Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : Tanggal : DRAFT PEDOMAN KENDALI MUTU PERALATAN RADIOLOGI
I.
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelayanan radiologi merupakan pelayanan yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit. Pengendalian mutu adalah salah satu proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan, hasil uji, dilakukan segera setelah terjadi pemeriksaan sehingga mutu pelayanan radiologi dapat ditingkatkan. Kegiatan perbaikan dapat dilakukan dengan tahapan identifikasi masalah, analisis penyebab dan pemilihan pelaksanaan tindakan perbaikan. Mutu pelayanan kesehatan utamanya pelayanan radiologi yang diselenggarakan oleh berbagai sarana pelayanan kesehatan pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta belum merata dan belum sepenuhnya pelayanan sesuai apa yang diharapkan. Kendali mutu (Quality Control) radiologi diharapkan akan dapat mengendalikan persoalan yang berkaitan dengan kualitas gambar dan eksposi yang diterima pasien. Dengan adanya pedoman kriteria kualitas yang dapat diterapkan dalam satu fasilitas pelayanan, maka kualitas gambar ataupun dosis pasien dapat diukur atau dibandingkan dengan ukuran yang ada pada pedoman, sehingga ini adalah satu bentuk pendekatan dengan dasar yang kuat dalam rangka menjaga kinerja fasilitas pelayanan radiologi diagnostik melalui program kendali mutu. Radiologi berkembang sebagai subspesialisasi dalam ilmu kedokteran sejak awal abad 19 dengan ditemukannya sinar X oleh Wilhelm Conrad Rontgen. Selama 50 tahun perkembangan radiologi adalah membuat film dari sinar X yang menembus objek yaitu dengan menggunakan kaset. Di Indonesia, penggunaan alat rontgen sudah lama yaitu sejak 1898 oleh tentara Belanda di Aceh dan Lombok. Kemudian alat rontgen digunakan di RS militer dan pendidikan. Orang Indonesia pertama yang menggunakan alat rontgen adalah RM Notokworo yang lulus dari Universitas Leiden, Belanda. Pada tahun 1939, Prof WZ Johanes mendapatkan brevet ahli radiologi dari STOVIA. Beliau dianggap sebagai Bapak Radiologi Indonesia karena mendidik ahli radiologi Indonesia antara lain Prof GA Siwabessy dan Prof Syahriar Rasyad. (Rasyad, S. 1988) Penemuan kontras oral dan injeksi pada tahun 1908-1912, membuat dokter bisa melihat organ seperti kolon, gaster dan vaskuler. Sejak tahun 1960 ultrasonografi dikembangkan dengan prinsip sonar, yaitu menggunakan gelombang suara untuk memeriksa organ tubuh. Sejak saat itu ditemukan perkembangan yang pesat dari mulai organ superfisial, vaskuler serta organ dalam. Teknik imejing digital kemudian mulai dikembangkan sejak ditemukannya CT scan (Computed Tomography) oleh Godfrey Hounsfield tahun
1
1970. Teknik imejing digital ini menggunakan komputer sebagai pengolah data dan direkonstruksi kembali. Teknik imejing digital berkembang dengan sangat cepat, mulai dari single slice sampai multislice. Teknik imejing digital sangat menolong para klinikus dan ahli bedah karena dapat merekonstruksi organ seperti vaskuler, kolon, tulang dan potongan multidimensi. Keuntungan teknik imejing digital antara lain, dapat mengurangi dosis radiasi, menghasilkan imejing yang sangat tajam resolusinya karena dapat dimanipulasi dengan komputer, dapat dikirim dalam jaringan komputer yang tersedia, serta dapat disimpan dalam bentuk CD/DVD/HD sehingga lebih tahan lama. Penelitian tentang MRI (Magnetic Resonance Imaging) sudah dimulai sejak tahun 1950. Alat MRI pertama baru dipergunakan tahun 1980. Prinsip MRI adalah menggunakan medan magnet dan resonansi gelombang radio. Alat ini berkembang pesat sejak 1984 ke seluruh dunia. Penggunaan nuklir sebagai diagnostik dan pengobatan di Indonesia dimulai sejak tahun 1971 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, kemudian berkembang di Yogyakarta, Semarang, dan kota-kota lain. Sejak tahun 1975 mulai dikembangkan teknologi PET Scan dimana teknik ini menggunakan positron yang dihasilkan oleh siklotron untuk mendeteksi metabolisme di dalam tumor. PET scan menggunakan alat lain yaitu CT untuk mapping dari organ tubuh. Kegunaan PET scan antara lain dapat mendeteksi tumor, untuk rencana tindak lanjut terapi dan untuk menentukan derajat kanker. Sejalan dengan perkembangan teknik imejing digital, berkembang pula teknik Digital Radiografi (DR). Perkembangan DR sangat cepat dan memacu perkembangan sistem Teleradiologi-PACS (Picture Archiving Communication System). Sistem Teleradiologi-PACS menguntungkan karena dapat membantu pelayanan radiologi di daerah terpencil mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan dan jumlah ahli radiologi yang belum mencukupi. B. DASAR HUKUM 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1997 tentang Tenaga Kesehatan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion 6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 780/Menkes/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi 8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan C. TUJUAN Tujuan Umum : Meningkatkan mutu pelayanan radiologi yang diselenggarakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.
2
Tujuan Khusus : 1. Sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan radiologi secara sistematik dan terarah. 2. Sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan kendali mutu peralatan radiologi. 3. Meningkatkan kinerja pelayanan radiologi. D. SASARAN 1. Rumah Sakit. 2. Puskesmas tanpa atau dengan perawatan. 3. Balai Kesehatan Paru Masyarakat . 4. Praktek Perorangan/berkelompok dokter spesialis/dokter gigi spesialis. 5. Balai Besar Laboratorium Kesehatan/Balai Laboratorium Kesehatan. 6. Laboratorium Kesehatan Swasta. 7. Klinik Medical Check Up. 8. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya sesuai dengan Ketetapan Menteri Kesehatan. E. PENGERTIAN 1. Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi pengion, dan non-pengion, serta radiologi intervensi, untuk diagnosis dan terapi, antara lain teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar X, radioaktif, ultrasonografi, radiasi radio frekuensi elektromagnetik, intervensi vaskuler dan non-vaskuler. 2. Kendali mutu (Quality Control) radiologi adalah bagian dari jaminan mutu radiologi yang langsung berkaitan dengan pengukuran – pengukuran secara fisika dari kinerja fasilitas dan tidak secara langsung berhubungan dengan kualitas gambar yang diharapkan.
II.
MANAJEMEN MUTU PERALATAN RADIOLOGI A. DEFINISI MANAJEMEN MUTU Sebuah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang luas, di dalamnya terdapat jaminan mutu (Quality Assurance), peningkatan kualitas yang dilakukan melalui lewat sebuah program untuk melaksanakan serta mengevaluasi sebuah Mutu (Quality Control) dengan menggunakan berbagai metodologi dan teknik yang dilakukan secara berkesinambungan. B. TUJUAN MANAJEMEN MUTU Manajemen mutu bertujuan untuk menghasilkan suatu pencitraan diagnostik dengan mutu terbaik, nilai klinis yang akurat, radiasi minimal dan aman untuk semua pihak yang terlibat.
3
C. MANFAAT MANAJEMEN MUTU Mendapatkan optimalisasi peralatan, sumber daya manusia (SDM), efisiensi biaya dan mutu pelayanan. D. RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU Ruang lingkup manajemen mutu dijabarkan dalam program kendali mutu yang meliputi pengujian kinerja : 1. Acceptance Test (alat “baru” sebelum digunakan) dilakukan oleh vendor dan fisikawan medik dari pengguna. 2. Comissioning Test (uji coba kesesuaian untuk tes fungsi/uji fungsi) dilakukan oleh BPFK dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. 3. Monitoring Test (daily, weekly, monthly/semi annual, annual) : alat yang khusus terhadap “alat setelah digunakan selang kurun waktu tertentu”, dilakukan oleh : a. Daily/weekly : radiografer, fisikawan medik, dokter spesialis radiologi dari pengguna. b. Monthly/Semi annual : Fisikawan medik dari pengguna c. Annual : dilakukan oleh BPFK dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. 4. After Repair/Replacement Test (setelah perbaikan) alat yang sedang mengalami malfungsi atau tidak bekerja sebagaimana spesifikasinya, dilakukan oleh vendor, fisikawan medik pengguna, BPFK dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. E. PRINSIP DASAR MANAJEMEN MUTU Kegiatan manajemen mutu pada dasarnya terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengendalian. Komponen yang harus ada dalam prinsip dasar manajemen mutu adalah : 1. Komite jaminan mutu 2. Kebijakan manajemen 3. Standar mutu citra 4. Petunjuk penggunaan 5. Audit mutu 6. Pertanggungjawaban 7. Spesifikasi pembelian 8. Pengawasan dan pemeliharaan peralatan 9. Evaluasi pencatatan 10. Pelatihan untuk sumber daya manusia 11. Peninjauan kembali Hasil kendali mutu peralatan radiologi dilaporkan kepada Tim Manajemen Mutu, sesuai dengan peraturan yang berlaku di masing-masing rumah sakit. Langkah-langkah kegiatan manajemen mutu : 1. Penentuan Kebijakan 2. Pembentukan Tim jaminan mutu yang terdiri dari : a. Dokter spesialis Radiologi konsultan Intervensi b. Radiografer
4
c. Petugas proteksi radiasi / Fisika medik d. Perawat e. Teknisi alat. f. Petugas administrasi 3. Spesifikasi alat saat pembelian 4. Prosedur tetap operasional alat 5. Prosedur tetap bila ada kerusakan emergency pada alat 6. Audit mutu peralatan radiologi intervensional (diagnostik – terapi) 7. Pencatatan, Pemeliharaan dan pengawasan mutu citra 8. Pencatatan, Pemeliharaan dan pengawasan alat maupun keluaran radiasi. 9. Monitoring dosis paparan radiasi pada pasien 10. Monitoring dosis paparan radiasi pada pekerja radiologi intervensional 11. Pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja yang terjadi 12. Pelatihan berkala pada petugas yang bekerja di ruang radiologi intervensional 13. Evaluasi untuk perencanaan tindakan selanjutnya F. TINGKAT PROGRAM KENDALI MUTU Tingkat program kendali mutu : Tingkat 1 : Non-invasif, sederhana. Program pengujian kinerja alat. Bersifat sederhana dan tidak menyangkut perbaikan Dapat dikerjakan oleh radiografer Tingkat 2 : Non-invasif, kompleks. - Bersifat lebih kompleks tetapi belum menyangkut perbaikan. - Sebaiknya dikerjakan oleh radiografer bersertifikasi dalam prosedur kendali mutu. - Peralatan uji yang dipakai lebih canggih seperti : Multifunctional meters, atau Computerized Multifunction Unit. Tingkat 3 : Invasif, kompleks - Bersifat sangat kompleks, sudah menyangkut perbaikan atau koreksi vital maupun kalibrasi. - Normalnya dikerjakan oleh tenaga berkualifikasi sarjana teknik … (elektro medik???) atau fisikawan medis.
III. PROGRAM KENDALI MUTU PERALATAN IMEJING RADIOLOGI MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) A. PANDUAN QC–QA MODALITAS MRI Dalam melakukan program kendali mutu pada modalitas radiologi magnetic resonance imaging, maka pola pikir yang harus ditanamkan adalah besarnya investasi yang dikeluarkan untuk instalasinya. Sehingga apabila investasi sebesar itu tidak dibarengi dengan system kelola mutu yang baik, maka akan membawa dampak ekonomi yang sangat besar. Dengan semakin maraknya pemeriksaan medis yang membutuhkan diagnosis melalui modalitas magnetic resonance imaging. Maka semakin perlu juga
5
dilakukan kendali mutu dari modalitas ini. Sayangnya masih banyak rumah sakit yang dilengkapi dengan alat ini melakukan program kendali mutunya hanya melalui skema after sales service. Sehingga alat QC (kendali mutu) dan prosedur QA (jaminan mutu) tidak sepenuhnya dilakukan oleh Fisikawan Medis. Dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan, maka perlu dilaksanakan QC untuk modalitas ini agar pencapaian kerja bagian radiologi semakin meningkat. Yang perlu juga dibangun dalam program QC dan QA modalitas ini adalah diskusi berkelanjutan dari semua pekerja radiologi (Dokter Spesialis Radiologi, Fisikawan Medis, Radiografer, vendor alat) dalam upaya mengoptimalkan fungsifungsi yang terdapat pada alat agar pemanfaatannya dapat berguna untuk diagnosis pasien. Sehingga secara makro atau nasional bisa membangun sistem pelayanan radiologi diagnostik yang komprehensif. Terdapat beberapa panduan yang harus diperhatikan pada pelaksanaan program QC-QA MRI. Seringkali dalam pembelian alat, pihak rumah sakit kurang berdiskusi secara mendalam dengan vendor mengenai spesifikasi alat yang akan dibeli. Factor lainnya adalah pembelian alat tidak terintegrasi dengan rencana pengembangan pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, apabila modalitas ini akan atau telah dipasang, maka panduan pelayanannya di rancang agar : 1. Pemilihan alat dilakukan yang sesuai dengan kebutuhan setempat (ada dua tipe MRI, doughnuts dan sandwich). 2. Tempat instalasi alat mempunyai ruangan yang memadai (luas). 3. Pemasangan alat dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan trampil. 4. Ada jaminan bahwa alat yang telah dipasang dapat beroperasi dengan baik. 5. Ada jaminan bahwa performa alat dapat terpelihara dan terjaga dalam waktu yang lama. 6. Terdapat protokol pemeriksaan yang tepat dan memadai untuk mengoperasikan alat tersebut. 7. Citra hasilnya mampu untuk menegakkan diagnosis secara akurat. B. JAMINAN MUTU MODALITAS MRI 1. Jaminan Mutu adalah konsep yang komprehensif yang terdiri dari semua aspek praktek manajemen dan teknis untuk menjamin kualitas pelayanan MRI. Kegiatan ini diarahkan agar setiap langkah dan tahapan kerja yang dilakukan dapat menghasilkan suatu keadaan yang menunjang program kerja departemen radiologi. Aspek psikologi yang hendak ditanamkan pada jaminan mutu, paling tidak mencakup hal-hal di bawah ini : a. Prosedur pencitraan sangat diperlukan dan pilihan penggunaannya adalah yang dianggap paling tepat untuk masalah klinis atau penelitian yang hendak dipecahkan atau dilakukan; b. Citra hasil yang didapatkan mampu memenuhi standar kualitas yang sudah ditentukan; c. Citra hasil dapat diinterpretasikan/dibaca dengan benar dan dapat segera dikirimkan/diketahui hasilnya oleh dokter pengirim; d. Proses pencitraan harus dilakukan dengan risiko, biaya dan ketidaknyamanan serendah mungkin kepada pasien.
6
2. Kendali mutu adalah komponen teknis yang terkait dan terintegrasi dengan program penjaminan mutu pelayanan radiologi. Terdapat enam langkah yang harus dilakukan ketika kita hendak melakukan program kendali mutu. Tahapan ini berisi tentang target dan perosedur kerja yang diarahkan agar bisa menunjang keberhasilan program pelayanan radiologi. Tingkat keberhasilan pada satu tahapan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pada tahapan lainnya. Dan pada akhirnya akan berpengaruh kepada program penjaminan mutu secara keseluruhan. Oleh karena itu keenam tahapan tersebut harus benar dilakukan dan tepat dihasilkan. a. Memilih peralatan yang sesuai untuk setiap prosedur kendali mutu yang akan kita lakukan. Kesalahan memilih, bisa berakibat pada kesalahan metode yang diterapkan dan ketepatan hasil yang didapatkan. Sering kali terjadi perdebatan ketika kita mempresentasikan suatu program kendali mutu. Sampai kemudian baru disadari bahwa pelaralatan yang dipakai berbeda, maka tingkat toleransi dan ketepatannya juga akan berbeda; b. Memastikan instalasi pesawat telah tepat (proper). Ketidaktepatan pada instalasi hardware maupun software pesawat MRI dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelayanan. Investasi yang sedemikian mahal akan musnah dan menimbulkan kerusakan yang besar terhadap pasien, pekerja dan ruangan; c. Melakukan uji kelaikan (Acceptance testing). Program ini merupakan suatu tahapan yang bersifat mandatori pada setiap modalitas imejing. Walaupun belum ada badan pemerintah yang mengatur tentang kelaikan pesawat MRI, tetapi tanpa dilakukan uji kelaikan maka modalitas ini akan bekerja tanpa parameter yang jelas. d. Menetapkan panduan hasil dari pesawat MRI. Kita mengetahui bahwa saat ini beredar pesawat dengan variasi kuat medan magnet dan tipe (sandwich, doughnut) yang memiliki spesifikasi dan kondisi tersendiri. Maka dalam program kendali mutu, bagian radiologi harus membuat panduan standar hasil dari setiap pesawat MRI yang dimiliki. e. Melakukan deteksi dan diagnosis pada setiap hal yang melenceng (deviasi) dari standar panduan hasil yang telah ditetapkan. Mengetahui ketidakberesan pesawat MRI secara dini akan memudahkan kita dalam mengembalikan standar panduan hasil yang telah kita tetapkan. Banyak pihak rumah sakit menyerahkan masalah ini pada mekanisme jaminan purna jual (after sales service). Padahal program kendali mutu juga merupakan andil kerja dari dokter spesialis radiologi diagnostik, fisikawan medis, radiografer dan elektromedis. Sehingga ketika ditemukan adanya hal yang melnceng maka pekerja radiasi tersebut di atas hendknya melakukan pertemuan dengan pihak pemasok (vendor) untuk melakukan progran kendali mutu untuk mengembalikan panduan standar hasil. f. Melakukan verifikasi dari penyebab kemerosotan unjuk kerja pesawat MRI yang telah diperbaiki. Seringkali setelah kita melakukan perbaikan panduan standar hasil, kita tidak melakukan tahapan yang disebut verifikasi atau dalam istilah lain disebut cek ulang. Kita tidak mengetahui bahwa parameter yang telah kita kembalikan nilanya, masih sangat mungkin untuk dapat berubah. Oleh karena itu, verifikasilah yang perlu kita lakukan.
7
Sebagaimana motto program jaminan mutu we trust you, but should be verified.
8
C. PROTOKOL KENDALI MUTU MODALITAS MRI Terdapat beberapa peran yang dilakukan pada personel kerja di instalasi radiologi, yaitu: Peran Radiografer : •
Berperan sebagai pelaksana pengujian Quality Control harian/mingguan.
• Mempunyai wewenang yang terbatas. Peran Fisikawan Medis: • Menyusun pedoman mengenai dasar-dasar pemeriksaan peralatan yang perlu dilakukan dalam pengujian Quality Control harian/mingguan. • Memutuskan tindakan yang perlu dilakukan apabila ada ditemukan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dari hasil pengujian yang dilakukan. KENDALI MUTU HARIAN
1.
Panduan umum Program ujinya tertuju pada aspek klinis dan protokolnya harus singkat. Langkah ini memakan waktu 5 – 10 menit untuk akuisisi dan 5 – 10 menit untuk analisis data/pencatatan/ulasan. Hasilnya dicatat dan disimpan dengan baik dan bisa menjadi rekomendasi parameter untuk pemindaian pertama pada hari itu.
2.
Phantom Untuk keperluan program kendali mutu diperlukan phantom dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Phantom kepala silindrik/sperikal (sederhana)
Gambar 1. Phantom kepala silindrik/sperikal (sederhana) 2. Phantom dari ACR atau Vendor
Gambar 2. Phantom dari ACR atau Vendor
9
3.
Uji Aspek Klinis Parameter yang diuji adalah; a. Memonitor pusat frekuensi, 1) penyimpangan medan magnet (Bo), 2) perubahan tingkat cryogen, b. Memonitor lebar garis medan magnet, Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kerusakan homogenitas medan magnet. c. Mengetahui pergeseran geometrik. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kehandalan sistem gradien magnet. d. Mengetahui SNR atau kemampuan menangkap pemancar frekuensi (transmitter gain) Tujuannya adalah untuk mengevaluasi fungsi koil dan panel pengirim/penerima.
4.
Uji untuk model fMRI Prosedur uji ini sama dengan yang terdapat pada uji aspek klinis, tetapi ditambah dengan : a. Stabilitas pemindaian fMRI, b. Tingkat pembentukan bayangan (ghosting), c. SNR untuk EPI (pencitraan bidang gema/echo planar imaging), d. Distorsi untuk EPI e. Stabilitas untuk percobaan/pemeriksan BOLD (ketergantungan tingkat oksigen dalam darah/blood oxygen level dependent
5.
Protokol kendali mutu harian untuk aspek klinis •
Waktu relatif yang dibutuhkan 5 menit.
•
Gunakan phantom silindrik
•
Lakukan penyetelan phantom selama 5 menit
•
Seri 1: untuk lokalisasi (0.5 menit)
•
Seri 2: lakukan pemindaian axial – spin echo (2 menit) – TR/TE/average = 500/20ms/1; – FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5mm; – Separasi = 60%; dan 7-9 irisan aksial (termasuk irisan tengah) – rBW = 156 Hz/pixel; Matriks = 256 x256
•
Seri 3: lakukan pemindaian koronal atau sagital – spin echo (2 menit)
6.
Protokol kendali mutu harian untuk aspek GRE/klinis •
Gunakan phantom silindrik
•
Lakukan penyetelan phantom selama 5 menit (realisasi 1,7 menit)
•
Seri 1: untuk lokalisasi (0.5 menit)
•
Seri 2: lakukan pemindaian aksial – FLASH/SPGR/FFE (38 detik) – TR/TE/flip/average = 150/7ms/15° /1; – FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5mm; – Separasi = 60%; and ~5 irisan aksial (termasuk irisan tengah) – rBW (receiver or acquisition bandwidth) = 250 Hz/pixel; matriks = 256 x256
10
• Seri 3: lakukan pemindaian koronal atau sagital scan – FLASH (high mechanical index imaging atau"Flash" imaging) /SPGR (spoiled gradient echo sequence) /FFE (fast-field-echo) selama 38 detik
7.
Protokol kendali mutu harian fMRI •
Dilakukan dengan menggunakan phantom spherical
•
Atur nilai TR = 2000 ms; TE = 25.3 ms
•
Lakukan sebanyak ~7 irisan
•
Jumlah dan ukuran piksel citranya = 256-512/irisan
•
FOV: 22 cm
•
Tebal irisan:5 mm, gap 1.0 mm
•
Gunakan matriks 64 x 64
•
Waktu pemindaian = 8.5 - 17 menit
•
Matikan fungsi iPAT/ASSET/SENSE
8.
Analisis data hasil QC harian Data yang telah didapatkan dilakukan pengolahan untuk kemudian : •
Catat nilai frekuensi tengah
•
Catat lebar garis berkas medan (line width)
•
Catat nilai panel/gain pemancar
•
Lakukan pengukuran distorsi geometrik
•
Lakukan pengukuran SNR
Sedangkan untuk analisis data hasil QC harian fMRI dilakukan pada parameter : •
Tingkat pembentukan bayangan (ghosting)
•
SNR
•
Stabilitas
9.
Program kendali mutu mingguan/bulanan Pada program ini, terdapat beberapa parameter yang diuji, yaitu : •
Ketepatan posisi meja pemeriksaan
•
Resolusi spasial kontras tinggi
•
Kemampuan mendeteksi kontras rendah
•
Keseragaman citra
•
Distorsi geometrik komprehensif
•
SNR dari koil tubuh dan koil yang paling sering dipakai
10.
Protokol QC mingguan (1)
• Phantom yang digunakan adalah phantom silindrik yang difungsikan sebagai koil kepala •
Lakukan penyetelan selama 5 menit
• Beri tanda pada garis perpotongan atau pada bagian tengah batang phantom •
Seri 1: Lokalisasi selama 0.5 menit
•
Seri 2: pemindaian aksial – spin echo selama 2 menit
11
– – – –
TR/TE/average = 500/20ms/1; FOV = ~25 cm; slice thickness = 5mm; Separasi = 3 mm; dan 9 irisan aksial (termasuk irisan tengah) rBW = 156 Hz/pixel; matriks = 256 x256
•
Jika menggunakan phantom ACR, gunakan protokol ACR T1
•
Total waktu yang dibutuhkan untuk uji ini selama 2.5 menit
11.
Protokol QC mingguan (2)
•
Phantom yang digunakan adalah phantom spherikal
•
Lakukan pengesetan phantom selama 5 menit.
•
Gunakan koil tubuh untuk melakukan uji ini.
•
Seri 1: Lakukan lokalisasi selama 0.5 menit
•
Seri 2: kemudian lakukan pemindaian aksial – spin echo (2 menit) – TR/TE/average = 500/20ms/1; – FOV = ~36 cm; tebal irisan = 5mm; – Separasi = 3 mm; dan 5 irisan aksial (sudah termasuk irisan tengah) – rBW = 156 Hz/pixel; matriks = 256 x256
•
Seri 3: kemudian pemindaian koronal – spin echo (2 menit)
•
Seri 4: kemudian pemindaian sagital – spin echo (2 menit)
• Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan uji ini = 9 menit Analisis data •
Catat nilai panel pemancar (transmitter gain) dari koil tubuh
•
Pengukuran keseragaman citra aksial, koronal, dan sagital
•
Pengukuran SNR pada citra aksial tengah
•
Pergeseran geometrik pada citra aksial/koronal/sagital
12.
Protokol QC mingguan (3)
•
Menggunakan phantom spherikal
•
Lakukan pengesetan phantom selama 5 menit
•
Gunakan koil lain yang paling sering digunakan
• Ulangi langkah akuisisi/analisis •
yang
terdapat
pada
protokol
mingguan
(2)
à
Waktu yang dibutuhkan adalah 16,5 menit
13.
Parameter QC bulanan a. Ketepatan posisi irisan •
Phantom yang dipakai adalah phantom ACR atau DQA
•
Seri 1: Lakukan lokalisasi selama 0.5 menit
•
Seri 2: lakukan pemindaian aksial – spin echo (2 menit) TR/TE/average = 500/20ms/1; FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm; separasi = 5 mm; dan 11 irisan aksial rBW = 156 Hz/pixel; matriks = 256 x256
– – – – •
Setelah itu dilakukan analisis
12
b. Penilaian arus Eddy •
Gunakan phantom sperikal untuk koil kepala
•
Seri 1: lakukan lokalisasi selama 0.5 menit
•
Seri 2: pemindaian aksial – EPI (1 sec) – Setelah itu lakukan pemindaian tunggal (single-shot), spin-echo, TR/TE/average = 1000ms/20ms/1; – FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm; – Separasi = 1 mm; dan 5 irisan aksial – Matriks yang digunakan = 128x128 – Fungsi i-PAT/Asset/SENSE tidak diaktifkan
•
Seri 3: ulangi langkah di atas untuk prosedur gradient-echo EPI
•
Waktu yang diperlukan untuk uji ini 3,5 menit
•
Seri 4: DW(diffusion weighted) -EPI (0.5 min) Lakukan pemindaian tunggal (single-shot), spin-echo; TR/TE/average = 5000 ms/min/1; FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm; Separasi = 1mm; and 5 axial slices Ukuran matriks = 128x128 b=1000 s/mm2, arah ortogonal 3 dimensi fungsi i-PAT/Asset/SENSE tidak diaktifkan
– – – – – – – •
Waktu yang diperlukan untuk uji ini 4 menit
•
Seri 5: FSE (2 menit) – TR/TE/average = 4000ms/85ms/1; – ETL (Echo train length) = 8 – FOV = ~25 cm; tebal irisan = 5 mm; – Separasi = 1 mm; dan 5 irisan aksial – Matriks = 256x256 – Fungsi i-PAT/Asset/SENSE tidak diaktifkan – Waktu yang dibutuhkan 6 menit Analisis data •
Analisis bayangan/ghosting EPI (SE dan GRE)
•
Analisis pergeseran EPI
•
Analisis pergeseran DWI
•
Analisis kekaburan FSE
•
Analisis bayangan/ghosting FSE
c. Penggambaran medan magnet (field mapping) •
Gunakan phantom spherikal untuk koil tubuh
•
Seri 1: Lakukan lokalizasi selama 0.5 menit
• 1min) – – – –
Seri 2: lakukan pemindaian aksial dual-echo gradient echo (<
•
Seri 3: ulangi langkah diatas untuk koronal (< 1 menit)
TR = 150ms, average =1; FOV = ~35 cm; tebal irisan = 7 mm; Separasi = 1 mm; dan 5 irisan aksial Matriks = 256x256; Non aktifkan fungsi i-PAT/Asset/SENSE
13
•
Seri 4: ulangi langkah diatas untuk sagital (< 1 menit)
• Waktu yang dibutuhkan untuk uji ini 10,5 menit Analisis data • Hasilkan fase penggambaran untuk seri aksial, koronal, dan sagital • – –
14.
Buat perkiraan keseragaman medan magnet (field homogenity) puncak ke puncak dalam ppm rms dalam ppm
Parameter QC tahunan •
Semua yang terdapat pada uji mingguan dan bulanan
•
Stabilitas GRE
•
Stabiitas fMRI
•
Uji Gradien
•
Spectroscopy
•
Keakuratan daya pancar (transmission power)
•
Penilaian pergeseran frekuensi dan cryogen boil-off
•
Membahas kalibrasi bersama vendor & membuat laporannya.
IV. PROGRAM KENDALI MUTU PERALATAN IMEJING RADIOLOGI ULTRASONOGRAFI (USG) A. PENDAHULUAN Pesawat ultrasonografi telah sering digunakan sebagai modalitas penunjang medis dalam penegakan suatu diagnosis. Modalitas ultrasonografi ini cukup disenangi karena memiliki banyak keunggulan misalnya, bersifat non-invasif, tidak menimbulkan radiasi, memberikan gambaran jaringan lunak yang lebih jelas dibandingkan foto rontgen konvensional dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Karena tingkat okupasi alat ini cukup tinggi, maka untuk memastikan alat ini bekerja dengan maksimal perlu dilakukan kendali mutu secara periodik.
Gambar 3. Jenis-jenis kerusakan yang ditemui
14
Sering kali menjadi argumentasi apakah perlu dilakukan kendali mutu terhadap pesawat ultrasound dengan alasan kerusakan akan segera terlihat oleh operator ketika memeriksa pasien langsung. Namun alangkah lebih baik, jika kerusakan tersebut dikenali lebih dulu sebelum merugikan pasien yang diperiksa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lu, Zeng F. (2004), tiga besar kendala yang sering adalah image uniformity (30%), mechanical check (27%), dan image display soft/hard copy quality (21%). Dengan kendali mutu yang berkelanjutan, kendala tersebut dapat diminimalisir. B. BASELINE TEST Baseline test adalah suatu uji yang menggambarkan indikator kinerja puncak dari kualitas pencitraan suatu pesawat USG. Hasil dari baseline test ini akan digunakan sebagai control setting pada tes-tes berikutnya. Perubahan yang halus dalam kualitas pencitraan dapat dideteksi dengan membandingkannya dengan nilai baseline test ini. Waktu yang terbaik untuk melakukan tes ini adalah sesaat setelah mesin baru selesai diterima dan dipasang. Atau bila tidak memungkinkan, tes dapat dilakukan setelah servis berkala yang dilaksanakan oleh tenaga ahli yang berkualitas. Jaringan phantom yang baik dibutuhkan dalam proses control setting. Dalam proses control setting, scan phantom seolah-olah itu adalah pasien dan dan sesuaikan pengaturan alat yang terbaik secara klinis. Pastikan pengaturan alat dilakukan dengan kondisi pencahayaan ruangan yang akan dipakai sehari-hari. Pencahayaan ruangan yang sama juga harus digunakan pada saat kendali mutu berikutnya dilaksanakan. Jika pengaturan alat sudah selesai, dokumentasikan seluruh hasilnya serta simpan seluruh pencitraan yang dihasilkan, tandai sebagai ‘baseline image’. Dokumen ini digunakan sebagai perbandingan pada saat tes-tes berikutnya. Pada beberapa mesin tertentu, dimungkinkan untuk melakukan pemograman pengaturan yang diinginkan dalam file yang ditentukan pengguna. Ketika file dipanggil kembali, mesin secara otomatis akan menyesuaikan semua pengaturan pencitraan kembali sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan. Action level merupakan indikator nilai kualitas pencitraan, dimana tindakan korektif harus segera diambil sebelum mencapai defect level dimana alat tersebut sudah tidak akurat untuk digunakan. Biasanya action level berkisar 75% dibawah defect level. C. DESAIN PHANTOM Sebagian besar dari tes kendali mutu dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih phantom USG. Jika menggunakan dua phantom atau lebih, adalah penting untuk konsisten untuk menggunakan phantom yang sama pada tes-tes berikutnya. Misalnya jika dua phantom yang digunakan untuk tes yang berbeda, tetapi keduanya memiliki satu set filamen yang digunakan untuk tes tertentu (misalnya, filament horizontal), maka hanya satu dari kedua phantom tersebut yang akan digunakan phantom akurasi jarak horizontal. Phantom yang ideal untuk proses pengujian harus terbuat dari material tissue mimicking (TM) yang mempunyai karakteristik: speed of sound 1540 ± 10 m/s pada
15
suhu 22°C, attenuation coefficient 50.5-0,7 dB/cm/MHz, dan echogenitas serta tekstur pencitraan yang menyerupai parenkim hati.
Gambar 4. Phantom Sayangnya banyak material TM berbahan dasar air yang memungkinkan proses dehidrasi dari waktu ke waktu, mengakibatkan perubahan dalam karakteristik speed of sound dan attenuation coefficient. Kemajuan terbaru dalam teknologi pembuatan phantom dengan menggunakan segel untuk mengurangi masalah dehidrasi tersebut namun tidak dapat mengatasi masalah ini sepenuhnya. Sebagai tolak ukurnya, phantoms yang memiliki kecepatan suara yang berbeda dari 1540 m/s akan menghasilkan fokus yang tidak akurat sehingga tidak dapat digunakan sebagai phantom kendali mutu. D. TES KENDALI MUTU Tes kendali mutu ini dibagi menjadi dua bagian: 1. Frequently Perform Test Tes ini dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dengan menggunakan transducer yang biasa dan setiap 1 tahun sekali dengan menggunakan semua jenis transducer yang tersedia. a. Physical and mechanical inspection 1) Tujuan Menilai komponen keras (hardware) dari alat USG 2) Alat dan bahan Tidak ada 3) Prosedur Periksa perangkat keras berikut a) Transducers: periksa kabel, housing, dan transmitting surface dari keretakan serta konektor. Pastikan pergerakannya permukaannya lembut dan bebas dari getaran dan kemungkinan adanya gelembung udara. b) Power cord: periksa adanya keretakan, perubahan warna, dan kerusakan pada kabel ataupun colokan. c) Control: periksa kinerja dari tombol kontrol. d) Video monitor: periksa kebersihannya, goresan serta kinerja dari tombol kontrol. e) Wheel and locks: pastikan kinerja dari keduanya. f) Dust filter: periksa kebersihannya. g) Scanner housing: periksa adanya kerusakan. 4) Penilaian dan Evaluasi Ditemukan ketidaksesuaian dengan kondisi standar
16
5) Frekuensi uji Setiap hari 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Pelajari kembali buku manual, jika tidak dapat dikoreksi hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. b. Display monitor and hard copy 1) Tujuan Menilai display monitor dan hard copy alat USG. 2) Alat dan bahan Tidak ada. 3) Prosedur - Pastikan tombol contrast dan brightness di layar monitor pada posisi baseline. - Tampilkan grayscale test pattern (misalnya step-wedge pattern) pada layar monitor - Hitung jumlah grayscale bars yang ditampilkan pada tahap pertama dan tahap terakhir, serta jumlah dari keduanya. Kemudian bandingkan dengan baseline. - Periksa teks yang ditampilkan untuk menilai apakah ada keburaman (blur). - Buatlah hardcopy dari masing-masing pencitraan tersebut, kemudian bandingkan dengan baseline. 4) Penilaian dan Evaluasi - Suggested action level: jumlah gray bar yang ditampilkan
Gambar 5. Grayscale step-wedge pattern
c. Image uniformity 1) Tujuan Gangguan pada image uniformity ini akan memunculkan artefak yang meningkatkan false negative dalam pemeriksaan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh malfungsi hardware misalnya, transducer elemen yang buruk, kabel yang tidak terpasang dengan baik, atau akibat malfungsi software pesawat itu sendiri.
17
2) Alat dan bahan Phantom image uniformity 3) Prosedur - Gunakan baseline setting jika ada atau gunakan cardboard template pada TGC (Time Gain Compensation) setting jika dibuat pada saat baseline setting. - Tampilkan gambar menggunakan single dan multiple focal zones. - Sesuaikan gain dan TGC menjadi baseline value (harus menghasilkan moderate image brightness, uniform with depth). - Scan phantom dan freeze image bersamaan menggerakan transducer. - Periksa adanya streaking (lapisan-lapisan) pada gambar. - Jika terdapat streaking, cobalah scan ulang pada bagian phantom yang berbeda. Coba juga untuk mengubah focal zone, pilih fewer atau more focal zone. 4) Penilaian dan Evaluasi Suggested action level: nonuniformity ≥ 4 dB. Suggested defect level: nonuniformity ≥ 6 dB. 5) Frekuensi Uji Setiap tiga bulan 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
Gambar 6. Horizontal streaking. d. Maximum depth of visualization 1) Tujuan Fungsi ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam mendeteksi dan menampilkan objek dengan sinyal echo yang paling rendah. 2) Alat dan bahan Phantom maximum depth 3) Prosedur - Gunakan baseline setting jika ada. Jika tidak, sesuaikan system output and gain, TGC, focal zone, dan persistence sehingga didapatkan gambararan yang cerah relatif uniform. - Pengaturan yang disarankan:
18
* Deepest focal zone * Gain dan output power pada maximum * TGC pada full gain * Reject pada off atau minimum. * Field of view pada nilai memungkinkan visualisasi kedalaman maksimal. - Scan phantom dan freeze image - Ukur kedalaman penetrasi dengan menguunakan caliper , jarak antara puncak scan windows dengan objek anechoic spherikal atau silindrikal terdalam. - Cetak film dari tampilan ini. - Ukur kedalaman pada film. 4) Penilaian dan Evaluasi Suggested action level: perbedaan kedalaman pada layar dan film ≥ 0.6 cm Suggested defect level: perbedaan kedalaman pada layar dan film ≥ 1.0 cm 5) Frekuensi Uji Setiap tiga bulan 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
Gambar 7. Depth visualization e. Distance accuracy 1) Tujuan Menilai akurasi pengukuran alat USG. 2) Alat dan bahan Phantom distance accuracy 3) Prosedur - Gunakan baseline setting jika ada. Jika tidak, sesuaikan system output and gain, TGC, focal zone, dan persistence sehingga didapatkan gambararan yang cerah relatif uniform. - Pengaturan yang disarankan: * Deepest focal zone * Gain dan output power pada maximum * TGC pada full gain * Reject pada off atau minimum.
19
* Field of view pada nilai memungkinkan visualisasi kedalaman maksimal. - Scan phantom sehingga kolum vertical dari filament target menuju pusat gambar dan kolom horizontal juga terlihat. Gunakan transducer dengan sedikit penekanan. - Ukur jarak antar filamen yang jelas terlihat dengan menggunakan kaliper. Catat hasilnya. - Cetak film dari tampilan ini. - Ukur jarak pada film.
Gambar 8. Distance Acurracy 4) Penilaian dan Evaluasi Suggested action level : - Vertikal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 1.5 mm/ 1.5 % - Horizontal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 2.0 mm/ 2 % Suggested defect level : - Vertikal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 2.0 mm/ 2.0 % - Horizontal : perbedaan jarak layar dan film ≥ 3.0 mm/ 3 % 5) Frekuensi Setiap tiga bulan 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. 2. Less Frequent Perform Test Tes ini dilaksanakan setahun sekali transducer yang tersedia.
dengan menggunakan semua jenis
20
a. Anechoic object imaging 1) Tujuan Fungsi ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam mendeteksi dan menampilkan objek bulat, kontras negative dengan berbagai ukuran. 2) Alat dan Bahan Phantom anechoic object imaging 3) Prosedur - Gunakan baseline setting jika tersedia. - Set multiple focal zone (contoh, 3, 7, 11 cm) atau single focus pada depths - Sesuaikan gain, power dan TGC untuk menampilkan sejumlah objek anechoic secara maksimal. - Scan phantom - Rekam objek anechoic terkecil yang dapat terlihat, atau rekam jarak kedalaman dimana objek anchoic dapat terlihat. (hasil ini dapat diambil dari pemeriksaan visual depth accuracy). - Nilai kualitas dari objek anechoic tersebut : C = clear F = filled J = jagged edge N = no enhancement distal - Gunakan caliper untuk menilai ke tinggi dan lebar dari objek anechoic tersebut. Hitung rasio tinggi dibandingkan lebarnya. - Untuk satu atau beberapa objek anechoic yang berkualitas filled in, turunkan gain hingga filled in tersebut hilang. Catat nilai gain yang baru ini bandingkan dengan baseline.
Gambar 9. Anechoic object imaging Keterangan gambar : Kiri : normal terdapat artefak di sisi atas dan bawahnya Tengah: memipih Kanan : gangguan noise 4) Penilaian dan Evaluasi Suggested action level dan suggested defect level : - Perbedaan tinggi dan lebar melebihi 20%. - Terdapat perbedaan pengukuran gain dibandingkan baseline. 5) Frekuensi Uji Setiap tahun 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
yang
konsisten
21
22
b. Axial resolution 1) Tujuan Fungsi ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam mendeteksi serta menampilkan objek-objek yang berdekatan dalam tersusun dalam beam’s axis. Setup: Seperti pada anechoic object test. Sesuaikan gain sehingga texture echoes pada background terlihat. 2) Alat dan Bahan Phantom axial resolution 3) Prosedur - Scan phantom, perbesar maksimum pada axial resolution target group yang akan dinilai. - Rekam axial resolution dimana kedua target terlihat terpisah paling minimal pada setiap kedalaman.
Gambar 10. Axial resolution 4) Penilaian dan Evaluasi Suggested action level dan suggested defect level : - Axial resolution 1 mm atau lebih, atau 2 mm atau lebih pada transducer dengan frekuensi > 4 MHz. - Terdapat perbedaan pengukuran yang konsisten dibandingkan baseline. 5) Frekuensi Setiap tahun 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. c. Lateral resolution or response width 1) Tujuan Fungsi ini menunjukan kemampuan pesawat USG dalam membedakan struktur yang berdekatan dalam image plane sepanjang garis perpendicular pada beam’s major axis. 2) Alat dan bahan Phantom Lateral resolution
23
3)
Prosedur - Scan phantom pada daerah yang mengandung filamen vertical column. - Turunkan FOV untuk melihat filament pada region tertentu, jika mungkin perbesar filamen tersebut. - Freeze gambar tersebut. - Dengan menggunakan caliper, ukur lateral resolution atau respone width yaitu lebar filamen pada daerah tertentu. - Ulangi pada bagian lainnya (untuk baseline test, pilih tiga filamen yang terdekat, menengah dan terjauh dari transducer). 4) Penilaian dan Evaluasi Suggested action level : > 1 mm dari nilai baseline. Suggested defect level : >1.5 mm dari nilai baseline. 5) Frekuensi Setiap tahun 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. Tabel 1. Lateral resolution yang direkomendasikan
Gambar 11. Pengukuran Lateral resolution d. Ringdown or death zone 1) Tujuan Menilai ringdown atau death zone yang merupakan jarak dari permukaan transducers dengan echo pertama yang dapat diidentifikasi. 2) Alat dan bahan Phantom death zone
24
3)
Prosedur - Gunakan baseline setting bila ada. - Mencari focal zone yang terdekat dengan permukaan - Sesuikan gain sehingga background echo dapat terlihat. - Hindari near gain yang berlebihan pada TGC. - Scan phantom pada region yang mengandung death zone test filament - Freeze gambar - Hitung kedalaman filamen yang paling dekat dengan permukaan.
Gambar 12. Death Zone Phantom 4) Penilaian dan evaluasi Suggested action level: - 7 mm untuk f > 3 MHz - 5 mm untuk 3 MHz < f < 7 MHz - 3 mm untuk f < 7 MHz Suggested defect level - 10 mm untuk f > 3 MHz - 7 mm untuk 3 MHz < f < 7 MHz - 4 mm untuk f < 7 MHz 5) Frekuensi Setiap tahun 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. E. USG DOPPLER 1. Tujuan Menilai :
25
-
akurasi sudut dimensi volume sampel kecepatan terendah yang dapat dideteksi kecepatan tertinggi yang dapat dideteksi estimasi peak velocity 2. Alat dan bahan String phantom USG Doppler
26
3.
Prosedur - Spectral Doppler sample volume diletakan pada string yang bergerak dengan bantuan B Mode. - Catat kecepatan terekam meliputi kecepatan terendah dan tertinggi yang dapat dideteksi, serta estimasi peak velocity. - Ukur kemiringan sudut yang terekam. - Ukur dimensi volume sampel yang terekam. - Bandingkan dengan pengaturan pada phantom dan spesifikasi pabrik.
Gambar 13. String Phantom 4. Penilaian dan Evaluasi Suggested action level: perbedaan fitur yang tercatat dengan alat ≥ 5% Suggested defect level: perbedaan fitur yang tercatat dengan alat ≥ 5% 5. Frekuensi Setiap 3 bulan. 6. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. F. USG 3D 1. Tujuan Menilai akurasi pengukuran 3D alat USG. 2. Alat dan bahan Phantom 3D (egg shape) 3. Prosedur - Gunakan baseline setting jika ada. Jika tidak, sesuaikan system output and gain, TGC, focal zone, dan persistence sehingga didapatkan gambararan yang cerah relatif seragam/uniform. - Pengaturan yang disarankan : * Deepest focal zone * Gain dan output power pada maximum
27
* TGC pada full gain * Reject pada off atau minimum. * Field of view pada nilai memungkinkan visualisasi kedalaman maksimal. - Scan phantom sehingga struktur 3D (egg shape) menjadi pusat gambar Gunakan transducer dengan sedikit penekanan. - Freeze gambar. - Ukur jarak antar sisi struktur 3D yang jelas terlihat dengan menggunakan kaliper. Catat hasilnya. - Bandingkan dengan hasilnya pada petunjuk phantom
Gambar 14. Phantom USG 3D 4. Penilaian dan Evaluasi Suggested action level: perbedaan jarak ≥ 1.5 mm/ 1.5 % Suggested defect level: perbedaan jarak ≥ 2.0 mm/ 2.0 % 5. Frekuensi Setiap tiga bulan 6. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. G. KESIMPULAN Kendali mutu peralatan USG sangat diperlukan dalam mengoptimalisasikan kinerja dari peralatan tersebut. Tersedia berbagai macam phantom di pasaran dengan modalitas pengukuran yang berbeda-beda, ada yang untuk satu modalitas atau hampir keseluruhan modalitas. Dengan phantom tersebut dapat dinilai kinerja dari pesawat USG pada saat itu, sehingga dapat diambil tidakan koreksi yang tepat. Sampai saat ini belum ada phantom standar yang ditentukan untuk kendali mutu pesawat USG. Teknologi ultrasonografi akan terus berkembang sehingga perbaikan-perbaikan terhadap kendali mutu yang ada sangat diperlukan.
V. PROGRAM KENDALI MUTU PERALATAN RADIOLOGI COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN) A. PENGERTIAN Kendali mutu peralatan CT Scan sangat diperlukan dalam penggunaan peralatan tersebut dalam rangka menjamin kualitas pencitraan yang dihasilkan.
28
Kualitas pencitraan maksimal akan memberikan informasi maksimal juga kepada dokter radiologi sehingga dapat meningkatkan keakuratan diagnosis yang akhirnya memberikan fasilitas maksimal kepada pelayanan pasien. Kendali mutu peralatan CT Scan dapat diartikan sebagai program berkala untuk menguji kinerja pesawat CT scan dan membandingkannya dengan standar yang ada. Hendaknya kendali mutu ini dapat dilaksanakan sebagai suatu rutinitas, sehingga adanya ketidaksesuian yang sekecil apapun dapat terdeteksi dengan cepat dan dapat diambil tindakan koreksi dengan segera. Program kendali mutu peralatan CT Scan yang perlu dilaksanakan secara rutin adalah : 1. CT Dosimetri 2. Pengujian Kinerja Komponen Elektromekanikal a. Marker Pasien b. Meja Pemeriksaan c. Kemiringan Gantry d. Kolimasi e. Generator sinar-X 3. Tes Kualitas Gambar a. Noise b. Field Uniformity c. Quantitative CT d. Spatial Resolution e. Contrast Resolution 4. Pengujian terhadap Software CT Simulation B. CT DOSIMETRI Perhatian utama dari kendali mutu CT scan ini adalah keselamatan pasien. Sebenarnya dosis radiasi yang diterima oleh pasien CT scan tidak signifikan dibandingkan dengan dosis radiasi pada pasien dengan radiasi primer, sehingga pada umumnya tidak terlalu diperhatikan. Dosis radiasi pada petugas pelaksana harus juga menjadi perhatian. 1. Tujuan Memastikan dosis yang diterima (pasien maupun petugas) sesuai dengan standar. 2. Alat dan Bahan Pengukur dosis radiasi (dosimeter).
29
Gambar 15. Dosimeter
30
3. Prosedur a. Ukur paparan radiasi di setiap sisi ruangan. b. Ukur paparan radiasi yang diterima di bagian bawah mesin CT Scan. 4. Penilaian dan Evaluasi Pengukuran dilakukan untuk mengevaluasi dosis paparan dari peralatan CT Scan, dengan ketentuan sebagai berikut : Hasil pengukuran dosis paparan pada setiap sisi ruangan tidak boleh melebihi NBD sesuai ketentuan dari BAPETEN. Hasil pengukuran paparan di bagian bawah mesin CT Scan tidak boleh lebih dari 20% standar pabrik. Tabel 2. Test CT Dosimetri
5. Frekuensi Uji Pada saat pertama kali instalasi dan setiap tahun atau setiap penggantian komponen besar dari CT Scan. 6. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. C. PENGUJIAN KOMPONEN ELEKTROMEKANIKAL 1. Marker Pasien / Positioning laser Positioning laser adalah laser eksternal yang digunakan untuk menandai bahwa pasien sudah berada pada posisi yang benar. Positioning lasers terdiri dari tiga bagian yang terpisah yaitu: gantry lasers, wall mounted lasers (dapat bergerak) dan overhead mobile sagittal laser.
Gambar 16. Laser pada Pesawat CT Scan
31
a.
b. c.
Tujuan Mengetahui dan mengidentifikasi posisi gantry lasers dengan bidang pencitraan (scan plane). Alat dan Bahan Alignment tool (phantom). Prosedur
Gambar 17. Phantom Positioning Laser d.
e.
Penilaian dan Evaluasi - Gantry lasers harus secara akurat mengidentifikasi masuknya scan plane ke dalam gantry. - Posisi gantry lasers harus parallel dan ortogonal terhadap scan plane dan harus berpotongan tegak lurus pada pusat scan plane. - Sisi vertikal wall lasers harus terpisah dari imaging plane. - Wall lasers harus parallel dan ortogonal terhadap scan plane, dan secara bersamaan harus berpotongan tegak lurus pada pusat scan plane. - Overhead sagittal laser harus ortogonal terhadap imaging plane. - Pergerakan overhead sagittal laser harus akurat dan linear. Frekuensi Uji Tabel 3. Frekuensi Uji Marker Pasien / Positioning Laser Pengujian Frekuensi Uji Alignment of gantry lasers Harian Orientation of gantry lasers Bulanan Spacing of lateral wall lasers Bulanan Orientation of lateral wall laser Bulanan Spacing of overhead sagital laser Bulanan Orientation of overhead sagital laser Bulanan
f.
2.
Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. Meja Pemeriksaan
32
Pesawat CT scan biasa nya dilengkapi dengan meja pemeriksaan pasien yang berbentuk cradle-shape table top. Untuk melaksanakan kendali mutu dibutuhkan meja pemeriksaan yang berbentuk flat shape table top dengan cara menyisipkan bahan tambahan di atas cradle-shape table top pada CT scan konvensional. a. Tujuan Mengetahui fungsi pergerakan meja pemeriksaan (vertikal dan transversal) dengan bantuan positioning laser. b. Alat dan Bahan Flat-shape table top Positioning laser c. Prosedur - Flat-shape table top harus bebas dari objek yang dapat menimbulkan artefak (seperti baut dan lain-lain).
Gambar 18. Flat shape table top d.
e.
f.
Penilaian dan Evaluasi - Flat-shape table top harus berada setinggi dan ortogonal dengan imaging plane. - Pergerakan vertikal dan longitudinal dari meja pemeriksaan harus akurat dan dapat berulang kali. - Posisi dan indexing meja pemeriksaan dibawah scanner control harus akurat. - Batas toleransi ± 1 mm dari standar. Frekuensi Uji - Pemeriksaan pergerakan vertikal dan longitudinal : Bulanan - Pemeriksaan Indexing dan position : Tahunan Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
3. Kemiringan Gantry Keutamaan pesawat CT scan adalah kemampuan mendapatkan gambar CT Scan non-ortogonal dengan cara memiringkan gantry. Hal ini berguna untuk mendapatkan gambar dengan kemiringan tertentu tanpa merubah posisi meja pemeriksaan. a. Tujuan Mengetahui kesesuaian fungsi gantry dan kemiringannya dengan indikator yang ditunjukkan. b. Alat dan Bahan
33
c.
d.
- Ready-pack film - Kotak akrilik penyanggah Prosedur - Selembar ready-pack film direkatkan pada kotak akrilik. - Letakan tepat sejajar dengan sagittal positioning laser. - Side gantry laser harus memotong tegak lurus pada titik tegah dari film tersebut. - Single scan dengan tingkat ketebalan setipis mungkin, dilakukan pada posisi gantry 0⁰. - Single scan berikutnya dilakukan kembali dengan sudut yang berbeda. - Hasil dari foto tersebut diukur dengan busur derajat. Penilaian dan Evaluasi - Sudut kemiringan gantry terhadap garis vertikal dari imaging plane harus tepat dengan tingkat akurasi ± 1⁰. - Setelah dimiringkan, gantry harus dapat dikembalikan ke posisi vertikal awal (ortogonal terhadap meja pemeriksaan).
Gambar 19. Pengujian Kemiringan Gantry e. f.
Frekuensi Uji Pengujian kemiringan gantry dilakukan setiap tahun sekali. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
4. Kolimasi Terdapat dua jenis collimation pada pesawat CT Scan yaitu : - pre-patient collimation : collimation yang terletak distal dari sumber sinar X, menghasilkan radiation profile width - post-patient collimation : collimation yang terletak dekat detector array, menghasilkan sensitivity profile width. Ketepatan tingkat collimation pada pre-patient collimation dan post-patient collimation akan menentukan kualitas gambar yang dihasilkan. a. Tujuan Menilai ketepatan radiation profile width dan sensitivity profile width pada alat.
34
b. Alat dan Bahan - Phantom collimation - Software dari pabrik c. Prosedur d. Penilaian dan Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan mengamati radiation profile width dan sensitivity profile width menggunakan phantom dan software yang disediakan oleh pabrik pembuat CT Scan. Batas toleransi uji kolimasi ini adalah ± 1 mm dari standar. e. Frekuensi Uji Pengujian kolimasi CT Scan dilakukan setiap 1 tahun sekali. f. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. 5. Generator Sinar X Seperti peralatan radiografik lainnya yang menggunakan sinar X, CT Scan membutuhkan kualitas dan kuantitas emisi foton yang baik. Kinerja dan kalibrasi yang buruk dari generator sinar X ini akan menghasilkan gambar yang buruk dan artefak yang mengganggu serta membahayakan pasien. a. Tujuan 1) Mengevaluasi potensial puncak (kVp) 2) Mengevaluasi half-value layer (HVL) 3) Mengevaluasi mAs linearity 4) Mengevaluasi mAs reproducibility 5) Mengevaluasi akurasi waktu. b. Alat dan Bahan Pencil ionization chamber (electrometer) c. Prosedur 1) Generator sinar X pada gantry diposisikan pada 0o. 2) Meja pemeriksaan diposisikan pada level terendah di dalam gantry. 3) Alat pengukur (pencil ionization chamber atau elektrometer) diletakan pada tengah meja pemeriksaan dengan bantuan overhead gantry laser. 4) Atur collimator yang terlebar. 5) Evaluasi kelima komponen di atas.
Gambar 20. Pencil Ionization Chamber d.
Penilaian dan Evaluasi
35
e. f.
Penilaian dilakukan pada kVp, HVL, mAs linearity, mAs reproducibility, dan akurasi waktu. Batas toleransi sesuai dengan standar pabrik. Frekuensi Uji Setelah penggantian komponen baru. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
D. TES KUALITAS GAMBAR Kualitas gambar secara langsung mempengaruhi kemampuan untuk mengidentifikasi target organ yang akan dievaluasi serta struktur sekitarnya untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Pengujian/tes kualitas gambar yang dilakukan pada peralatan CT Scan meliputi : noise, field uniformity, quantitative CT, spatial resolution, dan contrast resolution. 1. Noise Idealnya, phantom uniform (misalnya air) suatu CT Scan akan menghasilkan gambar yang memiliki CT number yang sama pada suatu region tertentu (region of interest/ROI). Namun pada kenyataannya, CT number yang dihasilkan dari bahan uniform tidaklah sama. Variasi random dari CT number inilah yang disebut dengan noise. Noise suatu gambar menentukan batas terbawah subject contrast yang dapat dibedakan oleh observer. Semakin uniform suatu objek berkontras rendah, semakin besar kontras objek itu. Sehingga, semakin kecil noise suatu gambar, semakin besar akurasi yang akan dihasilkan dari gambar tersebut. a. Tujuan Memverifikasi perbedaan antara noise pada pesawat CT Scan dengan spesifikasi pabrik. Kendali mutu ini diharapkan dilakukan setiap hari. b. Alat dan Bahan Phantom air c. Prosedur Scan phantom air kepala dan badan berdinding plexiglas. Dari bagian pusat gambar yang dihasilkan (ROI) diambil sampel untuk menentukan CT number (HU). Variasi dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik.
Gambar 21. Pengujian Phantom Noise d. Penilaian dan Evaluasi Hasil pengujian dan variasinya dibandingkan dengan spesifikasi pabrik. Hasil pengujian harus sesuai dengan spesifikasi pabrik. e. Frekuensi Uji
36
Pengujian noise dilakukan setiap hari (harian).
37
f. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. 2. Field Uniformity Artefak gambar karena desain peralatan, pasien yang bergerak, pengerasan sinar, atau image reconstruction software akan timbul sebagai variasi CT number (HU). Gambar CT Scan dari phantom uniform harus bebas dari streaking dan artefak. Perbedaan nilai rata-rata dari phantom uniform harus berkisar 5 HU. a. Tujuan Mengetahui perbedaan nilai rata-rata dari phantom uniform. b. Alat dan bahan Phantom air. c. Prosedur Scan phantom air kepala dan badan berdinding plexiglass. Untuk penilaian harian, phantom diletakkan pada bidang tengah dari scan field. Namun untuk penilaian bulanan, phantom dapat juga diletakan di sisi. Dari bagian pusat gambar yang dihasilkan (ROI) diambil sampel untuk menentukan CT number (HU). Variasi dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik. d. Penilaian dan Evaluasi Amati perbedaan nilai rata-rata dari phantom uniform, batas toleransi ± 5 HU dari nilai standar. e. Frekuensi Uji Pengujian dilakukan harian dan bulanan. f. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala.
Gambar 22. Artefak 3. Quantitative CT Gambar yang didapatkan dari CT Scan juga dapat digunakan untuk menghitung distribusi dosis yang terpapar. Program kendali mutu harus dapat menjadi evaluasi akurasi dan densitas dari CT number pada berbagai material yang berbeda yang memiliki koefisien atenuasi yang berbeda.
38
a. Tujuan Program kendali mutu harus memverifikasi tingkat akurasi CT number pada air pada tes harian, pada beberapa material yang berbeda pada tes bulanan, dan pada electron density phantom pada tes tahunan. b. Alat dan bahan Untuk penilaian harian, phantom air. Untuk penilaian bulan, quantitative CT phantom
Gambar 23. Quantitative CT Phantom c. Prosedur Scan phantom air kepala dan badan berdinding Plexiglas (harian), atau quantitave CT phantom (bulanan). Dari bagian pusat gambar yang dihasilkan (ROI) diambil sampel untuk menentukan CT number (HU). Variasi dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik. d. Penilaian dan Evaluasi Hasil pengujian dibandingkan dengan spesifikasi pabrik, batas toleransi ± 5 HU. e. Frekuensi Uji Pengujian dilakukan harian dan bulanan. f. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. 4. Spatial Resolution Spatial resolution adalah kemampuan suatu sistem pencitraan dalam membedakan dua objek kecil yang diletakan sangat berdekatan dengan latar belakang noiseless field. Spatial resolution sering juga disebut juga high contrast resolution. a. Tujuan Membuktikan spatial resolution yang dimiliki alat sesuai dengan karakteristik dari pabrik. b. Alat dan bahan Phantom spatial resolution (bar atau bead). c. Prosedur Scan phantom spatial resolution. Evaluasi hasilnya dengan membandingkan dengan standar pabrik.
39
Gambar 24. Spatial Resolution Phantom d. Penilaian dan Evaluasi Garis-garis atau bulatan-bulatan yang ditunjukkan dinilai sampai pada garis atau bulatan terkecil. Bandingkan hasil pengujian dengan spesifikasi pabrik. e. Frekuensi Uji Pengujian dilakukan setiap 1 tahun sekali. f. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. 5. Contrast Resolution Contrast Resolution adalah kemampuan pesawat CT Scan dalam membedakan suatu objek dari latar belakangnya, dimana keduanya miliki perbedaan densitas yang relatif kecil. Contrast resolution sering juga disebut low contrast resolution. a. Tujuan Menguji kesesuaian contrast resolution yang dimiliki alat dengan karakteristik yang dari pabrik.
40
Gambar 25. Contrast Resolution b. Alat dan bahan Phantom contrast resolution. c. Prosedur Scan phantom contrast resolution. Dari bagian-bagian gambar yang dihasilkan (ROI) diambil sampel untuk menentukan CT number (HU). Variasi dari hasil ini dibandingkan dengan spesifikasi pabrik. d. Penilaian dan Evaluasi Batas toleransi sesuai spesifikasi pabrik. e. Frekuensi Uji Pengujian dilakukan setiap 1 tahun sekali. f. Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. E. PENGUJIAN TERHADAP SOFTWARE CT SIMULATION CT-simulation adalah proses simulasi geometri terhadap pengaturan sinar serta lapangan pemeriksaan, tanpa menghasilkan informasi tentang dosis sinar X. Yang menjadi pusat perhatian dalam proses ini adalah virtual simulation software yang merupakan inti dari kendali mutu ini. Untuk masing-masing pemeriksaan dibutuhkan phantomnya masing-masing. 1. Spatial/geometry accuracy test a. Image input test 1) geometrical accuracy - ukuran pixel - spatial fidelity - ketebalan irisan dan jarak 2) orientasi gambar - prone/supine - kepala/kaki - kiri/kanan 3) informasi teks 4) grayscale value b. Machine definition 1) Collimator simulation - geometrical accuracy (± 1 mm) - rotation accuracy (± 1⁰) 2) Gantry rotation (± 1⁰) 3) Patient support assembly (PSA) simulation - geometrical accuracy (± 1 mm) - rotation accuracy (± 1⁰) c. Isocenter calculation and movement d. Image reconstruction (multiplanar dan 3D) 2. Evaluasi hasil Digitally Reconstructed Radiographs (DRRs) a. Spatial and contrast resolution b. Geometric and spatial accuracy (2-3%) c. Hardcopy quality (output device)
41
F. KESIMPULAN Program kendali mutu dirancang untuk meningkatkan akurasi kinerja pesawat CT scan sehingga pasien dapat terdiagnosis dengan lebih baik. Implementasi dari program kendali mutu ini bergantung pada setiap lembaga dalam mengambil kebijakan masing-masing. Perangkat CT scan ini adalah perangkat yang akan terus berkembang baik dari sisi hardware maupun software, sehingga program kendali mutu ini juga harus dapat mengikutinya, untuk memastikan tingkat akurasi dan efisien radiasi perangkat CT scan itu sendiri.
VI.
PROGRAM KENDALI MUTU PERALATAN RADIOLOGI INTERVENSIONAL A. PENGERTIAN Radiologi intervensional adalah suatu tindakan medis baik vaskuler maupun nonvaskuler yang dilakukan melalui per kutaneus dengan panduan imejing, tanpa membuka rongga tubuh, untuk mengurangi, memperbaiki, menghentikan atau menghilangkan symptom maupun kelainan akibat perubahan patologis pada pasien. Tindakan radiologi intervensional dilakukan baik untuk kepentingan diagnostik maupun terapi. Pelayanan radiologi intervensional saat ini di Indonesia semakin banyak dilakukan. Peralatan panduan yang digunakan pada radiologi intervensional yaitu: 1. Pesawat x-ray dilengkapi dengan fluoroskopi, image intensifier atau Digital Substraction Angiography (DSA) 2. Computed Tomography Scan (CT scan) 3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) 4. Ultrasonografi (USG) Radiologi intervensional meliputi intervensi vaskuler dan intervensi non-vaskuler. Pemeriksaan intervensi vaskuler misalnya : - PTA (Percutaneous Transluminal Angioplasty) - Fibrinolytic Therapy - Embolization Therapy - Endovascular Stenting atau Stent-Graft - Penatalaksanaan perdarahan saluran gastro intestinal - Portal Hypertension and TIPS - IVC filter - Central Venous Access - Dialysis Access intervention Pemeriksaan intervensi non-vaskuler misalnya : - Gastrointestinal tract intervention - Genitourinary intervention - Biliary tract intervention (PTBD, Biliary Stenting) - Thoracic intervention - Abscess and fluid collection drainage - Percutaneuous biopsy - Foreign body retrieval - Ablation : RFA , cryoablation
42
43
B. TUJUAN Tindakan radiologi intervensional dengan menggunakan radiasi pengion sinar X baik sebagai panduan tindakan maupun pengambilan citra sebagai arsip melibatkan peralatan yang canggih baik analog maupun digital selain itu juga paparan radiasi tinggi baik untuk pasien maupun petugas. Oleh karena itu tindakan kendali mutu (quality control/QC) untuk peralatan radiologi intervensional perlu dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Efisiensi biaya 2. Optimalisasi peralatan Manfaat yang dapat diperoleh dengan melaksanakan QC peralatan radiologi intervensional yaitu : 1. Menghasilkan keluaran diagnostik, baik citra maupun hasil interpretasi yang akurat sesuai dengan patologi penyakit pasien. 2. Menghasilkan keluaran terapi yang maksimal sesuai dengan target terapi yang diharapkan. 3. Meminimalkan dosis paparan radiasi pada pasien maupun pekerja di ruang radiologi intervensional. 4. Memberikan keamanan kerja di ruang radiologi intervensional. 5. Peningkatan pelayanan radiologi intervensional. C. ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan QC radiologi intervensional tergantung pada jenis peralatan panduan (fluoroskopi/DSA, CT Scan, MRI atau Ultrasonografi). 1. Fluoroskopi/DSA Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan mendukung QC radiologi intervensional untuk fluoroskopi/DSA meliputi peralatan primer dan peralatan sekunder. Peralatan tersebut dipakai hanya untuk kepentingan kalibrasi noninvasif. Peralatan primer yang dipakai yaitu : bilik ionisasi (ionization chamber) dan Electronic Black Boxes. Sedangkan peralatan sekunder yang dipakai yaitu : Wisconsin test cassette, pocket dosimeter, spin top. 2. CT Scan Alat untuk melakukan kegiatan QC peralatan radiologi intervensional apabila peralatan panduan yang digunakan CT Scan adalah phantom. 3. MRI Sama dengan CT Scan alat yang digunakan pada kegiatan QC peralatan radiologi intervensional apabila peralatan panduan yang digunakan MRI adalah phantom. 4. Ultrasonografi D. PROSEDUR Prosedur pengujian pada masing-masing peralatan pemandu untuk kegiatan QC peralatan radiologi intervensional dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Fluoroskopi/DSA Peralatan fluoroskopi/DSA yang digunakan dalam pemeriksaan radiologi intervensional meliputi 3 bagian, yaitu sistem fluoroskopi, peralatan pelindung
44
radiasi dan peralatan tampilan (display). Prosedur pengujian yang dilakukan meliputi hal-hal berikut : a. Sistem Fluoroskopi 1) Pengujian Kebocoran Radiasi pada Tabung Sinar-X
Gambar 26. Prosedur Pengujian Kebocoran Radiasi Tabung Sinar-X 2)
Pengukuran HVL Fluoroscopic Tube Filtration (Half Value Layer) Image Tube
A bsorber (to protect Image Tube) R Tabletop
F ilt er
Gambar 27. Pengukuran HVL Langkah-langkah pengujian : Atur kilo voltase yang diinginkan secara manual Ukurlah tingkat paparan radiasinya Geser penyerap kearah dalam berkas secukupnya 3) -
Pengukuran Titik Fokus Yang diukur adalah titik fokus tampak (apparent focal spot) Hal yang diperhatikan :
45
o Titik fokus yang lebih kecil akan mengurangi ketidaktajaman geometrik o Titik fokus yang lebih besar akan meningkatkan pemanasan/suhu tabung o Ukuran titik fokus berubah sesuai dengan teknik yang dipakai
Gambar 28. Titik Fokus pada Tabung Sinar-X Langkah-langkah pengukuran (teknik standar yang diperlukan) : a. Atur daya tabung pada 75 kV (typical) b. Atus nilai mAs pada maksimum 50% dari kV yang dipergunakan c. Gunakan kaset direct exposure (tanpa tabir penguat) Cara-cara pengukuran titik fokus : a. Pengukuran secara langsung Pin Hole Camera Slit Camera
Gambar 29. Prosedur Pengukuran dengan Slit Camera dan Pinhole Camera Prosedur pengukuran dengan menggunakan Slit Camera dan Pinhole Camera : - Ukur titik fokus secara langsung pada setiap arah sinarnya. - Gunakan segitiga untuk mengkoreksi jarak - Rumus akan mengkoreksi ukuran alat yang sebenarnya. - Diperlukan 2 kali eksposi untuk pengujian metode slit.
46
b.
Pengukuran tidak langsung Star Test Pattern Bar Phantom
Gambar 30. Star Test Pattern Prosedur Pengukuran dengan Star Test Pattern : - Ukur diameter blur yang terbesar (pada setiap arah). - Ukur magnifikasi. - Gunakan rumus untuk menghitung ukuran fokal spot. F = ω d / (M-1) - F : diameter titik fokus - ω : sudut (radial) pola sebaran berkas sinar x-ray - d : diameter, sesuai dengan arah katoda-anoda dimana berkas sinar x mulai menghilang - M : faktor magnifikasi (rasio gambar dengan diameter riil)
Gambar 31. Bar Phantom
47
Gambar 32. Prosedur Pengukuran Titik Fokus dengan Bar Phantom 4)
Pengujian Ketepatan KV
5)
Pengujian Ketepatan Waktu Penyinaran
Gambar 33. Prosedur Pengukuran Ketepatan Waktu Penyinaran 6)
Pengujian Linieritas Keluaran Radiasi
7)
Pengujian Reproduksi Keluaran Radiasi
8) Pengujian Ketepatan Kolimasi Langkah-langkah pengukuran ketepatan kolimasi : Lakukan eksposi pada film yang berada di atas meja berskala Akan tampak bidang citra berupa tampilan yang berskala pada layar monitor Bandingkan bidang yang tampak oleh mata (monitor) dengan bidang berkas sinar-X di film. Uji ini hendaknya dilakukan pada beberapa model magnifikasi.
Image Tube
Film
Collimator Test Tool Template Tabletop
Gambar 34. Prosedur Pengukuran Ketepatan Kolimasi
48
9)
Ketidaksesuaian tepi lapangan dengan image receptor
49
b.
Peralatan pelindung radiasi 1) Pengujian kebocoran apron
c.
Peralatan tampilan (display) 1) SMPTE test untuk video monitor
Gambar 35. SMPTE Test 2) Pengujian ada/tidaknya artifak pada cetak film (print out) hasil pemeriksaan. 3) Pengujian ada/tidaknya gangguan pada laser printer.
2.
CT Scan
3.
MRI
4.
Ultrasonografi
E. PENILAIAN DAN EVALUASI 1. Fluoroskopi/DSA a. Sistem Fluoroskopi Penilaian dan evaluasi hasil pengujian dari peralatan fluoroskopi/DSA untuk tiap prosedur pengujian adalah sebagai berikut : 1) Pengujian kebocoran Radiasi pada Tabung Sinar-X Pengukuran dilakukan untuk menilai dosis kebocoran radiasi tabung sinar-X pada jarak 1 m kemudian dikonversikan ke 10 cm.
50
2) Pengukuran Ukuran Titik Fokus Ukuran titik fokus yang diukur adalah > 1,5 mm, > 0,8 dan ≤ 1,5 mm dan < 0,8 mm. 3) Pengukuran HVL Pengukuran HVL untuk unit pesawat sinar-X dilakukan untuk daya tabung 50, 70, dan 125 kV. 4) Pengujian Ketepatan KV Pengujian ketepatan kV dilakukan pada daya tabung 60, 81, 50, 81 dan 125 kV baik untuk paediatric unit maupun chest unit. 5) Pengujian Ketepatan Waktu Penyinaran Pengujian ketepatan waktu penyinaran untuk waktu paparan > 100 ms dan < 100 ms. 6) Pengujian Linieritas Keluaran Radiasi Yang diuji adalah ... 7) Pengujian Reproduksi Keluaran Radiasi Yang diuji adalah ... 8) Pengujian Ketepatan Kolimasi (ketidaksesuaian tepi lapangan dengan image receptor) Pengujian dilakukan pada SID 100 cm untuk mengetahui berapa prosentasi dan jumlah ketidaksesuaian tepi lapangan dengan image receptor. b. Peralatan pelindung radiasi (pengujian kebocoran apron) Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah apron mengalami kebocoran atau tidak. c. Peralatan tampilan (display) SMPTE test untuk video monitor dilakukan untuk menilai : 1) Kontras gambar : 2) Homogenitas Luminans 3) Pasangan garis (line pairs) tampak jelas kecuali pada 2 pixels horizontal. a. Pengujian ada/tidaknya artifak pada cetak film (print out) hasil pemeriksaan. b. Pengujian ada/tidaknya gangguan pada laser printer. 2.
CT Scan
3.
MRI
51
4.
Ultrasonografi
F. FREKUENSI UJI 1. Fluoroskopi/DSA Frekuensi pengujian pada peralatan fluoroskopi/DSA adalah sebagai berikut : Tabel 3. Frekuensi pengujian pada peralatan fluoroskopi/DSA Pengujian
Frekuensi
QC Pengolah Film (tidak termasuk laser printer)
Harian
Kebersihan Ruang Pengolah Film
Mingguan
Pengujian Phantom
4 bulan sekali
Visual checklist
Sebulan sekali
Kondisi viewboxes
4 bulan sekali
Analisa Pengulangan (Repeat analysis)
4 bulan sekali
Analisa cairan pengolah film
6 bulan sekali
Kabut pada film (fog) karena penyimpanan di Ruang Pengolah Film
6 bulan sekali
Kebersihan Tabir Penguat (Screen cleanliness)
Sesuai kebutuhan atau setahun sekali
Screen-film contact
Setahun sekali
Untuk keamanan pengoperasian unit pesawat fluoroskopi/DSA pada saat pemeriksaan dan sebagai tindakan proteksi radiasi maka perlu dilakukan hal-hal berikut : a. Posisikan tube pada bagian bawah meja pemeriksaan b. Tube harus diberi tambahan perisai radiasi (shielding) c. Ruang pemeriksaan diberi tambahan Lead Glass Arm (kaca Pb dengan tangkai awal di pasang pada plafon) yang mudah digerakkan d. Selama bekerja dengan radiasi, alat pelindung diri dan film/TLD badge HARUS selalu digunakan e. Sebelum dioperasikan, pesawat harus dilakukan uji kesesuaian pesawat sinar x, sesuai UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 16 (2). 2.
CT Scan
3.
MRI
4.
Ultrasonografi
52
G. TOLERANSI KETIDAKSESUAIAN 1. Fluoroskopi/DSA Penilaian dan evaluasi hasil pengujian dari peralatan fluoroskopi/DSA untuk tiap prosedur pengujian adalah sebagai berikut : a. Sistem Fluoroskopi 1) Pengujian kebocoran Radiasi pada Tabung Sinar-X Rekomendasi dosis kebocoran radiasi tabung x-ray adalah 1 mGy/h pada jarak 1 m (26 µGy/detik pada jarak 10 cm). 2)
Pengukuran Titik Fokus
Tabel 4. Pengukuran Titik Fokus Ukuran Titik Fokus Toleransi >1.5 mm 30% >0.8 and ≤ 1.5 mm 40% <0.8 mm 50% 3) Pengukuran HVL Rekomendasi pengukuran HVL untuk unit pesawat x-ray adalah sebagai berikut : Tabel 5. Rekomendasi Pengukuran HVL untuk Pesawat Sinar-X Daya Tabung/Tube voltage (kV) 70 70 50 70 125
Filtration (mm) 2 Al + 0.2 2 Al 2.5 Al 2.5 Al 2.5 Al
HVL (mm Al) Cu 4.9 (paediatric unit) 2.8 (paediatric unit) 2.1 (chest unit) 2.9 (chest unit) 5.0 (chest unit)
4) Pengujian Ketepatan KV Rekomendasi hasil pengujian ketepatan kV adalah sebagai berikut : Tabel 6. Pengujian Ketepatan kV kVp 60 81 50 81 125 5)
Rekomendasi Hasil Pengukuran 60.9 ± 0.1 82.5 ± 0.1 50.6 ± 0.1 82.3 ± 0.1 125.9 ± 0.1
Deviasi 1.5% (paediatric unit) 1.9 % (paediatric unit) 1.2 % (chest unit) 1.6 % (chest unit) 0.7 % (chest unit)
Pengujian Ketepatan Waktu Penyinaran
53
Rekomendasi hasil pengujian ketepatan waktu penyinaran adalah +10% untuk waktu paparan >100 ms dan + (10%+1)ms untuk waktu paparan <100 ms. 6) Pengujian Linieritas Keluaran Radiasi Rekomendasi hasil pengujian linieritas keluaran radiasi adalah + 10%. 7) Pengujian Reproduksi Keluaran Radiasi Rekomendasi hasil pengujian reproduksi keluaran radiasi adalah <5%. 8) Pengujian Ketepatan Kolimasi (Ketidaksesuaian tepi lapangan dengan image receptor) Rekomendasi hasil pengujian ketepatan kolimasi pada SID 100 cm adalah sebagai berikut : a) Ketidaksesuaian tepi lapangan dengan image receptor < ±3% dari SID. b) Jumlah ketidaksesuaian semua tepi lapangan dengan image receptor < ±4% dari SID. b. Peralatan pelindung radiasi (pengujian kebocoran apron) Hasil pengujian kebocoran apron harus menunjukkan bahwa apron tidak mengalami kebocoran. Apron tidak boleh dilipat. Lipatan pada apron dapat menyebabkan pecahnya lapisan timbal sehingga memperpendek umur pakai apron tersebut. c. Peralatan tampilan (display) 1) SMPTE test untuk video monitor Rekomendasi hasil pengujian SMPTE test generator adalah : a) Kontras gambar : - Tampak 5 % pada 0 %? - Tampak 95 % pada 100 %? b) Homogenitas Luminans - Kiri atas : 161.2 cd m-2 , kanan atas : 159.3 cd m-2 - Kiri bawah : 4.2 cd m-2 , kanan bawah : 4.1 cd m-2 - Kiri atas : 48.1 cd m-2 , kanan atas : 43.2 cd m-2 - Kiri bawah : 46.6 cd m-2 , kanan bawah : 45.9 cd m-2 c) Pasangan garis (line pairs) tampak jelas kecuali pada 2 pixels horisontal. 2) Pengujian ada/tidaknya artifak pada cetak film (print out) hasil pemeriksaan. 3) Pengujian ada/tidaknya gangguan pada laser printer. 2. 3. 4.
CT Scan MRI Ultrasonografi
54
VII.
CONTOH FORMAT KENDALI MUTU ULTRASONOGRAFI (USG) A. Physical and Mechanical Inspection
55
B. Hardcopy and Display Monitor Fidelity
56
C. Image Uniformity
D. Depth of Visualization
57
E. Vertical and Horizontal Distance Limit
58
F. Anechoic Object Perception
59
G. Axial Resolution
60
H. Lateral Resolution
61
I. Ring Down or Dead Zone
62