FORMULASI SPORA Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI DAN PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) PADA BERBAGAI BAHAN PEMBAWA
SULISTIANI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK
SULISTIANI. Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada Berbagai Bahan Pembawa. Dibimbing oleh GIYANTO. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap viabilitas dan keefektifannya sebagai agens hayati dan PGPR. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor mulai Februari hingga Juli 2009. Biakan B. subtilis yang digunakan didapat dari koleksi biakan bakteri yang terdapat di laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Formulasi yang digunakan merupakan formulasi dalam bentuk tepung, dimana bahan pembawa yang digunakan adalah tepung beras (TB), tepung singkong (TS), tepung jagung (TJ), talek (T), bentonit (B), dan tepung campuran (C) yang terdiri dari tepung singkong, tepung jagung, tepung udang, zeolit, dan dedak halus. Spora B. subtilis mampu bertahan secara optimal pada formulasi campuran (C). Pada uji keefektifan terhadap penekanan populasi patogen penyebab peyakit hawar daun bakteri pada benih padi, perlakuan dengan menggunakan formulasi tidak efektif dalam menekan populasi X. oryzae. Pengujian formulasi spora B. subtilis sebagai PGPR pada benih padi menunjukkan kefektifannya dalam memacu pertumbuhan panjang akar dan panjang tajuk.
FORMULASI SPORA Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI DAN PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) PADA BERBAGAI BAHAN PEMBAWA
SULISTIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: FORMULASI SPORA Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI DAN PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) PADA BERBAGAI BAHAN PEMBAWA
Nama Mahasiswa
: SULISTIANI
NRP
: A34051838
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Giyanto, MSi NIP 19670907 199303 1 002
Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, MSc NIP 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 10 Februari 1987 dari pasangan Giman dan Sumiati. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMAN 4 Bekasi pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2006. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Organisasi Kemahasiswaan FKRD-A ( Forum Komunikasi Rohis Departemen - Fakultas Pertanian) sebagai anggota Departemen Infokom dan kepala biro opini, pada tahun 2006-2007. Tahun 2007-2008, penulis masih aktif pada organisasi yang sama, sebagai bendahara umum. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan di IPB antara lain: peserta dalam pengenalan Himasita dan Pelatihan Kepemimpinan tahun 2006, menjadi peserta dalam kompetisi Linnean Games dalam bidang Entomologi pada tahun 2007, panitia SAUNG TANI 2007, peserta dalam seminar PHT dengan tema “Research and Application of Botanical Pesticide in China” tahun 2008, dan menjadi panitia dalam acara SEMINAR NASIONAL yang bertema “Global Climate Change: Its Impact on Plant Pest and Disease in Sustainable Agriculture” pada tahun 2008. Selain itu, penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar pada tahun 2009.
PRAKATA Alhamdulillah puji syukur ke-hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang senantiasa selalu menemani kita meniti perjuangan dalam hidup ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis formulasi dan waktu penyimpanan yang optimum bagi ketahanan hidup spora B. subtilis dan perannya sebagai agens hayati dan PGPR pada benih padi. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama : 1. Bapak, Mama, mbak Tari, mas Rahman, adik-adikku tercinta Dewi, Ummu, dan Adzra yang telah memberikan do’a dan kasih sayang yang tak pernah putus, dorongan materil secara lahir dan batin kepada penulis. 2. Dr. Ir. Giyanto, MSi. yang bersedia menjadi dosen pembimbing tugas akhir dalam penelitian yang dilaksanakan oleh penulis sekaligus dosen pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman. 3. Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, MSc. selaku dosen penguji yang bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran kepada penulis. 4. Teman-teman di laboratorium bakteri, mbak Didi, mbak Sak2, Nisa, Ade, Eko, Anggi, Reni, Methy, Ika, dan Hakim yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian. 5. Seseorang atas kesabaran dan kasih sayangnya yang telah membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian. 6. Teman-teman DPT 42, Lulu, Hafsah, Dede, dan lainnya yang tidak disebutkan satu per satu, terima kasih atas persahabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini. 7. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan berguna.
Bogor, September 2009
Sulistiani
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xi
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................. 3 Permasalahan .......................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
Pengendalian Hayati Penyakit Tumbuhan ........................................... 4 Bacillus sp. sebagai Agens Pengendali Hayati .................................... 4 Bacillus subtilis sebagai PGPR ...........................................................
5
Formulasi Spora Bacillus subtilis ........................................................
5
X. campetris pv. oryzae .......................................................................
6
Air kelapa ............................................................................................
7
Bentonit ...............................................................................................
8
Talek ....................................................................................................
8
Tepung Beras ....................................................................................... 9 Tepung Jagung ..................................................................................... 9 Tepung Singkong ................................................................................. 9 BAHAN DAN METODE .......................................................................... 10 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
10
Pembiakan Bacillus subtilis dari Stok Kultur ...................................... 10 Produksi Spora B. subtilis .................................................................... 10 Formulasi Spora B. subtilis pada Berbagai Bahan Pembawa .............. 11 Uji Daya Tahan Spora B. subtilis pada Berbagai Formulasi ...............
12
Uji Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis terhadap Penekanan Populasi X. oryzae ............................................................................... 12 Uji Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis sebagai PGPR pada Benih Padi ........................................................................................... 14 Analisis Data ....................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
17
B. subtilis .............................................................................................
17
Formulasi Spora B. subtilis pada Berbagai Bahan Pembawa .............. 17 Pengaruh Jenis Formulasi dan Lama Penyimpanan terhadap Ketahanan Hidup (Viabilitas) Spora B. subtilis .................................. 18 Pengaruh Jenis Formulasi Spora B. subtilis dan Lama Penyimpanan terhadap Penekanan Populasi X. oryzae pada Benih Padi ................... 21 Pengaruh Jenis Formulasi Spora B. subtilis dan Lama Penyimpanan sebagai PGPR pada Benih Padi ........................................................... 22 KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
26
Kesimpulan .......................................................................................... 26 Saran ....................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27 LAMPIRAN ..............................................................................................
30
DAFTAR TABEL No 1 2 3 4 5 6 7
Halaman Pengaruh jenis formulasi spora B. subtilis terhadap populasi spora B. subtilis .............................................................................
19
Pengaruh lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis terhadap ketahanan hidup (viabilitas) spora B. subtilis ................................
20
Pengaruh interaksi antara jenis formulasi dan lama penyimpanan terhadap populasi spora B. subtilis ................................................
21
Pengaruh jenis formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi X. oryzae .........................................................................
22
Pengaruh lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi X. oryzae........................................................
23
Pengaruh formulasi spora B. subtilis terhadap pertumbuhan akar dan tajuk benih padi ......................................................................
24
Pengaruh lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis terhadap pertumbuhan akar dan tajuk pada benih padi ................................
25
DAFTAR GAMBAR No
Halaman Gejala penyakit hawar daun bakteri pada daun padi oleh patogen X. oryzae .......................................................................................
7
Pengujian pengaruh jenis formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi X. oryzae pada benih padi dalam cawan penyimpanan ................................................................................
14
Gambar skema pengujian pengaruh formulasi spora B. subtilis sebagai PGPR pada benih padi ......................................................
17
4
Koloni tunggal B. subtilis pada media NA ....................................
18
5
Jenis formulasi spora B. subtilis yang digunakan dalam penelitian .......................................................................................
18
Pengaruh interaksi antara jenis formulasi dan lama penyimpanan spora B. subtilis terhadap panjang akar rata-rata ...........................
26
1 2
3
6
DAFTAR LAMPIRAN No 1 2 3
4
Halaman Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap viabilitas B. subtilis ………...
31
Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap penekanan populasi X. oryzae
31
Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap panjang akar rata-rata benih padi ………………………………………………………………
31
Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap panjang tajuk rata-rata benih padi ………………………………………………………………
32
PENDAHULUAN
Latar Belakang Dengan meningkatnya kasus global warming yang terjadi saat ini, perkembangan patogen pun ikut meningkat, salah satunya adalah patogen penyebab penyakit hawar daun bakteri pada pertanaman padi yang dapat menurunkan produksi beras di Indonesia. Menurut JIRCAS (2009) kehilangan hasil yang disebabkan oleh patogen X. oryzae ini mencapai 50%. Patogen ini dapat bersifat epidemik pada suatu wilayah. Pada tahun 1970an, mulai menyebar dan menjadi epidemik di Afrika dan Amerika. X. oryzae mampu berkembang baik pada kondisi suhu 30ºC. Dan saat ini dilaporkan bahwa penyakit hawar daun bakteri pada padi berkembang di China, Vietnam, dan Myanmar serta beberapa negara lain di Asia, termasuk Indonesia Pengendalian hama dan penyakit pada umumnya menggunakan berbagai pestisida. Pestisida merupakan nama senyawa kimia yang digunakan untuk memberantas hama pengganggu dan penyebab penyakit, biasanya bersifat toksik pada beberapa tahap kehidupan hama dan penyakit. Pestisida banyak digunakan karena penggunaannya yang praktis dan sangat efektif untuk membasmi hama dan penyakit. Akan tetapi pemanfaatan pestisida yang berlebihan akan menyebabkan berbagai efek negatif, diantaranya adalah resistensi pada hama, resurgensi, dan timbulnya hama sekunder yang telah mempunyai respon kekebalan sekunder, harganya yang cukup mahal, serta dapat membahayakan bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir dalam teknik pengendalian hama dan penyakit menurut prinsip PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Salah satunya adalah dengan konsep pengendalian hayati. Saat ini sudah cukup banyak pengendalian hayati yang dikembangkan dan diterapkan oleh petani untuk mengendalikan hama dan penyakit. Pengendalian hayati adalah pengendalian sesuatu penyakit dengan menggunakan makhluk hidup yang bukan atau selain dari tanaman inang dan patogen yang menyebabkan penyakit tersebut (Djafaruddin
2000). Selain itu, Soesanto (2008), dalam
bukunya mendifinisikan pengendalian hayati sebagai “semua kondisi atau praktik yang berpengaruh terhadap penurunan daya tahan atau kegiatan patogen tanaman
melalui interaksi dengan agensia organisme hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan penurunan keberadaan penyakit yang disebabkan oleh patogen. Pengendalian hayati yang bersifat ramah lingkungan sudah banyak dikembangkan. Sebagai contoh, beberapa agens antagonis yang telah dilaporkan berpotensi mengendalikan Sclerotium rolfsii diantaranya adalah Trichoderma harzianum, T. viride, Bacillus subtilis, Penicillium spp., dan Gliocladium virens. Menurut Bachri (2004), Bacillus sp. berpotensi dalam pengendalian cendawan Phytophthora palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rosita (2006), menunjukkan bahwa Pseudomonas flourescens dan Bacillus polymixa berpotensi dalam pengendalian penyakit akar gada pada tanaman caisin. Selain itu, menurut Kloepper et al. (2004), kelompok Bacillus juga dikenal sebagai bakteri kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai mekanisme. Bacillus subtilis juga sangat dikenal sebagai bakteri pembentuk endospora yang memiliki ketahanan yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik sebagai struktur bertahan. Dengan demikian endospora yang terbentuk dapat digunakan sebagai material bakteri inaktif yang bisa diformulasikan pada berbagai bahan pembawa. Media pembawa ini juga bisa berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi spora bakteri saat berkecambah jika kondisi lingkungan memungkinkan perkecambahan spora sesaat setelah aplikasi. Formulasi spora B. subtilis yang telah dikenal saat ini adalah formulasi dalam bentuk tepung yang dapat dibasahi (WP), tepung, pasta, emulsi, pellet, dan butiran (granule). Formulasi tersebut dapat digunakan untuk perlakuan benih, penyemprotan, dan perlakuan tanah (Fravel et al. 1998). Adapun tujuan dari pembuatan formulasi ini adalah memudahkan dalam aplikasi di lapang, transportasi, dan pengemasan, serta dapat menambah keefektifan dari bahan aktif yang digunakan. Di luar negeri, B. subtilis telah dikomersialisasikan secara luas sebagai agens antagonis atau sebagai bakteri pemicu pertumbuhan tanaman dalam berbagai merk dagang maupun formulasi. Kodiak, Serenade, dan Subtilex adalah
beberapa jenis merk dagang yang mengandung B. subtilis sebagai komponen utamanya (Giyanto 2009). Perumusan Masalah Saat ini penggunaan B. subtilis sebagai agens hayati dan PGPR sedang banyak dikembangkan. Namun kenyataannya dalam aplikasi di lapang, penggunaan spora B. subtilis masih cukup sulit dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu formulasi bakteri yang murah dan efektif.
Tujuan Penelitian Menguji pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap viabilitas dan keefektifannya sebagai agens hayati dan PGPR.
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Penyakit Tumbuhan Pengendalian hayati akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dunia dan sering kali dibicarakan di dalam seminar ataupun kongres, dan ditulis dalam naskah jurnal atau pustaka, khususnya yang berhubungan dengan penyakit tanaman. Cara mengendalikan penyakit tanaman dengan menggunakan agens pengendali hayati muncul karena kekhawatiran masyarakat dunia akibat penggunaan pestisida. Pengendalian hayati adalah proses pengurangan kepadatan inokulum atau aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit yang berada dalam keadaan aktif maupun dorman oleh satu atau lebih organisme baik secara aktif maupun dengan manipulasi lingkungan dan inang, dengan menggunakan agens antagonis, atau dengan mengintroduksi secara massal satu atau lebih organisme antagonis (Baker and Cook 1974). Pengendalian hayati terhadap patogen dengan menggunakan agens antagonis terjadi terus-menerus di alam walaupun proses pengendaliannya berjalan dengan lambat tetapi dapat berlangsung dalam periode yang cukup panjang, relatif murah dan tidak berbahaya bagi kehidupan. Agens antagonis adalah mikroorganisme yang dapat mempengaruhi kemampuan bertahan atau berpengaruh negatif terhadap aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit. Bahkan, agens antagonis dapat berasal dari strain patogen avirulen yang dapat menghambat perkembangan patogen (Agrios 1997).
Bacillus sp. sebagai Agens Pengendali Hayati Bacillus sp. Merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, beberapa spesies bersifat aerob obligat dan beberapa bersifat anaerobik fakultatif, dan memiliki endospora sebagai struktur bertahan saat kondisi lingkungan tidak mendukung. Bacillus sp. telah dilaporkan termasuk kelompok bakteri penghasil antibiotik potensial sebagai agen bio-kontrol. Kelompok bakteri ini selain menghasilkan metabolit sekunder yang dapat menekan pertumbuhan patogen,
juga menghasilkan hormon pengatur tumbuh (Backman et al. 1994). Bakteri ini pada umumnya diaktivasikan pada benih untuk mencegah patogen tular tanah seperti Fusarium ox.ysporum, Rhizoctonia solani, Botrytis cinera, Phytium sp. dan Sclerotium rolfsii (Baker and Cook 1974). Bacillus sp. mempunyai sifat yang lebih menguntungkan daripada mikroorganisme lain karena Bacillus sp. dapat membentuk endospora dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada kondisi tanah yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhannya (Wong 1994).
Bacillus subtilis sebagai PGPR Selain dikenal sebagai agen hayati pada berbagai penyakit tanaman, menurut Kloepper et al. (2004), kelompok Bacillus juga dikenal sebagai bakteri kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai mekanisme, seperti antibiosis, lisis, kompetisi, parasitisme, dan induksi ketahanan. Penggunaan PGPR dalam pengendalian hayati telah banyak digunakan. PGPR telah mendapat perhatian khusus karena berperan pertama kali di dalam pengendalian hayati, yang kemudian diikuti dengan peran lain, yaitu antibiosis (Soesanto 2008). Mekanisme PGPR untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diduga karena PGPR mempunyai kemampuan untuk memproduksi hormon asam indoleasetat (IAA), asam giberrelat, sitokonin, dan etilen di dalam tanaman. Mekanisme lain dalam Soesanto (2008), antagonisme terhadap mikroba fitopatogen melalui produksi siderofor, kitinase, selulase, antibiotika, dan sianida, pengaturan produksi etilen pada perakaran, pendorong fungi mikoriza, penurunan ketoksinan logam berat, pelarutan fosfat mineral dan nutrisi lainnya.
Formulasi Spora Bacillus subtilis Pengendalian hayati patogen tular tanah dapat dilakukan dengan sengaja mengubah lingkungan mikroba tanah atau dengan introduksi langsung dan aplikasi organisme pengendali hayati. Formulasi merupakan langkah awal di dalam usaha pengendalian hayati yang dapat diusahakan secara komersial. Prinsip
dari formulasi adalah mencampurkan organisme dalam bahan pembawa, yang dilengkapi dengan bahan tambahan untuk memaksimalkan kemampuan bertahan hidup di penyimpanan, mengoptimalkan aplikasi organisme target dan melindungi organisme pengendali hayati setelah aplikasi (Jones and Burges 1998). Adapun fungsi dasar dari formulasi adalah untuk stabilisasi organisme selama produksi, distribusi dan penyimpanan, mengubah aplikasi produk, melindungi agen dari faktor lingkungan yang dapat menurunkan kemampuan bertahan hidupnya serta meningkatkan aktivitas dari agen untuk mengendalikan organisme target (Jones and Burges 1998). Formulasi terdiri dari dua tipe, yaitu produk berbentuk padatan (tepung dan butiran) serta berbentuk suspensi (berbahan dasar minyak atau air, dan emulsi) (Jones and Burges 1998).
X. campetris pv. oryzae X. oryzae merupakan bakteri yang termasuk dalam kelompok bakteri yang berbentuk batang. X. oryzae adalah bakteri yang memiliki alat gerak berupa flagel. Ukuran flagel bakteri ini sangat kecil, tebalnya 0,02 – 0,1 mikro, dan panjangnya melebihi panjang sel bakteri. Flagel yang dimilikinya hanya satu sehingga bakteri X. oryzae termasuk dalam golongan bakteri monotrik. X. oryzae termasuk ke dalam bakteri gram negatif dan bersifat aerobik (hidup jika ada oksigen). Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu 25-30ºC dan akan mati pada suhu 53ºC (Singh 1973). Gejala yang ditimbulkan oleh patogen ini biasanya akan terlihat 1-2 minggu setelah padi dipindah dari persemaian. Daun-daun yang sakit akan berwarna hijau kelabu, mengering, helaian daunnya melengkung, diikuti oleh melipatnya helaian daun tersebut. Warna daun yang kering segera berubah menjadi kering jerami sampai coklat muda. Biasanya patogen ini menyerang daun-daun yang sudah tua. Penyakit yang ditimbulakan oleh X. oryzae disebut hawar daun bakteri atau lebih dikenal sebagai penyakit kresek (Semangun 2004). Bakteri ini akan menyebar secara luas oleh hujan yang disertai angin. Angin tidak hanya berfungsi untuk memencarkan bakteri, tetapi bisa juga menimbulkan luka pada bagian daun tanaman. Luka terjadi karena adanya gesekan antar daun padi satu dengan daun lainnya. Dengan adanya luka, bakteri
dapat masuk dan menginfeksi tanaman hingga akhirnya akan menimbulkan gejala (Ou 1985).
Gambar 1 Gejala penyakit hawar daun bakteri pada daun padi oleh patogen X. oryzae Bakteri X. oryzae dapat terbawa benih, tetapi tidak dapat tertinggal di tanah (bukan patogen tular tanah). Bakteri dapat bertahan hidup pada benih selama 7 hingga 8 bulan, tetapi meskipun terbawa benih, tingkat serangan pada benih sulit terdetekksi. Hal ini dikarenakan bakteri berada pada fase dorman ketika berada pada benih. Gejala serangan bakteri ini biasanya terlihat pada fase awal pembibitan (Khaeruni 2000). Penyakit ini tidak hanya merusak tanaman pada pada fase bibit tetapi juga pada fase generatif. Kerugian yang ditimbulkannya bervariasi berkisar antara 2030%, bergantung pada varietas yang ditanam dan musim tanam (CAB Internasional 2005).
Air Kelapa Pemanfaatan air kelapa sebagai limbah organik untuk media tumbuh bakteri sudah lama digunakan. Limbah organik cair banyak digunakan sebagai media alternatif seperti limbah air kelapa dapat dijadikan media untuk pertumbuhan bakteri Pseudomonas flourescens (Ratdiana 2007). Air kelapa kaya akan potasium (kalium) hingga 17 %. Selain kaya mineral, air kelapa juga mengandung gula antara 1,7 sampai 2,6 % dan protein 0,07 hingga 0,55 %. Mineral lainnya antara lain natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), ferum (Fe), cuprum (Cu), fosfor (P) dan sulfur (S). Disamping kaya mineral, air kelapa juga mengandung berbagai macam vitamin seperti asam sitrat, asam nikotinat, asam pantotenal, asam folat, niacin, riboflavin, dan thiamin. Terdapat pula 2
hormon alami yaitu auksin dan sitokinin sebagai pendukung pembelahan sel embrio kelapa. (http://www.wartamedika.com/2008/07/kandungan-dan-manfaat-air-kelapa.html).
Bentonit Bahan galian bentonit dikenal di Indonesia sejak dimulainya aktivitas peneboran minyak bumi sekitar kira-kira 100 tahun yang lalu. Bentonit adalah istilah lempung yang mengandung mineral montmorilonit dalam dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktahedral. Bentonit dikenal sebagai mineral lempung yang terdiri 85% montmorilonit (PPTM 1987). Mineral silikat montmorilonit merupakan penyusun utama bentonit. Secara umum bentonit dibedakan atas natrium bentonit atau wyomming bentonit dan kalsium bentonit. Natrium dan kalsium merupakan kation-kation yang dapat dipertukarkan
yang
mendominasi
kompleks
jerapan.
Natrium
bentonit
mempunyai daya mengembang dan plastisitas yang tinggi dibandingkan dengan kalsium bentonit (Grim 1953). Banyaknya penggunaan bentonit secara komersial adalah karena sifat mineraloginya yang mempunyia tapak permukaan spesifik yang luas, baik sebagai penukar ion dan kemampuan akan adsorbsi atau serapannya sehingga sering dipakai untuk kegiatan industri dan kegiatan pertanian. Namun penggunaan bentonit untuk kegiatan industri dan pertanian memerlukan suatu proses terlebih dahulu (Manning 1995).
Talek Talek adalah mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia (Mg3SiO10(OH)2), dan umumnya terjadi sebagai mineral sekunder hasil hidrasi batuan pembawa magnesium, seperti peridotit, gabro, dan dolomit. Talek mempunyai luas permukaan < 20µm. Talek dapat berada di dalam pasir, lumpur, dan list yang mempunyai ikatan sangat kuat. Talek merupakan jenis tanah mineral yang dominan berasosiasi dengan kaolinit dan gibsit. Stabilitas talek relatif berbeda dengan mineral liat yang lain karena komponen talek menpunyai kandungan tanah liat yang sangat kuat. Talek juga memiliki sifat halus, licin,
penghisap minyak dan lemak, konduktivitas listrik rendah, penghantar panas tinggi, dan berkekuatan tinggi (Dixon 1989).
Tepung Beras Beras mengandung karbohidrat yang sangat tinggi yaitu sekitar 80%. Selain itu juga mengandung lemak 4%, protein 6%, dan air 1% (Deptan 2009). Kandungan pati yang tinggi pada tepung beras diharapkan bakteri akan memperoleh sumber karbon atau nutrisi yang cukup saat bakteri dilepas ke lapang.
Penggunaan
tepung
beras
sebagai
media
penyimpanan
bagi
mikroorganisme sudah pernah dilakukan, yaitu sebagai media penyimpanan bagi Saccharomyces cerevisiae dan Rhizopus oligosporus (Kusumaningtyas et al. 2005).
Tepung Jagung Komponen terbesar dalam jagung adalah pati. Selain pati juga mengandung protein utama yaitu glutelin dan zein. Dalam jagung terkandung air 13,5%, protein 10%, minyak/lemak 4%, karbohidrat (zat tepung 61%, gula 1,4%, pentosan 6%, dan serat kasar 2,3%), abu 1,4%, dan zat lain-lain sekitar 0,4% (Suprapto 1999)
Tepung Singkong Banyak masyarakat yang menganggap tepung singkong sama dengan tepung tapioka. Walaupun berbahan dasar sama, yaitu singkong, namun sebenarnya kedua tepung ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Tapioka bersifat larut di dalam air, sedangkan tepung singkong tidak larut. Adapun kandungan kimia dari tepung singkong sebagai berikut: kadar air 13,01% bk (berat kering) , abu 1,25% bk, protein 1,25% bk, karbohidrat 84% bk, serat kasar 2,56% bk, lemak 0,49% bk, dan kadar HCN 10,01 ppm (Muchtadi dan Soeryo 1991).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak bulan Februari hingga Juli 2009.
Pembiakan Bacillus subtilis dari Stok Kultur Biakan B.subtilis yang digunakan merupakan koleksi dari laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bakteri disimpan pada stok kultur berupa suspensi bakteri pada larutan gliserol 20% dalam tabung khusus cryotube pada suhu -80º C. Bakteri dibiakkan dari stok kultur dengan cara menggoreskan gumpalan es yang berupa campuran suspensi sel bakteri dengan gliserol 20% dan diambil dari kultur stok kemudian digores pada media Nutrient Agar (NA) (3 g beef extract, 5 g pepton, 15 g agar, dan 1 l aquades), kemudian diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 jam. Isolat dari koloni tunggal selanjutnya akan digunakan pada uji berikutnya.
Produksi Spora B. subtilis Media yang digunakan dalam sporulasi ini adalah media air kelapa yang dimodifikasi dengan penambahan 1% ragi, 5% ekstrak udang, dan unsur mikro (Fe, Mg, Mn, dan Zn 5 ppm). Isolat B. subtilis yang telah ditumbuhkan pada media NA selama 24 jam diambil sebanyak satu lup dan diinokulasikan pada media LB (Luria Broth). Kemudian diinkubasi dengan menggunakan shaker selama 13 jam dengan kecepatan 100 rpm. Suspensi B. subtilis diinokulasikan ke dalam media air kelapa yang telah dimodifikasi dengan perbandingan 1:30 (suspensi B. subtilis pada media LB: air kelapa yang telah dimodifikasi). Kemudian media diinkubasi pada ruang inkubasi serta dikocok menggunakan shaker pada kecepatan 100 rpm selama 6 hari dan setiap harinya dilakukan penghitungan spora bakteri. Penghitungan spora B. subtilis adalah dengan memanaskan suspensi pada suhu 80ºC selama 15 menit
(untuk mematikan sel vegetatif B. subtilis, tetapi tidak mematikan sporanya). Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dan pencawanan pada media NA.
Formulasi Spora B. subtilis pada Berbagai Bahan Pembawa Spora bakteri yang telah berumur 6 hari, kemudian dipanen dengan cara disentrifugasi menggunakan tabung plastik konikal pada 7500 rpm pada suhu ruang selama 6 menit. Pelet dari spora bakteri kemudian dicuci dua kali dengan media kultur yang sama, kemudian dicuci lagi dengan larutan phospate buffer saline (PBS) 0,05 molar pH 7,0. Spora bakteri yang telah dicuci dengan PBS selanjutnya diresuspensikan kembali pada larutan PBS dan kemudian kepadatan spora bakteri pada suspensi tersebut dihitung dengan teknik pengenceran berseri dan pencawanan. Suspensi spora selanjutnya dibuat pada 8,5×1010 cfu/ ml (El Hasan and Gowen 2006). Bahan pembawa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah tepung jagung (TJ), tepung singkong (TS), tepung beras (TB), bentonit (B), talek (T), dan formulasi campuran (C). Adapun komposisi formulasi campuran yang digunakan terdiri dari tepung jagung, tepung singkong, tepung udang, zeolit, dan dedak halus dengan perbandingan 47 g: 47 g: 1 g: 2 g: 3 g. Masing-masing formulasi ditambahkan unsur mikro seperti Fe, Mg, Mn dan Zn pada konsentrasi 5 ppm, kitin 0,5 %, dan Yeast Ekstrak 1%. Formulasi dibuat dengan cara menyebarkan suspensi spora secara merata dengan perbandingan 20 ml spora untuk setiap 100 gram bahan pembawa. Campuran antara suspensi spora B. subtilis dengan bahan pembawa selanjutnya dikeringanginkan dengan cara menyebarkannya pada loyang yang telah dilapisi alumunium foil dengan sesekali dibolak-balik dengan menggunakan spatula untuk memastikan bahwa seluruh bagian dapat dikeringkan secara baik. Pengeringan dilakukan hingga kadar air campuran suspensi spora dan bahan pembawa mencapai 25%. Pengeringan ini dilakukan di dalam oven dengan menggunakan suhu 60ºC selama ± 21 jam. Formulasi yang dihasilkan selanjutnya disimpan dalam botol-botol film berwarna hitam. Hal ini dimaksudkan agar tidak terpengaruh dengan sinar matahari. Masing-masing botol film diisi dengan 10 g formulasi. Kemudian ditutup rapat dan disimpan pada suhu ruang serta untuk
menjaga kelembaban tetap rendah digunakan silica gel dalam kemasan sachet yang telah dilapisi oleh kertas saring.
Uji Daya Tahan Spora B. subtilis pada Berbagai Formulasi Spora bakteri yang telah diformulasikan pada berbagai komposisi selanjutnya disimpan pada suhu ruang selama 9 minggu. Pada minggu ke-0, ke-1, ke-3, ke-6, dan ke-9 dilakukan pengamatan terhadap viabilitas spora B. subtilis dalam formulasi bahan pembawa. Uji viabilitas spora B. subtilis dilakukan dengan cara pengenceran berseri dan pencawanan pada media NA. Sebanyak 0,1 g formulasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml aquades steril. Plating dilakukan dengan cara menyebar 100 µl suspensi yang telah diencerkan ke dalam cawan yang berisi media NA. Masing-masing pengenceran diplating secara duplo. Jumlah koloni yang terbentuk menunjukkan jumlah spora yang bertahan hidup selama masa penyimpanan dalam berbagai formulasi bahan pembawa. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni B. subtilis yang tumbuh setelah diinkubasikan selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam bentuk cfu/ml dengan menggunakan rumus: x Populasi
=
pxv keterangan:
x = jumlah koloni pada pengenceran tertentu p = faktor pengenceran v = volume suspensi yang disebar (ml)
Koloni bakteri B. subtilis pada media NA akan berwarna putih dengan pinggiran bergerigi (tidak rata). Uj viabilitas spora B. subtilis menggunakan Rancangan Faktorial dalam Acak Lengkap dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis bahan pembawa formulasi spora B. subtilis yang mencakup 6 taraf faktor yaitu: tepung beras (TB), tepung singkong (TS), tepung jagung (TJ), talek (T), bentonit (B), dan campuran (C). Sedangkan faktor kedua adalah lama penyimpanan formulasi yang terdiri dari 5 taraf faktor yaitu: minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-3, minggu ke-6, dan minggu ke-9. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan. Pengamatan populasi
spora B. subtilis dilakukan 24 jam setelah perlakuan dengan menghitung jumlah koloni B. subtilis yang tumbuh pada media NA.
Uji Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis terhadap Penekanan Populasi X. oryzae pada Benih Padi Uji keefektifan formulasi spora B. subtilis dilakukan pada benih padi. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas Ciherang. Alasan pemilihan varietas ini adalah karena varietas Ciherang merupakan salah satu varietas padi yang menunjukkan gejala penyakit hawar daun bakteri atau penyakit kresek dengan intensitas penyakit yang tinggi berdasarkan pengamatan di lapangan. Sebanyak 20 benih untuk masing-masing perlakuan digunakan dalam pengujian ini. Sebelum pengujian, benih direndam dalam NaOCl 2% selama 1 menit. Setelah itu, benih dicuci dengan menggunakan air steril dan didiamkan selama semalam. Benih ditiriskan dan dikeringanginkan. Sebanyak 1 g formulasi spora bakteri ditaburkan dan dicampurkan secara merata pada permukaan benih. Benih yang telah diberi perlakuan dengan formulasi spora B. subtilis selanjutnya dikeringanginkan dan siap ditanam dengan menggunakan cawan yang telah dilapisi oleh kertas saring steril yang dilembabkan terlebih dahulu dengan meneteskan aquades secukupnya, untuk menjaga kelembaban di dalam cawan. Sebagai kontrol, benih yang telah ditiriskan dan dikeringanginkan yang digunakan tidak perlu dilapisi formulasi. Semua benih yang telah ditata dalam cawan petri ditumbuhkan pada suhu ruang selama 6 hari.
Kertas saring yang telah dilembabkan Benih padi yang telah diberi formulasi
Gambar 2 Cawan tempat penanaman benih yang telah diberi perlakuan formulasi spora B. subtilis Benih yang telah berumur 6 hari tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik putih berukuran kecil untuk diambil sapnya dengan cara digerus. Setelah
benih cukup halus, ditambahkan 3 ml PBS. Kemudian pengujian keefektifan formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi X. oryzae dengan cara pengenceran berseri dan pencawanan pada media YDCA (Yeast extract 10 g, Dextrose 20 g, CaCO3 20 g, agar 15 g, dan aquades 1 L). Pengamatan dilakukan dengan menghitung populasi X. oryzae /ml. X. oryzae akan berwarna kuning jika dibiakkan pada media YDCA dengan bentuk bulat dan pinggiran yang rata dan berlendir. Jumlah koloni yang tumbuh kemudian dihitung dengan menggunakan rumus: x Populasi
=
pxv keterangan:
x = jumlah koloni pada pengenceran tertentu p = faktor pengenceran v = volume suspensi yang disebar (ml)
Uji keefektifan formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi Xanthomonas campestris pv. oryzae pada benih padi menggunakan Rancangan Faktorial dalam Acak Lengkap dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis formulasi bahan pembawa formulasi spora B. subtilis yang mencakup 7 taraf faktor yaitu: kontrol (K), tepung beras (TB), tepung singkong (TS), tepung jagung (TJ), talek (T), bentonit (B), dan campuran (C). Sedangkan faktor kedua adalah lama penyimpanan formulasi yang terdiri dari 5 taraf faktor yaitu: minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-3, minggu ke-6, dan minggu ke-9. Pengamatan jumlah populasi X. oryzae dilakukan 24 jam setelah perlakuan dengan menghitung jumlah populasi X. oryzae yang terbentuk pada media YDCA. Pengujian dilakukan sebanyak tiga ulangan.
Uji Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis sebagai PGPR pada Benih Padi Uji keefektifan formulasi spora B. subtilis sebagai PGPR pada benih padi menggunakan Rancangan Faktorial dalam Acak Lengkap dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis formulasi bahan pembawa formulasi spora B. subtilis yang mencakup 7 taraf faktor yaitu: kontrol (K), tepung beras (TB), tepung singkong (TS), tepung jagung (TJ), talek (T), bentonit (B), dan campuran (C). Sedangkan
faktor kedua adalah lama penyimpanan formulasi yang terdiri dari 5 taraf faktor yaitu: minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-3, minggu ke-6, dan minggu ke-9. Parameter pengamatan yang diamati adalah mengukur panjang akar dan panjang tajuk. Pengujian dilakukan sebanyak tiga ulangan. Masing-masing ulangan menggunakan 10 benih untuk setiap perlakuan. Aplikasi formulasi spora B. subtilis pada benih padi sebagai PGPR dilakukan dengan cara ”seed dressing” atau dengan melapisi benih pada formulasi yang diujikan menggunakan metode kertas gulung. Sebanyak 10 benih direndam dalam NaOCl 2% selama 1 menit. Setelah itu, dicuci dengan menggunakan air steril dan direndam selama semalam. Benih ditiriskan dan dikeringanginkan. Sebanyak 1 g formulasi spora bakteri ditaburkan dan dicampurkan secara merata pada permukaan benih. Benih yang telah diberi perlakuan dengan formulasi spora B. subtilis selanjutnya dikeringanginkan dan siap ditanam dengan menggunakan kertas gulung. Bahan-bahan yang harus disiapkan dalam penggunaan metode ini adalah dengan plastik bening dan kertas buram. Plastik bening digunakan sebagai alas, kemudian pada bagian atas plastik diberi sekitar 3-5 lembar kertas buram yang telah dilembabkan dengan menggunakan air. Benih yang telah diberi perlakuan diletakkan di atas kertas tersebut. Jika semua benih sudah diletakkan, benih tersebut ditutup dengan menggunakan kertas buram yang telah dilembabkan. Terakhir, kertas buram dan plastik bening digulung serta diamati setelah 1 minggu. Setiap harinya perlakuan ini harus disemprot dengan air untuk menjaga kelembaban benih yang berada di dalamnya.
K
TB
TS
TJ
T
B
C Plastik bening Kertas buram Benih padi perlakuan
Gambar 3
Skema kertas gulung beserta benih padi yang digunakan dalam pengujian pangaruh formulasi spora B. subtilis sebagai PGPR Analisis Data
Data uji daya tahan spora B. subtilis pada berbagai formulasi, Uji keefektifan formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi X. oryzae pada benih padi, dan uji keefektifan formulasi spora B. subtilis sebagai PGPR pada benih padi diolah menggunakan Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12. Perlakuan yang berbeda nyata diuji lanjut dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata α = 0,05. Microsoft Excell juga digunakan untuk mengolah data uji in-vivo pengaruh jenis formulasi dan lama penyimpanan, serta interaksi keduanya terhadap pertumbuhan akar dan tajuk pada benih padi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. subtilis B. subtilis merupakan salah satu bakteri yang dapat membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Spora yang terbentuk merupakan struktur bertahan dari B. subtilis. Spora ini dapat bertahan dalam waktu yang lama, hingga mencapai puluhan tahun. Namun kemampuan bertahan spora B. subtilis dipengaruhi oleh jenis media atau bahan yang digunakan untuk penyimpanan. Koloni dari B. subtilis berbentuk tidak beraturan dengan pinggiran bergerigi.
Koloni tunggal B. subtilis
Gambar 3 Koloni tunggal spora B. subtilis pada media NA Formulasi Spora B. subtilis pada Berbagai Formulasi Formulasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 jenis formulasi, yaitu tepung jagung (TJ), tepung singkong (TS), tepung beras (TB), bentonit (B), talek (T), dan formulasi campuran (C). Gambar 4 merupakan jenis formulasi yang dipakai.
Tepung beras
Tepung singkong
Tepung jagung
Tepung campuran
Talek
Bentonit
Gambar 4 Jenis formulasi spora B. subtilis yang digunakan dalam penelitian
Pengaruh Jenis Formulasi dan Lama Penyimpanan terhadap Ketahanan Hidup (Viabilitas) Spora B. subtilis Ketahanan hidup atau viabilitas spora B. subtilis dalam berbagai formulasi dipengaruhi oleh jenis formulasi, lama penyimpanan (waktu penyimpanan) dan interaksi antara keduanya. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan spora B. subtilis, jenis formulasi maupun interaksi antara keduanya menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang nyata terhadap ketahanan spora B. subtilis selama penyimpanan (Lampiran 1). Tabel 1 menyajikan adanya pengaruh jenis formulasi terhadap viabilitas spora B. subtilis. Tabel 1. Pengaruh jenis formulasi spora B. subtilis terhadap viabilitas spora B. subtilis Formulasi
Log populasi (cfu/g)
TB
7,15bc
TS
7,27b
TJ
6,92d
T
7,36b
B
6,97cd
C
7,77a
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05) Keterangan: TB=tepung beras, TS=tepung singkong, TJ=tepung jagung, T=talek, B=bentonit, dan C= campuran)
Pengaruh jenis formulasi spora B. subtilis menunjukkan hasil yang berbeda untuk setiap formulasi yang digunakan. Formulasi campuran (C) yang berbahan dasar tepung singkong, tepung jagung, tepung udang, zeolit, dan dedak halus memiliki nilai tertinggi (7,77 cfu/g). Hal ini menunjukkan bahwa formulasi campuran (C) cukup baik dalam mendukung ketahanan hidup spora B. subtilis selama penyimpanan.
Selain jenis formulasi, lama penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap populasi spora B. subtilis yang mampu bertahan selama penyimpanan (Lampiran 1). Dalam Tabel 2 akan disajikan pengaruh lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis terhadap populasi spora B. subtilis. Tabel 2. Pengaruh lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis terhadap ketahanan hidup (viabilitas) spora B. subtilis Lama penyimpanan (minggu)
Log populasi (cfu/g)
0
7,86a
1
7,53b
3
6,88c
6
6,92c
9
7,01c
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)
Populasi spora B. subtilis pada minggu ke-0 sampai minggu ke-3 selama penyimpanan mengalami penurunan. Pada minggu ke-0 jumlah populasi spora B. subtilis mempunyai nilai tertinggi (7,86 cfu/g). Namun, menurun di minggu ke-1 (7,53 cfu/g). Saat penyimpanan memasuki minggu ke-3 hingga minggu ke-9 populasi cenderung stabil. Hal ini terjadi karena pada awal penyimpanan spora B. subtilis membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Setelah mampu untuk beradaptasi dengan baik, maka populasi akan cenderung stabil. Pada minggu ke-0 populasi spora masih cukup tinggi. Kemungkinan spora B. subtilis yang tumbuh merupakan kumpulan dari spora yang masih muda, setengah matang, dan matang. Adanya penurunan jumlah spora pada penyimpanan minggu ke-1 dan ke-3 dikarenakan spora yang masih muda tidak mampu bertahan dengan kondisi lingkungan yang baru. Pada minggu ke-3 sampai minggu ke-9 populasi spora B. subtilis dapat dikatakan stabil. Hal ini kemungkinan spora yang terbentuk merupakan kumpulan dari spora yang sudah matang atau spora yang sesungguhnya, sehingga mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan baru. Berdasarkan hasil analisis ragam pada lampiran 1, pengaruh interaksi antara jenis formulasi dan lama penyimpanan berbeda nyata terhadap jumlah viabilitas spora B. subtilis.
Tabel 3 Pengaruh jenis formulasi dan lama penyimpanan terhadap viabilitas spora B. subtilis Formulasi
Log populasi spora B. subtilis pada minggu ke- (cfu/g) 0
1
3
6
9
TB
8,23e
7,67d
6,66b
6,54ab
6,67b
TS
7,89de
7,62cd
6,81bc
6,98bc
7,07bc
TJ
7,67d
7,07bc
6,70b
6,63ab
6,53ab
T
7,48cd
8,23e
7,02bc
6,90bc
7,15c
B
6,84bc
6,71bc
6,91bc
7,00bc
7,38cd
C
9,00f
7,88d
7,19c
7,47cd
7,29c
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05) Keterangan: TB=tepung beras, TS=tepung singkong, TJ=tepung jagung, T=talek, B=bentonit, dan C= campuran)
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pengaruh interaksi terbaik adalah formulasi campuran (C) (tepung singkong, tepung jagung, tepung udang, zeolit, dan dedak halus) dengan nilai 9,00 cfu/g sejak minggu ke-0 dan konsisten hingga minggu ke-9. Hal ini menunjukkan bahwa formulasi terbaik sebagai media penyimpanan spora B. subtilis adalah formulasi campuran (C). Formulasi tepung campuran memiliki nilai rata-rata yang cukup besar untuk ketahanan spora B. subtilis selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan nutrisi yang terdapat dalam tepung campuran. Dimana tepung campuran memiliki komposisi antara lain tepung singkong, tepung jagung, tepung udang, zeolit, dan dedak halus. Tepung singkong dan tepung jagung memiliki kandungan pati, gula, dan kadar air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bakteri. Sedangkan tepung udang yang berasal dari cangkang udang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi untuk mendukung viabilitas spora B. subtilis selama penyimpanan.
Uji Keefektifan Spora B. subtilis terhadap X. oryzae pada Benih Padi Uji antagonis spora B. subtilis terhadap X. oryzae pada benih padi ditujukan untuk menekan jumlah populasi X. oryzae. Hasil analisis ragam pada lampiran 2, menunjukkan penekanan populasi X. oryzae hanya dipengaruhi secara nyata oleh lama penyimpanan formulasi, sedangkan jenis formulasi dan interaksi
antara keduanya tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Walaupun jenis formulasi tidak berpengaruh nyata dalam menekan populasi X. oryzae pada benih padi. Tabel 4. Pengaruh jenis formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi X. oryzae pada benih padi Formulasi
Log populasi (cfu/ml)
K
8,89a
TB
8,95a
TS
8,87a
TJ
7,54a
T
9,04a
B
7,27a
C
7,93a
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)
Pada Tabel 4 menunjukkan hasil dimana jenis formulasi tidak berpengaruh nyata terhadap penekanan populasi X. oryzae yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena patogen X. oryzae dalam benih padi berada pada bagian endosperm. Metode yang digunakan dalam uji keefektifan terhadap X. oryzae adalah seed dressing. Formulasi menyelimuti bagian permukaan benih. Kemungkinan spora B. subtilis hanya mampu menekan patogen yang berada di permukaan benih saja, tetapi tidak mampu menekan patogen yang berada di dalam benih. Penggunaan B. subtilis sebagai agens hayati sudah banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan kelompok bakteri ini menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang dapat menekan patogen (Backman et al 1994), berupa bacitracin, basilin, basilomisin B, difisidin, oksidifisidin, lesitinase subtilisin, dan iturin A (Szczech and Shoda 2006).
Tabel 5. Pengaruh lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis terhadap penekanan populasi X. oryzae pada benih padi Lama penyimpanan (minggu)
Log populasi (cfu/ml)
0
9,23a
1
7,50b
3
8,59ab
6
8,97ab
9
7,49b
Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)
Tabel 5 menyajikan pengaruh antara lama penyimpanan formulasi dengan keefektifan tingkat penekanan terhadap populasi X. oryzae. Pada Tabel 5 terlihat bahwa lama penyimpanan minggu ke-1 hingga minggu ke-9 menunjukkan hasil yang tidak beerbeda nyata dalam menekan populasi X. oryzae. Pada minggu ke0, populasi X. oryzae masih sukup tinggi (9,23 cfu/ml) . Namun, pada minggu ke-1 mulai menurun (7,50 cfu/ml). Penurunan cukup stabil dan konsisten hingga minggu ke-9 penyimpanan.
Uji Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis sebagai PGPR pada Benih Padi B. subtilis merupakan bakteri yang berperan tidak hanya sebagai agens hayati, tetapi juga dapat berperan sebagai bakteri yang dapat memacu pertumbuhan tanaman, baik terhadap kemampuan perkembangan akar maupun tajuk dari suatu tanaman. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 3, pertumbuhan akar pada pengujian ini dipengaruhi oleh lama penyimpanan, jenis formulasi, dan pengaruh interaksi antara keduanya. Sedangkan pertumbuhan tajuk dipengaruhi oleh jenis formulasi dan lama penyimpanan, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya (Lampiran 4). Tabel 6 menyajikan pengaruh jenis formulasi terhadap pertumbuhan akar dan tajuk benih padi.
Tabel 6 Pengaruh jenis formulasi terhadap pertumbuhan akar dan tajuk benih padi Formulasi
Pertumbuhan tanaman (cm) Panjang akar rata-rata
Panjang tajuk rata-rata
K
5,05b
3,32d
TB
7,35a
3,79c
TS
7,32a
4,04abc
TJ
7,75a
4,21ab
T
8,05a
4,36a
B
7,71a
4,36a
C
7,21a
3,93bc
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05) Keterangan: K=kontrol, TB=tepung beras, TS=tepung singkong, TJ=tepung jagung, T=talek, B=bentonit, dan C= campuran)
Pada Tabel 6 panjang akar rata-rata yang dihasilkan berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol. Perlakuan dengan menggunakan formulasi spora B. subtilis efektif dalam memacu pertumbuhan akar dan tajuk pada benih padi. Hal ini diduga terkait dengan adanya senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh B. subtilis berupa hormon pertumbuhan. PGPR mempunyai kemampuan untuk memproduksi hormon asam indolasetat (IAA), asam giberrelat, sitokonin, dan etilen di dalam tanaman. Mekanisme lain dalam Soesanto (2008), antagonisme terhadap mikroba fitopatogen melalui produksi siderofor, kitinase, selulase, antibiotika, dan sianida, pengaturan produksi etilen pada perakaran, pendorong fungi mikoriza, penurunan ketoksinan logam berat, pelarutan fosfat mineral dan nutrisi lainnya. Namun, apabila IAA diproduksi dalam jumlah yang banyak di dalam tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena IAA tersebut akan dioksidasi menjadi etilen. Etilen dalam tanaman berfungsi sebagai hormon untuk pematangan buah.
Tabel 7 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pertumbuhan akar dan tajuk pada benih padi Lama penyimpanan
Pertumbuhan bagian tanaman (cm)
(minggu)
Panjang akar rata-rata
Panjang tajuk rata-rata
0
5,28c
3,34c
1
7,78a
3,89b
3
8,19a
4,38a
6
8,14a
4,55a
9
6,65b
3,85b
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)
Pada Tabel 7 terlihat bahwa lama penyimpanan berpengaruh terhadap pertumbuhan akar dan tajuk yang dihasilkan. Dalam setiap minggu pengujian, menghasilkan nilai yang cukup beragam. Panjang akar rata-rata yang dihasilkan pada minggu ke-0 penyimpanan masih rendah. Pada minggu ke-1 hingga minggu ke-6 penyimpanan, panjang akar mengalami kenaikan, kemudian menurun kembali pada minggu ke-9 penyimpanan. Pengujian spora B. subtilis sebagai PGPR terhadap panjang tajuk rata-rata juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis. Pada pengujian minggu ke-0 hingga minggu ke-6, panjang tajuk yang dihasilkan terus meningkat dan mulai menurun saat memasuki pengujian pada minggu ke-9.
Gambar 6 Pengaruh interaksi antara jenis formulasi dan lama penyimpanan spora B. subtilis terhadap panjang akar rata-rata
Selain jenis formulasi dan lama penyimpanan spora B. subtilis, interaksi antara keduanya juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang tajuk rata-rata benih padi (Gambar 6). Berdasarkan gambar 6 di atas, pengaruh interaksi jenis formulasi dan lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis memberikan hasil yang beragam. Formulasi talek pada minggu ke-3 dan ke-6 mencapai panjang optimum jika dibandingkan dengan formulasi lainnya. Kombinasi perlakuan paling efektif jika menggunakan formulasi talek dengan waktu aplikasi pada minggu ke-6 (9,76 cm). Kombinasi perlakuan kontrol untuk setiap minggu penyimpanan menghasilkan nilai terendah jika dibandingkan dengan perlakuan menggunakan formulasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan formulasi efektif dalam memacu pertumbuhan akar pada benih padi pada lama penyimpanan tertentu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1.
Pada uji daya spora B. subtilis pada berbagai formulasi, populasi spora B. subtilis tertinggi yaitu pada formulasi campuran (C). Hal ini menunjukkan bahwa formulasi campuran cukup efektif digunakan sebagai media penyimpanan bagi viabilitas spora B. subtilis selama penyimpanan.
2.
Lama penyimpanan formulasi spora B. subtilis pada minggu ke-0 hingga minggu ke-3 mengalami penurunan. Populasi spora B. subtilis pada minggu ke-3 hingga minggu ke-9 stabil pada semua jenis formulasi.
3.
Uji keefektifan formulasi spora B. subtilis terhadap X. oryzae pada benih padi menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan formulasi tidak efektif menekan populasi X. oryzae.
4.
Uji keefektifan formulasi spora B. subtilis sebagai PGPR pada benih padi menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan formulasi efektif dalam memacu pertumbuhan akar dan tajuk benih padi.
Saran Perlu dilakukan uji terhadap spora B. subtilis dengan lama penyimpan lebih dari 9 minggu dan perlu dilakukan uji in vivo penggunaan formulasi dengan bahan pembawa yang lain yang dapat menekan perkembangan peyakit hawar daun bakteri pada pertanaman padi.
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 1997. Plant Pathology. 4th edition. San Diego: Academic Press, Inc. Bachri IS. 2004. Potensi Bacillus sp. dalam Pengendalian Cendawan Phytophthora palmivora. Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao (Theobroma cacao L.) [Skripsi]. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Backman PA, Brannnen PM and Mahaffe WF.1994. Plant Respon and Disease Control Followin Seed Inoculation with Bacillus sp. Di dalam: Ryder MH, Stephen PM, Bowen GD, editor. Improving Plant Production with Rhizosphere Bacteria. Australia: Pruc Third Int Work PGPR South Australia, March 7-11 1994. Baker KF and Cook RJ. 1974. Biological Control of Fransisco: Freeman and Company.
Plant Pathogens. San
[CAB International] Commonwealth Agriculture Beraux International. 2005. Crop Protection Compendium. Wallingford, UK: CAB International. [Deptan]. 2009. SOP Dodol. http://agribisnis.deptan.go.id/Pustaka/SPO%20Dodol%201.pdf[29 September 2009] Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara. Dixon JB. 1989. Kaolinit and Serpentine Group Mineral. Di dalam: Dixon JB, Weed SB, editor: Minerals in Soil Environments. Ed ke-2. USA: Wisconsin. hal 357-398. Fravel DR, Connick WJ, Lewis JA. 1998. Formulation of Microorganism to Control Plant Disease. Di dalam Burges HD, editor: Formulation of Microbial Biopesticides. London: Kluwer Academic Publisher. halm 187228. Giyanto. 2009. Pembiakan Bacillus subtilis pada Limbah Organik, Induksi Sporulasi, Formulasi, dan Uji Efektivitasnya sebagai Agens Hayati dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Laporan Penelitian. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Grim RE. 1953. Clay Mineralogy. New York: Mc Graw Hill. [JIRCAS]. 2009. Xanthomonas campestris pv. oryzae. http://microbe.dna.affrc.go.jp/Xanthomonas/xantho/index.html[11 Agustus 2009] Jones KA and Burges HD. 1998. Technology of Formulation and Application. 727 P. Di dalam: Beneficial Microorganisms, Nematodes and Seed Treatments. Dodnecht: Klower Academic Publisher.
Kusumaningtyas E, Widiastuti R, Istiana, et al. 2005. Viabilitas Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oligosporus dan Campurannya dalam Tepung Beras. Bogor : Balai Penelitian Veteriner. Khaeruni A. 2000. Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi: Masalah dan Upaya Pemecahannya. http://tomoutou.net/3_seml_012/andi_khaeruni.htm [26 September 2009] Kloepper JW, Ryu CM, and Zhang S. 2004. Induced Systemic Resistance ang Promotion of Plant Growth by Bacillus spp. Phytopatology. 94: 1259-1266 Manning DAC. 1995. Introduction to Industrial Minerals. University Press, Cambridge, England. Muchtadi D dan PS Soeryo. 1991. Pemanfaatan Tepung Singkong sebagai Bahan Pensubtitusi Terigu dalam Pembuatan Mie Kering yang Difortifikasi dengan Tepung Tempe. Laporan Penelitian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Ou SH. 1985. Rice Diseases. Ed-2. Common: Mycol Inst. 380 hlm. [PPTM] Pusat Pengembangan Teknologi Mineral. 1987. Bahan Galian Industri Bentonit. Bandung: Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Ratdiana. 2007. Kajian pemanfaatan air kelapa dan limbah cair peternakan sebagai media alternatif perbanyakan Pseudomonas flourescens serta uji potensi antagonismenya terhadap Ralstonia solanacearum [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Robert M and Chenu C. 1992. Interaction Between Soil Minerals and Microorganisms. Soil Biochemistry 7: 333-350. Rosita DT. 2006. Pengaruh perlakuan dengan Pseudomonas flourescens dan Bacillus polymixa terhadap penyakit akar gada pada tanaman caisin. [Skripsi]. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Singh RS. 1973. Plant Diseases. Ed-3. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. Soesanto L. 2008. Praktek Pengendalian Hayati Penyakit Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suprapto HS. 1998. Bertanam Jagung. Jakarta: Penebar Swadaya. Szczech M and Shoda M. 2006. The Effect of Mode of Application of Bacillus subtilis RB14-C on Its Efficacy as a Biocontrol Agens Againts Rhizoctonia solani. J. Phytopatology. 154: 370-377 [Wartamedika]. 2008. Kandungan dan Manfaat Air Kelapa. http: //www.wartamedika.com/2008/07/kandungan-dan-manfaat-air-kelapa html[9 Agustus 2009]. Wong PTW. 1994. Bio-control of Wheat Take-All in the Field Using Soil Bacteria and Fungi. Di dalam: Ryder MH, Stephens PM, Bowen GP,
editor. Improving Plant Productivity with Rhizosphere Bacteria. Australia: Pruc Third Int Work PGPR South Australia, March 7-11 1994.
LAMPIRAN
LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap viabilitas B. subtilis Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F hitung
Pr > F
keragaman
bebas
kuadrat
tengah
Waktu
4
13,441
3,360
39,52
0,0001
Formulasi
5
7,126
1,425
16,76
0,0001
Waktu*formulasi 20
9,469
0,473
5,57
0,0001
Galat
60
5,102
0,085
Total terkoreksi
89
35,139
Lampiran 2. Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap penekanan populasi X. oryzae Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F hitung
Pr > F
keragaman
bebas
kuadrat
tengah
Waktu
4
56,239
14,059
2,57
0,0454
Formulasi
6
51,476
8,579
1,57
0,1658
Waktu*formulasi 24
166,083
6,920
1,26
0,2226
Galat
70
383,280
5,475
Total terkoreksi
104
657,078
Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap panjang akar rata-rata benih padi Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F hitung
Pr > F
keragaman
bebas
kuadrat
tengah
Waktu
4
130,201
32,550
27,92
0,0001
Formulasi
6
89,634
14,939
12,82
0,0001
Waktu*formulasi 24
62,769
2,615
2,24
0,0047
Galat
70
81,598
1,165
Total terkoreksi
104
364,202
Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh formulasi spora B. subtilis pada berbagai bahan pembawa terhadap panjang tajuk rata-rata benih padi Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F hitung
Pr > F
keragaman
bebas
kuadrat
tengah
Waktu
4
19,137
4,784
18,10
0,0001
Formulasi
6
12,170
2,028
7,67
0,0001
Waktu*formulasi
24
8,745
0,364
1,38
0,1510
Galat
70
18,505
0,264
Total terkoreksi
104
58,557