edisi
02 2015 Juli 2015
Embrace the challenge, free the world of TB
Daftar Isi PRAKATA
Country Representative KNCV /Chief of Party Challenge TB
FOKUS
International Meeting Week
INSPIRASI
REKAT (Arek Nekat)
04
18
PROFIL
07
CERITA HATI
22
dr. Christina Widaningrum
Keluarga Bpk. Binsar Manik
BERITA KHUSUS
Workshop TB pada Anak
BERITA
dalam FOTO
07
25
03
INFO TEKNIS
Pelatihan Farmakoviglans
OPINI
TB pada Anak
Catatan Redaksi Segenap redaksi buletin Challenge mengucapkan Selamat hari Raya Idul Fitri 1436 H, mohon maaf lahir dan batin.
02
Tampilan depan buletin Challenge kali ini adalah sosok seorang anak yang sudah selesai menjalani pengobatan TB selama 1 tahun sewaktu berusia 5 tahun. TB pada anak adalah salah satu tantangan yang sekarang ini kita hadapi, hal ini juga diungkapkan oleh dr. Christina Widaningrum, beliau adalah Kepala Subdit TB Kementerian Kesehatan, yang menjadi profil Challenge kali ini. Dalam wawancaranya, Bu Ning, panggilan akrab dr. Christina, mengatakan bahwa TB pada anak juga perlu diperhatikan, di tahun 2014, proporsi TB anak di antara semua kasus TB sebesar 6,6%, sedangkan untuk penegakan diagnosis TB pada anak seringkali terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2013, Kemenkes sudah mengeluarkan buku Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak, hal itu kembali diingatkan pada acara lokakarya "Scaling Up Diagnosis and Treatment of Childhood Tuberculosis in Indonesia" yang diselenggarakan oleh WHO, Kemenkes dan UKK Respirologi IDAI yang diulas dalam berita khusus edisi ini. TB pada anak adalah salah satu topik yang diuraikan dalam International
Meeting Week 2015 di Malang, dalam pertemuan ini seluruh staff KNCV juga diberikan pemahaman mengenai strategi implementasi dari tim teknis RO terkait proyek Challenge TB. Selain itu ada pembahasan mengenai struktur organisasi yang baru, capacity building sekaligus acara bonding sesama staf KNCV. Selain itu, acara yang tak kalah pentingnya adalah pelatihan pharmacovigilance (PV) untuk obat baru, Bedaquiline. Setelah hampir 40 tahun, akhirnya ada harapan baru bagi pasien TB MDR. Pemantauan efek samping yang aktif sangat diperlukan dalam penerapan obat baru ini. Ulasan tersebut kami muat dalam rubrik berita teknis. Salah satu rumah sakit yang ditunjuk sebagai tempat pelaksanaan skala kecil bedaquiline adalah RS. Dr. Soetomo, Surabaya. Saat ini RS. Dr. Soetomo sudah memiliki PV officer yang khusus untuk penggunaan obat baru ini. REKAT, peer educator Surabaya juga sudah disosialisasikan terkait obat ini. Profil REKAT juga kami ulas di edisi kali ini karena semangat mereka yang bisa menjadi inspirasi tidak hanya untuk sesama pasien tetapi juga untuk kita semua untuk tetap semangat saat di bawah tekanan.
Jhon Sugiharto Pimpinan Redaksi
Penanggung Jawab: Jan Voskens (Country Representative KNCV/ Chief of Party Challenge TB) Pimpinan Redaksi: Jhon Sugiharto Redaksi: Endah Ramadhinie, Trishanty Rondonuwu Website: www.kncv.or.id Email:
[email protected]
14
32
Prakata
“Reputasi pekerjaan KNCV dalam penanggulangan TB berdasarkan kualitas terbaik, ini berarti semua staf KNCV harus memiliki kualitas yang baik” Perlu kita sadari bahwa dari waktu ke waktu kita melakukan hal yang sama tetapi belum mendapatkan hasil yang memuaskan, oleh karena itu kita perlu perubahan dalam menghadapi tantangan dan kekurangan yang ada. Saat ini beberapa tantangan masih kita hadapi. Dari hasil survei prevalensi TB nasional 2013, insiden TB masih berkisar 1 juta orang per tahun. Untuk penemuan kasus ada peningkatan walaupun tidak signifikan, dari sekitar 200.000 di tahun 2003 menjadi 300.000 di tahun 2013. Apalagi dengan adanya TB kebal obat yang masih cukup banyak, dengan jumlah pasien yang belum 100% mau menjalani pengobatan. Tantangan lain adalah Indonesia juga merupakan negara yang kasus HIV-nya meningkat cukup tinggi, sehingga kedua epidemi (TB dan HIV) ini akan menambah beban
negara baik di sisi sosial maupun ekonomi. Bagaimana cara kita menghadapi tantangan dan kekurangan tersebut?. Untuk mendukung strategi nasional CTB memberikan bantuan teknis, dimana diperlukan kapasitas staff dengan kualitas yang baik untuk membangun tim yang kuat, melalui p e n i n g k a t a n ko o r d i n a s i d a n pemahaman yang sama diantara seluruh staf. Selain itu juga kualitas kerja wilayah Challenge TB harus lebih baik daripada wilayah lain. Perbaikan mutu harus berjalan secara berkesinambungan, sehingga setiap orang bertanggung jawab untuk menciptakan kualitas dan berperan penting dalam memberikan servis terbaik untuk hasil yang terbaik. Dalam kesempatan ini juga, atas nama Challenge TB saya, mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437H, mohon maaf lahir dan batin”.
-Jan Voskens-
Country Representative KNCV / Chief of Party Challenge TB
03
International Meeting Week Malang, 18-22 Mei 2015
04
Pada tanggal 18-22 Mei 2015, KNCV Indonesia mengadakan International Meeting Week (IMW) di Malang, Jawa Timur. Pertemuan internal ini diadakan untuk mensosialisasikan proyek Challenge TB, yang sudah mulai efektif pada Januari 2015 sekaligus untuk peningkatan kapasitas staf. Dalam pertemuan ini semua staf diberikan paparan presentasi mengenai kebijakan, prosedur dan struktur kepegawaian yang terbaru. Selain itu dari KNCV Pusat Ibu Dianne van Oosterhout dan Ibu Kathy Fiekert juga turut h a d i r. P r e s e n t a s i m e n g e n a i Struktur Organisasi KNCV Head Office dan Code of Conduct KNCV dipresentasikan oleh Ibu Dianne. Ibu Kathy memberikan presentasi terkait KNCV’s Strategic Plan, Childhood TB, Survei Prevalensi dan Epi-assesment. Pertemuan tahunan ini dihadiri 78 peserta yang terdiri dari KNCV Representative Office, DKI Jakarta,
Sumatra Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Papua dan Papua Barat. Setelah pertemuan ini semua peserta diharapkan mengetahui visi dan misi terbaru dari KNCV, kebijakan dan prosedur terbaru dari tim teknis dan support, membangun hubungan efektif dan efisien antar tim teknis, support dan manajemen dan mengenal staf baru. Pertemuan ini juga sangat penting karena disini staf di provinsi bisa mendapatkan pemahaman mengenai strategi implementasi dari tim teknis RO terkait projek Challenge TB yang cara dan penerapannya berbeda dari proyek-proyek sebelumnya. Menurut Dr. Jan Voskens, Country Director KNCV, pertemuan internal ini perlu diadakan karena saat ini KNCV memiliki struktur organisasi yang baru untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi. Selain itu juga, sekarang ini KNCV memiliki
Fokus
rencana strategis yang baru dengan mekanisme dan pendekatan yang berbeda.
mengantisipasi perubahan di lingkungannya, untuk meraih kesempatan yang ada.
Pada presentasi rencana strategis yang dibawakan oleh Ibu Kathy Fiekert, diingatkan lagi bahwa visi KNCV adalah dunia bebas TB dengan misi eliminasi TB secara global, melalui pengembangan dan implementasi strategi serta intervensi penanggulangan penyakit TB yang efektif, efisien dan berkesinambungan.
Pemaparan Struktur Organisasi KNCV oleh Ibu Dianne van Oosterhout menitikberatkan pada visi dari CTB yaitu KNCV berkontribusi pada berkurangnya angka penyakit TB di tahun 2020, melalui penurunan mortalitas 35%, menurunkan insidensi 20 % dan tidak adanya kekacauan ekonomi karena TB. Penekanan pada 4x4 strategi dan Beberapa prinsip prinsip untuk Kegiatan KNCV mencapai visi CTB. yang perlu diterapkan adalah demi dalam proyek 4 strategi CTB kemanusiaan, menolong yaitu; Engage: Challenge TB: penderita TB 1. Universal health Melibatkan (humanitarian program TB coverage sebagai focus) dasar strategi KNCV Nasional, para mitra kerja baru 2.Mempertimbangkan Ibu Kathy Fiekert issue legal dan etik dan individu. Empowered: dalam memberikan pelayanan. Memberdayakan visi dari Challenge TB upaya dari 3. Identifikasi dampak adalah : pembuat terbesar dengan berkontribusi kebijakan, upaya dan pembiayaan pada kelompok yang ringan berkurangnya marjinal dan 4.Memastikan TB di tahun populasi rentan. kepemilikan lokal 2020 Ibu Dianne van Oosterhout Evaluate: pemerintahan Mengevaluasi 5.Membangun jejaring intervensi, mengukur kualitas, dan kemitraan di berbagai tingkat mengembangkan pendekatan 6.Memastikan alih ilmu dan berbasis bukti, serta praktik terbaik. pengetahuan dalam memberikan Expand: Memperluas cakupan asistensi teknis layanan dan jangkauan serta menghilangkan hambatan pada Dasar kegiatan yang dilakukan KNCV akses layanan. adalah: 4 Prinsip CTB, yaitu; - Demi kemanusiaan, menolong Quality: memberikan bantuan penderita TB (humanitarian focus) teknis yang berkualitas. - Memberikan hasil dan bisa diharapkan (deliverable and reliable) Locally owned: menciptakan - KNCV bisa fleksibel melakukan pendekatan yang berdampak perubahan untuk menghadapi/ kepemilikan lokal.
05
Fokus
Innovative: Pendekatan yang inovatif. Patient- centered: Intervensi yang berpusat pada kebutuhan pasien. Berkaitan dengan masalah kualitas, beberapa poin terkait presentasi Pak Jan Voskens mengenai kualitas di KNCV, yaitu : - Sesuai standar Nasional dan Internasional dan dilaksanakan secara maksimal - Mutu dapat dilihat dari beberapa segi (Iron triangle) :Scope, Cost dan Schedule
06
Selain pembekalan materi, di IMW kali ini juga diumumkan sekaligus pemberian hadiah bagi pemenang kompetisi foto internal KNCV. Kompetisi foto internal ini diadakan sebagai salah satu upaya untuk
memotivasi staff yang memiliki hobi dokumentasi untuk memperlihatkan karya mereka dan juga sebagai bentuk apresiatif dan penghargaan dari manajemen untuk staff KNCV. Dari 23 foto yang diterima panitia, terpilih 3 pemenang dan 1 special foto.Foto pemenang akan ditampilkan di website KNCV Indonesia dan social media Challenge TB. Keseluruhan dari IMW ini berjalan dengan baik, walaupun diakui pak Adhi Sanjaya, sebagai ketua panitia IMW tahun ini masih banyak yang harus diperbaiki. “IMW berikutnya lebih ditekankan pada bonding staff KNCV, sehingga diharapkan menjadi tim yang solid untuk program KNCV, sehingga hal-hal yang berhubungan dengan teknis bisa dipisahkan tersendiri” imbuh pak Adhi. []
Pemenang 1 Moh.Roni, Social Worker KNCV Jatim, Malang Judul Foto: Sembuh itu bukti, bukan janji
Pemenang 2 Tim Keuangan, RO Jakarta Judul: Never Give Up Never Give to Eliminate TB
Pemenang ke-3 Ania Maharani, M&E Officer KNCV Jateng Judul : Konsultasi Pasien TB MDR Lokasi : RSUP dr. Kariadi, Semarang
Special Foto: Steward J.Anwar, Technical Officer Papua, Judul foto: ..kujelaskan padamu..., Lokasi: Puskesmas Enarotali, kab. Paniai, Papua
Profil
untuk 07
Berurusan dengan TB sesungguhnya menjadi suatu pengalaman baru bagi Kasubdit TB Kementerian Kesehatan dr Christina Widaningrum, MKes yang akrab disapa Bu Ning. Perjalanan kariernya berawal pada tahun 1987 saat bertugas sebagai dokter di sebuah Puskesmas di kota Ambon, Maluku. Selama hampir 12 tahun berada di Ambon, Bu Ning mengabdi di empat Puskesmas. Kerusuhan yang terjadi pada tahun 1999 memaksa Bu Ning untuk eksodus ke Jakarta. Akhir tahun 1999 Bu Ning masuk di Subdit Kusta dan Frambusia Kementerian Kesehatan, mulai dari staf hingga menjadi Kasubdit pada tahun 2009. Perempuan kelahiran Purwokerto, 24 Juli 1960 ini menyebutkan bahwa kuman kusta, (Mycobacterium leprae)
dan TB (Mycobacterium tuberculosis) berasal dari satu marga. "Kuman kusta menyerang syaraf dan menjadikan penderita cacat secara fisik namun kuman TB yang justru lebih ganas dibandingkan kusta. Kuman TB menyerang orang tidak kelihatan karena yang diserang adalah paru-parunya." Pernyataan Bu Ning bukan main-main karena hingga saat ini Indonesia bersamasama dengan Nigeria, Tiongkok, India dan Pakistan masih menjadi negara yang masuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak di dunia. Meski sudah banyak upaya memberantas TB namun Bu Ning menilai masih banyak tantangan yang dihadapi. Sebagai salah satu indikator MDGs 6C, target pemberantasan
Profil
08
TB menurut Bu Ning sudah tercapai. Hal ini terlihat dari penurunan angka kejadian TB sebesar 47% dari acuan dasar pada tahun 1990 sebesar 343/100.000 penduduk menjadi 185/100.000 penduduk pada tahun 2014 (Global TB Report 2014). Prevalensi TB dari 443 per 100.000 penduduk menjadi 272 per 100.000 penduduk serta angka kematian menurun dari 92/100.000 penduduk pada tahun 1990 menjadi 25 per 100.000 penduduk pada tahun 2013. Ini salah satu pencapaian karena target angka kematian pada tahun 2015 sebesar 46 per 100.000 penduduk. "Jadi, kalau dilihat dari indikator MDGs cukup berhasil, kalau dilihat dari survei dengan metode spesifik itu meningkat.” ujar Bu Ning.
Selain itu juga ada TB pada anak, pada tahun 2013, terdapat 26.054 kasus TB anak ternotifikasi (8% dari semua kasus). Di tahun 2014, proporsi TB anak di antara semua kasus 6,6%. Saat ini Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia menggunakan sistem scoring pada anak untuk penegakan diagnosis, sehingga menghindari kecenderungan overdiagnosis atau underdiagnosis dan underreported. Dengan besarnya beban yang dihadapi untuk memberantas TB maka pekerjaan rumah ini tentu saja bukan hanya berada di tangan Kementerian Kesehatan saja. Bu Ning berharap kementerian lain terlibat khususnya dalam sarana dan prasarana serta SDM. Bu Ning mencontohkan bagaimana rumah sehat bisa disediakan pemerintah karena TB menular melalui udara. "Kalau di rumah tidak ada jendela, kuman TB bisa menular ke orang lain." Soal kerja sama menyangkut pemberantasan TB, Bu Ning juga menyampaikan upaya penjajakan dengan Kementerian Sosial untuk pencarian donor guna memberikan bantuan ongkos transportasi bagi pasien kebal obat yang harus disuntik setiap hari selama 6-8 bulan. Karena besarnya dana yang dibutuhkan untuk mencapai Indonesia Bebas TB, Bu Ning mengaku Kementerian
“...ke depannya pemerintah harus memikirkan exit strategy agar program penanggulangan TB ini bisa terus berjalan...”
Ibu dari tiga anak lakilaki, dua diantaranya kembar ini memastikan untuk mencapai target Indonesia Bebas TB pada tahun 2050, banyak hal yang harus dilakukan apalagi sekarang ada TB HIV, TB menjadi penyebab kematian tertinggi bagi ODHA. Selain itu meningkatnya jumlah penderita TB kebal obat. "Minum obat sebentar, seminggudua minggu sudah rasa enak dan berhenti minum obat sehingga terjadi kebal obat." TB DM juga menjadi perhatian karena penderita diabetes yang terdiagnosa TB mempunyai risiko kematian lebih tinggi baik selama pengobatan TB atau menjadi kambuh TB setelah pengobatan.
Profil
Kesehatan masih sangat bergantung pada komitmen bantuan internasional seperti saat ini yang mendapat kucuran dana dari Global Fund untuk obat dan dana operasional di lapangan. Secara khusus Bu Ning mengapresiasi projek Challenge TB yang didanai oleh USAID yang baru dimulai Oktober silam dan juga upaya Challenge TB untuk menemukan model kegiatan intensified case finding seperti menelusuri apakah ada anak-anak yang tertular jika ditemukan kasus TB dewasa. Menurut Bu Ning ke depan pemerintah harus memikirkan exit strategy agar program bisa terus berjalan. Selama ini dana dari pemerintah pusat tidak bisa dipakai untuk operasional di lapangan karena sudah terserap untuk obat lini satu dan reagen, sementara dana dari pemerintah daerah digunakan untuk supervisi.
Bu Ning menghimbau masyarakat agar PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) selalu diterapkan. Tinggal dalam rumah yang sehat, tidak tertutup semua agar sirkulasi udara bagus, makan gizi seimbang, jika batuk harus menutup mulut (etika batuk) dan yang masih sering terjadi buang ludah! "Buang ludah tidak boleh sembarangan karena kita tidak tahu kita TB atau tidak," Bu Ning mewanti-wanti. Bu Ning mengingatkan masyarakat jika batuk jangan malu berobat, jika sudah dinyatakan TB jangan putus di tengah jalan karena kuman bisa kebal dan akan lebih berat efeknya. Bagi keluarga pasien TB tentu saja harus mendukung dan tidak mengucilkan serta memastikan agar semua anggota keluarga diperiksa (screening) guna memastikan tidak terjadi penularan. Pada akhirnya, Bu Ning menyatakan,"Mencegah lebih baik daripada mengobati." [TR]
09
Berita Khusus
10
Gubahan puisi di atas merupakan karya Gabriela Mistral, pseudonim dari Lucila Godoy Alcayaga. Beliau adalah tokoh pertama dari Amerika Selatan yang menerima Hadiah Nobel Sastra, pada tahun 1945.1 Puisi tersebut kerap kali dijumpai di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) atau presentasi yang terkait dengan kesehatan Anak. Anak-anak termasuk kategori penduduk rentan dan hak-hak mereka harus juga dihormati, salah satu hak anak adalah untuk hidup sehat. Anak- anak bisa menderita penyakit TB pada usia berapa pun, tetapi dinegara dengan endemik TB, kisaran usia anak yang sering terinfeksi TB adalah 1-4 tahun. TB paru adalah TB yang paling
umum diderita oleh anak. TB ekstraparu juga bisa terjadi (sekitar 30-40% kasus) dan bisa terjadi pada organ tubuh di mana saja. Penyakit TB bisa muncul dalam jangka waktu 1 tahun setelah anak terinfeksi.2 Oleh karena itu, penemuan kasus TB pada anak adalah indikator masih adanya transmisi M. tuberculosis di komunitas. Bayi dan balita (terutama dibawah 2 tahun) adalah yang paling beresiko dalam diseminasi penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.3 Sekarang ini Challenge TB bersama pemerintah dan IDAI terlibat dalam program penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) terkait penanggulangan TB pada anak untuk tahun 2015-2019.
1 https://id.wikipedia.org/wiki/ Gabriela_Mistral diakses pada tanggal 25 Juni 2015. 2 Marais BJ et al. The natural history of childhood intra-thoracic tuberculosis: a critical review
of literature from the pre-chemotherapy era. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 2004, 8:392-402.). 3 World Health Organization (2014_ Guidance for national tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in children -2nd ed. ISBN 978 92 4 154874 8
Berita Khusus
Narasumber dan panitia pada acara Lokakarya “Scaling Up Diagnosis and treatment of Tuberculosis in Children”
Selain itu juga pemerintah telah berupaya untuk menanggulangi TB pada anak dengan menerbitkan Pe d o m a n N a s i o n a l t e r k a i t manajemen TB pada anak dan Roadmap dari tuberkulosis pada anak. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan diagnosis dan pengobatan TB pada anak dengan mengadakan lokakarya "Scaling Up Diagnosis and Treatment of Childhood Tuberculosis in Indonesia" yang diadakan pada 10 Juni 2015
di Auditorium Sarwono, Gedung A, RSUPN Cipto Mangunkusumo. Acara ini diselenggarakan oleh Upaya Kesehatan Kerja Respirologi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Respirologi PP IDAI), WHO dan Kementerian Kesehatan RI yang dihadiri oleh 116 dokter anak, dokter umum, dan residen. Peserta dibekali dengan panduan terbaru mengenai diagnosis dan pengobatan TB pada anak. [TR]
Beberapa miskonsepsi terkait TB pada anak Menurut Prof Ben Marais, pakar TB anak dari The University of Sydney yang menjadi narasumber pada acara lokakarya tersebut mengatakan bahwa sekarang ini masih sering terjadi miskonsepsi terkait TB pada anak, diantaranya:
1
Anak-anak tidak bisa sakit TB atau TB yang cukup parah dan TB tidak menyebabkan kematian. Padahal di negara dengan jumlah penderita TB yang banyak, seperti Indonesia, hal tersebut sangat mungkin terjadi.
2 3
Perawatan atau pengobatan pada anak dengan TB sangat sulit.
Anak-anak memiliki respon yang lebih baik terhadap obat TB daripada orang dewasa dan memiliki kemungkinan efek samping yang lebih sedikit. Imunisasi BCG dapat mencegah penyakit TB. Imunisasi BCG dapat mencegah terjadinya infeksi TB di usia 2 tahun pertama dan bisa mengurangi dampak terjadinya penyakit TB yang parah seperti meningitis.
11
Berita Khusus
12
sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2014
Berita Khusus
INDONESIA (Level Nasional)
6,6%
13
Petugas Kesehatan Ruang Rawat Soka
Berita Teknis
Setelah hampir 40 tahun, sekarang pasien TB dengan resisten obat mendapat harapan baru. Bedaquiline dengan nama dagang Sirturo, adalah obat anti-TB diarylquinoline, yang ditemukan oleh tim Janssen Pharmaceutica yang dipimpin oleh Koen Andries. Ketika disetujui oleh FDA pada tanggal 28 Desember 2012, bedaquiline adalah obat baru pertama untuk melawan TB setelah lebih dari empat puluh tahun, dan secara khusus disetujui untuk mengobati TB MDR.1 Pada 3-5 Juni 2015 bertempat di Hotel Kawanua, Jakarta, Kementerian Kesehatan Indonesia dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia mengadakan lokakarya dan pelatihan Farmakovigilans berbasis Cohort Event Monitoring (CEM).
Berita Teknis
Lokakarya dan pelatihan ini membawa pulang obat tersebut dan minum di rumah. “Hal ini tidak merupakan salah satu upaya boleh dilenakan apalagi kita akan persyaratan dalam pelaksanaan menggunakan Bedaquiline yang pemberian obat bedaquline sesuai termasuk obat baru, jadi harus rekomendasi WHO. Pelatihan dipantau dengan benar.” tambah ini dilaksanakan agar petugas Ibu Dini. Dalam kesehatan lebih Berdasarkan pembukaan tersebut meningkatkan Ibu Siti juga rekomendasi WHO partisipasinya dalam aktivitas bedaquiline ditujukan m e n a m b a h k a n pentingnya program pemantauan Efek kepada pasien TB farmakovigilans atau Samping Obat MDR yang memiliki aktivitas monitoring (ESO) atau Adverse efek samping obat resistensi atau Drug Reactions keselamatan (ADR). Selain intoleransi terhadap untuk pasien. “Selama ini bedaquiline ada fluoroquinolones atau program PV atau dua obat baru juga farmakovigilans obat suntik. yang akan digunakan sangat bergantung yaitu Clofazimine pada partisipasi and Linezoid. secara sukarela dari petugas kesehatan, Pelatihan ini tetapi sekarang ini dibuka oleh Ibu dr. sudah diterapkan Tr i y a Novita sistim yang lebih Dinihari sebagai Ibu Triya Novita dan terstruktur untuk Ibu Siti Asfijah Abdoellah perwakilan dari obat-obat program, subdit TB dan Ibu tidak hanya untuk TB Siti Asfijah Abdoellah, SSi.Apt tetapi juga untuk AIDS dan Malaria.” selaku perwakilan dari Badan POM. ujar Ibu Siti. Terkait pengenalan Dalam pembukaannya Ibu Dini obat TB MDR baru, Bedaquiline, menekankan mengenai pentingnya diperlukan pengawalan secara kerjasama antar semua pihak baik ketat dalam penggunaannya. dari Dinas Kesehatan, Petugas di Oleh karena itu untuk pengenalan rumah sakit baik yang bertugas obat ini di Indonesia (masih) di poli maupun di farmasi. Beliau hanya dilibatkan tiga rumah sakit juga mengatakan mengenai untuk piloting bedaquiline di kualitas PMDT sekarang ini yang Indonesia yaitu RS Persahabatan semakin hari semakin menurun, di Jakarta, RSUD Dr Soetomo di harus diingat bahwa obat harus Surabaya, RSUP Hasan Sadikin di selalu diminum di depan petugas Bandung dan RSUD Labuang baji kesehatan, pasien tidak boleh di Makassar sebagai cohort control.
15
Berita Teknis
Selain dr. Triya Novita Dinihari dan Dr. Siti Asfijah, juga hadir dalam pelatihan ini Kepala Subdit TB Ibu dr. Christina Widaningrum, Jennifer Furin,MD, PhD konsultan independen dan ahli TB MDR, Dr Shanti Pal dan Dr Noha Iessa, ahli Safety and Vigilance dari WHO Geneva, Edine Tiemersma, PhD, epidemiologist dari KNCV Belanda, Dr Erlina Burhan, DR. dr. Arto Soeroto, Ibu Endang Lukitosari (Subdit TB) dan Bapak Tiar Salman (KNCV Jakarta), petugas kesehatan dari ke-4 rumah sakit, data officer dan PV officer.
16
Sebagai fasilitator, Jeniffer Furin mengawali presentasinya mengenai farmokovigilans aktif dan penggunaan bedaquiline dalam pengobatan TB MDR. Jeniffer menekankan bahwa dalam ekspansi pemberian obat bedaquiline terhadap 650 pasien pre-XDR TB yang tersebar di South Africa, Armenia, France, Georgia, Latvia menunjukan bahwa bedaquiline aman digunakan.Melalui clinical trial ini juga didapatkan data RCT (Randomized Controlled Trial) yang mendukung keamanan dari obat bedaquiline atau BDQ.
Jeniffer Furin, MD, PhD
Sekarang ini BDQ terdaftar di Afrika Selatan dan akan digunakan tahun depan dalam program TB di bawah kontrol yang ketat. Menurut dr. Christina Widaningrum, Indonesia memutuskan penggunaan BDQ ini untuk: 1. Menyediakan obat alternatif bagi pasien dengan tingkat resistensi yang tinggi seperti TB MDR dan juga resisten terhadap FQ atau obat suntik lini ke dua, XDR TB dan lainnya. 2. Untuk mengurangi masalah/ situasi yang berat pada pasien akibat efek samping obat. 3. Menanggapi rekomendasi dari Regional GreenLight Committee (rGLC) dan WHO Adanya ancaman terhadap TB XDR (extensively Drug Resistant) dikarenakan terdapat sejumlah pasien TB MDR yang tidak bisa diobati dengan paduan OAT MDR standar karena: - Resisten Kuinolon - Resisten atau alergi Aminoglikosida - Efek samping atau alergi terhadap kedua obat tersebut - Resisten, alergi atau tidak respon terhadap dua atau lebih obat grup 4 – TB XDR2
dr. Christina Widamingrum, M.Kes
Berita Teknis
Objektif dalam pelatihan ini adalah agar peserta dapat melakukan implementasi farmakovigilans Cohort Event Monitoring (CEM) untuk obat TB yang baru. Menurut WHO definisi Pharmacovigilance (PV) atau farmakovigilans adalah suatu keilmuan dan aktifitas tentang deteksi,penilaian (assesment), pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah lainya terkait dengan penggunaan obat.
PV
Mengapa diperlukan:
• Tidak ada produk yang 100% aman • 'Aman' tidak berarti 'bebas risiko' • Risiko-Benefit Assessment di tahap Pre-Market. Dengan adanya PV, BPOM dapat melakukan tinjauan kembali apabila produk tersebut memberi benefit yang lebih besar, maka produk tersebut dapat dilanjutkan, sebaliknya apabila produk tidak memberikan benefit yang lebih besar, maka obat tersebut akan ditarik. sumber: Tiar Salman (Senior Technical Officer Drug Management KNCV)
Edine Tiemersma, PhD
Dalam presentasinya E d i n e Tiemersma, PhD memberikan tiga metode dari PV, yaitu: • Spontaneous reporting • Targeted (spontaneous) reporting (TSR) • Active (cohort event monitoring, CEM) CEM
Spontaneous reporting
TSR
Pal et al., Drug Saf 2013
Spontaneous Reporting: • Ada di sebagian besar negara, termasuk Indonesia • Pasif; atas inisiatif petugas kesehatan atau pasien • Kebanyakan tenaga klinis • Menggunakan bentuk kertas pendek (Formulir kuning / meso) Cohort Event Monitoring (CEM) adalah suatu metode farmokovigilans yang dilakukan secara prospektif, observasional, terkait efek samping yang terjadi akibat penggunaan obat di praktik klinik sehari-hari, biasanya digunakan untuk memantau secara intesif penggunaan obat baru.3 Menurut Dr Shanti Pal dari WHO, dalam penerapan metode CEM, petugas PV akan mencatat semua kejadian klinis, tidak hanya respon
Dr. Shanti Pal
17
Berita Teknis
yang merugikan atau tidak diinginkan. Pelaksanaan CEM juga merupakan metode dengan waktu yang ditentukan dan bersifat sebagai penunjang dari aktifitas PV yang sudah ada; tidak ditujukan untuk mengantikan spontaneous reporting. Dr. Shanti juga menginformasikan mengenai Cohort size rule: “The rule of three” yang bisa menjadi pedoman dalam pengejawantahan kohort: Frequency of ADR Very Common >1/10
30
Common >1/100 to <1/10
300
Uncommon >1/1,000 to <1/100
3000
Rare >1/10,000 to <1/1,000
30 000
Very Rare <1/10,000
>30 000
Sample Size needed to Detect ADR • The larger the sample, the more confident we can be that the frequency estimate is correct • The smaller the sample, the lower the probability of detecting uncommon or rare ADRs
18
Implementasi bedaquiline rencananya akan di mulai di awal agustus di ke3 rumah sakit yang telah ditunjuk. Awal juli lalu, dalam kunjungan ke RSUD. Dr.Soetomo di Surabaya, CTB berkesempatan untuk bertemu dengan dr. Tutik Kusmiati SpP., “...biar Tim Ahli Klinis bagaimanapun, RSUD Dr. pasien tetap Soetomo.
Berdasarkan rekomendasi Edine Tiemersma, PhD, penerapan CEM di Indonesia akan dilaksanakan pada saat implementasi ujicoba BDQ yang akan diterapkan kepada 100 pasien, dalam hal ini petugas PV akan membantu tenaga klinis untuk mendata Adverse Events (AE). Pada akhirnya dari pelatihan ini diharapkan semua yang memiliki andil dapat menjalankan perannya sebaik mungkin, sehingga harapan baru ini tidak hanya untuk pasien saja tetapi untuk masyarakat Indonesia, bebas TB.[TR] 1 https://en.wikipedia.org/wiki/Bedaquiline diakses pada 14 Juli 2015 2 Dr. Christina Widaningrum “PMDT implementation;Introduction of Bedaquiline in Indonesia”. Makalah pada pelatihan “Cohort Event Monitoring Pharmacovigilance”, Hotel Kawanua, Jakarta, 03-05 Juni 2015 3 Petunjuk Teknis Farmokovigilans berbasis CEM di RSUP Persahabatan, RSUD Soetomo dan RSUP Hasan Sadikin, 2015), Kemenkes dan BPOM
setiap hari ke rumah sakit.” tuturnya. Dokter Tutik cukup optimis dengan adanya obat baru ini karena sudah adanya evaluasi di negara lain sebelum masuk ke Indonesia. Walau beliau tetap berharap efek s a m p i n g gangguan pada jantung tidak terjadi.
nomor satu” Harapan beliau “Kalau dari SDM nantinya akan kami sudah siap, ada obat baru dr. Tutik Kusmiati SpP. tenaga PV sudah yang bisa ada dan sudah terlatih, penanggung mengurangi lamanya pengobatan jawab TAK, farmasi/ apoteker, perawat dan menggantikan injeksi. “Karena semuanya sudah siap” ujar dr. Tutik hal tersebut kerap kali yang menjadi ketika ditanya mengenai persiapan alasan pasien drop-out,biar PV RSUD. Dr. Soetomo. bagaimanapun pasien tetap nomor satu” imbuh dr. Tutik. “Terkait dengan pasien, saat ini pasien yang termasuk indikasi, sudah banyak Sosialisasi BDQ juga diberikan ke yang konversi. Ada beberapa yang organisasi pasien, sehingga nantinya masuk indikasi tetapi lokasinya di luar mereka akan paham dengan kendala kota, sedangkan inklusinya kemarin pada saat pasien memulai dengan adalah pasien harus berkunjung obat baru.
Inspirasi
kncv©trishanty rondonuwu
Inspirasi
Semangat dan antusiasme adalah salah satu yang dapat membuat kehidupan menjadi lebih dinamis dan bermakna. Apabila semangat tersebut didukung oleh energi positif dan kreativitas yang mendukung, niscaya segala halangan yang dihadapi bisa terlewati.
20
Paguyuban Pendidik Teman Sebaya TB MDR sudah berdiri di Surabaya sejak tahun 2012, kemudian pada tahun 2014, paguyuban tersebut memilih nama REKAT atau Arek Nekat. Kata "arek", sendiri sering kita dengar seperti "arek Suroboyo" atau "dialek arekan" yang dalam dialek Surabaya menggantikan kata "bocah" (anak) dalam bahasa Jawa standar. Nekat yang dimaksud adalah nekat melawan efek samping dari pengobatan TB MDR yang harus dijalani kurang lebih selama 2 tahun. "REKAT juga bisa diartikan bahwa teman-teman merekatkan atau mendekatkan diri kepada sesama pasien, sehingga pasien merasa nyaman untuk bercerita kendala yang kerap mereka hadapi selama pengobatan" ujar Indra Riesdianto, pekerja sosial KNCV yang selama ini mendampingi petugas kesehatan untuk pendidikan teman sebaya TB MDR di RSUD DR. Soetomo. Aktivitas Rekat yang saat ini terdiri dari 15 orang sangat padat mulai dari dukungan psikososial,
KIE dan pendampingan ke pasien. REKAT juga mengadakan acara senam pernapasan dengan pasien seminggu sekali. Terlepas dari kegiatan bersama pasien, REKAT juga belajar menghidupi organisasi mereka dengan bekarya.Kerajinan tangan yang dihasilkan REKAT, mulai dari bros, kain celup dari bahan alami dan sintetis, sablon sampai membuat buletin sendiri. Gazebokita, adalah nama buletin REKAT, yang terbit satu bulan sekali ini dijual dengan harga Rp. 30.000, dan setiap Rp 10.000 akan disumbangkan untuk keberlangsungan program yang dirancang untuk pasien TB MDR. Nama Gazebo tidak asing bagi pasien TB di RS. Dr. Soetomo karena di poli TB ini terdapat 3 Gazebo. Gazebo A untuk pasien baru, Gazebo B untuk pasien yang sudah konversi, Gazebo C untuk pasien yang sudah fase lanjutan. Dari hasil-hasil kerajinan tangan maupun buletin ini REKAT sudah bisa menyumbang satu buah kursi roda dan lemari pendingin untuk pasien. Ke depannya REKAT yang sekarang ini dibantu KNCV untuk proses legalisasi hukum sebagai organisasi akan terus berupaya untuk mendampingi dan memberi semangat kepada pasien sambil terus berkarya untuk kemajuan organisasi. Menutup pertemuan dengan REKAT, saya mengutip semangat nekat Ibu Tati, sang ketua: "Lebih baik sengsara
selama 2 tahun daripada sengsara sepanjang masa".[TR]
Inspirasi
Ibu yang akrab dipanggil Tati, saat ini menjabat sebagai ketua REKAT. Sempat berobat alternatif, tapi sejak 2012 mulai menjalani pengobatan dengan obat program dan sembuh pada tahun 2014 awal.
Aruna Pradipta, pada tahun 2010 sudah menjalani pengobatan TB. Selesai pengobatan TB MDR pada Oktober 2014. Sekarang ini Aruna menjadi staff Aisyiyah untuk bimbingan pasien.
Dengan latar belakang sebagai perokok berat dimana dalam satu hari beliau bisa menghabiskan 4 bungkus rokok, Pak Abu akhirnya di diagnosa TB MDR pada tahun 2010. Beliau adalah pasien ke 17 yang sembuh dari 25 pasien di awal Poli TB MDR buka di RSUD DR. Soetomo tahun 2009. Sekarang ini selain aktif di REKAT, Pak Abu juga menjadi staff Aisyiyah untuk pendampingan pasien. Beliau juga adalah mantan ketua paguyuban TB MDR pada tahun 2012.
Ibu Ani Hernasari, di diagnosa TB MDR pada November 2011 dan selesai pengobatan pada tahun 2103. Walaupun Ibu Ani sekarang sedang hamil 8 bulan, beliau tetap aktif di REKAT. Ibu Ani juga belajar dari Ibu Sri, petugas kesehatan POLI TB MDR untuk membuat jumputan/batik celup (tie-dye) yaitu teknik mewarnai kain dengan bahan alami maupun sintetis yang kemudian dijual dan hasilnya bisa untuk pemasukan REKAT. Selain itu juga beliau bersama dengan suami menjadi perintis dan penerbit majalah Gazebo. Mas Purwo Khomaini, pada tahun 2007 sudah menjalani pengobatan TB, karena lebih mementingkan kerja, mas Purwo tidak fokus dengan pengobatannya saat itu. Yang kemudian membawa mas Purwo kembali berobat di Poli TB MDR pada tahun 2012. Sekarang ini, mas Purwo menjadi staff di dinas kesehatan Surabaya untuk membantu pengecekan pasien-pasien di puskesmas. Mas Purwo juga ikut melatih pasien berkarya dengan metode sablon. Setiap pasien yang ingin belajar menyablon disediakan modal 2 juta dari Dinkes yang akan dikembalikan nantinya.
Foto: Indra & dokumentasi REKAT
Hasil Karya REKAT
Senam bersama
Membuat Bros
Pelatihan sablon
21
Petugas Poli TB MDR Rs. Dr. Soetomo, dari Ki-Ka:Ibu Alifatur, Ibu Ramawati, Ibu Sri, dr. Tutik, Mba Vivin, dr. Nurul. Duduk dibawah:Pak Ikhwan & Pak Arif.
22
Memulai karir di bagian Obgyn pasienbekerja yang di Poli TBpun MDRbisa yangberobat bekerja karena poli selama 17 tahun, Ibu Sri Rejeki setelah kerja, pun bisapulang berobat setelah pulang kemudian bergabung di poli paru buka sampai malam. karenajam Poli 7buka sampai kerja, pada pertengahan 2011, sekarang jam 7 malam. Ibu Sri adalah Poli TB MDR RSUD Dr. “Bagi pasien TB MDR di Soetomo dibuka pada penanggung jawab Poli TB MDR RSUD RSUD Dr. Soetomo, hari tahun 2009, awalnya Dr. Soetomo, sejak Minggu adalah hari Raya hanya ada 5 pasien, akhir tahun 2012. buat mereka, bisa makan kemudian setelah adanya GeneXpert, enak, bisa berkumpul Sekarang ini per hari bisa 1 sampai pasien TB MDR bersama keluarga, sehingga 3 pasien positif yang hari senin lebih “fresh” terjaring di rumah yang berobat di RSUD Dr. Soetomo untuk mulai pengobatan sakit dari rujukan sebanyak 80 puskesmas. lagi” ujar Ibu Sri. orang. Di Jawa Timur metode pengobatan Untuk pasien yang mangkir, Poli mengadopsi sistem 6/6 dimana TB MDR bekerja sama dengan pasien hanya perlu disuntik dan pekerja sosial dari KNCV dan REKAT minum obat selama 6 hari, bukan untuk melakukan kunjungan, KIE, 5/7. Selain itu pasien Poli TB MDR dan dukungan psikologis.[TR]
Cerita Hati
Begitulah respon Ibu Lestari Handayani, saat salah satu ibu di sekolah anaknya menceritakan mengenai kondisi anaknya. “Jadi menurut dokter anaknya kena flek paru dan harus berobat selama 6 bulan, dan obat yang diberikan sama seperti obat TB yang kalau pipis jadi merah, lalu saya bilang ke ibu tersebut kalau itu TB, bukan flek paru” cerita Ibu Lestari. Pengetahuan tentang TB diperoleh ibu Lestari berdasarkan pengalaman yang dialaminya sendiri karena suami dan putrinya dulu adalah pasien TB. Berawal dari sang suami, pak Binsar yang terkena TB. Pak Binsar mulai menjalani pengobatan TB sejak tahun 1997, saat itu pengobatan dan pengetahuan tentang TB tidak maksimal. Dokter tidak menjelaskan
secara detail mengenai penyakit yang dialami maupun pengobatan yang harus dijalani, padahal gejala yang dialami cukup berat yaitu batuk berdarah. Oleh karena itu, pengobatan tersebut putus di tengah jalan saat Pak Binsar sudah merasa sehat. “Kemudian pada tahun 2010, saya kembali batuk darah dan memeriksakan diri ke rumah sakit, hasilnya saya didiagnosa TB MDR.” Selama pengobatan TB MDR tersebut pak Binsar mulai mendapat pengetahuan tentang TB, salah satunya adalah gejala TB. “Dan setelah saya perhatikan ternyata gejala tersebut ada di anak saya yang saat itu berumur 5 tahun.” ungkap pak Binsar. “Waktu itu anak saya batuk terus, berat badanya tidak naik, nafsu makan berkurang, tangannya
23
Cerita Hati
selalu berkeringat siang maupun malam hari, tetapi yang paling menonjol adalah batuknya yang tidak kunjung sembuh, padahal sudah minum obat” jawab ibu Lestari sewaktu ditanyakan gejala yang dialami anaknya saat itu. Akhirnya Ibu Lestari membawa anaknya ke poli anak, dan dokter kemudian menanyakan apakah di rumah ada yang TB atau tidak. Ibu Lestari pun bilang bahwa suaminya sedang menjalani
pengobatan TB. Setelah itu Ibu Lestari dan kedua anaknya pun cek dahak dan kultur dan hasilnya hanya putri pertamanya saja yang positif TB. Baik ibu Lestari dan putra bungsunya sehat. “Saat itu ada dua orang yang harus menjalani pengobatan, saya dan anak saya dan keadaan juga sulit, sehingga kami memutuskan agar anak saya melanjutkan pengobatannya di Solo, di rumah mertua saya” cerita pak Binsar.
Akhirnya setelah 3 bulan menjalani pengobatan di Jakarta, putri pak Binsar pergi ke Solo bersama adiknya. Di sana pengobatan TB diawasi oleh eyangnya. Kendati diawasi eyangnya, putri Ibu Lestari rutin minum obat. Obat yang diberikan kepada putri ibu Lestari berupa serbuk, sehingga tidak menyulitkan sang anak saat mau menelan obat. “Walaupun waktu itu anak saya pernah bertanya kenapa dia harus minum obat terus, tetapi dia tetap rajin minum
obat” cerita ibu Lestari saat ditanyakan kendala putrinya dalam pengobatan. Satu tahun berselang, putri pak Binsar pun berhasil menyelesaikan pengobatannya. Kemudian di bulan Februari 2013, Pak Binsar juga menyelesaikan pengobatan TB MDRnya. ”Satu hal yang saya rasakan selama saya menjalani pengobatan, saya merasa semakin dimerdekakan dan semakin mengetahui bagaimana sebenarnya
Cerita Hati kehidupan ini, pentingnya pola hidup sehat, pencegahan dan penanggulangan TB” tutur pak Binsar saat ditanyakan mengenai pengalamannya sewaktu berobat.
raga bahwa anak saya pernah sakit, sehingga tidak boleh olah raga terlalu berlebihan dan tidak boleh terlalu capek” ujar ibu Lestari.
Sekarang ini putri pak Binsar dan ibu Lestari sudah berumur 8 tahun, walau sudah selesai berobat TB hampir 3 tahun lalu, ibu Lestari juga terkadang merasa kuatir apabila anaknya ada yang batuk dan demam. “Waktu itu, anak saya sempat batuk, saya langsung bawa ke puskesmas untuk cek dahak dan kultur tapi puji syukur negatif.” tutur Ibu Lestari.
Belajar dari pengalaman, baik pak Binsar dan ibu Lestari terlibat dalam pemberian edukasi dan informasi mengenai penyakit TB. Pak Binsar sendiri aktif di PETA, ibu Lestari juga siap memberikan edukasi di sekolah putra putrinya. Baru-baru ini ibu Lestari menghimbau salah satu satpam di sekolah untuk memeriksakan diri karena satpam tersebut sering batuk dan merokok.
Pak Binsar dan ibu Lestari selalu wanti-wanti terhadap anak-anaknya perihal hidup sehat, jangan jajan sembarangan dan etika batuk. “Saya juga beritahu ke guru olah
Akhir kata pak Binsar dan ibu Lestari bersyukur atas kesehatan dan semua ini adalah anugerah Tuhan, sekarang, kami menikmati kesembuhan kami dengan sukacita” imbuh pak Binsar.[TR]
Berita dalam Foto
22 April 2015, Asesmen kolaborasi TB HIV di lapas anak, Bandung Lapas ini berdiri sejak akhir tahun 2014 dan penghuni lapas anak berkisar 52 anak
Sumber: Dian Astuti
5 Mei 2015, Park Hotel, Bandung. Pertemuan jejaring untuk koordinasi dan evaluasi program bantuan teknis untuk TB dan HIV di Provinsi Jawa Barat. Dihadiri oleh Dinkes Provinsi Jawa Barat, CEPAT-LKNU, TB REACH, GF TB & TB-HIV, Asyiyah, CTB.
Sumber: Dian Astuti
26 11-12 Mei 2015, RSUD Dr. Iskak, Kab. Tulungagung Umpan Balik Hasil Assessment Sub Rujukan MTPTRO dan Assessment Penempatan Tes Cepat (GeneXpert) Acara ini dihadiri oleh Direktur dan Manajemen RSUD Iskak, Dinkes Prov Jatim : Tim TB, Tim HIV, Tim Yankes, Challenge TB, dan Dinkes Kab Tulungagung
Sumber: Aris Rizqiawan
6 Mei 2015, Aula Dinkes, Bandung Monev PPM kota Bandung Dalam kegiatan ini membahas hasil kegiatan PPM di 2 Kecamatan terpilih dan Komponen PPM lainnya, serta RTL dan Kesepakatan yang nantinya akan dianalisa dan ditindak lanjuti.
Sumber: Dian Astuti
Berita dalam Foto
13 Mei 2015, Ditjen PP & PL, Jakarta Pertemuan kemitraan dalam rangka pelibatan komunitas/LSM untuk mendukung layanan TB Resisten obat di Indonesia Kegiatan ini diinisiasi oleh Subdit TB dengan topik pertemuan yaitu kemitraan melibatkan komunitas/ LSM dalam mendukung layanan TB Resisten obat dari berbagai daerah di Indonesia. Undangan yang hadir sebanyak 48 orang dari unsur wasor/dinkes- sudinkes di Jakarta, mitra internasional seperti Challenge TB dan mitra l o k a l ya n g t e r l i b a t d a l a m penanggulangan TB termasuk PETA dari Jakarta dan luar Jawa. Hadir juga Ibu Blessina Umar, Konsultan Global Fund sebagai narasumber
Sumber: Yeremias Wutun
27 Mei 2015, RSUD Sunan Kalijaga Demak, Jawa Tengah CTB menghadiri Seminar Batuk Darah yang diselenggarakan oleh RSUD Sunan Kalijaga Demak
Sumber: Ania Maharani
28 Mei 2015, RS Leuwiliang Kab Bogor,
Kegiatan advokasi dan koordinasi TB HDL (Hospital DOTS Lingkage/ Jejaring DOTS untuk RS)
Sumber: Dian Astuti
27
Berita dalam Foto
27 Mei 2015, RS Panti Rapih, DI Yogyakarta Supervisi implementasi TemPO di RS Panti Rapih Pertemuan koordinasi Implementasi Skala Kecil TemPO di RSU Panti Rapih. Kegiatan ini dihadiri oleh Subdit TB, tim CTB, Direktur RS, Penanggungjawab program TemPO, perwakilan dari unit terkait dalam pelaksanaan strategi TemPO.
Sumber: TR
28
Sumber: Fina Tams
28 Mei 2015, Puskesmas Sentani, Kab. Jayapura, Papua Bimbingan Teknis Puskesmas Satelit Jayapura 1. Asistensi teknis bagi petugas kesehatan (perawat/juru TB MDR) yang telah melakukan tindak lanjut pengobatan TB MDR 2. Mendeteksi permasalahan dalam penanganan pasien TB MDR agar dapat dicari pemecahan segera secara bersama-sama (pengobatan, rekam medik, farmasi, pengiriman sputum, dll) 3. Mengkoordinasikan program TB MDR di 3 fasyankes sebagai fasyankes satelit dari RSUD dok II (Desentralisasi pasien TB MDR)
Sumber: Steward Anwar
Berita dalam Foto
18-22 Mei 2015, Malang, Jawa Timur International Meeting Week 2015 Pada tanggal 18-22 Mei 2015, KNCV Indonesia mengadakan International Meeting Week di Malang, Jawa Timur. Pertemuan ini diadakan untuk memperdalam dan mensosialisasikan strategi implementasi dari tim teknis RO terkait projek Challenge TB, yang sudah mulai efektif pada Januari 2015. Dalam pertemuan ini semua tim, baik tim teknis maupun tim support memberikan presentasi mengenai kebijakan, prosedur dan struktur kepegawaian yang terbaru. Selain itu dari KNCV Pusat Ibu Dianne van Oosterhout dan Ibu Kathy Fiekert juga ikut memberikan presentasi terkait Struktur Organisasi KNCV Global dan Code of Conduct
yang dibawakan Ibu Dianne. Ibu Kathy memberikan presentasi terkait KNCV’s Strategic Plan, Childhood TB, Survei Prevalensi dan Epi-assesment. Pertemuan tahunan ini dihadiri 78 peserta yang terdiri dari staf KNCV RO, DKI Jakarta, Sumatra Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Papua dan Papua Barat. Setelah pertemuan ini semua peserta diharapkan mengetahui visi dan misi terbaru dari KNCV, kebijakan dan prosedur terbaru dari tim teknis dan support, membangun hubungan efektif dan efisien antar tim teknis, support dan manajemen dan mengenal staf baru.
29
Sumber: TR
Berita dalam Foto
2-5 Juni 2015, Hotel Asana Kawanua, Jakarta Pelatihan Farmakovigilans Pelatihan ini dihadiri oleh:dr. Christina Widaningrum (Kepala Subdit TB), dr. Triya Novita Dinihari (Kepala Seksi Bimbingan Evaluasi Subdit TB), Ibu Siti Asfijah Abdoellah, SSi, Apt (Kepala Subdit Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT), Ibu Edine W. Tiemersma, PhD (KNCV), Ibu Jennifer J. Furin, MD, PhD (konsultan independen dari KNCV), Dr Shanthi Pal dan Ibu Noha Iessa (WHO), Ibu Erlina Burhan, dr, Sp.P (RS.
Persahabatan), Bapak Dr. dr. Arto Y. Soeroto, SpPD, K-P, FINASIM, FCCP dan Bapak Dr. Prayudi Santoso (RS. Hasan Sadikin). Dan juga perwakilan dari:Dinkes DKI Jakarta, Tim PMDT RS. Persahabatan, Dinkes Jawa Barat, Tim PMDT RS. Hasan Sadikin, Bandung, Dinkes Jawa Timur, Tim PMDT RS. Soetomo, Surabaya, Dinkes Sulawesi Selatan, Tim PMDT RS. Labuang Baji, Makassar dan perwakilan WHO dan Challenge TB.
30
Sumber: TR
Berita dalam Foto
10 Juni 2015, Auditorium Sarwono, RSUPN Cipto Mangunkusomo Lokakarya “Scaling Up Diagnosis and Treatment of Childhood Tuberculosis in Indonesia”
Acara ini diselenggarakan oleh Upaya Kesehatan Kerja Respirologi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Respirologi PP IDAI), WHO dan Kementerian Kesehatan RI yang dihadiri oleh 116 dokter anak, dokter umum, dan residen. Peserta dibekali dengan panduan terbaru mengenai diagnosis dan pengobatan TB pada anak.
Sumber: TR
31 24 – 25 JUNI 2015, RSUD Labuang Baji, Makassar Kegiatan Cohort Review TB MDR
Dok. Yaya Abeng
9-10 Juni 2105, Kab. Cirebon dan Kab. Indramayu Pertemuan Pendampingan Implementasi Strategi DOTS bagi DPM (Dokter Praktek Mandiri) Dok. Mien Hasanah
Pembukaan pertemuan Kab. Cirebon
Peserta Pendampingan Strategi. DOTS bagi DPM Presentasi oleh Kab. Cirebon dan Kab Indramayu Ketua IDI Kab. Indramayu
Berita dalam Foto
10 -11 Juni 2015, Hotel Ibis Senen, Jakarta Workshop Konsensus Pengelolaan TB-DM di fasilitas kesehatan Mengingat hampir 90% pasien TB-DM adalah penyandang DM Type II, konsensus pengelolaan ini berawal pada pasien DM type 2 diperiksa TB dan pasien TB diperiksa DM type 2. Oleh karena itu maka disusunlah Konsensus Pengelolaan Diabetes melitus-Tuberkulosis (TB-DM) yang dikeluarkan oleh PERKENI, PDPI dan PAPDI difasilitasi Kementerian Kesehatan RI, KNCV dan WHO.
32
Sumber: Firza Asnely Putri
16 - 17 Juni 2015, Hotel Gumaya, Semarang
Pembentukan tim PPM Kota Semarang, sebagai salah satu daerah Challenge TB di Provinsi Jawa Tengah
Sumber: Ania Maharani
Berita dalam Foto
29 Juni - 3 Juli 2015, Bogor, Jawa Barat Lokakarya Pengisian Data Baseline Indikator CTB dan Peningkatan Kapasitas team SIKM dalam Recording dan Reporting Lokakarya ini diadakan untuk memperoleh data baseline dari data rutin guna pengisian indikator CTB dan pemutakhiran keterampilan tim ME. Keluaran yang diharapkan adalah: finalisasi dokumen Indikator Reference Sheet, TIM SI KM mahir menggunakan SITT, ETM dan melakukan analisa data, dokumen data baseline indikator CTB dan Mega Table yang berasal dari data rutin dan draft quarterly report (April-June 2015).
Sumber: Endah Ramadhinie
10 Juli 2015, Hotel Bidakara, Jakarta Diseminasi Hasil Uji Coba Implementasi Akreditasi Puskesmas Acara ini diadakan dalam rangka diseminasi hasil uji coba implementasi akreditasi Puskesmas di Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur serta sosialisasi Permenkes Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktek mandiri, tempat praktek mandiri dokter gigi. Acara ini dihadiri oleh Kementerian Kesehatan, Asosiasi Fasilitas Kesehatan, Organisasi Profesi, Akademisi, Komisi Akreditasi FKTP, Penanggung jawab akreditasi FKTP di Dinkes Provinsi dan Kabupaten, Klinik Pratama dan AIPHSS.
Sumber: Fainal Wirawan
33
Berita dalam Foto
8-10 Juli 2015, Hotel Bidakara, Jakarta
Pertemuan Koordinasi Perencanaan APA2 Challenge TB tingkat Provinsi Pertemuan 3 hari ini diadakan dalam rangka koordinasi implementasi kegiatan CTB tahun kedua. Kegiatan perencanaan tersebut dimulai dari awal Juli hingga Agustus 2015. Untuk menyusun rencana kegiatan tahun kedua, CTB akan melakukan prioritas perencanaan “bottom up” dengan melakukan kunjungan ke masing-masing provinsi Intensif dan pertemuan bersama stakeholder dari provinsi Spesifik.
34
Sumber: Endah Rahmadhinie Dok. Ania Maharani
Berita dalam Foto
9 Juli 2015, Jakarta Buka Puasa bersama Challenge TB Buka bersama Challenge TB di Restoran Kenanga, Hotel Bidakara bersama: Ibu dr. Christina Widaningrum (KaSubdit TB), Bpk. Jan Voskens (Country Director KNCV Indonesia), Ibu Amanda Morgan (KNCV), Bpk. Michael Kimerling (KNCV), Dr. Mohammad Akhtar (WHO), Bpk. Chawalit Natpratan (FHI360), seluruh staf KNCV dan partners.
35
Opini
TB pada Anak
Oleh dr. Dikki Pramulya Technical Officer KNCV/Challenge TB Praktisi Kesehatan
“bisa sembuhkah? Apakah nanti akan kambuh lagi? Apakah obatnya tidak ada efek samping? Pantangan makannya apa? Apa saya harus pindah rumah biar tidak ketularan dari tetangga? Apakah nanti saya juga bakal kena penyakit yang sama?”
36
Beberapa waktu yang lalu saya dihubungi oleh saudara sepupu saya yang meminta pendapat tentang anaknya yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak berumur 5 tahun, menanyakan perilhal kondisi anaknya yang nafsu makannya tidak seperti biasanya dan cenderung menurun beberapa bulan terakhir ini. Kemudian saya menggali beberapa keterangan lisan layaknya sedang menganamnesa di ruang praktek, untuk mencari keterangan tentang kondisi kesehatannya seharihari, dan mendapatkan keterangan sebagai berikut : 1. Riwayat pilek berulang tanpa demam dengan adanya riwayat alergi/rhinitis pada keluarga. 2. Riwayat sering batuk-batuk selama 1-3 bulan kebelakang disangkal, berkeringat malam disangkal (wilayahnya memang panas sehingga semuanya berkeringat bila tidur). 3. Nafsu makan menurun termasuk makan makanan jajanan di sekolah dan di sekitar rumah. 4. Dari KMS menunjukan penurunan BB dari garis hijau mendekati garis kuning di 2 bulan terakhir. 5. Tidak ada pembengkakan sendi 6. Kontak dengan penderita batukbatuk lama atau yang jelas
dinyatakan sakit TB disangkal, hanya mendapat keterangan ada tetangganya berumur 50 tahun sering batuk tetapi tidak bisa dipastikan apakah dinyatakan sebagai penderita TB atau mendapat pengobatan TB. 7. Pembesaran kelenjar getah bening leher belum bisa dipastikan karena tidak bisa dipastikan si Ibu bisa meraba dan memeriksa sendiri, kemudian saya sarankan untuk diperiksa ke Puskesmas sekalian untuk periksa tes Mantoux. Selang beberapa hari kemudian, saya mendapat pesan singkat bahwa dari Puskesmas dirujuk ke dokter Spesialis Anak karena diduga menderita TB Anak dan untuk memastikan apakah anak sepupu saya itu menderita TB anak atau tidak. Ketika saya tanyakan apakah di puskesmas ketika memeriksa diberitahu hasil scoring TB anaknya, sepupu saya menjawab tidak tahu, hanya dari Puskesmas dinyatakan lebih baik dipastikan ke dr. SpA agar diagnosanya lebih pasti. Lalu siangnya saya mendapat kabar bahwa kemudian dilakukan tes mantouk dan foto rontgen thorak. Setelah 2 hari hasilnya: 1. Rontgen : Sugestif TB
Opini
2. Tes mantouk dinyatakan positif berupa kemerahan yang sejajar dengan permukaan kulit tanpa benjolan seluas +- 0,5 cm. Dari hasil test tersebut anak sepupu saya divonis TB anak (bahasa dokter spesialis anak saat itu kepada Sepupu saya adalah flek paru-paru), dan harus menjalani terapi selama 6 bulan. Tak urung vonis tersebut membuat sepupu saya shock dan sedih, sehingga pembicaraan di telepon pun dipenuhi pertanyaan bertubi-tubi seperti : “bisa sembuhkah? Apakah nanti akan kambuh lagi? Apakah obatnya tidak ada efek samping? Pantangan makananya apa? Apa saya harus pindah rumah biar tidak ketularan dari tetangga? Apakah nanti saya juga bakal kena penyakit yang sama? Anak saya boleh jajan makanan di sekolah tidak? Apakah nanti anak saya tidak akan terpengaruh kecerdasaannya dengan obat itu? Bolehkah makan nangka dan durian? Kalau berenang bolehnya berapa lama? Apakah nanti anak saya menularkan ke teman2 disekolahnya? Apakah harus saya sembunyikan penyakitnya agar tidak diketahui guru, orang tua murid yang lain, dan dari teman-temannya? Saya khawatir anak saya dijauhi atau dikucilkan. Olahraga atau aktifitas fisik di sekolah boleh tidak?” Dan segala pertanyaan lain yang oleh saya sendiri tidak terpikirkan sebelumnya, dan saya pun kewalahan menjawabnya... Dari kejadian ini memberikan pelajaran bagi saya bahwa ketika menjatuhkan sebuah vonis TB baik
pada dewasa dan anak akan besar pengaruhnya bagi pasien dan keluarganya, hal itu mungkin akan berpengaruh pula pada pola asuhnya, bisa saja si orang tua menjadi overprotektif terhadap anaknya dan mudah tersinggung dengan komentar orang-orang disekelilingnya, dan lain sebagainya. Hal yang bisa kita petik dari kejadian diatas adalah betapa diagnosa TB pada anak masih belum tersosialisasikan dengan baik dan cenderung over atau underdiagnosis, taruhlah diagnosa diatas sudah sesuai, walau saya sendiri kurang setuju diagnosa di atas karena secara scoring TB anak nilainya belum sampai 6 poin, ke c u a l i b i l a t e s m a n t o u x- nya dinyatakan positif, skoringnya bisa mencapai 6, sehingga pendapat saya pada kasus ini terjadi overdiagnosis pada pasien anak tersebut. Tapi mungkin saja diagnosanya memang benar karena ada beberapa hal yang tidak saya ketahui karena saya tidak memeriksa pasien anak tersebut langsung secara fisik hanya via telepon dan konsul via pesan singkat. Hanya saya ingin menyampaikan bahwa sebagai praktisi kita harus berhatihati jangan sampai terlalu mudah mendiagnosa TB anak, ataupun juga terlalu hati-hati memutuskan TB pada anak, karena betapa vonis penyakit TB masih sangat ditakuti dan membuat keluarga pasien khawatir sehingga mereka berpendapat macam-macam sampai makanan pun dipantang. Padahal pantangan makanan bagi orang dengan TB bagi saya hanya satu seperti yang selalu saya bilang kepada para pasien saya adalah pasien TB pantang makan makanan yang tidak bergizi. Dan begitu kita memvonis diagnosa TB
37
Opini
jangan lupakan bahwa pada saat itu juga kita sedang menandatangani kontrak moral antara : pasien, kita sebagai dokter dan Allah SWT Tuhan semesta Alam untuk menyelesaikan pengobatan TB Pasien tersebut hingga tuntas dan benar. Pelajaran lainya adalah bahwa di lapangan memang masih banyak kasus overdiagnosis atau underdiagnosis TB anak. Hal ini tercermin pula ketika saya secara kecil-kecilan pernah 'mewawancara' beberapa teman sejawat yang praktek di beberapa daerah, ketika saya tanyakan berapa banyak pasien TB yang dikelola setiap bulan jawaban mereka cukup mengejutkan saya, rata-rata menjawab
38
"kalau TB pada dewasa sih sedikt lah paling 2,3, 5 orang, lagian mending dirujuk ke RS obatnya susah sekarang, tapi kalau TB anak banyak… ada lah 10 - 20 orang per bulan",
sebuah pernyataan yang membuat saya berucap mudah-mudahan cara mendiagnosisnya sudah benar tapi juga sekaligus bertanya-tanya “apakah mendiagnosisnya sudah sesuai dengan Buku Panduan Nasional yang diterbitkan Kemenkes RI? Sesuaikah regimen pengobatannya seperti yang tertuang dalam BPN atau Juknis Manajemen TB Anak? Dan pada saat yang sama menyadarkan saya bahwa masih banyak kasus TB anak yang belum terlaporkan atau dilaporkan, terutama dari para sejawat yang berpraktek mandiri”.
Ini semua menjadi PR kita bersama, bagaimana kemudian kita mensosialisasikan [lagi] mengenai TB dan manajemen pengobatannya kepada para sejawat kita, terutama
kepada mereka yang berpraktek mandiri/swasta agar mereka menggunakan strategi DOTS dalam mengelola pasien TB yang mereka temukan baik pasien TB dewasa maupun TB anak, dan juga memberikan informasi yang benar kepada pasien dan masyarakat tentang penyakit TB. Sebuah tugas yang tidak ringan dan butuh bantuan dari berbagai pihak. Dari jendela lantai 18 Menara Bidakara 2, matahari senja mulai memerah warnanya, matahari yang sama semenjak bumi ini tercipta yang selalu setia menyinari bumi, layaknya sebuah mata yang selalu mengawasi tingkah pola kita, sekaligus memberikan energinya setiap hari, seperti memberi contoh untuk bisa kita jadikan tauladan bagaimana agar usaha kita memerangi TB selalu terus kita upayakan dengan penuh semangat, pantang menyerah dengan segala energi yang ada pada diri kita, walau kadang kehadiran kita seperti matahari yang diacuhkan dan dianggap sudah biasa padahal fungsi dan keberadaanya sangat besar bagi manusia. Salam semangat Let’s Fight TB
~d'pram, Menjelang akhir Ramadahan 1436 Hijriah~
Alamat Redaksi: Gedung Menara Bidakara 2, Lt.18 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 71-73 Pancoran - Jakarta Selatan 12870 Phone: (62-21) 83793350/51/52 Fax: (62-21) 83793353 www.kncv.or.id
Lead Partners:
Partners:
Challenge TB @ChallengeTB_INA ChallengeTB_INA
[email protected]
www.kncv.or.id
Embrace the challenge, free the world of TB