LAPORAN PENULISAN BUKU AJAR
MATAKULIAH:
PERUMAHAN PESISIR (236 D51 03)
NURMAIDA AMRI, ST., MT Dr. Ir. IDAWARNI, MT.
PRODI ARSITEKTUR JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014 Perumahan Pesisir
1
Perumahan Pesisir
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang maha Esa, atas limpahan rahmat dan hidayatNya sehingga buku ajar Perumahan Pesisir (236 D51 03) ini dapat kami selesaikan. Pembuatan buku ajar Perumahan Pesisir (236 D51 03) ini merupakan hasil dari rangkuman beberapa referensi buku-buku perumahan dan permukiman pesisir serta bahan ajar dari mata kuliah tersebut. Buku ajar Perumahan Pesisir (236 D51 03) ini berisi tentang materi pembelajaran dari minggu pertama sampai dengan minggu ke enam belas, yakni membahas tentang definisi perumahan pesisir, sarana dan prasarana perumahan pesisir, persyaratan teknis bangunan di wilayah pesisir, kajian sosekbud permukiman pesisir dan system struktur dan utilitas perumahan pesisir. Semoga segala kekurangan yang ada pada buku ajar ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan secara khusus oleh mahasiswa Prodi Arsitektur Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dalam mengambil mata kuliah pilihan dalam perkuliahan.
Makassar,
November 2014
Tim Penyusun
Perumahan Pesisir
3
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN SAMPUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I. PENDAHULUAN A. Profil Lulusan Program Studi Arsitektur
1
B. Format Rencana Pembelajaran
2
C. Kompetensi Lulusan Program Studi Arsitektur
3
D. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP)
4
E. Bentuk Tugas
8
F. Organisasi Materi
10
BAB II. PEMBELAJARAN A. Kontrak Pembelajaran
11
B. Manfaat Matakuliah
11
C. Deskripsi Matakuliah
12
D. Tujuan Pembelajaran
12
E. Materi Matakuliah Perumahan Pesisir
12
Materi
1. Teori-Teori, Konsep-konsep & Standar-Standar
13
Materi
2. Definisi Perumahan Pesisir
15
Materi
3. Perumahan Pesisir Di Wilayah Pesisir Sungai, Laut & Danau
32
Materi
4. Sarana & Prasarana Perumahan Pesisir
53
Materi
5. Persyaratan Teknis Banguan Di Wilayah Pesisir
93
Perumahan Pesisir
4
Materi
6. Kajian Lingkungan Alam Pesisir
Materi
7. Kajian Sosial Budaya & Ekonomi Masyarakat Di Perumahan
Materi
97
Pesisir Perdesaan & Perkotaan
117
8. UTS (Ujian Tengah Semester)
126
Materi
9. Sistem Struktur Perumahan Pesisir
Materi 10-16. Rancangan Tugas Perumahan Pesisir
127 140
BAB IV. PENUTUP A. Penutup
142
B. Daftar Pustaka
142
C. Senarai Kata (Glosarium)
146
Perumahan Pesisir
5
DAFTAR TABEL
Hal Tabel
1. Matriks Hubungan Antara Rumusan Kompetensi
3
Tabel
2. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP)
5
Tabel
3. Klasifikasi Jalan di Lingkungan Perumahan
66
Tabel
4. Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman (Air Limbah)
81
Tabel
5. Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman (Persampahan)
85
Tabel
6. Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman (RTH)
Perumahan Pesisir
111
6
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar
1. Skema Organisasi Materi Permukiman Pesisir
10
Gambar
2. Illustrasi permukiman
15
Gambar
3. Illustrasi perumahan
16
Gambar
4. Pemukiman Mengelilingi Fasilitas Tertentu
22
Gambar
5. Permukiman Memanjang Mengikuti Jalur Jalan Raya
23
Gambar
6. Permukiman Memanjang Mengikuti Garis Pantai
23
Gambar
7. Permukiman Terpusat
24
Gambar
8. Bentuk Perumahan di Wilayah Pesisir Pedesaan
24
Gambar
9.
Rumah semi permament,
25
Gambar
10.
Rumah dengan konstruksi permanen
25
Gambar
11.
Rumah berbentuk non panggung dengan konstruksi permanen
26
Gambar
12.
Bentuk Perumahan Resettlement Untia di Kota Makassar
27
Gambar
13.
Perumahan Susun Kalangan Nelayan di Kota Makassar
28
Gambar
14.
Pola Perumahan Kawasan Pantai Marina Kota Semarang
28
Gambar
15.
Bentuk Kawasan Pengembangan Pantai Marina Semarang
29
Gambar
16.
Bentuk Rumah Mewah di Pantai Indah Kapok Jakarta
30
Gambar
17.
Apartemen Gold Coast di Pantai Indah Kapok Jakarta
30
Gambar
18.
Perumahan di Daerah Pantai
33
Gambar
19.
Rumah-Rumah Nelayan Terletak Tidak Teratur
33
Gambar
20.
Rumah-Rumah Nelayan Dibangun di Atas Lahan Tuan Tanah
33
Gambar
21.
Perumahan nelayan di Desa Bangkalan Madura
34
Gambar
22.
Perumahan yang dibangun di atas badan air
34
Gambar
23.
Perumahan yang dibangun di atas badan air sungai Tallo
34
Gambar
24.
Perumahan yang dibangun di atas badan air danau Tempe
35
Gambar
25.
Pola Perumahan Nelayan Tradisional di Area Pantai
35
Gambar
26.
Pola perumahan resettlement Untia di Kota Makassar
36
Gambar
27.
Pola perumahan disepanjang aliran sungai dan berada
Perumahan Pesisir
7
pada dua sisi
sungai
37
Gambar
28.
Perumahan yang hanya berada ada satu sisi sungai
37
Gambar
29.
Pola perumahan di area danau
37
Gambar
30.
Karakter Permukiman Dilihat Dari Organisasi Ruang Permukiman
39
Gambar
31.
Wilayah Perencanaan tata Ruang Prov/Kab/Kota
40
Gambar
32.
Bantaran Sungai, Garis Sempadan, Daerah Penguasaan Sungai
43
Gambar
33.
Pola Cluster pada Pemukiman Nelayan di Indonesia
44
Gambar
34.
Perumahan Pola Mengelompok di Area Pesisir Pantai dan Danau
44
Gambar
35.
Arah Pengembangan Perumahan Pola Mengelompok di Area Pesisir Pantai dan Danau
45
Gambar
36.
Perumahan Pola Mengelompok di Area DAS
45
Gambar
37.
Arah Pengembangan Perumahan Pola Mengelompok di DAS
46
Gambar
38.
Perumahan Pola Mengelompok di Area Muara Sungai
46
Gambar
39.
Arah Pengembangan Perumahan Pola Mengelompok di Area Muara Sungai
47
Gambar
40.
Pola menyebar pada Pemukiman Nelayan
47
Gambar
41.
Perumahan Pola Menyebar di Area Pesisir Pantai, Sungai dan Danau
48
Gambar
42.
Arah Pengembangan Perumahan Pola Menyebar di Area Pesisir Pantai, Sungai dan Danau
48
Gambar
43.
Pola linierr pada Pemukiman Nelayan
49
Gambar
44.
Perumahan Pola Memanjang di Area Pesisir Pantai
49
Gambar
45.
Arah Pengembangan Perumahan Pola Menyebar di Area Pesisir Pantai
50
Gambar
46.
Perumahan Pola Memanjang di Area DAS
50
Gambar
47.
Arah Pengembangan Perumahan Pola Menyebar di Area DAS
51
Gambar
48.
TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Konvensional
55
Gambar
49.
TPI Tanjung Adikarto dari Arah Depan
56
Gambar
50.
Gambar TPI Modern dan Terpadu
56
Gambar
51.
Pompa bensin apung yang diperuntukkan bagi nelayan
57
Gambar
52.
Cool storage. Tempat penyimpanan dan pengawetan ikan
57
Gambar
53.
Tambatan Perahu
68
Perumahan Pesisir
8
Gambar
54.
Tempat parkir perahu di tepi sungai
59
Gambar
55.
Tempat parkir perahu di pantai
59
Gambar
56.
Tempat Pembuatan Kapal di Pantai
60
Gambar
57.
Tempat Penjemuran Ikan Asin di area TPI
61
Gambar
58.
Tempat jemuran ikan asin di halaman rumah
61
Gambar
59.
Jalan utama perumahan dari material aspal
62
Gambar
60.
Jalan utama perumahan nelayan dari material pengerasan
63
Gambar
61.
Gang-gang dalam perumahan dengan material dari tanah
63
Gambar
62.
Gang-gang dalam perumahan dengan material dari tanah
64
Gambar
63.
Jalan yang juga berfungsi sebagai jembatan
64
Gambar
64.
Jalan di lingkungan perumahan nelayan
65
Gambar
65.
Grey water yang langsung jatuh ke bawah kolong rumah
68
Gambar
66.
Grey water dari area service yang dialirkan ke saluran riol perumahan
69 69
Gambar
67.
Grey water yang mengalir menuju riol perumahan terdekat
Gambar
68.
Jaringan drainase lingkungan perumahan nelayan yang menuju ke pantai
70 72
Gambar
69.
Drainase System Polder
Gambar
70.
Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan
Gambar
71.
72
Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan Belanda
73
Gambar
72.
System Drainase Pengendali banjir di pantai Indah kapok
73
Gambar
73.
Konsep Drainase Area Service Rumah Panggung
74
Gambar
74.
Praktek Kebiasaan BAB di Daerah Spesifik
75
Gambar
75.
WC Gantung dapat ditemukan di sekitar pantai, tepi sungai atau danau
75
Gambar
76.
WC Apung.
76
Gambar
77.
MCK Bantuan Pemerintah
76
Gambar
78.
Sanitasi Dengan Media Disinfektan dan Karbon
77
Gambar
79.
Bak Septik Apung
78
Perumahan Pesisir
9
Gambar
80.
Bak Septik Biofill System
78
Gambar
81.
MCK Bio Gas
79
Gambar
82.
Sistem Sanitasi Konvensional Kawasan Pasang Surut
80
Gambar
83.
Sistem Jaringan Pembuangan Sampah
83
Gambar
84.
Alat angutan sampah skala perumahan
83
Gambar
85.
Jenis Truk Pengangkut Multi-loader, Arm-roll dan Roll-on
84
Gambar
86.
Pengolahan Sampah Dengan Cara Kompos
84
Gambar
87.
Jaringan air bersih dari PAM disalurkan melalui pipa-pipa di bawah jembatan menuju ke rumah-rumah
Gambar
88.
86
Sumber air bersih dari PAM yang ditampung pada bak-bak penampungan (ember)
87
Gambar
89.
Penampungan air bersih untuk kelompok masyarakat
87
Gambar
90.
Sumber air bersih dari sumur dalam (deep well)
88
Gambar
91.
Bangunan Pemecah Ombak Jenis Krip
90
Gambar
92.
Bangunan Tanggul Pantai
90
Gambar
93.
Bangunan Pemecah Ombak Jenis Revetment
91
Gambar
94.
Bangunan Pemecah Ombak yang Putus-Putus
91
Gambar
95.
Pemancingan dan rekreasi pantai
98
Gambar
96.
Petualangan alam pantai dan pelabuhan rakyat
99
Gambar
97.
Skema Factor Pemicu dan Dampak Dari Kerusakan Lingkungan Alam Pesisir
101
Gambar
98.
Peningkatan air pasang
102
Gambar
99.
Masalah abrasi pantai
102
Gambar
100.
Penimbunan sampah di area pantai
103
Gambar
101.
Masalah sampah rumah tangga dan drainase lingkungan
103
Gambar
102.
Masalah Banjir
104
Gambar
103.
Penimbunan sedimen di muara sungai
104
Gambar
104.
Perencanaan Penataan pola lansekap berdasar zonasi
105.
Daerah-daerah dibagi atas beberapa zona
105 Gambar
Perumahan Pesisir
106 10
Gambar
106.
Model Bukit Penyelamatan (Escape Hill) Alami.
106
Gambar
107.
Ketinggian Bukit Penyelamatan (Escape Hill) Alami
107
Gambar
108.
Morfologi Kawasan Minapolitan Pulau Baai Kota Bengkulu
107
Gambar
109.
Mengatasi Bencana Tsunami pada Rumah di Segmen Perairan
107
Gambar
110.
Ruang Terbuka Hijau Lindung di Pantai
109
Gambar
111.
Ruang Terbuka Hijau Lindung di Sungai
109
Gambar
112.
Ruang terbuka binaan di bantaran sungai/kanal
110
Gambar
113.
Ruang terbuka binaan di bantaran sungai/kanal dalam Kawasan Perumahan
111
Gambar
114.
Contoh Penanaman Vegetasi pada RTH Sempadan Pantai
113
Gambar
115.
Contoh Penanaman Pada RTH Sumber Air Baku dan Mata Air
113
Gambar
116.
Masyarakat nelayan di daerah Tolo Jeneponto bergotong royong mendirikan panggung untuk lomba membaca Alquran di bulan puasa
Gambar
117.
119
Masyarakat nelayan bergoting royong mengangkut jala dari perahu ke rumah
120
Gambar
118.
Bergotong royong mendorong perahu dari sungai ke pantai
120
Gambar
119.
Bergotong Royong Memindah Rumah di atas air
121
Gambar
120.
Ibu-ibu keluarga nelayan di Aeng Batu bergotong royong
121
Gambar
121.
Aktivitas Musyawarah Masyarakat di Perumahan Nelayan
122
Gambar
122.
Aktivitas IbadahMasyarakat di Perumahan Nelayan
122
Gambar
123.
Wanita nelayan menjadi buruh jemur ikan
123
Gambar
124.
Wanita nelayan menjadi penjaja ikan
124
Gambar
125.
Wanita nelayan menjadi buruh ikat rumput laut
124
Gambar
126.
Wanita nelayan menjadi buruh pembuat atau perbaikan jala/jarring
124
Gambar
127.
Jenis Rumah Tinggal Daerah Spesifik
127
Gambar
128.
Tampak Depan Rumah Nelayan
128
Gambar
129.
Tampak Samping Rumah Nelayan
128
Perumahan Pesisir
11
Gambar
130.
Bentuk struktur dan konstruksi rumah panggung yang didirikan di daratan
129
Gambar
131.
Rumah Terapung
130
Gambar
132.
Rumah Apung Produktif
130
Gambar
133.
Struktur dan detail tiang bawah dengan alas kaki tipe telapak
131
Gambar
134.
Struktur dan Konstruksi Rumah Apung di Danau Tempe
132
Gambar
135.
Landasan Rumah Apung dari material PlatForm
132
Gambar
136.
Rumah Apung Struktur Rakit
133
Gambar
137.
Struktur rumah panggung didirikan di atas beton-beton bulat
133
Gambar
138.
Struktur rumah panggung didirikan di atas rangka beton.
134
Gambar
139.
Rumah panggung yang didirikan di atas badan air
134
Gambar
140.
Floting house yang terdapat di Sanfranscisco (mission creek park) menggunakan mega float.
Gambar
Gambar
141.
142.
Perumahan Pesisir
135
Bentuk dan Jenis Komponen Struktur terapung dengan Konstruksi Mega -Float
136
Jenis-Jenis Sistem Penambatan Rumah Apung
138
12
BAB I PENDAHULUAN Dalam perkuliahan, mahasiswa arsitektur telah dibekali dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Namun pada umumnya mahasiswa diharapkan dengan berbagai kesulitan dalam mengkoordinasikan sarana ilmu pengetahuan tersebut ke dalam satu system yang sederhana. Maka dari itu banyak mahasiswa yang tidak memiliki pedoman yang jelas tentang keberadaan perumahan dan permukiman pesisir baik itu dari segi persyaratan, kondisi sosekbud, bentukbentuk perumahan dan permukiman pesisir. Buku ajar ini adalah salah satu pengantar dalam membantu para mahasiswa di Prodi Arsitektur yang memerlukan penjelasan dalam perumahan dan permukiman pesisir . Sistem pedoman dalam perumahan/permukiman pesisir memerlukan susunan ataupun tata cara untuk mengetahui dan memahami tentang perumahan/permukiman pesisir secara mendalam dari segi bentuk, persyaratan perumahan, sarana dan prasarana perumahan pesisir serta kondisi sosekbud perrumahan/permukiman pesisir. Dengan pemahaman tentang perumahan/permukiman pesisir dapat mempermudah bagi mahasiswa untuk mendalami permasalahan/problem yang terjadi di perumahan dan permukiman pesisir. Mata kuliah Perumahan Pesisir merupakan salah satu mata kuliah pilihan dari Labo Perumahan dan Lingkungan Permukiman di Prodi Arsitektur Jurusan Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, sehingga untuk mempermudah mahasiswa maka dianggap perlu adanya pemahaman matakuliah Permukiman Pesisir yang di upload di jaringan LMS Universitas Hasanuddin dapat mempermudah mahasiswa dalam merencanakan penyusunan tugas akhir khusunya yang masuk dalam program penyelesaian tugas akhir di kelas riset dan disain.
A. PROFIL LULUSAN PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR Profil Lulusan: 1. Secara umum keluaran program studi Arsitektur diharapkan menjadi tenaga-tenaga profesional dibidang Arsitektur yang ahli dalam bidangnya masing-masing serta dapat bersaing di tingkat lokal, nasional dan internasional.
Perumahan Pesisir
13
2. Secara khusus keluaran program studi Arsitektur mampu merencana dan merancang bangunan sesuai dengan standar penggambaran. 3. Dalam mendesain bangunan juga diharapkan mampu dan memahami karakter dari mendesain komponen-komponen, jenis dan bentuk, prinsip-prinsip, syarat-syarat, fungsi, struktur dan konstruksi bangunan serta dapat menghitung dan menganalisis perhitungan mekanika bangunan. 4. Lulusan Arsitektur juga dapat menjadi enterpreneur yang kreatif, dapat mengembangkan usaha serta mampu bekerjasama dan berkoordinasi dengan tim yang ada di lapangan. 5. Lulusan Arsitektur diharapkan dapat menjadi leader dalam hal kepemimpinan, memiliki inisiatif untuk menyelesaikan permasalahan di lokasi. 6. Lulusan Arsitektur diharapkan mampu berkomunikasi dengan benar secara nasional maupun internasional.
B. FORMAT RENCANA PEMBELAJARAN MATA KULIAH
: Permukiman Pesisir
SKS
: 3 (Tiga) SKS
SEMESTER
: Empat / Genap
Deskripsi Singkat Mata Kuliah
: Merupakan salah satu mata kuliah pilihan dari Labo Perumahan dan Lingkungan Permukiman yang membahas tentang teoriteori, konsep-konsep, norma-norma, aturan dan permasalahn yang ada di sekitar perumahan di kawasan pesisir, selain itu juga dapat menerapkan hal-hal tersebut dalam membuat rumusan konsep yang baru sesuai dengan kondisi social, budaya, ekonomi, lingkungan alam sekitar serta aturan-aturan peruangan yang berlaku.
KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN DICAPAI OLEH PESERTA DIDIK: 1. Memberikan kemampuan dalam menjelaskan factor-faktor fisik dan non fisik perihal perumahan di kawasan pesisir, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Perumahan Pesisir
14
2.
Memberikan kemampuan menganalisa problem-problem yang terjadi pada perumahan di kawasan pesisir perkotaan dan perdesaan.
3. Memberikan kemampuan untuk menemukan solusi atas permasalahn yang dihadapi pada perumahan di kawasan pesisir perkotaan dan perdesaan. 4. Memberikan kemampuan dalam mengaplikasikan teori-teori dan konsep serta kaidahkaidah/norma-norma dalam membuat rumusan perumahan di kawasan pesisir perkotaan dan perdesaan.
C. KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
Tabel 1. Matriks Hubungan Antara Rumusan Kompetensi Dengan Elemen Kompetensi Sesuai SK Mendiknas No. 045/U/2002
KELOMPO K KOMPETE NS
RUMUSAN KOMPETENSI
U 1
U 2 UTAMA
U 3 U 4 U 5 U Perumahan Pesisir
ELEMEN KOMPETENSI a b c d e
Mampu berolah daya pikir dan berolahrasa secara kreatif, imajinatif, & inovatif yang berbasis pelestarian lingkungan Mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan menyintesis issu-issu & masalah-masalah arsitektural, serta mengeksplorasi alternatifalternatif solusi dalam bentuk konsep-konsep yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam perancangan arsitektur dan pelaksanaan konstruksi Mampu menerapkan norma-norma ilmiah/sains, teknologi, & estetika arsitektural dalam konteks kehidupan sosial, ekonomi, & budaya masyarakat Menguasai ragam teori & pendekatan disain arsitektural era klasik, modern, pasca-modern, maupun mutakhir Mampu menerapkan metode & proses perancangan arsitektur, mencakup penelusuran masalah, perumusan konsep, pembuatan prarancangan skematik dwimatra/2D & trimatra/3D Menguasai metode dan manajemen proyek yang 15
6 P1 P2 P3 PENUNJAN G P4
P5 L1 LAINNYA L2
L3
dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan konstruksi bangunan Menjunjung tinggi nilai agama, moral, etika & tanggungjawab profesional Menguasai wawasan lingkungan kepulauan beriklim tropis lembab Menguasai wawasan filosofis kearifan lokal dalam perspektif global dan dalam konteks kekinian Menguasai ketrampilan teknik komunikasi grafis arsitektural menggunakan berbagai media presentasi (freehand-style dan/atau computerised-style) secara dwimatra/2D, trimatra/3D, maupun animasi audiovisual Mampu menerapkan kebijakan tata ruang serta berbagai peraturan bangunan dan lingkungan dalam konteks perencanaan kota Mampu bekerja mandiri maupun kelompok dalam koordinasi kemitraan secara multi-disiplin Memiliki daya saing dan kepercayaan diri dalam komunitas profesional lingkup nasional maupun internasional Memiliki sikap responsif & partisipatif terhadap dinamika perkembangan ilmu/sains, teknologi, dan seni yang mutakhir
ELEMEN KOMPETENSI: a. Landasan kepribadian b. Penguasaan ilmu dan keterampilan c. Kemampuan berkarya d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai e. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya
D. GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP)
GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) Nama / Kode Mata Kuliah
: Permukiman Pesisir
Semester/ SKS
: Semester IV (Genap)/ 3 SKS
Perumahan Pesisir
16
KOMPETENSI SASARAN: Kompetensi Utama 1. Mampu berolah daya pikir dan berolah rasa secara kreatif, imajinatif dan inovatif yang berbasis pelestarian lingkungan. 2. Menguasai beragam teori, konsep dan kaidah-kaidah/norma-norma dalam disain perumahan di kawasan pesisir dan mampu menerapkan teori-teori, kaidah-kaidah atau norma-norma ilmiah/sains, teknologi dan estetika arsitektural dalam konteks kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.pesisir. 3. Mampu menerapkan metode dan proses dalam menemukan solusi masalah perumahan di kawasan pesisr perdesaan dan perkotaan, mencakup penelusuran masalah hingga perumusan Kompetensi Pendukung 1.
Menguasai wawasan pengetahuan lingkungan pesisir.
2.
Menguasai wawasan filosofi kearifan local dalam prespektif global dan dalam konteks kekinian
3.
Mampu menerapkan tata ruang serta berbagai peraturan bangunan perumahan dan permukiman serta lingkungan dalam konteks perencanaan perumahan di kawasan pesisir.
4.
Menguasai utilitas dan lingkungan di kawasan pesisir.
Kompetensi Lainnya 1.
Mampu bekerja mandiri maupun kelompok dalam koordinasi kemitraan secara multidisiplin.
2.
Memiliki nilai kompetitif dan rasa percaya diri pada kemampuan yang dimiliki dalam komunitas professional dalam lingkup nasional dan internasional.
SASARAN BELAJAR: 1. Mahasiswa dapat berpikir kritis dalam menyikapi issu, fenomena, perkembangan dan permasalahan yang berkaitan dengan perumahan di kawasan pesisir. 2. Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian dan berperan serta dalam menyikapi masalah-masalah terkait dengan perumahan di kawasan pesisir. 3. Mahasiswa mampu merumuskan suatu konsep dan mampu mengaplikasinya dalam bentuk fisik. Perumahan Pesisir
17
Tabel 2. GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) Mingg u
Sasaran Pembelajaran (Kompetensi)
Materi Pembelajaran
Strategi Pembelajara n
Kriteria Penilaian (Indikator)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
2-5
Kontrak perkuliahan Menjelaskan Mampu hak-hak dan mengemukakan kewajiban materi dan mahasiswa . dapat Menjelaskan membentuk tim secara umum kerja dalam dan ringkas perkuliahan tentang materi perumahan pesisir
Mampu mengetahui & memahami teori-teori , konsep-konsep serta standarstandar tentang perumahan di wilayah pesisir
Perumahan Pesisir
Teori-teori, konsepkonsep dan standarstandar - Definisi perumahan di wilayah pesisir. - Bentukbentuk perumahan di wilayah pesisir perdesaan & perkotaan - Perumahan pesisir di wilayah sungai, laut & danau
Ceramah interaktif
Ceramah interaktif Kajian pustaka
Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan dlm diskusi kelas (softskills/physiko motorik) Kedisiplinan (apektif)
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Ketelitian dan kebenaran perhitungan stndar permukiman Kedisiplinan (apektif)
Bobo t Nilai (%) (6)
5
10
18
- Sarana & prasarana penunjang perumahan pesisir - Persyaratan teknis bangunan di wilayah pesisir
6–8
9
10 –
Mampu mengetahui & memahami teori-teori, konsep-konsep serta standarstandar tentang lingkungan alam pesisir dan kondisi sosekbud masyarakat pesisir
Mampu mengetahui & memahami teori-teori, konsep-konsep serta standarstandar tentang struktur & utilitas perumahan di wilayah pesisir perkotaan dan perdesaan
Mampu memahami & meyimak
Perumahan Pesisir
Kajian lingkungan alam pesisir Kajian social budaya dan ekonomi masyarakat di perumahan pesisir perdesaan dan perkotaan.
Sistem struktur dan utilitas perumahan pesisir
Kegiatan lapangan dengan melihat, mencatat,
Ceramah interaktif Kajian pustaka
Ceramah interaktif Kajian pustaka
Survey kelompok Diskusi
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kedisiplinan mhs (apektif)
10
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kedisiplinan mhs (apektif)
10
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Estetika (kebenaran, kelengkapan,laporan)
10 19
11
12
permasalahn perumahan berlantai banyak.
Mampu mempresentasik an permasalahanpermasalahn yang ada di permukiman pesisir
Mampu menganalisis problem solving 13 - 14 perumahan di kawasan pesisir
15
Perumahan Pesisir
mengerti & memahami permasalahn di perumahan pesisir Pembuatan laporan eksisting condition lapangan (perumahan pesisir)
Presentasi kondisi lapangan dan permasalahan perumahan pesisir
Pembuatan kelanjutan laporan tentang penyelesaian problem dengan berpedoman pada teori-teori, konsep-konsep dan standar yang ada
kelompok (small group) Self Directed Learning
Presentasi & diskusi kelompok( small group) Self Directed Learning
Diskusi kelompok( small group) Self Directed Learning
Kontribusi keaktifan dlm diskusi kelompok (softskills/physikom otorik) Kedisiplinan mhs (apektif)
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Estetika (kebenaran, kelengkapan laporan) Kontribusi keaktifan dlm diskusi kelompok (softskills/physikom otorik) Kedisiplinan mhs (apektif)
10
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Estetika (kebenaran, kelengkapan, laporan) 10 Kontribusi keaktifan dlm diskusi kelompok (softskills/physikom otorik) Kedisiplinan mhs (apektif)
Pemahaman materi (critical
10
20
Mampu mempresentasik an solusi permasalahanpermasalahn yang ada di perumahan pesisir di perkotaan dan perdesaan
Final Test 16
Presentasi hasil problem solving terhadap permasalahn perumahan pesisir
Mendiskipsikan secara ringkas problem di perumahan pesisir dan solusi permasalahanny a
Presentasi & diskusi kelompok( small group) Self Directed Learning
Self Directed Learning
thinking/kognitif) Estetika (kebenaran, kelengkapan,laporan) Kontribusi keaktifan dlm diskusi kelompok (softskills/physikom otorik) Kedisiplinan mhs (apektif)
Kedisiplinan mhs (apektif)
25
E. BENTUK TUGAS Mata Kuliah
: Permukiman Pesisir / 236 D51 03
SKS
: 3 (tiga) sks
Semester
: 4 (Empat)/Genap
1. Tujuan Tugas
: Mampu menjelaskan, memahami, teori-teori, konsep-konsep dan menganalisa serta memberikan solusi terhadap perumahan di wilayah pesisir perdesaan dan perkotaan
2. Uraian Tugas a. Obyek garapan
: : Sistem perumahan dan permukiman di wilayah pesisir sungai, laut dan danau.
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasannya; - memahami pengertian perumahan pesisir sungai, laut dan danau Perumahan Pesisir
21
- memahami bentuk-bentuk perumahan pesisir perdesaan dan perkotaan - mengetahui kebutuhan sarana dan prasarana penunjang perumahan pesisir - mengetahui teknis bangunan di wilayah pesisir - mampu mengkaji system sosekbud di perumahan pesisir perdesaan dan perkotaan. - mengkaji sistem struktur dan utilitas perumahan pesisir.
c. Metodologi/cara pengerjaan, acuan yang digunakan; - mengkaji permasalahan di perumahan pesisir perdesaan dan perkotaan. - membuat laporan eksisting condition di perumahan pesisir - mempresentasikan hasil survey di perumahan pesisir d. Kriteria luaran tugas yang dihasilkan/dikerjakan - mampu memahami definisi perumahan pesisir - mampu memahami bentuk-bentuk perumahan pesisir perdesaan dan perkotaan. - mampu mengetahui sarana dan prasarana penunjang perumahan pesisir - mengetahui persyaratan teknis bangunan di wilayah pesisir - mampu mengkaji sosekbud masyarakat di perumahan pesisir - mampu menerapkan system struktur dan utilitas perumahan pesisir.
3. KRITERIA PENILAIAN ;
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif)
Estetika (kebenaran, kelengkapan, laporan)
Kontribusi keaktifan dlm diskusi kelompok (softskills/physikomotorik)
Kedisiplinan mahasiswa (apektif)
Perumahan Pesisir
22
F. ORGANISASI MATERI Permukiman
Kota
Wilayah Pesisir
Desa
Bentuk Perumahan
Sungai
Infrastruktur : Sarana Prasarana
Laut
Bangunan : Struktur Utilitas
Danau
Sosekbud : Lingkungan Sosial Budaya Ekonomi
Gambar 1. Skema Organisasi Materi Permukiman Pesisir Standar Perumahan/Permukiman Pesisir di Perkotaan & Perdesaan
Perumahan Pesisir
23
BAB II
PEMBELAJARAN
A. KOTRAK PEBELAJARAN Nama Mata Kuliah
: Perumahan Pesisir
Kode MK
: 236 D51 03
Pembelajar
: Nurmaida Amri, ST., MT & Dr. Ir. Idawarni, MT
Semester
: IV (Empat)/Genap
B. MANFAAT MATA KULIAH Pembelajaran Perumahan Pesisir merupakan salah satu mata kuliah pilihan pada Prodi Arsitektur Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, dimana mahasiswa dapat mengambil mata kuliah ini pada semester 4 (empat)/genap. Mata kuliah Perumahan Pesisir memiliki materi tentang bentuk-bentuk perumaha pesisir, kawasan Pesisir, pola dan tata letak lingkungan perumahan pesisir, infrastruktur penunjang perumahan peisisr, dan social budaya masyarakat peisisr. Mata kuliah Perumahan Pesisir ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang sistimatis kawasan pesisir dan pola lingkungan perumahan pesisir serta kajian social budaya perumahan pesisir. Di samping itu mata kuliah ini akan menjadi salah satu pedoman dalam mata kuliah selanjutnya yang ada di Labo Perumahan dan Lingkungan Permukiman.
Perumahan Pesisir
24
C. DESKRIPSI MATAKULIAH Merupakan salah satu mata kuliah pilihan dari Labo Perumahan dan Lingkungan Permukiman yang membahas tentang teori-teori, konsep-konsep, norma-norma, aturan dan permasalahn yang ada di sekitar perumahan di kawasan pesisir, selain itu juga dapat menerapkan hal-hal tersebut dalam membuat rumusan konsep yang baru sesuai dengan kondisi social, budaya, ekonomi, lingkungan alam sekitar serta aturan-aturan peruangan yang berlaku.
D. TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan dari pembelajaran Perumahan Pesisir, adalah : 1. Diharapkan mahasiswa mampu memahami definisi perumahan pesisir. 2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan karakteristik wilayah pesisir . 3. Mahasiswa mampu mengetahui bentuk-bentuk perumahan pesisir. 4. Mahasiswa mampu mengetahui system infrastruktur wilayah perumahan pesisir. 5. Mahasiswa mengenal dan mengetahui social budaya masyarakat pesisir. 6. Mahasiswa mampu menetapkan bentuk system struktur prumahan pesisir.
E. MATERI MATAKULIAH PERUMAHAN PESISIR 1. Teori-teori, konsep-konsep dan standar-standar perumahan pesisir. 2. Definisi perumahan di wilayah pesisir dan bentuk-bentuk perumahan di wilayah pesisir perdesaan dan perkotaan 3. Perumahan peisir di wilayah pesisir sungai, laut dan danau 4. Sarana dan prasarana perumahan pesisir 5. Persyaratan teknis bangunan di wilayah pesisir
Perumahan Pesisir
25
6. Kajian lingkungan alam pesisir 7. Kajian social budaya dan ekonomi masyarakat di perumahan pesisir perdesaan dan perkotaan
Perumahan Pesisir
26
MATERI 1
TEORI-TEORI,KONSEP-KONSEP & STANDAR
A. Teori Permukiman
Permukiman sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik saja tetapi juga menyangkut hal-hal kehidupan. Permukiman pada dasarnya merupakan suatu bagian wilayah tempat dimana penduduk/pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai suatu masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan. Menurut Doxiadis (1974), permukiman merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 (lima) unsur utama yaitu : 1. Alam (nature), lingkungan biotik maupun abiotik. Permukiman akan sangat ditentukan oleh adanya alam baik sebagai lingkungan hidup maupun sebagai sumber daya seperti unsur fisik dasar. 2. Manusia (antropos), Permukiman dipengaruhi oleh dinamika dan kinerja manusia. 3. Masyarakat (society), hakekatnya dibentuk karena adanya manusia sebagai kelompok masyarakat. Aspek-aspek dalam masyarakat yang mempengaruhi permukiman antara lain : kepadatan dan komposisi penduduk, stratifikasi sosial, struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan hukum. 4. Ruang kehidupan (shell), ruang kehidupan menyangkut berbagai unsur dimana manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat melaksanakan kiprah kehidupannya. 5. Jaringan (network), yang menunjang kehidupan (jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya).
Menurut KuswartojoTjuk dan Suparti AS (1997), konsep permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung Perumahan Pesisir
27
perikehidupan dan penghidupan.Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan. Sarana lingkungan permukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya (UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan permukiman), sedangkan prasarana meliputi jaringan transportasi seperti jalan raya, jalan kereta api, sungai yang dimanfaatkan sebagai sarana angkutan, dan jaringan utilitas seperti : air bersih, air kotor, pengaturan air hujan, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan listrik dan sistem pengelolaan sampah.
B. Simpulan Permukiman pada dasarnya merupakan suatu bagian wilayah tempat dimana penduduk/pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai suatu masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan. Secara totalitas permukiman ada 5 (lima) unsure yang sangat berpengaruh dalam permukiman yaitu: alam, manusia, masyarakat, ruang kehidupan dan jaringan bersosialisasi. Dalam bermukim juga diperhatikan system sarana lingkungan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.
Perumahan Pesisir
28
MATERI 2
DEFINISI PERUMAHAN PESISIR A. Definisi Perumahan di Wilayah Pesisir Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuanperumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyaipenunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Permukiman merupakan satuan ruang yang dibentuk oleh 5 elemen: nature, shells, network, dan melibatkan adanya jalinan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang terkait dengan perikehidupan dan penghidupan (man and society) di dalamnya. Menurut
Koestoer
(1995)
batasan
permukiman
adalah
terkait
erat
dengan
konseplingkungan hidup dan penataan ruang.Permukiman adalah area tanah yangdigunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempatkegiatan yang mendukung peri kehidupan dan merupakan bagian dari lingkunganhidup di luar kawasaan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan.Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu tempatbermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatutujuan yang jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
Gambar 2.Illustrasi Permukiman (sumber Google.com) Perumahan Pesisir
29
Permukiman, dan secara
khusus disebut sebagai bangunan rumah (Hudson, 1974;
Hammond, 1979 dalam Ritohardoyo, 2000: 1). Dua aspek penting dari pernyataan tersebut mempunyai makna: (1) permukiman mempunyai kedudukan penting dalam memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping kebutuhan pangan, pakaian/sandang, dan kebutuhan dasar lainnya; serta (2) dalam pemenuhan kebutuhan permukiman Secara tersirat mengandung banyak permasalahan yang terkait dengan keragaman wilayah maupun keragaman dinamika penghuninya.Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada didalamnya.Perumahan merupakan wadah fisik, sedang permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya, yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dengan unsur budaya dan lingkungannya. Perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan infrastruktur dan sarana lingkungan. Perumahan merupakan satuan ruang yang dibentuk oleh 3 elemen: lingkungan hidup/ alam (nature), kelompok rumah (shells), dan prasarana, sarana dan utilitas lingkungan (network).
Gambar 3.Illustrasi perumahan (sumber : google.com) Perumahan Pesisir
30
Dalam Pedoman RP4D, istilah Perumahan dan Permukiman dipergunakan dalam satu kesatuan pengertian yang tidak terpisahkan. 1. Kawasan Pesisir Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini bertujuan agar pemahaman mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal pemahaman dari studi ini. Pengertian tentang pesisir sampai saat ini masih menjadi suatu pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang secara batasan wilayah masih belum jelas.Berikut ini adalah definisi dari beberapa sumber mengenai wilayah pesisir. Kay dan Alder (1999) “ The band of dry land adjancent ocean space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan. Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Dahuri, dkk, 2001). Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering, maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar.
Perumahan Pesisir
31
Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan.Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada.Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat.Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan. Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis memiliki 4 fungsi/peran pokok bagi kehidupan umat manusia yaitu (1) sebagai penyedia sumberdaya alam sebagaimana dinyatakan diatas, (2) penerima limbah,(3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services),(4) penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001). Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro (2004) adalah Pantai curam singkapan batuan, pantai landai atau dataran, pantai dataran endapan lumpur, pantai dengan bukit atau paparan pasir, pantai lurus dan panjang dari pesisir datar, pantai dataran tebing karang, pantai erosi, Pantai akresi. Karakteristik Ekosistem di perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera di dalam UU No.32/2009 dan UU No. 5/1990.
2. Karekteristik Masyarakat Nelayan Terkait dengan Hunian M. Ridwan Alimuddin (2005). Karakter budaya masyarakat bahari adalah bahwa laut menjadi orientasi utama bagi kelompok masyarakat bahari. Mereka memiliki berbagai budaya yang berorientasi ke laut, Budiharjo (2006) bahwa nilai sosial yang berlaku dikalangan masyarakat berpenghasilan rendah adalah keakraban yang besar diantara mereka, sehingga kedekatan fisik bangunan meninggalkan kesan perasaan bersatu dan jarak bangunan yang terlalu Perumahan Pesisir
32
dekat menimbulkan kesan yang ramai. Selain itu masih adanya atau tingginya semangat gotong royong diantara mereka, sistem kekeluarga besar (big family) dan extended family tidak dapat dihindarinya, akibatnya penghuni berjejal jejal dalam satu rumah serta ikatan kekeluragaan yang erat membentuk pola tersendiri dalam cara bermukim.Koentjaraningrat (1983) bahwa dalam struktur keluarga berpengaruh terhadap posisi/kedudukan rumah tinggal dalam satu lingkungan serta dapat menciptakan suatu ruang bersama untuk kepentingan keluarga. Karakteristik Permukiman Nelayan Menurut Suprijanto (2000 16),karakteristik ekonomi, sosiat dan budaya dari kota tepi pantai, tempatberkembangnya permukiman nelayan adalah Memiliki keunggutan lokasi yangdapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, penduduk mempunyai kegiatansosial-ekonomi yang berorientasi ke air dan darat, rata-rata penduduk golonganekonomi lemah, dengan latar belakang pendidikan relatif terbatas Pengetahuanakan lingkungan sehat cenderung masih kurang, terjadi kebiasaan tidak sadarlingkungan serta cenderung kurang memperhatikan bahaya dan resiko, terdapatpeninggalan sejarah/budaya seperti museum bahari, dsb, terdapat masyarakat yangsecara tradisi terbiasa hidup (bahkan tidak dapat dipisahkan) di atas air, sepertimasyarakat Bajo. Terdapat pula budaya/tradisi pemanfaatan perairan sebagaisarana transportasi utama, merupakan kawasan terbuka (akses langsung), sehinggarawan terhadap keamanan, seperti penyelundupan, penyusupan (masalahpertahanan dan keamanan) dsb. Sedangkan karakteristik perumahan danpermukiman di daerah tepi pantai (permukiman nelayan) adalah sebagai berikut:Kawasan permukiman di atas air cenderung rapat (kepadatan bangunan tinggi danjarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor, dll). Dominasikawasan perumahan permukiman nelayan, yang umumnya kumuh dan belumtertata. Daerah atas air pada umumnya cenderung memiliki pola cluster, yangtidak teratur dan organik. Pada daerah-daerah yang telah ditata umumnyamenggunakan pola grid atau linear sejajar garis badan perairan.Orientasibangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai orientasi kegiatanberbasis
perairan.Perkembangan
selanjutnya
orientasi
kegiatan
ke
darat
semakinmeningkat (bahkan lebih dominan), maka orientasi bangunan cenderungmenghadap ke arah darat dan lebih mempertimbangkan aspek fungsional danaksesibilitas. Secara arsitektural, bangunan pada permukiman di kota pantaidibedakan atas: Bangunan di atas tanah, bangunan panggung di darat, bangunan panggung di atas air, bangunan rakit di atas air (pernah ada dan saat ini sudahjarang dijumpai),
arsitektural bangunan dibuat
menurut
kaidah tradisional
maupunmodern sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-masing. Perumahan Pesisir
33
Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana, tradisionaldan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh angin, tsunami,gempa, dll.Pada perkembangannya kampung-kampung nelayan berkembang semakin padat dan tidak tertib karena pertumbuhan penduduk alami dan urbanisasi. Kriteria fisik lingkungan kawasan permukiman nelayan sebagai berikut: (Depertemen Pekerjaan Umum) a.
Tidak berada pada daerah rawan bencana
b. Tidak berada pada wilayah sempadan pantai dan sungai c.
Kelerengan : 0 – 25 %
d.
Orientasi horizontal garis pantai : > 600
e.
Kemiringan dasar pantai : terjal – sedang
f.
Kemiringan dataran pantai : bergelombang – berbukit
g.
Tekstur dasar perairan pantai : kerikil – pasir
h.
Kekuatan tanah daratan pantai : tinggi
i.
Tinggi ombak signifikan : kecil
j.
Fluktuasi pasang surut dan arus laut : kecil
k.
Tidak berada pada kawasan lindung
l.
Tidak terletak pada kawasan budidaya penyangga, seperti kawasan mangrove.
Kawasan perumahan nelayan ini dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memadai untuk kelangsungan hidup dan penghidupan para keluarga nelayan.Kawasan permukiman nelayan merupakan merupakan bagian dari sistem permukiman perkotaan atau perdesaan yang mempunyai akses terhadap kegiatan perkotaan/perdesaan lainnya yang dihubungkan dengan jaringan transportasi. Pendapat lain disampaikan oleh Departemen Pekerjaan Umum Bidang Cipta karya tentang karakteristik permukiman nelayan adalah : 1.
Merupakan Permukiman yang terdiri atas satuan-satuan perumahan yang memiliki berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penghuninya.
2.
Berdekatan atau berbatasan langsung dengan perairan, dan memiliki akses yang tinggi terhadap kawasan perairan.
Perumahan Pesisir
34
3.
60% dari jumlah penduduk merupakan nelayan, dan pekerjaan lainnya yang terkait dengan pengolahan dan penjualan ikan.
4.
Memiliki
berbagai sarana
yang
mendukung
kehidupan dan penghidupan
penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan.
Kawasan permukiman nelayan tersusun atas satuan-satuan lingkungan perumahan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang sesuai dengan besaran satuan lingkungan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Kawasan perumahan nelayan haruslah mempunyai ataupun memenuhi prinsip-prinsip layak huni yaitu memenuhi persyaratan teknis, persyaratan administrasi, maupun persyaratan lingkungan.Dari berbagai parameter tentang permukiman dan karakteristik nelayan dapat dirumuskan bahwa permukiman nelayan merupakan suatu lingkungan masyarakat dengan sarana dan prasarana yang mendukung, dimana masyarakat tersebut mempunyai keterikatan dengan sumber mata pencaharian mereka sebagai nelayan.
B. Bentuk Permukiman di Indonesia Wilayah Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang besar kecilnya bervariasi.Di antara pulau-pulau tersebut ada yang berpenghuni dan ada yang tidak berpenghuni.Pada pulau-pulau yang berpenghuni penduduknya tersebar tidak merata. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa (64%), sedangkan sisanya terdapat di pulau-pulau lain. Padahal Pulau Jawa hanya merupakan sebagian kecil (6,6%) dari seluruh luas wilayah daratan Indonesia. Secara geografis, terkonsentrasinya penduduk Indonesia di Pulau Jawa disebabkan suburnya tanah di Pulau Jawa karena di Pulau Jawa terdapat banyak gunung api. -
Abu vulkanik yang berasal dari gunung api dapat menyuburkan tanah sehingga sangat cocok untuk lahan pertanian. Secara historis Pulau Jawa sering menjadi pusat pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia yang menimbulkan daya tarik penduduk untuk bertempat tinggal. Secara ekonomis, Pulau Jawa merupakan pusat perdagangan dan industri dengan segala fasilitas yang menarik. Pada bidang pendidikan, terdapat sekolah dan lembaga pendidikan yang memiliki sarana dan prasarana lebih lengkap. Berbagai faktor tersebut menyebabkan pemusatan penduduk di Pulau Jawa.
Perumahan Pesisir
35
-
Dalam mencari dan memilih tempat tinggal manusia pasti akan memilih lokasi dan kondisi lingkungan yang baik dan dianggapnya sesuai. Permukiman penduduk sangat tergantung pada keadaan alamnya sehingga persebarannya di permukaan bumi berbedabeda. Dilihat dari bentuknya, pola atau peta persebaran permukiman menurut Bintarto dapat
dibedakan sebagai berikut. a. Bentuk Pemukiman Mengelilingi Fasilitas Tertentu Bentuk pemukiman ini berada di dataran, mengolah dan memiliki fasilitas umum berupa mata air, waduk, danau, dan lain-lain.
Gambar 4. Pemukiman Mengelilingi Fasilitas Tertentu
b. Bentuk Permukiman Memanjang Mengikuti Alur Sungai Bentuk permukiman ini umumnya terdapat di daerah/plain yang susunan desanya mengikuti jalur-jalur arah sungai c. Bentuk Permukiman Memanjang Mengikuti Jalur Jalan Raya Penyebaran permukimannya di kanan kiri jalur jalan raya.Pada masa kini manusia lebih senang memilih pola mengikuti jalan raya.
Perumahan Pesisir
36
Gambar 5.Permukiman Memanjang Mengikuti Jalur Jalan Raya
d. Bentuk Permukiman Memanjang Mengikuti Garis Pantai -
Permukiman ini umumnya berada di pesisir laut. Penduduk di daerah ini sebagian besar bermata pencaharian di sektor perikanan.
Gambar 6.Permukiman Memanjang Mengikuti Garis Pantai
e. Bentuk Permukiman Terpusat Bentuk permukiman yang memusat umumnya terdapat di desa, yaitu pada wilayah pegunungan dan dihuni oleh penduduk yang berasal dari satu keturunan yang sama. Biasanya Perumahan Pesisir
37
semua warga masyarakat di daerah itu adalah keluarga atau kerabat.Dusun-dusun yang terdapat di desa yang bentuknya terpusat biasanya sedikit, yaitu sekitar 40 rumah.
Gambar 7.Permukiman Terpusat (sumber :geografi kelas xi » pola permukiman penduduk versi materi oleh dibyo s dan ruswanto. Google.com)
B. Bentuk-Bentuk Perumahan di Wilayah Pesisir Pedesaan dan Perkotaan di Indonesia Bentuk perumahan di kawasan pesisir pedesaan dan perkotaan terdapat perbedaan. Di kawasan pesisir pedesaan, perumahan umumnya bersifat sporadic, dibentuk oleh masyarakat (housing by people) dan sifatnya freedom to build. Bentuk rumah yang ada bervariasi. Yang berada di area
sekitar pantai (dalam kawasan sempadan pantai) adalah berbentuk panggung
dengan material dari kayu dan bamboo, sedang yang berada di diluar kawasan sempadan pantai yang diantarai oleh jalan lingkungan adalah berbentuk campuran (rumah panggung dan rumah batu/permanen). Berikut gambar-gambar perumahan di kawasan pesisir pedesaan
Gambar 8. Bentuk Perumahan di Wilayah Pesisir Pedesaan ( desa Nelayan Jeneponto) Perumahan Pesisir
38
Di setiap daerah terdapat perbedaan, beberapa daerah di pulau sumatera, jawa, bali, dan nusa tenggara umumnya rumah-rumah di pesisir pedesaan berbentuk rumah non panggung, ada yang menggunakan struktur yang permanen, non permanen atau darurat, dan campuran antara kedua bentuk struktur tersebut.
Gambar 9. Rumah semi permament, pada bagian bawah menggunakan konstruksi batu bata dan bagian atas dengan material kayu.
Gambar 10. Rumah dengan konstruksi permanen, namun menggunakan bentuk rumah panggung
Perumahan Pesisir
39
Gambar 11.Rumah berbentuk non panggung dengan konstruksi permanen (Bentuk Rumah-Rumah di Wilayah Pesisir Pedesaan)
Sementara itu, permukiman di wilayah pesisir perkotaan telah mengalami perubahan bentuk. Rumah-rumah yang ada saat ini, ada yang dibangun oleh masyarakat secara mandiri ada pula yang dibangun oleh pemerintah dalam jumlah yang banyak (mass housing). Rumah-rumah yang dibangun oleh masyarakat di kawasan pesisir perkotaan konstruksinya ada yang massif (rumah batu) adapula yang darurat (rumah panggung). Bagi masyarakat yang membangun dengan konstruksi massif umumnya dibangun diatas lahan milik pribadi dan memiliki fungsi ganda, selain sebagai hunian juga sebagai toko.Sedang yang masih berbentuk rumah darurat umumnya dibangun diatas lahan-lahan yang bukan untuk peruntukan hunian seperti sempadan pantai, sempadan sungai, dan sempadan danau. Sedang rumah-rumah yang dibangun oleh pemerintah di kawasan pesisir ada yang berupa resettlement yang berbentuk rumah susun (rasuna/perumahan verrtical) dan adapula yang berbentuk panggung (perumahan horizontal).Rumah-rumah bagi kalangan ekonomi rendah yang dibangun oleh pemerintah umumnya adalah pemindahan atau resettlement. Lain halnya dengan rumah yang dibangun oleh pengemban (REI) di kawasan pesisir adalah merupakan rumah-rumah Perumahan Pesisir
40
kelas menengah ke atas baik yang sifatnya horizontal maupun vertical (apartemen dan kondominium). Pengadaan atau pembangunan rumah tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke atas terhadap perumahan yang berkualitas dari segi view,
penghawaan, pencahayaan, aksesibility.Berikut ini gambaran rumah-rumah yang
dibangun di wilayah pesisir perkotaan.
Gambar 12. Bentuk Perumahan Resettlement Untia di Kota Makassar Kedua gambar di atas adalah perumahan resettlement bagi kalangan nelayan di kota Makassar. Pola perumahan teratur dengan rumah yang berbentuk panggung. Berikut ini rumah bentuk perumahan nelayan yang juga di buat oleh pemerintah namun dibuat dalam bentuk yang bersusun.
Perumahan Pesisir
41
Gambar 13. Perumahan Susun Kalangan Nelayan di Kota Makassar (sumber: google.com)
Berikut gambar yang memperlihatkan perumahan yang dibuat oleh pihak swasta bagi kalngan masyarakat menengah di kota Semarang yang letaknya berbatasan langsung dengan laut.
Gambar 14. Pola Perumahan Kawasan Pantai Marina Kota Semarang (sumber: google.com) Perumahan Pesisir
42
Perumahan ini diperuntukkan bagi kalangan menengah ke atas, menggunakankonsep mixed used, yaitu penggabungan beberapa fungsi,.diantaranya perdagangan/ komersial, rekreasi, hunian, dan perkantoran.Pada bagian depan kawasan perumahan tersebut terdapat bangunan pemecah ombah yaitu Krif, selanjutnya terdapat area komersil, perkantoran dan rekreatif. Bangunan untuk fungsi hunian diletakkan pada bagian belakang, namun view kea rah laut masih dapat diperoleh dari sisi kanan dan kiri perumahan. Perumahan yang terketak di area pesisir perkotaan yang dibangun oleh swasta bagi kalangan menengah ke atas.Pola yang dipertlihatkan teratur dengan bentuk-bentuk bangunan yang indah dan berukuran besar dengan rata-rata luas kavling 200 m2.
Gambar 15. Bentuk Kawasan Pengembangan Pantai Marina Semarang (sumber : google.com)
Berikut gambar-gambar yang memperlihatkan rumah yang dibangun di kawasan pesisir oleh pengemban swasta. Perumahan Pesisir
43
Gambar 16. Bentuk Rumah Mewah di Pantai Indah Kapok Jakarta (sumber : google .com)
Gambar 17. Apartemen Gold Coast di Pantai Indah Kapok Jakarta (Bentuk Rumah-Rumah di Wilayah Pesisir Perkotaan) (sumber: google.com)
Perumahan Pesisir
44
C. Simpulan Permukiman merupakan satuan ruang yang dibentuk oleh 5 elemen: nature, shells, network, dan melibatkan adanya jalinan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang terkait dengan perikehidupan dan penghidupan (man and society) di dalamnya. Perumahan merupakan satuan ruang yang dibentuk oleh 3 elemen: lingkungan hidup/ alam (nature), kelompok rumah (shells), dan prasarana, sarana dan utilitas lingkungan (network). Bentuk-bentuk permukiman yaitu terpusat, memanjang mengikuti jalur sungai, danau dan pantai. Bentuk perumahan di kawasan pesisir pedesaan dan perkotaan terdapat perbedaan. Di kawasan pesisir pedesaan, perumahan umumnya bersifat sporadic, dibentuk oleh masyarakat (housing by people) dan sifatnya freedom to build. Bentuk rumah yang ada bervariasi. Yang berada di area
sekitar pantai (dalam kawasan sempadan pantai) adalah berbentuk panggung
dengan material dari kayu dan bamboo, sedang yang berada di diluar kawasan sempadan pantai yang diantarai oleh jalan lingkungan adalah berbentuk campuran (rumah panggung dan rumah batu/permanen). Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering, maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dominan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan sehingga wilayah tersebut dapat pula dikatakan sebagai kawasan permukiman nelayan.
Perumahan Pesisir
45
MATERI 3
PERUMAHAN PESISIR DI WILAYAH PESISIR SUNGAI, LAUT DAN DANAU A. Bentuk-Bentuk Perumahan di Wilayah Pesisir Pantai, Sungai dan Danau Bentuk perumahan di kawasan peisisr pedesaan dan perkotaan terdapat perbedaan. Di kawasan pesisir, perumahan umumnya bersifat sporadic, dibentuk oleh masyarakat (housing by people) dan sifatnya freedom to build. Bentuk rumah yang ada bervariasi.Yang berada di area sekitar pantai (dalam kawasan sempadan pantai) adalah berbentuk panggung dengan material dari kayu dan bamboo. Dan yang berada di diluar kawasan sempadan pantai yang diantarai oleh jalan lingkungan adalah berbentuk campuran. Permukiman di kawasan pesisir ada dua macam yaitu, yang berada di area daratan dan di segmen perairan (di atas air). Permukiman yang berada di segmen perairan adalah permukiman yang didirikan di atas badan air. Rumah-rumah yang dibangun di area darat dalam kawasan pesisir ada dua bentuk, yaitu -
Bentuk tradisional atau panggung dengan material dari kayu dan bamboo. Rumah-rumah jenis ini umumnya didirikan di atas lahan yang seharusnya adalah area sempadan pantai atau pada lahan yang menjadi milik tuan tanah dan mereka hanya menumpang di atasnya.
-
Bentuk rumah modern atau non panggung dengan material dari batu bata. Bentuk rumah yang demikian umumnya didirikan di seberang jalan lingkungan atau jalan desa dan bukan merupakan area sempadan pantai.
Berikut beberapa contoh dari perumahan tersebut :
Perumahan Pesisir
46
Gambar 18. Perumahan di Daerah Pantai (dibangun di atas daratan) Kab. Jeneponto
Gambar 19. Rumah-Rumah Nelayan Terletak Tidak Teratur di Kab. Bulukumba
Gambar 20. Rumah-Rumah Nelayan Dibangun di Atas Lahan Tuan Tanah di Pajukukang Kab. Bantaeng Perumahan Pesisir
47
Gambar 21. Perumahan nelayan di Desa Bangkalan Madura, konstruksi bukan rumah panggung ( Bentuk Perumahan dan Rumah di Kawasan Pesisir Pantai dan di Segmen Daratan)
Gambar 22. Perumahan yang dibangun di atas badan air di kawasan Pontap (Palopo) (Bentuk Perumahan di Kawasan Pesisir Pantai dan berada di Segmen Perairan)
Perumahan Pesisir
48
Gambar 23. Perumahan yang dibangun di atas badan air sungai Tallo (Bentuk Perumahan di Kawasan Pesisir Sungai dan Berada di Segmen Daratan)
Gambar 24. Perumahan yang dibangun di atas badan air danau Tempe Wajo/ Bentuk Perumahan di Kawasan Pesisir Danau dan berada di Segmen Perairan (sumber Google)
Jenis perumahan yang dibangun di atas segmen air ada yang mengapung dan dapat berpindah adapula yang tetap dengan tiang-tiang yang tertanam di dalam pasir/tanah. Rumah apung yang dibangun di atas di atas danau memiliki polayang menyebar tidak teratur, sedang perumahan apung yang dibangun
diatas sungai memiliki pola memanjang mengikuti garis
sungai dan tidak teratur.
Perumahan Pesisir
49
Gambar 25. Pola Perumahan Nelayan Tradisional di Area Pantai
Gambar 26. Pola perumahan resettlement Untia di Kota Makassar (sumber google.com) Pola perumahan yang dibentuk oleh pemerintah lebih teratur dibanding pola tradisional yang dibentuk oleh masyarakat.
Perumahan Pesisir
50
Baik pola tradisional maupun yang teratur Umumnya rumah-rumah menghadap ke jalan desa atau gang-gang sempit, apabila terdapat rumah yang menghadap ke laut, maka bagian depan rumah tersebut umumnya ditutup dengan terpal untuk mencegah rembesan air hujan dan angin menerpa badan rumah. Daerah pantai pada umumnya merupakan pemukiman penduduk yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti garis pantai.Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan ke laut. Berikut ini pola perumahan yang didirikan disekitar sungai dan danau.
Gambar 27. Pola perumahan disepanjang aliran sungai dan berada pada dua sisi sungai
Gambar 28. Perumahan yang hanya berada ada satu sisi sungai
Perumahan Pesisir
51
Sisi yang lainnya dibatasi oleh jalan inspeksi yang menghalangi perkembangan permukiman. semua rumah-rumah menghadap ke jalan dan membelakangi air.
Gambar 29. Pola perumahan di area danau ( Pola Perumahan di Area Pesisir Pantai, Sungai dan Danau)
Perumahan yang berada di danau terdiri atas dua macam, yaitu permukiman mengapung dan yang tetap. Untuk permukiman mengapung, apabila air pasang maka rumah-rumah akan berkumpul dipinggir-pinggir danau, dan sebaliknya apabila air surut maka permukiman akan mendekati bagian tengah danau, seperti yang terjadi di perumahan nelayan danau tempe (Naidah 2011). Untuk permukiman yang menetap, maka rumah-rumah akan tersebar tidak merata.
B. Bentuk Permukiman Nelayan Berbasis Pekerjaan Pekerjaan merupakan faktor yang sangat penting bagi seseorang untuk dapat menopang kelangsungan
hidup pribadi dan keluarga.
Bagi nelayan di permukiman tradisional,
ada
beberapa point penting yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih lokasi bermukim : -
Kesesuaian lokasi permukiman dengan pekerjaan utama. Lokasi permukiman memiliki karakter khusus, seperti berbatasan langsung dengan pantai.
-
Jarak dari permukiman ke tempat kerja. Permukiman memiliki jarak yang dekat dari lokasi penangkapan ikan, demikian pula jarak
lokasi penangkapan ikan ke fasilitas
ekonomi seperti TPI dan pasar (yang berada diluar lingkungan permukiman). -
Tersedia fasilitas ekonomi dalam permukiman (TPI, dermaga) yang dapat memperlancar pekerjaan nelayan.
Perumahan Pesisir
52
Konsep lokasi permukiman tradisional nelayan yang berbasis pekerjaan sesuai dengan konsep yang diutarakan oleh Mulyadi (2007), bahwa nelayan menempatkan lokasi pemukiman di pinggiran pantai sebuah lingkungan yang dekat dengan lokasi pekerjaan. Demikian pula pemilihan lokasi permukiman dengan jarak ke tempat kerja dan fasilitas ekonomi, sesuai dengan konsep yang diutarakan Budihardjo (1985) dan Depkimpraswil (2001), bahwa jarak dari lokasi pekerjaan ke lokasi permukiman adalah penting. Sedang ketersediaan sarana ekonomi penunjang pekerjaan nelayan dalam permukiman tradisional didukung oleh pernyataan Junaidi (2009), bahwa masyarakat
nelayan memerlukan sarana penunjang perikanan seperti TPI
untuk
memasarkan hasil tangkapannya. Selain lokasi, jarak, dan fasilitas penunjang pekerjaan nelayan, hal yang juga patut dipertimbangkan adalah orientasi permukiman. Orientasi permukiman tradisional nelayan suku Makassar adalah terhubung langsung dengan jalan dan unsur air. Orientasi yang demikian sesuai dengan teori Rapoport (1977), bahwa terdapat tiga macam orientasi permukiman yaitu : (1) permukiman mengelilingi central space, (2) orientasi permukiman menyusuri jalan/along the streets. Terdapat dua macam organisasi dalam orientasi permukiman menyusuri jalan, yaitu rumah berada disepanjang jalan dan berseberangan dengan rumah lain
atau rumah berada
disepanjang jalan dan berseberangan dengan unsur air (waterfront), (3) orientasi ke arah dalam (inside-out). Orientasi ini memiliki domain privat-publik.Berikut gambar yang memperlihatkan orientasi perumahan.
(1) Dwelling surrounding the centralspace.
(2) Street related housing(kiri) danwaterfront housing (kanan).
(3) Orientasi kearahdalam(i nside-out).
Gambar 30. Karakter Permukiman Dilihat Dari Organisasi Ruang Permukiman (sumber :Rapoport,1977).
Perumahan Pesisir
53
Bentuk orientasi permukiman yang dijelaskan di atas bila dikaitkan dengan pekerjaan nelayan maka ada dua yang dapat digunakan, yaitu tipe ke dua dan ke tiga. Orientasiwaterfront, yaitu orientasi permukiman yang terhubung langsung dengan jalan dan unsur air akan sangat mendukung pekerjaan nelayan. Orientasi inside-out, yaitu orientasi ke dalam dan keluar, orientasi iniakan sangatpendukungpekerjaanpengolah ikan dan rumput laut karenacentral spaceyang menjadi orientasi kedalam dapat menjadi ruang pengolahan ikan dan rumput laut. Selain sesuai dengan pekerjaan, orientasi tersebut juga sesuai dengan falsafah permukiman yang menggunakan pola persegi empat
yang memiliki pusat dan
pinggir, atau pola memanjang pantai menghadap jalan dan membelakangi laut.
C. Bentuk Perencanaan Tata Ruang Pesisir Perencanaan dan perancangan tata ruang pesisir tidak dapat dilakukan secara partial, namun holistic, baik kawasan yang berada di dalam air, kawasan peralihan, maupun kawasan daratan yang masih merupakan area pesisir. Berikut bentuk-bentuk perencanaan tata ruang kawasan peisir
Gambar 31. Wilayah Perencanaan tata Ruang Prov/Kab/Kota (sumber :KKP dalam Google.com) Perumahan Pesisir
54
Tata ruang kawasan pesisir memperlihatkan bahwa coastal area dimulai dari kawasan daratan hingga ke laut.Wilayah perencanaan tata ruang daratan dimulai dari air pasang tertinggi hingga ke darat. Dalam menghadapi perubahan yang luar biasa dalam bentuk dari peningkatan resiko terdapa banjir dan erosi area coastal (pantai) akibat perubahan iklim. Maka solusi baru yang juga akan dikembangkan dalam mengatasi dampak lingkungan dengan perbaikan landscape pantai atau area coastal maka sangat penting untuk mempertimbangkan hal tersebut Sementara itu berdasarkan menurut aturan-aturan yang ada di Indonesia, terdapat garisgaris sempadan pantai, sungai, dan danau yang merupakan area-area yang tidak dapat terbangun. Berdasarkan kepres no 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung telah ditetapkan bahwa: kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi kearah darat (pasal 14) dan Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai (pasal 13). Untuk kawasan sungai dan danau berdasarkan peraturan pemerintah republic Indonesia nomor 38 tahun 2011 tentang sungai adalah sbb: Pasal 9. Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana yang dimaaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf a ditentukan : a. Paling sedkit berjarak 10 m (sepuluh meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman kurang atau sama dengan 3 m (tiga meter) b. Paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga meter) c. Paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter)
Perumahan Pesisir
55
Pasal 10. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 8 pasal (2) huruf (b) terdiri atas : a. Sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 Km2 (lima ratus kilometer persegi) dan b. Sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan 500 km2 (lima ratsu kilometer persegi) 2. Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, sebagaimana dimaksud pada ayait (1) huruf (a) ditentukan paling sedikit berjarak 100 m (seratus meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. 3. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) ditentukan paling sedikitnya 50 m dari kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Pasal 11 Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (8) pasal (2) hurugf c ditentukan paling sedikitnya 3 m (tiga meter) dari tepi kaki luar tanggul sungai sepanjang alur sungai. Pasal 12 Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana yang dimaksud dalam padal 8 ayat (2) huruf d ditentukan paling sedikit berjarak 5 m (lima meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Pasal 13 Penentuan garis sempadan yang terpengaruh pasang surut air laut sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf e, dilakukan dengan cara yang sama dengan penentuan garis sempadan sesuai pasal 9, pasal 10, pasal 11, dan pasal 12 yang diukur dari tepi muka air pasang rata-rata
Perumahan Pesisir
56
Pasal 14. Garis sempadan danau paparan banjir sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) hurif f ditentukan mengelilingi danau paparan banjir paling sedikit berjarak 50 m (lima puluh meter) dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi Pasal 15 Garis sempadan mata air sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf g ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 m (dua ratis meter) dari pusat mata air Gambar berikut memperlihatkan batas-batas daerah penguasaan air sungai dan pengendalian banjir dengan menggunakan tanggul.
Gambar 32. Bantaran Sungai, Garis Sempadan, Daerah Penguasaan Sungai
Perumahan Pesisir
57
D.
Pola dan tata letak Pengembangannya
Lingkungan
Perumahan
nelayan
desa
dan
Arahan
Pola dan tata letak suatu pemukiman nelayan terbentuk dari 2 hal yang sangat mempengaruhi yaitu faktor manusia dan faktor alam. Faktor manusia mempengaruhi penataan berkaitan erat dengan kebudayaan dan aktifitas sosial para penduduk, sedangkan faktor alam yang sudah ada menjadi dasar penataan pemukiman yang sebisa mungkin memanfaatkan semua potensi alam yang tersedia. Berikut pola dan tata letak pemukiman nelayan yang ada di Indonesia berdasarkan DPU Cipta Karya:Pola-pola berikut ini memperlihatkan pola perumahan nelayan yang berada di area darat (bukan dalam segmen perairan air). a. Pola mengelompok Tipe Cluster (Mengelompok)Pada tipe ini, rumah-rumah nelayan mengelilingi pusat kegiatan nelayan seperti TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Berikut ilustrasi pola cluster:
Gambar 33. Pola Cluster pada Pemukiman Nelayan di Indonesia (Sumber: Setioko, 2011)
Dapat dilihat bahwa pola cluster ini mengelompokkan pemukiman nelayan pada satu zona. Hal ini bisa menjadi pembeda zona antara pemukiman nelayan dan non nelayan sehingga meminimalisir terjadinya gangguan aktifitas oleh penduduk yang berprofesi nelayan dan bukan nelayan. Pola perumahan mengelopmpok banyak terdapat Di pantai atau danau
Perumahan Pesisir
58
Gambar 34.. Perumahan Pola Mengelompok di Area Pesisir Pantai dan Danau
-
Perumahan
ecnderung mengelompok di pusat-pusat
kegiatan yang cenderung
menimbulkan terjadinya daerah kumuh/ slum jika tidak diarahkan. -
Kadang-kadang pemukiman yang tumbuh secara tidak terencana
tersebut,
menyebabkan keseimbangan alam terganggu dan terancam kritis
Arah Pengembangan:
Perumahan Pesisir
59
Gambar 35.. Arah Pengembangan Perumahan Pola Mengelompok di Area Pesisir Pantai dan Danau -
Usahakan ada jarak antara perumahan dengan tepi pantai, ditanami dengan pohon agar kelestarian alam pantai dapat tetap terjaga dari sampah, lumpur dan erosi.
-
Perkembangan permukiman nelayan diarahkan, dengan demikian pelayanan fasilitas umum dapat merata.
Sedang untuk daerah aliran sungai (DAS) adalah sebagai berikut :
Gambar 36. Perumahan Pola Mengelompok di Area DAS
Perumahan Pesisir
60
Lokasi perumahan mengelompok dibagian kelokan aliran sungai yang sewaktu-waktu dapat terancam kritis
Arah pengembangan
Gambar 37. Arah Pengembangan Perumahan Pola Mengelompok di DAS Menghindari pembangunan dipinggir sungai untyk menghindari longsor/erosi terutama di daerah DAS Disepanjang pinggir sungai sebaiknya diberi pohon pelindung untuk menjaga kelestaraian sungai. Kegiatan MCK yang terdapat di daerah pinggiran sungai sebaiknya dilokalisir dana diletakkan di darat untuk menghindari tercemanya air sungai
Pola mengelompok yang terdapat di daerah muara adalah sebagai berikut :
Perumahan Pesisir
61
Gambar 38. Perumahan Pola Mengelompok di Area Muara Sungai Lokasi perumahan mengelompok di daerah muara sungai sampai kepinggir laut Biasanya kegiatan MCK terdapat disepanjang sungai
Arah pengembangan
Gambar 39. Arah Pengembangan Perumahan Pola Mengelompok di Area Muara Sungai -
Pengembangan perumahan diarahkana menuju kearah darat dengan menghindari perkembangan kea rah pinggir sungai/pantai
-
Disepanjang pantai/sungai
sebaiknya diberi pohon pelindung, untuk menjaga
kelestarian pantai/sungai -
Kegiatan MCK ditarik ke darat agar sungai tidak tercemaar.
Perumahan Pesisir
62
b. Pola Menyebar Tipe menyebar merupakan tipe pemukiman nelayan yang tidak beraturan dan tidak terkontrol, hal ini biasa disebabkan tidak adanya perancangan pemukiman nelayan sehingga penataan pemukimannya tidak merata. Berikut ilustrasi pemukiman nelayan tipe menyebar:
Gambar 40. Pola menyebar pada Pemukiman Nelayan (Sumber: Setioko, 2011) Pola ini dapat terjadi di pantai, sungai dan danau
Gambar 41. Perumahan Pola Menyebar di Area Pesisir Pantai, Sungai dan Danau -
Lokasi perumahan menyebar dan jauh
dari tempat fasilitas umum sehingga
pelayanannya tidak merata
Arahan Pengembangan
Perumahan Pesisir
63
Gambar 42. Arah Pengembangan Perumahan Pola Menyebar di Area Pesisir Pantai, Sungai dan Danau -
Pengembangan perumahan diarahkan agar mengelompok, sehingga pelayanan fasilitas umum prasarana lingkungan mudah dan lebih murah
-
Sebaiknya ada jarak antara pantai ke perumahan dan pengembangan perumahan di arahkan menuju darat
c. Pola Memanjang Pola linier merupakan pola pemukiman nelayan dimana rumah-rumah nelayan berada di tepi-tepi jalan utama pada pemukiman tersebut, sehingga pola ini mengikuti garis jalan. Berikut ilustrasi pola linier (menerus):
Gambar 43. Pola linierr pada Pemukiman Nelayan (Sumber: Setioko, 2011) Pola pemukiman linier seperti ini memiliki akses yang baik di setiap rumah nelayannya, karena mengikuti jalan lingkungan setempat, sehingga juga mempermudah kegiatan nelayan.
Perumahan Pesisir
64
Pola memanjang banyak terjadi di pantai
Gambar 44. Perumahan Pola Memanjang di Area Pesisir Pantai -
Lokasi perumahan memanjang biasanya menyebabkan kelestarian lingkungan alam sebagai pendukung / pelindung pantai lebih banyak terancam
-
Penyediaan kelengkapan fasilitas umum kurang ekonomis dan jangkauan pelayanan umum tidak merata
Arah Pengembangan
Gambar 45. Arah Pengembangan Perumahan Pola Menyebar di Area Pesisir Pantai
Perumahan Pesisir
65
-
Pengembangan lokasi perumahan diarahkan
mengelompok sehingga pelayanan
fasilitas umum dan prasarana lingkungan mudah dan murah -
Pengembangan perumahan yang memanjang di pantai dihindari untuk menjaga kelestarian pantai, sebaiknya ada jarak dari perumahan ke pantai.
Pola memanjang di sungai, danau, dan di daerah aliran singai (DAS) Lokasi perumahan memanjang sepanjang sungai yang kegiatannya cenderung merusak.
Gambar 46. Perumahan Pola Memanjang di Area DAS Arah pengembangannya
Gambar 47. Arah Pengembangan Perumahan Pola Menyebar di Area DAS -
Pengembangan perumahan di arahkan kearah daratan
Perumahan Pesisir
66
-
Pinggir sungai dilestarikan agar tidak longsor atau terjadi pendangkalan dengan memberi jarak dari sungai ke bangunan paling tepi (1/2 lebar sungai + 5 m, diukur dari tepi sungai yang terkena air) dan diberi penghijauan sebagai barrier
-
Kegiatan MCK dipindah ke darat untuk menghindari pencemaran langsung
-
Untuk daerah aliran sungai (DAS) pada daerah kritis dihindari adanya bangunan perumahan.
Gambaran tentang pengembangan arah permukiman seperti yang diuraikan di atas sesuai dengan arahan yang terdapat Pedoman Teknik Pelaksanaan P3D Nelayan (1989), yaitu menganjurkan perkembangan perumahan di tepi pantai di arahkan menuju ke darat dan ke pelayanan fasilitas umum.
E. Simpulan Bentuk perumahan di kawasan peisisr pedesaan dan perkotaan terdapat perbedaan. Di kawasan pesisir, perumahan umumnya bersifat sporadic, dibentuk oleh masyarakat (housing by people) dan sifatnya freedom to build. Bentuk rumah yang ada bervariasi.Yang berada di area sekitar pantai (dalam kawasan sempadan pantai) adalah berbentuk panggung dengan material dari kayu dan bamboo. Pola perumahan yang didirikan disekitar sungai dan danau, yaitu: pola
perumahan
disepanjang aliran sungai dan berada pada dua sisi sungai, perumahan yang hanya berada ada satu sisi sungai, perumahan yang berada di danau terdiri atas dua macam, yaitu permukiman mengapung dan yang tetap. Untuk permukiman mengapung, apabila air pasang maka rumahrumah akan berkumpul dipinggir-pinggir danau, dan sebaliknya apabila air surut maka permukiman akan mendekati bagian tengah danau, seperti yang terjadi di perumahan nelayan. Tata ruang wilayah pesisir telah ditentukan dalam pasal 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 yang telah menentukan sistem sempadan untuk wilayah sungai, danau dan pantai sehingga pola tata ruang terbukanya dapat terbentuk untuk sistem penghijauan di area perairan. Dengan terbentuknya sistem sempadan pantai maka pola pengelompokkan perumahan di area perairan yaitu pola mengelompok, pola menyebar dan pola menyebar. Dengan pola perumahan tersebut maka sistem pengembangan perumahan di wilayah pesisir dapat diketahui dengan jelas. Perumahan Pesisir
67
MATERI 4
SARANA DAN PRASARANA PERUMAHAN PESISIR A. Infrastruktur Perumahan Nelayan di Kawasan Pesisir Infrastruktur adalah Fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air bersih, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial (American Publik Work Association ).Menurut Catanesey, Anthony J., dan Jamse C.S (1979:120) dalam bukunyaPerencanaan Kota, bahwa keberadaan infrastruktur ini mempunyai dampak yang sangat besar bagi mutu kehidupan masyarakat, pola pertumbuhan dan prospek perkembangan ekonominya.Sedang Menurut Grigg, Infrastruktur merujuk pada sistem phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas public yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Infrastruktur fisik dan sosial adalah dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengolahan limbah, listrik, telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional. Infrastruktur selain fasilitasi akan tetapi dapat pula mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportai pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga sampai kepada masyarakat. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa infrastruktur adalah bangunan atau fasilitasfasilitas dasar, peralatan-peralatan, dan instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung
Perumahan Pesisir
berfungsinya
suatu
sistem
tatanan
kehidupan
sosial
ekonomi
68
masyarakat.Infrastruktur merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Menurut Grigg sistem infrastruktur dapat didefiniskan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan ekonomi masyarakat. Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apa yang dilakukan sistem infrastruktur dan menyatakan bahwa infrastruktur adalah asset yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Layaknya sebuah pemukiman, Pemukiman nelayan juga memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar mempermudah aktifitas penghuni di dalamnya. Dalam penelitian berjudul “Conceptual Spatial Model Of Coastal Settlement in Urbanizing Area” dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah pemukiman nelayan memerlukan fasilitas bersama seperti: 1. TPI ( tempat pelelangan ikan ) 2. Tempat perapatan perahu (Dermaga) 3. Tempat Pengolahan ikan (menjemur, mengasap, dll) 4. Pusat Pendaratan ikan ( PPI ) 5. Bengkel perahu 6. Tempat penjualan solar, dll.
a. Sarana Permukiman Nelayan Adapun sarana permukiman nelayan yang terdapat dalam Pedoman Teknis Pelaksanaan P3D Nelayan adalah meliputi : 1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) adalah tempat jual beli ikan dengan sistem lelang dimana terdapat kegiatan menimbang, menempatkan pada keranjang-keranjang dengan jenis-jenisnya atau digelar di lantai siap untuk dilelang, kemudian pelelangan lalu pengepakan dengan es untuk keranjang/peti ikan yang sudah beku. Lokasi TPI sebaiknya dekat dengan dengan dermaga sehingga memudahkan pengangkutannya dari kapal-kapal.Dermaga berfungsi sebagai tempat tambatan perahu sesuai kebutuhan dan diletakkan strategis terhadap rumah nelayan dengan persyaratan pencapaian yang relative dekat 400 m. Kegiatan ini banyak menggunakan air, oleh karena itu sebaiknya dekat
Perumahan Pesisir
69
dengan air bersih kondisi saluran drainase di lokasi TPI harus baik agar air tidak tergenang sehingga tidak menimbulkan bau yang menyengat. Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI ) Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI ) yaitu pelabuhan perikanan yang dibangun di atas lahan sekurang-kurangnya 2 hektar, jumlah kapal yang dilayani lebih dari 20 unit/hari, atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT, dilengkapi dengan fasilitas tambat labuh untuk kapal minimal 3 GT, panjang dermaga minimal 50 m dengan kedalaman minus 2 m. TPI sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas penunjang lainnya seperti pabrik es, cool storage, Koperasi, tempat parkir. Letak TPI harus dekat dengan dermaga dan tempat parkir perahu. Bahkan sebaiknya di area sekitar TPI dilengkapi dengan krif (Krip adalah bangunan pengaman pantai yang mempunyai fungsi untuk mengendalikan pergerakan materialmaterial seperti pasir pantai yang bergerak secara alami yang disebabkan oleh arus yang sejajar pantai ( Litoral Drift)) agar perahu dan kapal yang parkir di dermaga atau tempat parkir perahu aman dari hempasan ombak.
Gambar 48. Berikut salah satu jenis perencanaan dan perancangan TPI Terpadu.
Perumahan Pesisir
70
Gambar 49. TPI Tanjung Adikarto dari Arah Depan
Gambar 50. Gambar TPI Modern dan Terpadu
Gambar desain perancangan TPI terpadu dari arah belakang yang dilengkapi dengan dermaga dan break water (Break water tanjung adikarto ) yang berbentuk Krif pada ujung atau pintu masuk dermaga Perumahan Pesisir
71
Pangkalan pendaratan Ikan (PPI), sebaiknya di lengkapai dengan berbagai prasarana pendukung seperti stasiun pengisian bahan bakar, cool storage, pabrik es, koperasi, dan tempat parkir kendaraan.
Gambar 51. Pompa bensin apung yang diperuntukkan bagi nelayan (sumber google)
Gambar 52. Cool storage. Tempat penyimpanan dan pengawetan ikan (sumber google.com)
Perumahan Pesisir
72
2. Tambatan Perahu
Tempat penambatan perahu adalah tempat perahu-perahu bersandar / parkir sebelum dan sesudah bongkar muat ikan.Biasanya berdekatan dengan TPI.Fungsi tambatan perahu sebagai tempat untuk mengikat perahu saat berlabuh dan tempat penghubung antara dua tempat yang dipisahkan oleh laut, sungai maupun danau. Terdapat dua tipe tambatan perahu terdiri dari: 1. Tambatan tepi, digunakan apabila dasar tepi sungai atau pantai cukup dalam, dibangun searah tepi sungai atau pantai. 2. Tambatan dermaga, digunakan apabila dasar sungai atau pantai cukup landai, dibangun menjalar ketengah.
Gambar 53. Tambatan Perahu
Selain tambatan perahu, parkir perahu, perbaikan dan pemeliharaan perahu juga merupakan hal yang penting dalam permukiman nelayan.Tambatan perahu hanya digunakan sementara ketika menaikkan atau menurunkan muatan, namun parkir perahu sifatnya bukan Perumahan Pesisir
73
sementara. Berikut memperlihatkan tenpat parkir atau tambatan perahu di area sungai dan pantai yang masih alami.
Gambar 54. Tempat parkir perahu di tepi sungai
Gambar 55. Tempat parkir perahu di pantai
Perumahan Pesisir
74
Gambar 56. Tempat Pembuatan Kapal di Pantai
3. Tempat Penjemuran Ikan Tempat penjemuran ikan berfungsi untuk mengeringkan ikan sebagai proses pengawetan. Adapun syarat-syarat tempat penjemuran ikan sebagai berikut: 1. Tempat penjemuran ikan sebaiknya berupa lapangan terbuka atau terkena sinar matahari. 2. Wadah penjemuran ikan sebaiknya berlubang agar air dapat turun supaya cepat kering dan tidak berkarat. 3. Tempat penjemuran ikan diusahakan bersih dengan membuat saluran pembuangan. 4. Sebaiknya ada jaringan drainase supaya tidak ada air yang tergenang sehingga tidak menimbulkan bau. 5. Lokasi penjemuran ikan sebaiknya mudah di awasi.
Perumahan Pesisir
75
Gambar 57. Tempat Penjemuran Ikan Asin di area TPI
Gambar 58.Tempat jemuran ikan asin di halaman rumah
Perumahan Pesisir
76
Tempat jemuran ikan terletak pada beberapa tempat, selain dekat TPI juga terkadang di halaman rumah penduduk atau di sekitar pantai.
b. Prasarana Permukiman Nelayan Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu kawasan permukiman nelayan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya, seperti : jaringan air bersih dan air limbah, jaringan drainase, jaringan persampahan, dan jaringan jalan.
1.
Jaringan Jalan Jaringan jalan di lingkungan perumahan pesisir pantai sama jaringan jalan dalam
lingkungan perumahan umumnya, terutama untuk perumahan yang berada di area daratan. Berbeda halnya dengan perumahan yang berada di segmen perairan atau di atas air, karena jaringan jalan dalam lingkungan oerumahan tersebut adalah berupa jembatan-jembatan dari kayu atau beton. Berikut ini bentuk jalan di permukiman nelayan yang berada di area daratan
Gambar 59. Jalan utama perumahan dari material aspal, telah memiliki saluran pembuangaan air kotor disisi kiri dan kanan jalan
Perumahan Pesisir
77
Gambar 60. Jalan utama perumahan nelayan dari material pengerasan, tidak memiliki saluran pembuangan air kotor
Gambar 61. Gang-gang dalam perumahan dengan material dari tanah dan tidak memiliki saluran pembuangan air kotor
Perumahan Pesisir
78
Gambar 62. Gang-gang dalam perumahan dengan material dari tanah dan tidak memiliki saluran pembuangan air kotor
Gambar 63. Jalan yang juga berfungsi sebagai jembatan/titian di Perumahan segmen perairan Perumahan Pesisir
79
Gambar 64. Jalan di lingkungan perumahan nelayan pontap palopo yang berada di atas air
Umumnya jalan-jalan yang ada dalam permukiman nelayan memiliki material yang berbeda. Untuk jalan lingkungan perumahan dan jalan kolektor m,enggunakan material aspal atau beton, sedang jalan jalan lainnya
masih menggunakan material tanah. Berbeda dengan
rumah apung, jalan-jalan yang dalam permukiman adalah berfungsi sebagai jembatan yang umumnya masih terbuat dari kayu. Jalan
adalah
merupakan
aksesibilitas
yang
penting
dalam
sebuah
permukiman/perumahan.Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan dan kemudahan mengenai data lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui 80ystem jarinagan transportasi ( Najid, 2005). Jaringan jalan merupakan prasarana pengangkutan (transportasi) yang memungkinkan sistem pencapaian dari suatu tempat ke tempat lain dalam pergerakan arus manusia dan angkutan barang secara aman dan nyaman. Berdasarkan SNI 03-6967-2003, jaringan jalan adalah suatu
Perumahan Pesisir
80
prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas kendaraan, orang dan hewan Menurut Adji Adisasmita (2010) prasarana jalan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, dalam perekonomian dan pembangunan.Hampir seluruh kegiatan manusia dilakukan di luar rumah.Hampir seluruh kegiatan rumah tangga disuplai dari luar rumah.Kegiatan dan kebutuhan manusia, semuanya menggunakan transportasi jalan dan jasa pelayanan jalan, berarti prasarana jalan adalah sangat penting dan sangat besar. Jaringan jalan di kawasan perumahan menurut fungsinya adalah jalan lokal dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder.
Jalan Lokal. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Jalan Lingkungan. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Jalan Setapak. Jalan yang menghubungkan antar rumah didalam kelompok perumahan nelayan secara konstruktif. Jalan ini tidak dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat, hanya dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dengan becak.
Perumahan Pesisir
81
Tabel 3. Klasifikasi Jalan di Lingkungan Perumahan
2. Jaringan Air Limbah / Air Kotor Limbah adalah air bekas buangan yang bercampur kotoran, air bekas/air limbah ini tidak diperbolehkan dibuang ke sembarangan / dibuang keseluruh lingkungan, tetapi harus ditampung kedalam bak penampungan. Limbah adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat digunakan lagi untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci dimana kuantitasnya antara 50-70 % dari rata-rata pemakaian air bersih (120-140 liter/orang/hari). Perumahan Pesisir
82
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya. Limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup dan atau membahayakan kesehatan manusia. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Menurut Sugiharto, sumber asal air limbah dibagi menjadi dua, yaitu:
Air Limbah Domestik (Rumah Tangga)
Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan.Adapun sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran/lembaga serta daerah fasilitas rekreasi.
Air Limbah Non Domestik (Industri)
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada untuk memperkirakan jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak menggunakan proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari.
3. Jaringan Limbah Domestik (Rumah Tangga) Limbah domestik dalam rumah tangga dibadi atas limbah cair dan padat.Untuk limbah cair diperoleh dari air sisa buangan keluarga (grey water) dan air hujan, sedang limbah padat adalah limbah yang berasal dari kotoran hasil metabolisme (black water). o Grey Water Air buangan keluarga (air cucian, air mandi) di permukiman nelayan umumnya dibiarkan saja mengalir ke halaman rumah atau ke saluran tertier menuju ke riol desa dengan konisi Perumahan Pesisir
83
yang sangat tidak sehat. Bahkan banyak rumah yang menanpung grey waternya pada lobang-lubang di bawah area service, dan dibiarkan meluber ketika penuh atau disiram ke jalan. Berikut
Gambar 65. Grey water yang langsung jatuh ke bawah kolong rumah dan tidak memiliki akses ke saluran riol perumahan terdekat
Perumahan Pesisir
84
Gambar 66. Grey water dari area service yang dialirkan ke saluran riol perumahan terdekat terlihat dibuat saagat sederhana dan terkesan sporadis
Gambar 67. Grey water yang mengalir menuju riol perumahan terdekat, tanpa saluran riol dan terbentuk dengan sendirinya karena adanya cekungan tanah di sekitar rumah. Perumahan Pesisir
85
Gambar 68. .Jaringan drainase lingkungan perumahan nelayan yang menuju ke pantai
Drainase berasal dari bahasa inggris, drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.Dalam bidang teknik sipil, darinase secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi. Jadi drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah. Sistem darinase dapat didefenisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor darin), saluran induk (main drain), dan badan penerima Perumahan Pesisir
86
(receiving waters).Disepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti goronggorong, siphon, jembatan air, pelimpah pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando, dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolahan limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukkan ke badan air penerima, sehingga tidak merusak lingkungan. Secara umum drainase terbagi menjadi: 1. Drainase Primer adalah saluran utama yang menerima saluran drainase dari drinase sekunder. Dimensi saluran relatif besar yang bermuara pada badan penerima yang dapat berupa sungai, danau, laut, maupun kanal. 2. Drainase Sekunder adalah saluran terbuka atau tertutup yang menerima aliran air dari drainase tersier / lingkungan, limpahan air permukaan sekitarnya dan meneruskan ke saluran primer. 3. Drainase Tersier adalah saluran dari yang menerima air dari setiap persil-persil rumah, fasilitas umum dan sarana kota lainnya. 4. Drainase Lingkungan adalah saluran yang menerima aliran air dari lingkungan dan para warga.
B. Konsep jaringan drainase untuk Grey Water dikawasan khusus mengalami banjir Berikut
beberapa gambaran sistem drainase perumahan
yang sering
pada kawasan yang sering
mengalami banjir. Sistem sabuk pantai atau ring dike berguna mencegah air laut masuk ke daratan, menurunkan atau mempertahankan debit sungai melalui kegiatan konservasi, mengarahkan air yang mengalir dari hulu tetap mengalir ke laut melalui BKB/BKT, kegiatan konservasi melalui kegiatan pengembangan tampungan-tampungan air di daerah hulu, di daerah rendah dikendalikan dengan system polder.Polder merupakan salah satu Sistem Tata Saluran Pembuang di Rawa yang disebut Sistem Tertutup.
Perumahan Pesisir
87
Gambaran 69. Drainase System Polder
Sabuk Pantai mampu mengintegrasikan fungsi perlindungan pantai dan penanggulangan rob. Sabuk Pantai dapat di-multi fungsikan sebagai jalan dan/atau fungsi lainnya, Sabuk Pantai tidak mengganggu dan/atau mengabaikan infrastruktur yang sudah ada: pelabuhan, fasilitas nelayan dll. (Harmoni dengan lingkungan), Drainase Daerah Rendah ditangani dengan Sistem Polder
Perumahan Pesisir
88
Gambar 70. Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan (Sumber : Laporan Akhir ” Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan Menuju Waterfront City”) Ring dike berupa tanggul yang mengelilingi perumahan. Dan pada beberapa tempat terdapat pompa-pompa yang akan memompa air dari darianse ke sungai atau laut. Berikut gambaran tentang letak pompa dan posisi ring dike.
Gambar 71. Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan Belanda (Sumber:http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/1/656/ 89 yste m89_is_the_best_technology_in_water_management.html)
Salah satu perumahan yang menggunakan system sabuk pantai pada disain perumahannya adalah Agung sedayu group.Saluran drainase ditempatkan pada sisi dalam dari tanggul.Tanggul mengelilingi lahan perumahan. Pada bagian dalam perumahan terdapat kolamkolam (flood storage pond) yang menampung grey water dalam perumahan. Pada bagian-bagian tertentu terdapat pompa-pompa yang akan memompa air dari flood storage pond ke laut. Perumahan Pesisir
89
Gambar 72.System Drainase Pengendali banjir di pantai Indah kapok (Sumber :http://agungsedayu.com/frame%20bebas%20banjir_pik.htm)
Sedang untuk grey water yang berasal dari unit-unit service ruma tinggal pada rumah panggung sebaiknya di tampung pada sebuah wadah berbentuk corong, selanjutnya dilairkan melalui pipa ke bak kontrol. Dari bak kontrol dibuat percabangan pipa, satu dengan pipa berlubang (pipa peresapan) yang memudahkan air meresap ke dalam tanah atau pasir, dan selebihnya dialirkan ke riol lingkungan melalui pipa yang tidak berlubang. Berikut gambaran sistem pembuangan air limbah rumah tangga.
Perumahan Pesisir
90
Penampungan air kotor dari dapur dan sisa metabolisme.
Pipa menuju ke tanah.
Pipa yang menuju ke bak kontrol
Gambar 73. Konsep Drainase Area Service Rumah Panggung Jika terdapat saluran air kotor lingkungan maka air tersebut dapat dialirkan langsung ke 91yst, namun jika idak terdapat saluran tersebut, maka sebaiknya air diresapkan ke dalam tanah/pasir agar tidak tergenang yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. o Blak Water
Bak kontrol
Black water adalah adalah air buangan domestik yang berbentuk padat.Di permukiman Pipa peresapan
nelayan bentuknya sangat sederhana, ada yang tunggal adapula yang memiliki beberapa bilik.Berikut skema yang memperlihatkan kebiasaan BAB d daerah spsifik: Menuju ke riol kota/lingkungan
Perumahan Pesisir
91
Gambar 74. Praktek Kebiasaan BAB di Daerah Spesifik (sumber WSP)
Gambar 75 . WC Gantung dapat ditemukan di sekitar pantai, tepi sungai atau danau
Perumahan Pesisir
92
Gambar 76. WC Apung. (sumber: google.com) Toilet apung dibuat untuk memenuhi kebutuhan MCK (mandi, cuci, dan kakus). Setiap rumah yang berada disisi sungai memiliki MCK apung di bagian belakang rumahnya
Gambar 77. MCK Bantuan Pemerintah Perumahan Pesisir
93
Sanitasi adalah alat pengumpulan dan pembuangan tinja serta air buangan masyarakat secara higienis sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan seseorang maupun masyarakat secara keseluruhan (Depledge, 1997). Teknologi sanitasi yang telah diterapkan pada Kementerian Pekerjaan Umum adalah sistem pengolahan limbah rumah tangga untuk daerah muka air tanah tinggi menggunakan disinfektan dan media karbon, air buangan dapat langsung disalurkan ke drainase umum, tidak memerlukan resapan dan ramah lingkungan. Pemilihan teknologi sanitasi yang terjangkau dan berkelanjutan merupakan hal yang penting dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap sanitasi.
Gambar 78. Sanitasi Dengan Media Disinfektan dan Karbon
Sistem pengolahan limbah rumah tangga untuk daerah muka air tanah tinggi menggunakan disinfektan dan media karbon
Air buangan dapat langsung disalurkan ke drainase umum.
Jadi, tidak memerlukan resapan dan ramah lingkungan
Perumahan Pesisir
94
C. Teknologi Sanitasi Apung
Gambar 79. Bak Septik Apung
Gambar 80. Bak Septik Biofill System Selain itu juga terdapat teknologi MCK yang ramah lingkungan yang diamakan MCK Bio gas. Berikut gambaran dqan cara kerja tentang MCK tersebut. Perumahan Pesisir
95
Gambar 81 .MCK Bio Gas
Selain system sanitasi modern yang diperlihatkan di atas, juga terdapat system sanitasi konvensional untuk daerah pasang surut. Pada umumnya daerah pasang surut menggunakan WC bentuk panggung, sehingga tempat pembuangan kotorannya terletak di bawah lantai atau terjun langsung ke air. Sistem perawatannya mudah. Adapun bentuk sanitasi tersebut adalah sbb:
Perumahan Pesisir
96
Perumahan Pesisir
97
Gambar 82 . Sistem Sanitasi Konvensional Kawasan Pasang Surut (Sumber : Pedoman Teknik Pelaksanaan P3D nelayan (1989) Bentuk septiktank konvensional memiliki kekurangan dari system apung dan biofill adalah system tank tidak dapaat dipindah tempatnya, selain itu kotoran yang jatuh dari septiktank tersebut dapat dapat menimbulkan kuman-kuman yang dihasilkan dari kotoran dapat langsung mencemari air disekitarnya. Sedang
system
biofill
dapat
dipindah
atau
diganti,
lebih
mudah
dalam
pemeliharaannya.System yang lama memerlukan waktu untuk menunggu air surut baru dapat mengeruk lumpur tinja yang mengendap di dasar 98ystem tan, 98ystem tank mudah mengalami kerusakan karena hantaman ombak karena terbuat dari sement.sedang system tabung atau bio fill 98ystem dan tabung tiddak perlu menunggu air surut untuk mengeruk endapan lumpur, dengan bantuan air pasang
tabung-tabung tinja dapat didorong 98 ystem 98 pantai untuk
selanjutnya disedot lumpurnya oleh mobil tinja, atau mudah diganti jika penuh atau rusak. Dengan material dari tabung-tabung fiber, maka septiktank akan lebih tahan terhadap air laut.
Perumahan Pesisir
98
Tabel 4. Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Bidang Pelayanan Air limbah Air limbah setempat
Indikator
Standar Pelayanan Kuantitas Cakupan Persentase - 50-70% penduduk penduduk terlayani - 80-90% penduduk untukDaerah dengan kepadatan> 300 jiwa/ha
Kualitas Tingkat Pelayanan Tangki system dan MCK Disesuaikan oleh masyarakat - Mobil tinja 4 m3 digunakan untuk pelayanan maks. 120.000 jiwa - IPLT system kolam dengan debit 50 m3/hari - Pengosongan lumpur tinja 5 tahun sekali - Mobil tinja melayani 2 tangki system setiap hari
BOD < 30 mg/liter - SS < 30 mg/liter
D. Jaringan Persampahan Sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat.Sampah ini ada yang mudah membusuk dan ada pula yang tidak mudah membusuk.Yang membususk terutama terdiri dari zat-zat organik seperti sisa makanan, sedangkan yang tidak mudah membusuk dapat berupa plastik, kertas, karet, logam dan sebagainya. Sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhtumbuhan. Sumber limbah padat (sampah) perkotaan berasal dari permukiman, pasar, kawasan pertokoan dan perdagangan, kawasan perkantoran dan sarana umum lainnya. Adapun Jenis-jenis sampah terbagi atas dua. Yaitu: a. Sampah Organik Perumahan Pesisir
99
Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk. Sampah Organik terdiri dari bahanbahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami dan dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik.Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun-daun kering.
b. Sampah Anorganik Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah dan bahkan tidak bisa membusuk. Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tidak dapat diperbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Sebagian dari sampah anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah anorganik pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
Gambar 83. Sistem Jaringan Pembuangan Sampah Perumahan Pesisir
100
Berikut ini memperlihatkan berbagai alat angkutan sampah dalalam lingkungan perumahan yang saat ini digunakan dalam masyarakat
Gambar 84. Alat angutan sampah skala perumahan
Gambar 83. Contoh kontainer dan truk pengangkut di negara maju
Gambar 85. Jenis Truk Pengangkut Multi-loader, Arm-roll dan Roll-on Perumahan Pesisir
101
Gambar 86. Pengolahan Sampah Dengan Cara Kompos
Tabel 5. Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001
Bidang Pelayanan
Standar Pelayanan Kuantitas Cakupan Persampahan Persentase 60-80% produksi produksi sampah (80- 90% sampah komersial dan 50-80% terlayani permukiman, 100% untuk permukiman Dengan kepadatan 100jiwa/ha) terlayani Dengan asumsi timbulan sampah 2,5- 3,5 liter/orang/hari,75% sampah 102ystem102102, 25% sampah non domestic
Perumahan Pesisir
Indikator
Kualitas Tingkat Pelayanan Pewadahan : Kantong 102ystem102 bekas untuk setiap sumber sampah - Pengumpulan: Gerobak sampah 1m3 per 1.000 penduduk, dump truck 6 m3 per 10.000 penduduk - Pemindahan : Transfer depo 100150 m2 per 30.000 Penduduk terlayani dengan radius 400600 meter 102
- Pengangkutan: Dump truck 6 m3 per 10.000 penduduk - Tempat Pembuangan akhir (TPA) : Menggunakan 103ystem controlled landfill pada lokasi yang tidak produktif bagi pertanian, muka air tanah cukup dalam, dan jenis tanah kedap air
E. Model Pengolahan Sampah Untuk Daerah Pasang Surut Sampah merupakan bahan yang dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan. Daerah pasang surut merupakan daerah yang mempunyai ketinggian berada di bawah tinggi muka air laut rata-rata sehingga saat sulit penanggulangan sampahnya. Saat ini, kementerian pekerjaan umum telah menggunakan teknik pengolahan sampah untuk daerah pasang surut diantaranya adalah teknologi persampahan, Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) di daerah pasang surut, instalasi daerah gambut untuk pengolahanan air limbah. F. Jaringan air bersih Sumber air bersih di permukiman nelayan berasal dari beberapa sumber, yaitu : PAM, sumur, dan air hujan yang dijernihkan.
Perumahan Pesisir
103
Gambar 87. Jaringan air bersih dari PAM disalurkan melalui pipa-pipa di bawah jembatan menuju ke rumah-rumah
Gambar 88. Sumber air bersih dari PAM yang ditampung pada bak-bak penampungan (ember) Perumahan Pesisir
104
Gambar 89. Penampungan air bersih untuk kelompok masyarakat. Penempatannya pada lokasi-lokasi strategis dan beberapa ditempatkan dekat dengan MCK umum.
Gambar 90. Sumber air bersih dari sumur dalam (deep well) Perumahan Pesisir
105
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada suatu kawasan permukiman maka adapun kriterianya adalah sebagai berikut : 1. Pengambilan air baku diutamakan dari air permukaan; 2. Kebutuhan air rata – rata 100 liter/orang/hari; 3. Kapasitas minimum sambungan rumah 60 liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Menurut (NSPM Kimpraswil, 2002) beberapa pengertian tentang air bersih adalah sebagai berikut : 1. Sebagai air yang memenuhi ketentuan yang berlaku untuk baku mutu air bersih yang berlaku yang siap diminum setelah dimasak 2. Air yang memenuhi persyaratan untuk keperluan rumah tangga 3. Air yang dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari dengan kualitas yang memenuhi ketentuan baku mutu air bersih yang ditetapkan 4. Air yang aman digunakan untuk air minum dan pemakaian-pemakaian lain karena telah bersih dari bibit-bibit penyakit, zat kimia organik dan anorganik, serta zat-zat radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan. 5. Air bersih memenuhi syarat kesehatan : 1. Air yang tidak berwarna (bening atau tembus pandang) 2. Tidak berubah rasanya dan baunya 3. Tidak mengandung zat-zat organik dan kuman-kuman yang mengganggu kesehatan
Perumahan Pesisir
106
G. Bangunan Pemecah Ombak Bangunan pemecah ombak diperlukan untuk mengamankan permukiman dari Peningkatan frekwensi banjir dan abrasi oleh air laut. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombanglaut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut . Ada beberapa bangunan pemecah ombak yang digunakan di kawasan pesisir, bangunan-bangunan tersebut adalah krip, tembok pantai atau tanggul pantai,
pelindung
tebing pantai atau revetments, dan Pemecah Gelombang Yang Putus-Putus (Detached Break Water). o Krip. Krip adalah bangunan pengaman pantai yang mempunyai fungsi untuk mengendalikan pergerakan material-material seperti pasir pantai yang bergerak secara alami yang disebabkan oleh arus yang sejajar pantai ( Litoral Drift).Bentuk krib biasanya dibangun lurus, namun ada pula yang berbentuk zig-zag atau berbentuk Y, T, atau L.
Gambar 91. Bangunan Pemecah Ombak Jenis Krip (sumber google.com)
Perumahan Pesisir
107
o Tembok pantai atau tanggul pantai dibangun untuk melindungi daratan terhadap erosi, gelombang laut, dan bahaya banjir yang disebabkan oleh limpasan gelombang. Tembok pantai ada yang bersifat meredam energy gelombang dan ada yang tidak. Adapun bahan yang digunakan ada yang dari beton atau pasangan batu kosong ( rublemounts).
Gambar 92. Bangunan Tanggul Pantai (sumber google.com) o Revetment adalah bangunan dibuat untuk menjaga stabilitas tebing atau lereng yang disebabkan oleh arus atau gelombang. Ada beberapa tipe dari revetments, seperti: o Rip-rap atau batuan yang dicetak dan berbentuk seragam. o Unit armour beton o Batu alam atau blok beton
Gambar 93. Bangunan Pemecah Ombak Jenis Revetment (Sumber : google.com) Perumahan Pesisir
108
o Bangunan pemecah ombak yang putus-putus dibuat sejajar pantai dengan jarak tertentu dari pantai. Bangunan ini berfungsi untuk mengubah kapasitas transport sendimen yang sejajar ataupun tegak lurus dengan pantai dan akan mengakibatkan terjadinya endapan (akresi) dibelakang bangunan yang biasa disebut dengan tombolo.
Gambar 94. Bangunan Pemecah Ombak yang Putus-Putus (sumber : google.com)
H. Simpulan Infrastruktur adalah Fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air bersih, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan social Infrastruktur fisik dan sosial adalah dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik, misalnya sebuah pemukiman nelayan memerlukan infrastruktur berupa fasilitas bersama seperti: TPI ( tempat pelelangan ikan ), Tempat perapatan perahu (Dermaga), Tempat Pengolahan ikan (menjemur, mengasap, dll), Pusat Pendaratan ikan ( PPI ), Bengkel perahu, Tempat penjualan solar, dll. Sarana dan prasarana perumahan pesisir yang sangat diperlukan adalah jaringan drainase untuk penyaluran air kotor, air hujan dan limbah rumah tangga, system sanitasi baik berupa
Perumahan Pesisir
109
sanitasi terapung maupun sanitasi yang permanen yang berada di area daratan, jaringan persampahan, dan jaringan air bersih untuk perumahan yang berada di daerah pesisir sungai, danau maupun pantai.
Perumahan Pesisir
110
MATERI 5
PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN DI WILAYAH PESISIR A. Persyaratan Teknis Untuk perumahan di wilayah pesisir, biasanya dihuni oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, sehingga Penetapan lokasi kawasan nelayan perlu mempertimbangkan: 1. Kriteria kelayakan teknis yaitu : a. berdekatan dengan pengembangan pelabuhan perikanan dan atau pengembangan budidaya ikan dan atau industri perikanan dan atau kegiatan usaha kelautan lainnya. b. mempunyai akses ke kawasan perairan. c. dapat dibangun dermaga dan tambatan perahu.
2. Kriteria kelayakan lingkungan yang tidak merusak kawasan hutan bakau dan kehidupan biota laut.
Persyaratan teknis pembangunan perumahan nelayan menurut Petunjuk pelaksanaan Perbaikan lingkungan permukiman nelayan (2001) -
Lokasi o Lokasi yang dipilih untuk peruntukan perumahan nelayan harus sesuai dengan rencana peruntukan yang telah ditetapkan dalam RURTK o Kondisi yang dipilih hendaknya tidak membuat kondisi ekonomi nelayan semakin buruk, tetapi justru membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraannya o Lokasi perumahan nelayan harus terletak disekitar perairan tempat nelayana mencari ikan, atau memiliki akses yang tinggi terhadap kawasan perairan o Lokasi permukiman nelayan memiliki akses ke pusat sarana
lingkungan
perkotaan sehingga sehingga kebutuhan penghuni perumahan nelayan akan sarana Perumahan Pesisir
111
lingkungan dapat teroenuhi pada tahun awal penghuni menempati perumahan tersebut -
Luas lahan o Luas lahan untuk kawasan perumahan nelayan harus cukup mampu menampung sekurang-kurangnya
50 (lima puluh) unit rumah dengan total ukuran lahan
minmal 1 ha, termasuk lahan untuk membangun prasarana dan sarana lingkungan, serta untuk menampung aktifitas kegiatan nelayan seperti tempat pengolahan ikan/menjemur ikan, menjual ikan, menisik jala, dan tempaat atau kanal untuk tambatan perahu. -
Luas persil o luas persil ungtuk amsing-masing unit rumah nelayan ditentukan berdasarkan ketentuan luas minimum persil untuk rumah sangat sederhana yaitu tida kurang dari 60 m2 dan tidak lebih dari 200 m2. o Untuk nelayan yang memiliki kegiatan mengolah ikan dan kegiatan persiapan melaut di rumah, maka luas persil lahan adalah minimal 72 ,m2
-
Topografi o Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pembangunan perumahan nelayan adalah 0-15 %. Untuk kemirungan lahan lebih dari 15%, maka perlu penanganan khusus.
-
Geologi o Kondisi geologi yang diperbolehkan adalah
tidak menimbulkan bencna bagi
penghuni, seperti kondisi tanah yang labil/mudah longsor -
Kepadatan bangunan o kepadatan lahan yang seimbang dengan luas lahan yang tersedia sangat berpengaruh terhadap aspek kenyamanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan o Luas daerah terbangun untuk satu kawasan lingkungan perumahan nelayan yang diperbolehkana maksimal adalah 60% o Luas daerah untuk prasarana lingkungan maksimal 22,5% o Luas daerah untuk sarana lingkungan minimal 17,6%
-
Kepadatan penduduk o Kepadatan penduduk yang dianajurkan adalah tidak melebihi 200 jiwa/ha
Perumahan Pesisir
112
o Kepadatan rumah yang dianjurkan adalah tidak melebihi
3 jiwa untuk luas
bangunan rumah 36 m2.
B. Persyaratan bangunan rumah -
Tipe bangunan rumah o Tipe standar yang lasim dikenal adalah T 21, T 36, T45, T 54, T70, T 120 o Tipe non standar adalah tuipe-tipe diluar tipe tersebut baik yang lebih kecil atau yang lebih besar o Tipe local/tradisional rumah yang mempunyai luas dan bentuk mengikuti kaidahkaidah pembanguna rumah tiap daerah
-
Bentuk/disain bangunan o Bentuk/disain banguan disesuaikan dnegan kondidi daerah berbukit derah pantai yang mempunyai karakter yang berbeda yang dipengaruhi oleh waktu pasang saat permukaan air laut naik dan waktu surut saat permukaan air laut turun. Disarankan daerah pantai rawah adalah menggunakan rumah panggung untuk menghindari kelembaban. o Bentuk bangunan/desain eumah nelayan untuk disarankan bukan rumah panggung, untuk menghindari daya angkat dari angina.
-
Orientasi bangunan o Letak bangunan dari rumah harus memperhatikan posisi matahari dan arah tiupan angina untuk kesehatan dan kenyamanan ruangan o Letak posisi bangunan terhadap matahari seoptimal mungkin o Untuk bangunan di daerah berbukit, letak bangunan disesuaaikan dengan bentuk topografi dengan seminimal mungkin melakukan pemotingan lereng bukit (cut and f ill) dan mengikuti bentuk counter tanah.
C. Simpulan Pada wilayah pesisir untuk pembangunan hunian maka perlu diperhatikan persyaratan teknis secara wilayah pada lingkungan pesisir dan persyaratan bangunan yang layak berada di Perumahan Pesisir
113
wilayah pesisir tersebut. Secara mendasar persyaratan lingkungan yang wajib di perhatikandi wilayah pesisir
adalah lokasi, luas lahan, luas persil, geologi, kepadatan bangunan dan
kepadatan penduduk. Sedangkan persyaratan bangunan adalah tipe bangunan rumah, bentuk/disain bangunan dan orientasi bangunan. Hal ini diperlukan karena dengan memperhatikan persyaratan teknis maka system penangann bencana dapat teratasi di wilayah pesisisr.
Perumahan Pesisir
114
MATERI 6
KAJIAN LINGKUNGAN ALAM PESISIR
Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota. Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana batasnya dapat didefinisikan baik dalam konteks struktur administrasi pemerintah maupun secara ekologis. Batas ke arah darat dari wilayah pesisir mencakup batas administratif seluruh desa (sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan otonomi Daerah, Depdagri) yang termasuk dalam wilayah pesisir menurut Program Evaluasi Sumber Daya Kelautan (MERP). Sementara batas wilayah ke arah laut suatu wilayah pesisir untuk keperluan praktis dalam proyek MERP adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dengan skala 1:50.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), (Dahuri dkk.,1996). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan Perumahan Pesisir
115
baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan kearah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. A. Potensi Wilayah Pesisir Hal tersebut memberikan peluang untuk menghasilkan pendapatan bagi masyarakat pesisir dan sangat berkaitan dengan pelayanan barang atau jasa di habitat/lingkungan pesisir itu sendiri seperti: • Pemancingan komersial dan rekreasi • Pariwisata Pantai • Jasa Rekreasi • Pelabuhan • Petualangan Alam
Gambar 95. Pemancingan dan rekreasi pantai (sumber google.com)
Perumahan Pesisir
116
Gambar 96. Petualangan alam pantai dan pelabuhan rakyat (sumber google.com)
Daerah pesisir merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional melalui kegiatan masyarakat seperti perikanan laut, perdagangan, budidaya perikanan (aquakultur), transportasi, pariwisata, pengeboran minyak dan sebagainya. Seperti diketahui bahwa secara biologis wilayah pesisir merupakan lingkungan bahari yang paling produktif dengan sumber daya maritim utamanya seperti hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea grass beds), estuaria, daerah pasang surut dan laut lepas serta sumber daya yang tak dapat diperbaharui lainnya seperti minyak bumi dan gas alam. Manfaat ekosistem pantai sangat banyak, namun demikian tidak terlepas dari permasalahan lingkungan, sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah pantai.Permasalahan lingkungan yang sering terjadi di wilayah perairan pantai, adalah pencemaran, erosi pantai, banjir, inturusi air laut, penurunan biodiversitas pada ekosistem mangrove dan rawa, serta permasalahan sosial ekonomi. Perumahan Pesisir
117
B. Permasalahan Wilayah Pesisir Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena merupakan daerah pertemuan kekuatan yang berasal darat dan laut .Perubahan ini dapat terjadi secara lambat hingga cepat tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan, dan sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Oleh karena itu didalam pengelolaan daerah pessisir diperlukan suatu kajian keruangan mengingat perubahan ini bervariasi antar suatu tempat dengan tempat lain. Banyak faktor yang menyebabkan pola pembangunan sumber daya pesisir dan lautan selama ini bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Namun, kesepakatan umum mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya terutama adalah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan secara sektoral dan terpilahpilah.Beberapa usaha untuk menanggulangi erosi dan mundurnya garis pantai telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, diantaranya adalah dengan melakukan kegiatan pengisian pantai (beach fill).Tetapi pada kenyataannya pantai tersebut masih terjadi erosi dan terjadi mundurnya garis pantai di sekitar pantai pasir buatan. Banyaknya pemanfaatan dan berbagai aktifitas yang terus berlangsung dampak negatif pun muncul. Dampak-dampak utama saat ini berupa polusi, abrasi, erosi dan sedimentasi, kerusakan kawasan pantai seperti hilangnya mangrove, degradasi daya dukung lingkungan dan kerusakan biota pantai/laut. Termasuk diantaranya isu administrasi, hukum seperti otonomi daerah, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), konflik-konflik daerah dan sektoral merupakan persoalan yang harus dipecahkan bersama melalui manajemen kawasan pantai terpadu. Selain itu berdasarkan pemantauan Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, kenaikan muka air laut di Indonesia rata-rata 510 milimeter per tahun. Strategi adaptasi dan mitigasi belum menyeluruh sehingga garis pantai semakin mundur. Luas daratan hilang setiap tahun mencapai 4.759 hektar.Terkikisnya daratan pesisir itu memusnahkan vegetasi mangrove karena tidak mampu bermigrasi. Mangrove sebagai penahan gelombang air laut terancam punah. Kerusakan tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh beberapa factor yang dimulai dari hulu.Berikut skema gambaran
Perumahan Pesisir
118
factor-faktor yang menjadi penyebab kerusakan alam di kawasan pesisir dilihat dari hulu ke hilir.
Gambar 97. Skema Factor Pemicu dan Dampak Dari Kerusakan Lingkungan Alam Pesisir Serta Cara Mengatasi. (Sumber :
[email protected] [email protected] Perumahan Pesisir
119
Gambaran kerusakan kawasan pesisir dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini
Gambar 98. Peningkatan air pasang
Gambar 99. Masalah abrasi pantai
Perumahan Pesisir
120
Gambar 100. Penimbunan sampah di area pantai
Gambar 101. Masalah sampah rumah tangga dan drainase lingkungan Perumahan Pesisir
121
Gambar 102. Masalah Banjir
Gambar 103. Penimbunan sedimen di muara sungai menyebabkan pendangkalan sungai dan mengurangi lebar badan sungai serta menyebabkan Rembesan air laut (infilltrasi air laut) ke darat Perumahan Pesisir
122
Gambar di atas memperlihatkan kerusakan area permukiman/perumahan daqn lingkungan di kawasan pantai.Selain itu yang juga perlu diwaspadai adalah bencana tsunami yang telah beberapa dialami di tanah air. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan cara-cara agar dapat meminimalisir dampak dari bencana tersebut agar tidak menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa. Terkait dengan perumahan, maka yang dapat dilakukan adalah dapat meniru contoh disain yangdilakukan di Aceh, pola permukiman dibagi dalam beberapa zone, zone perumahan kepadatan tinggi, perumahan kepadatan rendah, sabuk hijau, dan area pasir pantai. Berikut gambaran pola perumahan tersebut.
Gambar104.
Perencanaan Penataan pola lansekap berdasar zonasi, pola vegetasi dan pembuatan jalur penyelamatKawasan Pesisir Untuk Mengantisipasi Bencana Tsunami
(sumber :http://www.ristek.go.id/file/upload/lain_lain/bencana_aceh/mengurangi_resiko.htm) Perumahan Pesisir
123
Selain pembagian zona-zona dan pembuatan jalur evaluasi seperti gambar di atas, juga tercapat cara lain untuk mengamankan kawasan yang berada di area pesisir dari hal tersebut, baik tsunami maupun peningkatan air laut dan pasang tinggi. Adapun bentuk tersebut adalah dengan cara pembagian zona dan pembuatan bukit-bukit
sebagai bangunan break water. Adapun
bentuknya adalah sbb:
Gambar 105. Daerah-daerah dibagi atas beberapa zona Sketsa analisis Escape Hill berdasarkan jarak waktu, radius pelayanan dan zonasi radius pada kawasan perencanaan Minapolitan Pulau Baai Kota Bengkulu
Gambar 106. Model Bukit Penyelamatan (Escape Hill) Alami. Formasi Escape Hill bias dimanfaatkan untuk Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial (taman kota, Mesjid, lapangan olah raga, jogging track, restoran see-view, club house, gedung pertemuan nelayan, dan lain-lain)
Perumahan Pesisir
124
Gambar 107. Ketinggian Bukit Penyelamatan (Escape Hill) Alami semakin jauh dari pantai semakin rendah
Gambar 108. Morfologi Kawasan Minapolitan Pulau Baai Kota Bengkulu dengan Escape Hill dan sabuk hijau (Green Belt) tanaman pohon yang berlapis-lapis pantai semakin rendah (Mengatasi Bencana Tsunami Melalui Pembuatan Bukit-Bukit danPenzoningan) (sumber:http://dc445.4shared.com/doc/xAz9SmM7/preview.html) Sedang untuk konstruksi rumah yang sebaiknya digunakan pada daerah rawan bencana pada rumah yang berada di segmen perairan adalah menggunakan kombinasi system terapung dan tiang. Berkut gambaran system struktur tersebut.
Gambar 109.Mengatasi Bencana Tsunami pada Rumah di Segmen Perairan Melalui Kombinasi Struktur IPondasi Terapung dan Kolom sebagai Penyangga (sumber: http://dc445.4shared.com/doc/xAz9SmM7/preview.html) Perumahan Pesisir
125
C. Ruang Terbuka Hijau Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik.Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika dan seyogyanya sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) dan Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTH Binaan). Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya. Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan
wisata,
daerah
pertanian,
persawahan,
hutan
bakau,
(http://mynameaprie.blogspot.com/2011/10/ruang-terbuka-hijau-ruang-terbuka-dan.html)
dsbnya .
Berikut gambar ruang terbuka hijau lindung pantai dan sungai.
Perumahan Pesisir
126
Gambar 110. Ruang Terbuka Hijau Lindung di Pantai (sumber google.com)
Gambar 111. Ruang Terbuka Hijau Lindung di Sungai (sumber: google.com)
Perumahan Pesisir
127
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman. Berikut ini bentuk ruang terbuka hijau binaan disepanjang kanal atau sungai kecil, menempati bahu jalan sekaligus area bantaran kanal.
Gambar 112. Ruang terbuka binaan di bantaran sungai/kanal (sumber google.com)
Perumahan Pesisir
128
Gambar 113. Ruang terbuka binaan di bantaran sungai/kanal dalam Kawasan Perumahan (Source : google.com)
Berikut standar pelayanan minimal untuk sebuah ruang terbuka hijau binaan Tabel 6. Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Bidang Indikator Pelayanan Sarana Ruang Terbuka (taman, pemakam an umum dan parkir)
Perumahan Pesisir
Standar Pelayanan Kuantitas Cakupan Penduduk Satuan terlayani Lingkungandenganj - % ruangterbuka umlah hijau dalam suatu penduduk < kawasan 30.000 jiwa -% ruang terbuka hijau yang fungsional Penyebaranruang Terbukahijau
Kualitas Tingkat Pelayanan Tersedianya : - Tamanlingkungan untuk setiap250 jiwa - 0,3 m2/penduduk dari luas kawasan(taman, olahraga, bermain) - 0,2 m2/penduduk dari luas kawasan(pemakamanu mum) - Parkirlingkungan 3% dari luaskawasan dengan jumlah2.500 orang
Bersih, mudah dicapai, terawat, indah dan nyaman
129
D. RTH Sempadan Pantai RTH sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas pertumbuhan permukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu kelestarian pantai. RTH sempadan pantai merupakan area pengaman pantai dari kerusakan atau bencana yang ditimbulkan oleh gelombang laut seperti intrusi air laut, erosi, abrasi, tiupan angin kencang dan gelombang tsunami. Lebar RTH sempadan pantai minimal 100 m dari batas air pasang tertinggi ke arah darat. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% – 100%. Fasilitas dan kegiatan yang diijinkan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Tidak bertentangan dengan Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; b) Tidak menyebabkan gangguan terhadap kelestarian ekosistem pantai, termasuk gangguan terhadap kualitas visual; c) Pola tanam vegetasi bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi, erosi, melindungi dari ancaman gelombang pasang, wildlife habitat dan meredam angin kencang; d) Pemilihan vegetasi mengutamakan vegetasi yang berasal dari daerah setempat. Formasi Hutan Mangrove sangat baik sebagai peredam ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur. Beberapa jenis tumbuhan di ekosistem mangrove antara lain: Avicenia spp, Sonneratia spp, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Lumnitzera spp, Excoecaria spp, Xylocarpus spp, Aegiceras sp, dan Nypa sp. Khusus untuk RTH sempadan pantai yang telah mengalami intrusi air laut atau merupakan daerah payau dan asin, pemilihan vegetasi diutamakan dari daerah setempat yang telah mengalami penyesuaian dengan kondisi tersebut. Asam Landi ( Pichelebium dulce) dan Mahoni (S witenia mahagoni ) relatif lebih tahan jika dibandingkan Kesumba, Tanjung, Kiputri, Angsana, Trengguli, dan Kuku.
Perumahan Pesisir
130
Gambar 114. Contoh Penanaman Vegetasi pada RTH Sempadan Pantai
E. RTH Sumber Air Baku/Mata Air RTH sumber air meliputi sungai, danau/waduk, dan mata air. Untuk danau dan waduk, RTH terletak pada garis sempadan yang ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Untuk mata air, RTH terletak pada garis sempadan yang ditetapkan sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air.
Perumahan Pesisir
131
Gambar 115. Contoh Penanaman Pada RTH Sumber Air Baku dan Mata Air 1. Kriteria Vegetasi untuk RTH Sempadan Sungai Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: a) sistem perakaran yang kuat, sehingga mampu menahan pergeseran tanah; b) tumbuh baik pada tanah padat; c) sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan; d) kecepatan tumbuh bervariasi; e) tahan terhadap hama dan penyakit tanaman; f) jarak tanam setengah rapat sampai rapat 90% dari luas area, harus dihijaukan; g) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap; h) berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya; i) dominasi tanaman tahunan; j) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung. Persyaratan pola tanam vegetasi pada RTH sempadan sungai adalah sebagai berikut: a) jalur hijau tanaman meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kirikanan sungai besar dan sungai kecil (anak sungai); b) sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m diambil secara sistematis dengan intensitas sampling 10% dari panjang sungai; Perumahan Pesisir
132
c) sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan acak ( random start) pada peta. sampel jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari garis sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai pohon terjauh; d) sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman e) untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m; f)
jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;
g) pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. 2. Kriteria Vegetasi untuk RTH Sempadan Pantai Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: a) merupakan tanaman lokal yang sudah teruji ketahanan dan kesesuaiannya tehadap kondisi pantai tersebut; b) sistem perakaran yang yang kuat sehingga mampu mencegah abrasi pantai, tiupan angin dan hempasan gelombang air pasang; c) batang dan sistem percabangan yang kuat; d) toleransi terhadap kondisi air payau; e) tahan terhadap hama dan penyakit tanaman; f) bakau merupakan tanaman yang khas sebagai pelindung pantai.
3. Kriteria Vegetasi untuk RTH pada Sumber Air Baku/Mata Air Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
Perumahan Pesisir
133
a) relatif tahan terhadap penggenangan air; b) daya transpirasi rendah; c) memliki sistem perakaran yang kuat dan dalam, sehingga dapat menahan erosi dan meningkatkan infiltasi (resapan) air. Vegetasi ideal yang ditanam pada RTH pengaman sumber air merupakan vegetasi yang tidak mengkonsumsi banyak air atau yang memiliki daya transpirasi yang rendah. Beberapa tanaman yang memiliki daya transpirasi yang rendah antara lain (Manan, 1976 dan Kurniawan, 1993): Cemara Laut ( Casuarina equisetifolia), Karet Munding (Ficus elastica), Manggis ( Garcinia mangostana), Bungur ( Lagerstroemia speciosa), Kelapa (Cocos nucifera), Damar ( Agathis loranthifolia), Kiara Payung ( Filicium decipiens).
F. Simpulan Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana batasnya dapat didefinisikan baik dalam konteks struktur administrasi pemerintah maupun secara ekologis. Potensi wilayah pesisir adalah pemancingan komersial dan rekreasi, pariwisata pantai, jasa rekreasi, pelabuhan, petualangan alam. Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena merupakan daerah pertemuan kekuatan yang berasal darat dan laut . Banyaknya pemanfaatan dan berbagai aktifitas yang terus berlangsung dampak negatif pun muncul. Dampak-dampak utama saat ini berupa polusi, abrasi, erosi dan sedimentasi, kerusakan kawasan pantai seperti hilangnya mangrove, degradasi daya dukung lingkungan dan kerusakan biota pantai/laut. Untuk mengatasi kerusakan-kerusakan area pesisir yang diakibatkan oleh manusi yang memberikan dampak kerusakan lingkungan maka diperlukan pembagian zona-zona , seperti sempadan pantai, area penanaman mangrove, area ruang terbuka dan pembuatan bukit-bukit sebagai bangunan break water.
Perumahan Pesisir
134
MATERI 7 KAJIAN SOCIAL BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT DI PERUMAHAN PESISIR PERDESAAN DAN PERKOTAAN Berdasarkan hasil riset, Fachrudin dkk. (1976) mengelompokkan, desa-desa pesisir ke dalam empat jenis, yaitu: (1) desa pesisir tipe bahan makanan, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai petani sawah; (2) desa pesisir tipe tanaman social, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai petani tanaman lokalc; (3) desa pesisir tipe nelayan/empang, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, dan pembudidaya perairan; dan (4) desa pesisir tipe niaga dan transportasi, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai pedagang antarpulau dan penyedia jasa transportasi antarwilayah (laut) (Hasanuddin, 1985: 108).
Berdasarkan social gender masyarakat nelayan,pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengan ”laut” merupakan ”ranah kaum laki-laki”, sedangkan wilayah ”darat” adalah ranah kerja ”kaum perempuan”. Pekerjaan-pekerjaan di laut, seperti melakukan kegiatan penangkapan, menjadi ranah laki-laki karena karakteristik pekerjaan ini membutuhkan kemampuan fisik yang kuat, kecepatan bertindak, dan berisiko tinggi.Dengan kemampuan fisik yang berbeda, kaum perempuan menangani pekerjaan-pekerjaan di darat, seperti mengurus tanggung jawab social, serta aktivitas social-budaya dan ekonomi.Kaum perempuan memiliki cukup banyak waktu untuk menyelesaikan tangung jawab pekerjaan tersebut.Sebagian besar aktivitas perekonomian di kawasan pesisir melibatkan kaum perempuan dan system pembagian kerja tersebut telah menempatkan kaum perempuan sebagai “penguasa aktivitas ekonomi pesisir”.Dampak dari Perumahan Pesisir
135
social pembagian kerja ini adalah kaum perempuan mendominasi dalam urusan ekonomi rumah tangga dan pengambilan keputusan penting di rumah tangganya (Kusnadi, 2001). Dalam rumah tangga nelayan miskin, kaum perempuan, isteri nelayan, mengambil peranan yang strategis untuk menjaga integrasi rumah tangganya. Modernisasi perikanan yang berdampak serius terhadap proses pemiskinan telah menempatkan kaum perempuan sebagai penanggung jawab utama kelangsungan hidup rumah tangga nelayan (Kusnadi, 2003:69-83). Orang pesisir memiliki orientasi yang kuat untuk merebut dan meningkatkan kewibawaan atau status social. Mereka sendiri mengakui bahwa mereka cepat marah, mudah tersinggung, lekas menggunakan kekerasan, dan gampang cenderung balas-membalas sampai dengan pembunuhan.Orang pesisir memiliki rasa harga diri yang amat tinggi dan sangat peka.Perasaan itu bersumber pada kesadaran mereka bahwa pola hidup pesisir memang pantas mendapat penghargaan yang tinggi.
A. Kehidupan Masyarakat Nelayan Ditinjau Dari Aspek Sosial-Budaya Hubungan sosial yang terjadi dalam lingkungan masyarakat nelayan adalah akibat interaksi dengan lingkungannya. Adapun ciri sosial masyarakat nelayan sebagai berikut: 1. Sikap kekerabatan atau kekeluargaan yang sangat erat. 2. Sikap gotong royong/paguyuban yang tinggi. Kedua sikap telah banyak mewarnai kehidupan masyarakat nelayan yang pada umumnya masih bersifat tradisional. Lahirnya sikap ini sebagai akibat dari aktivitas nelayan yang sering meninggalkan keluarganya dalam kurun yang waktu cukup lama, sehingga timbul rasa keterkaitan serta keakraban yang tinggi antara keluarga-keluarga yang ditinggalkan untuk saling tolong menolong. Hal ini dapat tercermin pada pola permukimannya yang mengelompok dengan jarak yang saling berdekatan, sikap gotong royong yang tampak pada saat pembuatan rumah, memperbaiki jala ikan, memperbaiki perahu, dan alat tangkap serta pada upacara adat, ketika akan melakukan penangkapan ikan yang juga dilakukan secara gotong royong di laut yang dipimpin oleh seorang punggawa.
Perumahan Pesisir
136
Beberapa hal yang telah membudaya dalam masyarakat nelayan adalah kecenderungan hidup lebih dari satu keluarga dalam satu rumah atau mereka cenderung untuk menampung keluarga serta kerabat mereka dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan sering dijumpai jumlah anggota keluarga dalam satu rumah melebihi kapasitas daya tampung, sehingga ruang gerak menjadi sempit dan terbatas. Dan dampaknya itu pula, mereka cenderung untuk memperluas rumah tanpa terencana. Adapun adat kebiasaan yang turun temurun telah berlangsung pada masyarakat nelayan adalah seringnya mengadakan pesta syukuran atau selamatan, misalnya pada waktu peluncuran perahu baru ketika akan melakukan pemberangkatan, dan saat berakhirnya musim melaut agar pada musim berikutnya mendapatkan hasil yang lebih banyak dan lain-lain. Masyarakat nelayan pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan kurangnya pengetahuan mereka sehingga menghambat kemajuan nelayan sendiri, antara lain sulitnya bagi pemerintah untuk memberi bantuan dalam bentuk penyuluhan maupun modernisasi peralatan (Mubyarto;1985). Hal
ini juga berpengaruh dalam lingkungan
permukimannya, karena rendahnya pengetahuan akan pentingnya rumah sehat
yang
mengakibatkan mereka menganggapnya sebagai suatu kebutuhan.
Gambar 116. Masyarakat nelayan di daerah Tolo Jeneponto bergotong royong mendirikan panggung untuk lomba membaca Alquran di bulan puasa Perumahan Pesisir
137
Gambar 117. Masyarakat nelayan bergoting royong mengangkut jala dari perahu ke rumah
Gambar 118. Bergotong royong mendorong perahu dari sungai ke pantai Perumahan Pesisir
138
Gambar 119. Bergotong Royong Memindah Rumah di atas air, menggunakan bantuan prahu dan drum untuk mengapungkan rumah sehingga mudah di pindah di Kecamatan Tallo (sumber FOTO ANTARA/Sahrul Manda Tikupadang/ed/nz/11goole.com)
Gambar 120. Ibu-ibu keluarga nelayan di Aeng Batu bergotong royong menyiapkan makanan untuk acara berbuka puasa Perumahan Pesisir
139
Gambar 121. Aktivitas Musyawarah Masyarakat di Perumahan Nelayan
Gambar 122. Aktivitas IbadahMasyarakat di Perumahan Nelayan
Perumahan Pesisir
140
B. Kehidupan Masyarakat Nelayan Ditinjau Dari Aspek Ekonomi
Usaha perikanan banyak tergantung pada keadaan alam, sehingga pendapatan nelayan tidak dapat ditentukan. Tingkat penghasilan nelayan umumnya dibagi atas dua: 1. Penghasilan bersih yang diperoleh selama melaut jika seorang “sawi” maka besar pendapatannya sesuai dengan kesepakatan. 2. Penghasilan sampingan yaitu penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan tambahan, baik pekerjaan itu didapat ketika jadi buruh, bertani dan berdagang maupun pekerjaan atau kerajinan dalam mengelola hasil laut lainnya.
Diamati kondisi ekonomi ketiga kelompok tersebut diatas, maka sepintas lalu dapat dikemukakan bahwa umumnya taraf hidup kehidupan masyarakat nelayan terutama yang menangkap ikan secara tradisional, termasuk paling rendah, sedangkan masyarakat pantai yang bergerak dibidang petempaian/tambak menempati taraf hidup yang lebih baik. Sedangkan untuk yang teratas diduduki oleh masyarakat/pedagang .Desa nelayan umumnya terletak dipesisir pantai, maka penduduk desa tersebut sebagian besar mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Melihat bahwa mereka berada pada daerah pesisir sehingga akan bertambah secara berkelompok-kelompok mengikuti pola lingkungan karena adanya faktor laut sebagai faktor pendukung, sehingga penduduk setempat mempunyai tata cara kehidupan yang bersifat tradisional dengan kehidupan yang spesifik pula.
Gambar 123. Wanita nelayan menjadi buruh jemur ikan Perumahan Pesisir
141
Gambar 124. Wanita nelayan menjadi penjaja ikan
Gambar 125. Wanita nelayan menjadi buruh ikat rumput laut
Gambar 126. Wanita nelayan menjadi buruh pembuat atau perbaikan jala/jarring
Perumahan Pesisir
142
C. Simpulan Dalam bermukim di wilayah pesisir lebih tepatnya di kawasan permukiman nelayan dihubungkan dengan tingkat social dan ekonomi masyarakatnya. Hal ini terkait dengan system pembagian kerja bagi masyarakatnya, diantaranya system pembagian pekerjaan, dimana pada bagian “laut” merupakan pekerjaan bagian kaum lelaki sedangkan pada bagian “darat” merupakan pekerjaan kaum wanita. Hubungan sosial yang terjadi dalam lingkungan masyarakat nelayan adalah akibat interaksi dengan lingkungannya. Adapun ciri sosial masyarakat nelayan yaitu sikap kekerabatan atau kekeluargaan yang sangat erat, sikap gotong royong/paguyuban yang tinggi. Hal yang telah membudaya dalam masyarakat nelayan adalah kecenderungan hidup lebih dari satu keluarga dalam satu rumah atau mereka cenderung untuk menampung keluarga serta kerabat mereka dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan sering dijumpai jumlah anggota keluarga dalam satu rumah melebihi kapasitas daya tampung, sehingga ruang gerak menjadi sempit dan terbatas. Dan dampaknya itu pula, mereka cenderung untuk memperluas rumah tanpa terencana. Diamati dari kondisi ekonomi, maka sepintas lalu dapat dikemukakan bahwa umumnya taraf hidup kehidupan masyarakat nelayan terutama yang menangkap ikan secara tradisional, termasuk
paling
rendah,
sedangkan
masyarakat
pantai
yang
bergerak
dibidang
petempaian/tambak menempati taraf hidup yang lebih baik. Sedangkan untuk yang teratas diduduki oleh masyarakat/pedagang.
Perumahan Pesisir
143
MATERI 8
UTS (UJIAN TENGAH SEMESTER) A. Sasaran Pembelajaran : Di sesi ini, mahasiswa mengikuti UTS (Ujian Tengah Semester) atau Mid Test
B. Topik Pembahasan “UTS (Ujian Tengah Semester) ” C. Deskripsi Materi Sesi ini mahasiswa mengkaji kembali bahan atau materi yang telah diberikan dari materi pertama sampai dengan materi ke tujuh, dimana topic materi terdiri dari teori-teori perumahan pesisir, definisi wilayah pesisir, bentuk-bentuk perumahan pesisir, sarana dan prasarana (Infrastruktur) dari perumahan di wilyah pesisir, persyaratan teknis lingkungan dan bangunan di wilayah pesisir, kajian lingkungan alam pesisir, kajian social budaya masyarakat di wilayah pesisir.
Perumahan Pesisir
144
MATERI 9
SISTEM STRUKTUR PERUMAHAN PESISIR A. Definisi Struktur Bangunan Pesisir Struktur bangunan adalah susunan atau pengaturan bagian–bagian bangunan yang menerima beban atau konstruksi utama, tanpa mempermasalahkan tampilan apakah konstruksi tersebut terlihat sebagai struktur bangunan atau tidak. Secara umum struktur bangunan terdiri atas pondasi, dinding, kolom, lantai dan kuda–kuda atap (Heinz Frick ,1997). Berikut bagan struktur rumah yang berada pada daerah spesifik
Gambar 127. Jenis Rumah Tinggal Daerah Spesifik (sumber wsp)
Untuk daerah pesisir
dimana sering terjadi banjir dan air pasang, maka sebaiknya
struktur dan konstruksi bangunan tidak massif, namun ringan, mudah dibongkar dan dipindah. Perumahan Pesisir
145
Berdasarkan hal tersebut, maka struktur dan konstruksi rumah tradisional adalah pilihan yang tepat. Berikut gambar yang memperlihatkan bentuk rumah tradisional Sulawesi selatan yang berbentuk panggung.
Gambar 128. Tampak Depan Rumah Nelayan Saat ini bentuk rumah panggung yang ada di perumahan nelayan pedesaan ada dua bentuk, yaitu bentuk yang memiliki tamping atau ruang peralilihan yang juga berfungsi sebagai ruang sirkulasi dan ruang tambahan (gambar kiri), dan bentuk yang saat ini sedang berkembang, yaitu bentuk tanpa tamping (gambar kanan)
Gambar 129. Tampak Samping Rumah Nelayan
Perumahan Pesisir
146
Gambar 130. Bentuk struktur dan konstruksi rumah panggung yang didirikan di daratan
Berbeda halnya dengan rumah yang didirikan di atas badan air (segmen perairan), maka struktur dan konstruksi rumah apung adalah merupakan pilihan yang tepat. Rumah terapung merupakan solusi untuk kawasan hunian yang berada pada tepian sungai dan kawasan genangan air dengan memanfaatkan sistem rakit berupa drum plastik untuk menopang beban bangunan. Teknik ini pertama kali dicetuskan oleh Zukri Saad dengan membangun hunian terapung di Danau Maninjau. Rumah terapung memberikan manfaat untuk mengatasi banjir yang sering terjadi di perkotaan seperti Jakarta.
Perumahan Pesisir
147
Gambar 131. Rumah Terapung (Sumber: http://kompetiblog2013.wordpress.com)
Gambar 132. Rumah Apung Produktif (Sumber : google.com)
Perumahan Pesisir
148
B. Teknologi Rumah Terapung Untuk Kawasan Pasang Surut Teknologi rumah terapung yang sederhana dan sesuai dengan kearifan local masyarakat setempat dapat dijumpai di danau tempe. Berikut ini system konstruksi yang digunakan pada rumah apung di danau tempe yang dikutip dari Naing (2012)
Gambar 133. Struktur dan detail tiang bawah dengan alas kaki tipe telapak Perumahan Pesisir
149
Gambar 134. Struktur dan Konstruksi Rumah Apung di Danau Tempe (sumber Naidah 2012) Selain teknologi konvensional yang dilakukan di danau tempe, saat ini banyak digunakan teknologi baru sebagai material dari karet yang dapat menjadi landasan rumah apung.
Gambar 135. Landasan Rumah Apung dari material PlatForm
Perumahan Pesisir
150
Gambar 136. Rumah Apung Struktur Rakit Selain tekbologi apung yang menggunakan drum, bamboo, dan karet asebagai dasar, juga terdapat floting house yang menggunakan konstruksi tiang kayu. Tujuan penggunaan tiang kayu agar bangunan stabil berdiri di tempatnya.
Gambar 137. Struktur rumah panggung didirikan di atas beton-beton bulat. Beton-beton bulat berfungsi sebagai penggamti umpak (dudukan) dari tiang.
Perumahan Pesisir
151
Gambar 138. Struktur rumah panggung didirikan di atas rangka beton. Struktur tersebut lebih stabil karena kolong-kolong beton diikat aantara satru dengan yang lainnya oleh balok-balok beton yang membentuk cincin kolong.
Gambar139. Rumah panggung yang didirikan di atas badan air.Tiang-tiang atau kolom rumah menerus hingga ke dasar air.
Perumahan Pesisir
152
Gambar 140. Floting house yang terdapat di Sanfranscisco (mission creek park) menggunakan mega float.
C. Teknik Penambatan Rumah Terapung Teknik penambatan rumah terapung adalah merupakan salah satu komponen terpenting dalam struktur terapung, penambatan ini didesain sedemikian rupa agar struktur terapung tetap terjaga pada posisinya (http://b-foam.com/article-2012-teknik-penambatan-rumah-terapung.php). Ada 3 (tiga) macam jenis yang mempengaruhi struktur terapung ini: 1. Dorongan akibat arus air yang terjadi dibagian bawah garis air 2. Dorongan akibat angin yang terjadi terhadap bagian struktur terapung diatas garis air 3. Dorongan akibat ombak/gelombang air
Perumahan Pesisir
153
Gambar 141. .Bentuk dan Jenis Komponen Struktur terapung dengan Konstruksi Mega -Float
Untuk komponen struktur terapung :
Pemecah gelombang ( Breakwater)
Sistem penambatan ( Mooring facility)
Struktur pelampung ( Mega float)
Jembatan akses ( Access bridge)
Bangunan utama ( Superstructure)
Ada 3 (tiga) macam system penambatan : 1. Sistem Piles 2. Sistem Rantai/Jangkar 3. Sistem Skrup (Baut)
Keunggulan Sistem Piles : a.
Sistem piles merupakan struktur terapung yang mempunyai keunggulan banguan akan lebih stabil terhadap angin dan gelombang.
b. Tingkat pergerakan lebih rendah. Perumahan Pesisir
154
Kerugian : 1. Biayanya lebih mahal 2. Lebih tidak flexible, kurang cocok terhadap daerah yang berbatu - batu ataupun berpasir
Keunggulan Sistem Rantai/Jangkar : a. Sistem rantai/jangkar adalah perangkat penambat struktur terapung yang kedasar perairan, didanau, laut, sungai sehingga objek tidak berpindah tempat yang di sebabkan hembusan angin.Jangkar dihubungkan dengan rantai sehingga dapat tersangkut di dasar perairan. b. Lebih flexible terhadap gelombang dan angin dari kondisi dasar laut yang berbatu dan berpasir. c. Lebih ekonomis.
Kerugian : 1. Lebih mudah gampang goyah jika ada pergerakan arus atau 2. Tingkat pergerakan lebih tinggi
Keunggulan system skrup (Screw) : a. Sistem skrup merupakan struktur pemancang dengan meggunakan patok besi berulir yang di tancapkan kedasar danau/laut dengan cara penyetelan dari atas permukaan air. b. Lebih ekonomis dan lebih flexible dari gelombang dan angin.
Kerugian : 1. Bangunan akan mudah goyah bila ada pergerakan arus juga angin 2. Tingkat pergerakan lebih tinggi.
Perumahan Pesisir
155
Gambar 142. Jenis-Jenis Sistem Penambatan Rumah Apung Perumahan Pesisir
156
D. Simpulan Struktur bangunan adalah susunan atau,
pengaturan bagian–bagian bangunan yang
menerima beban atau konstruksi utama, tanpa mempermasalahkan tampilan apakah konstruksi tersebut terlihat sebagai struktur bangunan atau tidak. Untuk daerah pesisir dimana sering terjadi banjir dan air pasang, maka sebaiknya struktur dan konstruksi bangunan tidak massif, namun ringan, mudah dibongkar dan dipindahkan. Sistem struktur rumah di area pesisir biasanya berbentuk panggung dimana pada bagian dasar tiang atau kolom rumah di tancapkan pada dasar laut dan ada juga yang berbentuk terapung. Untuk bentuk terapung system penambatannya ada tiga cara yaitu system piles, rantai dan skrup. Dalam system penambatan ini maka yang harus di perhatikan adalah kondisi topografi wilayah pesisir tersebut.
Perumahan Pesisir
157
MATERI 10 s/d 16
RANCANGAN TUGAS PERUMAHAN PESISIR (PERKULIAHAN MINGGU KE 10 s/d 16)
1.
JENIS TUGAS: Group/Kelompok
2.
TUJUAN TUGAS :
3.
Memahami teori-teori perumahan pesisir
Mengkaji teori-teori perumahan esisir yang dipersandingkan dengan kondisi lapangan
Mengkaji permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir perdesaan dan perkotaan
Menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi di lapangan.
URAIAN TUGAS : a.
Obyek tugas :
Melakukan survey ke lokasi perumahan pesisir perdesaan dan perkotaan
Menemukan permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir perdesaan dan perkotaan
Menemukan solusi dari permasalahan yang terjadi di lapangan yang disesuaikan dengan teori-teori perumahan pesisir.
b.
Membuat laporan dari hasil kajian teori dan permasalahan di lapangan.
Yang dikerjakan, oleh mahasiswa :
Melakukan survey lapangan
Mengungkap permasalahan di lapangan
Mengkaji permasalahan yang di kaitkan dengan teori-teori perumahan pesisir
Membuat laporan hasil survey
Menemukan solusi dari permasalahan yang tuangkan dalam bentuk laporan
Mengasistensi lapiran tiap minggu
Waktu pengerjaan selama 6 kali pertemuan di dalam ruang perkuliahan.
Perumahan Pesisir
158
Tiap kelompok bebas menggunakan materi untuk mengeksplorasi tugasnya.
c. Sistem pengerjaan tugas, yaitu: Tugas dikerjakan secara kelompok/group, teknik presentasi, kerta A4 Penerapan materi pembelajaran dari minggu ke 1 - 9, yang dituangkan dalam bentuk laporan dan presntasi hasil survey sekaligus solusi yang didapatkan bagi perumahan pesisir.
d. Keluaran tugas yang dihasilkan Menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir sungai, danau dan pantai yang terdapat pada perdesaan dan perkotaan
Perumahan Pesisir
159
BAB III PENUTUP A. Penutup Dengan tersedianya bahan/buku ajar matakuliah Perumahan Pesisir pada jaringan LMS Universitas Hasanuddin, maka diharapkan dapat membantu mempermudah mahasiswa dalam proses pembelajaran, sehingga memberikan kemampuan dalam memahami, mengetahui, mengaplikasikan teori-teori perumahan pesisir dalam menyelesaikan permaslahan yang terjadi di wilayah pesisir.. Dan memberikan kemandirian dalam berkreatifitas untuk menerapkan ide yang disesuaikan dengan teori-teori perumahan pesisir yang berhubungan dengan estetika (kebenaran, kelengkapan, kerapihan laporan hasil survey), kontribusi keaktifan dalam diskusi kelompok dan kedisiplinan dalam perkuliahan. Dapat
mempermudah bagi tim pengajar/dosen dalam memberikan materi dan
memperbanyak pembimbingan kepada mahasiswa karena bahan ajar dapat di input langsung oleh mahasiswa. Dan membantu para tim pengajar/dosen untuk mempersiapkan bahan ajar per semester dan mempermudah tim pengajar/dosen dalam mengevaluasi bahan ajarnya.
B. Daftar Pustaka Adji
Adisasmita (2010) .“Transportasi Ilmu.Yogyakarta. 2011
dan
Pengembangan
Wilayah”.Graha
Bengen, Dietriech G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB, Bogor. Budihardjo (1985)), Architectural Conservation in Bali, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Budihardjo, Eko (2006), Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan Perkotaan, Cetakan terbaru, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dahuri, H.R., Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J., 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Perumahan Pesisir
160
Dahuri et al. 2001.Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.Pradnya Paramita. Bogor Dibyo S dan Ruswanto “Pola Permukiman Penduduk” (google.com)
GeografiGeografi Kelas Xi
Depledge, D. 1997. Sanitation for small island : Guidelines for selection and development. SOPAC Secretariat : SOPAC Miscellaneous Report 250. Diakses pada tanggal 6 Desember 2012
. Hantoro, wahyoe.2004.Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan Kawasan Kota Pantai. /GE/SEMI3/ PROSIDING/01Doxiadis, C. A. (1968), Ekistic, an Introduction to the Science of Human Settlements. London: Hutchinson of London. Idawarni (2013). “Permukiman Tradisional Suku Makassar Berbasis Budaya dan Gaya Hidup Sebagai Dasar Konsep Permukiman Resettlement di Wilayah Pesisir. Unpublish. Disertasi ITS. Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora. Utama Press. Kusnadi 2003. Akar Kemiskinan Nelayan . Cetakan pertama. Penerbit LKIS, Yogyakarta. Kusnadi, Hari Sulistiyowati, Adi Prasodjo, dan Sumarjono. 2006. Perempuan Pesisir. Naidah Naing, 2Haryanto Halim. SISTEM STRUKTUR RUMAH MENGAPUNG DI DANAU TEMPE SULAWESI SELATAN Structure System Of Floating House At Tempe Lake In South Sulawesi. Jurnal Permukiman Vol. 8 No. 3 November 2013 : 145152 145 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muslim Indonesi Koestoer, dkk.1995. Prespektif Lingkungan Desa Kota.Jakarta : Ui Press.Parwata,I Wayan (2004) , Dinamika Permukiman Pedesaan Pada Masyarakat Bali,Denpasar: Universitas Warmadewa, 2004 Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Najib.
2005. Partisipasi Masyarakat. Makalah disampaikan pada diskusi terbatas tentangpelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan pada kebijakan dan program pemerintah di Jakarta.
Junaidi (2009), Kriteria Lokasi Permukiman Nelayan Menurut Preferensi Masyarakat Nelayan Di Kawasan Dermaga Pulau Baai Kota Bengkulu, Thesis Pascasarjana ITS. Surabaya. Perumahan Pesisir
161
M. Ridwan Alimuddin (2005). Orang Mandar orang laut: kebudayaan bahari Mandar mengarungi gelombang perubahan zaman. Gramedia, 2005 Legislation in the Danish coastal zone (After DCA in Slagelse Municipality, 2009) Mulyadi (2007), Ekonomi Kelautan, PT Raja Graffindo Persada. Jakarta Rapoport, Amos (1977), Human aspect of Urban Form, Pergamon Press, Oxford, New York, Toronto, Sydney, Paris, Frankfurt. Suprijanto, Iwan (2008.), „Karakteristik Spesifik, Permasalahan dan Potensi Pengembangan Kawasan Kota Tepi laut/Pantai (Coastal City) di Indonesia“, Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global. Setioko, Bambang. 2011. Conceptual Spatial Model Of Coastal Settlement in Urbanizing Area. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNDIP Semarang. Whyne, Charles-Hammond. 1979. Elements of Human Geography. George Allen & Unwin Ltd., London. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pedoman Teknis Prasarana jalan Perumahan (system jaringan dan geometri Jalan). Dirjen Cipta karya, 1998 NSPM Kimpraswil, Sistem Penyediaan Air Bersih, 2002. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu . Badan Standardisasi Nasional, (2003).Persyaratan Umum Sistem Jaringan Dan Geometrik Jalan Perumahan. SNI 03-6967-2003, Bandung Departemen Permukiman dan Prasarana wilayah Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001), Petunjuk Pelaksanaan Peremajaan Lingkungan Permukiman Kumuh di Perkotaan dan Perdesaan dengan Konsep TRIDAYA, Jakarta. Departemen PU. Dirjen Cipta Karya Direktorat Perumahan (1989).Pedoman Pelaksanaan P3D Nelayan. Buku 1, Jakarta. Departemen . Permukiman dan Prasarana wilayah Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, (Oktober 2002), Petunjuk Pelaksanaan Perbaikan Lingkungan Permukiman Nelayan PLPN-KIP Nelayan, Jakarta.
Perumahan Pesisir
162
Departemen .Permukiman dan Prasarana wilayah Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (13 Desember 2001), Permukiman untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan.Bahan Sidang Kabinet, Jakarta. Departemen P. U. (2007), Buku Panduan Pengembangan Permukiman. 17-09-2007.Rencana Program Investasi Jangka Menengah, Bidang P.U., Cipta Karya. Jakarta. Departemen PU. Dirjen Cipta Karya (1999). Petunjuk Teknis Pembangunan Perumahan Nelayan. Dep. PU. Jakarta. Ditjen P3K (2000) Pokok-Pokok Pikiran RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Direktorat Bina Teknik, 2003. Pedoman Umum Pengamanan dan Penanganan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Direktorat Bina Teknik, 2003. Pedoman Umum Pengamanan dan Penanganan Kerusakan Pantai, Jakarta. Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan UNDP/UNCHS, Pengadaan Sarana dan Prasarana Kota di Indonesia,Jakarta. 1997. Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah, 2003. Tinjauan Aspek Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut Dan Pesisir. Surabaya. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 15/Permen/M/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Nelayan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/Prt/1993 Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai . Menteri Pekerjaan Umum Kepmen Kimpraswil, No. 534/KPTS/2001, Tentang Kimpraswil, Jakarta
Standar Pelayanan Minimal, Kantor
Republik Indonesia.“Undang–Undang R.I. Nomor 26 Tentang Penataan Ruang” Tahun 2007. Republik Indonesia.“Undang–Undang R.I. Nomor 1 Tentang Perumahan dan Permukiman” Tahun 2011. Republik Indonesia.“Undang–Undang R.I. Nomor 4 Tentang Permukiman” Tahun 1992. Republik Indonesia, Undang-Undang No.32 „Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup” Tahun 2009. Perumahan Pesisir
163
Presiden R.I. Peraturan Pemerintah republic Indonesia No. 38. Tahun 2011 Tentang Sungai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri http://b-foam.com/article-2012-teknik-penambatan-rumah-terapung.php http://mynameaprie.blogspot.com/2011/10/ruang-terbuka-hijau-ruang-terbuka-dan.html WAHYU.doc.April 2010 | Rumah Panggung Terapung Anti Gempa & Tsunami [email protected] [email protected] Laporan Akhir ” Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan Menuju Waterfront City”) http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/1/656/holland_is_the_best_technolog y_in_water_management.html) http://agungsedayu.com/frame%20bebas%20banjir_pik.htm) http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/1/656/holland_is_the_best_technolog y_in_water_management.html) http://agungsedayu.com/frame%20bebas%20banjir_pik.htm) http://dc445.4shared.com/doc/xAz9SmM7/preview.html
C. Senerai Kata (Glosarium) Air limbah domestic. Air bekas yang tidak dapat digunakan lagi untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci dimana kuantitasnya antara 50-70 % dari rata-rata pemakaian air bersih (120-140 liter/orang/hari).
Abrasi,
Proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombanglaut dan arus laut yang bersifat merusak.
Perumahan Pesisir
164
Aksesibilitas, Suatu ukuran kenyamanan dan kemudahan mengenai data lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui 165ystem jarinagan transportasi
Drainase , Mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.Dalam bidang teknik sipil, darinase secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu.
Infrastruktur, Fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air bersih, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuantujuan ekonomi dan social
Jalan, Merupakan aksesibilitas yang penting dalam sebuah permukiman/perumahan.
Jaringan jalan, Merupakan prasarana pengangkutan (transportasi) yang memungkinkan sistem pencapaian dari suatu tempat ke tempat lain dalam pergerakan arus manusia dan angkutan barang secara aman dan nyaman.
Kawasan permukiman nelayan. Susunan atas satuan-satuan lingkungan perumahan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang sesuai dengan besaran satuan lingkungan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Krip, Bangunan pengaman pantai yang mempunyai fungsi untuk mengendalikan pergerakan material-material seperti pasir pantai yang bergerak secara alami yang disebabkan oleh arus yang sejajar pantai
Perumahan Pesisir
165
Limbah, air bekas buangan yang bercampur kotoran, air bekas/air limbah ini tidak diperbolehkan dibuang ke sembarangan / dibuang keseluruh lingkungan, tetapi harus ditampung kedalam bak penampungan. Perumahan, Kelompok rumah, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan.
Permukiman, Bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Prasarana, Kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu kawasan permukiman nelayan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya
Pesisir, Daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran
Revetment, Bangunan dibuat untuk menjaga stabilitas tebing atau lereng yang disebabkan oleh arus atau gelombang.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces), Kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB), Ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat
Perumahan Pesisir
166
terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman
Sanitasi, Alat pengumpulan dan pembuangan tinja serta air buangan masyarakat secara higienis sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan seseorang maupun masyarakat secara keseluruhan
Sampah, Segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat.Sampah ini ada yang mudah membusuk dan ada pula yang tidak mudah membusuk.
Sampah Organik, Sampah yang mudah membusuk. Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain.
Sampah Anorganik, Sampah yang tidak mudah dan bahkan tidak bisa membusuk.
Struktur bangunan, Susunan atau pengaturan bagian–bagian bangunan yang menerima beban atau konstruksi utama, tanpa mempermasalahkan tampilan apakah konstruksi tersebut terlihat sebagai struktur bangunan atau tidak.
Tata ruang kawasan pesisir, Coastal area dimulai dari kawasan daratan hingga ke laut.
Tempat penambatan perahu, Tempat perahu-perahu bersandar / parkir sebelum dan sesudah bongkar muat ikan.
Wilayah pesisir, Wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar.
Perumahan Pesisir
167
Perumahan Pesisir
168