KUIS BERHADIAH MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT (Studi Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia II Tahun 2006)
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I.)
Oleh:
Dwi Agus Ficaksana 03210090
FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2008
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
KUIS BERHADIAH MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT (Studi Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia II Tahun 2006)
Skripsi Oleh: Dwi Agus Ficaksana NIM: 03210090 Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan Oleh dosen pembimbing:
Drs. Noer Yasin, M.H.I. NIP. 150320234
Mengetahui, Dekan Fakultas Syari’ah
Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag. NIP. 150216425
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan skripsi saudara Dwi Agus Ficaksana, NIM 03210090, mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, setelah membaca, mengamati kembali berbagai data yang ada di dalamnya dan mengoreksi, maka skripsi yang bersangkutan dengan judul:
KUIS BERHADIAH MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT (Studi Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia II Tahun 2006) telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada majelis penguji skripsi.
Malang, 08 Januari 2008 Pembimbing,
Drs. Noer Yasin, M.H.I. NIP 150320234
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Demi Allah, Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan, penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul: KUIS BERHADIAH MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT (Studi Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia II Tahun 2006) benar-benar merupakan karya ilmuah yang disusun sendiri, bukan duplikasi atau memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada kesamaan, baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi hukum.
Malang, 08 Januari 2008 Penulis,
Dwi Agus Ficaksana NIM 03210090
v
PENGESAHAN SKRIPSI
Dewan penguji skripsi saudara Dwi Agus Ficaksana, NIM 03210090, mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang angkatan 2003, dengan judul: KUIS BERHADIAH MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT (Studi Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia II Tahun 2006)
telah dinyatakan LULUS dengan nilai: B+ Dewan Penguji: 1. Musleh Hery, S.H., M. Hum. NIP 150295152
( _____________________ ) (Ketua)
2. Drs. Noer Yasin, M.H.I. NIP 150320234
( _____________________ ) (Sekretaris)
3. Drs. H. Dahlan Tamrin, M. Ag. NIP 150216425
( _____________________ ) (Penguji Utama)
Malang, 31 Maret 2008 Dekan,
Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag. NIP 150 216 425
vi
TRANSLITERASI1
A. Konsonan
ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص
ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ي
= tidak dilambangkan = b = t = ts = j = h = kh = d = dz = r = z = s = sy = sh
= dl = th = dh = ‘ (koma menghadap ke atas) = gh = f = q = k = l = m = n = w = h = y
Hamzah ( )ءyang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak di awal kata maka mengikuti vokalnya, tidak dilambangkan. Namun apabila terletak di tengah atau akhir maka dilambangkan dengan tanda koma di atas ( ‘ ). B. Vokal, Panjang dan Diftong Tulisan latin vokal fathah ditulis dengan "a", kasrah dengan "i", dlommah dengan "u". Sedangkan bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara vokal (a) panjang dengan â, vokal (i) panjang dengan î dan vokal (u) panjang dengan û. Khusus untuk ya' nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan "i", melainkan tetap ditulis dengan "iy" agar dapat menggambarkan ya' nisbat di akhirnya. Begitu 1
Fakultas Syari’ah UIN Malang, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Malang: Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, t.th.), 42-43.
vii
juga untuk suara diftong, wawu dan ya' setelah fathah ditulis dengan "aw" dan "ay". C. Ta' Marbûthah Ta' marbûthah ( )ةditrasliterasikan dengan "t" jika berada di tengah-tengah kalimat, tetapi apabila di akhir kalimat maka ditrasliterasikan dengan menggunakan "h" atau apabila berada di tengah-tengah kalimat yang terdiri dari susunan mudlâf dan mudlâf ilayh, maka ditrasliterasikan dengan menggunakan "t" yang disambungkan dengan kalimat berikutnya. D. Kata Sandang dan Lafadh al-Jalâlah Kata sandang berupa "al" ( )ﺃلditulis dengan huruf kecil, kecuali terletak pada awal kalimat. Sedangkan "al" dalam lafadh jalâlah yang berada di tengah-tengah kalimat disandarkan (idhâfah), maka dihilangkan. E. Nama dan Kata Arab Ter-Indonesiakan Pada prinsipnya kata yang berasal dari bahasa Arab harus ditulis dengan menggunakan sistem transliterasi ini, akan tetapi apabila kata tersebut merupakan nama Arab dari orang Indonesia atau bahasa Arab yang sudah ter-Indonesia-kan, maka tidak perlu menggunakan sistem transliterasi ini.
viii
MOTTO
ﻤ ِل ﻋ ِﻤﻥﺱﻡ ِﺭﺠ ﹶﻻﻭﺍﹾ َﻷﺯ ﺏ ﺼﺎ ﻭﺍﹾ َﻷﻨﹾ ﺭ ﺴ ِ ﻤﻴ ﻭﺍﹾﻝ ﺭ ﺨﻤ ﻤﺎ ﺍﹾﻝ ﹶ ﻤ ﹸﻨﻭﺍ ِﺇ ﱠﻨ ﻥ ﺁ ﻬﺎ ﺍﱠﻝ ِﺫﻴ ﻴ ﻴﺂ َﺃ ﻥ ﺤﻭ ﹸﺘﻔﹾ ِﻠﻌﱠﻠ ﹸﻜﻡ ﻩ ﹶﻝ ﺒﻭ ﹶﺘ ِﻨﻥ ﹶﻓﺎﺠ ِ ﻁﺎ ﹶﺸﻴ ﺍﻝ ﱠ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.2 (Q.S. Al-Maidah [5]: 90).
ﺢ ِ ﺼﺎ ِﻝ ﻤ ﺏ ﺍﹾﻝ ِ ﺠﻠﹾ ﻋ ﹶﻠﻲ ﺩﻡ ﻤ ﹶﻘ ﺴ ِﺩ ِ ﻤ ﹶﻔﺎ ﺀ ﺍﹾﻝ ﺩﺭ Menghindari kerusakan-kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kebaikan-kebaikan.3
2
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2004), 97. Syaikh Abdullah bin Said Muhammad ‘ibadiy, Idlahi al-Qawaid al-fiqhiyah (Surabaya: al-Hidayah, 1410 H.), 8. 3
ix
PERSEMBAHAN
Teriring untaian do'a nan tulus dan ikhlas serta puji syukur tak terhingga untuk orang-orang terkasih dan tercinta kupersembahkan karya ini kepada: Ayahanda tercinta Alm. Rahmat Suyanus dan Ibunda tercinta Mukayati. Dari mereka berdua kuperoleh arti sebuah perjuangan, ketulusan & keteguhan hati dalam mengarungi kehidupan. Terima kasih tak terhingga untuk kasih sayang dan bantuan do’a yang selalu menemaniku sepanjang waktu. Semoga ananda menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan agama seperti yang mereka berdua harapkan. Amin... Seluruh keluarga besarku (mbak Eni, mas Iwan, adik Fitri, mas anam dan semuanya) yang selalu memberikan do’a dan dukungan serta senantiasa meluangkan waktunya untuk berbagi dalam suka dan dukaku. Guru-guruku yang berhati mulia, karena jasa mereka semua yang telah mengantar serta mengangkat derajatku dari kefakiran ilmu. Masluhatun Nurul Maisyah yang juga sangat berjasa kepadaku dalam menimba ilmu dan mencapai gelar S1 di UIN Malang ini. Seluruh sahabat terbaikku senasib seperjuangan di kampus ini dan di kota Malang bersama kalianlah hidupku jadi lebih berwarna. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak dapat ku tulis satu persatu. Semoga amal ibadah semuanya menjadi amal yang diridhoi Allah SWT amin ya rabbal 'alamin...
x
KATA PENGANTAR
ﺒﺴﻡ ﺍﷲ ﺍﻝﺭﺤﻤﻥ ﺍﻝﺭﺤﻴﻡ Segala puji bagi Allah SWT yang menciptakan seluruh alam semesta, puji syukur penulis haturkan kepada-Nya atas segala nikmat yang telah dilimpahkan, terutama nikmat Iman dan nikmat Islam. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Rasul Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, seraya mengharap syafa’at dari mereka semua. Selanjutnya saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ayahanda dan ibunda tercinta yang telah membesarkan saya dengan kasih sayang dan membekali saya dengan pendidikan. Semoga Allah SWT. membalasnya dengan ridho, rahmat dan ampunan-Nya. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung pembuatan karya ilmiah berupa skripsi ini sehingga dapat terselesaikan, terutama kepada: 1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 2. Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Malang. 3. Drs. Noer Yasin, M.H.I., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan telaten membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Segenap dosen Fakultas Syari’ah UIN Malang yang telah mentransfer ilmu yang bermanfaat dan berguna bagi penulis. 5. Teman-teman di Fakultas Syari’ah angkatan 2003 (Arif H., Fulka S., Syaifuddin, Anshoruddin, Mus’id, Andis, miftah, Najih, dan semuanya), yang tidak dapat
xi
penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. 6. Keluarga besar ZIG-ZAG 45 (Kaji Imam, Bahrul, Kris, Qowim, Aan, Oban, Ihsan, Ahan, Rozaq dkk) yang selalu membantu dan berbagi dalam menjalani kehidupan di perkuliahan. Akhirnya, dengan rendah hati karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, penulis menyelesaikan skripsi ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penulis sangat berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bagi pribadi penulis dan Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsyiyah, serta semua pihak yang memerlukan. Untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca demi sempurnanya karya ilmiah selanjutnya.
Malang, 08 Januari 2008
Dwi Agus Ficaksana NIM. 03210090
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i HALAMAN PENGAJUAN .................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................................iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.................................................................v HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................vi DAFTAR TRANSLITERASI...............................................................................vii HALAMAN MOTTO ............................................................................................ix HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................x KATA PENGANTAR............................................................................................xi DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii ABSTRAK...........................................................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................................1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................................6 C. Batasan Masalah.........................................................................................7 D. Rumusan Masalah ......................................................................................8 E. Tujuan Penelitian........................................................................................8 F. Kegunaan Penelitian...................................................................................9 G. Paradigma dan Pendekatan .......................................................................10 H. Metode Penelitian.....................................................................................11 I. Sistematika Pembahasan...........................................................................13
xiii
BAB II KAJIAN TEORI A. Penelitian Terdahulu.................................................................................16 B. Fatwa........................................................................................................18 1. Definisi Fatwa .........................................................................................18 2. Kedudukan Fatwa....................................................................................19 3. Fatwa Kontemporer .................................................................................19 4. Mufti .......................................................................................................21 5. Sebab-sebab Yang Dapat Menggelincirkan Seorang Mufti ......................23 C. Adz-Dzari’ah ............................................................................................24 1. Pengertian Adz-Dzari’ah ....................................................................24 2. Sadd Adz-Dzari’ah .............................................................................26 3. Macam-macam Dzari’ah.....................................................................27 3.1. Adz-Dzari’ah Dari Segi Kualitas Kemafsadatan..........................27 3.2. Adz-Dzari’ah Dari Segi Kemafsadatan Yang Ditimbulkan..........28 4. Kehujjahan Sadd Adz-Dzari’ah...........................................................29 5. Fath Adz-Dzari’ah ..............................................................................32 D. Undian Dan Lotre Perspektif Islam..........................................................34 1. Pengertian Undian Dan Lotre Menurut Islam......................................34 2. Lotre (Undian) Secara Umum.............................................................37 3. Konsep Lotre Pada Jaman Jahiliyah....................................................38 BAB III PAPARAN DATA A. Profil Majelis Ulama Indonesia (MUI) .....................................................41 1. Sejarah Lahirnya MUI ........................................................................41 2. Visi dan Misi MUI..............................................................................44
xiv
3. Orientasi MUI ....................................................................................45 4. Peran MUI..........................................................................................47 5. Kewenangan dan Hirarki MUI............................................................49 6. Mekanisme Kerja Komisi Fatwa MUI ................................................50 7. Pedoman Penetapan Fatwa MUI .........................................................53 8. Prosedur Penetapan Fatwa MUI..........................................................54 B. Deskripsi Keputusan Komisi B Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia II Tahun 2006 Tentang Masa’il Waqiiyyah Mu’ashirah ............................55 1. Deskripsi Masalah ..............................................................................55 2. Ketentuan Hukum...............................................................................56 3. Dasar Hukum......................................................................................57 C. Deskripsi Tentang Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat (SMS) ......................................................................................................59 1. Prosedur Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat...................59 2. Pandangan Pemerintah Tentang Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat ...............................................................................................61 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Hukum Keharaman Kuis berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat (SMS) Dalam Produk Fatwa Majelis Ulama Indonesia ................63 1. Penelusuran Dasar-Dasar Hukum Yang Dijadikan Dalil Dalam Fatwa..................................................................................................63 2. Indikator Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat Dengan Unsur Judi.....................................................................................................75
xv
B. Analisis Prosedur Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Merumuskan Hukum Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat (SMS) ...............81 1. Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat Dilihat Melalui Dzari’ah Dari Segi Kualitas Kemafsadatan .........................................82 2. Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat Dilihat Melalui Dzari’ah Dari Segi Kemafsadatan Yang Ditimbulkan .........................84 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................................85 B. Saran ........................................................................................................86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii xvi
ABSTRAK Dwi Agus Ficaksana. 2008. KUIS BERHADIAH MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT (Studi Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia II Tahun 2006). Skripsi. Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsyiyah, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Pembimbing: Drs. Noer Yasin, M.H.I. Kata kunci: Fatwa, SMS, Undian Berhadiah. Pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah memberikan banyak dampak pada masyarakat Di antaranya, semakin maraknya kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan bahwa Kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) haram hukumnya karena mengandung unsur judi. Namun meskipun pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang keharaman program kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service), fenomena di masyarakat tentang kuis ini tetap marak dan menjadi salah satu acara trend di media elektronik. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana dasar hukum yang dipakai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengharamkan kuis berhadiah ini, serta metode pengistinbathan dalam perumusannya. Tujuan dalam penelitian ini adalah merasionalisasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan mendeskripsikan dan mengetahui secara mendetail tentang dasar-dasar pengharaman kuis berhadiah ini serta mengetahui metode yang digunakan dalam pengistinbathan hukum pengharaman kuis berhadiah ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang dipakai ialah deskriptif. Sehingga penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif, yang dimaksudkan ialah untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian secara detail dan rinci. Data yang didapat merupakan fatwa MUI yang berkaitan dengan kebijakan hukum kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) dengan teknik pengumpulan data dokumentasi. Selanjutnya data yang sudah diperoleh dianalisis untuk dapat melaksanakan pemeriksaan keabsahan data. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum pengharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah tepat dan rasional. Kemudian metode pengistinbathan hukum yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap berpegang pada Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Nomor: U-596/MUI/X/1997, yaitu setiap keputusan fatwa didasarkan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul yang mu’tabarah, serta tidak bertentangan dengan kemaslahatan umat.
xvii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah Pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah memberikan banyak manfaat, namun juga menimbulkan banyak masalah. Di antaranya, semakin maraknya kuis berhadiah terutama melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). Kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) tersebut kini semakin marak dengan berbagai modelnya dan menjadi sarana bisnis yang empuk bagi pihak penyelenggara. Kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) saat ini memang sedang booming (marak) di Indonesia dan menjadi fenomena tersendiri. Banyak sekali acara-acara di televisi yang mengikutsertakan kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) baik di awal maupun di akhir acara. Kasus kuis berhadiah model ini seakan-akan menjadi virus yang cepat sekali penularannya dalam hal ini dari stasiun televisi satu ke televisi yang lain. Sehingga kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat
1
2
atau SMS (Short Message Service) menjadi topik yang hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan terutama dari kalangan agamawan. Terjadi pro dan kontra tentang halal dan haramnya kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) tersebut. Sebagai contoh maraknya kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) di Indonesia ini ada kisah menarik sebagai berikut. Alkisah, pada malam final KDI (Kontes Dangdut Indonesia) 3 di TPI beberapa bulan lalu, seorang Bupati di Jawa Barat yang warganya menjadi finalis KDI, marah-marah dan menginstruksikan untuk segera mengambil tindakan kepada seluruh aparat di bawahnya karena persentase pengumpulan SMS (Short Message Service) finalis tersebut hanya berbeda tipis dengan peserta lainnya yang menjadi saingannya dari Surabaya. Segera malam itu juga Bapak Bupati memerintahkan kepada para pejabat di daerahnya agar malam itu juga membeli nomor voucher baru untuk mendongkrak raihan suara melalui SMS (Short Message Service) buat finalis KDI dari daerah tersebut. Bupati tersebut bertujuan agar warga di daerahnya itu dapat mengangkat nama baik daerahnya. Singkat cerita, akhirnya finalis KDI ini memang mendapat juara 1. Sebagian besar keberhasilannya berkat kerja keras Bupati dalam memobilisasi warganya dan para pejabat di daerahnya untuk mengirim SMS (Short Message Service) sebanyak-banyaknya. Tapi dibalik semua itu, tahukah kita berapa uang yang dikeluarkan sang Bupati untuk semua ini? Lebih dari 240 juta rupiah. Uang dalam jumlah yang cukup banyak dihambur-hamburkan Bupati ini hanya untuk mendongkrak popularitas seseorang yang belum tentu bermanfaat bagi seluruh warga di daerah tersebut. Andaikan uang 240 juta itu digunakan untuk membantu warga miskin di daerahnya, mungkin sudah ratusan orang miskin yang
3
bisa sedikit banyak merasakan kebahagiaan. Tetapi demi gengsi daerah dan popularitas, uang dengan jumlah banyak ”dibuang” begitu saja. Tentu yang paling beruntung adalah finalis dangdut tersebut. Namanya makin meroket, rezekinya diyakini bakal melimpah. Sedangkan yang paling dirugikan adalah para pengirim SMS (Short Message Service) yang sebagian besar tidak memperoleh apa-apa. Tragisnya lagi, setelah sang finalis meraih juara, tidak ada ucapan terima kasih yang ia sampaikan kepada Bupati daerahnya itu.1 Fenomena seperti di atas merupakan salah satu contoh permasalahan yang menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat luas. Sehingga menimbulkan berbagai persepsi bahwa kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) mempunyai banyak dampak negatif. Kasus kuis ini,baik secara langsung maupun tidak langsung mendoktrin kepada masyarakat untuk suka dan gemar menggantungkan nasib dalam memperoleh uang sebanyakbanyaknya melalui acara-acara seperti kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). Sehingga hal ini tidak membedakan dengan judi karena mengandung unsur mengundi nasib dengan cara mudah, pemborosan, menghambur-hamburkan uang untuk permainan yang tidak jelas, membahayakan pihak lain yang menderita kekalahan, membangkitkan fantasi, ketagihan dan mental malas. Kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) tersebut dapat berbentuk kegiatan kontes, kuis olahraga, permainan, kompetisi, dan berbagai bentuk kegiatan lain yang menjanjikan hadiah yang diundi di antara peserta pengirim SMS (Short Message Service).2
1
Finalis KDI, www.informatika.org, 2006 (diakses pada tanggal 28 September 2007). SMS Berhadiah Haram, http://www.mui.or.id/mui_in/news.php?id=82 (diakses pada tanggal 28 September 2007). 2
4
Kasus maraknya pengiriman SMS (Short Message Service) ini akhirnya mendapat perhatian khusus dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa tentang kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang menyebutnya bahwa kegiatan ini dinyatakan haram hukumnya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil keputusan ijtima’ ulama ini dilakukan di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, pada 26 Mei 2006 yang dihadiri lebih dari seribu ulama yang diketua oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Ma`ruf Amin.3 Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan permasalahan ini perlu kiranya untuk kita kaji lagi dari segi isi (substansi) setelah dikeluarkannya fatwa ini. Hal ini bertujuan supaya masyarakat mengetahui dan memahami lebih jelas lagi tentang hal-hal yang ada hubungannya dengan fatwa yang sudah dikeluarkan oleh para ulama ini. Sehingga menurut hemat penulis, produk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat akademis untuk ditelusuri kembali serta dirasionalisasikan dari segi normatifnya yang bisa mencakup dasar hukum yang dipakai, unsur-unsur keharamannya, dan sebagainya. Sehingga kita tahu madharat yang ditimbulkan oleh kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) ini. Menurut Muhammad Abduh sebagaimana dikutip oleh Rasyid Ridha, di dalam buku Masail Fiqhiyah karangan Masjfuk Zuhdi, menerangkan sebagian resiko atau akibat bahaya perjudian, di antaranya: merusak pendidikan dan akhlak, melemahkan potensi akal pikiran, dan menelantarkan pertanian, perkebunan, industri, dan
3
ANTARA News, SMS Berhadiah Haram Karena Berunsur Judi http://www.antara.co.id/arc/2006/5/30/fatwa-mui-sms-berhadiah-haram-karena-berunsur-judi/ (diakses pada tanggal 27 Oktober 2007).
5
perdagangan yang merupakan sendi-sendi kemakmuran.4 Hal itu sesuai dengan kaidah hukum Islam yang berbunyi:
ﺢ ِ ﺼﺎ ِﻝ ﻤ ﺏ ﺍﻝﹾ ِ ﺠﻠﹾ ﻋﻠﻲ ﺩﻡّ ﻤ ﹶﻘ ﺴ ِﺩ ِ ﻤ ﹶﻔﺎ ﺀ ﺍﻝﹾ ﺩﺭ Artinya: ”Menghindari kerusakan-kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kebaikankebaikan.”5 Lebih jelas lagi Prof. K.H. Ibrahim Hosen menyatakan bahwa akibat yang disebabkan oleh perjudian adalah timbulnya permusuhan dan kebencian antara pelaku dan menyebabkan mereka lupa kepada Allah SWT serta lalai dari kewajibankewajiban agama.6 Namun meskipun pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang keharaman kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service), fenomena di masyarakat tentang kuis ini tetap marak dan menjadi salah satu acara trend di media elektronik. Faktanya seakan-akan hasil rumusan hukum yang berupa fatwa yang telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak membekas sama sekali di kalangan masyarakat. Padahal sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa mayoritas masyarakat di Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Sehingga upaya-upaya yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga keagamaan khususnya yang menangani permasalahan-permasalahan hukum Islam bagi masyarakat muslim belum begitu terlihat signifikan di mata masyarakat.
4
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: CV Haji Masagung, 1990), 140. Muhlish Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), 143. 6 Masjfuk Zuhdi, Op.Cit., 141. 5
6
Melihat kondisi yang seperti disebut di atas, terjadi ketertarikan pada diri peneliti untuk melakukan penelitian pada kasus ini secara normatif dengan merasiokan dasardasar pengharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang bertujuan untuk membuktikan secara normatif bahwa terdapat madharat yang cukup besar bagi masyarakat dalam kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service).
B. Identifikasi Masalah Permasalahan seputar program kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) mencakup banyak pembahasan yang perlu untuk diteliti. Hal itu dikarenakan permasalahan ini melibatkan secara langsung masyarakat dari berbagai lapisan. Sebagaimana yang telah dideskripsikan secara global pada latar belakang permasalahan di atas, penulis mencoba mentabulasikan pokok-pokok permasalahan yang bisa untuk diteliti terkait dengan kasus ini, di antaranya: 1. Dikeluarkannya fatwa hasil ijtima’ ulama-ulama yang berada di lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu sudah sesuai atau belum dengan kebutuhan masyarakat saat ini yang notabene mayoritas orang muslim di Indonesia. 2. Terkait dengan keharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) sebagaimana yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini sudah terakomodir atau belum dilihat dari dasar dan ketentuan hukum yang dijadikan sandaran hukum dalam perumusan hukum pada kasus ini.
7
3. Faktor-faktor keharaman dalam kasus kuis berhadiah ini memasukkan unsurunsur judi atau tidak, baik dalam segi fiqih Islam maupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dilarang. 4. Metode apa dan bagaiamana yang digunakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengistinbathkan hukum kuis tersebut sehingga terbentuklah hasil keputusan seperti ini. 5. Kelebihan dan kelemahan isi (substansi) yang ada pada hasil keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI). 6. Dampak yang ditimbulkan dari keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) terhadap masyarakat.
C. Batasan Masalah Ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini terbatas pada hasil keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hukum kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). Namun, setelah ditelaah lagi sebagaimana yang terdapat pada identifikasi pokok-pokok permasalahan di atas, penulis kemudian mengklasifikasikan lagi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas. Hal ini dilakukan supaya dalam penelitian ini menghasilkan pembahasan yang maksimal dan sistematis. Oleh karena itu, objek yang dibahas pada penelitian ini dispesifikasikan lagi ke dalam permasalahan seputar dasar hukum fatwa tentang kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) dan bagaimana metode
8
yang dipakai dalam merumuskan hukumnya. Sehingga pada penelitian ini pembahasannya tidak keluar dari apa yang sudah dibatasi oleh peneliti ini.
D. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan hukum fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pengharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service)? 2. Bagaimana metode Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengistinbathkan hukum kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service)?
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan karena bertujuan untuk; 1. Mendeskripsikan dan mengetahui ketentuan-ketentuan haramnya kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) beserta dasardasar yang dijadikan sandaran pengambilan hukumnya yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara mendetail. 2. Mengetahui metode yang dijadikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai jalan mengistinbathkan hukum pada kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) tersebut.
9
F. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini kiranya dapat diambil guna dan manfaatnya antara lain adalah : 1. Secara teoritis: a. Mengembangkan keilmuan, khususnya yang bersifat terapan bagi penulis mengenai permasalahan yang menjadi objek penelitian. b. Melengkapi khazanah keilmuan atas penelitian-penelitian terdahulu mengenai permasalahan yang berkaitan dengan objek penelitian, dan menjadi salah satu rujukan bagi penelitian mendatang atas objek penelitian yang mirip dan atau berdekatan. 2. Secara praktis: a. Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) b. Sebagai pengetahuan sekaligus pengalaman dan kontribusi bagi peneliti dalam memperluas wacana dalam penyusunan karya ilmiah yang berhubungan dengan produk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). c. Dengan penelitian ini dapat diketahui dengan jelas hukum beserta dasar yang dijadikan sandaran hukumnya terkait permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat terutama tentang program kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). d. Memberikan pengetahuan kepada peneliti dan pembaca pada umumnya secara jelas dan rinci tentang metode-metode yang dilakukan dalam mengistinbathkan suatu hukum khususnya pada kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service).
10
G. Paradigma dan Pendekatan Secara definitif paradigma ialah sebuah framework tidak tertulis, berupa lensa mental atau peta kognitif, dalam mengamati dan memahami sesuatu yang dapat mempertajam pandangan terhadap dan bagaimana memahami data.7 Namun sekilas penjabaran tentang paradigma ini kurang memudahkan untuk dipahami karenanya penulis mencoba memberikan arti lain yang lebih mudah untuk dapat dipahami baik oleh peneliti sendiri maupun pembaca. Sehingga diambil kesimpulan yang sederhana bahwa paradigma adalah sudut pandang terluar dalam mengamati dan memahami data dalam melakukan suatu penelitian. Adapun paradigma yang dipakai dalam penelitian ini adalah normatif. Hal ini dikarenakan pokok pembahasan penelitian ini meneliti produk hukum yang ada pada fatwa tentang keharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mengenai pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah berupa pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang dipakai ialah deskriptif. Sehingga penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif, yang dimaksudkan ialah untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian secara detail dan rinci.8 Kemudian akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis dari sumber tertulis.9
7
Tim Dosen Fakultas Syari’ah UIN Malang, Op. Cit., 10. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI – Press), 1986),10. 9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 3. 8
11
H. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maka dalam penelitian ini metode yang peneliti gunakan sebagai proses penelitian meliputi: 1. Objek Penelitian Objek penelitian yang diteliti adalah produk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terkait dengan putusan keharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). 2. Subjek Penelitian Adapun subjek penelitian adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang telah mengeluarkan fatwa tentang kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). 3. Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan terbagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.10 Data primer ialah diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu data tertulis berupa lembaran asli hasil fatwa yang sudah dirumuskan dan dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan data sekunder ialah data yang bersumber dari sumber tertulis yang berupa literatur, dokumen dan sejenisnya. Sumber data utama yang dipakai dalam penelitian ini ialah dari sumber tertulis. Adapun data sekunder tersebut digolongkan menjadi:11 a. Bahan hukum primer, bahan hukum utama yaitu yang berupa data prosedural yang didapatkan dari pihak lembaga yang bersangkutan berupa dokumen tertulis
10 11
Ibid., 12. Soerjono Soekanto, Op.Cit., 52.
12
terkait dengan segala hal yang ada hubungan dengan hasil fatwa maupun lembaga. b. Bahan hukum sekunder ialah yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu berupa sumber tertulis yang berkaitan dengan hukum maupun yang lainnya yang secara spesifiknya membahas tentang kajian teori terkait dengan perumusan istinbath hukumnya, misalnya kitab-kitab fikih yang membahas tentang aturan atau sistem muamalah dalam Islam maupun kaidah-kaidah fiqhiyah. c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang berupa kamus ilmiah popular dan kamus hukum. 4. Metode Pengumpulan Data Karena data yang dibutuhkan adalah berupa data atau informasi normatif tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam pengharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service), maka pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan metode library reseach atau penelitian pustaka. Metode library reseach ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, dan sebagainya.12 Di samping itu peneliti dalam memperoleh data yang akurat, teknik pengumpulan data juga digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode yang dipergunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel penelitian yang berupa catatan, transkrip, buku, arsip, 12
Mardalis, Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), 28.
13
majalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan obyek penelitian.13 Dalam penelitian ini data sekunder yang berupa sumber tertulis dikumpulkan melalui metode dokumentasi. 5. Metode Analisis Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam analisis ini akan diperoleh deskripsi yang terkait dengan keadaan objek sebagai hasil penelitian. Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini data-data yang dikumpulkan bukan berupa angka melainkan kata-kata.14. Proses analisis data dimulai,15 dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yakni dari hasil sumber tertulis berupa data dokumentasi tentang berkas-berkas atau lembaran tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Langkah selanjutnya ialah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
I. Sistematika Pembahasan Skripsi ini disajikan dalam lima bab, yang masing-masing terkandung sub-bab secara sistematis untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai jalan pikiran peneliti, sehingga para pembaca dapat dengan mudah memahami alur dan arah dari hasil penelitian ini. 13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 206. 14 Lexy J. Moleong, Op. cit., 6. 15 Ibid., 190.
14
Bab 1 berupa pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, paradigma dan pendekatan, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bagian ini dimaksudkan sebagai tahap pengenalan dan mendeskripsikan permasalahan serta langkah awal yang memuat kerangka dasar teoritis yang akan dikembangkan dalam bab-bab berikutnya. Bab II berisi kajian teori. Dalam bab ini, akan diketengahkan perihal yang berkaitan dengan subjek penelitian, meliputi penelitian terdahulu, penjelasan tentang fatwa dan hal-hal yang berkaitan dengan fatwa, metode ushul fiqh yang berupa metode sadd adz-dzari’ah, dan deskripsi undian perspektif Islam. Pada bab ini mencoba memaparkan teori-teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis pada pokok permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Bab III berisi paparan data. Pada bab ini akan menjelaskan tentang data yang diperoleh oleh peneliti ketika melakukan penelitian. Sehingga pada bab ini berisikan tentang profil Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meliputi sejarah lahir MUI, visi dan misi MUI, orientasi MUI, peran MUI, kewenangan dan hirarki MUI, mekanisme kerja komisi fatwa MUI, pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI. Selain itu juga akan dipaparkan tentang isi keputusan komisi fatwa MUI yang meliputi deskripsi masalah, ketentuan hukum, dan dasar hukum. Serta yang terakhir adalah deskripsi tentang kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). Penyusunan ini dilakukan agar pada penelitian ini lebih sistematis dan mudah dipahami.
15
Bab IV merupakan analisis data. Pada bab ini akan disajikan tentang analisis peneliti terhadap produk fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mencakup dua aspek, yaitu hukum keharaman SMS (Short Message Service) berhadiah dan metode penetapan MUI pada fatwa pengharaman SMS (Short Message Service) berhadiah dilihat dari kaidah sadd adz-dzari’ah. Bab V ialah penutup, merupakan bab penutup yang menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dikembangkan berdasarkan seluruh hasil kajian. Sedangkan saran dikembangkan berdasarkan temuan dan kesimpulan, yang dimaksudkan untuk melengkapi apa yang dirasa kurang dari tulisan ini, sehingga dapat dikembangkan pasca penelitian.
16
BAB II KAJIAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkisar pada analisis terhadap fatwa (keputusan) Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah ada yang meneliti sebelumnya. Oleh karena itu perlu kiranya untuk mencantumkan kajian teoritik (penelitian terdahulu) dengan tujuan sebagai penegasan letak perbedaan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan yang sekarang demi menjaga kemurnian (orisinilitas) penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu itu di antaranya: 1. Fashihuddin Arafat pada tahun 2003 dengan judul, ”Analisis Terhadap Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: U-287 Tahun 2001 Tentang Pornografi Dan Pornoaksi”. Dalam penelitian ini si peneliti membahas seputar pornografi dan pornoaksi dalam perspektif Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), serta meneliti
16
17
keabsahan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) kalau dijadikan sumber hukum perdata di Indonesia. Letak perbedaannya dengan penelitian yang sekarang adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Fashihuddin Arafat ini membahas tentang fenomena pornografi dan pornoaksi yang pada waktu itu sudah marak dan menimbulkan banyak keresahan dari berbagai elemen masyarakat. Sehingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang terkait dengan pornografi dan pornoaksi. Adapun pada penelitian sekarang meneliti tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terkait dengan kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). 2. Anas Maliki pada tahun 2005 dengan judul, ”Salat Dua Bahasa Perspektif Hukum Islam (Studi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 02/SKF/MUI/KAB/1/2004 Tentang Salat Dua Bahasa)”. Si peneliti pada penelitian ini membahas tentang praktek salat dua bahasa yang oleh Majelis Ulama Indonesia akhirnya mengeluarkan fatwa larangan untuk melakukan salat dengan menggunakan dua bahasa. Adapun permasalahan yang diangkat pada penelitian ini seputar meneliti tentang latar belakang keluarnya fatwa nomor: 02/SKF/MUI/KAB/1/2004 tentang salat dua bahasa, tujuan keluarnya fatwa ini serta meneliti metode ijtihad yang digunakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengeluarkan produk fatwa ini. Sedangkan letak perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anas Maliki adalah objek yang dikaji. Kalau Anas Maliki objek penelitiannya adalah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan salat dua bahasa yang dilakukan oleh Gus Roy dan pengikutnya. Sedangkan objek penelitian yang dilakukan oleh peneliti
18
sekarang adalah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan maraknya kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service). Kemudian dalam skripsi Anas Maliki metode ijtihad Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diteliti bersifat global dalam perspektif Ushul Fiqh. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang untuk metode perumusan hukum yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengeluarkan fatwa tentang kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) diteliti secara khusus dari segi metode sadd adz-dzari’ah.
B. Fatwa 1. Definisi Fatwa Fatwa secara etimologi (bahasa) berasal dari kata al-fatwa wa al-futyaa (fatawaa), yang berarti petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum.16 Sedangkan al-Istifta’ berarti permintaan fatwa dan al-Mufti adalah pemberi fatwa.17 Menurut Yusuf Qardhawi, fatwa secara bahasa adalah jawaban mengenai suatu peristiwa yang merupakan bentukan. Adapun secara syara’ adalah menerangkan hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban atas suatu pertanyaan, baik perseorangan maupun kolektif, baik jelas atau tidak identitas penanyanya.18
16
Abdul Aziz Dahlan (Eds), Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), 326. 17 Ahmad Warsono Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: LKIS, 1984), 326. 18 Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 5.
19
Kemudian dari segi terminologi, fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli hukum.19 Sedangkan dalam kajian ushul fiqh, fatwa adalah pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan oleh peminta fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat. Adapun yang meminta fatwa tersebut bisa pribadi, lembaga, maupun kelompok masyarakat.20
2. Kedudukan Fatwa Fatwa menempati kedudukan yang strategis dan sangat penting karena mufti merupakan pelanjut tugas Nabi Muhammad SAW.21 Keperluan akan fatwa sudah terasa sejak awal perkembangan Islam. Dengan semakin meningkatnya jumlah pemeluk Islam dan semakin meluasnya daerah Islam, maka setiap persoalan yang muncul memerlukan jawaban (solusi). Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut diperlukan peran (bantuan) dari orang-orang yang berkompeten di bidang tersebut. Terkait dengan persoalan-persoalan agama itu, maka yang berkompeten di sini adalah para mufti atau mujtahid.22
3. Fatwa Kontemporer Fatwa muncul sebagai lembaga informal jauh sebelum keberadaan formal jabatan publik mufti. Konsep fatwa didefinisikan sebagai opini legal tidak mengikat yang dikeluarkan oleh seorang mufti dalam menjawab pertanyaan peminta fatwa.23
19
Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), 127. Abdul Aziz Dahlan (Eds), Op. Cit., 326. 21 Muh. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), 167-168. 22 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Fatwa” Ensiklopedi Islam Vol. 7 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), 7. 23 John L. Esposito, EnsiklopediOxford Dunia Islam Modern Jilid 2 (Bandung: Mizan, 2001), 45. 20
20
Seorang sarjana modern Emile Tyan, mendefinisikan fatwa sebagai opini legal formal dari seorang ahli hukum Islam.24 Dia berpendapat bahwa institusi ini ada karena ketiadaan kekuasaan legislatif dalam Islam. Dia melihat peran mufti pada sistem politik muslim dalam perspektif syura (konsultasi) dan perundangundangan.25 Fatwa melembaga dalam bentuk organisasi, yaitu yang memberikan konsultasi kepada Negara dan mengeluarkan fatwa, seperti Dewan Ideologi Islam di Pakistan atau Hay’ah Kibar al-Ulama di Arab Saudi yang peran mereka adalah sebagai penasehat dan bagian dari kementerian agama namun bukan kementerian kehakiman.26 Secara garis besar terdapat perbedaan dari segi ciri-ciri antara konsep fatwa klasik dan modern, yaitu: a. Konsep fatwa klasik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Individu (belum terorganisir). 2) Bersifat praktis dan realistis. 3) Tidak mengikat. 4) Adanya suatu permintaan. b. Konsep fatwa modern mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Bersifat Collegial. 2) Melembaga dalam bentuk organisasi. 3) Bersifat praktis dan realistis. 4) Tidak mengikat.
24
Emile Tyan, Encyclopedia of Islam Jilid 2 (Leiden: 1960), 219. John L. Esposito, Op. Cit., 47. 26 Ibid. 25
21
5) Adanya suatu permintaan. Sedangkan dari segi unsur utamanya juga terdapat perbedaan, yaitu: a. Konsep fatwa klasik terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1) Petuah (nasehat), pendapat. 2) Sahabat, mujtahid, fakih. 3) Mayoritas terkait dengan problem hukum. b. Konsep fatwa modern terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1) Petuah (nasehat), pendapat. 2) Mujtahid atau fakih meskipun dari tingkat yang lebih rendah dari mujtahid mutlak. 3) Mencakup ruang lingkup yang lebih luas tidak hanya hukum, tetapi bisa juga kebijaksanaan.
4. Mufti Seorang mufti berbeda dengan seorang hakim dilihat dari segi kekuatan hukum dari produk masing-masing. Fatwa seorang mufti sifatnya tidak mengikat bagi almustafti. Artinya bahwa, apabila seseorang meminta fatwa dan mufti memberikan solusi hukum, maka al-mustafti boleh menerima dan mengamalkan fatwa tersebut dan boleh juga menolak serta tidak mengamalkannya. Ini berbeda dengan hukum yang diputuskan oleh hakim. Putusan hakim bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh pihak yang dihukum.27 Dalam persoalan memberi fatwa berdasarkan pendapat atau hasil ijtihad seorang mujtahid, terdapat pendapat ulama ushul fiqh. Abu Husain al-Bisri (ahli ushul fiqh 27
Abdul Aziz Dahlan (Eds), Op. Cit., 326.
22
dari madzhab Syafi’iyah) dan sebagian ulama ushul fiqh lainnya sebagaimana yang dikutib dalam Ensiklopedi Hukum Islam karangan Abdul Aziz Dahlan, berpendapat bahwa seorang mufti dalam menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya tidak boleh mengambil pendapat atau hasil ijtihad seorang mujtahid yang masih hidup, karena pertanyaan itu diajukan kepadanya dan bukan kepada mujtahid tersebut. Dengan demikian seharusnya jawaban yang diberikan atas usaha mufti itu sendiri. Namun Fakhruddin ar-Razi dan Imam al-Baidhowi (keduanya merupakan tokoh ahli ushul fiqh dari madzhab Syafi’iyah) berpendapat bahwa seorang mufti boleh saja memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan mengambil pendapat mujtahid yang masih hidup. Menurut mereka seorang mufti tidak mesti berupaya mencarikan hukum yang dipertanyakan itu, karena Allah SAW berfirman dalam Al-Quran:
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan28 jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. An-Nahl (16): 43).29 Menurut mereka, ayat ini tidak membedakan apakah yang bertanya itu mufti atau orang awam. Mengeluarkan fatwa berdasarkan pendapat seorang mujtahid lain juga termasuk salah satu cara bertanya kepada orang lain dengan cara tidak langsung.
28 29
Yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab. Departemen Agama RI, Op. Cit., 217.
23
Menurut mereka berdua, hal ini termasuk dalam kandungan dalam firman Allah SWT sebagaimana tertera di atas.30
5. Sebab-sebab Yang Dapat Menggelincirkan Seorang Mufti Dalam mengeluarkan produk hukum yang berupa fatwa, pada diri seorang mufti biasanya harus terhindar dari hal-hal sebagai berikut: a. Di antara penyebab mufti melakukan kesalahan adalah lengah terhadap nash syari’ah, tidak mengetahuinya, atau tidak menguasainya dengan baik. b.
Takwil
yang
buruk.
Kadang-kadang
kekeliruan
terjadi
karena
mufti
menakwilkannya dengan takwil yang buruk dan memahaminya secara tidak proporsional. c. Tidak mengerti hakikat peristiwa yang terjadi. Pemahaman secara tidak benar tentang peristiwa yang digambarkan oleh penanya, berakibat terjadinya kekeliruan dalam menentukan hukum yang sebenarnya. Yakni dalam menerapkan nash syara’ terhadap kenyataan praktis. d. Mengikuti hawa nafsu. Mufti yang mengikuti hawa nafsunya di dalam memberi fatwa, baik mengikuti hawa nafsunya sendiri maupun orang lain, khususnya penguasa dan pejabat yang diharapkan pemberiannya, dapat menggelincirkan mufti untuk memberikan fatwa yang salah. e. Mengikuti kondisi yang menyimpang dari Islam. Di antara yang menjerumuskan mufti pada jaman kita sekarang ini adalah mengikuti realitas yang menyimpang dari Islam dan mengebiri ajaran-ajarannya. f. 30
Taklid kepada pemikiran Barat.
Abdul Aziz Dahlan (Eds), Op. Cit., 327.
24
g. Terlalu fanatik terhadap fatwa-fatwa terdahulu tanpa memperhatikan perubahan kondisi.31 Mufti harus senantiasa mencari metode baru dalam memberikan fatwa agar fatwanya dapat menegakkan hukum Islam dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Islam yang membutuhkan fatwa tersebut. Yusuf Qardhawi mempunyai metode fatwa yang baru untuk memenuhi tuntutan tegaknya hukum Islam dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Metode tersebut ditegakkan atas dasar prinsipprinsip sebagai berikut: a. Tidak fanatik dan tidak taklid. b. Mempermudah bukan malah mempersulit. c. Berbicara kepada manusia dengan bahasa jamannya. d. Berpaling dari sesuatu yang tidak bermanfaat. e. Bersifat moderat: antara memperketat dan melonggarkan. f. Memberi hak fatwa berupa keterangan dan kejelasan.32
C. Adz-Dzari’ah 1. Pengertian Adz-Dzari’ah Adz-dzari’ah ditinjau dari segi bahasa adalah jalan menuju sesuatu. Sebagian ulama mengkhususkan pengertian adz-dzari’ah dengan sesuatu yang membawa pada perbuatan yang dilarang dan mengandung kemadaratan. Akan tetapi, pendapat tersebut ditentang oleh para ulama ushul lainnya, di antaranya Ibnu Qayyim AjJauziyah sebagaimana yang dikutib dalam buku Ilmu Ushul Fiqh karangan Rachmat
31 32
Yusuf Qardhawi, Op. Cit., 55-77. Ibid., 92-113.
25
Syafe’i menyatakan bahwa adz-dzari’ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapi ada juga yang dianjurkan. Berawal dari sini, maka adz-dzari’ah itu dibagi menjadi dua, yaitu sadd adz-dzari’ah (yang dilarang) dan fath adz-dzari’ah (yang dianjurkan).33 Sedangkan di dalam buku Prof. Drs. H.A. Djazuli dan Dr. I. Nurol Aen, M.A. mengatakan bahwa adz-dzari’ah adalah Washilah atau jalan yang menyampaikan kepada tujuan, yang dimaksud dengan adz-dzari’ah di sini adalah jalan untuk sampai kepada yang haram atau kepada yang halal. Jalan atau cara yang menyampaikan kepada haram hukumnya haram dan cara yang menyampaikan kepada halal hukumnya pun halal pula, dan apa yang menyampaikan kepada wajib hukumnya adalah wajib pula, bahkan terdapat satu kaidah:
ﺠﺏ ِ ﻭﺍ ﻭ ﻬ ﺏ ﺇ ﱠﻻ ِﺒ ِﻪ ﹶﻓ ﺠ ِ ﻭﺍ ﻴ َﺅ ِّﺩﻯ ﺍﻝ ﻤﺎ ﹶﻻ Artinya: “ Kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan adanya sesuatu hal maka hal tersebut adalah wajib”.34 Atas dasar ini, maka hukum dibagi menjadi dua: a. Maqashid (tujuan) yaitu maqashid al-syari’ah yang berupa kemaslahatan, dan b. Wasa’il (cara) yaitu jalan yang menuju kepada pencapaian tujuan. Dalam hal ini al-Qurafi di dalam kitabnya Tanqih al-Fushul dan al-Furuq sebagaimana yang dikutib dalam Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam karangan Djazuli dan Nurol Aen, menyatakan:
33
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 132. Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), 217. 34
26
ﺴﻁﹲ ﻭ ﻤ ﹶﺘ ﻭ ﻫ ﻤﺎ ﺢ ﺍﻝﻭﺴﺎﺌ ِل ﻭﺇﻝﻰ ﺼ ِﺩ ﺃﻗﺒ ِ ﻤ ﹶﻘﺎ ﺢ ﺍﻝ ِ ﺒ ﺴﺎ ِﺌ ِل ﻭﺇﻝﻰ ﺃﻗﹾ ﻭ ﺼ ِﺩ ﺃﻓﻀ ُل ﺍﻝ ِ ﻤ ﹶﻘﺎ ﻀ ِل ﺍﻝﹾ ﹶﻠ ﹸﺔ ﺇﻝﻰ ﺃﻓﹾﺴﻴ ِ ﻭ ﺍﻝ ﺴﻁﹲ ﻭ ﻤ ﹶﺘ
Artinya: “Washilah (cara atau alat) yang menyampaikan kepada tujuan yang paling utama adalah alat yang paling utama, dan yang menyampaikan kepada tujuan yang paling buruk adalah alat yang paling buruk dan yang menyampaikan kepada tujuan yang tengah-tengah adalah alat yang tengah-tengah juga.”35
2. Sadd Adz-Dzari’ah Pengertian sadd adz-dzari’ah, menurut Imam Asy-Syatibiy yang dikutib di dalam buku Ilmu Ushul Fiqih karangan Rachmat Syafe’i adalah:
ﺩ ٍﺓ ﺴ ﻤﻔﹾ ﺤﺔﹲ ﺍﻝﻰ ﹶﻠﻤﺼ ﻭ ﻫ ﻤﺎ ﺼ ُل ِﺒ ﻭ ﺍﻝ ﱠﺘ Artinya: “Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan menuju pada suatu kerusakan (kemafsadatan).” (Asy-Syatibiy, IV: 198)36 Dari pengertian di atas tersebut dapat diketahui bahwa sadd adz-dzari’ah adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung kemaslahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan. Menurut Imam Asy-Syatibiy yang dikutib di dalam buku Ilmu Ushul Fiqih karangan Rachmat Syafe’i, ada kriteria yang menjadikan suatu perbuatan itu dilarang, yaitu: a) Perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu mengandung kerusakan. b) Kemafsadatan lebih kuat dari pada kemaslahatan.
35 36
Ibid., 218. Rachmat Syafe’i, Op. Cit., 132.
27
c) Perbuatan
yang
dibolehkan
syara’
mengandung
lebih
banyak
unsur
kemafsadatannya.37
3. Macam-Macam Adz-Dzari’ah Para ulama membagi berdasarkan dua segi, segi kualitas kemafsadatan, dan segi jenis kemafsadatan.38
3.1 Adz-Dzari’ah Dari Segi Kualitas Kemafsadatan Menurut Imam Asy-Syatibiy di dalam buku Ilmu Ushul Fiqih karangan Rachmat Syafe’i, dari segi ini adz-dzari’ah terbagi dalam empat macam: a. Perbuatan yang dilakukan tersebut membawa kemafsadatan yang pasti. Misalnya menggali sumur di depan rumah orang lain pada waktu malam, yang menyebabkan pemilik rumah jatuh ke dalam sumur tersebut. Maka ia dikenai hukuman karena melakukan perbuatan tersebut dengan sengaja. b. Perbuatan yang boleh dilakukan karena jarang mengandung kemafsadatan, misalnya menjual makanan yang biasanya tidak mengandung kemafsadatan. c. Perbuatan yang dilakukan kemungkinan besar akan membawa kemafsadatan. Seperti menjual senjata kepada musuh, yang dimungkinkan akan digunakan untuk membunuh. d. Perbuatan
yang
pada
dasarnya
boleh
dilakukan
karena
mengandung
kemaslahatan, tetapi memungkinkan terjadinya kemafsadatan, seperti baiy al-ajal (jual beli dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal karena tidak kontan).39
37
Ibid., 133. Ibid. 39 Ibid. 38
28
Perbuatan-perbuatan yang dilarang itu sebenarnya berdasarkan praduga sematamata, akan tetapi Rasulullah SAW telah melarangnya, karena perbuatan itu banyak membawa kepada kemafsadatan.
3.2 Adz-Dzari’ah Dari Segi Kemafsadatan Yang Ditimbulkan Menurut Ibnu Qayyim Aj-Jauziyah yang dikutib di dalam buku Ilmu Ushul Fiqih karangan Rachmat Syafe’i, pembagian dari segi ini antara lain sebagai berikut: a. Perbuatan yang membawa kepada suatu kemafsadatan, seperti meminum minuman keras yang mengakibatkan mabuk, sedangkan mabuk adalah perbuatan yang mafsadat. b. Suatu perbuatan yang pada dasarnya dibolehkan atau dianjurkan tetapi dijadikan sebagai jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram, baik disengaja maupun tidak, seperti seorang laki-laki menikahi perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama (nikah at-tahlil). Menurut Ibnu Qayyim, kedua bagian di atas terbagi lagi, yaitu: 1. Kemaslahatan suatu perbuatan lebih kuat dari kemafsadatannya. 2. Kemafsadatan suatu perbuatan lebih kuat dari pada kemanfaatannya.40 Kedua pembagian ini pun, menurut beliau dibagi lagi menjadi empat bentuk: a. Sengaja melakukan perbuatan yang mafsadat, seperti minum arak, perbuatan ini dilarang syara’. b. Perbuatan yang pada dasarnya dibolehkan atau dianjurkan, tetapi dijadikan jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram, baik disengaja maupun tidak, 40
Ibid., 135.
29
seperti seorang laki-laki menikahi perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama (nikah at-tahlil). c. Perbuatan yang hukumnya boleh dan pelakunya tidak bertujuan untuk melakukan suatu kemafsadatan, tetapi berakibat timbulnya suatu kemafsadatan, seperti mencaci maki persembahan orang musyrik yang mengakibatkan orang musyrik juga akan mencaci maki Allah. d. Suatu pekerjaan yang pada dasarnya dibolehkan tetapi adakalanya menimbulkan kemafsadatan, seperti melihat wanita yang dipinang. Menurut Ibnu Qayyim, kemaslahatannya lebih besar maka hukumnya dibolehkan sesuai kebutuhan.41
4. Kehujjahan Sadd Adz-Dzari’ah Di kalangan ulama ushul terjadi perbedaan pendapat dalam menetapkan kehujjahan sadd adz-dzari’ah sebagai dalil syara’. Ulama Malikiyah dan Hanabilah dapat menerima kehujjahannya sebagai salah satu dalil syara’.42 Alasan mereka antara lain: a. Firman Allah SWT dalam surat Al-An’am: 108 yang berbunyi:43
41
Ibid. Ibid., 136. 43 Departemen Agama RI, Op.Cit., 112. 42
30
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” b. Hadist Rasulullah SAW antara lain:
ﺏ ﺴ ﻴ : ِﻪ؟ ﹶﻗﺎ َلﺩﻴ ﻭﺍ ِﻝ ﺠ ُل ﺭ ﻥ ﺍﻝ ﻌ ﻴﻠﹾ ﻑ ﹶ ﹶﻜﻴ،ﷲ ِ َل ﺍﺴﻭ ﺭ ﻴﺎ : َل ِﻗﻴ. ِﻪﺩﻴ ﻭﺍ ِﻝ ﺠ ُل ﺭ ﻥ ﺍﻝ ﻌ ﻴﻠﹾ ﺒﺎ ِﺌ ِﺭ ﹶﺍﻥ ﺒ ِﺭ ﺍﻝﹾ ﹶﻜ ﹶﺍﻜﹾﻥ ِﻤﻥ ِﺍ ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻝﺒﺨﺎﺭﻯ.ﻪ ﻤ ﺏ ﹸﺍ ﺴ ﻴ ﻪ ﹶﻓ ﻤ ﺏ ﹸﺍ ﺴ ﻴ ﻭ ،ﻩ ﺒﺎ ﺏ ﹶﺍ ﺴ ﻴ ﺠ ِل ﹶﻓ ﺭ ﺒﺎ ﺍﻝ ﹶﺍ
Artinya: “Sesungguhnya sebesar-besar dosa besar adalah seseorang melaknat kedua orang tuanya. Lalu Rasulullah SAW ditanya, Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin seseorang akan melaknat ibu dan bapaknya? Rasulullah SAW menjawab, Seseorang yang mencaci maki ayah orang lain, maka ayahnya juga akan dicaci maki orang lain, dan seseorang yang mencaci maki ibu orang lain, maka orang lain pun akan mencaci maki ibunya.” (H.R Bukhari).44 Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Syi’ah dapat menerima sadd adz-dzari’ah dalam masalah-masalah tertentu saja dan menolaknya dalam masalah-masalah lain. Sedangkan Imam Syafi’i menerimanya apabila dalam keadaan udzur, misalnya seorang musafir atau yang sakit dibolehkan meninggalkan shalat Jum’at dan dibolehkan menggantinya dengan shalat dzuhur. Namun, shalat dzuhurnya harus dilakukan secara diam-diam, agar tidak dituduh sengaja meninggalkan shalat Jum’at.45 Menurut Husain Hamid, salah seorang guru besar ushul Fiqih fakultas hukum Universitas Kairo yang dikutib di dalam buku Ilmu Ushul Fiqih karangan Rachmat
44
Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi, Al- Tajrid Al-Shahih Li Ahadits Al-Jami’.. Diterjemahkan “Ringkasan Shahih Al-Bukhari”. Bab II (Bandung: Mizan, 2002), 846. 45 Rachmat Syafe’i, Op. Cit., 137.
31
Syafe’i menyatakan, ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menerima sadd adz-dzari’ah apabila kemafsadatan yang akan muncul benar-benar akan terjadi atau sekurangkurangnya kemungkinan besar (galabah adz-zhaan) akan terjadi.46 Dalam memandang adz-dzari’ah, ada dua sisi yang dikemukakan oleh para ulama ushul: a. Motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu. Contohnya, seorang laki-laki yang menikah dengan perempuan yang sudah ditalak tiga oleh suaminya dengan tujuan agar perempuan itu bisa kembali pada suaminya yang pertama. Perbuatan ini dilarang karena motivasinya tidak dibenarkan syara’. b. Dari segi dampaknya, misalnya seorang muslim mencaci maki sesembahan orang lain, sehingga orang musyrik tersebut akan mencaci maki Allah SWT. Oleh karena itu, perbuatan seperti itu dilarang.47 Perbedaan pendapat antara Syafi’iyah dan Hanafiyah di satu pihak dengan Malikiyah dan Hanabilah di pihak lain dalam berhujjah dengan sadd adz-dzari’ah adalah dalam masalah niat dan akad. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah, dalam suatu transaksi yang dilihat adalah akad yang disepakati oleh orang yang bertransaksi. Jika sudah memenuhi syarat dan rukun, maka akad transaksi tersebut dianggap sah. Adapun masalah niat diserahkan kepada Allah SWT. Menurut mereka, selama tidak ada indikasi-indikasi yang menunjukkan niat dari perilaku maka berlaku kaidah:
.ﻅ ﻭﺍﻝﱠﻠﻔﹾ ﹸ ﻡ ﺒﺎ ِﺩ ﺍﻹﺴ ِﺭ ﺍﻝﹾ ِﻌﻤﻭ ﺭ ِﻓﻰ ُﺃ ﺒ ﹶﺘﻤﻌ ﻭﺍﻝﹾ ﹶﻨﻰﻤﻌ ﷲ ﹶﺍﻝﹾ ِ ﻭﺍ ِﻤ ِﺭ ﺍ ﺭ ِﻓﻰ ﺃ ﺒ ﹶﺘﻤﻌ ﺍﻝ
46 47
Ibid. Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 169-170.
32
Artinya: “Patokan dasar dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak Allah SWT adalah niat, sedangkan yang berkaitan dengan hak-hak hamba adalah lafalnya.” Akan tetapi, jika tujuan orang yang berakad dapat ditangkap dari beberapa indikasi yang ada, maka berlaku kaidah:
.ﺒﺎ ِﻨﻰ ﻤ ﻭﺍﻝﹾ ﻅ ِ ﻌﺎ ِﻨﻰ ﹶﻻ ِﺒﺎ َﻷﻝﹾ ﹶﻔﺎ ﻤ ﻭﺍﻝﹾ ﺼ ِﺩ ِ ﻤ ﹶﻘﺎ ِﺩ ِﺒﺎﻝﹾﻌ ﹸﻘﻭ ﺭ ﹸﺓ ِﻓﻰ ﺍﻝﹾ ﺍﻝ ِﻌﺒ
Artinya: “Yang menjadi patokan dasar dalam perikatan-perikatan adalah niat dan makna, bukan lafadz dan bentuk farmal (ucapan). (Al-Qarafi, II: 32)48 Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah, yang menjadi ukuran adalah niat dan tujuan. Apabila suatu perbuatan sesuai dengan niatnya maka sah. Namun, apabila tidak sesuai dengan tujuan semestinya, tetapi tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa niatnya sesuai dengan tujuan tersebut, maka akadnya tetap dianggap sah, tetapi ada perhitungan antara Allah dan pelaku, karena yang paling mengetahui niat seseorang hanyalah Allah saja. Apabila ada indikasi yang menunjukkan niatnya, dan niat itu tidak bertentangan dengan syara’, maka akadnya sah. Namun apabila niatnya bertentangan dengan syara’, maka perbuatannya dianggap fasid (rusak), namun tidak ada efek hukumnya.49
5. Fath Adz-Dzari’ah Ibnu Qayyim Aj-Jauziyyah dan Imam Al-Qarafi di dalam buku Ilmu Ushul Fiqih karangan Rachmat Syafe’i, mengatakan bahwa adz-dzari’ah itu adakalanya dilarang yang disebut sadd adz-dzari’ah, dan adakalanya dianjurkan bahkan diwajibkan yang 48 49
Rachmat Syafe’i, Op. Cit., 138. Ibid., 139.
33
disebut fath adz-dzari’ah.50 Misalnya meninggalkan segala aktivitas untuk melaksanakan shalat jum’at yang hukumnya wajib. Pendapat tersebut dibantah oleh Wahbah Al-Juhayliy yang menyatakan bahwa perbuatan seperti di atas tidak termasuk kepada adz-dzari’ah, tetapi dikategorikan sebagai muqaddimah (pendahuluan) dari suatu pekerjaan. Apabila hendak melakukan suatu perbuatan yang hukumnya wajib, maka berbagai upaya dalam rangka melaksanakan kewajiban tersebut hukumnya wajib.51 Sesuai dengan kaidah:
ﺠﺏ ِ ﻭﺍ ﻭ ﻬ ﺏ ِﺍ ﱠﻻ ِﺒ ِﻪ ﹶﻓ ﺠ ِ ﻭﺍ ﻡ ﺍﻝﹾ ﻴ ِﺘ ﻤﺎ ﹶﻻ Artinya: “Apabila suatu perbuatan bergantung pada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun wajib.” Begitu pula segala jalan yang menuju kepada sesuatu yang haram, maka sesuatu itu pun haram sesuai dengan kaidah:
ﺭﺍﻡ ﺤ ﻭ ﻬ ﺭﺍ ٍﻡ ﹶﻓ ﺤ ﻋ ﹶﻠﻰ ﺩ ﱠل ﻤﺎ
Artinya: “Segala jalan yang menuju terciptanya suatu pekerjaan yang haram, maka jalan itu pun diharamkan.” Misalnya, seorang laki-laki haram berkhalawat dengan wanita yang bukan muhrim atau melihat auratnya, karena hal itu akan membawa perbuatan haram yaitu zina. Menurut jumhur, melihat aurat dan berkhalawat dengan wanita yang bukan muhrim itu disebut pendahuluan kepada yang haram (muqaddimah al-hurmah).
50 51
Ibid. Wahbah al-Zuhayliy, Ushul Fiqh al-Islam, jilid II (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), 874.
34
Para ulama telah sepakat tentang adanya hukum pendahuluan tersebut, tetapi mereka tidak sepakat dalam menerimanya sebagai adz-dzari’ah. Ulama Malikiyah dan Hanabilah dapat menerima sebagai fath adz-dzari’ah, sedangkan ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, dan sebagian Malikiyah menyebutnya sebagai muqaddimah, tidak termasuk sebagai kaidah adz-dzari’ah. Namun, mereka sepakat bahwa hal itu bisa dijadikan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum.52
D. Undian Dan Lotre Perspektif Islam 1. Pengertian Undian Dan Lotre Menurut Islam Apabila kita berbicara tentang undian dan lotre, dirasa seolah-olah tidak ada perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Sehingga perlu kita telaah lebih lanjut lagi tentang definisi keduanya. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan, bahwa undian itu berasal dari undi yang berarti buah, main, membuang atau menarik. Sedangkan lotre menurut kamus Inggris-Indonesia yang ditulis oleh John Echols berarti undian atau dapat lotre yang ditulis dengan lottery.53 Setelah kita lihat kedua pernyataan ini, maka dapat disimpulkan bahwa antara undian dan lotre itu tidak ada bedanya dan tidak dapat dibedakan secara mendasar. Apa yang dinamakan undian (yaa nashib), adalah salah satu macam dari macam-macam judi yang ada. Oleh karena itu, tidak patut dipermudah dan dibolehkan permainan tersebut dengan dalih bantuan sosial atau tujuan kemanusiaan.
52 53
Rachmat Syafe’i, Op. Cit., 140. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 1994), 603.
35
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tarmizi, dikatakan Nabi SAW pernah bersabda:
ﺒﺎ ﻴ ﻁ ﺒ ُل ِﺍ ﱠﻻ ﹶ ﻴﻘﹾ ﹶﻻﻴﺏ ﻁ ﷲ ﹶ َ ﻥﺍ ﺇ Artinya: “ Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak mau menerima kecuali yang baik.”(H.R Muslim)54 Mereka yang berbuat demikian menganggap seolah-olah masyarakat Islam telah kehilangan jiwa sosial, perasaan kasih sayang, dan nilai-nilai kebajikan. Sehingga tidak ada jalan lain untuk mengumpulkan dana, kecuali dengan berjudi dan permainan haram. Islam tidak yakin, bahwa umatnya akan bersikap demikian. Bahkan lebih yakin akan segi sosialnya terhadap orang lain. Oleh karena itu, Islam tidak memakai melainkan cara yang suci untuk tujuan yang suci. Jalan yang suci itu berupa ajakan untuk berbuat kebajikan, membangkitkan nilai kemanusiaan dan beriman kepada Allah SWT dan hari akhir.55 Imam al-Ghazali sebagaimana yang dikutib di dalam buku Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam karangan Nazar Bakry, menjelaskan seluruh permainan yang di dalamnya terdapat unsur perjudian, maka permainan itu hukumnya haram. Al-Quran telah jelas menegaskan bahwa judi (maisir) itu adalah dosa besar dan termasuk pekerjaan setan. Permainan dadu atau lentrek yang apabila dibarengi dengan perjudian maka hukumnya adalah haram. Hal itu disepakati oleh para ulama. Namun ada sebagian
54
Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, Al-Jami’ Al-Shahih. Juz. I (Beirut: Daarul Fikr, tt), 405. 55 M. Yusuf Qardawi, Halal Haram Dalam Islam. Alih bahasa Mu’ammad Hamidy (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), 421.
36
ulama yang mengatakan makruh apabila permainan itu tidak dibarengi oleh perjudian.56 Alasan yang dipakai oleh yang mengharamkan yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
(ﺩ ِﻤ ِﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﻤﺴﻠﻡ ﻭﺍﺤﻤﺩ ﻭﺍﺒﻭ ﺩﺍﻭﺩ ﻭ ِﺭﺤﻨﹾ ِﺯﻴ ِ ِﻡﻩ ِﻓﻰ ﹶﻝﺤ ﺩ ﻴ ﺒ ﹶﻎ ﺼ ﻤﺎ ﺭ ﹶﻓ ﹶﻜ َﺄ ﱠﻨ ﺸﻴ ِ ِﺩﺏ ِﺒﺎﻝ ﱠﻨﺭ ﹶﻝ ِﻌﻤﻥ Artinya: “Barang siapa yang bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya ke dalam daging babi dan darahnya.” (H.R Muslim, Ahmad, Dan Abu Daud).57 Dan hadist yang yang diriwayatkan oleh Abu Musa dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda:
(ﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺤﻤﺩ ﻭﺍﺒﻭ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﺒﻥ ﻤﺎﺠﻪ ﻭﻤﺎﻝﻙ ﹶﻝﺴﻭ ﺭ ﻭ ﷲ َ ﺼﻰ ﺍ ﻋ ِﺩ ﹶﻓ ﹶﻘﺩﺏ ِﺒﺎﻝ ﱠﻨﺭ ﹶﻝ ِﻌﻤﻥ Artinya: “Barang siapa bermain dadu, maka sungguh dia durhaka kepada Allah dan RasulNya.” (H.R Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Malik).58 Kedua hadist di atas, kalau dilihat dari lahirnya bersifat umum, dalam artian berlaku untuk semua orang yang bermain dadu, apakah dibarengi dengan judi ataupun tidak. Tetapi
Asy-Syaukani
sebagaimana
dikutib
dalam
buku
Problematika
Pelaksanaan Fiqh Islam karangan Nazar Bakry meriwayatkan, bahwa Ibnu Mughaffal dan al-Musayyab membolehkan bermain dadu tanpa judi. Sedangkan kedua hadist di atas diperuntukkan buat orang yang bermain dadu yang dibarengi dengan judi.59 56
Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994),71. Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, Op. Cit., 406. 58 Adib Bisri Musthofa dkk, Tarjamah Muwaththa’ Al- Imam Malik R.A. Terjemahan “Muwaththa’ AlImam Malik R.A.” Juz. II (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992), 773. 59 Nazar Bakry, Op. Cit., 71. 57
37
2. Lotre (Undian) Secara Umum Lotre ialah suatu cara yang telah berlaku semenjak dahulu kala, jauh sebelum datangnya Islam, maka lotre (undian)sudah ada, tapi lotre (undian) yang berlaku pada masa jahiliyah itu orang yang melakukan undian untuk menentukan nasib seseorang, apakah nasibnya baik atau buruk, dan dilakukan di depan berhala-berhala mereka.60 Di samping itu, ada pula sejenis undian yang mereka lakukan, seperti mereka berkumpul sepuluh orang dan masing-masing mereka membuat lot satu buah, lalu dimasukkan ke dalam kotak kulit, kemudian orang itu mengambil lot itu dan memberikan kepada orang yang bersangkutan. Di dalam lot tersebut sudah tercantum nama yang berarti, orang yang beruntung akan mendapat daging unta yang mereka sembelih, sedangkan bagi yang kalah harus mengganti harga unta yang disembelih itu. Lotre dalam hal tersebut disebut ya an-nasib yang artinya nasib untungan.61 Kemudian mengenai pengertian lotre sendiri di sini akan dikemukakan beberapa pendapat ulama di antaranya sebagai berikut: a. Menurut Prof. DR. TM. Hasby Ash-Shiddieqy Yang dimaksud dengan “ya nasib” itu ialah lotre-lotre yang sekarang berkembang dalam masyarakat. Apabila kita perhatikan sifat-sifat judi, cara-cara pelaksanaannya, maka dalam “ya nasib” ini tidak dikemukakan ilat-ilat yang biasa terdapat pada permainan judi, qimar atau maisir yang dilakukan oleh beberapa orang menghadap kepada satu meja judi, yang mempunyai sifat bertaruh di samping untung-untungan.
60 61
Ibid., 74. Ibid.
38
b. Menurut himpunan putusan tarjih Muhammadiyah Bahwa lotre itu ada tiga jurusan: 1. Membeli. 2. Meminta keuntungan. 3. Mengadakan lotre itu dengan tiga jurusannya termasuk perkara mutasyabihat, maka cara membicarakannya ialah melihat manfaat dan mudharatnya.62 Dari kedua pengertian di atas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa antara judi dan lotre mempunyai sifat yang sama, yaitu untung-untungan, sedang uang pembeli lotre berperan sebagai taruhan. Oleh karena itu, lotre adalah sama dengan judi yang dengan tegas diharamkan oleh agama Islam. Memperhatikan uraian di atas jelaslah bahwa bagi tiap-tiap macam judi selalu ada untung rugi atau unsur kalah dan menang baik dengan jalan taruhan yang lain. Maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa segala macam permainan dengan mempergunakan alat-alat yang mencari untung rugi dinamakan judi, baik dengan jalan qimar atau pun dengan jalan lain seperti lotre, oleh karena itu “ya nasib” atau lotre termasuk ke dalam judi “maisir”.
3. Konsep Lotre Pada Zaman Jahiliyah Zaman jahiliyah adalah suatu zaman sebelum Islam, di mana pada zaman itu orang tidak dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, orang memperturutkan kebodohannya dengan menyembah berhala. Adapun masalah lotre yang terdapat pada zaman jahiliyah sebagaimana yang terdapat dalam buku “ Soal Jawab” oleh A. Hasan, dia mengatakan: 62
Ibid.
39
“Maisir artinya judi atau lotre, adapun sifat maisir yang berlaku di zaman jahiliyah lantas datang ayat yang melarangnya, itu diriwayatkan dan oleh sebagian ahli tafsir berpendapat: mereka adakan sepuluh undian (lotre) namanya: 1) al-Fadz, 2) atTan’am, 3) ar-Raqib, 4) al-Halis, 5) an-Nafis, 6) al-Musbil, 7) al-Musla, 8) alManih, 9) as-Safih, 10) al-Waahab. Di antara lotre-lotre itu tujuh yang ada prysnya dan yang tiga lagi kosong.”63 Memperhatikan kutipan di atas, maka cara pelaksanaan lotre pada zaman jahiliyah itu adalah: di antara lot-lot itu tujuh yang ada prysnya dan tiga lot yang penghabisan tidak ada hadiahnya. Kemudian mereka potong satu ekor unta jantan, lalu mereka bagi delapan bagian lantas mereka pisahkan. Satu bagian untuk al-Fadz, dua bagian untuk at-Tan’am dan seterusnya. Adapun al-Manih, as-Safih, dan al-Waahab itu kosong tidak mempunyai apaapa. Sepuluh orang yang akan menerima lotre itu berkumpul dan memasukkan sepuluh undian tadi ke dalam satu karung, lalu mereka serahkan ke tangan orang yang adil. Inilah yang akan menggoncang lotre itu, lalu dikeluarkan satu-satu lotre tersebut dan memberikannya kepada sepuluh orang pemain permainan tadi. Orangorang yang mendapat lotre berhadiah, masing-masing boleh mengambil hadiahnya yaitu daging yang telah disediakan dan orang yang mendapat lotre kosong harus mengganti harga unta tadi. Menurut kebiasaan mereka, bahwa daging itu tidak boleh sekali-kali dimakan oleh orang yang menang tadi. Namun semua itu, harus disedekahkan kepada orangorang miskin.
63
A. Hasan, Soal Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama (Bandung: CV. Diponegoro, 1976), 367.
40
Kalau diperhatikan dapatlah diketahui bahwa lotre zaman dahulu ada lebih baiknya dari lotre zaman sekarang karena lotre di zaman dahulu semata-mata untuk miskin sedangkan zaman sekarang tidak begitu.64
64
Ibid.
41
BAB III PAPARAN DATA
A. Sikilas Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1. Sejarah Lahirnya MUI Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim Indonesia yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Para ulama yang berkedudukan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) berjumlah antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 propinsi di Indonesia, yang terdiri dari sepuluh orang ulama yang merupakan unsur dari ormasormas Islam di tingkat pusat, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al-Washlihah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al-
41
42
Ittihadiyah. Kemudian 4 orang ulama dari dinas rohani Islam, AD, AU, AL, dan Polri serta 13 orang tokoh yang merupakan tokoh perorangan. Dalam kegiatan musyawarah yang dilakukan oleh anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk sebuah wadah atau tempat bermusyawarahnya para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim yang tertuang dalam sebuah “PIAGAM BERDIRINYA MUI”, yang ditandatangani oleh
seluruh
peserta
musyawarah
yang
kemudian
disebut
Musyawarah Nasional 1 (satu). Berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) waktu itu bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali setelah 30 tahun merdeka. Di mana pada waktu itu energi bangsa Indonesia telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris para Nabi (warasatul Anbiya’). Maka mereka merasa terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti yang pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penjajahan dan kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat serta pendewaan kebendaan dan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi social dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering
43
mendatangkan kelemahan dan dapat menjadikan sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran Majelis Ulama Indonesia (MUI) makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi demi terciptanya peraturan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam. Selama dua puluh lima tahun Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT, memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan demi terwujudnya Ukhuwah Islamiyah dan kerukunan antar umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjadi penghubung antara ulama dan umarah (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional, meningkatkan hubungan serta kerjasama antara organisasi, lembaga Islam dan cendikiawan muslim dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik. Dalam khitthah pengabdian Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu: 1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (warasatul Anbiya’) 2. Sebagai pemberi fatwa (Mufti)
44
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat wa Khadim Al-Ummah) 4. Sebagai gerakan Al-Islah wa Al-Tajdid 5. Sebagai penegak amar ma’ruf nahi mungkar Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengalami beberapa kali konggres atau musyawarah nasional dan sudah beberapa kali mengalami pergantian ketua umum, dimulai dari: 1. Prof. Dr. Hamka 2. KH. Syukri Ghazali 3. KH. Hasan Basri 4. Prof. KH. M. Ali Yafie 5. KH. M. Sahal Mahfudh 6. KH. Makruf Amin65
2. Visi Dan Misi MUI a. Visi Adapun visi Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik sebagai hasil penggalangan potensi dan partisipasi umat Islam melalui aktualisasi potensi ulama, zu’ama, aghniya’ dan cendikiawan muslim untuk kejayaan Islam dan umat muslim (Al-Islam wa Al-Muslimin) guna mewujudkan Islam yang penuh rahmat di tengah kehidupan umat manusia dan masyarakat Indonesia pada khususnya.
65
Majelis Ulama Indonesia Propinsi Jawa Timur, Panduan Penyelenggaraan Organisasi dan Managemen (Surabaya, 2002), 2-3.
45
b. Misi Sedangkan misi yang diemban Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan Islam secara efektif sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syari’at Islam, dan menjadikan ulama sebagai panutan dalam mengembangkan akhlak karimah supaya terwujud masyarakat yang berkualitas.66
3. Orientasi MUI Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempunyai sembilan orientasi perkhidmatan, yaitu: a. Diniyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah perkhidmatan yang mendasari semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam. Karena pada hakikatnya Islam adalah agama yang berdasarkan pada prinsip tauhid dan mempunyai ajaran yang meliputi semua aspek kehidupan manusia. b. Irsyadiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah perkhidmatan dakwah wa alirsyad, yaitu upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dalam arti yang seluas-luasnya. Setiap kegiatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dimaksudkan untuk dakwah dan dirancang untuk selalu berdimensi dakwah.
66
Ibid., 6-7.
46
c. Ijabiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah perkhidmatan yang senantiasa memberikan jawaban positif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui prakarsa-prakarsa kebijakan amal sholeh dalam semangat untuk berlombalomba dalam kebaikan. d. Hurriyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah perkhidmatan independen yang bebas dan merdeka serta tidak tergantung ataupun terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, mengeluarkan gagasan, pandangan dan pendapat. e. Ta’awuniyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah perkhidmatan yang mendasari diri pada semangat tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan dalam membela kaum dhu’afa untuk meningkatkan harkat dan martabat serta derajat kehidupan masyarakat. Semangat ini didasari atas persaudaraan di kalangan seluruh lapisan golongan umat Islam. Ukhuwah Islamiyah ini merupakan landasan bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengembangkan persaudaraan kebangsaan (Ukhuwah Wathaniyah) sebagai bagian integral bangsa Indonesia dan memperkukuh (Ukhuwah Bashariyah) sebagai anggota masyarakat dunia. f. Syuriah Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah perkhidmatan yang menekankan prinsip musyawarah dalam mencapai kemufakatan melalui pengembangan sikap demokratis akomodatif dan aspiratif terhadap berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
47
g. Tasamuh Majelis
Ulama
Indonesia
(MUI)
adalah
wadah
perkhidmatan
yang
mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam melaksanakan kegiatannya dengan senantiasa menciptakan keseimbangan di antara berbagai arus pemikiran di kalangan masyarakat sesuai dengan syari’at Islam. h. Qudwah Majelis
Ulama
Indonesia
(MUI)
adalah
wadah
perkhidmatan
yang
mengedepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa-prakarsa kebajikan yang bersifat perintisan untuk kebutuhan kemaslahatan umat. i. Adduliyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah perkhidmatan yang menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang aktif memperjuangkan perdamaian dan tatanan dunia yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Berdasarkan dengan hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjalin hubungan dan kerjasama dengan lembaga atau organisasi Islam internasional di berbagai dunia.67
4. Peran MUI Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempunyai lima peran penting, yaitu: a. Sebagai Pewaris Tugas-tugas Para Nabi (al-Warasat al-Anbiya’) Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, yaitu menyebarkan ajaran-ajaran Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana yang berdasarkan Islam. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjalankan fungsi 67
Ibid., 7-9.
48
profetik yaitu memperjuangkan fungsi perubahan kehidupan agar berjalan sesuai ajaran Islam, meskipun dengan konsekuensi akan banyak menerima kritik, tekanan dan ancaman karena perjuangannya bertentangan dengan sebagian tradisi budaya dan peradaban manusia. b. Sebagai Pemberi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengakomodasikan dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi keagamaannya. c. Sebagai Pembimbing dan Pelayanan (Riwayat wa Khadimil Umat) Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan sebagai pelayan umat (khadim alummah), yaitu melayani umat Islam dan masyarakat luas dalam memenuhi harapan, aspirasi dan tuntutan mereka. Dalam kaitan ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) senantiasa berikhtiyar dalam memenuhi permintaan umat Islam, baik langsung maupun tidak langsung akan bimbingan dan fatwa keagamaan. Begitu pula, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berusaha selalu tampil di depan dalam membela dan memperjuangkan aspirasi umat Islam dan masyarakat luas dalam hubungannya dengan pemerintah. d. Sebagai Gerakan Islah wa Tajdid Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan sebagai pelopor islah yaitu gerakan pemurnian Islam serta tajdid yang merupakan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Apabila terjadi perbedaan
di kalangan umat Islam maka Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dapat menempuh jalur taufik (kompromi) dan tarjih (mencari
49
hukum yang lebih kuat). Dengan demikian diharapkan tetap terpeliharanya semangat persaudaraan di kalangan umat Islam Indonesia. e. Sebagai Penegak Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar Penegakan amar ma’ruf nahi mungkar, yaitu dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan sebagai wahana menegaskan kebenaran dan kebathilan dengan penuh hikmah dan istiqomah. Dalam menjalankan fungsi ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) tampil dibarisan terdepan sebagai kekuatan moral, bersama sebagai potensi bangsa lainnya untuk melakukan rehabilitas sosial.68
5. Kewenangan dan Hirarki MUI Kewenangan dan hirarki Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengeluarkan fatwa termuat dalam surat keputusan dewan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: U-596/MUI/X/1997, pasal 7 yang berisikan tentang: a. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berwenang mengeluarkan fatwa mengenai: 1. Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan menyangkut umat Islam Indonesia secara umum. 2. Masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain. b Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah berwenang mengeluarkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan dan bersifat lokal (kasus-kasus fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)).
68
Majelis Ulama Indonesia, Wawasan Majelis Ulama Indonesia, Musyawarah Nasional VI (Jakarta, 2000), 6-7.
50
c. Penentuan klasifikasi masalah dilakukan oleh tim khusus.69
6. Mekanisme Kerja Komisi Fatwa MUI Mekanisme kerja komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertuang dalam surat keputusan dewan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor U634/MUI/X/1997 tentang mekanisme kerja komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), melalui beberapa tahap: Tahap Pertama: Penyeleksian Masalah 1. Setiap surat masuk ke komisi fatwa yang berisi permintaan fatwa atau masalah hukum Islam dicatat dalam buku surat masuk, dilengkapi dengan asal (pengirim) dan tanggal surat, serta pokok masalahnya. 2. Semua surat masuk diseleksi oleh tim khusus untuk ditentukan klasifikasinya: a. Masalah yang layak dibawa ke dalam rapat komisi fatwa. b. Masalah-masalah yang dikembalikan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah tingkat I. c. Masalah-masalah yang cukup diberi jawaban oleh tim khusus. d. Masalah-masalah yang tidak perlu diberi jawaban. 3. Adalah: a. Masalah sebagaimana dimaksud dalam poin 2.a dilaporkan kepada ketua komisi fatwa untuk ditetapkan waktu pembahasannya sesuai dengan hasil seleksi dari tim khusus.
69
Majelis Ulama Indonesia, Surat Keputusan Nomor: U-596/MUI/X/1997 Tentang Pedoman Penetapan Fatwa MUI (Jakarta: MUI, 1993), 7.
51
b. Setelah mendapat kepastian waktu, masalah tersebut dilaporkan ke sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dibuat undangan rapat. 4. Masalah sebagaimana dimaksud dalam poin 2.b dilaporkan kepada sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dibuat surat pengirimnya. 5. Adalah: a. Masalah sebagaimana dimuat dalam poin 2.c dibuatkan jawabannya oleh tim khusus. b. Jawaban sebagaimana dimaksud poin 5.a dilaporkan atau dikirimkan kepada sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dibuatkan surat pengirimannya kepada yang bersangkutan. 6. Tim khusus terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota yang berasal dari unsur pengurus harian dan pengurus komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Tahap Kedua: Prosedur Rapat 1. Ketua komisi fatwa atau melalui rapat berdasarkan pertimbangan dari tim khusus, menetapkan prioritas masalah yang akan dibahas dalam rapat komisi fatwa serta menetapkan waktu pembahasannya. 2. Ketua komisi fatwa atau melalui rapat komisi dapat menunjuk salah seorang atau lebih anggota komisi untuk membuat makalah mengenai masalah yang akan dibahas. 3. Undangan rapat komisi pokok masalah yang akan dibahas dan makalah (jika ada) sudah harus diterima oleh anggota komisi dan peserta lainnya (jika ada) selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal rapat.
52
4. Peserta rapat komisi fatwa terdiri atas anggota komisi dan peserta lain yang dipandang perlu. 5. Rapat komisi fatwa dipimpin oleh ketua komisi atau wakilnya. 6. Rapat komisi fatwa dinyatakan sah jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah dari peserta yang diundang rapat, atau jika dipandang telah memenuhi quorum oleh peserta yang hadir. 7. Hasil rapat komisi fatwa dicatat oleh sekretaris komisi fatwa.
Tahap Ketiga: Keputusan Fatwa 1. Hasil komisi fatwa dirumuskan menjadi keputusan fatwa oleh tim khusus, kemudian ditandatangani oleh ketua dan sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI). 2. Keputusan fatwa sebagaimana dimaksud poin 1 dilaporkan kepada dewan pimpinan atau sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk kemudian ditanfidzkan dalam bentuk surat keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). 3. Setiap surat keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditanfidzkan diberi nomor dan ditandatangani oleh ketua umum dan ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). 4. Surat keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikirim kepada pihakpihak terkait dan seluruh anggota komisi fatwa serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah tingkat 1.
53
5. Keputusan dipublikasikan pula melalui mimbar ulama dan penjelasannya dalam bentuk artikel.70
7. Pedoman Penetapan Fatwa MUI Dalam
memberikan
solusi
dan
jawaban
keagamaan
terhadap
setiap
permasalahan yang diajukan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pedoman penetapan fatwa yang tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Nomor: U-596?MUI/X/1997, pedoman ini di samping sebagai acuan dalam pemberian jawaban masalah keagamaan juga menghindarkan dan meminimalisir adanya kesimpangsiuran atau perbedaan dalam memberikan jawaban keagamaan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat dan daerah, atau antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah yang satu dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah yang lain, pedoman tersebut tertuang dalam pasal 2, tentang dasardasar umum penetapan fatwa yaitu: a. Setiap keputusan fatwa harus mempunyai dasar atas Kitabullah dan Sunnah Rasul yang mu’tabarah, serta tidak bertentangan dengan kemaslahatan umat. b. Jika tidak terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul sebagaimana ditentukan pada pasal 2 ayat 1, keputusan fatwa hendaknya tidak bertentangan dengan ijma’, qiyas yang mu’tabarah, dan dalil-dalil hukum yang lain, seperti istihsan, maslahah mursalah, dan sadd azd-dzari’ah. c. Sebelum pengambilan keputusan fatwa hendaknya ditinjau pendapat-pendapat para Imam madzhab terdahulu, baik yang berhubungan dengan dalil-dalil hukum
70
Majelis Ulama Indonesia, Surat Keputusan Nomor: U-634/MUI/X/1997 Tentang Mekanisme Kerja Komisi Fatwa MUI (Jakarta: MUI, 1997), 1-2.
54
maupun yang berhubungan dengan dalil yang dipergunakan oleh pihak yang berbeda pendapat. d. Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan diambil keputusan fatwanya dipertimbangkan.71
8. Prosedur Penetapan Fatwa MUI Surat keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut, di samping mengatur tentang pedoman penetapan fatwa, juga mengatur tentang prosedur penetapan fatwa yang tertuang dalam pasal 3, 4 dan 5 yang berisi: Pasal 3 berisi tiga poin yang berbunyi sebagai berikut: a. Setiap masalah yang disampaikan kepada komisi hendaklah terlebih dahulu dipelajari secara seksama oleh para anggota komisi atau tim khusus sekurangkurangnya seminggu sebelum disidangkan. b. Mengenai
masalah
yang
jelas
hukumnya
(qhoth’i)
hendaklah
komisi
menyampaikan sebagaimana adanya, dan fatwa menjadi gugur setelah diketahui ada nash-nya dari al-Quran dan Sunnah. c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan madzhab, maka yang difatwakan
adalah
hasil
tarjih,
setelah
memperhatikan
fiqih
muqaran
(perbandingan) dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqih muqaran yang berhubungan dengan pentarjihan. Pasal 4 berisi:
71
Majelis Ulama Indonesia, 1993, Op. Cit., 5.
55
Setelah melakukan pembahasan secara mendalam dan komperhensif serta memperhatikan pendapat dan pandangan yang berkembang dalam sidang, komisi kemudian menetapkan keputusan fatwa. Pasal 5 memuat empat poin yang berbunyi sebagai berikut: a. Setiap keputusan fatwa harus ditanfidzkan setelah ditandatangani oleh dewan pimpinan dalam bentuk surat keputusan fatwa (DKP). b. Surat Keputusan Fatwa (SKF) harus dirumuskan dengan bahasa yang dapat dipahami dengan mudah oleh masyarakat luas. c. Dalam Surat Keputusan Fatwa (SKF) harus dicantumkan dasar-dasarnya disertai uraian dan analisis secara ringkas, serta sumber pengambilannya. d. Setiap Surat Keputusan Fatwa (SKF) sedapat mungkin disertai dengan rumusan tindak lanjut dan rekomendasi dan atau jalan keluar yang diperlukan sebagai konsekuensi dari Surat Keputusan Fatwa (SKF) tersebut.72
B. Deskripsi Keputusan Komisi B Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia II Tahun 2006 Tentang Masa’il Waqiiyyah Mu’ashirah
1. Deskripsi Masalah Yang dimaksud dengan layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) berhadiah adalah suatu model pengiriman SMS (Short Message Service) mengenai berbagai masalah tertentu yang disertai dengan janji pemberian hadiah baik melalui undian ataupun melalui akumulasi jumlah (frekwensi) pengiriman SMS (Short Message Service) yang paling tinggi. Sementara biaya pengiriman SMS (Short 72
Ibid., 6-7.
56
Message Service) di luar ketentuan normal dan sumber hadiah tersebut berasal dari akumulasi hasil perolehan SMS (Short Message Service) dari peserta atau sebagiannya berasal dari sponsor.
2. Ketentuan Hukum a. Kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) hukumnya haram karena mengandung unsur judi (maysir), tabdir, gharar, dharar, ighra’ dan israf. 1. Maysir yaitu mengundi nasib di mana konsumen akan berharap-harap cemas memperoleh hadiah besar dengan cara mudah. 2. Tabdir yaitu permainan SMS (Short Message Service) berhadiah cenderung membentuk perilaku mubadzir yang menyia-nyiakan harta dalam kegiatan yang berunsur maksiat atau haram. 3. Gharar yaitu permainan yang tidak jelas (bersifat mengelabui), dimaksudkan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya oleh produsen atau penyedia jasa melalui trick pemberian hadiah atau bonus. 4. Dharar yaitu membahayakan orang lain akibat dari permainan judi terselubung yang menyesatkan dengan pemberian hadiah kemenangan di atas kerugian dan kekalahan yang diderita oleh peserta lain. 5. Ighra’ yaitu membuat angan-angan kosong di mana konsumen dengan sendirinya akan berfantasi ria mengharap dapat hadiah yang menggiurkan. Akibatnya menimbulkan mental malas bekerja karena untuk mendapatkan hadiah tersebut dengan cukup menunggu pengumuman.
57
6. Israf yaitu pemborosan, di mana peserta mengeluarkan uang di luar kebutuhan yang wajar. 7. Hukum tersebut dikecualikan jika hadiah bukan ditarik dari peserta SMS (Short Message Service) berhadiah. b. SMS (Short Message Service) berhadiah yang diharamkan dapat berbentuk bisnis kegiatan kontes, kuis, olahraga, permainan (games), kompetisi dan berbagai bentuk kegiatan lainnya, yang dijanjikan hadiah yang diundi di antara para peserta pengirim SMS (Short Message Service) baik dalam bentuk materi (uang), natura, paket wisata dan lain sebagainya. c. Hadiah dari SMS (Short Message Service) yang diharamkan adalah yang berasal dari hasil peserta pengirim SMS (Short Message Service) yang bertujuan mencari hadiah yang pada umumnya menggunakan harga premium yang melebihi biaya normal dari jasa atau manfaat yang diterima. d. Hukum haram untuk SMS (Short Message Service) berhadiah ini berlaku secara umum bagi pihak-pihak yang terlibat baik bisnis penyelenggara acara, provider telekomunikasi, peserta pengirim, maupun pihak pendukung lainnya.
3. Dasar Hukum
58
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 90).73
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghamburhamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”(Q.S. Al-Isra’ [17]: 26-27).74
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 31).75
ﺭ ﺭﺍ ﻀ ِ ﻭ ﹶﻻ ﺭ ﺭ ﻀ ﹶﻻ Artinya: “Tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan.”76
73
Departemen Agama RI, Op. Cit., 97. Departemen Agama RI, Op. Cit., 227. 75 Ibid., 122. 74
59
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan, Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan. “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 219).77 Dr. As-Sheikh Yusuf Al-Qardhawi, Prof. Dr. Ali As-Salus dan Sheikh Muhammad Salleh Al-Munjid mengeluarkan fatwa yang mengharamkannya karena dianggap sebagai judi terselubung.78
C. Deskripsi Tentang Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat (SMS) 1. Prosedur Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat Prosedur pengiriman dalam mengikuti kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Konsumen akan diberi informasi oleh operator tentang kuis yang akan diadakan dengan iming-iming hadiah yang menarik apabila kuis itu diadakan oleh provider seluler yang dipakai. Sedangkan apabila kuis itu diadakan oleh stasiun televisi, 76
Imam Nawawi, Al-Arba’un al-Nawawiyah. Diterjemahkan oleh Abdul Madjid Tamim, “Hadits Arba’in Nawawy” (Surabaya, Sinar Wijaya, 1984), 110. 77 Ibid., 27. 78 Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Jawa Timur, Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia II (Surabaya, 2006), 1-2.
60
maka petunjuknya akan ditunjukkan oleh pembawa acara (presenter) yang bertugas pada acara tersebut. b. Konsumen kemudian diperintahkan untuk melakukan regristrasi (pendaftaran) dengan melakukan sebagaimana yang diperintahkan. Misalnya dengan ketik REG spasi A atau B atau C dan seterusnya dengan ketentuan tarif (biaya) pengiriman sebesar 2.000 rupiah atau lebih, untuk menjawab atau menerima pertanyaan nantinya akan dikenai biaya lagi. c. Regristrasi yang dilakukan oleh konsumen tersebut kemudian dikirimkan kepada operator dengan nomor empat digit yang sudah ditentukan. Misalnya nomor yang dituju adalah 7979, 8766, 4345 dan sebagainya. d. Apabila regristrasi yang dilakukan oleh konsumen kepada operator sudah benar menurut ketentuan yang sudah ditunjukkan maka berlangsunglah transaksi SMS berhadiah dari kedua belah pihak yang bersangkutan (konsumen dan operator). e. Untuk menghentikan atau membatalkan regristrasi yang dilakukan oleh pihak konsumen, maka konsumen harus melakukan prosedur pembatalan sebagaimana ketentuan yang ditunjukkan oleh pihak penyelenggara baik lewat operator maupun pihak stasiun televisi. Misalnya dengan ketik UNREG spasi A atau B atau C dan seterusnya. Hal ini perlu untuk diperhatikan karena apabila tidak dilakukan maka nominal pulsa konsumen akan secara otomatis terus berkurang karena pihak penyelenggara akan terus melakukan pengiriman pertanyaan atau point-point terkait dengan undian yang diadakan.79
79
Informasi ini merupakan pengalaman pribadi peneliti dalam mengikuti prosedur kuis atau undian berhadiah selama ini. Dan hal seperti ini juga terjadi pada orang lain yang mencoba mengikuti program seperti itu. Sehingga peneliti dapat mengindikatorkan bentuk kekecewaan yang terjadi pada orang lain akibat tidak mendapatkan hadiah sebagaimana yang dijanjikan penyelenggara.
61
Langkah-langkah sebagaimana di atas, merupakan prosedur yang dilakukan dalam mengikuti kuis berhadiah atau undian berhadiah yang diadakan oleh pihak penyelenggara. Setelah itu, nomor-nomor yang terdaftar dan yang terkumpul pada program kuis atau undian berhadiah itu diacak semuanya melalui komputer pada waktu yang ditentukan untuk mencari pemenang. Kemudian hasil nomor yang keluar sebagai pemenang setelah diacak dan ditentukan akan diumumkan dan dikirim kepada pihak operator dan konsumen yang bersangkutan.
2. Pandangan Pemerintah Tentang Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang tidak membolehkan disiarkannya pesan layanan singkat atau SMS (Short Message Service) premium yang bernuansa judi, bersifat membodohi masyarakat umum, serta mengawasi pelaksanaannya. Keputusan itu merupakan salah satu kesimpulan Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A Djalil. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi I Theo L Sambuaga (Fraksi Partai Golkar, Sulawesi Utara). Sehari sebelumnya, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin menegaskan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang beberapa waktu lalu mengeluarkan fatwa haram mengenai layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) berhadiah juga mengkaji lebih dalam penyelenggara layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) berhadiah dari pihak ketiga.
62
Abdillah Toha, anggota Komisi I dari Fransi Partai Amanat Nasional (Banten II), menilai berbagai ajakan kepada publik untuk mengirimkan layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang ditayangkan di media massa sudah mengarah pada judi. Dia mencontohkan soal SMS yang menebak nama ibu kota dan kemudian yang menang diundi akan mendapat hadiah Rp. 2,5 juta. Rakyat kita yang sudah miskin akan semakin miskin. Sofyan mengapresiasi usulan tersebut. Dia pun menjanjikan akan membuat regulasi tentang itu dan yang terkait dengan perjudian akan dilarang dan dilaporkan kepada kepolisian. Namun, dia berpendapat, tidak semua layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) semacam itu merupakan perjudian karena itu akan dipelajari lebih lanjut. Hanya saja, menurut Sofyan, juga tetap perlu ada pendidikan kepada masyarakat agar tidak terjadi pembodohan diri sendiri. Pasalnya, ada yang demi memperoleh kemenangan akhirnya membeli pulsa sebanyak-banyaknya.80
80
Administrator, Penertiban SMS Judi, http://www.halalguide.info/content/view/226/40/ (diakses pada tanggal 28 November 2007).
63
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Hukum Keharaman Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat (SMS) Dalam Produk Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
1. Penelusuran Dasar-Dasar Hukum Yang Dijadikan Dalil Dalam Fatwa Keputusan ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang masail waqi’iyah mu’ashirah yang berhubungan dengan kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service), meskipun belum keluar nomor SK (Surat Keputusan) namun sudah bisa dijadikan pedoman bagi masyarakat. Pada permasalahan kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service), Majelis Ulama Indonesia pada fatwanya menggunakan beberapa dalil yang dijadikan dasar hukum atas keputusan yang mengharamkan kegiatan itu. Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya maka peneliti mengkaji dan meneliti kembali dalil-dalil yang digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam keputusannya tersebut. Dalil-dalil tersebut di antaranya:
63
64
a. Al-Quran Surat Al-Maidah [5]: 90.81
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” Pada dasarnya, ayat di atas yang dijadikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai dasar pengharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang lebih dikenal dengan sebutan SMS berhadiah, kalau dikaji dari segi asbabun nuzul merupakan dalil tentang pengharaman khamr dan judi. Karena khamr dan judi pada zaman jahiliyah dipandang sebagai perkara yang baik dari perspektif manusia. Sehingga Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya di atas bahwa keduanya tidak termasuk perkara yang dihalalkan namun diharamkan. Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan mengenai turunnya ayat ini, bahwa Sa’ad bin Abi Waqas ra. Berkata: “Ayat tentang pengharaman khamr diturunkan bertalian dengan saya. Seorang lelaki Anshar membuat makanan, lalu mengundang kami. Maka, datanglah orang-orang kepadanya, lalu makan dan minum hingga mereka mabuk karena meminum khamr. Itu terjadi sebelum pengharaman khamr. Mereka saling menyombongkan diri. Orang-orang Anshar berkata, Kaum Anshar lebih baik; dan orang-orang Quraisy berkata, Kaum Quraisy lebih baik. 81
Soenarjo, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir AlQuran, 1971), 176.
65
Kemudian seorang laki-laki memegang tulang dagu saya, lalu memukul hidung saya hingga koyak. Maka saya datang kepada Nabi SAW untuk memberitahukan hal itu, maka turunlah ayat ini.82 Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Munzir, Baihaqi dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ayat tentang pengharaman khamr diturunkan bertalian dengan dua kabilah di antara kabilah-kabilah Anshar yang minum-minum. Tatkala kaum itu mabuk, maka mereka saling baku hantam. Dan tatkala mereka sadar, salah seorang di antara mereka melihat bekas-bekas pada muka, kepala dan janggutnya, lalu berkata, “Saudaraku, si fulan, telah melakukan hal ini terhadapku. Demi Allah, kalaupun dia seorang yang penyantun dan penyayang, tentulah dia tidak akan melakukan itu terhadapku.” Begitulah, akhirnya mereka saling mendengki. Maka Allah SWT menurunkan ayat ini.83 Meskipun ayat ini diturunkan bertalian dengan pengharaman khamr, namun juga menjelaskan tentang larangan terhadap perjudian. Karena kandungan ayat ini secara harfiyah mencakup tentang pengharaman judi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib yang kesemuanya itu merupakan perkara yang kotor dan keji baik dilihat dari dimensi segi tabiat, dari segi akal, maupun segi syara’. Adapun kata maisir () pada ayat di atas, secara bahasa terambil dari kata yusr () yang berarti mudah. Judi dinamai maisir karena pelakunya memperoleh harta dengan mudah dan kehilangan harta dengan mudah. Kata ini juga berarti pemotongan dan pembagian. Sedangkan al-azlam adalah potongan kayu yang
82
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Tarsir Al-Maraghy”, diterjemahkan Bahrun Abubakar, Tafsir AlMaraghi, Juz VII (Cet. I; Semarang: Toha Putra, 1984), 32. 83 Ibid.
66
menyerupai anak panah.84 Dahulu, masyarakat jahiliyah berjudi dengan unta untuk kemudian mereka potong dan mereka bagi-bagikan dagingnya sesuai kemenangan yang mereka raih. Dari sisi hukum, maisir atau judi adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk memenangkan suatu pilihan dengan menggunakan uang atau materi yang lainnya sebagai taruhan.85 Judi merupakan penyebab lahirnya permusuhan dan kebencian di antara orangorang yang berjudi. Biasanya, mereka memusuhi orang-orang yang menang dan bergembira di atas kedukaan orang lain, orang lain, orang-orang yang mencemooh, dan yang kehilangan haknya, seperti yang berhutang atau yang tidak berhutang. Sering, orang yang berjudi melanggar hak kedua orang tua, istri dan anak-anaknya. Sehingga masing-masing hampir membencinya. Pengharaman judi dari segi agamis adalah perbuatan itu bisa menghalangi orang dari mengingat Allah SWT dan melaksanakan shalat, lebih-lebih kerusakan atau madharat terhadap kehidupan sosial. Yaitu membangkitkan permusuhan dan kebencian. Hal itu disebabkan karena seorang penjudi akan mencurahkan seluruh kekuatan akalnya kepada permainan, yang diharapkan akan membawa keuntungan, dan khawatir akan membawa kerugian baginya. Dari situ yang menyebabkan dia tidak akan bisa mencurahkan perhatiannya terhadap mengingat Allah SWT dan kewajiban-kewajiban yang lainnya.86 Fakta telah menunjukkan bahwa judi merupakan perbuatan yang paling banyak menyibukkan hati dan memalingkannya dari segala hal selainnya. Oleh karena itu,
84
Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Quranul Karim Pendekatan Syaltut Dalam Menggali Esensi Al-Quran (Bandung: CV. Diponegoro, 1990), 531. 85 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2001), 192-193. 86 Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Juz VII, Op. Cit., 38.
67
dalam firman-Nya Allah SWT menamainya dengan Rijsun (hal yang kotor atau keji baik secara nyata maupun maknawi).87 b. Al-Quran Surat Al-Baqarah [2]: 219.
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan, Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan. “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.”88 Ayat di atas merupakan dalil yang dijadikan dasar hukum atas tahapan terhadap pengharaman khamr dan judi. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari sahabat Abu Hurairah, bahwa tatkala Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau melihat para sahabat sedang meminum minuman (khamr) dan bermain judi. Kemudian mereka menanyakan kepada Rasulullah SAW mengenai khamr dan judi, lalu turunlah ayat ini.89 Kemudian mereka berkata, “Tidak diharamkan, hanya dosa besar bagi pelakunya”. Mereka tetap meminum khamr, sampai ada kejadian salah seorang dari kaum Muhajirin melakukan shalat dan ia mengimami orang banyak pada waktu shalat maghrib. Sebelum itu, ia meminum khamr dan masih dalam keadaan mabuk, sehingga ada kesalahan dalam membaca Al-Quran. Akhirnya turunlah ayat yang
87
Ibid., 39. Soenarjo, Op. Cit., 53. 89 Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Juz II, Op. Cit., 259. 88
68
lebih keras yang mengharamkan khamr, yaitu firman Allah SWT dalam surat AnNisa’ [4] ayat: 43. Di dalam ayat ini, terdapat dua hal yang berkaitan dengan judi, yaitu segi madharat dan manfaat. Dijelaskan di dalam Tafsir Maraghi, bahaya yang ditimbulkan dari judi sebagaimana pada penjelasan di atas. Sedangkan dari segi manfaat yang datang dari permainan judi ialah: 1) Membantu kaum fakir miskin, dan pada permainan yang dikenal dengan nama “undian” telah dimanfaatkan hasilnya untuk membangun perkampungan, rumah sakit, sekolah-sekolahan, jalan raya dan lain sebagainya yang merupakan amal kebajikan sebagaimana yang terjadi pada masa jahiliyah. 2) Membuat pemenangnya merasa bahagia. 3) Membuat pemenangnya menjadi kaya tanpa susah payah.90 Dosa judi yang lebih besar dari manfaatnya, sebagaimana dijelaskan di atas membuktikan bahwa bahaya yang diakibatkan begitu besar. Apalagi pada zaman sekarang jenis permainan yang mengandung unsur judi semakin beraneka ragam dan dampaknya pun semakin umum dan merata. Kalangan pemerintah pada banyak negara telah menyadari akan bahaya permainan judi, sehingga mereka telah melarang sebagian besar jenis permainan ini dan menjatuhkan sanksi yang berat bagi pelanggarnya, sekalipun pada masa sekarang ini kalangan pemerintah juga banyak menghargai kebebasan individu. Namun pada hakikatnya mereka juga menyadari bahwa manfaat yang diperoleh dari permainan ini sungguh tidak berarti jika dibandingkan dengan akibat yang ditimbulkan olehnya. Orang berjudi berarti mempertaruhkan uang untuk mencari keuntungan yang belum jelas, dan melepaskan 90
Ibid., 268.
69
sesuatu yang sudah pasti kepada sesuatu yang belum pasti. Orang yang berbuat demikian menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai wawasan berpikir yang jauh dan lemah akalnya. Dan orang-orang semacam ini, apabila harta bendanya habis di meja judi karena kekalahan, biasanya mereka rela hidup dalam kehinaan dan kemelaratan atau bahkan bunuh diri.91 Berapa banyak orang-orang berada yang gemar berjudi harus menghabiskan sisa hidupnya dalam kesengsaraan, karena godaan setan yang telah mengantarkan kepada kehancuran di dalam permainan judi. Adapun orang yang gemar bermain judi, sekali ia meraih kemenangan maka hasrat untuk memperoleh kemenangan yang lebih besar semakin bertambah besar pula, sehingga ia larut dalam permainan tersebut. Dan bagi yang menderita kekalahan, hasrat untuk bermain pun semakin kuat terdorong oleh keinginan untuk mengembalikan kekalahannya. Demikianlah seterusnya.92 Allah SWT telah memberi hidayah kepada kita agar kita berusaha mencari sendiri bahaya yang ditimbulkan oleh judi. Sehingga kita pun menyadari sepenuhnya maksud yang terkandung dalam pengharamannya. c. Al-Quran Surat Al-Isra’ [17]: 26-27.
91 92
Ibid., 270. Ibid., 271.
70
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghamburhamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”93
Dalil selanjutnya yang digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengharamkan SMS berhadiah, terdapat pada potongan ayat berikut ini:
ﺭﺍ ِﺫﻴ ﹶﺘﺒﺒ ﱢﺫﺭ ﻭ ﹶﻻ ﹸﺘ Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan harta yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadamu untuk bermaksiat kepada-Nya secara boros, dengan memberikannya kepada orang yang tidak patut menerimanya.94 Semakna dengan ayat ini adalah firman Allah SWT:
ﻤﺎ ﻭﺍ ﻙ ﹶﻗ ﻥ ﹶﺫﺍ ِﻝ ﺒﻴ ﻥ ﻭ ﹶﻜﺎ ﺍﺭﻭ ﻴﻘﹾ ﹸﺘ ﻭ ﹶﻝﻡ ﺍ ِﺭ ﹸﻓﻭﻴﺴ ﺍ ﹶﻝﻡﻥ ﺇﺫﺍ ﺃﻨﹾ ﹶﻔ ﹸﻘﻭ ﻭﺍﱠﻝ ِﺫﻴ Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihlebihan dan tidak (pula) kikir dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan [25]: 67)95 Utsman bin al-Aswad mengatakan: Saya pernah berkeliling ke masjid-masjid di sekitar Ka’bah bersama Mujahid. Maka, dia mengangkat kepalanya memandang ke Abu Kubais (sebuah gunung di Makkah), lalu berkata, Andaikan ada seorang lelaki menafkahkan hartanya sebesar gunung ini dalam ketaatan kepada Allah, tidaklah ia tergolong pemboros. Tetapi seandainya dia menafkahkan satu dirham dalam bermaksiat kepada Allah, maka dia memang tergolong pemboros.96
93
Soenarjo, Op. Cit., 428. Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Juz XV, Op. Cit., 66. 95 Ibid. 96 Ibid. 94
71
Kemudian Allah SWT memperingatkan betapa buruknya menghamburhamburkan harta itu dengan membangsakannya kepada setan. Sebagaimana dalam firman-Nya:
ﻥ ﻁﻴ ِ ﻴﺎ ﺸ ﻥ ﺍﻝ ﱠ ﻭﺍ ﺍ ﺇﺨﹾﻥ ﹶﻜﺎ ﹸﻨﻭ ﺒ ﱢﺫ ِﺭﻴ ﻤ ﻥ ﺍﻝﹾ ﺇ Orang Arab mengatakan: Siapa saja yang biasa melakukan tradisi dari suatu kaum dan mengikuti jejak mereka, maka dia adalah saudara mereka. Maksud dari ayat di atas adalah sesungguhnya orang yang menghamburhamburkan uang dan hartanya dalam melakukan maksiat kepada Allah, yakni membelanjakan hartanya bukan untuk ketaatan kepada Allah, maka mereka adalah kawan-kawan setan di dunia dan akhirat.97 Sebagaimana dalam firman Allah:
ﻥﻭ ﹶﻝﻪ ﹶﻗ ِﺭﻴ ﻬ ﻁﺎ ﹰﻨﺎ ﹶﻓ ﹶﺸﻴ ﹶﻝﻪ ﹶﻴﺽ ﻥ ﹸﻨ ﹶﻘ ِ ﻤﺭﺤ ِﺫﻜﹾ ِﺭ ﺍﻝﻋﻥ ﺵ ﹸﻴﻌ ﱠﻤﻥ ﻭ Artinya: “Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Kami) adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”. (QS. Az-Zukhruf [43]: 36).98 Dan firman-Nya pula:
ﻬﻡ ﺠ ﻭﺍ ﻭﺃﺯ ﺍﻤﻭ ﻅ ﹶﻠ ﻥ ﹶ ﺭﻭﺍ ﺍﱠﻝ ِﺫﻴ ﺸ ﹸﹸﺍﺤ Artinya: “(Kepada Malaikat-malaikat diperintahkan), kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman sejawat mereka”. (QS. Ash-Shaffat [37]: 22).99 Maksud dari “teman sejawat” pada ayat di atas adalah beserta setan-setan yang menjadi teman mereka.
97
Ibid., 68. Departemen Agama RI, Op. Cit., 393. 99 Ibid., 356. 98
72
ﺭﺍ ﺒ ِﻪ ﹶﻜ ﹸﻔﻭ ﺭ ﻥ ِﻝ ﻁﺎ ﹶﺸﻴ ﻥ ﺍﻝ ﱠ ﻭ ﹶﻜﺎ Karena setan itu telah ingkar terhadap nikmat Allah yang telah memberi anugerah, tidak bersyukur atas nikmat tersebut, bahkan kufur dengan tidak taat kepada Allah dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan terhadap-Nya. Demikian pula saudara-saudara setan. Yaitu orang-orang yang menghambur-hamburkan harta dalam kemaksiatan kepada Allah, mereka tidak bersyukur kepada Allah atas nikmatnikmat-Nya yang dikaruniakan kepada mereka. Bahkan mereka melanggar perintah Allah dan tidak menganut sunnah-Nya. Mereka meninggalkan kesyukuran atas nikmat tersebut, dan menerimanya dengan sikap kufur. Setan dinyatakan sebagai makhluk yang kufur tanpa disebutkan sifat-sifatnya yang lain, merupakan keterangan bahwa pemboros, ketika ia menggunakan nikmatnikmat Allah tidak pada tempatnya, berarti ia pun kufur terhadap nikmat Allah dan tidak bersyukur atas-Nya, sebagaimana setan yang kufur terhadap nikmat-nikmat seperti itu.100 d. Al-Quran Surat Al-A’raf [7]: 31.101
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
100 101
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Juz XV, Op. Cit., 69. Departemen Agama RI, Op. Cit., 122.
73
Asbabun nuzul ayat ini adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas, bahwa pada zaman Jahiliyah ada seorang perempuan melakukan tawaf (berkeliling Ka’bah) di Baitullah dengan telanjang, hanya mengenakan celana dalam. Di dalam tawafnya dia berteriak-teriak. “Pada hari ini aku halalkan seluruh tubuh, kecuali yang aku tutupi (kemaluan) ini”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ini yang memerintahkan agar mengenakan pakaian apabila masuk ke Baitullah maupun masjid-masjid yang lain.102 e. Kaidah fiqhiyah yang digunakan dasar hukum selanjutnya:
ﺭ ﺭﺍ ﻀ ِ ﻭ ﹶﻻ ﺭ ﺭ ﻀ ﹶﻻ Artinya: “Tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan.”103 Kaidah di atas, merupakan pengambilan dari hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dari Abi Sa’id al-Kudri ra. yang berbunyi:104
ﻪ ﺍﷲ ﻕ ﺸﹶﺎ ﹶﻗ ﺸﹶﺎ ﹶﻤﻥ ﻭ ﻩ ﺍﷲ ﺭ ﺎﺭ ﻀ ﺎﻥ’ ﻀﺭ ﻤ ﻭ ﹶﻻ ﻀِﺭﺍ ﺭ ﺭ ﻀ ﹶﻻ Artinya: “Tidak boleh menyulitkan orang lain dan tidak pula dipersulit (orang lain); orang yang mempersulit orang lain akan dipersulit oleh Allah, dan orang yang memusuhi orang lain akan dimusuhi oleh Allah” Ulama berbeda pendapat dalam memakai kata al-dharar dengan al-dhirar. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam bagian berikut: 1) Menurut al-Khusyaini sebagaimana yang dikutib di dalam buku Kaidah Fiqh Sejarah Dan Kaidah Asasi karangan Jaih Mubarak menyatakan , al-dharar
102
Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Quran 2 (Jakarta: CV. Rajawali, 1989), 114. Imam Nawawi, Op. Cit., 110. 104 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah Dan Kaidah Asasi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), 148. 103
74
adalah sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku tetapi menyulitkan orang lain yang ada di sekitarnya, sedangkan al-dhirar adalah sesuatu yang tidak ada manfaatnya bagi diri pelaku, dan juga menyulitkan orang lain yang ada di sekitarnya. 2) Sedangkan Ibn Atsir dalam kitab al-Nihayat sebagaimana yang dikutib di dalam buku Kaidah Fiqh Sejarah Dan Kaidah Asasi karangan Jaih Mubarak, mengatakan bahwa arti al-dharara adalah ﺨﺎﻩ ﺠ ُل ﹶﺍ ﹶ ﺭ ﺭ ﺍﻝ ﻀ ﻴ ( ﹶﻻseseorang tidak
ﺠﺎﺯﻴﻪ ﹶﻻ ِﺌﻴ menyulitkan saudaranya) dan makna al-dhirara adalah ﺭﺍ ِﺭ ِﻩ ﻋﻠﻰ ِﺍﻀ ﻪﻋ ﹶﻠﻴ ﺭ ِﺭ ﻀ ﺨﺎ ِل ﺍﻝ ﹶﺒﺈﺩ
(jangan menyulitkan orang lain dengan melampaui batas
sehingga dirinya sendiri terkena kesulitan tersebut). 3) Ulama lain mengatakan bahwa al-dharar adalah seseorang yang mempersulit orang lain yang orang tersebut tidak pernah mempersulit dirinya ( ﻻ ﹶﻤﻥ ﺭ ِﺒ ﻀ ﹶﺘﹶﺍﻥ
ﻙ ﺭ ﻀ ﻴ ), sedangkan al-dhirar adalah perbuatan seseorang yang mempersulit orang lain yang orang tersebut pernah mempersulit dirinya dengan tidak bertujuan untuk melakukan permusuhan atau melakukan balas dendam ( ﺭ ﻀ ﹶﺍ ﹶﻗﺩﻤﻥ ﺭ ِﺒ ﻀ ﹶﺘﹶﺍﻥ
ﺩﺍ ِﺀ ﻬ ِﺔ ﺍ ﹶﻻﻋ ﺠ ِ ِﺭﻏﻴ ﹶﻙ ِﻤﻥ ) ِﺒ.105 Kaitannya dengan kaidah di atas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan ketentuan-ketentuan dalam program undian berhadiah yang difatwakan haram. Ketentuan-ketentuan tersebut sebagaimana terdapat pada paparan data pada bab III di atas.
105
Ibid., 149.
75
2. Indikator Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat Dengan Unsur Judi Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haramnya SMS berhadiah ini dikarenakan terdapat unsur judi pada acara ini. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin, ketika menyampaikan hasil-hasil ijtima’ ulama yang dilakukan di Pondok Pesantren Modern Gontor-Ponorogo. ”SMS ini dikatakan dharar, yaitu membahayakan orang lain, akibat permainan judi terselubung yang menyesatkan dengan pemberian hadiah kemenangan di atas kerugian dan kekalahan yang diderita peserta lain”.106 Undian itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan sebagai berikut, dengan penjelasan hukumnya: a. Undian Tanpa Syarat Bentuk dan contohnya di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung. Hukumnya adalah bentuk undian yang seperti ini boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini halhal yang terlarang berupa kezhaliman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.
106
Kominfokom MUI, SMS Berhadiah Haram, http://www.mui.or.id/mui_in/news.php?id=82 (diakses pada tanggal 30 November 2007).
76
b. Undian Dengan Syarat Membeli Barang Bentuknya undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut. Contohnya: Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian. Contoh lain: sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti mobil, HP, tiket, biaya ibadah haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon atau kartu undian. Kemudian kupon atau kartu undian itu dimasukkan ke dalam kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya. Hukumnya adalah undian jenis ini tidak lepas dua dari dua keadaan : 1) Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut. Hukumnya adalah haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk ke dalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharamkan dalam syariat Islam. 2) Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya. Hukumnya ada dua pendapat dalam masalah ini : a) Hukumnya harus dirinci. Maksudnya, kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong ke dalam maisir atau qimar yang diharamkan dalam syariat karena pembelian barang tersebut adalah sengaja
77
mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan; mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut maisir atau qimar. Adapun kalau dasar maksudnya adalah butuh kepada barang atau produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal dan tidak bentuk maisir maupun qimar dalam bentuk ini. b) Hukumnya adalah haram secara mutlak. Alasannya adalah karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk qimar atau maisir dan dalam mengukur atau mengetahui maksud (niat) pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit. Dari perbedaan pendapat di atas, yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama. Karena tidak hanya adanya tambahan harga pada barang dan dasar maksud pembeli adalah membutuhkan barang tersebut maka ini adalah mu’amalat yang bersih dari maisir atau qimar. Karena asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal. c. Undian dengan mengeluarkan biaya. Bentuknya undian yang bisa diikuti oleh setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan biaya. Contohnya: Mengirim kupon atau kartu undian ke tempat pengundian dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga perangkonya. Contoh Lain: Ikut undian dengan mengirim SMS (Short Message Service) kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan.
78
Contoh lain: Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS (Short Message Service) kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium). Hukumnya adalah haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalatnya belum jelas beruntung atau tidaknya, maka itu termasuk qimar atau maisir. Demikian secara global beberapa bentuk undian yang banyak terjadi di zaman ini. Tentunya contoh-contoh undian untuk tiga jenis undian tersebut di atas sangatlah banyak di masa ini.107 Adapun kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) merupakan suatu program atau acara yang tergolong pada jenis undian berhadiah yang nomor tiga sebagaimana penjelasan di atas. Karena di dalam prosedur kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) terdapat unsur-unsur perjudian. Secara definitif bentuk perjudian adalah segala permainan yang mengandung unsur taruhan (harta atau materi) di mana pihak yang menang atau untung mengambil harta atau materi dari pihak yang kalah atau rugi. Sehingga Berdasarkan definisi itu, dalam judi ada 3 (tiga) unsur aktivitas utama : 1. Adanya taruhan harta yang berasal dari pihak-pihak yang berjudi, 2. Ada suatu permainan, untuk menentukan pihak yang menang dan yang kalah, 3. Pihak yang menang mengambil harta yang menjadi taruhan (murahanah), sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya. 107
Dzulqornain bin Muhammad Sunusi, Beberapa Hukum Berkaitan Dengan Undian, http://www.darussalaf.org/index.php?name=News&file=article&sid=12 (diakses pada tanggal 30 November 2007), 3.
79
Nah, jika kita mengamati dengan cermat fakta kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) saat ini, tiga aktivitas judi tersebut ternyata terdapat pada kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) ini. Adanya taruhan dalam kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service), dibuktikan dengan adanya pembayaran tarif yang lebih tinggi dari pada tarif normal, misalnya Rp 2000,- per SMS. Hal ini sama saja dengan taruhan yang diberikan oleh para penjudi. Adanya unsur permainan (la’bun) dalam kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) sangat jelas, yaitu adanya kontes-kontes musik, nyanyian, lawak, dan yang semisalnya. Misalnya saja KDI, AFI, dan sebagainya. Ketiga unsur judi di atas juga sangat jelas adanya dalam kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service), yaitu adanya pihak yang menang yang mengambil harta yang menjadi taruhan (murahanah), sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya. Pihak yang kalah atau rugi, adalah jutaan orang yang mengikuti kuis tapi tidak mendapat hadiah, padahal tarif SMS (Short Message Service) sudah dipatok lebih mahal dari biasanya. Sedang pihak yang menang, pertama-tama adalah para pemenang kuis. Selain mereka, juga para penyelenggara kuis itu sendiri, yang terdiri dari tiga pihak, yaitu : Pertama, media pemilik program, misalnya SCTV, RCTI, INDOSIAR, TRANS dan lain-lain. Kedua, penyedia konten (content provider), misalnya Visitel dan sebagainya.
80
Ketiga, operator seluler, misalnya Telkomsel, Indosat, Pro XL dan sebagainya.108 Ketiga pihak penyelengara kuis di atas sebagaimana diuraikan pada hakikatnya adalah bandar-bandar judi terselubung yang jahat karena mengeruk banyak uang dengan jalan mudah. Namun dalam pengecualiannya, kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) ini tidak haram bila terpenuhi syarat mendasar, yaitu hadiah yang diberikan kepada pemenang itu tidak diambilkan dari uang yang terkumpul dari charge pengiriman SMS (Short Message Service) para peserta. Tetapi misalnya dari sponsor atau pihak lain. Hal ini juga ditetapkan oleh MUI, yaitu bila hadiahnya bukan diambil dari peserta, tetapi dari sponsor atau pihak lainnya, hukumnya halal. Karena hal itu juga sudah ditegaskan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa syarat diperbolehkannya perlombaan berhadiah (musabaqah) adalah hadiah yang dikeluarkan bukan oleh pihak-pihak yang berlomba. Bisa jadi oleh pemerintah, lembaga tertentu yang menyelenggarakan lomba, atau pihak sponsor. Dan pihak penyelenggara tidak ikut berlomba. Satu lagi, perlombaan yang dimaksud adalah tidak termasuk dalam larangan syariat. Hal ini telah dijelaskan di dalam Fikih Sunnah karangan Sayyid Sabiq, yang menyatakan bahwa, perlombaan dengan pertaruhan itu diperbolehkan dengan syaratsyarat sebagai berikut: 1. Diperbolehkan mengambil harta dalam perlombaan, bila harta itu dari penguasa atau orang lain; seperti bila penguasa itu mengatakan kepada orang-orang yang 108
Ahmad Irfan, kuia via sms…bolehkah ???, http://ahmadirfan.wordpress.com/category/diskusi/ (diakses pada tanggal 28 November 2007).
81
berlomba: ”Barang siapa yang menang berlomba di antara kamu, maka dia mendapatkan sejumlah harta ini”. 2. Atau bila seorang di antara dua orang yang berlomba itu mengeluarkan harta dan mengatakan kepada temannya: ”Bila engkau menang berlomba, maka harta itu bagimu. Akan tetapi bila aku yang menang, maka engkau tidak mendapatkan sesuatu dariku dan aku tidak mendapatkan sesuatu darimu. 3. Bila harta itu dari dua orang yang berlomba atau dari sekumpulan orang-orang yang berlomba, sedang bersama mereka terdapat seorang yang berhak mengambil harta ini bila dia menang, dan tidak berhutang bila dia kalah.109
B. Analisis Prosedur Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Merumuskan Hukum Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat (SMS)
Prosedur pengambilan keputusan tentang haramnya Kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) sebagaiamana yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang diselenggarakan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo pada tanggal 25 sampai 28 Mei 2006 adalah melalui metode yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam pedoman penetapan fatwa yang tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Nomor: U-596/MUI/X/1997. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kesimpangsiuran atau perbedaan dalam memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diputuskan. Pada Kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang merupakan masail waqi’iyah mu’ashirah ini,
109
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. Jilid 4 (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1994), 140.
82
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh dengan memperhatikan
fiqih
muqaran
(perbandingan)
yang
berhubungan
dengan
pentarjihan. Hasil keputusan ijtima’ Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan haramnya kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) menggunakan dasar hukum Al-Quran dengan metode kaidah-kaidah ushul fiqh. Pada penelitian ini, dari segi pengistinbathan hukum keharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang diputuskan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) penulis melakukan pengamatan melalui metode sadz adz-dzari’ah. Hal itu dilakukan oleh penulis sehubungan dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh KH. Dr. Miftah Faridl yang merupakan Ketua Umum MUI Kota Bandung, “ayat-ayat Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW secara jelas telah mengharamkan perjudian. Sebuah teknologi seperti SMS awalnya adalah boleh, ibahah, tapi ada kaidah sadz adz-dzari’ah yakni menutup atau mencegah kerusakan.”110
1. Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat Dilihat Melalui Dzari’ah Dari Segi Kualitas Kemafsadatan
Layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) kalau dilihat dari kualitas kemafsadatannya termasuk pada perbuatan yang pada dasarnya boleh dilakukan karena mengandung kemaslahatan, tetapi memungkinkan terjadinya
110
Miftah Faridl, Kuis SMS Berhadiah Masuk Kategori Judi, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/072006/12/0202.htm (diakses pada tanggal 01 Desember 2007).
83
kemafsadatan,111 seperti maraknya kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang berdampak negatif bagi masyarakat karena mengandung unsur judi. Namun, hal ini tidak serta merta berakibat hukum bahwa penggunaan layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) haram secara hakiki. Artinya bahwa yang dilarang adalah tentang permainan atau bentuk undian dengan menggunakan layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan saja. Adapun penggunaan jasa komunikasi melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) untuk kebutuhan selain hal-hal yang berbau judi tetap diperbolehkan. Karena pada dasarnya layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) ini dipergunakan untuk melakukan hubungan komunikasi jarak jauh yang merupakan hasil dari perkembangan tehnologi yang semakin canggih. Kecanggihan alat komunikasi ini memang diciptakan untuk memenuhi salah satu kebutuhan masyarakat dalam melakukan komunikasi. Uraian di atas dianalogkan pada pengharaman baiy al-ajal (jual beli dengan harga yang lebih tingga dari harga asal karena tidak kontan). Pengharaman baiy alajal disebabkan model jual beli ini disinyalir cenderung pada praktek riba. Pengharaman model jual beli ini tidak serta merta berakibat hukum haram pada jual beli secara umum sebagaimana dijelaskan pada bab II di atas. Begitu pula dengan masalah keputusan haram terhadap kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) karena mengandung unsur judi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
111
Rachmat Syafe’i, Op. Cit., 133.
84
2. Kuis Berhadiah Melalui Layanan Pesan Singkat Dilihat Melalui Dzari’ah Dari Segi Kemafsadatan Yang Ditimbulkan
Adapun dari sudut pandang kemafsadatan yang ditimbulkan oleh kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) termasuk pada perbuatan yang membawa pada suatu kemafsadatan karena model kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat ini mengandung unsur judi (maisir), sedangkan judi merupakan perbuatan yang mafsadat yang dilarang oleh syara’. Sehingga nilai kemafsadatannya lebih kuat dari pada kemanfaatannya, bahkan tidak ada sama sekali nilai kemanfaatannya. Karena dalam perjudian baik dari pihak yang menang atau kalah dalam taruhan akan tetap mendapat dosa secara syar’i dan berdampak negatif baik dari segi materi, psikis maupun keimanan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) ini akan benar-benar nampak atau terasa bagi pelaku ketika pelaku berkali-kali mengikuti acara ini dan tidak pernah menang atau beruntung mendapatkan hadiah yang dijanjikan oleh pihak penyelenggara. Dampak negatif ini tidak hanya bagi pelaku secara pribadi, namun juga bagi masyarakat pada umumnya. Sifat dengki, iri, saling memusuhi dan sebagainya akan mewarnai interaksi sosial ketika kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) semakin marak di tengah-tengah masyarakat.
85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Hasil keputusan ijtima’ ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se Indonesia II dalam masail waqi’iyah mu’ashiroh tentang pengharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) didasarkan pada dalil-dalil Al-Quran yang di dalamnya terdapat kandungan ayat yang menjelaskan tentang pengharaman judi. Keputusan pengharaman kuis berhadiah model ini oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan langkah yang sangat tepat karena memang dalam prosedurnya terdapat indikasi perjudian yang mempunyai dampak negatif bagi masyarakat. Dasar-dasar pengharamannya pun juga sudah sesuai dengan fakta sosial. Semua dasar hukum yang dijadikan sebagai landasan pengharaman kuis berhadiah ini juga menunjukkan pada keharaman kasus tersebut. 2. Metode pengistinbathan hukum dalam persoalan ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap berpegang pada Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Nomor: U-
85
86
596/MUI/X/1997, yaitu setiap keputusan fatwa didasarkan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul yang mu’tabarah, serta tidak bertentangan dengan kemaslahatan umat. Hal ini terbukti dengan mayoritas dasar hukum dalam perumusan hukum keharaman kuis berhadiah ini mengacu pada Al-Quran. Karena secara definitif bentuk permainan yang ada pada acara kuis ini sudah bisa dimasukkan ke dalam bentuk permainan yang diharamkan karena terdapat unsur judi. Jika dianalisis dari perspektif ushul fiqh dimasukkan pada kaidah sadd adz-dzari’ah.
B. Saran 1. Dalam setiap keputusan hasil ijtima’ Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sudah berupa fatwa resmi harus ada surat keputusan yang resmi seperti keputusankeputusan yang lain. Namun pada keputusan hasil ijtima’ tentang kasus kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum menentukan surat keputusan yang jelas sebagaimana pada Surat Keputusan Nomor: U-634/MUI/X/1997 tentang Mekanisme Kerja Komisi Fatwa MUI. Sehingga perlu adanya penjelasan yang lebih lanjut tentang hal ini. 2. Keputusan hasil ijtima’ Majelis Ulama Indonesia terkait dengan pengharaman kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) ini seharusnya ada tindak lanjutan (follow up) dari pemerintah. Sebab pengharaman yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah kuis berhadiah ini mengandung unsur judi yang sangat merugikan masyarakat. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau pemikiran terhadap hal yang berkaitan dengan obyek penelitian bagi penelitian yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Administrator, “Penertiban SMS Judi,” http://www.halalguide.info/content/view/226/40/, (diakses pada tanggal 28 November 2007). Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa (1984) “Tarsir Al-Maraghy”, diterjemahkan Bahrun Abubakar, Tafsir Al-Maraghi. Juz VII. Cet. I. Semarang: Toha Putra. Al-Zuhayliy, Wahbah (1986) Ushul Fiqh al-Islam. Jilid II. Beirut: Dar al-Fikr. ANTARA News, “SMS Berhadiah Haram Karena Berunsur Judi”, http://www.antara.co.id/arc/2006/5/30/ fatwa mui sms berhadiah haram karena berunsur-judi/. (diakses pada tanggal 27 Oktober 2007). Arikunto, Suharsimi (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ash-Shiddieqy, Muh. Hasbi (2001) Pengantar Hukum Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Az-Zabidi, Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif (2002) Al- Tajrid Al-Shahih Li Ahadits Al-Jami’.. Diterjemahkan “Ringkasan Shahih Al-Bukhari”. Bab II. Bandung: Mizan. Bakry, Nazar (1994) Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dahlan (Eds), Abdul Aziz (1999) Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Djazuli dan Nurol Aen (2000) Ushul Fiqh Metodologi Hukum Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Departemen Agama RI (2004) Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: CV Penerbit Diponegoro. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Jawa Timur (2006) Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia II. Surabaya. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam (2000) “Fatwa” Ensiklopedi Islam. Vol. 7. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Dzulqornain bin Muhammad Sunusi, “Beberapa Hukum Berkaitan Dengan Undian,” http://www.darussalaf.org/index.php?name=News&file=article&sid=12. (diakses pada tanggal 30 November 2007).
Echols, John M. dan Hassan Shadily (1994) Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Esposito, John L. (2001) EnsiklopediOxford Dunia Islam Modern. Jilid 2. Bandung: Mizan. Finalis KDI, www.informatika.org, 2006 (diakses pada tanggal 28 September 2007). Haroen, Nasrun (1997) Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hasan, A. (1976) Soal Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama. Bandung: CV. Diponegoro. Irfan,
Ahmad, ”Kuis Via SMS…bolehkah ???,” http://ahmadirfan.wordpress.com/category/diskusi/. (diakses pada tanggal 28 November 2007).
Kominfokom MUI, “SMS Berhadiah Haram,” http://www.mui.or.id/mui_in/news.php?id=82. (diakses pada tanggal 30 November 2007). Mahali, Mudjab (1989) Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Quran 2. Jakarta: CV. Rajawali. Majelis Ulama Indonesia Propinsi Jawa Timur (2002) Panduan Penyelenggaraan Organisasi dan Managemen. Surabaya. Majelis Ulama Indonesia (2000) Wawasan Majelis Ulama Indonesia, Musyawarah Nasional VI. Jakarta. Majelis Ulama Indonesia (1993) Surat Keputusan Nomor: U-596/MUI/X/1997 Tentang Pedoman Penetapan Fatwa MUI. Jakarta: MUI. Majelis Ulama Indonesia (1997) Surat Keputusan Nomor: U-634/MUI/X/1997 Tentang Mekanisme Kerja Komisi Fatwa MUI. Jakarta: MUI. Miftah Faridl, ”Kuis SMS Berhadiah Masuk Kategori Judi,” http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/072006/12/0202.htm. (diakses pada tanggal 01 Desember 2007). Moleong, Lexy J. (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mubarok, Jaih (2002) Kaidah Fiqh Sejarah Dan Kaidah Asasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Munawwir, Ahmad Warsono (1984) Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: LKIS.
Mardalis (1998) Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Muslim bin Al-Hajjaj Ibn Muslim Al-Qusyairiy, Abi Husain. (tt) Al-Jami’ Al-Shahih. Juz. I . Beirut: Daarul Fikr. Musthofa, Adib Bisri dkk. (1992) Tarjamah Muwaththa’ Al- Imam Malik R.A. Terjemahan “Muwaththa’ Al- Imam Malik R.A.” Juz. II. Semarang: CV. Asy Syifa’. Nawawi (1984) Al-Arba’un al-Nawawiyah. Diterjemahkan oleh Abdul Madjid Tamim, “Hadits Arba’in Nawawy”.Surabaya, Sinar Wijaya. Qardhawi, Yusuf (1997) Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan. Jakarta: Gema Insani Press. _______________ (1982) Halal Haram Dalam Islam. Alih bahasa Mu’ammad Hamidy. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Shihab, M. Quraish (2001) Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian AlQuran. Jakarta: Lentera Hati. Soekanto, Soerjono (1986) Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia (UI – Press). SMS Berhadiah Haram, http://www.mui.or.id/mui_in/news.php?id=82 (diakses pada tanggal 28 September 2007). Soenarjo (1971) Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran. Sabiq, Sayyid (1994) Fikih Sunnah. Jilid 4. Bandung: PT. Al-Ma’arif. Sudarsono (1992) Kamus Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Syafe’i, Rachmat (1999) Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. Syaltut, Mahmud (1990) Tafsir Al-Quranul Karim Pendekatan Syaltut Dalam Menggali Esensi Al-Quran. Bandung: CV. Diponegoro. Tim Dosen Fakultas Syari’ah UIN Malang (2005) Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Fakultas Syariah UIN Malang. Tyan, Emile (1960) Encyclopedia of Islam. Jilid 2. Leiden. Usman, Muhlish (1997) Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Zuhdi, Masjfuk (1990) Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV Haji Masagung.
DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG FAKULTAS SYARI’AH Jl. Gajayana No. 50 Malang Telp (0341) 551354, Fax (0341) 572533
BUKTI KONSULTASI Nama NIM Jurusan / Fakultas Judul Skripsi
Dosen Pembimbing
No.
: Dwi Agus Ficaksana : 03210090 : Al-Ahwal Al-Syakhshiyah / Syari’ah :KUIS BERHADIAH MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT (Studi Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia II Tahun 2006) : Drs. Noer Yasin, M.H.I
Tanggal
Materi Konsultasi
01.
16 Juni 2007
Seminar Proposal
02.
02 Juli 2007
Konsultasi hasil seminar proposal
03.
12 Juli 2007
Pengajuan BAB I sampai BAB III
04.
25 Juli 2007
Revisi BAB I sampai BAB III
05.
15 Agustus 2007
ACC BAB I sampai BAB III
06.
20 Noverber 2007
Pengajuan BAB I sampai BAB V
07.
28 Desember 2007
Revisi BAB I sampai BAB V
08.
08 Januari 2008
Pengajuan BAB I sampai BAB V
Tanda Tangan
dan ACC keseluruhan
Malang, 08 Januari 2008 Dekan,
Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag. NIP 150216425
KEPUTUSAN KOMISI B IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA II TAHUN 2006 Tentang MASA’IL WAQIIYYAH MU’ASHIRAH SMS berhadiah, Nikah di Bawah Tangan, Pembiayaan Pembangunan dengan Hutang Luar Negeri dan Pengelolaan Sumber Daya Alam A. DESKRIPSI MASALAH Yang dimaksud dengan layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) berhadiah adalah suatu model pengiriman SMS (Short Message Service) mengenai berbagai masalah tertentu yang disertai dengan janji pemberian hadiah baik melalui undian ataupun melalui akumulasi jumlah (frekwensi) pengiriman SMS (Short Message Service) yang paling tinggi. Sementara biaya pengiriman SMS (Short Message Service) di luar ketentuan normal dan sumber hadiah tersebut berasal dari akumulasi hasil perolehan SMS (Short Message Service) dari peserta atau sebagiannya berasal dari sponsor.
B. KETENTUAN HUKUM 1. Kuis berhadiah melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) hukumnya haram karena mengandung unsur judi (maysir), tabdir, gharar, dharar, ighra’ dan israf. a. Maysir yaitu mengundi nasib di mana konsumen akan berharap-harap cemas memperoleh hadiah besar dengan cara mudah. b. Tabdir yaitu permainan SMS (Short Message Service) berhadiah cenderung membentuk perilaku mubadzir yang menyia-nyiakan harta dalam kegiatan yang berunsur maksiat atau haram. c. Gharar yaitu permainan yang tidak jelas (bersifat mengelabui), dimaksudkan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya oleh produsen atau penyedia jasa melalui trick pemberian hadiah atau bonus. d. Dharar yaitu membahayakan orang lain akibat dari permainan judi terselubung yang menyesatkan dengan pemberian hadiah kemenangan di atas kerugian dan kekalahan yang diderita oleh peserta lain. e. Ighra’ yaitu membuat angan-angan kosong di mana konsumen dengan sendirinya akan berfantasi ria mengharap dapat hadiah yang menggiurkan. Akibatnya menimbulkan mental malas bekerja karena untuk mendapatkan hadiah tersebut dengan cukup menunggu pengumuman. f. Israf yaitu pemborosan, di mana peserta mengeluarkan uang di luar kebutuhan yang wajar. g. Hukum tersebut dikecualikan jika hadiah bukan ditarik dari peserta SMS (Short Message Service) berhadiah.
2. SMS (Short Message Service) berhadiah yang diharamkan dapat berbentuk bisnis kegiatan kontes, kuis, olahraga, permainan (games), kompetisi dan berbagai bentuk kegiatan lainnya, yang dijanjikan hadiah yang diundi di antara para peserta pengirim SMS (Short Message Service) baik dalam bentuk materi (uang), natura, paket wisata dan lain sebagainya. 3. Hadiah dari SMS (Short Message Service) yang diharamkan adalah yang berasal dari hasil peserta pengirim SMS (Short Message Service) yang bertujuan mencari hadiah yang pada umumnya menggunakan harga premium yang melebihi biaya normal dari jasa atau manfaat yang diterima. 4. Hukum haram untuk SMS (Short Message Service) berhadiah ini berlaku secara umum bagi pihak-pihak yang terlibat baik bisnis penyelenggara acara, provider telekomunikasi, peserta pengirim, maupun pihak pendukung lainnya.
C. DASAR HUKUM
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. AlMaidah [5]: 90).
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”(Q.S. Al-Isra’ [17]: 2627).
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 31).
ﺭ ﺍﻀﺭ ِ ﻭ ﹶﻻ ﺭ ﺭ ﻀ ﹶﻻ Artinya: “Tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan.”
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan, Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan. “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 219). Dr. As-Sheikh Yusuf Al-Qardhawi, Prof. Dr. Ali As-Salus dan Sheikh Muhammad Salleh Al-Munjid mengeluarkan fatwa yang mengharamkannya karena dianggap sebagai judi terselubung.