DRAFT MODUL KETERAMPILAN KOMUNIKASI MENYAMPAIKAN BERITA BURUK (BREAKING BAD NEWS)
Penyusun & Kontributor:
1
DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi 3. Bab I Pendahuluan 4. Bab II Materi 5. Bab III Contoh Skenario 6. Daftar Tilik 7. Metode Pembelajaran 8. Evaluasi 9. Kepustakaan 10. Indeks
2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Kompetensi Setelah mengikuti keterampilan komunikasi ini, mahasiswa mampu berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya, dalam hal: 1.
Membangun hubungan melalui komunikasi verbal dan nonverbal
2.
Berempati secara verbal dan nonverbal
3.
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan dapat dimengerti
4.
Menyampaikan berita buruk dan melakukan konseling dengan cara yang baik dan benar
5.
Menunjukkan kepekaan terhadap aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien dan keluarga
B. Kepentingan Modul ini perlu diajarkan agar mahasiswa dapat menyampaikan berita buruk dengan jelas dan penuh empati pada pasien.
C. Karakteristik Mahasiswa Mahasiswa peserta pelatihan keterampilan komunikasi menyampaikan berita buruk adalah mahasiswa yang telah mempelajari/ menguasai: 1. Keterampilan komunikasi dasar a. Mendengarkan aktif b. Empati c. Bahasa verbal dan non verbal 2. Reproduksi, Neoplasia, Saraf dan Perilaku, Penyakit Menular, ....
D. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti keterampilan komunikasi dasar ini, mahasiswa mampu: 1. Membina sambung rasa, penampilan pewawancara yang baik, membina hubungan dokter pasien yang wajar, dengan: a. Membina sambung rasa, ramah, empati, memperlihatkan sikap menerima b. Menjaga suasana serius tetapi santai c. Berbicara dengan lafal yang jelas d. Mempersilahkan duduk e. Mengetahui bahasa non verbal 3
2. Menggali informasi medis untuk
mengetahui kesiapan pasien atau keluarga pasien
sebelum penyampaian barita buruk a. Menggunakan bahasa yang dapat dipahami b. Menjadi pendengar yang baik c. Tidak terkesan menginterogasi d. Menggali informasi tentang:
apa yang pasien atau keluarganya ketahui tentang penyakit yang diderita
sejauh mana kesiapan pasien atau keluarga pasien dalam menerima kabar buruk.
3. Penyampaian kabar buruk a. Menggunakan bahasa yang dapat dipahami b. Menyampaikan kabar buruk c. Memberi respon terhadap reaksi emosional pasien dengan penuh empati dan wajar 4. Mengkomunikasikan prognosis a. Menyampaikan prognosis dan rencana tindak lanjut b. Membangun harapan pasien
4
BAB II DASAR TEORI DAN TEKNIS KETERAMPILAN KOMUNIKASI MENYAMPAIKAN BERITA BURUK
Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif mengubah pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk sering diasosiasikan dengan suatu diagnosis terminal, namun seorang dokter keluarga mungkin akan menghadapi banyak situasi yang termasuk dalam bagian berita buruk, seperti hasil USG seorang ibu hamil yang menunjukkan bahwa janinnya telah meninggal, atau gejala polidispi dan penurunan berat badan seorang remaja yang terbukti merupakan onset diabetes. Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab seorang dokter yang harus dikerjakan dalam praktek kedokteran. Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi dokter untuk bersikap sensitif dan sikap yang tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal dokter berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang secara potensial berakibat fatal.
Jika dokter tidak
menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidakkepercayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien. Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga pasien. Terdapat hubungan yang kuat antara persepsi pasien yang menerima informasi adekuat tentang penyakit dan pengobatannya dengan penyesuaian psikologis pasien dalam jangka waktu yang lebih lama. Pasien yang menyadari mereka menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami stress atau berkembang menjadi cemas dan atau depresi. Dokter sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk terutama untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak siap dan tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir berita tersebut akan membuat stress dan memberi efek negatif pada pasien dan keluarganya, serta akan mengganggu hubungan terapetik. Dokter merasakan bahwa tugas tersebut tidak menyenangkan dan tidak nyaman; dokter tidak ingin menghilangkan harapan pasien, khawatir dengan reaksi emosional pasien dan atau keluarganya, atau merasa tidak yakin bagaimana menghadapi respon emosi yang sangat dalam. Hal-hal tersebut sering dijadikan alasan dokter untuk menunda menyampaikannya. Padahal hasil penelitian menunjukkan 5090% pasien di Amerika menginginkan mendapatkan informasi yang lengkap mengenai diagnosis terminal yang mungkin terjadi pada mereka. Mengingat bahwa menyampaikan berita buruk merupakan salah satu bagian dari komunikasi, maka dengan mempelajari dan melatih keterampilan berkomunikasi dokter akan 5
mampu menyampaikan berita buruk dengan cara yang dapat mengurangi ketidaknyamanan dokter dan lebih memuaskan pasien dan keluarganya. Penyampaian berita buruk dengan sikap dan cara yang tepat dapat meningkatkan penerimaan pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan rencana terapi lebih lanjut, pendorong pencapaian tujuan terapi yang realistis, memberi dukungan pada mental pasien, serta menguatkan hubungan dokterpasien. Teknik Menyampaikan Berita Buruk Penelitian pada anggota keluarga pasien yang selamat dari kematian yang traumatik memberikan pendapat bahwa hal terpenting dari penyampaian berita buruk adalah attitude (sikap dan perilaku) penyampai berita, informasi yang jelas, privasi dan kemampuan penyampai berita menjawab pertanyaan.
Terdapat enam langkah dalam menyampaikan berita buruk:
1. Melakukan persiapan
Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang akan disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium atau pun pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga pengetahuan dasar tentang prognosis atau pun terapi pilihan terkait penyakit pasien.
Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman. Pastikan bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staf medis lain atau pun dering telepon.
Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir. Perkenalkan diri pada setiap orang yang hadir dan tanyakan nama dan hubungan mereka dengan pasien.
Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Bila perlu tulis katakata spesifik
yang akan disampaikan atau yang harus dihindari dalam
penyampaiannya. 2. Menanyakan apa yang pasien tahu tentang penyakitnya Mulailah diskusi dengan menanyakan apakah pasien tahu bahwa dirinya sakit parah, atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjajagi apakah pasien atau keluarganya dapat memahami berita buruk yang akan disampaikan. Contoh pertanyaan yang dapat diajukan:
“Apa yang Anda ketahui tentang sakit Anda?”
6
“Bagaimana Anda menggambarkan kondisi kesehatan Anda saat ini?”
“Apakah Anda khawatir mengenai sakit atau kondisi Anda?”
“Apakah dokter Anda sebelumnya mengatakan apa penyakit Anda? atau apakah dokter sebelumnya menyarankan Anda untuk melakukan suatu pemeriksaan?”
“Dengan gejala-gejala yang ada pada tubuh Anda saat ini, menurut Anda penyakit apa yang mungkin terjadi?”
Mengapa dokter X mengirim Anda kemari?”
“Apakah menurut Anda sesuatu yang serius sedang terjadi ketika berat badan Anda menurun secara drastis?”
3. Menanyakan seberapa besar keinginan tahu pasien tentang penyakitnya Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan tahu pasien, orang tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang dapat berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial dan budaya masing-masing. Setiap orang mempunyai hak untuk menolak atau menerima informasi lebih lanjut. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda bahwa dia tidak menginginkan informasi yang lebih detail, maka penting bagi dokter untuk menghormati keinginannya dan menanyakan pada siapa informasi sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa: “Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah Anda ingin mengetahui lebih lanjut?” “Apakah Anda ingin saya menerangkan dengan lebih rinci mengenai kondisi Anda? Jika tidak, apakah Anda menginginkan saya menyampaikannya pada seseorang?” “Beberapa orang mungkin tidak mau tahu sama sekali apa yang menjadi masalah kesehatan mereka, sementara keluarga justru menginginkan sebaliknya. Mana yang Anda pilih?” “Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan menjelaskan dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah kesehatan? “Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini?”
Sering keluarga pasien meminta dokter untuk tidak menyampaikan pada pasien diagnosis atau informasi penting lainnya. Sementara dokter mempunyai kewajiban secara hukum untuk memberikan inform consent pada pasien dan disisi lain hubungan 7
terapetik yang efektif juga membutuhkan kerjasama dengan keluarga. Maka jika keluarga meminta demikian, tanyakan mengapa mereka tidak menginginkan dokter memberikan informasi pada pasien, apa yang mereka takut akan yang dokter sampaikan,dan apa pengalaman mereka tentang berita buruk. Sarankan bahwa dokter bersama keluarga menemui pasien dan menanyakan apakah pasien menginginkan informasi mengenai kesehatannya dan apa pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diajukan.
4. Menyampaikan berita Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan penuh empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu kesempatan. Sampaikan informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata sederhana yang mudah dipahami. Hindari kata-kata manis (eufemisme) ataupun istilah-istilah kedokteran. Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti “meninggal” atau “kanker”. Jangan meminimalkan keparahan penyakit. Sering-sering memberikan jeda setelah penyampaian suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa yang disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai saat diskusi. Hindari kalimat “Saya minta maaf” atau “Maafkan saya” karena kalimat tersebut dapat diniterpretasikan bahwa dokter bertanggung jawab atas apa yang terjadi, atau bahwa semua ini karena kesalahan dokter. Lebih baik gunakan kalimat “ Maafkan saya harus menyampaikan pada Anda mengenai hal ini” Beberapa kalimat lain yang dapat dipilih untuk menyampaikan berita buruk: “Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsi menunjukkan Anda terkena kanker leher rahim” “Saya merasa tidak enak
menyampaikannya,
bahwa berdasarkan hasil
pemeriksaan dan USG bayi yang Anda kandung sudah meninggal” “Hasil pemeriksaan laboratorium sudah saya dapatkan, dan ini tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hasil ini menunjukkan Anda pada stadium awal penyakit Parkinson” “Bapak X, saya merasa tidak enak menyampaikannya, benjolan yang ada di leher Bapak adalah kanker kelenjar getah bening” “Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsi sumsum tulang belakang menunjukkan putri Anda menderita leukemia”
5. Memberikan respon terhadap perasaan pasien Setelah berita buruk disampaikan sebaiknya dokter diam untuk memberi jeda. Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi. Respon pasien dan keluarga dalam
8
menghadapi berita buruk beragam. Ada pasien yang menangis, marah, sedih, cemas, menolak, menyalahkan, merasa bersalah, tidak percaya, takut, merasa tidak berharga, malu, mencari alasan mengapa hal ini terjadi, bahkan bisa jadi pasien pergi meninggalkan ruangan. Siapkan diri dalam menghadapi berbagai reaksi. Dengarkan dengan tenang dan perhatian penuh. Pahami emosi pasien dan ajak pasien untuk menceritakan perasaan mereka. Contoh kalimat yang dapat digunakan untuk merespon perasaan pasien: “Saya dapat merasakan bahwa ini merupakan situasi yang sulit” “Anda terlihat sangat marah. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda rasakan?” “Apakah berita ini membuat Anda takut?” “Katakan lebih banyak tentang bagaimana perasaan Anda tentang apa yang baru saya sampaikan” “Saya berharap hasil ini berbeda” “Apakah ada seseorang yang Anda ingin saya hubungi?’ “Saya akan coba membantu Anda” “Saya akan bantu Anda untuk menyampaikannya pada anak-anak Anda” “Ayah dan Ibumu sedih sekarang, mereka akan merasa lebih baik jika kamu cepat sembuh”
Selalu diingat bahwa reaksi mereka normal. Sebaiknya disediakan 1 boks kertas tisu. Komunikasi non verbal akan sangat membantu: dokter menyodorkan tisu, menawarkan minuman. Gunakan sentuhan jika memang pantas. Beberapa pasien atau anggota keluarga pasien mungkin tidak suka disentuh, bersikap sensitif terhadap perbedaan budaya dan pilihan personal. Hindari humor atau komentar yang tidak pada tempatnya. Beri waktu pasien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka. Jangan mendesak mereka dengan terburu-buru menyampaikan informasi lebih lanjut. Jika emosi sudah dikeluarkan, biasanya pasien atau keluarga dapat lebih mudah untuk diajak pada langkah berikutnya. 6. Merencanakan tindak lanjut Buat rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa:
Pemeriksaan lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi
Pengobatan gejala-gejala yang ada
Membantu orang tua mengatakan pada anak tentang sakit yang dideritanya dan pengobatan yang akan dilakukan 9
Tawarkan harapan yang realistis. Walaupun tidak ada kemungkinan untuk sembuh, bangun harapan pasien dan sampaikan tentang pilihan terapi apa saja yang tersedia.
Mengatur rujukan yang sesuai
Menjelaskan rencana untuk terapi lebih lanjut
Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan dukungan secara emosi dan praktis, misal keluarga, teman, tokoh yang disegani, pekerja sosial, konselor spiritual, peer group, atau pun terapis profesional
Rencana tindak lanjut ini akan meyakinkan pasien dan keluarga bahwa dokter tidak meninggalkan atau mengabaikan mereka, dan dokter akan terlibat aktif dalam rencana yang akan dijalankan. Katakan bahwa pasien dan keluarga dapat menghubungi dokter jika membutuhkan jawaban untuk pertanyaan lebih lanjut. Tentukan waktu untuk pertemuan berikutnya. Dokter juga harus memastikan bahwa pasien akan aman dan selamat saat pulang. Cari tahu: apakah pasien dapat mengemudikan sendiri kendaraan saat pulang? Apakah pasien sangat cemas atau khawatir, merasa putus asa atau ingin bunuh diri? Apakah ada seseorang di rumah yang dapat memberikan dukungan pada pasien?
Mengkomunikasikan Prognosis Pasien sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana perjalanan penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka ingin mempunyai kepastian tentang masa depan sehingga dapat merencanakan hidup mereka, atau pasien merasa ketakutan dan berharap bahwa dokter akan mengatakan penyakitnya tidak serius. Sebelum langsung menjawab pertanyaan pasien tentang prognosis, sebaiknya dokter mengumpulkan informasi tentang alasan mereka menanyakan hal tersebut. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain: “Apa yang Anda harapkan akan terjadi? “Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan penyakit seperti ini?” “Apa pengalaman Anda tentang seseorang yang sudah meninggal?” “Apa yang Anda harapkan terjadi?” “Apa yang Anda harapkan untuk saya lakukan? “Apa yang membuat Anda takut untuk yang akan terjadi?”
Dokter harus mempertimbangkan dampak pemberian informasi prognosis. Pasien yang ingin merencanakan hidup mereka biasanya mengharapkan informasi yang lebih rinci. 10
Sedangkan pasien yang sangat khawatir atau cemas, mungkin akan lebih baik mendapat informasi secara umum saja. Jawaban dokter yang definitif seperti : “Anda hanya mempunyai usia harapan hidup sampai 1 tahun” akan berisiko menyebabkan kekecewaan jika ternyata terbukti usia harapan hidupnya lebih singkat. Jawaban seperti ini juga dapat menimbulkan kemarahan dan rasa frustasi jika dokter merendahkan usia harapan hidup pasien. Kalimat berikut lebih disarankan dalam menjawab pertanyaan tentang prognosis: “Sekitar sepertiga pasien dengan kasus seperti ini dapat bertahan hidup sampai satu tahun, separuhnya bertahan hidup dalam 6 bulan, apa yang akan terjadi sesungguhnya pada diri Anda, saya sungguh tidak tahu” Setelah jawaban tersebut dokter sebaiknya melanjutkan dengan menyampaikan bahwa dokter dan pasien harus berharap untuk yang terbaik, sambil tetap berencana untuk kemungkinan terburuk. Sampaikan juga ke pasien dan keluarga bahwa kejutan yang tidak diharapkan dapat terjadi hal ini dan pasien lebih mempersiapkan mental untuk menghadapi sehingga dapat mengurangi penderitaan. Dokter harus meyakinkan pasien dan keluarga bahwa dokter akan siap mendukung dan membantu mereka.
11
BAB III CONTOH SKENARIO Skenario 1. Kanker Payudara Seorang perempuan, 40 tahun, sudah menikah, mempunyai 2 orang anak usia 10 dan 5 tahun, karyawan sebuah perusahaan, pendidikan S1, datang ke dokter untuk kontrol setelah menjalani operasi pembedahan payudara dua minggu yang lalu. Riwayat Perjalanan Penyakit Tiga bulan yang lalu pasien mengetahui mempunyai benjolan di payudara kanan sebesar telur puyuh, yang tidak dirasa sakit. Pasien tidak untuk memeriksakan diri karena takut dokter akan menyuruh untuk dioperasi. Terlebih ibu pasien tiga tahun yang lalu meninggal karena kanker payudara. Namun karena dirasa makin membesar, akhirnya pasien memberanikan diri untuk periksa ke dokter dan didapatkan hasil PF, massa di regio mammae dextra kuadran lateral atas. Pasien dianjurkan melakukan pemeriksaan : - USG mamae - Mamografi - Lab : darah - Tumor marker - ER +/- Eksisi/biopsi Dokter memang menyarankan untuk operasi dan dua minggu yang lalu telah dilakukan pembedahan untuk mengangkat benjolan tersebut. Untuk mengetahui jenis tumor, dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Saat ini setelah operasi 2 minggu yang lalu, Pasien datang mengunjungi dokter untuk kontrol dan juga mengetahui hasil pemeriksaan. Pasien dalam kondisi sehat, luka bekas jahitan operasi sudah mengering dan terkadang masih memberikan sedikit rasa nyeri. Keterangan Hasil Pemeriksaan PA: Karsinoma invasive ductal stad. II Tindakan yang disarankan : Mastektomi totalis, dilanjutkan dengan radioterapi/kemoterapi
Tugas: 1. 2. 3. 4.
Lakukan penggalian informasi terkait kesiapan pasien tentang penyakitnya Lakukan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pasien Jelaskan tindakan/pengobatan yang disarankan Komunikasikan prognosis
12
Skenario 2. HIV Seorang laki-laki, 28 tahun, belum menikah, karyawan, pendidikan D3. Riwayat Perjalanan Penyakit: Dua bulan terakhir pasien merasa lemas, mudah lelah dan sering sakit-sakitan. Sebulan yang lalu selama dua minggu pasien mengalami diare, Sehari 3-4 kali, dan tidak terlalu dirasakan pasien dan hanya minum obat anti diare dari warung. Namun karena sudah 2 minggu dan tidak juga sembuh maka pasien pergi ke dokter. Dokter menyarankan pasien dirawat di rumah sakit. Hasil pemeriksaan ditemukan jamur pada feses pasien. Pasien juga mengeluh banyak sariawan pada mulut dan lidahnya. Menurut dokter, sariawan di mulut pasien adalah karena infeksi jamur juga, sehingga dokter menyarankan pasien untuk pemeriksaan lanjutan. Keluhan lain : nafsu makan menurun, pasien makin kurus, berat badan turun 10 Kg. Riwayat penyalagunaan obat terlarang (+). Hasil pemeriksaan Laboratorium: Rapid tes HIV (+) ELISA 3 metode (+) Sel CD 4 250/mm3 Saran pengobatan Terapi antiretrovirus, agar menekan perkembangan virus, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh pasien. Obat harus diminum teratur tepat waktu, tidak boleh lupa, untuk mencegah resistensi. Obat antiretrovirus yang terjangkau. Prognosis Tergantung respon tubuh terhadap pengobatan. Jika berespon baik, virus dapat dihambat perkembangannya, sistem kekebalan tubuh akan membaik dan infeksi oportunistik tidak akan terjadi. Beberapa orang dengan HIV (+) tetap sehat dan dapat menjalani aktivitas sehari-hari secara normal. Saran pada pasien: Cegah penularan pada orang lain Tidak menggunakan barang milik pribadi bersama-sama orang lain.
Tugas: 1. 2. 3. 4.
Lakukan penggalian informasi terkait kesiapan pasien tentang penyakitnya Lakukan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pasien Jelaskan tindakan / pengobatan yang disarankan Komunikasikan prognosis
13
DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK KETERAMPILAN KOMUNIKASI MENYAMPAIKAN BERITA BURUK
N
ASPEK YANG DINILAI
O
NILAI 0 1 2
A. Membina sambung rasa : 1
Memperlihatkan sikap menerima terhadap pasien
2
Mengucapkan salam (memperkenalkan diri jika terdapat keluarga pasien)
B.
Menggali informasi
3
Mencari tahu apa yang yang telah diketahui pasien tentang penyakitnya
4
sejauh mana kesiapan pasien atau keluarga pasien dalam menerima kabar buruk.
C. Menyampaikan berita buruk 5
Menjelaskan hasil pemeriksaan
6
Menyampaikan berita buruk dengan jelas dan penuh empati
D. Memberi respon terhadap reaksi emosional pasien 7
Memberi kesempatan pada pasien waktu untuk bereaksi
8
Memberi respon pada pasien dengan penuh empati dan wajar
E.
Menjelaskan tindak lanjut
9
Menyampaikan rencana tindak lanjut
10
Mengkomunikasikan prognosis
F. Mengakhiri percakapan 10
Membangun harapan pasien
11
Menjelaskan bahwa dokter siap membantu pasien
12
Membuat kesepakatan untuk pertemuan lebih lanjut
JUMLAH
Keterangan: 0 : Tidak dilakukan sama sekali 1 : Dilakukan tapi kurang sempurna 2 : Dilakukan dengan sempurna
14
METODE PEMBELAJARAN
Kuliah Pengantar (konseptualisasi)
Constructive learning
Visualisasi (audiovisual, demonstrasi, cinemaducation)
Verbalisasi
Practice (role play peer group)
Feedback (peer group, pasien simulasi, instruktur)
Mastering
EVALUASI
OSCE
CATATAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERBAIKI:
Aspek yang ditekankan pada keterampilan Breaking Bad News adalah “Discuss”
Skenario untuk kasus-kasus yang sering dihadapi oleh dokter umum
Setting kasus diperjelas (misal: pasien telah beberapa kali bertemu/berkonsultasi dengan dokter)
Skenario dapat menampilkan beberapa reaksi emosional pasien (shock, sedih, denial, marah, dll)
Saran :
disediakan orang ketiga (bisa didampingi dg perawat/profesi kesehatan lain bisa jg utk mengassess IPE)TB
Referensi / citasi
Kasus yang disepakati (kasus: 1. TB 2. DM 3. HIV 4. Janin meninggal 5. Kecelakaan (kehilangan anggota badan) 6. Kasus anak (leukemia, epilepsi, kelainan kongenital, post meningoensefalitis) 15
7. Kematian Anggota keluarga (misal anak) yang tengah dirawat 8. HBs Ag (+) 9. Kehamilan yang tidak diinginkan 10. Idiosinkrasi terapi (sindrom Steven Johnson, medical abuse (kasa tertinggal pada luka jahitan, dll)
KEPUSTAKAAN
Emanuel LL, von Gunten CF, Ferris FD, eds. 1999. Education for physicians on End-of-Life Care (EPEC) Curriculum Module 2 Communicating Bad News. Chicago: The Robert Wood Johnson Foundation. Tersedia dalam www.ama.assn.org/ethic/epec/download/module_2.pdf
Maguire P. 2000. Breaking bad news in Communication skill for doctors. Arnold. London
Vaidya VU, Greenberg LW, Patel KM. 1999. Teaching physician how to break bad news. Arch Pediatr Adoles Med 153:419-22
Vandekieft GK. 2001. Breaking bad news. Am Fam Physician 64:1975-8.
16