1 Pendahuluan Krisis Moneter yang melanda wilayah Asia Tenggara di pertengahan 1997 membawa dampak buruk yang besar pada perekonomian Indonesia (Anang dan Saraswati 2007). Salah satunya ialah krisis keuangan yang melanda Indonesia pada tahun 1997 telah menghancurkan sistem perekonomian yang mengakibatkan krisis perbankan yang terparah sepanjang dunia perbankan nasional (Irmalasari, 2010). Kondisi perekonomian saat itu serba tidak menentu yang menyebabkan tingginya resiko perbankan yang mengalami kesulitan keuangan (Sri, 2010) dan penurunan kinerja perbankan nasional. Salah satu penyebab menurunnya kinerja perbankan ialah semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan, yang menyebabkan bank harus menyediakan cadangan penghapusan hutang yang cukup besar sehingga mengakibatkan kemampuan bank memberikan kredit menjadi terbatas. Dalam rangka pengelolaan resiko dengan baik bank telah diwajibkan untuk menerapkan manajemen resiko yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu SEBI no.5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang “Pedoman Standar Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum”, SEBI No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang “Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern Bagi Bank Umum” dan SEBI No.5/23/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang “Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Dengan Memperhitungkan Resiko Pasar dan Pedoman Perhitungan Posisi Devisa Neto Bank Umum serta melaksanakan prinsip-prinsip Good xii1
Corporate Governance dalam kegiatan usahanya (Peraturan Bank Indonesia No 8/13/pbi/2006), sehingga pada tahun 2006 Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan tentang penerapan good corporate governance dengan peraturan BI No.8/14/PBI/2006 yang dapat dinilai untuk memperbaiki citra perbankan yang sempat buruk. Good Corporate Governance adalah pengelolaan perusahaan sesuai tata kelola yang baik yang memperhatikan kepentingan semua pihak terkait (Dunil, 2007:6). sehingga diharapkan dengan penerapan good corporate governance ini dapat mengurangi resiko yang terjadi akibat krisis global yang terjadi (Irmalasari, 2010). Setiap tahun permintaan akan kredit mengalami peningkatan yang mengakibatkan kredit bermasalah menjadi semakin besar sehingga resiko kredit macet saat ini cukup tinggi, berdasarkan data BI hingga agustus 2011 jumlah kredit macet mencapai 113 triliun, angka ini bertumbuh 6,2% sepanjang tahun yang hampir mendekati ambang batas kredit BI.1 Kredit merupakan salah satu sumber pendapatan bank yang cukup besar, tetapi kredit juga memiliki resiko yang sangat tinggi karena jika kredit tidak dikelola secara baik akan menimbulkan kredit bermasalah yang berakibat pada peningkatan biaya yang harus dikeluarkan bank untuk memupuk cadangan kerugian yang disebut PPAP yang dapat mengurangi laba yang akan diterima oleh bank. Tingginya kredit bermasalah akan membuat bank
harus menyediakan
cadangan PPAP yang lebih besar pula sehingga dalam kemampuan bank dalam
http://www.vibiznews.com/news/banking_insurance/2011/09/27/bi-mencatatkredit-konsumsi-hingga-agustus-2011-rp-113-triliun 1
xiii 2
menghasilkan bank akan menurun, untuk itu diperlukan serangkaian kebijakan yang harus dilakukan dalam rangka mengurangi kredit bermasalah. (Bastian dan Suhardjono, 2006.,dalam Hardina, 2009). Untuk mengurangi resiko terjadinya kerugian yang akan dihadapi oleh bank, maka Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam peraturan No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang “Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern Bagi Bank Umum”. Sistem pengendalian intern yang dikeluarkan oleh BI merupakan komponen yang penting dalam manajemen dan menjadi dasar bagi kegiatan operasional bank yang sehat dan aman. Sehingga diharapkan dapat diterapkan dan dijalankan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh BI. Sistem pengendalian intern adalah seperangkat kebijakan dan prosedur yang dirancang dengan tujuan untuk menjaga kekayaan dan catatan perusahaan, untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntan, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen (Mulyadi, 2001 dalam Eva, 2009). Sistem pengendalian intern bank merupakan mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen bank secara berkesinambungan (on going basis), yang bertujuan sebagai berikut: kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang benar, lengkap dan tepat waktu; efisiensi dan afektifitas dari kegiatan usaha bank; serta meningkatkan efektifitas budaya resiko (risk culture) pada organisasi menyeluruh. Terdapat lima elemen dalam sistem pengendalian intern bank, yaitu pengawasan oleh manajemen dan kultur jaringan; identifikasi dan penilaian resiko; kegiatan xiv 3
pengendalian dan pemisahan tugas; sistem akuntansi, informasi dan komunikasi; serta kegiatan pemantauan dan tindakan koreks penyimpangan (Lamp.SE No.5/22/DPNP tanggal 29 september 2003). Pengendalian intern yang digunakan oleh entitas bisnis perlu dilakukan pengujian sistem pengendalian intern, yang pada dasarnya didasarkan atas salah satu standar pengukuran dari tiga standar pengukuran yang dikeluarkan oleh lembaga yang berbeda-beda yaitu Integrated Framework of Internal Control yang diterbitkan oleh COSO, Bank for International Settlement ( BIS) dan surat edaran Bank Indonesia Nomor 5/22/DPNP tanggal 23 september 2003 tentang pedoman standar Sistem Pengendalian Inten Bagi Bank Umum yang diterbitkan oleh BI. Pada umumnya ketiga model pengendalian internal ini sering digunakan dalam organisasi bisnis yang memiliki tujuan yang sama meskipun diterbitkan oleh organisasi yang berbeda. Karena skripsi ini meneliti mengenai kajian pengendalian intern perbankan, maka peneliti berfokus pada penilaian kiteria standar yang dikeluarkan oleh BI dengan menggunakan data hasil audit BPK atas sistem pengendalian intern, dimana hasil audit BPK menggunakan standar COSO, sehingga perbedaan penelitian ini dengan hasil audit BPK terletak pada standar yang digunakan BPK dalam menilai SPI. Penelitian ini, tidak berfokus pada implementasi sistem pengendalian intern pada kredit, melainkan berfokus pada kajian implementasi sistem pengendalian intern secara umum yang digunakan oleh bank pemerintah, dan peneliti mengambil tiga bank pemerintah yang bukan merupakan hasil merger 4xv
dikarenakan dalam bank yang merger merupakan gabungan dari beberapa bank dengan sistem dan kultur yang berbeda, dan merupakan perusahaan BUMN. Peneliti juga memilih bank pemerintah karena ingin melihat kajian sistem pengendalian intern yang diterapkan oleh bank pemerintah, sehingga peneliti mengambil objek penelitian yaitu BRI, BNI dan BTN, dan dibandingkan dengan standar yang dikeluarkan oleh BI. Peneliti mengambil tiga elemen dari lima elemen yang ada yaitu penilaian resiko, sistem informasi, akuntansi, komunikasi dan kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan. Masalah Penelitian Bank BRI, BNI dan BTN telah menerapkan pengendalian intern untuk menghindari adanya ketidakpastian yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Untuk mengetahui pemahaman atas kajian penerapan sistem pengendalian intern terhadap komponen pengendalian intern dengan mengambil tiga komponen pengendalian intern yang akan diteliti oleh peneliti untuk mengetahui kajian implementasi dari sistem pengendalian intern. Persoalan Penelitian 1. Bagaimana kajian penerapan pengendalian untuk elemen identifikasi dan penilaian resiko BRI, BNI, dan BTN ? 2. Bagaimana kajian penerapan
pengendalian untuk elemen sistem
akuntansi, informasi dan komunikasi BRI, BNI, dan BTN ? 3. Bagaimana kajian penerapan pengendalian untuk elemen kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan BRI, BNI, dan BTN ? xvi5
Tinjauan Teoritis Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) dalam Ramadhani (2009) yaitu : Sistem pengendalian internal yaitu sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi dan semua metode serta ketentuan yang terkoordinasi yang dianut oleh perusahaan untuk melindungi harta kekayaan serta memeriksa ketelitian dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, dapat meningkatkan efisiensi usaha, dan dapat mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan. Sistem Pengendalian Intern COSO ( Dunil, 2007) A Process effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, design to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following three categories : effectiveness and effeciency of operations, reliability of financial report and compliance with applicable laws and regulations. Kemunculan COSO pada umumnya disebabkan pada awal dekade 80an dengan kasus
“Fraudulent Financial Reporting” yang dirasakan sebagai
kegagalan audit atas laporan keuangan yang merupakan akibat dari kelemahan internal control pada perusahaan bersangkutan. Dalam model pengendalian internal COSO terdapat tiga tujuan pengendalian internal yaitu efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan dan kepatuhan terhadap hukum dan xvii 6
peraturan yang berlaku, dan COSO juga memiliki lima komponen diantaranya lingkungan pengendalian, penaksiran resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan Sistem Pengendalian Intern BIS (Dunil, 2007) Sistem pengendalian intern BIS merupakan sistem pengendalian intern yang mengadaptasi pada COSO dan menetapkan prinsip-prinsip internal control yang merupakan acuan bagi bank dalam organisasi bank, dan disini BIS melakukan beberapa penyesuaian sehingga cocok untuk organisasi perbankan dan dalam menetapkan tujuan pengendalian intern penyesuaian yang dilakukan BIS terdapat pada laporan keuangan dimana laporan keuangan tidak hanya mementingkan keandalan melainkan kelengkapan dan ketepatan waktu sehingga dirumuskan tujuan pengendalian inetern menurut BIS ialah efektivitas dan efisiensi kegiatan, keandalan, kelengkapan dan ketepatan waktu laporan keuangan dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, dan BIS juga melakukan penyesuaian terhadap empat komponen COSO, sehingga elemen pengandalian intern yang dikeluarkan oleh BIS Pengawasan manajemen dan budaya control, pengenalan dan penaksiran resiko, pengendalian kegiatan dan pemisahan fungsi,informasi dan komunikasi, memantau kegiatan dan mengoreksi pemborosan, pada elemen ini terlihat bahwa komponen informasi dan komunikasi yang tidak berubah dan jelas bahwa elemen yang ditetapkan oleh BIS lebih mengarah pada bisnis perbankan.
xviii 7
Sistem Pengendalian Intern BI (Dunil, 2007) Dalam organisasi perbankan Indonesia BI juga mengeluarkan dan menetapkan pengendalian intern bagi bank umum yang tertuang dalam peraturan PBI No /22/DPNP/ tanggal 23 september 2003 tentang “ Pedoman Pengendalian Intern Bagi Bank Umum” dalam PBI tujuan yang pengendalian intern ialah kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, tersediaanya informasi keuangan dan manajemen yang benar, lengkap dan waktu, efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usaha bank, dan meningkatkan efektivitas budaya resiko dalam tujuan ini terlihat perbedaan urutan pada tujuan pengendalian intern dimana BI menempatkan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku menjadi urutan pertama dan BI menambah satu tujuan pada urutan keempat yaitu meningkatkan efektivitas budaya resiko dan elemen dari pengendalian intern BI sama seperti elemen yang dikeluarkan oleh BIS hanya saja pada elemen sistem informasi dan komunikasi BI menambahkan sistem akuntansi sehingga pada elemen keempat sisntem informasi, komunikasi dan akuntansi. Pengendalian internal (BI, 2003) merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen bank secara berkesinambungan (on going basis) guna : 1) Menjaga dan mengamankan harta kekayaan bank 2) Menjamin tersedianya laporan yang lebih akurat 3) Meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku
xix 8
4) Mengurangi dampak keuangan/ kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan/ fraud dan pelanggaran aspek kehati- hatian 5) Meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya
Tujuan Pengendalian Intern Tujuan sistem pengendalian intern menurut (BI, 2003): 1. Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (Tujuan Kepatuhan) Tujuan Kepatuhan adalah untuk menjamin bahwa semua kegiatan usaha Bank telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah, otoritas pengawasan Bank maupun kebijakan, ketentuan, dan prosedur intern yang ditetapkan oleh Bank. 2. Tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang benar, lengkap dan tepat waktu (Tujuan Informasi) Tujuan Informasi adalah untuk menyediakan laporan yang benar, lengkap, tepat waktu dan relevan yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawaban. 3. Efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usaha Bank (Tujuan Operasional). Tujuan Operasional dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menggunakan aset dan sumber daya lainnya dalam rangka melindungi Bank dari resiko kerugian. xx 9
4. Meningkatkan efektivitas budaya risiko (risk culture) pada organisasi secara menyeluruh (Tujuan Budaya Risiko) Tujuan Budaya Risiko dimaksudkan
untuk
mengidentifikasi
kelemahan
dan
menilai
penyimpangan secara dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan dan prosedur yang ada di Bank secara berkesinambungan
Komponen Pengendalian Menurut (BI, 2003) komponen pengendalian internal : 1)
Pengawasan oleh manajemen dan kultur pengendalian a. Dewan komisaris berperan secara aktif untuk memastikan adanya perbaikan terhadap permasalahan bank yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian intern b. Dewan komisaris melakukan kajian ulang terhadap evaluasi pelaksanaan pengendalian intern yang dibuat oleh auditor intern dan auditor ekstern c. Memelihara struktur organisasi yang mencerminkan kewenangan dan auditor ekstern d. Memastikan bahwa kegiatan fungsi pengendalian intern telah dilaksanakan oleh pejabat pegawai yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang memadai.
xxi 10
2)
Identifikasi dan Penilaian resiko Penilaian resiko merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan oleh direksi dalam rangka identifikasi, analisis dan menilai resiko yang dihadapi bank untuk mencapai sasaran usaha yang ditetapkan. Resiko dapat timbul dan berubah sesuai dengan kondisi bank, antara lain : a. Perubahan kegiatan oprasional bank b. Perubahan susunan personalia c. Perubahan sistem informasi d. Pertumbuhan yang cepat pada kegiatan usaha tertentu e. Perkembangan teknologi f. Perubahan dalam sistem akuntansi, hukum yang berlaku
3)
Kegiatan Pengendalian dan pemisahan Fungsi Kegiatan pengendalian mencakup penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian serta proses verifikasi lebih dini untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tersebut secara konsisten dipatuhi. Kegiatan pengendalian antara lain : a. Kaji ulang kinerja oprasional b. Kaji ulang manajemen c. Pengendalian sistem informasi d. Pengendalian aset fisik e. Pemisahan fungsi
xxii 11
4)
Sistem Akuntansi, Informasi, dan Komunikasi a. Proses rekonsiliasi antara data akuntansi dan sistem informasi manajemen dilaksanakan secara berkala. Setiap penyimpangan segera diatasi dan diinvestigasi dan diatasi permasalahannya. b. Sistem informasi harus menghasilkan laporan kegiatan usaha, kondisi keuangan, penerapan manajemen resiko c. Sistem informasi harus menyediakan data dan informasi yang relevan, akurat, tepat waktu, dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan d. Sistem komunikasi harus mampu memberikan informasi kepada seluruh pihak, baik intern maupun ekstern. e. Sistem pengendalian intern bank harus mampu memastikan adanya saluran komunikasi yang efektif agar seluruh pejabat dan karyawan memahami dan memenuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku.
5)
Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan. a. Bank harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian intern b. Bank harus memantau dan mengevaluasi kecukupan sistem pengendalian intern berkaitan dengan adanya kondisi intern dan ekstern c. Bank harus menyelanggarakan audit intern yang efektif dan menyeluruh terhadap sistem pengendalian intern
12 xxiii
Prinsip Pemberian Kredit Prinsip pengkreditan ini didasarkan atas konsep 5C yang dapat membantu memberikan informasi mengenai kemampuan membayar nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya (Siamat, 1995). Adapun prinsip perkreditan menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002; 251) : a) Character Penilaian terhadap calon nasabah perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana iktikad baik dan kejujuran calon nasabah untuk kemauan membayar kembali kredit yang diterimanya. b) Capacity Penilaian terhadap capacity debitur untuk mengetahui sejauh mana kemampuan debitur mengembalikan pokok pinjaman serta bunga pinjamanya. Penilaian kemampuan tersebut dilihat dari kegiatan usaha dan kemampuan melakukan pengelolaan atas usaha yang akan dibiayai melalui kredit c) Capital Dalam melakukan penilaian atas jumlah modal yang dimiliki debitur perlu dilihat apakah debitur memiliki modal yang memadai dalam menjalankan usahanya. Semakin besar modal yang ditanam oleh debitur kedalam usahanya yang akan xxiv 13 0
dibiayai dengan kredit bank akan menunjukkan keseriusan debitur untuk menjalankan usahanya tersebut. Disamping itu besarnya jumlah modal yang ditanam akan memberi daya tahan usaha nasabah dalam menghadapi siklus atau fluktuasi ekonomi d) Collateral Penilaian terhadap barang jaminan yang akan diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit bank yang diperolehnya adalah untuk mengetahui sejauh mana nilai barang atau agunan tersebut dapat menutupi resiko pengembalian kewajiban debitur. Fungsi jaminan disini sebagai alat pengaman terhadap kemungkinan
tidak
mampunyai
melunasi
kredit
yang
diterimanya. e) Condition Penilaian terhadap kondisi ekonomi adalah untuk mengetahui mengenai kondisi pada suatu saat daerah yang memungkinkan mempengaruhi kelancaran usaha debitur. Kondisi ekonomi ini termasuk peraturan perekonomian yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan usaha nasabah
xxv 14
METODE PENELITIAN Jenis data yang digunakan dalam penelitian data sekunder. Data Sekunder ialah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, yaitu diolah dan disajikan oleh pihak lain (Supramono Sugiarto dalam permana, 2010). Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa data hasil audit SPI terhadap bank BNI, bank BRI, dan Bank BTN terkait dengan temuan hasil BPK mengenai efektifitas penerapan sistem pengendalian intern bank.
Definisi Operasional Variabel Sistem pengendalian intern menurut Bank Indonesia mempunyai lima elemen, yaitu pengawasan oleh manajemen budaya pengendalian, identifikasi resiko, kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi, sistem akuntansi, informasi dan komunikasi, kegiatan pemantauan dan koreksi penyimpangan, yang digunakan oleh peneliti untuk membandingkan pengujian sistem pengendalian intern yang ada pada objek penelitian.
xxvi 15 00
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel terpilih serta indikator empiris Variabel 1. Identifikasi dan penilaian resiko
2. Sistem akuntansi, informasi, dan komunikasi a) Sistem Akuntansi
Indikator Penilaian resiko dilakukan oleh direksi dengan mengedintifikasi, menganalisis, dan menilai resiko yang dihadapi untuk mencapai target yang ditetapkan Sistem pengendalian intern yang efektif mengharuskan bank secara terus-menerus mengedintifikasi dan menilai resiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran Penilaian harus dapat mengedintifikasi resiko yang dihadapi bank, penetapan limit resiko dan bentuk pengendalian resiko tersebut Penilaian resiko harus mencakup resiko individual maupun secara keseluruhan (resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, resiko oprasioanal, resiko hukum, resiko reputasi, resiko strategik, resiko kepatuhan) Pengendalian intern perlu dikaji ulang secara tepat dalam hal terdapat resiko yang belum dikendalikan, baik resiko yang sebelumnya sudah ada maupun resiko yang baru muncul.
b) Sistem Informasi
Sistem akuntansi meliputi metode dan catatan dalam rangka mengedintifikasi, mengelompokan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat/ membukukan dan melaporkan transaksi bank Untuk menjamin data akunting yang akurat dan konsisten dengan data yang tersedia berdasarkan hasil olahan sistem, maka proses rekonsiliasi antara data akunting dan sistem informasi manajemen wajib dilaksanakan secara berkala atau sekurangkurangnya setiap bulan Sistem informasi harus dapat menghasilkan laporan mengenai kegiatan usaha, kondisi keuangan, penerapan manajemen resiko dan pemenuhan ketentuan yang mendukung pelaksanaan tugas dewan komisaris dan direksi
16 xxvii 00
Lanjutan Tabel 3.1 Variabel
Indikator
c) Sistem Komunikasi
Ketersediaan bukti dan dokumen yang memadai dalam rangka mendukung proses jejak audit Sistem Pengendalian Intern yang efektif menyediakan data/informasi internal yang cukup mengenai keuangan, kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, informasi pasar (kondisi eksternal) serta kondisi yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat Pelaksanaan Pengendalian terhadap sistem komputer dan pengamanannya maupun pengendalian terhadap aplikasi softwere dan prosedur manual lainnya (application Control) Sistem komunikasi harus mampu memberikan informasi kepada seluruh pihak, baik intern maupun ekstern, seperti otoritas pengawasan bank, auditor ekstern, pemegang saham, dan nasabah bank. Sistem pengendalian intern bank harus memastikan adanya saluran komunikasi yang efektif agar seluruh pejabat atau pegawai bank sepenuhnya memahami dan mematuhi kabijakan dan prosedur yang berlaku dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab Direksi Bank harus menyelenggarakan saluran/jalur komunikasi yang efektif agar informasi yang diperlukan terjangkau oleh pihak yang berkepentingan Struktur organisasi Bank harus memungkinkan adanya arus informasi yang memadai, yaitu informasi ke atas, ke bawah dan lintas satuan kerja
3. Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan
a) Kegiatan Pemantauan
Bank harus melakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian intern
xxviii 17 00
Lanjutan Tabel 3.1 Variabel
Indikator
b) Fungsi SKAI
Memastikan bahwa fungsi pemantauan ditetapkan secara jelas dan terstruktur dengan baik dalam organisasi bank
Melakukan kaji ulang terhadap dokumentasi dan hasil evaluasi dari satuan kerja/ pegawai yang ditugaskan untuk melakukan pemantauan Bank harus menyelanggarakan audit intern yang efektif dan menyeluruh terhadap sistem pengendalian intern. Pelaksanaan audit intern tersebut dilaksanakan oleh SKAI Sebagai bagian dari sistem pengendalian inten. SKAI harus melaporkan hasil temuannya secara langsung kepada komisaris, direktur utama, dan direktur kepatuhan SKAI harus melakukan penilaian yang independen mengenai kecukupan dari kepatuhan bank terhadap kebijakan dna prosedur yang telah ditetapkan Dalam menetapkan kedudukan, wewenang, tanggung jawab, profesionalisme, organisasi dan ruang lingkup tugas SKAI, maka bank wajib perpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
c) Perbaikan
Kelemahan dan Koreksi Penyimpangan
Kelemahan dalam pengendalian intern, baik yang diidentifikasi oleh satuan kerja oprasional, SKAI maupun pihak lainnya, harus segara dilaporkan kepada dan menjadi perhatian pejabat atau direksi yang berwenang SKAI harus melakukan kaji ulang atau langkah pemantauan lainnya yang memadai terhadap kelemahan yang terjadi dan segera melaporkan kepada dewan komisaris dan direktur utama dalam hal masih terdapat kelemahan yang belum diperbaiki atau tindakan korektif belum ditindaklanjuti
xxix 18 00
Lanjutan Tabel 3.1
Untuk memastikan bahwa seluruh kelemahan segera ditindaklanjuti maka direksi harus menciptakan suatu sistem yang dapat menelusuri kelemahan pada pengendalian dan mengambil langkah perbaikan Dewan komisaris dan direksi harus menerima laporan secara berkala berupa ikhtisar mengenai hasil identifikasi seluruh permasalahan dalam pengendalian intern
Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian dasar (Basic Research) karena bertujuan untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pemahaman mengenai suatu hal yang terjadi. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari hasil audit BPK terhadap Bank BRI, BNI, BTN untuk membahas mengenai kajian sistem pengendalian intern dengan menggunakan tiga elemen SPI yang dibandingkan dengan standar BI.
Pembahasan Pengendalian internal merupakan proses yang harus dilakukan oleh suatu entitas organisasi bisnis untuk melindungi harta kekayaan dan dapat mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan, untuk itu setiap entitas bisnis harus melakukan pengujian terhadap sistem pengendalian intern guna 19 xxx 00
mengetahui efektivitas dari sistem pengendalian intern yang diterapkan dalam entitas organisasi untuk mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang yaitu resiko kredit macet yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank, dan menilai kesesuaian rancangan dan terapan sistem pengendalian intern dengan kriteria yang ditetapkan.
Penilaian Resiko Penilaian resiko merupakan standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada semua bank umum di Indonesia untuk menilai resiko yang terjadi pada bank tersebut. Pada Bank BRI dalam melakukan penilaian resiko yang dilakukan Direksi BRI meliputi identifikasi, pengukuran/ analisis, pemantauan, dan pengendalian resiko untuk semua jenis resiko seperti resiko pasar, resiko kredit, resiko likuiditas, resiko oprasional, resiko hukum, resiko reputasi, resiko stratejik, dan resiko kepatuhan, yang diimplementasikan lewat Manajemen resiko pada setiap aktivitas fungsionalnya. Dalam hal ini bank BRI menetapkan kebijakan / standar/ pedoman/ ketentuan yang mengatur mengenai manajemen resiko yaitu (a) Kebijakan Umum Manajemen Resiko (KUMR) yang merupakan aturan tertinggi dalam implementasi manajemen resiko pada seluruh kegiatan bisnis BRI , (b) Pedoman Pelaksanaan Penerapan Manajemen Resiko yang berisi berbagai kebijakan dibidang manajemen resiko, baik itu kebijakan manajemen Resiko Oprasional (MRO), dan kemudian dijadikan dalam satu buku dengan nama Pedoman Pelaksanaan Penerapan Manajemen Resiko (P3MR). Bank BRI juga xxxi 20 00
melaksanakan kegiatan pengendalian resiko yang dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan menggunakan RSCA (Risk and Control Self Assessment), hasil dari pengendalian ini akan menjadi acuan bagi setiap pimpinan unit kerja dalam memitigasi resiko dan proses pengambilan keputusan untuk perbaikan kualitas aktivitas bisnis dan oprasinal. Dalam melakukan penilaian resiko akan meliputi proses penilaian terhadap resiko yang sudah ada maupun resiko yang baru muncul dan akan selalu dikaji ulang dewan komisaris, bank BRI juga akan selalu menciptakan pengendalian intern yang efektif lewat pemantauan atas resiko kredit yang dilakukan secara bulanan yang dilakukan oleh bagian manajemen resiko yang dikaitkan dengan limit resiko kredit dan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Bank BNI dalam hal penilaian yang dilakukan oleh direksi meliputi proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian resiko yang digunakan untuk semua jenis resiko seperti resiko kredit, resiko kredit, resiko likuiditas, resiko oprasional, resiko hukum, resiko reputasi, resiko stratejik, dan resiko kepatuhan yang dilakukan oleh masing-masing unit yang tertuang dalam kerangka pengelolaan resiko yang mengacu pada PBI No.11/ 25/pbi/ 2009 tanggal 1 juli 2009 tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum. Karena bank BNI mengacu pada PBI maka dalam melakukan penilaian resiko bank BNI menyusun kabijakan dan strategi manajemen resiko secara tertulis, termasuk penetapan dan persetujuan limit resiko yang akan ditetapkan secara keseluruhan. Dan bank BNI juga melaksanakan kaji ulang terhadap penilaian resiko untuk
xxxii 21
memastikan bahwa semua resiko yang melekat maupun resiko yang baru muncul dapat terdeteksi. Bank BTN sendiri memiliki bentuk penilaian resiko yang sedikit berbeda dari bank BRI, dan BTN yaitu bank BTN memiliki pedoman tersendiri yaitu Pedoman Kebijakan Manajemen Resiko (PKMR) yang di dalam pedoman tersebut bank BTN menetapkan rancangan penilaian resiko terkait identifikasi resiko, pengukuran dan analisis resiko, untuk pemantauan dalam bank BTN tidak disebutkan oleh BPK. Dalam penilaian resiko ini, penilaian resiko pada bank BTN mencakup seperti resiko kredit, resiko kredit, resiko likuiditas, resiko oprasional, resiko hukum, resiko reputasi, resiko stratejik, dan resiko kepatuhan. Tetapi dalam hal ini dijelaskan oleh BPK bahwa bank BTN belum menetapkan limit resiko kredit sehingga dalam kasus ini tidak sesuai dengan standar BI yang mengharuskan setiap bank untuk menetapkan limit resiko.
xxxiii 22
Tabel 4.1 Perbandingan penilaian resiko berdasarkan standar BI dengan pelaksanaan di tiga BUMN Standar BI
BRI
BNI
BTN
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Penilaian harus dapat mengidentifikasi resiko yang dihadapi bank, penetapan limit resiko dan bentuk pengendalian resiko tersebut
Sesuai
Sesuai
Tidak sesuai
Penilaian resiko harus mencakup resiko individual maupun secara keseluruhan (resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, resiko oprasioanal, resiko hukum, resiko reputasi, resiko strategik, resiko kepatuhan)
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Penilaian resiko dilakukan oleh direksi dengan mengedintifikasi, menganalisis, dan menilai resiko yang dihadapi untuk mencapai target yang ditetapkan
Pengendalian intern perlu dikaji ulang secara tepat dalam hal terdapat resiko yang belum Sesuai dikendalikan, baik resiko yang sebelumnya sudah ada maupun resiko yang baru muncul. Sumber : Hasil Audit BPK terhadap Bank BRI, BNI dan BTN Keterangan tabel Sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI sudah ada pada bank yang diteliti
Tidak sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI belum ada pada bank yang diteliti
Tad
: tidak ada informasi terkait bank yang diteliti
Sistem akuntansi Dalam hal sistem akuntansi pada ketiga bank tersebut, BPK tidak menyebutkan sistem akuntansi, dikarenakan BPK mengaudit bank tersebut mengacu pada sistem COSO, sehingga dalam elemen ini hanya dikenal sistem informasi dan komunikasi saja tidak termasuk akuntansi. Pada hasil audit BPK tersebut, disebutkan COSO menggunakan sistem penilaian akuntansi lewat pencatatan dan transaksi kredit
xxxiv 23 00
Tabel 4.3.1 Sistem akuntansi Standar BI Sistem akuntansi meliputi metode dan catatan dalam rangka mengidentifikasi, mengelompokan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat/ membukukan dan melaporkan transaksi bank Untuk menjamin data akunting yang akurat dan konsisten dengan data yang tersedia berdasarkan hasil olahan sistem, maka proses rekonsiliasi antara data akunting dan sistem informasi manajemen wajib dilaksanakan secara berkala atau sekurang-kurangnya setiap bulan
BRI
BNI
BTN
Tad
Tad
Tad
Tad
Tad
Tad
NB : Tidak ada informasi
Sistem Informasi Informasi diidentifikasi, diperoleh, diproses, dan dilaporkan oleh sistem informasi. Sumber informasi dapat berasal dari internal dan eksternal, yang antara lain meliputi industri, ekonomi, dan peraturan. Sistem informasi yang digunakan oleh bank BRI dalam rangka mengelola oprasional perusahaan disebut dengan BRINETS. Sistem informasi tersebut menghasilkan berbagai laporan termasuk laporan keuangan BRI, kegiatan usaha dan kondisi keuangan, dan bank BRI juga memiliki sistem yang mengelola penerapan resiko yaitu Informasi Manajemen Resiko (SIMR), yaitu sistem yang digunakan oleh ADK untuk keperluan dukungan informasi dalam penyusunan laporan keuangan sampai dengan pelaporan. Dalam informasi bank BRI seluruh informasi yang ada pada bank BRI harus mencakup informasi keuangan, kepatuhan bank terhadap peraturan serta mencakup kondisi yang diperlukan xxxv 24 00
dalam pengambilan keputusan, didalam sistem infomasi bank BRI yang dapat mendukung proses audit mengenai informasi yang mencakup bukti yang dibutuhkan dan untuk menjamin tersedianya bukti audit bank BRI memiliki sistem informasi sendiri yang disebut dengan Sistem Informasi Manajemen Audit (SIMA), sistem ini digunakan oleh AIN dalam rangka melaksanakan rencana audit. Untuk melindungi sistem informasi yang tersimpan dalam komputer, bank BRI menerapkan sistem pengendalian intern yang khusus untuk melindungi informasi yang ada didalam komputer baik pengendalian terhadap perangkat softwere maupun prosedur manual lainnya. Pada bank BNI sistem informasi yang digunakan untuk mengelola oprasional perusahaan disebut dengan ICONS, sistem informasi yang ada di bank BNI merupakan sistem informasi yang mengelola informasi dari sumber-sumber data sampai dengan pelaporan, termasuk didalam nya informasi mengenai kegiatan usaha, kondisi keuangan dan informasi juga mencakup kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku dan berbagai kondisi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, sedangkan bank BNI juga memiliki sistem informasi yang digunakan untuk mengelola resiko yaitu Manajemen Resiko (MAR) dan untuk mendukung proses audit dalam ketersediaan bukti audit dalam rangka mendukung proses audit BPK dalam hasil audit nya tidak disebutkan sehingga tidak ada data. Sedangkan untuk melindungi sistem informasi yang tersimpan dalam komputer bank BNI melakukan pelaksanaan pengendalian sesuai dengan kabijakan umum TI.
xxxvi 25 00
Pada bank BTN sendiri dalam hasil audit SPI oleh BPK untuk sistem informasi yang dihasilkan tidak menyebutkan informasi yang ada pada bank BTN harus dapat menghasilkan laporan mengenai kegiatan usaha, kondisi keuangan dan kapatuhan terhadap peraturan yang berlaku, termasuk dalam ketersediaan bukti audit yang digunakan SKAI dalam rangka mendukung proses audit sehingga dalam hal ini tidak terdapat informasi mengenai hal tersebut, tetapi dalam hasil audit BPK disebutkan bahwa dalam rangka melindungi sistem informasi yang ada pada komputer bank BTN melakukan pengendalian seperti pengamanan pada softwere dan pengamanan manual lainya pada sistem komputer.
xxxvii 26
Tabel 4.3.2 Perbandingan Sistem Informasi berdasarkan standar BI dengan pelaksanaan di tiga BUMN Standar BI
BRI
Sistem informasi harus dapat menghasilkan laporan mengenai kegiatan usaha, kondisi keuangan, penerapan manajemen resiko dan pemenuhan ketentuan yang mendukung pelaksanaan tugas dewan komisaris dan direksi Sistem Pengendalian Intern yang efektif menyediakan data/informasi internal yang cukup mengenai keuangan, kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, informasi pasar (kondisi eksternal) serta kondisi yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat Ketersediaan bukti dan dokumen yang memadai dalam rangka mendukung proses jejak audit. pelaksanaan pengendalian terhadap sistem komputer dan pengamanannya (general controls) maupun pengendalian terhadap aplikasi software dan prosedur manual lainnya (application controls); Sumber : Hasil Audit BPK terhadap Bank BRI, BNI
BNI
BTN
Sesuai
Sesuai
Tad
Sesuai
sesuai
Tad
Sesuai
Tad
Tad
Sesuai
Sesuai
Sesuai
NB : Tidak ada data
Keterangan tabel Sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI sudah ada pada bank yang diteliti
Tidak sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI belum ada pada bank yang diteliti
Tad
: tidak ada informasi terkait bank yang diteliti
xxxviii 27
Sistem Komunikasi Komunikasi meliputi penyediaan dan penyampaian informasi secara jelas dan seragam kepada semua pegawai entitas yang terlibat dalam pelaporan keuangan. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menjamin bahwa setiap pegawai yang terkait akan saling memahami peran dan aktivitasnya dalam lingkup di dalam dan di luar organisasi, termasuk dalam hal pelaporan adanya penyimpangan kepada pimpinan entitas termasuk kebijakan akuntansi Dalam hal ini direksi Bank BRI mengkomunikasikannya secara efektif. Sistem komunikasi dalam Bank BRI memberikan informasi kepada seluruh pihak Sebagai upaya pelaksanaan komunikasi dengan berbagai pihak, baik intern maupun ekstern, sistem komunikasi pada bank BRI pun memperhatikan aliran komunikasi baik yang dijalankan secara vertikal maupun horizontal yang berguna agar seluruh pejabat dan pegawai bank mengetahui struktur organisasi dan uraian tugas yang menjadi tanggungjawab dan lingkup wewewang dan agar mematuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku. Dalam Bank BNI sebagai upaya pelaksanaan komunikasi berbagai pihak, baik intern maupun ekstern, untuk informasi mengenai laporan keuangan bank BNI menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada pihak-pihak yang berkompeten seperti Bank Indonesia, menteri BUMN, BPK, dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu Bank BNI juga memperhatikan pola interaksi komunikasi baik secara vertikal maupun horizontal yang digunakan oleh direksi untuk mengkomunikasikan tugas dan tanggung jawab personil. Pada Bank BTN Bank memiliki pedoman dan arahan komunikasi secara reguler, misalnya melalui rapat kerja, rapat koordinasi, corporate communication maupun incidental dengan menggunakan saluran komunikasi tertulis maupun lisan. Untuk komunikasi dengan pihak eksternal, Bank menggunakan saluran komunikasi melalui web site, call center dan KC. Sistem komunikasi pada Bank BTN memungkinkan adanya Tugas dan tanggung jawab masing-masing pegawai yang dikomunikasikan melalui job description masing-masing pegawai tiap unit kerja. Setiap unit kerja melaksanakan morning briefing atau internal meeting pada xxxix 28
level divisi sebagai sarana komunikasi internal dan menyampaikan perkembangan kondisi unit kerja serta rencana ke depan apa yang akan dihadapi dan bagaimana menghadapinya serta penyampaian nilai-nilai budaya perusahaan. Sedangkan dalam elemen BI untuk aliran informasi bank BTN tidak disebutkan oleh BPK dalam hasil auditnya, begitu juga mengenai informasi yang dapat dijangkau oleh pihak yang berkepentingan BPK tidak menyebutkan.
Tabel
4.3.3
Perbandingan
sistem
komunikasi
Standar
BI
dengan
pelaksanaan di tiga BUMN Standar BI Sistem komunikasi harus mampu memberikan informasi kepada seluruh pihak, baik intern maupun ekstern, seperti otoritas pengawasan bank, auditor ekstern, pemegang saham, dan nasabah bank.
BRI
BNI
BTN
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sistem pengendalian intern bank harus memastikan adanya saluran komunikasi yang efektif agar seluruh Sesuai Sesuai Sesuai pejabat atau pegawai bank sepenuhnya memahami dan mematuhi kabijakan dan prosedur yang berlaku dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab Direksi Bank harus menyelenggarakan saluran/jalur komunikasi yang efektif agar informasi yang diperlukan Sesuai Sesuai Tad terjangkau oleh pihak yang berkepentingan Struktur organisasi Bank harus memungkinkan adanya arus informasi yang memadai, yaitu informasi ke atas, Sesuai Sesuai Tad ke bawah dan lintas satuan kerja Sumber : Hasil Audit BPK terhadap Bank BRI, BNI dan BTN NB : Tidak ada data Keterangan tabel Sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI sudah ada pada bank yang diteliti
Tidak sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI belum ada pada bank yang diteliti
Tad
: tidak ada informasi terkait bank yang diteliti
xl 29 0
Kegiatan Pemantauan Kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh bank digunakan untuk mengetahui apakah SPI telah diterapkan secara jelas sudah terstruktur dengan baik, dan merupakan proses penilaian kualitas
kinerja pengendalian intern sepanjang
waktu. Pada bank BRI kegiatan pemantauan yang dilakukan, ialah bank BRI secara terus-menerus melakukan pemantauan terhadap kebijakan baik oprasional yang terlihat dalam bentuk struktur organisasi dan alur pelaporan pelaksanaan atas pelaksanaan kegiatan, dan prosedur oprasional yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian intern, dan untuk mendapatkan hasil yang baik bank BRI melakukan kaji ulang terhadap dokumentasi misalnya kaji ulang yang dilakukan BRI kaji ulang atas hasil penilaian kerja pegawai yang dilakukan melalui SMK dan menjadi dasar pembinaan karier. Dalam bank BNI sendiri pemantauan dilakukan secara terus-menerus terhadap efektivitas pengandalian intern yang tertuang pada buku Pedoman Kepatuhan Iva dan Ivb dan lebih lanjut BPP sistem pengendalian intern sesuai instruksi No.IN/0132/MAR tanggal 30 desember 2004. Semua kegiatan pemantauan dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi pemantauan sudah dijelaskan secara jelas dan terstruktur dengan baik dalam organisasi bank. Bank BNI juga melakukan kaji ulang atas semua hasil evaluasi dari hasil kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh bagian BNI yang disebut Branch Quality Assurance (BAQ), Regional Quality Assurance (RQA), dan Devision Quality Assurance (DQA) bersama dengan satuan kerja oprasional (SKO) dalam xli 30
melakukannya dengan menggunakan pendekatan Risk Based Review (RBB) yang merupakan hasil pelaksanaan review yang didasarkan atas hasil analisis resiko yang dapat menghambat strategi bisnis, aktivitas atau transaksi. Semua bagian yang dimiliki oleh bank BNI untuk menunjukkan bahwa fungsi pemantauan yang dilaksanakan sudah berjalan dengan baik. Pada bank BTN memiliki mekanisme pamantauan terhadap pencapaian hasil kinerja entitas termasuk kinerja oprasional yang dilaksanakan secaru rutin dan kegiatan ini dilakukan untuk menunjukkan apakah fungsi pemantauan sudah terstruktur dengan baik, dan untuk itu bank BTN juga melakukan proses kaji ulang atas evaluasi hasil pemantauan terhadap pelaporan sistem administrasi dan keuangan bank BTN berupa laporan keuangan harian secara umum yang direviu oleh atasan sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya.
Tabel 4.4.1 Perbandingan Kegiatan Pemantauan Standar BI degan pelaksanaan di tiga BUMN Standar BI Bank harus melakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian intern Memastikan bahwa fungsi pemantauan ditetapkan secara jelas dan terstruktur dengan baik dalam organisasi bank
BRI
BNI
BTN
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Melakukan kaji ulang terhadap dokumentasi dan hasil evaluasi dari satuan kerja/ pegawai yang ditugaskan untuk Sesuai melakukan pemantauan Sumber : Hasil Audit BPK terhadap Bank BRI, BNI dan BTN
xlii 31
Keterangan tabel Sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI sudah ada pada bank yang diteliti
Tidak sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI belum ada pada bank yang diteliti
Tad
: tidak ada informasi terkait bank yang diteliti
Kegiatan pemantauan pada SKAI Bentuk pemantauan lainnya yang dilakukan oleh BRI ialah pemantauan yang dilakukan oleh SKAI dalam bank BRI disebut AIN, dalam melakukan pemantauan ini AIN memantau melalui audit intern yang menyeluruh terhadap sistem pengendalian intern, dan hasil temuan dalam audit intern tersebut harus dikomunikasikan secara langsung kepada Direksi (direktur utama dan direktur bidang) maupun komite audit/ komisaris, dan tugas yang berkaitan dengan direktur kepatuhan terkait dengan penyampaian hasil audit dan perkembangan audit. Dalam melakukan audit SPI AIN yang berhubungan dengan audit kepatuhan AIN harus menilai secara independen mengenai kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Dan dalam melaksanakan tugasnya AIN berpedoman pada penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern bagi bank umum (SPFAIB), sedangkan dalam peraturan pelaksanaan kebijakan umum telah ditetapkan yaitu kebijakan AIN No.3000 tentang overall audit process yang berisi bahwa dalam melaksanakan kegiatan audit regulernya AIN menggunakan pendekatan metodologi audit berbasis resiko (Risk based audit), yaitu suatu pendekatan yang dipergunakan yang lebih memfokuskan pada kegiatan auditee area. xliii 32
Bank BNI pemantauan yang dilakukan juga berupa audit intern yang dilaksanakan oleh Satuan Pengawasan Intern (Satuan Kerja Audit Intern/ SUntuk Bank BNI pemantauan yang dilakukan juga berupa audit intern yang dilaksanakan oleh Satuan Pengawasan Intern (Satuan Kerja Audit Intern/ SKAI) dan dalam melaksanakan audit nya harus berdasarkan Piagam Audit Intern (PAI)/ Intenal audit Intern (IAC)
sesuai dengan keputusan direksi, dan hasil temuan yang
dilakukan oleh SKAI harus dikomunikasikan secara langsung kepada direktur utama dan direktur kepatuhan serta komisaris, dalam melakukan penilaian SKAI harus menilai secara independen mengenai kepatuhan bank terhadap kebijakan yang sudah ditetapkan. Mengenai wewenang, tanggungjawab profesionalisme, organisasi dan ruang lingkup tugas SKAI berpedoman pada penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern (SPFAIB). Bank BTN juga melakukan pemantauan berupa audit intern yang dilaksanakan oleh Intern Audit Devision (IAD) disini IAD melakukan evaluasi kecukupan, efisiensi, dan efektivitas pengendalian intern. Biasanya pelaksanaan audit dilakukan pada devisi dikantor pusat dan KC parsian, tetapi pada tahun 2009 IAD belum pernah menyelengarakan audit intern yang menyeluruh pada sistem pengendalian intern, dengan demikian tidak ada kesimpulan atas eveluasi efektifitas pengendalian intern pada elemen kegiatan pemantauan pada SKAI secara menyeluruh. Sehingga dalam kasus ini tidak sesuai dengan standar BI.
xliv 33
Tabel 4.4.2 Perbandingan Kegiatan pemantauan pada SKAI Standar BI dengan pelaksanaan di tiga BUMN Standar BI Bank harus menyelanggarakan audit intern yang efektif dan menyeluruh terhadap sistem pengendalian intern. Pelaksanaan audit intern tersebut dilaksanakan oleh SKAI. Sebagai bagian dari sistem pengendalian inten. SKAI harus melaporkan hasil temuannya secara langsung kepada komisaris, direktur utama, dan direktur kepatuhan SKAI harus melakukan penilaian yang independen mengenai kecukupan dari kepatuhan bank terhadap kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Dalam menetapkan kedudukan, wewenang, tanggung jawab, profesionalisme, organisasi dan ruang lingkup tugas SKAI, maka bank wajib perpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
BRI
BNI
BTN
sesuai
sesuai
Tidak sesuai
sesuai
sesuai
Tidak sesuai
Sesuai
sesuai
Tidak sesuai
sesuai
sesuai
Tidak sesuai
Sumber : Hasil Audit BPK terhadap Bank BRI, BNI dan BTN
NB : Tidak ada data
Keterangan tabel Sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI sudah ada pada bank yang diteliti
Tidak sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI belum ada pada bank yang diteliti
Tad
: tidak ada informasi terkait bank yang diteliti
Perbaikan kelemahan dan tindakan koreksi penyimpangan Pada bank BRI dalam keseluruhan proses dan kegiatan audit AIN didokumentasikan dalam bentuk laporan triwulan atau semesteran yang berisi pokok-pokok pelaksanaan kegiatan audit AIN, laporan hasil audit yang berisi kelemahan
dalam
pengendalian
intern
harus
segera
disampaikan
dan
ditindaklanjuti oleh dewan komisaris, dan direksi dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan dan laporan mengenai hasil pengendalian intern sehingga dalam hal ini komisaris dan direksi
harus menerima laporan secara berkala
mengenai permasalahan dalam pengendalian intern. Dan dalam melakukan tugasnya Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan AIN telah dibahas dalam xlv 34
Kebijakan dan Prosedur AIN No.5000 tentang Monitoring Hasil Audit. Monitoring hasil audit dilakukan untuk mengetahui upaya perbaikan yang dilakukan auditee baik terhadap perbaikan pengendalian intern maupun upaya penyelesaian dampak yang ditimbulkan dari temuan tersebut sesuai rekomendasi yang telah disepakati saat exit meeting. Auditor melakukan exit meeting untuk membahas diantaranya temuan dan rencana perbaikan yang akan dilakukan manajemen atas temuan audit. AIN juga memiliki kewenangan berkomunikasi secara langsung dengan Direksi (Direktur Utama atau Direktur Bidang) maupun Komite
Audit/komisaris
terkait
dengan
penyampaian
hasil
audit
dan
perkembangan audit. Dalam melakukan pematauan, bank BNI melakukan
review yang
didasarkan atas hasil identifikasi analisis terhadap resiko yang material yang berpotensi menghambat strategi bisnis dan hasil pemantauan tersebut dan dilaporkan pada direktur utama dalam bentuk laporan untuk ditindaklanjut atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh SKAI dan melaporkan dalam bentuk laporan hasil review (LHR) tertulis dan mengkomunikasikannya kepada unit yang dipantau guna memperoleh konfirmasi/ penjelasan dan tindak lanjut perbaikan, sehingga Komisaris dan direksi menerima secara berkala laporan mengenai hasil pengendalian intern. Bagian IAD BTN dalam melakukan pemantauan memberikan laporannya dalam bentuk
Hasil pemantauan baik laporan mengenai yang berhubungan
dengan kelemahan dalam pengendalian intern dan harus segera dilaporkan dan ditindaklanjuti oleh dewan komisaris, dan direksi. dalam rangka menindaklanjuti kelemahan, SKAI melakukan kaji ulang terhadap kelemahan yang terjadi dan segera melaporkan nya kepada dewan komisaris dan direktur utama dalam hal kelemahan yang belum diperbaiki. Hasil pemantauan kegiatan operasional Bank BTN diantaranya dalam bentuk reviu bulanan terhadap pencapaian kinerja dibahas dalam rapat direksi untuk memberikan umpan balik. Mekanisme pemantauan tindak lanjut atas hasil pemeriksasan diatur dalam Kebijakan Audit Intern Bank BTN. Direksi dan Komisaris segera mereviu dan mengevaluasi temuan pemeriksaan yang menunjukkan ketidakberesan melalui Rapat Direksi dan Rapat xlvi 35
Dewan Komisaris. Tingkat penyelesaian hasil tindak lanjut yang dilaksanakan oleh auditee atas hasil pemeriksaan internal audit dilaporkan dalam Laporan Semesteran Rekapitulasi Monitoring Perkembangan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Audit Intern dan Ekstern. IAD melakukan evaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian intern perusahaan namun masih sebatas evaluasi secara parsial. Evaluasi atas kelemahan atas kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian intern perusahaan disampaikan kepada Dirut, Dewan Komisaris melalui KA untuk diketahui dan ditindaklanjuti.
Tabel 4.4.3 Perbandingan Perbaikan Kelemahan dan Tindakan Koreksi Penyimpangan Standar BI dengan pelaksanaan di tiga BUMN Standar BI
BRI
Setiap laporan mengenai kelemahan dalam pengendalian intern atau tidak efektifnya pengendalian resiko bank harus segera ditindaklanjuti oleh dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif terkait SKAI harus melakukan kaji ulang atau langkah perbaikan pemantauan lainnya yang memadai terhadap kelemahan yang terjadi dan segera melaporkan kepada dewan komisaris dan direktur utama dalam hal masih terdapat kelemahan yang belum diperbaiki atau tindakan korektif belum ditindaklanjuti Untuk memastikan bahwa seluruh kelemahan segera menciptakan suatu sistem yang dapat menelusuri kelemahan pada pengendalian intern dan mengambil langkah perbaikan
Dewan komisaris dan Direksi harus menerima laporan berupa iktisar mengenai hasil identifikasi seluruh permasalahan dalam pengendalian intern
BNI
BTN
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sumber : Hasil Audit BPK terhadap Bank BRI, BNI dan BTN Keterangan tabel Sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI sudah ada pada bank yang diteliti
Tidak sesuai
: apa yang diisyaratkan dalam kriteria BI belum ada pada bank yang diteliti
Tad
: tidak ada informasi terkait bank yang diteliti xlvii 36
Kesimpulan Simpulan Berdasarkan latar belakang, telaah teoritis dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat itu disebabkan karena tingginya kredit bermasalah yang berpengaruh pada buruknya kinerja perbankan, untuk itu diperlukan solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Selanjutnya
Bank
Indonesia
mengeluarkan
peraturan
SEBI
No.5/21/DPNP tanggal 29 September tentang” Pedoman Standar Penerapan Manajemen Resiko Bagi bank Umum” yang digunakan untuk mengendalikan resiko, dan SEBI No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang “ Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern Bagi Bank Umum” yang digunakan oleh bank untuk pengendalian dalam sistem pemberian kredit. Sehingga dapat dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan pada Bank BRI dan BNI : 1.
Pada elemen penilaian resiko yang dilakukan oleh BRI dan BNI telah sesuai dengan standar BI berdasarkan hasil audit BPK, sedangkan pada bank BTN hanya tiga item yang sesuai dengan standar BI sedangkan untuk item Penilaian harus dapat mengidentifikasi resiko yang dihadapi bank, penetapan limit resiko dan bentuk pengendalian resiko tidak sesuai dikarenakan Bank BTN belum menetapkan limit resiko sehingga disimpulkan bahwa penilaian resiko pada bank BTN mengandung kelemahan.
xlviii 37
2.
Pada elemen sistem Informasi bank BRI dan bank BNI telah sesuai dengan standar BI, hanya saja pada elemen ketersediaan bukti audit BPK tidak menyebutkan dalam hasil audit SPI yang dilakukan oleh BPK. Dan pada bank BTN elemen sistem infomasi tidak disebutkan dalam hasil udit BPK. Begitu juga dengan sistem akuntansi untuk bank BRI, BNI, BTN dalam hasil audit BPK yang menggunakan standar COSO hanya menggunakan elemen sistem komunikasi dan informasi untuk standar akuntansi tidak disebutkan dalam hasil audit BPK. Untuk hasil sistem komunikasi pada bank BRI dan BNI telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh BI, sedangkan pada bank BTN untuk elemen standar BI yaitu direksi menyelenggarakan saluran komunikasi
yang
efektif
agar
terjangkau
oleh
pihak
yang
berkepentingan dan mengenai arus informasi BTN tidak disebutkan dalam hasil audit BPK. 3.
Pada elemen kegiatan pemantauan pada bank BRI, dan BNI telah sesuai dengan standar BI dan pada bank BTN belum sesuai dengan standar SPI dikarenakan banyak nya informasi yang tidak disebutkan dalam hasil audit BPK yang menggunakan standar COSO
38 xlix
Implikasi dan terapan 1.
Penilaian resiko bank BTN belum menerapkan penetapan limit resiko dan belum menetapkan bentuk pengendalian resiko untuk mengukur resiko, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada elemen penilaian resiko dimana bank BTN harus menetapkan limit resiko dan bentuk pengendalian resiko yang sesuai dengan standar BI
2.
Kegiatan Pemantauan yang dilakukan oleh SKAI bank BTN mengandung kelemahan yaitu BTN belum melakukan audit intern yang dilakukan oleh SKAI untuk itu, sebaiknya BTN melakukan perbaikan terhadap sistem kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh SKAI sehingga kegiatan pemantauan ini dapat berjalan
Keterbatasan penelitian 1.
Keterbatasan dalam penelitian adanya elemen sistem pengendalian intern yang tidak memiliki data dikarenakan dalam data sekunder yang hasil audit BPK tidak disebutkan, sehingga peneliti tidak berani menyimpulkan apakah data itu sesuai atau tidak
2.
Dalam Penelitian ini juga hanya menggunakan tiga komponen pengandalian dari lima komponen yang dikeluarkan oleh BI
l 39
Penelitian mendatang 1.
Untuk penelitian mendatang diharapkan melengkapi komponen dari sistem pengendalian intern
2.
Untuk dapat mengetahui SPI yang diterapkan secara jelas, maka disarankan agar melakukan studi kasus terhadap BRI, BNI, BTN sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai kajian SPI yang diterapkan oleh bank
tersebut,
berdasarkan
informasi
yang
dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh BI
li 40
dikumpulkan,
dan
Referensi Anang Yuniarto dan Birgitta Dian Saraswati. 2007. Analisis Perilaku Permintaan Uang Kas di Indonesia 1990.II.-2005.IV. Jurnal Ekonomi dan bisnis : Vol XIII No 2
Anonim, 2011. Bi Mencatat kredit konsumsi hingga Agustus 2011 Rp113 triliun.http://www.vibiznews.com/news/banking_isurance. 27 september 2011
Dewi Chandra, 2009, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stategi Pemberian Kredit dan Dampak nya terhadap Non Performing Loan Studi kasus pada PT.BPR di Propinsi Jateng. Thesis Program S2 Fakultas Magister Manajemen Universitas Diponogoro Semarang (dipublikasikan)
Dunil, Z, Bank Auditing, Risk Based Audit, Dalam Pemerikasaan Perkreditan Bank Umum, PT. Indeks Gramedia
Irmala Sari, 2010, Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan Nasional (Studi pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2006-2008) (dipublikasikan)
Lampiran. SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman standar sistem Pengendalian intern bagi Bank Umum
Luthfihani, C.A, Pengaruh Kualitas Aktiva Produktif (kap) dan Kredit Bermasalah terhadap Profitabilitas Pada PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero). Tbk Retrieved Augst 5, 2011, from http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/490/jbptunikompp-gdl-chindyangg 24464-20-unikom_c-f.pdf) 5-08-11
Martantia, Hardina. 2009. Penentuan Nilai Dan Penghapusan Atas Penyisihan Penghapusan Aktive Produktif (PPAP) Pada PD.BPR BKK BOYOLALI lii41
KOTA Cabang Sawit Kabupaten Boyolali. Tugas Akhir Program Diploma Univeritas Sebelas Maret Surakarta (dipublikasikan) Murniati, Sri. 2010, Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Putri Eva, 2009, Uji Pengendalian Sistem Pengendalian Intern pada Sistem pemberian Kredit Studi Kasus BPR BKK Banyubiru. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (dipublikasikan)
Siamat, dahlan. (1995), Manajemen Lembaga Keuangan, Intermedia, Jakarta
Suyatno, Chalik, Sukada, Ananda, Marala, 1995, Dasar-dasar Perkreditan, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Bank Indonesia, 2006, Surat Keputusan Bank indonesia No. 8/13/PBI/2006 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia No 7/3/PBI/2005 tentang batas maksimum pemberian Kredit bagi Bank Umum
Bank indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/148/KEP/DIR Tentang Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif
Triandaru, Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat edisi ke dua, Jakarta.
liii 42
Zaini Widya, Ramadhani. dan Sucipto., 2008, “Pengendalian Internal sebagai Alat dalam Meningkatkan Kualitas Kredit pada PT. BANK RAKYAT INDONESIA.
Tbk
Cab.
Medan
Hijau”http://akuntansi.usu.ac.id/jurnal-akuntansi-32.html.
12
Putri september
2011
Permana, iwan Customer Relationship Management pada bengkel RIO MOTOR wonosobo.2010.Skripsi Sarjana UKSW .(dipublikasikan)
liv 43