EFEKTIFITAS AGEN HAYATI DALAM MENEKAN PENYAKIT REBAH SEMAI PADA BENIH PEPAYA Octriana, L. dan Noflindawati Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8, Solok Sumatera Barat 27301 Penambahan agen hayati pada media tanam perlu dilakukan untuk menekan tingkat serangan penyakit dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit tular tanah. Efektifitas agen hayati dalam menekan perkembangan mikroba patogen pada tanaman berbeda-beda. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengkaji efektifitas agen hayati dalam menekan penyakit rebah semai pada benih pepaya. Penelitian dilaksanakan di screen kebun Sumani Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika pada bulan April sampai dengan Juli 2010 dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 5 perlakuan dan 5 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agen hayati yang digunakan efektif dalam menekan tingkat serangan penyakit rebah semai pada pepaya. M-rif lebih efektif dibanding Trichoderma, Gliocladium dan abu sekam dapat menekan serangan penyakit rebah semai sebesar 36 % dibanding kontrol. Penelitian diharapkan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan benih pepaya dan mendukung program pembangunan agribisnis tanaman pepaya yang berwawasan lingkungan. Kata kunci: Pepaya; Agen hayati; Rebah semai; Trichoderma; Gliocladium; m-rif; Abu sekam ABSTRACT. Octriana, L. and Noflindawati. 2010. The addition of biological agents in the growing media needs to be done to reduce levels of disease and induce resistance of plants against soil borne diseases. Effectiveness of biological agents in suppressing the growth of microbial pathogens on crops is different. Therefore conducted this study to assess the effectiveness of biological agents in suppressing the disease damping off the seed of papaya. Research conducted at the garden screen Sumani Tropical Fruit Research Institute in April to July 2010 using a completely randomized design 5 treatment and 5 replications. The results showed that the biological agents used effectively in suppressing the disease attack rate of damping off in papaya. M-rif more effective than Trichoderma, Gliocladium and husk ash can reduce damping off by 36% compared to controls. The study is expected to improve the quality of papaya seedlings growth and supporting agribusiness development program an environmentally sound plant papayas. Keywords: Papaya; Biological agents; Damping off; Trichoderma; Gliocladium; M-rif; Husk Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang berperan penting dalam perekonomian. Pepaya mempunyai banyak manfaat antara lain sebagai sumber kalsium, vitamin A dan C. Buah pepaya dapat dikonsumsi langsung sebagai buah segar, diolah menjadi minuman, permen, buah kering (manisan). Namun adanya serangan hama dan penyakit menjadi faktor pembatas kualitas produksi buah pepaya Indonesia. Penyakit yang banyak menyerang pepaya antara lain disebabkan oleh nematoda dan patogen tular tanah,
seperti
Phytophtora parasitica, P.palmivora, Fusarium sp. dan Phytium
apanidermatum.
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
229
Keadaan media tanam yang lembab pada musim hujan menyebabkan tingginya tingkat serangan penyakit damping off pada bibit pepaya. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa jenis cendawan, yaitu Rizoctonia solani, Colletotrichum gloeosporioides,
Phytophtora sp., Phytium apanidermatum dan Phytium sp. (Kiritani dan Hong Ji Su 1998). Tanaman yang terserang damping off memiliki gejala bagian pangkal batang atau bagian batang yang terserang nampak spot berair. Lama kelamaan spot meluas menyebabkan bagian batang yang terserang layu akibat berkas pembuluh batang tanaman menjadi busuk oleh infeksi cendawan ini. Lama kelamaan batang yang terserang patah dan tanaman mati. Untuk mengurangi tingkat serangan penyakit damping off biasanya media pembibitan diberi fungisida yang mengandung benomil atau captan. Pemakaian fungisida yang berlebihan meyebabkan pencemaran lingkungan, oleh karena itu perlu dilakukan alternatif pengendalian yang ramah lingkungan. Alternatif pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan pemakaian agen hayati sebagai biokontrol, dan penggunaan varietas yang tahan terhadap cendawan penyebab penyakit, baik ketahanan struktural maupun biokimia. (Saragih et al. 2006). Aplikasi agen hayati bertujuan untuk mengurangi serangan penyakit dengan cara menekan ketahanan hidup patogen, mengurangi jumlah inokulum patogen, menekan kemampuan patogen menginfeksi inangnya, menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen dan menstimulasi pertumbuhan tanaman.
Trichoderma, Gliocladium, M-rif adalah agen hayati yang telah diketahui mampu mengendalikan berbagai macam penyakit tular tanah, seperti penyakit layu fusarium pada berbagai jenis tanaman seperti pada pisang, gladiol, dan krisan (Djatnika et al. 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas Trichoderma, Gliocladium, M-rif, pupuk kandang dan abu sekam dalam menekan tingkat serangan penyakit damping off/rebah semai. Penelitian diharapkan bermanfaat dalam menurunkan tingkat serangan penyakit damping off/rebah semai pada bibit pepaya, meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman dan mendukung program pembangunan agribisnis tanaman pepaya yang berwawasan lingkungan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di rumah kasa Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok pada bulan April sampai bulan Juli 2010 dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan berupa jenis agen hayati yaitu Trichoderma,
Gliocladium, M-rif, abu sekam dan kontrol (pupuk kandang).
230
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Benih pepaya disemai pada kotak persemaian menggunakan media pasir steril + abu sekam. Penyemaian berlangsung hingga bibit berdaun 2 lembar, yaitu ± 4 minggu setelah semai, kemudian dipindah ke polibag. Media tanam pada polibag berupa tanah ditambah pupuk kandang. Aplikasi Trichoderma, Gliocladium, M-rif pada media polibag dilakukan 2 minggu sebelum benih dipindah kepolibag. Parameter yang diamati adalah persentase tanaman terserang penyakit rebah semai, tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang daun yang diukur 1 bulan setelah bibit ditanam kepolibag. Analisis data dilakukan dengan uji sidik ragam dan uji lanjutan menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman yang terserang damping off memiliki gejala bagian pangkal batang atau bagian batang yang terserang nampak spot berair. Lama kelamaan spot meluas menyebabkan bagian batang yang terserang layu akibat berkas pembuluh batang tanaman menjadi busuk oleh infeksi cendawan ini. Lama kelamaan batang yang terserang patah dan tanaman mati. (Gambar 1.)
B
A
C
Gambar 1. Gejala serangan cendawan penyebab rebah semai pada bibit pepaya: (A)bagian batang yang terserang tampak spot berair, (B)Cendawan mulai berkembang, daun bagian bawah layu dan gugur, (C) batang yang terserang cendawan patah sehingga bibit lama-kelamaan mati.
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
231
Pemanfaatan Trichoderma, Gliocladium dan M-rif dapat menekan tingkat serangan penyakit damping off pada bibit pepaya (tabel 1 dan gambar 2). Dari pengamatan tingkat serangan penyakit menunjukkan bahwa jumlah tanaman terserang penyakit pada perlakuan M-rif paling rendah, yaitu 8 %, berbeda sangat nyata dengan kontrol (pupuk kandang), yaitu 44 %, berarti M-rif mampu menekan pertumbuhan patogen sebesar 36 %. Komposisi M-rif mengandung banyak bahan organik yang dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit, meransang aktifitas mikroba tanah dan menekan perkembangan mikroba patogen. Linderman (2003) dan Bulluck et al. (2002) menyatakan bahwa penambahan bahan organik pada media tanam merupakan faktor kunci dalam merangsang aktivitas mikroba antagonis. Bahan organik menyediakan nutrisi untuk mikroorganisme berkembang biak sehingga meningkatkan aktifitas mikroba dalam tanah. (Rosliani dan Sumarni 2009). Aktifitas mikroba tanah dalam memperebutkan makanan menyebabkan terjadinya kompetisi di dalam tanah, sehingga menekan pertumbuhan mikroba yang kalah dalam kompetisi. Mikroba antagonis mempunyai daya kompetisi yang tinggi sehingga dapat menekan dan membunuh mikroba patogen yang terdapat di tanah. Tabel 1. Tingkat serangan rebah semai bibit pepaya Perlakuan
Tingkat serangan (%)
Trichoderma
24 ± 0,19 ab
Gliocladium
12 ± 0,13 b
M-rif
8 ± 0,13 b
Abu sekam
29 ± 0,34 ab
Kontrol
44 ± 0,26 a
232
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Gambar 2. Hubungan jenis agen hayati dengan jumlah tanaman terserang penyakit damping off/rebah semai pada bibit pepaya Perlakuan Gliocladium, Trichoderma abu sekam juga dapat menekan pertumbuhan patogen penyebab damping off masing-masing secara berurutan sebesar 32%, dan 20%. Adanya mikroba antagonis pada media tanam yang berfungsi sebagai kompetitor bagi mikroba penyebab penyakit, akan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit dan mengurangi intensitas serangan cendawan penyakit tular tanah .
Trichoderma dan Gliocladium telah dikenal luas sebagai cendawan pengendali hayati beberapa penyakit tular tanah dan mampu menghasilkan hormon tumbuh sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman. Mekanisme antagonis Trichoderma yaitu kompetisi terhadap ruang dan makanan yang mampu menekan perkembangan patogen pada tanah dan jaringan tanaman, serta mengumpulkan nutrisi organik, menginduksi ketahanan dan inaktivasi enzim patogen. Trichoderma dapat menekan pertumbuhan patogen dengan cara melilit hifa patogen, mengeluarkan enzim β-1,3 glukonase dan kitinase yang dapat menembus dinding sel inang.(Saragih et al. 2006, Liswarni et al. 2007). Penekanan terhadap cendawan patogen dapat terjadi bila cendawan antagonis tersedia dalam jumlah yang cukup besar dalam tanah. Disamping pertumbuhan koloni Gliocladium yang lebih cepat dibanding lainnya, cendawan tersebut juga menghasilkan senyawa gliovirin dan viridin yang mampu menekan pertumbuhan patogen (Rahardjo dan Djatnika 2001). Abu sekam dapat menekan pertumbuhan patogen penyebab damping off sebesar 15 %. Soepardi (1983) mengemukakan bahwa kadar kalium dalam abu sekam lebih kurang sama dengan 30% K2O. Sekam bakar dapat menambah porositas tanah sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, berwarna coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif serta dapat mengurangi pengaruh penyakit.
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
233
Gambar 3. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bibit pepaya pada umur 1 bulan setelah ditanam ke polibag Dari hasil pengamatan tinggi, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun diketahui bahwa pemberian agen hayati (M-rif, Trichoderma dan Gliocladium) secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol (pupuk kandang) ataupun abu sekam. Akan tetapi dari rerata diketahui bahwa tinggi bibit dengan pemberian Trichoderma dan
Gliocladium paling rendah Gambar 3.). Hal ini karena penambahan mikroba tanah menyebabkan terjadinya kompetisi dalam memperebutkan makanan sehingga nutrisi yang ada pada media tanam tidak seluruhnya dapat diserap tanaman, akan tetapi sebagian dipakai oleh mikroba tanah untuk proses metabolismenya. Adanya kompetisi ini menyebabkan mikroba patogen berkurang populasinya dalam media tanam sehingga mengurangi kemampuannya dalam menginfeksi tanaman dan jumlah tanaman yang terserang penyakit berkurang. Alternatif pengendalian penyakit tular tanah selain dengan pemakaian agen hayati sebagai biokontrol, juga dengan penggunaan varietas yang tahan terhadap cendawan penyebab penyakit, baik ketahanan struktural maupun biokimia. (Saragih et al. 2006). Dari 5 aksesi yang ditanam tampak bahwa aksesi Bt-1 relatif lebih tahan dibanding aksesi lainnya. Intensitas serangan pada Bt-1 hanya 8,7 % sedangkan Bt-3 relatif kurang tahan dibanding 4 aksesi lainnya, mempunyai intensitas serangan yang paling tinggi yaitu 37%. (Gambar 4.)
234
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Gambar 4. Tingkat serangan penyakit rebah semai/damping off pada 5 aksesi pepaya KESIMPULAN
Trichoderma, Gliocladium, M-rif dan Sekam bakar dapat menekan tingkat serangan penyakit rebah kecambah dibanding kontrol. M-rif lebih efektif dalam menekan tingkat serangan penyakit damping off pada pepaya dibanding perlakuan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Djatnika, C. Hermanto, dan Eliza. 2003. Pengendalian Hayati Layu Fusarium Pada Tanaman Pisang Dengan Pseudomonas fluorescens dan Gliocladium. J. Horti 13(3): 205-211. Kiritani, K dan Hong Ji Su. 1998. Papaya Ring Spot, Banana Bunchy Top, and Citrus Greening in The Asia and Pacific Region: Occurrence and Control Strategy. Diakses 8 July 1998 www. Apsnet. Org/online/common/names/papaya.asp Liswarni. Y, F.Rifai, dan Fitriani. 2007. Efektivitas Beberapa Spesies Trichoderma Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Pada Tomat, Yang Disebabkan Oleh Fusarium oxysporum f.sp lycopersici Sacc. Manggaro 8(1):39-42. Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. IPB, Bogor. 591 p. Saragih, Y. S, F. H. Silalahi dan A.E Marpaung. 2006. Uji Resistensi Beberapa Kultivar Markisa Asam Terhadap Penyakit Layu Fusarium. J.Horti 16(4): 321-326. Rahardjo I. B. dan I. Djatnika. 2001. Pengendalian Hayati Bercak Daun Xanthomonas sp. pada Tanaman Sedap Malam dengan Pseudomonas fluorescens, Gliocladium sp. dan Trichoderma sp. Jurnal SAIN TEKS. Edisi Khusus, Oktober, 2001. Universitas Semarang. Semarang. Hal 301-310.
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
235
Lembar Tanya Jawab. Nama Penanya Instansi Isi Pertanyaan
: Siti Aliza : BPP. VII Koto Pdg Pariaman : 1. Apa komposisi yang terkandung dalam M-Rif dan apa saja manfaatnya 2. Berapa dosis Trichoderma dan Gliocladium yang diberikan?.
Jawaban
:
236
1. M-Rif adalah produk yang terdiri dari jerami ditambah bahan organic lain yang berguna untuk mengurangi intensitas penyakit tular tanah yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri 2. Trichoderma dan Gliocladium yang digunakan terlebih dahulu diperbanyak dalam media sekam + dedak steril kemudian diaplikasi dengan dosis 25 g/polibag
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010