SELEKSI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR) SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BIBIT PEPAYA
SITI JAHARA NUR AMALIA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULATAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Antraknosa pada Bibit Pepaya adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Siti Jahara Nur Amalia NIM A34120017
ABSTRAK SITI JAHARA NUR AMALIA. Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Antraknosa pada Bibit Pepaya. Dibimbing oleh SURYO WIYONO. Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides merupakan penyakit penting pada pepaya (Carica papaya). PGPR dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit yang disebabkan oleh cendawan, bakteri, virus, dan nematoda. Tujuan penelitian adalah seleksi beberapa PGPR sebagai agens pengendali hayati penyakit antraknosa dan menganalisis mekanisme induksi resistensi bibit pepaya terhadap C. gloeosporioides. Isolat PGPR dan inokulum C. gloeosporioides yang digunakan merupakan koleksi Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Pengujian beberapa isolat PGPR dilakukan dengan penanaman bibit pepaya pada tray dan menganalisis aktivitas enzim peroksidase dan polifenol oksidase tanpa inokulasi patogen, serta pengujian secara in vivo dengan inokulasi C. gloeosporioides. Penelitian di rumah kaca menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan di Laboraturium menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi beberapa PGPR mampu meningkatkan pertumbuhan adalah KM1 dan KV. Isolat KE dan PF+BP mampu menekan penyakit antraknosa dengan gejala pada daun, sementara KM1, PF+BP, dan KN mampu menekan penyakit dengan gejala pada batang bibit pepaya. Mekanisme induksi resistensi oleh PGPR uji sebagian disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas enzim peroksidase. Kata kunci: Colletotrichum gloeosporioides, induksi resistensi, PGPR
ABSTRACT SITI JAHARA NUR AMALIA. Selection of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) as Biological Control Agents of Anthracnose Disease on Papaya Seedling. Supervised by SURYO WIYONO. Anthracnose caused by Colletotrichum gloeosporioides is important disease of papaya (Carica papaya). PGPR has been reported to increase plant resistance of diseases caused by fungi, bacteria, viruses, and nematodes. The objectives of this research were to select of some PGPR isolates as biological control of anthracnose and the to analyze mechanism of induced resistance on papaya seedling against C. gloeosporioides. PGPR isolates and C. gloeosporioides inoculum used was collection of Plant Clinic Plant Protection Departement, IPB. Testing some PGPR isolates of papaya seedling by planting papaya seedlings on tray and analyze of defence enzyme activities peroxide and polyphenol oxidase without inoculated C. gloeosporioides, and testing in vivo with inoculated C. gloeosporioides. This research was carried out in screenhouses using randomized block design (RBD) and in Laboratory using randomized complete design (RCD). The results showed that the application of KM1 and KV enhances growth of papaya seedlings. Isolates of KE dan PF+BP reduced diseases with leaf symptom, while KM1, PF+BP, KN reduced stem symptom diseases of papaya seedlings. The mechanism of induced resistance by the test PGPR in partly due to increased activity of peroxidase.
Kata kunci: Colletotrichum gloeosporioides, induced resistance, PGPR
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
SELEKSI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR) SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BIBIT PEPAYA
SITI JAHARA NUR AMALIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul skripsi : Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Antraknosa pada Bibit Pepaya. Nama : Siti Jahara Nur Amalia NIM : A34120017
Disetujui oleh
Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal lulus: ...........................
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia_Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Selesksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Antraknosa pada Bibit Pepaya”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari banyak pihak yang berjasa dalam memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada beasiswa BIDIKMISI yang telah menanggung biaya kuliah penulis hingga akhir. Terima kasih kepada Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Nina Maryana, MSi selaku dosen pembimbing akademik, Dr Ir Ruly Anwar, MSi selaku dosen penguji dan Komisi Pendidikan Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan dukungan, bimbingan serta arahannya untuk dapat menyelesaikan skripsi. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Lasih, Pak Leman, Ka Prita, Ka Pipit yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian di Pusat Kajian Hortikultura Tropika. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua ibu Isah, bapak Jajat Sudrajat, dan nenek Sapti beserta seluruh keluarga, sahabat (Yuyun, Firdha, Riffa, Willa, Helgina, Endah, Mila, Novalia, Umi, Ulfah dan Fuji) dan teman-teman yang selalu memberikan perhatian yang tidak pernah putus, dukungan moral, dan spiritual, do’a, serta masukan kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal skripsi, maka dari itu masukan, saran, dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapakan. Sehingga dapat menghasilkan skripsi yang bisa bermafaat bagi banyak orang.
Bogor, Desember 2016
Siti Jahara Nur Amalia
DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 BAHAN DAN METODE 2 Tempat dan Waktu Penelitian 3 Metode Penelitian 3 Perbanyakan Cendawan C. gloeosporioides dan Isolat Bakteri PGPR 3 Pengujian PGPR terhadap Pertumbuhan Bibit Pepaya tanpa Inokulasi Patogen 3 Pengujian PGPR terhadap Kejadian dan Keparahan Penyakit oleh C. gloeosporioides pada Daun dan Batang Pepaya 4 Analisis Aktivitas Enzim Peroksidase dan Enzim Polifenol 5 Oksidase Rancangan Percobaan dan Analisis Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Bibit Pepaya tanpa Inokulasi Patogen 7 Pengaruh PGPR terhadap Kejadian dan Keparahan Penyakit Antraknsa oleh C. gloeosperioide pada Daun dan Batang Pepaya 11 Analisis Aktivitas Enzim Peroksidase dan Enzim Polifenol Oksidase 16 SIMPULAN DAN SARAN 18 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3.
Perlakuan PGPR terhadap pertumbuhan pepaya 5 MST Perlakuan uji in vivo pada daun bibit pepaya 8 HSI Perlakuan PGPR secara in vivo terhadap persentase batang dengan gejala setelah inokulasi patogen
12 13 15
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Perkembangan luas panen, rata-rata hasil dan produksi pepaya di Indonesia tahun 2009-2014 Nilai kategori kerusakan daun Pengaruh perlakuan PGPR terhadap daya berkecambah benih pepaya Pengaruh PGPR terhadap tinggi tajuk bibit pepaya tanpa inokulasi patogen Pengaruh PGPR terhadap pertumbuhan bibit tanaman 5 MST tanpa inokulasi patogen Pengaruh PGPR terhadap pertumbuhan akar bibit pepaya Pengaruh PGPR terhadap diameter bercak pada daun bibit pepaya secara in vivo Pengaruh PGPR terhadap keparahan penyakit pada daun bibit papaya secara in vivo Pengaruh PGPR terhadap persentase daun dengan gejala setelah inokulasi C. gloeosporioides Pengaruh PGPR terhadap panjang bercak pada potongan batang bibit pepaya secara in vivo Pengaruh PGPR terhadap persentase batang dengan gejala setelah inokulasi C. gloeosporioides Pengaruh PGPR terhadap aktivitas enzim peroksidase dan polifenol oksidase
1 5 8 9 10 11 14 14 15 16 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1. Morfologi cendawan C. gloeosporioides: a) pada media PDA, b) pada mikroskopis dengan pembesaran 40 x 10 2. Hasil peremajaan tujuh biakan isolat PGPR 3. Uji antagonis in vivo pada potongan batang dan daun pepaya 4. Tanaman pepaya berumur 19 HST (hari setelah tanam)
21 21 22 22
PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya) merupakan komoditas hortikultura yang banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Varietas pepaya yang tumbuh di Indonesia di antaranya, Eksotika, Sunrise Solo, Bongkok, Red King, dan California (Indriyani et al. 2008). Buah pepaya selain memiliki rasa yang manis, juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Pepaya mengandung antioksidan, vitamin A, B, C dan E (Aravind et al. 2013). Hampir semua bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan, mulai dari akar, daun, buah dan bijinya (Suketi et al. 2010). Produksi pepaya di Indonesia berdasarkan kontribusinya berada pada urutan ketujuh setelah pisang, mangga, nenas, jeruk siam/keprok, salak, dan durian yaitu sebanyak 4.24% dari total produksi buah di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura 2015). Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi pepaya di Indonesia berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan Statistik Pertanian Hortikultura (SPH) ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan luas panen, rata-rata hasil dan produksi pepaya di Indonesia tahun 2009-2014 Produktivitas Tahun Luas panen (Ha) Produksi (ton) (ton/Ha) 2009 9 571 80.75 772 844 2010 9 225 73.26 675 801 2011 11 005 86.68 958 251 2012 11 702 77.45 906 305 2013 11 304 80.49 909 818 2014 10 217 82.23 840 112 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2015).
Penyakit antraknosa merupakan penyakit penting tanaman pepaya yang menyebabkan kerusakan dan kerugian di lapangan dan pascapanen. Penyakit tersebut dapat menyerang bibit, batang, dan buah. Tanaman yang rentan dan dengan cuaca yang mendukung dapat menyerang pada fase pembibitan. Kematian bibit pepaya paling parah pertama kali dilaporkan oleh Uchida (1996) pada tahun 1994 yaitu mencapai lebih dari 80% disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides. Cendawan tersebut menyebar dari daun atau kotiledon, lesi ke batang dan akhirnya menyebabkan batang atau busuk leher dan damping-off. Varietas pepaya tahan terhadap antraknosa belum diketahui, Varietas Calina dilaporkan masih sangat rentan terhadap penyakit antraknosa (Wiyono dan Manuwoto 2008). Mekanisme pengendalian penyakit antraknosa pada pepaya sudah banyak dilakukan dengan berbagai cara, baik pengendalian secara fisik maupun kimia. Pengendalian secara kimia telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi hortikultura, akan tetapi menyebabkan pencemaran lingkungan (Vejan et
2 al. 2016). Salah satu strategi pengendalian yang telah terbukti menjadi cara yang ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil panen dengan baik yaitu dengan aplikasi plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). PGPR adalah sekelompok bakteri yang ditemukan di rizosfer dengan mengkolonisasi akar untuk meningkatkan pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cendawan, bakteri, virus dan nematoda pada berbagai tanaman (Vejan et al. (2016); Zahir et al. (2004)). PGPR merupakan pengendalian yang cukup baik karena dapat diaplikasikan pada biji, dicampurkan ke dalam tanah untuk pembibitan atau pada saat dipindah tanam (Taufik et al. 2010). Menurut Van Loon et al. (1998) menyatakan bahwa penggunaan PGPR dapat berpotensi sebagai agens pengendali hayati penyakit antraknosa pada kedelai dan mentimun. Namun, belum ada penelitian pengaruh PGPR terhadap penyakit antraknosa di pembibitan pepaya.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menyeleksi isolat PGPR yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanamann dan menganalisis mekanisme induksi resistensi bibit pepaya terhadap patogen C. gloeosporioides.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah terdapat isolat PGPR yang efektif sebagai agens pengendali hayati untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada bibit pepaya.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan rumah kaca Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Baranang Siang. Uji aktivitas enzim peroksidase dan polifenol oksidase dilaksanakan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2016.
Metode Penelitian Perbanyakan Cendawan Patogen C. gloeosporioides dan Isolat Bakteri PGPR Perbanyakan Cendawan Patogen C. gloeosporioides. Cendawan C. gloeosporioides yang digunakan merupakan koleksi Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Biakan murni cendawan dibiakkan pada media potato dextrose agar (PDA) dengan menggunakan cork borrer pada cawan petri. Kemudian biakkan disimpan pada suhu ruang (±27 ºC). Perbanyakan Isolat Bakteri PGPR. Isolat bateri (KM1, KE, KN, KV, P14, J8, G4) yang digunakan merupakan koleksi Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Sumber isolat PGPR yang digunakan merupakan isolat yang berasal dari penelitian sebelumnya. KM1, KE, KN, dan KV diambil dari perakaran tanaman kedelai, J8 dari perakaran tanaman jagung, P14 dari perakaran tanaman pare atau paria. Isolat bakteri tersebut diremajakan pada media tryptose soy agar (TSA) sebanyak 1 lup dengan menggunakan metode cawan gores. Kemudian biakkan tersebut disimpan pada suhu ruang (±27 ºC). Pengujian PGPR terhadap Pertumbuhan Bibit Pepaya tanpa Inokulasi Patogen Persiapan Media Tanam. Media tanam yang digunakan untuk pengujian ini adalah tanah yang disterilkan. Tanah yang disterilkan dimasukkan ke dalam tray sesuai volumenya dan disiram terlebih dahulu agar lembab. Pemupukkan dilakukan pada saat percampuran dengan tanah yang disterilkan yaitu menggunakan pupuk organik. Perlakuan Perendaman Benih Pepaya. Benih pepaya telah diseleksi berdasarkan kualitas fisik kemudian disinfeksi permukaan menggunakan NaOCl 1% selama 1 menit dan dibilas sebanyak tiga kali. Benih direndam di dalam suspensi isolat PGPR dengan kerapatan ± 105cfu/mL selama 1 jam. Pembanding perlakuan yaitu kontrol tanpa perlakuan bakteri dan formulasi PGPR komersial dengan merek dagang Rhizomax (Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa) dengan konsentrasi 5g/l. Penanaman Benih Pepaya. Benih yang telah direndam pada setiap suspensi PGPR kemudian ditanam ke dalam tray yang berisi media tanah yang disterilkan sebanyak satu benih per lubang. Pengujian dilakukan 9 perlakuan yang berbeda, masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan dan setiap ulangan terdapat 10 benih. Penanaman dilakukan di rumah kaca, hal ini bertujuan melihat
4 pengaruh aplikasi suspensi isolat PGPR terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan sampai berumur 5 MST. Pengamatan daya berkecambah (DB) benih pepaya dilakukan 14 hari setelah tanam (HST). Daya kecambah dihitung berdasarkan rumus berikut (Setiyowati et al. 2007):
Penyiraman Suspensi Isolat PGPR. Penyiraman suspensi isolat PGPR diberikan pada tanaman berumur 18 HST. Suspensi bakteri yang diberikan memiliki kerapatan ± 105cfu/mL. Pelarut bakteri PGPR yang digunakan adalah air aquades yang telah disterilkan. Setiap tanaman disiram dengan masing-masing suspensi bakteri sesuai perlakuan sebanyak 20 mL per tanaman (1 mL mengandung kerapatan ± 105cfu/mL), sedangkan perlakuan PGPR komersial (PF+BP) dilakukan penyiraman dengan konsentrasi 5 g/l sebanyak 20 mL setiap tanaman. Pengukuran Tinggi Tajuk dan Perkembangan Akar Bibit Pepaya sampai Umur 5 Minggu Setelah Tanam (MST). Pengamatan terhadap pertumbuhan tinggi tajuk dan perkembangan akar bibit pepaya dilakukan secara berkala dari 2 sampai 5 MST. Tanaman pepaya yang telah berumur 5 MST dipanen tajuk dan akarnya. Tanah yang masih menempel pada akar dibersihkan terlebih dahulu. Tanaman pepaya yang telah berumur 5 MST dipanen, kemudian diukur bobot basah tajuk, tinggi tajuk, diameter batang, jumlah daun, dan panjang daun bibit pepaya. Pengamatan pada akar yaitu dengan mengamati bobot basah akar dan panjang akar bibit pepaya. Pengujian PGPR terhadap Kejadian dan Keparahan Penyakit oleh C. gloeosperioides pada Daun dan Batang Bibit Pepaya Pengujian Antagonis in Vivo pada Potongan Daun dan Batang Bibit Pepaya. Tanaman pepaya yang berumur 5 MST dipanen daun dan batangnya untuk uji in vivo. Pengujian pada daun dilakukan masing-masing perlakuan diambil 2 tanaman setiap perlakuan dan setiap tanamannya diambil 2 daun, setiap ulangan terdapat 4 daun. Daun tanpa sterilisasi permukaan diblotter pada cawan petri di atas kertas hisap lembap yang telah disterilkan yang diberi sedotan untuk menghindari kontak antara daun dan kertas blotter. Daun kemudian diletakkan dengan pinset pada posisi terbalik dan diinokulasi suspensi cendawan patogen C. gloeosporioides dengan kerapatan 2,5 x 105 konidia/mL sebanyak 20 µl. Daun yang telah diinokulasi patogen kemudian diinkubasi selama 10 hari, dan dilakukan pengamatan setelah inokulasi untuk melihat perkembangan bercak. Perhitungan dalam mengukur kejadian penyakit antraknosa pada daun yaitu dengan menghitung diameter bercak menggunakan penggaris, hal ini dilakukan karena bercak nekrotik yang muncul pada daun tanaman pepaya memiliki bentuk yang tidak beraturan. Perhitungan luas diameter bercak pada daun menggunakan rumus:
5 Pengujian pada batang pepaya dilakukan dengan memotong batang pepaya dengan gunting yang disterilkan dengan panjang 1 cm dari bawah, masing-masing perlakuan diambil 8 batang. Kemuadian suspensi cendawan diteteskan pada bagian tengah batang yang telah dilukai dengan menusukkan jarum sebanyak tiga kali. Perhitungan mengukur bercak pada batang dilakukan dengan mengukur panjang bercak menggunakan penggaris. Perhitungan persentase kejadian penyakit dilakukan pada daun dan potongan batang dengan rumus berikut (Marwan et al. 2011):
KP A b
= Kejadian penyakit (%) = Jumlah daun/batang yang menunjukkan gejala penyakit pada suatu perlakuan = Jumlah daun/batang pada perlakuan yang sama
Keparahan penyakit dihitung dengan rumus berikut (Widodo dan Yoeshinda 2014):
I ni vi N V
= Keparahan penyakit (%) = jumlah daun yang terserang pada kategori ke-i = kategori kerusakan ke-i = jumlah daun yang diamati = nilai kategori serangan tertinggi dengan nilai kategori kerusakan daun (V) ditentukan berdasarkan tingkat kerusakan tiap daun.
Tabel 2 Nilai kategori kerusakan daun Skor Keadaan 0 Tidak ada daun yang menunjukkan gejala 1 1 < x ≤ 25 % daun menunjukkan gejala 2 25 < x ≤ 50 daun menunjukkan gejala 3 50 < x ≤ 75 % daun menunjukkan gejala 4 75 < x ≤ 100 % daun menunjukkan gejala
Analisis Aktivitas Enzim Peroksidase dan Enzim Polifenol Oksidase Pengujian enzim peroksidase dan enzim polifenol oksidase menggunakan tanaman pepaya yang berumur 5 MST dan 18 HST setelah penyiraman suspensi PGPR. Hal ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim yang dipicu oleh bakteri PGPR sebagai induksi resistensi sebelum inokulasi patogen. Uji enzim dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Analisis Aktivitas Enzim Peroksidase. Analisis enzim peroksidase dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi. Bahan yang
6 digunakan berasal dari daun dan batang bibit pepaya. Sebanyak 100 µl ekstrak protein jaringan ditambahkan ke dalam larutan 2.5 mL pirogalol 0.2 M. Ke dalam campuran ditambahkan H2O2 (1%) sebanyak 250 µl. Nilai absorbansi larutan sesudah reaksi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada gelombang λ 420 nm setiap 30 detik dalam periode 0-150 detik, dengan menggunakan blanko campuran larutan penyangga fosfat. Aktivitas peroksidase dihitung sebagai peningkatan nilai absorbansi per satuan waktu per bobot protein (∆A420/menit/mg protein) pada kondisi analisis (Sukma et al. 2008). Analisis Aktivitas Enzim Polifenol Oksidase. Bahan yang digunakan yaitu daun dan batang sebanyak 15 gram dan dihomogenkan dalam 60 mL air terdeionisasi selama 30-60 detik pada suhu 0 °C dengan food blender, kemudian disaring dalam tabung yang direndam dalam es yang tepat mencair. Aktivitas enzim dilakukan dengan cara menempatkan dalam tabung reaksi 2.6 ml buffer Na asetat-asam setat 0.01 M dengan pH 5.0 dan suhu ruangan diatur 25 °C. Kemudian ditambahkan 0.3 mL katekol 0.5 M dan ekstrak enzim sebanyak 0.1 mL. Perubahan absorbansi campuaran pada 420 nm diukur selama 3 menit. Satu unit aktivitas enzim adalah perubahan absorbansi sebesar 0.001 per menit per mL per ekstrak enzim (Sukma et al. 2008). Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang akan dilakukan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan rancangan acak kelompok (RAK). Semua data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam menggunakan program Microsoft Office 2013 dan Statistical Analysis System (SAS) for windows versi 9.1.3. Uji lanjut menggunakan uji selang ganda Duncan pada taraf nyata α=0.05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Bibit Pepaya tanpa Inokulasi Patogen Bakteri merupakan organisme dengan populasi yang melimpah di rizosfer, kemampuan daya saing untuk mengkolonisasi akar dapat mempengaruhi fisiologi tanaman (Saharan dan Nehra 2011). Sekelompok bakteri yang ditemukan di rizosfer dengan mengkolonisasi akar untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) (Vejan et al. 2016). Tanaman memilih bakteri yang paling berkontribusi untuk ketahanan tanaman dengan melepaskan senyawa organik melalui eksudat akar (Saharan dan Nehra 2011). Menurut Spaepen et al. (2009) menyatakan bahwa terdapat kelompok PGPR secara umum di antaranya, Azosprillum, Bacillus, Paenibacillus, Pseudomonas, Enterobacter, Klebsiella, Burkholderia, Serratia, Gluconacetobacter, Herbapirillum, Azoarcus, Arthrobacter. Tabel 3 menunjukkan bahwa semua isolat PGPR tidak berpengaruh secara nyata terhadap daya berkecambah bibit pepaya, meskipun beberapa perlakuan PGPR menunjukkan daya berkecambah lebih dari 80% kecuali KM1 dan P14. Rendahnya daya berkecambah pada perlakuan KM1 dan P14 dimungkinkan karena perlakuan PGPR pada benih papaya belum mampu beradaptasi dan belum mampu memanfatkan benih serta eksudat akar sebagai sumber energi untuk berkecambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lugtenberg dan Kamilova (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan hingga 7 hari, eksudat akar hanya berfungsi sebagai sumber karbon saja, sehingga senyawa organik lainnya yang mendukung pertumbuhan belum dikeluarkan oleh akar tanaman. Tabel 3 Pengaruh perlakuan PGPR terhadap daya berkecambah benih pepaya Perlakuana Daya berkecambah (%)b KM1 77.50±9.57d KN 82.50±5.00cd KV 92.50±5.00ab KE 95.00±5.77a P14 67.50±5.00bcd J8 92.50±5.00ab G4 90.00±0.00bcd PF+BP 85.00±10.00bcd Kontrol 97.50±5.00a a K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar tanaman termasuk asam amino, asam lemak, nukleotida, fenolat, pertumbuhan tanaman regulator, putresin, sterol, gula, dan vitamin. Tanaman tidak hanya mengeluarkan komponen tersebut tetapi juga memanfaatkan komponen eksudat akar (Lugtenberg dan Kamilova 2009). Kemudian dikembangkan oleh Saharan dan Nehra (2011) yang
8 menyatakan bahwa senyawa organik yang efektif terjadi pada konsentrasi yang sangat rendah, biasanya disintesis di salah satu bagian dari tanaman diangkut ke lokasi lain. Rizobakteri akan berinteraksi dengan jaringan target yang spesifik untuk menyebabkan respon fisiologis seperti, pertumbuhan atau pematangan buah. Setiap respon hasil dari dua atau lebih hormon bertindak bersama-sama meningkatkan atau menghambat pertumbuhan tanaman. Perlakuan PGPR pada benih dilakukan agar bakteri mampu melakukan pengkolonisasian awal pada rizosfer dengan memanfaatkan eksudat benih dan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bouizgarne (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan benih dilakukan agar inokulasi PGPR mampu tumbuh dan beradaptasi di sekitar akar (rizosfer) atau pada sistem akar. Menurut Benizri et al. (2001) menyatakan bahwa dispersi rizobakteri dari titik inokulasi (biasanya benih) menuju tumbuh akar dikendalikan oleh dua mekanisme dasar yaitu, gerakan aktif dan gerakan pasif bakteri dalam meresap air. Pentingnya kedua mekanisme tersebut selama proses kolonisasi tergantung jenis tanah, tanaman inang, dan karakeristik bakteri. Tekstur dan struktur tanah menentukan daya ikat air dan gerakan air, hal ini disebabkan oleh ukuran pori dan jaringan (Gammack et al. 1992). Van Elsas et al. (1991) dalam pengamatannya menyatakan bahwa bakteri menyukai kepadatan tanah yang rendah untuk berpindah ketika terjadi perkolasi air. Kemudian dijelaskan kembali oleh Benizri et al. (2001) yang menyatakan bahwa bakteri yang terdeteksi dari lempung liat terjadi penurunan dalam konsentrasi sel dari waktu ke waktu. Tabel 4 menunjukkan bahwa semua perlakuan PGPR tidak berpengaruh secara nyata terhadap tinggi tajuk bibit pepaya. Meskipun tidak berbeda nyata, KM1 pada pengamatan 34 HST menunjukkan tinggi tajuk lebih tinggi dari kontrol dan perlakuan lainnya yaitu 15.68 cm. Hal ini menunjukkan bahwa KM1 mampu mengkolonisasi daerah perakaran sekitar 14 HSI. Tabel 4 Pengaruh PGPR terhadap tinggi bibit pepaya tanpa inokulasi patogen Hari ke-b (cm) Perlakuana 19 23 28 34 KM1 7.65±0.41c 9.96±0.47a 12.46±0.65a 15.68±0.58a KN 6.77±0.14cde 8.72±0.38bc 10.93±0.59bc 13.04±0.55bc KV 5.45±0.18f 7.47±0.42d 9.48±0.69cde 11.66±1.31cd KE 7.99±0.42ab 10.34±2.0a 13.08±0.99a 15.01±1.58a P14 7.12±0.39bcd 9.30±1.85ab 11.97±0.67ab 15.07±1.14a J8 6.64±0.48de 8.58±1.62bc 10.83±0.74bcd 13.10±0.72bc G4 5.22±0.38f 6.38±1.43e 8.08±0.68e 9.93±0.68d PF+BP 6.07±0.63ef 7.81±0.84cd 9.38±1.04ed 11.82±1.11c Kontrol 8.16±0.81a 10.28±0.83a 12.49±1.25a 14.11±1.22ab a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Menurut Benizri et al. (2001) menyatakan bahwa distribusi bakteri di rizosfer dapat dipertimbangkan dari dua sudut yaitu distribusi dari eksterior ke interior akar atau longitudinal dari dasar akar (benih) ke ujung akar. Pembentukan populasi bakteri di rizosfer, seperti perpindahan bakteri setelah inokulasi,
9 menjajah akar dan kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang biak di sekitar akar. Aplikasi PGPR dapat berkembang tergantung sifat dan konsentrasi senyawa organik dari eksudat dan sesuai kemampuan bakteri untuk memanfaatkannya sebagai sumber energi. Hal ini yang menyebabkan perlakuan PGPR memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan terhadap tinggi tajuk tanaman. Soesanto dan Termorshuizen (2001) menyatakan bahwa P. fluorescens P60 mampu mengkolonisasi daerah perakaran paling sedikit 12 minggu pada ujung akar. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa sangat diperlukan penyiraman PGPR secara berkala untuk menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dengan menggunakan konsentrasi bakteri yang tepat. Tabel 5 menunjukkan bahwa semua perlakuan PGPR tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan bibit pepaya 5 MST tanpa inokulasi patogen. Namun, terdapat beberapa isolat PGPR yang berpengaruh secara nyata terhadap beberapa parameter pertumbuhan bibit pepaya yaitu, KV berpengaruh secara nyata terhadap bobot basah tajuk sebesar 0.27 gram, dan KM1 berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun sebanyak 5.05 helai. Peningkatan jumlah daun memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan tanaman karena daun merupakan organ utama tempat berlangsungnya fotosintesis (Khaeruni et al. 2013). Hal ini juga yang menunjukkan bahwa KM1 memiliki tinggi tajuk lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 17.10 cm meskipun nilainya tidak berbeda secara nyata dengan kontrol. Tabel 5 Pengaruh PGPR terhadap pertumbuhan bibit pepaya 5 MST inokulasi patogen Diameter Bobot basah Tinggi tajuk Jumlah daun a Perlakuan batang tajuk (g)b (cm)b (helai)b (cm)b KM1 0.22±0.03ab 17.10±0.87a 0.068±0.14a 5.05±0.42a KN 0.13±0.04cd 14.49±0.80b 0.057±0.10a 4.25±0.17cde KV 0.27±0.03a 12.99±1.54bc 0.072±0.16a 3.88±0.33ef KE 0.20±0.03abc 16.82±1.41a 0.071±0.16a 4.70±0.28abc P14 0.16±0.04bcd 16.98±0.50a 0.072±0.05a 4.80±0.24ab J8 0.15±0.05bcd 15.03±0.83ab 0.058±0.18a 4.68±0.22abc G4 0.12±0.04d 11.22±1.13c 0.059±0.03a 3.53±0.41f PF+BP 0.10±0.03d 13.33±2.82bc 0.064±0.17a 4.10±0.52de Kontrol 0.18±0.09bcd 15.23±1.98ab 0.054±0.33a 4.50±0.32bcd
tanpa Panjang daun (cm)b 2.77±0.17a 2.14±0.20de 2.23±0.33cd 2.68±0.20ab 2.45±0.12abcd 2.36±0.17abcd 1.81±0.25e 2.27±0.43bcd 2.62±0.27abc
a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tajuk dimungkinkan perlakuan PGPR menghasilkan salah satu komponen utama hormon yaitu menghasilkan auksin untuk pemanjangan sel. Efek dari auksin pada tanaman tergantung konsentrasinya. Auksin dengan konsentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan sedangkan dengan konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan (Saharan dan Nehra 2011). Perlakuan aplikasi PGPR dapat menyebabkan perubahan pada pertumbuhan akar tanaman. Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya ada satu isolat PGPR yang berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan akar yaitu, KV berpengaruh
10 terhadap secara nyata terhadap bobot basah akar sebesar 0.027 gram. Perlakuan PGPR dapat mempengaruhi morfologi akar, meningkatkan luas permukaan akar dan dapat memiliki pengaruh besar pada potensi serapan hara (Vessey 2003). Tabel 6 Pengaruh PGPR terhadap pertumbuhan akar bibit pepaya Perlakuana Bobot basah akar (g)b Panjang akar (cm)b pada 5 MST Pada 5 MST KM1 0.019±0.005b 2.79±0.38ab KN 0.014±0.006b 1.98±0.11b KV 0.027±0.005a 2.33±0.40ab KE 0.016±0.002b 2.23±0.63b P14 0.012±0.006b 2.58±0.36ab J8 0.020±0.005ab 3.09±0.78a G4 0.016±0.002b 2.50±0.37ab PF+BP 0.016±0.006b 2.66±0.49ab Kontrol 0.018±0.008b 2.77±0.98ab a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Bakteri mengkolonisasi akar tanaman, sel-sel bakteri menggunakan eksudat akar untuk proliferasi, ketika eksudat akar menjadi terbatas untuk pertumbuhan bakteri maka bakteri akan meningkatkan produksi IAA sehingga memicu pertumbuhan akar lateral dan pembentukan rambut akar (Spaepen et al. 2009). Pertumbuhan akar yang pesat, baik dengan pemanjangan akar utama maupun dengan penambahan jumlah percabangan akar lateral dan akar adventif memberikan keuntungan bagi semaian tanaman dengan meningkatkan kemampuan tanaman dalam pelekatan diri pada tanah dan penyerapan air serta nutrisi dari lingkungan, yang pada akhirnya akan meningkatkan peluang kelangsungan hidup tanaman (Patten dan Glick 2002). Efek positif dari PGPR memproduksi IAA dijelaskan pada penelitian Martinez-Vaveroz et al. (2010) menyatakan bahwa Bacillus subtilis memberikan efek positif dari memproduksi IAA, penerapan suspensi bakteri tersebut pada permukaan tanaman dapat mengakibatkan peningkatan diameter batang, panjang akar, peningkatkan bobot basah tajuk dan akar, dan peningkatan panjang akar sebagai pembanding dengan tanaman tanpa perlakuan PGPR. Perlakuan KV yang berpengaruh terhadap bobot basah tajuk dan bobot basah akar dimungkinkan bakteri tersebut telah memproduksi IAA. Menurut Martinez-Viveros et al. (2010) menyatakan bahwa perlakuan PGPR dengan memproduksi IAA telah digunakan untuk merangsang perkecambahan biji, mengakselerasi pertumbuhan akar, memodifikasi sistem akar, dan meningkatkan biomassa akar. Secara visual terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tajuk bibit pepaya pada 5 MST semua perlakuan PGPR lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol meskipun hasil analisis ragam menunjukkan tidak berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 1).
11
A
D
G
B
E
H
C
F
I
Gambar 1 Perlakuan PGPR terhadap pertumbuhan tanaman pepaya 5 MST: (a) bakteri P14, (b) kontrol, (c) bakteri KN, (d) bakteri KM1, (e) bakteri KE, (f) bakteri J8, (g) FB+PB (Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa), (h) bakteri G4, dan (i) bakteri KV.
Pengaruh PGPR terhadap Kejadian dan Keparahan Penyakit Antraknosa oleh C. gloeosperioides pada Daun dan Batang Bibit Pepaya PGPR selain dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman secara langsung juga dapat meningkatkan pertumbuhan secara tidak langsung, yaitu dapat menekan perkembangan patogen tanaman. Menurut Martinez-Viveros et al. (2010) menyatakan bahwa mekanisme biokontrol dapat melibatkan antagonisme langsung dengan produksi antibiotik, siderofor, HCN, enzim hidrolitik (kitinase, protease, lipase, dan lain-lain), atau mekanisme tidak langsung bertindak sebagai probiotik yaitu bersaing dengan patogen (infeksi dan nutrisi). Kemampuan pengendalian hayati juga bisa dimediasi oleh aktivasi systemic acquared resistance (SAR) atau induced systemic resistance (ISR) sebagai respon dari tanaman dan memodifikasi tingkat hormonal dalam jaringan tanaman (Bowen dan Rovira (1999); Van Loon (2007)). Secara umum terdapat tiga jalur induksi resistensi pada tanaman di antaranya, 1) produksi protein PR terkait berlangsungnya patogenesis oleh serangan patogen mikroorganisme, 2) produksi protein PR umumnya diproduksi sebagai hasil dari luka atau induksi nekrosis oleh organisme seperti kerusakan oleh serangga, biasanya bergantung pada asam jasmoat (JA) dan asam salisilat (SA) sebagai sinyal molekul, 3) induksi resistensi sistemik (ISR) yaitu resisten yang disebabkan oleh PGPR non patogenik terkait akar. Jalur JA dan SA dicirikan oleh produksi protein PR termasuk kitinase, glukanases, thaumatins, dan enzim
12 oksidatif seperti peroksidase, polifenol oksidasi, dan lipoxygenase (Siddiqui 2005).
A
B
C
DB
E
F
GB
HB
I
Gambar 2 Perlakuan uji in vivo pada daun bibit pepaya 8 HSI: (a) bakteri G4, (b) bakteri J8, (c) bakteri P14, (d) bakteri KE, (e) bakteri KM1, (f) bakteri KN, (g) bakteri KV, (h) bakteri PF+BP (P. fluorescens + B. Polimyxsa), dan (i) kontrol. Pengujian in vivo merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melihat efektivitas perlakuan PGPR dalam menekan kejadian penyakit antraknosa di persemaian. Hal ini dilakukan karena pada fase pembibitan gejala antraknosa pada pepaya tidak menunjukkan gejala (gejala laten). Hasil pengujian enam isolat PGPR terhadap C. gloeosporioides pada daun secara in vivo menunjukkan gejala awal bercak berwarna merah jambu pada daun bibit pepaya, kemudian berkembang menjadi bercak kebasahan yang menunjukkan jaringan mati, bercak tersebut berkembang semakin meluas pada permukaan daun. Terdapat cairan berwarna oranye pada titik inokulasi cendawan patogen (Gambar 3). Tabel 7 menunjukkan bahwa pengujian antagonis secara in vivo semua isolat PGPR tidak berpengaruh secara nyata terhadap diameter bercak antraknosa gejala pada daun. Beberapa isolat PGPR pada pengamatan 8 HSI menunjukkan diameter bercak lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu KN, KV, KE, dan J8. Sementara pada pengamatan 10 HSI KE dan PF+BP menunjukkan diameter bercak lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya meskipun nilainya tidak berbeda secara nyata dengan kontrol.
13 Tabel 7 Pengaruh PGPR terhadap diameter bercak pada daun bibit pepaya secara in vivo Diameter bercak (cm)b
Perlakuan
8 HSI 0.90±0.51a 0.65±0.46a 0.57±0.46a 0.65±0.76a 0.85±0.49a 0.49±0.07a 0.73±0.41a 0.71±0.56a 0.91±0.27a
KM1 KN KV KE P14 J8 G4 PF+BP Kontrol
10 HSI 1.53±0.48a 1.40±0.80a 1.28±0.42a 0.99±0.53a 1.50±0.50a 1.14±0.15a 1.19±0.72a 0.80±0.42a 1.55±0.35a
a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa KE dan PF+BP menunjukkan keparahan penyakit lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu pada pengamatan 8 HSI keparahan KE lebih rendah yaitu 26.56% dengan penekanan penyakit sebesar 55.26%, sedangkan PF+BP keparahan penyakit lebih rendah pada pengamatan 10 HSI yaitu sebasar 43.75% dengan penekanan penyakit sebesar 44%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan KE dan PF+BP memberikan pengaruh secara tidak langsung yaitu dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit antraknosa pada daun bibit pepaya. Tabel 8 Pengaruh PGPR terhadap keparahan penyakit pada daun bibit pepaya secara in vivo Perlakuan KM1 KN KV KE P14 J8 G4 PF+BP Kontrol
Kaparahan penyakit (%)b 8 HSI 53.13±25.30a 40.63±28.18a 39.06±29.92a 26.56±29.92a 51.56±20.65a 34.38±3.61a 48.44±27.18a 31.25±18.40a 59.38±14.88a
10 HSI 73.44±13.86ab 67.19±34.00ab 65.63±20.73ab 48.44±18.66ab 73.44±21.88ab 60.94±3.13ab 65.63±21.35ab 43.75±21.04b 78.13±14.88a
Penekanan keparahan penyakit (%) 8 HSI 10 HSI 10.53 6 31.59 14 34.21 16 55.26 38 13.16 6 42.10 22 18.42 16 47.37 44 0 0
a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Perlakuan isolat KE dan PF+BP dapat menekan keparahan penyakit antraknosa dengan gejala pada daun bibit pepaya (Tabel 7 dan 8). Hal ini juga dapat dilihat dari banyaknya daun yang menunjukkan gejala atau persentase
14 kejadian penyakit antraknosa pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukkan bahwa KE dan PF+BP dapat menekan kejadian penyakit antraknosa sampai pengamatan 10 HSI yaitu sampai dibawah 70%, dengan nilai masing-masing 62.5% dan 68.75%. Tabel 9 Pengaruh PGPR terhadap persentase daun dengan gejala setelah inokulasi C. gloeosporioides Perlakuan KM1 KN KV KE P14 J8 G4 PF+BP Kontrol
Daun dengan gejala (%) 5 HSI 8 HSI 12.5 81.25 31.25 62.5 25 62.5 31.25 50 25 75 0 75 31.25 75 12.5 50 50 81.25
3 HSI 0 0 0 6.25 0 0 0 0 12.5
10 HSI 100 75 87.5 62.5 93.75 93.75 87.5 68.75 87.5
a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Gambar 3 menunjukkan bahwa pada pusat inokulasi cendawan pada potongan batang terdapat bercak basah, membentuk lekukan berwarna hitam serta terdapat cairan berwarna oranye.
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Gambar 3 Perlakuan uji in vivo pada potongan batang bibit pepaya 8 HSI: (a) bakteri KE, (b) bakteri KI, (c) bakteri KN, (d) bakteri KV, (e) bakteri P14, (f) bakteri G4, (g) bakteri J8, (h) PF+BP (Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa), dan (i) kontrol.
15 Penyakit antraknosa menyerang batang bibit pepaya dapat menunjukkan gejala bercak nekrotik disebabkan oleh C. gloeosporioides (Uchida 1996). Selain itu, dapat menyebabkan hawar daun dan akhirnya terjadi kematian bibit. Pengujian PGPR secara in vivo pada potongan batang dengan pelukaan menggunakan jarum steril diamati sampai 10 HSI. Tabel 10 menunjukkan bahwa semua perlakuan PGPR tidak berbeda secara nyata dengan kontrol terhadap panjang bercak. Namun, perlakuan KM1 memiliki panjang bercak yang rendah dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan PGPR lainnya baik pada pengamatan 8 HSI maupun 10 HSI yaitu masing-masing sebesar 0.16 cm dan 0.50 cm. Tabel 10 Pengaruh PGPR terhadap panjang bercak pada potongan batang bibit pepaya dengan uji in vivo Panjang bercak (cm)b Perlakuana 8 HSI 10 HSI KM1 0.16±0.33a 0.50±1b KN 0.46±0.93a 0.66±1.23ab KV 0.85±0.98a 2.29±0.14a KE 0.74±0.85a 1.14±1.09ab P14 0.69±0.52a 1.25±1.02ab J8 0.90±1.11a 1.56±1.21ab G4 1.30±0.91a 1.85±1.27ab PF+BP 0.50±0.61a 0.85±1.05ab Kontrol 0.94±0.63a 1.56±1.06ab a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
Tabel 11 menunjukkan bahwa KM1, KN, dan PF+BP dapat menekan penyakit antraknosa dengan gejala pada batang bibit pepaya, yaitu dapat mencegah perkembangan bercak di bawah 50% sampai pengamatan 10 HSI. Tabel 11 Pengaruh PGPR terhadap persentase batang dengan gejala setelah inokulasi C. gloeosporioides Perlakuan KM1 KN KV KE P14 J8 G4 PF+BP Kontrol a
3 HSI 0 0 12.5 0 0 0 0 12.5 12.5
Batang dengan gejala (%) 5 HSI 8 HSI 0 12.5 25 25 25 25 0 37.5 12.5 37.5 37.5 50 12.5 50 25 25 25 37.5
10 HSI 12.5 37.5 87.5 62.5 50 62.5 50 37.5 75
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.
16 Cendawan C. gloeosperioides merupakan cendawan terbawa benih dan akan mati bila sisa-sisa tanaman terdekomposisi atau tanaman inang lainnya (mangga, kopi, kakao,, jambu mete, terong, karet, dan ubi kayu) tidak ada. Bibit tanaman yang terserang dapat menyebabkan bibit terserang. Ketika tanaman lemah dan kondisi mendukung, maka pada fase bibit tanaman bisa menunjukkan gejala rebah kecambah. Sedangkan jika tanaman kuat dan kondisi kurang mendukung, maka pada fase bibit tanaman tidak menunjukkan gejala tetapi sudah mengandung gejala (gejala laten). Patogen dapat dijumpai pada batang dan pelepah daun dari tanaman muda yang tidak bergejala (tampak sehat) (Wiyono dan Manuwoto 2008).
Analisis Aktivitas Enzim Peroksidase dan Enzim Polifenol Oxidase Induced resistance systemic (ISR) sebagai mekanisme penekanan penyakit oleh rizobakteri, tergantung pada asam jasmoat (JA) dan sinyal etilen di tanaman (Van Loon dan Bakker 2005). Salah satu mekanisme induced resistance systemic (ISR) oleh PGPR yaitu mengubah biokimia tanaman inang dengan menghasilkan enzim pertahann seperti peroksidase, fenilalanin ammonia-lyase (PAL), dan polifenol oksidase (PPO). Enzim polifenol oksidase (PPO) dan peroksidase berfungsi sebagai katalisator dalam pembentukan lignin (Dey at al. 2014). Ketahanan tanaman oleh PGPR dapat memberikan manfaat positif yaitu tanaman dapat mengekspresikan sejumlah respon pertahanan dengan mengaktifkan beberapa aktivitas enzim seperti enzim peroksidase dan polifenol oksidase (Baharudin et al. 2013). Hasil analisis aktivitas enzim pada Tabel 9 menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ezim peroksidase pada beberapa perlakuan isolat PGPR uji. Tabel 12 Pengaruh PGPR terhadap aktivitas enzim peroksidase dan polifenol oksidase Perlakuana Aktivitas Enzim Aktivitas Enzim Peroksidase (UAE/mg Polifenol Oksidase protein) (UAE/mg protein) KM1 0.00000 0.00003 0.00298 0.00001 KN KV 0.00151 0.00003 0.00222 0.00003 KE 0.00255 0.00004 P14 J8 0.00108 0.00002 0.00347 0.00001 G4 0.00282 0.00004 PF+BP K 0.00108 0.00003 a
K,P,J,G = bakteri koleksi Klinik Tanaman IPB. PF+BP = Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa.
Pengamatan sebelumnya pada Gambar 3 dan Gambar 5 terdapat beberapa isolat PGPR yang dapat menekan penyakit antraknosa pada daun dan batang. Hal ini sebagian perlakuan PGPR uji yaitu KN, PF+BP, dan KE menunjukkan kenaikan
17 aktivitas enzim peroksidase, akan tetapi tidak menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim polifenol oksidase. Perlakuan KM1 tidak menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim baik enzim peroksidase maupun enzim polifenol oksidase. Hal ini menunjukkan bahwa meknisme induksi resistensi oleh KM1 dalam menekan penyakit antraknosa pada daun disebabkan oleh mekanisme lain seperti produksi antibiotik. Hal ini disebabkan oleh peroksidase hanya merupakan bagian dari keseluruhan mekanisme ketahanan tanaman. Perlakuan PGPR yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas peroksidase diduga kondisi tanaman yang diberi perlakuan PGPR memiliki sistem metabolisme yang baik sehingga adanya inokulasi C. gloeosporioides tidak menyebabkan tanaman dalam keadaan stres atau tercekam. Menurut Dey et al. (2014) menyatakan bahwa tanaman menggunakan aktivitas enzim peroksidase selama interaksi antara patogen dan tanaman inang. Enzim tersebut terlibat dalam oksidase fenol, lignifikasi, dan pemanjangan sel. Tuzun (2001) menyatakan bahwa tingginya aktivitas enzim tergantung pada induksi agens, genotif tanaman, kondisi fisiologis, dan patogen. Aplikasi bakteri 1 minggu sebelum inokulasi saja tidak dapat mengurangi kejadian penyakit (Van Loon et al. 1998).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Isolat PGPR yang mampu meningkatkan pertumbuhan bibit pepaya yaitu KM1 dan KV. Berdasarkan uji in vivo isolat PGPR mampu menekan penyakit antraknosa. KE dan PF+BP mampu menekan penyakit antraknosa pada daun. KM1, PF+BP, dan KN mampu menekan penyakit antraknosa pada batang. Mekanisme induksi resistensi oleh PGPR uji sebagian disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas enzim peroksidase.
Saran Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggabungkan beberapa isolat PGPR yang berpotensi sebagai promosi pertumbuhan tanaman serta dapat menekan kejadian penyakit. Selain itu, mengamati kelangsungan hidup isolat PGPR setelah perlakuan benih dan penyiraman pada permukaan tanah sekitar perakaran. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme ketahan bibit tanaman pepaya terhadap penyakit antraknosa.
DAFTAR PUSTAKA Annapurna K, Kumar A, Kumar LV, Govindasamy V, Bose P, dan Ramadoss D. 2013. Chapter 15 PGPR- induced ststemic resistance (ISR) in plant disease management. India (IN): Springer Berlin Heidelberg. DOI: 10.1007/978-3642-33639-3_15. Aravind G, Debjit B, Duraivel S, Harish G. 2013. Traditional and medicinal uses of Carica papaya. J of Med Plants Stud 1(1):715. Benizri E, Baudoin E, Guckert A. 2001. Root colonization by inoculated plant growth-promoting rhizobacteria. Biocontrol Sci and Technol 11(5): 557574. DOI: 10.1080/09583150120076120. Bouizgarne B. 2013. Chapter 2 bacteria for plant growth promotion and disease management. Maroco (US): Springer. DOI: 10.1007/978-3-642-33639-3_2. Bowen GD, Rovira AD. 1999. The rhizosphere and its management to improve plant growth. Adv Agron 66:1-102. DOI: 10.1016/S0064-2113(08)60425-3. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Statistika Pertanian Hortikultura 2014. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian. Gammack SM, Paterson E, Kemp JS, Cresser MS, Killham K. 1992. Faktors affecting the movement of microorganism in soils. New York (US): Marcel Dekker.[diunduh16Sept29].Tersediapada:https://books.google.co.id/bookshl =id&lr=&id=ZgDSu6o2CW4C&oi=fnd&pg=PA263&dq=Gammack+et+a+ 1992&ots=V_pks0y63y&sig=zDaXmABODsbjnSJqKgGhueWDw&redir_e sc=y#v=onepage&q&f=false Indriyani NLP, Affandi, Sunarwati D. 2008. Pengelolaan Kebun Pepaya Sehat. Solok (ID): Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Lugtenberg B, Kamilova F. 2009. Plant-growth-promoting rhizobacteria. Annu Rev Microbiol 63:541-56. Doi: 10.1146.62.081307.162918. Martinez-Viveros O. Jorquera MA, Crowley DE, Gajardo G, Mora ML. 2010. Machanism and practical consideration involved in plant growth promotion by rhizobacteria. J Soil Sci Plant Nutr 10(3): 293-319. Marwa H. 2014. Pengimbasan ketahanan tanaman pisang terhadap penyakit darah (Ralstonia solanacearum Phylotipe IV) menggunakan bakteri endofit. J Hama Penyakit Tumbuhan Tropika 14(2): 128-135. Patten CL, Glick BR. 2002. Role of Pseudomonas putida indoleacetic acid in development of the host plant root system. Appl Environ Microbiol 68(8): 3795. DOI: 10.1128/AEM.68.83795-3801. Saharan BS dan Nehra V. 2011. Assessment of plant growth promoting rhizobacteria attributes of cotton (Gossypium hirsutum) rhizosphere isolates and their potential as bio-inoculants. J of Environ Res and Develop 5(3):575-583. Setiyowati H, Surahman M, Wiyono S. Pengaruh sed coating dengan fungisida benomil dan tepung curcuma terhadap patogen antraknosa terbawa benih dan viabilitas benih cabai besar (Capsicum annuum L.). Bul Agron 35(3):176-182. Suketi K, Poerwanto R, Sujiprihati S, Sobir, Widodo D W. 2010. Studi karakter mutu buah pepaya IPB. J Hort Indones 1 (1): 17-26.
20 Sukma D, Poerwanto R, Sudarsono, Khumaida N, Wiyono S, Artika IM. 2008. Aktivitas kitinase dan peroksidase dari ekstrak protein daun, akar, kalus, dan in vitro Trichosanthes tricupsidata Lour. Bul Agron 36(1):56-63. Siddiqui Y, Ali A. 2014. Colletotrichum gloeosporioides (Anthracnose). Malaysia (MY): The University of Nottingham Malaysia. DOI: 10.1016/B978-0-12411552-1.00011-9. Siddiqui Z A. 2005. PGPR: Prospective Biocontrol Agents of Plant Pathogen. Di dalam: Paper PGPR: Biocontrol and Biofertilizer. Netherland (NL): Springer. Soesanto L, Termorshuizen AJ. 2001. Potensi Pseudomonas fluorescens P60 sebagai agensia hayati jamur-jamur patogen tular tanah. Prosiding Kongres XIV dan Seminar Nasional PFI, Bogor. 183-186. Spaepen S, Vanderleyden J, Okon Y. 2009. Plant growth-promoting action of rhizobacteria. Adv in Botani Res 51. DOI: 10.1016/S0065-2296(09)51007-5. Taufik M, Rahman A, Wahab A, Hidayat S H. 2010. Mekanisme ketahanan terinduksi oleh Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) pada tanaman cabai terinfeksi virus Cucumber Mosaic Virus (CMV). Jurnal Hort 20 (03): 274-283. Uchida JY. 1996. Papaya seedling blight and damping-off cause by Colletotrichum gloeosporioides in Hawaii. Plant Dis. [internet]. [diunduh 16 Okt 20]. Tersedia pada: http//:www.apsnet.org. 80(712). DOI: 10.94/PD-80-0712A. Van Elsas JD, Trevors JT, Van overbeek LS. 1991. Influence of soil properties on the vertical movement of genetically-marked Pseudomonas fluorescens through large soil microsoms. Bio Fert Soils 10(4):249-255. DOI: 10.1007/BF00337375. Van Loon LC, Bakker PAHM, Pieters CMJ. 1998. Sstemic resistance unduced by rhizosphere bacteria. Annu Rev Phytopathol 36:453-83. DOI: 00664286/98/0901-0453$08.00. Van Loon LC. 2007. Plant response to plant growth-promoting rhizobacteria. J Plant Pathol 119(3):243-254. DOI: 10.1007/s10658-007-9165-1. Vejan P, Abdullah R, Khadiran T, Ismail S, Boyce AN. 2016. Role of Plant growth promoting rhizobacteria in agricultural sutainablility-A Review. J Molekules 21(5):573. DOI: 10.3390/MOLEKULES21050573. Vessey JK. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizers. Plant and Soil 255(2): 571-586. Doi: 10.1023/A:1026037216893. Widodo, Yoeshinda MUP. 2014. Penyakit kriting pada tanaman pepaya di Bogor. J Fitopatol Indones 10(3):98-102. DOI: 10.14692/jfi.10.3.98. Wiyono S, Manuwoto S. 2008. Penyakit Antraknosa pada Pepaya dan Potensi Pengendaliannya. Bogor (ID): Pusat Kajian Buah Tropika, LPPM-IPB. Zahir AZ, Arshad M, Frankenberger WT. 2004. Plant growth promoting rhizobacteria: application and perspectives in agriculture. Adv in Agron 81(03): 3-9. Doi: 10.1016/S0065-2113(03)81 003-9.
LAMPIRAN
21
B
A
Lampiran 1 Morfologi cendawan C. gloeosporioides: a) pada media PDA, b) pada mikroskop dengan pembesaran 40X10
Lampiran 2 Hasil peremajaan tujuh biakan isolat PGPR
22
Lampiran 3 uji antagonis in vivo pada potongan batang dan daun pepaya
Lampiran 4 Tanaman pepaya berumur 19 HST
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmaya, Jawa Barat pada tanggal 04 Oktober 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Isah Saheni dan Jajat Sudrajat. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Cikatomas, sekolah menengah pertama di SMPN 1 Cikatomas, sekolah menengah atas di SMAN 1 Cikatomas. Pada tahun 2012 penulis di terima di Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis mendapatkan beasiswa BIDIKMISI pada tahun 2012-2016. Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitian. Penulis dipercaya menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai anggota dari divisi Ekternal informasi dan Akademi Prestasi, serta menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA). Penulis mengikuti kegiatan IPB Goes To Field (IGTF) Kabupaten Pekalongan pada tahun 2014.