57
EFEKTIVIT AS HUKUM DALAM MASY ARAKAT •
L -_ _
Oleh; Winarno Yudho, S.H., M.A. , dan Heri Tjandrasari, S.H.
Pengantar Dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai makhluk - sosial, manusia dalam kenyataannya saling terlibat dalam berbagai kegiatan dalam bidang nutrisi, proteksi, dan reproduksi. Untuk dapat bertahan hidup, manusia perlu makan. Seperti halnya pada makhlukhidup yang lain, makanan merupakan suatu kebutuhan yang sangat dasar dan tak mungkin ditinggalkan. Setelah memperoleh makanan sebagai syarat untuk mempertahankan hidupnya , supaya makhluk hidup tidak mengalami kepunahan karena adanya berbagai ancaman (baik yang berasal dari luar maupun dari sesamanya) , maka diperlukan perlindungan yang cukup memadai. Demi kelangsungan hidupnya sebagai spesies tertentu , yang tidak hanya terbatas pada satu generasi saja, manusia melakukan regenerasi dengan reproduksi. Manusia adalah makhluk eiptaan Tuhan yang paling sempurna, sehing-· ga kebutuhan dasarnya' tidak terbatas pada tiga hal seperti tersebut di atas. Menurut A.H. Maslow (Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto , 1982), kebutuhan dasar manusia itu meneakup;
•
1. 2. 3. 4. 5.
Food, shelter, clothing; Safety of self and property; Self-esteem; Self-actualization; Love .
-_---J
Supaya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. baik sebagai individu maupun kelompok , tidak terjerumus dalam pertikaian yang justru dapat menghancurkan eksistensinya . manusia memerlukan berbagai pedoman atau patokan. Peduman atau patokan tersebu t dinamakan norma atau kaidah. Salah saw bentuk dari kaidah tersebu t adalah kaidal! hukum. Kaidah diperlukan ulell manusia sebagai salah satu bentuk usalla untuk menjaga atau ll1enciptakan keadaan yang tertib dan tenteram dalall1 kehi· dupan bersall1a. Kehidupan tertib dalam ll1asyarakat akan tercipta apabila kegiatan-kegiatan dari para warga masyarakat disera sikanke dalam suat L! pola kegiatan bersama ya ng stabil. ajeg dan berlangsung teru S. T erciptanya keadaan yang dcmikian itu paling tidak dipengaruhi olel! tiga variabel pokok , yakni : I . Adanya seperangkat kaidah yang terorganisasi ke da~aQ1 suatL! sistem dan berfungsi meinberikan pedoman atau patokan mengenai bagaimana orang di dalam masyarakat seharusnya atau seyogyanya bersikap tindak. 2. Adanya proses yang dinamakan sosialisasi , yaitu proses pengajaran atau pendidikan , baik secara formal maupun informaL yang bekerja "memasukkan" kaidah-kaidah tersebut ke dalam kepribadian para •
•
Februari 1987 ,
58
Hullum dan Pembangunan
warga masyarakat, sehingga menjadi bagian dari kepribadian mereka. 3. Adanya proses yang dinamakan proses kon trol sosial, yaitu proses-proses represif yang dilakukan 01e!1 masyarakat dan/ atau oleh pihakpihak tertentu yang diserahi wewenang untuk itu , dengan sarana-sarana yang cukup memadai untuk "menggiring" para warga masyarakat supaya bersikap tindak sesuai dengan kaidah yang ada. • Hukum sebagai salah satu kaidah hidup an tar pribadi berfungsi se bagai pedoman atau patokan yang bersifat membatasi atau mematoki para warga masyarakat dalam bersikap tindak, khususnya yang menyangkut aspek hidup antar pribadi. Setiap masyarakat , dari bentuknya yang paling sederhana sampai yang paling modern , tentu mengenal ata11 mempunyai (tata) hukum yang dijadikan pedoman atau patokan kehidupan bersama. Di mana ada masyarakat di situ ada hukum , dan pada setiap tata hukum paling tidak mempunyai elemen-elemen dasar yang berupa (Jonathan H. Turner , 1972): 1. Explicit laws or rules of conduct; 2. Mechanism for enforcing laws; 3. Mechanism for mediating and adjudicating disputes in accordance with laws; 4. And mechanism for enacting new or changing old laws.
Jadi dalam setiap tata hukum itu akan selalu dapat dijumpai seperangkat aturan-aturan yang;dinamakan kaidah hukum. Dari perangkat aturanaturan atau kaidah hukum itu dapat dikenali berbagai sikap tindak apa saja yang diwajibkan, yang diperbolehkan, dan yang tidak diperbolehkan at au dilarang dalam berbagai situasi. Atutanaturan yang dinamakan kaidah hukum - itu• pada hakikatnya adalah penjabaran •
lebih konkret dari pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan.
Sebelum membahas mengenai efektivitas hukum dalam masyarakat. perlu kiranya memahami lebih dahulu pengertian sistem hukum. Pem bicaraan masalah efektivitas hukum dalam masyarakat merupakan bagian dari studi yang terletak di luar bidang studi dogmatik hukum. lni berarti, bahwa suatu kajian terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat tidak hanya mengkaji kaidah-kaidah hukum dan pengertian-pengertian dalam hukum saja. Berbagai kait~n dan hubungan hukum dengan faktor-faktor non-hukum perlu memperoleh perhatian. Suatu bidang studi yang mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai salah satu gejala sosial dengan gejala sosial yang ,lain adalah Sosiologi Hukum (Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto , 1983) . Untuk kepentingan analisis, suatu sistem hukum dapat dibagi dalam tiga komponen (lawrence M. Friedman, 1969), yakni: I. Komponen struktural. Yang tennasuk dalam komponen ini adalah: "The institutions themselves, the forms they take, the processes that they perform . . . . Structure includes the number and type of courts; presence or absence of federalism or pluralism, division of powers between judges, legislatorts, governors, kings, juries, administrative officers; modes of procedure in various institutions; . . . ". Jadi yang dimaksud dengan komponen ini adalah bagian-bagian dari • sistem hukum yang bergerak di dalam sua- . tu mekanisme. Masuk dalam pe•
•
•
59
Efektivitas HUkum
.
ngertian ini adalah lembaga-Iembaga pembuat undang-undang, pengendalian dan berbagai badan yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum dan penegak hukum. Hubungan serta ruang lingkup kewenangan dari berbagai lembaga atau badan yang masuk dalam komponen ini secara garis besar biasanya dapat dilihat dalam konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara.
2. Komponen substansi. Yang termasuk dalam kom ponen ini adalah: " . . . the output side of the legal system. These are the laws themselves - the rules, doctrines, statu tes, and decrees , to the extent they are actually used by the rulers and the ruled; and, in addition , all other rules and decisions which govern , whatever their formal status". ladi yang dimaksud dengan komponen ini adalah hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil ini dapat terwujud hukum in concreto (kaidall hukum individual) maupun hukum in abstracto' (kaidah hukum umum). Yang dimaksud dengan hukum in abstracto (kaidah hukum umum) adalah, kaidah-kaidah yang berlakunya tidak ditujukan kepada orang-orang atau pihak-pihak tertentu, akan tetapi kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaidah umum. Sedangkan yang dimaksud dengan kaidah hukum in concreto (kaidah hukum individual) adalah kaidah-kaidah yang berlakunya ditujukan kepada orang-orang terten tu saja. 3. Komponen kultural. Yang dimaksud •dengan komponen ini adalah: . . . "the values and attitudes which
bind the system together , and which determine the place o f the legal system in the culture of the society as a whole" . Dengan demikian yang dinamakan dengan komponen kultural ini adalah berupa sikap-sikap dan nilai-nilai dari masyarakat. Apakah masyarakat akan memanfaatkan lembaga pengadilan atau tidak dalam berbagai kasus dipengaruhi oleh sikap-sikap dan ni· lai-nilai yang dinamakan budaya hukum (legal culture). Ketiga komponen dad sistem hukum itu sangat menentukan bekerjanya atau beroperasinya suatu sistem hukum. Ini berarti bahwa suatu pembahasan mengenai efektivitas hukum tidak boleh tidak harus memperhatikan ketiga komponen di atas. Dan membicarakan ketiga komponen tersebut berarti tidak lagi hanya terbatas dalam lingkup kaidah dan pengertian pokok hukum saja. •
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Hukum dalam Masyarakat Kata efektivitas berasal dari bahasa Inggris , yakni ejfectiJie. Arti kata tersebut adalah: " having the intended or expected effect ; serving the purpose" . Dengan demikian , efektivitas hukum dapat diartikan dengan kemampuan hukum untuk menciptakan atau melahirkan keadaan atau situasi seperti yang dikehendaki atau diharapkan oleh hukum. • Dalam kenyataannya. hukum itu tidak hanya berfungsi sebagai sosial kontrol , tetapi dapat juga menjalankan fungsi perekayasaan so sial (social-engineering atau instrument of change ). Dengan demikian , efektivitas hukulll itu dapat dilihat baik dari sudut fungsi Fcbruari 1987
•
•
60
Hukum dan Pembangunan
publicized); • 4. Apakah pertimbangan yang tepat mengenai waktu yang diperlukan t untuk masa transisi telah diarnbil (whether proper consideration is given to the amount of time required for the transition); 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak5. Apakah para penegak hukurn rnepihak yang membentuk maupun menunjukkan ras keterikatannya pad a nerapkan hukum; itu(whethkaidah-kaidah yang baru 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mener enforcement agents demonstrate dukung penegakan hukum; their commitment to the new 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku norms}; atau diterapkan; 6. Apakah sanksi-sanksi, baik yang po5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasitif maupun negatif, dapat dijalansil karya, cipta dan rasa yang didakan untuk mendukung hukum sarkan pada karsa manusia di dalam pergal.\lan hidup. (whether positive, as well as negative sanctions, can be employed to Kelima faktor tersebut saling bersupport the law); kaitan, sehingga dalam menganalisis efektif tidaknya hukum harus mem- 7. Apakah perlindungan yang efektif telah diberikan terhadap orangperhatikan keterkaitan faktor-faktor orang yang mungkin menderita katersebut di atas. Khusus dalam pembirena adanya pelanggaran terhadap caraan efektivitas hukum sebagai alat (whether effective protechukum untuk melakukan suatu perubahan, • berbagai kondisi yang dikemukakan tion is provided to those individuals who would suffer from the oleh William Evan perlu memperoleh law's violation). perhatian. Kondisi-kondisi tersebut adalah: Meskipun h\lkum itu tidak hanya 1. Apakah sumber hukum yang baru undang-undang, dalarn pernbahasan ini itu memang berwenang dan berwi· sengaja hanya rnenampilkan undangbawa? (whether the source of the undang sebagai pusat pembahasan. Senew-law is authoritative and presti- dangkan yang diartikan sebagai ungeful); dang-undang dalarn tulisan ini adalah 2. Apakah hukum tersebut secara te- (Soerjono Soekanto, 1983) peraturan pat telah dijelaskan dan diberi da- tertulis yang berlaku umurn dan dibuat sar-dasar pembenar, baik dari sudut oleh penguasa pusat maupun daerah hukum maupun dari sudut sosio- yang sah. Dengan demikian rnencakup: historis (whether the law is ade- 1. Peraturan pusat yang berlaku untuk sernua warga negara atau suatu goquately clarified and justified in legal, as well as socio-historical termlongan tertentu saja rnaupun yang as); berlaku urn urn di sebagian at au di 3. Apakah model-model ketaatannya seluruh wilayah negara. dapat dikenali dan dapat dipubli- 2. Peraturan setempat yang hanya berkasikan (wether'existing models for laku di suatu tempat atau daerah compliance can be identified and
so sial kontrol maupun dari sudut fungsinya sebagai alat untuk melakukan perubahan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas hukurn (Soerjono Soekanto, 1983) itu dapat diperinci sebagai berikut :
•
•
•
•
61
Efehtivitas Huhum
Karena hukum sendiri (baca undang-undang) juga berpengaruh terhadap efektivitas hukum, maka dalam membuat hukum (undang-undang) perlu diperhatikan beberapa asas perundang-undangan yang ada. Hal ini perlu diperhatikan supaya undang-undang yang dibuat itu dapat memberikan hasil atau akibat seperti yang dikehendaki atau diharapkan, sehingga efektif. Asas-asas tersebu t adalah : 1. Undang-undang tidak boleh berlaku surut. Arti dari asas ini adalah: undang-undang hanya boleh dipergunakan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut, dan yang terjadi setelah undang-undang dinyatakan berlaku. Asas ini antara lain terdapat dalam Pasal 3 Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) yang herbunyi (terjemahannya): Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak mempunyai kekuatan yang berlaku surut. Pasal 1 ayat I Kitab Undang-undang Hukum Pidana berbunyi (terjemahannya): Tiada su"atu peristiwa dapat dipidana kecuali at as dasar kekuatan suatu aturan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya. 2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. Sesuai dengan sistem konstitusi seperti yang dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 adalah bentuk peraturan perundangan yang tertinggi, yang menjadi dasar dan sumber semua peraturan perundang-undangan lainnya. Bentukbentuk peraturan perundang-undangan Republik Indonesia menu•
•
rut Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut : • Undang-Undang Dasar 1945 ; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-undang/Peraturan Pemerintah Penggan ti U ndang -undang; Peraturan Pemerintah; Kepu tusan Presiden; Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya , seperti Peraturan Menteri , Instruksi Menteri, dan seterusnya . 3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum , jika pembuatnya sarna (lex specialis derogat lex generalis). Maksud dari asas ini adalah, bahwa terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undangundang yang menyebut peristiwa itu , walaupun untuk peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang yang me nyebut peristiwa yang lebih luas atau lebih umum yang dapat juga mencakup peristiwa khusus tersebut. 4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex p osteriore derogat lex priori). Maksud dari asas ini adalah , bahwa undang-undang yang lebih dahulu berlaku di mana diatuj' suatu hal tertentu, tidak berlaku jika ada undang-undang baru (yang berlaku belakangan) yang mengatur pula hal yang tertentu tersebut , akan tetapi makna atau tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang. undang lama tersebut. 5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Berbeda dengan UndangUndang Dasar Semen tara 1950 yang secara tegas memuat asas inL Februari 1987
62 dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak terdapat satu pasal pun yang memuat asas inL 6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pelestarian ataupun pembaharuan. Dan agar supaya undang-undang terse but tidak hanya sekedar huruf mati, maka perlu diperhatikan syarat-syarat ter. tentu, antara lain: a. keterbukaan dalam proses pembuatannya. b. pemberian kesempatan pada warga masyarakat untuk berpartisipasi, umpamanya dengan mengajukan usul-usul tertentu . Asas-asas perundang-undangan di atas perlu diperhatikan dalam penyu sun an perundang-undangan, karena asas-asas tersebut berhubungan dengan berlakunya suatu undangundang. Suatu undang-undang diharapkan tidak hanya berlaku secara yuridis saja, namun juga berlaku secara filosofis dan sosiologis. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas hukum itu dapat berbeda dari satu hukum ke hukum yang lain. Namun demikian, ada faktor-faktor yang berciri urn urn yang dapat mempengaruhi efektivitas hukum ditinjau dari hukumnya (komponen subsstansinya) , yang dalam pembahasan ini dibatasi pada hukum perundang-undangan saja. Faktor-faktor tersebut adalah syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan suatu undang-undang, yang melipu ti: a. Undang-undang harus dirancang secar a baik, sehingga kaidah-kaidah yang merupakan pedoman atau pa-
Hukum dan Pembangunan
tokan untuk bersikap tindak itu harus (ditulis) jelas dan dapat dipahamL b. Sejauh mungkin undang-undang itu bersifat melarang dan bukan bersifat mengharuskan, karena pada umumnya hukum yang bersifat melarang lebih mudah dijalankan daripada hukum yang bersifat meng- ' haruskan. c. Jika undang-undang tersebut memuat sanksi, hendaknya sanksi yang diancamkan di dalam undang-undang tersebut sesuai dengan sifat undang-undang yang dilanggar. d. Sanksi yang diancamkan kepada pelanggar jangan sampai terlalu berat (berlebihan). Adanya sanksi yang berlebihan dapat mengakibatkan rasa enggan bagi penegak hukum untuk menerapkan sanksi secara konsekuen. e. Adanya kemungkinan untuk mengamati dan menyelidiki perbuatanperbuatan atau sikap tindak yang telah dip at oki dan dipedomani oleh kaidah-kaidah dalam undangundang itu. f. Hukum yangmengandung laranganlarangan moral cenderung lebih efektif dari hukum yang tidak selaras dengan moral. g. Undang-undang yang telah dibuat perlu "dimasyarakatkan" melalui penyuluhan-penyuluhan yang terarah. Bilamana hal-hal yang diuraikan di atas tidak diperhatikan, (yakni yang berhubungan dengan undang-undang sebagai komponen substansi dari sistern hukum) efektivitas hukum dapat terganggu. Sudah barang tentu syaratsyarat yang menyangkut komponen substansi saja tidaklah cukup dapat menjamin adanya efektivitas hukum •
- .
-
Hulrum dan Pembani/unan
Berbagai faktor yang termasuk dalam komponen struktural besar pula pengaruhnya terhadap efektivitas hukum. Mentalitas dan kemampuan para penegak hukum (Sebagai bagian dari komponen struktural) sudah tentu besar pula pengaruhnya. Demikian juga fasilit as yang diperlukan dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai penegak hukum perlu pula memperoleh perhatian. Misalnya, apakah telah tersedia berbagai saran a pendukung yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan perkembangan masyarakatnya. Sarana-sarana ini tetap merupakan alat pendukung, yang pada akhirnya banyak tergantung pada orang-orang yang mengoperasikannya. Bagaim an apun canggihnya suatu sistem persen-' jataan, orang-orang yang mengoperasikan merupakan faktor yang sangat penting. Kemudian, faktor-faktor lain yang berpengaruh pula terhadap efektivitas hukum adalah faktor masyarakat di mana hukum tersebut berlaku. Di dalam faktor masyarakat ini terdapat apa yang dinamakan budaya hukum , yakni sikap-sikap dan nilai-nilai yang
63 berkaitan dengan hukum dan sistem hukum serta sikap-sikap dan nilai-nilai yang berpengaruh terhadap sikap tindak dalam hukum (peristiwa hukum). Oleh Friedman , budaya hukum ini dianggap sebagai faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempat dalam kerangka budaya masyarakat (. .. which determine the place of the legal system in . the culture of society as whole). Sikapsikap dan nilai-nilai yang kita sebut budaya hukum seperti yang dijelaskan di atas , merupakan faktor penggerak dari (sistem) pengadilan. Perlu diper• hatikan bahwa yang dimaksud dengan budaya hukum di sini tidaklah sarna dengan apa yang dinamakan opini umum . Sebagai kesimpulan, dapatlah dijelaskan bahwa efektivitas hukum itu sangat dipengaruhi oleh komponen struktural, komponen substansi dan komponen hukum yang ada . Ketiga komponen tersebut perlu memperoleh perhatian jika kita ingin mengadakan studi ten tang efektivitas hukum dalam masyarakat.
Bahan Pustaka Friedman, Lawrence M. , "Legal Culture and Social Development" . Law and Society R eview, (No.1 Aug. 1969). Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. Perihal Kaidah Hukum. Bandung: Penerbit Alumni, 1982. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. Perundang-undangan don Yurisprudensi. Bandung: Penerbit Alumni, 1979. Schur, Edwin M., Law and Society. New York: Random House, 1968. Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Pidato Pengukuhan (14 Desember 1983). Turner, Jonathan M. Patterns of Social Organization. New York: McGraw-Hill, 1972.
•
•
-
Februari 1987