Kebaktian Natal MRII-Berlin dengan tema “Magnificat” 17 Desember 2006
Edisi 11 Mei 2007
REIN
DAFTAR ISI
REIN diterbitkan oleh Mimbar Reformed Injili Indonesia di Berlin e.V. REIN diterbitkan dua kali setahun. Penasihat: Ev. Steve Hendra Redaksi (urutan nama berdasarkan abjad): Christian Adi Hartono Daniel Setiawan Nugraha Erna Chandrawati Fenny Puspitasari Herawaty Shaniyl Jayakodiy Sonja Mondong Stephen Tahary Pembimbing/Pengawas: Departemen Pembinaan MRII Berlin e.V. Penanggung Jawab: Mimbar Reformed Injili Indonesia di Berlin e.V. c/o Cahyadi Fuldastr. 16 12045 Berlin
Pesan Redaksi
_____________________________________________________ Kedaulatan Allah & Kehendak Bebas Manusia
2
oleh Ev. Steve Hendra
_____________________________________________________ Reformed Theology and Charity
10
oleh Pdt. Billy Kristanto (ringkasan oleh Fungky Hendra)
_____________________________________________________ Tips singkat untuk menafsirkan Alkitab
14
oleh Ev. Steve Hendra
_____________________________________________________ Keputusan-Keputusan
23
oleh Shaniyl Jayakodiy
_____________________________________________________ Martin Luther - Vom unfreien Willen
Semua artikel di dalam Buletin REIN hanya boleh diperbanyak dan dikutip di dalam bentuk artikel yang utuh, tanpa mengurangi ataupun menambahkan isi dari artikel tersebut.
1
26
resensi buku oleh Erna Chandrawati
_____________________________________________________ Kesaksian
27
oleh Herawaty Cover: Giovanni Bellini, 1460 “Jesus am Ölberg” National Gallery, London
_____________________________________________________ SEPUTAR MRII BERLIN oleh Christian Adi Hartono
29
1
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
Kedaulatan Allah & Kehendak Bebas Manusia
Pesan Redaksi
Ev. Steve Hendra
Para pembaca yang terkasih dalam Yesus Kristus, REIN edisi terbaru, dengan artikel-artikelnya yang bermutu, yang membawa berkat, juga yang bisa membangkitkan, merangsang, menggairahkan pemikiran kita untuk merenungkan isi Alkitab yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, telah berada di tangan saudara. Sayang sekali jika saudara hanya membaca sampai di sini saja karena banyak berkat-berkat yang telah menunggu saudara. Jadi, jangan buang kesempatan ini. Pertama-tama kami ucapkan syukur kepada Tuhan atas pimpinanNya sehingga REIN boleh terbit lagi di edisi terbaru ini. Artikel-artikel yang mengisi edisi REIN kali ini adalah “Kedaulatan Allah dan Kehendak bebas manusia” yang ditulis oleh Ev. Steve Hendra, yang di dalamnya memaparkan salah satu misteri besar yang tidak akan pernah tuntas dimengerti manusia dan bagaimana tindakan kita sebagai orang Kristen terhadap permasalahan tersebut, dan tips singkat bagaimana kita seharusnya menafsir Alkitab. Juga ringkasan seminar Diakonia yang dibawakan oleh Pdt. Billy Kristanto dan ringkasan buku “vom unfreien Willen” dari Martin Luther akan mengisi REIN edisi kali ini. Pada kesempatan ini kita juga bisa membaca kesaksian dari saudari kita Hera yang mensharingkan beberapa moment-moment penting yang terjadi di dalam kehidupannya. Dan artikel “Keputusan-keputusan” yang ditulis saudara kita Shyanil juga tidak kalah menariknya. Akhir kata, dari seluruh rekan kerja redaksi di sini kami mengucapkan selamat membaca dan selamat menikmati buletin REIN! Tuhan memberkati. Soli deo Gloria
2
Pendahuluan Salah satu misteri besar dalam hidup manusia adalah misteri kehendak bebas manusia dan kehendak Allah (yang Transenden). Dari jaman ke jaman, manusia selalu berusaha mengerti masalah ini dengan berbagai cara. Pembagian jaman secara kasar berikut ini – jaman kuno, jaman modern, dan jaman postmodern – menunjukkan bahwa misteri ini adalah misteri yang berjalan bersama dengan sejarah manusia. Pada zaman kuno, orang berusaha untuk mengerti akan hal ini dengan mengembangkan berbagai mitos dan praktek-praktek mistik untuk bisa menemukan apa yang menjadi kehendak para dewa atau allah mereka. Pada zaman modern orang mungkin menganggap bahwa Allah dan kehendaknya tidak dapat diketahui ataupun tidak perlu dibicarakan, entah dalam bentuk deisme1, agnostiksisme1 atau bentuk lainnya, tetapi tetap masalah ini tidak mati dan bahkan muncul dalam bentuk wacana yang berbeda tentang yang Transenden – bandingkan dengan pergerakan Ide untuk mewujudkan dirinya dalam sejarah dalam filsafat Hegel. Pada jaman postmodern dan New Age Movement sekarang ini, kita mendapati bahwa pembicaraan ini juga belum selesai. Ternyata dinginnya modernisme tidak mematikan permasalahan ini, justru membuat manusia merindukan kehangatannya. Dan cukup menarik kalau kita memperhatikan ramalan bintang yang tetap ada walaupun dunia telah dirasionalkan sedemikian rupa bukan? Berbagai bentuk usaha untuk menyatukan diri dengan yang transenden telah diimport oleh dunia Barat dari Mistiksisme Timur, termasuk Feng shui dan berbagai jenis ramalan. Di sini, senantiasa terjadi kudeta manusia atas kedaulatan Allah. Manusia mau bebas berkehendak, tanpa Allah yang berdaulat, bahkan kalau perlu gimana bisa melakukan kompromi atau mendapat bocoran … (Nggak heran ya Allah mengatakan nggak ada yang mencari Dia – Allah yang berdaulat). Tetapi jika kita hanya menceritakan kebenaran yang begitu tinggi, begitu jauh dari hidup manusia, bukankah kebenaran itu akan menjadi sesuatu yang asing dan menakutkan? Oleh karena itu saya mengajak kita untuk turun dari pembicaraan di awang-awang dan mendarat dalam kehidupan real kita. Walaupun, kita tetap perlu untuk mengerti konteks zaman di mana
Redaksi REIN
1
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Lihat halaman 14 Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
3
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
kita hidup di dalamnya. Sebagai orang Kristen, kitapun tidak lepas dari permasalahan ini. Dan permasalahan ini bahkan dimunculkan oleh Alkitab sendiri. Dan masalah ini telah menjadi masalah yang tidak pernah terselesaikan oleh para teolog hingga saat ini - Masalah ini adalah salah satu dari 3 misteri terbesar dalam Teologi. Berbagai jawaban rasional telah dicoba untuk dibuat tetapi tetap tidak bisa menjawab masalah ini secara tuntas. Ketiadaan jawaban yang tuntas tentunya tidak menjadikan kita boleh untuk tidak membicarakannya ataupun berlaku skeptis terhadapnya, karena: ini masalah yang dibukakan Alkitab kepada kita. Apa yang Alkitab bukakan, kita wajib mengerti sejauh Alkitab membukakannya. Masalah ini adalah suatu masalah yang berkenaan dengan kehidupan kita secara langsung. Walaupun jawaban tuntas tidak bisa diperoleh, tetapi masih ada banyak hal yang dapat kita mengerti. Dengan mengerti hal itu, kita bisa menjadi lebih bijaksana dalam menjalani hidup kita. (Sebenarnya walaupun kita tidak mau memahaminya, kitapun toh tidak punya pilihan lain selain menjalaninya, dan berjalan dengan mata yang tertutup lebih berbahaya daripada dengan mata yang melek. Untuk hal ini saya rasa kita semua tahu dan oleh karenanya kita bertanya bukan?) Jawaban tuntas itu sendiri menurut saya hanya dapat dijawab melalui kehidupan mereka yang bergumul di dalamnya. Saya percaya waktu kita nanti bertemu dengan Tuhan, kita akan mendapatkan jawaban yang tuntas dan mereka yang selama ini mencari waktu itu akan lebih berbahagia daripada yang tidak pernah mencarinya. Sebenarnya Permasalahannya di mana? Permasalahan antara kedaulatan Allah dan kehendak bebas Manusia, seringkali menjadi rancu karena batasan pengertian antara kehendak bebas dan kedaulatan tidak dimengerti secara tuntas. Biasanya orang memahami istilah kehendak bebas dalam pengertian kita bisa memilih dengan bebas, tanpa adanya batasan dalam bentuk apapun. Sedangkan kedaulatan dipahami sebagai pengaturan atau kontrol (dengan konotasi mutlak). Maka seringkali kita senantiasa mempertentangkan keduanya dengan berpikir bahwa, jika kita bebas memilih, maka tidak boleh ada kontrol atau pengaturan apapun dari luar diri kita. Sebaliknya jika ada kontrol atau pengaturan, maka berarti kita tidak memiliki kehendak bebas.
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
tidak mungkin disampaikan di sini.) Kehendak Bebas. Apakah kehendak kita itu bebas dalam pengertian di atas? Jelas tidak, bukankah jika kita menghendaki sesuatu berarti pada waktu yang sama ada yang tidak kita kehendaki. Dan kita tidak bisa memilih yang tidak kita kehendaki tersebut. Sebenarnya kehendak bebas lebih berarti bahwa kita memilih sesuai dengan apa yang kita kehendaki secara sadar tanpa adanya paksaan dari luar diri kita, (sehingga dengan demikian kita, sebagai pribadi, bertanggungjawab penuh atas apa yang kita pilih tersebut). Sebagai contoh, saya menandatangani suatu Vertrag tanpa di bawah todongan senjata. Bei den Vertragsunterschrieben unterschreiben wir es freiwillig und einverstehen mit seinen Bedingungen. Wir stehen nicht unter Druck. Kedaulatan. Apakah kedaulatan hanya berarti kontrol atau pengaturan? Sebenarnya dibalik kata kedaulatan ada beberapa aspek lain yang ada, yaitu otoritas dan kehadiran. (Setidaknya biasanya kita menerapkan ketiga aspek ini dalam Ketuhanan Allah atas ciptaan-Nya.) Dengan demikian, mungkinkah sebenarnya kedaulatan dan kehendak bebas bertemu? Sebenarnya mungkin dan kita sebenarnya menjumpai sangat banyak contohnya dalam kehidupan kita sehari-hari yang kita tidak pernah keberatan dengannya. Bukankah kita hidup tidak pernah tidak di bawah kedaulatan orang lain? Waktu kita tinggal di suatu negara kita ada di bawah kedaulatan pemerintah tersebut bukan? Dan apakah kita tidak mempunyai kehendak bebas? Bahkan sekalipun di negara yang kebebasan untuk berpendapatpun tidak ada, kita masih bebas untuk memilih mau mengutarakan pendapat atau tidak, jika kita punya pendapat yang berbeda dengan pemerintah. Waktu kita menganalisa situasi ini, kita akan mendapati bahwa ada dua realm2 di sana, pertama realm negara, di mana kita dibatasi untuk mengutarakan pendapat kita dengan ancaman hukuman. (Biasanya kita masih bisa berpikir, kalau ketahuan atau kalau tidak ketahuan, tapi kita mengasumsikan di sini pemerintah begitu maha tahu, sehingga pasti ketahuan). Kedua, realm pribadi, di mana kita bebas untuk memilih apakah mau mengatakan atau tidak mengatakan, mau menerima konsekuensi dengan menyampaikan pendapat kita atau memilih untuk diam untuk menghindari hukuman. Kita bebas memilih seperti yang kita inginkan di sini (dalam situasi negara tersebut). Dan pilihan kita di sini tidak ditentukan atau dipaksa oleh pemerintah.
Namun apakah pengertian dari kedua istilah itu benar? Kita akan secara singkat melihat kelemahannya. (pembahasan selengkapnya 2
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
4
Lihat halaman 14 Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
5
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
Kalau sampai di sini, bukankah sebenarnya tidak ada keberatan untuk mengakui kedaulatan Allah itu sejalan dengan pilihan bebas manusia, sama seperti kedaulatan pemerintah itu tidak bertentangan dengan pilihan bebas kita. Toh, opsi-opsi kita tidak mungkin tidak terbatas. Tetapi di antara opsi yang ada kita bebas untuk memilih. Permasalahan ini seringkali menjadi lebih sulit, karena kita mengkaitkan dengan kedaulatan Allah, yang tentunya, segala sesuatu tidak mungkin terjadi di luar kontrol-Nya. Pertanyaan yang timbul adalah (1) Apakah pilihan-pilihan kita itu ada di dalam kontrol-Nya, dengan demikian sebenarnya kehendak bebas itu hanya suatu ilusi belaka? (2) Bagaimana menjelaskan relasi dari kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia tersebut? Lingkup Pembicaraan Paper ini akan menjawab kedua pertanyaan tersebut di atas dengan memasukkannya dalam konteks kehidupan kita sehari-hari, dan mengecualikan pembahasan tentang Predestinasi. Tulisan ini akan membahas bagaimana kedaulatan Allah dalam pilihan-pilihan keseharian kita, misalnya pilihan tentang pasangan hidup, tentang memilih hari ini pakai baju apa, dll. Paper ini tidak membahas mengenai isi dan jenis-jenis dari kehendak Allah, di mana saya mengasumsikan jemaat telah mengetahui pembahasan ini. (Bagi mereka yang belum, dapat membacanya dalam buku Teologi Sistematika dari Louis Berkhof). Melainkan paper ini bicara mengenai bagaimana kehendak Allah tersebut dieksekusikan dalam kehidupan kita melalui kontrol Allah yang berdaulat dan pilihan-pilihan bebas kita. Mengingat kesempatan yang begitu singkat, saya tidak akan membahas mengenai permodelan dari pemetaan filosofis, yang mensimulasikan pilihan bebas kita dalam setiap detail kontek kehidupan dan relasinya dengan kedaulatan Allah. Melainkan saya akan membahas secara umum tentang berbagai pendapat yang pernah ada dan kritik terhadap mereka, dan suatu permodelan singkat yang saya gunakan untuk menjelaskan masalah tersebut. Model-model Secara umum, permodelan mengenai kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia dapat dibedakan menjadi 3 model, yaitu: Hanya ada Kedaulatan Allah dan tidak ada kehendak bebas manusia. Pandangan yang pertama ini mengatakan bahwa yang ada adalah kontrol Allah yang mutlak atas seluruh hal yang terjadi dalam ciptaan-Nya, termasuk pilihan-pilihan manusia. Semua yang terjadi telah ditakdirkan. Pandangan ini tidak sesuai dengan Alkitab dan otomatis meniadakan Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
6
kemungkinan penghakiman Allah yang meminta tanggungjawab manusia atas pilihan yang diambilnya. Pandangan ini juga meniadakan dasar bagi moralitas dan etika. Pandangan ini dipegang oleh agama Islam (secara tidak konsisten), HiperCalvinisme, beberapa agama panteisme3, dsb. Hanya ada Kehendak Bebas Manusia dan tidak ada kedaulatan Allah Pandangan ini mengatakan bahwa pilihan bebas manusia benar-benar mutlak bebas. Allah tidak berdaulat sama sekali (karena Dia mungkin tidak ada). Seringkali mereka mengatakan bahwa ini memberikan dasar bagi moral dan tanggungjawab atas pilihan. Namun tanpa disadari, mereka telah menolak suatu esensi yang menjadi dasar universal dari moralitas, yaitu ide Pribadi yang mutlak. Pandangan ini jelas juga bertentangan dengan Alkitab. Mereka yang ateis, agnostik, dan panteis biasanya berpegang pada pandangan ini. Ada Kedaulatan Allah maupun Kehendak Bebas manusia. Pada pandangan yang ketiga ini mengatakan bahwa ada kedaulatan Allah maupun kehendak bebas manusia. Namun ada perbedaan dalam menjelaskan bagaimana keduanya itu direlasikan. Setidaknya ada 2 kelompok di sini: Kedaulatan Allah terbatas sehingga ada kehendak bebas manusia. Kelompok pandangan ini menerima adanya kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia. Namun kedaulatan Allah tersebut tidak mutlak dengan demikian masih ada ruang bagi kehendak bebas kebebasan manusia. Misalnya Allah berdaulat untuk menciptakan ciptaannya sebagaimana yang Dia kehendaki. Namun Allah tidak berdaulat atas pilihan bebas saya. Derajat kemutlakan dari kedaulatan Allah dalam kelompok pandangan ini bisa bermacam-macam. Ada pandangan yang sangat membatasi kedaulatan Allah, misalnya deisme, yang mengatakan bahwa Allah hanya berdaulat waktu dia menciptakan dan menghakimi dunia, tetapi selama dunia masih berlangsung Allah mengabaikannya (sekalipun mempunyai kedaulatan Dia tidak menggunakannya). Ada yang memberikan kedaulatan Allah keluasan yang besar, tetapi menolak kemutlakannya, misalnya Arminianisme, Roma Katholik, dll. (Mereka mempercayai kedaulatan Allah atas ciptaannya, kecuali atas setiap pilihan bebas dari ciptaan yang berpribadi). Beberapa pemikir Reformed ada yang berpegang pada konsep ini (dengan mengakui bahwa kedaulatan Allah juga mencakup predestinasi, namun tidak bersifat „menentukan“ dalam pilihan-pilihan bebas kita sehari-hari). 3
Lihat halaman 14 Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
7
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
Kedaulatan Allah cocok dengan kehendak bebas manusia. Pandangan yang terakhir ini mengakui kemutlakan kedaulatan Allah, dalam pengertian dan jangkauan yang mutlak, tetapi pada saat yang sama juga mengakui adanya kehendak bebas manusia yang terbatas (menurut keberadaannya sebagai ciptaan). Dalam pandangan yang terakhir ini, Allah berdaulat mutlak sebagai Pencipta, Pewahyu, Pemelihara, dan Penghakim (semuanya dipahami dalam pengertian luas, sehingga Penebus juga termasuk di dalamnya – karena konteks pembicaraan kita adalah kehidupan kita sehari-hari, maka poin ini tidak saya pisahkan), dengan demikian setiap detail yang terjadi dalam ciptaan tidak mungkin lolos dari kontrol-Nya, bahkan atas pilihan bebas kita. Namun demikian kita sebagai ciptaan yang berpribadi memiliki kehendak bebas, sehingga pilihan-pilihan bebas yang kita ambil, benar-benar adalah pilihan kita dan kita harus bertanggungjawab atasnya. Beberapa pemikir Reformed memegang pandangan ini dan ini adalah posisi penulis juga. (Permodelan yang penulis buat tidak akan disampaikan di sini.) Apa yang kita pegang? Bagaimana kita memilih suatu pandangan, atau membangun suatu konsep? Pertanyaan ini seharusnya membawa kita, sebagai orang Kristen, untuk kembali menyelidiki Alkitab. Apa yang Alkitab tulis mengenai hal ini? Bagaimana Allah dalam Alkitab berurusan dengan manusia (dengan orang percaya maupun orang tidak percaya) dst. Dengan kita menafsirkan Alkitab secara setia, sebenarnya kita mendapatkan banyak contoh dan aplikasi real yang akan membantu kita untuk mengerti akan permasalahan ini maupun permasalahan-permasalahan lainnya. Apa yang dikatakan Alkitab? Karena keterbatasan waktu dan ruang saya hanya memberikan poinpoinnya saja. Saya rasa setiap kita telah setuju bahwa ini adalah poin-poin Alkitab. Saya memilih untuk tidak menyertakan ayat-ayatnya, karena, pertama, dalam pendekatan saya untuk menafsirkan Alkitab mendapati tidak hanya ayat yang berbicara secara eksplisit namun juga yang secara implicit. Kedua, saya cenderung menolak untuk mengkategorikan ayat, melainkan mengayatkan kategori. Atau saya tidak terlalu suka memasukkan ayat dalam kategori-kategori teologi yang saya buat, melainkan saya lebih memilih untuk membiarkan ayat berbicara lalu darinya saya merumuskan kategorikategori teologis. Jadi jika di dalam ruang wacana ini ayat tidak berbicara lebih dulu, maka saya tidak akan mengkategorikannya, dengan demikian saya tidak mereduksi pengertian dari ayat-ayat tersebut. Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
8
Kebenaran-kebenaran yang dikatakan Alkitab berkenaan dengan masalah ini adalah sebagai berikut: Pertama, Alkitab seringkali secara simple mengatakan bahwa Allah itu berdaulat mutlak atas segala hal yang terjadi pada ciptaan-Nya. Sehingga tidak ada suatu hal sekecil apapun di dunia ini yang terjadi terlepas dari kontrol Allah. Allah tidak kaget kok kalau Yudas akan menjual Tuhan Yesus. Dan hal itu tidak lepas dari kontrol Allah yang berdaulat. Kedua, Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang pribadi dan berkehendak bebas dan bertanggungjawab atas pilihan yang dia ambil. Keunikan manusia sebagai ciptaan menurut gambar dan rupa Allah ini tidak pernah Allah tiadakan atau abaikan. Allah tidak pernah membuat manusia memilih apa yang manusia tersebut tidak berkehendak memilihnya pada waktu dia mengambil keputusan. Bahkan Dia memberikan kesempatan untuk dilawan oleh manusia. Dengan demikian apa yang manusia pilih juga adalah apa yang manusia tuai, baik di dunia maupun di kekekalan nantinya. Jadi kita bisa kok memilih apa yang kita ingin pilih karena ada dalam jangkauan kita, dan pilihan kita tersebut adalah sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dan dengan demikian kita dapat dimintai tanggungjawab atasnya. Yudas waktu menjual Tuhan Yesus, juga memilih sesuai dengan apa yang dia inginkan secara sadar setelah mempertimbangkan segala keuntungan dan konsekuensinya. Dan karena itu dia harus bertanggungjawab atas kesalahannya itu. Ketiga, Allah adalah Allah yang transenden dan sekaligus Allah yang imanen. Dalam berelasi dengan ciptaan-Nya yang berpribadi Allah hadir sebagai Allah yang berpribadi juga. Jadi jangan minta Allah menjadikan diri anda sebagai robot, karena anda tidak mau salah memilih. Atau menjadikan Allah adalah suatu kuasa impersonal yang akan menuruti setiap keinginan anda. Allah akan berurusan dengan anda sama seperti pribadi yang membimbing pribadi lain. Jadi relasi untuk mengerti kehendak Allah, adalah relasi yang bersifat pribadi-pribadi, bukan relasi mekanis sesuatu-sesuatu atau relasi pribadi-sesuatu. Keempat, Kita juga mendapati ada beberapa cara untuk memahami kehendak Allah. (pembahasan ini tidak dibicarakan di sini, untuk lebih jelasnya dalam topik ini, silahkan anda membaca buku Louis Berkhof, Theologi Sistematika I). Kelima, Biasanya teolog merumuskan tentang derajat kemutlakan yang berbeda-beda dalam menjelaskan kehendak Allah. Misalnya ada kehendak Allah yang bersifat dekrit (penetapan) dan tidak bisa dilanggar, ada Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
9
Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia
kehendak Allah yang bersifat preskriptif atau bersifat mengharuskan (tapi bisa dilanggar dengan menerima konsekuensinya, misalnya hukum Taurat), ada kehendak Allah yang bersifat mengijinkan atau membiarkan, di mana di sini memberi ruang yang bagi manusia untuk memilih secara aktif. Keenam, Allah adalah Allah yang menciptakan, memelihara, menyatakan diri-Nya kepada ciptaan (jadi setiap manusia seharusnya mengerti tentang Allah dan kehendakNya – bahkan Allah yang mengikat perjanjian (covenant) dengan manusia), Allah yang menebus, dan juga Allah yang akan menghakimi dan menuntut pertanggungjawaban atas setiap pilihan yang dibuat oleh manusia. Bagaimana kita “tidak” membangun permodelan dan aplikasi? Meneruskan poin yang ketiga dari bagian pendahuluan, saya ingin mengakhiri dengan mengatakan bahwa memahami suatu kebenaran teologis adalah tugas dan hak bagi manusia seperti kita (apalagi kita yang telah ditebus). Demikian juga masalah ini. Tetapi abstraksi yang berhenti sebagai suatu abstraksi seperti ini, adalah hal yang sia-sia dalam kehidupan kita. Penjabaran yang demikian tidak dapat berbuat banyak untuk menolong saudara mengerti relasi hidup saudara dengan Allah yang menciptakan dan menebus saudara. (tulisan ini mungkin cuma membuat saudara kagum akan kerumitan idenya.) Jadi jika saudara menghafalkan setiap poin teologis yang ada di sini tanpa saudara menyelidiki dari sumbernya dan menggumulkan sumbernya dalam kehidupan saudara, maka semuanya adalah sia-sia. Karena segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari adalah sia-sia. (Dalam kosmologi orang Ibrani, di atas langit di mana matahari berada, ada suatu lapisan langit lagi, di mana Allah bertahta.) Dan bukankah Kebenaran sejati adalah Kebenaran yang hidup dan menghidupkan dan membawa kepada Allah, dan bukan hanya memberitahu apa yang benar dan yang salah, karena yang demikian juga bisa dilakukan oleh orang Farisi. Mereka yang akan berbahagia adalah mereka yang menggumulkan masalah ini dan menikmati Dia – Allah yang berdaulat dalam setiap detail dari hidupnya bahkan dalam setiap keputusan yang dia buat – dan bukan yang menggumulkannya dan merumuskan permodelan ataupun mengarang aplikasinya. Karena yang melakukan yang kedua tanpa yang pertama adalah yang paling kasihan. Mereka seumpama orang yang melek tetapi tetap masuk ke dalam sumur. Tidak ada yang menertawakan orang buta masuk dalam sumur, tetapi kalau orang melek bisa jatuh dalam sumur justru karena dia melek dan berwaspada, siapa yang tidak tertawa (walaupun dalam hati)? Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Reformed Theology and Charity
10
Reformed Theology and Charity Pdt. Billy Kristanto
(Berdasarkan seminar oleh Pdt. Billy Kristanto pada tanggal 25.11.2006. Ringkasan seminar ini belum dikoreksi oleh Pdt. Billy Kristanto) Ringkasan oleh Fungky Hendra Hidup umat manusia diberikan oleh Tuhan secara cuma-cuma. Sola Gratia, manusia ada di dunia ini hanya semata-mata berdasarkan anugrah yang diberikan Tuhan bagi kita. Sebagai orang Kristen, kita juga harus menyadari bahwa kita diberikan kehidupan oleh Tuhan supaya kita juga bisa memberikan juga kepada sesama kita (Given to give). Pemberian harus berdasarkan oleh kasih yang sejati (true love) tanpa memandang situasi, kondisi kita ataupun siapa yang akan kita berikan. Kita hendaknya memberi tanpa memandang bulu, baik orang itu sebagai musuh ataupun sahabat kita. Ini adalah teladan yang Tuhan tunjukkan kepada kita, biarpun kita sebagai manusia telah banyak berdosa, tetapi toh Tuhan tetap memberikan hidup kepada kita. Atau teladan Tuhan Yesus yang mendoakan orang-orang yang telah memakuNya di atas kayu salib. Kasih yang begitu besar telah Tuhan tunjukkan kepada manusia, kita seharusnya menyadari hal ini dan hidup dalam kasih. Karena tanpa kasih kita sama sekali tidak tidak ada artinya. (1.Kor. 13:1-3) Kasih dan amal (Charity) adalah identik. Amal baik yang dapat kita berikan bisa dibagi dalam 2 kelompok. Yang pertama charity yang bersifat jasmani (physical) seperti memberi sedekah ataupun membantu orang yang memerlukan. Pengorbanan diri menjadi hal yang terpenting dalam physical charity ini. Pemberian ataupun pertolongan yang bersifat menyenangkan diri atau semata-mata karena hobi dan kemauan kita belum dapat digolongkan sebagai kasih yang sejati, walaupun dalam prakteknya telah membantu orang lain. Yang kedua adalah charity yang bersifat spiritual. Contoh dari charity ini adalah counseling, memaafkan orang yang bersalah kepada kita ataupun dapat berupa doa bagi orang lain. Dengan memberi maka dapat membentuk karakter (pendewasaan karakter) dan akan menjadi berkat yang lebih besar bagi yang memberi. Adapun hal-hal yang menjadi hambatan dalam memberi adalah sifat dasar manusia yang tidak peka akan anugrah Tuhan. Alkitab juga mengatakan kita sebaiknya memberikan tanpa sepengetahuan orang lain (Mat. 6:1-4). Jadi Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
11
Reformed Theology and Charity
kerendahan hati sangat dituntut dari kita dalam hal ini. Janganlah kita menjadi orang munafik yang memberi dengan harapan dilihat dan dipuji banyak orang. Pelit dan kikir juga menjadi salah satu hambatan dalam memberi. … Orang yang memberi Manusia hendaknya dapat menjadi seperti harusnya lebih perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang berbahagia karena samaria yang baik hati. mereka menjadi alat Upah memberi: (1) Bahagia. Orang yang Tuhan dalam rencana memberi harusnya lebih berbahagia karena Tuhan. mereka menjadi alat Tuhan dalam rencana Tuhan. (2) Menyaksikan kekuasaan anugrah Tuhan. Dalam hal ini kita dapat melihat, Tuhan tidak hanya memberi berkat kepada kita, tetapi juga bagi orang lain yang turut mendapat anugrah Tuhan melalui kita. (3) Menyerupai sifat ilahi. Paulus berkata “upahku adalah bahwa aku tidak menerima upah”. Paulus mengerti poin yang sangat penting dalam hal melayani, bahwa Tuhanlah yang sebenarnya menjadi upah kita. DIAKONIA Setelah kita mengenal wujud pelayanan atau pemberian yang dapat kita lakukan, maka Pdt.Billy Kristanto juga menguraikan bentuk dan wujud dari pelayanan gereja. Kata Diakonia digunakan untuk memaknakan pelayanan gereja. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya untuk menjadi tebusan bagi orang banyak” (Mrk. 10:45). Kata melayani mempunyai makna seolah-olah menunjuk kepada pekerjaan yang kurang terhormat. Seperti kiasan yang Tuhan Yesus berikan yang tercatat dalam kitab Lukas 22:27 “sebab siapakah yang lebih besar : yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada ditengah-tengah kamu sebagai pelayan.” Ukuran bagi manusia pada umumnya adalah yang lebih tinggi jabatannya adalah yang duduk makan. Seperti halnya pembantu yang menyediakan makanan bagi majikannya. Tetapi Tuhan Yesus tidak menempatkan-Nya dalam posisi itu sebab Ia juga mengatakan “Tetapi Aku ada ditengahtengah kamu sebagai pelayan” Inilah pola pelayanan Tuhan Yesus yang mestinya harus diterapkan sebagai pola pelayanan gereja-gereja. Perbandingan prioritas antara gereja Jerman dengan gereja Amerika dan GRII dapat dilihat dalam tabel berikut. GRII menempatkan education pada Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Reformed Theology and Charity
12
prioritas utama karena tanpa pengertian, maka tidak mungkin orang dapat mengerti Alkitab secara menyeluruh. Pengajaran dalam GRII adalah pengajaran yang diwarisi dari para reformator terdahulu ataupun dari para rasul. Gereja Jerman
Gereja Amerika
GRII
1.Diakonia
1.Ibadah
1.Education
2.Pendidikan(Education)
2.Fellowship
2.Ibadah
3.Ibadah
3.Education
3.Fellowship
4.Fellowship(Persekutuan) 4.Diakonia
4.Diakonia
Masalah dalam DIAKONIA -Memberi tanpa memberitakan Injil. Harus kita akui orang Kristen banyak yang takut untuk memberitakan Injil. Takut ditolak, dicuekin atau malah dimusuhi. Orang-orang liberal tidak berani memberitakan Injil. Faktor terpenting bagi mereka adalah telah melakukan sesuatu yang baik yang terpuji dengan cara melayani, melayani dan melayani. Memang pelayanan, pemberian dan pengorbanan adalah bentuk kasih yang sejati. Tetapi pemberian yang tidak disertai dengan pengabaran Injil tidak memenuhi aspek spiritual dalam charity. -Humanisme (hanya melihat aspek kemanusiaan) Humanisme mirip dengan poin pertama yang diutarakan Pdt. Billy di atas. Dalam poin ini kita mesti peka yang mana bagian yang dipercayakan Tuhan kepada kita. -Pemberian tanpa transformasi Diakonia yang tidak mengubah orang yang kita layani/berikan. Orang yang kita layani mestinya harus kita ubah kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. -Memberi karena ada rasa takut Gereja-gereja yang ada di Indonesia banyak yang berdiakonia berdasarkan ketakutan (bukan ketakutan kepada Tuhan, melainkan kepada organisasi tertentu). Jadi banyak gereja di Indonesia berdiakonia bukan berdasarkan ketulusan hati. Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
13
Reformed Theology and Charity
-Memberi sebagai kompensasi -Memberi dengan sikap “membantu” Pemberian harus berdasarkan sikap yang ingin belajar dan melayani. Jangan menempatkan diri di atas saat memberi. -Memberi untuk menyatakan diri -Memberi kepada orang yang salah Lagi-lagi kepekaan memainkan peranan yang besar dalam hal ini. Kita harus mengetahui mana orang yang mau berjuang dalam hidupnya. Jangan memberikan kepada orang yang tidak mau berjuang, yang hanya mau menerima. Kita malahan mungkin bisa merusak mentalitas orang yang kita bantu. Sebagai akibatnya mungkin orang yang kita tolong akan bertambah “rusak”. Berikut ini beberapa pertanyaan dari Pdt. Billy Kristanto untuk menguji motivasi kita masing-masing dalam hal pelayanan, untuk mengetahui apakah kita menolong untuk ambisi diri atau kita menolong sesama kita dengan tulus dan rasa takut akan Tuhan : Kenapa yang mengerjakan mesti kamu? Kapan? Point yang kedua adalah ujian waktu. Bagaimana posisi saudara jika saudara tidak mempunyai waktu cukup. Apakah saudara makin cepat dalam pelayanan atau kita tetap sabar menanti. Ingat, nabi seperti Musa harus menunggu selama 40 tahun untuk dapat melayani. 4
1
Deisme adalah pandangan yang mengatakan bahwa Allah, setelah dia menciptakan ciptaanNya. Dia membiarkan ciptaan-Nya berjalan sendiri. Agnostiksisme adalah pandnagan yang mengatakan bahwa Allah tidak dapat diketahui oleh manusia. Realm adalah kata lain dari dunia, tetapi bukan dalam pengertian fisik (dunia, bumi), melainkan dalam pengertian wacana atau kategori. Kita bisa mengatakan realm kekekalan, realm kesementaraan, realm manusia, realm binatang, dst.
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab Ev. Steve Hendra
Saya tergerak menuliskan “tips-tips” ini ketika saya mengikuti suatu Pendalaman Alkitab yang dipimpin oleh seorang anak Tuhan di Jerman. Saya merasa bahwa jemaat Tuhan, khususnya yang berada di Jerman ini, memerlukannya, jika bukan untuk membawakan suatu renungan singkat mungkin untuk suatu pendalaman Alkitab pribadi dalam saat teduh dll. Saya mengharapkan apa yang saya tulis ini bisa menjadi semacam P3K atau obat yang dijual bebas sebelum kita ke dokter. Seringkali ketika kita membaca Alkitab kita mendapati suatu kesulitan untuk memahami apa yang dibicarakannya. Maka sebagai jalan penyelesaian kita menggunakan buku referensi, khotbah, atau buku renungan untuk mencari tahu apa yang ingin disampaikan oleh ayat yang sedang kita baca. Saya tidak menganggap ini adalah cara yang salah. Mungkin ini adalah cara yang bertanggungjawab daripada kita menafsirkan ayat itu secara sembarangan. Setidaknya penulis atau pengkhotbah tersebut mungkin sudah lebih belajar daripada kita. Namun cara demikian juga ada kelemahannya, karena mungkin sekali apa yang diberikan oleh buku atau khotbah atau renungan yang kita acu sudah mereduksi apa yang dimaksudkan teks tersebut pada mulanya. Selain itu ada hal lain yang perlu kita sadari bahwa di negera Jerman ini telah berkembang pemikiran teologi yang sangat beragam dan satu sama lain bisa tidak sejalan. Tujuan utama dari tulisan ini adalah bagaimana supaya Jemaat dapat menafsirkan Alkitab secara sederhana. Sehingga ketika kita membaca Alkitab kita tidak mendapatinya sebagai teks dari negeri antah berantah, melainkan sebagai Firman Allah yang benar-benar ingin menyampaikan maksudnya kepada kita. Bagi saya memahami Alkitab sebagai suatu kitab yang harus dihormati dan tidak boleh sembarang ditafsir itu baik. Tetapi juga tidak ada bapa yang baik yang ingin anak-anaknya ketakutan luar biasa ketika dia berbicara. Sungguh Tuhan memberikan Alkitab untuk berkomunikasi dengan kita. Dia ingin kita mengerti apa yang Dia komunikasikan. Dan Dia ingin kita membacanya berulang ulang dan memahami maksudnya.
Panteisme adalah pandnagan yang mengatakan bahwa kosmos ini sebagai suatu keutuhan adalah Allah dan Allah adalah kosmos ini. Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
14
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
15
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
Justru apa artinya kita menjaganya sedemikian rupa sehingga kita bahkan tidak tahu lagi tentang isinya. Lalu kita lebih mengenal perkataan seorang teolog atau tradisi daripada Alkitab itu sendiri. Para Reformator pun menghendaki supaya setiap anak Tuhan dapat membaca dan mengerti Firman Tuhan, dan bukan dengan mata tertutup mengikuti tradisi Gereja. (Apalagi waktu itu tradisi Gereja sudah demikian korup). Hak dan kewajiban mengerti Alkitab adalah hak dan kewajiban setiap anak Tuhan. Dan kita dituntut untuk menggunakan dan mempertanggungjawabkannya. Mengapa Kita Perlu Belajar Menafsir? Ketika kita membaca dan berusaha mengerti, maka kita sudah memasuki upaya penafsiran. Maka penafsiran adalah sesuatu yang otomatis terjadi. Maka untuk dapat mengerti dengan tepat dan bertanggungjawab akan apa yang dimaksudkan oleh Alkitab, kita perlu belajar menafsir. Sedikit tentang pengertian “Penafsiran” Penafsiran atau bahasa kerennya “Hermeneutika” berasal dari nama seorang dewa orang Yunani, yaitu dewa Hermes. Dewa Hermes ini mempunyai tugas untuk menyampaikan pesan dari raja para dewa kepada manusia. Pesan tersebut harus sampai dengan pengertian yang tepat dan tidak boleh sampai salah. Nama dewa ini kemudian digunakan untuk menamai suatu disiplin ilmu yang bertujuan untuk mendapatkan makna mula-mula (original meaning) dari suatu teks Kitab Suci atau kitab hukum. Pada zaman Postmodern ini penggunaan dari hermeneutika diperluas untuk menafsirkan karya sastra, seni, dll. Yang akan kita pelajari di sini jelas hanya hermeneutika yang ditujukan untuk mendapatkan makna mula-mula dari Alkitab sebagai kitab suci. Permasalahan apa yang kita hadapi? Ketika kita membaca suatu novel, surat, atau puisi, sebenarnya kita sudah menafsir. Di sini kita tidak ada masalah dengan arti. Sebaliknya ketika kita membaca kitab Suci kita juga mendapati bentuk-bentuk sastra yang demikian. Bukankah Injil dan kitab-kitab sejarah dan sebagian besar kitab Taurat adalah bentuk narasi? Bukankah surat-surat dalam Perjanjian Baru berbentuk surat? Dan bukankah kitab Mazmur, kitab Amsal, kitab Kidung Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
Agung, dan sebagian besar kitab para nabi berbentuk puisi? Dan kitab Pengkhotbah berisi pemaparan tentang hikmat? (Biasanya hanya kitab Wahyu dan sebagian kitab Daniel yang cukup sulit ditafsirkan, karena kedua bagian ini mempunyai suatu bentuk sastra yang unik, yang disebut sebagai sastra Apokaliptik – untuk jenis sastra ini kita akan bicarakan di lain waktu.) Ketika kita menafsirkan Kitab Suci, kita tidak menafsirkan kitab yang sangat aneh dan berbeda dengan tulisan-tulisan yang kita kenal.
16
… permasalah dalam penafsiran ini … Yang pertama adalah permasalahan pada fenomena teks secara ontologis, dan yang kedua adalah permasalahan pada si pembaca.
Setidaknya saya dapat menggolongkan permasalahan dalam penafsiran ini menjadi 2 kelompok. Yang pertama adalah permasalahan pada fenomena teks secara ontologis, dan yang kedua adalah permasalahan pada si pembaca. Pada tulisan ini saya tidak akan membahas penyelesaian permasalahan yang pertama, melainkan untuk yang permasalahan yang kedua, saya bisa memberikan beberapa tips, tapi selanjutnya saya kembalikan kepada pergumulan pribadi masing-masing di hadapan Tuhan. Permasalahan yang pertama, merupakan permasalahan yang disebabkan oleh keberadaan teks itu sendiri. Permasalahan ini muncul dikarenakan kita membaca teks yang bukan berasal dari zaman dan budaya yang sama dengan kita. Alkitab ditulis dari zaman Musa (sekitar 1400 B.C.) sampai zaman Yohanes (1A.D.). Dengan zaman kita terdapat rentang sekitar 2000 - 3400 tahun lebih. Selama jangka waktu yang demikian lama, terdapat perubahan kebudayaan yang sangat besar. Kesulitan ini dapat kita atasi dengan kita mencari data tentang situasi pada zaman itu dalam ensiklopedia Alkitab. Kesulitan yang lain adalah kesulitan karena bahasa yang berbeda dengan bahasa kita. Alkitab mula-mula ditulis dalam bahasa Ibrani dan sebagian kecil dalam bahasa Aram untuk Perjanjian Lama, dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru. Namun demikian kesulitan ini dapat di atasi dengan kita membaca terjemahan yang baik. Permasalahan kedua adalah permasalahan dari si pembaca. Seringkali kita mengalami kesulitan untuk memahami Alkitab dikarenakan kita sendiri Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
17
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
yang menciptakan kesulitan tersebut. Saya akan menggolongkan permasalahan ini menjadi 3 kelompok, yaitu: (1) masalah iman, doktrinal, dan etis, (2) masalah teknis, dan (3) masalah ketekunan. Saya membagi dengan cara demikian dimaksudkan untuk menghindari dualisme antara teori dan praktek. Jadi jangan saudara membayangkan poin pertama adalah poin yang paling teoritis sedangkan poin ketiga adalah poin yang paling praktis. Dalam masing-masing poin akan dibicarakan baik teori maupun praktis, dan keduanya akan disatukan. Pembahasan Masalah dan Tipsnya. 1. Masalah Iman, Doktrinal, dan Etis Pertama, masalah Iman. Hal yang sering menjadi masalah adalah apa yang kita percaya dan bagaimana kita meresponinya. Saya tidak mengatakan apa yang kita ketahui atau konsep apa yang kita miliki tentang Alkitab, tetapi apa yang kita percayai tentang Alkitab. Ada perbedaan di sini. Apa yang kita ketahui belum tentu adalah apa yang kita percayai. Contohnya: rokok itu mematikan, semua perokok juga tau, tapi apa yang diketahuinya belum tentu benar-benar diimaninya. Contoh lainnya adalah kita tahu tentang Pegasus, tetapi kita tidak beriman bahwa Pegasus ada. Jika kita percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan dan Tuhan yang mewahyukan-Nya benar-benar ingin berelasi dengan kita. Dan kita juga tahu bahwa kita senantiasa membutuhkan dia dalam setiap aspek kehidupan kita. Dan di dalam seluruh kehidupan kita, kita harus menyenangkan dan bertanggungjawab kepada-Nya. Maka bukankah seharusnya kita benar-benar ingin mengerti apa yang ingin Dia sampaikan? Jikalau hal ini tidak ada dalam kehidupan kita, saya benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana. Dan saudara boleh tidak membaca bagian selanjutnya.
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
18
manusia. Maka disatu sisi kita perlu menghormati Alkitab dan tidak sembarangan menafsirkan, namun di sisi lain, kitapun perlu untuk berani menafsir dan berusaha untuk mengerti, karena Alkitab bukan mustahil untuk dimengerti. Jika kita mengimani karakter paradok Alkitab ini, bukankah seharusnya di dalam diri kita akan timbul kerinduan dan keberanian di satu sisi dan di sisi lain keseriusan dan keberhati-hatian untuk memahami Alkitab? Ketiga, masalah Etis. Kalau kita bicara tentang etis, jelas karena kita berbicara tentang Pribadi. Salah satu yang sering menjadikan kita kesulitan ketika kita berusaha memahami Alkitab adalah ketika kita melihatnya sebagai suatu buku yang harus dibaca dan dianalisa. Jika kita berpikir demikian, maka kita telah mengabaikan etika apa yang seharusnya kita miliki ketika kita menghampiri Alkitab. Akibatnya kita akan masuk ke dalam suatu labyrin makna yang menyesatkan tanpa adanya suatu panduan. Ini yang dialami oleh para teolog Liberal dan diungkap dalam … jika kita melihat bahwa karya-karya strukturalis dan melalui Alkitab ada poststrukturalis belakangan. Tetapi jika kita melihat bahwa Pribadi yang ingin melalui Alkitab ada Pribadi yang berbicara, dan dia ingin ingin berbicara, dan dia ingin menyampaikan maksudmenyampaikan maksud-Nya. Nya. Maka ini adalah Maka ini adalah langkah awal untuk kita dapat mendapatkan langkah awal untuk kita petunjuk untuk mengerti. dapat mendapatkan petunjuk untuk mengerti.
2. Masalah Teknis Ada beberapa permasalahan teknis yang biasanya kita alami ketika kita membaca Alkitab. Pertama, masalah presuposisi5 atau eisegese6. Kedua, masalah genre7 dan gaya sastra. Ketiga masalah teks dan konteks,
Kedua, masalah Doktrinal. Kita perlu mempunyai pengenalan yang menyeluruh tentang Alkitab sebagai Firman Allah dalam bahasa manusia. Seringkali kita gagal melihat sifat paradoks dari Alkitab ini. Ada dua sifat yang menyatu dalam Alkitab ini, dan sudah seharusnya kita juga melihatnya secara satu kesatuan. Di satu sisi Alkitab adalah Firman Allah maka dia mempunyai sifat ilahi dan menyampaikan maksud ilahi, namun di sisi lain dia bukan kitab yang jatuh dari surga dengan bahasa dan sastra surgawi. Sekalipun Alkitab mempunyai pesan dan isi ilahi, namun Alkitab ditulis dalam bahasa dan sastra dan dalam situasi yang pernah ada dalam sejarah
Presesuposisi adalah suatu pra anggapan, yang dimiliki manusia sebelum dia berpendapat, berpikir, dan mengambil keputusan. Contoh Jika kita berpresuposisi bahwa Alkitab adalah firman Allah, maka dalam kita memperlakukan ALkitab, menafrsir, dst. kita akan melakukan semuanya berdbeda dengan jika kita berpresuposisi bahwa Alkitab bukan firman Allah. 6 Eisegese Artinya adalah ketika kita menafsirkan Alkitab, kita mempunyai suatu pemikiran dan memaksakan pemikiran kita tersebut kepada ayat yang skita tafsir, kita bukan menggali dan membiarkan Alkitab tersebut menyampaikan maksudnya. 7 Genre adalah bahasa Perancis dari bentuk atau gaya tulisan, misalnya, surat, puisi, cerita sejarah, kisah, apokaliptik (kitab wahyu). Permbagian menurut genre ini lebih mendetai daripada pembagian kita pada umumnya yang hanya membagi puisi dan prosa.
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
5
19
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
Keempat, masalah kurangnya data. [Perlu ditegaskan bahwa tujuan dari artikel ini bukan untuk menjadikan saudara sebagai ahli mengeksegese Alkitab, melainkan saudara bisa memahami Alkitab ketika saudara membacanya.] Pertama, masalah presuposisi atau eisegese. Beberapa ahli Hermeneutika telah menyadari bahwa ketika kita menafsirkan kita tidak lepas dari presuposisi atau pra-anggapan kita sebelumnya terhadap teks. Hermeneutika tanpa presuposisi itu tidak mungkin. Tapi memiliki presuposisi bukan berarti eisegese. Dalam presuposisi, kita mempunyai anggapan terhadap teks tersebut sebelumnya, tetapi kita tidak menentukan apa yang ingin disampaikan oleh teks tersebut. Misalnya kita mempunyai anggapan bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan, maka ketika kita membaca suatu bagian Alkitab kita membacanya dengan sikap yang berbeda dengan ketika kita membaca koran. Tetapi sampai di sini kita tidak menentukan isi atau maksud yang ingin disampaikan. Ini bukan eisegese. Dalam eisegese, yang kita lakukan adalah kita menentukan isi dari teks tersebut tanpa membiarkan teks itu sendiri berbicara. Contohnya ketika kita membaca perihal orang samaria yang baik hati lalu kita memaksakan bahwa apa yang ingin disampaikan di sana adalah Yesus yang menyelamatkan orang berdosa. Hal ini yang tidak boleh dilakukan. Yang harus kita lakukan adalah menarik keluar makna yang ingin disampaikan teks (eksegese) bukan memasukkan makna kita ke dalam teks (eisegese). Kedua, masalah Genre dan gaya Sastra. Salah satu penyebab kesulitan yang sering terjadi adalah ketika kita memperlakukan semua teks Alkitab secara sama. Padahal dalam Alkitab ada beberapa jenis sastra yang berbeda. Misalnya, Injil ditulis dalam bentuk narasi, Mazmur dalam bentuk puisi, Surat-surat Paulus dalam bentuk surat, dan kitab Wahyu sebagai sastra pada masa penganiayaan (Apokalyptik). Dalam kehidupan kita sendiri, bukankah kita juga tidak membaca buku novel seperti kita membaca surat dari orang yang kita kasihi? Bukankah ketika kita membaca puisi kita tidak membacanya seperti buku novel? Atau membaca surat seperti membaca puisi? Demikian juga ketika kita membaca Alkitab kita harus membaca masing-masing jenis sastra tersebut secara tepat. Bacalah narasi sebagai narasi, bacalah puisi sebagai puisi, dan bacalah surat sebagai surat. Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
20
Ketiga, masalah Teks dan Konteks. Kesulitan lain yang sering kita alami adalah kesulitan yang kita ciptakan sendiri ketika kita malas membaca bagian Alkitab terlalu banyak. Biasanya kita cenderung membatasi pembacaan kita pada teks yang ayat atau perikop yang kita ingin gali. Semakin sedikit yang harus kita gali, kita semakin menganggapnya mudah. Padahal ada suatu hukum dalam dunia hermeneutika, yaitu semakin sedikit teks yang kita miliki, semakin sulit bagi kita untuk memahaminya, karena semakin luas range kemungkinan artinya. Dalam dunia hermeneutika hukum ini berbunyi demikian: “teks tanpa konteks adalah free teks.” Untuk lebih jelasnya perhatikan teks ini “Made membuat kuda cepat.” Apa maknanya? Bisa bermacam-macam jika tanpa konteks. Mungkin bisa berarti “Made melukis kuda dengan cepat” atau “Made memacu kudanya dengan cepat” atau masih banyak lagi kemungkinan makna yang dapat kita pikirkan. Sebaliknya ketika kita mengetahui lebih tentang konteknya bahwa Made adalah seorang pelukis, maka kita sudah dapat membatasi range maknanya. Dengan demikian kita lebih mudah dalam memahami apa maksudnya kalimat tadi bukan? Saya harap kita tidak berpikir bahwa kita telah lebih hebat dari para ahli hermeneutik tersebut, sehingga apa yang mereka anggap sulit, bagi kita sangat mudah. Jika demikian apa yang harus kita lakukan? Sederhana, yang harus kita lakukan adalah kita harus membaca lebih banyak. Bacalah perikop sebelum dan sesudahnya! Bacalah satu kalimat sebagai kalimat yang saling berelasi dengan kalimat-kalimat sebelum dan sesudahnya, paragraf yang satu dengan paragraf-paragraf sebelum dan sesudahnya sebagaimana biasanya ketika kita membaca buku, surat, atau puisi. Dan perhatikan pula pengulangan dan penekanan yang diberikannya. Keempat, masalah kurangnya data. Seringkali kesulitan dalam menafsir adalah kurangnya data yang dibutuhkan untuk dapat menafsir dengan lebih baik. Hal ini dikarenakan kita tidak hidup dalam satu zaman, budaya, dan tempat yang sama. Misalnya, ketika kita mendapati kata “beling” dalam kitab Ayub, kita tidak boleh menafsirkannya sebagai “kaca” karena pada zaman itu kaca belum ditemukan. Yang dimaksud dengan beling di sini adalah “tembikar.” Untuk kesulitan ini saudara dapat menggunakan ensiklopedia.
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
21
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
3. Masalah Ketekunan Kelompok masalah yang terakhir adalah masalah yang berkenaan dengan ketekunan dan konsistensi. Seringkali yang membuat kita gagal untuk mengerti Alkitab sekalipun kita sudah belajar hermeneutika adalah masalah ketekunan ini. Ada beberapa masalah yang akan dibicarakan di sini: Pertama, Masalah konsistensi untuk menggunakannya. Kedua, Masalah jalan pintas, dan Ketiga, Masalah karena terlalu bersemangat. Pertama, masalah konsistensi dalam menggunakannya. Mengapa kita sering sulit menafsir? Jawabannya adalah karena kita tidak mau melakukannya secara konsisten. Hermeneutika itu adalah seni, bukan sekedar pengetahuan. Jadi semakin saudara rajin menggunakannya saudara akan semakin ahli. Belajar Hermeneutika itu sama seperti kita belajar bahasa atau belajar main piano. Sekalipun saudara sudah menghafal semua teorinya, tetapi saudara tidak menggunakannya, jangan pernah berharap saudara bisa menafsirkan. Kedua, masalah jalan pintas. Seringkali di dalam melakukan Hermeneutika, kesulitan timbul karena kita mau ambil jalan pintas dalam mendapatkan maknanya. Misalnya, kita berpikir untuk hanya membaca perikop yang harus kita gali saja. Dengan terlalu membatasi konteks kita justru kesulitan untuk mendapatkan maknanya. Saudara tidak akan mendapatkan harta karun kalau hanya mau menggali permukaan tanah saja.
Tips Singkat untuk Menafsirkan Alkitab
22
Ketiga, Masalah terlalu bersemangat. Masalah ini jarang terjadi di antara orang awam, tetapi bukan berarti tidak mungkin terjadi. Masalah ini biasanya terjadi di kalangan para sarjana Alkitab. Ketika seseorang terlalu bersemangat untuk menggali dan dia lupa melihat peta, tetap dia tidak akan mendapatkan harta karunnya. Juga perlu dibedakan antara menggali harta karun dan menggali sumur. Seringkali kita mengalami kesulitan karena kita tidak memperhatikan datadata yang relevan, sehingga kita mengumpulkan terlalu banyak data dan akhirnya kita kebingungan sendiri. Atau kita terlalu sibuk untuk menggali satu atau dua aspek saja sampai sedemikian dalam tanpa melihat aspekaspek lain yang juga perlu diperhatikan. Contohnya, kita tertarik pada suatu tema atau kata tertentu, misalnya kata „garam“ dalam Perikop tentang Garam dan Terang Dunia kemudian kita mencoba menggalinya secara demikian mendalam. Kita buka Kamus dan ensiklopedia Alkitab yang paling lengkap. Akhirnya kita membuang waktu 2 jam hanya untuk menggali kata „garam“. Saya bukan tidak menghargai jerih payah yang demikian, tetapi dengan melakukan hal ini saudara jadi … perjalanan itu kehilangan orientasi saudara yang mula-mula.
hanya impian semata ketika tidak ada langkah untuk memulainya.
Penutup
Akhir kata, perjalanan 1000 kilometer harus dimulai dengan melangkah 50 sentimeter pertama. Dan waktu itu, mungkin ada banyak kesulitan baik pada saat mulai dan untuk terus melangkah dengan konsisten. Tapi perjalanan itu hanya impian semata ketika tidak ada langkah untuk memulainya. Saya berharap apa yang saya tuliskan ini boleh menjadi berkat bagi setiap pembaca untuk bisa lebih bisa mengagumi keagungan dan keindahan dari Firman Tuhan. Selamat mencoba!
„Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci.” -Roma 15:4Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
23
Keputusan-Keputusan
Keputusan-Keputusan Shaniyl Jayakodiy
Bahwa kamu membaca tulisan ini saat ini juga merupakan hasil dari keputusan kamu, bukankah begitu? Mengambil keputusan terkadang memainkan sebuah peran yang lebih besar dalam hidup kita, dari pada apa yang pernah kita sadari. Di mana kemampuan atau dengan lebih tepat dikatakan tanggung jawab untuk ini adalah sebuah anugerah besar dari Tuhan untuk umat manusia, yaitu kehendak bebas, yang Dia berikan di antara ciptaan-Nya hanya kepada kita. Hasil sebuah penelitian mengatakan bahwa seorang manusia setiap harinya mengambil keputusan sebanyak 300 sampai dengan 1700 kali8. Begitu kita bangun, di atas tempat tidur kita telah dituntut untuk mengambil keputusan. Beranjakkah aku segera dari tempat tidurku atau membiarkan ku masih berbaring untuk beberapa menit? Dari sisi tempat tidur manakah aku mau beranjak? Begitulah setiap rutinitas baik itu secara sadar maupun tidak sadar „diputuskan“. Kemudian ada keputusan-keputusan yang harus lebih jarang kita ambil, contohnya dari memilih belanjaan sampai dengan mata pelajaran untuk semester yang di depan, dst. Kemudian ada keputusan yang dibuat sekali dalam hidup. Dimana semuanya ini mungkin saja memiliki penampakan dan frekuensi yang berbeda-beda kepentingannya. Namun kenyataannya adalah bahwa kita harus mengambil keputusankeputusan yang memiliki pengaruh besar tersebut dalam hidup dan untuk setiap keputusan tersebut kita sendiri yang bertanggung jawab sepenuhnya. Bagaimana dengan saudara? Apa pengertian saudara tentang keputusankeputusan? Mana yang paling sulit untuk diputuskan? Bagaimana saudara menilai keputusan yang telah diambil? Bagaimana saudara menangani kenyataan bahwa saudara selalu harus mengambil keputusan dan harus bertanggung jawab untuk setiap keputusan tersebut? Sejak permulaan waktu manusia selalu diperhadapkan dengan keputusankeputusan yang sulit. Sebagian orang memutuskan dengan bijaksana dan sebagian yan lain menghancurkan. Satu kenyataan adalah bahwa hari esok kita ditentukan oleh keputusan kita hari ini, selama keputusan tersebut berada di dalam tanggung jawab kita. Apabila kita percaya kepada Tuhan 8
Sebuah penelitian dari Dr. Erich Klinger di Universitas Minnesota Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Keputusan-Keputusan
24
maka sadarlah kita bahwa hidup hanya sekali saja dan bahwa perhentian di dunia ini tujuannya untuk persiapan di waktu yang akan datang. Hal ini mengharuskan kita harus terus menerus memperbaiki diri dan semakin menyerupai Kristus. Jadi „memperbaiki diri“ atau bisa dikatakan „berubah ke arah positif“ berarti, bagaimana kita memutuskan dan bertindak lebih bijaksana? Bagaimana kita dapat dengan spontan mengambil keputusan yang berkenan bagi Tuhan dan dengan ini menjalani hidup yang berarti? Kita mau mengambil dua Karakter dari Alkitab yang membantu kita Pengenalan Alkitab melihat pandangan tentang 9 yang sehat dan keputusan yang spontan . Hawa sebenarnya adalah „wanita“ yang tindakan yang sesuai diciptakan sangat sempurna, ia tidak akan memberikan kita berkekurangan dan terutama ia sebuah kesempatan menikmati hubungan muka dengan muka dengan Tuhan. Tetapi satu untuk memuliakan waktu ia dituntut untuk mengambil Tuhan atau dengan keputusan yang spontan dan kata lain membiarkan sepertinya keputusan yang rutin, yaitu sebuah keputusan memakan rencana Tuhan buah. Bisa disadari bahwa keputusan terjadi dalam diri ini adalah sungguh spontan10. Ia kita. telah mengambil keputusan dan apa akibat-akibatnya telah kita ketahui. Karakter yang lain adalah Rahab. Ia pasti telah memiliki pengalaman dalam mengambil keputusan-keputusan yang berat dalam hidupnya di antaranya dalam hal nilai tubuhnya dan jiwanya ketika ia diperhadapkan untuk mengambil sebuah keputusan pada suatu malam, yaitu untuk menyelundupkan dua pengintai dari bangsa Israel. Keputusannya menyelamatkan ia sendiri dan keluarganya baik itu jasmani maupun rohani11. Ketika kita melihat lebih dalam lagi maka dapat kita pastikan bahwa Hawa tidak mendasarkan keputusannya pada pengenalannya akan Tuhan. Ia mempercayai si ular dan menyerah dalam pencobaan. Sebaliknya Rahab 9 Disarankan terlebih dahulu membaca bagian Alkitab Kej 2: 16-17; Kej 3: 1-13; Yosua 2: 113, 6:23 10 Kej 3: 6 11 Yosua 2:13
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
25
Keputusan-Keputusan
mendasarkan keputusannya sepenuhnya pada pengenalannya akan Tuhan, ia tidak meragukannya dan bertindak dengan tepat12. Kedua Karakter ini menunjukan dua cara tingkah laku yang berlawanan daripada kita, dimana kita bisa jadi seperti itu atau yang satunya. Keputusan seseorang meskipun dalam keadaan spontan, sangat bergantung pada pengenalan akan Tuhan dan keyakinannya. Ini berarti pengenalan Alkitab yang sehat dan tindakan yang sesuai akan memberikan kita sebuah kesempatan untuk memuliakan Tuhan atau dengan kata lain membiarkan rencana Tuhan terjadi dalam diri kita. Kita dapat juga memperhatikan pengalaman-pengalaman yang sampai sekarang tidak mempengaruhi. Kita tidak boleh melupakan pelajaranpelajaran dalam hidup iman kita. Karena Tuhan akan mengajarkan pelajaran yang sama sampai kita mempelajarinya. Baik itu sekali, dua kali atau 70 kali. Selanjutnya jika kita telah mempelajarinya, dari hal tersebut dituntut juga sebuah tindakan yang sesuai. Apabila kita dalam hal ini tidak peduli lagi atau dengan kata lain mulai bermalas-malasan, itu berarti „belajar lagi!“ Benar itu tidak pernah statis, itu seperti „kamu harus berperang sampai kamu memenangkannya dan kamu harus terus berjuang supaya kamu tidak kalah“. Dengan ini kita tidak boleh melupakan untuk memakai segala „perlengkapan yang dianugrahkan“13. Tentu adalah lebih mudah mengatakan daripada melakukan! Terlepas daripada keputusan spontan, setiap dari pada kita pernah membenci untuk harus mengambil keputusan. Bahkan jika kita mencari pimpinan Tuhan dengan seriusnya, Tuhan tidak selalu akan menjawabnya. Seringkali Tuhan memberikan kita sarana yang dibutuhkan untuk mengenal dan menjalankan pimpinan-Nya dan Tuhan memperhatikan bagaimana kita mengambil keputusan dan bertindak. Apakah saudara telah memutuskan untuk mengambil keputusan-keputusan yang lebih baik dengan sadar?
12 13
Martin Luther – Vom unfreien Willen
Martin Luther - Vom unfreien Willen Erna Chandrawati
Sumber:http://www.sermon-online.de/search.pl?lang=de&id=2721&title= &biblevers=&searchstring=&author=0&language=0&category=0&play=0
Jumlah halaman: 46 Penulis: Martin Luther
Tahun terbit: 1525 Bahasa: Jerman
„Vom unfreien Willen“ yang ditulis oleh Martin Luther ini adalah satu surat balasan atas tulisan-tulisan yang dibuat oleh Erasmus von Rotterdam. Di dalam surat ini Martin Luther mengungkapkan ketidaksetujuannya atas pemikiran Erasmus, hal ini dikarenakan tulisan-tulisan Erasmus yang memiliki otoritas tidak bisa disepelekan dan menjadi satu kebahayaan bagi kebenaran ajaran Kristen di hati manusia. Perlu diketahui bahwa Erasmus dalam salah satu tulisannya „Von freien Willen“ menyatakan: adalah satu kebodohan terbesar yang pernah dilakukan Yesus, yaitu Dia mau disalib. Salah satu hal yang disinggung oleh Martin Luther dari Erasmus adalah: Erasmus menyatakan seakan-akan kekristenan dapat ada/exist tanpa adanya Kristus, dengan alasan karena Tuhan yang baik secara natur seharusnya disembah dengan segenap hati, lalu keinginan manusia melakukan sesuatu yang baik atau yang jahat benar-benar murni dari suatu kebutuhan. Lalu bagaimana dengan „takut akan Allah“? Martin Luther menjelaskan bagaimana manusia dengan keinginannya sendiri, tidak sanggup untuk mempunyai Wille sendiri terhadap situasi-situasi tertentu, dilanjutkan dengan bagaimana hubungan freie Wille dengan Gnade Gottes. Kita harus mengenal pekerjaan Tuhan, apa, seberapa jauh dan berapa banyak yang telah Tuhan lakukan untuk kita. Jika kita tidak mengenalnya, maka kita juga tidak mengenal Allah. Jika kita tidak mengenal Allah maka kita tidak dapat memuliakan Dia, memuji, berterima kasih dan melayani Dia. Kita harus mengenal perbedaan antara kekuatan Tuhan dan kekuatan kita, jika kita mau hidup taat. Apa yang kita lakukan meskipun itu kelihatannya veränderlich dan zufällig, tapi kenyataannya itu semua terjadi secara zwangsnotwendig und unwandelbar, jika kita melihat Wille Gottes. Karena Wille Gottes itu pasti terjadi dan tidak bisa dihindari, karena itu adalah naturliche Wirkungsmacht Gottes. Jika Wille Gottes tidak bisa dihindari, begitu juga dengan pekerjaan Tuhan. Luther menjelaskan lebih dalam lagi bagaimana Wille Gottes in uns wirkt, semuanya ini dapat kalian baca sendiri.
Yosua 2:9, 11 Efesus 6: 10-18 Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
26
27
Kesaksian
Kesaksian
28
Kesaksian Herawaty
Airport Frankfurt, aku menangis mengingat 2 tahun yang lalu ketika aku menjemput orang tuaku yang datang dari Indonesia mengunjungiku. Satu kesempatan emas yang telah kubuang dan kusia-siakan. Tidak berhentihenti aku terus minta ampun dan berdoa kepada Tuhan.
Syukur kepada Tuhan untuk kesempatan bisa menjadi orang Kristen walau aku dibesarkan di tengah-tengah keluarga dan lingkungan non-Kristen. Terlebih lagi kesempatan study di Jerman di mana aku bisa lebih mengenal dan mengerti tentang Firman Tuhan dan makna menjadi orang Kristen. Pada masa sma ketika aku percaya kepada Tuhan Yesus, masalah dalam hidupku memang tidak semakin berkurang, tetapi janji setia Tuhan dan pemeliharaanNya membuatku bisa menghadapinya dengan begitu kuat. Konflik tidak dapat dihindari dalam keluarga yang melarangku menjadi orang Kristen. Aku terus berdoa dan setelah sekitar 5 tahun akhirnya keluargaku bisa menerima aku menjadi orang Kristen. Aku tidak hanya berdoa agar mereka menerimaku tapi aku juga sangat rindu agar mereka bisa mengenal dan percaya juga kepada Tuhan Yesus.
Setibanya di Indonesia aku langsung ke rumah sakit untuk bertemu dengan papaku. Aku sangat bersyukur karena bisa melihatnya, walaupun hatiku begitu sedih melihat papaku berbaring tidak berdaya dengan mesin-mesin yang membantunya bertahan hidup. Tuhan menjawab doaku, beberapa minggu kemudian papaku bisa melewati masa kritis dan tidak bergantung lagi pada mesin-mesin dan kemudian dia bisa stabil kembali, dia semakin membaik dan bisa berjalan kembali. Selama satu bulan aku menemaninya, dalam kesempatan-kesempatan itu aku terus bercerita tentang Tuhan Yesus dan mengajaknya untuk percaya. Namun saat itu dia meresponi dengan mengatakan semua agama sama saja. Aku tidak bisa memaksa dia, aku mencoba menjelaskan dan kembali menantangnya untuk percaya, tapi tidak ada respon. Aku hanya bisa berdoa agar Tuhan turut bekerja.
Selama bertahun-tahun aku bergumul dan tidak pernah punya keberanian untuk menginjili keluargaku secara langsung. „Ah… Aku juga bisa menginjili dengan menunjukkan kesaksian hidup yang baik“ pikirku. Aku terus berusaha untuk hidup dalam moral yang baik, menjadi anak yang bisa dibanggakan, mandiri dan tidak menyusahkan. Dengan harapan agar keluargaku bisa melihat bahwa dengan menjadi orang Kristen, hidupku tidak menjadi semakin buruk, malah sebaliknya. Di dalam beberapa kesempatan aku menulis surat kepada keluargaku dan menceritakan tentang hidupku yang dipelihara Tuhan dan aku selalu menyisipkan ayat-ayat Alkitab dalam surat-suratku itu. Tapi tidak pernah ada keberanian untuk menceritakan tentang siapa Kristus Yesus yang aku percaya itu dan juga mengajak mereka untuk mengenal dan percaya. „Belum saatnya“ pikirku lagi. Aku selalu berpikir untuk menjadi saksi yang benar dulu. Waktu berjalan begitu cepat, tapi aku tetap beranggapan bahwa aku masih punya banyak waktu dan kesempatan.
Karena melihat keadaan papaku yang sudah agak membaik, akupun berencana kembali ke Jerman. Satu hari sebelum keberangkatanku ke Jerman, mamaku memohon agar aku menemani mereka ke Malaysia untuk memeriksa keadaan papaku. Akhirnya aku menunda keberangkatanku ke Jerman dan berangkat ke Malaysia pada awal Desember. Setibanya di Malaysia keadaan papaku kembali memburuk. Ketika dia akan dipindahkan ke ruang darurat, aku mengajaknya berdoa bersama kepada Tuhan Yesus. Hari semakin larut dan keadaannya semakin buruk. Keesokan paginya, hari kedua kami di Malaysia, papaku sudah tidak sadarkan diri. Aku terus berdoa dan membisikan Injil di telinganya. Pada malam harinya dia meninggal dunia ketika aku di sampingnya, memeluknya dan berdoa di telinganya. Aku tidak mampu untuk membuat papaku percaya, tapi aku yakin bahwa Tuhan yang akan bekerja. Satu kebetulankah kalau aku membatalkan keberangkatanku ke Jerman dan akhirnya bisa menemani papaku di saat-saat terakhirnya? Aku percaya bahwa itu adalah rencana Tuhan, kasih Tuhan kepadaku dan papaku, sehingga aku masih diberi kesempatan terakhir untuk menginjili papaku. Waktu dan kesempatan yang Tuhan berikan janganlah kita sia-siakan. Janganlah kita menunda-nunda waktu untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang sekitar kita. Soli Deo gloria.
Akhir tahun lalu papaku sakit parah dan berada dalam keadaan yang kritis karena kanker hati yang dideritanya. Aku harus pulang ke Indonesia dengan ketidakpastian apakah aku masih bisa bertemu dengan papaku lagi. Saat itu aku baru disadarkan bahwa terlalu sering aku menyia-nyiakan waktu dan kesempatan berharga yang Tuhan berikan. Hatiku begitu kacau, dengan penuh penyesalan aku berdoa kepada Tuhan agar Dia memberiku kesempatan untuk bisa bertemu dan menginjili papaku. Ketika tiba di Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
29
Seputar MRII-Berlin
SEPUTAR MRII-BERLIN Christian Adi Hartono
„Mari kita bersama-sama mengerjakan visi dan misi yang telah Tuhan percayakan kepada kita.“ Ulang tahun yang keberapa ya? Itulah yang menjadi kerap kali kita tanyakan setiap kali kita mendengar kata HUT (Hari Ulang Tahun, Red.). Tidakkah kita sebagai orang Kristen memiliki pandangan ke depan lebih daripada menghitung tahun demi tahun? Dalam rangka ulang tahun MRII-Berlin kali ini REIN mendapat kesempatan berbincang-bincang dengan anggota MRII-Berlin yaitu Daniel Indra Cahyadi. R: „Saudara Daniel, jika kita menilik ke belakang, apakah yang sebenarnya menjadi latar belakang adanya MRII-Berlin atau MRII di Jerman?“ D: „Didorong oleh suatu kerinduan agar setiap orang Kristen memiliki pengertian akan doktrin yang benar dan mempunyai semangat dan hati penginjilan, maka Persekutuan Reformed Injili oleh karena kemurahan Tuhan dimulai dan boleh diresmikan. Mengapa teologi reformed? Karena teologi ini merupakan teologi yang paling dekat dengan Firman Tuhan. Harapan kami dengan berdirinya MRII-Berlin, orang-orang semakin menyadari pentingnya suatu fondasi yang kokoh serta aktif menginjili. Sebagai beban kami juga, kami rindu mengemban mandat budaya dan segala aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Visi dan misi ini juga tercantum di www.grii.de.“
Seputar MRII-Berlin
30
Saya tidak mau mengatakan di mana keunikan MRII-Berlin, karena seakanakan gereja yang baik harus unik (beda dari gereja yang ada) atau bisa lebih „menjual“ karena unik. Melainkan MRII-Berlin memiliki semangat untuk sama dengan apa yang diajarkan/dituntut oleh firman Tuhan dan terus mau diuji dan dibentuk oleh kebenaran firman Tuhan. Semangat inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap gereja, sehingga setiap jemaat memiliki doktrin (pengajaran) Reformed yang bertanggung jawab dan kokoh supaya tidak mudah diombang-ambingkan oleh pengajaran-pengajaran duniawi. Yang kedua, memiliki semangat penginjilan yang benar dan memobilisasi setiap jemaat untuk langsung memberitakan Injil yaitu mengabarkan kuasa keselamatan melalui kematian dan kebangkitan Kristus untuk pengampunan dosa dan perdamaian manusia dengan Tuhan Allah sehingga menciptakan hidup baru. Kedua hal ini merupakan semangat yang dimengerti sebagai „gerakan Reformed Injili“. Selain itu MRII-Berlin juga dipanggil untuk melaksanakan mandat budaya melalui pencerahan dari Firman Tuhan untuk mencerahkan dunia ini dengan prinsip-prinsip Firman Tuhan ke dalam segala aspek kebudayaan yang ada.“
R: „Menilik jumlah persekutuan-persekutuan di Berlin yang cukup banyak, dapat diambil kesimpulan bahwa tiap-tiap persekutuan memiliki keunikan/kekhususan, keunikan apa yang dimiliki MRII di Jerman (Berlin khususnya)?“
R: „Ditujukan untuk siapakah MRII-Berlin, untuk orang Jermankah, atau hanya orang Indonesia?“
D: „Bukan hanya di kota Berlin yang banyak gereja/persekutuan. Kalau dilihat dari banyaknya gereja (bukan hanya gereja Indonesia) dibandingkan dengan jumlah penduduk di kota Berlin, gereja/persekutuan yang ada „masih kurang“ bukannya „sudah cukup banyak“. Masih banyak orangorang yang belum terjangkau.
D: „Tidak ada gereja yang didirikan hanya untuk kalangan orang-orang tertentu. Mandat penginjilan (matius 28:19-20) diberikan Yesus kepada murid-muridNya untuk semua bangsa. Begitu pula dengan MRII-Berlin yang terus berusaha untuk menjalankan salah satu fungsi sebagai gereja yang sejati yaitu mengabarkan Injil ke semua bangsa.“
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
31
Seputar MRII-Berlin
R: „Kegiatan apa saja sih yang dimiliki persekutuan di MRII?“ D: „Untuk menjalankan visi dan misi diadakan kegiatan- kegiatan sebagai berikut: Kebaktian hari minggu, Kebaktian Kebangunan Rohani, Kebaktian doa penginjilan, seminar-seminar, persekutuan wilayah, pemahaman Alkitab, Penginjilan, Retreat, Koor, Katekisasi, Malam Kebudayaan Indonesia, Kebaktian Reformasi.“ R: „Pada kebaktian-kabaktian yang diadakan selalu dipakai buku nyanyian yang berisikan lagu-lagu yang cukup lama, bersejarah atau dicipta oleh GRII. Mungkinkah lagu-lagu „Kristen“ yang diluar kategori itu dinyanyikan dalam kebaktian?“ D: „Pada kenyataannya lagu-lagu yang dinyanyikan di Kebaktian di MRII-Berlin tidak didasarkan dengan kategori „lagu2 yang cukup lama, bersejarah atau dicipta oleh GRII“, sehingga di dalam buku pujian „Kidung Pujian Reformed Injili“ yang dipakai dalam kebaktian terdapat lagu-lagu yang lama maupun baru, dan baik yang dicipta oleh GRII maupun bukan. Lagu dengan musiknya juga termasuk dalam kebudayaan/seni yang harus dipersembahkan kembali kepada Tuhan secara bertanggungjawab. Karena itu perlu adanya pengujian. Pdt. Billy Kristanto pernah bersaksi tentang „iman Kristen dan musik“, yang di dalamnya beliau menjelaskan bagaimana kita dapat menguji suatu lagu pujian. Untuk itu perlu menguji tujuan, motivasi maupun aspek keindahan/estetika (baik teks lagu maupun musiknya) berdasarkan penilaian Alkitab. Musik yang baik (menurut Fil 4:8) harus ada kaitan antara keindahan, kebenaran, kesucian, kemuliaan dan keadilan. Saya percaya Tuhan masih bekerja di dalam anak-anak Tuhan yang bertalenta musik untuk menghasilkan lagu-lagu baru yang sesuai dengan Firman Tuhan.“ R: (mengangguk-anggukkan kepala). D: „Karena di kota Berlin tinggal orang-orang yang beraneka ragam dan dari berbagai bangsa, biarlah kita melihat ini sebagai suatu kesempatan bagi kita untuk mengabarkan Injil keselamatan kepada banyak suku bangsa. Mari kita bersama-sama mengerjakan visi dan misi yang telah Tuhan percayakan kepada kita.“ Soli Deo Gloria.
Buletin REIN Edisi 11 - Mei 2007
Mimbar Reformed Injili Indonesia di Berlin e.V.
Gereja Reformed Injili Indonesia
Persekutuan Doa Penginjilan Kebaktian Umum Kebaktian Anak-anak
: Minggu, 15:15 : Minggu, 16:00 : Minggu, 16:00
Penelaahan Alkitab
: Sabtu, 16:00
Bertempat di : Ev.Kirchengemeinde Martin-Luther Fuldastr. 50-51 U7, U-Bhf. Rathaus Neukölln 12045 Berlin
Persekutuan Wilayah : setiap Jumat ke-2 dan ke-4, 19:30 Untuk keterangan tempat lebih lanjut harap menghubungi Sekretariat.
Sekretariat MRII-Berlin : Fuldastr. 16 c/o Cahyadi 12045 Berlin Tel. (+49)30-68081042 / (+49)1791458691 http://www.grii.de/berlin email:
[email protected]
Nomor Rekening: MRII Berlin e.V. Kto.Nr. 0257576 BLZ. 100 700 24 Bankinst. Deutsche Bank