SE EMINAR NA ASIONAL TEKNIK T KIMIA SOEBA ARDJO BR ROTOHARD DJONO IX P Program Studdi Teknik Kiimia UPN “V Veteran” Jaw wa Timur Surabayya, 21 Juni 2012
OPTIM MALISASII WAKTU U FERME ENTASI PE EMBUAT TAN ZAT WA ARNA ALAM INDIIGO (INDIIGOFERA A TINCTO ORIA) Dwi Suheryantoo Balai B Besar Kerajinan daan Batik Bad dan Pengkajjian Kebijakan Iklim Daan Mutu Induustri, Kemenntrian Perind dustrian RI Jl.. Kusumaneggara No 7 Yogyakarta T Telp.(0274) 546111,5124 5 456, Fax.(02274) 543582, 512456 e-mail:
[email protected]
Abstrak Tanaman Inddigo jenis indiigofera tinctorria tumbuh terssebar luas di IIndonesia jugaa dinegara lain diaantaranya Taiw wan, Jepang, India, dan Thhailand. Tanam man ini sudah ada sejak jam man nenek moyang g dan para perrajin sejak telaah menggunakaan pewarna inndigo alami unntuk memberi warna w biru (wedel)) pada pembuaatan batik dan tenunan tradiisional kuno. Kendala K yang ddihadapi saat ini adalah saat prroses fermenta asi daun indoggo yang mengghasilkan hasil yang berbedda (warna birru) bahkan kadang g tidak diperolleh hasil. Denngan demikian perlu dilakukkan penelitian proses dan mekanisme m pembua atan zat warna a indigo mela alui proses ferrmentasi. Bahaan yang digunnakan adalah daun dari tanamaan indigo jenis indogofera tin nctoria yang beerasal dari Gunung Kidul (seepanjang pantaai Krakal), Bantul (Imogiri dan sepanjang s pan ntai Trisk), dann Kulonprogo Provinsi Daraah Istimewa Yogyakarta. Yo Adapunn variasi waktu u fermentasi ya ang digunakann adalah 6, 12, 18, 24, 36, 366, 42, 48, 54, 60, 6 66 jam, pada suuhu kamar denngan pelarut air. Selain ferm mentasi prosess yang dilewatii pada kondisi kritis saat pembua atan zat warna a indigo adalahh, pengeburan (aerasi) atau pengikatan peewarna oleh allka, proses peredukksi dengan bahhan pereduksi gula g atau tetess, dan proses okksidasi. Dari hasil evaluasi e penggujian diperoleeh:jenis tanam man Indigoferaa tinctoria daari daerah Gunungg Kidul diperooleh hasil pastaa warna lebih bagus dari jeenis tanaman Indigofera I Tincctoria dari daerah Kulon Progo dan Karang Tengah T (Imogiiri). Optimalisasi waktu ferm mentasi yang disarankan d berdasaarkan penelitiaan supaya hasil pewarnaan optimal adalaah 36-48 jam, menghasilkan rendeman sebesarr 15,63 % denggan kadar (inddigo+kapur) 355,97% berdasaarkan 62,43% kadar air. Seddang untuk ketahan nan luntur warrna terhadap Pencucian P yaitu antara 4 s/d 4 – 5, sedaangkan ketahanan luntur warna terhadap t gosokkan 3 – 4 dan terhadap t sinarr matahari sebeesar 4-5. Kata ku unci : daun tanaman indigo, fermentasi, peengeburan, pew warnaan
1. PEN NDAHULUAN N 1.1Lata ar belakang Semenjak diilakukankannya penerapan ppenggunaan zaat warna alam (zwa), sekitarr tahun 1960 zat z warna sintetis s telah memasuki m untuuk memenuhi kkeperluan kehiidupan manusiia. Seminar Reevival of Naturral Indigo Dye D di Chiang g May (1998) segera s diikuti oleh o kembaliny ya warna - warrna alam yang lain oleh Negaara – Negarra anggota WC CC (World Cra aft Council) termasuk Indoneesia. Kegiatan tersebut meruppakan aksi nyaata meninddak lanjuti periingatan Kedutaaan Besar Reppublik Indonesiia bidang Perddagangan di Nederlands (tahuun 1996) yang y merujuk dari d CBI (Center for the Prom motion of Impoort from Develooping Countriees) cef CBI/HB B– 3032 taanggal 13 Junii 1996 akan bahayanya zat warna sintetis, yang menganndung gugus azo, a karena siffat amino aromatisnya diduga d keras menyebabkan m ppenyakit kankeer kulit (karsinnogenik). Olehh sebab itu jallur d segala bentuk produ uknya terutamaa yang langsuung kontak kuulit perdagaangan zat warrna tersebut dengan manusiaa seperti : cloth hing, footwearr & bed linen, ssudah dilarangg di kedua negaara (Jerman daan Belanda) sejak 1 Aprill 1996 (Lestarii K LWF,1998 8). Indigo atauu sering juga disebut d nilo, addalah pewarna biru yang dappat diambill dari tanaman perdu indigoffera yang terdaapat bermacam m – macam jeniis diantaranya: indigofera yanng terdapaat bermacam-m macam jenis diantaranya; Indigofera I arrrecta, indigofeera quatemaleensis, Indigofeera Sumatraana, Indigoferaa tinctoria. Inddigo/nilo/tarum m adalah pewarrrna alam (biruu) yang paling tua yang dikennal orang, yang y mempuny yai peran besarr dalam sejarahh pewarnaan allami dunia.. Seejarah menjelasskan bahwa paada
D.5-1
SE EMINAR NA ASIONAL TEKNIK T KIMIA SOEBA ARDJO BR ROTOHARD DJONO IX P Program Studdi Teknik Kiimia UPN “V Veteran” Jaw wa Timur Surabayya, 21 Juni 2012 jaman Marcopolo M di abad 13, indiggofera yang meelimpah dieksppor ke Eropa bersama b jahe, mrica m dan lainn – lain dallam kemasan yang y canggih. Dalam batang dan dau un tom segar terdapat t indikaan, diambil mellalui proses ferrmentasi basahh selama 24 - 48 jam. Inndikan tergolon ng zat indigoiida, bersifat laarut dalam airr, yang karenaa pengaruh ennzym indimulaase berubahh menjadi indo oksil dan gula. Indoksil ini ddalam suasana alkali mudah tteroksidasi oleeh udara menjaadi pigmenn indigo yang berwarna b biru. Untuk mendukkung proses peengolahan terseebut diperlukaan peralatan yanng dapat memberi m fasilittas teroksidasiinya indoksil oleh o udara seh hingga diperolleh pigmen inddigo baik dalaam bentuk pasta atau balll yang siap diigunakan / dipasarkan. Pada jamannya inddigo pernah meenjadi salah saatu jalur peerdagangan prooduk yang terpenting baik meelalui darat maaupun laut. Indigo alam sendiiri telah dieksppor sejak taahun 1918 dalaam bentuk indiigo kering dann basah. Data ekspor e tercatat sampai tahun 1925, setelah itu i tidak laagi terdeteksi Melihat M keungggulan indigo alaam, orang beru usaha membuaat indigo sintetiis, sehingga paada tahun 1870 Bayer mem mpublikasikan n zat warna sinttetis indigo yanng pertama, yaang dibuat dari senyawa isatiin. Dan daari data impor indigo buatann pada tahun yang sama (1925) yang meenunjukkan anggka cukup bessar (5.864 kg indigo kering dan 614.306 kg indigo basah), didugaa pewarna inddigo alam telahh tersingkir olleh mbuatan pasta indigo dilakuk kan pada suassan indigo buatan ini (Kaawahito M, 20001). Kondisi optimum pem y dengan penambahan p kaapur 30 g/kg dengan d waktu fermentasi f antaara 24 – 48 jam m. Rata-rata haasil alkalis yaitu per kg daun segar meenghasilkan paasta murni 1666 g, pasta deng gan kapur 1966 g, dengan renndemen 15,63% %. n persyaratan untuk u pembuattan puder zat w warna indigo adalah dalam bentuk pasta dengan d kadar air a Adapun berkisarr antara 60% %-65% (Lestarri K,WF,et.al.., 2002). Peenghasil tanam man Indigoferra di Indonessia diantaraanya meliputi:: Yogyakarta (Wates, Krakkal, Pantai Sellatan Bantul ((Trisik), Imog giri), Ambaraw wa, Tuban, sepanjang sunngai Citarum (JJawa Barat), P Probolinggo, Situbondo, Mattaram, Kupangg (NTT). Adapuun ndigofera di lu uar negeri, dianntaranya: Jepaang, Thailand, Taiwan, Koreea Selatan, Inddia penghasil tanaman in dsb. Prroses yang dillewati saat koondisi kritis paada pembuatann pasta indigoo meliputi, prroses fermentaasi, pengebuuran, pengikattan pewarna olleh alkali, prosses reduksi denngan bahan peereduksi (gula,, atau tetes), dan d proses oksidasi. o Efekttifitas hasil passta indigo dapaat dilihat pada proses fermenntasi, dapat men nentukan ukurran banyak atau sedikit inndican (warna indigo) yang ddapat dilepas dari d daun indiggo. Bila prosess tidak sempurrna m perolehann zat warna inndigo tidak sesuai dengan yang y diharapkaan. (mikrobba bekerja tidaak optimal) maka Tujuan dari penelitian n ini, adalah un ntuk mendapatkkan waktu yanng optimal dan efisein proses fermentasi dauun indigofe fera tinctoria, seehingga dipero oleh beragam pproses fermentaasi, adapun maanfaat dari pennelitian in, adallah diperoleeh zat warna allam indigo denngan beberapaa variasi fermenntasi, arah warnna. 1.2 Pen ndekatan Genus Indiggofera (tanamaan indigo) yanng besar (kira--kira 700 jeniss) tersebar di seluruh wilayyah tropika dan subtropika di Asia, Afriika dan Amerikka sebagian beesar jenisnya tuumbuh di Afrikka dan Himalaaya bagian selatan. Kira--kira 40 jenis asli Asia Tenngara, dan ban nyak jenis lainnnya telah diiintroduksikan ke wilayah h ini. Banyak jenisnya yang telah t dibudidayyakan di seluruuh wilayah troopika. Indigofera arrecta adallah tumbuh han asli Afrika Timur dan Afr frika bagian sellatan, serta telaah diintroduksikkan ke Laos, Vietnam, V Filipiina (Luzon)), dan Indonesia (Sumatera,, Jawa, Sumba, Flores). Keedua anak jeniis dari Indigoffera suffruticoosa berasal dari Amerikaa tropika, dan di daerah-daeerah tertentu di d Jawa dibudidayakan. Indiigofera tinctorria mungkiin berasal darii Asia, tetapi kini tersebar ddi seluruh willayah pantropikk. Di Nusantaara bahan indigo disampiing dari tanam man Marsdenia tinctoria R. B BR, dari spesiess Asclepiadaceeae, hanya dihaasilkan dari dauun berasal dari beberapaa jenis tanamaan yang masuuk marga indig gofera. Mengeenai pengolahaan dan budidaaya k yang teerutama digunaakan untuk passaran Eropa, sedang mengennai Indigo basaah yang terutam ma indigo kering digunakkan dari dua jeenis bahan terssebut tidak beggitu banyak haarapan (Lestarii K WF.,et al, 2003). Tanam man indigo (Indigofera tiinctoria Auct, atau Indigofeera sumatranaa Gaertn), denngan nama daaerah tom jaw wa, s saponnin brendell, nila, (Jawa), tarum (Sundaa, Kupang). Kaandungan kimiia yang terkandung, seperti senyawa dan tan nin terdapat pada p bunga, ad dalah terrmasuuk anggota faamili Fabaceaee yang bersifa fat antisiplis dan d antelmiintik. Warna biru b diambil daari daun tanam man perdu yang disebut Indigoofera. Didalam m daun indigofeera terdapaat indigoside, yaitu y indigo yaang terdapat seebagai glucosiide, dan indigoo mempunyai titik indool attau benzopyyrrol, dan jikaa direndam dalam air, indigooside itu bersam ma-sama anzym m indimulsasee larut dalam air, a karena pengaruh p enzy ym dirubah menjadi indoxyl dan d gula. Indoxxyl adalah senyyawa yang tidaak berwarna, dan d dalam larutan l yang allkalis mudah teroksidasi mennjadi indigo yaang berwarna bbiru (Susanto S.,1974). S Untuuk proses pewarnaan, p ind digo pasta haru rus direduksi dulu d sehingga menjadi m bentukk larut. Redukktor yang dipakkai biasany ya gula merah h, tapi dapat juga tetes, air a tape, whissky, dll. Banyyaknya frekueensi penceluppan menenttukan ketuaan warna. w Pada akhir a pewarnaaan asam cuka digunakan d untuuk menetralisir pengaruh alkaali. Dalam kondisi teredukksi/larut, pigm men indigo akann terjerat ke daalam serat dan ssegera teroksiddasi oleh oksiggen t pengenddapan di permuukaan serat yanng memberi w warna biru perm manen. Indigoidda dari udaara, sehingga terjadi mengan ndung khromoffor yang dapat tereduksi mennjadi bentuk leuuco (Lestari KW WF, 1998).
D.5-2
SE EMINAR NA ASIONAL TEKNIK T KIMIA SOEBA ARDJO BR ROTOHARD DJONO IX P Program Studdi Teknik Kiimia UPN “V Veteran” Jaw wa Timur Surabayya, 21 Juni 2012 Gambarr 1. Indigoida tereduksi menjjadi bentuk leuuco O
O
O
O
reed C C C C C C C Bentuk leuco mengenndap dalam seraat dan dapat teeroksidasi menjjadi bentuk carrbonyl semula yang tidak laruut. p a adalah sebagaii berikut: Detail perubahannya Gambar 2. Leuuco indigo/indiigo white
Hasil eksplorasi e tanaaman Indigoferra di wilayah DIY menghaasilkan peta peenyebaran tanaaman Indigofeera seperti pada gambar 1. Peta tersebuut menunjukkaan pola penyebaran tanamann Indigofera liiar yang tersebbar secara merata m hampirr di seluruh wilayah w DIY. K Kenyataan ini juga membukktikan bahwa pada p jaman duulu pewarn na biru indigofe fera pernah meenjadi pelaku eekonomi yang penting di Inddonesia. Disam mping itu melihhat kenyataaan tanaman yang dapat tum mbuh di sembarrang tempat (aasal cukup anggin dan sinar matahari), m indigo merupaakan tanaman pionir p atau tannaman pembellukar (fast groowing species). Tanaman pio onir yang masuuk famili Leguminaceae L ini sangat berpperanan dalam m proses ekseku usi alam karenaa meningkatkaan kualitas tanaah, yaitu mampu m merubahh kondisi tanah h dari N tidak ttersedia menjaddi N tersedia; akar a tanaman akan a bersimbioose dengan bakteri nitrobbacter yang dap pat menangkapp nitrogen darii udara, bahkann N ini merupakan unsur yanng paling sulit s ditangkapp dan sangat diiperlukan tanaaman lain. Sebaagai tanaman lliar yang tidak k dibudidayakkan (un-culttivated) poten nsi indigo cukkup besar unntuk diandalkaan sebagai asuupan pewarna biru alam, dan d iperkiraakan total luas area tanamann indigo di Daeerah istimewa Yogyakarta beerkisar 2.75 Ha. H Namun untuuk mempertahankan tanaman pionir ini i tentu saja proses eksekuusi alam haruus dihentikan/ddiputus sebeluum l tinggi, kkalau tidak melalui m budidayya. ditumbuuhi atau diganntikan oleh taanaman yang tingkatannya lebih Menginngat kebutuhann indigo alam di DIY cukuup besar dan lahan l tidur di DIY cukup banyak, kirannya peluang g pembangunaan industri inddigo alam melaalui budi dayaa tanaman sanggat prospektiff untuk jaminnan keterseddiaan bahan baaku. Paling tidaak terdapat 4 (eempat) macam m spesies yang bberhasil dikenaal yaitu di Kulon Progo paling p banyakk spesies Indiggofera tinctoriia /sumatrana,, Gunung Kiduul spesies Inddigofera arrectta, Bantul kebanyakan sppesies Indigofe fera suffruticosa. Spesies Inddigofera linifoliia terdapat dallam jumlah yanng d pewarrna tidak begitu banyak ditemukan berrsama-sama deengan spesies yang lain dann tidak biasa diambil birunyaa karena tidak efisien. e Pada peta dibawah daapat dilihat pennyebaran tanam man indigo di Daerah D Istimew wa Yogyak karta (Lestari K, K WF,2006). Gambaar 2. Peta Penyebaran Indigoffera di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarrta
SLE EMAN
KODYA A YOGYAKAR TA
GUNUNG KID DUL
KULON PROGO
Indigofera suffrruticosa Indigofera tinc ctoria / sumatrana
BAN NTUL
Indigofera arre ecta Indigofera linifo olia
Sumbeer : Kun LWF,22006, “Prospekk Indogefera di d Indonesia Daalam Skala Kom mersial”
D.5-3
SE EMINAR NA ASIONAL TEKNIK T KIMIA SOEBA ARDJO BR ROTOHARD DJONO IX P Program Studdi Teknik Kiimia UPN “V Veteran” Jaw wa Timur Surabayya, 21 Juni 2012 2. MET TODOLOGI PENELITIAN P N Metode yangg digunakan pada p penelitiann ini adalah metode m eksperiimental . Ekspperimen adallah observaasi dibawah ko ondisi buatan (artificial condiition) dimana kondisi k tersebuut dibuat dan diatur. d Penelitiian eksperim mental adalah penelitian yanng dilakukan ddengan mengaadakan manipuulasi terhadap obyek o penelitiian serta addanya kontrol. (Nazir, 2005)). Dalam peneelitian eksperim mental, pengum mpulan data dilakukan denggan cara pengujian setelahh dilakukan peercobaan perenndaman tanamaan indigofera tinctoria t selam ma waktu tertenntu dan sessudah pewarrnaan (penceluupan) kain denngan pasta inndigo. Perendaaman daun ind digofera tintorria dilakukkan dengan varriasi 6 jam sam mpai 66 jam ddengan selang interval 6 jam m, pada suhu kamar, k kemudiian dilakukkan pengamataan dan pengujiian kandungann indicant diseetiap interval. Percobaan dilaanjutkan denggan pembuaatan pasta indiigo, prncelupann pada kain suutera dan katunn dengan makssud untuk menngetahui ketuaaan warna (absorbansi ( kaain terhadap laarutan zat warnna). Setelah prroses pewarnaaan dilakukann pengujian yanng terdiri dari: d uji daya serap s warna , taahan luntur waarna terhadap : pencucian, gosokan, sinar. Bahan Bahan utama: Daun indigo jenis indogefera tinnctoria dari Kaabupaten Kuloon Progo, Gunnung Kidul, dan d Bantul. Bahan pembantu: p kap pur tohor, gulaa merah, tetes, asam cuka, sod da abu, TRO (Turkish ( Red OIL), O kain suterra, kain kattun primisima,, dan prima. Alat Bak ferrmentasi, botoll plastik penyimpan larutan fermentasi f ind digo, bak penceelupan, bak peelorodan, gayunng untuk pengeburan, p thermometer, apprometer, timbaangan, saringaan pasir untuk menyaring larrutan, kertas pH, dan boxx pendingin Prosedur kerja 1. Penyyiapan daun ind digofera tinctooria 2. Daun n Indigo dan raanting yang tellah memenuhi syarat dipenenn diambil pada pagi hari sekittar pukul 06.000 sebaanyak masing – masing lokasii 1 kg kemudiaan dicuci , dilannjutkan dengann proses perenddaman dalam aair (ferm mentasi) 3. Prosses Fermentasi,, yaitu indigo segar s direndam m pada bak ferm mentasi,, dimaana setiap 1 kg g daun indigofeera segaar direndam daalam 10 liter air, a diberi pem mberat dibagaiaan atasnya,agaar daun tetap terendam. t Prosses ferm mentasi akan teerjadi bila terlihat gelembunng-gelembung gas./udara yanng ada diperm mukaan dan akkan berw warna biru (seetelah terjadi rekasi dengann udara). Wak ktu optimal prroses fermentasi akan ditelliti sehinngga waktu prooses bakteri beekerja akan dikketahui. Daun dan d ranting dippisahkan dengaan larutan denggan jalan n disaring. Penneltian dilanjuttkan dengan melihat m seberap pa ketuaan warrna yang terjad di dengan wakktu ferm mentasi mulai 6 jam sampai 666 jam dengan iinterval waktu 6 jam. 4. Penggujian ketuaan n warna, larutaan diambil sebanyak 10 cc dan d dicek denggan kertas pH dan dengan alat spekkrtofotometer dilihat nilai absorbansi laarutan indigo. Sisa larutaan diteruskan dengan prosses peng gkeburan 5. Prosses Pengeburann, larutan dikeebur selama 0,5 jam kemudiian 30 gram bubuk kapur toohor dimasukkkan dalam m larutan dan proses diterusskan hingga 0,,5 jam lagi. Laarutan diambill 10 cc untuk diujikan d ketuaaan warnna laruran deng gan alat spektrrofotometer. L Larutan yang teersisa diteruskaan dengan proses pengkeburran (dilaakukan hingga cairan tidak beerbuih. Cairan didiamkan sem malam untuk menyempurnak m an pengendapaan, endaapan ini adalahh pasta indigo. 6. Prosses Pengambilaan Pasta Indiggo, cairan berrwarna kuning g lapisan dibaggian atas dibuuang kemudiian disarring, hingga yaang tertinggal hanya h endapann pasta indigo. 7. Prosses Pelarutan zat z warna Indiigo, indigo yaang berupa pasta apabila akkan digunakan harus diredukksi (gulaa/tetes), sehinggga zat warna dapat d larut dalam air. Pasta indigo i 1ons dittambah air sebbanyak 1 liter air. a Gulaa jawa 100 gr dilarutkan deengan larutan pasta p indigo. Larutan L didiam mkan selama 10 1 jam/semalam m, warnna larutan kelihhatan hijau sehhingga larutan ssiap digunakan n. 8. Penccelupan, kain direndam/dicel d lup selama 15 menit, cuci, tiriskan t dan diiangin – anginnkan. Pengerjaaan perenndaman.pencelupan dilakukaan sebanyak 5 kali.ulangan k 9. Penggujian daya seerap kain terh hadap larutan, yaitu pengujiian intensitas warna dilakukkan dengan alat spekktrofotometer. Nilai N absorban nsi dapat dilihatt pada alat tsb. a. Daya D absorbanssi kain terhadapp larutan, penggujian ini dilakkukan untuk meengetahui ketu uaan warna yanng diperoleh setelaah dilakukan peencelupan padaa kain. b. Ketahanan K luntu ur warna terhaddap Pencucian, Gosokan dan sinar 10. Meetode uji tahan luntur terhadaap warna adalahh sebagai berikkut : a. Pencucian : SNI 08-02855-1998 b. Gosokan : SNI 08-02888-1989 c. Sinar : SNI 08-02899-1989
D.5-4
SE EMINAR NA ASIONAL TEKNIK T KIMIA SOEBA ARDJO BR ROTOHARD DJONO IX P Program Studdi Teknik Kiimia UPN “V Veteran” Jaw wa Timur Surabayya, 21 Juni 2012 Dalam penelitian ini fokus utama adalah a hasil waaktu variasi pro oses perolehann indigotin yanng diperoleh daari f proses fermentasi SIL DAN PEM MBAHASAN 3. HAS 1. Hasiil Penelitian a. Pengujian absorrbansi terhadapp kain Tabbel 1. Pengujiaan absorbansi teerhadap kain Lokasi Tanamann
Waktu Ferm mentasi (jam)
Gunung Kidull
Karang Tengahh
Uji Abs Nilai Absbb
6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66
1,428 86 1,694 49 1,819 97 1,819 97 1,991 18 2.118 86 2,016 66 2.396 64 1,823 35 2,161 12 1.139 98 0,09 96 0,23 34 0,08 80 0,104 40 0,14 42 0,11 18 0,10 06 0,20 05 0,008 89 0,12 27 0,18 86
z warna Ujii Absorbansi zat terhadap kaain Sutera Primisimaa Prima 0,87422 1,43663 1,21447 0,89988 1,52992 1,0815 0,90155 1,26993 1,00661 1,04788 1,52115 1,13227 1,28994 1,04227 1,07511 1,26330 1,35994 1,00772 1,33226 1,53225 -
b. Percobaan pembbuatan pasta inndigo 2 Percobaan Pembuatan P Pastta Indigo dan rendemen r dari daun segar Inddigofera tinctorria (pada musim m Tabel 2. kamarau). Kapur (alkali)) = 30 gr/kg daaun, air 10 l/kg daun, waktu fermentasi f + 366 jam No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jml Rata2
Berat daun B (kg) 3,3 6,5 8,5 9,5 11,5 11 7,5 8 18,7 84,5 9,4
Berat Pasta (kg) K Kasihan, Bantuul 0,52 Sewon, Bantull 0,96 T Trisik, Bantul 1,40 K Karangtengah, , Bantul 1,50 B Bantul Kota 1,84 Galur, Kulon P Progo 1,72 K Kokap,Kulon P Progo 1,18 W Wates,Kulon P Progo 1,25 K Krakal&Tepus s, Gunung Kidu ul 2,92 113,29 1,48 R Randemen rataa – rata Asal
D.5-5
Ranndemen (%) 15,15 14,77 16,47 15,78 16,00 15,63 15,67 15,62 15,60 140,69 15,63 15,63
SE EMINAR NA ASIONAL TEKNIK T KIMIA SOEBA ARDJO BR ROTOHARD DJONO IX P Program Studdi Teknik Kiimia UPN “V Veteran” Jaw wa Timur Surabayya, 21 Juni 2012 c. Pengujian ketahhanan luntur waarna terhadap P Pencucian, Sinnar dan Gosokaan bel 3. Hasil Uji Rata-rata Tahhan Luntur Warrna terhadap Pencucian Prodduk Pewarnaann (Pasta Daun Tab Indigofera Dari K Kulon Progo dan d Sundak) Battik Sutera Jenis Zat Waarna Alam
Prim misima
Staining Sccale
Grayscale G
Staining Scalle
Grayscale
Jeenis Produk In ndigofera Kuloon Progo
Kapas
Sutera S
K Kapas
Suttera
4-5
4-5
4-5
4-5
4-5
4--5
In ndigofera Sun ndak
4-5
4-5
4-5
4-5
4-5
4--5
Tabell 4. Hasil Uji Rata-rata R Tahann Luntur Warnna terhadap Gosokan Produkk (Pewarnaan Paasta Daun Indiggofera Dari Ku ulon Progo dann Sundak) Jenis Zat Z Warna Alam m
Batik Sutera
misima Prim
Staining Scalee Jeenis Produk In ndigofera Kuloon Progo In ndigofera Sunddak
Staining Scale
Keriing 4
Basah 4
Kering 4
Basah 3-4
3
3-4
3
3
Tabel 5. Hasil Uji Rataa-rata Tahan Luuntur Warna teerhadap Sinar M Matahari Prodduk Dari Kulon Pro ogo dan Gununng Kidul/Sundaak) (Pewarnnaan Pasta Dauun Indigofera D
Jeenis Zat Warna Alam In ndigofera Kuloon Progo In ndigofera Sunddak
Batik Sutera
Prim misima
Staining Scalee
Staininng Scale
Kerinng 4
Basah B -
Kering 4
Basah -
4
-
4
-
4. PEM MBAHASAN Untuk meng getahui optimallnya proses ferrmentasi, peng gamatan yang dilakukan adaalah pada laruttan hasil feermentasi deng gan waktu yang telah ditentuukan, yaitu 6 jam j sampai 666 jam dengan interval i waktuu 6 jam. Pengujian P ini dimaksudkan n untuk menggetahui berapa banyak waarna indigo yang y dihasilkkan (indigoside/indican) dari d penggunaaan variasi wakttu fermentasi yang y diukur daari hasil ketuaaan warna laruttan dan kaain. Pengujiaan dilakukan dengan d spektoofotometer yang akan mennunjukkan, jika nilai rata-raata pengujiian 0: berarti larutan tidak berwarna, b nilaai 1 menunjuk kkan larutan berwarna b dan nilai n 2-3 laruttan berwarn na lebih tua daari nilai 0 dan 1. Semakin beesar nilai makaa nilai ketuaan warna akan seemakin tua. Nilai tinggi atau a optimal, yaitu pada fermentasi fe 48 jam menunju ukan nilai absorbansinya 2,3964, kemudiian berurutaan pada waktuu fermentasi 366 dan 42 jam, yaitu 2,118; dan 2,0166, yanng berasal darii tanaman indigo daerah Gunung Kidull (Tabel 1). Seddang tanaman indigo yang beerasal dari Karrang Tengah Kabupaten K Banttul o fermen ntasi pada wak ktu 48 jam, yaaitu menunjuk kan nilai absorbbansinya 0,2055 (Tabel 1). Hal H waktu optimal tersebutt memberikan asumsi, bahwaa untuk membuuat pasta indigo o sangat dipenngaruhi faktor waktu w fermentaasi dan asaal tanaman indiigofera yang diperoleh. d Diliihat dari faktorr fermentasi daapat dijelaskann sebagai berikuut, pada waktu w fermentaasi selang wakttu (range) 36 sampai 42 ko ondisi bakteri ((an aerob) meencapai optimuum karena faktor suhu teerpenuhi, wakttu, dan pH (8)) sehingga terppenuhi oleh nuutrisi. Bakteri di d dalam laruttan menjad di banyak. Tetaapi pada suhu diatas d 48 ºC maka bakteri berrkurang (ada sebagian bakterri mati) sehinggga untuk melakukan m prooses fermentassi tidak sempuurna yang men ngakibatkan pproses fermentasi pada laruttan indigo tidak optimal (hasil pewarnnaan zw indigo kurang baguus). Adapun w waktu fermentasi yang kuranng menyeb babkan proses fermentasi bellum sempurna dan jumlah baakteri dalam larrutan jumlahnyya belum banyyak sehinggga kekuatan bakteri b untuk membusukkann daun kurang g. Semakin laama waktu ferrmentasi laruttan
D.5-6
SE EMINAR NA ASIONAL TEKNIK T KIMIA SOEBA ARDJO BR ROTOHARD DJONO IX P Program Studdi Teknik Kiimia UPN “V Veteran” Jaw wa Timur Surabayya, 21 Juni 2012 fermenttasi akan beru ubah warna yan ng semula kehhijuan menjadii kuning kecokklatan dan berrbau tidak seddap (busuk)). Ini disebakann proses fermen ntasi berubah m menjadi prosess pembusukan Pada percobaan p pem mbuatan pastaa indigo (Tabel 2), hasil pengamatan p m menunjukan bahwa randem men pembuaatan pasta indiigo dari daun indigo segar yang diambil pada musim kemarau, dipeeroleh randem men pengolaahan pasta 15,,63% dengan kadar k (indigo + kapur) 35,9 97% berdasarkkan 62,43% kaadar air. Beraarti untuk memproduksi m 1 kg pasta denngan kadar airr tersebut diperrlukan sekitar 6,4 kg daun Indigofera I segaar. Dalam 1 kg pasta ind digo terdapat 359,7 3 gram (inndigo + kapur)), 624,3 gram air dan 22 graam kapur bebaas. 0 gram x 6.4 = 128 gram, sehhingga kapur yaang tidak bebaas (bersama-sam ma Sementtara kapur yangg digunakan 20 indigo) = 106 gram. Jadi berat Indig go = 359,7 – 1006 = 253,7 gram m atau 0,968 ggramol indigo (BM 262). Dauun segar inndigofera yangg diolah menggandung 253,77/6400 = 3,96% indigo, dann terdapat dalaam pasta adallah 25,37% % indigo. Untuk uji ketahahanaan warna terhaadap pencuciaan (Tabel 3), menunjukan nnilai rata – rata r 4 – 5, dan d ketahannan luntur warn na terhadap goosokan (Tabel 44) menunjukan n nilai 3-4, sedaangkan untuk ketahanan k warrna terhadaap sinar menunnjukan nilai 4. Hal ini mennunjukkan bahhwa hasil penggujian ketahannan luntur warrna terhadaap pencucian baaik sedangkan ketahanan lunntur warna terhaadap gosokan m menunjukkan nilai n cukup baiik. Pengujiian ini dilakukkan pada kain sutera dan Prim misima. Kain sutera dan Primisima diwarn nai dengan passta indigo yang dibuat mengikuti m wakktu fermentasi yang optimal.. Secara keseluuruhan pewarnnaan dengan zat z I dari jenis indigo tinctooria mempunyaai nilai tahan lu untur warna yaang baik karenna sifat zw.indigo warna Indigo sama deengan zw.bejana, apabila zatt warna telah masuk m kedalam m serat dan diooksidasi maka struktur molekkul yang taadinya terdispersi menjadi molekul m besarr di dalam serat dan tidak mudah keluaar dari serat. Ini I menunjukan semakin tinggi nilai taahan luntur waarna, kualitas kain k yang diwarnai semakin bagus. Denggan bentuk dari peenambahan redduktor (gula jaawa) yaitu bentuk zat warrna demikiaan senyawa leeoco yang terb indigo yang y tereduksii, larut dalam larutan alkali,, mempunyai daya d tarik terhhadap kain suteera maupun moori primissima dan dapatt tereduksi denngan baik, sehiingga pigmen warna terbenttuk dalam seraat dan tidak larrut p dalam pencucian. 5. KES SIMPULAN - Jeniss tanaman indiigofera tinctoriia dari daerah Gunung Kidull menghasilkann pasta warna lebih bagus daari jeniss tanaman indiggofera tinctoriaa dari daerah Kulon K Progo daan karang Tenggah. - Optiimalisasi waktuu fermentasi yaaitu antara 36 – 48 jam - Pem mbuatan pasta indigo dari taanaman indigoo jenis indigoffera tinctoria akan menghassilkan rendem man sebeesar 15,63 % deengan kadar (in ndigo+kapur) 335,97% berdassarkan 62,43% kadar air. - Prosses pewarnaan dengan pastaa hasil fermenttasi dari daun indigofera tinnctoria pada bahan Sutera dan d katunn (primisima dan d prima) meenghasilkan keetahanan lunturr warna yang baik terhadap pencucian yaiitu antarra 4–5, sedang gkan ketahanann luntur warnaa terhadap gosookan 3 -4 dan tterhadap sinar matahari m sebessar 4. AR PUSTAKA A DAFTA a. Chenn Ching-Liin, Dwi D Suheryantto, (2007), “Ann Experience of o Dying Reseaarch on Naturall Taiwanese Colo ors (Indigo)”, Makalah M Internnational Seminnary on Natural Dyestuff, Insttitute of Handicraft and Batikk, Yogyyakarta, Oktob ber. b. Hariiana A, H, Drs., (2006), “Tum mbuhan Obat ddan Khasiatnyaa”, Seri 3, Serii Agrisehat, Peenerbit Swadayya, Jakaarta. c. Hariiana A, H, Drs., (2006), “Tum mbuhan Obat ddan Khasiatnyaa”, Seri 3, Serii Agrisehat, Peenerbit Swadayya, Jakaarta. d. Kaw wahito M, (2001), “Natural Inndigo Dyeing inn Tokushima, Japan”, J Lafe – style Sciencess Division, Tokuushima Perfecttural Industriall Technology C Center, Journall of The Societyy of Internationnal Natural Dyeiing, Vol.1. No.1, The Society of Internationaal Natural Dyeeing (SIND), The T Society of Korean K Naturaal Dyeiing (SKND), Japan, J December. e. Lestari K, WF, (20 002), “Penceluppan Zat Warnaa Nila Untuk Batik dengan Prroses Ekstraksii Dingin”, oran Rutin Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Induustri Kerajinann dan Batik, Yoogyakarta. Lapo f. Lestari K, WF, Riy yanto, (2003), “Pembuatan “ Peewarna Biru daari Tanaman Inndigofera tincto oria”, Makalahh Dinaamika Kerajinaan dan Batik, Yogyakarta, Y Noo.21. g. Susaanto SK, (1974 4),”Seni Kerajiinan Batik Indoonesia”, Balai Besar Kerajinaan dan Batik, Yogyakarta Y
D.5-7