APLIKASI TERAPI AROMA BUNGA LAVENDER TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. M DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO
DI SUSUN OLEH :
DWI APRILIANI P.12 020
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
APLIKASI TERAPI AROMA BUNGA LAVENDER TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. M DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
DWI APRILIANI P.12 020
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Dwi Apriliani
NIM
: P.12 020
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: APLIKASI
TERAPI
AROMA
LAVENDER
TERHADAP
INTENSITAS
NYERI
BUNGA
PENURUNAN
PADA
ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. M DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta,
Mei 2015
Yang membuat pernyataan
DWI APRILIANI NIM. P.12 020
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Dwi Apriliani
NIM
: P.12 020
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: APLIKASI TERAPI AROMA BUNGA LAVENDER TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. M DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan dewan penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : STIKes Kusuma Husada Surakarta Hari/Tanggal : Sabtu, 23 Mei 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep ( NIK. 20098404
iii
)
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Dwi Apriliani
NIM
: P.12 020
Program Studi : DIII Keperawatan Judul
: APLIKASI
TERAPI
AROMA
BUNGA
LAVENDER
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. M DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : Kamis, 18 Juni 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep NIK. 200984041
(
)
Penguji I
: Noor Fitriyani, S.Kep., Ns NIK. 201187805
(
)
Penguji II
: Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M.Kep ( NIK. 201185071
)
Mengetahui, Ketua program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep NIK. 200680021
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “APLIKASI AROMA BUNGA LAVENDER TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1.
Allah SWT atas rahmat dan karunianya
2.
Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta
3.
Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4.
Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
5.
Ibu S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
6.
Ibu Noor Fitriyani S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dan bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya laporan karya tulis ilmiah.
7.
Bapak Fakhrudin Nasrul Sani S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
v
perasaan nyaman dan bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya laporan karya tulis ilmiah. 8.
Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya, serta ilmu yang bermanfaat.
9.
Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
10. Kakak, adik dan saudara-saudaraku yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir Karya Tulis Ilmiah. 11. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
3
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ........................................................................
BAB III
BAB IV
6
1.
Infeksi Saluran Kemih ....................................................
6
2.
Nyeri................................................................................
17
3.
Aromaterapi ....................................................................
24
B. Kerangka Teori.......................................................................
26
C. Kerangka Konsep ...................................................................
27
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset .............................................................
28
B. Tempat dan Waktu .................................................................
28
C. Media dan alat yang digunakan..............................................
28
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .........................
29
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ..............................
30
LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien.......................................................................
31
B. Pengkajian ..............................................................................
31
vii
BAB V
BAB VI
C. Perumusan Masalah Keperawatan .........................................
38
D. Intervensi Keperawatan ..........................................................
39
E. Implementasi Keperawatan ....................................................
42
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................
46
PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................
51
B. Diagnosa Keperawatan...........................................................
55
C. Intervensi Keperawatan ..........................................................
59
D. Implementasi Keperawatan ....................................................
62
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................
65
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................
69
B. Saran .......................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Visual Analog Scale (VAS) .....................................................
19
Gambar 2.2
Verbal Descriptive Scale (VDS) ..............................................
20
Gambar 2.3
Numeric Rating Scale (NRS) ...................................................
21
Gambar 2.4
Kerangka Teori .........................................................................
26
Gambar 2.5
Kerangka Konsep .....................................................................
27
Gambar 4.1
Genogram .................................................................................
32
ix
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1
Usulan Jurnal
LAMPIRAN 2
Lembar Konsultasi
LAMPIRAN 3
Surat Pernyataan
LAMPIRAN 4
Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 5
Jurnal
LAMPIRAN 6
Asuhan Keperawatan Lembar
LAMPIRAN 7
Logbook
LAMPIRAN 8
Lembar Observasi
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Insidensi penyakit infeksi saluran kemih cukup beragam pada tingkatan usia maupun jenis kelamin yang biasanya ditandai dengan adanya bakteri dengan jumlah tertentu dalam urine (bakteriuria) yang tidak lazim ditemukan dalam kondisi normal. Pada usia di atas 65 tahun, bakteriuria pada wanita dan laki-laki meningkat dengan pesat, 20% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Kejadian pada wanita dan laki-laki lanjut usia ini berhubungan dengan perubahan anatomi dan fisiologi dalam saluran kemih yang kemudian menyebabkan statis dan batu kemih (Reni, 2009). Data penelitian epidemiologi menunjukkan 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami infeksi saluran kemih (ISK). Pada umumnya perempuan empat sampai lima kali lebih mungkin terinfeksi ISK dibandingkan pria (Sotelo dan Westney, 2003 dalam Febrianto et al, 2012). Prevalensi infeksi saluran kemih (ISK) di RSUD Sukoharjo pada tahun 2014 adalah sebanyak 166 orang atau sekitar 19,92 % (RM RSUD Sukoharjo, 2014). Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu inflamasi pada epitel saluran kemih sebagai respons terhadap patogen bakteri yang biasanya berhubungan dengan piuria dan bakteriuria(Brashers, 2007). Sistitis adalah suatu sindrom klinik peradangan kandung kemih yang ditandai dengan frekuensi BAK siang dan malam hari, urgensi, nyeri panggul dan supra pubis (Muttaqin, 2014).
1
2
Infeksi saluran kemih menyebabkan individu mengalami gejala atau manifestasi klinis seperti sering merasa ingin berkemih tetapi air kemih yang dikeluarkan hanya sedikit atau bahkan tidak keluar, hal itu menyebabkan individu tersebut merasa nyeri pada pinggang maupun supra pubis (Brashers, 2007). International Association for the Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry (2005) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Penatalaksanaan nyeri dengan terapi farmakologi adalah dengan menggunakan tindakan yang dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter dengan cara memberikan obat analgesik seperti narkotika, sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis dengan pendekatan modulasi psikologis dan sensorik nyeri seperti relaksasi dan massase dengan salah satu pemberian aromaterapi lavender (Green dkk, 2007 dalam Kosasih dan Solehati, 2015) Aromaterapi adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan menggunakan bau-bauan yang menggunakan minyak esensial aromaterapi. Salah satu aroma yang paling digemari adalah lavender. Kandungan utama dari bunga lavender adalah linalyl asetat dan linalool (C10H18O). Linalool adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) pada lavender. Minyak esensial dari bunga lavender dapat memberikan manfaat
3
relaksasi (carminative), sedatif, mengurangi tingkat kecemasan, dan mampu memperbaiki mood seseorang (Dewi, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Gidney, dkk (2004) tentang Sensory and Affective Pain Discrimination After Inhalation of Essensial Oils didapatkan intensitas nyeri dan ketidaknyamanan nyeri berkurang setelah pengobatan dengan lavender. Hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny. M di Ruang Cempaka Atas RSUD Sukoharjo didapatkan nyeri karena BAK, rasanya seperti terbakar api, nyeri berada di atas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 6 (sedang), dan dirasakan terus-menerus, TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36°C, RR: 28x/menit. Menindaklanjuti penelitian yang dilakukan Gidney, dkk (2004) maka penulis tertarik untuk mengaplikasikan tindakan terapi aroma bunga lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada asuhan keperawatan Ny. M dengan infeksi saluran kemih (ISK) di Ruang Cempaka Atas RSUD Sukoharjo.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan terapi aroma bunga lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada asuhan keperawatan Ny. M dengan infeksi saluran kemih (ISK) di Ruang Cempaka Atas RSUD Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
4
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. M dengan infeksi saluran kemih. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. M dengan infeksi saluran kemih. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny. M dengan infeksi saluran kemih. d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada Ny. M dengan infeksi saluran kemih. e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. M dengan infeksi saluran kemih. f. Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi terapi aroma bunga lavender terhadap penurunan skala nyeri pada Ny. M dengan infeksi saluran kemih.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Pasien Memberi dan menambah pengetahuan baru pasien sekaligus mengurangi nyeri yang timbul akibat penyakit infeksi saluran kemih. 2. Bagi Rumah Sakit Memberikan referensi baru bagi pelayanan asuhan keperawatan di rumah sakit untuk mengelola pasien dengan infeksi saluran kemih.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
5
Dapat menjadi rujukan bagi penelitian lanjutan untuk melakukan pemberian terapi aroma bunga lavender untuk menurunkan nyeri pada pasien dengan infeksi saluran kemih.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1.
Infeksi Saluran Kemih a.
Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu inflamasi pada epitel saluran kemih sebagai respons terhadap patogen bakteri yang biasanya berhubungan dengan piuria dan bakteriuria (Brashers, 2007: 201). Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal
air
kemih
tidak
mengandung
bakteri,
virus
atau
mikroorganisme lain. Infeksi saluran kemih dapat terjadi baik di pria maupun wanita dari semua umur, dan dari kedua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering menderita infeksi daripada pria (Sudoyo Aru, dkk, 2009 dalam Nurarif, 2013: 371). b.
Klasifikasi Infeksi
saluran kemih
dapat
(Muttaqin, 2014):
6
di
bagi
menjadi dua,
yaitu
7
1) Sistitis adalah suatu sindrom klinik peradangan kandung kemih yang ditandai dengan frekuensi BAK siang dan malam hari, urgensi, nyeri panggul dan supra pubis . 2) Pielonefritis adalah peradangan pada pielum dengan manifestasi klinis pembentukan jaringan parut pada ginjal dan dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses, sepsis, syok, atau kegagalan multisistem. c.
Etiologi Penyebab ISK adalah patogen. Berdasarkan sumbernya ada 2 patogen penyebab ISK, yaitu ( Brashers, 2007: 202 ): 1) Didapat di komunitas: a) Flora usus b) Escherichia coli (terhitung 85 % dari infeksi) c) Proteus d) Klebsiella e) Enterococcus fecalis f)
Staphylococcus saprophytics
g) Flora kulit/vagina h) Staphylococcus epidermis i)
Candida albicans
8
2) Infeksi Nosokomial a) Escherichia coli (terhitung 50 % dari semua infeksi) b) Klebsiella c) Enterobacter d) Citrobacter e) Pseudomonas aeruginosa f)
Providencia
g) Enterococcus fecalis h) Staphylococcus epidermidis d. Patofisiologi Patofisiologi peradangan pada infeksi saluran kemih (ISK) adalah (Brashers, 2007): Pada umumnya rute infeksi terjadi dari uretra ke atas. Secara khas patogen berasal dari reservoir bakteri usus, bisa berasal dari sumber flora vagina ataupun kulit. Eschericia coli adalah patogen yang paling umum pada ISK domisilier, tetapi Enterococci lebih umum pada orang dengan infeksi HIV. Pielonefritis terjadi saat bakteri naik dari saluran kemih bagian bawah ke atas melalui ureter. Infeksi saluran kemih (ISK) melalui rute hematogen tidak biasa, kadang terjadi pada septikemia akibat staphylococcus aureus dari infeksi oral atau candida fungemia, infeksi limfogenik sangat jarang
9
terjadi dari infeksi usus berat atau abses retroperitonial, terutama jika terdapat obstruksi. Virulensi patogen secara langsung berhubungan dengan kemampuannya menempel ke sel epitel. Penempelan berhubungan dengan reseptivitas sel epitel pejamu, suatu predisposisi genotip yang terutama mengenai wanita. Wanita dengan riwayat ISK berulang lebih cenderung menjadi no sekretor antigen kelompok darah Lewis spesifik mengakibatkan peningkatan reservoir E. Coli di epitelium vagina dan lebih rentan terhadap penempelan bakteri. Faktor resiko tambahan meningkatkan resiko kekambuhan ISK pada wanita muda termasuk penggunaan diafragma dan spermisida selama senggama, dan penggunaan kondom tanpa pelumas. Penggunaan antibiotika dalam 15 hari meningkatkan resiko ISK pada wanita muda. Faktor resiko ISK kambuhan pada wanita pasa menopause meliputi pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, sistokel, inkontinensia urine, riwayat ISK sebelum menopause, dan status non-sekretor. Osmolaritas urin, kondentrasi urea, dan pH mempengaruhi reproduksi bakteri, urine encer atau urine pekat dengan pH rendah bersifat bakteriostatik. Glukosuria yang menyertai diabetes dapat meningkatkan reproduksi bakteri dan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. PH urine rata-rata wanita hamil cenderung memungkinkan peningkatan reproduksi bakteria dibandingkan PH urine rata-rata pada
10
wanita tidak hamil. Kehamilan memperberat resiko perkembangan bakteriuria tak bergejala menjadi ISK klinis dan meningkatkan resiko kelahiran preterm. Pielonefritis menyebabkan sintesis imunogloblulin dan antibodi dalam urine, sistisis menghasilkan respons serologis yang sedikir atau tidak terdeteksi. Obstruksi dan refluks vesikoureteral meningkatkan resiko infeksi kemih febris. Konstipasi meningkatkan reservoir bakteri vaginal dan perianal dan telah dihubungkan dengan infeksi saluran kemih pada anak. Disfungsi berkemih (terutama disinergia sfingter-detrusor) meningkatkan resiko sistisis dan infeksi saluran kemih febris. e. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang sering muncul pada pasien dengan infeksi saluran kemih adalah sebagai berikut (Corwin, 2000: 482): 1) Sistitis Pada infeksi saluran kemih sistitis biasanya memperlihatkan gejala: a) Disuria (nyeri waktu berkemih) b) Peningkatan frekuensi berkemih c) Perasaan ingin berkemih d) Adanya sel-sel darah putih dalam urine e) Nyeri punggung bawah atau suprapubis
11
f)
Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah
2) Pielonefritis Pielonefritis akut biasanya memperlihatkan gejala: a) Demam b) Menggigil c) Nyeri pinggang d) Disuria Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga dapat menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal. f.
Komplikasi Infeksi saluran kemih dapat menimbulkan komplikasi seperti (Corwin, 2000: 482): 1) Pembentukan abses ginjal atau perirenal 2) Gagal ginjal
g.
Penatalaksanaan Pada penderita infeksi saluran kemih (ISK) perlu dilakukan penatalaksanaan seperti berikut ini (Corwin, 2000: 482): 1) Terapi antibiotik, dengan urinalisis berulang setelah pemberian obat.
12
2) Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. 3) Wanita dan gadis dianjurkan untuk sering minum dan pergi buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikro-organisme yang mungkin naik merayap naik ke uretra. Wanita dan gadis harus diberitahu agar membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feses. Demikian juga, wanita dianjurkan untuk berkemih sehabis berhubungan kelamin untuk membilas mikroorganisme yang masuk. h.
Konsep Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian Pengkajian
adalah
pemikiran
dasar
dari
proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 dalam Dermawan, 2012). Fokus pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan infeksi saluran kemih (ISK) adalah ( Brashers, 2007: 202 ):
13
a) Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya, riwayat gastroenteritis, ketika masa kanak-kanak, defek kongenital sistem kemih, retensi urine, awitan aktivitas seksual (wanita) yang baru. b) Gejala Ketidaknyamanan abdomen bawah atau mual pada anak, disuria, sering berkemih, ketidaknyamanan abdomen bawah atau suprapubik pada dewasa muda, ketidaknyamanan abdomen bawah atau inkontinensia urine pada dewasa lanjut, gejala sistitis dan nyeri pinggang dengan menggigil dan berkeringat, mual, dan muntah dengan pielonefritis, urine tidak atau dapat berbau atau keruh. c) Pemeriksaan Ketidaknyamanan suprapubik atau tidak ada temuan fisik pada sistitis, nyeri tekan sudut kostovertebral, demam, dehidrasi pada pielonefritis. 2) Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan
pengalamannya,
perawat
secara
akuntabilitas
dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
14
menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Dermawan, 2012). Menurut Muttaqin (2014) diagnosa yang muncul pada pada pasien dengan infeksi saluran kemih adalah: a) Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi kandung kemih. b) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan peradangan kandung kemih. c) Kecemasan
berhubungan
dengan
tindakan
invasif
diagnostik. d) Pemenuhan
informasi
berhubungan
dengan
tindakan
diagnostik invasif, perencanaan pasien pulang. 3) Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan sesuai hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam Dermawan, 2012). a) Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi kandung kemih Kriteria hasil : (1) Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-4 (2) Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. (3) Ekspresi pasien rileks
15
Intervensi: (1) Kaji karakteristik nyeri P, Q, R, S, T (2) Lakukan masase sekitar nyeri (3) Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam (4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik b) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan peradangan kandung kemih. Kriteria Hasil: (1) Frekuensi miksi 5-8 kali per 24 jam (2) Pasien mampu minum 2000 cc/24 jam dan kooperatif untuk menghindari cairan yang mengiritasi kandung kemih Intervensi: (1) Kaji pola berkemih dan catat produksi urine tiap 6 jam (2) Bantu klien berkemih (3) Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari (4) Kolaborasi pemberian medika mentosa c) Kecemasan
berhubungan
dengan
tindakan
invasif
diagnostik. Kriteria hasil: pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, dan wajah rileks.
16
Intervensi: (1) Kaji tingkat kecemasan klien (2) Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat (3) Anjurkan keluarga untuk (4) Berikan anti cemas sesuai indikasi, misal diazepam d) Pemenuhan
informasi
berhubungan
dengan
tindakan
diagnostik invasif, perencanaan pasien pulang Kriteria hasil : pasien mengerti dan paham mengenai tindakan invasif Intervensi : (1) Persiapan administrasi dan informed concent (2) Berikan latihan nafas diafragma (3) Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien bisa dikunjungi (4) Rencanakan penyesuaian dalam terapi bersama pasien dan dokter untuk memfasilitasi kemampuan pasien mengikuti program terapi.
4) Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih
17
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam Dermawan, 2012). 5) Evaluasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan adalah membandingkan efek/hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat (Dermawan, 2012). Evaluasi pada pasien infeksi saluran kemih adalah (Muttaqin, 2014 : 210) : a) Penurunan skala nyeri b) Pola miksi optimal c) Terpenuhinya informasi kesehatan d) Kecemasan berkurang
2.
Nyeri a. Definisi Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah
sensori
subyektif
dan
emosional
yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Potter and Perry, 2005: 1502). Nyeri didefinisikan sebagai suatu ketidaknyamanan, bersifat subyektif, sensori, dan pengalaman emosional yang dihubungkan dengan aktual dan potensial untuk merusak jaringan atau digambarkan sebagai sesuatu yang merugikan
18
(Monahan, Sands, Neighbors, Marek and Green dalam Solehati dan Kosasih, 2015). b. Klasifikasi nyeri Berdasarkan lamanya nyeri dibagi menjadi 2, yaitu (Judha dkk, 2012: 2): 1) Nyeri akut, sebagian terbesar, diakibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri jaringan. Nyeri jenis ini biasanya awitannya datang tiba-tiba, sebagai contoh, setelah trauma atau pembedahan dan mungkin menyertai kecemasan atau distress emosional. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera sudah terjadi. Nyeri akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6 (enam) bulan. Penyebab nyeri yang paling sering adalah tindakan diagnosa dan pengobatan. Dalam beberapa kejadian jarang menjadi kronis. 2) Nyeri kronis, secara luas dipercaya menggambarkan penyakitnya. Nyeri ini konstan dan intermitten yang menetap sepanjang wuatu periode waktu. Nyeri kronik sulit untuk menemukannya awitannya. Nyeri ini dapat menjadi lebih berat yang dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor kejiwaan. Nyeri kronis dapat berlangsung lebih lama (lebih dari enam bulan) dibandingkan dengan nyeri akut dan resisten terhadap pengobatan. Nyeri ini dapat dan sering menyebabkan masalah yang berat bagi pasien.
19
c. Skala ukur nyeri Nyeri dapar diukur dengan metode sebagai berikut (Potter dan Perry, 2005) : 1) Visual Analog Scale (VAS) VAS merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan mewakili alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS merupakan pengukur 18 keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik daripada memilih satu kata atau angka.
Gambar 2.1 Visual Analog Scale
20
2) Verbal Descriptive Scale (VDS) VDS adalah alat pengukuran nyeri yang lebih objektif. Skala berupa garis lurus yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Penggolongan nyeri dimulai dari tidak nyeri sampai nyeri tak tertahankan.
Gambar 2.2 Verbal Descriptive Scale
3) Numeric Rating Scale (NRS) Skala yang paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. NRS merupakan skala nyeri yang paling sering dan lebih banyak digunakan di klinik, khususnya pada kondisi akut, NRS digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.
21
Gambar 2.3 Numeric Rating Scale
d. Pengkajian Keperawatan pada Nyeri Beberapa hal yang harus dikaji untuk menggambarkan nyeri seseorang antara lain (Judha, 2012) : 1) Intensitas Nyeri Tenaga kesehatan memintai klien untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal. Misal : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, hebat atau sangat nyeri, atau dengan membuat skala nyeri yang sebelumnya bersifat kualitatif menjadi bersifat kuantitatif dengan menggunakan skala 0 yang berarti tidak nyeri dan 10 yang berarti nyeri sangat hebat. 2) Karakteristik Nyeri Karakteristik nyeri dapat dilihat berdasarkan metode PQRST. Berikut keterangan metode PQRST: a) P: Provocate, tenaga kesehatan harus mengkaji tentang penyebab terjadinya nyeri pada penderita, dalam hal ini perlu dipertimbangkan bagian-bagian tubuh mana yang mengalami cedera termasuk menghubungkan antara nyeri dengan faktor
22
psikologinya, karena bisa terjadinya nyeri hebat karena faktor psikologis bukan dari lukanya. b) Q: Quality, kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang
diungkapkan
oleh
klien,
seringkali
klien
mendiskripsikan nyeri dengan kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti digencet. c) R: Region, untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman. Untuk melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga kesehatan meminta penderita untuk menunjukkan daerah yang nyerinya minimal sampai ke arah nyeri yang sangat. Namun hal ini akan sulit dilakukan apabila nyeri yang dirasakan bersifat menyebar atau difuse. d) S: Severe, tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri, kualitas nyeri harus bisa digambarkan menggunakan skala nyeri yang sifatnya kuantitas. e) T: Time, tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan rangkaian nyeri. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa lama menderita, seberapa sering untuk kambuh dan lain-lain.
23
3) Faktor-faktor yang Meredakan Nyeri Hal-hal yang menyebabkan nyeri berkurang adalah seperti gerakan tertentu, istirahat, nafas dalam, penggunaan obat dan sebagainya. Selain itu adalah apa-apa yang dipercaya yang sifatnya psikologis pada penderita dapat membantu mengatasi nyeri. 4) Efek Nyeri dalam Aktifitas Sehari-hari Kaji aktifitas sehari-hari yang terganggu akibat adanya nyeri seperti sulit tidur, tidak nafsu makan, sulit konsentrasi. Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi. 5) Kekhawatiran Individu Tentang Nyeri Mengkaji kemungkinan dampak yang dapat diakibatkan oleh nyeri seperti beban ekonomi, aktivitas harian, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan-perubahan citra diri. 6) Mengkaji Respon Fisiologik dan Perilaku Terhadap Nyeri Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat. Respon involunter seperti meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, pucat dan berkeringat adalah indikator rangsangan saraf otonom dan bukan nyeri. Respon perilaku terhadap nyeri dapat berupa menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal atau menarik diri. Respon lain dapat berupa mudah marah atau tersinggung.
24
3. Aromaterapi a. Definisi Aromaterapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang menggunakan minyak essensial dalam pelaksanaannya berguna untuk meningkatkan kesehatan fisik, emosi, dan spirit seseorang (Green dkk, 2007 dalam Kosasih dan Solehati, 2015: 195). Aromaterapi adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan menggunakan bau-bauan yang menggunakan minyak essensial aromaterapi (Dewi, 2007). b. Jenis Minyak Atsiri Minyak
essensial
atau
minyak
atsiri
yang
bersifat
menurunkan/menghilangkan rasa nyeri, antara lain (Green dkk, 2007 dalam Kosasih dan Solehati, 2015: 195): 1) Nankincense 2) Cengkih 3) Wintergreen 4) Lavender 5) Peppermint 6) Eucalyptus c. Manfaat Berbagai efek minyak essensial adalah (Dewi, 2007): 1) menurunkan nyeri
25
2) relaksasi (carminative) 3) sedatif 4) mengurangi tingkat kecemasan, dan 5) mampu memperbaiki mood seseorang. d. Kandungan bunga lavender Kandungan utama dari bunga lavender adalah linalyl asetat dan linalool (C10H18O). Linalool adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) pada lavender (Dewi, 2007).
B. Kerangka Teori
Etiologi:
-
Didapat di komunitas Infeksi nosokomial
Klasifikasi: Sistitis adalah suatu sindrom klinik
peradangan kandung kemih yang ditandai dengan frekuensi BAK siang dan malam hari, urgensi, nyeri panggul dan supra pubis.
26
Nyeri supra pubis
Pemeriksaan skala nyeri
Pemberian terapi aroma bunga lavender selama 60 menit
Pemberian terapi analgetik
Penurunan skala nyeri
Gambar 2.4: Kerangka Teori (Brashers, 2007; Dewi, 2007)
C. Kerangka Konsep
Terapi Aroma Bunga
Penurunan Nyeri
Lavender
Pada Klien Infeksi Saluran Kemih
27
Gambar 2.5: Kerangka Konsep (Dewi, 2007)
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah Ny. M dengan nyeri kronis pada infeksi saluran kemih.
B. Tempat dan Waktu Aplikasi riset ini dilakukan di Ruang Cempaka Atas RSUD Sukoharjo pada tanggal 14-16 Maret 2015, tindakan dilakukan selama 60 menit.
C. Media dan alat yang digunakan Media dan alat yang digunakan dalam aplikasi riset ini, yaitu : 1. Instrumen penelitian yang meliputi data tentang initial/kode pasien, tanggal lahir /umur, jenis kelamin, tempat pasien dirawat, tanggal pengambilan sampel dan lama/hari sakit. 2. Lembar Observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran atau pemeriksaan terhadap skala nyeri pasien. 3. Minyak essensial bunga lavender sebagai aromaterapi. 4. Air sebagai bahan campuran minyak essensial bunga lavender. 5. Lampu aromaterapi sebagai alat penguapan minyak essensial bunga lavender untuk inhalasi langsung.
28
29
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset Prosedur tindakan yang dilakukan yaitu pemeriksaan karakteristik nyeri terlebih dahulu, kemudian diberikan terapi aroma lavender menggunakan alat steam atau penguapan selama 60 menit, setelah itu dilakukan pemeriksaan karakteristik nyeri lagi. Langkah pemberian terapi aroma lavender adalah (Utami, dkk, 2013): 1. Mencari dan memilih calon pasien 2. Penulis memberi salam, memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan tindakan 3. Menjelaskan langkah, prosedur, manfaat serta resiko bahwa tindakan yang dilakukan tidak membahayakan pasien 4. Menjaga privasi pasien 5. Mencuci tangan. 6. Memberikan informed consent pada pasien 7. Mempersiapkan alat yang akan digunakan: alat steam (lampu aromaterapi), minyak essensial lavender, air. 8. Mengisi alat steam dengan minyak essensial lavender 5 tetes dan air 1015cc lalu dipanaskan 9. Mengukur skala nyeri dan tanda-tanda vital pasien 10. Mengatur posisi pasien supinasi 11. Meletakkan aromaterapi bunga lavender disamping atau sejajar kepala pasien dengan jarak 10-20 cm selama 60 menit. 12. Memastikan kenyamanan pasien.
30
13. Melakukan evaluasi setelah dilakukan tindakan 14. Melakukan kontrak waktu untuk hari selanjutnya 15. Mengakhiri kegiatan dengan berpamitan dan memberi salam 16. Mencuci tangan.
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset Alat ukur yang digunakan dalam aplikasi riset ini yaitu menggunakan Verbal Descriptive Scale (Potter & Perry, 2005).
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Klien merupakan seorang wanita yang berusia 58 tahun dan berinisial Ny. M, beragama Islam, tidak bersekolah, pekerjaan saat ini sebagai buruh, alamat Sukoharjo, dengan diagnosa medis infeksi saluran kemih. Klien masuk rumah sakit pada tanggal 12 Maret 2015. Penanggung jawab klien selama di rumah sakit yaitu Tn. S usia 26 tahun, tamat SMP, pekerjaan karyawan meubel, alamat Sukoharjo, hubungan dengan klien adalah sebagai anak.
B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 dengan metode auto anamnesa dan allo anamnesa. Pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan fisik menelaah catatan medis dan catatan perawat. Keluhan utama yang dirasakan klien adalah sakit perut saat buang air kecil. Riwayat penyakit sekarang yang dialami Ny. M adalah pada tanggal 10 Maret 2015 Ny. M mengeluh sakit perut saat buang air kecil, kemudian oleh keluarga klien di bawa ke bidan. Karena tidak kunjung sembuh, pada 12 Maret 2015 pada pukul 08.30 WIB klien dibawa ke IGD RSUD Sukoharjo oleh keluarga. Saat di IGD dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan didapatkan hasil TD 160/80 mmHg, Suhu 38,8°C dan kesadaran compos mentis. Klien dipantau dengan RL 20 tpm, dan mendapatkan terapi injeksi ketorolac 20 mg per 8 jam, ranitidine
31
32
50 mg per 8 jam, ondansetron 50 mg per 8 jam, dan paracetamol 500 mg per 8 jam. Setelah itu pada pukul 12.15 WIB pasien dirujuk ke Ruang Cempaka Atas kamar no 5.6 untuk dirawat inap. Riwayat penyakit dahulu, klien pernah dirawat di rumah sakit 2 kali yaitu pada tahun 2013 sebanyak 2 kali pada bulan September dengan diagnosa appendiksitis dan radang usus. Klien mengatakan pernah melakukan operasi pemotongan usus buntu pada tahun 2013. Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun obat-obatan apapun. Riwayat kesehatan keluarga, klien merupakan anak pertama dari lima bersaudara dimana dalam keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit keturunan ataupun menular seperti hipertensi dan TB.
Genogram
Ny. M
Gambar 4.1 Genogram Ny. M Keterangan:
33
: laki-laki : perempuan : pasien
: meninggal dunia : tinggal serumah
Riwayat kesehatan lingkungan, klien tinggal di lingkungan yang banyak tedapat pepohonan sehingga udara disekitar rumahnya sejuk dan segar. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, klien mengatakan untuk menjaga kesehatannya klien selalu jalan-jalan setiap hari dan juga mengikuti senam lansia yang diselenggarakan setiap satu bulan sekali. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit, klien mengatakan selalu makan teratur tiga sampai empat kali sehari dengan menu nasi, sayur lauk pauk, selalu dapat menghabiskan satu porsi penuh dan tidak ada keluhan apapun. Setiap hari selalu minum air putih kurang lebih 8 gelas belimbing atau setara 2000 ml air putih (dalam satu gelas belimbing berisi 250 ml air). Selama sakit, klien mengatakan selalu makan teratur tiga kali sehari, tetapi tidak dapat menghabiskan porsi makannya karena perutnya terasa nyeri dan terasa ingin muntah. Antropometri: tinggi badan 150 cm, berat badan 56 kg, IMT: 24,88 (normal), Biochemical: hb: 13,0 g/dL, Clinical: kesadaran compos mentis, badan lemah, muka pucat, Diit: diit BB (bubur biasa) habis setengah porsi.
34
Klien minum teh tiga gelas belimbing sehari dan air putih tiga gelas belimbing sehari atau setara dengan 1500 ml air (setiap satu gelas belimbing berisi 250 ml air). Pola eliminasi urine sebelum sakit, klien mengatakan dalam sehari bisa BAK 9-10 kali per hari dengan urine warna kuning keruh, berbau khas, pancaran tidak kuat, area diatas alat kelamin terasa sangat sakit. Selama sakit, klien BAK 7-8 kali per hari dengan urine warna kuning keruh, berbau khas, pancaran tidak kuat, area diatas alat kelamin terasa sakit. Sedangkan Pola eliminasi alvie sebelum sakit, klien mengatakan selalu BAB teratur setiap pagi hari dengan konsistensi lunak berbentuk, berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, tidak ada lendir dan darah, serta tidak ada keluhan apapun. Selama sakit, klien belum bisa BAB selama dirawat di rumah sakit. Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit, klien mengatakan melakukan kegiatan makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM secara mandiri. Selama sakit, klien melakukan kegiatan makan/minum, mobilitas ditempat tidur dan ambulasi/ROM secara mandiri sedangkan toileting, berpakaian dan berpindah dibantu orang lain. Pola istirahat tidur sebelum sakit, klien mengatakan dalam sehari selalu tidur 8-9 jam per hari, tidur siang selama 30 menit dan malam selama 8 ½ jam, tidak ada keluhan, tidur selalu nyenyak. Selama sakit, klien mengatakan dalam sehari hanya tidur selama 5-6 jam, di malam hari saja tanpa tidur siang, setiap malam selalu bangun 2 kali karena sakit perut dan BAK.
35
Pola kognitif perceptual sebelum sakit, klien mengatakan perutnya sakit saat buang air kecil sejak satu tahun yang lalu, nyeri karena BAK, rasanya seperti terbakar api, nyeri berada di atas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 2, dan nyeri dirasakan terus-menerus.. Selama sakit, klien mengeluh sakit perut tepatnya diatas alat kelamin (supra pubis) dan telah dirasakan sejak satu tahun yang lalu nyeri karena BAK, rasanya seperti terbakar api, nyeri berada di atas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 6 (sedang), dan nyeri dirasakan terusmenerus. Pola persepsi konsep diri sebelum sakit, pada gambaran diri klien mengatakan selalu bersyukur dengan keadaan tubuhnya. Identitas diri, klien adalah seorang perampuan berusia 58 tahun. Harga diri, klien adalah seorang ibu rumah tanggan yang bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, klien juga disayang oleh keluarganya. Peran diri, klien adalah seorang ibu rumah tangga dan bekerja sebagai petani dan buruh pemasang payet. Ideal diri, klien mengatakan ingin menjadi seorang yang sukses. Pola hubungan peran sebelum sakit, klien mengatakan hubungan dengan anak dan keluarga besarnya terjalin harmonis, hubungan dengan tetangganya pun terjalin dengan baik. Sebelum sakit, klien mengatakan hubungan dengan perawat, dokter dan pasien satu kamar dan keluarga pasien terjalin dengan baik. Pola seksualitas dan reproduksi, klien mengatakan memiliki 4 orang anak, 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Klien sudah menopause dan sudah tidak melakukan hubungan suami isteri karena suaminya sudah meninggal 9 tahun yang lalu.
36
Pola mekanisme koping sebelum sakit, klien mengatakan selalu mendiskusikan masalahnya dengan anak-anaknya. Selama sakit, klien mengatakan cemas dan kuatir dengan penyakitnya dan selalu mendiskusikan masalah penyakitnya dengan perawat, dokter dan keluarganya. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit, klien mengatakan beragama Islam dan selalu melaksanakan solat 5 waktu. Selama sakit, klien tidak dapat beribadah solat 5 waktu karena sakit perut yang dirasakan. Hasil pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik. Tingkat kesadaran pasien sadar penuh (compos mentis) dengan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)= 15 (E= 4, M= 6, V= 5), tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 68x/menit, pernafasan 28x/menit, suhu 36,3°C. Bentuk kepala mesosepalus, kulit kepala bersih, rambut hitam beruban, bergelombang dan bersih. Bentuk mata simetris kanan dan kiri, palpebra tidak oedem, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor dengan diameter kanan kiri 2 mm, reflek terhadap cahaya plus, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Lubang hidung bersih, tidak ada serumen. Mulut bersih, mukosa bibir kering. Gigi bersih, tidak menggunakan gigi palsu. Telinga bersih, tidak ada serumen. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Pemeriksaan fisik dada, pada paru-paru didapatkan hasil: Inspeksi bentuk datar, tidak ada jejas. Palpasi vocal fremitus kanan kiri sama. Perkusi suara sonor. Auskultasi vesikuler, tidak ada suara tambahan. Pada jantung: Inspeksi ictus cordis tidak tampak. Palpasi ictus cordis teraba di ICS ke 5. Perkusi batas
37
batas jantung, batas atas ICS ke II, batas kanan bawah ICS ke VI, batas kiri bawah ICS ke VI, suara pekak. Auskultasi reguler. Pemeriksaan Abdomen Inspeksi terdapat 3 luka bekas laparaskopi, di pusat, bawah pusat dan samping kanan pusat, perut cembung. Auskultasi bising usus 5x per menit. Palpasi nyeri tekan pada regio pubis tepatnya pada supra pubis. Perkusi kuadran I redup, kuadran II, III dan IV tymphani. Pemeriksaan genetalia bersih, tidak terpasang DC. Rektum bersih, tidak ada hemoroid. Pada ekstremitas kekuatan otot atas sebelah kanan 4, sebelah kiri 5 dan kekuatan otot bawah sebelah kanan 5, sebelah kiri 5,
pada
ekstremitas atas kanan terpasang infus, capilary refille < 2 detik, perabaan akral dingin, tidak ada kelainan tulang. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 didapatkan hasil sebagai berikut: Leukosit 15,4 10ᦒ3 uL (nilai normal 3,6– 11,0), eritrosit 4,72 10ᦒ3/uL (nilai normal 3,80–5,20), hemoglobin 13,0 g/dL (nilai normal 11,7–15,5), hematokrit 38,3 % (35–47), MCV 81,1 fL (80–100), MCH 27,5 pg (nilai normal 26-34) MCHC 33,9 g/dL (nilai normal NRF), trombosit 224 10ᦒ3/uL (nilai normal 150–450), RDW CV 12,8 % (nilai normal 11,5–14,5), PDW 11,4 fL, MPV 10,3 fL, P-LCR 27,6 %, NRBC 0,00% (nilai normal 0-1), neutrofil 88,0% (nilai normal 53–75), limfosit 6,9% (nilai normal 25–40), monosit 4, 60% (nilai normal 2–8), eosinofil 0,00% (nilai normal 2,00–4,00), basofil 0,50% (nilai normal 0–1), ureum 25,1 mg/dL (nilai normal 0–31), creatinin 0,83 mg/dL (nilai normal 0,50–0,90), SGOT 61,63 u/L (nilai normal 0–35), SGPT 44,1 u/L (nilai normal 0–35).
38
Terapi yang didapatkan klien selama dirawat di ruang cempaka atas adalah infus Ringer Laktat 20 tetes per menit yang berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi, injeksi ranitidine 25mg/8jam yang berfungsi mengatasi tukak pasca operasi, injeksi ondancetron 20mg/8jam berfungsi untuk mencegah mual dan muntah, dan obat paracetamol 500 mg/8 jam berfungsi untuk meringankan rasa sakit pada sakit gigi.
C. Perumusan Masalah Keperawatan Setelah dilakukan analisa data pada pengkajian diperoleh data subyektif pasien mengatakan dalam sehari BAK 7-8 kali dengan urine warna kuning keruh, berbau khas, pancaran tidak kuat, area diatas alat kelamin terasa sakit. Data obyektif pasien tampak sering ke kamar mandi untuk BAK, pasien tampak kesakitan, Leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. Berdasarkan analisa data bahwa gangguan eliminasi urine merupakan prioritas diagnosa pertama, diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih (NANDA, 2009). Setelah dilakukan analisa pada terhadap pengkajian diperoleh data subyektif, yaitu klien mengeluh sakit perut tepatnya diatas alat kelamin (supra pubis) dan telah dirasakan sejak satu tahun yang lalu, P: nyeri karena BAK, Q: nyeri seperti terbakar api, R: nyeri di atas alat kelamin (supra pubis), S: skala nyeri 6 (sedang), dan T: nyeri dirasakan terus-menerus. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak memegangi area nyeri, hasil TTV:
39
TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36°C, RR: 28x/menit. Berdasarkan analisa data nyeri kronis merupakan prioritas kedua, diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis (NANDA, 2009). Setelah dilakukan analisa data pengkajian didapatkan data subyektif klien mengatakan dalam sehari hanya tidur selama 5-6 jam, di malam hari saja tanpa tidur siang, setiap malam selalu bangun 2 kali karena sakit perut dan BAK. Data obyektif pasien tampak pucat, pasien tampak sering menguap, pasien tampak lemah, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36°C, RR: 28x/menit. Berdasarkan analisa data gangguan pola tidur merupakan prioritas diagnosa ketiga, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri) (NANDA, 2009).
D. Intervensi Keperawatan Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 14 Maret 2015 penulis menyusun rencana tindakan sebagai tindak lanjut terhadap asuhan keperawatan terhadap Ny. M dengan diagnosa gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih dengan tujuan dan kriteria hasil adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam eliminasi urine tidak terganggu yang ditandai dengan tidak timbul nyeri saat BAK, frekuensi berkemih turun menjadi 4-5 kali dengan pancaran kuat, perasaan ingin berkemih berkurang.
40
Intervensi yang diterapkan penulis yaitu pantau eliminasi urine, rasionalnya untuk mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi. Bantu pasien berkemih, rasionalnya untuk membantu pasien berkemih. Ajarkan minum 200 ml cairan pada saat makan, rasionalnya untuk mempertahankan hidrasi cairan adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine. Kolaborasi pemberian analgetik, rasionalnya untuk memblokir lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang. Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 14 Maret 2015 penulis menyusun rencana tindakan sebagai tindak lanjut terhadap asuhan keperawatan terhadap Ny. M dengan diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam skala nyeri berkurang menjadi 1 (secara obyektif klien masih bisa berkomunikasi dengan baik), pasien tidak cemas, pasien tidak meringis kesakitan, TTV dalam batas normal (TD: 130/90 mmHg, N: 60-100x /menit, S: 36,5–37,5 °C, RR: 1624x/menit). Intervensi yang dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri P, Q, R, S, T dengan rasional untuk mengetahui karakteristik nyeri yang dialami klien dan untuk menentukan terapi yang sesuai. Berikan terapi aroma bunga levender, rasionalnya aroma lavender berpengaruh secara langsung terhadap otak seperti obat analgetik. Ajarkan relaksasi nafas dalam, rasionalnya untuk meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder. Kolaborasi
41
pemberian analgetik, rasionalnya untuk memblokir lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang. Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 14 Maret 2015 penulis menyusun rencana tindakan sebagai tindak lanjut terhadap asuhan keperawatan terhadap Ny. M dengan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri) dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien tampak segar, jumlah jam tidur bertambah menjadi 7-8 jam sehari, pasien tidak terbangun di malam hari, TTV dalam batas normal (TD: 130/90 mmHg, N: 60-100x /menit, S: 36,5–37,5 °C, RR: 16-24x/menit). Intervensi yang ditentukan penulis meliputi pantau pola tidur pasien, rasionalnya untuk mengetahui ada tidaknya gangguan tidur pasien. Berikan posisi supinasi, rasionalnya memberikan kenyamanan pasien untuk memenuhi kebutuhan tidurnya. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat saat sakit, rasionalnya memberikan informasi agar pasien mengerti manfaat tidur. Diskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur, rasionalnya meminimalisir gangguan tidur pasien.
E. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan. Berdasarkan rencana tindakan tersebut diatas maka dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 14 Maret 2015 sebagai tindak lanjut asuhan
42
keperawatan pada Ny. S. Tindakan yang dilakukan yaitu pada pukul 07.30 WIB memantau eliminasi urine, klien mengatakan urinenya berwarna kuning, berbau khas, pancaran tidak kuat, frekuensi BAK 7-8x sehari, pasien tampak sering ke kamar mandi untuk BAK, pasien tampak kesakitan, Leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. Pukul 08.00 WIB berkolaborasi pemberian analgetik ranitidine 25mg/8jam, klien mengatakan perutnya masih sakit, klien tampak kesakitan. Pukul 09.00 WIB mengobservasi karakteristik nyeri, klien mengatakan perutnya sakit dan sudah dirasakan sejak satu tahun lebih, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 6, nyeri terus menerus, klien tampak menahan sakit, pasien tampak memegangi area nyeri, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 88x/menit, S: 36,3°C, RR: 24x/menit. Pukul 09.15 WIB mengajarkan relaksasi nafas dalam, klien mengatakan bersedia, klien dapat mempraktekkan relaksasi nafas dalam yang diajarkan perawat. Pukul 09.25 WIB memantau pola tidur klien, klien mengatakan selama sakit hanya tidur 5-6 jam dan selalu bangun 2x di malam hari karena perutnya sakit dan BAK, pasien tampak pucat, pasien tampak sering menguap, pasien tampak lemah, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36,5°C, RR: 20x/menit. Pukul 09.35 WIB menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat saat sakit, klien mengatakan yang bersedia, klien mengerti dan dapat mengulang kembali penjelasan perawat. Pukul 09.55 WIB mengajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan, klien mengatakan mau mengikuti ajaran perawat, klien tampak
43
mengerti. Pukul 10.15 WIB membantu klien berkemih, klien mengatakan bersedia dibantu, klien tampak senang. Pukul 11.40 WIB mengobservasi karakteristik nyeri, klien mengatakan perutnya sakit, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 6, nyeri terus menerus, klien tampak menahan sakit, klien tampak memegangi area nyeri, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80x/menit, S: 36°C, RR: 26x/menit. Pukul 11.50 WIB memberikan terapi aroma bunga lavender selama 60 menit, klien mengatakan bersedia diberikan terapi, klien tampak menikmati aromaterapi. Pukul 13.00 WIB mengobservasi karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, klien mengatakan nyeri sedikit berkurang, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 5, nyeri terus menerus, klien tampak menahan sakit, klien tampak sedikit lebih nyaman, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36,5°C, RR: 20x/menit. Pukul 13.20 WIB memberikan posisi supinasi, klien mengatakan lebih nyaman apabila telentang, klien tampak rileks. Pada tanggal 15 Maret 2015 pada pukul 07.10 WIB mengobservasi pola tidur pasien, klien mengatakan belum bisa tidur nyenyak, masih terbangun di malam hari tetapi hanya sekali, lama tidur 7 jam, klien tampak lebih segar, hasil TTV: TD: 130/80, N: 72x/menit, S: 36,5°C, RR: 24x/menit. Pukul 07.20 WIB menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, klien mengatakan akan menjaga pola tidurnya dengan baik, waktu untuk tidur akan dicukupkan, klien memahami penjelasan perawat.
44
Pukul 07.45 WIB memantau eliminasi urine, klien mengatakan urinenya berwarna kuning, berbau khas, pancaran lebih kuat, perut sakit apabila BAK, sehari bisa BAK 7-8x, pasien tampak menahan sakit, Leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. Pukul 08.10 WIB berkolaborasi pemberian analgetik ranitidin 25mg/8jam, klien mengatakan perutnya masih sakit, klien tampak menahan sakit. Pukul 08.35 WIB membantu pasien berkemih, klien mengatakan mau dibantu perawat, klien tampak senang. Pukul 11.30 WIB mengobservasi karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, klien mengatakan perutnya sakit, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 4, nyeri terus menerus, klien tampak menahan sakit, tampak memegangi area nyeri, hasil TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 84x/menit, S: 36,5°C, RR: 26x/menit. Pukul 11.40 WIB mengajarkan relaksasi nafas dalam, klien mengatakan mau mengikuti instruksi perawat, klien mampu mempraktekkan kembali apa yang diajarkan perawat. Pukul 12.00 WIB memberikan terapi aroma bunga lavender selama 60 menit, klien mengatakan sangat menikmati aromaterapi yang diberikan, klien sangat nyaman. Pukul 13.05 WIB mengobservasi karakterisrik nyeri P, Q, R, S, T, klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 3, nyeri terus menerus, klien tampak lebih nyaman, hasil TTV: TD: 130/80, N: 72x/menit, S: 36,5°C, RR: 24x/menit.
45
Pukul 13.30 WIB menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat saat sakit, klien mengatakan ingin tidur nyenyak, klien mengerti dengan penjelasan perawat. Pukul 13.55 WIB mengajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan, klien mengatakan sudah banyak minum, tapi masih sakit kalau BAK, klien mengerti dengan penjelasan perawat. Pada tanggal 16 Maret 2015 tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu pada pukul 07.10 WIB mengobservasi pola tidur klien, subyektif klien mengatakan sudah bisa tidur nyenyak, tidak terbangun di malam hari, lama tidur 8 jam. Obyektif, pasien tampak sangat segar, hasil TTV: TD 130/90 mmHg, N: 72 x/menit, S: 36,7°C, RR: 24x/menit. Pukul 07.15 WIB menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, klien mengatakan akan menjaga pola tidurnya dengan baik, waktu untuk tidur akan dicukupkan, klien memahami penjelasan perawat. Pukul 07.45 WIB memantau eliminasi urine, klien mengatakan dalam sehari 5-6x BAK, urine berwarna kuning, berbau khas, pancaran lebih kuat, perut masih sakit apabila BAK, pasien tampak menahan sakit, pasien lebih nyaman, Leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. pukul 08.00 WIB berkolaborasi pemberian analgetik ranitidine 25mg/8jam, klien mengatakan sakit sedikit berkurang, klien tampak nyaman. Pukul 09.00 WIB mengajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan, klien mengatakan mau mengikuti ajaran perawat, klien memahami penjelasan perawat.
46
Pukul 10.10 WIB membantu pasien berkemih, klien mengatakan senang dibantu perawat, klien tampak senang. Pukul 11.30 WIB mengobservasi karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, klien mengatakan perutnya sakit, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 3, nyeri terus menerus, klien tampak menahan sakit, hasil TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36,5°C, RR: 26x/menit. Pukul 11.45 WIB memberikan posisi supinasi, klien mengatakan bersedia, klien sangat nyaman. Pukul 11.50 WIB mengajarkan relaksasi nafas dalam, klien mengatakan mau mengikuti instruksi perawat, klien mempraktekkan ajaran perawat. Pukul 12.00 WIB memberikan terapi aroma bunga lavender selama 60 menit, klien mengatakan menyukai aromaterapi yang diberikan, klien sangat nyaman. Pukul 13.10 WIB mengobservasi karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, klien mengatakan sakitnya sedikit berkurang, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 2, nyeri terus menerus, klien tampak lebih nyaman, hasil TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 72x/menit, S : 36,7°C, RR: 24x/menit.
F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa pertama, evaluasi dilakukan pada pukul 14.00 WIB. Subyektif pasien mengatakan dalam sehari BAK 7-8x, urine berwarna kuning keruh, berbau khas, pancaran tidak kuat, dan setiap BAK perut terasa sakit. Obyektif pasien tampak sering ke kamar mandi untuk BAK, pasien tampak kesakitan,
47
Leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. Analisa keperawatan masalah belum teratasi dengan alasan eliminasi urine terganggu. Perencanaan lanjutkan intervensi, intervensi yang dilanjutkan meliputi pantau eliminasi urine, bantu pasien untuk berkemih, ajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan, kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa kedua, evaluasi dilakukan pukul 14.10 WIB. Subyektif pasien mengatakan perutnya sakit dan sudah dirasakan sejak satu tahun lebih, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 5, nyeri terus menerus. Obyektif pasien tampak kesakitan, pasien tampak memegangi area nyeri, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36,5°C, RR: 20x/menit. Analisa keperawatan masalah nyeri akut belum teratasi, dengan alasan skala nyeri belum turun menjadi 1 (secara obyektif klien masih bisa berkomunikasi dengan baik). Perencanaan lanjutkan intervensi, intervensi yang dilanjutkan meliputi kaji karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, berikan terapi aroma bunga lavender, ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa ketiga, evaluasi dilakukan pada pukul 14.20 WIB. Subyektif pasien mengatakan dalam sehari selama sakit hanya bisa tidur 5-6 jam, setiap malam selalu bangun 2x karena sakit perut dan BAK. Obyektif pasien tampak pucat, pasien tampak sering menguap, pasien tampak lemah, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36,5°C, RR: 20x/menit. Analisa keperawatan
48
masalah belum teratasi dengan alasan pasien masih mengalami gangguan tidur. Perencanaan lanjutkan intervensi, pantau pola tidur pasien, berikan posisi supinasi, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat saat sakit, diskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur. Evaluasi dilakukan pada tanggal 15 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa pertama, evaluasi dilakukan pada pukul 13.50 WIB. Subyektif pasien mengatakan urinenya berwarna kuning, berbau khas, pancaran lebih kuat, sehari 7-8x BAK, perut sakit apabila BAK tetapi sedikit berkurang. Obyektif pasien tampak menahan sakit, Leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. Analisa keperawatan masalah teratasi sebagian, dengan alasan masih terjadi gangguan eliminasi urine. Perencanaan lanjutkan intervensi, intervensi yang dilanjutkan pantau eliminasi urine, bantu pasien untuk berkemih, ajarkan pasien untuk minum cairan 2oo ml cairan pada saat makan, kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi dilakukan pada tanggal 15 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa kedua, evaluasi dilakukan pada pukul 14.00 WIB. Subyektif pasien mengatakan sakit perut sedikit berkurang, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 3, nyeri terus menerus. Obyektif pasien lebih nyaman, pasien tampak memegangi area nyeri, hasil TTV: TD: 130/80, N: 72x/menit, S: 36,5°C, RR: 24x/menit. Analisa keperawatan masalah teratasi sebagian, dengan alasan skala nyeri belum turun menjadi 1 (secara obyektif klien masih bisa berkomunikasi dengan baik).
49
Perencanaan lanjutkan intervensi, intervensi yang dilanjutkan kaji karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, berikan terapi aroma bunga lavender, ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi dilakukan pada tanggal 15 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa ketiga, evaluasi dilakukan pada pukul 14.10 WIB. Subyektif pasien mengatakan masih belum bisa tidur nyenyak, masih terbangun di malam hari tetapi hanya sekali, lama tidur 7 jam. Obyektif klien tampak lebih segar, hasil TTV: TD: 130/80, N: 72x/menit, S: 36,5°C, RR: 24x/menit. Analisa keperawatan masalah teratasi sebagian dengan alasan masih terjadi gangguan tidur. Perencanaan lanjutkan intervensi, intervensi yang dilanjutkan pantau pola tidur pasien, berikan posisi supinasi, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat saat sakit, diskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur. Evaluasi dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa pertama, evaluasi dilakukan pada pukul 14.05 WIB. Subyektif klien mengatakan dalam sehari 5-6x BAK, urine berwarna kuning, berbau khas, pancaran lebih kuat, perut masih sakit apabila BAK tetapi sudah berkurang. Obyektif pasien tampak menahan sakit, pasien lebih nyaman, Leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. Analisa keperawatan masalah teratasi sebagian karena masih terjadi gangguan eliminasi urine. Perencanaan lanjutkan intervensi. Evaluasi dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa kedua, evaluasi dilakukan pada pukul 14.15 WIB. Subyektif
50
pasien mengatakan sakitnya berkurang, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin, skala nyeri 2, nyeri terus menerus. Obyektif pasien tampak lebih nyaman, hasil TTV: TD 130/90 mmHg, N: 72 x/menit, S: 36,7°C, RR: 24x/menit. Analisa keperawatan masalah teratasi sebagian karena skala nyeri tidak turun menjadi 1 (secara obyektif klien masih bisa berkomunikasi dengan baik). Perencanaan lanjutkan intervensi. Evaluasi dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 dengan metode SOAP. Pada diagnosa ketiga pada pukul 14.25 WIB. Subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur nyenyak, tidak bangun di malam hari, lama tidur 8 jam. Obyektif pasien tampak sangat segar, hasil TTV: TD 130/90 mmHg, N: 72 x/menit, S: 36,7°C, RR: 24x/menit. Analisa keperawatan masalah teratasi dengan alasan tidak terjadi gangguan tidur lagi. Perencanaan lanjutkan intervensi.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pengaruh pemberian terapi aroma bunga lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada asuhan keperawatan Ny. M dengan infeksi saluran kemih di ruang Cempaka atas Sukoharjo. Disamping itu penulis akan membahas tentang adanya kesesuaian dan kesenjangan yang terjadi antara teori dengan aplikasi. Asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Hasil pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 pada Ny. M dengan keluhan utama sakit pada perut tepatnya supra pubis, dan akan bertambah sakit apabila buang air kecil. Menurut Corwin (2000) keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri supra pubis. Tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada pasien dengan infeksi saluran kemih adalah disuria (nyeri waktu berkemih), peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel-sel darah putih dalam urine, demam yang disertai adanya darah
51
52
dalam urine pada kasus yang parah, dan nyeri punggung bawah atau suprapubis. Nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (International Association for the Study of Pain (IASP) dalam Potter&Perry, 2005 dalam Judha, M 2012). Hasil pengkajian didapatkan data dari keluarga bahwa pasien mengeluh nyeri perut bagian atas alat kelamin (supra pubis) dan akan bertambah sakit ketika buang air kecil sejak 10 Maret 2015. Klien didiagnosa oleh dokter infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu inflamasi pada epitel saluran kemih sebagai respons terhadap patogen bakteri yang biasanya berhubungan dengan piuria dan bakteriuria (Brashers, 2007: 201). Manifestasi klinis infeksi saluran kemih yaitu disuria (nyeri waktu berkemih), peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel-sel darah putih dalam urine, demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah dan nyeri punggung bawah atau suprapubis (Corwin, 2000). Pola
pengkajian
kognitif
perceptual
menggunakan
pengkajian
karakteristik nyeri PQRST menurut Judha (2012) didapatkan hasil klien mengeluh nyeri perut tepatnya diatas alat kelamin sejak satu tahun yang lalu, nyeri karena buang air kecil, rasanya seperti terbakar api, di daerah atas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 6, dan dirasakan terus menerus. Nyeri perut regio supra pubis adalah nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri supra pubis merupakan tanda dan gejala pada pasien infeksi saluran kemih (Corwin, 2000).
53
Berdasarkan teori, bakterimia pada infeksi saluran kemih menyebabkan peradangan pada uretra sehingga menimbulkan peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi uretral. Hal tersebut menyebabkan saraf perifer mengalami depresi sehingga menimbulkan nyeri (Nurarif, 2013: 374). Pola pengkajian eliminasi urine menunjukkan adanya perubahan ataupun gangguan pada eliminasi urine yaitu frekuensi buang air kecil selama sehari sebanyak 7-8 kali, urine yang dikeluarkan berwarna kuning keruh, pancaran tidak kuat dan menimbulkan nyeri. Perubahan atau gangguan eliminasi urine adalah gangguan yang diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih, adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter (Potter&Perry, 2005: 1686). Hasil pengkajian pola istirahat tidur didapatkan sebelum sakit, klien mengatakan dalam sehari selalu tidur 8-9 jam per hari, tidur siang selama 30 menit dan malam selama 8 ½ jam, tidak ada keluhan, tidur selalu nyenyak. Selama sakit, klien mengatakan dalam sehari hanya tidur selama 5-6 jam, di malam hari saja tanpa tidur siang, setiap malam selalu bangun 2 kali karena sakit perut dan buang air kecil. Sesuai dengan teori, adanya gangguan pola tidur biasa terjadi karena adanya suatu penyakit, misalnya nyeri (Potter&Perry, 2005: 1482). Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada Ny. M pada tanggal 13 Maret 2015 didapatkan hasil sebagai berikut: leukosit 15400 uL (nilai normal 3600-11000), neutrofil 88,0% (nilai normal 53-75), SGOT 61,63 u/L (nilai normal 0–35), SGPT 44,1 u/L (nilai normal 0–35).
54
Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak (mobile) dalam sistem pertahanan tubuh. Memiliki fungsi menahan invasi oleh patogen (mikroorganisme penyebab penyakit, misalnya bakteri dan virus) melalui fagositosi, mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang muncul
dalam
tubuh,
berfungsi
sebagai
petugas
pembersih
yang
membersihkan sampah tubuh untuk memfagosit debris yang berasal dari sel yang mati atau cedera, penting dalam penyembuhan luka dan perbaikan jaringan. Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit pada milimeterkubik atau mikrometer darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi (Putri, 2010). Pada kasus Ny. M didapatkan hasil leukosit dalam pemeriksaan laboratorium adalah 15400 uL yang normalnya 3600-11000 u/L. Hasil tersebut membuktikan bahwa pada kasus sudah sesuai teori. Kadar GPT normal adalah 10-35 u/L, sedangkan GOT berkisar antara 383 u/L, apabila terjadi kenaikan aktivitas enzim menunjukkan adanya kerusakan sel (Elvi, 2010). Pada kasus Ny. M didapatkan hasil GOT 61,63 u/L, GPT 44,1 u/L (nilai normal 0–35). Hasil tersebut menunjukkan terjadinya kerusakan sel dan sudah sesuai teori.
Terapi cairan intravena Ringer Laktat 20 tetes per menit, ranitidine 25mg/8jam, ondancetron 25mg/8jam, 500 mg/8 jam. Ringer Laktat 20 tetes
55
per menit, golongan larutan, nutrisi dan lain-lain, Larutan Ringer Laktat merupakan salah satu cairan kristaloid yang banyak digunakan sebagai replacement therapy (Mukhlis, 2006).
Ranitidine 25mg/8jam, golongan obat untuk saluran cerna. Obat ini diberikan untuk menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung (Patricia, dkk, 2013). Ondancetron 25mg/8jam, obat untuk saluran cerna golongan antiemetik, adalah salah satu obat golongan antagonis reseptor serotonin (5HT3) dan merupakan obat yang digunakan untuk mencegah mual dan muntah pada pasien (Dewi, dkk, 2014). Paracetamol 500 mg/8 jam, analgesik non narkotik golongan antipiretik dengan indikasi meringankan rasa sakit pada sakit kepala dan sakit gigi (ISO, 2012).
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Dermawan, 2012). Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien.
56
Sedangkan dalam menentukan skala prioritas pada Ny. M penulis menggunakan Teori Kebutuhan Dasar Manusia Maslow yang meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Dengan memahami konsep Teori Kebutuhan Dasar Manusia Maslow, maka`akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk beralih ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan dasar dibawahnya harus terpenuhi dulu. Artinya, terdapat suatu jenjang kebutuhan yang lebih penting yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lainnya terpenuhi (Rohmah dan Walid, 2012: 3). Berdasarkan data yang dianalisa diambil diagnosa utama yaitu gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Gangguan eliminasi urine adalah disfungsi pada eliminasi urine. Batasan karakteristik untuk diagnosa gangguan eliminasi urine disuria, sering berkemih, anyanganyangan, inkontinensia, nokturia, retensi, dorongan (NANDA, 2009). Pada Ny. M ditegakkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urine ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan dalam sehari bisa BAK 78x, urine yang dikeluarkan berwarna kuning keruh, pancaran tidak kuat dan menimbulkan nyeri, sedangkan data obyektif klien tampak sering ke kamar mandi untuk BAK, pasien tampak kesakitan, leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L . Eliminasi urine adalah keluarnya urine dari dalam tubuh melalui urethra yang ditandai dengan timbulnya keinginan ingin berkemih. Semua organ sistem perkemihan seperti ginjal,
57
ureter, kandung kemih dan urethra harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik (Potter&Perry, 2005: 1679). Apabila terjadi kerusakan fungsi kandung kemih, adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter maka akan terjadi perubahan atau gangguan eliminasi urine (Potter&Perry, 2005: 1686). Berdasarkan data yang diambil penulis, ditegakkan diagnosa kedua nyeri kronik berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronik. Nyeri kronik adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dengan istilah kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 6 bulan. Batasan karakteristik untuk diagnosa nyeri yaitu anoreksia, atrofi kelompok otot yang terserang, perubahan pola tidur, depresi, letih, takut terjadi cedera berulang (NANDA, 2009). Pada Ny. M ditegakkan diagnosa nyeri kronis ditandai dengan data subyektif klien mengatakan nyeri perut yang sudah dirasakan selama satu tahun lebih, P: nyeri karena buang air kecil, Q: nyeri seperti terbakar api, R: nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), S: skala nyeri 6, T: nyeri terus menerus, sedangkan data obyektif pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak memegangi area nyeri, hasil tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/80 mmHg,
58
nadi: 68x/menit, pernafasan: 28x/menit, suhu: 36°C. Alasan penulis mengambil diagnosa nyeri kronis karena klien mengalami nyeri yang timbul saat buang air kecil yang telah lama dirasakan oleh klien. Bakterimia pada infeksi saluran kemih menyebabkan peradangan pada uretra sehingga menimbulkan peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi uretral. Hal tersebut menyebabkan saraf perifer mengalami depresi sehingga menimbulkan nyeri (Nurarif, 2013: 374). Berdasarkan data yang dianalisa diambil diagnosa ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri). Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas tidur akibat faktor eksternal. Batasan karakteristik untuk gangguan pola tidur yaitu gangguan pola tidur normal, keluhan verbal merasa kurang istirahat, kurang puas tidur, penurunan kemampuan fungsi, melaporkan sering terjaga, melaporkan mengalami kesulitan tidur (NANDA, 2009). Pada Ny. M ditegakkan diagnosa gangguan pola tidur ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan selama sakit hanya bisa tidur 5-6 jam sehari, setiap malam selalu bangun 2 kali karena sakit perut dan buang air kecil, sedangkan data obyektif pasien tampak pucat, pasien tampak sering menguap, pasien tampak lemah. Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter&Perry, 2005: 1470). Adanya suatu masalah seperti penyakit (nyeri) dapat menyebabkan terjadinya gangguan pola tidur (Potter&Perry, 2005: 1482).
59
Penulis tidak merumuskan semua diagnosa yang muncul melainkan penulis hanya menegakkan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan hasil pengkajian dan observasi yang telah dilakukan penulis selama tiga hari pengelolaan kasus. Selain itu dengan keterbatasan waktu pengelolaan kasus tersebut sehingga penulis hanya bisa merumuskan diagnosa keperawatan yang mungkin bisa dikelola saat pengelolaan kasus tersebut.
C. Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Dalam kasus ini penulis melakukan intervensi sesuai dengan rumusan masalah diatas selama 3 kali 24 jam dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan tindakan secara maksimal. Tujuan dari intervensi adalah suatu sasaran yang menggambarkan perubahan yang diinginkan pada setiap kondisi atau perilaku klien dengan kriteria hasil yang diharapkan perawat. Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable, Achieveble, Reasonable, dan Time). Spesifik adalah berfokus pada klien. Measurable dapat diukur, dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau. Achieveble adalah tujuan yang harus dicapai. Reasonable merupakan tujuan yang harus dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Time adalah batasan pecapaian dalam rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2012).
60
Berdasarkan tujuan dari diagnosa gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih dengan tujuan dan kriteria hasil adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam eliminasi urine tidak terganggu yang ditandai dengan tidak timbul nyeri saat BAK, frekuensi berkemih turun menjadi 4-5 kali dengan pancaran kuat, perasaan ingin berkemih berkurang. Intervensi yang dilakukan yaitu pantau eliminasi urine untuk mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi (Muttaqin, 2014). Bantu pasien berkemih untuk membantu pasien berkemih. Ajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan yaitu untuk mempertahankan hidrasi cairan adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine (Muttaqin, 2014). Kolaborasi pemberian analgetik yaitu untuk memblokir lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Muttaqin, 2014). Berdasarkan tujuan dari diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam skala nyeri berkurang menjadi 1 (secara obyektif klien masih bisa berkomunikasi dengan baik), pasien tidak cemas, pasien tidak meringis kesakitan, TTV dalam batas normal (TD: 130/90 mmHg, N: 60-100x /menit, S: 36,5–37,5 °C, RR: 16-24x/menit). Intervensi yang dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri P, Q, R, S, T. Berikan terapi aroma bunga lavender, aroma lavender berpengaruh secara langsung terhadap otak seperti obat analgetik (Argi dan Susi, 2007). Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam yaitu untuk meningkatkan asupan oksigen
61
sehingga akan menurunkan nyeri sekunder (Muttaqin, 2014). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik berupa ranitidine 2 ml per 8 jam yang berfungsi untuk tukak pasca bedah (Wilkinson, 2011). Berdasarkan tujuan dari gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri) dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam pasien tampak segar, jumlah jam tidur bertambah menjadi 7-8 jam sehari, pasien tidak terbangun di malam hari, TTV dalam batas normal (TD: 130/90 mmHg, N: 60-100x /menit, S: 36,5–37,5 °C, RR: 16-24x/menit). Intervensi yang dilakukan yaitu pantau pola tidur pasien. Berikan posisi supinasi. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit. Diskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur (Wilkinson, 2011). Terdapat banyak intervensi keperawatan yang dirumuskan, akan tetapi penulis tidak menggunakan semua intervensi keperawatan yang dirumuskan dikarenakan
penulis
hanya
menggunakan
intervensi
sesuai
kaidah
Observation, Nursing Interventions, Education, Colaboration (ONEC) (Wilkinson, 2011).
D. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
62
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang dihadapkan (Dermawan, 2012). Penulis melakukan tindakan keperawatan untuk Ny. M diagnosa gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih. selama 3 kali 24 jam yaitu memantau eliminasi urine yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi, membantu pasien berkemih yang bertujuan untuk membantu pasien, mengajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan yang bertujuan untuk mempertahankan hidrasi cairan adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine, dan berkolaborasi pemberian analgetik yaitu untuk memblokir lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang. Tindakan selanjutnya untuk diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis selama 3 kali 24 jam yaitu mengkaji karakteristik nyeri P, Q, R, S, T yang bertujuan untuk mengetahui penyebab nyeri dan menentukan pengobatan yang tepat kaji karakteristik nyeri, memberikan terapi aroma bunga lavender yang bertujuan untuk mengurangi nyeri karena lavender bekerja seperti analgesik, mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam yang bertujuan untuk meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik berupa ranitidine 2 ml per 8 jam yang berfungsi untuk mengurangi nyeri perut. Pemberian terapi nonfarmakologi dapat dilakukan pada penderita nyeri, salah satunya adalah terapi inhalasi aromaterapi. Aromaterapi berasal dari kata
63
aroma yang berarti harum atau wangi dan therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan, sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai suatu cara perawatan tubuh dan atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak essensial (essential oil) (Jaelani, 2009). Aromaterapi merupakan suatu metode dalam relaksasi yang menggunakan minyak essensial dalam pelaksanaannya berguna untuk meningkatkan kesehatan fisik, emosi, dan spirit seseorang. Efek yang ditimbulkan minyak essensial salah satunya adalah menurunkan intensitas nyeri dan tingkat kecemasan. Minyak essensial atau minyak atsiri yang bersifat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri salah satunya adalah lavender. (Green, dkk, 2007 dalam Kosasih 2015). Mekanisme aromaterapi yaitu meningkatkan relaksasi dengan cara menurunkan tingkat stres baik stres fisik maupun psikis. Aromaterapi bunga lavender melepaskan beberapa molekul yang dimiliki ke udara sebagai uap air, salah satunya adalah linalool asetat. Linalool asetat mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat syaraf dan otot-otot yang tegang. Ketika uap air yang mengandung komponen kimia tersebut dihirup, tubuh akan menyerap melalui hidung dan masuk ke paru-paru yang kemudian masuk ke aliran darah. Bersamaan saat dihirup, uap air akan berjalan dengan segera ke sistem limbik otak yang bertanggung jawab dalam sistem integrasi dan ekspresi perasaan, belajar, ingatan, emosi serta rangsangan fisik. Aroma terapi bunga lavender sangat efektif dan bermanfaat saat dihirup atau digunakan pada bagian luar, karena indra penciuman berhubungan dekat dengan emosi manusia dan tubuh
64
akan memberikan respon psikologis, salah satu diantaranya adalah penurunan intensitas nyeri (Dewi, 2011 dan Utami, dkk, 2013). Pemberian terapi aroma bunga lavender pada Ny. M menggunakan alat steam aromaterapi berupa lampu, minyak essensial lavender 5 tetes dan air 1015cc, diletakkan sejajar dengan kepala dengan jarak 10-20 cm dan diberikan selama 60 menit antara pukul 12.00-13.00 WIB, dilakukan pengukuran nyeri dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah pemberian terapi. Waktu 60 menit adalah waktu yang diperkirakan untuk memberikan efek bermakna (Utami, dkk, 2013). Penulis melakukan 3 hari pengelolaan terhadap Ny. M dengan melakukan implementasi pemberian terapi aroma bunga lavender. Setelah pemberian terapi aroma bunga lavender selama 60 menit pada hari pertama dilakukan observasi karakteristik nyeri PQRST menunjukkan hasil data subyektif klien mengatakan perutnya nyeri apabila BAK dan ditekan, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 5, nyeri terus menerus. obyektif pasien tampak kesakitan, klien tampak memegangi area nyeri, hasil TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 68x/menit, S: 36,5°C, RR: 20x/menit. Pada hari kedua terjadi penurunan skala nyeri dengan data subyektif klien mengatakan sakit perut sedikit berkurang, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), skala nyeri 3, nyeri terus menerus. Obyektif klien lebih nyaman, klien tampak memegangi area nyeri, hasil TTV: TD: 130/80, N: 72x/menit, S: 36,5°C, RR : 24x/menit. Pada hari ketiga kembali terjadi penurunan skala nyeri dengan data
65
subyektif pasien mengatakan sakitnya berkurang, nyeri karena BAK, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin, skala nyeri 2, nyeri terus menerus. Obyektif pasien tampak lebih nyaman, hasil TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 72 x/ menit, S: 36,7° C. Tindakan keperawatan selanjutnya untuk Ny. M diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri) selama 3 kali 24 jam yaitu memantau pola tidur klien yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan tidur klien, memberikan posisi supinasi yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan saat tidur, menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit yang bertujuan untuk memberikan informasi agar klien mengerti manfaat tidur, mendiskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur yang bertujuan untuk meminimalisir gangguan tidur klien.
E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari klien, dan sebagai tanggung jawab dalam pelaksanaaan pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012). Evaluasi dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015, jam 14.15 WIB dengan menggunakan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment,
66
Planning), untuk diagnosa gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih subjektif pasien mengatakan urinenya berwarna kuning, berbau khas, pancaran lebih kuat, perut masih sakit apabila buang air kecil tetapi sudah berkurang, objektif pasien tampak menahan sakit, pasien lebih nyaman, leukosit 15400 uL, neutrofil 88,0%, SGOT 61,63 u/L, SGPT 44,1 u/L. assesment masalah teratasi sebagian karena masih terjadi gangguan eliminasi urine, planning lanjutkan intervensi. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis pada Ny. M belum sepenuhnya dapat mengatasi masalah gangguan eliminasi pada Ny. M, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis dimana klien telah diperbolehkan untuk pulang dan klien masih merasakan nyeri apabila buang air kecil. Evaluasi dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 pada pukul 14.05 WIB dengan menggunakan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning), untuk diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis subjektif klien mengatakan sakitnya berkurang, nyeri karena buang air kecil, nyeri seperti terbakar api, nyeri diatas alat kelamin, skala nyeri 2, nyeri terus menerus, objektif pasien tampak lebih nyaman, hasil tanda-tanda vital: tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 72 x/ menit, suhu: 36,7°C, pernafasan assesment masalah teratasi sebagian karena skala nyeri tidak turun menjadi 1 (secara obyektif klien masih bisa berkomunikasi dengan baik), planning lanjutkan intervensi. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis pada Ny. M belum sepenuhnya dapat mengatasi masalah nyeri kronis pada Ny. M, hal ini disebabkan karena
67
keterbatasan penulis dimana klien telah diperbolehkan untuk pulang dan skala nyeri klien belum turun menjadi skala 1 yang membuat klien masih merasakan nyeri. Evaluasi dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015, jam 14.25 WIB dengan menggunakan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning), untuk diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri) subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur nyenyak, tidak bangun di malam hari, lama tidur 8 jam, obyektif pasien tampak sangat segar, hasil TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 72 x/ menit, S: 36,7° C, assesment masalah teratasi dengan alasan tidak terjadi gangguan tidur lagi, Planning lanjutkan intervensi. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis pada Ny. M telah sepenuhnya dapat mengatasi masalah gangguan pola tidur pada Ny. M, hal ini disebabkan karena klien dapat mencapai semua kriteria hasil yang dirumuskan dalam intervensi keperawatan antara lain jumlah jam tidur klien bertambah menjadi 7-8 jam sehari dan klien tidak terbangun di malam hari, selain itu klien telah diperbolehkan untuk pulang. Setiap implementasi yang diberikan oleh penulis berjalan dengan lancar, karena Ny. M kooperatif dengan terapi yang diberikan. Terjadi penurunan skala nyeri pada saat dilakukan terapi aroma bunga lavender dari skala 6 menjadi skala 2. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jeffrey J. Gedney, Psyd., Toni L. Glover, MA, RN, dan Roger B. Fillingim, PhD bahwa intensitas nyeri dan ketidaknyamanan nyeri berkurang setelah
68
pemberian terapi lavender. Hambatan saat melakukan tindakan yaitu pasien masih menerima tindakan medis berupa pemberian analgetik.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Pengkajian Hasil pengkajian pada Ny. M didapatkan data subyektif klien mengeluh sakit perut sejak satu tahun yang lalu, P: nyeri karena buang air kecil, Q: nyeri seperti terbakar api, R: nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), S: skala nyeri 6, T: nyeri terus menerus. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak memegangi area nyeri, hasil hasil tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi: 68x/menit, suhu: 36°C, pernafasan: 28x/menit. 2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil analisa data diatas maka penulis menentukan prioritas diagnosa keperawatan yang pertama nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis, yang kedua gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih, yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri). 3. Intervensi Keperawatan Perencanaan asuhan keperawatan untuk diagnosa pertama gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih yaitu pantau eliminasi urine, bantu pasien untuk berkemih, ajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan, kolaborasi pemberian analgetik.
69
70
Pada
diagnosa
kedua
nyeri
kronis
berhubungan
dengan
ketunadayaan fisik atau psikososial kronis yaitu kaji karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, berikan terapi aroma bunga lavender, ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi pemberian analgetik. Pada diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri) yaitu pantau pola tidur pasien, berikan posisi supinasi, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat saat sakit, diskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur. 4. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan oleh penulis pada Ny. M dengan nyeri pada infeksi saluran kemih untuk menyelesaikan tindakan pada ketiga diagnosa telah dilakukan sesuai dengan perencanan tindakan asuhan keperawatan yang telah disusun yang bertujuan sesuai dengan kriteria hasil. Namun, tindakan mendiskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur tidak dapat dilakukan dikarenakan keterbatasan penulis. 5.
Evaluasi Keperawatan. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa pertama menunjukkan hasil evaluasi keadaan pasien kriteria hasil belum tercapai, maka gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan dengan pendelegasian kepada keluarga
71
dengan ajarkan pasien minum 200 ml cairan pada saat makan, kolaborasi pemberian analgetik. Pada diagnosa kedua hasil evaluasi keadaan pasien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan pendelegasian kepada keluarga dengan ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi pemberian analgetik. Pada diagnosa ketiga hasil evaluasi keadaan pasien dengan kriteria hasil tercapai, maka gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri) teratasi dan intervensi dilanjutkan dengan pendelegasian kepada keluarga dengan berikan posisi supinasi, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat saat sakit. 6. Analisa Analisa pada kasus Ny. M dengan diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis yang telah diberikan tindakan pemberian terapi aroma bunga lavender selama 3 hari dengan durasi pemberian selama 60 menit untuk menurunkan intensitas nyeri dengan memantau karakteristik nyeri PQRST dan tanda-tanda vital yaitu data subyektif klien mengatakan nyeri perut, P: nyeri karena buang air kecil, Q: nyeri seperti terbakar api, R: nyeri diatas alat kelamin (supra pubis), S: skala nyeri 6, T: nyeri terus menerus, sedangkan data obyektif pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak memegangi area nyeri, hasil tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi: 68x/menit,
72
suhu: 36°C, pernafasan: 28x/menit. Pada asuhan keparawatan Ny. M dengan infeksi saluran kemih setelah diberikan terapi aroma bunga lavender menunjukan penurunan skala nyeri dari skala 6 menjadi skala 2 dan tanda-tanda vital dalam batas normal yaitu tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 72 x/ menit, suhu: 36,7°C, pernafasan: 24x/menit. Akan tetapi hasil ini belum maksimal dikarenakan skala nyeri klien belum sesuai kriteria hasil dalam intervensi. Aplikasi pemberian terapi aroma bunga lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada asuhan keperawatan Ny. M dengan infeksi saluran kemih efektif sesuai penelitian yang dilakukan oleh Jeffrey J. Gedney, Psyd., Toni L. Glover, MA, RN, dan Roger B. Fillingim, PhD dimana skala nyeri Ny. M mengalami penurunan dari skala 6 menjadi skala 2 setelah dilakukan pemberian terapi inhalasi minyak essensial bunga lavender.
B. SARAN 1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan dapat mengaplikasikan pemberian terapi aroma bunga lavender sebagai tindakan non farmakologis untuk mendukung tindakan famakologis agar mendapatkan hasil pengobatan yang lebih memuaskan, khusunya pada pasien dengan infeksi saluran kemih. 2. Bagi Tenaga Kesehatan khusunya Perawat
73
Perawat diharapkan selalu melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan agar lebih maksimal, khususnya pada klien dengan gangguan nyeri dengan infeksi saluran kemih. Perawat diharapkan dapt mengaplikasikan terapi non farmakologis pemberian aroma bunga lavender pada pasien dengan keluhan nyeri.gangguan pemenuhan rasa nyaman nyeri dengan infeksi saluran kemih. Perawat diharapkan dapat mengaplikasikan pemberian terapi aroma bunga lavender terhadap pasien dengan keluhan nyeri. 3. Bagi Institusi Pendidikan Institusi Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan menjadi lebih berkualitas agar tercipta perawat yang lebih profesional, terampil, aktif, inovatif dan bermutu tinggi yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan, serta dapat mengaplikasikan pemberian terapi aroma bunga lavender terhadap penurunan intensitas nyeri khususnya pada pasien dengan infeksi saluran kemih.
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, A. V dan Nur’aeni, S. 2013. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Keperawatan Soedirman. 8 (2): 120-126 Brashers, Valentina L. 2001. Clinical Applications of Pathophysiology: Assessment, Diagnostic Reasoning, and Management. Second Edition. Elsevier Science. Terjemahan Kuncara, H.Y dan Yulianti, Devi. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen. Edisi 2. EGC: 2007 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep&Kerangka Kerja. Gosyen Publishing: Yogyakarta Dewi, dkk. 2014. Efektivitas Ondansetron dalam Menangani Mual dan Muntah
Pasca Kemoterapi Metotreksat Dosis Tinggi Pada Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Online Jurnal ofUniversitas Udayana. 2(2): 71-76 Dewi, P. (2011). Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/4871/3657. Diakses tanggal 18 Februari 2014 jam 19.00 Eli, 2010. Pengaruh Ekstrak Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum Linn.) Terhadap Kadar Transaminase (GPT dan GOT) dan Gambaran Histologi pada Hepar Mencit (Mus Musculus) yang Terpapar Streptozotocin. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang Febrianto, A.W dkk. 2013. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun 2012. Online Jurnal of Natural Science. 2(3): 20-29 Gidney, Jeffrey J. 2004. Sensory and Affective Pain Discrimination After Inhalation of Essential Oils. Psychosomatic Medicine. 66: 599-606 ISO Indonesia. 2012. Informasi Spesialite Obat. ISFI: Jakarta Judha, M dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Nuha Medika: Yogyakarta
Mubarak, I.W. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktek. EGC: Jakarta Mukhlis Rudi, M. 2006. Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat Dibandingkan Nacl 0,9% Terhadap Keseimbangan Asam-Basa pada Pasien Sectio Caesaria dengan Anestesi Regional. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang Nanda. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC: Jakarta
Nofriaty, Reni. 2010. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. MediAction: Jakarta O’Callaghan, Chris. 2006. The Renal System At a Glance. Blackwell Publishing Ltd. Terjemahan Yasmine, dr. Elizabeth. 2007. At a Glance Sistem Perkemihan. Erlangga: Jakarta
Patricia, dkk. 2013. Gambaran Histopatologik Mukosa Lambung Tikus Putih (Rattus Norvegicus) yang diinduksi Kebisingan dan Diberikan Ranitidin. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado
Potter, P., A., dan Perry, A., G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 volume 2. EGC: Jakarta Putri, 2010. Perbedaan jumlah leukosit pada pasien appendisitis akut dan appendisitis kronis di rspad gatot subroto Jakarta periode tahun 2010. Jurnal Kesehatan. Soejono, C. H. 2005. Infeksi Saluran Kemih pada Geriartri. Majalah Kedokteran Indonesia. 55 (3): 165-168 Sofyan, dkk, 2014. Perbandingan Levofloxacin dengan Ciprofloxacin Peroral dalam Menurunkan Leukosituria Sebagai Profilaksis Isk pada Kateterisasi di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 3(1): 68-72 Solehati T. dan Kosasih C. E. 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi. Refika Aditama: Bandung
Utami, G. T dkk. 2013. Efektifitas Terapi Aroma Bunga Lavender (Lavandula Angustifolia) terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Klien Infark Miokard. Jurnal Keperawatan Universitas Riau. 2(3): 612-619 Wilkonson, J., M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC: Jakarta