Dr. Himsar Silaban., MM
ASPEK-ASPEK PENTING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Dr. Himsar Silaban., M M
S e m e s t a ILm u
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
C opyright © Penulis: Dr. Himsar Silaban., MM ISBN: 978-602-6923-22-6 Profile: 14 x 21 cm, viii +152 him Cetakan Pertama, Desember 2015 Pra Cetak: Hatib Rahmawan Editor: Munawir Husni Cover: Tim Kreatif Semesta Ilmu Diterbitkan oleh: Semesta Ilmu Alamat: Ds. Sanggrahan Rt.03, Rw.08, No.05 Tegaltirto-Berbah Sleman Yogyakarta E-mail: semestailmu
[email protected] HP/WA: 085725465542 All right reserved. Semua hak cipta © dilindungi undang-undang. Tidak diperkenankan memproduksi ulang, atau mengubah dalam bentuk apapun melalui cara elektronik, mekanis, fotocopy, atau rekaman sebagian atau seluruh buku ini tanpa ijin tertulis dari pemilik hak cipta.
KATA PENGANTAR
Salah satu tuntutan reformasi adalah peningkatan kualitas pelayanan publik. Sistem, prosedur dan biaya pelayanan publik selama ini dirasakan sangat tidak berpihak kepada masyarakat sehingga perlu pembenahan terutama kualitasnya. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggapi masalah tersebut adalah dengan diundangkannya undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Kehadiran undang-undang tersebut dirasakan belum cukup untuk menyentuh hal-hal yang esensi dalam pemenuhan harapan masyarakat terutama menyangkut sikap perilaku dari para petugas pelayanan yang belum sesuai dengan harapan masyarakat sebagai pengguna (user). Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian serius dari peme rintah selaku pelayan publik hendaknya juga memperhatikan unsur-unsur seperti penetapan visi misi yang realistis dan terukur, struktur organisasi yang tidak terlalu birokratis, kualitas sumberdaya manusia yang kompeten, budaya kerja yang dapat menambah semangat kerja, kepemimpinan organisasi yang visioner dan kuali tas dan kuantitas sarana prasarana pendukung sering belum mendapat perhatian serius dalam mendukung proses dan kualitas pelaSejalan dengan itu, para mahasiswa mendorong saya untuk membuat buku sebagai buku pelajaran dan buku pegangan yang iii
diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan mereka di bidang pelayanan publik, dan dasar itulah antara lain kehadiran buku ini. Sehubungan dengan itu perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendorong saya dari awal sampai akhir dalam pembuatan buku ini. Akhirnya saya mengucap kan banyak terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Karena atas berkat dan rahmatnya buku ini dapat dibuat, mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya.
Jakarta, Oktober 2015 Hormat saya Penulis
iv
DAFTAR ISI
BAB I. KONSEPSI PELAYANAN PUBLIK
B. Pengertian Pelayanan Publik 3 C. Tujuan dan Ruang Lingkup Pelayanan Publik 10 D. Sistem, Prinsip dan Asas-asas Pelayanan Publik 12 E. Standar dan Unit Pelayanan Publik 22 F. Etika Pelayanan Publik 48 1. Etika Pelayanan Publik 51 2. Prinsip-prinsip Etika Pelayanan Publik 54 3. Faktor-faktor Pendukung Pelayanan Publik 61 4. Penerapan Etika Pelayanan Publik 64 BAB II. KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
A. Kualitas Pelayanan Publik 67 1.
Definisi Kualitas Pelayanan Publik 67
2.
Kriteria Kualitas Pelayanan Publik 68
3.
Jenis-jenis Pelayanan Perizinan yang dilakukan Pemerintah Daerah 74
B. Kepuasan Pelanggan 77 BAB III. PEMBAHARUAN PELAYANAN PUBLIK MENUJU PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
A. Perubahan Paradigmatik tentang Pelayanan Publik 86 v
B. Ketatakelolaan Pemerintahan yang Baik 91 C. Ketatakelolaan Pemerintahan yang Dinamis 94 D. Subtansi Pembaharuan Pelayanan Publik 94 BAB IV. ADMINISTRASI PUBLIK DALAM PELAYANAN PUBLIK
A. Konsep Administrasi Publik 97 B. Teori Administrasi Publik 99 C. Dasar-dasar dan Prinsip-prinsip Administrasi Publik 102 D. Ruang Lingkup Administrasi Publik 103 E. Fungsi-fungsi Administrasi Publik 105 F. Pokok-pokok Administrasi Publik 106
BAB V. ASPEK-ASPEK PENTING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
A. Kerangka Perspektif Kualitas Pelayanan dan Faktor yang Mempengaruhi 113 B. Kriteria Kualitas Pelayanan Publik 117 C. Faktor Penentu Keberhasilan Pelayanan Publik 119 2. Budaya Pelayanan 122
5. Peraturan Perundangan yang Terkait 128 D. Peningkatan Managemen Kualiats Pelayanan Publik 129 E. Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik 134 F. E-G overment dalam membangun G ood G overnance 140 vi
G. Stackholder 145 Daftar Pustaka 148 Biodata Penulis 151
vii
viii
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
BAB I
PEMAHAMAN KONSEPTUAL PELAYANAN PUBLIK
A. Pendahuluan
Dalam konteks pemerintahan modern, pelayanan merupakan tuntutan yang sangat mendasar guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya menuju cita-cita masyarakat sejahtera. Hingga saat ini, diskursus ilmiah tentang pelayanan semakin gencar, baik dalam bentuk pemikiran maupun penelitian. Indonesia sendiri, sebagai salah satu negara berkembang, telah lama mendiskusikan pela yanan ini, dan tokoh yang populer adalah Sofian Effendi dan Rias Hasan—tidak ketinggalan pula para praktisi pemerintahan, berusaha keras menghasilkan konsep dan upaya-upaya pemecahannya. Pelayanan sebagai tuntutan fundamental, memiliki implikasi yang sangat luas; kehidupan agama, pendidikan, ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Terlebih lagi era postmodernisme saat ini, kemajuan sain dan teknologi telah mempengaruhi pola fikir, prilaku-prilaku, nilai, moral, serta mentalitas sosial individu dan masyarakat. Akibatnya, tingkat kebutuhan dasar, dan tuntutantuntutan, derastis meningkat. Kebutuhan sandang misalnya, berangkat dari perubahan pola fikir tadi, paradigma atau style ‘pakaian’ modern, berubah-ubah. Sejumlah negara maju secara kompetitif mempopulerkan model tersebut sebagai pakaian yang 1
dianggap ‘moderen’, dan negara berkembang merasa minder jika model tersebut tidak terdistribusikan di negaranya. Luasnya implikasi dari pelayanan publik tersebut, negara dituntut memenuhi semua bidang kehidupan yang sedang dijalani. Agama misalnya, negara harus mampu memberikan pelayanan maksimal terhadap berbagai kebutuhan agama dan keagamaan pada rakyatnya. Pemerintah melalui lembaga agama baik di pusat maupun daerah, secara aktif memberikan layanan-layanan informasi, konsultasi dan resolusi menyangkut kebutuhan agama, serta mudah diakses. Jika pelayanan publik dalam bidang agama tidak tersalurkan secara maksimal, maka tingkat kepercayaan publik (dalam hal ini masyarakat) terhadap pemerintah, mengurang— apalagi hanya melayani satu kelompok keperecayaan saja. Akibatnya, prilaku radikal, etkstrim, intoleransi antara agama kerap terjadi. Kelompok kepercayaan yang tak terlayani dengan baik, tentu melakukan protes dan menuntut keadilan, bahkan kekerasan bila perlu. Jelas, tindak kriminalitas dari satu kelompok, dapat merusak proses pelayanan publik yang sedang berjalan, dan akhirnya mendapat cemoohan publik bahwa, “pelayanan publik” sangat buruk, atau berjalan di tempat. Demikian pula dalam bidang yang lain, seperti: ekonomi, sosial, pendidikan, budaya—pelayanan pada masing-masing bidang ini, berakibat buruk pada “tingkat kepercayaan”, bila pelayanan publik itu tidak sehat. Karena itu, fokus perbaikan pada ‘pelayanan publik’ menjadi niscaya dan harus dilakukan secara ekstra, guna menghindari fenomena-fenomena tadi. Semua pihakyang terlibat, benar-benar menjalankan tugasnya sebagai mediator pelayanan publik.
2
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Seiring dengan keharusan pemerintah dalam melayani atau memberikan pelayanan, muncul masalah baru secara teoritis dan praktis. Di Indonesia misalnya, konsep ‘pelayanan publik’ masih belum jelas dan belum terarah. Tujuan, ruang lingkup dan seluruh aspek yang terkait, juga masih dalam proses konseptualisasi epistemologis, ontologis dan aksiologis. Alih-alih masalah kualitas, para praktisi dan sejumlah pemerhati publik, sampai saat ini masih berdebat kusir mengenai itu. Masing-masing mengajukan konsep, hingga muncul istilah reformasi dan pembaharuan pelayanan publik. Begitu juga dengan kualitas dan segala aspeknya. Sub ini, mencoba mengurai kembali—tanpa bermaksud ‘mengulang-ulang’ konsepsi-konsepsi pelayanan publik itu, namun mempertegas kembali, sekaligus mengingatkan tentang arti dan hakikat ‘pelayanan’ yang sesungguhnya, guna memperoleh kualitas sebagai akhir tujuan bersama. Karena itu, deskripsi—baik bersifat konvensional, strategisasi dan pembaharuan, dilakukan. B. Pengertian Pelayanan Publik
Sekitar tahun 2003, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, mengeluarkan sebuah keputusan mengenai defmisi pelayanan umum, No. 63 Tahun 2003, bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha M ilik Negara (BUMN) atau Badan Usaha M ilik Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan peundang-undangan. Sementara UU No. 25/2009 pada Bab I Pasal I Ayat I, bahwa Pelayanan Publik adalah 3
Rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pela yanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Tujuannya, sebagai termuat dalam pasal 3, adalah a) terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, b) terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik, terpenuhinya penye lenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangundangan, d) dan terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Penegasan UU Tahun 2003 dan 2009 di atas, sekilas mem berikan gambaran teoritis mengenai apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan publik’. Namun, dalam telaah lanjut, deksripsi pela yanan publik terlihat berbeda satu sama lain—meski terdapat kesamaan substansial. Jelas, ini karena perbedaan sudut pandang berdasarkan tingkat disiplin ilmu, sehingga rumit menemukan konsep yang final. Menurut Bovaird (2003), rumusan konsep tentang pela yanan publik jauh lebih rumit daripada sektor publik. Mengatasi itu, ia mengajukan tiga sudut pandang—walaupun sebenarnya ter lihat lebih sempit jika mengacu satu sudut pandang saja. Salah satu sudut itu misalnya, dari sisi obligasi (Bovaird, 2003:7) menyatakan bahwa, “...public service a ll those service in w h ihc pa rlia m en t has d ecreed a n eed fo r regulation...” Di sini, sektor publik hanya melakukan pelayanan publik berdasarkan amanah yang dirasa perlu dan diputuskan DPR. Jadi, ketika DPR memutuskan pelayanan 4
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
pendidikan, secara bersamaan pelayanan yang lain terabaikan, padahal semua bidang tersebut membutuhkan pelayanan di waktu yang sama. Sudut pandang yang lain adalah economics. Kata Bovaird (2003: 7), “P ublic service are those ivhihc m erit p u b lic intervention because the maket failures. In the other word, any goods a n d service w hich w ou ld result in suboptim al social w elfare i f it w ere provid e in a fr e e market should be regulated in som e way by p u b lic sector•, a n d in this way qualifies as a p u b lic service.” Sudut pandang ekonomi ini, jauh lebih luas dari sudut obligasi tadi. Pemahaman yang ditekankan di sini adalah pelayanan publik sebagai pengelolaan pasokan barang/jasa secara langsung atau tidak langsung oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan sosial dalam kondisi optimal pareto. Tetapi, sudut pandang ini terlalu luas dan tak fokus. Jelas, masing-masing negara tidak seragam dalam menerima barang/jasa produksi, karena satu sama lain memiliki perbedaan ideologi dan tingkat kemajuan ekonomi, pada akhirnya menyebabkan berbedanya klasifikasi barang/jasa privat dan publik. Negara-negara Islam misalnya, daging Babi tidak diproduksi dan diperjualbelikan, karena menyalahi norma agama. Berbeda dengan negara yang umumnya non-muslim. Dalam hal produksi, negaranegara sosialis-etatis, barang/jasa sebagian besar diproduksi melalui Badan Usaha M ilik Negara, sedangkan yang Liberalis-Kapitalis, diproduksi oleh sektor privat. Satunya adalah sudut pandang politisi, bahwa pelayanan publik adalah “...public service are those im por tant fo r the reelection o f politicians, or m ore realistically o f p olitica l partaies." Jelas sekali di sini, kelompok politisi tertentu, cenderung mengenyangkan kelompoknya saja atau kelompok yang sejalan dengan ideologi politiknya. Dalam kasus-kasus tertentu, pelayanan 5
publik sering fokus pada visi dan misi kelompok penguasa, seperti ‘perbaikan efesiensi’, yang umumnya didominasi orang-orang kaya, karenanya, pelayanan diarahkan pada hal tersebut. Sebaliknya, kelompok politik yang berorientasi pada kemiskinan, maka pelaya nan publik diarahkan pada pendidikan dan kesehatan, dan secara bersamaan ‘perbaikan efesiensi’ terabaikan. Sudut pandang ini, meski satu sisi memenuhi kebutuhan dominan publik, namun, terkendala dalam bidang efesiensi. Jelas, pelayanan publik masih Lalu, apa deksripsi yang ideal guna memenuhi totalitas kebuthan publik tanpa mengesampingkan yang lain? Beberapa perbandingan definisi di bawah ini, dapat menggambarkan arti keseluruhan. Secara etimologis, pelayanan berarti membantu menyiapkan/mengurus apa saja yang dibutuhkan seseorang. Juga bisa berarti perihal atau cara melayani. Moenir (1995: 17) menyatakan, pelaya nan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Lukman (2000: 8) menyatakan, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpullan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sedangkan istilah pub lik, (public: Inggris), berarti umum, masyarakat, negara. Selanjutnya, Thoha (1991-: 41), menyatakan pelayanan masyarakat adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang/kelompok/ institusi tertentu untuk memberikan bantuan kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai tujuan bersama. Dalam KBBI sendiri, terdapat tiga makna dasar, yakni: a), perihal hal atau cara melayani, b). usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan uang, c). dan kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli 6
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
barang/jasa. Berdasarkan arti dasarnya, American M arketing Associa tion, seperti kutip Donald (1984: 22) mengartikan pelayanan sebagai kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakikatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan ssesuatu, serta proses produksinya juga tidak dikaitkan dengan suatu produksi fisik. Mengenai ketidakwujudan produk, Lovelock (1991: 7) service adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami, sehingga tidak ada bentuk yang dapat dimiliki, namun dapat dirasaBerdasarkan istilah yang dimaksud, Pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparatur pemerintah, termasuk aparat yang bergerak di bidang perekonomian dalam bentuk barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan (Sanipar, 1998: 5). Pengertian lain, pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah busat, di daerah dan di lingkungan BUMN atau BUMD, barang/jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketertiban (Robert, 1996: 30). Sedikit tambahan dari Wasistino (2007: 51-52) bahwa, pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama peme rintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Moenir (2006: 26-27) menambahkan, pelayanan pub lik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain 7
sesuai dengan haknya. Sedangkan menurut Lonsdale (1994), pela yanan publik adalah segala sesuatu yang disediakan pemerintah atau swasta karena umumnya masyarakat tidak dapat memenuhi kebu tuhan diri sendiri, kecuali secara kolektif dalam rangka memenuhi kesejahteraan sosial seluruh masyarakat. Sementara berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dibedakan menjadi tiga hal, yaitu: 1) pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusa haan pengangkutan, 2) pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pe merintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya ada lah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan, 3) dan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh orga nisasi publik yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penye diaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan. Sedangkan dalam Sumaryadi (2008: 30), pelayanan diartikan sebagai proses dengan output layanan dan sebagai produk dengan output hasil pelayanan. Definisi pelayanan menurut beberapa pakar dalam Sumaryadi (2008: 20) dapat dilihat sebagai berikut: 1) Pela yanan {service) meliputi jasa dan pelayanan. Jasa adalah komoditi sedangkan layanan pemerintah kepada masyarakat terkait dengan suatu hak dan lepas dari persoalan apakah pemegang hak itu iba8
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
bani suatu kewajiban atau tidak. Dalam hubungan ini dikenal adanya hak bawaan sebagai manusia dan hak pemberian. Hak bawaan itu selalu bersifat individual dan pribadi, sedangkan hak berian meliputi hak sosial politik dan hak tersebut adalah pe merintah, kegiatan pemerintah untuk memenuhi hak bawaan dan hak berian inilah yang disebut pelayanan pemerintah kepada masyarakat (Ndraha, 1997: 14), 2) Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata atau tidak dapat diraba yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan (Gronroos dalam Ratminto dan Atik, 2008: 2), 3) Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata atau tidak dapat diraba yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan (Ivan cevich, Lorenzi, Skin-ner dan Crosby, 1997). Beberapa pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa, pelayanan publik merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang atau jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggungjawab yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di dae rah dan di lingkungan BUMN atau BUMD dalam rangka pelak sanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada intinya, pelayanan publik itu adalah pemberian layanan atau upaya melayani kebutuhan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepen tingan pada organisasi itu sendiri sesuai dengan aturan pokok atau tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan itu sendiri dilakukan oleh penyelenggara negara. 9
C. Tujuan dan Ruang Lingkup Pelayanan Publik
Salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Hal ini juga dimaksudkan untuk mensejahterakan warga negara dari suatu negara, yakni terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Beberapa definisi pada pembahasan sebelumnya, secara tidak langsung memberikan gambaran umum mengenai tujuan pokok pelayanan publik, yakni terpenuhinya kebutuhan masyarakat secara berkesinambungan menuju masyarakat sejahtera, adil, dan makmur. Termasuk lima butir pokok yang tertuang dalam tubuh Pancasila, merupakan cita-cita pokok pelayanan publik; terpenuhinya kebutuhan agama, pendidikan, ekonomi, sosial, politik, budaya, dan rasa aman dalam bingkai kesatuan republik Indonesia. Dalam bahasa ilmu pekerjaan sosial, yakni terwujudnya masyarakat sejah tera. Berdasarkan fungsi dalam ilmu administrasi negara, bahwa fungsi pelayanan publik terkait dengan hakikat negara sebagai suatu negara kesejahteraan (w elfare state) yang menyangkut semua segi kehidupan dan penghidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan pelaksanaannya dipercayakan kepada aparatur pemerin tahan tertentu yang secara fungsional bertanggung jawab atas Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sebagaimana tertera pada Bab I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 bahwa, yang dimaksud dengan: a) Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai deng10
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
an peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan adminis tratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. b) Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penye lenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Ruang lingkup pelayanan publik berdasarkan klasifikasinya, terdapat dua kategori utama. Mahmudi (dalam Hardiyansyah, 2011: 20-24) menyebutkan, yakni pelayanan kebutuhan dasar dan pela yanan kebutuhan umum. Kebutuhan dasar meliputi: kesehatan, pendidikan dasar, dan bahan kebutuhan pokok masyarakat. Sementara pelayanan umum terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: a) pelaya nan administratif, yakni pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik, seperti pembuatan KTP, BPKB, STNK, SIM, IMB, Sertifikat Tanah, Akta Kelahiran, Akta Kematian, Paspor, dan lain-lain. b) pelayanan barang, yakni pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang kebu tuhan publik, misalnya: jaringan telpon, penyediaan tenaga listrik, penyediaan air bersih. c) pelayanan jasa, yakni pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa kebutuhan publik, seperti: pen didikan tinggi dan menengah, pemeliharaan kesehatan, penyeleng garaan transportasi, jasa pos, sanitasi lingkungan, persampahan, drainase, jalan dan trotoar, penanggulangan bencana. Ruang lingkup lain, bisa ditelusuri dari berdasarkan jenis-jenis pelayanan publik dari Lembaga Administrasi Negara, yaitu: a) pelayanan pemerintahan, yakni jenis pelayanan masyarakat terkait 11
dengan tugas-tugas umum pemerintahan, seperti: KTP, SIM, pajak, perizinan, dan keimigrasian. b) pelayanan pembangunan, yakni suatu jenis pelayanan masyarakat terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sebagai warga negara, meliputi penyediaan jalan-jalan, jembatan-jembatan, pelabuhan-pelabuhan. c) pelaya nan utilitas, yakni jenis pelayanan terkait dengan utilitas bagi masyarakat seperti penyediaan listrik air, telpon, dan transportasi lokal. d) pelayanan sandang, pangan dan papan, yakni jenis pela yanan yang menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan, meliputi penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah. c) pelayanan kemasyarakatan, yakni pelayanan yang terlihat dari sifat dan kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagaan, penjara, rumah ya-
D. Sistem, Prinsip dan Asas-asas Pelayanan Publik
Dalam proses pelayanan publik, terdapat empat komponen yang terkait, yaitu: a) penyedia layanan; pihak yang dapat memberi suatu layanan tertentu pada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang atau jasa-jasa, b) penerima layanan; mereka yang disebut sebagai konsumen atau penerima ber bagai layanan dari pihak penyedia layanan, c) jenis layanan; layanan yang dapat diberikan oleh pihak penyedia pada penerima, d) kepuasan pelanggan; penyedia layanan, harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini karena tingkat
12
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
‘kepuasan’ berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati. Empat komponen di atas, merupakan satu keterkaitan yang takterpisah untuk kemudian disebut sebagai pelayanan publik. Be berapa item di bawah ini, memperluas salah satu proses-proses yang berlaku dalam sebuah pelayanan publik, yaitu: 1. Sistem Pelayanan Publik Sistem pelayanan publik, erat kaitannya dengan upaya pe ningkatan pelayanan, karena itu, David Osborne dan Tad Gaebler (1995) dalam (Pasolong, 2013: 130), merumuskan satu gagasan baru mengenai pelayanan tersebut, yang tertuang dalam 10 prinsip. Salah satu cara yang diperkenalkannya guna meningkatkan pelayanan publik adalah memberi wewenang kepada pihak swasta lebih banyak berpartisipasi sebagai pengelola pelayanan publik. Salah satu prinsip dalam upaya itu ada lah “sudah saatnya pemerintah berorientasi ‘pasar’, karena itu, diperlukan pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efesien melalui pengendalian pasar itu sendiri. Beberapa prinsip yang dimaksud, sebagai berikut: 1) pemerintah katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh, 2) pemerintahan milik masya rakat: memberi wewenang ketimbang melayani, 3) pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pem berian pelayanan, 4) pemerintah yang digalakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan, 5) pe merintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan, 6) pemerintah yang berorientasi pelanggan: meme nuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi, 7) pemerintah wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan, 8) pe13
merintah antisipatif: mencegah daripada mengobati, 9) peme rintah desentralisasi, 10) pemerintah brokrasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar. 2. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik Dalam rangka ‘melayani’ atau memberikan pelayanan ke butuhan pada masyarakat, dan agar pelayanan tersebut dapat terlaksana dengan baik, tepat dan benar, pihak penyelenggara harus memegang prinsip-prinsip dasar guna mempermudah penyelenggaraan pelayanan. Prinsip tersebut merupakan grondoorzaak (penyebab dasar), atau iverkend (pangkal tolak) fikiran/sarana dalam memahami tata hubungan atau kondisi yang dikehendaki. Selain itu, ‘prinsip’ juga dipandang sebagai Kewajiban, standar, tugas, dan tanggung jawab. Tak pelak lagi, prinsip inilah yang akan membimbing dan mempermudah para pimpinan atau pihak penyelenggara. Prinsip-prinsip tersebut, dalam Sahya Anggara (2012: 590) adalah: a) Pimpinan dan penyelenggara pelayanan publik mengutamakan tanggung jawab melayani kesejahte raan individu atau kelompok, yang meliputi perbaikkan kondisikondisi sosial. b) Pimpinan dan para penyelenggara pelayanan mendahulukan dan mengutamakan tanggung jawab proc) Pimpinan dan para penyelenggara pelayanan publik, tidak membedabedakan latar belakang keturunan, warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warga nega 14
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
ra, serta berusaha mencegah dan menghapuskan diskriminasi dalam memberikan pelayanan pda tugasd) Pimpinan dan para penyelenggara pelayanan publik melaksanakan tanggung jawab demi mutu keluasan pelayanan yang diberikannya. e) Menghargai dan mempermudah mewujudkan partisipasi penerima pelayanan. f) Menghargai keinginan penerima pelayanan atau menentukan nasib sendiri. g) Menghargai martabat dan harga diri penerima pelaJika diarahkan pada sektor publik, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan adalah: a) penetapan standar, tidak hanya menyang kut standar atas produk pelayanan, namun juga standar prosedur pelayanan dalam kaitan dengan pemberian pelayanan berkualitas. b) adanya keterbukaan terhadap berbagai kritik, saran maupun keluhan, serta menyediakan seluruh informasi yang diperlukan dalam pelayanan, c) perlakuan terhadap masyarakat sebagai pelang gan secara adil. Pemberian barang layanan seharusnya bersifat Transparan, d) memberikan kemudahan akses kepada seluruh masyarakat pelanggan dalam berbagai jenis pelayanan, e) pengontrolan terhadap pelayanan-pelayanan yang sedang diselenggarakn, terutama pelayanan yang dinilai menyalahi prosedur, f) memanfaatkan semua sumber yang digunakan melayani masyarakat pe langgan secara efesien dan efektif, g) inovasi secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip lain yang perlu diperhatikan (2012: 590-) adalah a) prinsip kejujuran; yakni sikap kebjakan prilaku; tidak menganak15
tirikan salah satu kelompok atau menganakemaskannya, tidak merendahkan atau mengunggulkan satu dengan yang lain, prinsip ini berlaku untuk semua bidang yang menjadi fokus pelayanan, b) prinsip penerimaan; pimpinan dan para penyelenggara pelayanan publik harus dapat menerima kondisi penerima pelayanan secara apa adanya. Prinsip ini sarat dengan psikologi interpersonal sipenerima menyangkut dorongan untuk “dihargai, Dihormati, dan diberi ruang ekspressifitas’. Pun demikian dengan nilai ‘pelayanan’ bahwa, konsep pelayanan tersebut didasarkan atas penghormatan positif, kemauan berbuat baik dan perhatian yang besar terhadap penerima, baik melalui kontak komunikasi, tatapan wajah, mendengar semua keluhan dan ekspresi masalah sosialnya, dan lain-lain, c) prinsip kerahsiaan (confidentiality); bahwa pimpinan dan para penyelenggara publik harus menjaga kerahasiaan data/informasi perihal penerima pelayanan pada orang lain, d) prinsip empati; bah wa pimpinan dan para penyelenggara publik mampu memahami apa yang dirasakan orang lain atau penerima pelayanan. Sebagaimana makna dasar, empati menuntut ‘memahami atau merasakan’ masalah-masalah yang dialami orang lain (berisikan konstruksi mental atau citra) yang digunakan sebagai langkah mengidentifikasi, mempersatukan, menggemakan, serta menentukan pemisahan tujuan. Pengalaman ini mengambil tempat sepanjang kontinum simpati, empati, dan kompati. Karena itu, empati ini sangat penting dalam melaksanakan tugas-tugas komunikasi, memahami, dan berhubungan dengan penerima pelayanan, melalui penggunaan keterampilan-keterampilan empati oleh pimpinan atau pihak penye lenggara pelayanan, begitu juga dengan upaya memahami dan mengakui bahwa ada hak masyarakat untuk ikut campur dalam 16
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
kehidupan orang lain yang telah didelegasikan kepada mimpinan dan para penyelenggara pelayanan publik, dengan alasan melindungi kepentingan bersama dan sebagai alternatif bagi intervensi sosial yang lebih drastis, seperti pemberian hukuman sosial, e) prin sip rasionalitas (rationality) bahwa, pimpinan dan para penye lenggara publik memberikan pandangan objektif dan faktual ter hadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, serta mampu mengambil keputusan, f) prinsip ketulusan/kesungguhan terutama dalam komuniskasi verbal, g) prinsip individualisasi; bahwa peneri ma pelayanan harus dibedakan satu dengan yang lain, ini karena satu sisi, penerima memiliki prilaku unik yang membedakannya dengan yang lain, h) prinsip tidak menghakimi; sikap yang perlu dipertahankan di sini adalah ‘tidak menghakimi’ penerima, baik berupa prilaku, status sosial dan yang lain, i) prinsip mawas diri, yakni penekanannya pada kesadaran akan potensi dan keterbatasan kemampuan. Pelayanan publik juga terkait dengan ‘penyelenggaraan’, dalam hal ini adalah penyelenggara, yakni penyelenggara negara, penye lenggara perekonomian dan pembangunan, lembaga idependen yang dibentuk oleh pemerintah, badan usaha/badan hukum yang diberi wewenang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelaya nan publik, badan hukum yang bekerja sama dan/atau dikontrak untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelayanan publik. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan UU No. 25/2009, pasal 1 Ayat 4, bahwa penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk 17
kegiatan pelayanan publik. Lebih spesifik lagi adalah pejabat, pega wai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi penyelenggara dalam melaksanakan tindakan atau serangkaian tin dakan pelayanan publik. Selain itu, pihak penyelenggara pelayanan publik dalam me laksanakan tugasnya, dituntut untuk memperhatikan etika serta pinsip-prinsip yang sudah diatur dalam UU. Tim pelaksana dalam hal ini harus berprilaku sebagaimana tertuang dalam pasal 34 UU No. 25/2009, yakni: a) adil dan tidak diskriminatif; b) santun dan ramah; c) cermat; d) profesional; e) tegas, andal, dan tidak mem berikan putusan yang berlarut-larut; f) tidak mempersulit; g) menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara; h) patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; i) terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; j) tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundangundangan; k) tidak menyalahgunakan informasi yang salah atau prasarana serta fasilitas pelayanan publik; 1) tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masya rakat; m) tidak menyimpang dari prosedur; n) tidak menyalahkan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki; o) dan sesuai dengan kepantasan. Terkait dengan prinsip-prinsip penyelenggara pelayanan publik, Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara No mor 63/KEP/M/PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum Penye lenggaraan Pelayanan publik, menegaskan sepuluh prinsip, yaitu: (a) kesederhanaan; prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, 18
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
mudah difahami, dan mudah dilaksanakan, (b) kejelasan; 1) per syaratan Teknis dan administrasi pelayanan publik, 2) Unit ker ja/pejabat yang berwewenang dan bertanggung jawab dalam mem berikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelayanan publik, 3) rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran, (c) kepastian waktu; pelaksanaan pelayanan pub lik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan, (d) akurasi; produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah, (e) keamanan; proses dan produk pelayanan publik mem berikan rasa aman dan kepastian hukum, (g) tangggung jawab; pim pinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyele saian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik, (h) kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana tek nologi, telekomunikasi dan informatika, (i) kemudahan akses; tempat dan loaksi sarana prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi tele komunikasi dan informasi, (j) kedisiplinan, kesopanan dan kera mahan; pemberi pelayananan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas, (k) kenyamanan; lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pela-
19
3. Asas-asas Pelayanan Publik Asas-asas pelayanan publik menuntut semua pihak penye lenggara pelayanan (setiap institusi penyelenggara negara, lembaga independen, korporasi) agar menjalankan pelayanannya dengan baik; pengorgani-sasian, acuan kerja, pedoman penilaian kerja, dengan mengacu pada asas-asas yang telah dibangun. Asas-asas ter sebut harus terkategori, seperti asas umum—asas umum adminis trasi publik misalnya, hendaklah bersifat umum kerena secara langsung menyentuh hakekat pelayanan publik sebagai wujud dari upaya pelaksanaan tugas pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak dan/atau tugas pelaksanaan perintah peraturan perundang-undangan, juga bersifat adaptif, yang berfungsi sebagai acuan dalam setiap kegiatan administrasi negara yang bersentuhan langsung dengan pemberian layanan pada masyarakat umum, baik di bidang pelayanan administrasi, pelayanan jasa, pelayanan barang, atupun kombinasi dari ketiganya. Dalam konteks asas-asas ini, juga berlaku pada pihak pelaksana pelayanan publik, seperti pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara. Meninjau UU No. 25/2009 pasal 4, asas-asas tersebut ber dasarkan; a) kepentingan umum, b) kepastian hukum, c) kesamaan hak, d) keseimbangan hak dan kewajiban, e) keprofesionalan, f) partisipatif, g) perasamaan perlakuan, h) keterbukaan, i) akun tabilitas, j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, k) ketepatan waktu, 1) dan kecepatan, kemudahan, serta keterjangkauan.
20
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Sedangkan keputusan Menpan No. 63/2003, menetapkan asasasas pelayanan publik sebagai berikut: a) Transparansi; bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan se cara memadai serta mudah dimengerti. b) Akuntabilitas; dapat dipertanggungjawabkan sesuai deng an peraturan perundang-undangan. c) Kondisional; sesuai dengan kondisi dan kemampuan pem beri dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan efektivitas. d) Partisipatif; mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e) Kesamaan hak; tidak diskriminatif, tidak membedakan suku, ras, bahasa, adat istiadat, budaya, agama, gender, dan status ekonomi. f) Keseimbangan hak dan kewajiban; pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Ibrahim (2008) dalam (Mulyadi, 2015: 194-195), menambahkan, asas-asas pelayanan publik, sebagai berikut: a) Hak dan kewajiban: baik bagi pemberi dan penerima pelayanan publik, harus jelas dan diketahui dengan baik oleh masing-masing pihak, sehingga tidak ada keraguankeraguan dalam pelaksanaannya. b) Mengupayakan mutu proses keluaran dari hasil pelayanan publik, agar dapat memberikan keamanan, kenyamanan, 21
kelanaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertangc) Pengaturan setiap bentuk pelayanan, harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar, berdasarkan ketentuan perundangundangan yang berlaku, dengan tetap berpegang pada d) Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi atau lembaga pemerintah, maka yang bersangkutan berkewajiban memberi ‘peluang’ kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. E. Standar dan U nit Pelayanan Publik 1. Standar pelayanan Publik Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan, serta sebagai alat control masyarakat dan/atau penerima layanan atas kinerja penyelenggara pelayanan. Secara teknis, standar inilah yang menjadi jaminan kepastian bagi pemberi didalam pelak sanaan tugas dan fungsinya dan bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya. Tahun 2003, Menteri PAN mengeluarkan putusan mengenai standar pelayanan publik dalam No 63/KEP/M.PAN-7/2003, setidaknya meliputi:
22
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
a) Prosedur pelayanan; b) Waktu penyelesaian c) Biaya pelayanan; d) Produk pelayanan; e) Sarana dan prasarana; f) Kompetensi petugas pelayanan Sebagai komponen pelengkap materi standar pelayanan, sebagaimana kutipan dalam rancangan undang-undang tentang pela yanan publik, meliputi:
c)
prosedur pelayanan;
d)
waktu penyelesaian
e)
Biaya pelayanan;
f)
Produk pelayanan;
g)
Sarana dan prasarana;
h) Kompetensi petugas pelayanan i)
Pengawasan intern
j)
Pengawasan ekstern
k) Penanganan pengaduan, sarana, dan masukan; 1)
Jaminan pelayanan (Hardiyansah, 2011: 28-29)
Sedangkan menurut Budi Harjo (2015: 127-128), standar pela yanan publik, berikut komponen pelengkapnya, sebagai berikut: a)
Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat,
23
b) Dalam menyusun dan menetapkan standar pelaya nan penyelenggara wajib mengikutsertakan masyac) Penyelenggara berkewajiban menerapkanm standar pelayanan d) Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait di lakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompe tensi dan mengutamakan musyawarah, serta mem perhatikan keberagaman. e) Penyusunan standar pelayanan dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih ianjut dalam Komponen pelengkapnya, sekurang-kurangnya meliputi: a) dasar hukum, b) persyaratan, c) sistem, mekanisme, dan prosedur, d) jangka waktu penyelesaian, e) biaya/tarif, f) produk pelayanan, g) sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, h) kompetensi pelaksana, i) pengawasan internal, j) penanganan pengaduan, saran, dan masukan, k) jumlah pelaksana, 1) jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, m) jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keraguraguan, n) dan evaluasi kinerja pelaksana. Sebagai bahan informatif, dalam melaksanakan pelayanan publik, dibutuhkan semacam service charter, yang merupakan dokumen untuk menjelaskan sejumlah informasi mengenai penyelenggaraan pelayanan publik dan standar pelayanan publik yang dilak sanakan oleh penyelengara pelayanan publik, guna memberikan 24
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
pelayanan prima kepada masyarakat. hal ini juag sebagai salah satu cara pendekatan dalam penyelenggaraan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat., yang ditujukan untuk memuaskan pe langgan atau penerima jasa pelayanan. Pada dasarnya, service charter ini, bersifat mengikat, guna mengikat penyelenggara pelayanan, dan menjadi patokan bagi aparat penyelenggara dalam menjalankan tugas dan fungsi pada masyarakat. Beberapa aspek penting yang mengikat penyelenggara misalnya, disiplin dan ketaatan melaksanakan prosedur operasional, menerapkan ketentuan persyaratan, biaya, waktu untuk proses dan penyelesaian, mekanisme dan proses pengelolaan penyelesaian pengaduan/sengketa, serta tanggug jawab pelaksana pelayanan pub lik. Perumusan dan penyusunannya, mengacu pada standar pelaya nan publik yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan, dan dalam prosesnya harus dilakukan dengan hati-hati, disesuaikan dengan kemampuan kelembagaan, kualitas dan kuantitas personil pelaksananya, serta dukungan pembiayaan operasional pelayanan publik. Beberapa langkah yang bisa diambil dalam merumuskan dan menyusun service charter tersebut, dan gunanya untuk: a) melaku kan identifikasi dan analisis data, informasi mengenai jenis pelaya nan yang perlu dan/atau seharusnya ditetapkan, sesuai urusan kewenangannya, b) melibatkan masyarakat untuk mendapatkan masukan, saran, dan informasi jenis pelayanan yang nyata dibutuhkan oleh masyarakat daerahnya, serta memberikan akses pada masya rakat dalam proses perumusan dan penyusunan ‘maklumat’ pelaya nan publik, d) menganalisis kelembagaan yang ada, kemampuan personil, jumlah personil, kemapuan anggaran dan lainnya yang 25
diperkirakan akan mempengaruhi kualitas pelayanan, disiplin aparat pelaksana untuk tepat waktu dalam proses dan penyelesaian pelayanan, e) realitas dalam merumuskan persyaratan, waktu, biaya, dan lainnya agar memberikan kemungkinan untuk bisa dilaksana kan dengan baik oleh aparat penyelenggara, mudah dimengerti dan difahami oleh masyarakat, dan yang paling penting tidak membebani atau memberatkan masyarakat. Sebagai bahan materi dalam penyusunan tersebut, seperti: a) profil penyelenggara, b) tugas dan wewenang penyelenggara, c) siapa yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan, d) siapa yang bertanggung jawab dalam memproses dan menyelesaikan pengaduan dan sengketa pelayanan, e) pihak mana saja yang dapat menerima pelayanan, f) prosedur dan proses pemberian laya nan, dapat dalam bentuk bagan atau alur, g) janji yang diberikan pada penerima pelayanan, termasuk di dalamnya, seperti; hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan, kemudahan mendapat pelayanan (tidak sulit, tidak dipersulit, tidak berbelit-belit atau membingungkan pemohon layanan), waktu yang ditetapkan untuk proses penyelesaian, ketepatan waktu menerima produk, biaya pelayanan, prosedur dan biaya peninjauan lapangan (prakteknya, syarat biaya yang dikeluarkan oleh penerima layanan, dan antisifasi bargaining), h) persyaratan yang wajib dipenuhi oleh pemohon layanan (bila perlu dilakukan penyederhanaan atau pemangkasan persyaratan—terutama yang sifatnya pendukung, i) mekanisme pengajuan pengaduan atau keluhan (lisan-tulsian) dari masyarakat, organisasi masyarakat dan lainnya yang berkaitan dengan pelak sanaan pelayanan, pengaduan atas perilaku penyelenggara dan/atau aparat pelaksana pelayanan (seperti; sikap, sopan santun, dan lain26
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
nya, tindakan atau perlakuan diskriminatif, KKN, pungutan liar, termasuk yang dilakukan bekerja sama dengan perantara/calo dan biaya dan biaya peninjauan lapangan), serta kepastian waktu proses dan penyelesaian pengaduan dan pemberian informasi kepada pengadu, j) mekanisme penyampaian saran, usulan masukan yang berkaitan dengan kepedulian masyarakat untuk memper-baiki dan meningkatkan pelayanan, k) mekanisme pengawasan internal dan eksternal terhadap penyelenggaraan pelayanan, 1) uraian sanksi bagi penyelenggara dan/atau aparat pelaksana pelayanan, m) pernyataan kesediaan penyelenggara untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan maklumat pelayanan berdasarkan masukan dan saran dari masyarakat, n) informasi alamat, telepon, fax, e-mail penye lenggara, dalam rangka mengembangkan komunikasi, tukar infor masi dan korespondensi masyarakat atau penerima pelayanan deng an penyelenggara. 2. Unit-unit Pelayanan Publik Problem umum yang dihadapi birokrasi, seperti yang umum di hadapi Kantor Pertanahan misalnya, bagaimana menyiapkan kapasitas kelembagaan yang andal untuk meningkatkan mutu, relevansi, efisiensi, dan efektivitas pelayanan publik, serta bagaimana mening katkan budaya kerja dan kesinambungan (sustainability) program untuk mewujudkan kinerja kelembagaan yang optimal dalam me menuhi kebutuhan administrasi publik, termasuk kebutuhan admi nistrasi publik di bidang pertandahan. Masalah-masalah itu senantiasa menjadi tantangan aktual yang harus dihadapi dan diantisipasi dengan berbagai program aksi yang relevan dan terintegrasi. 27
Beberapa faktor yang kerapkali dituding sebagai penyebab masalah-masalah itu adalah keterbatasan anggaran, sarana dan prasarana. Ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana hanyalah sebagian dari sejumlah faktor yang menentukan keberhasilan dalam meningkatkan mutu, relevansi, efisiensi, dan efektivitas pelayanan publik, serta mewujudkan kinerja kelembagaan yang optimal dalam memenuhi kebuthan administrasi publik. Ada faktor lain yang juga turut menentukan keberhasilan tersebut. Faktor yang dimaksud adalah kapasitas kelembagaan birokrasi. Kapasitas kelembagaan ini mencakup juga keseluruhan sumber daya birokrasi dalam melaksanakan tugas dan seluruh fungsi kelembagaan. Menurut McPhee dan Bare (2001: 12), capacity bu ildin g atau kapasitas kelembagaan, adalah kemampuan individu, organisasi, dan sistem untuk menyelenggarakan fungsi dalam rangka pencapaian misi dan tujuannya secara efektif dan efisien. Menurut De Vita et.al. (2001: 45) : Kapasitas kelembagaan organisasi nonprofit, yang juga dapat diterapkan dalam kasus organisasi pemerintah, kapasitas kelem bagaan mencakup lima faktor, yaitu visi dan misi, kepemimpinan, sumberdaya, jaringan/kemitraan, serta layanan dan produk. Sumber daya dalam kapasitas kelembagaan yang dimaksud oleh De Vita et.al. itu tentu tidak terbatas hanya pada sumber daya manusia, namun bisa jadi mencakup pula sumber daya pembiayaan dan sumber daya lainnya. Mengacu pada kapasitas kelembagaan ini, McKinsey (2001:33) mengatakan : Capacity is one o f those words that m ean a ll things to allpeople, a n d nonprofits have approached a n d interpreted capacity bu ilding in m any differen t ways. As a starting point, therefore, the team develop ed a
28
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
"Capacity Framework " to p rovid e a com m on vision a n d vocabulary fo r Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka kerangka kapasitas kelembagaan birokrasi seperti Kan tor Pertanahan dapat juga diartikan mencakup potensi seluruh pegawai dan potensi semua elemen administrasi dalam birokrasi tersebut. Bagaimana kerangka kapasitas kelembagaan itu diidentifikasi, McKinsey (2001:33) The Capacity Framework, defines nonprofit capacity in a p yra -m id o f seven essential elem ents: three h igher-level elem ents - aspirations, strategy, a n d organizational skills-three fou n d a tion a l elem ents - systems a n d infrastructure, hum an resources, a n d organizational structure -an d a cu ltural elem ent w hich serves to con n ect a ll the others. The team d efin ed these elem ents as follow s: -
Aspirations: An organization’s mission, vision, a n d over-arching goals, w hich collectively articulate its com m on sense o f pu rpose a n d direction.
-
Strategy: The coh eren t set o f actions a n d program s a im ed a t fu lfillin g the organization’s overarch ing goals.
-
O rganizational Skills” The sum o f the organization’s apa-bilities, in clu din g such things (am ong others) as perform ance measurem ent, planning, resource mana-
-
H uman Resource: The collective capabilities, expe riences, p oten tia l a n d com m itm ent o f the organiza tion ’s board, m anagem ent team, staff, a n d volunteers.
-
Systems a n d Infrastructure: The organization s Plan n in g decision making, k nowledge m anagem ent, a n d 29
adm inistrative systems, as w ell as the ph ysical a n d -
O rganizational Structure: The com bination o f go ver nance, organizational design, interfu nctional coordi nation, a n d in dividu a l jo b descriptions that shapes the
-
Culture: The con n ective tissue that binds together the organization, in clu d in g shared values a n d practices, behavior norms, a n d m ost important, the organiza tion ’s orientation towards perform ance.
M enurut McKinsey (2001: 34), dengan menggabungkan semua elemen yang berbeda dari suatu kapasitas organisasi dalam diagram tunggal yang koheren, maka piramida kerangka kapasitas menekankan pentingnya memeriksa setiap elemen baik secara individu maupun dalam kaitannya dengan unsur-unsur lain, serta dalam konteks keseluruhan elemen. Penekanan ini mencerminkan temuan penting dari penelitian bahwa banyak organisasi yang cenderung berpikir bahwa pembangunan kapasitas terbatas hanya untuk “bantuan teknis:” atau meningkatkan efektivitas fungsi di bagian bawah piramida, misalnya sumber daya manusia atau struk-tur organisasi. Karena itu, memperhatikan pentingnya aspirations, strategy dan organizational skills menjadi penting sekali dalam menilai suatu kapasitas kelembagaan, terutama kapasitas kelembagaan yang menyelenggarakan pelayanan publik.
30
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Gambar 2.1 Piramida Kerangka Kapasitas Aspiratio
Dengan memperhatikan bahwa setiap elemen organisasi mempunyai potensi dan fungsi tersendiri namun antara satu elemen dengan elemennya saling bersinergi dalam prosos pembentukan kapasitas, maka dari uraian kapasitas kelembagaan yang dikemukakan oleh McKinsey diketahui tujuh elemen yang membentuk suatu kapasitas kelembagaan. Ketujuh elemen pembentuk kapasitas ke lembagaan yang dimaksud adalah (1) Aspirasi (Aspiration) (2) Strategi (Strategy) yang; (3) Keterampilan Organisasi (Organiza tional Skills) (4) Sumber Daya Manusia (Human Resources) (5) Sistem dan Infrastruktur (System and Infrastructure) (6) Struktur 31
Organisasi (Organizational Structure) dan (7) Budaya atau tepatnya Budaya Organisasi (Culture). Dalam konteks itulah maka pemahaman ketujuh elemen organisasi yang membentuk kapasitas suatu organisasi dalam menyelenggarakan fungsi organisasi menjadi sangat penting. a. Aspirasi (Aspiration) Visi dan Misi Setiap organisasi perangkat daerah atau instansi verti-cal mulasikan kehendak dan harapan (aspirasi) yang ingin diaktualisasikan di masa depan melalui serangkaian upaya yang terpola, terarah dan terpadu. Formulasi kehendak dan hara pan ini antara lain dinyatakan dalam sebutan “Visi dan M isi” organisasi. Dalam perspektif ini Mckinsey (2001:37) mengatakan: ... m any nonprofits have adopted the standard" mission, vision, go a ls” structure in articu lating the b ig p ictu re objectives o f their enterprises. In the best organizations, these three concepts are described in clear, su ccin ct statements o f one or tw o sentences each, w ith the goals expressed in precise, m easurable terms. Menurut McKinsey, organisasi mengadopsi "visi, mi-si, tujuan" dalam mengartikulasikan gambaran umum tuju-an perusahaan. Dalam organisasi terbaik, ketiga konsep ini dijelaskan, dinyatakan secara singkat dengan istilah yang tepat dan terukur. Untuk membahas konsep-konsep ini — dan karena misi, visi, dan tujuan semua mencerminkan as pek tujuan organisasi secara keseluruhan —maka tiga unsur yang tercakup dalam "aspirasi" untuk mengembangkan 32
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
mengatakan: N onprofits n eed to spend tim e a n d effort evaluating a n d arti-cu lating their aspirations. Aspirations inspire staff, volunteers, a n d donors. They defin e w hat an organization w ill do - a n d w on't do. They help d efin e an organization s overall approach a n d set priorities fo r action. They are a basis f o r strategy, w hich in turn defines the necessary organizational skills that can be d elivered only w ith the proper design o f hum an resources, systems, a n d organiza tional structure. In short, aspirations d rive everything. A ccording to our findin gs, the organizations that m ade the greatest gains in social im pact w ere those w hich tackled h igh-level questions o f mission, vision, a n d goals. Dalam pandangan McKinsey, organisasi perlu menghabiskawaktu dan usaha untuk mengevaluasi dan mengartikulasikan aspirasi mereka. Aspirasi menginspirasi staf. Aspirasi mendeflnisikan apa yang harus organisasi melaku kan dan apa yang tidak perlu melakukan. Aspirasi embantu menentukan pendekatan keseluruhan organisasi dan menetapkan prioritas tindakan. Aspirasi adalah dasar untuk strategi, yang pada gilirannya mendeflnisikan ketrampilan organisasi yang diperlukan, tepat sumber daya manusia, sistem dan struktur organisasi. Menurut temuan McKinsey, organisasi yang memperoleh keuntungan terbesar adalah organisasi yang ditangani dengan pertanyaan misi, visi, dan
33
Dengan demikian, menurut McKinsey, setiap organi sasi perlu menyatakan aspirasinya dengan merumuskan visi dan misi serta tujuan organisasi secara jelas dengan peng gunaan istilah yang tepat dan terukur. Rumusan visi dan misi secara langsung menunjukkan jawaban dari pertamaan; mengapa suatu organisasi didirikan dan untuk apa organisasi didirikan. Pernyataan visi dan misi yang jelas akan mengartikulasikan keunikan dan keberbedaan suatu organisasi dengan organisasi lain, dan sekaligus menunjuk kan perencanaan jangka panjang organisasi tersebut. Visi dan misi merupakan titik berangkat yang baik untuk mengukur kapasitas kelembagaan. Visi dan misi bukan saja merefleksikan jenis program dan layanan organisasi, tetapi juga akan mempengaruhi komponen kapasitas kelembaga-an Secara umum visi dapat diartikan keinginan yang hendak direkayasa atau dicapai. Penetapan visi menjadi sangat penting karena melalui visi keinginan dapat diwujudkan. Dengan demikian visi itu harus realitas/fleksibel dan futuristik (jauh kedepan) dan dirumuskan setelah mendapat masukan dari para anggota organisasi terutama stake holdes atau pengguna (user).
Setelah organisasi merumuskan kehendak serta hara-pan ke dalam pernyataan visi dan misi serta tujuan organi-sasi 0aspiration), maka yang menjadi persoalan berikutnya adalah dengan strategi yang bagaimana visi dan misi 34
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
tersebut diaktualisasikan agar tujuan organisasi tercapai. Mengacu pada hal ini, I f a nonprofit's aspirations describe at a high level w hat the organization wishes to a ch ieve - its pu rpose a n d objectives — strategy represents the m eans f o r reach ing those aspirations. Optimally, organizations w ill im plem ent strategies that are zation's m ajor goals. M ore than sim ply the sum o f an organization's activities, w ell co n ceived strategies should bu ild on a nonprofit's core com petencies, allocate resources to priorities, a n d help delineate its unique p o in t o f
Menurut McKinsey, jika aspirasi yang menggambarkan apa yang diharapkan organisasi untuk mencapai, maka strategi merupakan sarana untuk menjangkau harapan ter sebut. Secara optimal, organisasi akan menerapkan strategi yang koheren, terintegrasi dengan baik, dan terkait lang sung dengan tujuan utama organisasi. Lebih dari sekedar jumlah dari kegiatan organisasi, strategi juga disusun untuk membangun kompetensi inti, mengalokasikan sumber daya untuk hal-hal yang prioritaskan, dan membantu menggam barkan titik unik dari diferensiasi. Dengan demikian strategi merupakan pilihan pende katan manajerial untuk menggambarkan apa sajayang perlu dilakukan oleh organisasi dan dengan cara yang bagaimana melakukannya agar tujuan organisasi tercapai. Strategi 35
merupakan simpulan taktik dalam pemenuhan keperluan bagaimana tujuan yang diinginkan dapat diperoleh atau didapat. Oleh sebab itu, strategi biasanya terdiri atas dua atu lebih taktik, dengan anggapan yang satu lebih bagus daripada yang lain. Istilah strategi memang merupakan kumpulan taktik dengan maksud mencapai tujuan dan sasaran dari perusahaan, instansi, atau badan. Mengacu pada persoalan strategi ini, Mckinsey (2001:41) menjelaskan :
Capacity B uilding efforts that fo cu s on the strategy com ponent have typically sought to align an organization's strategies w ith its aspirations. This exercise serves a du al purpose: on the one hand, it can p la y a useful role in helping elim inate program s o f lim ited mission impact, w h ile on the other it allow s organizations to take advantage o f ch a n ged circum stances or n ew opportunities. B ut strategies also have been align ed w ith the rest o f the organization - w ith skills, hum an resources, a n d so fo rth - to ensure the greatest chance
Menurut McKinsey, upaya peningkatan kapasitas yang terfokus pada komponen strategi, biasanya untuk menyelaraskan strategi organisasi dengan aspirasi. Pada satu sisi, strategi dapat memainkan peran yang berguna dalam membantu menghilangkan dampak program, sementara di sisi lain strategi memungkinkan organisasi untuk mengambil keuntungan dari situasi yang berubah atau dari peluang 36
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
baru. Untuk itu, strategi juga diselaraskan dengan seluruh komponen organisasi seperti misalnya dengan keterampilan organisasi, sumber daya manusia, dan sebagainya. Penyelarasan yang dimaksud terarah untuk memastikan kesempatan terbesar untuk membuat dampakyang positif. Dalam konteks ini, strategi dipandang sebagai taktik untuk men capai suatu tujuan. Bila taktik sudah benar maka peluang untuk mencapai tujuan tersebut tentu lebih besar. c. Keterampilan Organisasi (O rganizational Skills) Setelah pilihan strategi organisasi dipilih untuk mencapai tujuan organisasi, maka persoalan yang timbul adalah bagai mana kemampuan organisasi atau organizational skills untuk mencapai tujuan tersebut. Mengacu pada persoalan organizaFor m any high-perform in g nonprofits, the m ost im portant com ponent o f the value chain is the process through w hich they develop, im plem ent, fu n d , a n d m easure program s C rafting a successful process - one that increases social im pact - draw s on the f u ll range o f an organization's skills, fro m strategic p la n n in g to m arketing a n d fu n d -ra isin g to program developm ent a n d execution. Menurut McKinsey, bagi kebanyakan orang yang berkinerja tinggi dalam organisasi, komponen yang paling penting dari rantai nilai adalah proses di mana orang-orang tersebut mengembangkan, mengimplementasikan, dana, dan mengukur program. Sebuah proses yang berhasil, salah satu yang 37
dapat meningkatkan dampak sosial keberhasilan tersebut mengacu pada berbagai macam keterampilan organisasi. Keterampilan organisasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan strategis dalam pemasaran dan penggalangan dana untuk pengembangan program dan eksekusi. McKinsey (2001: 44) menambahkan: Think o f an organization that has a dem onstrated record o f success in d eliverin g a pa rticu la r program , but has very lim ited skills in such areas as fin a n cia l m anagem ent or program evaluation —a com m on com bination in the non profit sector. This skill gap Ine-rently com prom ises the ability to im prove a n d expand services to m ore clients. Menurut McKinsey, bayangkan sebuah organisasi yang memiliki program tertentu, tetapi memiliki keterampilan yang sangat terbatas, seperti mialnya keterbatasan dalam hal mana jemen keuangan atau evaluasi program yang merupakan serbuah kombinasi umum. Ini merupakan sebuah kesenjangan kete rampilan yang pada dasarnya membahayakan kemampuan untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan kepada klien (masyarakat). Dengan demikian ketrampilan manajerial serta kemampuan mengevaluasi pelaksanaan program merupakan komponen ketrampilan organisasi yang diperlukan untuk menerapkan strategi organisasi dalam mencapai tujuan tertertu. Lemahnya ketrampilan manajerial suatu organisasi tentu tidak hanya menunjukkan lemahnya sumber daya manusia dalam organisasi tetapi bisa juga menunjukkan lemah kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Karena itu, organizational skills tidak hanya mencakup kapasitas dan kapasibilitas manajemen 38
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
namun mencakup juga kapasitas dan integritas kepemimpinan dalam organisasi.
Pengembangan sumber daya manusia sangatlah penting bagi organisasi, karena sumber daya manusia merupakan penggerak utama dalam suatu organisasi, sehingga perhatian serius terhadap pengelolaan sumber daya manusia sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan organisasi mutlak diperlukan oleh setiap organisasi baik itu pemerintah maupun swasta. Dengan demikian, sumber daya terutama sumber daya aparatur yang berperan melaksanakan kebijakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses implementasi kebijakan, karena aparatur itulah yang mengkomunikasikan dan segala aturan dan prosedur yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang berkepentingan dengan impementasi kebijakan. Karena itu, penyediaan sumber daya yang meliputi sumber daya staf, fasilitas dan dukungan anggaran dalam proses implementasi kebijakan perlu dikritisi secara cermat. Betapapun cermat dan tepat rencana strategis yang telah disusun namun bila proses implementasinya tidak didukung dengan sumber daya yang memadai maka dengan sendirinya sulit mewujudkan kinerja organisasi yang tinggi dalam mengaktualisasikan visi dan misi organisasi. Karena itu, dukungan sumber daya menjadi sangat penting untuk membangun kiner ja organisasi. Pengertian dukungan sumber daya yang dimaksud tentu tidak terbatas hanya pada dukungan anggaran serta sarana dan prasarana; namun mencakup juga pengertian sum39
berdaya manusia. Dalam hal sumber daya manusia ini, Mckin sey (2001: 49) mengatakan: P eople - professional staff, volunteers, board m em bers - are the lifeblood o f any nonprofit organization. An organiza tion 's hum an resources represent the collective capabilities a n d experiences o f its people, a n d y e t nonprofit organiza tions not only are reluctant to m anage talent actively ( espe cially com pared to the p riva te sector) but they also ten d to undervalue their people. Yet, w hen organizations su cceed in attracting talen ted p eo p le a n d unleashing their f u ll p oten -
Dengan demikian sumber daya manusia atau sumber daya staf dalam suatu organisasi merepresentasikan kemampuan dan pengalaman kolektif organisasi tersebut. Namun pentingnya pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan birokrasi sepertinya kurang mendapat perhatian, tidak seperti di ling kungan organisasi swasta. Karena itu, pengelolaan sumber daya staf dalam meningkatkan kinerja organisasi menjadi penting sekali, agar sumber daya staf tersebut semakin produktif dan Kinerja organisasi yang tinggi untuk mengaktualisasikan visi dan misi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu jelas tidak hanya membutuhkan dukungan sumber daya manusia saja namun membutuhkan juga dukungan sumber daya admi nistrasi lainnya seperti sumber daya pembiayaan, sumber daya sarana dan prasarana, serta sumber daya teknologi. Meski begitu banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk mewujudkan 40
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
kinerja organisai yang tinggi dalam mengaktualisasi visi dan misi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu, namun sumber da ya manusia tetap menjadi faktor dominan dala organisasi. Ka rena itu peran sumber daya tersebut penting sekali mengingat bahwa sumber daya tersebut langsung berkorelasi dengan kinerja organisasi.
Aktualisasi aspirations dan pilihan strategi ke dalam organi zational skills dan hum an resources tentu terkait dengan persoalan-persoalan System and infrastructure. Dalam hal system dan infrastruc-ture Mckinsey (2001: 54) mengatakan : N onprofit managers often have an easier tim e under standing the im portance o f capacity bu ilding in relation to p on en t o f the Capacity Framework. At one level, this aw are ness reflects the fa c t that systems fa ilu res are often visible, im m ediate, a n d em barrassing f o r nonprofits - breakdowns such as sendin g a directm a il solicitation to the chairm an o f the board o f govern ors or using fin a n cia l systems that can't
Menurut McKinsey, manajer pada organisasi sering me miliki waktu lebih untuk mudah memahami pentingnya mem bangun kapasitas dalam kaitannya dengan sistem dan infrastruktur daripada yang mereka lakukan dengan komponen lain dari kerangka kapasitas. Pada satu tingkat, kesadaran ini mencerminkan fakta bahwa kegagalan sistem sering terlihat, seperti 41
misalnya kerusakan dalam menggunakan sistem keuangan yang tidak dapat menghasilkan laporan tepat waktu. Mckinsey Within the context o f the Capacity Framework, systems are the processes, both fo rm a l a n d inform al, by w hich the organ iz a tio n fu n ction s - in short, h ow things work. N onprofit systems can be complex, even mystifying, especially in rela tion to m anaging decisions, knowledge, a n d people. Systems are also one o f the m ore obvious levers o f capacity, with nonprofits already accustom ed to seeking “tech n ical assis ta n ce” fr o m specialized external th ird parties. Infra structure, m eanwhile, describes the assets that support the organization, both ph ysical a n d technological. Although infrastructure is often taken fo r gra n ted —the nonprofit ethic o f “make do w ith w hat y o u h a v e” is a t work here - in fa c t there are strong possibilities f o r non profits to a d d value in this area, ju st as w ith systems. Dalam kerangka kapasitas, proses sistem, baik formal maupun informal, dimana organisasi berfungsi, yakni bagaimana segala sesuatu bekerja. Namun sistem dapat menjadi rumit, bahkan membingungkan, terutama dalam hubungannya dengan keputusan pengelolaan, pengetahuan, dan masya rakat. Sistem ini juga salah satu penggerak lebih nyata kapasi tas, dengan organissi yang sudah terbiasa dengan mencari “bantuan teknis” dari pihak ketiga khususnya eksternal. Sementara itu, infrastruktur menggambarkan aset yang mendukung organisasi, baik secara fisik dan teknologi. Meskipun 42
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
infrastruktur sering diambil untuk diberikan. Sebenarnya ada kemungkinan kuat untuk mencari keuntungan bukan untuk menambah nilai seperti dengan sistem. f.
Budaya Organisasi (O rganizational Structure) Setelah aspirations, pilihan strategy serta penyiapkan organi zational skills dan human resources dikaitkan dengan Sistem and infrastrutur, maka persoalan sleanjutnya adalah bagaima na komponen-komponen kapasitas kelembagaan tersebut diinternalisasikan ke dalam organizational structure. Mengacu pada organizational structure, Mckinsey (2001: 59) mengatakan : Along w ith systems im provem ents, non profits f i n d it easiest to d ea l w ith capacity bu ilding efforts that address issues o f organizational structure. C larifying roles a n d responsibili ties, creating new work groups or spinn in g o f f existing ones, develop in g a n d working w ith a board - m ost o f these activities are fa m ilia r to nonprofit m anagers a n d therefore not overly threatening. Because so m any p eo p le already equate capacity bu ilding exercises w ith reorganization, practitioners have even com e to expect that their organiza tions w ill undergo significant structural m odifications at
Menurut McKinsey, seiring dengan perbaikan sistem, orga nisasi akan lebih mudah berurusan dengan upaya untuk me ningkatkan kapasitas yang menangani masalah struktur organi sasi. Untuk itu, perlu memperjelas peran dan tanggung jawab, menciptakan kelompok kerja baru, dan mengembangkan kir43
ja, merupakan sebagian besar kegiatan ini yang akrab bagi manajer. Karena begitu banyak orang sudah menyamakan kapa sitas latihan dengan reorganisasi, maka praktis diharapkan bah wa organisasi akan mengalami perubahan struktur yang signifikan. Karena itu, menurut Mckinsey (2001: 59) : Structural" fixes" have to be taken w ith a grain o f salt, how ever. A nonprofit can keep ch anging its organization chart every 3 m onths i f it wants, but it w ill never achieve institutional alignm ent unless its organizational design supports n ot only systems a n d hum an resources, but also its aspirations, strategies, a n d skills. As w ith other com ponents o f organizational capacity, changes in an organization's structure are m ost effective w hen they are integrated w ith a com prehensive pack age o f capacity bu ilding initiatives. Dalam pandangan McKinsey, perbaikan struktural harus diambil. Organisasi dapat selalu mengubah struktur organisasi yang setiap 3 bulan jika ingin, tapi itu tidak akan pernah men capai kesejajaran kelembagaan kecuali dengan disain organisasi yang tidak hanya mendukung sistem dan sumber daya manu sia, tetapi juga mendukung aspirasi, strategi, dan keterampilan organisasi. Seperti dengan komponen lainnya dari kapasitas organisasi, perubahan dalam struktur organisasi yang paling efektif ketika hal itu terintegrasi secara komprehensif ke dalam inisiatif pembangunan kapasitas. Struktur organisasi pada dasarnya merupakan peran-peran kerja dan mekanisme administrasi untuk pengawasan, serta penyatuan aktivitas pekerjaan termasuk lintas batas aktivitas pekerjaan organisasi. Dengan demikian struktur organisasi ber44
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
fungsi sebagai suatu konsep pembagian tugas dan tanggungjawab untuk setiap jenis dan sifat pekerjaan yang dalam dimensi struktural saling berkaitan satu sama lain. Struktur organisasi merupakan alat pengendalian organisasional yang menunjuk kan tingkat pendelegasian wewenang manajemen puncak dalam pembuatan keputusan kepada senior manajer dan manajer level menengah. Struktur organisasi dicirikan adanya distribusi kewenangan untuk masing-masing unit organisasi, pem bagian kerja yang jelas, mekanisme kontrol, kolaborasi dan koordinasi tugas. Untuk menentukan struktur organisasi yang selaras dengan tujuan organisasi dilakukan pengorganisasian. Pengorganisasian merupakan langkah-langkah untuk menen tukan komponen-komponen aktivitas yang diperlukan, kemudian membagi pekerjaan kepada kelompok pelaksana dan mendelegasikan wewenang kepada kelompok pelaksana ter-
Setiap organisasi tentu mempunyai ciri budaya organisasi tersendiri. Budaya organisasi sebagai seperengkat nilai yang teraktualisasi ke dalam pandangan, sikap dan perilaku kerja segenap anggota organisasi serta teraktualisasi juga ke dalam berbagai bentuk sarana dan prasarana organisasi pada akhirnya membentuk system nilai dalam organisasi tersebut. Sistem nilai tidak hanya mengaitkan dan mensinergikan berbagai elemen internal organisasi namun mengaitkan juga potensi dan atau kepentingan berbagai pihak ekternal yang terkait dengan eksistensi organisasi tersebut. Keterkaitan berbagai elemen 45
internal organisasi dan keterkaitan berbagai elemen organisasi dengan lingkungan eksternal organisasi pada akhirnya membentuk suatu sistem yang dinamis. Dalam konteks ini, McAlong w ith systems im provem ents, non p rofits fi n d it easiest to d ea l w ith capacity bu ilding efforts that address issues o f organizational structure. C larifying roles a n d responsibilities, creating new work groups or spinn in g o f f existing ones, d evelop in g a n d w ork ing w ith a board - m ost o f these activities are fa m ilia r to nonprofit m anagers a n d therefore not overly threatening. Because so m any p eop le already equate capacity bu ilding exercises w ith reorganization, practitioners have even com e to expect that their organizations w ill undergo significant structural m odifications at regular intervals. Perbaikan sistem tidak hanya mempermudah urusan peningkatan kapasitas kelembagaan namun terkait juga dengan penanganan masalah struktur organisasi. Perbaikan sistem dan penanganan masalah tersebut akan semakin memperjelas peran dan tanggung kelompok kerja yang baru atau yang sudah ada, serta mengembangkan kerja kelompok kerja tersebut. Sementara itu, dalam hal perbaikan struktur organisasi, Mckinsey A nonprofit can keep changing its organization chart every 3 m onths i f it wants, but it w ill n ever a ch ieve institutional alignm ent unless its organizational design supports not only systems a n d hum an resources, but also its aspirations, 46
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
tional capacity, changes in an organization's structure are hensive pack age o f capacity bu ilding initiatives. Bila dipandang perlu dilakukan perubahan struktur organi sasi, maka perubahan tersebut tidak hanya membutuhkan du kungan sistem dan sumber daya manusia, tetapi membutuh kan juga aspirasi, strategi, dan keterampilan. Perubahan struk tur organisasi yang paling efektif adalah dengan mengintegrasikan secara menyeluruh pembangunan kapasitas kelembaga an hingga terbentuk budaya tertentu dalam organisasi. MenuFor nonprofits, culture plays an even m ore vita l role than it ther, an im portant reason w hy nonprofit em ployees are w il lin g to accep t relatively low p a y a n d work so hard. Because o f its pervasiveness a n d im portance, nonprofit culture is d ifficu lt to change. The record is littered w ith nonprofit c h ie f executives whose best-laid plans to bu ild capacity fo u n d ered on the shoals o f an unim pressed a n d tradition-boun d culture. This is a shame, because organizations can strengthen their cultures ju st as they can strengthen any o f the other com ponents o f organizational capacity. The trick lies in m aking changes to the culture in a way that builds positively on a shared com m itm ent o f s ta ff a n d volunteers to the mission.
47
Budaya dalam organisasi memainkan peran penting. Buda ya mengikat kebersamaan dalam organisasi, dan menjadi alasan penting mengapa karyawan bersedia menerima gaji yang relatif rendah dan bekerja keras. Karena itu, organisasi dapat memperkuat budaya sebagai salah satu komponen lain kapasitas kelembagaan. Kuncinya terletak pada perubahan budaya yang membangun komitmen bersama untuk keberhasilan menyelenggarakan misi organisasi. Dalam konteks inilah suatu organnisasi terbentuk ciri budaya organisasi tersendiri. Budaya organisasi yang berlaku dalam setiap organisasi for mal atau organisasi informal, termasuk budaya organisasi yang terbentuk dalam organisasi Kantor Pertanahan Nasional, pada dasarnya adalah sebuah konsep budaya yang menunjukkan teraktualisasinya serangkaian aturan, ketentuan dan norma yang dianut oleh seluruh anggota organisasi, dan kemudian menjadi identitas organisasi tersebut. Proses pembentukan budaya organisasi dalam suatu organisasi jelas tidak lepas dari pengaruh lingkungan dimana organisasi itu berada. Dengan demiki an budaya organisasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat pada umumnya. F.
Etika Pelayanan Publik
Revolusi mental—salah satu isu yang menasional saat ini. Joko Widodo selaku presiden terpilih, melontarkannya saat kampanye berlangsung tahun lalu. Meski men dasar, Revolusi Mental menjadi jargon kritik terhadap berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia, menuju perubahan sistem pemerintahan yang lebih baik. Saat ‘jargon’ ini keluar, berbagai respon prokontra antara yang setuju 48
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
dan tidak, membeludak. Sejumlah praktisi, akademisi, tokoh agama, tokoh adat, hingga masyarakat awam, angkat bicara—terlepas sekadar untuk mengisi kekosongan bicara atau memang benarbenar berangkat dari sebuah kesadaran sosial-politis, untuk mengatakan ‘setuju’ dan ‘tidak setuju’. Tidak bermaksud mendukung salah satu kelompok, yang jelas, bangsa Indonesia telah dan sedang mengalami multikrisis yang sangat akut. Persoalan birokrasi pemerintahan, tak pernah usai hingga saat ini, selalu saja muncul masalah-masalah baru, sementara masalah lama belum reda. Aparatur negara yang diharapkan, bahkan menjadi kunci permasalahan dan penyelesaian, justru melemah dalam semua bidang. Kualitas pelayanan yang masih rendah, kurangnya profesionalitas; feodal, tidak disiplin, tidak kompeten, kurang peka, kurang inovatis, adalah potret dari kelemahan-kelemahan mental itu. Belum lagi pihak aparatur dengan konteks pengaturan kebijakan, terlihat tidak harmonis, kurang memihak publik, tumpang tindih, menghambat proses pelayanan, sektoral, kurang melibatkan publik dalam perumusan. Selain itu, persoalan akuntabilitas; orientasi penyelenggaraan masih output, hasil/manfaat belum sepenuhnya dirasakan masyarakat, ditambah lagi dengan ki nerja yang lemah, menambah derita buruk Bangsa yang sedang sekarat menahan sakitnya. Jelas, di lapangan, masyarakat masih banyak yang kelaparan, menanggur, mengamen, menjadi gembel, bentrokan antar komunitas, kelompok keagamaan, organisasi, lem baga, dan lain-lain, semakin memperjelas, kalau bangsa ini sedang mengalami sekarat mental. Karena itu, presiden terpilih mengajukan gagasan ‘revolusi mental’—yang walaupun saat ini masih 49
belum jelas, kemana, dan kelompok siapa yang dimaksud, semua masih dalam proses politis. Dari scjurn 1ah persoalan yang sedang terjadi, seperti: lemah nya penegak hukum; rendahnya komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi; lemahnya aparat pengawas internal pemerin tah; kualitas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah masih remdah; pengadaan barang dan jasa masih belum dapat diselenggarakan secara efisien; gemuknya organisasi, fragmented dan tumpangtindih; penerapan E-goverment belum merata; rendahnya kompetensi yang belum sesuai dengan kebutuhan dalam jabatan, belum lagi rendahnya integritas PNS, belum layaknya sistem remunerasi berbasis kerja, dan yang paling menasional adalah lemahnya kuali tas pelayanan publik—menuntut dilakukannya pembaharuan di segala bidang, termasuk dalam konteks ini adalah ‘kualitas pelaRendahnya daya saing Indonesia, paling tidak disebabkan oleh tiga hal, yakni tingginya angka korupsi, rendahnya pelayanan publik dan kondisi ketersediaan infrastruktur yang tergolong masih minim. Dan salah satu yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik adalah rendah/krisis etika pelayanan publik. Fenomena-fenomena red tape tersebut muncul sebagai konsekuensi atas diskresi yang dimiliki oleh eksekutif. John A. Rohr (dalam Keban, 2008: 166) menyatakan bahwa diskresi administrasi merupakan starting p o in t bagi masalah moral atau etika dalam administrasi publik. Manajemen pelayanan publik tentunya harus berdasarkan etika administrator yang baik, jangan sampai diintervensi dengan kepentingan-kepentingan individu atau kelompok melainkan harus atas nama kepentingan publik. 50
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Di sinilah perlunya setiap birokrasi pelayanan publik harus me miliki sikap dan bersikap yang mencerminkan watak luhur budi, memiliki asas etis. Secara sungguh-sungguh dapat memahami, menghayati, dan menerapkan berbagai asas etis yang bersumber pada kebaikan moral. Denhardt, KG(1988) menyebutkan nilainilai moral itu terlihat dalam enam nilai besar atau yang dikenal dengan “six grea t ideas”, yaitu nilai kebenaran (truth), kebaikan {goodness), keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesamaan {equa lity), dan keadilan (justice). Karena itulah, sub ‘Etika Pelayanan Publik’ ini, menjadi niscaya untuk dikaji secara serius. 1. Etika Pelayanan Publik Etika merupakan salah satu bahasan Filsafat, yang satu sisi berorientasi pada normativias—dimana manusia diarahkan supaya dalam perbuatan-perbuatannya mencapai suatu tingkatan yang sesuai dengan martabat kemanusiaannya serta karak-ter berfikirnya dari sekadar tingkatan perilaku biologis hewani yang mendapatkan kesenangan riilnya dalam me menuhi dorongan-dorongan fitrahnya. Bila orientasi normatif terwujud, maka ia semestinya dapat menerangkan karakter hati nurani manusia, kewajiban, serta nilai-nilai kemanusiaan dengan bentuk yang berbeda dari apa yang diyakini oleh penganut mazhab empirisme. Pada sisi yang lain, ia bersifat praktis, karena meng-arah pada prilaku manusia dalam kehidupan parktisnya dalam keluarga dan masyarakat. Secara mendasar, etika mencakup tiga hal, yakni 1) keadaan jiwa yang tampak pada prilaku manusia, 2) etika sebagai sifat yang dapat diusahakan—bahwa pada kenyataannya, manusia 51
memiliki sifat berbeda satu sama lain, dan 3) etika berhubungan erat dengan akal yang menjadi media pengupayaannya. Solomon (dalam Kumo-rotomo, 2007: 7) menjelaskan bahwa, etika mencakup dua hal yaitu: 1) etika sebagai disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya, dan 2) nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Sementara Bertens (da lam Keban, 2008: 167) menyimpulkan bahwa etika meliputi: (a) nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, (b) kumpulan asas atau nilai moral yang dikenal dengan kode etik, (c) ilmu tentang baik dan buruk atau yang disebut dengan filsafat moral. Etika menurut Bratawijaya (1992: 243) adalah ilmu pengetahuan tentang dasar-dasar akhlak atau moral. Etika tersebut, lanjut Bratawijaya, bisa berbentuk etika umum; penyajian sua tu pendekatan yang teliti mengenai norma-norma yang berlaku umum bagi setiap warga masyarakat, seperti norma santun, norma hukum, dan norma moral. Kemudian berbentuk etika khusus; penerapan etika umum dalam kegiatan profesi, seperti etika dosen, etika sekretaris, etika dokter, etika bisnis, dan etika pelayanan. Magnis Suseno(1990) mengatakan, etika adalah ilmu dan bukan sebuah ajaran, yang memberi kita norma tentag bagaimana harus hidup adalah moralitas. Salam Burhanuddin (1991: 1) mengatakan, etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola prilaku manu sia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Dalam 52
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
KBBI (1998) sendiri dijelaskan, etika itu menyangkut tiga hal: 1) ilmu menang-kut apa yang ‘baik’ dan apa yang ‘buruk’, 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat. Jadi, etika berkaitan dengan standar prilaku di antara orangorang dalam kelompok sosial. Etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat seba gai antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan ilmu hukum. Perbedaanya terletak pada aspek keharusan, didasarkan oleh pengetahuan yang dilahirkan manusia—inilah yang membedakannya dengan teologi moral. Simpulannya, ada tiga hal yang menunjukkan arti penting etika, yaitu 1) sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma yang menjadi rujukan bagi setiap orang atau suatu kelompok dalam mengatur prilakunya, atau disebut dengan ‘sistem nilai’, 2) sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan ‘kode etik’, 3) sebagai ilmu tentang yang baik dan bu ruk, yang sering disebut dengan ‘filsafat moral’ Untuk menjadi pegangan atau rujukan seseorang/kelompok, nilai moral tersebut diwujudkan dalam bentuk kode etik, seperti kode etik guru, kode etik pers, kode etik pekerjaan sosial, kode etik kehakiman, dan lain-lain. Denhardt (dalam Keban, 2008: 168) etika pelayanan publik diartikan sebagai filsafat dan professional standart (kode etik), atau moral atau right rules of conduct (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrator publik. Selain itu, Rohman, dkk (2010: 24) 53
mendefinisikan bahwa etika pelayanan publik adalah suatu ca ra dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaankebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik. Definisi Rohman dkk tersebut menekankan penggunaan nilai-nilai luhur dalam pelayanan publik. Jadi, Etika Pelayanan publik adalah praktek administrasi publik dan atau pemberian layanan publik yang didasarkan atas serangkaian tuntutan prilaku atau kode etika yang mengatur hal-hal yang ‘baik’ untuk dilakukan atau sebaliknya untuk dihindarkan, atau pengguna an nilai-nilai luhur oleh seorang administrator dalam memberi kan pelayanan publik.
2. Prinsip-prinsip Etika Pelayanan Publik Ada satu hal yang menjadi prinsip dasar dalam etika pela yanan publik, yakni “apa yang baik dan buru”, bukan “apa yang benar dan tidak benar”, dalam kaitannya pemberian laya nan pada penerima pelayanan publik. Karena itu, penting melihat pendekatan ‘teologi’ dan pendekatan ‘deontologi’ menge mukakan etika pelayanan bu-blik. Pendekatan teologi didasar kan pada apa yang seharusnya dilaku-kan pejabat publik— acuan utamanya adalah nilai kemanfaatan yang diperoleh. Penilaiannya didasarkan atas konsekuensi keputusan atau tindakan yang diambil, seperti mengukur pencapaian sasaran ke bijakan publik, dalam hal pertumbuhan ekonomi, pelayanan pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. sementara pendekatan 54
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
deontologi didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang harus ditegakkan, karena kebenaran yang ada dalam dirinya dan tidak terkait dengan akibat atau konsekuensi dari keputusan yang diambil. Pendekatan ini lebih melihat moral masingmasing individu, pelayanan publik akan beretika jika diisi oleh orang-orang yang mau dan mampu menegakkan prinsip-prinsip moral. Mewujudkan pendekatan ini dalam manajemen pelayanan publik tidaklah mudah. Namun, jika sudah melembaga dalam pejabat publik dan masyarakat, maka birokrasi akan dapat menjadi teladan, Kartasasmita (dalam Rohman, Terkait dengan prinsip-prinsip etika pelayanan publik, menurut American Society for Public Administration, nilainilai yang dijadikan kode etik tersebut diantaranya, kejujuran, integritas, cepat tanggap, kebenaran, ketabahan, respek, penuh perhatian, keramahan, mengutamakan kepentingan publik, memberi perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan terhadap “system m erit" dan program “affirmative action". Prinsip-prinsip pelayanan publik yang dikembangkan Insti tute Josephson America (The Liang Gie. 2006), dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para birokrasi publik dalam memberikan pelayanan, antara lain adalah sebagai beria) Jujur, dapat dipercaya, tidak berbohong, tidak menipu, mencuri, curang, dan berbelit-belit; b) Integritas, berprinsip, terhormat, tidak mengorbankan 55
pin-sip moral, dan tidak bermuka dua; c) Memegang janji. Memenuhi janji serta mematuhi jiwa per-janjian sebagaimana isinya dan tidak menafsirkan isi per-janjian itu secara sepihak; d) Setia, loyal, dan taat pada kewajiban yang semestinya e) Adil. Memperlakukan orang dengan sama, bertoleransi dan menerima perbedaan serta berpikiran terbuka; f)
Perhatian. Memperhatikan kesejahteraan orang lain dengan kasih sayang, memberikan kebaikan dalam pelayanan;
g) Hormat. Orang yang etis memberikan penghormatan terhadap martabat manusia privasi dan hak menentu kan nasib bagi setiap orang; h) Kewarganegaraan, kaum profesional sektor publik mempunyai tanggung jawab untuk menghormati dan menghargai serta mendorong pembuatan keputusan i)
yang demokratis; Keunggulan. Orang yang etis memperhatikan kualitas
Widodo (2006) dalam Pasolong (2013: 201-202) menyebutkan prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut: a) Pelayanan kepada masyarakat, yaitu pelayanan di atas pelayanan kepada diri sendiri b) Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan pada akhirnya bertanggung-
56
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
c) Hukum mengatur semua tindakan dari instansi peme rintah, dalam artian semua tindakan birokrasi seharusd) Manajemen yang efektif dan efesien merupakan dasar bagi birokrasi—penyalahgunaan pengaruh, penggelapan, pemborosan dan/atau penyelewengan tidak dapat dibenarkan e) Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas-asas i’tikad baik akan didukung, dijalankan dan dikembangkan f) Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat sangat pen ting, konflik kepentingan, penyuapan, hadiah, atau adiritisme yang merendahkan jabatan publik untuk kepentingan pri-badi tidak diterima (tidak etis) g) Pelayanan keada masyarakat menuntut kepekaan Khusus dengan ciri-ciri sifat keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi dan kasih sayang, dan birokrasi harus menghargai sifat-sifat tersebut secara arif dan bijak untuk melaksanakannya h) Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan i)
Para administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis, tapi juga untuk mengusahakan hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan penuh semangat dan tepat pada waktu-
Selanjutnya asas-asas etika itu dituangkan dalam sebuah kode etika yang memuat 5 asas etika dan 7 asas mutu yang wa57
jib di indahkan dan dijalankan oleh para anggota perhimpunan yang menjadi administrator negara, yaitu sebagai berikut: a) Menunjukkan ukuran baku tertinggi tentang keutuhan watak pribadi, kebenaran, kejujuran, dan ketabahan dalam semua kegiatan umum, agar supaya memangkitkan keyakinan dan kepercayaan rakyat terhadap pranata-pranata negara. b) Menghindari sesuatu kepentingan atau kegiatan yang berada dalam pertentangan dengan penuaian dari kewajiban-kewajiban resmi c) Mendukung, melaksanakan, dan memajukan penempatan tenaga kerja menurut penilaian kecakapan serta tata-acara tindakan yang tidak membeda-bedakan guna menjamin kesempatan yang sama pada penerimaan, pemilihan, dan kenaikan pangkat terhadap orangorang yang memenuhi persyaratan dari segenap unsur masyarakat. d) Menghapuskan semua pembedaan tak sah, kecurangan, dan salah pengurusan keuangan negara serta mendukung rekan-rekan kalau mereka berada dalam kesulitan karena usaha yang bertanggungjawab untuk memperbaiki pembedaan, kecurangan, salah urus, atau salah penggunaan yang demikian. e) Melayani masyarakat secara hormat, penuh perhatian, sopan, dan tanggap dengan mengakui bahwa pelaya nan kepada masyarakat adalah di atas pelayanan ter-
58
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
f) Berjuang kcarah keunggulan bcrkcahlian perseorangan dan menganjurkan pengembangan berkeahlian dan termasuk mereka yang berusaha memasuki bidang administrasi Negara. g) Menghampiri tugas organisasi dan kewajiban-kewajiban kerja dengan suatu sikap yang positif dan secara membangun mendukung tata hubungan yang terbuka, daya cipta, pengabdian, dan welas asih. h) Menghormati dan melindungi keterangan berdasarkan hak-hak istimewa yang dapat diperoleh dalam pelak sanaan kewajiban-kewajiban resmi. i)
Menjalankan wewenang kebijaksanaan apapun yang dimiliki menurut hukum untuk memajukan kepen tingan umum atau masyarakat
j)
Menerima sebagai suatu kewajiban pribadi tanggung jawab untuk mengikuti perkembangan baru terhadap permasala-han-permasalahan yang muncul dan menangani urusan masyarakat dengan kecakapan ber keahlian, kelayakan, sikap tak memihak, efisiensi, dan daya guna
k) Menghormati, mendukung, menelaah, dan bilamana perlu berusaha untuk menyempurnakan konstitusikonstitusi negara serikat dan negara bagian serta hukum-hukum lainnya yang mengatur hubunganhubungan diantara badan-badan pemerintah, pegawaipegawai, nasabah-nasabah, dan semua warga negara.
59
Sebagai tolak ukur untuk menilai baik buruknya suatu pela yanan publik, dapat dilihat dari baik buruknya terhadap penerapan nilai-nilai sebagai berikut: a) Efisiensi, yaitu para birokrat tidak boros dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat. dalam artian bahwa, para birokrat secara berhati-hati agar memberikan hasil yang sebesar-besarnya kepada publik. Dengan demikian, nilai efisiensi lebih mengarah pada penggunaan sumber daya yang dimiliki Seca ra cepat dan tepat, tidak boros dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Jadi, dapat dikatakan baik, jika birokrat publik menjalankan tugas dan kewenangannya secara efisien. b) Efektivitas, yaitu para birokrat dalam melaksanakan tugas-tugas pada publik harus baik (etis) yaitu memenuhi target atau tujuan yang telah ditentukan sebelum nya tercapai. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan publik dalam pencapaian tujuannya, bukan tujuan pemberi pelayanan. c) Kualitas layanan, kualitas pelayanan yang diberikan oleh para birokrat kepada publik harus memberikan rasa kepuasan pada yang dilayani. Dalam artian bahwa baik (etis) tidaknya pelayanan, ditentukan oleh kualitas layanan. d) Resposivitas, yaitu berkaitan dengan tanggungjawab birokrat dalam merespon kebutuhan publik yang sangat mendesak. Birokrat dalam menjalankan tugas,
60
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
dinilai baik jika responsibel dan memiliki profesional atau kompetensi yang sangat tinggi. e) Akuntabilitas, yaitu berkaitan dengan pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan kewenangan
3. Faktor-faktor Pendukung Pelayanan Publik Sebagai pemberi layanan, “tercapainya sasaran” adalah salah satu tujuan dasar dalam pelayanan publik. Dari ini, menuntut semua aparatur meningkatkan kinerja sesuai dengan standar dan untuk meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan, maka aparat harus mampu mengembangkan lima macam akunta bilitas, sebagaimana dikatakan (Jabra J.G dan Dwivedi, 1998), yakni: 1) akuntabilitas administratif (organisasional). yang di perlukan di sini adalah adanya hubungan hierarkis yang tegas antara pusat-pusat pertanggungjawaban dengan unit-unit di bawahnya. Biasanya, hubungan ini telah ditetapkan dengan jelas, baik dalam aturan-aturan organisasi yang disampaikan secara formal ataupun dalam bentuk jaringan informal, 2) akuntabilitas legal, yakni bentu pertanggungjawaban setiap tindakan administratif dari aparat pemerintah di badan legisla tif dan/atau di depan makamah. Dalam hal pelanggaran Kewajiban-kewajiban hukum ataupun ketidakmampuannya meme nuhi keinginan legislatif, Maka pertanggungjawaban aparat atas tindakan-tindakannya, dapat dilakukan di depan pengadilan ataupun lewat proses revisi peraturan yang dianggap bertentangan dengan undang-undang (ju dicial review ), 3) akunta bilitas politik. Para administrator yang terkait dengan kewa61
jiban menjalankan tugas-tugasnya mengikuti adanya kewena ngan pemegang kekuasaan politik untuk mengatur, menetapkan prioritas dan pendistribusian sumber-sumber dan menjamin adanya kepatuhan pelaksanaan perintah-perintahnya. Para pejabat politik itu juga harus menerima tanggung jawab administratif dan legal karena mereka punya kewajiban untuk men jalankan tugas-tugasnya dengan baik, 4) akuntanbilitas profesional, Sehubungan dengan semakin meluasnya profesionalisme di organisasi publik, para aparat profesional (seperti dokter, insinyur, pengacara, ekonom, akuntan, pekerja sosial dan sebagainya) mengharap dapat memperoleh kebebasan yang lebih besar dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan dalam menetapkan kepentingan publik. Kalaupun mereka tidak dapat menjalankan tugasnya mereka mengharapkan memperoleh masukan untuk perbaikan. Mereka harus dapat menyeimbangkan antara kode etik profesinya dengan kepen tingan publik, dan dalam hal kesulitan mempertemukan keduanya maka mereka harus lebih mengutamakan akuntabilitasnya kepada kepentingan public, 5) akuntabilitas moral. Telah banyak diterima bahwa pemerintah memang selayaknya bertanggungjawab secara moral atas tindakan-tindakannya. Landasan bagi setiap tindakan pegawai pemerintah seharusnya diletakan pada prinsip-prinsip moral dan etika sebagaimana diakui konstitusi dan peratutan-peraturan lainnya serta diterima oleh publik sebagai norma dan perilaku sosial yang telah mapan. Jadi, wajar bila pemerintah menuntut dan mengharapkan prilaku para politisi dan pegawai pemerintah berlandaskan nilai-nilai moral yang telah diterima. Poin kelima 62
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
inilah yang patut mendapat perhatian, guna mengikis prilaku Guna mendukung tercapainya sasaran dalam pelayanan publik, perlu didukung oleh sejumlah unsur yang terkait sekaligus menjadi faktor pendukung pelayanan publik, diantaranya adalah: a) Faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan b) Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan c) Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan d) Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum f) Faktor sarana alam pelaksanaan tugas pelayanan. Harapan dari dukungan beberapa faktor di atas adalah terpenuhinya segala kebutuhan yang diharap-harapakan, seperti: a) kemudahan dalam pengurusan kepentingan, b) mendapatkan pelayanan yang wajar, c) mendapatkan perakuan yang sama tanpa pilih kasih, d) mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang. Dengan pelayanan seperti ini, diharapkan agar birokrasi selalu melakukan kewajiban moral untuk mengupayakan agar sebuah kebijakan menjadi karakter masyarakat. Bila hal ini melembaga dalam diri pejabat publik dan masyarakat, maka birokrasi patut menjadi teladan. Mereka tidak melakukan se63
suatu yang merugikan negara dan masyarakat, misalnya korup si, kolusi, dan nepotisme. 4. Penerapan Etika Pelayanan Publik Kode etik dapat mengimbangi segi negatif dari terbentuknya kelompok yang memiliki kekuasaan khusus tersebut. Kode etik juga dapat memperkuat kepercayaan masyarakat dan mendapat kepastian bahwa kepentingan terjamin. Ibaratnya, kode etik itu kompas yang menunjukkan arah moral dan menjamin mutu kelompok tersebut. Etika pelayanan publik harus berorientasi kepada kepen tingan masyarakat berdasar asas transparansi (keterbukaan dan kemudahan akses bagi semua pihak) dan akuntabilitas (pertanggungjawaban sesuai dengan peraturan perundang-undangan) demi kepentingan masyarakat. Dalam memberikan laya nan, pelanggaran moral dan etika dapat kita amati mulai dari proses kebijakan publik yaitu (pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan atas kenyataan), desain organisasi pelayanan publik (pengaturan struktur, formalisasi, dispersi otoritas) yang sangat bias terhadap kepentingan terten tu, proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan kamuflase (mulai dari perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, informasi,dsb.) yang semuanya itu nampak dari sifat-sifat tidak transparan, tidak responssif, tidak akuntabel, tidak adil, dsb, sehingga tidak dapat mem berikan kualitas pelayanan yang unggul kapada masyarakat. Penerapan etika juga dapat diimplementasikan dalam melakukan pekerjaan, dinilai tingkat implementasinya melalui meka64
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
nisme monitoring, kemudian dievaluasi dan diupayakan per baikan melalui consesus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar publik mendapatkan kepercayaan dari pihak pemberi pelayanan sungguh-sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan publik.
65
66
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
BAB II
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
A. Kualitas Pelayanan Publik
1. Definisi Kualitas Pelayanan Publik Secara tidak langsung, kualitas merupakan hasil rancangan yang tidak tertutup kemungkinan untuk diperbaiki atau ditingkatkan. Kualitas pada dasarnya bersifat abstrak, namun dapat digunakan untuk menilai atau menentukan tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau spesifiknya. Bila hal tersebut terpenuhi, berarti kualitas suatu hal yang dimaksud, dapat dikatakan baik, sebaliknya, jika tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan tidak baik. Di satu sisi, mutu tidak dapat diukur, maka perlu dibuat indikator yang merupakan besaran terukur untuk demi me-nentukan kualitas baik produk maupun jasa. Dalam KBBI, kualitas berarti : 1) tingkat baik buruknya sesuatu, 2) derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dsb) atau mutu. Menurut Tjiptono (2004: 2), kualitas adalah; a) kesesuaian dengan perkaratan/tuntutan, 2) kecocokan pemakaian, 3) perbaikan atau penyempurna-an berkelanjutan, 4) bebas dari kerusakan, 5) pemenuhan kebtuhan, 6) melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, 7) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan. Mont gomery dalam Supramto (2001), kualitas adalah suatu produk, apa kah berbentuk barang atau jasa, dikatakan berkualitas, apabila da67
pat memenuhi kebutuhan. Ibrahim (2008: 22) menegaskan, gualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pem berian pelayanan publik tersebut. Kasmir (2005: 31) mengatakan, kualitas pela-yanan publik yang baik adalah kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan standar yang ditentukan. Sedangkan cerminan pelayanan prima Sinambela, dkk. (2006: 6), termuat dalam; (1) transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, muda dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti, (2) akuntabilitas, yaitu pelayanan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (3) kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas, (4) partisipatif, yaitu pelayaan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan (6) keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik. 2. Kriteria Kualitas Pelayanan Publik Pada prinsipnya, beberapa definisi di atas mengenai kualitas pelayanan publik dapat diterima, namun bagaimana ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan kualitas pelayanan pub lik tersebut?
68
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Menurut Zethami & Haywood Farmer dalam Warella (1997: -17), terdapat tiga hal yang menjadi kriteria utama tentang pelayanan, yaitu: (1) intangibility—bahwa, pelayanan pada dasarnya bersifat performa dan hasil pengalaman dan bukan objek. Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan, (2) heteroginity—berarti pemakai jasa atau klien/pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayan, sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Pun demikian dengan perform ence sering bervariasi dari satu prosedur ke prosedur lainnya, bahkan dari waktu ke waktu, (3) inseparibility—berarti bahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsekuensinya dalam industri pelayanan, kualitas tidak direkayasa ke dalam produksi sektor pab rik dan kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interaksi antara klien dan penyedia jasa. Sedangkan menurut Tjipto (1995: 22), kriteria-kriteria atau atribut-atribut yang menentukan kualitas tersebut adalah: 1) ketetapan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses, 2) akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan, 3) kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, 4) kemudahan mendapatkan pelayanan, seperti banyakanya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer, 5) kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang, tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain, 6) atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kbersihan dan lain-lain. 69
Kriteria lain yang dapat dijadikan patokan guna menilai apakah kualitas pelayanan publik tersebut dapat dikatakan baik atau tidak, dapat dilihat dari sepuluh dimensi, yaitu: 1) tangible (terlihat/terjamah), terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi, 2) realiable (kehandalan), terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, 3) responsiveness (tanggap), kemampuan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, 4) com petence (kompeten), tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan, 5) courtesy (ramah), sikap atau prilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi, 5) creadibility, (dapat dipercaya), sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat, security (rasa aman), jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan resiko, 6) acces (akses), terdapat kemudahan untuk melakukan kontak dan pende katan, 7) C om m unications (komunikasi), kemauan pemberi pelaya nan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligsu kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat, dan 8) understanding the custom er (memahami pelanggan), melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan Jika mengacu pada Kepmen PAN Nomer 18 Tahun 1993, terdapat dua jenis kriteria, yakni kriteria kualitatif dan kuantitatif, sebagai berikut: Kriteria kuantitatif: a) Kesederhanaan, yaitu prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak 70
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
berbelit-belit, mudah difahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang menerima pelayanan, b) Kejelasan dan kepastian, yaitu mencakup; (1) prosedur/tata cara pelayanan, (2) persyaratan pelayanan, baik teknis maupun administratif, (3) unit kerja dan atau pejabat yang berwewenang dan bertanggungjwab dalam memberikan pelayanan, (4) rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, (5) jadwal waktu penyelesaian pelayanan, c) Keamanan, yaitu bahwa proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamnan dan kepastian hukum bagi masyarakat, d) Keterbukaan, yaitu prosedur/tata cara, persyaratan, sesuatu kerja/rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib ditransformasikan secara terbuka agar mudah diketahui masyarakat, bak diminat atau tidak, e) Efisiensi, yaitu bahwa (1) persyaratan pelayanan hanya dibatasi hal-hal yang ber kaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan, (2) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat berangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait, f) Ekonomis, yaitu bahwa pengenaan biaya layanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: (1) nilai barang/jasa pelayanan masyarakat tidak menuntut biaya teralu tinggi di luar kewajaran, (2) kondisi atau kemampuan masyarakat untuk membayar, (3) ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, g) Keadilan, yaitu bahwa pe laksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 71
Kriteria kualitatif: a) jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, perbulan, atau pertahun) serta perkembangan pela-yanan dari waktu ke waktu, apakah menunjukkan peningkatan atau tidak, b) lamanya waktu pemberian pelayanan, c) ratio/perbandingan antara jumlah pegawai/tenaga yang ada dengan jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan untuk menunjukkan tingkat produktivitas kerja, e) penggunaan perangkat-perangkat modern guna mempercepat dan mempermudah pelaksanaan, f) Frekuensi keluhan dan/atau pujian dari masyarakat mengenai kinerja pelayanan yang diberikan, baik melalui media massa maupun melalui kotak saran yang disediakan, g) penilaian fisik lain nya,misalnya kebersihan dan kesejukan lingkungan, motivasi kerja pegalwai dan lain-lain aspek yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja pelayanan publik. Sementara Kepmen PAN Tahun 2002, Nomer 58, memuat tujuh kriteria guna mengukur kinerja pelayanan publik instansi pe merintah serta BUMN/BUMD. Ketujuh dimensi tersebut, masingmasing dikembangkan dalam dua pertanyaan, sehingga terdapat 14 pertanyaan dalam kuesioner dalam Kepmen PAN tersebut, yakni sebagai berikut: a. Kesederhanaan prosedur pelayanan, yaitu mencakup apakah telah tersedia prosedur tetap/Standar Operasional Pelayanan (SOP), apakah tersedia secara terbuka, bagaimana dalam pelaksanaannya, apakah telah dilaksanakan secara konsisten dan bagaimana tingkat kemudahan dalam mendukung kelancaran pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: (1) kemudahan/kece72
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
patan prosedur dalam proses pelayanan, (2) kesulitan mengurus pernyataan dalam proses pelayanan. b. Keterbukaan informasi pelayanan, mencakup apa kah ada keterbukaan informasi mengenai prosedur, perkaratan dan biaya pelayanan, apakah dengan jelas dapat diketahui masyarakat, apakah terdapat media informasi termasuk petugas yang menangani untuk menunjang kelancaran pelayanan. c. Kepastian pelaksanaan, yaitu mencakup apakah variabel palaksanaan dan biayanya, apakah waktu yang digunakan dalam proses pemberian pelayanan sesuai dengan jadwal yang ada, dan apakah biaya yang dipungut atau dibayar oleh masyarakat sesuai dengan tarif/biaya yang ditentukan. Ada dua itme pertanyaan yang diajukan; (1) ketepatan waktu pe nyelesaian, (2) kesesuaian biaya yang dibayar secara resmi. d. Mutu produk pelayanan, yaitu kualitas pelayanan meliputi aspek cara kerja pelayanan, apakah cepat/te pat, apakah hasil kerjanya baik/rapi/benar/layak. Dua pertanyaan yang bisa dikemukakan; kepuasan terhadap mutu produk pelayanan, dan kemudahan daam mengurus pelayanan. e. Tingkat prfesional petugas, yaitu mencakup bagai mana tingkat kemampuan keterampilan kerja Petu gas mengenai sikap, prilaku dan kedisiplinan dalam meberikan pelayanan, apakah ada kebijakan untuk memotivasi semangat kerja para petugas. 73
f.
Tertib pengelolaan administrasi pelayanan, yaitu mencakup bagaimana kegiatan pencatatan adminis trasi pelayanan, pengelolaan berkas, apakah dilaku kan dengan tertib,apakah terdapat motto kerja, dan apakah pembagian tugas dilaksanakan dengan baik serta kebijakan setempat yang mendorong motivasi dan semangat kerja petugas.
g. Sarana dan prasarana pelayanan, yaitu mencakup keberadaan dan fungsinya, bukan hanya menampilkan tetapi sejauh mana funsi dan daya guna dari sarana/fasilitas tersebut dalam menunjang kemudahan, kelancaran proses pelayanan dan memberikan kenyamanan pada pengguna pelayanan. 3. Jenis-jenis Pelayanan Perizinan yang dilakukan Pemerintah Daerah Dalam kontek ini, akan diambil dua contoh jenis perizinan yang dilakukan pemerintah daerah, yakni daerah Yogyakarta dan Bandung. Diketahui bahwa, masing-masing daerah memiliki jenis pelayanan yang berbeda-beda tergantung dari karakteristik dan kompleksitas yang dihadapi masing-masing. Lembaga pelayanan pun berbeda-beda, baik penyelnggara maupun nama dan bentuk dari lembaga penyelnggara peayanan. Ada yang masih dilakukan oleh dinas-dinas atau kantor-kantor teknis, ada juga yang telah memiliki lembaga-lembaga tersendiri. Beberapa contoh perizinan yang telah memiliki lembaga tersendiri dari kedua kota yang dimak sud adalah:
74
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Pertam a, layanan perizinan pada Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomer 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Pe merintah Kota Yogyakarta membentuk lembaga pelayanan per izinan yang defmitif berupa Dinas Perizinan. Dasar Pembetukan Dinas Perizinan adalah Perda Kota Yogyakarta Nomer 17 Tahun 2005 Tentang Pem-bentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perizinan, dengan susunan Organisasi. Jenis-jenis pelayanan yang dilakukan, meliputi: 1) izin IMBB, 2) Izin Penelitian, 3) Izin gangguan/HO, 4) SIUP, 5) Tanda Daftar Perusahaan, 6) Surat Izin Jasa Konstruksi, 7) Izin Pendirian Lembaga Pendidikan No Formal, 8) Izin Angkutan, 9) Izin Pengeboran dan Peng-ambilan Air Bawah Tanah 10) Izin in Gang, 11) Izin Saluran Air Limbah, 12) Izin Penyambungan Saluran Air Hujan, 13) Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah, 14) Izin Per-usahaan Penge-boran Air Bawah Tanah, 15) Izin Penerapan dan Pengambilan Mata Air, 16) Tanda Daftar Gudang, 17) Izin Usaha Hotel dan Penginapan, 18) Izin Usaha Restoran, Rumah Makan, Tempat Makan dan Jasa Boga, 19) Izin Usaha Jasa Impresariat, 20) Izin Usaha Pelayanan Wisata, 21) Izin Usaha Obyek Wisata, 22) Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri, 23) Izin Juru Bor Air Bawah Tanah, 24) Izin Usaha Informasi Parawisata, Usaha Jasa Konsultan dan Jasa Promosi Parawisata, 25) Izin Usaha ekreasi dan Hiburan Umum, 26) Izin Usaha Konversi, Perjalanan Insentif, dan Pameran, 27) Izin Praktek Kerja Lapangan, 28) Izin Siup Minimum Beralkohol, 29) Izin Kuliah Kerja Nyata (http:perizinan.jogja.go.id/home.php. 15-01-
75
Kedua, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung. Beberapa daftar perizinan dan pelayanan yang dapat dilayani oleh BPPT Kota Bandung ini adalah: 1) Tanda Daftar Industri, 2) Izin Pemasangan, 3) Izin Gangguan, 4) Izin Mendirikan Bangunan, 5) Izin Usaha Industri, 6) Izin Usaha Perdagangan, 7) Tanda Daftar Perusahaan, 8) Izin Trayek, 9) Izin Usaha Jasa Konstruksi, 10) Izin Lokasi, 11) Izin Peruntukan Penggunaan Tanah, 12) Izin Pemancangan Tiang Pancang Jembatan Penyebrangan Orang/Reklame, 13) Izin Pembuatan Jalan Masuk Pekarangan, 14) Izin Pembuatan Masuk di Komplek Perumahan, Pertokoan, dan Sejenis, 15) Izin Penutuan Penggunaan Trotoar, Berm dan Saluran Izin Pematangan La-han/Tanah, 16) Izin Pengambilan Air di Bawah Tanah, 17) Izin Penggalian Jalan M ilik Daerah, 18) Izin Pengambilan Air Permukaan, 19) Izin Pembuangan Air Buangan Ke Sumber Air, 20) Izin Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi, dan Kemiring-an Dasar Saluran/Sungai, 21) Izin Perubahan Atau Pembuatan Bangunan dan Jaringan Pengairan Serta Perkuatan Tanggul yang Dibangun Oleh Masyarakat, 22) Izin Pembangunan Lintasan yang Berada di Bawah/di Atasnya Saluran/Sungai, 23) Izin Pemanfaatan Bangunan Pengairan dan Lahan pada Daerah Sempadan dan Saluran/Sungai, 24) Izin Pemanfaatan Lahan Mata Air dan Pengairan Lainnya, 25) Tanda Dafar Gudang, 26) Izin Usaha Kepariwisataan, 27) Izin Pengelolaan Tempat Parkir, 28) Izin Jasa Titipan, 29) Akte Perusa-
76
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
B. Kepuasan Pelanggan
Pada dasarnya, kepusan pelanggan itu menyangkut tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan dengan kerja yang ia rasakan, dibandingkan dengan harapannya. Kepusan juga berkaitan dengan faktor kebutuhan seseorang, dalam artian, jika kebutuhan seseorang terpenuhi, maka orang tersebut merasa puas, demikian pula sebaliknya, dan kepuasan seseorang tersebut dapat menciptakan kesetiaan dan loyalitas pelang-gan kepada perusahaan. Jadi, kepusan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kenyataan atau hasil yang dirasakan pada discom firm ation paradigm a (Oliver dalam (Pawitra, 1993). Intinya, kepuasan masyarakat terhadap organisasi publik sangat penting karena adanya hubungan kepercayaan masyarakat—semakin baik sistem pemerintahan dan kualitas pelayanan yang diberikan, semakin besar pula tingkat kepercayaan masyarakat. Teknis pengukuran kepuasan masyarakat, dapat mengguna kan 14 kriteria pelayanan, sebagaimana telah diuraikan. Di bawah ini, contoh kuesioner: pendapat responden tentang pelayanan
1
2
Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kemudahan prosedur palayanan di unit ini? a. Tidak mudah b. Kurang mudah c. Mudah d. Sangat mudah Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kesesuaian persyaratan pelayanan dengan jenis pelayanannya?
1 2
3 4
77
a. Tidak sesuai b. Kurang sesuai
3
4
5
6
7
78
d. Sangat sesuai Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kejelasan dan kepastian petugas yang melayani? a. Tidak jelas b. Kurang jelas c. Jelas d. Sangat jelas Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kedisiplinan dalam memberikan pelayanan? a. Tidak disiplin b. Kurang disiplin c. disiplin d. sangat disiplin Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang tanggungjawab petugas dalam memberikan pelayanan? a. Tidak bertanggungjawab b. Kurang bertanggungjawab c. Bertanggungjawab d. Sangat bertanggungjawab Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kemampuan petugas dalam meberikan pelayanan? a. Tidak mampu b. Kurang mampu c. mampu d. Sangat mampu Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kecepatan pelayanan yang dberikan oleh petugas? a. Tidak cepat b. Kurang cepat
i
2
3 4
1 2
3 4
2 3 4
2 3 4
2
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
O
9
10
11
12
GO O P P
8
I Sangat cepat Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang keadilan dalam mendapatkan pelayanan? a. Tidak adil b. Kurang adil c. Adil d. Sangat adil Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kesopanan dan keramahan petugas dalam meberikan pelayanan? a. Tidak sopan b. Kurang sopan
4
1 2
3 4
2 3
d. Sangat sopan Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kewajiban biaya untuk mendapatkan pelayanan? a. Tidak wajar b. Kurang wajar c. Wajar d. Sangat wajar Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan dengan biaya yang telah ditetapkan?
4
a. Tidak sesuai b. Kurang sesuai c. Sesuai d. Sangat sesuai Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang ketepatan waktu pelaksanaan terhadap jadwal waktu pelayanan? a. Tidak tepat waktu b. Kurang tepat waktu
1
2 3 4
2 4
1
2 79
c. Tepat waktu 4 13
14
Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kenyamanan di lingkungan kerja pelayanan? a. Tidak nyaman b. Kurang nyaman c. Nyaman d. Sangat nyaman Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang kemanan pelayanan? a. Tidak aman b. Kurang aman c. Aman d. Sangat aman
2 3 4
1 2
3 4
Pengolahan data :
Metode pengolahan data Nilai IKM dihitung dengan menggunakan “nilai rata-rata tertimbang” masing-masing unsur-unsur pelayanan. Dalam penghitunan indeks kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut: Jumlah bobot
1
Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan pendekatan nilai rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut: Total dari nilai persepsi unsur IKM = Total unsur yang terisi X 80
Nilai penimbang
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Guna memudahkan interpretasi terhadap penilai IKM, yaitu antara 25-100, maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai 25, dengan rumus sebagai berikut: IKM Unit Pelayanan x 25 Dlam penghitungannya, terdapat karateristik yang berbeda, maka setiap unit pelayanan dimungkinkan untuk: a. Menambah unsur yang dianggap relevan b. Memberikan bobot yang berbeda terhadap 14 unsur yang dominan dalam unit pelayanan, dengan catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1. Tabel : Nilai Persepsi, Intervensi IKM, Intervensi Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan Nilai persepsi
Nilai Intervensi
Nilai Interval Intervensi IKM
Mutu Pelayanan
Kinerja Unit Pelayanan
1
1,00-1,75
25-43, 75
D
Tidak Baik
2
1,76-2,50
43,76-62,50
C
Kutang Baik
3
2,51-3,25
62,51-81,25
B
Baik
4
3,26-4,00
81,26-100,00
A
Sangat Baik
Contoh :
Apabila diketahui nilai rata-rata unsur dari masing-masing unit pelayanan adalah sebagaimana tabel berikut: No
UNSUR PELAYANAN
1
Prosedur Pelayanan
NILAI UNSUR PELAYANAN 3,42
2
Persyaratan Pelayanan
2,65
3
Kejelasan Petugas Pelayanan
3,53
4
Kedisiplinan Petugas Pelayanan
2,31
5
Tanggungjawab Petugas Pelayanan
1,55 81
6
Kemampuan Petugas Pelayanan
3,12
7
Kecepatan Pelayanan
2,13
8
Keadilan mendapatkan Pelayanan
2,43
9
Kesopanan dan keramahan Petugas
3,21
10
Kewajaran biaya Pelayanan
1,45
11
Kepastian biaya Pelayanan
1,93
12
Kepastian jadwal Pelayanan
2,31
13
Kenyamanan Pelayanan
3,03
14
Keamanan Pelayanan
1,56
Maka, untuk mengetahui nilai indeks unit pelayanan dihitung dengan cara sebagai berikut:
PENGOLAHAN IDEKS KEPUASAN MASYARAKAT PER RESPONDEN DAN PER UNSUR PELAYANAN
Tip/Fax NOMER URUT RESPON DEN 1
NILAI PER UNSUR PELAYANAN U1
U2
U3
U4
U5
U6
U7
U8
U9
U10
U11
U12
U13
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
U14
1 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 82
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik 11 12 Jml Nilai Ratarata Per Unsur NRR Per Unsur= Jml Nilai per Unsur Bagi jml kuesion er yang terisi NRR Tertimb ang Per Unsur = NRR Per Unsur x 0,071 KM Unit Pelayan an
Keterangan :
NRR IKM
= unsur pelayanan =nilai rata-rata =indeks kepuasan masyarakat =jumlah NRR IKM TERTIMBANG - IKM UNIT PELAYANAN
83
84
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
BAB III
PEMBAHARUAN PELAYANAN PUBLIK MENUJU PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Buruknya penyelenggaraan dan pelaksanaan pelayanan publik, mengharuskan pihak aparat dalam hal ini pemerintah secara keseluruhan untuk menijau ulang sistem pemerintahan yang sedang dilaksanakan. Kenyataan dilapangan, ‘masyarakat’ masih belum puas menikmati pelayanan yang selama ini diberikan pemerintah. Ketidakpuasan tersebut, jelas berawal dari sistem pelayanan yang kurang optimal dari pihak penyelenggara dan pelaksana. Yang paling senderhana, masyarakat dengan emosinya marah-marah pada petugas POS yang hingga dua bulan, barang kiriman tidak sampai pada tujuan. Berdasarkan laporan, seharusnya barang ter sebut sampai dua hari melalui pengiriman kilat. Beruntung orang tersebut tidak bersikap ekstrim, sementara yang lain, di beberapa kota, masyarakat melakukan pembakaran-pembakaran pada sejumlah kantor pelayananan, pos polisi, posko, termasuk kantor desa. Tidak ada yang disalahkan, kecuali, sistem yang diterapkan dalam sektor pelayanan publik masih carut-marut di sana-sini. Berangkat dari tujuan dasar pelayanan publik, yakni ‘memak simumkan kesejahteraan sosial serta memperoleh kepuasan’, dan sifatnya terus-menerus, seharusnyalah setiap saat melakukan per baikan, pembaharuan secara kontekstual dan holistik. Di sinilah 85
peran pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama diperlukan guna melakukan pelayanan publik secara sehat. Dalam konteks perubahan kebijakan publik, Howlett dan Ramesh (1995:184-185) menegaskan bahwa, perubahan kebijakan publik dapat mengikuti pola normal dan pola paradigmatis. Pola normal yakni melakukan pengambilan keputusan secara kontiniu dan berlangsung tahap demi tahap. Sedangkan pola paradigmatis, keberlangsungannya secara mendasar, dimana para aktor memahami masalah publik secara berbeda, serta menggunakan pendekatan secara berbeda pula. Atau bisa dikatakan bahwa, pola perubahan normal mengikuti pola inkremental dan pola paradigmatis meng ikuti pola perubahan radikal. Mengawali sub ini, pembaharuan pelayanan publik perspektif paradigmatik, akan dilakukan, hal ini didasarkan bahwa, dalam pelayanan publik telah berlangsung berbagai perubahan, sebab pemerintah selaku pelaku utama mengalami pendefinisian ulang se suai dengan konteksnya. Karena itu, tiga paradigma dimunculkan, sesuai dengan besar kecilnya peranan pemerintah dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan publik, yakni: a) paradigma negara kuat, paradigma deregulasi setengah hati, dan paradigma reformasi pelayanan publik. A. Perubahan paradigmatik tentang Pelayanan Publik
Segala sesuatu yang diputuskan oleh pemerintah untuk dikerja kan maupun tidak dikerjakan, sederhananya disebut dengan pela yanan publik. Di situ, pemerintah memutuskan untuk ikut menge lola sektor pertanian terutama menetapkan harga beras, minyak goreng, cengkeh dan tebu. Pada saat yang sama memutuskan untuk 86
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
tidak mengelola sayur-mayur dan buah-buahan. Dalam perspektif kebijakan, hal-hal yang dipilih untuk dikerjakan pemerintah dinilai bersifat strategis, baik dari sudut politik maupun ekonomi. Konsekuensi dari keputusan tersebut adalah perubahan dalam permintaan dan penawaran barang dan jasa publik. Berangkat dari penjelasan ini, pelayanan publik adalah pengadaan barang dan jasa publik, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun nonpemerintah. Sebagaimana diketahui, barang terdiri dari dua bagian, yakni ba rang publik dan barang swasta. Barang publik adalah barang yang penggunaannya memiliki ciri nonrivalry seperti udara, jalan, jembatan, dan sebagainya. Dan barang swasta dicirikan oleh adanya realitas, seperti baju, sepatu dan lain-lain. di sektor pemerintahan, kedua jenis ini ditentukan oleh konsumen, hanya sanya barang publik ditetapkan melalui proses politik, sedangkan barang swasta melalui produsen yang bertujuan mencari untung. Beberapa jenis barang antara keduanya, terdapat nilai strategis sehinga menuntut intervensi pemerintah untuk mengelolanya, seperti industri pupuk, pangan, industri kimia, industri otomotif, dan lain-lain. Secara bersamaan, barang publik dari pihak swasta sendiri tertuntut dan tertarik untuk mengelolanya, seperti, jalan tol, sampah, air minum, dan lain-lain. ini artinya, pemerintah memiliki banyak masalah yang harus ditangani, seperti sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain. Besar kecilnya intervensi pemerintah, tergantung pada nilai barang/jasa tersebut bagi pemerintah. Semakin strategis nilai sebuah barang/jasa, semakin besar pula intervensinya dalam produksi, distribusi, dan alokasi. Meski efektivitas, dan efisiensi menjadi target dalam pelayanan publik, tidak dapat hanya dijadikan patokan, namun diperlukan 87
uluran lain yakni ‘keadilan’. Sebab, tanpa ukuran ini, ketimpangan pelayanan tidak dapat dihindari (Frederickson, 1987: 2). Pentingnya uluran ini, juga memperhatikan bahwa birokrasi politik cenderung menetapkan target dan dalam pencapaian target, mereka cenderung menghindari kelompok miskin, rentan dan terpencil. Ketika pemerintah memacu efesiensi, biasanya pelayanan publik untuk lapisan bawah; miskin, rentan dan terpencil, cenderung diabaikan. Pelayanan untuk kelompok ini, akan memerlukan biaya besar yang biasanya berupa subsidi, pengobatan gratis dan murah. Pettama, Paradigma Negara Kuat. Bagi Hegel, sejarah manusia adalah sejarah perkembangan ide, yakni suatu proses dari sebuah ide universal yang sedang mengaktualisasikan dirinya—dan ide tersebut terus berperoses melalui apa yang disebut dengan sejarah. Dengan demikian, wajah dunia kontemporer bukanlah Kenyataan yang berhenti dan telah selesai, melainkan sebuah proses menjadi, yaitu menuju masyarakat ideal. Dan negaralah yang merupakan jelmaan dari ide universal itu, negara akan menjadi agen sejarah membantu manusia sekarang berproses menjadi manusia yang bisa menciptakan masyarakat ideal. Keinginan negara dipandang seba gai keinginan umum untuk kebaikan semua orang (Budiman, Berbeda dengan Marx, negara merupakan perwakilan kelas pemilik alat produksi, yang dalam konteks moderennya diteruskan oleh teori negara organis. Di sini, negara merupakan sebuah lem baga yang memiliki kemaun sendiri secara mandiri, negara memili ki kepentingan sendiri, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyara kat. secara aktif, negara merumuskan tujuan, menyusun program dan melaksanakannya. Negara bukanlah sebuah pertarungan antar88
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
kekuatan sosial seperti dianut kaum pluralis, juga bukan merupakan agen pasif, yang merupakan alat bagi pemilik alat produksi, tapi, negara berlaku aktif—dalam arti, mendefinisikan masalah ekonomi, menyusun rancangan untuk mengatasi masalah termasuk mengusahakan anggaran belanja, menetapkan sektor yang perlu segera ditanggulangi dan memobilisasi kekuatan sosial ekonominya untuk misi tersebut (Budiman, 1996: 51-52). Lalu bagaimanakah negara kuat itu melakukan pelayanan publik? Oleh karena itu, kekuatan pemerintah dan negara disusun bersamaan dengan kepasifan massa, kemandulan partai dan kontrol ketat penguasa, maka pemerintah merupakan kekuatan tunggal dalam negara. Kedua, Paradigma Deregulasi Setengah Hati. Deregulasi dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan berbagai aturan yang menghambat peran serta masyarakat dalam memproduksi barang atau jasa. Di sini, terjadi perubahan peranan pemerintah dari intervensionistik ke mekanisme pasar. Pemerintah sepenuhnya melepas bidang-bidang yang ditangani swasta baik dengan pertimbangan skala usaha yang kecil dan efesien, jenis pelayanan yang dilakukan terlalau sederhana, dan dapat dengan mudah dilakukan swasta serta jenis barang/jasa yang diproduksi kurang memiliki nilai strategis dari sudut ekonomi dan politik. Idealnya, deregulasi dila kukan dari sektor industri riil guna membangun industri yang efesien (Rachbini, 2001: 78). Efek ganda yang diperoleh lainnya dari deregulasi sektor riil adalah meningkatkan daya saing industri, sehingga produksinya lebih kompetitif dan kesejahteraan pekerja Meski dilakukan setengah hati, kebijakan deregulasi telah memunculkan kebijakan-kebijakan baru, yaitu com petitive regulation 89
policy .Perluasan radio swasta, berdirinya beberapa stasiun televisi swasta, pelayanan telekomunikasi oleh swasta, perubahan status pendidikan tinggi dari “terdaftar-diakui-disamakan ke akreditasi”, adalah beberpa contoh. Bersamaan dengan itu, muncul juga kebijakan redistributif, seperti perpajakan. Melalui pajak ini, masyarakat mulai beran mempertanyakan proyek publik apa yang dibiayai dengan pajak—jelas di sini, ‘deregulasi setengah hati’, lebih mengukuhkan ketimpangan antarlapisan. Di sini pula muncul Konglomerat yang menguasai kekayaan masyarakat. mereka adalah para penguasa yang dekat dengan kekuasaan atau anggota keluarga pemegang kekuasaan. Ketimpangan antar lapisan ini demikian parah, data lain seperti gaji antara direktur dan buruhoperasional di pabrik garmen, memberi informasi yang sama, yaitu 177: 1, artinya direktur 177 kali lipat dibanding upah buruh operasional. padahal, perbedaan antarlevel tersebut pada tahun 1970- hanya 32-48. Ke timpangan juga terjadi antara sektor publik dan swasta. Hingg akhir 2004, sektor publik masih menjadi tumpuan para pencari kerja. Jaminan kerja di sektor publik dianggap lebih aman, prestise desakota, ditujukan oleh rendahnya pelayanan publik dalam hal pendi dikan, kesehatan, air minum, penerangan, listrik, telpon, infrastruktur dan transportasi. Ketiga, Paradigma Reformasi Pelayanan Publik. Sebagai peruba han yang terbatas, tetapi seluruh masyarakat terlibat, reformasi juga mengandung pengertian penataan kembali bangunan masyarakat, termasuk cita-cita, lembaga-lembaga dan saluran yang ditempuh dalam mencapai cita-cita. Karena itu, kata orde, sering digunakan untuk perubahan seperti ini, satu sisi jelas menunjukkan pergantian rezime. 90
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Guna melakukan perubahan pelayanan publik, diperlukan peru bahan politik, baik mekanisme pengambilan keputusan maupun kelembagaan. Secara gradual, perubahan tersebut mengarah pada keseimbangan kekuatan ekskutif, legislatif, dan yudikatif. Keseimbangan demikian merupakan langkah demokrasi. Tentunya akan tumbuh kekuatan sosial yang melakukan kontrol kekuasaan lebih ketat, seperti organisasi sosial dan politik serta media massa. Refor masi memberi harapan terhadap pelayanan publik yang lebih adil dan merata. Harapan demikian dihubungkan dengan menguatnya kontrol masyarakat dan besarnya kontribusi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif diselenggarakan menurut sistem setengah distrik dan setengah proporsional, dimaksudkan untuk memunculkan anggota legislatif yang tanggap terhadap aspirasi konstituen. Pun demikian dengan pemilihan presiden dan wakil, serta kepala daerah secara langsung. Rakyat diminta menilai pemikiran, rencana dan program para kandidat secara aktif, yang menuntut mereka benarbenar memperhatikan rakyat.
B. Ketatakelolaan Pemerintahan yang Baik
Social w elfare adalah tujuan yang ingin dicapai sektor publik, yang dengan sendirinya menuntut tata kelola pemerintah yang baik. Saat ini, tuntutan agar pemerintah mampu merealisasikan pencapaian kesejahteraan secara cepat semakin besar. Tuntutan ter sebut muncul dari gerakan-gerakan perkembangan teoritis, sejak model birokrasi Weber sampai dengan N ew P ublic M anagem ent dan gerakan-gerakan politik, khususnya di kalangan akar rumput. 91
Semakin besar tntutan tersebut, menunjukkan semakin besar tuntutan tata kelola pemerintahan yang baik. Tata kelola yang baik {good governance) merupakan sistem kontrol dan kendali atas pengelolaan pengambilan keputusan sistem interaksi antara para stackholder. Karena itu, tata kelola sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan kelompok, organisasiorganisasi nirbala dan tentu juga pemerintah dan negara. Gambaran definisi di atas, menyiratkan bahwa masalah tata kelola menjadi semakin kompleks, berdasarkan tujuannya, untuk memaksimalkan dampak dari pengambilan keputusan strategis atau kebiakan-kebijakan yang dirumuskan. Jadi, tata kelola pemerintahan yang baik adalah tata kelola yang berupaya memenuhi harapan-harapan para pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Para stackholder tersebut adalah warga negara sebagai individu, organisasi formal dan informal masyarakat lokal, organisasi-organisasi nirbala, dunia usaha, media, lembaga-lembaga pemerintah dan para politisi1). Warga negara sebagai individu—dalam sebuah negara mengkombinasikan barang/jasa privat dan barang/jasa publik dalam rangka memaksimalkan kesejahteraannya. Tidak semua kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi oleh perusahaan dan pemerintah, seperti persahabatan, kasih sayang, keluarga, donor darah dan kebutuhan-kebutuhan ideologi ataupun rohani. Karena itu, mereka membutuhkan lembaga nirbala, seperti kelompok-kelompok hobi, keagamaan, dan lain-lain, 2) .Organisasi F orm al dan Inform al Masyarakat Lokal—Hadirnya organisasi-organisasi formal dan informal pada tingkat masyarakat lokal, bukanlah sesuatu yang aneh. Dalam konteks Indonesia, kelompok ikatan-ikatan persau92
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
daraan, arisan, organisasi budaya lokal senantiasa muncul, 3). Organi-sasi-organisasi N irlaba—organisasi ini, umumnya didirikan atas motivasi kemanusiaan, baik dalam bentuk organnisasi keagamaan dan organisasi pelayanan sosial. sekalipun organisasi ini tidak berorientasi laba, namun mereka tetap memperjuangkan manfaat sosial bagi para anggota organi-sasi, 4). D unia Usaha—motivasi pendirian perusahaan adalah memaksimumkan laba atau nilai perusahaan. Guna mencapai tujuan-tujuan tersebut, dunia usaha sangat membutuhkan kepastian tentrang masa depan. Kepastian akan memperbaiki ekspektasi yang akan menstimulasi aktivitas ekonomi, 5). M edia—khususnya surat kabar, radio dan televisi, mempunyai peran penting dan strategis. Melalui merekalah kebijakan-kebijakan pemerintah diinformasikan pada masyarakat, 6). L em baga-lem baga P em erintah—dalam arti luas, (legislatif, ekskutif, dan yudikatif), maupun dalam arti spesifik (ekskutif dan birokrasi pemerintah), mempunyai peranan paling penting dan sentral dalam kehidupan modern. Mereka melakukan provisi dan atau memproduksi barang publik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, 7). Politisi-politisi Terpilih—secara teoritis, tugas para politisi terpilih adalah memperjuangkan tujuan-tujuan para konstituennya. Para politisi yang memang dalam pemilu akan masuk dalam sistem tata kelola sebagai anggota lembaga legislatif. Pada posisi ini, tugas mereka adalah mengawasi agar pelaksanaan kebijakan-kebijakan akan menyenangkan para konstituen dan tidak bertentangan secara prinsipil dengan kepentingan nasional (Prijono
93
C. Ketatakelolaan Pemerintahan yang Dinamis
Guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang dinamis, dibutuhkan beberapa elemn yang saling terkait dan melengkapi. Faktor-faktor yang mendorong tata kelola dinamis adalah ketidakpastian masa depan dan langkah-langkah pihak eksternal. Ada tiga faktor yang men-dinamisasi kapabilitas, yaitu: a) berfikir ke depan (thinking ahead)—kemampuan dan kemauan menangkap sinyalsinyal tentang perkembangan di masa depan. Kemampuan ini akan memungkinkan negara bertahan karena mampu beradaptasi terhadap perubahan, b). berfikir ulang{thinking again)—kemampuan dan kemauan untuk terus-menerus mengkaji ulang fungsi dan peranan sektor publik ataupun kebijakan dan strategi yang diformulasikan, agar dapat mencapai kinerja yang lebih baik, c). berfikir silang {thinking accros)—kemampuan dan kemauan serta keterbukaan untuk melakukan studi/perbandingan pengalaman dengan negara-negara lain, tiga faktor ini, sangat ditentukan oleh dua fak tor; masyarakat dan proses, yakni masyarakat yang dibutuhkan adalah masyarakat yang dapat melakukan perubahan, dengan pro ses cepat dan cermat (Prijono dan Mandala, 2010: 178-180). D.Subtansi Pembaharuan Pelayanan Publik
Pembaharuan pelayanan publik adalah reposisi sektor publik, agar hubungan sektor privat dengan sektor publik menjadi lebih baik. Pembaharuan pada umumya adalah tindakan radikal yang sistematis dalam memperbaiki kineja sektor publik. Kebutuhan akan pembaharuan pelayanan publik, sangatlah meniscaya, dimana tujuan dari pembentukan organisasi-organisasi maupun program-program pemerintah adalah menyelesaikan atau 94
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
meringankan masalah-masalah sosial. dampak program yang isusun merupakan dampak antara dan dampak akhir. J uga bisa dikatakan sektor publik hadir karena dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah sosial-ekonomi. Sektor publik harus menaruh perhatian serius pada tiga faktor penting dari kebijakan-kebijakan, yaitu relvansi, efisiensi, dan efektivitas. Relevansi publik membandingkan apakah tujuan-tujuan yang ingin dicapai suatu kebijakan pub lik, memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. efisiensi dapat diukur dengan rasio output per input. Dan efektivitas dievaluasi Secara teknis, ukuran kesejahteraan rakyat, maupun ukuran rele vansi, efisiensi dan efektivitas kebijakan publik dapat disusun dan dikembangkan lebih lanjut. Persoalannya, siapa yang menetapkan ukuran-ukuran tersebut; sektor publik atau privat, kelompok kaya atau miskin, rakyat atau konsultan? Apakah ukuran-ukuran terse but dapat disepakati? Perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan perbedaan-perbedaan menginterpretasikan masalah sosialekonomi yang ada dan menilai apakah masalah tersebut sudah sangat berat? Selama perbedaan-perbedaan tersebut tidak besar dan tidak prinsip, maka tidak akan ada pembaharuan sektor publik. Paling tidak, terdapat tiga unsur yang perlu didiskusikan dalam konteks pembaharuan pelayanan publik ini, yaitu: a) masa lah asumsi dengan realitas—kebutuhan pembaharuan dapat dilihat sebagai tidak terpenuhinya asumsi-asumsi ideal administrasi publik dalam dunia nyata. Artinya, seluruh asumsi-asumsi ideal model Weber yang selama ini dipakai, tidak satupun dapat terlaksana da lam dunia nyata. Seperti, yang mengisi jabatan birokrasi adalah manusia-manusia ideal, yang direkrut dengan cara atau standar 95
ideal dan bekerja dalam sistem karir yang ideal, praktis tidak dapat terpenuhi sepenuhnya. Misalnya, pengisian jabatan bisa dilakukan secara legal dan posedural, tapi, tidak netral. Jabatan-jabatan strategis seringkali diperoleh dengan tawar-menawar politis. Akibatnya birokrat menjadi alat mencapai kepentingan politis. Struktur birokrasi dirancang untuk stabilitas yang tinggi, sehingga akan menjadi instrumen yang ideal dalam masyarakat yang stabil atau lebih tepatnya statis. Sayangnya, masyarakat adalah sistem sosial yang dinamis, b) dimensi positif—pembaharua pelayanan publik dapat dinilai sebagai indikator kemajuan peradaban. Dengan demikian, pem baharuan sektor publik justru merupakan hal yang positif. Bayangkan, ketika sebuah masyarakat dengan kondisi sektor publik yang pada suatu masa sudah sangat efisien dan efektif, apakah tipe seperti ini masih membutuhkan pembaharuan sektor publik? Jika masya rakat tersebut telah mencapai tingkat peradaban tinggi, barangkali mereka tidak membutuhkan sektor publik. Masalahnya adalah tidak ada masyarakat yang puas pada suatu kondisi statis. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan buiti ketidakpernahpuasan manusia. Pengalaman membuktikan bahwa, tanpa sektor publik, tidak pernah ada kemajuan peradaban, justru pembaharuan sektor publik yang berkesinambungan akan membawa kita pada kondisi kesejahteraan yang semakin lama semakin tinggi, c) dimensi Negatif—umumnya, pembaharuan pelayanan publik yang berlangsung di berbagai negara, merupakan respon atas ketidakpuasan masyarakat terhadap sektor publik. Jadi, pembaharuan sektor publik dalam kasus ini merupakan sinyal negatif. Jika peradaban ingin bertahan atau berkembang, maka pembaharuan memang harus dilakukan. 96
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
BAB IV
ADMINISTRASI PUBLIK DALAM PELAYANAN PUBLIK
A. Konsep Administrasi Publik Pemahaman tentang administrasi, dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang, yaitu; proses, instrumen, dan wilayah penerapan. Sebagai proses, berarti yang harus dijalani guna mencapai tujuan kelompok—proses administrasi tersebut harus dijalani oleh semua pihak yang memiliki tujuan bersama. Sebagai sebuah instrumen, berarti organisasi dan managemen untuk mencapai tujuan bersama dengan alokasi sumber daya yang efisien. Sedangkan sebagai wila yah penerapan, berarti dapat dibedakan menjadi administrasi niaga dan administrasi publik. Bedanya, tujuan yang dicapai oleh admi nistrasi niaga adalah tujuan-tujuan perusahaan, sedangkan publik, mencapai tujuan sosial yang diemban oleh negara. Administrasi adalah sebagai kegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tu juan-tujuan bersama (Herbert A. Simon (1999: 3). Waldo (1965) mendefinisikan administrasi sebagai usaha bersama dengan derajat rasionalitas yang tinggi. Sementara Siagan (2004: 2) mengartiakan administrasi sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. The Liang Gie (1993: 9) menambahkan, administrasi sebagai rangkaian kegiatan
97
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok orang di dalam kerjasama dalam mencapai tujuan. Dari sini bisa dikatakan, Administrasi adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya 7y[+\\{man, money, material, machines, methods, marketing, a n d m inutes + inform ation) untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Usman, 2013: 2-3). Pengelolaan tersebut meliputi: planing, organizing, leading, m otivating, coordina ting, budgeting, reporting, dan controling). Efesien, berarti tercapainya hasil secara efektif(berhasil guna) dan efisien (berdaya guna). Atau proses penghematan 7M+11 dengan cara melakukan peker jaan secara benar. Sedangkan efektif, berarti mampu mencapai tuju an yang baik. Efisien lebih fokus pada proses penghematan, dan efektif lebih fokus pada output atau hasil yang diharapakan—baik secara kauntitatif dan kualitatif. Jadi, Administrasi Publik adalah proses dimana sumber daya dan personal publik diorganisir dan koordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, ,dan mengelola keputusankeputusan dalam ke-bijakan publik (Plano dalam Keban, 2004: 3). Administrasi publik, memiliki lapangan yang lebih luas, yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana lembaga-lembaga mulai dari satu keluarga hingga perserikatan Bangsa-bangsa disusun, digerakkan, dan, dikemudikan. Administrasi Publik menghendaki dua macam syarat; 1) perlu mengetahui sesuatu mengenai adminis trasi umum, 2) harus diakui bahwa, banyak masalah administrasi publik timbul dalam kerangka poitik. Dimock (dalam Anggara, 2012: 134) menambahkan, administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari apa yang dikehendaki rakyat melalui pemerintah, dan cara mereka memperolehnya. Jelas, di sini, terlihat bahwa Adminis98
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
trasi Publik, sebagai ‘seni dan ilmu’ untuk mengatur dan melaksanakan berbagai tugas yang telah ditentukan. Administrasi publik tidak hanya mempersoalkan apa yang dilakukan pemerintah, tapi juga bagaimana melakukan/melaksanakan kekuasaan politiknya. Praktisnya, administrasi publik berada pada tiga hal pokok; sebagai fungsi/tugas pemerintah, sebagai aparat/aparatus pemerintah, dan sebagai proses teknis pengerjaan.
B. Teori Administrasi Publik
Yang ingin dijelaskan dalam teori administrasi publik adalah upaya-upaya mendefinisikan fungsi universal yang dilakukan para impinan dan asas-asas yang menyusun praktek kepemimpinan yang Pertam a, dalam pandangan klasik, Max Weber (1864-1920), memperkenalkan teori administrasi yang ideal, memiliki beberapa komponen: 1) adanya pembagian tugas/tanggungjawab yang jelas dan formal, sehingga batas-batas otoritas atau peran dari setiap organisasi dapat diketahu dengan jelas dan tegas, 2) adanya hierarki tanggungjawab dan wewenang , dimana unit bawahan dikontrol oleh unit atasan, 3) pengelolaan kegiatan dan interaksi antara unitunit organisasi dilakukan berdasarkan dokumen-dokumen resmi, 4) pembagian tugas dan penunjukan jabatan resmi dilakukan ber dasarkan pertimbangan kompetisi teknis, 5) para individu dalam birokrasi dituntut bekerja sepenuh waktu dan umumnya dalam waktu yang panjang, 6) para pengelola birokrasi atau birokrat bertindak atau berperan dengan harus mengikuti peraturan-peraturan 99
tertentu, dan 7) birokrasi tidak memihak atau secara politis adalah Pandangan Weber ini, terlihat sisi positif dan negatifnya. Positifnya adalah memiliki visi birokrasi sebagai organisasi untuk melindungi kehidupan modern dan demokratis; karakteristik-karakteristik birokrasinya ideal—dan ini memampukan birokrasi memi liki daya stabilitas yang sangat tinggi; karena para birokrat diputuskan berdasarkan pertimbangan obyektif, para birokrat dilindungi dari kesewenangan hukum, masa depan birokrat juga relatif terjamin; selain itu, teori Weber ini dapat diterapkan di negara-negara berbentuk kerajaan, bahkan otoriter, dan yang terakhir sifatnya netral. Sedangkan sisi negatifnya adalah terlihat realitas struktur sosial-kemasyarakatan terlalu disederhanakan; karateristik formalis birokrasi, seringkali dikendalikan oleh hubungan-hubungan infor mal, akibatnya sejumlah keputusan yang diambil sah secara legal, namun bertentangan secara kemanausiaan; sifatnya tidak fleksibel dan terlalu prosedurral, karena itu, birokrasi Weber ini berpotensi dehumanisasi; tidak adanya rasa memiliki di kalangan birokrat; dan terakhir, birokrasi hanya dipersiapkan hanya untuk melayani pekerjaan-pekerjaan rutin, karenanya sering tidak sensitif dan tidak mampu merespon dengan cepat perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Kedua, di akhir-akhir 1960-an dan di awal 1970-an, terjadi pergeseran model administrasi, yakni apa yang kemudian dinamakan dengan Administrasi Publik Baru {New P ublic A dministration). Ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan kinerja dan sikap adminis trasi publik atau birokrasi pemerintahan di Amerika Serikat. Beberapa kritikan terhadap administrasi lama tersebut adalah: a) di USA 100
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
telah mengabaikan isu-isu kemasyarakatan kontemporer masa itu— seperti kerusuhan rasial, perang Vietnam, dan persoalan etika/moralitas pejabat, b) terlalu memfokuskan diri pada pendekatan deduktif (teoritis) dengan membangun abstraksi yang cenderung tidak mungkin diwujudkan dalam kehidupan nyata, c) kepercayaan diri yang berlebihan, menyebabkan administrasi cenderung subyektif, d) mengabaikan interaksi antara administrasi publik dengan Sebagai jawaban dari beberapa kritik tersebut, N ew P ublic Admi nistration, menawarkan tiga komponen besar, yakni: 1) Keadilan Sosial, 2) Reformasi Administrasi Publik, dan 3) Rasionalitas dalam Administrasi Publik Baru. Pada ranah keadilan sosial, yang paling ditekankan adalah ‘pentingnya perbaikan kesejahteraan kelompok yang paling miskin atau paling lemah’. Dalam keadilan sosial, nilai-nilai yang akan dimaksimumkan, seperti: a) daya tanggap—alat struktur untuk mencapainya adalah desaintralisasi, perjanjian pengendalian ketatanegaraan atas birokrasi tingkat jalanan, dan alat menejemen untuk mencapainya adalah interaksi klien yang rutin dengan karyawan dan menejer, b) partisipasi pekerja—alat struktur untuk mencapai nya adalah dewan rukun tetangga ayang mempunyai kekuasaan, dan alat menejemen untuk mencapainya adalah definisi menejemn demokrasi mencakup lebih luas daripada daya tanggap pejabat terpilih, tapi juga terhadap kelompok kepentingan dan minoritas yang tidak teroganisasi, c) keadilan sosial—alat struktur untuk menca painya adalah kelompok-kelompok kerja yang saling tumpang tindih, dan alat menejemen untuk mencapainya adalah penerimaan etika yang mendesakkan hak pekerja dan warga negara guna ber101
patisipasi dalam proses keputusan, dan lain-lain. Secara bersamaan, keadilan sosial tidak dapat dicapai tanpa menjadikan demokrasi sebagai fondasinya, karena ini adalah instrumen yang bila dikelola dengan demokratis, akan meningkatkan/memperbaiki keadilan soDalam ranah reformasi, disadari bahwa lingkunagn selalu berubah-ubah, sehingga perlu respon terhadap berbagai perubahan lingkungan tersebut. Seperti perubahan sosial yang merupakan perubahan abadi, karena itu, sebaiknya dipermudah dan dimanfaatkan, bukan dihindari. Untuk itulah dibutuhkan sistem kepemimpinan yang mmapu mengelola perubahan. Sedangkan pada ranah ‘rasionalitas dalam administrasi publik baru’—yang dikembangkan dalam NPA adalah rasionalitas dengan langkah-langkah pencapaian target nilai-nilai yang diperjuangakn. Melalui ‘desentralisasi’, NPA percaya bahwa, akan mengasilkan keputusan-keputusan yang baik dan membuat administrasi publik lebih kuat, namun sangat pleksibel. Model ini sangat menyarankan stratifikasi organisasi dierpendek dan administrasi publik mengandalkan unit-unit organnisasi yang otonom, khususnya dalam menangani proyek-
C. Dasar-dasar dan Prinsip-prinsip Administrasi Publik
Dasar-dasar Administrasi Publik, dapat dilihat dari beberapa lapisan yang umumnya ada pada negara modern, yaitu: 1) organisasi Negara—terdiri atas lembaga-lembaga dan pranata-pranata konstitusinal, secara langsung atau tidak langsung, yang berkaitan satu sama lain, sehingga merupakan “struktur” negara, 2) organisasi pemerintahan—terdiri atas semua pejabat yang berkaitan satu sama 102
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
lain, seperti network, dan masing-masing berwewenang menetapkan policy politik negara menurut tingkatan dan wilayah atau bidang masing-masing, 3) organisasi administrasi—yang melaksanakan dan menyelenggarakan policy-policy, keputusan-keputusan pe merintah menurut hukum administrasi negara yang berlaku adalah negara. Jadi di sini, aparatur pemerintahan modern menjalankan dua tingkatan pemerintahan, yakni pemerintahan politik, dan ilmu pemerintahan dalam arti luas. Terkait dengan prinsip-prinsip, yang lebih umum, terdapat empat prinsip, yaitu: 1) efisiensi administrasi melalui spesialisasi tugas di kalangan kelompok, 2) efisiensi administrasi melalui anggota kelompok dengan suatu hierarki yang pasti, 3) efisiensi administrasi melalui pembatasan jarak pengawasan pada setiap sektor di dalam organisasi, sehingga jumlah menjadi kecil, dan 4) efisiensi adminis trasi melalui pengelompokan pekerjaan, untuk maksud-maksud pengawasan berdasarkan; tujuan, proses, langganan, dan tempat. Fayol dalam Robbins (2001: 380) mengemukakan 14 prinsip admi nistrasi, yaitu: 1) pembagian pekerjaan, 2) wewenang, 3) disiplin, 4) kesatuan komando, 5) kesatuan arah, 6) mengalahkan kepentingan individu untuk kepentingan umum, 7) pemberian upah, 8) pemusatan, 9) rentang kendali, 10) tata tertib, 11) kead-lan, 12) stabilitas padajabatan personal, 13) inisiatif, dan rasa persatuan.
D.Ruang lingkup Administrasi Publik
Secara singkat, ruang lingkup admnistrasi publik dapat dikelompokkan dalam dua hal pokok, yaitu: a) pembahasan teoritis; yang paling ditekankan dalam aspek ini adalah selain ortodoksi adminis103
trasi (organisasi dan menejemen), juga membahas tentang hubungan timbal balik antara organisasi dan menejemen dengan lingkungannya. Karena itu, bidang kajian ekologi administrasi, dikembangkan dengan tujuan memahami interaksi dinamis antara berganisasi dengan masyarakat, sebagai supra struktur sistem admi nistrasi. Selain itu, ‘studi komparatif juga dilakuakan dalam konteks tinjauan teoritis tadi—di sini dibandingkan sistem administrasi publik antarnegara, baik dari pengaruh politis, sejarah, dan budaya, b) studi empiris; beadnya adalah telaah teoritis menekankan pendekatan deduktif, sedangkan studi empiris menekankan pendekatan induktif. Nicholas Henry (1995) mengklasifikasi ruang lingkup adminis trasi publik berdasarkan berdasarkan perkembangan ilmu adminis trasi publik, yaitu: 1) organisasi publik—ini berkenaan dengan model-model organisasi dan prilaku birokrasi, 2) manajemen pub lik—berkenaan dengan sistem dan ilmu manajemen, evaluasi prog ram dan produktivitas, anggaran publik dan manajer sumber daya manusia, dan 3) komplementasi—berkenaan dengan pendekatan terhadap kebijakan publik dan implementasinya, privatisasi, admi nistrasi antar pemerintahan dan etika birokrasi. Ruang lingkup yang paling penting dalam administrasi publik adalah kepentingan publik, beberapa diantaranya: a) kebijakan publik, b) birokrasi publik, c) manajemen publik, kepemimpinan, d) pelayanan publik, administrasi kepegawaian, e) kinerja, dan f) etika administrasi publik. Lebih rinci lagi, Syafiie (1999: 29) menjabarkan ruang lingkup administrasi publik, sebagai berikut: 1) bidang hubungan, peristiwa dan gejala pemerintahan, meliputi: (a) administrasi pemerintahan pusat, (b) administrasi pemerintahan 104
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
daerah, (c) administrasi pemerintahan kecamatan, d) administrasi pemerintahan kelurahan, e) administrasi pemerintahhan desa, f) administrasi pemerintahan kotamadya, g) administrasi pemerinta han kota administratif, h) administrasi departemen, i) administrasi non-departemen. 2) dalam bidang kekuasaan, meliputi: a) adminis trasi politik luar negeri, b) administrasi politik dalam negeri, c) administrasi partai politik, d) administrasi kebijakan pemerintah. 3) dalam bidang peraturan perundang-undangan, meliputi: a) landasan idiil, b) landasan konstitusional, dan c) landasan operasinal. 4) dalam bidang kenegaraan, meliputi: a) tugas dan kewajiban negara, b) hak dan kewenanagan negara, c) tipe dan bentuk negara, d) fungsi dan prinsip negara, e) unsur-unsur negara, f) tujuan Evara, dan g) tujuan nasional. 5) dalam bidang pemikiran hakiki, meli puti: a) etika administrasi publik, b) estetika administrasi publik, c) logika administrasi publik, d) Hakekat administrasi publik. 6) dalam bidang ketatalaksanaan, meliputi: a) administrasi pembangunan, b) administrasi perkantoran, c) administrasi kepegawaian, d) adminis-trasi kemiliteran, e) administrasi kepolisian, f) administrasi perpajakan, g) administrasi pengadilan, h) administrasi perusahaan (administrasi penjualan, periklanan, pemasaran, perbankan, per-
E. Fungsi-fungsi Administrasi Publik Secara garis besar, terdapat tiga fungsi utama administrasi pub lik, yakni: a) formulasi/perumusan kebijakan, b) penaturan/pegendalian unsur-unsur administrasi, dan c) penggunaan dinamika
105
Pertama, fungsi formulasi. Sebagai usaha untuk mencapai tujuan masyarakat yang sejahtera, konsistensi formulasi kebijakan sangat dibu-tuhkan—yang mencakup antara waktu/generasi (agar tercipta keter-paduan antara perencanaan jangka pendek, mencengah, dan panjang), antar sektor dan wilayah (agar tidak tejadi konflik kepentingan antar sektor kegiatan ekonomi, pun dengan konsistensi anta ra perencanaan di wilayah yang satu dengan yang lainnya pada sek tor wilayah), antar tingkat pemerintahan (agar kebijakan sentralisasi dan atau desentralisasi dapat dilakukan secara efektif), dan antar unit pemerintahan. fungsi formulasi ini memiliki empat subfungsi, yakni analisis kebijakan, perkiraan masa depan untuk menyusun langkah-langkah alternatif, penyusunan prog-ram/strategi dan pengambilan keputusan. Kedua, fungsi penatu-ran/pengendalian unsur-unsur administrasi. Yang perlu dikelola dalam fungsi ini adalah struktur organisasi, keuangan, kepegawaian, dan saranasarana lain, tugasnya untuk mendapatkan, menggunakan, mengendalikan keempat elemen administrasi tersebut di atas. Pengaturan ini, tidak lain adalah pengelolaan internal administrasi publik atau dapat juga dikatakan sebagai pengelolaan kapasitas administrasi publik. Ketiga, penggunaan dinamika administrasi. Dinamika ini meliput: kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, dan komunikasi. F. Pokok-pokok Administrasi Publik
Secara teoritis, pokok-pokok administrasi publik dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal sekaligus menjadi masalah-masalah asas,
a. Dasar administrasi publik 106
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
b. Organisasi dari kepegawaian negeri c. Hukum administrasi negara yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem administrasi publik yang tunduk Meski dalam kenyataannya, administrasi publik selalu mengalami pergerseran tema pokok dalam perkembangannya, terutama dalam telaah teori klasik, namun satu sisi, ilmu administrasi publik mesti berdasarkan pendekatan dan penelitian ilmiah. Beberadap landasan ilmiahnya, sebagaimana dikemukakan Silalahi (1998: 75), sebagai berikut: a. Landasan ontologis, yaitu ada objek yang diamati dari subjek yang mengamati. Yang diamati oleh Ilmu admi nistrasi publik itu adalah kegiatan dan dinamika kerja sama sekelompok orang yang terorganisasi untuk men capai tujuan yang diinginkan sebagai fenomena sosial. b. Landasan epistemologis, yaitu metode pendekatan yang digunakan dan bagaimana menerapkan metode ilmiah yang berkenaan dengan cara untuk mengamati status. c. Landasan aksiologis, yaitu tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Dalam hal ini, administrasi yang mengamati dan menjeleaskan proses kegiatan dan dinamika kerjasama un-tuk mencapai tujuan kelom pok orang (organisasi, tidak sekadar usaha agar tujuan tercapai, tetapi lebih mengutamakan efisiensi dan efektivitas. Karena itu, ilmu administrasi mengajarkan konsep kerja sama yang efektif guna mencapai tujuan, dan tidak sekadar berusaha.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam ilmu administrasi publik adalah ciri-ciri administrasi peublik, fungsi-fungsi, prinsipprinsip, peran organisasi dalam administrasi publik, peran pemerintah dalam sistem administrasi publik, proses administrasi publik sebagai sebuah proses politik. G. Aspek Pendukung Administrasi Publik
1. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Kebijakan Publik Sebagaimana fungsinya, perencanaan, pelaksanaan dan eva luasi merupakan salah satu aspek yang mendukung jalannya proses administrasi publik. Dalam jenis organisasi apapun, jelas, tiga Komponen ini sangat diperlukan. Beberapa hal tersebut, seba-gaimana Tjokroamidjoyo (1991) kemukakan, sebagai Pertam a, perencanaan—ini adalah langkah awal yang harus dilakukan oleh administrator publik guna mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat. Perencanaan ini, lebih menekankan pada perumusan, pengembangan pilihan-pilihan solusi atas masalah yang telah diagendakan. Agar menjadi sebuah peren canaan yang baik, beberapa unsur perlu diperhatikan, seperti: a) kejelasan definisi mengenai apa yang akan dicapai di masa mendatang berdasarkan kondisi yang dihadapi saat ini. Kejelasan definisi adalah indikator-indikator yang digunakan sebagai tolak ukur pencapaian rencana, spesifik dan terukur. Hal ini guna menghindari perdebatan kusir yang penuh dengan subyektifitas pada saat program-program pemerintah dilaksanakan dan dievaluasi, b) kejelasan definisi tentang kondisi yang dihadapi saat ini. Administrator harus dapat membedakan antara gejala dan 108
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
masalah. Hal ini menuntut kemampuan untuk mampu melakukan kajian strategis ten tang masalah-masalah dan potensi-potensi yang dihadapi, c) kemampuan menyusun alternatif-alternatif pengambilan keputusan yang konsisten namun fleksibel. Alternatif tersebut sebaiknya saling melengkapi, bukan saling bertentangan. Konsistensi penyusunan alternatif, mencakup kondisitensi antar waktu/generasi, antarwilayah, antarsektor, antartingkat pemerintahan dan antar unit pemerintahan pada level peme rintahan yag sama. Kedua, perencanaan yang baik adalah perencanaan yang tepat dan dilaksanakan secara efisien. Jelas, perencanaan yang baik berbeda dengan perencanaan yang muluk. Namun kenyataan nya, sebaik apapun perencanaan yang telah disusun, taksepenuhnya dilaksanakan dengan baik, bahkan takdilaksanakan sama sekali. Kasus seperti ini, dapat dilihat dari dua faktor dominan; eksternal dan internal. Eksternal adalah berbagai faktor yang di luar kemampuan kontrol manajemen pemerin tahan atau badan-badan publik, seperti; pemerintah memutuskan untuk membangun infrastruktur, namun kondisi ekonomi makro memiliki dampak terhadap kemampuan pendanaan melalui pungutan pajak. Faktor internalnya adalah faktor-faktor yang berada dalam kontrol managemen atau kekuasaan badan pemerintah yang merumuskan/melaksanakan kebijakan publik. Faktor-faktor ini mencakup struktur organisasi, kemampuan managerial, kemampuan Kecuangan serta jumlah dan kualitas SDM yang tersedia. Kegagalan pelaksanaan kebijakan publik, lebih sering disebabkan faktor-faktor internal, yaitu lemahnya 109
daya dukung administrasi terhadap pelaksanaan kebijakan pubKetiga, evaluasi. Tujuannya adalah mengetahui apakah pe rencanaan yang disusun sudah dapat dilaksanakan secara efisien, atau tidak. Jika sudah sesuai dengan rencana, yang perlu dievaluasi adalah apakah target-target dalam rencana tersebut tidak terlalu rendah, sehingga mudah tercapai, apakah dampak dari kebiakan tersebut relatif besar, apakah rencana-rencana tersebut masih relevan untuk dilaksanakan di masa berikutnya? Selain itu, adminstrator publik juga perlu memperhatikan persoalanpersoalan dalam fungsi evaluasi kebijakan publik, seperti kemampuan menyusun, mengadaptasi dan memahami karateristik dari indikator-indikator keberhasilan yang digunakan. Dalam hal ini, administrator publik harus memilikinya.
Sebagai tulang punggung administrasi publik, beberapa persyaratan perlu diperhatikan agar organisasi bisa berjalan dengan baik, sebagaimana Weber kemukakan: a. Adanya spesialisasi tugas/peran yang disusun secara ber—jenjang. Hal ini disebabkan birokrasi memang didesain untuk mampu melaksanakan tugas-tugas pelayanan dalam skala besar dan rutin, secara efisien. b. Sifat hubungan dalam birokrasi adalah formal-infor mal. Hubungan antarindividu dalam birokrasi didasarkan pada otoritas formal yang diemban. Secara teoritis akan menekankan tindakan pemburu rente atau kecurangan. 110
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
c. Peran atau fungsi dalam birokrasi disusun berdasarkan ketentuan hukum, sehingga para birokrat terlindung secara hukum dari tindakan semena-mena atasannya. d. Penempatan, promosi, dan pemberian kompensasi berdasarkan pertimbangan kapabilitas dan kinerja. Karena itu, sistem karir dalam birokrasi adalah sangat obyektif dan transparan. e. Para birokrat bersikap tidak memihak. Tugasnya adalah melayani elit politik untuk mewujudkan janji-janji politik kepada rakyat pada masa kempa-
111
112
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
BAB V
ASPEK-ASPEK PENTING DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK
A. Kerangka Perspektif Kualitas Pelayanan dan Faktor yang mempengaruhi
Pada bab dua lalu, sudah dijelaskan mengenai definsi, kriteria, dan indikasi kualitas pelayanan publik, yang kesemuanya dimaksudkan untuk memenuhi kepuasan pelanggan sebagai penerima pelayanan publik. Yang populer secara teknis adalah “pelayanan prima”—dari pihak penyeleng-gara dan pelaksana pelayanan pub lik. Pelayanan PRIMA merupakan singkatan dari Pantas (tepat janji dalam biaya hemat, mutu hebat, dan wkatu tepat: BMW), Empati (memahami kebutuhan konsumen), Langsung (responsif, segera dikerjakan dan tidak berbelit-belit), Akurat (tepat atau teliti, rela bel), Yakin (kredibelitas, dapat dipercaya), Aman (resiko kecil, keraguan kecil), N yaman (menyenangkan dan memuaskan), Alat (lengkap dan moderen), Nyata (penampilan sarana dan prasarana), Perkataan (sopan santun, bersahabat, mudah berkomunikasi, mudah difahami, konsisten dengan tindakan), Rahasia (kerahasiaan pelayan terjamin), Inform asi (penyuluhan jelas, mudah didengar dan difahami, objektif, valid, reliabel, komprehensif, lengkap, dan mutakhir, M udah (kesediaan melayani, mudah dihubungi, mudah ditemui, mudah disuruh), Ahli (dikerjakan oleh orang yang benar113
Pelayanan PRIMA sebagai kerangka kualitas melayani, tercermin beberapa hal yang menjadi indikator peningkatan kualitas pelayanan itu. Seperti yang sudah disinggung, pelayanan prima sudah mengandung unsur-unsur yang dinayatakan Zeithaml, Yanni: (1) intangibility—bahwa, pelayanan pada dasarnya bersifat performa dan hasil pengalaman dan bukan objek. Kebanyakan pela yanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan, (2) heteroginity—berarti pemakai jasa atau klien/pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayan, sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Pun demikian dengan perform ence sering berpariasi dari satu prosedur ke prosedur lainnya, bahkan dari waktu ke waktu, (3) inseparibility— berarti bahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsekuensinya dalam industri pelayanan, kualitas tidak direkayasa ke dalam produksi sektor pabrik dan kemudian disam paikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interaksi antara klien dan penyedia jasa. Juga sesiuai dengan Kepmen PAN Nomer 18 Tahun 1993, yang mencakup kriteria kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif, seperti: a) Kesederhanaan, yaitu prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah diahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang menerima pelayanan, b) Kejelasan dan kepastian, yaitu mencakup; (1) pro sedur/tata cara pelayanan, (2) persyaratan pelayanan, baik teknis maupun administratif, (3) unit kerja dan atau pejabat yang berwewenang dan bertanggungjwab dalam memberikan pelayanan, (4) 114
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, (5) jadwal waktu penyelesaian pelayanan, c) Keamanan, yaitu bahwa proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan kepastian hukum bagi masyarakat, d) Keterbukaan, yaitu prosedur/tata cara, persyaratan, sesuatu kerja/rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib ditransformasikan secara terbuka agar mudah diketahui masyarakat, bak diminat atau tidak, e) Efisiensi, yaitu bahwa (1) persyaratan pelaya nan hanya dibatasi hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan, (2) dicegah adanya peng-ulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat berangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait, f) Ekonomis, yaitu bahwa pengenaan biaya layanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: (1) nilai barang/jasa pelayanan masyarakat tidak menuntut biaya teralu tinggi di luar kewajaran, (2) kondisi atau kemampuan masyarakat untuk membayar, (3) ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, g) Keadilan, yaitu bahwa pelaskanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Dan kualitatif, seperti: a) jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, perbulan, atau pertahun) serta perkembangan pelayanan dari waktu ke waktu, apakah menunjukkan peningkatan atau tidak, b) lamanya waktu pemberian pelayanan, c) ratio/perbandingan antara jumlah pegawai/tenaga yang ada dengan jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan untuk menunjukkan tingkat produktivitas kerj a, e) penggunaan perangkat-perangkat 115
modem guna mempercepat dan mempermudah pelaksanaan, f) frekuensi keluhan dan/atau pujian dari masyarakat mengenai kiner ja pelayanan yang diberikan, baik melalui media massa maupun melalui kotak saran yang disediakan, g) penilaian fisik lainnya,misalnya kebersihan dan kesejukan lingkungan, motivasi kerja pegawai dan lain-lain aspek yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja pelayanan publik. Terkait dengan faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan, Hardiyansah (2011: 73-74) mengutip sejumlah hasil riset terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan pub lik. Beberapa hasil riset tersebut, relevan dijadikan pijakan sebagai bagian dari faktor yang tak terpisahkan. Beberapa hasil riset yang dikemukakan Hardiyansah tersebut a. Aspek motivasi kerja. b. Pengawasan melekat. c. Pengawasan masyarakat. e. Memperhatikan implementasi kebijakan pelayanan. f.
Kinerja birokrasi.
g. Pengembangan sumber daya aparatur. h. Iklim komunikasi. i.
Restrukturasi organisasi
j.
Perencanaan fasilitas dan koordinasi antar instansi
k. Pelkasanaan rekayasa ulang m. Pemberdayaan aparatur n. Perubahan radikal 116
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
B. Kriteria Kualitas Pelayanan Publik
Kualitas pelayanan mencakup tata cara, perilaku dan juga penguasaan pengetahuan tentang produk dari penyelenggara layanan, sehingga penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan kepada pelanggan dapat secara optimal memenuhi kebutuhan yang diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa puas dan perusahaan akan mendapatkanmanfaatnya. Pemberian pelayanan yang berkualitas merupakan cerminan dari praktik profesional yang menjadi senjata ampuh dalam bersaing meraih dan mempertahankan pasar. Pelayanan yang berkualitas akan melibatkan seluruh komponen organisasi secara terintegrasi melaksanakan tanggung jawab dan peranannya dalam memberikan pelaya nan. Kualitas pelayanan mencakup tata cara, perilaku dan juga penguasaan pengetahuan tentang produk dari penyelenggara layanan, sehingga penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan kepada pelanggan dapat Secara optimal memenuhi kebutuhan yang diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa puas dan perusahaan akan mendapatkan manfaatnya. Di Indonesia, upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran yang menjadi kriteria kinerja pelayanan. Berdasarkan Kep MenPAN No 63 tahun 2003 kriteria-kriteria pelayanan tersebut adalah: Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertuankan dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan 117
keuangan, teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu. Tanggung jawab dari para petugas pelayanan yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya apabila terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayanan menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan pe tugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan, tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret. Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak perlu menerapkan keramahan yang berlebihan jika layanan yang diberikan tidak dikonsumsi para pelanggan melalui kontak langsung. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang, meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain. Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang mereka mengerti. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara pembayarannya, jadwal 118
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
waktu penyelesaian layanan tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu terhadap pelayanan yang diberikan. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keraguraguan. Jaminan keamanan yang perlu kita berikan berupa Kamanan fisik, finansial dan kepercayaan pada diri sendiri. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan. Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar. Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian secarara personal. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, berupa fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas penunjang lainnya. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan ke-mampuan pelanggan untuk membayar. C. Faktor Penentu Keberhasilan Pelayanan Publik
Terry (dalam Kartono, 1994; 49) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang lain agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok. Sedangkan R. Tannenbaum (dalam Harsey dan Blanchard, 119
1984: 9) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi pada pencapaian tujuan tertentu. Stonner (1989: 459) mengemukakan bahwa kepemim pinan adalah sebagai proses mengarahkan berbagai sumber daya untuk mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompoknya. Sedangkan Koontz et.al. (1984: 506) mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. Hosmer menambahkan (dalam Timpe, 1999: 21), yang mengatakan bahwa pemimpin adalah individu dalam suatu organisasi yang mampu mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam organisasi. Usaha mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam organisasi tersebut berujuan tercapainya usaha kelompok yang terkoordinasi dan terpadu. Jadi, kepemimpinan dalam kehidupan organisasi mempunyai kedudukan yang strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok. Di samping kedudukannya yang strategis, kepemimpinan mutlak diperlukan, dimana terjadi interaksi kerjasama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan organisasi. Beberapa definisi di atas, terdapat beberapa implikasi, sebagaimana Stogdill (1974: 7-16) jelaskan, sebagai berikut: a) kepe mimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan kelompok (leadership as a fo cu s o f group processes), b) kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh (,leadership as p e r sonality a n d its effects), c) kepemimpinan sebagai suatu seni untuk 120
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
menciptakan kesesuaian paham (leadership as the art o fin d u lin g com pliance), d) kepemimpinan adalah tindakan mempengaruhi (leadership as the exercise o f influence), e) kepemimpinan adalah tindakan dan perilaku (leadership as a ct a n d behavior), f) kepe mimpinan sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi (leadership pakan hubungan kekuatan/kekuasaan (leadership as a p o w er relation), h) kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan (leadership as an instrument of goal attainment), i) kepemim pinan merupakan hasil dari interaksi (leadership as an effect o f interaction), j) kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan (leadership as a d ifferen tia ted role), k) kepemimpinan adalah sebagai inisiasi struktur (leadership as the initiation o f structure). wujudnya good goverment yang dimaksud, mengapa, karena pemimpin sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dan berada pada garis terdepan dalam mewujudkan perubahan. Oleh karena itu mereka dituntut dan diberi tanggung jawab untuk mampu menjalankan roda organisasi secara efektif dan efisien. Keberhasilan para pemimpin menanggapi perubahan yang ter jadi memerlukan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tuantutan perubahan tersebut, yang antara lain bisa saja dengan mengorbankan ‘kenyamanan’nya sendiri. Menurut Gibson (1998), kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, yang dilakukan melalui hubungan interpersonal dan proses komunikasi untuk mencapai tujuan. Newstrom & Davis (1999) berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mengatur dan membantu orang lain agar bekerja dengan 121
benar untuk mencapai tujuan. Sedangkan Stogdill (1999) berpendapat bahwa kepemimpinan juga merupakan proses mem pengaruhi kegiatan kelompok, dengan maksud untuk mencapai tujuan dan prestasi kerja. Oleh karena itu, kepemimpinan dapat dipandang dari peng-aruh interpersonal dengan memanfaatkan situasi dan pengarahan melalui suatu proses komunikasi ke arah tercapainya tujuan khusus atau tujuan lainnya (Tanenbaum, Weschler & Massarik, 1981). Selanjutnya Vroom & Jago (1988) menyatakan bahwa kepe mimpinan terdiri dari dua hal yakni proses dan properti. Proses dari kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh secara tidak memaksa, untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan kegia tan dari para anggota yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.Properti dimaksudkan, bahwa kepemimpinan memiliki sekelompok kualitas dan atau karakteristik dari atributatribut yang dirasakan serta mampu mempengaruhi keberhasilan pegawai. Secara praktis, kepemimpinan dirumuskan sebagai suatu seni memobilisasi orang-orang lain (bawahan dan pihak lain) pada suatu upaya untuk mencapai aspirasi dan tujuan organisasi. 2. Budaya Pelayanan Adanya pola nilai, sikap tingkah laku (termasuk bahasa), hasil karsa dan karya; budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku; budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan serta proses seleksi, merupakan kandungankan-dungan 122
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
dari apa yang disebut dengan “budaya pelayanan”. hal ini sangat terkait dengan budaya organisasi dan budaya kerja aparatur pemerintah. Istilah "budaya” berasal dari bahasa Sansekerta”buddayah” (berbentuk jamak dari budhi yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilaiBudaya pelayanan (service culture) adalah budaya yang berorientasi pada pelayanan masyarakat, yaitu terkait dengan cara memberikan pelayanan yang berkualitas di antaranya disiplin dalam pelaksanakan tugas, berdedikasi dan bersemangat, bertindak adil dan tidak diskriminatif, teliti dan cermat, bersikap tegas dan tidak memberikan pelayanan yang berbelit-belit, transparan dalam melaksanakan tugas dan mampu mengambil langkah yang kreatif dan inovatif serta tidak melakukan tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme. Upaya membangun budaya pelayanan pada hakekatnya adalah membangun pola pikir baru (m indsetj yang sesuai dengan tata nilai budaya pelayanan publik, meningkatkan kualitas kerjasama, membangun sikap dan perilaku sesuai dengan tata nilai budaya kerja dan budaya organisasi. Pembangunan dan penerapan Standar Pelayanan perlu adukung dengan budaya pelayanan, sehingga upaya perbaikan sis tem dan prosedur pelayanan publik dapat berjalan efektif dan memberikan peningkatan kualitas pelayanan publik secara nyata. Salah satu upaya penting terkait dengan perbaikan proses pelayanan publik yaitu adanya perubahan budaya pelayanan, antara lain menyangkut: (1) adanya perubahan m indset; (2) ada nya perubahan sikap mental; dan (3) adanya perubahan etika dalam pemberian pelayanan publik. Perubahan m indset harus 123
dimulai dari penyadaran secara mendalam terhadap SDM pelayanan publik, bahwa pelayanan adalah merupakan tanggung jawab negara, maka artinya pelayanan publik yang baik meru pakan hak masyarakat untuk mendapatkannya. Sebaliknya merupakan kewajiban negara untuk memenuhi pelayanan pub lik yang baik, terlepas dari siapapun yang duduk dalam peme rintahan, mengingat pelayanan publik yang baik merupakan perwujudan dari adanya kesejahteraan umum, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Lebih jauh, karena merupakan hak masyarakat maka pelayanan publik tidak boleh bersifat diskriminatif yaitu meniadakan perbedaan suku, agama, status sosial, dan sebagainya. Tidak ada alasan yang kuat bagi aparat pelayanan publik untuk bersikap tidak baik berupa menunda-nunda pelayanan (undue delay), tidak ada kejelasan, tidak
Sebagai penyedia pelayanan publik, pemerintah senantiasa dituntut kemampuannya untuk secara terus-menerus meningkatkan kualitas pelayanan, mampu menetapkan Standar Pela yanan yang berdimensi menjaga kualitas hidup, melindungi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Kualitas pelayanan dimaksudkan agar semua masyarakat dapat menikmati layanan, sehingga menjaga kualitas pelayanan publik juga berarti menjamin hak-hak azasi warga negara. SDM pelayanan sebagai kunci keberhasilan kinerja organisasi pelayanan publik harus mendapatkan perhatian utama dalam perbaikan kualitas pelayanan. Untuk itu, pemilihan dan penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimilki merupakan salah satu penentu keber124
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
hasilan penerapan Standar Pelayanan. Dalam hubungan ini organisasi pelayanan publik harus berupaya melakukan pencarian dan penempatan pegawai dan menerapkan konsep penempatan the right man on the right place, yaitu menentukan orang yang tepat pada setiap bentuk dan jenis pelayanan. Orga nisasi dituntut untuk secara terbuka melakukan proses pemilihan dan penempatan SDM, yaitu dengan menyusun kebijakan serta aturan yang jelas mengenai semua persyaratan bagi posisiposisi pekerjaan yang akan diisi, serta menerapkan sistem yang baku sebagai pedoman kegiatan tersebut di atas. Beberapa kriteria SDM yang dapat mendukung penyusunan dan penerapan Standar Pelayanan adalah SDM yang memiliki kompetensi di bidang pelayanan publik yang antara lain men cakup: (a) komitmen; (b) integritas; (c) tanggung jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e) mengerti kebutuhan pelanggan; (f) daya tanggap dan empati; (g) serta mempunyai etika dan moralitas yang tinggi. Selanjutnya peningkatan kualitas pela yanan kepada masyarakat dapat berjalan dan memberikan kemanfaatan terhadap masyarakat pelanggannya apabila SDM penyelenggara pelayanan sungguh-sungguh memperhatikan be berapa dimensi atau atribut perbaikan kualitas pelayanan yang antara lain meliputi: (a) ketepatan waktu pelaya-nan; (b) akurasi pelayanan; (c) kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; (d) tanggung jawab; (e) kelengkapan; (f) kemudahan mendapatkan pelayanan; (g) variasi model pelayanan; dan (h) kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
125
Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh pegawai yang memiliki kemampuan yang handal dan profesional. Disamping itu, keberhasilan sebuah organisasi pelayanan publik tidak akan terlepas dari peranan Sumber Daya Manusiayang ada di dalamnya. Oleh karena itu, SDM yang bekerja di unit/organisasi pelayanan publik tidak hanya dituntut keahlian dan ketrampilan secara tehnis dan penguasaan terhadap peraturan perundangan yang mendasarinya, akan tetapi yang lebih penting lagi diperlukan sikap mental dan perilaku yang baik, ramah dalam melayani, jujur, cekatan dan bertanggung jawab. Hal ini mengingat masyarakat yang dilayani tidak akan peduli terhadap apa yang menjadi kendala dan hambatan dalam bekerja, tidak akan peduli terhadap permasalahan-permasalahan pribadi pegawai, akan tetapi mereka hanya peduli terhadap apa yang mereka butuhkan untuk dapat dilayani secara baik, mudah, cepat, murah. Selanjutnya kepuasan masyarakat dapat dicapai apabila SDM yang terlibat langsung dalam pelayanan dapat mengerti dan menghayati serta berkeinginan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Untuk dapat memberikan pelayanan yang ber kualitas, unsur SDM pelayanan seyogyanya mengerti dan memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparat pelayan masyarakat. Agar SDM pelayanan benar-benar dapat mendukung pelaksanaan Pelayanan, maka perlu dilakukan pengelolaan SDM pela yanan secara baik termasuk dalam hal identifikasi kebutuhan SDM yang diperlukan dalam rangka pemberian pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan, terutama 126
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
berkaitan dengan kompetensi dan kualifikasi untuk setiap peran yang akan dimainkan dalam setiap proses pelayanan. Disamping itu juga perlu dilakukan identifikasi kebutuhan pengembangan SDM serta perencanaannya, pengembangan etika pelayanan yang diperlukan agar pegawai tetap berada dalam batasan-batasan yang telah ditentukan dalam memberikan pelayanan. Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka di perlukan perencanaan yang konsisten bagi pengembangan dan peningkatan kompetensi SDM pelayanan melalui diklatdiklat teknis dan fungsional, sehingga mereka dapat melaksanakan tugas-tugas pelayanan secara profesinal. Disamping itu, perlu pula diperhatikan mengenai tingkat kesejahteraan pegawai mengingat hal tersebut memiliki kaitan strategis dalam pemberian pelayanan yang berkualitas. Oleh karena itu diperlukan adanya sistem insentif (reward) bagi petugas pelayanan yang menun-
4. Kelembagaan Secara teoritis, lembaga adalah rule o fth e ga m e yang mengatur tindakan dan menentukan apakah suatu organisasi dapat berjalan secara efesien dan efektif. Dengan demikian, tata kelem bagaan dapat menjadi pendorong (enabling) pencapaian keberhasilan dan sekaligus juga bila tidak tepat dalam menata maka dapat menjadi penghambat (constraint) pencapaian keberhasilan organissi. Lembaga atau kelembagaan. Bromly (1989) menjelaskan, analisis terhadap kelembagaan akan menyangkut tidak saja pada aturan main, tetapi menyangkut tiga tingkatan, yaitu: a) 127
tingkatan kebijakan, b) tingkatan organisasi, dan c) tingkatan Kelembagaan yang dimaksud mencakup pengaturan tentang distribusi kewenangan, tata organisasi yang mewadahi kewenangan yang ada, dan “harapan” terhadap perilaku yang diperankan. Dalam pandangan Bromly, dapat dijelaskan bahwa perilaku praktis baik tidaknya ditentukan oleh desain kebijakan dan organisasi. Dalam perspektif kelembagaan ini, maka penyusunan standar pelayananan publik juga merupakan pengembangan kelembagaan atau “rule o f the gam e". Oleh karena itu, penyusunan standar pelayanan publik harus memperhitungkan penataan kewenangan dan tata organisasi. 5. Peraturan Perundangan Terkait Pedoman tatalaksana pelayanan umum menjadi penting untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik itu. Seharusnya juga dijadikan acuan bagi instansi penyelenggara pelayanan dalam mem-berikan pelayanan kepada masyarakat. Berbagai kebijakan yang menjadi pedoman dan tatalaksana pelayanan umum ter-sebut, telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir melalui Keputusan MENPAN No.63/KEP/M.PAN/ 7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Kebijakan ini juga didukung dan ditindaklanjuti dengan penetapan Surat Men.PAN Nomor 148/M. PAN/5/2003 perihal Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat, kemudian Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat 128
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Keputusan Menteri Pendayagunaan Apa-ratur Negara Nomor: KEP/26/M. PAN/ 2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:20/M.PAN/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Dalam konteks pelayanan di daerah, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 22 butir (e,f) yang mengamanatkan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: (e) meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; dan (f) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. Selanjutnya Peraturan Peme rintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk mengukur kineja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang men cakup jenis pelayanan dan nilai (benchmarkj, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri Nomor 6 Ta-hun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal. D. Peningkatan Managemen Kualitas Pelayanan Publik
Manajemen (latin: manus) yang berarti tangan dan (agere: mela kukan), jadi managere, berarti menangani. Menurut Parker (Stoner & Freeman, 2000) adalah melaksanakan pekerjaan melalui orangorang. Spare (2002) menyatakan bahwa, manajemen adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan langsung untuk penggunaan sumber 129
daya organisasi secara efektif dan efesien dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Donovan dan Jackson (1991: 11-12) mendefinisikan manajemen sebagai proses yang dilaksanakan pada tingkat organisasi tertentu, sebagai rangkaian keterampilan, dan sebagai serangkaian tugas. Henry Simamora (2001: 3) mengatakan bahwa manajemen adalah pendaya-gunaan bahan baku dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. Hughes, et al. (2002) menegaskan, manajemen itu berkenaan dengan efi siensi, perencanaan, kertas kerja, prosedur, pelaksanaan regualsi, pengawasan, dan konsistensi. Sedangkan Shafritz dan Russel (1997: 20) menyatakan, manajemen itu berkenaan dengan orang yang bertanggujawab dalam menjalankan suatu organisasi, dan proses menjalankan organisasi itu sendiri, yaitu pemanfaatan sumber daya seperti orang dan mesin untuk mencapai tujuan organisasi. Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa, terdapat empat kalster kompetensi dalam manajermen, yaitu: 1) klaster manajemen tujuan dan aksi yang terdiri atas orientasi efisiensi, tindakan proaktif, kepedulian terhadap dampak, dan penggunaan diagnostik terhadap konsep-konsep, 2) klaster pengarahan terhadap bawahan yaitu penggunaan kekuasaan nilateral, pengembangan yang lain dan spontanitas, 3) klaster manajemen sumber daya manusia yaitu penggunaan dalam melakukan sosiallisasi, mengelola kelompok, persepsi positif, objektivitas persepsi, penilaian diri yang akurat, pengendalian diri, stamina dan kemam puan menyesuaikan diri, dan 4) klaster kepemimpinan yaitu mengembangkan percaya diri, konseptualisasi, pemikiran yang logis, dan penggunaan persentase lisan. Simpulannya, manajemen dalam arti luas adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan (P3) 130
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Dalam arti sempitnya, manajemen sekolah/madrasah, pengawas/evaluasi, dan sistem informasi sekolah/madrasah, kepemim pinan kepala sekolah/madasah. Kehadiran NPM(A^w P ublic M anagem ent) penting di sini, guna menunjang kualitas pelayanan publik. NPM tidak hanya sekadar gagasan relevan, namun sebuah keniscayaan guna membenah totallitas sistem administrasi publik terutama menyangkut peningkatan kualitas pelayanan publik. Pada pembahasan sebelmnya, NPM sempat disinggung, bahwa tujuan dasarnya adalah peningkatan kinerja sektor publik menangkut kualitas pelayanan. Berangkat dari pemahaman umum dan fakta di lapangan, bahwa teori klasik sudah tidak relevan dan efisien, serta tidak memiliki kemampuan atau semangat melayani dengan benar, maka selayaknya NPM digalakkan. Tidak bermaksud mengekor, namun fakta di Amerikat sendiri NPM sangat populer, terutama sejak David Osborne dan Ted Gaebler melayangkan bukunya, R einventing G overment, sekitar tahun 1992. Contoh ini jelas patut ditiru guna membenahi sistem pemerintahan kita di Indonesia. Karakteristik NPM yang dapat digunakan sebagai landasan dasar adalah aspek-aspek teoritis mengenai ‘pandangan tentang struktur organisasi, individu, penganggaran, dan pengambilan keputusan. Dasar teoritisnya adalah barang/jasa publik yang diprivisi pemerintah atau regulasi-regulasi yang digulirkan harus sesuai dengan kebutuhan dan sektor privat, yaitu rakyat, perusahaan, dan pihakpihak lain sebagai pelanggan/klien. Keputusan mana yang harus diprovisi pemerintah harus berorientasi pada politik rakyat. Terkait 131
dengan beberapa konsep teoritis tadi; a) tentang struktur organi sasi—yang disukai NPM adalah bila unit-unit pemerintah bertindak sebagai sebuah perusahaan yang mela-yani para konsumennya di pasar yang penuh persaingan. Sudut pandang ini akan tercapai efisiensi dari sisi biaya dan organisasi pemerintah mampu meningkatkan daya tanggapnya. Struktur organisasi dalam pandangan NPM, terutama yang terdesentralisasi adalah memungkinak unitunit pemerintah bertindak sebagai pusat-pusat pelayanan, b) ‘ten tang individu’—dipandang sebagai pelanggan, institusi pemerintah yang lain, pemerintah negara-negara lain dan lembaga-lembaga privat (perusahaan-perusahaan, rumah tangga dan organisasi nirlabala). Pelanggan dalam konteks pasar, berbeda dengan konteks bernegara atau bermasyarakat. Pelanggan lebih diidentikkan dengan sekumpulan kebutuhan-kebutuhan akan pelayanan publik, sedang kan warga negara lebih dikaitkan dengan hak dan tanggung jawab politik. Sebagai pelangan, individu berhak memaksimumkan manfaat dari konsumsi barang/jasa publik, dan sebagai warga negara individu memiliki hak khusus yang tidak dapat dilanggar dan umumnya berorientasi pada pencapaian kesejahteraan maksimal, c) ‘tentang pengagga-ran’—di sini harus berorientasi pada produk barang/jasa dan regulasi sebagai output sektor publik dan dampak output tersebut ketimbang berorientasi pada input-input seperti uang, personalia, dan peralatan-peralatan, d) ‘tentang pengambilan keputus-an’—harus didasarkan pada respon terhadap pelanggan, tingkat kinerja dan efektivitas biaya. Pengambilan harus terdesen tralisasi, juga harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan pencapaian misi sosisal dan profitabilitas unit-unit pemerintahan—
132
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Beberapa premis pokok yang bisa menegaskan keniscayaan NPM ini adalah, a) focus on result(io\ais hasil)—di sini seharusnya administrasi publik lebih fokus pada pencapaian hasil, ketimbang terlalu menaati peraturan dan atau prosedur, meski tetap juga tidak lepas dari itu, b) marketzation (pemanfaatan mekanisme pasar untuk meningkatkan kerja—di sini sebaiknya administrasi publik menempatkan sebagai sebuah perusahaan yang harus hidup di tengah persaingan yang ketat. Caranya, pemerintah harus memperluas keterlibatan sektor swasta dalam sektor publik, seperti privatisasi, out soucing, kontrak kerja atau bagi hasil dan mengizinkan beberapa perusahaan swasta memasuki sektor publik tertentu guna meningkatkan persaingan dengan BUMN atau isntitusi pemerintah lainnya, c) C oustem er-driven (berorientasi pada pelang gan—ini mengubah yang tadinya bersifat berorientasi pada diri sendiri menjadi administrasi yang berorientasi pada pelanggan atau lingkungan. Birokrasi dapat dipandang sebagai sebuah perusahaan yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh kemampuan memenuhi tuntutan konsumen. Bila bersikap demikian, maka keunggulan-keunggulan sektor publik seperti BUMN yang memili ki hak monopoli dan kekuatan monopoli dapat dikelola guna memaksimumkan kesejahteraan rakyat, d) steering, not roivling (mengarahkan bukan mendekte), di sini pemerintah memastikan bahwa barang/jasa publik yang diprovisasi adalah benar-benar dibutuhkan masyarakat. Karena itu, aspirasi pihak-pihak lain perlu diper hatikan, e) deregulation (deregulasi), penyebabnya adalah birokrasi tradisional lebih menekankan pada aspek sentralisasi dan kontrol para staf, administrasi kepegawaian, penganggaran, audit dan penempatan staf atau sumber daya birokrasi yang kurang sesuai 133
dengan tujuan administrasi publik, dengan regulasi, para pemimpin unit-unit pemerintah dihadapkan dengan kompetisi yang ketat, para pelanggan, dan akuntabilitas untuk mencapai hasil maksimal dari sumber daya manusia dan keuangan yang dimiliki, f) em ployee em pow erm ent (pemberdayaan pekerja)—melalui deregulasi eksternsif, dipercaya dapat memberdayakan para pekerja sektor publik, sehingga mereka mampu menggunakan potensi dan kreativitas dalam menjalankan tugas untuk melayani masyarakat, g) flexibility (pleksibelitas), administrasi publik tradisional, kulturnya sangat ketat terhadap ketentuan/prosedural, berorientasi pada proses dan memfokuskan diri pada input ketimbang hasil. Kultur ini harus diubah sehingga menjadi pleksibel, inovatif, berorientasi pad pemecahan masalah, dan memiliki jiwa kewirausahaan. Beberapa prinsip-prinsip di bawah ini, penting diperhatikan, kaitannya dengan peningkatan managemen kualitas pelayanan pub lik, yaitu: 1) fokus pada pelanggan.Pelaksanaan prinsip ini tergantung pada pelanggan perusahaan/organisasi oleh sebab itulah maka organisasi harus memahami betul kebutuhan pelanggannya, dengan demikian perusahaan akan selalu tanggap akan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. 2) kepemimpinan. 3) Keterlibatan orangorang, 4) Pendekatan proses, 5) Pendekatan sistem terhadap mana jemen, 6) Peningkatan terus-menerus, 7) Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan, 8) Hubungan pemasok yang saling menguntungkan E. Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik Dalam upaya meningkatkan kinerja pelayanan publik menuju peningkatan kualitas pelayanan publik, dapat dilihat dari tiga per134
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
spektif di bawah ini, yaitu: 1) Perspektif provider, 2) perspektif policymaker, dan 3) perspektif konsumen. Pertam a, perspektif provider, menuntut dual hal secara berbeda; bila pada provider yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Departemen atau Dinas, maka aturan yang harus dipatuhi adalah per aturan perundang-undangan atau peraturan daerah. Sebagai contoh, penetapan tarif air minum atau retribusi rumah sakit harus berpedoman pada peraturan daerah. Struktur organisasi rumah sakit pemerintah harus berpedoman pada peraturan daerahnya. Sebaliknya provider swasta memiliki mekanisme organisasi yang lebih longgar dan dinamis karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan. Perubahan tarif layanan dapat dengan cepat dilakukan sesuai dengan analisis cost dan benefit atau persaingan dengan provider Iain. Kinerja provider pelayanan publik dapat dilihat dari berbagai perspektif, yaitu perspektif provider, perspektif konsumen, perspektif pembuat kebijakan, perspektif politik dan per-spektif lembaga pengamat. Masing-masing perspektif memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai dengan cara pandangnya. Kedua, perspektif policymaker, yaitu cara pandang dan metode pelayanan publik dengan menterjemahkan kewajiban konstitusional negara pada level praktis empiris. Kewajiban konstitusional negara dalam membebaskan warga negara dari kebodohan diterjemahkan oleh peng-ambil kebijakan dengan membuat undangundang sistem pendidikan nasional. Kualitas kinerja pelayanan publik dari perspektif pengambil kebijakan dari dapat dilihat dari ketersediaan peraturan perundang-undangan yang mengatur, dan ketersediaan anggaran. Pengambil kebijakan di Indonesia adalah presiden dan pembantunya dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dua 135
lembaga ini merumuskan rancangan undang-undang untuk dijadikan undang-undang. Kualitas undang-undang yang berkaitan dengan pelayanan publik sangat tergantung kepada kualitas draft usulan pemerintah, ideologi yang mendasari rancangan undangundang, proses pembahasan dan tingkat perhatian publik pada rancangan undang-undang tersebut. Kualitas draft rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah biasanya cukup memprihatinkan. Suatu rancangan undang-undang seharusnya disusun berdasarkan pada studi akademik yang berbasiskan pada studi evaluasi kebijakan sebelumnya atau studi eksplorasi. Hasil dari studi evaluasi kebijakan sebelumnya menjadi input penting di dalam merumuskan rancangan undang-undang, dengan data dan infor masi yang tersedia. Sebagai contoh, rancangan undang-undang ten tang rumah sakit memerlukan studi evaluasi peran rumah sakit di Indonesia saat ini di dalam mencapai tujuan negara yakni meningkatkan kesejahteraan umum. Sementara itu studi eksplorasi mengacu kepada rancang bangun pelayanan publik yang akan diberikan pada masa yang akan datang berdasarkan analisis dampak kebijakan dari setiap item. Ideologi yang dominan menjadi dasar berpikir di dalam rancangan undang-undang perlu dikaji sedemikian rupa. Apakah sosialisme atau liberalisme yang menjadi dasar pelayanan publik? Pendekatan neo-liberal dalam reformasi sektor publik dipengaruhi oleh asumsi kelebihan dari mekanisme pasar. Pendeka tan pilihan publik merupakan salah satu pendekatan yang berpengaruh pada reformasi sektor publik. Pada tahapan praktis, implementasi gerakan new p u b lic management (NPM), pada sektor publik, dengan pola pikir seperti; mendefinisikan ulang peran dan fungsi pemerintah dari peran produsen ke peran fasilitator, refor136
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
masi internal dengan menjalankan manajemen, hasil (result m ana gem ent), desentralisasi dan devolusi, orientasi pada pelanggan pelayanan(Alexander Wagener, 1997: 1). Ketiga, perspektif konsumen. Kinerja perspektif ini, berasal dari aliran managerialisme dan konsumerisme pada manajemen sektor publik. Di situ, rakyat dan warga negara dipandang sebagai kon sumen atau pelanggan, sebagaimana pada sektor swasta. Rakyat memiliki hak untuk mengevaluasi pelayanan yang diterimanya. Salah satu pemikir dari aliran ini adalah Potter. Potter (1988: 154) menyampaikan lima prinsip tentang hakekat responsiveness di dalam pelayanan publik, yaitu: a) Access: warga-negara berhak mengetahui apa kriteria-kriteria perwakilan politiknya yang harus diterapkan dan alasannya, b) Choice-. Sistem quasi-market yang diterapkan di dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan akan memper-luaskan “ch oice” pada orang-tua dan pasien. Potter juga mengusulkan sistem tambahan seperti sistem komplain yang mu dah, pengawasan independet pihak eksternal, publikasi indicator kinerja yang diketahui publik sejauhmana unit pelayanan memenu hi kebutuhan pengguna; perlindungan klien, c) information: Pengguna pelayanan memerlukan informasi tentang (eksistensi pelayanan, tujuan pelayanan, standard atau kualitas pelayanan yang ditawarkan, hak untuk memanfaatkan pelayanan dan komplain, jika tidak memuaskan, cara pelayanan dan pengambilan keputusan, diorganisir, keputusan-keputusan khusus yang diambil, alasanalasan membuat keputusan tersebut, d) readres\ keberadaan publisitas dan menanggapi complain, e) representation-, konsumen seharusnya terlibat di dalam semua tahapan dalam pengambilan 137
Ide menerapkan kepentingan konsumen atau warga negara menjadi kepentingan yang tertinggi banyak berasal dari aliran konsumerisme sektor swasta. Istilah konsumen yang menunjukkan seorang pembeli yang dapat memilih barang mana yang di kehendaki dan membayar pada jenis barang atau jasa yang di inginkan. Sementara itu di sektor publik, aliran konsumerisme ini tidak sepenuhnya dapat diterapkan, sebagaimana yang dikatakan oleh Hambleton dan Hoggett (1990) dalam McKewitt (1999: 41-2) berikut: a) beberapa jenis pelayanan publik baik secara deju re ataupun d e fa cto adalah kewajiban, dan konsumen tidak dapat memilih, seperti pelayanan peradilan di Indonesia hanya di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Puas atau tidak puas harus menggunakan lembaga-lembaga tersebut, b) pela yanan publik bersifat monopoli, c) keterbatasan akses warganegara karena keterbatasan angga-ran dan sumberdaya manusia, d) sangat beragamnya kebutuhan masyarakat, e) komunikasi antara provider dan warganegara berlangsung sangat panjang dan lama untuk membangun kepercayaan, f) banyak pelayanan publik yang berbentuk rekreatif dan seni diukur lebih dari nilai-nilai ekonomis, seperti perpustakaan, lapangan olahraga, festival budaya dan lain sebagainya, g) adalah berbeda antara “voice" dan “exit" kalau mengacu kepada teori Hirschman di sektor swasta dengan sektor publik. Seseorang yang tidak puas terhadap sebuah produk dan pelayanan mempunyai dua opsi: voice dan exit. Voice mengacu kepada penilaian dan preferensi dan berpartisipasi didalam proses pengambilan keputusan dengan cara yang efektif dan exit memungkinkan sese orang memilih sesuai dengan keinginannya.
138
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Salim dan Woodward (1992) menggunakan kriteria yang hempir sama, yaitu aspek ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan persamaan pelaya-nan. Aspek ekonomi diartikan dengan penggunaan sumberdaya ekonomi seminimal mungkin dalam penyelenggaraan pelaya nan publik. Efisiensi adalah perbandingan antara input dan output pelayanan. Efektivitas adalah tercapainya tujuan pelayanan yang telah ditentukan. Persamaan adalah keadilan di dalam memberikan pelayanan kepada semua kelompok masyarakat. Clay Wescott (1999) mengusulkan kriteria dari perspektif lain, yaitu: input, output, outcom es (in clu din g impacts) dan process. Input adalah sumberdaya yang digunakan untuk menyelenggarakan pela yanan publik, seperti peralatan, uang, dan sumberdaya manusia. O utput adalah perbandingan antara sumberdaya atau inpu t dengan output yang dinilai dengan un it cost. O utcom e adalah tujuan atau akibat langsung dari dicapainya output, seperti penurunan angka kemiskinan. Akhirnya proses adalah menunjukkan cara inpu t di proses, output dihasilkan dan outcom e dicapai. Untuk input, proses yang baik terdiri dari ketaatan pada peraturan-peraturan, dan integritas. Indikator proses untuk pelayanan rumah sakit seperti, pemenuhan prosedur standard pelayanan pasien, dan dalam formulasi kebijakan yang ditunjukkan dengan adanya peraturan debat publik. Parameter outcom e sebenarnya tidak berbeda dengan parameter persamaan dan keadilan yang dikemukakan oleh penulis lain. Hanya saja, W escoot mengusulkan kriteria lain, yaitu proses, yang menunjukkan sejauh mana penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan prosedur-prosedur standard. Selain itu dipahami bahwa parameter-parameter yang diajukan oleh Wescott ini lebih mengacu kepada indikator-indikator keberhasilan sebuah program. 139
Chris Skelcher secara lebih luas meng-gunakan konsep needs, d e mand, equality, diskriminasi, ekonomi, efisiensi dan efektivitas serta rationing (1992, hh. 34-48). Konsep needs (kebutuhan) dibedakan olehnya menjadi empat jenis, yaitu: expressed n eed, felt need, norm a tive needs dan com parative needs. F. E-Goverment dalam membangun Good Governance
Bertahun-tahuan sudah tuntutan akan pelayaan publik yang lebih baik, terus menjadi isu terdepan. Tuntutan tersebut muncul seiring dengan berkembangnya era reformasi dan otonomi daerah dan sejak tumbangnya rezim Orde Baru. Itulah sebabnya istilah G ood G overnance atau sekarang berkembang E -governm ent dimunculkan guna mewujudkan cita bersama yakni pemerintahan yang lebih baik. Salah satu persoalan yang dihadapi smeua unit pelayanan pub lik khusunya adi Indonesia adalah keterbatasan sarana dan prasarana komunikasi informasi untuk mensosialisasikan berbagai kebi jakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada masyarakat agar proses penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Terlebih lagi dalam konteks moderen saat ini, yang sudah berkembang cepat sistem dan model teknologi informasi, sangatlah niscaya digunakan. Layanan internet misalnya, telah mendorong berbagai bidang kehidupan guna memanfaatkan teknologi tersebut seoptimal mungkin. Pada aspek pemerintahan, pemanfaatan teknologi mendorong terciptanya E -G overm ent guna membawa manfaat dalam memberdayakan 140
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
masyarakat melalui peningkatan akses ke informasi, meningkatkan layanan pemerintahan kepada masyarakat, mempercepat interaksi kalangan bisnis dengan pemerintah dengan industri terkait, memperbaiki pengelolaan pemerintah yang lebih efisien dan transparan. Istilah E-goverment berhubungan dengan kemampuan dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi guna mening katkan hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara peme rintah dan pelaku bisnis, dan diantara instansi pemerintah. E-goverment adalah sistem managemen informasi dan layanan masyarakat berbasis internet. Selain itu, E-government juga merupakan sebuah proses bagi demokratisasi, yang tujuannya adalah meningkatkan akses warga negara terhadap jasa layanan publik pemerintah, meningkatkan akses masyarakat ke sumber-sumber informasi yang dimiliki pemerintah, menangani keluhan masyarakat. Intinya Egovernment adalah proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat dalam membantu sistem pemerintahan secara lebih efisien. Namun bagaimanapun, dalam menjadikan E-govermen sebagai alat bantu, tetap memperhatikan dua hal utama, yakni penggunaan
2. Good governance Sedangkan good governance, dalam bahasa inggris, yaitu “the a ct fact, m anner o f go v ern in g”—tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan. jadi, govern an ce adalah serangkaian proses interaksi sosial-politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masya rakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan ter sebut (Kooiman, 1993: 45). Menurut Leach & Percy dalam (Mar141
doto, 2009: 17), govern ance meleburkan perbedaan antara ‘pemerintah’ dan yang ‘diperintah’ karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Dalam artian, konsep govern ance mengandung unsur demokratis, adil, transaparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Toha (2000: 7), menegaskan bahwa salah satu wujud pemerintahan yang baik adalah terdapat citra pemerintahan yang demokratis. go o d govern a n ce menekankan arti penting kesejajaran hubungan antara institusi negara, pasar dan masyarakat. Semua pelaku harus saling mengetahui apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya serta membuka ruang dialog agar para pelaku saling memarhami perbedaan-perbedaan diantara mereka. Para pelaku tersebut adalah elemen go o d govern an ce yang saling terkait takterpisahkan— meski satu sisi memiliki karakter berbeda. Ini sejalan dengan tujuan pokok go o d govern a n ce adalah tercapainya kondisi pemerintahan yang dapat menjamin kepentingan pelaya-nan publik secara seimbang dengan melibatkan kerjasama antar semua Komponen pelaku (negara, masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat, dan Phhak swasta). Dalam Anggara (2012: 202) merincikan beberapa pengertian go o d governance, yakni: a) pemerintah ( goverm ent)— pengarahan dan administrasi yang berwewenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya, b) the go vern in g body o f nation, state, teh (lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya), c) government berarti tindakan, fakta, pola, dari kegiatan atau penyelenggraan pemerintah. Simpulannya, gover nance adalah suatu proses tentang pengurusan, pengelolaan, peng arahan, pembinaan, penyelenggaraan, dan bisa juga diartikan
142
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Selain memahami pengertian tentang go o d governance, beberpa hal terkait juga perlu diperhatikan, seperti ‘unsur-unsur, prinsipprinsip, karakteristik, dan faktor yang mempengaruhi perwujudan go o d govern a n ce itu sendiri. Pertama, unsur-unsur go o d govern a n ce; a) econ om ic govern a n ce, meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas ekonomi yaitu legislatif sebagai pengambil keputusan politik, pe merintah disamping pelaksana juga sebagai fasilitator terhadap Phhak wasta/masyarakat sebagai pelaku ekonomi, b) p loitica l go ver nance, merupakan proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan, c) adm inistrative governance, sistem implementasi kebija kan meliputi tiga domain; state, private sector dan society, yang pa ling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Kedua, prinsi-prinsip go o d governance-, a) partisipasi masyarakat, semua warga mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melaui lembaga-lembaga perwakilan yang sah mewakili kepentingan mereka, b) tegaknya supremasi hukum, kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia, c) transparansi, ini dibangun atas dasar informasi yang bebas. Selurh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan infor masi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau, d) peduli pada stackholder, e) berorientasi pada konsensus, tata pemerintahan yang baik menjembatani kepen tingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masya rakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan dan pose143
dur-prosedur, g) kesetaraan, semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau memprtahankan kesejahteraan mereka, h) efektivitas dan efesiensi, proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin, i) akuntabilitas, para pengambil keputu san di pemerintahan, sektor swasta, dan organisasi masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembagalembaga yang berkepentingan, j) visi strategis (Hardjasoemantri, Ketiga, karakteristik go o d governance. Menurut UNDP (1997), ter-dapat lima karakteristik tersebut, yaitu: a) interaksi, melibatkan tiga mitra besar(pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani) untuk melak-sanakan pengelolaan sumber daya, ekonomi, sosial, dan politik, b) komunikasi, terdiri dari sistem jejaring alam proses pengelolaan dan kontribusi terhadap kualitas hasil, c) proses penguatan sendiri, d) dinamis, dan e) saling ketergantungan yang dinamis antara pemerintahan, kekuatan pasar dan masyarakat madani. Keempat, faktor-faktor yang memprngaruhi perwujudan go o d gover-nance. Efendi (2005: 3) menyebutkan, terdapat lima faktorfaktor yang mempengaruhi, yaitu: a) integritas pelaku pemerintah, b) kondisi politik dalam negeri, c) kondisi ekonomi masyarakat, d) kondisi sosial masyarakat, dan e) sistem hukum. 3. E-goverment menuju good governance Pentingnya pemerintahan yang baik, maka para aparatur negara dituntut meningkatkan kinerja, dalam konteks ini adalah kinerja kualitas pelayanan publik. Sasaran yang menjadi prioritas adalah 144
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
mewujudkan pelayanan yang efisien dan berkualitas, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing. Salah satunya adalah mempercepat proses kerja serta modernisasi administrasi melalui otomatisasi di bidang administrasi perkantoran, modernisasi penyelenggaraan pelayanan pada masya rakat melalui E -government, sebagai salah satu aplikasi teknologi Beberapa manfaat praktis dalam menerapkan e-goverment ini adalah 1) peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan publik dapat dilakukan selama 24 jam, berkat adanya teknologi internet, 2) melalui sistem online, banyak proses yang dapat dilakukan dalam format digital. Hal ini dapat mengurangi penggunaan kertas, proses juga lebih cepat, efesien dan hemat, 3) database dan proses terintegrasi (akurasi data lebih tinggi, mengurangi kesalahan identitas dan lain-lain), 4) semua proses dilakukan secara transparan, karena berjalan secara online.
G. Stackholder
Dalam mewujudkan good governance, tata kelola pemerintahan berupaya memenuhi harapan-harapan pihak yang berkepentingan yakni stackholder dalam mengambl keputusan. Para stackholder itu adalah: 1. Warga Negara Warga Negara sebagai individu—dalam sebuah negara mengkombinasikan barang/jasa privat dan barang/jasa publik dalam rangka memaksimalkan kesejahteraannya. Tidak semua kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi oleh perusahaan 145
dan pemerintah, seperti persahabatan, kasih sayang, keluarga, donor darah dan kebutuhan-kebutuhan ideologi ataupun rohni. Karena itu, mereka mmebutuhkan lembaga nirbala, seperti kelompok-kelompok hobi, keagamaan, dan lain-lain. 2. Organisasi Formal dan Informal Masyarakat Lokal. Hadirnya organisasi-organisasi formal dan informal pada tingkat masyarakat lokal, bukanlah sesuatu yang aneh. Dalam konteks Indonesia, kelompok ikatan-ikatan persaudaraan, arisan, organisasi budaya lokal senantiasa muncul. 3. Organisasi-organisasi Nirbala Organisasi ini, umumnya didirikan atas motivasi kemanusiaan, baik dalam bentuk organisasi keagamaan dan organisasi pelayanan sosial. sekalipun organisasi ini tidak berorientasi laba, namun mereka tetap memperjuangkan manfaat sosial bagi para anggota organisasi. 4. Dunia Usaha Motivasi pendirian perusahaan adalah memaksimumkan laba atau dalam kehidupan nyata memaksimumkan nilai per usahaan. Guna mencapai tujuan-tujuan tersebut, dunia usaha sangat mem-butuhkan kepastian tentang masa depan. Kepastian akan memperbaiki ekspektasi yang akan menstimulasi
Khususnya surat kabar, radio dan televisi, mempunyai peran penting dan strategis. Melalui merekalah kebijakankebijakan pemerintah diinformasikan pada masyarakat. Eva luasi formal dan informal juga dapat disampaikan melalui media ini, sekaligus alat kontrol yang efektf guna mengawasi 146
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
prilaku pejabat-pejabat publik, satu sisi. Pada sisi yang lain, media memiliki nilai konsersial, karena motivasi perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis media adalah laba. 6. Lembaga-lembaga Pemerintah Dalam arti luas, (legislatif, ekskutif, dan yudikatif), maupun dalam arti spesifik (ekskutif dan birokrasi pemerintah), mempunyai peranan paling penting dan sentral dalam kehidupan modern. Mereka melakukan provisi dan atau memproduksi barang publik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
Secara teoritis, tugas para politisi terpilih adalah memperjuangkan tujuan-tujuan para konstituennya. Para politisi yang memang dalam pemilu akan masuk dalam sistem tata kelola sebagai anggota lembaga legislatif. Pada posisi ini, tugas mereka adalah mengawasi agar pelaksanaan kebijakan-kebijakan akan menyenangkan para konstituen dan tidak bertentangan secara prinsipil dengan kepentingan nasional (Prijono dan Mandala, 2010: 172-176)
147
DAFTAR PUSTAKA
A.Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia U ndang-undangpelayanan Publik, (Jogjakarta: Grab a Ilmu, 2007) Budi Harjo, Pelayanan Publik, (Yogyakarta: semesta Ilmu, cet. I, Budiman, Teori Negara, Negara, Kekuasaaan dan Ideologi, (Jakarta: Gramedia, 1996) Denhardt, KG, The Ethics o f Publik Service: R esolving M oral D ilem m as in The Publik Organizations, (New York: Green wood Press, 1988) Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik Utang, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011) Faendy Tjiptono, Prinsip-prinsip Total Quality Service, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004) George Frederickson, Administrasi N egara Baru, (Jakarata: LP3ES, Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, (Bandung: Alfabeta, Hardiansyah, Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator dan Im plem entasi, (Yogyakarta: Gava Media, cet.I, 2011) Howlett dan M. Ramesh, Studying publik Policy: P olicy Cycels dan James Stoner, & Charles Wankel, Management (prentice-Halt International, inc, 1996) Kartini Kartono, P em im pin dan K epem im pinan, (Jakarta: Rajawali’
148
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Keban, Enam D im ensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu, (Jakarta: Gaya Media, 2014) Koesnadi Hadjasoemantri, G ood G overnance dalam Pem bangunan berkelanjutan
di
Indonesia,
Makalah
Loka
Karya
Pem bangunan Hukum N asional ke VIII di Bali, 2003 Lovelock, Ch, P roduct Plus: H ow P roduct Plus Service C om petetive Advantage, (New York: McGraw-Hill Book Co, 1988) Magnis Franz Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta: Kanisius, 1990) Moenir, H.A.S, M anajem en Pelayanan Umum di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) Paul
Harsey
&
O rganization
Kenneth H. Behaviour,
Blanchard, U tilizing
M anagem ent o f
H uman
Resources,
Prijono Tjiptoherijanto dan Mnadala Manurung, Paradigma Press, 2010) R.M. Stogdill, Handbook o f Lederships: A survey o f Theory an d Research, (New York: The Free Press, 1974) Robert, Pelayanan Publik, (Jakarta: PT Gramedia Utama, 1996) Sahya Anggara, Ilm u Administrasi Negara, (Bandung: CV Pustaka Salam Burhanudddin, Etika Sosial, asa M oral dalam Kehidupan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996) Sampara Lukman, Managemen Kualitas Pelayanan, (Jakarta: STLA LAN Press, 2000)
149
Sapre, P. “Realishing the Potential of Educational Management in India“. In E ducational M anagem ent a n d A dministration (30 Januari 2002) Sianipar, M anagem en Pelayanan Masyarakat, (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 1998) Sofian Efendi, M em bangun G overnance,
Budaya Birokrasi untuk
Good
(Makalah Seminar Loka Karya Nasional
Reformasi Birokrasi, Jakarta, 2005) Stoner, J. A.F, Freeman, M anagem ent, (Prentice Hall, Inc. New Stoner, J. A.F, Freeman, T ransform ing S chool Culture: Stories, Symbol, Value, a n d L eader’s,. Enggelewood Cliffts, New Jersey: Prentice Hall international Edition The Liang Gie, Etika adm inistrasi Pem erintah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006) The Liang Gie, Pengertian, Kedudukan, dan P erincian Administrasi, Thomas Wiyasa, Bratawidjaya, Sekretaris Profesional, (Jakarta: PT Pustaka Binama Pressindo, 1992) Wachs, M, Ethics in Planning Center for Urban Policy Reaserch,
150
Aspek-aspek Penting dalam Peningkatan Pelayanan Publik
BIOGRAFI PENULIS Himsar Silaban lahir di desa Siampepaga siiampurung Tapanuli Utara pada Tanggal 07 M aretl 953. Menyelesaikan pendidikan strata (SI) jurusan Administrasi Negara pada Fakultas Sosial dan Politik Uni-versitas Pro.Dr.Moestopo (Beragama) tahun 1983, pendidikan strata dua (S2) jurusan Manajemen Sumberdaya Manu sia pada Institute Pengembangan Wirausaha Indonesia (IPWI) tahun 1998 dan Program Studi Ilmu Administrasi Public pada Universitas Padjajaran Bandung tahun 2010. Karier dalam dunia Birokrasi yaitu pada Badan Administrasi Kepe-gawaian Negara (BAKN), calon pegawai negeri sipil 01 Agustus 1975 diangkat kepala urusan 01 Maret 1983, kepala sub bagian 18 Juni 1984, kepala bagian 20 April 1989 dan pindah instansi ke Kemendiknas sejak 01 Januari 2009 dan dipekerjakan (DPK) pada Fisip Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama). Pendidikan Kepe mimpinan yang pernah di ikuti adalah SEPADAYA tahun 1992 dan DIKLATPIM II tahun 2003. Sedangkan Diklat Teknis dan Fungsional banyak yang telah diikuti. Karier dalam dunia akademis yaitu menjadi dosen yayasan universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama) sejak 01 September 1983 Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama) dengan karier kepala penelitian dan pengabdian masyarakat tahun 2004s/d 31 April 2008, wakil dekan I bi dang akademis 01 Mei 2008 s/d 30 Juni 2009 dan Dekan 01 Juli 2009 dan sedang menjalani Periode kedua. Dalam Perjalanan karier, saya banyak menulis artikel dan makalah serta banyak menghadiri seminar-seminar. Piagam-piagam 151
penghargaan yang didapat antara lain adalah Piagam penghargaan dari Menteri Penerangan Republik Indonesia 1993, Satya Lencana Karya Satya 30 Tahun 2008, Pjagam penghargaan Kelas III dari Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama) tahun 1996, pengharga an pendidikan dari yayasan universitas Prof.Dr.Moestopo (Beraga ma) tahun 2011 dan penghargaan dari Kedutaan Besar Amerika tanggal 15 Februari 2010
152