DARI REDAKSI
editorial
MAJALAH TRANSPARANSI
Reformasi Birokrasi
B
irokrasi yang ada saat ini seringkali dituding sebagai biang keroknya ketidakefisienan, ketidakefektifan dan ketidakekonomisan kinerja pemerintah. Bobroknya birokrasi juga seringkali dituding sebagai awal dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebagai jawabannya, reformasi Birokrasi gencar didengungkan untuk membenahi permasalahan tersebut. Tetapi, ketika berbicara proses reformasi birokrasi pastilah muncul pertanyaan dari mana kita memulai reformasi birokrasi ? Apa sih sebenarnya yang harus direformasi ? Salah satu variable utama dari birokrasi yang harus segera direformasi adalah SDM aparatur pemerintah. Dan ketika
brebicara mengenai SDM dalam reformasi birokrasi, terdapat dua sudut pandang yang harus secara bersinergi dalam proses reformasinya yaitu: SDM sebagai obyek sebuah birokrasi serta SDM sebagai subyek dalam sebuah birokrasi.. Sebagai obyek, dapat diartikan bahwa reformasi haruslah menyentuh pola-pola manajemen SDM aparatur pemerintah yang diterapkan. Manajemen SDM disini tentusaja mencakup semua bentuk perlakuan terhadap SDM mulai dari rekruitmen, pola mutasi, promosi, pengembangan sampai dengan renumerasi. Manajemen SDM disini tentusaja didukung dengan peraturan dan kebijakan yang efektif dan murni mengarah kepada optimalisasi kinerja organisasi. Selanjutnya, peraturan dan kebijakan tersebut tentusaja diharapkan tidak hanya menjadi “macan kertas” tanpa implementasi yang obyektif. Nah, implementasi inilah yang pada ujungnya mengarah ke pokok bahasan SDM sebagai subyek dalam sebuah birokrasi. SDM aparatur sebagai subyek dalam sebuah birokrasi memegang p e r a n a n yang sangat penting, karena merekalah p e l a k u utamanya. S e b a g a i pelaku utama, tanpa memiliki kemauan,
2
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
DARI REDAKSI semangat perubahan, visi serta idealisme untuk melakukan reformasi birokrasi maka reformasi birokrasi tinggalah slogan yang semakin menjauh ke awang-awang. Kemauan, semangat perubahan, visi serta idealisme ini hendaknya merupakan sebuah kesatuan komitmen setiap SDM aparatur pemerintah yang ada, terutama para elite birokrasi sebagai pengambil keputusan sampai dengan aparaturaparatur pelaksana di bawahnya. Akhirnya proses reformasi birokrasi dikembalikan juga kepada para aparatur pemerintah yang bertanggungjawab atas kinerja pemerintah. Jika kita sendiri tidak memiliki kemauan untuk membenahi diri kita sendiri, berarti memang tidak ingin ada reformasi birokrasi. Jika kita tidak memiliki semangat perubahan, berarti memang menginginkan kondisi “status quo”, tidak ingin berubah menuju kebaikan. Jika kita tidak memiliki visi dan idealism, berarti puaslah kita untuk “jalan ditempat” selamanya. T Wasis Danardono Kepala Sub Bagian TLHPP-I
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
INSERT
REFORMASI BIROKRASI Reformasi birokrasi adalah perubahan radikal dalam bidang sistem pemerintahan. Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-langkah manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis, menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan. Ada tujuh langkah manajemen perubahan Pertama, memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Kedua, mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan. Ketiga, menentukan kepemimpinan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya. Keempat, fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu. Kelima, mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan itu menyebar ke unitunit lain di seluruh instansi. Keenam, membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi. Ketujuh, mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung. Ivan A. Sumber : Transparansi Internasional Indonesia http://www.ti.or.id/news/8/tahun/2007/ bulan/07/tanggal/24/id/1651/
3
PROFIL
Capt. Ronny Hasan Inspektur-II, Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan
MENGARUNGI PEKERJAAN DARI SAMUDERA KE BELAKANG MEJA
M
tahun 1982. Boleh dibilang dari seluruh latar belakang kedinasannya hampir separuh karirnya di habiskan di Direktorat Perhubungan Laut.
Setelah menamatkan sekolahnya di Akademi Ilmu Pelayaran yang sekarang di kenal dengan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) jurusan Nautika pada tahun 1973, beliau langsung menerapkan pengetahuannya sebagai seorang mualim kapal disnav Tanjung Priok selama 2 tahun. Memulai karir kedinasan sebagai Kakel Pelaut Disnav Tanjung Priok pada
Pria kelahiran 31 Oktober 1950 yang memiliki 3 orang putera dan puteri ini sangat mengutamakan keluarga. Seorang pribadi yang ramah, santun dan humoris. Tapi juga tegas dan tuntas ketika mengerjakan suatu pekerjaan. Kerasnya dunia kerja dilaut cukup menempa beliau dalam menghadapi setiap kesulitan pekerjaannya saat ini. Bagi beliau pekerjaan yang overlap sama sekali bukan alasan untuk tidak berada di rumah untuk bertemu dengan keluarganya. Prinsip beliau adalah bekerja boleh berlebih tetapi tidak boleh berlebihan.
emimpin salah satu jabatan di Inspektorat Jenderal mungkin tidak pernah terpikirkan oleh pribadi yang satu ini. Tetapi dengan segala pen galamannya di bidang kelautan membuat Capt Ronny Hasan menjabat Inspektur II di Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan.
Kariernya di Inspektorat Jenderal di mulai pada tahun 2006. Pada saat itu beliau langsung diamanahkan untuk menjabat Inspektur II di Inspektorat J e n d e r a l Departemen Perhubungan. Menurut beliau posisi yang
4
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
PROFIL diamanahkan untuknya sangat disyukuri. Walaupun dalam bidang administrasi beliau belum banyak pengalaman. Salah satu prinsip yang beliau pegang adalah bahwa
Inspektur di Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan akan peningkatan kualitas SDM. Sehingga segala tugas yang dilaksanakan dapat
segala sesuatu yang baru itu harus dicoba karena jika tidak dicoba kita tidak akan tahu apakah hal tersebut akan berhasil atau tidak dan kesempatan itu tidak datang dua kali.
menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Sehingga bukan hanya materi yang didapat tetapi juga prestasi kerja. T Tim Jurnal
Di lingkungan kerja yang beliau pimpin walaupun saat ini kekurangan SDM, tetapi bagi beliau hal itu tidak menghalangi kinerja yang akan dia laksanakan. Segala tugas yang ada harus dilakukan dengan sepenuhnya. Walaupun pekerjaan yang akan dilaksanakan sama sekali bukan bagian dari pekerjaannya. Mungkin hal ini di dasari karena pengalaman beliau yang lebih banyak dilapangan. Besar harapan beliau sebagai seorang
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
5
FOKUS
PEMATANGAN BIROKRAT MUDA SEBAGAI FAKTOR DAN AKTOR KUNCI DALAM REFORMASI BIROKRASI The bureaucracy is what we all suffer from. (Otto von Bismarck, 1891 - from a speech) What a man actually needs is not a tensionless state but rather the striving and struggling for some goal worthy of him. What he needs is not the discharge of tension at any cost, but the call of a potential meaning waiting to be fulfilled by him. (Victor Frankl) He who desires or attempts to reform the government of a state... must at least retain the semblance of the old forms, so that it may seem to the people that there has been no change in the institutions, even though they are in fact entirely different from the old ones (Nicollo Machiavelli) Pengantar Semenjak lebih dari satu abad yang lalu, birokrasi di seluruh belahan dunia telah memiliki stigma yang negatif. Hal ini nampak dari pernyataan Kanselir Jerman periode 1870-1890, Otto von Bismarck, pada tahun 1891 bahwa “birokrasi adalah apa yang mendatangkan kesengsaraan bagi kita”. Tidak aneh jika kemudian berbagai negara gencar melakukan program reformasi birokrasi.
adalah SDM aparatur. Hal ini mengandung pengertian bahwa peningkatan kompetensi individual pegawai dan kompetensi jabatan (struktural maupun fungsional), serta pembenahan perilaku dan etika pejabat public perlu mendapat perhatian serius sebagai bagian integral dari proses reformasi birokrasi. Dengan kata lain, profesionalisme birokrasi akan dapat dicerminkan dari kemampuan dan kualitas SDM aparaturnya.
Reformasi birokrasi sendiri memang sebuah proses dan tuntutan yang tidak bisa ditunda lagi. Sebab, birokrasi pada hakekatnya adalah mesin negara (the machine of the state) yang berfungsi menjalankan seluruh tugas pemerintahan dan pembangunan dalam rangka merealisasikan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam konstitusi negara. Selanjutnya, inti dari birokrasi
Sebagai mesin birokrasi (the machine of the bureaucracy), SDM aparatur semestinya tidak diperlakukan sebagai faktor statis yang hanya menjadi obyek suatu kebijakan. Justru harus disadari bahwa dalam jiwa setiap manusia (termasuk pegawai di sektor publik) terdapat semangat perubahan serta motivasi untuk mengaktualisasikan kapasitasnya. Hal ini sesuai dengan
6
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS pernyataan Victor Frankl bahwa : “Apa yang diinginkan oleh seseorang bukanlah suatu keadaan yang tenang, tetapi suatu perjuangan menantang atas tujuan yang dicita-citakannya. Apa yang dibutuhkan bukanlah hilangnya ketegangan, namun justru sebuah panggilan dan pengakuan terhadap potensinya untuk mengisi suatu peran tertentu”. Dalam konteks organisasi, potensi untuk maju dari setiap inidividu inilah yang harus dimaksimalkan untuk membangun kinerja. Secara analogis dapat dikatakan pula bahwa upaya mereformasi birokrasi harus pula berbasis pada pemantapan potensi, kapasitas, dan peran para birokratnya. Dengan demikian, para birokrat inilah yang harus difungsikan sebagai faktor pengungkit utama (key leverage) untuk menggulirkan reformasi birokrasi. Persoalannya kemudian adalah, level birokrat manakah yang semestinya diberi kesempatan dan peranan terbesar sebagai agent of reform ? Disini, penulis mengajukan birokrat muda (the middle class of the bureaucrats) sebagai aktor utama yang harus maju kedepan dan memelopori pembenahan birokrasi secara menyeluruh. Tentu saja, pemberian peran yang lebih besar kepada birokrat muda ini, tidak berarti menafikan para birokrat senior dan tatanan organisasi yang telah eksis. Sebab, reformasi birokrasi bagaimanapun harus dilakukan secara evolusioner, bukan reaksioner apalagi revolusioner. Hal ini sesuai dengan anjuran ilmuwan politik Italia pada abad 16, Nicollo Machiavelli, tentang “metode” melakukan reformasi birokrasi, sebagai berikut : “Siapa yang berkehendak atau berupaya mereformasi birokrasi sebuah negara … haruslah mempertahankan bentuk-bentuk lama, sehingga rakyat akan menilai bahwa
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
tidak terjadi perubahan institusional, walaupun sesungguhnya terdapat perbedaan mendasar dari pola birokrasi yang lama.” Selanjutnya, tulisan ini akan mencoba me-review proses reformasi dan kondisi birokrasi Indonesia dewasa ini, kemudian membangun rekomendasi tentang strategi memperkuat peranan birokrat muda untuk membangun sosok birokrasi yang lebih baik. Reformasi Birokrasi Indonesia, Mengapa Gagal ? Di Indonesia, selama ini sudah banyak sekali upaya mereformasi birokrasi dengan berbagai pendekatan teoretis / konseptual seperti privatisasi dan perubahan ekonomi perencanaan menjadi ekonomi pasar (Savas, 1987; World Bank, 1996); reinventing government (David Osborne dan Ted Gaebler, 1992); knowlegde-creating organization (Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi, 1995); learning organization sebagai disiplin ke-5 (Peter Senge, 1995); banishing bureaucracy (David Osborne dan Peter Plastrik, 1996); dan lain-lain. Namun nampaknya, kondisi dan kinerja birokrasi masih belum menampakkan hasil positif. Ini mengisyaratkkan pada kita untuk mencari metode reformasi yang benar-benar efektif dan mujarab untuk membangun sosok birokrasi yang benar-benar sehat, bersih, profesional, sekaligus demokratis dan berkinerja tinggi. Kelemahan utama yang ada dalam proses reformasi birokrasi selama ini adalah sifatnya yang terlalu makro. Artinya, reformasi selalu diasosiasikan sebagai perubahan kesisteman dan/atau organisasional, dan bukan pembenahan komponen-komponen birokrasi yang lebih mikro. Disamping itu, reformasi yang ada selama ini juga lebih banyak berasal dari luar, serta dilakukan oleh aktor diluar birokrasi itu sendiri.
7
Akibatnya, proses reformasi kurang sesuai dengan kebutuhan riil dan kurang dapat diimplementasikan secara optimal pula. Meminjam analisis Spencer and Spencer (1993), birokrasi dapat diumpamakan sebagai sebuah bangunan gunung es, dan reformasi birokrasi baru menyentuh dimensi permukaan saja, yakni yang menyangkut upaya meningkatkan keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) semata. Sedangkan karakteristik lainnya yang lebih bersifat hidden (tersembunyi), deeper (berada di dalam), serta merupakan dimensi inti dari kepribadian (central to personality) seperti perilaku dan nilai-nilai individual (attitudes and values), semangat atau dorongan (motives), sifat (traits), serta konsep diri (self-concept), kurang tergarap secara sistematis dan berkesinambungan. Strategi diklat aparatur dewasa ini agaknya juga lebih memfokuskan pada agenda membangun kemampuan kepemimpinan (managerial agenda) dan kemampuan intelektual (intellectual agenda), dengan sedikit perhatian pada kemampuan perilaku (behavioral agenda). Padahal, potensipotensi sentral yang terdapat pada jiwa dan kepribadian seseorang inilah yang lebih menentukan kapasitas seseorang untuk mengaktualisasikan potensi dan perannya secara optimal. Meskipun demikian, sebagaimana dikatakan oleh Spencer and Spencer, memang disadari bahwa membangun dimensi permukaan jauh lebih mudah disbanding membangkitkan potensi yang tersembunyi. Adapun model “gunung es” dalam proses reformasi birokrasi dapat digambarkan pada Gambar 1. Disamping model Spencer and Spencer, model UNDP (1998) serta analisis Grindle (t.t) tentang tiga tingkatan kapasitas, dapat pula menjelaskan faktor kegagalan reformasi
8
Gambar 1 Model “Gunung Es” dari Komponen Reformasi SDM Birokrasi
birokrasi. Menurut kajian keduanya, capacity building dapat ditempuh melalui tiga tingkatan dengan fokus dan program yang berbeda-beda, sebagaimana nampak pada Tabel 1. Dari ketiga level diatas, sekali lagi dapat dicermati bahwa pembenahan birokrasi selama ini masih lebih terkonsentrasi pada tingkatan organisasi dan sistem. Desentralisasi yang luas (UU Nomor 22 dan 25 Tahun 1999), Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN (UU Nomor 28 Tahun 1999), serta pengajuan berbagai RUU seperti Kementerian Negara, Pelayanan Publik, dan sebagainya, adalah contoh-contoh betapa para pengambil kebijakan kita masih lebih banyak berpikir global (think globally) namun kurang disertai dengan bertindak konkrit (act concretely). Sayangnya lagi, proses pembenahan pada dua tataran inipun masih belum menunjukkan hasil yang nyata. Mengingat hal tersebut diatas, upaya reformasi mestinya dilakukan secara komprehensif, baik tataran makro maupun mikro. Dalam hubungan ini, pengembangan kompetensi SDM dapat dipahami sebagai salah satu upaya kebijakan pada level mikro
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
Pada saat yang bersamaan, reformasi juga harus dilakukan oleh para birokrat muda tersebut. Disini, paling tidak terdapat tiga alasan yang mendorong perlunya memperlakukan birokrat muda sebagai faktor dan actor utama dalam reformasi birokrasi. Pertama, birokrat muda diasumsikan memiliki energi dan potensi perubahan yang signifikan untuk menuju pada suatu tatanan organisasi yang lebih dinamis. Pengalaman bangsa kita semenjak revolusi kemerdekaan hingga masa Table 1, Tingkatan dan Fokus Pengembangan Kapasitas Birokrasi, reformasi pasca Orde Sumber : UNDP (1998), Grindle (t.t.), Spencer and Spencer (1993) Baru membuktikan begitu kuatnya peranan pemuda untuk membentuk sebuah sistem birokrasi yang efektif dan efisien (effective and dalam menginisiasi dan mengakselerasi efficient), tanggap dan cekatan (quick and perubahan. Mengharapkan pegawai pada responsive), terbuka dan bertanggungjawab low level (golongan I dan II atau yang (transparent and accountable), membuka berpendidikan SLTA kebawah) untuk seluas mungkin partisipasi publik (inclusive menggulirkan reformasi, jelas suatu hal yang and democratic), serta berkinerja tinggi mustahil. Sementara pegawai yang sudah dalam bidang pembangunan dan pelayanan menduduki posisi mapan dan memegang fungsi penting dalam pengambilan (developmental). keputusan, seringkali alergi dan kurang peka terhadap tuntutan reformasi. Sebab, Pemantapan Birokrat Muda Sebagai reformasi sering dipersepsi secara salah Key-leverage Proses Reformasi Reformasi birokrasi pada dasarnya adalah sebagai upaya mengganti tokoh-tokoh sebuah upaya yang sangat rumit (odyssey lama dan sistem lama dalam birokrasi. of problems), dan sulit sekali ditentukan Itulah sebabnya, “kelas menengah” dalam pijakan awal untuk memulainya. Dan karena birokrasi harus memposiikan diri sebagai adanya faktor kesulitan inilah, justru harus pelopor reformasi, tanpa harus menunggu ditentukan starting point untuk memulai inisiatif dari atas atau desakan dari bawah. program reformasi. Dalam hubungan Gagasan seperti ini antara lain didukung oleh ini, penulis menyarankan agar reformasi Sadu Wasistiono (2003) yang mengatakan birokrasi dimulai dengan pematangan SDM bahwa hanya birokrasi kelas menengahterdidik pada level menengah (para birokrat lah yang dapat menggulirkan reformasi muda usia 30-50, berpendidikan Sarjana birokrasi secara sukses. keatas, pangkat minimal Penata, serta memiliki pemikiran cukup matang strategis). Kedua, SDM dengan kompetensi unggul
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
9
adalah inti dari birokrasi dan menjadi motor penggerak roda organisasi. SDM yang unggul akan dapat mengelola sumbersumber daya aparatur secara efektif dan efisien; merumuskan kebijakan public yang tepat dan berkualitas prima; menegakkan peraturan secara adil, jujur dan konsisten; menjalankan fungsi-fungsi manajemen secara taat azas, sekaligus mengawal organisasi untuk selalu berada pada jalur yang tepat untuk mencapai visi dan misinya. Dan harus diakui bahwa SDM yang memenuhi karakteristik tersebut, sebagian besar terdapat pada jenjang menengah (young bureaucrats). Dalam konteks ini, perubahan sebesar apapun pada tataran institusional dan kesisteman tidak akan membawa efek positif yang optimal tanpa disertai dengan pembenahan aspek SDM. Sebaliknya, kondisi institusional dan kesisteman yang kurang baik akan dapat tertutupi oleh human resources yang telah terbangkitkan seluruh potensinya. Ketiga, birokrat muda relatif memiliki visi dan idealisme yang tinggi, dan belum banyak terpengaruh oleh patologi birokrasi seperti KKN, pemborosan sumber daya, arogansi jabatan, dan sebagainya. Keadaan para birokrat muda yang masih “bersih” ini perlu dijaga agar tidak terkontaminasi oleh lingkungan kerjanya yang sudah “kotor”. Jika generasi muda ini dapat dijamin kemurnian pemikiran dan perilakunya, maka dapat dipastikan bahwa pada saat mereka menempati posisi-posisi kunci, birokrasi akan terbebas sama sekali dari penyakit-penyakit kronisnya. Namun sekali saja mereka tercemar oleh penyakitpenyakit tadi, maka reformasi tidak akan pernah mencapai sasaran. Disinilah perlunya strategi “sterilisasi” atau bahkan “isolasi” para calon birokrat masa depan dari perilaku dan lingkungan birokrasi yang korup dan tercela. Jika diperlukan, upaya menjaga kemurnian dan idealisme birokrat muda tadi dapat dilakukan dengan
10
cara memotong satu generasi (cut one generation). Membuang sekelompok birokrat “busuk” demi menyelamatkan “nyawa” birokrasi secara umum kiranya dapat dikategorikan sebagai langkah yang tepat dan baik. 1 Pertanyaannya kemudian adalah, peran seperti apa yang dapat diserahkan kepada birokrat muda tadi ? Salah satu kebijakan yang perlu segera dilakukan dalam hal ini adalah memberikan kesempatan kepada para birokrat muda tadi untuk mengekspresikan ide-ide, cita-cita dan harapannya seluas dan sebebas mungkin. Dengan kata lain, perlu disosialisasikan adanya “budaya menggali ide dari bawah”. Di Jepang, misalnya, mekanisme seperti itu sudah lama diterapkan di perusahaanperusahaan multi nasional (MNCs) seperti Toyota dan NipponExpress. Disini, upaya untuk memberdayakan staf dari level terbawah itu disebut Teian Seido. Bahkan NipponExpress sudah menerapkan Teian Seido sejak tahun th 1963, dan diperbaharui pada tahun 1990.8 Sementara di Toyota, setiap tahun ada sekitar 60.000-an “teian” (ide/gagasan) dari pegawai untuk perbaikan dari setiap unit kerja seperti produksi dan sebagainya. Setiap “teian” yang diterima akan dihargai dengan reward antara 500 yen hingga 200.000 yen, tergantung dari nilai gagasan tersebut. Dengan model seperti ini, kebijakan manajer berfungsi sebagai motivator yang akan mendorong lahirnya iklim 1 Sekedar ilustrasi, 4.000 orang di Cina telah dihukum mati sejak 2001 karena terbukti melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Sedangkan selama 4 bulan pada 2003 lalu, 33.761 polisi dipecat. Mereka dipecat tidak hanya karena menerima suap, tapi juga berjudi, mabukmabukan, membawa senjata di luar tugas, dan kualitas di bawah standar. Bagi Perdana Menteri Zhu Rongji, inilah jalan menyelamatkan Cina dari kehancuran. Baca berita selengkapnya di Republika, Rabu, 21 Juli 2004. Dapat diakses online di http://www.republika.co.id/ASP/kolom_ detail.asp?id=167107&kat_id=19
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
kerja yang sangat kompetitif antar staf, sehingga dapat memacu produktivitas organisasi secara menyeluruh. Disamping itu, setiap pegawai akan terbiasa berpikir analitis dan inovatif untuk menggali dan menemukan strategi-strategi terbaru dan terbaik yang harus dilakukan unit kerja atau organisasinya. Disini ada hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan / organisasi dengan SDM pendukungnya. Sementara itu, kondisi di Indonesia pada umumnya masih dicirikan oleh pola-pola “patron – klien”, “atasan – bawahan”, ataupun “elite – massa” yang cukup menonjol. Akibatnya, banyak staf yang kurang berani berdebat dengan atasannya, dan banyak atasan yang merasa lebih pintar dan lebih baik dibanding bawahannya. Banyak staf yang nampaknya masih suka diam dan “manut” terhadap apapun yg dimaui dan ditetapkan pimpinannya. Disisi lain, karakter-karakter ortodoks dari gaya “bossy” atau “showbiz” hingga gaya manajemen yang determinatif dan interventif, masih banyak melekat di jajaran petinggi birokrasi. Akibatnya, ide-ide masih mengalir dari atas (top-down) dan menumpulkan pemikiran dari bawah dan dari tengah (bottom-up). Kondisi seperti inilah yang harus segera dikikis dan dihilangkan dalam mekanisme kerja birokrasi publik di masa-masa mendatang. Terlebih lagi, dalam satu dekade kedepan, alih generasi tidak mungkin bisa dihindari apalagi diabaikan begitu saja. Pengabaian terhadap proses alami tentang regenerasi, akan berdampak secara langsung terhadap figur organisasi yang loyo dan tidak produktif (osteoporosis akut).
Untuk berhasilnya strategi ini, jelas diperlukan strategi-strategi lain sebagai pendukungnya. Dengan demikian, reformasi birokrasi dapat berjalan terarah namun tidak parsial. Catatan Penutup Esensi reformasi birokrasi pada hakekatnya adalah upaya mengembalikan birokrasi kepada fungsi aslinya, yakni melayani dan mengayomi (to serve and to preserve). Dan untuk bisa mengembalikan fungsi aslinya tadi, memang diperlukan sebuah strategi inti pengungkit (key leverage). Sesuai dengan namanya, strategi pengungkit hanya berfungsi untuk “merangsang” dan memulai berlangsungnya proses reformasi birokrasi, namun bukan merupakan strategi besaran (grand strategy) dari reformasi itu sendiri. Dalam kaitan ini, penulis meyakini bahwa keberadaan SDM aparatur yang bermutu, khususnya dari kalangan menengah, memiliki potensi besar untuk memainkan peran sebagai faktor pengungkit tadi. Kalaupun saat ini masih terkesan tidak terberdayakan, hal itu menunjukkan belum adanya upaya konkrit dan sistematis untuk mereformasi birokrasi. Dan fakta inilah yang justru mendorong kita untuk memulai proses reformasi birokrasi, SEKARANG … !!! T Tri Widodo W. Utomo, SH., MA Peneliti Madya Bidang Administrasi Negara LAN-RI & Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Widyagama - Samarinda
Meskipun demikian, perlu disadari bahwa pemantapan peran birokrat muda ini hanyalah salah satu strategi pengungkit untuk menggulirkan reformasi birokrasi.
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
11
FOKUS
KOMPETENSI APARATUR PERHUBUNGAN : Sebuah Harapan Dalam Penantian “Departemen masih saja mengalami keterbatasan sumber daya manusia. Keterbatasan ini dapat dilihat jelas melalui jamaknya temuan-temuan hasil audit internal yang telah dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan maupun auditor eksternal lainnya, akan keterbatasan kuantitas dan kualitas aparatur perhubungan”
D
alam tinjauan reformasi birokrasi, terdapat 3 (tiga) hal utama yang harus dibenahi, yaitu organisasi, proses dan sumber daya manusia. Sumber daya manusia pada hakikatnya memegang peran yang teramat penting, sebab dalam pembenahan baik organisasi (kelembagaan) maupun proses (ketatalaksanaan) itu sendiri, tidak lepas dari keterlibatan “manusia” (sumber daya manusia) didalamnya. Bagi Departemen Perhubungan yang menjadi regulator di sektor transportasi, pengelolaan aparatur perhubungan bahkan mengalami tantangan yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Bagaimana tidak, meskipun telah didukung oleh keberadaan Badan Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan, Departemen masih saja mengalami keterbatasan sumber daya manusia. Keterbatasan ini dapat dilihat jelas melalui jamaknya temuan-temuan hasil audit internal yang telah dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan maupun auditor eksternal lainnya, akan keterbatasan kuantitas dan kualitas aparatur perhubungan. Ironisnya, dalam sebuah berita yang dilansir dari harian “pelita” pada tanggal 05 Juni 2008 -http://www.hupelita.com/baca. php?id=37291-, menyatakan bahwa
12
Indonesia adalah negara andalan bagi China, Malaysia, India dan negara-negara ASEAN lainnya sebagai penyedia tenaga penerbang dan perwira pelaut. Pernyataan ini diamini oleh Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Perhubungan -Dedi Darmawandalam petikan wawancara yang dimuat pada artikel yang sama. Betapa tidak, sebanyak lebih dari 2.000 taruna transportasi baik darat, laut dan udara yang telah di wisuda oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Perhubungan selama tahun 2008 ini diserap habis oleh sektor riil transportasi, terutama taruna laut dan udara. Ini menandakan adanya diskoneksi antara output Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Perhubungan, yang seyogianya juga menyuplai tenaga teknis bagi Departemen Perhubungan yang mendidiknya, yang notabene hingga saat ini memiliki keterbatasan kuantitas maupun kualitas aparaturnya. Diskoneksi ini sedikitnya disebabkan oleh 2 (dua) hal, yakni perencanaan sumber daya manusia yang kurang diperhatikan ditubuh Departemen atau rendahnya minat extaruna menyandang predikat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Perhubungan -entah karena perbedaan yang cukup signifikan pada remunerasi sebagai PNS dibandingkan sebagai Pegawai Swasta
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS atau adanya kegamangan dalam diri extaruna pada kemungkinan penempatan PNS di daerah terpencil-.
dikhususkan bagi lulusan SLTA terbaik yang diseleksi dengan kriteria tertentu sebagai CPNS (golongan II/a) sekaligus sebagai Calon Taruna Tugas Belajar.
Secara aktif, Badan Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan terus Pada dasarnya, silabus pengajaran yang mengupayakan membentuk tenaga teknis dibuat untuk pilot project ini serupa berkualifikasi internasional yang mampu dengan pendidikan reguler yang telah ada diandalkan untuk menempati posisi strategis -yang berstandar internasional berbasis di Departemen Perhubungan sebagai kompetensi-. Perbedaannya adalah, dengan regulator kebijakan sektor transportasi ditambahkannya beberapa pendidikan pemerintah. Berbagai program pendidikan khusus seperti pendidikan akan managerial dan pelatihan telah diselenggarakan Badan skill, leadership, negotiation skill, bahasa Diklat Perhubungan untuk melakukan asing, kemampuan di bidang teknologi peningkatan kualitas infomasi dan ilmu-ilmu aparatur perhubungan, lain yang diperlukan “entah karena namun urgensi sebagai calon pemimpin perbedaan yang kebutuhan sumber di sisi regulator sektor cukup signifikan pada transportasi. daya berkualitas sudah Seperti semakin mendesak, remunerasi sebagai PNS halnya dengan pendidikan terutama aparatur baru reguler taruna korps dibandingkan sebagai yang memiliki idealisme transportasi, pelaksanaan dan semangat yang pendidikan bagi pilot Pegawai Swasta atau tinggi. project ini dilakukan di adanya kegamangan masing-masing kampus, dalam diri ex-taruna Menindaklanjuti seperti di Sekolah Tinggi ini, Departemen Penerbangan Indonesia pada kemungkinan P e r h u b u n g a n (STPI) bagi taruna program penempatan PNS di melalui Badan Aircraft Inspector Plus Diklat Perhubungan 60 (AIP-60), di Sekolah daerah terpencil” mempersiapkan Tinggi Ilmu Pelayaran tenaga ahli di sub (STIP) bagi taruna program sektor laut, udara dan darat dengan Officer Plus 60 (OP-60) dan di Sekolah menyelenggarakan sebuah Pilot Project Tinggi Transportasi Darat (STTD) bagi tertitel “Taruna Plus” tahun 2008 ini. Melalui taruna program Praja 40 selama 4 (empat) program ini, Departemen Perhubungan tahun lamanya. melakukan penerimaan Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan yang Khusus untuk program Officer Plus langsung mendapatkan tugas belajar untuk 60 (OP-60) yang dimaksudkan untuk menjadi Perwira Pelaut melalui program mengakomodasi kebutuhan aparatur Officer Plus 60 (OP-60), menjadi Tenaga perhubungan laut sebagai regulator sektor Ahli Transportasi Darat melalui program transportasi laut, terdapat 2 (dua) jurusan Praja 40, menjadi Tenaga Ahli Inspektor yang dapat di pilih, yaitu jurusan Nautika Pesawat Udara melalui program Aircraft dan Teknika. Pembekalan pengetahuan Inspector Plus 60 (AIP-60). Program bagi taruna laut tersebut, selain menyentuh pembibitan yang dilaksanakan oleh Badan pada sisi operasional secara fundamental Pendidikan dan Latihan Perhubungan ini juga dipersiapkan pada sisi managerial
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
13
FOKUS sehingga memiliki pemahaman yang holistik akan transportasi secara teoritik.
pada permasalahan pengelolaan sumber daya manusia -sebagai salah satu faktor penyebab kecelakaan- secara lebih serius lagi. Penyelenggaraan jasa transportasi yang selama ini lebih menitikberatkan pada aspek ketersediaan fisik baik sarana maupun prasarana tentunya harus berubah secara paradigmatis untuk lebih memperhatikan faktor non teknis terkait.
Untuk jurusan Nautika, pemahaman akan tugas dan fungsi navigasi, penanganan muatan dan pengoperasian radio umum adalah sebuah keharusan yang tak dapat ditawar. Sedangkan untuk jurusan Teknika pengetahuan akan tugas dan fungsi marine engineering, electrical-electronic and control engineering, perawatan dan perbaikan mesin Kecelakaan kapal di laut menurut data yang menjadi mata kuliah jurusan harus statistik IMO umumnya -80 persenbenar-benar dikuasai secara mendalam, disebabkan oleh kesalahan manusia. selain pengetahuan tentang pengawasan Komite Nasional Keselamatan Transportasi terhadap pengoperasian kapal serta (KNKT) bahkan mengindikasikan 90 persen kecelakaan laut yang terjadi perlindungan orang di Indonesia disebabkan dikapal, pengetahuan tentang keadaan “Membangun sistem dan faktor manusia. Karena itu, profesionalitas dan darurat, keselamatan kerja, perawatan budaya masyarakat yang kompetensi baik dari sisi regulator maupun sisi medis dikapal, peduli terhadap aspek operator pelayaran mutlak penyelamatan diri di keselamatan adalah harus dipenuhi di samping laut dan pengoperasian kelengkapan fasilitas kapal-kapal khusus mutlak adanya dalam keamanan pelayaran. Ini yang merupakan rangka meningkatkan tercermin dari keputusan fundamental knowledge aspek keselamatan sidang pada kasus bagi taruna laut. tenggelamnya KMP transportasi di Senopati Nusantara akhir Pembangunan Indonesia” 2006 lalu, Mahkamah aparatur perhubungan Pelayaran menyatakan laut memang sangat 3 (tiga) hal yang harus urgent untuk dilakukan, dilakukan, yaitu pertama, mengingat potensi sumber daya laut yang menjanjikan dan perlu penyempurnaan peraturan perudangkehidupan perekonomian yang tak lepas dari undangan tentang keselamatan kapal moda transportasi laut di negara kepulauan kemudian yang kedua, meningkatkan seperti Indonesia ini, agar transportasi laut pengawasan dan disiplin kepada para kita kokoh mulai dari aspek yang paling pejabat dalam melaksanakan tugasnya fundamental. Apalagi dengan adanya dan yang ketiga, agar dilakukan “prestasi” kecelakaan kapal laut yang penempatan pejabat sesuai dengan cukup membuat miris selama 3 tahun ke keahlian dan kecakapannya. Mahkamah belakang. Membangun sistem dan budaya Pelayaran juga mengharapkan adanya masyarakat yang peduli terhadap aspek peningkatan pengawasan, pembinaan keselamatan adalah mutlak adanya dalam dan kompetensi di lingkungan Direktorat rangka meningkatkan aspek keselamatan Jenderal Perhubungan Laut Departemen transportasi di Indonesia. Untuk itu, Perhubungan. fokus perhatian harus ditujukan pula
14
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS Diharapkan kedepan, konsistensi penerimaan dan upgrading keahliankecakapan tenaga teknis –semisal OP 60 ini- di Departemen Perhubungan mendapatkan porsi yang semestinya, sehingga persoalan esensial angkutan laut yang menyangkut pemeriksaan kepelabuhan, kelaiklautan kapal, ratifikasi berbagai konvensi yang dikeluarkan “The United Nations Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS) dan “International Maritime Organization” (IMO) hingga buruknya manajemen perusahaan pelayaran dapat teratasi. Begitu pula dengan pemenuhan tenaga teknis transportasi lainnya yang mungkin bahkan memiliki masalah yang lebih complicated lagi, seperti di darat, udara maupun perkeretaapian, sehingga Departemen Perhubungan sebagai institusi yang diamanahkan menjadi regulator dapat mewujudkan transportasi yang aman, nyaman, andal, terpadu dan efisien dengan mengetengahkan komitmen “to zero accident” secara Kaffah. T Iqbal Rusli Didi Supriadi Haeril Bardan
INSERT
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (I) Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orangorang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Departemen Sumber Daya Manusia Memiliki Peran, Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab : Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja / Preparation and selection Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perkiraan / forecast akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya. Ivan A. Dari Berbagai Sumber Internet
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
15
FOKUS
KOMPETENSI MENUJU NEW AUDITOR APIP “untuk mempertahankan kompetensi, Auditor harus selalu melaksanakan penyegaran (pemuktahiran) melalui diklat profesional berkelanjutan, sehingga kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan/tupoksi” PENDAHULUAN Pengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah dilaksanakan oleh BPKP, Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melakukan pengawasan intern, melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan APBN melalui audit, review, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. Audit sebagaimana dimaksud terdiri atas audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu, yang dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat Kompetensi Keahlian sebagai Auditor. KOMPETENSI AUDITOR Kompetensi Auditor dalam melaksanakan tugasnya dipersyaratkan untuk mampu menguasai pengetahuan, keterampilan/ keahlian, sikap kerja dan mampu menerapkan di tempat kerja. Sehingga menghasilkan kinerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Oleh karena itu Auditor
16
khususnya Auditor APIP harus memiliki kompetensi dasar untuk jabatan auditor, bersikap dan berperilaku yang profesional, memilki sertifikasi JFA sesuai tingkatannya dan dalam melakukan audit berpedoman pada standar dan kode etik. Sebagai konsekuesi dari hal tersebut, pemimpin Instansi Pemerintah harus mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas pokok dan fungsi dengan mempertimbangkan : 1. Analisis tugas yang perlu dilaksanakan atas suatu pekerjaan dan memberikan pertimbangan serta pengawasan yang diperlukan. 2. Menetapkan dan memuktahirkan uraian jabatan atau perangkat lain untuk mengidentifikasi dan mendefenisikan tugas khusus. Apabila hal tersebut telah terpenuhi oleh auditor APIP dan Pemimpin Instansi Pemerintah telah mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan maka : 1. Auditor harus mampu memahami kegiatan tupoksi Auditan. 2. Auditor harus dapat menilai kecukupan Internal Control ( Pengendalian Intern) pada setiap proses kegiatan di lingkungannya. 3. Auditor harus memiliki kemampuan merencanakan, melaksanakan dan
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS juga menyusun Laporan Hasil Audit, serta mampu merancang kegiatan pengawasan Intern secara efektif dan efisien. 4. Auditor dapat mengkomunikasikan hasil-hasil audit secara tepat waktu, tepat substansi dan tepat sasaran. THE NEW AUDITOR APIP Dengan memperhatikan peran auditor APIP yang dapat memberikan jasa quality assurance, mengsyaratkan adanya kewenangan, independensi dan kompetensi sumber daya manusia. Kewenangan untuk memperoleh akses kepada berbagai fungsi, catatan dan personil memungkinkan auditor internal pemerintah menjalankan fungsinya secara optimal. Konsepsi inilah yang dalam tulisan ini dinamakan The New Auditor APIP. Selanjutnya dalam pelaksanaan audit dikelompokan sesuai dengan jabatannya, kemampuan yang harus dimiliki oleh auditor pada prinsipnya dapat diperoleh melalui pengalaman atau pendidikan, juga skill yang dimiliki, serta sikap perilaku auditor itu sendiri. Ketiganya oleh Benyamin S. Bloom dikategorikan sebagai Kognitif, affective dan psychomotor, yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom diuraikan secara rinci sebagai berikut : 1. Kognitif mencakup domain pengetahuan, pemahaman, penerapan analisa, sentesa dan evaluasi. 2. Affective mencakup domain mulai dari pengenalan, pemberian respon, penghargaan terhadap nilai-nilai, pengorganisasian dan pengalaman. Domain tersebut berisi perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. 3. Psychomotor mencakup domain : a. Imitasi yaitu dapat meniru
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
b. c. d.
e.
perilaku yang diterima, seperti menggambarkan, melafalkan, memegang, mengikuti, menuliskan dan lain-lain. Manipulasi seperti intruksi tulisan / verbal. Presesi tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis. Artikulasi yaitu kemampuan menunjukan gerakan dengan akurat, urutan angka maupun huruf yang benar dan kecepatan yang tepat. Natural yaitu gerakan spontan atau reflek atau tanpa ada perintah dari otak.
Dengan uraian Taksonomi Bloom diatas maka kompetensi auditor dapat dikelompokkan sesuai yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tugas pengawasan sesuai jenjang jabatannya, yaitu : 1. Tugas-tugas pengawasan sederhana dilaksanakan oleh Auditor Pelaksana. 2. Tugas-tugas pengawasan kompleksitas rendah oleh Auditor Pelaksana Lanjutan. 3. Tugas-tugas pengawasan dengan kompleksitas sedang oleh Auditor Penyelia. 4. Tugas-tugas pengawasan dengan kompleksitas tinggi oleh Auditor Ahli Pratama. 5. Memimpin pelaksanaan pengawasan oleh Auditor Ahli Muda . 6. Pengendalian teknis atas pelaksanaan pengawasan oleh Auditor Ahli Madya dan 7. Pengendalian mutu atas pelaksanaan pengawasaan oleh Auditor Ahli Utama. Selanjutnya kompetensi, melaksanakan melalui diklat
untuk mempertahankan Auditor harus selalu penyegaran (pemuktahiran) profesional berkelanjutan,
17
FOKUS sehingga kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan/tupoksi dan dari perkembangn lingkungan pengawasan, seperti pendidikan Sertifikasi JFA, mengikuti konferensi, seminar, kursus-kursus, PKS dan lain-lain.
5. Kompetensi Bidang Komunikasi. 6. Kompetensi Bidang Manajemen Pengawasan. 7. Kompetensi Bidang Standar, kode etik dan Sikap perilaku.
Khusus Auditor dilingkungan Inspektorat Selain daripada itu pihak APIP berkewajiban Jenderal Departemen Perhubungan juga dalam menetapkan penugasan pengawasan harus memiliki Kompetensi Khusus/spesialis tim audit terdiri dari para auditor yang dibidang/subsektor Perhubungan Darat, memiliki Kompetensi secara kolektif, juga Perhubungan Laut, Perhubungan Udara pimpinan APIP harus dan Perkeretaapian. memfasilitasi auditor untuk mengikuti PENUTUP “Untuk menjadikan The Bidang diklat maupun Ujian kompetensi Sertifikasi JFA guna New Auditor APIP kiranya Auditor yang telah memastikan Auditor diuraikan diatas, pada Pemimpin APIP harus yang ditugaskan jenjang jabatan yang menetapkan Standar kompeten. satu dengan jenjang Kompetensi Auditor, yaitu yang lainnya berbeda KOMPETENSI yaitu semakin tinggi untuk menjelaskan ukuran kedudukan seseorang AUDITOR Untuk menjadikan The kemampuan minimal yang dalam Auditor New Auditor APIP maka memerlukan harus dimiliki untuk dapat kompetensi kiranya Pemimpin APIP yang harus menetapkan melaksanakan tugas-tugas semakin besar pula Standar Kompetensi dalam Jabatan Fungsional dan semakin rendah Auditor, yaitu kedudukan dan fungsi Auditor yang mencakup dalam jabatan Auditor untuk menjelaskan ukuran kemampuan maka semakin besar pengetahuan, sikap minimal yang harus memerlukan keahlian maupun keahlian” dimiliki untuk dapat teknik, sehingga melaksanakan tugastergambarkan level tugas dalam Jabatan kompetensi mulai dari Fungsional Auditor yang mencakup dasar, menengah, lanjutan dan spesialis. pengetahuan, sikap maupun keahlian. Adapun Kompetensi Auditor dimaksud : Hal lain yang harus diperhatikan adalah setiap Auditor harus memiliki kompetensi 1. Kompetensi Bidang Strategi, Teknis, dasar, demikian pula kompetensi dasar dan Prosedur audit dan non audit. untuk Auditor Terampil berbeda dengan 2. Kompetensi Bidang tata kelola, kompetensi dasar yang harus dimiliki Pengendalian Intern dan Risiko di oleh Auditor Ahli karena sifat penugasan sektor publik. yang berbeda, yaitu sifat penugasan 3. Kompetensi Bidang Lingkungan Auditor Terampil hanya pada analisis dan Pemerintahan. pertimbangan profesional yang terbatas, 4. Kompetensi Bidang Laporan Hasil sedangkan sifat penugasan Auditor Ahli Pengawasan. memerlukan analisis dan pertimbangan
18
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS profesional yang tinggi. Apabila hal-hal tersebut sudah berjalan dengan baik maka langkah selanjutnya adalah melakukan sinergi Kompetensi Teknis substansi sesuai tuntutan Stahcholders yaitu Auditor yang kompeten dan berkinerja unggul, Auditor yang mampu menjaga kualitas hasil pengawasan dan Auditor yang inovatif dalam mengembangkan layanan audit/non audit. T Drs. Pepen Supendi Y, Msi Auditor Ahli Madya Sumber Materi Sidang Komite Sertifikasi JFA. Tanggal 11-11-2008
INSERT
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (II) Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan / job description dan juga spesifikasi pekerjaan / job specification. Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae milik pelamar. Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview dan proses seleksi lainnya. Pengembangan dan evaluasi karyawan / Development and evaluation Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masingmasing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi. Ivan A. Dari Berbagai Sumber Internet
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
19
FOKUS
MENUJU KOMPOSISI IDEAL PEJABAT FUNGSIONAL AUDITOR DALAM TUGAS PENGAWASAN Pendahuluan Memperhatikan uraian dari Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat Jenderal, dapat dikatakan bahwa Itjen mempunyai peran yang sangat penting , karena Inspektorat Jenderal secara fungsional mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern, yaitu melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Salah satu unsur yang sangat menunjang terlaksananya tugas pengawasan intern tersebut adalah peran Sumber Daya Manusia yang mempunyai kualifikasi sebagai Pejabat Fungsional Auditor (PFA) atau lebih singkat disebut Auditor, yaitu Pegawai Negeri Sipil(PNS) yang diberi tugas, tangggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah. Ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang Auditor adalah melakukan pengawasan intern pada instansi pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang didalamnya terdapat kepentingan negara sesuai dengan peraturan perundangundangan, yang diduduki oleh PNS dengan hak kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. Pengawasan dalam konteks pengawasan intern berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
20
(PAN) Nomor : PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.adalah seluruh proses kegiatan audit, evaluasi, reviu, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain, seperti konsultansi (consultancy), sosialisasi, asistensi, terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai (assurance) bahwa kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance). Jabatan Fungsional Auditor Pejabat Fungsional Auditor dibagi dalam 2 (dua) kelompok jenjang Jabatan, yaitu Jenjang Jabatan Auditor Ahli dan Auditor Trampil. Auditor Ahli adalah auditor yang berijazah serendah-rendahnya Strata-I/Diploma IV dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan oleh Instansi Pembina, mempunyai sertifikat yang dipersyaratkan sesuai jenjang jabatannya, serta dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandasi pengetahuan, metodologi, dan teknik analisis yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan. Jenjang Jabatan Auditor Ahli dengan urutan jabatan tertinggi sampai terendah adalah Auditor Utama Auditor Madya - Auditor Muda - Auditor Pertama.
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS Auditor Trampil adalah auditor yang berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau Diploma II/III dan yang sederajat dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan oleh Instansi Pembina, mempunyai sertifikat masuk Auditor Trampil, serta dalam melaksanakan tugas pengawasan mempergunakan prosedur dan teknik kerja yang telah ditentukan dibidang pengawasan. Jenjang Jabatan Auditor Trampil dengan urutan jabatan tertinggi sampai terendah adalah Auditor Penyelia - Auditor Pelaksana Lanjutan - Auditor Pelaksana. Dalam pelaksanaan tugas, Auditor Ahli dan Auditor Trampil bertindak sesuai peran dalam Tim sebagaimana terlihat dari hubungan Pangkat - Jabatan - Peran dalam jenjang Jabatan Fungsional Auditor sebagai berikut :
Sumber SE Irjen Dephub No. SE.2/KP.304/ITJEN-2005
Jenjang pangkat untuk masing-masing jabatan Auditor adalah jenjang pangkat dan jabatan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki masing-masing jenjang
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
jabatan. Penetapan jenjang jabatan Auditor untuk pengangkatan dalam jabatan ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, berdasarkan sertifikat lulus dari sertifikasi jabatan Auditor yang dimiliki. Tugas dan tanggung jawab dari masingmasing peran adalah : 1. 2. 3.
4.
Pengendali Mutu bertanggung jawab atas mutu hasil kegiatan pengawasan Pengendali Teknis bertanggung jawab terhadap Teknis pelaksanaan pekerjaan pengawasan Ketua Tim bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pengawasan yang ditugaskan kepada suatu tim yang diketuainya
Anggota Tim bertanggung jawab melaksanakan sebagian dari pelaksanaan kegiatan pengawasan dalam suatu tim yang ditugaskan kepadanya.
21
FOKUS Adapun syarat untuk Pengangkatan Pertama kali PNS dalam Jabatan Fungsional Auditor adalah : 1.
Auditor Trampil : a. Berijazah paling rendah D III atau yang sederajat sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan b. Pangkat paling rendah Pengatur, golongan ruang II/c c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan dalam DP3 paling kurang bernilai Baik dalam 1(satu) tahun terakhir.
2.
Auditor Ahli : a. Berijazah paling rendah Sarjana(S1)/ Diploma IV atau yang sederajat sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan b. Pangkat paling rendah Penata Muda, golongan ruang III/a c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan dalam DP3, paling kurang bernilai Baik dalam 1(satu) tahun terakhir.
Kondisi Inspektorat Jenderal Depertemen Perhubungan Dalam Tahun 2008 Inspektorat Jenderal Dephub mempunyai jumlah Obyek Audit sebanyak 721 dan Tahun 2009 berjumlah 736 yang terbagi pada 5 (lima) Inspektorat, yaitu Inspektorat I, II, III, IV dan Khusus yang melakukan audit sebanyak 11(sebelas) kali dalam 1(satu) tahun. Ditambah dengan kegiatan diluar audit yang cukup banyak, seperti Kelompok-Kelompok Kerja (Pokja) Renstra Inspektorat Jenderal, Evaluasi Waskat, Penyusunan LAKIP Eselon II Inspektorat Jenderal, Evaluasi LAKIP Eselon I Departemen Perhubungan, maka idealnya pada setiap Inspektorat pada saat pelaksanaan audit masih ada auditor yang tidak melakukan audit (Sebagai cadangan) minimal sebanyak 5 (lima) orang.
22
Dengan jumlah tim audit setiap bulan sebanyak 25 tim, dimana setiap tim membutuhkan 5 (lima) auditor yang terdiri dari 1 (satu) orang Pengendali Teknis, 1 (satu) orang Ketua Tim dan 3 (tiga) orang Anggota, maka jumlah auditor yang dibutuhkan dalam satu kali audit minimal sebanyak 125 orang. Ditambah kebutuhan Daltu masing-masing Inspektorat/bulan sebanyak 2 orang dan 1 cadangan, maka dengan jumlah auditor pada posisi bulan Desember 2008 sebanyak 100 orang. Masih terdapat kekurangan auditor sebanyak 65 orang dari 165 orang yang dibutuhkan. Kekurangan auditor tersebut sangat dirasakan antara lain karena pada dua tahun terakhir terdapat pegawai yang pensiun sebanyak 25 orang, sedangkan penambahan tidak seimbang, khususnya penambahan auditor memerlukan persyaratan yang cukup berat, dimana yang bersangkutan minimal sudah bekerja di pengawasan selama 2(dua) tahun dan lulus pendidikan JFA. Dilihat dari komposisi auditor yang mempunyai sertifikasi JFA maka komposisinya kurang ideal, dimana jumlah Dalnis lebih banyak dari jumlah Ketua tim, dengan gambaran seperti pada grafik biru disamping. Dilihat dari komposisi tersebut, dengan jumlah Dalnis sebanyak 50 orang, sedangkan kebutuhan Dalnis setiap bulan sebanyak 25 orang sehingga terjadi kelebihan Dalnis sebanyak 25 orang, dan terdapat kekurangan Pengendali Mutu sebanyak 9 orang dari 10 orang yang dibutuhkan. Komposisi jumlah auditor pada masingmasing Inspektorat berdasarkan kepemilikan sertifikasi diklat JFA adalah : Kelebihan Dalnis mengakibatkan adanya peran limpah naik sebagai Daltu atau
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS
peran limpah turun sebagai Ketua Tim. Peran limpah turun mengakibatkan yang bersangkutan mendapat angka kredit 90% dari yang sebenarnya. Disisi lain
kualitas pelaksanaan audit. Di samping itu untuk auditor yang mendapat peran turun akan mempengaruhi pengumpulan Angka Kreditnya.
terdapat kekurangan Daltu sedangkan yang bersangkutan belum memenuhi jenjang diklat JFA Daltu. Secara ketentuan, peran melimpah baik ke atas maupun ke bawah adalah dibenarkan namun perlu dibatasi karena dapat mempengaruhi
Dalam Peraturan Pemerintah No.60/ Tahun 2008 dinyatakan bahwa Audit Intern dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan telah mempunyai syarat kompetensi keahlian sebagai auditor yang dipenuhi melalui
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
23
FOKUS keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi oleh instansi pembina jabatan fungsional. Disisi lain, kesempatan untuk mengikuti diklat JFA BPKP sangat terbatas dan kelulusan sertifikasi diklat auditor juga tidak mudah diperoleh. Hal ini mempengaruhi percepatan dalam penambahan jumlah Auditor. Dengan memperhatikan kekurangan jumlah auditor maupun pegawai keseluruhan, sulitnya pengadaan auditor serta melaksanakan PP 60/Tahun 2008 dimaksud, pada pelaksanaan audit tahun 2009 Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan masih mengikut sertakan personil Sekretariat yang sudah pernah mengikuti pendidikan Jabatan Fungsional Auditor dalam penugasan audit. Beberapa hal yang berpotensi menimbulkan masalah sulitnya penambahan auditor antara lain karena formasi pengangkatan auditor baru pertama kali dilaksanakan tahun 2008 dan penyelenggaraan diklat Daltu hanya 1 (satu) angkatan. Langkah-langkah Strategis Langkah prioritas yang perlu segera ditempuh untuk menambah jumlah auditor dalam rangka memenuhi jumlah ideal dan kompetensi yang memadai adalah antara lain mempercepat penempatan pegawai Sekretariat Inspektorat Jenderal yang sudah mempunyai sertifikat auditor ke Inspektorat yang membutuhkan disesuaikan dengan kualifikasi yang diperlukan. Disamping itu menambah pegawai dengan meminta tenaga dari unit kerja lain dengan persyaratan tertentu dan umur yang masih relatif muda untuk menghindari pengurangan kembali pegawai secara alami (pensiun) dalam jumlah banyak.
24
Untuk mengurangi ketidakseimbangan jumlah Dalnis dengan jumlah Ketua Tim, maka dilakukan seleksi terhadap auditor yang akan diikutkan dalam diklat Dalnis, antara lain dengan menghitung terlebih dahulu kebutuhan maksimal jumlah dalnis. Disamping itu perlu untuk mempercepat peningkatan jumlah keikutsertaan Auditor yang telah bersertifikat Dalnis dalam diklat Daltu sehingga jumlah Daltu dapat terpenuhi. Langkah lebih lanjut adalah melakukan penataan kembali penempatan auditor pada masing-masing Inspektorat sebagai langkah penyegaran dan mengurangi penugasan auditor pada obyek audit yang sama secara berturut-turut. Langkah lain yang tidak kalah pentingnya adalah penyusunan tim audit yang seimbang disesuaikan dengan obyek auditnya dengan maksud untuk menghilangkan kesan adanya tim yang kuat dan tim yang lemah. Disamping itu, dengan padatnya penugasan selama sebelas kali audit dalam setahun ditambah kegiatan lain diluar audit, dapat menyebabkan auditor kelelahan dan jenuh serta kurangnya ide segar dalam rangka pembaharuan, sehingga dalam jangka panjang akan menurunkan kreatifitas untuk menemukenali permasalahan yang ada, dan akhirnya akan menurunkan mutu audit yang dihasilkan. Langkah tersebut sejalan dengan nafas Reformasi Birokrasi, dimana salah satu aspek yang perlu dilakukan pembaharuan dan perubahan adalah aspek Sumber Daya Manusia. Aparatur yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Untuk memberikan pembekalan dan menambah wawasan para auditor pemula, maka perlu dilakukan inhouse training mengenai pengetahuan Sub Sektor secara
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
FOKUS lebih intensif. Harapan kedepan, Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan dapat memenuhi jumlah minimal kebutuhan auditor dengan komposisi yang ideal dan memenuhi kualifikasi sesuai jenjang jabatan dan peran dalam tim yang mendukung. Dengan terpenuhinya kebutuhan kuantitas maupun kualitas SDM,diharapkan Inspektorat Jenderal dapat berperan sebagai Quality Assurance,tentunya dengan tekad dan semangat seluruh pimpinan dan pegawai Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan serta dukungan semua pihak yang terkait. Semoga. T Endang Indarwati Kepala Bagian Rencana & Program
INSERT
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (III) Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai / Compensation and protection kompensasi adalah imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan kontribusi perkerja tersebut dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu. Kompensasi atau imbalan yang diberikan bermacammacam jenisnya yang telah diterangkan pada artikel lain pada situs organisasi.org ini. Ivan A. Dari Berbagai Sumber Internet
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
25
OPINI
SEBENARNYA, KEKURANGAN SDM-KAH KITA?
Sebuah Renungan Menuju Reformasi Birokrasi “Tetapi, permasalahan ini akan lebih panjang jika variabel beban kerja ternyata belum bisa diperoleh bobotnya secara akurat, sehingga jumlah kebutuhan SDM-nya pun jadi tidak akurat.”
T
anpa mengesampingkan aset organisasi yang lainnya, Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki peran yang sangat penting: “Assets make things possible, people makes things happen”. Tanpa SDM, apapun tujuan organisasi tidak akan pernah terwujud, karena itulah maka manajemen terhadap SDM selalu menjadi kajian yang penuh inovasi seiring perkembangan kebutuhan organisasi. Selain itu, manajemen SDM adalah sebuah kegiatan yang khas karena berhubungan dengan manusia yang memiliki sifat hidup, dinamis, berpikir, berkepribadian, serta berbagai sifat yang melekat kepadanya, dan itu semua tentu saja berkaitan dengan semua aspek di dalam maupun luar diri manusia. Hal ini berarti bahwa setiap perlakuan atau keputusan yang berkaitan dengan SDM tidaklah bisa hanya mengkaitkan dengan sebuah faktor tunggal namun haruslah selalu melihat faktor-faktor lain yang mungkin berkaitan dengan SDM tersebut. Berdasar sekelumit paragrap di atas, ada sebuah isu yang sangat menarik untuk dibahas yang selalu muncul dalam setiap kajian kinerja Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan yaitu permasalahan jumlah SDM yang kurang jumlahnya. Berbagai macam kesimpulan pembahasan program kerja, penyusunan
26
tim dan sebagainya selalu berujung pada satu hal: kekurangan SDM. Hal inilah yang menggelitik untuk kita lihat lebih dalam dan bijaksana, apakah sudah benar kita memvonis bahwa permasalahan utama adalah kekurangan SDM ? Satu variabel yang harus dilihat ketika muncul permasalahan kekurangan SDM adalah beban kerja, yang berarti bahwa terjadi ketimpangan antara beban kerja dengan jumlah SDM yang menjalankan tugas kerja tersebut. Masalah ini akan segera beres ketika variabel beban kerja sudah diketahui dengan jelas bobotnya, tinggal kurang berapa orang SDM-nya dan dilanjutkan dengan mencari orang yang sesuai kualifikasinya, selesailah sudah permasalahan ini. Tetapi, permasalahan ini akan lebih panjang jika variabel beban kerja ternyata belum bisa diperoleh bobotnya secara akurat, sehingga jumlah kebutuhan SDM-nya pun jadi tidak akurat. Nah, yang perlu dikhawatirkan adalah jangan-jangan hal inilah yang terjadi sekarang di Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan. “Beban kerja” yang selama ini digunakan adalah beban kerja yang bobotnya diperoleh dari sebuah kesimpulan yang belum memperhatikan aspek-aspek yang lebih dalam. Pertama, selama ini kita selalu berpatokan
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI pada Program Audit yang terdiri anggaran, jumlah anggota tim dan hari audit, yang disusun berdasarkan program tahun-tahun sebelumnya. Jika kita hanya melihat tiga hal tersebut maka kesimpulannya pasti kekurangan SDM, karena dari anggaran yang ada serta jumlah kebutuhan anggota tim dapat dipastikan kita kekurangan SDM.
yang sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan sebuah Pemetaan Obyek Audit Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan, yang didalamnya tersedia informasi jumlah Obyek Audit serta besarkecilnya lingkup kerja tiap Obyek Audit, sehingga bisa diperoleh gambaran pasti beban kerja untuk kegiatan audit pada setiap Obyek Audit tersebut yang pada akhirnya bisa untuk menentukan jumlah personil serta hari audit yang dibutuhkan.
Tapi, selama ini sepertinya belum pernah ada usaha untuk menggali lebih dalam beban kerja yang sebenarnya yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada Kedua, Selama ini kita sepertinya terlalu setiap audit itu sendiri. Karena pekerjaan fokus pada kekurangan dan kekurangan itulah yang merupakan beban kerja SDM dalam artian kuantitas. Padahal yang sebenarnya. s e b e n a r n y a , Contoh perhitungan kekurangan SDM sederhana sebuah bisa juga bermakna “Assets make things tim audit misalnya, kekurangan SDM dalam Tim A yang terdiri artian kualitas. Beban possible, people makes dari lima atau enam yang ada tidak akan things happen, Tanpa SDM, kerja personil memeriksa terselesaikan secara apapun tujuan organisasi optimal tanpa adanya tiga Kantor Pelabuhan kelas V yang lingkup tidak akan pernah terwujud, SDM yang berkualitas pekerjaannya kecil dan berkompeten di karena itulah maka membutuhkan waktu bidangnya. “Seribu 15 hari untuk audit. manajemen terhadap SDM tentara bersenjatakan pasti akan kalah menjadi kajian yang selalu panah Dari contoh tersebut, berperang melawan penuh inovasi seiring secara kasat mata seratus tentara sebenarnya sudah bersenjatakan senapan perkembangan kebutuhan bisa diketahui mesin”, mungkin seperti organisasi.” beban kerja yang itulah pengibaratan sebenarnya untuk pengaruh kualitas sebuah tim audit. SDM terhadap kinerja Beban kerja untuk mengaudit tiga Kantor organisasi. Begitu juga Inspektorat Jenderal Pelabuhan tersebut mungkin saja bisa yang tugas pokok dan fungsinya adalah diselesaikan oleh tiga personil dalam waktu audit, maka kebutuhan utama SDM-nya yang sama atau mungkin lebih singkat. adalah auditor-auditor yang berkompeten Dengan perhitungan yang sama bisa untuk pelaksanaan audit. dilakukan untuk Obyek-obyek Audit yang lainnya sehingga bisa diperoleh gambaran Dikaitkan dengan paragraf di atas, beban kerja untuk kegiatan audit pada mungkin saja dengan kondisi jumlah SDM setiap Obyek Audit Inspektorat Jenderal saat ini, beban kerja bisa dilaksanakan Departemen Perhubungan. Setelah beban dengan optimal dengan syarat kualitas kerja yang sebenarnya ini diketahui, barulah dan kompetensi auditornya memenuhi bisa diketahui berapa kebutuhan SDM syarat. Namun jika kita berbicara tentang
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
27
OPINI kualitas dan kompetensi SDM, tentu saja berkaitan dengan aspek-aspek lain yang mempengaruhi kinerja seseorang, mulai dari aspek internal seperti kognitif, cara kerja, kepribadian serta pengetahuan, sampai aspek eksternal lainnya seperti motivasi, kepuasan kerja, suasana kerja dan sebagainya. Dua hal di atas perlu menjadi pemikiran kita untuk mewujudkan kinerja Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan yang
“Selama ini kita sepertinya terlalu fokus pada kekurangan dan kekurangan SDM dalam artian kuantitas. Padahal sebenarnya, kekurangan SDM bisa juga bermakna kekurangan SDM dalam artian kualitas. Beban kerja yang ada tidak akan terselesaikan secara optimal tanpa adanya SDM yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya.”
birokrasi seperti struktur organisasi, anggaran serta renumerasi yang selama ini dianggap sebagai biang kerok tidak efisien dan tidak efektifnya birokrasi pemerintah. Beberapa hal di atas, bisa jadi perlu juga kita berpikir ulang untuk menyimpulkan bahwa kita kekurangan SDM. Jawaban yang sebenarnya adalah dengan Analisa Kerja/Jabatan dan Analisa Beban Kerja secara obyektif sesuai konsep reformasi birokrasi dari Kementerian PAN di atas. Hasilnya mungkin saja kita memang kekurangan SDM dalam artian kuantitas, namun bisa juga kekurangan SDM dalam artian kualitas, atau bahkan mungkin juga saat ini kita justru kelebihan SDM. Akhirnya sebagai sebuah renungan menyambut sebuah reformasi birokrasi: “Sebenarnya, kekurangan SDM-kah kita?” T Wasis Danardono Kepala Sub Bagian TLHPP-I
lebih efektif dan efisien. Apalagi saat ini momentumnya sangat tepat ketika pemerintahan kita dituntut untuk segera melakukan reformasi birokrasi. Hal-hal yang penulis jelaskan di atas, sedikit-banyak juga menjawab kenapa dalam panduan reformasi birokrasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menuntut setiap Instansi Pemerintah untuk segera melaksanakan Analisa Kerja/Jabatan dan Analisa Beban Kerja secara Obyektif. Karena dari dua analisa tersebut pangkal dari semua keputusan-keputusan reformasi
28
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI
SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PEMENUHAN TEKNOLOGI INFORMASI “Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan teknologi informasi. SDM harus benar-benar disiapkan dengan matang untuk menjalankan sistem yang berbasis teknologi informasi.”
K
emajuan teknologi informasi memberikan banyak kemudahan dalam berbagai hal, misalnya penyimpanan, pengiriman, pengaksesan dan pengolahan informasi yang semakin cepat. Saat ini hampir semua bidang pekerjaan telah menggunakan teknologi informasi. Salah satu aspek yang menunjang keberhasilan penyelenggaraan teknologi informasi adalah SDM. Sebagus dan sesempurna apapun sistem teknologi informasi yang dibangun apabila tidak didukung oleh SDM yang memadai maka tidak akan mencapai keberhasilan. Sistem teknologi informasi yang dibangun harus diikuti dengan pengembangan SDM. Pemerintah Indonesia sangat antusias dalam membekali pengetahuan kepada masyarakat melalui bidang pendidikan supaya dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi. Bahkan pelajaran mengenai teknologi informasi sudah diberikan sejak pendidikan sekolah dasar. Hal ini menunjukkan pentingnya pengetahuan teknologi informasi sejak dini untuk mengantisipasi perkembangannya yang pesat sehingga masyarakat tidak ketinggalan informasi. Dalam melaksanakan tugas kepemerintahan, Pemerintah membentuk Instansi-Instansi sesuai dengan bidang spesialisasi masing-masing untuk
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
membantunya. Peran strategis Instansi Pemerintah tersebut seharusnya didukung dengan SDM yang memadai baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Dalam hal ini SDM Pemerintah dituntut dapat menguasai dan memanfaatkan bidang TI, namun sampai dengan saat ini ditemukan bahwa pada instansi pemerintah masih banyak pegawai yang belum memanfaatkan teknologi informasi. Salah satu penyebabnya adalah faktor usia dan latar belakang pendidikan. Penyebab lainnya adalah faktor kebiasaan. Beberapa orang yang telah merasa nyaman dengan keadaan yang tetap untuk waktu yang lama akan sulit menerima perubahan atau perkembangan teknologi informasi. Sebagai contohnya, orang yang telah terbiasa menggunakan sistem operasi komputer DOS tidak ingin mencoba menggunakan sistem operasi baru yaitu Windows dengan alasan tidak terbiasa. Akibatnya, apabila pekerjaan orang tersebut saling berkaitan dengan pegawai lainnya maka akan mempengaruhi kinerja instansi secara keseluruhan. Pesatnya perkembangan teknologi informasi menuntut para pengguna untuk selalu memperbarui pengetahuan dan ketrampilannya. Sebagai informasi, sistem operasi Microsoft Windows telah berkembang sangat pesat sejak pertama kali peluncuran resmi Windows tipe 1.0 pada bulan Nopember 1985, Windows 2.0 pada bulan Nopember 1987, Windows 3.0 pada bulan Mei 1990, Windows 3.1 pada
29
OPINI bulan Agustus 1992, Windows NT pada bulan Maret 1994, Windows 95 pada bulan Agustus 1995, Windows 1998 pada bulan Juni 1998, Windows NT 5, Windows 2000, Windows ME pada bulan September 2000, Windows XP pada bulan Oktober 2001, dan yang terbaru adalah Windows Vista pada tahun 2007. Pada Instansi-instansi pemerintah yang telah memanfaatkan teknologi informasi harus membekali para pegawainya dengan pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. Diperlukan suatu perencanaan yang matang dan realistis untuk mengembangkan SDM dalam bidang Teknologi Informasi (TI). Tantangan dan hambatan yang mungkin terjadi pada implementasi SDM dalam pemenuhan TI antara lain : 1. Aktivitas pengembangan TI Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah perkembangan dunia TI. Contoh konkritnya yaitu implementasi E-Government (E-Gov). E-Gov intinya adalah proses pemanfaatan TI sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien yang pada akhirnya, akan terbentuk suatu kondisi dimana seluruh bidang pekerjaan terhubung oleh media teknologi informasi. E-Gov menghendaki tersinerginya dan meningkatnya hubungan kerja antar Instansi Pemerintah. Untuk itu diperlukan komitmen dan kesepakatan untuk memperlancar pertukaran dan penggunaan informasi antar Instansi Pemerintah. Sehingga untuk mendukung terlaksananya e-Gov dengan baik, diperlukan kualitas SDM yang menguasai TI. 2. Sistem manajemen kerja TI juga mempengaruhi sistem manajemen kerja, oleh karenanya SDM harus mengantisipasi keadaan tersebut.
30
Perkembangan TI memberikan peluang kemudahan-kemudahan dalam tiap bidang pekerjaan yang memungkinkan beralihnya sistem kerja dari manual menjadi berbasis TI, contohnya sistem kerja tanpa menggunakan kertas (Paperless). Bagi Instansi Pemerintah, dampak dari sistem kerja berbasis TI menimbulkan tuntutan kepada para Auditor untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang TI untuk mengaudit kejahatan/penyimpangan di bidang TI. Oleh karena pengembangan SDM dalam bidang TI merupakan proses yang berkelanjutan maka Instansi disarankan untuk menyusun Master Plan Pengembangan SDM guna meyakinkan bahwa Instansi tidak akan pernah berhenti untuk melaksanakannya. Manfaat penyusunan Master Plan Pengembangan SDM Bidang TI tersebut antara lain : 1. Pengembangan SDM lebih terarah dan berkelanjutan; 2. Membantu mengurangi resiko yang mungkin timbul akibat pengaruh perkembangan teknologi, antara lain: a. Perkembangan aplikasi TI yang pesat yang seharusnya dikuasai oleh pegawai; b. Diklat yang diselenggarakan tidak sesuai dengan kebutuhan pengetahuan TI pegawai pada saat itu. 3. Sebagai alat kontrol dan parameter yang efektif untuk melakukan evaluasi performa dan kinerja pegawai dalam bidang TI. Penyusunan Master Plan SDM bidang TI harus selaras dengan Master Plan SDM secara umum karena itu yang harus dilakukan sebagai langkah awal adalah memahami tujuan dan target pengembangan SDM yang akan dicapai
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI mempunyai Master Plan Pengembangan SDM dalam Bidang TI yang baik dan benarbenar menerapkannya.
Instansi pada kurun waktu tertentu. Hasil yang diperoleh bisa dibreakdown secara lebih rinci untuk mengetahui kebutuhankebutuhan pengembangan SDM bidang TI. Dari informasi kebutuhan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi proyek seperti apa yang akan diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam proses ini secara paralel juga dijabarkan bagaimana pengelolaan perangkat keras (Hardware) dan perangkat lunak (Software) dan sistem informasi (Information System) yang akan diimplementasikan. Bagian akhir dari Master Plan Pengembangan SDM dalam Bidang TI yaitu pemetaan kebutuhan-kebutuhan berdasarkan skala prioritas. Instansi juga mengatur kalender implementasi proyek hingga kurun waktu tertentu misalnya dalam 2 (dua) hingga 5 (lima) tahun ke depan. Hal ini akan sangat membantu Instansi untuk mengatur sumber daya mulai dari keuangan dan sumber daya lain pendukungnya. Pada beberapa kasus, Master Plan Pengembangan SDM dalam Bidang TI akan memungkinkan untuk mengalami revisi mengingat perkembangan TI yang sangat pesat sesuai dengan kebutuhan Instansi. Namun, kondisi seperti itu akan lebih mudah dikelola resikonya apabila Instansi telah
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
Setelah memiliki dokumen Master Plan Pengembangan SDM dalam bidang TI, Instansi harus berkomitmen untuk melaksanakan butirbutir yang terkandung didalamnya. Untuk melaksanakannya, perlu dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang akan menangani implementasi Master Plan tersebut. Selanjutnya hasil kerja Tim Pokja dilaporkan kepada Pimpinan yang berguna untuk pertimbangan pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan. Dalam pelaksanaanya, dokumen Master Plan Pengembangan SDM dalam bidang TI memerlukan reviu untuk memastikan apakah butir-butir di dalamnya masih relevan dengan perkembangan TI dan kebutuhan Instansi. Apabila terdapat hal yang ternyata sudah tidak sesuai lagi, maka perlu direvisi. Reviu atau tinjau ulang terhadap dokumen Master Plan diperlukan paling tidak 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun sekali mengingat pesatnya perkembangan informasi. Selain alasan perkembangan TI dan kebutuhan Instansi, tindakan untuk melakukan revisi Master Plan juga didasari atas pertimbangan kesiapan infrastruktur (perangkat keras dan perangkat lunak). T Siti Kustiarsih Staf Bagian Rencana & Program
31
OPINI
MENGAPA HARUS DILAKUKAN REFORMASI PADA BIROKRASI ?
M
engapa harus dilakukan reformasi pada birokrasi? Pertanyaan ini menjadi teramat penting untuk dilontarkan, karena pada mulanya implementasi konsep birokrasi -yang diperkenalkan Max Weber- pada organisasi yang memiliki rentang kendali luas dan rumit, adalah sebuah jawaban yang tepat. Dikatakan demikian, karena teori ini dibangun untuk menghasilkan tingkat efisiensi dan efektifitas terbaik bagi organisasi. Hal ini dikukuhkan dengan penilaian Silverman dalam bukunya, “The Theory of Organizations” yang menyatakan bahwa birokrasi merupakan tipe organisasi paling efisien. Bahkan, Joyce Warham dalam “An Open Case” menyebutkan bahwa birokrasi model Weber mempunyai tipe ideal yang sama seperti tipe ideal profesionalisme. Weber mendeskripsikan sejumlah karakteristik birokrasi seperti berikut : 1. Terdapat pembagian kerja yang jelas dan terperinci. 2. Berpedoman pada prinsip hierarki, yang dapat diartikan bahwa jabatan yang lebih rendah berada dalam kontrol dan pengawasan jabatan yang lebih tinggi. 3. Menjalankan sebuah sistem yang konsisten dan terdiri atas aturanaturan. 4. Setiap pegawai, melaksanakan tugasnya dalam semangat dan hubungan yang formal-impersonal. 5. Rekrutmen pegawai didasarkan pada kualifikasi teknis, yang kemudian diberi remunerasi berdasarkan tingkatan kepangkatan, kemampuan serta keahlian.
32
Secara teori, birokrasi memang diarahkan untuk membentuk sebuah proses rutinitas less-dinamis (administrasi khususnya), namun proses yang dibentuk dalam sebuah birokrasi bukan semata rutinitas buta belaka. Seperti telah disebutkan diatas, birokrasi disokong oleh nilai-nilai profesionalisme, spesialisasi, produktifitas, kontrol yang ketat melalui sistem yang baku dan hierarkis serta mendukung semangat impersonality. Kini, pengertian birokrasi lebih bernada negatif, seperti terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia -http://www. pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi(Des. 2008), yang didefinisikan sebagai : 1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. 2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya. Serupa dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Merriam-Webster -http:// www.merriam-webster.com- (Des. 2008), mendefinisikan birokrasi, sebagai : 1. a : a body of non-elective government officials. b : an administrative policymaking group. 2. government characterized by specialization of functions, adherence to fixed rules, and a hierarchy of authority. 3. a system of administration marked
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI by officialism, red tape (official routine or procedure marked by excessive complexity which results in delay or inaction), and proliferation. Merujuk kedua referensi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian birokrasi disini bersumber dari interpretasi teori dan premis general implementasi riilnya. Artinya bahwa, kesalahan umum selama ini dari birokrasi telah terjadi sejak tahap interpretasi dan implementasi konsep Weber yang bersifat parsial, irresponsif-pasif terhadap perubahan (stiff-inward looking), process oriented/minded namun terbuka bagi interfensi politik. Sebenarnya, kegagalan konsep birokrasi ini telah diantisipasi oleh Weber sendiri, apabila hal-hal berikut kurang mendapatkan perhatian yang semestinya, yaitu : 1. Wewenang hierarki vertikal terlalu dominan dan tidak sesuai aturan yang ditetapkan, sehingga mengabaikan fungsi kewenangan sub-ordinat dibawahnya. Hal ini dapat memicu ‘’conflict of competence’’, apalagi bila terdapat keputusan yang dipaksakan untuk ditetapkan, sehingga terkesan lebih penting daripada manfaatnya. 2. Spesialisasi tidak didukung dengan kompetensi yang memadai serta tidak didahului dengan analisa jabatan dan beban kerja yang tepat, apalagi tidak dilakukan evaluasi pada keduanya secara berkala. 3. Adanya tempat bagi interfensi politis, nepotisme, korupsi maupun kondisi lainnya yang bertentangan dengan prinsip ‘’impersonal’’ sehingga menyebabkan terganggunya sistem baik secara partial maupun holistik. 4. Last but not least, terdapat birokrat penentu kebijakan yang resistan terhadap prinsip profesionalisme, sehingga menghindari prinsip
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
transparansi-akuntabilitas. Apapun bentuk dan implementasinya, birokrasi dapat diartikan secara bebas sebagai suatu konsep organisasi yang diadopsi negara dalam menjalankan roda pemerintahannya. Birokrasi sendiri adalah sebuah bentuk organisasi yang memerlukan partisipasi aktif segenap stakeholder, bukan one man show. Sedangkan organisasi -baik besar maupun kecil- merupakan seperangkat interdependensi yang saling erat terkait dan dibatasi sekat-sekat imajiner bertitel fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab. Secara dinamis, tiap sub-organisasi dan tiap individu dalam organisasi berinteraksi dan menumbuhkan interrelasi, yang saling mempengaruhi, baik nilai, sikap maupun perilaku, yang membentuk pulau-pulau budaya. Karenanya, implementasi teori Weber akan menyesuaikan kondisi internal negara dan masyarakatnya serta nilai-nilai budaya yang dijunjungnya. Sudah barang tentu, interpretasi dan implementasi akan birokrasi itu sendiri akan berbeda-beda pada tiap negara. Namun satu hal yang pasti, birokrasi yang dibentuk selalu mengacu pada sebuah backbone nilai/aturan dan cita-cita yang disepakati bersama oleh para founding fathers. Para Weberian umumnya sepaham bahwa implementasi birokrasi terbaik adalah birokrasi yang dibangun dari bakcbone tersebut yang kemudian disarikan dalam suatu cita-cita serta visi-misi. Mengacu pada visi-misi itulah, sebuah peta strategi holistik berikut sasarannya yang lebih spesifik dibentuk. Profesionalitas dari sebuah organisasi dapat dilihat dari peta strategi dan sasaran yang dibuat, umumnya mengadopsi kriteria SMART (Specific, Measureable, Attainable/Achievable, Realistic/ Reasonable and Timely/Time Related). Oleh karenanya, penting bagi
33
OPINI sebuah organisasi, terutama birokrasi, untuk memiliki Key Performance Indicator (KPI) -sebagai tolok ukur pencapaian sasaran yang telah dibuat- selain dari Standard Operational Procedures (SOP) -sebagai rambu/pedoman berkegiatan- dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) -sebagai output/ outcome standar yang mesti dipenuhi-.
dengan istilah reinventing organization ini, riilnya mencakup penyegaran, pembaharuan maupun penataan ulang yang berawal dari cita-cita hingga struktur organisasi sebagaimana disebutkan diatas.
Lalu, apa saja yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam tubuh birokrasi guna mempercepat evolusi birokrasi tersebut ?
Departemen Keuangan mengklaim telah memulai proses ini sejak tahun 2002 -http://www.reform.depkeu.go.id- dengan melakukan revitalisasi organisasi yang mencakup pemisahan, penggabungan, penajaman fungsi serta modernisasi di segenap lini organisasinya. Hal ini diarahkan untuk menciptakan struktur organisasi yang menghasilkan kebijakan yang berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan berorientasi pada aspirasi publik. Reorganisasi Departemen Keuangan dikelola sedemikian rupa hingga menyentuh level sub-organisasi terendah, sehingga tidak lagi bersifat massive serta dikondisikan untuk dapat “self reinventing” sesuai dengan kebutuhan. Hal inilah yang akan mendukung terjadinya proses alam secara natural, yaitu evolusi organisasi -penataan organisasi secara berkesinambungan, adaptif terhadap perubahan- dan menjadikan birokrasi lebih peka terhadap tuntutan publik serta menghasilkan kebijakan dan layanan yang adil-rasional. Memang, secara logis teori ini telah memenuhi semangat reformasi, namun bila implementasinya tidak segarang teorinya, maka sejarah akan kembali berulang.
Yang pertama dan utama, seperti telah disebutkan di atas adalah resosialisasi atas cita-cita dan penjabarannya. Tanpa adanya kesepakatan dalam cita-cita, visi-misi, tujuan (goals), maka sebuah organisasi layak dipertanyakan keberadaannya. Berangkat dari sanalah baru struktur organisasi yang ada dapat direformasi atau bahkan ditransformasikan, agar mampu mengakomodasi segala kegiatan dalam meniti cita-citanya. Proses yang dikenal
Departemen Perhubungan sendiri dengan visi-misi serta fungsi yang diembannya selaku perpanjangan tangan eksekutif di bidang transportasi, juga telah memutuskan untuk meniti jalan ini. Hal ini mulai terlihat dari terbitnya 3 (tiga) Undang-undang baru dan 1 (satu) Rancangan Undang-Undang sebagai salah satu langkah reinventing organization, yaitu Undang-undang no. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-undang no. 17 Tahun 2008 tentang
Bila kita flashback sejenak, teori birokrasi Weber dibangun untuk mengupayakan nilai tertinggi efisiensi dan efektifitas sebuah organisasi. Oleh karena itu, sebuah birokrasi seharusnya berorientasi pada hasil daripada proses (result oriented rather than process minded) dengan mengadopsi sistem manajemen berbasis kinerja terkait dengan visi-misi yang disepakati secara holistik. Adapun dalam perjalanannya, perubahan merupakan hal yang patut dipertimbangkan untuk dilakukan agar mampu aktif merespon dan adaptif terhadap perkembangan jaman -bukan hanya pada perkembangan politik-. Menjawab pertanyaan di atas, -“mengapa harus dilakukan reformasi pada birokrasi?”karena hingga saat ini tidak terjadi evolusi birokrasi yang berarti dan signifikan untuk merespon segala perubahan yang terjadi (outward looking).
34
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI Pelayaran, Undang-undang Penerbangan no. 1 tahun 2009 dan Rancangan Undangundang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengganti Undang-undang no. 14 tahun 1992. Dengan makin sempurnanya undang-undang yang berkaitan dengan transportasi, organisasi Departemen Perhubungan dituntut untuk mampu mengawal undang-undang tersebut. Banyak dari materi undang-undang maupun rancangan undang-undang diatas yang mensyaratkan penyempurnaan bahkan perubahan struktur organisasi Departemen Perhubungan, seperti contohnya penguatan disisi keamanan penerbangan sehingga sesuai dengan ketentuan internasional secara luas, begitu pula dengan adanya perubahan paradigma otoritas di pelabuhan. Adapun langkah kedua yang patut ditempuh meliputi penguatan sistem -termasuk didalamnya aturan-aturan dan penggunaan teknologi seperti teknologi informasidan perbaikan pada proses pengelolaan input secara holistik. Namun jika langkah tersebut tidak dilakukan secara sistemik dan penuh konsistensi, maka konsep yang telah dibuat di atas hanya akan dikenang sebagai macan kertas belaka. Implementasi riil langkah kedua ini ditandai dengan dibuatnya rencana-rencana bertahap, berikut dengan standard operational procedures beserta standar pelayanan minimum serta key performance indicator-nya. Guidances inilah yang menjadi pedoman bagi segenap personil pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, penting pada langkah ini untuk membangun sebuah sistem yang mampu berdiri secara independen, transparan, akuntabel, adaptifresponsif terhadap perubahan (dinamis), self assessable-self reinvent, rinci-detail, simple, result-process oriented secara
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
berimbang secara holistik-komprehensif dengan menggunakan strategi yang tepat dalam mencapai tujuan (goals) yang telah ditetapkan. Pembinaan dan pengawasan berkala yang mendetail mutlak diperlukan pada awal implementasi reformasi birokrasi. Pengawalan ini dimaksudkan agar setiap detail perubahan beserta efek yang ditimbulkannya terpantau serta terdokumentasi dengan baik, sehingga perbaikan yang datang dari feedback sisi pembinaan dan pengawasan tepat guna. Akan lebih sempurna lagi bila pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan dari beberapa sudut pandang yang berbeda, baik datang dari internal maupun eksternal birokrasi. Rentang waktu pengawasan, selanjutnya dapat di ekstensifkan sejalan dengan kokohnya sistem dan budaya yang terbentuk dan disesuaikan dengan kebutuhan maupun fokus yang diprioritaskan. Humanware atau Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan yang sangat crucial bagi suksesnya pelaksanaan birokrasi maupun change management terhadapnya. Ini adalah poin ketiga yang menjadi kunci mulusnya implementasi perubahan bentuk birokrasi, baik berupa evolusi, reformasi atau transformasi birokrasi. Bagaimana tidak, mulai dari perencanaan hingga review atas pelaksanaan seluruh kegiatan yang telah direncanakan pada sebuah organisasi, tak lepas dari peran serta pegawai (SDM). Bagi birokrasi baru, pembangunan budaya kerja berorganisasi relatif mudah dilakukan. Namun bagi birokrasi yang telah lama berdiri, diperlukan “Change Management” yang kokoh untuk menghadapi resistansi yang pasti ada, sebab bukan hal yang mudah untuk mengubah sebuah budaya yang telah lama terbina. Chin dan Bennis, dalam bukunya “The Planning of Change”,
35
OPINI mengemukakan beberapa strategi pendekatan yang dapat digunakan untuk menyentuh mind-set maupun cultural behavior setiap personil pegawai, seperti : 1. Pendekatan Edukatif/Empiris-Rasional, dimana dalam proses perubahan didahului dengan memberikan pembelajaran akan pentingnya sebuah perubahan melalui informasi empiris secara logis. 2. Pendekatan Normatif-Persuasif, dimana dalam proses perubahan didahului dengan melakukan pendidikan ulang pada norma maupun nilai akan perlunya sebuah perubahan dengan metode persuasif. 3. Pendekatan Power-Coersif, dilakukan dengan sebuah asumsi yang kuat akan loyalitas tiap pegawai pada institusi birokrasinya. Pendekatan tersebut diatas dapat pula dikombinasikan sesuai dengan budaya kerja, tingkat intelegensia dan emosionalpsikologis pegawai. Pelaksanaan change management ini haruslah selalu mengacu pada ide dasar/visimisi yang ditetapkan dan strategi maupun sasaran yang telah direncanakan, sementara dinamika dalam proses implementasi hasil reformasi/transformasi pada birokrasi, wajib mendapat perhatian yang tak sekedarnya. Ini menjadi persyaratan utama bagi sebuah birokrasi untuk tetap survive bahkan mampu tumbuh berkembang dan berkompetisi dibawah tekanan lingkungan eksternal yang menuntut organisasi untuk moderat dan borderless. Perlu pula ditanamkan secara mendasar, bahwa kelangsungan hidup sebuah organisasi -dalam hal ini birokrasi- sangatlah dipengaruhi dan pasti akan mempengaruhi lingkungan yang melingkupinya di segala dimensi. Umumnya pengelolaan pegawai dalam
36
tubuh birokrasi hanya identik dengan urusan administratif saja, seperti pengangkatan, kepangkatan berikut penggajian pegawai, mutasi, pemberhentian dan pensiun serta tata usaha kepegawaian. Hal ini mengesankan bahwa sisi perencanaan dan pengembangan pegawai tidak menjadi prioritas organisasi. Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN), selaku Badan yang mengelola dan membina seluruh pegawai aparatur birokrasi di Indonesia, telah menyusun sebuah bentuk reformasi birokrasi di bidang Kepegawaian secara Nasional pada tahun 2008 ini. Secara formal, bentuk kebijakan ini tertuang dalam sebuah Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, nomor PER/15M.PAN/7/2008 tentang Kebijakan Reformasi Birokrasi dengan visi, terciptanya good governance pada tahun 2025. Untuk mencapai visi tersebut, perlu diupayakan untuk terlebih dahulu untuk mewujudkan sebuah sistem manajemen SDM aparatur profesional, bermoral tinggi serta sejahtera dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Komitmen ini akan dikawal dan diimplementasikan sedemikian rupa secara konsisten untuk mencapai sasaran umum yang telah ditetapkan, yaitu mengubah pola pikir (mind-set), budaya kerja (cultural behavior) dan sistem manajemen pemerintahan. Sasaran ini dibidikan lagi secara spesifik, yaitu dengan membentuk : 1. Kelembagaan yang tepat fungsi dan ukuran. 2. Budaya organisasi dengan integritas dan kinerja tinggi. 3. Ketatalaksanaan dengan sistem, proses dan prosedur yang jelas, terukur sesuai prinsip-prinsip governance. 4. Regulasi-deregulasi yang tertib, tanpa tumpang tinding serta kondusif. 5. Sumber daya manusia yang berintegritas, kompeten, profesional,
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI berkinerja tinggi dan sejahtera. Seperti halnya konsep-konsep manajemen SDM terdahulu, sasaran tersebut diatas bukanlah bahasan yang baru. Tapi semangat yang melingkupinya merupakan bahasa organisasi modern yang harus mendapat dukungan dan atensi yang tak seadanya. Konsep perbaikan di sisi sumber daya manusia pada tubuh birokrasi negeri ini telah lama didambakan oleh masyarakat, pelaku bisnis maupun birokrat itu sendiri sebagai 3 (tiga) pilar birokrasi. Karena pada pundak para birokratlah, diharapkan segala bentuk perbaikan terlaksana, segala peraturan dipatuhi sehingga tercapai pelayanan publik pemerintahan yang bersih efektif, efisien, profesional dan adil. Untuk itu, kelima fokus sasaran diatas harus dibentuk dan diimplementasikan secara simultan, berkelanjutan dan konsisten sebagai satu kesatuan yang utuh. MenPAN sendiri telah melakukan penjabaran pada sasaran-sasaran ini menjadi programprogram yang cukup detail dan relatif dapat dengan mudah diimplementasikan. Jabaran atas program-program ini pernah dipresentasikan Deputi MenPAN bidang Sumber Daya Manusia Aparatur, dalam sebuah rapat koordinasi sektoral yang dilaksanakan di Jakarta, bulan November 2008 lalu. Sebagian konsep ini agaknya telah diadopsi Departemen Keuangan jauhjauh hari, hingga masuk dalam program Reformasi Birokrasinya, seperti : 1. Pengintegrasian Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian; 2. Penyusunan pedoman dan penetapan Pola Mutasi; 3. Pembangunan Assessment Center; 4. Penyusunan pedoman Rekrutmen; 5. Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
Kesemuanya dibarengi dengan perbaikan remunerasi berbasis kinerja, sehingga meningkatkan motivasi personilnya secara langsung. Memang, perubahan tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat, namun kinerja personilnya dapat terukur dan terpantau dengan mudah. Peningkatan kinerja personil tentunya berbanding lurus dengan peningkatan kinerja sub sistem birokrasi bahkan birokrasi secara utuh. Lebih dalam lagi reformasi birokrasi diharapkan dapat menyentuh sisi psikoreligius-kultural setiap SDM dalam Organisasi Pemerintahan, baik para birokrat karier maupun political appointees, sehingga dapat menjiwai perannya sebagai abdi masyarakat dan abdi negara yang bertanggung jawab, bijak, efektif, efisien, adil, dan santun dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Ketika ketiga langkah diatas telah benar-benar terlaksana dengan baik secara holistik-komprehensif, maka penyelenggaraan clean government sebagai basis menuju good governance dan masyarakat madani, bukanlah hanya menjadi cita-cita semata. Sejalan dengan itu, setiap warga negara dan masyarakat -termasuk didalamnya para praktisi ekonomi- pun diharapkan lebih menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa sinergi dari 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu penyelenggara pemerintahan, pelaku ekonomi dan masyarakat, maka perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama dalam bernegara akan gamang terdistorsi. T Haeril Bardan Staf Bagian TLHPP
37
OPINI
Manajemen Peningkatan SDM Menuju Reformasi Birokrasi Latar Belakang Permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia Sedangkan aparatur negara adalah keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (TAP MPR Nomor II Tahun 1998). Aparatur negara merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) bersama dengan dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat (civil society). Ketiga unsur tersebut harus berjalan selaras dan serasi dengan peran dan tanggungjawab masingmasing. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam konteks tulisan ini akan dikerucutkan hanya sumber daya manusia sebagai faktor penggerak utama untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam konteks birokrasi, bagaimana suatu lembaga atau organisasi dapat memanfaatkan man (manusia) secara efektif dan efisien.
38
Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnaya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif pekerja meskipun alat-alat yang digunakan lembaga atau organisasi begitu canggihnya. Apalagi saat berbicara tentang Reformasi Birokrasi maka unsur manusia menjadi fokus sorotannya. Salah satu langkah untuk menuju Reformasi Birokrasi yaitu melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, semua upaya Reformasi Birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Lebih dari satu dasawarsa genderang reformasi didengungkan akan tetapi apa yang kita cita-citakan untuk Indonesia lebih baik sepertinya masih jauh dari harapan, ada hal-hal yang menjadi lebih baik tetapi banyak juga yang mengalami kemunduran, sehingga terkesan reformasi yang dilakukan berjalan di tempat, padahal reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritis dan empiris yang cukup luas, yang didalamnya meliputi penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Globalisasi yang terjadi saat ini tidak hanya menjadi tuntutan bagi pihak sektor swasta untuk lebih meningkatkan peran dan kinerjanya tetapi juga sektor publik yang menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan Negara ini. Reformasi
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI Birokrasi mencakup banyak aspek meliputi kelembagaan, ketatalaksanaan (Business Process). Salah satu langkah untuk menuju Reformasi Birokrasi tersebut juga bisa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, semua upaya Reformasi Birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai Sumber Daya Manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan sistem yang baik.
huruf menjadi kata yang bermakna sebagai berikut :
Pemecahan Masalah
(M)inat dalam kompetensi adalah dorongan yang timbul dari kekuatan pikiran untuk melaksanakan sesuatu perbuatan.
Berikut ini merupakan hal – hal yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut : 1. Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang berbasis kompetensi. Dengan kompetensi yang dibangun diharapkan manusia memiliki kebiasaan yang produktif artinya manusia dalam perjalanan hidup akan selalu berusaha untuk mengembangkan kemampuan dalam ilmu sebagai infomasi, pengetahuan sebagai keterampilan dan keinginan sebagai dorongan dari niat. Sejalan dengan pikiran tersebut diatas, maka salah satu diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai sumber daya manusia berbasiskan kompetensi, oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengungkit kekuatan pikiran. Wordpress. com dalam situsnya menjelaskan hal ini melalui pemahaman unsur huruf dalam kata yang bermakna seperti yang terurai dibawah ini : (K)emampuan, (O)rganisasi, (M)inat, (P) emahaman, (E)mpati, (T)antangan, (E)mosi, (N)ilai, (S)ikap, (I)ntergritas (wordpress. com). Bertolak dari unsur kata tersebut diatas, dibawah ini dirumuskan dari unsur
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
(K)emampuan dalam kompetensi adalah kecakapan dalam menjalankan peran yang sejalan dengan fungsi, tugas dan kerja yang dibebankan kepada seseorang. (O)rganisasi dalam kompetensi adalah kemampuan memanfaatkan organisasi sebagai alat dalam mewujudkan keputusan strategik, posisi masa depan dan kinerja.
(P)emahaman dalam kompetensi adalah pemahaman sikap kolaboratif yang tumbuh dari pemahaman atas konatip (tindakan), kognaip (kepercayaan) dan afektif (perasaan) (E)mpati dalam kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dengan keadaan orang lain. (T)antangan dalam kompetensi adalah kemampuan dalam merespon setiap situasi dan informasi secara konsisten yang sejalan dengan karekteristik yang timbul. (E)mosi dalam kompetensi adalah suatu proses jasmani yang berkaitan dengan perubahan yang tajam dalam melupnya perasaan seseorang. (N)ilai dalam kompetensi adalah standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang (S)ikap dalam kompetensi adalah cara anda mengkomunikasikan suasana hati anda kepada orang lain. (I)ntegritas dalam kompetensi adalah nilai
39
OPINI yang sejati dengan menggambarkan suatu kualitas yang membuat orang lain percaya kepada seseorang serta memperlihatkan kredibilitas seseorang.
Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan pembangunan sumber daya manusia adalah dengan :
kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, ramping, luwes, dan responsif; 3. Meningkatkan koordinasi pendayagunaan aparatur negara (sinkronisasi, integrasi, simplifikasi); 4. Pemberian sanksi yang seberatberatnya kepada pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 5. Peningkatan intensitas dan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui pengawasan internal, pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat; 6. Peningkatan etika birokrasi dan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara negara terhadap prinsip-prinsip good governance; 7. Peningkatan koordinasi antar aparat pengawasan dan antar aparat penegak hukum di pusat dan daerah; 8. Pemberian penghargaan kepada aparat penegak hukum dan para pihak yang berprestasi melakukan pemberantasan KKN dan menjatuhkan hukuman bagi yang terbukti melanggar; 9. Evaluasi, penyempurnaan dan penyelarasan berbagai peraturan perundang-undangan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi penyelenggaraan administrasi pemerintahan, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah; 10. Mendorong peningkatan kualitas implementasi sistem akuntabilitas kinerja di lingkungan instansi pemerintah; 11. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan prestasi;
1.
3. Harmonisasi Manusia - Teknologi
Bertitik tolak dari pemahaman atas huruf menjadi kata bermakna diatas, maka makna KOMPETENSI adalah gambaran karekteristik individu yang menunjukkan kebutuhan atas (K)emampuan untuk memanfaatkan (O)rganisasi sebagai alat dalam mewujudkan (M)inat sebagai pendorong menggerakkkan kekuatan pikiran dalam (P)emahaman untuk mengaktualisasikan (E)mpati kedalam (T) antangan dalam menanggapi (E)mosi, (N) ilai, (S)ikap dan (I)ntergritas. Jadi dengan mengungkapkan karakteristik individu diatas, maka Sumber Daya Manusia berbasiskan Kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep SDM yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan peran dalam menjalankan jabatan, fungsi, tugas, pekerjaan yang sejalan dengan pemahaman kompetensi diatas. Dengan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi seperti diatas yang ada di birokrasi maka diharapkan ke depan akan terjadinya perubahan pola di lingkungan kerja kearah yang lebih baik seperti berikut ini : 2. Strategi dalam Keaparaturan
2.
40
bidang
Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua tingkat, lini, dan kegiatan pemerintahan; Penataan kembali fungsi-fungsi
Di era globalisasi dan revolusi teknologi informasi-komunikasi menjadi tantangan tersendiri bagi birokrasi dalam upaya
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
OPINI menciptakan pemerintahan yang baik, pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Pemanfaatan teknologi informasi dalam birokrasi secara tepat guna, dengan didukung kualitas sumber daya manusia yang baik akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas birokrasi untuk meningkatkan kinerjanya. Namun demikian apabila ketersediaan sarana tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara tepat guna dan tidak didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas baik, maka hal tersebut hanya akan menciptakan inefisiensi dan akan menghambat sistem manajemen secara keseluruhan. Permasalahan klasik kepegawaian yang sering timbul berkaitan dengan kurang berdayanya sistem informasi manajemen kepegawaian.
secara keseluruhan. Permasalahan klasik kepegawaian yang sering timbul berkaitan dengan kurang berdayanya sistem informasi manajemen kepegawaian. Pada akhirnya dengan belum berdayanya sistem informasi kepegawaian untuk menghadirkan data dan informasi secara cepat, tepat dan akurat, setiap saat diperlukan dalam rangka pembuatan keputusan-kebijakan kepegawaian nasional. Sedangkan pemeliharaan data secara manual kurang dapat mengimbangi percepatan perubahan dan perkembangan lingkungan yang terjadi. T Wasis Danardono Boedi Prihandono Angkatan 30-2008
Pada akhirnya dengan belum berdayanya sistem informasi kepegawaian untuk menghadirkan data dan informasi secara cepat, tepat dan akurat, setiap saat diperlukan dalam rangka pembuatan keputusan-kebijakan kepegawaian nasional. Sedangkan pemeliharaan data secara manual kurang dapat mengimbangi percepatan perubahan dan perkembangan lingkungan yang terjadi. Di era globalisasi dan revolusi teknologi informasi-komunikasi menjadi tantangan tersendiri bagi birokrasi dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Pemanfaatan teknologi informasi dalam birokrasi secara tepat guna, dengan didukung kualitas sumber daya manusia yang baik akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas birokrasi untuk meningkatkan kinerjanya. Namun demikian apabila ketersediaan sarana tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara tepat guna dan tidak didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas baik, maka hal tersebut hanya akan menciptakan inefisiensi dan akan menghambat sistem manajemen
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
41
NARA SUMBER
SUMBERDAYA MANUSIA & REFORMASI BIROKRASI
Wawancara Singkat dengan Inspektur II Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan
P
ada hakikatnya Reformasi Birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek Kelembagaan (Organisasi), Ketatalaksanaan dan Sumber Daya Manusia Aparatur sehingga dapat mempercepat terwujudnya Tata Kelola Pemerintah yang baik. Pada edisi kali ini coba menyoroti masalah Sumber Daya Manusia (SDM) dikarenakan SDM merupakan merupakan salah satu Objek dari Reformasi Birokrasi dan Subjek dari Proses Reformasi Birokrasi tersebut. Tim jurnal berkesempatan melakukan audiensi dengan salah satu Inspektur yang ada di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan. Bapak Capt. Ronny Hasan yang memimpin Inspektorat II yang tim datangi begitu hangat menerima kami, dengan senyum yang khas beliau mempersilahkan tim jurnal masuk ke dalam ruangannya. Berikut ini pandangan beliau, sebagai Inspektur II kala berbicara tentang SDM dan birokrasi : Mengenai Kekurangan SDM Begitu Beliau dimintai pendapat mengenai kurangnya SDM Khususnya Auditor di Departemen Perhubungan Beliau mengatakan bukan hanya di ITJEN saja kurangnya jumlah SDM di Departemen Perhubungan ini namun dibeberapa
42
Subsektor khususnya dibidang teknis minus SDM yang sesuai dengan bidangnnya. Masalah ini bukan hanya mengenai masalah Kuantitas namun juga Kualitas yang mengerti mengenai subbidang yang dikerjakannya, jadi masalah SDM tidak semudah membalikkan telapak tangan. Beliaupun menuturkan di Insperktorat yang dipimpinnya saja kekurangan SDM khususnya Auditor begitu terlihat. Kekosongan jabatan Kepala Kelompok (KAPOK) ada 3 orang sedangkan untuk Auditor ada beberapa orang. Kurangnya SDM bukan berarti tugas-tugas tidak berjalan, beliau mengkoordinasikan kepada bawahannya yang dinilai mampu untuk tetap mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan berkoordinasi dari atas kebawah dan sebaliknya. “ Jadi PNS itu harus survive” kata-kata itu seperti member motivasi agar kita senantiasa tetap memandang hari esok yang lebih baik dengan optimis. “Bila suatu pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh tiga orang dapat dilakukan oleh satu orang itu lebih baik, sedangkan untuk hasilnya biasanya dibicarakan bersama dan dikoordinasikan sehingga tidak ada lagi ini bukan tugas saya, bila masih seperti itu maka tidak jalan.” Tentang Reformasi Birokrasi Bicara mengenai reformasi
transparansi
tentunya
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
NARA SUMBER berbicara tentang perubahan. Tidak semudah ketika dibicarakan dengan mulut atau semudah membalikkan telapak tangan. Perubahan tidak bisa sekonyongkonyong terjadi. Contoh sederhana saat seorang anak yang tadinya prestasinya biasa-biasa saja kemudian dia ingin menjadi pandai. Tentunya dia harus merubah cara belajarnya selain dari niat dan kemauannya. Begitu pula dengan reformasi birokrasi, dimana reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Menurut beliau reformasi birokrasi itu harus dimulai dari diri sendiri. Di Republik ini bekerja jujur tidak cukup, orang jawa bilang pintarnya tidak boleh sekali tapi harus pintar-pintar. Hal itu terjadi karena sistem dinegara ini yang menyebabkan demikian. Banyak orang pintar dan jujur tetapi sedikit yang menjadi pimpinan. Artinya kita harus bisa belajar dari lingkungan, sejauh mana bisa berbuat (menerapkan cara-cara yang baik) itu yang diterapkan. Sebuah perbuatan nyata lebih baik ketimbang hanya omongan tanpa perbuatan. Apabila diri sendiri sudah mampu menerapkan hal ini baru ditularkan kepada lingkungan disekitarnya. Masih menurut beliau, masalah kesejahteraan pegawai seharusnya tidak semata-mata diukur dengan uang. Lebih dahulu melakukan tugas sebaik-baiknya baru berbicara mengenai kesejahteraan. “Hidup harus mau menerima segala sesuatu (mensyukuri). Nikmati hidup apa adanya jangan mengeluh karena kekurangan materi. Kalo pikiran selalu merasa kurang ya terus kurang. Hidup enteng-enteng saja tapi tugas tetap jalan terus”,demikian yang disampaikan beliau. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya sampai saat ini masih banyak PNS yang tingkat etos kerjanya sangat kurang. Berbicara mengenai reformasi birokrasi salah satu
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
fokus utamanya adalah mengenai disiplin dan etos kerja. Rendahnya disiplin dan etos kerja pada sebagian PNS seringkali menyebabkan terjadinya gap. Mereka yang tingkat disiplin dan etos kerjanya baik mendapatkan penghasilan yang sama dengan mereka yang tingkat disiplin dan etos kerjanya rendah. Inilah yang coba diatasi oleh beliau dengan memberikan contoh nyata kepada seluruh staffnya. Membangun SDM antara karakter dan kompetensi Mencari SDM yang sesuai kompetensi khususnya di lingkungan Inspektorat Jenderal adalah sesuatu hal yang sulit. Ketika sebuah pertanyaan diajukan kepada Bapak Capt. Rony antara karakter dan kompetensi mana yang lebih berperan dalam hal membangun SDM. “Kompetensi dapat berjalan dengan adanya sistem yang baik. Menciptakan karakter akan membentuk seseorang menjadi manusia seutuhnya,artinya membuat seseorang memiliki jati diri yang jelas. Dalam hal ini beliau cenderung memilih karakter. Tetapi sesungguhnya antara karakter dan kompetensi harus berjalan beriringan”, demikian kata beliau. Apakah SDM di Depertemen Perhubungan Siap untuk melakukan reformasi birokrasi ? Di Depertemen Perhubungan sendiri sangat kurang SDM yang sesuai bidang/ qualified sehingga untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi lumayan susah, butuh waktu yang tidak sebentar. “Terlepas dari itu semua seharusnya kita tetap berusaha dan berbuat yang hari esok lebih baik dari hari ini yang disertai keyakinan yang kuat” demikian pesan beliau. T Wasis Danardono Boedi Prihandono Angkatan 30-2008
43
NARA SUMBER
APARATUR PERHUBUNGAN BANDARA JUWATA TARAKAN : Asset yang “lebih diperankan” Wawancara Dengan Kepala Bandara Juwata - Tarakan
F
ebruari lalu, Bandar Udara JuwataTarakan ditetapkan sebagai Bandar Udara Kelas I Khusus oleh Menteri Perhubungan melalui Peraturan Menteri Perhubungan dengan nomor KM. 7 tahun 2008 tanggal 12 Pebruari 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bandar Udara. Ini berarti bahwa Bandar Udara Juwata – Tarakan, yang letaknya cukup strategis-geometris dengan Malaysia, diamanahkan tanggung jawab yang lebih besar lagi dalam fungsinya sebagai gerbang transportasi massal penggerak dan katalis perbaikan perekonomian dan sosial-budaya bahkan pertahanan-keamanan khususnya di Utara Kalimantan Timur. Peraturan Menteri Perhubungan yang memiliki implikasi signifikan bagi Indonesia tersebut, ditindaklanjuti dengan cukup tanggap. Ini ditandai dengan pengukuhan Kepala Bandar Udara Kelas I Khusus Juwata -Tarakan, H. Husni Djau, SE, sebagai Pejabat Eselon II di lingkungan Departemen Perhubungan tak lama setelah peraturan tersebut diterbitkan. Tepatnya, tanggal 18 Februari 2008 lalu, Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan secara resmi melantik Kepala Bandar Udara Juwata-Tarakan yang memiliki track record yang tak dapat di pandang sebelah mata, terutama di Provinsi Gorontalo tersebut, sebagai salah satu “2nd layer decision
44
maker” Departemen Perhubungan. Di tengah kesibukannya mengemban amanat untuk mengelola Bandar Udara Juwata-Tarakan, Husni Djau masih bersedia meluangkan waktunya untuk bertatap muka dengan Tim Jurnal Transparansi Inspektorat Jenderal. Dalam kesempatan ini, Tim yang terdiri dari Boedi Prihandono, Wasis Danardono dan Haeril Bardan mencoba menggali dan memetik benang merah strategi manajemen khususnya manajemen sumber daya manusia yang tengah diimplementasikan Kepala Bandar Udara Juwata - Tarakan guna meningkatkan performa dan kinerja institusi yang dipimpinnya. Berikut petikan audiensi hangat tersebut : Apa yang membedakan Bandar Udara Juwata-Tarakan dengan Bandar Udara lainnya, sehingga dapat dikukuhkan menjadi Bandar Udara Kelas I Khusus ? Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Irian Jaya. Melihat potensinya yang berlimpah itulah dan dengan posisinya yang strategis terhadap perbatasan dengan Negara tetangga, maka Bandar Udara seperti Sentani dan Tarakan ini memegang peranan yang sangat penting bagi Indonesia sehingga dapat dikatagorikan
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
NARA SUMBER sebagai Bandar Udara Kelas I Khusus. Diatas kertas, hal ini dapat dibuktikan dengan data lalu lintas penumpang dan barang beserta potensi yang dimilikinya, yang jauh melampaui Bandar Udara lainnya di Indonesia, apalagi dengan pertumbuhan lalu lintas penerbangannya yang berada diatas 20%. Apakah peningkatan Klasifikasi pada Bandar Udara yang Bapak pimpin berpengaruh pada kinerjanya, mengingat tanggung jawab sebagai Bandar Udara Kelas I Khusus tentunya jauh lebih besar lagi ? Tentu. Peningkatan kelas Bandar Udara Juwata bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan publik di sektor transportasi khususnya udara, apalagi kegiatan penerbangan di wilayah Kalimantan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan kinerja Bandar Udara utamanya harus didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang memadai, karena peningkatan dan pengembangan fasilitas Bandara itu sendiri harus ditunjang oleh SDM pengelola fasilitas yang memadai pula. Memang pada awalnya dibutuhkan komitmen dan usaha yang kuat untuk mengubah budaya kerja yang telah lama ada. Ini berlaku pada segenap personil yang terlibat, mulai dari grass root hingga pucuk pimpinan. Pendekatan yang digunakan dapat dilakukan pada sisi intelektual, emosional hingga spiritual. Dalam pandangan saya, ketiganya harus digunakan bersamaan, semaksimal mungkin, bertahap dan konsisten agar komitmen ini benar-benar terbangun kokoh menghadapi tantangan dan hambatan yang mungkin melintang. Bagaimana Bapak mensiasatinya sedangkan pekerjaan harus tetap berjalan? Dalam peningkatan kelas Bandara Juwata
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
menjadi Kelas I khusus, ada beberapa jabatan baru yang sangat strategis dan harus diduduki oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dibidangnya masingmasing. Prinsipnya adalah “the right man on the right place”. Selain itu harus diberikan panduan pelaksanaan kerja dan penentuan tugas dan tanggung jawabnya masingmasing. Semacam job deskripsi, untuk menghindari tumpang tindih fungsi dan tanggung jawab yang dapat menghambat kinerja pengelola bandara Sebagai Kepala Kantor yang berada di Daerah, sudahkah kantor Bapak mendapatkan SDM yang sesuai tuntutan Kinerja Organisasi ? Dari penempatan posisi kerja rata-rata setiap unit kerja sudah diduduki SDM yang sesuai kualifikasinya, tetapi belum memenuhi jumlah ideal yang dibutuhkan. Masih perlu ditambah SDM yang memiliki kualifikasi kerja tertentu atau mendidik pegawai yang sudah ada hingga memiliki sertifikasi kecakapan Tentang Jumlah dan kualitas SDM yang ideal untuk Kantor-Kantor Perhubungan di Daerah ? SDM yang memiliki kualifikasi dan kecakapan yang dibutuhkan di kantor-kantor perhubungan di daerah terutama bandarabandara UPT masih banyak kekurangan yang harus dipenuhi. Sedangkan kualitas SDM yang telah memiliki kualifikasi dan kecakapan tersebut maka setiap bandara UPT maupun Operator bandara lainnya wajib menjalankan program untuk mempertahankan dan meningkatkan kualifikasi dan kecakapan yang dimiliki oleh SDM-nya Dikaitkan dengan tuntutan kinerja PNS yang semakin disorot, menurut Bapak bagaimana peran yang seharusnya dari
45
NARA SUMBER SDM PNS saat ini ? Di era globalisasi saat ini Aparatur Pemerintahan atau SDM PNS sebagai abdi masyarakat dan abdi negara seharusnya sebagai pelayan masyarakat, bukan sebaliknya minta dilayani oleh masyarakat Untuk memperbaiki citra PNS sebagai pelayan masyarakat dan abdi negara, diharapkan ikut membangun good & clean governance/pemerintahan yang baik dan bersih, memiliki moral, berakhlak mulia, transparan, jujur, profesional, akuntable/ bertanggungjawab, adil, visioner, memiliki kerjasama yang baik, peduli terhadap sesama Kondisi PNS saat ini, sudahkah sesuai tuntutan peran tersebut ? Kondisi PNS saat ini belum sesuai tuntutan peran tersebut, hal ini disebabkan : Belum disiplin, belum bersih, boros, tertutup Belum profesional, kurang menerima saran dari orang lain Perlu peningkatan kesejahteraan aparatur/menaikan gaji pegawai dibarengi dengan peningkatan kinerja. Bagaimana bisa bekerja dengan baik kalau kita juga masih banyak kekurangan kebutuhan hidup Bagaimana dengan Aparat Perhubungan ? Aparat perhubungan saat ini sudah memperlihatkan ke arah yang lebih baik, dibuktikan dengan selesainya revisi atas undang-undang pelayaran, kereta api dan penerbangan yang 70% isinya mengutamakan keselamatan penerbangan, dibuktikan dengan tekad dan visi misi Departemen Perhubungan “zero accident” termasuk Dirjen Hubud yang mengedepankan 3S + iC (Safety, Security, Service & Compliance). Akan tetapi masih banyak juga yang perlu dibenahi. Jika belum sesuai, aspek apa saja
46
yang harus ditingkatkan dari PNS (Perhubungan khususnya) ? Aspek yang harus ditingkatkan dari SDM PNS Perhubungan adalah : Peningkatan kesejahteraan aparatur dengan remunerasi, dengan menaikan gaji dan tunjangan untuk bisa hidup dengan layak serta menyisihkan sebagiannya untuk kesejahteraan dan pendidikan anak dan jaminan hari tua bagi diri dan keluarganya Kita tegakkan disiplin, dedikasi, loyalitas serta peningkatan kinerja serta memberi reward dan punishment/penghargaan dan sanksi (hukuman), menambah ilmu dibidang masing-masing agar sebagai pelayan masyarakat memiliki semangat profesionalisme, jujur, adil, bisa bekerja sama yang baik, peduli dan memiliki pandangan kedepan Tentang Rekruitmen, Pengembangan SDM, Rotasi, Promosi ? Ada beberapa pola rekruitmen : Pertama, melalui jalur pendidikan dan pelatihan oleh Badan Diklat Perhubungan melalui UPT-UPTnya. Lulusan SMU dan yang sederajat disaring untuk dididik dan dilatih menjadi SDM yang memiliki kecakapan teknis dibidang penerbangan Kedua, melalui jalur penerimaan pegawai sesuai kebutuhan organisasi baik bagi lulusan SMU maupun pendidikan tinggi/universitas Sedangkan pola rotasi tetap dijalankan, tentunya tidak meninggalkan prinsip kompetensi profesionalnya dan penempatan pegawai sesuai dengan kemampuan, kecakapan serta keahliannya. Promosi, dilakukan untuk pembinaan karier pegawai-pegawai berprestasi yang merupakan aset SDM bagi organisasi.
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
NARA SUMBER peran dalam organisasi pelayanan penerbangan termasuk bandara asalkan memiliki kompetensi kerja yang harus ditunjukkan dengan sejumlah kertifikasi kecakapan. Bagaimana menurut Bapak tentang reformasi birokrasi yang kini tengah dikembangkan dan diimplementasikan di beberapa tempat ?
Tentang Penggajian dan kesejahteraan ? Potensinya terhadap KKN ? Faktor lain adakah ? Tentang penggajian saat ini, pemerintah melalui Departemen Keuangan tentunya selalu berupaya untuk memperbaiki sistem penggajian. Kesejahteraan dari gaji, terutama bagi para professional bidang penerbangan di bandara-bandara UPT dirasakan masih kurang dan diupayakan peningkatannya. Pada awal tahun ini, menteri keuangan telah menyetujui tambahan pendapatan berupa tunjangan untuk teknisi-teknisi penerbangan terutama yang bertugas di bandara-bandara UPT. Memang harus diakui sebagaimana hasil banyaknya penelitian yang dilakukan bahwa minimnya gaji dan kesejahteraan berpotensi terhadap korupsi dan kolusi. Tetapi untuk nepotisme, paradigmanya sekarang sudah berubah dulu mungkin bias walaupun tidak ada kompetensinya seorang pegawai bisa menduduki jabatan. Saat ini siapapun bisa untuk menduduki jabatan dan memiliki
transparansi
Vol. 3 No. 3 Tahun 2008
Menurut saya semua instansi pemerintah baik di pusat maupun didaerah tengah melakukan reformasi birokrasi. Tentunya ada tahapan-tahapan dan pendekatan-pendekatan yang berbeda di tiap-tiap instansi. Mengapa demikian? Karena setiap instansi pemerintah memiliki wilayah tugas dan tanggung jawab yang bersifat khas sehingga memiliki pola-pola yang berbeda dan harus sesuai sesuai dengan ke-khasan tadi Peran ITJEN dalam pengelolaan SDM ? Fungsi Inspektorat Jenderal pada setiap departemen adalah pembinaan dan pengawasan internal. Terkait pengelolaan SDM maka peran Inspektorat Jenderal adalah melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab SDM penerbangan dilingkup pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud termasuk unsur-unsur teknis dan manajemen. T Wasis Danardono Boedi Prihandono Haeril Bardan
47