_I
Vol.01, No.01, Oktober 2OLg
rssN 2338-4379
JU&NAt Pf,NDIDIKANJ SAINS INDONf,SIA Indane.sran Journal of Scien ce Education
dPSI
Program Studi Pendidikan IPA Jenjang 52 Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala www.p ps, u nsyia h.ac. id email:LXtplp,&Sp$*[#:ffi Syinh&ygil-B*g--gg.!d
Daftar Isi Halaman
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Materi Titrasi Asam Basa Untuk rvrorrcDrDw' swa s Mahasi Menin gkatkan Keterampilan Generik S ain tD Hayatuz zakiyah, Adtim dan A.Halim Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Melalui Model Pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) Berbasis Simulasi Komputer pada Pokok Bahasan Listrik
Dinamis
Hendri Saputra, A.Halim, Ibnu Khaldun Metode Pembelajaran Eksperimen Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Generik Sains Siswa Jon Darffiawan, A.Halim, dan Syahrun Nur
SMA
01 - 1 I
n _Zl
ZZ
- 33
34
_
Peningkatan Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Home
Experiment
46
Maya Agustina, Adlim, dan Yusrizal Pembelajaran Koorperatif Tipe Leaming Cycle 5E untuk meningkatkan pemahaman Konsep 47 - 57 Senyawa Hidrokarbon dan Berpikir Kritis Siswa di SMA I Peukan Bada Aceh
Besar
Murhamatilla,, MHasan dan trbnu Khaldun Model Pembelajaran Creative Problem Solving Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Generik Sains Siswa Putri Mayasari, A. Halim, dan Suhrawardi llyas
58 - 67
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together Berbasis Home Experiment Pada Materi Nina Sanito lbnu Khaldun, dan Djailani, A.R
68
SMP
Koloid
'
-77
Pengembangan Kemampuan Multimodal Materi Pengaj aran Kinematika untuk
Fisika
78 - 90
Meningkatkan Representatif Calon Guru Abdul Karim Sabdin, Yusrizal, dan Suhrawardi
,luffi
ililtil JU
43701ffiil
J
URNAT PEJID
TD
II{AN SA IIJS IN'DONJfl.SIA
lndonesian Joumal of Science Education Penerbit Program Studi Pendidikan lpA Jenjang 52 Program Pascasarjana - Universitas Syiah Kuala
Alamat Penerbit Program Studi Pendidikan IPA Jenjang 52, pps Unsyiah Jln. Tgk.chik Pante Kulu, N0.5, Kopelma Darussalam-Banda Aceh23ii1 www. pps.unsyiah,ac.id, Telp: (065 1 T 407 659 )
email: mpipapps
[email protected],id Mobile: 0B1362661 119 I 08527750i233
ISSN:2338-4379 Penanggung Jawab Dr,Abd Gani Haji, M.Si (Ketua Program Studi Pendidikan lpA pascasarjana)
Ketua Penyuting Dr, A. Halim, M,Si
Wakil Ketua Penyunting Dr.lbnu Khaldun, M.Si
Anggota Penyunting Prof. Dr. Syamsul Rizal Prof. Dr. Lilia Halim Prof. Dr. Anna Permana Sari, M.Si Prof. Dr. Adlim, M.Sc Prof. Dr. Yusrizal, M.Pd Prof. Dr. Sumarno, M,Pd Dr.Suhrawardi llyas, M.Sc
(Universitas Syiah Kuala) (Universiti Kebangsaan Malaysia) (Universitas Pendidikan lndonesia) (Universitas Syiah Kuala) (Universitas Syiah Kuala) (Universitas Negeri Medan) (Universitas Syiah Kuala)
Editor Syamsul Rizal, S.pd
Layout BirrulWalidain, S.pd Jurnal Pendidikan Sains lndonesia (JPSI)menerbitkan artikel hasil penelitian atau hasil pemikiran dalam bidang Sains Murni dan Pendidikan Sains setiap buian April dan Oktobei
Model Pembelajaran Berdasarkan ]Iasalah Pada Materi Titrasi Asam Basa Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa HayatuzZakiyahl ,Adlim2 dan rMahasiswa
dan
2Dosen
A.Halim2
.
Program Studi Pendidikan IpA, pps unsyiah, Aceh t aru:zakia@ gnail. com
Kore s pondens
(Diterima: 20 luli2013. Disetujui: 15 September 2013. Dipublikasikan: oktober 2013)
Abstrak Penelitian ini merupakan studi pra-eksperimen melalui one group pretest-posttest clesign Tujuan penelitian untuk melihat bagaimana aktivitas kelompok ,riut urirr^, apakah ada peningkatan keterampilan generik sains, dan bagaimana respon mahasiswa terhadap p.n"rupun rirodel pBL.
Pengumpulan data menggunakan instrumen berupa lembar observasi at
data berupa angket
tanggapan mahasiswa diolah dlngun #"nggunakan persentase. Berdasarkan analisis data diketahui ada perbedaan yang signifikan traiit pretes"jan postes KGS setelah diterapkan -N-gctin model pembelajaran PBL. Berdasalkan terjadi piningkatan KGS pada semua inciikator. Peningkatan tertinggi pada pengamatan langsung danterendah iiferensi logika. naaa p"',gu-atan tak langsung, hukum sebab akibat, kerangka ioglta taat asas terjadi peningkatun dengan kategori sedang. Hampir seluruh mahasiswa memberikan tanggapan positif ternaaap penerapan model pBL.
Kata Kunci : Pembelajaran Berdasarkan, Masarah, Keterampilan, Generik, Sains
Abstract This study is a pre-experimental stucly design by one-group pretest-posttest design. is Research purposes to see how student activism, is there a generii ,ririrc skilfs improvrir'rt, ora no, tt response of students to the application of pnt midels. Dqta co,llection iistntments in the " fonn of sheets observe group activitie,i, multiple-ihoice test generic science skills as well as sturde:nt Jbedback questionnaires about the application of PBL moclels." subiects ieii students oy tlr, ,"iori semester of chemistry education. Actiu-ity data processed group oj tirrt oirervatio,s, the clata pretest ancl posttest processed using the average gain scores, while the data in the form oy ,iui"i.,t J.eedback questionnaires were processed usirtg a percentage. Basecl on the analysis of the data Jbund no significanr dffirences in pretest oni poixrrt ,rrilr, generic skilh teqriing ;;";;i after PBL' Based on the N-v,lue gaii "iiira science from pretest and normalizecl posxetrt ,t o,i"iin"'increasing generic science skills in all indicotors."The iighesl nr,gi1t if iir"rt obr"*ation wilh N-gain are moderate' the lowest increase wQs containecl on"the logic infereice. on indirect observatlion indicator, the law of cause and e.ffect, logic framework consisteit respec:t:i.vity-an increase in the aLmLount oJ.and as medium cqtegory. Atmost ail students ,rrpinara-forrrir" on the of pBL
'*;I:,
"iitir"ii""
Keywords: Problem, Based Learning, Generic, Science, Skills Copyright @ 2013 program Studi pendidikan IpA, pps Unsyiah
Hayatuz Zakitah; Itodel Pembelaiaran Berdasnrknn A.nnraInh pn.,t^
PENDAHULUAN Pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) adalah sn*tu 66dsl pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suafu konteks bagi rnahesisn'a mfuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta rmruk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Ronis. 2008). Keterampilan pemecahan masalah, pemikiran kritis dan pengembangan pembelajaran sangat diperlukan bagi mahasiswa untuk menghadapi masa depan yang nyata ses,ai dengan masalah yang
terdapat di lingkungan belajar maupun lapangan pekerjaan dan kemudian mampu menghasilkan solusi yang tepat untuk masalah tersebuL Beberapa penelitian tentang penerapan model PBL yang dilaporkan oleh Donnell dkk. (2W7) menemukan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah berhasil meningkatkan pengalaman belajar sebagai pengganti laboratorium tradisional pada mahasiswa dengan mata kuliah kimia
fisik. Akrno[lu dan Tandopan (2007) serta Lou dkk. (2011) mengemukakan bahwa model PBL telah terbukti dapat membantu meningkatkan sikap mahasisw4 prestasi dan hasil belajar. Penelitian yang sama telah dilaporkan oleh Yuen (2009) setelah melakukan penelitian tentang penerapan PBL selama 3 tahun, ia menyakini bahwa PBL dapat meningkatkan pengembangan pemikiran reflektif. PBL juga telah berhasil dilakukan dalam praktikum
laboratorium analisis pada pokok bahasan pemisahan campuran dan mampu meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi (Hicks dkk,2012). Ajai dkk. (2013)juga melaporkan bahwa model PBL mampu meningkatkan hasil belajar siswa SMA pada materi aljabar. Berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan dosen, asisten dan mahasiswa di lingkungan program studi pendidikan kimia FKIP Unsyiah bahwa selama ini kegiatan praktikum yang dilakukan masih menggunakan metode konvensional. Menurut Donell dkk. (2007) praktikum konvensional adalah suatu praktikum dimana mahasiswa mengikuti sejumlah prosedur eksperimental yang telah ditentukan selama waktu yang telah ditetapkan. Pemyataan ini diperkuat dengan penuntun praktikum yang digunakan dalam praktikum kimia larutan' Hasil wawancara dengan asisten bahwa selama ini mahasiswa melakukan praktikum sesuai dengan penuntun yang sudah ada. Praktikum metode konvensional menyebabkan keterampilan berpikir mahasiswa sangat terbatas, karena mahasiswa hanya dituntut untuk melakukan praktikum sesuai penuntun, dan kemudian menyiapkan laporan. praktikum konvensibhal mengakibatkan mahasiswa tidak memiliki pengalaman dan ilmu yang mendasar tentang apa yang dilakukan ketika praktikum kimia sedang berlangsung (Donell dkk, 2007). Mahasiswa tidak dituntut untuk melakukan percobaan yang didasarkan atas suatu masalah sehingga model praktikum konvensional mengakibatkan minimnya kreativitas dan keterampilan berpikir kimia. Salah satu tujuan yang diharapkan dari kegiatan praktikum adalah berkembangnya keterampilan berpikir kimia. Menurut Liliasari (2007) keterampilan generik kimia adalah kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan kimia yang dimilikinya, dan salah satunya adalah keterampilan generik sains. Menurut Khamsah (2004), kemampuan generik sains dalam pembelajaran IPA dapat dikategorikan menjadi 9 indikator yaitu: (1) pengamatan langsung; (2) pengamatan tak langsung; (3) kesadaran tentang skala besaran; (4) bahasa simbolik; (5) kerangka logika taat asas; (6) inferensi logika; (7) hukum sebab akibat; (8) pemodelan matematika; (9) membangun konsep. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti tentang indikator keterampilan generik sains diantaranya 2l Jurnal Pendidikan Sains Indonesia
(JpSI)
adalah Ikhsanuddin
dan Widhiyanri (2007) relah mengukur indikator pengamatan tak langsung, bahasa simbolik, hukum sebab akibat pemodelan matematik, serta membangun konsep dalam meningkatkan pemahaman konsep pada topik hidrolisis garam dan sifat
koligatif larutan. Novita dkk. (2012) ju-ea melaporkan hasil penelirian'tentang indikaror hukum sebab akibat dan membangun konsep dalam materi asam basa Arhenius untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa.
Menurut Sunyono (2009) kompetensi-kompetensi generik yang digunakan dalam memahami konsep dan menyelesaikan masalah formal digunakan juga dalam kegiatan melakukan percobaan IPA. Curuiculum Development Council di Hongkong mengidentifikasi 9 jenis keterampilan generik yang sangat penting dalam pendidikan, salah satunya adalah keterampilan pemecahan masalah (Yeung, 2007). Sangat banyak fenomena alam maupun peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi kimia dan bisa diangkat menjadi suatu masalah. Salah satunya adalah materi titrasi asam basa. Banyak dijumpai asam cuka yang dijual bebas tanpa diketahui secara pasti konsentrasinya. Begitu juga dengan obat maag yang beredar di pasaran, kadar basanya juga berbeda-beda. Hal ini merupakan suatu masalah yang bisa diangkat dan dijadikan sebagai kasus yang dapat diselesaikan melalui praktikum titrasi asam dan basa. Berdasarkan hubungan antara model PBL dengan keterampilan generik sains, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana implementasi model pembelajaran berbasis masalah pada materi titrasi asam basa untuk meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa program studi pendidikan kimia FKIP Unsyiah. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah aktivitas mahasiswa dengan penerapan model PBL? "Apakah penerapan model PBL mampu meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa?.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain o'one group pretestt-posttest design" dengan metode quasi ekspedr,re'n. Subjek penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan kimia yang mengambil mata kuliah dan praktikum kimia laruran di FKIP Unsyiah berjumlah 28 orang. Tahapan dal;',.: lenelitian dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap rnalisis data dan kesimpulan. Tahap persiapan penelitian meliputi studi pendahuluan, pe rie*rnbangan instrumen berupa lembar obser-vasi, soal tes KGS dan angket tanggapan mah;r . ir rva, dan validasi instrumen penelitian. Tahap pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tai'r:',rn yaitu pretes, pembelajaran, dan postes. Tahap ketiga penelitian yaitu tahap analisis [i , :i.{ap data serta menyimpulkan hasil analisis data. Instrumen yang digunakan dalam pen':;imbilan data berupa lembar observasi aktivitas kelompok mahasiswa yaitu perancangan pros"drrr praktikum, kualitas praktikum dan laporan praktikum, soal pretes dan postes keterampilan generik sains dengan lima indikator yaitu pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, hukum sebab akibat, inferensi logika dan kerangka logika taat asas dengan bentuk soal r,lihan ganda dengan lima alternatif jawaban dan angket tanggapan mahasiswa tentang F..,,,,:,,,i,:.;n model pBL dengan alternatif pilihan jawaban .,ya,, dan 'oTidak". Instrumen . r:-'. ligunakan disusun oleh peneliti. sedangkan untuk menguji validitas instrumen droitahsis oleh pakar, selanjutnya dilakukan uji coba soal tes KGS pada mahasiswa semester " " l'r'di Pendidikan Kimia. Data berupa skor dari lembar observasi Zakiyalt: Model Pembelaiaran Berdasarkan
parlo
, aktivitas kelompok mahasiswa dicari nilai dan diinterpretasikan. Data berupa skor pretes dan postes keterampilan generik sains diolah secara kuantitatif dan peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-gain). Hasil uji coba soal tes KGS diperoleh22 butir soal yang dinyatakan valid dari 30 butir soal yang diuji. Hhsil
reliabilitas tes keterampilan generik sains dengan menggunakan fuffius KR-20 menunjukkan bahwa soal tes dinyatakan memiliki reliabilitas dengan nilai q1 s*besar 0,67 dan termasuk kategori tinggi.Uji Hasil analisis uji daya beda soal tes diperole.} data 1 butir soal kategori jelek, 12 butir soal kategori kurang, 12 butir soal kategori cukup, dan 5 butir soal kategori baik. Hasil analisis tingkat kesukaran soal tes yaitu ada 13 butir soal yang termasuk kategori mudah, l1 butir soal kategori sedang, dan 6 butir soal kategori sulit.
uji
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Pelaksanaan Pembelajaran Model PBL Pada pertemuan pertama mahasiswa diberikan pretes untuk melihat kemampuan awal
tentang keterampilan generik sains, pembagian kelompok dilakukan berdasarkan IPK tertinggi sebanyak 5 orang dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 orang. Diberikan masalah yang berhubungan dengan materi titrasi asam basa yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu tentang kadar basa dalam obat maag dan kadar cuka dalam botol. Mahasiswa diminta untuk merancang prosedur praktikum dalam kelompok, dan selanjutnya melakukan praktikum sesuai dengan rancangan prosedur praktikum yang sudah dibuat' Adapun penilaian kelompok mahasiswa dalam model PBL terdiri dari 3 aspek yaitu rancangan prosedur praktikum, kualitas praktikum dan laporan praktikum. Nilai aktivitas mahasiswa dalam model PBL dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Nilai Aktivitas Ma asiswa dalam Kelompok PB
ffi t\0 1
2.
J. 4. 5.
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V
68,75
82,14
75,00
92,86
8t.25
85,7L
87,50 75,00
89,29 85,71
69,44 91.70 83,33
7) )) 1a'\n
75,30 86,52 83,43 83,00 77,64
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi untuk aspek penilaian rancangan prosedur praktikum yaitu kelompok IV dengan nilai 87,50, sedangkan untuk nilai terendah kelompok I 68,75. Aspek Penilaian kualitas praktikum dengan nilai tertinggi yaitu pada kelompok II sebesar 92,86 dan terendah kelompok I sebesar 82,14. Aspek penilaian laporan praktikum nilai tertinggi terdapat pada kelompok II sebesar 90,00 dan terendah kelompok I yaitu 69,44. Secara keseluruhan kelompok dengan nilai rata-rata tertinggi adalah kelompok tr dan terendah adalah kelompok L Rancangan prosedur praktikum mahasiswa kelompok fV memiliki persentase nilai tertinggi dengan rata-rata 87,50 dengan kategori sangat baik. Kelompok yang memiliki nilai terendah dalam rancangan prosedur praktikum adalah kelompok I dengan nilai
sebesar 68,75 dengan kategori cukup. Adapun tiap aspek yang
dinilai dalam rancangan prosedur praktikum adalah bagaimana mahasiswa merumuskan tujuan sesuai dengan permasalahan yang terdapat dalam LKM. men\llsun teori yang mendukung dengan metode yang akan dilakukan terhadap permasalahan. menentukan alat dan bahan, serta rancangan prosedur kerja yang akan dilakukan dan yang paling penting dalam tahapan model pBL adanya kerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah. Adapun aspek penilaian kualitas praktikum yang di nilai di antaranya adalah kerjasama kelompok saat praktikum, kedisiplinan, persiapan alat dan bahan, cara merangkai alat titrasi, melakukan titrasi dan melakukan percobaan secara keseluruhan. Kelompok yang memiliki nilai tertinggi pada aspek kualitas praktikum adalah kelompok II dengan nilai sebesar 92,86 pada kategori sangat baik. Kelompok I memiliki nilai terendah untuk kualitas praktikum sebesar 82,14 tetapi masih dengan kategori baik. Hasil pengamatan pada saat melakukan praktikum mahasiswa dalam kelompok II secara keseluruhan menunjukkan aktivitas yang sangat baik antar kelompok yaitu termasuk kerjasama dan kedisiplinan. Mahasiswa dalam kelompok menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan titrasi asam basa, selanjutnya merangkai perangkat titrasi dan melakukan percobaan titrasi asam basa. Aspek penilaian laporan praktikum terdiri dari beberapa aspek yang pertama tujuan, teori, alat dan bahan, prosedur kerja, hasil pengamatan, analisis data, pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka. Kelompok yang memiliki persentase nilai tertinggi yaitu kelompok II sebesar 9r,70' Adapun kelompok I memiliki nilai terendah untuk aspek laporan praktikum sebesar 69,44 dengan kategori cukup. Laporan praktikum merupukan salah satu karya yang dihasilkan melalui penerapan model PBL. Mahasiswa setelah melakukan praktikum titrasi asam basa diwajibkan membuat laporan praktikum perkelompok sebagai suatu hasil karya dalam penerapan model pBL.
b.
Peningkatan Keterampilan GenerikMahasiswa
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa nilai pretes indikator pengamatan langsung mahasiswa sebesar 40'04 dan rerata nilai postes lebih tinggi sebesar 70,09. Hasil postes setelah pembelajaran
memperlihatkan kenaikan rerata dari kedua nilai tersebut. Peningkatan keterampilan generik mahasiswa sebelum dan setelah pembelajaran tentu sangat erat kaitannya dengan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain). Persentase rerata nilai N-gain untuk pengamatan langsung sebesar 50,1f termasuk kategori sedang' Secara kuantitas nilai ini menunjukkan terjadi peningkatan. Dapat diketahui bahwa nilai rerata postes indikator pengamatan tak
langsung mahasiswa lebih besar dari nilai pretes yaitu 74,95. Hasil postes setelah pembelajaran memperlihatkan kenaikan rerata dari kedua nilai tersebut dengan rerata N-gain sebesar 32,3Io/o (kategori sedang). Keterampilan generik sains dalam hukum sebab akibat meningkat dari 40,75 pada saat pretes dan 62,95 setelah pembelajaran (postes). Persentase rerata N-gain sebesar 37,47oh dan
tergolong kategori sedang. Peningkatan keterampilan generik sains juga terjadi pada indikator inferensi logika mahasiswa yaitu 63,00 pada pretes dan pada postes lebih tinggi persentase sebesar 69,3g. rerata N-gain indikator inferensi logika sebesar 17,26oh dan tergolong kategori rendah. Secara
kuantitas terjadinya peningkatan keterampilan generik sains pada indikator inferensi logika, tetapi masih kategori rendah. Hasil yang berbeda didapatkan pada indikator kerangka logika
p--)--^-t-^.^
taat asas dimana terjadi peningkatan dan 39,41menjadi 58,46 dengan -\--gcin 3l,43oh dan termasuk kategori sedang.
Persentase
80.00
Nilai Keterampilan 6"n"ti1 $ains
70.00 (!
60.00
.!
50.00
r!
40.00
o o
30.00
z
20.00 10.00 0.00
Pengamatan
Tidak Langsung
:
i i
64.29
lwPostesl 1 . . ..t | ;:= N-Gain
It
I
70.09
75.82
so.rr
32.3r
Gambar 1. Perbandingan Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Setiap Indikator Keterampilan Generik Sains
diungkap 5 (lima) ketrampilan generik pada mahasiswa (a) setelah pembelajaran berlangsung, Keterampilan generik yang diungkap meliputi pengamatan langsung, (b) pengamatan tak langsung, (c) inferensi logika, (d) hukum sebab akibat dan (e) kerangka logika taat azas. Apabila dilihat secara individual dari 28 mahasiswa yang menjadi subyek penelitian, terdapat 2 mahasiswa tergolong mengalami peningkatan yang tinggi, 16 mahasiswa tergolong mengalami peningkatan sedang, dan ada 10 mahasiswa yang mengalami peningkatan rendah. Ini dapat diartikan ada 10 mahasiswa yang kurang mengalami peningkatan dilihat dari hasil pretes dan postes. Berdasarkan hasil
pada penelitian
ini
pretes keterampilan generik sains mahasiswa, diperoleh hasil tes sebelum penerapan model pBL sebesar 49,7 dan setelah diterapkan model PBL didapatkan nilai rerata postes sebesar 67,69. Berdasarkan analisis uji-t terhadap skor pretes dan postes didapatkan hasil t-hitung lebih besar dari t tabel seperti terteta pada tabel 2. Tabel2. Hasil
uji{
Postes
xKffit[-{i= 14,375
Pretes
10,928
$-
Skor Pretes dan Postes Keterampilan Generik Sains
**ifi[,rd.iffi
iru
$l
8,904 8,809
54
0,0001
0,00b1 < 0,05
Terdapat perbedaan yang
signifikan
Berdasarkan tabel2, maka didapatkan kesimpulan bahwa terjadi perbedaan signifikan terhadap keterampilan generik sains setelah diterapkan model PBL. Meningkatnya skor tes
akhir dikarenakan dalam model pembelajaran berdasarkan masalah mahasiswa diberikan
peluang dan kesempatan menemukan konsepnya sendiri dengan berinteraksi sesama teman dalam kelompok untuk mengamati setiap proses pembelajaran dengan kegiatan awal dalam merancang prosedur praktikum sampai melakukan kegiatan percobaan beidasarkan masalah. Pengetahuan mahasiswa yang ada tentang konsep materi titrasi asam basa dapat dibangun melalui praktikum berbasis masalah sehingga keterlibatan mahasiswa secara langsung dalam hal merancang prosedur praktikum akan meningkatkan keterampilan generik mahasiswa.
Hal sejalan dengan dengan pemyataan Sanjaya (2008) bahwa guru maupun dosen perlu membangun interaksi secara penuh dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai sarana untuk membangun konsep, pembelajaran berbasis masalah juga merupakan wahana untuk melatih kemandirian, mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas serta kepercayaan diri mahasiswa. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan penguasaan keterampilan generik sains calon guru kimia sampai pada tingkat pencapaian hatga N-gain kategori sedang, Indikator keterampilan generik inferensi logika memiliki harga N-gain terkecil dan berarti keterampilan generik ini belum berkembang dengan baik. Peningkatan keterampilan generik sains mahasiswa setiap indikator diuraikan sebagai berikut: Deskripsi peningkatan keterampilan generik pengamatan langsung berdasarkan data yang tertera pada gambar 1 untuk pretes didapatkan hasil sebesar 40,04 d,an postes sebesar :10,09. Berdasarkan hasil pengujian perbedaan skor N-gain yang dinormalisasi didapatkan hasil sebesar 50,11% dengan kategori sedang. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL yang diterapkan dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa pada indikator pengamatan langsung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh wiratama (2010), terjadi peningkatan indikator pengamatan langsung pada materi kesetimbangan kimia dengan N-gain sebesar 93,00o/o yang memiliki kategori tinggi. Hal ini sesuai dengan teori belajar vygotsky dan Piaget yang meyakini bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang, dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahamanu individu yang bersangkutan berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian membangun pengertian baru (Ibrahim dan Nur, 2000). Berdasarkan hasil pengujian perbedaan skor N-gain yang dinormalisasi didapatkan hasil sebesar 32,31% dengan kategori sedang. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL yang diterapkan dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa pada indikator pengamatan tak langsung, namun peningkatannya tidak terlalu berbeda jauh dengan kategori sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh sari (2010) tentang peningkatan indikator pengamatan tak langsung dengan penerapan media pembelajaran visualisasi pada materi hidrokarbon dengan N-gain sebesar 50,05o/o dengan kategori sedang. Hal ini membuktikan bahwa baik penerapan model maupun media dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan generik sains. Hal ini selaras juga dengan penelitian widhiyanti (2007) pada materi sifat koligatif larutan indikator pengamaran tak langsung dengan N-gain sebesar 58,00% termasuk kategori sedang. Iksanudin (2007) juga melakukan penelitian tentang indikator pengamatan tak langsung pada materi hidrolisis garam dengan N-gain kategori tinggi sebesar 79,00oh. Hasil yang berbeda didapat dari penelitian Wiratama (2010), yang melakukan penelitian tentang indikator pengamatan tak
ini
Hayatuz
p.-s-.^-1.^,.
langsung pada materi kesetimbangan kimia, didapatkan N-gain sebesar 70o dengan kategori rendah.
Hal ini berbeda signifikan dengan beberapa hasil penelitian 1.ang telah dilakukan. Indikator pengamatan tak langsung merupakan salah satu indikator )'ang mudah untuk dikembangkan. Dari hasil penelitian ini juga ditemukan pola yang sama dengan yang dikemukakan Brotosiswojo (2001) yaitu keterampilan generik untuk pen-qamatan langsung dan tak langsung. Keterampilan generik pengamatan langsung dan tak langsung termasuk kategori mudah dikuasai menurut kategori Brotosiswojo. Kenyataannya hasil penelitian ini adalah keterampilan generik untuk pengamatan langsung dan tak langsung masih kategori sedang dengan N-gain sebesar 50,10% dan 32,10oh. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL yang diterapkan dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa pada indikator hukum sebab akibat, namun peningkatannya tidak terlalu berbeda jauh dengan kategori sedang. Hasil penelitian ini sesuai seperti yang dikemukakan oleh Brotosiswoyo (2001) bahwa keterampilan generik hukum sebab akibat termasuk keterampilan generik dengan kategori sedang untuk dikembangkan. Hal ini juga sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan terjadinya peningkatan pada indikator hukum sebab akibat dengan N-gain kategori sedang. Hartono (2006) menyatakan keterampilan berpikir hukum sebab akibat berkaitan menghubungkan dua atau lebih hukum, teori, dan prinsip dengan suatu fenomena alam masih pada tingkat keterampilan berpikir dasar. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan peningkatan N-gain dengan kategori sedang diantaranya Iksanudin (2007) pada materi hidrolisis garam dengan rata-rata N-gain 4'1,00o/o. Widhiyanti (2007) juga melaporkan hasil
penelitian pada materi sifat koligatif larutan diperoleh N-gain sebesar 42,00o/o. HasiL penelitian Novita, dkk (2012) tentang penerapan model problem solving pada materi asam basa Arhenius diperoleh N-gain sebesar 32,00o/o termasuk kategori sedang. Penelitian pada indikator hukum sebab akibat juga dilakukan oleh Wiratama (2010) pada materi kesetimbangan kimia didapatkan N-gain sebesar 69,00oh' Bila ditiniau dari dari N-gain, keterampilan generik inferensi logika memiliki harga N-gain terkecil dari semua indikatoq-keterampilan generik sains yang dikembangkan, hal ini menunjukkan bahwa indikator inferensi logika belum terkembangkan dengan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiratama (2007) tentang indikator inferensi logika pada materi kesetimbangan kimia, didapatkan N-gain sebesar 13,00o/o dengan kategori rendah. Namun, hasil temuan juga sesuai dengan penelitian Saptorini (2008) bahwa indikator inferensi logika memiliki peningkatan paling rendah dengan model pembelajaran praktikum kimia analisis instrumen berbasis inkuiri dibandingkan dengan beberapa indikator keterampilan generik sains yang lainnya dengan harga N-gain sebesar 40,00%. Temuan ini sesuai dengan Brotosiswojo (2001) yang menempatkan inferensi logika termasuk sulit terkembangkan, sebab inferensi logika tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan, karena dalam pretes diperoleh nilai rerata sebesar 63,00 setelah diterapkan model pembelajaran PBL hasil yang didapatkan sebesar 69,38. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya terjadi peningkatan sebesar 6,38. Berdasarkan hasil pengujian perbedaan skor N-gain yang dinormalisasi didapatkan hasil sebesar 37,47o/o dengan kategori sedang. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model
pembelajaran PBL yang diterapkan dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa pada indikator pengamatan tidak langsung, namun peningkatannya tidak terlalu
berbeda jauh dan kategori sedang. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) tentang peningkatan indikator pengamatan tak langsung dengan penerapan media pembelajaran visualisasi pada materi hidrokarbon dengan N-gain sebesar 47,40oh dengan kategori sedang. Hal ini membuktikan bahwa baik penerapan model maupun media dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan generik sains. Wiratama (2010) juga melakukan penelitian tentang keterampilan generik sains pada materi kesetimbangan kimia, pada indikator kerangka logika taat azas didapatkan N-gain paling tinggi sebesar 93,00o/o. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa aktivitas kelompok mahasiswa dengan penerapan model PBL menunjukkan rata-rata dengan kategori sangat baik dan baik. Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah mampu meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa dengan indikator pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, hukum sebab akibat, inferensi logika, dan kerangka logika taat azas. Peningkatan keterampilan generik sains tertinggi terjadi pada indikator pengamatan langsung dengan kategori sedang. Peningkatan terendah terjadi pada indikator inferensi logika dengan kategori rendah. Model Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran dan mendapat tanggapan yang positif dari mahasiswa karena dari analisis data angket hampir seluruh mahasiswa setuju dan senang dengan penerapan model PBL pada mata kuliah dan praktikum kimia larutan.
UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan I dan II Bapak Prof. Dr. Adlim, M.Sc dan
yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing
Dr.A.Halim, M.Si. Ucapan terimakasih juga diberikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa tenaga maupun sumbangan pemikiran hingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. J
DAFTAR PUSTAKA Ajai, T.J, Imoko, B.I., dan O'kwu, E.I.2013. "Comparison of The Learning Effectiveness of Problem-Based Learning (PBL) and Conventional Method of Teaching Algebra". J ournal of Education and p ractic e. 4( 1 ) : 1 3 I - 1 35. Akrno[lu, O dan Tandofan R.O.2007. "The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students'Academic Achievement, Attitude and Concept Learning". Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3(1):71-81. Brotosiswoyo, B. S. 2001. Hakikat Pembelajaran Sains di Perguruan Tinggi Fisika.Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan Pengembangan Aktivitas Instruksional
(PAU-PPAI) Dirjen Dikti.
De Rijdt, C.2jlz."Rigorously Selected and Well Trained Senior Student Tutors in problem Based Leaming: Student Perceptions and Study Achievements". Journal
Instructional Science. 40(3): 397 _4ll.
Hayatuz Zakh'ah: Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada...................
19
.a
Donnell, C. Mc, Connor, C. O',dan Seery, M. K.2007." Deielop'rng Pi:ctical Chemistry Skills By Means Of Student-Driven Problem Based L.'arni-ng \Iini-Projects". Chemistry Education Research and Practice. S(2): 130-li9, Downing, K. 2010. "Problem-Based Leaming and Metacognition". -1s. J. Erl:tcation & Learning, l(2) :75-96. Gwee M. 2009."Problem-Based Learning: A Strategic Learning System Desi-un For The Education Of Healthcare Professionals in The 21ST Cenrury-". The Kaohsiung Journal of Medical Science,25(5): 231-239.
Hartono. 2006. "Pembelajaran Fisika Moderen Berorientasi Kemampuan Generik". Disertasi tidak diterbitkan. Bandung : SPs UPI. Hicks, M., Reid, I. & George, R. 2009. "Enhancing Online Teaching: Designing Responsive Learning Environments". The International Journal for Academic Development.
6(2),143-151. Iksanudin. 2007 . "Pengembangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Topik Hidrolisis Garam". Tesis tidak diterbitkan. Bandung: SPs UPI. Jeong-So, H, dan Kim, B. 2009. "Learning About Problem Based Learning: Student Teachers Integrating Technology, Pedagogy and Content Knowledge". Australian Journal
of Educational Technology. 25(I) :
101 -1 16.
Khamsah, M.2.2004. Developing Generic Skills in Classroom Environment: Engineering Student's Perspective, (Online), (http://Web,ctl.utm.my. diakses 12 Desember
20t2) Liliasari. 2007. Scientffic Concept And Generic Sciente Skill Retationship in the 2l't Century Science Education, (Online), (http://file.upi.edu/ diakses 30 Juli 2012). Lou, S.J, Shih, R.C, Diez, C. R, dan Tseng, K.H. 2011. "The Impact of Problem-Based Learning Strategieson STEM Knowledge Integration and Attitudes: an Exploratory Study Among Female Taiwanese Senior High School Students". Inte rnational J ournal Tec hnolo gy Educ ation. 21 (3) :19 5-21 5.
.
Ronis, D. L. 2008. Problem Based Leraning for Math & Science. Corwin Press: USA. Sanjaya,W. 2008. " Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan". Jakarta: Kencana.
Saptorini. 2008. "Peningkatan Keterampilan Generik Sains Bagi Mahasiswa Melalui Perkuliahan Praktikum Kimia Analisis Instrumen Berbasis Inkuiri", Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 2(1): 190-198. Sari, P. A. 2010. "Penerapan Media Visualisasi Hidrokarbon untuk Meningkatkan
Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa". Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPS UPI.
Novita, E, Fadiawati, N, Rudibyani, R. B, Efkar, T. Z0l2. "Efektivitas Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Asam-Basa Arrhenius Untuk Meningkatkan Keterampilan
l0l Jurnal Pendidikan $',i4s Indonesia (JPSI)
Siswa SMA dalam Membangun Konsep rlen Hukum Sebab Akibat,,. Tesis tidak diterbitkan tsandung : Sps tIpI.
Widhiyanti, T' 2'"r'n "Pengernbangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa SMA ' r''r; -''up.il'" {-':r Kil -,ltif l-arutan-. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Sps UPI. Wiratama, B.S. *iirJ?" "Fengembangan Keierampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Topik Kesetimbangan Kimia". Tesis tidak diterbitkan, Bandung: Sps UPI. Yuen, L.A dan , ,r,n, l-.
2[Jtr 1.,,A {]oi::..,::--::on of Students, Reflective Thinking Across Different Years i* Fluu,;r,,-.iased Learning Environmen t,. Journal ^ 39, 171-lgg. Instruiliona.l. Scienre. i8):
" embelaj
aran
B erdas
arkan Mas alah pada... ...... ... ... ....
I
1
I
Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Melalui Model Pembelajaran chitdren Learning in science (CLIS) Berbasis simulasi Komputer pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis Hendri Saputral, A.Halimz, Ibnu Khaldun2 lMahasiswa dan 2Dosen Program Studi Pendidikan IPA, PPs Unsyiah' Aceh Ko re sp ondensi: hendriandeskoba@ gmail' com
(Diterima: 20 Juli 2013. Disetujui: 15 Septemb er 2013. Dipublikasikan: Oktober 2013)
Abstrak Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana model
pembelajaran CLIS berbasis Simulasi
dinamis' Komptfter dapat mengurangi k,ititas miikonsepsi siswa pada pembelajaran listrik listrik praktikum LKS pemielajaran CLIS uJrbasiJs;rzulasi kompttlzr dilakukan dengan pengerjaan Kit DC Construction dinamis yang dikerjakan dengan rn"nggnnikun bantuan software Phet Circuit desain only. v.Lto{e p"n"iitiun yanf aigunatan dalam penelitian ini yaitu pre exsperimental_9:lgun ,,one-group pretest ond posltrrt-desain. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas Xdi salah satu SMA;i Iiubrrput"n A"eh Barut Daya dengan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan yang berjumlah 30 tertentu Qturpisive sampling). Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas X IA1 melalui tes diperoleh penelitian orang, teraiii aari l0'orang Pria dan 20 orang Wanita. Data yang terjaring siswa dengan p"ng-uuruun konsep pada materi listrik dinamis serta hasil wawancara Penurunan soal. 24 item misfonsepsi. Tes yang digunakan berbentuk pilihan berganda sebanyak nilai kuantitas miskonsepsisiswa diketahui dari nilal selisih nilai persentase hasil pretest dengan uji t menggunakan dengan ditentukan persentase hasil pisttest yang signifikansi penurunannya pokok bahasan pada miskonsepsi pengurangan t"rpurung*. Dari hasil penetitian diketahui terjadi listrik dinamis sebesar 42,65oh dari sebelumnya55.60oh, dan hasil uji t dengan menggunakan SPSS 16 pembelajaran CLIS dengan nilai (sig = 0,00) < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model siswa pada miskonsepsi kuantitias mengurangi berbasis simulasi komputer secara signifitan dapat pokok bahasan listrik dinamis.
Kata Kunci; Miskonsepsi, Model Pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer' Abstract This res.earch is aimed to find out how far CLIS computer based simulation learning model can reduce studenis' misconception quantity on dynamic electrical learning. CLIS computer bqsed simulation learning wos carried out by doing dynamic elecrical practicum on worksheet using the help of Phet Circuit Construction Kit DC Onl1, ioftware. The method used in this research is pre experimental with one-group pre test and post test design. The research subiect wqs students of class X in one of the senior nign siniob in Aceh Barat Daya regency by using purposive sampling technique. The sample data was the itudents of class XIAI by the number of 30, consist of 10 girls and 20 girls. The research students with interview and subiect electrical dynamic were gained throigh concept mastery test on who showeil the misconception. The test was done in form of multiple choice with 24 q-uestions. The reduction of students' miiconception quantity was recognized by the dffirence of students' pre-test and post-tist score percentage-where- the reduction was detetmirued using paired T test. From the reseirch resut, it is-known tiat misconception reduction on dynamic electrical subject is 42,650/o out
i test using SPS,S 16 is (sig = 0,00) < 0,05)' ,This reseach learning model cun significantly reduce students' simulation result shows that CLIS computer based subiect' misconception quantity on dynamic electrical
of
55,60% previously and the result
of
Keyword: misconception, CLIS computer based simulation leatning model Copyright @ 2013 Program Studi Pendidikan IPA' PPs Unsyiah
l2l Jurnal Pendidikan Saiw Indonesia (JPSI)
PENDAHULUAN Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihali.
salah satunya
dengan memperhatikan konsepsi awal siswa sebelum memasuki suatu materi pembelajaran. Siswa memasuki pembelajaran baru di SMA tidaklah berbekal dongan kepala kosons. namun dengan berbagai pengetahuan yang sudah didapatkannya sewaktu masih duduk di bangku SlIp
bahkan pengalamannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan awal siswa dapat berupa pengetahuan yang sudah sesuai dengan pengetahuan yang akan dipelajari, bisa ju_ea berbeda sama sekali.
filosofi adanya pengetahuan awal siswa (prakonsepsi) dapat dijelaskan den_san filsafat ini menjelaskan hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi (Suparno dalam Sumadji dkk., 1998). Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan yang sudah dimiliki guru fisika tidak dapat begitu saja dipindahkan atau dituangkan dalam otak siswa. Pengetahuan hanya dapat ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksi sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri. Banyaknya siswa yang salah memahami dan mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya sehingga menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa. Suparno (dalam Sumadji dkk., 1998) miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah. Sementara itu Novak (1985) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Lain lagi menurut Brown (1989;1992) menjelaskan miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif, dan mendefinisikan sebagai suatu gagasan yang tidak cocok dengan konsepsi ilmiah. Sementara Fowler (dalam Sumadji, 1998) menjelaskan dengan lebih rinci, dengan memandang miskosepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan Secara
kontruktivis. Filsafat
hubungan herarkis konsep-konsep yang tidak benar. Selain dari prakonsepsi, menurut Suparno (dalam
dkk', 1998) miskonsepsi yang terjadi pada siswa ini disebabkan oleh beberapa f'aktor diantaranya (1) situasi siswa meliputi (gagasan asosiatif; intuisi yang salah; memandang benda dari pandangan manusiawi; pengalaman; ketidak terbukaan siswa; dan minat belajar yang rendah); (2) buku teks; (3) penggunaan metode mengajar; dan (4) kontek. Sumadji
Usaha mengatasi miskonsepsi siswa dalam fisika telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti' antara lain dengan menggunakan strategi konflik kognitif (Kang, 2010; Kurniadi, 200g); penggunaan analogi (Suparwoto, 1999); model pembelajaran perubahan konseptual dengan empat tahapan (Qahk, 2008); Model peta konsep dan eksperimen (Wilanrara,20o3): dan penggunaan media
simulasi komputer (Mardana, 2004; Mursalin,20Il). Walaupun upaya mengatasi miskonsepsi terus saja dilakukan oleh para peneliti, namun demikian masih saja ditemukan beberapa siswa yang masih mempertahankan miskonsepsinya setelah diterapkan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa miskonsepsi yang dialami siswa secara umum bersifat resisten dalam pembelajaran serta tahan terhadap perubahan. oleh karena itu, diperlukan strategi konflik kognitif untuk
menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa. Salah satu model pembelajaran yang cocok diterapkan untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa adalah model pembelajaran perubahan konseptual dengan
CLIS.
Model CLIS merupakan model pembelajaran yang berusaha mengembangkan ide-ide atau gagasan-gagasan siswa tentang suatu masalah dalam pembelajaran serta merekonstruksinya berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan (Widiyawati dkk., z0l}). Menurut Diana (2010) model CLIS terdiri atas lima tahap utama, yakni (1) orientasi atau orientation;(2) pemunculan gagasan atau elicitation of ideas; (3) penyusunan ulang gagasan atav restructuring of iclects; (4; penerapan gagasan atau application of idea; dan (5) pemantapan gagasan atatt review change in ideas. Hasil penelitian Tomo (dalam Johar' 1997:4) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran perubahan konseptual dengan CLIS dapat meningkatkan perubahan konsepsi siswa secara bervariasi pada pokok bahasan cahaya. Model pembelajaran perubahan konseptual tidak hanya dapat mencegah miskonsepsi, tetapi juga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa (Kocakolah, 2010).
Hendri Saputra: (Jpaya Mengatasi Miskon.sepsi Slswa....... ll3
Materi listrik dinamis adalah salah satu materi pembelajaran frsrka 1-an-e bersifat abstrak dan sukar dipahami oleh siswa. Menunurut Salam (2010) saat ini ilrnu flsika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sukar dipahami oleh peserta didik- diperi'rkan penjelasan pada tingkat visualisasi guna meningkatkan penguasaan konsep siswa. Unnrli iru diperiukan suatu pendekatan pembelajaran dalam bentuk simulasi komputer supaya -grnudahkan sisu.a dalarn memahamikonsepkonsep fisika yang bersifat abstrak. Hasil penelitian Mardana (200-tt menunjukkan bahwa penerapan simulasi komputer dalam pembelajaran fisika telah dapat membanru sisu'a mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap konsep-konsep fisika dibandingkan model instruksional biasa. Penelitian yang serupa juga dilakukan Salam dkk. (2010) menemukan bahrva (1) pembelajaran berbasis Virtual Lab dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasisu'a pada topik listrik dinamis, (2) metoda pembelajaran Virtual Lab dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi keterbatasan peralatan praktikum, (3) mahasiswa memberikan respons baik terhadap pembelajaran berbasis Vifiual Lab. Untuk itu diperlukan suatu upaya mengembangkan model pembelajaran mengatasi miskonsepsi siswa.
Salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan adalah model pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer.
METODELOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental design. Preexperimental design adalah penelitian yang dilaksanakan pada satu kelompok siswa (kelompok eksperimen) tanpa ada kelompok pembanding atau kelompok kontrol (Sugiyono, 20II). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-posttest design yaitu perlakuan yang diberikan pada suatu kelompok eksperimen, dan kemudian diamati pengaruh dari perlakuan tersebut (Arifin, 20ll:77). Skema model one group pre-test and post-test design (Suparno, 2010:140) adalah seperti berikut:
Or-+X -+O, 01 adalah tes yang diberikan sebelum perlakuan, 02 adalah tes yang diberikan sesudah perlakuan, dan X adalah perlakuan (treatment).
Tabel 1 Skala CRI dan Keterangannya iSG*'Id
0 1
2 J
4 5
ff.rrtetra ' J,
i:
"t
Yi
\l qnswer guessed (menebak) Totally Almost guess (hampir menebak) Not sure (iawaban ragu-ragu) Sure
(vakin) Almost certain (iawaban hamnir oasti)
Certain (Jawaban pasti)
lil$
kN t\\i,,i.,-..,+=:1,.*R*.te-thU[an
Jika meniawab soal 100% ditebak Jika dalam menjawab soal tebakan antara'7 5o/o-99o/o Jika dalam menjawab soal tebakan antara 50oh-7 4o/o Jika dalam menjawab soal tebakan antar a 25oh -49oh Jika dalam menjawab soal o/o -24o/o teb akan antar a I Jika dalam menjawab soal tebakan sama sekali (07o)
presentase unsur presentase unsur presentase unsur presentase unsur
tidak ada unsur
(Sumber: Tayubi,2005)
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di salah satu SMA di Kabupaten Aceh Barat
Daya. Teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu Qturposive sampling), dengan l4l Jumal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI)
n ru at m
F
n n L n ;.
alasan tidak mungkin merubah keadaan kelas yan-e sudah ada, dan berdasarkan rekomendasi dari guru
fisika serta Kepala Sekolah. Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas X IA1 yang berjumlah 30 orang terdiri dari 10 orang pria, dan 20 orang wanita. Pengumpulan data dilakukan melalui instrumen penelitian berupa tes diagnostik dalam bentuk pilihan ganda yang dibubuhi skala CRI pada setiap item soal dengan tujuan untuk membedakan jawaban siswa yang paham konsep, tidak paham konsep dan miskonsepsi. Berikut ini adalah skala CRI beserta dengan keteranganya.
Kategori konsepsi siswa pada setiap item soal tes diagnostik, penulis membedakan dalam empat katagori dengan merujuk pada Hasan (1999), yaitu paham konsep, miskonsepsi, kurang pengetahuan dan pemilihan jawaban secara menebak. Penentuan konsepsi siswa ditentukan berdasarkan petunjuk dalam tabel di bawah ini.
n t.
Tabel2 Kriteria Konsepsi Siswa Berdasarkan Skala CRi
L
s
i si
,fi*{t-erid$a*.ffiE*':i
CRXiirEfi.ddh:,{<15}
Jawaban benar
Jawaban benar tapi CRI rendah berarti tidak tahu konsep (/rlcfty guess)
Jawaban benar dan CRI tinggi berarti menguasai konsep dengan baik
Jawaban salah dan CRI rendah
Jawaban salah tapi CRI tinggi berarti
Jawaban salah
berarti tidak tahu konsen
efiI'=iiil"i'lir.{>
teriadi miskonsepsi
(Sumber: Hasan, 1999)
Pengurangan miskonsepsi siswa dilihat dari selisih jawaban hasil posttesr dengan jawaban hasll pretest, jika nilai selisihnya mines (-) menunjukkan adanya pengurangan miskonsepsi. Untuk melihat pengaruh perlakuan dianalisis dengan menggunakan uji t berpassangan (pairett sampel test). Uji t berpasangan Qtaired sampel t-test) ditak:ukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan secara signifikan untuk sebuah sampel dengan subjek yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan yang berbeda (Najmah, 20ll). Pada uji t ini tidak dilakukan uji homegeniras dan normaliras, dengan alasan untuk sampel yang berkolerasi (berpasangan) tidak dilakukan uji homogenitas varians (Guiford dalam Johar, 1991). Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan teknik pengolahan menggunakan Exel dan Program SPSS for Win4ows versi 16.0
Adapun langkah-langkah pembelajaran CLIS dengan simulasi komputer pada pembelajaran
listrik dinamis sebagai berikut: l. Fase 1 Orientasi, guru memberikan pengenalan awal terhadap pembelajaran listrik dinamis melalui kegiatan demontrasi Phet simulation sertamemberikan soal pretest. 2' Fase 2 Pemunculan ide, guru menyuruh siswa untuk memperhatikan kembali jawaban pretest yang telah dijawab sebelumnya.
3.
Fase
3
Penyusunan Ulang ide terdiri dari klarffikasi icle; memunculkan situasi konflik; membangun ide baru; dan mengevaluasi itle baru. a. Pada tahap klarifikasi ide, siswa didorong untuk bertukar gagasan memjawab kembali soal pada tahap pemunculan ide serta menulis jawaban hasil diskusi pada LKS yang telah disediakan.
b. Memunculknn situasi konflik, guru meminta siswa untuk membandingkan jawaban yang dituliskan oleh guru dengan jawaban siswa pada tahap klarifiknsi ide. Hal ini dimaksudkan untuk melihat ada tidaknya perbedaan konsepsi awal siswa dengan konsep ilmiah, dan sekaligus agar siswa mau memikirkan atau mengkaji apa yang belum diketahuinya.
c. Membangun ide baru, siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan yang berhubungan dengan pembelajaran listrik dinamis, dan diperlukan LKS untuk mendukung kegiatan ini.
Hendri Saputra: Upaya Mengatasi Miskonsep^ri Srswa.......
l15
7
d. Evaluasi ide, siswa diberi kesempatan untuk mempresentasil:-n
--.: :'tr:,:t.r;:t
4.
vang telah dilkukan bersama dengan teman-kelompoknya. Fase 4 Penerapan ide, pada tahap ini guru meminta siswa untuk mem:;riri\;: hr.rl percobaan yang dilakukan bersama teman-teman kelompoknya dengan jarvaban.rrr.-ij '::eLun.nra. Setelah itu, siswa diberi kesempatan untuk menjawab soal pretest melalui keg:ai;r ekrrerirnen berbasis
5.
simulasi komputer. Fase 5 Review perubahan ide, gr,xu memberikan koreksi dan pen-uuaia:r dersm rnenggunakan slide power point, agar seluruh permasalahan yang dikemukakan dalam kegiatal :Lrperimen, dan diskusi dapat terselesaikan secara tuntas sesuai dengan tujuan pembelajaran
rar"
dringrnkan
HASIL PENELITIAN Profil Miskonsepsi Hasil Tes Diagnostik Pembelajaran listrik dinamis dibagi dalam 6 subpokok bahasan, yaitu alat ukur listrik, hukum Ohm, hukum Kirchoff, rangkaian seri, rangkaian paralel, energi dan daya listrik. Setelah menganalisis
jawaban pretest maupun jawaban posttest dan mengkategorinya menjadi beberapa kriteria, di antaranya tidak paham konsep, paham konsep, miskonsepsi, dan jawaban siswa yang menjawab secara menebak, maka akan diperoleh data persentase miskonsepsi siswa pada setiap item soal tes diagnostik pembelajaran listrik dianamis. Pengurangan kuantitas miskonsepsi siswa setelah mendapatkan pembelajaran CC dengan
CLIS berbasis simulasi komputer pada setiap item soal dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
abel 3 Persentase Misk
Hasil Pretests dan Posttest
'N6 1
Subkonsep Listrik Dinamrs rillidtbs
Alat ukur listrik
2I 8, 10, 15,
U'u*dttii$[
:lllVnffi.ii:
*[.%
53.33
13.33
-40.00
65.83
15.00
-50.83
46.67
15.83
-30.83
48.15
1.50
-41.25
3
Hukum Ohm hukum Kirchoff
4
Rangkaian seri dan paralel
5.1. t2. 20 3,4.9.14. 18, 19,22,23
5
Energi
))a
68.33
16.67
-5r.67
6
Daya listrik
1,6, 11, 13, 16
50.67
9.33
55.60
12.94
-41.33 -42.65
2
Nilai Rata- Rata
17
(Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti)
Tanda mines (-) menunjukkan adanya pngurangan miskonsepsi siswa setelah mendapatkan pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer. Data dari Tabel di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti yang ditunjukkan di bawah ini.
16l
Jurrnl Pend.idikan Sairc Indonesia (JPSI)
Penurunan Kuantitas Miskonsepsi Pada setiap sub pokok Bahasan n
80.00
h
70.00
s
60.0G
i
53.33 46.67
$ 4o.oo
5o.oo
5 T g
68.33
65.83 48.75
50.67
w W W *ffi
30.00 20.00 10.00
Wuo
0.00
Wry Alat
ukur
listrik
Hukum ohm
hukum Rangkaian Energi
kirchoff
%
Pretest
;r:
Posttest
daya listrik
seri dan
paralel t
Gambar 1. Persentase Pengurangan Miskonsepsi Pada Setiap Sub Konsep Listrik Dinamis
:
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 1 di atas terlihat bahwa miskonsepsi sebelum treatmenl dengan nilai rata-rata miskonsepsinya sebesar 55,60%, dan setelah treatment miskonsepsinya berubah
menjadi 12,940 dengan rata-rata pengurangan miskonsepsi sebesar -42,650/o. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji t berpasangan (paired sample test) d,engan nilai signifikan 0,00 di bawah nilai
probabilitas 0,05 (sig 0,00<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa model pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer secara signifikan dapat mengurangi kuantitas miskonsepsi siswa pada pokok bahasan
listrik dinamis.
Miskonsepsi Hasil Wawancara Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui gambaran miskonsepsi yang dialami oleh siswa terhadap konsep listrik dinamis. Sebelum melakukan wawancara, penulis memberikan soal pretest kepada siswa, kemudian dianalisis hasilnya dan diambil sebanyak 5 orang responden yang persentase miskonsepsinya tinggi. Soal yang digunakan dalam wawancara ini adalah soal pretest sebanyak 24
item soal. Target dari wawancara ini adalah untuk mengetahui konsepsi awal siswa dan alasan siswa memilih jawaban yang miskonsepsi. Berikut adalah gambaran miskonsepsi siswa hasil wawancara soal pretest konsep
listrik dinamis.
Tabel 4 Profil Miskonsepsi Siswa Hasil Wawancara ,S,...4$Fo.h$ft
Alat Ukur Listrik
2. Hukunr {)hm dan Hukum Kirchoff
3. 4. 5. 6.
meter dan volt meter sama-sama diserikan den Hambatan listrik bergantung pada besarnya kuat arus listrik yung mengalir Jika saklar ditutup, arus listrik tidak mengalir Tegangan listrik pada kedua ujung saklar akan bernilai nol pada saat saklarnya dibuka Hambatan listrik mengalir dalam suatu rangkaian Lampu yang dekat dengan sumber tegangan akan menyala lebih
Hendri Saputra: Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa....... ll7
7. J
4
Rangkaian seri dan rankaian paralel
Energi dan Daya
Listrik
8. g.
Rangkaian seri memiliki energi dan dal'a lisu-rli lang paling besar jika dibandingkan dengan rangkaian pararel Baterai yang disusun secara paralel, lampunla akan menyala lebih teransi. l:fSrrrl}fl{arr flgrlllganti pada rangkaian seri dan paralel adalah sarpa
lI72'*'
''
10.
Fi-tl
11.
B"terai yang disusun secara paralel mempunl'ai energi listrik paling
9
besar
t2. semakin besar tegangan yang diberikan' semakin kecil daya yang dihasilkan
Miskonsepsi yang dialami siswa pada konsep listrik dinamis sangatlah bervariasi, hal ini sesuai dikarenakan mereka menjawab soal berdasarkan pemikiran sendiri. Kalau pemikirannya tidak lima orang Dari siswa. pada diri dengan konsepsi ilmiah, maka akan menimbulkan miskonsepsi
responden yang penulis wawancarai, kelimanya mengakui bahwa mereka menjawab soal ini di berdasarkan pemikiran sendiri, dan pengalaman mereka ketika belajar listrik dinamis semenjak SMP.
DISKUSI HASIL Setelah diterapkan model pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer, konsepsi siwa dijaring melalui hasil posttesl. Seperti yang telah dibahas pada hasil penelitian sebelumnya bahwa rata-rata miskonsepsi siswa sebelum mendapatkan pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer sebesar 55,600/o, dan sesudah mendapatkan pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer miskonsepsinya berkurang menjadi 72,94o . Dari hasil pretest dan posttest dapat dikatakan secara keseluruhan terjadi pengurangan miskonsepsi setelah mendapatkan pemebalajaran CLIS berbasis simulasi komputer. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji t berpasangan Qtaired sample test) dengan
16 untuk mengetahui tingkat signifikasi penurunan miskonsepsi setelah mendapatkan pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer. Hasilnya didapatkan nilai
menggunakan SPSS
probabilitasnya (0,00) dibawah 0,05 (sig =0,00<0,05), artinya pembelajaran CLIS berbasis simulasi komputer secara lebih signifikan dapat mengurangi kuantitas miskonsepsi siswa pada pokok bahasan listrik dinamis. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kucakulah (2008) bahwa model pembelajaran perubahan konseptual dapat merubah miskonsepsi siswa pada rangkaian listrik.
Keunggulan dari model pembelajaran ini adalah karena rancangan pembelajaran bertitik tolak dari konsepsi awal siswa dan memposisikan siswa sebagai titik sentral dalam proses pembelajaran di kelas. Selain dari itu, salah satu tahapan model pembelajaran CC yang cukup menentukan adalah tahap pembukaan situasi konflik. Pada tahap ini diberikan contoh tandingan dengan tujuan untuk menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa. Jika siswa sudah menjadi ragu dengan kebenaran gagasannya, diharapkan mereka akan merekontruksi gagasan atau konsepsinya sehingga pada akhir proses belajar konsepsi awal siswa menjadi konsepsi yang sesuai dengan konsepsi ilmiah.
Dari hasil penelitian juga ditemukan beberapa siswa masih mempertahankan miskonsepsinya walaupun telah dilakukan pembelajaran. Beberapa miskonsepsi masih tetap ada dan bertahan pada diri (dalam siswa setelah pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Baser (2007) dan Clement (1987) pertiwi, 2012) menyatakan bahwa banyak miskonsepsi sulit untuk diubah, bersifat stabil, dan tertanam dalam domain kognitif serta miskonsepsi terus muncul bahkan setelah pendekatan pembelajaran yang benar telah diajarkan. Secara umum, ketidaksesuaian konsepsi awal siswa dengan konsepsi ilmiah disebabkan siswa
membangun pengetahuannya atas akal sehat saja, bukan dibangun berdasarkan metode ilmiah' l8l Jumal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI)
I |
Pengetahuan siswa berupa pengetahuan spontan tanpa perenungan yang lebih mendalam. Siswa akan
'
memiliki pemahaman yang berbeda terhadap peneetahuan tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannva. Konsepsi siswa siswa sering tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah, namun demikian jika guru tidak memperhatikan konsepsi awal siswa mengakibatkan munculnya kesulitan belajar berikutnva. Penulis menyarankan kapada guru-guru fisika untuk memperhatikan konsepsi dan prakonsepsi awal siswa sebelum pembelajaran dimulai. Selain itu kepada peneliti untuk melakukan penelitian yang sama pada materi lain yang banyak terjadi miskonsepsi sebagai bahan perbandingan dengan hasil penelitian ini; dan diharapkan kepada peneliti agar dapat melakukan penelitian dengan menggunakan kelas kontrol sehingga hasil penelitian ini bisa dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya.
It
i g
j
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan N{odel pembelajaran CC dengan CLIS berbasis simulasi komputer secara signifikan dapat mengurangi kuantitas miskonsepsi siswa pada pokok bahasan I istrik dinamis.
i
UCAPAN TERIMA KASIH Selama penyelesaian penulisan artikel ini, penulis mendapat bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Penulis mengucapkar rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Dr.Abdul Halim, M.Si dan bapak Dr. Ibnu Khaldun, M.Si selaku pembimbing tesis, serra bapak Dr. Suhrawardi Ilyas, M.Sc dan Bapak Dr. Nazli Ismail, M.Sc selaku penguji tesis yang relah banyak memberikan koreksi dan masukan-masukan yang membangun sehingga penulisan artikel ini menjadi lebih terarah.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, 2.2011. Penelitian Pendidikan Metocle
clan Paragdima Bant. Bandung; Remaja Rosdakarya
Brown. 1989. Student Concept of Force: The hnporlance Of Understanding Newton's Third Law. J o umal P hy s i cs Educat ion. (24) : 3 53 -3 57
1992. Using Examples and Analogis
to
Remidiate Misconception
In
Influencingconceptual change. Jurnql ofResearch In Science reaihing.29
physics. Factors
(l):lj-34
Calik, M. 2008. Combining Different Conceptual Change Methods within Four-Step Constructivist Teaching Model: A Sample Teaching of Series and Parallel Circuits. Internqtlonal Jottmal of Envirnmentql dan science education. 3
(3): 143_153
Diana, 2010. Upaya Meeningkatkan Prestasi Belajar IPA melalui penerapan Model pembelajaran cLrs (children Leaming In science) di SD Tanjungraja Semester Genap Tahun Ajaran 2010/2011. Tugas
Akhir
Jurusan
Ilmu Pendidikan universitas Tanjungraja.
ftttr:://**..pustaka.ut.ac.i,l/deu25lpclfugiding2/ihripa20l l40.pdt) Diakses tanggal 10 Mei 20t3 Fowler, dkk.
'
1987 Using Hierarchical Concepts/Proposition Maps to plctn Instruction That Addresses Exsisting and Potential Student Misunderstanding in Science. proceeding of the Second Internasional Seminar on Misconseptions and Educaiional Strategies in Science and Mathematics. Vol.l. Ithaca. Ny: Cornell University. 132_196
Hen"dri Saputra: tJpaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa.......
ll9
.r!!
Hasan,
S.,
Johar,
R. 1997. Penerapan Model Pembelaiaran
Bagayokoz, D. & Kelleyz. 1999. Misconceptions and the Cengrrr',' (CRI). Phys. Education. 34(5): 294-299
lf
Response Index
Perubahan Konsepnrii ci",r_san CLS pada Topik SMP Khadijah Surabaya .Tesis Tidak Dlterbitiian. Surabaya: Program Pendidikan Matematika IKIP Surabaya
Perbandingan di Kelas
II
Kang, H. 2010. Cognitive Conflict and Situational Interest As Factors Inlluenci,ng Conceprual Change. International Journal Of Envimmental And Science Educatiort.5t-1 t: 383--i05
Kurniadi, W. 2008. Mengatasi Miskonsepsi Dinamika dengan Konflik Kognitif \Ieialui Metode Demontrasi. Jurnal pendidiknn. l4(l): l-13 Kocakulah. 2010. Investigation Of Conceptual Change About Double-Slit lnterference In Secondary School Physics. International Journal Of Envirnmental And Science Educaion. 5(4): 435460)
I. B. 2004. Penerapan Strategi Pembelajaran Pengr,tbah Miskonsepsi dengan Model Simulasi Komptfier Berorientasi Konstruktivisme untuk Meningkntkan Minat, Hasil Belajar, dan Literasi Komputer Siswa. Jurnal pendidikan dan pengajaran IKIP Negeri Singamaraja No.2.xxxVII ISSN 021 5-8250
Mardana.
Mursalin. 2012. Model Diklat Penanggulangan Miskonsepsi Guru Fisika pada Topik Kelistrikan dan
Kemagnetan Melalui Simulasi Komputer. Disertasi UPI (repo sitory. upi. edu/tesi slist.php) diakses
:2012
tgl I 5 mar et 20 12
Najmah. 2011. Managemen dan Analisa Data Kesehatan Kombinasi Teori dan Aplikasi SPSS. Yogyakarta: Nuha Medica Novak, J. D. & Gowin, D. B. 1985. Leaming How to Leatn. Cambridge University Press.
Pertiwi, D. E. P. 2012. Penerapan Model Perubahan Konseptual dengan Menggunakan Prototype Media Berbasis Cmaptools (PMBCT) untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa SMP. Skripsi
Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidiknn Indonesia. ( hht
tp//www. r e p
o s i to
ry. up
i. e du
Tersedia
)
Salam, H., Setiawan, A. & Hamidah, I. 2010. Pembelajaran Berbasis Virtual Laboratory Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep pada Materi Listrik Dinamis. Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPfl Bcm&tng, Indonesia, 8- 10 Novemb er 2010 "
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidiksn. Bandung: Alfabeta Sumadji, Suparno, P. & Wilarjdjo,
L.
1998. Pendidiknn Sain yang Humqnistis. Yogyakarta: Kanisius
Suparwoto. 1999. Contoh dan Anlogi Sebagai Upaya Perbaikan Konsep Alternatif Pokok Bahasan Gerak dan Gaya Pada Siswa Kelas 1 SMU. Jurnalfisika Indonesia. Nomor 3 (11): 19-32
Tayubi, Y. 2005. Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI).
Artikel Upi Bandung. 3(XXIV): 4-9
Widiyarti, A., Widayanti & Winarti. Zol2.Pengaruh Model Pembelajaran CLIS (Children Leaming In Science) dalam Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Siswa pada Mata Pelajaran IPA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikm dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012
20lJurnal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI)
l. E. 2003. Implementasi Model Belajar Korwtruloivis dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau dari Penalarun Formal Siswa. Tesis Instilub Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Negeri singaraja program pascasarjana Agustus 2003
Wilantara'
tk
il
Metode Pembelajaran Eksperimen Berbasis Inliuiri Lnruk \Ieningkatkan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Generik Sains Siswa SMA Jon Darmawant, A.Halim2, dan Syabrun lMahasiswa
\ur-
dan 2Dosen Program Studi Pendidikan IP-\. PPs l- Lr',-':;r- .{--eh Ko repondensi
: darmawar
tbuch ori@ grnai
L
cc,i:.
(Diterima: 20 Juli 2013. Disetujui: 15 September2013. Dipubliliasikan: Oiccb:r 1013.t
Abstrak Pelaksanaan penelitian menggunakan metode the matching-only pretest-posnesr control group pada siswa SMA kelas XL Data dikumpulkan dengan menggunakan ujian pre dan pos terkait dengan pemahaman dan ketrampilan generic sains dan juga menggunakan angket untuk mengetahui respon sisswa terhadap penggunaan metode inkuiri. Hasil penelitian menunjukkan penambahnan hasil tes (Ngains) pemahaman konsep adalah 56.40% untuk kelompok eksperimen dengan katagori sedang dan 28.28o/o untuk kelompok control dengan kategori rendah. Persentase ketrampilan -eenerik sains tertinggi terjadi pada kelompok eksperimen pada indikator pengamatan lansung sekitar 87.50% dengan kategori tinggi. Persentase rendah ketrampilan generik sains kelas ekperimen pada indikator kerangka logic sekitar 33.54o/o dengan kategori rendah. Sedangkan Persentase ketrampilan generik sains tertinggi terjadi pada kelompok kelompok pada indikator pengamatan lansung sekitar 40.630/, dengan kategori sedang. Persentase rendah ketrampilan generik sains kelas kontrol pada indikator kerangka logic sekitar 14.38% dengan kategori rendah. Siswa memberi respon positif terhadap pelaksanaan eksperimen dengan berbasiskan metode inkuiri. Kesimpulannya pelaksanaan eksperimen berbasikan metode inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa dan ketrampilan generic sains meningkat secara signifikan dibandingkan dengan metode eksperimen verifikasi.
Kata kunci: Ikuiri berbasis inkuiri, pemahaman konsep, ketrampilan generic
sains.
Abstract The method used was a quasi experiment design with "the matching-only pretest-posttest control group" that was done in class XI in SMA students. The data was collected pretest and posttest for understanding science concepts and generic skills, observation sheet tc observe the enforceability study, the"questionnaire responses of students against methods of experiment inquiry-based learning. The result showed the average percentage N-gain understanding of the concept of 56,40'/o experiment group with the medium categoryt and 28,84% of control group with low category. The percentage of highest N-gain science generic skills experimental group occurred on indirect obsentations indicator of 87.50o/o with a high category and the lowest occurred in the indicator framework cowistent logic of 33.54o/o with the medium category. Wile the control group percentage of N-gain science generic skills highest in the indicator inference logic was 40.630/0 with the medium category and the lowest occurred in the indicator framework logic consistent at l4.3\o/o with a low category . Students give a positive response against experimental inquiry-based learning method. Concluded the experimental inquiry-based learning method can signfficantly fufiher improve the understanding of the concept of fluid statics and science generic skiLls of senior high school students compared learning method ve rffi cation expe riment.
Keywords: experiment-based inquiry, understanding of concepts, science generic skills Copyright @ 2013 Program Studi Pendidikan IPA, PPs Unsyiah
'i
I
l
m
TLtp
Ian )on
iNlan
ins
PENDAHULUAN Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 bahwa, pada tingkat SMA/MA pelajaran fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan k'emampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masaiah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Berdasarkan pertimbangan di atas, terlihat jelas bahwa tujuan pembelajaran fisika pada tingkat SMAA4A adalah sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir siswa. Kemampuan berpikir yang dimaksudkan disini adaiah kemampuan berpikir ilmiah dimana salah satu diantaranya adalah keterampilan generik sains.
)%
tor rik tor
Berdasarkan pengamatan langsung penulis di salah satu SMA di Kota Sabang, pemahaman konsep siswa sangat rendah. Hal ini terlihat dari kebiasaan siswa yang hanya mampu menghafal rumus fisika tanpa mengerti asal usul dan aplikasi rumus tersebut. Selain
lap
itu, nilai
)%
ten
ins
,ol 'or in' t-9.
rlt of or of
ic tst a
'ol
of td
ah
rata-rata siswa terutama pada materi fluida statis belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai rata-rata siswa pada materi fluida statis tahun pembelajaran 201012011 adalah 51, sementara nilai KKM 65. Rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep fisika dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah metode pembelajaran yang diterapkan guru tidak secara inkuiri ilmiah sesuai amanah Permendiknas nomor 22 tahun 2006. Guru cenderung menerapkan metode pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dimana metode pembelajaran tersebut masih tradisional atau mekanistik. Dengan metode pembelajaran tersebut guru lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill and practice, kemudian prosedur penggunaan rumus. Dengan demikian siswa tidak terbiasa memecahkan masalah terutama aplikasi konsep fisika yang terjadi dalam kehidupannya. Dengan kata lain, pemahaman konsep fisika dan keterampilan generik sains tidak terbangun. Oleh karena itu niiai rata-rata siswa terutama pada materi fluida statis perlu ditingkatkan dengan merubah metode pembelaj aran. Fisika merupakan pelajaran yang didasarkan pada pengamatan eksperimen sehingga pembelajarannyapun lebih sesuai jika menggunakan metode eksperimen. Banyak guru fisika menggunakan metode pembelajaran eksperimen, tetapi eksperimen yang dilakukan masih bersifat verifikasi yaitu membuktikan konsep atau prinsip yang telah dibahas sebelumnya. Eksperimen seperti ini persis seperti resep masakan yang tinggal mengikuti saja prosedurnya sehingga akan diperoleh bukti sesuai konsep dan prinsip yang telah dibahas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Darmawan (2012) pada salah satu SMA di Kota Sabang. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pembelajaran fisika menggunakan metode eksperimen masih sangat kurang. Selain itu kegiatan eksperimennya masih bersifat verifikasi, dimana guru tersebut beralasan bahwa kegiatan eksperimen yang dilakukan untuk membuktikan teori 1,ang telah dipelajari sebelumnya. LKS yang disiapkan oleh guru juga masih bersifat verifikasi.
Metode eksperimen seperti tersebut di atas sudah sesuai dengan karakteristik dasar fisika tetapi belum memenuhi amanah Permendiknas nomor 72 tahun 2006 dimana pembelajaran fisika di SMA dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu metode eksperimen ):ang bersifat verifikasi tersebut perlu dilakukan inovasi agar beriangsung dalam suasana yang bersifat inkuiri ilmiah (scientific inquiry). Metode pembelajaran eksperimen yang barlangsung dalam suasana inkuiri dinamakan metode eksperimen berbasis inkuiri. Dengan metode pembelajaran ini diharapkan terjadi peningkatan pemahaman konsep fisika siswa dan keterampilan generik sains karena sangat sesuai dengan anjuran Permendiknas nomor 22 tahun 2006 agar pembelajaran fisika berlangsung secara inkuiri ilmiah (scientffic inquiry). Penelitian yang relevan telah dilakukan sebelumnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Suma (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri lebih efektif daripada pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman konten fisika dan penalaran ilmiah mahasiswa calon guru fisika. Penelitian yang dilakukan oleh Suriyani (2012) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap keterampilan generik sains dan
hasil belajar siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Hidayar, dkk (2010) dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran IPA fisika dengan percobaan berbasis inkuiri terbimbing dapat menarik minat siswa untuk aktif selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian yang dilakukan Budiman (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran praktikum berbasis inkuiri lebih memotivasi siswa dalam pembelajaran juga dapat meningkatkan prestasi siswa lebih baik daripada pembelajaran praktikum verifikasi. Penelitian yang dilakukan oleh Saptorini (2008) menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran praktikum kimia analisis instrumen berbasis inkuiri mampu meningkatkan penguasaan keterampilan generik sains calon guru kimia sampai pada tingkat pencapaian harga N-gain kategori tinggi dan sedang.
Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA pada materi fluida statis. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA melalui penerapan metode pembelaj aran eksperimen berbasis inkuiri.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuasi. Eksperimen kuasi yang digunakan adalah desain "the matching-only pretest-posttest control group". Desain penelitian seperti disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Desain penelitian
Kelo bbk Prefest Perl uan E (Eksperimen) o X K (Kontrol) o C Sumber: Fraenkel, dkk (2012)
Posttest
o o
lasar nana
Keterangan:
rkan
O
satu
kasi niah
ruiri
X C
sika
kan rada
ilah kan dan
: Perlakuan terhadal, kelas eksperimen, yairu penerapan metode pembelajaran eksperimen
berbasis inkuiri. : Perlakuan terhadap kelas kontrol, yaitu penerapan metode pembelajaran eksperimen
bersifat verifikasi.
rkan rena
: Tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan generik sains.
Dalam penelitian ini digunakan instrumen yang dirancang untuk mengumpulkan data sesuai dengan desain penelitian. Instrumen tersebut adalah tes pemahaman konsep terintegrasi dengan keterampilan generik sains dan angket skala Likert untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri yang dilaksanakan. Guna memperoleh soal tes yang baik maka soal tersebut dinilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains sebelum dan se{elah kegiatan pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus:
lpat
uiri (Hake. 1999)
rpat kan
ran um ?an
Keterangan: Spr" Sposr
= Skor tes awal = Skor tes akhir
lpu ada
Gain ternormalisasi ini diinterpretasikan guna menyatakan peningkatan pemahaman konsep fluida statis dan keterampilan generik sains dengan kriteria sebagaimana Tabel Z
>de
berikut.
lan nrk ,1ui
Tabel 2.Kategori tingkat gain ternormalisasi
Batas*n
>0,7 0,3<< g)<0,7
<0,3
Katesori Tinssi Sedans Rendah
Sumber: Hake, 1999 en ,
Hasil perbandingan peningkatan pemahaman konsep fluida statis dan keterampilan generik sains kelas eksperimen dan kelas kontrol dihitung dengan menggunakan statistik parametrik jika berdistr:t.,rri normal dan non parametrik jika data tidak berdistribusi normal.
HASIL DAN PBMBAffiASAN Deskripsi Peningkatr.- Pemahaman Konsep Fluida Statis
Pencapaian rata-rata skor pretest, posttest, dan gain yang dinormalisasi (N-gain) dalam bentuk persentase untuk pemahaman konsep fluida statis pada kedua kelas penelitian seperti ditunjukkan gambar 1. Berdasarkan gambar I persentase rerata skor pretesl kelas eksperimen sebesar 38,10o/o dari skor ideal, sedangkan persentase rata-rata skor pretest kelas kontrol sebesar 37,10o/o dari skor ideal. Selanjutnya berdasarkan perolehan data persentase rerata skor posttesl trntuk kelas eksperimen sebesar l3,2|o/o dari skor ideal, sementara persentase rerata skor posttesr untuk kelas kontrol sebesar 55,16oh. Peningkatan pemahaman konsep siswa sebelum dan setelah pembelajaran sangat berkaitan erat dengan gain yang dinormalisasi (N-gain). Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa persentase rerata skor N-gain untuk kelas eksperimen sebesar 56,40o/0 dengan kategori sedang dan kelas kontrol sebesar 28,84oh dengan kategori rendah. Secara kuantitas peningkatan pemahaman konsep kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hasil uji-t menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai N-gain kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Artinya penggunaan metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep fluida statis dibanding metode pembelajaran eksperimen verifikasi.
t-I
70,00
x a. c) 6
60,00
tr
50,00
c
40,00
o (! E (! (! E
o 4
i I
80,00
-73;24
I 4
I t
38,10 .37_,I'"O_.....
30,00
#
Kelas Eksperimen
6
Kelas Kontrol
20,00 10,00 0,00 Pretest
Posttest
N-gain
I
Gambar 1. Diagram Perbandingan Rerata Nllai Pretest, Posttest, dan N-gain Pemahaman Konsep Siswa
Peningkatan pemahaman konsep menunjukkan bahwa nllai N-gain tertinggi terjadi pada kelas eksperimen. Hal ini sesuai dengan karakteristik metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri dimana siswa diwajibkan untuk merancang semua atau bagian dari prosedur eksperimen, memutuskan data apa yang akan diambil, dan untuk menganalisis serta menginterpretasikan data. Siswa akan menunjukkan rasa ingin tahu lebih banyak dan rasa tanggung jawab untuk eksperimen mereka sendiri yang mengarah pada peningkatan signifikan pemahaman konsep siswa. Indikasi tersebut sesuai dengan pendapat Hofstein & Lunetta (2004) yang menyatakan bahwa eksperimen berbasis inkuiri dapat memainkan peran penting dalam ilmu pendidikan. Hal ini disebabkan ada kebutuhan untuk melibatkan siswa dengan tindakan fisik dan negosiasi sosial dalam proses pembelajaran ilmu pengetahuan.
l
){-gain) :nelitian
Dengan demikian siswa lebih terlatih karena mengalami sendiri kegiatan ilmiah dalam proses pembelajaran.
39,100h
Deskripsi Peningkatan Pemahaman Konsep Berdasarkan sub Konsep Konsep fluida statis yang diukur dalam pemahaman konsep terdiri atas tiga sub konsep yaitu Tekanan Hidrostatis, Hukum Pascal, dan Prinsip Archimedes. perbandingan N-gain pemahaman konsep untuk setiap label konsep dapat dilihat pada gamb ar 2. Berd,asarkan gambar 2 menunjukkan bahwa persentase N-gain pemahaman konsep berdasarkan sub konsep tertinggi pada kelas eksperimen terjadi pada sub konsep tekanan hidrostatis sebesar 58,33o/o dengan kategori sedang dan terendah terjadi pada sub konsep Hukum pascal sebesar 38,lgyo dengan kategori sedang. Sedangkan pada kelas kontrol pemahaman konsep tertinggi terjadi pada sub konsep Prinsip Archimedes sebesar 3I,55o/o dengan kategori sedang dan terendah pada sub konsep tekanan hidrostatis dan Hukum Pascal sebesar 16,610/0 dengan kategori
)o/o
dari
k kelas r untuk sangat
bahwa ;edang
skatan
I
uji-t kelas
rimen nding
rendah.
Tingginya perolehan N-gain terjadi karena instrumen tes pemahaman konsep pada sub konsep tekanan hidrostatis dapat diamati melalui observasi pada saat kegiatan demonstrasi dan eksperimen' Kegiatan tersebut berlangsung dalam metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri. Selain itu sub konsep ini tergolong mudah dan sederhana. Sedangkan dalam metode pembelajaran eksperimen verifikasi tidak berlangsung kegiatan demonstrasi, tetapi langsung pada kegiatan eksperimen berdasarkan panduan dalam LKS.
70,00 >R
=o q
=(! E
o
c
o
F
c '6 (, .s (t
b!
z
58,11
60,00 50,00 38,19
40,00
w Kelas Eksperimen
30,00
N Kelas Kontrol
20,00 10,00 0,00 Tekanan
Hukum
Pascal
Prinsip Archimedes
Hidrostatis
adi Ien
lur rta
Gambar 2. Diagram Perbanding an N - gain pemahaman Konsep untuk Setiap Sub Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
tsa
an
& an
i'a n.
Kondisi
ini
menyebabkan siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui metode pembelajaran eksperimen verifikasi tidak mengalami langsung tahapan demonstrasi sehingga peningkatan pemahaman sub konsep tekanan hidrostatis lebih rendah dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri. Perolehan N-gain sub konsep tekanan hidrostatis yang cukup rendah pada kelas kontrol juga
disebabkan oleh beberapa siswa memperoleh nilai pretest lebih baik dibandingkan nilai posttest.
Meskipun perolehan persentase rata-rata N-gain pemahaman konsep Hukum pascal kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, perolehan nilai tersebut terendah dibandingkan sub konsep lain dalam fluida statis. Kondisi tersebut disebabkan kemampuan siswa dalam menganalisis data eksperimen belum optimal. Selain itu siswa teUitr fohs paOa proses menemukan persamaan Hukum Pascal, sementara konsep-konsep utama yang sangat esensial dalam Hukum Pascal tidak tereksplor secara maksimal. Hal ini berimplikasi pada perolehan persentase rata-rata N-gain yang terendah dibandingkan sub konsep lain dalam fluida statis. Selain itu beberapa orang siswa kelas eksperimen memperoleh nilai pretest yang sama dengan nilai posttest dan satu orang siswa memperoleh nilai pretest yang lebih baik dibandingkan nilai posttest. Hal ini menyebabkan peningkatan pemahaman sub konsep Hukum Pascal lebih rendah dibandingkan sub konsep lainnya. Pada kelas kontrol terdapat beberapa siswa memperoleh nilai pretest lebih baik dibandingkan nilai posttest. Deskripsi Peningkatan Keterampilan Generik Sains Indikator keterampilan generik sains yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi meliputi pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, hukum sebab akibat, kerangka logika taat asas' dan inferensi logika. Perbanding an N-gain setiap indikator keterampilan generik sains yang antara kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti ditunjukkan gambar 3. Berdasarkan gambar 3 terlihat bahwa persentase N-gain keterampilan generik sains tertinggi kelas eksperimen terjadi pada indikator pengamatan tak langsung sebesar g7,50oh dengan kategori tinggi dan terendah terjadi pada indikator kerangka logika taat asas sebesar
33,54o dengan kategori sedang. Sedangkan pada keias kontrol persentase N-gain
keterampilan generik sains tertinggi terjadi pada indikator inferensi logika sebesar 40,630 dengan kategori sedang dan terendah terjadi pada indikator kerangka logika taat asas sebesar 14,38o/o dengan kategori rendah.
Gambar
3
menunjukkan bahwa perolehan persentase N-gain setiap indikator keterampilan generik sains siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode eksperimen berbasis inkuiri lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada materi fluida statis
dibanding metode eksperimen verifikasi.
nilai
100,00 90,00
)ascal >s
:ndah
80,00
o
70,00
lpuan
.2
pada
E L
60,00
angat
cL
s0,00
pada lalam
yang
baik
87,s0
64,97
(u
53;68-_
o
o
P
40,00
.g (! (9
b*
8,19
30,00
Kelas Eksperimen
ffi Kelas Kontrol
.=
(! b!
20,0o
z
10,00
)nsep
0,00
lapat
Pengamatan Pengamatan
Langsung
Tak Langsung
Hukum
Kerangka
Sebab Akibat Logika Taat Asas
lnferensi Logika
Gambar 3. Diagram perbandingan N-gain untuk setiap indikator keterampilan generik sains antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
iputi rgka
rilan t
).
ains
,0% esar
iain i3%
lsar ltOr
rol.
uiri ltis
Peningkatan keterampilan generik sains tertinggi terjadi pada indikator pengamatan tak langsung disebabkan pembiasaan siswa menggunakan peralatan eksperimen dan mengumpulkan data hasil eksperimen. Hal ini sesuai dengan pendapat Brotosiswoyo (2011) bahwa indikator keberhasilan pada pengamatan tak langsung adalah: (1) menggunakan
alatlbenda sebagai alat bantu indera dalam mengamati percobaan/gejala alam; (2) mengumpulkan fakta-fakta hasil percobaan atau fenomena alam; dan (3) mencari perbedaan dan persamaan. Dalam kegiatan eksperimen berbasis inkuiri, alat bantu indera sangat berperan dalam menghasilkan data dan fakta eksperimen. Terpenuhinya peralatan sesuai dengan karakteristik eksperimen menyebabkan kegiatan eksperimen berbasis inkuiri berjalan sangat baik. Selain itu, siswa dilatih melalui pengamatan tak langsung untuk menafsirkan data yang dihasilkan untuk membuat kesimpulan guna membuktikan hipotesis yang dibuatnya. Berdasarkan pengamatan tak langsung ini akan membimbing siswa untuk belajar berfikir hipotesis deduktif (Liliasari, 2005), sehingga setelah melalui proses pembelajaran ini siswa dapat memahami konsep yang dipelajarinya. Kondisi ini berimplikasi langsung pada peningkatan indikator pengamatan tak langsung. Perolehan skor N-gal n yang rendah pada kelas kontrol disebabkan banyak siswa yang meperoleh nilai pretest sama dengan nilai posttest. Rendahnya perolehan nllat N-gain keterampilan generik sains pada indikator kerangka
logika taat asas menunjukkan bahwa metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri berdasarkan peneiitian ini belum maksimal untuk meningkatkan indikator tersebut. Indikator keberhasilan kerangka logika taat asas belum optimal dicapai sehingga peningkatan kerangka logika taat asas belum sesuai dengan harapan. Indikator keberhasilan kerangka logika taat asas menurut Brotosiswoyo (2011) adalah: (1) mencari hubungan
logis antara dua aturan dan
(2) menjelaskan sesuatu atau gejala alam melalui hukum-hukum yang telah ditentukan. Kegiatan demonstrasi dan eksperimen dalam metode pembelajaran berbasis inkuiri yang
dilakukan siswa belum maksimal dalam mengungkap hubungan logis antara dud'aturan. Kondisi ini berpengaruh pada rendahnya peningkatan indikator kerangka logika taat asas. Selain itu beberapa siswa pada kelas eksperimen memperoleh nilai pretest yang sama dengan nllai posttesl dan salah seorang siswa memperoleh nilai pretest lebih baik dibandingkan nilai posttest. Sedangkan pada kelas kontrol terdapat beberapa siswa memperoleh nilai pretest lebih baik dibandingkan nilai posttest. Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Metode Pembelajaran Eksperimen Berbasis
Inkuiri Berdasarkan tanggapan siswa yang diperoleh dari data sebaran angket dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap penerapan metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri pada materi fluida statis seperti terlihat pada tabel a
J.
Berdasarkan fakta sesuai dengan tabel 3, siswa setuju dengan pernyataan bahwa bahwa metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri sangat membantu mereka mengatasi kesulitan dalam memahami konsep fluida statis. Melalui metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri, siswa diberi kesempatan untuk merancang dan mengamati sendiri setiap gejala yang muncul melalui kegiatan eksperimen terkait konsep fluida statis. Dengan demikian kesulitan yang dialami selama ini dapat diatasi melalui kegiatan eksperimen yang berbasis inkuiri. Para siswa sangat setuju dengan pernyataan bahwa metode eksperimen berbasis
inkuiri
sangat sesuai untuk membelajarkan konsep fluida statis. Konsep fluida statis sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa dan gejala alam konsep fluida statis dapat ditunjukkan melalui kegiatan eksperimen. Sesuai dengan karakteristiknya, siswa dapat merancang, mengamati, dan menganalisis sendiri konsep fluida statis melalui penerapan metode eksperimen berbasis inkuiri. Dengan demikian siswa menemukan sendiri konsep fluida statis dan dapat menemukan sendiri jawaban atas fenomena alam. Sebagian besar siswa juga setuju dengan peffIyataan bahwa metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri sangat efektif karena dapat menemukan konsep sendiri. Hal ini disebabkan karena siswa ditantang untuk berlatih menggunakan sumber belajar dan bekerja dalam kelompok guna meningkatkan keterampilan kognitif tingkat tinggi, termasuk kemampuan berpikir analitis dan kritis. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Bruner bahwa siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat dalam proses penemuan. Selain itu pembelajaran dengan pendekatan inkuiri mempercepat proses ingatan. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran sendiri akan lebih mudah diingat. Mayoritas siswa setuju dengan pernyataan bahwa pengetahuan tentang konsep fluida statis yang diperoleh melalui metode pembelajaran ekserimen berbasis inkuiri lebih "tahan lama". Hal ini disebabkan ada kebutuhan untuk melibatkan siswa dengan tindakan fisik dan negosiasi sosial dalam proses pembelajaran ilmu pengetahuan. Dengan demikian siswa lebih terlatih karena mengalami sendiri kegiatan ilmiah dalam proses pembelajaran. Selain itu metode ini mempercepat proses ingatan karena pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran sendiri akan lebih mudah diingat dan lebih "tahan lama". Pendapat tersebut sesuai dengan penyataan Bruner bahwa dengan model pembelajaran inkuiri, materi pelajaran yang didapatkan siswa akan lebih tahan lama, mudah di ingat, lebih mudah diaplikasikan pada
eturan.
t
asas.
kondisi yang berbeda, dapat memunculkan moti\'asi belajar serta dapat melatih kecakapan berpikir secara terbuka.
lengan n
nilai
tretest
Tabel 3' Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Metode Pembelajaran Eksperimen Berbasis
Inkuin i:;1
s
I dapat etode
2
tabel
fiwa
a
J
atasi
imen
4
3tiap
lgan
5
r'&ng
6
ruiri etat apat
7
rpat pan rsep
ran
ini
8
9
lvletode pembelalaran eksperimen berbasis inkuiri yang diterapkan sangat membantu saya mengatasi kesulitan dalam memahami konsep fluida statis Metode pembelajaran eksperimen berbasis lntulri yang telah diterapkan sangat cocok untuk membelajarkan konsep fluida statis r-tatarrr menyampalKan materi iluida statis metode
yang telah diterapkan perlu dipertahankan Metode pembelajaran yang telah Oiteraptan s.angat efektif, karena dapat menemukan konsep sendiri LKS yang digunakan sangat menuntun ,aDra d"t"* mela\sanakan praktikum Dalam menyampaikan materi fluida ,tatis, seUaltnya guru lebih banyak mengajarkan dengan eksperimln berbasis inkuiri Datam menyamparkan materi fluida statis, sebaiknya guru lebih banyak mengajarkan dengan menyesuaikan pada soal-soal yang akan dites. Pengetahuan tentang konsep nulO- stuti, yarrg diperoleh melalui metode eksperimen berbasis intuiri yang telah diterapkan ternyata lebih tahan lama, karena saya merasa menemukan sendiri konsen ferqchrrr pembelajaran
jPembelajaran konsep fluida
$kpr_nq.ft ' fata =':
*1gofl' ","*:#.
3.29
82.29%
Setuju
3.lr
92.1t%
Sangat
3.29
82.29%
Setuju
3.25
81.25%
Setuju
3.29
82.29%
Setuju
3.46
86.46%
3.42
85.42%
3.13
78j3%
Setuju
J.JJ
83.33%
Setu.ju
3.3s
83.80%
Setuju
Setuju
Sangat
Setuju Sangat
Setuju
s@
eksperimen berbasis inkuiri yang telah | nembelajaran
1--
:{a ;uk
Kata-rata
ner em ;es
da an an
ih R] '1
rll ai r-g
la
Sebagian besar siswa setuju dengan pernyataan bahwa pembelajaran konsep fluida statis menggunakan metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri sangat memotivasi siswa dalam belajar fisika. Pendapat tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2010) berdasarkan hasil analisis angket didapat bahwa motivasi siswa rerhadap praktikum berbasis inkuiri menunjukkan hasil yang baik. Budiman menyimpulkan bahwa pendekatan praktikum berbasis inkuiri lebih memotivasi siswa untuk mempelajari Hukum II Newton dibandingkan dengan pendekatan praktikum verifikasi. pada berbagai aspek motivasi yang diteliti seperti: a) Perhatian (Attention), b) Relevansi (Relevance), c) percaya Diri (confidence), dan d) Kepuasan (satisfaction) menunjukkan hasil yang baik.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat dikemukakan kesimpulan sebagai trerikut; (i) Kesimpulan pertama yaitu metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep fluida statis dibandingkan metode pembelajaran eksperimen verifikasi. Hal ini ditunjukkan oleh persentase rata-rata Ngain kelas eksperimen yang menerapkan metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri sebesar 56,40oh, sementara untuk kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran eksperimen verifikasi sebesar 28,84o/o' (ii) Kesimpulan kedua yaitu metode pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains siswa. Hal ini ditunjukkan oleh persentase rata-rata N-gain setiap indikator keterampilan generik sains kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Kesimpulan ketiga yaitu tanggapan siswa terhadap penerapan metode pembelajaran berbasis inkuiri pada materi fluida statis berespon positif (setuju). Metode pembelajaran berbasis inkuiri menarik bagi siswa karena siswa memungkinkan untuk mengeksplorasi gejala dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mendesain dan melaksanakan cara pengujian hipotesis, mengorganisasikan dan menganalisis data' menarik
(iii)
kesimpulan dan mengkomunikasikannya (Lawson dalam Wiyanto, 2006)'
UCAPAN TERIMA KASIH penelitian ini selesai berkat bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Mustanir, M.Sc dan Bapak Dr. Muhammad Syukri, MT yang telah memberikan masukan sangat berarti. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Dr. Munasco' M.Si yang telah mengoreksi penelitian ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala SMA Negeri 2 Sabang dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Sabang yang telah memberikan izin pengumpulan data.
DAFTAR PUSTAKA Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga'
Darmawan, J. 2012. Kwalitas Pembelajaran Fisikr Berbasis KegiatcLn Praktikum Negeri "X" SQbang. Banda Aceh: PPs Unsyiah.
Fraenkel, dkk. 2012. Hoyv to Design and Evaluate Research McGraw-Hill.
di
SMA
in Education- New York:
Hake, R.R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores, diakses pada www.physics'indiana.edu [tanggal 6 Februari 2013]. Hofstein, A. and Lunetta, V.2004. The Laboratory in Science Education: Foundation for The Twenty-Firs1 C entury. S c i enc e E clu c at ion' 8 8 : 28-5 4'
Nur Hidayar, T, dkk. 2010. Pembelajaran Fisika Pada Pokok Bahasan Cahaya Dengan percobaan Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, diakses pada htt n: I I lib.unnes. ac. id [tanggal I 7 Novembet 2012]'
bagai
kuiri gkan ta
N-
kuiri iaran
:tata
Saptorini. 2008. Peningkatan Keterampilan Generik Sains Bagi Mahasiswa Melalui,, Perkuliahan Praktikum Kimia Analisis Instrumen Berbasis Inkuiri. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia.Yol2, No 1. Suma,
K. 2010. Efektivitas Pembelajaran Berbasis Inkuiri Dalam Peningkatan penguasaan Konten dan Penalaran Ilmiah calon Guru Fisika. Jurnpl Pendidikan dan Pengajaran Universitas Pendidiknn Ganesha, Jilid 43, Nomor 6, halaman 47 55. -
Suriyani. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Keterampilan Generik Sains Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tinombo. Jurnal Mitra Sains. ISSN: 2302-2A27.
rkan men tode rode
ntuk dan
arik
ima
lah ;co, rsih
tah
WA
rk:
du
he
ln /4,
Wiyanto. 2006. Pengembangan Kemampuan Merancang Kegiatan Laboratorium Fisika Berbasis Inkuiri Bagi Mahasiswa Calon Guru. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2.
,skatkan 7n.
dengan
IV{odeI Pembelajaran Cr e ativ e p r o b r e rt
S o It,i rt g untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Generik sains siswa sMp
Putri Mayasarir, A. Halimt. dan Suhrarvardi Ilyas2 rMahasiswa
dan 2Dosen pro,qram Sru,ii pendidikan IpA, pps Unsyiah, Aceh Ko re sp o n d e n s i ; p r t ;i r,, a.. t t : it ri i j @ ). al t o o. c, o. i d r
alawat :apkan
(Diterima: 20 Juli 20r3. Disetujui: 15 september r013. Dipubrikasikan: okrober 20r3)
r telah ei ini. 'erima
rt dan losen eman
On d_ee.
te: 4
Abstrak Penelitian ini adalah implementasi model pembelajaran problem Solving Kreatif (psK) dalam pembelajaran konsep tekanan. Tujuan penelitian aialah untuk melihat elektivitas penggunaan model penyelesaian masalah kreatif dan juga untuk meningkat pemahaman konsep dan ketrampilan generic sains pada konsep tekanan sisr.va Sekolah Menengah Atas. pelaksamaam penelitian menggunakan metode p.n.litiun ,',o,trhirg-only pretest-posttest control group,,. -"th, Penelitian dilakukan pada kelas vIII sisrva Sekolah M"n"nguh'pertama tahun ajaran 2012/2013. Hasll penelitian menunjukkan bahwa N-gain rata-rata p"-uhu-an konsep el.gaw untuk kelompok eksperimen dengan katagori sedang 7an 37.99% untuk ketompok control dengan kategori sedang. Persentase N-gain tertingi untuk kelompok eksperim.n f."fo-pok generic sains ajalah 43.44%dengan kategori sedang' se1e11a11N-gain teriinggi untuk t"ro.porJtontrol rerjadi pada indikator kerangka berpikir logic adalah d"ngun kategori sedang dan N-gain rerrendah terjadi pada indikator -11'67% sebab-akibat yaitu 9.33%
Kata kunci: Penyelesaian masalah kreatil pemahaman konsep, ketrampilan generic sains. swa
trI t0,
Abstract This research is implementation creative problem solvirry
learning
Gps) model in teaching the concept of pressure' The obiectives of this research is to viiw the.potential of using learning model of creative problem solving to improvi the mas-tery of concepts and science getteric skils of stuclents on the concept of pressure- in iunior high school. The"study ,u"a- inu method of cluasi experimettt desigrt with "the matchhtg-ottly pretest-poittest co-ntrol group." Resea:rch conducted on class vlII student at one iunior high school in the city of sabang jror'oyi;;;;;"g 2012/2013. The resutt showed the average percentage mastery of the concept of 67,96%o experimental group !-s1i" cateqory and 37'99o/o of control group with midiu; ,;;"g;q. The percentage with the med1tnt of highest N-gairt science generic skills experimental"groip occttrrerl onTram"iwork consistent logic inclicator oJ 52.08% with the medium cateTory anrl the lo*"it occttrced_inihe law of causality at 43,44% with the ntecliunt cateSory)' wile the coytrol Sroup percentage of N-gain ,rirnrl generic skilts highest in the incJicator framework consistent togic ias +i,ozu wiit tie ,"iai_u* roi"gory ora ilte rowest occurrecr in the raw of causality indicator at 8,33% with a low category. It can be*concluded that the use of cpS learning model can further enhance lnastery of concepts of pressures and science generic skills students thart conventional learning moders. Adcritionaily,- ,rui"r, ,;r;;r;; ,bour Cps was (very goo4), where is imptemented to give a y:,!";: new took and
{::"'::'rl:;::''s
fresi
improv"
iirr*r
indicators
of
Keywords: creative problem solving, unclerstancling of concepts, science generic skills Copyright @ 2013 program Studi pendidikan IpA, pps Unsyiah
PENDAHULUAN ilmu Sebagai ilmu dasar (basic science) yang merupakan fondasi berkembangnya Alam (IPA) perlu pengetahuan dan teknologi yang kian pesat dewasa ini, Ilmu Pengetahuan sejak dini agar dapat dikuasai oleh seorang siswa. Seorang siswa perlu memiliki bekal IPA dalam kehidupan seharimemecahkan masalah-masalah atau fenomena alam yang dihadapi oleh hari. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua siswa menguasai IPA dikarenakan
takut dan tidak senang banyaknya faktor penghambat sehingga membuat banyak siswa dan menganggap IPA itu sulit' mempelajari IPA. Bukan hanya siswa, gurupun sebagian takut Hal ini karena guru tersebut tidak menguasai materi IPA secara utuh' SMP di Kota Sabang' Berdasarkan pengamatan langsung penulis pada salah satu Hal ini ditandai dengan penguasaan konsep liap materi IPA oleh siswa cenderung rendah. ketuntasan minimal (KKM) banyaknya siswa yang belum mampu mencapai batas kriteria yang diperoleh siswa yaitu 65 seperti telah ditetapkan oleh sekolah sedangkan rata-rata nilai materi tekanan merupakan 50. Hampir semua materi fisika belum dikuasai oleh siswa, namun perlu ditingkatkan dengan materi yang memiliki nilai rata-ratapaling rendah. Oleh karena itu cara merubah model Pembelajaran. membudayakan sikap Salah satu tujuan pembelajaran IPA di sMP adaiah agar siswa ditumbuhkan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri. Sikap berpikir ilmiah dapat keterampilan melalui kemampuan berpikir siswa dimana salah satu diantaranya adalah pembelajaran datram generik sains. Menurut Brotosiswoyo (2011) keterampilan generik sains pengamatan IPA dapat dikategorikan menjadi 9 indikator yaitu : 1) pengamatan langsung, 2) 5) kerangka logika taat tak langsung, 3) kesadaran tentang skala besaran, 4) bahasa simbolik, membangun 6) inferensi logika, 7) hukum sebab akibat, 8) pemodelan matematika' 9) asas,
konsep.
keterampilan Berdasarkan uraian di atas terlihat jelas bahwa penguasaan konsep dan guru guna generik sains siswa masih kurang sehingga perlu adanya tindakan nyata dari adalah dengan mengubah memecahkan masalah tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh mesti diganti model pembelajaran yang diterapkan guru. Model pembelajaran konvensional memecahkan dengan model pembelajaran yang lebih kontekstual sehingga siswa mampu problem solving masalah. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model creative dapat (CPS). Model CPS mampu membuat pembelajaran berlangsung lebih menyenangkan' sendiri' membangkitkan motivasi siswa dan mendorong siswa membangun pengetahuannya Menurur Daties (2010) ada beberapa alasan memiiih model CPS dalam pembelajaran pembelajaran yang selanjutnya penulis pertimbangkan dalam penelitian ini. Pertama, model CpS termasuk kedalam model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik, dimana model tersebut yang menjadi pusat pembelajaran adalah siswa (student centered) sehingga hasil pembelajaran dianggap mampu mengaktifkan siswa. Dengan demikian akan diperoleh Kedua, model pembelajaran CPS dapat digunakan pada siswa dengan
yang maksimum. antara anak yang cerdas kemampuan intelektual beragam, sehingga tidak perlu memisahkan Sehingga mereka tidak dan anak yang memiliki kemampuan intelektual menengah ke bawah. hanya terbatas pada tingkat merasa "terpinggirkan". Ketiga, model pembelajaran CPS tidak juga melatih siswa pengenalan, pemahaman dan penerapan sebuah informasi, melainkan model pembelajaran untuk dapat menganalisis suatu masalah dan memecahkannya' Keempat'
dan diterapkan dalam seriap jenjang pendidikan dan tiap mareri ;##l:*.dipahami Berdasarkan studi literatur terhadap penelitian tentang model pembelajaran cpS diperoleh beberapa hasil yang signifikan,oaram *.",nrturtun p.nguuruin kemampuan pemecahan konr.p maupun maralah.-GamzeSezgin Selguk, dkk (2003) pembela'iaran dengan problem mengungkapkan bahwa solving ,""uru efektif dapat meningkatkin l;;ika' kemampuan pemecahan pr".,uri belajar masalah dan strategi p.nggunuu-nnfu. e.n.titiun yang (2010) menvimpulkan bahw]. merode pemberajaran *:Xffi;.o:fnorou""t cps dapar
ilmu perlu dapat
:harioleh nang sulit.
pengemban*"";mT'.T;J;Ti5T#::i:ri'{;*ffi"_:1_*.m**ru1#j
ffi8'
hasil belajar dan meningkatkan keaktifan oan tetramfrtan proses siswa ,".uru signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Prayogo
lgan
c\4) swa kan
(20rr) -"nyi-purkan bahwa penggunaan model r"[m -.*ngkatkan p"nr*,uun konsep dan ;ilif".,o^1ll' srswa dibandingkan dengan
i:ilnil'tr' f,i,iJr'fr"
pembelajaran
gan
penggunaan model
konvensional.
Berdasarkan la:*r belakang masalah di atas, makl_masalah pokok yang akan dikaji
kup
ffnT,'::l"i::#'Jfflx' ;:*l?i:i"l*:.':,:r::dln,
kan
ouou,-.ningk*ran
pensuasaan
ffi:H*?::*Xl:T;#ffiffi Jrxii#il;lxHffi:::?1r;T:::Tffi'
lan ran tan
aat
MBTODE PENELITIAN
un an na
5::;
rh rti
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuasi. Eksperimen p r e t e s t -p o s t t e s t c r -; J,.,i.#:",:i:X,"j,Hi-ff ' o n t r o t g ro up,, ^
;
:; ;:: "n;;,;
n Tabel 1. Desain penelitian
la '6
lt
K'e.l.ornDok
P,retest
n
E (Eksperim"nl K (Kontrol)
O
ffi
n
o
Perlaharil p^ X o
Fraenkel, at t, fZLll
o
C
a
t
Keterangan:
I
o
I
x c
'
fiXfi'fj:::'l#L[:
akhir (posttest) untuk mengukur pemahaman konsep dan
: Perlakuan rerhadap kelas ekspel-"l, yaitu penerapan : Perlakuan terhadap kelas kontrol, yaitu
model pembelajaran cpS. pembelajaran konvensional.
o*";;";;oder
Dalam penelitian ini digunakan instrumen yang
dirancang untuk mengumpulkan sesuai dengan desain penelitian' data Instrumen tersebut adarah tes penguasaan konsep dengan keterampilan generik terintegrasi sains dan angket skara Likert untuk mengetahui tanggapan siswa
terhadap model pembelajaran CPS yan-e dilabanakan. Agar memperoleh soal tes yang baik maka soal tersebut dinilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Reliabilitas instrumen menggunakan format Spearman-Brown untuk ganjil-genap diperoleh
nilai 0,864 dan kiri-kanan diperoleh nilai 0,942. Kedua nilai ini lebih besar dibandingkan dengan r tabel sehingga instrumen yang digunakan reliabel. Sementara uji validitas menggunakan format korelasi prodr,tct momerlt. Hasilnya diperoleh 22 but\r soal valid daii 31 butir soal. Dalam penelitian ini digunakan 18 butir soal dikarenakan 4 butir soal dari 22butff yang valid termasuk berkategori sulit dan kurang daya bedanya. Peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus:
%
. furl 3 *l/: * sp,:r I, xtfl0% * g6 > 1_oo
< s';,,n
(Hake, 1999) Keterangan:
Spre
= Skor tes awal tes akhir
Spost = Skor
diinterpretasikan guna menyatakan peningkatan penguasaan konsep tekanan dan keterampilan generik sains dengan kriteria seb agaiman a T abel 2.
Gain ternorrnalisasi
ini
Tabel 2. Kategori Tingkat Gain Ternormalisasi
Batbsan
(.g))0,7 0,3<< R><0,7
<0,3
Katesori Tineei Sedang
Rendah
Sumber: Hake, 1999
Hasil perbandingan peningkatan penguasaan konsep tekanan dan keterampilan generik sains kelas eksperimen dan kelas kontrol dihitung dengan menggunakan statistik parametrik, yaitu uji t satu ekor dengan ct = 0,05 untuk data berdistribusi normal dan uji non parametrik (uji Mann Whiteney) jika data tidak berdistribusi normal. Sampel terdiri atas satu kelas eksperimen (17 orang siswa) dan satu kelas kontrol (17 orang siswa).
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Peningkatan Penguasaan Konsep Tekanan Persentase pencapaian rata skor pretest, posttest, dan gain yang dinormalisasi (N-gain) penguasaan konsep tekanan pada kedua kelas penelitian seperti ditunjukkan Gambar 1.
ik .4.
:h
90,00 t-.--
I
i
ln
I
79,08
I
I
80,00
{
AS
I J
i
ti ir m
^\
70,00
c) v)
60,00
I
"1'--..-...
50,00
rg
k Kelas Eksperimen
40,00 u)
;* Kelas
o! 30,00 q)
Kontrol
20,00
10,00
l--*
0,00 Pretest t-, *... *
Posttest
D
..-..
Gambar
l. Diagram
Perbandingan Persentase Pencapaian
Nilai Rata-Rata Skor pretest,
Posttest, dan Gain Ternormalisasi penguasaan Konsep Tekanan
Berdasarkan Gambar 1 perbandingan persentase pencapaian rata-rata skor pretest , sedangkan untuk persentase rata-tata skor pretesr kelas kontrol 39,54o/o. Berdasarkan perolehan data persentase rata-rata skor posttesl untuk kelas eksperimen lg,08o/o sementara persentase rerata skor posttest untuk kelas kontrol62,42oh. penguasaan konsep tekanan kelas eksperimen sebesar 34,gio
Persentase rerata skor N-gain pada kelas eksperimen 37
'99o/o'
67,96o sedangkan kelas kontrol Kedua kelas tersebut dipercleh rata-rata nilai N-gairz dengan kategori sedang. untuk
kuantitas peningkatan penguasaan konsep kelas eksperimen lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil uji-t skor pretest, posttest, d.an N-gainpenguasaan konsep kelas eksperimen dan kelas kontrol nilai t6;6n, lebih besar dari nilai t,ou"r. Maka dapat "disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai pretest, posttest, dan N(
( S
gain kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Artinya penggunaan model pembelajaran CpS lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep tekanan dibandingkan
metode konvensional yang biasa digunakan guru dalam proses pembelajaran. Tingginya perolehan skor tes akhir dan N-gain kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol merupakan pengaruh dari penerapan pembelajaran denagan model cps. pembelajaran dengan menggunakan model cPS memberi kesempatan pada siswa untuk membangun
konsep-konsep tekanan yang dipelajari secara kreatif melalui kegiatan demostrasi. Pembelajaran dengan menggunakan model cPS juga memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi, mengeluarkan pendapat, menumbuhkan rasa p"..uyu diri, dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif maupun berpikir kritis dalam belajar antar kelompok' Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Menurut puccio (dalam Prayogo, 20rl), model Creatit,e Problem Solving (CpS) merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada kemampuan pemecahan masalah yang diikuti dengan
penguatan kreativitas dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif maupun berpikir kritis dalam proses pembelajarannya.
Deskripsi Peningkatan Penguasaan Konsep Berdasarkan Sub Konsep Konsep tekanan yang diukur dalam penguasaan konsep terdiri atas tiga sub konsep yaitu tekalan pada zatpadat, tekanan padazat cair, dan tekanan pada gas' Perbandingan'(g> penguasaan konsep untuk setiap sub konsep dapat dilihat pada Gambar 2.
90,00
82,35
80,00
+-*
70,00
-r--
:
ah
U)
60,00
50,00 -i---'
u Kelas Eksperimen
i
o)
3
40,00 -*.' 30,00
oo
1;":
29,4t
:*--
20,00 l-'-
,,::l
Kontrol
3
'a::::.a.1|il
il l:::r;i
10,00 .*
11"1ut
=t
jF= aa:::::::;
0,00 . Tekanan
:.:
i !B
+
ZatPadal Tekanan ZatCait Tekanan
Pada Gas
Gambar 2. perbandingan N-gainpenguasaan konsepuntuk setiap sub konsep kelas eksperimen dan kelas control
Gambar 2 menunjukkan bahwa persentase rata N-gain penguasaan konsep kelas eksperimen tertinggi berdasarkan sub konsep terjadi pada sub konsep tekanan pada gas sebesar 84,31o/o dengan kategori tinggi dan untuk kategori tinggi yang kedua pada sub konsep tekanan zat padat sebesar 82,35oh dengan kategori tinggi, sedangkan untuk sub konsep tekanan zat cair sebesar 60,70'/o dengan kategori sedang. Pada kelas kontrol penguasaan konsep tertinggi terjadi pada sub konsep tekanan zat gas dengan kategori sedang sebesar 4},20oh, kemudian pada sub konsep tekanan pada zat cair sebesar 38,630/o dengan kategori sedang. Persentase N-gain penguasaan konsep dengan kategori rendah pada sub konsep tekanan zatpadat sebesar 29,4Io/". perolehan peningkatan rata-rata N-gain pada kelas eksperimen yang sangat tinggi dibandingkan sub konsep lain menunjukkan bahwa tahapan-tahapan dalam model CPS sudah berjalan dengan baik meskipun belum sempurna. Selain itu karakteristik sub konsep tekanan pada gas yang relatif lebih mudah membuat penguasaan sub konsep tekanan pada gas oleh siswa meningkat secara signifikan. peningkatan penguasaan sub konsep tekanan pada zat cair yang relatif lebih rendah zat dibandingkan sub konsep lain menunjukkan bahwa karakteristik sub konsep tekanan pada
berpikir
cair relatif lebih sulit dibandingkan sub konsep rain. Hasii temuan ini menunjukkan bahwa
;::"* Tf ',H'il :i,*'rH konsep m
(g)
ru;:J,"J.Hfil<etika karakteristio
*"n#:ffi
r::ffT,an dirunjukkan d;".1i'a
p en u a s
s
aan
su
b k on s ep
rek an an
o"-u'r'r;'"" o.n"'rr""r'i"#r"o
0",n"#l1T:,|#Jrffi|ihan
Deskripsi
;#an
penguasaan
solusi
konsep tekanan pada zat cair. a""ltpi"menrasi yahg belum sesuai dengan
Konsep Setiap Ranah
Kognitif N-gain setiap ranah tognitir f"n*ruruun konsep rekanan seperri
90,00 80,00
_ __* __"76^95
A\
V)
:n
V)
70,00
60,00 'i**
50,00 F(
-:-*"
4o,oo :t.-30,00 "i**
33,82
l
*#
Kelas Eksperirnen
l-+
Kelas Kontrol
20,00 'r** b0
10,00 -r--LII
Gambar
3
",.;;;;;;;;;;;;;;;; Kognitif
Ranah
1-6u'rt ;;***** renguasaan Konsep Untuk Setiap
persentase
eksperimend#",.,1:ky::#i"":iiffi
jti,':H:,f
,I;Tf, karegori sedan,s jan terendah terjadi pada %3:,;T"[,fr ",H: ranah't"r"rrir dengan kategori sedang. penerapan (c3) sebes seaangt-ai*r ar 56,g6yo N-gaini.n*uuruun konsep kognitif pada keras kontror untuk setiap ranah :r^:^,r: r..r]rrir^rrrjadi pada ,unln-iornitif pengeiahuan (c1) sebesar terjadi pada ranah kognitir
:"T.t#:t;tt1.ffilil::*,t##endah ranah
pemahama
n (C2)
;ff[?1 {-s"n 'unur' tognitii. penerapan (c3) vang relatif rendah dibandingkan
pembe,ajarancpS;rT1;","n;-:r"T11"T:ff
:T;fi;* jfr H,#:J:H,;:1I
;n,ril:ffi if.'J:1",',"i;L;**;n:iffi
:ffi ,Jl;*1,".,,.,u,u.,",nu
jup
Deskripsi Peningkatan Keterampilan Generik Sains ini meliputi Indikator keterampilan generik sains yang dikembangkan dalam penelitian akibat' kerangka meliputi pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, hukum sebab keterampilan logika taat asas, dan inferensi logika. Perbandingan N-gain setiap indikator Gambar 4' generik sains yang antara kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti ditunjukkan
I
60,00
I
50,00 41,67
u) V)
40,00 30,00
)) g) .;!
q)
20,00
o0
10,00
# Kelas Eksperimen la
llLrt{:--*"-.
'
Kelas Kontrol
F,lz .tr
iil$
0,00 PengamatanPengamatan
Langsung
Tak
Langsung
Hukum
Kerangka
Inferensi
Sebab Logika Taat Logika
Akibat
Asas
generik sains Gambar 4. Diagram perbanding an N-gainuntuk setiap indikator keterampilan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol generik sains Gambar 4 menunjukkan bahwa persentas e rata-ral^ N-gain keterampilan sebesar 52,08o/o tertinggi kelas eksperimen terjadi pada indikator kerangka logika taat asas akibat sebesar dengan kategori sedang dan terendah terjadi pada indikator hukum sebab persentase N-gain 43,40o/o dengan kategori sedang. Sedangkan pada kelas kontrol taat asas sebesar keterampilan'generik sains tertinggi terjadi pada indikator kerangka logika sebab akibat 4l,6io/o dengan kategori sedang dan terendah terjadi pada indikator hukum sebesar 8,33o/o dengan kategori rendah. indikator Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa perolehan persentase N-gain setiap kelas kontrol' keterampilan generik sains siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan CPS lebih Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembeiajaran keterampilan generik sains siswa pada materi tekanan
efektif dalam meningkatkan
dibandingkan model pembelajaran konvensional'
Berbasis Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Metode Pembelajaran Eksperimen
Inkuiri
pembelajaran creative Guna mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan model pernyataan tentang problem solving dilakukan dengan memberi angket yang berisi butir-butir siswa yang diperoleh metode pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan tanggapan
iputi rgka
dari data sebaran angket dapat disimpulkan bahwa ada siswa memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap penerapan model cPS pada mareri ,"tunuo
iiurffiffiiu
iuu.r :.
rilan I *-
odel pembelajaran CpS
Pernyataan I
I I
Kategori
Model pembelaiarar rrro diterapkan sangat membantu ruyu o'.ngatasi kesulitan dalam memahami materi tekanan Model pemh" diterapkan sangat cocok untuk -.nyumpuikan materi tekanan
Sangat Setuju
Dalam rn"ntu* yang telah diterapkan perlu dipertahankan
Model n"-O karena pada saat demonirasi oapat oilakukan oleh siswa
LKS yang Oigunakan- dalam
digunakan, sangat menuntun
Sangat Setuju semua
Sangat Setuju
model pembelajaran yang _
saya dalam
melaksanakan
Dalam menya banyak mengajarkan dengan rr",oriw problem solving(CpS)
Dalam menyarnpaikan materi tekanan, sebaiknya- grru-Ebih banyak mengajarkan dengan menyesuaikan pada soal_soal
Sangat Setuju
ang akan dites.
Pengetahua"
i::?:!i: ::,:::
ti
i
*,
p r o b t e:
fr :"*: : tahan ru-u, diterapkan ternvara iebih dalam menyelesaikan soal fisika
o
r,
*
i, g r bnsj y." e 1.r ur,
illffr",ul:dff'il:Hl
Pembelajar* creafive problem solving yung"t.iut, diterapkan membuar !CpS) saya termotivasi dalam belaiar nsita
Sangat Setuju Sangat Setuiu
Berdasarkan fakta yang terjadi siswa sangat setuju dengan pernyataan bahwa model pembelajaran cPS sangat menyenangkan bagi siswa. vtetatul model pembelajaran cpS, siswa kesempatan untuk membangun konJep-konsep tekanan yang dipelajari secara kreatif melalui kegiatan demostrasi. pembelajaran dengan -"nggunukun model cps kesempatan kepada siswa untuk iuga memberi berdiskusi, *.nglluu.kan pendapat, menumbuhkan percaya diri' dan mengembangkan rasa kemampuan berpikir kreatif maupun berpikir kritis dalam belajar antar kelompok. Sisr'va sangat setuju dengan pernyataan bahwa model pembelajaran cps dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam memilih solusi dan memecahkan masalah sehingga berpengaruh pada peningkatan kemampuan penguasaan konsep mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Cheolil Lim, dkk. (2}r))bahwa model pembelajaran cps merupakan moder pembelajaran yang berpusat pada pembelajaran dan keterampilan memecahkan masarah
r i
,:-,.ii, j-i-::
dinamls dan fleksibel sehingga mampu mengembangkan berpikir kreatif l:: --=ls Dalam seiiap tahapannya model pembelajaran CPS memfasilitasi guru dan siswa *nruk meia,kukan pembelajaran dengan sistematis berpikir kreatif, seperti berpikir divergen, iogis. dan kritis, dalam setiap langkah pemecahan masalah untuk menghasilkan solusi inovatif dan bermanfaat. Model pembelajaran CPS menuntut siswa mendapat pengetahuan dan pengalaman langsung dalam pembelajaran melalui kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah. Melalui kegiatan demonstrsi yang dilakukan semua siswa dapat melatih ketrampilan generik sains. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa sebagian siswa sangat setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan demonstrasi yang dilakukan oleh siswa dalam model pembelajaran CPS dapat nlelatih ketrampilan generik sains. Ini dikarenakan ada beberapa indikator ketrampilan generik sains yang dilatih seperti pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, kerangka -.-1,1g
logika taat azas hukum sebab akibat, dan inferensi logika. Sebagian siswa juga setuju dengan pernyataan bahwa pengetahuan tentang konsep tekanan yang diperoleh melalui model pembelajaran CPS yang telah diterapkan ternyata lebih "tahan lama", sehingga siswa lebih kreatif dalam menyelesaikan soal fisika. Hal ini sejalan dengan penelitian Prayogo (2011) siswa setuju bahwa pembelajaran model pembelajaran CPS memfasilitasi siswa dalam menguasai konsep dan memecahkan masalah. Tahap-tahap dalam model pembelajaran CPS dapat memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri suatu konsep dan kerja sama siswa dalam kelompok. Dengan dikuasai konsep melalui konstruksi pengetahuan sendiri maka konsep tersebut akan bertahan lebih lama dalam struktur kognitif siswa. Sebagian besar siswa sangat setuju dengan pernyataan bahwa pembetrajaran konsep tekanan dengan model CPS yang telah diterapkan membuat mereka termotivasi dalam belajar fisika. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran CPS menekankan pencarian suka rela sisrva untuk memecahkan masalah, kemudian memecahkan masalah yang ditemukan serta penerapan secara sengaja dan sistematis berpikir kreatif, seperti berpikir divergen, logis, dan kritis, dalam setiap langkah pemecahan masalah untuk menghasilkan solusi inovatif dan bermanfaat.
KESIMPULAN Hasil analisis data menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran creative problem solving (CPS) pada materi tekanan secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan penggunaan model pembeiajaran konvensional. Disamping itu penggunaan model pembelajaran CPS pada materi tekanan secara signiflkan juga dapat meningkatkan keterampilan generik sains siswa dibandingkan penggunaan model penrbelajaran konvensional. Lebih lanjut juga didapat bahwa tanggapan siswa setelah memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran CPS pada materi tekanan positif (sangat setuju). Model CPS menarik bagi siswa, memfasilitasi siswa untuk mengklasifikasi masalah, mengungkapkan solusi, memilihi alternatif solusi, dan mengimplementasikan solusi tersebut. Penelitian ini berimplikasi terhadap penguasaan konsep dan keterampilan generik sains sisu.a dimana terjadi peningkatan yang signifikan terhadap siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model CPS. Penelitian ini memiliki batasan dimana hanya mengkaji peninekatan penguasaan konsep dan keterampilan
rarif swa Ien,
arif 1an
ah.
rik an )at
generik sains pada konsep tekanar I ain m aup un v ari ab er r
p h n
; I I
u
ran terh a d ap
UCAPAN TERIMA KASIH penelitian dan penulisan arrikel, penulis mendapatkan pihak. i;Till bar Dr Zuikarn;';,*,il Dr rbnu penelitian ini. Ucapan terima Lsil vang re,ah memberikan koreksi
*.,ffiru:!iT;?Tf'l#iffi.1*
;*x6*;**i:,.*
tll (a
;,;: f ::ffi ffil.XlX T:::I??f nj
"i.y";
'ffi
k on s ep
3i*X1l:?
"***i:;;r::.,;;f.i:
titr'ln'#Lff Tf i#*nmn*mn*nl_XnaspendidikanKo,-a,;,*-
DAFTAR PUSTAKA Brotosisworo, Uf. 20C4. Hakikat pembelajaran PPAIDirjen oKii. ii"pdiknas. MIpA di Perguruan Tinggi. Jakarra: pAucahyono' A'N' (2005 )' Pengembangan-lloctet creative x,?,ytr Daties'
""f;r^"!#;:;;"rr!ikii,
M' 2011' P,engaruh p e n in g
Xfr"]tJ_r* Gamze sezgin
f:,
ttl:lu'.dkk
ii:,^,,
,
; i; ; ; ;
\L
r{A,
K.
ii
(2008)
'
in Ecrucation.New york:
Tl:e E{ects of probrem sorving Instrucfion on physics a s oi" g:y Am J phys
change/Gain
ft
scores. rrrtt"tal ,u^X{J,!r1.o:rfr, www physic, .o"i:i;ili#l,r.l1?*"_
PraYogo,
ron,iner,ersedia
".
Design and Evaruate Research
t:*':W::, #: ?:: !":: yilif;i;;, #.;::':, Hake'
sorying Berbasis Teknorogi
Metode Pembelaiaran creailve probrent sorving (cps) u), n u rp uri ; ;:; rES rs, uei n inoung Terhadan
kat a n K e mamp
Fraenket'
,-2?::
il;;;;
;; ;
[onrine] tersedia
*":T:X.;il.fj;
2011. Model pembelt
y,:;::,y#:",;i.??fi
.
;, I
3i;;i;
di
;,
e:{"^ff{"';:;!;",,:;:,;:#;,:}:;r,,"!:,;/_,y:;r,