Drs. Tamrin, M.Si
Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Andalas 2012
Kajian pembangunan negara-negara berkembang sudah muncul sejak sebelum Perang Dunia II, tetapi masih terbatas dalam wilayah kajian antropologi dan filsafat sosial. Selanjutnya kajian ini berkembang tahun 1950an dan 1960an seiring dengan lahirnya pendekatan sistem dalam ilmu politik dan studi perbandingan sistem, serta penggunaan statistik untuk mengukur data-data hasil pembangunan Minat untuk mempelajari pembangunan politik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah negara baru yang muncul setelah selesainya Perang Dunia II, negara tersebut memiliki sistem politik yang berbeda dari negara Barat serta bisa membantu mereka dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk membantu negara ini.
Dari latar belakang perkembangan pembangunan politik sebagai kajian disiplin ilmu, maka pembangunan politik dapat diartikan beragam. Pembangunan politik dapat dilihat sebagai dampak pembangtunan ekonomi atau sosial maupun sebaliknya pembangunan politik merupakan penyebab dari pembangunan ekonomi atau sosial itu sendiri. Dari hubungan pembangunan politik dengan pembangunan lainnya, maka pembangunan politik dapat dilihat sebagai variable bebas atau variabel tergantung dari pembanguna sosial maupun ekonomi. Dari keragaman pengertian pembangunan politik, tersebut maka Lucyan W Pye mernegmukakan terdapat 10 buah konsep yang digunakan dalam menjelaskan pengertian pembangunan politik berdasarkan., diantaranya; (1). Pembangunan politik sebagai prasyarat politik terhadap pembangunan ekonomi,; (2). Pembangunan politik sebagai kehidupan politik khas masyarakat industri.; (3). Pembangunan politik sebagai modernisasi politik,; (4). Pembangunan politik sebagai operasi negara kebangsaan,; (5). Pembangunan politik sebagai pembangunan administrasi dan hukum, (6). Pembangunan politik sebagai mobilisasi massa dan partisipasi, ; (7). Pembangunan politik sebagai pembinaan demokrasi, (8). Pembangunan politik sebagai statbilitas dan perubahan yang teratur,;(9). Pembangunan politik sebagai mobilisasi dan kekuasaan; (10) Pembangunan politik sebagai salah satu aspek perubahan sosial multidimensional.
Pembangunan politik merupakan bagian perubahan politik yang direncanakan, menyangkut berbagai perspektif perubahan yang ada, baik perspektif determinatif/revolusioner, normatif/perskriptif maupun perspektif deskriptif/analitis Kajian pembangunan politik melibatkan pendekatan sistem, perubahan politik, serta teroi modernisasi. Penggunaan teori modernisasi dalam kajian pembangunan politik adalah untuk menjelaskan perubahan sistem politik melalui berbagai variabel yang terkait dengan perubahan tersebut.
Pendekatan sistem merupakan faktor penunjang kajian pembangunan politik, diantara konsep penting yang digunakan adalah sistem, struktur, legitimasi, input, ouput, umpan balik (feedback), lingkungan equilibrium Penjelasan terhadap perubahan politik terjadi pada saat adanya perubahan input politik, input ini dapat berbentuk tuntutan dan dukungan politik yang diperoleh dari masyarakat dalam negeri, tokoh politik maupun lingkungan internasional. Perubahan input ini bisa dijelaskan dari output dalam bentuk transaksi politik, terdiri dari : (1). Ekstraksi,; (2). Kemampuan mengatur tingkahlaku (regulasi),: (3). Pengalokasian barang da jasa,; (4). Output simbolik
Terdapat istilah tantangan, prasyarat, hambatan dan persoalan untuk menggambarkan bebrapa krisis pembangunan politik, krisis ini merupakan dampak modernisasi yang melairkan tidak seiramanya kecepatan perubahan dengan proses pelembagaan politik. Krisis pembangunan politik tersebut, diantaranya krisis identitas, krisis integrasi, krisis penetrasi, krisis partisipasi,, krisis distribusi. Beberapa bentuk krisisi ini merupakan bentuk krisis legitimasi politik dari dalam negeri dalam negara-negara berkembangt
Pembangunan politik melibatkan nperubahan multimensional antara aspek khidupan sosial, ekonomi dan politik, perubahan ekonomi memiliki dampak sosial yang selanjutnya mempengruhi perubahan politik. Teori modernisasi mempelajari bentuk perubahan multimensional tersebut, salah satu teori tersebut teori tahap-tahap pembangunan politik yang dikemukakan oleh JFR Organksi. Dari beberapa tahap pembangunan yang terjadi maka peranan pemerintah berada dalam proses mobilisasi sumberdaya secara efekstif dan efisien untuk mencapai tujuan pembangunan nasional jangka panjang melalui tahap-tahap yang ditentukan. Beberapa tahap pembangunan tersebut, diantaranya;yahap unifikasi sederhana, tahap pembangunan masyarakat industri, tahap mencapai pembangunan yang merata, dan tahap otomatisasi. Pemerintah memiliki peran-peran tertentu dalam masaing-masing tahap ini.
Keseimbangan (ekuilibrium) yang menjadi prinsip pendekatan sistempolitik tidak membuka raung terhadap perubahan, perubahan merupakan bentuk lain dari pengertian politik. Teori modernisasi politik yang dikemukakan oleh David E Apter menawarkan sebuah konsep perubahan dalam sistem politik melalui nilai-nilai dan ideologi yang masuk dari luar lingkungan sistem politik tersebut. Nilai dan ideologi yang ditawarkan oleh Apter sebagai faktor pendorong perubahan sistem politik berangkai dari nilai-nilai kesempurnaan yang didorong oleh pengetahuan dan teknologi. Inovasi yang dilakukan dalam sektor ekonomi dalam bidang pengatahuan dan teknollogi bisa mendorong perubahan-perubahan sosial yang memungkinkan lahirnya struktur sosial yang mengakomodasi tuntutan inovasi ilmu pengetahuan tersebut, differensiasi struktur sosial yang lahir dari berbagai kekuatan ekonomi masyarakat dalam industrilisasi memungkinkan lahirnya bentuk kewenangan liberatarian sekuler yang menjanjikan nilai-nilai kesempurnaan. Kewenangan libertarian sekuler ini memiliki ciri tawar menawar politik atau masuknya unsur pasar dalam politik, model kewenangan ini bisa menggantikan bentuk kewenangan mobilitas sakral sebagai bentuk agama politik yang memiliki ciri ketaaan berlebihan kepada pemimpin atau kolektif partai. Dalam hal ini, Apter membedakan antara pengertian pembangunan, modernisasi, dan industriliasi. Modernisasi merupakan sebuah kasus khusus pembangunan.l
Teori perubahan politik merupakan bagian dari teori sistem umum, dari teori umum berkembang menjadi teori perbandingan politik sistem modern dan tradisional, perhatiannya pada awalnya kepada proses-proses sejarah, bergeser kepada prinsip konsep-konsep yang digunakan dalam pembangunan politik, kemudian naik lagi menjadi abstraksi tinggi tentang teori-teori umum perubahan politik. Salah satu kelemahan pendekatan perubahan dalam pembangunan politik adalah terlalu menekankan kepada arah perubahan, tetapi kurang memperhatikan obyek perubahan itu sendiri. Huntington memperbaiki teori perubahan politik melalui cara identifikasi komponen-kompoen yang mengalami perubahan dalam sistem politik, lahu perubahan tersebut, serta pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan yang terjadi dalam komponen-komponen sistem politik lainnya. Huntington mengidentifikasi beberapa komponen sistem politik yang mengalami perubahan, diantaranya; kultur, struktur, kelompok, kepemimpinan dan kebijaksanaan. Kelima komponen ini mengalami perubahan, tetapi kecepatan perubahan pada masing-masing komponen berbeda dari suatu sistem politik dengan sistem politik lainnya. Perbedaan laju perubahan ini ditentukan oleh skala prioritas perubahan yang diinginkan. Dari proses identifikasi komponen yang mengalami perubahan, laju perubahan dan pengaruh perubahan terhadap perubahan komponen lainnya, maka dapat diketahui bentuk perubahan sistem politik apakah berada dalam kategori stabilitas, stagnan, instabilitas (ketidaksabilan politik) atau revolusi.
Pendekatan peralihaan dari teori statis menjadi dinamis teori perubahan politik diantaranya dikemukakan oleh Huntington (1968). Menurutnya, pembangunan ekonomi yang lahir dari proses modernisasi melahirkan dampak terhadap lembaga politik, pembangunan lembaga politik tidak berkaitan dengan modernisasi ekonomi. Tetapi, justru sebaliknya pembangunan lembaga politik merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan melalui sarana untuk menahan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh proses modernisasi tersebut. Tuntutan peluasan partisipasi ini jika tidak diimbangi oleh pelembagaan politik yang kuat, maka akan melahirkan peluruhan politik. Sementara, perluasan partisipasi politik muncul dari akibat dari proses mobilisasi politik terhadap frustrasi sosial yang muncul dari kesempatan ekonomi dibandingkan dengan mobilitas sosial yang muncul dari proses modernisasi tersebut Upaya dalam mencapai tujuan pembangunan dicapai melalui pembentukan stabilitas melalui pelembagaan politik yang kuat yang dilakukan melalui pembatasan terhadap masuknya kelompok baru ke dalam rekruitmen politik, pembatasan mass media serta jenjang pendidikan yang lebih tinggi sebagai model konservatif, dibandingkan daripada model dialektikal antara tuntutan dan kapasitas yang terjadi dalam mengimbangi tuntutan yang lahir sebagai akibat pembangunan dari politik Upaya untuk membentuk lembaga politik yang kuat Kemudian, hubungan antara dampak ekonomi dan sosial terhadap pelembagaan politik diuji oleh Huntington dan Nelson melalui hubungan antara pembangtunan ekonomi dengan demokrasi, dalam hubungan tersebut ditemukan tidak ada demokrasi politik yang bisa dilahirkan dari proses pembangunan yang dimulai dari tujuan pembangunan ekonomi. Karenanya, proses pembangunan lebih membutuhkan lembaga politik yang kuat dan bisa menahan tuntutan perluasan partisipasi politik yang lahir dari dampak sosial dan ekonomi modernisasi.
Lembaga politik dihasilkan dari interaksi yang harmonis antara usaha sadaryang dilakukan manusia dengan eksistensi budaya yang ada Dari pengertian ini, maka dua komponen yang penting untuk dipertimbangkan dalam pembangunan lembaga politik adalah faktor psikologis yang berhubungan dengan pola budaya serta kemampuan untuk membangun lembaga politik tersebut. Dalam pembangunan lembaga politik terdapat dua kepentingan yang berbeda antara kepentingan bangsa sebagai hasil perjalanan historis jangka panjang dengan kepentingan pembangunan organisasi politik yang berjalan secara perlahan dalam rentang waktu yang panjang. Kecepatan mobilitas sosial dari komponen bangsa bisa mengancam pelembagaan politik, dan sebaliknya proses pelembagaan politik bisa menghambat mobilitas sosial masyarakat (bangsa). Terdapat dua strtaegi pembangunan lembaga politik, diantaranya;(1)strategi melalui usaha memperlambat mobilitas sosial dalam masyarakat; (2) strategi melalui jalur dalam lembagta politik itu sendiri.
Seleksi adalah sebuah proses dimana semua persyaratan yang diperlukan untuk peranan politik dapat diwujudkan, proses tersebut berlangsung baik dalam jabatan politik maupun administratif. Sementara itu, pengertian pembangunan jika dikaitkan dengan proses integrasi tokoh politik ini adalah sebagai suatu kebijaksanaan pengasimilasian setiap nilai-nilai baru menuju kepada kemampuan yang mandiri untuk dapat bertahan dan berkembang secara wajar. Di negara-negara baru berkembang, tokoh tokoh pembaharu memiliki peran ganda dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, mereka berperan ganda dalam menjaga dua kutub antara dorong untuk melakukan perubahan dengan tuntutan untuk memelihara kelestarian niali-nilai traidisonal. Pelaksanaan dua peran ini ditentukan oleh dua faktor, diantaranya,; (1) tingkat perubahan, (2). metode perubahan yang digunakan. Dalam mengukur tingkat perubahan, terdapat beberapa upaya memelihara terdiri dengan melaksanakan perubahan . Perbandingan penilaian terhadap proses pengangkatan tokoh politik dalam pembangunan politik dapat dilakukan melalui penetapan indikator penelitian melalui persoalan dilematis pengerahan tenaga dalam pembangunan Untuk menjelaskan nilai politik dan penyebaran kekuasaan dalam pembangunan politik dapat dilihat dari pengangkaktan tokoh-tokoh politik, pengangkatan ini dapat dilihat sebagai akibat maupun sebagai akibat. Pengangkatan politik sebagai akibat menggambarkan sistem nilai dalam masyarakatSebagai akibat, maka pola dan sistem pengangkatan tokoh-tokoh politik akan menentukan partisipasi politik dan kesempatan untuk memperoleh status.
Crii birokrasi adalah ketegangan antara dua kutub, antara upaya penemuan pola-pola baru serta tuntutan melestarikan nilai-nilai tradisional kuno. Birokrasi berada dalam dua kondisi yang berbeda antara ikatan komunalisme dengan modernisasi, pada satu sisi mereka diharapkan kepada upaya untuk melakukan pembaruan serta menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat modern, sementara itu pada sisi lain mereka diharuskan melaksanakan kewajiban mereka melaksanakan tradisi masyarakat. Dua posisi yang berbeda ini menempatkan mereka sebagai agen pembaruan, serta berperan penting dalam melaksanakan integrasi bangsa Dalam melakukan peranan integrasi bangsa tersebut, birokrasi dijadikan sebagai model maupun sebagai alat. Birokrasi menjadi sarana dalam perubahan sosial dan ekonomi masyarakat dalam proses modernisasi, sedangkan sebagai model merupakan tujuan akhir dari mobilitas karir dalam sistem politik yang berjalan normal Upaya untuk memperbaiki kerangka kerja birokrasi tersebut, memelukan beberapa pertimbangan, diantaranya; masalah kebudayaan politik,tampinya faktor etika serta perluasan aktifitas negara dan persiapan terhadap pembentukan lembaga baru
Terdapat dua kebutuhan dalam masyarakat negara berkembang yang bertolak belakang, diantaranya kebutuha untuk “diperhtungkan” keberadaan dirinya serta kebutuhan terhadap sebuah negara modern yang efisien dan dinamis. Persoalan politik di negara berkembang adalah mensejajarkan tuntutan dua kebutuhan tersebut, agar berjalan selaras. Sementara, kedua kebutuhan tersebut bisa menjelaskan perbedaan antara “bangsa” (nation), kebangsaan (nationality) dan nasionalisme. Beberapa penyebab kegoncangan primordial yang mungkin muncul sendiri atau bersamaan, diantaranya. Pertama, hubungan darah (suku), Kedua, jenis bangsa (ras). Ketiga, Bahasa. Keempat, daerah. Kelima, agama. Keenam, Kebiasaan. konflik ikatan primordial dapat dibedakan, diantaranya. Pertama, konflik ikatan-ikatan yang terjadi dalam sebuah negara kebangsaan . Kedua, konflik ikatan-ikatan yang terjadi di antara dua negara kebangsaan. Perbedaan ini bisa memberikan pengertian bahwa pengelompokan suku, ras, agama, bahasa, daerah, dan kebiasaan tersebut lebih kecil dari negara kebangsaan, serta yang lainnya pengelompokan tersebeut berlaku di antara dua negara kebangsaaan atau territorial. Terdapat tipologi pola keanekaragaman primordial di negara berkembang, diantaranya. Pertama, Pola umum sederhana yang menggambarkan adanya kelompok dominan berhadapan dengan kelompok minoritas yang mengganggu. Kedua, pola ini lebih rumit dari pola pertama dimana terdapat kelompok sentral dalam pengertian geografis atau politis berhadapan dengan beberapa kelompok menengah yang menentang, seperti konflik Jawa dengan luas Jawa di Indonesia. Ketiga, pola dua kutub yang terdiri dari kelompok besar yang berhadapan secara berimbang disebabkan oleh tidak adanya homogenitas internal dalam negeri, seperti suku Melayu dan Cina di Malaysia Sunni dengan Shiah di Irak. Keempat, pola yang menggambarkan urutan kepentingan yang hampir sama, tanpa adanya pihak yang dominan atau perbedaaan yang jelas, seperti di Filipina, India, Kelima, perpecahan sederhana berdasarkan pembagian etnnis yang terdiri dari banyak kelompok kecil, seperti yang terjadi di Afrika.
Banyak pengertian tentang integrasi politik, keragaman konsep inetgrasi politik menempatkan integrasi nasional lebih dikenal daripada integrasi politik. Salah satu pengertian integrasi politik dikemukakan oleh Carl G Rosberg dan James J. Colemann yang menempatkan integrasi politik bagian dari integrasi nasional, integrasi nasional mengandung dua dimensi, diantaranya dimensi vertical dalam bentuk hubungan elit dengan massa dan dimensi horizontal (territorial). Integrasi politik berada pada dimensi vertikal. Weiner berusaha menjelaskan pengertian integrasi berdasarkan persoalanpersoaalan yang melahirkan integrasi. Perspektif yang digunakan oleh Weiner adalah dari atas sistem politik, dimana integrasi nasional bisa dibentuk jika perbedaan-perbedaan masyarakat dapat disatukan melalui strtegi asimilasi atau bineka tunggal ika (persamaan dalam keanekargaman). Sementara itu, Nazaruddin Syamsuddin lebih menyukai istilah Integrasi politik daripada 9integrasi nasional. Integrasi politik tidak hanya menyangkut tujuan, seperti pendapat Casber dan Colemen, tetapi juga meloibatkan proses serta yang berpengaruh terhadap proses tersebut. Karenanya, dalam kajian integrasi politik di Indonesia melibatkan berbagai faktor, diantaranya faktor komunikasi sosial (Deutsch) , ekonomi (schmidt), faktor golongan (Feith), faktor etnisitas (liddle) yang berpengaruh terhadap persoalan integrasi nasional di Indonesia.