MAKALAH WORKSHOP PENYUSUNAN MODUL HAM, RESOLUSI KONFLIK DAN GERAKAN SOSIAL
Wacana Gerakan Islam Oleh: Eman Sualiman
Yogyakarta, 2 - 4 Desember 2008
Wacana Gerakan Islam1 Oleh Eman Sulaiman2 “Pembatasan tehadap ruang gerak kehidupan manusia diatur dalam hukum negara kita bahkan juga didalam hukum Alloh. Yang berbeda adalah hukum dinegara kita itu buatan manusia, sementara hukum dalam agama Islam itu turunnya dari Alloh yang lepas dari segala kekurangan dalam sifat-sifatnya.”3
I.
Pengantar
Dunia gerakan Islam Internasional seolah merasakan angin segar paska naiknya Barrack Obama menjadi presiden Amerika Serikat menggantikan Bush. Konflik Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Bush dengan gerakan Islam radikal diseputaran Timur Tengah pun diharapkan dapat segera terhenti. Ditengah banyaknya harapan akan adanya perubahan yang berarti pada tatanan global saat ini, tidak sedikit pula yang berpandangan persimistis dengan kemenangan Obama tersebut. Mereka menilai bahwa kebijakan politik dan ekonomi Obama tidak akan pernah lepas dan lari dari induk semang-nya, yakni sistem perekonomian global (Kapitalisme), yang akan tetap melakukan proses ekpansi, eksploitasi dan akumulasi kapital sebesar-besarnya terhadap negara-negara dunia III yang mempunyai sumberdaya alam yang berlimpah.
Resesi ekonomi dunia saat ini ditengarai dengan adanya krisis keuangan di negara-negara maju dan kian meluas serta berpengaruh besar terhadap perekonomian di negara-negara berkembang4 yang mempunyai hubungan erat dengan negara-negara dan lembaga-lembaga donor internasional. Pola-pola penyelesaian krisis dan jalan keluar krisis dengan cara perang dan penjualan senjata merupakan hal yang lumrah dilakukan.
1
Disampaikan dalam diskusi Modul HAM, Yogyakarta, 2 Desember 2008 Relawan Pusham UII. 3 Dikutip dari wawancara bersama Ustadz Abdur Rohim, pengurus inti Jama’ah Ansharut Tauhid. Jama’ah Ansharut Tauhid dideklarasikan oleh ustadz Abu Bakar Ba’asyir -mantan Amir Majlis Mujahidin Indonesia- di Bekasi pada tanggal 17 Ramadhan 1429 atau pada tanggal 17 September 2008 masehi. 4 Termasuk Indonesia. Pemerintah mengambil cara buy back saham Negara yang menyebabkan nilai rupiah yang mengalami fluktuasi dan lambat laun akan mengakibatkan inflasi yang tinggi dalam dunia perekonomian nasional. 2
1
Sebagai salah satu contohnya adalah kebijakan Amerika Serikat untuk mengambil langkah memerangi Afganistan dan Irak dengan isu terosisme. Kalau kita analisa dengan teliti dan mendasar dari perspektif ekonomi-politik dapat kita lihat bahwa kebijakan perang tersebut tidak lebih dari adanya kepentingan untuk jual beli senjata dan minyak yang berlimpah di negara Timur Tengah.
Dikalangan gerakan Islam fundamental, Amerika Serikat merupakan negara yang menjadi sumber dari segala masalah kerusakan yang terjadi di dunia. Isu-isu Hak Asasi Manuia, anti terorisme dan anti kekerasan yang selama ini dipropagandakan olah Amerika Serikat semakin menyudutkan gerakan Islam itu sendiri. Disisi lain, banyak sekali kalangan gerakan Islam fundamental tersebut yang belum memahami secara utuh tentang motif ekonomi-politik dari isu terorisme yang dilabelkan kepada mereka. Akan tetapi, walaupun gerakan Islam belum memahami secara menyeluruh akar dari black propaganda tersebut, perjuangan perlawanan terhadap Amerika Serikat yang mereka lakukan selama ini adalah sebagai simbol dan bentuk dari perlawanan terhadap kekuatan modal internasional yang murni idiologis dan dibalut dengan baju agama.
II.
Wacana Gerakan Islam Radikal
a. Demokrasi dan HAM
Berbicara tentang gerakan Islam fundamental kekinian tentunya tidak akan pernah bisa lepas stereotype sebagai gerakan Islam radikal yang mengancam kalangan dunia neoliberalisme.
Walaupun
demikian,
beberapa
kalangan
menyebutkan
bahwa
kekhawatiran Amerika Serikat terhadap gerakan Islam fundamental ini didasari karena hanya gerakan Islam-lah yang menjadi kekuatan paling berbahaya yang mengancam kepentingan ekspansi modal kapitalisme. Isu terorisme pun seolah menjadi senjata yang ampuh untuk menyerang dan menghancurkan gerakan Islam dengan tidak mengindahkan samasekali pointer-pointer yang tercantum dalam deklarasi HAM universal.
2
Hak Asasi Manusia sebagai produk dari sistem demokrasi ala Amerika mempunyai banyak persoalan dan perdebatan dikalangan gerakan ummat muslim di Indonesia. Beberapa kelompok gerakan Islam fundamental yang terkonsentrasi di Solo memandang bahwa HAM sebagai produk dari barat tidaklah penting untuk diikuti. Sebut saja ustadz Abdur Rohim sebagai salahsatu pimpinan Jama’ah Ansharut Tauhid beliau mengatakan bahwa:
“ HAM itu berasal dari barat yang sekuler. Kita tidak boleh menjadikannya sebagai pedoman, karena itu sama halnya dengan kita menyembah Latta dan ‘Uzza seperti pada masa Rasululloh SAW...”5 Pendapat tersebut sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Dr. Amir Machmud. Beliau mengatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) jangan sampai mencampuri urusan-urusan yang sudah menjadi ketetapan dalam agama Islam. Akan tetapi sangat perlu untuk dipelajari oleh gerakan Islam. Apalagi gerakan Islam hidup ditengah sistem demokrasi yang menjadi alur dari sistem politik negara. Selain daripada itu, gerakan Islam pun sangatlah berkepentingan untuk mengetahui sejauh mana HAM tersebut bisa diambil manfaatnya. Sehingga tidak lagi terjebak dalam gerakan-gerakan yang akan menjerumuskannya kedalam jeratan hukum nasional. Dalam sebuah lokakarya nasional, H.Hamid Fahmy Zarkasyi PhD mengatakan bahwa sejalan dengan tuntutan agama-agama, Islam juga mempunyai persoalannya sendiri terhadap Deklarasi Universal HAM. Bagi umat Islam dan negara-negara Islam, Deklarasi Universal HAM tersebut secara umum dapat diterima. Namun yang sejak awal menjadi masalah bagi umat Islam adalah pasal 18 yakni pasal mengenai hak beragama dan hak mengganti agama. Problem ini telah sejak awal disadari umat Islam. Konon Muhammad Zafrullah Khan dari Pakistan dan Jamil al-Barudi dari Saudi Arabia telah memperdebatkan pasal ini. Selain itu pasal 16 Deklarasi HAM6 tentang perkawinan beda
5 6
Wawancara dilakukan pada tanggal 8 November 2008 dipondok pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo. Berbunyi (1) setiap laki-laki dan perempuan, tanpa diskriminasi ras, kebangsaan atau agama, mempunyai hak untuk kawin dan mendirikan rumah tangga. Mereka mempunyai hak yang sama ketika dan sesudah melangsungkan perkawinan. (2) Perkawinan harus dilaksanakan dengan bebas dan dengan persetujuan kedua belah pihak.
3
agama juga tidak dapat diterima kalangan Muslim. Persoalan yang mengemuka kemudian hingga kini adalah apakah sikap Muslim secara individu dan kolektif terhadap pasal-pasal Deklarasi HAM yang bertentangan dengan ajaran dasar agamanya? Apakah Deklarasi HAM juga telah memberikan Muslim secara kolektif atau institusional hak dan kebebasan melaksanakan agamanya.7 Dalam kaitannya dengan kebebasan yang merupakan bagian terpenting dari hak asasi manusia, Islam dengan jelas telah memposisikan manusia pada tempat yang mulia. Manusia adalah makhluk yang diberi keutamaan dibanding makhluk-makhluk yang lain. Ia diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan.8 Ia diciptakan menurut image (Surah) Tuhan diberi sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Tuhan. Selain diberi kesempurnaan ciptaan manusia juga diberi sifat fitrah, yaitu sifat kesucian yang bertendesi mengenal dan beribadah kepada Tuhannya, serta bebas dari tendensi berbuat jahat. Sifat jahat yang dimiliki manusia diperoleh dari lingkungannya. Dengan keutamaannya itu manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi (QS 2:30; 20:116). Oleh sebab itu manusia mengemban tanggung jawab terhadap Penciptanya dan mengikuti batasan-batasan yang ditentukanNya. Untuk melaksanakan tanggung jawabnya itu manusia diberi kemampuan melihat, merasa, mendengar dan yang terpenting adalah berfikir. Pemberian ini merupakan asas bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan pengembangannya. Ilmu pengetahuan, dalam Islam, diposisikan sebagai anugerah dari Tuhan dan dengan ilmu inilah manusia mendapatkan kehormatan kedua sebagai makhluk yang mulia. Artinya manusia dimuliakan Tuhan karena ilmunya, dan sebaliknya ia akan mulia disisi Tuhan jika ia menjalankan tanggungjawabnya itu dengan ilmu pengetahuan.
HAM dalam perspektif Islam baik hak Allah maupun hak manusia saling melandasi satu sama lainnya dan dalam implementasinya tidak ada satu pun yang terlepas. Misalnya dalam shalat, manusia tidak perlu memaksakan seseorang mau salat atau tidak, setelah mengingatkannya untuk salat, karena salat adalah hak Allah, maka tidak ada kekuatan duniawi, baik kekuatan negara, organisasi maupun perseorangan 7
Makalah yang disampaikan oleh H.Hamid Fahmy Zarkasyi PhD dalam Lokakarya Nasional Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 10 tahun Reformasi, Quo Vadis Pemajuan dan Penegakan HAM di Indonesia, Hotel Borobudur, Jakarta 8-11 Juli 2008. 8 Kami ciptakan manusia sebaik-baik ciptaan… (QS 95:4)
4
untuk mendesak orang salat. Shalat merupakan urusan pribadi yang bersangkutan dengan Allah, meskipun demikian dalam salat itu ada hak individu manusia yaitu berbuat kedamaian antar sesamanya. Hak Azasi Manusia dalam dunia Islam yakni menempatkan manusia sebagai makhluk yang terhormat dan mulia, sehingga merupakan tuntutan dari ajaran Islam sendiri, yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa kecuali. Islam memandang kehidupan manusia dengan menempatkan Allah SWT melalui ketentuan syariat, sebagai tolak ukur tentang baik dan buruk suatu tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi, maupun sebagai warga negara masyarakat atau warga negara. Maka Islam mengkaji HAM, berpijak pada tauhid yang mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Dalam deklarasi Madinah melalui Piagam Madinah yang terdiri 47 point merupakan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) bagi negara Islam yang pertama didirikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama di Madinah. Fenomena Piagam Madinah yang dijadikan pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama tersebut sampai menimbulkan decak kagum dari seorang sosiolog modern terkemuka berkebangsaan Amerika, yaitu Robert N Bellah, yang menyatakan bahwa kehidupan Madinah yang sangat menjunjung tinggi HAM, terlampau modern untuk ukuran zaman itu. Adapun ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu adalah: Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam maupun non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat, saling menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama. Satu dasar itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah. Selain deklarasi Madinah juga terdapat deklarasi Cairo yang memuat ketentuan HAM yakni Hak Persamaan dan Kebebasan (QS. Al-Isra: 70, An Nisa: 58, 105, 107, 35 dan Al-Mumahanah: 8). Hak Hidup (QS. Al-Maidah: 45 dan Al-Isra: 33). Hak Perlindungan Diri (QS. al-Balad: 12-17, At-Taubah: 6). Hak Kehormatan Pribadi (QS. At-Taubah: 6). Hak Keluarga (QS. Al-Baqarah: 221, Al-Rum: 21, An-Nisa: 1, At-
5
Tahrim: 6). Hak Keseteraan Wanita dan Pria (QS. Al-Baqarah: 228 dan Al-Hujrat: 13). Hak Anak dari Orangtua (QS. Al-Baqarah: 233 dan Al-Isra: 23-24). Hak Mendapatkan Pendidikan (QS. At-Taubah: 122, Al-Alaq: 1-5). Hak Kebebasan Beragama (QS. Alkafirun: 1-6, Al-Baqarah: 136 dan Al Kahti: 29). Hak Kebebasan Mencari Suaka (QS. An-Nisa: 97, Al Mumtaharoh: 9). Hak Memperoleh Pekerjaan (QS. At-Taubah: 105, AlBaqarah: 286, Al-Malk: 15). Hak Memperoleh Perlakuan yang Sama (QS. Al-Baqarah: 275-278, An-Nisa: 161, Al-Imran: 130). Hak Kepemilikan (QS. Al-Baqarah: 29, AnNisa: 29). Dan Hak Taharan (QS. Al-Mumtaharah: 8).9 Demokrasi merupakan kerangka nilai politik. Sejarah demokrasi adalah sejarah perlawanan kalangan borjuis Yunani yang mencoba berontak dari sistem otokrasi absolut kerajaan. Kemenangan demokrasi borjuis hingga sekarang menjadi pertanda dari menangnya kekuatan modal yang diwakilkan kepada pemilik-pemilik modal dikalangan parlemen. Bangsa yang demokratis dituntut untuk mengamalkan nilai-nilai demokrasi seperti: toleransi, perlindungan hak warga dan pembatasan kewenangan kekuasaan. Dengan demikian, pemerintahan yang berjalan tidak terjatuh pada penyalahgunaan kekuasaan, abuse of power. Memasuki era modern, hampir semua bangsa di dunia mengadopsi
paham
kerakyatan
ini.
Hinga
negara
komunis
pun
mengklaim
pemerintahannya sebagai pemerintahan yang demokratis. Demokrasi, yang secara teorinya dimaksudkan sebagai suatu sistem yang dibentuk, dijalankan, dan ditujukan bagi kepentingan rakyat ini dalam tataran praktiknya akan sentiasa mengalami berbagai penyesuaian dan perubahan, sehingga seringkali penerapannya bersifat trial and error, atau sebagai mana yang dikatakan para pengusungnya, demokrasi itu bersifat projek. Hanya saja, perkembangan demokrasi di negara-negara muslim cenderung kelihatan kaku ataupun perlahan, sehingga dianggap oleh banyak pihak sebagai faktor utama yang menjadi penghalang kemajuan kaum muslim. Dan tentu saja, pemahaman Islam ortodoks berpengaruh dalam membentuk eksklusivisme hingga menyebabkan kebanyakan kaum muslim bersikap tertutup dari halhal yang berbau modernisme barat, disamping mereka juga terbuai oleh romantisme 9
Dikutip dari Fajar Online: (Refleksi Hari HAM Sedunia 10 Desember 2004) Hendra Sudrajat; Mahasiswa Pascasarjana Hukum UMI Makassar.
6
kejayaan Islam masa lalu. Demokrasi juga menjadi senjata ampuh bagi barat untuk menghancurkan gerakan Islam saat ini. Yang menjadi pokok persoalan modern yang dihadapi umat Islam adalah; apakah Islam sesuai dengan demokrasi? Pertanyaan ini telah melahirkan berbagai jawaban yang berbeda. Kelompok pertama yang sering disebut sebagai kelompok “islamis” atau Islam ideologis, menganggap demokrasi tidak sesuai dengan Islam. Kelompok ini diwakili oleh Jamaah Ansharut Tauhid. Argumen kelompok ini mengatakan bahwa: “Demokrasi merupakan sistem kafir, karena telah meletakan kedaulatan negara ditangan rakyat bukan ditangan Amir yang menjadi pimpinan dari ummat”10. Beberapa prinsip yang membedakan antara Islam dengan demokrasi adalah prinsip syuro (musyawarah). Prinsip Syura dalam Islam yang pertama: musyawarah hanyalah disyariatkan dalam permasalahan yang tidak ada dalilnya. Sebagaimana telah jelas bagi setiap muslim bahwa tujuan musyawarah ialah untuk mencapai kebenaran, bukan hanya sekedar untuk membuktikan banyak atau sedikitnya pendukung suatu pendapat atau gagasan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat, sesat yang nyata.”11 Kedua: Kebenaran tidak diukur dengan jumlah yang menyuarakannya. Oleh karena itu walaupun suatu pendapat didukung oleh kebanyakan anggota musyawarah, akan tetapi bila terbukti bahwa mereka menyelisihi dalil, maka pendapat mereka tidak boleh diamalkan. Dan walaupun suatu pendapat hanya didukung atau disampaikan oleh satu orang, akan tetapi terbukti bahwa pendapat itu selaras dengan dalil, maka pendapat itulah yang harus diamalkan. Prinsip Syura Ketiga: Yang berhak menjadi anggota Majlis Syura’ ialah para pemuka masyarakat, ulama’ dan pakar di setiap bidang keilmuan. Karena musyawarah bertujuan mencari kebenaran, maka yang berhak untuk menjadi anggota majlis syura
10 11
Abdur Rohim, pimpinan Jama’ah Ansharut Tauhid. QS. Al Ahzab: 36
7
ialah orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing, dan mereka ditunjuk oleh khalifah. Merekalah yang memahami setiap permasalahan beserta solusinya dalam bidangnya masing-masing. Berbeda halnya dengan demokrasi, anggotanya dipilih oleh rakyat, merekalah yang mencalonkan para perwakilan mereka. Setiap anggota masyarakat, siapapun dia –tidak ada bedanya antara peminum khamer, pezina, dukun, perampok, orang kafir dengan orang muslim yang bertaqwa-, orang waras dan orang gendeng atau bahkan gurunya orang gendeng memiliki hak yang sama untuk dicalonkan dan mencalonkan. Oleh karena itu tidak heran bila di negara demokrasi, para pelacur, pemabuk, waria dan yang serupa menjadi anggota parlemen, atau berdemonstrasi menuntut kebebasan dalam menjalankan praktek kemaksiatannya.12 Kelompok kedua yang sering juga disebut sebagai kelompok “moderat” atau “liberal” mengangap demokrasi sesuai dengan Islam. Anna’im termasuk kedalam kelompok ini. Menurut Anna’im, tidak ada satupun nilai-nilai pada demokrasi yang bertentangan dengan Islam. Sebenarnya masih ada kelompok ketiga seperti Abul a’la al Maududi yang mengajukan konsep “Teodemokrasi”. Akan tetapi, konsep Al Maududi tersebut lebih dekat dengan kelompok “islamis” dengan menjadikan demokrasi sebagai instrumen belaka, sedangkan kehidupan negara seluruhnya mengacu pada “syariat”.13 b. Kekerasan terhadap gerakan Islam Fundamental
Dalam sejarahnya, gerakan Islam fundamental mempunyai pengalaman yang panjang dalam mewarnai peta perpolitikan dan pergerakan nasional. Perjuangan ummat Islam ini tentunya tidak berjalan dengan mulus. Pada zaman Orde Baru, terdapat suatu masa, khususnya antara tahun 1976—1982, terjadi berbagai peristiwa penangkapan, penahanan, pemenjaraan yang disertai penyiksaan, tekanan, intimidasi yang berskala nasional, mulai dari ujung Sumatra, hingga timur pulau Jawa. Semua aksi-aksi kekerasan,
12
dikutip dari: EBOOK “MELURUSKAN KERANCUAN SEPUTAR ISTILAH-ISTILAH SYARIAT” Penulis:Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA (Mahasiswa S-3 Universitas Islam Madinah) Sumber: http://muslim.or.id. Disebarkan dalam bentuk Ebook di Maktabah Abu Salma al-Atsari http://dear.to/abusalma www.abusalma.wordpress.com 13 http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/092007/20/kampus/mimbarakademik1.htm.
8
mulai dari penangkapan, persidangan hingga pemenjaraan merupakan pelanggaran HAM yang belum terungkap secara detail, hingga hari ini.
Beberapa kota menjadi operasi militer, yang tidak saja menggunakan alat-alat negara berupa institusi militer, kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan, melainkan juga orang-orang sipil eks Darul Islam (DI/TII) yang umumnya adalah bekas pengikut Kartosuwiryo. Medan, Palembang, dan Lampung di Sumatra, kemudian Bandung, Sukabumi, Cianjur di Jawa Barat, Yogyakarta, Sleman, Kulonprogo di DIY, Sukoharjo, Surakarta, Kudus, Banyumas, di Jawa Tengah; Lamongan, Ponorogo, Blitar, Tuban dan Surabaya di Jawa Timur, serta beberapa kawasan di Jakarta merupakan sasaran operasi rezim militer dari kombinasi berbagai elemen negara dan orang-orang sipil, yang bekerjasama dengan berbagai kepentingan yang tidak tunggal, namun bermuara pada satu hal: membangun kekuatan Politik Orde Baru, yang monolit, yang dikendalikan oleh militer dan Golkar. Pelanggaran HAM sudah berlangsung sejak penangkapan. Semua korban ditangkap tanpa alasan yang jelas, tanpa surat penahahan. Mereka dituduh melakukan makar, tanpa bukti. Penyiksaan yang dialami antara lain mengunakan rokok, kepala dibenturkan ke tembok atau meja, atau dipukul dengan pentungan, dan berbagai bentuk penyiksaan lain. Hal itu sengaja dilakukan aparat tentara untuk mendapatkan pengakuan tuduhan subversif, yang sama sekali tidak dilakukan oleh mereka. Ada juga, yang diintimidasi penyidik dengan membawa pistol, mengunakan kata-kata kasar, mengancam, ”Saya tembak kamu!”. Pemeriksaan dan penganiayaan ini kerapkali dilakukan didepan sel tahanan lain, untuk memberikan efek intimidatif kepada korban lain. Ustadz Abu Bakar Ba’asyir salah seorang korban Komando Jihad, pernah menuturkan pengalamannya, ketika berada dalam pemeriksaan dan penahanan Latsusda Diponegoro di Semarang. ”Pemeriksaan yang dilakukan atas diri saya adalah dilakukan secara terus menerus siang dan malam. Bahkan sering-sering semalam suntuk. Kalau jawaban-jawaban saya tidak sesuai dengan kehendak pemeriksa, bukan saja
9
ditolak tetapi sempat dicacimaki yang menyakitkan hati, lalu pemeriksaan ditunda semaunya. Pernah pula saya diperiksa oleh pemeriksa dari Jakarta, yaitu sdr BAHAR (pangkatnya saya lupa), selama empat hari empat malam tanpa memperhatikan
kondisi
fisik.
Permintaan
saya
untuk
istrahat,
hanya
diperkenankan sekali, sehingga pemeriksaan ini benar-benar di luar kemampuan fisik saya. Namun toh tetap dilanjutkan, maka TERPAKSALAH jawaban yang saya berikan mengikuti apa maunya, yang penting cepat selesai dan istrahat.”14 Kasus Komando Jihad adalah kasus yang sangat sarat dengan persoalan politik, hal ini bisa dilihat dari pengunaan UU Subversi, dan keterlibatan lembaga Kopkamtib dalam proses penangkapan dan penahanan para tersangka, yang sesungguhnya secara normatif tidak memiliki kewenangan untuk melakukan proses penangkapan/penahanan tersebut. Fakta-fakta di atas jelas menunjukan bahwa negara terlibat akatif dalam kasus ini. Ada proses sistimatis yang didesain untuk memberangus masyarakat dengan sebuah gerakan yang dinamakan Komando Jihad. Negara militeristik ini, tidak saja membunuh masyarakat, melainkan juga memberangus lembaga peradilan, dan menghancurkan kedaulatan hukum di Indonesia.
Fakta kekerasan terhadap gerakan Islam pun terus terjadi samapai saat ini paska runtuhnya rezim orde baru Suharto. Alat-alat kekerasan negara biasanya berbentuk fisik (penculikan, teror, pemukulan, pemenjaraan, dan lain-lain) maupun produk perundangundangan yang tidak mengakomodir dan menghambat kepentingan dakwah dan jihad ummat Islam dalam menegakkan syari’at. Pola-pola gerakan Islam saat ini, dalam menjalankan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dilapangan seringkali dihadapkan pada situasi yang rumit. Misalnya dalam program anti kemaksiatan. Seringkali berhadapan dengan aparat yang menjadi backing keberadaan fasilitas penjualan minuman keras dan prostitusi.
14
April 24, 2007 - Posted by ghuluha (media dan sarana untuk menyampaikan gagasan dan bertukar pikiran tentang problem-problem kebangsaan, keislaman dan keindonesian dalam konteks perjuangan melawan segala bentuk penindasan dan kejahatan terhadap kemanusiaan, yang belakangan ini banyak diperankan oleh rezim kapitalisme global.)
10
Terkait dengan kekerasan yang sering dilakukan oleh aparat negara terhadap gerakan Islam Ustadz Khoirul dari Laskar Ummat Islam Surakarta mengatakan:
“ Dalam setiap program, kami selalu menjalankannya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ketika turun kelapangan pun begitu. Akan tetapi kenapa aparat kepolisian masih saja melakukan kekerasan terhadap kami? Mereka itulah yang sebenarnya melanggar HAM. Penegakkan syariah Islam yang biasa kami dilakukan adalah dengan melakukan razia kemaksiatan secara langsung kelapangan. Walaupun ketika berada dilapangan seringkali berhadapan dengan pelaku maksiat dan oknum-oknum polisi dan tentara yang membelanya..” “HAM selama ini ditegakkan hanya untuk kepentingan Amerika dalam menghancurkan ummat Islam, sementara ketika Amerika melakukan serangan terhadap negara-negara Islam tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM..”15
Selain kekerasan fisik, gerakan Islam seringkali mendapatkan black propaganda dari media massa. Hal-hal yang sering dilansir dalam media massa misalnya bahwa gerakan Islam fundamental itu adalah bagian dari terorisme, mengganggu ketertiban umum, dan lain-lain. Ustadz Mustakim dari pondok pesantren Daarusy Syahadah mengatakan:
“...saya tidak takut dengan pemberitaan di media massa yang menuduh kami sebagai bagian dari teroris di Indonesia. Semua pemberitaan itu tidak benar, makanya kami tidak takut. Bahkan kami sudah melayangkan somasi atas pemberitaan yang tidak benar oleh Sydney Jones...”16
Peristiwa kekerasan yang dialami oleh gerakan Islam fundamental tersebut merupakan wujud dari bentuk kekerasan negara yang teroganisir. Kekerasan tersebut dilakukan melalui alat-alat negara yang ada seperti kepolisian, militer, milisi sipil yang sengaja dibentuk untuk dibenturkan dengan gerakan Islam.
15 16
Solo, 6 Maret 2008. Simo-Boyolali, 5-6 November 2008.
11
c. Syari’at Islam dan Jihad
Istilah jihad seringkali disalahpahami sebagai suatu bentuk gerakan memerangi musuh-musuh Islam dengan cara-cara perang fisik. Jihad merupakan bagian dari kewajiban ummat Islam dalam menjalankan syariat agamanya. Dalam perkembangan pemikiran Islam sampai saat ini, pemaknaan jihad sangatlah beragam dan banyak perbedaan pandangan didalamnya. Terlepas dari perdebatan tersebut, jihad bisa menjadi satu bentuk penjagaan agama Islam ketika mendapatkan serangan dari luar. Itulah yang seringkali dilakukan oleh gerakan Islam fundamental. Mereka memaknai jihad dilihat dari apa yang nyata dilapangan. Ketika terjadi kemaksiatan yang merajalela, maka mereka pun melakukan pembredelan terhadap bentuk-bentuk dari kemaksiatan tersebut. Jihad fie sabilillah dimaknai oleh gerakan Islam fundamental sebagai manifestasi gerakan Islam dalam upaya penegakan syariah yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits. Syariah Islam ditegakkan diatas fondasi yang dibangun dengan cara-cara dan metode gerakan yang radikal.
Syari’at bisa disebut syir’ah. Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari’ah. Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia. Kata “syara’a” berarti memakai syari’at. Juga kata “syara’a” atau “istara’a” berarti membentuk syari’at atau hukum. Dalam hal ini Allah berfirman, “Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan (syari’at) dan jalan yang terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]. “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) tentang urusan itu (agama), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Maidah (5): 18]. “Allah telah mensyari’atkan (mengatur) bagi kamu tentang agama sebagaimana apa yang telah diwariskan kepada Nuh.” [QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
12
Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.” Artinya, hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus. Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at Islam (asy-syari’atul islaamiyatu), istilah bentukan ini berarti, ” maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani sayyidinaa muhammadin ‘alaihi afdhalush shalaati was salaami sawaa-un akaana bil qur-ani am bisunnati rasuulillahi min qaulin au fi’lin au taqriirin.” Maksudnya, syari’at Islam adalah hukum-hukum peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan. Terkadang syari’ah Islam juga dimaksudkan untuk pengertian Fiqh Islam. Jadi, maknanya umum, tetapi maksudnya untuk suatu pengertian khusus. Ithlaaqul ‘aammi wa yuraadubihil khaashsh (disebut umum padahal dimaksudkan khusus).17 Syariat Islam merupakan jalan yang diberikan oleh Allah Sang Pencipta makhluknya yang disampaikan melalui Al Qur’an dan hadits, sehingga hal itu dijamin kebenarannya. Dan ini telah digaransi oleh Sang Maha Pencipta sendiri. Sedangkan hukum yang dibuat manusia adalah hukum yang tidak terlepas dari kepentingan dan nafsu manusia. Syariat Islam itu pun bukan untuk kepentingan Allah, tetapi untuk kepentingan manusia itu sendiri. Untuk di Indonesia, untuk memahamkan tentang jarimah/tindak pidana diperlukan seratusan dokter untuk memahamkan seluruh bidang hukum pidana Islam. Upaya-upaya pembumian syariat Islam ditengah-tengah negara yang heterogen dan plural akan berhadapan dengan peraturan-peraturan negara dan adat istiadat dari masyarakat yang melingkupinya.
Budiyanto dari PP Roudothus Shibyan Jombor Yogyakarta mengatakan bahwa syariah Islam tidak perlu ditegakkan dalam secara kaku. Syariah Islam dapat dijalankan 17
dakwatuna.com
13
melalui produk perundang-undangan yang menatur tata kehidupan warga negara secara Islami. Beliau berpandangan bahwa yang di propagandakan oleh HTI itu tidak mengaca pada sejarah dimana gerakan Islam terjebak pada pola gerakan yang tidak mampu melihat situasi kekinian dari sistem negara yang sedang berkembang.18
Pancasila sebagai idiologi negara tidaklah bertentangan dengan syariah Islam. Ummat Islam juga semestinya menghormati HAM apalagi hidup di negara yang plural seperti Indonesia. Artinya HAM sebagai aturan dari hidup bernegara juga tidak perlu dipertentangkan oleh ummat karena isiannya tidaklah bertentangan dengan Islam. Kalau pun ada dari point-point deklarasi HAM universal yang bertentangan dengan agama Islam, Pancasila dan UU maka tidak perlu untuk diberlakukan. Sebagai contoh perkawinan sesama jenis itu tidak bisa dibenarkan atas nama HAM karena bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Penerapan peraturan daerah yang bernuansa Islam di beberapa daerah di Indonesia dinilai oleh sebagian kalangan Islam yang moderat sebagai bentuk penghinaan terhadap agama Islam. Mereka menilai bahwa syariah Islam itu dijalankan dengan perantara ulama-ulama bukan disandarkan pada peraturan daerah yang miskin dengan kesadaran idiologis Islam. Syariah Islam ditegakkan karena berdasarkan takut kepada hukum Allah, bukan takut kepada aparat negara yang menjalankan peraturan pemerintah daerah yang sudah ditetapkan tersebut.
Dalam suatu kesempatan, berkaitan dengan syariat Islam, ustadz Abdur Rahim dari Jama’ah Ansharut Tauhid menyatakan:
“ Pemenangan syari’ah islam melalui jalur parlemen tidaklah berarti apa-apa bagi gerakan Islam. Dalam beberapa contoh seperti penetapan UU Pornografi memang menjadi satu keberhasilan. Akan tetapi itu saja tidaklah cukup karena masih tetap mengakomodir aspek-aspek yang bertentangan dengan syari’ah Islam seperti membolehkan orang telanjang dengan alasan seni. Gerakan 18
Yogyakarta, 9 November 2008.
14
parlementer tidaklah bisa dijadikan sebagai jalan bagi Islam untuk menegakkan syari’ah..”
“..Tujuan itu tidak menghalalkan segala cara. Itulah salahsatu kaidah dalam Islam. Parlementer adalah jalan yang samasekali tidak di ridloi oleh Allah SWT. Kalaupun kita bisa masuk parlemen maka kita hanya bisa menjadi macan ompong yang tidak bisa berbuat banyak ditengah-tengah sistem yang sekuler. Semestinya partai politik yang mengatakan diri berazas islam haruslah tegas mengatakan bahwa demokrasi adalah haram hukumnya dan hanya syari’ah Islam-lah yang layak untuk ditegakkan di muka bumi. Demokrasi yang dibawa dari Amerika ibarat Latta dan ‘Uzza yang harus dihancurkan oleh gerakan islam..”19
Ketertinggalan dan keterbelakangan umat Islam di pelbagai belahan dunia Islam telah menyulut semangat umat Islam untuk mencari model terbaik untuk merengguk kejayaan yang hilang beberapa abad terakhir ini, sehingga tidak ayal apabila seruan yang menggema, yaitu “Islam sebuah alternatif”, “menegakkan syariat Islam”, “mendirikan negara Islam” dan lain-lain. Setidaknya, hal tersembut membentuk nalar kolektif yang mempengaruhi struktur pemikiran keislaman di tanah air.
Keinginan untuk menerapkan syariat Islam sebenarnya terkait dengan upaya untuk menemukan otensitas keagamaan yang akan mengangkat harkat dan martabat umat Islam, yang selama ini terbelakang, tertindas dan tertinggal. Muhammad Arkoun, pemikir muslim asal Aljazair, dalam al-Fikr al-Ushuly wa Istihalat al-Ta’shil; Nahw Tarikh Akhar li al-Fikr al-Islamy menegaskan perlunya rekonstruksi pencarian otensitas keagamaan yang bersifat idealitik-ideologis menuju upaya mencari nilai-nilai yang belum terungkap dalam khazanah keislaman, seperti konsep kewarganeraan (al-muwathaniyah). Konsep ini merupakan keniscayaan bagi umat Islam kontemporer dalam membangun kesepahaman dalam keperbedaan, terutama dalam konteks berbangsa dan bernegara, di
19
Ngruki, Solo 8 November 2008.
15
mana setiap individu setara dan sejajar, terlepas dari perbedaan ras, suku, agama dan aliran atau madzhab. Dalam sejarah klasik, hal tersebut telah dipraktekkan pada periode Andalusia, tatkala umat Islam dapat membangun manara keadaban dan peradaban yang cemerlang bersama dengan umat Kristen dan Yahudi, sehingga terjadi penerjemahan besar-besaran terhadap buku-buku Yunani. Filsafat dengan cepat dapat dikomsumsi masyarakat Islam, sehingga melahirkan peradaban yang maju. Penelusuran terhadap otensitas keislaman harus mempertimbangkan unsur budaya, ilmu yang akan mengangkat umat Islam dari ketertinggalan, bukan pada aras politik yang manipulatif. 20 III.
Refleksi
Proses perjuangan gerakan Islam dalam mencapai cita-cita penegakan syari’ah memerlukan banyak faktor pendukungnya. Hukum nasional menjadi salahsatu instrument penting untuk di pelajari agar supaya, dalam setiap pelaksanaan program Amar Ma’ruf Nahi Munkar, tidak lagi terjerembab dalam praktek-praktek gerakan yang anarkis. Apalagi ketika mayoritas yang bergerak tersebut adalah kaum muda yang tergabung dalam laskar-laskar Islam dan mayoritas dari mereka tidak mampu mengendalikan emosinya kecuali ketika aksi-aksi yang dilakukan itu didampingi oleh kalangan kaum tua. Di sisi lain pengetahuan tentang HAM yang kurang dikalangan gerakan Iislam juga menjadi penyebab dari tidak berdayanya gerakan ketika berhadapan dengan alat-alat represi negara seperti undang-undang, kekerasan fisik maupun terror-terror mental dalam bentuk ancaman-ancaman.
1. Syariah Islam menjadi tujuan akhir dari gerakan Islam fundamental pada saat ini. Metode yang dilakukan sangatlah beragam, mulai dari penegakkan syariah secara langsung dilapangan sampai pada metode lobyying dengan lembaga-lembaga negara. Perbedaan metode yang bisa diambil benang merahnya adalah antara yang mengambil cara parlementer dengan alat partai politik Islam dan ekstra
20
Zuhairi Misrawi, tafsir humanis atas syari’ah Islam—islamlib.com
16
parlementer dengan alat politik pembangunan organisasi massa Islam yang massif. 2. Gerakan Islam sangat penting untuk dibekali ilmu tentang Hak Asasi Manusia. Yang menjadi pertimbangannya adalah agar gerakan Islam tersebut tidak terjebak dalam pola gerakan yang dinilai anarkhis dan mampu melakukan pembelaan ketika terjadi pelanggaran HAM oleh aparat-aparat negara. Selain itu, pengetahuan lain yang berkaitan dengan hukum negara dapat diberikan kepada gerakan Islam yang awam akan pengetahuan tersebut. Sehingga gerakan Islam akan semakin kaya dengan metode dan cara gerakannya. 3. Problem perpecahan dalam gerakan Islam banyak diakibatkan oleh perbedaan cara pandang metode gerakannya. Maka dari itu, pembentukan jaringan antar gerakan Islam dimasing-masing wilayah kerjanya menjadi suatu kebutuhan yang mutlak untuk direalisasikan.
17