Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Pengendali Bank
Pengendali Akhir > 10% saham PT. A
> 10% saham PT. A1
> 10% saham BANK
Diagram di atas merupakan contoh dari Bank yang dimiliki secara langsung oleh PT A1. Adapun pengendali dari pengendali pada diagram di atas adalah PT A, dan Pengendali Akhir. Berdasarkan hal tersebut maka Pengendali Akhir, PT. A, dan PT. A1 ditetapkan sebagai pengendali Bank sehingga merupakan Pihak Terkait dengan Bank.
1
Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Pengendali Bank secara Bersama-sama
Pengendali Akhir > 10% saham
PT. A
> 10% saham
PT. A2
> 10% saham 3% saham
PT. A1
7% saham BANK
Pada Diagram di atas merupakan contoh pengendalian Bank yang dilakukan melalui kepemilikan saham secara bersama-sama oleh PT A1 dan PT.A. Pengendali dari PT. A1 adalah PT. A2 dan Pengendali Akhir. Sementara itu, pengendali dari PT. A adalah Pengendali Akhir. Berdasarkan hal tersebut, maka Pengendali Akhir, PT.A, PT.A1, dan PT.A2 ditetapkan sebagai pengendali Bank sehingga merupakan Pihak Terkait dengan Bank.
1
Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Perusahaan yang Dikendalikan Bank Pengendali Akhir
> 10% saham
> 10% saham
PT
PT > 10% saham 3% saham 7% saham
BANK > 10% Saham PT. B1
> 10% Saham
PT. B
> 10% Saham
Ultimate Subsidary
Pada Diagram di atas, PT. B1 merupakan perusahaan/badan yang dikendalikan Bank. PT. B dan Ultimate Subsidary juga merupakan perusahaan yang berada dibawah pengendalian Bank melalui PT. B1 secara berjenjang. Berdasarkan hal tersebut, Ultimate Subsidary, PT. B, dan PT. B1
merupakan Pihak Terkait
dengan Bank.
1
Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Pengendali Lain Pengendali Akhir > 10%
> 10%
Ultimate C
> 10% h
> 10% Saham
3% saham 7% saham
BANK
PT. C > 10% Saham > 10% Saham PT. B1 > 10% Saham
PT B > 10% Saham Ultimate Subsidary
Pada Diagram di atas, contoh dari pengendali lain dari perusahaan/badan yang dibawah pengendalian Bank adalah PT. C dan Ultimate C. PT C memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham PT. B1 yang merupakan perusahaan dibawah pengendalian Bank. Sementara itu, Ultimate C adalah Pengendali dari PT. C. Oleh karena itu PT. C dan Ultimate C merupakan pihak terkait.
1
Lampiran 5 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Perusahaan Afiliasi Pengendali Akhir > 10% saham
> 25% Saham
> 10% Saham dan merupakan porsi terbesar
> 10% saham
PT. A2
PT. A
PT. D1
> 10% saham
3% saham
PT. A1
7% saham
PT D1 2 > 25% Saham
BANK
PT C > 10% Saham
> 25% Saham
> 10% Saham
PT D1 3
PT. D2 PT. B1
> 10% Saham
> 25% Saham
PT B > 10% Saham
PT. D2.1
Ultimate Subsidary
Pada diagram tersebut di atas dapat dilihat bahwa pihak-pihak yang ditetapkan sebagai pengendali Bank, yaitu Pengendali Akhir dan PT. A. PT A, memiliki 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih saham PT. D1.2. dan PT. D1.3. Sementara itu pengendali akhir memiliki 10% (sepuluh perseratus) saham PT. D1 dan kepemilikan saham tersebut merupakan porsi terbesar. Dengan demikian PT. D1, PT. D1.2, dan PT. D1.3, ditetapkan pula sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Sementara itu, pengendali lain dari anak perusahaan Bank (PT.B1) adalah PT. C. Dalam hal ini PT.C memiliki 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih saham masing-masing PT. D2 dan PT. D2.1. Dengan demikian, PT. D2 dan PT. D2.1 ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. 1
Lampiran 5 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Selain itu keluarga dari pengendali perorangan juga merupakan Pihak Terkait dengan Bank. Demikian juga halnya dengan perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh keluarga pengendali perorangan tersebut juga merupakan Pihak Terkait.
2
Lampiran 6 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Kontrak Investasi Kolektif
Pengendali Akhir
> 10% saham
> 10% saham
PT A
> 25% Saham
PT A2 PT. D1
> 25% Saham
> 10% saham
3% saham
PT A1
PT. D1.2
7% saham
BANK
> 25% Saham
PT. C > 25% Saham
PT. D1.3
> 10% Saham
> 10% Saham
5%
PT. D2
PT. B1
4%
> 10% Saham > 25% Saham PT B
Manajer Investasi
5%
> 10% Saham
PT. D2.1
Ultimate Subsidary
Kontrak Investasi Kolektif RD
Pada Diagram di atas, Bank beserta Pihak Terkait dengan Bank (PT. D1.3 dan PT. B1) secara kumulatif memiliki lebih dari 10% (sepuluh perseratus) saham pada Manajer Investasi yang mengelola portfolio Kontrak Investasi Kolektif RD. Berdasarkan hal tersebut, maka penanaman dana pada Kontrak Investasi Kolektif RD dan atau Penyediaan Dana kepada Manajer Investasi Kontrak Investasi Kolektif RD ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait.
1
Lampiran 7 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Peminjam-Peminjam dalam Satu Pengendalian
Pengendali > 25% saham
> 25% saham
Kredit 1 Pemegang Saham Lain Dengan Porsi Kepemilikan Masing-masing < dari 15% saham
Peminjam 2
Peminjam 1
> 25% saham 10% saham
BANK
PT. A1
Kredit 2 85% saham
5% saham
Peminjam 3
Kredit 3
Pada Diagram diatas, Bank memberikan Kredit masing-masing kepada Peminjam 1, Peminjam 2, dan Peminjam 3. Dapat dilihat pada diagram tersebut Peminjam 1, dan Peminjam 2 dikendalikan oleh 1 (satu) pihak yang sama, yaitu Pengendali. Pengendali memiliki masingmasing 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih pada Peminjam 1 dan Peminjam 2, sehingga Peminjam 1 dan Peminjam 2 digolongkan kedalam 1 (satu) kelompok Peminjam. Peminjam 3 dalam diagram tersebut dikendalikan oleh pengendali yang sama dengan pengendali Peminjam 1 dan Peminjam 2.
1
Lampiran 7 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Pengendalian terhadap Peminjam 3 oleh Pengendali dilakukan secara berjenjang melalui Peminjam 1 dan Peminjam 2 dengan kepemilikan saham sebesar 15% (lima belas perseratus) dan porsi kepemilikan ini adalah porsi terbesar. Dengan demikian, Peminjam 1, Peminjam 2, dan Peminjam 3 digolongkan kedalam 1 (satu) kelompok Peminjam dan BMPK untuk keseluruhan kelompok Peminjam tersebut tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank.
2
Lampiran 8 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Hubungan Kepengurusan
Pengendali Akhir
> 10% saham
> 10% saham
PT A
> 25% Saham
PT A2 PT. D1
> 25% Saham
> 10% saham
3% saham
PT A1
PT. D1.2
7% saham
> 25% Saham
BANK
PT. C > 25% Saham
PT. D1.3
> 10% Saham
> 10% Saham
PT. D2 PT. B1
>25% Saham
> 10% Saham > 25% Saham PT B > 10% Saham
Perusahaan B
PT. D2.1 Ultimate Subsidary
Perusahaan A PT. C
Pejabat Eksekutif PT D1.3 duduk sebagai Direktur di perusahaan A, sehingga perusahaan A menjadi Pihak Terkait. Salah satu Komisaris Bank memiliki lebih dari 25% saham di perusahaan B, sehingga perusahaan B menjadi Pihak Terkait. Kepemilikan Komisaris Bank pada perusahaan B dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (3) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, antara lain melalui atau bersamasama dengan keluarga. Komisaris PT. C merupakan istri dari Direktur Bank. Oleh karena itu PT. C merupakan Pihak Terkait.
1
Lampiran 9 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Contoh Perhitungan BMPK Peminjam Bukan Pihak Terkait
Bank A memberikan fasilitas kredit kepada 3 debitur sebagai berikut: 1. debitur 1 dengan baki debet sejumlah Rp22.000.000.000,00 (dua puluh dua miliar rupiah); 2. debitur 2 dengan baki debet sejumlah Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah); 3. debitur 3 dengan baki debet sejumlah Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Masing-masing debitur 1, debitur 2, dan debitur 3 mempunyai hubungan pengendalian sehingga ketiganya digolongkan kedalam 1 (satu) kelompok Peminjam yaitu kelompok Peminjam 123. Modal Bank A adalah sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum menetapkan bahwa Penyediaan Dana Bank untuk debitur 1, debitur 2, dan debitur 3 ditetapkan masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari modal Bank yaitu sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Sementara itu, Penyediaan Dana Bank untuk kelompok Peminjam 123 ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima perseratus dari modal Bank yaitu sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Berdasarkan hal tersebut terdapat 2 (dua) pelanggaran ketentuan BMPK dari Penyediaan Dana yang dilakukan Bank A sebagai berikut: A. Pelanggaran untuk Penyediaan Dana kepada debitur 1 sebesar {(22 miliar/100 miliar) x 100%} – 20% = 2%; dan B. Pelanggaran untuk Penyediaan Dana kepada kelompok Peminjam 123 sebesar [{(22 miliar+3 miliar+3 miliar)/100 miliar} x 100%] – 25% = 3%. 1
Lampiran 10 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Pembelian Tagihan/Kredit Pihak yang wajib Membayarr Membaya
Penjual Tagihan/Kredit
Bank (pembeli)
piutang/kredit
Hutang
Kredit (Piutang)
Without Recourse
Kredit
BMPK
Pihak yang wajib Membayar piutang/kredit
Hutang
Penjual Tagihan/Kredit
Kredit (Piutang)
With Recourse
Bank (pembeli)
Kredit
BMPK
Diagram di atas merupakan contoh dari transaksi pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang dan pembelian kredit. Untuk pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang atau pembelian kredit dengan persyaratan tanpa janji untuk dibeli kembal-i (without recourse), yang dimaksud dengan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk melunasi piutang yang dialihkan;
Lampiran 10 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 1
Untuk pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang atau pembelian kredit dengan persyaratan janji untuk membeli kembali (with recourse), yang dimaksud dengan debitur adalah pihak yang menjual atau mengalihkan tagihan/kredit.
Lampiran 11 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 20052
Transaksi Repo Penerbit SSB (issuer)
Bank A (Repo Party)
Bank B (Reverse Party)
BMPK Repo Party Hutang
SSB
Repo
Tagihan Repo
BMPK Reverse Party
Pembelian Surat Berharga secara repo bagi Bank B (reverse party), ditetapkan sebagai Penyediaan dana terhadap pemilik Surat Berharga yang dijual secara repo (repo party), yakni terhadap Bank A. Sementara itu, bagi Bank A (repo party), Surat Berharga yang direpokan diperhitungkan sebagai penyediaan dana kepada penerbit Surat Berharga (issuer).
Lampiran 12 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
1
Transaksi Efek Beragun Aset
Bank A (Kreditur Asal)
SPV (Penerbit) rbit) (Pene 3.
2. Piutang
True Sale
Asset
Non Redemption
Efek Beragun Asset
Pembayaran (Pass(Pass-Through) &
Pinjam Meminjam
Buy Bank B (Investor)
Reference Entity (debitur) Hutang
4.
BMPK
SSB (EBA)
Penjelasan Diagram di atas adalah sebagai berikut. 1. Bank A mengadakan perjanjian pinjam meminjam dengan debitur (reference entity) dan mencatatnya sebagai kredit. 2. Bank A, sebagai kreditur asal, kemudian menjual portofolio pinjaman yang dimilikinya kepada special purpose vehicle (SPV) dengan memenuhi kondisi true sale. Sebagai contoh, total portofolio pinjaman yang dijual adalah sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) yang terdiri dari: a.
pinjaman kepada PT. Kredit, dengan jumlah sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
b.
pinjaman kepada PT. Risiko, dengan jumlah sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah); dan
Lampiran 12 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
1
c.
pinjaman
kepada
PT
Manajemen,
dengan
jumlah
sebesar
Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah). 3. Atas portofolio pinjaman yang dibeli, SPV menerbitkan efek beragun aset senilai Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Persyaratan dari efek beragun aset tersebut adalah pass-through dan non-redemption. 4. Bank B membeli efek beragun aset yang diterbitkan SPV sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pembelian efek beragun aset oleh Bank B yang bersifat pass-through dan nonredemption sebagaimana digambarkan diatas, ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada masing-masing PT. Kredit, PT. Risiko, dan PT Manajemen. Sementara itu, Penyediaan Dana yang diperhitungkan kedalam BMPK untuk masing-masing PT. Kredit, PT. Risiko, dan PT Manajemen ditetapkan sebesar: A. PT. Kredit = (Rp10 juta/Rp20 juta) x harga beli efek beragun aset, yaitu Rp.10 juta = Rp 5 juta; B. PT. Risiko = (Rp6 juta/Rp20 juta) x harga beli efek beragun aset, yaitu Rp.10 juta = Rp 3 juta; C. PT. Manajemen = (Rp4 juta/Rp20 juta) x harga beli efek beragun aset, yaitu Rp.10 juta = Rp 2 juta.
Lampiran 13 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
2
Contoh Transaksi Reksadana
Bank membeli Surat Berharga berupa reksadana terbuka (open-end mutual funds) dengan harga beli sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Aset/instrumen yang mendasari sertifikat reksadana tersebut terdiri dari obligasi PT.A sebesar 60% dan obligasi PT.B sebesar 40% dari nilai aset reksadana tersebut. Sebagaimana diketahui reksadana terbuka ini tidak memenuhi persyaratan non-redemption dimana investor dapat mencairkan surat reksadana tersebut kepada manajer investasi sebelum jatuh tempo. Berdasarkan hal tersebut, maka BMPK atas pembelian Surat Berharga reksadana terbuka tersebut ditetapkan kepada: 1. Manajer investasi reksadana, dengan nilai sebesar harga beli, yaitu sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); dan 2. PT.A dan PT. B , yang masing-masing dihitung secara proporsional terhadap harga beli reksadana tersebut, yaitu: a.
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) x 60% = Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah), untuk eksposur kepada PT.A; dan
b.
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) x 40% = Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah), untuk eksposur kepada PT.B.
Lampiran 14 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 1
Credit Default Swap
Premi Protection Seller
Protection Buyer Pembayaran apabila terjadi credit event Reference Asset
Lampiran 15 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
Total Return Swap
Coupon + Margin tertentu Protection Seller
Protection Buyer Pembayaran yang telah disepakati + Kompensasi kerugian nilai dari reference asset
Coupon
Reference Asset
1
Lampiran 16 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
1
Contoh Perhitungan Potential Future Credit Exposure
Bank A melakukan transaksi interest rate swap 3 (tiga) tahun dengan perusahaan B pada tanggal 1 Maret 2005. Berdasarkan kontrak/perjanjian interest rate swap tersebut, perusahaan B akan membayar kepada Bank A bunga LIBOR 6 bulan berdasarkan nilai nosional sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sementara itu, atas pembayaran yang diterima dari Perusahaan B, Bank A melakukan pembayaran kepada perusahaan B bunga sebesar 5% per-annum berdasarkan nilai nosional yang sama sampai dengan akhir periode transaksi. Ditetapkan pula dalam kontrak bahwa pertukaran pembayaran bunga tersebut dilakukan setiap 6 (enam) bulan selama periode transaksi.
Potential Future
Credit Exposure yang dihitung Bank sebagai penerima bunga mengambang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Nilai nosional = Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); 2. Jangka waktu sampai dengan waktu penyesuaian tingkat bunga (interest rate adjustment) = 6 bulan. Berdasarkan tabel faktor konversi diatas, persentase konversi yang digunakan untuk transaksi dengan jangka waktu < 1 (satu) tahun (jangka waktu penyesuaian tingkat bunga) adalah 0%. Namun demikian karena jangka waktu kontrak/perjanjian transaksi interest rate swap adalah selama 3 (tiga) tahun, maka persentase konversi yang digunakan adalah sebesar 0.5%; 3. Potential Future Credit Exposure = Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) x 0.5% = Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Lampiran 16 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
1
Apabila dalam transaksi diatas counterparty Bank A juga merupakan Bank lain, maka Bank lain tersebut juga memperhitungkan Potential Future Credit Exposure sebagai berikut: 4. Nilai nosional = Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); 5. Untuk penerimaan suku bunga tetap sebagaimana diatas tidak ada penyesuaian tingkat bunga (interest rate adjustment). Dengan demikian, jangka waktu kontrak/perjanjian transaksi interest rate swap tersebut adalah selama 3 (tiga) tahun. Berdasarkan tabel faktor konversi diatas, persentase konversi yang digunakan untuk jangka waktu kontrak/perjanjian transaksi berdasarkan suku bunga untuk jangka waktu > 1 – 5 tahun adalah sebesar 0.5%. 6. Potential
Future
Credit
Exposure
bagi
Bank
adalah
sebesar
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) x 0.5% = Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) Penetapan Potential Future Credit Exposure dalam kaitannya dengan Pelanggaran BMPK hanya dilakukan pada awal Penyediaan Dana.
Lampiran 17 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
2
Contoh Perhitungan Potential Future Credit Exposure untuk Transaksi yang Dilengkapi Perjanjian Saling Hapus
Pada tanggal 1 Februari Bank A melakukan transaksi forward dengan Bank B sebagai berikut: 1. Bank A membeli USD 600,000 (enam ratus ribu dollar) forward 6 bulan dengan kurs USD/IDR Rp9,325; 2. Bank A membeli USD 400,000 (empat ratus ribu dollar) forward 6 bulan dengan kurs USD/IDR Rp9,350; 3. Bank A menjual USD 350,000 (tiga ratus lima puluh ribu dollar) forward 6 bulan dengan kurs USD/IDR Rp9,400. Ketiga transaksi tersebut dilengkapi dengan perjanjian saling hapus dimana pembayaran pada saat jatuh waktu akan dilakukan berdasarkan eksposur bersih. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perhitungan Potential Future Credit Exposure dilakukan sebagai berikut: A. Eksposur bersih untuk ketiga transaksi ini dihitung berdasarkan jumlah nosional tagihan Bank A setelah dikurangi kewajiban kepada Bank B sebagai berikut: USD 600,000 x 9,325
= Rp5.595.000.000,00
USD 400,000 x 9,350
= Rp3.740.000.000,00
(USD 350,000 x 9,340) = (Rp3.269.000.000,00) + Rp6.066.000.000,00,
Lampiran 17 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
1
B. Eksposur kotor untuk transaksi ini dihitung berdasarkan jumlah nosional tagihan Bank A tanpa dikurangi kewajiban kepada Bank B sebagai berikut: USD 600,000 x 9,325 = Rp5.595.000.000,00 USD 400,000 x 9,350 = Rp3.740.000.000,00 + Rp9.335.000.000,00 C. A gross untuk ketiga transaksi ini dihitung berdasarkan eksposur kotor transaksi dikalikan dengan persentase konversi sebagaimana ditetapkan di table matriks konversi diatas, yang dalam hal ini adalah sebesar 1% yaitu persentase konversi untuk transaksi dengan insturmen dasar valuta asing yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun. Dengan demikian A
gross
adalah sebesar
Rp5.595.000.000,00 x 1% = Rp55.950.000,00 Rp3.740.000.000,00 x 1% = Rp37.400.000,00 + Rp93.350.000,00 D. NGR
untuk
ketiga
transaksi
ini
adalah
Rp6.066.000.000,00/
Rp9.335.000.000,00 atau 0,65 E. A
net
= [(0,4 x Rp93.350.000,00) + (0,6 x 0,65 x Rp93.350.000,00) atau
Rp73.736.000,00
Lampiran 18 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
2
Contoh Perhitungan BMPK Penyediaan Dana yang Dijamin Prime Bank
Berikut adalah contoh Penyediaan Dana pada Bank X yang dijamin Prime Bank dengan data-data sebagai berikut: 1. Bank X memiliki Modal sebesar Rp1,500,000,00 juta. 2. Bank X memberikan Penyediaan Dana kepada: a.
PT.A, dalam bentuk Kredit sebesar Rp50.000 juta;
b.
PT.B, dalam bentuk Surat Berharga sebesar Rp1.000.000 juta;
c.
Bank C, dalam bentuk Penempatan jangka panjang sebesar Rp800.000 juta;
d.
Bank Afiliasi dalam bentuk Penempatan di luar negeri sebesar Rp700.000 juta; dan
e.
PT. D, dalam bentuk Surat Berharga sebesar Rp200.000 juta.
PT.A, PT.B, Bank C, Bank Afiliasi dan PT. D adalah Pihak Terkait dengan Bank X. Bank Afiliasi memenuhi kategori Prime Bank. Total Penyediaan Dana Bank X adalah sebesar Rp2.750.000 juta 3. Bank X menerima SBLC sebesar Rp1.800.000,00 dari Bank Z yang merupakan Prime Bank masing-masing sebesar Rp900.000,00 juta untuk Penyediaan Dana kepada PT.B dan PT.C 4. Total Penyediaan Dana yang diperkenankan sesuai PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum adalah sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank X, yaitu sebesar Rp.150.000.juta. Untuk menentukan apakah dalam Penyediaan Dana Bank X terdapat Pelanggaran/Pelampauan BMPK maka digunakan rumus sebagai berikut:
1
Lampiran 18 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
“Pelanggaran/Pelampauan BMPK = Jumlah Penyediaan Dana – (Penempatan
yang
tidak
diperhitungkan
+
SBLC
yang
diperhitungkan + BMPK)”. 5. Penempatan yang tidak diperhitungkan adalah Penempatan kepada Prime Bank, dalam hal ini adalah Bank Afiliasi, sebesar maksimum Modal Bank X yaitu sebesar Rp1.500.000 juta. Sementara itu, Penempatan pada Bank Afiliasi adalah sebesar Rp700.000 juta 6. SBLC yang diperhitungkan untuk Pihak Terkait adalah paling tinggi 90% (sembilan puluh perseratus) dari Modal Bank X yaitu sebesar Rp1.350.000 juta untuk setiap Peminjam atau secara keseluruhan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Berkaitan dengan hal tersebut, apabila kita melihat SBLC yang diterima untuk masing-masing PT. B dan Bank C sebesar Rp900.000 juta, maka keseluruhan SBLC ini dapat digunakan untuk masing-masing exposure PT. B dan Bank C. Namun apabila kita melihat SBLC untuk total Pihak Terkait, maka terdapat kelebihan SBLC yaitu sebesar Rp1.800.000 juta (total SBLC yang diterima) - Rp1.350.000 juta (SBLC yang dapat diperhitungkan untuk BMPK keseluruhan Pihak Terkait), atau sebesar Rp450.000 juta. Kelebihan sebesar Rp450.000 juta ini tidak dapat digunakan untuk menjamin Penyediaan Dana kepada PT.A dan PT. D, termasuk kelebihan eksposur BMPK kelompok. 7. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka Pelanggaran/Pelampauan BMPK adalah sebesar:
Lampiran 18 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
a. Jumlah Penyediaan Dana b. Penempatan
Yang
2
Rp2.750.000 juta Tidak
(Rp700.000 juta)
Diperhitungkan c. SBLC Yang Diperhitungkan
(Rp1.350.000 juta)
d. BMPK
(Rp.150.000.juta)
Pelanggaran/Pelampauan BMPK
Rp550.000 juta
Mekanisme dan rumus perhitungan dalam contoh Penyediaan Dana Bank X sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 7 berlaku pula untuk Penyediaan Dana kepada Peminjam dan kelompok Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank serta Penyediaan Dana yang dijamin oleh lembaga pembangunan multilateral.
Lampiran 19 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 3
Contoh Penyediaan Dana Kepada Anak Perusahaan
Bank ABC melakukan Penyertaan Modal sebesar 100% saham pada Bank DEF (Rp35 miliar) dan 75% saham pada Bank GHI (Rp45 miliar atau 75% dari Rp60 miliar). Neraca individu dari ketiga perusahaan dalam setelah dilakukan Penyertaan Modal tersebut adalah sebagai berikut: (Rp1 = Rp1.000.000.000,00)
Bank ABC
Bank DEF
Bank GHI
ASET Kas
50
45
40
Saldo pada bank sentral
200
-
100
Saldo pada bank lain
400
225
300
Obligasi pemerintah
650
440
610
1,500
1,350
900
Piutang kepada bank terkait
100
300
-
Penyertaan pada bank lain
80
-
-
Aktiva lain-lain
20
-
50
3,000
2,360
2,000
2,400
-
1,300
50
2,200
600
Hutang pada bank terkait
300
100
-
Modal saham
200
35
60
Pinjaman kepada nasabah
KEWAJIBAN Simpanan nasabah Pinjaman dari bank lain
Bank ABC Cadangan
Bank DEF
Bank GHI
50
25
40
3,000
2,360
2,000
Lampiran 19 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 1
Berdasarkan PBI BMPK, maka jumlah maksimum Penyediaan Dana yang dapat dilakukan Bank ABC kepada masing-masing Bank DEF dan Bank GHI adalah 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank ABC atau sebesar Rp25 miliar. Hal ini karena dengan kepemilikan 100% (seratus perseratus) pada Bank DEF dan 75% (tujuh puluh lima perseratus) pada Bank GHI menyebabkan baik Bank DEF maupun Bank GHI termasuk sebagai Pihak Terkait dengan Bank ABC. Dengan demikian dengan melakukan Penyertaan sebesar masing-masing Rp35 miliar dan Rp45 miliar Bank ABC telah melanggar BMPK.
Lampiran 20 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 20052
Contoh Penyediaan BMPK secara Konsolidasi Bank ABC
Bank DEF
Bank GHI
Eliminasi
Konsolidasi
50
45
40
135
Saldo pada bank sentral
200
-
100
300
Saldo pada bank lain
400
225
300
925
Obligasi pemerintah
650
440
610
1,700
1,500
1,350
900
3,750
ASET Kas
Pinjaman kpd nasabah Piutang pada Bank DEF
100
Piutang pada Bank ABC
300
(100)
-
(300)
-
(80)
-
Penyertaan pd Bank lain
80
Aktiva lain-lain
20
-
50
3,000
2,360
2,000
Simpanan nasabah
2,400
-
1,300
3,700
Pinjaman dari bank
50
2,200
600
2,850
Hutang pada DEF
300
70 (480)
6,880
KEWAJIBAN
Hutang pada ABC
100
Minority Interest Modal saham Modal Saham DEF
(300)
-
(100)
-
25*
25
200
200 35
(35)
-
Bank ABC
Bank DEF
Bank GHI
Eliminasi
Konsolidasi
60
(60)*
-
Modal Saham GHI Cadangan
50
25
40
(10)*
105
3,000
2,360
2,000
(480)
6,880
* Eliminasi yang dilakukan berdasarkan 75% pangsa saham dan cadangan Bank ABC pada Bank GHI
Lampiran 20 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
1
Penyertaan Modal Bank ABC sebesar Rp80 miliar dapat dikecualikan dari ketentuan BMPK antara lain sepanjang Bank dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee secara individual maupun secara konsolidasi. Penerapan Pengawasan secara konsolidasi dapat digambarkan dalam ilustrasi yang menggambarkan proses neraca yang terkonsolidasi untuk Grup ABC. Aset dan kewajiban intra-grup telah eliminasi. Akun baru–minority interest–dibuat untuk mencerminkan 25% aset bersih Bank GHI yang tidak dimiliki oleh Bank ABC. Penerapan pengawasan secara konsolidasi dilakukan berdasarkan analisa terhadap neraca individual Bank ABC, Bank DEF dan Bank GHI, maupun neraca konsolidasi. Analisa individual maupun konsolidasi ini antara lain dapat dicontohkan dengan perhitungan rasio modal berdasarkan bobot risiko dari Bank ABC secara unconsolidated dan consolidated, menggunakan neraca dalam ilustrasi sebagai berikut: Unconsolidated
Consolidated
A. Modal Saham Cadangan (-) penyertaan pada bank lain
200
200
50
105
(80)
-
Unconsolidated Minority interest
Consolidated
-
25
170
330
Lampiran 20 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005
2
B. Aset yang dibobot resiko Bobot
Aktiva
Risiko
Aktiva
Aktiva
Aktiva
Tertimbang
Tertimbang
Kas
0%
50
-
135
-
Simpanan di Bank Sentral
0%
200
-
300
-
20%
400
80
925
185
0%
650
-
1,700
-
Pinjaman kepada nasabah
100%
1,500
1,500
3,750
3,750
Piutang kepada bank terkait
20%
100
20
-
-
100%
20
20
70
70
2,920
1,620
6,880
4,005
Simpanan di Bank lain Obligasi Pemerintah
Premises
C. Rasio yang dibobot risiko
170 330 × 100 = 10 . 5 % × 100 = 8.2% 1, 620 4,005
Dari sisi BMPK, penerapan pengawasan secara konsolidasi untuk eksposur yang dimiliki masing-masing Bank dilakukan dengan menggunakan prinsip yang serupa dengan perhitungan KPMM. Sebagai contoh PT. Z (bukan Pihak Terkait) memiliki eksposur masing-masing dari Bank ABC dan Bank DEF sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar. Perhitungan BMPK untuk PT.Z dilakukan masingmasing untuk Bank ABC, Bank DEF, dan secara konsolidasi sebagai berikut: Bank ABC
Bank DEF
Consolidated
A. Modal Saham Cadangan Minority interest B. Penyediaan Dana kepada PT Z C. BMPK PT. Z
200
35
200
50
25
105
-
25
250
60
330
50
20
70
50/250 = 20%
20/60 = 33%
70/330 =21,21%
Lampiran 20 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 3
Sementara itu, untuk menentukan Pihak Terkait secara konsolidasi maka pihakpihak yang dikategorikan sebagai Pihak Terkait dari masing-masing Bank ABC, Bank DEF, dan Bank GHI ditetapkan sebagai Pihak Terkait dalam perhitungan BMPK secara konsolidasi dan jumlah keseluruhan eksposur untuk pihak-pihak tersebut ditetapkan setinggi-tingginya sesuai dengan BMPK untuk Pihak Terkait. Dalam PBI BMPK juga diatur bahwa Penyediaan Dana selain dari Penyertaan Modal tetap merupakan komponen yang diperhitungkan dalam BMPK. Dalam ilustrasi diatas ini dapat dicontohkan dengan pos “Piutang pada bank terkait”. Dalam menghitung BMPK pos “Piutang pada bank terkait” ini yang digunakan adalah jumlah gross sebelum dilakukan set-off.
Lampiran 21 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 4
Contoh Penyediaan Dana Kepada BUMN
BUMN A adalah BUMN yang bergerak di bidang pembangunan jalan tol. BUMN A mempunyai 2 (dua) anak perusahaan yaitu PT. AP1 dan PT.2. BUMN A dan anak perusahaannya (bukan Pihak Terkait) memperoleh Kredit dari Bank X sebagai berikut: 1. BUMN A memperoleh kredit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Kredit yang diperoleh bertujuan untuk pembangunan kompleks perkantoran BUMN A; 2. PT.AP1 memperoleh kredit sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah); dan 3. PT.AP2 memperoleh kredit sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Penyediaan Dana yang diperhitungkan selain Penyediaan Dana secara langsung kepada BUMN yang bersangkutan, maupun kepada kelompok BUMN tersebut. Modal Bank X adalah sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
BMPK Bank X kepada kelompok usaha BUMN A ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank, yaitu sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Dengan demikian Bank X masih dapat memberikan Penyediaan Dana kepada kelompok usaha BUMN A sebesar Rp25.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dikurangi dengan Penyediaan Dana yang ada sebesar
Rp20.000.000.000,00
(dua puluh
miliar rupiah)
=
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Lampiran 21 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 1
Apabila BUMN A mengajukan permohonan kredit baru yang bertujuan untuk pembangunan jalan tol, maka Penyediaan Dana baru yang dapat diberikan kepada BUMN A harus dihitung secara kumulatif, yaitu berdasarkan eksposur yang telah dimiliki Bank atas kelompok usaha BUMN A terhadap batasan 30% (tiga puluh perseratus) sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 40 ayat (1) PBI BMPK sebagai berikut: A. Batas
Maksimum Pemberian
Kredit
kepada
BUMN
untuk
tujuan
pembangungan dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak = 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Bank atau Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar). B. Total eksposur kumulatif yang telah ada = Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Penyediaan Dana baru yang dapat diberikan untuk pembangunan jalan tol = Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar) - Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). BMPK ini lebih besar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dibandingkan apabila kredit baru ini bukan untuk tujuan pembangungan dan mempengaruhi hajat hidup
orang banyak sebagaimana dijelaskan di PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Lampiran 22 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 20052
Contoh Pengelompokan Peminjam Dalam Beberapa Kelompok Peminjam
A
W
50% 47%
100% 26%
B 39%
E 99%
C
X G
85%
F
Y
55%
Z
64% 53%
D
Sebagai contoh Bank FSI memiliki debitur yaitu kelompok Peminjam A yang terdiri dari B, C, D, E, F, dan G, serta kelompok Peminjam W yang terdiri dari X,
Y, Z, dan G. Adapun komposisi kepemilikan masing-masing kelompok Peminjam A, dan kelompok Peminjam W, dapat dilihat pada Diagram di atas.
Bank FSI kemudian memberikan kredit pula kepada G, yang sebagaimana digambarkan pada Diagram di atas dimiliki oleh E sebesar 26% dan Y sebesar 64%. E merupakan anggota kelompok Peminjam A sementara Y merupakan anggota kelompok Peminjam W.
Lampiran 22 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 1
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam perhitungan BMPK eksposur yang dimiliki Bank FSI atas G dihitung pula sebagai eksposur kepada kelompok Peminjam A dan kelompok Pemijam W. Sebagai contoh apabila Modal Bank FSI adalah sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), maka BMPK yang diperhitungkan kepada masing-masing kelompok Peminjam A dan kelompok Pemijam W adalah sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank FSI, atau sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Apabila Penyediaan
Dana
kepada
kelompok
Peminjam
A
adalah
sebesar
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan kepada kelompok Peminjam W adalah sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), maka Penyediaan Dana yang diperkenankan kepada G harus mempertimbangkan eksposur kepada kedua kelompok Peminjam sebagai berikut: 1. Penyediaan Dana kepada kelompok Peminjam A + Penyediaan Dana kepada G < 25% dari Modal Bank, atau Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) + x < Rp25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah); dan
2. Penyediaan Dana kepada kelompok Peminjam W + Penyediaan Dana kepada G < 25% dari Modal Bank, atau Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) + x < Rp25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), dimana x adalah jumlah maksimum Penyediaan dana yang dapat diberikan kepada G sehingga apabila x ini ditambahkan kepada eksposur masing-masing kelompok Peminjam A dan kelompok Peminjam W tidak melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank FSI. Berdasarkan hal tersebut, maka Penyediaan Dana maksimum yang dapat diberikan kepada G adalah sebesar
Lampiran 22 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 2
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan G ditetapkan sebagai anggota dari masing-masing kelompok Peminjam A dan W.
Sebagaimana dijelaskan diatas, perhitungan eksposur Peminjam G dalam kaitannya dengan menentukan jumlah eksposur dari masing-masing kelompok Peminjam (A dan W) yang memiliki pengendalian terhadap Peminjam tidak dihitung secara proporsional, kecuali apabila hubungan pengendalian disebabkan semata-mata karena hubungan keuangan yang disebabkan oleh adanya penjaminan.
Lampiran 23 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 20053
Contoh Kelompok Peminjam Karena Terdapat Penjaminan
Bank BAS memberikan Penyediaan Dana kepada 3 debitur sebagai berikut: 1. PT. Trans, yaitu dalam bentuk Kredit sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); 2. PT. Formasi, yaitu dalam bentuk Surat Berharga sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah); dan 3. PT. Sama, yaitu dalam bentuk Kredit sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Bank BAS menerima jaminan atas Kredit yang diberikan kepada PT. Sama masing-masing dari PT. Trans sebesar 40% dan dari PT. Formasi sebesar 30%, dari nilai Kredit yang diberikan kepada PT. Sama. Berdasarkan penjaminan yang diberikan PT. Trans dan PT. Formasi, maka PT. Sama ditetapkan sebagai anggota kelompok Peminjam dengan masing-masing PT. Trans dan PT. Formasi. Adapun eksposur keseluruhan yang diperhitungkan dalam BMPK untuk masing-
masing kelompok Peminjam PT. Trans – PT. Sama dan PT Formasi – PT. Sama adalah sebagai berikut:
PT. Trans – PT. Sama
Nominal
PT. Trans
Rp500.000.000,00
PT. Sama
Rp150.000.000,00 x 60%
Total
Rp590.000.000,00
Lampiran 23 Surat Edaran Bank Indonesia No.7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 1
PT. Formasi – PT. Sama
Nominal
PT. Formasi
Rp250.000.000,00
PT. Sama
Rp150.000.000,00 x 40%
Total
Rp310.000.000,00
Sebagaimana dicontohkan diatas, eksposur PT. Sama untuk masing-masing kelompok Peminjam PT. Trans – PT. Sama dan PT Formasi – PT. Sama dihitung secara proporsional berdasarkan porsi dari masing-masing penjamin kredit PT. Sama. Hal ini dilakukan apabila hubungan pengendalian semata-mata disebabkan karena adanya penjaminan dan jaminan yang diberikan berbentuk corporate guarantee.