EDITORIAL SUSUNAN REDAKSI
EDITORIAL
Jurnal Warta Bhakti Husada Mulia Madiun
Assalamualaikum, Wr Wb Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Alloh SWT cita-cita untuk menerbitkan sebuah jurnal kebidanan terwujud. Jurnal ini merupakan wujud sumbangsih kami untuk selalu memperbaharui ilmu pengetahuan. Tahap akhir dari suatu proses penelitian adalah mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat ilmiah dalam media jurnal. Hasil penelitian yang tidak dipublikasikan akan menjadi sampah, publish or perish. Harapan redaksi jurnal Warta Bhakti Husada Mulia bisa memperkaya kasanah pengetahuan para pembaca sesuai dengan kompetensi masing-masing. Terakhir saran, masukan dan kritik sangat redaksi harapkan demi peningkatan kualitas Jurnal Warta Bhakti Husada Mulia. Mudahmudahan bermanfaat dan selamat membaca. Wassalamualaikum Wr Wb
PENANGGUNG JAWAB : Ketua Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun PENYUNTING AHLI : Cholik Harun, S.Kep.,Ners., M.Kes KETUA PENYUNTING : Asasih Villa Sari, S.SiT SEKRETARIS PENYUNTING : Muhamad Afif, SIP SIDANG PENYUNTING : Riska Ratnawati, SKM., M.Kes Retno Widiarini, SKM., M.Kes Hariyadi, S.Kp., M.Pd Rheny Widi Wardani, S.ST., M.Kes BENDAHARA : Sri Manunggal, SE TATA USAHA : Yuniar Sulistyani, S.Kom SIRKULASI : Irma Rizkiana
Terbit satu kali setahun, berisi artikel ilmiah yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian ilmu bidang kebidanan dan kesehatan. Jurnal Warta Bhakti Husada Mulia menerima sumbangan tulisan artikel ilmiah yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Petunjuk naskah selengkapnya tercantum dalam petunjuk penulisan. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting keseragaman format, tata cara, istilah dan lain-lain.
i
Wbhm, Vol 1, No 1, 1 Maret 2014
ISSN 2339-2045
Warta Bhakti Husada Mulia DAFTAR ISI Hasil Penelitian
Halaman
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Dengan Usia Menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Magetan.................................................................. 1 Hubungan Perkawinan Usia Muda Dengan Kejadian Kanker Serviks .......................... 11 Hubungan Plasenta Previa Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi............................................................... 22 Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Persepsi Remaja Tentang Seks Bebas di SMAN 1 Nglames Kecamatan Nglames Kabupaten Madiun ......................... 30 Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu Terhadap Ketrampilan Pijat Bayi di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun ............................................................................................. 38 Hubungan Preeklampsia Terhadap Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Kota Madiun ....................................................................................................... 49 Hubungan Sanitasi Rumah Terhadap Suspek Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun............................ 57
ii
HUBUNGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN USIA MENOPAUSE DI DUSUN ALASTUWO KECAMATAN PONCOL MAGETAN ABSTRAK Asasih Villa Sari S,SiT., Dewi Lestari
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi. Usia menopause tidaklah samaantara satu dengan yang lainnya. Menopause yang datangnya lebih awal menyebabkan wanita cepat tua dan tidak mencapai usia harapan hidup, tetapi menopause yang lambat juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Usia menopause dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya pemakaian kontrasepsi hormonal. Adapun penilitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analiti korelatif dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita yang sudah mengalami berhenti haid sekurang-kurangnya 1 tahun yaitu sejumlah 117 wanita menopause dan sampelnya 91 wanita menopause diambil dengn menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah pemakaian kontrasepsi hormonal sedangkan variabel terikatnya adalah usia menopause. Pengumpulan data menggunakan wawabcara terpimpin ddengan panduan kuesioner. Teknik analisa data menggunakan uji statistik Chi Square dengan taraf signifikasi 5%. Hasil penelitian terhadap 91 responden, menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah memakai kontrasepsi hormonal sebanyak 52,75% dan sebagian kecil responden pernah memakai kontrasepsi hormonal sebanyak 47,25%. Sedangkan sebagian besar usia menopause responden yaitu 51-55 tahun sebanyak 40,66% dan sebagian kecil usia menopause responden yaitu 4650 tahun sebanyak 29,67%. Hasil tersebut kemudian diuji dengan uji statistik Chi Square dengan taraf signifikasi 5% dan derajat kebebasan 2 didapatkan X2 hitung 8,306 dan X2 tabel 5,591. X2 hitung > X2 tabel sehingga Ho ditolakdan H1 diterima. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan anatara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause, oleh karena itu maka perlu disarankan kepada wanita menopause untuk mengikuti posyandu lansia untuk menambah pengetahuan tentang menopause. Kata kunci : Kontrasepsi hormonal, usia menopause
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
1
PENDAHULUAN Menopause dikenal sebagai berhentinya menstruasi yang disebabkan oleh hilangnya aktifitas folikel ovarium. Menopause alamiah terjadi pada akhir periode menstruasi dan sekurang-kurangnya selama 12 bulan tidak mengalami menstruasi (amenorea), dan bukan disebabkan oleh hal yang patologis. Hal ini disebabkan karena pembentukan hormon estrogen dan progesteron dari ovarium wanita berkurang, ovarium berhenti melepaskan sel telur sehingga aktivitas menstruasi berkurang dan akhirnya berhenti sama sekali. Penurunan kadar estrogen tersebut sering menimbulkan gejala yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan para wanita, diantaranya hot flushes (rasa panas dari dada hingga wajah), night sweat (berkeringat dimalam hari), dryness vaginal (kekeringan vagina), penurunan daya ingat, insomnia (susah tidur), depresi (rasa cemas), fatigue (mudah lelah), penurunan libido, dyspareunia (rasa sakit ketika berhubungan seksual) dan incontinence urinary (beser). (Atikah, 2010) Data Riskesdas, umur harapan hidup wanita lebih panjang dibanding umur harapan hidup laki-laki. Pada tahun 1995 umur harapan hidup wanita adalah 66 tahun sedangkan umur harapan hidup laki-laki 62,9 tahun. Sedangkan pada tahun 2005 umur harapan hidup wanita 68,2 tahun dan umur harapan hidup laki-laki 64,3 tahun. Pada tahun 2010 usia harapan hidup wanita mencapai 70 tahun. (Siti Mulyani, 2013) Menopause yang datangnya lebih awal menyebabkan seorang wanita akan menjadi lebih tua, sehingga kemungkinan besar wanita tersebut tidak akan mencapai usia harapan hidup wanita pada umumnya. Hal ini disebabkan karena tubuh wanita mempunyai persediaan sel telur atau ovum dengan jumlah
2
yang berbeda-beda dan tentunya terbatas. Masa menopause itu terjadi ketika ovarium atau indung telur telah kehabisan sel telur atau ovum, hal ini menyebabkan produksi hormon dalam tubuh terganggu yaitu berhentinya produksi hormon estrogen dan progesteron. Perubahan fungsi hormon dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi tubuh dan gejala-gejala menopause akan mulai timbul dan terasa meskipun menstruasi masih datang. Saat itu akan mulai terlihat adanya perubahan pada haid yang mungkin menjadi lebih lama atau lebih singkat dan untuk jumlah darah menstruasi yang dikeluarkan menjadi tidak konsisten yaitu relatif menjadi lebih banyak dari sebelumnya. Seperti yang dilansir Siti Mulyani dalam bukunya salah satu faktor yang mempengaruhi usia menopause adalah pemakaian kontrasepsi. Kontrasepsi dalam hal ini yaitu kontrasepsi hormonal. Hal ini dikarenakan cara kerja kontrasepsi hormonal yang menekan kerja ovarium atau indung telur. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 sebanyak 62% wanita kawin usia 15-49 tahun menjadi akseptor KB, sebagian besar di antaranya menggunakan metode kontrasepsi modern (58%) dan 4% menggunakan metode kontrasepsi tradisional. Di antara cara KB modern yang dipakai, suntik KB merupakan alat kontrasepsi terbanyak digunakan oleh wanita berstatus kawin (32%), diikuti oleh pil KB, hampir 14%, sedangkan pemakaian KB susuk atau implant adalah 3,3%. Dengan demikian pemakaian KB hormonal di Indonesia tahun 2012 adalah 47-48%. (BPS, 2012) Sementara itu di Kabupaten Magetan dengan jumlah pasangan usia subur yang mencapai 138.608 peserta KB aktif pada
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
tahun 2012 adalah sebesar 100.541 atau 72,54% dari PUS. Berikut ini data pemakai KB aktif Kabupaten Magetan per metode tahun 2013 Tabel 1.1 Peserta KB aktif Kabupaten Magetan per metode tahun 2012 No. 1 2 3 4 5 6 7
Metode IUD MOP MOW IMPLANT SUNTIK PIL KONDOM
Jumlah 26.754 orang 300 orang 7.712 orang 5.837 orang 52.837 orang 5.314 orang 1.787orang
wanita tersebut didapatkan 4 orang (40%) mengalami menopause pada fase premenopause (<45 tahun), kemudian 3 orang (30%) mengalami menopause pada fase pasca menopause (>55 tahun), dan 3 orang lainnya (30%) pada usia 47-53 tahun. Dari 10 wanita tersebut 6 orang diantaranya pernah menggunakan KB hormonal. Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pemakaian KB hormonal dengan usia menopause.
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pemakai KB Hormonal di Kabupaten Magetan adalah 63.988 atau 63,64% dari semua KB aktif. (Dinkes, 2012). Semua masalah menopause dapat dicegah dan diatasi dengan berfikir positif bahwa menopause merupakan proses alamiah yang harus diterima sebagai alur perjalanan hidup manusia, melakukan kegiatan seperti olah raga teratur, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin dan kalsium, mengurangi konsumsi teh, lemak, soda dan alkohol, menghindari rokok, menggunakan bahan makanan yang mengandung isoflavon seperti kedelai, tahu, tempe dan kecap. Melakukan pemeriksaan ginekologi, laboratorium (gula darah dan kolesterol), kesehatan umum, papsmear dan perabaan payudara secara rutin.(Atikah, 2010). Selain itu menganjurkan wanita menopause untuk mengikuti posyandu lansia, ceramah atau seminar tentang menopause. Dari survey pendahuluan yang dilakukan di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan, 10 orang yang sudah mengalami menopause menunjukkan usia menopause mereka tidak sama. Dari 10
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah metode yang dipakai sebagai dasar pengembangan metode ilmiah yang selanjutnya akan menghasilkan ilmu. (Notoatmodjo, 2012) Pada bab ini akan disajikan tentang jenis dan rancangan penelitian, kerangka kerja, definisi operasional veriabel, populasi dan sampel penelitian, pengumpulan dan analisa data, etika penelitian, dan keterbatasan penelitian. Rancangan adalah suatu pola atau petunjuk secara umum yang dapat diaplikasikan pada beberapa penelitian. Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Istilah rancangan penelitian digunakan dalam dua hal; pertama, rancangan penelitian merupakan suatu strategis penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data; dan kedua, rancangan penelitian digunakan untuk mengidentifikasikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan. (Nursalam, 2011).
3
3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini adalah analitik korelatif. Survey analatik adalah survey atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor resiko dengan faktor efek. Dalam penelitian (survey) analitik, analisis korelasi dapat diketahui seberapa jauh kontribusi faktor resiko tertentu terhadap adanya suatu kejadian tertentu. (Notoatmodjo, 2012) Penelitian korelasional mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada. (Nursalam, 2011) Menurut Nurul Zuriah (2009), penelitian korelasional adalah penelitian yang akan melihat hubungan antara variabel atau beberapa variabel. Pada penelitian ini menganalisa hubungan antara pemakaian KB hormonal dengan usia kejadian menopause. 3.2 Cara Pendekatan Penelitian dengan metode analitik korelasi ini akan menggunakan pendekatan retrospektif. Pada penelitian ini dimulai dari pengumpulan data tentang usia kejadian menopause, kemudian dari kejadian tersebut ditanyakan tentang riwayat pemakaian kontrasepsi hormonal pada masa yang lalu. Rancangan penelitian kasus kontrol pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Pemakaian kontrasepsi hormonal (pil, implan, suntik)
Usia menopause
3.3 Kerangka Kerja Kerangka operasional (kerangka kerja) adalah langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel, dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal dilakukan penelitian. (Nursalam, 2011). Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah: Populasi : Semua wanita menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan sebanyak 117 orang
Sampel : Sebagian wanita menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan sebanyak 91 orang
Tehnik sampling : Purposive Sampling
Jenis Penelitian : Analitik Korelatif
Design Penelitin : Retrospective
Pengumpulan Data : Wawancara terpimpin
Pengolahan Data : Editing, Coding, Scoring, Tabulating
Analisa Data : CHI square
Penarikan Kesimpulan
Gambar 3.2 : Kerangka Kerja Penelitian
4
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
Tabel 3.1 : Definisi Operasional Definisi Operasi Parameter Skala onal Independen / Kegiatan - Pernah Nomibebas : ibu memakai nal Pemakaian memakai kontrasepsi kontrasepsi kontrasepsi hormonal hormonal hormonal - Tidak dimasa pernah pakai lampau. kontrasepsi hormonal Variabel
Dependen / terikat : Usia menopause
Usia ibu - Menopuse saat pada usia mengalami 41-45 tahun berhenti - Menopause haid / pada usia menstruasi 46-50 tahun dihitung - Menopause dalam pada usia tahun. 51-55 tahun
Nominal
Alat Ukur
Kriteria/Sk oring
Kuesio ner
1 = Pernah memakai kontrasepsi hormonal 2 = Tidak pernah pakai kontrasepsi hormonal
Kuesio ner
1= menopause pada usia 41-45 tahun 2= menopause pada usia 46-50 tahun 3= menopause pada usia 51-55 tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April 2014. Penelitian ini dilakukan pada ibu yang sudah menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan dengan responden sebanyak 91 orang. Teknik pengambilan data menggunakan wawancara terpimpin dengan panduan kuesioner. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi, yang selanjutnya dilakukan analisa data menggunakan uji statistik Chi Squaredengan taraf signifikasi 5%. 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dusun Alastuwo Desa Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan, yang terdiri dari 4 RT yaitu mulai dari RT 1 saampai RT 4. Jumlah penduduk dusun Alastuwo yaitu 612 orang
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
dengan jumlah wanita yang menopause sebesar 117 orang. 4.1.1 Data Umum a. Karakteristik ibu menopause berdasarkan pendidikan Tabel 4.1 Distribusi frekuensi ibu menopause berdasarkan tingkat pendidikan di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014. No. 1 2 3 4
Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
Frekuensi 50 36 5 0
% 54,95 % 39,56 % 5,49 % 0%
91
100 %
Berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar tingkat pendidikan ibu menopause adalah SD (54,95%) dan sebagian kecil tingkat pendidikan responden adalah tidak tamat PT (0%). b. Karakteristik ibu menopause berdasarkan pekerjaan Tabel 4.2 Distribusi frekuensi ibu menopause berdasarkan pekerjaan di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014 No
Frekuensi
%
1
Tani
Pekerjaan
52
57,14%
2
Swasta
17
18,68 %
3
Wiraswasta
12
13,19 %
4
IRT
8
8,79 %
5
PNS
1
1,10 %
6
Pensiunan
1
1,10%
Total
91
100 %
Berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi berdasarkan jenis pekerjaan, sebagian besar ibu menopause adalah bekerja
5
sebagai tani (57,14%) dan sebagian kecil bekerja sebagai PNS (1,10%). c. Karakteristik ibu menopause berdasarkan jumlah anak Tabel 4.3 Distribusi frekuensi ibu menopause berdasarkan jumlah anak di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014. No 1 2 3 4 5 6
Jumlah Anak 0 1 2 3 4 ≥5 Total
Frekuensi
%
6 12 24 31 16 2 91
6,59 % 13,19 % 26,37 % 34,07 % 17,58 % 2,19 % 100 %
Berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi berdasrkan jumlah anak, sebagian besar ibu menopause memiliki anak 3 (34,07%) dan sebagian kecil memiliki anak lebih dari 5 (2,19%). 4.1.2 Data Khusus a. Pemakaian kontrasepsi hormonal
Pemakaian Pernah memakai Tidak pernah memakai Total
Frekuensi 43 48
% 47, 25 % 52,75 %
91
100%
Berdasarkan hasil tabulasi yang di peroleh, sebagian besar ibu menopause tidak pernah memakai kontrasepsi hormonal (52,75%), dan sebagian kecil pernah menggunakan kontrasepsi hormonal (47,25%)dari jumlah responden sebanyak 91 orang.
6
Tabel 4.5 Tabulasi pemakaian kontrasepsi hormonal di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014 No 1 2 3
Usia Menopause 41-45 tahun 46-50 tahun 51-55 tahun Total
Frekuesi 29 27 35 91
% 31,87 % 29,67 % 38,46% 100 %
Berdasarkan hasil tabulasi yang diperoleh, sebagian besar ibu menopause mengalami menopause pada fase pasca menopuse atau pada usia 51-55 tahun yaitu sebanyak 35 orang (38,46%). Dan sebagian kecil mengalami menopause pada fase perimenopause yaitu sebanyak 27 orang (29,67%). c. Hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause Tabel 4.6 Tabulasi silang hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014 No
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pemakaian kontrasepsi hormonal di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014 No 1 2
b. Tabulasi usia menopause
1 2
Usia Menopause Pemakaian kontrasepsi 41-45 46-50 51-55 Jml % hormonal F % f % f % Pernah 9 20,93 11 25,58 23 53,49 43 100 memakai Tidak 20 41,67 16 33,33 12 25 48 100 pernah memakai X2 tabel = 5,591 X2 hitung = KK = 0,657 8,306
Berdasarkan hasil tabulasi silang hubungan pemakain kontrasepsi hormonal dengan usia menopause terdapat 23 orang (25,7%) responden pernah menggunakan kontrasepsi hormonal dan menopause pada fase pascamenopause (51-55 tahun) dan 12 orang (13,17%) tidak pernah menggunakan kontrasepsi hormonal menopause pada fase pascamenopause.
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
4.1.3 Hasil Uji Statistik Berdasarkan pada penghitungan uji statistik Chi Square secara manual dengan taraf kesalahan α= 0.05 df=2 dan harga X2 tabel 5,591 diperoleh hasil X2 hitung sebesar 8,306. Sehingga X2 hitung > X2 tabel yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. KK = 0,657 menunjukkan keeratan hubungan dalam tingkat kuat. 4.2. Pembahasan Berdasarkan hasil analisa hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014 kan dibahas sesuai dengan tujuan peelitian sebagai berikut : 4.2.1 Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan 47,25% (42 orang) pernah menggunakan kontrasepsi hormonal dan 52,75% (48 orang) tidak pernah menggunakan kontrasepsi hormonal baik itu pil, suntik, ataupun implan. Menurut Hartanto (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan alat kontrasepsi, diantaranya : a) umur : umur berperan dalam pola pelayanan kontrasepsi kepada masyarakat yang berkaitan dengan memperhatikan kurun reroduksi sehat. b) Jumlah anak, ini akan memepengaruhi cocok tidaknya suatu metode secara medis. Misalnya ibu yang sudah mempunyai 4 orang anak tidak cocok menggunakan kontrasepsi yang reversibel seperti suntik atau pil. Ibu ini lebih cocok menggunakan kontrasepsi MOW. c) Pendidikan yang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan. d) Pengetahuan : jumlah alat kontrasepsi yang tersedia sangat
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
beragam dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sedangkan menurut Glasier dan Gebbie (2005) ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi diantaranya : a) Kunjungan berkala ke klinik : wanita yang tinggal ditempat terpencil atau mereka yang sering bepergian mungkin memilih metode yang tidak mengharuskan mereka berkonsultasi secara teratur dengan petugas kesehatan. b) peran petugas : pada beberapa metode, petugas hanya memiliki peran satu kali, pada metode yang lain petugas perlu bertemu langsung dengan pemakai selama beberapa kali setiap tahun seperti KB suntik. c) rencana untuk kesuburan di masa mendatang : perlu ditentukan apakah dan kapan pemakai memiliki rencana untuk hamil di masa mendatang. d) biaya : mencakup biaya metode itu sendiri, waktu yang dikorbankan wanita dan petugas, serta biaya tak langsung termsuk ongkos berkunjung ke klinik. Berdasarkan tabel 4.1 sebagian besar ibu hanya tamat SD, sehingga ibu memiliki pengetahuan yang sedikit dan kemampuan berfikir yang terbatas sehingga kurang mengetahui dan tidak terlalu memperhatikan alat-alat kontrasepsi serta kelebihan dan kekurangannya. Selain itu pendidikan seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan memilih kontrasepsii. Banyaknya efek samping dari kontrasepsi hormonal bisa menyebabkan ibu lebih memilih kontrasepsi non hormonal atau justru memilih tidak ber KB. 4.2.2 Usia Menopause Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan 31,87% (29 orang) mengalami menopause pada fase premenopause, 29,67% (27 orang) mengalami
7
menopause pada fase perimenopause, dan 38,46% (35 orang) mengalami menopause pda fase pascamenopause. Dari hasil tersebut dapat diketahui rata-rata usia menopause responden yaitu 48,59341 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Varney (2007) bahwa rentang usia menopause pada sebagian besar wanita usia antara 48-55 tahun. Cepat atau lambatnya datangnya menopause sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Siti Mulyani (2010) beberapa faktor yang mempengaruhi usia menopuse adalah faktor psikis, kecemasan, usia menarche, usia melahirkan, dan status gizi. Di Dusun Alastuwo hampir semua responden telah berpendidikan meskipun hanya tamat SD, sehingga pengetahuan mereka tentang pentingnya makanan bergizi cukup baik dan juga tempat tinggal responden yang di pedesaan membuat mereka banyak mengkonsumsi sayur. Hal inilah yang menyebabkan menopause datang pada usia normal atau bahkan lambat. Menopause adalah sesuatu yang normal dan alami bagi seluruh wanita di dunia, dengan menerima tahapan ini dengan wajar dan ikhlas maka kecemasan ibu akan jauh berkurang dan tubuh tetap sehat. 4.2.3 Hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu menopause yang pernah menggunakan kontrasepsi hormonal megalami menopause pada usia 51-55 tahun yaitu sebanyak 25,27% (23 orang). Yang mengalami menopause pada usia 46-50 tahun sebanyak 12,09% (11 orang), dan yang mengalami menopause pada usia 41-45 tahun sebanyak 9,98% (9 orang). Kemudian responden yang sama sekali tidak pernah menggunakan kontrasepsi hormonal
8
mayoritas mengalami menopause pada usia 41-45 tahun yaitu sebanyak 21,99% (20 orang). Yang mengalami menopause pada usia 46-50 tahun sebanyak 17,58% (16 orang), dan yang mengalami menopause pada usia 5155 tahun sebanyak 13,17% (12 orang). Siti Mulyani (2010) menjelaskan bahwa wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal akan lebih lama atau tua memasuki masa menopause, hal ini dikarenakan cara kerja kontrasepsi yang menekan kerja ovarium atau indung telur. Hormon seks apapun dapat menekan produksi gonadotropin pada kelenjar hipofisis (khusunya yang ditujukan untuk kontrasepsi, yakni hormon pemicu folikel / FSH dan hormon luteinizing /LH. Penekanan produksi hormon ini terjadi bila hormon seks menghasilkan umpan balik negatif pada hipotalamus, yang kemudian menghambat sekresi faktor pelepas hipotalamus, yang pada gilirannya menekan FSH dan LH. (Varney, 2007) Sebagian besar alasan ibu saat ibu menggunakan kontrasepsi hormonal adalah praktis, proses pemakaian yang simpel, dan karena fasilitas kesehatan yang ditempuh untuk mendapatkan kontrasepsi hormonal tidak terlalu jauh. Sedangkan sebagian besar alasan ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal seperti IUD dan kontap adalah karena ibu tidak mau pergi ke tempat pelayanan kesehatan secara berkala dan atau tidak ingin mempunyai anak lagi sehubungan dengan usia mereka. Dalam penelitian ini kemudian dibuktikan apakah ada hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause dengan menggunakan uji statistik chi square dengan taraf signifikasi 5%. Hasil perhitungan secara manual dengan taraf kesalahan α= 0.05
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
df=2 dan harga X2 tabel 5,591 diperoleh hasil X2 hitung sebesar 8,306. Sehingga X2 hitung > X2 tabel yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. KK = 0,657 menunjukkan keeratan hubungan dalam tingkat kuat. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian pada 91 ibu menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan dan pembahasan yang telah disusun dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebagian besar ibu tidak pernah menggunakan kontrasepsi hormonal yaitu 48 orang (52,75%). 2. Sebagian responden mengalami menopause pada usia 51-55 tahun yaitu 37 orang (40,66%). 3. Ada hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause di Dusun Alatuwo Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan. 5.1. Saran 5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya Mengingat keterbatasan peneliti dalam meneliti hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia meopause masih jauh dari sempurna, maka diperlukan penelitian yang lebih lanjut dengan melengkapi datadata yang lebih spesifik dan mengambil sampel yang lebih banyak. 5.2.2 Bagi ibu menopause Diharapkan bagi wanita premenopause dan menopause untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia atau mengikuti penyuluhan tentang menopause untuk menambah pengetahuan mereka tentang menopause. Sehingga mereka mengerti dan tidak cemas
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
dalam menghadapi perubahan-perubahan dalam masa menopause. 5.2.3 Bagi Profesi Bidan Bidan memingkatkan upaya dengan memberikan informasi dan penyuluhan menopause dan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi sehingga wanita yang mengalami menopause tidak terlalu DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Tersedia dalam http://bps.go.id [Diakses 12 Oktober 2013] Baziad, Ali. (2003), Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. BKKBN. 2010. Cara-cara Kontrasepsi yang Di Gunakan Dewasa ini. Tersedia dalam http://www.bkkbn-jatim.go.id [Di akses 25 Januari 2014] Dinas kesehatan (Dinkes). 2012. Profil Kesehatan Jawa Timur . Tersedia dalam http://dinkes.jatimprov.go.id [Diakses 12 Oktober 2013] Glasier, A dan Ailsa Gebbie. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Edisi 4. Jakarta : EGC Mansur, Herawati. 2009. Psikologi ibu dan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Manuaba, I Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mulyani, Siti. 2013. Menopause. Jakarta : Nuha Medika Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Untuk Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitisn Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
9
Proverawati, Atikah. 2010. Menopause dan Sindrome Premenopause. Jogjakarta : Nuha Medika Purwandari, A. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks Kebidanan. Jakarta : EGC Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alvabeta . 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alvabeta Suryoprajogo, N. 2009. Cara Indah Menghadapi Menopause. Jogjakarta : Locus Syaifudin, Abdul B. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.. Edisi 4. Jakarta : EGC Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta :Bumi Aksara
10
Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...
HUBUNGAN PERKAWINAN USIA MUDA DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS ABSTRAK Venti Irmayanti, Eny Qurniyawati
Kasus perkawinan usia muda atau pernikahan dini masih marak di zaman sekarang terutama pada kalangan remaja, hal ini dikarenakan antara lain pergaulan bebas pada remaja masa kini yang cenderung dapat berakibat kehamilan di luar nikah. Perkawinan usia muda tidak hanya berdampak pada segi mental,ekonomi dan lingkungan, tetapi perkawinan usia muda juga berdampak pada segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak serta berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks. Tujuan penelitian ini untuk menegtahui hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan case control. Populasi dan sampel yang digunakan adalah responden yang menderita kanker serviks dan yang tidak menderita kanker serviks di Poli Kandungan RSUD Kota Madiun sebanyak 44 responden dan tehnik sampling menggunakan total sampling. Hasil penelitian didapatkan responden yang terkena kanker serviks yang menikah pertama kali usia <19 tahun ada 9 responden (41%), yang menderita kanker serviks menikah >19 tahun ada 13 responden (59%), responden yang tidak terkena kanker serviks yang menikah pertama kali usia <19 tahun ada 5 responden (23%), dan 17 responden yang tidak kanker serviks (77%) menikah pertama kali usia > 19 tahun, dari hasil uji statistik Chi-Square, maka ternyata x2hitung sebesar 0,943, taraf signifikan 5 % dimana harga x2tabel adalah 3,841 maka ternyata x2hitung lebih kecil dari x2tabel. Karena x2hitung lebih kecil dari x2tabel (0,943 < 3,841), maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. Analisa data dalam penelitian ini adalah analisa bevariate dengan uji statistik Chi-Square. Penyajian data dalam tabel menggunakan distribusi frekuensi. Kesimpulan pada penelitian ini bahwa tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. Diharapkan pada tenaga kesehatan terutama bidan agar tetap melaksanakan program preventif untuk menghindari resiko terkena kanker serviks. Kata kunci : perkawinan usia muda, kanker serviks
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
11
PENDAHULUAN Kasus perkawinan usia muda atau pernikahan dini masih marak di zaman sekarang terutama pada kalangan remaja. Hal ini dikarenakan antara lain pergaulan bebas pada remaja masa kini yang cenderung dapat berakibat kehamilan di luar nikah, dan menurut Ahmad (2009) dalam penjelasannya di artikel pengadilan Agama Negeri Bantul masih ada juga pemahaman tentang perjodohan yang biasanya dilakukan setelah anak perempuan berusia 12 tahun dan sudah mengalami masa menstruasi dan hal ini jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UndangUndang . Perkawinan usia muda tidak hanya berdampak pada segi mental, ekonomi dan lingkungan, tetapi perkawinan usia muda juga berdampak pada segi kesehatan menurut Widyastuti (2009) pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak serta berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks, bahwa penderita kanker serviks menikah pertama kali antara umur 15-19 tahun. Beberapa sarjana melihat adanya hubungan erat antara kanker serviks dengan perkawinan usia muda. Kanker Serviks atau kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker paling umum kedua di seluruh dunia yang biasa diderita wanita diatas umur 15 tahun dan merupakan salah satu penyebab kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Semua wanita berisiko terkena serangan kanker serviks dalam hidupnya tanpa memandang usia atau akibat gaya hidupnya. WHO memperkirakan kematian kanker serviks akan meningkat sampai 25% setiap
12
tahunnya, pada tahun 2005 terdapat lebih dari 500.000 (Novel, 2005). Di Indonesia sendiri menurut data 11 Patologi Anatomi tahun 2005, kanker serviks menjadi penyebab nomor satu keganasan yang paling banyak menyerang wanita, Data Departemen Kesehatan 2001 menunjukkan, kasus baru kanker serviks mencapai 2.429 kasus. Angka itu diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, dalam siaran persnya di Surabaya, 2009 menyebutkan jumlah kasus kanker serviks di daerah itu mencapai 1.879 kasus. Angka ini mendudukkan Jatim sebagai peringkat pertama kasus kanker serviks tingkat nasional. Rumah Sakit Daerah Kota Madiun pada tahun 2009 terdapat 24 wanita yang dicurigai terkena kanker serviks. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 38 wanita yang dicurigai terkena kanker serviks. Angka kejadian dan tingkat kematian perempuan akibat kanker serviks cukup tinggi dan diperkirakan akan terus meningkat, sedangkan angka statistik perkawinan usia muda menurut artikle kesehatan SCBS FM (2009) dengan pengantin berumur di bawah 16 tahun, secara nasional mencapai lebih dari seperempat. Bahkan di beberapa daerah sepertiga dari pernikahan yang terjadi, tepatnya di Jawa Timur 39,43%; Kalimantan Selatan 35,48%; Jambi 30,63%; Jawa Barat 36%. Pada beberapa daerah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama. Data Depkes Provinsi Jatim 2009 yaitu yang paling banyak terjadi pernikahan pada umur 19-24 tahun, sebesar 41,33% kemudian presentasi cukup banyak terjadi pula pada umur yang relatif remaja umur 16-18 tahun sebesar 33,41%, sedangkan yang masih umur 10-15
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
tahun sebesar 13,40% dan yang lebih dari umur 25 tahun sebesar 11,68%. Tabel 1.1 Jumlah pernikahan menurut usia yang dibawah 19 tahun di kecamatan Manguharjo kota Madiun tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 No Tahun Jumlah pernikahan 1 2008 L : 9 orang; P : 65 orang 2 2009 L : 15 orang; P : 75 orang 3 2010 L : 14 orang; P : 77 orang Sumber data: Kantor Urusan Agama Kecamatan Manguharjo Kota Madiun Tahun 2008-2010
Tabel di atas menunjukkan adanya jumlah perkawinan usia muda dibawah 19 tahun yang terus meningkat dari tahun ke tahun di kecamatan Manguharjo kota Madiun. Terutama pada perempuan yang mempunyai angka kejadian paling banyak daripada lakilaki, hal ini sangat dikhawatirkan perempuan yang menikah usia muda semakin rentan terhadap penyakit kanker serviks. Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Daerah Kota Madiun kepada 10 orang yang ducurigai dan sudah terkena kanker serviks ,telah diketahui data usia perkawinan yaitu menikah pada usia ≤ 19 tahun ditemukan 70% dan usia ≥ 20 tahun 30%. Menurut Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin (2010) dari artikel kesehatannya tentang faktor resiko kanker serviks sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting, jarang ditemukan pada perawan, insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada tidak kawin, Menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 18 tahun). Terutama pada gadis yang koitus pertama dialami pada usia sangat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan soial ekonomi rendah (hygiene seksual yang jelek, aktifitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan, jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat, sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) – tipe 16 atau 18, dan akhirnya kebiasaan merokok ( Prawirohardjo, 2007). Kanker serviks disebabkan oleh infeksi yang terus menerus dari human papillomavirus (HPV) tipe onkogenik (yang berpotensi menyebabkan kanker). Dari anamnesa didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putuh yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan gejala karena metastasis seperti obstruksi total vesika urinaria. Pada yang lanjut ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan, dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada portio atau sudah sampai vagina. Diagnosa harus sudah disampaikan pada pemeriksaan histolik dan jaringan yang diperoleh dari biopsy (Mansjoer, 2000). Kanker serviks ditemukan dalam tahap pra kanker, maka masih terdapat potensi untuk kesembuhan. Tes yang bisa dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kanker serviks adalah dengan melakukan tes Pap Smear, tes HPV-DNA, Kolposkopi, dan tes IVA, dan juga terdapat vaksin yang menargetkan HPV 16 dan HPV 18 yang mampu mencegah 70% kanker serviks. Sehubungan pernikahan dini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan penyakit kanker serviks. Berdasarkan latar belakang di
13
atas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. METODE PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian jenis penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi yaitu penelitian yang mengkaji hubungan antar variabel dengan cara mencari, menjelaskan hubungan, memperkirakan dan menguji teori yang ada (Nursalam, 2008). Desain penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif yaitu jenis penelitian yang berusaha melihat kebelakang (Backword Looking), artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut ditelusuri ke belakang tentang penyebabnya atau variabelvariabel yang mempengaruhi akibat tersebut (Notoatmodjo, 2010). Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dll) (Nursalam, 2003). Variabel independen (variabel bebas) dalam penelitian ini adalah perkawinan usia muda. Sedangkan varibel dependen (variabel terikat) dalam penelitian ini adalah kanker serviks. Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional No
Variabel
Pengertian
1
Variabel independen: Perkawin an usia muda
2
Variabel dependent: Kanker serviks
Perkawin an yang dilakukan saat usia masih muda yaitu < 19 tahun Kanker yang terjadi pada mulut leher rahim wanita
14
Skala Pengukuran WawanNominal cara
Parameter Alat ukur Usia saat kawin yang dilihat dari akta nikah atau buku nikah Positif menderita kanker serviks dengan bukti hasil pemeriksaan yang menyatakan terdiagnosa kanker serviks
Rekam Medik
Nominal
Kriteria 2= kawin usia muda <19 tahun 1= kawin pada usia > 19 tahun 2= positif menderita kanker serviks 1= negatif menderita kanker serviks
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005). Secara singkat dijelaskan oleh Arikunto (2006), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang memeriksakan dirinya seperti mengikuti deteksi dini kanker serviks dan yang periksa hamil ada keluhan tentang gangguan reproduksi di poli kandungan RSUD Kota Madiun pada Bulan Februari-Maret tahun 2010 yang sejumlah 60 orang Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2003). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Solvin sebagai berikut (Nursalam,2003), sebagai berikut: n=
N 1 ( Ne 2 )
Keterangan: n = jumlah sampel yang dibutuhkan N = jumlah populasi e = standart error (5%) Perhitungan: n=
60 1 (60 x 0,05 2 )
=
52,17 ( 52 )
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
Populasi berdasarkan kriteria restriksi yaitu karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003). Kriteria inklusi dari penelitian ini antara lain, pasien RSUD Kota Madiun yang periksa di poli kandungan baik yang kanker serviks dan tidak kanker serviks Bulan Februari– Maret tahun 2010 dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi (Nursalam, 2003). Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu, responden tidak dirumah saat penelitian, responden tidak memiliki akte nikah atau buku nikah, responden tiba-tiba menolak untuk diteliti. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2003). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, sejumlah 44 orang peserta. Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2003). Sebelum dilakukan penelitian, peneliti meminta rekomendasi dari Direktur Akademi Kebidanan Bhakti Husada Mulia Madiun, kemudian mengajukan permohonan ijin ke Bankesbanglinmas kota Madiun, setelah meminta izin kepada Kepala Direktur Rumah Sakit Kota Madiun. Setelah peneliti mendapat ijin, peneliti melakukan pengumpulan data dengan melihat catatan rekam medik dan mendatangi rumah responden. Langkah-langkah pengambilan datanya sebagai berikut: 1) Datang Ke RSUD Kota Madiun, 2) Mengumpulkan data kanker
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
serviks dengan melihat catatan rekam medik, 3) Peneliti datang ke rumah responden untuk mencari data usia perkawinan reponden, 4) Melakukan pendekatan pada responden untuk mendapat persetujuan sebagai responden penelitian, 5) Memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud dan tujuan peneliti, 6) Mengumpulkan data yang diperlukan dari reponden. Penelitian pada bulan Juni s/d Agustus 2011.dilakukan di rumah sakit dan di rumah masing masing pasien penderita kanker serviks tahun 2010 dari pasien rawat jalan poli kandungan RSUD Kota Madiun. Pengolahan data dilakukan dengan editing yaitu untuk memudahkan pengecekan data yang telah terkumpul. Setelah itu ditabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Nazir, 2005). Pada penelitian ini data yang ada kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti. Hubungan perkawinan usia muda diketahui dengan memberikan nilai untuk masingmasing butir, kemudian mencari rata-rata nilai butir. Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan atau mengkategorikan nilai butir-butir yang langsung menunjukkan kedudukan peringkat butir yang bersangkutan. Caranya adalah membandingkan nilai-nilai setiap butir dengan rata-rata nilai semua butir sebagai pembatas. Sedangkan untuk variabel kanker serviks langsung diberikan kode 1 dan 2. Kode 1 menunjukkan lanler serviks negatif sedangkan kode 2 menunjukkan kanker serviks positif. 1) Variabel perkawinan usia muda: jika nilai berada di atas rata-rata menunjukkan kategori ”Ya”, jika nilai rata-rata dan lebih rendah dari rata-rata menunjukkan kategori ”Tidak”
15
2) Variabel kanker serviks: jika responden positif menderita kanker serviks. Untuk menganalisa hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks, peneliti menggunakan rumus chi kuadrat (x2). Cara menguji x2 yaitu: Langkah pertama yaitu membuat hipotesis berupa kalimat. Hipotesis dari penelitian ini yaitu perkawinan usia muda berhubungan dengan kejadian kanker serviks. Menetapkan taraf signifikansi (α) yaitu 0,05. Menghitung nilai x2. Membuat kaidah keputusan yaitu jika x2htung ≥ x2tabel, maka H0 ditolak artinya signifikan. Mencari x2tabel dengan 2 menggunakan tabel x kemudian membuat perbandingan antara x2hitung dengan x2tabel, sehingga dapat ditetapkan kesimpulan: 1) Jika x2hitung ≥ x2tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. 2) Jika x2hitung ≤ x2tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak artinya tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. Rumus yang digunakan untuk menghitung x2 yaitu:
x2
( f 0 fe ) fe
Keterangan: x2 = nilai chi kuadrat f0 = frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris) fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) Rumus mencari frekuensi teoritis (fe)
fe
16
Keterangan: fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) ∑fk = jumlah frekuensi pada kolom ∑fb = jumlah frekuensi pada baris ∑T = jumlah keseluruhan baris atau kolom Rumus mencari x2tabel
Dk ( k 1)(b 1) k = jumlah kolom b = jumlah baris Setelah ditemukan hubungan antara kedua variabel, langkah selanjutnya yaitu mencari derajat/keeratan hubungan (korelasi). Korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dari dua variabel. Koefisien korelasi dapat diperoleh dari formula berikut:
C
x2 x2 n
Hubungan dua variabel dapat bernilai positif maupun negatif. Hubungan yang positif terjadi bila kenaikan satu variabel diikuti kenaikan variabel yang lain. Sedangkan hubungan yang negatif dapat terjadi bila kenaikan satu variabel diikuti penurunan variabel yang lain (Riyanto, 2009). Menurut Colton (dikutip dalam Riyanto, 2009), kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam empat area, yaitu: Tabel 3.2 Kekuatan Hubungan Dua Variabel Korelasi (C) 0,00 – 0,25 0,26 – 0,50 0,51 – 0,75 0,76 – 1
Tingkat Hubungan Tidak ada hubungan/hubungan lemah Hubungan sedang Hubungan kuat Hubungan sangat kuat/sempurna
( fk ) x( fb)
T
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data umum yang diidentifikasi dari responden dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Umur
berpendidikan perguruan tinggi yaitu 3 (tiga) (7%) responden. 3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan
Gambar 4.3 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan responden yang periksa di Poli Kandungan di RSUD Kota Madiun Bulan Februari-Maret Tahun 2010 Gambar 4.1 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Umur responden periksa di Poli Kandungan di RSUD Kota Madiun Bulan Februari-Maret Tahun 2010 Berdasarkan gambar 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar responden mempunyai usia diantara 41-60 tahun yaitu 28 responden (64%), dan paling sedikit mempunyai usia diantara 21-40 tahun yaitu 7 responden (16%). 2. Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan
Gambar 4.2 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Responden periksa di Poli Kandungan di RSUD Kota Madiun Bulan Februari-Maret Tahun 2010 Berdasarkan gambar 4.2 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar data responden berpendidikan SD yaitu 15 (34%) responden, dan paling sedikit data responden
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
Berdasarkan gambar 4.3 dapat diinterpretasikan bahwa dari 44 data responden sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 28 orang (64%) dan sebagian kecil bekerja sebagai petani yaitu 2 orang (4%). Data khusus yang diidentifikasi dari responden dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Distribusi frekuensi yang menderita kanker serviks dan tidak kanker serviks Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Jumlah Responden yang menderita Kanker Serviks dan yang tidak menderita Kanker Serviks di RSUD Kota Madiun tahun 2010 No 1. 2.
Kanker Serviks positif negatif Jumlah
Frekuensi 22 22 44
Prosentase (%) 50 50 100
Sumber : Data Rekam Medis RSUD Kota Madiun Bulan Februari-Maret tahun 2010
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa penderita kanker serviks ada 22 orang ( 50% ) dan yang tidak
17
kanker serviks 22 orang ( 50%) di Poli Kandungan RSUD Kota Madiun tahun 2010. 2. Distribusi frekuensi berdasarkan usia responden saat pertama menikah Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Usia responden saat pertama menikah yang periksa di Poli Kandungan di RSUD Kota Madiun Bulan FebruariMaret Tahun 2010 No 1. 2.
Usia Saat Pertama Menikah < 19 tahun > 19 tahun Jumlah
Frekuensi
Prosentase (%)
14 30 22
32 68 100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar responden menikah pertama kali usia > 19 tahun yaitu 30 responden (68%) dan 14 responden (32%) menikah pertama kali usia < 19 tahun. 3. Hubungan Perkawinan Usia Muda dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUD Kota Madiun tahun 2010 Tabel 4.3 Hubungan Perkawinan Usia Muda dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUD Kota Madiun
Usia Kanker serviks Jumlah Prosentase Perkawinan (+) % (-) % <19 tahun 9 41 5 23 14 32 >19 tahun 13 59 17 77 30 68 Jumlah 22 22 22 22 44 100 Chi Square x2hitung = 0,943 DK = 1 x2tabel = ,841
Berdasarkan tabel 4.3 di atas diinterpretasikan dari 44 data responden yang terkena kanker serviks yang menikah pertama kali usia <19 tahun ada 9 responden (41%), yang menderita kanker serviks menikah >19 tahun ada 13 responden (59%), responden yang tidak terkena kanker serviks yang menikah pertama kali usia <19 tahun ada 5 responden (23%), dan 17 responden yang
18
tidak kanker serviks (77%) menikah pertama kali usia > 19 tahun. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kedua variabel di atas dapat dilihat dari data x2tabel. Pada Penelitian ini peneliti menggunakan taraf signifikan 5% dimana harga x2tabel adalah 3,841 karena hasil x2hitung adalah 0.943 , maka dapat disimpulkan bahwa x2hitung ≤ x2tabel maka H0 diterima artinya tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. PEMBAHASAN Menurut Rasjidi (2010) faktor-faktor yang menyebabkan kanker serviks antara lain faktor etiologi, faktor reproduksi dan seksual, usia, pendidikan, dan sosial ekonomi. Menurut teori Sukaca (2009) bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia lebih dari 20 tahun. Sesuai teori Widyastuti (2009) yaitu dalam kenyataannya perkawinan usia muda mempunyai beberapa resiko. Selain kurangnya kesiapan mental juga mempunyai resiko lebih besar mengalami perubahan sel sel mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia muda, sel-sel rahim masih belum matang. Selsel tersebut rentan terhadap zat-zat kimia yang dibawa oleh sperma dan segala macam perubahannya. Jika belum matang ,jika ada rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang dengan sel mati, dengan begitu maka kelebihan sel ini bisa berubah menjadi sel kanker.
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
Berdasarkan tabel 4.3 di atas diinterpretasikan dari 44 data responden yang terkena kanker serviks yang menikah pertama kali usia <19 tahun ada 9 responden (41%), yang menderita kanker serviks menikah >19 tahun ada 13 responden (59%), responden yang tidak terkena kanker serviks yang menikah pertama kali usia <19 tahun ada 5 responden (23%), dan 17 responden yang tidak kanker serviks (77%) menikah pertama kali usia > 19 tahun. Berdasarkan data di atas bahwa x2hitung ≤ x2tabel, maka H0 diterima artinya tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor lain yang lebih berperan dalam kejadian penyakit kanker serviks ini. Terutama dari faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi Human Paviloma Virus (HPV). HPV tipe, 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56, dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi prakanker. HPV adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi virus papillomasering terdapat pada wanita yang masih melakukan aktivitas seksual. Perjalanan transmisi virusnya sendiri dapat melalui rute seksual yaitu melalui kontak genital yang meliputi hubungan seks baik itu genital-genital, manual-genital, maupun oral-genital. Selain itu,, juga transmisinya dapat melalui rute nonseksual yaitu meliputi ekstragenital dan vertikal melalui transmisi dari ibu ke anak saat proses persalinan yang menyebabkan kondisi respirasi papilpmatosis pada bayi (Rasjidi,2010). Seluruh penderita kanker
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
serviks dalam penelitian ini terinfeksi oleh Human Paviloma Virus (HPV). Dilihat dari faktor umur, berdasarkan hasil penelitian pada berdasarkan gambar 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar responden mempunyai usia diantara 41-60 tahun yaitu 28 responden (64%), dan paling sedikit mempunyai usia diantara 21-40 tahun yaitu 7 responden (7%). Penderita kanker serviks sejumlah 22 orang sebagian besar terserang kanker serviks pada usia > 35 tahun yaitu ada 20 orang, hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Dr. Rasjidi (2010) dimana disebutkan usia yang bimodal terkena kanker serviks dengan puncak pada kelompok usia 35-60 tahun. Faktor lain yang mempengaruhi kanker serviks adalah pendidikan, dari hasil penelitian pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar data responden berpendidikan SD yaitu 15 responden (34%), dan paling sedikit data responden berpendidikan perguruan tinggi yaitu 3 responden (7%). Menurut Kuncoroningrat yang dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001) semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki begitu pula sebaliknya. Semakin rendah tingkat pendidikan maka akan sulit mencerna pesan yang disampaikan. Faktor pendidikan mempengaruhi pola hidup seseorang, tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para wanita tentang kanker serviks dan masalah reproduksi lainnya (Rasjidi,2010). Faktor pendidikan ikut mempengaruhi dalam
19
pengetahuan wanita tentang penyakit terutama tentang kesehatan reproduksinya. Faktor lain yang mempengaruhi kanker serviks adalah faktor sosio ekonomi. Berdasarkan gambar 4.3 dapat diinterpretasikan bahwa dari 44 data responden sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 28 orang (64%) dan sebagian kecil bekerja sebagai petani yaitu 2 orang (4%). Berdasarkan hasil yang diperoleh mereka yang terkena kanker serviks tergolong dari sosial ekonomi yang rendah. Menurut Rasjidi (2010) wanita di kelas sosio ekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar daripada faktor risiko pada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Jumlah penderita kanker serviks di RSUD Kota Madiun tahun 2010 sebanyak 22 orang. 2. Sebagian besar penderita kanker serviks menikah pada usia > 19 tahun yaitu ada 13 orang, sedangkan yang menikah usia < 19 tahun yaitu ada 9 orang. 3. Setelah dilakukan perhitungan dengan tabel silang menggunakan uji chi kuadrat diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks. Saran
1. Tenaga
kesehatan di RSUD Kota Madiun/wilayah kerja Meningkatkan program preventif untuk menghindari resiko terkena kanken serviks.
20
2. Institusi
pendidikan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Sebagai wacana untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa kebidanan tentang penyakit kanker serviks.
3. Bagi wanita Kita harus mengetahui tentang jenis-jenis permasalahan dalam reproduksi wanita, dalam penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks tetapi kita harus tetap waspada dan mencegah penyakit tersebut, maka kita harus dapat menerapkan kapan usia yang baik untuk menikah yaitu usia yang sudah produktif bagi wanita sehingga dapat menghindari resiko kanker serviks.
4. Bagi peneliti lain Peneliti lain dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan pemikiran atau meneliti menggunakan variabel yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2011 Anonim. (2009). Remaja Indonesia Masih Sangat Membutuhkan Informasi Kesehatan Reproduksi. http//:www.SCBSFM.com. Diakses 27 Maret 2011 Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2009. http//:www.depkes.go.id.. Diakses 27 Maret 2011 Ilmi, Irfan. (2011). Kanker Leher Rahim Jatim Tertinggi Nasional http://www.antarajatim.com. Diakses 27 Maret 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. (2010). Artikel Kesehatan. http//:www.FKUNHAS.com. Diakses 27 Maret 2011 Lusiana, Elvi. (2011). 100+ Kesalahan dalam Pernikahan. Jakarta: Qultum Media
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Novel, Sinta.S . (2010). Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Jakarta Selatan: Javamedia Network Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Prawirohardjo. (2007). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP Subekti. (2003). KUUHP. Pradnya Paramita : Jakarta Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian, Cetakan keduabelas Bandung: Alfabeta Syarifudin, Amir. (2006). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Rasjidi. (2010). 100 Question & Answer Kanker Pada Wanita. Jakarta: Elex Media Komputindo Widyastuti, Yani. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya
Hubungan Perkawinan Usia Muda...
21
HUBUNGAN PLASENTA PREVIA DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUANG BERSALIN RSUD Dr. SOEROTO NGAWI ABSTRAK Lucia Ani Kristanti, Kinandan Putri Agustin
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) salah satunya dipengaruhi oleh plasenta previa. Sebagai perdarahan yang dapat berakibat anemia pada ibu akan menyebabkan gangguan ke plasenta yang mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke janin terhambat sehingga pertumbuhan bayi juga terhambat, sehingga beresiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan plasenta previa dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Soeroto Ngawi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik korelatif dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu bersalin dan bayi yang dilahirkan di ruang bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi pada bulan Maret – April 2013. Populasi sebanyak 100 orang dan sampel diambil dengan teknik simple random sampling sebanyak 80 orang. Variabel bebas penelitian ini adalah plasenta previa dan variabel terikat adalah berat badan lahir rendah (BBLR). Analisis menggunakan uji statistik chi-square dengan taraf signifikasi 0,05. Hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR mempunyai hasil 2 = 4,3 dan 2 = 3,841 sehingga 2 2. Hal ini menun jukkan bahwa ada hubungan plasenta previa dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Kesimpulan penelitian ini: ada hubungan antara plasenta previa dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Diharapkan ibu dapat meningkatkan pengetahuan tentang upaya mengatasi plasenta previa melalui pendidikan kesehatan dan meningkatkan pelaksanaan strategi program ANC (Ante Natal Care) serta pemeriksaan kehamilan secara teratur agar plasenta previa dapat dideteksi secara dini, sehingga akibat plasenta previa yaitu BBLR dapat berkurang. Kata Kunci : Plasenta Previa, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
22
Hubungan Plasenta Previa...
PENDAHULUAN Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik. Sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. Penyebab langsung angka kematian ibu antara lain perdarahan (plasenta previa dan solusio plasenta), eklampsia, partus lama, infeksi dan komplikasi aborsi . Profil Kesehatan Jawa Timur menyebutkan penyebab AKI terbesar adalah perdarahan (plasenta previa dan solusio plasenta) sebesar 26,96% (Dinkes Jatim, 2010). Plasenta previa merupakan perdarahan yang berbahaya karena terjadi secara cepat dan dalam jumlah banyak. Selain itu juga dapat beresiko pada janin salah satunya yaitu bayi lahir dengan BBLR (Sastrawinata, 2005). Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut WHO diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 33%-38% dan lebih sering terjadi di negaranegara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain yaitu berkisar antara 9% - 30% (Depkes RI, 2011). Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang amat berpengaruh terhadap kematian bayi. Berdasarkan profil kabupaten / kota tahun 2010 diketahui jumlah bayi BBLR di Jawa Timur mencapai 16.565 bayi dari 591.746 bayi lahir hidup (2,79 %), 6.829 diantaranya disebabkan oleh perdarahan (plasenta previa dan solusio plasenta) (1,15%) dan 9736 karena sebab lain (1,64%) (Dinkes Jatim, 2010).
Hubungan Plasenta Previa...
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) salah satunya dipengaruhi oleh plasenta previa. Sebagai perdarahan yang berlangsung secara cepat dan dalam jumlah banyak akan menyebabkan gangguan ke plasenta yang mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke janin terhambat sehingga pertumbuhan bayi juga terhambat (Prawirohardjo, 2009). Masalah – masalah yang timbul akibat berat badan lahir rendah diantaranya hipotermi, sindrom gawat napas, hipoglikemi, perdarahan intrakranial dan hiperbilirubinemia (Surasmi et al.2003). Selain itu, alat tubuh bayi BBLR belum berfungsi optimal sehingga ia mengalami kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Dalam hubungan ini sebagian besar kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi BBLR (Prawirohardjo, 2009). Salah satu upaya menurunkan terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah dengan menghindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun), menghindari jarak kehamilan terlalu dekat, menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik, meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda karena dengan diagnosa awal dan terapi yang tepat dapat mencegah resiko besar terhadap ibu maupun bayi, tidak merokok dan mengkonsumsi obat terlarang, menghindari kerja berat dan perlu cukup istirahat (Proverawati dan Ismawati, 2010). Dari data sekunder yang didapat di Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Soeroto Ngawi, terdapat 45 kasus plasenta previa dari 894 kelahiran hidup (5%) di tahun 2011. Sedangkan jumlah kasus bayi yang lahir
23
dengan BBLR adalah sejumlah 76 kasus dari 894 kelahiran hidup (8,5%). Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR di RSUD Dr. Soeroto Ngawi “ . METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yaitu jenis penelitian yang difokuskan untuk mengkaji perbandingan dua variabel pada kelompok subyek tanpa adanya perlakuan/rekayasa dari peneliti (Nursalam, 2003). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Desain cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi zntara faktor – faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time appoarch). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan plasenta previa dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR). Penelitian ini dilakukan di ruang bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin dan bayi yang dilahirkan di ruang bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi yaitu rata-rata 100 orang/bulan. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian ibu bersalin dan bayi yang dilahirkan di ruang bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi pada bulan Maret - April 2013 yaitu 80 orang, yang dipilih secara simple random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah plasenta previa. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR). Data dikumpulkan dengan melihat data rekam medik.
24
HASIL PENELITIAN Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa: 1. Data Umum Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Umur di Ruang Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi Bulan Maret - April 2013 Umur 17-20 tahun 21-24 tahun 25-28 tahun 29-32 tahun 33-36 tahun 37-40 tahun 41-44 tahun Jumlah
Frekuensi (f) 8 11 15 19 13 10 4 80
Persentase (%) 10 13,75 18,75 23,75 16,25 12,5 5 100
Dari tabel 4.1 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar umur ibu bersalin adalah 29-32 tahun sebanyak 19 orang (23,75%) dan sebagian kecil umur 41-44 tahun sebanyak 4 orang (5%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Ruang Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi Bulan Maret – April 2013 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah
Frekuensi (f) 7 34 36 3 80
Persentase (%) 8,75 42,5 45 3,75 100
Dari tabel 4.2 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar pendidikan terakhir ibu bersalin adalah SMA sebanyak 36 orang (45%) dan sebagian kecil pendidikan terakhir responden adalah perguruan tinggi sebanyak 3 orang (3,75%).
Hubungan Plasenta Previa...
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Ruang Bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi Bulan MaretApril 2013 Pekerjaan IRT Tani Swasta PNS Jumlah
Frekuensi (f) 37 6 35 2 80
Persentase (%) 46,25 7,5 43,75 2,5 100
Dari tabel 4.3 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar pendidikan ibu bersalin adalah IRT sebanyak 37 orang (46,25%) dan sebagian kecil pekerjaan responden adalah PNS sebanyak 2 orang (2,5%). 2. Data khusus Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Plasenta Previa di Ruang Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi Bulan MaretApril 2013 Plasenta previa Plasenta previa (+) Plasenta previa (-) Jumlah
Jumlah Frekuensi (f) Persentase (%) 34 42,5 46
57,5
80
100
Dari data tabel 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi adalah ibu bersalin tidak plasenta previa sebanyak 46 orang (57,5%), dan ibu bersalin dengan plasenta previa sebanyak 34 orang (42,5%). Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kejadian BBLR pada Bayi Baru Lahir di Ruang Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi Bulan MaretApril 2013 BBLR
BBLR (+) BBLR (-) Jumlah
Jumlah Frekuensi (f) Persentase (%) 41 51,25 39 48,75 80 100
Dari data tabel 4.5 tersebut dapat dilihat bahwa dari 80 bayi yang dilahirkan di RSUD
Hubungan Plasenta Previa...
dr. Soeroto Ngawi sebanyak 41orang (51,25%) bayi yang dilahirkan mengalami BBLR. Tabel 4.6 Tabulasi Silang Hubungan Antara Plasenta Previa Dengan Kejadian BBLR di Ruang Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi Bulan Maret-April 2013 Plasenta previa Plasenta previa (+) Plasenta previa (-) Jumlah
BBLR BBLR (+) BBLR (-) 22 (27,5%) 12 (15%)
Jumlah
34 (42,5%) 19 (23,75%) 27 46 (33,75%) (57,5%) 41 (51,25%) 39 80 (48,75% (100%) X²hitung= 4,3 RP = 2,75 C= 0,22
Dari tabel 4.6 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu bersalin dengan plasenta previa melahirkan bayi BBLR sebanyak 22 orang (27,5%) sedangkan sebagian besar ibu bersalin tidak plasenta previa melahirkan bayi tidak BBLR sebanyak 27 orang (33,75%). Hasil dari perhitungan statistic Uji Chi Square diperoleh X² hitung > X² tabel sehingga H1 diterima, artinya ada hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR di RSUD dr. Soeroto Ngawi. Dari tabel 4.6 tersebut dapat diketahui Nilai RP = 2,75, hal ini menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu hamil plasenta previa beresiko 3 kali lebih besar mengalami BBLR dibandingkan ibu hamil normal. Hasil data tabel coeficien contingency yaitu (0,22), artinya keeratan hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR masuk dalam kategori rendah. PEMBAHASAN 1. Plasenta Previa Berdasarkan tabel 4.4 ditemukan bahwa ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi yang mengalami plasenta previa sebanyak 34 orang
25
(42,5%) dan ibu bersalin yang tidak mengalami plasenta previa sebanyak 46 orang (57,5%). Hasil tabulasi antara umur ibu dengan plasenta previa menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin berumur 29-32 tahun sebanyak 13 orang (38,2%). Sesuai dengan teori Sastrawinata (2005), bahwa angka kejadian plasenta previa adalah pada usia lanjut. Namun hasil penelitian ini sedikit berbeda bahwa di umur antara 29-32 tahun banyak ibu bersalin dengan plasenta previa. Hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor lain yang mempengaruhi terjadinya plasenta previa, sehingga tidak hanya faktor umur ibu. Hasil tabulasi antara paritas ibu dengan plasenta previa menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin adalah multipara sebanyak 26 orang (76,5%). Sesuai dengan teori Sastrawinata (2005), bahwa kejadian plasenta previa ditemukan pada multipara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan plasenta previa (76,5) dari multipara. Menurut Sastrawinata 2005, plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini ditemukan pada multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek, mioma uteri, kuretase yang berulang, umur lanjut, bekas seksio sesarea, perubahan inflamasi atau atrofi. Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini tampak bahwa ibu bersalin multipara masih cenderung lebih banyak mengalami plasenta previa dibandingkan dengan ibu bersalin primipara. Hal ini disebabkan karena pada ibu bersalin multipara dengan meningkatnya usia dan paritas terjadi penurunan fungsi organ khususnya organ
26
reproduksi, salah satunya atrofi endometrium yang banyak ditemukan pada multipara, mioma uteri, kuretase yang berulang, umur lanjut dan bekas seksio sesaria. 2. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Berdasarkan data tabel 4.5 ditemukan bahwa dari 80 bayi yang dilahirkan di RSUD dr. Soeroto Ngawi sebanyak 41 orang (51,25%) bayi yang dilahirkan mengalami BBLR dan sebanyak 39 orang (48,75%) tidak mengalami BBLR. Hasil tabulasi antara umur ibu dengan kejadian bayi BBLR menunjukkan bahwa sebagian besar bayi BBLR dari ibu dengan umur 29-32 tahun sebanyak 10 orang (24,3%). Sesuai dengan teori Proverawati (2010), bahwa angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Namun hasil penelitian ini sedikit berbeda bahwa di umur antara 29-32 tahun banyak melahirkan bayi BBLR. Hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor lain yang mempengaruhi terjadinya BBLR, sehingga tidak hanya faktor umur ibu. Hasil tabulasi antara kehamilan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) menunjukkan bahwa dari 41 bayi BBLR sebanyak 22 orang (53,7%) dari ibu bersalin dengan plasenta previa, 7 orang (17%) dari ibu bersalin dengan postdate dan 12 orang (29,3%) dari ibu bersalin dengan preeklampsia. Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini tampak bahwa ibu bersalin dengan plasenta previa masih cenderung lebih banyak melahirkan bayi dengan BBLR. Hal ini disebabkan karena pada ibu bersalin plasenta previa dengan terjadinya perdarahan yang dapat berakibat anemia pada ibu akan menyebabkan gangguan ke plasenta yang
Hubungan Plasenta Previa...
mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke janin terhambat sehingga pertumbuhan bayi juga terhambat, sehingga beresiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Hasil penelitian nenunjukkan 7 orang (17%) mengalami BBLR karena kehamilan postdate. Hal ini disebabkan karena adanya insufisiensi plasenta dan pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan gama globulin mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterine. Sedangkan 12 orang (29,3%) mengalami BBLR karena preeklampsia, hal ini disebabkan karena terjadinya spasme pembuluh darah arteriole menuju jaringan maka tekanan darah akan naik dan lumen arteriole menyempit, dengan menyempitnya lumen arteriole menimbulkan gangguan peredaran darah retroplasenter sehingga suplai darah menjadi kecil dan transfer gizi ke janin menurun. Kondisi ini menyebabkan lambatnya pertumbuhan janin sehingga berat bayi lahir menjadi rendah. 3. Hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR Berdasarkan tabel 4.6 ditemukan bahwa ibu bersalin dengan plasenta previa yang melahirkan bayi BBLR sebanyak 22 orang (27,5%). Hal ini disebabkan karena pada ibu bersalin plasenta previa dengan terjadinya perdarahan yang dapat berakibat anemia pada ibu akan menyebabkan gangguan ke plasenta yang mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke janin terhambat sehingga pertumbuhan bayi juga terhambat, sehingga beresiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Ibu bersalin dengan plasenta previa yang melahirkan bayi tidak BBLR sebanyak 12 orang (15%). Hal ini disebabkan karena selama hamil ibu bersalin dengan plasenta
Hubungan Plasenta Previa...
previa melakukan istirahat total sehingga perdarahan dapat dicegah dan resiko bayi lahir dengan BBLR dapat dicegah. Sedangkan ibu bersalin tidak plasenta previa yang melahirkan bayi BBLR sebanyak 19 orang (23,75%). Hasil penelitian nenunjukkan 7 orang (17%) mengalami BBLR karena kehamilan postdate. Hal ini disebabkan karena adanya insufisiensi plasenta dan pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan gama globulin mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterine. Sedangkan 12 orang (29,3%) mengalami BBLR karena preeklampsia, hal ini disebabkan karena terjadinya spasme pembuluh darah arteriole menuju jaringan maka tekanan darah akan naik dan lumen arteriole menyempit, dengan menyempitnya lumen arteriole menimbulkan gangguan peredaran darah retroplasenter sehingga suplai darah menjadi kecil dan transfer gizi ke janin menurun. Kondisi ini menyebabkan lambatnya pertumbuhan janin sehingga berat bayi lahir menjadi rendah. Hasil dari perhitungan statistik Uji Chi Square diperoleh X² hitung > X² tabel sehingga H1 diterima. Hasil menunjukkan ada hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR di ruang bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi. Hasil data tabel coeficien contingency yaitu (0,22), artinya keeratan hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR masuk dalam kategori rendah. Sedangkan dari perhitungan rasio prevalensi (RP) menyatakan ibu hamil dengan plasenta previa dapat mempengaruhi terjadinya BBLR 3 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil normal. Teori menurut Proverawati (2010) bahwa faktor penyebab terjadinya BBLR adalah plasenta
27
previa terbukti pada penelitian ini. Jadi plasenta previa masih menjadi faktor risiko terpenting terjadinya BBLR. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh terjadinya perdarahan pada ibu sehingga ibu mengalami anemia dan menyebabkan gangguan ke plasenta sehingga suplai nutrisi dan O2 ke janin terhambat sehingga dapat menyebabkan BBLR. Hal ini disebabkan karena dengan kurangnya suplai nutrisi dan O2 ke janin maka sistem metabolisme pada janin mengalami gangguan dan tidak bekerja secara optimal yang menyebabkan kebutuhan nutrisi dan O2 janin tidak terpenuhi. Oleh karena itu pertumbuhan janin terhambat dan mengalami berat badan lahir rendah (BBLR).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini sebagai berikut: 1) Sebagian besar umur ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi adalah 29-32 tahun yaitu sebanyak 19 orang (23,75%); 2) Sebagian besar pendidikan terakhir ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi adalah SMA yaitu sebanyak 36 orang (45%); 3) Sebagian besar pekerjaan ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi adalah IRT yaitu sebanyak 37 orang (46,25%); 4) Ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi yang mengalami plasenta previa sebanyak 34 orang (42,5%) dan 5) Bayi yang dilahirkan mengalami BBLR sebanyak 41 orang (51,25%). Hasil dari perhitungan statistik Uji Chi Square dengan taraf signifikansi 0,05. Didapatkan X² hitung 4,3 dan X² tabel 3,841. Hal ini menunjukkan X² hitung > X² tabel, artinya ada hubungan antara plasenta
28
previa dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD dr. Soeroto Ngawi. Hasil dari perhitungan rasio prevalensi (RP) menyatakan ibu hamil dengan plasenta previa dapat mempengaruhi terjadinya BBLR 3 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil normal. Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian dapat dibuat saran sebagai berikut: 1) Bagi Penelitian Selanjutnya diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang hubungan plasenta previa dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR), dan dapat digunakan sebagai bahan kajian yang dapat berguna di masa mendatang; 2) Bagi masyarakat diharapkan khususnya Ibu hamil untuk menjaga jarak kelahiran dan meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara teratur guna meningkatkan pengetahuan tentang upaya pencegahan BBLR; 3) Bagi RSUD dr. Soeroto Ngawi diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data untuk melihat permasalahan di masyarakat, sehingga tenaga kesehatan khususnya bidan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan ibu hamil dengan mencegah agar ibu hamil tidak plasenta previa sehingga dapat mencegah BBLR dan 4) Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi, sumber informasi untuk penelitian berikutnya, dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Budiarto, E. (2002). Biostatistika untuk Kedokterandan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
Hubungan Plasenta Previa...
Depkes RI (2011). Pelatihan Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah Untuk Bidan dan Perawat. [internet]. Tersedia dalam http://www.kesehatananak.depkes.go.id [diakses 25 November 2012] Dinkes Jatim. (2010). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. [internet] Tersedia dalam http://dinkes.jatimprov.go.id [diakses 25 November 2012] Llewellyn-Jones. (2002). Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates Nirwana, A. (2011). Kapita Selekta Kehamilan. Yogyakarta : NuhaMedika Notoadmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RinekaCipta Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika _________. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Prawirohardjo, S. (2008). Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka _________. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Proverawati & Ismawati. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta : NuhaMedika Saryono. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press Sastrawinata, S. (2005). Obstetri Patologi. Jakarta : EGC. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta Surasmi et al. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC Wawan, A dan Dewi, M. (2010). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hubungan Plasenta Previa...
29
PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PERSEPSI REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMAN 1 NGLAMES KECAMATAN NGLAMES KABUPATEN MADIUN ABSTRAK Mertisa Dwi, Dewanti Retno Seks bebas pada remaja merupakan suatu bentuk perilaku hubungan seks yang dilakukan secara bebas di luar nikah yang merupakan bentuk penyimpangan dari kode etik dan moral. Hasil survey komnas perlindungan anak (2010) di 12 kota besar di Indonesia sebanyak 21,2 % remaja pernah melakukan aborsi, 93,7% pernah berciuman dan 62,7% remaja SMP tidak perawan.Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan persepsi siswa kelas X di SMAN 1 Nglames tentang seks bebas antara siswa yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan. Metode penelitian ini adalah analitik, populai berjumlah 246 siswa. Jumlah sample 152 siswa yang diambil dengan tehnik simple random sampling dan proposional random dengan metode static group comparison. Variable independen adalah penyuluhan kesehatan, sedangkan variable dependennya adalah persepsi. Alat ukur kuisioner, pengolahan data menggunakan uji statistis chisquare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (57,14%) siswa yang tidak diberi penyuluhan mempunyai persepsi negatif dan sebagian besar (49,33%) siswa yang diberi penyuluhan mempunyai persepsi positif Uji hipotesa chi square di dapatkan x2 hitung = 0,55 dan x2 tabel = 3,84 maka H0 diterima yang berarti tidak terdapat hubungan antara perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames kec Nglames Kab Madiun. Saran dari peneliti untuk remaja diharapkan remaja untuk dapat mengerti dampak-dampak dari seks bebas dan mau merubah perilaku pergaulan mereka dalam sehari-hari agar tidak tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Kata kunci : Penyuluhan Kesehatan, Persepsi Seks Bebas, Remaja
30
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki- laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan. Perilaku seks bebas juga dapat terjadi jika remaja kurang mempunyai pemikiran yang matang untuk berbuat sesuatu ditambah lagi karena dorongan dari teman sebaya. Menurut hasil statistik dalam kasus HIV/AIDS Indonesia Ditjen PP dan PL kepmenkes RI (2013) untuk wilayah Jawa Timur sendiri penderita HIV/AIDS mencapai 18,41% yang rata-rata didominasi rata-rata umur 20-29 tahun. Sedangkan untuk masalah remaja di kabupaten madiun sendiri oleh Yayasan Bambu Nusantara Cabang Madiun, yaitu organisasi yang konsen masalah HIV/Aids (2008), menyebutkan kasus Infeksi Seksual Menular (IMS) yang beresiko tertular HIV/Aids menurut kategori pendidikan sampai akhir Oktober 2007 didominasi pelajar SMA/SMK sebanyak 51 %, pelajar SMP sebesar 26%, mahasiswa sebesar 12% dan SD/MI sebesar 11% . Berdasarkan studi pendahuluan jumlah SMA/SMK di kabupaten Madiun seluruhnya adalah 29 sekolah, dengan jumlah siswa dan siswi yang bervariasi dari 1.422 siswa/siswi sampai dengan 144 siwa/siswi. SMAN 1 Nglames termasuk sekolah dengan jumlah siswa/ siswi banyak yaitu 775 siswa yang terdiri dari kelas X yang berjumlah 284 siswa, kelas XI berjumlah 253 siswa dan kelas XII berjumlah 238 siswa yang kesemua tersebut terdiri dari 9 kelas mulai dari A – I (Diknas, 2012). Dan dari hasil wawancara intrapersonal dengan beberapa siswa dan siswi SMAN 1 Nglames didapat data bahwa sepanjang tahun 2012 terdapat 5 kasus aborsi yang dilakukan
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
oleh siswi di SMA tersebut serta 4 orang siswi yang hamil di luar nikah. Dr. Boyke Dian Nugraha (2010), pakar seks dan spesialis Obstetri dan Ginekologi menyatakan bahwa penyebabnya antara lain maraknya pengedaran gambar dan VCD porno, kurangnya pemahaman akan nilai-nilai agama, keliru dalam memaknai cinta, minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas serta belum adanya pendidikan seks secara reguler hingga formal di sekolahsekolah. Itulah sebabnya informasi tentang makna hakiki cinta dan adanya kurikulum kesehatan reproduksi di sekolah mutlak di perlukan. Peran yang dapat dilakukan bidan adalah mendengar keluhan remaja yang bermasalah, dengan tetap menjaga kerahasiaan kliennya; membangun komunikasi dengan remaja; ikut serta dalam kelompok remaja; melakukan penyuluhanpenyuluhan pada remaja berkaitan dengan kesehatan reproduksi serta memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya pada remaja sesuai dengan kebutuhannya (Jurnal bidan, 2012) Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap presepsi remaja tentang seks bebas dan dampaknya. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut “Apakah ada pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames kec. Nglames kab. Madiun ?” 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja 31
tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames kec. Nglames kab. Madiun. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi persepsi remaja tentang seks bebas pada siswa yang diberi penyuluhan di SMAN 2.1.2 1 Nglames kec. Nglames kab. Madiun. b. Mengidentifikasi persepsi remaja tentang seks bebas yang tidak diberi penyuluhan di SMAN 1 Nglames kec. Nglames kab. Madiun. c. Menganalisa pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap presepsi remaja tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames kec. Nglames Kab. Madiun 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman untuk penerapan ilmu yang didapat selama kuliah dalam rangka penyuluhan kesehatan terhadap pemahaman remaja tentang seks bebas beserta dampaknya. a. Institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat 2.2.2 menjadi kepustakaan yang berguna untuk
kesehatan. Merupakan suatu kegiatan untuk membantu individu, kelompok, atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan perilakunya, untuk mencapai kesehatan secara optimal (Yani W.dkk, 2010) Tujuan penyuluhan kesehatan a. Mengubah sikap dan perilaku individu, keluarga, kelompok, masyarakat dibidang kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat (Taufan Nugroho & Ari setiawan, 2010) b. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab mengarahkan cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari (Heri D.J Maulana, 2009).
mahasiswa yang lain terutama pada materi seks bebas pada remaja. b. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan pada siswa tentang perilaku seks bebas yang berbahaya bagi kehidupan mereka dan akan berdampak pada masa depan mereka selanjutnya.
2.2 KONSEP DASAR PERSEPSI 2.2.1 Pengertian Persepsi merupakan daya pengenal barang, kualitas atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah panca indranya mendapat rangsang. Marasmis 1999 dalam Sunaryo (2004). Berikut ada dua macam presepsi : a. External perfection, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu. b. Self-perfection, yaitu presepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam individu. Dalam hal ini yang jadi obyek adalah diri sendiri (Sunaryo, 2004)
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP PENYULUHAN KESEHATAN 2.1.1 Pengertian Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang
2.3 KONSEP SEKS BEBAS 2.3.1 Pengertian Hubungan seks adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina (Poltekes Depkes Jakarta, 2010).
32
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
2.3.2 Faktor penyebab seks bebas Adapun berbagai penelitian mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas : a) Usia b) Usia yang muda saat berhubungan seksual pertama c) Usia saat menstruasi pertama d) Agama e) Pacar f) Kencan lebih awal g) Pengalaman pacaran/kencan h) Orang tua i) Teman sebaya j) Kebebasan k) Penyebaran informasi melalui media massa 2.4 KERANGKA KONSEP Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel yang diteliti maupun tdak diteliti (Nursalam, 2008). Faktor penyuluhan kesehatan : 1. Tingkat pendidikan 2. Tingkat sosial ekonomi 3. Adat istiadat 4. Kepercayaan masyarakat
Faktor yang mempengaruhi presepsi: 1. Faktor fungsional 2. Faktor struktural 3. Faktor situasional 4. Faktor personal
Persepsi remaja yang diberi penyuluhan tentang: Definisi seks beas, faktor penyebab seks bebas, dampak seks bebas, penyakitpenyakit yang dapat ditularkan melalui seks bebas
Persepsi remaja yang tidak diberi penyuluhan tentang : Definisi seks beas, faktor penyebab seks bebas, dampak seks bebas, penyakitpenyakit yang dapat ditularkan melalui seks bebas
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
Perbedaan persepsi remaja antara yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan
METODE PENELITIAN 3.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian (M. Nasir, 2009). Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variable dan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini rancangan penelitian yang digunakan adalah static group comparison. Rancangan static group comparison yaitu rancangan praekstraperimental dengan menambah kelompok kontrol, dengan cara setelah perlakuan dilakukan pengamatan pada kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol dilakukan pengamatan saja (A. Aziz Alimul, 2012). Berikut bagan rancangan penelitan yang akan digunakan : 3.2 POPULASI Populasi dalam penelitian ini adalah sebagian siswa putra dan putri di SMAN 1 Nglames sejumlah 246 orang. 3.3 SAMPLE DAN KRITERIA SAMPLE 1. Sample Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sample yang baik adalah sample yang mewakili populasi atau yang representative artinya yang menggambarkan keadaan populasi atau yang mencerminkan populasi secara maksimal. 3.4 VARIABLE PENELITIAN Variable adalah objek penelitian, yaitu apa yang menjadi titik penelitian (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini terdapat 2 variable yaitu :
33
1. Variable Independen Variable bebas adalah merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependennya adalah penyuluhan kesehatan. 2. Variable Dependen Dalam penelitian ini variable dependennya adalah persepsi remaja tentang seks bebas. 3.7 DEVINISI OPERASIONAL Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan obsesrvasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Hidayat, 2009). Tabel 3.7.1 Definisi operasional pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap presepsi remaja tentang seks bebas. Variable Independen : Penyuluhan kesehatan terhadap remaja
Definisi Operasional Penyuluhan kesehatan pada1. remaja adalah pemberian 2. pendidikan kesehatan yang3. bertujuan untuk mengubah pola4. pikir dan perilaku remaja tentang seks bebas 1. 2. 3. 4.
Dependen: Persepsi remaja tentang seks bebas
34
Persepsi seks bebas pada remaja adalah proses pengorganisasia n, menginterpresta 1. sian remaja terhadap 2. rangsangan yang diterima oleh individu3. tentang seks bebas 4.
Parameter Isi penyuluhan : Definisi seksbebas Faktor penyebabseks bebas Dampak seks bebas Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan oleh seks bebas Tidak dilakukan penyuluhan : Definisi seks bebas Faktor penyebab seks bebas Dampak seks bebas Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan oleh seks bebas Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan persepsi remaja tentang seks bebas antara lain : Persepsi tentang definisi seks bebas Persepsi tentang faktor-faktor penyebabnya Persepsi tentang dampak yang akan ditimbulkan Persepsi tentang penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan dari seks bebas
Media/ alat ukur Leafet Power point: untuk ceramah Proyektor
Skala Nominal
Scoring 1 : Dilakukan penyuluhan 0 : Tidak dilakukan penyuluhan
3.8 TEKNIK DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA 1. Teknik pengumpulan data Prosedur pengumpulan data adalah suatuproses pendekatan kepada subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Langkahlangakah dalam pengumpulan data tergantung dari desain penelitian (Nursalam, 2005). 2. Instrumen pengumpulan data Pada suatau penelitian, dalam mengumpulkan fakta/kenyataan hidup (data) diperlukan adanya alat dan cara pengumpulan data yang baik sehingga data yang dikumpulkan merupakan data yang valid dan akurat. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner sebagai daftar pertanyaan digunakan untuk megetahui pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas. 3.9 TEKNIK PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA 1. Analisa data a. Analisis Univariat Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dari tiap variable, belum melihat adanya hubungan.
a) Untuk
mengukur data umum (karakteristik) digunakan rumus : P = ΣF
Kuesioner
Nominal
Pernytaan positif : SS : 4 S :3 TS : 2 STS : 1 Pernytaan negatif : SS : 1 S :2 TS : 3 STS : 4 Kriteria presepsi: persepsi positif T ≥ MT Persepsi negatif T< MT
X 100%
N
Keterangan : P = presentase F Σ = frekuensi jawaban benar responden N = skor maksimal
b) Dalam mengukur persepsi remaja tentang seks bebas dalam satu kategori soal pada kuesioner dipergunakan skala likert yang terdiri dari 4 pilihan
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
jawaban. Jawaban diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut : SS = sangat setuju dengan skor 4 S = setuju dengan skor 3 TS = tidak setuju dengan skor 2 STS = sangat tidak setuju dengan skor 1 Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pengembangan skala likert adalah skor T, yaitu : T = 50 + 10 [x-x̄] S
Keterangan : T = stadarisasi dari x X = skor responden x̄ = nilai rata-rata kelompok s = standar deviasi / simpang baku kelompok b. Analisis bivariat Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan atau berkolereasi, yaitu melihat hubungan variable bebas dengan variable terikat. Dengan menggunakan rumus Chi-square :
X2 = Σ(ƒ0 - ƒh)2 ƒh keterangan : X2 = signifikansi frekuensi nilai observasi ƒ0 = nilai observasi (pengamatan ) yang diperoleh dari sample ƒh = nilai harapan yang diperoleh secara 4.2 teoritis Untuk mengetahui eratnya hubungan antara 2 variable tersebut dapat dicari dengan menggunakn koefisien Kontingensi (c) C=
x
2
N x
2
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
Keterangan : C = koefisien Kontingensi X2 = Chi Square N = jumlah data Makin besar harga C berarti hubungan antara dua variable makin erat, harga C berkisar antara 0 -1,00 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN Tabel 4.1 Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames kec Nglames kab Madiun pada bulan Januari 2014 Persepsi
No
Penyuluhan
1
Diberi penyuluhan Tidak diberi penyuluhan Jumlah
2
Positif
Neg atif
Jumlah
F 37
% 49,33
F 38
50,67
% F 75
% 100
33
42,86
44
57,14
77
100
70
82
152
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari uji statistik untuk penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas dengan menggunakan korelasi chi square diperoleh x2 hitung = 0,55 dengan menggunakan level signifikasi (a) 0,05, x2 tabel = 3,84 maka H0 diterima. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas. PEMBAHASAN 4.2.1 Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas Penelitian di lakukan di SMAN 1 Nglames kec Nglames kab Madiun, menunjukkan hasil berdasarkan rumus perhitungan chi-square dengan (α) 0,05 didapatkan x2 hitung ≤ x2 tabel atau 0,55 ≤
35
3,84. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas. Tidak adanya hubungan pada 5.2 penelitian ini juga disebabkan oleh tidak adanya alat bantu peraga. Teori dari Prof.DR. Soekidjo N. (2007) yang menerangkan bahwa dalam penyuluhan diperlukan alat bantu peraga. Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh penyuluh dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi. Menurut peneliti, penyebab penelitian ini tidak terdapat hubungan, kemungkinan karena kurang efektifnya penyuluhan kesehatan yag diberikan,selain itu penyuluhan kesehatan ini hanya menggunakan metode ceramah jadi kurang menarik minat siswa untuk memahami penyuluhan kesehatan ini, juga keterbatasan waktu menjadi penyebab kurang efektifnya penyuluhan yang diberikan. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan membahas kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang berguna bagi pihak yang berkepentingan. 5.1
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Persepsi remaja pada kelompok yang diberi penyuluhan sebagian besar 38 siswa (50,67%) memiliki persepsi negatif tentang seks bebas. 36
2. Persepsi remaja pada kelompok yang tidak diberi penyuluhan 44 siswa (57,14%) memiliki persepsi negatif tentang seks bebas. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran-saran yang perlu disampaikan : 1. Bagi peneliti Untuk menyempurnakan penelitian dengan keterbatasan penelitian ini, maka untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menciptakan metode penyuluhan yang lebih menyenangkan dan efektif lagi agar penyuluhan kesehatan yang disampaikan dapat berguna untuk remaja khususnya mengenai masalah seks bebas. 2. Bagi Orang Tua dan Guru Diharapkan untuk lebih memperhatikan dan mendidik anak remajanya agar tidak terjerumus dalam kegiatan-kegiatan negatif. DAFTAR PUSTAKA Resiko Aborsi.(2008) Tersedia Dalam http :// www.aborsi.org/resiko.htm 2008. diakses 12 September 2013 Penyebab Perilaku Seks Bebas.(2012) Tersedia Dalam http : // www.psychologymania.com/2012/06/p enyebab-perilaku-seks-bebas-html. Diakses pada hari kamis 12 September Amy G. Miron & Charles D. Miron. (2006). Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks Kepada Remaja. Erlangga. Ari Setiawan & Nugroho Taufan. (2010) Kesehatan Wanita Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta : Nuha Medika Aziz Alimul Hidayat. (2012). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
Depkes Jakarta. (2010). Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta : Salemba Medika. Eko suryani & Ircham M. (2009) Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya. Heri D.J. Maulana, S.Sos, M.Kes. (2009) Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC Manuaba, I. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi . Jakarta : Rineka Cipta. .(2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. . (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Nursalam, Pariani. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. . (2005). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian dalam Keperawatan. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika. Sugiyono. (2010). Statistik Untuk Penelitian. Ed XVI. Bandung : Alfabeta Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Ed I. Jakarta : EGC Syamsu Yusuf. (2011) Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Ed 12. PT Remaja Rosdakarya. Widiastuti, dkk. (2010) Kesehatan Reproduksi. Jogjakarta : Fitramaya Prof. Drs. Onong Uchjana E., M.A. (2009) Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...
37
PENGARUH PENYULUHAN PADA IBU TERHADAP KETRAMPILAN PIJAT BAYI DI DESA GEGER KECAMATAN GEGER MADIUN ABSTRAK Rheny Widi Wardhani, S. ST. M. Kes
Pijat bayi merupakan salah satu kebudayaan tradisional yang paling tua di Indonesia bahkan di dunia dan dikembangkan kembali dengan sentuhan ilmu kesehatan dan tinjauan ilmiah yang bersumber dari penelitian-penelitian para ahli neonatologi, syaraf, dan psikologi anak. Pijat bayi dapat digolongkan sebagai aplikasi sentuhan karena pijat bayi mengandung unsur sentuhan berupa kasih sayang, perhatian, suara atau bicara, pandangan mata, gerakan dan pijatan. Stimulasi ini akan merangsang perkembangan struktur maupun fungsi dari sel-sel otak. Masih banyak orang tua yang belum mengerti tentang pijat bayi, terutama mengenai perkembangan terakhirnya. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa pijat bayi dilakukan hanya pada bayi yang sakit serta dilakukan oleh dukun atau tenaga medis yang menguasai pijat bayi. Tujuan umum dari penlitian ini untuk mengetahui pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian menggunakan Statis Group Comparison. Populasinya adalah Semua ibu bayi yang melakukan kunjungan posyandu di Desa Krompol Bringin Ngawi. Jumlah sampel 40 ibu yang mempunyai bayi berusia 1-12 bulan. Teknik sampling adalah Accidental Sampling. Variabel independen adalah penyuluhan pijat bayi pada ibu dan variabel dependen adalah ketrampilan pijat bayi. Analisa data menggunakan tabulasi silang. Dari hasil penelitian responden yang mendapatkan penyuluhan pijat bayi didapatkan hasil nilai posttest ketrampilan pijat bayinya lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak mendapatkan penyuluhan pijat bayi. Hal ini berarti ada pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Kesimpulan penelitian ini yaitu ada pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun. Peran bidan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan mengenai pijat bayi yang dilakukan ibu bayi sendiri sehingga ibu bayi mengetahui pentingnya manfaat pijat bayi bila dilakukan ibu bayi sendiri tanpa pergi ke dukun bayi atau pelayanan pijat bayi lainnya. Kata Kunci : penyuluhan, ibu, ketrampilan pijat bayi
38
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
PENDAHULUAN Masa neonatal merupakan periode tersingkat dari semua periode perkembangan. Pada masa ini terjadi penyesuaian yang radikal. Selain itu masa ini merupakan pendahuluan dari perkembangan selanjutnya dan merupakan masa yang berbahaya karena sulitnya penyesuaian diri pada lingkungan baru. Penyesuaian diri dengan lingkungan luar setelah terjadi kelahiran dapat mengakibatkan berkurangnya berat badan dan kematian bayi (Amirudin, 2007). Sejak dilahirkan, bayi memiliki tiga kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orang tua, yaitu kebutuhan fisik-biologis yang berguna untuk pertumbuhan otak, sistim sensorik, serta motorik. Kebutuhan emosi kasih sayang untuk kecerdasan emosi, interpersonal dan intrapersonalnya, serta kebutuhan stimulasi untuk merangsang semua kerja sistim sensorik dan motoriknya (Maharani, 2009). Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak (Ngastiyah, 2005). Stimulus dari luar juga berperan bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan emosional anak (Wibowo, 2008). Menurut Maharani (2009) pijat bayi dapat digolongkan sebagai aplikasi stimulasi sentuhan pada bayi. Menurut Soedjatmiko (2006) pijat bayi dapat digolongkan sebagai aplikasi sentuhan karena pijat bayi mengandung unsur sentuhan berupa kasih sayang, perhatian, suara atau bicara, pandangan mata,gerakan dan pijatan. Stimulasi ini akan merangsang perkembangan struktur maupun fungsi dari sel-sel otak. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standart Profesi Bidan menyebutkan bahwa bidan mempunyai kewenangan untuk
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu bentuk stimulasi tumbuh kembang yang selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan pijat bayi. Pijat bayi merupakan salah satu kebudayaan tradisional yang paling tua di Indonesia bahkan di dunia dan digali kembali dengan sentuhan ilmu kesehatan dan tinjauan ilmiah yang bersumber dari penelitianpenelitian para ahli neonatologi, syaraf, dan psikologi anak (Subakti & Anggraini, 2008). Di negara Cina dan Yunani bahkan ditemukan bukti telah adanya pijat sebagai media terapi kesehatan sejak ribuan tahun yang lalu. Sedangkan di Indonesia, hampir seluruh daerah di Indonesia mempunyai kebiasaan memijatkan bayinya sejak bayi lahir hingga masa kanak-kanak. Pelaku utama pijat bayi tradisional ini adalah dukun bayi yang mendapatkan ketrampilannya secara turun temurun. Di Australia membuktikan bahwa bayi yang dipijat oleh orang tuanya akan mempunyai kecenderungan peningkatan berat badan, hubungan tingkat emosional, dan sosial yang lebih baik (Roesli, 2001). Pijat bayi di Indonesia pelaksanaan di masyarakat desa masih dipegang oleh dukun bayi. Jarang sekali orang tua khususnya ibu memijat bayinya sendiri. Selama ini pemijatan tidak hanya dilakukan bila bayi sehat, tetapi juga saat bayi sakit atau rewel (Sari, 2004). Meskipun pijat bayi mempunyai banyak manfaat yang besar bagi bayi, namun kenyataanya perilaku ibu memijat bayinya sendiri sangat kurang. Dengan alasan bayi tidak boleh dipijat, badanya masih lemah, takut salah memijat, dan kurangnya pelatihan pijat bayi (Nestle, 2005). Sayangnya, masih banyak orang tua yang belum mengerti tentang pijat bayi,
39
terutama mengenai perkembangan terakhirnya. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa pijat bayi dilakukan hanya pada bayi yang sakit serta dilakukan oleh dukun atau tenaga medis yang menguasai pijat bayi. Hal ini tidak sepenuhnya salah, melalui teknik tertentu, pijat bayi diyakini mampu mengatasi kolik sementara, sembelit dan bayi rewel. Namun, manfaat utama dari pijat bayi adalah membantu mengoptimalkan tumbuh kembang bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Procianoy (2010) meneliti 73 bayi baru lahir dimana 35 bayi menerima pemijatan secara teratur dan 38 bayi sebagai kontrol, dan diikuti selama dua than. Bayi dalam kelompok yang mendapat intervensi pijat secara teratur menunjukkan “Psychomotor Development Index” dan “Mental Development Index” yang lebih tinggi. Dari hasil survei pra pendahuluan bulan November-Desember dalam melaksanakan upaya penyuluhan di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun, di dapatkan dari data BPS Mahmudah dari 15 ibu hanya 5 ibu yang memijatkan bayinya kefasilitas pelayanan kesehatan dan 10 ibu yang memijatkan bayinya ke dukun. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan ketrampilan pijat bayi yang dilakukan oleh ibu yaitu dengan memberikan pelayanan yang efektif serta penyuluhan cara melakukan pijat bayi yang benar agar ibu mengerti bahwa pijat bayi bisa dilakukan oleh ibu bayi bukan hanya dukun.
40
METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian dan Rancangan Penelitian 1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen (eksperimen semu), quasi eksperimen termasuk penelitian eksperimen yaitu suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan, dimana rancangan penelitian untuk membandingkan dengan cara memberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen kemudian hasil (akibat) dari intervensi tersebut dibandingkan dengan kelompok yang tidak dikenakan perlakuan (kelompok kontrol) (Notoatmodjo, 2010). Subyek G-E G-K
Pretest O O
Perlakuan I -
Posttest O1-E O1-K
Keterangan: G-E : Group Eksperimen G-K : Group Kontrol O : Observasi pada group eksperimen (pretest) I : Intervensi (Perlakuan) O1- (E+K) : Observasi pada group eksperimen dan group kontrol (posttest) (Nursalam, 2009) 2. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Statis Group Comparison, dimana kelompok eksperimen menerima perlakuan yang diikuti dengan observasi. Hasil observasi ini kemudian dibandingkan dengan hasil observasi pada kelompok kontrol, yang tidak menerima intervensi (Notoatmodjo, 2010).
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
Tabel 3.1: Definisi Pengaruh Penyuluhan Pijat Bayi Pada Ibu Terhadap Ketrampilan Pijat Bayi Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Variabel Penelitian Variabel Independen Penyuluhan Pijat Bayi Pada Ibu
Variabel Dependent Ketrampilan Pijat Bayi
Definisi Operasional Penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar
Kemampuan melaksanakan ketrampilan pijat bayi dengan menggunakan anggota badan atau peralatan kerja yang tersedia
Indikator Ibu yang mempunyai bayi usia 112 bulan yang melakukan kunjungan posyandu dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani Tindakan ibu melakukan ketrampilan pijat bayi
Instrume nt Leaflet
Skala
Skor
Tingkat Pendidikan
Lebmar
Ordinal
Katego ri baik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari pengumpulan data yang telah dilakukan diperoleh karakteristik umur responden seperti tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di Desa Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Pada Tanggal 6 Pebruari 2014 – 24 Maret 2013. Umur
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pedidikan Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Pada Tanggal 6 Pebruari 2014 – 24 Maret 2014
Frekuensi
Presentase (%)
<20 tahun
5
12.5
20-35 tahun
21
52.5
>35 tahun
14
35
Jumlah
40
100
1. Tingkat pendidikan Dari pengumpulan data yang telah dilakukan diperoleh karakteristik tingkat pendidikan responden seperti tercantum pada tabel dibawah ini.
Frekuensi
SD SMP SMA Diploma/Sarjana Jumlah
3 9 25 3 40
Presentase (%) 7,5 22,5 62,5 7,5 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 didapatkan bahwa sebagian besar (62,5%) sebanyak 25 responden memiliki tingkat pendidikan SMA. Sedangkan (22,5%) sebanyak 9 responden memiliki tingkat pendidikan SMP, dan sebagian kecil (7,5%) sebanyak 3 responden memiliki tingkat pendidikan Diploma/Sarjana dan (7,5%) sebanyak 3 responden memiliki tingkat pendidikan SD 2. Pekerjaan Dari pengumpulan data yang telah dilakukan diperoleh karakteristik pekerjaan responden seperti tercantum pada tabel dibawah ini. Tabel
4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Pada Tanggal 6 Pebruari 2014 – 24 Maret 2014 Jenis Pekerjaan Frekuensi Presentase (%) IRT 22 55 Tani 1 2,5 Swasta 15 37,5 Wiraswasta 2 5 Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar (55%) sebanyak 22 responden jenis pekerjaannya
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
41
adalah ibu rumah tangga (IRT). Sedangkan (37,5%) sebanyak 15 responden jenis pekerjaannya adalah Swasta, dan sebagian kecil (5%) sebanyak 2 responden jenis pekerjaannya adalah Wiraswasta dan (2,5%) sebanyak 1 responden jenis pekerjaannya tani. 3. Jumlah anak Dari pengumpulan data yang telah dilakukan diperoleh karakteristik jumlah anak responden seperti tercantum pada tabel dibawah ini. Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Pada Tanggal 6 Pebruari 2014 – 24 Maret 2014 Jumlah anak 1 2 3 Jumlah
Frekuensi 20 17 3 40
Presentase (%) 50 42,5 7,5 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4 didapatkan bahwa sebagian besar (50%) sebanyak 20 responden memiliki jumlah anak 1. Sedangkan (42,5%) sebanyak 17 responden memiliki jumlah anak 2, dan sebagian kecil (7,5%) sebanyak 3 responden memiliki jumlah anak3. 4. Umur bayi Dari pengumpulan data yang telah dilakukan diperoleh karakteristik umur bayi responden seperti tercantum pada tabel dibawah ini. Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Bayi Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Pada Tanggal 6 Pebruari 2014 – 24 Maret 2014 Umur bayi
Frekuensi
Presentase (%)
1-4 bulan
12
30
5-8 bulan
12
30
9-12 bulan
16
40
Jumlah
40
100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 didapatkan bahwa sebagian besar (40%) sebanyak 16 umur bayi responden berumur 912 bulan. Sedangkan (30%) sebanyak 12 umur bayi responden berumur 5-8, dan (30%) sebanyak 12 umur bayi responden berumur 14 bulan. Data Khusus a. Distrisbusi frekuensi mengenai pretest penilaian ketrampilan pijat bayi pada Group Experiment sebelum diberi penyuluhan pijat bayi. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pretest Hasil Penilaian Pijat Bayi Sebe-lum Diberi Penyuluhan Pijat Bayi Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Pada Tanggal 6 – 27 Pebruari 2014 Ketrampilan pijat bayi
Penyuluhan
Baik F
%
Cukup F
%
Kurang F
%
Jumlah F
Sebelum diberi 5 25 8 40 7 35 20 100 Penyuluhan Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian Ketrampilan Pijat Bayi
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 diatas tampak bahwa sebelum diberikan penyuluhan ketrampilan pijat bayi (25%) sebanyak 5 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik. Sedangkan (40%) sebanyak 8 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (35%) sebanyak 7 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil kurang. 5. Distribusi frekuensi mengenai posttest penilaian ketrampilan pijat bayi pada Group Experiment setelah diberi penyuluhan.
Sumber : Data Primer
42
%
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Posttest Hasil Penilaian Pijat Bayi Sesudah Diberi Penyuluhan Ketrampilan Pijat Bayi Tanggal 3 –24 Maret Ketrampilan pijat bayi Penyuluhan
Baik
Cukup
f %
f %
Kurang Jumlah f %
f
%
Sesudah diberi 15 75 3 15 2 10 20 100 Penyuluhan Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian Ketrampilan Pijat Bayi
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 diatas tampak bahwa setelah diberikan penyuluhan ketrampilan pijat bayi sebagian besar (75%) sebanyak 15 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik. Sedangkan (15%) sebanyak 3 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (10%) sebanyak 2 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil kurang. 6. Distribusi Frekuensi mengenai pretest penilaian ketrampilan pijat bayi pada Group Kontrol. Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pretest Ketrampilan Pjat Bayi Group Kontrol Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Tanggal 3-24 Maret Ketrampilan pijat bayi Penyuluhan
Baik
Cukup
f %
f %
Kurang Jumlah f %
f
%
Tidak diberi 6 30 6 30 8 40 20 100 Penyuluhan Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian Ketrampilan Pijat Bayi
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.8 diatas tampak bahwa pretest ketrampilan pijat bayi (30%) sebanyak 6 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik,
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
sedangkan (30%) sebanyak 6 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil kurang. 7. Distribusi Frekuensi mengenai posttest penilaian ketrampilan pijat bayi pada Group Kontrol. Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Posttest Ketrampilan Pjat Bayi Pada Group Kontrol Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Tanggal 3-24 Maret 2014 Ketrampilan pijat bayi Penyuluhan
Baik
Cukup
f %
f %
Kurang Jumlah f %
f
%
Tidak diberi 5 25 7 35 8 40 20 100 Penyuluhan Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian Ketrampilan Pijat Bayi
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.9 diatas tampak bahwa posttest ketrampilan pijat bayi (25%) sebanyak 5 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik, sedangkan (35%) sebanyak 7 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup. 8. Pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi. Tabel 4.10 Tabulasi Silang Pengaruh Penyuluhan Pijat Bayi Pada Ibu Terhadap Ketrampilan Pijat Bayi Di Desa Geger Ketrampilan pijat bayi Penyuluhan Diberi Penyuluhan Tidak diberi Penyuluhan
Baik
Cukup
f %
f %
Kurang Jumlah f %
f
%
15 75
3
15
2
10
20 100
5
7
35
8
40
20 100
25
43
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.10 tabulasi silang diatas tampak sebagian besar (75%) sebanyak 15 responden yang diberikan penyuluhan pijat bayi melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik, sedangkan (15%) sebanyak 3 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (10%) sebanyak 2 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil kurang. Sedangkan yang tidak diberi penyuluhan sebanyak 5 responden (25%) melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik, seda dan hasilnya 50% lebih baik ketrampilan pijat bayi dilakukan oleh ibu yang menerima penyuluhan pijat bayi. 4. 2 Pembahasan 1. Ketrampilan Pijat Bayi Sebelum Diberi Penyuluhan Pijat Bayi Pada Group Eksperimen Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 diatas tampak bahwa sebelum diberikan penyuluhan ketrampilan pijat bayi (25%) sebanyak 5 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik. Sedangkan (40%) sebanyak 8 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (35%) sebanyak 7 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil kurang dan sebagian kecil (7,5%) sebanyak 3 responden berpendidikan SD dan (7,5%) sebanyak 3 responden berpendidikan Diploma/Sarjana. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolenya serta menambah ketrampilannya dalam melakukan suatu tindakan. Umur merupakan penentu kematangan seorang ibu semakin tua umur ibu maka semakin banyak pula pengalaman yang
44
diperoleh sehingga dengan usia tersebut ibu dapat memahami pesan-pesan kesehatan yang diberikan. Dan semakin tinggi pendidikan dan usia dewasa seseorang atau suatu masyarakat, maka semakin mudah dalam menyerap dan memahami pesan kesehatan khususnya dalam ketrampilan pijat bayi sehingga ibu dapat melakukan pemijatan dengan benar. Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan dalam menyikapi pentingnya ketrampilan pijat bayi yang dilakukan oleh ibu bayi sendiri, kita harus berusaha untuk meningkatkan ketrampilan/kemampuan ibu bayi untuk melakukan pemijatan sendiri tanpa pergi ke dukun bayi maupun ke layanan pemijatan lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan ketrampilan pijat bayi yaitu dengan menggunakan penyuluhan sebagai salah satu metode tersampaikannya informasi. Hal ini dikarenakan penyuluhan merupakan salah satu cara pendekatan pada masyarakat yang baik dan efektif dalam rangka memberikan atau menyampaikan pesan – pesan atau informasi-informasi kesehatan dengan tujuan untuk mengubah perilaku dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat yang menjadi target atau sasaran penyuluhan. Dari hasil penelitian responden sesudah diberikan penyuluhan mendapatkan peningkatan lebih baik yaitu dari 5 responden mendapatkan hasil baik menjadi 15 responden dengan hasil baik, dari hasik nilai cukup 8 responden mengalami penurunan menjadi 3 responden yang mendapat hasil cukup, dan hasil kurang juga mengalami penuruan yaitu dari 7 responden yang mendapatkan hasil kurang menjadi 2 responden dengan hasil kurang dari disini dapat disimpulkan bahwa penyuluhan pijat bayi berpengaruh dalam peningkatan ketrampilan pijat bayi ibu dan
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
menurunkan kurangnya ketrampilan pijat bayi pada responden. Sepanjang pengamatan yang telah dilakukan pijat bayi belum dilakukan baik di pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BPM, maupun orang tua bayi yang melakukan pijat bayi sendiri. Ini terbukti dengan salah satu hasil penelitian yang penulis teliti bahwa perbandingan hasil group yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan berbanding 3:1 dengan hasil 15 responden mendapatkan hasil baik sesudah mendapatkan penyuluhan ketrampilan pijat bayi dan 5 responden dengan hasil baik yang tidak diberikan penyuluhan. Meskipun pijat bayi mempunyai banyak manfaat yang besar bagi bayi, namun kenyataanya perilaku ibu memijat bayinya sendiri sangat kurang, dengan alasan bayi tidak boleh dipijat, badanya masih lemah, takut salah memijat, dan kurangnya informasi serta penyuluhan tentang pijat bayi. 2. Ketrampilan Pijat Bayi Pada Tahap Pretest Dan Posttest Pada Group Kontrol Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.8 diatas tampak bahwa pretest ketrampilan pijat bayi (30%) sebanyak 6 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik, sedangkan (30%) sebanyak 6 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil kurang. Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.9 diatas tampak bahwa posttest ketrampilan pijat bayi (25%) sebanyak 5 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik, sedangkan (35%) sebanyak 7 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup. Dari frekuensi hasil pretest dan posttest group kontrol diatas dapat simpulkan bahwa jumlah reponden yang melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik menurun, dari 6 responden menjadi 5 responden, dan peningkatan hasil pada nilai cukup meningkat 1 responden, hasil ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kurangnya pengalaman melakukan pijat bayi sendiri, kurangnya ketranpilan, tidak diberikannnya penyuluhan maupun konseling kepada para responden. Hasil penelitian dan pernyataan diatas didukung dengan pendapat Azwar (2008) bahwa pembentukan sikap dan ketrampilan terutama terjadi karena adanya pendidikan/pelatihan, adanya Pengaruh Penyuluhan Pijat Bayi Pada Ibu Terhadap Ketrampilan Pijat Bayi Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.10 tabulasi silang diatas tampak sebagian besar (75%) sebanyak 15 responden yang diberikan penyuluhan pijat bayi melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik, sedangkan (15%) sebanyak 3 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil cukup, dan (10%) sebanyak 2 responden melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil kurang. Sedangkan yang tidak diberi penyuluhan sebanyak 5 responden (25%) melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik, seda dan hasilnya 50% lebih baik ketrampilan pijat bayi dilakukan oleh ibu yang menerima penyuluhan pijat bayi. Hasil pada penelitian ini 20 responden yang mendapatkan penyuluhan pijat bayi (Group Experimen) sebanyak 15 responden nilai ketrampilan pijat bayinya baik, sebanyak
45
3 responden nilai ketrampilan pijat bayinya cukup, dan sebanyak 2 responden nilai ketrampilan pijat bayinya kurang. Sedangkan hasil pada penelitian 20 responden yang tidak mendapatkan penyuluhan (Group Kontrol) (25%) sebanyak 5 responden nilai ketrampilan pijat bayinya baik, (35%) sebanyak 7 responden niali ketrampilan pijat bayinya cukup, dan (40%) sebanyak 8 responden nilai ketrampilan pijat bayinya kurang. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan pada group experiment para responden mempunyai ketrampilan pijat bayi yang kurang dan pada group experiment ysesudah diberikan penyuluhan para responden mendapatkan ketrampilan pijat bayinya lebih baik dan jumlah responden yang melakukan dengan nilai baik lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak mendapakan penyuluhan. Ini terbukti dengan salah satu hasil penelitian yang penulis teliti bahwa perbandingan hasil group yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan berbanding 3:1 dengan hasil 15 responden mendapatkan hasil baik sesudah mendapatkan penyuluhan ketrampilan pijat bayi dan 5 responden dengan hasil baik yang tidak diberikan penyuluhan. Serta fakta yang dapat dilihat bahwa pada group experiment sesudah diberikan penyuluhan mengalami peningkatan hasil ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik sebnayak 3 x lipat yaitu dari 5 responden menjadi 15 responden, sedangkan group kontrol yang tidak diberikan penyuluhan mendapatkan penurunan hasil pretest dan posttest 1 responden yaitu hasil prestest ada 6 responden yang mendapatkan hasil baik dan hasil sesudah posttet turun menjadi 5 responden yang mendapatkan hasil baik.
46
Ibu yang mendapat penyuluhan tentang pijat bayi mempunyai ketrampilan, pengetahuan yang lebih baik, dan para responden ini merasa memiliki ikatan emosional yang lebih baik dengan bayi mereka serta beberapa ibu menyatakan bahwa bayi yang menerima pijatan dari ibu mereka juga cenderung lebih sedikit menangis, lebih aktif, dan pemenuhan asupan ASI/susu formula lebih meningkat. Pernyataan peneliti diatas di dukung oleh Penelitian yang di lakukan oleh Dasuki (2000) berjudul pijat bayi untuk meningkatkan asupan ASI bayi umur 4 bulan, didapatkan hasil bahwa ada pengaruh pijat bayi terhadap asupan ASI yang signifikan, yaitu asupan ASI bayi yang dipijat lebih besar dari pada bayi yang tidak dipijat. Dewasa ini penelitian di Australia membuktikan bahwa bayi yang dipijat oleh orangtuanya akan mempunyai kecenderungan peningkatan berat badan, hubungan tingkat emosional, dan sosial yang lebih baik (Roesli, 2001). Sedangkan menurut Kutner (2008) dan Beider (2007) bahwa bayi yang menerima pijat secara teratur juga mendapat tidur lebih baik, mengurangi masalah kembung perut atau kolik, dan memiliki kesadaran tubuh yang lebih baik serta pencernaan lebih teratur Studi lain menunjukkan bahwa pijat memiliki efek menguntungkan pada rasa sakit langsung dan suasana hati di antara pasien dengan kanker tingkat lanjut. Pembahasan yang telah dikemukakan diatas dapat memberikan gambaran kepada kita seorang bidan dan petugas kesehatan bahwa pijat bayi sangatlah penting dilakukan oleh ibu bayi sendiri, serta pencapaian ketrampilan pijat bayi yang baik dapat diasah bila ibu bayi mendapatkan pelayanan kesehatan salah satunya penyuluhan tentang
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
pijat bayi. Pijat bayi mempunyai manfaat yang begitu banyak dan bermanfaat untuk bayi maupun ibu/orang tua bayi itu sendiri. KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang “Pengaruh Penyuluhan Pijat Bayi Pada Ibu Terhadap Ketrampilan Pijat Bayi Di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun”. 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ketrampilan pijat bayi mulai tanggal 6 pebruari 2013 sampai 24 maret 2013 dari 40 responden yang mempunyai bayi usia 1-12 bulan dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1. Pretest ketrampilan pijat bayi berdasarkan pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi pada group experiment sebelum diberi penyuluhan sebagian besar (25%) sebanyak 5 responden memiliki ketrampilan baik, dan pada group kontrol yang tidak diberi penyuluhan sebagian besar (30%) sebanyak 6 responden memiliki ketrampilan baik. 2. Posttest ketrampilan pijat bayi berdasarkan pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi pada group experimen setelah diberi penyuluhan sebagian besar (75%) sebanyak 15 responden memiliki ketrampilan pijat bayi baik, dan pada group kontrol yang tidak diberi penyuluhan sebagian besar (25%) sebanyak 5 responden memiliki ketrampilan pijat bayi baik. 3. Perbandingan hasil penilaian ketrampilan pijat bayi hasilnya lebih baik dilakukan oleh group experiment yang mendapatkan
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
penyuluhan ketrampilan pijat bayi dari pada group kontrol yang tidak mendapatkan penyuluhan ketrampilan pijat bayi dan kesimpulan penelitian ini ada pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi. 5.2 Saran Setelah dilakukan penelitian pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi di desa krompol bringin ngawi dan dengan hasil serta keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut 1. Bagi Ibu Bayi Bagi ibu bayi yang mempunyai bayi uasi 1-12 bulan hendaknya memijat bayinya sendiri sesuai anjuran dan pengetahuan yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan khususnya bidan dengan mengikuti petunjuk yang telah diberikan dan dengan tidak mengacuhkan apa yang telah diberikan petugas serta lebih kooperatif karena penting untuk kondisi kesehatan bayi ibu dan mengingat pentingnya stimulasi pijatan untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi. 2. Untuk Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat diguanakan sebagi data awal untuk melakukan penelitian selanjutnya serta referensi karya tulis ilmiah yang berhubungan dengan pijat bayi. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Astuti, Puji (2012). Pengaruh Keteraturan Pijat Bayi Terhadap Lama Jam Tidur Pada Bayi Usia 1-12 Bulan Di Dusun Poncol Kabupaten Magetan. Karya Tulis Ilmiah. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
47
Budiarto, E. (2001). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Dasuki, 2010. Data Pijat Bayi. http//www.google.com Dewi, Marisa. 2009. Gambaran Pelaksanaan Pijat Bayi Oleh Dukun Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan 1. Karya Tulis Ilmiah. UMY. Dewi, S. (2012). Pijat Dan Asupan Gizi Tepat Untuk Meningkatkan Tumbuh Kembang Anak. Yogyakarta: Pustaka Baru Press Harun, C (2012). Step By Step Menyusun Proposal Dan Laporan Penelitian. Ponorogo: STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Hidayat, A. (2010). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. _______. (2003). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Maharani, Sabrina, (2009). Pijat Dan Senam Sehat Untuk Bayi. Jogjakarta: Kata Hati. Munajaya, A. A. Gde, Manajemen Kesehatan Edisi 2, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004 Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta _______. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Cetakan Kedua. Rineka Cipta. Jakarta Nova Kurnia, S. (2009). Menghindari Gangguan Saat Melahirkan & Panduan Bayi. Yogyakarta: Panji Pustaka Nur, Fausi. (2012) Tentang Hubungan Persepsi Dengan Prilaku Ibu Terhadap Pijat Bayi Di Desa Kwangsen Jiwan Madiun. Karya Tulis Ilmiah. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Nursalam, (2003). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Medika Purnamasari, D. (2011). Panduan Pijat Praktis Balita Anda Agar Cerdas Dan Sehat. Yogyakarta. Pustaka Solomon Riksani, R. (2012). Cara Mudah & Aman Pijat Bayi. Jakarta: Dunia Sehat
48
Saryono, A (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1, Dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabet Roesli, U. (2008). Pedoman Pijat Bayi Prematur & Bayi Usia 0-3 Bulan. Jakarta: Trubus Agriwidya http://proposal.unimus.ac.id/files/disk1/1 02/jtptunimus-gdl-leilanisya-50853-bab2.pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/ 105/jtptunimus-gdl-leilanisya5085-3 bab2.pdf http://proposal-skripsi-kesehatanmasyarakat.com/2011/10/pijat-bayi-html
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu…
HUBUNGAN PREEKLAMPSIA TERHADAP KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD KOTA MADIUN ABSTRAK Sunarsih Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia pada BBL salah satunya adalah faktor preeklampsia pada ibu hamil. Ibu hamil yang preeklampsia dapat menyebabkan hipoksia janin dalam uterus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan preeklampsia terhadap kejadia asfiksia pada BBL. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang dilahirkan sebanyak 65 bayi. Tehnik pengambilan sampel dengan tehnik purposive sampling yaitu sebanyak 56 bayi di RSUD Kota Madiun. Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel tersebut dengan menggunakan chi square dengan α 0,05 df=1. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 16 responden yang mengalami preeklampsia yang bayinya mengalami asfiksia sebanyak 9 bayi (56,25%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 7 bayi (43,75%). Sedangkan dari 40 responden yang tidak mengalami preeklampsia yang bayinya mengalami asfiksia sebanyak 19 bayi (47,5%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 21 bayi (52,5%). Dari hasil uji statistik diperoleh X² hitung sebesar 0,0362 lebih kecil dari X² tabel sebesar 3,841 dengan α 0,05 df=1. Berdasarkan poladata yang diperoleh peneliti maka peneliti menyimpulkan bahwa ada hubungan antara preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada BBL, walaupun secara statistik tidak bermakna. Saran dari penelitian ini ialah pemberian pendidikan kesehatan untuk ibu hamil serta peran bidan pada saat ante natal care perlu ditingkatkan agar komplikasi apapun dapat dicegah dan dideteksi lebih dini.
Kata kunci : preeklampsia, kejadian asfiksia
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
49
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Preeklampsia ialah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Sedangkan asfiksia ialah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. (Saifuddin, 2009). Menurut WHO di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun salah satunya adalah preeklampsia, angka kejadian preeklampsia diperkirakan sekitar 65.000 wanita (12%) dan merupakan penyebab utama kematian maternal. Berdasarkan menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2011 kejadian preeklampsia di Indonesia sebesar 23% dan merupakan salah satu penyebab kematian terbesar maternal kedua setelah perdarahan. Sedangkan prosentase penyebab kematian ibu di jawa timur tahun 2011 karena preeklampsia mencapai 27,7%. (DINKES JATIM, 2011). Sedangkan angka kematian bayi menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Penyebab kematian BBL di Indonesia diantaranya asfiksia (27%), BBLR (29%). (Asuhan Persalinan Normal, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2009, menyebutkan data kematian bayi di Jawa Timur disebabkan oleh asfiksi neonatorum 23,13%, prematur 21,3%, BBLR 16,4%, infeksi 9,2%, kelainan kongenetal 4,6%. Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Kota Madiun didapatkan data mulai dari bulan
50
Januari – September 2013 terdapat 72 ibu preeklampsia dari 582 ibu bersalin (12,4%). Sedangkan jumlah kasus bayi yang mengalami asfiksia neonatorum adalah sejumlah 197 kasus dari 582 persalinan (33,8%). Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kejadian preeklampsia serta mencegah kejadian asfiksia pada bayi adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga profesional. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Hubungan preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada BBL di RSUD Kota Madiun”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka permasalahan penelitian adalah Adakah hubungan antara preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir khususnya di RSUD Kota Madiun.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Madiun. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengidentifikasi kejadian preeklampsia di RSUD Kota Madiun. 1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Madiun. 1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara kejadian preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Madiun.
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi institusi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Menambah bahan kepustakaan dan menambah informasi mengenai hubungan preeklampsia terhadap asfiksia pada bayi baru lahir. 1.4.2 Bagi peneliti. Dapat menambah hal-hal apa saja yang diteliti sehingga digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Preeklampsia 2.1.1 Pengertian Preeklampsia Preeklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan. Definisi preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik ( Wibowo dan Rachimhadi, 2006). Preeklampsia merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda yang penting dari preeklampsia (William, 2005). Menurut Cunningham, F.Gery (2006), preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai proteinuria, edema atau keduanya,yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili khorialis. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditimbulkan oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia yang masih ringan hanya menunjukkan gejala hipertensi yaitu adanya kenaikan tekanan darah diastolik >90-
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
110 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam pada kehamilan >20 minggu. Dengan disertai proteinuria 1+. Preeklampsia berat dapat diketahui dengan adanya kenaikan tekanan darah diastolik >110mmHg, proteinuria 2+, oliguria, hiperefleksia, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium. (Salmah, 2006) 2.1.2 Etiologi Preeklampsia Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Banyak teori yang menerangkan namun belum dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan adalah iskemia plasenta. Namun teori ini tidak dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan kondisi ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya preeklampsia (Wibowo dan Rachimhadi, 2006). Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teoriteori dikemukakan para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”. Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang ini dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan preeklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat (Winkjosastro, 2007). 2.2 KONSEP ASFIKSIA NEONATORUM 2.2.1 Definisi Asfiksi neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
51
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. (Wiknjosastro, 2007). Akibat-akibat asfiksi akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi yang bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia. Faktor-faktor tersebut ialah: 1) etiologi dan faktor predisposisi; 2) gangguan homeostatis; 3) diagnosis asfiksia bayi; dan 4) resusitasi. ( Wiknjosastro, 2007)
Hipotesis H1: Ada hubungan preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Madiun.
1.3 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berfikir dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2007).
3.2 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Saryono, 2008). Variabel bebas (independent) adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat, jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi (Sugiyono, 2012). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kejadian preeklampsia. Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian asfiksia pada BBL.
Faktor ibu : 1. Preeklampsi 2. aPerdaraham
Faktor yang mempengaruhi asfiksia : Faktor janin : 1. Gangguan aliran darah 2. Depresi pernapasan 3. Perdarahan intrakranial 4. Prematur 5. Mekoneum 6. Kelainan tali pusat
abnormal
3. Partus lama atau macet 4. Demam selama persalinan 5. Kehamilan post matur
BBL dengan asfiksia
Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan preeklampsia dengan kejadian asfiksia
52
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses peneliti (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik, penelitian analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010).
3.4 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Variabel yang telah didefinisikan perlu dijelaskan secara operasional, sebab setiap istilah
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
(variabel) dapat diartikan secara berbeda-beda oleh orang lain (Nursalam, 2011). Tabel 3.1 Definisi operasional kejadian preeklampsia dengan kejadian asfiksia pada BBL di RSUD Kota Madiun. Variabel Variabel independet: kejadian preeklampsia
Variabel dependent: kejadian asfiksia pada BBL
Definisi operasional Hipertensi disertai proteinuri a dan edema setelah usia kehamilan 20 minggu. Hasil penilaian pada bayi baru lahir berdasark an nilai APGAR
Parameter
Alat ukur
Skala
Kode
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria +, terlihat edema pada wajah, jari tangan, dan kaki
Lembar isian dengan data sekunder
nominal
1 ibu preeklam psia/ekla msi 0 ibu tidak preeklam p-sia
APGAR < 7 asfiksia, ≥ 7 tidak asfiksia
Lembar isian dengan data sekunder
nominal
1 bayi asfiksia 0 bayi tidak asfiksia
3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang dilahirkan di RSUD Kota Madiun rata-rata sebanyak 65 bayi/bulan. 3.5.2 Sampel Sampel penelitian ini adalah sebagian bayi yang dilahirkan di RSUD Kota Madiun pada bulan Januari – Maret 2014 sebanyak 56 orang 3.5.3 Sampling Dalam penelitian ini menggunakan jenis nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan yang dikehendaki peneliti. (Notoatmodjo, 2010) 3.6 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya baik (cermat, penelitian ini digunakan data yang diperoleh dari rekam medik di RSUD Kota Madiun.
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
3.7 Waktu dan tempat penelitian 3.7.1 Waktu penelitian Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan September - Maret 2014. 3.7.2 Tempat penelitian Tempat penelitian yang digunakan adalah RSUD Kota Madiun. 3.8.3 Rencana analisa data 3.8.3.1 Analisa Univariat Analisa univariat ini digunakan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel hasil penelitian, penyajiannya dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Untuk variabel preeklampsia dengan mengklasifikasikan data ibu yang mengalami preeklampsia bayi yang dilahirkan mengalami asfiksia. Sedangkan untuk data bayi asfiksia dengan mengklasifikasikan dari data bayi asfiksia dengan menggunakan lembar observasi. Adapun rumusnya sebagai berikut :
3.8.3.2 Analisis bivariat Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas (kejadian preeklampsia) dengan variabel terikat (asfiksia pada BBL). Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan Chi-square. Untuk memenuhi hubungan preeklampsia dengan kejadian asfiksia pada BBL maka digunakan uji Chi Square dengan taraf signifikansi 0,05 dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Membuat tabel kontingensi 2. Mencari frekuensi harapan (fh) masingmasing sel dengan rumus :
53
3. Menentukan derajat kebebasan untuk Chi Square Dk = (R-1) (C-1) 4. Mencari
dengan rumus
5. Menentukan taraf signifikansi Suatu hubungan signifikan bila
melebihi angka yang terdapat dalam tabel. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat kesalahan 5% atau signifikansi 0,05. hitung >
Ho diterima bila nilai
tabel.
hitung ≤
tabel. 6. Menentukan koefisien kontingensi Setelah dilakukan adanya hubungan antara kedua variabel maka perlu diketahui bagaimana keeratan hubungan kedua variabel tersebut, yaitu dengan rumus :
Keterangan : KK : koefisien kontingensi chi kuadrat : jumlah yang diobservasi (Budiarto, 2002) 7. Menurut Sugiyono (2012) untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi antara dua variabel, maka digunakan pedoman sebagai berikut: Korelasi (C) 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0.599 0,60-0,799 0,80-1,000
54
Tingkat hubungan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat
Preeklampsia
dikatakan
adalah sama atau
Ho ditolak bila nilai
HASIL DAN PEMBAHASAN 4..1 Hubungan preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada BBL Tabel 4..1 Tabulasi silang hubungan preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Madiun
Asfiksia Tidak asfiksia Jumlah
F 9 7
% 16 12,5
16
28,6
Tdk preeklampsia F % 19 34 21 37,5 40
71,4
Jumlah F 28 28
% 50 50
56
100
Data diambil Januari – maret 2014, di ruang Perinatologi RSUD Kota Madiun Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari 28 bayi yang mengalami asfiksia yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami preeklampsia sebanyak 9 bayi (16%) dan yang dilahirkan oleh ibu yang tidak mengalami preeklampsia sebanyak 19 bayi (34%). Sedangkan dari 28 bayi yang tidak mengalami asfiksia yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami preeklampsia sebanyak 7 bayi (12,5%) dan yang dilahirkan oleh ibu yang tidak mengalami preeklampsia sebanyak 21 bayi (37,5%). Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa hasil uji chi square didapat x² hitung sebesar 0,0362 dengan α 0,05 dan df = 1 dan x² tabel 3,841 maka x² hitung < x² tabel sehingga H₀ diterima
H₁
ditolak
artinya
tidak
ada
hubungan antara preeklampsia dengan kejadian asfiksia di RSUD Kota Madiun. 4.2 Hubungan Preeklampsia dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Kota Madiun. Dari data tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari 28 bayi yang mengalami asfiksia yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami preeklampsia sebanyak 9 bayi (16%) dan yang dilahirkan oleh ibu yang tidak mengalami
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
preeklampsia sebanyak 19 bayi (34%). Sedangkan dari 28 bayi yang tidak mengalami asfiksia yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami preeklampsia sebanyak 7 bayi (12,5%) dan yang dilahirkan oleh ibu yang tidak mengalami preeklampsia sebanyak 21 bayi (37,5%). Pada preeklampsia akan terjadi spasmus arteriola spiralis desidua yang mengakibatkan menurunnya aliran darah ke plasenta sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin karena kekurangan oksigenasi, yang akan menyebabkan bayi lahir dengan asfiksia. (Winkjosastro, 2007). Asfiksia adalah penyebab utama kematian dan morbiditas neonatus. Adapun faktor yang dapat mengakibatkan asfiksia pertama keadaan ibu seperti preeklampsia dan eklamsia, perdarahan, partus lama atau macet. Kedua keadaan tali pusat seperti lilitan tali pusat, tali pusat pendek. Ketiga keadaan bayi seperti bayi prematur, persalinan sulit, air ketuban bercampur mekonium (Winkjosastro, 2008). Berdasarkan teori dan fakta serta hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menyimpulkan bahwa hasil tidak ada hubungan antara preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada BBL merupakan kesimpulan sementara karena hanya ditemukan 16 responden bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan preeklampsia dalam waktu 3 bulan. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan sampel 56 responden dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
5.1.1 Jumlah ibu yang melahirkan di RSUD Kota Madiun ibu dengan preeklampsia sebanyak 16 orang (28,6%). 5.1.2 Jumlah bayi asfiksia dari ibu dengan preeklampsia di RSUD Kota Madiun sebanyak 9 bayi (56,25%). 5.1.3 Ibu dengan preeklmapsia cenderung melahirkan bayi asfiksia, walaupun secara statistik tidak bermakna. 5.2 Saran 5.2.1 Bagi RSUD Kota Madiun Diharapkan dapat memberikan informasi kontribusi pada tempat penelitian sehingga bidan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan seperti resusitasi penatalaksanaan bayi asfiksia dapat diterapkan dengan baik sesuai dengan teori yang telah dipelajari. 5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan DIII Kebidanan Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi khususnya STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun sebagai masukan dan menambah referensi tentang preeklampsia dengan kejadian asfiksia. . DAFTAR PUSTAKA Budiarto, Eko. 2002. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : Sebuah Pengantar. Cunningham F.G., 2006. Obstetri William. Jakarta: EGC. Manuaba, Ida Bagus. Gde., 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC. Mitayani. 2010. Mengenal Bayi Baru Lahir dan Penatalaksanaanya. Padang : Praninta Offset. Notoadmojo.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
55
. 2007. Konsep dan Penerapan Teknologi Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Saifuddin A.B., 2009.Buku Acuan Nasional Pealayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Santjaka, Aris.2011. Statistik Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Saryono.2008.Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Penulis. Yogyakarta:Mitra Cendekia Press. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Winkjosastro H. 2007. Ilmu Kandungan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. . 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
56
Hubungan Preeklampsia Terhadap...
HUBUNGAN SANITASI RUMAH TERHADAP SUSPEK PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT KECAMATAN JIWAN KABUPATEN MADIUN TAHUN 2013
ABSTRAK
Retno Widiarini, S.KM., M.Kes. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usahausaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi tidak hanya mencakup sanitasi dasar seperti jamban, penyediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, dan saluran air limbah saja, namun juga meliputi ventilasi, kelembaban udara, kepadatan hunian. Sanitasi juga memungkinkan resiko terjadinya penyebaran penyakit, salah satunya penyakit Tuberculosis Paru. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan sanitasi rumah terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun tahun 2013. Metode penelitian ini menggunakan metode kasus kontrol, dari populasi semua suspek penderita TB paru yang tercatat di Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun dalam bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2013 sebanyak 41 pasang, dan jumlah sampel sebanyak 37 pasang responden. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Adapun uji yang digunakan adalah chi square pada α=0,05 dilanjutkan dengan menghitung odds ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 responden suspek TB Paru yaitu terdapat 29 responden (78,4%) dengan sanitasi rumah yang tidak memenuhi standar serta 8 responden (21,6%) dengan sanitasi rumah yang memenuhi standar. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan sanitasi rumah terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun. Disarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan variabel yang berbeda dan menggunakan sampel yang lebih banyak dan penyuluhan untuk peningkatan pengetahuan masyarakat tentang sanitasi rumah khususnya suspek penderita TB Paru. Kata Kunci : Sanitasi Rumah, Suspek Tuberculosis Paru
Hubungan Sanitasi Rumah....
57
PENDAHULUAN Perserikatan Bangsa - Bangsa telah menetapkan 2008 sebagai Tahun sanitasi Internasional. PBB menganggap sanitasi vital untuk kesehatan, berpengaruh pada aspek ekonomi karena sanitasi yang lebih baik berdampak positif pada pengurangan kemiskinan, sanitasi berkontribusi positif pada pembangunan sosial, mengurangi penyakit, meningkatkan gizi anak, serta meningkatkan produktifitas kerja orang dewasa. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi tidak hanya mencakup sanitasi dasar seperti jamban, penyediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, dan saluran air limbah saja, namun juga meliputi ventilasi, kelembaban udara, kepadatan hunian dll. Dengan terjaganya kondisi sanitasi terutama dirumah kita maka kemungkinan resiko terjadinya penyebaran penyakit dapat dicegah. Pengaruh lingkungan terhadap status kesehatan manusia telah diakui seluruh ahli kesehatan yang menyatakan bahwa sehat dan sakit berkenaan dengan interaksi timbal balik antara tiga komponen yaitu lingkungan (environment), penjamu (host), bibit penyakit (agent). Hal ini sesuai dengan teori John Gordon yang menyatakan bahwa derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor tersebut. Penyakit TB disebabkan oleh kuman / bakteri mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagian lagi dapat menyerang diluar paru paru seperti kelenjar getah bening, kulit, usus / saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagainya. Menurut data yang diperoleh dari WHO penyakit TB merupakan salah satu
58
masalah yang besar bagi negara berkembang termasuk Indonesia, karena diperkirakan 95% penderita TB berada dinegara berkembang, dan 75% dari penderita TB tersebut adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun angka kejadian suspek tuberkulosis meningkat, tercatat dari tahun 2011 mencapai 563 suspek penderita TB paru dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan 23,6% menjadi 912 suspek TB paru. Di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, saat ini jumlah suspek penderita TB paru yang menjalani program pengobatan tiap tahun cenderung meningkat sebesar 20% yaitu tahun 2011 tercatat 56 suspek penderita TB paru, tahun 2012 menjadi 84 suspek penderita TB paru dan pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2013 tercatat 41 suspek penderita TB. Sehingga dari data tersebut maka masalah dalam penelitian ini adalah meningkatnya suspek penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun. Setelah melakukan pengamatan sanitasi rumah di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun sebagian rumah tersebut kurang memenuhi syarat kesehatan antara lain ventilasi yang kurang, tidak ada genteng kaca, dimungkinkan kondisi rumah pencahayaan kurang dan lembab. Tujuan penelitian ini adalah Menguji hubungan sanitasi rumah terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun bulan Juni tahun 2013. Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya Sebagai sumber informasi tambahan bagi puskesmas khususnya Puskesmas Klagenserut, juga
Hubungan Sanitasi Rumah....
memprioritaskan sanitasi rumah suspek penderita TB Paru menjadi upaya preventif untuk menangani penyebaran penyakit TB Paru di masyarakat serta dapat dijadikan sebagai referensi untuk melengkapi kepustakaan yang berkenaan dengan suspek penyakit TB paru oleh mahasiswa program studi kesehatan masyarakat. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Populasi dalam penelitian ini adalah semua suspek penderita TB Paru beserta pasien penderita batuk yang tercatat di Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2013. Sampel untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol sebanyak 37 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling (pengambian sampel secara random / acak). Adapun instrumen penelitian yang digunakan diantaranya: 1. Luxmeter 2. Hygrometer 3. Rollmeter 4. Check list Kerangka Kerja Penelitian Populasi: Populasi kasus + populasi kontrol : suspek + yang bukan suspek penderita TB paru yang tercatat di Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun pada bulan Januari – Mei 2013
Teknik sampling: Simple random sampling
Sampel: sampel kasus dan sampel kontrol masing-masing 37 orang suspek/bukan suspek yang tercatat di Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun pada bulan Januari – Mei 2013
Variabel Penelitian 1) Variabel Terikat (Dependen Variable) Yaitu variabel yang terpengaruh akibat dari variabel bebas yang ada dalam penelitian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah suspek penderita TB paru. 2) Variabel Bebas (Independen Variable) Yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain dan menjadi sebab munculnya variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanitasi rumah dalam hal ini pencahayaan alami, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian. Definisi Operasional
1. Suspek penderita TB paru, Definisi : Setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah, sesak napas dan berat badan menurun menjadi semakin kurus. Alat ukur : Hasil Pemeriksaan Puskesmas Skor : 0 = Suspek TB Paru, 1 = Tidak suspek TB Paru
2. Sanitasi rumah, Definisi : Usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan antara lain pencahayaan alami, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian Alat ukur : Check list Skor : 0 = TMS <50%, 1 = MS ≥50% a. Pencahayaan alami, Definisi : Penerangan rumah secara alami oleh sinar matahari untuk mengurangi kelembaban Alat ukur : Luxmeter Skor : 0 = TMS <60 atau >120 lux dan 1 = MS 60 lux - 120 lux
Pengumpulan data : Pengukuran, check list
Hubungan Sanitasi Rumah....
59
b. Kelembaban, Definisi : Kandungan uap air yang dapat dipengaruhi oleh sirkulasi udara dalam rumah dan pencahayaan yang masuk dalam rumah. Alat ukur : Hygrometer Skor : 0 = TMS <40% atau >60% dan 1 = MS 40% - 60% c. Ventilasi, Definisi : Lubang angin untuk proses pergantian udara segar ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah/buatan Alat ukur : Rollmeter Skor : 0 = TMS <15% dari luas lantai dan 1 = MS ≥15% dari luas lantai d. Kepadatan hunian, Definisi : Jumlah orang atau anggota keluarga yang mendiami atau menghuni sebuah rumah, tidak termasuk kamar mandi dan jamban (water closed) berdasarkan luas lantai dibagi dengan jumlah penghuni Alat ukur : Check list Skor : 0 = TMS Luas lantai <9m2 per satu orang penghuni dan 1 = MS Luas lantai ≥9m2 per satu orang penghuni HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun Puskesmas Klagenserut terletak di Desa Klagenserut RT 08 RW 03 Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun, luas wilayah adalah 1665,9 Ha dengan jumlah penduduk 24.294 jiwa yang terdiri dari 7 Desa, Desa Bibrik, Desa Ngetrep, Desa Bedoho, Desa Teguhan, Desa Grobogan, Desa Klagenserut dan Desa Wayut. Sumber Daya Manusia Puskesmas Klagenserut sejumlah 25 orang.
60
Batas - batas wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun sebagai berikut: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sawahan 2) Sebelah timur berbatasan dengan Kota Madiun 3) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jiwan Kecamatan Jiwan kecamatan 4) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magetan Puskesmas Klagenserut mempunyai 1 Gedung Puskesmas Induk dengan fasilitas pelayanan : Pelayanan Registrasi, Pelayanan BP, Pelayanan KIA & KB, Pelayanan Gigi, Pelayanan Imunisasi, Pelayanan Laboratorium, Pelayanan farmasi. Selain puskesmas induk terdapat 1 puskesmas pembantu yaitu Puskesmas pembantu Teguhan dan terdapat 5 Polindes dan 7 Poskesdes. 2. Hasil Penelitian a) Pencahayaan alami Tabel Distribusi Responden Suspek Penderita TB Paru terhadap Pencahayaan Alami di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun tahun 2013 No. 1. 2.
Pencahayaan Alami Memenuhi Standar Tidak Memenuhi Standar Jumlah
f 8 29
% 21,6 78,4
37
100
Pencahayaan alami rumah dari 37 responden suspek penderita TB yaitu tidak memenuhi standar sebesar 78,4% dan pencahayaan alami yang memenuhi standar sebesar 21,6%. . Hasil uji statistik chi-square nilai x2 hitung > nilai x2 tabel
Hubungan Sanitasi Rumah....
(15,806 > 3,841) maka Ho ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pencahayaan alami terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun tahun 2013. b) Kelembaban Tabel Distribusi Responden Suspek TB Paru terhadap Kelembaban di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun Tahun 2013 No. 1. 2.
Kelembaban Memenuhi Standar Tidak Memenuhi Standar Jumlah
f 8 29
% 21,6 78,4
37
100
Kelembaban rumah dari 37 responden suspek TB Paru yaitu yang tidak memenuhi standar sebesar 78,4% dan kelembaban yang memenuhi standar sebesar
21,6%.
.
Hasil uji statistik chi-square nilai x2 hitung > nilai x2 tabel (14,095 > 3,841) maka Ho ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kelembaban terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun tahun 2013. c) Ventilasi Tabel Distribusi Responden Suspek Penderita TB Paru terhadap Ventilasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun Tahun 2013 No. 1. 2.
Ventilasi Memenuhi Standar Tidak Memenuhi Standar Jumlah
Hubungan Sanitasi Rumah....
f 9
% 24,3
28
75,7
37
100
Ventilasi rumah dari 37 responden suspek penderita TB Paru yaitu yang tidak memenuhi standar sebesar 75,7% dan ventilasi yang memenuhi standar sebesar 24,3%.
. Hasil uji 2
statistik chi-square nilai x hitung > nilai x2 tabel (17,526 > 3,841) maka Ho ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan ventilasi terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun tahun 2013. d) Kepadatan hunian Tabel Distribusi Responden Suspek Penderita TB Paru terhadap Kepadatan Hunian di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun Tahun 2013 No. 1. 2.
Kepadatan Hunian Memenuhi Standar Tidak Memenuhi Standar Jumlah
f
%
26
70,3
11
29,7
37
100
Kepadatan hunian dari 37 responden suspek penderita TB Paru yaitu yang tidak memenuhi standar sebesar 29,7% dan kepadatan hunian yang memenuhi standar yaitu sebesar 70,3%. . Hasil uji statistik 2
chi-square nilai x hitung < nilai x2 tabel (0.066 < 3,841) maka Ho diterima, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan kepadatan hunian terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun tahun 2013.
61
3. Pembahasan a) Sanitasi Rumah Sanitasi rumah yang tidak memenuhi standar sebesar 78,4% dan sanitasi rumah yang memenuhi standar yaitu sebesar 21,6%. Sesuai dengan Arifin (2009), sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi tidak hanya mencakup sanitasi dasar seperti jamban, penyediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, dan saluran air limbah saja, namun juga meliputi ventilasi, kelembaban udara, kepadatan hunian dll. Dengan terjaganya kondisi sanitasi terutama dirumah kita maka kemungkinan resiko terjadinya penyebaran penyakit dapat dicegah. Sesuai Kepmenkes (1999), untuk mendapatkan sanitasi rumah yang memenuhi standar antara lain dengan : 1) Pencahayaan alami yang memenuhi standar 60 – 120 lux dengan cara pemasangan genteng kaca, letak jendela yang tidak terhalang oleh bangunan atau pepohonan agar sinar matahari lebih lama menyinari lantai. 2) Agar rumah selalu tetap pada kelembaban optimum yang memenuhi standar 40 – 60% dan kelembaban berkaitan dengan ventiasi maka untuk itu harus memperhatikan letak dan luas ventilasi. 3) Luas ventilasi ≥15%, selain luas, ventilasi tersebut selalu dibuka pada pagi hari agar sinar matahari masuk untuk
62
mengurangi kelembaban didalam ruangan atau rumah tersebut. 4) Untuk kenyamanan penghuni, setiap rumah hendaknya tersedianya kamar tidur dengan ketentuan bahwa setiap penambahan satu kamar tidur, rumah tersebut diperkenankan menambah penghuni sebanyak dua orang. b) Suspek Penderita TB Paru Suspek penderita TB Paru yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2013 sebanyak 37 orang. Menurut Depkes (2007), Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tandatanda TB, dengan gejala utama batuk berdahak 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah (haemoptysis), sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. c) Hubungan Sanitasi Rumah terhadap Ssuspek Penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun Dari 37 responden suspek penderita TB Paru, sanitasi rumah yang tidak memenuhi standar sebesar 29 responden (78,4%) dan sanitasi rumah yang memenuhi standar 8 responden (21,6%). Selanjutnya dilakukan uji statistik Chi square dengan hasil nilai x2 hitung > nilai x2 tabel (15,806 > 3,841). Maka Ho ditolak, dapat disimpulkan ada hubungan sanitasi rumah terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Hubungan Sanitasi Rumah....
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun. Dampak rumah tidak sehat atau sanitasi rumah tidak standar dapat mempengaruhi peningkatan kejadian suspek TB Paru. Syarat rumah sehat menurut WHO dan Kepmenkes (1999), antara lain : a. Pencahayaan alami, pencahayaan dalam ruang rumah diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan membaca berdasarkan persyaratan minimal 60 Lux. b. Kelembaban, kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40 - 60% dan buruk jika <40% atau > 60%. c. Ventilasi, luas lubang ventilasi tetap, luasnya sekurang - kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Udara yang masuk harus udara bersih. Aliran udara jangan sampai terhalang oleh barang - barang besar (lemari, dinding sekat, dan lain - lain). d. Kepadatan hunian, tiap - tiap anggota keluarga tidak terganggu, tersedianya jumlah ruangan kediaman yang cukup yakni 9m2/penghuni atau setiap penambahan satu kamar tidur, rumah tersebut diperkenankan menambah penghuni sebanyak dua orang. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan sanitasi rumah terhadap suspek penderita TB di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun, yaitu dari 37 responden suspek penderita TB Paru terdapat 29 responden (78,4%) dengan sanitasi rumah tidak memenuhi standar dan 8
Hubungan Sanitasi Rumah....
responden (21,6%) dengan sanitasi rumah memenuhi standar. SARAN Masyarakat diharapkan : 1. Memasang atau menambah genteng kaca agar cahaya matahari menyinari ruangan sehingga ruangan terang dan kelembaban berkurang, 2. Membuat sebanyak mungkin bukaan, bisa berupa ventilasi dan ventilasi tersebut dibuka agar sirkulasi udara baik, membuat suasana ruang menjadi lebih nyaman 3. Kepadatan hunian disesuaikan antara luas rumah dan jumlah penghuni, bisa juga dengan penambahan kamar agar seimbang antara jumlah penghuni dan jumlah kamar. DAFTAR PUSTAKA Arifin, M., (2009) Sanitasi Lingkungan. Jakarta, EGC. Budiharto., (2009) Perilaku Kesehatan. Jakarta, EGC. Depkes RI., (2002) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, Depkes. Depkes RI., (2004) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Depkes RI., (2007) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, Depkes. Ditjen PPM & PL.. (2004) Kajian Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Tahun 1998 / 1999 - 2003. Jakarta, Depkes RI. Gunawan, Rudi., (2009) Rencana Rumah Sehat. Yogyakarta, Kanisius. Herdin, S., (2005) Ilmu Penyakit Dalam Cetakan 2. Jakarta,PT. Asdi Mahasatya.
63
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/ SK/VII/1999. Ketentuan Persyaratan Kesehatan Rumah Tingga KepMenKes RI No. 1405/Menkes/Sk/Xi/ 2002. Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah Krieger, J.,Higgins, D.L., (2008) Housing and Health. Time Again for Public Health action. (online) (rudimole.blogspot.com/2011/06/proposalkeperawatan.html, diakses 12 Mei 2013 jam: 15.00 WIB) Lubis, Pandapotan., (2000) Perumahan Sehat. Jakarta, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Murti, Bhisma., (2006) Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta, Gadjah Mada University. Notoatmodjo, Sukidjo., (2003) Ilmu Kesehatan Masyarakat PrinsipPrinsip Dasar Cetakan Kedua. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, Sukidjo., (2003) Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, Sukidjo., (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, Sukidjo., (2007) Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, Sukidjo., (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta, Rineka Cipta. Nursalam., (2008) Konsep dan Perawatan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi Tesis, dan Instrumen Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., (2006) Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta, Citra Grafika. PerMenKes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah Sugiana, Dadang., (2008) Populasi dan Teknik Sampling. Bandung, Universitas Padjadjaran.
64
WHO., (2002) Tuberculosis Epidemiologi and Control Edisi 1. New Delhi. WHO., (2008) The Global Burden of Diseases. Geneva.
Hubungan Sanitasi Rumah....