perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENENTUKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN SISWA SMK DI SURAKARTA
TESIS Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
YUDI CAHYA ARIYANTO NIM S851008055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1.
Tesis
yang
berjudul:
“EFEKTIVITAS
MODEL
PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH DALAM MENENTUKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN SISWA SMK DI SURAKARTA” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17 tahun 2010). 2.
Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program studi Matematika PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Matematika PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, Juni 2012 Mahasiswa,
commit to user
iv
Yudi Cahya Ariyanto NIM S851008055
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Belajar adalah kegiatan yang menyenangkan.
Karya tesis ini saya persembahkan kepada: 1. SMK yang ada di Surakarta 2. Istri dan anakku tersayang 3. Ayah dan ibu tercinta. 3. Pemerhati Pendidikan Matemátika
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kebijakannya memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan menerima penulis untuk melanjutkan studi di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Program Studi Pendidikan Matematika. 3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tesis ini. 4. Dr.H. Mardiyana, M.Si., Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penulisan tesis ini. 5. Drs. Suyono, M.Si., pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan tesis ini. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Kepala SMK Negeri 6 Surakarta, Kepala SMK Negeri 8 Surakarta dan Kepala SMK Kristen 2 Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk tesis ini. 7. Bapak dan Ibu guru matematika SMK Negeri 6 Surakarta, SMK Negeri 8 Surakarta dan SMK Kristen 2 Surakarta yang telah membantu dalam penelitian tesis ini. Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi yang membaca.
Surakarta, Juni 2012 Penulis
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ………
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……………………………………….
v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………
vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
viii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….
xiv
ABSTRAK ……………………………………………………………….
xv
ABSTRACT ………………………………………………………………
xvi
I PENDAHULUAN ……………………………………………..
1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………..
1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………….
5
………………………………………
7
D. Pembatasan Masalah ……………………………………….
8
E. Rumusan Masalah …………………………………………
8
F. Tujuan Penelitian …………………………………………
9
G. Manfaat Penelitian …………………………………………
10
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………
12
A. Tinjauan Pustaka …………………………………………
12
1. Pengertian Belajar………………………………………
12
……………………..
19
3. Pembelajaran Matematika Realistik ………………….
25
4. Kemampuan Penalaran ………………………………… commit to user 5. Hasil Belajar Matematika ……………………………..
27
BAB
C. Pemilihan Masalah
2. Pembelajaran Berbasis Masalah
viii
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Hasil Belajar ……………………………………….
29
b. Matematika dan Matematika di SMK ……………...
31
B. Penelitian yang Relevan ……………………………………
32
C. Kerangka Berpikir ………………………………………….
35
1. Pengaruh Model PBL terhadap Hasil Belajar Matematika
35
2. Pengaruh Kemampuan Penalaran Terhadap Hasil Belajar Matematika ……………………………………………
36
3. Pengaruh Model PBL dan Kemampuan Penalaran Terhadap Hasil Belajar Matematika ………………….
36
D. Hipotesis ……………………………………………………
38
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………..
40
A. Tempat Penelitian, Subyek Penelitian dan Waktu Penelitian
40
1. Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian …………….
40
2. Waktu Penelitian ……………………………………….
40
B. Jenis Penelitian …………………………………………….
40
C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel Penelitian
42
1. Populasi ………………………………………………..
42
2. Teknik Pengambilan Sampel …………………………
43
3. Sampel Penelitian ………………………………………
45
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………
45
E. Metode Pengumpulan Data ………………………………..
47
1. Uji Validitas Isi ………………………………………..
47
2. Uji Reliabilitas ………………………………………….
48
3. Analisis Butir Soal ……………………………………..
48
a. Daya Pembeda ……………………………………..
48
b. Tingkat Kesukaran …………………………………
49
F. Teknik Analisis Data ……………………………………...
50
1. Uji Prasyarat Keseimbangan populasi …………………
50
a. Uji Normalitas ……………………………………..
50
b. Uji Homogenitas Variansi …………………………. commit to user 2. Uji Keseimbangan Populasi ……………………………
51
ix
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Pengujian Hipotesis ……………………………………….
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………..
62
A. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ………………………
62
1. Instrumen Kemampuan Penalaran ……………………..
62
2. Instrumen Hasil Belajar Matematika …………………
63
B. Hasil Uji Keseimbangan Populasi …………………………
65
1. Uji Prasyarat Keseimbangan populasi …………………
65
a. Uji Normalitas ……………………………………..
65
b. Uji Homogenitas Variansi ………………………….
66
2. Uji Keseimbangan Populasi ……………………………
67
C. Deskripsi Data Hasil Belajar ………………………………
67
D. Analisis Variansi ………………………………………….
68
1. Uji Prasyarat Analisis Variansi ……..…………………
68
a. Uji Homogenitas Variansi …………………………
68
b. Uji Normalitas …………….……………………….
69
2. Uji Hipotesis Penelitian…………………………………
69
E. Uji Lanjut Pasca Anava ……………………………………
71
F. Pembahasan Hasil Penelitian ………………………………
72
G. Keterbatasan Penelitian ……………………………………
77
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …………………
79
A. Kesimpulan …………………………………………………
79
B. Implikasi …………………………………………………..
79
1. Implikasi Teoretis ……………………………………..
80
2. Implikasi Praktis ……………………………………….
80
C. Saran ……………………………………………………….
81
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
83
BAB V
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran ...............................
86
Lampiran 2
Lembar Jawab Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran ......
98
Lampiran 3
Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran .......................
99
Lampiran 4
Uji Reliabilitas, Validitas dan Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Penalaran ...............................................
102
Lampiran 5
Tes Kemampuan Penalaran ...............................................
112
Lampiran 6
Lembar Jawab Tes Kemampuan Penalaran ......................
123
Lampiran 7
Kisi-kisi Tes Akhir Hasil Belajar .....................................
124
Lampiran 8
Soal Tes Uji Coba ..............................................................
126
Lampiran 9
Lembar Jawab Tes Uji Coba .............................................
130
Lampiran 10
Hasil Uji Coba Soal Tes Akhir Hasil Belajar ....................
131
Lampiran 11
Uji Reliabilitas, Validitas dan Tingkat Kesukaran Soal Tes Akhir Hasil Belajar .....................................................
133
Lampiran 12
Soal Tes Akhir Hasil Belajar .............................................
139
Lampiran 13
Lembar Jawab Tes Akhir ..................................................
143
Lampiran 14
Silabus Matematika Tahun Pembelajaran 2011-2012 .......
144
Lampiran 15
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ..................................
146
Lampiran 16
Soal Tes Awal ...................................................................
171
Lampiran 17
Lembar Jawab Tes Awal ...................................................
175
Lampiran 18
Hasil Tes Awal ..................................................................
176
Lampiran 19
Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 1 (Free PBL) ......
182
Lampiran 20
Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL).
186
Lampiran 21
Uji Homogenitas antara Kelompok Eksperimen 1 (Free PBL) dan Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) ........
Lampiran 22
Lampiran 23
190
Uji Keseimbangan antara Kelompok Eksperimen 1 (Free PBL) dan Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) .........
195
Hasil Tes Kemampuan Penalaran dan Tes Akhir Hasil commit to user Belajar Kelas Eksperimen 1 ..............................................
197
xi
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 24
digilib.uns.ac.id
Hasil Tes Kemampuan Penalaran dan Tes Akhir Hasil Belajar Kelas Eksperimen 2 ..............................................
Lampiran 25
Uji Homogenitas antara Kelompok Eksperimen 1 (Free PBL) dan Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) ........
Lampiran 26
200
203
Uji Homogenitas antara Kelompok Kemampuan Penalaran Tinggi, Sedang dan Rendah ..............................................
208
Lampiran 27
Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 1 (Free PBL) .......
212
Lampiran 28
Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL).
216
Lampiran 29
Uji Normalitas Kelompok Kemampuan Penalaran Tinggi
220
Lampiran 30
Uji Normalitas Kelompok Kemampuan Penalaran Sedang
223
Lampiran 31
Uji Normalitas Kelompok Kemampuan Penalaran Rendah
226
Lampiran 32
Anava Dua Jalan ...............................................................
229
Lampiran 33
Uji Lanjut Pasca Anava .....................................................
235
Lampiran 34
Surat Permohonan Ijin Penelitian ......................................
239
Lampiran 35
Surat Keterangan Penelitian di SMK Negeri 6 Surakarta ..
240
Lampiran 36
Surat Keterangan Penelitian di SMK Negeri 8 Surakarta ..
241
Lampiran 37
Surat Keterangan Penelitian di SMK Kristen 2 Surakarta .
242
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional SMK Tahun pembelajaran 2009/2010 di Surakarta ………………………
3
Tabel 2
Langkah-langkah Pembelajaran Free PBL dan Modified PBL
24
Tabel 3.1
Desain Penelitian ....................................................................
41
Tabel 3.2
Daftar SMK di Surakarta yang Diurutkan Berdasarkan Ratarata Nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika Tahun 2009/2010 ……………………………………………
44
Tabel 4.1
Rangkuman Hasil Uji Normalitas Lilliefors ..........................
66
Tabel 4.2
Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi .......................
66
Tabel 4.3
Rangkuman Uji Keseimbangan Sampel ……………………
67
Tabel 4.4
Deskripsi Skor Hasil Belajar Matematika ………………….
67
Tabel 4.5
Rangkuman Hasil Uji Lilliefors …………………………….
68
Tabel 4.6
Rangkuman Hasil Uji Bartlet .................................................
69
Tabel 4.7
Rangkuman Hasil Uji Hipotesis ............................................
70
Tabel 4.8
Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis ..............
71
Tabel 4.9
Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom .......................
71
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 4.1 Perbedaan Hasil Belajar antara model free PBL dan modified PBL ……………………………………………..
73
Gambar 4.2 Perbedaan Hasil Belajar Menurut Kemampuan Penalaran ..
75
Gambar 4.3 Grafik Hasil Belajar ditinjau dari Model Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran .................................................
commit to user
xiv
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Yudi Cahya Ariyanto, S851008055, Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Menentukan Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Penalaran Siswa SMK di Surakarta. Pembimbing I: Dr. H. Mardiyana, M.Si. Pembimbung II: Drs. Suyono, M.Si. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL? (2) Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah? (3) apakah perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran? Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK di Kota Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 218 siswa, dengan rincian 110 siswa pada kelompok eksperimen satu dan 108 siswa pada kelompok eksperimen dua. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes hasil belajar matematika dan tes kemampuan penalaran. Analisis soal uji coba instrumen meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi populasi menggunakan metode Bartlett. Dengan α = 0,05, diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa kedua kelompok eksperimen dalam keadaan yang seimbang. Berdasar hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dapat disimpulkan: (1) hasil belajar matematika dengan model pembelajaran modified PBL lebih baik dari pada hasil belajar dengan model free PBL (2) Hasil belajar matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang dan rendah, dan hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran rendah. (3) perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
Kata kunci: free PBL, modified PBL, kemampuan penalaran, hasil belajar matematika. commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Yudi Cahya Ariyanto, S851008055, Effectiveness of Problem Based Learning in the Determining Result of Mathematics Learning Evaluated from Reasoning Ability Students Vocational School (SMK) in Surakarta. Advisor I: Dr. H. Mardiyana, M.Si. Advisor II: Drs. Suyono, M.Si. A thesis of Mathematics Education Postgraduate Programme of Sebelas Maret University. Surakarta. 2012.
The purposes of this research are to know: (1) Which is giving a better result in learning mathematics, free Problem Based Learning or modified Problem Based Learning (2) which have better results in learning mathematics, students with high reasoning ability, medium or low? (3) Whether differences in mathematics learning result of each the learning model is consistent at each reasoning ability? This research is a quasi-experimental research design with 2x3 factorial. The research population was all students in the class X of Surakarta vocational school (SMK) year 2011/2012. Sampling was conducted by stratified cluster random sampling technique. The sample in this research amounted to 218 students, with 110 students in the one experimental group and 108 students in the two experimental group. Instruments which are used to collect data is the test results of mathematics learning and reasoning ability test. Analysis about the validity of test instruments include the content, level of difficulty, distinguishing features and reliability. Requirements test include population normality test using the method of Lilliefors and population variance homogeneity test using the method of Bartlett. With α = 0.05, obtained the conclusion that the samples come from normally distributed population and have a homogeneous variance. Balance test using the t-test obtained the conclusion that the two experimental groups in a balanced state. Based on the results of two-way analysis of variance with unequal cell, it can be concluded: (1) The result of mathematics learning with modified PBL is better than free PBL. (2) The result of learning mathematics for students with high reasoning ability is better than students with medium and low reasoning ability, and the result of learning mathematics for students with medium reasoning ability is better than students with low reasoning ability. (3) The distinction in mathematics learning result of each learning model is consistent in every reasoning ability.
Key word:
free PBL, modified PBL, reasoning ability, the result of learning mathematics.
commit to user
xvi
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DALAM MENENTUKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN SISWA SMK DI SURAKARTA Yudi Cahya Ariyanto, S851008055. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL? (2) Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah? (3) apakah perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran? Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK di Kota Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 218 siswa, dengan rincian 110 siswa pada kelompok eksperimen satu dan 108 siswa pada kelompok eksperimen dua. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes hasil belajar matematika dan tes kemampuan penalaran. Analisis soal uji coba instrumen meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi populasi menggunakan metode Bartlett. Dengan α = 0,05, diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa kedua kelompok eksperimen dalam keadaan yang seimbang. Berdasar hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dapat disimpulkan: (1) hasil belajar matematika dengan model pembelajaran modified PBL lebih baik dari pada hasil belajar dengan model free PBL (2) Hasil belajar matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang dan rendah, dan hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran rendah. (3) perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran. Kata kunci: free PBL, modified PBL, kemampuan penalaran, hasil belajar matematika. Latar Belakang Masalah Dibanding negara-negara di ASEAN, Indonesia termasuk negara yang lambat dalam hal proses memajukan pendidikan. Akibat dari lambatnya proses kemajuan pendidikan ini, kemajuan bangsa menjadi terhambat. Dampak langsung yang dapat dilihat dari kejadian ini adalah pertumbuhan lapangan kerja yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan tenaga kerja. Akibatnya, banyak pengangguran, kemiskinan, kejahatan, kerusuhan massa, dan lain-lain. Salah satu usaha yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi angka pengangguran adalah dengan mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tapi kebijakan ini ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena banyak TKI yang terlibat masalah. Hal ini terjadi karena TKI yang dikirim ke luar negeri kebanyakan adalah tenaga yang tidak dilengkapi dengan keterampilan atau keahlian khusus. Mereka hanya bekerja sebagai buruh atau pembantu rumah tangga dan bukan sebagai tenaga terampil atau tenaga ahli. Upaya pemerintah untuk memberi bekal keterampilan pada para calon tenaga kerja, baik yang akan bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri, adalah dengan mengoptimalkan peranan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena di SMK tidak hanya diberikan bekal pengetahuan, tapi juga keterampilan. Upaya ini terkendala oleh kenyataan bahwa masih ada masyarakat yang belum tahu tentang kompetensi keahlian yang diajarkan di SMK, pembagian SMK menurut kelompok commit to user keahlian dan kurangnya minat masyarakat terhadap SMK. Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah mensosialisasikan SMK dengan slogannya “SMK bisa” yang banyak dipublikasikan lewat media masa maupun internet. Melalui publikasi ini diharapkan makin banyak siswa lulusan Sekolah Manengah Pertama (SMP) yang ingin
melanjutkan sekolah ke SMK atau orang tua siswa yang ingin menyekolahkan anaknya di SMK. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dengan demikian akan semakin banyak tercipta tenaga kerja yang siap terjun di dunia kerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Untuk mengukur seberapa besar kesiapan para lulusan SMK memasuki dunia kerja, pemerintah telah menetapkan ujian nasional yang terdiri dari 4 bidang ilmu yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Produktif Kejuruan. Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini banyak menuai protes dari masyarakat karena banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Untuk mengatasi hal ini, syarat kelulusan akhirnya diturunkan. Tapi karena syarat lulus yang cenderung semakin dipermudah, maka sangat sulit untuk membuat kualitas lulusan sekolah-sekolah di Indonesia sederajad dengan lulusan negara lain. Bahkan pada pelajaran matematika, nilai 4,00 sudah dianggap lulus. Padahal untuk dapat menyamakan kualitas pendidikan di Indonesia dengan negara lain, misalnya Singapura, batas lulus sebaiknya 7,00. Bila nilai batas lulus ini dinaikkan maka dikhawatirkan akan semakin banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Berdasarkan data di Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika SMK tahun pelajaran 2009/2010 di Kota Surakarta masih banyak yang mendapat nilai di bawah 7,00. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional SMK Tahun pembelajaran 2009/2010 di Surakarta Rentang Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) 10,00 40 0,55 9,00 – 9,99 745 10,30 8,00 – 8,99 1693 23,40 7,00 – 7,99 1802 24,91 6,00 – 6,99 1460 20,18 5,50 – 5,99 533 7,37 4,25 – 5,49 831 11,49 3,00 – 4,24 122 1,69 2,00 – 2,99 6 0,08 1,00 – 1,99 0 0,00 0,00 – 0,99 3 0,06 Jumlah 7235 100 Sumber: BSNP Tampak bahwa yang mendapat nilai di bawah 7,00 ada 2.955 siswa atau 40,84%. Di tingkat internasional, hasil siswa Indonesia juga belum menggembirakan. Data pada Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 48 negara dengan rata-rata skor 397 jauh di bawah Malaysia dengan peringkat ke-20 rata-rata 474 dan Singapura peringkat ke-3 dengan rata-rata 593 (http://nces.ed.gov/pubs2009/ 2009001_1.pdf diakses tanggal 5 April 2011). Data The Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 menunjukkan Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 66 negara dengan skor 371 sementara Thailand peringkat ke-52 dengan skor 419 dan Singapura peringkat ke-3 dengan skor 555 (http://dx.doi.org/10.1787/888932343342 diakses tanggal 11 April 2011). Dari kenyataan ini dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Kualitas pendidikan yang rendah dapat menghambat pencapaian tujuan nasional. Rendahnya kualitas pendidikan dapat disebabkan karena kurang berhasilnya proses pembelajaran. Penyebabnya bisa dari siswa, guru, sarana dan prasarana, model pembelajaran, proses pembelajaran, lingkungan tempat belajar dan lain-lain. Salah satu penyebab yang berasal dari siswa adalah rendahnya kemampuan penalaran siswa. Di samping itu, karena tiap-tiap materi pelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka pemilihan model commit to user pembelajaran yang tepat juga dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagai ilmu yang banyak memerlukan pemikiran daripada hafalan, keberhasilan siswa dalam belajar matematika sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menggunakan nalarnya. Kemampuan penalaran ini merupakan salah satu faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam
diri siswa. Faktor lain yang juga turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Faktor ini termasuk faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar siswa. Adapun model pembelajaran yang selama ini digunakan di SMK adalah model konvensional (ceramah). Model ini mempunyai kelemahan yaitu guru aktif sedangkan siswanya pasif sehingga potensi siswa tidak berkembang secara optimal. Model pembelajaran yang saat ini sedang disosialisasikan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional agar diterapkan di sekolah-sekolah adalah model pembelajaran yang akan membuat siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran itu misalnya pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yang disingkat dengan PBL. Melalui model ini siswa diharapkan dapat berlatih menyelesaikan persoalan dengan kemampuan penalaran yang dimilikinya sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator. Skor hasil belajar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Model PBL menggunakan pendekatan atau strategi pembelajaran kooperatif. Model kooperatif diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terjadi karena model kooperatif dapat mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Di samping itu, siswa merasa lebih nyaman bila bertanya pada teman sebaya dari pada bertanya pada gurunya. Tinjauan Pustaka Manusia sudah mulai melakukan kegiatan belajar sejak dia dilahirkan ke dunia ini. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya. Proses belajar dapat terjadi bila seseorang menghadapi situasi atau keadaan baru yang mendorong orang itu untuk mengetahui keadaan baru itu lebih mendalam. Rasa ingin tahu inilah yang menjadi pendorong seseorang untuk belajar. Proses belajar dapat mengubah orang yang belum terdidik menjadi orang yang terdidik dan orang yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu menjadi orang yang memiliki pengetahuan. James Whittaker (dalam Aunurrahman, 2009:35) mengemukakan bahwa belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Winkel (2004:4) menyatakan belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Belajar akan mengubah perilaku mental siswa yang belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002:5). Gage (dalam Martinis, 2008:122) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya diakibatkan pengalaman. Menurut Harold Spear (dalam Martinis, 2008:122), belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Agar belajar dapat berkualitas dengan baik, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman dan oleh interaksi antara orang dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Arifin dan Aminuddin (dalam Wiji Suwarno, 2006: 53) bahwa anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri, kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami. Pendidik hanya menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan berperan sebagai fasilitator atau narasumber. Tanggung jawab terletak pada diri anak didik sendiri. Dalam pandangan teori belajar konstruktivisme, para siswa sebagai pebelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Menurut Von Glasersfeld (dalam Martinis, 2008:7), manusia dapat mengetahui sesuatu bila telah mengonstruksinya. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Ausubel (dalam Dahar, 1988: 99) mengatakan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar siswa adalah apa yang telah diketahui siswa atau konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Sedangkan tugas seorang pengajar adalah membantu siswa agar mampu mengonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi yang konkret. Lev Vygotsky (dalam Arif Rohman, 2009:128) berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuannya bukan hasil copy dari apa yang mereka temukan di dalam lingkungan, tapi sebagai hasil dari pikiran commitditekankan to user Vygotsky: (1) Perlu pembelajaran dan kegiatan siswa sendiri. Ada dua hal yang kooperatif antar siswa sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif. (2) Semakin lama siswa belajar akan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. John Steiner (dalam Slavin, 2008: 63) menjelaskan konsep perkembangan anak dalam belajar yaitu apa yang dapat dilakukan
seorang anak secara mandiri dan apa yang dapat dilakukan anak tersebut ketika dibantu oleh orang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dewasa. Kedua tingkatan perkembangan ini, oleh Vygotsky disebut sebagai perkembangan proksimal yang dapat menunjukkan di mana anak itu berada pada masa tertentu dan juga ke mana anak itu akan pergi. Lebih lanjut Vygotsky (dalam Slavin, 2008: 82) mengemukakan bahwa pembelajaran yang dibantu berlangsung dalam zona perkembangan proksimal anak-anak, di mana mereka dapat melakukan tugas-tugas baru yang berada dalam kemampuan mereka hanya dengan bantuan guru atau teman. Anak-anak meresapkan pembelajaran, mengembangkan kemandirian dan memecahkan masalah melalui percakapan atau dalam hati. Guru menyediakan konteks interaksi seperti kelompok belajar bersama. Dalam dunia pendidikan sekarang, tujuan pembelajaran tidak hanya untuk mengubah tingkah laku siswa, tetapi membentuk karakter dan mengembangkan jiwa profesional yang mengarah pada pembentukan kepribadian yang baik dan jujur. Praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivistik (Aunurrahman, 2009: 2). Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya pembelajaran berbasis masalah. Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan (Anwar, 2008:1). Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam paradigma baru pembelajaran, terjadi pergeseran pada proses belajar mengajar yaitu dari guru aktif menjadi siswa aktif. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun (mengkonstruksi) sendiri pengetahuannya. Bila siswa sendiri yang membangun pengetahuannya, diharapkan pengetahuan itu dapat bertahan lama dan tidak mudah dilupakan. Di samping itu, potensi yang dimiliki siswa akan dapat berkembang secara optimal. Paham konstruktivisme ini sangat cocok bila diterapkan dengan model pembelajaran berbasis masalah sebab konstruktivisme merupakan landasan dari pembelajaran berbasis masalah (Piaget dalam Sugiyanto, 2009:153). Suradji (2008:47) mendefinisikan model pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menghadapkan pelajar pada persoalan yang harus dipecahkan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan satu dari banyak pembelajaran inovatif yang saat ini sedang digalakkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Seperti model pembelajaran inovatif yang lain, model pembelajaran berbasis masalah juga mempunyai ciri pengajaran yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara individu maupun dengan cara belajar kelompok (diskusi) dengan siswa lain. Umar dan La Sulo (2005:87) mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan salah satu model pembelajaran yang penting adalah model pemecahan masalah. Melalui model ini, anak diberi kebebasan dalam belajar memecahkan masalah melalui pengalaman langsung. Sementara itu, Kelvin Seifert (2010:102) menyatakan bahwa agar siswa tertarik dengan proses belajar mengajar maka guru harus dapat memadukan antara metode diskusi, presentasi dan tugas-tugas individual. Boud dan Felleti (dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem based learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity” yang artinya pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara mengonstruksi dan mengajar menggunakan masalah sebagai stimulus dan fokus pada aktivitas siswa. Sementara Made Wena (2009:52) menyatakan bahwa tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran pemecahan masalah. Meskipun PBL merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam proses belajar, namun demikian guru harus dapat menyesuaikan dengan materi pelajaran yang akan diberikan pada siswa sebab tidak semua materi pelajaran cocok dengan model pembelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Suradji (2008:114) yang mengatakan bahwa commit to user tidak ada satu metode/model yang baik untuk mencapai setiap tujuan pembelajaran. Setiap model mempunyai kebaikan dan kelemahan. Guru perlu mengetahui kapan suatu model tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari model-model itu. Guru hendaknya dapat memilih model yang paling banyak mendatangkan hasil. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara melaksanakan pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan baik secara individu maupun diskusi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kelompok dan fokus pada aktivitas siswa. Salah satu usaha untuk memperlancar proses pembelajaran matematika adalah dengan menggunakan media pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, media pembelajaran yang dipakai adalah proyektor dan lembar kerja siswa. Proyektor digunakan untuk memberi petunjuk atau pengarahan tentang pokok-pokok materi yang akan dipelajari siswa, sedangkan lembar kerja siswa digunakan untuk menyampaikan bahan-bahan yang akan dicari pemecahannya oleh para siswa melalui diskusi kelompok. Lembar kerja siswa dapat diisi dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa baik secara kelompok maupun secara individu. Agar lebih jelas dalam memahami perbedaan antara free Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah murni) dan modified Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing), berikut ini disajikan tabel langkah-langkah pelaksanaan pembelajarannya. Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran Free PBL dan Modified PBL Free PBL Modified PBL 1. Siswa membentuk kelompok 1. Siswa membentuk kelompok belajar terdiri dari 4 sampai 5 belajar terdiri dari 4 sampai 5 orang tiap kelompok. orang tiap kelompok. 2. Siswa diberi LKS kemudian 2. Siswa diberi LKS untuk ditugaskan untuk menjawab mempelajari kejadian realistis masalah yang disajikan dengan sehari-hari yang diuraikan di berpedoman pada buku lembaran tersebut kemudian pegangan dan mendiskusikan mencari jawaban dari masalah masalah tersebut dengan teman yang disajikan dengan dalam kelompoknya. berpedoman pada buku pegangan 3. Siswa diberi kesempatan tanya dan mendiskusikan dengan teman jawab untuk mengetahui tingkat dalam kelompoknya. pemahaman siswa tentang 3. Guru mendatangi tiap kelompok materi pelajaran yang baru saja dan memberi bimbingan jika ada didiskusikan. siswa yang kesulitan memahami masalah yang diberikan guru. 4. Siswa diberi kesempatan tanya jawab untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang baru saja didiskusikan. Pembelajaran Matematika Realistik Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Padahal siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya mengetahuinya (Sugiyanto, 2009:16). Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar dalam Ispujiati, 2009:5). Sedangkan Hans Freudental (dalam Marsigit, 2008:1) to user mengatakan matematika merupakan aktivitas commit insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran matematika yang memfokuskan pada permasalahan hidup yang dialami siswa sendiri.
Kemampuan Penalaran perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hasil belajar matematika yang rendah kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian target (bukan pada proses pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika), tingkat keinginan siswa untuk belajar, aktivitas pembelajaran di kelas yang mana guru aktif sementara siswa pasif, kemampuan penalaran (reasoning ability) siswa dan lain-lain. Berkaitan dengan kemampuan penalaran, Hamzah (2008:128) mengemukakan bahwa dalam paham konstruktivisme, belajar matematika memerlukan penalaran. Dengan penalaran tersebut siswa dapat membentuk pengetahuan matematikanya dengan baik. Sejalan dengan Hamzah, Suradji (2008:60) mengatakan bahwa kelompok pelajar yang cerdas (mempunyai kemampuan penalaran tinggi), akan lebih berhasil dari pada kelompok pelajar yang sedang / kurang karena mereka dapat membuat rencana yang tepat, mengumpulkan fakta-fakta dengan cepat serta menarik kesimpulan-kesimpulan. Gardner (dalam Arif Rohman, 2009:137) menyatakan bahwa kecerdasan dalam bidang matematika adalah kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan angka secara efektif dan berpikir secara nalar. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungannya, pernyataan-pernyataan, proposisi: jika-maka, sebab akibat, fungsi-fungsi dan abstrakabstrak yang saling berkaitan. Kecerdasan ini memuat kemampuan berpikir menurut aturan logika serta memecahkan masalah dengan kemampuan penalaran. Sedangkan Munandar (dalam Arif Rohman, 2009:143) mengatakan bahwa peserta didik yang berbakat dalam bidang matematika adalah siswa yang mempunyai penalaran tajam dan berpikir logis. Sementara Jujun (1996:42) mengatakan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adalah kemampuan seseorang dalam melakukan proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan yang dapat diterima akal. Hasil Belajar Matematika Seorang peserta didik yang telah belajar akan mengalami perubahan tingkah laku di dalam kehidupannya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:174), terjadinya perubahan tingkah laku secara tetap baik kognitif, afektif dan psikomotorik ini sering disebut dengan hasil dari belajar. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar (3). Sedangkan Degeng (dalam Made Wena, 2009: 6) mengatakan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran. Hamzah (2008:213) mendefinisikan hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Umar dan La Sulo (2005:50) berpendapat bahwa individu yang belajar hanya akan sampai pada perolehan hasil belajar dan pengembangan penalaran bila ia mengalami sendiri dalam proses hasil belajar tersebut. Senada dengan Umar dan La Sulo, Hamzah (2008:133) mengatakan bahwa seorang anak yang ingin mencapai hasil belajarnya pada mata pelajaran matematika memerlukan proses kerja untuk memecahkan masalah matematika. Hasil belajar siswa dapat diketahui bila dilakukan penilaian terhadap evaluasi (tes) yang sudah dilakukan. Aunurrahman (2009:207) mengemukakan bahwa penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana proses belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil belajar seorang peserta didik (siswa). Sementara Dimyati dan Mudjiono (2002:259) mengatakan bahwa tes hasil belajar dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan belajar. Pada umumnya tes ini disusun oleh guru sendiri. Matematika merupakan ilmu yang banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena begitu pentingnya matematika dalam kehidupan ini, maka matematika sudah diajarkan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Menurut Poerwadarminta (2005:723), “Matematika commitantar to user adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan”. Sedangkan Johnson dan Rise menyatakan ”Matematika adalah suatu pola berpikir, pola pengorganisasian, pembuktian yang logis” (dalam Erman Suherman, 2008: 12). Dalam buku kurikulum (2004:202) sekolah menengah kejuruan disebutkan bahwa matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah. Implikasi dari
pandangan ini adalah (1) lingkungan belajar harus mendorong timbulnya masalah matematika (2) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id siswa memecahkan masalah matematika menggunakan caranya sendiri (3) mendorong siswa untuk berpikir logis (4) mengembangkan kompetensi untuk memecahkan masalah. Berdasarkan pengertian hasil belajar dan pengertian matematika tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah semua efek yang dapat dijadikan indikator untuk memperoleh informasi tentang perkembangan seseorang setelah melakukan proses belajar matematika. Penelitian yang Relevan Berikut ini adalah penelitian yang berkaitan dengan Problem Based Learning yang dilakukan di luar negeri: 1. Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng (2005). The results indicate that PBL method has an overall positive impact on the Mathematics Method students attitudes, activities and perceptions towards Problem-Based Learning. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Masalah mengindikasikan pengaruh positif terhadap kemampuan, aktivitas dan persepsi terhadap matematika. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL dan hubungannya dengan kemampuan penalaran. 2. Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er (2010). The results showed that students in both conditions significantly improved their problem-solving scores given a chance to revise their initial problem-solving reports. In addition, the study revealed a positive effect of the expert modeling mechanism in supporting students’ reasoning and problem-solving processes. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based learning secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah mekanisme pemodelan dan mendukung penalaran siswa. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL dan penalaran. Perbedaannya adalah pembelajarannya dengan sistem jaringan, materi yang digunakan, tempat penelitian dan modifikasi PBL. 3. John R. Mergendoller, Nan L.Maxwell, Yolanda Bellisimo (2000). PBL was found to be a more effective instructional approach for teaching macroeconomics than traditional lecture–discussion (p = .05). Additional analyses provided evidence that PBL was more effective than traditional instruction with students of average verbal ability and below, students who were more interested in learning economics,and students who were most and least confident in their ability to solve problems. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based learning lebih efektif untuk mengajar makroekonomi dibanding model ceramah atau diskusi biasa ditinjau dari kemampuan verbal siswa. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL dan kemampuan verbal. 4. Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson (2010). Our findings revealed that moderately structured and fairly complex undergraduate research (UR) problems are well-suited for PBL implementation in the classroom because they trigger the use of multiple cognitive operations in the context of a continuously changing, dynamic. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa masalah penelitian sarjana yang kompleks sangat cocok untuk penerapan PBL dalam kelas karena dapat memicu penggunaan beberapa operasi kognitif dalam kaitannya dengan perubahan yang terus menerus. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. commit to user tempat penelitian, modifikasi PBL dan Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, kemampuan penalaran. 5. Johannes Strobel and Angela van Barneveld (2009). Our findings indicated that PBL was superior when it comes to long-term retention, skill development and satisfaction of students and teachers, while traditional
approaches were more effective for short-term retention as measured by standardized perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id board exams. Implications are discussed. Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif untuk pengembangan ingatan dan keterampilan jangka panjang sedangkan pengajaran tradisional efektif untuk ingatan jangka pendek. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL, tradisional (ceramah) dan kemampuan penalaran. 6. Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons (2004). Results of our study suggest that PBL units involving students with varied disabilities have the potential to help students with special needs gain social skills, feel compassion for less able students, gain self-esteem, and stay engaged in their learning. Observational data indicated that the students in the present study were engaged during the unit, and both teachers and students perceived that students were more engaged than during traditional instruction. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa siswa penyandang cacat yang diberi PBL lebih aktif dalam belajar dibanding pengajaran tradisional. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL, tradisional (ceramah) dan kemampuan penalaran. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh Model PBL terhadap Hasil Belajar Matematika Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika adalah model pembelajaran yang ditentukan guru. Banyaknya model pembelajaran tidak berarti bahwa semua model pembelajaran itu dipakai semua, tapi harus dipilih yang paling sesuai dengan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini dikarenakan masing-masing model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda sehingga harus dicari materi yang paling cocok dengan pelajaran yang akan disampaikan. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang didasari oleh permasalahan. Model pembelajaran ini sangat sesuai bila digunakan dalam pembelajaran matematika karena prinsip dasar matematika adalah mencari penyelesaian dari soal atau masalah yang disajikan. Pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real, banyak dijumpai masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik diharapkan akan dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa dibanding dengan free PBL. 2.
Pengaruh Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Matematika Matematika adalah pelajaran yang banyak memerlukan penalaran dalam mencari penyelesaian dari soal-soal yang disajikan. Perbedaan kemampuan penalaran yang dimiliki masingmasing siswa akan menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi akan mudah memahami maksud dari soal-soal matematika dan mudah untuk menentukan arah penyelesaian soal-soal tersebut. Sebaliknya siswa yang kemampuan penalarannya sedang atau bahkan rendah akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika karena mereka kesulitan dalam memahami soal dan menentukan arah penyelesaiannya. 3.
Pengaruh Model PBL dan Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Siswa Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Model PBL, apalagi PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik, sangat cocok dipakai pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real karena materi pada standar kompetensi ini banyak berhubungan dengan permasalahan hidup sehari-hari. Di samping itu, karena karakteristik pembelajaran menuntut siswa untuk dapat commit tomatematika user memecahkan masalah berupa penyelesaian soal-soal yang diberikan guru, maka dengan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan kemampuan siswa dalam memahami soal-soal matematika dapat meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajarnya.
Matematika adalah ilmu yang banyak memerlukan aktivitas berpikir dari pada menghafal. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Oleh karena itu kemampuan penalaran siswa yang merupakan faktor internal ikut menentukan tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa. Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi akan mudah memahami soal-soal matematika karena mudah mencari arah dari penyelesaian soal-soal tersebut. Akibatnya, pemberian model pembelajaran yang manapun, termasuk free PBL maupun modified PBL, akan sedikit pengaruhnya pada hasil belajarnya atau bahkan mungkin tidak ada pengaruhnya sebab hasil belajar siswa tersebut tetap tinggi baik diberi model free PBL maupun modified PBL. Siswa dengan kemampuan penalaran sedang sudah mampu memahami persoalan matematika walaupun tidak sebaik siswa dengan kemampuan penalaran tinggi. Pemberian model free PBL sudah cukup sebab mereka dapat memahami matematika tanpa bantuan pendekatan realistik. Oleh karena itu pemberian model modified PBL akan memberi hasil belajar yang sama dengan free PBL. Siswa dengan kemampuan penalaran rendah kurang mampu memahami matematika yang bersifat abstrak. Untuk itu penggunaan model PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik diharapkan dapat membantu siswa memahami persoalan matematika yang bersifat abstrak sehingga hasil belajar siswa tersebut dapat ditingkatkan. Dengan demikian model PBL dan kemampuan penalaran siswa akan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil belajar siswa pada model PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik lebih baik dari pada model free PBL. 2. Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi mempunyai hasil belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan kemampuan penalaran rendah, sedangkan siswa dengan kemampuan penalaran sedang mempunyai hasil belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran rendah. 3. Perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran tidak konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran. a. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. b. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. c. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL lebih baik dari pada siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. d. Pada model pembelajaran free PBL, hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan rendah, sedangkan hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran rendah. e. Pada model pembelajaran modified PBL, hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan rendah, sedangkan hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang sama baiknya dengan siswa dengan kemampuan penalaran rendah. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SMK Kota Surakarta dengan subyek penelitian siswa semester satu tingkat X tahun pelajaran 2011/2012 dan dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini adalah merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan digunakan penelitian eksperimental semu adalah peneliti tidakto mungkin mengontrol semua variabel yang commit user relevan. Seperti yang dikemukakan Budiyono (2003:82), ”Tujuan eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan”. Dalam penelitian ini responden dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen 1, yaitu siswa yang mendapat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perlakuan model free PBL. Kelompok kedua adalah kelompok eksperimen 2, yaitu siswa yang mendapat perlakuan pembelajaran matematika dengan model modified PBL. Untuk masing-masing kelompok terdiri dari kelompok siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang dan rendah. Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 3 yang dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3.1 Desain Penelitian B A
b1
b2
b3
a1
ab11
ab12
ab13
a2
ab21
ab22
ab23
Keterangan : A = Model pembelajaran a1 = pembelajaran dengan menggunakan model free PBL a2 = pembelajaran dengan menggunakan model modified PBL B = Kemampuan Penalaran b1 = Kemampuan penalaran tinggi b2 = Kemampuan penalaran sedang b3 = Kemampuan penalaran rendah Populasi Menurut Sugiyono (2008:61) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan Sukardi (2008:53) menyatakan bahwa populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu kesimpulan. Pada penelitian ini sebagai populasi adalah semua siswa tingkat X SMK Kota Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2008:62). Sedangkan Suharsimi Arikunto (2007:131) mengemukakan bahwa ”Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Sukardi (2008:54) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih untuk sumber data. Dalam penelitian, tidak selalu perlu untuk meneliti semua obyek dalam populasi, karena selain membutuhkan biaya yang besar juga memerlukan waktu yang lama. Untuk itu dengan mengambil sebagian obyek suatu populasi atau sering disebut dengan pengambilan sampel diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat menggambarkan populasi yang bersangkutan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling yang memandang populasi sebagai kelompok-kelompok dan stratified random sampling yang membagi SMK di Surakarta menjadi tiga strata yaitu strata tinggi, strata sedang dan strata rendah. Dalam hal ini, kita ambil tiga sekolah sebagai sampel yang mewakili kelompok/strata tinggi, kelompok/strata sedang dan kelompok/strata rendah berdasarkan nilai rata-rata Ujian Nasional mata pelajaran matematika tahun pembelajaran 2009/2010 dan masing-masing diambil 2 kelas sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2008:4), variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau to user yang menjadi sebab perubahannya atau commit timbulnya variabel terikat, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi:
1. Variabel bebas, yaitu: a. model pembelajaran. perpustakaan.uns.ac.id b. kemampuan penalaran. 2. Variabel terikat, yaitu: hasil belajar siswa.
digilib.uns.ac.id
Hasil Uji Keseimbangan Populasi Hasil analisis uji–t pada tingkat signifikansi = 0,05 dapat dilihat pada tabel rangkuman di bawah ini : Kelompok
t obs
t tabel
Keputusan
kesimpulan
Eksperimen I dan 0,7363 1,960 H0 diterima Sama rerata Eksperimen II Berdasarkan hasil uji-t tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II dalam keadaan seimbang. Uji Hipotesis Penelitian Uji hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama. Sedangkan pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan paket program excel. Berdasarkan analisis uji persyaratan diperoleh bahwa sampel random data amatan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang sama (homogen). Dengan demikian uji hipotesis dengan teknik analisis varian dapat dilanjutkan. Rangkuman hasil uji hipotesis dengan tingkat signifikansi = 0,05 diperoleh hasil sebagai berikut: Sumber
JK
Model Pemb (A) 250,970 Penalaran (B)
dk 1
1866,294 2
Interaksi (AB) 34,129
2
Galat (G)
1446,014 212
Total (T)
3597,408 217
RK
Fobs
Ftabel
keputusan
250,9705 36,794
3,84
H0 ditolak
933,1470 136,805
3,00
H0 ditolak
17,0647 2,502
3,00
H0 diterima
6,8208
Hasil rangkuman analisis varian menunjukkan bahwa: a. Efek faktor A (model pembelajaran free PBL dan modified PBL) terhadap variabel terikat (hasil belajar) H0(A) ditolak. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran free PBL dan modified PBL terhadap variabel terikat (hasil belajar). b. Efek faktor B (kemampuan penalaran) terhadap variabel terikat (hasil belajar) H0(B) ditolak. Berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kemampuan penalaran terhadap variabel terikat (hasil belajar matematika). c. Interaksi faktor A dan B terhadap variabel terikat H0(AB) diterima. Berarti tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan penalaran siswa. Uji Lanjut Pasca Anava Dari rangkuman hasil uji hipotesis di atas telah ditunjukkan bahwa : 1. H0(A) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Tetapi karena variabel model pembelajaran hanya mempunyai 2 nilaicommit (free to PBL userdan modified PBL), maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava. 2. H0(B) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Adapun rataan masing-masing sel serta rangkuman komparasi gandanya dengan rumus-rumus scheffe’ hasilnya terlihat pada tabel berikut :
Tabel Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Kategori Penalaran Model Rataan Pembelajaran Marginal Tinggi Sedang Rendah Free PBL
17,595
12,950
9,485
13,464
Modified PBL
18,811
15,029
12,639
15,528
Rataan Marginal 18,189
13,920
11,130
Tabel Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom
3.
F.1-.2
F.1-.3
F.2-.3
H0
.1 .2
.2 .3
.1 .3
F Scheffe’
96,935
261,894
41,167
2F 0,05;2,212
6,00
6,00
6,00
Kesimpulan
H0 ditolak
H0 ditolak
H0 ditolak
H0(AB) diterima, maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava antar sel sebab tidak terdapat interaksi antara faktor A (model pembelajaran) dengan faktor B (kemampuan penalaran). Pembahasan Hasil Penelitian 1. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi pembelajaran model free PBL dengan model modified PBL. Dari rerata marginalnya yaitu free PBL = 13,464 dan modified PBL = 15,528 dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran modified PBL lebih baik dari siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. 2. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan kategori penalaran tinggi, sedang dan rendah. Dari hasil komparasi ganda pasca anava antara siswa dengan kemampuan penalaran tinggi dengan siswa penalaran sedang di mana H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa kategori penalaran tinggi dengan siswa kategori penalaran sedang. Dengan membandingkan rataan marginal skor siswa kategori penalaran tinggi (18,189) dengan skor siswa kategori penalaran sedang (13,920) maka dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan penalaran tinggi lebih baik hasil belajarnya dibanding dengan siswa kemampuan penalaran sedang. Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran tinggi dengan kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan penalaran tinggi dengan siswa penalaran rendah. Dengan membandingkan rataan marginalnya (penalaran tinggi = 18,189 dan penalaran rendah = 11,130) dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran tinggi lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah. Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran sedang dengan kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan penalaran sedang dengan siswa penalaran rendah. Dengan membandingkan rataan marginalnya (penalaran sedang = 13,920 dan penalaran rendah = 11,130) dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah. 3. Model pembelajaran secara konsisten mempengaruhi hasil belajar matematika siswa, baik pada kategori penalaran tinggi, sedang maupun rendah, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran model modified PBL selalu lebih baik dibanding dengan commit to user hasil belajar siswa yang diberi model pembelajaran free PBL. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini banyak faktor yang tidak diperhitungkan dan ini merupakan keterbatasan dalam penelitian. Adapun beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1.
2.
3.
4.
5. 6.
Karena tidak semua materi pelajaran cocok dengan model pembelajaran tertentu, maka model perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pembelajaran modified PBL (Pembelajaran Berbasis Masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing) hanya cocok diterapkan pada materi pelajaran matematika yang berhubungan dengan keadaan realistik atau keadaan sehari-hari. Adanya kegiatan di sekolah yang melibatkan siswa yang diteliti menyebabkan siswa tersebut tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara teratur yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi hasil belajar matematikanya. Dalam melaksanakan pembelajaran, peneliti mendapat bantuan dari guru matematika dari sekolah tempat diadakannya penelitian ini. Walaupun peneliti selalu berkoordinasi dengan guru matematika tersebut, tapi dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang disebabkan oleh terbatasnya sarana pendidikan, situasi dan kondisi siswa dan lingkungan sekolah, serta waktu pembelajaran. Data hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real dengan Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan real. Untuk penyempurnakan lebih lanjut penelitian ini perlu diujicobakan pada Standar Kompetensi yang lain. Model diskusi yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan kelas menjadi ramai dan ada kemungkinan hanya siswa tertentu saja yang terlihat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam mengerjakan soal tes, baik tes kemampuan penalaran maupun tes hasil belajar, kemungkinan masih ada siswa yang bekerja sama sehingga akan berakibat data untuk skor kemampuan penalaran dan hasil belajar matematika menjadi kurang murni.
Kesimpulan Berdasarkan analisis variansi dan uji lanjut setelah analisis variansi di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing (modified PBL) lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL). 2. Hasil belajar matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang dan rendah, dan hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran rendah. 3. perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran. Saran Agar hasil belajar matematika dapat ditingkatkan, maka disarankan: 1. Kepada pengajar : a. Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran matematika yang sedang diampunya karena tidak semua materi pelajaran matematika cocok dengan model pembelajaran tertentu. b. Model pembelajaran berbasis masalah lebih tepat bila diterapkan dalam bentuk pembelajaran kooperatif dengan cara diskusi kelompok antar sesama siswa. Untuk itu guru perlu memfasilitasi dan mendukung proses pembelajaran melalui pengelompokan siswa, menyiapkan materi diskusi dan memberi lembar kerja siswa atau modul. Dalam hal ini, peran guru dalam proses belajar mengajar masih sangat dibutuhkan sebagai fasilitator dan pembimbing. 2. Kepada Pihak Sekolah a. Dalam penerimaan peserta didik baru, perlu menggunakan tes kemampuan penalaran agar dapat memprediksi kemampuan peserta didik terutama dalam bidang matematika. b. Memberi dukungan kepada guru agar aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang sifatnya menambah pengetahuan, baik itu dari segi materi maupun model pembelajaran. commit to pelajaran user c. Menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam segala kegiatan yang menunjang proses pembelajaran dan peningkatan kreatifitas siswa.
DAFTAR PUSTAKA perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Anwar Fuady. 2008. Paradigma Baru dalam Pendidikan dan Pembelajaran, Learning is Fun. Bandung: BMTI. Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laks Bang Mediatama. Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. Budiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Budiyono. 2011. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons. 2004. Perceptions of the Value of Problembased Learning among Students with Special Needs and Their Teachers. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 1, no. 2 Dahar, R. W. 1988. Teori-teori belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Erman Suherman. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. http://wordpress.com/petaanakbangsa/htm Hamzah B. Uno. 2008. Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Ispujiati. 2009. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik. Palembang:Johannes Strobel and Angela van Barneveld. 2009. When is PBL More Effective? A Meta-synthesis of Meta-analyses Comparing PBL to Conventional Classrooms. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 3, no. 1 John R. Mergendoller, Nan L. Maxwell, Yolanda Bellisimo. 2000. The Effectiveness of Problembased Instruction: A Comparative Study of Instructional Methods and Student Characteristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 1, no. 2 Jujun S. Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kelvin Seifert. 2010. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: BP. Dharma Bhakti. Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Marsigit. 2008. Pendekatan Matematika Realistik pada Pembelajaran Pecahan di SMP. Disampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI untuk Guru SMP di LPP Yogyakarta. Martinis Yamin. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press. Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson. 2010. Understanding Undergraduate Research Experiences through the Lens of Problem-based Learning: Implications for Curriculum Translation. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. volume 4, no. 2. Saptono, R. 2003. Is Problem Based Learning (PBL) a better approach for engineering education?. Yogyakarta: Cafeo 21 Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng. 2005. Integrating Problem-Based Learning (PBL) in Mathematics Method Course. Faculty of Education, University of Malaya. Slavin Robert E. 2008. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Massachusets: Allyn and Bacon Publishers. Slavin Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks. Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Mata Padi Presindo. Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Suradji. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press. Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. commit to Media user Abadi. Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jogjakarta: Wiji Suwarno. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er. 2010. A Cognitive Support System to Scaff old Students Problem-based Learning in a Web-based Learning Environment. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 4, no. 1.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dibanding negara-negara di ASEAN, Indonesia termasuk negara yang lambat dalam hal proses memajukan pendidikan. Akibat dari lambatnya proses kemajuan pendidikan ini, kemajuan bangsa menjadi terhambat. Dampak langsung yang dapat dilihat dari kejadian ini adalah pertumbuhan lapangan kerja yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan tenaga kerja. Akibatnya, banyak pengangguran, kemiskinan, kejahatan, kerusuhan massa, dan lain-lain. Salah satu usaha yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi angka pengangguran adalah dengan mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tapi kebijakan ini ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena banyak TKI yang terlibat masalah. Hal ini terjadi karena TKI yang dikirim ke luar negeri kebanyakan adalah tenaga yang tidak dilengkapi dengan keterampilan atau keahlian khusus. Mereka hanya bekerja sebagai buruh atau pembantu rumah tangga dan bukan sebagai tenaga terampil atau tenaga ahli. Upaya pemerintah untuk memberi bekal keterampilan pada para calon tenaga kerja, baik yang akan bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri, adalah dengan mengoptimalkan peranan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena di SMK tidak hanya diberikan bekal pengetahuan, tapi juga keterampilan. Upaya ini terkendala oleh kenyataan bahwa masih ada masyarakat yang belum tahu tentang kompetensi keahlian yang diajarkan di SMK, pembagian SMK commit to user menurut kelompok keahlian dan kurangnya minat masyarakat terhadap SMK. 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah mensosialisasikan SMK dengan slogannya “SMK bisa” yang banyak dipublikasikan lewat media masa maupun internet. Melalui publikasi ini diharapkan makin banyak siswa lulusan Sekolah Manengah Pertama (SMP) yang ingin melanjutkan sekolah ke SMK atau orang tua siswa yang ingin menyekolahkan
anaknya di SMK. Dengan demikian akan semakin banyak
tercipta tenaga kerja yang siap terjun di dunia kerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Untuk mengukur seberapa besar kesiapan para lulusan SMK memasuki dunia kerja, pemerintah telah menetapkan ujian nasional yang terdiri dari 4 bidang ilmu yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Produktif Kejuruan. Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini banyak menuai protes dari masyarakat karena banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Untuk mengatasi hal ini, syarat kelulusan akhirnya diturunkan. Tapi karena syarat lulus yang cenderung semakin dipermudah, maka sangat sulit untuk membuat kualitas lulusan sekolahsekolah di Indonesia sederajad dengan lulusan negara lain. Bahkan pada pelajaran matematika, nilai 4,00 sudah dianggap lulus. Padahal untuk dapat menyamakan kualitas pendidikan di Indonesia dengan negara lain, misalnya Singapura, batas lulus sebaiknya 7,00. Bila nilai batas lulus ini dinaikkan maka dikhawatirkan akan semakin banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Berdasarkan data di Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika SMK tahun pelajaran 2009/2010 di Kota Surakarta masih banyak yang mendapat nilai di bawah 7,00. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Tabel 1. Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional SMK Tahun pembelajaran 2009/2010 di Surakarta Rentang Nilai
Jumlah Siswa
Persentase (%)
10,00
40
0,55
9,00 – 9,99
745
10,30
8,00 – 8,99
1693
23,40
7,00 – 7,99
1802
24,91
6,00 – 6,99
1460
20,18
5,50 – 5,99
533
7,37
4,25 – 5,49
831
11,49
3,00 – 4,24
122
1,69
2,00 – 2,99
6
0,08
1,00 – 1,99
0
0,00
0,00 – 0,99
3
0,06
Jumlah
7235
100
Sumber: BSNP
Tampak bahwa yang mendapat nilai di bawah 7,00 ada 2.955 siswa atau 40,84%. Di tingkat internasional, hasil siswa Indonesia juga belum menggembirakan. Data pada Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 48 negara dengan rata-rata skor 397 jauh di bawah Malaysia dengan peringkat ke-20 rata-rata 474 commit to user593 (http://nces.ed.gov/pubs2009/ dan Singapura peringkat ke-3 dengan rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
2009001_1.pdf diakses tanggal 5 April 2011). Data The Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 menunjukkan Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 66 negara dengan skor 371 sementara Thailand peringkat ke-52 dengan skor 419 dan Singapura peringkat ke-3 dengan skor 555 (http://dx.doi.org/10.1787/888932343342 diakses tanggal 11 April 2011). Dari kenyataan ini dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Kualitas pendidikan yang rendah dapat menghambat pencapaian tujuan nasional. Rendahnya kualitas pendidikan dapat disebabkan karena kurang berhasilnya proses pembelajaran. Penyebabnya bisa dari siswa, guru, sarana dan prasarana, model pembelajaran, proses pembelajaran, lingkungan tempat belajar dan lain-lain. Salah satu penyebab yang berasal dari siswa adalah rendahnya kemampuan penalaran siswa. Di samping itu, karena tiap-tiap materi pelajaran mempunyai
karakteristik
yang
berbeda-beda,
maka
pemilihan
model
pembelajaran yang tepat juga dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagai ilmu yang banyak memerlukan pemikiran daripada hafalan, keberhasilan siswa dalam belajar matematika sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menggunakan nalarnya. Kemampuan penalaran ini merupakan salah satu faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor lain yang juga turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Faktor ini termasuk faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar siswa. Adapun model commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
pembelajaran yang selama ini digunakan di SMK adalah model konvensional (ceramah). Model ini mempunyai kelemahan yaitu guru aktif sedangkan siswanya pasif sehingga potensi siswa tidak berkembang secara optimal. Model pembelajaran yang saat ini sedang disosialisasikan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional agar diterapkan di sekolah-sekolah adalah model pembelajaran yang akan membuat siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran itu misalnya pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yang disingkat dengan PBL. Melalui model ini siswa diharapkan dapat berlatih menyelesaikan persoalan dengan kemampuan penalaran yang dimilikinya sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator. Skor hasil belajar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Model PBL menggunakan pendekatan atau strategi
pembelajaran
kooperatif.
Model
kooperatif
diharapkan
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terjadi karena model kooperatif dapat mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Di samping itu, siswa merasa lebih nyaman bila bertanya pada teman sebaya dari pada bertanya pada gurunya.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
1.
Guru sebagai pendidik mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Ada kemungkinan ketidaksesuaian ini menyebabkan proses transfer pengetahuan tidak berjalan seperti yang diharapkan. Untuk itu dapat diteliti apakah kesesuaian disiplin ilmu yang dimiliki guru dengan pelajaran yang diampu mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.
Adanya ruang khusus untuk belajar, buku-buku dan alat tulis yang lengkap akan membantu siswa dalam belajar. Terkait dengan hal ini dapat diteliti apakah sarana belajar yang lengkap dan memadai akan meningkatkan hasil belajar siswa.
3.
Tiap-tiap materi dalam pelajaran matematika mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu, pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat diperlukan. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika karena guru kurang tepat dalam memilih model pembelajaran. Terkait dengan hal ini, dapat diteliti apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real.
4.
Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa dapat menyelesaikan masalah secara mandiri/kelompok dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Ada kemungkinan siswa mengalami kesulitan dalam memahami permasalahan yang akan dicari pemecahannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Untuk itu dapat diteliti, apakah model PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing (modified PBL) memberi hasil yang lebih baik dibanding pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL). 5.
Di samping faktor eksternal, faktor internal pada diri siswa sangat besar peranannya dalam menentukan hasil belajar siswa yang bersangkutan. Salah satu faktor internal itu adalah kemampuan penalaran siswa. Sebagai mata pelajaran yang banyak membutuhkan penalaran dari pada hafalan, maka ada kemungkinan perbedaan kemampuan penalaran menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa. Terkait dengan hal ini, dapat diteliti apakah kemampuan penalaran siswa mempunyai peranan dalam menentukan hasil belajarnya.
C. Pemilihan Masalah Karena keterbatasan peneliti, maka tidak semua permasalahan di atas akan diteliti. Peneliti hanya akan meneliti permasalahan ketiga, keempat dan kelima yaitu membandingkan hasil belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran Problem Based Learning, baik yang free PBL maupun modified PBL, bila ditinjau dari kemampuan penalaran siswa. Modified PBL dipilih dengan pendekatan realistik terbimbing karena untuk Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real sangat cocok bila menggunakan pendekatan realistik. Di samping itu, materi dalam standar kompetensi ini banyak berhubungan dengan permasalahan hidup sehari-hari sehingga model pembelajaran berbasis masalah sangat cocok bila diterapkan pada materi ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
D. Pembatasan Masalah 1. Materi matematika yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real dengan Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan real yang diajarkan pada siswa kelas X SMK di Surakarta Tahun Pembelajaran 2011/2012. 2. Model pembelajaran yang dipakai untuk eksperimen adalah free Problem Based Learning dan modified Problem Based Learning dengan pendekatan realistik terbimbing. 3. Hasil belajar matematika diperoleh dari tes pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real dengan Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan real. 4. Skor kemampuan penalaran diperoleh dari tes kemampuan penalaran dan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. E. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1.
Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL?
2.
Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah?
3.
Apakah perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model user pembelajaran konsisten pada commit tiap-tiaptokemampuan penalaran?
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
a. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL? b. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL? c. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL? d. Pada model pembelajaran free PBL, manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah? e. Pada model pembelajaran modified PBL, manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah?
F. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
untuk mengetahui mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL.
2.
untuk mengetahui mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa commit to user yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
3.
untuk mengetahui apakah perbedaan hasil belajar matematika antara masingmasing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran. a. pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL. b. pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL. c. pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL. d. pada model
pembelajaran
free PBL, mana
yang hasil
belajar
matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah. e. pada model pembelajaran modified PBL, mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah.
G. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1.
memberikan
gambaran
pada
pelaksana
pendidikan
tentang
model
pembelajaran khususnya model pembelajaran Problem Based Learning dan pengaruhnya terhadap hasil belajar commitmatematika to user siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
2.
membantu guru dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencari solusi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pembelajaran yang berhubungan dengan perbedaan kemampuan penalaran siswa.
3.
membantu guru agar memahami karakteristik model pembelajaran sehingga dapat menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran tertentu.
4.
menjadi acuan dan bahan pertimbangan bagi para peneliti pendidikan yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Manusia sudah mulai melakukan kegiatan belajar sejak dia dilahirkan ke dunia ini. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya. Proses belajar dapat terjadi bila seseorang menghadapi situasi atau keadaan baru yang mendorong orang itu untuk mengetahui keadaan baru itu lebih mendalam. Rasa ingin tahu inilah yang menjadi pendorong seseorang untuk belajar. Proses belajar dapat mengubah orang yang belum terdidik menjadi orang yang terdidik dan orang yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu menjadi orang yang memiliki pengetahuan. James Whittaker (dalam Aunurrahman, 2009:35) mengemukakan bahwa belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Winkel (2004:4) menyatakan belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Belajar akan mengubah perilaku mental siswa yang belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002:5). Gage (dalam Martinis, 2008:122) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya diakibatkan pengalaman. Menurut Harold Spear (dalam Martinis, 2008:122), belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Agar belajar dapat commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
berkualitas dengan baik, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman dan oleh interaksi antara orang dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Arifin dan Aminuddin (dalam Wiji Suwarno, 2006: 53) bahwa anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri, kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami. Pendidik hanya menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan berperan sebagai fasilitator atau narasumber. Tanggung jawab terletak pada diri anak didik sendiri. Dalam pandangan teori belajar konstruktivisme, para siswa sebagai pebelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Menurut Von Glasersfeld (dalam Martinis, 2008:7), manusia dapat mengetahui sesuatu bila telah mengonstruksinya. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Ausubel (dalam Dahar, 1988: 99) mengatakan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar siswa adalah apa yang telah diketahui siswa atau konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Apalagi sebenarnya siswa telah memiliki satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitifnya melalui interaksi mereka dengan lingkungan. Sedangkan tugas seorang pengajar adalah membantu siswa agar mampu mengonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi yang konkret. Lev Vygotsky (dalam Arif Rohman, 2009:128) berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuannya bukan hasil copy dari apa yang mereka temukan di dalam lingkungan, tapi sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri. Ada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
dua hal yang ditekankan Vygotsky: (1) Perlu pembelajaran kooperatif antar siswa sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif. (2) Semakin lama siswa belajar akan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. John Steiner (dalam Slavin, 2008: 63) menjelaskan konsep perkembangan anak dalam belajar yaitu apa yang dapat dilakukan seorang anak secara mandiri dan apa yang dapat dilakukan anak tersebut ketika dibantu oleh orang dewasa. Kedua tingkatan perkembangan ini, oleh Vygotsky disebut sebagai perkembangan proksimal yang dapat menunjukkan di mana anak itu berada pada masa tertentu dan juga ke mana anak itu akan pergi. Lebih lanjut Vygotsky (dalam Slavin, 2008: 82) mengemukakan bahwa pembelajaran yang dibantu berlangsung dalam zona perkembangan proksimal anak-anak, di mana mereka dapat melakukan tugastugas baru yang berada dalam kemampuan mereka hanya dengan bantuan guru atau teman. Anak-anak meresapkan pembelajaran, mengembangkan kemandirian dan memecahkan masalah melalui percakapan atau dalam hati. Guru menyediakan konteks interaksi seperti kelompok belajar bersama. Dalam dunia pendidikan sekarang, tujuan pembelajaran tidak hanya untuk mengubah tingkah laku siswa, tetapi membentuk karakter dan mengembangkan jiwa profesional yang mengarah pada pembentukan kepribadian yang baik dan jujur. Praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivistik (Aunurrahman, 2009: 2). Penekanannya adalah pada mempelajari cara belajar dan bukan hanya sekedar pada mempelajari materi pelajaran dengan tujuan untuk mendapat hasil secara instan. Sedangkan pendekatan, commit to user strategi dan model pembelajarannya mengacu pada konsep konstruktivisme yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
mendorong dan menghargai usaha belajar siswa untuk membentuk sendiri pengetahuannya. Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya pembelajaran berbasis masalah. Siswa sebagai subyek terlibat langsung dengan masalah dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan (Anwar, 2008:1).
Pengajaran konstruktivisme yang mendorong konstruksi pengetahuan secara aktif memiliki beberapa ciri: (1) menyediakan peluang kepada siswa belajar dari tujuan yang ditetapkan dan mengembangkan ide-ide secara lebih luas; (2) mendukung kemandirian siswa belajar dan berdiskusi, membuat hubungan, merumuskan kembali ide-ide, dan menarik kesimpulan sendiri; (3) sharing dengan siswa mengenai pentingnya pesan bahwa dunia adalah tempat yang kompleks di mana terdapat pandangan yang multi dan kebenaran sering merupakan hasil interpretasi; (4) menempatkan pembelajaran berpusat pada siswa dan penilaian yang mampu mencerminkan berpikir divergen siswa (Santyasa, 2005:6). Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivisme mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu: (1) proses, (2) tranfer belajar, dan (3) bagaimana belajar. Fokus yang pertama proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk commit to user mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
didasari oleh asumsi bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa berkembang secara
alamiah.
Oleh
sebab
itu,
paradigma
pembelajaran
hendaknya
mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar dari apa yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa. Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya bagaimana membantu para siswa melakukan revolusi kognitif. Model pembelajaran perubahan
konseptual
merupakan
alternatif
strategi
pencapaian
tujuan
pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah suatu nilai utama pendekatan konstruktivisme. Fokus yang kedua transfer belajar, mendasarkan diri pada premis siswa dapat “menggunakan” dibandingkan hanya dapat “mengingat” apa yang dipelajari. Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa belajar bermakna harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan belajar menghafal, dan pemahaman lebih baik dibandingkan hafalan. Selanjutnya pemahaman mendalam dapat dipandang sebagai kemampuan mentransfer apa yang dipelajari ke dalam situasi baru. Fokus yang ketiga “bagaimana belajar” memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan “apa yang dipelajari”. Alternatif pencapaian “bagaimana belajar” adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk keterampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar “bagaimana belajar” (Santyasa, 2005:7).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berpaham konstruktivisme di antaranya sebagai berikut: a. Pengertian dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial, b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk bernalar, c. Siswa aktif mengonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, d. Guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus sesuai dengan kemampuan siswa.
Ciri-ciri pembelajaran matematika secara konstruktivisme sebagai berikut. a. Siswa terlibat secara aktif dalam belajarnya, b. Siswa belajar materi matematika, secara bermakna, c. Siswa belajar bagaimana belajar itu, d. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skema yang telah dimiliki siswa, e. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan, f. Berorientasi pada pemecahan masalah (Defantri, 2009:3) Belajar matematika, tidak sekadar learning to know, melainkan harus ditingkatkan menjadi learning to do, learning to be, hingga learning to live together (Unesco dalam Aunurrahman, 2009:6). Pengajaran matematika perlu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
diperbarui secara mendasar menjadi pembelajaran matematika. Terjadi pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran matematika, yaitu: a. Dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa, b. Dari mengajar menjadi belajar, c. Dari berdasar pada materi pelajaran menjadi berdasar pada kompetensi pelajaran, d. Dari hasil belajar menjadi proses belajar,
Menurut Arif Rohman (2009:181), pengetahuan yang dimiliki seseorang tidak dapat dengan mudah dipindahkan begitu saja kepada orang lain, termasuk pengetahuan dari guru tidak bisa dengan mudah dipindahkan ke siswa, tetapi siswa sendirilah yang harus mengartikannya. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa belajar merupakan proses aktif pelajar dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Oleh Karena itu, Paul Suparno (dalam Arif Rohman, 2009:181) menyebutkan ciri-ciri belajar menurut paham konstruktivisme sebagai berikut: a. Belajar berarti membentuk makna. b. Proses konstruksi membentuk pengetahuan berlangsung terus menerus. c. Belajar bukanlah kegiatan membentuk fakta, tetapi pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. d. Belajar bukan hasil dari perkembangan tetapi merupakan perkembangan itu sendiri. e. Perkembangan memerlukan penemuan baru dan rekonstruksi pemikiran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
f. Proses belajar adalah skema seorang dalam keraguan yang mendorong pemikiran lebih lanjut. g. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan pelajar. Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang ditimbulkan melalui latihan atau pengalaman sehingga dapat membentuk karakter dan mengembangkan jiwa profesional.
2. Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam paradigma baru pembelajaran, terjadi pergeseran pada proses belajar mengajar yaitu dari guru aktif menjadi siswa aktif. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun (mengkonstruksi) sendiri pengetahuannya. Bila siswa sendiri yang membangun pengetahuannya, diharapkan pengetahuan itu dapat bertahan lama dan tidak mudah dilupakan. Di samping itu, potensi yang dimiliki siswa akan dapat berkembang secara optimal. Paham konstruktivisme ini sangat cocok bila diterapkan dengan model pembelajaran berbasis masalah sebab konstruktivisme merupakan landasan dari pembelajaran berbasis masalah (Piaget dalam Sugiyanto, 2009:153). Suradji (2008:47) mendefinisikan model pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menghadapkan pelajar pada persoalan yang harus dipecahkan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan satu dari banyak commit to user pembelajaran inovatif yang saat ini sedang digalakkan dalam sistem pendidikan di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Indonesia. Seperti model pembelajaran inovatif yang lain, model pembelajaran berbasis masalah juga mempunyai ciri pengajaran yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara individu maupun dengan cara belajar kelompok (diskusi) dengan siswa lain. Umar dan La Sulo (2005:87) mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan salah satu model pembelajaran yang penting adalah model pemecahan masalah. Melalui model ini, anak diberi kebebasan dalam belajar memecahkan masalah melalui pengalaman langsung. Sementara itu, Kelvin Seifert (2010:102) menyatakan bahwa agar siswa tertarik dengan proses belajar mengajar maka guru harus dapat memadukan antara metode diskusi, presentasi dan tugas-tugas individual. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa (perilakunya), tetapi pada apa yang dipikirkan (kognisinya). Meskipun demikian, peran guru dalam PBL kadang-kadang juga diperlukan untuk menjelaskan berbagai hal kepada siswa terutama dalam hal membawa ide abstrak ke dalam keadaan realistik. Hal ini dikarenakan PBL merupakan model pembelajaran tingkat tinggi dalam arti hanya siswa yang mempunyai penalaran tinggi yang mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik, sedangkan siswa dengan penalaran sedang apalagi rendah akan kesulitan memahami masalah yang diberikan. Kelemahan PBL ini dapat ditanggulangi dengan memodifikasinya menggunakan pendekatan realistik yang dibimbing oleh guru. Walaupun peran guru diperlukan, tetapi guru harus lebih menempatkan diri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Boud dan Felleti (dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem based learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity” yang artinya pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara mengonstruksi dan mengajar menggunakan masalah sebagai stimulus dan fokus pada aktivitas siswa. Sementara Made Wena (2009:52) menyatakan bahwa tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran pemecahan masalah. Meskipun PBL merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam proses belajar, namun demikian guru harus dapat menyesuaikan dengan materi pelajaran yang akan diberikan pada siswa sebab tidak semua materi pelajaran cocok dengan model pembelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Suradji (2008:114) yang mengatakan bahwa tidak ada satu metode/model yang baik untuk mencapai setiap tujuan pembelajaran. Setiap model mempunyai kebaikan dan kelemahan. Guru perlu mengetahui kapan suatu model tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari modelmodel itu. Guru hendaknya dapat memilih model yang paling banyak mendatangkan hasil. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara melaksanakan pembelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
dengan menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan baik secara individu maupun diskusi kelompok dan fokus pada aktivitas siswa. Salah satu usaha untuk memperlancar proses pembelajaran matematika adalah
dengan
menggunakan
media
pembelajaran
matematika.
Media
pembelajaran adalah sarana dan prasarana yang dapat berupa software atau hardware yang digunakan untuk membantu proses belajar-mengajar. Hardware yang dimaksud antara lain : OHP, radio, tape recorder, TV, slide, proyektor, lembar kerja dan film. Sedangkan software yang dimaksud adalah informasi atau cerita yang terdapat dalam film, bahan pelajaran yang terdapat dalam slide dan perangkat lunak komputer. Media pembelajaran yang banyak dipakai oleh guru dalam proses belajar mengajar adalah media pembelajaran bentuk lembar kerja siswa atau dapat berupa modul. Media ini paling populer di dunia pendidikan karena mudah pembuatannya, memerlukan biaya yang relatif murah dan juga waktu pembuatan yang lebih singkat dibanding media pembelajaran lain. Dalam penelitian ini, media pembelajaran yang dipakai adalah proyektor dan lembar kerja siswa. Proyektor digunakan untuk memberi petunjuk atau pengarahan tentang pokok-pokok materi yang akan dipelajari siswa, sedangkan lembar kerja siswa digunakan untuk menyampaikan bahan-bahan yang akan dicari pemecahannya oleh para siswa melalui diskusi kelompok. Lembar kerja siswa dapat diisi dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa baik secara kelompok maupun secara individu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memberikan tugas kepada siswa antara lain: 1) Tugas harus jelas. 2) Petunjuk cara mengerjakan tugas harus jelas. 3) Tugas harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. 4) Sumber yang digunakan siswa dalam mengerjakan tugas harus dikemukakan. 5) Bentuk laporan mudah dipahami dan dikerjakan oleh siswa. 6) Hasil pekerjaan harus diperiksa atau dinilai serta dikoreksi (apabila ada yang salah). 7) Pekerjaan yang sudah dikoreksi dikembalikan pada siswa sehingga siswa tahu kesalahannya dalam mengerjakan tugas. 8) Mengadakan tanya jawab seputar tugas tersebut dengan tujuan untuk mengetahui kedalaman materi pelajaran yang sudah dikuasai siswa. Kelebihan pemberian tugas antara lain siswa mengalami dan mendalami sendiri pengetahuan yang didapatkannya, sehingga pengetahuan itu akan tinggal lama dalam pikirannya. Apalagi dalam melaksanakan tugas ditunjang dengan minat dan perhatian siswa serta kejelasan tujuan mereka belajar. Dalam hal ini siswa juga mengembangkan daya berpikirnya sendiri, daya inisiatif, daya kreatif, tanggung jawab dan melatih kemandirian. Agar lebih jelas dalam memahami perbedaan antara free Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah murni) dan modified Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing), berikut ini disajikan tabel langkah-langkah pelaksanaan pembelajarannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran Free PBL dan Modified PBL Free PBL
Modified PBL
1. Siswa membentuk kelompok
1. Siswa
membentuk
kelompok
belajar terdiri dari 4 sampai 5
belajar terdiri dari 4 sampai 5
orang tiap kelompok.
orang tiap kelompok.
2. Siswa diberi LKS kemudian ditugaskan
untuk
menjawab
2. Siswa
diberi
mempelajari
LKS
kejadian
untuk realistis
masalah yang disajikan dengan
sehari-hari yang diuraikan di
berpedoman
lembaran
pada
buku
tersebut
kemudian
pegangan dan mendiskusikan
mencari jawaban dari masalah
masalah tersebut dengan teman
yang
dalam kelompoknya.
berpedoman pada buku pegangan
3. Siswa diberi kesempatan tanya jawab untuk mengetahui tingkat pemahaman
siswa
disajikan
dengan
dan mendiskusikan dengan teman dalam kelompoknya.
tentang
3. Guru mendatangi tiap kelompok
materi pelajaran yang baru saja
dan memberi bimbingan jika ada
didiskusikan.
siswa yang kesulitan memahami masalah yang diberikan guru. 4. Siswa diberi kesempatan tanya jawab untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang materi pelajaran
yang
didiskusikan. commit to user
baru
saja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
3. Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran matematika selama ini cenderung menjadikan dunia nyata sebagai tempat mengaplikasikan konsep. Akibatnya, siswa yang kurang menghayati atau memahami konsep-konsep matematika akan mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran Matematika Realistik. Matematika Realistik menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan. Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Dengan demikian, pembelajaran Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pemahaman siswa tentang konsep matematika. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam
matematika.
Kebanyakan
siswa
mengalami
kesulitan
dalam
mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Padahal siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya mengetahuinya (Sugiyanto, 2009:16). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori ini pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar dalam Ispujiati, 2009:5). Menurut
Hans
Freudental
(dalam
Marsigit,
2008:1)
matematika
merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1) matematisasi horisontal dan (2) matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal berproses dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Proses ini terjadi pada siswa ketika ia dihadapkan pada problematika kehidupan/situasi nyata. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri; misalnya penemuan strategi menyelesaikan soal, mengaitkan hubungan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus/temuan rumus. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Matematika Realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran Matematika Realistik
di kelas berorientasi pada
karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya,
siswa
diberi
kesempatan
mengaplikasikan
konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran matematika yang memfokuskan pada permasalahan hidup yang dialami siswa sendiri.
4. Kemampuan Penalaran Hasil belajar matematika yang rendah kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian target
(bukan
pada
proses
pemahaman
siswa
terhadap
konsep-konsep
matematika), tingkat keinginan siswa untuk belajar, aktivitas pembelajaran di kelas yang mana guru aktif sementara siswa pasif, kemampuan penalaran (reasoning ability) siswa dan lain-lain. Berkaitan dengan kemampuan penalaran, Hamzah (2008:128) mengemukakan bahwa dalam paham konstruktivisme, belajar matematika memerlukan penalaran. Dengan penalaran tersebut siswa dapat membentuk pengetahuan matematikanya dengan baik. Sejalan dengan Hamzah, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Suradji (2008:60) mengatakan bahwa kelompok pelajar yang cerdas (mempunyai kemampuan penalaran tinggi), akan lebih berhasil dari pada kelompok pelajar yang sedang / kurang karena mereka dapat membuat rencana yang tepat, mengumpulkan fakta-fakta dengan cepat serta menarik kesimpulan-kesimpulan. Gardner (dalam Arif Rohman, 2009:137) menyatakan bahwa kecerdasan dalam bidang matematika adalah kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan angka secara efektif dan berpikir secara nalar. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungannya, pernyataanpernyataan, proposisi: jika-maka, sebab akibat, fungsi-fungsi dan abstrak-abstrak yang saling berkaitan. Kecerdasan ini memuat kemampuan berpikir menurut aturan logika serta memecahkan masalah dengan kemampuan penalaran. Sedangkan Munandar (dalam Arif Rohman, 2009:143) mengatakan bahwa peserta didik yang berbakat dalam bidang matematika adalah siswa yang mempunyai penalaran tajam dan berpikir logis. Sementara Jujun (1996:42) mengatakan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu peoses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematis. Penalaran matematis meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis; menarik analogi dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh; mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
yang valid; menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adalah kemampuan seseorang dalam melakukan proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan yang dapat diterima akal.
5.
Hasil Belajar Matematika
a.
Hasil Belajar Seorang peserta didik yang telah belajar akan mengalami perubahan tingkah
laku di dalam kehidupannya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:174), terjadinya perubahan tingkah laku secara tetap baik kognitif, afektif dan psikomotorik ini sering disebut dengan hasil dari belajar. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar (3). Sedangkan Degeng (dalam Made Wena, 2009: 6) mengatakan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran. Hamzah (2008:213) mendefinisikan hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri
seseorang sebagai
akibat dari
interaksi
seseorang dengan
lingkungannya. Umar dan La Sulo (2005:50) berpendapat bahwa individu yang belajar hanya akan sampai pada perolehan hasil belajar dan pengembangan penalaran bila ia mengalami sendiri dalam proses hasil belajar tersebut. Senada dengan Umar dan La Sulo, Hamzah (2008:133) mengatakan bahwa seorang anak yang ingin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
mencapai hasil belajarnya pada mata pelajaran matematika memerlukan proses kerja untuk memecahkan masalah matematika. Hasil belajar siswa dapat diketahui bila dilakukan penilaian terhadap evaluasi (tes) yang sudah dilakukan. Aunurrahman (2009:207) mengemukakan bahwa penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana proses belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil belajar seorang peserta didik (siswa). Sementara Dimyati dan Mudjiono (2002:259) mengatakan bahwa tes hasil belajar dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan belajar. Pada umumnya tes ini disusun oleh guru sendiri. Usaha-usaha yang perlu dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas serta kelebihan-kelebihan yang ada di lingkungan sekolah antara lain: 1.
Meningkatkan keterampilan guru atau siswa dalam menggunakan alat bantu ajar.
2.
Meningkatkan keterampilan guru dalam menggunakan model yang tepat.
3.
Memanfaatkan alat atau bahan yang tersedia dan mudah didapat sebagai sumber belajar. Selain itu, untuk menghadapi dan menyikapi kurikulum yang berbasis
kompetensi yang kemudian disempurnakan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan, para guru diharapkan dapat selalu menyesuaikan diri dan dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
mengikuti
perubahan
kurikulum
yang
selalu
berkembang
mengikuti
perkembangan jaman. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan indikator untuk memperoleh informasi tentang perkembangan seseorang setelah melakukan proses belajar.
b. Matematika dan Matematika di SMK Matematika merupakan ilmu yang banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena begitu pentingnya matematika dalam kehidupan ini, maka matematika sudah diajarkan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Menurut Poerwadarminta (2005:723), “Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan”. Sedangkan Johnson dan Rise menyatakan ”Matematika adalah suatu pola berpikir, pola pengorganisasian, pembuktian yang logis” (dalam Erman Suherman, 2008: 12). Dalam buku kurikulum (2004:202) sekolah menengah kejuruan disebutkan bahwa matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah. Implikasi dari pandangan ini adalah (1) lingkungan belajar harus mendorong timbulnya masalah matematika (2) siswa memecahkan masalah matematika menggunakan caranya sendiri (3) mendorong siswa untuk berpikir logis (4) mengembangkan kompetensi untuk memecahkan masalah. Pada dasarnya, pengertian matematika di SMK sama dengan pengertian matematika pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada titik berat materi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
pelajarannya yang mana matematika di SMK lebih menitikberatkan pada aplikasinya pada kehidupan nyata dan dunia kerja. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan-bilangan dan hubungan antar bilangan
yang
dalam
penyelesaiannya
diperlukan
pola
berpikir,
pola
pengorganisasian dan pembuktian logis (nalar). Sesuai dengan pengertian hasil belajar dan pengertian matematika tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah semua efek yang dapat dijadikan indikator untuk memperoleh informasi tentang perkembangan seseorang setelah melakukan proses belajar matematika.
B. Penelitian yang Relevan Berikut ini adalah penelitian yang berkaitan dengan Problem Based Learning yang dilakukan di luar negeri: 1.
Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng (2005). The results indicate that PBL method has an overall positive impact on the Mathematics Method students attitudes, activities and perceptions towards Problem-Based Learning. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Masalah mengindikasikan pengaruh positif terhadap kemampuan, aktivitas dan persepsi terhadap matematika. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
PBL. Perbedaannya adalah materi yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL dan hubungannya dengan kemampuan penalaran. 2.
Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er (2010). The results showed that students in both conditions significantly improved their problem-solving scores given a chance to revise their initial problem-solving reports. In addition, the study revealed a positive effect of the expert modeling mechanism in supporting students’ reasoning and problem-solving processes.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based learning secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah mekanisme pemodelan dan mendukung penalaran siswa. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL dan penalaran. Perbedaannya adalah pembelajarannya dengan sistem jaringan, materi yang digunakan, tempat penelitian dan modifikasi PBL. 3.
John R. Mergendoller, Nan L.Maxwell, Yolanda Bellisimo (2000). PBL was found to be a more effective instructional approach for teaching macroeconomics than traditional lecture–discussion (p = .05). Additional analyses provided evidence that PBL was more effective than traditional instruction with students of average verbal ability and below, students who were more interested in learning economics,and students who were most and least confident in their ability to solve problems. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based learning lebih efektif untuk mengajar makroekonomi dibanding model ceramah atau diskusi biasa ditinjau dari kemampuan verbal siswa. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
pelajaran
yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi
PBL dan
kemampuan verbal. 4.
Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson (2010). Our findings revealed that moderately structured and fairly complex undergraduate research (UR) problems are well-suited for PBL implementation in the classroom because they trigger the use of multiple cognitive operations in the context of a continuously changing, dynamic.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa masalah penelitian sarjana yang kompleks sangat cocok untuk penerapan PBL dalam kelas karena dapat memicu penggunaan beberapa operasi kognitif dalam kaitannya dengan perubahan yang terus menerus. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL dan kemampuan penalaran. 5.
Johannes Strobel and Angela van Barneveld (2009). Our findings indicated that PBL was superior when it comes to longterm retention, skill development and satisfaction of students and teachers, while traditional approaches were more effective for shortterm retention as measured by standardized board exams. Implications are discussed. Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif untuk pengembangan ingatan dan keterampilan jangka panjang sedangkan pengajaran tradisional efektif untuk ingatan jangka pendek. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL, tradisional (ceramah) dan kemampuan penalaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
6.
Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons (2004). Results of our study suggest that PBL units involving students with varied disabilities have the potential to help students with special needs gain social skills, feel compassion for less able students, gain self-esteem, and stay engaged in their learning. Observational data indicated that the students in the present study were engaged during the unit, and both teachers and students perceived that students were more engaged than during traditional instruction. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa siswa penyandang cacat yang diberi PBL lebih aktif dalam belajar dibanding pengajaran tradisional. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL, tradisional (ceramah) dan kemampuan penalaran.
C. Kerangka Berpikir 1.
Pengaruh Model PBL terhadap Hasil Belajar Matematika Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar
matematika adalah model pembelajaran yang ditentukan guru. Banyaknya model pembelajaran tidak berarti bahwa semua model pembelajaran itu dipakai semua, tapi harus dipilih yang paling sesuai dengan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini dikarenakan masing-masing model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda sehingga harus dicari materi yang paling cocok dengan pelajaran yang akan disampaikan. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang didasari oleh permasalahan. Model pembelajaran ini sangat sesuai bila digunakan dalam pembelajaran matematika karena prinsip dasar matematika adalah mencari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
penyelesaian dari soal atau masalah yang disajikan. Pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real, banyak dijumpai masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik diharapkan akan dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa dibanding dengan free PBL.
2.
Pengaruh Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Matematika Matematika adalah pelajaran yang banyak memerlukan penalaran dalam
mencari penyelesaian dari soal-soal yang disajikan. Perbedaan kemampuan penalaran yang dimiliki masing-masing siswa akan menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi akan mudah memahami maksud dari soal-soal matematika dan mudah untuk menentukan arah penyelesaian soal-soal tersebut. Sebaliknya siswa yang kemampuan penalarannya sedang atau bahkan rendah akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika karena mereka kesulitan dalam memahami soal dan menentukan arah penyelesaiannya.
3.
Pengaruh Model PBL dan Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Siswa Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan meningkatkan hasil belajar
matematika siswa. Model PBL, apalagi PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik, sangat cocok dipakai pada Standar Kompetensi memecahkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real karena materi pada standar kompetensi ini banyak berhubungan dengan permasalahan hidup sehari-hari. Di samping itu, karena karakteristik pembelajaran matematika menuntut siswa untuk dapat memecahkan masalah berupa penyelesaian soal-soal yang diberikan guru, maka dengan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan kemampuan siswa dalam memahami soal-soal matematika dapat meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajarnya. Matematika adalah ilmu yang banyak memerlukan aktivitas berpikir dari pada menghafal. Oleh karena itu kemampuan penalaran siswa yang merupakan faktor internal ikut menentukan tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa. Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi akan mudah memahami soal-soal matematika karena mudah mencari arah dari penyelesaian soal-soal tersebut. Akibatnya, pemberian model pembelajaran yang manapun, termasuk free PBL maupun modified PBL, akan sedikit pengaruhnya pada hasil belajarnya atau bahkan mungkin tidak ada pengaruhnya sebab hasil belajar siswa tersebut tetap tinggi baik diberi model free PBL maupun modified PBL. Siswa dengan kemampuan penalaran sedang sudah mampu memahami persoalan matematika walaupun tidak sebaik siswa dengan kemampuan penalaran tinggi. Pemberian model free PBL sudah cukup sebab mereka dapat memahami matematika tanpa bantuan pendekatan realistik. Oleh karena itu pemberian model modified PBL akan memberi hasil belajar yang sama dengan free PBL. Siswa dengan kemampuan penalaran rendah kurang mampu memahami matematika yang bersifat abstrak. Untuk itu penggunaan model PBL yang dimodifikasi dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
pendekatan realistik diharapkan dapat membantu siswa memahami persoalan matematika yang bersifat abstrak sehingga hasil belajar siswa tersebut dapat ditingkatkan. Dengan demikian model PBL dan kemampuan penalaran siswa akan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Hasil belajar siswa pada model PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik lebih baik dari pada model free PBL.
2.
Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi mempunyai hasil belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan kemampuan penalaran rendah, sedangkan siswa dengan kemampuan penalaran sedang mempunyai hasil belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
3.
Perbedaan
hasil
belajar
matematika
antara
masing-masing
model
pembelajaran tidak konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran. a. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. b. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
c. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL lebih baik dari pada siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. d. Pada model pembelajaran free PBL, hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan rendah, sedangkan hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran rendah. e. Pada model pembelajaran modified PBL, hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan rendah, sedangkan hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang sama baiknya dengan siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian, Subyek Penelitian dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK Kota Surakarta dengan subyek penelitian
siswa semester satu tingkat X tahun pelajaran 2011/2012. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2011/2012. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: a. Tahap perencanaan Tahap perencanaan meliputi: penyusunan usulan penelitian, penyusunan instrumen penelitian, pengajuan ijin penelitian, membicarakan instrumen dengan guru setempat. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011. b. Tahap pelaksanaan Tahap pelaksanaan meliputi uji coba instrumen dan pengumpulan data sampel. Tahap ini dilaksanakan bulan Agustus 2011 sampai dengan Nopember 2011. c. Tahap penyusunan laporan Penyusunan laporan dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai Mei 2012.
B. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan digunakan penelitian eksperimental commitsemu to useradalah peneliti tidak mungkin 40 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
mengontrol semua variabel yang relevan. Seperti yang dikemukakan Budiyono (2003:82), ”Tujuan eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan”. Dalam penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen 1, yaitu siswa yang mendapat perlakuan model free PBL. Kelompok kedua adalah kelompok eksperimen 2, yaitu siswa yang mendapat perlakuan pembelajaran matematika dengan model modified PBL. Untuk masing-masing kelompok terdiri dari kelompok siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang dan rendah. Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 3 yang dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3.1 Desain Penelitian
B A
b1
b2
b3
a1
ab11
ab12
ab13
a2
ab21
ab22
ab23
Keterangan : A = Model pembelajaran a1 = pembelajaran dengan menggunakan model free PBL a2 = pembelajaran dengan menggunakan model modified PBL B = Kemampuan Penalaran b1 = Kemampuan penalaran tinggi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
b2 = Kemampuan penalaran sedang b3 = Kemampuan penalaran rendah Pelaksanaan penelitian menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut: a. Melakukan observasi Observasi SMK meliputi observasi objek penelitian, pengajaran dan fasilitas yang dimiliki. b. Mengambil kelas mana yang akan digunakan untuk penelitian dan kelas untuk uji coba instumen. c. Melakukan tes kemampuan penalaran d. Memberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model free PBL pada kelas eksperimen 1 dan modified PBL pada kelas eksperimen 2. e. Mengadakan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa. C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel Penelitian 1. Populasi Menurut Sugiyono (2008:61) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan Sukardi (2008:53) menyatakan bahwa populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu kesimpulan. Pada penelitian ini sebagai populasi adalah semua siswa tingkat X SMK Kota Surakarta tahun pelajaran 2011/2012.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2. Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2008:62). Sedangkan Suharsimi Arikunto (2007:131) mengemukakan bahwa ”Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Sukardi (2008:54) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih untuk sumber data. Dalam penelitian, tidak selalu perlu untuk meneliti semua obyek dalam populasi, karena selain membutuhkan biaya yang besar juga memerlukan waktu yang lama. Untuk itu dengan mengambil sebagian obyek suatu populasi atau sering disebut dengan pengambilan sampel diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat menggambarkan populasi yang bersangkutan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling yang memandang populasi sebagai kelompok-kelompok dan stratified random sampling yang membagi SMK di Surakarta menjadi tiga strata yaitu strata tinggi, strata sedang dan strata rendah. Dalam hal ini, kita ambil tiga sekolah sebagai sampel yang mewakili kelompok/strata tinggi, kelompok/strata sedang dan kelompok/strata rendah berdasarkan nilai rata-rata Ujian Nasional mata pelajaran matematika tahun pembelajaran 2009/2010 dan masing-masing diambil 2 kelas sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Berikut ini adalah data SMK di Kota Surakarta yang disusun berdasarkan rata-rata nilai Ujian Nasional mata pelajaran matematika tahun pembelajaran 2009/2010 yang diperoleh dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Tabel 3.2 Daftar SMK di Surakarta yang Diurutkan Berdasarkan Rata-rata Nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika Tahun 2009/2010 Rata-rata Nilai Kelompok/ No. Nama Sekolah UN Matematika Strata 1 SMK Farmasi Nasional Surakarta 8.68 2 SMK Negeri 2 Surakarta 8.26 3 SMK Kasatriyan Surakarta 8.23 4 SMK Analis Kesehatan Nasional 8.18 5 SMK Negeri 6 Surakarta 8.10 6 SMK Negeri 4 Surakarta 8.06 7 SMK Negeri 5 Surakarta 7.82 Tinggi 8 SMK Negeri 1 Surakarta 7.81 9 SMK Marganingsih Surakarta 7.56 10 SMK Negeri 7 Surakarta 7.54 11 SMK Tunas Pembangunan 3 Surakarta 7.50 12 SMK Negeri 3 Surakarta 7.49 13 SMK Katolik Mikael Surakarta 7.37 14 SMK Sahid Surakarta 7.29 15 SMK Negeri 9 Surakarta 7.16 16 SMK Murni 1 Surakarta 7.03 17 SMK Bhinneka Karya Surakarta 6.98 18 SMK Wijaya Kusuma Surakarta 6.95 19 SMK Negeri 8 Surakarta 6.90 20 SMK PGRI 1 Surakarta 6.88 21 SMK Purnama Surakarta 6.88 Sedang 22 SMK Cokroaminoto 2 Surakarta 6.84 23 SMK Pancasila Surakarta 6.80 24 SMK Kristen 1 Surakarta 6.72 25 SMK Muhammadiyah 1 Surakarta 6.63 26 SMK Muhammadiyah 3 Surakarta 6.61 27 SMK Batik 1 Surakarta 6.38 28 SMK Tunas Pembangunan 2 Surakarta 6.32 29 SMK Warga Surakarta 6.25 30 SMK Kristen Margoyudan Surakarta 6.20 31 SMK Kristen (SMKK) Surakarta 6.04 32 SMK Kristen 2 Surakarta 5.97 33 SMK Muhammadiyah 2 Surakarta 5.96 34 SMK Batik 2 Surakarta 5.95 35 SMK Kanisius Surakarta 5.87 Rendah 36 SMK Jayawisata Surakarta 5.82 37 SMK Murni 2 Surakarta 5.82 38 SMK Santo Paulus Surakarta 5.61 39 SMK Bina Mandiri Indonesia Surakarta 5.56 40 SMK Cokroaminoto 1 Surakarta 5.40 41 SMK PGRI 2 Surakarta 5.16 commit to user 42 SMK Tunas Pembangunan 1 Surakarta 4.63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
3. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 3 SMK, masing-masing diambil 2 kelas, dipilih secara acak dan mewakili kelompok/strata tinggi, sedang dan rendah, yaitu: a. SMK Negeri 6 Surakarta mewakili kelompok/strata tinggi. b. SMK Negeri 8 Surakarta mewakili kelompok/strata sedang. c. SMK Kristen 2 Surakarta mewakili kelompok/strata rendah.
D. Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2008:4), variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi: 1.
Variabel bebas, yaitu: a. model pembelajaran b. kemampuan penalaran
2.
Variabel terikat, yaitu: hasil belajar siswa
Untuk lebih jelasnya ketiga variabel akan diuraikan sebagai berikut: 1a. Variabel Model Pembelajaran Variabel ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu model free PBL dan model modified PBL. Model free PBL adalah model pembelajaran berbasis masalah tanpa modifikasi apapun. Model modified PBL adalah model PBL yang commit to user dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing. Dalam pelaksanaannya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
dilakukan dengan cara mengadakan eksperimen terhadap sampel-sampel yang telah ditentukan. Sebagai indikator keberhasilan pembelajaran adalah skor hasil tes yang diadakan pada akhir pembelajaran. Skala pengukuran yang digunakan dalam mengumpulkan data variabel ini adalah skala nominal.
1b. Variabel kemampuan penalaran Kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan logis berdasarkan fakta, sumber dan argumen yang relevan. Variabel ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok dengan kemampuan penalaran tinggi, kelompok dengan kemampuan penalaran sedang dan kelompok dengan kemampuan penalaran rendah. Data dari variabel ini diperoleh dari hasil tes kemampuan penalaran pada sampel yang telah ditentukan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal sedangkan indikator yang digunakan untuk menentukan kelompok diperoleh dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: kelompok penalaran tinggi dengan skor lebih dari ̅
, penalaran sedang dengan skor ̅
dan penalaran rendah dengan skor kurang dari ̅
sampai ̅ . ( X adalah rata-rata
dan s adalah standar deviasi). 2.
Variabel Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa adalah skor yang diperoleh siswa setelah diadakan tes pada akhir pembelajaran yaitu setelah dilakukan perlakuan dengan model free PBL maupun modified PBL. Adapun skala pengukurannya adalah skala interval.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
E. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode tes. Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan penalaran dan hasil belajar siswa. Tes yang digunakan berupa tes obyektif berbentuk pilihan ganda. Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kualitas tes tersebut. Sedangkan untuk menguji butir instrumen digunakan uji daya pembeda dan tingkat kesukaran. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas X PW 2 SMK Negeri 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
1. Uji Validitas Isi Karena instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes, maka uji validitas isi dilakukan dengan cara membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Oleh karena itu untuk melakukan uji validitas isi ini diperlukan validator yaitu orang yang dipandang ahli atau sudah berpengalaman dengan materi yang telah diajarkan dan akan diujikan. Sebelum menyusun soal tes, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang mencakup materi pelajaran yang diajarkan beserta indikatornya dengan tujuan agar penyusunan soal tes dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis. Soal tes tersebut kemudian dikonsultasikan dengan validator agar dapat dilakukan perbaikan bila ada kekurangan dan kelemahannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
2. Uji Reliabilitas Reliabel artinya tetap, dapat dipercaya, andal dan lain-lain. Suatu instrumen dikatakan reliabel bila hasil pengukuran yang diperoleh dari instrumen tersebut relatif sama (tetap) bila pengukuran tersebut dilakukan pada orang yang sama pada waktu yang berlainan (Budiyono, 2011:13). Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh Kuder dan Richardson yang diberi nama K-R 20 sebagai berikut : 2 n st pi qi r11 2 st n 1
dengan :
r11 = indeks reliabilitas instrumen
n = cacah butir instrumen p i = proporsi cacah subyek yang menjawab benar pada butir ke-i q i = 1 pi , i 1,2,..., n 2
s t =variansi total Dalam penelitian ini instrumen disebut reliabel apabila indeks reliabilitas lebih dari 0,70 (r11 > 0,70).
(Budiyono, 2003:69)
3. Analisis Butir Soal a.
Daya Pembeda Suatu butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda jika kelompok siswa yangcommit pandaito user menjawab benar lebih banyak dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
kelompok siswa yang kurang pandai. Untuk mengetahui daya beda suatu butir soal digunakan koefisien korelasi biserial titik
D rpbis
n XY X Y
n X
2
X n Y 2 Y 2
2
Keterangan : rpbis = indeks daya pembeda untuk butir ke-i
n = cacah subyek yang dikenai tes X = skor untuk butir ke-i Y
= skor total (dari subyek uji coba)
(Budiyono, 2011:33)
Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i ≥ 0,3 maka butir tersebut dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik. Sebaliknya jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i < 0,3 maka butir tersebut harus dibuang. b. Tingkat Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan rumus: P
B N
Keterangan : P = Indeks kesukaran B = Banyak peserta tes yang menjawab soal benar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
N = Banyak seluruh peserta tes
(Budiyono, 2011:30)
Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika 0,30 P 0,70.
F. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Keseimbangan Populasi a. Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini dari populasi distribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini digunakan metode Lilliefors dengan prosedur : 1) Hipotesis H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berditribusi normal 2) Statistik Uji L = Maks |F(zi) – S(zi)| dengan : F(zi) zi
= P(Z≤zi) ; Z ~ N(0,1) (Xi X ) s
zi
= bilangan baku
Xi
= skor item
X
= rata-rata
s
= standar deviasi
S(zi)
= proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
3) Taraf Signifikansi 0,05 4) Daerah Kritik (DK) DK = { L| L L α ; n } 5) Keputusan Uji H0 ditolak jika Lhitung terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan a) Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0 diterima b) Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0 ditolak.
(Budiyono, 2004:171)
b. Uji Homogenitas Variansi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat dengan prosedur sebagai berikut : 1) Hipotesis H0 :
12 22 ... k2 (populasi-populasi homogen)
H1 : tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen) 2) Statistik Uji yang digunakan :
2
2,303 (f logRKG c
k
fj log sj2 )
j 1
dengan :
2 ~ 2 (k 1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
1 c 1 3(k 1)
k
1 1 ; RKG f j f
SS f
X
2
j
; SS j X j
2
j
j
nj
= banyaknya populasi=banyaknya sampel k = 2 untuk model pembelajaran, k = 3 untuk kemampuan penalaran siswa
f
= derajat kebebasan RKG = N – k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran) fj = derajat kebebasan untuk sj = nj – 1 j
= 1,2,…,k
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j 3) Taraf signifikansi 0,05 4) Daerah Kritik (DK)
DK= 2 | 2 2 :k 1
5) Keputusan uji H0 ditolak jika 2 hitung terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan Populasi-populasi homogen jika H0 diterima Populasi-populasi tidak homogen jika H0 ditolak (Budiyono, 2004: 176-177) 2. Uji Keseimbangan Populasi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok dalam keadaan seimbang sebelum eksperimen dilakukan. Uji yang digunakan adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
uji-t. Untuk keperluan uji hipotesis ini data diolah dengan bantuan paket program Excel. Adapun prosedur uji-t adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis H0 : μ1 μ 2 (kedua kelompok dalam keadaan yang seimbang) H1 : μ1 μ 2 (kedua kelompok dalam keadaan yang tidak seimbang) b. Taraf signifikansi = 0,05 c. Statistik uji yang digunakan :
t
X sp
1
X2
1 1 n1 n 2
~ t(n1+n2-2)
Keterangan : t
= tobs
X 1 = mean dari sampel kelompok eksperimen 1
X 2 = mean dari sampel kelompok eksperimen 2
n1 = ukuran sampel kelompok eksperimen 1 n2 = ukuran sampel kelompok eksperimen 2 2 2 s 2p = variansi gabungan; s p 2 (n1 1)s1 (n2 1)s2
n1 n2 2
d. Daerah Kritik DK = { t|t < -tα/2 atau t > tα/2 } e. Keputusan uji H0 ditolak jika t DK
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
f. Kesimpulan 1) kedua kelompok dalam keadaan yang seimbang jika H0 diterima. 2) kedua kelompok dalam keadaan yang tidak seimbang jika H0 ditolak. (Budiyono, 2004: 151)
G. Pengujian Hipotesis Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan lima kali sedangkan uji homogenitas dilakukan dua kali. Prosedur uji prasyarat hipotesis ini sama dengan prosedur uji prasyarat keseimbangan populasi yang sudah dibahas di muka. Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, dengan model sebagai berikut : Xijk i j ( )ij ijk
dengan : X ijk
= data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
μ
= rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)
i
= efek baris ke-i pada variabel terikat
j
= efek baris ke-j pada variabel terikat
ij
= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat
ijk
= deviasi data amatan terhadap rataan populasinya μ ij yang berdistribusi
2 normal dengan rataan 0commit dan variansi to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
i
= 1,2; 1 = model pembelajaran free PBL 2 = model pembelajaran modified PBL
j
= 1,2,3; 1= kemampuan penalaran tinggi 2= kemampuan penalaran sedang 3= kemampuan penalaran rendah
k
= 1,2,....,nij; nij = cacah data amatan pada setiap sel ij (Budiyono, 2004:207) Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama, yaitu : a. Hipotesis H0A
: αi = 0 untuk setiap i = 1,2 (tidak ada perbedaan efek antara baris terhadap variabel terikat)
H1A
: paling sedikit ada satu αi yang tidak nol (ada perbedaan efek antara baris terhadap variabel terikat)
H0B
: βj = 0 untuk setiap j= 1,2,3 (tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat)
H1B
: paling sedikit ada satu βj yang tidak nol (ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat)
H0AB :
ij = 0 untuk setiap i =1,2 dan j = 1,2,3 (tidak ada interaksi
baris
dan kolom terhadap variabel terikat) H1AB : paling sedikit ada satu ij yang tidak nol (ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat) commit to user
(Budiyono, 2004:211)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
b. Komputasi 1) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasinotasi sebagai berikut. nij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i kolom ke-j) = cacah data amatan pada sel ij = frekuansi sel ij nh
= rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
pq 1 i , j n ij
N n ij = banyaknya seluruh data amatan i, j
SS ij X ijk2 k
X ijk k nij
2
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij = rataan pada sel ij
ABij
A i ABij
= jumlah rataan pada baris ke-i
i
B j ABij
= jumlah rataan pada baris ke-j
j
G ABij
= jumlah rataan semua sel
i, j
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3), (4), dan (5) sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
1 G
2
pq
4 j
2 SS ij ;
;
i, j
B 2j p
2
3 A i i
q
;
5 ABij 2
;
i, j
2) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah kuadrat, yaitu: JKA = n h {(3) – (1)} JKB
= n h {(4) – (1)}
JKAB = n h {(1) + (5) – (3) – (4)} JKG
= (2)
JKT
= JKA + JKB + JKAB + JKG
dengan: JKA = jumlah kuadrat baris JKB = jumlah kuadrat kolom JKAB = jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom JKG = jumlah kuadrat galat JKT
= jumlah kuadrat total
3) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah dkA = p – 1
dkB = q – 1
dkAb = (p – 1) (q – 1)
dkG = N – pq
dkT = N – 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
4) Rataan kuadrat RKA
JKA dkA
RKAB
RKB
JKB dkB
RKG
JKAB dkAB
JKG dkG
5) Statistik Uji a) Untuk H0A adalah Fa
RKA yang merupakan nilai dari variabel RKG
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p–1 dan N–pq. b) Untuk H0B adalah Fb
RKB yang merupakan nilai dari variabel RKG
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q–1 dan N–pq. c) Untuk H0AB adalah Fab
RKAB yang merupakan nilai dari variabel RKG
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p – 1) (q – 1) dan N – pq. 6) Taraf Signifikansi 0,05 7) Daerah Kritik a) Daerah kritik untuk Fa adalah DK = { F | F > Fα; p – 1, N – pq } b) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = { F | F > Fα; q – 1, N – pq } c) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = { F | F > Fα; (p – 1)(q – 1) , N – pq} 8) Keputusan Uji H0 ditolak jika Fhitung terletak di daerah kritik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
9) Rangkuman Analisis Sumber
JK
dk
RK
Fhit
Ftabel
Baris (A)
JKA
p–1
RKA
Fa
Ftabel
Kolom (B)
JKB
q–1
RKB
Fb
Ftabel
JKAB
(p – 1) (q – 1)
RKAB
Fab
Ftabel
Galat (G)
JKG
N – pq
RKG
-
-
Total
JKT
N–1
-
-
-
Interaksi (AB)
(Budiyono, 2004: 229-233) Untuk keperluan uji hipotesis ini data diolah dengan bantuan paket program Excel.
c. Untuk uji lanjut pasca anava, digunakan metode Scheffe untuk anava dua jalan. Uji lanjut pasca anava ini digunakan bila dalam pengujian hipotesis telah dibuktikan bahwa: (1) terdapat pengaruh dari perbedaan perlakuan yang diberikan. (2) terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan penalaran. (3) lebih dari dua nilai yang dibandingkan. Langkah-langkah dalam menggunakan Metode Scheffe adalah sebagai berikut. 1) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata. 2) Merumuskan hipotesis yang bersesuaiandengan komparasi tersebut. 3) Menentukan taraf signifikansi α = 0,05 to user 4) Mencari harga statistik ujicommit F dengan cara sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
a) Komparasi rataan antar baris Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar baris tidak perlu dilakukan sebab hanya terdiri dari 2 baris sehingga keputusan uji dapat diambil berdasarkan nilai rataan. b) Komparasi rataan antar kolom Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar kolom adalah: F.i . j
X
.i
X.j
2
1 1 RKG n .i n . j
dengan:
F.i .j = nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j X .i = rataan pada kolom ke-i
X .j = rataan pada kolom ke-j RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
n .i = ukuran sampel kolom ke-i
n .j = ukuran sampel kolom ke-j Daerah kritik Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (q – 1)Fα; q – 1, N – pq }
c) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama Uji Scheffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama commit to user adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Fij kj
X
ij
X kj
2
1 1 RKG n ij n kj
dengan: Fij kj
= nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj
X ij
= rataan pada sel ij
X kj
= rataan pada sel kj
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi n ij
= ukuran sel ij
n kj
= ukuran sel kj
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK={F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq} d) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama Uji Scheffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama adalah sebagai berikut. Fijik
X
ij
X ik
2
1 1 RKG n ij n ik
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq}. 5) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda. 6) Menentukan kesimpulan berdasarkan keputusan uji. commit to user
(Budiyono, 2004:214-215)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Uji coba instumen penelitian bertujuan untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas instrumen. Instrumen penelitian yang diujicobakan adalah tes kemampuan penalaran dan tes hasil belajar matematika peserta didik.
1.
Instrumen Kemampuan Penalaran
a.
Validitas Instrumen Sebelum instrumen tes kemampuan penalaran diujicobakan, terlebih
dahulu diuji validitas isinya dengan tujuan untuk mengetahui apakah isi instrumen tersebut dapat mengukur aspek kemampuan penalaran yang akan diteliti. Uji validitas isi dilakukan oleh Drs. Subardo selaku koordinator guru Bimbingan dan Penyuluhan di SMK Negeri 6 Surakarta, Drs. Ramli selaku guru matematika di SMK Negeri 6 Surakarta yang juga merupakan pengurus MGMP matematika Kota Surakarta dan Sigit Ari Wicaksono, M.Pd. selaku guru matematika di SMK Kristen 2 Surakarta. Pemilihan validator tersebut dilakukan juga dengan pertimbangan telah mengajar cukup lama yaitu lebih dari 15 tahun sehingga mempunyai pengalaman mengajar yang memadai. b. Reliabilitas Instrumen Hasil uji coba 50 butir instrumen tes kemampuan penalaran terhadap 33 responden menunjukkan bahwa commit besarnya to indeks user reliabilitas r11= 0,8936 (lihat 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Lampiran 4). Karena r11 > 0,70, maka instrumen tes kemampuan penalaran tersebut reliabel. c. Daya Pembeda Dari hasil penghitungan daya pembeda dengan koefisien biserial titik diperoleh kesimpulan bahwa dari 50 butir pertanyaan kemampuan penalaran hanya 39 pertanyaan yang dipakai karena mempunyai indeks daya pembeda (D) ≥ 0,30 (Lampiran 4). d. Tingkat Kesukaran Hasil penghitungan tingkat kesukaran menunjukkan bahwa dari 50 butir pertanyaan tes kemampuan penalaran, hanya 39 butir yang memenuhi syarat untuk nilai P yaitu 0,30 ≤ P ≤ 0,70. Berdasarkan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran disimpulkan bahwa dari 50 butir pertanyaan tes kemampuan penalaran hanya 39 butir yang memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk penelitian yaitu nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 37, 38, 39, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50. Sedangkan nomor-nomor yang tidak digunakan dalam penelitian ada 11 nomor yaitu nomor 4, 10, 11, 21, 23, 27, 31, 35, 35, 40, 41 (Lampiran 4).
2.
Instrumen Hasil Belajar Matematika
a.
Validitas Instrumen Sebelum instrumen tes hasil belajar matematika diujicobakan, terlebih
dahulu diuji validitas isinya dengan tujuan commit to user untuk mengetahui apakah isi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
instrumen tersebut dapat mengukur aspek hasil belajar matematika yang akan diteliti. Uji validitas isi dilakukan oleh Drs. Ramli selaku guru matematika di SMK Negeri 6 Surakarta yang juga merupakan pengurus MGMP matematika Kota Surakarta dan Sigit Ari Wicaksono, M.Pd. selaku guru matematika di SMK Kristen 2 Surakarta.
b. Reliabilitas Instrumen Hasil uji coba 25 butir instrumen tes hasil belajar matematika terhadap 33 responden menunjukkan bahwa besarnya indeks reliabilitas r11= 0,8312 (lihat Lampiran 11). Karena r11 > 0,70, maka instrumen tersebut reliabel.
c. Daya Pembeda Dari hasil penghitungan daya pembeda dengan koefisien biserial titik diperoleh kesimpulan bahwa dari 25 butir pertanyaan tes hasil belajar hanya 23 pertanyaan yang dipakai karena mempunyai indeks daya pembeda (D) ≥ 0,30 (Lampiran 11).
d. Tingkat Kesukaran Hasil penghitungan tingkat kesukaran menunjukkan bahwa dari 25 butir soal tes hasil belajar matematika hanya 23 butir yang memenuhi syarat untuk nilai P yaitu 0,30 ≤ P ≤ 0,70. Berdasarkan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran disimpulkan bahwa dari 25 butir commit to usersoal tes hasil belajar matematika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
hanya 23 butir yang memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk penelitian yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24. Sedangkan nomor-nomor yang tidak digunakan dalam penelitian ada 2 nomor yaitu nomor 12 dan 25 (Lampiran 11).
B.
Hasil Uji Keseimbangan Populasi Sebelum kedua sampel mendapat perlakuan proses pembelajaran yang
berbeda, maka perlu diuji dulu apakah kedua sampel itu berasal dari populasi yang seimbang. Karena materi pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real, khususnya pada Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan real, dasar-dasarnya telah diajarkan di SMP, maka sampel dalam penelitian ini yang diambil dari siswa-siswi kelas X SMK telah mempunyai kemampuan awal tentang operasi bilangan real. Sehingga soal-soal tes awal yang digunakan meliputi tes pada operasi bilangan real.
1.
Uji Prasyarat Keseimbangan Populasi
a.
Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan untuk
uji keseimbangan pada kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II memenuhi persyaratan uji-t. Hasil analisis uji Normalitas Lilliefors untuk setiap kelompok dengan tingkat signifikansi = 0,05 dapat dilihat dari tabel rangkuman berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Lilliefors
Kelompok
Lobs
Ltabel
Keputusan
Kesimpulan
Eksperimen I
0,0724
0,0845
H0 diterima
Berdistribusi Normal
Eksperimen II
0,0838
0,0853
H0 diterima
Berdistribusi Normal
(lihat Lampiran 19 dan 20)
b.
Uji Homogenitas Variansi Selain uji Normalitas juga perlu dilakukan uji homogenitas variansi. Jika
data yang digunakan untuk uji keseimbangan normal dan homogen maka, uji keseimbangan antara kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II dengan uji-t dapat digunakan. Hasil analisis uji homogenitas variansi kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II dengan uji Bartlett pada tingkat signifikansi
2 = 0,05 menunjukkan bahwa χobs
= 1,9016. Daerah kritik untuk 2
uji ini DK = { 2 2 2 0,05;k 1 = 3,841}. Karena χ obs DK maka H0 diterima. Jadi kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II mempunyai variansi yang sama (homogen). Proses penghitungan uji homogenitas ini dapat dilihat pada Lampiran 21. Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi
Kelompok
2 obs
2 tabel
Keputusan
Kesimpulan
Eksperimen I dan Eksperimen II
1,9016
3,841
H0 diterima
Kedua kelompok mempunyai variansi yang homogen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
2. Uji keseimbangan Populasi Hasil analisis uji–t pada tingkat signifikansi = 0,05 dapat dilihat pada tabel rangkuman di bawah ini : Tabel 4.3 Rangkuman Uji Keseimbangan Populasi Kelompok
t
Eksperimen I dan Eksperimen II
t
obs
0,7363
tabel
1,960
Keputusan H0 diterima
kesimpulan Sama rerata (lihat Lampiran 22)
Berdasarkan hasil uji-t tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II dalam keadaan seimbang.
C. Deskripsi Data Hasil Belajar Data hasil belajar matematika siswa dapat dilihat pada Lampiran 23 dan 24. Secara deskriptif disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.4 Deskripsi Skor Hasil Belajar Matematika
Variabel
N
Min
Maks
Rerata
St Dev
Jumlah
Eksperimen I
110
4
21
13,464
4,2527
1481
Eksperimen II
108
6
23
15,528
3,5293
1679
Penalaran Tinggi
74
6
23
18,189
2,9409
1346
Penalaran Sedang
75
6
20
13,920
2,5250
1044
Penalaran Rendah
69
4
17 11,130 commit to user
3,0257
768
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
D. Analisis Variansi 1.
Uji Prasyarat Analisis Variansi
a. Uji Homogenitas Variansi Dalam penelitian ini uji homogenitas variansi yang digunakan adalah uji Bartlett dengan tingkat signifikansi = 0,05. Rangkuman hasil penelitian untuk uji homogenitas sebagai berikut:
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Bartlet Kelompok
2 obs
2 tabel
Keputusan
Kesimpulan Kedua kelompok
Eksperimen I dan 3,7115
3,841
H0 diterima
mempunyai
Eksperimen II variansi sama Ketiga kelompok Kategori Tinggi, 2,854
5,991
H0 diterima
mempunyai
Sedang, Rendah variansi sama
Berdasarkan uji Bartlett dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen I (free PBL) dan kelompok eksperimen II (modified PBL) mempunyai variansi yang sama (homogen). Begitu pula dengan kelompok penalaran tinggi, sedang, dan rendah. Ketiga kelompok itu mempunyai variansi yang sama (homogen). Proses penghitungan uji prasyarat ini dapat dilihat pada Lampiran 25 dan 26. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
b. Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data sampel random berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah uji Lilliefors dengan tingkat signifikansi = 0,05. Proses penghitungan uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran 27 sampai dengan Lampiran 31. Hasil uji normalitas disajikan dalam rangkuman sebagai berikut:
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Lilliefors Kelompok
Lobs
Ltabel
Keputusan
Kesimpulan
Eksperimen I
0,0643
0,0845
H0 diterima
Berdistribusi Normal
Eksperimen II
0,0717
0,0853
H0 diterima
Berdistribusi Normal
0,0750
0,1030
H0 diterima
Berdistribusi Normal
0,1014
0,1023
H0 diterima
Berdistribusi Normal
0,0967
0,1067
H0 diterima
Berdistribusi Normal
Penalaran Tinggi Penalaran Sedang Penalaran Rendah
2. Uji Hipotesis Penelitian Uji hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama. Sedangkan pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan paket program excel. Berdasarkan analisis uji persyaratan diperoleh bahwa sampel random data amatan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang sama (homogen). Dengan demikian uji hipotesis dengan teknik analisis varian dapat dilanjutkan. Rangkuman hasil uji hipotesis dengan tingkat signifikansi = 0,05 diperoleh hasil sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Sumber
JK
dk
RK
Fobs
Ftabel
keputusan
Model Pemb (A) 250,970
1
250,9705 36,794
3,84
H0 ditolak
Penalaran (B)
1866,294
2
933,1470 136,805
3,00
H0 ditolak
Interaksi (AB)
34,129
2
17,0647
3,00
H0 diterima
Galat (G)
1446,014
212
6,8208
Total (T)
3597,408
217
2,502
(Lihat Lampiran 32)
Hasil rangkuman analisis varian menunjukkan bahwa: a.
Efek faktor A (model pembelajaran free PBL dan modified PBL) terhadap variabel terikat (hasil belajar) H0(A) ditolak. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran free PBL dan modified PBL terhadap variabel terikat (hasil belajar).
b.
Efek faktor B (kemampuan penalaran) terhadap variabel terikat (hasil belajar) H0(B) ditolak. Berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kemampuan penalaran terhadap variabel terikat (hasil belajar matematika).
c.
Interaksi faktor A dan B terhadap variabel terikat H0(AB) diterima. Berarti tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan penalaran siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
E. Uji Lanjut Pasca Anava Dari rangkuman hasil uji hipotesis di atas telah ditunjukkan bahwa : 1.
H0(A) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Tetapi karena variabel model pembelajaran hanya mempunyai 2 nilai (free PBL dan modified PBL), maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava.
2.
H0(B) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Adapun rataan masing-masing sel serta rangkuman komparasi gandanya dengan rumusrumus scheffe’ hasilnya terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis
Kategori Penalaran
Model Pembelajaran
Tinggi
Sedang
Rendah
Rataan Marginal
Free PBL
17,595
12,950
9,485
13,464
Modified PBL
18,811
15,029
12,639
15,528
Rataan Marginal
18,189
13,920
11,130 (lihat Lampiran 33)
Tabel 4.9 Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom
F.1-.2
F.1-.3
F.2-.3
H0
.1 .2
.2 .3
.1 .3
F Scheffe’
96,935
261,894
41,167
2F 0,05;2,212
6,00
6,00
6,00
Kesimpulan
commit to userH0 ditolak H0 ditolak
H0 ditolak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
3.
H0(AB) diterima, maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava antar sel sebab tidak terdapat interaksi antara faktor A (model pembelajaran) dengan faktor B (kemampuan penalaran).
F. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dan uji lanjut pasca anava yang telah diuraikan di atas dapat dijelaskan ketiga hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi pembelajaran model free PBL dengan model modified PBL Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis diperoleh bahwa H0(A) ditolak. Ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi pembelajaran model free PBL dengan model modified PBL. Dari rerata marginalnya yaitu free PBL = 13,464 dan modified PBL = 15,528 dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran modified PBL lebih baik dari siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL. Dengan bantuan program paket statistik Minitab 16, grafiknya terlihat sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Main Effects Plot for Marginal Mean Data Means
17
Mean
16
15
14
13 12 free PBL
modified PBL Model Pembelajaran
Gambar 4.1 Perbedaan Hasil Belajar antara model free PBL dan modified PBL Hasil uji hipotesis ini didukung pendapat Lev Vygotsky (dalam Slavin, 2008:82) yang mengatakan bahwa anak didik melakukan tugas-tugas baru yang berada dalam kemampuan mereka dengan lebih baik bila mendapat bimbingan guru atau teman (bisa melalui diskusi kelompok) dan pendapat Sugiyanto (2009:16) yang menyatakan bahwa belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami dalam kehidupan sehari-hari apa yang dipelajari. 2.
Perbedaan hasil belajar matematika ditinjau dari kategori tes kemampuam penalaran Hasil analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa H0(B) ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan kategori penalaran tinggi, sedang dan rendah. Dari hasil komparasi ganda pasca commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
anava antara siswa dengan kemampuan penalaran tinggi dengan siswa penalaran sedang di mana H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa kategori penalaran tinggi dengan siswa kategori penalaran sedang. Dengan membandingkan rataan marginal skor siswa kategori penalaran tinggi (18,189) dengan skor siswa kategori penalaran sedang (13,920) maka dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan penalaran tinggi lebih baik hasil belajarnya dibanding dengan siswa kemampuan penalaran sedang. Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran tinggi dengan kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan penalaran tinggi dengan
siswa
penalaran
rendah.
Dengan
membandingkan
rataan
marginalnya (penalaran tinggi = 18,189 dan penalaran rendah = 11,130) dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran tinggi lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah. Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran sedang dengan kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan penalaran sedang dengan siswa penalaran rendah. Dengan membandingkan rataan marginalnya (penalaran sedang = 13,920 dan penalaran rendah = 11,130) dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Dengan bantuan program paket statistik Minitab 16, grafiknya terlihat sebagai berikut :
Main Effects Plot for Marginal Mean Data Means
20
18
Mean
16
14
12
10 Rendah
Sedang Kemampuan Penalaran
Tinggi
Gambar 4.2 Perbedaan Hasil Belajar Menurut Kemampuan Penalaran
Hasil uji hipotesis ini didukung pendapat Suradji (2008:60) yang mengatakan bahwa semakin tinggi kemampuan penalaran seseorang akan semakin tinggi pula hasil belajar matematikanya dan pendapat Munandar (dalam Arif Rohman, 2009:143) yang mengatakan bahwa siswa berbakat dalam matematika adalah siswa yang mempunyai penalaran tajam dan berpikir logis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
3. Perbedaan hasil belajar matematika berdasar model pembelajaran dan kategori kemampuan penalaran Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa H0(AB) diterima. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran secara konsisten mempengaruhi hasil belajar matematika siswa, baik pada kategori penalaran tinggi, sedang maupun rendah, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran model modified PBL selalu lebih baik dibanding dengan hasil belajar siswa yang diberi model pembelajaran free PBL. Hasil uji hipotesis ini tidak sesuai dengan hipotesis yang peneliti ajukan yaitu perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran
tidak
konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
Kemungkinan yang menjadi penyebab adalah faktor model pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing lebih dominan dalam mempengaruhi hasil pembelajaran dari pada model pembelajaran berbasis masalah murni. Peran guru dalam membimbing masih diperlukan dalam menjembatani antara sifat abstrak matematika dengan keadaan realistik yang mudah dipahami siswa. Walaupun peran guru diperlukan, guru harus dapat menempatkan diri sebagai fasilitator dan hanya memberikan bimbingan bila siswa mengalami kesulitan dalam memahami sifat abstrak matematika. Sesuai dengan kenyataan ini, pendapat dari Lev Vygotsky dan Sugiyanto sangat relevan. Di samping itu, faktor keterbatasan penelitian kemungkinan ikut menjadi penyebab ketidaksesuaian antara hipotesis penelitian dengan hasil penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Dengan bantuan program statistik Minitab 16, konsistensi (tidak adanya interaksi) antara model pembelajaran dengan kemampuan penalaran siswa terlihat dalam grafik berikut : Interaction Plot Data Means
20
Model Pembelajaran Free PBL Modified PBL
18
Mean
16 14 12 10 Rendah
Sedang Kemampuan Penalaran
Tinggi
Gambar 4.3 Grafik Hasil Belajar ditinjau dari Model Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran G. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini banyak faktor yang tidak diperhitungkan dan ini merupakan keterbatasan dalam penelitian. Adapun beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1.
Karena tidak semua materi pelajaran cocok dengan model pembelajaran tertentu, maka model pembelajaran modified PBL (Pembelajaran Berbasis Masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing) hanya cocok diterapkan pada materi pelajaran matematika yang berhubungan dengan keadaan realistik ataucommit keadaan to sehari-hari. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
2.
Adanya kegiatan di sekolah yang melibatkan siswa yang diteliti menyebabkan siswa tersebut tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara teratur yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi hasil belajar matematikanya.
3.
Dalam melaksanakan pembelajaran, peneliti mendapat bantuan dari guru matematika dari sekolah tempat diadakannya penelitian ini. Walaupun peneliti selalu berkoordinasi dengan guru matematika tersebut, tapi dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang disebabkan oleh terbatasnya sarana pendidikan, situasi dan kondisi siswa dan lingkungan sekolah, serta waktu pembelajaran.
4.
Data hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real dengan Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan real. Untuk penyempurnakan lebih lanjut penelitian ini perlu diujicobakan pada Standar Kompetensi yang lain.
5.
Model diskusi yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan kelas menjadi ramai dan ada kemungkinan hanya siswa tertentu saja yang terlihat aktif dalam proses pembelajaran.
6.
Dalam mengerjakan soal tes, baik tes kemampuan penalaran maupun tes hasil belajar, kemungkinan masih ada siswa yang bekerja sama sehingga akan berakibat data untuk skor kemampuan penalaran dan hasil belajar matematika menjadi kurang murni. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis variansi dan uji lanjut setelah analisis variansi di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing (modified PBL) lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL). 2. Hasil belajar matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang dan rendah, dan hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran rendah. 3. perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis akan menyampaikan implikasi yang bermanfaat secara teoretis maupun praktis dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika. commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
1. Implikasi Teoretis Implikasi teoretis yang penting dalam penelitian ini berupa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing lebih baik dari model pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL). Sebagai konsekuensinya, tugas guru matematika masih sangat dibutuhkan agar para siswa dapat lebih mudah menyerap dan memahami materi pelajaran matematika. Tes kemampuan penalaran dapat diterapkan dalam rangka untuk menjaring dan menyeleksi calon peserta didik baru atau calon tenaga kerja yang membutuhkan pengetahuan dan kemampuan matematika yang tinggi, misalnya di bidang teknologi dan informatika.
2. Implikasi Praktis Karena telah terbukti bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing lebih baik dari model pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL), maka diharapkan para guru matematika dapat menerapkan model pembelajaran modified PBL ini dalam proses belajar mengajar di sekolah. Di samping itu guru diharapkan dapat membuat dan mengembangkan suatu bentuk bimbingan yang dapat digunakan bersama-sama dengan model pembelajaran berbasis masalah karena ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi matematika yang secara umum mempunyai sifat abstrak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Agar proses belajar mengajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat dilaksanakan secara optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru, antara lain: 1. Perlu diberikan penjelasan mengenai prosedur pembelajaran berbasis masalah yang sejelas-jelasnya kepada siswa, agar siswa dapat belajar mandiri atau dengan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. 2. Perlu menumbuhkan sikap pantang menyerah kepada siswa dalam mencari, mencoba dan menentukan pemecahan masalah melalui kejadian kehidupan sehari-hari . 3. Perlu diusahakan lingkungan belajar yang mendukung kegiatan belajar siswa untuk mencari, mencoba dan memecahkan masalah yang dihadapi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari baik secara mandiri maupun melalui diskusi kelompok.
C.
Saran Agar hasil belajar matematika dapat ditingkatkan, maka disarankan:
1.
Kepada pengajar :
a.
Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran matematika yang sedang diampunya karena tidak semua materi pelajaran matematika cocok dengan model pembelajaran tertentu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
b.
Model pembelajaran berbasis masalah lebih tepat bila diterapkan dalam bentuk pembelajaran kooperatif dengan cara diskusi kelompok antar sesama siswa. Untuk itu guru perlu memfasilitasi dan mendukung proses pembelajaran melalui pengelompokan siswa, menyiapkan materi diskusi dan memberi lembar kerja siswa atau modul. Dalam hal ini, peran guru dalam proses belajar mengajar masih sangat dibutuhkan sebagai fasilitator dan pembimbing.
2.
Kepada Pihak Sekolah
a.
Dalam penerimaan peserta didik baru, perlu menggunakan tes kemampuan penalaran agar dapat memprediksi kemampuan peserta didik terutama dalam bidang matematika.
b.
Memberi dukungan kepada guru agar aktif dalam mengikuti kegiatankegiatan yang sifatnya menambah pengetahuan, baik itu dari segi materi pelajaran maupun model pembelajaran.
c.
Menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam segala kegiatan yang menunjang proses pembelajaran dan peningkatan kreatifitas siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Fuady. 2008. Paradigma Baru dalam Pendidikan dan Pembelajaran, Learning is Fun. Bandung: BMTI. Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laks Bang Mediatama. Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. Budiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Budiyono. 2011. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons. 2004. Perceptions of the Value of Problem-based Learning among Students with Special Needs and Their Teachers. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 1, no. 2 Dahar, R. W. 1988. Teori-teori belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi. Defantri. 2009. Pembelajaran Matematika di Sekolah. http://defantri.blogspot. com/2009/05/pembelajaran-matematika-di-sekolah.html (diakses tanggal 7 Juli 2011). Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Erman Suherman. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. http://wordpress.com/petaanakbangsa/htm Hamzah B. Uno. 2008. Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Ispujiati. 2009. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik. Palembang:Johannes Strobel and Angela van Barneveld. 2009. When is PBL More Effective? A Meta-synthesis of Meta-analyses Comparing PBL to Conventional Classrooms. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 3, no. 1 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
John R. Mergendoller, Nan L. Maxwell, Yolanda Bellisimo. 2000. The Effectiveness of Problem-based Instruction: A Comparative Study of Instructional Methods and Student Characteristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 1, no. 2 Jujun S. Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kelvin Seifert. 2010. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: BP. Dharma Bhakti. Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Marsigit. 2008. Pendekatan Matematika Realistik pada Pembelajaran Pecahan di SMP. Disampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI untuk Guru SMP di LPP Yogyakarta. Martinis Yamin. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press. Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson. 2010. Understanding Undergraduate Research Experiences through the Lens of Problembased Learning: Implications for Curriculum Translation. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. volume 4, no. 2. Poerwodarminto, W.J.S. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: CV. Tarsito. Santyasa, I Wayan. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompentensi. Disampaikan dalam Penataran Guru SMP, SMA, SMK di Kabupaten Jembrana, Bali. Saptono, R. 2003. Is Problem Based Learning (PBL) a better approach for engineering education?. Yogyakarta: Cafeo 21 Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng. 2005. Integrating Problem-Based Learning (PBL) in Mathematics Method Course. Faculty of Education, University of Malaya. Slavin Robert E. 2008. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Massachusets: Allyn and Bacon Publishers. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Slavin Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks. Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Mata Padi Presindo. Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Suradji. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press. Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jogjakarta: Media Abadi. Wiji Suwarno. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er. 2010. A Cognitive Support System to Scaff old Students Problem-based Learning in a Web-based Learning Environment. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 4, no. 1.
commit to user