PERANAN DAN TANTANGAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN SEKTOR RIIL (Studi Kasus UMKM Sektor Pertanian, Industri dan Jasa Komersial)
Editor : Muhammad Soekarni
LIPI
PUSAT PENELITIAN EKONOMI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2009 1
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd 1
6/22/2010 6:29:20 PM
©2009 Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)
KATALOG DALAM TERBITAN PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI
Peranan dan tantangan perbankan syariah dalam mengembangkan sektor riil : studi kasus UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial/editor Muhammad Soekarni. - [Jakarta] : Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2009.
i-xii + 194 hlm: 15 cm x 21 cm
338 ISBN : 978-602-8659-18-5
Penerbit:
LIPI
LIPI Press, anggota Ikapi Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widya Graha Lt. 4 - 5 Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710 Telp: 021-5207120 Fax: 021-5262139
ii
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec1:ii
6/22/2010 6:29:32 PM
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penelitian dengan judul ”Peranan dan Tantangan Perbankan Syariah dalam Mengembangkan Sektor Riil (Studi Kasus: UMKM Sektor Pertanian, Industri dan Jasa Komersial)” ini dapat diselesaikan pada waktunya. Penelitian ini merupakan salah satu dari kegiatan DIPA Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI) Tahun 2009. Perbankan syar’iah sudah berkiprah di Indonesia semenjak tahun 1992 yang dipelopori oleh Bank Muamalat. Dewasa ini jumlah bank syariah sudah semakin banyak yang terdiri dari Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syar’iah. Sejalan dengan itu, pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan, termasuk pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Namun demikian, pembiayaan yang disalurkan tentu tidak semuanya berjalan lancar, melainkan mesti ada dinamika didalamnya. Beranjak dari hal tersebut, penelitian ini berusaha untuk mengkaji secara lebih mendalam peranan perbankan syariah dalam mengembangkan UMKM yang selama ini banyak menghadapi kesulitan mengakses dunia perbankan. Kajian dilakukan pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan mengangkat studi kasus pembiayaan yang disalurkan ke sektor pertanian, industri dan jasa komersial. Buku hasil penelitian ini diuraikan dalam tujuh bab yang terdiri dari Bab I menjelaskan Pendahuluan; Bab II: Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil; Bab III: Peranan
i
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:i
6/22/2010 6:29:32 PM
Unit Usaha Syariah Dalam Mendorong Sektor Riil; Bab IV: Analisas SWOT Bank Syariah; Bab V: Prosepek Perbankan Syariah di Indonesia; Bab VI mencoba untuk menguraikan hasil survei Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah; dan terakhir Bab VII berisi Kesimpulan dan Saran. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih dan jazakumullah khairan katsiran kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik dalam bentuk kritik, saran, data tertulis, informasi lisan, maupun tenaga dalam mengumpulkan data primer melalui kuesioner. Tanpa ada bantuan tersebut, tentu penelitian ini tidak akan dapat dijalankan dengan baik. Kiranya semua itu akan menjadi amal saleh bagi Bapak dan Ibu yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Terakhir kami menyadari bahwa penelitian ini masih mengandung banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat terbuka menerima saran-saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan.
Jakarta, Desember 2009 Kepala Puslit Ekonomi LIPI
Drs. Darwin, M.Sc NIP. 19551121 198303 1 003
ii
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:ii
6/22/2010 6:29:32 PM
ABSTRAK Perbankan syariah sudah eksis di Indonesia semenjak 17 (tujuh belas) tahun yang lalu. Salah satu peran yang dimainkan oleh perbankan syariah adalah menyalurkan pembiayaan untuk membantu percepatan perkembangan sektor riil. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam peranan perbankan syariah dalam membantu permodalan UMKM, khususnya yang bergerak di sektor pertanian, industri dan jasa komersial. Tujuan lainnya adalah menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan perbankan syariah dalam aspek pembiayaan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perbankan syariah telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam membantu percepatan pertumbuhan sektor riil melalui penguatan permodalan UMKM. Hal ini ditunjukkan oleh FDR (Financing to Deposit Ratio) yang relatif tinggi; terjadinya peningkatan nilai pembiayaan perbankan syariah yang disalurkan untuk modal kerja dan investasi; semakin besarnya porsi penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi perbankan syariah terhadap total kredit Bank Umum; dan UMKM mendapatkan porsi yang lebih besar dari pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah. Kendala dan tantangan yang dihadapi perbankan syariah antara lain: (1) keterbatasan Sumberdaya Insani (SDI) sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan; (2) kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang produk dan jasa perbankan syariah; dan (3) belum terbangunnya motivasi dan integritas masyarakat secara baik dalam menggunakan perbankan syariah.
iii
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:iii
6/22/2010 6:29:32 PM
ABSTRACT Sharia banking has existed in Indonesia since 1992. One of the several roles played by sharia banking is to provide financing to push increasing development of real sector. This study has two main objectives, which are: first to explore the role of sharia banking in financing Micro, Small and Medium Enterprises (MSME’s) in agricultural, industrial and commercial services sectors; second, to analyze the strong, weaknesses, opportunities, and threats of sharia banking in the financing aspect. The result of this study shows that sharia banking has contributed significantly in increasing acceleration of real sector growth through assisting MSME’s by providing special financing for them. This is indicated by some main indicators such as high FDR (Financing to Deposit Ratio), increasing the ratio of financing to working capital and investment, larger portion of working capital and investment in total financing, and increasing portion of financing for MSME’s. Some of Weaknesses and threats faced by sharia banking are; (1) lack of human resources who can fully understand sharia banking both in policy and implementation level; (2) lack of society’s knowledge on understanding of sharia banking products and services; and (3) limitedness of integrity and society’s motivation to use sharia banking.
iv
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:iv
6/22/2010 6:29:32 PM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................ i ABSTRAK ....................................................................................... iii ABSTRACT ..................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................... v DAFTAR TABEL .............................................................................. viii DAFTAR GRAFIK ............................................................................ x DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xi BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................... Oleh: Tim Peneliti 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan dan Sasaran................................................................. 1.4 Tinjauan Pustaka ..................................................................... 1.5 Metodologi ................................................................................
1 1 4 5 6 12
BAB 2 PERANAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL ............... Oleh: Agus Syarip Hidayat 2.1 Pengantar ................................................................................. 2.2 Perkembangan Pembiayaan yang Disalurkan BUS ke Sektor Riil ................................................................................... 2.3 Pembiayaan Bank Syariah Bersama Cabang Bandung: Studi Kasus Nasabah di Industri Sepatu, Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa Komersial .......... 2.4 Kesimpulan ...............................................................................
25 25 26
42 58
v
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:v
6/22/2010 6:29:32 PM
BAB 3 PERANAN UNIT USAHA SYARIAH BANK AMANAH DALAM MENDORONG SEKTOR RIIL ............................... 61 Oleh: Muhammad Soekarni 3.1 Pengantar ................................................................................. 61 3.2 Kondisi Internal UUS Bank Amanah ................................. 62 3.3 Studi Kasus UMKM Nasabah Pembiayaan UUS Bank Amanah ..................................................................................... 84 3.4 Kesimpulan................................................................................ 97 BAB 4 ANALISIS SWOT PERBANKAN SYARIAH........................... Oleh: Chitra Indah Yuliana 4.1 Pendahuluan ............................................................................ 4.2 Analisis SWOT Bank Umum Syariah ................................. 4.3 Analisis SWOT Unit Usaha Syariah .................................... 4.4 Analisis SWOT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah........ 4.5 Analisis SWOT Perbankan Syariah .................................... 4.6 Kesimpulan ............................................................................... BAB 5 PROSPEK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA ........... Oleh: Putri Irma Yuniarti 5.1 Pengantar ................................................................................. 5.2 Faktor Penghambat Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah ................................................................. 5.3 Faktor Pendorong Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah ................................................................ 5.4 Prospek Perbankan Syariah ................................................ 5.5 Kesimpulan ...............................................................................
99 99 101 110 118 124 136 141 141 144 148 150 155
vi
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:vi
6/22/2010 6:29:32 PM
BAB 6 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PERBANKAN SYARIAH ........................................................................... Oleh: Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni 6.1 Pengantar.................................................................................. 6.2 Pengetahuan Masyarakat tentang Perbankan Syariah........................................................................................ 6.3 Motivasi Pemilihan Bank Syariah ..................................... 6.4 Persepsi Masyarakat tentang Pembiayaan Perbankan Syariah ................................................................. 6.5 Kesimpulan .............................................................................. BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. Oleh: Tim Peneliti 7.1 Kesimpulan ............................................................................. 7.2 Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
157 157 159 169 173 178 181 181 184 187
vii
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:vii
6/22/2010 6:29:32 PM
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Variabel dan Indikator Penelitian ........................................... Tabel 2.1 Pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha .. Syariah (UUS) Berdasarkan Jenis Penggunaan ................ Tabel 2.2 Jumlah BUS dan Jaringan Kantor BUS di Seluruh Indonesia ....................................................................................... Tabel 2.3 Pembiayaan BUS & UUS Berdasarkan Golongan Pembiayaan .................................................................................. Tabel 2.4 Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Akad Pembiayaan .................................................................................. Tabel 2.5 Porsi Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Cabang Bandung Berdasarkan Jenis Akad Tahun 2004-2008 (Persen) .................................................................... Tabel 2.6 Pembiayaan Non Lancar - Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan ...... Tabel 2.7 Pembiayaan Non Lancar - Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Golongan Pembiayaan .. Tabel 3.1 Penyaluran Pembiayaan UUS Bank Amanah (Rp Milyar) Tabel 3.2 Akad Pembiayaan Responden A, B, C dan D ...................... Tabel 4.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal BUS ..................................... Tabel 4.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal BUS .................................. Tabel 4.3 Matriks TOWS BUS Bank A ........................................................ Tabel 4.4 Matriks Evaluasi Faktor Internal UUS .................................... Tabel 4.5 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal UUS.................................. Tabel 4.6 Matriks TOWS UUS Bank B ........................................................ Tabel 4.7 Matriks Evaluasi Faktor Internal BPRS ..................................
17 27 32 33 36
38 41 41 69 90 101 106 109 111 114 116 119
viii
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:viii
6/22/2010 6:29:32 PM
Tabel 4.8 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal BPRS ................................ 121 Tabel 4.9 Matriks TOWS BPRS C ................................................................. 123 Tabel 4.10 Matriks Evaluasi Faktor Internal Perbankan Syariah........ 125 Tabel 4.11 Komposisi Pembiayaan BUS, UUS dan BPRS Periode September 2009 ........................................................................... 129 Tabel 4.12 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Perbankan Syariah ..... 131 Tabel 4.13 Matriks TOWS Perbankan Syariah .......................................... 134 Tabel 5.1. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank di Indonesia (Posisi Oktober 2008, dalam Miliar Rupiah) ... 145 Tabel 5.2 Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional.... 150 Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Nama Bank Syariah yang Diketahui.............................................................................. 160 Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Perbankan Syariah .................................................... 162 Tabel 6.3 Distribusi Responden yang Pernah dan Tidak Pernah Berhubungan/ Bertransaksi dengan Perbankan Syariah 164 Tabel 6.4 Distribusi Responden Menurut Transaksi yang Pernah Dilakukan di Bank Syariah ....................................................... 167 Tabel 6.5 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Berhubungan/Bertransaksi Melalui Bank Syariah ........... 170 Tabel 6.6 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Tidak Pernah Berhubungan/Bertransaksi dengan Bank Syariah ........... 172 Tabel 6.7 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Pembiayaan Bank Syariah ........................................................ 173 Tabel 6.8 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tentang Kelebihan Pembiayaan Bank Syariah ................................... 174 Tabel 6.9 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Kekurangan Pembiayaan Bank Syariah ........................................................ 175 Tabel 6.10 Distribusi Responden Menurut Saran Untuk Pengembangan Perbankan Syariah ..................................... 177
ix
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:ix
6/22/2010 6:29:32 PM
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah ....................... 3 Grafik 3.1 Perkembangan Aset UUS Bank Amanah (Per Desember 2004-September 2008).............................................................. 63 Grafik 3.2 Perkembangan Indikator BOPO UUS Bank Amanah (Per Desember 2002-Desember 2007) ................................ 64 Grafik 3.3 Perkembangan Laba UUS Bank Amanah (Per Desember 2002-September 2008).............................................................. 65 Grafik 3.4 Perkembangan ROA UUS Bank Amanah Periode 2004-2008 ...................................................................................... 66 Grafik 3.5 Perkembangan Pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga UUS Bank Amanah (Per Des 2004-Sept 2008)................... 67 Grafik 3.6 Financing to Deposit Ratio (FDR) UUS Bank Amanah Periode (Per Desember 2004-September 2008) ............. 68 Grafik 6.1 Persentase Responden yang Pernah Berhubungan/ Bertransaksi dengan Perbankan Syariah Menurut Klasifikasi Pekerjaan .................................................................. 165 Grafik 6.2 Responden yang Pernah Berhubungan/Bertransaksi dengan Perbankan Syariah Menurut Klasifikasi Pendidikan .................................................................................... 166 Grafik 6.3 Jenis Transaksi yang Pernah Dilakukan Responden Melalui Bank Syariah Menurut Pekerjaan Responden ... 169
x
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:x
6/22/2010 6:29:32 PM
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 3.1
Alur Pikir Penelitian ............................................................... Matriks Internal Eksternal (IE) ............................................. Matriks TOWS ........................................................................... Struktur Organisasi Bank Amanah ....................................
12 22 23 74
xi
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:xi
6/22/2010 6:29:32 PM
xii
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec3:xii
6/22/2010 6:29:33 PM
Pendahuluan
BAB 1 PENDAHULUAN Tim Peneliti
1.1 Latar Belakang Kehadiran bank syariah di Indonesia dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Beberapa tahun kemudian muncul dua Bank Umum Syariah (BUS) baru yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Selanjutnya pada bulan Oktober 2008, berdiri lagi dua BUS yaitu PT Bank Syariah BRI dan PT Bank Syariah Bukopin. Perbankan syariah juga diperkuat oleh Unit Usaha Syariah (UUS) yang dibentuk oleh bank-bank konvensional dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Berdasarkan data bank Indonesia, hingga triwulan ketiga 2008 terdapat 28 UUS dan 128 BPRS. Jumlah kantor BUS dan UUS sebanyak 841 unit dan layanan syariah di kantor cabang bank konvensional mencapai 1.440 unit. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi. Pesatnya pertumbuhan jumlah dan kantor perbankan syariah telah memberikan pengaruh yang signifikan pada indikator perkembangan perbankan syariah. Salah satu indikator yang menarik untuk diperhatikan adalah nilai aset. Akumulasi aset perbankan syariah menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan yaitu dari Rp 15,3 triliun tahun 2004 menjadi Rp 47,2 triliun pada November 2008. Akan tetapi, jika diperhatikan secara tahunan, tingkat pertumbuhan aset tersebut sebenarnya mulai agak melambat. Selain itu, nilai aset perbankan syariah yang sebesar Rp 47.2 triliun per November 2008
1
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:1
6/22/2010 6:29:33 PM
Tim Peneliti
itu baru mencapai 2,1 persen dari total aset perbankan nasional yang sudah mencapai Rp 2.303,4 triliun. Pangsa aset perbankan syariah tersebut masih dibawah target cetak biru perbankan syariah yaitu 5 persen pada akhir 2008. Meskipun target pertumbuhan asset belum berhasil dicapai, namun perbankan syariah telah memberikan kontribusi nyata dalam mendorong pertumbuhan sektor riil melalui pembiayaan yang disalurkannya. Nilai pembiayaan tersebut telah mengalami peningkatan yang cukup pesat dari Rp 11,5 triliun pada tahun 2004 menjadi 27,9 triliun tahun 2007 dan Rp 38,5 triliun tahun 2008. Berdasarkan data Bulan November 2008, pembiayaan perbankan syariah lebih banyak diserap oleh sektor jasa komersial; sektor perdagangan, restoran dan hotel; sektor konstruksi; sektor transportasi dan komunikasi; dan sektor industri (Lihat Gambar1). Kualitas pembiayaan perbankan syariah secara tahunan yang ditunjukkan oleh persentase pembiayaan bermasalah (non performing financing, NPF) kelihatan mengalami perbaikan. NPF pada November 2007 sebesar 5,68 persen dapat ditekan menjadi 4,97 persen pada November 2008. Akan tetapi, apabila diperhatikan pergerakan secara bulanan selama tahun 2008, nampaknya NPF cenderung meningkat. NPF bulan Januari 4,18 persen, Maret 4,17 persen, Mei 4,94 persen, Juli 4,17 persen dan September 4,12 persen. Artinya, kualitas pembiayaan dalam tahun 2008 sedikit mengalami penurunan1.
1
Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2009, BI dan Statistik Perbankan Syariah November 2008, BI.
2
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:2
6/22/2010 6:29:33 PM
Pendahuluan
Lainnya
27.7
Jasa Sosial
7.1
Jasa Komersial
30.9
Transportasi & Komunikasi
5.6
Perdagangan
11.9
Konstruksi
9.8
Industri
3.7
Pertanian
3.3 0
5
10
15
20
25
30
35
Persen
Grafik 1.1 Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2008 Sumber: Statistik Perbankan Syariah, November 2008, BI.
Dari Rp 26,5 triliun pembiayaan yang disalurkan per November 2007, sebesar 70,2 persen diterima oleh UKM. Porsi pembiayaan yang diterima UKM mengalami peningkatan menjadi 72,5 persen dari total pembiayaan bank syariah sebesar Rp 38,5 triliun per November 20082. Artinya, perhatian perbankan syariah kepada Usaha Kecil Menengah (UKM) lebih besar dibanding perhatian kepada Non UKM. Meskipun pembiayaan yang disalurkan bank syariah mayoritas untuk pelaku UKM dan pertumbuhannya per tahun mengalami peningkatan, tetapi perbankan syariah masih memiliki berbagai hambatan dalam menjalankan program pembiayaan tersebut. Bentuk hambatan tersebut antara lain belum lengkapnya kerangka dan perangkat pengaturan perbankan syariah yang sesuai dengan karakteristik baik bagi 2
Statistik Perbankan Syariah November 2008, BI.
3
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:3
6/22/2010 6:29:33 PM
Tim Peneliti
pihak perbankan syariah maupun obyek sasaran, kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan jasa perbankan syariah, belum efektifnya institusi pendukung, serta efisiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal.3 Berbagai hambatan tersebut perlu diteliti lebih mendalam untuk selanjutnya dicarikan solusi yang efektif.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas diketahui bahwa perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Akan tetapi, perkembangan yang dicapai mulai mengalami perlambatan sehingga target yang ditetapkan dalam cetak biru perbankan syariah belum dapat diwujudkan. Penyaluran pembiayaan kepada pelaku usaha, terutama UKM juga masih menghadapi berbagai kendala. Secara lebih spesifik, permasalahan yang menjadi titik tolak dalam penelitian dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan berikut ini: (1)
Sejauhmana peranan perbankan syariah dalam mengembangkan UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial?
(2)
Bagaimana persepsi pelaku usaha UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial mengenai pembiayaan yang diberikan bank syariah?
(3)
Bagaimana kualitas pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah terhadap UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial?
(4)
Bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan perbankan syariah terhadap kinerja UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial?
3
Ghafur, Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini, 2007.
4
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:4
6/22/2010 6:29:33 PM
Pendahuluan
(5)
Bagaimana kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan perbankan syariah dalam aspek pembiayaan?
(6)
Bagaimana persepsi dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaan perbankan syariah?
1.3 Tujuan dan Sasaran Beranjak dari perumusan masalah diatas, disusunlah tujuan penelitian sebagai berikut: (1)
Menganalisis peranan perbankan syariah dalam mengembangkan UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial.
(2)
Menganalisis kelebihan dan kekurangan pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah kepada UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial.
(3)
Menganalisis kualitas pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah terhadap UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial.
(4)
Menganalisis pengaruh pembiayaan yang diberikan perbankan syariah terhadap kinerja UMKM sektor pertanian, industri dan jasa komersial.
(5)
Mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan perbankan syariah dalam aspek pembiayaan.
(6)
Menggambarkan persepsi dan pengetahuan berbagai kalangan masyarakat tentang keberaan perbankan syariah.
Sasaran utama yang ingin dicapai penelitian ini adalah dihasilkannya masukan-masukan yang konkrit untuk mempercepat perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada umumnya dan
5
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:5
6/22/2010 6:29:33 PM
Tim Peneliti
perbaikan kualitas pembiayaan pada khususnya. Sasaran ini dapat diuraikan lagi secara lebih spesifik menjadi: (1)
Mendapatkan informasi yang valid secara ilmiah tentang pembiayaan, tantangan dan prospek perbankan syariah.
(2)
Tersedianya informasi tentang peranan perbankan syariah dalam mendorong perkembangan sektor riil.
(3)
Menghasilkan rekomendasi kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi perbankan syariah dari satu sisi, dan mengoptimalkan peluang yang ada dari sisi yang lainnya.
(4)
Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ekonomi Islam.
1.4 Tinjauan Pustaka Tujuan pokok dari ekonomi Islam (Islamic economics) adalah untuk menemukan dan menetapkan suatu tata ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (Chapra, 1992 dan Naqvi, 1994). Dalam era kontemporer, gerakan ke arah formulasi kerangka ekonomi Islam yang sinkron dengan kebutuhankebutuhan ekonomi mulai dilakukan pada dekade 1940-an, dan tiga dekade kemudian, upaya-upaya untuk mengimplementasikan ekonomi syariah tersebut mulai terlihat nyata di berbagai negara (Rahnema & Nomani, 1990; Kuran, 1993, 1995). Meskipun ekonomi Islam membahas berbagai aspek ekonomi, perbankan syariah (Islamic banking) saat ini dianggap sebagai karakteristik penentu sistem ekonomi Islam (Kuran, 1995). Terminologi ”sistem keuangan Islam” relatif masih baru dan mulai dikenal sejak pertengahan dekade 1980-an. Jauh sebelum itu,
6
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:6
6/22/2010 6:29:33 PM
Pendahuluan
referensi-referensi awal mengenai aktivitas perdagangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (syariah) yakni aktivitas perdagangan yang mengacu kepada ”interest free” atau ”perbankan Islam”. Eksperimen modern pertama dalam mewujudkan perbankan syariah dilakukan di Mesir. Inisiatif pionir ini dilakukan dengan menerapkan prinsip bagi hasil (profit sharing) yang dipelopori oleh Ahmad El Najjar (Siddiqi, l988). Pertumbuhan perbankan syariah masih sangat lamban hingga dekade 1970-an ketika ekonomi dunia mekar kembali didorong oleh bom minyak pada tahun 1974. Kemakmuran yang umumnya dinikmati oleh negara-negara muslim mendorong semangat untuk mengadopsi nilai-nilai Islam dalam praktik ekonominya dan pada saat yang sama pula, mulai tumbuh penolakan terhadap sistim politik dan ekonomi Barat. Penolakan tersebut semakin nyata ketika semakin banyak muslim yang memilih untuk mendepositokan uang mereka dan melakukan aktivitas transaksi perdagangan dengan menggunakan bank-bank yang menerapkan prinsip-prinsip syariah (Lewis dan Algoud, 2001). Seiring dengan berjalannya waktu, peran instrumen-instrumen keuangan Islam dalam aktivitas perekonomian, khususnya perbankan syariah mulai berkembang pesat. Meningkatnya popularitas dan visibilitas perbankan syariah semakin nyata pada dekade 1990-an ketika instrumen-instrumen keuangan Islam mulai diterapkan, baik oleh perbankan syariah maupun lembaga perbankan non-syariah, baik muslim maupun non-muslim. Pada saat yang sama juga mulai diakui dan digunakan fitur-fitur keuangan yang berlandaskan syariah seperti al-Muddarabah, al-Muassasah dan lain-lain dalam aktivitas keseharian transaksi perbankan mereka (Zeti, 2007). Lebih jauh, sistim perbankan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah juga semakin luas digunakan ketika bank-bank yang notabene bank-bank negara non-muslim seperti HSBC dan Citibank menciptakan sejumlah inovasi keuangan yang konsisten dengan prinsip syariah untuk mengkapitalisasi meningkatnya permintaan produk-produk investasi kapital Islam (Warde, 2000, 2001).
7
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:7
6/22/2010 6:29:33 PM
Tim Peneliti
Eksistensi fitur-fitur keuangan Islam di perbankan Barat tersebut menjadi katalis untuk menyerap dana dari negara-negara muslim kaya seperti Arab Saudi dan Kuwait. Sebagai konsekuensinya, sejumlah Negara yang berpopulasi muslim mayoritas seperti Iran, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, dan Sudan mulai menerapkan prinsip syariah dalam sistem perbankan mereka dengan menggunakan inisiatif inovasi perbankan. Pertumbuhan fenomenal sektor keuangan Islam didasarkan atas fakta dimana saat ini ada sekitar 300 institusi keuangan Islam di 75 negara dengan aset sekitar 300 milyar dollar dan 400 milyar dollar dalam investasi keuangan. Pertumbuhan rata-rata sektor keuangan Islam tersebut diestimasikan sekitar 15 persen per tahun dan diproyeksikan akan tumbuh lebih pesat lagi di masa yang akan datang. Terlebih dengan jumlah stok minyak di dunia muslim dan meningkatnya permintaan akan produk-produk investasi yang dikembangkan menurut prinsipprinsip syariah, hukum dan kode etik Islam dan eksistensi dari sekitar 1,6 milyar muslim di seluruh dunia (Beccalli et al., 2006). Oleh karenanya tidak mengejutkan ketika banyak institusi keuangan multinasional yang secara aktif terlibat dalam sistem keuangan berbasis syariah. Menurut Chapra dan Ahmad (2002), industri perbankan konvensional telah menggunakan jasa-jasa perbankan syariah, perusahaan-perusahaan investasi syariah, bankbank investasi syariah, perusahaan asuransi, perusahaan manajemen aset, e-commerce, broker dan dealer untuk melayani kebutuhan dalam menunjang aktivitas ekonomi baik pada saat ini maupun di masa yang akan datang. Untuk produk-produk keuangan, yang paling dominan adalah instrumen-instrumen keuangan yang berdasarkan berbagai prinsip syariah, produk asuransi, dana reksa dan uni trust, sukuk, dan saham-saham berbasis syariah .
8
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:8
6/22/2010 6:29:33 PM
Pendahuluan
Menurut Iqbal dan Mirakhor (2002: 57), lembaga keuangan Islam telah berjalan baik selama periode tingginya tingkat pertumbuhan industri tersebut. Namun, dengan adanya perubahan kondisi keuangan global yang cepat, mempertahankan tingkat pertumbuhan itu merupakan salah satu dari beberapa tantangan yang harus dihadapi. Selama ini bank-bank Islam telah mengambil keuntungan dari pertumbuhan permintaan yang cepat, akan tetapi dengan semakin banyaknya jumlah bank Islam dan pertumbuhan bunga dari lembagalembaga keuangan konvensional, maka industri tersebut menjadi sangat kompetitif. Dewasa ini Lembaga keuangan Islam menikmati keuntungan kompetitif akibat adanya hambatan masuk bagi lembagalembaga keuangan konvensional yang belum begitu memahami hukum syariah. Namun, dengan meningkatnya kesadaran dan pengenalan terhadap instrumen-instrumen Islam, kemajuan teknologi, globalisasi dan penyatuan pasar, lembaga-lembaga keuangan konvensional yang lebih berpengalaman dan lebih maju secara profesional, akan menciptakan kompetisi yang makin ketat di masa yang akan datang. Apa yang dikemukakan Iqbal dan Mirakhor di atas merupakan tinjauan tentang tantangan yang dihadapi lembaga keuangan Islam dan tingkat kompetisinya dengan lembaga keuangan konvensional di tingkat global. Namun, kondisi yang dihadapi di Indonesia sendiri menurut Djalil (2007) terletak pada kurangnya pemahaman masyarakat. Penetrasi produk dan jasa dari industri perbankan serta keuangan syariah masih kecil dibandingkan dengan potensi pasar Indonesia yang luas, salah satunya kemungkinannya adalah akibat kurang dipahaminya atau kurang memasyarakatnya konsep-konsep bisnis syariah. Harahap (2008: 59) berpendapat bahwa pihak yang memajukan suatu lembaga bank adalah nasabah. Nasabahlah yang menjadi mitra bank dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu sikap nasabah bank syariah sangat menentukan perkembangan bank syariah. Nasabah
9
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:9
6/22/2010 6:29:33 PM
Tim Peneliti
akan memberikan dan menentukan kinerja bank tersebut melalui berbagai layanan yang mereka terima. Memang nasabah bank syariah ini bermacam-macam. Mereka menjadi nasabah bisa karena alasan ekonomis atau alasan keyakinan atau dua-duanya. Sementara itu, studi Khoirunnisa (2002) menjelaskan bahwa preferensi nasabah bank syariah adalah sebagai berikut, pertama, dalam menabung faktor penentu adalah faktor ekonomi, agama, dan pihak luar. Kedua, ada hubungan faktor agama dan ekonomi dalam menabung di bank syariah. Kesimpulan ini menurut Harahap (2008: 29) menunjukkan bahwa strategi menjual produk dan jasa syariah tidak hanya bisa mengandalkan ghirah agama saja namun harus juga dibarengi dengan keuntungan ekonomis yang diperoleh nasabah. Oleh karena itu aksesibilitas, harga, promosi, dan pelayanan bank kepada nasabah ini juga mempengaruhi kegiatan sektor yang akan dibiayainya. Lebih jauh, di Indonesia sendiri, sejarah berdirinya perbankan dengan sistem bagi hasil didasarkan pada 2 (dua) alasan utama, yaitu: (1) adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam agama, bukan saja pada agama Islam, melainkan juga oleh agama samawi lainnya; dan (2) dari aspek ekonomi, penyerahan risiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang, sistem perbankan konvensional akan menyebabkan terjadinya penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki kapital besar (Sjahdeini, 1999). Kegiatan bank syariah pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, melainkan atas prinsip syariah. Oleh sebab itu bank syariah dalam
10
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:10
6/22/2010 6:29:33 PM
Pendahuluan
menjalankan operasinya tidak menggunakan sistem bunga, akan tetapi menggunakan sistem bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syariah sebagai dasar penentukan imbalan yang diterima atas jasa pembiayaan yang diberikan dan atau pemberian atas dana masyarakat yang disimpan pada bank syariah. Dalam ekonomi syariah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya perdagangan. Sebagaimana dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riil. Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam. Oleh karena keharusan terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syariah mengembangkan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam jual beli, ada sektor riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam harta.
11
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:11
6/22/2010 6:29:33 PM
Tim Peneliti
1.5 Metodologi Alur Pikir Alur pikir penelitian ini digambarkan secara ringkas melalui gambar berikut ini:
Gambar 1.1 Alur Pikir Penelitian
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kondisi dan perkembangan perbankan syariah dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu potensi, aspek internal dan aspek eksternal. Potensi perbankan syariah di Indonesia cukup besar karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Selain itu keberadaan perbankan syariah juga telah didukung oleh peraturan perundang-undangan termasuk Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Meskipun potensinya besar, namun perkembangan perbankan syariah tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor yang bersifat internal dan eksternal. Faktor-faktor yang
12
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:12
6/22/2010 6:29:33 PM
Pendahuluan
bersifat internal meliputi manajemen, strategi dan SDM yang dimiliki oleh perbankan syariah itu sendiri. Maju mundurnya perbankan syariah juga sangat dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi perhitungan bisnis. Faktor-faktor eksternal lainnya adalah dukungan pemerintah dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan kebijakan-kebijakan lainnya, serta persaingan dalam industri perbankan yang makin bersifat kompetitif. Salah satu indikator untuk melihat peran perbankan syariah dalam menggerakkan sektor riil adalah besarnya pembiayaan yang dikucurkan kepada pelaku usaha. Keberhasilan perbankan syariah dalam menyalurkan pembiayaan tersebut, di satu sisi akan meningkatkan peran perbankan syariah dalam perbankan nasional, dan di sisi lain akan mendorong percepatan perkembangan sektor riil. Secara spesifik, indikator untuk mengetahui peran perbankan syariah dalam pembiayaan terhadap UMKM di antaranya adalah besarnya pangsa pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM di masing-masing sektor yang dikaji. Indikator lainnya yaitu rasio pembiayaan UMKM perbankan syariah terhadap total kredit perbankan nasional yang disalurkan kepada UMKM.
Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan manajemen perbankan dan manajemen perusahaan. Manajemen perbankan digunakan untuk mengkaji kondisi dan perkembangan perbankan syariah yang ditinjau dari aspek manajemen operasional, kinerja keuangan, dan strategi yang dijalankan. Sedangkan pendekatan manajemen perusahaan digunakan untuk mengkaji pelaku usaha yang dijadikan responden.
13
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:13
6/22/2010 6:29:34 PM
Tim Peneliti
Ruang Lingkup Penelitian ini memberikan beberapa pembatasan terhadap perbankan syariah yang menyalurkan pembiayaan dan bidang usaha yang digeluti responden. Perbankan syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Untuk BUS dan UUS, analisis akan dilakukan pada tingkat cabang. Sementara itu, bidang usaha yang dipilih untuk mewakili sektor riil adalah sektor industri, perdagangan dan jasa komersial. Sedangkan skala usaha responden pada sektor industri, perdagangan dan jasa komersial ini dibatasi pada skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Definisi Operasional -
Bank Syariah: Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
-
Bank Umum Syariah: Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam kegiatannya bank syariah juga memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
-
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS): Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Namun dalam kegiatannya BPRS tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
14
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:14
6/22/2010 6:29:34 PM
Pendahuluan
-
Unit Usaha Syariah: unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/ atau unit syariah.
-
Pembiayaan Pembiayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembiayaan investasi yang disalurkan oleh perbankan syariah kepada UMKM dalam berbagai bentuk akad.
-
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha Mikro dengan kriteria yakni: memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
-
Usaha Kecil dengan kriteria yakni: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 milyar.
-
Usaha Menengah dengan kriteria yakni: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 milyar sampai dengan paling banyak Rp 50 milyar.
-
Persepsi: penilaian pelaku usaha terhadap bank dalam hal bentuk hubungan antara nasabah dengan bank, prosedur pengurusaan pembiayaan, persyaratan administrasi, jaminan,
15
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:15
6/22/2010 6:29:34 PM
Tim Peneliti
Besar Pembiayaan/Kredit dan Pengembalian, serta pelayanan dan inovasi produk pembiayaan. -
Sektor riil: sektor yang mengolah, mendistribusikan dan atau mengkonsumsi produk, baik berbentuk barang maupun jasa. Dalam penelitian ini sektor riil yang dikaji adalah bidang usaha industri, perdagangan dan jasa komersial.
-
Kinerja usaha Kinerja usaha UMKM yang diukur dengan berbagai indikator seperti perkembangan omzet, perkembangan jumlah tenaga kerja, rugi-laba dan rasio keuangan.
-
Kualitas Pembiayaan Aspek yang akan dikaji dalam kualitas pembiayaan meliputi persyaratan yang harus dipenuhi nasabah peminjam, prosedur pengajuan sampai pelunasan, tingkat bagi hasil, jangka waktu pelunasan, proporsi skim pembiayaan (mudharabah, musyarakah, murabahah) dan fleksibilitas dalam kondisi-kondisi khusus.
Unit Analisis Ada dua objek yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini yaitu : (1) Manajemen perbankan syariah; Analisis kondisi dan permasalahan internal akan digali dari manajemen perbankan syariah. (2) Pelaku usaha (nasabah bank syariah dan bank konvensional); Aspek yang akan dikaji dari pelaku usaha adalah kinerja perusahaan dan persepsi tentang pembiayaan perbankan syariah dan kredit perbankan konvensional.
16
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:16
6/22/2010 6:29:34 PM
Pendahuluan
Variabel dan Indikator Variabel dan indikator yang akan digunakan dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1.1 Variabel dan Indikator Penelitian No.
Variabel
Indikator
A
Aspek Internal
1.
kinerja keuangan
Total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), Return on Asset (ROA), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), dan Non Performing Financing (NPF)
2.
SDM
Jumlah, kualifikasi karyawan (pendidikan, pelatihan, kursus dll)
3
Inovasi produk perbankan syariah
Jenis pembiayaan
4
Operasional
Penilaian Kelayakan Usaha Pengawasan reguler Pendampingan
B
Aspek Eksternal
1
Motivasi dan Persepsi
Ekonomi (bagi hasil atau bunga) Keyakinan (halal, haram, ketenangan bathin dll)
2
Prosedur Peminjaman
Waktu Pengurusan Biaya Persyaratan Administrasi Agunan Waktu Pengembalian
3
Kinerja Usaha
Kapasitas produksi Jumlah Perluasan pasar (omzet)
karyawan
Lokasi Penelitian ini akan dilakukan di Propinsi Jawa Barat. Pemilihan Propinsi Jawa Barat berdasarkan pada pertimbangan perkembangan
17
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:17
6/22/2010 6:29:34 PM
Tim Peneliti
ekonomi daerah ini relatif cepat dan karakteristik masyarakatnya relatif heterogen ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, agama dan budaya.
Jenis, Sumber dan Pengumpulan Data Data primer dan sekunder akan digunakan secara bersamaan. Data primer mencakup aspek internal perbankan syariah, kondisi dan kinerja usaha responden yang dibiayai oleh perbankan syariah dan kebijakan pengembangan perbankan syariah (lihat tabel di atas). Sedangkan data sekunder meliputi laporan keuangan bank syariah, jumlah karyawan yang dipekerjakan, jumlah nasabah bank syariah, nilai pembiayaan, total aset perbankan syariah dan perbankan nasional, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur perbankan syariah. Adapun metode pengumpulan data primer akan dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview) kepada pimpinan (top manager) perbankan syariah yang dijadikan sampel penelitian, pelaku usaha dan para pengambil kebijakan. Perbankan syariah yang diteliti terdiri dari satu Bank Umum Syariah dan satu Unit Usaha Syariah. Pihak pengambil kebijakan yang diwawancarai adalah Pimpinan Kantor Pusat Bank Syariah yang dijadikan responden dan Pejabat Bank Indonesia. Sementara itu, data sekunder akan diperoleh dari laporan perbankan syariah yang dijadikan sampel, laporan atau publikasi Bank Indonesia, peraturan perundangan, jurnal ilmiah, dan media massa.
Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif akan diolah dengan metode statistik. Selanjutnya hasil pengolahan data kuantitatif yang dipadukan dengan data primer akan dianalisis dengan pendekatan explanatory. Pendekatan
18
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:18
6/22/2010 6:29:34 PM
Pendahuluan
ini memberikan penekanan pada eksplorasi berbagai realitas dan sekaligus memberikan intervensi penilaian terhadap objek penelitian yang kompleks. Selain itu juga akan dilakukan analisis SWOT untuk menjelaskan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dari perbankan syariah. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor strategis perusahaaan, yakni faktor internal yang meliputi kekuatan (Strengths/ S) dan kelemahan (Weaknesses/ W), serta faktor eksternal yang meliputi peluang (Opportunities/ O) dan ancaman (Threats/ T) secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang, yang secara bersamaan dapat pula meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti, 2008). Selain itu, analisis strategis dan pilihan ini pada umumnya termasuk membuat keputusan subyektif yang didasarkan pada informasi obyektif (David, 2002). Analisis dalam penelitian ini pada khususnya terhadap tiga perusahaan, yakni terdiri dari masing-masing satu Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), serta terhadap industri perbankan syariah secara umum. Tahapan analisis SWOT yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari tahapan yang dikemukakan oleh David (2002) yaitu: 1.
Tahap input, yakni membuat Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI). Tahap awal dari proses perumusan strategi ini memerlukan perhitungan secara subyektif. Penilaian intuitif yang baik juga selalu diperlukan dalam menetapkan pembobotan yang tepat. Dalam Matriks EFE terdapat daftar terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari.
19
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:19
6/22/2010 6:29:34 PM
Tim Peneliti
Langkah-langkah menyusun Matriks EFE: a.
Membuat daftar faktor eksternal (peluang dan ancaman) secara spesifik. Dalam matriks hanya dicantumkan yang dianggap menjadi variabel kunci atau yang utama. Penyusunan daftar ini dengan mempertimbangkan data dan informasi yang diperoleh dari media massa, indepth interview, serta literatur terkait lainnya mengenai aspek eksternal (termasuk kebijakan) yang telah disebutkan dalam tabel indikator penelitian.
b.
Membandingkan setiap faktor eksternal, lalu memberikan bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Jumlah bobot keseluruhan faktor eksternal harus sama dengan 1,0.
c.
Memberikan peringkat/rating 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk menunjukkan seberapa efektif strategi dan keadaan perusahaan saat ini dalam menjawab peluang ataupun ancaman tersebut (4= jawaban superior, 3=jawaban di atas rata-rata, 2=jawaban rata-rata, 1=jawaban buruk).
d.
Masing-masing bobot dikalikan dengan rating untuk memperoleh nilai skor dari setiap faktor.
e.
Menjumlahkan nilai skor keseluruhan faktor eksternal, yang menentukan nilai pada sumbu y dalam Matriks Internal Eksternal.
Sedangkan pada Matriks EFI dirumuskan dan dievaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha. Langkah-langkah menyusun Matriks EFI ini hampir serupa dengan Matriks EFE, yakni:
20
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:20
6/22/2010 6:29:34 PM
Pendahuluan
2.
a.
Membuat daftar faktor internal (kekuatan dan kelemahan) secara spesifik. Dalam matriks dicantumkan hanya yang dianggap menjadi variabel kunci atau yang utama. Penyusunan daftar ini dengan mempertimbangkan data dan informasi yang diperoleh dari media massa, indepth interview, serta literatur terkait lainnya mengenai aspek internal yang telah disebutkan dalam tabel indikator penelitian.
b.
Membandingkan setiap faktor internal, lalu memberikan bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Jumlah bobot keseluruhan faktor internal harus sama dengan 1,0.
c.
Memberikan rating 1 sampai 4 (1= kelemahan utama, 2= kelemahan kecil, 3= kekuatan kecil, 4= kekuatan utama) pada setiap faktor internal yang dicantumkan.
d.
Masing-masing bobot dikalikan dengan rating untuk memperoleh nilai skor dari setiap faktor.
e.
Menjumlahkan nilai skor keseluruhan faktor internal, yang menentukan nilai pada sumbu x dalam Matriks Internal Eksternal.
Menentukan makna total nilai skor, posisi serta strategi perusahaan dan industri perbankan syariah berdasarkan Matriks Internal Eksternal (IE) yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Matriks IE memformulasikan strategi alternatif berdasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai skor pada EFI pada sumbu x dan total nilai skor EFE pada sumbu y. Masing-masing total skor dalam matriks EFE dan EFI berarti memiliki posisi internal/ eksternal yang lemah (1,0-1,99), sedang (2,0-2,99) atau kuat (3,0-4,0).
21
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:21
6/22/2010 6:29:34 PM
Tim Peneliti
Total Skor Faktor Internal
Total Skor Faktor Internal
Gambar 1.2 Matriks Internal Eksternal (IE) Sumber: David (2002) Keterangan: Strategi yang sebaiknya diterapkan berdasarkan bagian kuadran pada gambar di atas, yaitu: -
Posisi industri I, II, IV = Grow and Build (Tumbuh dan Bina), yang sebaiknya menerapkan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk), atau integratif ( integrasi ke belakang/ backward, ke depan/ forward dan horizontal).
-
Posisi industri III, V, VII = Hold and Maintain (Pertahankan dan Pelihara) dengan strategi pada umumnya meliputi penetrasi pasar dan pengembangan produk.
-
3.
Posisi industri VI, VIII dan IX = Harvest or Divest (Divestasi).
Tahap pencocokan, yakni dengan membuat Matriks TOWS (Threats-Opportunities-Weaknesses-Strengths)seperti diilustrasikan pada gambar di bawah ini. Matriks TOWS bertujuan menghasilkan strategi alternatif yang layak, bukan untuk menetapkan strategi yang terbaik. Dalam matriks ini dicocokkan variabel-variabel kunci dari faktor eksternal dan internal untuk merumuskan empat tipe strategi, yaitu: a.
Strategi SO (Strengths-Opportunities= mencocokkan kekuatan dan peluang), yakni menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal.
22
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:22
6/22/2010 6:29:34 PM
Pendahuluan
b.
Strategi WO (Weaknesses-Opportunities= mencocokkan kelemahan dan peluang) untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.
c.
Strategi ST (Strengths-Threats= mencocokkan kekuatan dan ancaman) yang menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.
d.
Strategi WT (Weaknesses-Threats= mencocokkan kelemahan dan ancaman) sebagai taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.
Selalu dibiarkan kosong
Kekuatan – S 1. 2. 3. Daftar Kekuatan 4. 5.
Peluang – O Strategi SO 1. 1. 2. 2. 3. Daftar Peluang 3. Gunakan kekuatan 4. untuk memanfaatkan 5. peluang 4. 5.
Kelemahan – W 1. 2. 3. Daftar Kelemahan 4. 5. Strategi WO 1. 2. 3. Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang 4. 5.
Gambar 1.3 Matriks TOWS
23
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:23
6/22/2010 6:29:35 PM
Tim Peneliti
Ancaman – T 1. 2. 3.Daftar Ancaman 4. 5.
Strategi ST 1. 2. 3. Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman 4. 5.
Strategi WT 1. 2. 3. Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman 4. 5.
Gambar 1.3 Matriks TOWS Sumber: David (2002)
24
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:24
6/22/2010 6:29:35 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
BAB 2 PERANAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL Agus Syarif Hidayat
2.1 Pengantar Bab II ini akan menjelaskan tentang peranan Bank Umum Syariah (BUS) dalam mendorong perkembangan sektor riil. Fokus pembahasan akan menganalisis peran perkembangan BUS secara makro dan peran BUS dalam menggerakkan sektor riil dengan studi kasus di bidang usaha pembuatan sepatu, bidang usaha pembuatan jaket dan bidang usaha jasa komersial di Jawa Barat. Analisis mengenai hal ini menjadi sangat menarik mengingat kontribusi BUS dalam menggerakkan sektor riil kini terus menunjukkan trend peningkatan. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari dua indikator utama yaitu: Pertama, indikator penyaluran pembiayaan oleh BUS untuk keperluan pembiayaan modal kerja dan investasi yang terus bertambah; Kedua, porsi penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi BUS terhadap total kredit Bank Umum untuk kredit modal kerja dan investasi juga semakin besar. Peran BUS dalam mendorong sektor riil ini akan semakin diharapkan, terlebih setelah Bank Indonesia melalui PBI Nomor 11/10/ PBI/2009 mendorong pengalihan status Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Selain itu, Bank Indonesia pun memberikan insentif keringanan modal disetor bagi UUS yang akan berubah menjadi BUS sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 11/10/ PBI/2009. Sampai dengan Juni 2009 tercatat ada 5 Bank Umum Syariah
25
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:25
6/22/2010 6:29:35 PM
Agus Syarif Hidayat
di Indonesia, yaitu PT Bank Muamalat Indonesia, PT. Bank Syariah Mandiri, PT. Bank Mega Syariah, PT. Bank Bukopin Syariah dan PT. BRI Syariah. Pembahasan pada bab ini selanjutnya secara khusus akan menganalisis peranan BUS dalam mendorong pertumbuhan sektor riil dalam dua dimensi, yaitu peranaan dari sisi BUS sendiri dan dari sisi nasabahnya. Pembahasan di sisi BUS akan lebih ditekankan pada dua aspek, yaitu: Pertama, menganalisis peranan BUS dalam mendorong perkembangan sektor riil dengan fokus analisis pada pola pembiayaan menurut golongan pengguna, sektor dan jenis akad yang digunakan; Kedua, menganalisis kinerja dan pola pembiayaan BUS pada level operasional di salah satu kantor cabang. Sementara itu, penekanan analisis di sisi nasabah BUS akan lebih diarahkan pada aspek-aspek tentang motivasi nasabah, prosedur pembiayaan, pola pembiayaan, proses pengawasan dan pembinaan serta perkembangan usaha. Pembahasan di sisi nasabah sekaligus sebagai upaya untuk melihat apakah ada gap yang terjadi antara sisi kebijakan bank dengan implementasi di tingkat operasional.
2.2 Perkembangan Pembiayaan yang Disalurkan BUS ke Sektor Riil Kontribusi BUS dalam mendorong perkembangan sektor riil di Indonesia terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari dua indikator utama yaitu, Pertama, indikator penyaluran pembiayaan oleh BUS untuk keperluan pembiayaan modal kerja dan investasi yang terus bertambah; Kedua, porsi penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi BUS terhadap total kredit Bank Umum (BUK1 dan BUS) untuk kredit modal kerja dan investasi juga semakin besar. 1
BUK = Bank Umum Konvensional
26
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:26
6/22/2010 6:29:35 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
Tabel 2.1 Pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) Berdasarkan Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Total
2005
2006
2007
2008
Juni 2009
Nilai (Miliar Rp)
7.988
10.405
15.656
20.554
22.274
Pangsa (%)
52,4
50,9
56,0
53,8
52,8
Nilai (Miliar Rp)
4.288
4.374
5.637
7.907
8.696
Pangsa (%)
28,2
21,4
20,2
20,7
20,6
Nilai (Miliar Rp)
2.956
5.666
6.652
9.734
11.225
Pangsa (%)
19,4
27,7
23,8
25,5
26,6
Nilai (Miliar Rp)
15.232
20.445
27.945
38.195
42.195
Pangsa (%)
100
100
100
100
100
Sumber: www.bi.go.id. diolah
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2005, BUS dan UUS2 telah menyalurkan pembiayaan untuk modal kerja sebesar Rp 7.988 miliar atau setara dengan 52,4 persen dari total pembiayaan yang disalurkan. Angka ini melonjak tajam menjadi Rp 20.554 miliar pada tahun 2008 atau dengan kata lain telah mengalami peningkatan sebesar 157,3 persen dalam kurun waktu 3 tahun atau rata-rata 52 persen pertahun. Sementara itu. pembiayaan untuk penggunaan investasi juga mengalami trend meningkat, namun dengan pertumbuhan yang relatif lambat dibandingkan dengan pembiayaan untuk modal kerja. Periode 2005-2008. Rata-rata pertumbuhan pertahun untuk pembiayaan 2
Data BUS dan UUS disatukan sebagaimana tertuang dalam laporan bulanan Bank Indonesia.
27
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:27
6/22/2010 6:29:35 PM
Agus Syarif Hidayat
investasi sekitar 28,1 persen. Pada tahun 2005. pembiayaan yang disalurkan untuk pembiayaan investasi sebesar Rp 4.288 miliar atau setara dengan 28,2 persen dari porsi total pembiayaan yang disalurkan. Dalam perkembangannya, porsi pembiayaan untuk investasi semakin terkalahkan oleh porsi pembiayaan untuk keperluan konsumsi. Porsi pembiayaan untuk investasi pada tahun 2008 menurun menjadi 20,7 persen dari total pembiayaan BUS dan UUS. Porsi BUS dalam penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi terhadap total kredit Bank Umum (BUK dan BUS) untuk kredit modal kerja dan investasi juga mengalami lonjakan cukup tinggi. Pada tahun 2005, porsi BUS baru sebatas 2,1 persen. Porsi ini meningkat sebesar 44 persen dalam waktu empat tahun sehingga porsinya menjadi 3,1 persen pada Juni 2009. Secara agregat, pembiayaan yang disalurkan oleh BUS untuk penggunaan modal kerja, investasi dan konsumsi menunjukkan trend peningkatan dalam lima tahun terakhir ini. Rata-rata pertumbuhan jumlah pembiayaan BUS dan UUS dari tahun 2005 – 2008 mencapai angka 36 persen per tahun. Pertumbuhan pembiayaan yang fantastis ini tidak terlepas dari keberanian para pimpinan BUS dalam ekspansi pembiayaan, walaupun harus mengambil berbagai resiko, misalnya berkaitan dengan masalah likuiditas. Sejak 2005 sampai saat ini, Financing to Deposit Ratio (FDR) BUS selalu lebih tinggi dari 90 persen, bahkan sempat menyentuh angka 103,65 persen pada tahun 2008. Padahal menurut anjuran Bank Indonesia, rasio ideal FDR itu berada pada kisaran angka 90 persen. Bila didekomposisi menurut jenis bank syariah, kemungkinan besar tingginya data FDR di atas lebih banyak terjadi pada bank syariah yang berstatus UUS, seperti UUS Bank Jabar-Banten, UUS BRI Syariah (sebelum berubah menjadi BUS), UUS BNI Syariah dll. Dalam contoh ka-
28
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:28
6/22/2010 6:29:36 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
sus salah satu BUS, Bank Syariah Mandiri (BSM), dalam lima tahun terakhir ini FDR nya tidak pernah lebih dari 93 persen, bahkan untuk tahun 2008 FDR nya berada pada level 89,12 persen. Masalah likuiditas BUS dan UUS ini akan semakin berbahaya jika dikaitkan dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang umumnya adalah danadana jangka pendek. Sebagai contoh, porsi dana deposito BUS untuk jangka waktu 1 bulan terhadap total dana deposito di BUS mencapai 70,2 persen. Dengan posisi seperti ini, risiko missmatch BUS sangatlah besar karena pembiayaan umumnya berjangka waktu lebih dari satu tahun, sedangkan dana pihak ketiga mayoritas berjangka waktu satu bulan. Kembali ke masalah peningkatan pembiayan BUS yang luar biasa tadi, di samping pengaruh kebijakan ekspansif para pimpinan BUS, beberapa faktor kunci lain yang berkontribusi dalam mendorong peningkatan pembiayaan BUS, khususnya untuk penggunaan modal kerja dan investasi adalah: Pertama, keluarnya berbagai regulasi baru yang berkaitan dengan perbankan syariah. Setelah UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan pada Juli 2008, pijakan para pelaku bisnis di perbankan syariah menjadi semakin jelas. Sebagai penjabaran atas UU tersebut, berbagai regulasi pun telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). Salah satu regulasi yang berperan besar dalam mendorong perkembangan BUS adalah PBI Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah (UUS). Ada dua poin penting dalam PBI ini yang berkaitan dengan perkembangan BUS, yaitu: (1)
Adanya keharusan UUS untuk memisahkan diri dari bank induknya dan selanjutnya dirubah menjadi BUS. Hal ini dinyatakan dalam PBI Nomor 11/10/PBI/2009, Pasal 40 ayat 1 sebagai berikut:
29
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:29
6/22/2010 6:29:36 PM
Agus Syarif Hidayat
BUK yang memiliki UUS wajib memisahkan UUS menjadi BUS apabila: a.
Nilai aset UUS telah mencapai 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset BUK induknya; atau
b.
Paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Lebih lanjut, PBI UUS ini menyebutkan bahwa ada dua cara yang bisa ditempuh dalam proses pengalihan UUS menjadi BUS ini, yaitu mendirikan BUS baru atau mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada. (2)
Adanya kebijakan insentif berupa keringanan jumlah modal yang harus disetor untuk proses pengalihan dari UUS menjadi BUS. PBI Nomor 11/3/PBI/2009 tentang BUS menyebutkan bahwa jumlah modal disetor untuk mendirikan BUS ditetapkan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Dalam upaya untuk mendorong proses pengalihan dari UUS menjadi BUS, melalui PBI Nomor 11/10/PBI/2009 tentang UUS, Bank Indonesia memberikan keringanan jumlah setoran modal menjadi setengahnya. PBI Nomor 11/10/PBI/2009, Pasal 45 ayat 2: “Modal disetor pendirian BUS hasil Pemisahan ditetapkan paling kurang sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah)”
Kedua, peningkatan penyaluran pembiayaan BUS juga dirangsang oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dalam lima tahun terakhir (2004-2007), rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,7 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi tersebut telah memberikan efek terhadap penyerapan tenaga kerja yang cukup
30
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:30
6/22/2010 6:29:36 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
besar. Menurut catatan BPS, tenaga kerja yang berhasil diserap selama periode 2004 - Februari 2009 berjumlah sekitar 10,76 juta tenaga kerja. Penambahan jumlah orang bekerja tersebut sudah pasti diikuti dengan meningkatnya aggregate demand dalam perekonomian. Keadaan ini selanjutnya mendorong perusahaan untuk ekspansi atau melakukan pembukaan investasi baru. Menariknya, secara sektoral, dorongan pertumbuhan ekonomi pada periode ini lebih banyak ditopang oleh pertumbuhan di kelompok sektor tersier. Pertumbuhan rata-rata tahunan sektor tersier, sekunder dan primer pada periode tersebut masing-masing adalah 8,4 persen, 4,8 persen dan 2,0 persen. Pertumbuhan yang besar di sektor tersier ini mengindikasikan bahwa sedang terjadi pergeseran dalam struktur ekonomi Indonesia yang sebelumnya lebih didominasi sektor primer dan sekunder menuju ke arah penguatan sektor tersier. Dalam kaitannya dengan pembiayaan BUS, fenomena ini menjadi menarik karena memang orientasi pembiayaan BUS lebih dominan ke sektor tersier tersebut. Hal ini akan disinggung dalam bagian berikutnya. Ketiga, pertumbuhan pembiayaan BUS juga didorong oleh penambahan jumlah BUS dan kantor cabang BUS. Ada 2 BUS baru yang berdiri pada tahun 2008, yaitu PT. Bank Bukopin Syariah yang secara resmi mendapatkan izin operasi syariah dari Bank Indonesia pada Oktober 2008 dan PT. BRI Syariah yang resmi mulai beroperasi sejak 1 Januari 2009. Jadi, kini total jumlah BUS ada 5 bank. Kehadiran 2 bank ini menyusul 3 BUS pendahulunya yaitu PT Bank Muamalat Indonesia, PT. Bank Syariah Mandiri dan PT. Bank Mega Syariah. Hingga Juni 2009, jumlah jaringan kantor BUS sudah mencapai 643 kantor yang tersebar di seluruh Indonesia. Penambahan jumlah BUS dan jaringan kantornya ini menjadikan akses masyarakat terhadap BUS menjadi semakin lebih mudah.
31
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:31
6/22/2010 6:29:36 PM
Agus Syarif Hidayat
Tabel 2.2 Jumlah BUS dan Jaringan Kantor BUS di Seluruh Indonesia
Tahun
Jumlah BUS
Jumlah Kantor
2005
3
304
2006
3
349
2007
3
401
Desember 2008
5
581
Juni 2009
5
643
Sumber: www.bi.go.id. diolah
2.2.1 Pembiayaan BUS Berdasarkan Golongan Pembiayaan dan Sektor Ekonomi Satu fenomena menarik terkait dengan alokasi pembiayaan BUS adalah porsi terbesar dari penyaluran pembiayaan BUS untuk penggunaan modal kerja dan investasi tersebut ditujukan untuk pembiayaan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pada tahun 2005, porsi UMKM yang mendapatkan kucuran pembiayaan BUS dan UUS mencapai 66,9 persen dari total debitur. Angka ini terus meningkat hingga mencapai porsi 72.3 persen pada tahun 2009. Pola pembiayaan BUS yang lebih banyak dialokasikan kepada golongan UMKM ini sangat menggembirakan mengingat selama ini akses mereka untuk mendapatkan kredit dari bank sangat terbatas. Porsi alokasi pembiayaan yang dilakukan BUS ini cukup kontras bila dibandingkan dengan pola penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank Umum Konvensional. Pada tahun 2005, porsi kredit Bank Umum Konvensional untuk skala UMKM hanya 15,2 persen dari total kredit yang disalurkannya. Porsi kredit untuk UMKM di Bank Umum Konvensional
32
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:32
6/22/2010 6:29:36 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
ini bahkan mengalami penurunan menjadi tinggal 10,9 persen pada tahun 2008. Berdasarkan sektor ekonomi, alokasi pembiayaan BUS dan UUS disalurkan ke semua sektor mulai dari kelompok sektor primer, sekunder dan tersier. Walaupun tidak ada data yang merinci jumlah UMKM di setiap sektor, kemungkinan besar alokasi pembiayaan di setiap sektor ini dinikmati oleh UMKM di sektor-sektor tersebut. Sejauh ini, alokasi pembiayaan terbesar BUS dan UUS lebih diarahkan kepada kelompok sektor tersier yang menyerap lebih dari 90 persen dari total alokasi pembiayaan. Dekomposisi alokasi pembiayaan BUS ke kelompok sektor tersier menunjukkan bahwa tiga sektor terbesar yang mendapat alokasi pembiayaan adalah sektor jasa dunia usaha (30,8 persen), sektor lain-lain (25,4 persen) dan sektor perdagangan, restoran dan hotel (11,6 persen). Kelompok sektor primer dan sektor sekunder masing-masing mendapatkan alokasi pembiayaan sebesar 5,2 persen dan 3,5 persen. Tabel 2.3 Pembiayaan BUS & UUS Berdasarkan Golongan Pembiayaan 2005
2006
2007
2008
Juni 2009
Nilai (Miliar Rp)
10.196
14.872
19.566
27.063
30.506
Pangsa (%)
66.9
72.7
70.0
70.9
72.3
Nilai (Miliar Rp)
5.036
5.573
8.379
11.132
11.689
Pangsa (%)
33.1
27.3
30.0
29.1
27.7
Nilai (Miliar Rp)
15.232
20.445
27.945
38.195
42.195
Pangsa (%)
100
100
100
100
100
Golongan Debitur
Usaha Kecil & Menengah Selain Usaha Kecil & Menengah
Total
Sumber: www.bi.go.id. diolah
33
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:33
6/22/2010 6:29:36 PM
Agus Syarif Hidayat
Banyak studi yang menjelaskan tentang sulitnya UMKM dalam mengakses kredit dan atau pembiayaan ini karena berbagai hambatan mulai dari hambatan sisi kebijakan pemerintah, kebijakan perbankan hingga masalah internal UMKM sendiri. Sejauh ini, hambatan dari kebijakan bank dan masalah internal UMKM menjadi masalah utama dari sulitnya UMKM mengakses kredit perbankan. Menurut catatan Chotim dan Thamrin (1997) masalah ini sudah terjadi sejak lama, sebagai contoh di era Orde Baru walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi melalui Paket Januari (Pakjan) 1990 sebagai lanjutan dari deregulasi perbankan Paket Oktober 1988, banyak bank yang tidak mengeluarkan kredit usaha kecil (KUK) sebagaimana disyaratkan dalam Pakjan. Rasio alokasi kredit 20 persen KUK dari bank-bank swasta sejak Pakjan, sebagai refleksi permintaan kredit tidak sepenuhnya dapat tercapai. Selama dekade 1990-an, pertumbuhan KUK senantiasa di bawah pertumbuhan kredit total, bahkan pada tahun 1991-1992 pertumbuhan KUK sempat negatif. Lebih lanjut Chotim dan Thamrin menyebutkan bahwa di sisi penawaran kredit atau sisi perbankan salah satu hambatan terbesar adalah adanya hambatan struktural dan psikologis dari pihak bank untuk menyalurkan kredit ke UMKM. Beberapa hambatan itu diantaranya adalah persepsi inferior tentang potensi usaha kecil, khususnya yang berada di pedesaan; usaha kecil diidentikkan sebagai usaha yang kurang prospektif, nilai modalnya kecil, ekspansinya lambat dan pengguna teknologi usang yang mudah diungguli pesaing. Dalam aspek manajemen, usaha kecil identik dengan perencanaan yang tidak terintegrasi dengan pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Dalam perspektif empiris, penelitian di beberapa bidang usaha UMKM di Yogyakarta yang dilakukan oleh Adam (2001), Hermanto (2001), Firmansyah (2001) dan Sarana (2001) juga menghasilkan
34
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:34
6/22/2010 6:29:36 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
temuan yang sama bahwa pengusaha skala IKRT dan UMKM belum mempunyai akses yang mudah untuk mengajukan kredit ke bank. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Hidayat (2008) di sektor jasa pariwisata juga menemukan masalah yang sama bahwa akses UMKM terhadap perbankan masih sangat terbatas. Kalaupun sejak tahun 2007 pemerintah mulai meluncurkan kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan memberikan bantuan asuransi jaminan, dalam prakteknya masih banyak UMKM yang dipersulit ketika mengajukan KUR.
2.2.2 Pembiayaan BUS Berdasarkan Akad Pembiayaan Perbankan syariah secara konseptual sebenarnya diharapkan bisa mengatasi masalah sulitnya akses UMKM kepada perbankan ini, khususnya yang berkaitan dengan jaminan. Berbagai skim pembiayaan dengan beragam jenis akadnya menawarkan kemudahan-kemudahan yang bisa dimanfaatkan oleh UMKM untuk lebih mudah dalam memperoleh akses pinjaman bank. Berdasarkan jenis akadnya, secara garis besar bisa dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu pembiayaan dengan akad yang berbasis bagi hasil dan non bagi hasil. Pembiayaan BUS yang berbasis bagi hasil umumnya dilakukan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Sementara akad yang berbasis non bagi hasil meliputi akad murabahah, akad istishna, akad ijarah dan akad qardh.
35
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:35
6/22/2010 6:29:36 PM
Agus Syarif Hidayat
Tabel 2.4 Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Akad Pembiayaan Jenis Akad
Akad Mudharabah
Akad Musyarakah
Akad Murabahah
Akad Istishna
Akad Ijarah
Akad Qardh
Total
2005
2006
2007
2008
Juni 2009
Nilai (Miliar Rp)
3.124
2.335
4.406
7.411
9.142
Pangsa (%)
20,5
11,4
15,8
19,4
21,7
Nilai (Miliar Rp)
1.898
4.062
5.578
6.205
6.134
Pangsa (%)
12,5
19,9
20,0
16,2
14,5
Nilai (Miliar Rp)
9.487
12.624
16.553
22.486
24.245
Pangsa (%)
62,3
61,7
59,2
58,9
57,5
Nilai (Miliar Rp)
282
337
351
369
412
Pangsa (%)
1,9
1,6
1,3
1,0
1,0
Nilai (Miliar Rp)
316
836
516
765
1.059
Pangsa (%)
2,1
4,1
1,8
2,0
2,5
Nilai (Miliar Rp)
125
250
540
959
1.202
Pangsa (%)
0,8
1,2
1,9
2,5
2,8
Nilai (Miliar Rp)
15.232
20.445
27.944
38.195
42.195
Pangsa (%)
100
100
100
100
100
Sumber: www.bi.go.id. Diolah
Akad murabahah menempati akad terbesar yang digunakan dalam pembiayaan BUS dalam lima tahun terakhir ini dengan porsi terhadap total pembiayaan mencapai 57,5 persen pada Juni 2009. Jika
36
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:36
6/22/2010 6:29:36 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
digabungkan dengan akad yang berbasis non bagi hasil lainnya yang meliputi akad murabahah, akad istishna, akad ijarah dan akad qardh, maka gabungan empat jenis akad ini mempunyai porsi 63,8 persen, sehingga menjadikan jenis akad non bagi hasil sebagai akad dominan yang diterapkan. Sementara pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah pada Juni 2009 porsinya terhadap total pembiayaan masing-masing 21,7 persen dan 14,5 persen atau bila digabungkan sebesar 36,2 persen. Sebagaimana bisa dilihat dalam tabel 2.4 di atas, walaupun akad berbasis non bagi hasil tetap mendominasi pola pembiayaan BUS, namun dalam perkembangannya ada kecenderungan porsi akad berbasis non bagi hasil ini semakin berkurang. Saat ini terlihat ada fenomena pergeseran yang cukup tinggi dari akad murabahah ke akad berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah). Pada tahun 2005, porsi akad mudharabah dan musyarakah baru sebatas 33 persen. Memasuki Juni 2009, porsinya meningkat menjadi 36,2 persen. Bila kita ambil contoh kasus Bank Syariah Mandiri (BSM), dalam tiga tahun terakhir ini terjadi peningkatan pembiayaan dengan menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Pada tahun 2006, porsi akad ini sebesar 36,1 persen. Dua tahun setelah itu, porsinya melonjak menjadi 42 persen. Dalam kasus Bank Syariah Mandiri (BSM) cabang Bandung sebagaimana bisa dilihat dalam tabel di bawah, bahkan peningkatannya sangat signifikan, dimana pada tahun 2005 porsi pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah hanya 15,4 persen, tiga tahun kemudian atau pada tahun 2008 porsinya meningkat menjadi 44,6 persen.
37
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:37
6/22/2010 6:29:37 PM
Agus Syarif Hidayat
Tabel 2.5 Porsi Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Cabang Bandung Berdasarkan Jenis Akad Tahun 2004-2008 (Persen) Nilai Pembiayaan Tahun Murabahah
Mudharabah
Musyarakah
Lainnya
Total
2005
83.3
8.8
6.6
1.3
100
2006
65.6
21.3
8.9
4.1
100
2007
42.3
43.2
8.2
6.3
100
2008
49.0
33.6
11.0
6.4
100
Sumber: Bank Syariah Mandiri Cabang Bandung
Perwataatmadja dan Tanjung (2007) menjelaskan bahwa dalam pandangan syariah, pembiayaan yang berbasis bagi hasil baik untung maupun rugi (profit and loss sharing) adalah model ideal yang seharusnya mendominasi skim pembiayaan bank syariah. Model pembiayaan yang seperti ini merupakan skim pembiayaan yang melekat pada akad musyarakah dan mudharabah. Hal senada dikemukakan oleh Ascarya (2004) yang menilai bahwa dominasi pembiayaan nonbagi hasil seperti murabahah bukanlah kondisi ideal yang diharapkan dari perkembangan syariah ke depan. Idealnya pola pembiayaan dengan akad berbasis bagi hasil yang lebih digalakkan oleh perbankan syariah. Lebih lanjut Ascarya menyebutkan bahwa pola pembiayaan bagi hasil, selain merupakan esensi pembiayaan syariah, juga lebih cocok untuk menggerakkan sektor riil. Pola pembiayaan berbasis akad bagi hasil bisa digunakan sebagai media untuk meningkatkan hubungan langsung dan pembagian risiko antara investor dengan pengusaha. Pendapat ini senada dengan Blue Print Perbankan Syariah Nasional yang mengharapkan proporsi pembiayaan bagi hasil perbankan syariah Indonesia akan mencapai 40% dari seluruh pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah pada tahun 2008 – 2011.
38
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:38
6/22/2010 6:29:37 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
Dari sisi internal bank syariah, masih rendahnya pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabah ini lebih disebabkan oleh potensi risiko yang sangat tinggi yang harus ditanggung oleh bank. Potensi risiko ini berkaitan dengan potensi terjadinya moral hazard yang bisa dilakukan oleh pengelola usaha atau mudharib. Bentukbentuk moral hazard yang kemungkinan muncul adalah ketidakjujuran dalam melaporkan hasil laba atau rugi usaha, sembarangan dalam menjalankan usaha dan mengambil risiko khususnya yang mengikat akad mudharabah, kolusi dengan pihak ketiga dll. Sementara dari sisi nasabah bank, secara umum preferensi untuk lebih memanfaatkan pembiayaan dengan akad murabahah dan cenderung menghindari akad musyarakah atau mudharabah lebih dikarenakan pertimbangan kepraktisan. Sementara menurut Arifin (2004) yang mengutip hasil penelitian PPSK Bank Indonesia, setidaknya ada empat aspek masalah yang terkait dengan masih rendahnya penerapan pembiayaan yang berbasis bagi hasil. Keempat aspek tersebut meliputi (i) aspek internal bank syariah yang meliputi masalah pemahaman esensi bank syariah, orientasi bisnis yang sangat dominan, masalah SDI, kurangnya usaha dan penolakan risiko yang berlebihan; (ii) aspek nasabah yang diantaranya menyangkut masalah pemahaman esensi perbankan syariah dan penolakan terhadap risiko secara berlebihan; (iii) aspek regulasi, yaitu berkaitan dengan kurangnya kebijakan pendukung dan kurangnya insentif, dan (iv) aspek pemerintah/ institusi lain, khususnya menyangkut dukungan terhadap kegiatan bisnis syariah yang diwujudkan dalam program pembangunan. Masalah moral hazard dalam akad musyarakah dan mudharabah ini memang cukup pelik, ketika bank terlalu intens dalam proses pengawasan, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh bank akan bertambah besar. Ketika bank terlalu campur tangan dalam pengelolaan
39
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:39
6/22/2010 6:29:37 PM
Agus Syarif Hidayat
usaha nasabah, ada kesan bank tidak percaya kepada nasabah sehingga membuat mereka merasa tidak leluasa dalam berusaha. Salah satu solusi untuk mengatasi hal ini dikemukakan oleh Ahmed (2001) yaitu dengan membuat kontrak pembiayaan secara rinci dengan mencantumkan tata cara pengembalian (repayment function), aturan pemeriksaan (auditing rule) serta hukuman dan hadiah (penalty & reward) dari sistem bagi hasil yang sudah disepakati.
2.2.3 Kinerja Pembiayaan BUS Kinerja pembiayaan BUS yang salah satunya dicirikan oleh indikator Pembiayaan Tidak Lancar (Non Performing Financing, NPF) dalam lima tahun terakhir ini mengalami fluktuasi dengan kecenderungan semakin memburuk. Pada tahun 2005, NPF gabungan antara BUS dan UUS hanya 2,82 persen. Satu tahun berikutnya NPF ini melonjak hingga 4,75 persen. Menurut jenis penggunaan pembiayaannya, sumbangan peningkatan NPF pada tahun 2006 lebih banyak didorong oleh kredit macet untuk penggunaan modal kerja dan konsumsi. Sementara jika dilihat berdasarkan golongan penggunanya, baik UMKM maupun usaha selain UMKM memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan NPF pada tahun 2006. Pada tahun 2007 dan 2008, NPF berhasil ditekan masing-masing pada tingkat 4,05 persen dan 3,95 persen. Penurunan NPF BUS dan UUS pada tahun 2007 dan 2008 tidak terlalu mengejutkan walaupun saat itu merupakan masa terjadinya krisis keuangan global sebagai efek dari subprime mortgage di Amerika Serikat. Sebagaimana dijelaskan di atas, karakteristik nasabah pembiayaan BUS didominasi oleh sektor tersier yang memang umumnya bukan merupakan tradable sektor yang terpengaruh oleh krisis keuangan global. Memasuki Juni 2009, NPF gabungan antara BUS dan UUS kembali melonjak hingga menyentuh level 4,39.
40
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:40
6/22/2010 6:29:37 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
Tabel 2.6 Pembiayaan Non Lancar - Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan
2005
2006
2007
2008
Juni 2009
Nilai (Miliar Rp)
216
604
647
871
942
Pangsa (%)
50.3
62.1
57.2
57.8
50.9
Nilai (Miliar Rp)
148
258
326
489
515
Pangsa (%)
34.5
26.5
28.8
32.4
27.8
65
110
158
148
394
Pangsa (%)
15.2
11.3
14.0
9.8
21.3
Nilai (Miliar Rp)
429
972
1,131
1,508
1,851
Pangsa (%)
100
100
100
100
100
Modal Kerja
Investasi
Nilai (Miliar Rp) Konsumsi
Total
Sumber: www.bi.go.id. Diolah
Tabel 2.7 Pembiayaan Non Lancar - Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Golongan Pembiayaan Jenis Pembiayaan
Usaha Kecil & Menengah
Selain Usaha Kecil & Menengah
Total
2005
2006
2007
2008
Juni 2009
Nilai (Miliar Rp)
330
725
798
985
1,174
Pangsa (%)
76.9
74.7
70.6
65.3
63.4
Nilai (Miliar Rp)
99
246
333
524
677
Pangsa (%)
23.1
25.3
29.4
34.7
36.6
Nilai (Miliar Rp)
429
971
1,131
1,509
1,851
Pangsa (%)
100
100
100
100
100
Sumber: www.bi.go.id. Diolah
41
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:41
6/22/2010 6:29:37 PM
Agus Syarif Hidayat
Satu hal yang cukup memprihatinkan dari perkembangan pembiayaan macet BUS ini adalah porsi NPF UMKM yang ternyata menjadi penyumbang terbesar pembiayaan non-lancar BUS. Pada tahun 2005, NPF UMKM mencapai 76,9 persen dari total pembiayaan macet BUS. Walaupun dalam perkembangannya hingga Juni 2009 porsinya semakin menurun, namun tetap ini menunjukkan bahwa resiko yang terkandung dalam pembiayaan UMKM sangat besar. Hal ini bukan tidak mungkin akan dijadikan indikator oleh bank syariah lain dan atau bank konvensional untuk lebih mengetatkan lagi persyaratan UMKM yang akan mengajukan pembiayaan. Menurut kriteria penilaian BI untuk peringkat rasio NPF3, BUS dan UUS berada pada peringkat 2, yaitu 2% ≤ NPF < 5%. Walaupun masih berada pada peringkat 2 atau peringkat aman dan berada pada batas toleransi NPF yang diterapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5 persen, perkembangan NPF yang semakin tinggi ini perlu diwaspadai oleh BUS dengan semakin selektif dan prudent dalam penyaluran pembiayannya.
2.3 Pembiayaan Bank Syariah Bersama4 Cabang Bandung: Studi Kasus Nasabah di Industri Sepatu, Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa Komersial 2.3.1 Motivasi Memilih Pembiayaan dari Bank Syariah Bank Syariah hadir dengan membawa konsep baru yang mentransformasikan nilai-nilai religi ke dalam aktivitas ekonomi, dimana salah satunya adalah diwujudkan dalam pola pembiayaan perbankan yang diyakini oleh sebagian kalangan lebih memiliki dan 3
Peringkat 1 = NPF < 2%; Peringkat 2 = 2% ≤ NPF < 5%; Peringkat 3 = 5% ≤ NPF < 8%; Peringkat 4 = 8% ≤ NPF < 12%; dan Peringkat 5 = NPF ≥ 12%. 4 Bank Syariah Bersama merupakan nama samaran dari bank yang dijadikan studi kasus dalam studi ini.
42
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:42
6/22/2010 6:29:37 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
memperhatikan dimensi keadilan. Salah satu poin penting yang ditekankan oleh perbankan syariah dalam mentransfomrasikan nilainilai religi ini adalah perlunya menghindari riba atau bunga dalam terminologi ekonomi konvensional. Perwataatmadja dan Tanjung (2007) menyebutkan bahwa dasar hukum pelarangan riba itu sangat jelas dinyatakan dalam Al-qur’an diantaranya QS. Ar-Ruum ayat 39, QS. An-Nisaa ayat 161, QS Ali Imran ayat 130, QS. Al-Baqoroh ayat 275-276 dan ayat 278-279. Selain itu, beberapa hadist Nabi Muhammad SAW juga menjadi rujukan untuk menjelaskan tentang perlunya menghindari riba ini. Walaupun konsep dan produk yang ditawarkan oleh bank syariah berlandaskan pada nilai-nilai syariah, namun tidak berarti bahwa hal yang sama akan sepenuhnya diikuti oleh seluruh nasabah yang menyimpan dan atau menggunakan jasa pembiayaan dari bank syariah. Sebagai manusia, terlepas apapun agama yang dianutnya, selalu ada upaya-upaya untuk mendapatkan sesuatu dengan minimalisasi biaya untuk mendapatkan manfaat yang optimal. Dalam pandangan yang ekstrim, hal seperti ini digambarkan oleh seorang ekonom terkenal pada abad ke-19, John Stuart Mill, dengan menyebut bahwa manusia pada dasarnya adalah homo economicus, yaitu makhluk yang selalu bertindak rasional (minimalisasi biaya untuk optimalisasi hasil) dalam upaya mencapai kesejahteraan dirinya sendiri dengan memanfaatkan informasi dan kesempatan serta batasan-batasan yang ada pada diri mereka. Pandangan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh para ekonom. Berbagai kritik dikemukakan oleh para ekonom terkait dengan penyebutan manusia sebagai homo economicus ini. Dari hasil diskusi dengan tiga pengusaha di bidang usaha pembuatan sepatu, usaha pembuatan jaket kulit dan bidang usaha jasa komersial, tim peneliti menemukan ada tiga motivasi yang berbeda yang dikemukakan oleh responden dalam memilih pembiayaan dari
43
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:43
6/22/2010 6:29:37 PM
Agus Syarif Hidayat
bank syariah, khususnya Bank Umum Syariah (BUS). Ketiga motivasi tersebut adalah: Pertama, motivasi yang berkaitan dengan keyakinan agama; Kedua, motivasi yang berkaitan dengan perhitungan ekonomi; Ketiga, motivasi yang berkaitan dengan prosedur pembiayaan. Perbedaan motivasi dalam menentukan pilihan pembiayaan yang dikemukakan oleh ketiga responden tersebut merupakan hal yang wajar. Tidak ada satupun yang bisa diklaim sebagai nasabah yang memiliki motivasi terbaik. Hasil pengamatan tim peneliti setidaknya menemukan ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi mereka dalam pemilihan pembiayaan dari bank syariah. Pertama, terkait dengan sisi personal, dimana penekanan akan pilihan motivasi tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang keagamaan, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dll. Kedua, terkait dengan hal-hal yang berkaitan langsung dengan bank syariah, diantaranya kebijakan pembiayaan bank syariah, prosedur pembiayaan dan kemudahan akses terhadap bank syariah. Nasabah yang lebih mengedepankan motivasi keyakinan agama dalam memilih pembiayaan dari bank syariah sangat dipengaruhi oleh pemahaman keagaamaan yang cukup mendalam dan hubungan sosial yang sudah terbentuk cukup erat dengan bank-bank syariah. Tidak heran, kalau nasabah seperti ini merupakan kelompok nasabah yang bisa dikategorikan sebagai nasabah loyal bank syariah. Hal ini bisa dilihat dari cerita yang dikemukakan oleh salah seorang responden: ”Bagi saya motivasi utamanya adalah mencari berkah. Saya dulu aktif di jamaah Darut Tauhid Aa Gym, jika ada acara-acara, sponsornya BMT, Bank Syariah Mandiri, sehingga menumbuhkan komunitas yang loyal. Kalau sudah loyal, maka tidak peduli lagi dengan yang lain. (Nasabah) Bank Syariah Jabar itu juga karena loyalitas. Saya kalau bukan loyalitas, Bank A (nama bank konvensional samaran) sudah menawarkan dana kepada saya ratusan juta. Ini ditawarin pak,
44
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:44
6/22/2010 6:29:37 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
bukan saya meminta dan itu juga bukan hanya dari satu orang marketing. Jadi misalnya begini, tidak tau entah dari siapa dapat nomor hand phone saya dan katanya dapat rekomendasi dari Si Anu, kemudian menghubungi menawari saya ratusan juta. Begitu juga halnya dengan Bank B, Bank C, dan lainnya. Semua itu tanpa jaminan, tapi kami tidak mau dan tidak tertarik. Tapi ini (bank syariah) pakai jaminan” Sementara itu, nasabah yang lebih mengutamakan motivasi ekonomi lebih menekankan pada margin yang harus mereka bayar, agunan yang harus disediakan dan prospek usaha berdasarkan perhitungan rasio-rasio ekonomi yang mereka pertimbangkan. Selain itu, harapan adanya pembagian risiko (risk sharing) antara bank dengan nasabah juga jadi pertimbangan nasabah dalam kategori ini. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan salah seorang responden sebagai berikut: ”Karena dulu bilangnya (bank syriah-red) kalau rugi sama rugi, untung sama untung. Sementara pengusaha itu yang terbaik diambilnya. Kalau rugi, kalau bank konvensional kan memang agunan tetap disita, (bank syariah) ini tidak, jadi ada jalan keluar. Tapi dalam perjalanannya tidak seperti itu” Di sisi lain, nasabah bank syariah yang mengedepankan motivasi aspek kemudahan lebih tertarik pada kemudahan prosedur, keringanan agunan dan pola pembiayaan yang ditawarkan oleh bank kepada mereka. Nasabah dengan karakteristik seperti ini tidak terlalu menghiraukan perhitungan bunga dan atau bagi hasil yang ditawarkan bank, jika selisih marginnya sangat tipis. Hal ini terungkap dari hasil wawancara sebagai berikut: ”Sebelumnya kita sudah beberapa kali mengajukan pinjam ke bank konvensional, tembusnya di bank syariah, ya sudah di
45
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:45
6/22/2010 6:29:37 PM
Agus Syarif Hidayat
bank syariah saja. Kami mendapatkan kemudahan-kemudahan termasuk dalam prosedur administratif....... aset yang dijaminkan lebih kecil dari pinjaman yang kami terima... dan lebih kecil dari jaminan yang diminta bank konvensional.”
2.3.2 Prosedur Pembiayaan Prosedur administrasi yang harus ditempuh oleh nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dari Bank Umum Syariah (BUS) umumnya hampir sama dengan prosedur yang diberlakukan oleh bank syariah lainnya. Dari hasil wawancara dengan para responden diketahui bahwa secara garis besar, prosedur yang harus dilalui oleh nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dari Bank Syariah Bersama adalah: Pertama, nasabah mengajukan permohonan pembiayaan kepada Bank Syariah Bersama. Dokumen yang harus dilengkapi pada tahap ini adalah identitas nasabah (legalitas nasabah), dokumen yang berkaitan dengan perizinan usaha, akta notaris dll (legalitas usaha), laporan keuangan dan dokumen jaminan. Semua responden dalam penelitian ini tidak mengalami kendala dalam memenuhi persyaratan administratif yang diminta bank. Pengalaman para responden yang menarik untuk disikusikan lebih lanjut pada tahap ini adalah yang berkaitan dengan agunan. Responden A mendapatkan pembiayaan yang nilainya jauh lebih besar dari nilai agunan yang dijaminkan kepada bank. Pembiayaan yang didapatkan oleh responden A sebesar Rp 200 juta dengan nilai agunan yang ditaksir sekitar Rp 120 juta berupa kendaraan. Sementara responden B mengalami hal sebaliknya, yaitu mendapatkan pinjaman yang jauh lebih kecil dari nilai agunan yang diberikan kepada bank. Responden B mengajukan pinjaman kepada Bank Syariah Bersama cabang Garut sebesar Rp 100 juta, namun hanya mendapatkan pembiayaan Rp 30
46
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:46
6/22/2010 6:29:37 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
juta dengan agunan berupa toko yang ditaksir senilai Rp 150 juta. Kedua nasabah ini merupakan nasabah yang mengajukan pembiayaan untuk pertama kali kepada bank syariah yang sama, namun di tempat yang berbeda. Jika kita melihat SOP tentang persyaratan jaminan yang ditetapkan oleh Bank Syariah Bersama sebesar minimal 120 persen dari nilai pinjaman, maka fenomena di atas menunjukkan ketidakkonsistenan bank ini dalam menerapkan kebijakan persyaratan jaminan. Responden A mendapatkan pembiayaan dengan rasio jaminan terhadap pembiayaan sebesar 60 persen. Di sisi lian, responden B harus menanggung rasio jaminan terhadap pembiayaan sebesar 500 persen. Kebijakan pelonggaran rasio jaminan terhadap pembiayaan sebagaimana terjadi pada responden A ini di satu sisi merupakan hal menarik karena akan semakin membuka akses UMKM yang memang selama ini banyak mengalami masalah kekurangan jaminan. Namun di sisi lain, kebijakan ini juga menunjukkan bahwa ada indikasi Bank Syariah Bersama cabang Bandung tidak mentaati asas kehati-hatian (prudent) dalam manajemen resiko pembiayaan. Sementara itu, fenomena nilai rasio jaminan terhadap pembiayaan yang sangat tinggi dikhawatirkan bisa menghambat perkembangan sektor riil khususnya UMKM. Oehring (1995) mencatat sebenarnya fenomena seperti ini umumnya banyak terjadi di Amerika Latin dimana bank selalu meminta jaminan senilai 180 sampai 300 persen dari kredit yang disalurkan. Kedua, petugas bank syariah akan melakukan survey tempat usaha dan agunan yang dijaminkan. Pada tahap ini dentifikasi juga dilakukan terhadap rantai alur produksi dan distribusi produk. Pihak bank menanyakan lokasi supplier dan tempat pemasaran produk usaha yang akan dibiayai.
47
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:47
6/22/2010 6:29:37 PM
Agus Syarif Hidayat
Semua responden menilai bahwa proses survey yang dilakukan oleh petugas Bank Syariah Bersama sangat profesional. Seorang responden bahkan mengungkapkan rasa salutnya kepada petugas bank sebagai berikut berikut: “Saya lihat pihak bank cenderung professional, dalam arti tidak mengharapkan sesuatu yang tidak fair agar pengajuan kredit ini diterima/disetujui. Gelagat-gelagat untuk itu sama sekali tidak terlihat. Kalau mereka berjanji untuk ketemu hari apa, mereka menepati, dan kalau mereka sibuk atau berhalangan namun sudah berjanji, maka mereka akan memberitahu dulu. “… bahkan saya harus menanda tangani pernyataan bahwa saya tidak memberikan apa-apa kepada petugas bank. Kalau di bank syariah lain saya tidak tahu. Tapi mungkin standarnya (bank syariah) seperti itu. Di Bank Syariah Bersama itu biaya administrasi dan provisinya sudah jelas, kalau tidak salah 1% dari nilai yang dicairkan” Ketiga, akad pembiayaan dan pencairan. Waktu yang dibutuhkan mulai dari proses pengajuan hingga persetujuan dan akad pembiayaan sangat bervariasi. Responden A menyatakan bahwa lama waktu yang dibutuhkan sekitar 10 hari. Sementara responden B mengalami proses yang cukup lama hingga 1,5 bulan atau sekitar 45 hari.
2.3.3 Skim Pembiayaan, Jenis Akad dan Bagi Hasil Skim pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank Syariah Bersama untuk nasabah kelompok UMKM cukup variatif. Bank ini tidak hanya menyalurkan dana yang mereka himpun sendiri dari pihak ketiga, namun juga aktif menyalurkan pembiayaan program yang dananya berasal dari pemerintah. Skim pembiayaan untuk UMKM yang dananya
48
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:48
6/22/2010 6:29:37 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
berasal dari Bank Syariah Bersama sendiri diantaranya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Pemberdayaan Kecamatan-Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM). Sementara skim pembiayaan yang dananya berasal dari pemerintah pusat adalah Skim Pola Pembiayaan Pertanian (SP3). Ada juga yang dananya berasal dari hibah pemerintah Jerman dalam bentuk Debt for Nature Swap Kementerian Lingkungan Hidup (DNS-KLH). Program pembiayaan yang dananya berasal dari pemerintah secara khusus diarahkan pada UMKM yang memang belum bankable untuk masuk ke skim pembiayaan dari bank secara langsung. Secara khusus Bank Syariah Bersama telah mempunyai berbagai strategi untuk menjangkau pembiayaan nasabah UMKM, yaitu: (a) Pembiayaan program: pembiayaan kerjasama dengan instansi pemerintah/swasta/NGO dengan tujuan untuk membantu dan atau memberdayakan nasabah sasaran program (usaha mikro & kecil); (b) Keterkaitan (Linkages) program: pembiayaan melalui pola kerjasama dari bank kepada LKM/S, LKBB, BPR/S dan kemitraan inti plasma untuk disalurkan kepada UMKM, baik menggunakan fasilitas program maupun non program; (c) Layanan Mikro: Pembiayaan segmen mikro yang khusus disalurkan melalui layanan dan outlet Mikro baik melalui pembiayaan program maupun non program. Tiga bidang usaha yang dijadikan sampel dalam penelitian ini semuanya mengajukan pembiayaan ke Bank Syariah Bersama cabang Bandung melalui skim pembiayaan biasa. Hal ini dilakukan karena ketiga responden tersebut sudah masuk kategori nasabah yang bankable. Walaupun demikian, bank ini tetap membuka kesempatan kepada mitra bisnis mereka (supplier, agen, distributor) yang masih belum bankable untuk mendapatkan pembiayaan melalui skim KUR atau skim lainnya yang sesuai dengan karakteristik usahanya. Jika ini dilakukan, pola pembiayaan bisa dilakukan dengan model inti-plasma. Perusahaan yang dibiayai oleh bank ini dengan skim biasa berfungsi
49
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:49
6/22/2010 6:29:38 PM
Agus Syarif Hidayat
sebagai inti, sementara perusahaan-perusahaan mitra mereka bertindak sebagai plasma. Pihak bank berhubungan langsung dengan inti untuk penyaluran pembiayaan, selanjutnya inti inilah yang mendistribusikan pembiayaan kepada plasma nya. Sebagai jaminan, cukup menyerahkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang diberikan oleh inti kepada plasmaplasma tersebut. Menurut penuturan responden, dua hal menarik dari skim pembiayaan yang diberikan Bank Syariah Bersama kepada mereka diantaranya adalah: (1) Pola pencairan dana pembiayaan yang fleksibel. Pencairan dana bisa dilakukan sekaligus atau secara periodik atau disesuaikan dengan kebutuhan nasabah pada rentang waktu yang telah disepakati oleh bank dan nasabah. Pola pencairan yang fleksibel ini memberikan beberapa keuntungan kepada nasabah, yaitu: (a) beban bagi hasil yang harus ditanggung nasabah bisa berkurang; (b) nasabah mendapatkan kepastian pembiayaan untuk membiayai produksi yang akan dilakukan sesuai order dari pihak ketiga; (c) nasabah bisa mengantisipasi kebutuhan dana jika sewaktu-waktu ada order mendadadak dalam jumlah besar yang mengharuskan adanya penambahan kapasitas produksi; (d) nasabah mempunyai back up jika sewaktu-waktu usahanya mengalami penurunan. (2) Tidak ada penalti atau sisa bagi hasil untuk pengembalian pembiayaan yang dipercepat. Nasabah hanya diharuskan membayar sisa pokok pinjaman saja jika akan melunasi sebelum waktu yang ditentukan. Hal ini berbeda dengan pola bank konvensional yang biasanya mengenakan penalty sekitar 3 bulan bunga. Terkait dengan akad pembiayaan, pemilihan jenis akad sepenuhnya diserahkan kepada calon nasabah. Pihak bank melalui marketingnya menjelaskan berbagai skim pembiayaan dan jenis akad yang bisa dipilih oleh calon nasabah. Pihak bank juga memberi saran jenis akad pembiayaan seperti apa yang sebaiknya digunakan oleh calon nasabah
50
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:50
6/22/2010 6:29:38 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
dengan memperhatikan karakteristik usaha, cash flow perusahaan dan jenis pengadaan barang yang akan dibiayai oleh bank. Responden A dalam sampel penelitian ini lebih memilih akad murabahah dengan pertimbangan kepraktisan. ”Saya memang sengaja mengkondisikan murabahah karena malas menghitung bagi hasil agar tidak ribet. Jadi dikondisikan bank membeli bahan baku yang saya butuhkan kepada maklunan saya, kemudian bank menjual lagi kepada saya, kemudian saya menyicil ke bank untuk sekian kali bayar” Sementara responden B tidak ingat jenis akad apa yang telah dia lakukan dengan pihak bank dalam proses pembiayaannya. Responden ini hanya mengingat bahwa ketika mengajukan pinjaman, bank pernah menyatakan”kalau rugi sama rugi, untung sama untung”. Dari penuturan responden B yang menyatakan bahwa modal yang digunakan usaha merupakan modal gabungan antara modal sendiri dan pembiayaan dari bank, maka kemungkinan besar akad yang dipilih adalah musyarakah. Terlepas dari jenis akad yang dipilih oleh nasabah, hal ini sebenarnya menginidkasikan bahwa ada kemungkinan proses komunikasi yang dijalin oleh pihak bank, terutama pada saat menjelaskan jenis akad yang dipilih oleh calon nasabah kurang berjalan dengan baik. Mengenai pola bagi hasil usaha, pihak nasabah dan pihak bank bersepakat untuk membaginya pada persentase tertentu. Dalam kasus responden A yang memilih akad murabahah, sistemnya seperti jual beli, dimana bank membeli barang yang dibutuhkan oleh responden A dari pihak ketiga, kemudian bank menjualnya kepada responden A dengan nilai jual seharga bank membeli dari pihak ketiga ditambah margin yang disepakati bersama. Menurut penuturan responden A, jika dikonversikan ke dalam sistem bank konvensional, margin yang ditetapkan ini setara dengan 10 persen per tahun. Sementara untuk kasus respon-
51
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:51
6/22/2010 6:29:38 PM
Agus Syarif Hidayat
den B pola bagi hasilnya adalah 70:30, artinya nasabah mendapatkan 70 persen dari keuntungan bersih dan pihak bank mendapatkan 30 persen dari keuntungan bersih. Menurut responden B, persentase 70:30 ini merupakan hasil tawar menawar dengan pihak bank yang sebelumnya megajukan persentase bagi hasil sebesar 50:50. Dalam perkembangannya, responden B merasa pola bagi hasil ini sangat memberatkan. Jika dikonversikan ke dalam tingkat bunga dalam sistem perbankan konvensional, margin bagi hasil yang ditetapkan ini setara dengan 5 persen setiap bulannya, padahal di bank konvensional responden B bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga sekitar 1,5 persen per bulannya. Dalam penentuan margin dan atau bagi hasil ini, informasi awal yang dijadikan pijakan seharusnya berasal dari informasi potensi laba/ rugi dari usaha nasabah. Namun demikian, dalam prakteknya pihak bank umumnya juga melakukan perhitungan bagi hasil dengan mendasarkan pada tingkat bunga yang diterapkan oleh bank konvensional. Dalam kondisi seperti ini, sebenarnya calon nasabah berada dalam posisi menerima pola bagi hasil pada porsi tertentu yang sebenarnya sudah diperhitungkan oleh pihak bank dengan acuan bunga pasar. Informasi ini tidak berhasil didapatkan dari Bank Syariah Bersama cabang Bandung. Namun bank syariah lain menyatakan bahwa dasar ekspektasi bank dalam menentukan bagi hasil itu setidaknya didasarkan pada empat hal berikut ini, yaitu cost of fund, overhead cost, risiko pembiayaan dan margin bank. Berangkat dari landasan yang digunakan oleh perbankan syariah sebagaimana dikemukakan di atas, maka seharusnya tidak ada ruang bagi bank syariah untuk bermain-main dengan menjalankan dan atau meniru pola sistem bunga secara tidak kentara.
52
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:52
6/22/2010 6:29:38 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
2.3.4 Pengawasan dan Pembinaan Bank Syariah Bersama memberlakukan pengawasan yang sangat ketat dalam proses pembiayaan mulai dari tahap permohonan hingga tahap masa laku pembiayaan. Pengawasan yang ketat ini merupakan bagian dari kebijakan manajemen risiko untuk menekan dan meminimalkan terjadinya kredit macet (Non Performing Financing/ NPF). SOP mengenai ketentuan tentang pengawasan pembiayaan Bank Syariah Bersama diatur dalam Bab XII tentang pengawasan pembiayaan dalam pedoman pembiayaan dengan pokok-pokok materi sebagai berikut: A.
Ruang lingkup pengawasan pembiayaan meliputi: 1. Memastikan bahwa setiap tahapan proses pemberian pembiayaan telah dilakukan sesuai ketentuan 2. Memastikan bahwa semua persyaratan pembiayaan telah dipenuhi nasabah 3. Monitoring limit pembiayaan yang belum ditarik oleh nasabah 4. Monitoring penguasaan dan pengamanan jaminan 5. Monitoring pemenuhan persyaratan yang hingga saat pencairan pembiayaan belum dipenuhi nasabah 6. Monitoring perkembangan usaha nasabah 7. Monitoring dokumen-dokumen pembiayaan yang akan jatuh tempo atau telah jatuh tempo. misalnya masa laku akad. asuransi. legalitas usaha dll. 8. Monitoring kualitas aktiva produktif 9. Monitoring pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif
B.
Pelaksanaan pengawasan
Pengawasan dilakukan pada dua tahap, yaitu tahap pemberian pembiayaan dan tahap masa laku pembiayaan.
53
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:53
6/22/2010 6:29:38 PM
Agus Syarif Hidayat
Pengawasan pada tahap/ proses pemberian pembiayaan Proses
Pelaksana Pengawasan
Tahap solisitasi
Marketing officer dan marketing manager/group head
Tahap permohonan
Marketing officer
Tahap investigasi
Marketing officer dan marketing manager/group head
Tahap analisa
Analyst officer dan marketing manager/ analyst group head dan kepala divisi/ kepala cabang
Tahap persetujuan
Komite pembiayaan
Tahap pencairan
Analysit officer. marketing manager/ analyst group head petugas/ pejabat administrasi pembiayaan/ manajer operasi dan kepala cabang/ kepala divisi
Pengawasan selama masa laku pembiayaan Pengawasan selama jangka waktu pembiayaan wajib dilakukan untuk memastikan perkembangan pembiayaan usaha nasabah. Pengawasan pada masa ini meliputi:
54
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:54
6/22/2010 6:29:38 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
No
Jenis Pengawasan
1
Monitoring pemenuhan persayaratan yang pada saat pencairan pembiayaan belum dipenuhi nasabah. meliputi: Monitoring penguasaan jaminan Monitoring penutupan asuransi Monitoring pemenuhan dokumen pembiayaan lainnya
Pelaksana Pengawasan
-
-
Analyst/ marketing officer dan marketing manager/ kepala group marketing Petugas asuransi. analyst/ marketing officer dan marketing manager/ kepala group marketing Petugas asuransi. analyst/ marketing officer dan marketing manager/ kepala group marketing
2
Pengawasan terhadap pembiayaan yang belum ditarik oleh nasabah
Petugas administrasi pembiayaan dan manajer operasi/ monitoring officer dan kepala group monitoring
3
Monitoring portfolio pembiayaan
Marketing officer dan manager pemasaran/ kepala group marketing
4
Monitoring kegiatan usaha nasabah
Marketing officer dan manager pemasaran/ kepala group marketing
5
Monitoring penggunaan pembiayaan
Marketing officer dan manager pemasaran/ kepala group marketing
6
Monitoring kewajiban jatuh tempo
Petugas administrasi pembiayaan dan manajer operasi/ monitoring officer dan kepala group monitoring
7
Monitoring masa laku asuransi
Officer dokumen/ manajer pemasaran/ kepala group marketing
8
Monitoring masa laku legalitas usaha nasabah
Marketing officer dan manager pemasaran/ kepala group marketing
9
Monitoring masa laku pembiayaan
Administrasi pembiayaan dan manajer operasi/ monitoring officer dan kepala group monitoring
10
Monitoring KAP
Administrasi pembiayaan dan manajer operasi/ monitoring officer dan kepala group monitoring
55
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:55
6/22/2010 6:29:38 PM
Agus Syarif Hidayat
Dalam prakteknya, Bank Syariah Bersama cabang Bandung konsisten melakukan pengawasan sesuai peraturan. Petugas bank melakukan kontrol satu bulan sekali untuk melakukan pengecekan mengenai penggunaan dana pembiayaan dan perkembangan usaha. Pengawasan selama masa laku pembiayaan memang dirasakan sangat ketat oleh para nasabah..Bagi sebagian nasabah, hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebagai bagian dari upaya pengawasan dan dalam rangka silaturrahmi dengan nasabah. Namun bagi sebagian yang lain, hal ini dirasa sangat mengganggu kegiatan usaha sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang responden: ”Bank syariah tiap bulan ada yang ngontrol. Jadi seolah-olah dia bosnya, kita cuma karyawan. Jadi pembukuan, kita kan kadang tidak enak juga diketahuin. Setiap bulan tuh ada yang datang. Tapi kan kita ada aturan, kalau saya sedang dimana ditelponin, disuruh cepet katanya mau baca pembukuan. Seolah-olah kan ini kayak perusahaannya dia, saya yang jalankan. Jadi akhirnya kita terikat, tertekan” Dalam pandangan Lestiadi (2004), adanya perasaan nasabah yang terganggu oleh pengawasan bank ini merupakan salah satu bentuk kendala psikis nasabah dalam penerapan pembiayaan yang berbasis bagi hasil. Lebih lanjut Lestiadi menjelaskan bahwa pada pembiayaan yang berbasis bagi hasil ini biasanya bank berusaha melibatkan lebih jauh terhadap bisnis nasabah. Hal ini salah satunya digunakan sebagai pola penilaian mengenai aktifitas bisnis yang didanai dan bahkan dapat mempengaruhi keputusan bisnis nasabah. Namun demikian, Lestiadi tidak memungkiri bahwa keterlibatan bank yang tinggi ini dipandang dapat mengurangi keleluasaan nasabah dalam menjalankan usahanya. Ditambah lagi dengan terbukanya posisi keuangan nasabah dan kemungkinan intervensi bank dalam urusan manajemen membuat nasabah merasa tidak nyaman
56
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:56
6/22/2010 6:29:38 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
2.3.5 Manfaat Pembiayaan Bank Umum Syariah Bagi Perkembangan Usaha Perbankan secara umum sebagai lembaga intermediasi sudah tidak diragukan lagi berperan besar dalam meningkatkan usaha banyak nasabahnya. Sudah tidak terhitung berapa jumlah nasabah yang merasakan manfaat peningkatan usaha dengan cara meminjam kepada bank. Ketika hal ini dikaitkan dengan bank syariah, tentu ada sesuatu yang lain yang bisa dimaknai dibalik dorongan keberhasilan yang berhasil diraih oleh nasabah bank syariah. Seorang nasabah yang mengajukan pembiayaan kepada bank syariah dengan berlandaskan motivasi keyakinan agama tentu akan mempunyai dorongan spiritual yang lebih kuat dalam menjalankan usahanya. Namun apakah hal ini berkorelasi dengan probabilitasnya untuk mencapai keberhasilan atau peningkatan usaha, cukup sulit untuk membuktikannya. Tidak bisa hanya dinilai dengan menganalisis angka-angka statistik atau laporan keuangan setiap nasabah. Butuh penuturan l;angusng dari sang nasabah untuk mengetahui hal ini. Sebagai bukti empiris, kita bisa menyimak penuturan beberapa responden dalam penelitian ini terkait langkah nasabah meminjam ke bank syariah dalam kaitannya dengan ekspektasi peningkatan usaha mereka: ”Pengakuan dia (teman bisnis responden-red), walaupun dibandingkan dengan transasksi dia di bank konvensional mungkin jumlahnya cuma sepersepuluhnya atau seperduapuluhnya, tapi mereka mendapat berkahnya. Penngakuan dia semenjak buka rekening di Bank Syariah Bersama ada saja kemudahan-kemudahan. Itu yang dirasakan oleh orang yang selama ini tidak menggunakan (bank syariah). Apalagi bagi saya dan orang-orang yang muslim. Saya belum pernah dengar yang disita, atau stres karena disita setelah bertransaksi dengan bank syariah”
57
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:57
6/22/2010 6:29:38 PM
Agus Syarif Hidayat
”Saya muslim, tadinya pinjam disitu juga biar lebih pas. Cuma yang tadi itu (pengawasan yang sangat ketat-red), jadi seolah-olah kita pegel, itu yang jadi kendala saya. Pengaruh terhadap omset itu tetap saja gimana kita kerja, dari bank syariah atau dari bank konvensional, tergantung kinerja kita juga. Kalau yang namanya penambahan omset sih pasti karena ada penambahan modal kan, cuma untuk kelanjutan seterusnya tergantung kelincahan kita” Kutipan wawancara di atas mengindikasikan bahwa secara tersirat sebenarnya ada pengakuan dari para nasabah tentang harapan dan keyakinan dengan meminjam ke bank syariah bisa semakin mendorong perkembangan usaha mereka. Namun demikian, keyakinan ini tetap harus didukung oleh usaha, kerja keras dan kerja cerdas sebagaimana diungkapkan oleh responden tersebut. Dalam bahasa Al-quran hal ini diungkapkan dalam ayat berikut ini ”faidza azamta fatawakkal ’alallah” yang artinya: berusahalah dan berkomitmenlah, setelah itu serahkan sepenuhnya kepada Allah.
2.4 Kesimpulan Bank Umum Syariah (BUS) telah memainkan peranan penting dalam upaya mendorong perkembangan sektor riil, khususnya untuk kelompok UMKM di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari tiga indikator utama, yaitu: Pertama, indikator penyaluran pembiayaan oleh BUS untuk keperluan pembiayaan modal kerja dan investasi yang terus bertambah; Kedua, porsi penyaluran pembiayaan modal kerja investasi BUS terhadap total kredit Bank Umum untuk kredit modal kerja dan investasi juga semakin besar; Ketiga, porsi terbesar dari penyaluran pembiayaan BUS untuk penggunaan modal kerja dan investasi tersebut ditujukan untuk pembiayaan kelompok UMKM.
58
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:58
6/22/2010 6:29:38 PM
Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
Kebijakan BUS dalam ekspansi pembiayaan, khususnya dengan memberi ruang yang lebih besar pada UMKM ini perlu mendapatkan apresiasi tinggi. Namun demikian, ada beberapa catatan mendasar yang perlu menjadi perhatian BUS, salah satunya adalah masalah akad pembiayaan BUS yang saat ini masih didominasi oleh akad berbasis non bagi hasil, seperti murabahah. Secara prinsip, bank syariah seharusnya lebih mengutamakan pembiayaan yang berbasis akad bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah. Selain itu, prinsip kehatihatian dalam pembiayaan tetap harus menjadi pegangan, mengingat Non Performing Financing (NPF) BUS dalam lima tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan memburuk. Lebih parahnya lagi, UMKM ternyata menjadi penyumbang terbesar pembiayaan non-lancar BUS, walaupun saat ini porsinya terhadap total NPL semakin menurun. Masalah lain yang juga terabaikan terkait dengan ekspansi pembiayaan BUS adalah masalah likuiditas. Kebijakan BUS yang terlalu ekspansif dalam pembiayaan menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) BUS terkadang melebihi angka wajar sebagaimana dipersyaratkan Bank Indonesia. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi BUS karena bisa menyebabkan masalah kelangkaan likuiditas (illiquidity). Lebih jauh lagi bahkan spread effect dari illiquidity ini bisa membahayakan perbankan syariah secara umum. Dalam tataran implementatif, secara umum sebagian nasabah menilai bahwa sistem pembiayaan BUS sudah bagus. Namun demikian, beberapa nasabah menyatakan bahwa penyaluran pembiayaan BUS juga tidak lepas dari berbagai persoalan. Setidaknya ada tiga masalah pokok yang dihadapi oleh para nasabah yang menggunakan pembiayaan dari BUS, yaitu kekurangkonsistenan bank dalam penetapan rasio jaminan dengan pembiayaan; penjelasan jenis akad pembiayaan dan pola bagi hasil yang kurang memadai; serta pola pengawasan yang terlalu kaku. Walaupun temuan penelitian ini tidak bisa mencerminkan kesimpulan
59
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:59
6/22/2010 6:29:38 PM
Agus Syarif Hidayat
umum dari pola pembiayaan yang dijalankan BUS, namun faktafakta yang terjadi di lapangan ini kiranya bisa digunakan oleh para stakeholders, khususnya bank syariah sebagai bahan masukan untuk semakin memperbaiki kinerja pembiayaannya.
60
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:60
6/22/2010 6:29:38 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
BAB 3 PERANAN UNIT USAHA SYARIAH BANK AMANAH1 DALAM MENDORONG SEKTOR RIIL Muhammad Soekarni
3.1 Pengantar Unit Usaha Syariah (UUS) merupakan bagian dari bank konvensional yang menjalankan aktivitasnya berdasarkan prinsipprinsip syariah Islam. Kiprah UUS cukup dikenal oleh masyarakat luas karena sudah 24 bank umum nasional konvensional memiliki UUS. Berdasarkan data bulan Agustus 20092 jumlah tenaga kerja yang diserap UUS telah mencapai 2.265 orang yang tersebar di 262 kantor di seluruh Indonesia. Selain itu, 32 persen dari aset perbankan syariah berasal dari UUS dan sumbangannya terhadap total pembiayaan perbankan syariah mencapai 31 persen3. Kedepan pemerintah dan Bank Indonesia mendorong UUS syariah yang telah memenuhi syarat untuk segera memisahkan diri (spin off) dari bank induknya. Bab ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang kondisi, kinerja dan peranan UUS dalam mendorong pengembangan sektor riil dengan mengangkat studi kasus UUS Bank Amanah. Pada bagian awal akan dikaji terlebih dahulu kondisi internal UUS Bank Amanah berdasarkan data sekunder dan data primer. Data sekunder berkaitan dengan kondisi keuangan, sedangkan data primer fokus pada kebijakan yang diambil oleh manajemen UUS Bank Amanah. Analisis berikutnya adalah mendalami persepsi, penilaian dan pengalaman UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan dari UUS Bank Amanah. UMKM yang 1 2 3
Nama Samaran Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI Agustus 2009. Berdasarkan data September Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI Agustus 2009
61
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:61
6/22/2010 6:29:38 PM
Muhammad Soekarni
diwawancarai secara mendalam bergerak dibidang usaha pertanian, industri pengolahan dan jasa komersial.
3.2 Kondisi Internal UUS Bank Amanah Profil dan Kinerja Keuangan UUS Bank Amanah mulai beroperasi awal tahun 2000 dengan tujuan untuk melayani masyarakat yang hendak bertransaksi perbankan secara syariah, dengan menawarkan produk-produk simpanan/inventasi bagi nasabah yang memiliki kelebihan dana dan produk pembiayaan bagi nasabah yang memerlukan dana sesuai dengan kebutuhan seperti pemilikan/penyewaan rumah, kendaraan, biaya pembangunan/ renovasi rumah, tambahan modal kerja, pinjaman multiguna dengan jaminan emas (gadai emas syariah) yang bebas bunga serta produk jasa perbankan lainnya seperti kliring, transfer, inkaso, dan garansi bank. UUS Bank Amanah yang didukung oleh teknologi informasi menawarkan fasilitas Layanan Syariah (Office Channeling) di seluruh Kantor Bank Amanah yang memiliki tanda tertentu untuk transaksi pembukaan rekening Giro, Tabungan dan Deposito Syariah serta fasilitas tarik dan setor secara on line di seluruh Kantor Bank Amanah4. Jaringan kantor UUS Bank Amanah telah berkembang dari 17 (tujuh belas) pada Desember 2007 menjadi 39 (tiga puluh sembilan) pada Desember 2008. Jaringan kantor tersebut terdiri dari 6 (enam) Kantor Cabang Syariah; 5 (lima) Kantor Cabang Syariah Pembantu; dan 28 (dua puluh delapan) Kantor Layanan Syariah (office chanelling) yang dibuka di Kantor Cabang Konvensional. Capaian kinerja keuangan UUS Bank Amanah cukup baik dilihat dari beberapa indikator seperti perkembangan nilai aset, rasio beban operasi terhadap pendapatan operasional (BOPO), laba dan Return on 4
”http://www.bank”amanah.co.id/ (Diunduh, 10 Juni 2009)
62
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:62
6/22/2010 6:29:39 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Rp ju
ta
Asset (ROA). Aset UUS Bank Amanah tercatat sekitar Rp 350 milyar pada tahun 2004. Angka ini masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan aset kebanyakan bank umum konvensional, namun sudah tergolong besar jika disandingkan dengan aset UUS perbankan syariah lainnya. Aset UUS Amanah mulai mengalami pertumbuhan yang cukup pesat semenjak tahun 2006 yaitu bertambah 49 persen dibandingkan dengan nilai aset yang tercatat pada tahun 2005. Trend peningkatan ini berlanjut terus sampai melebihi Rp 720 milyar pada bulan September 2008 (Lihat Grafik 3.1). Meskipun demikian, porsi aset UUS Bank Amanah baru mencapai 2,7 persen dibandingkan dengan total aset Bank Amanah pada tahun 2008. 800 000 700 000 600 000 500 000 400 000 300 000 200 000 100 000 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Grafik 3.1 Perkembangan Aset UUS Bank Amanah (Per Desember 2004 - September 2008) Sumber: Informasi Keuangan UUS Bank Amanah dan Biro Riset Infobank (birI)
Dalam operasinya, UUS Bank Amanah telah berhasil menekan beban biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya. BOPO UUS Bank Amanah masih diatas 95 persen pada tahun 2002. Lima tahun berikutnya, rasio BOPO tersebut sudah menurun menjadi sekitar 50 persen (Lihat Grafik 3.2). Hal ini mengindikasikan efisiensi manajemen operasional UUS Bank Amanah menjadi semakin
63
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:63
6/22/2010 6:29:39 PM
Muhammad Soekarni
baik. Pada awal beroperasi atau dalam tahap merintis, suatu bank tentu masih mempersiapkan berbagai layanan operasionalnya mulai dari pembukaan kantor sampai rekruitmen karyawan baru, sehingga membutuhkan biaya operasional yang relatif besar. Tapi secara perlahan ketika kegiatan operasional mulai lancar dan normal, pendapatan mulai meningkat, sehingga BOPO akan semakin mengecil. Grafik 3.2 Perkembangan Indikator BOPO UUS Bank Amanah (Per Desember 2002-Desember 2007) 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Grafik 3.2 Perkembangan Indikator BOPO UUS Bank Amanah (Per Desember 2002 Desember 2007) Sumber: Informasi Keuangan UUS Bank Amanah
Kemampuan manajemen UUS Bank Amanah dalam menekan biaya operasional bersamaan dengan keberhasilan meningkatkan pendapatan telah mendorong berkembangnya perolehan laba. Ratarata pertumbuhan laba yang berhasil dihimpun UUS Bank Amanah mencapai 300 persen selama periode 2002-2008. Sebagaimana terlihat dalam Grafik 3.3 dibawah ini, tingkat pertumbuhan laba melonjak dengan cepat dari tahun 2002 ke 2006, namun setelah itu mulai stagnan dan cenderung menurun. Namun perlu ditegaskan bahwa
64
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:64
6/22/2010 6:29:39 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
laba tahun 2008 yang terlihat pada Grafik 3.3 baru sampai bulan September. Dari aspek eksternal, penurunan perolehan laba UUS Bank Amanah ini diperkirakan akibat semakin ketatnya persaingan industri perbankan, termasuk dalam segmen perbankan syariah. Laba yang berhasil dikumpulkan UUS Bank Amanah sebesar Rp 21,3 milyar tahun 2007 baru mampu berkontribusi sebesar 3,8 persen terhadap total laba Bank Amanah pada tahun yang sama. Kontribusi tersebut lebih kecil dibandingkan kontribusi tahun sebelumnya yang sudah mencapai 4,3 persen. Grafik 3.3 Perkembangan Laba UUS Bank Amanah (Per Desember 2002-September 2008) 21.713
25.000
21.272
19.118
20.000
15.000 15.000
10.989
7.000 10.000
5.777
5.000
121
1.298
0 2002
2003
2004
2005 2006 Tahun
2007
2008
Grafik 3.3 Perkembangan Laba UUS Bank Amanah (Per Desember 2002 - September 2008) Sumber: Informasi Keuangan UUS Bank Amanah dan Biro Riset Infobank (birI)
Indikator lain yang lazim digunakan mengukur kinerja manajemen suatu perusahaan dalam mengelola harta yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan adalah return on asset (ROA). Indikator tersebut sekaligus mencerminkan efisiensi perusahaan yang bersangkutan.
65
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:65
6/22/2010 6:29:39 PM
Muhammad Soekarni
Grafik 3.4 Perkembangan ROA UUS Bank Amanah Periode 2004-2008 6,00 4,00 2,00 0,00 2004
2005
UUS Bank Amanah
2006 Tahun
2007
2008
Bank Syariah & UUS Nasional
Grafik 3.4 Perkembangan ROA UUS Bank Amanah Periode 2004 - 2008 Sumber: Informasi Keuangan UUS Bank Amanah dan Biro Riset Infobank (birI)
Pada grafik 3.4 di atas dapat dilihat bahwa ROA UUS Bank Amanah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 1,7 persen tahun 2004 menjadi 4,4 persen tahun 2006, namun setelah itu mulai mengalami penurunan hingga mencapai 2,6 persen tahun 2008. Hal ini mengindikasikan efisiensi UUS Bank Amanah pada tiga tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Akan tetapi, prestasi tersebut belum mampu dipertahankan dengan baik. Walaupun demikian, ROA sebesar 2,6 persen tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan ROA rata-rata Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah nasional yang hanya mencapai 1.42 persen tahun 2008.
Perkembangan Pembiayaan Sebagai bagian dari industri perbankan syariah nasional, UUS Bank Amanah telah merefleksikan fungsinya dalam mendorong dan menggerakkan sektor riil baik secara langsung maupun tidak
66
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:66
6/22/2010 6:29:39 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
langsung. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pembiayaan yang disalurkan kepada dunia usaha. Tingkat pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan UUS Bank Amanah kepada nasabahnya mencapai 35 persen pertahun selama periode 2004-2008 yaitu dari Rp 176 milyar menjadi Rp 561 milyar (Lihat Grafik 3.5 dibawah ini). Sementara itu, pembiayaan UUS Bank Amanah sekitar 55 persen menggunakan akad musyarakah, dan sisanya dengan akad murabahah. Grafik 3.5 Perkembangan Pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga UUS Bank Amanah (Per Des 2004-Sept 2008)
600 000
Rp Juta
500 000 400 000 Pembiayaan
300 000
DPK
200 000 100 000 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Grafik 3.5 Perkembangan Pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga UUS Bank Amanah (Per Des 2004-Sept 2008) Sumber: Biro Riset Infobank (birI)
Perkembangan pembiayaan yang disalurkan UUS Bank Amanah juga diikuti oleh kenaikan penghimpunan dana dari pihak ketiga (DPK) dalam bentuk tabungan dan deposito. Meskipun dari Grafik 3.5 diatas terlihat perkembangan pembiayaan lebih cepat dibandingkan tingkat pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga, namun sebenarnya tingkat pertumbuhan rata-rata kedua indikator kinerja UUS Bank Amanah tersebut sama-sama sebesar 35 persen pertahun. Perbedaannya,
67
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:67
6/22/2010 6:29:39 PM
Muhammad Soekarni
penyaluran pembiayaan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat pada tahun 2008 yaitu mencapai 72,8 persen dibandingkan dengan pembiayaan tahun 2007. Sedangkan kemampuan UUS Bank Amanah dalam menarik dana masyarakat pada tahun 2008 justeru mengalami perlambatan dibandingkan kemampuan tahun sebelumnya. Meskipun mengalami perlambatan, DPK yang masih meningkat menunjukkan masih tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap UUS Bank Amanah dari waktu ke waktu. Selama periode 2004-2005, nilai pembiayaan yang disalurkan UUS Bank Amanah selalu lebih besar dibandingkan dengan dana pihak ketiga, sehingga Financing to Deposit Ratio (FDR) yang terbentuk selalu diatas 100 persen. Sebagaimana dapat dilihat dalam Grafik 3.6 dibawah ini, pada tahun 2004, 2005 dan 2008, FDR UUS Bank Amanah sudah berada diatas 200 persen. Relatif tingginya FDR pada tahun 2004-2005 lebih disebabkan oleh stagnannya DPK. Sedangkan melonjaknya FDR tahun 2008 lebih disebabkan oleh ekspansi penyaluran pembiayaan. Meskipun UUS Bank Amanah masih mendapatkan back up modal dari bank induknya, namun kondisi seperti ini perlu selalu dipantau dengan cermat agar jangan sampai menimbulkan masalah likuiditas. Grafik 3.6 Financing to Deposit Ratio (FDR) UUS Bank Amanah Periode (Per Desember 2004-September 2008)
258
300
242
292 187
200 % 100
181
0 2004
2005
2006 Tahun
2007
2008
Grafik 3.6 Financing to Deposit Ratio (FDR) UUD Bank Amanah Periode (Per Desember 2004 September 2008) Sumber: Biro Riset Infobank (birI)
68
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:68
6/22/2010 6:29:39 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Untuk mengetahui sejauhmana kontribusi UUS Bank Amanah dalam mendorong kemajuan sektor produktif dan UMKM dapat dilihat dari porsi pembiayaan yang diterima oleh UMKM. Porsi pembiayaan yang disalurkan UUS Bank Amanah ke sektor produktif baru mencapai 37 persen pada tahun 2007. Setahun kemudian, porsi tersebut meningkat menjadi 57 persen. Hal ini terjadi karena lebih cepatnya pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan ke sektor produktif (183 persen) dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan untuk sektor konsumtif (24 persen). Sementara itu, porsi pembiayaan yang mengalir kepada UMKM adalah sebesar 50,3 persen dari Rp 338,6 milyar pembiayaan sektor produktif (Lihat Tabel 3.1). Sayang sekali, data besarnya pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM pada tahuntahun sebelumnya tidak berhasil diperoleh, sehingga gambaran yang lebih utuh tentang rekam jejak peranan UUS Bank Amanah dalam membantu UMKM tidak dapat dikemukakan secara lengkap. Tabel 3.1 Penyaluran Pembiayaan UUS Bank Amanah (Rp Milyar) No.
Jenis Pembiayaan
Tahun 2007
Tahun 2008
Pertumb. (%)
1.
Sektor Produktif a. Usaha Mikro (s/d Rp 50 jt) b. Usaha Kecil (> Rp 50 jt) c. Usaha Menengah (> Rp 500 jt) d. Usaha Besar (> Rp 5 milyar)
119,7
338,6 21,3 74,5 74,6 168,2
182,9
2.
Sektor Konsumtif
205,3
255,4
24,4
3.
Share Sektor Produktif (%)
36,8
57,0
20,2
Sumber: Makalah Seminar yang disampaikan oleh Dirut Bank Amanah Bulan Maret 2009
Menurut Dirut Bank Amanah, arah kebijakan pengembangan UUS Bank Amanah telah sejalan dengan konstruksi atau kittah-nya sebagai bank yang memiliki nilai-nilai keberpihakan kepada UMKM. Namun
69
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:69
6/22/2010 6:29:39 PM
Muhammad Soekarni
demikian, sebagai institusi yang baru berkembang dan dalam proses pertumbuhan, secara operasional di lapangan masih dijumpai berbagai problematika, antara lain5:
Belum optimalnya akses terhadap sumber dana-dana program kemitraan pemberdayaan UMKM, baik dari departemen maupun pemerintah daerah, dan dana-dana voluntary sector. Hal ini sangat sesuai dengan komitmen Bank Syariah yang peduli dengan pengembangan UMKM sebagai bagian dari pengentasan kemiskinan melalui instrumen Ekonomi Islam (zakat, infak, sedekah, dan waqaf ).
Pengembangan linkage program dengan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) masih perlu terus ditingkatkan. Program kerjasama ini merupakan langkah yang paling utama karena kondisi UMKM (skala kecil, agunan terbatas, tidak berbadan hukum, letak jauh, dan administrasi lemah) sangat sulit dijangkau oleh Bank Syariah (biaya tinggi, risiko tinggi, sulit menjangkau, dan kesulitan menilai usaha). Keberadaan LKMS seperti BMT sangat diperlukan sebagai mediasi antara sektor UMKM dengan pihak Bank Syariah.
Masih belum padunya pengembangan kerjasama dengan departemen/dinas dan kelembagaan terkait untuk meningkatkan capacity building LKMS dan kelembagaan UMKM dengan memberikan technical asistence. Hal ini dapat meningkatkan daya saing UMKM dan mendorong mereka untuk terus berinovasi. Kegiatan ini dilakukan dengan pendampingan dan edukasi, terutama pada aspek manajemen dan paradigma skema syariah dengan sistem bagi hasil.
Masih lemahnya akses terhadap data base UMKM dalam upaya menyusun business plan penyaluran pembiayaan UMKM.
5
Makalah Seminar yang disampaikan oleh Dirut Bank Amanah Bulan Maret 2009
70
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:70
6/22/2010 6:29:40 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Belum optimalnya internalisasi ”qirah” pengelolaan bisnis berdasarkan moral dan transaksi sesuai dengan prinsip syariah (karena pembiayaan dengan skema risk sharing rentan terhadap moral hazard).
Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Tim peneliti tidak dapat memperoleh data yang rinci tentang pembiayaan bermasalah yang dialami UUS Bank Amanah dalam lima tahun terakhir. Namun Harian Republika pernah memberitakan bahwa tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) UUS Bank Amanah tahun 2008 adalah sebesar 1,17 persen. Menurut Kepala Divisi Syariah Bank Amanah, pembiayaan bermasalah (NPF) sebagian besar terjadi pada pembiayaan dengan akad musyarakah. Tingkat NPF sebesar itu masih relatif kecil dibandingkan dengan NPF perbankan syariah secara nasional 4,97 persen. Dalam menghadapi penilaian tentang pembiayaan yang bermasalah, salah seorang staf manajemen UUS Bank Amanah merasakan peraturan yang digunakan BI kurang pas untuk perbankan syariah. Menurut peraturan BI, batasan yang diberlakukan bagi bank konvensional adalah lancar apabila bunga lancar sampai 30 hari; kurang lancar jika telat 60 hari; telat diatas 60 hari dalam perhatian khusus; telat 180 hari diragukan; dan telat 270 hari macet. Patokan dengan bunga seperti ini tentu berbeda dengan bagi hasil di bank syariah yang berbentuk ekspektasi. Menurut aturan BI, jumlah realisasi bagi hasil kurang dari 80 persen selama 60 hari dinilai sebagai kolektibilitas kurang lancar. Menurut pendapat narasumber dari UUS Bank Amanah:
71
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:71
6/22/2010 6:29:40 PM
Muhammad Soekarni
”....ekspektasi itu ada aturannya sendiri. Jadi kalau ekspektasi Rp 200 ribu maka harus bayar Rp 200 ribu, ekspektasi Rp 300 ribu bayar Rp 300 ribu itu namanya tidak ekspektasi. Dalam hal ini muncul istilah tunggakan bagi hasil. Masak bagi hasil nunggak. Itu karena peraturan Bank Indonesia. Akhirnya apa? Saya pernah diskusi dengan orang BI. Mereka bilang kita terjebak dengan situasi ini. Ya sudah deh katanya buat aja reserve account, itu adalah rekening penampung. Misalkan harapan bank kepada saya Rp 100 ribu, keuntungan saya misalnya 1 juta, bagi hasilnya 500 ribu. 500 ribu itu tidak dimasukkan, yang dimasukkan 100 ribu dan yang 400 ribu dimasukkan ke rekening nasabah. Itu jaga-jaga kalau suatu saat nasabah rugi, maka dari ini diambilkan untuk menutupinya”. Penyelesaian dengan reserve account tersebut tentunya hanya akan berguna dalam kasus bank syariah menerapkan pola yang murni syariah. Namun, kenyataannya pola yang murni syariah tersebut masih terbatas. Sedangkan dalam pola equivalent rate, sebenarnya pihak bank syariah tidak mau tahu juga apakah nasabahnya dapat hasil diatas atau dibawah equivalent rate yang sudah ditentukan diawal. Sumberdaya Insani (SDI) Sampai dengan Desember 2008, UUS Bank Amanah telah dikelola oleh 196 karyawan, termasuk pekerja dari luar perusahaan (outsourching). Jumlah tersebut diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya UUS Bank Amanah. Menurut perkiraan dari manajemen UUS Bank Amanah, perkembangan ini tidak hanya dari sisi kuantitas, melainkan juga dari aspek kualitas. Alasannya, penerimaan karyawan baru juga diiringi dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan untuk dapat memberikan kinerja, layanan, dan kepuasan optimal bagi nasabah.
72
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:72
6/22/2010 6:29:40 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Dewasa ini perbankan syariah mengalami masalah kekurangan SDI yang memiliki kompetensi yang sesuai. Hal ini terjadi karena adanya gap antara permintaan yang relatif tinggi dari perbankan syariah dengan relatif rendahnya kemampuan sekolah dan perguruan tinggi dalam menghasilkan tenaga terdidik jurusan ekonomi dan keuangan syariah. Akibatnya, perbankan syariah terpaksa merekrut pekerja yang tidak memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan keuangan syariah. Hal seperti ini ditemui di UUS Bank Amanah, dimana salah seorang staf nya yang sudah mendudukilevel middle manajer mempunyai latar belakang pendidikan sebagai sarjana penerbangan jurusan Manajemen Penerbangan untuk urusan bandar udara, pesawat dan lain-lain. Sebelum masuk ke UUS Bank Amanah, staf tersebut bekerja sebagai konsultan yang menangani pendidikan, kesehatan dan juga keuangan. Sementara itu, karyawan UUS Bank Amanah yang lulusan IAIN dan UIN itu hanya sekitar lima persen. Semua karyawan yang baru masuk di beri pendidikan dan pelatihan intensif selama dua bulan tentang produk syariah, akuntansi syariah serta prinsipprinsip syariah. Kegiatan pendidikan dan pelatihan juga dilaksanakan secara berkelanjutan agar kompetensi SDM yang dipekerjakan selalu mengalami peningkatan. Upaya pembinaan SDM seperti ini tentu saja akan menjadi beban ekstra bagi pihak UUS dan perbankan syariah pada umumnya.
Kebijakan Pembiayaan dan Operasionalisasi6 Perencanaan Dalam struktur organisasi Bank Amanah, UUS hanya merupakan salah satu divisi dibawah Direktur Kredit.
6
Sub bagian ini ditulis berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pejabat UUS Bank Amanah pada bulan Maret 2009.
73
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:73
6/22/2010 6:29:40 PM
Muhammad Soekarni
RUPS DEWAN KOMISARIS KOMITE AUDIT
DIREKTUR UTAMA
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
DIREKTUR DANA & JASA
DIVISI PERENCANAAN & PENGEMBANGAN
DIREKTUR KREDIT
DIVISI TREASURY
DIVISI KREDIT KORPORASI
DIVISI DANA & JASA
DIVISI KREDIT RETAIL & KONSUMER
DIVISI USAHA SYARIAH
DIREKTUR OPERASI
DIREKTUR KEPATUHAN & MANAJEMEN RISIKO
KOMITE, KOMITE
DIVISI SUMBER DAYA MANUSIA
DIVISI KEPATUHAN & HUKUM
CORPORATE SECRETARY
DIVISI UMUM
DIVISI MANAJEMEN RISIKO
DIVISI AUDIT INTERN
DIVISI AKUNTANSI
DIVISI TEKNOLOGI INFORMASI
CABANG SYARIAH
Keterangan :
CABANG KONVENSIONAL
Garis Komando Garis Koordinasi
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Bank Amanah
Oleh karena itu semua kebijakan, termasuk target pembiayaan, baik yang produktif maupun konsumtif masih ditentukan oleh kantor pusat konvensional. Menurut keterangan narasumber UUS Bank Amanah, semua kebijakan itu dituangkan dalam KUDT (Kebijakan Umum Direksi Tahunan)7. Meskipun kebijakan pembiayaan masih ditentukan oleh kantor pusat, namun kuantitasnya memang diajukan oleh kantor cabang. Kantor cabang akan mengkaji dan mendata kirakira sektor mana saja yang mempunyai potensi produktif. Selanjutnya diadakan pertemuan untuk menentukan target (goal setting) dimana pada saat ini setiap cabang akan melakukan tawar menawar. Misalnya Kantor Cabang Bandung berani mengajukan pembiayaan untuk UMKM daerah sekian miliar dan sektor korporasi berani sekian milyar. 7
Sayangnya perwakilan dari manajemen UUS Bank Amanah tidak bersedia memberikan data tentang KUDT tersebut.
74
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:74
6/22/2010 6:29:40 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Penawaran ini kemudian dinegokan dan kalau sudah disepakati, maka itulah goal setting-nya. Salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam tawar menawar adalah FDR dari kantor cabang. Idealnya FDR itu 98 persen, sehingga ada 2 persen untuk jaga-jaga. Namun FDR bank umum syariah ataupun unit usaha syariah biasanya lebih dari 100%. Itu artinya pembiayaan sebagian diambil dari modal. Jika saat ini FDR UUS Bank Amanah sudah diatas 200 persen, berarti lebih dari 100 persen pembiayaan diambilkan dari modal. Menurut narasumber dari UUS Bank Amanah, hal ini tidak menjadi masalah karena UUS Bank Amanah ini merupakan salah satu divisi bagi Bank Amanah, sehingga modal yang diputar berasal dari bank induk tersebut. Inilah salah satu faktor yang membedakan UUS dengan Bank Umum Syariah (BUS). Bagi BUS, ketika CAR-nya sudah mendekati angka 8, mereka akan dihadapkan pada pilihan keharusan menambah modal atau stop ekspansi kredit terlebih dahulu. Meskipun demikian, potensi pembiayaan dan DPK di kantor cabang tetap menjadi perhatian kantor pusat dalam menentukan keputusan besarnya pembiayaan di kantor cabang bersangkutan. Bisa saja potensi pembiayaan di suatu cabang tinggi, tapi jika posisi dana pihak ketiganya rendah, maka cabang yang bersangkutan tidak bisa terlalu mendorong pembiayaannya karena akan berakibat buruk pada tingkat kesehatannya. Dengan demikian, bisa saja suatu cabang punya 10 potensi namun karena FDR-nya sudah tinggi, maka mungkin 5 saja yang akan disetujui. Bank Amanah tidak menentukan siapa target debiturnya menurut kategori bidang dan skala usahanya. Hal yang ditentukan hanya komposisi produktif dan konsumtif dengan komposisi produktif 60 persen dan konsumtif 40 persen. Calon debitur merupakan usulan dari kantor cabang berdasarkan potensi yang ada. Pembiayaan konsumtif
75
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:75
6/22/2010 6:29:40 PM
Muhammad Soekarni
itu digunakan untuk membeli keperluan sehari-hari diluar keperluan usaha seperti motor, mobil, dan rumah untuk tempat tingal (sendiri). Namun, ketika motor untuk disewakan dan rumah untuk dikontrakkan, maka itu termasuk pembiayaan produktif.
Prosedur dan Persyaratan Pembiayaan Secara garis besarnya, prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah pembiayaan antara lain: pengajuan permohonan dengan beberapa persyaratan administrasi, analisis kelayakan usaha, survei lapangan dan pencairan dana. Persyaratan administrasi yang perlu dipenuhi oleh calon nasabah pembiayaan mengikuti standar umum yang berlaku di dunia perbankan seperti menyerahkan foto copy KTP, bukti legal usaha, laporan usaha dan bukti kepemilikan agunan. Besarnya agunan minimal 100 persen. Untuk agunan ini ada pola perhitungan tertentu dari pihak manjemen UUS Bank Amanah, misalnya ada nasabah yang bisa mendapatkan pembiayaan hanya hanya dengan agunan senilai 70% dari total dana yang dipinjam. Sedangkan batas minimumnya adalah 50%. Nasabah UMKM yang mengajukan pinjaman tetap harus mempunyai jaminan. Tapi jaminan ini berbeda dengan yang dikonvensional. Di bank konvensional jaminan ini sebagai second wayout. Artinya, kalau usahanya tidak mampu lagi mengembalikan kreditnya, maka jaminannya ini yang akan dijual. Kalau bagi UUS Bank Amanah, jaminan ini adalah sebagai uji keamanahan nasabah dalam pembiayaan. Kalau terjadi kemacetan, akan dianalisa terlebih dahulu apakah itu disebabkan oleh perbuatan yang tidak amanah atau musibah. Jika tidak amanah, maka agunan akan dijual. Tapi kalau kena musibah, maka ada kebijakan-kebijakan khusus.
76
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:76
6/22/2010 6:29:40 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Menurut pihak manajemen UUS Bank Amanah, prosedur dan jangka waktu yang dibutuhkan dalam pengurusan pembiayaan selama ini memang belum efisien. Alasannya dapat dicermati dari hasil wawancara berikut ini: ”Prosedur pencairan dana pinjaman di UUS Bank Amanah dan bank-bank pemerintah pada umumnya relatif lebih lambat. Bagi bank-bank swasta kalau ada potensi pembiayaan mereka akan cairkan dulu, persyaratannya bisa menyusul. Akan tetapi di bank pemerintah, termasuk UUS Bank Amanah, tidak bisa seperti itu. Meskipun ada potensi, perlu ajukan dulu persyaratannya, siapkan agunan, legalitas dan sebagainya, baru pembiayaan bisa dicairkan. Hal ini mengingat ketika pembiayaan yang diberikan bermasalah sedangkan proses administrasi tidak dipenuhi, maka istilahnya itu bukan macet tapi merugikan negara. Kalau merugikan negara, maka ancamannya pidana. Jadi dalam hal ini UUS Bank Amanah memang kalah, karena kehati-hatian dulu baru diproses”.
Pengawasan Menurut narasumber dari UUS Bank Amanah, ada dua opsi yang dapat dipilih oleh bank syariah dalam menentukan bagi hasil. Pertama memakai equivalent rate misalnya sebesar 10 persen. Kedua, opsi nisbah bagi hasil. Kalau menggunakan equivalent rate, misalnya pembiayaan Rp 1 juta, berarti bagian bank Rp 100 ribu. Tapi kalau memakai nisbah, nilainya belum ditentukan, misalkan nisbah 50:50, 40:60 atau sebagainya. Kalau keuntungan Rp 200 ribu dengan nisbah 50:50 berarti masing-masing dapat Rp 100 ribu. Pertanyaannya kemudian adalah apakah benar nasabah itu keuntungannya Rp 200 ribu. Untuk membuktikan ini tentunya memerlukan monitoring yang lebih intensif. Konsekwensinya SDI yang dibutuhkan relatif lebih banyak. Namun, UUS
77
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:77
6/22/2010 6:29:40 PM
Muhammad Soekarni
Bank Amanah merasa SDI ini masih terbatas. Tenaga supervisi rata-rata tiap cabang baru 1-2 orang. Dewasa ini, dari portofolio sekitar Rp 700 milyar, monitoring itu relatif belum berjalan. Oleh karena itu UUS Bank Amanah lebih cenderung memakai pola equivalent rate. Meskipun demikian, UUS Bank Amanah tidak selalu menggunakan equivalent rate. Pola bagi hasil juga sudah diterapkan kepada nasabah yang mempunyai laporan keuangan bagus. Misalnya pembiayaan untuk perusahaan pakaian muslim dan muslimah yang sudah cukup terkenal. Sebagaimana dijelaskan oleh pihak manajemen UUS Bank Amanah: ”Bagi hasil yang diperoleh UUS Bank Amanah dari perusahaan tersebut malahan mencapai 4 kali lebih besar dari nilai yang diperkirakan semula. Untuk kasus yang seperti ini, pada umumnya bagi hasil yang diperoleh tidak pernah dibawah ekspektasi. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah nasabah yang benarbenar ingin syariah, loyal dan juga mau berbagi. Mereka ini tidak akan melihat apakah bagi hasil pembiayaanya tinggi atau bagi hasil tabungannya rendah. Proses edukasi dalam menjual produk kepada nasabah seperti ini akan relatif mudah. Tapi bagi yang mikirnya lama, maka proses edukasinya susah sehingga SDI bank syariah ini memang diharapkan yang benar-benar mengerti syariah dan mampu mensosialisasikannya dengan baik”.
Pola pembiayaan dan Program Khusus Pola-pola atau akad-akad pembiayaan yang dijalankan oleh UUS Bank Amanah antara lain sebagai berikut:
78
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:78
6/22/2010 6:29:40 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Yaitu pembiayaan dengan prinsip Jual Beli untuk memenuhi kebutuhan nasabah seperti property, kendaraan, alat-alat industri dan barang lainnya, dengan proses yang mudah, dimana UUS Bank Amanah menjual barang yang dipesan/diinginkan nasabah sebesar harga pokok ditambah margin keuntungan bank. Setelah memenuhi prosedur dan persyaratan seperti uang muka dan kelayakan mengenai kemampuan angsuran dan lainnya, nasabah sebagai pembeli dapat memanfaatkan fasilitas anggsuran selama 60 bulan untuk Nasabah (perorangan/badan usaha) berpenghasilan tidak tetap serta maksimal 96 bulan untuk Nasabah (perorangan) berpenghasilan tetap. Kelebihan Murabahah dibanding produk sejenis non syariah adalah selain sesuai syariah (prinsip jual beli) adalah jumlah angsuran tetap tidak berubah walaupun terjadi fluktuatif suku bunga. Pembiayaan Murabahah dapat dimanfaatkan Nasabah untuk memenuhi kebutuhan barang-barang produktif maupun konsumtif termasuk dapat pula digunakan untuk pengadaan barang berdasarkan pesanan dari pihak ketiga dengan bukti Surat Perintah Kerja/Kontrak Kerja dari dari Instansi Pemerintah/ BUMN/BUMD serta pihak swasta yang kredibel. Dalam hal ini narasumber UUS Bank Amanah mengemukakan contoh sebagai berikut: ”Misalkan saya menjual cangkir ini Rp 1.000 kemudian saya minta keuntungannya Rp 500,- maka kalau bapak sepakat maka harga jualnya Rp 1.500,- Kemudian kita cicil selama setahun atau 15 bulan, maka cicilannya sebulan Rp 100,- kan. Cicilan Rp 100,- per bulan itu kan tidak terpengaruh oleh pendapatan bapak kan? Karena harga jual itu tidak akan berubah, tetap saja Rp 1.500,-. Jadi saya tidak perlu melihat usaha bapak kan? Sebab kita sudah sepakati cicilan sebesar Rp 100,- . Hal ini berbeda dengan musyarakah atau bagi hasil karena kalau bapak untung, maka keuntungaanya kita bagi (dengan pola) 40:60, jadi belum pasti kan? Misalkan keuntungannya
79
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:79
6/22/2010 6:29:40 PM
Muhammad Soekarni
Rp 100,- maka untuk bank Rp 40,- dan buat bapak Rp 60,-. Dalam hal ini saya harus melihat performance usaha dan ini berbeda dengan murabahah”. Yaitu pembiayaan dengan prinsip Jual Beli untuk memenuhi kebutuhan nasabah khusus property dan barang lainnya yang memerlukan proses produksi/pembangunan/renovasi. Pihak produsen/ pemborong/kontraktor dapat ditunjuk oleh Bank atau nasabah sendiri. Kemudian UUS Bank Amanah menjual barang yang dipesan/diinginkan Nasabah sebesar harga pokok ditambah margin keuntungan bank. Penyerahan barang oleh Bank kepada Nasabah dilakukan setelah barang selesai atau maksimal setelah melewati masa proses Produksi/ Pembangunan/Renovasi (MPP). Setelah memenuhi prosedur dan persyaratan seperti uang muka dan kelayakan mengenai kemampuan angsuran dan lainnya, Nasabah sebagai pembeli dapat memanfaatkan fasilitas angsuran selama 60 bulan untuk Nasabah (perorangan/ badan usaha) berpenghasilan tidak tetap serta maksimal 96 bulan untuk Nasabah (perorangan) berpenghasilan tetap. Kelebihan Istishna dibanding produk sejenis non syariah adalah selain sesuai syariah (prinsip jual beli) adalah jumlah angsuran tetap tidak berubah walaupun terjadi fluktuatif suku bunga serta kewajiban angsuran dapat dilakukan setelah masa proses produksi/pembangunan/Renovasi (MPP) selama maksimal tiga bulan. Adalah akad kerjasama antara Bank Syariah dan Nasabah untuk membiayai suatu usaha tertentu dimana Bank dan Nasabah memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan porsi kontribusi dana atau kesepakatan bersama. Dalam implementasinya Bank Syariah berperan sebagai Investor Pasif yang menanamkan modalnya saja sedangkan nasabah berperan sebagai Investor Aktif yang selain menanamkan modal
80
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:80
6/22/2010 6:29:40 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
juga mengelola langsung objek usaha yang dibiayai bersama tersebut. Pendapatan/Keuntungan real dari pengelolaan usaha tersebut akan dibagi antara Nasabah dan Bank Syariah sesuai Nisbah (Porsi) yang telah disepakti pada saat Akad Musyarakah ditandatangi. Pembiayaan Musyarakah dapat dimanfaatkan Nasabah untuk kebutuhan: Tambahan Modal Kerja usaha perdagangan, industri, manufaktur, pertanian, angkutan dan lainnya serta bidang usaha jasa. Tambahan Modal Kerja kontraktual, khusus untuk membiayai sektor usaha jasa konstruksi dan pengadaan yang didukung dengan Kontrak Kerja atau Surat Perintah Kerja dari Instansi Pemerintah/BUMN/BUMD serta pihak swasta yang kredible. Adalah akad kerjasama antara Bank Syariah dan Nasabah untuk membiayai suatu usaha tertentu dimana Bank memberikan kontribusi seluruh modal dana sedangkan Nasabah adalah pelaksana usaha yang dibiayai Bank Syariah dengan kontribusi skill dalam pengelolaan usaha. Ketentuan pembagian keuntungan dan risiko akan ditanggung Bank selama Nasabah tidak melakukan khianat/wan prestasi. Dalam implementasinya Pendapatan/Keuntungan real dari pengelolaan usaha tersebut akan dibagi antara Nasabah dan Bank Syariah sesuai Nisbah (Porsi) yang telah disepakti pada saat Akad Mudharabah ditandatangi. Perhitungan realisasi Bagi Hasil Mudharabah secara prinsip tidak jauh berbeda dengan perhitungan Bagi Hasil Musyarakah.
Pinjaman Multiguna dengan Jaminan Barang Emas Adalah salah satu produk unggulan UUS Bank Amanah untuk melayani masyarakat yang membutuhkan pinjaman dengan proses cepat. Pinjaman ini didasarkan pada akad Qordh yaitu pinjaman tanpa kelebihan dari pinjaman tersebut. Salah satu syarat Nasabah
81
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:81
6/22/2010 6:29:40 PM
Muhammad Soekarni
mendapatkan pinjaman Multiguna tersebut adalah dengan menyertakan agunan berupa barang emas boleh perhiasan atau barang lainnya yang terbuat dari emas minimal 18 karat ( + 70% ). Setelah barang emas ditaksir dengan standar harga yang dikeluarkan oleh pemerintah, nasabah berhak mendapatkan pinjaman maksimal sebesar 80% dari nilai taksiran barang emas, Nasabah cukup membayar biaya sewa tempat penyimpanan emas tersebut di UUS Bank Amanah dengan biaya relatif murah sebesar Rp. 1.900,-/gram per bulan yang dibayar di awal akad. Masa pinjaman maksimal selama 2 bulan dan dapat diperpanjang. Bila pada saat jatuh tempo ditambah masa tenggang selama 7 hari Nasabah tidak dapat melunasi pinjamanya, maka Nasabah dapat melakukan perpanjangan sebelum melewati masa tenggang dengan membayar kembali biaya sewa penyimpanan barang emas, atau bersama-sama UUS Bank Amanah barang jaminan emas milik Nasabah dapat dijual dan hasilnya digunakan untuk melunasi kewajibannya kepada UUS Bank Amanah. Bila hasil penjualan tersebut lebih tinggi dari jumlah kewajiban Nasabah maka kelebihan tersebut menjadi milik Nasabah, sedangkan bila hasil penjualan barang emas lebih kecil dari jumlah kewajiban, maka tetap menjadi hutang Nasabah kepada UUS Bank Amanah.
Investasi Khusus (Mudharabah Muqayyadah) Adalah sarana Investasi bagi para Investor yang memilik dana untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada Nasabah dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk dan atau dipilih oleh Investor sebagai pemilik dana. UUS Bank Amanah dalam akad ini berperan sebagai Arranger atau Manajemen Investasi untuk menjaga kepentingan pemilik dana dengan menyalurkan dana kepada nasabah yang khusus ditunjuk dan atau dipilih oleh Investor. UUS Bank Amanah sebagai Manajemen Investasi selain berperan sebagai pengelola juga menjamin bahwa
82
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:82
6/22/2010 6:29:41 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
proses pemilihan atau studi kelayakan calon penerima pinjaman dilakukan secara prosedural dan objektif sehingga diharapkan pemilik dana mendapat keyakinan bahwa dananya disalurkan secara benar dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian dan bank teknis. Secara periodik pemilik dana dapat meminta laporan perkembangan pengelolaan dananya kepada UUS Bank Amanah. Dalam kaitannya dengan peran membantu UKMM serta memajukan sektor riil, UUS Bank Amanah mempunyai produk yang disebut Dana Program (Dana Program Mikro Utama) yang dikhususkan untuk UMKM-UMKM yang tidak bisa memenuhi bank teknis seperti tidak memiliki agunan, tidak ada legalitas usaha. Nasabah yang ikut program ini sudah hampir 68 ribu UMKM sampai kepada pedagang pinggir jalan, kelontongan, ibu-ibu PKK yang bikin kue-kue di rumah. Kalau yang bank teknis memang harus masuk pada ketentuan yang berlaku dan prakteknya cukup sulit bagi sebagian calon nasabah. Total dana yang sudah dijalankan dengan Dana Program ini sampai sekarang sudah mencapai Rp 102 milyar. Dengan alokasi dana Rp 102 milyar itu risikonya relatif tinggi, berarti kinerja UUS Bank Amanah akan kelihatan. Oleh karena itu UUS Bank Amanah menggunakan pola chanelling. Kalau pola chanelling dia tidak akan masuk ke neraca. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kalau terjadi kemacetan tinggi, kinerja tidak terganggu. Jadi ini off budget. Kebanyakan penggunaannya adalah untuk modal kerja dengan pola pembiayaan musyarakah (bagi hasil) dengan perimbangan sekitar 90:10, dimana 90 persen digunakan untuk modal kerja dan 10 persen investasi.
83
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:83
6/22/2010 6:29:41 PM
Muhammad Soekarni
3.3 Studi Kasus UMKM Nasabah Pembiayaan UUS Bank Amanah 3.3.1 Profil Ringkas UMKM Responden Wawancara mendalam telah dilakukan dengan empat orang nasabah UUS Bank Amanah yaitu Responden A, B, C dan D. Profil ringkas dari keempat responden tersebut adalah sebagai berikut: Responden A bergerak dalam bidang usaha Pembuatan VCD dan DVD Al-Qur’an dan telah mendapatkan pembiayaan dari UUS Bank Amanah semenjak tahun 2004. Responden A merintis usahanya dari nol yaitu menjual VCD kaki lima. Saat wawancara dilakukan, usahanya sudah berkembang pesat dengan dibantu 8 orang karyawan dan jaringan pemasarannya hampir mencakup semua kota-kota besar di Indonesia. Responden B menggeluti usaha bengkel mobil semenjak tahun 1970 dan pada tahun 1986 memberanikan diri untuk membuka bengkel sendiri. Pertama kali mendapatkan pinjaman dari bank (konvensional) sekitar tahun 1994 dan dapat pembiayaan dari UUS Bank Amanah tahun 2008. Responden C dan D adalah penerima Dana Program, dananya berasal dari pemerintah daerah dan penyalurannya melalui UUS Bank Amanah. Kedua responden ini menerima pembiayaan tidak atas nama pribadi melainkan secara berkelompok pada tahun 1998 dan 1999. Responden C dan D, masing-masingnya adalah ketua kelompok pedagang beras dan sekaligus petani padi sawah. Anggota kelompok Responden C berjumlah 20 orang pada tahun 1998 dan meningkat menjadi 25 orang pada tahun 1999. Sedangkan anggota kelompok aktif Responden D hanya 5 orang.
84
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:84
6/22/2010 6:29:41 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
3.3.2 Motivasi Memilih Bank Syariah Dunia perbankan Indonesia sudah cukup maju dan dikenal secara luas oleh hampir segenap masyarakat karena jumlahnya yang relatif banyak serta jaringan kantor yang hampir menjangkau seluruh daerah. Oleh karena itu nasabah kreditur dan debitur mempunyai pilihan yang sangat beragam untuk melakukan transaksi dengan bank yaitu mulai dari bank pemerintah atau swasta, bank yang besar atau kecil, serta bank konvensional atau bank syariah. Untuk perbankan syariah sendiri ada lagi berbagai pilihan yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Konvensional, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). UMKM yang membutuhkan pinjaman dana untuk pengembangan usaha tentunya mempunyai pertimbangan masingmasing dalam menentukan ke bank mana mereka akan mengajukan permohonan. Dari hasil wawancara dengan empat orang responden diketahui bahwa motivasi mereka untuk menjatuhkan pilihan mengajukan pembiayaan kepada UUS Bank Amanah berbeda-beda. Secara umum motivasi tersebut dapat dikategorikan menjadi empat yaitu, pertama, mendapatkan sumber dana yang halal menurut ajaran Islam; kedua, biaya peminjaman yang relatif lebih ringan; ketiga, perhitungan yang lebih sederhana; dan keempat, kemudahan akses mendapatkan sumber pendanaan. Responden A yang bergerak dalam usaha pembuatan VCD dan DVD Al-Qur’an dengan jelas mengatakan bahwa motivasi utama meminjam kepada UUS Bank Amanah adalah untuk mendapatkan sumber dana yang halal. Sebagaimana tergambar dari petikan hasil wawancara berikut ini:
85
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:85
6/22/2010 6:29:41 PM
Muhammad Soekarni
”Menurut saya (meminjam dari UUS Bank Amanah) lebih tenteram karena syariahnya itu. Saya bergerak di usaha membuat VCD dan DVD Al-Quran sehingga sumber dananya juga harus yang Islami. Saya yakin bunga bank itu haram. Sekarang sudah ada alternatif di bank syariah. Kecuali kalau kita sudah ditolak di bank syariah”. Selain itu, Responden A ini juga menyatakan bahwa ada dua faktor lain yang mendorong dirinya untuk memilih meminjam modal usaha dari UUS Bank Amanah yaitu, pertama, biaya meminjam lebih murah dibandingkan biaya meminjam dari bank konvensional; kedua, promosi yang dilakukan oleh UUS Bank Amanah cukup gencar. Sementara itu, Responden B pada awalnya adalah nasabah bank konvensional milik pemerintah yang cukup besar dan terkenal, namun kemudian beralih ke UUS Bank Amanah. Motivasi utama beralih ke UUS Bank Amanah adalah keuntungan ekonomi. Setelah itu baru karena pertimbangan keyakinan tentang bunga dilarang oleh Islam. Semua itu tergambar dari penjelasan yang disampaikan Responden B ketika diwawancarai pada Bulan Maret 2009 yang lalu, yaitu sebagai berikut: “Secara perbandingan (meminjam ke bank konvensional dan ke bank syariah) ada plus-minusnya, mungkin pertimbangan pertamanya sih mana yang paling menguntungkan. Keuntungannya, kalau bank syariah kan flat (bagi hasilnya), jadi tidak terpengaruh fluktuasi bunga bank”. Pada bagian lain Responden B menyatakan: “Saya sebagai orang Islam, kalau pake bunga itu kan riba, akhirnya kan memilih ke situ (bank syariah)”. Sedangkan bagi Responden C dan D, meskipun keduanya muslim, aspek kehalalan dan besarnya biaya pinjaman tidak menjadi hal penting. Hal yang utama bagi keduanya adalah kesempatan untuk memperoleh pinjaman yang sangat dibutuhkan bagi keberlanjutan dan kelancaran usahanya. Sungguhpun demikian, sebetulnya Responden
86
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:86
6/22/2010 6:29:41 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
C mengetahui dan cukup memahami tentang aspek halal dan riba. Hal tersebut tercermin dari jawabannya atas pertanyaan tentang ada tidaknya keinginan mengajukan pembiayaan kepada UUS Bank Amanah. Responden C memberikan jawaban sebagai berikut: “Ah tidak, bank mana saja tidak masalah. Pada waktu memang kebijakan pak gubernur diberikan ke UUS Bank Amanah, kalau bapak mempelajari, sistemnya belum sepenuhnya syariah. Ya masih ada bunga. Waktu itu ada bunga 6 persen setahun”.
3.3.3 Prosedur Pembiayaan Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh calon nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dari UUS Bank Amanah mengikuti standar umum yang berlaku di dunia perbankan yaitu, pertama, mengajukan permohonan dan sekaligus memenuhi persyaratan administrasi seperti foto copy KTP, Kartu Keluarga, legalitas usaha, bukti kepemilikan agunan dan sebagainya. Kedua, setelah kelengkapan administrasi dipenuhi, pihak UUS Bank Amanah akan melakukan analisis kelayakan tentang usaha yang dijalankan oleh nasabah termasuk rencana penggunaan uang yang akan dipinjam. Ketiga, pihak UUS Bank Amanah melakukan kunjungan ke lokasi usaha calon nasabah dan sekaligus memverifikasi nilai aset yang diagunkan. Menurut Responden A, persyaratan inti yang dilengkapi dalam proses pengajuan pembiayaan ke UUS Bank Amanah adalah laporan usaha dan borogh (Jaminan). Akan tetapi, kedua bentuk persyaratan inti tersebut bisanya sulit bagi UMKM untuk memenuhinya, terutama yang berkaitan dengan agunan. Sebagian UMKM sama sekali tidak mempunyai aset yang layak untuk dijadikan jaminan sehingga terhambat untuk mendapatkan akses ke perbankan dan lembaga keuangan resmi lainnya.
87
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:87
6/22/2010 6:29:41 PM
Muhammad Soekarni
Persentase nilai agunan terhadap nilai pembiayaan yang didapatkan nasabah responden UUS Bank Amanah cukup bervariasi. Responden A mendapatkan pinjaman Rp 210 juta dengan agunan senilai Rp 600 juta (artinya, nilai agunan 286 persen dari nilai pembiayaan). Responden B memperoleh pinjaman Rp 500 juta dengan jaminan senilai Rp 900 juta (180 persen). Nilai agunan Responden A dan B yang relatif besar itu bukanlah persyaratan yang ditentukan oleh UUS Bank Amanah (persyaratannya minimal 100 persen), melainkan karena kedua responden memang hanya memiliki aset yang bernilai relatif besar untuk diagunkan. Sedangkan Responden C dan D sebenarnya tidak diharuskan memberikan agunan karena keduanya ikut Dana Program yang dananya dari pemerintah dengan tujuan membantu UMKM yang kurang mampu. Walaupun demikian, Responden C dan D tetap menyerahkan surat tanahnya sebagai jaminan bagi pembiayaan yang diperoleh anggota kelompoknya yang berjumlah 20 orang untuk pembiayaan tahap pertama dan 25 orang untuk pembiayaan tahap kedua. Hal lain yang menarik untuk dicermati adalah kecepatan bank dalam memproses pengajuan pembiayaan nasabah. Berdasarkan wawancara dengan responden di lapangan, waktu yang dibutuhkan mulai dari awal mengajukan permohanan sampai pencairan dana oleh UUS Bank Amanah berkisar antara dua minggu sampai satu bulan. Responden A, C dan D membutuhkan waktu sebulan. Sedangkan Responden B hanya membutuhkan waktu dua minggu. Menurut Responden B, proses pencairan pembiayaannya bisa lebih cepat karena dia kenal baik dengan pimpinan UUS Bank Amanah. Responden A menilai prosedur meminjam di UUS Bank Amanah lebih sulit dibandingkan dengan prosedur meminjam di bank konvensional. Responden tersebut mengungkap dalam bahasa seperti berikut ini:
88
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:88
6/22/2010 6:29:41 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
”Kelihatannya di bank konvensional lebih gampang. Kebetulan ada yang datang kesini yaitu dari Bank X dan Bank Y. Mereka cuma minta kartu kredit, kemudian bisa dapat Rp 200-250 juta tanpa menanyakan (jaminan). Cuma foto copy kartu kredit, KTP dan rekening listrik. Ini tidak pakai jaminan sama sekali, kok bisa begini pikiran saya. Dia mungkin karena melihat usaha saya sudah jalan barangkali ya?” Sementara itu, dalam penilaian Responden A dan B, UUS Bank Amanah mempunyai nilai plus dibandingkan Bank Konvensional dalam hal eksekusi agunan. Hal ini dapat disimak dari hasil wawancara berikut ini: “Kalau di bank konvensional kan kalau macet itu jaminan langsung diambil. Kalau di UUS Bank Amanah katanya tidak begitu. Itu dibicarakan dulu, dikasih waktu dulu tiga bulan. Kalau tidak salah sampai lima tahapan lah. jadi kita tidak usaha khawatir jaminan kita dilelang. Kalau kita sudah nyicil 2 tahun misalnya, yang diambil bank kan hanya sisa pokoknya yang belum kita lunasi saja”. “Ada kelonggaran pak. Kita hanya membayar semampunya dan dia tidak akan menjual aset. (Hal) yang penting utangnya terbayar, biar berapa lama. Borogh kita tidak akan dijual”. Nilai plus lain UUS Bank Amanah menurut catatan Responden B adalah dalam hal biaya pengurusan pembiayaan yang relatif kecil dan sama sekali tanpa uang pelicin. Hal ini menurutnya berbeda dengan pengalaman sebelumnya ketika mengajukan kredit ke sebuah bank konvensional. “(Waktu pinjam) di Bank X mah emang ada ini sih ya, ngasih-ngasih kayak gitu. Ya 7 jutaan lah (nilai pinjaman Rp 200 juta). Itupun masih tanya itu yang dibawah sudah kebagian belum. Kalau (di bank) syariah gak ada. Paling provisi, notaris, dan administrasi. Mereka dikasih kue aja gak mau. Nanya alamat rumah aja tidak diberi. (Dis-
89
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:89
6/22/2010 6:29:41 PM
Muhammad Soekarni
ana) ya memang tidak boleh. Tapi kan saya orang perasaan lah, barangkali kita ingin memberikan sesuatu, eh tapi ternyata tetep gak mau. Nah itu plusnya di situ pak syariah mah”.
3.3.4 Skim Pembiayaan dan bagi hasil Skim/akad, nilai, margin/bagi hasil dan jangka waktu pembiayaan yang diberikan oleh UUS Bank Amanah kepada nasabah yang dijadikan responden dalam penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2 Akad Pembiayaan Responden A, B, C dan D Responden
Skim Pembiayaan
Nilai Pembiayaan (Rp juta)
Margin/ Bagi Hasil
Jangka Waktu Pengembalian
A
Musyarakah
30
1% perbulan
Tdk dibatasi
Murabahah
180
1% perbulan
2 tahun
Musyarakah
290
1% perbulan
Tdk dibatasi
B
-
500
0,7% perbulan
5 tahun
C
ar-Rahn (gadai)
28*
6 pertahun
1 tahun
ar-Rahn (gadai)
40**
6% pertahun
1 tahun
ar-Rahn (gadai)
40***
6% pertahun
1 tahun
ar-Rahn (gadai)
50****
6% pertahun
1 tahun
D
Sumber: Dat Primer P2E-LIPI, 2009 * anggota kelompok 20 orang *** anggota kelompok 10 orang ** anggota kelompok 25 orang **** anggota kelompok 10 orang
90
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:90
6/22/2010 6:29:41 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
Dari tabel diatas terlihat bahwa pola atau akad pembiayaan antara UUS Bank Amanah dengan nasabahnya cukup bervariasi. Responden A yang mendapat pinjaman dua kali yaitu tahun 2004 dan 2006 memilih akad musyarakah dan murabahah. Total pembiayaan tahap pertama senilai Rp 210 juta terbagi yaitu Rp 180 juta untuk membangun rumah menggunakan akad murabahah ; dan sisanya Rp 30 juta digunakan untuk modal usaha menggunakan akad musyarakah. Sedangkan pinjaman tahap kedua senilai Rp 290 juta berdasarkan akad musyarakah dan semua dana yang diperoleh digunakan untuk pengembangan usaha. Sebelum mendapatkan pembiayaan tahap kedua, semua pembiayaan tahap pertama yang menggunakan akad murabahah sudah dilunasi terlebih dahulu. Jangka waktu pembiayaan dengan skim musyarakah ini bersifat fleksibel, yang penting bagi UUS Bank Amanah adalah kelancaran pembayaran bagi hasil dari pihak nasabah setiap bulan sebesar yang disepakati. Sampai saat wawancara dilakukan, Responden A masih menggunakan dana pinjaman musyarakah dari UUS Bank Amanah dalam kegiatan usahanya. Sementara itu, Responden B tidak begitu paham tentang jenis akad yang disepakatinya dengan UUS Bank Amanah ketika melakukan peminjaman. Bagi responden B ini, hal yang penting adalah cicilan berikut bagi hasilnya bersifat flat. Dalam kasus Responden A diatas, pemilihan akad musyarakah didasarkan pada kondisi Responden bersangkutan sudah mempunyai usaha sebelumnya, sehingga modal yang diperoleh dari UUS Bank Amanah disatukan dengan modalnya yang sudah ada. Idealnya, menurut aturan syariah, bagi hasil dilakukan berdasarkan nisbah menurut rasio besarnya modal yang ditanam oleh Responden A terhadap modal yang berasal dari UUS Bank Amanah. Dengan demikian, besarnya nilai bagi hasil yang harus dibayarkan oleh Responden A kepada UUS Bank Amanah tidak boleh dipatok dengan persentase tertentu secara tetap dari awal. Nilai bagi hasil tersebut bisa berfluktuasi sesuai dengan perkembangan laba usaha yang di peroleh Responden B.
91
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:91
6/22/2010 6:29:41 PM
Muhammad Soekarni
Namun realitasnya, sebagaimana terlihat dalam Tabel 3.2 diatas, tingkat bagi hasil dalam pembiayaan yang menggunakan akad musyarakah bersifat flat sepanjang waktu. Tingkat bagi hasil pembiayaan yang menggunakan akad musyarakah juga sama saja dengan margin keuntungan murabahah yaitu sebesar 12 persen pertahun, meskipun nilai pembiayaan berbeda-beda dan jangka waktu yang tidak sama. Penentuan besarnya margin dan tingkat bagi hasil tersebut dilakukan melalui proses negoisasi antara manajemen UUS Bank Amanah dengan Responden. Bagaimana proses negosiasi yang dilakukan antara nasabah dengan manajemen UUS Bank Amanah tergambar dalam kutipan wawancara berikut: “Pertamanya memang ditentukan persentasenya sebesar 14 persen, kemudian kita nego, apa nggak kegedean ini? Dia bilang: maunya berapa? Saya bilang maunya segini. Dia bilang akan dibicarakan di rapat dan setelah itu diturunkan sedikit (menjadi 12 persen setahun)”. Responden A, sebagai seorang yang berlatar belakang pendidikan sarjana syariah, menyadari bahwa pola bagi hasil yang dijalankannya belum sepenuhnya mengikuti aturan syariah. Hal tersebut juga sudah disampaikan oleh pihak UUS Bank Amanah. ini secara jelas diungkapkannya ketika wawancara : “Menurut bank, hitungan sebenarnya memang seperti itu (bagi hasil dari keuntungan usaha dengan nisbah yang disepakati). Tapi menurut bank itu hitungannya nanti bisa berfluktuasi. (ini) katanya adalah kebaikan dari bank, yang meminta sebesar 1 persen secara tetap. Ketika bagi hasilnya lebih, ya sudah disimpan saja untuk ditambahkan ketika bagi hasilnya rendah. Sebetulnya keuntungan saya itu jauh lebih besar daripada itu, sehingga ya saya mau saja. Bagi hasil seperti ini lebih kecil. Kalau sekarang itu saya kan membayar
92
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:92
6/22/2010 6:29:41 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
sekitar 4 juta tiap bulan, sedangkan di bank konvensional mungkin bisa mencapai Rp 4,5 juta. Dibandingkan dengan bank X dan Bank Y, biaya di UUS Bank Amanah ini lebih murah. Tapi, kalau mau yang berdasarkan perkembangan keuntungan yang sebenarnya ya silahkan saja,tergantung kata orang bank. Namun orang bank minta laporan rutin tiap bulan. (Jadi) Syar’i secara penuh belum, tapi minimal dari akad lah. Dari niatnya sudah ada”. Pembiayaan yang diperoleh Responden C dan D agak unik karena merupakan program khusus dari UUS Bank Amanah yang dikemas dengan nama Dana Program. Sumber pembiayaan Dana Program ini berasal dari Pemda yang diserahkan kepada UUS Amanah untuk menyalurkannya kepada UMKM. Responden C dan D mengajukan pembiayaan secara berkelompok. Kelompok ini berbentuk (Asosiasi Usaha Pelayanan Jasa Al-shintan/AUPJA) yang anggotanya terdiri dari para pedagang beras dan sekaligus juga petani. Prosesnya bermula dari pengajuan asosiasi kepada gubernur, dan selanjutnya gubernur yang menghubungkan ke UUS Bank Amanah. Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut adalah ar-Rahn (gadai)8. Dalam kasus ini aset yang digadaikan adalah gabah yang dimiliki anggota asosiasi. Penjelasan Responden C dalam hal ini antara lain seperti berikut ini: “......jadi aturan pada waktu itu, kelompok menyediakan barang. Jadi gadainya tuh antara bank dengan saya dengan kelompok. contohnya tuh begini: andaikata kita dapat uang sekian, jadi gabah sekian, seolah-olah barang teh punya bank, saya yang mengerjakan. Nah seperti tadi saya bilang, jadi masih jauh dari syariah”. 8
Pembiayaan ar-rahn merupakan pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan barang bergerak yang relatif nilainya tetap seperti perhiasan emas, perak, intan, berlian, dan batu mulia, untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Nasabah diwajibkan membayar kembali utangnya pada saat jatuh tempo dan membayar sewa untuk tempat penyimpanan barang jaminannya. Bank memperoleh pendapatan berupa sewa tempat penyimpanan barang jaminan (Perwataatmadja, 2007: 78-79).
93
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:93
6/22/2010 6:29:41 PM
Muhammad Soekarni
3.3.5 Pembinaan dan Pengawasan Sebagaimana telah dijelaskan dibagian awal, fungsi pembinaan dan pengawasan sangat penting diperhatikan apabila ingin menerapkan pola pembiayaan syariah secara murni. Apabila SDI yang dapat melakukan fungsi pengawasan masih terbatas, baik dari segi kuantitas maupun skill, maka peluang munculnya pembiayaan bermasalah menjadi besar. Pihak UUS Bank Amanah memang mengakui secara terus terang bahwa mereka masih menghadapi kendala untuk melakukan pembinaan dan pengawasan ini. Kendala utamanya adalah kekurangan jumlah SDI yang dapat menjalankan fungsi tersebut. Menurut Responden A, pihak UUS Bank Amanah akan mengontak lewat telepon jika dia belum membayar cicilan bulanan sudah sampai tanggal 26 atau 27 setiap bulannya. Sungguhpun demikian, masih menurut reponden yang sama, kadang-kadang ada juga petugas dari UUS Bank Amanah yang datang menanyakan kesulitan yang sedang dihadapi dan sekaligus menawarkan hal-hal yang dapat mereka bantu. Kedatangan pihak manajemen UUS Bank Amanah ini tidak dirasakan menggangu, namun sebaliknya, Responden A merasa senang dan bisa mendiskusikan permasalahan yang dihadapinya. Apabila terlambat membayar cicilan bulanan dari jadwal yang disepakati sebelum tanggal 25, nasabah pembiayaan tidak akan didenda melainkan harus memberikan dana tabarru (dana sosial) seratus ribu rupiah. Dana tersebut tidak menjadi sumber pemasukan bagi UUS Bank Amanah, melainkan akan disalurkan sebagai dana sosial kepada fakir dan miskin. Dalam kasus Responden B dan Responden C, pihak UUS Bank Amanah belum dapat menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan sama sekali. Padahal, kedua responden tersebut banyak menghadapi masalah dalam memanfaatkan dana pembiayaan yang diperoleh dari UUS Bank Amanh. Diantara masalah pokok yang dialami responden
94
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:94
6/22/2010 6:29:41 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
C adalah gagal panen dan keengganan sebagian anggota kelompok untuk melunasi pinjaman mereka setelah mengetahui sumber pembiayaan berasal dari dana pemerintah yang diisukan tidak wajib dilunasi. Kesulitan pihak UUS Bank Amanah untuk memantau dan mengawasi nasabah Dana Program tersebut tentunya tidak terlepas dari keterbatasan SDI yang dimiliki oleh UUS Bank Amanah dan lokasi usaha kedua responden beserta anggota kelompoknya jauh di pedesaan.
3.3.6 Manfaat Pembiayaan Bagi UMKM Secara teoritis, pinjaman dana yang dikucurkan oleh pihak lembaga keuangan kepada pengusaha, termasuk UMKM, jelas akan memberikan manfaat bagi pengembangan usaha. Hal tersebut tentunya dilandasi asumsi analisis kelayakan usahanya memenuhi syarat, penggunaan dana sesuai dengan pengajuan, serta didukung oleh faktor eksternal yang cukup kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha yang dibiayai. Manfaat tersebut dapat dilihat dari peningkatan kapasitas produksi, penambahan skala usaha, penambahan tenaga kerja dan juga perluasan jangkauan pemasaran. Sebagian dari indikator dampak positif tersebut sudah terlihat pada nasabah UUS Bank Amanah yang menjadi responden penelitian ini. Bagi Responden A, pembiayaan yang diperoleh semenjak tahun 2004 dari UUS Bank Amanah benar-benar telah dirasakan bermanfaat bagi pengembangan usaha yang dirintisnya sendiri dari nol. Selain manfaat secara materi, Responden A juga merasakan manfaat yang bersifat spirituil sehingga dia sudah tidak bersedia pindah ke bank konvensional. Ringkasan wawancara yang menjelaskan manfaat pembiayaan tersebut dapat disimak berikut ini:
95
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:95
6/22/2010 6:29:42 PM
Muhammad Soekarni
“(Pembiayaan dari UUS Bank Amanah) sangat berpengaruh sekali. Kalau bukan karena ada pinjaman tersbut, maka mungkin usaha saya tidak bisa berkembang. Sekarang produk saya itu sudah menjangkau hampir seluruh Indonesia. Bahkan sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Produk (yang dihasilkan) seperti ini: DVD murattal, huruh hijaiyah, belajar angka, manasik haji dan lain sebagainya. Jadi saya sangat terbantu sekali dengan adanya pinjaman dari UUS Bank Amanah sehingga saya bisa produksi secara massal. Karyawan sudah 8 orang. Awalnya 1 orang, kemudian 3 orang. Selanjutnya ada teman yang nganggur, ya diajak lagi ”........” Ketentramannya itu yang nggak hilang pak, pinjam untuk usaha, usaha yang Islam. Efek psikologisnya tinggi. Saya pribadi sangat merasakan, enjoy kita. Sampai-sampai kemarin itu ada dari bank lain yang ingin take over dan menjanjikan akan memberi sampai Rp 1,2 milyar. Saya nggak mau, mendengar mau di take over, saya bilang sudah ahh, ntar dululah gitu. Ini karena saya sudah nyaman dengan UUS Bank Amanah”. Sementara itu, Responden B yang baru menikmati pembiayaan dari UUS Bank Amanah 1 tahun 3 bulan mengemukakan bahwa manfaat yang kelihatan dari pembiayaan UUS Bank Amanah masih sebatas pada peningkatan omzet perbulan dari Rp 260-270 juta menjadi Rp 300 juta-an. Selain itu, responden ini merasakan adanya keberkahan mengembangkan usaha menggunakan modal dari bank syariah. Sedangkan bagi Responden C dan D, pembiayaan yang diperoleh dalam bentuk Dana Program tersebut digunakan untuk membeli saprodi seperti benih, pupuk dan juga untuk biaya menggarap lahan sawah. Selain itu ada juga yang menggunakan untuk keperluan dagang gabah dan beras. Melihat dari bentuk penggunaannya seperti itu jelas telah memberikan manfaat. Namun kalau pertanyaannya diperluas pada sejauhmana pengaruhnya terhadap perkembangan usaha? Nam-
96
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:96
6/22/2010 6:29:42 PM
Peranan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Dalam Mendorong Sektor Riil
paknya hal ini masih jauh dari yang diharapkan. Indikasinya tercermin dari ketidakmampuan dan atau ketidakmauan dari anggota kelompok yang diketuai oleh Responden C dan Responden D dalam melunasi pinjaman tahap kedua. Akibatnya lebih banyak ditanggung oleh kedua responden tersebut karena mereka adalah ketua kelompok yang asetnya dijadikan sebagai jaminan. Meskipun lahan yang dijadikan jaminan tidak dilelang oleh pihak UUS Bank Amanah, sertifikat lahan yang mereka agunkan, sampai waktu wawancara dilakukan yaitu bulan Maret 2009, masih dipegang oleh UUS Bank Amanah. Selain itu, Responden C dan Responden D masih dibebankan kewajiban semampunya untuk mencicil pinjaman yang telah dinikmati bersama dengan anggota kelompoknya.
3.4 Kesimpulan Secara umum dapat dikatakan bahwa peranan Unit Usaha Syariah (UUS) cukup signifikan dalam membantu menggerakkan sektor riil. Hal ini antara lain didukung oleh fakta bahwa hampir sepertiga dari pembiayaan perbankan syariah nasional berasal dari UUS. Keberadaan UUS Bank Amanah juga turut memberikan andil terhadap signifikansi peranan UUS dalam mendorong percepatan sektor riil tersebut. Beberapa indikator kinerja keuangan UUS Bank Amanah yang mendukung kesimpulan itu adalah: (1) FDR (Financing to Deposit Ratio) yang selalu diatas 180 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir; (2) Relatif tingginya porsi pembiayaan yang disalurkan kepada kegiatan produktif; dan (3) relatif rendahnya tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) dibandingkan dengan NPF gabungan UUS secara nasional. Akan tetapi, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen dan nasabah pembiayaan UUS Bank Amanah, pembiayaan yang disalurkan masih memiliki beberapa kelemahan yang perlu
97
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:97
6/22/2010 6:29:42 PM
Muhammad Soekarni
diperbaiki dimasa yang akan datang. Beberapa bentuk kelemahan tersebut diantaranya, pertama, UUS Bank Amanah terkesan kurang konsisten dalam menerapkan pembiayaan berdasarkan akad musyarakah sesuai prinsip bagi hasil yang Islami. Meskipun telah menggunakan akad musyarakah, namun bagi hasilnya ditetapkan secara flat seperti dalam penggunaan akad murabahah. Oleh karena itu, esensi dari bank syariah untuk membina kebersamaan dan keadilan dalam berbagi hasil nampaknya belum dapat diwujudkan dengan baik. Padahal usaha yang dijalankan nasabah cocok untuk menerapkan akad musyarakah dengan konsisten. Kelemahan ini sebetulnya sudah disadari oleh pihak manajemen maupun nasabah, namun karena berbagai kesulitan masih tetap dijalankan. Kedua, UUS Bank Amanah belum mampu menjalankan Dana Program yang sumber pembiayaanya dari pemerintah daerah secara baik sehingga program tersebut banyak yang bermasalah. Fungsi pembinaan dan pengawasan untuk mengawal berjalannya Dana Program tersebut kelihatannya belum dilakukan sama sekali. Ketiga, sebagaimana juga terjadi pada bank syariah pada umumnya, UUS Bank Amanah dapat dikatakan terlalu bersemangat dalam menyalurkan pembiayaan yang tercermin dari Financing to Deposit Ratio (FDR) sekitar 200 persen. Meskipun UUS Bank Amanah masih dapat mengharapkan bantuan dari bank induknya, namun kebijakan yang terlalu ekspansif dalam pembiayaan tersebut pada dasarnya kurang tepat untuk dilakukan. Terlepas dari adanya kelemahan yang masih melekat dalam pembiayaan yang disalurkan, nasabah UUS Bank Amanah yang menggunakan akad murabahah dan musyarakah sama-sama sudah merasakan manfaat dari pembiayaan yang diterima. Manfaat tersebut tidak hanya dapat dilihat dari aspek materi dalam bentuk peningkatan omset, perluasan skala usaha dan perolehan laba, melainkan juga dirasakan oleh para nasabah tersebut dalam bentuk kepuasan batin, ketenangan serta keberkahan. Manfaat spiritual ini tentunya tidak bisa dinilai dengan uang, namun memberikan dampak positif yang luar biasa bagi yang merasakannya.
98
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:98
6/22/2010 6:29:42 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
BAB 4 ANALISIS SWOT PERBANKAN SYARIAH Chitra Indah Yuliana
4.1 Pengantar Selama periode krisis ekonomi semenjak akhir tahun 1997, perbankan syariah telah terbukti mampu menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing/ NPF) pada bank syariah dan tidak terjadinya negatif spread dalam kegiatan operasionalnya. Selain itu, perbankan syariah relatif lebih dapat menyalurkan dana kepada masyarakat yakni dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) September 2009 sebesar 98,11 persen pada total gabungan BUS dan UUS, serta 131,55 persen pada BPRS (www.bi.go.id, 2009). Krisis ekonomi global pada masa ini diyakini sebagian besar kalangan masyarakat merupakan akibat dari adanya kegiatan spekulasi dalam dunia usaha. Ketika berbagai upaya pengembangan perbankan syariah di dunia dilakukan, semakin terkuatkan argumentasi bahwa prinsip syariah yang diutamakan lepas dari transaksi derivatif ini merupakan ketangguhan yang relatif sulit tersentuh oleh ancaman krisis ekonomi. Problematika yang kini sedang dihadapi negara kita terkait dampak dari krisis perekonomian global membutuhkan suatu perisai ketahanan melalui apa yang disebut dengan Indonesia Incorporated yang berbasis pada perbankan syariah dan UMKM (Nurlan, 2008).
99
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:99
6/22/2010 6:29:42 PM
Chitra Indah Yuliana
Pelaku UMKM sebagai mayoritas tenaga kerja nasional dan merupakan pilar dari bangsa ini, dianggap pula relatif lebih tahan terhadap krisis moneter karena strukturnya yang padat karya atau labor-oriented (Berry dkk, 2001, dalam Siswantoro, 2008). Namun demikian, para pelaku UMKM berada di lapisan bawah dalam struktur perekonomian. Pada umumnya berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai kendala yang harus dihadapi oleh pelaku UMKM ialah keterbatasan akses pembiayaan dan kurangnya kemampuan atau pengetahuan dalam mengembangkan usaha mereka. Menurut Weyerhaeuser dkk (2006), dibutuhkan aksi kolektif dan upaya kuat untuk menciptakan UMKM yang kreatif. Selain itu, Klapper dkk (2002) menyebutkan bahwa harus ada pembiayaan pendukung untuk jangka panjang bagi UMKM dan bentuk pembiayaan yang fleksibel harus tersedia agar dapat mengantisipasi kondisi perekonomian yang fluktuatif. Keberlanjutan eksistensi mereka tergantung pada value chains dalam lingkungan bisnis, termasuk perbankan. Perbankan syariah di Indonesia telah dipandang sebagai upaya yang diandalkan bagi pembiayaan UMKM. Keberadaan perbankan syariah penting sebagai salah satu pilar lainnya dalam pembangunan dan ketahanan nasional atas dasar kapabilitasnya dalam melewati krisis, yakni tanpa harus menghabiskan keuangan negara melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atau Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) seperti yang terjadi pada perbankan konvensional. Oleh karena itu, dalam hal ini UMKM dan perbankan syariah memiliki kesamaan mendasar yakni keunggulan daya tahan terhadap krisis dibandingkan pelaku ekonomi lainnya. Dengan kata lain, kedua pilar bangsa tersebut dapat saling menjadi aspek yang strategis satu sama lain. Hal ini menjadikan pentingnya suatu kajian mengenai kondisi internal dan eksternal untuk mengoptimalkan kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh perbankan syariah, sekaligus meminimalkan
100
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:100
6/22/2010 6:29:42 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
kelemahan dan ancaman dalam rangka meningkatkan peranannya bagi UMKM di Indonesia. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis SWOT (StrengthsWeaknesses-Opportunities-Threats) yang dilakukan terhadap perbankan syariah dengan diwakili oleh masing-masing satu BUS, UUS dan BPRS yang berlokasi di Bandung. Identifikasi faktor internal dan eksternal memanfaatkan data primer melalui indepth interview, serta data sekunder dari berbagai publikasi terkait termasuk media massa dan website perbankan. Selain kajian dari analisis SWOT, akan dibuat pula matriks TOWS (Threats-Opportunities-Weaknesses-Strengths) untuk merumuskan empat tipe strategi, yakni strategi SO, Strategi WO, Strategi ST, dan Strategi WT yang berguna bagi pengembangan bank syariah yang bersangkutan maupun perbankan syariah pada umumnya.
4.2 Analisis SWOT Bank Umum Syariah Analisis SWOT ini akan dipilah menjadi dua sisi yaitu internal dan eksternal. Evaluasi faktor internal akan diringkas dalam tabel berikut ini. Tabel 4.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal BUS Keterangan
Bobot
Rating
skor
0.15
4
0.6
0.1
4
0.4
0.15
3
0.45
Kekuatan Telah meraih berbagai penghargaan (aset dan pembiayaan terbesar) Mengutamakan hubungan baik (relationship) dengan nasabah Lebih fleksibel dibandingkan bank konvensional
101
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:101
6/22/2010 6:29:42 PM
Chitra Indah Yuliana
Produk cukup beragam
0.1
3
0.3
0.05
3
0.15
Dasar klasifikasi UMKM yang rancu (bukan dari aset, tapi dari plafon)
0.1
1
0.1
Kurangnya sosialisasi langsung kepada masyarakat
0.1
2
0.2
Keterbatasan pengetahuan dan jumlah karyawan di bagian pembiayaan
0.15
2
0.3
0.1
2
0.2
Penggunaan konsep Inti Plasma Kelemahan
Keterbatasan simplikasi analisis UKM dan software Total
1.00
2.70
Seperti yang telah diutarakan oleh narasumber dari pihak manajemen pusat bahwa Bank A memiliki visi yang berkaitan erat dengan peningkatan kontribusi bagi UMKM. Direktur Bank A (Republika, 15 Mei 2009) menyebutkan bahwa Bank A membuka diri bagi semua usaha, termasuk pengusaha pemula. Berdasarkan aset dan pembiayaan, Bank A merupakan yang terbesar di dunia pada tahun 2004. Bank A juga telah meraih berbagai penghargaan yakni The Best Outlet Productivity dari Bank Indonesia, The Word or Mouth Marketing Award dari Majalah SWA bekerja sama dengan Onbee Marketing serta Banking Efficiency Award untuk kategori perbankan syariah dari Bisnis Indonesia pada tahun 2009 ini. Faktor internal lainnya yang menjadi kekuatan Bank A sesuai yang diutarakan oleh narasumber dari pihak manajemen Bank A di Bandung, yakni mengutamakan terjalinnya hubungan baik dengan para nasabahnya. Hal ini penting bagi teknis dan operasionalisasi proses
102
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:102
6/22/2010 6:29:42 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
pembiayaan bagi kenyamanan para pelaku UMKM sebagai nasabah debitur. Pada awalnya Bank A memiliki nilai budaya yang mengacu kepada sikap akhlaqul kharimah (budi pekerti mulia) yakni SIFAT (shiddiq, fathanah, amanah, tabligh) tetapi dianggap kurang membumi dan terlalu idealis. Kemudian, Bank A mengubahnya menjadi ETHIC (excellent, teamwork, humanity, integrity, customer focus) dengan adanya standard penilaian dan monitoring terhadap realisasi penerapan nilai budaya tersebut. Di samping itu, adanya kegiatan pengajian rutin dan doa bersama menjadikan salah satu bukti upaya untuk meningkatkan kinerja SDI (Sumber Daya Insani) dengan menerapkan konsep syariah dan nilai-nilai spiritual dalam keseharian. Sebagaimana umumnya terjadi pada perbankan syariah, Bank A memiliki kelebihan fleksibilitas yang cukup tinggi dalam persyaratan pengajuan pembiayaan dan penangguhan pokok pembiayaan bagi UMKM. Selain adanya skim bagi hasil dan ijarah yang memang merupakan produk andalan dari perbankan syariah, terdapat pula direct investment misalnya untuk menjembatani Dapen (Dana Pensiun) sebagai investasi langsung antara nasabah yang membutuhkan dan pemilik dana, dengan Bank A sebagai fasilitatornya. Program ini tercatat di Bank Indonesia sebagai pembiayaan. Berdasarkan waktu pengajuan pembiayaan sampai dengan proses pencairan, Bank A termasuk cukup cepat karena prosesnya hanya berkisar selama 7-14 hari. Hal ini tentunya terkait dengan adanya fleksibilitas dalam persyaratan pengajuan pembiayaan seperti yang disebutkan di atas. Bank A Bandung mengutamakan penerapan konsep IntiPlasma dalam pembiayaan kepada para pelaku UMKM, yakni dengan perusahaan besar sebagai ‘inti’ yang memiliki rekanan/supplier UMKM sebagai ‘plasma’. Konsep Inti-Plasma ini dianggap memiliki kemudahan dan dapat meminimalkan resiko serta mengakomodasi kendala keterbatasan tenaga kerja khususnya di bagian monitoring pembiayaan
103
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:103
6/22/2010 6:29:42 PM
Chitra Indah Yuliana
karena dapat menggunakan perantara ‘inti’ yakni perusahaan yang menaungi para pelaku UMKM apabila ada permasalahan dalam pembiayaan. Pada satu sisi, perusahaan yang menjadi ‘inti’ merasakan manfaatnya karena alokasi dana yang seharusnya dibayarkan ke supplier sebagai modal awal bisa berkurang karena sebagian diperoleh dari pihak bank, di sisi yang lain pelaku UMKM juga terbantu dari segi agunan yang telah ditanggung oleh perusahaan terkait. Di lain pihak, terdapat pula berbagai faktor internal yang menjadi kelemahan Bank A. Parameter yang digunakan dalam pengklasifikasian pembiayaan yang termasuk dalam UMKM di Bank A cenderung berbeda dengan dasar klasifikasi pada umumnya. Bank A menggunakan parameter berdasarkan plafon pembiayaan sehingga meskipun digunakan dalam pembiayaan untuk perusahaan berskala besar tetapi plafonnya kecil maka tetap termasuk dalam klasifikasi UMKM, sedangkan pada umumnya UMKM dilihat berdasarkan aset atau omset usahanya. Hal ini akan menjadi rancu apabila dibandingkan dengan kondisi pembiayaan yang menggunakan klasifikasi UMKM yang berbeda. Target sektor prioritas UMKM juga belum dapat ditetapkan oleh Bank A Bandung, hal ini sebagai kompensasi dari belum sepenuhnya dapat menemukan jati diri karena baru terbentuk selama 9 tahun. Sebagaimana yang telah sering disebutkan oleh berbagai sumber bahwa kelemahan dari perbankan syariah ialah kurangnya sosialisasi mengenai pembiayaan syariah kepada masyarakat terutama para pelaku UMKM. Pada kasus Bank A dari hasil indepth interview dengan beberapa narasumber yang pernah ataupun saat ini menjadi nasabah debitur Bank A, tidak ada yang pada awalnya mengetahui pembiayaan Bank A melalui sosialisasi langsung dari pihak Bank A. Kurangnya jumlah Sumber Daya Insani (SDI) di bagian pembiayaan khususnya monitoring masih merupakan kendala sehingga di kantor
104
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:104
6/22/2010 6:29:42 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
cabang utama Bandung yang menjadi sampel penelitian, rasio antara jumlah karyawan dengan nasabah UMKM ialah 1:100 hingga 1:150. Ini menyulitkan dari sisi monitoring pembiayaan dan pembinaan yang dibutuhkan oleh para pelaku UMKM karena pada dasarnya mereka masih memerlukan edukasi ataupun pendampingan secara intensif baik dalam pengelolaan usaha internal mereka (misalnya dalam menyusun laporan keuangan) dan menerapkan sistem syariah sehingga pembiayaan dapat berlangsung secara lancar untuk mendorong kemajuan usahanya. Pada Februari 2009 lalu, Bank A mencerminkan adanya upaya untuk meningkatkan kompetensi SDI dengan diperolehnya penghargaan The Best Human Resources Development dari iB (Islamic Banking) Award meskipun ini berarti hanya di antara sesama bank syariah lainnya dan belum memperlihatkan keunggulan utama apabila dibandingkan SDI dalam industri perbankan secara keseluruhan di Indonesia. Selain itu, terdapat kesulitan simplikasi analisis UMKM dan belum adanya software skoring, pasdahal bank umum lain sudah ada yang memiliki software tersebut sehingga hal ini merupakan salah satu kelemahan Bank A. Kemampuan analisis ini relatif penting, seperti yang disebutkan oleh David (2002: 167-168) bahwa bidang penelitian dan pengembangan (litbang) merupakan salah satu bidang utama karena perusahaan yang menjalankan strategi pengembangan produk harus memiliki orientasi litbang yang kuat. Keputusan dan rencana litbang harus terpadu dan terkoordinasi lintas departemen dan divisi dengan memberikan pengalaman serta informasi karena informasi merupakan batu penjuru dari semua organisasi. Sistem informasi komputer yang kuat dapat meningkatkan kompetensi dan software atau perangkat lunak berguna untuk meningkatkan partisipasi dan menyediakan integrasi, keseragaman, analisis dan ekonomi. Perangkat lunak perencanaan strategis dapat membuat perusahaan memperoleh dasar pengetahuan dan dalam hal ini terkait dengan kebutuhan memperoleh informasi mengenai data UMKM yang memadai untuk menganalisis di antaranya potensi pembiayaan.
105
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:105
6/22/2010 6:29:42 PM
Chitra Indah Yuliana
Tabel 4.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal BUS Keterangan
Bobot
Rating
skor
Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar
0.1
3
0.3
Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan (Pembiayaan Program: KUR, PPKIPM)
0.2
4
0.8
Partisipasi pihak lain dalam sosialiasi dan edukasi tentang pembiayaan (Daarut Tauhid)
0.2
4
0.8
0.15
3
0.45
Motivasi ekonomi nasabah debitur
0.15
1
0.15
Hubungan persaingan dengan bank syariah lainnya
0.05
3
0.15
Infrastruktur bank konvensional yang relatif lebih maju
0.05
2
0.1
0.1
3
0.30
Peluang
Motivasi keyakinan nasabah debitur Tantangan
Birokrasi dengan pihak Pemda Total
1
3.05
Faktor eksternal yakni masyarakat Bandung yang mayoritas Muslim merupakan peluang yang termasuk dalam kategori kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan. Kemudian, kekuatan eksternal dari kategori pemerintahan dapat teraplikasikan dengan adanya kerjasama/kemitraan pemerintah dan Bank A melalui pembiayaan program seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PPKIPM. Pembiayaan semacam KUR ini membantu karena adanya jaminan dari pemerintah
106
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:106
6/22/2010 6:29:42 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
sehingga para pelaku UMKM dapat dengan lebih mudah memperoleh akses pembiayaan meskipun tidak memiliki agunan yang mencukupi dan pihak bank juga terminimalkan kekhawatiran atas risiko yang harus dihadapi ketika berhubungan dengan nasabah pemula (tidak pernah berhubungan dengan pembiayaan dari pihak bank manapun) yang menjadi salah satu persyaratan KUR. Pembiayaan program PPKIPM ialah berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, yakni pembiayaan terhadap daerah dengan indeks masyarakat yang rendah, misalnya Sukabumi dan Cianjur. Meskipun Kota Bandung sebagai daerah penelitian tidak termasuk yang mendapatkan pembiayaan program jenis ini, tetapi ini menunjukkan adanya kontribusi pemerintah dalam mendorong peningkatan peran Bank A bagi UMKM di wilayah Jawa Barat pada umumnya. Selain itu, dengan adanya kerjasama/kemitraan dengan pemerintah mendorong pihak Bank A untuk memberikan pembiayaan kepada nasabah debitur meskipun kurang bankable atau berisiko tingi. Adanya partisipasi pihak lain dalam sosialiasi dan edukasi tentang pembiayaan contohnya ialah seperti yang dikemukakan oleh dua narasumber, yang pernah ataupun masih menjadi nasabah debitur, bahwa mereka mendapatkan informasi yang berguna tentang pembiayaan di Bank A melalui kegiatan di Daarut Tauhid. Faktor lingkungan ini berarti turut mendukung tersebarnya informasi mengenai akses pembiayaan di Bank A kepada masyarakat luas. Lebih lanjut, kedua narasumber tersebut merupakan contoh dari nasabah bermotivasi keyakinan yang merupakan peluang bagi Bank A dalam mengembangkan pembiayaannya karena pada umumnya memiliki loyalitas, terlebih lagi jika telah merasa nyaman pada bank yang bersangkutan, dan pemahaman akan esensi syariah yang lebih dalam sehingga dapat lebih terpercaya akan berkinerja baik dalam menjalankan usahanya.
107
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:107
6/22/2010 6:29:42 PM
Chitra Indah Yuliana
Di lain pihak, nasabah debitur dengan motivasi ekonomi merupakan faktor eksternal yang menjadi tantangan dalam mengembangkan pembiayaan bagi pihak Bank A. Seperti yang disebutkan oleh pihak manajemen pusat Bank A, nasabah dengan motivasi ekonomi ini memiliki kecenderungan adverse selection, yakni apabila risiko usahanya rendah maka lebih memilih bank konvensional dan sebaliknya jika risiko usaha relatif lebih tinggi maka memilih bank syariah karena terdapat sweet money atas dasar fleksibilitas pembayaran ketika mengalami penurunan hasil usaha (dan tidak dibebankan bunga berbunga). Hubungan dengan sesama bank syariah merupakan tantangan pula bagi pihak Bank A khususnya mengenai persoalan bagaimana bersikap terhadap persaingan satu sama lain karena seharusnya di antara sesama bank syariah terjalin kerjasama yang baik agar dapat mengembangkan perbankan syariah nasional. Sementara itu, bank konvensional yang kompetitif karena pada umumnya memiliki infrastruktur yang lebih maju seperti dalam kemudahan layanan dan jaringan dibandingkan Bank A. Faktor eksternal dari sisi pemerintahan, khususnya mengenai birokrasi dengan Pemerintah Daerah juga merupakan tantangan tersendiri bagi pengembangan Bank A sebagai bank yang berbasis syariah karena belum adanya dukungan konkret dari aparat pemerintah daerah.
108
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:108
6/22/2010 6:29:43 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Tabel 4.3 Matriks TOWS BUS Bank A
Peluang (O) 1. Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar. 2. Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan (Pembiayaan Program: KUR, PPKIPM). 3. Partisipasi pihak lain dalam sosialiasi dan edukasi tentang pembiayaan (Daarut Tauhid). 4. Motivasi keyakinan nasabah debitur.
Kekuatan (S) 1. Telah meraih berbagai penghargaan (aset dan pembiayaan terbesar). 2. Mengutamakan hubungan baik (relationship) dengan nasabah . 3. Lebih fleksibel dibandingkan bank konvensional. 4. Produk cukup beragam. 5. Penggunaan konsep Inti Plasma.
Kelemahan (W) 1. Dasar klasifikasi UMKM yang rancu (bukan dari aset, tapi dari plafon). 2. Kurangnya sosialisasi langsung kepada masyarakat. 3. Keterbatasan pengetahuan dan jumlah karyawan di bagian pembiayaan. 4. Keterbatasan simplikasi analisis UKM dan software.
Strategi S-O 1. Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dengan aplikasi diversifikasi pembiayaan ke sektor ekonomi lain yang masih rendah porsinya, terutama sektor pertanian. 2. Mempertahankan dan meningkatkan performa aset dan pembiayaan. 3. Meningkatkan kegiatan Islami dengan masyarakat untuk menjaring nasabah potensial yang bermotivasi keyakinan.
Strategi W-O 1. Pemilahan nasabah yang benar-benar dari sektor UMKM (berdasarkan aset/omsetnya) dalam membuat kebijakan terkait peningkatan peranan untuk pembiayaan bagi UMKM agar tepat sasaran. 2. Upaya pengadaan software agar memudahkan dalam mengidentifikasi nasabah UMKM potensial dan analisis pembiayaan. 3. Meningkatkan kompetensi karyawan dalam bidang IT. 4. Meningkatkan program pelatihan karyawan yang bekerja sama dengan organisasi Islam dan/atau Pemda setempat.
109
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:109
6/22/2010 6:29:43 PM
Chitra Indah Yuliana
Tantangan (T) 1. Motivasi ekonomi nasabah debitur. 2. Hubungan persaingan dengan bank syariah lainnya. 3. Infrastruktur bank konvensional yang relatif lebih maju. 4. Birokrasi dengan pihak Pemda.
Strategi S-T 1. Mempertahankan dan meningkatkan kinerja karyawan. 2. Fleksibilitas diimplementasikan dengan tepat sehingga memudahkan nasabah pembiayaan dan dapat menjaga tingkat risiko bank. 3. Peningkatan kualitas layanan agar mampu bersaing dengan bank konvensional dan menciptakan kenyamanan bertransaksi bagi para nasabah.
Strategi W-T 1. Upaya kerja sama dengan seluruh bank syariah di Bandung, misalnya dalam edukasi pada masyarakat. 2. Meningkatkan kegiatan dengan Pemda setempat untuk menjaga hubungan baik.
4.3 Analisis SWOT Unit Usaha Syariah Unit Usaha Syariah (UUS) merupakan bagian dari jenis kegiatan bank umum yang disebut juga dengan Islamic Window, yakni bank umum yang selain menjalankan usaha secara konvensional juga membuka unit usaha yang berbasis syariah (Anshori, 2007:41). Adanya UUS merupakan cerminan dari perkembangan industri perbankan syariah nasional terutama sejak dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia yang memberi izin kepada bank konvensional untuk mendirikan suatu unit usaha syariah (Ascarya dan Yumanita, 2005).
110
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:110
6/22/2010 6:29:43 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Tabel 4.4 Matriks Evaluasi Faktor Internal UUS Keterangan
Bobot
Rating
Skor
Kekuatan Fleksibilitas perlakuan agunan ketika nasabah debitur sulit membayar bagi hasil sesuai ketentuan.
0.1
4
0.4
0.15
4
0.6
FDR tinggi (250% pada tahun 2007, terakhir sekitar 200%)
0.1
3
0.3
Mengakomodasi pembayaran berbagai jenis (akad dan termin tertentu).
0.05
3
0.15
Biaya relatif murah.
0.05
3
0.15
Penetapan kebijakan belum bisa independen.
0.15
2
0.3
Keterbatasan pengetahuan dan jumlah karyawan di bagian pembiayaan.
0.15
2
0.3
Keterbatasan jaringan, belum menjangkau tingkat kelurahan/ desa.
0.1
1
0.1
Kurangnya sosialisasi langsung kepada masyarakat.
0.1
2
0.2
0.05
2
0.1
Komposisi pembiayaan produktif lebih besar daripada konsumtif (60:40).
Proses pengajuan pembiayaan hingga pencairan relatif tidak secepat bank swasta.
Salah satu faktor internal yang menjadi kekuatan UUS di Bandung dalam penelitian ini, yakni sebut saja UUS Bank B, ialah memiliki komposisi pembiayaan untuk sektor produktif dan konsumtif 60:40.1 Ini menunjukkan adanya penekanan lebih kepada pembiayaan bagi sektor produktif. Kekuatan lain ialah tingginya Financing to Deposit Ratio/FDR, 1
Hasil wawancara dengan JS, salah satu pihak manajemen UUS di Bandung pada
tanggal 16 dan 18 Maret
2009
111
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:111
6/22/2010 6:29:43 PM
Chitra Indah Yuliana
seperti pada tahun 2007 yang hampir mencapai 250 persen. Mengenai tingginya FDR ini dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebenarnya diperlukan pengendalian agar FDR yang merupakan rasio total pembiayaan terhadap dana pihak ketiga (DPK) ini diimbangi dengan peningkatan DPK yang memadai agar menghindari penggunaan modal bank dan kondisi bank tetap sehat. Namun demikian, hal ini mencerminkan pula adanya upaya yang baik dari UUS Bank B dalam penyaluran dana bagi masyarakat melalui pembiayaan yang relatif besar. Selanjutnya, UUS Bank B juga menekankan keunggulan bagi hasil yang dapat fluktuatif tergantung perkembangan usaha. Penarikan dana oleh nasabah debitur dapat dilakukan berdasarkan termin tertentu dengan tujuan untuk menghindari penarikan risiko penggunaan di luar tujuan awal. Selain itu, dibandingkan beberapa bank lain, disebutkan oleh JS bahwa biaya di UUS Bank B relatif lebih murah. Faktor internal yang dirasakan menjadi kelemahan sebagai UUS ialah bahwa kebijakan baik target produktif maupun konsumtif masih ditentukan oleh kantor pusat konvensional. Diungkapkan oleh narasumber UUS Bank B tersebut, dalam struktur organisasi UUS masih merupakan divisi sehingga jalur organisasinya dengan direktur kredit. Hal-hal yang berhubungan dengan pembiayaan dan sebagainya masih ditentukan pula oleh kantor pusat yang dituangkan dalam KUDT (Kebijakan Umum Direksi Tahunan). Kantor cabang sebatas mengajukan kuantitas dan memilah sektor produktif yang potensial untuk pembiayaan. Hal ini menunjukkan keterbatasan penetapan kebijakan yang cenderung akan membatasi pula optimalisasi untuk fokus pada upaya peningkatan pembiayaan syariah karena dependensi UUS Bank B terhadap Bank Umum Konvensional sebagai induknya. Tidak seperti BUS Bank A yang merupakan bank swasta dengan waktu pemrosesan pengajuan pembiayaan hingga pencairan dana yang dapat berjalan relatif singkat (maksimal 14 hari), UUS Bank B relatif lebih lama karena dipentingkan pemenuhan secara lengkap persyaratan administrasi terlebih dahulu sebelum diproses. Hal ini untuk mencegah pembiayaan bermasalah yang akan merugikan negara.
112
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:112
6/22/2010 6:29:43 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Jaringan UUS Bank B pun masih belum luas, masih kalah dengan beberapa unit bank swasta lain yang dapat menjangkau hingga ke tingkat kelurahan, sementara UUS Bank B masih sebatas menjangkau hingga tingkat kecamatan. Ini berpengaruh pula pada keterbatasan target pembiayaan bagi pelaku UMKM yang berada di desa karena sulitnya monitoring kelak sebagai konsekuensi dari keterbatasan jaringan. Kemudian, seperti kelemahan pada BUS Bank A, kompetensi karyawan UUS Bank B masih relatif rendah padahal hal ini sangat penting dalam menjual produk perbankan syariah yang terdapat proses edukasi bagi (calon) nasabah yang dalam hal ini para pelaku UMKM, sementara hanya terdapat sedikit karyawan yang benar-benar berlatar belakang pendidikan di bidang syariah. Jumlah SDI masih sangat terbatas sehingga kegiatan monitoring tidak dapat optimal. Tenaga supervisi UUS Bank B rata-rata pada tiap cabang baru berkisar 1-2 orang. Selain itu, sosialisasi langsung kepada masyarakat pun masih relatif kurang. Kerjasama/kemitraan dengan pemerintah/perusahaan, serta partisipasi pihak lain dalam edukasi ataupun menyebarluaskan informasi mengenai akses pembiayaan UUS Bank B menjadi peluang dalam peningkatan peranannya mendorong usaha sektor riil (lihat Tabel 4.5). Kepala Divisi Syariah Bank B pada Republika (1 Mei 2009) mengungkapkan bahwa kerja sama dengan para pengusaha Kadin Jawa Barat berguna untuk menjembatani pembiayaan kepada anggota Kadin dan semacam edukasi untuk meningkatkan pemahaman tentang bank syariah. Disebutkan pula bahwa jumlah anggota Kadin yang mencapai ribuan menjadi peluang bagi perbankan syariah. Lebih lanjut, dua narasumber2 yang merupakan para pelaku UMKM di sektor pertanian, adalah nasabah debitur dalam pembiayaan program pemerintah daerah setempat yang bekerja sama dengan UUS Bank B yakni melalui program Dakabalarea. 2
Wawancara pada tanggal 15 Maret 2009
113
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:113
6/22/2010 6:29:43 PM
Chitra Indah Yuliana
Tabel 4.5 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal UUS Keterangan
Bobot
Skor
Rating
Peluang Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar.
0.05
4
0.2
0.1
4
0.4
Motivasi keyakinan nasabah debitur.
0.15
3
0.45
Partisipasi pihak lain dalam sosialisasi prosedur dan akses pembiayaan.
0.1
3
0.3
Kinerja nasabah debitur yang baik dalam mengembangkan usahanya.
0.1
4
0.4
UU Perbankan Syariah menstimulasi UUS menjadi BUS.
0.05
4
0.2
Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan .
Tantangan Motivasi ekonomi nasabah debitur.
0 0.15
3
0.45
Strategi bunga kompetitif dan kondisi perbankan konvensional.
0.1
3
0.3
Masyarakat masih menganggap perbankan syariah belum familiar dan universal.
0.05
2
0.1
Kebijakan terkait yang belum sepenuhnya mendukung .
0.15
2
0.3
Total
1
3.1
114
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:114
6/22/2010 6:29:43 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Faktor eksternal sebagai peluang bagi UUS Bank B salah satunya ialah Undang-undang Perbankan Syariah yang menunjukkan adanya dukungan pemerintah yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah. Selain itu, terdapat ketentuan dalam Undang-undang ini yang mendorong pembentukan UUS menjadi BUS, yakni mengenai spin off sukarela dan spin off wajib. Dalam spin off wajib, Bank Umum Konvensional (BUK) yang memiliki UUS dengan nilai aset mencapai minimal 50 persen dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU ini, wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi BUS (BI, 2008). Pada industri perbankan terdapat potensi pasar seperti yang dijelaskan oleh JS dalam wawancara yakni terdiri dari tiga jenis, yakni loyal market, floating market dan conventional market. Pertama, loyal market ialah orang yang betul-betul yakin terhadap keutamaan prinsip syariah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan (calon) nasabah dengan motivasi keyakinan sehingga menjadi peluang bagi pembiayaan syariah. Kedua, conventional market, yang lebih berpandangan dan memilih konsep konvensional. Ketiga, pasar mengambang atau floating market, ialah yang berada di tengah-tengah, yang tergantung pada estimasi keuntungan yang ditawarkan oleh pihak perbankan baik syariah maupun konvensional, sehingga menjadi (calon) nasabah dengan motivasi ekonomi yang merupakan tantangan pula bagi UUS Bank B. Aturan main yang biasa dilakukan oleh dunia perbankan konvensional, mengharuskan besaran nilai bunga pinjaman lebih tinggi dibanding dengan besaran yang ada pada bunga simpanan. Pada posisi ini, bank konvensional mengambil keuntungan (margin) dari selisih antara bunga pinjaman dan bunga simpanan. Jika kondisi yang terjadi adalah positive spread, maka dalam pandangan dunia perbankan konvensional akan mendapatkan keuntungan. Tetapi, kondisi positive spread tidak berlaku secara permanen. Suatu ketika bank konvensional akan menga-
115
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:115
6/22/2010 6:29:43 PM
Chitra Indah Yuliana
lami apa yang dinamakan dengan negative spread dan ini terjadi pada krisis moneter pada awal tahun 1998 (Ali, 2009). Hal ini seperti yang dikatakan oleh JS, pihak manajemen UUS Bank B, bahwa bank konvensional hingga kini banyak yang tidak peduli terjadinya negative spread dengan menawarkan tingkat bunga deposito yang tinggi namun tingkat bunga pinjaman yang lebih rendah karena mereka dapat bersandar pada fee base income. Strategi tingkat bunga yang kompetitif tersebut akan mempengaruhi daya saing produk perbankan syariah karena belum dapat bergantung pada fee base income dengan fasilitas pelayanan yang masih relatif terbatas. Sementara itu, Bank Indonesia tampak terlalu hati-hati dalam pemberlakuan kebijakan pembiayaan mudharabah/ musyarakah yang dianggap lebih berisiko besar daripada murabahah. Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai kolektibilitas mengesankan adanya klasifikasi pembiayaan non-lancar yang tidak imbang, seolaholah ketika pembayaran hanya telat 1 hari tercatat sebagai pembiayan macet selama 6 bulan. Tabel 4.6 Matriks TOWS UUS Bank B Kekuatan (S) 1. Fleksibilitas perlakuan agunan ketika nasabah debitur sulit membayar bagi hasil sesuai ketentuan. 2. Komposisi pembiayaan produktif lebih besar daripada konsumtif (60:40). 3. FDR tinggi (250% pada tahun 2007, terakhir sekitar 200%). 4. Mengakomodasi komposisi pembayaran berbagai jenis (akad dan termin tertentu). 5. Biaya relatif murah.
Kelemahan (W) 1. Penetapan kebijakan belum bisa independen. 2. Keterbatasan pengetahuan dan jumlah karyawan di bagian pembiayaan. 3. Keterbatasan jaringan, belum menjangkau tingkat kelurahan/ desa. 4. Kurangnya sosialisasi .langsung kepada masyarakat 5. Proses pengajuan pembiayaan hingga pencairan relatif tidak secepat bank swasta.
116
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:116
6/22/2010 6:29:43 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Peluang (O) 1. Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar. 2. Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan. 3. Motivasi keyakinan nasabah debitur. 4. Partisipasi pihak lain dalam sosialisasi prosedur dan akses pembiayaan. 5. Kinerja nasabah debitur yang baik dalam mengembangkan usahanya. 6. UU Perbankan Syariah menstimulasi UUS menjadi BUS.
Strategi S-O 1. Melakukan pemetaan nasabah UMKM produktif yang potensial. 2. Apabila spin off dan menjadi BUS, tetap berhubungan baik atau bekerja sama dengan BUK induk sebelumnya. 3. Meningkatkan kerja sama dengan Kadinda setempat, misal dalam hal edukasi serta promosi bank dan sistem pembiayaan syariah.
Strategi W-O 1. Sistem ‘jemput bola’ kepada nasabah UMKM potensial. 2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas dan pelatihan bagi karyawan bagi setiap level manajemen khususnya di bidang pembiayaan. 3. Menambah jumlah SDI yang benar-benar berlatar belakang pendidikan syariah
117
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:117
6/22/2010 6:29:43 PM
Chitra Indah Yuliana
Tantangan (T) 1. Motivasi ekonomi nasabah debitur. 2. (Kondisi) negatif spread dari bank konvensional. 3. Masyarakat masih menganggap perbankan syariah belum familiar dan universal. 4. Kebijakan terkait yang belum sepenuhnya mendukung.
Strategi S-T 1. Menjaga pembiayaan sesuai konsep syariah sehingga tahan terhadap dampak negatif kegiatan luar perbankan syariah. 2. Fokus strategi marketing pada floating market. 3. Bekerja sama dengan bank syariah lain untuk mengusulkan perbaikan kebijakan mengenai pelonggaran kolektibilitas khususnya pada pembiayaan M&M.
Strategi W-T 1. Berupaya untuk spin off dan kemudian memperluas jaringan hingga pedesaan. 2. Meningkatkan sosialisasi di berbagai media dengan menekankan keunggulan UUS Bank B yang berbasis syariah.
4.4 Analisis SWOT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS di Indonesia memiliki pangsa pasar yang cukup besar, hal ini seperti diproyeksikan oleh Asbisindo (Asosiasi Bank Islam Indonesia) dan Direktur Utama BPRS Harta Insan Karimah (Hikmah) Tangerang, Bainurrahman Alamsyah pada Republika (30 April 2009) yang masingmasing menyebutkan dapat mencapai 8 persen dan 20 persen tahun 2009 ini. Penyebabnya antara lain peluang usaha UMKM berpeluang besar di tengah krisis dan adanya kecenderungan masyarakat yang mulai beralih pada bank syariah termasuk BPRS. Pada akhir tahun 2008 BPRS memiliki aset Rp 1,6 triliun atau dengan market share sebesar 5 persen dari total aset BPR nasional sebesar Rp 32,4 triliun. Market share BPRS juga terdorong oleh investor yang mendirikan BPRS. Sekum Asbisindo, Bambang Sutrisno, menyatakan bahwa BPRS cukup kompetitif karena memiliki penawaran skema pembiayaan yang murah dan dengan layanannya mudah. Sementara itu, BPRS diharapkan lebih memiliki banyak inovasi atas produknya, misalnya mengembangkan pembiayaan mikro tanpa jaminan.
118
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:118
6/22/2010 6:29:43 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Menurut Nurlan (2008: 19) kelebihan BPRS pada umumnya adalah memiliki lokasi yang dekat dengan nasabahnya, sehingga dapat dengan lebih mudah dan cepat mengetahui track record, jenis usaha dan portofolio calon nasabahnya. Namun demikian, BPRS memiliki kelemahan yakni keterbatasan dalam permodalan dan teknologi. Pada Tabel 4.7 berikut diperlihatkan faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dengan lebih spesifik pada salah satu BPRS di Bandung yang menjadi sampel penelitian. Tabel 4.7 Matriks Evaluasi Faktor Internal BPRS Keterangan
Bobot
Rating
Skor
Kekuatan Proses pengajuan pembiayaan sampai pencairan dana relatif cepat (1-7 hari).
0.1
3
0.3
0.15
3
0.45
Fleksibilitas waktu pengembalian dana.
0.1
2
0.2
Sudah memiliki (fokus) pasar yang jelas.
0.1
3
0.3
Keterbatasan pengetahuan dan jumlah karyawan di bagian pembiayaan.
0.15
1
0.15
Proporsi pembiayaan UMKM produktif belum optimal.
0.15
2
0.3
0.1
2
0.2
Terbatasnya produk pembiayaan.
0.15
1
0.15
Total
1.00
Fleksibilitas jaminan.
Kelemahan
Mobilitas SDI yang relatif tinggi.
2.05
119
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:119
6/22/2010 6:29:43 PM
Chitra Indah Yuliana
Kekuatan pada BPRS C salah satunya ialah proses pengajuan yang relatif lebih cepat daripada Bank A dan UUS Bank B, yakni hanya dalam jangka waktu 1-7 hari jika persyaratan telah dipenuhi. Hal ini menjadi faktor keunggulan penting BPRS karena dapat membedakan dengan kelompok perbankan syariah lainnya. Kemudian, dalam hal fleksibilitas juga menjadi kekuatan utama BPRS C yang selayaknya menjadi karakteristik pada pembiayaan dengan konsep syariah dan dalam hal ini tidak hanya fleksibilitas pada agunan tetapi juga pada waktu pengembalian dana. Agunan tidak hanya dapat berupa SHM, BPKB tetapi juga emas meskipun yang disebutkan terakhir ini batas minimumnya relatif lebih besar. BPRS C juga telah memiliki fokus dan target pasar yang jelas, yakni sebagian besar (80 persen) kegiatan bagi para pegawai salah satu BUMN yang menjadi potensi DPK maupun pembiayaan. Sementara itu, BPRS C memiliki kelemahan internal yakni pada produk pembiayaan yang masif relatif terbatas. Kendala yang dihadapi dari sisi SDI ialah tidak hanya keterbatasan kompetensi dan sedikitnya jumlah karyawan BPRS C, namun juga mobilitas SDI yang relatif tinggi sehingga menyulitkan dalam hal pelatihan/training karyawan untuk fokus pada kemampuan operasionalisasi pembiayaan BPRS C karena karyawan yang telah mendapatkan training kemudian pindah ke perusahaan lain. Meskipun di satu sisi BPRS C memiliki kelebihan karena telah memiliki target nasabah DPK yang pasti, namun di sisi lain akibatnya menimbulkan kelemahan yakni proporsi pembiayaan untuk sektor produktif ataupun UMKM yang belum optimal karena belum diutamakan pembiayaan untuk usaha produktif, masih dengan proporsi sebatas 20 persen untuk nasabah umum (non pegawai BUMN tersebut). Hal ini seperti ditunjukkan pula dalam Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia September 2009, pembiayaan untuk UMKM terhadap total pembiayaan BPRS di Jawa Barat masih rendah yakni sekitar 37,41 persen.
120
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:120
6/22/2010 6:29:44 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Tabel 4.8 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal BPRS Keterangan
Bobot
Rating
Skor
UU Perbankan Syariah menstimulasi pertumbuhan pembiayaan dan pengembangan BPRS.
0.2
3
0.6
Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar.
0.1
3
0.3
0.15
4
0.6
0.2
4
0.8
Kurangnya tingkat pemahaman masyarakat mengenai sistem pembiayaan dan perbankan syariah.
0.1
3
0.3
Kebijakan pemerintah yang belum mendukung penguatan sektor UMKM.
0.1
2
0.2
0.05
3
0.15
0.1
2
0.2
Peluang
Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan . Motivasi keyakinan nasabah debitur.
Tantangan
(Calon) nasabah yang tidak dapat memenuhi persyaratan (legalitas). DPS kurang aktif berperan bagi BPRS. Total
1
3.15
Seperti halnya kelompok bank syariah lainnya (Bank A dan UUS Bank B), masyarakat Bandung yang mayoritas muslim sebagai potensi pasar, kerja sama dengan pemerintah/perusahaan dan motivasi keyakinan dari nasabah juga merupakan peluang bagi peningkatan pembiayaan BPRS C. Kerja sama yang terjalin ialah antara BPRS C
121
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:121
6/22/2010 6:29:44 PM
Chitra Indah Yuliana
dengan salah satu BUMN sehingga telah memiliki target sebagian besar nasabah yang pasti yang merupakan pegawai BUMN tersebut. Selain itu, Undang-undang Perbankan Syariah juga merupakan peluang yang baik bagi BPRS C khususnya dalam hal peningkatan pembiayaan karena batas maksimum pembiayaan naik menjadi 35 persen dari modal inti. Menurut salah satu narasumber yang merupakan Kepala BPRS C3, yang menjadi faktor eksternal penghambat yakni pertama, kurangnya tingkat pemahaman masyarakat karena apabila masuk ke dalam ranah perbankan syariah perlu penjelasan yang lebih dalam sebelumnya. Ini menunjukkan memang pentingnya edukasi mengenai pembiayaan syariah terutama penjelasan tentang bagi hasil kepada para pelaku UMKM yang menjadi (calon) nasabah debitur. Kedua, yakni kendala yang dihadapi masyarakat pada aspek legalitas dalam memenuhi persyaratan administrasi seperti KTP hingga dokumen usahanya. Proses legalisasi di pemerintah kota biasanya relatif lama, dan ketika para (calon) nasabah terhambat dalam hal ini mereka justru akan beranggapan bahwa lambatnya proses pada BPRS C padahal karena kendala di internal nasabah itu sendiri yang tidak dapat memenuhi persyaratan. Ketiga, risiko pembiayaan UMKM di sektor pertanian yang sebenarnya muncul bukan hanya karena para pelaku sektor pertanian itu tetapi juga disebabkan kebijakan pemerintah yang belum mendukung penguatan sektor UMKM. Keempat, peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) internal yang relatif belum optimal di BPRS. Hal ini dianggap karena relatif kecilnya kompensasi bagi DPS di BPRS, berbeda dengan di BUS. Pihak manajemen BPRS C sangat kesulitan untuk memperoleh waktu yang optimal untuk diskusi dan meminta pengarahan sehingga turut menghambat terutama pada proses pengembangan produk yang sebenarnya harus melalui rekomendasi dari DPS. 3
Hasil wawancara dengan DI, Kepala BPRS C
122
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:122
6/22/2010 6:29:44 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Tabel 4.9 Matriks TOWS BPRS C
Peluang (O) 1. UU Perbankan Syariah menstimulasi pertumbuhan pembiayaan dan pengembangan BPRS. 2. Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar. 3. Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan. 4. Motivasi keyakinan nasabah debitur.
Kekuatan (S) 1. Proses pengajuan pembiayaan sampai pencairan dana relatif cepat (1-7 hari). 2. Fleksibilitas jaminan. 3. Fleksibilitas waktu pengembalian dana. 4. Sudah memiliki (fokus) pasar yang jelas.
Kelemahan (W) 1. Keterbatasan pengetahuan dan jumlah karyawan di bagian pembiayaan. 2. Proporsi pembiayaan UMKM produktif belum optimal. 3. Mobilitas SDI yang relatif tinggi. 4. Terbatasnya produk pembiayaan.
Strategi S-O 1. Mengoptimalkan pembiayaan termasuk bagi usaha produktif pada segmen pegawai BUMN yang bekerja sama dengan BPRS. 2. Mempertahankan dan meningkatkan hubungan serta layanan yang baik bagi loyal market. 3. Meningkatkan kerja sama dengan Pemda/ perusahaan lain dengan aplikasi fleksibilitas pembiayaan terutama bagi sektor dengan porsi yang masih kecil.
Strategi W-O 1. Peningkatan kuantitatas dan kualitas pelatihan bagi SDI pada tiap level manajemen khususnya pembiayaan secara berkala dengan kerja sama Pemda/organisasi Islam terkait. 2. Melakukan kajian untuk mengembangkan produk pembiayaan.
123
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:123
6/22/2010 6:29:44 PM
Chitra Indah Yuliana
Tantangan (T) 1. Kurangnya tingkat pemahaman masyarakat mengenai sistem pembiayaan dan perbankan syariah. 2. Kebijakan pemerintah yang belum mendukung penguatan sektor UMKM. 3. (Calon) nasabah yang tidak dapat memenuhi persyaratan (legalitas). 4. DPS kurang aktif berperan bagi BPRS.
Strategi S-T 1. Penyebaran informasi akses pembiayaan kepada masyarakat umum yang menjadi pelaku UMKM melalui pegawai BUMN yang bekerja sama dengan BPRS C ini. 2. Meningkatkan program edukasi dan menyebarluaskan informasi mengenai fleksibilitas pembiayaan yang diunggulkan kepada warga lokal setempat dengan kerja sama Pemda/organisasi terkait.
Strategi W-T 1. Merekomendasikan pada Pemkot agar memudahkan dan mempercepat proses legalisasi (KTP dsb) bagi masyarakat. 2. Meningkatkan reward secara berkala dan bertahap sesuai kinerja karyawan dan optimalisasi teamwork serta menjaga kenyamanan bersosialisasi sesama karyawan dengan prinsip syariah. 3. Merekomendasikan perbaikan kebijakan kepada BI tentang penempatan DPS bagi BPRS karena kondisi yang berbeda dengan BUS dan UUS sehingga perlu perlakuan khusus.
4.5 Analisis SWOT Perbankan Syariah Berikut ini akan dibahas SWOT perbankan syariah di Bandung secara umum. Langkah awal adalah mengemukakan terlebih dahulu ringkasan analisis perbankan syariah dari aspek internal yang dikemas dalam tabel berikut.
124
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:124
6/22/2010 6:29:44 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Tabel 4.10 Matriks Evaluasi Faktor Internal Perbankan Syariah Keterangan
Bobot
Rating
Skor
Kekuatan Memiliki porsi pembiayaan terbesar untuk UMKM.
0.15
4
0.6
Relatif lebih efisien dibandingkan bank konvensional.
0.1
3
0.3
Menciptakan lapangan pekerjaan.
0.1
4
0.4
0.15
3
0.45
0.1
1
0.1
0.07
2
0.14
0.1
2
0.2
Terbatasnya kompetensi dan jumlah SDI yang bekerja di perbankan syariah terutama bagian pembiayaan
0.13
1
0.13
Sikap perbankan syariah yang risk-averse (menghindari risiko) dalam aspek pembiayaan
0.1
2
0.2
Lebih tahan dan jauh dari penyebab krisis ekonomi
Kelemahan Masih relatif rendahnya pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah (M&M) yang seharusnya menjadi variabel dominan karena merupakan produk inti perbankan syariah. Produk pembiayaan perbankan syariah masih kurang inovatif Masih belum optimalnya upaya edukasi serta R&D dalam perbankan syariah.
Total
1
2.52
Hingga September 2009, perbankan syariah terdiri dari 5 BUS, 24 UUS dan 137 BPRS dengan total jaringan sebanyak 1.144 kantor (www. bi.go.id, 2009). Perbankan syariah dianggap memiliki beberapa kekuatan
125
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:125
6/22/2010 6:29:44 PM
Chitra Indah Yuliana
internal utama, yaitu: Pertama, seperti yang telah sering disebutkan sebelumnya bahwa perbankan syariah memiliki porsi pembiayaan yang terbesar untuk UMKM, dengan pertumbuhan pembiayaan yang mengalami percepatan (s.d. September 2008 = 38,91 persen) dan berdasarkan Statistik BI September 2009 bahwa porsi pembiayaan UMKM terhadap total pembiayaan BUS dan UUS di Jawa Barat mencapai 61,71 persen. Kedua, dari hasil berbagai analisis terdahulu disimpulkan bahwa perbankan syariah relatif lebih efisien dibandingkan perbankan konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Ghafur (2007) terhadap 10 bank (8 bank konvensional dan 2 bank syariah) melalui aplikasi Data Envelopment Analysis (DEA), mengungkapkan bahwa bank syariah terbukti mampu menjalankan operasinya secara efisien, bahkan bila dibandingkan dengan beberapa bank konvensional lain. Hal ini mampu meningkatkan kepercayaan diri para pengelola bank syariah untuk meningkatkan daya saing mereka terhadap bank-bank konvensional, khususnya dalam peningkatan kinerja mereka. Lebih lanjut, Ascarya dkk (2009) dalam studinya terhadap seluruh BUS dan UUS di Indonesia serta bank konvensional yang memiliki aset di bawah US$ 1 juta pada periode 2002-2006 dengan pendekatan nonparametrik DEA, menyimpulkan bahwa secara keseluruhan meskipun perbankan konvensional menunjukkan kinerja efisiensi yang semakin baik dan semakin konvergen, perbankan syariah relatif lebih efisien yang salah satunya tercermin dari FDR perbankan syariah yang melebihi 100 persen dan mengindikasikan kontribusi perbankan syariah yang besar kepada sektor riil. Ketiga, kebutuhan perbankan syariah atas SDI yang tinggi berarti turut pula menciptakan lapangan pekerjaan. Di samping itu, konsep pembiayaan dalam perbankan syariah yang mendukung peningkatan investasi khususnya bagi sektor UMKM, dengan kebersamaan dalam
126
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:126
6/22/2010 6:29:44 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
menghadapi resiko usaha dan membagi hasil usaha, akan memberikan sumbangan yang besar kepada perekonomian Indonesia khususnya dalam penyediaan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan (BI, 2009). Keempat, perbankan syariah lebih tahan dan jauh dari penyebab krisis ekonomi. Hal ini karena sistem perbankan syariah tidak menghadapai badai permasalahan cost of fund yang tinggi sebagaimana dihadapi oleh perbankan konvensional. Perbankan syariah juga menunjukkan bahwa sektor riil masih memiliki daya serap dana yang dikucurkan dari bank dan secara ekonomis penyaluran dana ke sektor riil masih menguntungkan (Hadinoto dan Retnadi, 2007). Dalam Outlook Perbankan Syariah Indonesia (BI, 2008: 36) disebutkan bahwa perbankan syariah memiliki basis pembiayaan ekonomi domestik sehingga dapat meminimalkan pengaruh krisis ekonomi global. Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Ramzi A Zuhdi, pada Republika (30 April 2009) mengungkapkan jauhnya perbankan syariah dari penyebab krisis seperti transaksi derivatif, high risk investment dan kurangnya transparansi keuangan, yaitu berkaitan dengan beberapa hal, antara lain perbankan syariah lebih fokus pada produk konservatif karena harus ada underlying transaction dan transparan; tingkat ketergantungan sekuritisasi yang rendah karena variabel aset harus riil; tidak adanya bank syariah yang meminta fasilitas pendanaan darurat kepada bank sentral saat terjadi krisis likuiditas; serta perbankan syariah memiliki prinsip yang melarang spekulasi sehingga layak menjadi teladan. Di lain pihak, pembiayaan bagi hasil yakni M&M (mudharabah dan musyarakah) yang sebenarnya merupakan esensi dari pembiayaan syariah serta lebih sesuai untuk mendorong sektor riil karena dapat meningkatkan hubungan langsung dan pembagian risiko antara investor dengan pengusaha justru memiliki porsi yang lebih kecil pada
127
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:127
6/22/2010 6:29:44 PM
Chitra Indah Yuliana
komposisi jenis pembiayaan secara keseluruhan pada hampir setiap bank syariah, baik BUS, UUS maupun BPRS. Rendahnya komposisi produk pembiayaan M&M salah satunya berkaitan dengan potensi risiko yang muncul ketika menggunakan M&M sebagai akibat dari adanya agency-problem (Bachrudin, 2009). Selain itu, terutama pada pembiayaan mudharabah akan menyebabkan biaya informasi yang meningkat (Ascarya dan Yumanita, 2005). Implikasi dari tingginya pembiayaan nonbagi hasil ini adalah terbentuknya persepsi publik bahwa perbankan syariah hampir tidak ada bedanya dengan perbankan konvensional. Persepsi semacam ini akan membentuk suatu risiko reputasi tersendiri dan merupakan permasalahan penting karena kondisi tersebut juga terjadi terutama di negara-negara yang menerapkan dual banking system seperti Mesir, Bangladesh dan Malaysia (Ascarya, 2005). Rendahnya proporsi pembiayaan bagi hasil di antaranya disebabkan oleh masalah principalagent yaitu ketika agen (mudharib) tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan principal (pemilik modal/shahibul mal); kompetensi SDI yang masih rendah untuk melakukan investasi pola bagi hasil dan ketidaktersediaan informasi kinerja bisnis yang mendalam untuk setiap sektor industri yang menjadi target investasi (BI, 2002). Hingga September 2009, komposisi pembiayaan syariah dari BUS dan UUS di Indonesia masih didominasi pembiayaan murabahah sebesar 52,26 persen, sementara mudharabah dan musyarakah masing-masing sebesar 22,48 persen dan 14,51 persen. Begitu pula dengan komposisi pembiayaan dari BPRS dengan selisih yang relatif sangat jauh, ketika murabahah mencapai 78,57 persen, mudharabah dan musyarakah tidak sampai seperdelapannya yakni hanya 9,75 persen dan 3,46 persen. Lihat Tabel berikut.
128
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:128
6/22/2010 6:29:44 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Tabel 4.11 Komposisi Pembiayaan BUS, UUS dan BPRS Periode September 2009 Akad
BUS dan UUS (Miliar Rp)
%
BPRS (Juta Rp)
%
Mudharabah
10,007
22.48
148,595
9.75
Musyarakah
6,459
14.51
52,706
3.46
Murabahah
25,046
56.26
1,196,883
78.57
0
0.00
0
0.00
415
0.93
34,663
2.28
Ijarah
1,195
2.68
8,181
0.54
Qardh
1,400
3.14
54,301
3.56
28,085
1.84
1,523,414
100.00
Salam Istishna
(Lainnya) Total
0 44,522
100.00
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Penentuan bagi hasil bank syariah juga masih sangat tergantung pada suku bunga eksternal. Hal ini ditunjukkan dalam studi Bank Indonesia (2008) bahwa perbankan syariah belum memiliki indeks atau variabel indikator tersendiri sebagai benchmark yang representatif. Pricing masih sebagai faktor utama untuk mempertahankan loyalitas nasabah, dan bukannya mengandalkan edukasi publik seperti yang seharusnya. Dalam pelaksanaan sistem dual banking di mana perbankan syariah masih memiliki pangsa yang kecil, maka dalam kegiatan usahanya bank syariah seringkali masih dipengaruhi oleh variabel bank konvensional, salah satunya faktor suku bunga konvensional (LPS BI, 2008). Seperti yang disebutkan pula oleh Hakim (1999: 13-19) bahwa hal yang paling banyak mengundang perdebatan adalah penentuan harga, terutama untuk produk pembiayaan. Hal ini disebabkan adanya faktor rujukan (benchmark) sebagai bahan perbandingan, padahal jika
129
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:129
6/22/2010 6:29:44 PM
Chitra Indah Yuliana
prinsip perbankan syariah benar-benar dijalankan, para bankir tidak akan menghadapi kesulitan. Di kalangan perbankan syariah, bahkan di negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia, penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) belum mendapat prioritas tinggi. Bankbank syariah lebih banyak mengadakan seminar dan konferensi untuk membahas isu. Demikian pula dengan penyediaan fasilitas pendidikan lanjutan untuk para karyawannya. Padahal di negara maju keduanya dianggap sebagai investasi yang dapat diambil manfaatnya dalam jangka panjang. Alokasi pendidikan, kalaupun ada biasanya diberikan bank syariah untuk mengirimkan karyawannya ke pelatihan-pelatihan. Namun substansi pelatihan seringkali diprioritaskan kepada masalah teknis perbankan, sementara materi syariahnya diletakkan pada prioritas berikutnya (Ahmad, 1992, dalam Hakim: 13-19, 1999, www.bi.go. id). Kondisi saat ini ialah kualitas SDI sebagai karyawan di perbankan syariah masih belum memadai untuk mengelola pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Ascarya dan Yumanita, 2005; Hamid, 1999). Dalam hal inovasi produk, terutama produk pembiayaan perbankan syariah juga masih kurang optimal. Bank Indonesia menilai 70 persen fasilitas produk perbankan syariah kurang inovatif, sehingga belum bisa menopang pertumbuhan aset karena tak menyentuh kebutuhan semua lini dunia usaha (depkop.go.id, 2009). Belum optimalnya pula diversifikasi pembiayaan ke arah sektor-sektor ekonomi lain yang memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi (Outlook BI, 2008:34). Selanjutnya, seperti yang disebutkan dalam Ascarya dan Yumanita (2005), kelemahan internal perbankan syariah adalah karena cenderung bersikap aversion to risk, takut kehilangan kepercayaan dari depositor ketika tingkat bagi hasil menurun. Bank syariah juga belum dapat menanggung risiko besar karena belum memiliki bentuk keahlian yang dibutuhkan untuk memproses, memonitor, menyelia dan mengaudit berbagai proyek bagi risiko.
130
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:130
6/22/2010 6:29:44 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Pada faktor eksternal, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.12 tentang Matriks BUS, UUS dan BPRS dibawah ini, peluang yang dimiliki perbankan syariah ialah memiliki potensi pasar yang besar dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Selain itu, Bandung yang terkenal sebagai kota industri kreatif dengan banyak pelaku UMKM juga merupakan target potensial untuk pembiayaan. Meskipun demikian, besarnya potensi pasar bagi pengembangan perbankan syariah (market development) ini yang sepatutnya tercermin dari jumlah rekening milik masyarakat pengguna jasa bank syariah dan direpresentasikan oleh jumlah rekening, hingga saat ini baru mencapai 3,8 juta rekening dan jumlah ini dinilai jauh dari angka potensinya. Sementara, jumlah rekening di bank konvensional telah mencapai lebih dari 80 juta rekening (BI, 2008). Tabel 4.12 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Perbankan Syariah Keterangan
Bobot
Rating
Skor
0.1
3
0.3
0.15
4
0.6
Motivasi keyakinan nasabah debitur.
0.1
3
0.3
Partisipasi pihak lain dalam sosialisasi prosedur dan akses pembiayaan.
0.12
3
0.36
Dukungan UU Perbankan Syariah.
0.13
4
0.52
0.1
2
0.2
Peluang Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar. Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan .
Tantangan Motivasi ekonomi nasabah.
131
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:131
6/22/2010 6:29:44 PM
Chitra Indah Yuliana
Gap antara permintaan dan penawaran tenaga kerja yang kompeten dalam perbankan syariah.
0.1
3
0.3
Kurangnya tingkat pemahaman masyarakat mengenai sistem pembiayaan dan perbankan syariah.
0.05
3
0.15
Integritas masyarakat yang relatif belum sepenuhnya terbangun.
0.05
2
0.1
Kebijakan dan peran stakeholder terkait yang belum sepenuhnya mendukung .
0.1
2
0.2
Total
1
3.03
Dengan adanya UU Perbankan Syariah maka keberadaan bank syariah di Indonesia semakin memiliki landasan hukum yang lebih jelas. Terdapat ketentuan baru yang diatur dalam UU ini, antara lain ditegaskannya tujuan perbankan syariah yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat dengan tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqomah). Selain itu, adanya berbagai kebijakan yang terkait dengan UU Perbankan Syariah ini akan menstimulasi tidak hanya peningkatan dari sisi penawaran yakni perluasan jumlah kantor dan operasi bank syariah tetapi juga dari sisi permintaan yang menyangkut pengembangan pemahaman dan kesadaran masyarakat (Ascarya dan Yumanita, 2005). Partisipasi pihak lain dalam sosialisasi dan edukasi mengenai perbankan syariah pada masyarakat umum yakni seperti upaya diselenggarakannya Festival Ekonomi Syariah (FES) yang merupakan rangkaian kegiatan terpadu yang terdiri dari pameran (expo) dengan
132
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:132
6/22/2010 6:29:44 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
melibatkan seluruh pelaku keuangan syariah, dalam bentuk konferensi/ seminar, workshop, bazaar intermediasi keuangan yang melibatkan pula berbagai kegiatan usaha sektor riil mitra bank syariah (BI, 2009). Pada satu sisi, nasabah debitur yang memiliki keyakinan terhadap prinsip syariah merupakan peluang bagi pihak bank dalam meningkatkan pembiayaan karena adanya inisiatif pribadi mereka untuk menjalankan sesuai syariah sehingga lebih dapat dijaga amanah/ kepercayaannya dan tidak terpengaruh oleh faktor tingkat bunga kompetitif di bank konvensional. Dalam kondisi tersebut, meskipun tetap saja masih harus menghadapi persaingan dengan bank syariah lainnya, tetapi dengan skala yang relatif kecil karena pada umumnya nasabah tersebut relatif loyal apabila telah merasa nyaman di bank yang bersangkutan. Di sisi yang lain, nasabah yang memiliki motivasi ekonomi tentunya merupakan tantangan yang dihadapi perbankan syariah atas adanya ketidakpastian sikap nasabah yang bergantung pada keuntungan secara ekonomis semata. Ketika perbankan syariah memiliki permintaan yang tinggi terhadap tenaga kerja atau sangat membutuhkan kualitas dan kuantitas SDI yang memadai, pada kenyataannya penawaran tenaga kerja yang dapat memenuhi kualifikasi perbankan syariah sangat terbatas. Integritas masyarakat yang relatif belum terbangun juga menjadi faktor eksternal yang menjadi tantangan. Hal ini dapat dikaitkan dengan apa yang disebutkan oleh Ascarya dan Yumanita (2005) bahwa pengusaha enggan menyampaikan laporan keuangan untuk menyembunyikan keuntungan sebenarnya dan menghindari pajak (moral hazard). Bachrudin (2009) mengungkapkan bahwa masih kurangnya etika bisnis masyarakat di negara-negara berkembang. Selanjutnya, kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai produk dan jasa perbankan syariah merupakan salah satu tantangan pengembangan perbankan syariah yang tercantum dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2002-2011.
133
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:133
6/22/2010 6:29:45 PM
Chitra Indah Yuliana
Faktor eksternal yakni kebijakan dan peran para stakeholder turut menjadi tantangan perbankan syariah. Belum ada kebijakan relaksasi BI dalam merekstrukturisasi pembiayaan yang mengkhawatirkan. Perbankan syariah baru bisa merestrukturisasi jika masuk dalam kolektibilitas tiga (Republika, 3 Juni 2009). Sementara itu, peran Majelis Ulama Indonesia (MUI), DPS dan BI kurang optimal dalam mengontrol porsi akad pembiayaan. Ini seperti disebutkan oleh Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Veithzal Rivai pada Republika (15 Mei 2009) bahwa MUI kurang proaktif dalam menciptakan fatwa dan anggota DPS umumnya belum memiliki pengetahuan yang cukup dalam operasional bisnis perbankan syariah, namun masih banyak yang terbatas pada aspek fiqih. Bank Indonesia yang berfungsi sebagai regulator seharusnya menetapkan aturan komposisi persentase akad pembiayaan, terutama murabahah, mudharabah dan musyarakah agar konsep profit-loss sharing sesuai porsi masing-masing pembiayaan dapat terjaga. Berdasarkan matriks internal dan eksternal diatas dapat disusun beberapa strategi penguatan perbankan syariah sebagaiman terangkum dalam tabel berikut. Tabel 4.13 Matriks TOWS Perbankan Syariah Kekuatan (S) 1. Memiliki porsi pembiayaan terbesar untuk UMKM. 2. Relatif lebih efisien dibandingkan bank konvensional. 3. Menciptakan lapangan pekerjaan. 4. Lebih tahan dan jauh dari penyebab krisis ekonomi.
Kelemahan (W) 1. Masih relatif rendahnya pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah (M&M) yang seharusnya menjadi variabel dominan karena merupakan produk inti perbankan syariah. 2. Produk pembiayaan perbankan syariah masih kurang inovatif 3. Masih belum optimalnya upaya edukasi serta R&D dalam perbankan syariah. 4. Terbatasnya kompetensi dan jumlah SDI yang bekerja di perbankan syariah terutama bagian pembiayaan. 5. Sikap perbankan syariah yang risk-averse (menghindari risiko) dalam aspek pembiayaan.
134
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:134
6/22/2010 6:29:45 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
Peluang (O) 1. Masyarakat Bandung mayoritas muslim sebagai potensi pasar. 2. Kerjasama/ kemitraan dengan Pemerintah Daerah/ perusahaan. 3. Motivasi keyakinan nasabah debitur. 4. Partisipasi pihak lain dalam sosialisasi prosedur dan akses pembiayaan. 5. Dukungan UU Perbankan Syariah.
Strategi S-O 1. Kerja sama antara BUS/UUS dan BPRS agar saling dapat melengkapi keunggulan dan kekurangan masingmasing. Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dengan aplikasi diversifikasi pembiayaan ke sektor ekonomi lain yang masih rendah porsinya, terutama sektor pertanian. 2. Mengoptimalkan forum komunikasi pengembangan perbankan syariah. 3. Bekerja sama dengan organisasi terkait dengan aktif berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat untuk menjaring nasabah potensial yang bermotivasi keyakinan.
Strategi W-O 1. Meningkatkan kerja sama dengan Pemda/ perusahaan lain dengan aplikasi pembiayaan M&M terutama bagi sektor dengan porsi yang masih kecil. 2. Bekerja sama dengan pemerintah, MUI dan BI dalam mengadakan pendidikan non formal dan/atau formal spesialisasi perbankan syariah. 3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan pada tiap level manajemen perbankan syariah khususnya pembiayaan dengan fokus marketing dan edukasi sesuai aturan syariah.
Tantangan (T) 1. Motivasi ekonomi nasabah 2. Gap antara permintaan dan penawaran tenaga kerja yang kompeten dalam perbankan syariah. 3. Kurangnya tingkat pemahaman masyarakat mengenai sistem pembiayaan dan perbankan syariah. 4. Integritas masyarakat yang relatif belum sepenuhnya terbangun. 5. Kebijakan dan peran stakeholder terkait yang belum sepenuhnya mendukung.
Strategi S-T 1. Mengoptimalkan peranan moralitas dan nilai transedental dalam mengurangi moral hazard dalam pembiayaan. 2. Meningkatkan program edukasi dan menyebarluaskan informasi mengenai fleksibilitas pembiayaan yang diunggulkan kepada warga lokal setempat dengan kerja sama Pemda/organisasi terkait.
Strategi W-T 1. Studi kelayakan dan evaluasi terhadap nasabah dan pembiayaan. 2. Lebih cermat dalam monitoring kinerja manajemen dan pembiayaan. 3. Meningkatkan R&D untuk inovasi produk pembiayaan. 4. Meminta BI dan stakeholder terkait untuk mengkaji kembali mengenai kolektibilitas dan restrukturisasi pembiayaan. 5. Meningkatkan sosialisasi di berbagai media dengan menekankan keunggulan sistem pembiayaan berbasis syariah.
135
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:135
6/22/2010 6:29:45 PM
Chitra Indah Yuliana
4.6 Kesimpulan Pada Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) masing-masing BUS Bank A, UUS Bank B dan BPRS C serta pada industri perbankan syariah diperoleh skor pada kelompok nilai 2,0-2,99; sedangkan pada Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) masing-masing memiliki skor 3,04,0. Berdasarkan ketentuan Matriks Internal Eksternal (David, 2002) kelompok nilai tersebut menunjukkan posisi internal yang sedang dan posisi eksternal yang kuat sehingga termasuk dalam kategori tumbuh dan bina. Strategi intensif yang dapat dilakukan dalam kategori ini ialah penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Strategi-strategi yang dapat dijalankan pada masing-masing kelompok perbankan syariah tersebut secara lebih spesifik terlihat dalam Matriks TOWS (Strategi SO, WO, ST dan WT) pada setiap sub bab di atas. Secara umum, strategi industri perbankan syariah yang dapat dilakukan antara lain ialah: 1.
Kerja sama dengan para stakeholder, perusahaan/ organisasi terkait dan antara pihak perbankan syariah perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Seperti yang disebutkan dalam Nurlan (2008) bahwa jalinan kerjasama antara BUS/UUS dan BPRS penting dilakukan untuk dapat mengatasi kendala dalam BUS/ UUS yang sulit mengakses nasabah mikro di wilayah pedesaan, dan sebaliknya agar BPRS dapat terbantu dari permodalan maupun teknologi yang dimiliki BUS/UUS. Perlu pula mengoptimalkan forum komunikasi pengembangan perbankan syariah seperti yang tercantum dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (BI, 2002) sebagai sarana komunikasi antara regulator, bank syariah, nasabah, pelaku UMKM sebagai nasabah potensial dan masyarakat umum.
136
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:136
6/22/2010 6:29:45 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
2.
Dalam bidang penelitian dan pengembangan/R&D, harus ada evaluasi ataupun studi kelayakan yang cermat terhadap nasabah dan pembiayaan jenis apa yang dapat diberikan. Perlu adanya klasifikasi nasabah dan perlakuan kepada nasabah secara bertahap, pada awalnya diberikan dalam jumlah yang kecil terlebih dahulu, kemudian apabila berjalan baik dan dapat dipercaya pembiayaan dapat ditingkatkan. Selain itu, perlu adanya monitoring secara berkala terhadap pembiayaan yang disalurkan dan melakukan analisis laporan keuangan nasabah agar dapat diidentifikasi lebih dini jika ada permasalahan dalam usahanya. Inovasi produk pembiayaan dibutuhkan terutama karena banyaknya masyarakat Indonesia yang melakukan usaha di sektor pertanian yang relatif berisiko tinggi dan telah memiliki berbagai permasalahan internal maupun eksternal tersendiri dalam menjalankan usahanya terlepas dari unsur pembiayaan.
3.
Dalam hal kebijakan, aturan tingkat peringatan kolektibilitas perlu dikaji kembali agar terdapat perbedaan perlakuan bagi pembiayaan M&M seperti halnya yang dijalankan di Sudan (Ascarya dan Yumanita, 2005), yakni pembiayaan M&M baru akan termasuk NPF jika nasabah tidak dapat melunasi pembayaran telah melebihi tiga bulan setelah jangka waktu berakhir. Dalam jangka pendek, hal ini dapat diimbangi dengan penyeleksian ketat atas nasabah yang termasuk dalam kategori perlakuan khusus ini. Kedepan, pelaku UMKM pemula potensial dapat diarahkan agar mampu memenuhi kualifikasi pembiayaan tersebut. Selain itu, perlu adanya patokan komposisi maksimum pembiayaan murabahah dari total pembiayaan yang persentasenya terus diperkecil secara bertahap dan sistem insentif bagi pihak perbankan syariah dalam bentuk kemudahan-kemudahan atau peningkatan tingkat kesehatan bagi pihak perbankan syariah untuk memacu pembiayaan bagi hasilnya. Lebih lanjut, perlu meminimalisasi
137
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:137
6/22/2010 6:29:45 PM
Chitra Indah Yuliana
minimum share capital dan porsi agunan yang harus dipenuhi oleh nasabah UMKM. Contoh di Sudan telah menerapkan minimum share capital yang relatif kecil yakni sebesar 20 persen. Collateral atau agunan idealnya diminta apabila benar-benar diperlukan dan hanya untuk mengurangi moral hazard dari nasabah. Namun demikian, oleh karena adanya kebutuhan manajemen risiko dari pihak bank maka dalam hal ini dapat diakomodasi dengan peranan pemerintah dalam membantu penyediaan agunan/ jaminan. Pembiayaan program seperti KUR atau lebih spesifiknya yang terdapat di Bandung yakni Dakabalarea, harus direalisasikan dengan mengutamakan penggunaan jenis pembiayaan M&M dan monitoring pelaksanaannya agar tidak terlepas dari aturan syariah. 4.
Bidang kompetensi dan jumlah SDI yang kurang memadai masih menjadi permasalahan utama. Secara keseluruhan, strategistrategi yang penting untuk diterapkan di atas pada akhirnya akan sangat bergantung pada kompetensi SDI sehingga pentingnya upaya tidak hanya melalui pihak internal perbankan syariah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas program pelatihan bagi tiap level manajemen dengan fokus strategi edukasi dan marketing khususnya bagian pembiayaan, tetapi juga aparat pemerintah perlu mendukung dengan turut aktif melakukan penyebarluasan informasi tentang keunggulan dan akses pembiayaan perbankan syariah kepada pelaku UMKM hingga menjangkau ke masyarakat pelosok pedesaan untuk menjangkau pula UMKM sektor pertanian. Peningkatan jumlah ketersediaan SDI dengan kualifikasi yang memadai dapat melalui program pendidikan non-formal ataupun formal khususnya pendidikan tinggi dengan spesialisasi perbankan syariah. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi bersama pihak manajemen perbankan syariah, Depdiknas, MUI dan BI mengenain materi yang diajarkan sehingga
138
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:138
6/22/2010 6:29:45 PM
Analisis Swot Perbankan Syariah
tidak terjadi perbedaan pandangan terhadap konsep dan tujuan utama pembiayaan syariah yang harus diimplementasikan dalam operasional seluruh bank syariah, serta mencari alternatif pemikiran dari bidang akademis yang secara praktis dapat diaplikasikan untuk meningkatkan pembiayaan terutama pada akad M&M/mudharabah dan musyarakah guna mendorong sektor riil di Bandung pada khususnya dan secara nasional pada umumnya.
139
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:139
6/22/2010 6:29:45 PM
Chitra Indah Yuliana
140
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:140
6/22/2010 6:29:45 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
BAB 5 PROSPEK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Putri Irma Yuniarti
5.1 Pengantar Perbankan merupakan sektor yang memiliki pengaruh cukup besar dalam aktivitas perekonomian masyarakat modern sekarang ini. Diantara perbankan tersebut terdapat perbankan syariah yang keberadaannya merupakan salah satu upaya merealisasikan nilainilai ekonomi Islam dalam kehidupan nyata di masyarakat modern. Tujuan utama bank Islam adalah untuk mendukung aktivitas moneter masyarakat dengan berpegang pada prinsip Islam. Salah satu tonggak sejarah perkembangan sistem bank Islam adalah beroperasinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963. Munculnya kekacauan politik pada masa itu menyebabkan Mit Ghamr mengalami kemunduran. Operasionalnya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Bank Sentral Mesir pada pertengahan akhir 1967. Akibatnya, prinsip dasar peniadaan bunga dalam setiap transaksi bank mulai diabaikan. Pada tahun 1971, di bawah pemerintahan Anwar Sadat, keinginan yang kuat untuk mewujudkan sistem perbankan yang bebas bunga kembali menggelora. Hal ini ditandai dengan didirikannya Nasser Social Bank yang mengambil alih bisnis yang bebas bunga yang dulu dilaksanakan oleh Mit Ghamr. Tonggak sejarah lainnya bagi perkembangan sistem perbankan Islam yaitu dengan didirikannya Islamic Development Bank (IDB). Pendirian ini melalui proses yang panjang yang dimulai dari sidang menteri-menteri luar negeri negaranegara OKI di Karachi Pakistan pada Desember 1970. Akhirnya pada Oktober 1975, IDB secara resmi didirikan. Semua negara anggota
141
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:141
6/22/2010 6:29:45 PM
Putri Irma Yuniarti
OKI menjadi anggota IDB. Berdirinya IDB telah menjadi inspirasi dan motivasi bagi negara-negara muslim untuk mendirikan lembaga keuangan Islam.1 Hingga saat ini lembaga keuangan Islam telah tersebar di berbagai negara baik di negara-negara muslim seperti Mesir, Sudan, Saudi Arabia, Kuwait, Pakistan, Malaysia, India, dan Indonesia, maupun negara-negara barat seperti Inggris, Swiss, Australia, dan Amerika Serikat. Di Indonesia, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan pada awal periode 1980-an. Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru mulai dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas dengan lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja tim tersebut. Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991.2 Setelah Undang-Undang No.10 Tahun 1998 disahkan, perbankan syariah di Indonesia mulai berkembang dengan lebih baik lagi. UndangUndang tersebut mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenisjenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-Undang tersebut juga memberikan arahan bagi bankbank konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.3
1
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Djambatan, Jakarta, 2001. 2 Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001. 3 Ibid.
142
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:142
6/22/2010 6:29:45 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
Setelah adanya Undang-undang tersebut di atas, berdirilah Bank Syariah Mandiri (BSM) yang merupakan bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Kemudian bank-bank konvensional juga membuka cabang syariah seperti Bank BNI, Bank Mega, Bank Niaga, dan bahkan bank-bank daerah seperti BPD JABAR telah membuka cabang syariah. Ke depan, perbankan syariah di Indonesia memiliki potensi berkembang yang cukup menjanjikan karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Selain itu, keberadaan perbankan syariah di Indonesia juga telah didukung oleh Undang-Undang. Selain UndangUndang No.10 Tahun 1998, telah ada Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang isinya antara lain mengharuskan bank-bank untuk melepas (spin off) divisi syariah dalam 15 tahun, atau ketika pangsa pasar syariah mencapai 50%. Hal ini menjadi peluang bagi bertambahnya bank syariah di Indonesia. Meskipun potensinya besar, namun perkembangan perbankan syariah akan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat internal dan eksternal. Faktor-faktor yang bersifat internal adalah faktor dari bank syariah itu sendiri, meliputi manajemen dan SDM yang dimiliki oleh perbankan syariah itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal datang dari luar bank syariah, seperti pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi perhitungan bisnis. Faktor-faktor eksternal lainnya adalah dukungan dari pemerintah melalui peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan lainnya, dan juga persaingan dalam industri perbankan yang makin bersifat kompetitif. Bab ini akan menjelaskan mengenai prospek perbankan syariah di Indonesia di masa yang akan datang berikut faktor penghambat dan pendorong percepatan perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
143
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:143
6/22/2010 6:29:45 PM
Putri Irma Yuniarti
5.2 Faktor Penghambat Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Menurut Syafii Antonio4, ada beberapa kendala yang muncul sehubungan dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia, yaitu : a.
Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah. Pada dasarnya, sistem ekonomi Islam telah jelas melarang riba serta akumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil. Tetapi secara praktis, bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih sangat perlu untuk disosialisasikan secara luas kepada masyarakat.
b.
Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional bank syariah. Karena adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional antara bank syariah dan bank konvensional, ketentuan-ketentuan perbankan perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah sehingga bank syariah dapat beroperasi secara efektif dan efisien.
c.
Jaringan kantor bank syariah yang belum luas. Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah. Kerjasama yang sangat diperlukan antara lain, berkenaan dengan penempatan dana antar bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas sebagai suatu badan usaha, bank syariah perlu beroperasi dengan skala
4
Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001.
144
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:144
6/22/2010 6:29:45 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
yang ekonomis. Karenanya, jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha. Berkembangnya jaringan bank syariah juga diharapkan dapat meningkatkan komposisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa bank syariah. d.
Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit. Kekurangan sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan syariah ini disebabkan karena sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping itu, lembagalembaga akademik dan pelatihan dibidang ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syariah, baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral (pengawas dan peneliti bank), masih sangat sedikit.
Faktor lain yang bisa disebut penghambat adalah kecilnya market share atau pangsa pasar perbankan syariah. Pangsa perbankan syariah terhadap total bank di Indonesia masih terbilang kecil dibandingkan potensinya yang besar. Berikut adalah besaran pangsa perbankan syariah terhadap total bank di Indonesia menurut data statistik perbankan syariah. Tabel 5.1 Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank di Indonesia (Posisi Oktober 2008, dalam Miliar Rupiah) Variabel
Bank Syariah Nominal
Bank Seluruhnya
Pangsa
Aset Total
46,28
2,07%
2.235,02
Dana Deposit
34,12
2,04%
1.674,99
Pembiayaan
38,10
2,94%
1.297,9
Ratio Pembiayaan dan Dana Deposit (FDR)
111,66%
77,48%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, 2008, Bank Indonesia.
145
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:145
6/22/2010 6:29:46 PM
Putri Irma Yuniarti
Terlihat bahwa pangsa perbankan syariah terhadap total bank di Indonesia masih sangat kecil. Dilihat dari jumlah aset, dana yang dikumpulkan maupun besarnya pembiayaan semuanya tidak lebih dari 3 persen dari keseluruhan aset, dana dan pembiayaan oleh seluruh bank yang ada di Indonesia. Hal ini membutuhkan perhatian agar bank syariah di Indonesia dapat terus memperbaiki diri untuk lebih menarik minat nasabah dan memperbesar pangsa pasarnya. Jika dilihat dari segi positifnya, ini berarti prospek bank syariah di Indonesia untuk terus berkembang masih sangat besar peluangnya. Apalagi memang potensi yang ada cukup besar baik dari jumlah nasabah potensial, maupun dana yang potensial untuk dihimpun di bank syariah. Tinggal bagaimana bank syariah menciptakan produk yang sesuai dan memberikan layanan terbaik bagi nasabah. Penyebab tidak optimalnya pemanfaatan potensi yang ada dalam pasar ekonomi syariah di Indonesia dapat dibedakan atas: 1) permasalahan internal industri bank syariah, dan 2) permasalahan eksternal yang bersumber dari masyarakat.5 Permasalahan internal yang dihadapi antara lain: ketersediaan sumberdaya manusia, ketersediaan infrastruktur, ketersediaan perangkat pengaturan perbankan syariah yang diakui secara nasional, jaringan perbankan syariah, keterbatasan teknologi penunjang, dan efisiensi operasional perbankan syariah. Permasalahan eksternal yang dihadapi berkaitan dengan pemahaman terhadap ajaran Islam secara keseluruhan dan pandangan terhadap lembaga keuangan syariah. Hambatan berkaitan dengan pemahaman terhadap ajaran Islam bersumber dari pemahaman umat Islam terhadap ajarannya. Sebagian besar umat Islam di Indonesia masih memiliki pemahaman terhadap ajaran Islam hanya secara parsial dan belum menyeluruh (kaffah). Hambatan juga datang dari masyarakat yang pola pikirnya 5
Setianto, Rahmat H, Sosialisasi Perbankan Syariah Melalui Komunikasi Pemasaran Terpadu, http://fosseijatim. multiply.com/journal/item/5, diakses 4 November 2009.
146
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:146
6/22/2010 6:29:46 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
masih materialistik dan sekuler. Pandangan terhadap perbankan syariah, kadang juga masih menjadi kendala di mana masih terdapat pandangan bahwa bunga bukan riba (dianggap masih khilafiyah), dan lembaga keuangan syariah masih diasosiasikan dengan lembaga yang lebih berorientasi sosial ketimbang komersial. Disini dapat dilihat bahwa tingkat pemahaman syariah yang masih terbatas dan tingkat pengetahuan sistem perbankan syariah yang rendah menjadi kendala dalam pemasaran dan sosialisasi produk perbankan syariah. Faktor penghambat pokok yang terjadi pada seluruh perbankan syariah di dunia termasuk di Indonesia adalah masih minimnya pembiayaan berbasis investasi (equity based financing). Sebagian besar pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah adalah mengenai jual beli (debt based financing). Menurut hasil penelitian dan pengamatan Warde, ada dua faktor utama yang menahan ekspansi equity based financing yaitu faktor risiko dan faktor kepercayaan (trust) (Warde, Ibrahim, 2000 dalam Ismail)6. Faktor risiko tersebut utamanya dirasakan oleh bank syariah sedangkan faktor kepercayaan lebih banyak dirasakan oleh depositor bank syariah. Unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya faktor risiko dimaksud adalah moral hazard, adverse selection dan asymmetric information (Roosly, Syaiful, 2005 dalam Rifki Ismail). Karakteristik pokok kontrak equity based financing yaitu profit dan loss sharing (PLS), sehingga bank syariah (shohibul maal) menghadapi risiko penerima dana (mudharib) yang tidak amanah. Mudharib berpotensi menyalahgunakan pembiayaan yang diberikan, mengurangi laporan keuntungan atau mengambil keputusan bisnis yang kurang hati-hati (prudent) atau dikenal dengan istilah moral hazard. Potensi ini dapat menyebabkan kerugian bagi bank syariah karena ketidakseimbangan informasi (asymmetric information) antara bank syariah dan mudharib dimana mudharib lebih banyak mengetahui informasi bisnis ketimbang 6
Ismail, Rifki, Peningkatan Equity Financing untuk Memperkuat Peran Bank Syariah, http://www.pkesinteraktif. com/content/view/1092/36/lang,en/, diupload Rabu, 23 April 2008, diakses 4 November 2009.
147
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:147
6/22/2010 6:29:46 PM
Putri Irma Yuniarti
bank syariah. Akibatnya, bank syariah melakukan adverse selection yaitu sangat berhati-hati dalam menentukan kepada siapa pembiayaan akan diberikan. Hambatan lainnya dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah: (a) aturan investasi dan perpajakan masih dinilai mengganjal berkembangnya bisnis syariah; (b) birokrasi di pemerintahan yang menghambat kegiatan investasi, termasuk di dalamnya investasi syariah; (c) kesan di sebagian masyarakat bahwa bank syariah bersifat ekslusif dan hanya ditujukan untuk masyarakat muslim saja; (d) pandangan dari sebagian masyarakat yang memandang bahwa pada umumnya sistem, kegiatan dan produk bank syariah masih mengekor pada bank konvensional; (e) masih kurangnya modal dan infrastruktur yang dimiliki perbankan syariah.
5.3 Faktor Pendorong Perbankan Syariah
Percepatan
Perkembangan
Meskipun demikian, perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga memiliki beberapa faktor pendorong. Adapun faktor pendorong perkembangan syariah di Indonesia diantaranya7 : (1)
Telah lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Isinya antara lain tentang keharusan melepas (spin off) divisi syariah dalam 15 tahun, atau ketika pangsa pasar syariah mencapai 50 persen
(2)
Diterbitkanya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk pada Agustus 2008.
7
Surya, Muhammad, Prospek, Faktor Pendukung, Faktor Penghambat, dan Strategi Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, diupload 10 Maret 2009 at 16:35. http://muhammadsurya.wordpress.com/2009/03/10/prospekfaktor-pendukung-faktor-penghambat-dan-strategi-perkembangan-bank-syariah-di-indonesia,diakses 04 November 2009.
148
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:148
6/22/2010 6:29:46 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
(3)
Beroperasinya lembaga-lembaga pendidikan syariah dan pendirian Fakultas Ekonomi Syariah oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencetak sumberdaya manusia untuk mengisi kekurangan SDM di sektor perbankan syariah.
(4)
Beroperasinya lembaga keuangan hasil joint venture dengan pemodal Timur Tengah. Hal ini membuka jalan masuknya dana-dana investasi berbasis syariah dari Timur Tengah.
(5)
Pertumbuhan indikator keuangan syariah di Indonesia tertinggi dibanding negara lain. Hal ini bisa menjadi modal bagi pertumbuhan yang pesat di masa mendatang.
Di samping itu, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini merupakan potensi yang besar bagi pasar perbankan syariah dimana kebutuhan akan jasa perbankan yang bebas riba akan besar jumlahnya. Meskipun tidak semua muslim memahami konsep dilarangnya riba, namun ini tugas para alim ulama dan cendekiawan muslim untuk memberikan pemahaman masyarakat. Apalagi, sebenarnya konsep riba juga dilarang dalam agama nasrani dan yahudi, sehingga konsep perbankan bebas riba sebenarnya tidak hanya untuk umat muslim saja. Kelebihan lain yang dimiliki bank syariah adalah adanya konsep kemitraan dalam pembiayaan yang berbeda dengan konsep kreditur dan debitur dalam bank konvensional. Dalam konsep bank konvensional,bank akan menuntut pembayaran dari nasabahnya meskipun usaha si nasabah tidak menghasilkan keuntungan. Sedangkan dengan pola kemitraan yang berlaku di bank syariah, hubungan antara bank dan nasabah lebih bersifat kerjasama dan berlandaskan kepercayaan. Disini yang diterapkan adalah nilai-nilai syariah dan keadilan dalam hubungannya sebagai mitra. Berikut adalah perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional8. 8
Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001.
149
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:149
6/22/2010 6:29:46 PM
Putri Irma Yuniarti
Tabel 5.2 Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional Bank Syariah 1. 2. 3. 4.
5.
Melakukan investasi yang halal saja. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa. Profit dan kemakmuran dunia akhirat oriented (falah). Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pertimbangan Syariah (DPS).
Bank Konvensional 1.
Halal dan haram.
2.
Memakai bunga.
3.
Profit oriented.
4.
Debitur – kreditur.
5.
Tidak ada dewan sejenis DPS.
Sistem perbankan syariah juga memiliki keunggulan dalam hal membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif. Pembiayaan di bank syariah ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal) dan menjauhi hal-hal yang tidak pasti seperti perjudian dan spekulasi.
5.4 Prospek Perbankan Syariah Di masa yang akan datang, kompetisi di bidang perbankan akan semakin ketat. Baik antara bank konvensional dengan bank syariah, sesama bank konvensional, maupun sesama bank syariah. Masingmasing bank akan berupaya keras untuk dapat menarik nasabah. Untuk bank syariah sendiri, sekarang ini penetrasi produk dan jasa masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan potensi yang ada. Hal ini adalah akibat kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia tentang
150
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:150
6/22/2010 6:29:46 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
masalah riba dan perbankan syariah. Disamping itu juga karena fasilitas yang dimiliki bank syariah belum selengkap fasilitas-fasilitas yang dimiliki bank konvensional yang sudah lebih dulu ada dan mapan. Meskipun demikian, menurut Riawan Amin9, prospek perbankan syariah di Indonesia selalu ada peluang, bahkan dalam kondisi yang sulit. Momen krisis finansial global tentu menyulitkan bagi banyak orang, tetapi hikmahnya bagi kita adalah pada pembuktian betapa sistem ekonomi ribawi memang merusak khususnya bagi sektor finansial. Bank syariah berbisnis di sektor riil, yang insya Allah tidak secara langsung terkena imbas. Pasar dalam negeri terutama di sektor riil akan menyelamatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah kemungkinan lesunya ekspor. Di sini sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berperan besar, sama halnya pada saat terjadi krisis 1998. UMKM menampung dan menghidupi sebagian besar bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan arah bisnis dan sistem bank syariah, sehingga prospek bank syariah di tahun 2009 akan tetap cerah. Lebih lanjut, Riawan Amin menjelaskan bahwa penggelembungan sektor finansial oleh produk derivatif berbasis riba sudah menjadi keniscayaan akan memiliki dampak destruktif dalam bentuk money destruction di saat economic bubble yang ditimbulkannya tidak lagi kuat menampung beban. Dunia bisa berkaca pada hal ini, bahwa sistem ini harus ditinggalkan. Ekonomi Islam, yang didasarkan pada nash-nash ilahiyah serta praktik ekonomi yang dasarnya diletakkan oleh Rasulullah, sudah pasti kebenarannya. Dengan prinsip untuk meletakkan kemakmuran dan keadilan, ekonomi Islam memperlakukan uang hanya sebagai alat tukar dan bukan komoditas. Jadi pengembangan ekonomi dilakukan melalui sektor riil. Oleh karena itu dunia harus mengubah sistem yang hanya menguntungkan bagi segelintir orang dengan men9
Amin, A. Riawan, Prospek Bank Syariah 2009 Tetap Cerah, By Republika Newsroom, diupload Kamis, 12 Februari 2009 pukul 09:12:00 http://www.republika.co.id/berita/31056/A_Riawan_Amin_Prospek_Bank_Syariah_2009_ Tetap_Cerah, diakses 04 November 2009.
151
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:151
6/22/2010 6:29:46 PM
Putri Irma Yuniarti
gorbankan sebagian besar sisanya, menuju ke keadilan ekonomi yang membawa kemakmuran bersama. Seiring dengan itu, Agustianto10 menjelaskan bahwa perbankan syariah mempunyai potensi dan prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan di Indonesia. Prospek yang baik ini setidaknya ditandai oleh lima hal: (1)
Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan pasar potensial bagi pengembangan bank syariah di Indonseia. Sampai saat ini, pangsa pasar yang besar itu belum tergarap secara signifikan.
(2)
Perkembangan lembaga pendidikan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah semakin pesat, baik S1, S2, S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan akan lahir sarjana-sarjana ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan wawasan ekonomi syariah yang komprehensif, tidak seperti sekarang, banyak yang masih menolak ekonomi syariah karena belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekonomi syariah.
(3)
Bahwa fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syariah. Pasca fatwa MUI tersebut, terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional ke bank syariah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya. Menurut data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan pasca fatwa MUI, dana pihak ketiga yang masuk ke perbankan syariah hampir Rp 1trilyun. Fatwa ini semakin mendapat dukungan dari para sarjana ekonomi Islam.
10 Agustianto, 10 Pilar Pengembangan Bank Syariah, http://www.ekonomisyariah.net/index.php?page=Pustaka :DownloadPage&file=userfile_SEPULUH%20PROBLEM%20BANK%20SYARIAH.doc, diakses 4 November 2009.
152
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:152
6/22/2010 6:29:46 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
(4)
Political will pemerintah untuk mendukung pengembangan perbankan syariah di Indonesia tinggal menunggu waktu, lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank syariah. Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung membesarkan bank-bank syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan benar-benar mendukung bank yang menguntungkan negara dan menyelamatkan negara dari kehancuran. Bank Indonesia yang selama ini terkesan hanya mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan bank syariah akan berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih besar. Memang banyak peran Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan bank syariah, khususnya dalam regulasi. Namun kegiatan sosialisasi dan pencerdasan bangsa masih relatif kecil dilaksanakan dan didukung Bank Indonesia.
(5)
Masuknya lembaga-lembaga keuangan internasional ke dalam jasa usaha perbankan syariah di Indonesia sesungguhnya merupakan indikator bahwa usaha perbankan syariah di Indonesia memang prospektif dan dipercaya oleh para investor luar negeri. Potensi dana Timur Tengah sangat besar. Dana-dana yang selama ini ditempatkan di Amerika dan Eropa, pasca 11 September WTC, mulai ditarik oleh investor Arab untuk ditempatkan di Asia. Ketika harga minyak 32 dollar US perbarel, Timur Tengah telah menjadi negara petro dollar, apalagi ketika harganya meningkat menjadi 70 dolar perbarel, tentu dana itu semakin besar. Bila potensi ini berhasil ditarik oleh bank-bank syariah, maka market share bankbank syariah akan semakin besar. Konon potensi dana Timur Tengah saat ini mencapai 600-700 miliar dolar US.
153
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:153
6/22/2010 6:29:46 PM
Putri Irma Yuniarti
Dilihat dari potensi dan prospek kedepannya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Bank Indonesia di lebih kurang sepertiga dari wilayah kabupaten/kotamadya di Indonesia menunjukkan bahwa lebih kurang 42 persen wilayah berkategori cukup potensial sampai dengan potensial untuk perbankan syariah, serta lebih dari 85 persen responden menyatakan setuju terhadap penerapan sistem bagi hasil (prinsip syariah) dalam perbankan di Indonesia.11 Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia masih didominasi oleh perbankan syariah. Ini berarti bahwa perkembangan perbankan syariah lebih baik jika dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya seperti reksadana syariah, asuransi syariah ataupun pegadaian syariah. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang lain akan berpengaruh positif terhadap perkembangan perbankan syarian dan demikian pula sebaliknya. Prospek bank syariah akan lebih baik di masa mendatang ketika masyarakat menyadari bahwa sektor riil memiliki resistensi yang lebih baik terhadap krisis. Spekulasi pada sektor finansial akan menyebabkan gelembung (bubble) ekonomi yang sangat rentan pecah dan menimbulkan krisis. Karena perbankan syariah selalu mengaitkan pembiayaannya pada sektor riil, maka perbankan syariah akan memiliki resistensi yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional dalam menghadapi krisis moneter. Dengan demikian, maka perbankan syariah diperkirakan akan berkembang dengan lebih stabil dimasa mendatang.
11 Panduan Investasi Perbankan Syariah Indonesia, Bank Indonesia.
154
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:154
6/22/2010 6:29:46 PM
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
5.5 Kesimpulan Potensi pasar perbankan syariah di Indonesia belum tergarap dengan optimal. Untuk dapat menarik minat nasabah, hendaknya bank-bank syariah tidak hanya mengandalkan semangat (ghirah) atau semangat keagamaan saja namun juga keuntungan secara ekonomis bagi para nasabah. Jika secara ekonomis bank syariah lebih menguntungkan, maka bank syariah akan dapat menarik nasabah baik muslim maupun non muslim. Bank-bank syariah juga perlu melakukan konsolidasi dari sisi eksternal maupun internal. Dari sisi internal, bank syariah perlu meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah. Dari sisi eksternal, berupa peningkatan kerjasama dan konsolidasi dengan institusi terkait dan peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate governance sebagai bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. Dengan demikian potensi yang ada dapat dikelola dengan optimal dan prospek perbankan syariah di Indonesia akan semakin baik. Di masa yang akan datang, dunia akan menyadari bahwa penggelembungan produk derivatif berbasis riba di sektor finansial memiliki dampak yang bersifat destruktif. Disini prinsip ekonomi syariah dan perbankan syariah akan menjadi jalan keluar dimana uang hanyalah alat tukar dan bukan komoditas yang bisa dijadikan alat spekulasi. Pembangunan ekonomi berdasarkan syariah adalah pembangunan melalui sektor riil yang dapat kemakmuran bersama, bukan hanya untuk kelompok yang menguasai kapital berlimpah.
155
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:155
6/22/2010 6:29:46 PM
BAB V Putri Irma Yuniarti PROSPEK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Oleh : Putri Irma Yuniarti
156
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:156
6/22/2010 6:29:46 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
BAB 6 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PERBANKAN SYARIAH Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
6.1 Pengantar Perbankan syariah tidak dapat dikatakan sebagai lembaga keuangan baru lagi di Indonesia karena sudah mulai tumbuh dan berkembang semenjak 17 (tujuh belas) tahun yang lalu. Eksistensi perbankan syariah tersebut menjadi semakin kuat dengan disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 yang khusus mengatur perbankan bebas riba ini. Jumlah perbankan syariah menjadi semakin banyak dan jaringan perkantorannya juga semakin luas hampir menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Sungguhpun demikian, perbankan syariah belum mampu mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan perbankan konvensional yang memang sudah muncul dan eksis lebih awal. Aset Perbankan Syariah baru sekitar 2 persen dari total aset perbankan nasional. Oleh karena itu masih diperlukan usaha dan kerja keras untuk mengembangkan perbankan syariah agar menjadi besar, berdaya saing kuat dan semakin menarik bagi masyarakat. Proses sosialisasi kepada masyarakat luas menjadi salah satu unsur paling esensial dalam upaya mendorong percepatan perkembangan perbankan syariah. Hal ini telah menjadi agenda Bank Indonesia melalui kegiatan pengembangan perbankan syariah pada tahun 2008 yang berfokus pada pencapaian target kuantitatif dengan berbagai paket kebijakan dan program inisiatif. Disebutkan pula bahwa program edukasi publik bagi proses pengenalan perbankan syariah memerlukan bukti nyata adanya kualitas pelayanan sesuai dengan nilai-nilai
157
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:157
6/22/2010 6:29:46 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
yang ditawarkan. Media massa juga memiliki peran penting dalam mempublikasikan keunggulan layanan perbankan syariah diantaranya melalui ragam produk dan jangkauan layanan (Bank Indonesia, 2008). Bank Indonesia selaku stakeholder juga optimis dengan merancang grand strategy bagi pengembangan pasar perbankan syariah dan menetapkan visi perbankan syariah di Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN tahun 2010. Menurut grand strategy tersebut, seharusnya pada tahun 2008 telah terbangun pemahaman dan citra perbankan syariah ‘lebih dari sekedar bank’ (beyond banking). Pada tahun 2009 ini merupakan fase II yang ditargetkan untuk menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah yang paling atraktif di ASEAN. Sebagian masyarakat sudah begitu mantap menggunakan bank syariah untuk menyimpan uang, meminjam modal, dan transaksi lainnya. Kelompok ini sudah meyakini bahwa bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam. Keyakinan ini diperkuat dengan pengetahuan tentang kehandalan bank syariah dalam menghadapi krisis finansial di penghujung tahun 1990-an dan tahun 2008. Namun demikian, ada pula kelompok masyarakat yang belum begitu memahami konsep perbankan syariah dengan baik, sehingga masih ada yang mengatakan bahwa perbankan syariah itu sama saja dengan perbankan konvensional, hanya nama-nama produknya saja yang memakai bahasa Arab. Berkembangnya persepsi yang keliru tentang perbankan syariah perlu dihentikan dan segera diluruskan. Jika masyarakat yang memiliki pemahaman yang keliru ini masih dominan, sasaran yang dicanangkan dalam grand strategy tersebut diatas masih sulit untuk diwujudkan. Pertanyaannya kemudian, seperti apa sebenarnya pemahaman masyarakat pada umumnya tentang keberadaan perbankan syariah dewasa ini?
158
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:158
6/22/2010 6:29:46 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
Bab ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan diatas. Analisis akan dilakukan berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada masyarakat di Bandung, Propinsi Jawa Barat dengan menggunakan instrumen kuesioner. Jumlah responden adalah 142 orang yang terdiri dari wiraswasta, petani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan swasta dan mahasiswa. Sebagian besar responden adalah tamat SMA dan S1. Disamping itu, ada pula responden yang tidak tamat/ tamat SD, tamat SMP dan lulusan S2. Tulisan selanjutnya akan disajikan dalam tiga subbab utama yaitu (1) analisis tingkat pengetahuan dan pemahaman responden mengenai perbankan syariah; (2) kajian terhadap motivasi responden dalam bertransaksi dengan bank tertentu khususnya mengenai alasan dalam pemilihan bank syariah; dan (3) ulasan tentang persepsi responden secara lebih spesifik dalam hal pembiayaan perbankan syariah, baik kekurangan maupun kelebihannya.
6.2 Pengetahuan Syariah
Masyarakat
tentang
Perbankan
Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah Per September 20091, perbankan syariah di Indonesia terdiri dari 5 BUS (Bank Umum Syariah), 24 UUS (Unit Usaha Syariah) dan 137 BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah). BUS, UUS dan BPRS tersebut sudah banyak berdiri di Jawa Barat, khususnya di Bandung. Namun dari survei yang dilakukan masih terdapat 9 persen responden yang tidak dapat menyebutkan satupun diantara bank tersebut. Bank Muamalat merupakan bank syariah yang paling banyak dikenal oleh responden, dimana 9,9 persen responden hanya menjawab Bank Muamalat yang mereka ketahui tanpa menyebutkan nama bank lainnya. Kemudian, 9,2 persen responden menjawab Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan menyebutkan pula Bank Muamalat. Bank Muamalat kembali disebutkan oleh responden 1
www.bi.go.id
159
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:159
6/22/2010 6:29:47 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
dengan menyandingkan BNI Syariah sebagai bank yang diketahuinya (8,5 persen). Ketiga nama yang telah disebutkan menjadi kombinasi jawaban dengan/tanpa BRI Syariah sebanyak 5,6 persen. Ada pula responden yang menjawab Bank Mega Syariah, UUS BPD Jabar Banten dan UUS BTN. Sedangkan UUS Bank Danamon dan UUS Bank Niaga paling sedikit disebutkan oleh responden (Lihat Tabel 6.1). Sementara itu, tidak satupun responden yang mengetahui tentang BPRS. Berdasarkan temuan diatas, dapat dikatakan bahwa keberadaan bank syariah belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu, pihak perbankan syariah dan juga pemerintah perlu melakukan sosialisasi perbankan syariah secara lebih gencar lagi kepada semua lapisan masyarakat. Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Nama Bank Syariah yang Diketahui No.
Bank
%
No.
1
Bank Muamalat (1)
9,9
2
Bank Syariah Mandiri (2)
4,2
3
Bank Mega Syariah (3)
4
Bank Jabar Syariah (4)
5
Bank
%
26
1, 2 & 4
1,4
27
1, 2, 5 & 20
0
28
1, 2, 3 & 5
0,7
0
29
1, 2, 3 & 4
1,4
BNI Syariah (5)
2,8
30
1,2, 5 & 6
5,6
6
BRI Syariah (6)
2,1
31
1, 2, 3, 5 & 18
0,7
7
BTN Syariah (7)
0
32
2, 4, 5 & 6
0,7
8
1&5
8,5
33
1, 2 & 3
1,4
9
1,4,5 & 6
2,1
34
1, 2 & 5
5,6
10
1, 5 & 6
4,2
35
1, 5 & 20
0,7
0,7
160
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:160
6/22/2010 6:29:47 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
11
2&5
4,2
36
5&7
0,7
12
tidak tahu
9,2
37
1, 2, 4 & 6
0,7
13
1&2
9,2
38
1 & 18
0,7
14
1&6
1,4
39
1, 2, 5 & 18
0,7
15
2&4
40
Bank Niaga Syariah (40)
16
2, 4 & 5
3,5
41
1,2 & 40
0,7
17
1&4
0,7
42
1, 2, 3 & 40
0,7
18
Bank Bukopin Syariah (18)
0,7
43
1, 4 & 6
19
1, 5, 6 &18
0,7
44
1, 3, 4 & 5
20
Bank Danamon Syariah (20)
45
2, 5, 6 & 40
21
6 & 20
0,7
46
4&5
0,7
22
2&6
1,4
47
5&6
0,7
23
1, 2, 4 & 5
0,7
48
1&7
0,7
24
2, 5 & 6
4,2
49
1, 2, 5 & 7
0,7
25
2, 5, 6 & 7
0,7
0,7
0
Total
0
0,7 0,7 0,7
100,0
Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (n = 142)
Hal berikutnya yang menarik untuk dicermati adalah sumber pengetahuan masyarakat tentang keberadaan perbankan syariah. Dari berbagai sumber informasi yang dapat diakses masyarakat, ternyata 28 orang atau 19,7 persen responden yang diteliti mengetahui perbankan syariah dari media cetak dan media elektronik secara sekaligus. Sedangkan responden yang mengetahui perbankan syariah hanya dari media cetak dan media elektronik masing-masingnya adalah 14 persen dan 13 persen. Rekan/tetangga/kerabat/keluarga juga menjadi sumber
161
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:161
6/22/2010 6:29:47 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
informasi berikutnya bagi 8,5 persen responden. Sumber informasi lainnya adalah papan nama dan pihak bank syariah sendiri (Lihat Tabel 6.2 di bawah ini). Hasil survei ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak mendapatkan informasi tentang perbankan syariah dari media cetak dan media elektronik. Dengan demikian ada indikasi bahwa kedua sumber informasi tersebut lebih efektif untuk melakukan sosialisasi tentang perbankan syariah kepada masyarakat luas, khususnya di Bandung. Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Perbankan Syariah Sumber
No.
Jumlah
%
1
Media Cetak
20
14,1
2
Media Elektronik
19
13,4
3
Langsung dari Bank Syariah
5
3,5
4
Rekan/Tetangga/Kerabat/Keluarga
12
8,5
5
1&2
28
19,7
6
1&4
5
3,5
7
TB
12
8,5
8
Papan Nama
3
2,1
9
4 dan 8
1
0,7
10
2&8
2
1,4
11
Lainnya
3
2,1
12
1&3
6
4,2
13
1&8
1
0,7
162
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:162
6/22/2010 6:29:47 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
14
1, 2 & 3
7
4,9
15
1, 2, 3 & 4
4
2,8
16
1, 2 & 4
7
4,9
17
2&4
3
2,1
18
1, 2 & 8
1
0,7
19
2&3
2
1,4
20
TM (Tidak Menjawab)
1
0,7
142
100,0
Total Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (diolah)
Dalam kaitannya dengan sumber informasi ini, penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan IPB (2004)2 untuk mengetahui potensi dan preferensi masyarakat terhadap perbankan syariah di Wilayah Kalimantan Selatan menunjukkan hasil yang sedikit berbeda. Penelitian tersebut menemukan bahwa sumber informasi masyarakat tentang perbankan baik bank konvensional maupun bank syariah yang utama berasal dari teman/kerabat, televisi dan surat kabar. Demikian juga sumber informasi fatwa MUI tentang bunga bank yang utama berasal dari televisi dan surat kabar. Meskipun diatas telah dijelaskan bahwa lebih dari 90 persen responden sudah mengetahui perbankan syariah, namun ternyata yang sudah pernah berhubungan atau melakukan transaksi melalui perbankan syariah baru mencapai 43 persen. Sedangkan 80 orang (56 persen) responden menyatakan bahwa mereka selama ini belum pernah berhubungan/bertransaksi dengan perbankan syariah (Lihat Tabel 6.3 di bawah ini). Hal ini memperkuat pendapat bahwa sebagian besar masyarakat masih belum begitu tertarik untuk menggunakan 2 Dikutip dari “Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah di Indonesia”, Buletin Ekonomika dan Bisnis Islam, Edisi: V/VIII - 1 Sya’ban 1428 H / 15 Agustus 2007.
163
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:163
6/22/2010 6:29:47 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
perbankan syariah. Temuan ini tentunya menyisakan pertanyaan besar yaitu: mengapa sebagian masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim masih belum tertarik untuk menggunakan perbankan syariah? Tabel 6.3 Distribusi Responden yang Pernah dan Tidak Pernah Berhubungan/ Bertransaksi dengan Perbankan Syariah No.
Keterangan
Jumlah
%
1
Pernah
61
43,0
2
Tidak Pernah
80
56,3
3
Tidak Menjawab
1
0,7
142
100,0
Total Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (diolah)
Informasi berikutnya yang perlu diketahui adalah siapa sebenarnya masyarakat yang pernah dan yang tidak pernah melakukan transaksi atau berhubungan dengan perbankan syariah tersebut. Dari Grafik 6.1 dibawah ini diketahui bahwa semua responden berdasarkan kelompok pekerjaan sudah ada yang berhubungan dengan bank syariah. Akan tetapi, jika dipersentasekan terlihat bahwa mahasiswa memiliki proporsi yang paling besar yang sudah pernah bertransaksi di perbankan syariah. Dari 27 orang mahasiswa yang jadi responden, 67 persen diantaranya menyatakan bahwa mereka telah berhubungan ataupun melakukan transaksi dengan perbankan syariah. Sementara itu, dari 40 responden yang berprofesi sebagai wiraswasta, ternyata hanya 42,5 persen yang sudah pernah menggunakan jasa perbankan syariah. Hal serupa terjadi juga dikalangan karyawan swasta. Sedangkan pada kelompok Pegawai Negeri Sipil dan petani, persentase yang pernah berhubungan/bertransaksi dengan bank syariah lebih kecil lagi. Temuan ini mencerminkan bahwa kalangan akademisi relatif lebih banyak yang mengenal dan memanfaatkan perbankan syariah. Sementara itu, kelompok wiraswasta yang sangat potensial menjadi
164
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:164
6/22/2010 6:29:47 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
nasabah pembiayaan justru masih relatif sedikit yang menggunakan perbankan syariah.
Persentase Responden
100%
50%
0%
wiraswasta
petani
PNS
karyawan swasta
mahasiswa
Tidak Menjawab
0
0
1
0
0
tidak pernah
23
17
17
14
9
pernah
17
6
9
11
18
Grafik 6.1 Persentase Responden yang Pernah Berhubungan/Bertransaksi dengan Perbankan Syariah Menurut Klasifikasi Pekerjaan Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (diolah)
Setelah mengetahui siapa saja diantara responden yang pernah berhubungan dengan perbankan berdasarkan klasifikasi pekerjaan, berikut ini akan dijelaskan berdasarkan klasifikasi pendidikan. Dari Grafik 6.2 dibawah ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan responden, maka semakin besar ketertarikannya untuk menggunakan perbankan syariah. Komposisi responden dalam kelompok tamat SMP paling banyak menjawab tidak pernah berhubungan/bertransaksi dengan perbankan syariah yakni sekitar 83% atau 15 orang dari total 18 orang responden. Sementara itu, responden tamat SMA ialah yang paling banyak menyatakan belum pernah menggunakan sistem perbankan syariah (53 persen). Sebaliknya, porsi responden tamatan S1 dan S2 yang pernah berhubungan/bertransaksi dengan perbankan syariah masing-masingnya sudah mencapai 83 persen dan 67 persen dalam masing-masing kelompok responden. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Bank Indonesia dan IPB (2004)3 Segmen pasar potensial bagi pengembangan 3
Dikutip dari “Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah di Indonesia”, Buletin Ekonomika dan Bisnis Islam,
165
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:165
6/22/2010 6:29:47 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
bank syariah di Sumatera Selatan adalah masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, pengusaha, ketokohan terutama tokoh agama, masyarakat yang relatif taat terhadap agama, masyarakat yang memiliki kesan positif terhadap bank syariah, dan tentunya lokasi-lokasi yang telah ada bank syariahnya. Dengan demikian makin terindikasi bahwa masyarakat yang sudah berhubungan dengan perbankan syariah pada umumnya adalah kelompok masyarakat yang berpendidikan relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi tentang perbankan syariah masih relatif kurang menyentuh kelompok masyarakat berpendidikan relatif rendah. Penyebabnya bisa berbagai kemungkinan seperti intensitas sosialisasi yang masih minim, metode sosialisasi yang kurang tepat, dan media yang dipilih yang tidak pas. 60 40 20 0
SD kebawah
SMP
SMA
S1
S2
TM
D3
TM
0
0
0
0
0
1
0
tidak pernah
9
15
29
24
3
0
0
pernah
2
3
26
20
6
3
1
Grafik 6.2 Responden yang Pernah Berhubungan/Bertransaksi dengan Perbankan Syariah Menurut Klasifikasi Pendidikan Sumber: Data Primer Tim Peneliti P2E LIPI, 2009 (diolah)
Transaksi yang bisa dilakukan di perbankan syariah secara garis besarnya ada tiga yaitu menyimpan uang (tabungan, deposito, giro, dsb), meminjam uang untuk tujuan konsumsi ataupun modal usaha, dan melakukan pengiriman uang atau transfer. Dalam kaitan ini, 15,5 Edisi: V/VIII - 1 Sya’ban 1428 H / 15 Agustus 2007.
166
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:166
6/22/2010 6:29:47 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
persen dari responden yang pernah berhubungan dengan perbankan syariah melakukan aktivitas menyimpan uang dan 14,8 persen menyimpan uang dan sekaligus mentransfer uang. Sedangkan fasilitas pembiayaan yang merupakan fokus utama perbankan syariah dalam menjalankan peranannya membantu mengembangkan ekonomi masyarakat, nampaknya belum dimanfaatkan responden secara optimal. Hal ini ditunjukkan oleh relatif kecilnya persentase responden yang meminjam dengan/tanpa melakukan jenis transaksi lainnya yaitu masing-masingnya dibawah 5 persen (Lihat Tabel 6.4 di bawah ini). Pada tabel tersebut terdapat jawaban TB (tidak berlaku) yang berarti responden tidak menjawab ataupun memang tidak memiliki kapasitas untuk menjawab karena tidak pernah berhubungan dengan perbankan syariah. Tabel 6.4 Distribusi Responden Menurut Transaksi yang Pernah Dilakukan di Bank Syariah No.
Jenis Transaksi
Jumlah
%
1
Menyimpan
22
15,5
2
Meminjam
7
4,9
3
Transfer
3
2,1
4
TB (Tidak Berlaku)
82
57,7
5
1&3
21
14,8
6
1, 2 & 3
4
2,8
7
1&2
3
2,1
Total
142
100,0
Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (diolah)
Informasi berikutnya yang perlu dielaborasi lebih lanjut adalah distribusi responden menurut klasifikasi pekerjaan berdasarkan jenis transaksi yang pernah dilakukan. Pada grafik 4.3 di bawah ini terlihat
167
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:167
6/22/2010 6:29:51 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
bahwa 35,29 persen kelompok wiraswasta melakukan transaksi dalam bentuk menyimpan dan mentransfer uang dan 29,41 persen meminjam uang dari perbankan syariah. Hal ini memperlihatkan bahwa para pengusaha yang telah mengenal perbankan syariah cukup banyak yang menjadikan perbankan syariah untuk meningkatkan permodalan usaha meraka. Seperti halnya kelompok wiraswasta, kelompok PNS dan karyawan swasta juga lebih banyak menyimpan dan mentransfer uang tetapi dengan selisih yang cukup jauh dengan yang pernah meminjam pada perbankan syariah. Sementara itu, responden yang berprofesi sebagai petani yang menggunakan perbankan syariah untuk menyimpan dan mentransfer uang mencapai 33,33 persen. Berbeda dengan kelompok yang lain, mahasiswa yang memiliki persentase terbesar yang pernah berhubungan/bertransaksi dengan perbankan syariah ternyata mayoritas (77,78 persen) hanya sebatas pada menyimpan, dan tidak ada mahasiswa yang pernah meminjam dari perbankan syariah. Hal ini tentunya bisa dimengerti karena mahasiswa memang masih sedikit yang berpartisipasi dalam dunia kerja sambil kuliah.
168
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:168
6/22/2010 6:29:51 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
Persentase Responden
100% 80% 60% 40% 20% 0%
w irasw asta
petani
PNS
karyaw an sw asta
mahasisw a
1&2
2
0
0
1
0
1, 2 & 3
2
2
0
0
0
1&3
6
2
5
4
4
3
0
1
1
1
0
2
5
1
1
0
0
1
2
0
2
4
14
Grafik 6.3 Jenis Transaksi yang Pernah Dilakukan Responden Melalui Bank Syariah Menurut Pekerjaan Responden Keterangan: 1= Menyimpan; 2= Meminjam; 3= Transfer Sumber: Data Primer Tim Peneliti P2E LIPI, 2009 (n = 62 orang)
6.3 Motivasi Pemilihan Bank Syariah Motivasi atau alasan mengapa responden memilih melakukan transaksi dengan perbankan syariah cukup bervariasi yaitu mulai dari menghindari bunga yang diyakini sebagai riba, sampai pada arahan dari kantor dan adanya kerjasama dari universitas dimana responden kuliah. Responden yang mengemukakan bahwa motivasi utama mereka bertransaksi dengan bank syariah untuk menghindari bunga/riba adalah sebanyak 7,7 persen dan 4,9 persen responden mengemukan tiga alasan sekaligus yaitu menghindari bunga/riba, biaya transaksi yang lebih ringan dan juga berdasarkan kemudahan jaringan ATM (Lihat Tabel 6.5). Responden yang melakukan transaksi karena mendapatkan arahan/program Pemda ataupun dari kantor tempat responden bekerja dan karena memiliki jaringan dengan universitas responden misalnya untuk mentransfer pembayaran uang kuliah dapat dikatakan sebagai motivasi yang bukan murni atas dasar insiatif pribadi responden.
169
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:169
6/22/2010 6:29:51 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
Tabel 6.5 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Berhubungan/ Bertransaksi Melalui Bank Syariah No 1
Alasan
%
No
Menghindari Bunga/Riba
22 7,7
2
Dekat Tempat Tinggal
3
Pelayanan Lebih Baik
4
Biaya Transaksi Lebih Ringan
5
Bagi Hasil Lebih Tinggi
6
Kemudahan Jaringan ATM
7
Alasan
%
Arahan/ Promosi Kantor
1,4
0,7
23
1&5
1,4
0
24
1, 2 & 3
0,7
1,4
25
1&3
1,4
0
26
1&7
0,7
0,7
27
2, 4 & 5
0,7
Status Bank
0
28
4&6
0,7
8
Hadiah
0
29
4, 5 & 6
0,7
9
TB
57,0
30
1, 4, 6 & 7
0,7
10
1, 4 & 6
31
Kerja sama dg univ.
0,7
11
1,2 & 5
0,7
32
1, 4, 5 & 6
1,4
12
1, 3 & 5
0,7
33
1, 2, 4 & 5
0,7
13
TM
1,4
34
1, 3 & 7
0,7
14
Arahan/program Pemda
1,4
35
1,5 & 7
0,7
15
1, 3, 4 & 5
0,7
36
1, 3 & 4
0,7
16
1, 2, 3, 4 & 6
0,7
37
1, 3, 4, 6 & 7
0,7
17
1,2, 4 & 6
1,4
38
1&6
0,7
18
1, 2 & 4
0,7
39
5&6
0,7
19
1&4
2,1
Total
99,3
20
3&4
0,7
Rusak
0,7
21
1, 6 & 7
0,7
4,9
Total
Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (n = 142 orang)
170
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:170
6/22/2010 6:29:51 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
Sementara itu, penelitian yang dilakukan BI dengan LembagaLembaga Penelitian lain (Muallim, 2004) justru menemukan bahwa pertimbangan agama adalah motivasi utama bagi masyarakat Jawa Tengah dalam memilih bank syariah. Sedangkan bagi masyarakat Jawa Barat dan Jawa Timur faktor penting yang mendorong penggunaan jasa Bank Syariah adalah kualitas pelayanan dan kedekatan lokasi bank dari pusat kegiatan. Terlepas dari hal mana yang utama dan mana yang dominan, yang jelas masyarakat dalam menjatuhkan pilihan untuk menggunakan bank syariah dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan hanya berdasarkan alasan menghindari bunga/riba. Di lain pihak, responden yang tidak pernah bertransaksi dengan perbankan syariah paling banyak mengemukakan alasan bahwa mereka memang tidak pernah berhubungan/berurusan dengan bank, baik bank konvensional maupun bank syariah. Responden yang mempunyai alasan seperti ini cukup banyak yaitu mencapai 26 persen (Lihat Tabel 6.6). Jumlah responden terbanyak selanjutnya ialah yang menjawab karena kurang pahamnya mereka mengenai sistem perbankan syariah (8,5 persen). Kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai produk dan jasa perbankan syariah ini telah disebutkan dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 20022011 sebagai salah satu tantangan pengembangan perbankan syariah (BI, 2002). Survei persepsi BI dan beberapa universitas di enam propinsi pada tahun 2000-2001 menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan akan jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah dengan pengetahuan mengenai jenis-jenis produk serta operasional sistem perbankan syariah yang benar. Kesulitan dalam peningkatan pengetahuan dan pemahaman para nasabah potensial disebabkan antara lain karena jumlah penduduk yang besar dan tersebar dengan latar belakang yang beragam, membutuhkan dana dan sumber daya yang cukup besar sementara dana promosi dari para stakeholders dalam perbankan syariah masih terbatas.
171
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:171
6/22/2010 6:29:52 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
Tabel 6.6 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Tidak Pernah Berhubungan/ Bertransaksi dengan Bank Syariah No
Alasan
1
Tidak Pernah Berhubungan dengan Bank
2
Jumlah
%
37
26,1
Biaya Transaksi Lebih Tinggi
1
0,7
3
Bagi Hasil Lebih Kecil Dibanding Bunga
7
4,9
4
Biaya Meminjam Lebih Besar
4
2,8
5
TB (Tidak Berlaku)
78
54,9
6
Kurang Paham Sistem Perbankan Syariah
12
8,5
7
3&4
1
0,7
8
Lokasi Kurang Terjangkau
2
1,4
142
100,0
Total
Sumber: Data Primer Tim Peneliti P2E LIPI, 2009 (diolah)
Alasan lain yang dikemukakan oleh responden tentang mengapa mereka tidak tertarik untuk melakukan transaksi dengan perbankan syariah adalah bagi hasil lebih kecil (dibandingkan bunga simpanan di bank konvensional) dan biaya meminjam yang relatif lebih mahal (dibandingkan dengan bunga pinjaman yang diberlakukan bank konvensional). Temuan ini penting sekali untuk diperhatikan, terutama oleh manajemen perbankan syariah. Dari aspek bisnis, tingkat bagi hasil tentunya akan menjadi pertimbangan utama nasabah dalam memutuskan apakah akan menggunakan perbankan syariah atau tidak. Bagi nasabah penyimpan, bagi hasil adalah insentif atau kompensasinya dalam menabung, sedangkan bagi pengusaha, bagi hasil yang harus di sharing dengan perbankan syariah akan dipandang sebagai biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, perbankan syariah perlu mengusahakan agar tingkat bagi hasil lebih kompetitif dibandingkan dengan tingkat bunga.
172
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:172
6/22/2010 6:29:52 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
6.4 Persepsi Masyarakat tentang Pembiayaan Perbankan Syariah Pada bagian ini diulas tentang persepsi masyarakat terhadap perbankan syariah khususnya mengenai pembiayaan. Dari Tabel 6.7 dibawah ini diketahui 75,4 persen responden tidak mengetahui tentang pembiayaan. Dengan demikian hanya sekitar 25 persen responden yang sudah mengetahui bahwa mereka bisa mendapatkan pembiayaan atau pinjaman modal untuk usaha dari perbankan syariah. Temuan ini kembali memperkuat kesimpulan bahwa perbankan syariah memang belum tersosialisasikan dengan baik kepada seluruh masyarakat. Tabel 6.7 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Pembiayaan Bank Syariah No.
Keterangan
1
Tahu
2
Jumlah
%
35
24,6
Tidak tahu
107
75,4
Total
142
100,0
Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (diolah)
Bahasan berikutnya adalah persepsi responden tentang kelebihan dan kelemahan pembiayaan yang diselenggarakan perbankan syariah. Dari 35 responden yang mengetahui tentang pembiayaan syariah, 11 responden (31,43 persen) menyebutkan kelebihan pembiayaan perbankan syariah terletak pada persyaratan yang perlu dipenuhi nasabah lebih mudah atau lebih ringan. Kelebihan lain dari pembiayaan perbankan syariah yang dikemukakan responden dalam Tabel 4.8 dibawah ini adalah bersifat lebih Islami dan tidak ada uang pelicin, serta jaminannya lebih kecil. Sementara itu, sekitar 23 persen responden menganggap kelebihan pembiayaan perbankan syariah adalah biaya
173
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:173
6/22/2010 6:29:52 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
meminjam lebih kecil. Hal yang disebutkan terakhir kontradiktif dengan apa yang disampaikan oleh nasabah yang tidak/belum pernah berhubungan dengan perbankan syariah. Kemungkinan mengapa hal ini bisa terjadi tentunya bisa bermcam-macam, misalnya informasi yang dikemukakan responden kurang valid dan atau tingkat bagi hasil yang diperbandingkan berasal dari bank yang berbeda, padahal tingkat bagi hasil di masing-masing perbankan syariah cukup bervariasi sebagaimana bervariasinya tingkat bunga di perbankan konvensional. Tabel 6.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pembiayaan Bank Syariah No
Persepsi Tentang Kelebihan
Persepsi
Jumlah
%
1
Persyaratan lebih mudah
11
31.43
2
Jaminan lebih kecil
0
0.00
3
Biaya meminjam lebih kecil
8
22.86
4
Waktu pelunasan lebih lama
0
0.00
5
Tidak tahu
2
5.71
6
Lebih Islami dan tidak ada uang pelicin
2
5.71
7
1&3
8
22.86
8
1&7
1
2.86
9
1, 2 & 3
2
5.71
10
Tidak menjawab
1
2.86
35
100.00
Total Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (diolah)
Sementara itu, dari Tabel 4.9 dibawah ini dapat disimak penilai responden tentang kelemahan yang melekat dalam pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah. Sebagian besar (31,43 persen) menilai
174
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:174
6/22/2010 6:29:52 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
waktu pelunasan yang ditetapkan perbankan syariah lebih pendek dibandingkan dengan waktu pelunasan yang ditawarkan perbankan konvensional. Jawaban ini sejalan dengan temuan sebelumnya dimana tidak ada responden yang menyebutkan kelebihan pembiayaan perbankan syariah adalah waktu pelunasan yang lebih lama. Kekurangan lain yang banyak pula disebut oleh responden ialah bahwa persyaratannya yang lebih sulit; biaya meminjam yang lebih besar; sedikitnya jaringan ATM/cabang; pembiayaan yang belum murni syariah; dan pengawasan yang kurang selektif. Tabel 6.9 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Kekurangan Pembiayaan Bank Syariah No
Persepsi
Jumlah
%
1
Persyaratan lebih sulit
6
17.14
2
Jaminan lebih besar
2
5.71
3
Biaya meminjam lebih besar
3
8.57
4
Waktu pelunasan lebih pendek
11
31.43
5
Tidak ada
1
2.86
6
Belum murni syariah
1
2.86
7
No. 2 & 4
1
2.86
8
Tidak tahu
1
2.86
9
TM
6
17.14
10
Kurang selektif/ pengawasan
1
2.86
11
Jaringan ATM/ cabang bank sedikit
2
5.71
Total 35 Sumber: Data Primer Tim Peneliti P2E LIPI, 2009 (diolah)
100
175
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:175
6/22/2010 6:29:52 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
Temuan tentang kelemahan pembiayaan yang diselenggarakan oleh perbankan syariah ini perlu mendapat perhatian yang serius dari manajemen perbankan syariah untuk meningkat kualitas pembiayaannya di masa yang akan datang. Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen perbankan syariah, BI dan pemerintah dalam rangka memajukan perbankan syariah adalah beberapa saran dari responden sebagaimana terangkum dalam Tabel 6.10 dibawah ini.
176
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:176
6/22/2010 6:29:52 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
Tabel 6.10 Distribusi Responden Menurut Saran Untuk Pengembangan Perbankan Syariah No.
Saran
Jumlah
%
1
Meningkatkan sosialisasi
61
43,0
2
Menambah Bank Syariah BUMN
0
0
3
Memperkuat SDI
4
2,8
4
Memperluas jaringan
6
4,2
5
Meningkatkan kualitas pelayanan
7
4,9
6
1&4
14
9,9
7
1&2
7
4,9
8
1, 3 & 5
3
2,1
9
1&5
4
2,8
10
1, 3, 4 & 5
7
4,9
11
1, 3 & 4
5
3,5
12
1, 2, 3, 4 & 5
7
4,9
13
1, 2 & 4
1
0,7
14
3, 4 & 5
1
0,7
15
1, 4 & 5
6
4,2
16
1, 2 & 5
2
1,4
17
Mengurangi/ meniadakan biaya administrasi
1
0,7
18
1, 2, 3 & 4
2
1,4
19
1, 2 & 3
2
1,4
20
Tidak menjawab
1
0,7
21
1, 2, 4 & 5
1
0,7
142
100,0
Total
Sumber: Data Primer P2E LIPI, 2009 (diolah)
177
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:177
6/22/2010 6:29:52 PM
Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
Sebagian besar responden menyarankan peningkatan sosialisasi tentang keberadaan perbankan syariah kepada segenap lapisan masyarakat. Selain sosialisasi, langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah memperluas jaringan perbankan syariah. Di samping itu, banyak pula responden yang menyarankan agar perbankan syariah sebaiknya lebih memperkuat Sumber Daya Insani (SDI); meningkatkan kualitas pelayanan; menambah Bank Syariah BUMN sebagai alternatif pilihan upaya pengembangan perbankan syariah; dan mengurangi beban biaya administrasi.
6.5 Kesimpulan Penelitian ini memberikan indikasi yang cukup kuat tentang masih terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan perbankan syariah. Hal ini terlihat dari fakta masih ditemukan sekitar 9 persen responden yang tidak bisa menyebutkan satupun nama perbankan syariah dan tidak satupun dari sekian banyak responden yang berhasil menyebutkan BPRS. Meskipun 91 persen responden sudah mengetahui tentang perbankan syariah, namun yang pernah berhubungan/ bertransaksi dengan perbankan bebas riba ini hanya 43 persen saja. Sementara itu, responden yang sudah pernah berhubungan dengan perbankan syariah pada umumnya masih terbatas pada mereka yang memiliki tingkat pendidikan relatif tinggi yaitu SMA keatas. Temuan ini menunjukkan bahwa sosialisasi tentang perbankan syariah yang telah dilakukan selama ini masih kurang dan belum efektif menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dalam sosialisasi ini, sumber informasi yang lebih banyak digunakan masyarakat adalah media cetak dan media elektronik. Oleh karena itu, perbankan syariah perlu meningkatkan penggunaan kedua media tersebut dalam sosialisasi ataupun promosi dimasa yang akan datang.
178
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:178
6/22/2010 6:29:52 PM
Persepsi Masyarakat Tentang Perbankan Syariah
Pemanfaatan fasilitas perbankan syariah sebagian besar masih untuk menyimpan dan mentransfer uang. Sebaliknya, responden yang sudah memanfaatkan perbankan syariah untuk meminjam dana bagi pembiayaan usaha masih sangat terbatas. Hal ini berkaitan erat dengan temuan sebagian besar responden yang memang tidak mengetahui tentang pembiayaan perbankan syariah. Motivasi mayoritas responden yang pernah bertransaksi melalui perbankan syariah adalah menghindari bunga/riba. Hal ini menunjukkan adanya potensi masyarakat Bandung yang memiliki motivasi keyakinan atau sering disebut sebagai loyal market. Di lain pihak, responden yang tidak pernah berhubungan/ bertransaksi dengan perbankan syariah mengemukakan alasan bagi hasil lebih kecil dibanding bunga dan biaya meminjam yang dikenakan oleh perbankan syariah relatif lebih mahal. Kelompok responden yang disebutkan terakhir merupakan cerminan dari masyarakat yang memiliki motivasi ekonomi atau floating market.
179
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:179
6/22/2010 6:29:52 PM
BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT Chitra Indah PERBANKAN Yuliana dan Muhammad Soekarni TENTANG SYARIAH Oleh : Chitra Indah Yuliana dan Muhammad Soekarni
180
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:180
6/22/2010 6:29:52 PM
Kesimpulan Dan Saran
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN Tim Peneliti
7.1 Kesimpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa perbankan syariah, telah memainkan peran penting dalam membantu percepatan pertumbuhan sektor riil dan perkembangan UMKM. Kesimpulan ini didukung beberapa temuan antara lain: (1) FDR (Financing to Deposit Ratio) yang relatif tinggi; (2) terjadinya peningkatan nilai pembiayaan perbankan syariah yang disalurkan untuk modal kerja dan investasi; (3) semakin besarnya porsi penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi perbankan syariah terhadap total kredit Bank Umum; dan (4) UMKM mendapatkan porsi yang lebih besar dari pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah. Kualitas pembiayaan perbankan syariah yang dilihat dari tingkat pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing/NPF) cenderung memburuk dalam lima tahun terakhir ini. UMKM ternyata menjadi penyumbang terbesar pembiayaan non-lancar BUS dan UUS. Meskipun demikan, penelitian ini menemukan bahwa pembiayaan yang dijalankan oleh UMKM bidang industri dan jasa komersial berjalan dengan lancar, sehingga pengembalian pinjaman juga dapat ditunaikan dengan baik tanpa menghadapi banyak kendala. Pembiayaan yang bermasalah terjadi pada UMKM yang berusaha di bidang pertanian. Dari sisi UMKM, permasalahan tersebut bersumber dari kegagalan panen. Sedangkan dari pihak manajemen perbankan syariah, salah satu kelemahannya adalah kurang berjalannya fungsi pembinaan dan pengawasan.
181
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:181
6/22/2010 6:29:52 PM
Tim Peneliti
Sebagian besar responden UMKM yang berusaha dibidang pertanian, industri dan jasa komersial menilai bahwa tingkat bagi hasil yang diputuskan melalui proses negosiasi dengan pihak manajemen perbankan syariah relatif lebih ringan. Hal ini sangat membantu UMKM dalam mengembangkan usaha. Perkembangan usaha tersebut dapat dilihat dalam bentuk peningkatan omset, kenaikan laba dan juga perluasan jangkauan pemasaran. Biaya pengurusan pembiayaan juga dianggap ringan karena tidak memerlukan biaya tambahan atau pungutan tidak resmi. Selain itu, responden UMKM, terutama yang termasuk kelompok loyalis, mengemukakan bahwa mereka merasa mendapat nilai tambah dalam bentuk ketenangan spirituil dan keberkahan dari pembiayaan perbankan syariah. Nilai tambah seperti itu, jelas akan memberikan pengaruh positif bagi UMKM dalam menjalankan usaha. Berdasarkan analisis SWOT, kondisi internal perbankan syariah yang ditunjukkan oleh skor Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) sebesar 2,0-2,99 termasuk kategori posisi sedang. Sementara itu, kondisi eksternal yang dapat dilihat dari skor Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) sebesar 3,0-4,0 termasuk kategori posisi kuat. Artinya, perbaikan kondisi internal perlu mendapat perhatian yang lebih intens dalam upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Apabila kondisi internal perbankan syariah sudah semakin baik, maka prospek pengembangan perbankan syariah juga akan semakin cerah di masa yang akan datang. Hal ini juga didukung oleh beberapa faktor pendukung lainnya seperti: (1) jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan pasar potensial yang sampai saat ini belum tergarap secara optimal; (2) semakin giatnya penyiapan SDM dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah, baik yang dilakukan oleh lembaga pendidikan pemerintah dan swasta; (3) semakin besarnya perhatian dan dukungan pemerintah, baik pusat maupun daerah,
182
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:182
6/22/2010 6:29:53 PM
Kesimpulan Dan Saran
dalam mendorong percepatan pertumbuhan perbankan syariah; dan (4) semakin meningkatnya minat investor dan lembaga-lembaga keuangan internasional untuk masuk ke dalam jasa perbankan syari’ah di Indonesia. Temuan-temuan lain yang perlu dicatat sebagai kesimpulan dari penelitian adalah sebagai berikut: (1)
Akad pembiayaan BUS saat ini masih didominasi oleh akad berbasis non bagi hasil, seperti murabahah. Padahal secara prinsip, bank syariah seharusnya lebih mengutamakan pembiayaan yang berbasis akad bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
(2)
Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah cenderung melebihi angka wajar sebagaimana dipersyaratkan Bank Indonesia. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi BUS karena bisa menyebabkan masalah kelangkaan likuiditas (illiquidity). Lebih jauh lagi bahkan spread effect dari illiquidity ini bisa membahayakan perbankan syariah secara umum.
(3)
Pembiayaan berdasarkan akad musyarakah di sebagian bank syariah belum dijalankan secara konsisten menurut prinsip bagi hasil yang Islami. Idealnya nilai bagi hasil yang harus dibayarkan oleh nasabah mengikuti naik dan turunnya hasil yang diperoleh. Namun kenyataan yang ditemukan di lapangan, bagi hasil ditetapkan secara flat seperti dalam penggunaan akad murabahah. Hal ini memang tidak terlepas dari adanya keterbatasan SDM perbankan syariah, baik dari sisi jumlah maupun skill untuk dapat melakukan pengawasan dengan baik.
(4)
Pengetahuan masyarakat luas tentang keberadaan perbankan syariah masih relatif terbatas, termasuk dalam hal adanya peluang pembiayaan yang dapat dimanfaatkan. Persepsi masyarakat
183
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:183
6/22/2010 6:29:53 PM
Tim Peneliti
terhadap pembiayaan perbankan syariah adalah memiliki persyaratan yang mudah, namun dengan waktu pelunasan yang relatif singkat.
7.2 Saran Berikut ini akan disampaikan beberapa saran dan strategi yang ditujukan untuk mengatasi Memperhatikan berbagai kelemahan dan tantangan yang masih dihadapi oleh perbankan syariah. (1)
Perbankan syariah perlu melakukan langkah-langkah yang terencana untuk mengendalikan pembiayaan bermasalah. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah melakukan penyaringan proposal pembiayaan dengan lebih selektif, terutama untuk UMKM di bidang pertanian yang sumber pendanaannya berasal dari pemerintah. Sebelum memutuskan proposal pembiayaan diterima, pihak perbankan syariah perlu melakukan analisis kelayakan usaha lebih tajam lagi.
(2)
Perbankan syariah perlu mengklasifikasi nasabah dan perlakuan kepada nasabah secara bertahap, pada awalnya perlu diberikan dengan jumlah yang kecil kemudian apabila berjalan baik dan dapat dipercaya pembiayaan dapat ditingkatkan. Selain itu, perlu dilakukan monitoring secara berkala terhadap pembiayaan yang disalurkan dan analisis laporan keuangan nasabah agar dapat diidentifikasi lebih dini jika ada permasalahan dalam usahanya.
(3)
Penyaluran pembiayaan perlu disesuaikan dengan DPK yang berhasil dihimpun. Pihak perbankan syariah perlu mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh BI dalam hal FDR ini.
(4)
Pembiayaan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah perlu ditingkatkan karena dengan akad ini pembagian risiko antara
184
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:184
6/22/2010 6:29:53 PM
Kesimpulan Dan Saran
pihak perbankan dan nasabah pembiayaan dapat didistribusikan secara lebih adil. Akad pembiayaan yang disepakati harus dijalankan secara konsisten menurut tuntunan syariah. (5)
Dalam hal kebijakan, aturan tingkat peringatan kolektibilitas perlu dikaji kembali agar terdapat perbedaan perlakuan bagi pembiayaan M&M seperti halnya yang dijalankan di Sudan, yakni pembiayaan M&M baru akan termasuk NPF jika nasabah tidak dapat melunasi pembayaran telah melebihi tiga bulan setelah jangka waktu berakhir.
(6)
Perbankan syariah perlu melakukan langkah meminimalisasi minimum share capital dan porsi agunan yang harus dipenuhi oleh nasabah UMKM. Contoh di Sudan telah menerapkan minimum share capital yang relatif kecil yakni sebesar 20persen. Collateral atau agunan idealnya diminta apabila benar-benar diperlukan dan hanya untuk mengurangi moral hazard dari nasabah. Namun demikian, oleh karena adanya kebutuhan manajemen risiko dari pihak bank maka dalam hal ini dapat diakomodasi dengan peranan pemerintah dalam membantu penyediaan agunan/ jaminan. Pembiayaan program seperti KUR atau lebih spesifiknya yang terdapat di Bandung yakni Dakabalarea, harus direalisasikan dengan mengutamakan penggunaan jenis pembiayaan M&M dan monitoring pelaksanaannya agar tidak terlepas dari aturan syariah.
(7)
Peningkatan jumlah ketersediaan SDM dengan kualifikasi yang memadai dapat melalui program pendidikan non-formal ataupun formal khususnya pendidikan tinggi dengan spesialisasi perbankan syariah. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi bersama pihak manajemen perbankan syariah, Depdiknas, MUI dan BI mengenai materi yang diajarkan sehingga tidak terjadi perbedaan
185
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:185
6/22/2010 6:29:53 PM
Tim Peneliti
pandangan terhadap konsep dan tujuan utama pembiayaan syariah yang harus diimplementasikan dalam operasional seluruh bank syariah, serta mencari alternatif pemikiran dari bidang akademis yang secara praktis dapat diaplikasikan untuk meningkatkan pembiayaan terutama pada akad M&M/ mudharabah dan musyarakah guna mendorong sektor riil di Bandung pada khususnya dan secara nasional pada umumnya. (8)
Upaya sosialisasi dan edukasi tentang perbankan syariah perlu ditingkatkan, terutama untuk menjangkau kalangan masyarakat bawah. Sarana yang cukup efektif untuk melakukan proses sosialisasi dan edukasi adalah melalui media cetak.
186
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:186
6/22/2010 6:29:53 PM
Kesimpulan Dan Saran
DAFTAR PUSTAKA Adam, Latif. 2001. Karakteristik dan Pertumbuhan Skala Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga: Studi Kasus Industri Tekstil dan Produk tekstil di Bali dan D.I. Yogyakarta. Bab IV dalam buku Dinamika Usaha Kecil dan Rumah Tangga. Mahmud Thoha (ed). P2E LIPI, Jakarta. Ahmed, Habib. 2001. Incentive-Compatible Profit Sharing Contracts: A Theoretical Treatment. Chapter 6 dalam buku Islamic Bankinbg and Finance: Current Developments in Theory and Practice (Munawar Iqbal-ed). Islamic Foundation, Leicester, UK) Arifin, Zainul. 2004. Konsep Pembiayaan Bagi Hasil Pada Bank Syariah Dan Problematikanya. Bab II Dalam Proceeding Seminar Nasional Mencari Solusi Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah (Editor: Ascarya). Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Jakarta. Anonim, ”Kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008” (Bank Indonesia, www.bi.go.id/). Anonim, “Pembiayaan Macet Bank Syariah Naik”, Harian Republika 19 Januari 2009 Ascarya (ed). 2004. Mencari Solusi Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Jakarta. Ali, AM Hasan. 2008. “Mandat yang Besar Bagi Perbankan Syariah”, Kantor Berita Ekonomi Syariah, http://www.pkesinteraktif.com, (2/11/09) Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
187
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:187
6/22/2010 6:29:53 PM
Tim Peneliti
Ascarya dan Diana Yumanita. 2005. “Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Jakarta: Bank Indonesia. Ascarya dkk. 2009. “Analisis Efisiensi Perbankan Konvensional dan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Data Envelopment Analysis”, dalam Huda dan Nasution (eds), Current Issues Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Prenada Media Grup. Agustianto, 10 Pilar Pengembangan Bank Syariah, http://www. ekonomisyariah.net/index.php?page=Pustaka:DownloadPage&f ile=userfile_SEPULUH%20PROBLEM%20BANK%20SYARIAH.doc, diakses 4 November 2009. Amin, A. Riawan, Prospek Bank Syariah 2009 Tetap Cerah, By Republika Newsroom, diupload Kamis, 12 Februari 2009 pukul 09:12:00 http://www.republika.co.id/berita/31056/A_Riawan_Amin_ Prospek_Bank_Syariah_2009_Tetap_Cerah, diakses 04 November 2009. Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani. Bank Indonesia. 2002. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2002-2011. Jakarta ____, 2008. Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2009. Jakarta. ____, 2009, Statistik Perbankan Syariah 2009, www.bi.go.id, (1/11/09) Beccalli, E., Casu, B. and Girardone, C., 2006, Efficiency and stock performance in European banking. Journal of Business Finance and Accounting, 33 (1-2), 245-262.
188
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:188
6/22/2010 6:29:53 PM
Kesimpulan Dan Saran
Chotim, Erna Ermawati & Juni Thamrin (ed). 1997. Diskusi Ahli: Pemberdayaan & Replikasi Aspek Finansial Usaha Kecil di Indonesia. Akatiga, Bandung. Chapra, M. Umer. 1999. Islam and the Economic Challenge (Leicester. Islamic Foundation). Chapra, M. U. & Ahmed, H.,2002. Corporate governance in Islamic Financial Institutions. Occasional Paper No. 6, Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank, Kingdom of Saudi Arabia. Djalil, Mucharor. 2007. Kajian Industri Perbankan dan Keuangan Syariah (InfoBank Edisi Khusus Syariah). Data Pokok Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional 2008, Investor, September 2009. David, F.R. 2002. Manajemen Strategis: Konsep, edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Pearson Education Asia Pte. LTd dan Prenhalindo. Firmansyah. 2001. Karakteristik dan Pertumbuhan Skala Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga: Studi Kasus Industri Logam di Bali dan D.I.Yogyakarta. Bab VI dalam buku Dinamika Usaha Kecil dan Rumah Tangga. Mahmud Thoha (ed). P2E LIPI, Jakarta. Ghafur, Muhammad. 2007. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini. Yogyakarta: Biruni Press. Harahap, Sofyan S., Peranan Perbankan Syariah dalam Mendorong Sektor Riil, Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah Vol. 5, Februari 2008. Hermanto, Zarida. 2001. Karakteristik dan Pertumbuhan Skala Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga: Studi Kasus Industri Kulit dan Produk Kulit di Bali dan D.I.Yogyakarta. Bab V dalam buku Dinamika Usaha Kecil dan Rumah Tangga. Mahmud Thoha (ed). P2E LIPI, Jakarta.
189
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:189
6/22/2010 6:29:53 PM
Tim Peneliti
Hidayat, Agus Syarip. 2008. Permasalahan dan tantangan UMKM Bidang Jasa Pendukung Sektor Pariwisata di DI. Yogyakarta. Bab III dalam Buku Peran Intermediasi Perbankan dalam Pemberdayaan UMKM (penyunting: Teddy Lesmana). LIPI, Jakarta. Hadinoto, Soetanto dan Djoko Retnadi. 2007. Micro Credit Challenge: Cara Efektif Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Iqbal, Zamir, and Mirakhor, Abbas, 2002, The Development of Islamic Financial Institutions and Future Chalenges. Artikel dalam, Archer, Simon and Karim, Rifaat Ahmed Abdel (eds.), 2002, Islamic Finance: Innovation and Growth. London: Euromoney Books. Informasi Keuangan Unit Usaha Syariah Bank Amanah Per 31 Desember 2002 sampai Per Desember 2007. Ismail, Rifki, Peningkatan Equity Financing untuk Memperkuat Peran Bank Syariah, http://www.pkesinteraktif.com/content/ view/1092/36/lang,en/, diupload Rabu, 23 April 2008, diakses 4 November 2009. Khoirunnissa, Delta,.2002. preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah: Studi Kasus BMI dan BNI Syariah (Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami, UII Yogyakarta 13-14 Maret) Kuran, Timur.1993. The Economic Impact of Islamic Fundamentalism, in Fundamentalisms and the State. Remaking Polities, Economies, Militance, Martin E. Marty and R. Scott Aleby, eds. Chicago. University of Chicago Press, 302-41. Kuran, Timur.1995. Islamic Economics and the Islamic Subeconomy. The Journal of Economic Perspectives, 9(4), 155-173.
190
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:190
6/22/2010 6:29:53 PM
Kesimpulan Dan Saran
Lestiadi, Suhaji. 2004. Praktek Pembiayaan Bagi Hasil Di Perbankan Syariah. Bab III Dalam Proceeding Seminar Nasional Mencari Solusi Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah (Editor: Ascarya). Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Jakarta Lewis, M.K., and Algaoud, L.M.,2001, Islamic banking. Edward Elgar. Cheltenham, UK. Muhammad, (ed.). 2002. Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Yogyakarta: Penerbit Ekonisia. Muhammad, Bank Syariah. 2005. Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu. Mu’allim, Amir. 2004. “Persepsi Masyarakat Terhadap Lembaga Keuangan Syari’ah” (Diunduh dari: http://msi-uii.net/baca.asp?ka tagori=rubrik&menu=ekonomi&baca =artikel& id=63 MSI-UII.Net - 13/8/2004. Naqvi, Syed Nawab Haider.1994. Islam, Economics, and Society (London. Kegan Paul International). Nurlan, Nur Syamsi. 2008. Indonesia Incorporated: Berpilar Perbankan Syariah dan UMKM. Jakarta: Katulistiwa Press. Oehring, Eckart. 1995. Credit Guarantee Scheme for the Small Business Sektor. Chapter 8 in New Perspectives on Financing Small Business in Developing Countries. Brugger, Ernst A & Sarath Rajapatirana (ed). Institute for Contemporary Studies, San Francisco, California. “Panduan Investasi Perbankan Syariah Indonesia”, Bank Indonesia. Perwataatmadja Karnaen A., dan Hendri Tanjung. 2007. Bank Syariah: Teori, Praktik dan Peranannya. Jakarta: Celestial Publishing.
191
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:191
6/22/2010 6:29:53 PM
Tim Peneliti
“Peranan Divisi Syariah Bank Amanah Dalam Memajukan UMKM” (Makalah Seminar yang disampaikan oleh Dirut Bank Amanah Bulan Maret 2009). “Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah di Indonesia”, Buletin Ekonomika dan Bisnis Islam Edisi: V/VIII - 1 Sya’ban 1428 H / 15 Agustus 2007 PBI Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah (UUS). PBI Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah (BUS). Rahnema, Ali, and Farhad Nomani. 1990. The Secular Miracle. Religion, Politics, and Economic Policy in Iran. (London. Zed Books). Siddiqi, M.N.l988. Islamic banking. theory and practice in M. Ariff (ed.). Sjahdeini, S. Remy. 1999. Perbankan Islam: Kedudukan dan Peranannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta:Grafiti. Sunarsip, dan Wahyudi, Noeroso L., “Menyongsong Lahirnya UU Perbankan Syariah” (Harian Republika, 14 Maret 2008) Republika, (http://www.syariahmandiri.co.id/berita/details. php?cid=1&id=10), 2004 Rapor Mutakhir Keuangan Bank Syariah, Islamic Banking News (Edisi Khusus Festival Ekonomi Syariah 2009). Rais, Sasli, Sejarah dan Prospek Perkembangan Lembaga Perbankan Syariah di Indonesia. Dimuat di www.psktti.com, diakses tanggal 4 November 2009 dari http://images.nuris2007.multiply. multiplycontent.com/attachment/0/SX7eCgoKCEoAADbjku41/ Prospek%20Bank%20Syariah%20di%20Indonesia. pdf?nmid=183064239
192
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:192
6/22/2010 6:29:53 PM
Kesimpulan Dan Saran
Setianto, Rahmat H, Sosialisasi Perbankan Syariah Melalui Komunikasi Pemasaran Terpadu, http://fosseijatim.multiply.com/journal/ item/5, diakses 4 November 2009. Solihin, Ahmad Ilham. 2008. Ini lho, Bank Syariah, Bandung: PT Karya Kita. Statistik Perbankan Syariah 2008, Bank Indonesia. Surya, Muhammad, Prospek, Faktor Pendukung, Faktor Penghambat, dan Strategi Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, diupload 10 Maret 2009 at 16:35. http://muhammadsurya.wordpress. com/2009/03/10/prospek-faktor-pendukung-faktorpenghambat-dan-strategi-perkembangan-bank-syariah-diindonesia, diakses 04 November 2009. Si Imut yang Berpotensi Raksasa, Investor, September 2009. Statistik Perbankan Syariah November 2008, Bank Indonesia. Siswantoro, Dodik. 2008. “Islamic Finance for Micro and Medium Enterprises”, www.imad.in/obaidullah-micro4.pdf (2/08/09) Sarana, Jiwa. 2001. Karakteristik dan Pertumbuhan Skala Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga: Studi Kasus Industri Kayul dan Barang dari Kayu di Bali dan D.I.Yogyakarta. Bab VII dalam buku Dinamika Usaha Kecil dan Rumah Tangga. Mahmud Thoha (ed). P2E LIPI, Jakarta. Statistik Perbankan Syariah November 2008, BI. Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2001, Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Djambatan.
193
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:193
6/22/2010 6:29:53 PM
Tim Peneliti
Warde, I.,2000, Islamic Finance in the Global Economy. Edinburgh. University of Edinburgh Press. Warde, I., 2001. The prophet and the profits. Islamic finance, Le Monde Diplomatique, September. Zeti, Akhtar Aziz. 2007. Malaysia’s experience in strengthening its market for global sukuk activities, Keynote address by Governor of the Central Bank of Malaysia, at the 2nd Malaysian Islamic Finance – Issuers and Investors Forum 2007 «Malaysia as Global Sukuk Centre: Towards Greater Vibrancy of Malaysian Sukuk Market», Kuala Lumpur, 13 August 2007.
194
Lap Final DIPA Bank Syariah-Karni.indd Sec2:194
6/22/2010 6:29:53 PM