Seminar Nasional Peternakan don Vereriner 1997
DUKUNGAN PROGRAM TRANSMIGRASI DALAM PENGEMBANGAN TERNAK WIBOWO
Direktorat Jenderal Bina Wasyarakat Transmigrasi, Departemen Transmigrasi dan Pennikintan Perambah Hutan RINGKASAN Usaha peternakan mcnipakan salah satu sumber pendapatan transmigran baik dalam bentuk usaha sampingan, cabang usaha maupun usaha pokok . Disamping sebagai sumber pendapatan, ternak unggas, ternak kecil maupun ternak besar (sapi) juga memberikan manfaat lain bagi transmigran benpa pupuk kandang maupun tenaga kerja ternak .Ternyata tidak sernua transmigran yang memperoleh ternak atau hak pcnggaduhan ternak berhasil memelihara dan mengembangkan ternak yang diterimanya . Disamping itu masih diterima sejumlah ternak yang menghambat pengembangan usaha ternak di permukiman transmigrasi . Namun juga disadari bahwa terdapat juga sejunilah peluang yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan usalia ternak di permukiman transmigrasi.Sementara itu, dalain talnm-talurn terakhir ini, pennintaan protein hewani umumnya dan daging sapi khususnya meningkat pesat. Di sisi lain, naiknya permintaan terhadap daging sapi baik dalam junilah maupun dalarn inutu, sehingga terpaksa mengimpor sapi terutama dari Australia .Tantangan tersebut dicoba jawab dengan upaya memanfaatkan berbagai teknologi yang ada sehingga peluang untuk mengembangkan peternakan di daerah transmigrasi sangat memungkinkan, mclalui pernbangunan sentra-sentra produksi sapi di luar Pulau Jawa dengan basis industri peternakan rakyat sapi mclalui pendekatan agribisnis, mengingat Unit Permukiman Transmigrasi/ UPT yang relatif terkonsentrasi, dengan jumlah transmigran yang cukup besar (300 KK - 500 KK) serta ketersediaan dukungan aparat dan program transmigrasi. Kata kunci : Program transmigrasi, pengembangan ternak
PENDAHULUAN Sesudah kita membangun sektor pertanian kurang lcbili 30 tahun (PJP I + Repelita VI), sebagai negara agraris kita masih belum mampu memenuhi sendiri kebutulran akan hasil-hasil pertanian. Walaupun pernali menjadi negara pengekspor sejumlah komoditi dalam tatrun 70 -an, termasuk sapi, data saat ini menunjukkan bahAva setiap talrun Indonesia mengimport tidak kurang dari 130 ribu ton sayur, 1 juta ton jagung, lebili kurang 400 ribu ton gula, 600 ribu ton kedelai clan daging sapi serta sapi hidup ratusan ribu ekor. Hal ini terjadi karena pertanian kita masih sulit menerapkan teknologi maju, disebabkan sempitnya rata-rata luas lalian petani, pendidikan clan keterampilan yang rendah, tingkat ketergantungan yang tinggi pada alam, dan iklim usaha yang kurang kondusif serta ongkos biaya transport hasil produksi yang relatif tinggi dari lokasi produksi ke pesat pengolahan atau konsumen. Untuk menanggifanginya diperlukan suatu strategi pembangunan pertanian yang modern clan berkelanjutan, yang berorientasi pada agribisnis/agroindustri dengan mengarahkan sumber-sumber daya yang lebili besar. Strategi ini akan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, 28
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997 membuka peluang yang lebih baik untuk penibalian stniktur ekonomi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta pemerataannya, clan kelestarian lingkungan hidup. Strategi ini sangat tepat untuk diterapkan dengan mengutamakan pemanfaatan sumberdaya yang kita miliki clan kuasai yang benipa lahan yang sangat Was yang belum dibuka maupun yang telah dibuka dengan berbagai tanaman dan komoditasnya yang telah ada, juga potensi peternakan dan lautan yang luas dengan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya . Dengan kata lain, rendahnya produktivitas petani kita saat ini perlu ditingkatkan, baik melalui peningkatan pemilikan luas lahan clan penggunaan teknologi yang lebilh maju maupun melalui penataan pasar dan dukungan kelembagaan pembiayaan . Tantangan yang senipa juga diliadapi dalam pelaksanaan program Transmigrasi, walaupun dalam karakleristik yang agak berbeda. Program Transmigrasi yang mempunyai misi pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan, penataan ruang clan lingkungan, juga belum sepenuhnya berhasil dengan memuaskan. Dari antara mereka yang sudah di mukimkan, di samping 55% transmigran yang kehidupannya bertambali baik dan 30% menjadi sangat baik, ternyata masih terdapat 15% warga yang kehidupannya tidak berkembang atau tetap miskin seperti kehidupan sebehunnya di tempat asalnya. Bila kita simak lebih lanjut, ternyata dari antara 30% warga yang kehidupannya menjadi sangat baik tersebut, porsi dari usaha peternakan scbagai sumber pendapatan (sampingan maupun cabang usaha) cukup nyata, baik benipa tcrnak unggas, ternak kecil maupun ternak besar (sapi) ; manfaat yang mereka pcroleh bukan hanya bcnipa uang dari penjualan ternaknya, tetapi juga berupa pupuk kandang maupun tenaga kerja ternak . Dan di beberapa UPT tertentu, peranan dari usaha peternakan tersebut cukup dominan dalam musim-nuisim tertentu pada saat usahatani pangan tidak atau beltun menghasilkan . Sementara itu, dalam tahun-talutn terakhir ini, sebagai akibat dari peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia serta meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara dan warga negara asing yang tinggal di Indonesia, permintaan protein hewani umumnya dan daging sapi khususnya meningkat pesat. Naiknya permintaan terhadap daging sapi ini tidak bisa diimbangi oleh penyediaan dalam negeri baik dalam junilah maupun da.lam mutu, sehingga terpaksa mengimpor terutama dari Australia. Kondisi fisik clan iklim belahan Utara negara Australia yang relatif sama dengan Indonesia (Northern Territory clan Queensland) menggugah pikiran kita bahwa bilamana kita man berusaha dengan segala upaya dan teknologi yang ada maka kita juga mampu menjadi penghasil ternak sapi yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan sekaligus memberikan penghasilan yang wajar bagi peternaknya. Peluang ini terbuka bukan lianya bagi peternakan sapi tetapi juga bagi peternakan domba (untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke Timur Tengah), sementara untuk peternakan unggas sudahh cukup baik perkembangannya. PELUANG DAN KENDALA PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DALAM PROGRAM TRANSMIGRASI Kebijaksanaan umum Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan keragaman kualitas sumberdaya manusia serta peluang usaha yang terbuka clan keinginan untuk memenuhi kebutuhan daging 29
Seminar Nosional Peternakan dan Veteriner 1997
dalam negeri maka penyelenggaraan program Transmigrasi mulai mengembangkan pola usaha peternakan. Disamping potensi fisik clan kondisi SDM tersebut, pemilihan jenis ternak yang akan dikembangkan juga memperhi (ungkan fimgsi ternak dalam kaitannya dengan kegiatan usaha tani dan kemungkinan kompetisinya dalam hal pemanfaatan tenaga kerja petani. Dalam- hal ini usaha peternakan sebagai usaha pendukung bagi usaha pokok lain; diusahakan meliputi seluruh lapisan masyarakat, baik transmigran maupun penduduk sekitarnya . Sedangkan penanganannya sebagai usaha pokok clan sumber pendapatan utama dilaksanakan secara selektif Pengembangan peternakan di daerah transmigrasi dilakukan dengan mengacu kepada aturan yan digariskan oleh Ditjen Peternakan sebagai berikut 1). Kawasan produksi peternakan Lokasi transmigrasi yang potensial diaralikan menjadi kawasan produksi peternakan untuk sekaligus menjadi sumber ternak bibit maupun bakalan bagi permukiman transmigrasi lainnya. Kawasan transmigrasi yang saat ini telah mengembangkan kegiatan ini adalah Sipora, Propinsi Sumatera Barat dan Bopul, Propinsi Irian Jaya. Dalam pelaksanaannya ternyata masili terdapat kelemahan-kelemahan yang perlu diantisipasi antara lain : sarana transportasi. Untuk itu, perlu ditangani secara sungglih-sungguh mulai dari tahap persiapannya sampai dengan pemasarannya . 2). Pengembangan sentra baru pembibitan tingkat pedesaan Terutama diarahkan pada lokasi yang ditetapkan menjadi pusat pertumbuhan atas dasar skala ekonomi dan komoditi unggulan serta peluang pemanfaatan teknologi unggulan seperti Inseminasi Buatan (IB), perbaikan pakan, keseliatan heNvan, pembinaan dan penyululian kelompok. Departemen Transmigrasi dan PPH telah melakukan uji-coba berdasarkan pertimbangan skala ekonomi, aksesibilitas dan lain lain di kawasan Lalundu, Propinsi Sulawesi Tengah . Namun, untuk memperoleh keberhasilan masih membutulikan persiapan yang lebili holistik dan terkoordinasi . Kebijaksanaan khusus Ada beberapa cara yang ditempuli dalam penyebarluasan ternak di permukiman transmigrasi selain dari usaha swadaya transmigran itu sendiri . Pertama, bentpa pembagian ternak unggas sejumlah 2 ekor/KK, yang diberikan pada saat transmigran bani dating (T+1). Kedua, berupa pembagian ternak kecil (kambing atau domba) atau ternak sapi dengan sistem gadullan atau merata per KK, baik yang dibiayai oleh program transmigrasi maupun oleh program-program pemerintah lainnya . Ketiga, benipa pembagian sapi 1 ekor / KK sebagai ganti rugi penggantian LU 11 di beberapa UPT yang LU 11 nya kurang atau tidak tersedia . Keempat, berupa penerapan pola ternak (usaha peternakan sebagai usaha pokok) dengan memberikan domba 27 ekor/KK (25 30
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997
ekor betina dan 2 ekor jantan) atau ternak sapi 9 ekor untuk pembibitan (8 ekor betina dalam keadaan bunting 3 - 5 bulan dan 1 ekor jantan) dan 4 ekor sapi bakalan (Brahman Cross impor dari Australia). Kebijaksanaan yang telah ditempuh Departemen Transmigrasi dan Perroukiman Perambah Hutan dalam pengembangan ternak meliputi 1 . Pengembangan Ternak sapi 1 .a. Program ]FAD Penyebar luasan clan pengembangan ternak sapi di permukiman transmigrasi melalui program IFAD mengacu pada " Pola Peternakan Bersama ". Pada pola ini semua sapi dipelihara dalam situ kandang dan dikelola oleh seorang anggota secara bergiliran. Harapannya keuntungan dari peternakan bersama ini akan dibagi rata oleh anggota kelompok setelah dipotong biaya perawatan . Kelemahan cara ini adalah kurangnya rasa memiliki anggota terhadap sapi yang ada, karena tidak semua anggota bertanggung jawab terhadap pertumbuhan lernaknya . Saling curiga antar anggota kelompok atas cara clan biaya pemeliharaan juga menjadi salah satu kelemahan metode ini . Cara ini juga memerlukan pengawasan yang terus menerus clan keda sama kelompok. Besarnya anggota kelompok juga menyebabkan sulitnya pengawasan intern oleh anggota atas keberadaan sapi mereka . l .b. Program Intensifikasi Lahan Pekarangan (ILP) Dalam rangka mendukung peningkatan produksi pertanian pada tahap pertama Departemen Transmigrasi dan PPH mengadakan program ILP yang kemudian dilanjutkan dengan intensifikasi Lahan Usaha I (ILU -1). Program tersebut dikaitkan dengan upaya komposisasi clan pemberantasan hama. Untuk mendukung program tersebut secara bertahap setiap UPT akan memperoleh 30 ekor sapi yang dipelihara dengan sistim gaduhan . Metode penggaduhan yang digunakan adalah "Pola Perguliran Kelompok Besar" dengan menetapkan satu-satuan tugas pengelola permanen dilokasi . Pengelola ini membagikan sapi pada orang tertentu dan mewajibkan orang tersebut mengembalikan beberapa ekor sapi setelah periode tertentu. Sapi yang dikembalikan ini kemudian digulirkan kepada orang lain, yang dianggap layak oleh pengelola . Kelemahan metode ini adalah perlunya pengelola yang permanen, paling sedikit sampai setiap orang memperoleh sapi . Kelemahan kedua, adalah sulitnya pengawasan . Sebaran sapi sangat luas, sehingga sangat sulit bagi pengelola untuk mengawasi pertumbuhan semua sapi yang ada . Lemahnya pengawasan ini membuat sapi sering "lulang " . Pengawasan atas satuan tugas pengelola juga sulit, karena jauhnya jarak . Ini mengakibatkan kehilangan sapi sering terjadi . I .c. Program Kompensasi Lahan Usaha 11 Karena berbagai lial, di beberapa UPT tidak tersedia LU - 11 bagi sebagian atau seluruh KK transmigran, sehingga untuk memenuhi hak transmigran ditempuli perlakuan kompensasi LU - 11 diantaranya dengan 1 ekor sapi/KK (yang dinilai setara dengan nilai I ha LU - II). Mengingat populasi sapi yang diberikan relatif besar maka disamping pembiakan alami terbuka peluang pengembangan ternak sapi yang memanfaatkan teknologi yang ada . 31
SemlnarNaslonal Peternakan dan Vetertner 1997
l .d. Pengembangan Daerah Perbatasan dan Pulaupulau kecil Menyadari bahwa tingkat kesulitan yang dihadapi oleh transmigran yang ditempatkan di daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terpencil lebih berat, sehingga memerlukan dorongan pengembangan yang lebih cepat maka mereka diberi bantuan untuk dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan, sekalipis sebagai perangsang bagi daerah terpencil . Bapak Presiden tclah memberikan pctunjuk untuk memberikan satu ekor sapi/KK bagi transmigran yang dimukimkan dipulau-pulau kecil terpencil antara lain : Pulau Natuna, Pulau Sipora . Sedangkan unluk daerah perbatasan antara lain : Propinsi Kalimantan Barat (Beduai XLI, Meliau Tayan, Kembayan), Propinsi Kalimantan Timur (Salim Batu, Tanjung Sclor I), Propinsi Irian Jaya ( Arso, Muting, Bupul) . Dari laporan yang diperoleh, populasi ternak yang dibagikan di Sipora (Propinsi Sumatera Barat) bertambali dari jumlah normal 557 ekor sapi (51 ekor jantan dan 506 ekor betina) menjadi 587 ekor sapi, yaitu tambahan dari kelahiran 30 ekor (catatan lahir 64 ekor, mati 34 ekor) . Dari jumlah terscbut yang masih ada di P. Sipora sejunilah 546 ekor (75 ekor jantan, 512 ekor betina) sedangkan 41 ekor sapi berada di luar P. Sipora . Selanjutnya hasil monitoring dan evaluasi menunjukan pengembangan ternak sapi Brahman cross di Bupul Kabupaten Merauke dari kondisi awal 1056 ekor (40 ekor jantan dan 1016 ekor betina), didatangkan dalam keadaan bunting) . Posisi bulan Oktober 1997 telah lahir 300 ekor sapi (149 ekor jantan dan 151 ekor betina), sehingga jumlah sapi dewasa dan anaknya menjadi 1 .247 ekor. l.e. Integrated Rural Settlement Development Program (IRSDP) Untuk mendorong pertumbuhan UPT, pemerintah Jepang melalui OECF membiayai pengembangan lanjutan (skala SKP) bcbcrapa lokasi transmigrasi terpilili . Program IRSDP telah dilaksanakan di SKP Pasahari (Maluku), SKP Sebangau (Kalimantan Tengah), SKP Lasalimu (Sulawesi Tenggara), SKP Lalundu (Sulawesi Tengah) dan SKP Marisa (Sulawesi Utara) . Pengembangan ternak sapi di kelima SKP tersebut dapat dilihat dalam Tabel I . Tabel 1.
Distribusi penycbaran ternak sapi melalui program IRSDP Propinsi
Jumlah Ternak Sapi yang dibagikan (ekor) Jantan
Betina
Maluku (SKP Pasahari) Sulawesi Tengah (SKP Lalundu) Sulawesi Tenggara (SKP Lasaliinui) Sulawesi Utara (SKP Marisa) Kalimantan Tengah (SKP Sebangau)
35 62 68 25 75
315 563 538 225 680
Jumlah
265
2 .321
32
SeminarNosionalPeternakan dan Vetenner 1997
i) Mckanisme penggaduhan tcrnak sapi - pola IRSDP/OECF Karena terbatasnya dana yang tersedia maka pembagian sapi di daerah ini terpaksa dilakukan dengan cara penggaduhan. Pengalaman menunjukkan bahwa berbagai nietode penggaduhan yang telah dilaksanakan antara lain : Pola Peternakan Bersama clan Pola Perguliran Kelompok Besar ternyata "masih perlu disempurnakan" karena kurangnya rasa memiliki anggota terhadap sapi yang ada dan sulitnya pengawasan intern oleh anggota atas keberadaan sapi mereka, Dari pelaksanaan yang telah dilakukan, maka cara penggaduhan sapi membutuhkan pengorganisasian yang mempunyai : (a) Sistem kontrol, (b) Hukuman/sangsi, (c) Sistcm insentif clan (d) Pclaksanaan yang baik. Keempat unsur ini lebih mudah dilakukan dalam kelembagaan yang kecil, karena itu penggaduhan yang dilaksanakan dalam kegiatan ini adalah dalam kelompok yang sangat kecil, yaitu 3 orang, yang juga memanfaatkan kelompok tani yang ada sebagai wadahnya . Pola ini diberi nama "Pola Penggaduhan Satu - Tiga". Didaerah ini kelompok tani menjadi wadah penggaduhan tcrnak sapi tersebut . Pada setiap kelompok tani yang ada dibentuk sub-sub kelompok yang jumlaluiya 3 orang. Dasar pembentukan sob kelompok ini adalah domisili dan keakraban . Kepada setiap sub kelompok tani ini diberikan 1 ekor sapi betina. Ketiga orang inilah sebagai pemilik sapi betina tersebut . Salah seorang diantara mereka bertiga diminta untuk menyediakan kandang clan untuk itu disediakan paket bantuan . Pembuat kandang ini yang menjadi pemelihara pertama sapi tersebut. Setelah sapi tersebut melahirkan, maka pemelihara pertama menjadi pemilik dari anak sapi tersebut, dan induknya diserahkan kepada anggota kedua dari sub-kelompok. Penyerahan induk kepada anggota kedua dilakukan setelah anak sapi tersebut layak disapih (bentmur 12 sampai 18 bolan) . Demikian seterusnya sampai anggota ketiga memperoleh anak. Setelah itu, maka sapi induk tadi kembali menjadi milik bersama . Mereka dapat memutuskan sendiri apa yang akan mereka perbuat terhadap sapi induk tersebut. Mereka boleh menjual keluar anggota kelompok atau salah seorang dari mereka boleh membelinya, dengan harga disepakati bersama. Uang hasil penjual dibagi rata di antara mereka bertiga. Pada setiap kelompok tani (yang beranggotakan 21 sampai 24 orang petani atau 7 sampai 8 sub kelompok) disediakan I ekor pejantan. Sapi pejantan ini merupakan milik bersama dari seluruh anggota kelompok, yang pemeliharaannya diseralikan kepada ketua kelompok. Pada aklurnya (bila sudah tidak dibutulikan lagi karena tua atau sudah banyak jantan lainnya), pejantan ini dapat dijual clan hasilnya menjadi kas (tabungan) kelompok . Dengan sob kelompok tani yang hanya beranggota 3 orang ini, maka efektivitas kelompok ini akan sernakin baik. Pada Kelompok yang kecil seperti ini, sistem mekanisme kontrol, insentif, hukuman dan pelaksanaan akan semakin baik. Karena lianya menyangkut 3 orang, rasa memiliki akan semakin baik. Metode penggaduhan seperti ini tidak membutuhkan satuan togas yang terus menenu ada dilapangan. Ketiga anggota itulah yang memiliki, mengusai dan memelihara sapi tersebut. Bila ada keuntungan, itu adalah keuntungan bertiga, clan bila ada kenigian, akan ditanggung bersama pula. Dalam rangka pengembangan peternakan sapi ini, maka kepada setiap kelompok diberikan bantuan pembuatan kandang clan bantuan obat-obatan . Syarat untuk penerima sapi pertama ialah
33
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1997 bahwa ia telah menyiapkan kandang dan telah memiliki rumput yang ditanam untuk konsumsi sapinya. Pengembangan perternakan sapi ini akan melibatkan seluruh transmigran di semua UPT yang terpilih untuk menerima paket bantuan . Sedangkan program penyuluhannya sendiri tidak tertutup kemungkinannya untuk diikuti oleh seluruh warga yang berminat . Sebelum program ini dilakukan, perlu diadakan penerangan umum tentang pola petemakan ini. Disamping itu, setelah sapi datang, diadakan penyuluhan cara pemeliharaan sapi yang baik . Sapi ini diberikan hanya kepada kelompok tani yang sudah berjalan dengan baik . Kegiatan pembagian sapi ini dimulai dengan penyuluhan kepada semua warga di UPT. ii) Pemurnian sapi Bali Pemurnian Sapi Bali di daerah transmigrasi Lalundu, Propinsi Sulawesi Tengah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan pengembangan pertanian di daerah transmigrasi membutuhkan ternak sapi sebagai komoditi yang dapat meningkat kesejahteraan petani . Daerah-daerah transmigrasi yang mengembngkan komoditi sapi selalu mengalami kesulitan dalam penyediaan bibit sapi baik secara kualitas maupun kuantitas. Jumlah sapi yang disediakan bagi peternak inti dalam pembinaan Pemurnian sapi Bali, sapi sebanyak 125 ekor dimana setiap peternak inti pada Pemurnian sapi Bali minimal diberi 5 ekor sapi induk untuk dapat menjadi peternak sapi bibit. Mereka diliarapakan untuk dapat mandiri sebagai peternak pembibit clan bergabung dalam suatu kelompok usalia, yang pada akhirnya diharapkan dapat menjadi satu cabang usaha dari KUD setempat . Peternak akan mengembalikan 6 ekor sapi dewasa (5 ekor sapi induk + seekor sapi dewasa) dalam 2 tahun, yang dimulai dengan 6 ekor pada tahun ke 2 clan 6 ekor pada tahun ke 4, untuk memperbesar skala usaha pemurnian sapi Bali ini, maka ternak sapi yang dikembalikan tersebut . Kemudian digaduhkan kembali kepada warga yang dinilai mampu mengikuti kegiatan tersebut setelah dua kali penggaduhan sehingga pada akliir akan ada 75 peternak yang terbina dalam satu kelompok peternak pembibit sapi . Ada 3 hal yang perlu dilaksanakan untuk mempercepat perbaikan mutu sapi Bali pada kegiatan ini yaitu Memaksimalkan perbaikan kondisi sapi betina clan jantan yang ada dengan memanfaatkan teknologi kesehatan ternak dan pemeliharaan yang tersedia . 2.
Melaksanakan seleksi sapi betina clan pejantan yang ada clan mengganti yang majir secepat mungkin dengan bibit yang lebih baik .
3.
Memaksimalkan penggunaan pejantan unggul dengan program IB diantaranya dengan bantuan penggunaan hormon prostaglandin clan HCG, yang diharapkan dapat menghasilkan tingkat kebuntingan 70-80 %.
1 .f. Program Pengembangan Ternak Yapi Pedaging sebagai usaha pokok Pengembangan pola usaha peternakan sapi pedaging sebagai usaha pokok di pennikiman transmigrasi, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif didalam memenuhi kebutuhan daging di Indonesia sekaligus maupun memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan transmigran. 34
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997
Untuk mencapai sasaran yang . diinginkan tersebut, berbagai konsekuensi teknis perlu dipenuhi sesuai dengan model yang akan dikembangkan clan potensi yang dimiliki masing-masing daerah pengembangan . Pelaksanaan program ini telah dimulai pada tahun anggaran 1997/1998 di Propinsi Irian Jaya (UPT Bupul), Kalimantan Timur (UPT Muara Langon) clan Sulawesi Selatan (UPT Massepe), sedangkan untuk tahun anggaran 1998/1999 direncanakan akan dilaksanakan di Propinsi Aceh, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur. Pola usaha peternakan sapi ini menerapkan sistem gaduhan dimana pada awal usaha, daridana APBN setiap transmigran memperoleh sapi sebanyak 8 ekorbetina serta 1 ekor ternak janmn: Dua ekor sapi betina bunting clan 1 ekor pejantan akan diberikan pada awal >penempatan transmigran secara hibah (dana APBN) clan sisanya G ekor sapi (G ekor sapi betina bunting) akan diberikan pada tahun kedua secara kredit oleh investor. Sebagai sumber pendapatan warga sementara menunggu anak sapi bibit dapat dijual, maka kepada setiap KK juga diberikan 4 ekor sapi pedaging untuk penggemukkan melalui kredit dari perusahaan,swasta (INTI) setiap periode 3 bulan. Dalam jangka waktu 2 tahun sapi bibit tersebut diharapkan sudah berkembang biak clan penjualan anak sapi bibit dapat dilakukan pada tahun ke-3 clan seterusnya . Kebutuhan bibit sapi didatangkan dari Australia, jenis Brahman Cross. Transmigran memperoleh bantuan pembuatan kandang serta bibit hijauan makanan ternak seperti rumput, lamtoro, gamal clan turi yang dibagikan sebelum ternak datang sehingga sudah siap dipanen pada waktu ternak datang . l.g . Kendala-kendala yang sering dijumpai dalam pengembangan ternak sapi Atas dasar pengamatan yang diadakan, ternyata tidak semua transmigran yang memperoleh ternak atau hak penggaduhan ternak tersebut berhasil memelilkara clan mengembangkan ternak yang diterimanya . Akibatnya transmigran yang bersangkutan tidak memperoleh manfaat dari ternak yang diberikan kepadanya. Memang kegagalan ini tidak sepenuhnya menipakan kesalahan dari transmigran yang bersangkutan juga disebabkan kondisi ternak yang diterimanya tidak dalam keadaan prima atau persiapan yang dilakukan (pelatihan, penyediaan pakan clan kandang, serta penyediaan obat-obatan) tidak sempurna . Tetapi juga ditemui adanya sikap clan inotivasi transmigran yang tidak menunjang upaya pengembangan ternak tersebut . Ketidak perdulian mereka diantaranya berupa kesepakatan antara penggaduh dalam satu kelompok untuk menjual ternak yang menjadi bagian mereka . Atau ada yang menyerahkan ternaknya untuk diperlihara oleh tetangganya dengan pembagian hasil yang disepakati . Berikut diuraikan beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengembangan ternak sapi di permukiman transmigrasi, sebagai berikut : Sumber bibit sapi terbatas, sehingga memperpanjang mata rantai transportasi/pengangkutan. Kiranya perlu dilakukan regrouping sumber bibit clan arah penyalurannya . Dana yang tersedia tidak dapat mengantisipasi kenaikan harga sapi sebagai akibat nilai tukar mata uang rupiah yang berfluktuasi, sehingga realisasi pengadaan ternak sapi tidak memenuhi target .
35
Seminar Nasionat Peternakon don Vetertner 1997
Sistem penganggaran yang tidak selalu tepat dengan jadual kedatangan transmigran, musim, pengadaan ternak, serta sulitnya prosedur clan proses untuk memperoleh kredit baik KUT maupun KKPA. Disamping itu belum ada jaminan keberlanjutan dana APBN yang diperlukan . Rendahnya pendidikan dan ketrampilan para transmigran dibidang peternakan, serta perlunya perubahan atau penyesuaian/budaya transmigran sehingga sesuai dengan tuntutan usaha yang bersangkutan . Pada umumnya transmigran sering kali terlambat dalam menyediakan pakan bagi sapi yang diterima . v.
Kelembagaan yang dibutulikan seperti Deparemen Koperasi dan PPK, PPL, BPP, BPPH, Ka. KUPT, Pos-Keswan, Pos kawasan, Kelembagaan kelompok tani, Pos IB, kandang, kebun Rumput, kebun hijauan, padang gembala, tempat kawin clan penampungan kompos belum menjadi satu kesatuan yang terintegrasi . Hubungan kemitraan yang liarmonis antara Inti - Plasma scringkali sulit terjadi disebabkan perusahaan tersebut padat modal namun kurang berpengalaman di bidang usaha ternak, dan atau orientasi bisnisnya tidak pada wilayali tersebut sehingga enggan untuk menanamkan modalnya.
vii . Sarana/prasarana produksi peternakan pada dasarnya masilt terbatas, oleh karena lokasi transmigran menpakan lokasi baru dengan dukungan prasarana yang terbatas yang menyebabkan tingkat keterbukaannya masih relatif renclah. Hal ini akan menentukan terhadap produk akhir yang akan dihasilkan melalui upaya pengembangan lokasi bersangkutan. 2. Pengembangan ternak domba Sebagai Nvlilud dari upaya pengembangan ternak melalui program transmigrasi atau instansi lintas sektor lainnya di beberapa UPT juga telah diberikan bantuan domba atau kambing kepada transmigran dengan sistem gadulian. Selain itu di satu UPT juga telah direalisasi usaha peternakan domba sebagai usaha pokok, yaitu di UPT Banimun, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara . UPT Barumun menpakan salah saw pernnikiman transmigrasi yang dirancang sejak awal sebagai perrnukiman transmigrasi dengan usaha pokok peternakan domba . Sebagai suatu permukiman yang memang sejak awal transmigrannya diarahkan sebagai peternak domba, tentunya memerlukan penanganan klutsus baik dari aspek latar belakang transmigran maupun aspek-aspek yang erat kaitannya dengan usaha peternakan. Selungga perlu dilakukan seleksi transmigran yang ketat, clan pembinaan serta pelatilian klhusus bagi transmigran . Setiap transmigran menuilai usalianya dengan 25 ekor domba betina dan 2 ekor domba jantan, yang didatangkan dari Garut . Pengembalian ternak dilakukan secara bertahap clan akan digulirkan kepada transmigran yang berada di UPT lain. Pada talntn ke dua transmigran linns mengembalikan 10 ekor, talum ke tiga 20 ekor dan tahun keempat 24 ekor (2 kali lipat dari jumlah awal pembinaan) . Sampai sejauh ini perkembangan ternak domba tersebut masih kurang menggembirakan. Hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan, jumlah ternak domba kondisi awal 5 .400 ekor (5000 ekor domba jantan dan 400 ekor domba betina), setelah _+ 2 talnrn penempatan, maka jumlah ternak domba dalam bulan Oktober 1997 sejumlali 4.399 ekor (dewasa : 239 ekor jantan dan 3.087 ekor betina, anak : 479 ekor jantan dan 593 ekor betina). 36
SeminorNasional Peternakan dan Veteriner 1997
Penurunan ini disebabkan kondisi ternA domba yang berbeda-beda yaitu sakit, lemah (induk tidak menvusui), jatuh dalam perjalanan pada waktu digembalakan dan kualitas serta kuantitas hijauan makanan ternak tidak terlalu baik . Disamping masalah pakan clan obat, serta kemampuan dan kesungguhan transmigran, cukup banyak domba yang mengalami kelelalian dan stress akibat lamanya perjalanan dari sumber bibit ke lokasi . Pola ini diliarapkan dapat digunakan sebagai alternatif pemecalian bagi berbagai masalah lahan seperti : masalah lahan marjinal di sebagian daerah-daerah permukiman transmigrasi, alternatip dalam menanggulangi masalah lahan tidur, alternatif pola permukiman transmigrasi hemat lahan, dan disamping itu juga sebagai upaya efektif untuk mengembangkan usaha peternakan khususnya ternak domba di Indonesia . Dipilihnya Usalia Peternakan Domba sebagai salah satu pola permukiman transmigrasi ini ialah mengingat besarnya peluang pasar ternak domba saat ini dan dimana-masa mendatang, baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor . Pola ini juga untuk mendukung usaha Pemerintah dalam mengantisipasi kerjasama Pertumbulian Segi Tiga Utara (Northern Growth Triangle) antara Indonesia-Malaysia-Thailand, dimana Pemerintah mentargetkan ekspor ternak domba sebesar 3 (tiga) juta ekor per talutn, tenitama ke Malaysia dan Timur Tengah . a. Sistem Usaha Pengembangan Sistem usaha yang akan dipergunakan dalam Uji Coba Peternakan Domba ini adalah Sistem Bagi Hasil. Dalam sistem ini para transmigran memelihara ternak yang dibagikan oleh Departemen Transmigrasi dan PPH, kemudian dalam waktu tertentu (4 talnm) mengembalikan produksi sebanyak 2 kali jumlah ternak yang dibagikan semula . b. Pembagian Ternak dan Lahan Kepada para transmigran dibagikan : a) Ternak domba sebanyak 27 ekor yang (erdiri atas 25 ekor domba betina clan 2 ekor domba jantan ; b) Lahan Tanaman Hijauan Makanan Ternak (LTHMT) seluas 0,50 Ha ; c) Lahan pekarangan seluas 0,50 Ha. Disamping itu dicadangkan lahan seluas 1,00 Ha per KK sebagai lahan diversifikasi . Pembagian di atas didasarkan atas sasaran pendapatan sebesar Rp 3,5 juta per talum. PROSPEK PENGEMBANGAN PETERNAKAN DALAM PROGRAM TRANSMIGRASI Peranan peningkatan kesejaliteraan transmigran tidak saja melalui program transmigrasi, akan tetapi sub-sektor peternakan mempakan bagian integral dari sektor pertanian yang memiliki peranan strategis . Peranan ini dapat memberikan kontribusi melalui peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak di pennikiman transmigrasi dengan upaya ekstensifikasi, intensilikasi dan reliabilitasi . Namun, dalam pelaksanaan pola usaha peternakan ini masih dijumpai permasalahanpermasalahan dalam masa persiapan sampai dengan pemasarannya .
37
Seminar Nasional Peternakan don Yeteriner 1997
Untuk itu, ke depan pola usaha ini akan dikembangkan sesuai dengan potensi dan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh daerah transmigrasi. Sehingga kawasan yang sesuai dengan agroklimat untuk peternakan akan lebih dikembangkan ke arah usaha-usaha peternakan yang berorientasi agribisnis clan agroinclustri . Dalam pengembangan pola usaha ini, Departemen Transmigrasi dan PPH tetap mengharapkan dukungan, saran dan pendapat baik berupa kegiatan riset, konsepsi, penyempurnaan (a.l. mekanisme) maupun operasional dari masyarakat atau komunitas peternakan. Perlunya penggalakan pengembangan usaha dibidang peternakan ini merupakan salah satu upaya pemecaitan masalah yang ditempuh dalam rangka memenuhi kebutuhan berbagai jenis komoditi peternakan dan meningkatkan devisa negara. Sebagai langkah awal untuk memperkecil timbulnya permasalaltan pengembangan pola peternakan telah dibuat kriteria yang harus ditaati bagi setiap pelakunya maupun pelakunya . Secara rinci dilihat dalam Lainpiran 1 . PENUTUP Pengembangan usaha ternak sapi a. Lchan yang disediakan bagi program transmigrasi umumnya clan bagi pola tanaman pangan khususnya adalah berupa lahan-lahan marjinal, yang tingkat kesuburannya relatif rendah seperti lahan padang alang-alang atau lahan gambut. Dengan demikian, untuk dapat menghasilkansuatu komoditi, kesuburan tanah tersebut perlu ditingkatkan sesuai dengan yang dibutuhkan . Namun disadari bahwa penggunaan pupuk kimia secara intensif dalam waktu lama akan membawa dampak yang negatif terhadap keberlanjutan pentanfaatan lahan tersebut . Pilihan upaya peningkatan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk kandang dengan kompos dinilai lebilt baik, baik ditinjau dari sisi keberlanjutan maupun dari sisi manfaat lain yang diperoleh petani . Artinya, melalui upaya pengembangan ternak manfaat yang diperoleh petani dan masyarakat sekitar bukan hanya benipa peningkatan kesuburan tanah saja, tetapi juga berupa peningkatan populasi ternak clan penyediaan tenaga kerja ternak dalant usahatani. Bertitik tolak dari gantbaran diatas, Bapak Presiden dalam menanggapi lebih lanjut laporan Menteri Pertanian dalam siding Kabinet tentang Pemantapan Program Pengentasan Kemiskinan tanggal 12 Nopember 1997 yang lain telah memerintahkan Menteri Transmigrasi untuk menyediakan ternak sapi (100 ekor) bagi setiap UPT yang dibuaa tenitama bagi keperluan peningkatan kesuburan tanah. b. Untuk meningkatkan keberhasilan usaha pengembangan peternakan di lokasi transmigrasi dengan mengantisipasi kendala-kendala yang ada, kiranya perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut 1) Pengembcngan peternakan sapi diperntukiman transmigrasi dapat diaraltkan kepada pembangtman sentra-sentra produksi sapi di luar Pulau Jawa dengan basis industri peternakan rakyat sapi melalui pendekatan agribisnis mengingat Unit Permukiman Transmigrasi yang terkonsentrasi, jumlah transmigran yang cukup besar (300 KK - 500 KK) serta adanya dukungan aparat clan program pemerintah (jumlah ternak yang cukup dan terkonsentrasi serta pettigas tersedia) .
38
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
2) Untuk mendukung pengembangan peternakan sapi tersebut diperlukan a. Petugas pelayanan teknislpenyuluhan dan mitra bisnis yang sudah menjiwai dan mempunyai pengalaman dalam peternakan sapi. Selain itu diperlukan ketersediaan clan kemampuan pelayanan teknis, antara lain; pelayanan inseminasi buatan, kesehatan hewan, bimbingan pemeliharaan dan pemberian pakan clan lain-lain . b. Bimbingan teknologi budidaya yang efisien dalam bentuk paket teknologi yang dapat clan mudah dilaksanakan peternak . c. Untuk kelancaran pelayanan teknis diperlukan sarana, prasyaaaa clan biaya operasional bagi petugas pelayanan teknis serta fasilitas pendukung antara lain Pos Pelayanan Peternakan Terpadu . d. Disamping itu diperlukan pula modal bagi peternak balk modal kerja maupun modal investor. Untuk itu diperlukan fasilitas kredit lunak seperti KKPA, KUT dan lain lain. e. Kelembagaan dan pembinaan harus didukung seluruh instansi terkait . f. Jaminan pemasaran menjadi salah satu faktor penting bagi peternakan sehingga kemitraan menjadi salah satu prasyarat dalam pengembangan pola peternakan ini . 3) Memperbanyak sumber bibit sapi. Perlu dikaji potensi propinsi daerah transmigrasi yang sudah memiliki sapi dalam jumlah besar tersebut dikembangkan sebagai sumber bibit. 4) Perlu dilakukan pemberian perwilayahan sumber bibit clan wilayah pelayanannya . Hal ini untuk memperpendek jarak pengangkutan. 5) Pemasyarakatan clan pelatilian KUD gaduhan .
transmigrasi untuk mampu mengelola manajemen
Pengembangan usaha ternak domba a. Dalam melaksanakan pengembangan ternak domba masih diperlukan pengkajian yang lebih rinci, terutama aspek manajemen pemeliharaamiya mengingat sumberdaya manusia yang belum terampil clan tingkat pendapatan yang belum mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga transmigran terpaksa menjual dombanya. b. Disamping itu juga, untuk mengurangi jumlah kematian ternak domba maka masalah transportasi /angkutan ternak domba perlu dilakukan pengkajian karena pada periode tertentu ternak domba memerlukan istirahat untuk makan dan minum. c. Bila pola usaha ternak domba sebagai usaha pokok, maka waaktu pemberian jaminan hidup transmigran perlu dipertimbangkan kembali, sehingga transmigran lebili mengutamakan perbanyakan anakan domba terlebih dahulu dibandingkan dengan menjual ternaknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan bila sebagai cabang usaha, jaminan hidup transmigran cukup 1 (satu) talmn saja.
Seminar Nosional Peternakan dan Veteriner 1997
Lampiran 1. Kriteria lokasi, standar pennukiman dan standar bidang usaha peternakan sapi pedaging A. Kriteria lokasi ternak sapi 1) . Tipe lahan Tipe lahan yang diperuntukkan bagi pola peternakan prinsipnya sama dengan tipe lahan yang diperuntukkan bagi pola tanaman pangan, nannin dibatasi hanya untuk lahan kering . 2) . Kesesuaian lalian a. Lahan Usaha I minimal S3 (sesuai marginal) untuk tanaman pakan ternak (rumput potongan dan potion legumenosa ); b. Lahan Pekarangan minimal S3 (sesuai marginal) untuk tanaman pangan ; c. Lahan Usaha 11 minimal S3 (sesuai marginal) untuk tananian nunput potong atau padangan . 3) . Aksesibilitas a. Terjangkau secara ekonomis ; b. Transportasi terjangkau baik dari segi pemasaran produksi maupun dari segi pengadaan input ; c. Terpencil. B. Standar penmukiman sapi 1) . Besar Permukiman Daya tampung transmigran dalam satuan pernnikiman berkisar antara 300 - 500 KK . 2) . Alokasi pemanfaatan lahan Total leas lahan : 4,0 Ha . per Kepala Keluarga, dengan rincian a. Lahan pekarangan (status hak milik) : 0,5 Ha (untuk rumah, tanaman pangan dan ternak unggas/ternak kecil . b. Lahan Usaha I (Status hak milik) : 1,5 Ha (Kandang, kebun HMT, legum clan ternpat bermain tcrnak) . c. Latian usalia II ( status hak pengolahan lahan/11PL) : 2,00 Ha (kebun hijauan pakan ternak dan polion leguminosa). Lahan pekarangan dan lahan usaha I (Lahan HMT ) menyatu dalam satu hamparan dan untuk Lahan Usaha 11 (kebun hijauan pakan ternak dan pohon leguminosa) dikelola secara kelompok atau bekerja sama dengan inti atau Koperasi Unit Desa . Satu kelompok terdiri dari 32 kepala keluarga terbagi menjadi 2 (dua) blok dan masing-masing blok beranggotakan 16 Kepala Keluarga, sehingga luasan satu blok Lahan Usaha 11 sebanyak 32 Ha, menyatu dalam satu hamparan .
40
Seminar Nostona! Peternakon don Veteriner 1997
3). Kebutuhan ruang dalamm Satuan Petmukiman a. Fasilitas dan prasarana umum untuk kegiatan usaha peternakan sapi (1) Pusat Desa :
6 - 12 liektar
(2) Kuburan
1 Ha
b. Bangunan kandang unluk penggemukan dan pengembangbiakan serta areal bermain bagi induk dan pejantan berada dilahan hijauan makanan ternak (Lalian Usaha I), c. Lahan Usaha I menyatu dengan lahan pekarangan ; d. Lahan Usaha 11 untuk kebun pakan dengan sistim potong dan angkut (cut and carry) ; e. Jarak rumah dengan pusat desa tidak lebih dari 2 (dua) kilometer; f. Jarak antar unit pemukiman transmigrasi tidak lebih dari 10 Km; g. Jarak rumah dengan badan jalan minimal 15 meter ; h. Sumber Air Bersih berada di lahan pekarangan . C. Standar bidang usaha peternakan sapi pedaging
1. Alternatif Model Pengembangan a. Bidang usaha peternakan sapi pedaging dengan model pembibitan sapi sebagai usaha pokok dan penggemukan sapi secara intensif sebagai usaha pendukung. 1) Pengembangbiakan sapi a) Jumlah ternak : 9 ekor sapi untuk pembibitan (8 bunting 3 - 5 bulan dan 1 ekor jantan)
ekor betina dalam keadaan
b) lenis sapi : Braliman Cross (impor dari negara Australia) c) Umur induk betina : 2 - 2,5 tahun d) Uniur pejantan : 2,5 - 3 taltttin e) Kandang untuk penggennikan dan kandang pengembangbiakan dibangun menjadi satu di lahan usaha I dengan bentuk kandang dua jajar dengan lorong di tengah. f) Ukuran kandang : 6 m x 11 m (66 m` ), terbagi menjadi (1) Sapi bibit induk : l sekat ukuran 2,5 x 5 m (2) Induk melalurkan : 2 sekat ukuran 2,5 x 1,60 m 2) Tanah Kas Desa siap olah : 10 Ha 3) Fasilitas pelayanan ternak (pos keswan, karantina dan holding ground : 5 - 10 Ha. 4) Lahan cadangan : minimum 20 % dari luas satuan permukiman .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
b. Lahan usalia untuk intiBapak Angkat/Pembina maksimum 20 % dari keseluruhan lahan plasma . 2. Tata Letak Alternatif I a. Sistem pendukuhan mengelompok dengan jumlah 32 kepala keluarga dengan jarak antar pendukuhan tidak lebih dari 1 Km; b. Jarak antar rumah dibatasi o1eh lahan pekarangan, c. Lahan Usaha 1 menyatu dengan Lahan Pekarangan, untuk kebun pakan dengan sistim potong dan angkin (cut and carrv) ; d. Bangunan kandang untuk penggemukan dan pengembangbiakan serta areal bermain (paddock) bagi induk dan pejantan berada di lalian Usalta 1; e. Lahan Usaha 11 seluas 32 Ha untuk 16 Kepala Keluarga disatukan dalam satu hamparan dan dikelola secara bersama oleh badan usaha/Koperasi Unit Desa; f. Jarak rumah dengan pusat desa tidak lebih dari 2 (dua) Km; g. Jarak antar Unit Penuikiman Transmigrasi tidak lebill dari 10 Km; h. Jarak nimah dengan badan jalan minimal 15 m; i . Sumber air bersih di lahan pekarangan . Didalam lalian yang dialokasikan tersebut, harus disiapkan lalian seluas 1(t % dari total luas areal untuk penanaman tanaman polion leguminosa (tree-legumes) . Tree-legumes menipakan pakan pendukung keberhasilan budidaya ternak sapi pedaging yang murah dan nuidah dikelola. Kebutuhan tree-legumes I (satu) ekor sapi sekitar 100 pohon, sehingga untuk 20 ekor sapi dewasa diperlukan 2 .000 polion @) 2 m'-. Dengan demikian diperlukan lalian seluas 4.000 m' untuk tree-legumes. Alternatif 11 a. Sistem pendukuhan mengelompok dengan jumlah 32 Kepala Keluarga yang terbagi menjadi 2 (dua) blok (1 blok 16 kepala keluarga) dengan jarak antar pendukungan tidak lebilt dari 1 Km; b. Jarak antar nimah dibatasi oleh Lahan Pekarangan; (1) Sapi penggentukan
: 4 sekat ukuran 2,5 x 1,23 m
(2) Pedet (umur 6 bulan)
: 4 sekat ukuran 1 x 1,25 m
(3) Sapi unnir 6 - 12 bulan : 1 sekat ukuran 2,5 x 3,20 m (4) Pejantan
: 1 sekat ukuran 2,5 x 2 m
1) Lorong ke samping dapat dimanfaatkan sebagai kandang jepit untuk IB atau pengobatan; a) Paddock (tempat) : 1 .00() m` (20 x 50)m per Kepala Keluarga melepas sapi . 42
SerninarWaaionalPetemakandan Yetenner4997
b) Pakan : 35 -40 Kgper-ekor,per= tari hajauan put~(rumputgajah atau =R put10la), ditambah dengan 7,5 - 10 Kg-daun tree 1egumes . 2) Penggemukan sapi a) Jumlah ternak : 4 ekor b) Jenis sapi : Brahman Cross (impor .dari negara Australia) c) Umur bakalan : 1,5 - 2 tahun d) Lama penggemukan : 3 bulan (1 taliun 3 x periode) c. Pola Ternak Sapi dengan model pengembangbiakan Sapi sebagai usaha pokok dengan intensifkasi lahan pekarangan dan budidaya ayam buras secara semi intensif sebagai usaha pendukung) 1) Pengembangbiakan sapi a) Jumlah ternak : 9 ekor sapi untuk pembibitan (8 ekor betina dalam keadaan bunting 3 - 5 bulan dan 1 ekor jantan) b) Jenis sapi : Brahman Cross (impor dari negara Australia) c) Umur induk betina : 2 - 2,5 tahun d) Umur pejantan : 2,5 - 3 talmn e) Kandang untuk penggemukan dan kandang pengembangbiakan dibangun menjadi satu di Lahan Usaha I dengan bentuk kandang dua jajar dengan lorong di tengah. f) Ukuran kandang : 6 m x 11 m (66 m2 ), terbagi menjadi (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Sapi bibit induk Induk melahirkan Sapi penggemukan Pedet (umur 6 bulan) Sapi umur (6 - 12 bulan) Pejantan
1 sekat ukuran 2,5 x 5 m 2 sekat ukuran 2,5 x 1,60 m 4 sekat ukuran 2,5 x 1,25 m 4 sekat ukuran 1 x 1,25 m 1 sekat ukuran 2,5 x 320 m 1 sekat ukuran 2,5 x 2 m. Lorong kesamping dapat dimanfaatkan sebagai kandang jepit untuk IB atau pengobatan ; g) Paddock (tempat) : 1000 m2 (20 x 50) m per kepala keluarga melepas sapi . h) Pakan : 35 - 40 Kg per ekor per hari hijauan rumput (rumput gajah atau rumput raja), ditambah dengan 7,5 - 10 Kg dawn tree-legumes . 3 . Perusahaan Inti a. Luas lahan yang dialokasikan untuk kegiatan inti tidak lebih 20 % dari luas lahan plasma ; b. Inti diberi kesempatan untuk melakukan usaha yang berkaitan dengan peternakan dan dapat memberikan manfaat bagi pemukiman transmigrasi pola ternak ; 43
Seminar Nasionat Pelernakan don Veteriner 1997
c. Inti hares menyediakan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pengolahan usaha peternakan secara menyelunih, seperti 1) Holding ground 2) Rumah Potong Hewan (RPH) bila memungkinkan 3) Pembinaan 4) Alat transportasi bagi keluar masuknya ternA. D. Kriteria Lokasi Ternak Domba 1). Lokasi Lokasi yang dipeninlukkan untuk pengembangan pola permukiman peternakan domba adalah lokasi yang memiliki - Lahan yang sesuai untuk tanaman lujauan makanan ternak domba - Tersedianya sumberdaya air yang cukup - Aksesibilitas yang mernadai ke pusat-pusat pasar . 2). Spesifikasi Ternak Domba - Jenis : domba ekor tipis - Berat : Jantan 20 - 25 Kg, Betina 18 - 20 Kg - Umur : Jantan 1,5 - 2,0 Tahen dan Betina 1,0 - 1,5 talum 3). Spesifikasi Pakan Pakan menipakan salah saw faktor penentu keberhasilan dalam usaha ternak domba . Adapun macam hijauan pakan ternak unggul yang ada diantaranya terdiri dari renimputan unggul sebagai makanan pokok clan tanaman-tanaman penguat sebagai konsentrat . Rumput yang akan direncanakan untuk ditanam adalali jenis Paspalum dilatatum. Sedangkan tanaman penguat adalah dari jenis Gamal, Kaliandra, Lamtoro dan lain-lain . Rumput ditanam dengan jarak 1 x 1 m, sedangkan tanaman penguat akan ditanam sebagai tanaman pagar lahan transmigran . 4). Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan yang akan diterapkan adalah sistem kandang yakni ternak domba dipelihara di dalam kandang (tidak digembalakan) . 5). Spesifikasi kandang - Konstniksi kayu dengan ukuran 60 in2 (panjang 15 m clan lebar 4 m) - Kontniksi panggung dengan tinggi lantai dari permukaan tanah sekurangkurangnya 0,50 m - Ruangan dalam kadang disekat-sekat dengan jarak antar sekat 5 m clan tinggi sekat 1 m 44
SeminarNa.sional Peternakan dan Veteriner 1997
6) .
Kriteria. Transmigran
- Petani peternak, terutama peternakan domba - Berpendidikan minimal tamat Sekolah Dasar - Memenuhi kriteria Departemen Transmgirasi clan PPH
DISKUSI Tjcppy D. Socd,jana (Tanggapan Umum) Seperti yang tercantum dalam GBHN 1993 tenting Trilogi Pcmbangunan yaitu PemerataanPertumbuhan-Stabilisasi, disebutkan bahwa aspek pemerataan ditempatkan sebagai prioritas utama dibanding pertumbuhan . Untuk itu program pengembangan ternak yang dilakukan oleh Departemen Transinigrasi telah sejalan dengan tujuan pembangiman nasional karena telah melibatkan para transmigran dalam junilah yang besar dengan tujuan mewujudkan pemerataan pendapatan, melalui usaha peternakan terutama pada saat usaha tanaman pangan clan usaha bercocok tanam tahunan lainnya belum dapat memberikan pengliasilan . Ditinjau dari berbagai faktor produksi, seperti lahan, kapital, dan tenaga kerja, program transmigrasi tersebut telah mampu memberikan kontribusi bagi penkembangan usalia peternakan melalui : (1) penyediaan lahan sebagai basis pakan hijauan terutama bagi ternak ruminansia, (2) penyediaan ternak bibit, biaya tunai serta berbagai pcralatan maupun dana operasional sebagai faktor kapital, clan (3) menyediakan secara langsung tenaga kerja petani beserta keluarganya untuk pengembangan dan fungsi pemcliharaan ternak, yang dalam jangka menengah tenaga kerja ternak juga dapat membantu mengembangan usaha tanaman pangan sebagai ternak kerja untuk pengolalian clan pcrsiapan lalian . Dukungan teknologi bagi pengembangan ternak di daerah transmigrasi memang mutlak diperlukan karena dua jenis teknologi dibidang pertanian selalu diperlukan, yaitu: 1) teknologi peningkatan produksi, dan 2) teknologi penghematan biaya . Teknologi peningkatan produksi diperlukan pada saat selunili sumberdaya clan faktor produksi seperti disebutkan diatas masih memiliki potensi clan ketersediaan yang berlimpah, seperti halnya di daerah transmigrasi. Namun demikian, beberapa teknologi yang sudah mantap dapat digunakan untuk peningkatan keuntungan melalui penerapan upaya penglicmatan biaya . Kedua pendckatan tersebut didasarkan kepada ketentuan bahwa keuntungan (fl) merupakan selisih dari pencemaan, yaitu produk dari harga (Py) dengan total produksi (Y), dengan total biaya, yaitu penjumlalian dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Dengan demikian, keuntungan usaha dapat dilakukan melalui penekanan biaya maupun peningkatan produksi sepanjang harga pasar dapat menjustifikasi kenaikan volume produksi tersebut . Beberapa pengalaman empiris dari sejumlah peneliti ekonomi pembangunan menjumpai baliwa para petani kecil yang miskin lahan, miskin kapital clan awam teknologi, pada umumnya tidak berupaya untuk memaksinuimkan keuntungan, tetapi mereka lebih mengliendaki memaksinuimkan kepuasan (utility) . Dengan demikian, kajian sosial budaya dari teknologi manapun mutlak diperlukan karena setiap teknologi harus memenuhi minimal tiga kriterian sebelum diterapkan olch para pemakai, yaitu : 1) layak secara teknis, 2) dapat diterima secara 45
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
sosial, dan 3) berpotensi memberikan keuntungan finansial . Untuk itu, pergembangan peternakan di
daerah
transmigrasi
yang
sangat
padat muatan
sosial
budayanya,
baik
bagi
masyarakat
pendatang maupun dalam interaksinya dengan penduduk asli, pendekatan keberhasilannya harus memperhatikan beberapa kaidali tersebut di atas .
Sesuatu yang sangat memberikan harapan bagi perkembangan ternak didaerah transmigrasi,
terlepas dari beberapa pertimbangan sosial-ekonomik tersebut, adalah adanya kenyataan bahwa : 1) ternak berperan sebagai sumber pendekatan sampingan,
sebagai cabang usaha maupun usaha
pokok bagi para transmigran, 2) ternak dapat meningkatkan kesuburan lahan disamping perannya sebagai sumber tenaga pengolah lahan, 3) ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba,
dapat menjadi penyangga kebutuhan daging nasional yang selama ini kebutuliannya semakin meningkat yang ditunjukkan oleh
semakin cepatnya
laju
maupun dalam bentuk daging.
peningkatan impor ternak
bakalan
Memperhatikan beberapa faktor produksi ternak vang berpotensi untuk dikembangkan di
daerah transmigrasi, pendekatan sistem agribisnis peternakan, yang terdiri dari subsistem input produksi
(lahan,
tenaga,
kapital .
teknologi),
subsistem
budidaya,
subsistem
pasca
panen/
agroindustri, subsistem pemasaran, dan subsistem kelembagaan pendukung dapat memberikan
jaminan
keberlangsungannya
kecuali
subsistem
pasca
panen.
Subsistem
ini
masih
dapat
dikembangkan dimasa mendatang apabila tuntutan pasar terhadap kualitas atau mutu produk sudah menjadi tuntutan pasar .
Tanya Jawab Sjamsul Bahri : Pola yang bagaimana yang berhasil
? Pernah dievaluasi
diketahui masalah dari pola yang terbaik.
apa belum? Agar
Wibowo : Evaluasi khusus ternak belum, baru menyeluruh . Saat ini motion pada Balitnak untukk mengevaluasi .
Model
yang
tepat
memang
menunggu
dari
Balitnak
monitoring). Ismeth Inounu
(kembangkan
sistem
: Banyak usaha Dirjen Transmigrasi, tapi banyak titik lemah, diantaranya
kandang bersama, transmigran tidak suka ternak. Bagaimana jika dibuat usaha ternak skala ribuan . Transmigran sebagai pemegang sallam, pengelola oleh tenaga profesional usaha ternak di kawasan transmigrasi . Kelemahan dari pemerintali adalah apresiasinya pada ternak bibit sangal rendah. Wibowo : Lokasi tidak mudah memiflinya ? Makanya coba saja agar diketahui bisa berhasil atau
tidak. Kawasan ternak boleh juga dicoba . Akan tetapi dapatkah diperoleh lokasi tersebut ? 100 ekoi itu yang ideal, hanya mencari 1000 kepala keluarga (KK) itu sulit ? Pasar dan manajemer
bagaimana ? Transmigran tidak masalah hanya pegang saham. Persoalan dana, memaksa kit2 untuk harus bekerjasama dengan investor . Jafrinur : Perlu dicari model pergembangan usaha ternak di daerah tranmigrasi. Pertimbangae
biaya hidup transmigran pola 1 :3, maka transmigran yang ketiga mendapat sapi pada tahun ke-3, Disarankan setiap KK Transmigran diberi
sejak awal
diberi sapi
paket penyuluhan
disamping ayam ; ini sekaligus sebagai modal
sebelum dilokalisasi . Jadi
disesuaikan dengan lokasi, SDM clan paketnya jangan universal.
46
paket teknologi dan
SDN
Seminar Nasional Perernakan dan Veteriner 1997
Wibowo : Pola 1 :3 itu sama dengan diversifikasi, bukan pola ternak, mereka diberi biaya hidup per tahun. Definisi/pengertian awal sama dengan setelah lahan disediakan. Dari segi dana sulit 1 KK memperoleh 1 ekor sapi, Ditjen belum mampu . Transmigran sebelum berangkat diberikan penyuluhan, ditanya maunya apa? Ada yang menganggap sapi merupakan beban, ada yang bawa pulang sapi ke kampung . Sifat mentalitas ini sulit diatasi, latar belakang bisa diperbaiki. Bambang Sudaryanto : Saran, kalau kerjasama dengan swasta, tidak ada masalah harga. Ternak minimal 15 kg. Ternak sebaiknya dikarantina dulu : Alat angkut sebaiknya truck engkle yang memuat 80 ekor. Dalam perjalanan ternak diberi makan . Disediakan obat untuk penyakit mata yang sering dialami .