92 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017
PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY DAN INQUIRY DITINJAU DARI HASIL BELAJAR IPA SISWA
Ummu Hanifah
[email protected] Wasitohadi Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar UKSW
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan efektivitas antara penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas yaitu model pembelajaran discovery dan inquiry dan variabel terikat yaitu hasil belajar. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji uji Independent Sample T-Test dengan bantuan software SPSS 16 for windows. Hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi (2-tailed) 0,002. Oleh karena nilai signifikansi 0,002 kurang dari 0,05 (0,002 < 0,05) artinya 𝐻𝐻0 ditolak dan 𝐻𝐻𝑎𝑎 diterima maka terdapat perbedaaan efektivitas antara penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran discovery lebih efektif dibanding dengan pembelajaran menggunakan model inquiry pada mata pelajaran IPA siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017.
Kata kunci: Efektivitas, Model Pembelajaran Discovery, Inquiry, Hasil Belajar IPA.
Ummu Hanifah | 93 PENDAHULUAN Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Untuk menciptakan suasana belajar yang disenangi siswa, guru perlu melakukan suatu inovasi. Salah satunya adalah dengan memilih model pembelajaran yang menarik dan mempermudah proses pembelajaran. Dengan demikian diharapkan siswa menjadi antusias dalam mengikuti proses pembelajaran serta dapat memahami materi ajar yang disampaikan sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melakukan aktivitas pembelajaran (M. Ibrahim 2000:2). Menurut Agus Suprijono (2010:46) model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengajar sangat banyak dan bervariasi, seperti model pembelajaran Discovery dan Inquiry dengan menggunakan pendekatan scientific. Menurut Kunandar (2010:371) pembelajaran inquiry adalah kegiatan pembelajaran dimana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Menurut Ridwan Abdullah Sani (2015:221) pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Model pembelajaran discovery dan inquiry dapat diterapkan dengan menggunakan pendekatan scientific. Menurut Hamruni (2012:6) pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Pendekatan scientific berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik ilmiah. Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode ilmiah. Dalam penerapan metode ilmiah terdapat aktivitas yang dapat diobservasi seperti mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu model pembelajaran discovery dan inquiry akan dapat terlaksana dengan baik jika menerapkan pendekatan scientific. Keampuhan dari masing-masing model sudah pernah dibuktikan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi Rahayu (2016) yang menunjukkan bahwa model discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri Koripan 01. Penelitian yang dilakukan oleh Adi Winanto dan Darma Makahube (2014) menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dengan menggunakan model pembelajaran inquiry.
94 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Namun muncul keragu-raguan bagi peneliti terhadap kedua model pembelajaran tersebut. Model pembelajaran mana yang lebih unggul dan lebih berpengaruh terhadap hasil belajar IPA di SD. Peneliti tertarik untuk ikut serta membuktikan melalui kegiatan penelitian berjudul “Perbedaan Efektifitas Antara Penerapan Model Pembelajaran Discovery dan Inquiry dari Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017”. Penelitian ini akan membandingkan dua model pembelajaran discovery dan inquiry pada materi gaya. KAJIAN PUSTAKA Hakikat IPA Menurut Ahmad Susanto (2013:167-170) IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Dalam hal ini para guru, khususnya yang mengajar sains di sekolah dasar, diharapkan mengetahui dan mengerti hakikat pembelajaran IPA. Hakikat IPA dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: IPA sebagai produk, proses, dan sikap. Sikap yang dimaksud ialah sikap ilmiah. Jadi dengan pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seperti seorang ilmuwan. Adapun jenis-jenis sikap yang dimaksud yaitu: sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa, dan objektif terhadap fakta. IPA menekankan pada pengamatan yang dapat diperoleh melalui cara atau metode khusus. Dalam hal ini IPA berhubungan dengan proses pembelajaran siswa SD, dimana siswa dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan dari alam sekitar melalui pengamatan sehari-hari. Kegiatankegiatan pembelajaran IPA akan mendapat pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan sehingga mampu berpikir kritis melalui pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA di SD Menurut Syaiful Sagala (2010:61) pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran IPA lebih menekankan aspek proses bagaimana siswa belajar dan efek dari proses pembelajaran tersebut bagi perkembangan siswa itu sendiri. Pembelajaran IPA melibatkan keaktifan siswa, baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental, dan berfokus pada siswa yang berdasar pada pengalaman keseharian dan minat siswa terutama pada siswa SD. Pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan (Sri Sulistyorini, 2007: 8). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD harus dilaksanakan dengan aktif, kreatif, dan menyenangkan serta dapat menarik minat siswa.Oleh karena itu guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang aktif, kreatif, dan menyenangkan dengan menerapkan metode pembelajaran yang baru. Maka dari itu penulis akan menerapkan model pembelajaran Discovery dan Inquiry dengan menggunakan pendekatan scientific.
Ummu Hanifah | 95 Pendekatan Scientific Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengarajar dengan menerapkan karakteristik ilmiah. Pendekatan ini lebih efektif hasilnya jika diimplementasikan di dalam kelas sehingga mampu meningkatkan kemampuan siswa dari aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Kemendikbud (2013: 9-11) mengemukakan keterampilan-keterampilan ilmiah dalam pendekatan scientific sebagai berikut. 1) Mengamati, 2) Menanya, 3) Mengumpulkan informasi/eksperimen, 4) Mengasosiasikan/mengolah informasi, 5) Mengkomunikasikan. Model Pembelajaran Discovery Menurut Ridwan Abdullah Sani (2015:221) pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Menurut Hanafiah (2009:77) discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku. Berdasarkan pendapat ahli yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery adalah suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Berikut tahapan pembelajaran menggunakan model discovery secara umum. Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan/investigasi.
Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis.
Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan
Kelompok memaparkan hasil investigasi (percobaan atau pengamatan) dan mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik dalam mengontruksi konsep berdasarkan hasil investasi. Gambar 1 Tahapan Pembelajaran Discovery Secara Umum
96 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017
Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan memberikan penjelasan ringkasan.
Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji.
Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku. Guru membimbing dalam perumusan hipotesisidan merencanakan percobaan.
Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan/investigasi.
Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkn untuk menguji hipotesis.
Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan.
Kelompok memaparkan hasil investigasi (percobaan atau pengamatan) dan mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik dalam mengkontruksi konsep berdasarkan hasil investigasi. Gambar 1 Tahapan Pembelajaran Discovery Secara Umum
Model Pembelajaran Inquiry Model pembelajaran inquiry merupakan salah satu model yang dapat mendorong siswa aktif dalam pembelajaran. Kunandar (2010:371) menyatakan bahwa pembelajaran inquiry adalah kegiatan pembelajaran dimana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Lebih lanjut, Ngalimun dkk (2015:61) menyatakan bahwa pembelajaran inquiry adalah suatu strategi yang membutuhkan siswa menemukan sesuatu dan mengetahui cara memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah. Berdasarkan pendapat ahli yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inquiry adalah kegiatan pembelajaran dimana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk menemukan sesuatu dan mengetahui cara
Ummu Hanifah | 97 memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah. Berikut aktivitas guru dan siswa dalam melaksanakan inquiry.
1. 2. 3. 4.
5. 6.
Tabel 1. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Melaksanakan Inquiry Perilaku Guru Perilaku Siswa Mendorong berpikir, bertanya, dan 1. Melakukan pengamatan, berdiskusi. mengumpulkan, dan menginterpretasi data. Memfasilitasi debat dan diskusi. 2. Merumuskan hipotesis, merancang, Menyediakan beragam cara melakukan dan melakukan eksperimen untuk investigasi. menguji fenomena. Membangkitkan minat siswa untuk aktif 3. Mengaitkan variabel bebas dan terikat. melakukan penyelidikan dan mencari 4. Menggunakan kemampuan bernalar informasi baru. (reasoning). Menjaga suasana kondusif dalam 5. Menarik kesimpulan berdasarkan data. melaksanakan inquiry. 6. Mempertahankan kesimpulan Menekankan pada: “bagaimana berdasarkan data. memahami bahan pelajaran?”, bukan pada:”apa yang harus diketahui dari pelajaran ini?”
Hasil Belajar Keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar. sebelum membicarakan pengertian hasil belajar, terlebih dahulu akan dijelaskan apa yang dimaksud belajar. Slameto (2003:2) mengemukakan belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini hasil yang akan diperoleh siswa dalam pembelajaran melalui aktivitas di kelas inilah yang dimaksud dengan hasil belajar. Pengukuran Hasil Belajar Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Penilaian hasil belajar dari segi alatnya dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tes dan non tes. Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan), ada tes tulisan (menuntu jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif, ada juga dalam bentuk esai dan uraian. Sedangkan bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, dll (Nana Sudjana, 2014:5). Tes tertulis dalam penelitian ini menggunakan soal pilihan ganda. Menurut Nana Sudjana (2014:48) soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling tepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas: 1) Stem: pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan ditanyakan. 2) Option: sejumlah jawaban atau alternative jawaban. 3) Kunci: jawaban yang benar atau paling tepat. 4) Distractor (pengecoh) : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
98 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017
Hubungan Model Pembelajaran Discovery dan Model Pembelajaran Inquiry dengan Hasil Belajar Siswa Hubungan antara model pembelajaran discovery dan model inquiry dengan hasil belajar adalah kedua model tersebut menekankan pada keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran yang mana siswa berperan aktif untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok atau diskusi serta belajar menemukan permasalahan. Setelah siswa bersama kelompok menemukan permasalahan, mereka mencoba untuk mencari cara memecahkan permasalahan tersebut kemudian dilanjut dengan membuat kesimpulan dan mengaplikasikan kesimpulan tersebut. Dalam hal ini siswa dapat belajar sekaligus membelajarkan temannya yang membuat siswa dapat bersosialisasi dengan baik antar sesama teman. Maka dengan diterapkannya kedua model tersebut dapat meningkatkan keaktifan siswa sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat dan menjadi lebih baik. Kerangka Berpikir Penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry dengan pendekatan scientific diharapkan dapat dijadikan suatu model untuk membantu siswa lebih aktif dan kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan dalam proses pembelajaran secara berkelompok. Selain itu, siswa dapat berbagi informasi melalui diskusi kelompok agar mempermudah siswa mengerti materi pembelajaran.Model pembelajaran discoverydan inquiry mempunyai beberapa langkah pembelajaran yang diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. pengaruh hasil belajar IPA siswa dapat dilihat dari tingkat kemampuan berpikir siswa. Tingkat kemampuan siswa Tinggi
Sedang
Pendekatan scientific melalui model pembelajaran discovery dan inquiry
Hasil belajar IPA siswa
Rendah
Gambar2. Alur kerangka berpikir
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji. Ha : Ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji.
Ummu Hanifah | 99 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu atau dikenal dengan eksperimen kuasi. Tujuan penelitian eksperimen adalah untuk mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkendalikan. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-posttest Control Group Design. Dalam desain pretest-posttest terdapat dua kelas yang dipilih secara langsung, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran awal dengan uji coba instrument pre-test mata pelajaran IPA semester II kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan untuk mengukur kemampuan siswa sebelum diberi perlakuan II. Dan menentukan kelas uji coba instrument posttest yaitu kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji yang terletak di wilayah Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 semester II tahun ajaran 2016/2017. Variabel Penelitian Variabel bebas (variable independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran discovery(X1 ) dan inquiry (X2 ). Variabel terikat (variable dependen) adalah variabel terikat yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran 2016/2017. Sampel Sampel dalam penelitian ini siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan semester II tahun ajaran 2016/2017. Sampel berjumlah 70 siswa yaitu kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 yang berjumlah 35 siswa sebagai kelas eksperimen I (kelas discovery) dan kelas 4 SD Negeri Gaji yang berjumlah 35 siswa sebagai kelas eksperimen II (kelas inquiry). Teknik Sampling Sampel dalam penelitian ini adalah: Siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan, merupakan kelas eksperimen I yang diberi treatmen atau perlakuan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran discovery. Siswa kelas 4 SD Negeri Gaji Kecamatan Tegowanu Kabupaten
100 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017
Grobogan., merupakan kelas eksperimen II yang diberi treatmen atau perlakuan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran inquiry. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Validitas Instrumen Butir soal dikatakan valid jika mencapai nilai koefisien lebih besar dari 0,30, sedangkan koefisien korelasi kurang dari 0,30 maka butir soal dianggap tidak valid. Sebelum peneliti melakukan uji validitas, peneliti membuat soal sebanyak 40 butir soal. Setelah dilakukan uji validitas, soal valid terdapat 25 butir soal. Jumlah soal yang valid ada 25 butir soal yaitu nomor 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 21, 23, 25, 29, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40. Reliabilitas Instrumen Suatu instrumen dinyatakan reliabel, bila koefisien reliabilitas minimal 0,60 (Sugiyono, 2012). Hasil reliabilitas penelitian yang telah dilakukan peneliti dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Reliabilitas Instrumen Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.800
40
Tingkat Kesukaran Soal Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai apabila hasil uji tingkat kesukaran 0 sampai 0,30 maka soal tersebut dikategorikan sukar, 0,31 sampai 0,70 dikategorikan sebagai soal kategori sedang, dan 0,71 sampai 1,00 dapat dikatakan soal kategori mudah. Setelah peneliti melakukan perhitungan tingkat kesukaran soal dengan menggunakan komputer program Microsoft Excel, tingkat kesukaran soal dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Tingkat Kesukaran Soal No. 1. 2. 3.
Tingkat Kesukaran 0,00-0,30 0,31-0,70 0,71-1,00 Total
Kategori Soal Sukar Sedang Mudah
Jumlah Soal 2 6 17 25
Dari tabel 3 terdapat 2 soal kategori sukar, 6 soal kategori sedang, dan 17 soal kategori mudah. Sehingga total soal yang diperoleh dari uji validitas sebanyak 25 butir soal. Uji Normalitas Untuk menguji normalitas data dengan ketentuan jika signifikan > 0,05 maka berdistribusi normal. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal. Untuk mengetahui kelas mempunyai data yang terdistribusi normal atau tidak, maka diperlukan uji normalitas. Berikut hasil uji normalitas yang telah dilakukan peneliti.
Ummu Hanifah | 101 Tabel 4. Hasil Analisis Uji Normalitas Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen I SDN Tunjungharjo 1 dan Kelompok Eksperimen II SDN Gaji Tahun Pelajaran 2016/2017 Tests of Normality KELOMPOK
Kolmogorov-Smirnova Statistic
NILAI 1
Df
.123
Shapiro-Wilk
Sig. 35
Statistic
df
Sig.
.200
.967
35
.359
*
.946
35
.084
2 .108 35 .200 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Uji Homogenitas Uji homogenitas varian bertujuan untuk mengetahui apakah varian kedua kelompok homogeny atau tidak. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka dikatakan homogeny, namun jika nilai kurang dari 0,05 maka data dikatakan tidak homogen. Berikut hasil uji homogenitas yang telah dilakukan peneliti. Tabel 5. Hasil Analisis Uji Homogenitas Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen I SDN Tunjungharjo 1 dan Kelompok Eksperimen II SDN Gaji Tahun Pelajaran 2016/2017 Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic NILAI Based on Mean
df1
df2
Sig.
.670
1
68
.416
Based on Median
.770
1
68
.383
Based on Median and with adjusted df
.770
1
67.533
.383
Based on trimmed mean
.749
1
68
.390
Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Levene Statistic. Kedua data dikatakan homogen jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (>0,05). Namun jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (< 0,05) maka data tidak berasal dari varian yang sama atau tidak homogeny. Berdasarkan tabel 18 diketahui bahwa Lavene Statistic dari based on trimmed mean lebih besar dari 0,05 (>0,05) yaitu 0,749 dengan df1 1 dan df2 68 dengan nilai signifikansi 0,390. Karena nilai signifikansi lebih besar daro 0,05 yaitu 0,390 (0,390 >0,05) maka dapat disimpulkan bahwa data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II mempunyai varian yang sama atau homogen. Uji Independent Sample T-test Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas terpenuhi yaitu kedua data hasil belajar IPA (posttest) kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II berdistribusi normal dan homogen maka uji beda dengan independent sample t-test dapat dilakukan. Uji independent sample t-test dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 16 for windows. Berikut hasil uji independent sample t-test yang disajikan dalam tabel 21.
102 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017
Tabel 6. Hasil Analisis Uji Independent Sample T-test Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen I SDN Tunjungharjo 1 dan Kelompok Eksperimen II SDN Gaji Tahun Pelajaran 2016/2017
Berdasarkan tabel uji independent sample t-test pada tabel 19 pada kolom equal variances assumed diketahui nilai sig (2-tailed) sebesar 0,002. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,002 < 0,05 maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan Ha diterima.
Uji Hipotesis Berdasarkan output hasil uji Independent Sample T-Test pada tabel 19 diketahui bahwa nila signifikansi 2-tailed sebesar 0,002 yang artinya lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Karena H0 ditolak dan Ha diterima, berarti terdapat perbedaaan efektivitas antara penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD diterima.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara penerapan model pembelajaran discovery dan inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Tunjungharjo 1 dan SD Negeri Gaji Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017. Hal ini dibuktikan dari hasil uji Independent Sample T-Test dengan bantuan software SPSS 16 for windows, yang diketahui bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0,002 yang lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05) berarti H0 ditolak dan Ha diterima.
Saran
Berdasarkan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan dan simpulan hasil penelitian yang telah dibahas, maka peneliti memberikan saran kepada 1) Siswa, ini siswa seharusnya lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran baik dengan penerapan model pembelajaran discovery maupun inquiry. 2) Guru, guru seharusnya dapat menerapkan modelmodel pembelajaran yang efektif dan inovatif dalam pembelajaran. Selain dapat mempengaruhi kemampuan siswa juga dapat meningkatkan kemampuan mengajar guru dengan menerapkan model-model pembelajaran yang efektif dan inovatif. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa model pembelajaran discovery lebih efektif dibanding dengan model inquiry untuk pembelajaran IPA. Oleh karena itu hendaknya guru dapat mencoba untuk menerapkan model pembelajaran discovery dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran IPA. 3) Sekolah, sekolah yaitu kepala sekolah disarankan dapat merekomendasikan dan memberikan motivasi kenapa
Ummu Hanifah | 103 tenaga pendidik di sekolah untuk ikut serta menerapkan model pembelajaran yang efektif dan inovatif yaitu model pembelajaran discovery yang lebih efektif daripada model inquiry berdasarkan hasil penelitian ini.
104 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017
DAFTAR PUSTAKA Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madawi. Hanafiah, dan Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama. Ibrahim, M. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Press. Kemendikbud. 2013. Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta: Pusbang Prodik. Kunandar. 2010. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Press. Ngalimun, dkk. 2016. Strategi dan Model Pembelajaran. Ngaglik, Sleman Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sani, Ridwan Abdullah. 2015. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tarsito Bandung. Sulistyorini, Sri. 2007. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam KTSP. Semarang: Tiara Wacana. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.