LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROPINSI PAPUA Masa Sidang III tahun 2004/2005, Tanggal 4-9 April 2005 I.
Pendahuluan
A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: Tanggal tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untu melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan III Tahun 2004-2005 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan III tahun Sidang 2004-2005
B. Maksud dan Tujuan Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi Papua, yang terutama ditujukan untuk melihat aktivitas ekonomi perusahaan-perusahaan yang melakukan investasi di Propinsi Papua dan kontribusi mereka untuk pengembangan ekonomi wilayah dan masyarakat di Propinsi Papua, serta untuk memperoleh informasi tentang potensi ekonomi masyarakat Propinsi Papua. Laporan kunjungan kerja yang merupakan bagian dari fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku, sebagai upaya meningkatkan kinerja dan fungsi penyelenggaraan Negara.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI 2. Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-RI 3. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI 4. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirai yang bekembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
1
lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi: a. Pemda Propinsi Papua b. Pemda Kabupaten Merauke c. PT Freeport Indonesia d. PT Jayanti Group e. PTPN II „Arso‟ f. PT Pelindo IV g. PT PLN h. PT Pertamina i. KSP Handayani j. PT Bank Mandiri, PT Taspen, PT Jasindo, PT Askes, PT Jamsostek
D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja (Terlampir)
E. Anggota Tim Kunjungan Kerja (Terlampir)
II. Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja A. Propinsi Papua Propinsi Papua terdiri dari 9 (sembilan) Pemerintahan Kabupaten yaitu Kabupaten Jayapura, Jayawijaya, Merauke, Fak Fak, Sorong, Manokwari, Biak Numfor, Yapen Waropen dan Nabire; 2 (dua) Pemerintahan Kota yaitu Kota Jayapura dan Kota Sorong; dan 3 (tiga) Pemerintahan Kabupaten Administratif yaitu Puncak Jaya, Paniai dan Mimika. Propinsi yang terdiri dari 173 kecamatan, 2.712 desa dan 91 kelurahan, merupakan propinsi terluas. Dengan daerah bergunung-gunung dan dialiri oleh sungai-sungai besar beserta anak sungainya ke arah selatan dan utara, propinsi yang memiliki banyak pulau dengan luas daratan mencapai 421.981 km2 (21,9% luas tanah seluruh Indonesia) merupakan propinsi terluas di
Indonesia. Wilayahnya membujur dari barat ke timur (Sorong-Jayapura) sepanjang 1,200 km (744 mil) dan dari utara ke selatan (Jayapura- Merauke) sepanjang 736 km (456 mil). Propinsi yang terletak di paling timur Indonesia ini kaya akan sumber daya alam, tanahnya yang luas dipenuhi oleh hutan, laut dan keaneka ragaman biota, serta di dalam buminya tersimpan gas alam, minyak dan aneka bahan tambang, serta berpotensi dalam pengembangan energi listrik sumber daya air. Jumlah penduduk di propinsi ini tergolong rendah, kurang dari 3 juta orang (proyeksi tahun 1999 adalah 2.165.300 jiwa), dengan kepadatan penduduk yang hanya 5 jiwa/km2. Sekalipun demikian mereka berasal dari sekitar 250 kelompok etnik, hidup secara berkelompok dalam unit-unit kecil, saling
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
2
terpisah, masing-masing memiliki adat, budaya dan bahasa sendiri. Mereka dapat digolongkan dalam tiga (3) kelompok besar, yaitu: penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan; penduduk daerah pedalaman yang hidup pada daerah sungai, rawa, Danau dan lembah serta kaki gunung dengan mata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan; serta penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan beternak secara sederhana. Propinsi Papua dinilai sebagai tertinggal dibanding propinsi lain di Indonesia dalam hal sosial, ekonomi, dan politik. Sebagian besar penduduk hidup dalam kemiskinan. Ketersediaan moda transportasi darat yang terbatas, belum merata hingga tingkat kabupaten, dan kondisi fasilitas transportasi udara yang baru mampu melayani 35% kebutuhan penduduk, berdampak pada rendahnya akses masyarakat ke berbagai fasilitas ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta ilmu pengetahuan dan tehnologi. Kondisi sumber daya manusia yang terbatas dalam kuantitas, serta kualitas, membuat masyarakat Papua sulit berperan dalam pengelolaan sumber daya alam lokal sehingga mereka belum dapat dinikmati hasil kekayaan alamnya. Hasil eksploitasi sumber daya alam Papua lebih banyak mengalir ke luar wilayah Papua. Data penduduk yang tidak sekolah/tidak tamat SD 49,67%, tamat SD 21,64%, tamat SMU 10,06%, tamat Perguruan Tinggi 1,91%. Pada gilirannya hal ini rasa ketidak adilan dalam pembagian hasil kekayaan, selain itu, bergulir isu tentang terjadinya pelanggaran HAM. Untuk mengurangi dampak negatif dari kondisi yang terjadi, propinsi di ujung timur Indonesia ini diberi status otonomi khusus. Pada gilirannya diharapkan agar masyarakat setempat lebih berdaya sehingga dapat berperan aktif dalam proses pembangunan, terjadi peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah yang demokratis, serta terjaminnya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat dan hak azasi manusia. Dalam UU No.21/2001, termaktub pengakuan bahwa pemerintah selama ini kurang memperhatikan rakyat Papua, termasuk dalam masalah HAM serta hak-hak rakyat terhadap sumber daya alam dan pembangunan; selain pengakuan tentang keunikan orang-orang asli, keluhuran budaya masyarakat Papua dan nilai-nilai yang dianut, jaminan keberagaman. Selaras dengan diberlakukannya Otsusda pelaksanaan program-program pembangunan yang merupakan kebutuhan mendasar masyarakat, dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi kerakyatan. Ada empat (4) prioritas pemerintah propinsi Papua, yaitu: (1) pendidikan, terutama untuk masyarakat pedalaman dan pesisir. Pelaksanaannya melalui pola asrama karena umumnya orang tua melepas anaknya tanpa bekal, sehingga dibangun berbagai yayasan untuk membantu mereka. Selain itu, Gubernur bekerjasama dengan 14 Universitas di Indonesia untuk S1, S2, juga ada program S3, sedangkan untuk yang pintar dididik secara khusus, saat ini ada 50 orang, diasramakan di Karawaci untuk beberapa kelompok yaitu biologi, fisika, dll. Pada tanggal 2 Mei 2003, pemerintah Propinsi menetapkan bahasa Inggris jadi bahasa kedua di Papua, selain itu Matematika juga mendapat perhatian dari Gubernur. Pemerintah Propinsi mencetak buku2 dengan tanda otonomi khusus; (2) kesehatan, dimana pemerintah menyediakan paket2 obat khusus dengan tulisan otonomi khusus; (3) Ekonomi berbasis rakyat, karena Negara ini pada awal pembentukannya ditujukan untuk rakyat, tetapi yang terjadi arahnya lain karena masyarakat cenderung menjadi konsumen. Yang perlu diupayakan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
3
adalah bagaimana agar kita menjadi Negara produksi bukan Negara konsumen; (4) strategi ketahanan nasional yang diharapkan mengutamakan kesejahteraan –masyarakat Papua akan mempertahankan NKRI dan menjadi penjaga perbatasan. Berbagai Perdasus tentang hal-hal mendesak yang menyangkut penyelenggaraan otsus telah disusun, termasuk konsep tentang pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang secara partisipatif akan berkontribusi dalam berbagai pertimbangan dan persetujuan terhadap rancangan Perdasus yang harus dipersiapkan pemerintah dan DPRD Propinsi Papua. Strategi pokok dalam Pola Dasar Pembangunan Propinsi Papua adalah "Keserasian pendekatan kawasan yang bertumpu pada aspek manusia (Mikro Spasial) dan pendekatan pertumbuhan yang bertumpu pada sektor potensial (Makro Sektoral)”. Visi Propinsi Papua adalah "Di Tahun 2005, Propinsi Papua memiliki landasan ekonomi, sosial, budaya dan politik yang kuat bagi terwujudnya masyarakat Papua menjadi tuan di negeri sendiri". Untuk mewujudkan visi tersebut, maka Misi Pembangunan yang dirancang, antara lain adalah: (1) Mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta memantapkan harmonisasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atas prinsip kesetaraan kepentingan dalam rangka perwujudan Good Governance, (2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas kelembagaan serta penyediaan prasarana dan sarana wilayah, terutama wilayah pedalaman, daerah terpencil, perbatasan, kawasan tumbuh cepat atau pusat-pusat pengembangan, (3) Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dan peningkatan daya saing agar mampu menguasai teknologi tepat guna untuk mengelola sumber daya alam, (4) mengembangkan dan memantapkan budaya dan hukum terutama hukum adat positif yang ada di masyarakat, menegakkan HAM, serta mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Pelaksanaan otonomi khusus yang dilaksanakan sejak tahun 2001, sudah dievaluasi, yaitu untuk tahun pertama dan kedua. Tim yang menangani evaluasi ini (panitia sebelas melakukan dialog dengan masyarakat di seluruh kabupaten. A. Bidang Investasi Berdasarkan mata pencaharian, masyarakat Papua umumnya bekerja di sektor pertanian. Jumlah rumah tangga usaha pertanian mencapai 360.801 unit (Sensus Pertanian Propinsi Papua, 2003), terbagi atas subsektor pertanian tanaman pangan 168.603 unit, peternakan 129.793 unit, kehutanan (33.867 unit), perkebunan (20.800 unit), dan perikanan (7.738 unit). Berdasarkan skala usaha, jumlah tenaga kerja yang diserap dalam usaha kecil pada tahun 2002, untuk sektor pertanian mencapai 74,42%, sektor lainnya 11,10%, perdagangan-restoran-hotel sebesar 6,25%, industri pengolahan 3,50%, angkutan-pergudangan-komunikasi sebesar 2,31%, listrik-gas-air 0,27%. Jumlah angkatan kerja pada tahun 1999 mencapai 988.588 orang, 93,58 % adalah pekerja. Jumlah pencari kerja yang tercatat di Depnaker pada tahun 1999 sebanyak 80.481 orang. Perkiraan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Papua tahun 2001 dari gabungan PDRB pada empat daerah di Propinsi Papua yaitu Kabupaten Merauke, Jayawijaya, Jayapura dan Kota Jayapura mencapai Rp. 3.949,22 miliar (harga berlaku), dengan peningkatan rata-rata 19,57%
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
4
pertahun selama periode 19979-2001. Kontribusi berdasarkan sektor terhadap PDRB tahun 2001 adalah sebagai berikut : sektor pertanian sebesar Rp 1.645,07 miliar, pertambangan dan penggalian Rp 29,91 miliar, industri pengolahan Rp 313,08 miliar, listrik, gas dan air Rp 21,25 miliar, bangunan Rp 302,57 miliar, perdagangan, hotel dan restoran Rp 434,24 miliar, angkutan dan komunikasi Rp 333,74 miliar, keuangan Rp 131,58 miliar dan jasa Rp 737,76 miliar. Berdasarkan harga konstan tahun 1997, PDRB Propinsi Papua mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,00% pertahun. Dapat dikatakan bahwa perekonomian Propinsi Papua membaik sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997. Dengan kondisi infrastruktur yang terbatas, investasi yang masuk ke propinsi ini umumnya ditujukan untuk penggalian dan pengolahan sumber daya alam. Hingga tahun 2004, jumlah investasi yang telah masuk ke Propinsi Papua mencapai 186 unit, dimana 120 perusahaan tergolong aktif, 86 benar2 aktif dan 36 baru mulai. Namun, 66 perusahaan sudah tidak jelas keberadaannya, tidak lagi melapor pada pemerintah Propinsi Papua. Dari perusahaan-perusahaan yang aktif juga tidak seluruhnya memberi laporan secara rutin pada pemerintah daerah. Bila ada masalah pemerintah propinsi baru berperan. Investasi sektor tambang yang cenderung dalam jumlah besar dan berlaku dalam jangka panjang membuat sebagian dari investasi yang masuk ke Propinsi Papua adalah investasi besar yang izinnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Hal ini merupakan salah satu penyebab sulitnya pemerintah daerah untuk memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan seperti yang disyaratkan dalam ketentuan investasi, seperti membuat perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Propinsi Papua untuk memberi laporan aktivtasnya secara rutin pada pemerintah daerah. Pemerintah Propinsi Papua mengharapkan agar investasi yang menyangkut sumber daya alam diserahkan ke pemerintah propinsi. Seperti juga sektor pertambangan, sektor pertanian yang akan dikelola dalam jumlah besar juga mengalami masalah. Salah satunya adalah harus memperoleh izin dari Menteri Kehutanan, di Jakarta. Jauhnya jarak tempuh dan mahalnya biaya merupakan kendala tersendiri bagi para investor. Investasi yang ada di propinsi Papua tidak luput dari masalah seperti PTPN II „Arso” yang mengalami masalah permodalan, sekalipun saat ini sudah dapat diatasi. Pelarangan ekspor kulit buaya oleh pemerintah pust yang memukul perusahaan budidaya buaya di propinsi Papua yang sebelumnya merupakan perusahaan budidaya buaya terbesar di Asia dan nomor dua di dunia. Pencekalan kayu hasil tebangan di propinsi Papua berpotensi untuk merugikan para pengusaha yang bergerak di bidang, termasuk sektor hilirnya yang sebagian merupakan usaha skala menengah, bahkan kecil. (padahal merka yang melakukan illegal logging dan sudah di siding dapat ke luar dari wilayah Propinsi Papua, bahkan ke luar Indonesia. Investasi untuk sektor–sektor lain memerlukan insentif khusus dari pemerintah pusat, karena pola yang umum belum tentu sesuai dengan kondisi di Propinsi ini, sehingga diharapkan para investor tertarik untuk berinvestasi dan mengembangkan potensi Propinsi Papua. Hingga saat ini salah satu kebijakan yang diharapkan oleh pemerintah propinsi Papua adalah agar Pemerintah Pusat dapat memberikan standar penyelesaian permasalahan tentang hak ulayat. Selain itu, masih ada kendala internal berupa masih belum jelasnya format tentang tentang peran MRP (Majelis Rakyat Papua).
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
5
Majelis Rakyat Papua (MRP). Mengingat di propinsi Papua terdapat lebih dari 200 suku, maka MRP yang terdiri dari perwakilan adat, perempuan, dan agama agar bicara untuk kepentingan mereka, termasuk dalam „hak ulayat‟ yang terkait dengan permasalahan investasi. Pemerintah daerah sedang mengupayakan Perdasus untuk persoalan ini. B. Bidang Industri dan Perdagangan Untuk menunjang perkembangan sektor industri dan perdagangan yang masih dikembangkan dalam bentuk usaha skala kecil dan menangah. Secara khusus, Kepala Dinas Peternakan pernah membuat program menampung hasil produksi para petani yang akan dikirim ke luar wilayahnya. Pemerintah juga pernah membuat program menerima barang-barang kelontong produk rakyat. Namun, kesulitan dalam persaingan dengan produk-produk dari wilayah lain yang maju membuat unit-unit usaha perdagangan skala kecil dan menengah, seperti koperasi, lebih memilih menjadi disitributor produk yang hanya menjual produk yang dibutuhkan dan laku dijual; tetapi tidak pada pengembangan produksi dan pemasaran produk-produk lokal. Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi tumbuh kembangnya usaha sektor industri dan perdagangan, maka pemerintah mencanangkan program pelatihan teknis dan manajemen untuk masyarakat dan dunia usaha agar mereka dapat menjadi wiraswasta, serta sebagai upaya penguatan basis ekonomi rakyat. Pemerintah juga memberi bantuan peralatan dan modal usaha untuk pengembangan produk UKM dan untuk pengadaan barang, yang sebagian harus didatangkan dari luar wilayah Papua. Kebutuhan akan barang-barang tertentu seperti bahan baku dan antara yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi membuat kebutuhan akan stok yang memadai menjadi penting, karena lamanya waktu yang dubutuhkan anatra pemesanan barang hingga barang datang. Untuk itu dibutuhkan biaya yang memadai. Selain itu, tidak jarang pengusaha mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan yang mendadak (waktu pemesanannya pendek). Untuk pengembangan UKM, pemerintah propinsi Papua membangun lingkungan industri kecil, membangun gedung dari dana otonomi khusus, membangun pasar di perbatasan; departemen industri dan perdagangan membantu penyediaan peralatan. Pengadaan barang-barang seperti minyak tanah, bensin, semen diharapkan dapat terdistribusi secara cukup hingga ke daerah-daerah, dengan harga terjangkau. Pada gilirannya diharapkan agar arus masuk dan keluar barang-barang dapat membuka isolasi daerah terpencil, serta membantu penguatan ekspor non-migas. Selama ini dana pengadaan yang dibutuhkan diperoleh dari bantuan dana otonomi khusus dan dari departemen terkait. Dana ini masih tergolong kecil, sehingga diharapkan dapat tingkatkan. Subsidi ini diharapkan dapat diperoleh dari Pemerintah propinsi, tetapi bila tidak dapat dipenuhi maka akan diperjuangkan di tingkat pusat. C. Bidang Koperasi dan UKM Pemerintah propinsi Papua mencanangkan program untuk meningkatkan jumlah dan kualitas koperasi dan pengusaha kecil dan menangah (PKM) yang tangguh dan mandiri, dukungan pembiayaannya, sarana dan prasarana penunjangnya, termasuk kemitraan usaha. Kebijakn ini diharapkan dapat direalisasikan melalui pemberdayaan dan revitalisasi kelembagaan koperasi, serta
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
6
reorganisasi dan restrukturisasi kelembagaan koperasi. Aktivitas yang dicanangkan antara lain, melalui peningkatan kemampuan sumber daya manusia koperasi dan pendampingan, peningkatan modal, penguatan institusi adat dan penggalangan kemitraan koperasi. Jumlah koperasi di propinsi Papua mencapai 2.259 unit (dengan anggota 194.221 orang) pada tahun 2003, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, tahun 2002 yang mencapai 2.158 unit (dengan anggota 193.258 orang) dan tahun 2001 yang berjumlah 1.853 unit (dengan anggota 170.342 orang). Pada tahun 2004, jumlahnya menurun menjadi 1.503 unit (dengan anggota 135.878 orang), karena pemisahan Irian Jaya Barat dari propinsi Papua. Sekalipun demikian, perkembangan jumlah KUKM masih belum diimbangi dengan kualitasnya. Dari 1500 koperasi yang ada pada tahun 2004, permasalahan utama yang muncul adalah lemahnya manajemen koperasi, terbatasnya sarana, modal (dari dalam maupun luar, seperti perbankan). Koperasi yang pada awal perkembangannya cenderung mengandalkan modal sendiri, mulai meningkatkan peran modal dari luar dengan perbandingan antara Rp40.792 juta modal sendiri dengan Rp19.260 juta modal dari luar pada tahun 2001; menjadi Rp 48.641 juta dengan Rp34.540 juta pada tahun 2002 dan Rp56.582 juta dengan Rp42.548 juta pada tahun 2003. Peningkatan program-program pemerintah untuk koperasi serta usaha kecil dan menengah, termasuk BUMN, dan perkembangan jumlah perbankan umum di Propinsi Papua berperan dalam meningkatkan porsi dana di luar modal sendiri dalam berusaha. Jumlah perbankan hingga september tahun 2003 mencapai 1 Kantor Pusat (KP), 43 Kantor Cabang (KC), 10 Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan 33 Kantor Kas (KK) yang menurut status kepemilikannya meliputi bank pemerintah, bank pemerintah daerah dan bank swasta nasional. Jumlah kantor bank pemerintah terdiri dari 22 kantor cabang, 1 kantor cabang pembantu dan 7 kantor kas. Bank pemerintah daerah memiliki 1 kantor pusat, 10 kantor cabang, 8 kantor cabang pembantu dan 24 kantor kas. Sedangkan bank swasta nasional memiliki 11 kantor cabang, 1 kantor cabang pembantu dan 2 kantor kas. Dana PUKK yang disalurkan oleh BUMN, seperti PT Pertamina, PT Bank Mandiri, PT Pos Indonesia, pada tahun 2002 untuk koperasi dan UKM mencapai Rp19,593 miliar yang meningkat pada tahun 2003 mencapai Rp27,678 miliar; dimana kontribusi terbesar dari PT Pertamina yang masingmasing Rp13,933 miliar dan Rp15,188 miliar. Aktivitas penyaluran kredit usaha kecil (KUK) perbankan di Propinsi Papua cukup baik perkembangannya, dengan rata-rata laju perkembangan penyaluran KUK 34,89% pertahun selama periode 1992-2003 dan laju perkembangan penyaluran KUK pada periode 2002-september 2003 sebesar 42,43% yaitu dari sebesar Rp 585.801 juta pada tahun 2002 menjadi Rp 834.353 juta pada September 2003. Menurut sektor ekonomi, penyerapan KUK yang terbanyak pada tahun 2002 dan 2003 adalah pada sektor lain-lain yang menyerap dana KUK sebesar 68,50% dan 66,20% diikuti sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 16,06% dan 13,00%.
III. Permasalahan Spesifik dan Rekomendasi TERLAMPIR
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
7
A. Pemda Propinsi Kalimantan Papua Salah satu permasalahan penting yang dalam upaya pengembangan ekonomi Papua adalah pola hubungan pemerintah pusat dan daerah yang masih belum menemukan format terbaiknya. Masih sering terjadi perbedaan persepsi terhadap suatu kebijakan antara pusat dan daerah. Bagi pemerintah propinsi Papua azas dekonsentrasi dan desentralisasi yang mengikuti pergeseran yang terjadi dalam konteks politik masih belum sesuai dengan yang diharapkan, masih belum efektif dan seringkali terjadi tarik-menarik dalam hal kewenangan; dan pandangan dalam keberpihakan terhadap masyarakat, khususnya rakyat Papua. Otonomi khusus diharapkan dapat mensejahterakan Rakyat Papua, karena kalau sudah sejahtera mereka tidak minta kemerdekaan dari NKRI. Masyarakat Papua telah mempertahankan gerbang timur, sebuah pekerjaan besar dan strategis. Permasalahan dalam bidang kesehatan misalnya, soal kewenangan atas Rumah Sakit (RS) apakah di bawah Gubernur atau Kepala Dinas Kesehatan, karena menurut pemerintah propinsi di masyarakat permasalahan muncul karena adanya perbedaan dalam pelayanan di RS. Selain itu, dalam permasalahan investasi, khususnya yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam, pemerintah propinsi berharap agar diberi kewenangan dalam perizinan. Atau permasalahan yang lebih spesifik dimana keberadaan PTPN II „Arso‟ yang perkebunannya berada di Papua tetapi manajemen semua diatur dari Medan; sehingga pengambilan keputusan yang terkadang tidak begitu penting harus ditunda-tunda dan mengganggu aktivitas perusahaan; misalnya pembayaran CPO yang belum dapat dilakukan karena menunggu keputusan dari Medan. Pemerintah propinsi mengharapkan agar manajemennya dapat dipindah ke propinsi Papua. Pandangan ini pernah diusulkan pada Menteri KTI dan BUMN, namun belum ada tanggapan.
B. Pemda Kabupaten Merauke Kabupaten Merauke dikenal dengan sebutan Tanah Merah atau Boven Digul. Wilayah yang luasnya hampir sama dengan Pulau Jawa ini, luas daratannya mencapai 11.974.900 hektar, sebagian besar masih merupakan hutan belantara ini dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai kamp konsentrasi yang dibangun oleh kolonial Belanda untuk mengasingkan para pejuang nasional seperti Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta dan Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Kawasan yang dulu berupa hutan rimba dan rawa-rawa tempat hidup ular dan buaya sudah banyak berubah, sejalan dengan berkembangnya penduduk bauk karena pertumbuhan alamiah atau karena program transmigrasi pemerintah. Salah satu etnis yang dikenal di kabupaten ini adalah suku Asmat yang terkenal dengan seni patungnya. Daerah yang disebut sebagai "Ermasoek" disebut oleh masyarakatnya sebagai "maroke" yang artinya "Itu adalah Sungai Maro". Sungai yang lebarnya lebih kurang 500 meter itu bersama sembilan sungai besar lainnya, yaitu Bian, Digul, Yuliana, Lorents, Unir, Kouh, Braza, Sirets, dan Bets, merupakan prasarana moda transportasi air, dan berpotensi sebagai sumber air tawar untuk pengairan, perikanan, bahkan energi listrik. Hutan di Merauke merupakan areal hutan terluas di propinsi Papua dimanfaatkan oleh penduduknya secara tradisional, selain oleh perusahaan pengolah hasil hutan, perusahaan non-HPH dan HPH secara modern untuk memproduksi kayu bulat. Sumber daya alam memberi kontribusi berarti
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
8
bagi perputaran roda ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Merauke. Pada tahun 2000, sub-sektor kehutanan memberikan kontribusi besar bagi kegiatan pereknomian, sumbangnnya lebih dari Rp 188 milyar dari total PDRB yang sekitar Rp 1,1 trilyun. Dengan luas perairan laut mencapai 75.000 kilometer persegi dan perairan umum 71.000 kilometer persegi, sub-sektor perikanan berperan penting bagi kegiatan ekonomi wilayah ini, khususnya dari sungai-sungai di Kabupaten Merauke. Kontribusinya mencapai Rp 157,1 milyar pada tahun 2000, naik hampir lima puluh persen dari tahun 1999 yang hanya Rp 104,9 milyar. Perkembangan masyarakat transmigran, mengembangkan sector pertanian di kebupaten Merauke. Masyarakat mampu memproduksi produk-produk pertanian dalam jumlah yang berarti, bahkan beberapa produk dihasilkan lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Bupati Merauke mengharapkan wilayahnya dapat menjadi produsen dan supplier kebutuhan produk-produk pertanian di Prpinsi Papua. Salah satu produk hasil pertanian yang mengalami kelebihan produksi adalah beras. Kendala utama yang menghambat pengembangan pasar ke luar lokasi pertanian, dan ke luar wilayah kabupaten merauke adalah kurangnya ketersediaan infrstruktur yang memadai. Keterbatasan moda transportasi yang dapat dipergunakan, baik dalam jumlah dan frekuensi, selain lamanya waktu tempuh karena jarak yang jauh, berdampak terhadap mahalnya biaya transportasi.
C. Kabupaten Mimika Kabupaten Mimika merupakan wilayah terkaya di Papua, karena potensi tambang mineral dari Ertsberg yang kekayaannya diperkirakan bernilai lebih dari 77 miliar dollar AS. GUNUNG tembaga dan emas ini, Ertsberg, berdiri lebih dari tiga juta tahun dikelilingi jurang- jurang dalam yang terbentuk oleh gerusan es abadi yang mencair dan membeku sebagai pengaruh perubahan musim. Potensi tambang yang diungkap pada tahun 1936 oleh geolog Belanda, Jean Jacques Dozy, ditindaklanjuti oleh Manajer Eksplorasi Freeport Sulphur Company (sekarang Freeport-McMoRan Copper and Gold Inc-induk PT Freeport Indonesia) pada tahun 1967 setelah penandatanganan kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia. Setelah kandungan tembaga di tambang Ertsberg menipis, tahun 1988 ditemukan lokasi penambangan baru di Grasberg tak jauh dari Ertsberg. Tambang kedua ini memiliki cadangan tembaga terbesar ketiga di dunia dan cadangan emas terbesar di dunia. cadangan bijih tambang Grasberg mencapai 2,6 miliar ton di areal 202.950 hektar (kontrak karya PT FI dengan Pemerintah Indonesia baru akan berakhir tahun 2021). Produksi tambang dari perusahaan ini dikirim ke pabrik-pabrik peleburan tembaga di berbagai negara, termasuk Gresik-Indonesia. Tahun 2002, PT FI menghasilkan konsentrat yang mengandung 1,8 miliar pon tembaga dan 2,9 juta ons emas dari penambangan sekitar 235.000 bijih tambang per hari. Konsentrat tembaga ini bermanfaat bagi penyediaan tembaga untuk perangkat komunikasi modern dan barang elektronik, pengadaan listrik dan keperluan industri lainnya. Masuknya perusahaan bermodal asing pertama ini membuka keterisolasian daerah yang dikelilingi hutan, perairan, dan pegunungan. Infrastruktur untuk menunjang aktivitas tambang seperti lapangan terbang, pelabuhan laut, dan fasilitas jalan dibangun, termasuk kota modern tembaga pura. Kesempatan kerja yang terbuka, hanya menyerap tenaga kerja penduduk lokal dalam jumlah (26% dari
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
9
total pekerja yang mencapai 7.600 orang) dan untuk posisi yang terbatas. Aktivitas penambangan PT FI mengembangkan usaha-usaha lain pendukung kegiatan pertambangan dan kebutuhan para pekerjanya, seperti perusahaan penyedia kebutuhan listrik, jasa pelabuhan, jasa konstruksi, jasa konsultan, katering dan makanan. Di luar karyawan PT FI, terdapat sekitar 1.500 pekerja kontrak pada perusahaan-perusahaan yang khusus menyediakan jasa- jasa bagi PT FI. Perkembangan aktivitas ekonomi di kabupaten ini cukup tinggi mengingat pengeluaran untuk konsumsi PT FI mencapai satu miliar per hari. Peredaran uang di Kabupaten Mimika pada tahun 2002 mencapai Rp 600 miliar. Pemerintah Kabupaten Mimika menerima Rp 108,37 miliar dari PT FI melalui pajak, retribusi atau bagi hasil pada tahun 2002, dari sebelumnya Rp 113,94 miliar. Pendapatan per kapita penduduk kabupaten ini mencapai Rp 150,8 juta pada tahun 2001, dan menurun menjadi Rp 106,7 juta pada tahun 2002. Lapangan usaha penambangan di Mimika membuat Seluruh lapangan pekerjaan yang digerakkan penduduk lokal maupun pendatang menghasilkan perputaran uang Rp 11,8 triliun tahun 2002, dimana 96,6 persen atau Rp 11,3 triliun dihasilkan dari sektor pertambangan. Peluang bagi pengusaha lokal untuk berkontribusi dalam penyediaan berbagai kebutuhan karyawan PT FI masih terbuka, mengingat hasil-hasil pertanian dari kabupaten Mimika atau daerah lain di Papua, seperti Jayawijaya dan Jayapura, masih belum mampu menutupi kebutuhan pokok PT FI. Hingga saat ini kebutuhan konsumsi warga PT FI hampir semuanya (sekitar 80 persen) dipenuhi dari luar Propinsi Papua, yaitu dari Surabaya dan Makassar. Harapan masyarakat akan keterbukaan peluang dalam mensuplai kebutuhan para pekerja di PT FI tidak hanya terkendala oleh kuantitas dan kualitas sebagian produk yang mereka hasilkan tetapi juga oleh besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh pengelola koperasi yang menampung produk hasil tani masyarakat yang membutuhkan modal besar untuk membeli seluruh produk yang dihasilkan oleh masyarakat, sekalipun kualitasnya kurang dari yang dipersyaratkan. Keterbatasan pengetahuan untuk mengelola lebih lanjut produk-produk yang hasilnya berlebih tetapi tidak mampu dipasarkan membatasi pengembangan usaha masyarakat di kabupaten ini.
D. PT Jayanti E. PTPN II ‘Arso’ F. PT PLN Agar Pemerintah Pusat konsisten dalam pembangunan Kawasan Indonesia Timur yang DIALOG KOMISI VI DG PEMERINTAH PROPINSI PAPUA: KIP: UU system perencanaan pembangunan nasional: ada RPJM (5 tahun, break-down visi, misi presiden) dikoordinasi oleh Bappenas lalu ada renstra yang tahunan dibuat oleh masing2 kementerian. Industri J. panjang berbasis pada 3 hal yaitu sawit, (kayu) logging, … agar apa yang bias diberi oleh alam agar dapat diolah. Harus ada insentif tertentu. Pemendekan jalur investasi, selain upaya mempercepat UU investasi. Soal koordinasi, bgmana agar dpat disinergikan secara bersama. Apa di daerah ada RKPD, breakdown RPJM daerah. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
10
P Yusuf P: Agar statement wagub tertulis shg jadi bahan bagi Komisi VI. Sejauhmana Dinas Perkebunan tanami lahan kosong di Papua, spt sejuta ha perkebunan. Bagaimana kalau Papua tdk impor daging tapi mengekspor. Danau Sentani indah, tp mengapa tidak banyak yang datang kemari? Komunikasi yang baik penting. Di Sumut ada kopi yang terkenal, tp di sini Dinas Perindustrian tidak berupaya memperkaya masyarakat, kecenderungan kita menjadi agen. Bagaimana keuntungan perusahaan2 yang ada dikontribbusikan bagi rakyat Papua, tdak hanya merusak jalan di papua tp Cuma bayar pajak PBB. P Lili: bahan2 dari dinas untuk bahan perjuangan kita, sbg tugas kita. Hasil penelitian Uncen, bahwa 80% rakyat Papua miskin, sangat memprihatinkan karena Papua kaya SDA, pertambangan, pertanian, perkebunan, shg spt tikus mati di limbung padi. Ini ironis. OKI perlu disesuaikan, bahwa perijinan tk I berasal dari BKPM Pusat dan tk Propinsi investor tdk wajib lapor. Th 2005 akan buat UU Investasi, di Cina investasi yang hanya sekianpuluh juta dolar tidak di pust tp di gubernur, shg Gub punya kendali atas perusahaan2 tsb plus punya kewenangan. Biaya investasi yang mahal perlu diimbangi dengan insentif2 perpajakan. Perlu ada sharing untuk Pemda. Informasi akan dibawa ke pusat, tp bentuk implementasinya tdk tahu apakah DAK. Freeport sangat kaya, tp bagi pemda sharingnya barangkali kurang, agar tidak terjadi demikian. Mungkin ini soal perizinan yang terlalu dipegang pusat. Agar panitia anggaran kita dorong juga komisi lain yang terkait untuk diperjuangkan. Wagub: Perang modern adalah perang system, mungkin kita dikondisikan agar saling tabrak menabrak, sehingga ada peluang untuk itu. Laut di Papua pasti diincar krn sumber kekayaan dasar lautnya masih besar. Bagaimana kalau kayu dioleh disini baru nanti dikirim ke Negara lain. Kalau Papua paru2 dunia beri duit untk menjaganya. Dua azas dekonsentrasi dan desentralisasi yang mengikuti pergeseran yang terjadi dlam konteks politik tdk sesuai, shg tidak efektif. Gub pro-rakyat „kl ada kayu yang kaluar setiap 10.000 ada hak ulayat yang harus diberikan, tetapi ada perusahaan yang tdk melakukan‟. Rakyat Papua yang punya otonomi khusus harus disejahterakan. Kalau mereka sudah sejahtera mereka tdk minta merdeka. Kami lelah mempertahankan gerbang timur ini (pekerjaan yang begitu besar, strategis). Majelis Rakyat Papua (MRP). Pintu masuk ke rakyat Papua melalui budayanya, tetapi di papua ada 200 suku lebih. MRP wakil2 adat, perempuan, agama agar bicara untuk kepentingan mereka „kerukunan beragama, hak perempuan dan hak ulayat‟. Tapi kita masih belum kuat. Sudah minta Sucofindo agar Bantu membuat perlindungan bagi buah merah. AS sudah perkuat pangkalannya di Darwin, kita baru akan tempatkan kostrad di Timika, Biak. Kekhawatiran adalah pada system kita. Untuk buka kebun berhadapan dg menteri kehutanan. Bagaimana? Perkebunan menyerap TK luar biasa. Mengapa kita tidak lakukan. Pemberian kewenangan, realisasinya adlah izin. Kalau semua di Jakarta, pdhal daerah punya kekuatan, kalau tidak ada selembar kertas siapa yang mau jaga. KIP: MK keputusan Irjabar abu2. UU no.22 menimbulkan banyak masalah. Di Jakarta butuh internasional port, tapi 3 kali ganti menteri masih belum ada kepastian. Kita akan terus berbenah. Tgl 27 ada education summit, setelah infrastructure summit. Akan di-launch 500 ribu manager leader, sebagai bagian komprehensif dari upaya sebagai bangsa.
Hari I (5 April 2005 jam 14.45wit) PTPN ARSO (PTPN II Tanjung Rawa)
KIP: Bagaimana pelaksanaan GCG. Sekda Kabupaten Keerom: Kab Keerom merupakan kabupaten pemekaran th 2003 dari Kabupaten Jayapura, dengan UU th 2002. 5 Distrik dan 48 desa/kampung. Jumlah penduduk 51.540 KK. (Batam security approach dirubah menjadi prosperity approach). Komitmen pemerintah untuk jadikan daerah perbatasan sbg halaman depan rumah, sebelumnya halaman belakang.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
11
Salah satu permasalahan adalah infrastruktur, selain pendidikan (rasio guru-murid sangat tdk memadai), kesehatan (peralatan medis terbatas), ekonomi (sarana ekonomi yang menunjang spt pasar maupun yang utama masih terbatas). Indonesia mini ada di Keerom. Pimpinan PTPN II „ARSO‟: PTP II mulai th 1981, sebagai misi dept pertanian. Hanya PTPN II yang ditunjuk, yaitu untuk Arso (PIR, PIR Khusus, PKS yang masih baru 30.000 ton) dan „perapi‟ yang di Manokwari. PUKK belum ada krn profit masih belum. Hutan cadangan 50.000 ha. Ada 13M kerugian. SDM petugas kebun sebagian dari Sumut, sebagian lain local. Sebagian aparatur dan asisten adalah warga local, papua. Sudah ada investor yang datang menunjau, mudah2an akan investasi. Dulu minyaknya 50-60 tapi sekarang sudah di bawah 5, sehingga sebaik yang di medan. Untuk 2005 akan dilakukan pemupukan. Perbaikan sususna personil, sistem perkebunan. A Ketua DPRD Keerom: agar petani diberi kesempatan menyampaikan aspirasinya. Pdt Edi: mewakili petani PIR dan KKPA. Sejak 1982 mulai dibuka kebun ini, 1992 mulai ….. produksi (?) akan serahkan tulisan. Jawaban tidak perlu sekarang, beri saja bukti. Apa yang diharapkan oleh petani PIR. Rencana pemerintah untuk sejahterakan petani justru sebaliknya mereka lebih sengsara dari sebelum ada kelapa sawit. P Agus: status mgt PTPN II Arso? Mengapa harus dg pembinaan PTP II Sumut (jauh, shg konsep mgt tdk akan terjadi). Era Otsus Kab Keerom akan mampu mengolah sendiri, akan lebih mempermudah dan memperlancar, serta profit yang lebih baik. Mgt berhubungan dengan tempatnya. Perlu dikaji ulang menyeluruh dg melibatkan masyarakat, seluruh muspida, tokoh2 adat, akan memberi hasil yang optimum. P Sulaeman Mai Ka.Distrik Arso: 1989-2002/3 petani dan karyawan tdk alami kesulitan, semua kegiatan lancer –petani terima gajiannya tepat waktu, tapi setelah itu ada kendala, apa? Krn info yang kami dengar bahwa PTP II menengani kebun2 saja, sekarang tangani yang lain shg membuat kesulitan bagi kami. Kalau PTP II tdk bias lagi agar bicarakan dengan BUMN, kalau ini tidak jalan lagi dan petani jadi korban. Jawab: Unit usaha, merupakan distrik manajer, sedang dikaji bersama konsultan. Hasil kajian akan disampaikan, bersama Muspida akan kaji. Setiap minggu butuh 3M untuk pengadaan. Laporan sementara… saat ini sedang mengolah gula. Kondisi mulai th 1989, saat ini lebih mengedepankan hak-hak petani: UMR, santunan hari tua. Dalam 1 tahun tdk ada kendala. Kalo disreksi tdk solid akan berat. Kelapa Sawit mungkin naik, tp tembakau dan kapi lagi anjlok. Pabrik gula yang tidak pernah jalan sekarang mulai jalan. Masyarakat mengharapkan peningkatan harga, perbaikan; juga kinerja perusahaan agar jangan spt hidup tidak, matipun tidak. P Kepala Suku: tidak bertanya, tp usul pada DPR-RI: harga BBM naik, harga TDS harus juga naik dan berjalan terus. PTP II dirasa pincang agar jadi pertimbangan, untuk diganti atau agar berdiri sendiri. DPRD Kab Kerom: Mathius dari Partai Golkar: ada kekurangan agar segera dibenahi. NAD disebut serambi Mekah. Kab Keerom serambi depan Indonesia. Agar jalur dari Keerom ke Jayapura, Wamena dan Merauke dihubungkan, diperjuangkan lewat APBN. P Hasto: Tujuan komisi VI adalah pengawasan. Dari Wagub spt-nya pelaksanaan UU otsus belum terlaksana. Agar dapat dilaksanakan lebih baik untuk salurkan aspirasi. Mgt PTP II: dari segi jarak memberi rentang kendali yang terlalu jauh shg pengambilan keputusan yang cepat sulit. PPT II belum memberi manfaat. Tetapi permasalahan lebih kompleks, spt infrastruktur. Tetapi tdk dapat rugi terus, shg akan diupayakan untuk difollow up agar upaya PTPN II dapat membawa kesejahteraan masy. Agar PTP II dapat memberi kebijakan strategis termasuk soal harga TDS yang dinilai tidak transparan. Soal Otsus agar PTP II dapat memberi fakta pada Meneg BUMN, termasuk sekiranya tdk layak krn rentang kendali yang jauh. Dari laporan R/L terlihat tdk sehat. Fluktuasi TDS, mengacu pada harga CPO (ada wakil dari Disbun, asosiasi) dg catatan harga bulan lalu, disepakati bersama dengan tim perumus, di dalamnya ada bermacam-macam biaya, biaya transportasi. Standarnya kalau di bawah 5 akan diberi premium. Minyak di Manokwari 1600
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
12
ton sedang kapasitas kapal 2000 ton, shg harus menunggu agar tercapai 2000 ton. Sekarang kendala2 sudah diperkecil. Trans Irian kalau bias diperlebar, maka ke Wamena hanya 1 jam. Tetapi di bawah ini air, jadi konstruksinya perlu perhatian. Petani ke PKS akan dapatkan CPO yang baik. Agar berangkat dari pabrik 4, setelah pengapalan 5, di Jawa 5,1 atau 5,2. KIP: terima kasih atas masukan Kepala Suku, Bpk Pendeta, petani. Komisi VI membantuk 2 tim, yaitu BUMN2 atau PTPN2 yang merugi atau belum maksimal. Masukan tertulis dapat diberikan pada Komisi VI, yang telah membentuk 2 Panja dan salah satunya tentang BUMN yang merugi dan belum optimal. Ada 3 nomor telfon yang saya beri pada Bpk Pendeta Edi. Soal harga, infrstruktur, apakah juga kemungkinan soal ketersediaan mesin shg petani harus menunggu. Agar Pak Nurindo yang mewakili PTPN II dapat memberi keberkahan sendiri pada masyarakat petani.
Hari I (5 April 2005 jam 21.00wit) PT PLN (Pak Fery Tisna) dan PT Pelindo IV (Pak Oktavianus) wilayah Jayapura
KIP: Belum terlihat kontribusi significan terhadap daerah. Fungsi legislasi, pengawasan pelaksanaan kebijakan dan anggaran. PLN: Listrik desa 56, yang dominant Rumahtangga 87% (hamper 169.000), lalu industri dan usaha seluruhnya 193.000. dari jaringan distribusi yang tersebar kita punya travo distribusi 2400 dengan kapasitas 142 MPA. Jaringan menengah 20.000 Volt, lalu melalui travo didistribusi ke pelanggan. Pusat Listrik tenaga diesel menggunakan BBM 170 unit, ada yang gunakan air (mini hidro) 7 unit di fak-fak dan Wamena. Sudah terjadi peunurunan kemampuan 80%. 20% sudah turun kemampuaannya. Total beban puncak 22megawatt Jayapura terbesar lalu Sorong, manokwari dan Merauke. VISI 2007, optimalkan aset2 yang ada. Efisiensikan usaha, dg perbaiki kinerja tunggakan plus kompetensi SDM, serta nilai2 yang disepakati bersama, kerjasama, kekeluargaan dan produksi. Biaya pokok penyediaan 1400 rupiah dan jual dengan 150 rupiah. Dominasi bahan baker minyak diharapkan dari waktu ke waktu dapat dikurangi untuk turunkan biaya pokok penyediaan listrik. Th 2004, PLTD 31%, lainnya ke air, gas dan batubara (utamakan energi setempat) sambil usahakan renewable… system transmisi 70.000 volt. Lalu turunkan susut distribusi dan SDM berbasis kompetensi yang sudah mulai berjalan di awal th 2004 serta kerjasama dengan pihak lain di prop Papua. PLN bukan lagi pemegang Usaha Ketenaga Listrikan –pemerintah dapat diajak ikut serta dalam pengadaan listrik, ettapi UU no 22 th 2003 dibatalkan diganti dengan PP 003 bahwa Pemda berkewajiban membantu penyediaan tenaga listrik, terutama tempat2 yang belum ada tenaga listrik. Satu hari sekitar 300.000 liter (40 mobil tangki) yang dibakar. Sekarang Hidro naik dari 2,5% ke.... di Wamena dikembangkan th 2014 PLTG diharapkan mencapai 41%. Pola kerjasama dengan Pemda : perpanjangan jam operasi/nyala (Pola A di merauke, Sorong di Bintuni), partisipasi penanganan kekurangan pembangkit (Pola B) &Pola C Pertumbuhan penjualan masih terbatas, peningkatan keandalan pelayanan (dari lamanya padam). Dari waktu ke waktu penjualan energi meningkat. Survey kepuasan pelanggan ada peningkatan tetapi untuk ukuran Papua, dimana 2004 lebih baik dari 2003. Neraca 2000-2004 total aktiva terus bertambah tapi di bawah 1 trilyun (800-an milyar). Dari waktu ke waktu rugi terbesar th 2002 krn ada reevaluasi asset, peningkatan asset hamper 3 kali shg penyusutannya juga meningkat 3 kali. Kerugian 279 milyar per tahun. Komposisi biaya (dari bahan bakar) dan pendapatan (terbesar dari penjualan listriknya). Asset masih ada yang di bawah th 1975 yang jumlahnya 38 unit (30 unit sudah rusak). Tahun 1980-85 ada penambahan mesin2, tapi boros. Baru setelah itu masuk mesin2 diesel th 2000 yang lebih baik. Kemdian ada penambahan kecil2 tapi di desa2. kapasitas dan daya mampu mesin, dari 10 sistem, security mesin (aman) bila dikurangi 1 unit yang besar (serep). Ada security level, shg ada mesin yang padam di Wamena dan Nabire. Ini kondisi kritis. Oki, mgt level Papua keluarkan kebijakan untuk tidak keluarakan pelanggan lama, tp kalau terus menerus perlu ada pembatasan pelanggan. Untuk system yang alami pemadaman ditutup. Th2000 tunggakan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
13
11M, 2001 12M, 2003 naik jadi 26M. Kondisi ini tdk lepas dari kondisi instabilitas politik dan keamanan. Hingga saat ini baru dapat diturunkan hingga 20 M tunggakkannya padahal omsetnya hanya 20M. Harga jual rata2 2000 (harga jual Rp669 dg biaya pokok penyediaan 699; th2003 harga jual 618 dan biaya pokok penyediaan Rp 1326; sedang tahun 2004 harga jual 657 dengan biaya pokok penyediaan 1451). Beragam mesin diesel yang dimiliki beragam, ada gangguan satu mesin (dimana kapasitasnya berbeda antara satu dg yang lain, secara teknis akan menyulitkan bila gangguan terjadi pada mesin kapasitas besar untuk diganti/back-up dengan mesin kapasiats kecil). Terpaksa investasi besar akalu peak load, walau kegunaannya hanya untuk waktu sebentar. Kendala non-teknis geografis yang terpencar, biaya pengangkutan BBM, hak ulayat.daerah yang jauh dari depo pertamina spt Wamena rp5.802/liter untuk ongkos angkut. Peluang energi primer non-bbm : tenaga air 19.808 mw (kapasitas air yang terbesar di Indonesia), dari gas 195.000-an dan batubara 201.000-an. Potensi air yang sudah dilakukan studi sudah ada loan dari ADB, th ini penyelesaian masalah social seperti penebangan pohon, tahun depan konstruksi. Saran: Investasi kelistrikan di Papua mungkin masih di kuadran IV agar digeser ke kuadran I; agar dibukan utk tariff listrik regional papua; Pemda Bantu edukasi masyarakat melalui jaringannya dan turut kembangkan sector kelistrikan. Soal hak ulayat yang masih belum jelas penyelesaiannya. Saat sekarang masih menghadapi upaya hukum dalam soal hak ulayat ini. PT Pelindo IV: 27 orang karyawan. Ada 6 cabang, direksinya di makasar. Ada teluk kimbi (Pelabuhan Jayapura), teluk Yos Sudarso, teluk Atello… Barang dan penumpang jadi 1, permintaan masyarakat agar manusia dan barang dipisahkan. Direksi sudah mengusulkan pengembangan Pelabuhan Kota Jayapura. Dari 30 m jadi 140 m dengan dana loan proyek departemen. Untuk dermaga umum yang panjangnya 301 m rencana dikembangkan sesuai permintaan masyarakat. Arus bongkar peti kemas pertumbuhannya cukup tajam (para pedagang lebih suka kirim barangnya dengan peti kemas, murah, awet, tdk hilang, tdk mudah rusak dan cepat sampai ke tujuan) bila dibandingkan pertumbuhan penumpang yang cenderung menurun karena bersaing dengan pesawat terbang yang harganya murah. Tanya Jawab/Respon/Tanggapan: Pak Lili, potensi PLTA cukup besar di Papua mencapai 14000MW perlu dilanjutkan krn bagaimanapun 30 PLTG yang rusak dapat terjadi terus, oki kebijakan ini menghemat biaya produksi krn kecil. Menurut Gub: Rp36/kw. Laporan rugi laba, usul agar BBM yang capai 230M sangat besar, di ITB (IPB?) ada alat utk hemat BBM yang sudah dipakai di Singapura dan Malaysia, agak kurang di Indonesia pdhal dapat menghemat 20% (40%?) agak besar. ABRI hutang dikosongkan krn tidak hutang atau tdk bayar? Susut Jaringan karena distribusi atau krn ada yang curi krn listriknya mahal. Catt: Ada upaya untuk turunkan susut distribusi. Pemeliharaan yg baik akan perpanjang umur mesin, sedang yang kurang baik akan timbulkan biaya yang cukup besar. Pak Agus: di Arso ada pabrik minyak goreng, listriknya dari diesel shg biaya produksi minyak goreng jadi tinggi. Minipowerplant dari batubara, di sini batubaranya cukup tinggi. Di Jayapura listrik cukup sering mati. Ini alternatif yang bagus. Rencana PT PLN ada yang ditarget tahun 2007, agar digunakan rencana dengan periode yang umum 20 th, 5 th atau th-an. Bagaimana dengan rencana strategisnya? Pak Refrizal: sampai sekarang PLN papua masih rugi hampir 300M/th. Apa sebab utamanya? Apa krn kesalahan masa lampau? Atau ada faktor2 lain. Rencana pemekaran pelabuhan, bila gunakan dana loan bagaimana kesanggupan mengembalikannya? Agar investasi yang dilakukan termanfaatkan. Bila belum perlu krn arus kurang padat, agar dijelaskan shg Komisi VI DPR-RI bias mensuport. Pak Hasto: didapat gamabran bahwa di Papua persoalan adalah infrastruktur baik PLN, pelabuhan, dll. Kisah sedih PLN s/d 2007 bahkan hingga 2014. melihat pemakaian pada masyarakat umum, kita pesimis lihat kondisi PLN, dengan kesadaran warga membayar yang
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
14
sangat rendah terlihat dari jumlah tunggakan yang th 2003 bahkan mencapai 27M. bila untuk dorong industri, persoalan listrik harus segera diupayakan agar kekurangannya mengecil. Potensi gas cukup besar shg jadi skala prioritas utk dikembangkan, ketergantungan BBM dapat dikurangi. Bagaimana langkah2. kebijakan KUKM, pinjaman modal kerja dengan mitra cenderung pDicapi invada jas, bgmana dengan produksi rakyat, yang menurut Wagub akan dikembangkan. Jasa merupakan added value bisnis sementara untuk kalangan menengah. Soal UU otsus apa yang perlu dibantu Komisi VI untuk ditingkatkan. KIP: Menteri BUMN penyumbang kerugian terbesar adalah PLN, bukan Cuma Papua tetapi secara nasional. Apa ada rekomendasi khusus dari PLN? Komisi VI bentuk 2 tim untuk respon BUMN dan infrastructure summit. BUMN yang dinilai belum optimal adalah bukit asam yang dinilai masih dapat ditingkatkan 2-3 kali. Di Papua pelayanan kesehatan adalah problem besar, pdhal posisi fasilitas kesehatan belum jelas apakah PT atau perum. Papua mungkin punya spesifikasi dan persoalan yang berbeda. Antara Menteri dan Pelindo dalam hal perluasan dermaga. Pola pada tataran tertentu bahwa BUMN juga ada yang ditujukan untuk melayani masyarakat. P Fery (PLN): kapasitas PLTA menjadi idaman. Investasi di tenaga air besar (padat modal). Laporan kegiatan PLN bahwa keuntungannya hanya 41M dengan likuiditas krn adanya dana yang disisihkan adalah 12 trilyun, itupun tidak disburse di tahun itu, kran ada yang 4 tahun. Bertahuntahun lakukan pilihan jangka pendek adlah di Sorong, tahun 80-an pertama masuk di Wamena. Yang kecil2 disetujui oleh ADB loannya, dg hasil 20.000 Mw. BBM solar 2300, ttp PLN sholat di sini. Industi minyak Deskloap di Papua sekitar 20.000 MW. Bila terealisasi akan merubah laporan keuangan. Kekayaan PLN aladah hasil studi 12 potensi air. 1-2 berhasil dpatkan loan lalu dilaksanakan. Alat yang dapat menghemat 20% BBM Minyak solar ada kemungkinan untuk ganti MFO. Perlu analisa lebih lanjut….. Piutang ABRI memang kosong krn dibayar di pusat. Pelanggan umumnya rumah tangga shg kemungkinannya kecil tdk mendalami teknologi? Pemeliharaan penting krn kalau tidak,bisa menjadi bom waktu. Di jayapura untuk pemeliharaan dengan mematikan listik. Strategis planning 2007 ditarget krn ada pergantian pemimpin, RPTL (rencana penyediaan tenaga listrik). Korporasi terlambat merubah komposisi (70% untuk BBM yang harganya sekarang 2500). Biaya pembangkitannya, distribusi, pelayanan pelanggan. PLN adalah PSO murni. Tahun 2004 PLN Papua dapat 14M keuntungan. Kerugian plus penerimaan yang seret. Tapi sudah mulai galakkan humas untuk edukasi masyarakat melalui radio. Peran serta masyarakat penting. Sudah lakukan dari pintu ke pintu. Salah satu model adalah uang jaminan anggaran agar dipenuhi. Ada konsesi gas dari Petro China, bukan dari sumur yang ada tapi yang diekplorasi tetapi sampai sekarang masih belum ada kepastian (untuk PLN Sorong), dapat dimodifikasi dengan diesel. Komposisi bantuan untuk UKM, yang lebih banyak di jasa, mungkin saat itu tapi mungkin sekarang industrinya sudah tumbuh. Akan diperhatikan. Sekarang murni PSO. Mungkin sudah jadi wacana di dept teknis. PT Pelindo IV: dermaga yang didesain untuk konvensional terpaksa digunakan untuk peti kemas. Dermaga sudah tua, agar diganti. Akan ada pernjangan/penambahan dermaga untuk peti kemas. Sebagai cabang kebutuhan diajukan ke pusat dan pusatlah yang menilai, didukung surat Gub Papua dan Surat Menperhub. Apakah bentuknya loan atau bukan itu dari pusat yang menentukan.
Hari II (6 April 2005 jam 09.15wit) PT …. (IPKH/IPKR = Industri Pengolahan Kayu Hulu/ Izin Pengolahan Kayu Rakyat)
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
15
Dampak kebijakan pemerintah pusat yang menghentikan sementara ekspor kayu untuk pengusutan lebih lanjut membuat industri pengolahan kayu, yang tergolong UKM mengalami kesulitan. Sudah kirim barang dan keluarkan uang rp 100jt tapi tertahan, dan memberatkan perusahaan. KIP: Belum terlihat kontribusi significan terhadap daerah. Fungsi legislasi, pengawasan pelaksanaan kebijakan dan anggaran.
Penangkaran Buaya Dulu nomor satu di Asia dan nomor 2 di dunia dengan 40.000 ekor buaya yang ditangkar. Sekarang jumlah yang ditangkar menurun hanya 30.000 ekor. Itupun sekali makan butuh 10 ton ikan (makan sebetulnya kalau bias per minggu atau dua minggu, kalau kelamaan tidak diberi makan mereka akan memakan sesama, yang lebih kecil.) Perusahaan Batik Sentani: Seluruh bahan didatangkan dari Jawa, belajar juga ke Jawa (Pekalongan), kecuali minyak tanah.;lLN: Listrik desa 56, yang dominant Rumahtangga 87% (hamper 169.000), lalu Hari II (6 April 2005 jam 13.30wit) PT Jayanti, PT Wina Tunas Karya dan PT Wira Kencana
80.000 employees in the east Indonesia (Maluku terutama P Seram, dan Papua). Mulai 1956 in Kalsel (Banjarmasin), mulai dengan forestry and lumber industry, still the the largest(?) untuk konstruksi dan mebel. Large scale lumber industry in Indonesia, in Surabaya/Gresik, jadi plywood. US, European market. Jenis usaha beragam: To create employment and promote prosperity : local fisherman 10.000 ton/year 1800 ships(?) ISO 9002 chemical plant, ternak ayam, naurunkan biaya Core: perkayuan (PT Artika Optima, Nusa Prima Pratama Industri, dan Avona Plywood Indusstry, HPH) perikanan (PT Biak Mina Jaya, PT Djarma Aru, PT Bintuni Mina Raya dll) dan perkebunan khususnya kelapa sawit. Produk: (Plywood, blockboard, moulding, particle board, charcoal dari serbuk gergaji yang dipadatkan) lalu (ikan segar, udang beku, tepung ikan untuk pakan ternak, surimi utk buat produk imitasi seperti tiruann kepiting, tuna kaleng) (TBS kelapa sawit, CPO) Infrastruktur dibangun sendiri di Aru: landasan pesawat terbang, jalan, listrik, berrbagai fasilitas. Biak: bangun pelabuhan permanent, cool strorage dg kapasirtas 11.000 ton, pengalengan tuna, ice making, hotel, kapal fullseigner untk tangkap tuna di pacific. Di Wimro, papua: udangbeku dan ikan yang kami ekspor, semua fasilitas dibangun dari nol. Kendari, Sulawesi: P Seram, opin: pabrik pengolahan ikan, tambak udang (Pasahari dan Uahai) P seram dan Papua sangat bagus untuk tambak udang. Jawa dan sumatera airnya sudah terpolusi, air sawah yang terpestisida ke laut untuk airi udang bias sakit. Di sini air masih bersih. Babo: kebun kelapa sawit. Pemerintah sudah menghimbau investor utk bangun Indonesia Timur, hanaya Jayanti Group yang terbesar di sini, khsusnya Maluku dan Papua. SUmber daya local terbatas shg diambil dari tempat lain, mereka dapat meningkatkan taraf hidup mereka. DERMAGA, LAPANGAN TERBANG, WATER RESERVOIR, JALAN. Fasilitas kesehatan di lokasi usaha terbuka, gratis untuk karyawan dan masyarakat. Karyawan dari 50,064 th 1997 dan 2004 9,487 orang saja. HPH Yang tidak beroperasi krn ijin dicabut, krn expired belum dapat perpanjangan dan krn alasan keamanan (di Timika, dulu ada karyawan yang ditawan OPM, shg sulit dioperasikan).
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
16
(Lihat Laporan) PT Kanroma Mina Sejahtera bekerjasama dengan Pemda jalan trans dari Potawai baru, dari Kabupaten Kaimana ke Kabupaten Timika, boleh ambil kayu 2 km ke kanan dan 2 km ke kiri, yg kemudian akan ditanami kelapa sawit, sekaligus untuk perawatan jalan. 200 km Mimika Barat jauh ke Barat tengah (Kapi Raya) yang sudah tersambung 90km-an. Per KK diberi 2 ha per KK plus rumah 1 buah yang langsung jadi milik rakyat (Kami mau minta Perda pada DPRD agar rumahnya tidak boleh dijual) Tahap II 200km lagi….. Dari 400 km jalan ini akan terbuka jalan untuk 4 distrik.Dulu untuk ke ibukota butuh waktu 2 hari itupun menghadapi cuaca laut yang kadang bias menenggelamkan. Kalau jalan sudah jadi, maka jarak tempuh diperkirakan 2-3 jam saja. Tahap pertama 20.000 ha yang dibuka sudah 74.000 ha. Sejak operasi ini semua terhenti krn soal illegal logging ini. Tidak ada batas waktu. Orang yang bekerja resah dan minta pulang krn tidak bekerja berarti tdk dapat uang (sudah 1 bulan) perkerasan 12m. Nanti akan ada pabrik. Dari … Naik sedikit ke Nabire. Dari …. Naik lagi sedikit ke Puncak Jaya. Dari …. Naik sedikit ke Memiai (Trans kabupaten). Kabupaten Timika pecahan kabupaten Fak2. Pola-nya bukan PIR, tapi hak ulayat berupa 2 ha kebun kelapa sawit plus rumah. Mereka sudah digaji (nantinya mereka jual pada perusahaan). Agar dilihat mana yang legal, mana yang tidak, jangan digeneralisir kata Menteri Kehutanan “2 traktor bisa rusak … ha hutan”. Statement tanpa arah, bagaimana penyelesaian. Kayu2 ada yang sudah dg surat2 legal juga tidak bisa bergerak. Pembangunan tidak jalan. Kayu sangat mahal di Papua. Masyarakat resah. Perusahaan yang memiliki asset besar di Indonesia Timur tdk akan lari dari masalah. Agar dapat diselesaikan dengan pihak Polri Menteri Kehutanan, Depdagri. Orang2 yang di hutan dan tidak tahu apa2 juga diproses shg takut dan ingin pulang ke Jawa. Bibit kelapa sawit, menunggu tanaman dipindah ke lapangan butuh 9 bulan, tettapi berikutnya butuh alat-alat berat lagi tapi bagaimana bias… kami mengharap agar jalan bias terbuka tanpa melanggar. (Lihat Laporan) PT Mimika Sawit Lestari: membuka lahan pembibitan seluas 74 ha dengan bibit dari Papua Nugini, dengan mendayagunakan penduduk setempat. Tahap I 20.000ha dari rencana 80.000 ha. Kekuatan dan Peluang: pengalaman 45 tahun, jaringan pemasaran , memiliki ijin kelapa sawit, sumber bahan baku dekat dengan lokasi industri, papua memiliki lahan yang luas dan memerlukan investasi jangka panjang, dll. Masalah dan Kendala: perbedaan penafsiran UU no.41/1999 dg UU otsus no 21/2001. dampak terhadap industri kehutanan: agar tidak timbul penafsiran bahwa seluruh yang bergerak di industri perkayuan adalah illegal. Ada kayu yang konsesi HPH, (kami punya 3 yang aktif berdasarkan UU no 41/1999), jangan semua dikenakan police line shg tdk boleh bergerak. Selain itu kami juga mengacu pada Kepmen 142 bahwa dalam proses produksi kayu HPH, kami menunjukkan bukti2 ini plus rencana tahuna yang telah disahkan oleh dinsa kehutuan plus jatah penenbangan yang dibolehkan oleh dinas kehutanan plus dg loper kayu dalam HPH kami. Kami memenuhi prosedur standar. Surat perintah pembayaran DR dan PSDH, sudah kami setor, tapi statemen menteri demikian (kalau tidak salah illegal logging akan sampai th 2009). Jadi kontradiktif. Kalau begini dapat terjadi stagnasi produksi. Bapak Gilian dari DPD mempertanya-kan Otsus no.21 th 2001 dan UU no.41 th 1999. 2km ke kanan dan ke kiri sudah sesuai standar, mekanismenya melalui dprd. Tapi ini dianggap illegal oleh Departemen Kehutanan, Pusat. Kalau HPH dianggap ilegal yang legal yang mana? Apa hutan dibiarkan tdk disentuh? Dekat hutan lindung Taman Lorentz yang harus mendapat izin dari pusat, karena berupa hutan produksi, dekat rawa. Ke atas memang hutan lindung, kalalu diteruskan juga hutan lindung (shg tdk jadi).
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
17
Perusahaan kekurangan bahan baku, karena hph dicabut izinnya (krn menggunakan masyarakat untuk menebang utk penuhi kebutuhan perusahaan …? Zaman pak prakosa dari penelitian 5 hari dianggap melakukan penampuangan kayu), tidak diperpanjang dan alasan keamanan PLUS pemerintah dg kebijakan barunya untuk kurangi penebangan kayu. Perusahaan kami di P Seram kekurangan bahan baku. Produksi hanya sekitar 29% dari kebutuhan bahan baku (307,000m3/th) dari 709,000 Ha. Yang dicabut izinnya 435,000 ha dg produksi per tahun 75,000m3. PADAHAL kami mengikuti aturan Kab Merauke, PERDA: ”Perusahaan harus terima tebangan kayu dari masyarakat, dengan harga yang ditentukan oleh Perda Kab Merauke”. Sedang yang sudah habis izinnya tdk ada yang berani memperpanjang. Karyawan yg jumlahnya 6,000 org tinggal di rumah. Perusahaan mungkin dg berat hati akan melakukan pemutusan hubungan kerja. MASYARAKAT KEHUTANAN INDONESIA: Wadah pengusaha di bidang perkayuan: secara prinsip pemberantasan illegal logging sanagt di dukung (pencurian, tebang di luar area yang ditentukan, dan penjualan serta penyelundupan kayu). Ktika tim operasi dating ke Papua, mereka menciptakan stigma “di Jakarta, bunyi di Koran CUKONG kayu, sehingga yang terbentuk adalah bahwa merekalah yang melakukan pencurian kayu, shg yang lakukan investasi resmi kasihan. Semakin lama diharapkan ada perubahan tapi malah makin parah. PETI mati naik 400%. Plywood sudah tdk bisan dijual. Stigma bahwa perusahaan kayu menindas rakyat. SK Gub Papua bahwa untuk kayu Merbau Rp50.000 dan kayu…. Rp 100.000/m3 untuk ulayat. Ini hanya satu2nya SK (di Kalimantan ada tapi lebih rendah), PLUS tidak dipertimbangkan biaya2 lain spt transportasi. Bila ada beda penafsiran, agar mekanisme komunikasi pusat dan daerah dijalankan. Dulu Menhut (P. Prakosa) diharapkan berdialog, tp yang beliau lakukan hanya memberi surat. Kalau tdak patuhi adapt, masyarakat “silahkan ke luar”. Bagi pengusaha mereka terjepit antara pemerintah dg masyarakat (ulayat). Sudah banyak tenaga kerja yang dirumahkan. Beberapa proyek tidak berlanjut, terbengkalai… dapat menimbulkan gejolak. AGAR OPERASI HUTAN LESTARI II dg cara yang tepat. SAAT ini semua di POLICE LINE, perusahaan kami hampir 100% tidak ada bahan baku, tenaga kerja kami di P Seram 5000 orang akan di rumahkan. TANYA JAWAB: Uncertainty pusat – daerah (saat ini ada 13,000-an lebih beda tafsir antara Perda dan UU). Kehutanan, perkebuann, UU air, Migas, kelautan maka payungnya akan dari argaria. Akan disinkronkan kembali otsus dan otda masih setengah hati. Masih menjadi kajian intensif untuk peraturan2 agar pada pelayanan dan pensejahteraan masyarakat daerah. Mendatangkan investor ke Papua tdk mudah, bagaimana menjaganya. Perlu dicarikan solusinya. Ingin bangun perdagangan ke depan. Industri yang ingin dibangun penguatannya a.l. agro (kopra, sawit), infrastruktur (PT Jayanti ada program yang terkait dengan itu), telekomunikasi. Protocol Tokyo agar jaga lingkungan, Protocol Washington pemilik capital akan meneteskan untuk masyarakat sekitar, termasuk UKM P Yusuf: bagaimana PT Jayanti punya komitmen, agar ditulis dg baik sebagai lampiran, termasuk soal Perda Kab (Merauke) agar data pendukung jadi bahan yang berguna. Tadinya sepertinya perusahaan hanya peduli pada pusat tdk pada daerah, tapi info PT Jayanti menyatakan sebaliknya, sedang bangun jalan tembus. Kalau rakyat yang beri kayunya dan perusahaan menerima karena peraturan, maka tidak ada alasan. Tapi jangan jual kayu ke luar negeri, jadikan furniture biar tenaga kerja yang 50ribu jadi 6ribu bagaimana memperbaikinya. Sejauh mana bantuan pada masyarakat dan petani serta pengusaha kecil (ekonomi rakyat, krn berita: rakyat Papua 80% miskin). Bila ada perda, kontrak kerja pembangunan jalan, maka agar disampaikan copy sbg lampirannya.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
18
P Jhonny: Operasi Hutan Lestari II patut didukung. Ini test case shg harus ada penyelesaiannya. Dalam pelaksanaannya membuat side effect, harus dibenahi tahap demi tahap. Ini bukan soal UU, tapi nurani krn yang jadi korban rakyat Papua. Berbagai potensi Papua, bapak yang lebih tahu dari pemerintah Pusat dan Daerah. Indonesia bagian Timur masih menjadi bagian yang tertinggal. Kitalah yang memberi kontribusi positif atau negatif pada daerah. Berikan informasi yang jelas untuk solusi yang win-win untuk masyarakat, perusahaan bapak, pemda dan pemerintah pusat. Masyarakat harus juga maju. Kita, Papua terancam lingkungannya, kita sedih mari cari solusi yang betul. Jangan Papua hancur. Kita akan dukung. Ke depan mari kita bersama bangun Indonesia Timur, agar semua kebagian. P Agus: persoalan ini harus ditindak-lanjuti. Perda yang tumpang tindih dg regulasi nasional agar diberi lampiran untuk kita tindak lanjuti. Bagaimana agar tepung ikan, pakan ternak produksi perusahaan ini mengurangi impor yang sekarang masih besar. Bagaimana soal bibit dari domestic atau kalau mahal, bagaimana agar disemai di sini dan ahlinya yang didatangkan. Agar penggunaan bahan local ditingkatkan. P Lili: Pemda anggap kurang laporan dari perusahaan, ini perlu dilakukan untuk klarifikasi bahwa perusahaan2 izinnya di tingkat nasional, tdk lapor daerah. Tenaga kerja yang turun drastic, pdhal misi dan visi pemerintah adalah untuk tingkatkan kerja dan usaha agar tumbuh dan berkembang. Karena investasi di Papua tdk mudah dan tdk gampang, cost-nya tinggi. Dalam UU investasi ada fasilitasi untuk investor. PT Jayanti mungkin sudah betul tp di pusat UU Investasi masih belum ditanda-tangani, pdhal sudah 9 tahun prosesnya. Dalam operasi mungkin ada penyimpangan dari instruksi Presiden. Menteri Kehutanan, sudah mengantongi beberapa nama, tp pada saat dilaksanakan sebagian sudah lari shg yang tinggal yang ada (investasi) daerah merah, rawan butuh special treatment. Agar ada partispasi perusahaan pada usaha kecil, agar ada kepemilikan oleh rakyat Papua. Walaupun ini sudah dimulai, jalan tol ini akan membantu pemerintah. Mengapa tdk masuk ke Pertambangan spt gas yang ditemukan BP, minyak, atau lainnya. Bagaimana rakyat Papua yang hanya 2 juta mendapat perhatian. Ini masalah serius, karena meliputi beberapa instansi. Untuk selesaikan butuh rapat komisi gabungan VI, II dan IV. Kalau ada penyimpangan di bawah akan konflik antara pemerintah pusat dan daerah. Ini harus diselesaikan. P Hasto: dialog dg Wagub shg sptnya komunikasi kurang baik. Tp lihat upaya PT Jayanti di Indonesia Timur yang panjang membuat perusahaan punya kompetensi utk tetap eksis dg harapan agar social responsibility makin besar, upaya2 untuk tumbuh bersama dengan masyarakat Papua. Kami akan membantu PT Jayanti Group, keberpihakan yang sama terhadap perkembangan Indonesia Timur. Agar P Jhony membangun hotline komunikasi untuk soal ini. P Refrizal: apa masalah lain yang mungkin ada, spt infrastruktur, bgmana finansialnya? Kalau orientasi ekspor semestinya tdk ada masalah dalam financial. Apa ada hutang? Tetap bangga dengan PT Jayanti. Kami ingin Negara dan rakyat untung di masa datang. Permasalahan agar jelas shg bisa diobati. Agar dapat jadi perusahaan nasional yang bisa dibanggakan. Untuk izin patuhi aturan main, agar kalau ada goncangan politik tetap kuat. P Azam: bila untuk ulayat Rp 100,000/m3 sedang harga di dunia US$ 80per ton, bila diperhitungkan biaya2 lain, rasanya masih cukup agar masyarakat juga dapat diangkat. Agar dihitung kembali apa Rp100,000 bisa mengcover kebutuhan mereka. P Anwar: penurunan produksi yang berdampak terhadap profit adalah tenaga kerja. Mgt professional. Yang sudah terjadi menjadi pelajaran berharga. Sudah rahasia umum perusahaan kurang perhatikan masyarakat. Peraturan boleh dijalankan tetapi jangan mengganggu. Ini sudah terjadi dan Jayanti Group sudah membangun. Illegal logging walau tdk terbuka betul. KIP: Akan raker dengan Menko Perek, yang akan terkait dg berbagai kementerian perekonomian. Soal kehutanan akan dikaitkan. Lintas Komisi, setingkat Menko. Full mandate. Kontak person adalah Pak Jhony. PT Jayanti:
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
19
Paparan sudah dilengkapi dengan buku yang diberikan pada KIP dengan persetujuan dari Gub, Bupati, masyarakat adat. Pernyataan dengan seluruh masyarakat adat serta kompensasi yang akan diberikan PT jayanti juga ada di sana.
Hari II (6 April 2005 jam 21.00wit) PT Pertamina, Unit Pemasaran VIII
Misi: menjadi unit usaha yang tangguh an memuaskan dalam usaha minyak dan pembakaran, bahan baker minyak, avtur, BBM. Mempertahankan loyalitas pelanggan. Kantor jariangan dan distri 1 cabang…, 19depot. Menguasai Maluku, Malut (both 488) dan Papua (421) yang luasnya hampir seperempat Indonesia. Total serapan BBM disbanding nasional hanya 2%. Jadi jangan dipotong kalau bias ditambah. Minyak tanah makin turun (1 jiwa tetap 3,3 l) padahal penduduk makin bertambah. Supply Avigas dari Plaju, dibawa dg tanker. Catt PSPD ongkos angkutnya (bangunnya?) dari pertamina. Agen aspal (2) hanya capek krn ambil dari wonokromo ttp oleh pemda bayar tdk cash. Banyak yang anggap bantuan sbg pemberian. Penduduk pindah2 dan nanti pinjam lagi di temapt baru. Survey perdesaan sulit karena factor geografis. Umumnya denga laut, tp ke wamena dg pesawat udara (Rp4,350/ lt, kalau ke puncak Jaya sampai Rp12,000/lt) tapi tetap disupply. Tanker kadang kena air karena ombak yang besar (klep2 ditutup) tanker dg kapasistas 4,000 hanya bias ke Kaimana, sedang di Merauke hanya bila sudah 2,000lt krn sedimentasi, dangkal. Kalau terpaksa kapal di stop di tengah laut lalu minyak diambil oleh tongkang2, tp biaya. Diutamakan security bukan biaya. Di SPBU sekarang kosong. Dulu untuk timbun premium 100lt ke atas (UU lama) harus pakai izin (izin perindag, tp karena orang susah, kita tdk berani) DO HUlu Papua (Sorong, dari sorong ke Papua harus melalu Ujung pandang dulu, hari ini mandek di UPG 10 jam jadi baru tiba juga di Jayapura): misi respectable di Indonesia Timur. Laut kurang bersahabat sering ombak, krn laut selatan. Sumur Wiriagar sementara ditutup krn ada bencana (karyawan disandera, tdk boleh bekerja), tuntutan awal 15M krn tdk ada hasil minyak, masyarakat tuntut ke Pertamina, dari Bintuni 10jam kendaraan darat. Pdhal selama 13 th hanya kecil hasilnya. Ada 3 kelompok Kepala Desa, Pemuda dan kelompok … Mungkin nanti dikerjakan oleh TAC bekerjasama dg Pemda. Masalahnya kalau itu dilakukan maka akan jadi preseden bagi yang lain, krn di sini pemda boleh bekerjasama. Pertama tahun 1936 oleh NNGPM (Klamono), sedang Wasian ditemukan 1940 oleh NNGPM, 1962 diserahkan ke SP.Co. th 1964 oleh pertamina. Seismeig 3 D, untuk … Sorong ada di Irjabar. Adanya SK yang membolehkan besi tua keluar, shg masyarakat mengambil, asal ada besi. Ini berbahaya bila mereka menggergaji pipa gas. KIP: agar dana PKBL tdk disentralisir di Jakarta. Serikat Pekerja BUMN keberatan krn utk masyarakat sekitar. Fungsi PSO yang kuat. TANYA JAWAB/RESPONS: P Agus: Listrik dg PLTD. Pertamina yang diandalkan dan bisa atasi masalah ini, BBM selain skala ekonomi. Agar diperhatikan lebih khusus. PKBL agar lebih focus lagi. Biasanya Koperasi2 ya yang induknya perusahaan tsb, atau yang ada hubungannya dengan Pemda, dll AGAR lebih sampai spt tujuan. Bagaimana hubungan Pertamina dengan hulu BP Migas. Lalu ada kilang2 china, apa itu?
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
20
P Anwar: Ada profit making. Memaksimalkan pelayanan juga keuntungan. Peran Pertamina, BP Migas dan Badan Pengatur Hilir (BPH) apa ada di sini? Soal kenaikkan BBM bagaimana dampak di Papua. PUKK/PKBL bagaimana agar bias efektif sampai ke sasaran, misal melalui bank? P Lili: apa ada rencana bangun refinery? Berapa persediaan yang optimal untuk suatu waktu, menunggu kiriman. Bagaimana alokasi? (59jt lt, BPKP temuan 54jt lt, krn ada kuota shg lebih kecil yang diperoleh. Bagaimana tanggapan nelayan?) Gas yang ditemukan di Tangguh (dulu Arko, BP) agar dijelaskan. Gas dan PLTA sbg alternative sumber daya listrik. P Jhony: Dg harga BBM yang murah, dan dekat dengan Negara tetangga. Untuk pemasaran Subsidi apa ada data base, bahwa ini untuk tingkatkan kehidupan masyarakat atau memang untuk selundupan. Illegal logging, penyelundupan tdk lepas dari suatu jaringan yang sistimatis yang melibatkan orang2 ttt. Agar pertamina membuat data base sebagai dasar/pembanding untuk data riil. B Mardiana: Agar lebih ditata lagi program andalan daerah, minyak tanah kurangnya informasi bagi masyarakat. P azzam: bagaimana realisasi pejualan BBM? Tahun 2001 di Papua penjualan minyak tanah naik sampai sekitar 400%? Apa salah data? Mana neraca Rugi/Laba? PLN tdk akan untung bila tergantung solar. Yang disupply ke masing-masing didasarkan pada data dari pusat. Pertamina UP VIII sudah minta data mesinnya ke Pak Fery (untuk lihat engine consumption, bisa dihitung). Tapi data tdk semua ada. Yang diutamakan PLN, Rumah Sakit dan… baru kemudian untuk pelayaran (swasta). Untuk minta lebih dari data pusat, kita minta justifikasi. Kami tdk berani kasih krn kami tidak boleh kosong. PKBL diumumkan di Koran, tp teman2 tdk baca Koran. Ketika dimasukkan ke radio swasta niaga, ada banyak yang daftar. Kami pusing. Harus seleksi. Di sawangan merka sudah punya usaha, shg bila disuntik meningkat. Di sini kalau diberi susah kembali, shg kami kumpulkan dulu yang mengajukan lalu dilatih; tp untuk Papua hal ini sulit dilakukan karena masalah geografis. Sebagai PSO sesuai UU Migas no22 th 2001. Kami nanti, 23 November, murni jadi PT tapi apa mungkin? Krn biaya angkut ke wamena, puncak jaya sangat mahal. Permintaan kami agar BBM tidak terlambat. Kalau kosong harga naik (di sini mahal tdk apa yang penting ada). Jangan sampai tdk ada BBM. Bila BBM putus, maka yang dijaga yang di pusat. Kalau angina Timur Tanker jadi kapal selam karena tingginya ombak. PKBL: Yg macet tetap diberi surat. Dg hampir 1/3 wilayah Indonesia di sini hanya 2%. Minyak tanah, sudah diberi nomor. Kupon untuk KK juga kurang efektif, shg bila minyak tanah kurang kami operasi pasar. Para dealer yang tongnya kurang dari yang dinyatakan langsung dikurangi kiriman berikutnya. Di Maluku, sopir tangki kencing di pinggir jalan langsung di PHU (di stop). Tanpa PSO di sini tidak ada keadilan. Alokasi minyak atnah 61 kemudian dipotong jadi 59. nelayan selalu dipenuhi minyak tanahnya. Di Pangkalan air kami kasih, hitungan Bappenas 3,3 lt, di sini nelayan dengan 3,7Lt bisa melaut dan pulang kembali. Kami akan bikin data base. Kami akan tata program andalan daerah. Kami akan lakukan penyuluhan, kalau tidak dikassih hari ini seminggu uang habis. Kalau hari ini gajian, hari ini habis, OKI gajinya dikasih harian melalui BRI. DI PERTAMINA tdk semua KKN, kami masih dengan gaji dan pergi jauh. Kami sedang laksanakan suatu data base yang kuat. RUGI utk BBM yang harga beli lebih tinggi dari harga jual, th 2004 belum diaudit yaitu 1,4trilyun (lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, krn harga minyak naik tinggi) Selesainya nanti di kantor pusat krn biaya tanker tdk dibebankan di unit tp di kantor pusat. DO Hulu Papua memang untung tpi menurun, belum ada koreksi dari pusat. DO Hulu sejak ditinggalkan PT Pertamina, masih dalam tataran dengan BP Migas masih akan tentukan berapa kontrak KPS. Pertamina akan jadi PT dan sama dengan KPS. TAC dipilih karena Pertamina saat itu kesulitan pendanaan. Kilang dg tulisan PetroChina adlah milik Pertamina untuk UP VII.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
21
Ada mitra yang di Sorong pameran di Jakarta (produk mutiara). Gas Tangguh oleh BP Tangguh, di bawah BP Migas, dulu kita masih dapat laporan tapi skg tdak lagi. Gasnya tinggi di sana, mungkin dapat meningkatkan energi di sini. KIP: Pertamina tetap perlu lakukan efisiensi. Pertamina harus subsidi anak-cucu perusahaan yang bebani perusahaan. Spt Pertamax dan pertamax plus (Avtur juga?) harus disubsidi 1,3 trilyun. Apa perlu? Penyelundupan adlah masalah nasional. Kita akan terus berbenah.
Mimika. SETIAP daerah memiliki sejarah.
D. Bidang Investasi Berdasarkan mata pencaharian, masyarakat Papua umumnya bekerja di sektor pertanian. Jumlah rumah tangga usaha pertanian mencapai 360.801 unit (Sensus Pertanian Propinsi Papua, 2003), terbagi atas subsektor pertanian tanaman pangan 168.603 unit, peternakan 129.793 unit, kehutanan (33.867 unit), perkebunan (20.800 unit), dan perikanan (7.738 unit). Berdasarkan skala usaha, jumlah tenaga kerja yang diserap dalam usaha kecil pada tahun 2002, untuk sektor pertanian mencapai 74,42%, sektor lainnya 11,10%, perdagangan-restoran-hotel sebesar 6,25%, industri pengolahan 3,50%, angkutan-pergudangan-komunikasi sebesar 2,31%, listrik-gas-air 0,27%. Jumlah angkatan kerja pada tahun 1999 mencapai 988.588 orang, 93,58 % adalah pekerja. Jumlah pencari kerja yang tercatat di Depnaker pada tahun 1999 sebanyak 80.481 orang. Perkiraan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Papua tahun 2001 dari gabungan PDRB pada empat daerah di Propinsi Papua yaitu Kabupaten Merauke, Jayawijaya, Jayapura dan Kota Jayapura mencapai Rp. 3.949,22 miliar (harga berlaku), dengan peningkatan rata-rata 19,57% pertahun selama periode 19979-2001. Kontribusi berdasarkan sektor terhadap PDRB tahun 2001 adalah sebagai berikut : sektor pertanian sebesar Rp 1.645,07 miliar, pertambangan dan penggalian Rp 29,91 miliar, industri pengolahan Rp 313,08 miliar, listrik, gas dan air Rp 21,25 miliar, bangunan Rp 302,57 miliar, perdagangan, hotel dan restoran Rp 434,24 miliar, angkutan dan komunikasi Rp 333,74 miliar, keuangan Rp 131,58 miliar dan jasa Rp 737,76 miliar. Dengan kondisi infrastruktr yang terbatsa, investasi yang masuk ke propinsi ini umumnya ditujukan untuk penggalian dan pengolahan sumber daya alam. Hingga tahun 2004, jumlah investasi yang telah masuk ke Propinsi Papua mencapai 186 unit, dimana 120 perusahaan tergolong aktif, 86 benar2 aktif dan 36 baru mulai. Namun, 66 perusahaan sudah tidak jelas keberadaannya, tidak lagi melapor pada pemerintah Propinsi Papua. Dari perusahaan-perusahaan yang aktif juga tidak seluruhnya memberi laporan secara rutin pada pemerintah daerah. Bila ada masalah pemerintah propinsi baru berperan. Investasi sektor tambang yang cenderung dalam jumlah besar dan berlaku dalam jangka panjang membuat sebagian dari investasi yang masuk ke Propinsi Papua adalah investasi besar yang Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
22
izinnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Hal ini merupakan salah satu penyebab sulitnya pemerintah daerah untuk memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan seperti yang disyaratkan dalam ketentuan investasi, seperti membuat perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Propinsi Papua untuk memberi laporan aktivtasnya secara rutin pada pemerintah daerah. Pemerintah Propinsi Papua mengharapkan agar investasi yang menyangkut sumber daya alam diserahkan ke pemerintah propinsi. Seperti juga sektor pertambangan, sektor pertanian yang akan dikelola dalam jumlah besar juga mengalami masalah. Salah satunya adalah harus memperoleh izin dari Menteri Kehutanan, di Jakarta. Jauhnya jarak tempuh dan mahalnya biaya merupakan kendala tersendiri bagi para investor. Investasi yang ada di propinsi Papua tidak luput dari masalah seperti PTPN II „Arso” yang mengalami masalah permodalan, sekalipun saat ini sudah dapat diatasi. Pelarangan ekspor kulit buaya oleh pemerintah pust yang memukul perusahaan budidaya buaya di propinsi Papua yang sebelumnya merupakan perusahaan budidaya buaya terbesar di Asia dan nomor dua di dunia. Pencekalan kayu hasil tebangan di propinsi Papua berpotensi untuk merugikan para pengusaha yang bergerak di bidang, termasuk sektor hilirnya yang sebagian merupakan usaha skala menengah, bahkan kecil. (padahal merka yang melakukan illegal logging dan sudah di siding dapat ke luar dari wilayah Propinsi Papua, bahkan ke luar Indonesia. Investasi untuk sektor–sektor lain memerlukan insentif khusus dari pemerintah pusat, karena pola yang umum belum tentu sesuai dengan kondisi di Propinsi ini, sehingga diharapkan para investor tertarik untuk berinvestasi dan mengembangkan potensi Propinsi Papua. Hingga saat ini salah satu kebijakan yang diharapkan oleh pemerintah propinsi Papua adalah agar Pemerintah Pusat dapat memberikan standar penyelesaian permasalahan tentang hak ulayat. Selain itu, masih ada kendala internal berupa masih belum jelasnya format tentang tentang peran MRP (Majelis Rakyat Papua). Majelis Rakyat Papua (MRP). Mengingat di propinsi Papua terdapat lebih dari 200 suku, maka MRP yang terdiri dari perwakilan adat, perempuan, dan agama agar bicara untuk kepentingan mereka, termasuk dalam „hak ulayat‟ yang terkait dengan permasalahan investasi. Pemerintah daerah sedang mengupayakan Perdasus untuk persoalan ini. E. Bidang Industri dan Perdagangan Untuk menunjang perkembangan sektor industri dan perdagangan yang masih dikembangkan dalam bentuk usaha skala kecil dan menangah. Secara khusus, Kepala Dinas Peternakan pernah membuat program menampung hasil produksi para petani yang akan dikirim ke luar wilayahnya. Pemerintah juga pernah membuat program menerima barang-barang kelontong produk rakyat. Namun, kesulitan dalam persaingan dengan produk-produk dari wilayah lain yang maju membuat unit-unit usaha perdagangan skala kecil dan menengah, seperti koperasi, lebih memilih menjadi disitributor produk yang hanya menjual produk yang dibutuhkan dan laku dijual; tetapi tidak pada pengembangan produksi dan pemasaran produk-produk lokal. Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi tumbuh kembangnya usaha sektor industri dan perdagangan, maka pemerintah mencanangkan program pelatihan teknis dan manajemen untuk Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
23
masyarakat dan dunia usaha agar mereka dapat menjadi wiraswasta, serta sebagai upaya penguatan basis ekonomi rakyat. Pemerintah juga memberi bantuan peralatan dan modal usaha untuk pengembangan produk UKM dan untuk pengadaan barang, yang sebagian harus didatangkan dari luar wilayah Papua. Kebutuhan akan barang-barang tertentu seperti bahan baku dan antara yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi membuat kebutuhan akan stok yang memadai menjadi penting, karena lamanya waktu yang dubutuhkan anatra pemesanan barang hingga barang datang. Untuk itu dibutuhkan biaya yang memadai. Selain itu, tidak jarang pengusaha mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan yang mendadak (waktu pemesanannya pendek). Untuk pengembangan UKM, pemerintah propinsi Papua membangun lingkungan industri kecil, membangun gedung dari dana otonomi khusus, membangun pasar di perbatasan; departemen industri dan perdagangan membantu penyediaan peralatan. Pengadaan barang-barang seperti minyak tanah, bensin, semen diharapkan dapat terdistribusi secara cukup hingga ke daerah-daerah, dengan harga terjangkau. Pada gilirannya diharapkan agar arus masuk dan keluar barang-barang dapat membuka isolasi daerah terpencil, serta membantu penguatan ekspor non-migas. Selama ini dana pengadaan yang dibutuhkan diperoleh dari bantuan dana otonomi khusus dan dari departemen terkait. Dana ini masih tergolong kecil, sehingga diharapkan dapat tingkatkan. S ubsidi ini diharapkan dari Pemerintah propinsi, tetapi bila tidak dapat dipenuhi maka akan diperjuangkan di tingkat pusat.
F. Bidang Koperasi dan UKM Investasi untuk sektor–sektor lain memerlukan insentif khusus dari pemerintah pusat, karena pola yang umum belum tentu sesuai dengan kondisi di Propinsi ini, sehingga diharapkan para investor tertarik untuk berinvestasi dan mengembangkan potensi Propinsi Papua. Hingga saat ini salah satu kebijakan yang diharapkan oleh pemerintah propinsi Papua adalah agar Pemerintah Pusat dapat memberikan standar penyelesaian permasalahan tentang hak ulayat. Selain itu, masih ada kendala internal berupa masih belum jelasnya format tentang tentang peran MRP (Majelis Rakyat Papua). Majelis Rakyat Papua (MRP). Mengingat di propinsi Papua terdapat lebih dari 200 suku, maka MRP yang terdiri dari perwakilan adat, perempuan, dan agama agar bicara untuk kepentingan mereka, termasuk dalam „hak ulayat‟ yang terkait dengan permasalahan investasi. Pemerintah daerah sedang mengupayakan Perdasus untuk persoalan ini. Majelis Rakyat Papua (MRP). Pintu masuk ke rakyat Papua melalui budayanya, tetapi di papua ada 200 suku lebih. MRP wakil2 adat, perempuan, agama agar bicara untuk kepentingan mereka „kerukunan beragama, hak perempuan dan hak ulayat‟. Tapi kita masih belum kuat. Sudah minta Sucofindo agar Bantu membuat perlindungan bagi buah merah. AS sudah perkuat pangkalannya di Darwin, kita baru akan tempatkan kostrad di Timika, Biak. Kekhawatiran adalah pada system kita. Gub pro-rakyat „kl ada kayu yang kaluar setiap 10.000 ada hak ulayat yang harus diberikan, tetapi ada perusahaan yang tdk melakukan‟.
Bu Mardiana: Bgmana mulai dg pilot, yg kecil2 saja. Di jawa gempar soal buha merah bagaimana agar tidak jatuh ke orang2 yang langsung masuk tanpa melalui Pemda.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
24
Dari KUKM: kelembagaan ek di Papua meningkat, namun kualitas belum memadai sesuai harapan. Dari 1500 koperasi th 2004, adalah lemahnya mgt koperasi, terbatasnya sarana, modal (dari dalam maupun luar, spt perbankan). Ada program khusus, untuk wilayah perbatasan dg PG (4 kabupaten) masih belum tersentuh krn terbatasnya tenaga dan sulitnya transportasi. 1994 dibangun tp belum lagi disentah hingga sekarang. G. Pemasalahan & Rekomendasi
Namun, hingga saat ini masih ada permasalahan yang belum selesai soal kewenangan atas Rumah Sakit (RS) apakah di bawah Gubernur atau Kepala Dinas Kesehatan –di masyarakat permasalahan muncul karena adanya perbedaan dalam pelayanan di RSada dasarnya program …….. UKM. Dari Perkebunan: PTP II ada 2. manajemen semua diatur dari Medan, Pemda tdk mengatur perushaan. Sempat diusulkan agar mgt dipindah ke sini, krn banyak maslah yang terbengkalai krn menunggu keputusan dari medan. Agar …. Shg menyentuh … Perkebunan banyak merusak jalan. PTPN II dg induk di Meda, sudah tdk relevan. Dulu diusulkan pada Menteri KTI dan BUMN, agar mgtnya dirubah. Seperti pembayaran CPO yang blm bias dibayar krn tunggu keputusan dari medan. Permasalahan dalam upaya pengembangan ekonomi Papua, antara lain adalah pola hubungan pemerintah pusat dan daerah yang masih mengalami perbedaan pendapat. Azas dekonsentrasi dan desentralisasi yang mengikuti pergeseran yang terjadi dalam konteks politik masih belum sesuai dengan yang diharapkan, masih belum efektif dan seringkali terjadi tarik-menarik dalam hal kewenangan. Perbedaan pandangan dalam keberpihakan terhadap masyarakat, khususnya rakyat Papua. Otonomi khusus diharapkan dapat mensejahterakan Rakyat Papua, karena kalau sudah sejahtera mereka tidak minta kemerdekaan dari NKRI. Masyarakat Papua telah mempertahankan gerbang timur, sebuah pekerjaan besar dan strategis. tah Daerah atas prinsip kesetaraan kepentingan dalam rangka perwujudan Good Governance, (2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas kelembagaan serta penyediaan prasarana dan sarana wilayah, terutama wilayah pedalaman, daerah terpencil, perbatasan, kawasan tumbuh cepat atau pusat-pusat pengembangan, (3) Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dan peningkatan daya saing agar mampu menguasai teknologi tepat guna untuk mengelola sumber daya alam, (4) mengembangkan dan memantapkan budaya dan hukum terutama hukum adat positif yang ada di masyarakat, menegakkan HAM, serta mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Pelaksanaan otonomi khusus yang dilaksanakan sejak tahun 2001, sudah dievaluasi, yaitu untuk tahun pertama dan kedua. Tim yang menangani evaluasi ini (panitia sebelas melakukan dialog dengan masyarakat di seluruh kabupaten. H. Bidang Investasi Berdasarkan mata pencaharian, masyarakat Papua umumnya bekerja di sektor pertanian. Jumlah rumah tangga usaha pertanian mencapai 360.801 unit (Sensus Pertanian Propinsi Papua, 2003), terbagi atas subsektor pertanian tanaman pangan 168.603 unit, peternakan 129.793 unit, Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
25
kehutanan (33.867 unit), perkebunan (20.800 unit), dan perikanan (7.738 unit). Berdasarkan skala usaha, jumlah tenaga kerja yang diserap dalam usaha kecil pada tahun 2002, untuk sektor pertanian mencapai 74,42%, sektor lainnya 11,10%, perdagangan-restoran-hotel sebesar 6,25%, industri pengolahan 3,50%, angkutan-pergudangan-komunikasi sebesar 2,31%, listrik-gas-air 0,27%. Jumlah angkatan kerja pada tahun 1999 mencapai 988.588 orang, 93,58 % adalah pekerja. Jumlah pencari kerja yang tercatat di Depnaker pada tahun 1999 sebanyak 80.481 orang. Perkiraan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Papua tahun 2001 dari gabungan PDRB pada empat daerah di Propinsi Papua yaitu Kabupaten Merauke, Jayawijaya, Jayapura dan Kota Jayapura mencapai Rp. 3.949,22 miliar (harga berlaku), dengan peningkatan rata-rata 19,57% pertahun selama periode 19979-2001. Kontribusi berdasarkan sektor terhadap PDRB tahun 2001 adalah sebagai berikut : sektor pertanian sebesar Rp 1.645,07 miliar, pertambangan dan penggalian Rp 29,91 miliar, industri pengolahan Rp 313,08 miliar, listrik, gas dan air Rp 21,25 miliar, bangunan Rp 302,57 miliar, perdagangan, hotel dan restoran Rp 434,24 miliar, angkutan dan komunikasi Rp 333,74 miliar, keuangan Rp 131,58 miliar dan jasa Rp 737,76 miliar. Dengan kondisi infrastruktr yang terbatsa, investasi yang masuk ke propinsi ini umumnya ditujukan untuk penggalian dan pengolahan sumber daya alam. Hingga tahun 2004, jumlah investasi yang telah masuk ke Propinsi Papua mencapai 186 unit, dimana 120 perusahaan tergolong aktif, 86 benar2 aktif dan 36 baru mulai. Namun, 66 perusahaan sudah tidak jelas keberadaannya, tidak lagi melapor pada pemerintah Propinsi Papua. Dari perusahaan-perusahaan yang aktif juga tidak seluruhnya memberi laporan secara rutin pada pemerintah daerah. Bila ada masalah pemerintah propinsi baru berperan. Investasi sektor tambang yang cenderung dalam jumlah besar dan berlaku dalam jangka panjang membuat sebagian dari investasi yang masuk ke Propinsi Papua adalah investasi besar yang izinnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Hal ini merupakan salah satu penyebab sulitnya pemerintah daerah untuk memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan seperti yang disyaratkan dalam ketentuan investasi, seperti membuat perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Propinsi Papua untuk memberi laporan aktivtasnya secara rutin pada pemerintah daerah. Pemerintah Propinsi Papua mengharapkan agar investasi yang menyangkut sumber daya alam diserahkan ke pemerintah propinsi. Seperti juga sektor pertambangan, sektor pertanian yang akan dikelola dalam jumlah besar juga mengalami masalah. Salah satunya adalah harus memperoleh izin dari Menteri Kehutanan, di Jakarta. Jauhnya jarak tempuh dan mahalnya biaya merupakan kendala tersendiri bagi para investor. Investasi yang ada di propinsi Papua tidak luput dari masalah seperti PTPN II „Arso” yang mengalami masalah permodalan, sekalipun saat ini sudah dapat diatasi. Pelarangan ekspor kulit buaya oleh pemerintah pust yang memukul perusahaan budidaya buaya di propinsi Papua yang sebelumnya merupakan perusahaan budidaya buaya terbesar di Asia dan nomor dua di dunia. Pencekalan kayu hasil tebangan di propinsi Papua berpotensi untuk merugikan para pengusaha yang bergerak di bidang, termasuk sektor hilirnya yang sebagian merupakan usaha skala menengah, bahkan kecil.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
26
(padahal merka yang melakukan illegal logging dan sudah di siding dapat ke luar dari wilayah Propinsi Papua, bahkan ke luar Indonesia. Investasi untuk sektor–sektor lain memerlukan insentif khusus dari pemerintah pusat, karena pola yang umum belum tentu sesuai dengan kondisi di Propinsi ini, sehingga diharapkan para investor tertarik untuk berinvestasi dan mengembangkan potensi Propinsi Papua. Hingga saat ini salah satu kebijakan yang diharapkan oleh pemerintah propinsi Papua adalah agar Pemerintah Pusat dapat memberikan standar penyelesaian permasalahan tentang hak ulayat. Selain itu, masih ada kendala internal berupa masih belum jelasnya format tentang tentang peran MRP (Majelis Rakyat Papua). Majelis Rakyat Papua (MRP). Mengingat di propinsi Papua terdapat lebih dari 200 suku, maka MRP yang terdiri dari perwakilan adat, perempuan, dan agama agar bicara untuk kepentingan mereka, termasuk dalam „hak ulayat‟ yang terkait dengan permasalahan investasi. Pemerintah daerah sedang mengupayakan Perdasus untuk persoalan ini. I. Bidang Industri dan Perdagangan Untuk menunjang perkembangan sektor industri dan perdagangan yang masih dikembangkan dalam bentuk usaha skala kecil dan menangah. Secara khusus, Kepala Dinas Peternakan pernah membuat program menampung hasil produksi para petani yang akan dikirim ke luar wilayahnya. Pemerintah juga pernah membuat program menerima barang-barang kelontong produk rakyat. Namun, kesulitan dalam persaingan dengan produk-produk dari wilayah lain yang maju membuat unit-unit usaha perdagangan skala kecil dan menengah, seperti koperasi, lebih memilih menjadi disitributor produk yang hanya menjual produk yang dibutuhkan dan laku dijual; tetapi tidak pada pengembangan produksi dan pemasaran produk-produk lokal. Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi tumbuh kembangnya usaha sektor industri dan perdagangan, maka pemerintah mencanangkan program pelatihan teknis dan manajemen untuk masyarakat dan dunia usaha agar mereka dapat menjadi wiraswasta, serta sebagai upaya penguatan basis ekonomi rakyat. Pemerintah juga memberi bantuan peralatan dan modal usaha untuk pengembangan produk UKM dan untuk pengadaan barang, yang sebagian harus didatangkan dari luar wilayah Papua. Kebutuhan akan barang-barang tertentu seperti bahan baku dan antara yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi membuat kebutuhan akan stok yang memadai menjadi penting, karena lamanya waktu yang dubutuhkan anatra pemesanan barang hingga barang datang. Untuk itu dibutuhkan biaya yang memadai. Selain itu, tidak jarang pengusaha mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan yang mendadak (waktu pemesanannya pendek). Untuk pengembangan UKM, pemerintah propinsi Papua membangun lingkungan industri kecil, membangun gedung dari dana otonomi khusus, membangun pasar di perbatasan; departemen industri dan perdagangan membantu penyediaan peralatan. Pengadaan barang-barang seperti minyak tanah, bensin, semen diharapkan dapat terdistribusi secara cukup hingga ke daerah-daerah, dengan harga terjangkau. Pada gilirannya diharapkan agar arus masuk dan keluar barang-barang dapat membuka isolasi daerah terpencil, serta membantu penguatan ekspor non-migas. Selama ini dana pengadaan yang dibutuhkan diperoleh dari bantuan dana otonomi khusus dan dari departemen terkait. Dana ini masih tergolong kecil, sehingga Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
27
diharapkan dapat tingkatkan. S ubsidi ini diharapkan dari Pemerintah propinsi, tetapi bila tidak dapat dipenuhi maka akan diperjuangkan di tingkat pusat.
J. Bidang Koperasi dan UKM Investasi untuk sektor–sektor lain memerlukan insentif khusus dari pemerintah pusat, karena pola yang umum belum tentu sesuai dengan kondisi di Propinsi ini, sehingga diharapkan para investor tertarik untuk berinvestasi dan mengembangkan potensi Propinsi Papua. Hingga saat ini salah satu kebijakan yang diharapkan oleh pemerintah propinsi Papua adalah agar Pemerintah Pusat dapat memberikan standar penyelesaian permasalahan tentang hak ulayat. Selain itu, masih ada kendala internal berupa masih belum jelasnya format tentang tentang peran MRP (Majelis Rakyat Papua). Majelis Rakyat Papua (MRP). Mengingat di propinsi Papua terdapat lebih dari 200 suku, maka MRP yang terdiri dari perwakilan adat, perempuan, dan agama agar bicara untuk kepentingan mereka, termasuk dalam „hak ulayat‟ yang terkait dengan permasalahan investasi. Pemerintah daerah sedang mengupayakan Perdasus untuk persoalan ini. Majelis Rakyat Papua (MRP). Pintu masuk ke rakyat Papua melalui budayanya, tetapi di papua ada 200 suku lebih. MRP wakil2 adat, perempuan, agama agar bicara untuk kepentingan mereka „kerukunan beragama, hak perempuan dan hak ulayat‟. Tapi kita masih belum kuat. Sudah minta Sucofindo agar Bantu membuat perlindungan bagi buah merah. AS sudah perkuat pangkalannya di Darwin, kita baru akan tempatkan kostrad di Timika, Biak. Kekhawatiran adalah pada system kita. Gub pro-rakyat „kl ada kayu yang kaluar setiap 10.000 ada hak ulayat yang harus diberikan, tetapi ada perusahaan yang tdk melakukan‟.
Bu Mardiana: Bgmana mulai dg pilot, yg kecil2 saja. Di jawa gempar soal buha merah bagaimana agar tidak jatuh ke orang2 yang langsung masuk tanpa melalui Pemda. Dari KUKM: kelembagaan ek di Papua meningkat, namun kualitas belum memadai sesuai harapan. Dari 1500 koperasi th 2004, adalah lemahnya mgt koperasi, terbatasnya sarana, modal (dari dalam maupun luar, spt perbankan). Ada program khusus, untuk wilayah perbatasan dg PG (4 kabupaten) masih belum tersentuh krn terbatasnya tenaga dan sulitnya transportasi. 1994 dibangun tp belum lagi disentah hingga sekarang. K. Pemasalahan & Rekomendasi
Namun, hingga saat ini masih ada permasalahan yang belum selesai soal kewenangan atas Rumah Sakit (RS) apakah di bawah Gubernur atau Kepala Dinas Kesehatan –di masyarakat permasalahan muncul karena adanya perbedaan dalam pelayanan di RSada dasarnya program …….. UKM. Dari Perkebunan: PTP II ada 2. manajemen semua diatur dari Medan, Pemda tdk mengatur perushaan. Sempat diusulkan agar mgt dipindah ke sini, krn banyak maslah yang terbengkalai krn menunggu keputusan dari medan. Agar …. Shg menyentuh … Perkebunan banyak merusak jalan. PTPN II dg induk di Meda, sudah tdk relevan. Dulu diusulkan pada Menteri KTI dan BUMN, agar mgtnya dirubah. Seperti pembayaran CPO yang blm bias dibayar krn tunggu keputusan dari medan. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
28
Permasalahan dalam upaya pengembangan ekonomi Papua, antara lain adalah pola hubungan pemerintah pusat dan daerah yang masih mengalami perbedaan pendapat. Azas dekonsentrasi dan desentralisasi yang mengikuti pergeseran yang terjadi dalam konteks politik masih belum sesuai dengan yang diharapkan, masih belum efektif dan seringkali terjadi tarik-menarik dalam hal kewenangan. Perbedaan pandangan dalam keberpihakan terhadap masyarakat, khususnya rakyat Papua. Otonomi khusus diharapkan dapat mensejahterakan Rakyat Papua, karena kalau sudah sejahtera mereka tidak minta kemerdekaan dari NKRI. Masyarakat Papua telah mempertahankan gerbang timur, sebuah pekerjaan besar dan strategis. A
a Temperatur di Papua 1999 Regency Merauke Jayawijaya Jayapura Nabire Fak-Fak Sorong Manokwari Yapen Waropen Biak Numfor
Elevation (m) 0-7 1,000-1,560 0-300 0-10 0-100 0-40 0-50 0-10 0-20
Temperatures (?C) Avg.Min. Avg.Max. 23,2 30,8 15,2 26,2 24,3 31,0 22,4 31,5 24,0 30,5 25,0 30,2 23,2 30,8 22,9 31,0 24-0 31-0
Source : Papua in Figures 1999
Produksi perikanan di Propinsi Papua dikategorikan menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Jumlah produksi perikanan tangkap pada tahun 2002 di Propinsi Papua tercatat sebesar 88.036,50 ton, yang berarti terjadi peningkatan sebesar 5,11% dari tahun sebelumnya. Produksi perikanan tangkap tersebut sebagian besar berasal dari penangkapan perikanan laut (85.949 ton) atau mencapai 97,63%. Produksi penangkapan perikanan laut mengalami peningkatan 5,11% dibanding tahun sebelumnya. Nilai produksi perikanan tangkap tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 15,30% dari tahun sebelumnya menjadi Rp 372.183.100.000. Perikanan penang-kapan laut mengalami peningkatan 14,86% sedikit lebih kecil dari penangkapan perairan umum 25,39%, namun secara keseluruhan nilai produksi penangkapan laut mendominasi nilai keseluruhan propinsi. Produksi perikanan budidaya pada tahun 2002 di Propinsi Papua mencapai 1.577,40 Ton atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1.523 Ton. Produksi perikanan budidaya tertinggi yaitu budidaya air tawar (kolam) sebesar 997 Ton diikuti karamba (340 Ton) dan Air payau/tambak (241 Ton). Nilai produksi perikanan budidaya tahun 2002 sebesar Rp 18.836.546.000 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 14.976.100.000, atau meningkat sebesar 25,78%. Produksi tertinggi perikanan perairan tangkap pada tahun 2002 terdapat di Kabupaten Merauke, sebesar 75.875,00 ton, atau sebanyak 86,19% dari total produksi perikanan tangkap, diikuti Kabupaten Jayapura (13,08%) dan terakhir Kabupaten Jayawijaya. Produksi perikanan budidaya paling tinggi di Kabupaten Jayapura (919,00 ton), sedangkan yang terendah di Kabupaten Jayawijaya (46 ton). Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
29
Produksi perikanan tambak hanya ada di Kabupaten Jayapura (240,80 ton), perikanan kolam/ air tawar tertinggi di Kabupaten Jayawijaya (596 ton) dan budidaya karamba hanya ada di Kabupaten Jayapura (340 ton). Luas kawasan hutan di Propinsi Papua pada tahun 2002 adalah 24.049.200 Ha, terdiri dari 5.526.566 Ha hutan lindung, 5.056.870 Ha hutan PPA, 581.731 Ha hutan produksi terbatas, 7.379.222 ha hutan produksi tetap dan 5.504.811 ha hutan produksi yang dikonversikan. Seluruh kabupaten/kota memiliki hutan dengan kawasan terluas terdapat di Kabupaten Merauke, yaitu seluas 12.627.612 ha, begitu juga dengan kawasan hutan produksi terluas terdapat di kabupaten ini. Produksi kayu olahan menurut jenis kayu di Propinsi Papua pada tahun 2002/ 2003 berupa kayu gergajian, black board, moulding dan plywood dengan volumenya masing-masing 20.610,59 m3, 500,71 m3, 5.073,83 m3 dan 147.241,02 m3. Kayu bulat diproduksi sampai tahun 2001/2002, begitu juga dengan film faced hanya diproduksi tahun 1999/2000. Produksi hasil hutan non kayu di Propinsi Papua meliputi g. gaharu, kemen-dangan, kulit masoi dan gemor. Produksi tertinggi hasil hutan non kayu tahun 2003 yaitu gemor (291.000 m3) diikuti kuit masoi (20.000 m3), kemendangan (19.745 m3) dan g. gaharu (100 m3). Menurut sebarannya, hasil hutan non kayu hanya dihasilkan didua wilayah yaitu Kabupaten Jayapura (g. gaharu, kemendangan, kulit masoi) dan Kabupaten Merauke (g. gaharu, kemendangan, gemor). Usaha pertambangan galian C di Propinsi Papua tersebar di beberapa kampung di wilayah Propinsi Papua. Potensi kampung untuk usaha pertambangan batu/koral terdapat di Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, penambangan pasir terdapat di semua wilayah kecuali Kabupaten Puncak Jaya, penambangan tanah liat terdapat di Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Jayapura serta penambangan kapur terdapat di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Jumlah industri kecil pada tahun 2002 sebanyak 1.389 atau meningkat sebesar 0,65% dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut kelompoknya terdiri dari industri kimia, agro dan hasil hutan (747 unit), industri aneka (360 unit) dan industri logam mesin dan kimia (277 unit). Data tahun 2003 menunjukkan usaha kecil menurut jenisnya antara lain industri kerajinan kulit (23), industri kerajinan kayu (1.109), kerajinan logam dan logam mulia (10), anyaman/gerabah/keramik (95), kerajinan kain/tenun (28), industri makanan (215) dan industri lainnya (64). Usaha kecil tersebut penyebaran di semua kabupaten/kota kecuali kerajinan logam/logam mulia tidak terdapat di Jayawijaya. Nilai investasi usaha kecil pada tahun 2002 mencapai Rp 14,082 milyar, sedangkan nilai produksinya mencapai Rp 40,041 milyar dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 6.746 orang. Nilai investasi tertinggi pada industri kecil kimia, agro dan hasil hutan sebesar Rp 9,462 milyar dengan nilai produksi Rp 23,187 milyar dengan penyerapan tenaga kerja 4.318 orang. Perkembangan sektor perdagangan di Propinsi Papua antara lain ditunjukkan dengan adanya peningkatan volume pengadaan dan penyaluran beberapa barang kebutuhan pokok. Demikian juga jumlah pasar yang mengalami peningkatan sebesar 1,7% dibanding tahun sebelumnya menjadi 180 buah. Sektor jasa-jasa merupakan sektor penyumbang PDRB Propinsi Papua tahun 2001 kedua setelah sektor pertanian. Nilai PDRB sektor jasa-jasa pada tahun 2001 berdasarkan harga berlaku adalah Rp 737.764,69 juta atau dengan kontribusi sebesar 18,68%. Laju perkembangan PDRB sektor ini meningkat 20,95% pertahun dalam periode tahun 1997-2001. Di Propinsi Papua pada tahun 2002 terdapat 2.139 perusahaan konstruksi dengan berbagai kualifikasi. Hampir separuh perusahaan konstruksi tersebut mempunyai kualifikasi kecil-2 (46,24%), diikuti kecil-3 (24,68%), kecil-1 (17,95%), menengah-2 (7,34%), menengah-1 (3,41%) dan besar (0,37%). Perusahaan konstruksi menyebar disemua kabupaten/kota kecuali Kabupaten Puncak Jaya dan paling banyak terdapat di Kota Jayapura (39,93%), Kabupaten Jayawijaya (23,05%), Kabupaten Merauke (23,00%) serta paling sedikit di Kabupaten Jayapura (14,03%).
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
30
Propinsi Papua merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang potensial, baik wisata domestik maupun mancanegara, dikarenakan banyaknya obyek wisata. Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Propinsi Papua pada tahun 2002 meningkat lebih dari 400% dibanding tahun sebelumnya, walaupun pada tahun 1999 mengalami penurunan drastis namun kemudian pada tahun berikutnya mengalami peningkatan. Obyek wisata di Propinsi Papua tercatat sebanyak 80 obyek wisata yang terbagi menjadi wisata alam (53 buah), wisata sejarah (15 buah), wisata budaya (21 buah) dan wisata khusus (2 buah). Obyek-obyek wisata tersebut tersebar di semua kabupaten/kota, yang terbanyak yaitu di Kabupaten Jayawijaya (31 buah) diikuti Kabupaten Merauke (21 buah), Kabupaten Jayapura (19 buah), Kota Jayapura (8 buah) dan Kabupaten Puncak Jaya (1 buah). Upaya peningkatan objek dan daya tarik wisata juga diimbangi dengan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang kepariwisataan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah meningkatkan sarana akomodasi/ perhotelan. Pada tahun 2002 akomodasi hotel berjumlah 56 unit, yang berarti lebih rendah 5,09% daripada yang terdapat pada tahun sebelumnya. Namun demikian jumlah kamar dan tempat tidur meningkat (masing-masing 3,20% dan 6,77%) pada tahun 2002, menunjukkan bahwa sektor jasa kepariwisataan di Propinsi Papua semakin memberikan perhatian terhadap peluang wisata yang menggembirakan. Bahan baku merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam kelangsungan usaha. Analisis terhadap kebutuhan bahan baku untuk proses produksi pada usaha kecil di Propinsi Papua memperlihatkan bahwa berdasarkan jenis penjualnya maka sebagian besar (74,98%) bahan baku diperoleh melalui pedagang, sedangkan sisanya (25,02%) bahan baku dapat diperoleh langsung dari produsen. Berdasarkan lokasi asal bahan baku maka umumnya masih dapat diperoleh dari wilayah sendiri, yaitu dari dalam kabupaten (63,89%) dan dalam distrik (30,09%). Sedangkan selebihnya kebutuhan bahan baku didatangkan dari luar kabupaten (4,24%) dan luar propinsi (1,78%). Kemampuan pengusaha kecil untuk memasarkan hasil produknya secara luas masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha, dimana sebagian besar (70,82%) usaha kecil melakukan penjualan langsung produknya kepada konsumen. Sementara penjualan kepada pedagang perantara/pengecer sebesar 20,48% dan kepada pedagang besar 8,71%. Cakupan daerah pemasaran produk masih terbatas pada lokal distrik dan antar distrik di lingkungan kabupaten sendiri, dengan persentase mencapai 55,01% dan 32,25%. Sementara perdagangan antar kabupaten hanya 10,31%, antar propinsi 1,99% dan produk yang di ekspor mencapai 0,44%. Hasil studi menunjukkan bahwa aksesibilitas usaha kecil terhadap kredit perbankan masih relatif rendah, hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa responden yang mengetahui adanya fasilitas KUK hanya 46,67% dan hanya 32,54% diantaranya (atau 15,19% dari total responden) pernah mengajukan KUK dengan jumlah rata-rata pengajuan KUK sebesar Rp 81,43 juta dengan kisaran antara Rp 5 juta pada subsektor tanaman pangan hingga Rp 196 juta pada subsektor perhotelan. Sekitar 73,17% responden pengusaha yang pengajuan kreditnya disetujui dengan rata-rata kredit yang disetujui sebesar Rp. Rp 55,21 juta atau 67,81% dari nilai yang diajukan. Persoalan yang dirasakan oleh hampir semua pengusaha kecil penerima kredit adalah perbedaan jumlah kredit yang diterima dengan nilai yang diajukan, yang dalam penelitian ini mencapai lebih dari 50% dari nilai yang diajukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak semua responden pengusaha yang mengetahui adanya kredit, pernah mengajukan kredit. Alasan utama mereka tidak mengajukan kredit adalah prosedur dan persyaratan untuk memperoleh kredit masih memberatkan, termasuk juga adanya jaminan dan studi kelayakan. Kondisi tersebut relatif sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh responden yang tidak berminat lagi untuk mengajukan kredit bahkan cenderung lebih besar. Kredit Usaha Kecil (KUK) yang diterima responden pengusaha ternyata memberikan manfaat bagi perkembangan usahanya, seperti terungkap dari wawancara dengan responden pengusaha yang menyatakan bahwa bagian terbesar dari kredit yang telah diterima dialokasikan untuk menambah modal usaha (45,76%) dan untuk memperluas usaha (42,37%) serta sebagian kecil untuk membeli peralatan (11,86%). Secara nyata, dampak positif dari penerimaan kredit mampu memberikan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
31
peningkatan kapasitas produksi (35,67%), kapasitas potensial (36,00%) atau perluasan usaha serta mampu melakukan diversivikasi produk (11,00%). Potensi permintaan KUK ditentukan oleh berbagai faktor dan indikator yang bersifat lingkungan internal maupun eksternal. Faktor eksternal yang bersifat makro antara lain ditentukan oleh kondisi dan perkembangan ekonomi, politik dan keamanan regional, nasional maupun internasional. Pada aspek internal pengusaha, indikator yang dapat menggambarkan potensi permintaan KUK adalah besarnya persentase responden (53,33%) yang masih belum mengetahui tentang KUK, yang menggambarkan adanya potensi pasar KUK yang perlu digarap, disamping kenyataan bahwa minat responden untuk mengajukan KUK relatif besar, yaitu 61,90% responden yang pernah mengajukan KUK. Besaran ratarata nilai KUK yang diinginkan adalah Rp 81,43 juta yang bervariasi menutur sektor/subsektornya.
Potensi Usaha Kecil: Potensi pengembangan usaha kecil pada umumnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti usia pengusaha, tingkat pendidikan, keterampilan, potensi kewirausahaan dan potensi manajerial pengusaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur usaha adalah 8,06 tahun dan umur pengusaha kecil adalah 39,07 tahun dan dengan kisaran antara 32,56 sampai dengan 46,25 yang sebagian besar pengusaha kecil adalah laki-laki (88,89%) sedangkan pengusaha wanita sebanyak 11,11%. Pengusaha laki-laki mendominasi semua sektor usaha yang ada kecuali industri dan restoran yang terdapat juga pengusaha wanita. Tingkat pendidikan responden pengusaha kecil pada umumnya cukup bagus karena hanya sebagian kecil pengusaha tidak sekolah (4,44%). Proporsi pengusaha berpendidikan SD, SLTP, dan SLTA bervariasi di setiap daerah sampel dengan kecenderungan semakin banyak yang berpendidikan SLTA (64,07% dari total pengusaha kecil). Pengusaha dengan jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi (PT) ditemui pada sektor pendidikan swasta, perhotelan, jasa dan konstruksi, kehutanan serta pariwisata. Kegiatan pengusaha kecil dalam menjalankan usaha akan sangat didukung oleh peningkatan kemampuan pengusaha sendiri yang antara lain diperoleh melalui berbagai pelatihan, meskipun hasil penelitian menunjukkan masih sedikit (9,63%) responden yang pernah mengikuti pelatihan, dengan jenis pelatihan manajemen (19,23%), teknologi pertanian (26,92%), pemasaran (19,23%) dan jenis pelatihan lainnya yang terkait dengan usahanya (42,31%). Tinjauan terhadap status kepemilikan usaha menunjukkan bahwa sebagian besar (92,96%) usaha kecil yang diambil sebagai sampel merupakan usaha milik sendiri, dengan kisaran antara 66,67% (pertambangan) hingga 100% (perkebunan, kehutanan, restoran, pendidikan swasta dan angkutan laut), sedangkan penyebaran menurut daerah penelitian berturut-turut Kabupaten Jayapura (86,84%), Kota Jayapura (94,20%) serta Kabupaten Jayawijaya (96,00%). Kepemilikan usaha oleh keluarga tercatat sebanyak 5,56%, kemudian badan usaha berbentuk PT (4,65%) dan CV (10%). Sikap kewirausahaan pengusaha merupakan salah satu faktor penentu keberlangsungan dan perkembangan usaha. Berdasarkan nilai total skor dari ke-13 aspek kewirausahaan yang ditelaah, dalam kisaran 0 s/d 39, maka secara umum skor rata-rata kemampuan kewirausahaan pengusaha kecil di Propinsi Papua dikategorikan Baik (skor 34,41). Secara rata-rata responden pengusaha kecil memiliki sikap kewirausahaan dengan dikategorikan Baik, kecuali pada sikap terhadap keberanian mengambil resiko dan sikap menghargai waktu yang dikategorikan Cukup Baik. Berdasarkan daerah penelitian memperlihatkan bahwa semua pengusaha di kabupaten/kota dikategorikan Baik. Sikap keberanian mengambil resiko dikategorikan Cukup Baik untuk seluruh kabupaten/kota, sedangkan sikap menghargai waktu dan pandangan pada ketidakpastian usaha dikategorikan Cukup Baik untuk pengusaha di Kabupaten Jayawijaya. Menurut sektor ekonomi, analisis sikap kewirausahaan memberikan skor rata-rata untuk sikap kewirausahaan pengusaha kecil dengan kategori Baik pada semua sektor/subsektor kecuali sektor jasa dan konstruksi yang dikategorikan Cukup Baik. Analisis terhadap kemampuan manajerial pengusaha yang mencakup aspek pemasaran, permodalan, produksi, ketersediaan bahan baku, pembinaan personalia, pengorganisasian, ketatalaksanaan administrasi dan pembinaan usaha, diketahui bahwa kemampuan manajerial yang dimiliki pengusaha Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
32
kecil di Propinsi Papua secara rata-rata dikategorikan Baik (rata-rata skor 29,16). Hal ini menunjukkan bahwa usaha kecil wilayah ini berpotensi untuk terus berkembang. Dari delapan aspek manajerial yang diamati terlihat bahwa lima aspek diantaranya sudah dilaksanakan dengan Baik (28,27 - 40,34), yang meliputi aspek personalia, aspek produksi, aspek permodalan, aspek pengadaan bahan baku dan aspek pemasaran. Sementara aspek pembinaan usaha memiliki kriteria Cukup Baik, sedangkan aspek organisasi dan administrasi memiliki kriteria Kurang Baik. Berdasarkan wilayahnya, rata-rata pengusaha kecil disemua kabupaten/kota memiliki skor manajerial Baik. Potensi usaha kecil juga didasarkan atas hasil analisis terhadap pendapat instansi terkait dengan pertimbangan besarnya peran instansi serta pengalaman empiris dalam kebijakan perencanaan, pengaturan, pengembangan dan evaluasi usaha kecil di wilayahnya. Secara umum pendapat atau penilaian instansi didasarkan atas berbagai faktor, yaitu : a. Potensi sumberdaya alam yang tersedia di wilayah yang bersangkutan, seperti luas areal, bahan baku, dll.; b. Kemudahan dan ketersediaan sarana produksi; c.Kondisi lingkungan dan agroklimat yang berpengaruh nyata pada usaha komoditas tertentu; d. Tingkat produksi dan produktivitas suatu komoditas yang diusahakan saat ini; e. Penguasaan teknologi dan manajemen pelaku usaha; f. Kondisi pasar saat ini dan prospeknya di masa datang untuk komoditas yang diusahakan; g. Keterkaitan dengan program pengembangan dan pembinaan dari pemerintah pusat dan daerah; h. Ketersediaan tenaga kerja dengan tingkat kemampuan tertentu; i. Kondisi prasarana dan sarana, seperti transportasi, komunikasi, dll.; j. Adanya mitra usaha; k. Mata pencaharian tradisional. Hasil wawancara dengan instansi terkait di Kabupaten Merauke memperlihatkan adanya beberapa komoditas yang dinilai sangat unggul. Komoditas di sektor pertanian yang kondisi saat ini dan prospeknya dinilai sangat unggul adalah subsektor tanaman pangan (tiga komoditas) di Distrik Merauke, Kimaam dan Okaba, subsektor perkebunan (kopi) di Distrik Kimaam, Kurik dan Merauke, subsektor peternakan (sapi dan kambing) di Distrik Kimaam dan Okaba, subsektor perikanan (budidaya kolam) di Distrik Merauke, subsektor kehutanan (madu) di Distrik Merauke. Komoditas perdagangan yang kondisi saat ini dan prospeknya dinilai sangat unggul adalah perdagangan kios dan makanan di Distrik Merauke. Sementara usaha disektor industri yang dinilai sangat unggul kondisinya saat ini yaitu industri makanan dan minuman di Distrik Kimaam dan Merauke serta bahan bangunan di Distrik Merauke. Usaha lain yang dinyatakan sangat unggul kondisinya saat ini maupun prospeknya yaitu konstruksi dan bangunan di Distrik Merauke, koperasi serba ada dan simpan pinjam di Distrik Merauke. Usaha lainnya dinyatakan sangat unggul kondisinya saat ini yaitu usaha angkutan penumpang, angkutan kota dan angkutan barang (di Distrik Kimaam dan Merauke), kursus ketrampilan dan komputer (di Distrik Merauke). Hasil wawancara dengan pejabat instansi terkait di Kabupaten Jayapura memperlihatkan adanya beberapa usaha yang kondisi saat ini maupun prospeknya dinilai sangat unggul. Pada subsektor pertanian tanaman pangan, komoditas palawija di Distrik Demta, Sentani dan Sentani Timur dinilai sangat unggul kondisinya saat ini, khusus untuk Distrik Sentani dan Sentani Timur dinyatakan sangat unggul juga prospeknya. Usaha lain disektor pertanian yang dinyatakan sangat unggul kondisinya baik saat ini maupun prospeknya yaitu perkebunan kakao di Distrik Kemtuk dan Kemtuk Gresie, usaha peternakan sapi dan ayam di Distrik Sentani Barat, Sentani dan Sentani Timur, usaha perikanan budidaya tambak di empat distrik, usaha pada subsektor kehutanan berupa komoditas gambir di empat distrik, komoditas rotan di empat distrik. Usaha disektor lain yang dinilai sangat unggul yaitu penggalian batu gunung dan tanah gunung di Distrik Kemtuk Gresie dan Nimboran. Perdagangan kios kelontong, industri makanan/minuman, kursus montir, kursus komputer, kursus servis elektronik, wisata danau, koperasi serba ada, koperasi simpan pinjam, angkutan darat penumpang, angkutan darat barang, angkutan darat kota, angkutan air untuk penumpang, kapal motor dan motor tempel dinyatakan sangat unggul di Distrik Sentani Barat, Sentani Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
33
dan Sentani Timur. Wisata agro di Distrik Kemtuk Gresie juga dinyatakan sangat unggul, begitu juga angkutan darat penumpang dan barang di Distrik Depapre. Kabupaten Jayawijaya yang merupakan daerah tinggi mempunyai komoditas tanaman pangan yang dinyatakan sangat unggul oleh instansi yaitu sayuran di empat distrik dan padi bio di Distrik Wamena, Hubikosi dan Kurulu. Komoditas sektor pertanian lainnya yang dinyatakan sangat unggul yaitu perkebunan kopi di empat distrik, perikanan budidaya kolam dan penangkapan sungai di Distrik Wamena dan Hubikosi, hasil hutan gambir di Distrik Wamena, Hubikosi dan Tiom, rotan di Distrik Maki dan Kelila. Usaha disektor lain yang dinyatakan sangat unggul yaitu perdagangan makanan/minuman, pakaian/kain dan bahan bangunan di Distrik Wamena, industri makanan/minuman, kain/pakaian dan bahan bangunan di Distrik Wamena, konstruksi bangunan disatu distrik yaitu Wamena, wisata mumi di Distrik Wamena dan Kurulu, wisata budaya di lima distrik, angkutan penumpang di empat distrik, angkutan kota di Distrik Wamena dan Kurulu, kursus komputer, koperasi unit desa dan koperasi simpan pinjam di Wamena. Untuk Kabupaten Puncak Jaya yang dinyatakan sangat unggul di sektor pertanian yaitu sayuran di Distrik Mulia dan Sinak dan kopi di Mulia. Usaha disektor lain yang dinyatakan sangat unggul yaitu industri makanan, konstruksi bangunan, kursus ketrampilan, angkutan penumpang & koperasi unit desa di Distrik Fawi.
Komoditas pertanian di Kota Jayapura yang dinilai sangat unggul yaitu adalah padi dan palawija di Distrik Muara Tami dan Abepura, kopi di Muara Tami, ternak kambing di Abepura, ternak sapi dan ayam di Muara Tami dan Abepura, budidaya tambak, budidaya kolam dan penangkapan sungai di Muara Tami. Perdagangan kios kelontong dan bahan bangunan dinilai sangat unggul di semua distrik, begitu juga dengan industri makanan dan meubel dinilai sangat unggul di semua wilayah kecuali Muara Tami. Penilaian sangat unggul juga diberikan untuk usaha konstruksi bangunan, kursus komputer, kursus ketrampilan di semua distrik kecuali Muara Tami, koperasi unit desa serta koperasi simpan pinjam dan koperasi pegawai negeri di semua distrik. Analisis terhadap karakteristik pengusaha kecil menurut pendapat instansi terkait terhadap aspekaspek kewirausahaan, etos kerja dan keterampilan pengusaha memperlihatkan bahwa pengusaha kecil di Propinsi Papua tergolong Cukup Baik dengan skor rata-rata 2,54. Rata-rata skor tertinggi (2,75) dicapai oleh responden pengusaha kecil di Kota Jayapura, sedangkan skor terendah (2,30) di Kabupaten Merauke. Rata-rata skor berdasarkan karakteristik pengusaha adalah Kewirausahaan pengusaha (skor 2,42), Etos kerja pengusaha (skor 2,52) dan Keterampilan pengusaha (skor 2,69). Penilaian instansi terkait terhadap permasalahan/kendala yang dihadapi para pengusaha kecil memberikan gambaran rata-rata masih ada faktor yang menghambat usaha kecil. Hambatan terbesar terutama dirasakan pada faktor permodalan (skor 2,21). Sementara untuk aspek yang lain dinilai mampu memberikan dukungan bagi perkembangan usaha yaitu aspek ketenagakerjaan, beban biaya tambahan, bahan baku/input produksi, sarana/alat produksi, sarana transportasi, mutu/desain produk dan pemasaran. Perbankan dan lembaga keuangan bukan bank juga memegang peranan penting dalam perkembangan dunia usaha. Lembaga ini berperan besar dalam menyediakan kredit sebagai modal investasi baru, untuk restrukturisasi dan perluasan usaha serta modal kerja. Secara keseluruhan, penilaian pihak perbankan di Propinsi Papua menghasilkan kriteria Unggul dengan skor 1,57 dari skor maksimum 3. Berdasarkan daerahnya, skor penilaian oleh pejabat perbankan pada setiap wilayah menghasilkan kriteria unggul untuk wilayah Kabupaten Jayawijaya dengan skor 1,75 dan Kabupaten Jayapura dengan skor 1,55. Sedangkan kriteria untuk wilayah Kabupaten Merauke dan Kabupaten Puncak Jaya dikategorikan kurang unggul. Berdasarkan sektor usaha diketahui bahwa secara agregat sebagian besar sektor usaha termasuk kategori Unggul, sedangkan sektor yang dikategorikan Sangat Unggul adalah sektor perdagangan (skor 2,9). Sektor usaha yang dikategorikan Unggul adalah tanaman sayuran (skor 2,3), ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas (skor 2,0), angkutan darat penumpang (skor 1,9), industri pengolahan (skor 1,8), perikanan darat dan konstruksi/bangunan (skor 1,7) serta tanaman pangan (skor 1,6). Sedangkan sektor yang lainnya dikategorikan Kurang Unggul. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
34
Alasan utama dalam penentuan kriteria suatu sektor/komoditas secara berurutan adalah : Mempunyai prospek berkembang (58,42%), Mempunyai prospek finansial/ keuangan (57,48%), Menyerap tenaga kerja (21,78%), Meningkatkan ekonomi daerah (42,57%) dan Sesuai kebijakan pemerintah (11,88%). Adanya kecenderungan persetujuan kredit lebih rendah dari yang diajukan tercermin dari pendapat seluruh responden perbankan dengan penurunan berkisar antara 5% hingga 20% dari nilai yang diajukan, sementara persentase kredit yang ditolak mencapai berkisar antara 1%-40% dari jumlah yang mengajukan. Pada umumnya penolakan atau penurunan jumlah nominal kredit yang disetujui adalah (persentase responden perbankan) : (1) Disesuaikan dengan kemampuan pengembalian kredit, (2) Disesuaikan dengan kebutuhan riil usaha, (3) Disesuaikan dengan skala usaha, omzet dan prospek, (4) Disesuaikan dengan analisa teknis. Pengalaman perbankan dalam menyalurkan kredit kepada usaha kecil selama 5 tahun terakhir umumnya masih didominasi oleh sektor perdagangan (75,00% responden perbankan), diikuti sektor konstruksi dan industri (33,33%), perkebunan (16,67%), serta kehutanan, perikanan, angkutan dan pertambangan galian C (8,33%). Sehubungan dengan ditetapkannya Undang Undang tentang Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia tidak lagi mengeluarkan kebijakan penyaluran Kredit Usaha kecil, maka menurut pendapat para pejabat perbankan di Propinsi Papua pemberian KUK ditentukan oleh : (1) Kebijakan Intern Bank pelaksana (83,33%), (2) Kebijakan Pemerintah (81,82%), (3) Kebijakan Perkreditan Bank Indonesia (81,82%), (4) Suku Bunga (66,67%), (5) Sertifikasi Bank Indonesia (63,64%), (6) Inflasi (27,27%), (7) Nilai tukar (18,18%). Analisis kesempatan usaha kecil ditujukan untuk menentukan kesempatan usaha kecil di Propinsi Papua dapat berkembang atau dapat dikembangkan di masa mendatang berdasarkan potensi dan peluang yang ada. Dalam hal ini analisis kesem-patan usaha kecil didasarkan atas analisis lingkungan internal dan eksternal usaha kecil di Wilayah Papua. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum persentase responden pengusaha kecil yang menyatakan terjadinya peningkatan volume usaha adalah sebesar 92,22%, dengan peningkatan terbesar menurut sektornya berturut-turut adalah pengusaha kecil pada sektor kehutanan, pendidikan swasta, angkutan darat dan laut (100%), tanaman pangan (96,43%), industri (95,45%), restoran (95,45%), perikanan (94,12%), perdagangan (91,89%), perhotelan (91,67%), jasa dan konstruksi (90,70%), peternakan (88,89%), perkebunan (86,67%), pariwisata (80,00%), pertambangan (66,67%). Sebanyak 51,70% responden pengusaha kecil menyatakan bahwa usaha yang dijalankan mempunyai prospek pada masa mendatang, sementara itu 47,56% responden memiliki pengetahuan terhadap peluasan/prospek usaha diluar usaha yang saat ini dijalankannya. Pembahasan terhadap faktor penghambat dan pendukung usaha mencakup tujuh aspek, yaitu: Kapital/Permodalan, Sumberdaya Manusia, Sarana Produksi, Penguasaan Teknologi Pasca Panen, Pemasaran, Lingkungan dan Keamanan, Prasarana Transpor-tasi, Sumberdaya Alam, serta Kebijakan dan Program Pemerintah. Kapital atau permodalan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesempatan usaha kecil untuk berkembang. Sebagian besar reponden mengandalkan modal sendiri untuk usahanya dan sebagian besar responden (97,78%) menyatakan bahwa modal sendiri bukan merupakan faktor penghambat. Sekitar 87,41% dari total responden belum pernah melakukan akses ke bank. Bagi kelompok responden yang pernah berhubungan dengan Bank ternyata persentase responden pengusaha kecil yang menyatakan bahwa akses terhadap sumber permodalan telah mendukung adalah lebih besar (12,22%) dibandingkan responden pengusaha kecil yang menyatakan merupakan hambatan (0,37%). Diantara pengusaha kecil yang telah akses terhadap sumber permodalan, hanya 3,70% responden menyatakan bahwa prosedur merupakan hambatan, dan dari segi besaran kredit sebanyak 0,74% responden juga menyatakan belum mendukung dan 91,11% tidak memberi tanggapan. Kesempatan usaha bagi usaha kecil akan menjadi sia sia tanpa didukung sumberdaya manusia, yang menyangkut keberadaan tenaga kerja serta sikap kewirausahaan pengusaha kecil yang didukung kemampuan pengelolaan usaha yang memadai. Dari sisi faktor tenaga kerja, hanya sebagian kecil responden pengusaha kecil (0,65%) yang menyatakan bahwa faktor tenaga kerja merupakan faktor Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
35
penghambat, dan sebagian besar responden (95,84%) menyatakan telah mendukung. Apabila faktor tenaga kerja ini dirinci lebih lanjut, berdasarkan tanggapan responden terhadap aspek-aspek tenaga kerja yang mendukung dan menghambat usaha selama ini, maka persentase terbesar yang mendukung adalah aspek keterampilan, ketersediaan, tingkat upah dan motivasi tenaga kerja (>90%). Faktor Sarana Produksi bagi sebagian besar responden pengusaha (94,94%) bukan merupakan penghambat bagi usaha mereka, dan hanya sekitar 0,86% responden yang menyatakan bahwa faktor sarana produksi menghambat pengembangan usaha mereka, khususnya pada aspek ketersediaan dan pengelolaan sarana produksi tersebut. Berdasarkan tanggapan responden terhadap faktor pemasaran, maka sebagian besar responden usaha kecil (90,69%) menyatakan bahwa faktor pemasaran mendukung usaha yang dijalankan dan hanya sebesar 3,92% responden menyatakan aspek pemasaran menghambat usaha yang dijalankan, sedang sisanya (5,40%) tidak memberikan tanggapan. Apabila ditelaah menurut aspek-aspek pemasaran, maka persentase terbesar responden yang menyatakan adanya hambatan berturut-turut adalah pada aspek persaingan (17,41%) dan biaya pemasaran (5,19%). Prasarana transportasi adalah sarana vital dalam mendistribusikan produk yang dihasilkan oleh pengusaha. Dengan semakin lancarnya sarana transportasi maka ikut pula memudahkan pengusaha untuk memasarkan produknya baik antar daerah dalam suatu distrik, antar distrik, antar kabupaten bahkan keluar propinsi. Sebagian besar (96,67%) pengusaha kecil di Propinsi Papua menyatakan bahwa sarana dan prasarana transportasi merupakan faktor pendukung dalam mengembangkan usaha mereka, dan sebagian kecil (2,92%) menyatakan masih mengalami hambatan dalam hal sarana dan prasaran transportasi. Faktor lingkungan alam ternyata bukan merupakan faktor yang disadari oleh para pengusaha kecil sebagai faktor penghambat atau pendukung usaha. Hal ini dibuktikan dengan besarnya persentase responden (54,69%) yang tidak tahu atau tidak menanggapi masalah faktor alam sebagai faktor penghambat atau pendukung. Di antara responden yang memberikan tanggapan, jumlah responden yang menyatakan bahwa faktor alam mendukung usaha mereka lebih besar (38,02%) dibandingkan jumlah responden yang menilai bahwa faktor alam merupakan faktor penghambat (7,28%). Faktor serangan hama/penyakit dan iklim merupakan hambatan dalam menjalankan usaha serta mengganggu prospek usaha kecil, terutama bagi sektor usaha pertambangan galian C, perkebunan, perhotelan, pariwisata serta tanaman pangan dibandingkan dengan sektor usaha yang lain. Sebanyak 41,73% dari total responden menyatakan bahwa terdapat Kebijakan Pemerintah yang dianggap mendukung kesempatan usaha kecil, sedang persentase responden yang menganggap bahwa peraturan, bimbingan dan promosi usaha kecil yang dilakukan Pemerintah telah mendukung usaha mereka masing-masing adalah sebesar 84,07%, 21,48% dan 19,63%. Sebanyak 57,41% responden yang tidak mengetahui atau tidak menanggapi apakah faktor ini mendukung atau menghambat usaha mereka. Keadaan ini dapat mengidentifikasikan bahwa diperlukan sosialisasi yang lebih intensif perihal kebijakan yang dikeluarkan. Berlakunya otonomi daerah telah diketahui oleh sebagian besar (97,41%) dari 270 responden usaha kecil, namun dari pengusaha yang sudah mengetahui perihal otonomi daerah ini ternyata lebih dari separuh responden (66,92%) masih belum mengetahui atau tidak memberikan tanggapan apakah berlakunya otoda memberikan manfaat bagi pengembangan usaha mereka. Secara relatif hanya 30,80% yang menyatakan adanya manfaat otonomi daerah sedangkan yang berpendapat sebaliknya lebih kecil yaitu sebesar 2,28%.
Kemitraan yang telah terjalin antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar swasta, BUMN atau BUMD masih sangat terbatas. Hasil studi menunjukkan hanya sekitar 5,19% (14 dari 270 responden pengusaha kecil) yang telah melakukan kemitraan dan tersebar pada semua sektor usaha. Di antara pengusaha kecil yang bermitra, maka bentuk kemitraan yang terjalin adalah dagang umum (42,86%), sub-kontrak (21,48%), waralaba (7,14%) dan dalam bentuk lainnya (28,57%). Sebagian besar Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
36
kemitraan responden usaha kecil yang terjalin adalah atas dasar saling menguntungkan (64,29%), kemudian atas dasar untuk memenuhi anjuran pemerintah (35,71%) dan atas dasar adanya keterkaitan bidang usaha (42,86%). Adanya pembinaan BUMN/BUMS terhadap mitra usaha kecil (50,00%) merupakan faktor pendukung keberlanjutan program kemitraan. Pembinaan tersebut diakui telah memberikan manfaat bagi usaha kecil (78,57% responden) yaitu dalam bentuk kenaikan omset usaha dan peningkatan keuntungan (100%) serta dapat melakukan diversifikasi usaha (81,82%). Program kemitraan mempunyai prospek untuk dikembangkan di Propinsi Papua. Hal ini karena di antara responden pengusaha kecil yang saat ini tidak terlibat dalam program kemitraan (256 responden) maka sebanyak 221 responden (86,33%) menyatakan berminat untuk ikut serta dalam program kemitraan, dan dari sisi pendapat responden BUMN/Swasta menyatakan bahwa 66,67% mitra usaha kecil melaksanakan program kemitraan dengan katagori baik. Disamping itu dalam persentase yang cukup besar ada kesediaan BUMN/Swasta (85,71%) dan ada kesediaan bank (18,18%), dalam menyalurkan kredit dalam rangka kemitraan. Kondisi ini masih memberi harapan dikembangkannya program kemitraan terpadu di Propinsi Papua. Analisis terhadap keberadaan kelompok usaha diketahui bahwa baru 8,89% responden pengusaha kecil telah menjadi anggota suatu kelompok, yang terbagi atas koperasi (4,17%), paguyuban (41,67%) dan bentuk kelompok lain (54,17%). Sebanyak 70,83% responden yang menjadi kelompok menyatakan bahwa kelompok yang ada berjalan aktif, dan sebagian besar (87,50%) menyatakan bahwa keberadaan kelompok tersebut telah memberikan manfaat. Sementara itu dari 91,11% responden yang belum berkelompok, sebanyak (80,08%) menyatakan bahwa kelompok usaha tersebut diperlukan, dan berminat bergabung atau membentuk kelompok dan umumnya menginginkan dalam bentuk koperasi (88,83%), paguyuban (8,12%) dan bentuk lainnya (3,05%). Last Updated : 2005-01-06 14:39:45 (405 read) Sorong, Perubahan status Kepala Satuan (Kasat) III Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polda Papua, Komisaris Martin Reno dari tersangka menjadi saksi dalam kasus pembalakan kayu liar (illegal logging) di Papua dikecam oleh Ketua Dewan Adat Papua, bahkan dia meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serius menuntaskan persoalan ini. Hal itu dikatakan Ketua Dewan Adat Papua (KDAP), Tom Beanal ketika dihubungi SH, Selasa (19/4) pagi ini. ”Saya minta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencermati persoalan perubahan status Martin Reno dari tersangka illegal logging menjadi hanya sebagai saksi,” tegasnya. Dia juga meminta presiden untuk serius menangani masalah-masalah Papua. Presiden juga didesak menindak tegas para oknum para perampok hutan milik rakyat Papua. ”Semua yang terlibat harus dikenakan sanksi hukum. Apakah itu gubernur, bupati, kepala dinas maupun oknum aparat keamanan kalau mereka terlibat supaya dipecat. Kalau itu dilaksanakan, baru kami akan bilang ada perubahan,” tegas Tom. Mengenai dugaan keterlibatan sejumlah oknum perwira di Polda Papua dalam illegal logging, Tom Beanal menyatakan keheranan atas penangananan kasus ini. ”Kenapa takut sama dia. Sudah dinyatakan tersangka, kenapa tiba-tiba diubah menjadi saksi. Kalau benar bersalah masukkan saja dia ke dalam penjara,” tandasnya. Dia juga menyayangkan bahwa aparat keamanan yang harusnya mengamankan, malahan ikut mencuri. ”Pemerintah jangan main-main & jangan melindungi pencuri-pencuri kayu itu,” tegasnya.
Ketua Dewan Adat Papua (KDAP) Kabupaten Sorong, Yakomena Isir yang dihubungi terpisah dengan nada pesimis menyatakan kalau dirinya tidak respek lagi dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh Satuan Tugas Operasi Hutan Lestari II dalam menindak para pelaku pencuri kayu. ”Apa yang telah dilakukan oleh oknum-oknum para pencuri kayu itu, masyarakat di Sorong sudah tahu. Kok tidak ditindak. Jadi semua itu bohong, omong kosong!” tegasnya. Kemarin Kasat III Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polda Papua Komisaris Polisi (Kompol) Martin Reno ditetapkan sebagai saksi kasus illegal logging, padahal pada pekan lalu dia sudah menjadi tersangka, alasannya tidak ada bukti. „‟Statusnya sebagai saksi. Kesaksian dari para pelapor ternyata terdapat perbedaan. Sehingga dengan demikian akan dikonfrontir kembali antara kesaksian yang diberikan Reno dengan dua belas orang yang memberikan kesaksian,‟‟ kata Kepala Bidang Penerangan Umum Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
37
(Kabidpenum) Humas Mabes Polri, Kombes pol Zainuri Lubis. Tentang status Komisaris Martin Reno, Kepala Satuan Tugas Pengamanan (Kasatgas PAM) Operasi Hutan Lestari II, Brigjen TNI Hendardji dalam beberapa kesempatan dengan SH menegaskan bahwa status Martin Reno adalah tersangka dalam kasus illegal logging di Papua. Pernyataan senada juga pernah dilontarkan Kasatgas Humas Operasi Hutan Lestari II, Komisaris Besar (Kombes) Saud Usman Nasution dan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Aryanto Budihardjo. Brigjen TNI Hendardji yang dihubungi SH, Selasa siang ini menurut ajudannya sedang menghadap Kepala Staf Angkatan Darat. Tidak diketahui secara rinci topik pertemuan tersebut. Ajudan Brigjen TNI Hendardji menolak merinci agenda pertemuan dengan KSAD. Sementara itu secara terpisah praktisi hukum di Jayapura, Budi Setianto SH, mengakui terjadi perubahan status mereka yang diduga terlibat dalam kasus illegal logging itu karena beberapa kemungkinan antara lain ketidak profesionalannya polisi atau penyidik dalam menangani atau pada saat penyidikan berlangsung ada kemungkinan terkesan ditutupi. ”Kemungkinan penyidik menduga dengan tetap dijadikan tersangka akan berimplikasi yang luas dan mengancam sebuah institusi,” katanya. Budi menambahkan secara hukum proses perubahan status seorang tersangka menjadi saksi sangat sulit, apalagi kalau alasannya karena tidak terbukti. ”Di dalam hukum kalau tersangka tidak
terbukti maka akan dikeluarkan Surat Perintah Pengghentian Penyidikan (SP3) dan bukan diturunkan statusnya dari tersangka menjadi saksi,” kata pengacara ini.
Dua Tersangka Baru: Sementara itu dari Kasatgas Humas Operasi Hutan Lestari II Kombes Saud Usman Nasution diperoleh keterangan sampai hari ini terdapat perubahan status terhadap dua tersangka dari tidak ditahan menjadi ditahan yaitu Basman Gultom (PT Bama Pratama Adi Jaya) dan Marseda (PT Gisand Putra Abadi). Aktivis LSM Telapak, Yayat Afianto yang sekarang sedang berada di Beijing, Cina dalam rangka mengikuti political meeting tentang illegal logging, ketika dihubungi SH per telepon, Senin (18/4) petang mengatakan, Duta Besar RI untuk Cina, AA Kustia telah menginformasikan kepadanya bahwa bulan Maret lalu, KBRI di Beijing telah menerima surat dari SFA (State Forestry Administration) sebagai surat balasan MoU tentang penanggulangan kayu ilegal dari Indonesia. Hal ini merupakan klarifikasi pembuatan rencana aksi Cina-Indonesia. Surat tersebut kini telah berada di Departemen Kehutanan RI. Selain itu, menurut Yayat Afianto, pada tanggal 21 - 26 April mendatang, Presiden China Hu Jintao akan berkunjung ke Indonesia dan membicarakan beberapa hal dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Kunjungan pemimpin Cina ke Indonesia ini akan menarik perhatian banyak pihak mengingat banyaknya kayu Merbau dari Papua, Indonesia itu diselundupkan ke negaranya,” kata Yayat Afianto. (sumber: sinar harapan, 25 Juni 2002, 12:55 WIB)
TANAH Merah atau Boven Digul. Sejarah Indonesia mencatatnya sebagai kamp konsentrasi yang dibangun kolonial Belanda untuk mengasingkan para pejuang nasional. Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta dan Perdana Menteri Sutan Sjahrir pernah dibuang ke sini. Area ini dibangun pada 27 Januari 1927 oleh Kapten LTh Becking. Kawasan itu dulunya merupakan hutan rimba dan rawarawa tempat hidup ular dan buaya. Banyak juga korban pengasingan yang meninggal karena serangan nyamuk malaria. Tanah Merah di masa kini adalah ibu kota Kecamatan Mandobo, Kabupaten Merauke.Selain tempat bersejarah itu, apalagi yang dikenal orang dari Merauke? Tidak banyak. Jika mendengar nama Irian Jaya mungkin ingatan orang akan langsung menuju ke karya seni patung Asmat yang terkenal itu, atau pakaian khas koteka. Namun, jika mendengar Merauke, apa yang akan diingat selain bahwa ia terletak di Irian Jaya? Paling melekat tentunya lagu nasional Dari Sabang Sampai Merauke, yang dihafal anak-anak Indonesia sejak di bangku sekolah dasar. Lainnya? Tidak ada. Padahal, patung asmat dan koteka berasal dari wilayah berbeda di Irian Jaya. Jika patung asmat dihasilkan oleh suku Asmat di Kabupaten Merauke, maka koteka lebih dikenal sebagai pakaian khas suku Dani dari Kabupaten Jayawijaya dan beberapa suku lain di Irian Jaya. Konon, menurut legenda, penduduknya sejak dulu kurang mengenal tanah leluhurnya. Dikisahkan, dulu seorang pendatang yang pertama bermukim di sini bertanya kepada penduduk asli, bagaimana mereka menyebut nama Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
38
daerahnya. Dijawab dengan "maro-ke" yang artinya "Itu adalah Sungai Maro". Ternyata, penduduk setempat menganggap Sungai Maro yang terdapat di wilayah ini lebih penting ketimbang wilayahnya sendiri. Sejak saat itu dikenal nama Merauke, hasil pelafalan yang salah dari "maro-ke". Sebutan sebenarnya daerah ini adalah "Ermasoek". Nilai penting Sungai Maro hingga saat ini masih terasa. Sungai yang lebarnya lebih kurang 500 meter itu bersama sembilan sungai besar lainnya, yaitu Bian, Digul, Yuliana, Lorents, Unir, Kouh, Braza, Sirets, dan Bets, merupakan potensi sumber air tawar untuk pengairan dan prasarana angkutan. Walaupun sungai dapat digunakan sebagai sarana transportasi, seperti daerah Irian Jaya lainnya, tidak seluruh wilayah Merauke dapat disinggahi dengan mudah. Wilayah yang luasnya hampir sama dengan Pulau Jawa ini sebagian besar masih merupakan hutan belantara. Oleh karena itu, meski memiliki Sungai Maro yang legendaris, yang paling menonjol dari kabupaten ini adalah hutan. Hutan di Merauke, dengan luas areal terbesar di Irian Jaya, diberdayakan secara tradisional oleh penduduknya, juga secara modern oleh perusahaan pengolah hasil hutan. Terdapat 11 perusahaan non-HPH dan 15 perusahaan HPH yang memproduksi kayu bulat di wilayah ini. Kabupaten yang luas darat-annya 11.974.900 hektar ini memiliki hutan tropis 11.768.265 hektar. Berarti 98 persen luas wilayah Merauke masih berupa hutan. Sumber daya alam yang dimiliki Merauke terbukti memberikan kontribusi cukup besar bagi perputaran roda ekonomi. Tahun 2000 misalnya, kehutanan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau total kegiatan ekonomi per tahun. Rupiah yang dihasilkan lebih dari Rp 188 milyar, dari total sekitar Rp 1,1 trilyun. Selain kehutanan, perikanan juga bersaing ketat untuk menjadi penyumbang terbesar bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi wilayah ini. Tercatat, produksi perikanan tahun 1999 dan 2000 di atas kabupaten/kota lain di Irian Jaya. Kontribusi tahun 2000 besarnya Rp 157,1 milyar. Angka ini menunjukkan kenaikan hampir lima puluh persen dari tahun 1999 yang besarnya Rp 104,9 milyar. Tak heran, karena luas perairan laut Negeri Burung Kasuari ini pun terbilang besar, 75.000 kilometer persegi. Belum ditambah perairan umum 71.000 kilometer persegi. Dari kedua jenis perairan dihasilkan antara lain udang, ikan pelagis, ikan demersal, kakap, belanak, dan tengiri. Tak lupa juga ikan arwana. Meski tidak tergolong potensi perikanan laut karena lebih banyak ditemukan di sungai-sungai di Merauke. Perburuan ikan arwana, khususnya yang masih anakan, sempat merajalela di tahun 2000. Populasi terbesar ikan ini di Sungai Kumbe, Bulaka, Biau, dan salah satunya di Sungai Digul. Berarti, Digul tidak identik dengan kamp pembuangan masa lalu yang ber-nyamuk malaria itu. (Palupi P Astuti/ Litbang Kompas Rabu, 20 April 2005 - 06:48 AM)
terkait dengan revisi UU no22 tahun 1999 and UU no.25 tahun 1999. Diharapkan Pemerintah Pusat penafsiran atas revisi lebih jelas, serta agar Petunjuk teknis Pelaksanaannya tidak terlambat diberikan, agar tidak timbul kerancuan dan salah penafsiran. Agar kebijakan publik bidang penanaman modal mengikutsertakan aparatur pemerintah di daerah. Secara khusus, untuk meningkatkan investasi diharapkan agar gubernur yang selama ini diberi kewenangan untuk sektor perkebunan yang luas lahannya kurang dari 200 Ha dan pelayanan administrasi penanaman modal lintas kabupaten/kota yang menjadi kewenangan propinsi (UU no.32 tahun 2004, pasal 13), sedangkan lahan di atas 200 Ha izinnya di keluarkan oleh pemerintah pusat, selain itu untuk kepastian status lahan merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota; sehingga diperlukan deregulasi peraturan untuk meningkatkan pelayanan, dengan titikberat pada koordinasi dan sinkronisasi serta simplifikasi prosedur investasi.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
39
Pemprov Kaltim juga mengungkapkan kesulitan untuk berinteraksi dengan (masuk ke) lingkungan PT Badak NGL, yang sebetulnya berada di wilayah yang administrasinya, sekalipun dinyatakan sebagai di bawah Gubernur Provinsi Kaltim.
G. PT Pupuk Kaltim Tbk Izin ekspor yang dikeluarkan oleh pemerintah (Departemen Perdagangan, sebelumnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan) tidak terpola sehingga mempengaruhi rencana penjualan. PT Pupuk Kaltim Tbk kesulitan mengelola pergudangan yang berdampak pada proses produksi. Pada saat gudang penuh (over-stock) pabrik harus menurunkan tingkat produksi (cut rate) atau bahkan mematikan pabrik (shutdown) sehingga untuk menghidupkn kembali mesin dibutuhkan lebih banyak energi. Kerugian yang dialami PT Pupuk Kaltim Tbk akibat kondisi tersebut sejak tahun 2001 rat-rata 250.000 ton/tahun. Olehkarena itu diharapkan agar pemerintah memberikan izin ekspor secara periodik, tahunanatau per semester dengan melakukan evaluasi kebutuhan pupuk nasional secara periodik, bulanan, mingguan, atau bahkan harian pada kondisi tertentu. Selain itu, perubahan kebijakan pemerintah dari menanggung cost plus fee dan biaya distribusi (hingga tahun 1998), menjadi bebas dan tanpa subsidi (1998-2001), kemudian memberlakukan subsidi untuk gas dan tidak termasuk distribusi membuat PT Pupuk Kaltim mengeluarkan sekitar Rp500 milyar untuk biaya distribusi, pada tahun 2004. Pada dasarnya Harga Eceran Tertinggi (HET) jauh di bawah harga produksi. PT Pupuk Kaltim Tbk mengalami kerugian rat-rata sebesar Rp303.000 per ton pupuk. Saat ini subsidi diberikan hanya untuk harga gas di atas US$1 untuk kebutuhan pertanian tanaman pangan, dan peerintah mematok Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp1.050 di lini III, tingkat pengecer. Oleh karena itu PT Pupuk Kaltim Tbk mengharapkan agar pemerintah memberi subsidi distribusi pupuk bagi pabrik pupuk yang kawasan distribusinya luas, seperti Kawasan Timur Indonesia, sebagai bagian dari Public Service Obligation (PSO).
H. PT Badak Natural Gas Liquefaction (PT Badak NGL) PT Badak NGL merupakan salah satu produsen gas alam cair besar dan diperhitungkan dalam lingkup gas dunia. Peran utama PT Badak NGL adalah sebagai plant operator, namun perusahaan ini mengembangkan potensinya terus mengembangkan teknologi proses kilang LNG serta berupaya menjadi sentra pelatihan LNG di dunia internasional dengan menawarkan fasilitas pelatihan LNG, khususnya dalam pengelolaan kilang LNG. Produksi PT Badak NGL merupakan bahan baku utama pupuk. Keputusan pemerintah untuk melakukan dual resources antara ladang Arun di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan Ladang Badak, Bontang, di Provinsi Kaltim untuk mengurangi besarnya jumlah gas yang akan diekspor dari Ladang Arun, sesuai kesepakatan jangka panjang dengan pembeli Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
40
dari Korea Selatan dan Jepang. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan produksi pabrik pupuk di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang meningkat, bertambah dengan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) II yang membutuhkan gas sebagai bahan baku, padahal pada saat yang sama PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) mengalami kesulitan memperoleh pasokan bahan baku gas untuk meneruskan produksinya. Pada Masa Sidang II tahun 2004-2005 Komisi VI DPR-RI menyarankan agar Pemerintah mempertahankan keberadaan berbagai industri pupuk ini untuk menjaga ketersediaan lapangan kerja di Provinsi yang sedang dalam kondisi Darurat Sipil dan membutuhkan kerjasama lintas sektor untuk menjaga wilayah dari tekanan separatis GAM dan menjaga keutuhan wilayah Indonesia dengan dukungan moral dari seluruh masyarakat Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Keputusan dual resources tidak menjadi keputusan PT Badak NGL, mengingat perannya sebagai plant operator. PT Badak NGL menyatakan sebagai perusahaan nir laba, tidak mengikat kontrak kerjasama untuk pengolahan atau pemasaran, kecuali melalui PT Pertamina. Penanda-tanganan kontrak dengan pihak produsen migas yang akan mengolah produk mentah mereka sehingga menjadi produk industri atau kontrak penjualan dengan pembeli ditangani oleh PT Pertamina. PT Badak bahkan tidak memiliki laporan rugi-laba seperti layaknya perusahaan persero, karena PT Badak NGL hanya mengajukan biaya produksi pada produsen dan PT Pertamina untuk didiskusikan dan disepakati bersama, sebagai bentuk kesepakatan untuk pengolahan gas mentah menjadi produk industri yang siap dipasarkan. Oleh karena itu sulit untuk melihat kenerja bisnis dalam konteks gas dari perusahaan ini. Perusahaan ini tidak menyiapkan dana untuk investasi, karena investasi dilakukan oleh produsen gas alam/mentah, sedangkan PT Bdak hanya mengajukan penawaran tentang investasi apa saja yang diperlukan. Peningkatan nilai tambah merupakan persyaratan kerjasama. Sedangkan produsen menggunakan indikator kinerja yang mereka tentukan sebagai ukuran. Untuk ini, Komisi VI DPR-RI menunjukkan keberatan atas status perusahaan yang berlabel Peusahaan Terbatas (PT) sebagai perusahaan nirlaba –status suatu perusahaan apakah tergolong nirlaba atau tidak akan dapat dilihat dari laporan rugi laba. PT Badak NGL sendiri mengharapkan pemerintah dapat membuat status perusahaan ini lebih jelas. Dalam beberapa kali kunjungan kerja DPR-RI dijanjikan bahwa status nirlaba ini akan dibahas, namun hingga kini status PT Badak NGL tetap seperti sedia kala. PT Badak NGL juga menyarankan agar dimasa mendatang Indonesia memiliki Komite Nasional Gas (National Gas Committee) untuk mengatur penggunaan gas di Indonesia sehingga pemanfaatan gas dapat lebih optimal. Selain itu, perlu pula dibangun Indonesian Gas Incorporated yang mengelola pemanfaatan Urea, LNG, GTL dan Pipeline sehingga dapat dibangun suatu sinergi antar berbagai produk ini dan dapat meningkatkan efektivitas Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
41
penggunaan berbagai sumber daya yang dimiliki. Indonesi ajuga perlu melakukan restrukturisasi energi, antara lain untuk diversifikasi energi. Gelombang Tsunami yang memporak-porenda sebagian wilayah di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam membuat isu penutupan PT AAF tidak lagi menjadi focus. Namun, PT PIM I sudah mulai beroperasi kembali, sekalipun dengan kapasitas produksi di bawah kapasitas terpasang, rata-rata 80%, salah satu alasannya adalah keterbatasan gas, agar gas dapat didistribusikan ke PT PIM II, yang direncakan akan mulai berproduksi pada bulan Maret mendatang. Kontrak kerjasama penyediaan gas sudah ditanda-tangi PT PIM dengan Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) untuk periode 2005, dimulai tangal 1 Januari dengan harga US $ 2,3 per MMBTU. Pabrik di Aceh memperoleh pasokan gas sebesar 57 BBTUD, termasuk PT PIM I dan II –yang memperoleh sekitar 115 MMSCFD (juta kaki kubik per hari atau million standard cubic feet per day) serta pabrik-pabrik lainnya. Volume ekspor Arun dipastikan menurun hingga maskimal 9 kargo setelah kontrak ini ditanda-tangani. Mengingat jadwal pengapalan yang sudah ditentukan untuk LNG Bontang sepanjang tahun 2005, maka 3 Kontraktor Production Sharing (KPS, yaitu Total E & P Indonesie, Vico Indonesia dan Unocal Indonesia) sebagai operator lapangan Bontang akan kesulitan memenuhi kargo LNG di luar jadwal. Untuk komitmen Arun ini menunggu sela. PT Pertamina selaku single seller LNG Bontang masih melakukan pendekatan untuk mengurangi pengiriman gas dengan beberapa pihak, antara lain CPC (China Petroleum Corp) dan Kogas (Korea Gas Corp).
I. PT Pelindo IV Sebagai salah satu penunjang kelancaran distribusi pupuk, dan lalu-lintas barang dari dan ke Provinsi Kaltim pada umumnya, maka pelabuhan berperan sangat penting. Lalu lintas barang di Pelabuhan cabang Balik Papan sudah melebihi kapasitasnya (overload), sehingga pelabuhan semayang akan diperuntukkan bagi Pelayaran Nusantra dan Samudra, sedangkan pelabuhan Kawasan Kp. Baru diperuntukkan bagi pelayaran rakyat/lokal. Pelabuhan akan ditambah dengan pelabuhan Kariangan yang rencananya akan dibangun pada tahun 2006 hingga 2008 dan ditujukan untuk melayani peti kemas, cargo dan curah; selain dikembangkan sebagai kawasan industri. Sebagai salah satu BUMN yang berlokasi di Provinsi Kaltim, maka Pelabuhan Cabang Balik Papan turut berkontribusi dalam pengembangan KUK, yang sejak tahun 1996 hingga 2004 telah membantu 29 unit usaha dengan total dana PUKK sebesar RP300.000.000. Tingkat kolektibilitas dana PUKK rata-rata mencapai 69,56%. Selain itu, untuk mengembangkan kapasitas Pelabuhan Cabang Balik Papan setiap tahun dilakukan investasi yang besarnya berfluktuasi namun menunjukkan kecenderungan yang menurun. Pada tahun 1999 realisasi investasi dari dana internal mencapai Rp 390.243.000, tahun 2000 meningkat menjadi Rp960.682.000; kemuian menurun tajam menjadi Rp Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
42
161.811.000 tahun 2001, meningkat menjadi Rp213.750.000 dan Rp243.500.000 pada tahun 2002 dan 20033. Salah satu penyebab penurunan investasi adalah keterbatasn pengembangan lokasi pelabuhan. Pelindo IV sudah meminta lahan dari pemerintah, tetapi lahan sulit diperoleh di wilayah perkotaan ini. Untuk meningkatkan kinerja PT Pelindo IV cabang Balik Papan, maka diharapkan agar pemerintah tidak memberlakuan surut suatu perda serta dibebaskan dari donasi.
J. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Permasalahan salah satu unit KUKM di Samarinda, UD Mawar Sari, adalah kesulitan memperoleh pinjaman modal. UD Mawar Sari belum pernah menerima bantuan dari BUMN – salah satu BUMN bersedia membantu permodalan UD Mawar Sari, sesuai dengan kewajiban mereka hanya dapat memberikan tambahan modal bagi KUK, maka tawaran bantuan tergolong kecil. UD Mawar Sari tergolong sebagai usaha ekonomi tingkat menengah dan sepatutnya dikategorikan sebagai bankable, mengingat kebutuhan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya sebesar limaratus juta rupiah hingga satu miliar. UD mawar Sari mengajukan pinjaman pada Bank Bukopin, namun mereka kecewa karena institusi yang diharapkan membantu permodalan usaha mereka hanya bersedia membiayai kebutuhan tambahan modal yang besarnya kurang kebutuhan dana dari yang diajukan, sekalipun UD Mawar Sari menyiapkan agunan yang nilainya diperkirakan sebesar satu milyar. Selain itu, tingkat bunga yang ditawarkan tergolong tinggi, yaitu 18%. Pemilik UD Mawar Sari mengharapkan bunga untuk investasi tidak disamakan dengan bunga pada umumnya, tetapi lebih kecil kira-kira 12%. UD Mawar Sari juga mengungkapkan kesulitan menemukan Program kredit tanpa agunan seperti diiformasikan –dulu disebut Program Kredit Usaha Mikro LayakTanpa Agunan (KUMLTA) dan kemudian namanya diubah menjadi Program Kredit Kalayakan Usaha Mikro (KKUM). Sangat mungkin program ini tidak ditawarkan pada UD Mawar Sari karena posisinya, selain kemungkinan bahwa program ini tidak ditawarkan oleh perbankan yang dihubungi atau di wilayah Kaltim. Sekalipun demikian, peran pemprov tidak dapat diabaikan mengingat UD Mawar Sari turut dipromosikan sbagai salah satu usaha yang memproduksi penganan khas Samarinda, yang dapat dipromosikan pada tamu-tamu Pemrov Kaltim yang berkunjung ke Samarinda. Pada gilirannya kerjasama ini akan saling menguntungkan, karena UD Mawar Sari berkepentingan pada promosi bagi para pendatang untuk memperluas pasarnya; sedangkan Pemprov Kaltim diuntungkan dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja, penggunaan bahan baku lokal yang memberi nilai tambah bagi masyarakat lokal, serta kesempatan untuk meningkatkan wajib pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan daerah. Salah satu KUKM yang dikunjungi yaitu UD Bahati Jaya yang memproduksi kayu ukir khas Kaltim sekalipun belum dibantu oleh BUMN dan telah menjalin kerjasama dengan Pemrov Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
43
Kaltim telah mampu menembus pasar ekspor dengan menawarkan produk menggunakan kandungan lokal tinggi, sehingga kontribusinya tehadap peningkatan nilai tambah daerah akan bermakna, terlebih kompensasi yang diperoleh adalah mata uang asing yang dibutuhkan untuk memperkuat posisi Indoensia di mata internasional. Sedangkan Kelompok Pengrajin Sarung Tenun Samarinda “Berdikari” yang pernah dibantu oleh salah satu BUMN dan telah menjalin kerjasama dengan Pemrov Kaltim menunjukkan perkembangan yang baik. Sebagai produsen produk dengan kandungan lokal yang tinggi, Kelompok Pengrajin Sarung Tenun Samarinda “Berdikari” tidak hanya membantu pemerintah menjaga kekayaan budaya Kaltim, tetapi turut menyumbang bagi peningkatan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi, khususnya bagi perempuan Kaltim.
K. Pemda Kota Bontang Kota Bontang dengan luas wilayah 407 km2 dan berpenduduk 113.783 jiwa berkembang dari industri pengolahan, yang kontribusinya mencapai 94,74% dari perekonomian Kota Bontang. Di Kota ini berlokasi PT Pupuk Kaltim Tbk dan PT Badak NGL, yang mengambil area cukup luas untuk sebuah kota mandiri dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan penghuninya. Kedua lokasi industri besar ini dipisahkan oleh areal perkotaan yang menjadi pusat kota masyarakat yang tinggal di Kota Bontang. Pemerintah Kota Bontang mengharapkan agar pemerintah pusat dapat mengakomodasi harapan mereka agar ada perubahan peraturan tentang pembagian hasil minyak; sehingga dana perimbangan didistribusikan secara proporsional antara daerah penghasil dengan daerah pengolah. Hingga saat ini daerah pengolah memperoleh bagian 1% dari Dana Bagi Hasil Bagian Daerah dari pemerintah pusat, seperti kabupaten/kota lain di Provinsi Kaltim, lebih kecil dari kabupaten tempat ekplorasi sumber daya alam, migas, seperti Kutai Kartanegara. Sedangkan Pemprov memperoleh 6% dari Dana Bagi Hasil Bagian Daerah dari pemerintah pusat. Padahal sebagai tempat pengolahan migas, kota Bontang menanggung resiko tinggi, dalm hal kerusakan lingkungan dan keselamatan mesyarakat umum yang tinggal di sekitar lokasi industri.
IV.
Lain-lain: Lampiran
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
44
Lampiran 1.
Sektor Usaha yang Diminati Tahun 2000-2004 Investasi Penyerapan TK (milyar rupiah) PMDN 1. Sektor Perkebunan, 19 proyek dengan nilai investasi 50.663 2. Sektor Pertambangan, 7 proyek dengan nilai investasi 520 3. Sektor Perikanan, 2 proyek dengan nilai investasi 129 4. Sektor Peternakan, 1 proyek dengan nilai investasi 2.059 5. Sektor Industri Makanan, 11 proyek dengan nilai investasi 4.484 6. Sektor Industri Kayu, 14 proyek dengan nilai investasi 3.517 7. Sektor Industri Kimia, 8 proyek dengan nilai investasi 334
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
45
4.240,5 1.433,0 32,8 5,0 465,5 968,2 2.092,3
(org)
8. Sektor Ind Barang Logam, 6 proyek dengan nilai investasi 784 9. Sektor Ind Min Non Logam, 1 proyek dengan nilai investasi 3.054 10. Sektor Konstruksi, 5 proyek dengan nilai investasi 5.610 11. Sektor Jasa Lainnya, 17 proyek dengan nilai investasi 69 12. Sektor Perhotelan, 5 proyek dengan nilai investasi 578 13. Sektor Pengangkutan, 1 proyek dengan nilai investasi 207 14. Sektor Perdagangan, 4 proyek dengan nilai investasi 240 15. Sektor Listrik, Gas & Air, 4 proyek dengan nilai investasi 1.868 PMA (juta US $) 1. Sektor Perkebunan, 8 proyek dengan nilai investasi 21.081 2. Sektor Pertambangan, 4 proyek dengan nilai investasi 1.141 3. Sektor Perikanan, 3 proyek dengan nilai investasi 360 4. Sektor Kehutanan, 3 proyek dengan nilai investasi 214 5. Sektor Industri Makanan, 3 proyek dengan nilai investasi 829 6. Sektor Industri Kayu, 14 proyek dengan nilai investasi 2.249 7. Sektor Industri Kimia, 5 proyek dengan nilai investasi 570 8. Sektor Ind Barang Logam, 3 proyek dengan nilai investasi 131 9. Sektor Ind Min Non Logam, 1 proyek dengan nilai investasi 801 10.Sektor Konstruksi, 6 proyek dengan nilai investasi 718 11.Sektor Jasa Lainnya, 30 proyek dengan nilai investasi 3.887 Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
46
319,6 1.104,0 4.643,5 1.290,7 1.021,1 500,0 33,9 914,6
277,9 21,9 0,4 36,5 5,8 57,6 105,6 18,5 163,3 6,9 334,3
12.Sektor Perhotelan, 3 proyek dengan nilai investasi 394 13.Sektor Perumahan, 1 proyek dengan nilai investasi n.a 14.Sektor Pengangkutan, 7 proyek dengan nilai investasi 499 15.Sektor Perdagangan, 22 proyek dengan nilai investasi 238 16. Sektor Listrik, Gas & Air, 1 proyek dengan nilai investasi 30
16,6 0,9 67,1 424,5 0,4
Lampiran 2. Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Perkebunan di Kaltim 1999-2004 Uraian
2000
2001
2002
2003
2004
Jumlah
0 0 Ha 0 KK
Rp 1.053 224 Ha 112 KK
Rp 1.287 276 Ha 138 KK
Rp 2.847 352 Ha 176 KK
Rp 4.045 534 Ha 267 KK
Rp 7.941 436 Ha 218 KK
Rp17.173 1.822 Ha 911 KK
Kebun Tajati: -Investasi (Rp juta) -Arel Petani (Ha) -Jumlah Petani (KK)
Rp 0 2.000 Ha 1.000 KK
Rp 1.92 500 Ha 250 KK
Rp 2.199 450 Ha 225 KK
Rp26.564 250 Ha 125 KK
Rp11.867 50 Ha 25 KK
Rp 9.620 332 Ha 166 KK
Rp52.242 3.582 Ha 1.791 KK
Kebun Longkali: -Investasi (Rp juta) -Arel Petani (Ha) -Jumlah Petani (KK)
Rp 1.565 500 Ha 250 KK
Rp 1.746 100 Ha 50 KK
Rp 1.772 300 Ha 150 KK
Rp 2.575* 100 Ha 50 KK
Rp 2.452 144 Ha 72 KK
Rp 6.446 324 Ha 162 KK
Rp16.556 1.468 Ha 734 KK
Jumlah -Investasi (Rp juta) -Arel Petani (Ha) -Jumlah Petani (KK)
Rp 1.565 2.500 Ha 1.250 KK
Rp 4.791 824 Ha 412 KK
Rp 5.258 1.026 Ha 513 KK
Rp31.986 702 Ha 351 KK
Rp18.365 728 Ha 3624 KK
Rp24.007 1.092 Ha 546 KK
Rp85.972 6.872 Ha 3.436 KK
Kebun Tabara: -Investasi (Rp juta) -Arel Petani (Ha) -Jumlah Petani (KK)
S/d 1999 Rp
*Termasuk biaya investasi pengalihan kebun ini ke kebun plasma seluas 2.000 Ha tahun 1999 Sumber: Materi Presentasi Pada Kunjungan kerja Komisi VI DPR-RI di PTPN XIII (Persero) Kaltim, 24 Des 2004
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
47
Lampiran 1. APBD 2004 dan RAPBD 2005 (Rp) a. Komposisi pengeluaran anggaran - Jumlah Pengeluaran 2004 1. Belanja Administrasi Umum 2. Belanja Operasional dan Pemeliharaan 3. Belanja Transfer 4. Belanja Tak Terduga - Jumlah Pengeluaran 2005 (Rencana) 1. Belanja Administrasi Umum 2. Belanja Operasional dan Pemeliharaan 3. Belanja Transfer 4. Belanja Tak Terduga b. Komposisi pendapatan ditargetkan pada tahun 2004 1. Pendapatan Asli Daerah 1.a. Pajak Daerah 1.b. Retribusi Daerah 1.c. Laba BUMD 1.d. Lain-lain 2. Perimbangan 2.a. Bagi Hasil Pajak 2.b. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus 4. Pembiayaan (Sisa lebih perhitungan)
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
48
3.000.648.000.000 652.138.000.000 1.694.397.000.000 604.113.000.000 50.000.000.000 2.365.000.000.000 604.292.000.000 1.285.885.000.000 429.823.000.000 45.000.000.000 3.225.000.000.000 665.580.036.965 480.000.000.000 109.463.250.000 39.586.500.000 36.530.286.965 1.988.393.750.000 1.721.617.750.000 266.775. 000.000 126.120. 000.000 571.027.213.035
Secara khusus untuk bidang yang terkait dengan penggunaan pupuk, pertanian termasuk perkebunan, kebijakan pembangunan yang ditempuh adalah pengembangan usaha tani den DPR: agar berlebih, paling tidak mencukupi. Tahun 2008 akan menjadi tuan rumah PON. Apa tidak dapat dibangun lapangan terbang yang modern di Samarinda? DPR: Jangan tergantung APBN, tetapi datangkan investor. Apa stimulus untuk tarik investor? Seberapa jauh keseriusan pelaksanaan rencana 1 juta hektar kebun sawit? Agar inti diberi fasilitas, Bagaimana agar punya lahan plasma? Bila 5-10 Ha membutuhkan 1 pabrik, bagaimana dengan 1 juta Ha? Bagaimana soal infrastrukturnya, karena di Malaysia yang membangun adalah swasta. DPR: Seringkali tidak ada relevansi antara kekayaan alam dengan kesejahteraan masyarakat. Agar kembangkan SDM, akal budi, IPTEK karena sumber kemajuan masyarakat. SDA bisa jadi sumber persoalan, memunculkan rezim yang korup, diktator. Kaltim tidak akan hebat kalau hanya mengekploitasi sumber. Agar berfikir global, bertindak lokal ditambah kreatifitas. Agar membuat capaian dalam ukuran kuantitatif dan kualitatif, lalu dibandingkan dengan luar negeri. Dari 2juta penduduk, 400.000 adalah orang miskin (20%). Bila 10 trilyun yang diperoleh untuk infrastruktur dibagikan, atau program 1juta Ha kelapa sawit dilaksanakan, maka masyarakat tidak akan miskin. Bagaimana kebocoran PAD, karena masih banyak kemiskinan yang terlihat dari jalan utama yang dilalui, artinya pemukiman akan lebih buruk lagi. Kaltim sangat kaya SDA, tetapi tidak ada orang Kaltim yang professional yang ikut ambil bagian dalam pengelolaan SDA, bahkan catering saja dari Jakarta –bandingkan dengan Petronas yang dibangun tahun 1980-an, yang mengalokasikan sejumlah tertentu dana untuk bumi putera. Bagaimana agar ahli yang kontraknya sudah habs dapat mulai dgantikan oleh penduduk lokal, artinya yang dating harus mentransfer teknologinya pada putera daerah; bahkan Riau mengirim putera daerahnya agar belajar ilmu-ilmu yang spesifik, bukan yang umum agar dapat menggantikan kebutuhan tenaga asing. Bagaimana agar dalam 5 tahun tidak lagi membutuhkan expatriate? DPR: Penebangan kayu illegal, terkait dengan MOU Mendag tentang kayu? Izin kuasa pertambangan hanya pada orang yang itu saja? Program 100 hari sampai ke bawah? Tidak ada daerah yang dapat membangun dengan PADnya –mungkin maksudnya ada program-program pemerintah yang perlu didukung oleh daerah, sehingga pemerintah Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
49
memberikan insentif agar daerah melaksanakannya (stick and carrot). Masalah kemiskinan di Kaltim tidak dapat diselesaikan sendiri karena sebagian besar yang miskin merupakan pendatang, dari 2,7% perumbuhan penduduk, 1,4%nya merupakan pendatang yang umumnya miskin. Sedangkan penduduk asli yang miskin lebih karena lokasi mereka yang terisolasi seperti di daerah yang hanya dapat dicapai melalui pesawat udara sehingga harga bensin rp15/liter dan gula pasir rp15/kg. Pemerintah pusat menarik hak daerah untuk mengelola dana keuntungan BUMN, dan daerah tidak dapat melakukan intervensi padahal penggunaannya rawan penyelewengan. Untuk orang miskin pemerintah Kaltim menganggarkan sejumlah dana dari APBD untuk kredit bergulir dengan bunga rendah, 6% per tahu; selain itu orang miskin diberi asurasni kesehatan, beasiswa, serta pemerintah membangun SMU plus yang masuk dalam 5 besar nasional, yang lulusannya diterima di Nanyang University. UKM: katanya ada pinjaman tanpa agunan, tetapi kenyataannya tidak ada. untuk investasi seharusnya diberi bunga lebih rendah dari yang umum, sekitar 12%. Dari PT PKT ada pinjaman untuk UKM, tapi hanya sebesar rp 25 juta, padahal kami membutuhkan rp500 juta, dalam evaluasi mereka misalnya kita butuh 25 juta mereka bilang butuhnya hanya 5 juta. PT PKT: Tidak ada perempuan dalam jajaran menajemen, hanya MC yang perempuan. PT PKT menghasilkan 1.840.000 urea prill adri PKT I – III untuk didistribusikan ke NTT, NTB, Bali, Jatim, Maluka, Sulawesi, sebagian Kalimantan (Kalsel), dan Papua (15.000, tidak ada kapal langsung jadi melalui Surabaya dan Ambon). Yang paling besar adalah Jatim (599.000), Sulsel (308.000) kemudian, Kalsel (168.000). Selain prill, dihasilkan juga granule dari PKT IV, yang kebutuhan di dalam negeri relative terbatas. Kapasitas gudang prill dan granule masing-masing 70.000 ton. Dari granule yang ada di pabrik yang mencapai 140.000 pemerintah (Depdag, dengan rekomendasi dari Deptan memberi izin ekspor granule 80.000 ton sejak akhir Desember 2004, karena produksi yang menumpuk di pabrik, mencapai 170.000 ton sehingga kapasitas gudang tidak mencukupi, dan ditaruh di luar, padahal musim hujan.Produksi yang menumpuk di pabrik, antara lain karena pergeseran musim tanam hingga 3 bulan yang menyebabkan permintaan belum meningkat.
L. Kota Bontang V. Deskripsi per-Bidang A. Bidang Industri dan Perdagangan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
50
Pupuk merupakan komoditas penting penunjang sektor pertanian. Sekalipun kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian nasional menunjukkan kecenderungan menurun ( % menjadi %, tahun ), namun pembangunan yang diharapkan mensejahterakan rakyat Indonesia masih akan sangat tergantung pada pengembangan sektor pertanian, karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah petani. Pengembangan industri dalam negeri, khususnya pupuk …………. PT Pupuk Kaltim diizinkan mengekspor sebagian dari kelebihan pupuk yang mencapai 170.000 ton di pabrik pada akhir tahun 2004, karena pergeseran musim tanam dari oktober menjadi Januari sehingga permintaan tidak melonjak, padahal mesin produksi tidak berlanjut khususnya pupuk granule yang relatif sedikit penggunaannya di dalam negari. Namun, izin ekspor menjelang akhir tahun tidak dapat diekspor langsung karena kesulitan pengapalan barang, yang umumnya libur hingga awal tahun. Ketersediaan bahan baku industri pupuk, yaitu gas Secara khusus dibahas tentang dual resources Ladang Arun dan Bontang untuk pemenuhan kebutuhan ekspor gas ke Korea Selatan dan Jepang –untuk menjaga ketersediaan gas bagi Pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM) I dan II di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pabrik Pupuk ASEAN Aceh Fertilizer (AAF), sebagai upaya menjaga ketersediaan lapangan kerja di NAD yang berada dalam keadaan Darurat Sipil. Kondisi pabrik setelah Tsunami?
aaa
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Papua, 4-9 April 2005
51