EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENYULUHAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung)
KEZIA NOVRASION
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Kezia Novrasion NIM H34090019
4
ABSTRAK KEZIA NOVRASION. Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung). Dibimbing oleh LUKMAN M.BAGA Adanya peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah bahan pangan akan menimbulkan masalah kurangnya persediaan makanan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan adalah dengan memanfaatkan berbagai teknologi yang dapat dikuasainya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat merupakan salah satu penyalur teknologi yang ditemukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk disampaikan kepada petani. Penyaluran teknologi pertanian membutuhkan koordinasi antar pihak yang terkait agar teknologi dapat diserap oleh petani. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor karakteristik individu maupun kualitas komunikasi yang terjalin antara BPTP Jawa Barat dengan Kelompok Tani Mendung serta menilai sejauh mana efektivitas penyaluran teknologi. Dari hasil penelitian dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test diperoleh bahwa faktor usia, keterlibatan dalam perakitan teknologi dan keterbukaan terhadap inovasi berpengaruh terhadap penerapan teknologi. Sementara itu, tingkat complexity dan observability merupakan faktor karakteristik inovasi yang berpengaruh terhadap tingkat penerapan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengelolaan teknologi terpadu padi dinilai berjalan efektif berdasarkan penilaian tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi. Kata Kunci: efektivitas komunikasi, komunikasi pertanian, pengolahan tanaman terpadu padi
ABSTRACT KEZIA NOVRASION. Extention Effectiveness of Integrated Rice Management (Case study: Mendung Farmers Group). Supervised by LUKMAN M.BAGA The increasing number of people which are not balanced with increasing number of food supply will cause lack of food supplies in Indonesia. One of the efforts that possible to fulfill their need of food is by using technology. Technology that discovered by Agricultural Research and Development Centre are distributed to the farmer by Research Station of Agricultural Technology West Java. Distribution of agricultural technology requires coordination among relevant parties so that new technologies can be absorbed by the farmers. This research discussed the individual characteristics factors and quality of communication existed between BPTP West Java with Mendung farmer’s group and assesses how dissemination of technology effectively. Results of research using the Fisher’s Exacts Test obtained that involvement in assembly technology and openness to inovation have a correlation with level adoption of technology innovation.
5
Meanwhile, the level of complexity and observability are characteristic factors that have a correlation with level of innovation of technology adoption. The results showed that the implementation of integrated management of rice technology runs effectively measured based on an assessment at the level of knowledge and level of technology adoption. Keywords: agricultural communications, communication effectiveness, integrated rice management
6
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENYULUHAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung)
KEZIA NOVRASION
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
7
Judul Skripsi : Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung). Nama : Kezia Novrasion NIM : H34090019
Disetujui oleh
Ir Lukman M.Baga, MA.Ec Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Agribisnis
Tanggal Lulus:
8
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah efektivitas komunikasi pertanian, dengan judul Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Wahyu Budi Priatna selaku dosen pembimbing akademik dan Bapak Ir Lukman M.Baga MA.Ec selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh anggota Kelompok Tani Mendung yang telah meluangkan waktunya serta telah mendukung proses penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Sukmaya selaku perwakilan BPTP Jawa Barat yang juga bertanggungjawab atas penyuluhan di Kabupaten Bogor, yang telah membantu pencarian lokasi dan mendukung penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungan yang diberikan. Terima kasih kepada teman satu bimbingan, sahabatsahabat Agribisnis 46, serta teman-teman asrama atas dukungan dan semangat yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013
Kezia Novrasion
9
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
KERANGKA PEMIKIRAN
8
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
8 19 21
Waktu dan Tempat Penelitian
21
Sumber dan Jenis Data
21
Metode Pengumpulan Data
21
Metode Analisis Data
21
KONDISI UMUM
25
Desa Gunung Picung
25
Kelompok Tani Mendung
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Karakteristik Petani
29
Kualitas Komunikasi
34
Penilaian Efektivitas Penyampaian Teknologi berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Penerapan Teknologi
37
SIMPULAN DAN SARAN
40
Simpulan
40
Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
41
RIWAYAT HIDUP
43
10
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
PDB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku Perbandingan jumlah penduduk terhadap luas panen padi Luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Bogor Distribusi mata pencaharian penduduk Desa Gunung Picung Distribusi responden menurut karakteristik yang diamati Hasil analisis fisher exact test faktor penting yang berhubungan dengan tingkat adopsi PTT Padi 7 Distribusi kualitas komunikasi berdasarkan unsur yang diamati 8 Analisis fisher exact test faktor kualitas komunikasi yang berhubungan dengan tingkat adopsi PTT padi
1 2 3 26 30 32 35 37
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Alur transfer inovasi dan umpan baliknya Kerangka pemikiran operasional Struktur organisasi Kelompok Tani Mendung Komponen teknologi PTT padi yang telah diadopsi Kelompok Tani Mendung
4 20 29 38
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama yang mendukung peningkatan produk domestik bruto (PDB) nasional. Data statistik (Tabel 1) menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 39.57% terhadap PDB nasional. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional, oleh sebab itu sektor pertanian merupakan sektor penting yang menjadi pusat perhatian oleh pemerintah untuk dikembangkan. Tabel 1 PDB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlakua No Lapangan usaha 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas dan air bersih 5 Konstruksi 6 Perdagangan, hotel dan restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa PDB a b
2009 41.91
2010 42.01
2011 40.35
2012b 39.57
10.56
11.16
11.85
11.78
26.36 0.83 9.90 13.28
24.80 0.76 10.25 13.69
24.33 0.77 10.16 13.80
23.94 0.79 10.45 13.90
6.31
6.56
6.62
6.66
7.23
7.24
7.21
7.26
10.24 100.00
10.24 100.00
10.56 100.00
10.78 100.00
Sumber: Data diolah dari Departemen Pertanian (2012) Angka sementara
Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang tidak diikuti dengan peningkatan luas lahan padi untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Jika kondisi ini dibiarkan maka untuk beberapa tahun kedepan akan muncul beragam masalah karena kurangnya persediaan makanan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan yaitu dengan memanfaatkan berbagai teknologi yang dapat dikuasainya. Pembangunan pertanian menghendaki pertanian yang dinamis yakni pertanian dengan penerapan teknologi baru. Perkembangan teknologi dapat berupa perubahan cara, perubahan jenis tanaman, perubahan jenis masukan, serta perubahan alat pertanian yang digunakan dalam proses produksi pertanian. Adanya teknologi baru yang dapat diterapkan oleh petani diharapkan memberikan produksi yang optimal sehingga petani memperoleh pendapatan yang maksimal pula.
2
Tabel 2 Perbandingan jumlah penduduk terhadap luas panen padia Tahun Jumlah penduduk Luas panen (ha) 1990 179 378 946 1995 194 754 808 11 420 680 2000 206 264 595 11 793 475 2010 237 641 326 13 253 450 a
Sumber: Data diolah dari Badan Pusat Statistik (2012)
Perubahan lingkungan strategis pertanian, pengurangan dana subsidi sarana produksi, terbukanya pasar global juga merupakan tantangan yang harus ditanggapi secara cepat dan tepat dalam upaya menuju swasembada pertanian. Salah satu aspek penting yang mendukung upaya ini yakni dengan cara mengoptimalkan kegiatan penyebarluasan informasi dari hasil pengkajian dan penelitian teknologi pertanian melalui berbagai media, baik media cetak (buku, prosiding, jurnal, brosur, selebaran dan poster), media elektronik (televisi, radio, internet) maupun melalui tatap muka secara langsung (seminar, lokakarya, workshop). Langkah tersebut diharapkan mampu mempercepat proses adopsi inovasi pertanian spesifik lokasi guna mendukung usahatani dapat tercapai. Saat ini, banyak terjadi perkembangan teknologi dalam lingkup agribisnis yang ditemukan oleh negara-negara maju. Hal ini menarik perhatian negaranegara berkembang untuk dapat menggunakan teknologi yang sama dalam mengusahakan produksinya. Beberapa contoh diantaranya yakni penemuan bibitbibit unggul, peralatan mekanisasi pertanian, mesin pengolahan pangan dan transportasi khusus pertanian. Meskipun di Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian mengenai mekanisasi pertanian namun pada umumnya teknologi yang dikaji dalam penelitian tersebut masih tertinggal dibandingkan dengan negara maju. Karena itu, perkembangan teknologi pertanian perlu dikaji lebih lanjut untuk menelusuri kebutuhan teknologi dan meramalkan kemungkinan teknologi di masa depan. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas petani yakni melalui penggunaan teknologi tepat guna. Upaya ini dilaksakan oleh BalaiBalai Komoditas Pertanian yang berfungsi untuk melakukan uji coba dan penelitian terkait kemajuan teknologi baik dibidang benih, pupuk, pola tanam maupun mesin-mesin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh balai-balai tersebut kemudian diserahkan kepada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) untuk disosialisasikan kepada petani sehingga petani dapat mengembangkan usahanya melalui informasi teknologi yang diberikan oleh BBP2TP. Agar penyampaian informasi lebih merata lagi bagi seluruh masyarakat Indonesia, BBP2TP mempercayakan penyaluran informasi dan teknologi pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian yang tersebar di setiap provinsi. Hasil penelitan dari Balai Penelitian (Balit) Komoditas harus segera didistribusikan agar tidak kadaluarsa. Hal ini dilakukan melalui jaringan Balai Besar, Balit Komoditas, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Peran BPTP dalam jaringan penelitian dan pengkajian ini sangat penting mengingat teknologi yang dihasilkan oleh unit kerja Balit Komoditas harus disebarluaskan
3
oleh BPTP sesuai dengan komoditas unggulannya. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, efisien, dan efektif dalam rangka memperbaiki dan mempercepat inovasi pertanian yang dibutuhkan pengguna. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dibentuk di tiap provinsi di Indonesia dengan harapan mampu melaksanakan penyaluran teknologi hingga ke seluruh nusantara. Salah satu BPTP yang memiliki kinerja cukup baik adalah BPTP Jawa Barat yang berada di Lembang, Bandung, Jawa Barat1. Hingga saat ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat sudah melakukan penyaluran teknologi ke berbagai daerah seperti Majalengka, Cianjur, Cirebon, Bandung dan Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang telah memperoleh berbagai teknologi baik teknologi budidaya jagung, padi, maupun pemanfaatan pekarangan rumah sebagai tempat budidaya tanaman obat. Beberapa daerah yang telah mendapatkan penyuluhan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi diantaranya adalah Desa Gunung Picung, Desa Kalong Liud, Desa Ciherang dan Desa Cibatu. Peningkatan produktivitas terlihat dari tahun ke tahun di Kabupaten Bogor. Tabel 3 menunjukkan bahwa produktivitas padi Kabupaten Bogor meningkat dari 5.37 ton/ha pada tahun 2005 menjadi 6.23 ton/ha pada tahun 2011. Adanya peningkatan tersebut disebabkan oleh penyuluhan terkait pengelolaan tanaman terpadu padi yang telah disosialisasikan secara bertahap oleh penyuluh di Kabupaten Bogor. Materi yang disosialisasikan yakni terkait jenis bibit, jarak tanam, jenis pupuk, dan pengendalian hama. Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Bogor a
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 a
Luas Panen (ha) 76 801 74 251 83 664 81 296 82 325 87 702 83 399
Produksi (ton) 412 084 401 066 479 755 480 211 505 979 542 895 519 676
Produktivitas 5.37 5.40 5.73 5.91 6.15 6.19 6.23
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2012)
Kelompok Tani Mendung merupakan salah satu kelompok tani yang berada di Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang telah memperoleh sosialisasi mengenai pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi. Menurut anggota Kelompok Tani Mendung, penyuluhan yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat dirasakan memiliki pengaruh terhadap peningkatan produksi padi bagi anggota Kelompok Tani Mendung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat selama ini belum mengkaji sejauh mana penyuluhan yang dilaksanakan berdampak pada masyarakat. Adanya pengaruh penyuluhan ______________________________ 1 Menurut Kepala Peneliti Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (Januari 2013)
4
teknologi terhadap produktivitas padi menyebabkan pentingnya mengkaji efektivitas komunikasi dalam penyaluran teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat.
Perumusan Masalah Adanya komunikasi pembangunan pertanian yang bersifat top-down, berlangsung satu arah dan mengabaikan kondisi riil permasalahan, kebutuhan, dan potensi masyarakat menyebabkan rendahnya tingkat penerapan teknologi di masyarakat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dibentuk untuk mengubah konsep tersebut. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat melalui komunikasi yang partisipatif bersama dengan anggota Kelompok Tani Mendung merakit teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi spesifik lokasi. Keterlibatan petani dalam proses perakitan teknologi PTT padi bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan efisien sehingga masalah dan umpan balik dari petani segera diketahui. Adanya umpan balik dari pengguna berupa informasi adopsi dan kebutuhan teknologi serta informasi masalah di lapangan diidentifikasi dan digunakan kembali sebagai masukan dalam perencanaan dan penyempurnaan kegiatan lebih lanjut dalam rangka percepatan inovasi (Sankarto 2006). Puslitbang/Puslit/Balai Besar/Balai Komoditas/Ditjen Teknis
BPTP
Kelembagaan Penyebar Informasi/ Penyuluh
Pengguna inovasi (Pelaku Utama/Petani/Kelompok Tani) : Alur transfer inovasi teknologi : Umpan balik inovasi teknologi
Gambar 1 Alur transfer inovasi dan umpan baliknya (Bustaman 2009)
5
Gambar 1 menunjukkan bagaimana informasi teknologi dapat diserap oleh petani dan dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan produksinya. Proses pelaksanaan penelitian, pengkajian dan penyerapan teknologi merupakan proses yang berkelanjutan dimana antara pembawa inovasi (BPTP Jawa Barat) dengan kelompok sasaran (Kelompok Tani Mendung) akan saling memengaruhi yakni kelompok sasaran telah mengetahui dengan pasti kebutuhan utamanya (teknologi yang dibutuhkan) dan pembawa inovasi telah menyiapkan kebutuhan tersebut. Kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi dalam penyampaian informasi teknologi umumnya cenderung lambat.2 Kurangnya koordinasi dan sinergi antara kelembagaan dinas terkait, penyuluh, Bapeluh/BP4K, Gapoktan, serta kepala desa yang berperan dalam proses penyampaian inovasi pertanian menjadi salah satu hal penting dalam siklus adopsi inovasi. Hal lain yang menyebabkan lambatnya adaptasi teknologi yakni kendala sosial budaya petani dan terbatasnya kunjungan penyuluh akibat kendala geografi yang berdampak pada kegiatan penyaluran teknologi yang memerlukan biaya tinggi. Penyaluran teknologi pertanian yang dilakukan BPTP dapat dilakukan oleh penyuluh maupun dilaksanakan oleh BPTP secara langsung. Strategi penyuluhan yang dilakukan oleh BPTP umumnya dilaksanakan melalui tatap muka, media cetak maupun kegiatan di lapang. Namun, apakah komunikasi yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat itu efektif, maka diperlukan pengkajian efektif atau tidaknya suatu komunikasi. Komunikasi dinilai efektif apabila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima (Tubbs dan Moss 1996). Efektif tidaknya suatu komunikasi antara lain dipengaruhi oleh karakteristik petani dan kualitas komunikasi. Selain itu, efektivitas komunikasi dapat dinilai dari penerapan teknologi yang dikomunikasikan kepada petani. Melalui pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan rumusan masalah dari penelitian ini yakni: 1. Bagaimana karakteristik anggota Kelompok Tani Mendung dan faktor apa saja yang berhubungan dengan proses penyerapan teknologi? 2. Bagaimana kualitas komunikasi yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat dan faktor apa saja yang berhubungan dengan proses penyerapan teknologi? 3. Apakah penyaluran teknologi yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat telah efektif?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ialah: 1. Mengidentifikasi karakteristik anggota Kelompok Tani Mendung dan faktor-faktor yang memiliki peranan penting dalam proses penyerapan teknologi oleh petani. 2. Mengidentifikasi kualitas komunikasi yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 3. Menilai efektivitas penyaluran teknologi yang dilaksanakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.
6
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian skripsi ini yakni: 1. Bagi BPTP Jawa Barat dapat digunakan sebagai referensi dalam merencanakan, mengkaji, melaksanakan serta mengevaluasi mengenai penyaluran informasi teknologi pertanian yang tepat guna. 2. Bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan efektifitas komunikasi penyuluhan. 3. Bagi petani, dapat digunakan sebagai alat penyampaian masalah dan kendala yang dihadapi dalam kegiatan usahatani dan mencari solusi atas masalah tersebut.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) Padi oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat dengan memusatkan pengukuran di Kelompok Tani Mendung, Kabupaten Bogor. Ruang lingkup penelitian ini menggunakan faktor yang mempengaruhi penyerapan teknologi pertanian yang terdiri atas dua bagian yakni karakteristik petani dan kualitas komunikasi yang dilakukan BPTP Jawa Barat. Karakteristik petani terdiri atas umur, keterbukaan terhadap inovasi, keterbukaan pada media serta kinerja usaha. Sedangkan kualitas komunikasi yang terdiri atas karakteristik inovasi, frekuensi komunikasi, kredibilitas sumber informasi dan media yang digunakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian dengan topik efektivitas komunikasi penyuluhan bukanlah suatu hal yang baru. Oleh karena itu, penelitian ini juga menggunakan beberapa laporan penelitian terdahulu sebagai referensi dan pedoman. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal, artikel ilmiah laporan penelitian, dan tesis. Menurut referensi yang telah dibahas maka dapat diperoleh kesimpulan atas beberapa konsep yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini. Wijayanti (2009) melakukan pengkajian mengenai Peranan Prima Tani terhadap Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian dengan mengambil sampel petani padi di Desa Suliliran Baru, Kalimantan Timur. Penelitian tersebut menggunakan skala Likert yakni untuk mengetahui sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang masalah sosial yang telah ditetapkan untuk penelitian. Penelitian ini mengkaji mengenai respon tingkat peranan prima tani dan tingkat penerapan teknologi padi sawah pola PTT. Keeratan hubungan antara
7
peranan Prima Tani dengan tingkat penerapan teknologi dan tingkat produksi menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat peranan Primatani tahun 2007 masuk dalam kategori “berperan” dengan skor rata-rata 77.35 dan untuk tingkat penerapan teknologi padi sawah PTT tahun 2007, primatani masuk dalam kategori “tinggi” yakni dengan skor rata-rata 72.37. Tingkat penerapan teknologi yang dimaksud ialah penerapan sistem tanam jajar legowo dengan indikator pemakaian benih unggul menggantikan benih lokal, pemakaian bibit per lubang tanam serta pengolahan lahan menggunakan hand tractor. Peranan Prima Tani terhadap penerapan teknologi padi sawah pola PTT memiliki hubungan erat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien rs 0.61yang bernilai positif, serta perhitungan thitung 4.75 sementara ttabel sebesar 1.70. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima berarti ada hubungan erat antara peranan Prima Tani terhadap penerapan teknologi padi sawah pola PTT (Pengelolaan tanaman terpadu). Janah dan Effendi (2007) melakukan penelitian mengenai Partisipasi Petani dalam Program Rintisan dan Akselerasi Permasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. Penelitian ini menggunakan sampel dari Gapoktan Sumber Rezeki dan Poktan Maju di Kelurahan Lempake. Penelitian ini menggunakan skala Likert dengan penentuan interval berdasarkan Suparman (1990). Selain itu, hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dengan tingkat partisipasi petani dalam prima tani diukur dengan menggunakan korelasi Rank-Spearman. Komoditas yang diamati dalam penelitian tersebut yakni padi sawah, pembibitan pepaya dan budidaya jamur putih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani pada prima tani di Kelurahan Lempake tahun 2011 termasuk dalam kategori “tinggi” dengan persentase 88%. Peneliti menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani yakni usia, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, penghasilan dan luas lahan. Hasil yang diperoleh yakni ada hubungan cukup erat antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani dengan tingkat partisipasi petani. Hal ini ditunjukkan dari nilai rs yakni 0.4 serta thitung yakni 2.1 dan ttabel 1.713 sehingga nilai thitung > ttabel sehingga disimpulkan memiliki hubungan erat. Tutud (2001) melakukan penelitian terkait efektivitas komunikasi teknologi pembenihan ikan mas dengan kasus Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi Utara di Kabupaten Minahasa. Penelitian ini menggunakan 2 faktor analisis yakni karakteristik petani dan kualitas komunikasi. Karakteristik petani terdiri atas umur, pendidikan, keterbukaan terhadap inovasi, kinerja usaha, dan keterdedahan pada media. Kualitas komunikasi dinilai dari karakteristik inovasi, kredibilitas sumber informasi, frekuensi komunikasi, dan media komunikasi. Sementara itu, penilaian efektivitas berdasarkan tingkat pengetahuan dan penerapan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekosmopolitan responden dalam bentuk keterbukaan dan keberanian mengambil risiko berhubungan positif dan cukup kuat dengan tingkat pengetahuan petani dan tingkat penerapannya di usahatani mereka. Karakteristik teknologi pembenihan ikan mas dan kredibilitas sumber informasi berhubungan positif dan cukup kuat dengan tingkat
8
pengetahuan dan penerapan petani. Secara umum disimpulkan bahwa komunikasi teknologi pembenihan ikan mas telah efektif.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teknologi Teknologi adalah segala daya upaya yang dapat dilaksanakan oleh manusia untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih baik. Definisi tersebut menjelaskan bahwa tujuan akhir dari penggunaan teknologi adalah kesejahteraan hidup,namun teknologi seringkali berdampak negatif bagi sebuah usaha, sistem maupun lingkungan (Gumbira 2001). Teknologi adalah sarana untuk melakukan suatu tugas ke arah kehidupan manusia yang semakin baik dan sejahtera. Teknologi juga dianggap sebagai pengetahuan dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, teknologi dapat diterapkan untuk bangun suatu produk dan proses pencarian ilmu baru. Teknologi yang disalurkan tersebut dalam bentuk : 1. Fisik materi (bahan) seperti varietas unggul, pupuk (formulasi pupuk/ pupuk hayati), dan pestisida. 2. Rekomendasi teknologi, diantaranya pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (hama), dan penggunaan air. 3. Teknologi proses, misalnya produksi benih, produksi pupuk hayati, dan produksi pestisida hayati atau nabati. 4. Rancang bangun/prototipe alat dan mesin pertanian, misalnya pompa air, alat tanam, aplikator pupuk, pembumbun, penyiang, pemipil, dan pengering. Penerapan teknologi dapat meningkatkan efisiensi maupun efektifitas dari penggunaan lahan. Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan teknologi dalam bidang pertanian yakni dapat mengetahui jenis lahan yang dipakai dan unsurunsur yang terkandung dalam tanah sehingga dapat diperkirakan jenis pupuk yang sesuai dengan tanaman. Melalui zat radioaktif, dapat ditemukan bibit-bibit unggul yang dapat dikembangkan oleh petani. Selain itu, pemanfaatan alat-alat pertanian dapat membantu mempermudah dan mempercepat proses produksi pertanian. Konsep Transfer Teknologi Dari Balai Penelitian kepada Petani Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Litbang Pertanian) memiliki fungsi dan peranan yang mencakup pertanian secara keseluruhan. Balai Litbang membawahi beragam Balai Komoditas yang berfungsi melaksanakan penelitian terkait beragam komoditas seperti bibit unggul, teknik penanaman, penanganan hama dan penyakit, hingga pemanfaatan pekarangan untuk ditanami oleh tanaman berbagai komoditas. Hasil penelitian tersebut disalurkan kepada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di tiap-tiap provinsi untuk dikaji kembali kesesuaiannya dengan lingkungan masing-masing sebab hasil penelitian
9
tersebut tidaklah sesuai untuk semua lokasi sehingga harus dikaji kembali oleh BPTP. Hasil kajian yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) disalurkan kepada kelembagaan penyebar inovasi yakni penyuluh untuk disebarkan kembali kepada petani. BPTP juga dapat melakukan penyuluhan langsung kepada petani namun tetap didampingi oleh penyuluh. Hasil dari penerapan teknologi yang dilaksanakan oleh petani kemudian dilaporkan kembali kepada penyuluh sehingga mendapatkan umpan balik atas kelebihan dan kekurangan dari teknologi yang digunakan. Selanjutnya, penyuluh menyampaikan kembali hasil umpan baliknya kepada BPTP sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kesesuaian dengan ekosistem maupun penelitian terkait kelengkapan teknologi yang dianjurkan. Konsep transfer teknologi dapat dilihat dari Gambar 1. Fungsi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) selain mendistribusikan teknologi yang diberikan oleh Litbang Pertanian, juga berfungsi untuk menampung keluhan petani dan menyalurkannya kepada Litbang untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut. Penyuluh pertanian diharapkan mampu bekerjasama lebih dekat dengan petani agar diketahui masalah yang terjadi di lapangan sehingga dapat diberikan solusi atas masalah yang dihadapi oleh petani. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah merupakan sebuah inovasi untuk menunjang peningkatan produksi padi. Hal ini disebabkan beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sebagai bahan pangan pokok utama padi memegang posisi yang strategis untuk dikembangkan. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) adalah pendekatan dalam upaya mengelola lahan, air, tanaman, OPT, dan iklim secara terpadu/menyeluruh/holistik dan dapat diterapkan secara berkelanjutan. PTT dapat diilustrasikan sebagai sistem pengelolaan yang menggabungkan berbagai subsistem pengelolaan, seperti subsistem pengelolaan hara tanaman, konservasi tanah dan air, bahan organik dan organisme tanah, tanaman (benih, varietas, bibit, populasi tanaman dan jarak tanam), pengendalian hama dan penyakit/organisme pengganggu tanaman, dan sumber daya manusia. Penerapan PTT Padi Sawah bertujuan meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi sawah serta melestarikan lingkungan produksi melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, OPT dan iklim secara terpadu. Manfaat dan dampaknya membantu memecahkan masalah penurunan produktivitas padi sawah guna meningkatkan stok beras nasional pada kondisi sumberdaya pertanian di wilayah petani sesuai dengan masalah yang akan diatasi (demand driven technology) secara berkelanjutan. Melalui penerapan PTT padi sawah tidak lagi dikenal rekomendasi untuk diterapkan secara nasional karena petani secara bertahap dapat memilih sendiri komponen teknologi yang paling sesuai dengan kemampuan petani dan keadaan setempat untuk diterapkan dengan mengutamakan efisiensi biaya produksi dan komponen teknologi yang saling menunjang untuk diterapkan. Komponen teknologi PTT padi sawah dibentuk berdasarkan kajian kebutuhan dan peluang yang akan mempelajari permasalahan yang dihadapi petani dan cara-cara mengatasi permasalahan tersebut dalam upaya meningkatkan
10
produksi sehingga komponen teknologi yang dipilih akan sesuai dengan kebutuhan setempat. Pengelolaan tanaman terpadu padi sawah menyediakan beberapa pilihan komponen teknologi yang dikelompokkan menjadi komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang disarankan untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dengan input yang efisien yang merupakan tujuan dari PTT. Komponen teknologi dasar terdiri dari: 1. Varietas unggul baru (VUB). VUB adalah varietas yang mempunyai hasil tinggi, ketahanan terhadap biotik dan abiotik, atau sifat khusus tertentu. Penggunaan varietas yang dianjurkan akan memberikan peluang lebih besar untuk mencapai tingkat hasil yang lebih tinggi dengan mutu beras yang lebih baik. Pemilihan varietas baik inbrida maupun hibrida didasarkan kepada hasil pengkajian spesifik lokasi. 2. Benih bermutu dan berlabel. Benih bermutu adalah benih berlabel dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi. Pada umumnya benih, bermutu dapat diperoleh dari benih berlabel yang sudah lulus proses sertifikasi. Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak sehingga pertumbuhannya akan lebih cepat dan merata serta lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. 3. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Pemberian pupuk bervariasi antar lokasi, musim tanam, dan jenis padi yang digunakan. Pengaruh spesifik lokasi pemupukan memberikan peluang untuk meningkatkan hasil per unit pemberian pupuk, mengurangi kehilangan pupuk, dan meningkatkan efisiensi agronomi dari pupuk. Acuan rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman padi sawah dapat didasarkan pada bagan warna daun (BWD) untuk N dan PUTS (perangkat uji tanah sawah untuk P dan K) serta menggunakan perangkat komputer untuk menentukan takaran pemupukan tanaman padi. 4. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Identifikasi jenis dan penghitungan tingkat populasi hama dilakukan oleh petani dan atau pengamat OPT melalui kegiatan survei dan monitoring hama-penyakit tanaman pada pagi hari. Tingkat kerusakan dihitung secara ekonomi yaitu besar tingkat kerugian atau tingkat ambang tindakan. Tingkat ambang tindakan identik dengan ambang ekonomi, lebih sering digunakan sebagai dasar penentuan teknik pengendalian hama dan penyakit. Jenis-jenis hama padi utama yaitu tikus sawah, wereng coklat, penggerek batang padi, dan keong mas. Sedangkan jenis-jenis penyakit padi utama yaitu bercak, blas, busuk pelepah, tungro, hawar daun bakteri, dan tungro. 5. Pengaturan populasi tanaman. Pengaturan populasi tanaman dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan petani dengan sistem tanam sebagai berikut: a. Sistem Tegel: 1) Jarak tanam 30 x 30 cm (pop. tanaman 11 rumpum/m2); 2) Jarak tanam 27 x 27 cm (pop. tanaman 14 rumpun/m2); 3) Jarak tanam 25 x 25 cm (pop. tanaman 16 rumpun/m2);
11
4) Jarak tanam 20 x 20 cm (pop. tanaman 25 rumpun/m2) b. Sistem Jajar Legowo: 1) Legowo 2:1 (jarak tanam 25 x 12.5 x 50 cm = pop. tan 21 rumpun/m2); 2) Legowo 2:1 (jarak tanam 20 x 10 x 40 cm = pop. tan 33 rumpun/m2); 3) Legowo 4:1 (jarak tanam 25 x 12.5 x 50 cm = pop. tan 26 rumpun/m2); 4) Legowo 4:1 (jarak tanam 20 x 10 x 40 cm = pop. tan 40 rumpun/m2), dst. Jumlah rumpun tanaman yang optimal akan menghasilkan lebih banyak malai per meter persegi dan berpeluang besar untuk pencapaian hasil yang lebih tinggi. Pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam mempercepat penutupan permukaan tanah sehingga dapat menekan atau memperlambat pertumbuhan gulma dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. 6. Pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan (pupuk kandang), pupuk hijau, dan kompos (humus) berbentuk padat atau cair yang telah mengalami dekomposisi. Persyaratan teknis minimal pupuk organik mengacu kepada Permentan No 02/2006 (kecuali diproduksi untuk keperluan sendiri). Pemberian pupuk organik dalam bentuk dan jumlah yang sesuai, sangat penting untuk keberlanjutan intensifikasi lahan sawah. Hal ini sangat berguna untuk daerah-daerah yang ketersediaan pupuk kimia terbatas dan mahal. Sumber bahan organik yang utama dan banyak tersedia pada pertanaman padi adalah jerami. Teknologi pilihan PTT adalah teknologi-teknologi penunjang yang tidak mutlak harus diterapkan tetapi lebih didasarkan pada spesifik lokasi maupun kearifan lokal dan telah terbukti serta berpotensi meningkatkan produktivitas. Secara spesifik lokasi dan kearifan lokal komponen teknologi ini dapat diperoleh dari sumber daya alam yang tersedia maupun dari pengalaman petani sendiri. Komponen teknologi pilihan PTT padi sawah meliputi: 1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam. Pengolahan tanah hingga berlumpur dan rata dimaksudkan untuk menyediakan media pertumbuhan yang baik dan seragam bagi tanaman padi sekaligus upaya mengendalikan gulma. Pada kondisi tertentu seperti mengejar waktu tanam, kekurangan tenaga kerja, keterbatasan traktor atau ternak maka pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah dapat pula diterapkan. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan traktor atau ternak, serta menggunakan bajak singkal dengan kedalaman olah lebih dari 20 cm. Pengolahan tanah sempurna (bajak, garu, dan perataan) diperlukan untuk tanaman padi yang dibudidayakan pada musim tanam pertama. 2. Cara Tanam. - Penggunaan bibit muda (<20 hari) Keuntungan tanam pindah menggunakan bibit muda (< 20 hari) adalah lebih tahan menghadapi stres akibat pencabutan bibit di pesemaian, pengangkutan dan penanaman kembali, dibandingkan dengan bibit yang lebih tua. Bibit muda mempunyai bahan makanan cadangan untuk pertumbuhan bibit pada endosperm benih dan kadar nitrogen di daun lebih tinggi.
12
- Tanam 1 – 3 batang per rumpun. Jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 batang. Penanaman bibit dengan jumlah per lubang lebih banyak akan meningkatkan persaingan antar bibit dalam rumpun yang sama. Rumpun yang hilang disebabkan tanaman mati atau rusak karena hama segera disulam paling lambat 14 hari setelah tanam. 3. Pengairan secara efektif dan efisien. Pengairan dengan teknik berselang, gilir-giring, gilirglontor, macak-macak dan basah-kering. Dengan cara ini pemakaian air dapat dihemat sampai 30% tanpa menurunkan hasil panen. Teknik pengairan berselang yakni air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu. 4. Penyiangan menggunakan landak/gasrok. Penyiangan gulma perlu mendapat perhatian menjelang 21 hari setelah tanam. Manfaatnya adalah ramah lingkungan, hemat tenaga kerja, meningkatkan jumlah udara dalam tanah, dan merangsang pertumbuhan akar lebih baik. 5. Panen dan pascapanen tepat waktu. Panen harus memperhatikan umur tanaman padi dan cara pemanenan serta tinggi pemotongan tanaman (sebaiknya ketinggian pemotongan sekitar 20 cm dari permukaan tanah dengan maksud jerami yang diangkut dari lahan tidak terlalu banyak sehingga dapat dibuat kompos). Alat panen dapat menggunakan sabit bergerigi atau mower agar tidak banyak kerontokan (kehilangan hasil) dibandingkan dengan penggunaan sabit biasa. Waktu panen yang tepat dapat didasarkan pada beberapa pedoman, diantaranya: (1) umur varietas yang tercantum di dalam deskripsi tepat waktu (90-95% gabah telah berisi dan menguning) varietas, (2) kadar air 21-26%, (3) pada saat 30-35 hari setelah berbunga, dan (4) kenampakan malai 90-95% gabah telah berwarna kuning. Panen terlalu awal menyebabkan gabah hampa, gabah hijau, dan butir kapur lebih banyak. Panen terlalu lambat menimbulkan kehilangan hasil karena banyak gabah yang rontok pada saat di lapangan. Selain itu, dalam proses penggilingan jumlah gabah yang patah akan meningkat. Pada tingkat petani kehilangan hasil panen pada proses panen masih relatif tinggi yaitu lebih dari 9%. Kehilangan hasil panen pada saat panen dapat ditekan melalui penerapan sistem pemanenan berkelompok (4.39-6.58%). Perontokan adalah melepaskan butir gabah dari malainya. Prinsipnya melepaskan butir gabah dengan cara memberikan tekanan pada malai. Perontokan gabah dilakukan sesegera mungkin, paling lama 1-2 hari setelah panen. Cara perontokan : (1) digilas/diinjak-injak, (2) dipukul, (3) dibanting, (4) disisir, (5) kombinasi disisir dan dibanting, dan (6) penggunaan alat/mesin perontok DB-100 (kapasitas tinggi 523 - 1.125 kg/jam; mutu gabah baik, lebih bersih; tidak merusak gabah sebagai benih). Kehilangan hasil pada saat penjemuran dapat dihindari dengan penggunaan lantai jemur berupa campuran semen, “giribig” (anyaman bambu) atau plastik terpal. Kematangan gabah dan jenis alat penggilingan
13
sangat menentukan rendemen, tingkat kehilangan hasil dan mutu beras yang dihasilkan. Umur panen yang belum optimal dan tidak seragam akan menurunkan mutu beras dan rendemennya. Perawatan hasil, baik berupa gabah maupun beras dengan wadah karung umumnya sudah dilakukan oleh petani dengan baik agar terhindar dari serangan hama gudang. Komunikasi Pertanian Menurut Soekartawi (1998), komunikasi pertanian adalah suatu pernyataan antarmanusia yang berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian, baik secara perorangan maupun kelompok yang sifatnya umum dengan menggunakan lambang-lambang tertentu seperti yang sering dijumpai pada metode penyuluhan. Selain itu, pihak “penyuluhan pertanian” adalah sistem pendidikan di luar sekolah (informal) yang diberikan agar petani dan keluarganya mampu meningkatkan kesejahteraannya dan bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. Komunikasi pertanian bukan saja dimaksudkan untuk memengaruhi sikap dan tingkah laku komunikan seperti yang sering ditemui dalam metode penyuluhan pertanian tetapi lebih dari itu. Model komunikasi pertanian yang dalam sejarah perkembangannya sering dipengaruhi dan dimonopoli oleh pihak pemberi pesan, sehingga sering dikenal dengan istilah “model linear”. Model linear beranggapan bahwa informasi pertanian yang diberikan kepada komunikan dapat dikatakan berhasil apabila pihak pemberi pesan (komunikator) dapat menyampaikan pesannya kepada komunikan. Namun, anggapan ini dapat dikatakan lemah sebab komunikan akan tertarik terhadap informasi apabila mereka membutuhkannya. Selain itu, banyak faktor yang menyebabkan komunikan mau menerima informasi yang diberikan, bukan hanya dikuasai oleh kekuatan komunikator, sehingga model ini dianggap perlu diperbaiki. Oleh sebab itu, berkembanglah model baru yakni two-way traffic dimana komunikasi diartikan sebagai “pertukaran suatu informasi” yang bertujuan untuk mendapatkan kesamaan makna diantara peserta komunikasi baik antara komunikan maupun komunikator. Jones (1975) dalam Soekartawi (1998) mengemukakan bahwa proses komunikasi (termasuk komunikasi pertanian) adalah suatu tahapan yang panjang karena pada akhir proses diharapkan agar komunikan berubah fungsinya menjadi komunikator dalam proses komunikasi selanjutnya. Sehingga dengan kata lain bahwa di dalam proses komunikasi pertanian itu harus mampu menciptakan adanya calon-calon adopter. Jones (1975) mengklasifikasikan tahapan dari suatu proses komunikasi agar dapat diterima komunikan melalui 3 tahapan penting, yakni: 1. Perubahan situasi lingkungan yaitu identifikasi masalah, pemecahan masalah, dan adanya kesempatan bagi petani untuk melakukan perubahan. 2. Kesadaran untuk adopsi inovasi yang disebabkan oleh adanya perubahan situasi lingkungan yang memungkinkan seseorang untuk melakukan adopsi inovasi. 3. Kelanjutan dari proses adopsi inovasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal yang menentukan seseorang menolak atau menerima suatu inovasi bergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi intern orang tersebut (pendidikan, status sosial, umur, dan
14
sebagainya) serta situasi ekstern (frekuensi kontak dengan sumber informasi, kehadiran dalam temu karya, dan sebagainya). Penyuluh berperan sebagai pembimbing petani, organisator dan dinamisator, pelatih, teknisi, serta jembatan penghubung antara petani dengan instansi di bidang penelitian (Suhardiyono 1992). Sebagai jembatan penghubung, penyuluh menyampaikan hasil temuan lembaga penelitian kepada petani dan petani berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan hasil-hasil temuan lembaga penelitian yang dianjurkan tersebut kepada pembinanya yakni penyuluh. Selanjutnya, penyuluh menyampaikan hasil penerapan teknologi yang dilaksanakan petani kepada lembaga penelitian yang terkait sebagai bahan referensi lebih lanjut. Para penyuluh juga berperan sebagai agen pembaharuan yang membantu petani mengenal masalah-masalah yang mereka hadapi sehingga mereka mendapatkan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Beberapa contoh kemajuan yang dapat dicapai melalui penyuluhan yakni: 1. Perbaikan teknologi, seperti benih unggul, pemupukan, pengendalian gulma, hama dan penyakit, metode bercocok tanam, peralatan pertanian, konservasi tanah dan air, pengolahan dan penyimpanan hasil serta pemuliaan ternak. 2. Perbaikan organisasi, seperti manajemen usahatani, penyimpanan catatan, tabungan berkelompok maupun kredit di bidang pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi pertanian yakni meliputi faktor sosial, faktor kebudayaan, faktor personal dan faktor situasional. Berikut diuraikan keempat faktor tersebut (Soekartawi 1988): 1. Faktor sosial Faktor sosial ini mencakup variabel keluarga, tetangga, klik sosial, kelompok sosial dan status sosial. a. Anggota keluarga. Anggota keluarga sering dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan inovasi. Hal ini dikarenakan konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga. Nilai anggota keluarga yang berhubungan dengan penerimaan inovasi antara lain keinginan untuk mencapai pendidikan lebih tinggi bagi anak-anak mereka dan memprioritaskan akumulasi modal untuk pengembangan usahatani mereka, nilai untuk ditempatkan pada status sosial dan partisipasi dalam kelompok sosial yang formal, dan pemenuhan kelengkapan serta kenyamanan dalam rumahtangga. b. Tetangga. Tetangga merupakan orang-orang dalam suatu geografis tertentu yang telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung berasosiasi sesamanya dibanding dengan pihak luar. Karena itu, belajar dari tetangga biasanya lebih berhasil daripada belajar dari orang lain (sumber informasi) yang tempat tinggalnya berjauhan. c. Klik sosial. Klik sosial terdiri atas sejumlah kecil orang-orang yang menerima satu sama lain sebagai persamaan sosial dan berasosiasi sebagai teman akrab. Klik sosial terdiri dari orang-orang yang mempunyai minat dan status yang relatif sama, walaupun berbeda tempat tinggal serta
15
berbeda latar belakangnya. Biasanya merupakan kumpulan yang sederhana dari petani yang satu sama lain saling mendapatkan kepuasan karena hubungan yang intim satu sama lain. d. Kelompok referensi. Kelompok referensi adalah kelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain dalam pembentukan pikiran, penilaian dan keputusan dalam bertindak. Menurut Rogers (1958), references group dalam proses adopsi berperan penting bagi orang yang lambat mengadopsi untuk menyadarkan. e. Kelompok formal. Kelompok formal adalah kelompok orang-orang yang mempunyai peraturan tegas yang mengatur hubungan anggotanya misalnya dalam menyusun rencana suatu program. Mereka dapat berperan untuk mengorganisasi penyebarluasan informasi pertanian yang menunjang langsung pada tujuan yang ingin dicapai petani. f. Status sosial. Status sosial dalam masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor yakni pendapatan yang tinggi, pemilikan tanah yang luas, pendidikan yang tinggi dan kedudukan dalam struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakat. Status sosial sering membentuk pola komunikasi di dalam sistem sosial dan biasanya komunikasi seperti ini lebih efektif bila individu memiliki persamaan status sosial. 2. Faktor kebudayaan. Unsur kebudayaan yang paling berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi yakni tata nilai dan sikap. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sedangkan sikap mungkin dapat dituangkan sebagai proses kegunaan untuk bertindak, memandang, berpikir dan merasakan berdasarkan tata nilai yang ada. 3. Faktor personal dalam adopsi inovasi. Faktor personal atau individu termasuk umur, pendidikan yang diselesaikan dan karakteristik psikologi merupakan faktor penting dalam proses adopsi inovasi. Oleh sebab itu penting untuk meneliti faktor personal dari masing-masing petani yang diamati. a. Umur. Petani yang memiliki usia lebih tua umumnya kurang cenderung melakukan adopsi dibandingkan petani yang lebih muda. Beberapa studi menunjukkan bahwa pengadopsi inovasi tertinggi yakni diusia paruh baya. Hal ini dikarenakan kecenderungan petani muda umumnya masih terkendala dengan modal yang dimiliki sementara petani berusia lebih tua umumnya kurang menerima perubahan yang ada. b. Pendidikan. Pendidikan merupakan sarana belajar yang diperkirakan akan memberikan pengertian sikap yang menguntungkan menuju praktek pertanian yang lebih modern. Pada kenyataannya mungkin secara tidak langsung dihubungkan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi pertanian. Pada beberapa kasus, pendidikan mungkin hanya
16
menciptakan suatu dorongan mental agar dapat menerima inovasi yang diciptakan. c. Karakter psikologi. Masyarakat pada berbagai tingkatan akan menetapkan cara-cara hidup mereka sesuai dengan kemampuan mereka dalam memandang hubungan yang berkaitan dengan sesuatu yang baru, menganalisis perubahan yang dianjurkan (penyesuaian diri), dan memilih perubahan yang memuaskan dirinya. Oleh sebab itu, tiap individu memiliki tingkatan yang berbeda terhadap proses adopsi inovasi. 4. Faktor situasional dalam difusi inovasi. Faktor situasional merupakan situasi dimana mereka menempatkan diri mereka dalam proses adopsi inovasi seperti pendapatan usahatani, ukuran usahatani, status kepemilikan lahan, prestise masyarakat, sumber inovasi, dan jenis inovasi. a. Pendapatan usahatani. Adanya pendapatan usahatani yang tinggi umumnya akan menyebabkan petani memiliki kemauan untuk melakukan percobaan atau perubahan dalam adopsi inovasi pertanian yang lebih cepat dibandingkan petani dengan pendapatan yang lebih rendah. b. Ukuran usahatani. Ukuran usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru yang memerlukan skala operasi yang besar dan sumberdaya ekonomi yang tinggi untuk keperluan adopsi. c. Status pemilikan tanah. Para pemilik tanah memiliki penguasaan keputusan yang lebih besar dibandingkan dengan penggarap sehingga pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi teknologi sesuai dengan kebutuhannya sementara penggarap harus terlebih dahulu mengkomunikasikannya kepada pemilik sebelum mengambil keputusan. d. Prestise masyarakat. Kedudukan seseorang dalam masyarakat berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Dalam kondisi tertentu, petani dengan status sosial yang lebih tinggi diharapkan tetap secara kontinu menginformasikan perkembangan baru dalam pertanian. e. Sumber informasi. Jumlah sumber informasi yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi. f. Jenis inovasi. Cepat atau lambatnya inovasi dapat dipengaruhi oleh jenis inovasi yang disalurkan. Semakin kompleks inovasi tersebut semakin lambat proses adopsinya. Kecenderungan perubahan dalam adopsi inovasi tersebut yakni perubahan hanya dalam perlengkapan dan material tanpa perubahan teknik atau pelaksanaan (misalnya varietas benih baru), perubahan dalam pelaksanaan tanpa merubah material atau perlengkapan (misalnya rotasi tanam) dan perubahan secara keseluruhan (misalnya dari pertanian sayuran ke peternakan). Sifat adopsi inovasi juga akan menentukan kecepatan adopsi pertanian. Selain faktor saluran komunikasi, sistem sosial dan kegiatan promosi, peranan
17
komunikator juga berpengaruh terhadap kecepatan proses adopsi inovasi. Menurut Soekartawi (1988), beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan suatu proses adopsi inovasi yakni: a) Memberikan keuntungan atau tidak. Apabila diperoleh kepastian bahwa teknologi baru akan memberikan keuntungan yang relatif lebih besar daripada penggunaan teknologi lama maka kecepatan proses adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat. b) Kompatibilitas. Seringkali teknologi baru yang menggantikan teknologi lama tidak saling mendukung, namun banyak pula dijumpai penggantian teknologi hanya kelanjutan saja. Bila teknologi tersebut hanya “kelanjutan” dari teknologi lama, maka kecepatan proses adopsi inovasi akan berjalan relatif lebih cepat, hal ini dikarenakan petani telah terbiasa menggunakan teknologi lama sehingga hanya diperlukan penyesuaian saja dalam pelaksanaannya. c) Kompleksitas. Tingkat kerumitan dalam penerapan teknologi akan mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi yang akan dilakukan oleh petani. Artinya, semakin mudah diterapkan maka semakin cepat pula proses adopsi tersebut. d) Triabilitas. Semakin mudah untuk dilakukan maka relatif lebih cepat proses adopsi inovasi yang dilakukan oleh petani. e) Observabilitas. Seringkali ditemui bahwa kalangan petani cukup sulit untuk memahami proses mengadopsi inovasi dan teknologi baru meskipun teknologi tersebut memberikan keuntungan dan telah dibuktikan ditempat lain. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Pada konteks komunikasi efektif, faktor internal dan eksternal dapat diwujudkan dalam serangkaian kegiatan komunikasi yang terencana, oleh sebab itu perlu dilakukan identifikasi, analisis dan penetapan masalah serta kebutuhannya. Rangkaian kegiatan komunikasi yang dimaksud meliputi unsur who (siapa sasarannya), why (apa latar belakangnya), what (apa pesannya), when (kapan pelaksanaannya), how (bagaimana cara/metode/format penyampaian pesannya) dan where (dimana tempat pelaksanaannya). Berkaitan dalam menjawab unsur who yang dimaksud, Berlo (1960) dalam Tutud (2001) menyatakan bahwa komunikator harus memiliki sifat simpati dan empati terhadap kondisi komunikan, karena pada dasarnya tujuan dari komunikasi adalah adanya interaksi timbal balik. Terkait dengan unsur what dan why maka batasan pesan dalam penelitian ini adalah teknologi pengelolaan tanaman terpadu rakitan BPTP Jawa Barat, baik dalam wujud verbal maupun non verbal dari proses perakitan hingga penyebarluasan informasinya. Teknologi pengelolaan tanaman terpadu mudah diterima petani apabila memiliki keunggulan karakteristik yang signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat sasaran. Secara logis suatu inovasi akan lebih cepat diterima apabila dapat memberikan keuntungan ekonomis yang lebih tinggi sesuai dengan potensi dan kondisi agrosistem, serta merupakan jawaban dari masalah dan kebutuhan mayoritas petani sasaran. Karakteristik inovasi
18
menurut Rogers (1983) adalah keuntungan relatif (relative advantages), tingkat kesesuaian (compability), tingkat kerumitan (complexity), kemudahan untuk diuji coba (triability), dan kemudahan untuk diamati penampilannya (observability). Unsur how berkaitan dengan keahlian dan kredibilitas sumber informasi, Berlo (1960) dalam Tutud (2001) menyatakan bahwa terdapat 4 hal yang dapat meningkatkan ketepatan komunikasi antara sumber dengan sasarannya, yaitu keahlian komunikasi, sikap, tingkat pengetahuan dan kedudukan dalam sistem sosial. Soekartawi (1988) menyatakan agar komunikasi menjadi efektif, maka cara penyampaian pesan haruslah sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipraktekan petani, bahannya tersedia, dan mudah diperoleh di lokasi setempat serta tidak beracun, sehingga pesan yang disampaikan harus spesifik serta ada tujuan yang jelas. Kualitas kredibilitas sumber informasi mengarah pada kepercayaan dan penilaian yang baik serta kemampuan sumber informasi dalam mengkaji dan mengaplikasikan manfaat informasi pada kondisi petani lokal (Lionberger dan Gwin (1982) dalam Tutud (2001)). Implementasi komunikasi efektif melalui unsur how, when dan where dari komunikasi teknologi pengelolaan tanaman terpadu padi oleh BPTP Jawa Barat diawali dengan penelitian adaptif. Penelitian adaptif merupakan penelitian tahap lanjut untuk menguji kesesuaian atau daya adaptasi (fine running) komponen teknologi yang sudah matang terhadap kondisi biofisik, sosial ekonomi dan lingkungan setempat (CGIAR 1978 dalam Tutud (2001)). Karakteristik penelitian adaptif adalah dilakukan di lahan petani dan bekerja sama dengan petani dalam mengevaluasi keragaan teknologi yang sedang diuji, dengan berorientasi pada kondisi lingkungan setempat dan menggunakan pendekatan pemecahan masalah spesifik yang dihadapi petani. Petani diberi peran penting dalam menilai teknologi yang dihasilkan sehingga dapat memberikan umpan balik bagi peneliti sebagai bahan perbaikan dalam prosesnya. Petani yang dilibatkan adalah petani yang sekaligus merupakan pemuka pendapat (tokoh masyarakat/pengurus kelompok). Pemuka pendapat (opinion leader) didefinisikan sebagai orang yang memiliki pengaruh yang besar kepada pihak yang lain (Lionberger dan Gwin (1982) dalam Tutud (2001)). Pemuka pendapat merupakan seorang yang memiliki pengaruh yang relatif besar terhadap pendapat atau pandangan orang lain dalam sebuah kelompok yang dimilikinya. Pemuka pendapat merupakan penyumbang penting bagi pembentukan pandangan umum mengenai gagasan baru, situasi, dan lainnya. Penyebarluasan teknologi dimaksudkan untuk diteruskan melalui saluran komunikasi interpersonal (kelompok tani) lewat PPL dan pemuka pendapat tersebut. Melalui pemaparan tersebut, maka komunikasi efektif pada konteks penelitian diartikan sebagai suatu upaya perbaikan cara dan kebiasaan petani yang dilakukan melalui pendekatan komunikasi yang dialogis, interaktif, dan partisipatif antara pihak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat dengan petani dalam menemukan, merancang, memodifikasi, mengkaji, merakit, dan mengevaluasi serta menyebarluaskan informasi teknologi PTT padi dimaksud sebagai solusi masalah dan kebutuhan petani.
19
Kerangka Pemikiran Operasional Penyuluh merupakan penggerak utama dalam kemajuan pertanian sebab petani bergantung pada penyuluh dalam menyelesaikan permasalahan mereka di lapangan. Balai Pengkajian Teknologi Jawa Barat berperan sebagai penyuluh utama dalam menyampaikan teknologi yang ditemukan oleh Litbang dan menjembatani antara petani dan Dinas Pertanian selayaknya dievaluasi kinerjanya selama ini dalam menyampaikan informasi tersebut. Sejauh ini, BPTP Jawa Barat telah melakukan penyuluhan ke penjuru daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi untuk dikembangkan pertaniannya. Salah satu wilayah yang telah dilakukan penyuluhan ialah Kabupaten Bogor yakni Desa Gunung Picung. Di Desa Gunung Picung ini telah dilakukan penyuluhan terkait pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah. Penelitian ini akan membahas mengenai sejauh mana efektivitas penyaluran teknologi yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat kepada petani. Komunikasi dinilai efektif apabila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima (Tubbs dan Moss (1996) dalam Tutud (2001)). Efektif atau tidaknya suatu proses komunikasi dipengaruhi oleh karakteristik petani dan kualitas komunikasi. Apabila komunikasi yang dilakukan hanya dianggap sebuah pelaksanaan proyek semata oleh BPTP maka komunikasi yang terjalin dengan petani dan pemuka pendapat tidak akan berjalan efektif sebab masing-masing komunikan memiliki kepentingan yang berbeda. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi karakteristik anggota Kelompok Tani Mendung berdasarkan faktor usia, pendidikan, keterbukaan terhadap teknologi, kinerja usaha, dan keterbukaan terhadap media massa maupun saluran interpersonal. Kemudian, berdasarkan faktor karakteristik petani tersebut akan diuji faktor mana yang berpengaruh terhadap penerapan teknologi yang dilaksanakan petani. Selanjutnya akan dikaji faktor kualitas komunikasi yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi PTT padi di Desa Gunung Picung yang terdiri atas karakteristik inovasi, kredibilitas sumber inovasi, frekuensi komunikasi dan media yang digunakan dalam penyuluhan. Dalam hal ini, diidentifikasi pula tingkat kepentingan hasil penyuluhan bagi petani. Hal ini dimaksudkan agar telihat apakah kinerja BPTP tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan petani ataukah teknologi tersebut hanya diturunkan dari Balai Penelitian terkait tanpa memperhatikan kebutuhan petani. Selain itu, akan dinilai pula sejauh mana kinerja dua arah yang seharusnya dijalankan BPTP dalam menghubungkan petani kepada balai penelitian terkait. Selanjutnya penilaian efektivitas apakah berjalan sesuai dengan konsepnya perlu diteliti melalui tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi PTT padi dalam usahatani petani. Diakhir penelitian akan diberikan rekomendasi bagi Balai Pengkajian Teknologi Jawa Barat dalam mendistribusikan teknologi bagi petani di Desa Gunung Picung. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian ini dijelaskan pada Gambar 2.
20
Adanya peningkatan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan jumlah peningkatan luas lahan akan menimbulkan masalah dalam hal pemenuhan pangan masyarakat Indonesia.
Dibutuhkan teknologi tepat guna sehingga pemanfaatan lahan yang terbatas dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu teknologi yang dianjurkan adalah PTT padi. Bagaimanakah pelaksanaan PTT padi di Desa Gunung Picung?
Identifikasi Karakteristik Petani Umur Pendidikan Keterbukaan terhadap inovasi Kinerja usaha Keterbukaan pada media
Kualitas Komunikasi Karakteristik inovasi Kredibilitas sumber inovasi Frekuensi komunikasi Media yang digunakan
Apakah penyuluhan oleh Balai Pengkajian Teknologi melalui kegiatan SL-PTT di Desa Gunung Picung telah efektif? Tingkat pengetahuan Tingkat penerapan
Rekomendasi bagi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian terkait dengan proses penyuluhan teknologi pertanian. Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
21
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Gunung Picung Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian diambil secara purposive (sengaja) sebab Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat telah melakukan penyaluran teknologi pada Kelompok Tani Mendung di lokasi tersebut. Desa Gunung Picung telah mendapatkan penyuluhan terkait PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi pada tahun 2010. Waktu pengumpulan data dilaksanakan dari bulan Januari hingga Maret 2013.
Sumber dan Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder baik data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara langsung. Wawancara dilakukan kepada petani, penyuluh, dan petugas Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan melalui internet.
Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara sistematik. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian tentang aktivitas produksi padi. Wawancara sistematik dilakukan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum lokasi penelitian, tingkat penerapan teknologi serta pengukuran kinerja dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode sensus yakni dengan mengambil data dari kerseluruhan populasi yang ada yakni 20 orang anggota kelompok tani dengan alasan keterbatasan jumlah populasi.
Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis kuantitatif yakni karakteristik petani dan kualitas komunikasi yang dianalisis secara deskriptif. Data penelitian didistribusikan dengan frekuensi dan central tendency. Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi mampu menampilkan suatu deskripsi umum tentang data dengan menghadirkan seluruh satuan yang ada. Akan tetapi untuk menunjukkan ciri tertentu yang merupakan kekhasan dari data, peneliti menggunakan teknik kecenderungan memusat (central tendency) (Bungin 2007). Ukuran central tendency yang digunakan dalam penelitian ini yakni tendensi central rata-rata. Rata-rata merupakan nilai tengah dari suatu jumlah keseluruhan bilangan yang berasal dari jumlah keseluruhan bilangan serta terlebih
22
dahulu dibagi dengan banyaknya unit dari bilangan tersebut. Penghitungan nilai rata-rata menggunakan rumus: ∑ Keterangan: M : nilai rataan Σ f(x) : jumlah faktor N : jumlah populasi Analisis faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi diukur dengan menggunakan uji Fisher Exact Test. Statistik Fisher Exact Test digunakan untuk menguji hipotesis tentang distribusi dari ukuran atau variabelvariabel penelitian. Uji Fisher Exact Test dapat dikembangkan untuk menguji apakah beberapa ukuran nominal saling berhubungan satu sama lain atau tidak dalam jumlah sampel yang lebih sedikit (Nazir 2003). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yakni: Ho : tidak ada hubungan antara faktor x dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi H1 : ada hubungan antara faktor x dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi Hasil dari penelitian ini kemudian diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel dan SPSS 16 dengan kriteria penolakan menggunakan taraf signifikansi 5% (0.05) sehingga apabila diperoleh p-value lebih dari 0.05 maka terima H0. Sementara itu jika diperoleh p-value kurang dari 0.05 maka tolak H0 sehingga disimpulkan adanya hubungan antara faktor x dengan tingkat penerapan PTT padi. Terdapat 5 faktor yang diamati dalam mengidentifikasi karakteristik anggota kelompok tani yakni usia, pendidikan, keterbukaan terhadap inovasi, kinerja usaha dan keterbukaan terhadap media. Definisi operasional karakteristik petani yakni: 1. Usia dinyatakan dalam satuan tahun yang dihitung dari tanggal kelahiran hingga penelitian ini dilaksanakan, yang dibulatkan ke ulang tahun terdekat, dengan kategori usia tua, yaitu usia sama dengan atau lebih besar dari usia rata-rata, dan usia muda, yaitu usia dibawah rata-rata. 2. Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan terakhir yang diperoleh responden, dikategorikan rendah apabila tingkat pendidikannya dibawah SMP dan tinggi apabila tingkat pendidikannya SMP ke atas. 3. Keterbukaan terhadap inovasi diukur dengan banyaknya inovasi yang diterapkan responden dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dengan kategori: (1) tertutup apabila lebih kecil dari jumlah terapan inovasi ratarata dan (2) terbuka apabila lebih besar atau sama dengan jumlah terapan inovasi rata-rata. 4. Kinerja usaha merupakan gambaran aktivitas usahatani padi yang dilakukan responden yang meliputi pengalaman dan intensitas usaha serta keterlibatannya dalam proses perakitan teknologi. a. Pengalaman usahatani adalah lamanya responden berprofesi sebagai petani padi yang dinyatakan dalam satuan tahun dengan kategori: (1) kurang apabila lebih kecil dari lama pengalaman rata-rata dan (2)
23
banyak apabila lebih besar atau sama dengan lama pengalaman ratarata. b. Intensitas usaha adalah frekuensi usaha yang dilakukan responden per tahun yang dinyatakan dalam satuan kali. c. Keterlibatan dalam proses perakitan teknologi adalah frekuensi keikutsertaan responden selama proses perakitan teknologi PTT padi yang dinyatakan dalam satuan kali, dengan kategori: (1) jarang apabila frekuensinya ≤ 1 kali, dan (2) sering apabila frekuensinya >1 kali. 5. Keterbukaan pada media adalah lamanya responden mengakses informasi pembangunan khususnya mengenai teknologi padi baik melalui media massa maupun melalui saluran komunikasi interpersonal. a. Keterbukaan pada media massa adalah lamanya responden mendengar radio, menonton televisi dan membaca majalah/surat kabar yang dinyatakan dalam satuan jam, dengan kategori: (1) kurang apabila lamanya responden mengakses lebih kecil dari lamanya akses rata-rata, dan (2) banyak apabila lamanya responden mengakses lebih besar atau sama dengan lamanya akses rata-rata. b. Keterbukaan melalu saluran komunikasi interpersonal adalah partisipasi kehadiran responden dalam pertemuan kelompok dalam satu bulan yang dinyatakan dalam satuan kali, dengan kategori: (1) rendah apabila lebih kecil dari jumlah kehadiran rata-rata, dan (2) tinggi apabila lebih besar dan sama dengan jumlah kehadiran rata-rata. Sementara itu, identifikasi kualitas komunikasi dinilai berdasarkan keunggulan teknologi, kredibilitas sumber informasi, frekuensi komunikasi dan media yang digunakan dalam komunikasi. Definisi operasional faktor kualitas komunikasi yang diamati yakni: 1. Karakteristik inovasi adalah perbandingan penampilan teknologi PTT padi dengan keadaan sebelum melaksanakan kegiatan PTT padi yang dicirikan dengan adanya relative advantage, compability, complexity dan triability. a. Keuntungan relatif (relative advantage) adalah penilaian petani terhadap keuntungan usaha yang mereka peroleh jika menerapkan teknologi yang dimaksud. Keuntungan relatif diukur berdasarkan penggunaan biaya, waktu, dan tenaga. Keuntungannya dinilai sangat tinggi apabila biaya yang digunakan sangat rendah dibandingkan dengan biaya usahatani yang biasanya digunakan oleh petani, waktu yang dibutuhkan lebih singkat, dan tenaga yang diperlukan dalam menggarap usahanya lebih rendah. Sementara itu, keuntungan dinilai sangat rendah apabila biaya yang digunakan sangat tinggi, waktu yang diperlukan lebih lama dan tenaga yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan usahatani sebelumnya. b. Compability adalah penilaian petani terhadap tingkat kesesuaian teknologi yang dimaksud dengan kondisi agroekosistem dan kebutuhan mereka. Compability dinilai sangat sesuai apabila PTT padi sangat sesuai dengan keadaan agrosistem sawah milik petani dan juga sangat sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh petani. Compability dinilai sangat rendah apabila kegiatan PTT padi tidak sesuai dengan keadaan agrosistem dan harapan petani.
24
c. Complexity adalah penilaian petani terhadap tingkat kerumitan teknologi yang dimaksud dan dinyatakan dalam banyaknya tahapan yang sulit dimengerti oleh mereka. Complexity dikatakan sangat rumit apabila lebih dari 6 komponen PTT padi tidak dapat dimengerti oleh petani, rumit apabila 5-6 dari komponen PTT padi tidak dimengerti petani, cukup rumit apabila 3-4 dari komponen PTT tidak dimengerti petani, mudah apabila 1-2 dari komponen PTT tidak dimengerti petani dan sangat mudah apabila seluruh komponen PTT padi mudah dimengerti oleh petani. d. Triability adalah penilaian petani terhadap mudah atau tidaknya teknologi tersebut apabila diujicobakan dalam skala kecil, yang didasarkan pada murah mahalnya dan tersedia tidaknya sarana produksi, alat, dan perlengkapan yang dibutuhkan di tempat petani. Triability dikatakan sangat sulit apabila sulit diujicoba dalam skala kecil, sarana produksi mahal, dan tidak tersedia di desa, dikatakan sulit apabila dapat diujicoba dalam skala kecil namun lebih dari 4 komponen PTT padi mahal atau tidak tersedia di desa, dikatakan cukup sulit apabila 3-4 komponen PTT tidak tersedia di desa atau harganya mahal, dikatakan mudah apabila 1-2 komponen PTT padi mahal atau tidak tersedia di desa, dan dikatakan sangat mudah apabila mudah diujicoba dalam skala kecil dan seluruh komponen PTT padi murah dan tersedia di desa. e. Observability adalah penilaian petani terhadap mudah tidaknya penampilan PTT untuk diamati yang dinyatakan dengan tingkat keyakinan mereka. 2. Kredibilitas sumber informasi adalah tingkat kepercayaan petani terhadap BPTP Jawa Barat yang dinyatakan melalui bukti keberhasilan teknologi dimaksud dalam mengatasi masalah usahatani padi. Kredibilitas dikatakan sangat rendah apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani < 60%, dikategorikan rendah apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani 60-70%, dikategorikan cukup tinggi apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani 70-80%, dikategorikan tinggi apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani 80-90% dan dikategorikan sangat tinggi apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani > 90%. 3. Frekuensi komunikasi adalah banyaknya pertemuan, kontak dan interaksi antara responden dengan petugas BPTP Jawa Barat dalam 1 tahun terakhir yang dinyatakan dalam satuan kali. Frekuensi komunikasi dikatakan sangat jarang apabila tidak pernah terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani, dikatakan jarang apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani 1-2 kali, dikatakan cukup sering apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani 2-3 kali, dikatakan sering apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani 4-5 kali, dikatakan sangat sering apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani > 5 kali. 4. Media komunikasi yang digunakan adalah kualitas sarana informasi yang digunakan oleh BPTP Jawa Barat dalam menyebarluaskan teknologi PTT
25
padi kepada masyarakat yang meliputi penampilan, bahasa, kalimat, kata, gambar, ilustrasi dan isinya.
KONDISI UMUM Desa Gunung Picung Desa Gunung Picung merupakan desa yang terletak di wilayah Kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor dengan luas wilayah yakni 526 922.3 ha dengan ketinggian 600-920 meter diatas permukaan laut serta curah hujan sebesar 28003400 m3. Desa Gunung Picung terbagi ke dalam 4 dusun, 12 rukun warga (RT) dan 50 rukun tetangga (RT). Desa Gunung Picung berbatasan dengan: Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Gunung Menyan Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Gunung Bunder I dan II Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kabupaten Sukabumi Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Pasarean Jarak kantor desa dengan kantor Kecamatan Pamijahan yakni 1 km dan jarak dengan Kabupaten Bogor yakni 56 km. Akses jalan menuju Desa Gunung Picung terdiri atas jalan aspal dan beton sehingga akses menuju lokasi cukup mudah jika menggunakan kendaraan bermotor. Sementara itu, pemanfaatan lahan atau penggunaan tanah di Desa Gunung Picung terbagi atas: : 135 522.3 ha 1. Perumahan/pemukiman 2. Sawah : 225 ha 3. Ladang/perkebunan rakyat : 150 ha : 11.5 ha 4. Jalan 5. Pemakaman/kuburan : 10 ha 6. Perkantoran : 825 m 7. Lapangan olahraga : 1 ha Jumlah penduduk Desa Gunung Picung sebanyak 14 850 jiwa yang terdiri atas 7 621 jiwa laki-laki dan 7 229 jiwa perempuan dan kepadatan penduduknya 5 KK/km. Distribusi mata pencarian penduduk Desa Gunung Picung dapat dilihat pada Tabel 4. Sebagian besar penduduk di Desa Gunung Picung umumnya bermatapencaharian sebagai tani/buruh tani (2 483 orang) dibandingkan dengan petani pemilik. Hal ini disebabkan lahan tani yang digunakan untuk berusahatani umumnya dimiliki oleh pihak luar desa setempat sehingga sebagian besar hanya bekerja sebagai buruh tani. Tingkat pendidikan di Desa Gunung Picung yakni tidak tamat sekolah 4.755, tamat SD 3 444 orang, tamat SMP 2 895 orang, tamat SMA 1 406 orang, tamat akademi 85 orang dan tamat perguruan tinggi 53 orang. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Gunung Picung ini juga dipengaruhi oleh sedikitnya fasilitas pendidikan di desa ini yakni hanya terdapat 6 buah SD dan 3 buah TK.
26
Tabel 4 Distribusi mata pencaharian penduduk Desa Gunung Picung
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 a
Jenis mata pencaharian Tani/buruh tani Petani pemilik Pedagang Pegawai Negeri Sipil TNI/POLRI Pensiunan/purnawirawan Swasta Buruh pabrik Pengrajin Tukang bangunan Penjahit Tukang las Tukang ojek Bengkel Sopir angkutan Lain-lain
Jumlah (orang) 2 483 215 500 80 18 32 552 585 12 120 50 2 300 21 145 20
Sumber: Data monografi Desa Gunung Picung (2013)
Potensi pertanian di Desa Gunung Picung terlihat dari tersedianya lahan sawah yang cukup luas di desa ini. Lokasi yang strategis dan cuaca yang mendukung untuk membudidayakan komoditas pertanian menjadi salah satu faktor yang mendukung pertanian di Desa Gunung Picung. Salah satu komoditas unggulan yang saat ini dikembangkan di Desa Gunung Picung adalah padi. Selain itu, di desa ini juga terdapat berbagai komoditas lainnya seperti umbi-umbian, palawija, dan sayur-sayuran.
Kelompok Tani Mendung Kelompok Tani Mendung merupakan pecahan dari Kelompok Tani Sukabumi yang berdiri pada tahun 1997. Kelompok Tani Sukabumi merupakan kelompok tani yang menaungi wilayah Cikoneng hingga Pasar Kemis. Kelompok Tani Sukabumi telah mengalami pasang surut kelembagaan hingga akhirnya pada tahun 2008 memutuskan untuk memecah kelompok menjadi 2 bagian karena luas wilayah dan perkembangan jumlah penduduk tani semakin meningkat. Kelompok Tani Mendung terbentuk pada tanggal 20 Juni 2008 yang disahkan oleh Kepala Desa Gunung Picung No 04 poktan-Ds/VII/2008. Komoditas yang dibudidayakan oleh anggota kelompok tani yakni padi dan komoditas yang diusahakan masih berupa pertanian konvensional (nonorganik). Kelompok Tani Mendung beranggotakan 27 orang pada tahun 2008 dan mengalami perkembangan hingga pada tahun 2011 mencapai 30 orang petani aktif dengan luas lahan sebesar 19.98 ha. Namun saat ini, anggota kelompok tani ini yang aktif dalam kegiatan organisasi hanya 20 orang anggota. Adanya penurunan jumlah anggota disebabkan banyaknya petani yang sulit bekerjasama
27
dalam kelompok tani sehingga sulit untuk mengatur kekompakan anggota. Kelompok Tani Mendung dibentuk dengan tujuan: 1. Mengembangkan kegiatan usaha anggota khususnya dan kemajuan lingkungan kerja pada umumnya dalam rangka menggalang terlaksananya masyarakat yang adil dan makmur. 2. Mengembangkan sikap wirausaha ke arah usaha yang profesional, tangguh dan sehat dari anggota, untuk anggota, dan oleh anggota. 3. Mendorong usaha-usaha produksi anggota dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatan. 4. Memperkuat dan memperkokoh perekonomian di tingkat pedesaan sehingga menjadi lembaga usaha yang tangguh dan sehat serta mampu bersaing dengan pelaku usaha. Kelompok Tani Mendung secara administratif terletak pada Jl. Raya Gunung Salak No 6 Kampung Pasarehan Desa Gunung Picung Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Jarak dari kantor desa ± 500 m, jarak dari kecamatan 1 km dan dari kabupaten 56 km. Jangkauan wilayah anggota Kelompok Tani Mendung yakni: - Kampung, RT, RW : Pasar Ahad dan Laladon, RW 04 dan RW 07 - Desa : Gunung Picung - BP3K Wilayah Cibungbulang Kelompok Tani Mendung melaksanakan kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL PTT) padi sawah pada tahun 2009 atas saran PPL Desa Gunung Picung. Pelaksanaan SL PTT yakni di bulan Mei 2009 yang dilaksanakan seminggu sekali sebanyak 6 kali pertemuan. Sementara itu, pelaksanaan percontohan penanaman PTT padi sawah di lahan petani dimulai pada pertengahan bulan Juni 2009. Pelaksanaan PTT padi ini dilaksanakan menurut anjuran dari BPTP Jawa Barat. Namun dalam pelaksanaannya, penyuluh lapang desa yang lebih banyak berinteraksi dengan petani dalam penyuluhan PTT padi tersebut. Struktur organisasi Kelompok Tani Mendung dimulai dari Kepala Desa Gunung Picung sebagai pelindung yang berperan sebagai pembina dan pengawas dalam jalannya setiap usaha yang berjalan di Desa Gunung Picung. Namun pada praktiknya, karena kesibukan, peran kepala desa menjadi kurang aktif sehingga petani jarang berkoordinasi dengan kepala desa secara langsung. Ketua Kelompok Tani Mendung sebagai pimpinan tertinggi dibantu oleh 6 orang pengurus kelompok tani yang terdiri dari sekretaris, bendahara, seksi humas, seksi produksi, seksi simpan pinjam dan seksi pengairan/P3A. Masing-masing bagian tersebut bertanggung jawab terhadap tugasnya dan bertugas melaporkan seluruh kegiatannya kepada ketua kelompok tani. Secara garis besar, fungsi dan tugas dari masing-masing pengurus Kelompok Tani Mendung yaitu sebagai berikut: 1. Kepala Desa sebagai pelindung sekaligus pengawas jalannya usaha pertanian di Desa Gunung Picung. 2. Ketua sebagai penanggungjawab segala kegiatan mulai dari pengelolaan budidaya pertanian, penyuluhan, koordinasi dengan pihak Gapoktan, Kepala Desa dan sebagainya. 3. Sekretaris sebagai pencatat segala kegiatan yang berjalan mulai dari hasil penyuluhan, pelatihan, hingga mencatat hasil produksi pertanian.
28
4. Bendahara sebagai pengelola keuangan, yang memegang dan mencatat segala pemasukan dan pengeluaran. 5. Seksi humas berperan sebagai penghubung antara kelompok tani dengan masyarakat luar, seperti pemerintah desa dan UPTD Dinas Pertanian 6. Seksi produksi sebagai pemantau pertumbuhan komoditi yang dibudidayakan dari mulai awal pengolahan lahan, penanggulangan HPT, hingga proses panen produk. 7. Seksi simpan pinjam bertugas mengatur kegiatan simpan pinjam saprodi pertanian. 8. Seksi pengairan bertugas mengatur jalan irigasi dan penjadwalan pengairan di antara anggota kelompok tani. Adapun struktur organisasi Kelompok Tani Mendung dapat dilihat pada Gambar 3. Meskipun telah dilakukan pembagian kerja, dalam pelaksanaannya tugas dari masing-masing pengurus kurang dijalankan dengan baik. Kelemahan dari struktur organisasi ini yaitu ruang lingkup jabatan dan tugas dari masingmasing pengurus kurang terdeskripsi dengan jelas sehingga sering kali terjadi duplikasi jabatan. Ketua kelompok yang seharusnya bertanggungjawab terhadap jalannya kegiatan pertanian tidaklah menjalankan fungsinya melainkan memegang peranan sekretaris dan bendahara. Adanya ketidakterbukaan ketua kelompok terhadap pemasukan maupun pengeluaran keuangan yang dilakukan menyebabkan anggota sukar mempercayai ketua kelompok. Keluhan yang dirasakan oleh anggota kelompok menyebabkan adanya perpecahan diantara kelompok. Selain itu, lahan pertanian yang digunakan untuk budidaya merupakan lahan pribadi petani sehingga seringkali tugas dari masing-masing jabatan banyak dilakukan sendiri oleh masing-masing petani tidak secara terkoordinir. Penyediaan input, benih, pupuk dan pestisida dapat diperoleh melalui sekretaris kelompok maupun penyuluh lapang. Anggota kelompok diberikan kemudahan dalam memperoleh input yakni dengan sistem pinjaman yang kemudian dibayar ketika masa panen tiba. Pada kegiatan usahatani, umumnya anggota kelompok mendiskusikan kendala yang dihadapi dalam mengusahakan usahatani di setiap pertemuan sehingga dapat ditemukan solusi dari setiap masalah yang dihadapi. Untuk pengolahan dan pemasaran, Kelompok Tani Mendung telah memiliki alat perontok gabah yang dapat digunakan oleh anggota kelompok tani. Selain itu, Kelompok Tani Mendung telah memiliki lumbung padi yang berlokasi di rumah salah satu anggota sehingga hasil panen dapat dikumpulkan di lumbung.
29
Pelindung Kepala Desa Gunung Picung
Penasehat Mamat Rahmat Ketua Dadeng Sekertaris Atin Sutisna
Bendahara Samad
Seksi-seksi
Seksi Humas
Seksi Produksi
Seksi Simpan Pinjam
Seksi Pengairan
Gambar 3 Struktur organisasi Kelompok Tani Mendung
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Karakteristik petani terdiri dari usia, tingkat pendidikan, keterbukaan terhadap inovasi, kinerja usaha, dan keterbukaan pada media. Hasil penelitian dapat dilihat dari Tabel 5. 1. Usia Usia responden berkisar antara 33 hingga 80 tahun dengan rata-rata 54.7 tahun. Responden yang berusia tua (di atas 54.7 tahun) sebesar 60% dan yang berusia muda 40%. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa proporsi antara responden berusia tua dan muda tidak terlalu besar. Terjadinya pergeseran prefensi jenis pekerjaan, yakni kaum muda mulai menjauhi profesi petani menyebabkan berkurangnya pemuda dalam kegiatan usahatani. Hal inipun didukung oleh orang tua yang menginginkan pekerjaan anaknya lebih baik dibandingkan dengan kegiatan di bidang pertanian. 2. Tingkat pendidikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan responden umumnya pernah mengikuti pendidikan formal selama 6.35 tahun yang bervariasi dari tidak sekolah hingga sarjana (D2) (Tabel 1). Bila lama pendidikan SD = 6 tahun, SMP = 3 tahun, SMA = 3 tahun dan sarjana = 2 tahun, berarti rata-rata tingkat pendidikan responden setingkat SD. Sebesar 80% dari keseluruhan anggota hanya berpendidikan rendah dibandingkan dengan rata-rata yang diperoleh (6.05 tahun). Dapat disimpulkan dari keadaan ini bahwa kondisi pendidikan respoden belum memadai yakni hampir sebagian besar dari responden sukar untuk membaca
30
maupun menulis dan sukar berkomunikasi dengan pihak eksternal yang memiliki perbedaan bahasa dengan mereka. Hasil penelitian menunjukkan umumnya petani hanya mengikuti pendidikan non formal seperti Sekolah Lapang Pengolahan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan System Rice Inovation (SRI). Sebagian besar anggota kelompok tani mengikuti sekolah nonformal ini secara rutin setiap minggunya.
No 1 2 3 4
5
a
Tabel 5 Distribusi responden menurut karakteristik yang diamatia RataKarakteristik Kategori Σ % Kisaran rata Umur (tahun) muda 8 40 33-80 54.7 tua 12 60 Pendidikan (tahun) rendah 16 80 0-14 6.35 tinggi 4 20 Keterbukaan terhadap tertutup 5 25 1-3 1.8 inovasi (jenis inovasi) terbuka 15 75 Kinerja Usaha Pengalaman Usaha kurang 10 50 2-53 20.1 (tahun) banyak 10 50 Intensitas Usaha (kali jarang 0 0 3 3 per tahun) sering 20 100 Keterlibatan dalam tidak 13 65 proses perakitan 0-1 0.35 teknologi ya 7 35 Keterbukaan pada media Media massa (jam per kurang 17 85 0-2 0.25 minggu) banyak 3 15 Saluran Interpersonal pasif 4 20 1-2 1.8 (kali per minggu) aktif 16 80
Sumber: Data primer diolah (2013)
3. Keterbukaan terhadap inovasi Keterbukaan terhadap inovasi merupakan sikap dan aktivitas responden untuk meningkatkan usaha yang dinilai dari tingkat keterbukaan dan keberanian mencari, menerima dan mencoba teknologi pengolahan tanaman terpadu dalam usahanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% dari anggota bersikap terbuka terhadap inovasi dengan tingkat rata-rata 1.8 inovasi yang diterima dan diterapkan per 3 tahun. Dalam 5 tahun terakhir ada 3 jenis inovasi teknologi yang diperoleh petani yakni SLPTT, SLPHT, dan SRI. Sebagian besar petani telah mengadopsi teknologi SLPTT dan SLPHT karena dianggap lebih mudah dan sesuai untuk diterapkan oleh petani. Sementara itu, SRI (System Rice Inovation) hampir tidak pernah dilakukan karena tidak sesuai dengan iklim dan kondisi petani saat ini.
31
4. Kinerja usaha Kinerja usaha adalah gambaran penampilan kualitas aktivitas usaha penanaman padi yang dilakukan responden meliputi pengalaman, intensitas usaha serta keterlibatannya dalam proses perakitan teknologi. Tabel 5 menunjukkan bahwa pengalaman petani berkisar antara 2 hingga 54 tahun dengan rata-rata telah melaksanakan usahatani selama 20.1 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% dari anggota telah melaksanakan kegiatan usahatani kurang dari 20 tahun. Umumnya petani melakukan kegiatan usahatani setelah usia mencapai 40 tahun dimana pada usia tersebut mereka sudah tidak dapat melaksanakan kegiatan/pekerjaan sebelumnya. Sebelum melakukan kegiatan usahatani, umumnya petani bekerja sebagai buruh bangunan di luar desa, setelah memasuki usia 40 tahun ke atas petani tersebut mulai mengalami kendala dalam memperoleh pekerjaan tetap sehingga memutuskan untuk menjadi petani maupun buruh tani. Sementara itu, petani yang memiliki pengalaman berusaha tani di atas 20 tahun besarnya pun 50% dari keseluruhan anggota. Petani dengan pengalaman lebih lama ini umumnya disebabkan profesi ini telah diterapkan secara turun-temurun. Tingkat pendidikan yang rendah dan pengalaman bertani dari usia dini menyebabkan petani jenis ini hanya memiliki peluang untuk tetap berprofesi sebagai petani. Intensitas penanaman tanaman padi umumnya dilaksanakan 3 kali dalam setahun. Anggota kelompok tani Gunung Picung umumnya mengusahakan lahan 3 kali dalam setahun. Namun, bila keadaan ekstrim seperti curah hujan yang terlalu tinggi ataupun terjadi kekeringan panjang, usahatani padi dapat terhenti untuk beberapa waktu. Lokasi pertanian yang berdekatan menyebabkan kegiatan usahatani antara petani satu dengan lainnya cukup serupa. Keterlibatan anggota kelompok tani dalam proses adopsi teknologi merupakan faktor kunci yang menentukan keberlanjutan teknologi yang disarankan. Pada program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) seluruh anggota kelompok tani ikut berpartisipasi secara tidak langsung dalam proses pembuatannya. Sebagian besar anggota kelompok tani hanya mengamati, melihat, dan mendengar proses pembuatan teknologi yang disampaikan oleh BPTP Jawa Barat. Jumlah anggota yang dilibatkan secara langsung dalam proses penyaluran teknologi benih berkualitas dan penerapan pupuk kujang ataupun organik di sawah percontohan hanya 7 orang saja (35% dari keseluruhan anggota). Data tersebut secara implisit menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan pihak BPTP Jawa Barat hanya melibatkan responden tertentu dalam prosesnya yang seharusnya dilakukan secara merata. Anggota kelompok yang terlibat langsung dalam penanaman dan pelaksanaan teknis di lahan umumnya terkait dengan kepengurusan dalam kelompok tani seperti ketua kelompok, bendahara, maupun sekretaris. Selain itu, anggota yang terlibat langsung umumnya masih memiliki hubungan kekerabatan satu dengan yang lainnya. Perlakuan ini merupakan bagian dari strategi komunikasi BPTP dalam menyebarluaskan informasi teknologi yang dimaksud karena anggota tersebut dianggap memiliki pengaruh yang besar terhadap sikap publiknya. 5. Keterbukaan pada media Keterbukaan pada media diukur dari lamanya anggota kelompok tani mengakses informasi pembangunan pertanian secara umum dan secara khusus mengenai teknologi pengolahan tanaman padi baik melalui media massa (TV,
32
radio dan surat kabar) maupun melalui saluran komunikasi interpersonal (individu dan kelompok). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata petani umumnya mengakses informasi melalui media massa hanya sebesar 0.25 jam per minggu. Sebanyak 85% dari anggota kelompok jarang mengakses media massa untuk mencari informasi mengenai teknologi padi. Faktor pendidikan yang rendah menyebabkan petani jarang mengakses media massa seperti koran maupun televisi. Hal ini disebabkan mereka sulit memahami isi dari media serta jenuh terhadap penyampaian di media massa. Selain itu, petani lebih banyak menghabiskan waktu di sawah sehingga akses terhadap media jarang dilakukan. Sebanyak 15% dari keseluruhan anggota mengakses informasi lebih dari 0.25 jam per minggu. Informasi yang diakses melalui media massa seperti TV yakni siaran pertanian di stasiun TV swasta dan melalui koran. Selain melalui media massa, keterbukaan terhadap media juga diamati melalui jaringan interpersonal baik individu dan kelompok. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah pertemuan yang dilakukan kelompok biasanya 1.8 kali per bulan. Sebagian besar anggota merupakan petani yang aktif dalam kegiatan kelompok dan selalu hadir di setiap kegiatan perkumpulan. Kegiatan perkumpulan kelompok tani tersebut dilakukan sebagai media untuk bertukar pikiran dan mendapatkan solusi atas masalah yang dihadapi. Selain itu, adanya kegiatan arisan dilakukan dengan tujuan agar petani tetap giat dan aktif dalam organisasi. Sebanyak 20% dari responden umumnya menghadiri kegiatan kelompok sekali dalam sebulan disebabkan oleh pengaruh usia dan kesibukan lainnya.
Tabel 6 Hasil analisis fisher exact test faktor penting yang berhubungan dengan tingkat adopsi PTT Padia
No 1 2 3 4 5 6 7 a b
Karakteristik Petani Usia Pendidikan Keterbukaan terhadap inovasi Pengalaman usaha Keterlibatan dalam perakitan teknologi Keterbukaan pada media massa Keterbukaan pada saluran interpersonal
P-Value 0.094 0.591 0.008b 1.000 0.005b 0.218 1.000
Sumber: Data primer diolah (2013) signifikan pada taraf nyata 0.05
Tabel 6 menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat penerapan teknologi yang dilakukannya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa faktor usia, pendidikan, pengalaman usaha, dan keterbukaan pada media baik media massa maupun saluran interpersonal tidak berhubungan terhadap penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu padi. Sementara faktor keterbukaan terhadap inovasi dan keterlibatan dalam perakitan teknologi berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi. Menurut hasil penelitian, tingkatan usia tidak berhubungan dengan penerapan teknologi PTT padi di Desa Gunung Picung. Umumnya petani yang
33
berusia muda dan cukup tua cenderung lebih mudah mengadopsi teknologi dikarenakan keinginan yang cukup tinggi untuk memperbaiki perekonomian keluarganya, sementara petani yang berusia lanjut umumnya sukar untuk beradaptasi dengan teknologi yang diberikan karena mereka sudah merasa cukup puas dengan keadaan pertanian yang mereka jalani saat ini (Soekarwati 1998). Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya bagi anggota Kelompok Tani Mendung baik yang berusia muda maupun tua, banyaknya komponen PTT padi yang diadopsi oleh mereka tidak berhubungan dengan umur mereka saat ini. Tingkat pendidikan yang berbeda-beda tidak berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi. Hal ini ditunjukkan dari hasil observasi yakni petani dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah sekalipun mampu menerapkan teknologi yang dianjurkan melalui komunikasi dengan sesama petani. Tingkat pendidikan biasanya berhubungan secara tidak langsung terhadap proses adopsi teknologi yakni hanya menciptakan suatu dorongan mental agar dapat menerima inovasi yang diberikan (Soekarwati 1988). Kinerja usaha terdiri atas keterbukaan terhadap inovasi dan pengalaman usahatani. Keterbukaan terhadap inovasi berhubungan dengan tingkat adopsi. Terbuka atau tidaknya petani terhadap inovasi yang dianjurkan berhubungan positif dengan banyaknya komponen PTT padi yang dilaksanakan oleh petani. Umumnya petani yang bersikap terbuka terhadap inovasi akan lebih banyak mengadopsi komponen PTT padi dibandingkan petani yang tertutup terhadap inovasi. Sementara itu, lama atau tidaknya petani melakukan usahatani tidak berpengaruh terhadap penerapan teknologi. Keterlibatan dalam proses perakitan teknologi memiliki nilai p-value sebesar 0.003. Nilai p-value (0.003) lebih kecil dibandingkan dengan alpha (0.05) sehingga dapat disimpulkan yakni keterlibatan dalam proses perakitan berhubungan positif dengan tingkat penerapan teknologi. Keterlibatan petani secara langsung dalam proses perakitan berimplikasi pada banyaknya komponen PTT padi yang diadopsi oleh petani tersebut karena petani mengetahui secara langsung komponen yang dikerjakannya. Anggota kelompok yang terlibat lebih paham dan mengingat komponen yang dianjurkan dibandingkan anggota yang tidak terlibat dalam proses perakitan teknologi. Oleh sebab itu, dalam penyampaiannya BPTP Jawa Barat seharusnya lebih giat melibatkan petani dalam penyampaian teknologi. Keterbukaan pada media tidak berhubungan dengan tingkat adopsi teknologi yang dilakukan oleh petani. Keterbukaan pada media massa seperti koran dan televisi hanya memberi pengetahuan terkait dengan teknologi. Namun jarang sekali ditemukan petani yang menerapkan teknologi yang diperoleh dari media massa. Keterbukaan pada saluran interpersonal atau keaktifan dalam kelompok tani juga tidak berhubungan dengan tingkat penerapan petani. Hal ini disebabkan petani yang jarang mengikuti kegiatan rutin pun dapat memperoleh informasi terbaru dengan cara menanyakan langsung kepada kerabat di sekitar mereka. Informasi yang diperoleh di Kelompok Tani Mendung cepat menyebar diantara anggota sebab lokasi pemukiman dan sawah mereka yang berdekatan satu dengan yang lainnya.
34
Kualitas Komunikasi Kualitas komunikasi dalam penelitian ini menggambarkan penilaian responden atas serangkaian kegiatan komunikasi yang berlangsung dalam segala perakitan dan penyampaian teknologi PTT padi. Penilaian kualitas komunikasi meliputi 5 karakteristik keunggulan teknologi (relative advantages, compability, complexity, triability dan observability), kredibilitas sumber informasi, frekuensi komunikasi dan media yang digunakan. Secara ringkas hasil penelitian mengenai distribusi kualitas komunikasi disajikan pada Tabel 7.
1. Karakteristik Inovasi Penilaian responden terhadap karakteristik inovasi PTT padi secara umum lebih baik dan menguntungkan dibandingkan dengan kegiatan usahatani yang mereka lakukan sebelumnya. Rataan penilaian responden terhadap PTT padi yakni unsur relative advantage (4), compability (3,95), complexity (3),triability (3,75) dan observability (3.35). Unsur relative advantage (keuntungan relatif) dirasakan manfaatnya oleh keseluruhan petani. Petani merasa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan usahatani sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi PTT padi secara umum lebih ekonomis dalam hal biaya, waktu dan tenaga kerja serta dalam aspek modal. Menurut anggota Kelompok Tani Mendung, kegiatan PTT padi mampu meningkatkan pendapatan mereka karena adanya penghematan dalam hal penggunaan benih, pupuk dan adanya peningkatan hasil produksi. PTT padi yang dijelaskan oleh BPTP Jawa Barat dianggap sesuai (compability) oleh anggota kelompok tani. Menurut anggota kelompok tani, PTT padi sudah sesuai dengan kebutuhan petani saat itu dan kondisi agrosistem di Desa Gunung Picung. Salah satu contoh penerapan yang paling sesuai yakni penanaman 2-3 rumpun per lubang. Hal ini disebabkan apabila penanaman hanya 1 rumpun per lubang akan lebih sulit diterapkan karena banyaknya hama keong di lokasi sawah mereka. Penilaian anggota Kelompok Tani Mendung terhadap tingkat kerumitan (complexity) berbeda-beda yakni 10% menyatakan sangat rumit, 15% menyatakan rumit, 40% menyatakan cukup rumit, dan 35% menyatakan mudah. Umumnya anggota kelompok tani merasakan kesulitan sebelum melakukan adopsi karena sebagian besar dari mereka sudah terbiasa dengan kegiatan usahatani sebelumnya sehingga sukar untuk merubah pola pikir mereka. Biasanya petani akan lebih cepat mengadopsi teknologi ketika salah satu dari mereka telah merasakan manfaat dari kegiatan PTT padi tersebut. Selain itu, banyaknya komponen PTT padi dirasakan cukup memberatkan anggota untuk mengingatnya. Hal ini juga terkait tingkat pendidikan yang cukup rendah dan usia sehingga sukar untuk mengingat komponen yang diberikan dalam waktu singkat. Penilaian Triability (dapat diujicoba) diukur berdasarkan mudah atau tidaknya memperoleh serta mahal atau tidaknya sarana produksi di lokasi penelitian. Sebesar 80% dari anggota kelompok menyatakan mudah dan murah untuk mendapatkan sarana produksi di lokasi penelitian, sementara sisanya mengatakan cukup sulit memperoleh sarana produksi tertentu seperti pupuk organik yang baru diperkenalkan oleh BPTP Jawa Barat. Penilaian observability
35
(mudah diamati) diukur berdasarkan mudah atau tidaknya PTT padi diamati oleh petani. Sebesar 65% mengatakan cukup sulit mengamati perbedaan hasil PTT padi sementara 7% mengatakan mudah untuk mengamati komponen PTT padi yang dilaksanakan. Tabel 7 Distribusi kualitas komunikasi berdasarkan unsur yang diamatia No. 1
Unsur kualitas komunikasi Karakteristik inovasi * Relative advantage
*Compability
*Complexity
*triability
*observability
2
3
4
a
Kredibilitas Sumber Informasi
Frekuensi Komunikasi
Media yang digunakan
Sumber: Data primer diolah (2013)
Σ
Rata-rata
Sangat rendah rendah cukup rendah tinggi sangat tinggi
0 0 0 20 0
4.00
Sangat tidak sesuai Tidak sesuai Cukup sesuai sesuai Sangat sesuai
0 0 1 19 0
Sangat rumit rumit cukup rumit mudah sangat mudah
2 3 8 7 0
Sangat sulit Sulit Cukup Sulit Mudah Sangat Mudah
0 1 3 16 0
Sangat sulit Sulit Cukup Sulit Mudah Sangat Mudah
0 0 13 7 0
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat tinggi
0 0 0 20 0
Sangat Jarang Jarang Cukup Sering Sering Sangat Sering
18 2 0 0 0
Sangat Rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
0 0 0 20 0
Indikator
3.95
3.00
3.75
3.35
4.00
1,1
4.00
36
2. Kredibilitas Sumber Informasi Kredibilitas sumber informasi dinilai dari keyakinan petani terhadap BPTP Jawa Barat maupun penyuluh dalam menjawab permasalahan yang dihadapi. Menurut seluruh anggota kelompok tani, mereka yakin PTT padi yang dianjurkan oleh BPTP Jawa Barat dan penyuluh sebab mereka merasakan bahwa PTT padi mampu menjawab permasalahan yang dihadapi saat ini. Mereka yakin bahwa pihak-pihak berkepentingan (BPTP Jawa Barat) telah melakukan penelitian terlebih dahulu sehingga mereka tidak meragukan kredibilitas BPTP Jawa Barat. 3. Frekuensi Komunikasi Frekuensi komunikasi dihitung berdasarkan banyaknya pertemuan antara BPTP Jawa Barat dengan petani dalam setahun terakhir. Kisaran pertemuan yang dilakukan yakni 0 – 1 kali per tahun dengan rata-rata 0.2 kali per tahun. Nilai ini menunjukkan kurangnya pertemuan antara BPTP dengan petani sehingga dapat dikatakan tidak ada komunikasi yang terjalin seusai melakukan kegiatan SLPTT padi. Kurangnya frekuensi komunikasi tersebut disebabkan kesibukan petani dan juga lokasi yang cukup jauh dengan BPTP Jawa Barat sehingga pertemuan secara tatap muka sukar terjadi. Selain itu, komunikasi yang terjalin umumnya hanya terpusat pada beberapa pihak yang dulunya terlibat langsung dalam perakitan teknologi PTT padi. Sementara itu, frekuensi komunikasi antara petani dan penyuluh cukup sering sehingga peranan penyuluh dalam proses adopsi teknologi sangat tinggi 4. Media yang digunakan Media yang digunakan diukur melalui ada atau tidaknya media yang digunakan dalam melakukan penyaluran teknologi baik melalui media cetak (buku), poster, maupun Gelar Paket Teknologi yakni meliputi medianya, bahasa, kalimat, gambar dan ilustrasi mengenai isinya. Bagi seluruh anggota kelompok tani, media yang digunakan dalam kegiatan SL PTT padi sesuai dan mudah dimengerti oleh seluruh responden. Selain itu, dalam kegiatan SL PTT padi yang dilakukan diberikan buku catatan yang diharapkan mampu membantu petani dalam mengingat komponen yang dianjurkan dalam SL PTT. Keterlibatan penyuluh dalam penyampaian teknologi PTT padi memiliki peranan penting. Penyuluh Desa Gunung Picung mampu membantu anggota kelompok tani dalam memahami komponen PTT padi yang disampaikan. Media tatap muka merupakan media yang dianggap paling mudah dimengerti oleh petani. Latar belakang pendidikan yang rendah menyebabkan petani jarang menggunakan media lainnya. Keberadaan penyuluh mampu membantu petani dalam penerapan teknologi sebab mampu memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam mengadopsi teknologi yang dianjurkan. Hasil analisis menggunakan chi-square (Tabel 8) menunjukkan bahwa faktor kualitas komunikasi yang berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi di Kelompok Tani Mendung Tani ialah penilaian terhadap tingkat complexity dan observability yang dilakukan oleh petani. Tingkat complexity (kerumitan) memiliki p-value sebesar 0.043 yang lebih kecil dibandingkan dengan taraf nyata 0.05 sehingga disimpulkan ada hubungan antara tingkat kerumitan dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi. Petani yang beranggapan bahwa tingkat PTT padi cukup rumit biasanya menerapkan hanya sedikit dari komponen yang dijabarkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. Rogers (1983) juga berpendapat bahwa tingkat kerumitan berhubungan negatif
37
dengan tingkat adopsi yang dilakukan petani. Ketika petani menilai komponen PTT padi cukup rumit maka petani umumnya hanya sedikit menyerap komponen PTT padi yang diberikan.
Tabel 8 Analisis fisher exact test faktor kualitas komunikasi yang berhubungan dengan tingkat adopsi PTT padia
No 1 2 3 4 5 a
Kualitas komunikasi Compability Complexity Triability Observability Frekuensi Komunikasi
p-value 1.000 0.043b 0.340 0.005b 0.479
Sumber: Data primer diolah (2013) Signifikan pada taraf nyata 0.05
b
Tingkat observability (mudah diamati) juga berhubungan dengan tingkat penerapan PTT padi. Hal ini terlihat dari data bahwa petani yang menyatakan bahwa komponen PTT mudah diamati cenderung lebih banyak mengadopsi komponen PTT padi dibandingkan dengan mereka yang menilai cukup sulit mengadopsi komponen PTT padi. Sementara itu, tingkat kesesuaian tidak berhubungan dengan tingkat penerapan petani. Meskipun petani merasakan bahwa komponen PTT padi sudah sesuai dengan kondisi mereka, tidak jarang dari mereka yang hanya sedikit menerapkan komponen yang dianjurkan. Frekuensi komunikasi dengan pihak BPTP juga tidak berhubungan dengan tingkat penerapan petani. Mereka yang jarang bahkan tidak pernah berkomunikasi dengan pihak BPTP dalam 1 tahun terakhir juga dapat menerapkan komponen PTT padi yang diberikan oleh BPTP.
Penilaian Efektivitas Penyampaian Teknologi berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Penerapan Teknologi Tingkat Pengetahuan Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan anggota kelompok tani akan komponen PTT padi cukup tinggi. Sekitar 90% dari seluruh anggota telah mengetahui komponen PTT padi yang dianjurkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Komponen PTT padi yang belum diketahui oleh petani yakni penggunaan BWD. Hanya 2 dari 20 anggota kelompok tani yang mengetahui adanya BWD dan fungsinya bagi pemupukan. Peranan penyuluh dalam penyampaian teknologi pertanian merupakan hal terpenting sebab penyuluhlah yang mampu menghubungkan komunikasi antara petani dengan Balai Pengkajian Teknologi Jawa Barat. Selain itu, sebagai perpanjangan tangan dari BPTP, penyuluh menjadi kunci keberhasilan pengetahuan petani. Penjelasan mengenai komponen SLPTT yang rinci dan bertahap setiap minggunya mampu membantu petani memahami komponen yang disampaikan. Meskipun dalam perakitan jumlah yang terlibat langsung tidak terlalu banyak, informasi yang diperoleh setiap harinya menyebar diantara petani.
38
Tingkat Penerapan Teknologi Tingkat penerapan teknologi dihitung berdasarkan banyaknya teknologi yang telah dilaksanakan oleh petani dalam kegiatan usaha taninya. Pada Gambar 4 dapat dilihat besarnya komponen teknologi yang telah diserap oleh petani. Komponen pengolahan tanaman terpadu(PTT) yang umumnya sudah dilaksakan sepenuhnya yakni penggunaan varietas unggul baru dan benih bermutu serta kegiatan panen dan pascapanen. Komponen ini telah diterapkan sepenuhnya oleh petani sebab dalam komponen ini dianggap mudah dan sumberdaya yang dibutuhkan tersedia di Desa Gunung Picung. Penggunaan varietas unggul dan benih bermutu di tingkat responden umumnya menyesuaikan dengan kondisi iklim yang ada. Jenis benih yang disarankan BPTP Jawa Barat yakni benih Mikongga, Inpari 1,4 dan 13, Ciherang, Super, Hibrida Prima, dan sebagainya. Dalam kegiatan panen dan pasca panen, hingga saat ini sudah ditunjang dengan kepemilikan alat perotok gabah dan kelompok tani telah memiliki lumbung padi yang digunakan untuk menyimpan stok padi yang dihasilkan. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Gambar 4 Komponen teknologi PTT padi yang telah diadopsi Kelompok Tani Mendung
Sebanyak 80 % dari anggota kelompok tani telah menerapkan komponen cara tanam. Komponen ini terdiri atas penerapan sistem legowo dan penggunaan 2-3 rumpun per lubang. Hanya 1 dari 20 orang anggota kelompok yang belum menggunakan sistem legowo. Hal ini disebabkan petani tersebut belum terbiasa dalam menggunakan sistem legowo. Umumnya, penanaman bibit dilakukan oleh tenaga kerja wanita sehingga apabila pola tanam akan diubah haruslah menyesuaikan dengan kondisi tenaga kerja yang ada. Sementara itu, 19 anggota kelompok lainnya sudah menerapkan sistem legowo dan merasakan keuntungan dari penerapan sistem tersebut. Anggota kelompok tani umumnya kurang
39
menerapkan penanaman 2-3 rumpun per lubang sebab terdapat keong yang akan memakan bibit yang ditanam dalam sehari sehingga mereka memutuskan untuk menanam lebih dari 3 rumpun per lubang. Sebesar 90 % anggota kelompok tani telah menggunakan pupuk secara teratur yakni 2 hingga 3 kali dalam 1 siklus produksi. Sementara itu, 90% dari anggota kelompok tani juga sudah menerapkan penggunaan pupuk organik. Hal ini disebabkan anggota kelompok menyadari pentingnya pupuk organik bagi kesuburan lahan dikemudian hari. Namun dalam pelaksanaannya, anggota kelompok tani merasakan cukup sulit untuk memperoleh jenis pupuk tertentu, misalnya pupuk kujang sehingga terkadang mereka tidak menggunakan pupuk tersebut. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat menyarankan petani untuk menggunakan bagan warna daun (BWD) untuk menakar jumlah pupuk yang diperlukan tanaman. Namun faktanya, BWD jarang digunakan oleh anggota kelompok tani. Anggota kelompok tani tidak memiliki bagan ini sehingga dalam hal pemupukan masih dilakukan dengan pendugaan sementara. Hanya beberapa petani yang memiliki dan menggunakan bagan ini sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebaran BWD dalam Kelompok Tani Mendung tidak merata. Pelaksanaan perlindungan tanaman (PHT dan Gulma) secara umum anggota kelompok telah mengetahui secara detail karena mereka telah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT). Pada kondisi cuaca yang buruk, petani umumnya menghadapi masalah terhadap hama tungro. Ketika anggota kelompok tani menghadapi masalah ini, mereka segera menghubungi penyuluh untuk meminta rekomendasi hal apa yang harus dilakukan. Umumnya anggota kelompok tani segera memperoleh jawaban atas masalah yang dihadapi melalui bantuan penyuluh sehingga penanganan yang dilakukan cukup cepat. Pengairan merupakan komponen yang cukup sulit untuk diterapkan oleh anggota Kelompok Tani Mendung. Pengairan yang dimaksud ialah kegiatan pengairan yang dilaksanakan secara berseling yakni sawah diairi dan dikeringkan dalam periode waktu tertentu. Petani jarang mengeringkan lahannya sehingga sawah hampir diairi setiap hari. Kurangnya sistem irigasi di lokasi ini menyebabkan ketika terjadi kekeringan petani sulit untuk mengalirkan air ke dalam sawahnya. Kondisi ini disebabkan oleh sistem irigasi yang tersedia di lokasi sudah rapuh sehingga saat ini kinerja dari sistem irigasi sangat buruk. Oleh karena itu, penerapan pengairan berseling tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh anggota kelompok tani terutama petani yang berlokasi jauh dari sumber mata air. Proses adopsi teknologi PTT padi di Kelompok Tani Mendung memerlukan waktu yang cukup lama hingga akhirnya dapat diserap oleh petani. Pola pikir petani yang sukar untuk diubah menyebabkan lamanya pelaksanaan adopsi teknologi tesebut. Petani membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan dengan komponen PTT padi. Pelaksanaan PTT padi yang dilaksanakan pada tahun 2010 telah diterapkan kurang lebih dalam 3 siklus produksi pada tahun 2012. Petani telah menerima komponen-komponen yang diberikan meskipun tidak sepenuhnya diserap oleh petani. Alasan sebagian besar anggota kelompok tani dalam menerapkan komponen PTT padi yang dianjurkan ialah adanya kesepakatan antar anggota untuk menerapkan komponen tersebut. Selain itu, produktivitas yang tinggi juga merupakan alasan mereka mengadopsi teknologi. Sementara itu, masalah yang
40
umumnya dihadapi oleh anggota kelompok tani yakni kondisi cuaca yang sukar diprediksi menyebabkan hama dan penyakit yang menyerang cukup tinggi. Penyampaian teknologi melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat seharusnya dilaksanakan secara 2 arah. Namun, dalam pelaksanaannya teknologi yang diberikan umumnya merupakan hasil penelitian dari lembaga penelitian terkait dan bukan umpan balik dari kondisi petani. Kurangnya koordinasi dan hubungan lebih lanjut antara petani dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan adopsi teknologi yang dilaksanakan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyaluran teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi yang telah disalurkan oleh BPTP Jawa Barat 88% efektif. Hal ini terlihat dari tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan oleh anggota Kelompok Tani Mendung. Komponen utama yang seharusnya menjadi perhatian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat yakni penggunaan bagan warna daun dalam menentukkan takaran pupuk yang diperlukan oleh tumbuhan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Faktor-faktor karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini ialah faktor usia, pendidikan, keterbukaan terhadap inovasi, kinerja usaha, dan keterdedahan pada media baik media massa maupun saluran interpersonal. Penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan terhadap inovasi dan keterlibatan dalam kegiatan perakitan memiliki hubungan dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi. Sementara itu usia, pendidikan, pengalaman usaha, dan keterbukaan terhadap media dan saluran interpersonal tidak berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi. 2. Faktor-faktor kualitas komunikasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini yakni karakterisik inovasi, frekuensi komunikasi, kredibilitas, dan media yang digunakan dalam penyampaian PTT padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerumitan dan observability memiliki hubungan dengan tingkat penerapan teknologi PTT Padi di Kelompok Tani Mendung. 3. Berdasarkan tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi yang dilaksanakan oleh petani diperoleh hasil bahwa penyaluran teknologi telah efektif. Namun, masalah penerapan teknologi yang perlu diamati lebih lanjut adalah penerapan bagan warna daun dalam menentukan kebutuhan unsur hara tanaman.
41
Saran 1. Diperlukan adanya pengawasan lebih lanjut mengenai penerapan teknologi di kalangan petani sehingga masalah yang terjadi di lapangan dapat diatasi oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat diharapkan mampu mendistribusikan bagan warna daun kepada petani serta adanya perbaikan sistem irigasi yang menopang pertanian di Desa Gunung Picung. 3. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu menguraikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Kabupaten Bogor dalam Angka 2012. Bogor (ID):BPS [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. [Internet] [diunduh Tanggal 10 Maret 2013]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/brs_file/ pdb_05nov12.pdf Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis PTT Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Bandung (ID): Set – BAKORLUH Jawa Barat. Bungin B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta [ID]: Kencana Prenada Media Bustaman S,dkk.2009. Kajian Umpan Balik Percepatan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Pertanian. Bogor: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian. 2012. [Internet] [diunduh Tanggal 10 Mei 2013]. [Internet] [diunduh Tanggal 10 Maret 2013]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/brs_file/ pdb_05nov12.pdf. Gumbira S, dkk. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis Cetakan Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia. Janah DM. 2007. Partisipasi Petani Dalam Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara. Di dalam: Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan, Vol 8 No.1 2007: 24 – 29 [diunduh tanggal 17 November 2012]. Tersedia pada http://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/ 2012/03/jurnal-vol-8-no1-diah.pdf Jones GE. 1975. Agricultural Innovation and Farmer Decision Making. London: Open University Publication. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia. Rogers EM. 1983. Diffusion of Innovations Third Edition. Newyork: The Free Press
42
Soekartawi.1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian Cetakan Pertama. Jakarta: UI-Press. Suhardiyono L. 1992. Penyuluhan: Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Jakarta: Erlangga. Tutud VD. 2001. Efektivitas Komunikasi Teknologi Pembenihan Ikan Mas: Kasus Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara di Kabupaten Minahasa [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wijayanti T. 2009. Peranan Prima Tani terhadap Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian (Studi Kasus pada Usahatani Padi Sawah di Desa Suliran Baru). Di dalam: Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan, Vol 6 No.1 2009: 24 – 29 [diunduh tanggal 17 November 2012]. Tersedia pada http://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-vol-6-no1-tety.pdf Wiriaatmadja S.1977. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta (ID): PT. Yasaguna.
43
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 November 1991 dari ayah Drs.Evy Yohanes Daulay dan ibu Hertamina Lumban Gaol,S.pd. Penulis adalah putri pertama dari 3 bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 15 Bandung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen angkatan 46. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kampus yaitu pada tahun 2009 menjadi anggota dalam organisasi mahasiswa Bandung (PAMAUNG) dan pada tahun 2010-2012 menjadi anggota dan aktivis di Komisi Kesenian PMK. Selama masa perkuliahan, penulis juga mengikuti perkuliahan dengan minor pengolahan pangan dari Departemen Teknologi Pangan.Selain itu, pada tingkat kuliah ketiga hingga saat ini penulis mendapatkan beasiswa dari Gubernur Kalimantan Timur. Penulis juga pernah mengikuti magang di perusahaan Shell Helix pada tahun 2010.