-bank syariah di daerah itu seperti Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Pembangunan Daerah unit usaha syariah dan lain-lain. Bank-bank tersebut menganggap bahwa skala usaha perkebunan rakyat terlalu kecil untuk dibiayai mengingat bahwa target konsumen dari BSM adalah perusahaan menengah-besar
233
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 233
6/22/2010 6:19:28 PM
Mahmud Thoha
(corporate). Kedua, jumlah pegawai bank pada kantor cabang juga tidak cukup banyak untuk bisa melayani nasabah yang kecil-kecil pada sub-sektor perkebunan yang tersebar di seluruh pelosok Kabupaten Sleman. Ketiga, bagi lembaga keuangan syariah seperti Baitul Mal wat Tamwil (BMT) selaku ujung tombak pembiayaan syariah pada sub-sektor perkebunan kendala yang dihadapi adalah para tenaga lapangan harus tahu persis bagaimana pola bisnis sub-sektor perkebunan baik berupa tanaman tahunan maupun musiman. Apalagi jangka waktu musim tanam hingga musim panen untuk sub-sektor perkebunan pada umumnya lebih panjang bila dibandingkan dengan sub-sektor tanaman pangan. Pada sisi yang lain sumber dana BMT pada umumnya berupa simpanan jangka pendek. Belum lagi dengan kenyataan bahwa BMT selaku lembaga pembiayaan modern juga mempunyai pola pengembalian pembiayaan dari nasabah yang bersifat bulanan. Padahal pola produksi tanaman perkebunan jelas tidak memungkinkan untuk mengembalikan pembiayaan secara bulanan seperti pedagang yang mempunyai cash-flow harian. Dengan demikian ada kesenjangan dalam pola pengembalian pembiayaan dengan pola produksi komoditi perkebunan. 7.7
Peran Pemerintah, Bank Syariah dan BMT dalam Pengembangan Pembiayaan Syariah
7.7.1 Peran Pemerintah Pusat Pemerintah Pusat berperan penting dalam pengembangan sektor perkebunan terutama melalui kredit program seperti SP3, KP3, PUAP dan KUR. Melalui PUAP, Departemen Pertanian 234
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 234
6/22/2010 6:19:29 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
berupaya memberdayakan petani, termasuk petani perkebunan dengan skim syariah. Dalam pelaksanaannya di daerah, program ini dilaksanakan oleh BKPP, sedangkan teknis operasionalnya BKPP mengangkat para tenaga honorer yang direkrut dari orang-orang yang sudah berpengalaman dalam pengelolaan usaha-usaha mikro berbasis syariah. Oleh karena itu para tenaga lapangan tersebut pada umumnya adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dalam mengelola Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Ini terutama terjadi di daerah Kabupaten Sukabumi. Meskipun pembiayaan syariah melalui PUAP ini relatif belum banyak menyentuh subsektor perkebunan, namun demikian telah merambah pada subsektor pertanian lainnya seperti tanaman pangan, peternakan dan holtikultura, serta aktivitas ekonomi off-farm. Sementara itu program PUAP berbasis syariah ini tampaknya belum banyak diimplementasikan di daerah penelitian Yogyakarta. 7.7.2 Peran Pemerintah Daerah Peran Pemerintah Daerah dalam pembiayaan syariah untuk sektor pertanian, khususnya sub-sektor perkebunan dapat dikatakan sangat terbatas atau hampir belum ada. Namun demikian perannya dalam pemberdayaan petani dengan skim berbasis bunga cukup menonjol terutama di Kabupaten Sleman. Sejak 2002 Pemda Kabupaten Sleman telah melakukan pemberdayaan terhadap para petani dari seluruh sub-sektornya seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan lain-lain melalui model penguatan modal. Model Penguatan Modal ini dilakukan melalui BKKD atau Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah. Dalam hal ini
235
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 235
6/22/2010 6:19:29 PM
Mahmud Thoha
dana dari APBD disalurkan ke Dinas-Dinas baru ke kelompok tani. Dalam model ini dipakai pendekatan kelompok untuk mengatasi kesulitan agunan dan akses perbankan. Pengelolaan dibuat sederhana, antara lain: a) Kelompok direkomendasikan oleh penyuluh. Dalam setiap kecamatan ada satu penyuluh pertanian, dengan tugas membina kelompok-kelompok tani; b)
Tidak ada agunan, hanya kepercayaan;
c)
Pengembalian pinjaman selama 13 bulan, dibayar 2x angsuran;
d)
Bunga 6 % per tahun.
Sebagai langkah awal pemberdayaan maka kelompok tani harus exist dulu supaya dinamikanya terjaga. Pinjaman dilakukan secara selektif melalui kelompok. Penggunaan kelompok tani ini dimaksudkan untuk memanfaatkan sikap hidup ”pakewuh” orang Jawa. Kalau ada anggota kelompok yang tidak membayar pinjaman diharapkan orang tersebut akan merasa ”pakewuh” pada kelompoknya. Dengan demikian sanksi moral dan sosial diharapkan berlaku. Dana pinjaman ini bisa bergulir tiga kali dalam kelompok tetapi dana harus dikembalikan dulu. Besarnya plafon kredit adalah 10 juta dan bersumber dari APBN, sedangkan 20 juta lagi berasal dari APBD II sehingga total kredit/kelompok adalah 30 juta. Dana APBD II tersebut bebas digunakan untuk komoditi apa saja termasuk komoditi perkebunan. Total dana guliran dari APBD II untuk sektor perkebunan sejak 2002 hingga 2008 mencapai hampir sebesar Rp 4 milyar dan sampai saat ini tunggakan kurang
236
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 236
6/22/2010 6:19:29 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
dari 5%. Pelajaran penting dari program pemberdayaan ini adalah bahwa keterbatasan dana pada kelompok dapat dibantu diatasi dengan membuka akses ke perbankan (dengan agunan) dengan rekomendasi dari Dinas. Melalui model penguatan ini dana dari Pemerintah Pusat bersifat hibah tetapi sampai ke daerah harus dimasukkan atau disinkronisasikan dengan pola pemberdayaan setempat dengan dikoordinasikan oleh bagian Perekonomian Daerah dengan orientasi bisnis/pemberdayaan bukan bersifat sosial, karena kalau bersifat sosial, itu tugas Dinas Sosial bukan tugas Dinas-Dinas teknis lainnya. 7.7.3 Peran Bank Syariah Peran Bank Syariah Mandiri (BSM) dalam pemberdayaan petani adalah melakukan pembiayaan melalui sistem channelling dana SP3 Departemen Pertanian. Dalam hal ini BSM merangkul BMT sebagai mitra kerja dalam menyalurkan dana tersebut dengan menyerahkan nama-nama petani yang memenuhi syarat. Besarnya dana Rp 10 juta/petani dengan agunan minimal 10%. SP3 ini sebenarnya dirancang untuk mengembangkan sektor pertanian dari hulu ke hilir tetapi dalam prakteknya lebih banyak disalurkan ke sektor agribisnis dan hanya sedikit sekali yang dipakai untuk kegiatan budidaya tanaman. Sekarang ini BSM menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai pengganti SP3. Pembiayaan disalurkan kepada petani melalui BMT dan perusahaan (corporate) dengan plafon maksimal Rp 500 juta. Bank Syariah Mandiri (BSM) terutama menyalurkan pembiayaan ke Asosiasi dan Korporat selain ke BMT. Program KUR ini dananya dari Bank tetapi 70% agunannya dijamin
237
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 237
6/22/2010 6:19:29 PM
Mahmud Thoha
oleh pemerintah melalui asuransi penjaminan dan 30% agunannya dijamin oleh pihak bank. Dalam hal penyaluran (channelling) pembiayaan Bank Syariah Mandiri kepada korporat digunakan skim mudharabah wal muqayyadah. Sementara itu pembiayaan BMT kepada petani dari BSM dalam rangka channelling program SP3 dan atau KUR menggunakan prinsip margin tetapi pembayaran bagi hasil dengan BSM menggunakan skim mudharabah wal muqayyadah. Mengenai margin BMT kepada petani yang relatif tinggi adalah karena risiko pembiayaan terhadap sektor pertanian relatif tinggi pula. Dengan demikian makin tinggi risiko atau tantangan yang dihadapi oleh pemilik dana, maka semakin tinggi pula margin yang ditetapkan. Meskipun sektor pertanian berisiko tinggi tetapi sebenarnya tergantung pula pada jenis komoditinya. Kelapa sawit misalnya adalah salah satu komoditi perkebunan yang cukup menarik bagi BSM untuk dilakukan kerjasama pembiayaan dengan pihak petani. Dalam hal penyaluran pembiayaan, BSM cabang DIY harus berpedoman pada guideline dari BSM kantor Pusat Jakarta tentang sektor atau komoditi apa saja yang direkomendasikan untuk dibiayai dan atau dihindari. Sementara itu dalam hal pengembangan sektor pertanian pada umumnya dan sektor perkebunan pada khusunya BSM DIY berpendapat bahwa sektor ini tidak bisa diserahkan begitu saja kepada mekanisme pasar tetapi memerlukan dukungan pemerintah dan keberpihakan secara nyata oleh stakeholder lainnya. 7.7.4 Peran Baitul Mal wat Tamwil (BMT) Baitul Mal wat Tamwil (BMT) juga berperan penting dalam pembiayaan syariah untuk sektor pertanian dengan proses sebagai 238
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 238
6/22/2010 6:19:29 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
berikut: Bank Syariah Mandiri (BSM) mengucurkan dana SP3/KP3 kepada BMT Bina Ummat Desa Sidoluhur, Kecamatan Godean Sleman Barat. Selanjutnya BMT menyalurkan pembiayaan kepada nasabah petani baik secara individual atau kelompok (asosiasi petani). Skim pembiayaan praktis yang dipakai adalah mudharabah. Dalam hal ini BMT membayar margin kepada BSM sebesar 0,9 hingga 1% per bulan, sedangkan BMT mengenakan margin kepada petani sebesar 2% per bulan secara periodik. Pembayaran secara periodik per bulan ini sudah merupakan aturan perbankan. Padahal petani mempunyai pola produksi yang berbeda yakni 3 sampai dengan 4 bulan baru panen (untuk komoditi pangan seperti padi), atau 1,5 bulan (untuk sayur-sayuran), atau 3 bulan (untuk perikanan darat seperti lele) dan 1 tahun (untuk tanaman tebu). Disinilah muncul mismatch antara keharusan mengembalikan dana pembiayaan secara periodik setiap bulan dengan kenyataan bahwa pola penerimaan hasil produksi pertanian memerlukan waktu yang lebih lama. Untuk mengatasi masalah ini biasanya petani membayar kewajibannya kepada pihak BMT atau perbankan secara periodik dari sumber lain diluar bidang usaha yang dibiayai oleh pihak BMT atau perbankan. Sementara itu pengembalian dana pinjaman dari BMT kepada BSM secara periodik/bulanan dianggap tidak bermasalah karena BMT mengambil dana dari sumber lain yang diperoleh secara periodik pula. Besarnya dana untuk pembelian bibit adalah sekitar Rp 3,5 juta per petani. Adapun skim yang sering dipakai oleh BMT dalam menyalurkan pembiayaan kepada petani adalah murabahah. Misalnya BMT memberikan pembiayaan kepada petani untuk beli bibit, obat dan pupuk. Dalam hal ini pihak
239
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 239
6/22/2010 6:19:29 PM
Mahmud Thoha
BMT mengambil margin dari selisih harga beli dan jual dari bibit, obat dan pupuk tersebut. Mengenai jenis usaha yang dibiayai, secara teoritis pihak BSM maupun BMT sebenarnya menyalurkan pembiayaan kepada sektor pertanian dari hulu sampai hilir (on-farm dan off-farm) tetapi dalam prakteknya lebih banyak yang disalurkan (75%) kepada off-farm (pedagang alat-alat pertanian, obat-obatan pupuk), dibandingkan dengan on-farm (pengolahan lahan). Alasannya adalah karena onfarm berisiko lebih tinggi (gagal panen, harga jatuh, pola panen yang tidak sesuai dengan pola pengembalian dana pembiayaan kepada pihak BMT/ perbankan). Selain dana SP3 dari BSM, pihak BMT juga menyalurkan LAZBSM sebesar Rp 20 juta kepada petani secara produktif dan bergulir. Besarnya dana SP3 dari BSM adalah Rp 350 juta yang disalurkan sejak akhir 2007 selama 3 tahun. Mengenai jumlah anggota BMT Bina Ummat saat ini sebanyak 10.000 orang penabung sedangkan yang menjadi nasabah pengguna pembiayaan sekitar 40% hingga 50% dari jumlah penabung. Kendala yang dihadapi oleh BMT saat ini adalah harus tahu persis pola bisnis pertanian. Pembiayaan macet tidak ada tetapi pengembalian pinjaman memang ada yang tersendat. Untuk mengatasi masalah ini biasanya diambil langkahlangkah rescheduling atau restrukturisasi.
240
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 240
6/22/2010 6:19:29 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
7.8
Efektivitas Pembiayaan Syariah dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
Pembiayaan syariah untuk sektor pertanian di Kabupaten Sukabumi maupun Kabupaten Sleman sudah mulai terjamah baik melalui program-program pemerintah, Bank-Bank Syariah maupun Baitul Mal wat Tamwil (BMT), tetapi yang disalurkan kepada subsektor perkebunan masih sangat terbatas sehingga belum bisa diketahui bagaimana efektivitasnya. Idealnya, untuk mengetahui efektivitas pembiayaan syariah ini dilakukan dengan cara mengukur kenaikan produksi, omset atau pendapatan petani perkebunan. Karena hal ini belum dilakukan maka efektivitas tersebut dapat diukur secara tidak langsung melalui tingkat kemacetan pembiayaan syariah BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman yang selain menyalurkan pembiayaan pada sektor perdagangan juga pada sektor pertanian pada umumnya. Data rasio kesehatan BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman Tahun 2008 seperti terlihat pada Tabel 7.6 menunjukkan bahwa tingkat kesehatannya berdasarkan indikator-indikator struktur modal, aktiva produktif, likuiditas, efisiensi dan rentabilitas, berada dalam kondisi cukup sehat dengan skore 3,04 dari skala 0 sampai 4. Dari indikator aktiva produktif, terlihat bahwa pembiayaan bermasalah mencapai 7,2 persen atau 2,2 persen lebih tinggi dari yang ditargetkan (<5%). Sedangkan dilihat dari kolektibilitas BMT periode harian, mingguan, bulanan maupun jatuh tempo sebanyak 92,7 persen pembiayaan tergolong lancar, 2,9 persen kurang lancar, dan 1,02 persen termasuk diragukan dan hanya 0,88 persen
241
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 241
6/22/2010 6:19:29 PM
Mahmud Thoha
yang tergolong macet (lihat Tabel 7.7). Hal ini merupakan indikasi bahwa sebagian besar (99%) aktivitas bisnis yang mendapatkan pembiayaan berbasis syariah dari BMT Agawe Makmur relatif berjalan lancar. Dengan demikian pembiayaan syariah dapat dikatakan cukup efektif dalam meningkatkan pendapatan para mitra usahanya. Tabel 7.6
Rasio Kesehatan BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman Tahun 2008
Indikator Struktur Modal
Komponen Total Modal --------------------- 100 % Simpanan Sukarela Pemb. Bermasalah Aktiva Produktif ------------------------ 100 % Total Pembiayaan Cad. Pengh. Pemb. ----------------------- 100 % Pemb. Bermasalah Likuiditas Total Pembiayaan ---------------------- 100 % Dana yang diterima Biaya Opers. --------------------- 100 % Eksternal Pendapatan Opers. Inventaris ------------------- 100 % Total Modal Laba ----------------- 100 % Rentabilitas Total Harta Laba ---------------- 100 % Total Modal JUMLAH
%
Target
Nilai
Bobot
Skore
14,4
> 25
3
20
0,6
7,2
<5
3
25
0,75
19,4
75 100
1
5
0,05
81,8 81 - 85
4
20
0,8
90,7
< 60
2
5
0,1
10,6
< 30
4
5
0,2
2,5
>5
2
13
0,26
25,7
> 25
4
7
0,28
100
3,04
Keterangan: 3,50 – 4,00 = Sehat
242
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 242
6/22/2010 6:19:29 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
2,50 – 3,48 = Cukup Sehat 1,50 = 2,40 = Kurang Sehat < 1,50 = Tidak Sehat
Tabel 7.7 Periode
Kolektibilitas BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman Tahun 2008 Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Harian
1,850,000
539,000
-
-
Mingguan
8,714,000
-
-
-
Bulanan
1,964,574,224
99,589,922
42,150,192
36,269,269
Jatuh Tempo
1,845,102,400
20,000,000
-
-
JUMLAH
3,820,249,624
120,128,922
42,150,192
36,269,269
92,76
2,92
1,02
0,88
%
Catatan: - Kurang Lancar = Terlambat 4 s.d 6 bulan - Diragukan = Terlambat 7 s.d 12 bulan - Macet = Terlambat di atas 13 bulan
7.9
Prospek Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah melalui sistem chanelling seperti PUAP dan KUR maupun pembiayaan syariah langsung melalui BMT untuk sektor perkebunan pada dasarnya cukup baik karena beberapa alasan. Pertama, budaya kegiatan ekonomi berbasis bagi hasil sudah mengakar dalam masyarakat. Kedua, pola pembiayaan syariah diharapkan lebih baik daripada pola konvensional karena ada rasa takut pada Allah bila secara sengaja menyalahgunakan dana pembiayaan yang diberikan. Ketiga, pembiayaan syariah yang dilakukan melalui kelompok tani diharapkan dapat menanamkan rasa malu kepada sesama anggota kelompok bila tidak memegang amanah. Keempat, prospek pembiayaan akan lebih cerah lagi kalau pola pengembalian pembiayaan dari nasabah disesuaikan 243
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 243
6/22/2010 6:19:29 PM
Mahmud Thoha
dengan pola produksi komoditi perkebunan yang dibiayai. Pola inilah barangkali yang dapat dikatakan sebagai pola pembiayaan syariah dalam arti yang sebenarnya, karena dengan demikian pengembalian dana pembiayaan diperoleh dari kegiatan usaha yang dibiayai, bukan dari sumber lain. Kelima, pengetahuan, pemahaman dan kesadaran ummat Islam terhadap pembiayaan syariah baik selaku pengelola lembaga keuangan maupun sebagai mitra usaha diharapkan terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya pemahaman dan kesadaran ummat Islam terhadap ajaran agamanya. Hal ini pada gilirannya akan merupakan motor penggerak yang sangat kuat untuk pengembangan pembiayaan syariah pada umumnya dan untuk sub-sektor perkebunan pada khususnya. 7.10 Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan penting dari penelitian ini. Pertama, pembiayaan syariah untuk sub-sektor perkebunan masih sangat terbatas. Kredit program yang diluncurkan oleh pemerintah seperti PUAP, SP3 dan KUR antara lain disalurkan melalui bank-bank syariah seperti Bank Mandiri. Mengingat keterbatasan sumberdaya manusia, bank syariah biasanya menyalurkan pembiayaan tersebut kepada para petani perkebunan melalui ujung tombak lembaga keuangan mikro syariah atau Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Oleh BMT penyaluran dana dari bank syariah kepada mitra usaha petani perkebunan pada umumnya digunakan skim pembiayaan murabahah (jual-beli), atau mudharobah (bagi hasil), dan sangat sedikit sekali yang menggunakan skim 244
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 244
6/22/2010 6:19:29 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
musyarakah (berbagi risiko atau Profit and Lose Sharing), atau skim pembiayaan syariah lainnya. Kedua, kendala utama yang dihadapi oleh pihak perbankan syariah dalam pembiayaan usahausaha mikro di sub-sektor perkebunan pada umumnya terdiri dari: a). Skala usaha terlalu kecil; b). Berisiko tinggi; c). Daya jangkauan pelayanan perbankan syariah terhadap usaha-usaha skala kecil relatif terbatas, karena sumberdaya manusia perbankan syariah juga sangat terbatas jumlahnya. Selain itu ”cose business” bank syariah adalah mitra usaha skala perusahaan (corporate) bukan skala mikro atau kecil; d). Ketiadaan agunan karena seringkali lahan petani perkebunan rakyat tidak/belum bersertifikat. Sedangkan kendala yang dihadapi oleh BMT dalam penyaluran pembiayaan untuk petani perkebunan terutama adalah ketidaksinkronan antara pola produksi komoditi perkebunan yang memakan waktu lebih dari sebulan sedangkan angsuran pembiayaan kepada BMT harus dilakukan secara periodik setiap bulan. Ditinjau dari aspek ini skim pembiayaan syariah sebenarnya belum bisa dikatakan sebagai syariah murni karena pengembalian dan pembiayaan tidak bersumber dari hasil perolehan usaha perkebunan yang dibiayainya. Ketiga, peran Pemerintah Pusat dalam pembiayaan syariah untuk sub-sektor perkebunan pada umumnya memang tidak dirancang khusus dalam bentuk kredit program dengan skim syariah tetapi bila program pemerintah seperti {PUAP, SP3, KUR dan lain-lain disalurkan melalui bank-bank syariah maka secara otomatis akan menggunakan skim pembiayaan berbasis syariah. Peran Pemerintah Daerah secara langsung dalam pembiayaan syariah dapat dikatakan tidak atau belum ada. Peran cukup
245
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 245
6/22/2010 6:19:29 PM
Mahmud Thoha
menonjol dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman melalui program penguatan modal sub-sektor perkebunan, yang dilakukan secara bergulir melalui kelompok-kelompok tani . Tetapi program ini berbasis bunga, bukan bagi hasil. Peran Bank Syariah dalam pemberdayaan sub-sektor perkebunan rakyat masih sangat terbatas, itupun dilakukan karena adanya program pemerintah. Sedangkan peran BMT sebagai ujung tombak lembaga keuangan mikro syariah juga masih sangat terbatas karena pembiayaannya lebih banyak disalurkan pada sektor usaha perdagangan, ketimbang sektor pertanian dengan sub-sub sektornya. Keempat, mengingat terbatasnya pembiayaan syariah untuk perkebunan rakyat maka belum bisa diketahui tentang efektivitas pembiayaannya. Namun secara tidak langsung efektivitasnya dapat diukur dari persentase besarnya pembiayaan macet dari BMT Agawe Makmur yang menyalurkan sebagian pembiayaannya pada sektor pertanian yang besarnya kurang dari satu persen. Dibandingkan dengan program penguatan modal untuk perkebunan dari Pemda Kabupaten Sleman dengan tingkat kemacetan sekitar 5 persen, maka pembiayaan syariah dapat dikatakan lebih efektif. Kelima, ada beberapa skim pembiayaan syariah yang bisa diterapkan untuk pengembangan perkebunan rakyat (skala kecil) seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, salam, istishna dan Qordhul hasan. Apapun skim yang akan diterapkan, faktor penting yang perlu dipertimbangkan oleh pihak lembaga keuangan syariah adalah perlunya penyesuaian periode pengembalian dana pembiayaan dengan pola produksi dari komoditi perkebunana yang dibiayainya. Kenam, prospek pembiayaan cukup cerah karena
246
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 246
6/22/2010 6:19:29 PM
Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan
skim-skim yang ditawarkan sudah sering dipraktekkan dikalangan petani meskipun tidak dengan sebutan terminologi syariah. Dengan demikian pembiayaan syariah dapat mengisi kebutuhan dana untuk modal kerja maupun modal investasi yang diperlukan untuk pengembangan perkebunan rakyat, yang selama ini juga belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh skim kredit konvensional.
247
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 247
6/22/2010 6:19:29 PM
Mahmud Thoha
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Suryana, Agus Pakpahan, Ahmad Djauhari. 1990. Diversifikasi Pertanian: Dalam Proses Mempercepat Laju Pembangunan Nasional. Jakarta: Sinar Harapan. BMT Agawe Makmur.2008. Rapat Anggota Tahunan: Evaluasi Perkembangan Usaha Yogyakarta Bustanul Arifin. 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia: Telaah Struktur, Kasus, dan Alternatif Strategi. Jakarta: Erlangga Didin Hafidhuddin Ma’turidi. 2007. Peran Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia: Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Agama Islam Unit Pelaksana Mata Kuliah Dasar Umum Institut Pertanian Bogor. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman. 2008. Yogyakarta: Laporan Penguatan Modal Dana APBD Bulan Nopember 2008 Kabupaten Sleman Dalam Angka, berbagai Tahun. Kabupaten Sukabumi Dalam Angka,
berbagai Tahun.
Mahmud Thoha. 2005. Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sub-Sektor Perikanan, Jakarta: P2E-LIPI. 2006. Pengaruh BMT terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat, ”Prospek BMT Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Jakarta: P2E-LIPI, Jakarta.
248
FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 248
6/22/2010 6:19:30 PM