GOVERMA Volume 2 – No.1 September- November 2014 ] 1
EFEKTIVITAS KOMISI TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI (KTP) DALAM MENDORONG TRANSPARANSI INFORMASI PUBLIK DI KABUPATEN LEBAK Oleh : Ombi Romli
ABSTRAK Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak adalah lembaga independen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 Tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak. Fungsi Komisi ini adalah mengawal implementasi Perda Nomor 6 Tahun 2004 supaya berjalan efektif demi terciptanya Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintah dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak. Saat ini keberadaan KTP yang sudah lima tahun lebih dengan dua periode masa bakti kepengurusan. Sehingga keberadaanya di Kabupaten Lebak perlu segera dievaluasi, terutama dalam hal efektivitas kinerja KTP dalam mendorong transparansi informasi publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas KTP dalam mendorong transparansi informasi publik di Kabupaten Lebak. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif , dengan pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam mendorong transparansi informasi publik di Kabupaten Lebak Komisi Tarnsparansi dan Parisipasi (KTP) sudah bisa dikatakan efektif. Kata Kunci : Efektivitas, Komisi Transparansi dan Partisipasi, dan Informasi Publik I. PENDAHULUAN
Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 Tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak. Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) bersifat ad hoc yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2004 (Lembaran Daerah Tahun 2004 No. 10 Seri E). Pada dasarnya fungsi KTP adalah mengawal implementasi Perda Nomor 6 Tahun 2004 supaya berjalan efektif sehingga tercipta transparansi dan partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintah dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Selama ini sebelum reformasi yang terjadi di Kabupaten pola pembangunan dilaksanakan secara sentralistik dengan cara pandang atau paradigma lama birokrasi yang cenderung tertutup. Praktis pelaku pembangunan itu hanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat kurang diberikan kesempatan atau
dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan. Sehingga tidak heran jika masyarakat menjadi tidak tahu mengenai program pembangunan, dan kesulitan untuk mendapatkan informasiinformasi ataupun dokumendokumen tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai contoh masyarakat selalu kesulitan dalam memperoleh dokumen APBD, sulit mengetahui proses tender proyek, kesulitan memperoleh data kepegawaian, tidak tahu pasti biaya perijinan dan informasi-informasi lainnya menyangkut kepentingan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah daerah. Padahal dokumen atau informasi tersebut semestinya dibuka kepada masyarakat atau kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Karena dalam negara yang demokratis dengan prinsip good governance masyarakat memiliki hak untuk mengetahui dan ikut terlibat menentukan arah pembangunan. Dengan hadirnya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) sejak tahun 2004, masyarakat Kabupaten Lebak menaruh harapan besar akan terjadinya perbaikan yaitu terwujudnya keterbukaan informasi publik. Harapan tersebut tercermin dalam ekspektasi
(perhatian) masyarakat pemerintah daerah Kabupaten Lebak terhadap keberadaan KTP yang sangat besar. Masyarakat sangat mengharapkan KTP betul-betul dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan amanat Perda yang dapat mewujudkan Pemerintah Daerah yang terbuka. Saat ini Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) sudah berusia enam tahun lebih dua periode kepengurusan. Periode pertama mulai tahun 2005 sampai dengan 2008. Kini pada masa periode kedua 20082012 ini mendapat tanggapan dan penilaian atas pelaksanaan Perda No 6 Tahun 2004 dari berbagai fihak. Ada yang menganggap KTP sudah berhasil menjalankan tugas dan fungsinya, ada juga kalangan yang menilai KTP kurang berhasil bahkan bermasalah. Bagi kalangan yang menganggap KTP tidak berhasil memberikan kritik dan penilaian kritis terhadap keberadaan Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP), yang datang dari kalangan internal masyarakat Kabupaten Lebak sendiri. Baik secara individu maupun kelompok. Terutama menyangkut kinerja KTP. KTP yang diamanatkan sebagai pelaksana Peraturan Daerah ini dianggap tidak berhasil dalam
menjalankan tugasnya, hanya membebani anggaran Pemda Lebak sehingga harus dibubarkan. Namun bagi sebagian kalangan menganggap bahwa KTP sudah berhasil menjalankan tugas dan fungsinya terutama dalam mendorong Pemerintah Daerah Kabuapten Lebak (Birokrasi) menjadi lebih terbuka (Transparan). Pemerintah Dearah Kabupaten Lebak semenjak hadirnya KTP sudah jauh lebih terbuka dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum hadirnya KTP. Terlepas dari dua pendapat yang berbeda tersebut sampai saat ini belum ada informasi secara resmi dari fihak yang berwenang meng-enai kinerja KTP dalam melaksankan tugas dan fung-sinya. Padahal sebagai hasil dari kebijakan publik Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, sudah semestinya keberadaan KTP harus dievaluasi untuk dinilai sudah sejauh mana efektivitas keberadaan KTP dalam mendorong keterbukaan informasi publik di Kabupaten Lebak Melihat kedaaan ini, untuk itulah penulis merasa tergerak untuk melakukan sebuah penelitian mengenai Efektifitas Komisi Transparansi dan
Partisipasi Dalam Mendorong Transparansi Informasi Publik di Kabupaten Lebak. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) dalam mendorong transparansi informasi publik di Kabupaten Lebak. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Efektivitas Konsep Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam sesuatu perbuatan (Ensiklopedi Administrasi, 1989:149). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif berarti dapat membawa hasil, berhasil guna. Menurut Handoko (1993:7) efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan. Menurut M. Manullang (1986:214) berpendapat efektivitas organisasi pada dasarnya adalah efektivitas perorangan, atau dengan kata lain bila tiap anggota organisasi secara terkoordinasi melaksanakan tugas dan pekerjaanya masingmasing dengan baik, efektivitas organisasi secara keseluruhan akan timbul
Menurut Sondang P. Siagian (1981) berpendapat bahwa efektivitas terkait penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya atau dapat dikatakan apakah pelaksanan sesuatu tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Menurut The Liang Gie efektivitas merupakan keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang dikehendaki, maka perbuatan dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau maksud sebagimana yang dikehendaki. (1988:34) Georgeopoulus dan Tenenbaum (Richard M. Steers 1985:20) berpendapat bahwa konsep efektivitas kadangkadang disebut sebagai keberhasilan yang biasanya digunakan untuk menunjukan pencapaian tujuan. Dari berbagai pendapat para tokoh di atas penulis secara sederhana menyimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan pencapaian tujuan sesuai dengan yang sudah ditetapkan. Adapun ukuran atau kriteria efektivitas menurut
Duncan yang dikutip Richard M. Steers (1985:53) adalah sebagai berikut: 1.Pencapaian Tujuan Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. 2.Integrasi Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. 3. Adaptasi Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 2.2. Transparansi Adi Sujatno (2007) mengemukakan bahwa transparansi adalah upaya menciptakan kepercayaan timbul baik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap setiap informasi terkait seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah– dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang bertanggung jawab). Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada fihak-fihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh fihak-fihak yang berkepentingan. 2.3. Informasi Publik Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tandatanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan
dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan per-kembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elek-tronik ataupun nonelektronik (Pasal 1) Informasi Publik adalah informasi yang dihasil-kan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik (Pasal 2) Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri (Pasal 3)
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif menurut Muh. Nazir adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Moh. Nazir :2005:54). Menurut Whitney (dalam Moh Nazir, 2005:54-55) metode deskriptif adalah pen-carian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriftif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Sedangkan penelitian kualitatif meurut Lexi J. Moleong (2011 : 6) adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, cara deskripsi, motivasi, tindakan, dal lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Data penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dari bukubahan atau referensi yang relevan. III. PEMBAHASAN DAN HASIL 1.1. Upaya KTP Dalam Mendorong Transparansi (Keterbukaan) Informasi Publik
Dalam upaya mendorong keterbukaan (transparansi) informasi publik di Kabupaten Lebak Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) melaksankan program/kegiatan sebagai berikut : 1. Pengawasan dan Pengaduan Terhadap Badan Publik
Salah satu tugas KTP adalah mengawasi kewajiban pelaksanaan Transparansi dan Partisipasi. Pengawasan KTP terutama memiliki tekanan pada
pelayanan informasi publik. Selain itu pengawasan juga dilakukan penindaklanjutan pengaduan masyarakat kepada SKPD terkait dengan akses informasi APBD. Pengawasan KTP memiliki semangat menjaga harmonisasi diantara pemangku kepentingan dan menghindari duplikasi kewenangan yang telah dimiliki oleh Inspektorat dan DPRD. Beberapa yang telah dilakukan diantaranya pengawasan proses lelang barang dan jasa, kinerja rekanan, proses Musrenbang, penyebaran informasi publik, mekanisme pelayanan data dan dokumen di SKPD dan lainnya. Selain itu juga tugas KTP adalah menerima dan menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan masyarakat oleh stakeholders. Pada awal kehadirannya masyarakat banyak yang melakukan pengaduan mengenai pelayanan publik di Kabuapten Lebak bahkan, seakan-akan KTP merupakan lembaga yang menangai semua masalah pembangunan Kabupaten Lebak padahal tidak demikian. Sehingga dalam pengaduan ini ada yang bisa ditangani dan ada yang tidak bisa ditangani. Pengaduan yang tidak dapat ditangani oleh KTP
berdasar pertimbangan pada aspek yuridis karena banyak pengaduan yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang, misalnya pengaduan yang bersifat private seperti pengaduan indisipliner pegawai. Sedangkan pengaduan yang dapat ditindaklanjuti adalah yang sesuai dengan tupoksi dalam Perda Nomor 6 Tahun 2004. Dalam menjalankan tugas pengaduan ini KTP memiliki mekanisme atau prosedur yang sudah dibakukan. 4.1.2 Mengawal dan Mendorong Pelaksanaan Musrenbang
Kegiatan KTP mengawal dan mendorong pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) bertujuan selain mendorong pemerintahan daerah yang terbuka membuka informasi kepada masyarakat mengenai program pembangunan di Kabupaten Lebak. Pengawalan Musrenbang ini dilakukan di semua tingkatan baik itu di tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Terkait dengan kegiatan ini KTP Kabupaten Lebak kemudian melakukan berbagai langkah kebijakan guna mendorong revitalisasi pelaksanaan Musrenbang dan bekerjasama dengan Pemerintah
Daerah melalui penerbitan Perbup No. 2 tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Musrenbang di Kabupaten Lebak. KTP Kabupaten Lebak turut serta aktif dalam proses pengawasan dan Evaluasi Musrenbang mulai dari tingkat Desa (dengan memberdayakan Relawan Pusat Informasi Warga yang telah dibentuk). Musrenbang sendiri adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran yang berjalan yang sesuai dengan level tingkatannya. Fungsi dilaksanakannya Musrenbang adalah untuk menghasilkan kesepakatankesepakatan antar pelaku pembangunan tentang rancangan rencana kerja pemerintah dan rancangan kerja pemerintah daerah. Secara kuantitas khususnya pada pelaksanaan Musrenbang di Kecamatan mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelum hadirnya lembaga KTP. Sehingga informasi-informasi seputar pembangunan bisa diketahui oleh masyarakat.
Deden Fatih anggota KTP mengungkapkan : “Ya memang Musrenbang untuk tiap Kecamatan di Kabupaten Lebak sudah biasa dilaksankan akan tetapi di tingkatan Desa masih belum bisa terjadi sepeuihnya, yang kita pantau hanya sebatas di tingkat Kecamatan sehingga kita tidak tahu pasti secara keseluruhan pelaksanaan di tingkat Desa.” (Hasil Wawancara 5 Agustus 2011)
Lebih lanjut Deden Fatih mengungkapkan : ”Meningkatnya Musrenbang di tingkat Kecamatan itu didorong oleh program KTP yang melakukan pengawasan dan pemantauan di tiap pelaksankaaan di Kecamatan. Sebelum ada KTP kita belum bisa memastikan apakah Musrenbang-Musrenbang itu bisa ”dilaksanakan.” (Hasil Wawancara 5 Agustus 2011)
Sejalan dengan Deden Mohamad Hudri salah satu aktivis (Sekretaris KNPI Kabupaten Lebak) menyatakan : “Dari beberapa Musrenbang di Kecamatan yang
saya ikuti dalam pelaksanaanya masyarakat sudah dilibatkan sehingga informasi-informasi terkait dengan pembangunan di Kecamatan masing-masing sudah diketahui oleh para peserta rapat yang mewakili masyarakat terutama dari unsur perangkat desa.” (Hasil wawancara 23 Juni 2011)
4.1.3 Membentuk Pusat Informasi Warga (PIW) Pusat Informasi Warga (PIW) dibentuk sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat dalam menyerap informasi dari Pemerintah Daerah juga untuk melaksanakan desiminasi informasi dilakukan dengan cara membentuk jaringan KTP hingga Kecamatan-Kecamatan di seluruh Kabupaten Lebak. Menurut Ketua KTP Tb. Munawar Azis “kedepan jejaring ini bukan tidak mungkin akan dilakukan berbasis desa atau kelurahan, selain untuk memperluas penyebaran informasi, juga untuk lebih mendekatkan fungsi dan tugas KTP untuk mem-fasilitasi warga dalam memenuhi hak informasi publik. Pusat Informasi Warga (PIW) yang ditunjuk dibentuk melalui SK KTP nomor. 001
Tahun 2010, dan saat ini telah terpenuhi relawan di 28 Kecamatan. SK ini mengatur tentang tugas dan kode etik relawan PIW agar dapat menjalankan fungsinya di tengah masyarakat dan menjaga nama baik pribadi serta lembaga. PIW ini kemudian dianggap sebagai perwakilan masyarakat untuk memfasilitasi warga dalam mengakses berbagai informasi terkait berbagai isu, mulai dari pembangunan hingga pelayanan publik. Dalam perjalanannya PIW ini kemudian dibekali berbagai pemahaman melalui training atau pelatihan. Pelatihan ini berupaya untuk memperkuat basis pemahaman relawan PIW untuk menjadi pengguna informasi yang cerdas, diantaranya dilatih bagaimana mengakses informasi publik, mengerti substansi Perda Nomor 6 Tahun 2004 dan UU 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik, sehingga masyarakat dapat mengelola dan mendaya-gunakan informasi untuk memenuhi kebutuhan mereka Jejaring PIW ini bersifat volunter (sukarela) mereka adalah pribadi-pribadi yang dipilih berdasarkan integritas dan dapat diterima serta dikenal
di lingkungan mereka. Hal ini bertujuan agar tingkat acceptibilty mereka di daerahnya bisa diterima oleh warga setempat. Latar belakang PIW ini berasal dari berbagai macam aktivitas, diantaranya tokoh masyarakat, mahasiswa, aktivis, guru, pemuda dan petani. Selain persoalan jangkauan desiminasi informasi yang cukup luas, sesuai tugas (pasal 28) KTP juga memiki kewenangan untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan. Untuk mendekatkan diri dalam pelayanan pengaduan, KTP kemudian berupaya membangun infrastruktur pengaduan dengan menyediakan kotak-kotak pengaduan di setiap kecamatan. Kotak pengaduan ini diharapkan menjadi ujung tombak menjaring pengaduan masyarakat terkait proses transparansi dan partisipasi. Kotak pengaduan ini secara reguler dipantau oleh KTP melalui jaringan PIW yang akan melaporkan secara periodik setiap 2 minggu sekali. Kotak pengaduan ini kami kordinasikan kepada para camat di seluruh wilayah Kabupaten Lebak. Selama ini ada beberapa pengaduan melalui kotak ini
yang dilaporkan tetapi terkadang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi KTP, misalnya ada warga yang melaporkan tentang limbah polusi peternakan ayam dan pengaduan lainnya yang bersifat private. Untuk memperkuat jaringan warga (PIW), KTP secara periodik juga melakukan kunjungan kerja ke setiap Kecamatan. Kunjungan ini merupakan bentuk koordinasi dengan pemerintah daerah di level kecamatan hingga desa terkait proses transparansi dan partisipasi. Dalam beberapa kunjungan, komisioner KTP tak jarang menginap di rumahrumah penduduk, dan berdiskusi dengan masyarakat secara langsung, sehingga berbagai informasi terkait program pembangunan yang bersifat informatif, saran, kritikan menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi KTP dan pemerintah daerah. Menurut penilaian Aisyah Ahyar (Konsultan P2TPD) salah satu prestasi atau keberhasilan yang dibuat oleh KTP Kabupaten Lebak ini adalah pembentukan Pusat Informasi Warga (PIW) yang tersebar disemua kecamatan seKabupaten Lebak yang berjumlah 28 Kecamatan.
Hal ini juga dikatakan oleh sekretaris KTP Lebak, Udin Syahruldin sebagai berikut : “Kalau dibilang prestasi monumental mungkin tidak. Akan tetapi, kita sekarang sudah membangun jejaring relawan yang kita sebut Pusat informasi warga (PIW). Setiap kecamatan pada 28 kecamatan yang ada di Lebak telah didukung seorang relawan yang diharpkan menjadi perpanjangan tangan KTP disana. Walaupun mereka tidak sepenuhnya dapat menjalankan kewenangan seperti yang dimiliki komisioner KTP, setidaknya masyarakat di tiap Kecamatan bisa langsung mendapat pelayanan yang relative cepat terkait transparansi informasi publik” (Hasil Wawancara 8 Agustus 2011)
Meski tak semua berjalan dengan baik, tapi berbagai aksi nyata telah banyak dilakukan oleh PIW. Misalnya, Sunandar, relawan PIW dari Kecamatan Wanasalam bercerita bahwa dirinya telah mencoba melakukan pengawalan berbagai macam pembangunan yang ada di wilayahnnya serta berusaha mendorong agar instansi atau lembaga pemerintahan tingkat
Kecamatan agar transparan berkaitan dengan informasi yang menyangkut kepentingan publik. “Misalnya mengenai program kesejahteraan sosial dan pemberdayaan, mulai dari PNPM mandiri, bantuan beras miskin, program keluarga harapan dari departemen sosial. Kita juga mengawal dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan melakukan monitoring ke sekolahsekolah penerima dana tersebut, untuk melihat apakah pihak sekolah telah menyampaikan informasi publik secara terbuka atau tidak”. (Hasil Wawancara tanggal 21 Desember 2011)
masi publik serta mendorong transparansi publik di seluruh wilayah kurang berjalan optimal. Oleh karena itu, PIW menjadi sangat penting keberadaannya”.
Relawan PIW yang lain, Ahmad Fathul Choir sebagaimana dikutif Idi Dimyati 2011, mengatakan :
Ia sebagai relawan PIW mengaku telah berusaha mendekati birokrat kecamatan Malingping yang menjadi wilayah tanggung jawabnya agar mereka mau lebih terbuka. Tentu, selain itu membangun kepercayaan masyarakat terhadap dirinya, sehingga ketika ada masalah dan keluhan terkait informasi publik masyarakat bisa memberikan masukan dan pengaduan kepadanya. Termasuk agar memanfaatkan kota pengaduan yang telah dibuat dan dipasang oleh KTP Lebak di tiap Kecamatan. Ia juga berusaha berpartisipasi dalam beberapa program pemba-ngunan yang tengah berjalan.
“PIW sejatinya memiliki peran strategis mengingat wilayah kabupaten Lebak yang luasnya mencapai 304.472 hektare atau 3.044,72 kilometer persegi, 28 kecamatan dan 320 desa. Hanya dengan lima orang komisioner di KTP Lebak bisa ia pastikan upaya melayani kebutuhan infor-
“Contoh yang saya lakukan, ketika ada semacam program kucuran dana dari pemerintah, yakni dana simpan pinjam, saya berusaha ikut terlibat. Alhamdulillah, saya dilibatkan untuk memonitor pelaksanaannnya. Karena mungkin saya sudah mendapat kepercayaan
mereka, dan dinilai tidak dalam rangka mencari kesalahan pihak manapun”.
Beni Safitri (Dikutif dari Idi Dimyati 2011), relawan PIW Kecamatan Banjarsari mengakui bahwa tugas PIW tidaklah ringan. Mereka langsung bersentuhan dengan masyarakat ditingkat bawah yang banyak sekali memiliki permasalahan. Termasuk menghadapi kultur birokrasi pemerintahan yang selama ini cenderung tertutup. Akan tetapi, ia yakin jika bisa menempatkan diri dengan baik PIW bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat. Menurut Agus Salim Parktisi LSM PATTIRO “Kita sangat mengapresiasi KTP yang sudah berhasil dalam membentuk Pusat Inpormsi Warga (PIW) di seluruh Kecamatan di Kabupaten Lebak. Akan tetapi saya melihat KTP belum bisa mengelola dengan baik sehingga PIW itu kurang berdaya dan belum bisa dimanfaatkan secara maksimal dalam upaya transparansi dan partisipasi penyusunan APBD”.
(Hasil Wawancara Agustus 2011)
19
4.1.4. Melaksanakan Diskusi Coffe Morning Kegiatan Coffee Morning merupakan salah satu program unggulan yang diselenggaran KTP Lebak sejak periode awal hingga sekarang. Forum yang biasanya diselenggarakan satu bulan sekali ini menghadirkan seluruh elemen masyarakat Lebak seperti mahasiswa, LSM, akademisi, anggota dewan, dan tokoh masysrakat dengan birokrat pemerintah daerah kabupaten Lebak. Melalui forum yang diselenggarakan secara lesehan di ruang tengah kantor KTP Lebak itu masyarakat bisa mengkritik dan mengeluarkan unek-uneknya secara bebas terhadap segala macam persoalan yang menurut mereka perlu diluruskan dalam pengolahan tata pemerintahan Lebak. Ditemani kopi hangat dan aneka jajanan pasar, peserta forum berdiskusi secar bebas, bahkan kadang berdebat sengit nyaris tanpa sekat birokrasi diantara mereka. Beberapa tema yang menjadi pembahasan dalam coffee morning yang pernah diselenggarakan KTP Lebak dalam kepengusrusan sekarang,
antara lain : Evaluasi atas Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) di Kabupaten Lebak, mengkritis visi lebak menjadi kota pelajar, ekspos atas 7 Raperda di Lebak, reposisi pers dan LSM dalam konstelasi pembangunan Kabupaten Lebak, dan menyoal iklim investasi di Kabupaten Lebak. Secara khusus Ketua KTP Lebak Tb. Munawar Azis, S.Kom memberikan penjelasan tentang coffee morning yang mereka selenggarakan sebagai berikut : “Kami menyebut konsultasi public ini dengan coffee morning, sebuah ruang agregasi, interaksi dan komunikasi antar stakeholders sehingga terjadi pemahaman bersama terkait isu-isu public yang sedang berkembang. Coffee Morning biasanya berlangsung di Sekretariat KTP dengan suasana duduk lesehan yang menyiratkan simbol “egalitarianisme” dengan demikian semua persoalan yang menyangkut kibijakan publik bisa dibicarakan dengan suasana kebersamaan. Hasil dari coffee morning ini kemudian menjadi rekomendasi yang disampaikan kepada para pemangku
kepentingan (eksekutif dan legislatif ) untuk dijadikan bahan masukan dan referensi dalam menentukan kebijakan”.
Aisyah Akhyar, Konsultan P2TPD di Kabupaten Lebak menilai Coffee Morning yang diselenggarakan KTP Lebak merupakan model yang luar biasa. Melalui coffee morning KTP Lebak bisa menghadirkan siapapun yang mereka undang. Hal ini, lanjut Aisyah, menunjukan bahwa KTP Lebak berhasil membangun harmonisasi kerja dengan birokrat Pemda yang selama ini dinilai memiliki resisten terhadap keterbukaan. Akan tetapi, Ketua KTP Tb. Munawar Azis mengalami sedikit kegelisahan menyangkut hasil diskusi dari Coffee Morning yang sudah cukup sering mereka lakukan. “Persoalan yang masih menjadi pemikiran kita adalah bagaimana rekomendasi yang kita hasilkan dari forum Coffee Morning yang berjalan cukup baik itu bisa ditindaklanjuti oleh pihakpihak yang terkait. Selama ini saya rasakan rekomendasi Coffee Morning tidak bisa kita rasakan untuk
ditindak-lanjuti secara serius oleh pihak-pihak yang diberi rekomendasi itu” (Hasil Wawancara 12 Setember 2011)
4.2. Analisis Indikator Efektivitas KTP Dari berbagai uraian penjelasan hasil pembahasan dan hasil penelitian dapat dianalisis melalui kriteria efektivitas sebagai berikut :
4.2.1. Pencapaian Tujuan KTP Tujuan dibentuknya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak adalah untuk mewujudkan transparansi dan patrisipasi di Kabupaten Lebak. Dalam hal mewujudkan transparansi, selama dua periode kepengurusan KTP telah melakukan upaya-upaya agar pemerintah daerah Kabu-paten Lebak menjadi terbuka terhadap berbagai informasi publik yang dibutuhkan oleh masayarakat. Hal ini bisa dilihat dari berbagai program atau kegiatan seperti pengawasan dan pengaduan badan publik, mengawal dan mendorong pelaksanaan Musrenbang, membentuk Pusat Informasi Warga (PIW), kegiatan Coffe Morning
dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam kurun waktu dua periode kepengurusan sudah memberikan dampak perubahan positif terhadap pelaksanaan pemerintahan yang baik di Kabupaten Lebak. Dari hasil pengamatan jika masih terdapat masalah, yaitu terjadinya kesulitan mas-yarakat dalam mendapatkan informasi dari lembaga-lembaga publik. KTP melakukan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Meminta informasi dari pejabat badan publik yang bertanggungjawab atas penyediaan dan pelayanan informasi, meskipun tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 2. Meminta dokumen atau bahan-bahan lain yang dimiliki oleh badan publik terkait dengan kebutuhan masyarakat. 3. Mengundang dan menghadirkan berbagai pihak terkait, baik dalam konsultasi maupun pertemuan lain dalam rangka menyelesaikan masalah yag disengketakan. 4. Menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat berkaitan dengan masalah informasi publik.
Apa yang sudah dilakukan oleh KTP selama ini ternyata sudah mampu mendorong keterbukaan pemerintah daerah Kabupaten Lebak. Aparatur Pemerintah Daerah (Birokrasi) Kabupaten Lebak bisa dikatakan menjadi lebih terbuka kepada masyarakat yang membutuhkan informasi. Masyarakat atau siapapun yang ingin mendapatkan informasi publik di Kabupaten Lebak akan dapat memeprolehnya. 4.2.2. Integrasi KTP Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) merupakan lembaga baru di Kabupaten Lebak yang dibentuk melalui Perda No 6 Tahun 2004. Meskipun statusnya ”bukan lembaga pemerintah/PNS”, KTP berupaya untuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Lebak. Sehingga KTP dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif yaitu mendorong keterbukaan informasi publik di Kabupaten Lebak Efektvitas KTP ini bisa dilihat kemampuannya dalam melakukan sosialisasi terkait dengan keberadaanya yaitu sosialisasi mengenai tugas dan fungsinya kepada pemerintah masyarakat Kabupaten Lebak.
Sosialisasi ini dilakukan dengan kegiatan road show silaturahmi ke setiap kecamatan yang yang ada di kabupaten Lebak sehingga akhirya KTP dapat dikenal sebagai lembaga independen yang memiliki tugas membuka keterbukaan informasi publik. Dan masyarakat pun tidak sungkan lagi untuk memanfaatkan lembaga KTP sebagai lembaga yang bisa diminta bantuan dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh warga. Selain itu juga KTP mengembangkan konsensus dan komunikasi dengan organisasi lainnya di Kabupaten Lebak, baik itu organisasi pemerintah maupun dengan organisasi masyarakat. Dalam berbagai kesempatan dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh KTP seperti coffe morning yang selalu melibatkan organisasi kemaryarakat dan mahasiswa selalu menegaskan bahwa KTP merupakan lembaga bagian dari pemerintah dan masyarakat yang berfungsi salah satunya membuka ruang publik dan mendorong terjadinya keterbukaan publik sehingga masyarakat dapat mengakses berbagai informasi publik yang dibutuhkan. KTP selalu mengajak dan melibatkan organisasi (badan
publik) dan organisasi kemasyarakatan seperti OKP. LSM, dan organisasi mahasiswa untuk bersama-sama kerkomitmen mengawal dan mendorong keterbukan informasi publik di Kabupaten Lebak dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik di kabuapten. KTP sudah mampu menjadi trandsetter menjadi pusat pergerakan civil sosiety di Kabuapten Lebak dalam rangka mendorong keterbukaan infor-masi publik pemerintah daerah Kabupaten Lebak
berkerja sesuai dengan tujuan dibentuknya KTP. Juga karena mampu beradaptasi men diyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang penuh dinamika di pemerintahan dan masyarakat. Setelah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Keterbukaan Informasi Publik ada dan diberlakukan, KTP mampu bekerja menyesuaikan menyesuaikan dengan Undang Undang tersebut.
IV.
4.2.3. Adaptasi KTP Sebagai organisasi yang baru terbentuk di lingkungan pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Lebak Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi Kabupaten Lebak, jika tidak bukan mustahil KTP akan dipertanyakan keberadaannya bahkan bisa dibubarkan. Selama berkiprah di kabupaten Lebak KTP tidak lepas dari berbagai kritikan dari masyarakat, namun sampai dengan sekarang KTP masih mampu eksis dan dianggap masih layak dibutuhkan oleh pemerintah dan masayarakat Kabupaten Lebak. Hal ini karena selain KTP dinilai sudah
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : Dalam mendorong Transparansi Informasi Publik Komisi Transparansi Dan Partisipasi (KTP) Kabupaten Lebak sudah biasa dikatakan efektif. Hal ini biasa dirasakan semenjak hadirnya KTP di Kabupaten Lebak, Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak menjadi lebih transparan dalam menyediakan informasi publik seperti dokumen APBD dan informasi-informasi lainnya kepada masyarakat. Kondisi ini sangat berbeda ketika KTP belum ada di kabuapten Lebak, untuk memperoleh informasi publik seperti dokumen APBD sangat sulit karena Pemerintah
Daerah Kabupaten Lebak masih cenderung tidak transparan. Saat ini masyarakat Kabupaten Lebak atau siapapun yang ingin memperoleh informasi publik di Kabupaten Lebak akan bisa mendapatkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sujatno, 2007,Moral Dan Etika Kepemimpinan Merupakan Landasan Kearah Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) Dirjen Pemasyarakatan Dephumham RI, Jakarta Idi Dimyati, 2011, Transparansi Informasi Publik di Kabupaten Lebak (Studi kasus Tentang Keberadaan Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) Dalam proses Mendorong Transparansi Informasi Publik di Kabupaten Lebak) Universitas Padjajaran, Bandung Moleong, Lexy J.2006. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Rosdakarya
Nazir
Moh.
2005.
Penelitian.
Metode Ghalia
Indonesia. Bogor Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No 6 Tahun 2004 Tentang Transparansi dan Partsipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak Siagian, Sodang P. 1983. Organisasi Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi. Gunung Agung. Jakarta Steers, M Richard. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No 6 Tahun 2004 Tentang Transparansi dan Partsipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak The Liang Gie. 1982 Pengertian, Pedudukan dan Perincian Ilmu Administrasi. Undang-Undang No 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Wawancara Deden Fatih (Anggota KTP) 5 Agustus 2011 Wawancara Moh Hudri (Sekretirs KNPI) Kabupaten Lebak, 23 Juni 2011 Wawancara Udin Syahruludin (Anggota KTP) 8 Agistus 2011 Wawancara Agus Salim (PATTIRO) 19 Agusus 2011 Wawancara Tb. Munawar Azis (Ketua KTP) 12 September 2011